Playgirl Dari Pak King Karya Batara Bagian 19
"Fang Fang!"
"Benar,"
Fang Fang mengangguk dan tersenyum, menurunkan putera mahkota menyuruh pemuda itu menjauhkan diri.
"Aku di sini, Siang Lun Mogal. Kau merampas putera mahkota dengan curang."
"Keparat, kaupun curang. Kau dan Sin kun Bu-tek rupanya hendak mengeroyok aku, Fang Fang. Siapa takut dan majulah!"
Kakek ini pucat sekali akan tetapi tak ada jalan lain menerjang lawannya ini.
Mereka telah bertempur dan kakek itu tahu benar sampai di mana kepandaian lawan.
Dan karena di sana Sin-kun Bu tek menghentikan tiupan sulingnya namun tidak menyimpan senjatanya itu, tersenyum dan menarik napas dalam maka Fang Fang menyambut pukulan kakek ini dengan kelima jari terbuka.
"Plak!"
Hoat-lek-kim-ciong-ko bertemu hawa dingin yang keluar dari telapak pendekar itu, tertahan dan mencoba masuk akan tetapi hawa dingin lebih kuat.
Fang Fang mengerahkan Im-bian-kangnya (Kapas Dingin) menerima pukulan lawan yang dahsyat itu.
Hoat-lek-kim-ciong-ko bagai api petir yang meledak dan bertemu telapak pendekar ini.
Namun karena sinkang Fang Fang sudah amat kuatnya dan kakek itu menggigil kedinginan, tertembus Im-bian-kang tiba-tiba kakek ini berteriak dan tangannya yang lain bergerak menghantam.
Cahaya biru menyambar disusul lidah api yang amat mengerikan.
Akan tetapi Fang Fang menerima itu dengan tangannya yang lain.
Tidak seperti tangan pertama yang mengerahkan Im-bian-kang adalah telapak kedua ini berisi tenaga Pek-in-kang (Awan Putih).
Bagai kabut atau uap halus telapak ini menghisap Hoat-lek-kim-ciong-ko,1162 lenyap menuju dasar tak terhingga dan lawan tentu saja terkejut bukan main.
Hanya orang-orang yang telah memiliki kesaktian amat tinggi dapat mempermainkan dua tenaga sakti berbeda, yang satu menahan dan mendorong sementara yang lain meng hisap.
Maka ketika kakek ini menjadi ngeri dan pukulannya tersedot ke tubuh pendekar itu, ia akan masuk dan terbawa ke dalam bencana tiba-tiba ia berteriak keras menarik kedua pukulannya dari telapak lawannya itu, membanting tubuh bergulingan.
"Bresss!"
Bukan main pucatnya kakek ini.
Ia meloncat bangun dengan mata terbelalak, muka menjadi merah padam dan gentarlah dia oleh kejadian segebrak itu.
Kalau ia terus nekat tentu binasa.
Lawan di depannya ini rasanya jauh lebih mengerikan dibanding Sin-kun Bu-tek.
Maka ketika ia melotot dan melihat kakek di sana itu tersenyum-senyum, Sin-kun Bu-tek juga kagum bukan main oleh kesaktian Fang Fang mendadak kakek gundul ini berteriak dan menerjang kakek yang masih memegang sulingnya itu.
"Mari kau atau aku mampus. Terimalah!"
Sin-kun Bu-tek terkejut.
Ia tak menyangka lawan berbalik dan menyerangnya, untunglah karena suling masih di tangan iapun mengelak dan menangkis.
akan tetapi ketika ia terdorong dan kakek itu menerjang lagi segera lawan menyerangnya sengit dan Ang-mo-kang serta Hoat-lek-kim-ciong-ko ganti-berganti mendesaknya hingga ia tak sempat mengatur napas.
Ganas sekali kakek gundul ini menerjang kalap.
"Hm!"
Sin-kun Bu-tek berkelebat menjauhkan diri, menghilang sejenak.
"Kau agaknya hendak bertanding1163 mati hidup, Siang Lun, akan tetapi aku si tua ini tak begitu bernafsu. Marilah kita sekedar main-main saja dan bertobatlah mengisi usia tua."
"Keparat jahanam, tua bangka busuk. Kau dan aku sudah sama-sama di ujung permukaan kubur, Sin-kun Bu-tek, tak perlu banyak bicara dan mari kita sama-sama mampus. Jangan lari dan terimalah pukulanku....... dess!"
Kakek ini membalik dan menghantam dan diam-diam terkejut lawan melenyapkan diri.
Kalau ia tidak cepat- cepat menemukan dan menghantam kakek ini mungkin ia akan didahului.
Maka ketika dengan tepat ia melepas pukulan akan tetapi lawan sudah bersiap sedia, kali ini Sin-kun Bu-tek menyambut dengan sulingnya maka masing-masing terhuyung dan nyatalah bahwa tanpa Sian-kong-ciang (Pukulan Sinar Dewa) kakek ini berimbang saja dengan lawannya.
Sin-kun Bu-tek menarik napas dalam.
Akhirnya ia berkelebat dan mengelak sebuah serangan lagi dan Ang- mo-kang di tangan kiri lawan menghantam tanah di belakangnya, disusul pukulan tangan kanan Hoat-lek- kim-ciong-ko dan terpaksa ia mengangkat sulingnya menangkis dengan Sian-kong-ciangnya itu.
Dan ketika kakek gundul terpental dan merasa terke jut maka Siang Lun Mogal memaki-maki namun betapapun ia merasa lebih berani daripada menghadapi Fang Fang, lawan yang mampu menyedot dan menghisap Hoat-lek-kim- ciong-konya itu.
"Bagus, kau atau aku mampus. Atau kita sama-sama mati di lubang kubur!"
Sin-kun Bu-tek mengelak dan menangkis lagi.
Sinar biru meledak dan menyam bar akan tetapi dari lubang sulingnya kini keluar cahaya putih menangkis pukulan- pukulan lawannya itu.
Setiap pertemuan muncratlah1164 bunga api yang panas membara, mula-mula ke sekeliling mereka akan tetapi akhirnya melebar ke tempat para pasukan dan orang-orang lain.
Sin-kun Bu-tek tentu saja mengerutkan kening.
Maka ketika tiba-tiba ia membentak dan menggerakkan tangan kirinya, mengebut atau memukul bunga api yang berhamburan melebar maka Siang Lun Mogal melotot karena sampai saat itu ia belum berhasil merobohkan lawan, tak tahu bahwa sebenarnya Malaikat Tanpa Tan ding itu bersikap lunak dan tak ingin bertempur sungguh-sungguh, di samping karena tak ingin memperdalam permusuhan juga karena tenaganya sudah jauh berkurang, termakan usia tua.
Maka ketika ia juga harus mengebut padam bunga-bunga api itu, hanya dengan sebuah sulingnya menghadapi sambaran Ang- mo-kang maupun Hoat-lek-kim-ciong-ko akhirnya kakek ini malah kerepotan sendiri ketika lawan menjadi garang dan buas menerjang.
Siang Lun Mogal mulai mengerotokkan kesepuluh jari tangannya yang kini kebiru-biruan bagai api berpijar.
Hal ini membuat cucu dan menantunya khawatir.
Nagi, wanita cantik itu sudah berkelebat datang bersama suaminya.
Mereka berdiri berendeng menyaksikan pertempuran itu, tak jauh dari Kiok Eng yang berdiri di dekat ayahnya namun teringat Sam-taijin, berbisik-bisik dan sang ayah terkejut berkerut kening.
Teringatlah Fang Fang akan Sam-taijin di bawah tanah.
Wi Tok menawan pembesar itu sementara gurunya bertanding di sini.
Dan ketika pendekar itu melihat bahwa sesungguhnya Sin- kun Bu-tek mampu menghadapi lawannya, betapapun Sian-kong-ciang mampu menahan pukulan-pukulan kakek gundul itu akhirnya pendekar ini berkelebat bersama Kiok Eng.
Putera mahkota telah berhasil mereka selamatkan.
"Baiklah, aku lupa kepada pembesar itu, Kiok Eng. Mari1165 kita cari dan selamatkan Sam-taijin."
Tak ada orang tahu ketika ayah dan anak berkelebat lenyap.
Fang Fang menggenggam puterinya dan betapa bahagia gadis itu merasakan jari-jari ayahnya yang hangat.
Kalau saja keadaan tidak tegang seperti itu tentu ia akan bermanja-manja seperti dulu, duduk menikmati bebek panggang sambil bercanda-ria.
Betapa hangatnya sikap ayahnya ini! Tapi karena keadaan tidak mengijinkan dan mereka harus mencari Sam-taijin ternyata di bawah tanah keadaan amatlah gelap.
Fang Fang telah mengungkit dan mem buka tutup papan batu itu, masuk dan melindungi puterinya ketika berada di dalam.
Lalu ketika mereka bergerak dan melihat lorong-lorong hitam, diam-diam Kiok Eng kagum akan ketajaman mata ayahnya ini maka di guha di tempat sarang ular tiba-tiba ayahnya berhenti.
"Sebaiknya kunyalakan lilin, ada bau amis di sini. Hati- hati karena rupanya sarang ular!"
Kiok Eng hampir menjerit.
Benar saja di depan mereka terdapat ratusan ular saling belit.
Setelah sang ayah menyalakan lilin maka binatang-binatang menjijikkan itu mendesis-desis.
Api membuat mereka takut.
Tapi ketika Fang Fang tersenyum dan menyentak, lengan puterinya maka mereka melompat melalui semua barisan ular itu.
