Eiffel, Tolong ! Karya Clio Freya Bagian 6
nya.
Yang dikatakan Julian benar, semua jalan setapak diawasi
dengan kamera pengawas, termasuk jalan yang sekarang sedang
dilaluinya. Hampir semua kamera yang dilihatnya di jalan ini
ditempatkan di batang pohon yang berderet di sampingnya.
Kamera itu tidak berputar seperti yang sering dilihatnya di
film, tapi diam dengan sudut tertentu, menyorotnya dari depan.
Beberapa puluh meter kemudian, ada lagi kamera yang me?
nyorot dengan sudut yang sama. Beberapa saat Fay berpikir
alasannya, hingga setelah melewati beberapa kamera ia baru
menyadari bahwa penempatan kamera itu memastikan tidak
ada yang luput dari pengawasan. Begitu ia lewat dari jangkauan
kamera yang satu, segera sosoknya akan terlihat di kamera
yang lain, begitu seterusnya.
Sesekali ia bertanya dengan penuh minat seputar aktivitas
dan keamanan di kediaman Alfred, yang dijawab tanpa curiga
oleh pria itu, termasuk tentang rumah penjaga yang berada di
dekat gerbang servis.
Ketika hampir mencapai rumah kembali, Alfred berteriak,
"Lomba, sekarang!" dan pria itu langsung sprint menuju kolam
renang. Fay menyusul sekencang mungkin dan dengan sebal
mendapati dirinya kalah.
! 8-15.293
Alfred mengangkat kedua tangannya seperti seorang juara,
"Saya menang!"
"Pak Cik curang," protes Fay sambil cemberut.
Alfred tertawa dan mengucek-ucek rambutnya.
"Sayang, karena saya yang menang, saya berhak menentukan
taruhannya."
"Itu lebih curang lagi!" ujar Fay protes lebih keras.
Tawa Alfred lebih lepas. Pria itu kemudian duduk di teras
dan mengamati dirinya.
Dengan risi Fay bertanya, "Ada apa, Pak Cik?"
Alfred tersenyum, padangannya agak menerawang. "Sema?
ngat hidup yang terpancar dalam dirimu mengingatkan saya
pada Zaliza. Di akhir hayatnya dia bahkan masih bisa tertawa
renyah dalam memandang hidup." Alfred kembali melanjut?kan,
"Ah, sudahlah, tidak pada tempatnya saya menceritakan ini.
Maafkan pak cik-mu yang suka melantur ini. Kamu masih ter?
lalu muda untuk dihadapkan dengan sebuah kesedihan dan
kehilangan," ujarnya lagi cepat-cepat. Dia melihat arlojinya.
"Masih ada waktu setengah jam sebelum sarapan dihidangkan,
jadi masih ada waktu untuk mandi dan berganti baju."
Fay membersihkan diri di kamar mandi dan mendapati dirinya
terganggu sesuatu tapi tidak bisa memutuskan apa penyebab?
nya.
Sambil mandi ia mereka ulang semua yang sudah ia kerjakan
kemarin, membayangkan satu demi satu apa saja yang sudah
diamati dan dilaporkannya, apakah ada yang terlewatkan.
Akhirnya ia menggeleng dan menyerah.
Baru ketika ia membuka lemari untuk mengambil baju, ia
tersentak. Ada sesuatu yang terlewatkan olehnya.
Ia segera mencari laptopnya, membuka file yang dibuatnya
kemarin dan melihat denah yang tergambar di sana.
! 8-15.294
Ada yang tidak pas di denah ruang di lantai tiga tempat
ruang kerja Alfred dan perpustakaan.
Akhirnya Fay menemukan apa yang mengganggu pikirannya.
Kamar mandi di ruangan Alfred sangat luas, berbentuk persegi
panjang dengan lebar menghabiskan separuh dinding di ruang
kerjanya. Separuh dinding lagi diisi dengan lemari. Logikanya,
di ruang perpustakaan yang persis ada di balik dinding itu, rak
di dindingnya tidak mungkin berupa satu unit yang lurus. Ka?
rena di bagian itu harusnya ada bagian yang menjorok ke de?
pan, yang di baliknya merupakan kamar mandi.
Fay ingat ruang kerja Andrew di rumah latihan, tempat ter?
dapat satu ruangan di balik lemari. Pasti kondisinya sama
dengan ruang kerja Alfred Whitman. Ada ruang lain yang ter?
sembunyi, berada di antara lemari buku perpustakaan dengan
rak di ruang kerja itu. Fay segera merevisi gambarnya, kemu?
dian mengirimkannya lagi.
Dengan lega ia melihat file itu tersimpan dan terkirim de?
ngan sukses.
Terburu-buru ia berdandan dan menuju ke ruang makan.
Alfred sudah ada di sana, sedang mengoleskan roti panjang
berwarna cokelat dengan butter. Fay duduk di kursi sebelah
pria itu dan segera mereka terlibat percakapan tentang pilihan?
nya untuk mengambil jurusan geografi.
Akhirnya Alfred bertanya, "Apakah kamu pernah memikir?
kan pilihan bersekolah di Paris? Bagaimana kalau kamu berse?
kolah di Paris saja? Kamu bisa tinggal bersama saya di rumah
ini."
Fay tersentak dan sebentuk perasaan haru muncul lagi. Pe?
rasaan yang seharusnya tidak ada di sana, karena semua ini
tidak nyata. Tapi ternyata perasaan haru itu tetap muncul dan
kini menimbulkan perasaan bersalah yang mengisi seluruh pe?
losok hatinya. Ia menunduk dan hanya menjawab bahwa pilih?
annya sudah bulat. Sambil lalu ia bertanya tentang kemung?
kinan menghabiskan akhir pekan di tempat Alfred sekali-sekali.
Alfred tampak sangat senang dengan ide itu, dan bahkan
! 8-15.295
menyebutkan tentang kemungkinan mengirimkan jet pribadi?
nya ke Zurich.
Fay menelan makanannya dengan susah payah, terperangkap
dalam rasa bersalah yang tidak semestinya menampakkan diri
saat melihat sebersit kebahagiaan muncul di mata pria itu. Ia
menunduk dan menyibukkan diri dengan mengoleskan mentega
ke rotinya.
Pamannya kemudian berkata, "Sayang, saya harus minta
maaf. Siang ini lagi-lagi saya tidak bisa menemani kamu ma?
kan siang. Apakah kamu ada rencana keluar?"
"Belum ada, Pak Cik. Tapi kalau Pak Cik tidak bisa makan
siang bersama saya, mungkin saya akan pergi keluar, berkeliling
kota Paris. Pak Cik ada urusan bisnis?"
"Ya, Sayang. Ada pekerjaan yang harus saya selesaikan, jadi
saya makan siang di ruang kerja saya." Dia kemudian me?
lanjutkan dengan nada yang lebih menyesal, "Dan saya juga
tidak bisa menemani kamu makan malam karena saya ada janji
makan malam dengan rekan bisnis."
"Yaaaa, jadi kapan dong saya bertemu Pak Cik lagi?" tanya
Fay pura-pura kecewa.
"Sebentar, Sayang, coba saya cek dulu." Alfred berdiri me?
nuju telepon.
"Sambungkan saya dengan Vladyvsky."
"Vlad, jam berapa penjaga akan membersihkan ruang ker?
ja saya?"
"Oke."
Alfred kembali duduk di kursi. "Nanti sore saya ada waktu
untuk minum teh bersama, saya harap kamu bersedia mene?
mani saya."
"Tidak masalah, Pak Cik."
Perasaannya tidak enak.
Fay kembali bertanya dengan nada sealami mungkin dan
dengan ekspresi sepolos mungkin, "Pak Cik, kenapa tadi Pak
Cik bilang ruang kerja Pak Cik dibersihkan oleh penjaga
bukan oleh pelayan?"
! 8-15.296
Alfred terdiam sebentar, kemudian tersenyum lebar. "Yang
dimaksud dengan ?membersihkan? ini bukanlah membersihkan
secara harfiah, tapi memeriksa dan menyingkirkan segala se?
suatu yang tidak pada tempatnya."
Fay mengerutkan kening seperti bingung, tapi dadanya sudah
berdebar kencang. "Seperti apa contohnya?"
"Seperti benda elektronik yang dipasang untuk mencuri de?
ngar atau kamera video tersembunyi yang dipasang tanpa se?
pengetahuan saya."
Mata Fay terbelalak. "Wah, maksud Pak Cik ada orang yang
mau melakukan itu semua kepada Pak Cik? Kenapa?"
"Ada banyak alasan, Sayang. Orang melakukan banyak hal
yang tidak pernah bisa kita duga."
Kuping Fay terasa panas oleh perkataan itu. Tapi hatinya
tidak. Hatinya sekarang meringkuk kedinginan di sudut dalam
ketakutan.
Ia bertanya lagi, "Selama ini, pernahkah ditemukan barangbarang seperti itu?"
"Pernah, hanya satu kali ketika saya belum lama pindah ke
sini. Tapi setelah itu saya tidak maubil risiko."
"Jadi pemeriksaan itu dilakukan rutin?" tanya Fay dengan
tangan yang sekarang mulai kaku karena sangat dingin.
"Ya. Dua kali seminggu secara acak. Untuk hari ini mereka
akan melakukannya jam dua siang."
Fay mengangguk. Kepanikan mulai menyerang, tapi ia meng?
ingatkan dirinya untuk tetap tenang bergeming.
Pukul 13.50. Dengan gelisah Fay mondar-mandir di lorong lan?
tai tiga. Ia tadi minta diantar ke perpustakaan setelah makan
siang. Ia akan menunggu kesempatan hingga Alfred keluar
ruangan, kemudian akan masuk ke ruang kerja itu lagi dan
mengambil penyadap yang sudah dipasangnya kemarin.
Tapi rencananya tidak semudah itu terlaksana. Lebih dari
! 8-15.297
satu jam sudah berlalu dan Alfred masih juga betah berada di
ruang kerjanya.
Fay melirik arlojinya. Waktunya tinggal lima menit lagi
hingga penjaga naik. Kalau ia tidak mengambil tindakan apa
pun dalam lima menit ini, nasibnya bisa-bisa selesai sampai di
sini.
Ia kembali mondar-mandir, sesekali mengintip ke bawah.
Akhirnya apa yang ditakutkannya datang juga. Terdengar lang?
kah penjaga yang menggema di foyer. Fay melihat mereka naik
ke lantai dua dan ia langsung lari ke depan ruang kerja Alfred
Whitman, mengambil napas panjang, dan setelah mengetuk
dengan terburu-buru langsung masuk.
Alfred sedang duduk di kursi meja kerjanya dan langsung
mendongak melihat ke arah Fay dengan kaget. "Halo, Sayang,
ada apa?"
Fay berjalan dengan cepat ke depan pamannya dan berkata
manja, "Paman masih sibuk, ya?"
Tujuan pertamanya adalah penyadap di jam meja.
"Iya, Sayang, sebentar lagi akan datang penjaga untuk me?
meriksa ruang ini. Ada apa, kamu perlu sesuatu?"
Fay berdiri di sisi meja kerja, berhadapan dengan Alfred
yang masih duduk.
"Saya sedang berpikir untuk pergi keluar sebentar. Saya
Eiffel, Tolong ! Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mampir untuk bertanya ke Pak Cik, apakah Pak Cik punya
usul ke mana saya bisa pergi kalau waktunya hanya beberapa
jam?" Tangannya meraih pemberat kertas yang ada di meja
kemudian mengamatinya sambil lalu dan meletakkannya lagi.
"Apa yang mau kamu lakukan, melihat-lihat monumen di
kota Paris, atau kamu mau berbelanja?" tanya Alfred. Semen?
tara Alfred bertanya, tangan Fay mengambil kalender dan se?
kilas membalik-baliknya.
"Kalau bisa keduanya, dengan prioritas berbelanja dahulu."
Kalender diletakkan kembali di tempatnya dan sekarang tangan?
nya meraih jam meja. Jantung Fay sudah berdebar sangat ken?
cang.
! 8-15.298
"Kamu bisa pergi ke Lafayette"
Terdengan suara ketukan di pintu.
Alfred berkata, "Masuk." Pria itu menoleh ke arah pintu.
Jari tangan kiri Fay mencongkel benda hitam sebesar kan?
cing itu. Ia meletakkan kembali jam meja itu di tempatnya
semula, dengan penyadap sudah ada di genggamannya.
Tinggal satu lagi!
Pintu dibuka dan dua penjaga masuk. Di tangan mereka ada
benda seperti tongkat dengan panjang kira-kira tiga puluh sen?
Fay bergerak ke sisi meja kerja pamannya.
Pamannya bangkit dari kursi dan berjalan ke arah para pen?
jaga itu. "Kalian bisa mulai."
Tangan kiri Fay dengan cepat meraba bagian bawah meja
dan begitu jarinya menyentuh benda itu, dengan cepat ia men?
congkelnya. Tangan kanannya dimasukkan ke saku untuk
mengambil telepon genggamnya.
Seorang penjaga mendekat ke arahnya Lima meter lagi.
Telepon genggamnya tergelincir. "Ups," katanya. Dengan
cepat ia mengambil telepon itu sambil memasukkan kedua pe?
nyadap dalam genggamannya ke kantong kiri celananya, di
sana terdapat penutup benda itu yang juga merupakan alat un?
tuk menonaktifkan signal yang dipancarkan.
Ketika Fay bangkit sambil memegang telepon genggamnya,
seorang penjaga sudah ada di sisi meja dengan jarak kurang
dari dua meter dari dirinya, sambil mengayunkan detektor di
tangannya ke arah meja. Seorang penjaga lagi sudah mulai
menyapu ruangan, dimulai dengan meja di dekat pintu yang
dipenuhi foto.
Fay mendekati Alfred yang berdiri di tengah ruangan dan
berkata,
"Pak Cik, sebaiknya saya keluar sekarang. Saya akan mem?
beritahu Vladyvsky saya ingin jalan-jalan ke kota Paris."
Alfred berkata, "Oh iya, maaf, Sayang, tadi terpotong. Kalau
kamu mau berbelanja, kamu bisa ke Lafayette atau Champs299
! 8-15.299
?lys?es. Kamu bisa minta supaya mobil berkeliling di sekitar
Eiffel setelah kamu berbelanja."
"Baik, Pak Cik, terima kasih. Saya pergi dulu ya."
"Oke. Hati-hati, Sayang." Alfred membukakan pintu.
Fay berjalan meninggalkan ruang kerja Alfred, berusaha su?
paya tetap tenang dan tidak berlari.
Sampai di kamar, Fay mengembuskan napas panjang. Rasa?
nya ia tadi sudah hampir pingsan saking takutnya.
Ia segera menyelipkan penyadap itu di balik kaki celananya
dan mengambil tasnya.
Begitu sampai di tempat terbuka, ia akan menghubungi Andrew
dan meminta supaya penyadap sialan itu dienyahkan saja. Ia tidak
mau membawa barang ini kembali ke rumah ini nanti. Kalau
Andrew tidak setuju, akan dibuangnya di tempat sampah di
Lafayette atau di Champs-?lys?es.
! 8-15.300
Napas Terakhir
Pukul 08.00, hari Selasa.
SEORANG gadis memasuki jalur imigrasi no. 8 di Charles de
Gaulle. Sambil tersenyum dia menyerahkan paspornya dan me?
nyapa petugas imigrasi yang duduk di sana, "Bonjour, Mon?
sieur."
Petugas imigrasi yang bertugas saat itu membalas senyumnya
dengan ramah, "Bonjour, Mademoiselle. Parlez-vous Fran?ais?"
"Mohon maaf, saya hanya tahu beberapa kata," jawab gadis
itu menyesal dalam bahasa Inggris.
"Tidak masalah. Berapa lama Anda akan singgah di Pran?
cis?" tanya si petugas imigrasi ramah dalam bahasa Inggris.
"Hanya dua malam," jawab gadis itu.
"Apakah Anda ke sini untuk berlibur?" tanya si petugas imi?
grasi lagi.
"Ya, berlibur."
"Terlalu singkat. Banyak sekali yang harus dilihat di Paris,"
ujar petugas imigrasi itu sambil tetap tersenyum. Ia meraih
! 8-15.301
stempel imigrasi dan mencapnya pada paspor yang dipegang?
nya, kemudian menyerahkannya kembali. "Bon, bien venue ?
Paris, semoga Anda mengalami saat yang berkesan...," ia mem?
balik paspor itu untuk mengintip nama yang tertera, "Seena
Fatima Abdoellah."
"Merci, Monsieur." Seena pun tersenyum dan berjalan me?
ninggalkan jalur imigrasi.
"Sir, sebuah taksi baru saja masuk ke jalan di depan kediaman
Alfred dan belum keluar dari ujung jalan yang satu lagi," se?
orang analis berbicara melalui headset.
Andrew berada di salah satu ruang komando COU. Ada
sepuluh analis yang sedang bekerja di ruang itu, semuanya me?
mantau operasi di mana Fay menjalani lakonnya.
"Kami tidak bisa mendapat gambar yang jelas dari penum?
pang taksi itu, Sir," lanjutnya lagi.
"Catat plat nomor taksi itu dan cari informasi tentang penge?
mudinya. Kirim agen untuk berbicara dengannya segera setelah
dia meninggalkan perimeter," perintah Andrew.
Pukul 09.10. Kurang-lebih enam jam lagi, pikirnya. Kalau se?
mua sesuai rencana, Fay akan menyelesaikan tugasnya pagi
ini.
Sebentar lagi, gadis itu akan meminta izin untuk berbelanja
ke Champs-?lys?es. Di sana dia akan mampir di salah satu
kafe dan membuka laptopnya, berpura-pura browsing di Inter?
net. Kemudian dia akan masuk ke Zara, di sana dia akan mem?
beli sebuah jaket. Setelah itu dia akan masuk ke showroom
Adidas, di sana dia akan menyerahkan semua peralatan yang
digunakan dalam tugas ini dengan cara meninggalkannya di
ruang ganti untuk kemudian diambil oleh salah seorang agen
COU yang juga menyamar menjadi pembeli. Hanya tinggal
laptop dan telepon genggam Fay yang perlu diserahkan. Tepat?
nya ditukar dengan laptop dan telepon genggam yang persis
! 8-15.302
sama, tanpa program tambahan yang digunakan untuk tugas
ini dan tanpa jejak nomor yang pernah dihubungi oleh telepon?
nya.
Andrew menggeleng ketika teringat kejadian kemarin, ketika
Fay meneleponnya dengan nada panik bercampur marah untuk
memberitahunya tentang penyadap itu. Dengan setengah
memaksa, Fay meminta supaya penyadap itu diambil saat itu
juga dan dia bahkan berani mengancam akan membuangnya.
Fay sudah melakukan pekerjaannya dengan baik, pikir
Andrew lagi. Dalam kurun waktu kurang dari 24 jam penyadap
itu bekerja, Andrew sudah mendapat beberapa petunjuk, salah
satunya terkait dengan lelang sebuah informasi yang diklasifi?
kasikan rahasia, yang kemungkinan adalah daftar operasi badan
intelijen itu.
Seharusnya semua bisa berlalu dengan cepat dan tanpa ma?
salah yang berarti, pikirnya puas. Nanti sore, setelah sampai di
bandara dan masuk ke ruang check in, Fay akan dihampiri oleh
salah satu petugas yang merupakan agen COU, kemudian di?
bawa keluar dari sana menuju rumah latihan.
Segera setelah bertemu Fay dan mendengar laporannya lang?
sung, Andrew akan mengatur operasi penyusupan untuk men?
cari informasi yang diinginkan, yaitu daftar kontak Alfred di
semua organisasi itu, termasuk kontak pria itu di COU. Ia ya?
kin informasi itu ada di ruang rahasia di ruang kerja Alfred.
Setidaknya kini mereka tahu ke mana harus mencari.
Luc sedang mengawasi layar televisi yang terpampang di depan?
nya. Ia berada di sebuah ruangan di bangunan yang terpisah
dari gedung utama kediaman Alfred Whitman, yang merupa?
kan pusat keamanan di estat seluas enam hektar itu. Ia adalah
salah satu petugas keamanan yang bertugas mengawasi seluruh
kegiatan yang berlangsung, melalui empat puluh kamera yang
diletakkan di hampir setiap sudut rumah dan halaman. Selain
! 8-15.303
dirinya, ada satu rekannya dengan tugas yang sama, dan satu
orang lagi yang bertugas sebagai operator telepon. Kompar?
temen tempat mereka berada bukan hotel berbintang lima, tapi
fasilitasnya cukup lengkap. Di sudut ruangan terdapat meja
kecil dengan mesin pembuat kopi. Di sudut yang berseberangan
ada juga toilet kecil lengkap dengan wastafel.
Pandangannya terarah ke satu layar yang menampakkan
Alfred, si bos besar. Si bos sedang makan pagi dengan Seena,
keponakannya. Alangkah enaknya menjadi gadis itu, pikir Luc.
Si bos tidak punya anak dan dia memperlakukan keponakannya
seperti anaknya sendiri. Ia membayangkan anak perempuannya
sendiri yang berusia lima belas tahun dan memikirkan fasilitas
apa yang bisa ia berikan dengan gajinya sebagai petugas ke?
amanan. Seperseratus yang didapat oleh gadis itu saja sudah
bagus, pikirnya pahit.
Ada tamu.
Pandangannya beralih ke layar lain. Sebuah taksi berhenti
di depan gerbang.
Salah alamat, pikirnya lagi. Alfred tidak mungkin didatangi
oleh tamu yang menaiki taksi.
Luc memperbesar gambar untuk menampakkan wajah tamu
yang muncul dari balik jendela taksi yang dibuka.
Butuh tiga detik untuk meyakinkan dirinya bahwa ia tidak
salah lihat.
Butuh lima detik untuk melihat layar lain dan mengonfir?
masi bahwa apa yang dilihat tadi bukan mimpi.
Ada dua keponakan.
Satu masih di meja makan sedang bercengkerama dengan
bosnya, satu lagi ada di dalam taksi di gerbang halaman.
Butuh dua detik untuk menghubungi atasannya.
Detik kesebelas, ia sudah berbicara dengan Vladyvsky.
! 8-15.304
Eiffel, Tolong ! Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seorang pelayan datang mengantarkan telepon ke Alfred,
menghentikan tawanya yang masih berderai-derai ketika men?
dengar Seena menceritakan pengalamannya ikut lomba lari
antarsekolah. Seena menceritakan tentang seorang peserta yang
sampai menabrak wasit saking gugupnya saat mendengar abaaba lari, hingga akhirnya pertandingan harus diulang karena
semua peserta jadi tertawa dan pastinya memengaruhi waktu
tempuh mereka.
"Saya tidak suka diganggu ketika makan," ujar Alfred keras.
"Saya minta maaf, Sir. Tapi Mr. Vladyvsky bilang ini sangat
penting," jawab si pelayan takut.
"Maaf, Sayang," ucap Alfred kepada Seena.
"Tidak masalah, Pak Cik," jawabnya sambil tersenyum.
"Ya?" Alfred menyimak perkataan Vladyvsky, "Oke, saya
akan segera ke sana."
Alfred menutup telepon dan berkata ke keponakannya, "Sa?
yang, saya harus menelepon sebentar, urusan bisnis. Saya
benar-benar minta maaf. Kalau kamu sudah selesai sarapan,
bisakah kamu naik ke ruang kerja saya?"
"Oke, Pak Cik, tidak masalah," jawabnya.
Alfred pun meninggalkan meja makan.
Fay menyaksikan Alfred meninggalkan meja makan dan me?
narik napas lega. Ini hari terakhirnya. Pukul 15.00 nanti ia
akan diantar ke airport dan setelah itu bisa bersorak-sorai me?
nyambut kemerdekaannya.
Sekelumit hatinya menyesali kepergiannya. Andaikata ia
benar-benar Seena dan Alfred benar-benar pamannya. Ia be?
nar-benar menikmati waktu dua hari yang dihabiskan bersama
Alfred, bahkan kalau mau jujur, lebih menyenangkan daripada
waktu yang dihabiskan bersama papanya kalau Papa ada di ru?
mah. Mereka hanya bercakap-cakap untuk hal-hal standar,
"gimana sekolah?" atau "ada masalah di sekolah?". Kalau di?
! 8-15.305
pikir-pikir, sepertinya hanya seputar pelajaran sekolah, pikir
Fay. Sementara dengan Alfred, ia bisa menceritakan tentang
teman-temannya di sekolah, walaupun namanya ia ganti men?
jadi nama teman Seena dan tentang cowok.
Sedikit menghela napas, ia berpikir tentang tugas yang su?
dah dikerjakannya selama dua hari berada di sana. Memetakan
kediaman Alfred sudah selesai dilakukannya, bisa dibilang suk?
ses. Yang tidak sepenuhnya berhasil adalah meletakkan penya?
dap di ruang kerja Alfred yang ternyata umurnya hanya satu
hari. Tapi Andrew kemarin sore memuji keputusannya yang
segera mengambil benda itu dari ruang kerja Alfred ketika
mengetahui akan ada pembersihan oleh penjaga. Pria itu bah?
kan mengerti keengganannya membawa benda itu kembali ke
rumah Alfred walaupun Fay harus mengancam akan membuang
penyadap itu ke tong sampah dulu. Sepuluh menit setelah ia
menelepon Andrew, pria itu meneleponnya kembali dan mem?
beri instruksi untuk meninggalkan penyadap itu di ruang ganti
lantai dua di pusat perbelanjaan.
Fay menyelesaikan suapan terakhir mashed potatoes di piring?
nya, kemudian meneguk jus jeruk dengan cepat dan segera
berdiri. Ia sudah tak sabar ingin mengakhiri semua petualangan
ini. Pikirannya menerawang sejenak ke kamarnya yang nyaman
di Jakarta. Ke bantalnya yang sudah lepek dan seprai pudar
kesayangannya yang rasanya sangat dingin kalau ditiduri. Tan?
pa sadar ia tersenyum.
Sabar Fay, pikirnya. Enam jam lagi.
Ditemani seorang penjaga, Fay diantar ke ruang kerja Alfred.
Tidak ada orang.
Penjaga itu pun pergi meninggalkannya, sementara Fay ma?
suk dan menunggu. Sambil menunggu, pandangannya jatuh ke
deretan foto yang ada di atas satu meja yang terletak di dekat
pintu. Ia memerhatikan foto-foto itu satu demi satu.
! 8-15.306
Ada foto Alfred dengan mendiang istrinya saat menikah,
kemudian ada foto Alfred dengan teman satu angkatan di
Eton, ada juga fotonya dengan sang mendiang istri dengan
anak perempuan berusia kurang-lebih sepuluh tahun. Butuh
waktu beberapa saat hingga Fay menyadari bahwa itu adalah
Seena kecil.
Tepat saat itu, pintu terbuka dan Alfred masuk. Melihat Fay
sudah ada di dalam, ia tersenyum.
"Maaf, Sayang, saya tidak menyangka telepon itu akan me?
makan waktu. Sedang melihat-lihat foto?"
"Ya," jawab Fay.
"Ini foto pernikahan kami," ujar Alfred sambil menunjuk
foto yang tadi dilihatnya. "Bibi kamu sangat menawan." Dia
mengambil foto itu dan sejenak menatapnya. Akhirnya dia
meletakkan foto itu lagi.
"Ini teman sekelas saya di Eton, diambil saat kelulusan,"
lanjutnya lagi.
Alfred melingkarkan lengan di pundak Fay, merangkulnya,
sambil menunjuk satu foto.
"Dan itu foto saya, Zaliza, dan... apakah kamu mengenali
siapa gadis cantik di foto?" tanyanya tersenyum.
Fay tersenyum. Dengan muka jail ia menjawab, "Well, kalau
Pak Cik bilang dia cantik, seharusnya itu saya."
Alfred tertawa.
"Iya, itu kamu. Kamu masih berumur tujuh tahun. Kamu
mengunjungi kami di sini, Paris, sendirian. ?A very brave little
girl,? itu yang dibilang oleh bibi kamu."
Fay tersenyum. "Well, I still."
"Tentu saja. Waktu itu kamu juga jatuh dari kuda. Saya ke?
takutan setengah mati, takut ibu kamu tidak mengizinkan
kamu untuk datang ke sini lagi. Untungnya dia tidak marah,
kan?"
"Tentu saja tidak," jawab Fay.
Alfred tertawa, merangkul Fay lebih erat.
Semakin erat.
! 8-15.307
Terlalu erat!
Fay tidak bisa bernapas!
Kedua tangan Fay mencoba menarik tangan Alfred yang
kini melingkari lehernya, tapi tanpa hasil. Jantungnya berdebar
kencang, paru-parunya berteriak meminta udara.
"Ibu kamu memang tidak perlu marah, karena kamu tidak
pernah jatuh dari kuda. Juga, kamu tidak pernah datang ke
sini, tapi ke London."
Fay langsung menyadari kebodohannya. Alfred pindah ke
mansion ini setelah istrinya tewas. Sebelumnya dia tinggal di
London. Bodohnya!
Alfred menyeretnya ke arah meja kerja, kemudian pria itu
membuka laci. Sekilas Fay melihat ada jarum suntik di sana.
Ia kembali meronta-ronta tanpa hasil.
Satu sengatan terasa di tengkuk Fay. Seketika itu juga ada
rasa sakit yang melumat kepalanya, hingga semua tampak ber?
putar-putar, berkabut, terasa begitu menyakitkan. Kemudian
seluruh ototnya seperti kaku dan detik berikutnya hanya ada
hitam.
Alfred merasakan gadis yang ia sangka keponakannya itu lung?
lai di tangannya. Dengan sigap ia menopangnya dengan kedua
tangan dan memapahnya ke sofa di ruang kerja.
Setelah gadis itu terbaring di sofa, ia sejenak memperhatikan?
nya. Benar-benar menakjubkan kemiripannya dengan keponak?
annya yang asli, yang baru saja ditemuinya lima belas menit
yang lalu. Tidak heran ia bisa terkecoh.
Tadi ia menyangka Vladyvsky sedang mabuk ketika di tele?
pon mengatakan bahwa gadis yang saat itu sedang berhadapan
dengannya di meja makan mungkin bukan keponakannya. Dan
ketika ia melihat satu sosok Seena lain yang berdiri di ruang
tamu sambil tersenyum, Alfred hampir mengira dirinya yang
mabuk. Setelah mengingat-ingat apa yang diminumnya sepan?
! 8-15.308
jang pagi, secangkir kopi dan segelas jus jeruk, ia yakin yang
ada di depannya adalah sebuah realita.
Ia menyambut senyum Seena nomor dua ini dengan keha?
ngatan yang sama dengan yang diberikan ke keponakan nomor
satu yang ditinggalkannya di meja makan. Sementara itu, otak?
nya berputar mencari tahu logika apa yang kira-kira masuk
akal.
Logikanya memutuskan apa yang terpenting saat itu adalah
mencari tahu mana keponakannya yang asli. Sambil lalu ia
bernostalgia dengan Seena nomor dua, menggunakan cerita
karangannya, yaitu cerita tentang Seena yang jatuh dari kuda
saat mengunjunginya di Paris. Reaksi gadis itu adalah menge?
rutkan kening.
Reaksi itu saja sudah cukup bagi Alfred. Ia segera meminta
maaf dan mengatakan bahwa ia salah ingat, itu adalah kepo?
nakannya yang lain.
Untuk berjaga-jaga, ia meminta Valyvsky untuk mengawasi
gadis itu sementara ia mencari Seena nomor satu, yang sudah
menghabiskan waktu dua hari bersamanya. Siapa tahu reaksi
gadis itu juga sama, dan ia kembali dihadapkan pada dilema
yang sama, harus mencari tahu siapa keponakannya yang
asli.
Tapi nasib berpihak pada Seena nomor dua. Keponakan no?
mor satu itu menyambar umpan yang diberikan olehnya tanpa
berpikir panjang, dan dia menggigit kail yang salah.
Sejenak Alfred memandangi gadis yang ia sangka Seena.
Sayang sekali harus berakhir seperti ini, karena ia sangat me?
nikmati waktu yang dihabiskan bersama gadis itu. Alfred me?
rasakan ada rasa sakit di dadanya mengingat sorot mata gadis
itu yang tatapannya begitu jernih, memancarkan kehangatan
dan semangat seperti yang dimiliki mendiang istrinya. Rasa
sakit itu terasa semakin mengiris kalbu saat mengingat betapa
bahagianya ia sesaat, menganggap bahwa gadis ini merupakan
obat bagi kerinduannya akan sosok yang paling dicintainya itu.
Sebuah rasa sakit akibat pengkhianatan.
! 8-15.309
Pertanyaan berikutnya adalah, siapa gadis ini, apa yang di?
inginkan, dan siapa yang menyuruhnya. Alfred yakin jawaban?
nya akan dengan mudah ia dapatkan.
Tapi tidak di sini, pikirnya.
Ia segera meraih telepon dan menghubungi Vladyvsky.
Kent memperhatikan satu mobil van yang keluar dari gerbang
area servis di rumah Alfred. Saat ini ia duduk di atas motor
trail-nya, mengenakan kaus, jaket kulit, dan celana jins, de?
ngan helm. Posisinya tidak jauh dari satu pintu gerbang yang
menjadi pintu akses bagi kegiatan servis di kediaman Alfred.
Ketika tadi mendekati pintu gerbang dua lapis yang dijaga
Eiffel, Tolong ! Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ketat itu dari bagian dalam, van itu berjalan pelan. Kent bisa
melihat pengemudinya melambaikan tangan ke arah penjaga
dan pintu gerbang itu pun segera dibuka. Van itu bahkan tidak
berhenti sedetik pun di gerbang.
Ada yang tidak beres, instingnya berkata.
Otak Kent menganalisis apa yang disebutkan sang insting
dan langsung setuju. Tanpa berpikir dua kali, ia menarik gas
dan mengikuti van itu.
Tidak mungkin sebuah mobil servis bisa begitu saja keluar
tanpa digeledah. Kent ingat prosedur di kediaman pamannya
di London dan Paris. Ia sendiri pernah mengalami kejadian
naas ketika berusaha kabur tanpa tercatat dengan menyusup
ke dalam mobil laundry. Serta-merta ia ketahuan dan digiring
ke ruang kerja pamannya oleh para penjaga yang tidak satu
pun mengenal belas kasihan.
Apa pun isi van itu, pastinya cukup penting bagi seorang
Alfred Whitman. Dan kalau itu penting bagi Alfred Whitman,
pastinya juga penting bagi pamannya. Mudah-mudahan cukup
penting untuk menjadi penebus bagi Fay bila pamannya punya
ide gila lain yang mengakibatkan akhir dari cerita ini tidak
sesuai dengan harapannya bagi gadis yang ia sayangi itu.
! 8-15.310
"Sir, laporan tentang pengemudi taksi tadi," seorang analis
menginformasikan pada Andrew bahwa seorang agen siap un?
tuk melapor.
Andrew mengangguk dan analis itu memindahkan jalur ko?
munikasi ke dirinya. "Andrew berbicara."
"Sir, pengemudi taksi tadi berkata dia membawa seorang
gadis dari bandara. Saya memberi dia empat gambar, salah satu?
nya foto Seena, dan dia langsung menunjuk foto itu."
Andrew terkesiap. Setengah berteriak ia mengulang infor?
masi itu ke seluruh analisnya di ruangan.
"Saya mau laporan semua kendaraan yang meninggalkan
kediaman itu sejak taksi terlihat memasuki jalan masuk," ujar?
nya gusar.
Seorang analisnya berkata ragu-ragu, "Sir, ada sebuah van
yang meninggalkan gedung dari gerbang servis."
"Kapan?"
"Sepuluh menit yang lalu, Sir."
"Apakah itu servis reguler?" tanya Andrew dengan suara se?
makin meninggi.
Sang analis dengan pucat pasi melihat profil-profil yang su?
dah dikumpulkan sebelumnya, dan dengan lemas menjawab,
"Ya, Sir, van itu mobil logistik, khusus untuk mengangkut
bahan-bahan dari supermarket. Tapi biasanya van itu meninggal?
kan rumah jam sepuluh...," sang analis melihat jamnya, "ber?
arti, sekarang."
Semua pandangan terpaku ke layar besar yang menampilkan
gerbang area servis. Selang beberapa waktu, sebuah van hitam
tampak muncul di jalan pekarangan dan berhenti di gerbang,
tempat beberapa penjaga melakukan pemeriksaan dan peng?
geledahan.
Andrew berkata keras, "Putar ulang video yang menampilkan
gambar ketika van tadi meninggalkan gerbang servis, catat
pelat mobilnya, dan cari posisi van itu."
! 8-15.311
Satu layar menampilkan rekaman kejadian sebelumnya, dan
setelah di-zoom, semua yang ada di ruangan itu pucat pasi.
Vladyvsky ada di belakang setir. Satu pria lain ada di sebelah?
nya yang memakai kacamata hitam adalah Alfred Whitman.
"Panggil Tim Elang ke ruang brifing, sekarang." Andrew
membuka headset-nya dan setengah melemparnya dengan ma?
rah. Analis tadi sudah pasti akan masuk ruang isolasi selama
setidaknya dua minggu. Kalau dia beruntung dan masih bisa
keluar dalam keadaan waras, mungkin dia masih bisa ditemu?
kan di COU dengan pangkat yang lebih rendah. Bila tidak,
mungkin tempatnya memang bukan di sini.
Rencananya berubah, pikirnya. Ia perlu bertindak cepat.
Operasinya bukan lagi murni penyusupan atau "clean operation",
tapi bisa jadi disertai penyerangan. Untuk itu ia perlu satu tim
yang diberi kode "Elang". Dan ada satu operasi tambahan, me?
nemukan van yang berisi Alfred Whitman dan Vladyvsky. Ia
sendiri yang akan memimpin operasi kedua ini.
Kalau Alfred tidak bersalah sama sekali, yang akan dia laku?
kan adalah mendudukkan kedua gadis itu dan meminta pen?
jelasan. Kemudian dia akan melaporkan insiden itu ke polisi,
atau setidaknya menghubungi Kedutaan Besar Malaysia untuk
meminta penjelasan adanya dua paspor Malaysia dengan nama
sama, dan kedua pemiliknya ada di depannya.
Andrew yakin Fay pasti ada dalam van itu. Fakta bahwa
Alfred memilih untuk bertindak sendiri dengan menyusup
keluar dari kediamannya sudah merupakan penegasan bahwa
Alfred pasti menyembunyikan sesuatu.
Guilty of something. Anything. Dan ia, Andrew, akan mencari
tahu.
Fay membuka mata dan mengerang. Kepalanya sakit dan se?
muanya berputar. Seperti ada palu yang menggodam kepalanya
berkali-kali. Berkali-kali ia menutup dan membuka mata untuk
menyesuaikan pandangannya.
! 8-15.312
Ia berada di dalam mobil yang sedang berjalan, terbaring di
lantai dengan mulut ditutupi kain yang terikat dengan kencang
di belakang kepalanya hingga sudut bibirnya terasa perih. Ke?
dua tangannya terikat di belakang badan. Kedua kakinya juga
terikat. Bagian dalam mobil ini mirip seperti van yang biasa
membawanya ke rumah latihan setiap sore. Fay mengangkat
kepala, berusaha melihat dua orang yang ada di kursi depan,
tapi gagal. Kepalanya terasa sakit bila digerakkan. Akhirnya ia
hanya menutup mata sambil menenangkan diri, berdoa supaya
setidaknya sakit kepalanya berkurang dan semoga ia bisa me?
lalui ini semua dengan selamat. Untuk saat ini, doa yang per?
tama lebih kencang ia kumandangkan. Kalau sakit kepalanya
sudah reda, setidaknya ia bisa menggunakan otaknya untuk
berpikir.
Cukup heran ia menyadari bahwa tidak ada setetes pun air
mata keluar. Rasa takutnya masih disamarkan sakit kepalanya.
Ia memejamkan mata lagi.
Kent mengikuti van hitam itu berjalan ke arah pinggiran kota
Paris. Dengan cemas ia menyaksikan semakin lama jumlah
kendaraan yang lalu lalang semakin sedikit, membuat dirinya
terekspos dengan jelas kalau pengemudi van di depannya men?
cari orang yang membuntuti. Akhirnya ia mengambil keputus?
an untuk mendahului mobil itu, berpura-pura secara kebetulan
ada di jalur yang sama. Kemudian ia akan melaju kencang
hingga van itu hanya berupa satu titik di kaca spionnya, baru
kemudian ia akan menjaga jarak tetap sama.
Sambil menyusul van itu, ia menoleh sejenak memperhatikan
pengemudinya. Ada dua orang, satu orang yang ada di balik
setir adalah kepala keamanan di kediaman Alfred. Ada satu
lagi pria duduk di sebelahnya tapi Kent tidak bisa melihatnya
dengan jelas tanpa terlalu kentara memperhatikan.
Kent pun memacu laju motornya dan mendahului.
! 8-15.313
Fay tidak tahu berapa lama ia terbaring di lantai van itu atau
ke mana ia dibawa. Yang ia tahu, van itu keluar dari jalan raya
dan masuk ke jalan desa. Ia bisa melihat pohon-pohon yang
muncul dari jendela menjadi tidak beraturan, tidak seperti se?
belumnya yang berjajar rapi seperti berbaris. Dan ia juga bisa
merasakan jalan yang dilalui tidak semulus sebelumnya.
Akhirnya mobil itu berhenti. Satu sisi diri Fay bersyukur,
karena ternyata setelah mobil berhenti, sakit kepalanya jauh
berkurang. Sisi yang lain mulai menyemai benih-benih ketakut?
an yang segera tumbuh menjadi buah kepanikan yang sangat
ranum.
Pintu dibuka.
Vladyvsky dengan kasar menariknya, kemudian menyelem?
pangkannya ke bahu seperti menggotong sepotong karung.
Dengan posisi terbalik Fay mencoba melihat sekelilingnya. Ia
seperti ada di padang rumput. Satu sentakan dari Vladyvsky
untuk membetulkan posisinya, membuatnya melihat peman?
dangan lain di belakangnya. Di tengah-tengah tanah lapang
itu ada sebuah rumah tua dari batu, seperti rumah pertanian
yang dulu sering dibacanya di buku cerita yang menggambarkan
pedesaan di Inggris. Ada bangunan lain yang lebih kecil di
sebelahnya, seperti gudang yang kalau di buku cerita seharus?
nya berisi berbagai binatang ternak, seperti sapi, domba, ayam,
atau kelinci.
Bayangan idealnya pupus seketika saat Vladyvsky mendekati
bangunan itu. Bangunan itu sudah ditinggalkan dalam keadaan kosong tanpa tanda-tanda kehidupan selain mereka ber?
tiga.
Aduh! Fay dijatuhkan ke lantai, mendarat dengan lengannya
yang sudah kaku dan nyeri sebagai bantalan. Teriakannya
hanya terdengar seperti gumaman lewat kain penutup mulut?
nya. Vladyvsky meraih ikatan di belakang kepalanya dan ke?
! 8-15.314
tika ikatan mulut itu lepas, Fay merasa kedua sudut bibirnya
mendadak lepas dari derita walaupun rahangnya kini jadi terasa
kaku. Pria itu kemudian meninggalkannya dengan posisi ber?
lutut di tengah ruangan. Alfred yang sedari tadi berkeliling di
dalam bangunan seperti mencari sesuatu, kini berjalan ke arah?
nya.
Sepasang tangan di belakang Fay menariknya berdiri dan
mendudukkannya di kursi yang mendadak sudah ada di bela?
kangnya. Pasti Vladyvsky yang mengambilnya tadi. Pria itu
tetap berdiri di belakangnya.
Fay mulai gemetar. Perutnya terasa ditusuk-tusuk dari dalam.
Ketakutan yang ia rasakan sekarang ternyata jauh lebih besar
daripada yang pernah dirasakan ketika berhadapan dengan
Andrew. Dengan Andrew, ketakutan hanyalah sebuah proses.
Saat ini, ketakutannya seperti menjanjikan sebuah penutup,
yang jauh dari akhir yang bahagia.
"Mari kita mulai dengan satu pertanyaan sederhana. Siapa
nama kamu?" tanya Alfred.
Fay merasa mulutnya terbuka sendiri dan meluncurkan rang?
kaian kata tanpa bisa dihentikan, "Seena Fatima Abdoellah."
Alfred tertawa.
Fay sempat melihat tangan pria itu sekelebat bergerak dan
sejenak hanya ada warna hitam, diiringi rasa panas dan sakit
di pipi kirinya, bersamaan dengan rasa seperti sebuah palu
menghantam kepalanya. Tubuhnya hampir jatuh, tapi langsung
dikembalikan ke posisi semula oleh Vladyvsky. Semua yang ada
Eiffel, Tolong ! Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di depannya seperti bergoyang.
"Kita coba satu kali lagi. Siapa nama kamu?"
Setengah tersadar, pikiran Fay mulai terbang, menghadirkan
bayangan kamarnya yang nyaman di Jakarta. Andai kata di
sanalah ia sekarang berada dan semua ini hanya mimpi buruk.
Fay mendengar mulutnya mengatakan, "Seena Fatima Abdoel?
lah."
Jawabannya segera disusul rasa yang lebih menyakitkan di
pipi kanannya. Kali ini sudut bibirnya sangat pedih dan terasa
! 8-15.315
basah. Sebagian bibirnya terasa menebal. Kupingnya mendengar
suara lebah yang berputar-putar dengan lincah.
"Oke. Pertanyaan selanjutnya. Siapa yang mengirimmu?"
Pikiran Fay kembali menampilkan gambar lain, kali ini wa?
jah Kent yang tertawa bersamanya minggu lalu bagai terpam?
pang nyata. Sekali lagi ia mendengar satu suara yang terasa
sangat jauh berkata, "Seena Fatima Abdoellah."
Tangan Alfred meraihnya, menariknya dari kursi hingga ia
terjatuh ke lantai. Ia mengatakan sesuatu ke Vladyvsky tanpa
bisa ditangkap telinga Fay yang masih berdengung. Yang ia
tahu, berikutnya ia berlutut di samping sebuah ember kayu
dengan sisi setinggi kira-kira tiga puluh senti dan diameter satu
meter. Ember itu berisi air seperti hasil tampungan air hujan.
Sebuah tangan mencengkeram tengkuk Fay dengan kencang
dari belakang dan mendadak memaksa kepalanya masuk ke air.
Sekuat tenaga Fay menolak tapi tangan itu terlalu kuat. Kepala?
nya menghunjam air dengan tangan masih terikat ke belakang
tanpa daya dan Fay menahan napas. Setiap detik dilalui de?
ngan sejuta pengharapan bahwa detik berikutnya paru-parunya diberi kesempatan kedua. Rasa sesak menumpuk di balik
dadanya. Butir-butir air sudah menari-nari di ujung hidungnya,
menunggu kekalahannya dengan penuh harap. Akhirnya tubuh?
nya memberontak. Setelah detik yang ditunggu tak kunjung
tiba, sekujur tubuh Fay meregang diserang kepanikan. Kepala?
nya bergerak membabi-buta tanpa arah, mencoba melepaskan
diri dari cengkeraman sang maut yang berwujud sepotong ta?
ngan. Tapi tangan itu seperti tertawa dan mencengkeramnya
lebih erat, membatasi ruang geraknya untuk setidaknya men?
coba menumbuhkan harapan.
Mendadak kepala Fay ditarik keluar.
Udara. Paru-paru Fay secara serabutan mencoba menariknya
sebanyak mungkin. Mulutnya megap-megap meraih kesempatan
dan napasnya naik-turun tak berirama.
Alfred berjongkok di depannya, mengamati wajahnya.
"Bagaimana tadi, menyenangkan? Sekarang, pertanyaan me?
! 8-15.316
nyenangkan yang lain. Siapa namamu dan siapa yang mengirim?
mu?"
Fay menggigil. Napasnya yang naik-turun tak berirama kini
bukan memanggil udara, tapi mengundang air matanya untuk
keluar. Ia terisak dan air matanya langsung datang memenuhi
panggilan. Ia tahu jawaban apa pun yang ia berikan tidak akan
bisa menghadiahinya kebebasan. Jawaban yang sebenarnya
akan membuatnya dihabisi saat itu juga karena ia tidak ada
gunanya lagi bagi pria yang sudah mendapatkan informasi yang
diinginkan itu. Jawaban selain itu akan membeli waktu sejenak
dengan harga yang tidak murah. Setiap detik yang diperoleh?
nya akan dijalani dengan penderitaan.
Pertanyaannya adalah, sampai kapan ia mampu bertahan?
Bukankah lebih baik mengakhirinya sekarang dan menyelesai?
kan deritanya kalau toh nanti ia akan menyerah juga?
Fay terisak lebih keras dan menjawab, "Saya sudah bilang
tadi, nama saya Seena Fatima Abdoellah."
Tangan maut itu kembali datang, mencengkeram tengkuknya
dan mendorongnya lagi ke dalam air. Rekaman kehidupannya
terputar satu demi satu. Bayangan Cici, Lisa, dan Dea muncul.
Disusul oleh papa dan mamanya. Fay tersenyum. Ia tadi sudah
memutuskan, kalau sebuah akhir baginya sudah begitu dekat,
ia ingin menjalani detik demi detiknya hingga sampai di sana.
Apa yang dialaminya dalam waktu yang singkat itu mungkin
tidak pantas dibeli dan dijalani, tapi memori kehidupannya
selama hampir tujuh belas tahun terlalu berharga untuk tidak
diputar ulang untuk mengingatkannya bahwa selama ini ia me?
mang sudah menjalaninya dengan bermakna, penuh warna,
walaupun secara sederhana.
Setelah bayangan rumahnya di Jakarta kembali muncul, ba?
yangan Reno lewat, disusul bayangan Kent.
Rasa sesak semakin menumpuk. Tubuhnya kembali mem?
berontak.
! 8-15.317
Kent berlari merunduk-runduk menyeberangi lapangan terbuka,
menuju sebuah bangunan yang terletak tepat di tengahnya.
Van yang tadi diikutinya diparkir tidak jauh dari pintu gerbang
bangunan.
Tadi lewat kaca spionnya ia melihat mobil itu berbelok ke
kiri, masuk ke satu jalan yang lebih kecil. Ia langsung putar
balik dan posisinya kembali menjadi di belakang van itu. Mo?
tornya sendiri sekarang dalam keadaan dirobohkan di balik
pohon terakhir sebelum mencapai bukaan halaman bangunan
itu. Terlalu riskan untuk membawanya melewati lapangan ter?
buka ini.
Kent mendekati satu bukaan jendela dan mengintip ke da?
lam. Ia tersentak melihat pemandangan di dalam. Alfred ber?
diri sambil bersedekap, memerhatikan Vladyvsky yang sedang
membenamkan seorang gadis ke dalam air.
Fay!
Vladyvsky kemudian mengangkat kepala Fay dan gadis itu
terbatuk-batuk, kemudian menangis.
Hati Kent seakan hancur melihat gadis itu menderita. Tapi
ia tahu dalam kondisi seperti ini sang waktu tidak pernah ber?
murah hati. Sang waktu adalah musuhnya yang utama, se?
kaligus teman baiknya. Ia harus mengesampingkan emosinya
dan berpikir cepat dan taktis.
Ia bergerak menjauh sedikit dari jendela, menekan satu tom?
bol di jam tangannya dan melaporkan bahwa ia melihat Alfred
dan Vladyvsky sedang mengorek informasi dari Fay di sebuah
bangunan di bekas rumah pertanian. Pesan itu diterima oleh
operator dan akan segera sampai di telinga pamannya. Posisi?
nya sendiri akan langsung diketahui dari pancaran GPS di jam
tangannya.
Segera ia kembali ke dekat jendela sambil merunduk dan
darahnya kembali berdesir ketika mengintip ke dalam dan me?
lihat kepala Fay sudah dibenamkan kembali ke air oleh Vlady?
vsky.
Waktunya untuk bertindak.
! 8-15.318
Ia mengambil beberapa buah batu, kemudian melemparkan?
nya ke van, mengenai kaca depan dan badan mobil dengan
suara yang memecah pagi itu. Segera ia berlari mengitari gu?
dang, menuju jendela di sisi yang lebih dekat dengan Fay. Bila
ia terpaksa harus melumpuhkan kedua pria itu, dari jendela itu
kesempatannya lebih besar.
"Sir, kita sudah mengetahui lokasi pasti dari Alfred dan Vlady?
vsky. Kent baru saja melapor, dia sekarang ada di lokasi yang
sama dengan mereka. Mereka membawa gadis itu dan sekarang
sedang berusaha mengorek informasi darinya," operator me?
nyampaikan pesan Kent.
Andrew baru saja melepas Tim Elang setelah memberi peng?
arahan dan langsung beranjak menuju ruang komando sambil
memberikan perintah lewat headset, "Cari tahu siapa saja agen
dengan posisi paling dekat yang bisa segera ke sana sebagai
back-up."
"Sudah, Sir. Saat ini Reno juga berada di lokasi, hanya se?
kitar lima puluh meter dari posisi Kent."
Andrew menghentikan langkahnya sejenak, kemudian kem?
bali berkata, "Hubungkan saya dengan Reno."
Tidak lama kemudian Andrew sudah berbicara dengan
Reno.
Andrew mengambil senjatanya, bersiap-siap memimpin tim
kedua yang akan bergerak menuju lokasi Alfred. Sambil ber?
jalan menuju landasan helikopter, ia berpikir tentang kebetulan
yang terjadi. Bagaimana mungkin Kent bisa ada di lokasi yang
sama dengan Alfred dan Fay, dan Reno juga berada tidak jauh
dari situ? Semakin lama dipikirkan, ia semakin yakin semua itu
bukan kebetulan. Ia akan mencari tahu segera setelah episode
ini berakhir. Sekarang, ia harus segera ke sana.
! 8-15.319
Vladyvsky sontak melepaskan cengkeramannya dari kepala Fay
ketika mendengar suara keras sesuatu yang menumbuk kaca
dan logam dari luar, dan gadis itu menyambutnya dengan
terbatuk-batuk, berjuang untuk mengeluarkan air yang sempat
terhirup sementara memenuhi teriakan paru-parunya akan
udara.
Ia mengeluarkan senjata dari bagian dalam jaketnya dan
berjalan dengan cepat menuju arah suara, yaitu dari van yang
diparkir tidak jauh dari pintu gudang. Sementara itu, Alfred
berjalan pelan menjauhi pintu ke sisi dinding yang paling jauh
sehingga bisa melihat ke van itu dari jendela yang ada di sisi
lain.
Alfred berteriak ke Vladyvsky, "Ada seseorang di balik ke?
mudi!"
Vladyvsky mengacungkan senjatanya ke pintu pengemudi
sambil berteriak, "Keluar dari mobil atau saya tembak! Mobil
itu tidak antipeluru, jadi jangan pikir kamuan berada di
dalam mobil."
Terdengar suara seseorang berteriak. Fay tidak bisa menang?
kap perkataannya.
Tidak lama kemudian, Vladyvsky berjalan kembali ke dalam
gudang. Di depannya ada seseorang dengan kedua tangan di
belakang tengkuk.
Butuh beberapa saat hingga Fay mengenali sosok yang men?
dekat. Reno!
"Rupanya kamu kenal pemuda ini," kata Alfred.
Ya Tuhan, ternyata tadi ia menyebutkan nama Reno dengan
keras!
! 8-15.320
Terlambat. Fay sudah memekik menyebutkan namanya. Tadinya
Reno mau berpura-pura menjadi seorang remaja sekitar daerah
ini yang kebetulan lewat dan ingin mencuri van yang diparkir
di depan. Ceritanya tidak meyakinkan, tapi setidaknya bisa
membeli beberapa menit waktu berharga. Dan setiap menit
adalah harapan. Harapan akan adanya sedikit ruang kesalahan
Eiffel, Tolong ! Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bagi penangkapnya, sehingga ia bisa bereaksi dengan tepat.
Reno melihat kondisi Fay yang kepalanya basah kuyup de?
ngan tangan terikat ke belakang sedang terduduk di sebelah
ember berisi air. Kemarahan menguasainya dengan cepat, mem?
bakar setiap tetes darah yang mengalir dalam tubuhnya.
Sudah sejak tadi malam ia menguntit Kent, sejak anak itu
keluar dari kediaman paman mereka di Paris. Pagi ini ia juga
berada di tempat yang sama dengan Kent, di depan gerbang
servis kediaman Alfred Whitman. Ia berada di dalam sebuah
mobil yang diparkir di belakang motor Kent, hanya dibatasi
satu kendaraan lain. Pada waktu Kent bergerak mengikuti van
yang keluar dari gerbang itu, Reno juga langsung bergerak
menguntitnya. Ketika Kent menyusul van itu di jalan yang
menuju ke luar kota, ia sempat ragu, tapi akhirnya ia bisa me?
nebak jalan pikiran Kent dan ia memilih tetap berada di bela?
kang van itu. Sewaktu van itu berbelok ke jalan desa, ia me?
mutuskan untuk berhenti di pinggir jalan, menunggu sejenak
untuk membuktikan apakah perkiraannya benar. Setelah Kent
berbalik arah dan masuk ke jalan desa, ia kembali mengikuti?
nya masuk ke jalan kecil itu.
Saat ia melihat Kent mengendap-endap menuju gudang di
tengah lapangan, ia memutuskan untuk masuk ke van untuk
melihat apakah ada yang bisa dijadikan petunjuk. Ketika ber?
ada di dekat van, jamnya bergetar tanda ada telepon masuk
dari kantor pusat. Telepon genggamnya sendiri tetap dalam
kondisi seperti sedang tidak aktif. Setelah menekan tiga tombol
di telepon genggamnya dengan urutan tertentu, terdengar suara
pamannya, menyampaikan bahwa Fay ada di lokasi bersama
Alfred dan Vladyvsky. Kent juga ada di sana. Pamannya mem?
! 8-15.321
beri instruksi untuk menjaga supaya Alfred dan Vladyvsky ti?
dak meninggalkan lokasi. Dia ingin menangkap mereka berdua
hidup-hidup. Saat itu juga pikiran Reno langsung diselimuti
selubung mendung. Pamannya hanya menyebutkan tentang Alfred
dan Vladyvsky.
Reno mengeluarkan pisaunya dan merobek dua ban yang
ada di sisi tempatnya berdiri. Kemudian ia masuk ke van itu
dan mengambil kunci mobil. Ia baru saja hendak beranjak ke
bagian belakang van saat sebuah batu menghunjam kaca hing?
ga retak, disusul dengan beberapa batu lain yang mengenai
badan mobil, membuat jantungnya mau melompat keluar. Saat
itu ia mengumpat dalam hati, mengutuki Kent, sambil bersum?
pah akan menghajarnya nanti.
Tapi sekarang, setelah melihat Fay dalam kondisi seperti ini,
Reno mengerti kenapa Kent melakukannya. Dia ingin meng?
alihkan perhatian mereka, supaya mereka menghentikan apa
yang sedang mereka lakukan kepada Fay. Perutnya langsung
berputar membayangkan apa yang mereka lakukan kepada Fay
tadi.
Sekarang Alfred berjalan ke depannya dan berhenti tepat di
depannya, "Hai, Reno. Bisa kamu jelaskan sedikit siapa gadis
ini dan apa yang dia lakukan di rumah saya?"
Reno hanya harus mengulur waktu.
"Agak sulit, Sir. Dia mungkin ingat saya siapa, tapi saya ti?
dak ingat dia siapa."
Satu pukulan gagang senjata dilayangkan mengenai belakang
kepalanya. Reno jatuh tersungkur di lantai.
"Sudah ingat sekarang?" tanya Alfred tenang.
"Masih berusaha, Sir," jawab Reno susah payah sambil ber?
usaha berdiri. "Dan sepertinya ingatan saya makin kabur ka?
rena asisten Anda yang tolol itu barusan memukul kepala
saya," lanjutnya.
Alfred berjalan mendekat dan berkata, "Saya mohon maaf,
dia memang salah. Harusnya dia melakukan ini tadi," kakinya
menendang perut Reno yang masih berusaha bangun.
! 8-15.322
Reno mengerang. Ia mengeluh dalam hati. Ini benar-benar
cara yang bodoh untuk mengulur waktu.
Alfred berjalan ke arah dinding. Ketika kembali, di ta?
ngannya ada sebilah papan.
Reno merasa adrenalinnya naik dengan cepat. Ia langsung
berdiri dan bersiaga.
Alfred mengayunkan papan itu ke arah Reno, tapi pemuda
itu sempat melompat mundur dan menghindar. Tanpa disangka
olehnya, Alfred berputar dan papan itu kembali terayun, me?
ngenai sisi kanan badannya.
Reno berteriak kesakitan dan terjatuh, tapi segera berdiri
kembali. Sekarang ia mengambil kuda-kuda dan memerhatikan
Alfred yang secara perlahan berjalan memutar, dengan papan
itu masih di tangannya. Reno mengumpat dalam hati. Dari
cara Alfred menyerangnya dan cara pria itu sekarang berjalan
sambil menatapnya, ia tahu Alfred melakukannya dengan pe?
nuh perhitungan. Gerakannya yang sangat stabil dan terkontrol
pastinya adalah hasil latihan bela diri bertahun-tahun. Tebak?
annya, Alfred terlatih dalam karate dengan kombinasi bela diri
lain, mungkin salah satu yang berakar darierika Latin,
mengingat posisi tubuhnya saat berputar menyerangnya tadi
tidak biasa dan bisa dikategorikan sempurna. Lewat sudut mata?
nya ia melihat Vladyvsky, dengan senjata teracung ke arahnya,
sepertinya menikmati tontonan ini.
Alfred menyerang kembali, tapi kali ini kaki Reno siap me?
nyambut dan papan itu terpental kembali. Kekagetan Alfred
membuka satu celah kesempatan yang tidak disia-siakan oleh
Reno; ia melompat menerjang Alfred dan kakinya menendang
Alfred dengan telak di bagian wajah. Pria itu terjatuh ke bela?
kang.
Reno bersiap untuk kembali menyerang Alfred. Kemudian
terdengar satu suara tembakan, diiringi teriakan Fay.
Ia oleng ke depan. Satu rasa sakit yang panas menyengat
dan melumpuhkan terasa di bahunya. Saat menyadari per?
hatiannya telah teralih, ia melihat sekelebat bayangan papan
! 8-15.323
itu terayun ke kepalanya. Seketika itu juga ia sadar pertem?
puran ini bukan miliknya lagi. Kemudian hanya ada hitam.
Kent mengutuk keputusannya dalam memilih posisi. Tadinya
ia berpikir bisa dengan leluasa bertindak dari tempatnya berdiri
ini bila Vladyvsky dan Alfred menunjukkan tanda-tanda akan
menghabisi Fay. Ia sama sekali tidak memperhitungkan keber?
adaan Reno. Dengan bergeraknya Vladyvsky dan Alfred men?
dekati pintu untuk berurusan dengan Reno, posisinya malah
jadi tidak menguntungkan. Ia tidak bisa melihat Vladyvsky
dengan jelas karena pria itu tertutup salah satu tiang penyang?
ga bangunan ini.
Dan kini, Reno tertembak. Luka di bahu memang tidak me?
matikan, tapi bila tidak ditolong segera, ia bisa meninggal ke?
habisan darah. Belum lagi hantaman papan yang dipegang
Alfred tadi.
Kent baru akan bergerak menjauh untuk melaporkan Reno
tertembak, ketika suara helikopter terdengar di kejauhan. Tidak
ada gunanya menjauh, suaranya sudah pasti tertutup suara
helikopter. Langsung ia melaporkan keadaan sambil terus meng?
awasi apa yang terjadi di dalam bangunan itu.
Alfred juga mendengar suara helikopter itu dan menuju jen?
dela untuk melihat ke luar; ia sama sekali tidak suka dengan
apa yang dilihatnya. Sebuah helikopter berhenti di udara, di
tepi lapangan. Tali-tali dilempar keluar, terulur sampai ke
tanah.
"Empat orang meluncur turun dari helikopter," teriaknya
kepada Vladyvsky. Ketegangan terdengar dalam kalimat yang
diucapkannya.
"Kita harus segera keluar dari gudang ini, Sir. Tidak ada
tempat berlindung di tempat ini. Kalau kita tetap di sini, sama
saja dengan menyerah tanpa perlawanan," jawab Vladyvsky
tenang.
! 8-15.324
Alfred mengangguk.
"Bawa dia," perintahnya kepada Vladyvsky sambil meng?
angguk ke arah Fay.
Vladyvsky mengeluarkan pisau dan berjalan ke arah Fay.
Fay yang tadi histeris melihat Reno terbujur di lantai bersim?
bah darah, kini terisak, menangis dilanda rasa kehilangan yang
dalam. Ia tidak tahu apakah Reno masih hidup dan saat ini ia
tidak bisa menerima bila yang terjadi sebaliknya. Rasa panik
segera menyerbunya saat melihat Vladyvsky berjalan ke arah?
nya dengan pisau terhunus. Napasnya yang tadinya sudah kem?
bali normal setelah keluar dari air kini terasa kembali sesak.
Pria itu berjongkok dan memotong tali yang mengikat kaki?
nya, kemudian mencengkeram lengannya dan menariknya ba?
ngun.
Kent yang sedari tadi sudah membidik, menarik pelatuknya.
Terdengar satu suara tembakan yang memekakkan telinga.
Vladyvsky terjatuh sambil berteriak kesakitan, memegang
pahanya yang tertembak. Pria itu kemudian berguling ke sam?
ping dan menembak ke arah jendela tempat Kent berada. Fay
menjerit panik dan ia lari menjauh dari Vladyvsky.
Alfred langsung menangkap Fay dan menyeretnya ke luar
bangunan, melintasi lapangan, menuju bangunan utama di se?
belahnya. Sekilas Fay melihat beberapa sosok berbaju hitam
sedang merunduk di kejauhan.
Andrew mendengar suara tembakan dan melihat Alfred keluar
seorang diri membawa Fay ke dalam rumah pertanian. Tak
lama kemudian lewat headset ia mendengar Kent melaporkan
bahwa Vladyvsky sudah tertembak di kaki. Sebelumnya
Andrew sudah menerima laporan bahwa Reno ada di bangunan
bekas kandang dalam keadaan tidak sadar diri dengan luka
tembak. Ia masih menginginkan Vladyvsky hidup-hidup tapi
pria itu harus segera dipojokkan karena ia ingin Reno segera
ditolong.
! 8-15.325
Andrew langsung memberi kode kepada dua agennya untuk
mengepung Vladyvsky. Satu agen yang ikut dengannya ke ba?
ngunan utama diperintahkan olehnya untuk berjalan memutar
ke samping rumah untuk mencari jalan masuk lain. Ia sendiri
memilih pintu depan, berjalan melipir dari dinding di dekat
gudang menuju pintu tersebut sehingga terlindung.
Alfred menyeret Fay ke atas, membawanya ke sebuah ruangan
yang sangat besar tanpa perabot dengan perapian batu di salah
satu ujungnya. Dia menarik gadis itu ke tengah ruangan dan
memaksanya berlutut.
"Satu gerakan saja dari kamu, dan pistol ini akan meletus.
Dan percayalah, saya tidak pernah meleset," ancam Alfred.
Eiffel, Tolong ! Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pria itu tidak menunggu Fay menjawab, langsung meng?
endap-endap ke sisi dinding yang menghadap ke depan. De?
ngan teliti dia menyusuri dinding, sambil melihat ke bawah.
Begitu sampai di sisi dinding di bagian samping rumah, Fay
melihat tubuh pria itu menegang dan dia membidikkan sen?
jatanya.
Fay menggigit bibir dan menutup mata. Begitu senjata itu
meletus, ia berteriak tertahan, sementara dari arah gudang juga
terdengar rentetan tembakan sahut-menyahut.
Mendadak ia merasa ada cengkeraman tangan yang menarik?
nya berdiri. Alfred sudah ada di belakangnya dan tangan kiri
pria itu dilingkarkan kuat di lehernya sementara senjata pria
itu kini ditempelkan ke pelipis kanannya. Fay bisa merasakan
sensasi logam dingin yang berat di pelipisnya. Saat itu ia
melihat apa yang menyebabkan gerakan Alfred yang tiba-tiba
itu dan darahnya langsung terasa beku. Seluruh tubuhnya kaku
karena ngeri.
Enam meter di depan Fay, Andrew mengangkat senjata de?
ngan moncong yang diarahkan kepada dirinya. Senjata itu se?
benarnya diarahkan ke Alfred, tapi dengan posisi Fay yang di?
! 8-15.326
paksa berdiri di depan pria itu sebagai perisai, moncong senjata
Andrew seakan menganga siap menerkamnya juga.
Yang membuat kengerian Fay menumpuk dengan cepat
bukanlah fakta bahwa saat ini ada dua senjata yang ditodong?
kan ke arahnya, melainkan ekspresi Andrew yang melihatnya
datar, dengan tatapan dingin yang membuatnya menggigil dan
berada pada puncak keputusasaan. Saat itu Fay seperti ter?
sengat kenyataan bahwa walaupun yang sedang mengancam
jiwanya adalah Alfred, tapi nyawanya sendiri sebenarnya ber?
ada dalam genggaman Andrew. Saat ini, Tuhan seperti sedang
bermain-main dengan nyawanya melalui pria itu. Apakah
nyawanya terempas atau terangkat, semuanya tergantung pada
apa yang dipikirkan oleh Andrew dan apa yang akan dilakukan?
nya. Pikiran itu bagaikan mengundang angin dingin merayapi
sekujur tubuh Fay yang berdiri kaku tanpa bernapas, di antara
ruang waktu yang diciptakan kedua pria itu, dengan Tuhan
sebagai penonton tunggal yang sudah tahu bagaimana akhir
pertunjukan ini.
Sesak! Ia butuh udara! Fay bergerak meronta-ronta, berusaha
untuk setidaknya memberi sedikit ruang baginya untuk meng?
hirup udara lebih banyak.
"Aargh," teriak Fay kesakitan ketika merasakan moncong
senjata ditekan lebih keras ke pelipisnya.
"Jatuhkan senjatamu, Andrew. Kamu tidak punya kesempat?
an. Saya bisa mengirim peluru ke kepala gadis ini lebih cepat
daripada apa pun yang sedang berusaha kamu lakukan," suara
Alfred mengembalikan kesadaran Fay ke panggung sebenar?
nya.
"Oh, benarkah begitu? Dan kenapa kamu pikir saya butuh
dia hidup-hidup?" kata Andrew datar.
Fay merasa dunia sudah tercabut dari jiwanya dengan ucap?
an itu. Dengan wajah pucat, ia hanya menatap Andrew tanpa
harap, pasrah.
! 8-15.327
Kent melihat adegan yang berputar di atasnya dengan marah.
Ia berada di lantai satu, di halaman depan rumah pertanian
tua itu. Di atasnya ada jendela. Dari sudut terbaik, yang ter?
lihat melalui daun jendela yang terbuka hanyalah sebuah
lengan yang sedang menodongkan senjata ke pelipis kanan
seseorang. Mengingat posisi seperti itu bertahan cukup lama,
Kent mengasumsikan bahwa ada satu atau beberapa orang lain
yang sedang mengonfrontasi orang yang menodongkan senjata
itu.
Dua detik yang lalu, asumsinya masih berputar di antara dua
skenario. Skenario pertama adalah Alfred memegang senjata
dengan pamannya sebagai tawanan vs agen COU. Skenario
kedua adalah Alfred memegang senjata dengan Fay sebagai
tawanan vs pamannya atau agen COU. Tapi skenario pertama
pupus dua detik yang lalu ketika pria yang menodongkan sen?
jata itu menggerakkan tangan kanannya sedikit dan ada resis?
tensi yang menyebabkan tawanan itu bergeser ke kanan se?
jenak. Kent melihat rambut sebahu Fay. Damn!
Ia mengenal pamannya dengan baik. Terlalu baik malah,
hingga ia yakin saat ini yang membuat pamannya tidak me?
narik pelatuk bukanlah fakta bahwa di depannya ada gadis
yang nyawanya sedang terancam, tapi pasti karena dia masih
menginginkan Alfred hidup-hidup. Kent merasakan darahnya
menggelegak. Untuk pertama kalinya selama bertahun-tahun
melakukan pekerjaan ini, baru kali ini ia merasakan ada unsur
emosi yang terlibat, kemarahan karena ketidakberdayaan yang
menyatu dengan ketakutan akan kehilangan.
Kent mengeluarkan senjatanya dan secara hati-hati mem?
bidikkannya ke lengan itu, hal yang sulit dilakukan dengan
kondisi adrenalin meledak-ledak. Bila nasib baik berpihak
padanya, Fay tidak akan terluka sedikit pun. Bila sang nasib
! 8-15.328
memutuskan untuk berpaling, tindakannya ini bisa melukai
bahkan juga membunuh gadis itu. Jari Alfred bisa saja lebih
lincah dari perkiraan Kent dan sempat menarik pelatuk se?
belum dilumpuhkan rasa sakit semburan timah panas.
Bagaimanapun hasilnya, ini adalah satu-satunya kesempatan
yang Kent miliki untuk menyelamatkan gadis yang dicintainya
itu. Dan dalam pekerjaan jenis ini, kesempatan tidak pernah
datang dua kali.
Dengan kesadaran penuh, Kent mengunci targetnya.
Berikutnya frame demi frame bagai terjadi dalam gerak lam?
bat dengan benang merah bernama chaos.
Satu desingan peluru yang dilepas Kent memecahkan ke?
sunyian pagi itu. Terdengar jerit kesakitan Alfred, disusul
desingan peluru berikutnya yang berasal dari ruangan di lantai
dua itu, yang dibarengi jerit kesakitan Fay.
God! Jantung Kent berdegup kencang. Ia langsung melesat
masuk ke rumah pertanian itu, mencari tangga untuk naik.
Fay merasa gendang telinganya seakan pecah ketika suara tem?
bakan pertama terdengar. Berikutnya ia merasakan sejenak
cengkeraman lengan Alfred di lehernya melemah seiring de?
ngan jerit kesakitan pria itu. Detik berikutnya suara tembakan
kembali terdengar, kali ini terasa lebih dekat dan lebih meme?
kakkan telinga, kemudian ada rasa panas terbakar yang menye?
ngat lengan kanannya. Ia pun menjerit kesakitan.
Bersamaan dengan itu, Fay merasa tubuhnya oleng ke kiri.
Ia jatuh dengan lengan kanan yang terasa panas dan sangat
sakit. Segera Fay berusaha bangkit dan berlari menuju pintu.
! 8-15.329
Andrew membiarkan Fay meninggalkan ruangan. Ia bisa me?
lihat lengan gadis itu terluka. Tidak terlalu parah, peluru hanya
menyerempet lengannya.
Andrew melihat senjata yang masih menggantung di tangan
Alfred dengan tenang. Siapa pun yang menembak pria itu
sudah melakukannya dengan sempurna. Tembakan itu sudah
merobek otot lengannya, sehingga mustahil bagi Alfred untuk
menggerakkan lengan, terlebih untuk mengangkat senjata yang
masih ada dalam genggamannya yang kini sudah longgar.
Andrew menatap Alfred. Hanya ada serpihan-serpihan ke?
cemasan dalam sorot mata pria di hadapannya itu.
C?est magnifique! Betapa indahnya kecemasan yang diakibat?
kan ketidakpastian. Betapa indahnya melihat satu demi satu
serpihan kecemasan itu berubah menjadi keping ketakutan.
Terdengar satu suara di headset Andrew, "Sir, kami sudah
mendapatkan semua yang diinginkan. Di dalam harddisk Mr.
Whitman ditemukan daftar lengkap nama agen-agen badanbadan intelijen yang sedang terlibat dalam operasi beserta
keterangan rinci tentang operasi mereka. Di sini kami juga
menemukan daftar kontak Mr. Whitman di setiap badan inteli?
jen yang memberikan informasi tersebut."
"Apakah ada di antaranya yang merupakan kontak di
COU?" tanya Andrew.
"Ada, Sir, seorang agen senior, Level 1. Sekarang sudah di?
amankan dan sedang bersama Kepala Direktorat Control Unit.
Tim Elang menunggu konfirmasi untuk kembali ke markas."
"Konfirmasi diberikan," jawab Andrew.
Selesai sudah. Semua informasi yang diinginkan sudah diper?
oleh. Nyawa yang sedang berlutut di hadapannya ini sekarang
sudah kehilangan nilainya.
Andrew mengangkat senjata dan mengarahkannya ke kening
Alfred.
Yang ia lihat sekarang di sorot mata Alfred adalah puncak
dari segala keindahan itu. Ketika serpihan kecemasan terakhir
berubah menjadi ketakutan tanpa bisa dicegah. Seolah serpihan
! 8-15.330
terakhir itu mendapat bisikan kapan sang maut akan datang
dan kapan dia harus mengubah bentuknya untuk melengkapi
keutuhan keping-keping ketakutan sebelumnya.
Sebentuk keindahan yang tidak bisa diabadikan di kanvas
mana pun.
Mulut Alfred terbuka, ingin mengatakan sesuatu tapi ter?
lambat.
Andrew sudah menarik pelatuknya.
Fay mengatupkan mulut tapi terlambat. Pita suaranya sudah
bergetar mengeluarkan suara pekikan yang tertahan.
Ia tadi berhenti di mulut tangga, bersiap untuk turun. Saat
itulah terdengar bunyi senjata api meletup yang tertahan pe?
redam suara, membuat kepalanya menoleh tanpa bisa dicegah.
Lewat pintu yang terbuka lebar ia melihat satu titik warna me?
rah mendadak muncul di kening Alfred, kemudian segera men?
jelma menjadi garis vertikal bagai digambar dengan rapi oleh
satu tangan yang tak terlihat. Detik itulah Fay berteriak.
Fay jatuh terduduk di tangga dengan lutut lunglai dan air
mata yang kini sudah mengalir deras, terisak dalam pasrah.
Andrew muncul di pintu. Senjatanya terangkat, dengan
moncong yang kali ini diarahkan kepada Fay, dan pria itu
maju dengan cepat ke arahnya.
Fay melihat sekelebat tangan pria itu bergerak, kemudian
hanya ada gelap.
Andrew menyusuri lorong di salah satu gedung pendukung
operasi milik COU; gedung yang sama tempat ia bertemu Fay
dua minggu lalu.
Semua urusan yang berkaitan dengan Alfred sudah beres.
Jasad pria itu sudah disingkirkan oleh tim pembersih, beserta
! 8-15.331
seluruh bukti keberadaannya di rumah pertanian itu. Tim
Eiffel, Tolong ! Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Elang yang dikirimnya juga sudah mengambil semua informasi
yang dibutuhkan tentang Alfred, baik bisnis legalnya maupun
kegiatan sampingan pria itu yang ilegal.
Andrew tersenyum tipis membayangkan rapat pemegang sa?
ham yang akan dihadirinya minggu depan untuk membicarakan
penjualan salah satu anak perusahaan Alfred, yang pastinya
akan diperolehnya dengan mudah sekarang. Sebuah efek sam?
ping yang begitu menguntungkan.
Penyusupan ke rumah Alfred itu sendiri berjalan dengan
sangat terarah dengan korban luka minimal berkat informasi
kondisi penjagaan yang sudah diperoleh dari Fay sebelumnya.
Sejak kemarin, Andrew menempatkan satu unit perbaikan
saluran jalan di sisi jalan gerbang servis, dilengkapi dengan
mobil crane untuk mengangkat pipa-pipa. Tepat di balik pagar
tembok, terdapat satu tanjakan yang menyerupai bukit kecil,
dan dari ketinggian crane terlihat bahwa satu-satunya kesem?
patan untuk masuk tanpa terlihat penjaga adalah setelah pa?
troli keliling rumah lewat.
Diangkat crane melewati pagar dan menyeberangi jalan se?
tapak yang menempel di bagian dalam tembok yang setiap
jengkalnya diawasi kamera pengawas, Tim Elang masuk dan
langsung diturunkan di bagian berumput yang dijaga anjing.
Delapan orang anggota tim itu yang menggunakan seragam
penjaga yang sama dengan penjaga di kediaman Alfred, lang?
sung menyebar, Elang Alfa menuju ruang kontrol di rumah
penjaga dan Elang Beta menuju bangunan utama kediaman
Alfred; semua dilengkapi dengan tranquilizer untuk melumpuh?
kan anjing penjaga. Setelah ruang kontrol dikuasai Elang Alfa,
Elang Beta langsung berpindah dari lapangan rumput ke jalan
setapak, kemudian masuk ke bangunan utama, langsung me?
nuju lantai tiga.
Hanya perlu waktu sepuluh menit untuk mengumpulkan se?
mua informasi yang ada di ruang kerja Alfred, termasuk yang
ada di ruang tersembunyi. Yang agak memakan waktu adalah
! 8-15.332
membuka pintu ruang tersembunyi itu; sedikit saja kesalahan
akan memicu peledak yang ada di bawah meja di depan
sofa?satu lagi informasi berguna yang disampaikan oleh Fay.
Setelah masuk ke ruang itu, sisanya praktis berjalan dengan
sendirinya. Yang dilakukan hanyalah menempelkan satu benda
yang disebut Adaptor Koneksi di salah satu slot yang tersedia
di komputer itu, maka komputer itu langsung terhubung me?
lalui jaluran lewat satelit ke server COU. Analis komputer?
nya di markas COU langsung mengaduk-aduk isi komputer itu
dan meng-copy semua data di dalamnya ke komputer di COU.
Tidak lama kemudian, analis komputer menyatakan bahwa se?
mua informasi yang diperlukan sudah berhasil diperoleh. Tanpa
kesulitan mereka semua keluar melalui gerbang servis setelah
melumpuhkan penjaga.
Tidak lama setelahnya, pengkhianat dalam COU sudah di?
singkirkan, sedangkan nama-nama pengkhianat di badan inteli?
jen lain sudah diserahkan ke kontak COU di masing-masing
badan itu.
Informasi penting lain yang berhasil diperoleh adalah adanya
keterkaitan erat antara Alfred dengan organisasi kejahatan
yang berbasis di Asia. Walaupun tidak berhasil diperoleh detail
tentang organisasi itu, setidaknya beberapa petunjuk alamat,
kontak, dan laporan keuangan bisa digunakan untuk mene?
lusuri ke mana semua berujung.
Urusan dengan Vladyvsky juga sudah selesai. Sekarang dia
sudah kembali ke kediaman Alfred, didampingi oleh beberapa
agen COU, untuk membereskan sisa-sisa masalah di sana, ter?
masuk memastikan bahwa Seena yang asli bisa segera mening?
galkan kediaman itu.
Begitu sampai di gedung ini tadi, Vladyvsky langsung dibawa
ke ruang interogasi. Sesi itu berjalan mudah. Andrew memberi
penawaran ke pria itu untuk menukar nyawanya dengan semua
informasi tentang Alfred, dan Vladyvsky yang tidak merasa
perlu untuk berkorban demi tuannya yang sudah tidak lagi
bernapas langsung setuju. Sesi itu diakhiri dengan keterangan
! 8-15.333
secara kronologis oleh Vladyvsky tentang kejadian sejak Fay
yang berpura-pura menjadi Seena tiba di kediaman Alfred hing?
ga semua yang terjadi di rumah pertanian tua itu, termasuk
bagian saat Fay bersikukuh untuk tidak memberi informasi apa
pun ketika sedang ditanyai di bawah tekanan kekerasan oleh
Alfred.
Setelah Vladyvsky, giliran Kent. Keponakannya itu tadi ikut
tanpa bertanya setelah berpapasan dengan dirinya yang sedang
menggotong Fay menuruni tangga di rumah pertanian itu.
Dengan rinci Andrew menanyai Kent tentang keterlibatannya
dengan semua kejadian di rumah pertanian, sambil sesekali
memberinya pelajaran di sela-sela jawabannya. Cerita Kent
tentang apa yang terjadi di rumah pertanian itu sama dengan
yang ia dengar dari Vladyvsky. Setelah merasa cukup, Andrew
pun menyudahi sesi tanya-jawab itu. Keponakannya keluar da?
lam keadaan setengah sadar, dipapah oleh dua penjaga ke
ruang isolasi sesuai instruksinya. Tidak usah terlalu lama, pikir?
nya. Ia punya tugas lain untuk Kent, yang sebenarnya lebih
cocok disebut hukuman daripada penugasan.
Yang terakhir adalah Reno. Metodenya sedikit berbeda, kali
ini ia menggunakan suntikan. Berisi cairan yang umum disebut
"serum kebenaran", suntikan ini sebenarnya bukan favorit
Andrew karena kadang agak sulit untuk membedakan apakah
yang dikatakan korban merupakan kebenaran atau hanya
halusinasi. Tapi untuk Reno, itulah yang ingin ia ketahui.
Begitu serum itu bekerja, Reno menceritakan semua kejadian
yang berkaitan dengan Fay itu secara acak, diselingi cerita
masa lalunya tentang Maria?sesuatu yang tidak mengejutkan?
nya sama sekali. Sama seperti Kent, keponakannya yang satu
ini juga akan segera menghabiskan waktu di ruang isolasi ka?
rena bertindak di luar protokol.
Andrew masuk ke ruang perawatan, mengamati Fay yang
masih tergolek tidak sadarkan diri, dengan tangan dan tubuh
terikat ke tempat tidur. Luka di lengannya sudah ditangani dan
kini dibalut perban.
! 8-15.334
Di sebelah tempat tidur terdapat satu baki logam seperti
yang biasa ada di ruang operasi. Di atasnya tergeletak satu sun?
tikan yang siap digunakan.
Andrew mengambil suntikan itu dan mengamati isinya. Dua
puluh cc. Cukup untuk melumpuhkan seekor sapi, dan meng?
habisi nyawa seorang manusia.
Ingatannya melayang ke berkas berisi evaluasi tentang Fay
di komputernya yang terakhir diaksesnya hari Sabtu malam,
dengan rekomendasi
"Keselamatan dalam tugas bukan prioritas. Evaluasi ulang ke?
mungkinan eliminasi setelah tugas selesai."
Kalimat pertama berarti, tugas yang dilakukan oleh gadis itu
lebih penting daripada keselamatannya. Andrew tidak akan
melakukan upaya ekstra untuk memastikan bahwa gadis itu
bisa keluar hidup-hidup. Satu-satunya alasan gadis itu tetap
hidup sekarang adalah keajaiban. Kalau saja Alfred dan
Vladyvsky tidak pergi meninggalkan rumah setelah kebohongan
itu terbongkar, ceritanya akan lain bagi gadis itu.
Arti kalimat kedua cukup lugas. Evaluasi ulang tentang na?
sib gadis itu harus dilakukan segera setelah tugasnya selesai.
Dan itu berarti sekarang.
Andrew mengamati kembali suntikan yang ada di tangan?
nya.
Jarinya menekan tuas pendorong dan ia menatap butir demi
butir cairan yang mengucur seperti air mancur ke udara.
! 8-15.335
Home Sweet Home
FAY sudah selesai berkemas-kemas. Kopernya sudah terge?
letak rapi di lantai, menunggu diangkat ke mobil untuk me?
mulai perjalanan panjangnya ke Jakarta. Fay menarik napas
panjang sambil menikmati kelegaannya.
Akhirnya.
Ia berdiri di pinggir jendela dan melihat ke luar. Matahari
agak enggan menerangi pagi ini, dan tiupan angin sesekali
membawa daun-daun meliuk, bercengkerama satu sama lain.
Hari Kamis di minggu ketiga ia di Paris. Cepat juga waktu
berlalu, pikirnya.
Tangannya menyentuh lengannya yang terluka. Masih agak
nyeri.
Ia ingat perasaannya dua hari yang lalu sewaktu membuka
mata dan yang ia lihat hanya putih. Sejenak ia bertanya-tanya
apakah ia sudah mati. Ia baru yakin dirinya belum mati se?
waktu ingin menggerakkan tangannya dan ternyata tidak bisa;
tertahan ikatan di lengannya, dan yang ia sadar bela?kangan,
mengikat kakinya juga. Tidak mungkin Tuhan mau bersusah
payah mengikatnya di tempat tidur.
! 8-15.336
Tidak lama kemudian Andrew masuk. Sambil menggulirkan
sapaan khasnya, sopan dan singkat, pria itu membuka ikatan
Fay dan memberitahunya bahwa ia berada di tempat yang sama
dengan dua minggu sebelumnya. Pria itu juga memberi ucapan
selamat atas keberhasilannya menyelesaikan tugas. Setelah itu,
ia dibawa ke rumah latihan, hingga pagi ini.
Dugaan Fay bahwa Andrew mengintervensi e-mail-e-mail
yang dikirim ke orangtua dan temannya terbukti kemarin. Pria
itu menyodorkan setumpuk e-mail yang ditulis atas namanya
kepada mereka. Fay membacanya dengan takjub, menelaah
percakapan yang terjadi antara dirinya dengan teman-teman
dan orangtuanya seputar kursus bahasa, acara jalan-jalan di
Paris, dan jadwal kepulangan ke Jakarta yang mundur tiga
hari.
Andrew kemudian memberi instruksi bagaimana ia harus
menjawab pertanyaan seputar luka di lengannya bila sampai
ada yang tahu. Dia juga memberikan nama dan nomor telepon
seorang dokter yang harus dikontaknya ketika sampai di Jakar?
Ia sempat bertanya kepada Andrew tentang Reno, teman
sekolahnya yang entah bagaimana bisa ada di sekitar gudang
tua itu dan tertembak. Pria itu menjawab singkat dia tidak
tahu bagaimana Reno bisa ada di sana dan bahwa Reno sudah
mendapatkan perawatan semestinya. Permintaan Fay untuk
mengunjungi Reno ke rumah sakit ditolak oleh Andrew.
Fay juga sempat bertanya kepada Andrew tentang keberada?
an Kent. Pria itu hanya menjawab singkat bahwa Kent sejak
hari Rabu sudah tidak berada di Paris lagi.
Eiffel, Tolong ! Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Di mana dia sekarang? Fay tidak mengerti kenapa Kent se?
perti mendadak hilang ditelan bumi tanpa kabar sama sekali.
Kalau memang berniat menghubunginya, seharusnya pemuda
itu bisa menemukan jalan, seperti waktu mereka bertemu se?
pulang dari Nice. Pikiran bahwa Reno mungkin benar dan
Kent hanya ingin memanfaatkan Fay di sela-sela waktu luang?
nya terasa menyakitkan dan.
! 8-15.337
"Maaf, Miss, apakah koper bisa dibawa turun sekarang?"
suara Lucas yang ternyata sudah berdiri di pintu menyadar?
kannya. Fay mengangguk, mengambil ranselnya dan turun ke
lantai dasar, diikuti oleh Lucas. Koper yang bagi Fay beratnya
tidak ketulungan itu dibawa oleh Lucas dengan langkah ringan
di satu tangan seolah isinya bulu angsa. Sampai di bawah,
Andrew sudah menunggu. Fay melihat sekilas ke sekelilingnya,
berharap ada sosok lain yang ia kenal, yang sangat ingin ia
sapa, tapi ia kecewa.
"Sebelum kamu berangkat, ada beberapa hal yang ingin saya
sampaikan," kata Andrew sambil mulai berjalan ke arah jalur
lari yang sudah menjadi sahabat Fay selama dua minggu. Fay
mengikuti Andrew yang berjalan ke arah jalan setapak di sisi
jalur itu yang jaraknya lebih pendek.
"Saya berterima kasih secara pribadi atas kesediaan kamu
untuk melakukan apa yang diminta," Andrew berhenti sejenak
melihat ekspresi tidak setuju yang jelas-jelas tertera di wajah
Fay dan tertawa, kemudian dia menambahkan, "Saya tahu
kamu tidak punya banyak pilihan saat itu, tapi tetap saya ber?
terima kasih atas semua yang telah kamu lakukan."
"You?re welcome," jawab Fay. Garing abis, pikirnya. Tapi ia
tidak tahu harus berkata apa lagi.
"Sebagai rasa terima kasih, ada kompensasi yang akan di?
berikan kepada kamu. Tapi karena umur kamu masih di bawah
dua puluh satu tahun, uang itu tidak bisa diserahkan langsung
kepada kamu melainkan akan disimpan di sebuah bank di
Singapura dan akan dikelola oleh seorang penasihat keuangan
sampai kamu berusia dua puluh satu."
"Hah?" Fay merasa ia salah dengar atau mulai menderita
kebodohan parsial hingga salah mengartikan ucapan Andrew.
"Apa bisa diulang? Saya tidak terlalu mengerti maksudnya."
Andrew meliriknya. "Saya yakin kamu mengerti sepenuhnya
maksud saya. Tapi biar saya ulangi sekali lagi dan beritahu saya
bagian mana yang tidak kamu mengerti, kalau masih ada."
Andrew kembali menjelaskan, "Sebagai rasa terima kasih,
! 8-15.338
kamu diberi kompensasi berupa uang sejumlah lima ribu Euro.
Uang itu tidak akan langsung diberikan kepadamu saat ini
juga. Selain karena kamu masih berusia di bawah dua puluh
satu tahun, uang tunai sejumlah itu di tangan seorang gadis
tujuh belas tahun mungkin akan menimbulkan kecurigaan, dan
itu adalah hal terakhir yang saya inginkan. Uang kamu akan
disimpan di sebuah bank di Singapura dan akan dikelola oleh
seorang penasihat keuangan. Saya akan memberikan kontaknya
supaya kamu bisa menghubunginya kalau ada keperluan untuk
mengambil uang tersebut."
Fay melongo. Lima ribu Euro, waaaaah, ia jadi jutawan, dan
senyumnya pun merekah. Dengan antusias, pikirannya tanpa
disuruh langsung melayang ke baju, tas, dompet, mmmm se?
patu Adidas, celana kapri model jungle boy yang ia lihat se?
harga 120 euro, kemudian...
Suara Andrew memecah khayalan indahnya, "Dari ekspresi
kamu sekarang, saya asumsikan kamu sedang berpikir untuk
menghabiskan semua uang itu sesegera mungkin."
Andrew menatapnya dengan tidak sabar.
"Tidak secepat itu, young lady. Seperti yang saya katakan
tadi, hal terakhir yang diinginkan adalah menarik perhatian
yang tidak perlu. Jumlah maksimal yang bisa kamu tarik setiap
bulan adalah dua ratus Euro dan itu harus melalui persetujuan
penasihat keuangan kamu. Kamu akan diberi dua ratus Euro
tunai sekarang, sisanya harus sabar menunggu."
Penjelasan tambahan itu tidak mengubah suasana hati Fay
yang sangat gembira walaupun berarti barang yang ia beli tidak
akan seheboh khayalannya. Ini adalah uang pertama yang
diterima hasil jerih payahnya, yang diperoleh dengan keringat
dan air mata. Dan keringat dan air mata dalam arti yang sebe?
narnya! Fay merasa seperti burung yang terbang lepas keluar
dari sangkar dan ayunan langkahnya terasa sangat ringan.
Tanpa terasa mereka sudah sampai di depan rumah.
Andrew menatap Fay cukup lama, kemudian berkata, "Saya
yakin saya tidak perlu menekankan lagi pentingnya merahasia?
! 8-15.339
kan semua yang terjadi selama dua minggu ini. Itu berarti
kamu tidak boleh berbicara tentang hal ini kepada siapa pun,
termasuk orangtua dan teman kamu."
Fay mengangguk.
Ia akan terbebas dari semua ini sebentar lagi. Begitu tiba di
pesawat, I?m a free girl! Ia sudah tidak sabar untuk mencerita?
kan semua ini ke teman-temannya dan membayangkan ekspresi
heboh mereka. Mereka pasti sangat kaget dengan perubahan
fisiknya yang kini lebih atletis. Fay merasa, hal itu membuatnya
lebih percaya diri, dan tentu saja ia merasa lebih cantik.
Apalagi kalau ia bercerita tentang penculikannya, perannya
sebagai Seena, tentang Reno dan Kent. Sebersit rasa kecewa
mendadak menyergapnya, tapi ditepis bayangan wajah temantemannya yang menganga mendengar cerita yang pastinya sa?
ngat heboh itu.
Andrew mengeluarkanplop putih dari balik jasnya dan
menyerahkannya kepada Fay. "Di dalamnya ada nama pena?
sihat keuangan kamu dan bagaimana cara menghubunginya.
Ada juga beberapa barang di dalam yang saya rasa kepunyaan
kamu, termasuk uang dua ratus Euro yang tadi saya sebutkan.
Kamu bisa membukanya nanti."
Mereka sudah sampai di samping mobil. Fay berhadapan
dengan Andrew, siap mengulurkan tangan untuk bersalaman.
"Jaga diri baik-baik, young lady. Until next time," Andrew
memegang kepala Fay dengan dua tangan, mencium keningnya,
menepuk pipinya, dan membukakan pintu sambil tersenyum.
Fay tercengang. Rasanya seperti menghadapi orang yang ber?
beda, bukan Andrew yang dikenalnya selama lebih dari dua
minggu ini, yang tidak sabaran, tak ada toleransi, tidak punya
perasaan, dingin, kejam, dan sadisnya tidak ketulungan. Hanya
sekali saja sikapnya mirip dengan sekarang, di malam sebelum
ia menjalankan tugasnya.
Terperangah, Fay hanya bisa mengangguk dan berkata sing?
kat, "Okay, bye now."
! 8-15.340
Ia masuk ke mobil dan Lucas mengemudikannya dengan
pelan di jalan berbatu itu. Ketika mencapai gerbang dan ber?
temu dengan aspal yang licin, mobil itu langsung melaju de?
ngan kencang ke Charles de Gaulle.
Setelah melewati proses imigrasi, Fay baru ingat akanplop
putih yang diberikan Andrew. Ia masuk ke salah satu kafe di
sana, memesan secangkir cappuccino dan mencari tempat duduk
di sisi yang agak tersembunyi.
Yang pertama dilihat olehnya adalah bayangan dua lembar
uang seratus Euro dan ia langsung tersenyum lebar. Bisa belanja
euy, pikirnya berbunga-bunga sambil menyelipkan uang itu
baik-baik di dompetnya.
Kemudian ada kartu nama putih polos bertuliskan "Francois
Bertrand", dengan posisi "Financial Advisor", beserta alamat
e-mail di Yahoo! dan nomor telepon genggam berkepala +65,
Singapura. Fay hafal karena beberapa kali pernah menelepon
orangtuanya yang sering bertugas ke negeri singa itu.
Selanjutnya adaplop cokelat yang berisi kertas-kertas.
Fay mengeluarkan isinya sekaligus, ternyata sekumpulan foto.
Lembar pertama iaati dan Fay pun terenyak, jantungnya
serasa jatuh ke lantai.
Fokus dari foto itu adalah gambar utuh seorang wanita de?
wasa berambut pendek memakai kacamata hitam, yang dengan
busana kerja formal sedang berjalan di trotoar membawa tas
laptop dan tas tangan, bertanggal satu minggu yang lalu.
Itu foto Mama!
Dengan tangan yang mulai gemetar Fay melihat lembar ke?
dua, takut perkiraannya menjadi kenyataan.
Ternyata tidak salah, foto kedua adalah foto papanya yang
berjalan masuk ke gedung perkantoran. Jantung Fay kembali
mau copot, foto itu bertanggal dua hari yang lalu!
! 8-15.341
Tidak mungkin! Fay tidak pernah menceritakan tentang
orangtuanya kepada Andrew. Bagaimana mungkin pria itu bisa
dengan tepat tahu keberadaan mereka? Ide bahwa ada yang
membuntuti orangtuanya dan diam-diam mengambil foto me?
reka benar-benar tidak bisa diterima akal Fay!
Fay menarik napas, berusaha menenangkan dirinya tapi
tidak berhasil. Andrew tidak main-main ketika berkata bahwa
apa yang terjadi dua minggu terakhir ini tidak bisa diceritakan
ke siapa pun, termasuk kepada orangtuanya, dan dia punya
akses untuk melakukan apa saja.
...Sudah merupakan kebiasaannya untuk menghukum seseorang
dengan mengambil sesuatu yang sangat berharga bagi orang ter?
sebut, sehingga pesan yang ingin disampaikannya mengena....
Ucapan Kent minggu lalu terngiang-ngiang kembali di te?
linga Fay.
Fay menggelengkan kepalanya, berusaha menepis pikiran
buruk yang menghinggapinya.
Tangannya meraih dua foto terakhir dan mukanya menjadi
sangat pucat. Keduanya foto lama, terlihat dari warnanya yang
tidak seterang dua foto sebelumnya, dan dari kertasnya yang
sudah tidak licin lagi.
Foto yang satu adalah foto orangtuanya beserta dirinya ke?
tika masih SMP. Foto yang lainnya adalah foto Fay bersama
teman-temannya, Dea, Lisa, dan Cici, diambil ketika mereka
bersama-sama ke Dufan sekitar enam bulan yang lalu.
Foto bersama orangtuanya seharusnya berada di deretan ke?
tiga foto-foto yang mengisi meja panjang di ruang keluarga di
rumahnya di Jakarta!
Sedangkan foto bersama teman-temannya itu adalah foto
yang ditempelkan di meja belajar di kamar tidurnya!
Sebuah kehampaan langsung menelannya. Rumah yang se?
lama ini dirindukannya setiap hari ternyata tidak lebihan
daripada kediaman Celine & Jacque.
Setelah terdiam sejenak, dengan kedua tangan yang masih
! 8-15.342
Eiffel, Tolong ! Karya Clio Freya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lemas, Fay meraih cappuccino. Untuk pertama kalinya dalam
dua setengah minggu ini, ia merasa tidak ingin pulang.
Penasaran dengan kelanjutan kisah Fay, Kent, Reno, dan
Andrew? Intip sinopsisnya di halaman berikut.
! 8-15.343
Setelah menyelesaikan "tugas" dari Andrew
McGallaghan, Fay Regina Wiranata kem?
bali ke Indonesia, kembali menjadi siswa
SMA biasa. Tak secuil pun kisah serunya
di Paris ia bocorkan kepada sahabat-sa?
habat dan orangtuanya.
Fay hampir yakin kehidupannya akan
berjalan normal seperti biasa. Namun, ia
mendapat kejutan lain yang mau tak mau
menyeretnya kembali ke peristiwa di Paris
ia menjadi juara lomba mengarang berba?
hasa Prancis dengan hadiah kursus singkat
selama satu minggu di Paris!
Yakin dirinya tidak pernah mengikuti lomba yang dimaksud, tam?
bahan lagi berita itu disampaikan oleh Institute de Paris yang merupa?
kan kedok penculiknya tahun lalu, Fay tahu ia tidak punya pilihan lain
kecuali berangkat ke Paris memenuhi panggilan Andrew.
Hari-harinya ternyata berjalan lebih berat daripada yang ia sangka.
Selain mendapatkan pengawasan dari rekan Andrew bernama Philippe
Klaan yang sikapnya sangat tidak bersahabat, Fay juga harus menata
kembali perasaannya kepada Kent, juga Reno.
Selesai melaksanakan tugas, hidup memberikan kejutan lain yang
amat mengguncang Fay pesawat yang ditumpangi kedua orangtuanya
mengalami kecelakaan dan orangtuanya dikabarkan meninggal dunia.
Fay harus membuat keputusan terberat dalam hidupnya tetap di Jakarta
dengan ketidakpastian akan masa depan, atau pergi ke Paris demi se?
buah kepastian masa depan namun sekaligus membuatnya terpuruk
sepanjang masa.
Tamat
simak lanjutannya dalam judul FROM PARIS TO ETERNITY
Sumpah Palapa Karya S D Djatilaksana Forgotten Eve Karya Phoebe The Heroes Of Olympus 2 Son Of Neptune
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama