Playgirl Dari Pak King Karya Batara Bagian 10
"Hm, paman menguji?"
"Tak usah berpura-pura. Mereka ini dua pembantuku setelah gadis itu merat, Wi Tok. Pek-busu dan Liong Kun inilah orang-orang yang paling dekat denganku. Cobalah, perlihatkan ilmu silatmu setelah tadi kau mendemonstrasikan sinkang!"
Putera selir ini tersenyum.
Dia akhirnya mengerti dan sadar setelah tadi hampir saja marah.
Senyum mengejek di bibir pemuda tegap itu hampir dibalasnya dengan yang lebih keras.
Tapi setelah dia tahu bahwa dia diuji, tuan577 rumah diam saja dan bahkan menyodorkan tawaran pi bu (adu kepandaian) maka dia mengangguk dan dari gebrakan itu saja dia sudah dapat mengukur kepandaian pemuda tegap ini.
"Hm, aku terima. Tapi silakan saudara Liong Kun menyerang aku di sini saja. Kalau aku sampai meninggalkan kursiku anggap saja aku kalah."
"Apa? Kau tak berdiri dan tetap di kursimu?"
"Benar, paman. Aku sudah tahu kepandaian pembantumu ini dan biar aku di sini saja. Boleh dia itu menyerang aku. Kalau aku sampai meninggalkan kursiku biarlah dianggap kalah!"
Liong-ongya tertawa bergelak.
Tiba-tiba dia menjadi girang dan kagum bukan main bahwa dengan duduk di kursi saja Wi Tok mampu melayani keponakannya.
Liong Kun ini bukanlah pemuda biasa karena dalam banyak hal dia mampu menandingi tokoh-tokoh istana.
Bahkan Bu- goan swe yang hebat itu dapat dihadapi, jenderal tinggi besar yang kini pensiun dan sudah beristirahat, begitu pula Kok-taijin yang tinggi kepandaiannya itu.
Maka ketika dengan suara mantap pemuda ini berani mengajukan tantangan, tadi pertunjukan sinkangnya sudah cukup mengagumkan maka Liong Kun yang mendengar dan mendapat tantangan ini justeru merah padam dan mendelik! Tadi dia masuk karena sebelumnya sudah mendapat perintah agar mengganti tugas pelayan.
Dia dan Pek- busu itulah yang harus masuk dan menyodorkan minuman.
Dan karena Liong-ongya diam-diam memang ingin menguji, tentu saja dia tak puas hanya oleh kabar berita orang saja maka ketika Wi Tok dibawa ke gedungnya segala persiapanpun segera diatur.578 Sepeninggal Kiok Eng memang pemuda tegap inilah yang menjadi andalannya, juga Pek-busu yang kini kembali memangku tugas sebagai kepala pengawal.
Kedudukannya diperoleh kembali setelah gadis berpakaian hitam itu meninggalkan istana.
Maka ketika dia mendengar ribut-ribut dan Wi Tok berhasil diminta dari istana, dia ingin menguji dan menjajal pemuda ini maka dua pembantunya itulah yang diajukan dan akan menghadapi pemuda ini.
Dan dengan amat melecehkan pemuda itu sanggup untuk tetap di kursinya dan boleh dianggap kalah kalau sampai berdiri.
Bukan main! Namun yang amat marah tentu saja Liong Kun.
Pemuda ini telah melihat dan merasakan kehebatan sinkang lawan namun tak sepantasnya Wi Tok merendahkannya seperti itu.
Dianggapnya apa dirinya itu, seolah anak kecil atau bocah ingusan yang benar-benar tak diperhitungkan.
Maka ketika dia mendelik namun Wi Tok menggapai memutar kursinya, menyuruh dia maju maka putera selir itu bicara sombong.
"Saudara Liong Kun, anggap saja aku kalah kalau dalam sepuluh jurus pertama kau dapat meraih bajuku. Majulah dan mari kita main-main!"
Pemuda ini membentak.
Sudah tak dapat ditahannya perasaan hatinya yang marah mendengar kata-kata itu.
Belum habis kesombongan pertama sudah disusul oleh kesombongan kedua, bukan main marahnya dia.
Maka ketika penampan dilempar kepada Pek-busu dan pemuda itu meloncat ke depan, menubruk dengan kedua tangan mencengkeram dada maka baju atau bagian depan tubuh lawan menjadi sasarannya.
Liong-ongya dan Pek-busu ingin tahu apa yang dilakukan pemuda itu, bagaimana Wi Tok menyelamatkan diri.
Dan ketika pemuda itu bergerak dan menghindar tubrukan ini579 maka dua orang itu kagum.
Ternyata Wi Tok mengelak dengan membawa kursinya, kursi itu diangkat dan bergeser ke kiri.
Dan ketika tubrukan luput disambut seruan tertahan lawan, Liong Kun terbelalak maka pemuda itu membentak lagi dan menubruk untuk kedua kalinya, lebih cepat dan kuat karena kemarahan semakin berkobar.
Masa menangkap orang yang duduk di kursi saja tak dapat.
Tapi ketika dengan mudah lawan kembali dan bergerak mengangkat kursinya, pindah ke kanan maka tubrukan itu mengenai angin kosong dan Wi Tok berseru tertawa.
"Dua...!"
Wajah Liong Kun merah hitam.
Ia meloncat dan menubruk lagi dan berturut-turut lima cengkeraman dilakukan, kian lama kian cepat tapi lawan tertawa dan meloncat-loncat lagi di atas kursinya.
Dengan cepat namun aneh semua tubrukan atau terkaman itu luput, Liong Kun membentak dan berkali-kali mengenai angin kosong.
Dan ketika hitungan tiba pada angka sembilan dan Wi Tok tertawa mengejek lawan maka Liong Kun berseru menggetarkan dalam puncak kemarahannya.
"Awas, tinggal satu lagi. Cukup sepuluh jurus ini saja, saudara Liong Kun, dan berhentilah atau nanti kau terlempar!"
Pemuda tinggi tegap itu terbakar.
Ia terbawa oleh rasa penasaran yang hebat dan marah sekali bahwa sembilan kali berturut-turut ia gagal.
Lawan tak meninggalkan kursinya karena selalu melompat-lompat dan membawa kursinya itu pergi.
Maka ketika hitungan tinggal satu lagi dan ini adalah yang terakhir baginya, Wi Tok tak tahu bahwa sekarang berada di sudut tembok maka lawan membentak penuh percaya bahwa kali ini pasti tertangkap.580
"Jangan sombong. Kau boleh lihai, Wi Tok, tapi sekarang tak ada tempat bagimu lagi untuk berkelit karena ruanganmu habis.... wuutttt!"
Terkaman atau sambaran itu dahsyat sekali, sepuluh jari pemuda ini sampai berkerotok dan di saat itu Wi Tok tertegun.
Memang benar ia kehabisan ruangan karena dengan cerdik namun penasaran Liong Kun membawanya ke sudut.
Ia tak dapat ke mana-mana lagi dan pasti tertangkap.
Tapi ketika tubrukan datang dengan cepat dan amat kuatnya, Liong Kun menubruk dengan sepenuh tenaga maka pemuda ini mengeluarkan bentakan nyaring dan tiba-tiba seperti kilat cepatnya ia menghilang.
"Bresss!"
Liong Kun terbelalak dan terkejut bukan main.
Lawan lenyap seperti iblis dan sebagai gantinya tembok itulah sasarannya.
Sepuluh jarinya menancap dan masuk ke sini.
Dan ketika ia terbelalak dan kaget bukan rnain, Pek- busu dan Liong-ongya juga tersentak dengan amat kaget maka pemuda itu meluncur dari atas dan Wi Tok berseru tertawa menendang lawannya ini.
"Awas, minggir....!"
Semua baru sadar bahwa kiranya pemuda itu meloncat ke atas, tinggi dan demikian tingginya hingga menyentuh langit-langit ruangan.
Ada enam atau tujuh meter dari situ.
Pantas lenyap seperti iblis! Dan ketika Wi Tok turun kembali dan menendang lawannya, Liong Kun bengong dan terbelalak dengan tangan masih menancap di tembok maka saat itulah pemuda ini terlempar dan terbanting keluar.
"Dess!"
Liong Kun bergulingan dan mengeluh pendek, Ia meloncat bangun dan melotot melihat lawan sudah duduk lagi di sudut ruangan, tertawa-tawa, bergerak dan tahu-tahu meluncur untuk kemudian sudah berhadapan dengan Liong-ongya lagi, di meja semula itu.
Dan ketika581 Liong Kun terkejut dan kaget serta penasaran, tak sadar bahwa tendangan itu tak membuatnya luka atau kesakitan maka pemuda ini melepaskan senjatanya berupa cambuk panjang.
"Tar-tar...!"
Cambuk meledak dan melepaskan kemarahan.
"Kau hebat tapi bisamu hanya berkelit dan kucing-kucingan, saudara Wi Tok, sama sekali tak menunjukkan ilmu silatmu yang sejati. Ayolah kita main- main lagi dan keluarkanlah ilmu silatmu itu agar dapat membuka mataku lebih lebar!"
"Hm, cukup!"
Liong-ongya terkejut namun kagum, membentak mengendalikan kemarahan keponakannya itu.
"Kau kalah lihai, Liong Kun, kalah segala-galanya. Cukup semuanya ini dan jangan membuat Wi Tok marah!"
"Ha-ha, tak apa,"
Pemuda itu bergerak dan berjungkir balik meninggalkan kursinya.
"Tak kenal maka tak hormat, paman pangeran. Biarlah kukeluarkan ilmu silatku dan biar kalian lihat apakah kalian dapat menandingiku. He, kau...!"
Wi Tok memanggil Pek-busu.
"Maju dan sekalian hadapi aku, Pek-busu. Keluarkan senjatamu dan lihat berapa jurus aku me robohkan kalian!"
Pek-busu terkejut dan membelalakkan mata.
Sesungguhnya ia segera maklum bahwa pemuda ini benar-benar lihai sekali.
Tanpa membalas hanya mengelak dan menghindar sana-sini bersama kursinya ia mampu mengalahkan Liong Kun, padahal ilmu silatnya dengan pemuda tegap itu tak berselisih jauh.
Maka mendengar tantangan itu dan ia disuruh maju, ragu namun digapai kembali maka perwira ini menarik napas dalam dan maju dengan bimbang.
Temannya sudah meledak-ledakkan cambuk dengan marah.582
"Baik, aku menuruti permintaanmu, Wi-kongcu, tapi maaf jangan terlampau keras kepada kami."
"Ha-ha, majulah. Cabut senjatamu. Jangan sungkan- sungkan dan lihat tak sampai sepuluh jurus aku merobohkan kalian berdua!"
Merah juga muka perwira ini.
Sebagai seorang busu atau pengawal istana yang berkepandaian cukup tinggi, terlatih dan banyak pengalaman sebenarnya dia bukan orang rendahan yang patut dipandang sebelah mata.
Hanya terhadap orang-orang lihai macam Kiok Eng dan putera Dewa Mata Keranjang itu sajalah dia betul-betul merasa tunduk.
Pemuda ini meskipun lihai tapi terasa jumawa juga kalau berani mengalahkannya di bawah sepuluh jurus, padahal menghadapi dua lawan sekaligus.
Tapi mencabut senjatanya dan berdiri dengan sikap siap, sebatang golok lebar ada di tangan maka perwira itu bersinar dan marah juga.
"Baiklah, kau yang minta, kongcu, kami hanya menuruti. Apakah kau tak mencabut senjatamu dan menghadapi kami dengan senjata juga."
"Ha-ha, senjataku adalah ini,"
Pemuda itu menggerakkan kaki tangannya.
"Majulah, Pek-busu, dan kau juga!"
Liong Kun dituding dan seketika membentak.
Keponakan Liong-ongya ini tak dapat menahan diri lagi menerima kata-kata itu.
Dengan sombong dan jumawa Wi Tok menghadapi mereka berdua dengan tangan kosong, padahal mereka bersenjata.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tapi justeru ini adalah kesempatan dan pemuda itu tak mau banyak cakap lagi, dengan senjata dia merasa lebih kuat maka sekali membentak dia meluncurkan cambuknya menyambar pipi lawannya itu.
Wi Tok berkelit dan cambuk menyambar lagi ke bawah, meledak ke arah pusar.
Dan ketika pemuda itu meloncat narnun Liong Kun berseru583 agar temannya segera menyerang, golok lebar di tangan Pek-busu mendesing dan bergerak maka loncatan itu dipotong dan Wi Tok tak mungkin mengelak lagi, menangkis.
"Plak!"
Dan busu itu terpelanting.
Bukan main kagetnya perwira ini bahwa dalam segebrakan saja ia terjungkal.
Tangkisan atau tamparan tangan itu bukan main kuatnya.
Telapak terasa kiut-miut dan pedas.
Namun ketika pemuda itu tertawa dan temannya di sana sudah mengejar dan menjeletar-jeletarkan cambuk, Liong Kun juga penasaran dan menyerang dengan ganas maka Wi Tok berkelebatan dan menangkis pula cambuk itu, akhirnya tak mungkin mengelak saja.
Dan begitu ia menangkis dan cambuk bertemu kelima jarinya maka Liong Kun berteriak karena cambuk terpental dan ujungnya melecut menghantam muka sendiri.
"Aiihhhh...!"
Pemuda itu berseru keras.
Selanjutnya ia bergulingan melempar tubuh dan dari bawah menyerang gencar, Pek-busu menyerang dan mengejar dari atas.
Tapi ketika lawan bergerak ke sana sini dan tangan atau kaki menangkis semua serangan, golok dan cambuk selalu membalik kembali maka lama-lama dua orang ini pucat sendiri dan pemuda itu menghitung-hitung.
"Awas, lima gebrakan.... enam... tujuh....!"
Cambuk dan golok terpental menyerang pemiliknya sendiri.
Baik Pek-busu maupun Liong Kun sama-sama kaget karena kini setiap tangkisan semakin kuat.
Semakin mereka menambah tenaga dan semakin penasaran menyerang pemuda itu maka semakin kuat tamparan atau tangkisan lawan.
Satu kali akhirnya ujung cambuk meledak di kening, Liong Kun berteriak dan berdarah.
Dan ketika di sana Pek-busu juga menjerit karena golok membalik ujungnya, menyambar dan584 menyerempet pelipisnya maka hampir saja telinga perwira ini terpotong! Pek-busu dan Liong Kun sama- sama kaget dan mereka pucat, meloncat bangun tapi kini pemuda itu tertawa berkelebat.
Dua kali tubuhnya bergerak dan tahu-tahu dua orang itu berteriak berbareng.
Cambuk dan golok terampas.
Lalu ketika mereka terlempar dan mencelat oleh sebuah tendangan, mengaduh menabrak dinding maka dua orang itu menggeliat-geliat dan pemuda ini tertawa-tawa di tengah ruangan.
Cambuk dan golok di tangan kirinya.
"Nah, bagaimana, sobat-sobat. Adakah lebih dari sepuluh jurus aku mengalahkan kalian!"
Liong-ongya girang bukan main.
Dia bangkit dan bertepuk tangan dan memuji pemuda ini tiada habisnya.
Dua pembantunya di sana kelengar.