"Ada pertigaan di depan itu, mari masuk!"
Kiok Eng mengeluarkan keringat dingin.
Kalau ia tidak bersama ayahnya dan tahu-tahu menginjak ratusan ular itu tentu ia pingsan oleh kaget yang sangat.
Ular dan tikus adalah binatang menjijikkan bagi wanita.
Tapi ketika ia melewati kelompok ular itu dan benar saja tiba di pertigaan lorong bawah tanah maka ayahnya berhenti lagi dan miringkan kepala.1166
"Di mana kita menuju, kiri atau kanan."
"Terserah kau, ayah, atau kita berpencar saja di sini. Aku tak takut mencari jahanam Wi Tok itu!"
"Hm, tidak. Wi Tok seperti gurunya, licik. Kau harus tetap bersamaku, Kiok Eng, dan......... ada suara di situ!"
Kiok Eng terkejut, sang ayah berkelebat dan tahu-tahu api lilin padam.
Untunglah ayahnya menyambar dan ia tetap dibawa bersama.
Dan ketika ia tak tahu ke mana ayahnya menuju tiba-tiba terdengarlah ketawa serak dan maki-makian yang sambung-menyambung, suaranya memenuhi delapan penjuru angin, membentur-bentur.
"Ha-ha, kau anak nakal. Hayo serahkan Sam-taijin dan menyerahlah baik-baik, Wi Tok. Kau telah terkepung dan tak mungkin lolos. Ayo, serahkan dirimu dan menyerahlah baik-baik!"
"Benar, atau kau mampus. Di sini tak ada tempat bersembunyi lagi, Wi Tok. Cepat atau lambat kami pasti menemukanmu'"
Kiok Eng tertegun. Suara Dewa Mata Keranjang terdengar disusul suara Bi Hwa, gurunya. Dan ketika ia mencoba menangkap pusat suara tiba-tiba berdesir angin pukulan dan menyambarlah Ang-mo kang dari depan.
"Awas!"
Akan tetapi sang ayah sudah bekerja lebih dulu.
Fang Fang sudah meremas api lilinnya begitu di terowongan bawah tanah ini terdengar suara-suara.
Tentu saja ia juga mengenal suara gurunya dan nenek Bi Hwa.
Maka ketika tiba-tiba ia melihat sesosok bayangan berjongkok dan menghantam dari depan, meluncur menuju perut tiba-tiba pendekar ini maklum bahwa pemuda yang dicari1167 itu telah ada di situ.
"Dess!"
Wi Tok kaget bukan main.
Tentu saja pemuda ini tak menyangka bahwa yang diserangnya adalah pendekar sakti itu.
Fang Fang menggerakkan tangan ke depan dan pukulan itu membalik, menghantam tuannya sendiri dan pemuda itu berteriak keras melempar tubuh bergulingan.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Suara Kiok Eng menyadarkannya bahwa gadis itu bersama ayahnya.
Maka ketika ia bergulingan dan menghilang di balik gelap, tempat itu memang temaram saja maka pemuda yang mengeluarkan keringat dingin ini tak menyangka sama sekali bahwa lawannya adalah Fang Fang.
Ia tadi hanya melihat sesosok bayangan berdiri dan langsung menyerang.
"Kejar!"
Kiok Eng melompat dan marah sekali.
Setelah ayahnya melindunginya dari pukulan Ang-mo-kang tadi tentu saja ia menjadi gusar dan marah.
Wi Tok sungguh curang, tak malu-malu menyerang orang di balik gelap.
Namun ketika ayahnya menghalangi dengan menarik tangannya maka gadis ini tertegun.
"Jangan, kau harus tetap bersamaku. Mengejar pemuda itu di dalam kegelapan sama dengan mencari penyakit, Kiok Eng, bersabarlah dan biar aku di depan!"
"Tapi aku melihat bayangannya ke kiri, ia menghilang kalau tidak cepat ditangkap!"
"Hm, terowongan ini banyak persimpangannya. Dengar guruku dan yang lain masih berteriak-teriak, Eng-ji. Kalau tidak karena ini tentu W i Tok sudah tertangkap. Sabar, aku hendak menerangi semua tempat ini dengan pukulanku."
Dan ketika gadis itu terheran apa yang dimaksud1168 ayahnya maka Fang Fang telah menepuk dinding guha dengan telapak tangannya, berpijar dan tiba-tiba menyalalah dinding itu seperti bara.
Fang Fang tersenyum dan berkelebat dan menepuk lagi dinding- dinding yang lain.
Lalu ketika terowongan menjadi terang-benderang, tak mungkin lagi orang bersembunyi di situ maka gadis ini takjub akan sinkang ayahnya yang begitu luar biasa.
Seluruh dinding guha bagai obor menyala merah.
"Ah, kesaktian apa yang kaugunakan itu. Telapakmu hebat sekali, ayah, tempat ini bagai dipasangi ratusan obor!"
"Sudahlah, kita sekarang mencari yang lain lagi. Yang penting terowongan bawah tanah ini tak gelap lagi."
"Berapa lama dapat bertahan!"
"Dua tiga jam, dan cukup untuk mencari bocah she Wi itu. Mari!"
Sang ayah tak membiarkan puterinya bengong, melompat dan akhirnya lorong demi lorong ditepuk perlahan.
Semua berpijar dan menyala dan akhirnya tampaklah bayangan nenek Bi Hwa.
Nenek itu berada di sudut dengan terheran-heran, melihat dinding guha menjadi obor dan hampir menyerang tapi tak jadi setelah melihat siapa gerangan.
Kiok Eng besseru memanggil subonya itu.
Lalu ketika berturut-turut muncullah Bi Giok dan lain-lain, juga Lin Lin dan nenek May-may akhirnya sepuluh nenek sakti berada di situ.
Sekarang ruang bawah tanah terang-benderang bagai dipasangi ribuan obor! "Kau!"
May-may meledakkan rambutnya dengan penuh takjub.
"Kesaktian apa yang kaugunakan itu, Fang Fang. Bukankah gurumu tak memiliki ilmu semacam itu!"
"Dan mana bocah she Wi itu, kenapa belum terlihat!"1169
"Hm, belum semua lorong kubuat begini. Inilah Hwee- ciang (Tepukan Api) yang kulatih semasa bertapa, locianpwe. Mari cari bocah itu sampai dapat dan mana suhu. Masih ada lorong bawah tanah yang gelap."
"Benar, suara suhumu tiba-tiba hilang. Dan di atas itu terdapat sebuah jalan menuju keluar!"
"Mari kita lalui, dan harap locianpwe mengepung dari segala penjuru."
"Dan kau ikut aku!"
May-may menyambar muridnya diajak bersama.
"Bantu aku kalau bocah itu menyerang, Kiok Eng, tadi hampir aku celaka!"
"Ah, aku ikut ayah, subo dengan yang lain saja!"
"Hei, kau membantah? Ayahmu meng-ijinkan dan jangan kekanak-kanakan, aku butuh bantuan!"
Lalu ketika nenek itu tak perduli dan Fang Fang mengangguk akhirnya gadis itu berpisah sejenak mengikuti subonya, berkelebat ke kiri kanan dan mengepung tempat itu dan ruang bawah tanah semakin terang-benderang.
Dengan kesaktiannya yang luar biasa Fang Fang membuat dinding-dinding guha terbakar.
Tepukan Hwee-ciangnya amat kuat dan tak mungkin dipadamkan.
Dinding yang menjadi bara jauh lebih kuat daripada sebatang lilin.
Maka ketika semua tempat menjadi terang dan tinggal lorong satu-satunya menuju ke atas maka Wi Tok yang tak mungkin bersembunyi lagi akhirnya berhadapan dengan Dewa Mata Keranjang, yang memang menunggu di atas sana dan hanya berteriak-teriak mengger tak pemuda itu! "Ha-ha, sekarang kau datang.
Menyerahlah, anak muda, dan serahkan Sam-tai jin baik-baik.
Akan kumintakan ampun kalau kau bersikap baik!"1170 Wi Tok menggigil merah padam.
Setelah ia dikepung dan didesak menuju tempat satu-satunya itu maka pemuda ini putus asa dan menangis.
Air matanya bercucuran ketika berhadapan dengan Dewa Mata Keranjang, kakek ini tertegun.
Lalu ketika dia berlutut dan Sam-taijin yang ditotoknya itu dicengkeramnya di depan dada, pemuda ini membungkuk maka ia tersedu-sedu menggetarkan hati kakek yang sama sekali tidak menyangka itu.
"Aku....... aku mau menyerahkan pembesar ini kalau locianpwe benar-benar mengampuni aku. Tak ada lagi yang kuharap selain kau, locianpwe. Kuserahkan Sam- taijin ini tapi berjanjilah bahwa aku boleh keluar dari tempat ini dengan selamat!"
Kakek itu tertegun.
Sama sekali tak disangka oleh Dewa Mata Keranjang ini bahwa pemuda yang begitu gagah dan berkepandaian tinggi itu tiba-tiba kini menangis dengan sedihnya.
Bayang-bayang putus asa dan ketakutan terlihat jelas.
Dan karena pada dasarnya kakek ini memang bukan orang kejam dan di saat tuanya ini ia banyak pengalah maka ketika pemuda itu mengguguk dan menangis dengan sedih kakek inipun terharu.
Dan Wi Tok segera bercerita bahwa di belakangnya masih terdapat Fang Fang dan Kiok Eng, selain sepuluh nenek lihai karena Bhi Cu terluka.
Dan ketika dengan tersedu- sedu Wi Tok meminta ampun, berdesahlah kakek ini maka Wi Tok mengakhiri bahwa biang keladi semua itu adalah pamannya, Liong-ongya.
"Aku hanya terbawa dan diperalat saja, pamanku itulah yang menjadi sebab. Karena itu lepaskan aku dan kuserahkan Sam-taijin ini, locianpwe, atau aku nekat dan kubunuh laki-laki ini meskipun kau membunuhku!"
"Hm-hm!"
Kakek ini mengangguk-angguk, mulai kehilangan kewaspadaan.
"Kalau benar kau bertobat1171 maka tentu saja kupenuhi permintaanmu, Wi Tok, hanya saja betapapun kita harus menghadap sri baginda. Aku yang akan mintakan ampun dan hukuman seringan- ringannya untukmu. Aku berjanji!"
"Tapi bagaimana kalau sri baginda tak mau mengampuni!"
"Aku akan membelamu mati-matian, anak muda. Bukankah yang bersalah besar adalah Liong-ongya. Sri baginda pasti mengampunimu, asal kau bertobat dan benar-benar merobah sepak terjangmu!"
"Kalau begitu terimalah Sam-taijin, dan harap locianpwe membebaskan aku secepatnya dari muridmu Fang Fang dan lain-lainnya itu. Mereka datang!"
Lalu ketika pemuda ini bangkit dan mengangkat tubuh Sam-taijin mendadak tanpa disangka sama sekali ia melempar pembesar itu ke tubuh Dewa Mata Keranjang, menubruk dan sebilah pisau belati berkelebat dari bawah menusuk perut kakek ini.
Kejadian berlangsung amat cepatnya karena saat itu dari bawah tangga terdengarlah suara nenek Lin Lin dan lain-lain.
Bayangan mereka juga tampak berkelebat dan terlihat di antara dinding guha.
Dan ketika Dewa Mata Keranjang terkejut berseru keras, terdengarlah jerit di mulut terowongan maka Mien Nio yang muncul dan melihat itu berteriak pada suaminya agar menghindar tusukan.
Akan tetapi Dewa Mata Keranjang tak mungkin mengelak.
Ruangan bawah tanah itu sempit dan inilah jalan menuju dapur gedung Sam-taijin.
Kembali ke sini berarti kembali ke ruang dapur istana, tempat pertama kali Wi Tok menemukan itu kemudian bersembunyi sambil mencari putera mahkota, bersama suhunya akhirnya menangkap tawanan tapi di sana sang suhu berhadapan dengan Sin-kun Bu-tek.
Di bawah tanah1172 pemuda ini membawa Sam-taijin akan tetapi bertemu dengan nenek May-may dan lain-lainnya itu, Dewa Mata Keranjang menjaga di mulut terowongan tertawa-tawa menggertak.
Maka ketika tiba-tiba saja pemuda itu melempar tubuh Sam-taijin ke arahnya, tak mungkin mengelak karena ruangan begitu sempit maka tepat sekali pisau di tangan Wi Tok menusuk perut si kakek, yang memang sama sekali tak menyangka dan Dewa Mata Keranjang sebetulnya masih terluka oleh bekas pukulan Siang Lun Mogal yang amat hebat.
"Cepp!"
Belati menancap sampai ke gagangnya.
Dewa Mata Keranjang roboh dibentur tubuh Sam-taijin yang dilempar keras, terbelalak dan mendelik dan marah sekali dicurangi anak muda ini.
Namun karena saat itu isterinya berteriak dan Wi Tok tak menyangka bahwa di luar terowongan berjaga wanita cantik itu, disusul bayangan Tan Hong maka Wi Tok yang sudah melompat dan mendorong kakek ini disambut tusukan pedang yang cepat ditangkis dan dielaknya.
"Kau membunuh suamiku, keparat!"
Wi Tok pucat.
Ia berhasil memukul pedang namun bayangan Tan Hong membuat ia gentar.
Tak disangkanya pemuda itupun ada di luar, berjaga bersama ibunya dan kini Tan Hong marah sekali melihat ayahnya roboh.
Sang ibu yang terpelanting didorongnya ke pinggir, dia menerobos masuk dan membentak lawannya itu melepas Pek-in-kang.
Dan karena Wi Tok begitu gugup dan tak menyangka bahwa di balik Dewa Mata Keranjang masih terdapat ibu dan anak maka pukulan Tan Hong mendarat di pundaknya dan ia terbanting masuk lagi ,ke dalam guha.
"Ayah!"1173 Dewa Mata Keranjang melotot. Kakek ini masih seakan mimpi menerima kejadian yang begitu cepatnya. Ia terbelalak dan marah memandang pemuda itu. Namun ketika Wi Tok terbanting dan bergulingan dekat sekali dengannya mendadak kakek ini terkekeh dan secepat kilat pisau yang menancap di perutnya itu dicabut dan...... ditikamkan ke dada pemuda itu yang berteriak dan menjerit ngeri.
"Augghhhhh........!"
Pisau berpindah sarang.
Gagang belati menancap sampai tembus dan tertegunlah semua orang.
Wi Tok tersentak dan menggeliat namun akhirnya roboh.
Ia mendelik memandang kakek itu namun Dewa Mata Keranjang menyeringai mendekap perut.
Setelah ia mencabut dan menikam pemuda itu maka lukanya menganga lebar, darah mengucur dan kakek itu menahan sakit.
Wi Tok memandang penuh benci, sementara si kakek memandang penuh geli.
Tapi ketika pemuda itu mengeluh dan mengejang maka tubuhnyapun ambruk di lantai dan tewaslah Wi Tok oleh pisau yang dipakainya untuk berbuat curang, pisau yang sesungguhnya milik Sam-taijin yang sedianya dipergunakan lelaki tua itu untuk mempertahankan diri.
Pisau bertuah! "Cing Bhok!"
"Suhu......!"
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Semua terkejut.
Dewa Mata Keranjang ambruk dan sadarlah semua orang akan keadaan kakek yang berbahaya ini.
May-may menubruk kakek itu dan tersedu- sedu sementara Fang Fang menyambar suhunya dibawa keluar.
Tempat itu begitu sesak oleh sekian banyak orang.
Lalu ketika semua menangis dan Kiok Eng tertegun memandang mayat Wi Tok, itulah bekas teman sekaligus musuhnya yang amat jahat maka gadis ini1174 membawa mayat itu menyusul yang lain, berkelebat ke atas.
Hiruk-pikuklah ruang dapur istana.
Sam-taijin yang selamat dan lolos dari maut termangu-mangu di situ, berkejap dan mengusap air matanya dan tiba-tiba ia menyelinap pergi.
Entah ke mana dan apa yang dilakukan pembesar ini orang tak tahu tapi tiba-tiba di kamar tidur kaisar terdengar pula suara gaduh.
Kiok Eng berkelebat ke situ bertemu dengan adik dan saudaranya yang lain, Beng Li dan Kong Lee akan tetapi di sana mereka melihat dua tubuh terkapar mandi darah, sementara Kok-taijin terhuyung dan bersandar tembok dengan lengan berdarah.
Kaisar berdiri di balik pintu dengan muka pucat.
Lalu ketika Kiok Eng melihat siapa kiranya dua orang di lantai itu ternyata mereka adalah Pek-busu dan Liong Kun, keponakan Liong-ongya.
Segeralah gadis baju hitam ini teringat sisa musuh yang berbahaya.
Setelah Wi Tok tewas dan gurunya bertempur dengan Sin-kun Bu-tek maka orang seakan dilupakan kepada yang lain, yakni Liong-ongya.
Dan ketika dia bertanya kepada Kok-taijin ternyata Kok-taijin menggeleng menyatakan belum tahu.
"Mereka ini muncul di balik lemari rahasia, menyerang kaisar. Tapi karena aku ada di sini maka mereka kubunuh dan entah di mana pengkhianat itu. Tentunya masih di lubang itu."
Kiok Eng memandang sebuah lubang gelap di balik lemari.
Inilah lubang yang menuju ke ruang tengkorak.
Ia tak tahu jalanan rahasia bawah tanah tapi tiba-tiba muncullah Sam-taijin.
Lelaki tua ini kiranya mencari sri baginda, kalah cepat dengan Kiok Eng tapi kini muncul di situ dengan wajah lega.
Keringat yang membasahi mukanya diusap dan setelah ia berlutut di depan sri1175 baginda lalu lari ke lubang gelap itu.
Di sini ia berseru agar Liong-ongya menyerah, keluar baik-baik.
Namun ketika tak ada jawaban dan Kiok Eng berkelebat tak sabar akhirnya gadis ini masuk untuk akhirnya menemukan pangeran itu gantung diri di ruang tengkorak! Menitiklah dua titik air mata di pipi sri baginda.
Kiok Eng segera tahu bahwa di terowongan bawah tanah terdapat jalanan rahasia menuju ke atas.
Pertama adalah di dapur Sam-taijin itu, kedua di bangsal agung sementara yang ketiga adalah di tempat di mana ia membuka papan batu mengeluarkan putera mahkota.
Tapi karena masih ada jalanan terakhir yang merupakan lorong paling rahasia, yakni dari ruang tengkorak menuju kamar sri baginda maka inilah yang dilakukan Liong-ongya hingga tadi ketika ayahnya mengepung Wi Tok pantas saja pangeran ini dan dua pembantunya tak mereka temukan.
"Semua ini adalah rahasia istana, tak seorangpun boleh tahu. Tapi karena tempat ini menjadi kotor oleh ulah pengkhianat biarlah lorong bawah tanah dihancurkan untuk diganti yang baru. Terima kasih untuk semua bantuanmu, Kiok Eng, namun masih ada seorang berbahaya di luar sana, kakek Mongol yang gila itu!"
Kiok Eng mengangguk.
Sekarang para tokoh pemberontak sudah habis semua, tinggal guru Wi Tok yang berbahaya itu.
Namun ketika ia berkelebat dan menuju tempat pertempuran ternyata Siang Lun Mogal roboh luka dalam oleh jurus-jurus sakti Sin-kun Bu-tek lewat lubang sulingnya yang berisi cahaya gaib Sian- kong-ciang.
Kakek ini terduduk dengan muka kebiru-biruan.
Hoat-lek- kim-ciong-ko andalannya terpental oleh sinar putih yang ke luar dari lubang suling.
Dan ketika gadis ini tertegun1176 dan semua orang juga membelalakkan mata maka sinar merah di langit timur memberkaskan cahaya redup seredup kisah berdarah semalam suntuk.
Tak ada kata-kata yang keluar dari mulut kakek gundul ini.
Ia terduduk melontakkan darah dan tenaganya jelas terkuras habis.
Hanya sepasang matanya yang bersinar penuh kebencian memandang Sin-kun Bu-tek.
Kakek itu berdiri di depannya basah kuyup, gemetar dan kelelahan pula.
Tapi ketika Siang Lun Mogal meminta agar dibunuh ternyata kakek ini menarik napas dalam menggeleng kepala, senyumnya getir.
"Aku bukan malaikat el-maut, bukan pencabut nyawa orang. Kalau kau sudah menyerah dan roboh seperti ini adalah kewajibanku mengingatkan dirimu, Mogal, bahwa kejahatan tak akan menang melawan Kebenaran. Kau sudah tua, tinggal menanti ajal. Isilah sisa hidupmu dengan amal perbuatan yang baik untuk mengurangi dosa."
"Tutup mulutmu, aku tak mengenal dosa. Kalau kau tak membunuhku maka kelak aku membunuhmu, Sin-kun Bu-tek, atau muridku yang akan membalas dendam!"
"Hm, muridmu boleh kaubawa pulang,"
Fang Fang tiba-tiba muncul, meletakkan mayat Wi Tok.
"Kalau kau tak sadar juga berarti dosamu semakin menumpuk, Mogal. Terimalah dan bawalah muridmu ini!"
Kakek itu berseru tertahan.
Tiba-tiba ia bangkit dan terbatuk, bagai mendapat tenaga baru langsung menyambar muridnya itu.
Tapi ketika ia melihat muridnya tewas, belati masih menancap di situ mendadak kakek ini berteriak melengking dan mencabut belati melontarkannya kepada Fang Fang.1177
"Kau pembunuh!"
Akan tetapi Fang Fang menyampok.
Pisau mencelat entah ke mana dan saat itu muncullah belasan orang mengiringi Dewa Mata Keranjang yang terhuyung- huyung.
Kakek ini terkekeh-kekeh mendekap perut sementara isteri dan sepuluh nenek lainnya menangis tersedu-sedu.
Terkejutlah Siang Lun Mogal menoleh ke rombongan itu.
Lalu ketika ia tertegun dan tak mengerti apa maksudnya maka Dewa Mata Keranjang terjatuh dan menu ding.
"Kau, heh-heh......... kau selalu mementingkan kepentingan dirimu sendiri, Mogal, tak pernah memikirkan kepentingan orang lain. Lihatlah apa yang dilakukan muridmu kepadaku. Ia menusuk perutku, curang. Menyerang di saat ia menyatakan bertobat dan menyerah. Dan aku si tua bangka ini, heh-heh......... baru kali ini diakali seorang bocah ingusan dan kurang hati- hati. Yang membunuh muridmu adalah aku, bukan orang lain. Kalau kau ingin membalas dendam balaslah kepadaku. Aku....... ugh...... aku siap mati bersamamu......!"
"Ayah!"
Tan Hong menyambar dan menahan ayahnya yang hampir terguling.
Tiga jam lebih ayahnya berkutat dengan maut dan semua sudah berusaha mengobati.
Akan tetapi karena pisau melukai begitu dalam dan usus ayahnya terpotong hampir separoh maka tak ada dewa penolong yang mampu menyelamatkan kakek ini lagi.
Siang Lun Mogal terkejut dan membelalakkan mata akan tetapi tiba-tiba ia terkekeh.
Apa yang dilihat membuatnya geli.
Tak disangkanya muridnya mampu, mencelakai Dewa Mata Keranjang, kakek itu tak mungkin mampu hidup lama.
Tapi ketika ia melihat betapa muridnya juga tewas, mayat Wi Tok menggeletak di depannya tiba-tiba1178 kakek ini beringas dan berteriak parau.
"Sin-kun Bu-tek, Dewa Mata Keranjang, kaubunuhlah aku sekalian atau aku kelak membalas kalian!"
"Hm!"
Fang Fang menampar dan mengebut runtuh sebutir batu hitam, hampir mengenai kepala suhunya.
"Kalau Sin-kun Bu-tek sudah membebaskanmu cepatlah pergi dari sini, Mogal. Tak perlu berteriak-teriak karena tanpa kamipun kelak kau mati juga. Asal tanah kembali tanah!"
Kakek itu berseru parau.
Dalam usahanya terakhir ia menyambit sebutir batu hitam ke kepala Dewa Mata Keranjang, lawan yang paling lemah saat itu.
Namun ketika Fang Fang menampar dan mengebut runtuh maka ia menyambar muridnya dan terhuyung melangkah pergi, terseok.
"Baik, kalian...... kalian membuat kebencianku semakin parah. Kalian membebaskan aku. Tunggu, ugh....... tunggu balasanku kelak, Sin-kun Bu-tek, dan juga kau Fang Fang. Awas kebencianku kepada kalian tak akan surut dan tunggu aku menggembleng murid baru!"
Kiok Eng dan beberapa anak muda la in hendak bergerak akan tetapi Fang Fang mencegah mereka dengan pandang mata kuat.
Pendekar itu menggeleng dan terseoklah kakek iblis itu keluar istana.
Pasukan menyibak dan Bu-goanswe memberi aba-aba, semua minggir dan memberi jalan.
Lalu ketika kakek itu terkekeh-kekeh tapi juga terbatuk dan melontakkan darah lagi, jatuh dan bangkit menyambar mayat muridnya maka Siang Lun Mo gal akhirnya menghilang bertepatan dengan kokok ayam jantan dan sinar memerah di ufuk timur.
Matahari telah muncul membersihkan kegelapan.
Mayat1179 dan orang-orang terluka disingkirkan dan tempat itu hening kembali.
Sri baginda termangu-mangu di kamarnya sementara di tempat lain dua puluh orang merubung Dewa Mata Keranjang.
Dua kali kakek ini kejang-kejang akan tetapi murid dan puteranya menotok.
Fang Fang memberikan dua pil hijau ke mulut suhunya, akan tetapi maklum bahwa jiwa suhunya tak mungkin tertolong maka pendekar ini menghela napas berulang- ulang dan anehnya kakek itu selalu terkekeh di jelang ajal.
"Heh-heh, mana isteri-isteriku...... mana May-may........!"
"Aku di sini, ada apa,"
May-may tersedu dan nenek itu mencium pipi suaminya.
"Apa yang hendak kaukatakan kepadaku, Cing Bhok, katakanlah dan aku akan menurut semua. Kami semua berjanji!"
"Benar,"
Lin Lin dan lain-lain maju, sesenggukan.
"Kami telah bersumpah untuk tidak memusuhimu lagi, Cing Bhok. Kau telah menunjukkan sebagai suami yang baik ketika melindungi kami dari pukulan Siang Lun Mogal!"
"Heh-heh, kalian memang kepala batu ......... keras semua. Eh, mana isteriku Mien Nio, Lin Lin...... aku ingin kalian semua mendengarkan pesanku....... pesan penting.........!"
"Aku di sini,"
Mien Nio maju, air matanya bercucuran, deras.
"Apa yang hendak kausampaikan kepadaku, suamiku. aku akan mendengarkanmu."
"Hm, heh-heh....... dan mana Tan Hong........!"
"Aku di sini,"
Tan Hong maju pula.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dan...... dan mana anak bengal itu.... ...... Kiok Eng........!"
"Aku di sini, locianpwe. Ada apa."1180
"Heh-heh, kau......!"
Kakek ini menuding.
"Berapa usiamu sekarang, anak bengal. Katakan!"
Kiok Eng mengerutkan kening, tak mengerti.
"Hampir dua puluh tahun....."
Katanya lirih.
"Heh-heh, dua puluh tahun! Berapa harikah itu?"
Kiok Eng tak menjawab, tapi pandang mata sang ayah mendesak, memaksa dia bicara.
"........ hm, kurang lebih 7200 hari, locianpwe, ada apakah.....!"
"Ha-ha, dan aku....... berapakah usiaku sekarang?"
"Kurang lebih enam puluh lima tahun"
"Tepat sekali. Berapa hari itu!"
"Hm, kurang lebih dua puluh tiga ribu tujuh ratus dua puluh lima hari......"
"Ha-ha, belum 25000 hari. Ugh, bandingkan dengan usia pohon pek di alun-alun itu, anak baik...... bandingkan dengan usia batu hitam atau apapun juga yang ada di sekeliling kita. Bulan, bintang....... atau segala isi jagad yang ada dan kita tahu atau lihat.....!"
Kiok Eng mengerutkan kening.
Tentu saja ia heran dan menganggap kakek ini mulai melantur.
Orang yang ada di ambang maut rupanya bicara ngalor-ngidul dan tak keruan.
Tapi ketika ia diam dan kakek itu mendelik mendadak Dewa Mata Keranjang meminta agar ia menghitung berapa usia benda-benda di sekitar mereka.
"Aku bertanya kepadamu, jawablah. Aku bertanya berapa usia bulan dan bintang-bintang di langit itu. Atau berapa usia batu hitam yang duduk bertengger di gunung-gunung itu!"
"Aku...... aku tak tahu!"
Kiok Eng terkejut, bingung dan juga gugup ke manakah kakek ini hendak bicara. Akan1181 tetapi ketika kakek itu terkekeh dan batuk-batuk maka ia bertanya kepada muridnya.
"Fang Fang, anakmu ketakutan. Kau yang paling mengerti tentang apa yang hendak kukatakan. Bawalah aku ke jemuran belakang dan biarkan aku berbaring di situ!"
Semua orang saling pandang.
Mereka merasa heran oleh tingkah dan bicara kakek ini dan May-may serta lain- lainnya menjerit menubruk.
Mereka mengira kakek itu telah mulai miring otaknya dan menjadi gila.
Tapi ketika kakek itu mendorong dan menepis semua maka ia berseru agar secepatnya dibawa ke jemuran di belakang istana.
"Aku tidak main-main, mundur. Biarkan Fang Fang membawaku ke sana!"
Fang Fang bergerak dan menahan runtuhnya dua titik air mata.
Sebagai orang yang pernah dekat dengan gurunya maka tentu saja ia mengenal sesuatu yang tidak ditangkap orang lain.
Sin-kun Bu-tek yang ada di situ mengerutkan kening namun akhirnya mengangguk- angguk.
Ada sesuatu yang rupanya sudah ditangkap pula oleh kakek ini.
Dan ketika semua menuju belakang mengikuti Fang Fang yang sudah memondong gurunya maka di belakang istana, di tempat jemuran kakek ini berhenti.
"Heh-heh, cukup. Suruh semua yang lain ke sini!"
Tak ada yang merasa mengerti kecuali Fang Fang.
May- may dan nenek lain sesenggukan dan menganggap Dewa Mata Keranjang mulai gila.
Mati saja kok minta di tempat jemuran! Akan tetapi ketika semua mendekat dan mengelilingi kakek itu maka Dewa Mata Keranjang terengah mengatur napasnya.1182
"Aku, ugh-ugh...... aku tak mungkin selamat, May-may, ajal telah dekat. Tapi sesuatu yang penting hendak kusampaikan kepada kalian.....!"
"Kami tahu, jangan banyak bicaralah. Apa yang hendak kaukatakan kepada kami, Cing Bhok, katakan saja dan kami menurut. Apakah kau minta kami mengiringimu di alam baka!"
"Benar, kami siap mati bersamamu. Kalau kau takut sendirian ke alam baka kami akan bunuh diri di sini, Cing Bhok. Kami isteri-isterimu setia yang siap mengiringi ke manapun kau pergi!"
"Heh-heh, bodoh! Ugh, bukan itu yang kumaksud, Bi Giok, justeru bunuh diri hanya membuat arwah kalian gentayangan tak keruan. Tidak, tidak...... aku tidak minta kalian bunuh diri. Aku berani meng hadapi Giam-lo-ong (Raja Akherat) sendirian!"
"Kalau begitu apa yang kauminta....."
"Hm, mana Ai Ping. Suruh dia ke sini!"
Seorang nenek maju tersedu-sedu. Inilah isteri kedelapan Dewa Mata Keranjang, bertahi lalat manis dan langsung saja nenek itu menubruk kakek itu. Lalu ketika dia bertanya apa yang diminta suaminya maka Dewa Mata Keranjang berbisik perlahan.
"........ celana dalammu......"
"Apa?"
Nenek ini bagai disengat ular berbisa, meloncat dan kaget bukan main.
"Kau...... kau gila? Untuk apa, Cing Bhok, jangan main-main. Aku tak mau kau bersikap kurang ajar!"
"Kalau begitu mana May-may, biar ku minta padanya.....!"
May-may mendekat.
Tak ada orang lain tahu apa yang1183 dikata namun seperti Ai Ping tiba-tiba nenek ini tersentak dan mundur.
Mukanya pucat dan merah berganti-ganti.
Lalu ketika nenek ini menggeleng dan kakek itu minta yang lain maka berturut-turut Bi Giok dan Bi Hwa di buat berjengit, juga Lin Lin dan Bwee Kiok serta Kui Bi.
Permintaan Dewa Mata Keranjang dilakukan dengan bisik-bisik akan tetapi semua nenek-nenek itu menolak.
Kakek ini dianggap gila meminta celana dalam mereka.
Untuk apa.
Apakah sangu menuju akherat! Akan tetapi ketika tiba giliran Mien Nio dan wanita ini menjadi pucat maka sejenak dengan muka menggigil isteri termuda Dewa Mata Keranjang ini menanggalkan celana dalamnya.
Barulah semua orang terkejut dan sadar akan tetapi Dewa Mata Keranjang tiba-tiba tertawa tergelak-gelak.
Melihat isteri termudanya ini mencopot celana dalam di depan sekian banyak orang mendadak kakek itu menggoyang-goyang tangannya.
Ia berseru agar semua itu cukup, sang isteri tak usah meneruskan gerakannya.
Dan ketika semua orang tertegun dan merah padam maka kakek itu menunjuk jemuran.
"Cukup, itu saja sebagai contoh. Aku tak mau membuat malu isteriku sendiri hanya untuk ini. Lihatlah jemuran itu, celana dalam siapa!"
Masing-masing memandang.
Di tali jemuran itu, bergoyang tertiup angin tampaklah benda kecil tapi yang membuat muka semburat.
Kiok Eng dan Beng Li serta ibunya melengos, hanya Franky dan Yuliah yang memandang lekat-lekat.
Mereka inilah yang justeru merasa berdebar, ada sesuatu yang terkandung di balik tudingan itu.
Namun ketika May-may membentak agar kakek itu tidak macam-macam, kurang sopan bicara seperti itu maka kakek ini tergelak dan batuk-batuk.1184
"Cukup, aku tak mau berpanjang lebar. Sekarang berikan sebuah payung!"
Semua bingung.
Mereka tak melihat sebuah payungpun di situ akan tetapi Beng Li berseru maju.
Gadis inilah yang membawa payung dan segera diberikannya kepada kakek yang aneh itu.
Semua menganggap kakek ini di ambang kegilaannya yang kian memuncak.
Tapi ketika kakek itu tersenyum dan berseri-seri maka ia berbisik memanggil Fang Fang.
"Tugasmu untuk menyelesaikan semua ini. Aku tak kuat lagi, Fang Fang, Bhi Cu menjemputku. Makamkan jasadku di Liang-san dan maafkan semua kesalahanku. Anak-anak, selamat tinggal.......!"
Lalu ketika kakek itu terkulai melepaskan payungnya mendadak payung itu terbuka dan mengembang, naik ke atas terdorong gerakan angin karena bersamaan itu terdengarlah jerit dan pekik histeris.
May-may dan lain-lain menubruk dan berhamburanlah sepuluh wanita itu menubruk suaminya.
Dan ketika Beng Li tertegun menangkap payungnya maka Tan Hong terhuyung sementara ibunya mengeluh dan roboh pingsan.
"Ayah........!"
Siapapun tak kuat menahan pilu.
Kiok Eng memejamkan matanya dan bergoyang-goyang sejenak.
Kong Lee mundur menjauh menitikkan air mata.
Lalu ketika berturut-turut semua yang ada di situ mengguguk dan memanggil-manggil kakek itu maka gaduhlah tempat ini oleh ratap dan jerit histeris.
Dewa Mata Keranjang telah berpulang.
Sikapnya yang aneh menjelang ke-matian membuat isteri-isterinya sedih.
May-may dan lain-lain menganggap kakek itu telah menjadi gila.
Hati siapa tak- akan hancur kalau di saat1185 ajal suami bersikap tidak waras.
Namun ketika Fang Fang bergerak dan menghibur dengan sikap yang sabar akhirnya jenasah kakek ini boleh diangkat untuk segera dibawa ke Liang-san.
Hari itu kota raja berkabung, bukan rianya oleh mayat- mayat perajurit melainkan lebih dari itu.
Dewa Mata Keranjang adalah tokoh yang dekat kaisar.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah muridnya menjadi Pangeran Muda maka otomatis kakek inipun kerabat istana.
Hanya karena sepak terjangnya yang aneh tak mau tinggal bersama, memilih di Liang- san dan tempat-tempat lain di masa petualangannya.
Maka ketika jenasahnya dibawa ke Liang-san dan kaisar tak mungkin menolak maka istana mengirimkan tanda kehormatan sebagai bela-sungkawa dengan seribu lebih pasukan kerajaan untuk turut menyembahyangi arwah kakek itu.
Bahkan juga Ui-taijin sebagai Guru Agama yang memimpin Upacara Ke matian.
Lenganglah istana.
Tiga hari bekas huru-hara baru benar-benar dapat dibersihkan.
Rumah-rumah penduduk yang hancur diganti.
Bekas-bekas gedung yang terbakar juga diperbaiki.
Dan ketika seminggu kemudian barulah Ui-taijin muncul lagi, pemakaman Dewa Mata Keranjang telah selesai maka sebulan kemudian kaisar turun tahta memberikan kursi singgasananya kepada putera mahkota Bing Yu.
Banyak orang tertegun.
Mereka tok mengerti kenapa begitu cepat kaisar menyerahkan kedudukan, karena sesungguhnya kaisar masih berusia kurang lebih lima puluh tujuh tahun dan dapat memimpin negara.
Tapi karena hanya orang-orang tertentu saja yang mengetahui sebab-sebab itu, bukan lain atas kisah di Liang-san maka inilah yang menjadi sumber mundurnya kaisar untuk menyerahkan tahta kepada putera mahkota.1186 Hanya karena ingin "membersihkan"
Diri.
Apa yang didengar kaisar? Marilah kita lihat! Setelah upacara pemakaman selesai tentu saja Fang Fang menjadi pusat perhatian.
Bukan semata ia paling pandai di situ melainkan karena dialah satu-satunya orang yang dapat menjelaskan sikap aneh Dewa Mata Keranjang dengan tutur katanya yang luar biasa menjelang ajal.
Pendekar inilah satu-satunya orang yang mengerti.
Mien Nio, bahkan Tan Hong sendiripun tak tahu.
Ibu dan anak bahkan menganggap kakek itu miring otaknya.
Mereka diam-diam kecewa dan malu bahwa orang yang mereka hargai ternyata meminta sesuatu yang tidak pantas.
Tapi ketika Fang Fang berulang-ulang menyanggah pendapat itu, bahkan meminta agar semua tak berpikiran buruk maka pendekar ini menjanjikan bahwa setelah pemakaman selesai ia akan menjelaskan sikap gurunya yang aneh itu.
"Cuwi-locianpwe dan subo sekalian tak usah marah. Suhu memang ugal-ugalan, tapi betapapun ia tetap bertanggung jawab. Sepak terjangnya dan cara berpikirnya yang aneh memang kadang-kadang terasa tidak normal, tapi betapapun ia meninggalkan sesuatu yang berharga dan penting untuk kita. Nanti setelah pemakaman selesai akan kujelaskan kepada kalian apa yang dimaksud suhu!"
Begitulah, berkat kesungguhan dan ketegasan sikap ini Fang Fang membuat nenek May-may dan lain-lain diam.
Mereka menjadi ragu akan dugaan mereka dan sebaliknya menjadi penasaran akan janji itu.
Maka ketika hari itu semuanya selesai sementara semua orang sudah berkumpul di puncak, titik-titik air mata masih membasahi pipi semua orang maka Fang Fang duduk di tengah- tengah taman di halaman rumah.
Kabut tipis melayang-1187 layang di puncak membuat kulit wajah sejuk dingin.
"Aku hendak menjelaskan kepada kalian apa yang dimaksud suhu, tapi bagi yang terkena mohon maaf dulu karena aku sama sekali tak bermaksud menyinggung atau melukai hati siapapun. Aku hanya menyampaikan apa yang pernah suhu beritahukan kepadaku,"
Begitu mula-mula Fang Fang bicara dan semua orang tentu saja berdebar.
Mereka merasa tegang, udara yang sejuk dingin tiba-tiba membuat wajah berkeringat.
Tapi ketika semua mengangguk dan Fang Fang menarik napas dalam-dalam, matanya lembut memandang semua orang maka ia berkata lagi dengan suara halus dan bijak, membuat Kiok Eng yang ada di situ menjadi kagum betapa wajah ayahnya tiba-tiba begitu tampan dan agung.
"Yang dimaksud suhu sebenarnya amatlah sederhana, bahwa kita ? sebagian besar dari kita - hidupnya seperti benda itu......"
"Tunggu, benda apa yang kaumaksud. Gurumu menyebut dua buah benda!"
Nenek May-may memotong.
"Hm, yang dimaksud suhu adalah celana dalam,"
Fang Fang agak memerah, yang lain seketika semburat, terutama mereka gadis-gadis muda.
"Bukan payung yang dimaksud suhu, locianpwe, melainkan ya benda itu......"
"Kotor, Cing Bhok sungguh kurang ajar!"
Bi Giok kini berseru dan nenek itu tampak marah.
"Benar, tak tahu malu!"
Sang adik juga berseru dan Bi Hwa atau nenek ini mengepal tinju.
"Kenapa gurumu harus mengumpamakan seperti itu, Fang Fang, kau sebagai muridnya apakah tidak pernah menegur!"
"Hm, bagaimana nenegur kalau apa yang dikatakan suhu benar. Kenyataan itu memang kulihat sehari-hari, locianpwe, bahkan aku melihat dalam diriku sendiri ketika1188 dulu aku muda."
"Kau juga setuju suhumu bicara sejorok itu? Dasar hidung belang, sama-sama kotor!"
Lin Lin kini membentak dan nenek itu menjadi gusar. Anggapan nenek ini Fang Fang setali tiga uang dengan gurunya, tapi Fang Fang yang menarik napas dalam dan tidak marah justeru mengangguk.
"Ya, itulah yang dimaksud suhu. Kotor. Hidup manusia tiada ubahnya benda yang melekat di tubuh kita ini. Dan karena sebagian besar dari kita seperti itu maka suhu mengumpamakannya seperti celana dalam. Pendek dan kotor."
Nenek itu terbelalak.
Bi Hwa yang berangasan dan hendak bangkit berdiri tiba-tiba ditarik Bwee Kiok.
Nenek ini adalah yang tersabar setelah Mien Nio, guru atau nenek guru Kiok Eng karena ibu gadis itu adalah murid tunggalnya.
Dan ketika semua orang masih terbelalak mendengar ini maka nenek itu angkat bicara.
"Fang Fang, coba jelaskan kepada kami apa yang dimaksud suhumu selengkap-lengkapnya. Kenapa dia menyebut bintang dan bulan segala. Kenapa dia menunjuk batu-batu hitam atau benda lain di sekeliling kita. Kenapa dia bicara tentang usia!"
"Hm, jelas sekali. Suhu hendak mengingatkan kepada kita bahwa umur kita tak ada artinya, locianpwe, bahwa usia manusia amat singkat dan pendek. Lihat Wi Tok itu, baru dua puluh tahun sudah mati. Lalu lihat juga kakak beradik Siang-ang-boh-tan, Siu Hwapun tewas dalam usia muda. Dan karena mereka-mereka ini mati membawa kejahatan dan kekotoran begitu banyak maka hidup mereka tiada ubahnya celana dalam. Pendek dan kotor!1189 Semua orang tertegun. Kini mulailah mereka terbuka oleh apa yang dimaksudkan Dewa Mata Keranjang, kiranya itu. Tapi karena mereka masih belum puas dan nenek itu kembali minta dilanjutkan maka Fang Fang mengangguk memberi tahu lagi.
"Suhu memang ugal-ugalan, mendapat filsafatpun sepertinya kurang senonoh. Tapi karena itu hanya perumpamaan saja dan kebetulan saat ini baru itu yang tepat maka suhu memberitahukannya kepadaku sebelum dulu aku bertapa menjauhi kekotoran duniawi. Dan karena kita diumpamakan seperti itu ya kita harus mencucinya setiap hari, membersihkan kotoran-kotoran yang melekat dan janganlah menumpuk dosa. Tingkah laku dan sepak terjang kita haruslah benar. Dan karena kita memiliki akal untuk berpikir dan membedakan baik buruk maka bersikaplah seperti payung."
"He, apalagi ini. Apa yang dimaksud dengan itu, Fang Fang. Apa yang diartikan suhumu!"
"Maksud suhu adalah begini. Akal pikiran kita hendaklah dikembangkan secara berguna, seperti payung itu. Baru berguna kalau dikembangkan untuk hal-hal yang bersifat positip."
"Coba terangkan sekali lagi, aku kurang jelas!"
"Begini locianpwe, sebuah payung baru berguna kalau dipergunakan di bawah terik matahari atau hujan misalnya. Sebuah payung tentu tak berguna kalau dipakai di dalam rumah, atau di kamar mandi. Dan karena payung itu baru berguna kalau di waktu hujan atau panas terik maka kegunaan sepenuhnya adalah waktu kita kembangkan. Nah, inilah yang dimaksud suhu bahwa akal manusia seperti payung, baru berguna setelah dikembangkan. Tapi karena suhu1190 menggabungnya dengan filsafat celana dalam maka hati- hatilah agar perkembangan dari akal kita tidak pendek dan kotor seperti benda yang sehari-hari melekat di tubuh kita itu. Ini yang dimaksud suhu!"
Tertegunlah semua orang.
Kiok Eng, yang teringat segala sepak terjangnya tiba-tiba menunduk dan merah padam.
Apa yang dia lakukan selama ini bukanlah sesuatu yang baik.
Menggoda dan mempermainkan laki- laki.
Lalu ketika berturut-turut nenek May-may dan lain- lain menunduk, teringat sepak terjang sendiri tiba-tiba hampir berbareng Sepuluh tokoh tua ini menghela napas berbareng.
Tak mereka sangka di balik ugal-ugalannya itu mendiang Dewa Mata Keranjang memiliki pola berpikir yang aneh.
Filsafatnya memang cocok ditemukan oleh orang semacam itu.
Dasar Dewa Mata Keranjang! Tapi mengangguk-angguk bahwa di balik semua itu terdapat kebenaran yang tak dapat dibantah, contoh Wi Tok dan Siang-ang-boh-tan sudah cukup maka nenek-nenek ini menarik napas dalam-dalam dan merekapun melihat betapa setiap harinya merekapun banyak memiliki kekotoran-kekotoran itu.
Tak pernah mencucinya! Bi Hwa tiba-tiba terisak.
Nenek yang paling berangasan ini tiba-tiba meloncat bangun, membalik dan tersedu menuju makam Dewa Mata Keranjang.
Lalu ketika adiknya menyusul dan nenek Bi Giok menangis pula maka berturut-turut bekas isteri Dewa Mata Keranjang ini mengguguk di makam.
Mereka kembali dan menangis di sana dan tempat itupun sepi.
Tiba-tiba semua berlompatan dan meninggalkan Fang Fang sendiri.
Tapi ketika tiga bayangan hijau kuning dan merah muncul di situ, terisak dan menubruk pendekar ini tiba-tiba saja Fang Fang telah dipeluk ketiga1191 isterinya Ming Ming dan Ceng Ceng serta Eng Eng.
"Fang Fang.......!"
Pria ini terkejut dan membalik.
Eng Eng, isterinya yang paling keras dan susah dibujuk itu tiba-tiba kini mengguguk dan menubruknya sedu-sedan.
Ibu dari puteranya Kong Lee Ini tampaknya terbuka kesadarannya.
Dan ketika ketiga isterinya saling peluk dan rangkul menjepitnya di tengah maka masing-masing menciuminya penuh haru dan gemetar.
"Kau...... kau sudah berubah. Kau seperti pendeta. Ah, kau yang ini benar-benar lain dari kau yang dulu, Fang Fang. Kau bijak dan begitu agung. Kau pantas menjadi ayahnya Kong Lee!"
"Dan kami sudah bersatu menghilangkan semua permusuhan. Kami tak mau mengulang kisah Dewa Mata Keranjang dengan isteri-isterinya, Fang Fang, kami tak akan memusuhimu!"
"Dan kita hidup bersama di Telaga Ching-hai, di Bukit Mawar. Aku dan Ceng Ceng serta Eng Eng setuju!"
"Benar, kita hidup bersama di sana, memulai sejarah baru kita!"
Fang Fang tertegun dan terheran-heran.
Bagai sudah dikomando saja ketiga isterinya ini saling sahut dan jawab-menjawab.
Mereka begitu rukun dan akur! Dan ketika ia terbelalak sementara pipinya masih diciumi sana-sini akhirnya ia sadar dan mendorong ketiganya.
"Tunggu, sebentar...... apa yang kalian katakan ini. Kalian bertiga hendak membawaku ke Telaga Ching-hai? Kalian menyuruhku ke tempat Ming Ming?"
"Benar, di sana paling tepat, Fang Fang, kami sudah menetapkan terakhir. Kau tak boleh membantah!"1192
"Eh-eh, isteri macam apa kalian ini. Bagaimana kalau aku menolak!"
"Kau tak boleh menolaknya, atau kami mengikatmu seumur hidup dan tak boleh pergi!"
"Ha-ha, ini tentu akal Ming Ming, lalu Ceng Ceng. Eh, kalian bertiga rupanya sudah siap mengeroyokku Eng Eng, kalau begitu harus dihukum. Ah, aku bahagia sekali..... cup-cup-cup!"
Dan Fang Fang yang menyambar serta meraih ketiga isterinya lalu mencium dan mengecup kening mereka, disambut dan dibalas dan ketiga wanita itu lalu terisak.
Mereka memang telah memutuskan bahwa rumah tangga mereka tak boleh seperti guru-guru mereka.
Betapapun pria yang mereka cinta adalah ayah dari anak-anak mereka.
Maka ketika masing-masing menyusupkan wajah dan membenamkan kepala di dada pria yang mereka cinta itu, Fang Fang benar-benar merasakan kebahagiaan selangit maka memeluk dan menciumi wajah isterinya pendekar ini tiada habis-habisnya memuji dan mengucap syukur kepada Yang Memberi Hidup.
Tapi kalau suami dan ketiga isterinya ini dimabok kebahagiaan adalah di tempat lain seorang gadis terisak-isak menyembunyikan mukanya di balik sebatang pohon.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kiok Eng! Gadis ini sedang terpukul oleh wejangan ayahnya dan apa yang didengar serta dirasakannya tadi amatlah menusuk.
Dia merasa betapa ayahnya tepat dan sepak terjangnya penuh kekotoran.
Betapa dia mempermainkan laki-laki korbannya dan menyusahkan para wanita yang suaminya tergila-gila kepada orang lain.
Dan ketika gadis ini tersedu dan terbawa ke dalam kesedihannya maka ia tak sadar betapa seorang lain tiba-tiba mendekat dan menyentuh pundaknya.
"Tan Hong.....!"
Kiok Eng membalik dan melihat pemuda1193 itu.
Dalam beberapa hari ini wajah Tan Hong tampak kusut dan rambut serta pakaiannya tak begitu terurus.
Tapi begitu Kiok Eng menubruk dan memeluknya tiba- tiba sepasang mata pemuda ini bersinar, jarinya dengan lembut tiba-tiba membelai dan mengusap rambut hitam gemuk itu.
"Maafkan aku. Kehadiranku rupanya mengejutkanmu, Kiok Eng. Tapi aku datang untuk memberi tahu sesuatu."
Kiok Eng masih mengguguk.
Setelah pemuda ini datang dan mengusap-usap rambutnya tiba-tiba terasalah getaran cinta yang sudah lama itu.
Jari-jari pemuda itu menggigil sementara ia sendiri gemetaran berguncang- guncang.
Namun ketika usapan itu berhenti dan ia didorong perlahan, sepasang mata pemuda ini basah tiba-tiba Tan Hong berkata bahwa ia akan pamit.
"Aku...... aku hendak meninggalkan Liang-san. Aku akan pergi jauh. Aku hendak minta tolong kepadamu jagalah ibu dan makam ayahku di sini, Kiok Eng. aku hendak menenangkan guncangan-guncangan yang kurasa."
"Kau....... kau hendak ke mana?"
"Mungkin ke negeri asing, melupakan suka-duka di sini."
Gadis itu bergerak. Wajah yang semula pucat ini menjadi merah, Kiok Eng mendadak menangkap dan mencengkeram lengan pemuda ini. Lalu ketika dua pasang mata beradu pandang, Tan Hong tergetar maka gadis itu bertanya, air mata bercucuran.
"Tan Hong, kau....... kau meninggalkan aku sendirian? Kau menyuruhku menjaga ibumu sementara kau sendiri pergi tak akan kembali? Kau tak memiliki lagi perasaan seperti dulu kau menyatakannya kepadaku? Ah, aku memang kotor, Tan Hong. Aku bukan gadis yang perlu1194 kauingat-ingat lagi. Tapi akupun akan pergi dari sini dan jagalah ibumu sendiri!"
Lalu ketika gadis itu memutar tubuh dan berkelebat pergi tiba-tiba Tan Hong terkejut karena Kiok Eng sudah tersedu-sedu dan tidak memperdulikannya.
"Kiok Eng!"
Pemuda ini berkelebat dan mengejar.
"Apa maksud kata-katamu itu!"
Akan tetapi mana mungkin gadis ini mau berhenti.
Teriakan pemuda itu agar ia berhenti tak digubris, bahkan larinya semakin dipercepat.
Tapi ketika Tan Hong berjungkir balik dan menyambar punggungnya maka berhentilah gadis itu mendengar kata-kata yang serak parau, memelas.
"Berhenti dan dengarkan kata-kataku. Tidak salahkah pendengaranku tadi bahwa kau menyebut-nyebut pernyataanku dulu. Kau, eh....... maksudmu kau tak menolak cintaku, Kiok Eng? Kau masih memberiku harapan untuk mendapatkan itu? Kau bersungguh- sungguh?"
"Kau mau pergi, silakan pergi. Untuk apa bicara tentang itu!"
"Aku pergi karena merasa putus asa tak mendapatkan cintamu. Kalau kau menerima tentu saja aku tak jadi pergi. Jawablah apakah cintaku kaubalas atau tidak!"
"Aku kotor, penuh dengan dosa....."
"Ah, kau masih menjaga kesucian dirimu, Kiok Eng. Kau hanya melaksanakan tugas gurumu!"
"Tapi aku mempermainkan banyak laki-laki, juga mempermainkanmu....."
"Itu dulu, sebelum kau sadar. Sekarang sudah lain dan jawablah apakah kau menerima cintaku!"1195
"Ah, kau jangan mendesakku, Tan Hong. Nanti kau kecewa."
"Tidak, aku telah tahu siapa kau. Aku telah mengetahui isi perutmu. Jawablah apakah kau menerima cintaku, Eng-moi, apakah boleh aku menciummu!"
Kiok Eng meledak tangisnya.
Digenggam dan diberondong pertanyaan seperti itu tiba-tiba saja ia bak kuat.
Ia melihat betapa pemuda ini menggigil menunggu jawabnya.
Betapa pemuda yang pucat dan ketakutan itu seolah seorang pesakitan menunggu putusan hakim.
Dan ketika pemuda itu menyebutnya Eng-moi (dinda Eng) dengan nada begitu pilu, antara harap dan cemas tiba-tiba ia menubruk dan Tan Hongpun seakan mendapat sebongkah besar emas segunung.
"Aku tak perlu menjawab, kau sudah tahu. Tapi kalau kau meninggalkan Liang san akupun turut!"
"Oohhh.....!"
Pemuda ini terguling, tertawa dan mendekap kekasihnya begitu girang.
"Siapa mau pergi kalau kau menerima cintaku, Kiok Eng. Daripada keluyuran tak keruan juntrungnya lebih baik bersamamu dan membangun rumah tangga bahagia. Aku ingin punya anak, momong cucu, dan kita hidup bahagia sampai kakek-nenek, ha-ha.....!"
"Cis, omongan apa itu. Aku tak mau punya anak. Kalau kau seperti ayahmu lebih baik berdua sampai kita mati!"
"Ha-ha, aku berjanji. Aku bersumpah! Aku bukan ayahku, Eng-moi. Kau satu-satunya isteriku dan aku tak mau membuatmu menderita. Hayo bangun, sekarang juga kulamar kepada ayah ibumu!"
"Apa, memangnya kilat?"
"Ha-ha, cintaku bukan cinta kilat. Cinta ini sudah bersemi1196 sejak kau datang di Liang-san. Ayo bangun dan kita menghadap ayah ibumu!"
"Tidak, jangan sekarang. Ayah masih mempunyai urusan dengan ibu Eng Eng dan kita lihat nanti. Kalau mereka masih bertengkar jangan ganggu dulu, atau......"
"Kami di sini,"
Sebuah suara tiba-tiba mengejutkan dua muda-mudi yang lagi dimabok cinta ini.
"Kami tidak bertengkar lagi dan bersatu seperti yang kaulihat, Kiok Eng, dan kami turut bahagia merasakan kebahagiaan kalian berdua."
"Ayah!"
Kiok Eng merah padam melihat ayah ibunya itu, berempat bergandeng tangan begitu mesra. Dan karena ia malu bukan main diketahui secara mendadak tiba-tiba ia membalik dan memutar tubuh berkelebat pergi.
"Eng-moi!"
Tan Hong juga gugup memutar tubuh.
Tiba- tiba iapun mengejar dan meninggalkan empat orang ini.
Dan ketika di sana ia berhasil menangkap namun Kiok Eng memukul-mukul dadanya, memaki kalang-kabut maka gadis itu berseru bahwa Tan Hong tak boleh membuatnya malu lagi.
"Kau main peluk seenak sendiri, mencium seenak sendiri. Lihat ayah ibu tahu dan di mana kutaruh mukaku!"
"Lho-lho, ditaruh di mana lagi kalau tidak di muka. Aku tak tahu mereka datang, Eng-moi, kaulah yang terlalu ribut hingga aku tak dengar. Eh, itu ibu.....!"
Tan Hong terkejut dan muncullah ibunya tersenyum- senyum.
Dari belakang berkelebat lagi empat bayangan itu dan Fang Fang serta isteri-isterinya muncul.
Kiok Eng semakin merah.
Dan ketika ia melarikan diri sementara Tan Hong dicekal ibunya maka pemuda ini merah padam1197 berhadapan lagi dengan suhengnya.
Ternyata orang-orang tua ini sudah tahu dan terjadilah gelak tawa dan kekeh geli.
Melihat dua muda-mudi itu mengingatkan mereka akan masa muda dulu, begitulah mereka.
Dan ketika Tan Hong gugup salah tingkah maka sang ibu berkata bahwa semuanya sudah dibicarakan.
"Suhengmu telah mengetahui isi hati puterinya kepadamu, dan di pihak sinipun ibu telah mengetahui perasaanmu kepada Kiok Eng. Akan tetapi karena kita masih dalam suasana berkabung maka tunggulah tiga bulan, Tan Hong. Baru setelah itu kalian semua menikah."
"Semua?"
"Ya, Beng Li dan Kong Lee, tiga pasang sekaligus. Kau terlalu memperhatikan dirimu sendiri hingga melupakan yang lain."
Terkejut tapi gembiralah Tan Hong.
Segera dia ingat putera-puteri suhengnya ini, adik atau saudara-saudara Kiok Eng.
Dan ketika dengan tersipu ia pamit mundur dan berkelebat lenyap ternyata di antara pohon-pohon- rindang duduk dua pasangan berbeda dalam jarak yang tak begitu jauh.
Kong Lee bersebelahan dengan Yuliah sementara Beng Li bersandar mesra di pundak Franky.
Empat muda-mudi itu rupanya sudah mendapatkan pasangan sendiri- sendiri.
Dan ketika ia tertegun dan bersinar-sinar memandang ke sana tiba-tiba sebuah tangan menutup matanya.
"Jangan iri, kaupun punya!"
Pemuda ini tertawa.
Ternyata sebelum ia ke situ bersembunyilah Kiok Eng mengintai adik-adiknya.1198 Secara kebetulan saja ia berada di dekat Kiok Eng hingga kekasihnya itu berindap dan menutup matanya.
Lalu ketika mereka sama-sama tertawa dan dua pasangan itu terkejut, menoleh dan bangkit maka semuanya semburat berteriak memanggil.
Tak ada kebahagiaan bagi pasangan yang dimabok cinta kecuali bergurau dan berdekatan dengan sang kekasih.
Franky dan Yuliah menampar lengan Tan Hong dan Kiok Eng yang tertawa geli.
Serentak mereka berkumpul dan candapun meledak-ledak, masing-masing saling goda.
Dan ketika enam muda-mudi itu merasakan bahagia, masing-masing saling lirik dan bangga akan kekasih sendiri maka malam itu Liang-san dipenuhi kehangatan dan cinta kasih yang memancar diterima sinar bulan.
Bukan hanya orang-orang muda itu saja yang berbahagia.
Fang Fang dan ketiga isterinya yang berkumpul di pondok samping tak kalah bahagianya.
Cium mesra dan peluk hangat dilakukan ganti-berganti.
Dan ketika kokok ayam jantan menyadarkan yang tertidur lelap maka keesokan harinya dua muda-mudi kulit putih ini minta diri.
"Kami hendak memanggil ayah ibu ke sini. Kami akan mengajukan lamaran resmi kepada paman dan bibi. Mohon doa restu ji-wi (anda berdua) agar kami pulang selamat dan datang lagi ke sini."
"Baiklah, silakan pulang. Dan katakan terima kasih kami kepada ayah ibumu, Franky. Lihat betapa bibi-bibimu sudah mengenakan mantel beruang pemberian ibumu itu."
Pemuda gagah ini berseri-seri.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia melihat betapa mantel kuning dan hijau serta merah dipakai ketiga wanita cantik itu.
Pagi itu Fang Fang sengaja menyuruh isterinya1199 mengenakan pemberian Sylvia, sahabat dan kini calon besan mereka itu.
Dan ketika pemuda ini mengangguk dan turun gunung, berkelebatlah bayangan Beng Li dan Kong Lee maka gadis dan pemuda itu berseru bahwa mereka hendak mengantar tamu mereka itu sampai di kaki gunung.
"He, kalian ke mana!"
"Mengantar mereka berdua. Nanti kami kembali lagi, ibu, sebentar saja!"
"Awas, jangan ke negeri orang. Tak lari gunung dikejar!"
Tertawalah orang-orang tua di atas.
Beng Li dan kakaknya mengantar sampai di bawah gunung dan betapapun perpisahan sejenak itu rupanya memberatkan juga.
Orang yang lagi dimabok cinta memangnya begitu, kalau bisa lengket terus.
Namun ketika semuanya berakhir dan tiga bulan kemudian datanglah tamu-tamu agung itu, calon besan dari negeri jauh maka kebahagiaan tiga pasangan ini tak terkirakan lagi.
Sylvia dan suaminya telah menjadi orang-orang yang cukup umur.
Mereka telah berusia empatpuluhan tahun seperti Fang Fang.
Namun ketika mereka melihat betapa Fang Fang sudah jauh dibanding dulu, bijak dan sareh maka wanita yang pernah membuat Fang Fang tergila- gila ini disambut dengan tatapan wajar, tenang dan bersahabat.
"Hm, rambutmu sudah beruban, tapi wajahmu masih gagah dan ganteng. Aih, seperti inipun kau sanggup merobohkan wanita cantik, Fang Fang. Rasanya tak kupercaya ini!"
"Dan kaupun mulai tua, meskipun masih cantik. Mari1200 duduk dan inilah isteri-isteriku, Sylvia. Kau tentu masih mengenal mereka."
"Ya-ya, dan ini suamiku. Ah, kembali ke Tiong-goan rasanya seperti kembali ke kampung halaman nomor dua!"
Lalu ketika tawa dan benturan gelas mewarnai tempat itu maka di sudut gelap dua laki-laki enampuluhan tahun manggut-manggut dan akhirnya bangkit menuju belakang, terus memutar dan berhenti di sebuah makam dan di sini mereka menepuk-nepuk batu nisan.
Itulah Bu- goanswe dan Kok-taijin yang menjadi wakil kaisar mengunjungi pernikahan tiga pasang pengantin.
Dan ketika mereka menenggak arak terbatuk-batuk maka seorang di antaranya berkata bahwa sebaiknya pulang saja.
"Aku telah mendapatkan sesuatu yang mengesankan, bukan dari perkawinan ini melainkan dari kata-kata Dewa Mata Keranjang. Aih, caramu yang ugal-ugalan menghasilkan sesuatu yang ugal-ugalan pula, Dewa Mata Keranjang. Tapi kau benar, usia manusia tak ada artinya dibanding jagad dan seisinya ini. Dan aku tak mau menjadi..........."
"Ha-ha, tali jemuran itu!"
TAMAT Kaki Lawu, 03-10-1991
Siluman Ular Putih 07 Tombak Raja Permainan Maut Cat And Canary Karya Goosebumps Misteri Anjing Hantu
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama