Ceritasilat Novel Online

Pendekar Gurun Neraka 13

Pendekar Gurun Neraka Karya Batara Bagian 13


Kalimat-kalimat ganjil yang ditulis manusia dewa itu mengandung suatu "kengerian"

Aneh yang dirasa.

Kalau saja muridnya itu dapat menembus jauh, barangkali Bu Kong sedikit banyak dapat menyentuh apa yang dimaksudkan tokoh dewa itu.

Akan tetapi, pemuda itu sedang dikuasai kegembiraan sendiri dan hal itu membuat daya tanggapnya berkurang.

Dapatkah melihat "jauh"

Ke depan? Rupanya tidak.

Ah, biarlah dia lihat saja apa yang bakal terjadi dan bagaimanakah kelak jawaban dari kalimat-kalimat ganjil Bu-beng Sian-su itu.

Mudah-mudahanlah muridnya1062 mendapatkan suatu pengalaman berharga bagi dirinya sendiri sehingga kelak dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Angin meniup santai, keharuman bunga semakin semerbak.

Daun-daun pohon bergoyang lembut dan Malaikat Gurun Neraka termenung beberapa saat di depan gua sampai akhirnya masuk ke dalam dan duduk bersamadhi di atas batu bundar yang hitam mengkilap.

*** Matahari belum naik tinggi ketika Bu Kong keluar dari mulut hutan dengan mata bersinar-sinar.

Kegembiraan memenuhi hatinya dan pagi yang cerah membuat segalanya tampak indah.

Namun, baru saja pemuda ini hendak mengerahkan gin- kangnya untuk melanjutkan perjalanan sambll berlari cepat, mendadak dari kejauhan terdengar derap kaki kuda.

Debu mengepul tinggi dan samar-samar seekor kuda hitam tinggi besar dengan bulu surinya yang panjang riap-riapan muncul dari arah selatan.1063 Ketika Bu Kong mengerahkan kekuatan matanya, pemuda ini terkejut melihat betapa kuda itu berlari dengan punggung kosong alias tanpa penunggang.

Tentu saja dia merasa heran dan karena kuda itu masih terlalu jauh, dia tidak dapat melihat jelas.

Akan tetapi, melihat kuda hitam yang larinya secepat terbang ini otomatis mengingatkan dirinya akan Hek-ma (Si Hitam) yang sudah lama tidak ditemuinya.

Diam-diam hatinya mulai berdebar dan baru saja dia hendak melompat, sekonyong-konyong di belakang kuda hitam itu muncul empat ekor kuda lain yang mengejar di belakangnya.

Dilihat dari mulut hutan, empat orang yang duduk di belakang punggung kuda itu seakan-akan sedang memburu kuda hitam yang berlari kencang di depan.

Bu Kong mengerutkan alisnya dan dia ingin tahu siapakah empat orang yang agaknya hendak menangkap kuda hitam itu.

Dan karena dia sendiri juga ingin tahu apakah kuda hitam itu Hek-ma atau bukan, tiba-tiba pemuda ini mengeluarkan siul tinggi yang melengking nyaring.

Itulah isyarat panggilan bagi Hek-ma yang biasa diberikan kepada kudanya.

Kalau kuda hitam Yang berlari seperti terbang itu memang Hek-ma adanya, tentu kuda itu akan meringkik panjang sebagai jawaban.

Betul saja! Begitu siulan nyaring yang melengking tinggi itu dikeluarkan sehingga dapat didengar sampai belasan lie jauhnya, tiba-tiba kuda hitam yang dikejar dari belakang itu melonjak dan meringkik panjang.

Larinya mendadak1064 bertambah cepat dan luar biasa, keempat kakinya seolah-olah tidak menginjak bumi lagi dan kuda hitam itu meluncur di atas tanah seperti kuda terbang! Tentu saja Bu Kong merasa girang.

Tidak menunggu kuda hitam itu mendekati hutan, pemuda itu sudah bersiul kembali dan tubuhnya berkelebat ke depan menyongsong Hek-ma yang meringkik-ringkik panjang itu.

Sebentar saja, karena dua pihak saling menghampiri dan kedua-duanya sama-sama bergerak cepat, kuda serta tuan mudanya ini sudah berhadapan muka dan pemuda itu berteriak memanggil Hek- ma dengan penuh kegembiraan.

Hek-ma sendiri juga melompat maju dan mengibaskan ekornya sambil melonjak-lonjak dan kuda yng amat setia kepada majikannya ini sudah menekuk dua kaki depannya dan berlutut! Demikianlah, dua sahabat yang lama tidak bertemu itu sekarang saling peluk dan Bu Kong merangkul leher kudanya dengan penuh keharuan.

Ditepuk-tepuknya punggung Hek-ma dan diciumnya telinga kiri kuda ini dan Hek-ma mengeluarkan keluhan seperti orang menangis.

Akan tetapi, mereka tidak mendapat banyak kesempatan untuk mencurahkan kegembiraan masing-masing karena pada saat itu, empat ekor kuda yang tadi mengejar Hek-ma telah muncul di depan mereka.

Dan begitu empat penunggang kuda1065 ini tiba, mereka berseru memanggil Bu Kong dan berlompatan turun.

Bu Kong terbelalak dan sejenak dia tertegun kaget melihat orang-orang itu.

Tadinya dia mengira bahwa empat orang yang mengejar-ngejar kudanya itu adalah para pemburu yang hendak menangkap Hek-ma.

Tidak tahunya mereka adalah orang-orang yang sudah amat dikenalnya, kecuali orang keempat yang bertubuh tinggi besar dan memakai gelang baja yang melilit lehernya.

Siapakah orang-orang ini? Bukan lain adalah Fan Li serta dua orang tokoh dari istana Yueh yang sudah lama tidak dijumpai Bu Kong.

Dan seperti biasa, Fan Li yang selalu mengenakan baju biru dengan ikat kepala kuning itu sudah berteriak dari kejauhan dan menghampiri bekas jenderal muda ini sambil memberi hormat.

"Goanswe selamat bertemu kembali dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa bahwa engkau telah telah terbebas dari Jit-coa-tok! Akan tetapi, mana nona Hong?"

Bu Kong mengerutkan alisnya mendengar pertanyaan itu karena tiba-tiba saja hatinya merasa tidak enak.

Seperti diketahui, atas bantuan Pek Hong dan Fan Li itulah maka dia terbebas dari bahaya maut.

Dan kini pertanyaan pemuda itu tentang Pek Hong mengingatkan dia akan segala peristiwa yang terjadi.

Namun, karena dia tidak ingin memperpanjang1066 urusan ini, Bu Kong lalu menjawab juga untuk membalas penghormatan sahabatnya itu.

"Fan-ciangkun, Hong-moi telah pergi setelah aku sembuh, mungkin kembali pada gurunya. Dan bersama ini pula terimalah ucapan terima kasihku yang tak terhingga atas semua pertolonganmu membebaskan diriku dari tangan Cheng-gan Sian-jin."1067 Fan Li tersipu-sipu menerima ucapan ini.

"Goanswe, mengapa terlalu sungkan? Kita adalah orang-orang sendiri dan sudah sepantasnya kalau kita saling tolong-menolong. Bukankah demikian, pangeran?"

Pemuda ini tiba-tiba menoleh ke kanan dan berkata sambil tersenyum ke arah laki-laki berpakaian indah bertopi bulu yang sedang menghampiri mereka. Laki-laki yang dipanggil pangeran ini tersenyum lebar sambil menganggukkan kepalanya.

"Apa yang diucapkan ciang-kun memang benar. Kita adalah orang-orang sendiri dan bantu membantu di antara kita adalah hal yang sudah semestinya. Bagaimana, goanswe? Bukankah engkau baik-baik saja?"

Bu Kong terkejut. Seharusnya dialah yang terlebih dahulu menegur laki-laki ini yang bukan lain adalah Pangeran Kou Cien, akan tetapi, ternyata pangeran ini telah mendahuluinya. Maka tentu saja dengan tergesa-gesa dan memutar tubuh dan memberi hormat.

"Pangeran, atas doa restu Anda, hamba baik-baik saja dan semoga Thian selalu memberikan berkah- Nya kepada Anda! Maaf, karena tidak menyangka kedatangan paduka hamba tidak dapat menyambut sepantasnya."

"Ha-ha, tidak apa, goanswe... tidak apa,"

Pangeran itu tertawa.

"Kami datang bukan untuk bersenang-senang, melainkan untuk membicarakan urusan penting denganmu. Dan atas nasihat Wen-taijin inilah maka aku memberanikan diri untuk minta bantuanmu. Bukankah demkian, Wen-taijin?"1068 Pangeran ini menoleh ke kiri di mana berdiri seorang laki- laki setengah tua berpakaian bangsawan yang halus gerak- geriknya. Laki-laki ini memiliki mata yang lembut, sikapnya sabar, dan wajahnya membayangkan kebijaksanaan seorang tua yang telah mengenyam pahit getirnya hidup. Inilah dia Wen-taijin atau yang dalam sejarah dikenal dengan nama Wen Chung, seorang pembesar istana yang menjadi penasihat Kou Cien. Melihat pangeran itu menegurnya, laki-laki tua ini membungkukkan tubuhnya kemudian memberi hormat kepada Bu Kong.

"Goanswe, maaf apabila bujukanku terhadap pangeran mengganggu ketenteraman hatimu. Bukan sekali- kali maksudnya hendak mengacaukan ketenanganmu, akan tetapi, terdorong oleh masalah yang jauh lebih penting dan menyangkut kehidupan orang banyak, maka aku memberanikan diri mengusulkan kepada pangeran agar datang ke sini."

Bu Kong tertegun dan hatinya mulai berdebar.

Mendengar ucapan dua orang tokoh istana ini mudah baginya untuk menebak bahwa kedatangan mereka pasti ada hubungannya dengan Kerajaan Yueh.

Padahal dia sudah bersumpah untuk tidak membantu dan berhubungan lagi dengan kerajaan itu! Akan tetapi, melihat Wen-taijin sudah menjura di depannya, diapun segera membalas hormat dan berkata.

"Taijin dan pangeran terlalu merendah, mana berani aku menerimanya? Kalau ji-wi merasa bahwa aku bisa membantu ji-wi, sungguh merupakan anugerah besar bagiku.1069 Akan tetapi, agar pembicaraan kita dapat lebih lancar, harap Taijin sekalian tidak memanggilku goanswe (jenderal) lagi karena jabatan itu sudah lama tidak ada di pundakku. Yang ada di hadapan cu-wi (Anda sekalian) adalah orang she Yap, bukan jenderal."

Kata-kata ini diucapkan dengan suara tegas, karena Bu Kong memang hendak memperingatkan orang-orang yang berada di situ bahwa dia bukan lagi Yap-goanswe dari Kerajaan Yueh, melainkan Yap Bu Kong, pemuda biasa.

Tentu saja Pangeran Kou Cien dan yang lain-lainnya mengerti maksud pemuda itu, diam-diam hati pangeran ini gelisah.

Sesungguhnya kedatangannya ke tempat ini bukan lain adalah untuk mengundang bekas jenderal muda itu guna memimpin sisa-sisa pasukan Yueh yang berhasil dikumpulkan.

Namun, meskipun pasukan mereka sudah berjumlah cukup besar buat melakukan pembalasan kepada musuh, tanpa adanya seorang pimpinan yang pandai tentu saja kekuatan mereka tidak berarti, ibarat lembu tanpa tanduk atau harimau tanpa gigi! Dan sekarang, melihat orang yang hendak dimintai tolong mulai menunjukkan kekerasan hatinya karena tentu saja pemuda itu teringat akan segala kejadian di istana sehingga dipecat dengan cara tidak hormat oleh mendiang sri baginda, diam-diam pangeran ini merasa cemas.

Dia cukup mengenal watak pemuda itu, mengenal keberanian serta kekerasan hatinya.

Dan untuk membujuk bekas jenderal muda1070 inilah maka dia sengaja membawa Wen-taijin agar dapat melunakkan hati pemuda itu.

Seperti diketahui, Wen-taijin ini adalah orang yang paling dihormati oleh Bu Kong semasa dia masih berada di Yueh karena atas jasa-jasa orang tua inilah maka dia dapat menjadi jenderal di kerajaan itu.

Bahkan bukan itu saja.

Wen-taijin inipun banyak memberinya nasihat-nasihat serta petunjuk- petunjuk berharga dalam masalah pribadinya dan berkat nasihat-nasihat orarg tua itu Bu Kong dapat menjaga diri dari rayuan Lie Lan, keponakan Lie-thaikam ketika gadis itu dulu dulu datang ke gedungnya.

Dan Pangeran Kou Cien yang mengetahui hal ini hendak mempergunakan pengaruh Wen Chung agar mereka berhasil membujuk pemuda itu memimpin pasukan lagi seperti dulu.

Apalagi, di samping mereka masih terdapat Fan-ciangkun yang pernah melepas budi terhadap Bu Kong, maka pangeran ini mengharap bahwa perjalanannya tidak sia-sia.

Itulah sebabnya maka jauh-jauh dia merendahkan hati datang ke tempat pemuda ini dan bukannya menyuruh orang lain untuk memanggil bekas jenderal muda itu.

Sementara itu, Wen-taijin yang mendengar kata-kata pemuda ini tampak tenang-tenang saja dan tersenyum sabar.

Pembesar inipun tahu watak pemuda itu dan sekali pemuda itu bilang agar mereka tidak lagi memanggilnya "goanswe", maka diapun tidak mau membantahnya.

Hanya dia belum tahu panggilan apakah yang sekarang cocok dipakai untuk1071 mengganti panggilan "goanswe"

Ini. Namun, tiba-tiba saja wajah pembesar ini berseri ketika dalam sedetik saja dia mendapatkan ilham yang bagus untuk memanggil pemuda itu.

"Hemm, kalau sekarang dia tidak mau dipanggil goanswe lagi, lalu sebutan apakah yang pantas kita berikan kepadanya, pangeran?"

Wen Chung menoleh dan memandang Pangeran Kou Cien.

"Paduka tahu sendiri bahwa sekali pemuda macam ini telah memutuskan sesuatu tidak mungkin kita mampu membantahnya. Apakah pangeran ada sebutan khusus untuknya?"

Pangeran Kou Cien terbelalak.

"Taijin, kalau Yap- goanswe tidak mau dipanggil jenderal, kukira kita panggil saja dia Yap-taihiap. Bukankah ini cocok sekali?"

"Ah, kurang tepat, pangeran!"

Tiba-tiba pemuda tinggi besar yarg sedari tadi belum ikut bicara, kini mendadak melangkah ke depan dengan mata bersinar-sinar.

"Hamba rasa sebutan yang paling cocok sekarang ini adalah........."

Pemuda itu berhenti sejenak dan bertukar pandang dengan Wen Chung, akan tetapi, dia tidak segera melanjutkan dan tersenyum-senyum membuat orang-orang lain ingin tahu sekali apakah yang hendak dikatakan itu. Wen Chung mengangkat tangannya.

"Lek Hui, jangan khawatir. Teruskan maksud hatimu ini, karena agaknya di antara kita ada persamaan. Katakanlah!"1072

"Baik, Wen-taijin,"

Pemuda itu mengangguk girang, lalu menghadap Bu Kong dan dengan suara yang menggeledek pemuda tinggi besar ini berseru.

"Kalau Yap-goanswe tidak mau dipanggil jenderal lagi, maka kukira sebutan yarg paling tepat sekarang ini adalah PENDEKAR GURUN NERAKA!"

"Ha ha, bagus......!"

Wen-taijin bertepuk tangan gembira.

"Sungguh kebetulan bahwa apa yang hendak kuberikan kepada bekas jenderal muda kita adalah sama! Lek Hui, bagaimana kau dapat mencuri ilham yang kudapatkan ini?"

Pembesar itu bertanya sambil tertawa dan pemuda tinggi besar itu mmbusungkan dadanya.

"Taijin, agaknya bukan hamba yang mencuri ilham paduka, melainkan padukalah yang mencuri ilham hamba. Ha- ha-ha........!"

Semua orang tertawa dan Bu Kong tersenyum lebar.

Segera perhatiannya tertarik kepada pemuda tinggi besar yang tampak gagah perkasa itu dan suaranya yang menggeledek seperti guntur ini benar-benar membayangkan tenaga raksasanya yang hebat sekali.

Oleh sebab itu, dengan mulut tersenyum, dia menjura di depan pemuda itu dan bertanya.
Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Siapakah saudara ini dan berasal dari manakah? Kenapa selama ini kita tidak pernah bertemu?"

Fan Li tergesa-gesa melangkah maju.

Karena dia merupakan petunjuk jalan bagi tiga orang temannya, maka1073 seharusnya sejak tadi dia memperkenalkan pemuda itu kepada Bu Kong.

Akan tetapi, karena sibuk dengan urusannya sendiri, dia sampai melupakan hal ini dan tentu saja sekarang dengan terkejut dia melangkah maju.

"Goanswe, dia adalah........"

Baru sampai di sini Fan Li bicara, tiba-tiba pemuda tinggi besar itu tertawa bergelak dan mendorong tubuhnya.

"Fan-ciangkun, dia bukan Yap-goanswe, melainkan Pendekar Gurun Neraka! Masa belum satu menit kau sudah melupakan hal ini? Ha-ha, Pendekar Gurun Neraka, kenalkan, aku Lek Hui, she Auw berasal dari Gunung Beng-san. Pekerjaan tukang kayu dan membabat hutan. Kalau sewaktu-waktu kau perlu membersihkan hutan ini, jangan kerjakan sendiri dan panggil saja aku. Tanggung dalam sehari dua hari, semua isi hutan akan lari tunggang-langgang mencari tempat persembunyiannya. Ha-ha-ha.........!"

Auw Lek Hui si raksasa muda itu tertawa bergelak dan Bu Kong terpaksa ikut tertawa pula melihat sikap yang terbuka dan blak-blakan dari orang itu.

Diam-diam dia merasa suka menyaksikan kejujuran pemuda itu dan biarpum agak kasar namun sikap begini jauh lebih baik daripada sikap yang halus di luar, namun, 'berbulu' di dalamnya.

"Auw-twako benar-benar mengagumkan. Pantas saja bertubuh raksasa dan bertenaga gajah, kiranya tukang1074 pembabat hutan yang ulung!"

Bu Kong tertawa geli dan Wen Chung menepuk-nepuk bahu Lek Hui yang tebal dan kuat seperti bahu beruang itu sambil tersenyum lebar.

"Pendekar Gurun Neraka, dia memang bukan orang sembarangan. Selain memiliki tenaga gwa-kang (tenaga luar) sehebat gajah, Lek Hui juga seorang ahli lwee-kang (tenaga dalam) yang amat mahir. Semua ini berkat bimbingan gurunya, Ciok-thouw Taihiap, (Pendekar Kepala Batu) yang tinggal di Beng-san. Dan atas perintah gurunya inilah maka dia membantu kami dan oleh pangeran dia diangkat sebagai pengawal pribadi!"

Bu Kong tercengang dan memandang pemuda tinggi besar itu dengan mata terbelalak.

"Apa? Jadi, Auw-twako ini adalah murid Pendekar Kepala Batu? Bukankah locianpwe ini dikabarkan orang sudah tidak berada di Tiong-goan lagi dan merantau di Thian-nok (India) belasan tahun yang lalu."

Lek Hui melangkah maju.

"Pendekar Gurun Neraka agaknya kau melupakan peribahasa yang berbunyi. Sejauh- jauh batu terlontar, akhirnya kembali juga ke bumi. Begitu pula halnya dengan suhu. Sejauh-jauh dia merantau, akhirnya rindu kampung halaman tak dapat dicegahnya lagi. Itulah sebabnya maka lima bulan yang lalu, suhu pulang kembali dan mendengar kerusuhan-kerusuhan yang terjadi di dunia kang- ouw. Kemunculan Cheng-gan Sian-jin bersama murid perempuannya yang membuat onar di dunia persilatan1075 membuat suhu cemas dan suhu lalu menyuruhku untuk mengenyahkan iblis tua itu!"

"Ahh.......!"

Bu Kong berseru kaget.

"Begitukah kiranya?"

Lek Hui mengangguk.

"Benar, Pendekar Gurun Neraka dan suhu telah menekankan agar aku tidak usah kembali kalau Cheng-gan Sian-jin belum mampus!"

Bu Kong memandang raksasa muda ini dan diam-diam dia agak tidak senang melihat orang bermulut besar.

Cheng- gan Sian-jin bukanlah manusia sembarangan, bagaimana pemuda itu seolah-olah bersombong diri dan bersikap tekebur? Akan tetapi, karena dia pernah mendengar cerita gurunya bahwa Ciok-thouw Taihiap adalan seorang angkatan tua yang kesaktiannya setingkat dengan Malaikat Gurun Neraka sendiri, maka diapun tidak berani memandang ringan murid pendekar besar itu.

Gurunya pernah berkata bahwa Ciok-thouw Taihiap adalah seorang laki-laki gagah perkasa yang berkepandaian tinggi.

Banyak tokoh-tokoh sesat yang tewas di tangan pendekar itu karena konon kabarnya Ciok-thouw Taihiap adalah seorang pendekar bertangan ganas terhadap kaum sesat.

Maka tidak heran apabila pendekar ini amat dibenci oleh golongan hek-to dan karena kewalahan menghadapi musuh-musuhnya itulah maka pendekar ini akhirnya meninggalkan Tiong-goan dan merantau ke India.1076 Menurut gurunya, Pendekar Kepala Batu sesungguhnya adalah orang berhati mulia terhadap kaum lemah.

Hanya sedikit yang agak menjengkelkan para pendekar lain, yakni watak yang terlalu kaku dan keras kepala dari pendekar itu.

Dan itulah sebabnya maka dia mendapatkan julukan Ciok- thouw Taihiap atau Pendekar Kepala Batu akibat sikapnya yang mau menang sendiri itu! Sekarang tanpa disangka-sangka Bu Kong bertemu dengan murid pendekar sakti itu yang bersumber hendak membasmi Cheng-gan Sian-jin dan tidak diperkenankan gurunya kembali kalau datuk sesat itu masih hidup! Inilah salah satu contoh orang-orang yang berkepala batu, agak sombong namun sekali mempunyai tekad, tidak akan undur sampai ajal tiba! Tentu saja agak mengerikan orang yang menjadi lawannya dan memang amat berbahaya bermusuhan dengan orang seperti Pendekar Kepala Batu ini.

Namun, Bu Kong yang kini disebut sebagai Pendekar Gurun Neraka itu tidak berkomentar.

Dia menghadap Pangeran Kou Cien yang merupakan orang pertama dalam pertemuan ini dan merangkapkan kedua tangannya di depan dada.

"Pangeran. sekarang bolehkah hamba mengetahui maksud kedatangan paduka ini? Pertolongan apakah kiranya yang paduka perlukan dari hamba?"

Pangeran Kou Cien melangkah maju.

"Goanswe, eh, maaf...... !"

Pangeran ini terkejut karena kebiasaannya memanggil sebagai jenderal kepada pemuda ini ternyata1077 masih saja latah. Maka dengan terburu-buru dia melanjutkan.

"Yap-taihiap, karena dengan resmi sekarang engkau adalah seorarg pendekar kang-ouw dan bukan lagi seorang jenderal, maka lebih mantap hatiku kami untuk meminta bantuanmu. Ketahuilah, seperti yang kau lihat sendiri, Kerajaan Yueh telah hancur diserbu pasukan Wu-sam-tai-ciangkun yang dibantu banyak orang pandai. Pasukan kami kocar-kacir dan sri baginda sendiri tewas dalam pertempuran itu. Akan tetapi, setelah berbulan-bulan bersusah payah, bersama Fan- ciangkun ini kami berhasil mengumpulkan kembali sisa-sisa pasukan kami dan kini mereka semua telah berada di satu tempat untuk sewaktu-waktu melakukan serangan terhadap musuh. Namun, meskipun pasukan yang kami kumpulkan cukup besar, tanpa adanya seorang pimpinan yang pandai mengatur tentu saja kami ibarat harimau tanpa gigi atau lembu tanpa tanduk! Oleh sebab itu, teringat kepada dirimu yang ahli dalam soal-soal peperangan ini kami lalu memberanikan hati untuk mohon bantuanmu dan bekerja sama dengan kami. Bukankah engkau sendiri juga mempunyai perhitungan dengan Wu-sam-tai-ciangkun dan teman- temannya? Fan-ciangkun telah memberitahu kepada kami tentang fitnah keji yang kau alami itu dan kami semua benar- benar amat menyesalkan sikap mendiang sri baginda yang amat keras kepala. Kini kami semua telah mengetahui duduk persoalan sesungguhnya dan tentu saja hal ini membuat kebencian kami terhadap musuh semakin meningkat. Kami berharap, mengingat bahwa ada rasa persahabatan di antara kita, engkau mau membantu kami dan menyerbu kota raja untuk membalas dendam ini!"1078 Bu Kong tertegun. Apa yang tadi sudah diduganya itu ternyata benar. Tidak meleset dugaannya bahwa kedatangan pangeran ini memang mempunyai sangkut-paut dengan Kerajaan Yueh. Padahal, dia sudah bersumpah untuk tidak lagi berhubungan dengan kerajaan itu. Maka tentu saja alasnya segera berkerut.

"Pangeran,"

Dia berkata dengan suara sungguh-sungguh.

"Meskipun benar bahwa di antara kita terdapat musuh yang sama namun hamba sudah pernah bersumpah di hadapan mendiang sri baginda untuk tidak berhubungan lagi dengan Kerajaan Yueh. Paduka tahu bahwa sekali hamba mengeluarkan sumpah, tidak mungkin lagi hamba menariknya kembali!"

Pangeran Kou Cien pucat.

"Akan tetapi, Yap-taihiap, itukan sumpahmu di depan sri baginda, padahal sri baginda sendiri sekarang sudah wafat. Masa kau berkukuh memegang teguh sumpahmu ini?"

Bu Kong mengangguk.

"Begitulah, pangeran!"

Jawabnya tegas.

"Tentunya paduka ingat akan pameo yang berbunyi. It- gan-ki-jut-su-ma-lam-twi, bukan? Nah, meskipun sri baginda telah wafat, akan tetapi, karena sumpah hamba masih menyangkut rakyat Yueh yang memiliki raja seperti itu, maka sumpah itu tetap berlaku. Tentu saja kalau tidak ada rakyat Yueh di sini, sumpah hamba otomatis habis dengan sendirinya karena orang-orang yang bersangkutan sudah tidak ada lagi."1079

"Ahh, jadi kau menginginkan rakyat Yueh binasa semuanya?"

Pangeran itu terkejut dan memandang marah.

"Pendekar Gurun Neraka, kau memang kejam!"

"Hemm, siapakah yang kejam, pangeran? Hamba ataukah kerabat paduka? Gara-gara kakak tiri padukalah maka hamba mengalami derita sengsara yang luar biasa hebatnya. Nama hamba dan tubuh berlepotan lumpur-lumpur kotor! Atas kerja siapakah ini? Bukan lain adalah perbuatan Sri Baginda Yun Chang! Kalau saja dia mau mendengar kata-kata hamba, agaknya tidak sampai demikian parah kejadian ini. Akan tetapi, sri baginda telah menentukan jalan hidupnya sendiri dan menyeret rakyatnya untuk menerima semua akibat dari sikapnya itu. Siapakah yang bersalah? Siapakah yang kejam?"

Pangeran Kou Cien mengepal tinjunya, mukanya merah.

Watak bekas jenderal muda yang tidak dapat ditekuk ini benar-benar membuatnya kehabisan akal dan marah.

Memang harus diakui bahwa gara-gara sikap kakak tirinya (Raja Muda Yun Chang) itulah maka semua orang kini menerima getahnya.

Dia dapat memaklumi sakit hati bekas jenderal muda ini yang mendapat perlakuan kasar dari mendiang sri baginda.

Maka tentu saja sukar bagi pemuda itu untuk menghilangkan kesan jelek itu begini saja.

Akan tetapi, dia merasa ketidakadilan sikap pemuda itu yang mengikutsertakan rakyat yang tak bersalah apa-apa.

Oleh sebab itu, dengan mata terbelalak pangeran ini lalu berkata,1080

"Yap-taihiap, apa yang kau katakan memang benar. Mendiang sri baginda telah memperlakukan dirimu dengan cara yang amat kasar sekali. Hal ini dapat kumaklumi jika engkau marah kepada sri baginda. Namun, apakah kesalahan rakyat yang tidak berdosa kepadamu? Apakah kesalahan mereka sehingga kau bersumpah untuk tidak berhubungan lagi dengan mereka? Kalau kau bersumpah tidak membantu sri baginda hal itu memang tepat. Akan tetapi, rakyat? Ah, Pendekar Gurun Neraka, di manakah keadilanmu ini? Di manakah watak kesatriamu ini? Sri baginda yang bersalah, akan tetapi, rakyatnya kau kenakan getahnya! Beginikah watak seorang pendekar?"

Kata-kata pangeran itu diucapkan dengan mata berapi- api dan wajah pendekar muda ini merah sekali.

Apa yang dikatakan pangeran itu benar-benar tajam menusuk, menggugah sanubarinya tentang kesalahan rakyat Yueh yang sebetulnya sama sekali tidak berdosa itu.

Ya, apa sebabnya dia mengikutsertakan rakyat? Bukankan yang bertentangan adalah sri baginda? Mengapa dia harus menyeret rakyat yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan urusan ini? Karena rakyat Yueh mempunyai raja muda yang seperti itu! Maka, karena pemuda ini tidak mau disalahkan begitu saja, Bu Kong lalu mengedikkan kepalanya dan menjawab.

"Pangeran, segala sebab pasti menimbulkan akibat. Sudah biasa kita lihat bahwa perbuatan yang keliru dilakukan atasan pasti akan menyeret anak buah dan bawahan. Kalau paduka bertanya mengapa rakyat Yueh harus diikutsertakan padahal1081 mereka tidak berdosa, hal ini dapat hamba jawab karena mereka mempunyai raja seperti Sri Baginda Yun Chang itu!"

Pangeran Kou Cien mengangkat tangannya dan tersenyum sinis.

"Hemm, itukah alasanmu, Yap-taihiap? Tidakkah engkau akan menarik kata-katamu ini kalau aku menyerangmu dengan satu tangkisan jitu?"

Melihat pangeran ini tiba-tiba saja berobah sikapnya dan tersenyum sinis, Bu Kong merasa heran. Akan tetapi, karena dia memang merasa alasannya tepat, dia menganggukkan kepalanya tidak mau kalah.

"Begituah, pangeran, dan tidak biasa bagi hamba untuk menarik kata-kata sendiri."

"Bagus!"

Pangeran ini tiba-tiba bertepuk tangan dan memandang teman-temannya.

"Wen-taijin, kau dengar sendiri kata-katanya itu bahwa dia tidak akan menarik kembali alasannya. Bukankah begitu, Fan-ciangkun dan Saudara Lek Hui?"

Tiga orang ini mengangguk dan Bu Kong mengerutkan alisnya. Dia cukup mengenal kecerdikan pangeran ini, maka sekarang mendengar semua kata-katanya itu dia merasa tidak enak juga dan memandang pangeran itu dengan jantung berdebar.

"Pendekar Gurun Neraka!"

Tiba-tiba pangeran itu memutar tubuh dan memandang pemuda itu dengan wajah1082 berseri.

"Perumpamaanmu dengan It-gan-ki-jut-su-ma-lam- twi (sekali keluarkan omongan empat ekor kudapun tak mampu menariknya kembali) tadi akan kupergunakan menyerang dirimu sendiri, sekarang jawablah pertanyaanku ini . Apakah rakyat Yueh masih dipimpin oleh Raja Muda Yun Chang pada saat ini?"

Bu Kong menggeleng.

"Tidak. Mengapa paduka menanyakan hal itu padahal paduka sendiri sudah tahu?"

Pangeran Kou Cien tertawa penuh kemenangan dan tidak menghiraukan pertanyaan itu.

"Bagus. Yap-taihiap, kau sendiri sudah mengakui hal ini! Ha-ha, kalau begitu, bukankah sumpahmu tidak berlaku lagi."

Bu Kong terkejut.

"Akan tetapi, pangeran, rakyat Yueh masih ada! Mana mungkin tidak berlaku lagi?"

Pemuda itu membantah dengan mata berkilat. Pangeran Kou Cien menggoyang tangannya.

"Tidak, tidak betul! Kau sendiri tadi memberi alasan bahwa karena rakyat Yueh mempunyai raja seperti Sri Baginda Yun Chang itulah maka engkau menyeret mereka. Akan tetapi, Pendekar Gurun Neraka, meskipun rakyat Yueh sekarang masih ada, namun mereka sudah tidak dipimpin lagi oleh Sri Baginda Yun Chang melainkan dipimpin oleh Pangeran Kou Cien! Nah, bukankah keadaan mereka sudah lain daripada dulu? Boleh mereka masih ada, namun, kondisinya sudah berbeda. Sama seperti1083 engkau sendiri, Yap-taihiap, dulu engkau adalah Yap-goanswe, akan tetapi, sekarang adalah Pendekar Gurun Neraka! Orangnya masih sama, akan tetapi, keadaannya yang sudah berbeda. Ha-ha, Yap-taihiap, bagaimana bantahanmu sekarang?"

Pangeran ini tertawa keras saking senangnya dan Bu Kong menjadi bengong. Semua orang diam-diam memuji kecerdikan pangeran ini yang mempergunakan tipu "melolos sarung menodongkan ujung pedang"

Terhadap diri bekas jenderal muda itu! Tentu saja Bu Kong tak dapat membantah dan pemuda ini meryeringai.

Betul juga serangan pangeran itu.

Tadi dia sendiri sudah rmengatakan bahwa sumpahnya terhadap rakyat Yueh yang ikut-ikutan kena getah akibat perbuatan raja muda itu adalah karena mereka mempunyai Sri Baginda Yun Chang.

Kini, Yun Chang sudah wafat dan "rakyat Yun Chang"

Sudah tidak ada lagi. Yang ada sekarang adalah "rakyat Kou Cien". Meskipun mereka masih atap merupakan rakyat Yueh, namun keadaan mereka sudah berbeda dan bisa dibilang "rakyat Yun Chang"

Sudah lenyap bersama lenyapnya raja muda itu sendiri. Mau bilang apa lagi kalau sudah begini? "Pangeran, kata-kata paduka tak dapat hamba bantah. Sungguh Anda merupakan orang cerdik!"

Akhirnya Bu Kong menjura di depan pangeran itu dengan muka merah.

Sebagai pemuda yang memegang kejujuran, maka kebenaran seperti yang baru saja diterangkan oleh pangeran ini harus diakuinya1084 mengandung alasan yang ceng li (beraturan) juga.

Oleh sebab itu, dengan jujur dia mengakui kesalahan sendiri dan minta maaf.

Pangeran Kou Cien tertawa gembira menyaksikan hasil kemenangannya menundukkan pemuda yang terkenal keras kepala ini.

Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Memang sebenarnya ada persamaan antara pemuda ini dengan Pendekar Kepala Batu, yakni sama-sama keras kepala.

Akan tetapi, bedanya ialah kalau murid Malaikat Gurun Neraka ini berwatak jujur dan tidak segan-segan mengakui kesalahan diri sendiri, adalah Ciok-thouw Taihiap itu agak angkuh dan tidak mudah dituding tengkuknya oleh orang lain alias tidak gampang disalahkan.

Demikianlah, karena girang melihat pemuda itu dapat dibujuk, pangeran ini lalu berkata.

"Yap-taihiap, kalau sekarang engkau sudah melihat kekeliruanmu itu, maukah engkau bekerja sama dergan kami? Ingat, yang ada sekarang ini bukanlah pasukan Yun Chang, melainkan pasukan Kou Cien! Bersediakah engkau memimpin pasukan kami menyerbu kota raja?"

Bu Kong mengangguk.

"Untuk menebus kesalahan hamba, biarlah hamba ikut paduka dan memenuhi permintaan ini, akan tetapi, tentu saja kalau rakyat Yueh tidak memandang hina kepada hamba karena hamba pernah dltuduh oleh mending Raja Muda Yun Chang melakuan perjinaan dengan selirnya!"1085

"Ah, lagi-lagi kau salah sangka Yap-taihiap. Ketahuilah, berkat Fan-ciangkun inilah maka semua rakyat telah mendengar ceritanya betapa sebenarnya engkau terkena fitnah keji dan betapa dalang semua peristiwa itu bukan lain adalah Wu-sam-tai-ciangkun bersama teman-temannya. Bahkan dari Phoa-lojin kami mendengar lebih jelas tentang semua nasib buruk yang kau alami."

"Phoa-lojin?"

Bu Kong terkejut.

"Jadi, pangeran telah bertemu dengan kakek itu?"

Pangeran ini tersenyum dan tiba-tiba Fan Li yang menjawab.

"Yap-goanswe, eh ..... maaf Yap-taihiap bukan saja pangeran telah bertemu dengan Kakek Phoa, malah kakek itulah yang mengajak pangeran untuk mempergunakan Pulau Cemara sebagai basis pertahanan pasukan kita!"

Kembali Bu Kong terkejut dan memandang Fan Li.

"Ah, begitukah?"

Tanyanya. ***1086

"Baik, suhu."

Fan Li mengangguk dan Bu Kong lalu berkata.

"Fan- ciangkun, engkau adalah sahabatku yang paling dekat. Oleh sebab itu, jangan memanggilku Yap Taihiap segala. Kita adalah teman seperjuangan dan kuharap panggil saja aku Yap-twako. Begitu pula Saudara Lek Hui, harap jangan terlampau sungkan dan panggil saja aku twako. Bukankah lebh enak dan lebih akrab?"

Fan Li memang agak bingung dan kikuk dengan perobahan yang mendadak dari bekas atasannya ini. Akan tetapi, untunglah tiba-tiba Wen-taijin yang semenjak tadi berdiam diri, kini tiba-tiba berkata.

"Karena Yap-taihiap telah sudi membantu pangeran, maka perlu kiranya kita mengetahui dulu jabatan apakah yang hendak pangeran berikan kepadanya. Dengan memandang jabatannya inilah maka segala sebutan yang mungkin agak membingungkan bisa diseragamkan. Bukankah begitu, pangeran? Dan jabatan apakah yang hendak paduka berikan kepada Pendekar Gurun Neraka ini?"

Pangeran Kou Cien tertawa.

"Hemm, dia adalah bekas jenderal muda yang gagah perkasa, jabatan apalagi yang pantas diberikan selain sebagai jenderal pula! Hanya kalau dulu dia adalah jenderal mendiang Yun Chang, sekarang dia adalah jenderal Kou Cien. Yap-taihiap, maukah kiranya engkau menerima jabatan ini? Seluruh pucuk pimpinan kuserahkan1087 kepadamu dan semua tanggung jawab pasukan kuletakkan di pundakmu! Bagaimana?"

Karena sekarang dia diangkat sebagai jenderal "pasukan Kou Cien", tentu saja Bu Kong tidak dapat menolak.

Apalagi, dengan bantuan pasukan besar maka harapan tercapainya cita-cita juga jauh lebih besar lagi dan dengan demikian usahanya membasmi musuh jauh lebih mudah dilaksanakan, maka pemuda ini segera menjatuhkan diri berlutut di depan pangeran itu.

"Beribu terima kasih kalau paduka memberikan kepercayaan demikian besar kepada hamba. Mana berani hamba menolaknya? Pangeran, apabila paduka telah mantap untuk menganugerahkan jabatan ini, biarlah hamba berjanji untuk merobohkan musuh dan tidak akan kembali dengan nyawa masih di badan kalau Kerajaan Wu tidak dapat hamba hancurkan!"

Inilah semacam sumpah jabatan yang diucapkan pemuda itu dan Pangeran Kou Cien gembira bukan main.

Sekali pemuda itu mengucapkan kata-katanya, dia yakin akan keberhasilannya dan tentu saja pangeran ini gembira.

Kepandaian pemuda itu sudah banyak dikenal orang, baik kepandaian silatnya maupun kepandaian ilmu perangnya.

Maka, dipimpin oleh seorang pemuda semacam ini benar- benar membuat keadaannya kuat dan dapat diandalkan! "Bagus, Yap-goanswe.

Sekarang biarlah kami memanggilmu sebagai jenderal lagi karena jabatan ini resmi kuberikan kepadamu.

Tidak ada kebingungan lagi di sini dan1088 kukira Fan-ciangkun tetap memanggilnya sebagai Yap- goanswe, jenderal dari angkatan perang Kou Cien, ha-ha....!"

Wen Chung melangkah maju dan memberi hormat sambil tersenyum.

"Selamat, Yap-goanswe bahwa paduka pangeran telah mengangkat dirimu sebagai jenderal. Semoga pasukan di bawah pimpinanmu jaya sepanjang masa!"

Bu Kong tersipu-sipu membalas hormat dan sementara itu berturut-turut Fan Li dan Auw Lek Hui juga melangkah maju memberi ucapan selamatnya.

"Goanswe, kembali kita bersahabat seperti sediakala. Semoga di bawah petunjuk-petunjukmu, kita dapat mengatasi musuh bersama!"

Kata Fan Li dengan wajah berseri.

"Terima kasih, Fan-ciangkun. Dan mudah-mudahan kita semua dapat berhati-hati terhadap fitnah musuh yang amat berbahaya,"

Jawab Pendekar Gurun Neraka yang kini kembali diangkat dengan resmi sebagai jenderal besar itu dan melirik ke arah Pangeran Kou Cien yang tersenyum maklum akan kata- kata ini.

"Jangan khawatir, Yap-goanswe. Kou Cien bukanlah orang yang sempit pikiran!"

Pangeran itu tertawa. Dan ketika tiba giliran Auw Lek Hui si raksasa muda, pemuda tinggi besar ini melangkah ke depan dan1089 membungkukkan tubuh sampai terlipat dua dan sambil tertawa bergelak Lek Hui berkata.

"Yap-goanswe, selamat atas pengangkatanmu ini dan mudah-mudahan dengan selalu di sampingmu, aku sedikit banyak dapat belajar ilmu perang. Siapa tahu, kelak aku juga bisa merobah nasib dan menjadi jenderal seperti engkau tidak melulu diam di hutan menebang kayu! Ha-ha-ha....!"

Bu Kong tersenyum dan cepat menjura, akan tetapi, tiba- tiba dia merasa terkejut.

Dari kedua tangan raksasa muda itu mendadak meluncur angin pukulan berhawa dingin yang menyambar dadanya.

Cepat dia memandang dan dia melihat pemuda itu sedang berkedip sambil mendorongkan kedua lengannya.

Tahulah Bu Kong bahwa murid Pendekar Kepala Batu ini rupanya hendak menjajagi kepandaiannya.

Oleh sebab itu, dengan mulut tersenyum diapun lalu meneruskan gerakan tangannya membalas hormat, kemudran menggoyangnya perlahan seperti orang mengebut lalat dan menjawab.

"Auw- twako sungguh pemuda mengagumkan, suka bicara blak- blakan dan terus terang. Baiklah, kaiau twako mau belajar ilmu perang, boleh saja mengganti kapak dengan tombak!"

Mulut bicara, akan tetapi, tenaga sin-kang bekerja.

Dari kebutan perlahan murid Malaikat Gurun Neraka itu tiba-tiba keluar serangkum pukulan mujijat yang menahan serangan Lek Hui dan murid Pendekar Kepala Batu nu berobah air mukanya.1090 Raksasa muda ini merasakan betapa angn pukulan yang tadi dilancarkan ke depan, sekonyong-konyong berhenti di tengah udara seakan membentur dinding baja yang tidak kelihatan.

Tentu saja pemuda tinggi besar itu terkejut.

Dia memang sudah lama mendengar nama besar jenderal muda ini dan sekarang dalam saat yang tepat untuk memberikan ucapan selamatnya diam-diam dia ingin mengadu tenaga.

Itulah sebabnya dia lalu mengedipkan mata sebagai tanda isyarat agar jenderal itu waspada akan serangannya, kemudian dia menambah tenaga sin-kangnya untuk mendorong pemuda ini.

Karena dia mendengar kesaktian pemuda itu, maka Lek Hui mengerahkan tenaga sin-kangnya sebanyak tujuh bagian.

Biasanya, dengan tenaga tujuh bagian ini saja dia sanggup mendorong mundur seekor gajah! Tidak tahunya, dengan sedikit kebutan perlahan seperti orang mengebut lalat jenderal muda itu sanggp menahan angin pukulannya? Bahkan tiba-tiba Lek Hui merasa betapa tenaga saktinya kian lama kian tertolak dan siap membalik! Tentu saja raksasa muda ini terkejut dan memandang terbelalak.

Melihat betapa jenderal itu balas memandangnya sambil tersenyum, Lek Hui penasaran sekali dan menambah dua bagian lagi tenaganya.

Kalau sudah begini, biasanya pemuda itu sanggup menyapu roboh sepuluh ekor harimau sekaligus dan Bu Kong benar benar terkesiap sekarang.

Kalau tadi jenderal muda ini masih tersenyum, adalah tiba-tiba sekarang senyumnya lenyap karena dari depan1091 pukulan sin-kang murid Pendekar Kepala Batu yang agaknya juga memiliki sikap kepala batu gurunya itu menyambar seperti angin taufan! Hampir saja Bu Kong mengeluarkan suara tertahan karena mendadak kedua kakinya bergoyang dan kalau tidak cepat dia menyalurkan lwee-kang memasang kuda-kuda Siang-kak-jip-te (Sepasang Kaki Berakar di Bumi), tentu tubuhnya sudah terlempar roboh! Hal ini membuat Bu Kong terkejut dan diam-diam merasa kagum sekali terhadap tenaga lawan yang dahsyat, juga gembira melihat tingkat lawan yang setanding.

Oleh sebab itu, Bu Kong lalu mengerahkan tenaga saktinya yang diperoleh dari hasil samadhi di tengah gurun dan tiba-tiba pemuda ini mengempos semangat kemudian membentak perlahan.

Hebat sekali akibatnya.

Karena tenaga sin-kang yang diperoleh pemuda ini berkat lorong ajaib Sang Maha Surya, maka seketika hawa panas meluncur menembus pukulan dingin dan Lek Hui yang tadi sudah, berseri girang tiba-tiba berteriak kaget.

Raksasa muda ini merasa betapa tiba-tiba dari kedua lengan Yap-goanswe meniup pukulan panas yang suam- suam kuku merayap perlahan menembus pukulan sin-kangnya seperti seekor ular, kemudian setelah pukulan ini menyentuh kulit lengannya, tiba-tiba saja hawa pukulan yang tadi terasa hangat itu sekonyong-konyong berobah panas menyengat, seperti bara api yang disentuhkan ke kulit tubuh!1092

"Aihh...!"

Saking kaget dan ngerinya disengat pukulan panas ini, Lek Hui berteriak parau.

Akan tetapi, dasar pemuda kepala batu, pemuda ini masih mencoba bertahan dan dia mengerahkan seluruh tenaganya sambil mengeluarkan bentakan menggeledek raksasa ini terang-terangan mengangkat kedua lengannya ke depan dan menggempur maju.

"Dess .. ...!"

Dua jago muda yang saling mengukur kepandaian itu sama-sama tidak mau mengalah dan melihat Lek Hui mengerahkan segenap tenaganya, Bu Kong juga menambah sin-kangnya sampai tiga perempat bagian dan karena memang tenaga saktinya jauh lebih unggui, raksasa muda itu tak dapat menahan dan tanpa ampun lagi tubuh Lek Hui terangkat dan terlempar tiga tombak jauhnya seperti layang-layang putus talinya.

"Haihh.........?!!"

Lek Hui melengking nyaring dan di udara tiba-tiba tubuhnya menggeliat seperti kepompong dan sambil berseru keras pemuda tinggi besar itu berjungkir balik tiga kali dan akhirnya hinggap di atas tanah dengan kaki terlebih dahulu.

Inilah demonstrasi gin-kang yang hebat sekali dan Bu Kong mengeluarkan pujian melihat keindahan gerak lawannya.

Dengan demikian, tubuh pemuda tinggi besar itu tidak sampai terbanting dan meskipun dalam adu tenaga tadi jelas dia kalah, namun kekalahannya tidaklah terlampau memalukan ditutup dengan ilmunya meringankan tubuh yang lihai.1093

"Bagus. Saudara Auw benar-benar hebat sekali!"

Bu Kong berseru kagum dan dia memandang bekas lawannya ini dengan mata bersinar-sinar. Auw Lek Hui menggoyang tubuhnya, seperti anjing yang membersihkan bulunya, mukanya tampak merah, akan tetapi, mulutnya tersenyum masam.

"Hebat apanya, goanswe? Sudah jelas, aku terlempar seperli kain basah begitu masa kau puji, engkaulah yang luar biasa, goanswe, dapat menahan pukulanku dan bahkan membuat aku jungkir balik tidak keruan! Kalau aku tidak cepat mematahkan pukulanmu. bukankah kini aku sudah jatuh berdebuk seperti anjing buduk? Ha-ha, tidak goanswe, bukan aku yang hebat melainkan kaulah yang benar-benar mengagumkan!"

Sambil tertawa-tawa pemuda ini melangkah maju dan menjura sedalamnya tanda kagum kemudian memeluk bahu jenderal muda itu.

"Yap-goanswe, tenagamu hebat sekali. Masa dengan satu bentakan perlahan saja aku sudah tungang- langgang? Wah, melihat sin-kangmu yang luar biasa itu agaknya kau sebanding dengan suhu! Ha-ha, kalau suhu bertemu denganmu beliau pasti tidak akan melewatkan kesempatan bagus ini. Tahukah kau bahwa suhu adalah orang yang gila ber-pibu (adu kepandaian) jika bertemu lawan tangguh?"

Bu Kong tersenyum. Sikap orang yang jujur dan penuh persahabatan membuat dia merasa terharu dan suka sekali. Maka mendengar pujian ini dia cepat merendahkan diri.

"Auw-1094 twako. mana bisa aku dibandingkan dengan gurumu? Sedangkan menghadapi tenagamu yang sehebat gajah tadi hampir saja aku terpental. Kalau tidak bersungguh-sungguh dan melihat kau bersemangat sekali untuk merobohkan diriku, mana mungkin aku mampu menjatuhkan dirimu? Karena melihat sedikit kelemahanmu itulah maka aku berhasil menerobosnya dan kebetulan saja perhitunganku tepat. Kalau tidak, mana mungkin merobohkan raksasa muda bertenaga gajah sepertimu ini?"

Lek Hui tampak bangga.

"Ah, benarkah tenagaku besar sekali, goanswe? Akan tetapi, mengapa aku masih saja pecundang di tanganmu?"

Bu Kong mengangguk.

"Auw-twako. Kau tentu mengerti bahwa menghadapi lawan tangguh kita tidak boleh terlalu bernafsu karena hal ini membuat kontrol kita kurang cermat. Nah, karena kau tadi terlalu bernafsu itulah maka aku melihat titik kelemahan ini dan berhasil menggempur dirimu. Kalau tidak, agaknya biar diseruduk seekor gajah sekalipun belum tentu kau akan terdorong!"

Melihat jenderal muda ini bicara sungguh-sungguh, Lek Hui girang.

"Ah, betul goanswe, tebakanmu tepat sekali! Memang pernah dulu suhu menyuruh seekor gajah menyerudukku, namun sedikitpun usahanya sia-sia belaka karena tubuhku sama sekali tak bergeming! Ha ha, kalau begitu bukannya tenagaku yang berkurang, melainkan engkaulah yang cerdik, Yap-goanswe. Pantas kalau begitu1095 pangeran tidak segan-segan memberikan jabatan tinggi ini kepadamu. Kiranya kau memang pandai mencari lowongan- lowongan musuh!"

"Sudahlah, Auw-twako. Simpan segala pujianmu itu untuk orang yang patut menerimanya. Kalau terlalu sering kepalaku kau tiup, aku khawatir melembung, ha-ha.........."

Lek Hui memandang dengan sinar mata kagum ke arah jenderal muda ini yang tidak suka menonjol-nonjolkan diri dan bersikap rendah hati, lalu memandang Fan Li dan bertanya.

"Eh, Fan-ciang-kun, bukankah kau membawa kabar sesuatu untuk Yap-goanswe? Kenapa kau diam saja dan tidak lekas memberitahunya?"

Fan Li terkejut dan Bu Kong sudah menatapnya dengan sinar mata tajam. Cepat pemuda ini menghamplri dan memberi hormat, lalu berkata.

"Goanswe, maafkan apabila aku terlambat memberitahukan berita penting ini kepadamu. Akan tetapi, harap goanswe tenangkan hati dan jika goanswe sudah siap menerimanya, barulah akan kuceritakan sekarang."

Bu Kong berdebar jantungnya dan perasaannya tiba-tiba terguncang.

Entah mengapa, melihat sikap pembantu setianya ini yang sekonyong-konyong tampak serius, dia menjadi tegang juga.

Namun, karena sudah biasa dia mendapatkan berita-berita mengejutkan secara mendadak sekali semenjak peristiwa pertamanya dengan Siu Li dulu, pemuda ini tampak1096 tetap tenang-tenang saja, walaupun di dalam hati sebenarnya dia gelisah.
Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Fan-ciangkun, kau tahu bahwa aku tidak suka bicara memutar. Kalau ada berita penting untukku, katakanlah, aku siap mendengarnya!"

Fan Li terpengaruh melihat ketenangan jenderal muda itu, akan tetapi karena dia teringat peristiwa dahulu, di mana tiba-tiba jenderal muda ini meluap kemarahannya dan mengamuk setelah mendengar berita mengejutkan tentang hancurnya Yueh dan pengkhianatan Lie Fung, pemuda ini tampak ragu-ragu.

"Goanswe, benarkah kau sudah siap? Aku khawatir kalau engkau dilanda emosi lagi seperti dulu. Kalau sampai terjadi demikian, siapa kiranya yang mampu mencegahmu?"

Bu Kong tersenyum getir karena kata-kata panglima muda ini mengingatkan dia akan kelemahan hatinya yang mudah dikuasai nafsu.

"Fan-ciang-kun."

Katanya tenang.

"Seseorang selalu mengalami perubahan setiap saat yang akan membuat kematangan jiwanya. Sudah berkali-kali aku menerima hal-hal yang mengejutkan, oleh sebab itu, kalau hendak kau tambah barang sekali dua lagi kukira masih dapat kuterima dengan baik. Jangan khawatir, aku tidak akan membuang-buang kemarahanku dengan begitu saja seperti dulu."1097 Pemuda itu tersenyum. Kata-kata dan sikap jenderal ini sekarang benar-benar jauh lebih masak daripada dahulu. Karena itu, dengan perlahan diapun lalu berkata.

"Goanswe, memang ada sebuah berita mengejutkan yang hendak kusampaikan kepadamu. Ketahuilah, kekasihmu telah ditangkap Wu-sam-tai-ciangkun!"

Bu Kong berobah air mukanya dan seketika dia kaget sekali. Akan tetapi, karena dia belum tahu "kekasih"

Mana yang dimaksudkan sahabatnya ini mengingat Fan Li belum tahu isi hatinya kepada siapa dia jatuh cinta, maka dengan menekan guncangan hatinya dia bertanya dengan suara rendah.

"Fan-ciangkun, siapakah yang kau maksudkan? Hong- moikah?"

Bu Kong menyebut mana Pek Hong karena setahunya, Fan Li sering melihat dia bersama gadis itu. Akan tetapi, ternyata pemuda itu menggelengkan kepala sambil menjawab.

"Bukan, goanswe, melainkan gadis yang benar- benar kau cintai. Bukankah tadi kau bilang bahwa Nona Hong pergi meninggalkan engkau setelah Dewa Monyet berhasil menyembuhkan dirimu?"

"Hemm. kalau begitu siapakah?"

Suara jenderal muda ini makin merendah karena dia mengerahkan lwee-kangnya untuk menekan jantungnya yang berdetak kencang1098

"Gadis berlengan buntung, goanswe!"

Jawaban ini benar-benar merupakan geledek di siang hari bagi Bu Kong dan sedetik mukaaya pucat sekali. Dengan mata terbelalak dia memandang Fan Li dan suaranya terdengar menggetar ketika pemuda itu bertanya.

"Fan- ciangkun, kau maksudkan Siu Li....?"

Fan Li mengangguk.

"Benar, goanswe, murid mendiang Mo-i Thai-houw itulah."

Bu Kong menggereng dan tiba-tiba sepasang matanya mencorong berkilauan membuat Lek Hui yang berada di depan jenderal muda ini tergetar hatinya.

"Fan-ciangkun, kapan terjadinya hal ini? Dan siapa pula yang menangkapnya?"

Bu Kong bertanya dengan mata berapi-api.

"Seminggu yang lalu, goanswe. Dan yang menangkap adalah Ok-ciangkun sendiri. Konon menurut berita terakhir yang kuterima, gadis itu hendak dikawinkan sebulan lagi dengan murid mending Ang-i Lo-mo!"

"Hahhh......!?!"

Bu Kong benar-benar mengeluarkan hentakan keras sekarang dan pemuda ini melompat kaget saking terkejutnya mendengar berita ini.

"Apa? Ok-ciangkun hendak mengawinkan gadis itu dengan Pouw Kwi? Keparat jahanam, Wu-sam-tai-ciangkun benar-benar tak dapat diberi ampun!"

Pemuda ini berkata dan mukanya merah padam.1099 Kemarahan benar-benar membakar hatinya dan dia menyapu semua orang dengan mata berkilat-kilat.

"Pangeran, selain urusan negara yang harus kujalankan, ternyata sekarang mengait pula urusan pribadiku. Hamba mengharap agar secepatnya kita berangkat sekarang juga dan segera menggempur kota raja! Bagaimana pendapat paduka pangeran?"

Bu Kong bertanya kepada Pangeran Kou Cien dengan dada berombak. Pangeran ini melangkah maju, keningnya berkerut dan dengan amat hati-hati sekali dia berkata.

"Goanswe, apa yang kau kehendaki aku setuju saja. Akan tetapi, bolehkah aku sedikit bertanya tentang persoalan pribadimu ini? Kenapa kan harus marah-marah terhadap Ok-ciangkun dalam masalah perjodohan puterinya? Meskipun kalian saling mencinta, namun gadis itu adalah puteri Ok-ciangkun, goanswe! Tidakkah urusan ini bakal mengacaukan urusan negara yang jauh lebih penting?"

Bu Kong mengangkat kepalanya, kemudian dengan mata berkilat dan menjawab.

"Pangeran, harap paduka camkan bahwa yang hamba cinta bukanlah puteri Ok-ciangkun, melainkan murid mendiang Mo-i Thai-houw! Ok-ciangkun hanya kebetulan saja menjadi ayah gadis itu dan dia bagi hamba adalah orang luar. Urusan kerajaan tetap hamba jalankan sebagai urusan kerajaan, akan tetapi urusan pribadi dalam hal ini hamba pisahkan dari urusan negara. Oleh sebab itu, paduka tidak usah khawatir karena gadis itu sendiri1100 menentang perbuatan-perbuatan ayahnya yang tidak terpuji dan dalam hal ini kami tidak menganggapnya sebagai Panglima Ok, melainkan orang pribadi sebagai ayah gadis itu dalam sebuah keluarga dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan jabatan yang dipegangnya!"

Pangeran Kou Cien menarik napas panjang.

Dia memang sudah mendengar persoalan pelik yang menyangkut jenderal muda ini dan meskipun dia merasa tidak puas, namun karena pemuda itu sendiri sudah menyatakan bahwa urusan pribadi tidak akan disangkutpautkan dengan urusan negara, diapun tidak banyak bicara.

"Hemm, kalau begitu putusanmu goanswe, baiklah. Syukur kalau kau dapat memisah-misahkan hal ini karena kalau tidak, tentu saja urusan kerajaan yang jauh lebih penting dapat kacau. Baiklah, dan perintah pertama yang kuberikan kepadamu adalah . Bunuh Wu-sam-tai-ciangkun dan teman- temannya dan tangkap Raja Muda Kung Cu Kwang!"

Inilah perintah yang tidak dapat dibantah lagi dan sebagai jenderal perang yang sudah diangkat mengepalai pasukan, tentu saja Bu Kong cepat mengiakan dengan perasaan tidak karuan.

Memang, meskipun Ok-ciangkun adalah ayah kekasihnya, namun tahu panglima itu main di medan perang berarti dia adalah musuh kerajaan yang harus dihadapi secara "urusan kerajaan"

Pula. Akan tetapi, kalau dia dapat bertemu dengan Ok-ciangkun dalam pakaian biasa dan bukan di medan perang, maka perintah "bunuh Wu-sam-tai-1101 ciangkun"

Tadi tidak sampai menyangkut Panglima Ok yang kedudukannya sebagai "ayah"

Biasa dari urusan pribadinya.

Memang agak membingungkan, akan tetapi, kalau sudah merupakan garis nasibnya, apalagi yang dapat dilakukan? Oleh sebab itu, ketika Pangeran Kou Cien mengajak semua orang berangkat dan sudah melompat dl atas kudanya, pemuda ini juga melompat di atas punggung Hek-ma dan segera lima ekor kuda itu membalap ke selatan menuju ke Pulau Cemara untuk menyiapkan pasukan menyerbu kota raja.

Perang memang selalu tidak menyenangkan, namun selalu ada saja di muka bumi.

Manusia membenci perang, akan tetapi, manusia sendiri masih selalu berperang! Lucu dan janggal sekali tampaknya, namun begitulah kenyataannya.

Kapankah dunia dapat tenteram dari kejahatan perang? Mungkin kalau dunia sudah kiamat! Lima ekor kuda itu berderap cepat dan seperti biasa, Hek-ma yang ditunggangi murid Malaikat Gurun Neraka ini selalu unggul dalam larinya.

Kalau saja Bu Kong membiarkan kuda itu berlari semaunya, mungkin empat orang temannya sudah tidak kelihatan lagi, jauh tertinggal di belakang.

Menurutkan kata hatinya, pemuda ini seakan-akan hendak terbang ke kota raja untuk menolong kekasihnya dari cengkeraman ayah sendiri.

Teringat betapa gadis itu ditangkap sudah cukup membuat kemarahannya berkobar.

Apalagi1102 setelah mendengar Ok-ciangkun hendak mengawinkan puterinya dengan Pouw Kwi, api kemarahannya benar-benar menggelegak sampai kepala.

Sungguh jahat sekali orang tua ini! Masa hendak memaksa anak sendiri menikah dengan orang yang tidak disukainya? Apalagi justeru Pouw Kwi inilah yang merusak namanya dengan menyamar di istana Yun Chang dan bermain gila dengan Bwee Li sehingga dia yang menerima getahnya! "Keparat, mereka memang manusia-manusia iblis yang patut dibunuh!"

Bu Kong mendesis dan mengepal tinjunya dengan muka gelap. Membayangkan betapa satu bulan Siu Li akan dikawinkan dengan pemuda setan yang amat dibencinya itu membuat Bu Kong memekik marah dan menjejak sanggurdi kuat-kuat.

"Hek-ma, terbanglah! Hayo kita menuju pantai dan menunggu teman-teman di sana!"

Pemuda ini membentak lalu menengok ke belakang, mengerahkan khi-kangnya dan berseru.

"Pangeran. hamba duluan. Kami tunggu di Pantai Tung-hai......!"

Suaranya terdengar jelas di antara derap kuda yang mencengklang dan tanpa menunggu jawaban dari pangeran itu, jenderal muda itu sudah mengaburkan kudanya dan terbang dengan kecepatan penuh.

Hek-ma meringkik nyaring dan segera keempat kakinya bergerak cepat meninggalkan1103 empat orang temannya di belakang.

Sekejap saja bayangan kuda hitam ini sudah lenyap tertutup kepulan debu dan Pangeran Kou Cien serta para pengiringnya menggeleng- gelengkan kepalanya dan merekapun terpaksa mempercepat larinya kuda agar dapat menyusul jenderal muda itu.

Perjalanan cepat yang dilakukan oleh lima orang ini memang benar-benar luar biasa.

Mereka hampir tidak pernah1104 mengaso dan jarak dua ribu lie yang mereka tempuh itu hanya memakan waktu tiga hari saja! Oleh sebab itu, ketika pada hari keempat pantai Laut Tung-hai telah tampak dari kejauhan, Pangeran Kou Cien dan teman-temannya sudah berseru girang.

Kelelahan selama dalam perjalanan tiba-tiba saja seakan sudah terobati dengan melihat segarnya laut biru membentang luas di depan mata dan jauh di sana, samar- samar tampak di antara ombak laut, kelihatanlah sebuah pulau yang penuh dengan pohon-pohon tinggi, Pulau Cemara! Inilah pulau yang akan mereka tuju dan di situlah kekuatan pasukan Yueh berada.

Tentu saja mereka menjadi girang dan mereka melihat betapa Yap-goanswe sudah berdiri di atas sebuah batu karang tinggi sementara kuda hitamnya berlari-lari kecil di bawahnya sambil menyepak-nyepakkan kaki belakang ketika melihat kedatangan mereka.

Diam-diam mereka merasa kagum kepada kuda hitam yang tampak masih penuh semangat itu, jauh berbeda dengan kuda mereka sendiri yang sudah penuh keringat dan napasnya ngos-ngosan.

Lek Hui yang melihat kesegaran kuda ini tak dapat menahan seruan kagumnya dan berkata.

"Sungguh kuda Yap-goanswe hebat sekali. Mati-matian kita mengejar, tetap saja keunggulan. Aihh, dari mana dia memperoleh kuda luar biasa itu? Yap-goanswe sungguh beruntung........."1105 Di dalam kata-katanya ini tersembunyi perasaan iri dan Pangeran Kou Cien tertawa.

"Lek Hui, kalau kau suka kuda itu minta saja langsung kepada yang punya! Ha-ha, mengapa harus iri terhadap keberuntungan orang lain?"

Raksasa muda itu merah mukanya.

"Pangeran, hamba tidak iri melainkan bicara sejujurnya. Dan lagi, untuk apa seekor kuda bagi hamba? Kalau Yap-goanswe memang perlu karena dia seorang jenderal yang selalu bergerak dalam peperangan. Akan tetapi, hamba? Ah, seorang kang-ouw macam hamba ini jauh lebih senang mendapat senjata pasukan daripada seekor kuda!"

Wen-taijin yang jarang bicara itu kini tersenyum.

"Lek Hui, pangeran telah tahu isi hatimu ini dan jangan khawatir, asal kita berhasil mengalahkan musuh, di gudang senjata Raja Muda Kung Cu Kwang terdapat sebuah kapak istimewa yang tentu akan menggirangkan hatimu. Tahukah kau kapak apa itu?" (Bersambung

Jilid ke-XVIII) Pendekar Gurun Neraka ? Batara

Jilid 1711061107 PENDEKAR GURUN NERAKA Karya BATARA

Jilid 18 PEMUDA tinggi besar ini terbelalak dan memandang Wen-taijin dengan mata tak berkedip, tampak tertarik sekali.

Sebagai seorang "pembabat hutan", tentu saja cerita tentang sebuah kapak pusaka membuat pemuda itu mengilar.

Akan tetapi, karena dia memang belum tahu, maka raksasa ini menggelengkan kepalanya dan bertanya.

"Tidak, taijin, hamba tidak tahu. Kapak apakah itu yang paduka katakan dapat menggirangkan hati hamba?"

Wen-taijin tersenyum lebar.

"Lek Hui, kapak itu bukan lain adalah Kapak Delapan Dewa!"

"Hahh ...... ??"

Lek Hui mengeluarkan teriakan kaget dan matanya melotot.

"Kapak Delapan Dewa, taijin?"

Bukankah kapak itu sudah lenyap limapuluh tahun yang lampau semenjak Bhok-lo (Si Tua Kayu) Kiu Tong meninggal dunia?"

Kini Kou Cien yang menyela.

"Lek Hui, agaknya karena engkau terlalu lama tinggal di luar Tiong-goan maka tidak lagi1108 mendengar kelanjutan cerita tentang kapak pusaka itu. Ketahuilah, sejak meninggalnya Bhok-lo limapuluh tahun yang lalu itu, kapak itu dipegang oleh putera tunggal yang bernama Kiu Hun. Akan tetapi, sayang, Kiu Hun terjerat rayuan seorang wanita iblis berwajah cantik berjuluk Bi-yan-cu yang memang mengincar senjata pusaka itu. Akhirnya, setelah Kiu Hun roboh di bawah telapak kakinya, Bi-yan-cu lalu meracuni putera Kiu Tong itu dan merampas Kapak Delapan Dewa. Kemudian, dua tahun yang lalu orang mendengar bahwa Bi-yan-cu tewas di tangan Cheng-gan Sian-jin dan datuk sesat itulah yang akhirnya mendapatkan kapak pusaka lalu menyerahkannya kepada Raja Muda Kung Cu Kwang melalui Wu-sam-tai-ciang- kun."

"Ah, begitukah?"

Lek Hui terbelalak.

"Bi-yan-cu memang pantas mampus karena dia mengangkangi pusaka orang lain secara tidak syah. Akan tetapi, Cheng-gan Sian-jin juga bukan manusia baik-baik dan hamba akan berusaha untuk membunuh iblis tua itu! Pangeran, kalau hamba berhasil, bukankah paduka tetap memenuhi janji untuk memberikan kapak pusaka itu kepada hamba?"

Pangeran Kou Cien tertawa.

"Lek Hui, kalau Cheng-gan Sian-jin dan teman-temannya dapat dibasmi, tentu saja aku tidak pelit buat memberikan pusaka itu. Apalagi pemilik aslinya sudah tidak ada dan engkau memang patut memiliki senjata itu. Kepada siapa lagi kapak pusaka itu harus kuberikan kalau bukan kepada dirimu?"1109 Lek Hui girang sekali dan raksasa muda ini mencemplak kudanya sambil tertawa bergelak.

"Bagus, pangeran, terima kasih atas janji paduka ini dan percayalah, hamba sanggup untuk membasmi musuh-musuh paduka itu, ha-ha-ha......!"

Pemuda ini lalu terbang bersama kudanya dan Wen- taijin saling pandang bersama Pangeran Kou Cien, lalu masing- masing tersenyum puas dan tampak gembira.

Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Memang inilah satu-satunya jalan untuk mencapai cita-cita, yakni membakar semangat para pembantu sehingga mereka itu siap untuk mengorbankan nyawa sekalipun bagi berhasilnya cita-cita menggempur Wu-sam-tai-ciangkun! Dan memang bantuan orang pandai seperti murid Pendekar Kepala Batu ini benar- benar amat diperlukan sekali oleh mereka, apalagi kalau Pendekar Kepala Batu sendiri mau ikut menerjunkan diri dalam peperangan, tentu hasil yang akan mereka peroleh menjadi jauh lebih memuaskan lagi.

Namun, Pangeran Kou Cen dan Wen-taijin cukup maklum akan watak orang orang sakti seperti guru Lek Hui itu, dan mereka tidak berani main paksa.

Adalah sudah amat menggembirakan sekali bahwa Ciok-thouw Taihiap telah mengirimkan muridnya untuk membantu mereka, dan biarlah jika mereka masih tidak sanggup mengalahkan musuh, barulah dicari akal buat "membakar"

Pendekar lain yang gampang tersinggung untuk membantu mereka.

Tiga orang ini segera menendang perut kuda mereka mengejar Lek Hui yang tertawa-tawa di depan, mendekati1110 batu karang di mana Yap-goanswe tampak berdiri dengan alis berkerut.

Agaknya ada apa-apa yang dilihat atau dipikirkan jenderal muda itu, maka pangeran itu cepat membedal kudanya lari menghampiri.

Memang apa yang diduga pangeran ini tepat.

Ada sesuatu yang sedang dilihat dan dipikirkan oleh Pendekar Gurun Neraka atau yang kini kembali diangkat sebagai jenderal oleh Pangeran Kou Cien itu, sesuatu yang membuat pemuda ini berdebar.

Dan hal ini bukan lain adalah perihal kembalinya jenderal muda itu ke tengah-tengah pasukannya, hal yang membuat perasaannya agak tegang.

Seperti diketahui, dalam cerita "Hancurnya Sebuah Kerajaan"

Yang lalu jenderal muda itu telah berpisah dengan anak-anak buahnya dalam keadaan yang amat buruk dan tidak menyenangkan.

Dan itu semua bukan lain adalah gara-gara tuduhan mendiang Sri Baginda Yun Chang akibat fitnah keji Wu-sam-tai-ciangkun.

Tuduhan Raja Muda Yun Chang yang menyatakan dirinya berjina dengan Bwee Li pada waktu itu benar-benar amat mengejutkan hati Bu Kong yang baru saja masuk ke dalam istana untuk menghadap sri baginda.

Masih teringat dengan baik oleh pemuda itu betapa orang-orang istana pada waktu itu memandangnya dengan muka gelap dan mata penuh kebencian.

Bahkan tiga orang pembantunya yang paling dekat, kecuali Fan Li, juga memandang seperti orang memandang kotoran busuk di pecomberan.

Betapa mata mereka1111 memandang dengan penuh kejijikan, dan kekecewaan yang amat sangat terbayang di mata tiga orang itu yang bukan lain adalah Panglima Tang Bouw, Panglima Kok Hun serta Panglima Ong.

Bersama Fan Li, mereka berempat adalah pembantu- pembantu setianya yang amat disuka.

Akan tetapi, semenjak peristiwa jahanam itu, tiga dari empat orang pembantunya berbalik seratus delapan puluh derajat kepada dirinya dan sikap bermusuhan memancar dari mata tiga orang pembantunya itu.

Pemuda ini memang tahu bahwa para pembantunya itu adalah orang-orang yang paling benci terhadap kejahatan dan kemunafikan.

Padahal mereka memandang dirinya sebagai jenderal yang didewa-dewakan oleh seluruh pasukan, pemuda yang tersohor dingin terhadap wanita.

Siapa tahu, orang yang didewa-dewakan ini ternyata adalah pemuda yang berpura- pura alim saja padahal di dalam hatinya penuh dengan pikiran busuk sehingga tidak segan-segan untuk berjina dengan selir junjungan mereka sendiri.

Kenyataan ini memang membuat semacam "shock"

Bagi anak buah dan pasukan Yueh, maka tidaklah terlalu heran kalau mereka itu memandang dirinya dengan penuh kebencian.1112 Akan tetapi, sekarang, bagaimanakah sambutan bekas anak-anak buahnya itu? Masih adakah di antara mereka yang tidak menyenanginya.

Masih adakah di antara mereka yang membencinya? Diam-diam jenderal muda ini tersenyum pahit.

Perbuatan Wu-sam-tai-ciangkun benar-benar keji sekali.

Fitnah yang dilempar tidak hanya menimpa dirinya saja, akan tetapi, akibatnyapun juga ikut-ikut menyeret orang lain.

Seperti misalnya pasukan Yueh ini gara-gara fitnah itulah maka dia bersumpah untuk tidak lagi berhubungan dengan pasukan Yueh yang pada waktu itu dipimpin oleh Sri Baginda Yun Chang.

Dan seandainya raja muda itu masih hidup, biar pasukan Yueh minta dia kembali ke tengah-tengah mereka sampai menunggu dengan air mata berdarah sekalipun belum tentu pemuda ini sudi! Akan tetapi, syukurlah, keadaan telah merobah mereka sedemikian rupa.

Pasukan Yueh sekarang bukanlah "pasukan Yun Chang"

Karena raja muda itu telah tewas ketika Wu-sam- tai-ciangkun menyerbu kota raja.

Dan ini berarti sumpahnya tidak dijilat kembali karena bekas anak-anak buahnya sekarang adalah "pasukan Kou Cien".

Dengan demikian, dia dapat mendekati pasukannya seperti dulu dan dapat berada di tengah-tengah mereka.

Namun, bagaimanakah sambutan mereka nanti?1113 Inilah yang agak menegangkan Bu Kang dan membuat pemuda itu mengerutkan alis.

Satu jam sudah dia berada di atas batu karang itu, selain untuk melihat kemungkinan- kemungkinan bagi mendaratnya pasukan yang akan dipimpinnya dari Pulau Cemara, juga karena dia dibimbangkan perasaan ini.

Sungguh mati, kalau Kou Cien tidak mendebatnya sedemikan rupa pada waktu mereka bertemu di luar Gurun Neraka, agaknya Bu Kong lebih baik bekerja sendiri dengan caranya sendiri pula.

Tidak pernah terpikir olehnya bahwa kelak dia masih harus kembali dan dapat berada di tengah-tengah anak buahnya lagi.

Maka perubahan yang agak mendadak ini sejenak membuatnya bingung dan resah, apalagi ketika mendengar berita ditangkapnya Siu Li oleh Ok-ciangkun.

Berita ini benar-benar mengejutkan sekali, persis seperti apa yang pernah diduganya ketika dia baru saja berhasil menguasai tiga jurus sakti inti Lui-kong Ciang-hoat.

Akan tetapi, yang paling membuat jenderal muda itu mendidih adalah berita tentang perbuatan Ok-ciangkun yang hendak memaksa puterinya menikah dengan Pouw Kwi.

Hal ini sungguh membuat kemarahannya menggelegak dan kalau saja dia tidak "diikat"

Oleh Pangeran Kou Cien dengan jabatan yang telah diberikan di atas pundaknya, agaknya Bu Kong sudah terbang ke kota raja menghabisi musuh-musuhnya dan membebaskan Siu Li dari cengkeraman1114 ayahnya.

Akan tetapi, celaka, Pangeran Kou Cien rupanya orang yang amat cerdik.

Terbukti bahwa Fan Li baru memberitahukan berita ditangkapnya gadis itu setelah dia diangkat sebagai jenderal.

Dengan begini, tentu saja dia tidak dapat "lari"

Seenaknya karena ikatan antara dia dengan pasukan pangeran itu telah terjadi.

Dengan demikian, dia tidak bisa berbuat seperti kalau dia masih bebas sebagai orang kang-ouw.

Diam-diam Bu Kong menyesalkan Fan Li yang tidak segera menceritakan peristiwa itu kepadanya.

Kalau tidak, tentu dia dapat segera menuju ke kota raja dan mencari kekasihnya di sana.

Akan tetapi, jenderal ini akhirnya menarik napas panjang karena dia maklum bahwa semua sikap yang diambil pangeran itu memang rupanya sudah direncanakan.

Pangeran Kou Cien memang cerdik, hal ini Bu Kong sudah tahu.

Apalagi ditambah dengan Wen-taijin yang selalu berada di samping pangeran itu, maka tidak heran kalau dari otak dua orang tokoh Yueh ini muncul gagasan-gagasan matang yang membuat keberhasilan rencana-rencana mereka.

Dan Fan Li tentu sudah dipesan oleh pangeran itu agar menceritakan tentang Siu Li setelah dia berjanji membantu pangeran itu.

Sungguh akal yang cerdik dan tidak kentara sehingga diam-diam jenderal muda itu merasa gemas1115 terhadap pangeran itu.

Namun syukurlah, bahwa pangeran ini tidak seperti mendiang Raja Muda Yun Chang.

Kalau Yun Chang adalah seorarg raja muda yang agak sembrono dan mau main menang sendiri, adalah Pangeran Kou Cien itu merupakan pangeran yang selalu berhati-hati dan tidak segan-segan apabila dibetulkan sikapnya oleh orang lain.

Seperti misalnya Wen-taijin itu.

Berapa kali sudah bangsawan tua ini memperingatkan pangeran itu akan kesalahan- kesalahan yang dibuatnya dan tidak pernah pangeran itu marah-marah.

Kou Cien adalah seorarg pangeran yang terbuka sikapnya dan sebenarnya di antara pangeran ini dengan kakak tirinya, yaitu Raja Muda Yun Chang, terdapat ketidakcocokan sikap.

Itulah sebabnya mengapa pangeran ini jarang sekali muncul di istana dan ketika terjadi teristiwa Bwee Li, pangeran ini sama sekali tidak tampak di istana.

Dari hubungannya bersama Wen-taijin yang sering memberinya nasihat itulah Bu Kong tahu akan watak Pangeran Kou Cien.

Diam-diam pemuda ini merasa suka, apalagi pangeran itu adalah seorang pangeran yang ramah-tamah dan sering dia diundang ke gedung pangeran itu dalam perjamuan makan.

Semuanya ini terjadi hampir setahun yang lalu dan setelah dia meninggalkan istana, Bu Kong sudah tidak pernah1116 bertemu lagi dengan dua orang bangsawan itu.

Dan, baru pada tiga hari yang lalu mereka kembali berjumpa secara tiba-tiba.

Kini, atas ajakan pangeran itu, dia telah berdiri di pantai Laut Tung-hai untuk menemui pasukannya di Pulau Cemara.

Tentu saja jenderal muda itu agak tegang, namun mengingat sikap sang pangeran sendiri terhadap dirinya, akhirnya Bu Kong dapat menindas perasaan tidak enak di dalam hatinya.

Dia sudah datang, dan biarlah dia lihat saja apa perkembangannya nanti.

Kalau anak-anak buahnya bersikap seperti sang pangeran sendiri, inilah hal yang amat menyenangkan.

Akan tetapi kalau mereka masih membencinya, banyak kesempatan baginya untuk meninggalkan orang-orang itu dan pergi sendiri ke kota raja untuk menolong Siu Li.

Dengan pikiran yang sudah bulat dan mantap ini perasaan jenderai muda itu menjadi tenang.

Pulau Cemara samar-samar tampak dari kejauhan, dan dia memandang ke sekeliling mencari perahu.

Akan tetapi, aneh, pantai ini sama sekali mati.

Tidak tampak perkampungan nelayan di situ, dan tentu saja tidak tampak pula perahu-perahu layar.

Dia menjadi bingung karena kalau tidak ada sebuahpun perahu di tempat ini, lalu bagaimana mereka dapat menyeberang? Dan pada saat dia sedang berpikir itulah Pangeran Kou Cien bersama rombongannya datang.

Suara ketawa Lek Hui yang bergelak telah mendahului orangnya dan Bu Kong tersenyum kecil.

Sikap raksasa muda yang agak kasar namun1117 terbuka ini menarik perhatiannya.

Diam-diam dia merasa girang bahwa pangeran telah mendapatkan seorang pengawal pribadi macam pemuda tinggi besar itu.

Dari kepandaian mengukur tenaga beberapa hari yang lalu, Bu Kong tahu bahwa murid Ciok-thouw Taihiap ini cukup berisi dan dapat diandalkan.

Maka tentu saja dia merasa gembira karena kalau di tempat mereka ada pemuda sepertu itu, berani kedudukannya menjadi bertambah kuat.

Hanya dia masih sangsi apakah Lek Hui betul-betul mampu menandingi Cheng-gan Sian-jun yang memiliki bermacam-macam ilmu kesaktian itu.

Tiba-tiba, bertepatan dengan datangnya rombongan sang pangeran, mendadak muncul dua buah perahu layar di tengah laut.

Bu Kong terkejut dan dia memandang penuh perhatian.

Dilihatnya dua buah perahu layar itu memasang bendera hijau dan mereka datang dari arah Pulau Cemara.

Tentu saja jenderal itu berdebar dan menjadi girang.

Apalagi ketika dilihatnya betapa dua buah perahu itu sedang menuju ke pantai! "Ahh...!"

Bu Kong mengeluarkan seruan tertahan dan Pangeran Kou Cien yang telah sampai di bawah batu karang berteriak nyaring.

"Goanswe, apa yang kau lihat? Kenapa kau termenung di situ?"1118 Bu Kong menoleh, kemudian melompat turun dan menjura.

"Pangeran, hamba melihat dua buah perahu layar menuju ke mari. Apa yang hendak paduka lakukan?"

Pangeran itu tersenyum lebar.

"Ha, apa yang hendak kulakukan? Tentu saja mencari perahu untuk menyeberang!"

"Akan tetapi, pangeran,"

Jenderal ini mengerutkan alisnya.
Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Di tempat ini sama sekali tidak ada perahu. Kaum nelayan juga tidak tampak dan di mana kita bisa memperolehnya?"

"Eh, bukankah kau bilang ada dua perahu sedang menuju ke mari? Nah, kenapa tidak mempergunakan mereka saja?"

Jawab pangeran itu dengan wajah berseri. Bu Kong terbelalak.

"Namun kita belum tahu perahu siapakah itu, pangeran. Apakah paduka hendak memerintahkan untuk menangkap dan merampas dua buah perahu itu?"

Melihat alis jenderal muda ini mengernyit. Pangeran Kou Cien tiba-tiba tertawa.

"Goanswe, siapa yang bilang begitu? Aku tidak berkata demikian!"

"Memang betul paduka tidak berkata demikian, akan tetapi, sikap paduka menunjukkan tanda-tanda demikian,"1119 pemuda ini membantah dan Lek Hui yang suka tertawa itu kini kembali tertawa bergelak.

"Ha-ha-ha, Yap-goanswe memang berwatak mulia! Kalau pangeran hendak menyuruh dia merampas perahu orang lain agaknya dia tentu menolak. Mengapa pangeran, tidak terus terang saja? Eh, Goanswe, bukankah perahu yang menuju ke mari itu bertanda jangkar di atas tiang?"

Bu Kong terkejut dan menoleh ke arah raksasa muda ini.

Sebenarnya perahu di tengah laut masih jauh, namun berkat ketajaman matanya dia memang melihat tanda jangkar di atas tiang layar itu.

Bagaimana Lek Hui yang belum melihat sudah tahu? Oleh karena merasa heran Bu Kong malah balas bertanya.

"Auw-twako, bagaimana kau bisa tahu? Apakah itu perahu-perahu kita sendiri? Kulihat mereka muncul dan arah Pulau Cemara."

Kini Wen-taijin yang melangkah maju sambil menganggukkan kepalanya pembesar ini berkata.

"Goanswe, dugaanmu memang tidak keliru. Pangeran telah memerintahkan agar hari ini Ong-ciangkun menunggu kedatangan kami di sini. Itulah sebabnya mengapa pangeran tenang-tenang saja meskipun tidak melihat perahu nelayan karena kami telah membawa perahu sendiri. Semenjak terjadinya badai beberapa waktu yang lalu, kaum nelayan1120 tidak berani lagi mendekat pantai dan hal ini bagi kami malah kebetulan karena dengan demikian, gerakan kita nanti tidak terganggu."

"Oo, begitukah?"

Bu Kong tercengang dan sekarang dia mengerti.

Namun, mendengar hal bahwa Ong-ciangkun berada di salah satu perahu itu untuk menjemput kedatangan mereka, jenderal itu segera teringat akan wajah panglima muda itu dan diam-diam hatinya berdebar.

Panglima Ong adalah seorang panglima muda, murid Hui-to Lo-kai yang tewas dalam pertempuran sengit beberapa waktu yang lalu.

Bahkan panglima itupun menderita cacad seumur hidup karena lengan kanannya buntung dibabat pedang Siu Li.

Maka kini mendengar bahwa panglima muda itu yang datang, pemuda ini menjadi tegang juga.

Teringat dia akan sikap panglima itu ketika tuduhan Yun Chang dilontarkan.

Betapa pembantunya ini memandang dengan sinar mata tak acuh dan muak terhadap dirinya yang disangkanya benar- benar berjina dengan selir sri baginda itu.

Sekarang, bagaimanakah sambutan panglima muda itu? Bu Kong tahu bahwa Panglima Ong adalah seorang laki-laki berwatak gagah.

Buntungnya lengan dibacok Siu Li dulu sama sekali tidak membuatnya dendam karena hal itu terjadi dalam peperangan.

Dan bagi seorang perajurit, resiko cacat atau1121 nyawa terbang sekalipun tidak menjadi soal karena hal itu memang biasa saja terjadi.

Namun, dalam masalah pribadi yang menyangkut nama baik diri atasannya yang munafik, bagi Ong-ciangkun adalah hal lain yang tidak bisa dihilangkan begitu saja dari dalam hatinya.

Oleh sebab itu, tidak heran kalau panglima muda itu menjadi marah ketika mendengar bahwa Yap-goanswe yang diagung-agungkan sebagai dewanya perang ini ternyata sampai hati berbuat yang tidak senonoh.

Berjina dengan selir raja.

Betapa hina dan memalukan perbuatan itu! Sekarang, kembali Bu Kong akan berjumpa dengan bekas pembantunya ini.

Bagaimanakah sambutannya? Masih berang? Masih memandangnya dengan sorot tak acuh dan sinis? Entahlah! Bu Kong menarik napas panjang.

Dia belum dapat memastikan sikap apa yang akan diperlihatkan oleh panglima muda itu, namun dia sendiri bersikap tenang dan ingin melihat keadaan.

Sikap Pangeran Kou Cien sedikit banyak merupakan jaminan bagi dirinya, maka agaknya tidak perlu dia terlalu cemas.

Sementara itu, Lek Hui yang merasa gembira karena ada perahu datang, sudah melompat di atas batu karang yang tadi1122 dipakai Bu Kong.

Sambil tertawa-tawa pemuda tinggi besar ini mengeluarkan sebuah kain merah dan sambil mengebutkan kain itu raksasa muda ini berteriak ke tengah laut dengan suaranya yang menggeledek.

"Heii, Ong-ciangkun ....... ! Cepat dayung perahu kalian. Lihat, pangeran telah datang bersama Yap-goanswe ........ !"

Karena murid Ciok-thouw Taihiap ini mengerahkan tenaga khi-kang dalam seruannya, maka teriakannya itu menggetarkan permukaan laut dan terdengar sampai jauh.

Semua orang merasa kagum melihat kehebatan suara yang menggelegar dari pemuda ini dan merekapun lalu berlompatan di atas batu-batu karang yang banyak terdapat di situ dan ikut melambai-lambaikan saputangan yang mereka bawa.

Kini tampaklah perahu layar di tengah laut itu tiba-tiba bergerak lebih cepat.

Agaknya teriakan dahsyat yang dikeluarkan Lek Hui tadi sampai ke telinga mereka atau agaknya kain merah yang menyolok warnanya itu tampak dari kejauhan, dan kini perahu yang ada di sebelah kanan tiba-tiba melepaskan sebuah panah hijau di atas laut.

Itulah pertanda bahwa orang-orang yang berada di dalam perahu itu melihat rombongan sang pangeran di pantai daratan besar dan sekarang dengan tergopoh-gopoh mereka mendayung perahu sekuat tenaga.

Sepuluh orang bekerja keras dan masing-masing membantu tiupan angin laut dengan1123 dayung mereka sehingga dua buah perahu itu meluncur seperti torpedo.

Bu Kong berdiri tegak di atas batu karang dengan hati berdebar dan mata hampir tak pernah berkedip.

Dua buah perahu di tengah lautan lepas itu kini semakin dekat dan orang-orangnyapun juga tampak lebih jelas.

Dengan sepasang matanya yang tajam luar biasa, jenderal ini melihat betapa seorang panglima berpakaian kuning tampak memberi aba- aba kepada sembilan orang anak buahnya dengan tergesa- gesa.

Usianya masih cukup muda, tidak lebih dari dua puluh lima tahun dan mukanya yang putih itu cakap sekali, namun lengan kanannya buntung.

Inilah dia Panglima Ong yang dipanggil-panggil Lek Hui tadi.

Perahu layar itu bergerak cepat di atas laut dan tidak sampai duapuluh menit kemudian, sepuluh orang penumpangnya telah dapat melihat jelas wajah sang pangeran serta rombongannya yang berada di atas batu-batu karang.

Saat inilah yang merupakan puncak ketegangan bagi Bu Kong.

Pemuda itu melihat betapa orang-orang di dalam perahu melotot matanya dan ketika mereka membentur diri jenderal ini yang berdiri tegak di atas batu karang, sedetik tampak kekagetan di wajah orang-orang itu.

Namun, hal ini hanya berlangsung sekejap saja karena begitu orang-orang itu sadar, Ong-ciangkun yang berada1124 paling depan di kepala perahu sudah berteriak dengan suara parau.

"Yap-goanswe ....!"

Dan segera orang-orang lainnnyapun juga berteriak memanggil nama jenderal muda itu. Bu Kong merasa "plong"

Dan dia melihat dengan penuh keharuan betapa sepuluh orang im mendaratkan perahu secara tergesa-gesa di pantai sehingga hampir saja mereka terguling dan serentak semua orang berlompatan turun menghampiri pemuda ini sambil melemparkan dayung masing-masing.

"Yap-goanswe......!"

"Hidup Yap-goanswe......!"

Teriakan dan pekik ini saling susul-menyusul dan tampak betapa kegembiraan besar melanda sepuluh orang itu.

Bahkan Panglima Ong yang pertama kali meneriakkan nama Yap- goanswe sudah tidak sabar menunggu perahu mendarat.

Panglima ini sambil berteriak parau telah menceburkan diri di air laut dan kini dengan pakaian basah kuyup berlari-lari menghampiri batu karang di mana jenderal muda itu berdiri! Bu Kong terharu bukan main dan dia tak dapat menahan perasaannya lagi.

Melihat betapa Ong-ciangkun berlari-lari menghampirinya dengan pakaian basah kuyup, pemuda ini melompat turun dari atas batu karang.1125

"Yap goanswe.....! Puja-puji kepada Thian Yang Maha Kuasa bahwa kau mau kembali kepada kami! Oh, Dewata Yang Agung, terima kasih..... terima kasih.....!"

Panglima Ong berseru dengan suara serak dan begitu muncul dari dalam air, panglima ini menubruk jenderal muda itu dan berlutut sambil mencucurkan air mata kebahagiaan! Sementara itu, sembilan orang anak buah Ong-ciangkun yang juga berlari-lari menghampiri jenderal ini telah tiba, dan1126 serentak semua memekikkan nama dewa perang itu sambil membanting tubuh berlutut.

"Yap-goanswe, terima kasih kepada segala dewa bahwa engkau mau datang kepada kami orang-orang berdosa ini......!"

"Yap-goanswe, harap kau ampunkan kami, orang-orang yang mudah percaya hasutan ini. Semoga dengan kembalimu ini, kami dapat menuntut balas terhadap musuh yang amat keji ...... !"

"Yap-goanswe, kalau kau tidak mau mengampuni kami, biarlah kami membunuh diri di hadapanmu sebagai penebus dosa!"

"Benar, kami rela menebus dosa, goanswe! Kalau kau tak dapat memaafkan kami, detik ini juga aku akan menyerahkan kepalaku kepadamu!"

Demikianlah, teriakan tak mau kalah itu membuat suasana tiba-tiba menjadi gaduh dan Bu Kong tersentuh hatinya.

Sepuluh orang itu rata-rata telah menyatakan penyesalan mereka yang mudah percaya hasutan musuh, dan kini mereka rela membunuh diri di hadapannya kalau dia menghendaki!1127 Nyatalah sekarang olehnya bahwa bekas anak-anak buahnya itu ternyata masih tetap seperti dulu, masih setia dan memiliki tanggung jawab besar atas perbuatan-perbuatan yang telah mereka lakukan.

Tentu saja Bu Kong terharu dan pemuda ini meramkan matanya.

Sambutan yang demikian hangat serta penuh kesetiaan itu menusuk hatinya.

Dia hendak bicara, namun tenggorokannya tersekat.

Dan melihat betapa orang-orang itu berlutut sambil mencucurkan air mata memandang dirinya penuh harap-harap cemas, jenderal ini menjadi basah pula matanya.

"Kawan-kawan....."

Akhirnya Bu Kong membuka matanya dan berkata dengan suara gemetar.

"Bangunluh.... kalian semua. Tidak ada yang bersalah di antara kalian, tidak ada yang berdosa. Semua yang terjadi di antara kita adalah salah paham belaka. Sekarang bangkitlah, beri hormat dahulu kepada pangeran, nanti kita bicara lagi .....!"

Kata-kata ini membuat sepuluh orang itu seperti disengat ular berbisa saking kagetnya dan Panglima Ong-lah yang tampak paling terkejut.

Benar, saking gembiranya dan terharunya melihat Yap-goanswe mau datang di tengah- tengah mereka, rombongan ini telah melupakan Pangeran Kou Cien yang berdiri di situ!1128 Tentu saja panglima itu kaget dan wajahnya menjadi pucat.

Karena diliputi perasaan yang meluap, mereka semua telah memberikan hormat terlebih dahulu kepada Yap- goanswe, bukan kepada sang pangeran! Hal ini dapat dianggap melanggar sopan-santun kemiliteran dan Panglima Ong cepat berdiri dan dengan tergopoh-gopoh menghampiri pangeran itu yang merupakan tokoh utama bagi pasukan Yueh.

"Pangeran, hamba sekalian telah melakukan kesalahan. Kalau paduka hendak menurunkan hukuman, hamba akan menerimanya secara jujur..."

Panglima muda ini berlutut di depan kaki Kou Cen dan diturut pula oleh sembilan orang anak buahnya.

Akan tetapi, Kou Cien adalah seorang pangeran bijaksana.

Dia maklum apa yang menyebabkan orang-orang ini melupkan dirinya, maka tentu saja dia tidak tersinggung.

Kini mendengar ucapan Panglima Ong yang mewakili teman- temannya itu, pangeran ini malah tertawa.

"Ong-ciangkun, bangunlah. Tidak ada yang bersalah di antara kita, tidak ada yang berdosa. Ha-ha, bukankah demikian kata-kata Yap-goanswe tadi? Nah, aku percaya akan kata- katanya itu dan apa yang terjadi hanyalah luapan emosi belaka! Eh, Yap-goanswe, bukankah demikian keadaannya?"

Pangeran itu menoleh ke arah Bu Kong dan mengangkat tangan kirinya menyuruh orang-orang ini bangun. Bu Kong1129 tersenyum mendengar pangeran itu menirukan kata-katanya akan tetapi, dengan sungguh-sungguh dia menjawab.

"Pangeran, apa yang paduka katakan memang tepat. Semua di antara kita adalah orang-orang yang penuh emosi. Namun, kalau kita dapat menahan diri, agaknya semua itu tidaklah sampai terjadi. Bukankah demikian, Wen-taijin?"

Pembesar tua ini batuk-batuk, agak terkejut karena jenderal muda ini bertanya kepadanya secara tiba-tiba.

"Ehem, apa yang goanswe katakan memang benar. Kita memang orang-orang yang mudah dipengaruhi emosi. Akan tetapi, kalau kita tidak dipengaruhi emosi begini, bukankah goanswe dan kami mungkin tidak akan bersatu kembali?"

Pangeran Kou Cien tertawa lebar.

"Ha-ha, Paman Wen memang pintar! Dengan kata-katanya ini, bukankah dia hendak mengingatkan kita bahwa Yap-goanswe masih ditunggu-tunggu oleh pasukannya di Pulau Cemara? Eh, Ong- ciangkun, bukankah dugaan kami ini benar? Salahkah kalau kukatakan bahwa selaksa orang di Pulau Cemara sedang menantikan datangnya persatuan ama mereka dengan Yap- goanswe?"

Ong-ciangkun menjura dengan penuh hormat.

Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pangeran, kata-kata paduka memang benar. Hampir sebulan mereka menunggu-nunggu hadirnya Yap-goanswe di tengah- tengah mereka seperti dulu dengan perasaan gelisah, dan tadi1130 pagi Tan-ciangkun bersama rekan hamba Panglima Tang Bouw menyeberang kemari. Mereka dengan penuh harap menantikan kedatangan Yap-goanswe, bahkan Tan-ciangkun berkata bahwa kalau Yap-goanswe tidak mau datang karena sikap kita yang keliru dahulu, Tan-ciangkun akan membunuh diri sebagai rasa penyesalannya terhadap Yap-goanswe."

Bu Kong terkejut dan memandang panglima itu dengan mata terbelalak.

Akan tetapi, Ong-ciangkun juga memandangnya dan di kedua mata panglima muda ini terbayang penyesalan mendalam.

Maka ketika melihat betapa jenderal itu memandangnya, Panglima Ong berkata lagi dengan suara sungguh-sungguh.

"Goanswe, apa yang kukatakan di sini tidaklah main-main. Kalau usaha pangeran tidak berhasil, hal ini tentu disebabkan karena kesalahan kami tiga orang panglima yang dulu telah menyakiti hatimu. Oleh sebab itu, kami bertiga telah bersepakat untuk membunuh diri sebagai rasa penyesalan kami jika sang pangeran tak berhasil mengundang engkau ke mari!"

"Ong-ciangkun.......!"

Bu Kong berseru kaget dengan wajah berobah, akan tetapi, Ong-ciangkun sendiri sudah menjatuhkan diri berlutut di depannya.

"Goanswe, dengan terus terang kuakui di sini bahwa kami dahulu memang membencimu ketika mendengar tuduhan mendiang sri baginda. Kami berdosa kepadamu yang ternyata sama sekali tak bersalah sedikitpun. Dan kini, akibat dari sikap kami itu telah menghancurkan pasukan Yueh dan kalau bukan engkau yang turun tangan, mana kami mampu, goanswe? Kami1131 berdosa besar kepadamu dan kini untuk menebus semua dosa-dosa itu kami siap mengorbankan nyawa. Goanswe, dapatkah kau maafkan kesalahan kami ini?"

Bu Kong membungkukkan tubuhnya dan cepat mengangkat bangun panglima muda itu, kemudian dengan suara terharu dia berkata.

"Ong-ciangkun seperti tadi telah kukatakan kepada kalian semua, bahwa tidak ada yang bersalah di sini. Peristiwa-peristiwa yang menimpa kita adalah hasil siasat musuh belaka. Kepada merekalah kita harus menuntut balas. Akan tetapi, kalau kau benar-benar merasa menyesal dalam hal ini, baiklah, kumaafkan semua kesalahan kalian tiga orang pembantuku yang biasanya bersikap jujur. Sekarang bangkitlah, ciangkun, jangan terlalu ditindih perasaan yang berlebih-lebihan. Bukankah kau tadi berkata bahwa teman-teman lain di Pulau Cemara masih menantikan kedatangan kita? Nah, bangunlah, mari kita temui mereka bersama-sama sang pangeran...."

Panglima Ong bangkit berdiri, dan kini tampak betapa wajahnya berseri gembira.

"Goanswe, kebijaksanaanmu benar-benar menyentuh hatiku. Sungguh kau patut menjadi pimpinan kami orang-orang yang sempit pikiran ini. Terima kasih, goanswe ...... terima kasih. Semoga dengan tambahan engkau di tengah-tengah kami maka pasukan kita akan jaya seperti semula!"

Bu Kong tersenyum dan Pangeran Kou Cien bertepuk tangan.1132

"Ha-ha, harap ciangkun tidak usah khawatir!"

Kata pangeran itu sambil tertawa.

"Kutanggung bahwa hadirnya Yap-goanswe di tengah-tengah kalian ini pasti akan membuat pasukan Yueh jaya sepanjang masa. Bukankah begitu, Paman Wen?"

Wen Chung tersenyum.

"Begitulah, pangeran. Dan hamba yakin bahwa kita akan dapat berdiri kembali berkat bantuan Yap-goanswe."

Mendengar pujian dua orang itu, muka Bu Kong menjadi merah dan pemuda itu lalu merangkapkan kedua tangannya sambil menjawab.

"Ji-wi (Anda berdua) terlalu memuji setinggi langit kepadaku. Kalau aku berhasil, inilah hanya berkat kerja sama belaka dengan para panglima serta pasukan Yueh sendiri. Oleh sebab itu, merekapun berhak mendapatkan penghargaan. Pangeran, tidakkah kita segera berangkat saja?"

Kalimat terakhir ini membelokkan pembicaraan karena Bu Kong memang merasa kikuk kalau orang selalu memuja- muji dirinya.

Oleh sebab itu, dengan pertanyaan ini sekaligus semua orang diarahkan pikirannya kepada maksud semula dan Pangeran Kou Cien mengangguk sambil tersenyum.

"Ah, goanswe benar. Hampir saja kita berlarut-larut membicarakan hal-hal yang kurang perlu. Eh, Ong-ciangkun, bukankah dua buah perahu kalian sanggup memuat kita semua yang berada di sini berikut kudanya?"1133 Panglima Ong membungkukkan tubuhnya.

"Tidak perlu khawatir, pangeran. Parahu yang kami persiapkan untuk paduka serombongan ini cukup besar. Silahkan paduka naik dan biarlah lima ekor kuda ini bersama kami di satu perahu."

"Ah, kau mau berkumpul dengan kuda-kuda kami yang berkeringat ini, ciangkun?"

Pangeran Kuo Cien tertawa.

"Aha, bagus sekali kalau begitu. Tubuhmu yang basah kuyup ini memang pantas kalau dicampur dengan lima ekor kuda yang juga penuh peluh, ha-ha!"

Pangeran itu tertawa geli dan semua orang juga ikut ketawa mendengar olok-olok ini.

Panglima Ong sendiri tampak menyeringai kecut dan untunglah bahwa sang pangeran tidak menggodanya lagi dan kini telah menghampiri perahu sambil tersenyum-senyum.

Demikianlah, satu persatu rombongan ini masuk ke dalam perahu dan Ong-ciangkun memerintahkan enam orang anak buahnya untuk mendayung perahu yang ditumpangi pangeran, sementara dia sendiri berada di perahu lain bersama sisa anak buahnya.

Perahu meluncur lain dan mulailah mereka meninggalkan daratan besar menuju ke Pulau Cemara.

Pantai yang tadi tampak luas kini semakin lama semakin mengecil dan menciut sampai akhirnya hilang karena menjadi satu dengan laut di kaki langit sana.1134 Gerakan pasukan Yueh dalam cita-citanya menggempur Wu-sam-tai-ciangkun dimulailah.

Dan ini diawali dengan hadirnya kembali Jenderal Muda Yap yang gagah perkasa itu di tempat anak-anak buahnya.

Namun, berhasilkah kiranya cita-cita mereka ini? Kita lihat saja....

Untuk mempersingkat waktu agaknya tidak perlu di sini kita menceritakan sambutan yang diperoleh Yap-goanswe dan anak-anak buahnya di Pulau Cemara.

Sama seperti sambutan Ong-ciangkun di tepi pantai daratan besar yang penuh kegembiraan dan semangat, begitu pula adanya sambutan anak-anak-buah Bu Kong ketika tiba di Pulau Cemara.

Bahkan kalau dibandingkan, sambutan yang diterimanya di pulau ini jauh lebih hebat.

Dan hal ini dapat dimaklumi karena selaksa perajurit itu tidak ada satupun yang ketinggalan dalam mengelu-elukan kedatangan jenderal mereka ini.

Pulau Cemara tiba-tiba menjadi gaduh dan bising dengan tambur-tambur serta genderang yang dipukul gencar.

Pekik serta sorak "Hidup Yap-goanswe!"

Berkumandang di mana- mana dan Bu Kong sendiri sudah diangkat oleh dua orang panglima tinggi besar yang bukan lain adalah Kok Hun dan Tang Bouw, dibawa lari berputar-putar ke tengah pulau sambil tertawa bergolak namun air mata bercucuran! Kebahagiaan serta kegembiraan yang meluap-luap dari dua orang panglima itu menbuat mereka tertawa sambil1135 menangis.

dan Bu Kong benar-benar terharu bukan main mendapat sambutan sedemikian rupa.

Nyatalah olehnya bahwa di sinipun pasukan Yueh benar-benar masih mencintai dirinya sebagai pemimpin besar yang disegani serta dihormati! Dan pada malam harinya, untuk merayakan persatuan yang terjalin di antara jenderal muda itu dengan pasukan Yueh, Pangeran Kou Cien mengadakan jamuan pesta yang meriah.

Diadakannya semacam panggung terbuka di tempat itu dan musik serta nyanyian-nyanyian perang diperdengarkan di sini sehingga semangat setiap orang menjadi semakin berkobar.

Berada kembali di tengah-tengah pasukannya inilah Bu Kong mendapatkan kenyataan-kenyataan yang amat menggembirakan sekali dengan hadirnya beberapa orang kang-ouw yang memiliki kepandaian tinggi.

Pertama-tama sekali tentu saja Phoa-lojin dan muridnya yang merupakan tuan rumah asli, di mana Bu Kong telah menghaturkan rasa terima kasihnya yang amat besar kepada guru dan murid itu.

Lalu hadirnya seorang ketua partai yang benar-benar sama sekali tidak disangka oleh Bu Kong, yakni Kim-sin Sian-jin dari Kong-thong-pai! Kakek ini datang berdua dengan murid kepalanya yang masih hidup, yaitu San Kok Tojin, yang dulu mengalami luku parah akibat pukulan Tok-hiat-jiu dari Tok-sim Sian-li.1136 Seperti kita ketahui dalam

Jilid kelima, Ketua Kong- thong-pai ini mengalami sakit hati yang sedalam lautan terhadap Cheng-gan Sian-jin berikut para pembantunya.

Gara- gara perbuatan iblis tua itulah maka partai Kong-thong hancur berantakan.

Dan pada saat terakhir di mana dia meledakkan bangsal agung, ketua Kong-thong-pai inipun terjerumus ke dalam sumur jebakan yang amat dalam.

Untunglah, karena dia tahu akan seluk-beluk rahasia yang dipasang di tempat itu, kakek ini berhasil keluar dengan tubuh luka dalam.

Hantaman Cheng-gan Sian-jin yang amat dahsyat membuat Kim-sin Sian-jin harus beristirahat dua minggu lebih dan baru lukanya sembuh kembali.

Dapat dibayangkan betapa sedih dan marahnya kakek itu ketika melihat betapa hampir semua muridnya tewas dalam pertandingan membela partai ini.

Dan hanya beberapa orang saja yang menderita luka-luka ringan, di mana mereka ini oleh Kim-sin Sian-jin akhirnya disuruh pergi karena untuk sementara Kong-thong-pai dibubarkan! Sakit hati yang kelewat sangat membuat Ketua Kong- thong-pai ini bersumpah untuk tidak menjabat sebagai ketua lagi kalau belum berhasil membunuh Cheng-gan Sian-jin.

Oleh sebab itu, ditemani oleh Sun Kok Tojin yang juga luka-luka parah, Kim-sin Sian-jin menghilang selama beberapa bulan, bertapa untuk memperdalam kepandaiannya.

Dan baru setelah merasa diri sendiri kuat, kakek ini muncul kembali dengan maksud membalas dendam.1137 Akan tetapi, seperti kita ketahui tidak mudah bagi orang luar membuat perhitungan dengan Cheng-gan Sian-jin yang menjadi koksu di Kerajaan Wu.

Hal inipun juga dirasakan oleh Kim-sin Sian-jin.

Menyerang datuk iblis itu seorang diri di sarangnya yang penuh dengan orang-orang pandai itu sungguh bukan perbuatan bjaksana.

Oleh sebab itu, adalah amat kebetulan sekali bagi Ketua Kong-thong-pai ini ketika pada suatu hari dia berjumpa dengan Phoa-lojin.

Kakek nelayan dari Pulau Cemara inilah yang membujuknya untuk bergabung dengan pasukan Kou Cien yang pada saat itu sedang menyusun kekuatan.

Tentu saja usul ini diterima dengan gembira dan segera Kim-sin Sian-jin pergi ke markas pusat sementara pasukan pangeran itu.

Memang, kalau dia dapat bekerja sama dengan sebuah barisan besar yang juga sama-sama bermaksud menyerbu kota raja, maka hal ini benar-benar amat menggirangkan.

Apalagi Kim-sin Sian-jin sendiri sedikit banyak sudah mengenal Pangeran Kou Cien yang bijaksana dan ramah-tamah terhadap orang-orang lain, maka tanpa ragu- ragu lagi kakek inipun menggabungkan diri.

Demikianlah, akhirnya bekas Ketua Kong-thong-pai ini berada di Pulau Cemara, ikut membantu Kou Cien.

Dan beberapa hari kemudian, datanglah susul menyusul orang- orang dari partai Go-bi, Hoa-san, Kun-lun dan lain-lain ke Pulau Cemara untuk bergabung dengan pasukan Yueh dalam rencananya menggempur kota raja.1138 Hal ini benar-benar mengejutkan dan menggirangkan hati Pangeran Kou Cien.

Kiranya, karena sama-sama mengalami sakit hati akibat perbuatan Cheng-gan Sian-jin yang mengumbar angkara murkanya, orang-orang dari partai yang dihancurkan itu kini bersatupadu untuk membalas dendam.

Tentu saja kedudukan pasukan Yueh menjadi semakin kuat dengan munculnya orang-orang pandai dan golongan kang-ouw itu.

Dan Pangeran Kou Cien sendiri sudah hendak memerintahkan agar para pembantunya mulai mengadakan serangan besar-besaran.

Akan tetapi, empat orang panglima muda menolak usulnya ini.

Mereka mengatakan bahwa meskipun kedudukan pasukan Yueh kini cukup kuat, namun seorang pemimpin pandai yang benar-benar cakap belum ada di antara mereka.

Oleh sebab itu, empat orang panglima ini mengusulkan supaya mencari saja Yap-goanswe dan mengundang pemuda itu sebagai pucuk pimpinan pasukan.

"Pangeran, harap paduka ingat bahwa musuh yang kita hadapi adalah orang-orang yang amat lihai dan licik. Mereka tidak segan-segan untuk melakukan kecurangan apapun, seperti contohnya fitnah yang dilemparkan ke Yap-goanswe itu. Dapat pangeran lihat apa akibatnya kini semua menjadi terpecah belah dan istana sendiri direbut musuh. Dan ini semua karena tidak adanya Yap-goanswe di tempat kita yang amat mereka takuti. Oleh sebab itu, mengapa tidak mengundang Yap-goanswe saja agar memimpin kita? Wu- sam-tai-ciangkun telah menjalankan siasat 'mengusir singa1139 dari kandang' dan begitu siasatnya berhasil, kita benar-benar menjadi korban. Maka pangeran, kita harus dapat mencari Yap-goanswe dan meminta kepada pemuda itu untuk kembali kepada kita. Dengan demikian, pertempuran yang akan kita lakukan jauh lebih meyakinkan daripada kalau kita maju sendiri tanpa adanya Yap-goanswe di samping kita. Hanya inilah satu-satunya jalan agar kita dapat menggempur Wu habis-habisan, dan kalau pangeran berhasil menarik Yap- goanswe kemari, kita sekalian hendak meminta maaf atas semua dosa-dosa kita kepadanya dahulu."

Demikianlah usul yang diajukan oleh empat orang panglima muda itu dan Kou Cien melihat kebenarannya.

Memang, nama Yap-goanswe bukanlah nama sembarangan.

Jenderal muda itu memiliki pengaruh dan wibawa yang kuat, baik terhadap kawan maupun lawan.

Oleh sebab itu, tidak ada jeleknya kalau dia menunda rencananya mengadakan serangan besar-besaran dengan menunggu datangnya Yap- goanswe.

Karena alasan yang diajukan oleh para pembantunya tepat, Pangeran Kou Cien setuju.

Segera dia memerintahkan beberapa petugas untuk pergi mencari Yap-goanswe, akan tetapi, Wen-taijin tiba-tiba mencegahnya sambil berkata.

"Pangeran, kalau paduka ingin berhasil maka menurut pendapat hamba, padukalah yang harus maju sendiri. Paduka tahu, Yap-goanswe adalah seorang pemuda yang keras hati dan keras semangat, hal ini kita semua sudah sama tahu. Maka1140 kenapa hendak mengutus orang lain? Kalau paduka setuju, hamba mengusulkan agar paduka bersama Fan-ciangkun disertai pengawal pribadi paduka pergi sendiri saja menemui Yap-goanswe. Dan kalau sekiranya paduka menghendaki, hambapun siap mengantar paduka menemui pemuda itu. Bukankah dengan demikian maka keberhasilan usaha ini jauh lebih memuaskan daripada paduka serahkan kepada orang lain?"

Pangeran Kou Cien terkejut, akan tetapi, segera dia sadar dan menjadi girang.

Betul, kalau dia menyuruh petugas- petugas biasa saja untuk mengundang Yap-goanswe, agaknya hanya kegagalanlah yang bakal mereka temui.

Lain halnya jika dia sendiri yang maju, apalagi masih ditambah dengan Fan Li yang merupakan sahabat dekat jenderal muda itu dan Wen- taijin yang sendiri yang sedikit banyak menanam "jasa"

Kepada pemuda itu.

Bukankah jalan ini akan jauh lebih berhasil kalau dia sendiri yang mencari? Itulah sebabnya mengapa pangeran ini lalu berangkat ke Gurun Neraka bersama tiga orang pembantunya dan di sana akhirnya berhasil menundukkan murid Malaikat Gurun Neraka itu.

Diam-diam pangeran ini mengakui kebenaran yang dikemukakan oleh Wen-taijin.

Kalau saja orang lain yang dia suruh, agaknya debatan keras yang dilancarkan oleh pemuda ini benar-benar akan membuat petugasnya mati kutu dan pulang dengan tangan hampa.1141 Namun, syukurluh, pemuda yang keras hati dan tidak gampang menyerah itu kini telah berada di tengah-tengah mereka semua.

Dan pangeran ini melihat betapa perbedaan menyolok tampak di antara pasukannya itu dengan hadirnya jenderal muda ini.

Kalau dulu meskipun orang-orang itu memiliki semangat, namun hampir tiap wajah rata-rata menunjukkan rasa jerih dan bimbang dalam menghadapi musuh.

Akan tetapi, begitu Yap-goanswe berada di pulau ini, tiba-tiba saja wajah seluruh perajurit yang tadinya dibayangi keragu-raguan dan perasaan gentar itu lenyap, terganti dengan wajah yang berseri-seri dan mata berkilat penuh kepercayaan terhadap diri sendiri.

Inilah satu langkah positif yang bagi Pangeran Kou Cien sudah dianggap sebagai satu titik meyakinkan ke arah kemenangan.

Dia dapat membayangkan bahwa kalau pasukan Yueh ini maju dengan wajah yang diliputi rasa gentar mengingat adanya tokoh-tokoh iblis di Kerajaan Wu, tentu saja hal ini amat buruk pengaruhnya.
Pendekar Gurun Neraka Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Akan tetapi, kalau kini mereka dapat maju dengan wajah berseri dan rasa gentar lenyap seperti awan tipis disapu angin dengan hadirnya Yap- goanswe di tempat itu, hal itu merupakan harapan besar bagi keberhasilan cita-cita mereka.

Itulah sebabnya diam-diam pangeran ini merasa girang dan amat berterima kasih sekali atas nasihat Wen-taijin yang telah diikutinya.

Kehadiran Yap-goanswe di tengah-tengah anak buahnya ini menumbuhkan semangat empat sampai lima kali lipat kepada seluruh pasukan, dan malam itu tampaklah1142 jenderal muda yang gagah perkasa ini duduk bersama pembantu-pembantu utamanya membicarakan siasat-siasat perang sambil makan minum dalam meja perjamuan.

Pangeran Kou Cien memandang dari meja seberang dengan wajah berseri dan pangeran ini sendiri sedang bercakap-cakap dengan Wen-taijin serta tokoh-tokoh kang- ouw tingkat atas, seperti Phoa-lojin, Kim-sin Sian-jin dan orang lain.

Mereka memang tidak mau mengganggu pembicaraan Yap-goanswe, maka itulah sebabnya merekapun duduk dalam meja yang berlainan.

Sementara itu, Bu Kong yang bercakap-cakap dengan empat orang pembantu utamanya ini tampak serius.

Dia sedang membicarakan rencana-rencananya kepada para pembantunya itu dan segera terlihatlah lima orang tokoh militer ini dalam pembicaraan yang asyik.

"Su-wi-ciangkun (empat orang panglima)."

Demikian mula-mula pemuda itu membuka suara.

"Ada tiga macam tugas penting yang hendak kuberikan kepada kalian. Pertama- tama, kalian harus menyiapkan dua ratus orang perajurit pilihan untukku setelah pesta berakhir. Kedua, kalian harus membuatkan seratus kapal perang yang bagus dan kuat, sedangkan yang ketiga adalah melatih pasukan kita mulai besok pagi dengan bentuk formasi delapan segi. Dapatkah kiranya kalian menjalankan tiga macam tugas ini? Dan perlu kutambahkan, bahwa pekerjaan nomor dua dan nomor tiga harus selesai dalam waktu dua minggu?"1143 Empat orang panglima itu terkejut dan memandang Bu Kong dengan mata terbelalak.

Playboy Dari Nanking Karya Batara Pendekar Rajawali Sakti 207 Kekasih Saksi Bisu Dumb Witness Karya Agatha

Cari Blog Ini