Tapi ketika Wi Tok mengusap dan menolong mereka, senjata dikembalikan maka Pek-busu bangkit tertatih menjura gentar.
Liong Kun melotot namun tak berani petingkah lagi.
"Kongcu sungguh hebat, aku Pek-busu menyerah kalah!"
"Dan kau, ah.... kau agaknya dapat menandingi gadis siluman itu, saudara Wi Tok. Kau benar-benar lihai dan aku mengakui kehebatanmu!"
"Ha-ha, sudahlah. Sekarang kalian tahu dan jangan mengganggu aku lagi. Bagaimana menurut paman pangeran!"
"Bagus, luar biasa sekali. Ah, ha-ha... apa yang dikata Liong Kun benar, Wi Tok. Kau tentu dapat menandingi gadis siluman itu. Ah, duduklah, mari kita bercakap- cakap lagi!"
Dan mengibas menyuruh dua orang itu keluar, Pek-busu dan Liong Kun membungkuk maka di sini dilanjutkan pembicaraan lagi, tadi terputus oleh hadirnya dua orang itu.585
"Kau hebat, aku percaya. Tapi semua ini tak boleh membuatmu lengah, Wi Tok. Betapapun di sana ada banyak orang lihai. Dan aku, hmmm.... aku belum menceritakan tentang seorang lihai lain yang sekarang menjadi orang sakti! Pemuda ini tersenyum, mengejek.
"Paman tak usah menakut-nakuti. Siapapun tak akan membuatku gentar atau mundur paman pangeran. Biarpun dia itu iblis atau dewa dari langit aku tak akan takut! "Hm, aku percaya. Tapi barangkali kau pernah mendengar nama Fang Fang, murid tunggal Dewa Mata Keranjang..."
"Aku sudah dengar, tapi kalau Dewa Mata Keranjang sendiri tak perlu kutakuti apalagi muridnya."
"Salah! Justeru muridnya ini lebih hebat dari gurunya, Wi Tok. Kau harus ber hati-hati dan jangan gegabah. Aku tidak menakut-nakuti, tapi kau jangan memandang rendah orang ini!"
"Hm, justeru aku ke sini karena ingin berkenalan dengan orang-orang seperti itu. Guruku sudah menceritakan orang-orang ini, paman, kau tak perlu khawatir. Justeru aku bingung bagaimana bisa menjajal ilmu mereka kalau tak ada alasan tepat. Sekarang ada kau di sini, kau memberiku tugas. Kalau aku dapat menghadapi mereka sebagai lawan-lawan sejati tentu aku senang dan bahkan girang sekali!"
"Benar, tapi.... hm, omong-omong aku jadi tertarik untuk mengetahui siapakah gurumu itu. Dapatkah kau memberitahukan nama gurumu, Wi Tok, agar aku tahu dan mengenalnya."
"Guruku tak mau disebut namanya. Beliau tak akan ke586 Tiong-goan (Tiongkok) kalau tak ada sesuatu yang penting sekali. Maaf, aku tak dapat menyebut namanya."
Liong-ongya tertegun.
Ia kecewa namun tertawa mengangguk-angguk, tak mau mendesak pemuda ini.
Dan ketika mereka melanjutkan pembicaran lagi tentang tugas yang harus dilaksanakan pemuda itu, beberapa nama sudah dicatat dan diingat baik-baik maka Wi Tok mengangguk sombong bahwa semua itu akan dapat dilaksanakannya dengan baik.
"Dua putera Hok-goanswe itu kecil bagiku, tak ada artinya. Tapi Tan Hong dan gadis bernama Kiok Eng ini rupanya harus kudahulukan. Baik, aku berjanji akan menangkap dan membawa mereka ke mari, paman. Tapi kau harus menepati janjimu bahwa persoalanku diriku harus beres dengan ayahanda kaisar!"
"Tentu, tak usah khawatir! Besok dapat kucari ahli catat dan keterangan dirimu di ruang perpustakaan, Wi Tok, meskipun tanpa itu aku yakin dan percaya bahwa kau keponakanku sejati. Wajah dan darah biru terlihat jelas di tubuhmu, tak perlu diragukan lagi. Hanya kau perlu diminta membuktikan kesetiaanmu setelah sekian tahun menghilang. Aku tentu membantumu, sampai kau berhasil!"
Hari itu Wi Tok merasa puas.
Ia sudah dikenal seluruh keluarga dari kaisar sampai pelayan.
Ia kembali ke tempat ibunya setelah selesai bercakap-cakap dengan pamannya.
Dan ketika malam itu ia berada di kamar ibunya dengan bebas, hanya untuk pemuda ini boleh melakukan sesukanya maka tiga hari kemudian Wi Tok berpamit untuk mulai tugas pertamanya.
"Cukup, kupikir cukup. Tiga hari aku sudah melepas rindu, ibu, dan sekarang waktunya bagiku berdarma587 bakti. Paman pangeran telah memberiku pesan-pesan, aku tak dapat tinggal lama-lama lagi di sini karena tentu pekerjaanku ditunggu."
"Baik, dan hati-hatilah, anakku. Pemberontakan itu memang telah habis namun putera Hok-goanswe tak boleh melanjutkan cita-cita ayahnya. Mereka harus ditangkap, pergilah, dan doa restuku menyertaimu!"
Wi Tok tersenyum dan tertawa.
Dia dipeluk ibunya dan dicium dan membalas, bergerak dan berkelebat keluar dan kagumlah ibunya oleh lenyapnya sang putera ini.
Wi Tok seperti siluman saja.
Dan ketika hari itu pemuda ini meninggalkan istana dan mulai melaksanakan tugas pertamanya maka putera kaisar dari selir ini bersinar- sinar dan bibirnya menyungging senyum mengejek sebagai tanda meremehkan persoalan.
****** Pertama yang dicari pemuda ini adalah dua orang yang disebut-sebut Liong-ongya, yakni putera Dewa Mata Keranjang itu dan Kiok Eng.
Membayangkan Kiok Eng jantung di dada pemuda ini ber debar.
Hm, cantik jelita dan berkepandaian tinggi? Sombong dan tinggi hati? Akan dia lihat, seberapa sombong dan tinggi kepandaian gadis itu! Wi Tok tak ingat betapa diapun seorang pemuda berwatak tinggi hati, sombong dan sikap atau tindak-tanduknya itu menjurus pada kepongahan.
Mungkin karena merasa bahwa dia adalah putera kaisar membuat pemuda ini bersikap jumawa.
Meskipun putera selir namun dia adalah seorang pemuda berdarah biru.
Dia adalah bangsawan! Maka ketika dalam perjalanan ia menarik perhatian banyak orang, dusun dan kota yang dimasuki rata-rata dibuat kagum dan heran, bagaimana pemuda seperti itu berani berjalan sendirian saja padahal biasanya putera atau keturunan bangsawan atau588 hartawan selalu bersama pengawal maka hari itu ketika dia memasuki sebuah rumah makan di kota An-tiong pemuda ini berhenti karena mulai mendengar berita.
Pelayan menyambut dengan hormat dan ramah.
Sekali lihat saja orang tak perlu ragu lagi bahwa pemuda ini bukan orang sembarangan.
Kancing emas dan topi bulunya itu cukup memberi tahu.
Dan ketika ia dipersilakan duduk memilih meja, mengawasi dan mengambil tempat di sudut maka pemuda ini memesan makanan sambil bertanya.
"Kudengar kabar ada seorang hartawan berkenalan dengan seorang gadis lihai, dipermainkan. Kalau tidak salah namanya Hung-wangwe. Adakah kau tahu di mana rumah hartawan ini? Dan tahukah kau di mana gadis itu sekarang berada?"
"Ah, Hung-wangwe? Maksud kongcu adalah Hung Ji Bak? Tentu saja! Semua orang kenal, kongcu, tapi rumahnya bukan di kota ini, melainkan An-tien, bersebelahan dengan An-tiong. Kongcu dapat ke timur sepuluh li lagi untuk mendapatkan hartawan itu!"
"Aku tak berurusan dengan Hung-wangwe itu, melainkan gadis berpakaian hitam-hitam, musuhnya. Kau pernah melihat dia?"
"Maaf, pernah diberitakan orang tentang gadis ini, kongcu, tapi dia belum pernah ke mari. Mungkin pernah memasuki An-tiong tapi belum pernah memasuki rumah makan kami."
"Hm, baiklah, terima kasih. Dan tahukah kau di mana arah pegunungan Liang-san."
"Liang-san? Ah, jauh sekali. Dua ribu li dari sini menuju selatan!"589
"Baik, pergilah dan terima kasih."
Pelayan mengangguk mundur.
Ia heran tapi tak berani banyak bertanya karena sikap tamunya ini angkuh.
Tak ada senyum atau tanda-tanda ramah di wajah pemuda itu, meskipun dua kali mengucap terima kasih.
Dan ketika Wi Tok mulai makan dan berpikir untuk meneruskan perjalanan, kiranya dia harus menuju An-tien maka masuklah seorang laki-laki tigapuluhan tahun yang membawa pedang di punggungnya.
Laki-laki ini juga memilih meja dan kebetulan dia tertarik kepada meja kosong di depan Wi Tok, datang dan tegap melangkah sementara pelayan cepat mengikutinya.
Dan ketika dia duduk dan memesan minuman, tidak makan maka masuklah lagi seorang hwesio empatpuluhan yang gagah namun bermuka keruh, mencari dan segera bertemu pandang dengan laki-laki berpedang ini.
"Ah, lo-suhu sudah datang kiranya. Mari, ini tempat kita!"
"Omitohud, sicu sudah di sini? Bagus, pinceng mencari- carimu, Wong-sicu. Syukur kalau kau sudah di sini!"
Si laki-laki berpedang menyambut.
Ia berdiri dan memberikan kursi lain untuk temannya ini.
Si hwesio datang dan segera duduk.
Lalu ketika mereka mulai bercakap-cakap dan hwesio itu mengetukkan toyanya, terdengar suaranya geram maka Wi Tok mendengar bahwa yang dibicarakan rupanya gadis yang dicarinya.
"Sialan, gadis siluman. Sungguh jahanam dan keparat menggemaskan. Kalau ia ada di sini dan Wong-sicu tak lemah memainkan pedang tentu kita dapat membunuhnya. Hm, pinceng ingin benar membalas sakit hati ini. Sebaiknya sebelum ia dibunuh kita permainkan dulu dan telanjangi tubuhnya!"
Wi Tok terkejut.
Ia mengerutkan kening dan melirik590 hwesio berkata-kata kasar itu.
Heran, ada pendeta demikian kotor.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kata-katanyapun cabul! Tapi ketika teman bicaranya itu mengangguk-angguk dan bersinar- sinar maka laki-laki inipun tak kalah kasar.
"Benar, aku juga ingin menelanjangi dan mempermainkannya sebelum membunuh, Ceng-losuhu. Betapa sakit hati ini dihina seorang wanita muda. Kalau nanti kita dapat bergabung dan ke tempat Hung wangwe tentu kita lebih kuat dan gadis itu akan roboh!"
"Dan pinceng sudah tak sabar. Ah, ingin rasanya mencabik-cabik bocah bernama Kiok Eng itu!"
Wi Tok sekarang tak sangsi lagi.
Tiba-tiba ia mendapat berita lebih jelas.
Dua orang ini kiranya bermusuhan dengan Kiok Eng, juga mereka kebetulan sama-sama akan ke tempat Hung-wangwe.
Teman sejalan! Tapi karena ia bukan pemuda yang suka berdekatan dengan orang-orang lain, apalagi mengeroyok dan mencegat seorang gadis maka pemuda ini diam saja mendengarkan.
Wi Tok seolah acuh dan meneruskan makannya.
Telinga tetap dipasang dan ingin tahu kelanjutannya.
Dan ketika akhirnya ia tahu nama-nama mereka itu, si berpedang adalah Wong Sin Kiam sementara temannya adalah hwesio dari Siauw-bin-bio maka dia mengangguk-angguk dan baru bangkit setelah dua orang itu pergi.
Mereka hanya minum dan rupanya sudah saling tunggu.
Itulah sebabnya mereka lebih cepat dari pemuda ini.
Dan ketika mereka bergerak dan keluar dari rumah makan itu, Wi Tok membayar dan bergerak pergi maka pemuda ini mengikuti hwesio dan orang she Wong itu menuju ke timur.
Benar saja sepuluh li mereka sudah memasuki sebuah591 kota lain, An-tien, kecil tapi bersih dan dua orang ini bergerak ke daerah pinggiran.
Di sana mereka memasuki sebuah gedung besar, pintu regolnya tinggi dan segera ditutup lagi begitu dua orang itu masuk.
Rumah ini kiranya tak sembarengan dimasuki.
Tapi Wi Tok yang berkelebat dan mudah melompati pagar tembok sudah melihat dua orang itu di dalam dan terkejut juga dia bahwa di situ ada puluhan laki-laki gagah di mana jumlahnya hampir seratus orang! Hung-wangwe, yang akhirnya dikenal ternyata adalah seorang laki-laki berusia enampuluhan tahun yang tegap dan masih gagah.
Di mulutnya terdapat huncwe (pipa rokok) yang selalu berasap.
Bau tembakau cukup keras menyengat.
Dan ketika Wi Tok mengintai dan bersembunyi di atap, orang-orang itu rupanya berkumpul untuk merundingkan sesuatu yang penting maka Wi Tok tertegun juga karena mereka itu ternyata hendak mengeroyok Kiok Eng.
Seratus laki-laki gagah hendak menyerang dan mengerubut seorang wanita muda! "Kalian tahu,"
Hartawan itu berkata.
"Dua atau tiga puluh orang saja tak cukup bagi kita, cuwi-enghiong. Sudah berkali-kali kita buktikan bahwa dengan jumlah seperti itu terlalu sedikit bagi gadis selihai dia. Sekarang cuwi (tuan semua) sudah berkumpul di sini, datang dan bersatu hati. Kita akan mencegatnya dan kabar yang kuperoleh menyatakan bahwa sore nanti dia melewati sungai Wei- ho. Sebelum dia menyeberang marilah kita serang dan keroyok dia. Kita robohkan dan permainkan dia sebelum kita bunuh!"
"Benar, aku sudah tak sabar membalas sakit hati. Kalau begitu kapan berangkat, wangwe. Berapa lama perjalanan dari sini ke sungai Wei-ho!"
"Kurang lebih tiga jam, masih terlalu pagi untuk592 berangkat. Biar tengahari nanti kita pergi setelah cuwi semua makan siang!"
Wi Tok kagum.
Kalau orang kang-ouw sebanyak ini hendak mengeroyok gadis seperti itu dapat dibayangkan betapa hebat dan lihainya gadis bernama Kiok Eng itu.
Dia sudah mendengar dari pamannya namun tak setertarik dan menaruh perhatian sebesar seperti sekarang.
Baginya tak usah percaya dulu kalau belum bertemu sendiri, bertanding dan merasakan kelihaian gadis itu.
Maka ketika dia mengangguk-angguk dan kagum, menimbang-nimbang apakah dia sendiri mampu mengalahkan orang gagah sebanyak itu mendadak seekor tikus meloncat di kakinya membuat dia terkejut.
Wi Tok menendang dan tikus itu terlempar, mencicit dan jatuh ke bawah, tepat sekali di tengah-tengah kumpulan orang banyak itu.
Dan ketika semua terkejut dan mendongak, bayangan pemuda itu terlihat maka Hung- wangwe dan semua orang-orang ini terkejut.
"Heii, ada orang!"
"Ada pengintai di atas!"
Gerakan bayangan berkelebat ke atas.
Wi Tok tak dapat menyembunyikan diri lagi sekarang.
Hanya ada dua pilihan untuknya, turun atau lari pergi.
Tapi karena pemuda ini terlampau percaya diri dan orang-orang yang berkelebat ke atas itu membentak dan menyerangnya, Hung-wangwe dan hwesio serta laki-laki berpedang itu menggerakkan senjata masing-masing maka pemuda yang tertawa dan berjungkir balik turun ini menyambut serangan-serangan itu, terutama huncwe di tangan Hung-wangwe dan toya serta pedang di tangan si hwesio dan Wong Sin Kiam.
"Ha-ha, maaf, aku tak sengaja. Aku bukan teman tapi593 juga bukan lawan..... plak-plak-plak!"
Dua tangan pemuda itu bergerak ke kiri kanan, menghalau atau menangkis senjata-senjata itu dan Hung-wangwe maupun teman-temannya berseru keras.
Senjata mereka terpental.
Tapi ketika pemuda itu melayang turun dan Hung-wangwe juga berjungkir balik menyusul pemuda ini, segera Wi Tok dikepung maka si hwesio dan laki-laki berpedang berseru kaget, menuding.
"Dia ini pemuda di restoran itu!"
"Betul, teman makan kita!"
Dan ketika dua orang itu terbelalak dan terheran-heran, kaget tapi juga kagum bahwa pemuda berpakaian indah ini kiranya orang lihai maka Wi Tok mengebut-ngebutkan bajunya, tertawa.
"Benar, aku pemuda itu. Kita sudah pernah berjumpa. Hm, aku sudah mengenal kalian, Ceng Kok lo-suhu, kau anak murid Siauw-bin-bio. Dan kau..."
Wi Tok menuding laki-laki berpedang itu.
"Kau si Pedang Kilat Wong Sin Kiam. Hm, aku mengikuti kalian dan kebetulan sama- sama mencari gadis itu. Aku berterima kasih bahwa kalian memberi petunjuk. Bagus, aku juga akan pergi ke sungai Wei-ho!"
"Siapa kau!"
Hung-wangwe membentak, diam-diam penasaran.
"Kau anak muda berani mati, bocah. Tak tahukah kau bahwa kau berada di sarang macan!"
"Ha-ha, namaku Wi Tok, sejak kecil di sarang naga. Kalau sekarang ada di sarang macan tentu saja tak perlu aku takut. He, kalian semua. Tak malukah sebagai laki- laki gagah harus mengeroyok seorang wanita, cuwi- enghiong. Masa seratus orang akan mengerubut seorang gadis. Di mana harga diri kalian!"594
"Tutup mulutmu!"
Seorang laki-laki tinggi hitam berseru.
"Lawan ataukah kawan kau ini, bocah. Kalau kawan kenapa mengeluarkan omongan seperti itu. Kalau lawan kenapa kau juga hendak mencari siluman betina itu!"
"Hm, kau siapa?"
Wi Tok mengejek, sama sekali tak takut, orang-orang ini di pandangnya dengan mata dingin.
"Kalau kepandaianmu memang rendah pantas sekali, tikus hitam. Tapi kalau kepandaianmu tinggi tentu tak sudi kau harus berkumpul dengan mereka-mereka ini. Aku bukan kawan atau lawan, saat ini tergantung sikap kalian. Dapat menjadi kawan atau lawan terserah kalian!"
"Sombong!"
Si hitam itu membentak.
"Bocah ini tak tahu adat, Hung-wangwe. Agaknya harus dibekuk. Biar aku meringkusnya dan lihat betapa aku menghancurkan mulutnya nanti!"
Namun ketika dia menubruk dan lawan menghilang, tahu-tahu berada di belakangnya maka si hitam itu terkejut mencari-cari.
"Dia di belakangmu!"
"Awas...!"
Laki-laki ini membalik.
Seruan kawan-kawannya membuat dia terperanjat dan kaget, benar saja lawan ada di belakangnya namun saat itu secepat kilat pemuda ini menggerakkan kaki.
Ujung kakinya sudah menendang belakang lutut lawan.
Dan ketika lawan menjerit dan roboh, terguling maka Wi Tok tertawa-tawa ber kelebat ke depan lagi.
"Nah, inilah aku. Dapat menjadi kawan kalau kalian baik tapi dapat menjadi lawan kalau kalian coba-coba!"
Hung-wangwe dan beberapa temannya yang berkepandaian tinggi kagum.
Mereka tadi melihat cepatnya pemuda itu berkelit ke kiri menyelinap di bawah595 ketiak si hitam, tahu-tahu di belakang tapi saat itulah dia menotok belakang lutut lawan.
Dan ketika si hitam roboh dan satu gebrakan saja pemuda ini mengalahkan lawan maka Hung-wangwe berseri-seri tapi Ceng Kok Hwesio dan Si Pedang Kilat Wong Sin Kiam maju membentak.
"Anak muda, kau rupanya ingin unjuk kepandaian. Hek- gu (Kerbau Hitam) memang bukan lawanmu. Tapi cobalah toya ku dan mari main-main sebentar!"
"Tidak, aku yang lebih dulu bertemu dengannya di restoran. Biar kau mundur dulu, Ceng Kok lo-suhu. Biar aku mencoba kesombongan anak muda ini dan sesuaikah mulutnya dengan ilmu kepandaiannya!"
"Ha-ha, bagus, tak usah berebut. Maju saja berdua, orang she Wong. Kebetulan aku juga ingin main-main dengan orang-orang yang mengaku gagah. Ayo, maju saja, tak usah berebut!"
Wi Tok, yang girang dan merasa mendapat kesempatan untuk beradu dengan orang- orang kang-ouw justeru tertawa dan melambaikan tangannya.
Jago-jago istana sudah pernah dihadapi, tapi orang-orang kang-ouw ini belum.
Maka menggapai dan tertawa sombong, sikap jumawanya timbul maka pemuda itu membuat orang-orang yang lain menjadi panas hatinya.
Namun Hung-wangwe justeru kian berseri-seri.
Tadi hartawan ini sudah merasakan tangkisan Wi Tok.
Bahwa huncwenya terpental dan dia merasa betapa hebat telapak pemuda itu, hanya orang yang benar- benar lihai dan hebat saja yang dapat menghalau huncwenya dengan mudah maka hartawan ini dapat menebak bahwa pe muda di depannya ini bukanlah pemuda biasa.
Kancing emasnya dan topi bulu itu sudah menunjukkan kedudukannya.
Pemuda ini pasti putera seorang bangsawan, atau minimal hartawan.
Tapi karena dia tak mengenal pemuda ini namun kagum dan596 menaruh perhatian, benar saja segebrakan saja lawan merobohkan Hek-gu si Kerbau Hitam maka majunya Si Pedang Kilat Wong Sin Kiam dan Ceng Kok Hwe sio akan semakin membuka mata hartawan ini.
Kesombongan dan kejumawaan pemuda itu pasti ada alasannya.
Bukan sekedar putera seorang berpengaruh.
Maka membiarkan dua orang itu merah padam oleh tantangan Wi Tok, yang lain bergerak dan melebarkan kepungan maka Hung-wangwe ini sudah memberi isyarat kepada delapan belas pembantunya yang bersiap-siap.
"Biarkan saja, mundurlah. Biarkan pemuda ini menghadapi Ceng Kok Hwesio dan Si Pedang Kilat. Kalian jaga baik-baik kalau di luar masih ada musuh, Kek Cong. Dan jangan serang pemuda ini kalau belum ada perintahku!"
Delapan belas orang itu mundur.
Mereka adalah pembantu Hung-wangwe di mana dulu menghadapi delapan belas orang ini Kiok Eng mengalahkannya dengan mudah.
Kek Cong, si Trisula Sakti sudah membawa teman-temannya menjauh, yang lain otomatis mengikuti dan lebarlah tengah kepungan itu untuk adu ke pandaian.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ini cukup bagi tiga orang itu.
Dan ketika si Pedang Kilat sudah mencabut pedang sementara Ceng Kok Hwesio menggeram mendengungkan toyanya, senjata berat itu menyambar dan diobat-abitkan maka Wi Tok melambai tertawa lagi.
"Majulah, kita mulai saja. Kalian boleh mengeroyok aku dan kalau aku kalah tak usah malu-malu!"
"Baik,"
Si Pedang Kilat membentak.
"Kau sendiri yang minta, anak muda. Semua menjadi saksi atas kesombonganmu. Kalau kau roboh atau mampus jangan lapor orang tuamu membalas dendam!"597
"Ha-ha, tak akan terjadi. Ayah ibuku baik-baik, mereka percaya penuh kepadaku. Majulah dan jangan banyak cakap lagi..... singgg!"
Pedang bergerak dan menyambar, kilatan putih memotong kata-kata ini dan Wong Sin Kiam sudah menerjang marah.
Dia benar-benar dipandang rendah dan diremehkan, di situ ada banyak orang yang menjadi saksi.
Maka bergerak dan tidak menunggu kata- kata itu habis, dia sudah marah sekali maka pedang menusuk namun dengan mudah di-kelit, membalik dan menyambar lagi namun Wi Tok mengelak dan berlompatan lincah.
Empat tusukan dan babatan luput.
Pemuda itu tertawa.
Dan ketika lawan menjadi gusar dan semakin naik darah, laki-laki ini adalah orang yang pertama dulu bertemu Kiok Eng maka jago pedang itu melengking dan maju berkelebat mengelilingi lawan.
Gerak pedangnya memotong dan mencegat jalan keluar Wi Tok hingga tak mungkin pemuda itu mengelak atau menghindar saja.
Pedang sudah berkelebatan mengurung dirinya dari delapan penjuru.
Dan ketika Wi Tok menangkis dan inilah satu-satunya jalan menyelamatkan diri, pedang kian cepat bergerak maka lawan kaget karena setiap tangkisan membuat pedangnya terpental.
"Plak-plak!"
Laki-laki itu terhuyung.
Si Pedang Kilat membelalakkan mata karena kecepatan pedangnya tak berarti lagi.
Pedang yang sudah bergulung naik turun itu bertemu telapak yang kuat dan menggetarkan, sinkang yang hebat membuat telapaknya sendiri pedas! Tapi ketika dia memekik lagi dan dari belakang menderu sambaran toya, Ceng Kok Hwesio tak berdiam diri lagi maka Wi Tok sudah dikeroyok dan tiba-tiba pemuda itu berkelebat bagai burung beterbangan, tertawa-tawa.598
"Bagus, sudah maju berdua. Tapi aku tak ingin melukai kalian. Ha-ha, percepat gerakan kalian, Pedang Kilat. Ayo kerahkan semua kepandaian kalian atau belum sepuluh jurus kubalas roboh!"
Ternyata Wi Tok sudah mampu mengukur kepandaian lawan.
Toya yang menderu-deru itu, juga pedang yang berkelebatan menyambar-nyambar ternyata tak diisi dengan tenaga yang kuat.
Dengan mudah saja Wi Tok menampar atau menghalau dua senjata itu.
Kecepatan dua orang ini juga dirasa kurang.
Mereka tak lebih seperti Pek-busu dan Liong Kun, dua lawan di tempat Liong- ongya.
Maka ketika dia tertawa dan berkelebat lebih cepat, lawan tiba-tiba silau dan didahului gerakannya pemuda inipun sudah membalas dan kaki tangannya menampar pundak atau punggung lawan.
Dan setiap ditampar tentu dua orang itu menjerit.
Ceng Kok Hwesio maupun si Pedang Kilat sama-sama merasakan seolah terbakar.
Tamparan itu bagai api! Dan ketika Wi Tok mempercepat gerakannya dan menghitung sampai tujuh, bayangan pemuda ini sudah tak dapat diikuti lagi maka sambil berteriak keras pedang maupun toya terlepas dari tangan pemiliknya, ujung sepatu Wi Tok menendang tempurung lutut hingga tak ayal lagi dua orang itu roboh.
"Cukup sampai di sini. Pergilah!"
Dua orang itu tak dapat menahan diri lagi.
Mereka menjerit dan lutut seakan retak, toya dan pedang dipukul telapak pemuda itu hingga mencelat.
Dan ketika mereka mengaduh dan roboh di sana, menggeliat maka Wi Tok sudah menghentikan gerakannya dan berdiri lagi di tengah ruangan.
Bajunya masih rapi dan tidak kusut! "Ha-ha, seperti ini saja orang-orang gagah yang berkumpul di sini.
Aih, memalukan.
Pantas kalau ingin mengeroyok seorang gadis lihai!"599 Semua terbelalak dan kagum.
Robohnya Ceng Kok Hwesio dan Si Pedang Kilat benar-benar membuat orang terbelalak karena tak sampai sepuluh jurus dirobohkan.
Pemuda itu membalas dan lawan pun tak dapat menangkis, padahal dua orang itu adalah orang-orang yang berkepandaian cukup tinggi, hampir setingkat Hung-wangwe.
Namun karena mereka marah oleh sikap dan kesombongan pemuda itu, Wi Tok memandang rendah mereka semua maka orang-orang ini serentak maju lagi namun Hung-wangwe berkelebat dan terkekeh, menyuruh mundur.
"Mundur.... mundur semua. Biarkan anak muda yang lihai ini bicara sebentar denganku!"
Dan mengepulkan asap tembakaunya putih tebal, bergulung dan seolah tak sengaja menyambar wajah pemuda itu hartawan ini berseru.
"Wi-kongcu, kau rupanya kawan, bukan lawan. Terima kasih atas kehadiranmu tapi beranikah kau menerima tantangan delapan belas orangku untuk bertanding dan saling kenal!"
Wi Tok mengebut.
Dia mengusir asap tembakau itu namun asap ini tak mau pe cah, datang dan kembali lagi dan terpaksalah dia mengerahkan sinkangnya.
Ujung lengan baju tiba-tiba mengeras, asap ditampar dan akhirnya hancur.
Dan ketika dia tertawa dingin namun memandang laki-laki ini penuh perhatian, dari asap tembakau itu dia tahu bahwa tuan rumah lebih lihai daripada yang tadi maka dia memandang delapan belas orang yang berlompatan di belakang hartawan ini.
"Kenapa tidak? Tapi aku menjadi jemu. Aku mulai bosan tinggal di tempat ini dan ingin pergi. Sudahlah,", aku tak mau bicara dengan siapapun lagi dan biarkan aku pergi!"
Wi Tok mendorong dan menyuruh tuan rumah minggir.
Ia ingin ke pintu regol melenggang santai, puluhan orang di600 sekelilingnya dianggap semut! Dan ketika ia bergerak dan membuat Hung-wangwe terkejut, sudah bertahan namun tetap juga terdorong maka Wi Tok juga menggerak-gerakkan lengan ke delapan belas orang itu, para pembantu tuan rumah.
"Minggir.... minggir.... baju kalian apak. Jangan dekat- dekat atau nanti kuhajar!"
Delapan belas orang itu berseru keras.
Mereka tiba-tiba juga terdorong dan tak dapat dicegah lagi terjengkang! Yang di depan menimpa yang di belakang.
Tentu saja ribut.
Dan ketika Wi Tok menerobos kepungan itu dan tertawa menggerakkan kaki, Hung-wangwe dan orang- orangnya berteriak maka hartawan itu berseru agar pemuda itu dicegah.
"Jangan biarkan ia lari. Heii, cegah pemuda itu. Tangkap! Serang...!"
Serentak orang-orang itu bergerak.
Mereka tadi disuruh minggir oleh Hung-wangwe tapi kini tuan rumah dan pembantunya berteriak memerintahkan.
Merekapun tak tahan oleh kesombongan anak muda ini.
Tapi ketika mereka bergerak dan maju menyerang tiba-tiba Wi Tok berkelebat dan melayang di atas kepala mereka, tertawa.
Jilid XVII "HA-HA, tikus-tikus macam kalian boleh coba aku. Mari, kejarlah, siapa dapat menangkap bajuku biar kusebut dia pemenang!"
Semua kaget.
Bagai seekor burung saja pemuda ini berkelebat dan melayang di atas kepala, tiga di antara mereka diinjak kepalanya.
Dan ketika pemuda itu meluncur dan turun di sana, regol tertutup dan para601 penjaga terbelalak maka otomatis penjaga ini bergerak dan menyerang pula.
Namun Wi Tok adalah seorang murid tokoh sakti.
Menghadapi seratus orang gagah itu saja ia dapat meloloskan diri, apalagi para penjaga ini.
Maka ketika dia mengebut dan melepas pukulan jarak jauh, tertawa-tawa para penjaga itupun terlempar dan terbanting menjerit- jerit, pintu terbuka sendiri dan Wi Tok menyelinap cepat.
Ia tak mau berurusan dengan orang-orang gagah itu karena bukan tujuannya.
Ia datang hanya karena mencari kabar Kiok Eng, sudah didapat dan tahulah ke mana ia pergi.
Maka ketika ia lolos dan menendang pintu gerbang itu lagi, menutup dan lari keluar maka pemuda ini menghilang dan semua orang gagah berteriak kaget oleh sepak terjangnya yang luar biasa.
Pintu yang ditendang amat keras tiba-tiba menutup dengan amat kencang, berhimpit, baru setelah didongkel dapat terbuka lagi.
Tapi karena pemuda itu sudah jauh meninggalkan mereka dan lenyap entah ke mana, semua terkejut dan kagum maka Hung-wangwe membanting- banting kaki dan merasa kecewa sekali.
"Aih, anak muda yang hebat, lihai sekali. Kenapa kita tak mampu menangkapnya dan membiarkan ia pergi!"
"Maaf, ia pergi namun setujuan dengan kita, wangwe. Di sungai Wei-ho nanti tentu kita bertemu lagi!"
"Benar, ia juga hendak mencari gadis itu, wangwe. Berarti dapat bertemu lagi. Ah, ia benar-benar hebat dan lihai sekali!"
Hung-wangwe tertegun..Ia mengangguk-angguk dan tiba-tiba tersenyum.
Pemuda itu calon sahabat, karena tak ada di antara mereka yang luka serius.
Maka berseri dan kembali lagi hartawan inipun masuk ke rumahnya602 mengajak yang lain berunding lagi.
Mereka bertemu seorang pemuda lihai dan melihat kelihaiannya tak kalah dengan Kiok Eng.
Ada tenaga bantuan yang amat berharga lagi.
Tapi ketika hartawan itu berkerut kenapa pemuda itu tak mau bergabung, sayang sekali maka si Pedang Kilat berkata bahwa hal itu dapat dipikirkan.
"Kita dapat membujuknya nanti, kalau perlu menjadikannya pemimpin. Bagai mana menurut pendapatmu, wangwe. Maukah kau menyerahkan kedudukan itu nanti kepadanya!"
"Hm, aku mengaku bahwa kepandaiannya lebih tinggi daripada aku, tapi betapapun ia harus dicoba. Tadi delapan belas orang pembantuku bermaksud mengeroyok, namun pemuda itu keburu pergi!"
"Ah, tidak dicobapun sudah jelas, wangwe. Bahwa ia dapat meloloskan diri dari kepungan sebanyak ini cukup menjadikan bukti. Ia hebat!"
"Benar, tapi biarlah nanti saja kurenungkan lagi. Aku tidak keberatan menyerahkan kedudukan, tapi pemuda itu rupanya bukan orang yang gampang dibujuk!"
"Kita dapat berusaha nanti, yang penting menemukannya lagi!"
"Dan itu sore nanti, di Wei-ho. Baik, kita siap-siap, cuwi- enghiong. Tengahari nanti kita berangkat!"
Orang-orang kagum.
Mereka mau tak mau memuji juga meskipun beberapa di antaranya merasa mendongkol.
Hek-gu, si Kerbau Hitam satu di antaranya.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia masih penasaran dan marah oleh kekalahannya tadi.
Tapi ketika teman-temannya mengangguk dan semua setuju bahwa pemuda itu harus dijadikan kawan, bukan lawan maka siang itu seratus orang gagah603 ini meninggalkan gedung setelah makan siang.
Wi Tok masih menjadi pembicaraan namun pemuda itu sudah jauh meninggalkan An-tien.
Sekarang dia tahu di mana mencegat gadis itu.
Maka ketika orang-orang itu berangkat dan baru meninggalkan gedung maka pemuda ini sudah tiba di tepi sungai Wei-ho dan setelah mencari- cari tempat yang teduh lalu melingkarkan tubuh dan tidur.
Menunggu sore! ***** Tempat yang dimaksud Hung-wangwe ini adalah sebuah tempat yang nyaman untuk penyeberangan.
Pohon- pohon besar yang rindang dan berusia tua berderet rapi di kiri kanan jalan.
Di ujung, di mana sungai Wei-ho mengalir tampak beberapa perahu ditambat.
Ada tiga atau empat perahu di situ, bergoyang dan naik turun lembut mengikuti gerakan air.
Dan karena tempat ini merupakan tempat peristirahatan pula, indah dan teduh maka beberapa warung kecil bertebaran menjala para nelayan yang baru turun dari sungai.
Di seberang sana adalah hutan kecil yang hijau subur.
Udaranya nyaman, silir anginnya sepoi-sepoi basa dan nikmat.
Di sana juga ada warung-warung kecil dengan makanan ala kadarnya, bubur ayam atau bakmi goreng, dengan arak atau teh panas sebagai pengiring minumnya.
Dan karena tempat ini tempat penyeberangan di mana para nelayan hilir-mudik dengan perahu-perahu mereka, paling ramai adalah pagi hari karena di situ mereka saling bertukar hasil tambang atau pertanian maka menjelang sore adalah waktu yang paling sepi karena semua orang sudah pulang atau kembali ke rumah masing-masing.
Warungpun yang buka hanya satu dua, itupun sudah berkemas dan siap tutup.
Maka ketika tiba-tiba berkelebat tiga bayangan memasuki604 warung terakhir, menotok dan merobohkan pemilik warung sementara sebuah bayangan lain lagi bergerak dan memasuki perahu tambatan, menendang pemiliknya dan duduk sebagai penggantinya maka perobahan cepat yang tiba-tiba datangnya ini hampir tak dilihat siapapun termasuk juga gadis baju hitam yang melenggang santai memasuki daerah rindang itu.
Kiok Eng, gadis ini datang dari selatan mau ke utara.
Ia tak melihat atau mungkin tak perduli kepada keadaan sekitar, tenang-tenang saja dan melangkah dengan anggun menuju tepi sungai.
Tapi ketika warung di sudut itu menampakkan pemiliknya, membungkuk dan ramah memandangnya maka Kiok Eng berhenti dan tertegun..
"Siocia, mau ke mana. Silakan mampir dan nikmati arak hangat kami. Tak usah khawatir untuk penyeberangan. Teman kami Siok-hu masih ada di sana!"
Gadis ini tersenyum lebar.
Seorang laki-laki muda, bertubuh kekar berpakaian nelayan muncul dari perahu di sudut, menampakkan diri.
Ia berseri dan mengangguk kepada Kiok Eng dan memukulkan dayungnya, pandang mata kagum tak disembunyikan.
Dan ketika Kiok Eng tertawa dan meneruskan langkahnya lagi, menuju ke perahu maka pemilik warung buru-buru mengejar.
"Eh, tidak mampir dulu, siocia. Warungku menyediakan arak hangat, juga bubur ayam. Apakah tidak mengisi perut dulu sebelum tiba malam gelap!"
"Aku hendak buru-buru menyeberang, perutku belum lapar. Terima kasih atas tawaranmu dan biarlah di sana saja aku mengisi perut!"
"Ha-ha, bagus. Siocia akan menyeberang? Terima kasih, kau orang terakhir yang memberiku rejeki, siocia. Aku sebenarnya sudah hendak pulang namun melihat kau di605 ujung jalan. Mari, masuklah, lima tail untuk menyeberang!"
Kiok Eng sudah melompat.
Ia memang tak curiga kepada warung dan perahu ini, kecuali sedikit kagum bahwa laki- laki muda yang rupanya pemilik perahu ini kekar dan tegap, gagah namun sorot matanya agak berminyak.
Mungkin karena melihat dirinya.
Di mana-mana memang ia menimbulkan kekaguman pada mata lelaki.
Namun ketika tiba-tiba seseorang merangkak dari semak-semak, mengeluh dan berseru menuding-nuding maka gadis ini tertegun.
"Jangan.... jangan percaya. Ia mengambil perahuku. Perampok.... orang itu perampok...!"
Kiok Eng terkejut.
Ia memandang laki-laki tegap itu dan melihat betapa laki-laki yang disangka pemilik perahu ini terkejut bukan main, merah dan membentak dan tiba-tiba ia berkelebat keluar menggerakkan tangannya.
Lelaki yang merintih dan merayap di semak itu dipukul, menjerit dan roboh, kelengar.
Lalu ketika pemuda itu membalik dan memaki-maki, kembali memasuki perahunya maka ia berkata agar Kiok Eng tak terpengaruh, itu orang gila.
"Siocia tak usah menggubris, ia orang tak waras. Ini adalah perahuku dan mari kuantar menyeberang!"
"Hm, tak jadi!"
Kiok Eng tiba-tiba turun, meloncat keluar.
"Aku ingin dulu makan di warung itu, sobat. Biar kau tunggu di sini dan aku jadi tiba-tiba tak senang menaiki perahumu!"
Lelaki muda itu tertegun, Ia merasa tertampar dan marah oleh kata-kata ini, hampir saja keluar membentak.
Tapi ketika pemilik warung terkekeh-kekeh dan mengedip padanya, Kiok Eng melangkah lebar maka gadis itu pura- pura tak curiga ketika bertanya,606
"Masih ada arak hangat dan bubur ayam di sini? Kau belum tutup, bukan? Perutku tiba-tiba lapar. Berikan aku bubur panas, twako, juga arak itu, tapi panaskan sampai mendidih!"
"Ha-ha, nona mau mampir? Silakan, bagus sekali. Orang gila tadi memang mengganggu saja. Ah, Siok-hu jangan kau curigai, nona. Ia pemilik perahu tulen. Aku saksinya dan mari duduk!"
"Nanti dulu,"
Kiok Eng tiba-tiba nyelonong, masuk ke bagian belakang warung itu.
"Adakah kamar kecil, twako. Aku mau perlu sebentar!"
Pemilik warung terkejut.
Tanpa permisi lagi Kiok Eng telah masuk dan menuju bagian belakang warung, membuka kamar paling belakang dan di situ tertegun melihat seorang kakek ah-uh-ah-uh disumpal mulutnya.
Tentu saja ia marah.
Dan ketika ia berkelebat membebaskan kakek itu, membalik dan menendang pintu kamar maka pemilik warung, yang tadi berada di belakangnya tahu-tahu menghilang dan sebagai gantinya muncullah puluhan orang mengurung rumah kecil itu.
"Gadis siluman, keluarlah. Kami tak perlu berpura-pura lagi!"
Kiok Eng berkelebat dan mendorong jendela samping, Ia telah mendengar gerakan banyak orang,itu dan tertegun melihat Hung-wangwe dengan pipa cangklongnya, juga delapan belas pembantu dan Si Pedang Kilat dan Ceng Kok Hwesio.
Dan ketika beberapa di antaranya juga dikenal dan sejenak gadis ini terkejut, gusar maka tiba- tiba ia terkekeh dan mengelebatkan ujung rambutnya.
"Hi-hik, kiranya Hung-wangwe dan segala macam keroco busuk? Dan kau juga, keledai gundul? Bagus, dan ini Wong Sin Kiam si Pedang Kilat. Eh, kalian kiranya607 datang untuk mengeroyokku!"
"Hm,"
Hartawan itu tertawa mengebulkan asap tembakaunya.
"Benar, Kiok Eng. Kami adanya. Menyerahlah atau kami menangkapmu beramai-ramai!"
"Cih, tak tahu malu. Gagah benar kalian mengeroyok seorang wanita muda. Majulah dan biar kubunuh kalian satu per satu! Kiok Eng marah bersiap-siap, diam-diam terkejut juga bahwa lawan demi kian banyak. Hampir seratus orang! Tapi karena dia tak gentar dan sikapnya ini mengagumkan sepasang mata yang bersinar-sinar di balik sebatang pohon, mata Wi Tok maka Hung-wangwe berseru memberikan aba-aba dan delapan belas orangnya maju berkelebat, disusul Pedang Kilat dan lain- lain.
"Robohkan gadis ini, tangkap dan telanjangi dia!"
Kiok Eng menjejakkan kakinya.
Delapan belas orang yang bergerak dari kiri kanan disusul oleh Pedang Kilat yang membabatkan senjatanya, masing-masing membentak dan berseru keras dan seolah ingin saling mendahului.
Mereka tampak buas dan beringas.
Namun ketika lawan menghilang karena Kiok Eng tahu-tahu melayang ke atas, jejakan kakinya amat kuat hingga mumbul setinggi lima enam meter maka hanya lawan yang ada di belakang melihat gerakan gadis itu, yang meluncur dan lurus ke bawah sementara kedua kaki bergerak menendang ke delapan penjuru.
"Awas..!"
Teriakan itu percuma.
Trisula Sakti dan kawan-kawan terkejut ketika lawan lenyap, mereka menahan senjata608 namun saat itu Kiok Eng melayang turun.
Dan karena gadis ini marah sekali menghadapi mereka maka begitu turun kakinyapun menyambar dagu atau dada pengeroyok.
"Des-des-dess!"
Pedang Kilat dan delapan belas pembantu Hung- wangwe berteriak.
Mereka kalah cepat untuk mengelak dan terbanting roboh, Wi Tok di sana kagum.
Dan ketika gadis ini menerjang dan mendahului yang lain, rambut dan tangan bergerak silih berganti maka Kiok Eng sudah beterbangan menghajar lawannya.
"Awas, mundur! Menjauh...!"
Hung-wangwe berteriak dan memberi aba-aba.
Hartawan ini sendiri sudah mengetahui kelihaian Kiok Eng dan karena itu tak mau di depan.
Ia mengerahkan dulu delapan belas pembantunya, bergerak kalau memungkinkan.
Maka ketika pembantunya berpelantingan ditendang Kiok Eng dan gadis itu tidak berhenti hanya di situ saja, berkelebat dan menyerang yang lain maka hartawan ini memberi aba-aba dan diri sendiri cepat mundur menjauh, huncwe diisap kuat-kuat lalu disemburkan asapnya.
"Bulll!"
Kiok Eng mengelak dan menjauhkan asap hitam ini.
Bau keras dari tembakau membuat dia tersedak.
Tapi karena yang lebih berbahaya adalah pandang mata yang terhalang, asap itu tebal dan bergulung-gulung maka gadis ini tak mau menerima resiko dan mengelak ketika asap menyambar, menampar dan membuat hartawan itu terhuyung namun yang lain-lain maju membentak.
Dari kiri kanan mereka menyerang, Trisula Sakti dan kawan- kawannya tadi juga sudah melompat bangun, tendangan609 Kiok Eng tidak cukup kuat.
Dan ketika mereKa menerjang dan membentak satu sama lain, mengeroyok dan menggerakkan senjata masing-masing maka Kiok Eng dikurung dari delapan penjuru dan gadis itu melengking mengeluarkan Kiam-ciangnya (Tangan Pedang), menangkis dan mementalkan senjata-senjata lawan dan rambut serta saputangan meledak-ledak.
Hebat tandang gadis ini karena sebentar kemudian lawan-lawannya mundur.
Namun karena mereka berjumlah banyak dan Hung-wangwe kembali memberi aba-aba, mereka maju dan mengeroyok lagi maka Kiok Eng kewalahan dikerubut demikian banyak orang.
Pedang Kilat, yang bernafsu dan sering membokong dari belakang membuat gadis ini gemas.
Juga Ceng Kok Hwesio yang menggerakkan toyanya itu, yang sering ganti-berganti dengan rekannya.
Maka ketika Kiok Eng menujukan perhatian pada dua orang ini dan berkelebatan mengelak sana-sini, diam-diam menyiapkan tujuh jarum hitam tiba-tiba membentak ketika dua orang itu kembali menyerangnya secara licik.
"Robohlah!"
Ceng Kok dan si Pedang Kilat Wong Sin Kiam terkejut.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mereka saat itu menyerang dan toya serta pedang membabat, deru toya terdengar mengerikan namun Kiok Eng menggerakkan lengan kirinya.
-Tangan yang sudah seperti pedang ini menangkis.
Dan ketika terdengar bunyi nyaring dari beradunya lengan halus itu dengan toya lawan, pedang di tangan si Pedang Kilat juga ditampar tangan kanan Yiok Eng maka ketika dua orang itu tergetar dan terhuyung maka dari balik lengan baju Kiok Eng menyambar tujuh jarum hitam yang melesat ke tenggorokan dan dada dua orang itu.
Mereka baru saja tergetar hebat dan terhuyung oleh tangkisan Kiam-eiang,610 tentu saja tak mungkin mengelak sinar-sinar hitam ini.
Maka ketika keduanya menjerit dan roboh terbanting, Kiok Eng tertawa dingin maka gadis itu menyusuli dengan satu tendangan yang membuat tubuh dua orang itu mencelat.
''Des-dess!"
Si hwesio dan Pedang Kilat roboh.
Mereka pingsan atau mati tak ada yang tahu, yang jelas sepak terjang Kiok Eng ini telah membuat lawan-lawan gentar.
Tapi ketika mereka mundur dan Hung-wangwe membentak lagi, memaki-maki mereka maka hartawan yang memegang pimpinan ini meniupkan asap huncwenya yang tebal.
"Jangan mundur, serang lagi. Dia telah mengeluarkan am-gi (senjata gelap) dan balas dengan am-gi pula.'"
Berhamburanlah kini jarum dan patcu serta senjata- senjata rahasia lain.
Kiok Eng tiba-tiba dibalas dan semua orang marah, mereka teringat dan langsung melepas itu.
Dan ketika Kiok Eng berkelebatan dan menampar sana-sini, semua amgi runtuh maka Hung- wangwe tiba-tiba melepas totokan di belakang pundak gadis ini.
"Tuk!"
Kiok Eng meregang sejenak.
Dia kaget dan marah namun untung secepat itu pula mengerahkan Pi-ki-hu- hiatnya (Tutup Hawa Lindungi Jalan Darah), huncwe mental dan hartawan itu kagum.
Tapi ketika gadis itu membalik dan menendangnya dengan cepat maka hartawan itu terlempar dan terbanting.
Hung-wangwe bergulingan dan untung teman-temannya yang lain menyerang lagi, melindunginya.
Dan ketika Kiok Eng kembali menghadapi keroyokan dan apa boleh buat gadis ini tak dapat melanjutkan serangannya maka611 hartawan itu pucat namun tertawa bergelak.
"Ha-ha, bagus. Jangan biarkan menyerang aku. Totokanku tadi membuatnya lumpuh, kawan-kawan. Serang dari depan dan biar aku dari belakang lagi!"
"Licik, curang, tak tahu malu! Hayo hadapi aku secara berdepan, Hung-wangwe. Tunjukkan kalau kau berwatak gagah sejati. Atau nanti aku membunuhmu dan lihat kepalamu kuhancurkan!"
"Ha-ha, betina besar mulut. Jaga jangan sampai menyerang aku, kawan-kawan. Lihat aku akan melumpuhkannya dari belakang..... bull!"
Asap tembakau itu menyambar lagi, datang dari depan namun sang hartawan sudah meloncat ke belakang, ia memang ingin mengacau perhatian gadis itu.
Dan ketika dari belakang ia menotok namun Kiok Eng mengibaskan rambutnya, meledak dan menghantam huncwe itu maka si hartawan terhuyung dan mengumpat-umpat, gagal dan menyerang lagi dan marahlah Kiok Eng oleh kecurangan ini.
Ia benar-benar hendak dibokong, hartawan itu menyuruh teman-temannya sementara asap tembakau dan ujung huncwenya kian gencar menyerang.
Dan karena keroyokan amatlah banyak dan masing-masing orang itu tiada henti, akhirnya pedang atau golok merobek bajunya dan Kiok Eng mengerahkan sinkang hingga tahan terhadap bacokan senjata tajam maka gadis itu merobohkan delapan orang lagi namun para pria itu bersorak riuh melihat pakaiannya robek-robek.
"Bagus, telanjangi dia. Ha-ha, bacok dan tusuk lagi!"
"Aih, mulusnya! Jangan bunuh, kawan-kawan. Robohkan dan buat tak berdaya saja. Lihat, kulitnya begitu putih!"
"Dan bersih! Ha-ha, benar, kawan-kawan, jangan bunuh betina liar ini. Ingat perjanjian kita bahwa dia hendak kita612 permainkan. Lihat, pahanya begitu mulus, menggairahkan.... bret!"
Kiok Eng terbabat lagi, robek dan celananya memberebet memperlihatkan sebagian pahanya yang putih bersih.
Paha itu tak terluka karena sinkang di tubuh gadis ini melindungi, pembacok kagum namun saat itu Kiok Eng menjeletarkan rambut.
Laki-laki yang menelan liur ini menjerit, rasa kagumnya berobah menjadi pekik kematian karena Kiok Eng membalik dan balas menyerangnya, rambut itu menghantam kepala, pecah.
Dan ketika yang lain mundur dan gentar, namun bersorak dan menyerang lagi maka Wi Tok, yang menonton dan menikmati itu benar-benar kagum karena gadis yang dicarinya ini luar biasa sekali.
Putera kaisar yang sengaja bersembunyi dan tak menampakkan diri ini memang tak mau mencampuri.
Sejak datangnya orang-orang itu mendahului Kiok Eng ia merasa enggan keluar, diam-diam muak akan maksud keroyokan itu dan tak senang.
Namun karena dia juga hendak menangkap gadis itu dan biarlah melihat sampai di mana kehebatan gadis itu, mudah menangkapnya kalau sudah kehabisan tenaga maka pemuda yang semula memusuhi dan hendak menangkap gadis ini tiba- tiba kagum dan jadi membelalakkan mata lebar-lebar melihat betapa saputangan dan ujung rambut itu mampu meledak-ledak dan membunuh! Tiga orang lawan tewas dan yang lainnya lagi terkena Kiam-ciang atau Tangan Pedang itu, juga kaki yang mungil dan halus panjang namun penuh terisi tenaga sakti itu.
Dan ketika semua senjata tak ada yang mampu melukai, Wi Tok kagum maka pakaian dan baju yang robek-robek dari gadis ini membuat pemuda itu menahan napas dan gairahnya bangkit! Wi Tok berdesir dan kagum.
Entahlah, ia tiba-tiba merasa suka.
Ia merasa tiba-tiba jatuh cinta! Maka ketika gadis613 itu merobohkan belasan pengeroyok dan akhirnya berkelebatan menyambar-nyambar, ilmu meringankan tubuh yang diperlihatkan itu jelas bukan ilmu meringankan tubuh sembarangan maka Wi Tok mendecak takjub ketika beberapa orang lagi roboh.
Kiok Eng mengamuk dengan hebatnya ketika gaetan dan sebangsanya itu merobek pakaiannya.
Ia memang dapat melindungi tubuhnya namun baju dan pakaiannya tidak.
Hal ini membuat ia marah dan gadis itu mengerahkan Sin-bian Gin-kang (Ginkang Kapas Sakti), ginkang yang membuat tubuhnya seringan kapas dan menyambar- nyambar bagai walet di tengah samudera.
Dan ketika ia mainkan Kiam-ciang atau Tangan Pedang di mana jarum-jarum hitam juga menyambar lagi, am-gi atau senjata gelap musuh dikebut dan dipentalkan semua maka lawan menjerit dan roboh ketika justeru senjata rahasia gadis itu mengenai dan menancap di tubuh mereka, bukan sekedar menancap melainkan tembus sampai ke tulang, kiut-miut dan tentu saja tak ada yang tahan.
Untung bahwa jarum-jarum itu tidak beracun! Namun karena yang melempar senjata rahasia ini adalah murid sebelas nenek sakti, sinkang yang dimiliki Kiok Eng amat kuatnya maka setiap senjata yang mengenai korbannya tentu membuat mereka berkelojotan dan tewas.
Sepak terjang Kiok Eng membuat Wi Tok mengkirik.
Akhirnya gadis itu menjadi ganas namun Wi Tok mengangguk-angguk.
Diapun kalau dikeroyok seperti itu tentu juga bersikap sama dan mungkin lebih ganas lagi, pemuda ini tersenyum.
Tapi ketika Kiok Eng mandi keringat dan gadis itu mulai kelelahan, betapapun musuh amatlah banyak dan tak mungkin merobohkan semua maka gerakan atau amukan gadis itu mulai kendor.
Kiok Eng mulai lemah.
Hung-wangwe yang berteriak-teriak614 dan memberi aba-aba selalu membangkitkan semangat teman-temannya.
orang-orang kang-ouw itu mulai menyerang dan mundur kalau Kiok Eng membalas.
Mereka takut oleh Kiam-ciang atau jarum hitam yang sewaktu-waktu menyambar.
Tapi ketika Hung-wangwe melihat bahwa gadis itu kehabisan jarum, tangan itu tak bergerak menyambit-nyambitkan lagi maka hartawan ini tertawa berseru pada teman-temannya.
"Tidak usah takut, jarum rahasianya habis. Serang dan robohkan gadis ini, kawan-kawan. Lihat iapun mulai lelah!"
Orang-orang itu beringas lagi.
Mereka melihat apa yang dilihat Hung-wangwe, dan karena hampir separoh dari teman-teman mereka roboh, ada yang pingsan namun banyak yang tewas maka keberanian dan semangat mereka bangkit.
Hung wangwe sendiri menyerang di depan dan hartawan itu bertindak berani.
Ia tidak di belakang lagi karena gerakan Kiok Eng memang mulai mengendor, betapapun gadis itu dikuras tenaganya.
Dan ketika satu pertemuan huncwe dengan Kiam-ciang tidak membuat hartawan itu terhuyung, hanya tergetar dan maju lagi maka pria ini tertawa bergelak.
"Lihat, tenaganya habis, kawan-kawan. Ayo maju dan serang dia, robohkan!"
Kiok Eng melotot.
Tiba-tiba ia menjadi amat benci kepada hartawan ini, berkali-kali Hung-wangwe mengomando orang-orangnya.
Maka ketika hartawan itu menyerang lagi sementara dari kiri dan kanan menyambar delapan pembantunya, yang lain roboh dan tewas maka Kiok Eng membentak dan tiba-tiba ia mencabut ikat pinggangnya menyambut huncwe itu, membiarkan delapan serangan yang lain menyambar tubuh dan mengerahkan sinkang.615
"Mampus kau!"
Sang wangwe terkejut.
Ia melihat sinar hitam meledak dan tahu-tahu ikat pinggang itu menyambar huncwenya, membelit.
Lalu ketika ia dibetot dan terbawa ke depan, secepat kilat gadis itu menggerakkan tangan kiri menampar kepalanya maka hartawan ini berteriak dan secepat kilat menyemburkan asap tembakaunya ke wajah, kepala menunduk dan mengelak.
"Dess-plak!"
Sang hartawan terbanting namun Kiok Eng menyedot asap tembakau tebal itu.
Ia pusing dan delapan senjata mengenai tubuhnya, terpental dan tak apa-apa namun bajunya robek-robek lagi.
Dan ketika gadis itu terhuyung dan nanar pandangannya, ia terkejut karena asap mengandung racun maka buru-buru ia menarik sinkang ke dada melindungi pernapasan.
Hal itu membuat ia lengah dan satu tusukan pedang melukai pundaknya, lawan berteriak girang.
Dan ketika yang lain juga berseru gembira karena tubuh gadis itu tidak sekebal tadi lagi, ini gara-gara penarikan sinkang melindungi dada dari serangan asap tembakau maka Kiok Eng menggeliat ketika sebatang golok menyambar melukai pangkal lengannya lagi, disusul oleh tusukan trisula namun gadis itu sudah cepat berkelit, pernapasan sudah pulih dari racun tembakau namun hujan serangan lain membuat sibuk.
Kiok Eng dalam bahaya.
Dan ketika gadis itu meledakkan rambutnya lagi dan ikat pinggang menyambar sana-sini, merobohkan tujuh lawan di depan maka saat itu berkelebat lah bayangan kuning dan Wi Tok tertawa menghalau semua senjata-senjata itu.
"Nona, jangan takut. Aku datang membantumu!"
Semua terpekik dan menjerit roboh.
Mereka dihajar616 tangan pemuda ini dan senjata terlepas dari tangan.
Pukulan yang dilancarkan pemuda itu membuat telapak mereka lecet, luka dan pedih.
Dan ketika semua terlempar dan roboh di kiri kanan, terkejut melihat pemuda ini maka Wi Tok tak berhenti di situ saja karena lalu berkelebatan dan menyambar-nyambar.
orang-orang kang-ouw di belakang ditampar dan menerima tendangannya, mereka berteriak-teriak.
Dan karena kelihaian pemuda itu sudah mereka ketahui sementara Hung-wang roboh entah tewas atau pingsan maka sisa orang-orang ini menjadi kacau dan mereka ribut melarikan diri.
"Celaka, pemuda siluman ini datang. Celaka, ia membantu musuh....!"
Kiok Eng tertegun.
Ia melihat betapa orang-orang kang- ouw itu kocar-kacir, sebentar saja sudah memutar tubuh dan melarikan diri, masing-masing menyambar teman hingga sekejap kemudian tempat itu bersih.
Dan ketika Wi Tok berkelebat lagi di depannya tertawa-tawa, wajah itu masih bersih dan gembira maka Kiok Eng berdegup melihat seorang pemuda tampan membungkuk di depannya, gagah dan seperti putera kaisar! "Selamat berkenalan, maafkan aku.
aku Wi Tok, nona, dari istana.
Datang dan tak sengaja bertemu di sini dan menolongmu secara lancang!"
Kiok Eng hilang kagetnya. Ia mendengus dan tiba-tiba bersikap galak, ikat pinggang di tangan menjeletar. Dan ketika ia berdiri mementang kaki, membentak mengapa pemuda itu lancang membantu maka ia berseru, betapapun memang tidak senang.
"Aku tak perduli namamu Wi Tok atau Wi Liong. Aku juga tak perduli kau dari istana atau tempat siluman. Heh, kau617 lancang membantu aku, bocah. Apakah tanpa bantuanmu kaukira aku roboh. Lancang benar tindakanmu ini!"
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hm-hm, benar-benar galak. Ha-ha..!"
Wi Tok benar- benar kagum.
"Aku sudah mendengar namamu, Kiok Eng, tak usah berpura-pura saja. Baik kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya aku ingin bertanding. Aku didahului orang-orang itu tapi tak apa, kau gagah dan lihai sekali. Boleh kau beristirahat dan setelah itu kita mengukur kepandaian..... tar!"
Rambut meledak dan tiba- tiba menghantam wajah Wi Tok, dikelit dan terkejut tapi untung pemuda itu waspada.
Dan ketika Wi Tok menghentikan kata-katanya namun dikejar, Kiok Eng marah dan berkelebat ke depan maka gadis itu sudah menyerang dan tanpa ba-bi-bu lagi menggerakkan Kiam- ciang dan ilmu meringankan tubuhnya lagi.
"Kau sombong, bicara seenaknya. Coba hadapi ini dan lihat bagaimana kau roboh!"
Namun Kiok Eng terkejut.
Lawan mengelak dan melompat lincah dan selanjutnya pemuda itupun beterbangan mengikuti gerakannya.
Ke manapun ia menyambar ke situ pula pemuda itu berkelit.
Dan ketika sekejap kemudian pemuda itu bergerak seperti kecapung menari-nari, lincah dan tak dapat disentuh maka Kiok Eng semburat mendengar kata-kata lawan "Ha-ha, kau lelah, gerakanmu lamban.
Istirahat dan nanti dulu, Kiok Eng, tak usah buru-buru.
Aku tak akan lari dan pu lihkan dulu tenagamu!"
Gadis ini gusar.
Ia membentak dan menantang pemuda itu untuk tidak berkelit saja, lawan memang belum menangkis.
Maka ketika Wi Tok tertawa dan menghentikan gerakannya, satu pukulan Kiam-ciang618 disambut dan diterima maka Kiok Eng berseru keras karena dirinya terpental dan jatuh terduduk.
"Duk!"
Gadis itu melotot.
Wi Tok, lawan yang baru dikenal ini berdiri tertawa-tawa.
Ia kaget bukan main karena merasa betapa Tangan Pedangnya bertemu dengan lengan yang kuat sekali, seperti besi atau kayu tua.
Namun ketika Kiok Eng meloncat bangun dan terhuyung, siap menyerang dan mengerahkan segala-galanya mendadak pemuda itu melompat mundur dan menjauh, berseri.
"Stop, di sini saja dulu. Aku menunggumu di seberang dan besok kita berjumpa lagi!"
Pemuda itu berkelebat dan masuk ke dalam perahu..
Perahu itu adalah perahu yang tadi hendak menyeberangkan Kiok Eng dan sekali pemuda ini mendorongkan tangannya maka air sungaipun muncrat di pukul.
Perahu bergerak dan lepas tambatannya.
Dan ketika gadis itu tertegun dan membelalakkan mata, jantung Kiok Eng berdegup maka pemuda tampan yang mengaku bernama Wi Tok itu lenyap.
"Heii..!"
Kiok Eng terlambat setelah sadar.
"Penuhi janjimu, Wi Tok. Jangan lari!"
"Ha-ha, kaulah yang jangan lari. Aku akan selalu mengawasimu, Kiok Eng, jangan coba-coba sembunyi atau melarikan diri!"
Kiok Eng panas terbakar.
Ia merasa betapa sombongnya pemuda itu namun melihat betapa pemuda itu mampu menangkis Tangan Pedangnya, juga mampu mengimbangi Sin-bian Gin-kangnya maka gadis ini menahan marah.
Betapapun ia melihat lawan sebagai pemuda yang berisi.
Wi Tok itu rupanya bakal merupakan lawan berat, entah bagaimana dibanding Tan Hong! Maka ketika dia menggerakkan kakinya619 menyeberangi sungai, tertatih dan menahan sakit oleh akibat keroyokan itu Kiok Eng tak jadi meneruskan perjalanan menuju kota.
Ia justeru berhenti di hutan seberang itu, melewatkan malam dan mengepal tinju membayangkan lawan.
Dan ketika malam itu Kiok Eng tidur di atas pohon, mencari tempat yang enak dan bersila memulihkan tenaga maka pagi-pagi sekali ia meloncat turun dan keluar hutan.
Dan di sana sudah menunggu pemuda berkancing emas itu.
Wi Tok! "Ha-ha, selamat pagi.
Kau telah pulih dan segar benar pagi ini!"
Kiok Eng berhenti.
Ia telah keluar hutan dan bersinar- sinar menghadapi lawannya ini.
Mereka berhadapan, saling tatap, yang satu kagum dan berseri-seri sementara yang lain keruh dan marah.
Wi Tok kagum bahwa biarpun hanya mencuci muka saja namun gadis berpakaian hitam-hitam ini masih cantik jelita.
Kiok Eng mengganti pakaiannya dengan yang baru dan beberapa luka kecil dibalut.
Pakaiannya yang robek-robek telah dibuang dan pagi ini memang ia tampak segar dan bersinar, hanya wajah itu yang gelap dan pandang matapun keruh, dingin.
Maka ke tika gadis itu menjadi semakin gelap lagi mendengar tawa lawan, Wi Tok gagah dan sudah menunggunya di situ maka Kiok Eng tidak menunda-nunda lagi dan langsung membentak.
"Majulah, aku akan ingat budimu kemarin dan jangan khawatir kubunuh!"
"Ha-ha, sombong, tapi aku semakin cocok. Bagus, kau yang lebih dulu maju, Kiok Eng. Aku yang menantang dan kau wanita. Majulah dan biar aku mengalah pada tiga jurus pertama!"
Kiok Eng sudah terbakar.
Pada dasarnya ia memang620 marah meskipun diam-diam kagum kepada pemuda ini.
Kemarin mereka baru bertempur beberapa gebrakan saja dan iapun lelah.
Kini ia sehat dan sudah pulih kembali tenaganya.
Maka begitu ditantang dan pemuda itu mempersilakannya lebih dahulu, tanpa banyak cakap ia berkelebat maka tangan kanan melayang dan Kiam- ciang yang kemarin terpental dicoba lagi.
"Baik, kau yang minta. Coba terima sekali ini dan lihat bagaimana kekuatanku!"
Wi Tok berkelit.
Ia tertawa berseru bahwa tiga jurus pertama tak akan melawan, Kiok Eng gusar dan menyerang lagi.
Tapi ketika tiga kali pemuda itu mengelak dan ia benar-benar tak membalas, berkelit dan tentu saja membuat Kiok Eng semakin gusar maka untuk yang keempat kalinya Kiok Eng bergerak demikian cepatnya hingga pemuda itu tak mungkin mengelak, di belakangnya sebatang pohon besar.
"Berani mati! Coba kelit lagi atau kau benar-benar mampus!"
Wi Tok terkejut.
Tanpa sadar ia dipojokkan di dekat pohon besar itu dan tak mungkin lagi ia mengelak.
Kalau tadi ia sesumbar mengalah empat jurus tentu ia celaka, tentu pada jurus terakhir ia bakal melanggar janji! Dan ketika untung tiga jurus pertama habis dan Kiam-ciang yang dilakukan gadis itu menyambar dengan dahsyat, mendesing dan pohon itu-pun tentu akan roboh maka Wi Tok berseru keras dan ia mengangkat tangan kanannya menangkis sambaran Tangan Pedang yang dahsyat itu.
"Cranggg!"
Dua anak muda itu terkejut.
Lengan Wi Tok berubah seperti besi dan bunga api berpijar di sini.
Tangan Kiok Eng benar-benar seperti pedang dan keduanya sama621 terpental, Wi Tok berseru kagum.
Dan ketika pemuda itu membuang tenaga benturan dengan membuang tubuh ke kiri, bergulingan dan meloncat bangun maka Kiok Eng tersenyum mengejek karena ia tidak lagi terpelanting atau roboh oleh tangkisan pemuda itu.
Kemarin memang ia lelah! "Hm, tahu rasa.
Siapa sombong siapa tidak, Wi Tok.
Sekarang kau tahu tapi mari terima pukulan-pukulanku!"
Kiok Eng berkelebat setelah menegakkan tubuh lagi, tidak membuang tubuh melainkan cukup meliuk dan berputar mematahkan pinggang, indah dan manis sekali gerakan itu dan Wi Tok kagum.
Dan ketika gadis itu berkelebat dan pemuda ini harus mengelak, dikejar dan menangkis lagi maka Wi Tok yang penasaran menambah tenaganya.
"Plak!"
Tangan Pedang bertemu tenaga lunak, Wi Tok mengganti keras dengan lembut namun Kiok Eng menggerakkan tangan yang lain.
Ia tertempel dan hendak disedot pemuda itu, menyerang dan membuat Wi Tok otomatis mundur.
Dan ketika pemuda itu melepaskan tangannya dan selanjutnya Kiok Eng berkelebat dan melepas pukulan-pukulan lain, cepat dan bertubi maka Wi Tok tak berani gegabah dan pemuda itu mengelak dan menangkis dan segera mengikuti gerakan gadis itu yang kian cepat hingga seperti burung menyambar-nyambar.
"Bagus, kau lihai, Kiok Eng, sekarang kurasakan sendiri. Tapi jangan sombong dan mengira dapat merobohkan aku karena akulah yang akan merobohkanmu...... plak- cringg!"
Dan Tangan Pedang yang kembali bertemu dan berbenturan dengan tangan besi lalu membuat keduanya naik turun sambar-menyambar dan saling serangan dengan amat hebatnya.622 Wi Tok terkejut bahwa setelah berhadapan sendiri ternyata gadis yang dicari ini memang betul-betul lihai dan luar biasa.
Sinkang dan ginkangnya itu hebat.
Namun karena ia murid seorang Mongol sakti dan gurunya membekali dengan ilmu-ilmu tinggi, satu di antaranya adalah Terkaman Naga Sakti maka Kin-na- hoat atau cengkeraman yang mirip ilmu gulat dengan gaya membanting dari samping ini memaksa Kiok Eng tak boleh bernafsu merobohkan lawan.
Tenaga yang dimiliki pemuda itu juga kuat dan terbukti sanggup mementalkan Kiam-ciangnya, juga pemuda itu menguasai sinkang lunak dan keras berganti-ganti.
Maka ketika Kiok Eng harus berhati-hati karena sekali dalam tangkisan tadi pemuda itu mencengkeram dan membetot pangkal lengannya, membanting dan hendak membuat dia roboh maka gadis yang akhirnya menendang dan berjungkir balik menyelamat kan diri ini berhasil lolos dan marah oleh tawa lawan yang mengejek.
Mereka bertanding dan Kiok Eng semakin panas saja.
Wi Tok diam-diam terkejut karena berita yang didengar ternyata benar, pantas kalau tak ada jago-jago istana yang mampu menandingi.
Dan ketika gadis itu melengking dan mengelebatkan rambutnya, mulai mainkan Sin-mauw-hoat atau Silat Rambut Sakti maka Wi Tok mengetrikkan kuku-kuku jarinya dan dengan ini ia berhasil menolak balik.
"Bagus, hebat rambutmu, Kiok Eng, tapi tak cukup merobohkan aku!"
"Hm, jangan cerewet. Aku masih belum mengeluarkan semua ilmu-ilmuku, Wi Tok. Lihat saja dan jangan sombong!"
Pemuda itu tertawa.
Selanjutnya ia membuka kesepuluh jarinya setiap rambut menyambar, menolak dan623 mementalkan tapi Kiok Eng tidak berhenti sampai di situ saja.
Gadis ini meledakkan ujung saputangannya pula hingga dua sinar putih dan hitam silih berganti.
Dan ketika pemuda itu kewalahan dan berseru kagum, mengelak dan meniup maka dengan tiupan ini saputangan di leher Kiok Eng ditolak balik.
Kiok Eng merah padam! "Kau sombong.
Jangan menolak atau menangkis saja.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ayo, serang dan balas aku."
"Ha-ha, belum terdesak, belum mengeluarkan keringat. Tak usah kausuruh kalau nanti kulakukan, Kiok Eng. Serang dan desak saja aku sampai kau bisa!"
Kiok Eng mengeluarkan lengking tinggi.
Dari ilmu- ilmunya, satu di antaranya adalah Bhi-kong-ciang (Pukulan Kilat Biru).
Ilmu ini belum dikeluarkan dan karena itu masih tidak diketahui.
Maka ketika lawan mengejek dan ia panas, betapapun ia harus mengakui bahwa pemuda itu memang hebat maka Kiok Eng melengking dan bergeraklah tangan kirinya melepas pukulan itu.
"Klap!"
Sinar kebiruan meluncur.
Tangan kanan masih mempergunakan Kiam-ciang tapi tangan kiri kini berobah.
Wi Tok terkejut berseru keras melihat pukulan biru itu.
Maka ketika ia mengelak namun dikejar, menangkis dan terpental maka Kiam-ciang menyambar dan tepat sekali mengenai tengkuknya.
"Plak!"
Wi Tok terhuyung.
Hebat pemuda ini karena ia masih tak apa-apa.
Tapi karena ia mendesis dan Kiok Eng girang oleh pukulannya itu maka gadis inipun tertawa mengejek624 dan melepas Pukulan Birunya lagi, disusul oleh Kiam- ciang dan sebentar kemudian oleh ledakan rambut.
Ujung saputangan juga masih menjeletar.
Dan ketika Wi Tok mendesis dan terdesak mundur, mengelak dan menangkis namun tetap saja mundur- mundur maka pemuda itu menggeram dan tiba-tiba membentak.
"Kiok Eng, jangan sombong. Inilah balasanku!"
Sebatang gunting tiba-tiba menyambar dan menusuk telapak Kiok Eng, disusul oleh sebatang anak panah pendek yang tebal dan berat.
Lalu ketika dua senjata itu dikelit dan mengejutkan Kiok Eng, hampir saja telapaknya tercoblos sementara rambutnya dipotong dengan cepat maka gadis ini menendang dan menghalau dua senjata itu dengan wajah berubah.
"Plak-dess!"
Kiok Eng dan lawannya terhuyung mundur.
Sekarang Wi Tok tertawa dan berseri lagi, maju dan menyerang dengan dua senjatanya itu dan Kiok Eng harus berhati- hati terhadap dua senjata aneh ini.
Gunting di tangan lawan bukan gunting biasa melainkan gunting yang berukuran dua kali dari gunting biasa, aneh dan cepat mengeluarkan suara "keclak-keclik"
Ketika membuka dan menutup, persis tukang cukur beraksi dengan gunting andalannya.
Tapi karena gunting di tangan pemuda itu jelas gunting maut karena menyambar dan menusuk ke bagian-bagian tubuh yang berbahaya, juga rambut Kiok Eng yang panjang dan hitam tebal maka gadis yang tak mau menanggung resiko ini mengelak dan membalas.
Kiok Eng memang tidak mempunyai senjata namun rambut dan saputangannya itu bagai ular dan kawat- kawat baja, sekali melecut kepala seekor kerbaupun akan pecah.
Maka ketika keduanya bertanding lagi dan625 Wi Tok berhasil memperbaiki posisi, menyerang dan desak-mendesak maka pertandingan dua anak muda ini hebat dan seru sekali.
Bayangan kuning dan hitam berseweran naik turun.
Keduanya sudah mempergunakan ilmu meringankan tubuh mereka dan bergerak sama cepat.
Gunting menyambar namun rambut meledak, keduanya terpental dan bertempur lagi.
Dan ketika seratus jurus lewat dengan cepat dan masing-masing mulai mandi keringat, Wi Tok tak mampu mendesak sementara Kiok Eng juga tak dapat memaksa lawannya mundur maka masing- masing merasa kagum tapi Wi Tok lebih dari itu.
Pemuda ini mulai tergila-gila dan penasaran sekali.
Ia merasa kagum bukan main bahwa seratus jurus tak mampu merobohkan gadis itu.
Jangankan merobohkan, mendesak saja tidak! Dan karena hal ini membuat ia penasaran dan tiba-tiba batang anak panahnya dilepas dan meluncur ke dada Kiok Eng, gunting juga menyambar dan memotong leher maka Kiok Eng terbelalak melihat lawan hendak mengadu jiwa.
"Bagus, kau atau aku rupanya harus roboh. Mari mengadu jiwa, Wi Tok, dan jangan kira aku takut..... wherrr!"
Rambut tiba-tiba menyebar dan mengibas dari bawah ke atas, menyambar di bagian depan tubuh Kiok Eng untuk menyambut luncuran anak panah itu.
Dan karena Wi Tok masih mempergunakan guntingnya untuk menyerang leher, Kiok Eng membuang ke pala kuat-kuat hingga saputangan terlepas maka senjata itu tiba-tiba menjadi semacam tongkat pendek yang menyambut gunting.
"Plak-brett!"
Rambut menahan dan menggubat anak panah.
Kiok Eng merasa nyeri kulit kepalanya karena anak panah itu berat dan tebal, Wi Tok rupanya juga mengerahkan tenaga626 amat kuat untuk melontar senjatanya tadi.
Dan ketika gunting juga bertemu saputangan, benda ini sudah dipilin dan membentuk seperti tongkat pendek maka dua senjata itu runtuh tapi secepat kilat Wi Tok menggerakkan tangannya mencengkeram perut gadis itu.
"Wut!"
Kiok Eng terbelalak.
Rambut sudah membelit anak panah namun bukan berarti kekalahan Wi Tok.
Pemuda itu mempergunakan kesempatan selagi bawah kosong ia mencengkeram.
Kiok Eng baru saja menangkis gunting dan anak panahnya ini.
Tapi ketika Kiok Eng membentak dan membuang rambutnya, anak panah itu dilepas dan balik menyambar Wi Tok maka pemuda ini tertawa dan....
cep, anak panah itu diterima dengan giginya.
Tangan masih bergerak dan kini seinci lagi menyambar perut Kiok Eng! Namun Kiok Eng bukan gadis biasa.
Dalam keadaan bahaya itu, dalam keadaan di mana tak ada kesempatan untuk mengelak atau menangkis maka gadis ini bersikap nekat.
Ia tak mungkin lagi menyelamatkan perutnya tapi kepala pemuda itu berada di bawah! Langsung saja ia mengeluarkan pekikan nyaring yang menggetarkan hutan, Kiam-ciang menyambar dan entah siapa lebih beruntung dalam serangan maut ini.
Wi Tok terkejut dan tentu saja menarik cengkeramannya.
Bukan maksudnya untuk sungguh-sungguh mengadu jiwa.
Maka ketika ia berseru keras dan mendorong tangannya ke atas, tak jadi mencengkeram perut maka Kiam ciang disambut dan....
plak, dua lengan itu bertemu.
Tapi Kiok Eng terlanjur marah oleh kehendak adu jiwa tadi, ia tak puas dan menggerakkan tangan kirinya pula.
Bhi-kong-ciang kali ini menghantam.
Dan ketika Wi Tok terkejut dan627 menggerakkan tangannya yang lain, menerima dan menangkap maka pemuda itu sudah digencet dan Wi Tok dalam posisi setengah jongkok menerima pukulan Kiok Eng.
"Cep!"
Tangan kiri Kiok Eng diterima tangan kanan pemuda itu.
Tangan mereka kini sudah saling tangkap dan masing- masing mengerahkan sinkang.
Kiok Eng melotot dengan muka merah padam sementara Wi Tok juga tak berani main-main, terkejut dan serius namun dia di pihak yang kurang menguntungkan.
Dia di bawah, setengah jongkok, sementara lawan menekan dan menyerangnya dari atas.
Dan ketika perlahan-lahan wajah pemuda itu menjadi pucat karena ia mendapat tekanan lebih berat, Kiok Eng terlanjur marah oleh sikap adu jiwanya tadi maka gadis ini tak memberi ampun meskipun diam-diam heran dan girang bahwa cengkeraman ke perutnya tadi dibatalkan.
Kalau tidak tentu mereka sama-sama roboh! "Ugh, cukup...
ugh, jangan memaksaku menjadi nekat.
Kurangi tenagamu, Kiok Eng.
Aku hanya ingin menjajal saja....!"
"Keparat, kau laki-laki busuk. Kau tadi hendak membunuhku, Wi Tok. Kau tadi hendak mengadu jiwa. Aku tak mengampunimu!"
"Ugh, aku hanya mencoba saja. Aku tidak bersungguh- sungguh.... lihat ketika aku menarik seranganku tadi....!"
"Tidak perduli. Kau jahat dan tidak tahu malu, Wi Tok. Kau tadi hendak membunuhku!"
"Aku tidak sungguh-sungguh. Kaulah yang tak tahu malu....!"
"Apa?"628
"Aku melepas budi kepadamu kemarin, Kiok Eng. Sekarang kau hendak membunuhku...!"
Gadis ini tertegun.
Tiba-tiba ia ingat itu dan seketika tekanannya kendor.
Tapi begitu kendor tiba-tiba lawanpun bangkit! Kiok Eng terkejut dan tentu saja marah.
Ia merasa tertipu.
Tapi ketika gadis itu membentak dan hendak menyerang lagi sekonyong- konyong berkelebat sebelas bayangan dan terdengar kekeh dan tawa yang dikenal Kiok Eng.
"Bocah, lawanmu memang tidak bersungguh-sungguh. Habisilah dan jangan serang-menyerang lagi!"
"Benar, dan pemuda ini menarik sekali, Kiok Eng. Ia sahabat bukan musuh!"
Kiok Eng terkejut dan berseru tertahan.
Bi Giok, subonya dan yang lain-lain muncul dan mereka itu berkelebat menotok pundaknya.
Wi Tok juga mendapat totokan yang sama dan pemuda itu terguling, kaget berseru tertahan.
Tapi ketika gadis itu dibebaskan dan Wi Tok ditendang mencelat pula, bebas maka pemuda itu melihat sebelas nenek-nenek cantik berdiri di depannya, dua di antaranya terkekeh dan berseri-seri.
"Hi-hik, siapa pemuda ini. Potongannya seperti bangsawan. Eh, siapa namanya, Kiok Eng, dan kepandaiannya hebat juga. Ilmu silatnya bukan dari daratan!"
"Benar, ia memiliki ilmu cengkeram seperti gulat, subo, namanya Wi Tok. aku tak tahu siapa dia tapi dia menantang dan mencegatku di sini!"
"Heh-heh, tapi ia menolongmu kemarin. Katanya kau berhutang budi!"
"Hm, anak ini memang kurang ajar. Dia licik. Tak629 kusangkal bahwa kemarin dia menolongku tapi lancang tanpa kusuruh. Pemuda ini rupanya ada maksud!"
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Heh-heh...!"
Sang subo tak perduli wajah muridnya yang merah padam.
"Betapapun dia baik, Kiok Eng, tadi ia memang mencoba-coba saja. Ia tak sungguh-sungguh mengadu jiwa. Kaulah yang keras dan kelewat marah!"
Kiok Eng geram.
Ia merasa disalahkan tapi Wi Tok buru- buru menjura.
Pemuda ini, yang berseri dan gembira melihat nenek-nenek itu segera tahu bahwa dia berhadapan dengan orang-orang sakti.
Tak di sangkanya bahwa guru Kiok Eng demikian banyak! Dan karena bukan maksudnya untuk memusuhi Kiok Eng habis- habisan, ia merasa cukup dan kagum akan kepandaian gadis itu maka Wi Tok berseri menghadapi nenek-nenek ini, bukan gentar me lainkan justeru gembira.
"Cap-it-locianpwe (sebelas nenek gagah), girang rasanya bahwa hari ini aku yang muda bertemu kalian. Aku Wi Tok, baru datang dari Mongol. Kalian sungguh bermata tajam dan cepat sekali mengetahui gaya permainan silatku. Tentu kalian sudah lama menonton!"
"Heh-heh, kami sudah lama mencari murid kami ini. Eh, kau murid siapa, bocah. Barangkali nama gurumu kami kenal!"
Wi Tok mengerutkan alis, namun tersenyum.
"Nama guruku tak terkenal, malu aku memberitahukannya. Beliau tak ingin berjajar nama dengan para gagah di daratan, locianpwe, merasa kepandaian sendiri belum cukup. Biarlah lain kali suhu sendiri yang bicara dan aku yang muda tak berani pamer!"
"Hm, kau merendah, tapi gurumu tentu hebat. Eh, apa maksudmu mencegat dan menantang muridku, anak muda. Beritahukan saja secara jujur!"630
"Aku sekedar ingin menjajal kepandaian,"
Wi Tok tentu saja bohong.
"dan aku sekarang puas. Kiok Eng benar- benar hebat dan murid locianpwe ini betul-betul wanita gemblengan!"
"Hm,"
Bi Giok, nenek itu membalik.
"Kau ke mana saja, Kiok Eng. Kenapa berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain? Ada berita untukmu, sini!"
"Subo hendak bicara apa,"
Kiok Eng menahan marah, melirik Wi Tok.
"Aku memang ke sana ke mari membuang sebal!"
"Hm, sini,"
Nenek itu menggapai, tapi tiba-tiba mengebutkan lengannya ke arah Wi Tok.
"Pergi sebentar, anak muda. Jangan nguping!"
Wi Tok terdorong.
Dari angin kebutan itu dia tahu bahwa si nenek benar-benar lihai.
Sebenarnya ingin dia di situ mendengarkan, tapi karena tak ingin membuat kesan jelek dan ia sudah mulai tergila-gila kepada Kiok Eng, tentu saja terhadap gurunya ia harus bersikap hormat maka pemuda ini mundur dan menjauhkan diri.
Pandang sepuluh nenek yang lain tajam mengikuti, seakan ia tak boleh lari! Wi Tok tersenyum mengejek dan karena Kiok Eng sudah mendekati gurunya maka iapun mengerahkan pendengarannya, nenek itu bicara perlahan.
"Kau harus ke Liang-san sekarang. Kami hendak mencegat Dewa Mata Keranjang dan kau jaga puteranya!"
"Hm, subo mau ke Liang-san?"
Kiok Eng terkejut.
"Untuk apa, subo. Dulu aku sudah gagal!"
"Bodoh, kakek itu menghubungi teman teman lamanya. Kami ingin membuat perhitungan. Kau pergi untuk membantu kami atau kami nanti gagal!"631
"Ada urusan apa?"
Wi Tok mempertajam telinga.
Sampai di sini si nenek berbisik-bisik dan mendongkollah dia karena tak mendengar percakapan itu.
Rupanya nenek itu tahu akan telinga tajam orang-orang lihai, khawatir dan kini berhati- hati bicara dengan suara perlahan, langsung ditempelkan ke telinga sang murid.
Dan ketika Kiok Eng mengangguk- angguk dan berseri, wajahnya tiba-tiba gembira maka gadis itu berkelebat dan langsung saja keluar hutan.
"Eh!"
Sang guru mengejar.
"Nanti dulu, Kiok Eng, tunggu!"
Gadis itu berhenti.
"Ada apa lagi? Bukankah cukup?"
"Tidak, kauajak pemuda itu kalau mau. Dia bantuan yang dapat diandalkan. Aku melihat bahwa ia mulai jatuh kepadamu!"
"Apa?"
"Hi-hik, jangan bodoh. Ingat pesan kami dulu dan ia rupanya mangsa gemuk!"
Kiok Eng semburat.
Bi Giok, subonya ini sudah memperingatkan akan tugas utamanya dulu, yakni menggoda dan mempermainkan laki-laki.
Tapi karena ia baru saja marah dan tak senang kepada Wi Tok, meskipun ia kagum namun Kiok Eng sukar juga untuk menerima.
"Aku tak senang, tak suka. Ia mempermainkan dan memandang rendah aku!' "Sst, jangan terbawa emosi. Aku melihat sesuatu yang lain pada diri pemuda itu, Kiok Eng, darah biru yang menonjol. Mataku menyatakan ia putera kaisar dan bukan pemuda sembarangan!"632
"Apa?"
"Benar,"
Bi Hwa, nenek yang lain berkelebat, datang.
"Subomu Bi Giok tidak salah, Kiok Eng. Aku yakin ia putera kaisar tapi entah yang mana. Kami akan menyelidiki dan pergilah bersama dia. Ini kesempatan emas untuk mendapat ikan besar!"
Kiok Eng tertegun.
Ia memandang Wi Tok di sana dan kebetulan pemuda itu menoleh padanya pula.
Sembilan gurunya yang lain mendekati dan bercakap-cakap dengan pemuda itu.
Dan terkejut bahwa Wi Tok putera kaisar, berarti lebih tinggi daripada Liong-ongya maka gadis itu berdebar juga dan wajah tiba-tiba bersemu dadu.
Wi Tok memang lain dari yang lain! "Hm, bagaimana?"
Sang subo bertanya. Kesempatan baik bagimu, Kiok Eng. Kalau perlu kau dapat menjadi permaisuri, satu negara!"
"Ah, subo bicara apa? Bukankah subo melarang aku jatuh cinta?"
"Bodoh, untuk yang biasa-biasa memang begitu, Kiok Eng, tapi untuk yang luar biasa begini peraturan itu tak berlaku. Kau boleh jatuh cinta kepada pemuda itu dan kelak dapat mengangkat guru-gurumu ke tempat yang amat terhormat, hidup mulia di istana!"
"Hm!"
Kiok Eng tiba-tiba tertawa mengejek.
"Aku tak percaya laki-laki, subo, seperti kalian tekankan dulu. Aku tak bisa melakukan itu dan rupanya tak mungkin!"
"Sudahlah, semuanya belum dicoba. Untuk yang ini boleh lain dan kami akan menyelidiki pula siapa sebenarnya dia itu. Kalau bukan putera kaisar lebih baik tak usah. Hanya keturunan raja yang boleh mengambilmu sebagai isteri!"633 Kiok Eng bersinar matanya. Ia menjadi marah namun gurunya yang lain menepuk pundaknya. Kalau belum jatuh cinta biarlah mempermainkan pemuda itu dulu, seperti pesan atau tugas utamanya dulu. Dan ketika nenek Bi Giok menuding bahwa pemuda itu menunggu, lihat dia menoleh terus ke mari maka nenek itu menutup.
"Semuanya sudah kuceritakan. Kau harus ke Liang-san dan ajak bocah itu ke sana. Kalau Dewa Mata Keranjang kami cegat sebaiknya kauhadapi puteranya itu dan baik sekali kalau ada pemuda seperti Wi Tok. Nah, lihat ia memandang kita karena subomu di sana sudah menawarinya untuk ikut!"
Kiok Eng tak diajak berbantah lagi. Gurunya menggapai dan sembilan nenek di sana berkelebat, Wi Tok juga bergerak dan merekapun sudah saling berhadapan. Dan ketika nenek Bhi Cu terkekeh dan mengedip rahasia maka nenek itu berseru.
"Giok-cici, anak ini lumayan. Kalau kau sudah memberi tahu Kiok Eng marilah kita berangkat dan biarkan mereka bicara sendiri!"
"Baik, dan aku sudah memberi tahu semuanya, Cu-moi. Kalau kalian sudah selesai pula memang sebaiknya kita pergi. Ayo, jangan ganggu mereka ini!"
Sebelas nenek berkelebat dan menghilang pula.
Mereka sebentar saja mengantar Wi Tok dan kini Kiok Eng ditinggal pergi.
Gadis itu berdua saja dengan Wi Tok.
Dan ketika Kiok Eng memerah namun pesan dan tugas gurunya harus dijalankan, ada pekerjaan lebih besar maka gadis itu mendengus dan tiba-tiba berkelebat pergi, ke Liang-san.
"Wi Tok, aku tak tahu apa sajakah yang dibicarakan guruku kepadamu. Tapi kalau kau masih ingin melanjutkan permusuhan tentu saja kuterima. Aku mau634 ke Liang-san!"
Pemuda itu tertawa.
Wi Tok tiba-tiba menjadi girang melihat sikap Kiok Eng.
Tadi dia sudah ditanya apakah dia ingin bersahabat dengan Kiok Eng, tentu saja dijawab anggukan dan pemuda ini seperti mendapatkan lampu hijau.
Siapa tidak girang berdekatan dengan gadis selihai itu, secantik dan sehebat itu.
Dan karena gurunya sudah memberi ijin dan memang bukan maksudnya untuk memusuhi Kiok Eng, tugas dari Liong-ongya tiba-tiba dilupakan dan tak ada maksud sedikit pun untuk menangkap gadis itu maka Wi Tok berseri-seri dan lupa sudah akan perintah pamannya.
la tak ingat lagi akan syarat-syarat istana.
Ia tak perduli akan rencana bantuan Liong-ongya untuk memperkuat statusnya sebagai putera kaisar, biarpun hanya dari selir.
Dan karena Wi Tok sudah tergila-gila dan mabok akan Kiok Eng, daya pikat dan pesona gadis ini sungguh kuat, maka ditanya oleh sembilan nenek tadi ia berseri-seri dan langsung saja menyatakan bahwa sesungguhnya ia putera kaisar dari selir Wi Kiem.
"Untuk ayah ibuku tak perlu lagi aku berpura-pura. Ibuku adalah Wi Kiem, ayahku orang nomor satu di istana. Kalau locianpwe bertanya tentang ini tentu saja tak perlu aku malu-malu!"
"Bagus, tapi tentang gurumu kau masih menyembunyikannya, bocah? Kau tak berani bicara?"
"Ah, untuk ini aku dilarang, locianpwe. Biarlah suhu saja yang kelak memberi tahu kalian. Aku tak berani!"
"Dan kau ingin bersahabat dengan muridku?"
"Kalau gadis itu mau."
"Tentu dia mau. Kalau kami yang memerintah tentu tak635 akan ditolak. Baik, kami memberinya tugas di Liang-san, Wi Tok. Ada sesuatu yang harus diselesaikan. Kalau kau mau membantunya tentu saja silakan ikut. Dan ayah ibumu akan kami selidiki. Awas kalau hanya mengaku- aku!"
"Ah, locianpwe boleh selidiki. Untuk apa aku bohong dan harus mengaku sebagai putera kaisar kalau buktinya lain!"
"Bagus, kau boleh pergi. Tapi jangan coba-coba kurang ajar kepada muridku atau kami menghajarmu biarpun kau putera kaisar!"
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pemuda ini tertawa.
Biarpun mendongkol dan panas mendengar itu namun lampu hijau dari nenek-nenek ini menggirangkannya.
Sejak pertama melihat Kiok Eng melenggang di tepi sungai itu sesungguhnya jantungnya sudah berdegupan, apalagi setelah dia melihat betapa Kiok Eng menghadapi keroyokan sekian banyak orang gagah.
Dan terakhir, dia sendiri sudah bertanding dan mencoba! Dan karena semuanya ini cukup dan lebih dari cukup, ia benar-benar puas maka dorongan nenek-nenek itu membuat Wi Tok lebih lega lagi dan bebas mendekati Kiok Eng.
Berani! Namun betapapun pemuda ini harus berhati-hati.
Sikap Kiok Eng yang dingin dan gampang marah membuat dia harus waspada.
Kembang cantik yang siap didekati ini tak boleh dikasari, ia harus tetap bersikap lembut, halus.
Dan karena untung ia telah menjual "jasa", kemarin ia menolong gadis itu maka Wi Tok merasa lega didorong mendekati Kiok Eng.
Ia melihat gadis itu berkelebat ke Liang-san dan kata-katanya mengejek penuh tantangan.
Kalau ingin melanjutkan permusuhan gadis itupun siap! Maka tertawa dan berkelebat mengejar, mengerahkan ginkangnya dan lari menyusul gadis itu Wi Tok berseru636 bahwa permusuhan sudah habis.
"Tak ada permusuhan, tak ada yang ingin kumusuhi. Gurumu telah mengijinkan untuk berdekatan denganmu, Kiok Eng. Aku gembira dan maaf kalau telah membuatmu marah. Aku ingin membantumu, kebetulan aku juga ingin bertemu Dewa Mata Keranjang itu dan muridnya Fang Fang!"
"Hm, kau tahu apa tentang Fang Fang,"
Kiok Eng mendengus, diam-diam ingin tahu apa kata pemuda ini.
"Kepandaianmu belum seberapa dibanding kesaktiannya, Wi Tok. Tak perlu sombong atau kau ditiupnya terbang!"
"Ha-ha, kau bicara seolah pernah pecundang oleh laki- laki ini. Aku tidak takut, Kiok Eng. Biarpun ada seribu Fang Fang akan kutangkap dan kubekuk dia!"
"Hm, kau besar mulut. Tapi sekali kena tentu kuncup nyalimu!"
Kiok Eng panas.
"Siapa kuncup? Kalau aku roboh biar kucium kentutnya. Tapi kalau dia roboh dia harus mencium kentutku, ha- ha!"
Hampir saja Kiok Eng membalik dan menampar pemuda ini.
Entah kenapa tiba-tiba dia gusar bukan main.
Orang menghina dan menjelek-jelekkan ayahnya! Tapi teringat dan terkenang peristiwa di Bukit Angsa, ayah ibunya rukun kembali mendadak gadis ini mengeraskan hati dan membentak pemuda itu untuk tidak bicara lagi.
Kiok Eng tak jadi marah teringat kejadian itu.
Ia terbakar betapa ibunya tunduk lagi kepada suami.
Ia benci kenapa ibunya begitu lemah, padahal bertahun-tahun ini selalu menanamkan kebencian dan dendam mendalam di hatinya.
Maka ketika Wi Tok menghina ayahnya namun seketika itu juga ia menindas kemarahannya, iapun juga637 marah namun tak mau bicara tentang ayahnya lagi maka Wi Tok merasa heran dan aneh melihat itu.
Pemuda ini mengerutkan alis namun tak mau bicara lagi.
Akhirnya mereka berendeng dan Wi Tok kagum.
Bau harum gadis itu menyengat hidungnya lagi, ia berseri- seri.
Dan ketika ia tak bicara tentang Fang Fang dan gadis itu tampak tenang, sama sekali pemuda ini tak mengira bahwa gadis itu adalah puteri orang yang dibicarakan maka dua muda-mudi ini mengerahkan ilmu lari cepat mereka menuju Liang-san.
Kiok Eng tampak tergesa-gesa dan gadis itu tak mau banyak bicara di perjalanan.
Sekali dua saja ia melirik, kalau bertemu pandang lalu mendengus.
Dingin! Dan ketika Wi Tok tertawa geli dan semakin tertarik, gadis ini benar-benar luar biasa maka pagi itu mereka tiba di tempat tujuan.
Kiok Eng tak bicara ini-itu dan langsung saja mendaki.
Ia sudah pernah datang ke tempat ini, jadi mengenal medan.
Maka ketika ia bergerak dan tak takut akan tebing-tebing curam, melayang dan terus naik ke atas Wi Tokpun merasa ditantang dan semangatnya berkobar.
Masa laki-laki harus kalah terhadap wanita! Maka ketika pemuda itu mengerahkan gin-kangnya dan berlompatan serta mendaki cepat, tak mau kalah dengan Kiok Eng maka keduanya meluncur ke atas seperti dua bayangan siluman yang berlomba.
Satu hitam dan satunya lagi biru keemasan!
Jilid XVIII KIOK ENG akhirnya sampai di puncak dan gadis ini berhenti.
Rumah itu, tempat tinggal Dewa Mata Keranjang diselidiki.
Rumah itu masih di situ namun kesannya tak berpenghuni lagi.
Ia mengawasi tajam.638 Namun ketika ia bergerak dan menendang pintu depan, masuk dan berkelebat ke dalam maka Kiok Eng mencari- cari akan tetapi orang yang dicari itu benar-benar tak ada.
Wi Tok mengikuti dan bersikap hati-hati.
"Tak ada, rumah ini kosong. Agaknya perjalanan kita sia- sia, Kiok Eng. Dewa Mata Keranjang tak ada di sini. Apakah benar ini rumahnya'"
"Hm, benar, tentu benar. Aku sudah pernah ke sini, Wi Tok. Tapi coba kau ke samping rumah dan cari atau lihat apakah ada orang di situ!"
Pemuda ini mengangguk.
Ia tersenyum dan entah kenapa mau saja diperintah, padahal ia putera kaisar! Dan ketika pemuda itu berkelebat dan memeriksa samping rumah, tak menemukan apa-apa kecuali beberapa ekor ayam kampung maka pemuda ini kembali tapi untuk mengejutkan Kiok Eng ia pura-pura berseru.
"Heiii.... ada penghuninya. Tapi awas, tangkap ini!"
Kiok Eng terkejut, Ia sedang memeriksa ke dalam dan baru saja keluar dari kamar kakek itu.
Maka ketika tiba- tiba Wi Tok berkelebat dan melempar benda hitam, ayam itu menyambar namun lehernya sudah dipatahkan Wi Tok maka Kiok Eng mengibas dan kontan ayam itu hancur.
"Apa-apaan kau. Jangan kurang ajar, Wi Tok. Aku mencari orang, bukan binatang... crot!"
Perut ayam itu pecah dan isinya berhamburan menyambar Wi Tok.
Pemuda ini mengelak dan tertawa dan Kiok Eng membalas.
Tapi ketika pemuda ini meminta maaf dan berseru bahwa dia hanya main-main belaka, menggoda Kiok Eng maka gadis itu cemberut berkata mendamprat.
"Aku tak ingin main-main. Dewa Mata Keranjang dan639 keluarganya bukanlah orang yang bisa dibuat main-main. Kau pergi atau serius denganku, Wi Tok. Aku bersungguh-sungguh!"
"Ah-ah, kau rupanya serius. Dewa Mata Keranjang itu rupanya cukup membuatmu ketakutan. Baik, aku tak main-main lagi, Kiok Eng. Tapi justeru ingin ketemu dan melihat kepandaian kakek itu. Benarkah ia hebat!"
"Hm, aku tidak takut, hanya berhati-hati. Kau jangan sombong atau nanti kena getah!"
"Ha-ha, kalau kau demikian serius tentu aku percaya. Baik, sekarang bagaimana, Kiok Eng, kita tak menemukan siapa pun di sini!"
"Kau sendiri bagaimana, apa yang kira-kira akan kaulakukan!"
"Hm, aku?"
Pemuda itu tertawa.
"Buang saja kemendongkolan dengan membakar rumah ini. Kau sendiri bagaimana!"
"Membakar rumah ini?"
Kiok Eng mengerutkan kening, tak enak kepada Tan Hong maupun ayahnya.
"Rumah ini tak bersalah, Wi Tok. Untuk apa diganggu!"
"Tapi kau sudah mengganggunya, kepalang basah!"
"Maksudmu"' "Ha-ha, kau tadi sudah menyakiti dengan menendang dan merusakkan pintu depan, Kiok Eng. Lihat engselnya copot!"
"Tapi aku tak bermaksud mengganggu rumah ini." .
"Sama saja! Kau agaknya tiba-tiba menjadi lemah hati. Ah, biar kubakar dan kumulai dulu!"
Wi Tok bergerak dan tertawa membuat api. Kiok Eng terkejut dan mengawasi, tapi sebelum pemuda itu melemparkan apinya mendadak640 terdengar teriakan dan sayup-sayup suara jeritan.
"Ah, ada orang?"
Dua muda-mudi ini terkejut.
"Heii, arahkan tajam pendengaranmu, Wi Tok, di mana kira- kira!"
"Di belakang punggung gunung, di balik puncak!"
"Betul, aku juga merasa begitu!"
Lalu ketika Kiok Eng berkelebat dan mendahului pemuda itu maka Wi Tok menyusul dan menuju belakang gunung.
Kiok Eng lebih hapal dan cepat gadis ini melewati jurang-jurang dalam.
Teriakan dan jeritan itu makin jelas saja, kini ditambah maki-makian.
Dan ketika Kiok Eng memandang ke depan dan terbelalak melihat seorang pemuda menyeret-nyeret seorang gadis baju merah maka ia terkejut mengenal pemuda itu sebagai Tan Hong! "Dia putera Dewa Mata Keranjang, pemuda itu!"
Dewa Arak 43 Garuda Mata Satu Mahesa Kelud Mencari Mati Di Banten Batas Perjalanan Cinta Karya Freddy
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama