Ceritasilat Novel Online

Kabut Di Lereng Tidar 1

Kabut Di Lereng Tidar Karya Danang HS Bagian 1

Kolektor E-Book adalah sebuah wadah nirlaba bagi para

pecinta Ebook untuk belajar, berdiskusi, berbagi

pengetahuan dan pengalaman.

Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya untuk

melestarikan buku-buku yang sudah sulit didapatkan di

pasaran dari kepunahan, dengan cara mengalih mediakan

dalam bentuk digital.

Proses pemilihan buku yang dijadikan objek alih media

diklasifikasikan berdasarkan kriteria kelangkaan, usia,

maupun kondisi fisik.

Sumber pustaka dan ketersediaan buku diperoleh dari

kontribusi para donatur dalam bentuk image/citra objek

buku yang bersangkutan, yang selanjutnya dikonversikan

kedalam bentuk teks dan dikompilasi dalam format digital

sesuai kebutuhan.

Tidak ada upaya untuk meraih keuntungan finansial dari

buku-buku yang dialih mediakan dalam bentuk digital ini.

Salam pustaka!

Team Kolektor E-Book

MENYINGKAP RAHASIA

TABIR HITAM

Karya : Danang HS

Gambar : Drs. OYI SOEDOMO

Penerbit : SINTA - RISKAN

Pustaka Koleksi : Aditya Indra Jaya

Image Source : Awie Dermawan

Kontributor : Yons

Juli 2019, Kolektor - Ebook1

KABUT di LERENG TIDAR

B A G I A N I

KETIKA matahari sepenggalah berada diatas cakrawala kuda hitam

yang ditunggangi Buntar Watangan mulai memasuki lembah disebelah

timur bukit Tidar. Lembah itu tampak seram. Disana-sini banyak terdapat

batu batu yang berbongkah-bongkah sebesar kerbau serta pohon2

raksasa yang menjulang kelangit. Sedang burung2pun tiada

memperdengarkan suaranya. Sepi, sepi yang mencengkeram perasaan.

Sehingga se-olah2 lembah itu seperti istana hantu. Menurut ceritera dari

mulut-kemulut yang pernah didengar oleh Buntar Watangan, tiada

seorangpun yang masuk kelembah itu berhasil keluar kembali. Orang
orang itu lenyap begitu saja bagaikan ditelan hantu. Pantaslah kalau

orang orang menamakan lembah itu lembah maut.

Namun bagi Buntar Watangan yang telah berpengalaman, begitu

melihat keadaan itu ia menjadi curiga ? ANEH ? pikirnya ? sepi yang

tidak wajar.

Meskipun demikian, Buntar Watangan terus memacu kudanya.

Karena pada saat itu ia merasa mempunyai kuwajiban yang sangat berat,

kuwajiban yang tidak dapat di tunda - tunda lagi ialah mencari jejak

pembunuh kakak seperguruannya.

Kakak seperguruan Buntar Watangan bernama Hambara. Orang itu

semula bermukim dilereng sebelah selatan gunung Merbabu. Sebulan

yang lalu, ketika Buntar Watangan menengoknya, ia hanya menemukan

mayat Hambara terkapar didekat pintu, dengan sebilah belati yang

menancap dipunggungnya. Dan setelah diamat-amati, ternyata, gagang

belati itu brrbentuk kepala seekor ular bersirip yang diukir sangat halus

Sedang jauh sebelum peristiwa itu, Hambara pernah menerangkan,

bahwa ia mempunyai musuh seorang Bekel dari desa Simpingan yang

terletak disebelah utara bukit Tidar.

Adakah Behel itu yang membunuh kakak seperguruannya?

Buntar Watangan masih belum dapat memastikan. Namun demikian

ia akan mencoba untuk menyelidiki. Itulah sebabnya mengapa Buntar

Watangan menjelajahi hutan yang sangat mengerikan itu.

Sesaat setelah Buntar Watangan membelokkan kudanya melewati

sebuah pohon yang tumbang, mendadak dadanya ber-desir. Seolah-olah

dalam pengamatan kesadarannya terasa ada sesuatu yang membayangi.

Maka iapun segera menghentikan kudanya. Dirabanya belatinya yang

selalu siap untuk mencabut nyawa setiap lawan. Sedang bola

matanyapun terus beredar menjelajahi setiap sudut yang mencurigakan.2

Dalam pada itu, dari arah semak - semak, terdengarlah ringkikan

seekor kuda. Cepat Buntar Watangan meloncat, kemudian berlindung

dibalik sebuah pohon siap untuk menghadapi setiap kemungkinan.

Dari balik pohon itu Buntar Watangan menebar pandang ssegenap

penjuru. .Namun sesaat lamanya belum juga nampak sesosok

bayanganpun. Kaena itu Buntar Watangan segera berjalan mengendap2

menuju kearah suara. Sebentar-sebentar ia menoleh. Sebah siapa tahu

mush sengaja memancingnya untuk kemudian menyerang dari belakang.

Setelah Buntar Watargan berjalan meng-endap2 kurang lebih

sepuluh langkah, kemudian dari tempat itu tampaklah seekor kuda merah

didalam semak2.

Sekali lagi Buntar Watangan menebar pandang. la mulai

memperhitungkan setiap kemungkinan. Kemaudian ia mengambil sebutir

batu terus dilemparkan kearah kuda itu.

Kuda itu terkejut, meringkik sekuat-kuatnya terus lari. Namun Buntar

Watanganpun terkejut juga, karena tiba-tiba dari atas pohon terdengarlah

suara melengking. Cepat Buntar Watangan menoleh. Dan bertepatan

dengan saat itu tampaklah sebuah benda meluncur kemudian melayang

diantara celah-2 dedaunan.

? Setan! ? Buntar Watangan mengumpat dalam hati. Sebab

setelah diperhatikan, ternyata benda itu adalah seekor-burung hantu.

Mungkin burung itupun terkejut juga ketika kuda itu meringkik2

sekuat2nya.

Setelah Buntar Watangan berhasil menguasai debar jantungnya,

kini ia maju lagi setapak demi setapak. Namun ketika ia menguakan

semak2 ditempat bekas kuda merah yang lari itu, mendadak ia menjadi

sangat terkejut. Sehingga cepat ia meloncat surut selangkah. Karena

dihadapannya tampaklah sesosok tubuh menelungkup ditanah.

Namun setelah ditunggu sejenak orang itu tidak bergerak, pelahan
lahan Buntar Watangan segera menghampiri. Orang itu diperiksanya ?

Sudah mati ? desisnya. Ternyata sebuah panah menancap dilambungnya

tembus sampai kejantungnya. Sedang darahnyapun masih belum juga

kering.

? Siapakah orang ini?? Buntar Watangan bertanya dalam hati.

Sekali lagi diperiksanya mayat orang itu, kemudian keadaan

disekitarnya. Tidak jauh dari tempat itu tampaklah jejak2 kaki kuda yang

bersimpang-siur.

Buntar Watangan mengerutkan keningnya ? Belum lama ini pasti

telah terjadi pertempuran ditempat ini pikirnya.

Mendapat pikiran itu, cepat Buntar Watangan mengambil kudanya

terus dinaiki mengikuti arah jejak2 kuda itu. Namun sama sekali ia tidak

mau meninggalkan kewaspadaan. Sebab ia tidak mau mengalami nasib

seperti orang yang sudah menjadi mayat itu.

Kini tiba2 terbayanglah dalam ingatannya mayat Hambara3

mendadak giginya gemeretak. Kalau kematian kakak seperguruannya itu

karena bertempur yang dilakukan dengan secara jujur, sama sekali

Buntar Watangan tidak akan menyesal. Namun apa yang dilihatnya

sebulan yang lalu adalah benar2 perbuatan seorang pengecut. Hambara

pasti ditikam dari belakang dalam keadaan tidak bersiaga.

Buntar Watangan terus mengikuti jejak2 kuda itu. Semakin jauh

dan semakin jauh. Dalam sepanjang perjalanan itu Buntar Watangan

sudah melihat 2 sosok mayat yang terkapar didalam semak-2. Sedang

ketika Buntar Watangan memandang kearah barat, tiba-tiba hatinya

menjadi cemas.

? Sebentar lagi matahari bersembunyi dibalik Cakrawala ? gumam

Buntar Watangan ?Kalau aku tidak segera dapat menyusulnya, aku akan

kehilangan jejak. ?

Memperoleh pikiran itu, serentak Buntar Watangan menggebrak

kudanya. Dan kuda hitam itupun segera melesat dengan kecepatan

penuh.

Sebentar kemudian beberapa gerumbul telah dapat dilampaui. Namun

yang dikejarnya belum juga nampak.

Buntar Watangan menjadi semakin gelisah. Apa lagi ketika

dilihatnya jejakjejak kuda itu terbagi menjadi dua. Jejak-jejak beberapa

ekor kuda iurus menuju kebarat. Sedang yang lain membelok kekiri.

? Kemana aku harus mengikuti jejak-jejak kuda ini ? ? pikirnya.

Namun Buntar Watangan adalah seorang perwira muda Mataram

yang berotak terang. Maka iapun cepat mengambil keputusan memilih

jejak-jejak yang membelok kekiri.

Sebab menurut dugaannya, jejak-jejak yang membelok kekiri itu pastilah

jejak-jejak kuda pengejarnya. Dan mereka itupun pasti lebih menguasai

keadaan untuk kemudian mencegat melalui jalan yang lebih dekat.

Apa yang diduganya, kini benar-benar terjadi. Setelab beberapa

saat Buntar Watangan mengikuti jejak - jejak yang membelok kekiri, tiba

tiba telinganya yang tajam sayup2 mulai mendengar suara senjata

beradu. Maka Buntar Watangan itupun segera memperlambat kudanya

dan mencari tempat yang lebih tinggi. Dari tempat itu ia dapat

memandang jauh kedepan. Sesaat kemudian, matanya segera

menangkap beberapa sosok bayangan orang yang sedang bertempur.

Orang-orang itu kini sudah tidak lagi berkuda. Mereka bertempur dengan

secara berkelompok-kelompok.

Buntar Watangan segera turun dari kudanya. Perlahan2 ia

mendekati kancah pertempuran itu. Kini ia dapat melihat semakin jelas,

mereka yang sedang bertempur itu terdiri dari 3 orang, 4 orang melawan

9 orang. Namun kancah pertempuran itu terbagi menjadi dua bagian.

Disebelah kiri 3 orang bahu membahu bertempur melawan 6 orang.

Sedang disebelah kanan, seorang yang bermuka berewok dikeroyok oleh

3 orang yang bersenjatakan lameng, kampak dan canggah. Kemudian4

sambil meloncat surut orang yang bersenjatakan tameng itu berkata ?

Jayuda! Daripada aku terpaksa harus membunuhmu, lebih baik kau

mengaku saja. Dimana Pamiji menyembunyikan harta kekayaan

kadipaten Jipang ! ?

Sambil meloncat surut pula orang yang bermuka berewok itu

menjawab ? Aku bukan Jayuda. Sedang orang yang kau sebut namanya

itupun baru sekarang aku mendengar. ?

?Jangan mengelak, Jayuda. Rahasiamu telah berada didalam

tanganku. Kaulah yang membunuh Pamiji setelah orang itu mengatakan

kepadamu dimana ia menyembunjikan harta kekaaan kadipaten Jipang!

?

? Kau keliru ?

?Tidak mungkin ? bantah orang yang bersenjatakan lameng itu

pula ? Kita adalah sama sama bekas prajurit Jipang. Meskipun kau sudah

bertahun-tahun menghilang dan kini kau menjelma menjadi Bekel dari

desa Simpingan, namun aku masih tetap mengenalmu, bahwa kau adalah

Jayuda. Karena itu, dari pada kau harus mati sebelum menikmaii harta

itu, lebih baik kita bekerja sama. Harta peninggalan almarhum Hariya

Panangsang itu kita ambil ber-sama-sama dan kemudian kita bagi dengan

secara adil. Dengan demikian nyawamu akan selamat ?

?Jangan mengigau ! ? jawab Bekel Simpingan.

? Aku tidak tahu-menahu mengenai harta Hariya Panangsang itu. ?

? Bohong ! Kau mesti harus tahu ! ? bentak orang yang

bersenjata kampak maju selangkah.

Bekel dari desa Simpingan itu mengerenyitkan keningnya. matanya

tidak pernah terlepas dari setiap gerak -gerik lawan. Namun sama sekali

ia tidak menjawab. Rupa rupanya ia sedang memperhitungkan setiap
Kabut Di Lereng Tidar Karya Danang HS di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

langkah yang harus ditempuh selanjutnya. Kemudian kembali terdengar

orang yang bersenjatakan kampak itu membentak ? Ayo, jawab ! Apa

kerjamu datang kelembah ini kalau bukan untuk mengambil harta Hariya

Panangsang itu. ! ?

Sekali lagi Bekel Simpingan mengerenyitkan keningnya.

Namun yang terdengar kemudian, bahkan Bekel itu ganti bertanya ? Jadi

barta peninggalan Harijy Panangsang itu tersimpan dilembah ini ? ?

? Bedebah ! ? teriak orang yang bersenjatakan lameng dengan

suara lantang ? Jangan coba-coba memutar balikkan pertanyaan. Kau

sekarang tinggal memilih. Menunjukkan dimana Pamiji mengubur harta

itu, atau aku terpaksa harus mempergunakan kekerasan !

? Aneh ..

? Apanya yang aneh ??

? Kalau kau mengetahui harta itu tersimpan dilembah ini, mengapa

kau bertanya pula kepadaku ??

? Aku hanya mengetahui sebagian, bahwa harta itu tersimpan

dilembah ini. Lain tidak.?5

? Mengapa tidak kau gali saja seluruh lembah ini?

? Gila ? desis orang yang bersenjatakan lameng menjadi semakin

marah. Namun ia masih berusaha untuk menahan diri. Dengan demikian,

yang terdengar hanyalah giginya yang gemeretak

? Kakang Srengga! ? berkata otang yang bersenjata canggah

kepada orang yang bersenjatakan lameng ? Apa lagi yang harus kita

tunggu. Bangsat ini sudah tidak mau mengaku ??

Orang yang bersenjatakan kampak tiba-tiba menyahut ? Kita

tangkap saja hidup-hidup dan kemudian kita siksa sampai mengaku. ?

Bagus ! Aku setuju dengan pendapatmu itu ! ? jawab orang yang

bernama Srengan sambil memberi aba aba untuk melancarkan serangan.

Namun belum lagi orang yang bersenjatakan kampak dan lameng

sempat bergerak, Bekel Simpingan itu telah mendahului menyerang.

Untunglah orang yang bernama Srengga itu cukup cekatan. Apabila tidak,

pastilah dadanya telah berlubang.

? Buntar Watangan yang bersembunyi didalam semak - semak

mengikuti pertempuran itu dengan penuh minat ? Pucuk dicinta ulam

tiba ? gumannya.

? Tetapi siapakah sebenarnya Bekel Simpingan itu? ? terbersit

suatu pertanyaan didalam hatinya ? Benarkah orang itu bernama Jayuda

bekas prajurit Jipang? Dan benarkah harta kekayaan Hariya Panangsang

itu tersimpan dilembab ini? ?

Pertanyaan itu masih merupakan teka teki yang harus dipecahkan,

sebagai seorang prajurit petugas sandi, Buntar Watangan mempunyai

kuwajiban pula untuk menyingkap rahasia lenyapnya harta Hariya

Panangsang itu. Terutama mengenai hubungannya dengan terbunuhnya

kakak seperguruannya. Sebab mungkin pula bisa terjadi, peristiwa itu

bertautan antara yang satu dengan yang lain.

Menurut cerita yang pernah didengar oleh Buntar Watangan, harta

kekayaan kadipaten Jipang itu dilarikan oleh seseorang sesaat setelah

didengarnya berita bahwa Hariya Penangsang gugur. Dengan demikian,

kedatangan pasukan Pajang kekadipaten Jipang, sama sekali tiada

berhasil menemukan sesuatu apapun yang berharga.

Sultan Hadiwijaya pernah pula mengerahkan seluruh petugas sandi

untuk mencari jejak tentang lenyapnya harta itu. Namun hingga Sultan

itu mangkat, tiada seorangpun yang berhasil menemukan.

Kini, pertempuran itu menjadi semakin bertambah seru. Masing
masing mulai kelihatan mengerahkan seluruh kemampuannya. Ketiga

orang itu terus melancarkan serangannya bertubi-tubi. Namun ternyata

Bekel Simpingan itupun tidak mau kalah pula hebatnya. Pedangnya terus

diputar semakin gencar, melingkar-lingkar mencari kelengahan lawan.

Meskipun tingkat kepandaian Bekel Simpingan dalam bermain senjata

benar benar mengagumkan, tetapi karena dikroyok oleh tiga orang lawan

yang cukup tangguh, semakin lama Bekel itupun menjadi semakin6

keripuhan pula. Dengan demikian, dalam waktu yang tidak terlalu lama,

Bekel Simpingan pasti dapat dijatuhkan.

Buntar Watangan masih berada ditempatnya. Ia sedang menimbang

nimbang. Namun kini keadaannya menjadi semakin gawat. Maka sesaat

kemudian setelah Buntar Watangan merenungkan langkah yang harus

ditempuh selanjutnya, cepat ia segera melesat melibatkan dirinya dalam

kancah pertempuran itu, tepat pada saat Bekel Simpingan dalam keadaan

terjepit.

Karena usahanya untuk membekuk lawan menjadi gagal, tiga orang

itu menyumpah nyumpah tiada habis-habisnya ? Setan ! Bedebah! Siapa

kau? ? teriak orang yang bernama Srengga dengan garangnya ? Kaupun

harus kubunuh juga ! ?

Namun sama sekali Buntar Watangan tidak mengindahkan ancaman

itu. Sebab untuk dapat menyingkap rahasia Bekel Simpingan, ia harus

mendekati orang itu terlebih dahulu dengan jalan memberi pertolongan.

Tetapi agar tidak dicurigai bahwa sebenarnya ia adalah seorang

prajurit petugas sandi dari Mataram, dalam pertempuran itu sama sekali

Buntar Watangan tidak mau memperlihatkan ilmu kepandaiannya. Seolah

- olah ia hanya bertempur dengan secara membabi buta. Sebentar
sebentar ia berloncat-loncatan kian-kamari. kemudian berteriak-terak

seperti orang yang sedang ketakutan. Namun semuanya itu tidaklutput

pula dari segala perhitungan. Sehingga karenanya tiga orang lawan Bekel

Simpingan itupun menjadi jengkel. Sebab meskipun mereka telah

berusaha dengan sekuat tenaga untuk dapat menjatuhkan orang yang

dianggap gila itu, namun kenyataannya sama sekali mereka berhasil

menyentuh pakaiannyapun tidak.

Dengan masuknya Buntar Watangan, kini Bekel Simpingan mulai

dapat bernafas lega. Bahkan ia banyak mempunyai kesempatan untuk

melancarkan serangan dalam keadaan yang lebih menguntungkan.

Meskipun setiap saat apabila lengah nyawa Buntar Watangan dapat

direngut oleh senjata lawan, namun matanya sekali sekali masih sempat

juga mengawasi pertempuran antara anak Bekel Simpingan melawan

anak buah Srengga yang berjumlah enam orang. Kini, anak buah Bekel

Simpingan itu tampak terus mendapat tekanan2 berat. Mereka telah

terkurung dalam satu lingkaran yang sukar untuk ditembus.

Ketika Buntar Watangan sedang menimbang-nimbang tiba tiba

terdengarlah pekikan ngeri. Dan setelah diperhatikan ternyata salah

seorang anak buah Bekel Simpingan itu terhuyung-huyung dengan tubuh

berlumuran darah: Kemudian rebah untuk tidak berkutik kembali. Mati.

Buntar Watangan menjadi cemas. Apabila ia tidak segera dapat

menyelesaikan pertempuran itu, pasti anak buah Bekel Simpingan habis

binasa.

? Hmm! ? Buntar Watangan memeras otaknya. la benar-benar

dihadapkan kepada keadaan yang sangat sulit. Sebab bertempur dengan7

cara seolah-olah tidak mengenal ilmu tata berkelahi itu, sulitlah untuk

dapat segera menjatuhkan lawannya.

Sementara itu, matahari pelahan-lahan mulai bersembunyi dibalik

cakrawala. Dengan demikian, keadaan disekitar tempat pertempuran

itupun berangsur-angsur menjadi semakin gelap pula. Ketika dilihatnya

Bekel Simpingan membabatkan pedangnya kearah Srengga, dan Srengga

berusaha untuk menangkis, cepat Buntar Watangan mempergunakan

kesempatan untuk membentur punggung Srengga sambil berteriak.

Orang itu terkejut dan terhuyung-huyung kehilangan keseimbangan.

Sedang pedang Bekel Simpingan dengan derasnya meluncur kearah

leher. Menghadapi saat yang sangat genting itu Srengga cepat berguling.

Tetapi ternyata sambaran pedang Bekel Simpingan lebih cepat dari pada

yang ia duga. Karena itu, meskipun lehernya nyaris dari tebasan pedang,

namun terasalah bahu kanannya menjadi njeri.

? Setan ! ? terdengar Srengga mengumpat. Kini orang itu benar

benar menjadi marah. Namun ketika ia hendak melancarkan serangan,

terasalah tangan kanannya menjadi lunglai. Sebab ternyata bahu kanan

Srengga terluka agak dalam. Sedang dari luka itu terlalu banyak

mengeluarkan darah.

Rupa - rupanya orang yang bernama Srengga itupun ? mengerti

gelagat. Maka sambil memberi aba-aba untuk mengundurkan diri, cepat

ia meloncat surut. Kemudian terdengarlah Srengga berkata dengan suara

lantang ? Kali ini pertemuan kita aku habisi sampai disini. Tetapi jangan

kira aku akan membiarkan kau mengambil harta itu dengan aman.

Sebelum kau berhasil memenggal leherku, sampai kiamatpun hidupmu

tidak akan tenteram. Selamat tinggal.

? Bangsat! Sekarang juga nyawamu akan kuhabisi ! ? teriak Bekel

Simpingan sambil meloncat melancarkan serangan. Namun orang yang

bernama Srengga itu, bersama anak buahnya, telah meloncat

kepunggung kuda dan memacunya ke-arah timur.

Terdengar gigi Bekel Simpingan gemeretak hebat. Kemarahannya

benar-benar telah membakar seluruh urat nadinya. Namun, kini lawan
lawannya telah menghilang dibalik semak-semak. Sedang haripun telah

menjadi gelap pula. Tiba-tiba Bekel Simpingan memalingkan mukanya.

Ditatapnya wajah Buntar Watangan sambil menggeram ? Bedebah:

Mengapa kau mencampuri urusanku?! ?

Buntar Watangan pura2 terkejut.

Kembali terdengar Bekel itu membentak ? Siapa yang

menyuruhmu? ? Ti . . ti . . . . dak. Aku . . . aku . . . . Sebab pertempuran

itu tidak adil ? jawab Buntar Watangan dengan suara yang di-buat2

persis seperti orang yang tiba-tiba menjadi gugup.

? Hhh! Jadi kau kira, meskipun mereka berjumlah banyak, aku

akan dapat mereka kalahkan? ?

Buntar Watangan tidak menjawab. Namun dalam benak kepalanya8

timbul keinginannya untuk mempermainkan Bekel itu. Karena itu Buntar

Watangan segera menganggukkan kepalanya.

Benar juga dugaannya. Tiba-tiba Bekel itu menjadi marah ? Setan!

Kau kira siapa aku ini? ? teriaknya.

Buntar Watangan hanya geleng kepala.

? Jadi kau belum mengenal siapa aku? ?

Sekali lagi Buntar Watangan geleng kepala.

? Goblok! ? kata Bekel Simpingan sambil menepuk dadanya ?

Seluruh penduduk disekitar bukit Tidar ini semuanya telah mengenal aku.

Akulah Tunggarana atau lebih banyak orang mengenalku dengan sebutan

Bekel Simpingan.

? Oh. ? Buntar Watangan pura-pura ketakutan.

Bekel Simpingan tersenyum puas, melihat orang yang dihadapinya

menjadi ketakutan ? Jangan takut, anak muda. Jangan takut. Aku tidak

akan membunuhmu. Bahkan aku akan memberi hadiah untukmu. Aku

lihat kau tidak pandai berkelahi, tetapi keberanianmu benar2

mengagumkan.?

Semua mata tertuju kearah Buntar Watangan. Se-olah2 sedang

menilai.Namun Buntar Watangan menunduk. Kemudian kembali

terdengar Bekel itu berkata ? Siapa namamu? ?

? Raga Lelana ? Buntar Watangan menyebut nama samarannya.

? Raga Lelana? ? ulang Bekel itu seolah2 tidak percaya.

Buntar Watangan mengangguk.?

Bekel Simpingan mengerenyitkan keningnya. Katanya ? Aku

seperti pernah mendengar nama itu? Tetapi dimana? Aku sudah tidak

ingat lagi. ?

Buntar Watangan bernafas lega. Semula ia khawatir kalau Bekel itu

pernah mendengar nama samarannya. Maka untuk menjaga agar Bekel

itu tidak menjadi curiga, berkatalah Buntar Watangan ? Nama Raga

Lelana memang banyak dipakai orang. Dan akupun tidak tahu mengapa

ayahku memberi nama seperti itu. ?

? Mengapa kau berada disini?- bertanya Bekel itu pula.
Kabut Di Lereng Tidar Karya Danang HS di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

? Aku lari dari Pajang - jawab Buntar Watangan.

? Mengapa kau lari? Kau seorang penjahat?
Buntar Watangan menggeleng.

? Kau dikejar musuh??

? Tidak. ?Apa

? sebabnya?? Bekel Simpingan mendesak.

? Karena aku dipaksa kawin oleh ayahku.
Orrang-orang yang mendengar jawaban Buntar Watangan itu

serentak tertawa. Demikian pula Bekel Simpingan. Kemudian katanya ?

Goblok! Mengapa kau tidak mau? Adakah perempuan itu tidak cantik??

? Cantik. Cantik sekali? jawab Buntar Watangan.

? Tetapi mengapa kau tidak mau?-9

? Sebab perempuan itu sudah mengandung dengan ayahku.?

? Gila? ? teriak Bekel Simpingan sambil tertawa. Sedang anak

buah Bekel itupun turut tertawa pula. Kemudian terdengar salah seorang

diantara mereka menyahut ? Itulah namanya ayah yang baik. Rupa
rupanya ia memikirkan kesulitan anaknya yang masih hijau. ?

Sekali lagi orang2 itu tertawa. Sedang Buntar Watangan tersenyum

dalam nati. Ternyata siasatnya untuk mengelabui orang2 itu berhasil

dengan baik.

Untuk sesaat Bekel Simpingan menebar pandang, kenmdian

kembali menatap wajah Buntar Watangan.

Katanya ? Bagaimana kalau kau turut aku??

Perkataan itulah yang diharapkan oleh Buntar Watangan. Maka

sambil mengangguk iapun segera menjawab ? Kalau Ki Bekel berkenan,

aku akan bersenang hati.
? Bagus!? dengan Bekel Simpingan. Kemudian kepada anak

buahnya ? Siapa diantara teman2mu yang mati??

? Dua orang, Ki Bekel. Data dan Werani ? jawab salah seorang

anak buah Bekel Simpingan yang bernama Jaya Ireng.

? Hmmm! ? terdengar Bekel Simpingan menggeram. Sambil

menunjuk kearah mayat Werani, berkatalah Bekel itu ? Kubur mayat itu

!
Dengan tanpa menjawab, anak buah Bekel Simpingan segera

mengubur mayat Werani.

? Kita terpaksa harus bermalam didalam hutan ini ? kata Jaya

Ireng setelah upacara penguburan selesai.

? berbahaya ? sahut temannya yang bernama Warigalit.

? Lebih berbahaya lagi kalau kita terpaksa harus berjalan dalam

kegelapan. Musuh lebih mudah menyerang kita dari tempat

persembunyian mereka ?

?Ya, aku rasa begitu ? sambung teman Jaya Ireng yang bernama

Wangsa Gembrik membenarkan.

? Jangan berlagak jadi pemimpin !- bantah Warigalit Ki Bekellah

yang berhak menentukan.

? Bahaya apapun yang harus kita hadapi, sekarang juga kita harus

meninggalkan tempat ini ? berkata Bekel Simpingan memberi kepastian.

? Demikianlah sebaiknya sahut ? Warigalit sambil melempar

senyum kemenangan kearah Jaya Ireng.

Jaya lreng mendengus. Sepintas ditatapnya mata Warigalit

Kemudian cepat melempar pandang kearah lain. Semata-2 hanya untuk

menghindari pengamatan Bekel Simpingan.

Dengan sekali pandang, Buntar Watangan segera dapat menebak.

Bahwa antara Jaya Ireng dan Wartgalit, ke-dua2nya pasti telah tertanam

benih permusuhan.

Jaya Ireng bertubuh tinggi tegap. Matanya menyala seperti mata10

harimau kumbang. Meskipun sebenarnya usianya sudah agak lanjut,

namun gerakannya masih kelihatan gesit dan cekatan. Sedang warna

kulitnya tampak kehitam-hitaman. Itulah sebabnya, mengapa orang itu

diberi julukan Jaya Ireng.

Berbeda dengan Warigalit. Orang itu berperawakan ramping.

Wajahnya cukup tampan. Sedang umurnyapun belum lebih dari 35 tahun.

Namun dari bentuk mulutnya yang agak runcing, serta alisnya yang lurus

diatas matanya yang cekung, tampaklah bahwa orang itu berwatak

bengis.

Buntar Watangan mencatat semuanya itu dalam benak kepalanya.

Sebagai seorang petugas sandi. ia harus mempergunakan setiap

kesempatan untuk menarik keuntungan dari pertentangan antara kedua

orang itu.

Sesaat kemudian, rombongan Bekel Simpingan segera berangkat

dengan kudanya masing2.

Malam tenggelam semakin dalam. Sedang bulan tuapun masih

bersembunyi dibalik bukit. Namun rombongan itu terus berjalan pelahan

lahan. Sekali-kali dikejauhan terdengar lolong anjing hutan bersahut

sahutan. Kemudian disusul oleh raungan raja hutan yang menggeletar

kesegenap penjuru. Rupa-rupanya mereka itu sedang berpesta pora

dengan mayat-mayat Data dan anak buah Srengga yang menggeletak di
tengah hutan tak terurus.

Kuda Buntar Watangan berjalan dibelakang kuda Bekel Simpingan,

dengan diapit-apit oleh Jaya Ireng dan Warigalit. Sedang dibelakangnya,

kuda Wangsa Gembrik di-apit2 oleh dua orang anak muda yang bertubuh

sedang.

Kedua urang itupun tidak luput pula dari pengamatan Buntar

Watangan.

Yang berada disebelah kanan Wangsa Gembrik, anak muda itu

berwajah murung. Matanya redup. Mungkin akibat penderitaan batin yang

telah lama mencengkam perasaannya. Gerak-geriknya tidak begitu

lincah, tetapi pasti. Ia tidak mau mengobral mulut seperti yang lain.

Orang semacam itu biasanya baru mau bertindak setelah benar-benar

yakin.

Hmm ! Berbahaya juga anak muda ini ? pikir Buntar Watangan.

Lain halnya denuan kesan yang diperoleh dari anak muda yang

berada disebelah kiri Wangsa Gembrik. Anak muda itu matanya bulat dan

liar, tetapi agak sedikit juling. Dahinya. lebar. Rambutnya keriting.

Mukanya Keras seperti batu. Mulutnya yang kecil kalau bicara tampak

sedikit perot. Orang semacam biasanya tidak mau mengalah meskipun

tindakannya tidak benar. Sebab ia merasa bahwa dirinyalah yang paling

hebat.

? Terlebih dahulu aku harus mendekati orang ini ? berkata Buntar

Watangan dalam hati ? la pasti rela menelan teman temannya sendiri11

demi untuk memenuhi tuntutan ambisinya yang meluap-luap. ?

Dalam perjalanan itu tiada seorangpun yang membuka mulutnya.

Mereka semuanya diam, siap untuk menghadapi setiap kemungkinan.

Hanya sekali-sekali terdengar helaan nafas-nafas panjang serta desahan
desahan untuk rnelempar kegelisahan yang menghimpit perasaan

mereka.

Ketika bintang gubug penceng telah tegak ditengah dan bulan tua

mulai tampak merayap naik. Perjalanan rombongan Bekel Simpingan

mulai memasuki sebuah desa yang terletak disebelah utara bukit Tidar.

Dan tidak lama kemudian rombongan itupun segera berhenti didepan

sebuah rumah yang berhalaman luas.

Buntar Watangan menebar pandang. Matanya yang tajam

menjelajahi setiap sudut halarnan itu. Ketika ia turun dari kudanya

mengikuti rombongan itu, tampaklah seorang perempuan membuka pintu

dan tergopoh-gopoh menyambut Bekel Simpingan.

? Bagaimana, kakang. Berhasil ? ? itulah pertanyaan yang

pertama-tama terdengar dari mulut perempuan itu.

Bekel Simpingan tidak menjawab. Hanya menghela nafas dalam
dalam. Dan perempuan itupun terdengar mengeluh pendek.

Dari cahaya pelita yang dibawa oleh perempuan itu, Buntar

Watangan dapat melihat wajah perempuan itu semakin jelas. Dan

mendadak saja dadanya berdesir.

? Hmm ! Wajah perempuan itu mirip benar dengan Layung Sari ?

pikir Buntar Watangan.

Mukanya bulat telur dengan sebuah tahi lalat diatas mulutnya yang

mungil. Rambutnya yang hitam lekam terurai lepas diatas bahunya yang

putih berseri. Tubuhnya padat berisi menjadi idaman setiap lelaki. Hanya

matanya yang berbeda dengan mata Lajung Sari. Dalam kilatan cahaja

pelita, tampaklah mata perempuan itu bersinar penuh gairah.

Untuk meredakan debar jantungnya, Buntar Watangan menghela

nafas dalam-dalam. Namun sekali lagi dadanya berdesir ketika

pandangan perempuan itu hinggap kewajahnya.

? Siapa orang itu ? ? terdengar perempuan itu bertanya.

Dengan tanpa menoleh Bekel Sirnpingan menjawab ? Orang itu

aku ketemukan ditengah hutan. ?

Rupa-rupanya perempuan itu baru saja bangun tidur. Sambil

membetulkan letak kembennya yang kusut perempuan ilu melempar

senyum.

Terdengar Warigalit menggeram. Ketika Buntar Watangan mencuri

pandang tampaklah mata laki-laki berkilat kilat mengawasi lekuk-lekuk

kemben yang berwarna hijau muda.

? Gila ! ? desis Buntar Watangan didalam hati. Perempuan itu

benar-benar bisa membuat pening setiap lelaki.

Setelah menebar pandang tiba-tiba perempuan itu bertanya ?12

Dimana Werani dan Data ? ?

Bekel Simpingan tidak segera menjawab. Maka perempuan itupun

kembali pula bertanya ? Bukankah mereka berangkat bersamamu ? ?

? Data dan Werani terpaksa aku tinggalkan ditengah hutan. ?

? Mengapa ? ?

Sambil menunduk Bekel Simpingan menjawab ? Mati!

? Mati ? ulang perempuan itu seolah-olah tidak percaya.

? Ya. Karena mereka terpaksa harus bertempur melawan

gerombolan para penyamun.

? Oh ! ? terdengar perempuan itu mengeluh. Mendadak wajahnya

menjadi pucat. Namun sesaat kemudian wajah perempuan itupun telah

berseri-seri kembali. Dan kembali pula menatap wajah Buntar Watangan.

? Jaya Ireng ! ? berkata Bekel Simpingan sambil menunjuk kearah

Buntar Watangan ? Antarkan anak ini kebilik bekas tempat Werani. ?

? Baik ? jawab Jaya Ireng. Sambil melangkah pergi orang itu

memberi isyarat kepada Buntar Watangan untuk mengikuti. Demikian

pula yang lain-lainnya, merekapun berjalan bersama-sama menuju

kegandok belakang rumah.

? Siapa perempuan itu ? ? bertanya Buntar Watangan kepada

Jaya Ireng.

Sebelum Jaya Ireng menjawab, terdengar Warigalit mendesis ?

Kalau kau ingin selamat, jangan coba - coba bermain api disini!

Buntar Watangan terkejut. Hampir saja ia meloncat menampar

muka orang itu. Untunglah ia masih dapat mengendalikan kemarahannya.

Maka katanya kemudian ? Aku bertanya sebenaynya. ?

? Apa perlunya kau bertanya segala ? bentak Warigalit ? Tutup

mulutmu. Laksanakan setiap perintah. kalau kau ingin selamat. ?

Darah Buntar Watangan benar-benar mendidih.Ditatapnya wajah

Warigalit sambil berkata ? Jangan terlalu sombong, kisanak. Bukan

hanya kau sendiri seorang lelaki. ?

? Setan ! Rupa-rupanya kau minta diajar ! ? teriak Warigalit maju

selangkah. Namun Jaya Ireng cepat menghadang.

? Kau mau apa ?!' ? bentak Jaya Ireng

? Minggir ! ? teriak Warigalit pula ? Apa kepentinganmu

mencampuri urusanku ?! ?

? Akulah yang bertanggung jawab atas keselamatan orang ini

jawab Jaya Ireng ? Dan aku pula yang diberi wewenang oleh Ki Bekel
Kabut Di Lereng Tidar Karya Danang HS di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk mengatur tingkah lakumu sekalian. Kau orang baru disini harus

tunduk dengan peraturanku ! ?

? Jangan mengigau menjadi pemimpin, tua bangka. Membunuh

kelincipun kau tak becus. Apa lagi mau mengatur kami ? katanya

kemudian kepada seorang anak muda yang bermata redup ? Darpa ! Kau

adalah orang lama disini Apa yang telah diperbuat oleh pemimpinmu ini

dalam menghadapi setiap persoalan ? ?13

Anak muda yang bernama Darpa itu tidak menjawab. Karena itu

pertanyaan tersebut dijawabnya sendiri. ? Ngomong melulu!

? Goblog! ? sahut anak muda yang berwajah keras- ? Itupun

lebih baik. ?

? Apa ? ? tanya Warigalit pula.

? Menunggu nyamuk. ?

? Keparat! ? teriak Jaya Ireng dengan pandangan menyala ? Kolil

! Kau mau membantu temanmu itu ? Baik!

Ayo, keroyoklah aku ! Jangan hanya maju satu persatu! Majulah

berbareng ! ?

Kolil mundur selangkah. Katanya ? Kalau aku ingin melawanmu,

tidak perlu aku main keroyok. ?

? Kolil ! ? kata Warigalit dengan senyum mengejek ? Meskipun

kau orang baru disini. Maka kalau aku disuruh memilih, kaulah yang aku

tunjuk menjadi pemimpin. ?

Kolil adalah seorang anak muda yang berwatak sombong. Ia tidak

pernah menghargai orang lain dengan secara jujur. Dengan demikian

anak muda itu tidak dapat menilai dirinya. Maka sambil menepuk

dadanya ia menjawab ? Aku, Kolil. Selama tua bangka itu yang ditunjuk

menjadi pemimpin. Selamanya itu pula aku tidak mau tunduk dibawah

perintahnya. ?

? Bedebah mampuslah kau ! teriak Jaya Ireng sambil meloncat

melancarkan pukulan dan tepat mendarat kerahang Kolil.

Kolil terdorong surut. Dan Jaya Ireng itupun hendak menyusuli

serangannya. Namun Wangsa Gembrik telah keburu mencegah.

? Jangan! ? berkata Wangsa Gembrik ? Sekarang sudah malam.

Kalau Ki Bekel tahu, kita semua yang kena marah.?

Jaya Ireng berusaha mengendapkan kemarahannya. Namun Kolil

menjadi penasaran. Sambil mengusap mulutnya yang berdarah,

berkatalah ia dengan suara lantang ? Wangsa Gembrik! Biarkan tua

bangka itu merasakan pukulanku. Kalau Ki Bekel marah, akulah yang

menanggung!?

? Jangan berlagak, Lil. Apa perlunya kita bertengkar kata Wangsa

Gembrik.

? Setan! ? terdengar Kolil mengumpat. Sambil mengeluyur pergi

terdengarlah ia mengancam ? Pada saatnya nanti tua bangka itu pasti

kubunuh ! ?

Darah Jaya Ireng kembali mendidih. Sehingga tubuhnya menjadi

gemetar. Dan matanyapun menjadi semakin ber-kilat2.

? Sekarangpun boleh! ? jjawab Jaya Ireng.

? Sudahlah. Mari kita beristarahat. Sekarang sudah waktunya

untuk mengaso ? kata Wangsa Gembrik sambil membimbing tangan Jaya

Ireng. Dan Jaya Ireng itupun akhirnya terpaksa menurut pula. Mereka

bertiga, bersama Raga Lelana segera menuju kegandok.14

Ketika mereka telah sarnpai ketempat yang dituju, sambil

membuka pintu bilik, berkatalah Jaya Ireng ? Ini kamarmu. Masuk!
Raga Lelana segera masuk kedalam bilik itu dan menyalakan pelita

yang kemudian diberikan oleh Wangsa Gembrik. Pertama-tama matanya

menjelajahi setiap sudut ruangan, balai balai serta perabot isi bilik itu.

Dinding bilik itu terbuat dari bambu wulung yang dianyam rangkap dua.

Sedang pintunya dibuat dari kayu nangka.

Didalam bilik itu terdapat beberapa potong pakaian yang

berserakan diatas balai2 ?

? Ini pasti pakaian Werani -?pikir Buntar Watangan.

Disebelah kanan balai2 terdapat sebuah kotak tertutup yang cukup

besar. Kotak itu segera diperiksanya. Namun yang terdapat didalamnya

hanyalah selembar kain yang masih baru serta pisau2 kecil yang biasanya

dipergunakan untuk mengikir.

? Adakah Werani seorang pengukir? ? bertanya Buntar Watangan

didalam hati.

Pisau-pisau itu segera dimasukkan kembali. Demikian pula kain dan

pakaian yang berserakan diatas balai balai. Sebentar kemudian ia segera

berbaring. Namun mendadak teringatlah ia dengan kematian kakak

seperguruannya yang bernama Hambara.

? Hmmm . Hambara mati ditikam dari belakang dengan sebilah

belati yang gagangnya berbentuk kepala seekor ular besirip ? pikirnya.

Dan mendadak pula iapun kembali teringat dengan belati itu. Maka

dirabanya lambung kanannya Kemudian dicabutnya belati itu dari dalam

baju. Dan belati itupun segera di amat amati dengan perasaan kagum.

? Hebat juga ukiran gagang belati ini? gumam Buntar Watangan.

Setelah selesai diamat amati, maka belati itu segera disimpan

dibawah tikar tempat ia berbaring. Sesaat kemudian Buntar Watangan

mencoba untuk memejamkan matanya. Namun tiba tiba perasaannya

menjadi tidak enak. Teringatlah ia dengan Bekel Simpingan serta

perempuan yang rupanya mirip Layung Sari.

? Siapakah perempuan itu? Apa pula hubungannya dengan Bekel

Simpingan? Benarkah Bekel Simpingan itu yang membunuh Hambara?

Dan benarkah Bekel Simpingan itu bekas prajurit Jipang yang bernama

Jayuda??

Pertanyaan itu melingkar lingkar didalam benak kepalanya. Dan

keinginan untuk mengetahui semakin mendesak pula. Karena itu iapun

kembali duduk.

? Aku harus menyelidiki keadaan disekitar rumah ini ? kata Buntar

Watangan dalam hati.

Maka setelah ia memadamkan pelita, pelahan - lahan ia segera

berjalan keluar.

Diluar udara teramat dingin. Langit bersih tiada awan Bintang Bima

Sakti tampak bertaburan bagaikan be-ribu2 permata. Dan bintang Gubug15

Pencengpun mulai kelihatan condong kebarat.

Sebelum Buntar Watangan meninggalkan biliknya, terlebih dahulu

pintu bilik itu ditutupnya dan kemudian dikatnya dengan seutas tali erat
erat. Dengan demikian, apabila seseorang akan masuk kedalam bilik itu,

pastilah orang itu terlebih dahulu harus memutus tali itu dengan sekuat

tenaga ataupun dengan pisau. Sesaat kemudian barulah Buntar

Watangan berjalan mengendap2 didalam kegelapan.

Ketika Buntar Watangan berada disamping ruang tengah, tiba-tiba

telinganya yang tajam sayup-sayup mendengar suara orang ber-cakap2.

Maka dengan sangat ber-hati2 ia segera mendekat dan mengintip melalui

celah2 lubang dinding.

Kini tampaklah dengan jelas, siapakah yang sedang ber-cakap

cakap itu. Mereka itu tidak lain adalah Bekel Simpingan dengan

perempuan yang baru dilihatnya tadi.

Bekel Simpingan berjalan mondar mandir dengan kepala

menunduk, tampaklah bahwa ia sedang berpikir keras. Sedang

perempuan itu duduk diatas balai2 menghadap ketimur.

Sesaat kemudian terdengarlah perempuan itu berkata.

? Kakang, kau harus berhasil menemukan tempat penyimpanan

harta itu. ?

? ltulah sudah pasti ? jawab Bekel Simpingan ? Tetapi untuk

mengimbangi jumlah gerombolan Srengga itu terlebih dahulu aku harus

mengumpulkan orang2 yang telah terlatih?

? Tetapi bagaimana kemudian dengan orang2 itu? ? tanya

perempuan itu pula.

? Maksudmu??

? Mereka toh pasti minta bagian juga. Dengan demikian, apabila

orang-orang itu terlalu banyak, yang menjadi milik kitapun akan

berkurang terlalu banyak pula. ?

Bekel Simpingan mengangguk-anggukkan kepalanya. Kemudian

kembali terdengar perempuan itu berkata ? Kalau mereka itu kita beri

terlalu sedikit, pastilah mereka merasa kurang puas. Dan akibatnya

mereka akan menyebar luaskan berita itu sehingga akhirnya terdengar

oleh kangjeng Panembahan Senopati. Dengan begitu usaha kita selama

ini hanya sia-sia belaka.?

? Aku rasa masih ada jalan lain. ?

? Apa ??

? Mudah.?

? Mudah bagaimana??

Dengan berbisik Bekel Simpingan berkata ? Dengan racun.?

? Caranya? ? tanya perempuan itu pula.

? Setelah aku mendapatkan harta itu, orang2 itu aku beri minum

dengan minuman yang telah aku beri racun. ?

? Ah! ? peternpuan itu mendesah. Namun sesaat kemudian16

bibirnya yang basah tampak tersenyum. Senyum penuh berharap.

Senyum yang berarti maut.

Buntar Watangan yang mengintip dari celah - celah dinding

mengumpat dalam hati ? Gila! Orang itu akan mendirikan istana diatas

mayat2 anak buahnya.

? Aku harus mencegah pembunuhan yang keji itu ? kata Buntar

Watangan dalam hati.

? Kakang? berkata perempuan itu selanjutnya ? mengapa

gerombolan Srengga itu bisa tahu, kalau kakang mau mengambil harta

itu.?

? Akupun heran juga. mengapa mereka bisa tahu.?

? Adakah kakang pernah menceriterakan rencana pengambilan

harta itu kepada orang lain? ?

? Tidak!? jawab Bekel Simpingan sambil menggeleng Kecuali

orang2-ku sendiri.?

? Mungkinkah ada salah seorang diantara mereka yang

berkhianat??

? Entah. ? Tapi aku rasa tidak.

Dalam pada itu tiba2 telinga Buntar Watangan mendengar, suara

burung kolik. Suara itu kedengarannya sangat aneh. Berbeda dengan

suara burung kolik yang pernah ia dengar. Sebagai seorang yang telah

banyak berkelana Buntar Watangan menjadi curiga.

? Itulah bukan suara burung kolik ? pikir Buntar Watangan ?

Tetapi suara manusia. Rupa2nya suara itu adalah suatu tanda untuk

memanggil salah seorang temannya.?

Benar juga dugaan Buntar Watangan. Sesaat kemudian segera

tampaklah sesosok bayangan mengendap2 melewati teras rumah yang

membujur ketimur.

? Siapa orang itu? ? bertanya Buntar Watangan dalam hati.

Bayangan itu terus meng-endap2 menuju kehalaman muka. Dan

Buntar Watanganpun dengan sangat berhati-hati segera menguntit.

Sekali lagi terdengar suara burung kolik dari arah barat. Maka

orang itu segera melesat menuju kearah datangnya suara. Namun Buntar

Watangan terus mengikuti pula. Tetapi ketika orang itu melintasi sebuah

parit, tiba2 orang itu lenyap menyelinap diantara pepohonan yang

melebat.

Buntar Watangan menghentikan langkahnya. Berpikir sejenak ?

Kalau aku melintasi parit ini, orang itu pasti tahu.?

Sesaat Buntar Watangan beragu. Namun kemudian ia segera

memutuskan untuk melintasi parit itu. Apapun akibatnya, ia tidak peduli.

Sebab ia tidak mau kehilangan jejak. Dihunusnya belatinya siap untuk

menghadapi setiap kemungkinan. Setelah itu barulah ia melesat melintasi
Kabut Di Lereng Tidar Karya Danang HS di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

parit itu pula.

Kini Buntar Watangan telah berada diantara pohon-pohon yang17

melebat. Matanya yang tajam segera mencari2 didalam kegelapan.

Namun sesosok bayanganpun tak tampak. Karena itu ia segera maju

selangkah dua langkah, kemudian berhenti. Sekali lagi ia menebar

pandang. Namun keadaan disekitar tempat itu tetap sepi. Sejurus

lamanya Buntar Watangan menanti. Jantungnya berdentang semakin

keras?

? Gila! ? desisnya ? Aku kehilangan jejak.?

Setelah ternyata yang dicarinya tiada dapat diketemukan, maka

Buntar Watangan itupun segera kembali. Tetapi ketika ia baru saja

melintasi parit, tiba2 terdengar suara orang menegur ? Siapa itu??

Buntar Watangan terkejut. Cepat ia bersiaga. Namun sama sekali ia

tidak mau menjawab. Karena itu kembali terdengar orang itu menegur ?

Siapa itu? !?

Akhirnya Buntar Watangan menjawab ? Aku!?

? Aku siapa?!?

? Raga Lelana.?

Tidak lama kemudian tampaklah sesosok bayangan keluar dari balik

pohon, dan Buntar Watangan segera menggeser kakinya siap untuk

menyerang. Namun setelah orang itu semakin dekat dan semakin dekat,

barulah Buntar Watangan dapat mengenal wajahnya. Ternyata orang itu

tidak lain adalah Jaya Ireng.

? Mengapa kau disini?? bertanya Jaya Ireng.

Buntar Watangan menjadi bingung untuk menjawab. Untunglah

Jaya Ireng tidak mendesak. Dengan demikian barulah ia merasa lega.

? Hmmm!? terdengar Jaya Ireng menggeram. Kemudian

ditatapnya wajah Buntar Watangan seolah-olah sedang menafsir.

Tetapi Buntar Watangan masih tetap bersiaga. Sebab siapa tahu

orang itu mendadak melancarkan serangan.

? Adakah Jaya Ireng ini orang yang aku ikuti tadi?? bertanya

Buntar Watangan dalam hati.

? Aneh ? pikirnya Mengapa orang itu sudah berada disebelah

timur parit.?

Jaya Ireng masih tetap terpaku ditempatnya. Ditatapnya sekali lagi

wajah Buntar Watangan dengan matanya yang berkilat-kilat. Namun

sesaat kemudian dengan tanpa berkata sepatah katapun, Jaya Ireng

segera melangkah meninggalkan Buntar Watangan seorang diri.

Buntar Watangan mengawasi langkah Jaya Ireng dengan hati yang

ber-debar2. Tiba2 keinginannya untuk mengetahui rahasia orang itu

semakin melonjak2, dan Buntar Watangan itupun mulai men-duga2 pula

? Adakah Jaya Ireng itu mata2 gerombolan Srengga? ?

Ketika Jaya Ireng sudah tiada nampak lagi. Barulah Buntar

Watangan mempercepat langkahnya. Dan tidak lama kemudian iapun

telah berada didepan bilik yang diperuntukkan baginya itu.

Per-tama2 dirabanya tali pengikat pintu ? Masih utuh ?18

gumamnya. Maka kcmudian tali itupun segera diputusnya dengan

mempergunakan belati.

Setelah Buntar Watangan berada didalam, maka iapun segera

menyalakan pelita yang terletak diatas meja disamping balai2. Dan

sesaat kemudian Buntar Watangan segera merebahkan tubuhnya diatas

pembaringan. Namun tiba2 terasalah didalam dadanya sesuatu yang

tidak wajar. Se-olah2 ia mendapat firasat bahwa telah terjadi sesuatu

terhadap dirinya.

? Adakah sesuatu yang telah terjadi didalam bilik ini? ? bertanya

Buntar Watangan didalam hati.

Kini perasaan itu semakin terasa men-nyentuh2 hatinya. Karena

itu, sambil berbaring mata Buntar Watangan menjelajahi ruangan bilik

itu. Namun semuanya masih tetap seperti semula. Tiada sesuatu apapun

yang tampak berobah. Tiba2 ia teringat dengan belati yang gagangnya

berbentuk kepala seekor ular bersirip yang disimpan dibawah tikar. Maka

tikar itupun segera disingkapnya. Namun sama sekali belati itu tiada

diketemukan.

? Aneh ? gumamnya ? Belati itu tadi aku letakkan disini. Tetapi

.. ? ia menjadi beragu ? Atau barang kali aku lupa menaruh

ditempat lain. ?

Karena itu Buntar Watangan segera bangkit kemudian memeriksa

ruangan bilik itu. Diperiksanya satu-persatu, Tikar balai2, dinding, langit2

meja dan kemudian kotak itupun dibukanya pula. Namun belati itu tiada

diketemukan. Bahkan pisau2 pengukir yang semula berada didalam kotak

itupun lenyap tiada membekas.

? Siapakah yang berani mengambil barang2 itu? ? pikir Buntar

Watangan.

Sekali lagi ia memeriksa dinding bilik itu. Namun ternyata

semuanya masih dalam keadaan utuh. Sedang apabila pencuri itu melalui

pintu, pastilah orang itu terlebih dahulu memutus tali pengikatnya.

Padahal ketika ia datang, tali itu masih dalam keadaan utuh.

? Mengherankan ? pikirnya ? Adakah setan yang mengambil

barang2 itu? Atau barangkali.. sukma Werani? Atau mungkin pula

Werani belum mati? ?

? Ah! Tidak! Tidak mungkin ! ? bantahnya sendiri ?

?Atau barangkali ada orang sakti yang ingin mempermainkan aku?

Tetapi siapa orang itu? Bekel Simpingan? ?

? Tidak ? bantahnya pula ? bukan orang itu! Sebab meskipun

Bekel Simpingan mempunyai kepandaian yang cukup, namun untuk

melakukan hal semacam ini tidaklah mungkin.?

? Tetapi, lalu siapa? ? kembali Buntar Watangan beragu ? Adakah

gurunya barang kali? Guru Bekel Simpingan? Tetapi siapa guru Bekel

Simpingan itu??

? Ya, mungkin pula gurunya ? ia mulai me-nebak2 ? Kalau19

begitu, langkah pertama yang harus aku tempuh, aku harus mencari tahu

siapa guru Bekel Simpingan itu??

Setelah mendapat keputusan itu, maka Buntar Watangan itupun

segera merebahkan tubuhnya diatas pembaringan untuk menikmati

malam yang hanya tinggal sepotong.

Sesaat setelah fajar pagi menyingsing, desa Simpingan telah

menjadi riuh oleh suara anak2 yang telah bangun dan ber main2

dihalaman maupun di-jalan2. Buntar Watangan telah bangun pula. Orang

itu sedang berjalan menuju ke-anak sungai yang terletak tidak jauh

dibelakang rumah.

Per-lahan2 Buntar Watangan menyusuri anak sungai itu menuju

kehilir. Mencari belik yang biasanya dibuat oleh para penduduk disekitar

sungai itu.

? Belik itu pasti disana ? pikir Buntar Watangan ? dibalik batu

yang bcsar itu.?

Dengan tanpa menaruh curiga, Buntar Watangan terus berjalan

menuju kearah batu bcsar. Namun ketika ia hampir sampai ketempat

yang di tuju, tiba2 tampaklah seorang perempuan muncul dari balik batu

besar itu sambil menjinjing bakul berisi cuci.

Perempuan itu hanya memakai kain sebatas dada. Seperti biasanya

perempuan2 yang sedang pergi mandi. Melihat potongan tubuhnya serta

raut mukanya, perempuan itu baru berusia disekitar 17 tahun.

Ketika Buntar Watangan berpapasan, tampaklah perempuan itu

selintas menatap wajahnya dengan pandangan yang ganjil. Se-olah2

telah melekat sesuatu yang sangat aneh diwajahnya.

? Apa yang aneh pada diriku? ? pikir Buntar Watangan.

Namun ketika perernpuan itu telah berada dibelakangnya terdengar

perempuan itu menyapa ? Kakang hendak kemana?

? Mandi ? jawab Buntar Watangan.

? Mandi dibelik itu? ? bertanya perempuan itu sambil menunjuk

kearah batu besar.

? Ya. Mengapa? ? tanya Buntar Watangan ke-heran2an.

? Belik itu hanya untuk orang orang perempuan. ?

? Oh! kata Buntar Watangan sambil mendekap mulutnya.

Dalam pada itu, dari balik batu besar, tampaklah kepala seorang

perempuan menjenguk Buntar Watangan. Perempuan itu melempar

senyum. Dan Buntar Watanganpun tersenyum pula.

Dari tempat Buntar Watangan, perempuan itu hanya tampak

sebatas leher. Dan ternyata perempuan itu adalah perempuan yang

dilihatnya semalam.

? Kau mau mandi? ? bertanya perempuan itu pula.

? Ya ? jawah Buntar Watangan. Untuk sesaat perempuan itu tidak

berkata-kata. Hanya matanya saja yang seolah-olah berbicara. Matanya

yang cemerlang bagaikan bintang pagi. Mata seorang perempuan yang20

penuh gairah. Dengan tanpa disadarinya Buntar Watanganpun menatap

pula. Dan tiba-tiba terasalah darah mudanya berdesir ? Hem . . . . .

andaikata mataku dapat menembus batu itu ? pikir Buntar Watangan ?

Aku . . .

Tiba tiba, terdengarlah perempuan itu berkata ? Bukankah

namamu Raga Lelana? ?

Buntar Watangan mengangguk. Kemudian ganti bertanya.

? Dan kau? ? Ayu Ratri ? jawab perempuan itu sambil

rnengerling.

? Nama yang indah. Sesuai dengan orangnya. Ayu ? kata Buntar

Watangan sambil tersenyum.

? Ayu Ratri mencibirkan bibirnya. Katanya ? Adakah ucapanmu itu

benar-benar keluar dari dalam hatimu? ?

Sekali lagi Buntar Watangan mengangguk. Dan tiada di-21

sadarinya ia melangkah. Namun tiba - tiba Ayu Ratri memekik ? Jangan!

Jangan kemari! ?

? Oh! Ma'af! ? kata Buntar Watangan sambil memalingkan

mukanya. Namun matanya masih sempat menyambar yang berada

dibalik batu itu. Dan sekali lagi darah mudanya berdesir.

? Kakang mau mandi?! ? kembali terdengar perempuan yang

membawa bakul cucian itu berkata.22

Buntar Watangan menjadi agak terkejut pula. Ternyata perempuan

itu masih berada dibelakangnya. Namun sebelum Buntar Watangan

sempat menjawab, sambil menunjuk kearah timur perempuan itupun

telah berkata pula ? Tu! Belik untuk orang-orang lelaki. Disana letaknya!

?

? Oh. Terimakasih? jawab Buntar Watangan sambil melangkah

pergi.

Sesaat setelah Buntar Watangan selesai mandi, maka kemudian

datanglah Wangsa Gembrik ber-gegas2.

? Raga Lelana ? kata Wangsa Gembrik ? Kau dicari Ki Bekel! ?

? Ada apa? ? bertanya Buntar Watangan.

? Penting. Aku disuruh menjemputmul ?

Maka kedua orang itupun segera berjalan menuju kerumah Bekel

Simpingan. Ketika Buntar Watangan memasuki ruang pendapa,

tampaklah Bekel itu duduk diatas balai-balai dihadap oleh Kolil dan

Darpa. Sedang Jaya lreng dan Warigalit tiada nampak dalam ruangan itu.

? He, Raga Lelana! Kemarilah! ? berkata Simpingan sambil

memberi isyarat dengan tangannya.

Buntar Watangan segera mendekat. Kemudian duduk disamping

Darpa dan Kolil.

? Bagaimana ? terdengar Bekel Simpingan mulai membuka

pembicaraan ? kau senang tinggal didesa ini?

? Ya, Ki Bekel ? jawab Buntar Watangan dengan wajah

menunduk.

? Kalau berkata yang terang! Jawablah yang tegas! Senang atau

tidak! Jangan asal ya, ya, ya. Apa maksudnya ya? sahut Kolil dengan
Kabut Di Lereng Tidar Karya Danang HS di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suaranya yang nyaring sehingga mulutnya yang agak perot tampak

menjadi semakin perot.

? Setan! ? Buntar Watangan mengumpat didalam hati. Namun

dalam mulutnya ia menjawab ? Senang, Ki Bekel. Senang ?

Sesaat setelah menatap wajah Buntar Watangan, kemudian kembali

terdengar Bekel itu berkata ? Aku benar-benar kagum melihat

keberanianmu. Tetapi sayang, kau belum memiliki ilmu tata beladiri.

Karena itu, bagaimana kalau ada orang yang mau memberi pelajaran

ilmu itu kepadamu. Maukah kau? ?

Buntar Watangan mulai menduga duga. Adakah Bekel itu benar
benar ingin memberi pelajaran ilmu tata beladiri, atau hanya dengan

maksud untuk menjajagi belaka, atau bahkan Bekel itu sudah tahu bahwa

sebenarnya Buntar Watangan adalah prajurit petugas sandi dari Mataram.

Namun apapun yang akan terjadi, Buntar Watangan tidak ambil pusing.

Ia akan menghadapi setiap kemungkinan dengan perisai dadanya. Maka

dengan pikiran itu Buntar Watangan segera menjawab ? Mau, Ki Bekel.

Mau sekali. ?

? Bagus! ? kata Bekel Simpingan sambil mengangguk-anggukkan23

kepalanya. Kemudian kata selanjutnya.

? Dan untuk pelajaran tingkat pertama, kau akan diasuh oleh

Darpa dan Kolil. ?

? Tetapi kau harus tunduk dengan setiap perintah gurumu. ?

sahut Kolil ? Itulah syaratnya kalau kau ingin lekas pandai. ?

? Ya, ya, aku akan mentaati setiap perintah guru ? jawah Buntar

Watangan tampak bersungguh - sungguh.

Namun dalam hatinya ia berkata ? Bedebah! Pada saatnya nanti kau

pasti akan kuhajar sampai setengah mati!?

? Mari kita mulai berlatih ? kata Kolil sambil berdiri.

Dengan tanpa menjawab, Buntar Watanganpun berdiri pula.

Demikian juga orang yang bernama Darpa. Mereka bertiga segera

berjalan menuju kehalaman belakang.

? Raga Lelana ? berkata Kolil sesaat setelah sampai ketempat

yang dituju ? Adakah kau sedikit - sedikit pernah mempelajari ilmu tata

bela diri? ?

? Kalau hanya melihat saja sudah. ?

? Goblok! Aku tidak bertanya apakah kau sudah pernah melihat

apa belum. Tetapi aku bertanya, apakah kau sudah pernah belajar apa

belum! ?

? Belum! ? jawab Buntar Watangan keras2.

? Nah. begitulah. Kalau bicara yang jelas. Jangan melingkar-lingkar

tidak berketentuan arah. ? kata Kolil sambil menepuk dadanya ?

Contohlah aku. ?

? Segalanya pasti nomor satu. Sebab yang lain goblok. Hanya

akulah yang pandai ? terdengar suara dibelakangnya.

Kolil menjadi penasaran. Cepat ia berpaling. Ternyata yang

berbicara itu adalah Wangsa Gembrik. Maka dengan mata nanar ia segera

membentak ? Tua bangka! Apa perlumu datang kemari? ?

? Aku sih punya kaki ? jawab Wangsa Gembrik sambil melangkah

pergi ? Berusahalah mawas diri. Lil

? Setan Tua bangka Berhentilah! ?

Namun Wangsa Gembrik terus berlalu. Seolah olah tidak

mendengar ucapan itu. Sedang Kolil terus mengumpat-umpat tiada habis
habisnya.

Buntar Watangan melirik kearah Darpa. Pemuda itu tampak

tersenyum. Senyum yang aneh. Senyum yang mengandung rahasia.

? Raga. Lelana! ? teriak Kolil ? Coba, sekarang aku ingin melihat,

bagaimana caramu menyerang musuh. Anggaplah aku ini musuhmu.

Seranglah aku dengan sungguh-sungguh. Mulai! ?

Buntar Watangan pura-pura takut. Karena itu Kolil menjadi semakin

marah ? Goblok! Ayo seranglah aku! Mau tunggu apa lagi? ?

Setelah sebentar berpura-pura mengingat ingat, kemudian Buntar

Watangan bulat-bulat menghadap kearah Kolil. Sebab ia harus24

memperlihatkan kepada Kolil dan Darpa, hahwa dirinya benar-benar

belum pernah mengenal ilmu tata beladiri.

Ketika sekali lagi terdengar aba-aba dari Kolil, Buntar Watangan

segera mempersiapkan dirinya untuk menyerang. Sebenarnya ia sudah

tahu, apa yang akan diperbuat oleh Kolil apa bila ia menyerang. Orang itu

pasti akan menggeser kakinya untuk kemudian mengkait berbareng

dengan gerakan tangan kanannya menghantam tengkuk. Dengan

demikian, ia pasti akan bulat-bulat terbanting dengan leher patah. Namun

Buntar Watangan telah bertekat untuk membiarkan dirinya mendapat

perlakuan seperti itu. Agar dengan demikian Kolil dan Darpa tidak

menjadi curiga.

Benar juga dugaannya. Begitu Buntar Watangan meloncat

melancarkan serangan, Kolil segera menggeliat sambil memasang

kakinya untuk mengkait kaki Buntar Watangan.

Dan berbareng dengan gerakan itu pula, tangan kanannya segera

meluncur menghantam tengkuk. Namun Buntar Watangan telah

memperhitungkan sebelumnya. Maka cepat iapun segera membanting

tubuhnya. Dengan demikian, meskipun ia jatuh berderak, namun

tengkuknya nyaris dari bahaya maut.

Melihat Buntar Watangan bulat-bulat terbanting, Kolil tertawa

terbahak-bahak, sehingga mukanya tampak menjadi merah matang.

Namun dalam hatinya ia mengumpat

? Setan! Kau terhindar dari pukulanku! ?

Buntar Watangan pura-pura kesakitan. Kemudian terdengar Kolil

membentak ? Goblok! Mengapa kau jatuh terbanting seperti pohon

pisarg yang ditebag??

Buntar Watangan tidak menjawab. Ia segera bangkit. Kemudian

menghadap kearah Kolil. Terdengar Kolil berkata ? Sekarang aku ingin

melihat, bagaimana caramu bertahan. Aku akan menyerangmu dengan

sungguh-sungguh. Berusahalah untuk menghindar atau bertahan.

Bersiaplah!?

Buntar Watangan masih pura pura kesakitan. Namun dengan diam
diam ia mulai mempelajari sikap Kolil. Bagaimana Kolil akan menyerang,

dan bagaimana pula ia harus menghindari dengan tanpa membuat Kolil

menjadi curiga.

Kolilpun kini telah bersiap pula. Tangan kiri disilangkan didepan

dada. Tangan kanan diangkat disamping telinga. Sedang kaki kiri

diangkat pelahan-lahan siap untuk meloncat.

Melihat sikap Kolil itu, diam-diam Buntar Watangan menjadi

terkejut. Katanya dalam hati ? Hem . . . . Rupa2nya orang ini

mengerahkan ilmunya untuk membunuhku. ?

Mendapat pikiran itu, diam-diam Buntar Watanganpun mulai

rnengerahkan ilmunya pula. Bajra Pamungkas, Ilmu yang sangat dahsyat.

Sebab meskipun ia hanya bersikap bertahan, namun ilmu itu mempunyai25

daya dorong yang sangat kuat. Dengan demikian, apabila kemudian

terjadi benturan, pastilah lawannya akan terhantam oleh daya kekuatan

pukulannya sendiri yang membalik. Dan dengan demikian pula, lawan itu

akan menderita luka dalam.

Namun ketika Kolil benar-benar telah siap untuk menyerang, tiba
tiba terdengarlah suara perempuan menegurnya ? Mengapa kalian mau

berkelahi. Berhentilah! ?

Buatar Watangan terkejut. Namun Kolilpun terkejut juga. Serentak

mereka menoleh berbareng. Kini tahulah apa yang menegurnya Ternyata

perempuan itu tidak lain adalah Ayu Ratri.

Kolil memandang Ayu Ratri dengan mata melotot. Apa lagi ketika

perempuan itu melempar senyum. Terdengarlah ia mendesis.

? Mengapa kalian mau berkelahi? ? kembali terdengar Ayu Ratri

bertanya.

? Kami tidak berkelai ? jawab Kolil ? aku diberi tugas oleh Ki

Bekel untuk memberi pelajaran ilmu tata beladiri kepadanya. ?

Ayu Ratri mendesah. Kemudian katanya ? Aku membutuhkan dia

? kemudian kepada Buntar Watangan ? Mari! Ikut aku! Aku

membutuhkan bantuanmu. ?

Buntar Watangan masih beragu. Namun sambil melangkah Ayu

Ratri menggamit tangannya ? Ayo ! ? katanya. Dan Buntar Watangan

itupun terpaksa mengikuti pula.

Kolil memandang kedua orang itu dengan hati mendongkol.

Kemudian terdengar mulutnya berguman agak keras ? Sayang,

perempuan itu datang mencegah. Kalau tidak, Raga Lelana pasti sudah

menjadi mayat. ?

? Mengapa hendak kau bunuh ? ? tanya Darpa.

Namun sebelum Kolil sempat menjawab, tiba tiba terdengarlah

suara Wangsa Gembrik menyahut? Karena orang itu mungkin akan

menggantikan kedudukan Werani?

? Tidak ! Raga Lelana tidak akan menggantikan kedudukan

Werani. ? teriak Kolil sambil membalik menghadap kearah Wangsa

Gembrik ? Akulah yang akan menggantikan Werani ! ?

Tetapi buktinya perempuan itu memilih Raga Lelana. Apa hakmu

untuk melarang ?! ?

? Goblok ! Rupa-rupanya kau tua bangka belum mengenal sifat

perempuan. ?

? Coba, kalau kau tahu bagaimana? ?

? Perempuan itu kalau mencintai seorang lelaki, mula2 tidak akan

langsung kepada laki-laki itu. Tetapi akan memutar berpura-pura mencari

jalan lain, agar dengan demikian laki-laki itulah yang akhirnya mengejar

kepadanya. Demikian pula Ayu Ratri. Untuk menggantikan Werani,

sebenarnya ia telah memilih aku. Tetapi ia tidak mau terang terangan.

Itulah sebabnya ia mengajak Raga Lelana. ?26

? Apa buktinya kalau Ayu Ratri mencintaimu ? ? bertanya Wangsa

Gembrik pula.

? Tadi ia tersenyum kepadaku. ?

? Hanya itu? ?

? Ya. Tapi itu sudah merupakan bukti ?

Bukti bahwa Ayu Ratri tersenyum ? Dan setiap perempuan yang

tersenyum kepada lelaki mesti mencintainya. Begitu ? ?

? Itu tinggal tergantung bagaimana hubungan batin antara laki-laki

dengan perempuan itu. ?

? Pokoknya kau tidak mau kalah. Begitu kan ? Sebab segala
galanya kau paling benar dan nomor satu. ?

? Pokoknya akulah yang akan menggantikan Werani. Habis perkara

Kau tua bangka tidak perlu turut campur.?

? Siapa yang akan menggantikan kedudukan Werani ?? tiba-tiba

terdengar suara dari balik rumpun bambu.

Semua mata tertuju kearah suara itu. Kemudian tampaklah

Warigalit berjalan pelahan lahan mendekati mereka.

? Tidak ada seorangpun yang akan menggantikan kedudukan

Werani kecuali aku ! ? kata Warigalit sambil menepuk dadanya.

? Tetapi bagaimana kaiau perempuan itu sendiri yang menentukan

? bertanya Wangsa Gembrik ? Dan ternyata perempuan itupun telah

menentukan pula pilihannya. ?

? Raga Lelana, maksudmu ?! ?

Wangsa Gembrik mengangguk.

? Apa sulitnya membunuh scekor kelinci ? kata Warigalit.

? Kau masih ingat peristiwa semalam ??? ? bertanya Wangsa

Gembrik.

? Kau kira aku takut dengan Jaya Ireng ?!?

? Tetapi orang itu mempunyai kekuatan yang setidak-tidaknya

harus kau perhitungkan. ?

Warigalit mengerenyitkan keningnya. Dengan matanya yang
Kabut Di Lereng Tidar Karya Danang HS di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkilat-kilat ia menatap wajah wajah Wangsa Gembrik, Kolil dan Darpa

berganti ganti ? Siapa diantara kalian yang memihak kepada Jaya Ireng

?! ?

Tiada seorangpun yang menjawab. Mereka membisu ter-paku

ditempatnya masing-masing. Karena itu kembali Warigalit berteriak ?

Ayo! Siapa diantara kalian yang memihak kepada Jaya Ireng! ?

Namun tetap tiada seorangpun yang menyahut.

? Setan ! ? Warigalit mengumpat. Kemudian kepada Wangsa

Gembrik ? He ! Kau, Wangsa Gembrik !.Kau memihak kepada siapa ?

Kepadaku atau kepada Jaya Ireng! ?

? Aku tidak memihak kepada siapapun ? jawab Wangsa Gembrik.

? Bohong ! ? Teriak Kolil tiba-tiba ? Kalau tidak memihak

kepadanya. Mengapa semalam ketika ia hendak kuhajar kau mencegah !27

?

? Jangan terlalu sombong, Lil. Kalau tidak kucegah, kaulah yang

mampus. ? jawab Wangsa Gembrik.

? Wangsa Gembrik ? berkata Warigalit ? Bukankah Jaya Ireng

sudah lama menjadi temanmu dalam satu rumah ini ? ?

? Itu betul ? jawab Wangsa Gembrik pula ? tetapi antara aku dan

dia tidak ada suatu ikatan apapun. Sebab Jaya Ireng terlalu

mementingkan diri sendiri. ?

? Bagus ! ? dengus Warigalit. Kemudian kepada Darpa ? Kau

termasuk orang lama pula disini. Kepada siapa kau memihak ? Kepadaku

atau kepada Jaya Ireng ?

? Aku memihak kepada diriku sendiri ? jawab Darpa seenaknya.

? Jadi kau menantang aku untuk berlomba memperrebutkan Ayu

Ratri? ?

? Sama sekali aku tidak berminat memperebutkan isteri orang ?

jawab Darpa ? Apa lagi menggantikan kedudukant Werani menjadi gula

gula perempuan terkutuk itu?

? Setan! Tutup mulutmu! ? teriak Warigalit menjadi marah.

Darpa mendengus. Untuk sesaat ditatapnya pandangan Warigalit.

Kemudian, sambil melangkah pergi, tiba-tiba Darpa meludah ? Bah! ?

? Bangsat ! Jangan pergi ! Kubunuh kau ! ? teriak Warigalit sambil

bersiap untuk menyerang Darpa. Namua tiba tiba Wangsa Gembrik telah

menghadang didepannya.

? Kalau kau mau membunuh Darpa, bunuhlah aku terlebih dahulu

? kata Wangsa Gembrik.

? Kau mau membela setan itu ??

? Ya ? jawab Wangsa Gembrik ? Aku mempunyai kuwajiban

untuk membela anak itu. ?

Warigalit menggeram, namun ia masih dapat berpikir. Tiada

untungnya melawan Wangsa Gembrik dan Darpa. Sebab lawan utamanya

adalah Jaya Ireng. Dengan demikian, apabila kini ia terpaksa harus

bertempur melawan kedua orang itu, berarti ia memperkuat kedudukan

lawannya. Karena meskipun mereka itu berlawanan arah, namun dalam

menghadapi musuh yang sama, mau tidak mau mereka itu pasti bersatu.

Dengan pertimbangan itu, terpaksa Warigalit berusaha mengendapkan

kemarahannya. Maka akhirnya ia berkata ?Baiklah ! Kau tidak ada

sangkut pautnya dengan kepentinganku.?

Sarnbil melangkah pergi, Wangsa Gembrik menjawab ? Selama

kau tidak mengganggu kepentinganku, selama itu pula akupun tidak akan

mencampuri urusanmu. ?

Kemudian, berkatalah Warigalit kepada Kolil ? Kau adalah orang

baru seperti juga aku. Bagaimana pendirianmu mengenai perselisihanku

dengan Jaya Ireng. Kepada siapa kau memihak ? ?

Kolil adalah scorang anak muda yang berotak cerdik. Meskipun28

dalam hatinya ia mempunyai tujuan tertentu, namun dalam mulutnya ia

bisa berkata lain. Seolah-olah apa yang diucapkan itu seperti apa yang

dirasakannya. Maka iapun segcra menjawab ? Mestinya kau tidak perlu

bertanya. ?

Warigalit menjadi keheran-heranan atas jawaban itu. Maka iapun

segera bertanya ? Mengapa tidak ? ?

? Kau sendiri mestinya sudah tahu, bahwa aku bermusuhan

dengan orang itu. Maka adalah tidak masuk akal, apabila dalam

menghadapi perselisihanmu dengan Jaya Ireng, aku memihak kepadanya.

?

Warigalit mengangguk-anggukkan kepalanya. Setelah berpikir

sejenak, tiba-tiba dari mulutnya meluncur sebuah pertanyaan ?

Bagaimana dengan Ayu Ratri ? ?

Ayu Ratri memang cantik ? jawab Kolil sambil tersenyum ? Tapi

sayang, aku hanya tertarik untuk ........ Ah, tidak. Aku tidak bersungguh
sungguh dengan perempuan itu. ?

? Dapatkah omonganmu itu dipercaya ? ?

? Sekarang dapat. Entah besok. Sebab pendirian manusia selalu

berubah-ubah. Tergantung kepada keadaan yang menguntungkan. ?

Warigalit mengumpat didalam hati Namun ia tidak dapat berbuat

lain. Sebab untuk bertengkar mulut sudah terang ia tidak akan menang.

Karena itu ia hanya diam. Sedang yang berkata kemudian adalah Kolil ?

Nanti malam kau datang dirumah Santa apa tidak ??

? Tidak jawab Warigalit sambil geleng kepala.

? Ah, sayang kalau kau tidak mau datang. Sebab untuk pesta

perkawinan anaknya, Santa akan mengadakan tayuban dengan

mendatangkan teledek-teledek yang paling cantik. ?

? Paling - paling cuma Suti Konyil ? kata Warigalit sambil

melengos ? Aku sudah muak dengan perempuan itu.

? Jangan ngawur sebelum tahu, Lil, pendek kata kalau kau tahu

siapa teledek itu, kau pasti mampus. ?

? Jangan membual, Lil. Sudah berapa kali kau menipu aku?

? Tapi kali ini benar-benar. Sambar geledek kalau aku bohong! ?

Warigalit tertawa terbahak bahak ? Kalau bukan Suti Konyil lalu

siapa? ?

? Pendeknya. . . . . widiiiih! Montok, Lit. Sedang jalan nya saja ....

hem . . . . bisa bikin pusing kepala. Kalau kau melihat perempuan itu, aku

tanggung kau pasti seperti kisahnya siraja bongkok. ?

? Ya. tapi siapa ? tanya Warigalit ? Jangan hanya membual terus.

?

? Kau ingin tahu namanya??

? Bedes! Tidak perlu diulangg-ulang. Lekas katakan! ?

? Sabar dulu, Lit. Jangan tergesa-gesa tenangkan dulu hatimu .

Peganglah pohon itu erat-erat. Supaya kalau aku menyebut nama29

perempuan itu, kau tidak terkejut lalu jatuh tersungkur. Ayo, laksanakan

syaratku itu, baru aku mau mengatakan siapa namanya.

? Tidak. Aku tidak mau memenuhi syaratmu itu.?

? Benar! Kau tidak akan menyesal??

? Tidak. Aku tidak akan menyesal. ?

? Dan kau tidak iri hati kalau perempuan itu jatuh ke tanganku?

? Tidak. Aku tidak akan iri. ?

? Kau berjanji? ?

? Ya, aku berjanji. ?

? Apa janjimu? ?

? Apa maumu? ?

? Mati disambar petir? ?

? Ya, mati disambar petir. ?

? Perempuan itu namanya . . ? Kolil berhenti sesaat. Memandang

kearah Warigalit. Baru kemudian ia kembali berkata ? namanya . . . .

Wagiyem . . .

? Hus! Kurangajar! Masakan perempuan seperti kerbau bunting

begitu kau katakan cantik.?

? Nanti dulu, Lit, Nanti dulu Wagiyem memang banyak. Tapi

Wagiyem yang mana. Wagiyem yang ini bukan sembarang Wagiyem.

Jangan kau sangka Wagiyem yang rumahnya diujung desa itu, yang

hidungnya metoto seperti jambu mete. Tidak. Bukan Wagiyem yang itu.

?

Kalau begitu Wagiyem yang mana? ? tanya WarigaIit mendesak.

? Wagiyem yang namanya lebih dikenal dengan sebutan Simenuk

? kata Kolil dengan perasaan bangga ? Nah, itulah. Mampus nggak kau

sekarang?

? Tapi Simenuk itu kan sudah diselir sama Demang Kamongan? ?

? Itu dulu. Tapi sekarang sudah lepas lagi. Bagaimana mungkin

perempuan semacam itu mau diikat.

? Wah, kalau begitu ya

? Ingat janjimu. Lit ? tukas Kolil ? Jangan main-main. Kau bisa

disambar petir.?

Sambil melangkah pergi Warigalit bersenandung ? Biar petir

menyambar. Biar badai mengamuk. Aku tetap akan berjalan kesana . . .

kesana . . . . Kerumah Santa.?

? Mampuslah kau sekarang! ? teriak Kolil. Namun dalam hatinya

ia berkata lain ? Malam nanti aku akan melaksanakan niatku.?

Sesaat setelah matahari terbenam, desa Simpingan menjadi

semakin riuh. Banyak laki - laki tua muda dengan pakaian baru

berbondong - bondong menuju kerumah Santa. Sedang suara

gamelanpun telah mulai menggema kesegenap penjuru. Sebentar

kemudian rumah Santa mulai kelihatan penuh sesak oleh para tetamu.

Dan tampak juga diantaranya adalah Bekel Simpingan. Namun ternyata30

diluarpun banyak juga orang-orang yang hendak menyaksikan

pertunjukan itu. Mereka itu bukan saja terdiri orang-orang penduduk desa

Simpingan, tetapi dari desa lainpun banyak juga yang berkelompok
kelompok dihalaman itu. Buntar Watanganpun berada pula diantara

mereka. Tetapi tujuan utama bukan untuk menyaksikan tayuban. Ia

hanya ingin mempelajari keadaan disekitar desa itu.

Ketika gamelan untuk mengiringi tarian gambyong mulai di tabuh,

para penonton mulai desak mendesak mencari tempat. Apa lagi ketika

teledeknya mulai menari, semua mata tertuju kesatu arah. Namun justru

mata Buntar Watangan malah rnemandang kearah lain. Ia mengamat

amati gerak-gerik seseorang yang mencurigakan.

Orang itu memakai baju lurik hijau gadung. Ikat kepalanya merah

soga seperti kainnya.

Selagi Buntar Watangan sedang asyik mengawasi orang itu, tiba
tiba terasalah bahunya ditepuk dari belakang, Buntar Wa tangan cepat

menoleh, kemudian tampaklah Jaya lreng berada dibelakangnya.

? Kau senang melihat gambyong? bertanya Jaya Ireng.

? Ya, ? jawab Buntar Watangan berpura-pura.

? Mengapa matamu melihat kearah lain? Adakah sesuatu yang

menarik perhatianmu?

Buntar Watangan terkejut. Namun ia masih dapat menguasai

perasaannya. Karena itu ia segera menjawab ? Tidak: Tiada sesuatu

apapun yang menarik.

? Jangan berdusta. Aku tahu ? kata Jaya Ireng ? Bukankah orang

yang memakai baju lurik hijau gadung itu menarik perhatianmu?

? Siapa orang itu? ? Buntar Watangan masih tetap berpura-pura.

? Kau benar-benar tidak ingat, atau hanya berpura-pura tidak

ingat ? tanya Jaya Ireng.

Sekali lagi Buntar Watangan mengamat-amati orang yang memakai

baju lurik hijau gadung itu. Dan sesaat kemudian barulah ia dapat

mengenal. Ternyata orang itu tidak lain ada lah arak buah Srengga.

? Adakah kau sudah ingat siapa orang itu? ? kembali terdengar

Jaya Ireng bertanya.

Buntar Watangan tidak menjawab. la sedang berpikir apa maksud

Jaya Ireng yang sebenarnya. Sebab semula Buntar Watangan menduga,

bahwa anak buah Bekel Simpiugan yang mempunyai hubungan dengan
Kabut Di Lereng Tidar Karya Danang HS di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gerambolan Srengga adalah Jaya Ireng. Tetapi kini justru malahan Jaya

lreng memberitahukan kehadiran anak buah Srengga dalam keramaian

itu kepadanya ? Aneh ? pikirnya.

Namun ketika Buntar Watangan kembali melempar pandang kearah

orang yang mencurigakan itu, mendadak ia menjadi sangat terkejut.

Ternyata anak buah Svengga itu sudah tidak berada ditempatnya.

Kini Buntar Watangan mulai curiga. Adakah maksud Jaya lreng

mengajak bercakap cakap itu hanya untuk memberi kesempatan kepada31

anak buah Srengga untuk menghilangkan jejaknya? Dan ketika ia

menoleh, ternyata Jaya Irengpun sudah tidak berada pula ditempatnya ?

Gila! ? desisnya ? Aku di tipu mentah2.

Namun Buntar Watangan adalah bukan Buntar Watangan kalau ia

hanya berhenti sampai disitu saja. Secepat ia berpikir, secepat itu pula ia

bergerak menyelinap diantara orang banyak dan kemudian menjauhi

tempat keramaian itu. Dari tempat yang gelap ia menebar pandang.

Namun orang yang dicarinya tiada nampak. Sesaat ia menunggu.

Kemudian segera berjalan mengitari rumah Santa.

? Hmmm ? pikir Buntar Watangan ? Rupa-rupanya orang itu

sudah meninggalkan tempat ini? ?

Namun Bulitar Watanganpun menjadi keheran-heranan juga. Sebab

ternyata dalam keramaian itu ia belum melihat Kolil, Warigalit. Wangsa

Gembrik dan Darpa ? Kenapa pula orang-orang itu? ? pikirnya. Mestinya

mereka melihat keramaian ini??

? Pasti ada sesuatu yang penting ? Buntar Watangan mulai

menebak2.

Tiba-tiba Buntar Watangan kembali teringat dengan peristiwa yang

dialami kemarin malam. lalah hilangnya belati yang gagangnya berbentuk

kepala seekor ular bersirip yang sangat aneh itu Maka tidak lama

kemudian iapun segera berjalan pulang.

Ketika Buntar Watangan berada dalam jarak kira - kira 50 langkah

dari regol halaman rumah Bekel Simpirsan, tiba2 matanya yang tajam

menangkap sesosok bayangan melesat melalui regol itu, dan sesaat

kemudian segera disusul oleh sesosok bayangan yang lain. Seolah-olah

kedua sosok bayangan itu sedang berkejar kejaran.

Melihat kejadian itu Buntar Watangan tidak mau tinggal diam.

Karena itu iapun segera melesat menghambur, mengejar dua sosok

bayangan itu yang menuju keutara.

Kini jarak antara orang yang mengejar dan yang dikejar semakin

dekat dan semakin dekat. Namun ketika diarak antara mereka tinggal

beberapa langkah, mendadak muncullah sesosok bayangan dari dalam

semak semak langsung menyerang orang yang mengejar.

Namun untunglah orang itu cukup cekatan. Begitu datang serangan

cepat ia segera berguling dan segera tegak kembali terus langsung balas

menyerang.

Ternyata orang yang menyerang itu mempergunakan senjata

rantai. Karena itu, maka orang yang diserang itupun cepat mencabut

belatinya. Orang yang bersenjatakan rantai itu terus melancarkan

serangan bertubi-tubi. Rantainya diputar cepat sekali sehingga

menimbulkan suara yang mendesing?desing. Namun orang yang


Raja Naga 18 Ratu Dinding Kematian Goosebumps 1 Selamat Datang Di Rumah Sepotong Hati Tua Karya Marga T

Cari Blog Ini