Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT Bagian 4
"Hari ini Buddha jang murah bati telah lindungkah kami,
beruntun dua kali kami ketemu koehdjin. tuan penolong
Tadi tenga hari satu tabib pengembara jang menunggang
keledai kurus telah datang berikan obat, ia tuliskan surat
obat dan Kasi uang djuga untuk aku segera belikan obatnja
tetapi dia tidak berdiam lama sehabis minum setjangkir teh
dia lantas berangkai pula" Uwa ini masih nendak bltjara
terus tapi Tjoen Beng memotongnja.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
207
"Apakah dia mengendol kantong obat dan pajung
dipunggungnja" demikian pemuda kita "Tidakkah dia
bermuka kuning dan kurus?"
"Oh tuan kenal padanja?" tanja sinjonja tua.
"Sudah lamakah dia berangkat? dan kemana dia
menudju?" tanja pula Tjoen Beng tanpa perdulikan
pertanjaan si njonja. Dia sangat bernafsu.
"Dia berangkat baharu lewat tengahari, Dia tanjakan
djalan ke gunung Siauw Tiek Sek San dan berapa luasnja
pangkal sungai Hong Hoo setelah loloskan kelenengan
keledainja dia menuju ke Utara."
Tjoen Beng tidak menanja lebih djauh. sehabis dahar ia
segera pamitan setelah menamukan djalan ketjil jang
menudju kepangkal sungai Hong Hoo hingga uwa itu heran
dan ngotjeh sendirian "Aneh! Dia minta bermalam tapi toh
dia berangkat sekarang!...."
Malam itu turun saldju, djalanan sukar dilaluinja tapi
saldju mendatangkan sinar terang. Untuk Tjoen Bene
turunnja saldju ada baiknja. Ia bisa gunai ilmu
mengentengkan tubuh untuk lari keras, hingga sesaat
lantas ia dapat dengar suara ritjikannja air. Waktu itu
sudah larut malam ketika ia lihat sebuah lembah dimana
ada air tumpah dari alas gunung, menggenang luas
ditempat rendah dimana banjak terdapat batu koral, la
tidak sempat perhatikan keindahan alam llu, ia terus
ngerobok menjeberang untuk mentjapai dilain tepi, la
djaian terus dengan berlompat2 ditanah pegunungan jang
sukar itu, jakni mulut djalanan gunung Siauw Tjek Sek San.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
208
Selagi Tjoen Beng djalan, se-konjong2 ia dengar
tindakan kaki kuda ketika ia mengawasi, ia tampak satu
penunggang kuda mendatangi dengan tjepat, hingga
kemudian ia lihat tegas itu lah bukan seekor kuda hanja
keledai, bahwa sipenunggangnja seorang bertubuh ketjil.
"Pasti dia sitabib pengembara!" ia menduganja. Hampir2
ia lari mengedjar, sjukur ia dapat sabarkan diri. Ia
menduganja mungkin orang itu hendak mengerdjakan
sesuatu, tak boleh ia menghalangi nja. Iapun harus djaga
terdjadinja salah faham. Maka ia membajanginja sadja dari
sebelah atas, sipenunggang keledai di bawah.
Kapan kemudian tjahaja putih-suram mulai tertampak
diarah Timur dan burung2 mulai mendusi dari tidurnja satu
malaman, tepat ditempat jang banjak pohon2,
penunggang keledai itu hentikan binatang tunggangannja,
ia lompat turun dan duduk dibawah sebuah pohon.
Tjoen Beng jang membajanginja. memasang mata dari
tempat sembunji. la lihat orang mengeluarkan satu potji
arak, isinja ditjeguk beberapa kali, setelah mana, orang itu
djemput sesuatu dimasukkan kedalam mulutnja, ia
menggajam.
Hampir tanpa merasa matahari mulai naik tinggi
menerangi seluruh djagat. Maka segeralah tertampak debu
menge pul dengan muntjulnja didjalan raja lima
penunggang kuda, jang larikan tunggang annja dengan
kentjang. Mereka mengena kan seragam, dibelakang
mereka ada belasan penunggang kuda lain, jang
mengiringi lima buah kereta.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
209
"Mesti akan terdjadi sesuatu," Tjoen Beng men-duga12,
hingga ia lupa pada kantuk dan letihnja satu malam tidak
tidur Ia pasang mata.
Orang kurus dan bermuka kuning itu bungkus mulut
keledainja, ia letakkan kantong kulitnja, setelah mana,
dengan bawa pajungnja ia lari kedjalan besar, selagi lima
penunggang kuda datang dekat, ia naik ketempat tinggi
ditepi djalan sambil terus putar pajungnja, jakni pajung
besi tanpa kain penutup, hanja batang2 rangkanja sadja.
Sekedjap sadja dua ekor kuda telah rubuh. Dua
penunggang kudanja turut djatuh, terus mereka tutupi
muka sambil mendjerlt kesakitan bagaikan babi sedang
disembelih.
Tiga penunggang kuda lainnja terperandjat.
Disetiap kereta, pada sisinja sesuatu kusir. ada
berduduk masing2 satu orang dengan pakaian seragam
djuga. mereka ini lompat turun untuk perdengarkan seruan
maka kelima kereta lantas berhenti dan persatukan diri
dalam satu bundaran, terus dikurung oleh belasan
pengiringnja Bukan itu sadja. dari dalam sesuatu ke
retapun segera munljul tudjuh atau delapan tukang panah,
siap-sedia untuk melakukan perlawanan.
Tjoen Beng lihat kereta2 persatukan diri dengan rapi, ia
kagum. Berbareng ia pun berkuatir bagi simuka kuning,
maka pikjrnja: "Kalau dia keteter aku harus membantui
untuk balas budinja."
Dari tiga kereta, sesuatu penumpangnja jang
berseragam telah lompat turun, sekarang mereka madju
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
210
kepada simuka kuning itu. Mereka bersendjatakan golok,
pedang dan tombak.
Tidak tunggu sampai orang datang dekat padanja,
sikurus itu mendahului lompat menerdjang kelima orang
militer itu. merekapun segera menjerangnja dengan
pelbagai matjam sendjata rahasia, hingga sikurus mesti
putar pajungnja untuk melindungkan diri, semua sendjata
rahasia terpukul terpental djauh, sesudah mana, sikurus itu
berlompat pula mendekati kelima musuhnja. Sebaliknja
merekapun berbalik mengurung dengan mementjar diri
dilima pendjuru, merupakan bunga bwee.
Tjoen Beng saksikan pertempuran itu Ia tampak kelima
perwira itu gagah semua. Andaikan ia jang lawan mereka
itu, paling banjak ia dapat lajani dua diantaranja.
"Baik aku menonton terus, bila perlu baharulah aku
membantui sitabib pengembara itu," pikirnja.
Selagi pemuda ini berpikir demikian, si tabib kurus itu
sudah perhebat perlawanannja atau serangannja, tulang
rangka pajungnja terputar bagaikan kipas-angin, hingga
sendjata2 musuhnja terpukul patah dan terlempar Meski
begitu, kelima penjerang itu tidak mendjadi djeri, mereka
lemparkan sisa sendjatanja untuk diganti dengan djoan
pian, tjambuk emas, jang mereka tjopotkan dari
pinggangnja masing2 untuk menjerang terus.
Tetap sitabib lakukan perhwannn jang hebat, kembali ia
gerak2kan pajunenja setjara dahsjat hingga lagi2 ia dapat
bikin putus tjambuknja kelima penjerang itu. hingga kali ini
memaksakan lima perwira Itu memutar tubuh
menjingkirkan diri.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
211
Dengan buang diri bergulingan, tabib itu melakukan
pengedjaran, pajungna ber-gerak2 tak hentinja tetapi ia
tidak hadjar rubuh kelima penjerangnja itu. Ia hanja terus
memutari kereta, dengan tiada orang jang melihat ia telah
tjabut pisau belatinja dengan apa ia tabas setiap kaki kuda
dari barisan pengiring, hingga dllain saat, rubuhlah kuda
itu berbareng sama semua penunggangnja djuga.
Oleh karena pertempuran jang ramai itu, tukang2 panah
diatas kereta tidak dapat melepaskan panahnja, mereka
kuatir memanah orang sendiri, tetapi karena itu lah,
sendirinja mereka mendjadi korban
Entah sendjata apa jang digunakan si tabib, ketika ia
ber-ulang2 ajun tangannja kearah tukang2 panah itu,
mengikuti suara mengaung bagaikan suara tawon, semua
tukang panab itu mendjerlt kesakitan, njatalah belakang
tangan mereka telah terluka. Sekarang baharulah
ketahuan, sendjata rahasia itu adalah bidji2 ang- tjo dari
Pakkhia, jang udjungnja lebih ketjil lantjip dan pandjang
daripada bidji angtjo biasa.
Sedangnja semua tukang panah repot kesakitan, sitabib
lompat kesebuah Kereta jang memuat uang, ia
menjambuki empu ekor kuda penariknja, hingga binatang
itu kabur sendirinja karena kesakitan.
Beberapa tukang panah jang tidak dapai luka hendak
menghalangi sitabib akan tetapi dengan tjambuknja sitabib
hadjar mereka, sedang kelima perwira jakni pahlawan2
istana, takut madju pula.
Tjoen Beng mendjadi heran dan kagum Se-konjong2 ia
mendjadi kaget bagaikan hilang semangatnja ketika ia
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
212
dengar seruannja sitabib jang ditudjukan kepadanja:
"Hai... engko ketjil, mari lekas ke mari!"
Waktu pemuda ini berpaling, ia dapatkan sitabib sudah
berada dekat pada nja, tabib itu mendatangi bersama
kereta jang tadi ia kaburkan empat ekor kuda nja! Maka
insjaflah ia sekarang, selama setengah malaman
penguntitannja itu telah diketahui oleh sitabib jang hanja
ber pura2 tidak tahu, ia tidak bersangsi lagi dengan satu
lompatan "Yan-tjoe tjonn in,: atau "Burung walet
menembusi mega" ia lompat keluar dari tempat
sembunjinja terus lari kekerela. Baharu sadja ia lompat
naik, kereta itu segera dikasi kabur pula.
Tjoen Beng lihat matahari, maka ia tahu ia sedang
menudju ke Selatan Diwaktu tengahari, ia telah melalui
perdjalanan djauhnja lima-ratus lie iapun tahu bahwa ia
sedang mendekati Toen-hoa, suatu tempat diperdjalanan
Tjenghay.
Disini kereta didjalankan perlahau2, di antara pohon2
yanglioe dikiri-kanan. Lantas tertampaklah bangunan2 jang
bertembok putih, ialah pelbagai mesdjid.
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ketika kereta melewati sebuah djembatan, dari kedua
tepi djalan jang banjak pohon2 segera muntjul banjak
orang dengan djuba putih mereka menjambut sambil
berlutut ditepi djalan.
Simuka kuning membalas hormat sambil angkat
tjambuknja ia mengutjapkan kata dalam bahasa asing ?
bahasanja orang2 dengan pakaian putih itu diwilajah Tjeng
hay, penduduknja memang terdiri terutama dari dua suku
bangsa Mongolia dan Hoan, jang beragama Islam.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
213
Simuka kuning. ini terus mengendarai keretanja sampai
disebuah mesdjid, ia adjak Tjoen Beng turun dari
keretanja, mereka masuk kedalam mesdjid itu dimana
telah berkumpul banjak orang Islam jang sedang berdoa
dengan asap dupa ber-gulung2 melajang tinggi. Simuka
kuning turut bersembahjang djuga. Setelah selesai
sembahjang, baharu ia ambil tempat duduk.
Tjoen Beng berdiri disamping orang luar biasa ini.
Dengan bahasa Hoan simuka kuning bitjara banjak,
achirnja semua orang angkat tangannja ber-sorak2.
Karena ini Tjoen Beng menduga dan pertjaja bahwa tabib
ini adalah pemimpin orang Hoan itu.
Setelah itulah, sitabib baharu bitjara kepada Tjoen Beng,
maka pemuda ini segera memperkenalkan dirinja, dan
menerangkan maksud perantauannja, jang sudah djalan
dua tahun, sampai achirnja ia djatuh sakit dipondok dan
dapat pertolongannja tabib aneh ini. Ia lantas minta tabib
ini adjarkan ia ilmu silat.
"Engko ketjil she Ong, aku telah ketahui tentang dirimu,"
kata sitabib kemudian. "Apa jang aku belum tahu jaitu
perhubungan diantara keluargamu dan Bo Tong Siang-Yan.
Kau ingin beladjar silat padaku, aku tidak akan menolaknja,
tapi sekarang aku belum dapat menerimanja. Sebabnja
ialah sekarang bangsaku sedang menghadapi gelombang
bentjana. Aku tidak mempunjai waktu untuk mengadjari
nja, sedang kalau kau tinggal disinl, tidak leluasa bagi
kedua pihak. Maka baiklah, kau turut pemetjahanku.
Sekarang kau kembali ke Shoasay, dari situ kau pergi (
kebukit Bian Nia dipegunungan Thay Heng San, disana kau
tjari satu sahabatku Tjhia Bie Loo-tjouw, untuk beladjar
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
214
khie-kang dan ilmu enteng-tubuh. Sehabis itu baharulah
kau mempeladjarkan ilmu silat Djioe-Koen Sip-pat Siang
Twie-tjiang kepadaku. Akurkah?"
Tjoen Beng berlutut, ia manggut2.
"Apapun titah soehoe, aku akan turutnja," katanja.
"Akan tetapi, setelah ini, sampai kapankah baharu aku
dapat bertemu pula dengan soehoe?"
Orang itu tertawa.
"Djangan kesusu !" katanja. "Tentang inipun aku telah
perhitungkan. Kau ingat baik2, tiga hari setelah perajaan
Oen Lan Tjiat, jaitu sembahjang bulan tudjuh tanggal lima
belas, kau harus pergi dan berada dibukit Bek Tjek San di
Timurselatan distrik Thian-soei, tempat sutji , kaum
penganut Buddha dimana sedjak keradjaan Goei Utara
telah ada banjak sekali guha2 dengan tjukilan atau ukiran
patung. Disitu aku telah djandjikan satu orang untuk
membereskan suatu perhitungan terachir, jakni
permusuhan dari beberapa puluh tahun jang lampau.
Dalam pertempuran itu, mungkin kau dapat saksikan aku
terpukul rubuh, dengan begitu kau bisa lihat dan ketahui
berapa tinggi ilmu kepandaian musuh itu maka pada saat
itu, baiklah kau buang niatmu untuk beladjar silat lebih
djauh akan tetapi bila sebaliknja aku bisa mengalahkan
musuhku itu, maka selandjutnja kau boleh ikut aku, untuk
memenuhkan harapan atau tjita2mu."
"Siapa musuhmu Itu, soehoe?" Tjoen Beng tanja.
"Orang matjam apakah dia itu?"
Tabib itu pimpin bangun muridnja jang masih berlutut.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
215
"Kalau sudah tiba waktunja, kau akan mendapat tahu
sendiri." sahutnja. "Sekarang kau turuti sadja
petundjukku."
Tjoen Beng tidak berani menanjakan lebih djauh,
begitulah pada suatu hari gurunja telah titahkan ia
berangkat sambil hadiahkan seekor kuda tunggang pilihan.
Murid jang belum djadi murid ini berangkat dengan
belum ketahui she dan nama gurunja itu, ketjuaii ia bawa
seputjuk suratnja untuk Tjhia Bie Lootjouw. Bian Nia
berada di Timur-selatan Shoasay djauh terpisahnja dari
Ngo-tay maka itu, tak sempat Tjoen Beng pulang
kerumahnja, ia menudju langsung kebukit itu. Ketika pada
suatu hari ia sampai ditempat tudjuannja itu, ia dapatkan
sebuah kuil tua dan rusak, rusak djuga mereknja, hingga
sulit untuk dapat batja namanja: "Biauw Tjin". Beberapa
katjung-imam pimpin ia masuk keruang belakang dimana
ia djumpakan satu imam jg sudah landjut usianja numprah
diatas pembaringan, merah sepasang alisnja, jang pun
pandjang hingga menempel kepada kupingnja. Dilihat dari
romannja imam ini mesti mempunjai kepandaian Silat
tinggi.
Setelah menghundjuk hormat, Tjoen Beng lalu serahkan
suratnja sitabib pengembara sambil tuturkan hal dirinja
sendiri serta maksud-tudjuannja.
Imam itu jakni Tjhia Bie Loo-tjouw, terima pemuda ini,
maka selandjutnja Tjoen Beng berdiam dikuil Biauw Tjin
Koan jang tua itu menuntut peladjaran, pertama tentang
mengatur djalannja napas agar mendjadi kuat, hingga
sambil duduk bersemedhi ia sanggup tiup terpental dua
buah peluru besi jang digantung didepannja, djaraknja dari
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
216
dekat lambat-laun digeser sampai djauhnja satu kaki dan
terpentalnja pun lebih djauh lagi. Selang satu tahun baharu
ia diadjarkan ilmu mengentengkan tubuh, ilmu menahan
djalan napas, djuga ilmu menotok seratus delapan djalan
darah.
Tjoen Beng ingat djandjinja sitabib kurus, untuk
sehabisnja Oeh Lan Tjiat mesti tengok gurunja Itu di Bek
Tjek San Hari itu tinggal lagi dua bulan. Karena Ini, ia
lantas menghadap Tjhia Bie Lootjouw, untuk mohon
perkenan.
"Kau pergilah," memperkenankan guru ini, jang
seterusnja memesan djuga agar muridnja ini ber-hati2
didjalan, djangan usil urusan lain orang.
Tjoen Beng terima pesan itu dan mengutjap terima
kasih, lantas ia memberi hormat untuk pamitan.
Sesampalnja didusun Tiang-lan-tin, ia beli seekor kuda
untuk perdjalanannja itu.
Bek Tjek San berada dalam propinsi Kam-siok, letaknja
di Timur-selatan distrik Thian-soei, sedjauh tiga-puluh lie
lebih dari kota Thian-soei, diatas puntjaknja berdiri sebuah
pagoda. Puntjak itu benar mirip udjung gandum (bek),
karena dasarnja jang sempit itu, orang menamakannja Bek
Tjek Gay. Sedjak djaman Soei sampai kepada djaman
Beng, dari radja sampai menteri dan saudagar besar,
mereka gemar keluarkan uang untuk mentjukil atau
mengukir batu gunung, karena itulah disitu terdapat banjak
patung atau ukiran2, jang semuanja bersifat ke-Buddhaan,
semua dengan maksud agar leluhur mereka, atau mereka
sendiri dan anak-tjutju, memper oleh berkah dengan
perlindungannja Sang Buddha.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
217
Ketika Tjoen Beng achirnja sampai di Bek Tjek San,
angin meniup membawa pasir. Dimulut gunung itu ia tidak
ketemui seorang djuga.
"Aku ingat soehoe menjebutkan tiga hari setelah Oeh
Lan Tjiat, kenapa sekarang aku tidak lihat sekalipun
bajangan mereka?" pikir pemuda kita setelah ia mendaki
sekian lama. Karena ini, snmhil memandang kelilingan,
hatinja berpikir terus.
Tiba2 dari kedjauhan terdengar suara jang samar,
setelah ia meneliti, Tjoen Beng dengar itulah suara sar
sernja angin kepalan jang saling sambar. Selama dua tahun
ia sudah tinggal menjepi dipegunungan jang sunji, maka
pendengarannja djadi terang luar biasa, la lantas djalan
mendaki sambil mengawasi kearah dari mana suara itu
datang.
Ditempat luasnja belasan tombak, dimuka beberapa
lobang guha, Tjoen Beng lihat dua orang tengah bertempur
dengan seru, serangan kepalan mereka menjebabkan
suara angin jang keras. Ia terperandjat akan kenalkan
salah satu orang jang bertempur itu adalah sitabib
pengembara, gurunja jang belum resmi, sedang musuh nja
guru ini adalah satu pendeta sukubangsa Hoan,
sebagaimana mudah dikenalinja dari djubanja, ialah djuba
ka-see, jang meriutupi sebelah lengan, dan koplahnju
berudjung lantjip. Pun nampaknja orang beribadat itu ada
garang sekali.
IX
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
218
See-Tjhong, atau Thibet, adalah satu wilajah jang
"gaib". Dlmasanja keradjaan Boan, pemerintah Boan telah
tempatkan sedjumlah tenteranja di Lassa, ibu-kota Thibet
itu, begitupun dibeberapa kota besar lainnja. Seluruh
Thibet tapinja berada dibawah pengaruh agama Buddha,
sebab umumnja adalah pendeta2 Lama jang mendjalankan
pemerintahan dengan kuilnja sebagai pusat.
Di Timur-utara Lassa ada satu kota jang dinamakan
Bektekkong-kay, atau ringkasnja Bektekkong. Kota ini
menghubungi See-kong dan Tjenghay. Disitu, kuil jang
terbesar adalah Tjap Pou Loen dengan pendeta kepalanja
Tiat In Siansoe. Lain dari kedudukannja sebagai pendeta,
Tiat In lebih terkenal untuk kepandaian silatnja, ialah ilmu
silat Djioe-Koen Sip-pat Siang Twie-tjiang. Malah menurut
tjerita orang, pernah pada suatu tahun, sebelum Kam Hong
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tie menutup mata, dengan ilmu enteng-tubuhnja, Pat-pou
Kan-slam, ia telah bikin kagum djago she Kam itu. Adalah
kebiasaan dari Tiat In Siansoe akan dalam sepuluh tahun
satu kali datang ke Pakkhia, untuk mengadakan chotbah
atau sembahjang besar didalam Yong Hoo Kiong, jaitu kuil
Lama terbesar dikota radja keradjaan Boan. Kuil itu
Letaknja di tepi djalan umum dipintu kota An-teng-moei
jang pada mulanja dikepalai oleh Hutuhktu Tjiang Kek.
Disitu terdapat banjak pendopo diantaranja ada jang
dinamakan Ban Hok Lauw dalam mana ada dipudja sebuah
patung Buddha jang besar, tingginja delapan tombak lebih,
terbuat dari kaju wangi Tim-hio, seluruh tubuhnja
bertaburkan emas dan mutiara, lengannja berselendang
huota. Satu pendopo lagi, jang dinamakan Ya Bok Tek,
bertachta sebuah patung tubuh manusia berkepala
andjing, pinggangnja tergantungkan satu kepala orang,
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
219
kakinja mengindjak patung seorang perempuan telandjang
bulat.
Adalah kebiasaannja Hutuhktu Tjiang Kek setiap tahun
mengundang pendeta berilmu dari See-tjhong untuk
datang membatja doa, jang diadakannja mulai Tjhia-gwee
Djie-kauw atau tanggal dua-puluh sembilan bulan pertama
tiap tahun. Selama upatjara sembahjang itu dilakukan
djuga tarian "bujak," jang berarti tarian mengusir hantu
iblis, dengan sedjumlah murid Lama menjamar sebagai
pelbagai malaikat atau siluman, jang menari dengan tentu2
selama satu bulan. Pada waktu itupun ada dibuat
pengorbanan, jaitu dibuatnja satu kepala orang2an dari
tepung dibuang keselokan Liong-sle-kauw, maksudnja
untuk diberikan kepada hantu2 supaja mereka kenjang
makan dan tidak datang pula untuk menggoda.
Demikian tahun itu ada gilirannja Tiat In Siansoe, ia
berangkat dengan adjak belasan pengiringnja. Mereka
menunggang keledai dengan membekal "tjampa" rangsum
kering terbuat dari tepung, minjak dan sari teh. Dapat
dimengerti kalau perdjalanan mereka djauh dan sukar.
Pada suatu hari, sesampainja di Seng-sioe-hay, ditanah
pegunungan Pa-gan Gok Lap San, tiba-tiba turun hudjan
jang sangat besar, hingga air gunung menggenang dan
arusnja jang hebat menerdjang mereka Itu. Empat-belas
ekor keledai bersama semua penunggangnja terdampar
hanjut kearah bawah gunung. Sjukur Tiat In besar hati dan
sebat, dengan merubuhkan sebuah pohon besar, ia masih
dapat tolong beberapa pengikutnja.
Setelah bentjana ini, perdjalanan dilandjutkan dalam
kesengsaraan. Walaupun demikian, pendeta ini tidak
memikirnja untuk membatalkan tudjuannja dan kembali
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
220
pulang. Maka itu, disepandjang djalan mereka tjari
buah2an dan lainnja untuk menangsel perut. Karena
semua bekalan mereka habis dibawa arus. Pun mereka
sangat latjurnja, mereka berada didaerah tandus dan tidak
ada binatang liarnja. Kemudian, kesulitan bertambah
ketika mereka mulai memasuki daerah gurun pasir. Bukan
alang-kepalang penderitaannja mereka apabila angin
menjambar membawa pasir halus, sorot matahari jang
panas, gerah dan letih. Sebaliknja diwaktu malam, mereka
kedinginan dibawah serangannja hawa dingin bagaikan
musim saldju. Bahna tidak tertahannja, beberapa murid
Lama itu bergantian rubuh binasa sebagai korban
kelaparan, panas dan dingin. Hingga tinggallah Tiat In
seorang, jang tubuhja ulet dan kuat.
Selang lagi beberapa hari, Lama ini telah sampai di Na
Bok San, disuatu tempat jang ada penduduknja. Pada
waktu itu ia sudah kehilangan segala2nja ketjuali surat
keterangannja sebagai orang sutji.
Selagi magrib dekat mendatang, Tiat In tampak
mendatanginja serombongan penunggang kuda. Ia
mendjadi girang, ia menduga akan mendapat pertolongan,
maka bagaimana mentjelos hatinja, ketika rombongan itu
sudah datang dekat, ia dapatkan mereka adalah
segerombolan suku-bangsa pegunungan disitu jang masih
liar, jang hidupnja sebagai perampok2 gurun pasir. Tubuh
mereka berbulu, dan bahasanja berlagu seperti suara
binatang. Tentu sadja ia tak bisa harap dapat pertolongan,
malah sebaliknja ia lantas kerahkan ilmu Tiat-pou-san ?
"Badju Besi" dan Kim-tjiong-tlauw ? "Sarung lontjeng
emas", untuk bikin tubuh dan kepalanja kedot, tidak
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
221
mempan pukulan atau sendjata. Ia lantas rebahkan diri,
kedua matanja dirapatkan ber-pura2 mati.
Beberapa orang lompat turun dari kudanja menghampiri
dan menggeledah tubuhnja Lama ini, tetapi mereka tidak
dapatkan barang apa2, mereka ber-djingkrak2 bahna
mendongkol, malah jang satu lantas sadja me-robek2 surat
keterangannja Lama ini.
Tubuhnja Tiat In diam kaku, napasnja berhenti, tetapi
tubuh itu masih hangat, maka beberapa orang itu niat
mengangkatnja untuk dibawa pergi akan tetapi mereka
tidak kuat mengangkatnja, tubuh itu berat bagaikan
melekat keras dengan bumi.
Dalam sengitnja, beberapa orang menjerang kalang
kabutan dengan tombak mereka, tetapipun tubuh "majat"
itu tidak terlukakan, ketjuali djubanja jang mendjadi
hantjur. Menampak demikian, mereka mendjadi heran,
agaknja mereka djeri. Sedangnja mereka ter-heran?, tiba
"majat" itu mentjelat, sampai tiga kaki tingginja. lalu djatuh
pula, dan mentjelat lagi, demikian beberapa kali, baharu
dia rebah diam seperti semula.
Walaupun mereka bangsa liar tak beradab, namun
mereka takut terhadap malaikat atau hantu, maka itu,
menjaksikan kedjadian aneh itu, takutnja mereka tidak
alang-kepalang, lantas sadja semuanja lompat naik keatas
kudanja untuk lari kabur djusteru itu sang majat bergerak
pula, bergulingan sangat tjepat dlsekeliling mereka.
Lenjaplah semangat mereka, dengan tidak berpaling lagi
mereka terus kabur.
Sesudah orang kabur djauh, Tiat In bangun berduduk.
Ia awasi matahari jang sudah tjenderung ke Barat,
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
222
menandakan hari sudah mendekati magrib Ia sangat letih
haus dan lapar. Ia insjaf bahwa ia tidak dapat duduk sadja
disitu, maka ia pikir untuk paksakan berdjalan. Disaat ia
ber. dak berbangkit, ia tampak ngepulnja debu sedikit
djauh didepannja, kemudian ia dapat lihat seorang
penunggang kuda kabur mendatangi. Orang itu
mengenakan pakaian putih, belakangnja tertutup mantel.
Ia menduganja orang itu bukannja orang Hoan. Njata
dugaannja tidak meleset setelah sipenunggang kuda
datang dekat, memang dia adalah satu pemuda Hwee (Hui,
Islam) putih semua pakaiannja, kudanjapun berbulu putih
mulus djuga. Dia memakai koplah hitam jang atasnja
bundar, sebilah pedang tergantung dipinggangnja. Hanja
tubuhnja orang itu ketjil dan kate.
Tiat In bangkit berdiri sambil rangkapkan kedua
tangannja. Ia menantikan penunggang kuda itu datang
dekat dan turun dari kudanja, hingga ia tampak tegas
badjunja orang itu jang tersulamkan bintang dan bulan,
kedua matanja bersinar, akan tetapi kuning mukanja,
hidung pesek, alisnja jang pandjang melengkung turun.
Itulah satu roman luar biasa.
Segera penunggang kuda itu, dalam bahasa Thibet
menegur Lama ini, menanjakan hal-iehwalnja, setelah
mana, ia ulur sebelah tangannja niat mengangkat
sipendeta naik keatas kudanja. rupanja ia hendak adjak
pergi untuk ditolongnja lebih djauh dengan ia sendiri turun
dari kudanja untuk berdialan kaki.
Demikian memang sifat ramah-tamah dan sudi
menolong dari penduduk Tjeng hay dan See-tjhong.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
223
PuaTiat In akan menjaksikan kebaikan budinja orang itu,
akan tetapi ia ingini udji tenaga orang, ia sengadja
memberatkan tubuhnja dengan ilmu "Tjian-kim twie" ?
Berat Seribu Kati Pemuda Hwee itu tidak sanggup angkat
tubuhnja pendeta ini, tapi la tidak berhenti sampai disitu,
ia kerahkan tenaganja untuk tjoba mengangkat lebih djauh
dengan menggunakan kedua tangannja, hingga Tiat In
merasa, orang Hwee itu mempunjal tenaga dari delapan
ratus kati. I
Djuga kali ini pemuda itu gagal. Ia berotak terang,
segera ia insjaf bahwa in telah dipermainkan. Maka itu ia
bertindak kedepan si Lama, la tekuk kedua lututnja, untuk
pasang bebokongnja. Iai pun kata "Buddha Hidup, silakan
indjak tubuhku, untuk kau naik keatas kuda." Semakin suka
Tiat In akan kelakuannja orang ini, maka tanpa ajal lagi ia
indjak bebokong orang untuk la naik ke* atas kuda, setelah
mana, pemuda itu berbangkit dan bertindak kedepan.
Untuk terus berdjalan sambil tuntun kuda putihnja itu,
sedang sebelah tangannja memegang gagang pedangnja.
"Engko ketjli, kau she apa ?" tanja Tiat In tengah
perdjalanan. "Kemana kau hendak bawa aku ?"
Pemuda muka kuning itu berpaling. "Buddha Hidup,
arang sebut aku Tay-Katsip-djie," sahutnja. "Aku adalah
anak nja Touwsoe dari gunung Tjek Sek San! Ajahku
mendjadi ketua pengurus sembahjang dimesdjid Lap Pok
Gok. Kau tentu sudah letih, mari beristirahat beberapa hari
ditempatku. nanti baharu kau landjutkan perdialananmu
ini."
"Masih berapa djauh perdjalipan kita ini ?"
"Lagi beberapa ratus Lie."
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
224
"Kalau begitu, naiklah kau bersama atas kuda ini."
Pemuda Itu manggut la memberi hormat, baharulah ia
lompat naik keatas kudanja.
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kuda itu keras larinja dlatas gurun pasir itu.
Pemuda Tay-Katsipdjie ini, sebenarnja bernama Katsip
Bokloento, dia mengerti ilmu panah dan mainkan pedang.
Dia bawa Tiat In kerumahnja. Dia menganut agama Islam
akan tetapi dia menaruh hormat kepada golongan Lama.
Begitulah, untuk beberapa hari, dia rawat Tiat In
dirumahnja. Sementara itu, Lama ini telah tempel kembali
surat keterangannja, supaja ia bisa landjutkan
perdjalanannja.
"Buddha Hidup," berKata Katsip Touwsoe ajahnja
Bokloento, "kau telah kehilangan semua pengiringmu,
berbahaja untuk kau berdjalan sendirian. Perdjalanan
masih djauh dan banjak bahajanja, maka aku pikir hendak
titahkan anakku serta beberapa budjang untuk antar kau
sampai di Pakkhia, supaja tidaklah gagal perdjalananmu
ini."
Tiat In terima djasa baik itu. Iapun suka kepada botjah
itu dan niat mendidiknja.
Maka itu, ketetapan sudah lantas diambil.
Dihari keberangkatan, untuk matfa persiapan telah
dilakukan, Tiat In Siansoe benar2 diantar oleh Tay
Katsipdjie serta beberapa budjangnja. Mereka
menunggang kuda. Pemuda Hwee itu kenal baik djalanan,
maka perdjalanan bisa dilakukan dengan lantjar. Mereka
menudju ke Tong-djin, sampai di Toen-hoa, setelah lewat
Siauw Tjek Sek San, sampailah mereka di Lan-tjioe,
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
225
Kiamsiok. Disini dan seterusnja, banjak terdapat rumah2
berhala, maka perdjalanan djauh terlebih leluasa, hingga
achirnja mereka sampai di Pakkhia di-hari2 permulaan dari
bulan Tjhia-gwee, djusteru pihak kuil Yong Hoo Kiong
sudah mulai dengan persiapannja untuk upatjara. Tay
Katsipdjie ikut terus Tiat In, semua budjangnja telah
dititahkan pulang.
Ketika kemudian upatjara sembahjang telah selesai
dilakukan, Tiat In masib berdiam terus dalam kuil. Maka
melihat Tay-Katsipdjie jang ulet, sabar dan ber sungguh2,
pendeta ini lantas mulai adjarkan dia ilmu silat, malah
namanjapun diubah mendjadi Tjong Lioe, diambil dari arti
"Ban hoat kwie tjong, goan lioe hap it", jakni: "berlaksa
ilmu kembali pada pokok-asalnja, aliran2 sumber air
tergabung mendjadi satu."
Selang setengah tahun, Tjong Lioe mulai mengerti
bahasa Tionghoa. Ia segera adjarkan ilmu enteng tubuh
Pat-pou Kan-siam (Delapan tindak mengedjar tonggeret),
untuk mana lumpur empang digali dan ditumpukkan,
diatas itu ia turun-naik, ber-lari2 dan merosot. Kemudian
lagi, ia diwariskan ilmu pukulan Djioe Boen Sip-pat Siang
Twie-tjiang.
Bersamaan waktu itu, didalam Yong Hoo Kiong ada
tinggal djuga satu Hoan-tjeng, pendeta suku Hoan asai
Tjeng-hay, muridnja Lama-besar Hutuhktu Tjiang Kek,
berimbang usianja dengan Tjong Lioe, ilmu sijatnja djuga
sudah sempurna, hanja dia mejakini ilmu silat Tjeng Tjhone
Pay. Hoan-tjeng ini bernama Beng Hoo Tjapkampou, dia
datang ke Pakkhia sudah belasan tahun, maka dia telah
mengerti baik segala adat-kebiasaan, malah dia telah
bersahabat rapat dengan orang2 kebiri dalam Istana.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
226
Dengan Hoan-tjeng ini, Tjong Lioe pun bergaul rapat,
sering mereka berlatih silat bersama atau pergi pesiar
sama2.
Begitulah, setahun lewat tanpa terasa.
Waktu itu pemerintah Boan ambil tindakan
memindahkan rombongan1 penduduk Tjeng-hay keselatan
sungai Tja Tat Bok, setiap rombongan jang membantah,
lantas ditindas. Pemindahan ini mengenai djuga Katsip
Touwsoe, ajahnja Tjong Lioe, jang ditetapkan harus pindah
keselatan gunung Siauw Tjek Sek San, suatu daerah jang
masih belukar, jang mesti dibuka terlebih dulu, sedangkan
daerahnja sendiri subur sawah, tanah ladang dan datar
rumputnja. Itulah mirip pengusiran mereka kedaerah
kematian. Berhubung dengan ini, Kat sip Touwsoe kirim
orang kepada Tjong Lioe, untuk minta anak ini mendajakan
agar kepindahan itu dibatalkan atau dihapuskan sadja.
Tjong Lioe bitjarakan urusan itu kepada gurunja, ia
minta gurunja itu bantu mendajakan. Tiat In, jang sebagai
orang sutji, tidak suka mentjampuri tindak-tanduk
pemerintah. Maka itu, Tjong Lioe terpaksa berdamai
dengan Beng Hoo Tjapkampou.
Tjapkampou adalah seorang tjerdik dan litjik, ia tahu
Tjong Lioe adalah puteranja satu touwsoe, ia anggap inilah
ketlkanja untuk ia dapat mengeduk uang, untuk nanti ia
pulang ke Tjengbay guna mendirikan sebuah kuil Lama
jang besar, untuk ia angkat dirinja sendiri djadi dai-lama,
Lama besar. Dia menjanggupkan untuk berdamai kepada
pembesar jang bertanggungdjawab. Lalu berselang dua
hari. Ia beritahukan Tjong Lioe, asal dapat menjediakan
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
227
emas lima-ratus kati titah pemindahan penduduk itu akan
dihapuskan.
Tjong Lioe lantas kirim orang kepada ajahnja, untuk
ajah itu mengumpulkan uang.
Katsip Touwsoe lantas berdaja, ia kumpulkan semua
rakjatnja, setelah dapat kata sepakat, berhasil lah mereka
mengumpulkan lima-ratus kati emas jang lantas dikirim
kepada Tjong Lioe.
Djusteru waktu itu Tiat In hendak pulang ke Tjeng-hay,
maka Tjong Lioe lantas serahkan uang itu kepada
Tjapkampou, siapa berdjandji akan mengurusnja se
baik2nja.
"Sekembalinja kau kekampungmu, surat titah
penghapusan segera keluar" kata Hoan-tjeng ini.
Tjong Lioe pertjaja sahabat ini, dengan pikiran lega ia
ikut gurunja pula ke Tjeng-hay, dimana ia kasi tahu
gurunja bahwa ia ingin berdiam dahulu sama ajahnja untuk
menunggu keputusan penghapusan titah itu.
Tiat In setudju, ia pulang langsung ke Bektekkong,
untuk mana Tjong Li perintah beberapa orang bangsanja
untuk mengantarkannja.
Sementara itu, satu bulan telah lewat, surat titah
penghapusan masih belum datang djuga, hingga Katsip
Touwsoe dan rakjat bangsanja djadi berkuatir.
Kemudian datanglah satu hari jang hebat. Hari itu,
bukan surat pentjabutan jang datang, tapi satu pasukan
tentera Boan jang memerintahkan dalam tempo tiga hari,
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
228
Katsip Touwsoe semua harus sudah pindah kepegunungan
Siauw Tjek Sek San.
Semua penduduk mendjadi kaget dan gelisah, karena
untuk mengumpulkan lima-ratus kati emas, mereka sampai
mesti mendjual barang berharga berikut binatang ternak
mereka, hingga tidak ada lagi uang untuk kepindahan itu.
Batas tempopun sangat mendesak. Sedjumlah penduduk,
jang putus asa, ada jang sudah lantas membunuh diri.
Katsip Touwsoe djadi sangat malu. Ia damprat habisan
Tjong Lioe, kemudian iapun bunuh diri.
Tjong Lioe mendongkol dan menjesal tidak terkira,
dengan hati hantjur ia rawat djenazah ajahnja. Air matanja
ber-linang2 akan saksikan orang2 bangsanja dipaksa
pindah. Dengan menunggang kuda ia lantas kabur ke
Pakkhia, untuk tjari Beng Hoo Tjapkampou. Ia larikan
kudanja siang dan malam. Ketika ia sampai di ibukota, ia
lantas pergi ke Yong Hoo Kiong, akan menemui
Tjapkampou.
Untuk kegusarannja, Hoan-tjeng itu berpura2 tidak
kenal dan menjangkai urus hal pentjabutan titah
pemindahan itu.
Dalam murkanja jang hebat, Tjong Lioe hendak serang
Tjapkampou akan tetapi kepala pengurus kuil jakni dai
lama, sudah lantas mengusir padanja, hingga tak dapat ia
berdiam lagi di Yong Hoo Kiong.
Berhubung dengan urusan kepindahan penduduk suku
bangsa itu pemerintah Boan telah adakan suatu aturan,
jaitu setiap orang Hwee jang mau pergi ke Pakkhia
diharuskan mempunjai keterangan dari pembesar
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
229
setempat, siapa tidak mempunjainja dia dipandang sebagai
pemberontak. Pasti Tjong Lioe tidak punjakan surat
keterangan itu, malah karena diusir dari Yong Hoo Kiong ia
terpaksa mondok disebuah kuil bobrok.
Dihari kedua, dengan mendadak Tjong Lioe digerebek
seratus lebih serdadu Kimwie-koen dan tangsi Sian-pok
eng tangsi Pandai Menerkam. Kim-wie-koen adalah
pasukan istana dan semua serdadunja di didik dalam ilmu
gulat.
Tjong Lioe tidak mau menjerah untuk dirinja diringkus
musuh, terutama karena ia lantas ingat sakit hati ajahnja,
jang telah mati membunuh diri, iapun sudah 6 tahun
beladjar silat, tapi ia belum mengetahui, berapa djauh ia
sudah dapat kemadjuan, maka sekarang, ia hendak gunai
kepandaiannja itu ia rabuh belasan serdadu jang madju
paling depan, hingga mereka itu rubuh sungsang sumbal.
Tapi iapun insjaf bahwa ia tidak dapat lajani semua
serdadu itu. Maka tanpa ragu2 lagi ia segera lompat naik
kegenteng. Ia heran sendiri nja melihat ia bisa lompat
tinggi dua tombak lebih. Karena ini, dengan berani ia
lompat turun dilain bagian. Seterusnja ia lari dibawah pajon
rumah2 penduduk, sehingga ia lolos dari kepungan. Malah
sjukur baginja, dipintu kota belum ada pendjagaan dan
pintu kotapun belum ditutup. Namun la keluar dari tembok
kota dengan melompati tembok dibabagian Jfmg rendah.
Baharu setelah beradu diluar kota, ia keluarkan keringat
dingin, tanda lega hatinja.
Tjong Lioe terus lakukan perdjalanan merat pulang ke
Tjenghay. Selang satu bulan, baharu ia sampai dikampung
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
halamannja sendiri. Disepandjang djalan ia lihat surat
pengumuman untuk menangkap padanja. Dengan diam2
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
230
ia tjari kuburan ajahnja untuk undjuk hormatnja
mengangkat sumpah untuk menuntut balas kepada musuh
dengan menggurat bahunja dengan pedangnja hingga
berdarah. Tiga kali ia berlutut, setelah itu, ia lalu kabur
kedjurusan Selatan. Ia ingin tjari gurunja di Bektekkong
untuk beladjar silat lebih djauh.
Tiat In ketahui baik sifat muridnja, iapun tidak senang
Seng Hoo Tjapkampou tipu muridnja ini, maka ia terima
Tjong Lioe, untuk dididik lebih djauh dalam ilmu silat,
sedang sebagal sendjatanja ia andjurkan muridnja pakal
pajung tanpa kain, untuk sendjata tersebut ia mempunjai
ilmu silat istimewa, itulah pajung terbuat dari besi dan
setiap tulangnja bisa dibuka dan ditutup dengan
perantaraan per rahasia, malah bila perlu, tulang Itu dapat
dilepaskan melesat bagaikan anak panah.
Tiat In rasa sudah tjukup berikan peladjaran, ia
andjurkan murid itu pergi meninggalkan kuil Tjap Pou
Loen, maka Tjong Lioe lantas berangkat ke Pakkhia. Beng
Hoo Tiapkampou sudah tidak berada di Pakkhia, katanja
dia telah pulang ke Tjenjliay dimana dia telah pergi kekota
Touwlan diutara sungai Tja Tat Bok, untuk dirikan satu kuli
besar sambil berbareng angkat dinnja mendjadi Lama
besar. Disitu telah ditempatkan tentera Boan, rakjat
dilarang melalui perbatasan.
Tjong Lioe tidak berani pergi ketempat Itu, karena la
tetap dianggap sebagal pemburon. Djuga waktu Itu telah
ada aturan keras untuk penganut2 agama Islam dan
Buddha, kedua pihak dilarang berselisih atau bertempur.
Tidak hanja orang, walau kambingpun apabila ada jang
melintasi tapal batai tentu dibinasakan djuga. Sssuatu
orang jang lantjang memasuki kuil pihak agama Buddha
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
231
tak perduli alasan apapun, dia akan dipandang sebagai
pemberontak dan akan dihukum berat. Karena ini terpaksa
Tjong Lioe menjingklr ke Mongolia, terus ke Kwan-gwa,
akan hidup eebagai orang kaum Rimba Hidjau, bekerdja
sebagai ma-tjat "begal kuda".
Tjepal sekali, tudjuh atau delapan tahun telah lewat,
namanja Tjong Lioe di Kwan-gwa djadi terkenal, akan
tetapi selama itu ia tidak pernah ganggu pihak saudagar,
mangsa-nja adalah pembesar hartawan djahat.
Pernah satu kali kaisar Boen berburu di Djiat-hoo (Jehol)
dalam pemburuan itu dia djatuh sakit beberapa bulan
lamanja, sehingga dia harus berdiam terus didalam
pesanggrahan. Karena inilah, dapat dimengerti kalau
hubungan antara kotaradja dan Djiat-hoo djadi ramai, se
waktu2 ada angkutan barang berharga untuk kaisar dan
selir2nja. seperti pakaian untuk empat musim dan lainnja.
Dikaia itu di Kwan-gwa ada satu hiaptoo atau penjamun
pendekar jang kenamaan, Beng Eng namanja, asal seorang
Korea, la adalah salah satu dari "Hek San Pat TJoen"* ?
Delapan Djago dari Hek San, djulukannja "Kim-too Soan
nie" atau "Anak Singa Golok Emas." Ia pun bermusuhan
turun-temurun dengan bangsa Boan. Daerah kerdjanja
adalah tapal batas Korea, pengikutnja terdiri dari beberapa
puluh penunggang kuda, sebat sekali sepak-terdjang
mereka. Demikian pada suatu hari, dengan adjak dua
putera serta satu puterinja, Beng Eng memasuki daerah
Djiat-hoo, untuk membegal suatu angkutan berharga
kepunjaan radja.
Kail Ini mereka telah menghadapi perlawanan gigih,
karena Lwee-boehoe, kantor Istana jang urus
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
232
pengangkutan itu sudah kirim pelindung terdiri dari para
pahlawan jang gagah dari Kim-wie-koen.
Lama kedua pihak bertempur, makin lama Beng Eng dan
anak2-nja makin terkurung, maka itu bukan sadja maksud
mereka tak segera tertjapai, bahkan mereka sukar untuk
meloloskan diri dari kepungan itu. Disaat mereka sedang
terdesak dan berkuatir itu, tiba2 suatu dari atas tepi
gunung turun bergelindingan bagaikan roda kereta, setelah
dari dekat, njatalah benda Itu sebuah pajung jang ditjekal
oleh seorang kate, jang segera berbangkit dan menjerang
serdadu2 Kim-wie-koen, setiap kali serangannja
berkelebat, tentu ada serdadu jang rubuh. Hebat sekali
serangannja, hingga beberapa pahlawan-istana itu
mendjadi repot.
"Lekas bekerdja!" sikate itu serukan Beng Eng sambil
landjutkan serangannja.
Beng Eng berempat gunakan kesempatan itu untuk
menghampirkan peti2 berharga, mereka segera
membongkarnja, isinja mereka bungkus dan diikat
bebokong mereka, lantas mereka menjerang musuh untuk
meloloskan diri dari kurungan. Si orang kate dengan putar
pajungnja membuka djalan setjara da sekali, menjebabkan
sendjata tiap2 pe halang terlepas dan terpental.
Beberapa pahlawan mengedjar, tetapi si kate itu,
setelah kasi lewat Beng ng beserta ketiga anaknja, lantas
putar itu menghalau pengedjar2 itu. Kali ini dia gunakan
pajungnja setjara istimewa. Tulang2 pajung jang terbuat
dari besi itu tjopot melesat atas sesuatu gerakan, menjusul
mana, beberapa musuh djatuh terguling dari kuda mereka.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
233
Menampak demikian, Beng Eng berempat madju
merampas kuda musuh, untuk mereka kabur, perbuatan
mereka diturut djuga oleh si kate, jang mukanja bersemu
kuning, maka dilain saat, mereka sudah kabur djauh
kearah Timur-utara tanpa dapat dikedjar pula oleh barisan
Kim-wiekoen.
Slkate bermuka kuning itu ialah Tjong Lioe, jang mulai
dari saat itu mendjadi sahabatnja Beng Eng, malah hiaptoo
ini menitahkan ketiga anaknja membahasakan paman
padanja. Itulah ketiga anak jang kemudian terkenal
sebagai Kwan-gwa Sam Eng ? Tiga Djago dari Kwan-gwa.
Putera pertama bernama Beng Kong gelar Tok-kak
liong, si Naga Tanduk Satu, putera ke-dua Beng Kiang
djulukan Tjianbwee-houw, si Harimau Ekor Lantjip dan
jang ketiga seorang puteri, Beng Siang namanja, gelar
Siang-kiam-hong, siburung Hong Sepasang Pedang.
Belakangan mereka bertigapun dikenal sebagai Kwan-gwa
Sam Eng Liong Houw Hong ? si Naga, si Harimau, si
burung Hong, dari Kwan gwa.
Sebagai kesudahan dari pembegalannja Beng Eng itu,
Tjong Lioe peroleh bagian separuhnja kira2 seharga seribu
kati emas, dengan bawa harta itu, ia njelundup pulang ke
Tjeng-hay. Ketika ita tindakannja pembesar negeri sudah
agak kendor, tak ada orang sebut perkaranja. Ia menudju
langsung ke Siauw Tjek Sek San, tempat pemindahan
suku-bangsanja. Dasar ia seorang putera touwsoe, ia
disambut dengan kegirangan.
Tjong Lioe tanpa ragu2 sebar uangnja diantara orang2
bangsanja itu, untuk mereka bermodal mengusahakan
pemeliharaan hewan, sedang untuk dirinja sendiri ia
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
234
bangunkan sebuah kuli serta rumah. Ia tetap masih
bekerdja terus, hingga selang pula satu tahun ia dapat
dirikan sebuah perkampungan kuat bagaikan bentengan,
sendirinja ia dipandang sebagai touwsoe dan sangat
dihormati.
Selama di Kwan-gwa, Tjong Lioe dapat mempeladjari
Ilmu ketabiban bertjampur Ilmu -dukuh, jaitu jang
didjaman dahulu diTionggoan disebut tjiok-yoe-ko, dengan
demikian, ia bisa mengobati antaranja memakai hoe atau
surat djimat dan tusukan djarum.
Tjong Lioe tak dapat lupakan sakit hati ajahnja, maka
dengan menjamar sebagai tabib pengembaraan ia pergi ke
Ham-yang, harapannja adalah agar ia peroleh endusan
tentang musuh besarnja. Tentu sadja tempat singgahnja
setiap malam adalah pelbagai kuli atau pondok ketjil, untuk
mengelakkan perhatian umum. Sebaliknja, setiap
ketemukan angkutan orang djahat, saudagar atau
pembesar, ia masih suka membegalnja. Ia bekerdja
seorang diri, sukar untuk pembesar negeri dapat bekuk
padanja.
Demikian malam Itu dirtimah penginapan didusun dekat
Lim-to, ia ketemu Ong Tjoen Beng jang sedang sakit, jang
disia-siakan pemilik hotel, maka segera ia berikan
pertolongannja, obat dan uang. Dari pedangnja Tjoen
Beng, ia dapat ketahui bahwa pemuda ini adalah ahliwaris
Thay Kek Ong-Kee jaitu Thay Kek Pay pihak Keluarga Ong.
Pada waktu itu Tjong Lioe telah dengar satu kabar
penting mengenai Beng Hoo Tjapkampou, musuh besarnja
itu. Ialah pada tahun jang akan datang Beng Hoo akan
pergi kegunung sutji Bek Tjek San diluar kota Thian-soei,
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
235
Kam-siok, untuk berziarah. Menurut kebiasaan kalangan
agama Lama di Tjenghay dan Seetjhong, siapa telah
mendjadi Lama besar lamanja sepuluh tahun, dia
diwadjibkan melakukan tugas sutji itu, untuk mana sampai
ada jang merantau djauh ke India, ke Burma atau Nepal.
Karena Tjenghay terpisah djauh dari India dan Burma,
orang dapat berziarah ke Liong-boen, Ngo Tay atau Bek
Tjek San itu.
Beng Hoo pun tidak pernah lupakan perbuatan
tjurangnja terhadap Tjong Lioe, ia menduga bahwa Tjong
Lioe pun tidak akan lupa akan hal ini, hanja sampai
sebegitu djauh, ia tak menjangkanja bahwa si Oey Bin Ma
tjat ? penjamun kuda muka kuning ? atau si may-yoh
long-liong? tabib pengembara ? itu Tjong Lioe adanja.
Maka itu, ia telah pilih Lompat ziarahnja gunung Bek Tjek
San, jang letaknja tidak djauh dari Tjeng-hay. Untuk ziarah
itu, persiapan mesti dilakukan sedjak dua tahun dimuka.
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tidak heranlah Tjong Lioe, jang biasa merantau, telah
dapat mendengarnja tentang kepergiannja itu. Maka
touwsoe ini telah pergi untuk menuntut balas.
Sementara itu Ong Tjoen Beng, untuk memenuhi
djandji, sudah susul gurunja ke Bek Tjek San. Maka
kedjadianlah ia saksikan gurunja asjik tempur satu pendeta
Lama, pertandingan berdjalan sangat hebat. Ia tampak si
Lama sangat liehay, ia tidak ungkulan dapat membantu
gurunja, terpaksa ia berdiri menonton sadja dengan tangan
terus memegangi gagang pedangnja.
Makin lama serangan si Hoan-tjeng eljadi makin hebat,
ketika satu kali ia tangkis Ngo-heng-tjiang ? "Tangan Lima
Sifat", lantas ia membalas dengan "Wle Hok hian tjie" atau
"Wie Hok mempersembahkan toja". satu tlpu-pukulan dari
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
236
"Lo Han Kang" ? ilmu silat "Lo Han", tangannja mendjurus
kebatok kepala musuh.
Menampak demikian, Tjong Lioe meluputkan diri dengan
gerakan "Hiong tjian kauw tjhioe" atau "Menggalang
tangan didepan dada " Tapi Beng Hoo menjusu! terus, kali
ini dengan "Djie Long tan san" atau "Djie Long Sin
memanggul gunung". sambil mendek diri, tangannja
menjambar iga, disangsut keatas, terus kedjanggut.
Untuk tolong diri, Tjong Lioe gunai gerakan "Tjoan sim
tioe" atau "Sikut tembusi djantung," setelah bujarkan
antjaman bahaja dari musuh, segera iapun membalas
dengan "Pauw twie" atau pukulan "Peluru meriam".
Beng Hoo berkelit untuk terus menjerang pula, dengan
"Hap-tjhioe kie teng" atau "Dua tangan angkat perapian,"
hingga serangannja tak kurang hebatnja.
Lama ia perlihatkan kesehatan dan kegesitan tubuhnja,
hingga Tjong Lioe insjaf tak dapat ia rebut kemenangan
setjara tjepat, ia lalu mentjoba bersilat dengan gerak2an
dari "Djioe-boen Sip-pat Siang Twie-tjiang" adjarannja Tiat
In Siansoe. Untuk kelintjahannja iapun gunai lompatan
"Pat pou kan siam" ? "Delapan tindak mengedjar
tonggeret" Baharu sekarang ia bisa balas mendesak,
hingga setindak demi setindak Beng Hoo mesti mundur
teratur.
Oleh karena ia terantjam. Hoan-tjeng djadi mendongkol,
kembali ia perlihatkan kesebatannja untuk menjerang pula,
la djuga gunai "Eng Djiauw Sip-lou Lian hoan-koen" ?
pukulan berantai Sepuluh Djurus Kuku Garuda ? beruntun
ia menjambar pinggang untuk dapat memantjing musuh.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
237
Tjong Lioe tidak berani berlaku alpa ia melajaninja
dengan sungguh2 dan samai gesitnja.
Dengan tiba2 Beng Hoo gunai "Siana djin hoan heng"
atau "Dewa merubah matjam", ia berlompat madju. Untuk
menang dinginja atau mempunahkannja, Tjong Lioe
mainkan "Tiauw yang tjhioe" ? "Tangan Hadapi Matahari",
akan tetapi ia telah terlambat, maka tak dapat ditjegah lagi
mereka djadi saling tempel tangan dengan begitu
terdjadilah adu tenaga "dalam" dan "luar".
Dalam hal tenaga, Tjong Lioe kalah dari si pendeta
Lama, akan tetapi latihan ilmudalamnja (Iwee-kang), ia
telah peladjari banjak tahun, dapat djuga ia bertahan.
Tjoen Beng menonton pertandingan dengan otak penuh
ber-matjam2 pikiran jang mengalutkan hatinja, disebabkan
liehaynja musuh dari gurunja itu, tapi kali ini ia tidak
sanggup kendalikan diri lagi, ia da pat kenjataan, gurunja
terdesak setjara perlahan-lahan, sedang tangan mereka
berdua tak dapat dilepaskan satu dari jang lain. Keras
sekali niatnja murid ini untuk membantui gurunja, sehingga
ia tidak pikir lagi bahwa ia akan menerdjang bahaja. Ia
bunus pedangnja dan terus lompat kebelakang musuh,
jang segera ia batjok pundaknja.
Terdengarlah suara batjokan jang keras seperti
mengenai kaju, Tjoen Beng tjepat2 tarik pulang pedangnja,
akan tetapi untuk keheranan dan kekagetannja, ia tidak
dapat lakukan itu. Pedangnja itu telah terdjepit dua potong
daging otot jang keras dari Lama itu.
"Tjoen Beng, lekas mundur!" terdengar seruannja Tjong
Lioe selagi muridnja tertjengang.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
238
Tjoen Beng terpaksa lepaskan tjekalannja, tapi ia sudah
terlambat mundur, dengan mendadak pedangnja jang
terdjepit itu sudah terpental sendirinja, menjambar
kepadanja jang sedang lompat mundur. Inilah hebat. Tidak
dapat ia berkelit atau menangkis apalagi untuk menjambut
pedang jang menjambar dari dekat itu. Dalam saat
segenting itu, sjukur ia ingat ilmu memainkan hawa napas,
jang ia peroleh dari Tjhia Bie Loo-tjouw dibukit Bian Nia,
dimana ia telah berlatih dua tahun lamanja. Segera ia
meniup keras kearah pedang itu. Ia sebenarnja belum
mengetahui sampai dimana tenaga tiupannja itu, akan
tetapi untuk kelegaan hatinja, ia dapat kenjataan pedang
itu telah tertiup mingglr dan djatun disislnja ! Walaupun ia
sedikit bergidik, ia toh lekas2 djsmput sendjatanja itu.
Tjong Lioe dan musuhnja masih berkulet, Dimata
muridnja, dia tetap terdesak. Sambil bertahan guru Ini
mundur sambil memutar, hingga mereka seperti main
putaran. Dengan berputar2an Tjong Lioe dapat tjegah ia
terdesak ketepi djurang.
Tjoen Beng saksikan gurunja dalam keadaan terantjam,
berbareng dengan itu, ia djadi berbesar hati karena
liehaynja hawa ambekannja tadi, maka dengan tanpa
hiraukan nasihat gurunja, Ia madju pula untuk terus
membantui. Ia tidak lagi menjerang dengan pedangnja, ia
hanja saban2 meniupkan napasnja kearah -si Lama.
Beng Hoo tidak sangka orang mempunjai tiupan napas
demikian kuat, ia mentjoba bertahan, namun ia masih
rasakan desakan angin jang keras, sampai beberapa kali ia
meram-melek, sebab tak dapat ia terus buka matanja.
Karena ini, pemusatan tenaganja djadi terganggu, dan
ketika itu digunai Tjong Lioe untuk kerahkan tangannja
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
239
jang lain, untuk menjengkeram dengan "Tjeng liong tam
djiauw" atau "Naga hidjau menjakar". Sekarang tak bisa
tidak, Beng Hoo terpaksa lepaskan tempelannja, untuk
berkelit dari tiupan hingga keduanja djadi terpisah.
Oleh karena kedua pihak bertempur untuk mati atau
hidup, sebentar sadja, dua musuh sudah rapatkan diri pula,
untuk mulai serang-menjerang lagi.
Tjong Lioe tetap gunai Siang-twietjiang, Beng Hoo
melawan dengan Gantjie-tjiang ? "Tangan sajap belibis"
? untuk menandinginja. Keduanja madjukan tangan kiri
dan kanan masing2 dengan berbareng, dengan demikian
mereka djadi saling tolak. Djuga kali ini tidak ada satu jang
ingin mendahului menarik pulang tangannja, sebab itu
berarti bahaja, musuh bisa menjerang membarengi. Tentu
sekali karenanja, kedua pihak sama2 menantjap kaki
memasang kuda2nja, hingga tanpa merasa, kaki mereka
seperti melesak, meninggalkan bekas2 ditanah jang
mereka indjak.
Tjoen Beng, jang berdiri didepan guha, tidak membantui
gurunja lagi seperti tadi, ia berdiri menonton pula dengan
memasang mata dan kuping terang2.
Sekonjong2 Tjoen Beng dengar suara berkeresak. Itulah
suaranja pasir dan koral halus, jang telah bergerak karena
terindjak2 dan djatuh melumk kedalam djurang. Selama
saling bertahan, kedua orang jang bertempur itu memang
berada dibagian datar dipingirnja tebing.
"Soehoe, tanah gempur, lekas menjingkir !" Tjoen Beng
serukan gurunja.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
240
Sia-sia sadja nemberian-ingat itu, Beng Hoo dan Tjong
Lioe agaknja tidak mendengamja, sebagai djuga mereka
tidak tahu diri mereka sedang terantjam keambrukan
tanah. Maka selagi hatinja tegang, tiba2 pula Tjoen Beng,
mendjerit: "Tjelaka!"."
Benar tanah datar tempat pertempuran telah gempur, si
Lama dan sitabib pengembara tidak dapat lompat
menjlngkir, karena itu tidak ampun lagi tubuh mereka
lantas miring dan tergelintjir djatuh kedjurang. Itulah
sebabnja kenapa Tjoen Beng perdengarkan suara
kagetnja.
Suara njaringpun terdengar berkemandang dari dalam
djurang.
Sekalipun dalam kaget, Tjoen Beng raarih ineat lompat
ketepi untuk melongok kebawah, dimana ia tidak tampak
orang atau bajangannja. Ia djadi heran, lantas ia mentjari
djalan untuk lari turun. Dilembahpun ia tidak lihat gurunja
atau si Lama, sedang menurut dugaannja, pasti mereka
sudah tewas atau sedikitnja rebah dengan luka2 parah
"Heran!" murid ini mengutjap dalam hati. Sampai ia
berdiri bengong sekian lama, adalah setelah putus asa, ia
ngelojor pergi.
Masih dua hari Tjoen Beng mondok dihotel, untuk ia
putar-kajun di Bek Tjek San mentjari gurunja, namun
segala pertjobaannja itu sia-sia belaka, maka achirj nja
dihari ke-tiga, dengan menjewa seekor kuda dan bawa
semua buntalannja, ia pergi dengan tidak keruan rasa. Ia
memikir hendak pulang ke Ngo-tay, Shoasay.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
241
Ditengah perdjalanannja itu, tiba2 ia dengar suara
derapnja kaki kudadjauh dibelakangnja, suara itu datang
semakin ; dekat. Ketika ia berpaling untuk melihat nja, ia
tertjengang.
Bukankah penunggang kuda itu gurunja sitabib
pengembara?. Toh ia tidak tampak setan disiang hari?
Maka ia terus sadjan mengawasi dengan mata mendelong.
"Tjoen Beng, inilah aku!" begitulah ia dengar suaranja
orang itu. "Aku tidak mati"
Sekarang tidak lagi murid ini bersangsi, ia lompat turun
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari kudanja untuk berlutut ditengah djalan menjambut
gurunja itu .
"Bangun, anak," mengutjap Oey Bin Koay-kek sambil
tjenderungkan tubuh akan pimpin bangun muridnja itu.
Maka dilain saat mereka sudah melandjutkan perdjalanan
sambil djalankan kudanja berendeng.
"Aku telah berhasil mentjari balas, muridku" berkata
sitabib. "Aku telah berhasil karena gempurnmja tanah
indjakan itu. Sjukur aku telah fahami Pat-pou Kan-siam,
maka selagi sama2 tergelintjir aku gunai ketika itu untuk
berlompat. Orang jang mengerti Pat-pou Kan-siam bisa
gunai kakinja kalau kaki itu dapat, indjak sesuatu, tanah
atau tjabang pohon umpamanja. Beng Hoo djugai dapat
mendjambret tjabang pohon dimand ia bergelantungan
diri. Aku segera djemput. tiga bidji angtjoh, jang beruntun
aku timpukkan kepadanja. Dia mengerti ilmu Tiat-pou-san
dan Kim-tjiong-tiauw, tubuhnja kebal dan kedot tidak
mempan sendjata tadjam, akan tetapi selagi dia tidak
bersedia, ilmuja itu tidak dapat menolong padanja. Akupun
serang kedua tangannja jang memegangi tjabang pohon
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
242
Ru, dan bidji jang ketiga mengenai nadi* nja. Dia kaget
dan kesakitan, pegangannja terlepas, maka tubuhnja terus
djatuh kebawah, terbanting keras dlatas sebuah batu
besar, hingga batok kepalanja petjah, polonja hantjur
berserakan. Itulah pembalasan untuk kedjahatannja."
Tjoen Beng kagum dan merasa ngeri djuga.
Bertjeritera lebih djauh, Tjong Lioe tuturkan bagaimana
dengan susah-pajah ia meninggalkan lembah jang dalam
dan berbahaja itu.
"Sebenarnja perbuatanku menjerang ia dengan bidji
angtjoh adalah kurang tepat" kemudian guru ini akui,
"tetapi ia sangat djahat, ia tidak hanja menipu aku
tetapipun mentjelakai orang2 bangsaku, maka
perbuatanku itu tidaklah keterlaluan."
Tjoen Beng bersjukur. Ia tidak sesali gurunja itu,
sebagaimana ia djuga tidak menjesal sudah membantui
gurunja mengepung Lama jang liehay dan djahat itu.
Dalam perdjalanan ini, Tjoen Beng ikut gurunja pergi
pada rombongan Kat-sip di Siauw Tjek Sek San, disitu
Tjong Lioe tinggalkan pesan kepada bangsanja itu, lalu ia
adjak muridnja pergi ke Thay Heng San, dipuntjak tertinggi
dari bukit Bian Nia, untuk tinggal menetap, dimana Tjoen
Beng setjara sjah diterima sebagai murid. Disini Tjoen Beng
dapat mewarisi kepandaian gurunja ini, tak terketjuali Ilmu
menggunakan pajung istimewa itu, hanja disalurkan
kepada sendjata pedang.
"Pajung besiku adalah alat-sendjata jang gandjil, tak
mudah untuk dipahaminja," kata san guru, "karena kau
telah mempunjai dasar ilmu pedang Thay Kek Kiam, baik
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
243
kau salurkan pajungku kepada pedangmu, pasti ilmu
pedangmu akan mendjadi luar biasa."
Tjoen Beng turuti kehendak gurunja Itu.
Tanpa merasa beberapa tahun telah lewat. Selama itu,
bukannja djarang Tjong Lioe turun gunung seorang diri,
untuk lamanja satu atau dua bulan. Guru ini masih tidak
mau melupakan tjara hidupnja jang lama.
Selama itu, Tjoen Beng tetap masih dapat andjuran dan
pimpinannja Tjhia Bie Loo-too, maka ia telah peroleh
banjak kemadjuan.
Dalam beberapa tahun itu, In-tiongkiam Ong Wie Yang
telah meninggal dunia karena sakit. Ia telah andjurkan
puteranja pergi tjari kepandaian sambil dipesan untuk tak
usah pulang Andai-kata ia menutup mata, Tjoen Beng turut
pesan itu, ia tidak pulang, hanja ketika ia terima kabar
meningalnja ajah itu, ia kutjurkan air mata, ia berkabung
dan bersembahjang dari gunungnja sadja.
Ada kata2 bahwa hidjau itu asalnja biru, demikian
dengan Ong Tjoen Beng, sesudah gurunja lihat ia telah
dapatkan peladjaran tjukup, ia diadjak merantau untuk
djumpai banjak ahli silat kenamaan karenanja, tambahlah
pengetahuan dan pengalamannja, hingga ia ketahui
dimana ada orang pandai, dimana ada djago dari Hek-too
(Kalangan Hitam), sampaipun ia mengerti kata2 rahasia
kaum kang-ouw.
Pada suatu hari, Tjoen Beng ikut gurunja pergi ke
Tjhongtjioe, disitu pada suatu hari sang guru berkata pada
muridnja itu: "Muridku, kau harus segera pelang
kerumahmu. Adikmu Tjong Beng, telah nampak kesulitan
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
244
dari Kwan-gwa Sam Eng, perlu kau bantu adikmu. Ingat,
umpama kau menemui kesulitan, kau boleh sebut bahwa
aku adalah gurumu, keterangan ini akan ada gunanja
bagimu. Ingatlah baik2 pesanku ini!"
Tjoen Beng belum tahu akan urusan dan duduknja hal
adiknja. Tapi ia lantas pamitan dari gurunja, ia lakukan
perdjalanan tjepat untuk pulang ke Ngo-tay.
Pada suatu hari sampailah Tjoen Beng dlrumahnja, lebih
dahulu ia pasang hio didepan sin-tjie ajahnja, lalu ia ber
tjakap2 dengan isterinja, Phoa-sie, kemudian sehabisnja
bersantap sore, ia naik kuda, pergi kegunung Ngo Tay San,
diluar kota.
Untuk sampai digunung, Tjoen Beng mesti lewati rumah
makannja Lie Lao-djie, disini ia mampir untuk kombongin
kudanja. Didalam pekarangan ia tampak tiga ekor kuda
Kwan-gwa, jang bebokongnja masih menggemblok
buntalan bermuntkan sendjata pandjang, sedang dimedja
pertama, ia lihat tiga tetamu. Mereka itu mengawasi
padanja selagi ia lontjat turun dari kudanja. Ia seorang
jang berpengalaman, ia lantas sadja tjurigai ketiga orang
asing itu, maka dengan alasan hendak buang air, ia
bertindak kesamping dimana ia pasang kuping.
"Pan Kee sibotjah baharu hari ini berangkat" demikian ia
dengar seorang berkata.
"Kedua koko Liong dan Houw djuga mengatakan,
djangan kita terlalu mempertjajai botjah itu," kata satu
jang lain.
Ketika itu datang seorang lain, terpaksa Tjoen Beng
pergi terus kekakus, dari mana ia keluar tak lama
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
245
berselang, tapi ketika ia sampai didepan, djusteru Lie Djie
dan djongosnja sedang ribut, sebab kudanja Tjoen Beng
telah dirampas orang2 Kwan-tiong itu. Tjoen Beng lompat
naik keatas sebuah pohon, ia tampak debu mengebul naik
djauh didepan, tandanja perampas itu sudah pergi djauh.
Dengan terpaksa, masgul dan mendongkol Tjoen Beng
pergi ke Ngo Tay San dengan berdjalan kaki dengan ber
lari2. Sjukur baginja, pedangnja ia tidak tinggalkan
dibebokong kudanja. Kira2 djam dua ia sudah dapat lihat
bentuk Pek Lok Sianlim. Dengan menggunakan ilmu
entengtubuh ia lari mendaki gunung. Didalam pekarangan
kuil, dimnna ada banjak po. hon2, ia lihat empat ekor kuda,
satu diantaranja adalah kudanja jang dilarikan itu. Ia tarik
kudanja untuk ditambat di tempat sedikit djauh dan
tersembunji, setelah itu, ia loloskan tambatan tiga ekor
kuda jang lain itu, dengan tepukan udjung2 pedangnja
membuat ketiga ekor kuda itu kabur turun gunung
Kemudian baharulah Tjoen Beng menudju kekuil. Murid2
nja Tjong Lioe segera dengar suara beadunja sendjata2
didalam taman, maka ia lantas lompat naik kegenteng,
akan menudju kependopo Tay Hiong Poo-tian didepan
mana ia tampak sinar api terang, hingga dapat lihat djuga
empat orang sedang bertempur seru. Itulah Tjong Beng
jang sedang dikepung tiga orang Kwangwa jang tidak
dikenal itu. Maka sambil berseru njaring ia lantas lompat
turun untuk membantui adiknja.
Tjong Beng terbangun semangatnja melihat datangnja
kanda itu, kalau tadi ia terdesak, sekarang ia berbalik bisa
merangsek.
Tanpa pikir2 lagi Tjoen Beng lantas keluarkan ilmu silat
pedang pengadjarannja Oey Bin Koaykek, jaitu Djioe-boen
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
246
Sippat-sie Klam-hoat, dengan itu ia desak ketiga musuhnja,
jang semuanja bersendjatakan golok besar. Baharu sadja
berlandjut lima-enam djurus, segera ketiga musuh itu
berseru: "Huruf akur, anak terbang!"
Hampir serentak, ketiga orang itu lompat naik ketembok
pekarangan pergi kabur. Kelihatan tegas mereka semua
mempunjai ilmu enteng-tubuh jang sempurna.
Tjoen Beng lihat orang hendak kabur, maka ia serukan
adiknja: "Djangan kasi burung2 dara ini terbang pergi!"
Dan ia mendahului lompat untuk mengedjar.
Tjong Beng telad kandanja itu.
Kedua pihak ber-lari2 ditanah pegunungan itu, tudjuan
tiga orang Kwan-tiong adalah Tembok Besar. Karena sang
fadjar sudah mulai undjuk diri, tembok besar sudah lantas
berpeta. Adalah setelah sampai dibahagian tempat jang
rendah tiga musuh itu lenjap.
Tjoen Beng tidak mau mengerti, bersama adiknja ia
terus mengedjar, sampai dilembah tadi, mereka tjari ketiga
musuh Itu.
Tiba2 terdengar suara ketawa besar, disusul dengan
kata2 jang njarlng bagaikan suara genta: "Saudara Ong,
kami telah bikin kaitan banjak tjape!" Lalu dua orang
muntjul dari balik balu, satu diantaranja berusia tiga-puluh
lebih, mukanja berewokan, tubuhnja tinggi-besar,
romannja keren.
Tioen Beng berdua adiknja tidak berdulikan siapa dua
orang ini, tanpa melajani bltjara. mereka terdjang kedua
orang itu.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
247
Dua orang itu menggunai masing2 sebatang tombak
dengan runtje merah dan sebuah tjambuk Kioe-tjiat
Kongpian. Ilmu silatnja orang jang bersendjatakan tombak
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu sangat bagus, ia lantas menjerang setjara berantai,
sedang jang bergegaman tjambuk terus bersilat dengan
gerakan Poan-tjoa touw siat" (Ular melingkar mengulur
lidah) dan "Hoei liong pa bwee" (Naga terbang
menggojang ekor).
Tjoen Beng dan Tjong Beng melajani masing2 dengan
ilmu pedang mereka jakni Djioe-boen Sip-pat-sie dan Thay
Kek Sipsnm-sie, dengan begitu, pertempuran mereka djadi
hebat sekali mereka tengah bertempur, tiba2 dari atas
tandjakan terdengar seruan: "Aku datang !" jang
disusul dengan melajang turunnja satu tubuh disertai sinar
pedang jang berkilauan.
Tjoen Beng segera tampak seorang perempuan dengan
sepasang pedang ditangan, malah sinona lantas sadja
serang padanja, hingga ia djadi dikepung berdua, maka-ia
tinggalkan musuhnja jang semula, antuk sambut nona ini
Untuk pertama kali ia menangkis dalam gerakan "Hoen hoa
hoet lloe" ? "Memisah bunga, mengebut yanglioe".
Sebagai seorang jang berpengalaman, muridnja sitabib
pengembara segera mengerti kedudukannja jang tidak
menguntungkan, dari Itu, ia segera mengasi tanda pada
adiknja, untuk menggunakan siasat "Pay-sie" ?"Ber-pura2
kalah", untuk meloloskan diri dari kepungan.
Ketiga lawan itu tertawa gelak2, mereka tahan
sendjatanja masing2, mereka tidak mengedjar, mereka
hanja mengawasi orang ngelojor pergi
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
248
Tjoen Beng dan adiknja sebenarnja belum kalah,
mereka hanja ingin menjingkir dari tempat buruk itu.
Mereka tidak hiraukan edjekan musuhnja, mereka djalan
dengan tjepat, sampai se-konjong2 mereka kaget dan tidak
berdaja. Mereka telah terdjeblos kedalam lembah bagaikan
lobang sumur. Ternjatalah mereka terdjeblos dalam lobang
djebakan jang diatasnja ditaruhkan rumput.
Lembah itu belasan tombak dalamnja. sulit untuk kedua
saudara Ong dapat lompat atau merajap naik, mereka
hanja bisa dongak akan mengawasi langit dengan sedikit
bintang.
Dengan pedang masih tetap ditangan dua saudara ini
memasang mata. Sebentar kemudian, mereka dengar
suara ditariknja tambang, disusul sama berpetanja
bajangan dari satu tubuh manusia, jang djalan diantara
tambang jang dipentang diatas lobang itu. Mereka masih
sempat lihat orang berkeredong kulit binatang, orang itu
lenjap dalam sekedjab.
Kedua kakak-beradik ini menduga kepada musuh,
mereka siap-waspada.
X
Sesaat kemudian terlihat diulur turunnja selembar
tambang, lalu ditepi atasnja lubang kelihatan tubuh orang
tadi dengan tangannja meng-gape2.
"Mungkin dia tidak bermaksud djahat," kata Tjoen Beng
pada saudaranja sambil tangan kirinja mendjambret
udjung tambang itu, setelah ia mem-betot2 untuk tjoba
kekuatannja tambang itu, terus sadja ia melapaj naik.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
249
Dengan tjepat ia telah sampai diatas, maka segera ia
gapekan adiknja, jang lantas merajap naik dengan tjepat
pula hingga dilain saat, keduanja sudah bebas dari
kurungan itu, jang sebenarnja adalah lubang buatan
tentara negeri semasa dahulu mereka memantjing tentara
Mongolia untuk didjebaknja.
Diantara tjahaja remang2 itu, dua saudara Ong lihat
penolongnja adalah seorang tua jang mengenakan koplah
kulit rase jang berbulu, dikedua pilingannja kelihatan
rambut jang sudah ubanan, akan tetapi kedua matanja
bersinar tadjam, dipinggangnja menjoren sebatang golok
lantjip. Tampak gerak-gerakannja orang ini enteng sekali,
suatu tanda ia berkepandaian silat tinggi.
Disaat kedua kakak-beradik ini hendak memberi hormat
untuk menghaturkan terima kasihja, untuk minta beladjar
kenal djuga, mendadak orang tua itu menundjuk
kesamping mereka, sama sekali ia tidak buka suara.
Mereka berpaling kearah jang ditundjuk. dengan begitu
tampaklah dua orang jang teringkus rebah ditanah.
mulutnja tersumbat robekan dari badjunja sendiri. Mereka
pun segera kenali, itulah dua antara tiga orang jang
memasuki Pek Lok Sian-lim. Mereka mendjadi heran.
"Tentulah mereka tertawan oleh orang tua ini," mereka
men-duga2.
Agaknja siorang tua bisa duga pikirannja kedua kakak
beradik ini, maka sambil tangannja menggulung tambang,
dia kata dengan perlahan: "Lekas ikut aku berlalu dari sini
"
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
250
Karena perasaan herannja dan ingin tahu, Tjoen Beng
dan Tjong Beng ikuti siorang tua. Orang tua itu djalan
tjepat sekali, kedua saudara itu dapat mengikuti nja
dengan menggunakan ilmu djalan tjepat.
Mereka menudju ke Utara. Selewatnja beberapa puluh
lie, langit mulai mendjadi terang, didepan mereka lihat
Tembok Besar jang pandjang dan melengkung sana-sini
bagaikan tjapung. Masih mereka lintasi sebuah selat, akan
sampai didepan sebuah kali ketjil.
Setelah mengegosi, Tjoen Beng tahu itulah kali tjabang
sungai Hou To Ho jang berpangkal dipropinsi Shoasay,
mengalirsampai dipropinsi Tit-lee.
Ketika itu, disampingnja lelah, dua sau1 dara Ong inipun
merasa lapar.
"Djiewie kongtjoe, didepan itu adalah gubukku" kata
siorang tua sambil menundjuk. Baharu sekarang ia buka
suara.
Tjoen Beng dan Tjong Beng lihat suatu tempat jang
banjak pohon2nja, dimana berdiri sebuah rumah dengan
dua pintu nja, pekarangannja terkurung pagar pohon ojot,
didepannja terdapat kebun sajur, jang daunnja hidjau dan
segar.
Selagi mereka bertindak mendekati rumah itu, mereka
disambut oleh seekor andjing jang tjendekam didepan
pintu, Tetapi ketika binatang itu mengenali si orang tua, ia
berbangkit dan menghampiri sambil gojang2 ekornja.
Tepat mereka sampai didepan pintu, daun pintu dibuka
oleh satu nona ketjii, jang pun memakai badju kulit.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
251
"Yaya." katanja nona ini, "aku telah duga kau akan
pulang pagi2, maka bubur telah kumasak matang!"
Orang tua itu bersenjum.
"Mari masuk!" ia undang dua tetamunja. Ia djalan
sambil buka badju kulitnja.
Sesampainja didalam, dimana mereka disilakan duduk,
Tjong Beng heran melihat sebuah sin-tjie dimana
tertuliskan huruf2 jang menjatakan Ang Hoe-Kengliak,
pendjabat Yoe-touwtok dari pasukan depan Tok-soe
Keradjaan Beng jang terbesar. Dialas medja itupun ada
tertantjap dua lembar bendera leng-kie dari Tjeng Liong
Hwee.
Tjoen Beng pun heran seperti adiknja djuga.
Tuan rumah melihat orang heran, ia bertindak kedepan
Ong Tjong Beng, untuk segera memberi hormat seperti
tjaranja kaum Tjeng Liong Hwee sambil ia kata "Loohan
Ang Seng Tong menghadap Siauwtotjoe!" Lantas ia hendak
berlutut. Tetapi Tjong Beng segera mentjegahnja.
"Djangan djalankan kehormatan, loope," katanja. "Disini
bukan tempatnja untuk menggunakan adat-peradatan.
Kiranja kau adalah satu hio-tjoe. Kapankah loope
memperolehnja leng-kie ini? Maafkan aku jang sudah tidak
lantas kenali satu enghlong "
Walaupun ia mengutjap demikian, Tjong Beng toh
memberikan tanda dengan tangannja, dan utjapkan
beberapa kata2 dari kaumnja, partai Tjeng Liong Hwee,
Naga Hidjau.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
252
Tuan rumah undang kedua tetamunja duduk dekat
perapian dengan ia turut menemani sesudah mana, baharu
Ia perkenalkan dirinja.
"Mungkin Siauw-totjoe tidak ketahui, ajahku almarhum
adalah Hoe-keng-liak jang mendjadi Touwtok terdepan dari
Toksoe Soe Ko Hoat. Ketika kota Yangtyioe djatuh, ajahku
mentjoba bunuh diri, tetapi ia lelah ditolong punggawa2
sebawahannja, dibawa lolos dari kepungan, lalu diobati
hingga sembuh dari lukanja. Ajahku lalu pergi ke Djiat-hoo
dan Soei-wan di Kwan-gwa untuk menggabungkan diri
kepada bekas sebawahannja, guna melandjutkan usaha
membangun pula Keradjaan Beng kita. Diwaktu itulah ajah
telah dapat berkenalan dengan beberapa pendiri dari Tjeng
Liong Hwee, seperti Poan Liong Tay-hiap dan Oey Bwee
Kie-soe. Setelah masuk mendjadi anggauta, ajah peroleh
lengkie. Setelah itu, ajah kembali ke Hle-hong-kauw untuk
memperluas pengaruh partai, hingga djumlah anggauta
mendjadi beberapa ribu djiwa banjaknja. Meski demikian,
tak dapat ajah bertahan melajani serangan tentera Boan,
aehirnja ajah binasa berkurban."
Orang tua ini berhenti sebentar, matanja mengawasi
sin-tjie marhum ajahnja, nampaknja ia sangat berduka.
Tapi tidak lama kemudian meneruskan penuturannja pula.
"Paling belakang ini loohan pindah kemari hidup
menjendiri, namun tetap loohan masih berhubungan
dengan saudara2 separtai. Loohan pernah bertemu dengan
Leng Khong Tiangloo ditempat Poan Liong Tay-hiap di
Tjhongtjioe. Kemudian loohan turut Thian Tie Koay-HIap
merantau di Hek Liong Kang kira2 dua-puluh tahun
lamanja. Sesudah itu, seperti putuslah perhubunganku
dengan Tjeng Liong Hwee.Baharu pada tahun
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
253
jang lampau, untuk suatu urusan, loohan pulang
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kerumahku ini untuk tinggal terus disini. Beberapa hari
jang lalu, loohan terima wartabahwa
Siauwtotjoe sudah datang ke Kim-leng dan telah terima
kedudukan sebagai ketua partai kita dilima propinsi Utara.
Loohan girang sekali bahwa Tjeng Liong Hwee sudah
mempunjai ketua lagi. Diluar dugaanku, loohan djuga
dengar kabar halnja Kwan-gwa Sam Eng hendak
mengganggu siauw-totjoe, karena mana, loohan lantas
intai mereka. Begitulah sekarang kita dapat bertemu."
Waktu itu, sinona ketjil sudah sadjikan barang makanan.
"Silakan dahar" orang tua itu mengundang. "Masih
banjak jang loohan hendak utjapkan."
Dua saudara itu sedang lapar, mereka tidak menampik,
setelah mengutjap terima kasih, mereka lantas dahar.
Ang Loo-djin, siorang tua she Ang itu, duduk sambil
hisap hoentjweenja perlahan2, asjik sekali nampaknja.
"Djiewie hiantit" kemudian dia mulai berkata pula,
setelah kedua saudara itu dahar tjukup, "ketiga lawan jang
kalian lajani itu adalah putera2 dan puterinja Kim-too Soan
nie Beng Eng, kaum Rimba Hidjau mendjulukkannja Kwan
gwa Sam Eng Liong Houw Hong. Beng Eng sendiri sudah
meninggal pada beberapa tahun jang lampau. Ketiga
saudara ini djauh lebih gagah daripada ajahnja. Mereka
adalah Tok-kak-liong Beng Kong, Tjian-bweehouw Beng
Kiang, dan Siang-kiam-hong Beng Siang. Untuk banjak
tahun ketiga saudara ini pernah ikut ajahnja merantau.
Beng Kong gagah-berani dan pintar, pengetahuannja luas.
Beng Kiang beradat keras dan agak sembrono, tetapi dia
bentji sangat pada kedjahatan. Tjerdik dan tangkas adalah
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
254
Beng Siang, dia pandai berpikir, urusan2 jang
menjangsikan kedua, kandanja, biasanja dialah jang
memetjahkannja. Banjak djuga usaha mereka, biasanja
terhadap kaum kang-ouw mereka tak pernah turunkan
tangan djahat..."
Mendengar kata2 jang terachir, Tjoen Beng heran,
hingga ia memotong: "Tetapi, lootiang, apa maksudnja
maka sekarang mereka satrukan kami berdua?"
"Inilah soal runjam" sahutnja siorang tua. "Walaupun
mereka berbuat begini, namun terhadap djiewie mereka
tidak kandung maksud djahat. Mereka malahan ketahui
djelas sebab-musabab kematiannja gurumu, mereka tahu
siapa jang membinasakannja. Dibelakang hari mungkin
mereka bisa berikan bantuannja pada hiantit, untuk
singkirkan pembunuh guru hiantit itu "
Tjong Beng dan kandanja mendjadi bertambah heran.
"Lootiang," kata Tjong Beng, "kami tinggal dl Shoasay,
dengan ketiga saudara itu kami tidak punja urusan, seperti
air kali tidak mengganggu air sumur, maka kenapa mereka
kirim orang2nja ke Pek Lok Sian-lim untuk mengganggu
kami?"
"Sabar, hiantit, dengarkanlah keteranganku lebih
djauh," sahut tuan rumah Jang tua itu. "Sebab dari itu
adalah buruknja perbuatan orang Pek Lok Sian-Lim sendiri
jang sudah berkongkol dengan orang luar, untuk tjuri
rahasia simpanan harta karun di Ngo Tay San. Semasa
Siauw-totjoe belum pergi ke Kim-leng, akar penjakit sudah
tumbuh lebih dahulu. Ketika itu, Kwan-gwa Sam Eng masih
belum turut serta. Djiewie tentunja ketahui bahwa Beng
Eng adalah orang Korea, dia pernah turut dalam gerakan
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
255
Hek San Pat-Tjoen, untuk usir pengaruh bangsa Boan dari
sungai Yalu, sajang gerakan itu gagal, ba1 njak
anggautanja jang terbekuk musuh dan dikirim kesebuah
tempat pembuangan rahasia dimana mereka didjadikan
kuli2 siksaan, hingga untuk se-lamasnja mereka tidak
punja ketika lagi akan dapat mej lihat matahari. Beng Eng
pernah tertawan bangsa Boan, hampir sadja diapun djadi
kuli siksaan itu, jang dinamakan majat hidup. Sjukur ia
dapat ditolong Thian Tle Koay-Hiap. Sesudah itu, Beng Eng
berichtiar mengumpulkan orang2 gagah jang bersatu
tjita2, dia ingin tjari tahu tempat pembuangan rahasia
Boantjioe itu, guna bebaskan kemerdekaannja majat2
hidup itu, hanja sampai sebegitu djauh ia tidak dapat tjapai
tjita2nja itu, jang tak terwudjud sampai saat adjalnja. Tapi
selagi heni dak menutup mata, ia telah tinggalkan pesan
kepada ketiga anaknja untuk melandjutkan usahanja itu.
Tiga saudara Beng taat kepada pesan ajahnja itu, mereka
telah bekerdja keras mentjari keterangan, sehingga
achirnja mereka peroleh djuga sedikit endusan "
Tuan rumah berhenti sebentar, untuk menjilakan kedua
tetamunja minum teh. "Tolong lootiang djelaskan tentang
tempat pembuangan rahasia itu," Tjoen Beng ! meminta.
"Bagaimana duduknja maka ketiga saudara Beng berhasil
peroleh endusan itu?"
Orang tua itu irup tehnja.
"Pandjang untuk menutur semua itu," sahutnja
kemudian. "Djiewie berasal dari keluarga persilatan
kenamaan, pengalaman djiewie pasti tidak sedikit, sudah
tentu djiewie pernah dengar nama Tiat Ma Sinkang"
Dua saudara itu manggut.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
256
"Memang pernah kami dengar nama itu" djawabnja
mereka.
"Dia adalah salah seorang kenamaan dari Ngo Bie
PayAng Seng Tong melandjutkan. "Namanja jang
sebenamja ialah Soe In Teng, murid kepala dari Seng
Siauw Toodjin, dikala mudanja adalah seorang ahli silat
jang dianggap nomor satu, ilmu silatnja jang paling dimalui
adalah Tjoan-in-tjiang (Tangan Menembusi Mega), jang
berbareng dapat menotok djalan darah. Diapun tjiptakan
Heng-liong-Go-houw Koen atau ilmu silat Naga Berdjalan
? Harimau Mendekam. Untuk belasan tahun Soe In Teng
berguru pada imani itu. Didalam perantauannja In Teng
lelah rubuhkan beberapa ahli silat, hingga kemudian untuk
belasan tahun lamanja tidak ada orang jang berani tandingi
padanja. Inilah jang menjebabkan kaum Rimba Persilatan
berikan gelaran Tiat Ma Sin-kang kepadanja, artinja Djago
Kuda Besi. Dan, selama duapuluh tahun kemudian orang
tidak pernah lihat atau dengar tentang dirinja, hingga
orang duga ia sudah memasuki gunung sunji untuk hidup
menjendiri. Lambat-laun orangpun mulai lupa akan dia."
Kedua seudara Ong tertarik serta asjik
mendengarkannja.
"Itulah kedjadian sesudah beberapa puluh tahun
raasuknja pemerintah Boan ke Tionggoan," Ang Seng Tong
melandjutkan pula. "Kita sudah tahu tentang
peraberontaknnnja beberapa radja muda jakni Peng-see
ong Gouw Sam Koei, Peng-lamong Slang Ko Hie dan Kheng
TJeng Tiong, jang semuanja dapat ditindas pemerintah
Boan. Sesudah itu, beberapa kali telah terdjadi perkara2
hebat jang disebabkan penerbitan buku2 atau karangan
lainnja, jang meminta djiwanja penjinta negara jang pandai
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
257
ilmu surat, sedikitnja orang dihukum pendjara beberapa
tahun. Begitulah Lu Lioe Liang karena mengarang sebuah
buku, telah ditangkap dan dihukum pitjis sehingga mati,
semua anggauta keluarganjapun dihukum mati pula.
Kemudian, tindakan lain jang diambil pemerintah Boan
adalah mengumpulkan djago2 silat, jang ditugaskan
setjara diam2 menawan atau mentjulik penjinta2 negara,
katanja mereka disekap dipelbagai pendjara rahasia, entah
di Tjenghay, entah di Kiongtjioe. Siapa sadja jang
ditjurigainja, namanja ditjatat dalam daftar hitam, untuk
kemudian menemui nasib tjelaka "
Wadjah kakak-beradik itu berubah setelah mereka
mendengar penuturan jang hebat itu.
"Orang mengatakan bahwa setiap pendjara rahasia itu
dikepalai oleh suatu pemimpin jang kosen, jang banjak
pula kakitangannja, sampai dikalangan rumah makan dan
rumah hina terdapat orang2nja itu." Demikian Ang Seng
Tong melandjutkan penuturannja. "Disamping bertugas
menangkapi musuh2, merekapun mentjari kawan2 baharu
jang liehay. Waktu Beng Eng ditawan, sia-sia sadja
kawan2nja tjari ia diseluruh Kwan-gwa, orang menduganja
Kwan-gwalah tempatnja pendjara rahasia itu. Orangpun
heran, bahwa Beng Eng jang mempunjai kepandaian tinggi
itu kena ditjulik musuh negara, sehingga ada jang
menjangkanja mungkin Thian Tie Koay-Hiap telah kesudian
djadi gundai bangsa Boan, karena Thian Tie KoayHiap
seoranglah jang bisa rubuhkan Beng Eng, sepak
terdjangnja sukar diketahui, dia mirip seperti naga sakti
jang tampak kepalanja tetapi tidak ekornja "
Tjoen Beng dan Tjong Beng terus diam mendengarkan
penuturan itu.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
258
Dari ini aku bertjeritera hal pengalamanku semasa
mengikuti Thian Tie Koay-hiap. Ketika itu kami berdiam
digunung Ya Kek San dalam daerah pegunungan Hin An
Nia di Hek-liong-kang. Hari itu sehabis pulang djalan*
Koay-hiap terus sadja berkata padaku ?Seng Tong, mari
kau turut aku. Ada satu urusan sangat penting, mungkin
kita bakal hadapi bentjana. Kau harus bekal ?enam-belas
batang golok Tiauw-yang-too serta tambang djoan-so,
terutama siapkanlah rangsum untuk beberapa hari Aku
heran tetapi aku ber-slap2. Dihari kedua, kami berangkat
dengan naik kuda, kami kabur ke Barat-selatan. Berselang
dua hari, sampailah kami dikuil Kam Tjoe Sie, ditapal batas
Mongolia Luar. Disitu, dikiri-kanan kami. mengalir sungai
Hapdjiehap. Dengan bawa golok dan tambang, Koayhiap
pergi seorang diri. Aku dititahkan menanti dikuil Kam Tjoe
Sie itu. Dihari kedua tengah malam, baharulah Koayhiap
pulang dengan menuntun seekor kuda jang diatasnja
mendekam satu orang jang tubuhnja kurus-kering, hingga
romannja tidak lagi mirip manusia. Koay-hiap. sendiripun
sangat letih, nampaknja ia baharu habis bertempur hebat,
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebab badju iuarnja jang terbuat dari kulit robek sana-sini,
lengannjapun terluka tapi tidak hebat. Ia pondong orang
itu dibawa kedalam, aku diperintah mendjaga diluar. Belum
pernah aku lihat dia demikian tegang. Satu malam itu aku
berdiam diluar diantara saldju. Keesokan paginja, baharu
sadja terang tanah, ia sudah bawa orang kurus-kering itu
kedjurusan Liauwleng. Aku mengiringi sampai di Soh-loen,
baharulah aku diperintahkan kembali ke Ya Kek San, untuk
menantikan padanja. Aku telah dipesan untuk tutup mulut"
Kakak-beradik itu terus mendengarkannja dengan tidak
memotong penuturan itu.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
259
"Berselang beberapa bulan, baharulah Thian Tie Koay
HIap kembali ke Ya Kek San," Ang Seng Tong meneruskan.
"Kali ini dia telah memberi keterangan padaku. Orang jang
dia tolongi tuu adalah Kim-too Soan-nie Beng Eng. Katanja
Koay-Hiap, seumur hidupnja baharu inilah jang pertama
kali dia hadapi musuh sangat tangguh dan pengalamannja
jang paling berbahaja, bagaikan dia dapat lolos dari Kwie
boenkwan, kota iblis. Aku tahu benar diseluruh Kwan-gwa
djarang ada orang jang dapat menandingi padanja. Atas
pertanjaanku Koay-Hiap beritahukan bahwa musuhnja itu
adalah Tiat Ma Sin-kang Soe In Teng. Kagetku tidak terkira
Koay-Hiap mendjelaskan, kalau waktu itu Tiat Ma Sin-kang
tidak sedang bepergian, mungkin Koay-Hiap akan djadi
majat hidup djuga. Koay-Hiap bersjukur telah membekal
golok dan tambang, dengan goloknja ia telah rusaki djaring
musuh, dan tambangnja digunakan untuk mengerek tubuh
Beng Eng. Ketika dia baharu keluar dari pekarangan
pendjara majat hidup itu, dia bersomplokan dengan Soe In
Teng jang baharu kembali. Soe In Teng belum pernah
bertemu muka dengan Koay-Hiap. sebaliknja Koay-Hiap
kenali padanja. Diluar pendjara itu mereka bertempur
sampai belasan djurus, setelah keluarkan seantero,
kepandaiannja, baharulah Koay-Hiap dapat meloloskan
diri, dan setelah menggunakan pula enam-belas batang
golok-terbangnja baharu ia bisa lompat naik keatas
kudanja dan kabur. Soe In Teng tidak berhasil
merintanginja karena dia bertangan kosong, tetapi dia
masih mengedjarnja sampai ditepi danau. Koay-Hiap
berhasil memasang perahu kulitnja. Mungkin Soe In Teng
tidak nandai berenang, ia tidak terdjun kealr untuk
mengedjar lebih djauh. Koay-Hiap mengatakan djuga,
seandainja pertempuran dilakukan diwaktu biasa mungkin
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
260
dia tidak sanggup melajani Hengliong Hok-houw Koennja
Soe In Teng. Kemudian aku dipesan untuk simpan rahasia,
katanja ia bukan djeri terhadap Soe In Teng, ia hanja takut
mendjadi majat hidup atau majat berdjalan itu". Komudian
Koay-Hiap terus2an menjlngkir dari Beng Eng. Sebabnja
ialah Beng Eng mendesak minta diberikan keterangan hal
pendjara rahasia itu. Dia kuatir kelak Beng Bn g tjarl Soe in
Teng, hingga ada kemungkinan Beng Eng didjadlkan majat
hidup pula. Bila Beng Eng terdjatuh pula dltangan In Teng,
akan sulitlah untuk dapat ditolong kembali. Maka itu,
sampai pada saatnja Beng Eng menghembuskan napasnja
jang penghabisan, dia tetap tidak ketahui dimana adanja
pendjara neraka dunia itu."
Lama Seng Tong bertjeritera, sampai sinona tjilik
muntjul bersama hidangan tengahari.
"Hanja, lootiang," tanja Tjoen Beng, "satu hal kami
masih belum djelas jaitu kenapa dan ada hubungan apa
semuanja itu dengan halnja tiga saudara Beng memusuhi
kami ?"
"Slauw-totjoe," berkata Seng Tong, "tadipun aku telah
menerangkannja bahwa sebab musababnja itu adalah
karena tjatjatnja kaum Pek Lok Sian-lim sendiri! Pri-bahasa
mengatakan, suatu benda busuk lebih dahulu, baharulah
muntjul ulatnja. Tjoba kau mengingat-ingat, didalam
kalangan Pek Lok Sian-lim, siapa orangnja jang
kerandjingan nama besar dan pengaruh, jang terpintjuk
oleh uang emas ?"
Tanpa berpikir lama lagi Tjong Beng segera mendjawab:
"Siapa lagi kalau bukannja Pan Kee, botjah jang tersesat
itu! Semasa hidupnja soehoe pun lelah mengatakan bahwa
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
261
Pan Kee telah bergaul dengan orang2 Kaum Hitam dari
Rimba Persilatan di Kwan-gwa dan aku dipesannja untuk
waspada. Aku tidak sangka, dia djusteru berserikat dengan
pemimpin kuku-garudanja Mo Ong, si Radja Iblis. Kalau
nanti aku pulang, aku harus bikin habis binatang ilu, agar
dia tidak men djadi bibit bentjana."
Mendengar itu, Ang Seng Tong menggojangkan tangan.
"Sabar, siauwtotjoe," kata bekas hiotjoe ini. "Urusan ini
bukannja urusan remeh. seharusnja kita berhati2. Baiklah
siauwtotjoe dengar keteranganku lebih djauh, agar
siauwtotjoe ketahui sangkutpautnja. Soeteemu itu,
hidupnja rojal sekali, semasa hidupnja gurumu. Pan Kee
sudah gemar minum arak dan berdjudi serta perbuatan
sesat lainnja, karena itu, ia telah mempunjai banjak
hutang. Kegemarannja itu segera dapat dilihat oleh salah
satu orangnja Soe In Teng, jang lantas berlagak beladjar
kenal, dan ikat persahabatan dengan memboroskan uang
untuk Pan Kee, akan achirnja soeteemu itu diperkenalkan
lebih djauh kepada Soe In Teng sendiri. Tjepat sekali ia
telah djatuh dibawah pengaruh Tiat Ma Sinkang, jang
pandai membudjuk dan memperdajai orang. Kebiasaan
dari Soe In Teng adalah, apabila dia dapatkan satu tenaga
baru, orang itu dia kasi minum setjawan arak tertjampur
ratjun, lantas dia antjam orang itu, katanja apabila tidak
kembali pada djam jang dia telah tentukan, orang akan
tewas karena ratjun itu sebaliknja, kalau orang kembali
disaat jang tepat, orang itu akan diberikan obat untuk
memunahkan ratjun itu.
Sesudah Pan Kee terdjatuh dibawah pengaruhnja Soe In
Teng, ia diberikan tugas utama, jaitu harus mentjari tahu
dimana disimpannja peta dan batu kumala dari harta
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
262
karunnja Tjeng Liong Hwee. Harta karun itu sudah menarik
sangat perhatiannja banjak pihak. Bagaimana tjaranja Pan
Kee bekerdja aku tidak ketahui, akan tetapi mungkin ia
telah turun tangan selagi siauwtotjoe pergi ke Kimleng.
Berbareng waktu itu pihak Kwan-gwa Sam Eng telah dapat
endusan halnja Pan Kee berserikat kepada kukua garuda
melainkan tiga saudara itu masih belum tahu, bahwa
kepala kuku garuda adalah Tiat Ma Sin-kang Soe In Teng.
Pandai sekali Kwan-gwa Sam Eng mentjari keterangan,
mereka dapat tahu Pan Kee hendak djual peta dari harta
karuan ja Tjeng Liong Hwee itu, maka tiga saudara ini
segera datang ke Kwan-lwee untuk intai sepak-terdjangnja
Pan Kee.
"Pada suatu malam, Pan Kee muntjul dipekarangan luar
Pek Lok Sian-lim bersama seorang lain, la tidak tahu bahwa
Tok-kak-liong Beng Kong, Beng Kiang dan Beng Siang
sedang mengintai padanja. Pekarangan luar kuil itu banjak
pohon2nja. Tidak lama Pan Kee masuk pula kedalam kuil,
kira2 tengah malam terlihatlah tjahaja api diatas loteng.
Melihat tanda api itu, orang jang tadi lantas menghampiri
padanja. Ketiga saudara Beng tampak gerakannja orang itu
sangat enteng sekali, mereka duga tentunja orang itu
berkepandaian liehay. Karena ini, mereka membajanginja
dengan hati2".
"Sebat sekali orang itu sudah menghilang kedalam kuil.
Tiga saudara Beng naik kegenteng untuk mentjarinja.
Diruang belakang ada sinar terang, kesana mereka
menudju. Beng Kong minta kedua saudaranja pasang
mata, ia sendiri pergi kepajon untuk mengintip. Kelihatan
Pan Kee sedang berdiri didepan sebuah kamar, matanja
tjelhigukan, agaknja dia ge lisah sekali. Kamar itu mirip
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
263
dengan kamarnja pendeta kepala, pintunja tertutup rapat.
Beng Kong tjuriga, ia pergi kebagian belakang dari kamar
itu, djusteru ia dapatkan daun djendela baharu sadja
dibuka. Djendela Itu menghadapi suatu lataran. Tidak
berani Beng Kong datang dekat, ia mengintai sadja dari
atas tem bok. ia dapat melihat njata kedalam kamar itu"
"Seorang dengan muka bertopeng menghadapi
pembaringan. Itulah orang jang tadi. Orang itu ulur kedua
tangannja ke arah pembaringan antara djarak satu kaki
lebih, dia menggerak2kan kedua tangannja terhadap satu
pendeta jang sedang rebah. Pendeta itu memandang
orang itu, beberapa kali dia hendak berbangkit, tapi saban2
gagal pertjobaannja itu. Teranglah kedua orang itu sedang
mengadu khie kang. Beng Kong terperandjal akan saksikan
liehaynja khie-kang dari orang Itu, karena pendeta itu jang
semula kedua matanja bersinar berpengaruh, lantas
napasnja mendjadi sesak dan achirnja berhenti djalan.
Orang itu tjabut beberapa lembar rambutnja jang
ditempelkan dihidungnja sipendeta, rupanja untuk
membuktikan orang sudah mati atau belum. Segera
setelah dapat kepastian bah wa sipendeta sudah mati, ia
perdengarkan suara perlahan. Lalu ia menggeratak
didalam kamar, tjepat sekali tjaranja ia bekerdja. Ia sampai
mendekam dilantal Tentu ada barang sesuatu jang ia tjari.
Tidak lama baharulah ia mengetok pintu dengan perlahan,
lantas Pan Kee sambut ia untuk diadjak keluar. Baharu
setelah itu, Beng Kong lompat turun akan masuk kedalam
kamar, hingga la lihat tegas, pendeta tadi mati dengan
kedua mata mendelik. Didepan pembaringan pada
lantainja, telah berbekas dua tapak kaki Beng Kong tidak
sempat berdiam lama didalam kamar itu, segera ia dengar
djeritan dari luar, Soehoe menutup mata"
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
264
Ia kaget, ia lari keluar dan terus naik keatas genteng,
untuk adjak dua saudaranja , segera meninggalkan gunung
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ngo Tay San itu"
Dadanja Tjong Beng berombak2, hatinja panas akan
dengar halnja bagaimana gurunja itu, Leng Khong
Tiangloo, telah terbinasa ditangon satu musuh gelap akan
tetapi dilain pihak, ia bergidik untuk ketahui liehaynja
musuh Itu. la tahu benar, walaupun sedang sakit, tidak
nanti Leng Khong bisa terbinasa setjara demikian
gampang. Mau tidak mau, ia menangis sesegukan.
"Loo-tiang, silakan tjerita terus," ia minta kepada Seng
Tong.
"Mari minum dulu," tuan rumah mengundang, untuk
legakan hatlnja kedua anak muda itu. Tjoen Beng diam
sadja, tetapi hatinja berpikir keras.
Engko dan adik itu minum araknja.
"Sepulangnja ketiga saudara Beng itu lantas menduga2
siapa bajangan jang llehay itu. Siang-kiam-hong Beng
Siang benar2 tjerdas, ia menduga kepada pukulan ilmu
silat Tjoan-in-tjiang, Tangan Menembusi Mega. Tidak ada
ilmu pukulan lainnja Jang melebihi liehaynja Tjoan-intjiang,
katanja. Dan Tjoan-in-tjiang dipeladjari hanja oleh Soe In
Teng seorang, tidak ada orang keduacja. Nona inipun
saksikan kegesitan tubuh bajangan itu, Jang bagaikan
menjambaruja kilat. Setelah bermupakatan, ketiga saudara
ini ambil putusan untuk bekerdja," kata Seng Tong jang
meneruskan. "Merekapun bekerdja tepat sekali. Ialah
mereka gunai akal hingga mereka dapat pengaruhi Pan
Kee, jang membuka rahasia dibawah paksaan mereka.
Hanja sajang sampai waktu itu Pan Kee masih belum
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
265
ketahui nama madjikannja itu. Pan Kee djuga tidak tahu
dimana tempatnja pembuangan rahasia itu, tempat
siksaannja majat2 hidup. Ketika dia ditanja sudah tahu
atau belum tempat simpannja harta karun, Pan Kee
mengatakan belum berhasil dapat mentjarinja. Maka itu,
siauwtotjoe, ketiga saudara Beng berpaling kepadamu. Kau
jang sebagai ketua Tjeng Liong Hwee lima propinsi Utara,
diduganja tentu ketahui hal harta karun itu. Itupun
mendjadi tugasmu untuk melindunginja. Siang-kiam-hong
Beng Siang tjerdik untuk tidak menduga demikian."
Tjong Beng awasi orang tua itu, otaknja bekerdja.
"Walaupun Kwan-gwa Sam Eng tjari siauwtotjoe, dapat
dikatakan mereka mengandung maksud baik," Seng Tong
menambahkan. "Musuh mereka adalah Soe In Teng dan
mereka hendak tjegah In Teng dapatkan harta karun itu.
Tentu sadja, mereka tidak dapat menemui kau setjara
berterang untuk utarakan maksudnja, karena sudah pasti
siauwtotjoe akan tjurigai mereka. Mereka masih sadja
pengaruhi Pan Kee, jang dipesannja apabila siauwtotjoe
pulang, mereka harus segera diberitahukan. Pan Kee telah
dipaksa bersumpah untuk tidak buka rahasia batu kumala
itu serta tindak-tanduk siauwtotjoe kepada Soe In Teng,
djikalau dia tutup mulut, dia didjandjikan hadlah besar. Pan
Kee sudah berikan sumpahnja, maka seterusnja, dia selalu
sampaikan kepada ketiga saudara Beng itu tentang sepak
terdjang siauwtotjoe. Begitulah didaerah ini, ketiga
saudara Beng itu telah mengatur daja untuk lindungi
siauwtotjoe dari tangan djahat nja Soe In Teng."
Mendengar ini, Tjong Beng menghela napas lega, begitu
djuga Tjoen Beng. Karena adanja hal jang telah dituturkan
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
266
itu, membuktikan ketiga saudara Beng tidak bermaksud
djahat terhadap mereka berdua saudara.
Sampai disitu, mereka dahar dan minum terus,
kemudian:
"Malam ini aku minta djiewie sudi berdiam bersama kami
disini," kemudian Seng Tong minta. "Masih ada urusan jang
kita harus damaikan. Bukankah djiewie tidak menampik ?"
Sekarang kedua saudara Ong pertjaja benara pada
orang tua she Ang ini, mereka tidak keberatan untuk
bermalam disitu, mereka terima undangan itu. dan
menghaturkan terima kasih.
"Loo-tiang," Tjong Beng tanja, "Pan Kee kata dia hendak
pergi untuk beberapa hari, barangkali hari ini dia belum
kembali ke Pek Lok Sianlim. Mungkinkah dia telah pergi
kepada Kwan-gwa Sam Eng ?"
Belum sampai Seng Tong memberi djawaban, Tjoen
Beng sudah keluarkan seruan tertahan "Apa ..!" lalu ia
tambahkan "Benarlah ketika aku mampir di rumah
makannja Lie Djie, aku dengar kata2nja tiga orang laki2
jang mengatakan bahwa Pan Kee sibotjah baharu sadja
berangkat, sama kakak mereka, Liong dan Houw pesan
supaja botjah itu djangan terlalu dipertjaja. Sekarang tidak
mungkin Pan Kee masih berada sama ketiga saudara Beng
itu."
"Satu laki2 harus berlaku djudjur," Seng Tong kata. "Aku
pertjaja, walaupun ketiga saudara Beng pantjing kalian
kemari, mereka tidak bekerdja sama Pan Kee untuk
mentjelakai kalian, malah merekapun tidak beritahukan
botjah itu tentang akal mereka ini. Aku menduganja,
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
267
sengadja ketiga saudara itu tahan kalian disini, supaja Pan
Kee tidak sampaikan kabar pada Soe In Teng, jang akan
ganggu kalian. Ketiga saudara itu menduga pasti bahwa
Soe ln Teng tidak akan puas sebelum dia dapatkan batu
kumala itu."
"Aku dapat mengerti hal ini" Tjoen Beng berkala. "Honja
aku tidak tahu, andai-kata ketiga saudara Beng itu ketahui
kami lolos tindakan apa akan mereka lakukan lebih-landjut
?"
Ditanja demikian, siorang tua melengak tapi sedjenak
sadja, terus ia bisik2 ditelinganja pemuda itu: "Tentang itu,
tak usah djiewie buat pikiran. Aku tahu benar mereka kini
sedang berniat keras mentjari tahu tempatnja
pembuangan neraka itu, sebab disana masih ada saudara
ajahnja, jang telah didjadikan majat hidup. Mungkin tidak
lama lagi mereka akan melakukan pertempuran mati-hidup
dengan Soe In Teng. Apa jang sekarang mereka sangsikan
adalah kegagahannja musuh itu, kuatir mereka nanti
berkurban setjara sia-sia belaka."
Ang Seng Tong awasi Tjong Beng, lalu ia menghela
napas.
"Aku kuatir," katanja, "didjaman ini, sakit hati gurumu
Jang terbinasa setjara demikian hebat itu, tidak ada
harilnja untuk dapat dibalaskan"
Tjong Beng gebrak madju, ia hunus pedangnja.
Wadjahnjapun merah, uratnja terlihat njata.
"Aku Ong Tjong Beng, djikalau aku tidak bisa bunuh Soe
In Teng, aku sumpah tidak sudi djadi manusia!" katanja
dengan njaring.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
268
Ang Seng Tong berbangkit untuk memberi hormat.
"Sikap siauwtotjoe jang demikian ini pasti akan dapat
tundjangan seluruh anggauta Tjeng Liong Hwee," kata dia.
"Tak ketjewa kau mendjadi ketua kami. Aku pertjaja bahwa
Poan Liong Tay-hiap dan Leng Khong Tiangloo didunia
baka pasti bersenjum!"
Tjoen Beng tertarik terhadap semangat nja adik ini.
"Mari kita bekerdja sama, untuk mewudjudkan maksud
hati kita!" iapun berkata.
Sampai disitu mereka lalu merundingkan tjaranja
bekerdja. Seng Tong usulkan tipu-daja "Sip bian bay hok"
atau "Mendjebak disepuluh pendjuru." Artinja jaitu dua
saudara Ong harus berserikat dengan lain2 orang pandai,
untuk bekerdja-sama hanja untuk itu mereka harus bersiap
sedikitnja tiga bulan.
Malam itu kakak-beradik Ong bermalam dirumahnja Ang
Seng Tong, keesokan paginja, mereka pamitan. Diluar
sudah tersedia dua ekor kuda untuk mereka pulang ke Ngo
Tay San. Mereka sampai di Pek Lok Sian-lim setelah sore
djusteru Hong thio Han Tam sedang bingung memikiri
mereka, jang berlalu malam2 tanpa pamitan lagi. Pendeta
ini djadi girang.
Tjong Beng tidak mau menerangkan banjak2 hanja
mengatakan bahwa ia dan kakaknja mengedjar musuh tak
dikenal sampai musuh lenjap ditengah djoLan, karena
sudah kepalang, mereka terus pesiar di Tembok Besar.
Kemudian mereka tanjakan hal Pan Kee. Mereka dapat
djawaban, soetee itu masih belum kembali. Kakak beradik
ini djadi tjuriga, tapi mereka diam sadja.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
269
Untuk satu malam Tjoen Beng dan adiknja bermalam
didalam kuil, lantas mereka pulang kerumahnja di Ong
kee-tjhung didalam kota. Mereka berikan alasan, sudah
lama tidak bertemu, sekarang mereka hendak berkumpul.
Selang beberapa hari, mereka kembali ke Pok Lok Sianlim,
akan beritahukan Han Tam bahwa mereka niat pesiar ke
Kang-lam sekalian mengundjungi pelbagai sahabat Rimba
Persilatan, dalam tempo tiga bulan baharu mereka akan
kembali.
"Kuharap kalian ber-hati2 didjalan." Han Tam pesan,
setelah ia mengantar sampai dipintu pekarangan
Kembali kakak-beradik ini puiaug kerumahnja, baharu
keesokan paginja mereka memulai perdjalanan mereka.
Tjepat sekali djalannja sang waktu, musim dingin pergi,
datang musim semi, diwaktu demikian di Kwan-gwa, luar
Tionggoan, saldju belum lumer, angin masih
men.ghembus2, siang dan malam terdengar terus
deruannja jang berangkaPamurka, hawa udara dinginnja
luar biasa. Djusteru itu, di Barat-Selatan Hek-liongkang,
didatar rumput sepandjang sungai Hapdjie-hap, tiga
penunggang kuda jang sengadja melawan angin dahsjat
itu kaburkan kuda mereka kearah telaga Pweedjle (Baikai)
ditapal batas Mongolia Luar.
Ke-tiga2nja penunggang kuda itu mengenakan badju
kulit jang besar, koplahnja jang dinamakan koplah angin,
menutupi mukanja hingga jang kelihatan hanja kedua bidji
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
matanja, dan sepatunja Jang hitam. Seorang diantaranja
menuntun seekor kelodai tanpa penunggang
Benar2 mereka tidak hiraukan angin Utara, kuda mereka
lari berderap diatas rumput tebal jang rebah tertiup angin,
Yoe Hiap Eng Hiong seri I - KOLEKTOR E-BOOK
270
hingga tepatlah bunjinja sjair kuno "Angin meniup rumput
rebah hingga kerbau dan kambing tampak". Hanja ketika
itu tidak ada kerbau atau kambing.
Barat adalah tudjuannja ketiga orang itu, djauh didepan
mereka tampak daerah air jang luas. Itulah telaga Pweedjie
diperbatasan Hekllongkang dan Mongolia Luar, jang lebih
luas daripada Kioe-liong (Kowloon). Dlsini, setelah
menghitung2 masih harus djalan lagi beberapa puluh lie,
ketiganja lantas bliuk dahulu kearah pohon lebat dimana
terlihat mengepulnja asap. Itulah sebuah kampung terdiri
dari beberapa puluh rumah Jang bertembok tanah beratap
tjabang gandum, rumah2nja orang Boantjioe.
Beberapa penduduk jang melihat ada tetamu datang,
mereka ber-lari2 menjambut, ada jang menjambuli kuda
untuk terus diberi makanan, sedang tetamunja diundang
masuk kedalam sebuah rumah, untuk duduk beristirahat.
Demikian memang keramah-tamahan penduduk kampung
itu terhadap tetamu2 mereka walaupun tetamu2nja
berlainan suku.
Ketiga tetamu itu adalah Ang Seng Tong serta Tjoen
Beng dan Tjong Beng kakak-beradik, jang telah menetapi
djandji untuk melakukan suatu perdjalanan djauh jang
bukan tidak ada bahajanja.
Rumah penduduk itu berbau tidak sedap asap jang
mengepul mengeluarkan bau hangus dari terbakarnja
kotoran kuda, hanja sjukur ampar rumput diatas
pembaringan-tanah memberikan hawa hangat.
Seng Tong segera keluarkan tiga rentjeng uang, jang ia
berikan pada seorang tua, hingga dia ini dan kawan=nja
djadi sangat girang lekas2 mereka menjediakan teh-susu
Legenda Kematian Karya Gu Long 101 Kisah Bermakna Dari Negeri China
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama