Kotak Pelangi Karya Dyan Nuranindya Bagian 4
bicara, Dara melanjutkan, "Aiko baik-baik aja," ucap Dara pelan di
telepon.
Ipank menghela napasnya yang sempat tertahan. Sejenak ia memejamkan matanya. Kemudian sebuah kalimat kembali meluncur
dari bibirnya, "Aku cuma pengin mastiin kalau dia beneran baikbaik aja, Dar... "
"Pank, tolong kontrol dirimu. Kalo kamu terus kayak gini, kamu
bisa gila, Pank..."
Malam yang dingin. Tapi tidak terlalu sepi karena suara jangkrik
terdengar dari beberapa titik di pekarangan. Sampai detik ini anakanak Soda masih saja berpikir kalau di pekarangan mereka terdapat
sebuah perkampungan jangkrik yang dihuni sekitar sepuluh kepala
keluarga. Soalnya suara jangkrik selalu terdengar hampir setiap malam. Tapi anehnya, tak ada satu orang pun yang pernah melihat
keberadaan para jangkrik itu.
Kenzo duduk menggantung di atas pohon. Kepalanya menengadah ke langit malam yang terang karena cahaya bulan. Kalau malam-malam begini, ia sering kali membayangkan UFO datang di
hadapannya. Kemudian alien muncul dari pintu pesawatnya, mencu?liknya, dan membawanya ke planet Mars. Lalu ia diangkat men16743168
jadi pangeran dan menciptakan robot-robot canggih seperti
Doraemon.
Lamunannya terganggu oleh gerakan di sudut pekarangan. Kenzo
me?lihat sesuatu yang bergerak. Ia memperjelas pandangannya sambil
berusaha tidak melakukan gerakan-gerakan yang menarik perhatian.
Seorang lelaki mengendap-endap dan berlindung di balik pohon
mangga. Lelaki tersebut tidak berbuat apa-apa. Ia hanya diam menatap ke arah rumah. Tepatnya ke jendela salah satu kamar di lantai
atas.
Napas Kenzo nyaris tercekat ketika menyadari sosok pria di bawahnya itu. Jantungnya berdetak kencang. Ia seperti mengenali sosok itu. Telapak tangannya berusaha membungkam mulutnya sendiri. Tubuhnya berkeringat karena ketakutan. Air mata keluar tak
terbendung. Dalam hati ia terus berdoa agar lelaki tersebut tidak
melihatnya. Ya, lelaki tersebut tidak boleh tahu kalau dirinya ada
di sana. Ia terus berkata dalam hati.
Tuhan....
Tolong...
16844169
"AKU mau ngomong sama kamu, Yo. Baik-baik."
Satrio menghentikan langkahnya, menatap, dan sejenak ia membenarkan posisi tas di bahunya. "Urusan apa lagi?"
"Aiko."
Satrio tersenyum sinis. "Belum puas mukul aku dan menghancurkan senat?"
"Senat nggak akan hancur cuma gara-gara aku keluar."
Satrio mengangkat bahu. Untuk beberapa saat mereka terdiam.
"Kalian jadian?"
Satrio tersenyum tipis, memalingkan wajah sekilas lalu kembali
me?natap Ipank dari balik kacamatanya. "Perlu aku jawab?"
Ipank terdiam, kemudian menggeleng. "Nggak usah."
"Aku juga nggak yakin kamu siap..."
Sorot mata Ipank tampak lemah kali itu. Tak seperti biasanya
yang tajam dan mengerikan, yang mampu membuat musuhnya gemetar ketakutan.
"Nggak semuanya harus sesuai keinginanmu, Pank."
"Aiko bukan Chika, Yo. Mereka orang yang berbeda."
16944170
Satrio menatap lurus ke arah Ipank. Sepertinya ia begitu terkejut
dengan kalimat pendek yang baru saja terlontar dari mulut Ipank.
Suaranya bergetar. "Kamu... tau dari mana soal..."
"Jagain Aiko, Yo..." sahut Ipank singkat, memotong kalimat
Satrio. Nada suaranya dalam. Seperti berisi ribuan perih, kesedihan,
dan kehampaan. Sebisa mungkin ia jauhkan hati dari pikirannya
agar tak lagi peduli dengan kehancuran perasaannya.
Kata-kata singkat itu membuat Satrio betul-betul keheranan. Ia
menatap Ipank yang tengah terdiam. Mendadak ia merasa seperti
penjahat yang menodongkan pistol tepat di hati pria yang tengah
sekarat tak berdaya.
"IPANK!" panggil sebuah suara memecah keheningan itu. Dari
kejauhan terlihat Aiko berjalan cepat. Panik sekaligus khawatir.
Yang ada di benak gadis itu saat ini adalah Ipank bisa melakukan
tindakan gila pada Satrio.
Ipank menengok sesaat. Agak terkejut dengan kehadiran Aiko.
Ia membenarkan jaketnya dan berjalan pergi. Berusaha tidak memedulikan cewek itu. Ia abaikan rasa sakitnya. Karena memang harus
begitu.
Sekuat tenaga Aiko menarik tubuh Ipank. "Kenapa sih kamu
masih mengganggu hidupku?" tanya Aiko tepat di hadapan Ipank.
Kepalanya mendongak setinggi mungkin karena tinggi badan Ipank
yang jauh darinya.
"Nggak ada apa-apa, Ai."
"Bohong kamu! Kalo sampai Kak Satrio kenapa-kenapa lagi, aku
nggak akan maafin kamu, Pank!"
Ipank melangkahkan kakinya mendekat. Ia menatap wajah Aiko
yang menantangnya dalam-dalam. Ekspresinya datar. Tidak bisa
ditebak sama sekali. Dalam hati ia bingung kenapa Aiko berpikir
ia telah melakukan sesuatu yang buruk kepada Satrio. Sakura gue...
nggak pernah seperti ini sebelumnya.
Jujur, Aiko gemetar juga menantang Ipank seperti itu. Apalagi
ketika ia menyadari bahwa Ipank justru semakin mendekati tubuh17044171
nya. Tapi sebisa mungkin ia tahan agar getaran tubuhnya tidak
terlalu kentara. Sudah kepalang basah. Ia harus berani melawan.
Apa pun risikonya. "Ini masalah kita ya, Pank. Jangan bawa-bawa
Kak Satrio."
Ipank menatap Aiko teduh. Suaranya yang sedikit serak dan berat mengutarakan kalimat, "Kenapa kamu selalu belain Satrio?"
"Karena dia nggak salah."
"Terus aku harus minta maaf sama dia? Gitu?"
"Iya!"
Ipank terdiam sejenak. Matanya masih tak lepas menatap gadis
di depannya itu. "Oke," jawab Ipank singkat. Kemudian ia melanjutkan, "Aku akan minta maaf ke Satrio. Kalo perlu aku akan ngejauhin dia. Kecuali untuk urusan senat. Tapi inget, aku ngelakuin
ini buat kamu. Bukan buat dia."
"Aku nggak minta kamu ngejauhin dia, Pank..." Aiko menghentikan kalimatnya sesaat. "...tapi aku minta kamu ngejauhin aku."
Ipank menutup matanya perlahan. Berusaha mengatasi keterkejutannya akan kalimat yang baru saja Aiko katakan. Hatinya seperti
tertusuk timah panas. Ini sakit, Ai, bisiknya dalam hati. Namun
satu-satunya kalimat yang mampu keluar dari mulutnya adalah,
"Kamu berubah, Aiko."
"Semua orang bisa berubah, Pank," ucap Aiko penuh emosi karena merasa diremehkan. Getaran suaranya menjadi kentara.
Ipank memiringkan kepalanya. Matanya kembali menatap lurus
ke arah Aiko. Kemudian tangannya justru mengusap lembut kepala
cewek itu sambil tersenyum. "Ya, kamu bener. Semua orang bisa
berubah," ucap Ipank sambil berjalan pergi meninggalkan Aiko
yang terbengong-bengong.
Semua orang bisa berubah kecuali kamu, Ai... Sakura gue...
Suara gemuruh terdengar jelas di telinga. Tidak ada hujan atau
17144172
petir. Langit pun tidak terlihat bergejolak seperti saat hujan deras.
Bintang justru bekerlap-kerlip di atas sana. Menyebar seperti glitter
di kain hitam.
Aiko menyadari kalau suara gemuruh itu bukanlah dari langit,
melainkan suara deburan ombak. Tempat itu jarang disinggahi hujan. Tapi sekalinya turun hujan, berbagai tanaman tumbuh subur.
Beberapa titik sinar terlihat di tengah laut, cahaya yang berasal
dari lampu perahu kecil nelayan yang sedang mencari ikan. Dari
kejauhan cahayanya tampak seperti kunang-kunang.
Aiko terkejut ketika menyadari ada seseorang yang tengah berdiri
beberapa langkah darinya. Darahnya mengalir deras ketika ia mencoba memperjelas pandangannya dan melihat sosok itu di tengah
kegelapan. Seorang pria. Wajahnya tidak terlalu kentara. Namun
ma?tanya begitu tajam, hitam menusuk. Mata yang selalu muncul
di setiap mimpi-mimpinya. Mata yang menakutkan. Apakah itu
mata yang samaPria tersebut tidak mendekat. Dia tetap berdiri di tempatnya.
Bahkan bergerak pun tidak. Seutas senyum tersungging di bibirnya.
Dia menggerakkan bibirnya. Seperti berbicara sesuatu. Tapi Aiko
tak mengerti apa yang dibicarakannya. Bahasanya cukup aneh.
Ternyata pria itu tidak berbicara pada Aiko. Dia berbicara pada
seorang wanita yang berdiri di belakang Aiko. Aiko berada di
tengah-tengah mereka. Perut wanita itu terlihat membuncit. Sepertinya dia sedang mengandung.
"Ibu," ujar Aiko ketika menyadari siapa wanita yang berada
di dekatnya.
Ibu tidak menanggapi ucapan Aiko. Tapi ekspresinya mendadak
berubah ketakutan. Tiba-tiba dia berlari menjauh. Seperti baru saja
melihat sesuatu yang menakutkan.
Aiko kembali menengok ke arah lelaki bermata hitam tadi. Lelaki itu menghilang. Tapi Aiko tak pernah lupa. Bayangan mata itu
selalu menghantuinya. Hitamnya sangat pekat. Hingga tak ada
sama sekali binarnya.
17244173
Dan Aiko terbangun. Sinar matahari yang masuk melalui celah
jendela kamarnya menyilaukan mata. Tubuhnya berkeringat. Membuat tempat tidurnya basah. Jantungnya berdetak lebih cepat. Selalu
begitu setiap kali ia mimpi buruk.
Aiko bangkit dari tempat tidurnya. Ia mengenakan sandal kamar
dan berjalan menuju kamar mandi untuk menyikat gigi. Ini adalah
kebiasaan Aiko setiap kali bangun pagi. Ia tak pernah lupa mencuci
muka dan menyikat gigi sebelum turun ke dapur untuk membuat
susu hangat.
Tumben pagi ini Soda sepi. Padahal ini hari Minggu. Biasanya
anak-anak ada di kosan. Tapi mungkin kali ini mereka sibuk di
luar. Hanya ada Eyang Santoso yang sedang membaca buku ketika
Aiko menengok ke kamarnya sejenak. Aiko tak mau mengganggu.
Di dapur, Aiko mengaduk susu hangat buatannya. Pikirannya
melayang pada mimpi buruknya tadi malam. Banyak pertanyaan
yang muncul di kepalanya yang tak mampu ia jawab. Ada apa sebenarnya? Apa arti mimpi itu? Mungkin satu-satunya orang yang bisa
menjawab pertanyaannya itu adalah ibunya. Ya, ia pasti akan menanyakan soal mimpi itu pada ibunya ketika ia berkunjung ke
Lombok, liburan akhir tahun nanti.
Tiba-tiba Aiko teringat rumah ibunya di Lombok. Rumahnya
sangat dekat dengan pesisir pantai. Aiko masih ingat jelas keindahan pantai itu. Ia juga masih ingat kalau ia bisa melihat lampu-lampu perahu nelayan pada malam hari. Ia baru menyadari kalau
tempat di dalam mimpinya itu adalah rumah ibunya.
Ketika detik-detik lamunan terasa lambat, tiba-tiba seseorang
memasuki dapur. Mengagetkan sekaligus membuyarkan lamunannya.
Ipank muncul dengan kaus putih dan celana santainya sambil
membawa kantong baju kotor miliknya. Tubuhnya terlihat tegap
dan kokoh. Lekukan-lekukan di lengannya seperti memperlihatkan
kekuatannya. Ipank tampak tak memedulikan keberadaan Aiko. Dia
17344174
mengambil sebotol air putih di kulkas dan menuangkan ke gelas di
tangannya.
Aiko bungkam. Napasnya seperti terhenti beberapa saat. Bola
matanya bergerak mengikuti apa yang Ipank lakukan. Kenapa tibatiba ada Ipank di Soda? Bukankah beberapa hari ini dia tak pulangIpank meneguk air putih di gelasnya dan berjalan menuju ruang
cuci yang berada tepat di belakang dapur. Di sini, semua anak
Soda memang wajib mencuci pakaiannya sendiri karena tukang cuci
hanya datang seminggu sekali. Itu pun biasanya hanya mencuci
pakaian Eyang Santoso dan bersih-bersih kosan.
Dari dapur, Aiko dapat melihat dengan jelas apa yang Ipank
lakukan melalui jendela yang berhadapan langsung ke ruang cuci.
Ia melihat Ipank melepas kaus putih yang dikenakannya dan memasukannya ke ember bersama dengan pakaian kotornya yang lain.
Aiko menelan ludah ketika melihat tubuh atletis Ipank yang begitu
sempurna. Perut six pack-nya keras. Aiko bukan penga?gum cowok
bertubuh atletis. Ia hanya meyakini kalau kesempurna?an tubuh,
baik cewek maupun cowok, adalah hasil latihan fisik yang disiplin.
Dan ia melihat itu ada dalam diri Ipank.
Aiko langsung mengalihkan pandangannya ketika Ipank mendadak menengok ke arah jendela dan menatap ke arahnya. Aiko
buru-buru sibuk mengambil sereal di lemari yang hendak ia campurkan dengan susu hangat buatannya.
Baru saja ia beranjak dari tempatnya?ketika membalikkan badan?tiba-tiba Ipank sudah berdiri di hadapannya. Menatapnya
tajam dan sangat menusuk. Sontak Aiko mundur beberapa langkah
hingga tubuhnya mengimpit meja dapur. Jantungnya berdetak kencang. "Ka-kamu mau apa?"
Ipank tak menjawab. Sorot matanya berubah menjadi teduh.
Seakan mengasihani diri sendiri.
Aiko mencoba menghindar. Tetapi secepat kilat lengan kokoh
17444175
Kotak Pelangi Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ipank menahannya. Membuat pagar yang tak bisa ditembus tubuh
mungil Aiko.
"Kamu jangan macem-macem, Ipank. Aku bisa teriak!" Aiko
mencoba mengancam.
Ipank menundukkan kepalanya. Tatapannya teduh, namun tampak kosong, seakan sedang berpikir keras tentang sesuatu. Sesuatu
yang tak bisa Aiko tebak. "Kenapa mesti Satrio?" Ipank bertanya
pelan. Nyaris seperti bergumam. "Kenapa mesti cowok itu yang
kamu pilih?"
Pita suara Aiko seperti tercekat, membuatnya sulit bernapas. Haruskah Aiko jujur kalau sebetulnya ia tak memilih siapa-siapa? Ia
tulus berteman dengan Satrio tanpa berpikir untuk menjadi pacarnya. Lagi pula, Satrio tidak pernah "menembak"-nya atau melakukan sesuatu yang menunjukkan kalau cowok itu ingin menjadi pacarnya. "Minggir, Aku mau lewat." Aiko berusaha menyingkirkan
tangan Ipank.
Ipank menyentuh pinggang Aiko dan menariknya ke tempat semula. Kali ini tubuh mereka merapat. Tarikan napas Aiko terdengar
lambat. "Kenapa kamu harus dateng ke Charity Night bareng dia,
Ai?"
Air mata Aiko perlahan menetes dari kelopak matanya. Ia begitu
ketakutan. Sekujur tubuhnya bergetar hebat.
Ipank tertawa kecil. "Setiap kali aku ajak kamu pergi, kamu
selalu berusaha nolak. Tapi kenapa kamu justru segampang itu
akrab sama cowok yang baru kamu kenal, Ai?" Ipank tertunduk.
"Aku nggak pernah mau dateng ke acara itu karena aku tahu apa
tujuan sebenarnya cowok-cowok di tempat itu."
Aiko masih bungkam. Setiap kalimat yang keluar dari mulut
Ipank membuatnya semakin ketakutan. Entahlah. Ia sama sekali
tidak bisa berpikir apa yang akan Ipank lakukan padanya saat ini.
Ia hanya pasrah.
"Apa kamu sadar kalau itu semua nyakitin aku? Aku nggak nyangka kamu segitu..." Ipank menghentikan kalimatnya. "...murahan."
17544176
Telapak tangan Aiko nyaris mendarat di pipi Ipank. Tapi dengan
cepat Ipank menangkap pergelangan mungil Aiko. Aiko memberontak sekuat tenaga, meskipun ia tahu kalau itu akan sia-sia. Ia terlihat gemas, marah, namun tak berdaya. "Jahat kamu, Pank!"
Ipank tersenyum. "Aku jahat. Makanya kamu mau nampar aku.
Fine, kamu boleh nampar aku. Sekeras yang kamu bisa. Dan nggak
akan aku halangi. Tapi" Ipank tak melanjutkan kalimatnya. Napasnya terasa hangat di kulit Aiko. Perlahan tangannya menyusup
di balik rambut Aiko, menyentuh lehernya, dan nyaris mendaratkan
ciuman di bibir Aiko. Tapi sesuatu yang rumit menahan Ipank.
Meredam seluruh nafsu yang menyelimutinya. Membuatnya hanya
menyisakan beberapa senti jarak di antara bibir mereka. Ipank tak
kuasa melakukannya. Namun bagaimanapun, situasi itu sanggup
menciptakan sensasi luar biasa di tubuh Aiko.
Aiko merasakan seluruh tubuhnya merinding. Napasnya seakan
berhenti. Detak jantungnya terdengar kencang. Ia tak sanggup berpikir apa-apa lagi. Semua yang ada di dalam otaknya seperti hilang
terbawa angin. Untuk pertama kalinya ia merasakan sensasi itu
hingga sulit bergerak. Air matanya juga tertahan. Dan tubuhnya
lemas.
"Aku emang jahat... tapi aku sayang kamu, Aiko... I?m fucking
in love with you," ujar Ipank berbisik. Napasnya terasa menyelimuti
leher Aiko. Segenap rasa sakit dalam hatinya seakan terpancar jelas
dalam setiap inci tubuhnya. Wajah Ipank terlihat tegang. Matanya
terpejam. Seperti menahan air mata yang membeku di balik kelopak matanya. Ia menarik wajahnya. "Sekarang kamu boleh tampar
aku sampai kamu puas."
Aiko masih terdiam. Tatapannya kosong. Level keterkejutannya
seperti sudah melampaui batas. Ia begitu lemas.
"Maafin aku, Ai.... Seharusnya aku sadar kalo aku nggak akan
pernah bisa memiliki kamu... sepenuhnya."
"IPANK!" Tiba-tiba terdengar suara seseorang berteriak dari
pintu dapur. "KAMU APAIN AIKO?!?"
17645177
Ipank menengok dan mendapati Dara yang panik mendekati
Aiko.
Aiko masih diam atas kedatangan Dara. Sensasi itu masih belum
hilang dari tubuhnya.
Dara khawatir dengan kondisi Aiko di hadapannya. Ia memegang
kedua pipi Aiko. "Ai, kamu nggak apa-apa?" tanya Dara sambil
menepuk-nepuk lembut pipi Aiko. Kemudian ia menengok ke arah
Ipank dengan gusar, beranjak dari tempatnya dan mendorong tubuh besar Ipank. "Ipank, ini sama sekali nggak lucu! Kamu apain
Aiko?"
Ipank beranjak dari tempatnya dan berjalan menaiki tangga
tanpa peduli dengan pertanyaan Dara.
"Ipank! Jangan jadi pengecut!!!" teriak Dara emosi. "Aku harus
ngomong sama kamu nanti!"
Emosi Ipank terlihat meronta-ronta ingin keluar. Percampuran
marah dan sakit yang terlampau dalam. Rahangnya beradu. Matanya berkilat tajam. Entakan kakinya pun membuat kegaduhan pada
anak tangga menuju kamar.
Ipank tiba di depan kamarnya. Ketika pintu hendak ia buka, ia
menangkap sosok kecil berdiri tak jauh dari tempatnya. Mengenakan topi layaknya koboi. Menatapnya dengan sorot bola mata
hitam pekat. Bocah kecil itu menyunggingkan senyum misterius
yang sulit diartikan.
Ipank menatap Kenzo dalam diam. Hati kecilnya berkata bahwa
bocah itu terlalu sok mau tahu. Tapi Ipank malas berkomentar dalam kondisi seperti ini.
Anehnya, bocah kecil itu tiba-tiba tertawa. Kemudian ia melompat-lompat pergi meninggalkan Ipank sambil bernyanyi-nyanyi,
"Topi saya bundar... bundar topi saya..."
Ipank mengangkat tas ranselnya yang penuh dengan baju ganti.
17745178
Dengan terburu-buru ia keluar dari kamar setelah menyambar ponsel di nakas. Langkahnya terhenti ketika seseorang menarik lengannya dengan keras.
"Apa-apaan kamu, Pank? Nggak lucu banget tau!"
"Apaan sih, Dar? Nggak usah ikut campur."
"Eh, kalo kelakuanmu nggak bener, jelas aku bakalan ikut campur!"
Ipank terlihat malas mendengarkan khotbah Dara yang berapiapi. Dengan cueknya ia menghindari cewek itu dan berjalan menuju pintu keluar.
"Nggak usah kayak banci deh, Pank. Nggak berani ngadepin
masalah! Mana nyali yang selama ini kamu bangga-banggain? Masalah kayak gini aja nggak ada gentle-gentle-nya."
"Udahlah, Dar..." Jhony yang sedang duduk di sofa mencoba
menenangkan Dara yang tampak sangat emosi. Dia memang selalu
pa?ling frontal membela cewek-cewek kos-kosan Soda.
Ipank kembali menghentikan langkahnya. Emosinya seakan terbakar oleh kalimat yang meluncur dari mulut Dara barusan. Ia membalikkan badannya, menatap gadis berambut highlight pink itu dengan penuh kebencian. "Kamu udah tanya orangnya belom, aku
ngapain dia?"
"Nggak perlu aku tanya, orang bego juga tau kalo kelakuan
kamu pasti nggak nyenengin."
"Udah gue bilang, lo nggak usah ikut campur. NGERTI!" Ipank
me?ninggikan intonasinya. Ditambah ia menggunakan gue-lo yang
selama ini perlahan sudah ia tinggalkan sejak menetap di Jogja.
Tapi sepertinya Ipank tak bisa mengontrol emosinya lagi.
"Eh, emangnya kamu siapa seenaknya bentak-bentak orang. Pantes aja Aiko mati-matian takut sama kamu."
"EH, LO BISA DIEM NGGAK!"
"NGGAK! Kalo aku nggak bisa diem, kamu mau apa?"
"Nggak usah bikin ribut deh, Dar!"
17845179
"Jangan bentak-bentak cewek kayak gitu, Pank," ucap Jhony
membela Dara.
"Dia yang sok ikut campur."
"Jelas dong aku ikut campur!" Dara masih tak mau kalah.
"Udah, Pank... udah." Saka berusaha tenang. Ia tahu betul kalau
saat ini pikiran Ipank sedang kacau. Jadi percuma diajak ngomong
baik-baik. Yang ada malah tambah emosi.
"Eh, aku tahu kamu naksir Aiko. Tapi bukan berarti kamu berhak mengontrol segalanya, Pank. Huh! Untungnya Aiko nggak suka
sama kamu, Pank!"
"LO DIEM!"
Bentakan Ipank itu refleks membuat Jhony dan Saka langsung
berdiri. Waspada supaya jangan sampai terjadi perang dunia ketiga
di Soda.
"Ooo, jadi gini. Main keroyokan," ucap Ipank ketika melihat
Jhony dan Saka berdiri. "Makin males aja gue di sini!"
"Pank, nggak ada ya ribut-ribut gini. Kita semua saudara. Kita
semua keluarga. Inget kata Eyang Santoso," ujar Saka dengan intonasi sedatar mungkin. Ia memang paling anti dengan keributan.
"Kita emang keluarga, tapi bukan berarti nggak boleh berantem,
kan?" Ipank berkata dengan mata berkilat penuh emosi memandang
mereka bertiga.
"Pank..." Jhony mencoba menahan bahu Ipank yang hendak keluar dari pintu kosan.
Entah setan apa yang merasuki tubuh Ipank ketika itu. Lengan
kuatnya refleks menghantam wajah cowok kribo yang menahan
lang?kahnya tersebut.
Hal itu membuat Jhony tak sempat menghindar. Ia jatuh tersungkur bersamaan dengan teriakan histeris Dara. Kacamata bulat
miliknya terempas. Meninggalkan retakan di beberapa sudut kaca.
Saka langsung memegangi tubuh Ipank.
"Kamu gila, Pank!" seru Dara sambil menolong Jhony bangkit.
17945180
"Kalo sampai Eyang Santoso tahu, dia nggak bakal bolehin kamu
tinggal di Soda lagi!"
"Gue nggak takut!" Sekejap Ipank menyesali perbuatan di luar
kendalinya itu. Pikirannya sedang kacau. Jadi kata-kata yang keluar
dari mulutnya justru membuat segalanya semakin ruwet. "Gue
udah bilang kalian nggak usah ikut campur! Ini privasi gue. Kalo
kalian masih menganggap kita satu keluarga, tolong jangan langkahin privasi gue," ucap Ipank sambil keluar dari pintu Soda dan
meninggalkan suara bantingan pintu. BRAAAK!
"PERGI AJA KALO KAMU MAU PERGI. KITA NGGAK
BAKAL ADA YANG PEDULI!" Dara berteriak penuh emosi.
Cinta tak akan pernah membunuh. Ia hanya akan meracuni hidup
seseorang perlahan-lahan.
Ipank sudah gila. Kejadian kemarin meninggalkan luka untuk
Dara, Jhony, Saka, terutama Aiko. Entah apa yang Aiko rasakan.
Yang jelas, siang ini ia enggan melakukan apa-apa.
Kelakuan Ipank membuat Aiko merasa bersalah. Hampir saja ia
turun dari kamarnya waktu itu, tapi karena melihat Eyang Santoso
terbangun mendengar teriakan-teriakan Ipank, ia berusaha menenangkan beliau dan menjaga agar Eyang tidak keluar kamar.
Hari ini, berjam-jam Aiko hanya sibuk di perpustakaan membaca
berbagai macam buku dan membuat sketsa-sketsa sesuka hatinya.
Ipank membuatnya tidak tenang, baik di kosan maupun di kampus.
"Kak Satrio!" Tiba-tiba Aiko melihat sosok Satrio memasuki pintu
perpustakaan.
Satrio tersenyum dan berjalan mendekat. "Eh, Aiko. Lagi di perpus juga?" Satrio menarik kursi di sudut meja.
Aiko tersenyum dan mengangguk.
"Baca apa, Ai?" tanya Satrio sambil memperhatikan tumpukan
buku di dekat Aiko. Kemudian ia berpaling pada sampul buku di
18045181
tangan Aiko dan membacanya. "Hmm... Garis Depan Nusantara.
Apa tuh?"
"Ini kumpulan foto penjelajahan tim ekspedisi Garis Depan
Nusantara di 92 pulau di Indonesia," jawab Aiko, menerangkan.
"Oya? Keren! Coba lihat." Satrio menarik buku di tangan Aiko.
Kemudian melihat foto-foto di dalamnya satu per satu. Telapak
tangannya menyentuh foto terbesar di salah satu halaman. Foto
patung Presiden Soekarno dan Mohammad Hatta bercat merah dan
putih.
"Jadi, tim ekspedisi ini membawa replika patung Proklamator
Indonesia, Soekarno-Hatta, untuk diabadikan bersama dengan keindahan alam dan budaya pulau-pulau di Indonesia."
"Wuidih, canggih. Foto-fotonya hi-rest semua nih." Satrio masih
terkagum-kagum dengan buku itu. Ia membayangkan betapa hebatnya orang-orang yang ikut dalam ekspedisi tersebut. "Kalau
lihat-lihat ini, jadi inget Ipank. Dia itu kalo udah ngomongin soal
alam Indonesia, serunya ngalahin nonton Transformer," ucap Satrio
santai sambil terus membolak-balik halaman.
Aiko memperhatikan Satrio sambil tersenyum kecil. Ternyata
Satrio sama-sama "norak" seperti dirinya ketika melihat buku itu.
Aiko memang selalu mengagumi semua hal yang berbau Indonesia.
Kotak Pelangi Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Baginya, Indonesia itu kaya warna. Selalu indah kalau diabadikan
dalam foto atau lukisan.
Seakan teringat sesuatu, Satrio mengangkat kepalanya. Ia berpaling ke arah Aiko. "Ipank nggak macem-macem sama kamu kan,
Ai?"
Pertanyaan Satrio barusan membuat Aiko terdiam. Haruskah ia
menceritakan pada Satrio apa yang Ipank lakukan kemarin di SodaTingkah Ipank membuatnya nyaris kehilangan napas dan mati
lemas.
"Dia kayaknya beneran suka banget sama kamu ya, Ai." Satrio
berkata sambil asyik melihat-lihat halaman buku. Kemudian ia menatap Aiko. "Ipank emang nggak salah pilih. Kamu cewek yang
18145182
baik, Ai. Beda banget sama Andari. Pantesan Ipank mati-matian
melindungi kamu."
Aiko diam saja. Bingung mau menanggapi seperti apa. "Kak, apa
kakak udah tahu kalo aku sama Ipank itu tinggal di kosan yang
sama?"
"HAH!?!"
Aiko menganggukkan kepalanya pelan.
"Ya ampun, Ai... kenapa masalah sepenting ini bisa nggak kamu
ceritain ke aku?"
"Maaf, Kak... aku pikir ini nggak terlalu penting."
"Ini penting banget, Ai. Pantesan aja selama ini Ipank gila-gilaan
menjaga kamu, mungkin dia merasa bertanggung jawab atas kamu.
Jadi ini bukan sepenuhnya masalah cinta aja, tapi lebih daripada itu."
Satrio menemukan hipotesis baru. Kemudian pandangannya
menerawang jauh. "Dari dulu Ipank selalu jadi saingan terberatku.
Harus aku akui kalo dia itu smart. Sejak masuk kampus ini, aku dan
dia selalu bersaing sehat dalam segala hal. Nilai akademik, ja?batan di
kegiatan kampus, bahkan di senat mahasiswa." Satrio menghela
napas panjang. "Tapi kami selalu main fair. Mengakui kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Makanya senat bisa ka?-yak sekarang ini,
sebetulnya juga karena kerja sama yang baik anta?-ra kami berdua."
"Apa semua yang terjadi ini sebenarnya gara-gara aku ya,
Kak?"
"Apanya?"
"Ya... semuanya. Hubungan Kak Satrio sama Ipank jadi tegang.
Nggak akur."
"Haha... itu mah Ipanknya aja yang bego," ujar Satrio tertawa.
Entah apa yang sebenarnya ada di dalam pikirannya. Aneh sekali
kalau masalah seberat ini malah membuatnya tertawa.
Satrio lantas mengambil dompetnya dan menunjukkan sesuatu
pada Aiko. Dalam dompetnya terdapat foto dua cewek, yang satu
berambut hitam panjang, sementara yang satu lagi berwajah lebih
muda.
18246183
"Mereka siapa, Kak?"
"Ini Vina. Pacarku dari SMA. Sekarang dia kuliah di Melbourne.
Kami janji, lulus kuliah nanti akan menikah. Orangtua kami masing-masing telah setuju karena mereka bersahabat," tunjuk Satrio
pada salah satu foto. Kemudian ia menunjuk pada foto di sebelahnya, seorang cewek berwajah lebih muda. "Ini Chika. Almarhum
adikku. Dia meninggal karena demam berdarah."
"Chika..."
"Iya, dia mirip kamu. Itu alasanku senang bersamamu, Ai. Bodohnya Ipank aja jealous sama aku. Padahal dia tahu persis Vina.
Makanya aku berkali-kali bilang kalau Ipank itu lucu."
Oke, ini memang lucu. Ada salah paham di sini. Tapi masalahnya, tindakan Satrio selama ini memunculkan masalah besar
antara Aiko dengan Ipank. Tak sedikit pun terlintas di benak Aiko
bahwa ia diperebutkan dua cowok. Masalahnya, ia memang tidak
merasa ada cinta yang tumbuh antara dirinya dengan Satrio selama
ini. Mungkin karena Aiko tahu Satrio tidak punya maksud lebih
dari sekadar teman dengannya. Ipank saja yang menganggap ini
berlebihan. Benar kata Satrio, Ipank itu lucu.
"Selama ini aku cuma berusaha melindungi kamu, Ai. Aku tahu
kalo kamu segitu takutnya dengan perilaku Ipank. Aku tahu kalo
kamu nggak nyaman karena Ipank selalu merasa memiliki kamu
sepenuhnya. Aku keinget Chika. Dulu dia selalu aku lindungi dari
hal-hal yang bikin dia ketakutan."
"Tapi... aku kan bukan Chika, Kak."
Satrio mengangguk.
"Berarti ini semua gara-gara aku ya, Kak?"
"Ai, aku yang milih ngelakuin ini semua. Jadi aku udah tahu
risiko apa yang akan aku hadapi. Aku cuma meyakini satu hal, seegois-egoisnya Ipank, dia nggak akan membiarkan senat Universitas
Pelita pecah cuma gara-gara masalah pribadi."
"Kak Satrio, aku bingung harus gimana ngadepin Ipank."
Satrio tersenyum. Kemudian ia mengusap lembut puncak kepala
18346184
Aiko. "Ipank harus belajar gimana membuat cewek baik seperti
kamu jatuh cinta. Aku yakin, lama-kelamaan dia akan menyadari
perilakunya itu. Semua butuh proses, Ai..."
Aiko menunduk. "Kak Satrio... nggak marah sama kelakuan
Ipank selama ini?"
Satrio menggeleng. "Aku tau banget Ipank seperti apa. Semua
yang dia lakukan selama ini, yang berhubungan dengan kamu, itu
pasti karena ada keyakinan kuat di dalam dirinya untuk melakukannya. Ipank banget tuh!"
Suasana sore di parkiran kampus Universitas Pelita tampak sepi.
Namun terlihat mobil-mobil masih penuh terparkir di sana. Tiga
orang pria berpakaian hitam tengah mengisap rokok mereka dalamdalam di atas motor. Satu orang membonceng temannya. Sementara
yang satunya sibuk dengan ponsel di tangan. Sepertinya mereka
menunggu seseorang.
Dari kejauhan Aiko muncul sambil membawa beberapa buku di
tangannya. Hari ini ia ingin pulang lebih awal lantaran janji mengajak Kenzo jalan-jalan sepulangnya dari kampus.
Tak jauh dari situ, sebuah mobil hitam berhenti. Sepertinya ketiga pria berpakaian hitam tersebut mengenali orang yang berada di
dalam mobil itu. Salah satu dari mereka menunjukkan ibu jari pada
seseorang di dalam mobil.
Ipank melintas bersama Andari. Langkahnya terhenti ketika melihat Aiko berjalan pulang sendiri. Ingin rasanya ia mengantar Aiko
pulang. Tapi ia berusaha menahan diri. Sorot matanya tak bisa
lepas dari gadis itu.
Aku udah berusaha ngelupain kamu, Ai. Tapi ternyata nggak cukup
sekadar pergi. Dan sampai saat ini aku nggak tahu gimana caranya...
Saat itu, entah kenapa hati kecilnya tidak tenang. Ipank merasa
18446185
kalau sesuatu yang besar akan terjadi. Bermodalkan keyakinan, ia
memberanikan diri mendekati Aiko.
Hal tersebut membuat Andari kesal setengah mati. Makanya dia
mera?cau tak keruan. Tapi tak satu pun omongannya yang Ipank
pedulikan.
Aiko menengok. Hampir saja ia pura-pura tak melihat. Tapi
pasti ketahuan karena jarak mereka terlalu dekat. Makanya ia memilih menundukkan kepalanya dan buru-buru pergi karena takut
keributan terjadi.
"Beib!" Andari mulai berisik. Tidak terima dengan Ipank yang
terlihat jelas ingin menyapa Aiko.
Baru saja Ipank hendak mengejar Aiko, dua orang pria berpakaian hitam berboncengan motor menghalanginya. Membuat Ipank
sontak menghentikan langkahnya.
Pria yang duduk di boncengan turun dari motor. "Kamu, ikut
saya." Pria itu tiba-tiba mencengkram lengan Ipank. Tidak kasar,
namun terkesan seenaknya.
"Hei, apa-apaan ini!" bentak Ipank. Ia mengenali siapa orang itu.
Ya, ia teringat ketika dirinya dicegat dua orang tak dikenal di parkiran kampus beberapa waktu lalu.
Pria pengendara motor ikut turun membantu temannya membawa Ipank ke dalam mobil hitam yang kini sudah ada di hadapan
mereka.
"Lepasin, brengsek!" Bentakan Ipank itu membuat Aiko menghentikan langkahnya dan berbalik.
Ipank berusaha melepaskan cengkeraman pria tersebut. Ia tidak
terima diperlakukan seperti itu. Apalagi keroyokan.
Tiba-tiba saja pria lain mendekati Aiko dengan motornya dan
langsung menarik lengan Aiko. Membuat dia kaget setengah mati.
Tidak jelas juga alasan pria itu kenapa memilih Aiko, bukan
Andari.
"JANGAN SENTUH DIA!!!" Ipank memberontak ketika melihat cewek yang dicintainya ditarik seperti itu. Segala umpatan me18546186
layang dari mulutnya. Tapi sayang kedua pria tersebut terlalu kuat.
Dengan kasar mereka menyeret Ipank memasuki mobil hitam.
Andari yang ketakutan melihat peristiwa itu buru-buru kabur
dan ngumpet di balik salah satu mobil. Ia langsung membayangkan
hal-hal mengerikan di dalam otaknya.
Ipank berusaha memberontak sekuat tenaga. Hal itu membuat
kedua pria yang memeganginya kewalahan dan membuat cengkeraman mereka terlepas. Sepersekian detik kepalan tangan Ipank
melayang mengenai wajah pria-pria itu.
Wajah Aiko terlihat pucat. Tubuhnya yang ringkih ditarik paksa
oleh pria yang memeganginya. Telapak tangan pria itu membekap
mulutnya.
"Naik, CEPAT!" bentak pria itu, menyuruh Aiko menaiki motor.
Entah apa alasannya.
"Nggak!"
"NAIK!"
Ipank yang emosi melihat Aiko dibawa pria itu langsung mendekat. Namun motor yang dikendarai pria misterius tersebut menghadangnya, membuat tubuh Ipank terpelanting. "Mati kamu!"
Mobil hitam tadi berhasil keluar dari area parkir. Belum diketahui dengan jelas siapa orang yang berada di dalam mobil hitam
tersebut.
"Toloong..." Suara Aiko bergetar ketakutan di antara rasa sakit
akibat cengkeraman pria tadi. Ia berusaha melepaskannya. Ketika
hampir terlepas, dengan cepat pria tersebut menarik lengan baju
Aiko.
Pria itu memaksa Aiko semakin kasar. Ia melingkarkan lengannya
di pinggang cewek itu dan setengah mengangkatnya agar posisi tubuh Aiko memudahkannya membawa motor. "Pegangan yang kencang kalo kamu nggak mau mati!" ujar pria tersebut sambil menarik gas motornya.
"Kamu mau apa? Aku nggak punya apa-apa!" ucap Aiko berpegangan gemetar. Ia memejamkan matanya serapat mungkin. Ia tak
18646187
tahu ke mana pria ini akan membawanya pergi. Ia benar-benar
takut.
Sebuah mobil baru saja masuk ke pelataran parkir. Hal itu membuat si pria pengendara motor terpaksa mengerem mendadak dan
memutar motornya, mencari celah yang cukup untuk dilewati di
antara mobil-mobil yang terparkir.
Dengan darah yang mengalir di pelipisnya, Ipank berusaha bangkit. Kepalanya pusing. Tapi ia tak peduli lagi. Sekuat tenaga ia
berlari mengejar motor yang membawa Aiko. Ia melihat motor itu
berhenti karena kebingungan mencari jalan keluar. Tanpa pikir panjang, Ipank meloncat ke atas salah satu mobil di parkiran dan dengan tangkas menarik kerah pengendara motor yang membawa
Aiko.
Si pengendara motor terjatuh, begitu pula dengan Aiko. Ipank
menghunjamkan pukulan ke arah pengendara motor. Terjadi perkelahian sengit di sana. Mata Ipank terasa berkunang-kunang ketika
hantaman benda keras mengenai kepalanya. Ia terjatuh.
Pria pengendara motor kembali mendekati Aiko yang mulai lemah.
Ipank geram. Ia tak akan membiarkan pria tersebut membawa
Aiko. Tapi tubuhnya begitu sakit. Kakinya terasa kaku, tak mampu
bergerak. Dalam hati ia menjerit, kalau sampai pria itu menyentuh
Aiko, ia akan menghabisinya! Dengan murka Ipank bangkit dari
tempatnya. Tangan kanannya mengepal, sementara tangan kirinya
memegangi kepalanya yang berdarah. Baru saja ia hendak melayangkan kepalan tangannya pada pria tersebut, sebuah benda tajam
dan dingin terasa menembus pinggangnya.
Teriakan histeris terdengar dari bibir mungil Aiko. Tenggorokannya langsung sakit. Teriakan itu membuat pelataran parkir yang
sepi mendadak ramai dengan orang-orang yang berlarian ke arah
mereka.
Pria-pria misterius tadi buru-buru kabur dengan motornya ketika
menyadari orang-orang mulai berdatangan.
18746188
Sayup-sayup terdengar suara di antara kerumunan. "Tolong, ada
mahasiswa yang ditusuk!"
Dengan tubuh gemetar, perlahan Aiko mendekati Ipank yang
terkapar dengan baju penuh darah, lalu merangkulnya. Wajah Ipank
Kotak Pelangi Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terlihat lemah. "Ipank"
Di tengah rasa sakit yang tak tertahankan, Ipank tersenyum menatap Aiko. "Aku nggak akan ngebiarin dia bawa kamu pergi,
Ai..."
Air mata Aiko menetes. "Kamu jangan banyak ngomong
dulu"
Dia nangis. Sakura gue menangis memeluk gue. Bidadari itu mengeluarkan air matanya buat gue. Sebegitu berhargakah gue buat dia"Perut aku panas, Ai panas banget"
Aroma rumah sakit terasa menusuk hidung. Beberapa orang lalulalang. Tampak tiga orang dokter berseragam hijau baru keluar dari
ruangan operasi.
Seorang pasien setengah baya baru saja dibawa ke salah satu
ruang perawatan. Sekilas terlihat darah yang mengalir membasahi
lengan kirinya. Membuat sebagian pakaiannya berwarna merah.
Jhony yang sempat melihat pasien tersebut mengernyitkan kening. Ngilu. Kacamata bulatnya yang sempat retak telah kembali
seperti semula. Saka yang menemaninya ke optik. Jhony mengusapusap rambut kribonya. Seakan hatinya berada di kedalaman hutan
di kepalanya itu. Ia melihat ke arah pintu kaca salah satu ruangan
yang merefleksikan bayangan tubuhnya. Dan bergayalah ia di sana,
layaknya foto model zaman Dono-Kasino-Indro.
Tiba-tiba pintu kaca itu terbuka. Dara nongol sambil menatap
Jhony datar. Untungnya ia sudah terbiasa dengan kelakuan-kelakuan
aneh si kribo.
"Berapa jahitan, Dar?" tanya Bima.
18847189
"Delapan," jawab Dara yang baru saja muncul dari pintu ruang
perawatan. "Hmm... lumayan juga tuh..."
"Mungkin ini balasan dia nyakitin aku kemarin, Dar."
"Bang Jhon, nggak boleh ngomong gitu. Ini masalah nyawa."
Bima menengok ke arah Dara. "Ipank? Menyakiti? Kenapa?"
Saka yang paling bisa mengontrol emosi mencoba bercerita pada
Bima apa yang terjadi kemarin. Hal itu sontak membuat Bima
kaget.
"Dia dibutakan cinta," ucap Jhony bak pujangga.
"Tapi untuk kasus penusukan ini, aku masih belum ngerti ada
apa sebenarnya," lanjut Bima cemas. Ini masalah serius. Nyawa
Ipank terancam.
Dara mengangkat bahunya. "Nggak ada yang tahu pasti. Sebetulnya agak aneh kalo ada orang yang mau nyulik Aiko, seperti kata
orang-orang yang melihat kejadian itu. Alasannya nggak jelas."
"Kemungkinan besar mereka itu orang yang nggak suka dengan
Ipank," ucap Saka dengan nada tenang.
"Mungkin dendam." Dara ikutan ngomong. Sambil melihat permainan yang sedang dimainkan Kenzo di PSP game-nya. Dara
langsung ngeri ketika tahu apa yang dimainkan bocah kecil yang
duduk di sebelahnya itu. "Mainan apa sih ini, serem banget!"
"Chucky," jawab Kenzo sambil tetap asyik menatap layar PSP
game-nya.
"Udah ganti aja aaah... gila kali orang bikin permainan buat
anak kecil kayak gitu," ucap Dara.
Kenzo tak acuh. Bocah ini memang lagi keranjingan salah satu
permainan teror sebuah boneka bernama Chucky yang menakuti
seisi rumah. Entah dia dapat dari mana permainan itu.
"Emangnya selama ini Ipank punya musuh?" Tiba-tiba Bima
bertanya kembali. Pertanyaan tersebut langsung disesalinya karena
anak-anak Soda hanya menjawabnya dengan pandangan datar.
Seakan tak perlu ditanyakan lagi. Jelaslah Ipank banyak musuh.
"Aku pikir adegan tusuk-menusuk cuma ada di sinetron," Jhony
18947190
ikut menimpali. Otaknya langsung berputar. Mengingat-ingat pasalpasal yang ia pelajari di kuliah hukumnya. "Pasal 351 ayat 1
undang-undang hukum pidana," ucap Jhony setengah ngedumel.
Tapi ucapan Jhony itu membuat Bima, Dara, Saka, dan Dido
kompak menengok ke arah si kribo.
"Hehe... kacamata bulat ini ternyata membuatku terlihat lebih
pintar," ucap Jhony sambil nyengir. Wajahnya kembali berubah
serius. "Terus, terus?"
"Eyang udah tahu?" Bima bertanya dengan wajah sedikit tegang.
Saka yang sedang menyandar tembok rumah sakit menjawab,
"Udah. Beliau langsung menelepon ibu Aiko di Lombok."
"Keadaan Aiko gimana?"
Dara menjawab dengan mengedikkan ke arah ruangan Ipank
dirawat. "Tuh, seharian nangis terus dia. Merasa bersalah. Untung
luka dia nggak terlalu parah. Cuma tenggorokannya sakit dan badannya lecet-lecet gara-gara jatuh."
"Aiko kenal orang-orang itu?" Bima kembali bertanya.
Dara menggeleng. "Tadi polisi dateng, nanya macem-macem ke
Aiko. Karena Aiko jadi saksi kunci kejadian ini. Kasihan dia ketakutan karena nggak terbiasa menghadapi situasi kayak gini."
"Sebaiknya kamu temenin dia terus aja, Dar." Bima menyarankan
dan dijawab dengan anggukan kepala oleh Dara.
Mereka semua terdiam. Sibuk dengan pikirannya masing-masing.
"Setidaknya dari kejadian ini Aiko bisa sadar satu hal" Dara
berkata pelan. Membuat anak-anak Soda lain menengok ke arahnya,
menunggu kalimat selanjutnya dari cewek berambut gulali itu. "
kalo Ipank betul-betul sayang sama dia."
Jemari Ipank bergerak-gerak. Kepalanya pusing. Tubuhnya terasa
19047191
kaku dan tebal. Mungkin efek dari obat yang diberikan dokter untuk mengurangi rasa sakit. Matanya pelan-pelan terbuka. Ia mulai
memperhatikan sekeliling, mencoba mencerna di mana dirinya saat
ini. Rumah sakit. Sudah pasti ia berada di tempat itu karena Ipank
tahu betul bau khas ruangan yang selalu ia benci.
Ipank menyadari ada seseorang yang tertidur di sebelahnya. Perlahan, ia melirik dan tertegun mengetahui siapa orang di sisinya
itu. Rasa sakit di tubuhnya seakan hilang ketika melihat wajah putih oriental yang tertidur tenang. Sudah lama ia mengagumi wajah
itu, tapi tak pernah berani menatap selama ini. Biasanya ia hanya
mampu melihat dari celah pintu kamar Aiko yang terbuka. Hal itu
yang selalu menenangkan hatinya.
Sakura gue tertidur di sebelah gue. Wajahnya damai. Seakan seluruh permasalahan di dunia terhapus sudah. Pengin banget rasanya gue
peluk dia, memberikan kehangatan untuknya. Tapi...
Ipank perlahan bangkit menegakkan tubuhnya. Wajahnya meringis menahan rasa sakit di bagian perutnya. Masker oksigen di
mulutnya ia lepas. Ia membenci semua peralatan itu. Ia benci menjadi lemah.
Aiko terbangun dengan pipi yang masih basah oleh air mata.
Wajahnya memerah karena darah masih mengumpul di kepalanya.
Dengan tenggorokan yang masih sakit, Aiko menyebut nama cowok
di hadapannya. "Ipank"
Ipank tersenyum. Memperlihatkan gigi-giginya yang rata. "Hai,
Ai."
Aiko tersentak. "Kamu jangan bangun dulu!" ucapnya dengan
suara parau.
Hal itu justru membuat Ipank tertawa geli. Alis matanya berkerut memandangi Aiko. "Kamu khawatir sama aku?"
"Pokoknya nggak boleh bangun dulu!" Aiko pasang tampang
serius.
"Iya, iya," jawab Ipank dengan nada pengertian tanpa menghilangkan senyum di wajahnya. "Tapi kamu nggak boleh pergi ya"
19147192
Duh! Ipank apaan sih? Wajah Aiko memerah, malu sendiri dengan permintaan Ipank barusan. Jantungnya berdetak tak keruan.
"Permisi." Dua perawat masuk sambil mendorong meja jalan
berisi sepiring makanan, buah-buahan, dan segelas air putih. Salah
seorang di antaranya memeriksa tabung infus di kiri tempat tidur
Ipank.
"Bagaimana lukanya, Mas Ipank?" tanya salah seorang perawat.
"Lho kok oksigennya nggak dipakai?"
Ipank memandang ke sudut kanan atas. "Hmmm kayaknya
baik-baik saja. Saya malahan heran kenapa saya ada di sini."
Kedua suster itu tertawa sambil menggeleng.
"Tuh, kan. Memang biasanya kalau ditungguin pacarnya bisa
cepet sembuh," ujar salah satu suster.
"Saya bukan" Aiko buru-buru menjawab. Tapi Ipank jauh
lebih cepat menyelak.
"Iya dong, Sus. Suster ngiri kan?" Ipank malah balik menggoda
suster itu. Membuat kedua suster itu kembali tertawa.
"Ini obatnya diminum habis makan ya, Mas," ujar suster itu
mengingatkan sebelum keluar dari ruang rawat.
Ipank memandangi Aiko. Kemudian ia menyadari sesuatu. "Luka
kamu gimana?"
Aiko menatap Ipank heran. "Kamu yang nyaris mati tapi kamu
malah nanya lukaku gimana."
Ipank tertawa. "Aku kan cowok, Aiko. Cowok itu nggak boleh
lemah. Nggak boleh cengeng. Lagian kalau aku mati, aku nggak
akan nyesel karena berhasil nyelametin kamu. Wow! I feel like
Superman!"
"Huusshh! Nggak boleh ngomong gitu, Pank!"
Ipank malah cengengesan.
"Makan dulu, Pank. Biar bisa minum obat," ucap suara lembut
Aiko.
"Suapin dong."
19247193
"Ya ampuuun" Aiko gondok setengah mati. "Katanya, cowok
nggak boleh lemah. Nggak boleh cengeng"
"Tapi manja boleh, dong." Ipank ngeles, pasang tampang minta
dikasihani. "Ayo dong, Ai suapin Ipank sekali-kali. Nanti aku
nggak sembuh-sembuh loh"
Aiko tak berkomentar. Tapi ia mengambil piring berisi makanan
untuk Ipank dan mulai menyuapi cowok di hadapannya itu.
Hal itu membuat Ipank cengar-cengir bahagia. Ia betul-betul
menikmati gestur Aiko yang kikuk dan malu-malu. Ternyata ada
berkah di balik rasa sakitnya.
"Kemarin... aku takut banget napas kamu berhenti," ujar Aiko
sambil berlagak sibuk mengaduk-aduk makanan di piring.
Ipank menatap lekat Aiko. Ia tersenyum. Perlahan telapak tangannya menyentuh punggung tangan Aiko. "Kalo kemarin napasku
berhenti, apa kamu masih mau denger kalimat di napas terakhirku?"
"Apa?"
"Aku cuma mau bilang, kalo aku sayang sama kamu..."
Di ruangan itu, Aiko terdiam membisu. Tidak ada satu pun
kata-kata yang mampu menjelaskan perasaannya saat itu. Kenyataan
itu Aiko dengar langsung dari mulut Ipank. Cowok yang selama
ini begitu ditakuti dan dihindarinya setengah mati adalah orang
yang justru rela mempertaruhkan nyawanya untuk dirinya.
Di tengah suasana itu, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Seorang
cewek menghambur masuk dan langsung mengambil posisi tepat
di sebelah Ipank. "Beib, kamu nggak apa-apa, kan? Akkh aku
khawatir banget!" pekiknya sambil melayangkan pelukan dan kecupan di pipi Ipank.
Deg! Aiko yang melihat kejadian itu langsung canggung. Merasa
posisinya sangat tidak menguntungkan.
Aduh kenapa Andari harus muncul di saat aku menikmati romantic moment dengan Aiko? batin Ipank. "Aku nggak apa-apa, kok,"
jawab Ipank datar dan dingin. Sekilas ia melirik ke arah Aiko.
19347194
"Jelas kamu harus nggak apa-apa. Kalo sampai kamu kenapakenapa, dia yang harus tanggung jawab," ucap Andari sambil menunjuk ke Aiko.
"Itu bukan salah dia, Ndar." Ipank membela dengan nada yang
sama.
Andari menengok ke Aiko dengan tatapan sinis. "Kamu ngapain
masih di sini?"
Aiko tak enak hati. Sebenarnya dia kesal dengan tingkah Andari.
Tapi anyway, dia pacar Ipank. Jadi Aiko tidak punya alasan untuk
menyatakan ketidaksukaannya terhadap sikap Andari. Ia meletakkan
piring berisi makanan yang tinggal setengah dan beranjak dari
tempat duduknya.
Tangan Ipank terjulur, menahan pergelangan tangan Aiko.
Andari menengok ke Ipank, kemudian berpaling ke Aiko. Dengan cepat ia menarik tangan Ipank agar melepaskan pegangannya
pada Aiko.
Aiko diam saja. Ia berjalan keluar ruangan dan menutup pintunya dengan hati-hati.
Kotak Pelangi Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Melihat Aiko keluar, Ipank turun dari tempat tidur. Agak kerepotan dengan selang-selang infus yang menempel pada tangannya.
Andari buru-buru menahannya. "Kamu mau ke mana? Kamu
belum boleh bangun."
"Sekarang kamu pilih aku yang keluar, apa kamu yang keluar?"
"Ipank!" Andari terkejut dengan pernyataan Ipank barusan, terdengar sinis dan menyakitkan.
Ipank menatap Andari dengan malas. Mencoba mengirimkan
sinyal ketidaksukaannya terhadap keberadaan cewek itu. Ia sedang
malas bertengkar. Tenaganya masih belum pulih betul. "Aku lagi
nggak mau diganggu, Ndar. Aku ngantuk. Mau istirahat."
"Aku tungguin."
"Fine, silakan aja." Ipank merebahkan diri, menarik selimutnya
sampai sebatas pinggang dan membelakangi Andari.
19447195
"Kamu kenapa sih kayak gitu banget sama aku? Aku kan pacar
kamu."
"Apaan sih, Ndar. Aku ngantuk."
"Pasti gara-gara cewek tadi deh."
"Eh, jangan sangkutpautin sama Aiko, ya."
"Gimana aku nggak jealous sama cewek itu coba? Cara kamu
ngeliat dia, cara kamu ngomong sama dia, beda banget dengan cara
kamu memperlakukan aku!"
"Karena dia pantes diperlakukan kayak gitu."
"Ooh, jadi menurutmu aku nggak pantes?"
"Nggak."
"Brengsek kamu, Pank!"
Ipank terdiam menatap Andari. Untuk pertama kalinya ia tahu
kalau Andari berani mengeluarkan kata-kata itu. Kemudian sebuah
kalimat meluncur dari bibirnya. "Cowok yang menyebabkan kita
putus dulu... Satrio, kan?"
Bagai sebuah kilat menyambar. Andari terlihat shock. Dari mana
Ipank tahu kalau cowok yang menyebabkan ia mutusin Ipank waktu itu adalah Satrio? Padahal Andari setengah mati merahasiakan
identitas selingkuhannya karena mereka berada dalam satu senat
mahasiswa.
"Nggak usah kaget, Ndar. Satrio kemarin yang cerita sendiri ke
aku. Kamu kan yang membuat Satrio nyaris putus dengan pacarnya
di Melbourne? Kamu menyebar fitnah dengan mengirimkan fotofoto kamu bersama Satrio ke Vina, kan?" Ipank menatap Andari
dengan bengis. "Satrio nggak mau senat pecah. Makanya dia keep
rahasia ini."
"Sat-Satrio cerita semuanya?"
Ipank mengangguk. "Itu juga yang akhirnya membuatku berpikir, kalo cara kamu memberikan CD berisi foto Aiko bersama
Satrio kemarin adalah taktik basi!"
Andari gemetar ketakutan.
19547196
"Mendingan kamu keluar sekarang, Ndar. Dan aku harap kita
nggak usah berhubungan lagi selain urusan senat."
"Tapi, Pank..."
Ipank terlihat cuek. Ia kembali menarik selimutnya dan membelakangi Andari.
Tak berapa lama, Ipank mendengar pintu kamar tersebut ditutup. Tanda kalau Andari sudah pergi. Dan Ipank pun tersenyum.
Raut tegang anak-anak Soda menghiasi malam itu. Eyang Santoso
meletakkan buku pada nakas. Kemudian beliau kembali merebahkan
tubuhnya. Matanya sempat terpejam beberapa saat. Seperti tengah
mempersiapkan kalimat-kalimat besar.
Saka berdiri menyender tembok. Dara duduk di sisi tempat tidur
Eyang Santoso. Bima dan Jhony berdiri tak jauh dari tempat tidur.
Sementara Dido duduk anteng di kursi kerja Eyang Santoso. Mereka siap menyimak setiap detail kata-kata dari Eyang Santoso.
Jam dinding berdentang sebelas kali. Menandakan malam telah
larut. Sepertinya ada hal penting yang ingin Eyang Santoso sampaikan kepada anak-anak sehingga mengumpulkan mereka di kamar
tidurnya selarut ini.
Aiko masih menjaga Ipank di rumah sakit. Gadis itu masih
merasa bersalah atas apa yang menimpa Ipank, meskipun ia tak
tahu apa permasalahan sebenarnya. Ia amat ketakutan. Ini pertama
kalinya ia menghadapi persoalan fiksi dalam kehidupannya. Selama
yang ia tahu adegan penusukan hanya ada di film action atau berita
di koran saja. Nah ini, terjadi tepat di depan matanya. Dengan
korban orang yang selama ini selalu membuatnya ketakutan.
Akibat insiden penusukan itu, pihak kampus memperketat keamanan dengan menambah satpam yang berjaga di setiap sudut.
Tidak ada saksi mata yang mengetahui dengan pasti kejadian ter19648197
sebut karena TKP yang memang tertutup rimbun pepohonan sekeliling parkiran.
Andari yang seharusnya jadi saksi kunci malah kelihatan tidak
terlalu berguna. Omongannya tak bisa dipercaya lantaran ceritanya
berubah-ubah. Mungkin ia ingin terlihat seakan-akan melakukan
sesuatu yang berguna dalam peristiwa itu.
Tapi yang jelas, dan mereka tahu, pelaku penusukan itu bukanlah mahasiswa kampus Universitas Pelita.
Tragedi itu menimbulkan ketakutan pada mahasiswa-mahasiswi
Universitas Pelita. Mereka jadi gampang curiga kalau ada orang
asing di sekitar kampus. Ruang senat mahasiswa yang biasanya ramai beberapa hari ini sepi. Sama kondisinya dengan ruang UKM
pencinta alam yang biasanya ramai.
Ketika mendengar kejadian itu, Satrio langsung berkoordinasi
dengan pihak kampus dan polisi untuk mengusut kasus ini. Sebagai
ketua senat, ia merasa ikut andil dalam menjaga keamanan kampus.
Apalagi kalau urusannya dengan nyawa.
"Kenzo sudah tidur?"
"Udah, Eyang." Spontan Dara menjawab pertanyaan Eyang
Santoso karena dia yang mengantarkan Kenzo tidur tadi.
"Ada apa Eyang mengumpulkan kami semua?" Bima bertanya
untuk membuka pembicaraan. Pertanyaannya sama dengan pertanyaan yang ada di benak anak-anak Soda.
Eyang Santoso menatap wajah-wajah penasaran di sekelilingnya.
"Sudah saatnya Eyang menceritakan kejadian sebenarnya..." Eyang
menarik napas panjang, kemudian melanjutkan. "Orang yang menusuk Ipank, kemungkinan sebenarnya mereka mengincar Aiko."
Aiko? Kenapa dengan Aiko? Bertahun-tahun tinggal di Soda
nggak pernah ada satu masalah pun dengan Aiko. Dan sejauh ini
Aiko termasuk anggota Soda yang nyaris tak pernah macam-macam. Beda sekali dengan Ipank yang gampang emosi, sampai bosan
mendengar Ipank berantem atau ribut.
19748198
"Hah?!?" Anak-anak Soda terkejut bersamaan. Wajah mereka seakan diliputi banyak tanda tanya.
"Kenapa Aiko, Eyang? Kukira Aiko nggak pernah punya masalah
sama hal-hal nyeremin kayak gini. Gimana Eyang Santoso bisa tahu
masalah ini?" Dara memberondong Eyang Santoso dengan banyak
pertanyaan.
"Tunggu, biar Eyang cerita dulu." Eyang Santoso memberi isyarat
pada Dara dengan tangannya. Beliau tahu betul kalau Dara memang tak sabaran. "Bukan, dia tidak berniat menyakiti Aiko. Tapi
mungkin hanya ingin bertemu. Atau... membawa Aiko ke suatu
tempat... untuk sebuah tujuan. Cuma kebetulan, ada Ipank yang
menghalangi."
"Dia?"
Eyang Santoso mengangguk.
"Bukannya kemarin ada... beberapa orang?"
Saka beranjak dari posisinya mendekati tempat tidur Eyang
Santoso untuk menyimak kelanjutan penjelasan lelaki tua itu. Begitu pula yang lainnya. Mereka ikut mendekat.
"Dara masih nggak ngerti, Eyang...." Dara berkata sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.
"Ken Yamasaki. Itu nama Kakek Aiko. Mantan karateka Jepang
yang begitu mencintai Indonesia. Eyang sangat mengenalnya," ujar
Eyang Santoso melanjutkan ceritanya. "Beliau adalah teman Eyang
berkeliling pulau-pulau di Indonesia belasan tahun lalu. Orangnya
sangat sederhana. Dia cukup lama tinggal di Indonesia, hingga sanggup berbicara bahasa Indonesia dengan sangat lancar."
Jhony menatap Eyang Santoso seperti anak kecil yang mendengarkan kakeknya mendongeng. Matanya kriyip-kriyip di balik
kacamata bulatnya. Kepalanya menempel pada tempat tidur Eyang
Santoso.
"Anak lelaki Ken, Tomo, mewarisi bakat karatenya. Dia menikah
dengan Astari, ibunda Aiko. Wanita Indonesia yang bertemu de19848199
ngannya di Lombok ketika dia sedang berlibur ke perkampungan
kecil di sana, tepat di pesisir pantai terindah di Lombok."
Anak-anak Soda dengan sabar menyimak setiap kalimat Eyang
Santoso. Berkali-kali Eyang terbatuk. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya. Tapi begitulah kondisi Eyang Santoso
akhir-akhir ini. Beliau terlihat sangat ringkih. Namun kharismanya
tidak pernah hilang.
Eyang Santoso melanjutkan ceritanya, "Astari memiliki sahabat
laki-laki yang ternyata juga mencintainya. Tapi sayang, cintanya
bertepuk sebelah tangan karena Astari akhirnya menikah dengan
Tomo. Sejak itu, ia dan sahabatnya saling menjauh karena Tomo
sangat pencemburu."
"Terus, terus kelanjutannya gimana, Eyang?" Dara yang gampang
penasaran kembali bertanya.
Jhony menjitak kepala Dara. "Eh, kau sabarlah, Gulali!"
"Huuu Bang Jhony rese!"
"Setelah menikah, Astari ikut ke Jakarta karena Tomo bekerja
pada seorang pengusaha kaya asal Jepang. Tapi perasaan Astari hancur ketika tahu kalau pekerjaan yang Tomo lakukan tidak benar.
Tomo terlibat dalam berbagai perampokan besar di Jakarta. Tak ada
yang mampu mencegahnya. Ia menjadi sosok yang begitu ditakuti
karena kemampuan bela dirinya. Itu pula yang membuat Ken bertengkar dengannya. Justru Ken yang meminta Astari untuk bercerai
karena Ken tahu kalau anaknya tak pantas untuk wanita sebaik
Astari. Tapi Tomo tak mau karena Astari sedang mengandung anak
mereka saat itu."
"Terus, apa hubungannya dengan Ipank, Eyang?"
"Tunggu, sabar... biar Eyang lanjutkan dulu ceritanya."
"Huuu... kau buru-buru sekali, Gulali!" Jhony menjambak rambut Dara.
"Aduh, sakiiit!!!"
Eyang Santoso berdeham. "Pada akhirnya mereka resmi bercerai
karena Astari tak tahan dengan sikap Tomo yang pencemburu.
19948200
Kadang pria itu tak segan-segan bertindak kasar. Termasuk ketika
Astari sedang mengandung."
"Psyco," Dara bergumam.
"Ya, Tomo menjadi setengah gila karena cinta. Cinta memang
mampu membutakan jiwa manusia. Setelah bercerai, Astari kembali
ke Lombok dan melahirkan anaknya di sana. Delapan tahun kemudian, Ken meninggal karena kecelakaan dalam ekspedisi pendakian
gunung. Tapi beberapa hari sebelum peristiwa itu, Ken sempat bertemu dengan Eyang, dan bercerita."
"Apa, Eyang?" Anak-anak Soda kompak bertanya saking penasarannya.
"Ken minta agar ketika beranjak remaja, cucu perempuannya itu
tinggal di rumah ini. Ken memercayakan cucunya pada Eyang karena dia menganggap rumah ini aman untuk Aiko dibandingkan jika
dia tinggal di Lombok. Beliau yakin suatu hari nanti, Tomo pasti
mencari putrinya." Eyang Santoso menerawang jauh. Air matanya
menggenang. "Setelah peristiwa itu, kabar terakhir yang Eyang dengar, Tomo menikah lagi di Jakarta. Dan tak lama kemudian dia
dipenjara karena tertangkap dalam penggerebekan di sebuah apartemen."
"Dia masih di penjara?"
Eyang Santoso menggeleng. "Dalam tradisi keluarga di Jepang,
jika anak laki-laki melakukan kesalahan yang memalukan keluarga,
maka dia mengasingkan diri. Itulah yang dilakukan Tomo. Dia
kembali ke Jepang untuk menyendiri."
"Lalu hubungannya dengan kasus penusukan di Universitas Pelita
apa, Eyang?"
Eyang Santoso menatap sudut kamarnya. "Dugaan Ken benar,
Tomo akan kembali mencari putri kandungnya."
"Maksud Eyang, penusuk Ipank"
Eyang Santoso mengangguk. "Kemungkinan besar, mereka adalah
orang suruhan Tomo. Tomo pasti ingin sekali bertemu Aiko. Dan
sepertinya dia sudah tahu tempat Aiko tinggal. Maafkan Eyang.
20048201
Eyang tak pernah menyangka kalau kejadiannya akan seperti
ini..."
Kalimat terakhir Eyang Santoso membuat wajah mereka tegang.
Kotak Pelangi Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ini menyeramkan. Mendengar cerita Eyang Santoso seperti mendengarkan cerita di film-film action. Tapi ini bukan cerita film. Ini
kisah nyata yang menimpa orang terdekat mereka. Ternyata Ipank
hanya berada di tempat dan waktu yang salah.
"Lalu apa yang mesti kita lakukan, Eyang?"
"Kita harus merahasiakan cerita ini dari Aiko. Dia akan shock.
Lagi pula... yang berhak menceritakan hal ini adalah ibunda Aiko.
Makanya, untuk sementara waktu sebaiknya Aiko bertemu ibunya
di Lombok."
"Tunggu, tunggu. Ipank pernah bilang kalau sebelumnya dia
sempat bertemu dengan dua lelaki yang mengeroyoknya kemarin.
Kalau gitu, anggapan Ipank hanya berada di tempat dan waktu
yang salah... agak ganjil. Mereka kayaknya udah mengincar
Ipank."
"Tapi apa kaitan Ipank dengan kasus Aiko?"
Eyang Santoso berpikir sejenak. "Ada kemungkinan kedua kenapa Ipank yang menjadi sasaran..." Eyang Santoso menghentikan
kali?matnya. "Sahabat yang mencintai Astari dan juga menjebloskan
Tomo ke penjara waktu itu adalah... Pengacara Ariestio Norman
Kano. Papa Ipank."
Dua mobil Ford sport bernomor polisi Jakarta terparkir manis di
halaman Soda pagi ini. Dua pria bersafari hitam terlihat berjagajaga di sekitar pekarangan.
"Kenapa ndak naik pesawat saja?" tanya Eyang Santoso pada
laki-laki di hadapannya.
"Saya dan istri lebih suka bawa mobil sendiri ke mana-mana,
Om. Lagi pula jarak Jakarta-Jogja nggak terlalu jauh."
20148202
"Intan langsung ke rumah sakit?" Eyang Santoso menanyakan
mama Ipank.
Lelaki di hadapannya mengangguk.
Eyang Santoso menatap keponakannya itu dengan wajah berbinar
bangga. Dia punya hobi sama dengan dirinya. Traveling. Bahkan di
Jakarta, meskipun sibuk dengan profesinya sebagai pengacara, dia
masih menyempatkan diri traveling keliling Indonesia.
"Astari tahu berita ini dari mana, Om?"
"Tomo datang ke Lombok. Mungkin memastikan apakah Aiko
tinggal di sana atau tidak. Awalnya Astari curiga ada seseorang yang
mengamati rumahnya di Lombok. Tetangganya memberitahu kalau
belakangan ada seorang pria yang menanyakan dengan siapa Astari
tinggal. Astari yakin sekali kalau itu Tomo. Om rasa, Tomo sudah
tahu keberadaan Aiko. Kasus penusukan Ipank itu mungkin ada
sangkut-pautnya sama masalah ini."
"Kenapa anak saya yang jadi sasaran?"
"Ada dua kemungkinan. Pertama, dia tahu Ipank orang yang
selalu berada di dekat Aiko. Kedua... mungkin juga karena Tomo
tahu kalau Ipank adalah anak kandungmu. Dan dia masih menaruh
dendam padamu."
Tio, papa Ipank, menghela napas panjang. "Saya menjebloskan
dia ke penjara karena dia pantas mendapatkan itu, Om...."
Eyang Santoso menganggukkan kepalanya mengerti.
"Bagaimanapun, kita harus tau di mana Tomo sekarang. Saya
akan coba cari informasi, Om."
"Tio..."
Papa Ipank menengok.
"Ada yang Om rahasiakan."
Papa Ipank mengerutkan keningnya, tenggelam dalam tanda tanya besar.
"Beberapa hari lalu seorang wanita datang membawa anak lakilaki. Wanita itu begitu pucat dan ketakutan. Menurut ceritanya, dia
memang sedang sakit. Dia memohon pada Om untuk menitipkan
20248203
anak kandungnya di kosan ini. Alasannya cukup kuat. Malah sangat kuat sehingga membuat Om menerima permohonannya."
"Seorang wanita? Siapa?" tanya papa Ipank sambil mengerutkan
kening.
"Om tahu kalau kamu akan terkejut mendengar siapa wanita
yang datang itu." Eyang Santoso menatap mata Tio. Ia menarik
napas panjang, kemudian berkata, "Nama wanita itu Anita... istri
kedua Tomo."
"Tunggu, tunggu... Anita?" Tio seakan teringat sesuatu. "Saya
pernah dengar kalau istri Tomo itu sedang sakit parah."
Eyang Santoso mengangguk. "Kanker otak," jelas Eyang Santoso,
seakan sudah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. "Sampai
detik ini Om masih merahasiakan identitas anak itu dari semua
anak Soda, termasuk Aiko. Om takut kalau Aiko tahu, dia tidak
akan tenang karena Kenzo berhubungan dengan ayah kandungnya.
yang tak pernah dia kenal."
"Tapi... kenapa wanita itu memilih menitipkan anaknya di
sini?"
Eyang Santoso menatap Tio. "Waktu," jawab Eyang Santoso singkat dengan tatapan yang semakin dalam. "Waktu yang dimiliki
Anita tidak banyak."
"Saya masih tidak habis pikir, Om."
"Almarhum Ken Yamasaki yang menyarankannya dulu. Ken bilang, jika terjadi sesuatu dengan keluarga Anita, maka dia harus
berlindung ke tempat ini. Sama seperti yang Ken ucapkan pada
Astari, ibunda Aiko."
"Ini gila! Dua anak kandung Tomo tinggal di tempat yang
sama."
"Anita terpaksa lari ke Jogja membawa Kenzo. Dia tak punya
keluarga di Jakarta."
"Tapi sepertinya Tomo tidak mengetahui kalau Kenzo juga tinggal di sini. Entah berbahaya atau tidak kalau dia tahu. Itulah sebabnya saya memanggilmu ke sini. Saya butuh bantuanmu."
20348204
Tio terdiam beberapa saat. Ia berpikir keras. "Saya akan bantu
urus kasus ini semua. Termasuk mencari keberadaan Tomo. Sementara ini saya akan mengumpulkan data-datanya terlebih dahulu."
Di rumah sakit tempat Ipank dirawat, terdengar suara wanita di
salah satu kamar.
"Udah Mama bilang jangan berantem terus!"
"Hadeeeh, siapa juga yang berantem sih, Mah? Ipank cuma bela
diri."
"Bela diri harus liat-liat orangnya juga, dong. Kalau tahu orangnya bawa senjata, itu cari mati namanya!"
"Aduh iya, Mah, iya...," jawab Ipank sambil memijat-mijat kepalanya.
"Heh! Jangan mentang-mentang punya sabuk hitam karate kamu
berani melawan senjata. Kecuali kalau sabuk hitam kamu itu dapet
serti?fikat debus internasional kebal senjata!"
Ipank cuma bisa diam diomeli mamanya yang cerewet seantero
jagat raya. Waktu kecil Ipank dan mamanya selalu ribut. Kalau
Ipank diomeli, ia akan ngomel balik. Begitu seterusnya.
Meskipun cerewetnya ampun-ampunan, mama Ipank sayang
sekali dengan anaknya. Saking sayangnya, kadang masih menganggap Ipank anak bayi.
"Duh, udah mama bilang, papa tuh ngasih nama kamu kepanjangan. Makanya nih dari kecil kamu kerjaannya marah-marah
mulu, berantem terus."
"Nama Ipank kok disangkut-sangkutin sih, Mah..."
"Lha jelas, dong," jawab Mama cuek sambil memotong apel merah di meja dan mengunyahnya. "Eh, pacar kamu siapa sekarang?"
"Apaan sih Mama nanya-nanya?"
"Duileeh, pasti cewek yang nungguin kamu kemarin itu ya?"
20449205
"Yeee... tahu dari mana, Mama?"
"Tau doong... telinga Mama kan banyak."
"Horor dong kalo telinganya banyak."
"Eh, beneran ini Mama tanya!"
Ipank cekikikan melihat mamanya yang masih lincah dan bawel.
"Penginnya sih sama dia. Tapi dianya yang nggak mau sama Ipank,
Mah."
"Hah?!? Masa anak Mama ganteng kayak gini dia nggak mau?"
ucap Mama sambil menyentuh dagu Ipank dan menggerak-gerakkannya.
"Aduuuh, Sakit ini Mah!"
Mama cuma tertawa kecil melihat anaknya itu kesakitan karena
dagunya dipegang-pegang. "Pokoknya Mama nggak mau model
kayak siapa tuh, pacar kamu yang waktu itu?"
"Siapa?"
"Itu, yang centil itu. Cantik siiih, tapi Mama nggak suka. Dia
SKSD gitu sama Mama. Sok kenal, sok deket."
"Ooo... Andari."
"Iya, itu!"
"Ya bedalah, Mah. Kalo yang satu ini jaminan mutu!"
"Kalau gitu, Mama setuju. Langsung Mama restuin deh."
"Aduuuh, Mama apa-apaan, sih? Udah ah, Ipank mau tidur!"
ujar Ipank membelakangi Mamanya.
"Heeem, pantes aja ya kamu disuruh pulang ke Jakarta nggak
pernah mau. Pasti gara-gara ada cewek itu ya..."
"Mama berisik, aaaah..."
"Mukanya mirip Oshin."
"Bodo, ah!"
Ruangan itu terang oleh cahaya lampu. Padahal matahari masih
bersinar dengan teriknya. Mungkin karena tak satu pun jendela di
20549206
ruangan itu terbuka. Semua tertutup gorden beledu yang tak tembus cahaya. Tidak ada ventilasi sama sekali. Pantas saja AC di
ruangan terasa begitu dingin di tengah hari yang panas.
BRAKK!!!
Kenzo terlempar pada rak buku di sudut ruangan. Buku-buku
di dalam rak tersebut langsung berceceran ke lantai. Wajah bocah
itu meringis menahan sakit. Ngilu.
Suara langkah kaki mendekati tubuh Kenzo yang mencium karpet ruangan. Sepatu kulit hitam mengilat itu sekarang tepat di
depan muka Kenzo. Membuat bocah itu bisa berkaca. Tidak lama.
Kemudian tubuhnya dipaksa berdiri dan kembali dilemparkan ke
sudut ruangan lain.
Tubuh Kenzo membentur dinding dan terhuyung lemas. Ia merintih kesakitan. Tak ada darah yang keluar dari tubuhnya karena
darah tersebut telanjur membeku dan membiru di dalam. Ia merasakan nyeri di tulang rusuk.
Langkah kaki itu kembali mendekat. Kenzo memejamkan mata
sesaat. Pasrah dengan apa pun yang akan terjadi dengan dirinya.
Dan benar saja, lelaki tersebut mencengkeram keras lengan Kenzo
yang terbentur tembok. Membuat anak itu menjerit kesakitan.
"Kenapa kamu harus ada, hah!" Lelaki di hadapan Kenzo berkata
gusar. Wajahnya terlihat keras dan bengis. Seakan apa yang ia lakukan terhadap Kenzo bukanlah sebuah kejahatan. Ia memiliki bola
mata yang sama persis dengan mata bocah itu. Hitam pekat. Menyeramkan.
"Ampun, Ayah!" Bocah kecil itu berkata sambil menahan nyeri
di tubuhnya.
"DIAM!!!" bentak lelaki itu sambil kembali menarik kerah baju
Kenzo dan memukulnya penuh emosi.
Kenzo tak melawan. Ia sadar betul perlawanannya akan sia-sia.
Dia bisa mati konyol di tangan ayahnya sendiri.
Ayah Kenzo berjalan pelan ke sudut yang terpajang foto keluarga
mereka. Dengan suara rendah dan serak, ia kembali berkata, "Kamu
20649207
itu musibah! MUSIBAH!" Ayah Kenzo mengamuk. Ia menjatuhkan
barang-barang di meja. Dengan emosi yang masih membara, ia
melangkah keluar meninggalkan Kenzo yang terkapar. Seakan tidak
peduli pada nasib anaknya itu.
Kenzo merintih kesakitan. Tidak ada satu orang pun yang menolongnya. Ia hanya bisa merasakan ngilu luar biasa di sekujur tubuhnya.
"Ampun, ampun, ayah..." teriak Kenzo di tengah tidurnya. Tangan
kanannya mencengkeram kuat seprei. Perlahan, matanya yang basah
oleh air mata terbuka. Bibirnya bergetar. Ketakutan. Mimpi itu
selalu membuatnya ngeri.
Ayah kandung Kenzo, Tomo Yamasaki menikahi ibunya karena
wanita itu telanjur mengandung. Padahal saat itu Tomo sedang
terjerat kasus berat yang menjebloskannya ke penjara.
Ketika Kenzo lahir, entah kenapa ayahnya amat membencinya.
Kotak Pelangi Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bahkan setiap kali Kenzo dan ibunya menjenguk ke penjara, Tomo
tak pernah mau menemuinya. Kalaupun bertemu, Tomo justru
meng?umpat dengan kata-kata kasar yang menyakitkan, yang meninggalkan luka pada jiwa bocah itu.
Kanker ganas memaksa ibu Kenzo bolak-balik Singapura untuk
terapi. Semakin lama tabungannya menipis, dia harus mencari tempat yang dirasa cukup aman untuk anaknya. Dia mengetahui kosan
Soda dari Ayah Tomo, Ken Yamasaki, sebelum meninggal. Ken bercerita tentang sahabat terbaiknya di Jogja yang sangat mencintai
anak-anak dan memberikan alamat sahabatnya itu padanya.
"Jika terjadi sesuatu denganmu dan Kenzo, tempat itu adalah
tempat paling aman untukmu berlindung." Begitu pesan Ken dulu.
Itulah yang pada akhirnya membuat ibu Kenzo memutuskan
agar Kenzo tinggal di sana. Dengan mengubur rasa malu, wanita
itu nekat menemui Eyang Santoso.
20750208
Skenario pun terpaksa dibuat untuk menghindari segala kemungkinan buruk. Ibunda Kenzo memohon agar Eyang Santoso merahasiakan siapa Kenzo sebenarnya dari anak-anak Soda, terutama Aiko.
Kenzo pun diminta untuk mengaku sebagai sepupu Aiko. Ia tidak
punya alternatif lain. Wanita itu terlalu ketakutan. Dan tak tahu
harus bagaimana.
20850209
SEMUA seperti melayang. Bukan karena Aiko berada di dalam
pesawat yang membawanya kembali ke Lombok, tapi Aiko memang
belum bisa menyadari sepenuhnya kalau semua yang terjadi bukanlah mimpi atau cerita fiktif dalam film-film mafia.
Krak! Pesawat bergetar. Sesaat kemudian terdengar suara pilot
yang meminta para penumpang untuk kembali ke tempat duduk
dan memasang sabuk pengaman karena pesawat mengalami turbulensi.
"Gawat. Gawat. Gawat!!!" Jhony yang duduk di sebelah Aiko
langsung panas dingin. Ia menutup mata rapat-rapat sambil memegang pegangan kursi erat-erat. "Pesawat mau jatuuuuh!"
Pesawat kembali bergerak-gerak.
"Aaaakkkhh! Bego sekali ini pilot!" Jhony berteriak dengan wajah
pucat pasi. Maklum, cowok itu selain buta warna, ia memang fobia
ketinggian.
Aiko justru tampak santai. Ia memegang lengan Jhony. "Tenang,
Bang..."
"Aku belum mau mati, Ai! Dasar pilot bego!" Jhony kembali
20950210
mengumpat. "Kalo bukan karena disuruh Eyang Santoso nemenin
kau ke Lombok, aku nggak bakalan mau, Ai!"
Aiko tersenyum melihat ekspresi Jhony. Ia menggelengkan kepalanya. Dari semua anak Soda, Jhony-lah yang terpilih untuk menemani Aiko ke rumah ibunya di Lombok sampai situasi di Jogja
aman. Meskipun sebenarnya agak merepotkan ditemani oleh Bang
Jhony yang punya hati selembut kapas. Setidaknya badan Bang
Jhony cukup membuat pencopet ketar-ketir karena tubuhnya yang
tegap dan bidang. Belum lagi rambut kribonya yang selalu diprotes
penonton bioskop yang duduk di belakangnya.
"Kau bisa sesantai itu, Ai?" Sejenak ia melupakan turbulensi
yang membuatnya ketakutan.
"Hidup itu kan rahasia Tuhan, Bang. Yang menentukan nasib
kita di sini bukan pilot, tapi Tuhan," ujar Aiko melanjutkan keasyikannya membaca novel.
Jhony memandang Aiko sambil berpikir. Ipank tergila-gila sekali
dengan cewek ini. Satu-satunya cewek yang bisa membuat orang
setemperamen Ipank jadi adem. Orang yang punya harga diri selangit bisa bertekuk lutut. Dia juga yang bikin Ipank salah tingkah
dan kehilangan kata-kata kalau di depannya. Ipank bisa menunjuk
siapa pun cewek cantik di dunia ini untuk jadi pacarnya. Tapi
Ipank justru memilih Aiko. Cewek berwajah oriental yang ringkih
dan jauh dari kesan populer. Cewek ini lebih suka menghabiskan
waktu dengan membaca buku di perpustakaan dibandingkan jalanjalan ke mal atau clubbing. Gaya berpakaiannya juga biasa. Tidak
mencolok sama sekali. Tapi dia yang dipilih Ipank. Cewek seperti
ini yang membuat Ipank rela mengorbankan apa pun untuk melindunginya, termasuk mengorbankan nyawa. "Ehm!" Jhony berdeham
ketika turbulensi tak lagi terasa. Ia bertanya, "Ai, aku boleh nanya
sesuatu, nggak?"
"Nanya apa, Bang Jhon?"
"Sebenernya perasaan kau ke Ipank gimana, sih?"
Pertanyaan Bang Jhony barusan sukses membuat Aiko kehilangan
21050211
konsentrasi membaca. Aiko terdiam sesaat, mencoba mengontrol
jan?tungnya yang tiba-tiba berdetak kencang. Ia tahu betul ke mana
arah pertanyaan Bang Jhony itu.
Jhony menggerak-gerakkan kacamata hitam yang ia kenakan sambil menunggu jawaban Aiko.
"Ipank udah punya Andari, Bang."
"Kalo misalnya Ipank dan Andari putus, apa kau mau sama
dia?"
Aiko hanya tersenyum tipis. "Ah, nggak taulah, Bang!"
Jhony nyengir. Kacamata yang ia kenakan ia turunkan sebatas
hidung. Ia menunduk. Matanya yang bulat menatap Aiko dari
sudut atas kacamatanya. "Kau sebetulnya suka sama si Ipank, kanTapi kau sok jual mahal."
Aiko terkejut dengan ucapan Jhony yang to the point. Tapi membuatnya berpikir, apa mungkin yang dikatakan Bang Jhony benarApa sebenarnya ketakutannya pada Ipank selama ini justru karena
ia tak bisa mengontrol deg-degannya? Deg-degan karena ia menyukai Ipank? Ah, benar kata orang. Benci dan cinta kadang sulit
dibedakan.
"Kau tak perlu setakut itu mengakui, Ai. Aku ini meskipun buta
warna, aku nggak buta cinta," ucap Jhony memulai gaya picisannya.
"Percaya sama aku. Ipank itu tak akan menyakiti kau. Jangankan
berpikir jahat. Berpikir jorok tentang kau saja dia tak pernah."
Aiko terdiam memikirkan kalimat yang baru saja abang kribo
ucapkan. Sesaat ia bertanya, "Bang Jhony... masih marah sama
Ipank?"
"Kalo aku masih marah sama si Ipank, aku nggak akan mungkin
mau dititipin untuk menjaga kau sekarang, Ai."
"Maksudnya?"
"Kemarin kami semua menjenguk Ipank ke rumah sakit. Ipank
minta maaf atas kejadian waktu itu. Dia khilaf katanya. Tadinya
Ipank yang mau mengantarkan kau ke Lombok karena hari ini dia
sudah boleh pulang. Tapi dokter melarang. Karena dua hari ini dia
21150212
harus recovery. Dia sempat nekat. Kau taulah Ipank seperti apa kalo
sudah dilarang."
"Iya, Ipank kan belum sembuh bener."
Jhony mengangguk setuju. "Tiba-tiba pas kami semua mau pulang, Ipank manggil Abang. Dia memeluk dan berbisik. Memohon
supaya aku mau nganter kau ke Lombok. Yang bikin aku terharu
saat itu, Ipank bilang kalau sakura-nya hanya boleh diantar dengan
orang yang paling dia percaya. Dan dia memilih Abang..."
Baru saja Aiko ingin menanggapi ucapan Jhony, pesawat kembali
bergerak-gerak. Turbulensi kembali terjadi. Dan percakapan itu
terhenti ketika Aiko menatap wajah Jhony yang mulai kusut.
Rambut kribo Jhony terlihat semakin mengembang. Tak lama
kemudian, cowok itu panik mengambil sanitary bag di kantong
kursi dan
"HUEEEEKKK!!!"
Oh My God!
Jhony berdiri menatap pemandangan di hadapannya. Hamparan
laut beratapkan langit biru nan indah. Hijau pepohonan dan butiran pasir putih. Suara burung yang beterbangan di angkasa membuat penyesalan yang bergentayangan di hatinya hilang seketika.
Seperti biasa, tiba di Lombok tadi, Jhony jadi pusat perhatian
orang-orang. Apalagi kalau bukan karena rambut kribonya yang
fenomenal dan pakaian tubruk warna yang selalu dikenakannya.
Untungnya Jhony kelewat pede. Jadi dia malah girang waktu ada
turis asing yang minta foto bareng lantaran mengira dia adalah
bagian dari sambutan "Welcome to Lombok".
Butuh waktu dua jam dari pusat kota Mataram menuju tempat
tinggal ibunda Aiko. Jalanan yang berkelok-kelok dan naik-turun
nyaris membuat Jhony serasa naik jet coaster.
21251213
"Bang Jhon, sini buruan!" Aiko berteriak ke arah Jhony yang
masih berdiri mematung di pesisir.
Jhony menengok dan kaget ketika menyadari Aiko sudah berada
lumayan jauh dengannya. Ia cepat-cepat mengejar. Sekilas ia mirip
pohon berlari dalam film Lord of The Rings.
Pak Agus Sindang adalah orang yang menjemput Aiko dan
Jhony di bandara dan mengantarkan mereka ke tempat ini. Beliau
orang Lombok asli yang tinggal tak jauh dari rumah ibunda
Aiko.
"Bagaimana kabar Pak Santoso, Mbak?" tanya Pak Agus Sindang
di tengah perjalanan menuju rumah.
"Loh, Pak Agus kenal Eyang Santoso?" Jhony balik bertanya.
"Eh, jangan panggil saya pake nama Agus, Mas. Panggil saya
Sindang saja. Di Lombok banyak sekali yang punya nama Agus.
Jadi saya lebih suka dipanggil Sindang."
"Oke, Pak Sindang."
"Pak Santoso dulu sering ke sini. Beliau juga yang menghubungi
saya agar menjemput kalian berdua. Awalnya saya bingung. Lha
saya kan belum pernah melihat kalian berdua sebelumnya. Tapi
beliau memberikan ciri-ciri yang membuat saya mudah mengenali
kalian."
"Ciri-cirinya bagaimana, Pak?"
"Beliau bilang, Aiko ditemani laki-laki yang rambutnya seperti
pohon bonsai dan memakai pakaian ?ajaib? yang menyilaukan mata.
Nah! Itu yang bikin saya mudah mengenali kalian."
"Tapi aslinya saya ganteng kan, Pak?" Jhony berkata kelewat
pede.
Pak Sindang manggut-manggut saja. Padahal ketahuan kalau dalam hati dia ingin teriak di depan muka Jhony. GANTENG DARI
MANA?!Aiko tertawa geli.
Tibalah mereka di perkampungan kecil berisi rumah dengan
arsitektur setipe. Pak Sindang berhenti tepat di salah satu rumah
21351214
paling ujung. Rumah tersebut terbuat dari kayu bercat putih. Bentuknya mirip rumah panggung karena posisinya di atas.
Mereka menaiki anak tangga menuju teras. Dari situ, pemandangan pantai terlihat indah. Di sana terdapat kursi rotan dan
tempat tidur gantung yang terbuat dari tali. Sangat nyaman. Jendela rumah tersebut ditutup dengan kerai yang terbuat dari kerangkerang pantai.
Pak Sindang mengetuk pintu rumah tersebut. Namun tidak ada
sahutan dari dalam. Sepertinya penghuni rumah sedang pergi.
"Mungkin Ibu sedang keluar sebentar."
Aiko duduk di kursi rotan bersama Pak Sindang. Sementara
Jhony dengan sok tahunya mencoba tiduran di tempat tidur gantung.
Tiba-tiba dari kejauhan, terlihat seorang wanita datang mengendarai kuda. Dengan cekatan ia turun dari kuda dan mengikat talinya di sebuah tiang. Langkah kakinya terburu-buru menaiki tangga
rumah membawa empat buah kelapa.
"Aiko" sapa lembut wanita itu ketika tiba di teras. Matanya
ber?kaca-kaca. Ia langsung memeluk hangat Aiko dan menangis.
"Apa kabar, Nak? Ibu kangen sekali"
"Ibu"
BRUKK!!! Suasana haru pun buyar ketika Jhony terjatuh dari
tempat tidur gantung. Wajahnya meringis kesakitan.
Ibunda Aiko menengok, lalu menyapa dengan ramah. "Kamu
pasti Jhony. Si kribo funky. Apa kabar? Perkenalkan, saya ibunya
Aiko," ucapnya sambil mengulurkan tangan. Suaranya begitu pelan,
tapi tegas. Wajahnya mirip sekali dengan Aiko. Namun ia berkulit
kecokelatan.
Jhony membalas jabatan tangan ibunda Aiko sambil cengar-cengir.
"Eh, masuk yuk! Kalian pasti capek, kan?" Ibunda Aiko berkata
sambil tersenyum ramah. Kemudian ia menjabat tangan Pak
Sindang. "Terima kasih atas bantuannya ya, Pak Sindang."
21451215
Ibunda Aiko menutup telepon di tangannya. Kemudian ia menuju
ruang tengah, bergabung dengan Aiko dan Jhony yang sedang
mengobrol.
Rumah orangtua Aiko sangat nyaman dan terbuka. Dari
jendelanya mereka bisa melihat lampu-lampu perahu nelayan di
Kotak Pelangi Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
malam hari. Suara ombak menjadi backsound sehari-hari karena
dekat dengan pesisir. Ibunda Aiko nyaris tidak pernah berada di
rumah. Kegiatannya sehari-hari berkebun tanaman obat untuk
dijual dan mengajar anak-anak pesisir.
"Eyang Santoso yang barusan menelepon. Beliau memastikan
kalau kamu dan Jhony sudah sampai dengan selamat," ibu berkata
sambil meminum secangkir teh herbal di meja. Ia menatap jauh.
Seperti ada sesuatu yang mengganjal di dalam hatinya. "Ibu
mendengar soal kejadian di kampusmu. Untung kamu ndak apaapa ya, Ai. Bagaimana keadaan teman yang menolongmu?"
"Sebelum berangkat ke Lombok, Ipank masih di rumah sakit,
Bu. Tapi hari ini sudah boleh pulang. Tadinya Aiko mau menjaga
Ipank sampai sembuh. Tapi Eyang Santoso meminta Aiko tinggal
di Lombok sementara untuk menenangkan diri."
"Eyang Santoso khawatir dengan kondisimu, Ai. Beliau bilang
kamu masih shock dengan kejadian itu," jelasnya menatap anak
semata wayangnya itu, kemudian memeluknya. "Aaah... ibu kangen
banget sama kamu, Ai!"
Ibunda Aiko memiliki banyak kebun di Lombok. Warisan dari
orang?tuanya. Kebanyakan ditanami berbagai tanaman obat tradisional berbahan organik. Hasil dari perkebunan tersebut dijual ke pedagang untuk membantu perekonomian masyarakat di sana. Selain
21551216
perkebunan, almarhum kakek-nenek Aiko juga membangun kolam
tempat budi daya ikan. Semua itu cukup untuk membiayai Aiko
sekolah hingga kuliah.
Keesokan harinya, Aiko duduk-duduk di pantai sambil tertawa
melihat Jhony yang cepat sekali akrab dengan anak-anak kecil di
sana. Awalnya mereka heran melihat penampilan Jhony yang sangat
unik dengan rambut kribonya. Langsung saja si kribo itu pasang
aksi andalannya: sulap menghilangkan barang-barang di rambutnya
yang langsung membuat anak-anak girang setengah mati.
"Ai, aku tinggal dulu ya bocah-bocah ini mau mengajakku
melihat kuda mereka. Katanya kacamatanya mirip dengan yang
kupakai ini," teriak Jhony sambil memainkan rambut salah satu
anak. Terlihat anak-anak lainnya seru memegang-megang rambut
Jhony.
Aiko mengangguk.
Setelah Jhony pergi, Aiko terdiam menatap langit senja keemas?an.
Emosinya bergejolak ketika ia mengingat Ipank. Sudah sembuh?kah
dia? Kenapa ia justru merasakan kangen luar biasa pada cowok itu.
Ia tersenyum sendiri mengingat betapa manjanya Ipank di rumah
sakit. Sosok menyeramkan itu mendadak seperti anak kecil yang
minta disayang. Padahal sebelumnya dia begitu heroik menyelamatkan Aiko dari orang-orang yang hendak menculiknya.
Menculiknya? Untuk apa? Gelombang rasa takut mulai menjalari
tu?buh Aiko. Apakah orang-orang itu masih mencarinya? Banyak
pertanyaan terlintas di kepalanya. Aiko merasa tidak pernah punya
musuh selama ini. Ia juga biasa saja dalam berpenampilan. Bahkan
terlihat sangat sederhana. Mungkinkah sebenarnya mereka itu orang
yang membenci Ipank? Tapi kebetulan saja ia berada di tempat itu
sehingga menjadi sasaran.
Melalui sudut matanya, Aiko merasakan ada seseorang yang
mengamatinya. Ia berbalik. Namun tak ada siapa pun di sana. Dengan takut, ia bangkit dari tempat duduknya dan bergegas pulang.
21651217
Lang?kah kakinya ia percepat. Ia yakin sekali ada orang yang mengikutinya.
Aiko merinding. Jantungnya berdetak sangat cepat. Ia memotong
jalan melewati perkebunan. Sesekali ia menengok ke belakang. Ya,
sekilas ia melihat seseorang mengikutinya. Namun setiap kali ia
menengok, orang itu entah bersembunyi di mana.
Langkah kakinya semakin cepat, kemudian ia berlari. Ia takut
sekali. Ia tak berani lagi menengok ke belakang. Sebentar lagi ia
tiba di rumahnya. Hanya tinggal sekali belokan.
Aiko mempercepat larinya, napasnya terengah-engah. Tanpa ia
sadari, seseorang berdiri di hadapannya. Orang itu berusaha memegangi kedua lengan Aiko yang malah menubruk dada orang itu.
"Hei, kamu nggak apa-apa?"
Suara itu
Aiko merasakan ketenangan merasuki tubuhnya ketika ia mendengar suara barusan. Wajahnya justru ia tempelkan pada dada orang
itu. Wangi tubuhnya begitu menenangkan. Ia memejamkan mata
sambil berusaha mengatasi ketakutannya. Air mata menetes dibalik
kelopak matanya. Ia hafal sekali suara itu. Suara yang sanggup
membuat jantungnya berdetak lebih cepat dan memberikan sensasi
yang hingga saat ini tak bisa ia mengerti. Takut atau
Didekapnya gadis kecil di hadapannya itu tanpa bertanya lagi.
Yang ia inginkan hanya memberikan ketenangan untuknya. "Ssst
udah jangan nangis."
"I-Ipank kenapa kamu bisa di sini?"
Kemarin, seperti dugaan Eyang Santoso, ada laki-laki yang mematamatai kosan Soda. Lagi-lagi Saka yang memergokinya ketika ia lewat naik ontel. Lelaki itu duduk tak jauh dari gerbang kosan. Saka
sempat berhenti menawarkan pertolongan pada orang tersebut. Tapi
21752218
anehnya, orang itu malah buru-buru pergi. Itulah yang membuat
Saka curiga.
"Aku ke sini karena khawatir. Takut terjadi apa-apa sama kamu.
Nggak tau aku harus gimana kalo sampai itu kejadian..," jelas
Ipank ketika menceritakan kejadian di Soda ketika Aiko ke
Lombok.
Hening. Aiko merasakan jantungnya berdebar. Ia menelan ludah
ketika melihat kejujuran di mata Ipank. Mata yang selama ini ia
takuti ternyata menyimpan ketulusan yang begitu dalam. Bodoh!
Kenapa baru sekarang ia menyadarinya"Aku tenang banget bisa ngeliat kamu baik-baik aja, Ai...," ucap
Ipank lembut sambil menyentuh pipi Aiko.
Pandangan mata Ipank menunjukkan betapa sayangnya dia pada
gadis itu.
"Ehem!"
Sebuah suara memecah keheningan. Ipank buru-buru menarik
tangannya dari pipi Aiko, dan berdiri.
Ibunda Aiko muncul tiba-tiba dari balik pintu teras. Ia tersenyum ramah.
Dengan senyuman hormat, Ipank menunduk.
"Kamu..." Ibunda Aiko menatap Ipank lekat-lekat. Ia merasa
mengenal wajah cowok itu. Ipank mirip seseorang yang dulu
pernah begitu dekat dengannya.
"Saya Ipank. Teman Aiko dan Jhony di kosan Soda."
Wajah ibunda Aiko semringah. "Ini toh, yang namanya IpankSaya ibunya Aiko. Gimana lukamu? Udah baikan?" tanyanya.
Ipank buru-buru mencium tangan ibunda Aiko. "Udah nggak
apa-apa kok Tante, cuma luka kecil."
"Wow, Tante dengar sampai delapan jahitan, ya? Kamu cukup
beruntung," ucap ibunda Aiko menyindir. Kemudian beliau menyentuh tangan Ipank. "Terima kasih ya, kamu sudah menolong
Aiko."
"Sama-sama, Tante..." Ipank tertawa kecil.
21852219
"Ngomong-ngomong, hebat sekali kamu bisa sampai tempat ini
sendirian."
"Saya tahu alamatnya dari Eyang Santoso. Lagi pula, saya memang suka traveling, Tante. Dulu pernah ke pulau ini bareng
teman-teman. Tapi nggak pernah tahu kalo Tante tinggal di sini.
Kalo tahu kan saya bisa mampir."
"Ah, kamu mengingatkan saya pada kakek Aiko. Beliau suka
sekali keliling Indonesia. Naik gunung, keluar-masuk hutan, diving
ke pulau," cerita Ibu Aiko bersemangat. "Sudah pernah ke Raja
Ampat?"
"Belum, Tante."
"You should! Kakek Aiko dulu pernah mengajak saya ke sana.
Cukup sulit mencapai tempat itu. Tapi begitu sampai, kamu nggak
akan pernah menyesal tiba di sana. Beliau pernah bilang, orang
Indonesia yang nggak pernah ke sana, ibarat orang kaya yang punya mobil Ferrari, tapi cuma disimpan di garasi."
Ipank tertawa mendengar ucapan ibunda Aiko. Baru pertama
kali bertemu, mereka langsung cepat akrab. Semalaman mereka
berce?rita tentang tempat-tempat indah di Indonesia. Dari Sabang
sampai Merauke.
Aiko hanya mendengarkan mereka tanpa ikut berbicara. Imajinasinya bergerak liar membayangkan tempat-tempat tersebut. Dalam
hati ia begitu ingin seperti Ipank dan ibunya. Melanglang buana
menikmati alam Indonesia. Mendaki pegunungan, menjelajah hutan, menyelam di kedalaman samudra Ah, haruskah ia mengeluh
karena memiliki fisik yang begitu ringkih? Sehingga hanya bisa
menikmati keindahan tersebut dari cerita orang lain.
Jhony sampai tertidur pulas di tempat tidur gantung saking asiknya mendengarkan cerita Ipank dan Ibu Aiko. Sepertinya cowok
kribo itu tengah bermimpi. Karena berkali-kali ia mengigau,
"Siwon... ohhh... Siwon..."
21952220
Salah satu kenikmatan berbelanja di pasar petani adalah bisa melihat buah-buahan dan sayuran segar langsung dari kebun. Pasti
harganya lebih murah dibandingkan supermarket. Sebagian besar
pasar yang berada di Lombok lebih banyak menjajakan makananmakanan laut karena mata pencarian utama masyarakatnya adalah
nelayan. Makanya kalau ingin berbelanja buah-buahan atau sayuran,
masyarakat lebih suka datang ke pasar petani.
Pagi ini, Ipank menemani Aiko dan ibunya berbelanja di pasar
petani. Dan serunya, mereka ke pasar naik kuda. Hal yang tak pernah mereka lakukan di Jogja. Mereka membeli paprika, bawang
bombai, dan sayuran yang masih segar karena hari ini?untuk pertama kalinya?Aiko dan ibu mau masak bersama.
"Oooh ini anaknya Bu Astari yang sekolah di Jogja itu yaCantiknya" ujar salah satu pedagang sayur wanita, teman dekat
ibunda Aiko. Beliau menggunakan selendang panjang yang digulung
hingga menyerupai topi.
"Iya. Cantik seperti ibunya." Ibunda Aiko tersenyum menggoda
sambil sibuk memilih buah jeruk di keranjang. Warna jeruk tersebut memang sangat menarik. Segar. Makanya ibunda Aiko yang
memang suka buah langsung ngacir ke kios jeruk.
"Kalau ini pacarnya, ya?" tanyanya kemudian menengok ke arah
Ipank yang membawa belanjaan. Pertanyaan ini membuat wajah
Aiko dan Ipank memerah.
Ipank berlagak tidak mendengar. Ia sok sibuk memperhatikan
buah manggis di salah satu keranjang. Menghitung garis pada pantat manggis satu per satu.
"Hmmm kira-kira gimana ya, Bu," jawab ibunda Aiko sambil tersenyum dan tetap sibuk memilih buah.
"Udah, dijadikan sajalah, Bu"
Ibunda Aiko hanya menjawabnya dengan senyuman sambil
mengeluarkan satu lembar uang dua puluh ribuan dan memberikannya kepada pedagang. "Terima kasih."
Dari pasar petani, mereka berpisah. Ibu pergi ke perkebunan
22052221
untuk mengecek hasil kebun. Sementara Aiko dan Ipank pergi
jalan-jalan ke pantai. Udara hari itu begitu sejuk. Tidak terlalu
panas maupun dingin. Matahari jauh lebih bersahabat di pulau ini
dibandingkan Jogja. Kendaraan bermobil sedikit sekali. Orang-orang
memang lebih suka mengendarai motor dibandingkan mobil.
Soalnya banyak jalan kecil yang hanya bisa dilalui dengan motor.
Setelah mengikat kuda di rumah, Ipank dan Aiko menyusuri
pantai, membiarkan telapak kaki mereka bebas menyentuh pasir
putih.
Ipank memasukkan tangan ke saku celana sambil menikmati
angin pantai yang menerpa wajahnya. Sebetulnya ia ingin sekali
meng?gandeng tangan cewek di sebelahnya, tapi ia takut kalau Aiko
merasa tak nyaman bersamanya. Ia ingin menikmati suasana itu
berdua. Suasana yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Aiko menghentikan langkahnya dan duduk di pinggir pantai.
Raut wajahnya begitu bahagia. Ia sangat rindu dengan suasana
pantai. "Pank, kamu pernah menyelam?"
"Pernah. Kenapa emangnya?"
"Rasanya gimana?"
Ipank ikut duduk di sebelah Aiko, kemudian kembali memandang hamparan laut lepas sambil mengembuskan napas. "Rasanya
Tersesat Di Rawa Onom Karya Aan Merdeka Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H To Kill Mocking Bird Karya Harper Lee
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama