Ceritasilat Novel Online

Playgirl Dari Pak King 6

Playgirl Dari Pak King Karya Batara Bagian 6


Sekali bertemu wajah cantik dan tubuh menggiurkan maka lelaki bakal tergetar.

Dan sekali nafsunya berhasil dibangkitkan maka apapun bakal dilakukan lelaki demi pemuas berahinya.

Semakin banyak dia mempermainkan lelaki semakin tahulah Kiok Eng akan mahluk yang satu ini.

Mahluk yang membuatnya semakin muak namun di samping itu menggembirakan hatinya untuk dipermainkan.

Dan ketika pembesar-pembesar kota maupun orang-orang kang- ouw roboh digodanya, ditinggal pergi setelah mereka jatuh bangun maka suatu hari Kiok Eng melihat sebuah tempat peribadatan di mana isinya adalah para hwesio- hwesio muda! Hm! Kiok Eng tersenyum dan tertawa kecil.

Semalam dia telah mengganggu tiga pembesar di kota Hu-nan, bukan lagi kota kecil melainkan kota propinsi.

Satu di antara tiga pembesar itu adalah gubernur! Kiok Eng terkekeh-kekeh ketika teringat betapa dengan lagak seorang ratu dia mempermainkan gubernur itu, Gak-taijin, seorang laki-323 laki berperut buncit yang begitu bertemu langsung jatuh cinta! Dia mempermainkan gubernur itu sedemikian rupa mulai dari menggosok ujung sepatunya sampai mengkilap hingga mencium jari-jari kakinya.

Gak-taijin yang di luar tentu amat terhormat dan dihargai orang itu semalam dipermainkannya habis-habisan.

Setelah mencium jari-jari kakinya lalu tumitnya, lututnya dan ketika Gak-taijin itu sudah terangsang sedemikian hebat untuk menubruk dan menciumnya maka lututnya bergerak menendang ulu hati pembesar itu.

Gak-taijin berteriak dan kontan mendelik, sejenak tak mampu bernapas tapi begitu teriakannya didengar pengawal seketika pintu didobrak, tujuh pengawal masuk dengan garang.

Dan ketika mereka tertegun melihat junjungan mereka terhenyak di lantai kamar, beludru merah namun pakaian setengah telanjang maka gubernur yang terkejut serta malu ini menjadi marah besar.

Dia menuding dan berteriak-teriak agar gadis itu ditangkap, napasnya telah pulih lagi dan seketika dia maklum bahwa gadis ini sengaja mempermainkannya.

Kiok Eng datang sebagai sahabat dari Lu-ciangkun, komandan kota An-tien dan karena itu dikenalnya.

Dan karena gadis ini bersikap genit dan seolah menawarkan diri, laki-laki mana tak mau menerima maka gubernur ini langsung menggaet tapi tak tahunya kucing jinak yang lucu-lucu manis itu mendadak menjadi harimau betina yang sekali tendang membuat ulu hatinya sesak bernapas! Kiok Eng bangkit berdiri dan membetulkan sepatunya.

Gubernur itu mendelik teringat betapa dia telah mtnggosok dan mencium-cium sepatu itu seperti layaknya seorang hamba diperintah tuannya.

Dan ketika dia menjadi marah dan gusar bukan kepalang, gadis itu ternyata mau menghinanya maka dia menyuruh pengawal-pengawalnya menyerang namun alangkah kaget dan pucatnya Gak-taijin ini melihat tubuh324 si gadis mendadak berkelebat dan tujuh pengawalnya digaplok pulang-balik.

"Hi-hik, ini hadiahnya bagi laki-laki yang tuk-mis, Gak- taijin. Kau seperti kucing yang rakus melihat dendeng. Cih..... duk-duk-plak!"

Kiok Eng menendang dan menyikut pengawal-pengawal itu hingga berteriak dan roboh susul-menyusul.

Mereka itu mau menyerbu ketika tiba-tiba saja bayangan hitam berkelebat, angin berkesiur dan dada atau perut mereka menjadi sasaran.

Ujung siku dan sepatu runcing tahu-tahu telah mencuat mengenai tubuh mereka itu.

Dan ketika mereka terlempar sementara Kiok Eng merasa puas, Gak-taijin terbelalak dan mundur terjengkang, menabrak kaki kursi maka gadis ini berkelebat menusuk pusar bodong gubernur itu yang seketika menjerit ngeri.

Tusukan itu seakan masuk ke dalam ususnya seperti ujung pedang saja.

"Auuhhh... tobaattt...!"

Kiok Eng terkekeh berkelebat keluar jendela.

Ia telah memberi pelajaran kepada pembesar itu agar tidak "tuk- mis", yakni laki-laki yang doyan batuk kelimis, dahi licin dan halus dari seorang wanita cantik.

Dan ketika ia membuat pembesar itu terjengkang sementara dua pembesar lain siang tadi juga diberinya pelajaran, ia datang menghadap seolah sebagai teman baik Lu- ciangkun maka di Hu-nan ini ia membuat tiga laki-laki menyumpah-serapah tapi karena kepandaian Kiok Eng amat tinggi maka tiga pembesar itu gentar.

Mereka menamakan gadis itu sebagai siluman kuntilanak dan akhirnya perbuatan gadis ini di kota atau tempat-tempat lain juga didengar.

Gak-taijin dan yang lain-lain melotot.

Mereka tak tahu siapa sesungguhnya gadis itu kecuali nama julukan nya saja, Bu Beng Siocia.

Dan karena nama julukan ini menyebar bagai wabah, sikap dan325 sepak terjang Kiok Eng membuat kaum lelaki berhati-hati namun kecantikan dan pesona gadis itu jauh di atas kabar beritanya maka setiap lelaki yang bertemu pertama kali pasti roboh dan dipermainkan Kiok Eng lagi.

Hal ini tidak aneh karena Kiok Eng selalu bersikap lembut dan manis pada awal mulanya.

Dia tak pernah menunjukkan kegarangannya sebelum laki-laki itu dibuat jatuh bangun, menyembah dan mencium-cium kakinya untuk mendapatkan cinta.

Dan karena sikap inilah yang selalu menimbulkan korban baru, Kiok Eng terkekeh dan puas mencari laki-laki baru maka ketika pagi itu dia tiba di tempat peribadatan ini tiba-tiba dia ingin menggoda dan menguji ketebalan iman para hwesio itu.

Mula-mula Kiok Eng memasuki halaman depan kuil besar itu dengan kaki tertatih-tatih.

Dia seolah kecapaian atau luka-luka kena duri.

Tiga hwesio muda yang menyapu dan membersihkan halaman depan mendadak berhenti, menengok dan jelas terkejut melihat kehadiran gadis berpakaian hitam-hitam ini.

Tapi ketika melihat baju di bagian dada Kiok Eng terbuka terlalu lebar, sepasang bukit indah melongok di situ maka tiga hwesio ini tersipu dan memerah, bingung dan melengos namun ingin memandang lagi bagian itu.

Buah dada gadis muda yang ranum padat memang selalu menggetarkan jantung lelaki, biarpun ia seorang pendeta.

Asal normal! "Siauw-suhu, maaf....

aku....

aku ingin minta tolong....

aduh...!"

Kiok Eng terguling dan roboh di pagar depan halaman.

Ia telah menginjakkan kakinya di situ namun saat itu juga ia menjerit tertahan, sebatang duri besar menancap di kaki kirinya.

Dan ketika ia merintih sementara tiga hwesio muda tampak terkejut dan melempar sapu mereka maka hampir berbareng mereka meloncat dan menyambar gadis ini, lupa bahwa sebagai seorang wadat mereka tak boleh bersentuhan dengan326 wanita! "Eh, aduh....

apa yang menimpamu, nona.

Kau, eh..

kena duri...!"

"Dan... dan, ah... kau seolah telah melakukan perjalanan panjang, nona. Aduh, kulit kakimu pecah-pecah!"

Hwesio yang lain berseru namun pandang matanya lekat pada belahan baju Kiok Eng.

Saat itu Kiok Eng setengah rebah dan ia memasang sikap yang membuat tiga hwesio muda tergetar hebat.

Mereka terguncang karena dengan rebah seperti itu gadis ini memperlihatkan bukit dadanya dengan jelas sekali.

Akibatnya hwesio pertama coba mengalihkan perhatian pada duri di kaki namun hwesio yang lain terpaku dan terbelalak lebar-lebar memandang bagian dada Kiok Eng ini.

Hwesio temannya akhirnya tertarik dan melotot pula pada baju hitam itu, bukan pada baju melainkan sepasang bola bulat yang membusung padat.

Kiok Eng mendapat pelajaran dari para subonya terutama nenek Bhi Cu bahwa laki-laki mudah hanyut membayangkan bagian dada wanita.

Bagian inilah yang membuat sebagian besar laki-laki keblinger dan salah tingkah.

Mungkin sudah kodrat bahwa daya tarik wanita paling besar berada di situ, apalagi kalau pemiliknya memiliki sepasang buah dada yang padat membusung, kencang.

Dan ketika Kiok Eng mendapat bukti bahwa itu benar, ia pernah bertanya dan dijawab bahwa mungkin karena sentuhan pertama dari kasih sayang ibu kepada anak laki-lakinya adalah itu, air susu yang diberikan dan membekas secara kejiwaan sampai si bayi dewasa maka bagian itulah yang paling ditonjolkan Kiok Eng apabila dia menggoda laki-laki.

"Tak usah takut, tak usah malu. Kau boleh goda mereka sepuas hatimu, Kiok Eng. Asal mereka tidak menjamah dan memiliki tubuhmu perbuatanmu ini masih termasuk327 sehat. Laki-laki boleh memandang, tapi jangan sekali-kali memegang. Kalau kau sampai dipegang maka nilaimu jatuh, martabatmu hancur!"

Begitu nenek Bhi Cu pernah memberi tahu gadis ini.

Dan Kiok Eng, yang mengangguk-angguk dan mulai terbiasa oleh itu akhirnya tidak likat-likat lagi mempertontonkan bagian tubuhnya yang indah.

Asal sebatas memandang dan dikagumi dia tak akan apa-apa.

Memang itulah "misi- nya"

Dari para subonya, mengguncang dan menggoda laki-laki.

Tapi kalau mereka berani menjamah dan menyentuhnya tentu dia akan membunuh! Kini, berada di kuil itu menggoda para hwesio Kiok Eng lagi-lagi melihat bahwa hwesio-hwesio inipun sama saja.

Ah, namanya lelaki memang di mana-mana sama.

Berjubah atau tidak tetap juga laki-laki, yang mudah tergetar dan terguncang oleh wajah cantik! Dan ketika ia kembali membuktikan bahwa hwesio-hwesio muda inipun melotot dan terbelalak lebar memandang dadanya, ia rebah setengah berbaring maka ketika ia pura-pura merintih dan mengeluh maka tiga hwesio itu serentak mengangkat tubuhnya dan begitu mereka bergerak tiba-tiba saja mereka hendak membawa Kiok Eng ke tempat yang berlainan.

Hwesio pertama akan ke kiri sementara hwesio kedua dan ketiga akan ke kanan, ke belakang kuil.

Tubuh Kiok Eng jadi tertarik ke sana ke mari.

Lucu! "Heii, bawa gadis ini ke samping kuil, sute.

Jangan ke belakang!"

"Tidak, di belakang lebih sepi, suheng. Lebih aman. Bagaimana kalau nanti para susiok atau suhu mengetahui!"

Kiok Eng hampir tertawa geli.

Ia tertarik ke sana ke mari dan dapat dirasanya betapa jari ketiga hwesio itu gemetaran.

Mereka menyentuh tubuhnya yang lunak328 hangat dan baru sekali itu mengalami ini hwesio-hwesio itupun menggigil.

Mereka bingung tapi ingin tetap memegang.

Tubuh dan kecantikan gadis itu telah mengguncang sukma mereka.

Tapi ketika dua hwesio terakhir beralasan lebih tepat, sang suheng mengangguk maka Kiok Eng akhirnya dibawa ke belakang.

Pakaiannya tersingkap karena dibawa ke sana ke mari, hal yang membuat darah para hwesio-hwesio muda itu lebih berdesir lagi.

Dan Kiok Eng melihat betapa pakaiannya itu tetap dibiarkan terbuka.

Dasar hwesio mata keranjang! "Sudah, di sini, suheng.

Letakkan di sini dan biar aku menjaga sementara kau mengambil obat,"

Hwesio nomor dua berkata dan Kiok Eng lagi-lagi menjadi geli.

Begitulah lelaki, pura-pura menunjukkan jasa padahal ada maunya! Dan ketika sang suheng melotot dan tentu saja tidak mau, saudara muda tak boleh memerintah saudara tua maka hwesio itu membentak.

"Tidak, kaulah yang mengambil obat dan aku menjaga nona ini, sute. Kalian berdua pergi dan ambi! perban!"

"Ah-ah, suheng menyuruh kami? Bukan kah suheng yang lebih tahu mana obat yang tepat? Kaulah yang mengambilnya, suheng, nanti kami keliru. Daripada dua kali kerja lebih baik kau ke sana dan kami menjaga! "Benar,"

Hwesio terakhir menimpali.

"Kau yang mengambil obat, suheng, kami di sini. Cepatlah kau pergi agar nona ini tidak kesakitan!"

"Apa?"

Hwesio itu marah.

"Kalian berani memerintah seorang suheng? Kalian berani kurang ajar? Keparat, kutampar kamu.... plak!"
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Dan hwesio itu yang benar- benar menampar muka sutenya akhirnya membuat sang sute terpelanting namun marah dan terhina karena hal itu329 dilakukan di depan Kiok Eng, gadis cantik! Ia berteriak dan sapu yang tergeletak disambar, gagangnya dibalik.

Dan ketika ia meloncat dan menerjang suhengnya itu maka suara bak-bik-buk terdengar dan sang suheng ganti terjengkang, berteriak dan mengelak sana-sini dan akhirnya sebatang sapu lain diambil.

Lalu begitu dia membentak dan membalas sutenya maka dua hwesio itu bertempur! "He! Heii!"

Hwesio kedua berteriak-teriak.

"Apa-apaan kalian ini, suheng. Masa sesama saudara baku hantam!"

"Kau banyak cakap. Kau yang menjadi gara-gara, sute. Kalau bukan karena kau tak mungkin aku begini.... dess!"

Dan hwesio pertama yang marah dan meloncat menggebuk saudaranya ini pula membuat hwesio kedua menjerit dan terlempar bergulingan.

Gagang sapu mengenai pundaknya dan tulang pundak kiut-miut.

Keparat! Ia menjadi marah.

Dan ketika ia meloncat bangun sementara adiknya mengejar dan membalas gebukan itu maka iapun menyambar sapu dan dengan senjata itu ia mengeroyok sang suheng.

"Bagus.... bagus.... kalian sudah berani dan mulai kurang ajar. Awas, kita keluarkan kepandaian dan lihat siapa yang mampus!"

Hwesio pertama menjadi kalap dan mengelak serta membalas dua sutenya itu.

Pertempuran menjadi seru dan ributlah belakang kuil ini, hal yang mengundang hwesio-hwesio lain di mana bayangan- bayangan berkelebatan datang.

Lalu ketika mereka itu membentak dan berkelebat ke tengah-tengah, seorang hwesio berusia empatpuluhan datang mengibas maka tiga hwesio itu mencelat dan terbanting.

"Berhenti, apa yang kalian lakukan ini!"

Tiga hwesio itu merintih.

Setelah datang hwesio berusia330 empatpuluhan ini maka keadaan berubah.

Tiga hwesio muda menjatuhkan diri berlutut dan gemetaran keras di depan hwesio itu.

Hwesio-hwesio lain berdiri dan mengurung tempat itu, tercengang tapi segera melengos melihat keadaan Kiok Eng.

Gadis itu masih di situ ditelentangkan di tanah, pakaiannya mosak-masik (tak keruan) dan inilah yang membuat hwesio-hwesio melengos.

Kalau saja mereka berjumlah sedikit mungkin pemandangan itu akan dinikmati sepuas-puasnya.

Siapa tidak kagum memandang kaki yang indah dan paha mulus! Tapi karena di situ banyak orang dan terutama sekali hwesio berusia empatpuluhan itu tampak galak dan keras, semua takut kepadanya maka hwesio itupun yang tergetar dan sejenak berubah melihat keadaan Kiok Eng lalu mengalihkan perhatian dan membentak hwesio- hwesio muda itu, yang ternyata para murid.

"Apa yang terjadi di sini, kenapa kalian bertempur!"

"Ampun, kami... kami..."

Hwesio ketiga tergagap, melirik hwesio kedua. Lalu ketika hwesio kedua juga gemetaran dan melirik hwesio pertama maka sang suheng itulah yang bicara.

"Ampun, susiok. Kami bertikai karena hendak menolong gadis itu. Ia terluka, tee cu menyuruh ji-sute mengambil obat tapi malah memerintah teecu. Teecu marah, tak mau diperintah saudara muda. Dan karena sam-sute juga berpihak ji-sute maka terjadi perkelahian ini dan susiok datang. Ampun...."

"Hm, siapa gadis ini?"

"Kami tak tahu."

"Ia terluka?"

"Benar, susiok. Dan karena sudah menjadi pelajaran bagi331 kami untuk menolong orang-orang yang butuh bantuan maka tee-cu hendak menolongnya tapi dikurangajari para sute tadi."

"Hm, kalau begitu kalian semua pergi. Biar aku yang menolong dan tak usah cekcok lagi. Pergi..!"

Hwesio itu melakukan bentakan dan semua kontan mengkeret.

Kiok Eng hampir tertawa geli ketika melihat tiga hwesio muda menunjukkan kecewa dan penasaran hebat.

Mereka yang menemukan gadis ini tapi sang susiok yang mendapatkan! Tapi karena mereka harus pergi dan semua berkelebat menyingkir, rupanya hwesio ini orang berpengaruh maka setelah tinggal sendirian hwesio itu bergerak dan merangkap kan tangan membungkuk di depan Kiok Eng, sikapnya hormat tapi ujung matanya jelalatan menyambar sana-sini! "Nona, siapakah kau.

Bagaimana bisa begini dan sampai di sini.

Luka apakah yang kauderita dan bolehkah pinceng mengobati."

"Uuh..!"

Kiok Eng pura-pura merintih, sekarang mulai berhadapan dengan tokohnya, bukan bangsa kerucuk lagi.

"Aku... aku Li Eng, lo-suhu, kesasar memasuki hutan mencari saudaraku di kota. Aku... aku kena onak dan duri. Kalau lo-suhu mau menolongku tentu saja aku amat berterima kasih. Tapi... aku... aku tak dapat ber jalan...."

"Pinceng dapat membopong,"

Hwesio itu membungkuk, di samping menolong juga untuk melihat lebih jelas belahan dada Kiok Eng.

"Pinceng dapat membantumu, nona. Kalau kau tak dapat berjalan pinceng sanggup membopongmu!"

Kiok Eng menahan tawa di hati.

Sekarang dari gerak- gerik dan sikap hwesio ini ia tahu bahwa hwesio332 empatpuluhan inipun orang yang masih mudah tergetar birahi.

Hm, betapa pandainya berpura-pura! Tapi ketika ia hendak dipondong dan tentu saja ia tak sudi, bukan maksudnya dijamah-jamah maka ia bangkit berdiri berkata perlahan.

"Lo-suhu, kalau dipaksa aku dapat berjalan sendiri. Tapi di mana kau akan mengobatiku."

"Hm,"

Hwesio itu berkerut, tapi tiba-tiba berseri.

"Di kamarku ada tempat luas, nona. Di sana aku mengobatimu dan mari pergi!"

Tapi ketika Kiok Eng mengelak tak mau disentuh, hwesio ini terkejut maka gadis itu berkata.

"Baik, mari, lo-suhu. Di mana kamarmu!"

Hwesio itu gembira lagi.

Tadi dia terpukul dan akan marah.

Tolakan gadis itu membuat mukanya merah.

Tapi ketika gadis ini mau ke kamarnya dan ia gembira lagi, gairahnya bangkit maka ia bergerak dan maju menunjukkan kamarnya.

Kiok Eng tak mau dituntun dan hwesio itupun dapat menahan diri, tak mau lewat samping melainkan justeru menyusur di tempat sepi, belakang kuil di mana satu dua anak murid memergoki mereka tapi dengan pandang mata dan isyarat bengis hwesio itu menyuruh anak murid diam, masuk dan akhirnya tiba di sebuah kamar besar yang memang cukup luas.

Tapi ketika hwesio itu hendak menyuruh Kiok Eng masuk ke dalam, sinar mata dan jari-jarinya sudah gemetar membayangkan niat kotor mendadak berkelebat dua bayangan dan dua hwesio berusia limapuluhan muncul, mengejutkan hwesio ini.

"Sute, apa yang kaulakukan. Khilafkah kau membawa masuk seorang gadis ke dalam kamarmu!"

"Omitohud, inikah gadis yang membuat ribut-ribut itu, Ceng Kok-sute. Ah, kau tertipu!"333 Kiok Eng sekarang terkejut. Baru saja dia di pintu kamar sekonyong-konyong muncul dua hwesio tua itu. Mereka membawa toya panjang dan satu di antaranya bermata naga, tajam menyambar dan sinar mata itu penuh pengaruh yang membuat orang tunduk. Sekali sambar perbawanya mampu membuat siapapun tergetar. Kiok Eng juga berdetak dan seketika ia maklum bahwa ia berhadapan dengan seorang ahli lweekeh yang mahir. Dan ketika hwesio penolongnya juga terkejut dan seketika berubah merah, wajahnya seperti kepiting direbus maka hwesio kedua yang berkata belakangan tiba-tiba menyodokkan toyanya ke ulu hati Kiok Eng.

"Suheng!"

Kiok Eng juga kaget.

Gerakannya sebagai seorang ahli silat tiba-tiba timbul, ia mengelak secara reflek dan toya itu menusuk kusen pintu, amblas dan dicabut lagi dan Kiok Eng sadar bahwa ia terperangkap.

Hwesio tua itu mengujinya! Dan ketika ia tertawa dan melompat keluar, hal itu sudah terjadi maka Ceng Kok Hwe sio, sang hwesio empatpuluhan terbelalak dan terkejut bukan main melihat betapa Kiok Eng mampu mengelak dan menyelamatkan diri dengan amat cepatnya.

Dan kini melompat pula seperti walet terbang, terkekeh di luar! "Ah., eh, gadis itu...

dia, eh...

siapa dia itu, suheng? Kau...

kau mengenalnya? "Omitohud, mari kita keluar!"

Dan ketika hwesio itu berkelebat dan menyusul Kiok Eng maka Ceng Kok Hwesio tertegun melihat Kiok Eng sudah memasang kacamata hitamnya dan bertolak pinggang menantang.

Kaki yang tadi sakit dan tampak tertatih-tatih itu sekarang sudah ringan dan tak kelihatan sakit sama sekali! "Suheng..."

Hwesio ini semakin terkejut.

"Siapakah dia334 ini? Pinceng.... pinceng bertemu siluman?"

"Omitohud!"

Hwesio pertama berseru menjawab.

"Kau bukan bertemu siluman, Ceng Kok-sute, melainkan bertemu seorang gadis penggoda yang hanya mempermainkan laki-laki. Kau roboh, imanmu lemah. Kau harus sadar bahwa Bu Beng Siocia ini hanya mempermainkan dan menje"

"Bub.... Bu Beng Siocia..?"

"Benar, sute, dan kau terperangkap. omitohud, kelenteng Siauw Bin Bio kemasukan mahluk jahat!"

Dan maju memalangkan toya di depan Kiok Eng hwesio pertama itu membentak, suaranya bengis.

"Nona, ada apa kau mengganggu tempat kami. Kesalahan apakah yang kami punyai hingga tempat ibadatpun kauganggu! Hm, pergi dan jangan main-main di sini, anak perempuan. Siauw Bin Bio tak boleh didatangi wanita. Perempuan hanya pengganggu, pergilah dan biar pinceng anggap selesai urusan ini kalau kau mau pergi!"

"Hi-hik... hwesio galak! Eh, apa hakmu mengusir aku, hwesio bau. Kau ternyata tahu namaku tapi sebutkan namamu. Aku mau pergi kalau kalian bersikap baik!"

"Omitohud! Pinceng adalah Siauw Cit Hwesio, wakil suheng Siauw Bin Hwesio. Hak-ku mengusirmu adalah karena ini tempat tinggalku, anak kurang ajar. Pergi dan tak usah banyak cakap!"

"Hi-hik, begitukah? Kau mengusir karena ini rumahmu? Baik, aku pergi, hwesio bau. Tapi mari keluar dan kutantang kau untuk main-main sebentar denganku!"

Kiok Eng tertawa, berkelebat dan berjungkir balik melewati tembok kuil yang tinggi dan untuk kedua kalinya Ceng Kok Hwesio terkejut.

Gerak dan ilmu meringankan tubuh gadis itu hebat sekali.

Ia lenyap di luar sana.335 Namun ketika Siauw Cit Hwesio berkelebat dan ketua kuil Siauw Bin Hwesio juga menyusul dan menekan toya- nya maka Ceng Kok Hwesio mengejar dan berjungkir balik pula melewati tembok kuil yang tinggi.

Di sana gadis yang menggetarkan hatinya itu telah berdiri menunggu, gagah, dan baginya bahkan semakin mengagumkan dan membuat jantungnya jungkir balik.

"Sute, kau sebaiknya kembali ke dalam Biarkan kami menghadapinya,"

Siauw Bin Hwesio, hwesio bermata naga itu menyuruh sutenya masuk.

Hwesio ini melihat betapa pandang mata sutenya malah berbinar-binar.

Daya tarik dan kekuatan gadis itu telah membetot sutenya.

Tapi ketika Ceng Kok Hwesio menggeleng dan berkata tidak, biarlah dia di situ maka Kiok Eng terkekeh berseru nyaring.

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Heii, tak usah cecowetan dan banyak omong lagi, hwesio-hwesio bau. Aku sudah menantang kalian dan di tempat yang bebas ini kalian tak dapat mengusirku lagi. Mari, majulah dan lihat kepandaian nonamu!"

Siauw Bin Hwesio memejamkan mata.

Dihina dan diejek seperti itu dia malah berkomat-kamit, hawa kemarahannya ditekan.

Tapi Siauw Cit Hwesio yang memang tak senang dan marah kepada gadis ini tiba-tiba membentak dan toyanya bergerak menyambar.

Dialah orang pertama yang ditantang Kiok Eng dan mendengar gadis itu bicara seenaknya kepada ketua iapun meledak.

Toya menusuk tapi Kiok Eng mengelak.

Dan ketika gadis itu lincah berkelit sementara Ceng Kok semakin kagum, gerak-gerik gadis ini semakin membetot sukmanya maka Kiok Eng mengejek agar Siauw Cit menyerang lebih cepat lagi.

"Gerakanmu lamban, ayo, tunjukkan kelihaian hwesio- hwesio Siauw Bin Bio!"336 Hwesio itu menjadi marah. Ia sudah menusuk dan mengemplang tapi tiga kali luput semua, membentak dan majulah dia dengan sapuan dan sodokan toyanya yang cepat. Dan ketika semua kembali luput, kemarahan hwesio ini berkobar maka dia berkelebat maju dan serangan atau sambaran toyanya menjadi bergulung- gulung seperti air bah menghantam, tak mungkin hanya dikelit atau dielak saja dan Kiok Eng harus menangkis. Gadis itu berseru keras karena wakil dari Siauw Bin Bio ini hebat juga. Dan ketika sodokan atau kemplangan toya menjadi begitu cepat, toya sudah berubah menjadi sinar kuning emas yang mengelilingi tubuhnya maka Kiok Eng menangkis dan saputangan atau ujung rambutnya meledak.

"Plak-plak!"

Lawan menjadi kagum.

Toya terpental dan sang hwesio diam-diam kaget, menyerang dan membentak lagi namun Kiok Eng tak mau sekedar menerima.

Gadis itu membalas dan sinar hitam atau putih berkelebat dari dua arah, yang satu ujung rambutnya sedangkan yang lain adalah ujung saputangannya.

Dan ketika dua benda itu melesat seperti ular menyambar, mematuk atau menusuk wajah hwesio ini maka sang hwesio menangkis namun Kiok Eng mengerahkan tenaga sinkangnya hingga hwesio itu kena gempur, tertolak mundur.

"Plak-plak!"

Sang hwesio menjadi kaget.

Dia menangkis dengan toyanya dan sekarang berbalik diserang.

Dua kali menerima pukulan membuat dia tergetar dan mundur terhuyung-huyung.

Dan ketika Kiok Eng terkekeh dan maju lagi, rambut dan saputangan nya meledak-ledak maka hwesio itu bingung menangkis sana-sini dan senjata panjangnya malah diputar untuk mempertahankan diri.

Toya di tangannya harus berkali-337 kali menangkis pagutan saputangan atau ujung rambut yang lihai.

"Hebat, luar biasa!"

Ceng Kok Hwesio berseru kagum, malah memuji lawan.

"Aih kau kiranya Bu Beng Siocia, nona. Ilmu kepandaianmu tinggi tapi kau tidak sejahat seperti yang dikabarkan orang. Ah, pinceng kagum dan kau benar-benar luar biasa!"

"Omitohud,"

Siauw Bin membuka mata dan menegur sutenya.

"Kau tak boleh terpengaruh gadis ini, sute. Seorang pendeta tak boleh silau wajah cantik. Kembalilah atau bantu suhengmu!"

Hwesio itu terdiam.

Ia terbelalak tapi mundur, perintah ketua tak diterimanya.

Dan ketika ketua menjadi marah dan menegurnya sekali lagi, Ceng Kok tampak bingung maka hwesio itu melompat ke dalam dan memilih tak mengeroyok Kiok Eng.

Suhengnya mulai terdesak dan hanya memutar toya bertahan.

"Hm,"

Siauw Bin Hwesio menggetarkan toya dan mengernyitkan kening, lega sutenya tak ada di arena.

"Kau tak mampu menandingi gadis ini, Siauw Cit-sute. Biarlah kau mundur dan berikan kepada pinceng."

"Hi-hik, kenapa tak mengeroyok saja? Maju dan lihat nonamu mampu mempermainkan kalian, Siauw Bin Hwesio. Aku yang menantang dan tak usah sungkan- sungkan, atau nanti sutemu keburu roboh dan kau tak sempat menolongnya lagi.... plak!"

Ujung rambut Kiok Eng meledak di pipi lawan, masuk di tengah putaran toya dan Siauw Cit Hwesio terjengkang.

Hwesio itu kaget dan pucat sekali.

Dan ketika ia bergulingan meloncat bangun namun Kiok Eng mengejar dan terkekeh-kekeh, gadis ini ternyata lebih lihai maka Siauw Bin Hwesio tak mampu mengendalikan diri lagi dan melayang menyambar gadis338 itu.

"Bu Beng Siocia, kau benar-benar gadis binal!"

Kiok Eng terkejut dan membalik. Menyambarnya tubuh ketua kuil ini disertai deru angin toyanya yang hebat. Tadi di depan kamar saja ia sudah merasakan, maka tak berani sembrono dan menyambut hwesio itu ia menangkis dan melecutkan rambutnya.

"Plakk!"

Dan Kiok Eng terhuyung sementara lawan tergetar mundur.

Siauw Bin menjadi kagum namun Siauw Cit membentak dan menerjang kembali.

Hwesio yang pipinya tergurat ujung rambut ini marah besar, ia malu dan terhina.

Dan ketika ia menyerang namun Kiok Eng berkelit, menunduk dan melepas tendangan maka toya terpental sementara hwesio itu terhuyung, maju dan membentak lagi namun Kiok Eng lebih lihai, empat kali mengelak dan balas menyerang dan hwesio itu terpelanting.

Dan maklum bahwa sutenya kalah lihai, mau tak mau Siauw Bin harus maju maka ketua kuil membentak dan menggantikan sutenya, menyerang dan membuat sibuk Kiok Eng namun gadis itu tambah gembira.

Setelah beberapa pekan tak menghadapi orang-orang lihai tiba-tiba kini ia berhadapan dengan Siauw Bin Hwesio itu, ketua kuil yang benar saja memiliki kekuatan lweekeh amat kuat.

Dia menangkis dan mempergunakan rambutnya namun kini rambut atau saputangan itu terpental.

Kiok Eng kagum.

Dan ketika ia berlompatan karena toya di tangan hwesio itu menderu naik turun, ditangkis tapi rambut atau saputangannya terpental maka Siauw Cit Hwesio menyerang dan membantu suhengnya itu, mengeroyok.

"Bagus, kalian boleh maju bareng, hwesio-hwesio bau.339 Aku tak takut dan jangan kira dapat merobohkan aku!"

Kiok Eng berkelebatan dan naik turun di antara dua sambaran toya.

Sang ketua kuil tampak malu tapi kata- kata gadis ini memerahkan telinganya.

Ia menganggap Kiok Eng terlalu sombong, pongah.

Maka ketika ia membiarkan saja sutenya maju membantu dan saat itu bayangan Ceng Kok Hwesio kembali datang, berkelebat dan turun menonton maka Kiok Eng terkekeh dan kini merobah caranya mengelak.

Kiok Eng tidak lagi mengikuti sambaran toya dengan cara beterbangan melainkan meloncat-loncat seperti katak menari.

Setiap pukulan atau sambaran dihindarinya dengan cara meloncat-loncat tinggi, tak perduli pahanya tersingkap membuat dua hwesio semburat jengah sementara Ceng Kok malah gembira! Maklum, ada tontonan gratis lagi di situ! Dan ketika ia tersenyum-senyum sementara matanya berkilat nakal, Siauw Bin Hwesio membentak agar dia masuk kembali maka hwesio ini malah menangkis.

"Tidak, aku di sini untuk membantu kalian, suheng. Kalau gadis ini tak dapat kalian robohkan biar aku maju sekalian!"

"Hi-hik, membantu atau menikmati kecantikanku, Ceng Kok Hwesio? Kalian laki-laki sama saja. Cih, berkedok jubahpun masih tetap juga laki-laki!"

Hwesio itu semburat.

Kiok Eng telah mengejek kaum lelaki sebagai kaum yang bejat semua.

Tapi karena ia benar-benar tergetar dan terpesona oleh kecantikan dan kepandaian gadis itu, juga paha indah yang sering tersingkap lebar di waktu gadis itu meloncat tinggi-tinggi ke atas maka suhengnyalah yang membentak dan marah kepadanya.

"Sute, masuk. Jangan biarkan anak-anak murid ke sini340 atau mereka akan menontonmu seperti kau juga!"

Hwesio ini terkejut.

Suara pertempuran dan denting toya memang mulai meributkan anak-anak murid.

Di belakang kuil itu ketua mereka bertempur.

Tapi ketika mereka berkelebatan datang dan Ceng Kok Hwesio membentak, tak mau orang-orang lain menonton keindahan tubuh Kiok Eng maka ia menggebah namun tidak juga keluar atau masuk seperti yang diperintahkan ketuanya.

"Heii, di sini tak ada apa-apa. Pergi dan jangan kalian ke mari!"

Anak-anak murid mundur.

Mereka terkejut tapi juga keheranan ketika sekilas melihat gadis baju hitam-hitam itu bertempur dengan ketua.

Itu adalah gadis yang tadi katanya roboh kena duri.

Aneh! Tapi karena bentakan Ceng Kok cukup menggebah dan mereka semua mundur maka Kiok Eng tiba-tiba menggetarkan kedua tangannya siap melakukan pukulan-pukulan Kiam-ciang (Tangan Pedang).

Jilid X "SIAUW BIN HWESIO, kaukeluarkanlah semua kepandainmu. Atau nanti kau roboh dan menyesal tiada guna!"

"Bocah sombong!"

Hwesio itu membentak.

"Kau belum mampu merobohkan pinceng atau kami berdua, anak binal. Kau keluarkanlah semua kepandaianmu kalau masih ada. Justeru pincenglah yang akan menyuruhmu mengeluarkan semua kepandaian karena senjata pinceng sebentar lagi akan berubah!"

"Hi-hik, menjadi ular? Eh, jangan main sihir. Aku bicara sebenarnya, Siauw Bin Hwesio. Dan suruh sutemu Ceng341 Kok maju sekalian. Atau nanti kau terlambat dan menyesal tiada guna!"

"Anak lak tahu adat!"

Sang hwesio menjadi marah.

"Kau sombong dan liar, bocah. Lihat ancaman pinceng dan awas to-ya terbang..... wutt!"

Toya si hwesio tiba-tiba benar saja terlepas dari tangan, terbang dan mendesing menyambar Kiok Eng dan gadis itu terkejut.

Tapi karena ia sudah menyiapkan Kiam-ciang dan Tangan Pedang inilah yang dipakai menangkis, ia akan mengeluarkan kepandaian sementara lawan sudah memulai lebih dulu maka toya terpental tapi aneh sekali toya itu membalik dan menyambar kembali seperti benda bernyawa.

"Plak-plak!"

Dua kali Kiok Eng menghalau.

Toya ditampar miring namun tiba-tiba Siauw Cit Hwesio juga melakukan hal yang sama seperti suhengnya.

Toya dilepas dan terbang menyambar seperti benda hidup.

Dan ketika Kiok Eng menangkis namun toya membalik lagi, dua hwesio itu sudah mengeluarkan ilmu simpanan maka gadis ini terkejut tapi juga menjadi marah.

"Bagus, kau sudah mengeluarkan simpananmu, Siauw Bin Hwesio. Tapi aku juga mempunyai ilmu simpanan.... tranggg!"

Kali ini Kiok Eng mengerahkan sembilan dari sepuluh bagian tenaganya, menangkis toya dengan Tangan Pedang dan toya langsung patah.

Itu adalah milik Siauw Cit Hwesio yang tentu saja berteriak kaget dan pucat.

Dia tak menyangka itu.

Dan ketika patahan toya menyambar ke arahnya sementara yang lain menghantam toya suhengnya, yang juga terbang menyambar maka toya itu runtuh tapi senjata milik ketua kuil juga patah.

"Cranggg!"342 Sang hwesio terpelanting. Siauw Bin juga terkejut karena tangkisan Kiok Eng tadi menimbulkan bunga api. Tangan gadis itu, yang halus dan tampak indah ternyata tiba-tiba berubah seakan pedang pusaka. Tangan itu mampu mematahkan toya! Dan ketika sutenya terbanting sementara dia sendiri terhuyung dan hampir jatuh maka Kiok Eng berkelebat dan tertawa mengejek. Dua hwesio itu telah kehilangan senjatanya.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Lihat, apa kataku tadi, Siauw Bin Hwesio. Suruh adikmu maju atau nanti menyesal tiada guna!"

Sang hwesio berseru kaget dan melempar tubuh bergulingan.

Kiok Eng berkelebat cepat dan tahu-tahu sudah berada di depannya, lima jari itu terangkat naik sementara buku-buku jarinya berkeritik.

Jari itu sudah penuh tenaga sinkang.

Dan maklum bahwa dia berhadapan dengan Kiam-ciang atau Tangan Pedang, sebuah ilmu tingkat tinggi yang hanya dipunyai golongan tua maka hwesio ini tak berani menangkis dan sebagai gantinya mengelak bergulingan dan pukulan gadis itu mengenai tanah.

"Crat!"

Bunga api berpijar.

Bukan main ngerinya hwesio itu tapi Kiok Eng sudah meneruskan gerakannya ke Siauw Cit Hwesio.

Hwesio inilah yang terdekat setelah suhengnya bergulingan menjauh.

Dan karena hwesio ini baru melompat bangun setelah terbanting, dia kaget melihat toyanya patah maka pukulan atau tamparan Kiok Eng itu tak mampu dikelitnya, berteriak keras dan menangkis.

"Kraak..!"

Dan lengan hwesio itu patah.

Hwesio ini lupa bahwa toya besipun tak sanggup menahan jari-jari halus indah itu.

Ia lupa karena panik343 dan gugup.

Maka begitu ia menjerit dan sadar melempar tubuh, sang suheng terkejut dan membentak keras maka hwesio itu menyambar toya di tangan Ceng Kok untuk akhirnya dikemplangkan ke arah gadis ini, gusar.

"Ceng Kok, bantu pinceng. Atau kau menerima hukuman sebagai murid murtad! Hwesio yang sejak tadi menonton dan terbelalak takjub itu sekarang dibuat berseru keras. Ia kaget senjatanya disambar sang suheng dan ji-suhengnya patah lengan. Ia dibentak dan menerima ancaman. Dan ketika suhengnya menerjang dengan toya diputar kuat-kuat, mengemplang dan menusuk atau menyodok lalu lepas beterbangan lagi maka sadarlah hwesio ini bahwa gadis berbaju hitam itu benar-benar berbahaya.

"Bu Beng Siocia, jangan bunuh suheng-suhengku. Lepaskan mereka dan pergilah... wut-wher-wherrr!"

Toya menyambar dari kiri dan kanan.

Sekarang hwesio termuda ilu maju membuntu tapi ji-suhengnya terlanjur roboh di sana.

Siauw Cit terduduk dan mengeluh di sana, mukanya pucat.

Lalu ketika Kiok Eng tertawa dan menghadapi keroyokan ini, Tangan Pedang bergerak ke sana-sini maka Ceng Kok merasa betapa telapaknya pedas dan tergetar hingga toya di tangan serasa mau mencelat.' "Hi-hik, kau membela dan membantu suhengmu, Ceng Kok Hwesio.

Bagus sekali tapi rasa tertarikku tiba-tiba lenyap.

Aih, kau tak setia kepada cintamu.

Kau tak berhak memiliki cintaku lagi.

Sayang!"

"Ah, kau.... kaumaksudkan apa?"

"Tadi aku tertarik dan suka kepadamu, Ceng Kok lo- suhu, dan mau kauajak memasuki kamarmu. Tapi kau laki-laki tak setia, sekarang memusuhi aku. Bagus, kau344 gagal melewati ujianku!"

"Ah, maksudmu.... maksudmu kau menerima aku?"

"Begitu tadinya, lo-suhu, tapi sekarang tidak. Kecuali kau menyerang suhengmu dan membantu aku, merobohkan dia!"

"Gila...!"

"Cinta memang gila, terserah kau.... plak-cringg!"

Dan Kiok Eng yang kembali menangkis dan mementalkan pedang akhirnya membuat Ceng Kok Hwesio bingung dan membelalakkan mata, ragu memandang gadis itu lalu suhengnya.

Mereka bertempur cepat tapi jelas gadis itu lebih lihai.

Bu Beng Siocia ini mampu menguasai keadaan.

Dan ketika berpikir bahwa lawan lebih unggul, dua kali ia tergetar kembali dan toya sudah terlepas tapi disambar lagi maka Siauw Bin Hwesio yang mendelik melihat keragu-raguan sutenya ini membentak.

"Sute, jangan terpengaruh omongan siluman itu. Kau dijebak. Jangan bodoh!"

"Tapi.... tapi ia mau menerima cintaku!"

"Omitohud, kau gila, sute. Seorang hwesio tak boleh bermain wanita dan larangan. Pikiranmu kotor!"

"Namun ia benar!"

Hwesio itu tiba-tiba berseru.

"Aku tak setia kepada cintaku, suheng. Aih, harap kau mundur atau nanti aku menyerangmu!"

"Apa?"

"Maaf, suheng. Mundur dan biarkan gadis ini pergi atau aku membantunya!"

Ceng Kok sudah siap menyerang suhengnya.

Hwesio yang tergila-gila dan jatuh cinta kepada Kiok Eng ini sekarang miring pikirannya.

Toya mulai menangkis dan345 menghalau senjuta di tangan suhengnya sendiri.

Hwesio ini telah memiliki toya lagi setelah tadi toyanya disambar dan dipakai sang suheng.

Dan ketika benar saja ia menangkis dan membantu Kiok Eng, benturan dua toya membuat Siauw Bin tergetar dan sutenya terhuyung maka Siauw Cit Hwesio yang tak dapat melihat itu semua tiba-tiba bersuit dan berhamburanlah murid-murid Siauw- bin-bio menyerang Kiok Eng.

"Sute, kau keparat. Kau membantu musuh. Masa kau menyerang suheng dan membantu siluman kuntilanak itu.... crang-crangg!"

Bunyi toya berbenturan lagi dan Siauw Cit Hwesio memaki-maki sutenya di sana.

Ceng Kok menjadi gila dan membantu lawan.

Dan ketika Kiok Eng terkekeh-kekeh sementara anak murid berdatangan disuruh mengeroyok, gadis ini berkelebatan maka dia berseru pada Ceng Kok Hwesio agar melayani saja anak-anak muridnya itu.

"Hei!, serahkan suhengmu kepadaku, Ceng Kok lo-suhu. Dia terlalu kuat dan berat untukmu. Hajar dan hadapi saja anak-anak muridmu ini!"

Hwesio itu mengangguk.

Kiok Eng telah melompat dan menangkis suhengnya dan cepat ia menggantikan kedudukan gadis itu.

Anak-anak murid yang menyerang Kiok Eng sekarang mendadak menghadapi hwesio ini.

Paman guru berhadapan dengan murid-murid keponakan.

Dan ketika semua berteriak karena toya di tangan hwesio itu menderu dan menyambar mereka, sebelas murid roboh maka suasana menjadi kacau dan Siauw Cit Hwesio berteriak.

"Sute, kau tidak waras. Gila! Kau ditipu siluman betina itu dan jangan turut omongannya!"

"Tidak, dia telah berjanji kepadaku, ji-suheng. Dan untuk346 ini aku menyerahkan segala-galanya. Bu Beng Siocia menerima cintaku, ini kebahagiaan besar. Aku tak dapat membiarkannya dikeroyok dan harus membantu!"

"Gila, kau sungguh gila. Tidak waras!"

Namun hwesio itu membabat dan menghajar anak-anak murid keponakannya sendiri.

Ceng Kok tak menghiraukan sama sekali seruan ji-suhengnya dan ia bahkan gembira dapat membantu Kiok Eng.

Hwesio ini benar-benar telah tidak waras! Dan ketika anak-anak murid mundur dan tentu saja bingung dan jerih menghadapi paman gurunya, di sana ketua dan wakil ketua tampaknya tak berdaya menghadapi gadis baju hitam maka Kiok Eng mementalkan toya di tangan ketua Siauw-bin-bio ini.

Tangan Pedangnya bekerja dan sekali tangkis membuat senjata di tangan hwesio itu patah, bukan lagi dua melainkan empat.

Tiga di antara patahan ini menyambar anak murid di kiri kanan, yang menjerit dan kontan roboh.

Dan ketika patahan lain menyambar hwesio itu namun ditangkis dan sang hwesio mengeluh jatuh terduduk, kalau ia tidak kuat mengerahkan sinkang tentu tangannya patah maka Kiok Eng menendang ketua kuil itu dan merasa puas akan main-main ini.

"Siauw Bin Hwesio, rasanya cukup. Kau beristirahatlah di sana dan selamat tinggal.... dess!"

Hwesio itu mencelat dan terbanting.

Ia tak mampu berkelit lagi dan mengaduh.

Kiok Eng berkelebat dan berjungkir balik melewati tembok kuil, lenyap dan keluar di sana sementara Ceng Kok Hwesio berteriak memanggil.

Hwesio ini terkejut melihat Kiok Eng tiba-tiba tidak menghiraukannya, gadis itu telah merobohkan suhengnya dan anak-anak murid juga dipukul mundur.

Di samping tak kuat juga mereka ini bingung.

Masa harus menghadapi paman guru yang setiap hari melatih347 mereka.

Dan ketika mereka mundur dan Ceng Kok mengayunkan toyanya, menotol dan berjungkir balik mengejar maka Siauw Bin Hwesio berkedip-kedip dan menangis.

"Omitohud, tempat kita rusak. Ooh, entah kesalahan apa yang kita buat, sute. Ceng Kok meninggalkan kita dan terpikat gadis siluman itu!"

"Dan ia menghajar murid-murid kita sendiri. Keparat, ia harus dihukum, suheng ia murtad. Ia melawanmu pula, menyerang ketua!"

"Tidak, ia dalam keadaan tak sadar, sute. Ceng Kok sute harus dikasihani dan lemah imannya. Ia hanya perlu disuruh mempertebal iman dengan lebih banyak membaca ayat-ayat kitab suci. Omitohud!"

Dan ketika hwesio itu merangkak dan bangun berdiri, ia tidak terluka kecuali sakit pantatnya ditendang maka Siauw Cit ditolong dan ketua serta wakil ketua ini mengutuk Kiok Eng yang mengganggu tempat tinggal mereka.

Anak-anak murid bengong namun segera mereka bergidik mengetahui bahwa itu adalah Bu Beng Siocia.

Gadis itu adalah penggoda laki-laki dan siapapun bakal roboh.

Kecantikannya memang luar biasa sementara kepandaiannyapun amat hebat.

Ketua kuil tak mampu menandingi dan ternyata roboh.

Dan ketika mereka menolong saudara-saudara mereka sementara di sana Ceng Kok mengejar Kiok Eng maka gadis yang sengaja menggoda hwesio ini memperlambat larinya, rtiendengar panggilan berkali-kali.

"Heii, tunggu, Bu Beng Siocia. Tunggu. Mana janjimu!"

"Hi-hik, kau mau menagih cinta? Baik, kejar aku sampai dapat, lo-suhu. Wanita macam aku harus mendapat suami yang setanding. Ayo, kejar dan tangkap aku!"348 Kiok Eng memperlambat dan semakin memperlambat larinya. Lawan sudah kian dekat tapi begitu dibentak dan hendak dicengkeram sekonyong-konyong ia melejit. Terkaman hwesio itu luput. Dan ketika sang hwesio menjadi penasaran dan gemas sekali, gadis ini jinak-jinak merpati maka ia mempercepat larinya dan untuk kedua kali Kiok Eng seakan memberikan dirinya. Larinya diperlambat dan hwesio itu tak sadar. Dan ketika jarak tinggal semeter dan ia berseru girang, gadis ini akan ditangkap maka Kiok Eng melejit lagi dan begitu berulang kali hingga si hwesio gemas tujuh turunan.

"Heii, jangan begitu, Bu Beng Siocia. Aku sudah jatuh cinta berat. Kau berhenti lah dan jangan permainkan aku!"

"Goblok! Seorang perawan harus ditangkap seorang lelaki, Ceng Kok Hwesio, bukan menyerahkan diri secara murahan. Kau tahu itu. Nah, kejar dan tangkap aku sekali lagi atau kau tak melihatku lagi!"

Hwesio itu pucat.

Kiok Eng akhirnya berkelebat cepat dan terbang menuju hutan.

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gadis itu seperti seekor kijang betina saja, gesit dan lincah kakinya.

Dan karena ia begitu tergila-gila dan tak sadar dipermainkan, tujuh kali ia hampir menangkap namun luput lagi, tak tahu bahwa itu akal bulus Kiok Eng maka begitu gadis itu mendekati mulut hutan iapun masih berteriak, menaruh sepercik harapan.

"Bu Beng Siocia, tunggu. Aku tak dapat kautinggalkan!"

"Hi-hik, tergantung kepandaianmu, hwesio bau. Kalau mampu tentu dapat, kalau tidak berarti kau harus tahu diri!"

"Eh, kau memakiku? '349

"Kenapa tidak? Kau seorang paderi, Ceng Kok Hwesio. Lihat dong, siapa kau ini. Laki-laki berumur dan botak pula. Cih, siapa sudi menjadi kekasihmu? Bukan pendetapun aku tak sudi. Kau seumur ayahku!"

Hwesio itu terhenyak.

Ia kaget melihat Kiok Eng sudah memasuki hutan dan mendengar serta melihat sikap gadis itu tiba-tiba ia sadar bahwa sesungguhnya ia dipermainkan.

Dan karena maksudnya tiba-tiba gagal, rasa cinta menjadi benci maka tiba-tiba ia timpukkan toyanya ke punggung Kiok Eng yang sudah memasuki hutan.

"Bagus, kau kiranya kuntilanak. Tak kusangka kau mempermainkan aku, Bu Beng Siocia. Tapi terimalah ini untuk obat kecewaku!"

Kiok Eng mendengar desing sambaran toya itu.

Tentu saja ia tahu namun tak takut.

Ia bahkan tertawa mengejek dan tanpa menoleh langsung tangan kirinya bergerak, membalik ke belakang dan menampar toya itu hingga terpental.

Dan karena ia mengerahkan tenaganya sedemikian rupa hingga toya berputar arah maka toya membalik dan ganti meluncur menyambar Ceng Kok Hwesio.

"Aduh!"

Jeritan keras terdengar di situ.

Ceng Kok sama sekali tak mengira bahwa senjatanya terbang membalik, Ia tak sempat lagi mengelak dan menangkispun juga tak mampu.

Toya itu tahu-tahu sudah menghajar dadanya.

Dan ketika ia mengerahkan sinkang namun tetap juga terjungkal, dada serasa amblong maka ia menjerit dan roboh.

Hwesio dari Siauw-bin-bio itu terbanting muntah darah, pingsan.

Dan ketika ia roboh namun Kiok Eng lenyap memasuki hutan, sama sekali tak menengok atau350 melihat lawannya maka gadis itu meninggalkan hwesio sial ini sambil tertawa-tawa geli.

Hari itu Kiok Eng tiba di kota raja.

Dua minggu ini dalam perjalanannya melampiaskan marah ia telah mempermainkan banyak lelaki baik tokoh persilatan maupun kaum hartawan.

Bermula dari Hung-wangwe sampai akhirnya hwesio-hwesio Siauw-bin-bio itu.

Pendetapun ternyata juga doyan wanita.

Kiok Eng mencibir teringat ini.

Cih, begitukah kaum laki-laki? Berjubah pendetapun tetap juga laki-laki.

Semua sama! Dan ketika ia merasa muak namun semakin besar keinginannya untuk mempermainkan mahluk ini, kema- rahan di rumah dibawa ke mana-mana maka Kiok Eng telah melewati pintu gerbang dan kehadirannya ini segera diikuti pandang mata kagum semua orang, teruta- ma laki-laki.

"Astaga, perikah dia. Lihat, kita kemasukan bidadari, kawan. Betapa cantik dan hebatnya gadis itu!"

"Benar, dan mataku ini rasanya terbalik. Aduh, betis dan tumitnya itu indah sekali, Song-te. Dan dadanya... aih, menantang laki-laki!"

Tujuh pengawal di pintu gerbang mendecak dan membuka mata lebar-lebar.

Mereka melihat Kiok Eng seakan mahluk jelita dari kahyangan.

Dan ketika seorang di antaranya tak tahan dan maju menggoda, kebetulan ini adalah komandannya maka Kiok Eng dihadang dan pura-pura ditanyai.

"Heii, berhenti dulu. Dari mana dan hendak ke mana, nona. Tunjukkan surat-suratmu memasuki kota raja!"

Kiok Eng tersenyum.

Tujuh pengawal terpesona oleh senyum ini tapi begitu senyum itu berubah menjadi tawa dingin mendadak kaki gadis ini bergerak.

Pengawal yang351 menghadang langsung ditendang, tepat sekali mengenai selangkangannya.

Dan ketika orang itu menjerit dan roboh terlempar, kawan-kawannya menjadi kaget maka Kiok Eng sudah berkelebat dan lenyap dari tempat itu.

Gadis ini tak mau melayani orang-orang rendahan seperti itu.

"Pergilah, jangan kurang ajar!"

Hanya itu bentakan atau suara yang ke luar dari mulutnya.

Lalu ketika enam pengawal yang lain terkejut dan berlarian, sadar menolong komandan mereka ini maka gadis itu sendiri sudah lenyap sementara dua laki- laki petani memikul keranjang tertegun dan berhenti sejenak.

Tapi begitu mereka ini sadar maka merekapun berteriak dan lari serabutan.

"Kuntilanak...!"

"Siluman!"

Kiok Eng tertawa mengejek di sana.

Ia telah membuat ribut sedikit dan biasanya hal begini akan berbuntut; Benar saja, penjaga pintu gerbang bersuit dan dari mana-mana muncul penjaga atau pengawal-pe-ngawal lain.

Itulah pasukan keaman yang disiapkan selalu, bersembunyi atau kadang-kadang muncul memperlihatkan diri.

Dan ketika mereka itu bergerak tapi Kiok Eng tak mau berurusan, cecunguk-cecunguk seperti itu tak perlu diladeni maka gadis ini menyelinap dan berbaur dengan orang-orang lain yang lebih dulu memasuki pintu gerbang.

Mereka ini menoleh tapi Kiok Eng sudah di depan.

Gadis itu tertawa me nahan kegembiraannya.

Kalau sudah begini mungkin para pimpinan dan panglima muda keluar.

Dia akan memilih dan mencari-cari yang cocok.

Kota raja gudangnya laki- laki tampan, juga jago-jago istana yang mungkin dapat352 dijajalnya sepuas hati.

Dan ketika dia bergerak dan menuju ke pusat keramaian, mendorong dan menyibak orang-orang di depan maka sekarang orang-orang inilah yang tertegun dan terbelalak memandangnya.

Kiok Eng mengerahkan tenaganya cukup kuat hingga dorongan atau tekanan jarinya itu membuat orang terpekik dan minggir, kesakitan.

Tapi ketika mereka hendak memaki namun yang dilihat adalah gadis cantik itu maka mulut tak jadi mengumpat dan mereka malah menyeringai.

"Heii, ada apa main dorong dan tekan pundak orang, nona. Tak lari gunung dikejar. Jangan terburu-buru!"

"Dan kau tampaknya seperti dikejar penjahat. Apakah ada yang mengganggumu? Heii, aku dapat melindungimu, nona. Asal dekat dan jangan lari!"

Kiok Eng tak menggubris dan menyelinap cepat di sana.

Ia tentu saja tak sudi melayani orang-orang ini namun ketika ia main dorong dan tekan tiba-tiba terdengar derap kaki kuda.

Belasan pengawal muncul membentak- bentak.

Kiok Eng mengira kawan-kawan dari penjaga pintu gerbang.

Dan ketika mereka itu dekat dan cambuk di tangan diayun sana-sini, beberapa penduduk menjerit dan berteriak maka gadis ini berhenti dan malah berdiri menantang, ingin menghajar dan menjungkirbalikkan lagi pengawal-pengawal memuakkan itu.

"Heii, minggir.... minggir.... beri kami jalan.... tar-tar!"

Cambuk di tangan dua orang paling depan menyambar galak.

Jalan lebar itu tiba-tiba seakan sesak dan Kiok Eng memutar tubuh.

Mulutnya tersenyum tapi mata itu bersinar-sinar marah.

Ia mengira dicari dan dikejar-kejar.

Maka membalik dan memandang dua orang paling depan itu, yang mengusir penduduk dengan cambuk di tangan iapun tiba-tiba berseru dan menangkap satu di353 antara cambuk yang menjeletar-jeletar itu.

"Heii, aku di sini. Tak usah dicari-cari. Turun dan jangan kurang ajar kepada nonamu.... rrtt!"

Cambuk tertangkap dan langsung disentakkan.

Kiok Eng mengerahkan tenaga dan pengawal berkuda itu otomatis tertarik.

Ia terkejut melihat gadis berpakaian hitam-hitam tiba-tiba memutar tubuh dan berseru menyambar cambuknya.

Wajah gadis itu demikian cantik jelita hingga ia tertegun, lengah.

Maka begitu cambuk ditangkap dan ia disentak turun sekonyong-konyong ia terjungkal dan roboh berdebuk mengejutkan teman-temannya yang lain.

"Heiii... bress!"

Pasukan berkuda itu berseru tertahan.

Mereka kaget oleh dua hal.

Pertama kecantikan Kiok Eng dan kedua adalah perbuatannya menjungkalkan pengawal.

Dan ketika mereka berhenti dan otomatis berseru heran, ada pengacau demikian jelita maka dari belakang terdengar derap kereta ditarik empat ekor kuda.

Dan kusir atau saisnya berteriak mengguntur, suaranya menggetarkan tempat itu.

"Heii, ada apa di depan. Kenapa berhenti. Ongya tak ingin menunda waktu dan cepat berangkat?"

Kiok Eng menoleh dan memandang sais ini.

Ternyata dia adalah seorang pria tigapuluhan dan berpakaian hijau.

Wajahnya gagah sementara cambuk di tangannya pun menjeletar memekakkan telinga.

Dilihat dari sini saja segeralah dia tahu bahwa sais itu bukan pemuda sembarangan.

Dan ketika Kiok Eng mulai tertarik namun pasukan bergerak lagi, yang jatuh diangkat dan dibawa temannya yang lain maka mereka itu berderap lagi membiarkan Kiok Eng tegak menantang dengan cambuk rampasan.354

"Hm, siapa dia!"

Kiok Eng tertarik.

Sekarang dia tahu bahwa dugaannya salah.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Pasukan berkuda ini bukan teman dari pengawal pintu gerbang melainkan serombongan pasukan baru yang membawa seorang bangsawan.

Ongya (pangeran) yang disebut itu pasti ada di dalam kereta.

Dan ketika Kiok Eng tegak dengan cambuk di tangan sementara pasukan itu lewat di depannya, masing-masing terbelalak namun tak berani berhenti maka kereta dan sais itu meluncur pula di depan Kiok Eng.

"Tar!"

Cambuk itu meledak.

"Kau siapa, nona. Ada apa berdiri pongah dan minggir!"

Kiok Eng tak mengelak.

Kereta meluncur di depannya sementara pemuda baju hijau itu menakut-nakuti dengan ledakan kuat.

Suara cemetinya begitu nyaring hingga mirip suara halilintar.

Beberapa penduduk ada yang terpelanting, hebat.

Tapi Kiok Eng yang tentu saja tak takut dan tersenyum mengejek justeru meledakkan cambuknya pula dengan suara jauh lebih hebat daripada cambuk di tangan pemuda itu.

"Heii, kau! Jangan mentang-mentang, sais sombong. Cemetimu tak membuat takut aku dan lihat akupun dapat membunyi kan cambukku dengan lebih nyaring... tar!"

Kiok Eng sengaja meledakkan cambuk rampasan di atas kereta.

Empat kuda penarik meringkik kaget dan otomatis berhenti, mengangkat kedua kaki depannya tinggi-tinggi hingga keretapun seketika miring! Dan ketika pemuda dan isi kereta berteriak kaget, untung pemuda itu membentak dan menggedruk kakinya maka kereta turun kembali dan sais itu melotot memandang Kiok Eng.

"Kau!"

Bentaknya.

"Berani main-main di hadapan Liong Kun? Keparat, jangan kurang ajar, nona. Kalau tidak ada355 urusan penting mungkin aku menghajarmu di sini dan mencambuk pantatmu.... tar!"

Cemeti meledak dan kini menyambar Kiok Eng.

Pemuda baju hijau itu marah dan kalau tadi ia menakut-nakuti dengan menjeletarkan cambuk ke udara Adalah sekarang langsung ke pundak Kiok Eng.

Ia sudah menguasai kereta dan tiraipun tiba- tiba di buka.

Dari dalam muncul wajah seorang bangsawan berpakaian merah.

Dan ketika Kiok Eng juga melihat wajah itu namun kembali ke arah cambuk, ia harus menangkis dan membalas maka ia tertawa mengayun cambuknya pula.

Sinar hitam berkelebat dan dua cambuk bertemu di udara, nyaring memekakkan telinga namun cambuk Kiok Eng melibat.

Dan ketika gadis itu menarik namun lawan juga melakukan hal yang sama, menyentak dan membentak maka kereta tertahan lagi dan....

tas, putuslah dua cambuk di udara.

"Liong Kun, berhenti. Siapa nona ini dan kenapa kalian bertengkar!"

Suara dari dalam kereta itu amat berpengaruh namun tidak membayangkan kemarahan.

Si pemuda, yang mengemudikan kereta dan mau gusar tiba-tiba tak jadi.

Ia menarik kendali kudanya dan cambuk yang tinggal separoh menjeletar gemas.

Ia melotot memandang Kiok Eng.

Dan ketika pasukan otomatis berhenti karena kereta yang dikawal juga berhenti maka bangsawan di dalam kereta itu menggapai kusirnya, mata penuh kagum memandang Kiok Eng.

"Siapa dia. Kenapa bertengkar. Boleh berhenti sebentar dan biarkan aku bicara dengannya."

Lalu ketika si sais cemberut dengan wajah gelap, ia sama sekali tak tertarik atau kagum kepada Kiok Eng yang cantik jelita maka bangsawan itu ter senyum menyingkap tirai lebih lebar.

Dan Kiok Eng melihat di dalam kereta ada dua orang lagi356 yang menemani bangsawan ini, dua laki-laki berpakaian putih bersih, tampaknya pengiring.

"Nona, siapakah kau. Cambukmu tangkas dan hebat sekali. Apakah nona kawan atau lawan? Aku sedang tergesa-gesa menyambut tamu. Kalau nona kawan marilah kuundang dan masuk ke keretaku. Kita bicara di dalam!"

Kiok Eng tertegun.

Dari sikap dan kata-kata bangsawan ini segera dia tahu bahwa orang ini bukanlah orang sembarangan.

Paling tidak seorang kerabat istana tingkat atas, orang yang berpengaruh.

Dan karena justeru ia sedang mencari mangsa baru, kebetulan ada korban seperti ini tanpa sungkan-sungkan lagi iapun berkelebat dan memasuki kereta, cambuk di tangan dibuang.

"Hi-hik, terima kasih, ongya. Kebetulan sekali kau mengundangku. Aku bukan lawan, tapi kalau diganggu tentu saja dapat menjadi lawan. Terima kasih aku boleh menumpang keretamu!"

Kiok Eng sudah di dalam dan melompati tirai lebar yang dibuka si bangsawan.

Ia tak tahu siapa orang ini namun jelas seorang pangeran.

Dan ketika ia membuat terkejut seisi kereta termasuk pemuda baju hijau itu, yang bergerak dan siap menyerang kalau Kiok Eng mengganggu ongya maka Kiok Eng sudah duduk di depan pangeran baju merah ini dan bau harum tubuhnya seketika memenuhi ruang kereta.

Dua pria berbaju putih- putih berseru tertahan dan mencabut badik! "Tahan, jangan serang! Ha-ha, nona ini pemberani dan gagah sekali, Pek-busu.

Ia tamuku dan jangan serang.

Aku senang berkenalan dengannya.

He..!"

Suaranya kini ditujukan kepada pemuda baju hijau itu.

"Lanjutkan kereta, Liong Kun. Tak ada apa-apa di sini!"

Lalu tertawa357 dan kagum memandang Kiok Eng, yang tidak takut dan sama sekali tidak gentar bangsawan itu sudah menyuruh menjalankan kereta.

Pemuda baju hijau tertegun namun meloncat kembali ke depan.

Ia mengumpat.

Dan ketika kereta kembali berderap sementara pasukan berkuda terbelalak bengong, gadis liar itu sudah bersama junjungan mereka maka di dalam Kiok Eng diterima dan diajak bercakap-cakap gembira oleh bangsawan ini.

Ternyata dia adalah Liong-ongya (Pangeran Liong) dan sais berbaju hijau itu adalah keponakannya sendiri.

Pangeran ini sedang menyambut tamu dan tergesa-gesa berangkat, tak tahunya diganggu gadis itu dan kini mereka malah sekereta.

Dan ketika pangeran itu tertawa memandang Kiok Eng, tak menyembunyikan kekagumannya maka Kiok Eng juga diam-diam girang karena jerat wajah dan kecantikannya nyantol.

"Ha-ha, ini ada gadis segagah dan secantik ini, juga pemberani bagai seekor harimau betina. Wah, kagum aku kepadamu, nona. Tapi siapakah kau dan dari mana. Aku adalah Liong-ongya dan ini Pek-busu yang mengawalku di dalam. Liong Kun adalah keponakanku dan kenapa kau mengganggu kami!"

"Hm, aku kira rombongan ini mengejar dan mencari-cari aku,"

Kiok Eng tak tedeng aling-aling dan tak perlu bertakut-takut.

"Aku tadi diganggu penjaga-penjaga pintu gerbang yang akhirnya kuhajar, ongya. Kukira rombongan ini kawan-kawan mereka itu dan hendak menangkapku. Dan karena dua pengawal di depan tadi bersikap tengik dan sombong maka kurenggut cambuknya dan kubuat jatuh. Maaf kalau perjalananmu terganggu."

"Ha-ha, begitukah? Bagus sekali, tikus-tikus rendahan itu memang tak tahu adat, nona. Tapi, eh... siapa namamu358 dan harus kupanggil bagaimana!"

"Aku? Hmm, aku Eng Kiok. Kebetulan jalan-jalan dan ingin menghirup segarnya hawa udara kota raja."

Kiok Eng membalik namanya dan tersenyum.

Ia tak mau menyebut Bu Beng Siocia karena siapa tahu nama itu bakal dikenal.

Kalau begini jangan-jangan korban yang sudah dijerat akan tahu, lolos dan dia gagal.

Dan ketika pangeran itu tertawa dan mengangguk kagum, gadis yang berada di dekatnya itu tampak berani dan tidak canggung-canggung maka dia segera tahu bahwa gadis ini gadis kang-ouw yang berkepandaian tinggi, dan tadi cambuk Liong Kun keponakannya ditarik putus! Kiok Eng segera diajak bicara tentang istana dan kebetulan istana waktu itu butuh tenaga-tenaga pandai.

Sang pangeran lalu menawarkan apakah Kiok Eng mau bekerja.

Istana dapat menghargai tenaga-tenaga pandai dan sebagai umpan pertama langsung saja pangeran ini menjanjikan kedudukan tinggi, yakni sebagai pengawal rahasia dan gadis itu dapat pergi ke mana saja di kompleks istana, terutama di gedung pangeran itu.

Dan ketika pangeran itu mengerdip melihat Kiok Eng tersenyum, senyum, mengira gadis itu senang di istana maka dia menawarkan perjamuan khusus begitu sambutan terhadap tamu selesai.

"Kau dapat menunggu di kereta ini sampai aku kembali. Setelah itu kita pulang dan kau dapat bekerja langsung, di istanaku. Kau tak keberatan, nona Eng Kiok? Kau mau menjadi pengawal rahasiaku, bukan?"

"Aku suka tinggal di tempat indah, tapi biasanya aku tak dapat berlama-lama. Entah bagaimana nanti, ongya. Kalau aku kerasa tentu aku menerima tawaranmu. Tapi kalau tidak entah bagaimana nanti sajalah."359

"Ah, engkau pasti kerasan. Pasti betah! Tempat tinggalku enak, nona. Dan kau dapat melakukan apa saja yang kau suka, termasuk memasuki kamar pribadiku yang harus kaulindungi. Engkau kuangkat sebagai kepala pengawal dan siapapun tunduk kepadamu!"

"Ah, ongya begitu percaya? Ongya langsung saja mengangkatku? Hi-hik, lucu, ongya. Kau belum tahu kepandaianku. Dan keponakanmu Liong Kun itu juga rupanya hebat. Jangan gegabah!"

Kiok Eng terkejut, tiba- tiba geli dan kembali dia melihat persamaan pada mahluk yang namanya laki-laki ini.

Laki-laki kalau sudah melihat wajah cantik langsung saja mendekat dan mati-matian membujuk, padahal kalau sudah puas barangkali ditinggal begitu saja.

Wanita dianggap boneka, sampah! Dan karena dia teringat si Liong Kun itu, pemuda baju hijau yang mengusiri sendiri kereta pamannya maka Kiok Eng pura-pura menolak dan mengingatkan pemuda baju hijau itu.

Dia diam-diam merasa penasaran karena dari sentakan cambuk tadi dia tahu bahwa pemuda itu cukup berisi.

Kalau pamannya tidak berseru dan mengejutkan pemuda itu barangkali Liong Kun dapat menyelamatkan cambuknya.

Tapi Liong ongya yang tertawa dan menggoyang lengan berseru.

"Dia? Ah, dia agaknya tak selihai dirimu, nona. Lihat saja cambuknya begitu mudah diputuskan. Dan diapun laki- laki, semua pembantuku laki-laki. Aku ingin pembantu wanita dan kaulah sekarang pilihanku. Kau berani dan gagah. Tanpa ditunjang kepandaian tinggi tak mungkin kau berani bersikap begini!"

Kiok Eng tertawa.

"Ongya begitu ingin? Baiklah, nanti saja kita lihat, ongya. Dan dengar keponakanmu berteriak!"

Kereta tiba-tiba berhenti.

Liong Kun, kusir itu, berseru360 memberi tahu bahwa mereka sudah tiba di tujuan.

Perjalanan itu dirasa terlalu cepat, Liong-ongya berkerut kening.

Tapi ketika pintu kereta dibuka dan pemuda baju hijau itu mempersilakan turun, Kiok Eng melihat bangunan sebuah istana maka Liong-ongya turun dan hamparan permadani biru terletak di depan pintu kereta.

"Paman sudah ditunggu, kita sudah sampai. Lihat penyambut kita di tangga istana!"

"Baik, terima kasih, Liong Kun. Tapi sekarang kau ikut aku. Pek-busu biar di sini bersama Eng-siocia menunggu aku kembali. Tamu harus segera kutemui dan kita cepat- cepat pulang!"

Lalu membalik dan menghadap Kiok Eng, tak menghiraukan beberapa penyambut yang bergegas turun pangeran itu berbisik.

"Nona, di sinilah baik-baik. Aku tak lama menemui tamu dan tolong jaga kereta. Ada sepeti sutera indah yang tak jadi kubawa, ambil dan pilihlah pakaian-pakaian bagus!"

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kiok Eng tertegun.

Dia hampir tak mendengar kata-kata itu karena matanya segera nyalang menatap hamparan beludru indah itu, yang panjangnya ada seratus meter dan berhenti di ujung sana, di ujung anak tangga menuju istana.

Tapi ketika ia ditepuk dan sadar, pangeran menggenggam lalu melepaskan tangannya iapun bangkit tapi Liong Kun pemuda baju hijau itu menahan.

"Stop, jangan ikut turun, nona. Pamanku telah memberi tahu bahwa kau tetap di sini dan menunggu. Paman harus menyambut tamu!"

"Hm!"

Kiok Eng bersinar-sinar.

"Baik, Liong Kun. Pergilah dan aku menjaga kereta!"

Dua orang itu melangkah pergi.

Pek-bu su, dua pengawal baju putih itu juga tak jadi ikut.

Sebenarnya dia mengiring pangeran namun Liong-ongya tak mau, ada banyak361 penyambut di sana, juga Liong Kun, keponakannya yang gagah.

Dan ketika mereka bergerak dan menghabiskan permadani biru itu pintu kereta ditutup dan Kiok Eng malah serasa tawanan! "Eh, apa ini.

Masa aku harus berdua dengan kalian.

Buka! Aku tak mau, Pek-busu.

Atau jendela jangan ditutup supaya ada udara!"

"Maaf,"

Dua orang itu menyeringai, tiba-tiba saling mengedip.

"Kau beruntung besar, Eng-siocia. Baru saja berkenalan sudah akan menduduki jabatan tinggi. Hm, kami jadi iri dan ingin tahu kepandaianmu!"

Dua orang itu bergerak dan tiba-tiba menerkam pundak Kiok Eng.

Mereka mendengar percakapan tadi dan diam- diam iri.

Enak benar gadis ini.

Belum apa-apa sudah akan menjadi kepala pengawal rahasia.

Dan karena mereka tak tahu adu cambuk antara Kiok Eng dengan Liong Kun, tak melihat gebrakan itu karena sekejap sudah dipisah Liong-ongya, kini sendirian dan kebetulan akan menguji gadis ini maka mereka yang juga dapat menduga bahwa teman sekereta ini bukan gadis sembarangan namun tak akan puas kalau belum membuktikan tiba-tiba sudah mencengkeram dan menerkam pundak gadis itu.

Masing-masing bergerak dari kiri kanan dan cengkeraman itu bukanlah cengkeraman biasa.

Batupun dapat dicengkeram remuk.

Tapi Kiok Eng yang tiba-tiba tertawa dan membiarkan pundak dicengkeram sekonyong-konyong mengerahkan sinkang dan berseru.

"Pek-busu, kalau kalian bukan orangnya Liong-ongya tentu sudah kuhajar dan kulempar keluar. Tapi kalian jujur, iripun terang-terangan dikatakan. Baik, kalian boleh coba kepandaianku, busu-busu rendah. Tapi setelah itu harus tahu adat!"362 Dua orang itu menjerit. Mereka sudah menerkam pundak gadis ini namun segumpal daging baja membuat mereka kesakitan. Bukan hanya itu saja, pundak yang di- cengkerampun mengeluarkan panas seperti api. Jari mereka terbakar! Dan ketika keduanya menjerit tertahan namun Kiok Eng sudah menotok roboh, jari kedua orang itu bengkak dan keselio maka Kiok Eng menendang pintu satunya dan berkelebat keluar.

"Nah, pelajaran bagi kalian. Siapa sudi berdua dengan tikus-tikus rendah seperti kalian, Pek-busu. Aku pergi sebentar dan nanti kembali!"

Kiok Eng telah berkelebat dan memutari gedung itu.

Para pengawal tak melihat karena Kiok Eng berkelebat di belakang kereta.

Dia ingin tahu siapa tamu yang disambut Liong-ongya itu.

Dari sikapnya tampak bahwa tamu itu cukup penting.

Tapi ketika Kiok Eng berkelebat dan melayang ke atas gedung mendadak sesosok bayangan berkelebat dan Liong Kun, pemuda baju hijau itu menghadang.

"Bocah siluman, kau harus kembali ke kereta!"

Kiok Eng terkejut.

Ia telah melihat pemuda ini mengikuti Liong-ongya tapi tiba-tiba kini berada di depannya.

Agaknya di tengah jalan pemuda itu dilepas lagi dan disuruh mengamat-amatinya.

Dan ketika Kiok Eng tertawa dan hilang kagetnya, pemuda itu hanya membentaknya maka ia-pun melompat ke kiri dan menuju tempat lain sambil mengadu ginkang.

"Liong Kun, kau pemuda tak tahu diri. Ada apa menghadangku dan inginkah kau kuhajar!"

"Kau nekat?"

Pemuda itu berseru gusar.

"Kembali kataku, bocah she Eng, atau kau kulempar turun!"363 Kiok Eng terkejut dan mengerutkan kening. Ia melihat lawan mengejar dan ginkang dari pemuda ini boleh juga. Dan karena ia menjadi penasaran dan timbul kemarahannya, ia berkelebat dan menuju tempat lain lagi maka Kiok Eng agak merasa heran kenapa pemuda ini tidak seperti pemuda atau laki-laki lain. Dari awal pertemuan sampai saat itu pemuda ini selalu keras. Liong Kun seakan tak perduli kecantikannya. Pemuda itu seolah laki-laki dingin yang tak tergetar paras cantik. Baru kali ini Kiok Eng menerima itu, setelah dulu dia terkagum dan penasaran ke pada paman Yong yang ternyata ayah kandungnya sendiri. Dan karena di dunia ini sedikit sekali laki-laki seperti ayahnya, kalau mau dikata tak ada maka Kiok Eng gemas dan penasaran kepada keponakan Liong-ongya itu. Liong-ongya sendiri sudah menampakkan sikap tergila- gila dan jatuh hati. Buktinya ia diberi kedudukan tinggi dan janji hidup enak. Terakhir, ia diberi sepeti kain-kain sutera yang belum diambil, pakaian-pakaian indah di kereta itu. Maka ketika si pemuda mengejar dan Kiok Eng mengerahkan ginkang berjungkir balik, melesat dan lenyap di kiri gedung maka dia mengira dapat meninggalkan pemuda itu dan siap mencari di mana ruang pertemuan Liong-ongya dengan tamunya. Juga melihat sekalian siapakah tamu Liong-ongya itu, yang agaknya penting. Tapi ketika bayangan hijau berkelebat dan pemuda itu ada di depannya kembali, rupanya dia lupa bahwa lawan adalah orang istana yang tahu lika-liku gedung maka pemuda itu sudah menyambar pundaknya dan menyerang, melepas marah.

"Bocah she Eng, kau benar-benar kurang ajar. Kembali ke kereta kataku, atau kau kubanting mampus.... plak!"

Kiok Eng mengelak dan menjadi marah, dikejar dan menangkis dan akhirnya lawan tergetar terhuyung364 mundur.

Kiok Eng tertawa mengejek sementara pemuda baju hijau itu berseru tertahan.

Sekarang ia tahu betul sinkang gadis ini.

Tapi karena Liong Kun adalah pemuda keras hati dan Kiok Eng tak tahu bahwa lawan adalah seorang calon kasim (pembesar kebiri), sejak kecil diatur masa depannya oleh sang paman maka pemuda itu membentak lagi dan menyerang lebih sengit.

Wajah atau kecantikan Kiok Eng benar-benar tak mempengaruhi hatinya, biarpun muda dan tampak gagah.

"Hm!"

Kiok Eng merasa heran, aneh juga.

"Kau mendesak dan terlalu mengaturku, orang she Liong. Kalau aku tak mau kau tak dapat berbuat apa-apa. Kaulah yang turun ke bawah..... dess!"

Kiok Eng mengerahkan Kiam-ciang hingga pemuda itu berteriak dan menjadi kaget.

Kiok Eng menjadi gemas juga dan Tangan Pedang yang amat ampuh itu dipergunakan, si pemuda terbanting.

Tapi ketika pemuda itu bergulingan dan meloncat bangun, wajah berubah namun menyerang lagi maka Kiok Eng mendengus dan selanjutnya berkelebatan membalas keponakan Liong-ongya ini.

Tadi mereka belum bertempur sungguh-sungguh dan sekaranglah saatnya yang tepat.

Dia harus memberi pelajaran pula pada pemuda ini.

Maka ketika Kiok Eng mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan pemudn itu menjadi pusing, bayangan Kiok Eng begitu banyak maka tamparan atau pukulan gadis itu mengenai lawannya.

"Plak-plak!"

Namun si pemuda cukup kuat dan merangsek lagi.

Kiok Eng melihat bahwa keponakan Liong-ongya ini hebat daya tahannya.

Kalau ingin merobohkan harus menambah tenaga.

Tapi karena bukan maksud nya untuk melukai apalagi membunuh, dia berkepentingan365 dengan pangeran itu maka ketika dia menjadi gemas dan marah kepada pemuda ini Kiok Eng meledakkan ujung rambutnya.

Ujung rambut itu bergerak dalam jurus Sin- mauw Sin-hoat (Silat Rambut Sakti).

Dan ketika dia juga melepas Bhi-kong-ciangnya (Pukulan Kilat Biru) di mana sinar pukulan ini membuat pemuda itu berteriak kaget, silau dan terkena ledakan maka pemuda itu terbanting dan roboh bergulingan jatuh dari atas genteng.

"Dess!"

Kali ini Kiok Eng merasa puas.

Tanpa melukai hanya membuat nanar ia telah membuat lawan terbanting di bawah.

Pemuda itu merintih dan untuk beberapa saat tak dapat bangun.

Ledakan ujung rambut dan Bhi-kong- ciang itu membuat pemuda ini kelengar.

Dan ketika Kiok Eng berkelebat dan tertawa mengejek, kini tak ada lawan menghalangi maka ia melanjutkan perjalanannya mengintai pertemuan Liong-ongya itu.

Tapi baru ia mendapatkan temput itu mendadak Liong-ongya sudah keluar dan diantar beberapa orang asing yang membuat Kiok Eng tertegun, orang-orang bule dengan mata hijau atau kebiru-biruan.

Dua di antaranya adalah gadis dan pemuda berambut pirang.

"Ongya, terima kasih atas sambutanmu. Mudah- mudahan apa yang kita bicarakan di dalam dapat terlaksana dengan baik!"

"Ha-ha, tentu Tuan Doug. Akan kami bantu dan secepatnya menggembirakan kalian!"

Kiok Eng harus bersembunyi dan menarik kepalanya di balik wuwungan.

Ia terkejut dan heran akan orang-orang itu karena baru kali ini ia melihat orang-orang kulit putih dengan mata berwarna.

Pemuda dan gadis di sana itu gagah dan cantik sekali.

Dan yang membuat Kiok Eng366 heran adalah benda hitam di pinggang sepasang muda- mudi itu.

Benda itu menonjol dan tertekuk gagangnyu, hitam mengkilat dan Kiok Eng tak tahu bahwa itulah pistol.

Benda ini masih asing baginya.

Tapi ketika Liong- ongya sudah membalik dan menuruni anak tangga, bergegas kembali ke kereta maka Kiok Eng tak dapat memperhatikan lagi dua muda-mudi asing itu dan harus mendahului sang pangeran kembali ke kereta.

Ia berkelebat dan melayang turun, melihat Liong Kun terpincang berdiri dan mendelik padanya.

Dan ketika Kiok Eng tertawa namun tak menghiraukan pemuda ini, berkata bahwa Liong-ongya sudah menuju keretanya maka gadis itu bergerak seperti walet menyambar di samping pemuda ini.

"Nah, hati-hati. Lain kali jangan mengatur dan main perintah. Aku bukan bawahanmu, Liong Kun. Ayo kembali dan sambut pamanmu!"

Pemuda itu memaki.

Ia terpincang berlari ke kereta.

Sang paman benar saja terlihat menuju keretanya.

Dan ketika Kiok Eng berkelebat masuk dan kembali duduk maka dua orang pengawal pangeran masih merintih dan mengurut- urut tangan mereka.

Wajah mereka gentar memandang gadis ini.

"Bagaimana, ingin coba-coba? Hi-hik, lain kali harap berhati-hati, Pek-busu. Jangan gegabah atau kepala kalian nanti yang terkilir!"

Dua perwira itu tak berani membalas.

Kereta sudah dibuka dan Liong-ongya masuk.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Liong Kun, pemuda itu, tampak berlari dan mendahului pamannya.

Dia inilah yang membuka pintu dan mempersilakan masuk.

Lalu ketika pangeran tersenyum melihat tiga orang itu, Kiok Eng dan Pek-busu maka dia tertawa tak menyangka ke jadian yang menimpa pembantunya ini, juga Liong Kun367 keponakannya.

"Ha-ha, setia menungguku, Eng-siocia? Tidak terlalu lama, bukan? Ah, mari pulang. Aku sudah tak sabar menjamumu!"

Kereta bergerak dan menjauhi tempat itu.

Sekilas Liong- ongya membuka tirai kereta memberi salam, orang-orang bule itu ada di sana.

Dan ketika Liong Kun menderapkan keretanya menuju pulang maka Kiok Eng sudah dijamu pangeran ini dengan sambutan meriah.

Baik Pek-busu maupun Liong Kun sama-sama tak menceritakan nasib mereka dihajar Kiok Eng.

Rasa malu yang menahan mereka itu.

Dan ketika di istana Kiok Eng dijamu seperti ratu, makan minum dikeluarkan untuk menggembirakan gadis ini maka sang pangeran agak tertegun melihat dua pembantunya meringis sementara Liong Kun yang duduk di sampingnya juga jerih dan tak mau mengeluarkan kepandaian mereka.

"Kalian ini ada apa? Masa minum arak tak diiringi pertunjukan silat? He, aku ingin sedikit meramaikan pesta, Pek-busu. Tunjukkan kepandaian kalian dan setelah itu Eng-siocia. Kita beri arak kehormatan padanya sebagai ucapan selamat datang!"

Sang pangeran mengangkat dan membawa araknya ke depan.

Dia telah menuangkan arak ke cawannya sementara yang lain disuruh mengisi, mengangkat dan membawa ke depan untuk saling dibenturkan ke cawan Kiok Eng.

Gadis itu telah menerima araknya dan tersenyum-senyum.

Tentu saja geli karena mana mungkin tiga orang itu berani main gila lagi.

Tapi ketika mereka terpaksa memenuhi perintah ini dan tersenyum gugup, membenturkan arak ke cawan Kiok Eng maka Kiok Eng yang ingin menggoda dan mengejek tiga orang368 ini mengerahkan sinkang hingga arak tiga orang itu muncrat mengenai muka mereka sendiri, terkekeh.

"Terima kasih.... terima kasih. Terlalu besar kehormatan ini, Liong-ongya, karena sebetulnya akupun belum menyanggupi mau atau tidak menjadi kepala pengawal rahasia di sini. Tak apalah, kuterima kehormatan ini dan mudah-mudahan Pek-busu maupun saudara Liong Kun dapat menerimaku sebagai pemimpin... ting-ting!"

Kiok Eng mengerahkan tenaga hingga arak di cawan sendiri membeku sementara arak di tangan tiga orang itu muncrat.

Pek-busu maupun Liong Kun memang tak berani macam-macam dan tidak berjaga diri.

Mereka tak berani mengerahkan sinkang takut dibalas gadis itu.

Maka ketika Kiok Eng justeru mengerahkan sinkangnya dan arak di cawan mengenai muka mereka, Liong-ongya terkejut tapi terbahak-bahak maka dia geli memandang tiga orang itu.

"He, muka kalian! Eh, ha-ha... ada apa kalian ini, Liong Kun. Biasanya kalian suka memberi pertunjukan adu sinkang dan menjajal kepandaian lawan. Kenapa kali ini diam saja seperti anjing melipat buntut!"

Tiga orang itu tak menjawab, saling lirik. Dan karena mereka harus mengusap wajah dan mau tidak mau tangan bengkak mereka kelihatan maka Liong-ongya terbelalak melihat itu.

"He, tangan kalian. Ada apa, Pek-busu? Kenapa bengkak?"

"Kami menerima pelajaran dari Eng-siocia ini,"

Terpaksa satu di antara mereka menjawab, muka menjadi merah.

"Kami mencoba menahannya ketika hendak keluar kereta, ongya, tapi gagal dan kami menerima hajaran."

"Begitukah? Kau melukai mereka?"369

"Hm,"

Kiok Eng tertawa dan balas memandang pangeran itu.

"Mereka kurang ajar menyerangku dulu, ongya. Dan terang-terangan menyatakan iri bahvva aku belum apa- apa sudah mendapat kedudukan tinggi. Mereka kuberi pelajaran agar kapok, maaf kalau ini mengejutkanmu."

"Ah,"

Sang pnngeran tiba-tiba geli, hilang rasa khawatirnya.

"Kiranya begitu, Eng-siocia. Tak apalah. Pek-busu tak akan tahu kalau belum melihat kepandaianmu. Sudahlah, tapi bagaimana dengan Liong Kun hingga diam pula tak memberi apa-apa? Biasanya keponakanku ini gampang naik darah dan suka menjajal orang lain. Apakah juga senasib dengan Pek-busu!"

"Hm, nona Eng memang hebat. Aku telah mendapat pelajaran darinya, paman. Tapi syukur tak separah Pek- busu. Aku harus mengakui kepandaiannya dan tak perlu iri melihat dia mendapat kedudukan tinggi."

"Ha-ha, sudah mengaku. Kiranya begini! Dan Eng-siocia akan membawahi kalian menjaga keselamatan istana. Kalian tak boleh iri lagi karena kita sama-sama kawan. Hayo, minum lagi dan harap Eng-sio cia tidak menumpahkan arak!"

Kiok Eng mengangguk dan tertawa kecil.

Sekarang ia tak membuat malu lagi tiga orang itu setelah dengan jujur mereka mengaku di hadapan Liong-ongya.

Dan ketika hari itu Kiok Eng tinggal di istana pangeran ini, mendapat tempat tersendiri di samping kamar pangeran maka para dayang atau pelayan bisik-bisik.

"Sst, calon selir ongya!"

"Hushh, ini pengawal pribadi ongya, ahoa. Dia bukan gadis biasa dan jangan macam-macam!"

Kiok Eng tersenyum geli mendengar itu.

Dia tahu bisik-370 bisik ini dan tak perlu marah.

Justeru dia datang untuk menjungkirbalikkan Liong-ongya.

Kali ini korbannya adalah seorang pangeran.

Dan karena dia memasang sikap jinak-jinak merpati, Kiok Eng tak canggung untuk bergenit-genit maka benar saja dua hari kemudian ia dipanggil dan disuruh memasuki kamar pangeran itu.

Sekarang ia telah tahu siapa-siapa isi rumah itu termasuk putera Liong ongya bernama Liong Pang, seorang pemuda duapuluhan tahun yang setiap saat terbelalak dan memandangnya penuh gairah.

Pemuda yang agaknya menyembunyikan api asmara namun masih ragu kepadanya, mendengar kepandaiannya dan karena itu tak berani gegabah! "Masuklah, ada sedikit urusan penting,"

Liong-ongya bangkit dan agak gemetar memandang gadis ini.

Semua pelayan diusir keluar dan ketika malam itu Kiok Eng diundang maka Kiok Eng yang telah hapal akan pandang atau sinar mata lelaki diam-diam menjadi geli.

Ia tak ragu-ragu memasuki kamar pangeran itu biarpun ia wanita.

Dalam dua hari ini Kiok Eng telah memasang sikap yang membuat Liong-ongya panas dingin.

Pangeran yang sudah hampir setengah abad itu guncang juga oleh tingkah Kiok Eng, yang tak mau berganti pakaian lain kecuali pakaian hitam-hitamnya itu.

Sepeti sutera indah yang dulu diberikan hanya disimpan saja oleh Kiok Eng tak dinikmati isinya.

Ia merasa lebih bebas dengan pakaian hitamnya itu.

Bebas untuk menggoda laki-laki.

Dan ketika Kiok Eng duduk dan menopangkan sebelah paha, jantung pangeran berdesir dan seakan terloncat maka Liong-ongya duduk menelan ludah dan memulai pembicaran, batuk-batuk.

"Maaf, aku, eh.... apa boleh bertanya sesuatu yang agak pribadi kepadamu, Eng-siocia? Malam ini bukan urusan dinas, melainkan urusan biasa yang bersifat pribadi. Aku371 ingin bertanya tentang sesuatu!"

"Ongya hendak bertanya tentang apa? Asal dan guruku? Sudah kubilang bahwa aku hidup dengan ibu dan guru- guruku, ong ya. Tinggal di selatan dan aku senang mengembara...."

"Tidak, tidak, bukan itu. Aku, eh... aku hendak bertanya apakah, eh.... apakah kau suka tinggal di gedungku, Eng-siocia. Apakah kau kerasan, senang!"

"Hm, aku cukup senang. Kerjaku paling-paling hanya berkeliling dan mengontrol istana. Dan kau telah memberi sekantung uang emas untukku, juga pakaian dan tempat tinggal!"

"Ah, ha-ha. Dan kau tak ada yang mengganggu?"

"Maksud ongya?"

"Pek-busu atau Liong Kun tak mengganggumu lagi, bukan? Atau mungkin ada orang lain yang belum mengenalmu coba-coba mengganggu?"

"Tidak, tapi kalau ada pun.... aku dapat menghajarnya, ongya. Kuberi pelajaran agar tahu adat!"

"Ah, eh, tidak. Jangan lakukan itu kalau mereka orang- orang istana, Eng-siocia. Cukup beri tahu saja namaku dan siapa tidak jerih. Di istana ini hanya kaisar yang tak takut kepadaku. Yang lain-lain di bawahku!"

"Hm, begitukah? Terima kasih. Tapi aku tak mau berlindung di balik pengaruhmu, ongya. Aku juga harus dapat menunjukkan diriku agar orang tidak sembarangan!"

"Ya-ya, aku percaya. Dan... dan sekarang bolehkah kutanya sesuatu..."

"Ongya hendak bicara apa?"372

"Kau, eh.... kau sudah punya pendamping, siocia? Kau sudah punya pacar?"

"Hi-hik!"

Kiok Eng meledak.

"Kau aneh ongya. Siapa mau kepadaku gadis seliar ini. Aku tak punya!"

"Hm,"

Jawaban terang-terangan itu membuat sinar mata Liong-ongya berbinar, senyumnya melebar.

"Jangan begitu, Eng Kiok. Kau tidak liar dan tentu saja banyak yang mau. Lihat saja ketika dulu pertemuan kita pertama kali. Apakah semua pasukan tidak kagum memandangmu!"

"Hm, mereka sih memang laki-laki murahan. Aku tak perduli kepada mereka, ongya. Tapi apa maksud ongya bertanya begini."

"Aku, eh... aku mau mengisi lowongan di sini. Aku, eh... aku mau bicara terus terang tapi apakah kau tidak marah!"

"Lowongan?"

Kiok Eng heran.

"Lowongan apa, ongya. Apakah itu pekerjaan penting!"

"Bukan, bukan pekerjaan! Tapi apakah kau tidak marah kalau aku bicara blak-blakan!"

Kiok Eng tersenyum. Gerak-gerik dan kegugupan pangeran itu saja sudah langsung diketahuinya akan ke mana. Tapi pura-pura tidak tahu dan bersikap bodoh dia mengangguk.

"Silakan. Bagaimana aku marah kepadamu, ongya. Kau penguasa di sini dan tentu saja aku akan mendengar."

"Sungguh? Baik. Begini, Eng Kiok. Kau tahu bahwa aku belum memiliki isteri utama. Aku belum mempunyai pendamping yang cocok untuk menjadi ratu di sini. Aku hanya memiliki selir. Bagaimana pendapatmu kalau aku menikah dan mengambil seorang isteri utama? Aku telah373 mendapatkan itu. Dan wanita yang cocok ini akan kududukkan di sini sebagai ratuku. Ia sederajat dan pantas mengisi lowongan ini!"

"Hi-hik, itukah?"

Kiok Eng terkekeh.

"Ini urusan pribadimu, ongya. Kenapa ditanyakan aku!"

"Eh, ada hubungannya. Nanti dulu! Wanita yang kumaksud adalah kau, Eng Kiok. Bagaimana kalau kau menjadi ratu rumah tanggaku dan hidup sederajat di sini. Kau memiliki segala-galanya, harta dan kekuasaan!"

Kiok Eng tidak terkejut.

Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lawan telah bicara pada titik pusatnya dan ia tertawa geli.

Sikapnya ini membuat Liong-ongya gemas dan panas dingin.

Gadis itu tidak marah! Dan ketika Liong-ongya menjadi berani dan tiba- tiba menangkap tangan Kiok Eng, gemetar mencari jawab maka bangsawan tua ini mendengus, napasnya agak memburu.

"Bagaimana, kau mau menjadi permaisuriku, Eng Kiok? Kau mau mendamping aku menjadi ratu di sini? Harta dan kekuasaan menjadi milikmu. Kau setingkat dengan aku!"

"Kau lucu,"

Kiok Eng tertawa dan tidak menarik tangannya, hal yang membuat Liong-ongya semakin berani.

"Mana mungkin gadis biasa seperti aku dapat mendampingimu, ongya. Kalaupun menjadi isteri maka tingkatannya adalah selir, bukan permaisuri. Tidak, kau tak perlu menipuku dan menjanjikan yang muluk-muluk!"

"Aku dapat merobah itu!"

Sang pangeran berseru, wajahnya gembira.

"Masalah gadis biasa menjadi wanita bangsawan dapat kuatur, Eng Kiok. Dapat kumintukan kaisar untuk menobatkan dirimu sebagai wanita berdarah biru. Kau bukan gadis biaa lagi!"374 Kiok Eng terkejut, untuk ini terbelalak. Dan ketika dia seolah tak percaya tapi pangeran mendekap tangannya, memeluk dan menciumnya mesra muka Liong-ongya gemetar menjanjikan.

"Eng Kiok, kalau untuk itu tak ada masalah. Sebelum kau kunikahi maka derajatmu dapat dinaikkan dulu. Dan untuk ini sri baginda kaisarlah yang akan meresmikan. Aku dapat membuat alasan tepat agar kau sederajat denganku, menjadi gadis bangsawan yang akan menjadi isteri utamaku!"

"Hm, bagaimana caranya? Mengaku bahwa aku kerabat jauhmu? Menipu kaisar dan akan diketawai seisi rumah ini?"

"Tidak, tidak! Ada syarat-syarat tertentu untuk mendapat gelar itu, Eng-siocia. Dan selama ini baru seorang luar yang mendapat penghargaan seperti itu. Dan kau dapat menjadi seperti orang itu!"

Kiok Eng terkejut.

"Kaumaksudkan bahwa ada seseorang yang bukan keluarga istana dapat menjadi bangsawan? Dia menerima gelar bangsawan?"

"Betul, Eng Kiok. Dan kau dapat mengikuti jejak orang itu. Kau akan merupakan orang kedua tapi wanita pertama yang bakal diangkat sri baginda kaisar menikmati gelar kebangsawan. Kau dapat menjadi puteri!"

"Ah, nanti dulu. Siapa orang yang kau maksudkan itu, ongya? Dan bagaimana dia dapat menerima gelar bangsawan?"

"Dia. orang hebat, dan semua memang mengakui. Dan dia dapat melakukan itu karena telah berjasa besar kepada negara!"375

"Siapa orang ini?"

"Murid Dewa Mata Keranjang. Fang Fang!"

"Apa?"

"Benar. Eh, kenapa kau Eng Kiok? Ada apa?"

Liong-ongya terbelalak dan terkejut.

Kiok Eng hampir saja mencelat dari kursinya tapi yang dilakukan adalah meremas pinggiran meja.

Meja itu hancur dan sompal.

Dan ketika Kiok Eng sadar namun Liong-ongya terkejut, nama itu membuat mukanya merah maka sang pangeran terbelalak dan menjadi pucat.

"Eng Kiok, kau aneh. Kau tampaknya tak senang!"

"Hm, benar begitu. Aku benci mendengar nama ini, ongya. Tapi sebutkan gelar apa yang dia terima dari kaisar!"

"Dia.... dia menjadi pangeran muda. Ada apa dengan kau dan kenapa kau membenci orang ini!"

"Pangeran muda?"

Kiok Eng tak menjawab.

"Kaisar menghormatnya begitu tinggi? Apa yang dia lakukan hingga dianggap berjasa besar kepada negara, ongya. Perbuatan apa yang dia lakukan'"

"Nanti dulu, kau tampaknya membenci orang ini!"

"Tak perlu bohong. Aku benci dan marah kepadanya, ongya. Kalau bisa aku ingin menentangnya dan membuat dia malu!"

"Bagus!"

Liong-ongya tiba-tiba bertepuk tangan.

"Aku juga benci dan sakit hati ke pada laki-Iaki ini, Eng Kiok. Rupanya kita memusuhi orang yang sama. Ketahuilah bahwa saudara tuaku tewas gara-gara perbuatan Fang Fang ini. Aku mendendam tapi tak dapat membalas!"376

"Hm, apa yang terjadi."

"Saudara tuaku dianggap pemberontak. Fang Fang menghinanya tapi untung tak dipercaya sri baginda. Dan karena waktu itu memang terjadi pemberontakan di mana berkat jasa Fang Fang ini pemberontak dapat dibasmi maka dia dianggap berjasa besar dan menerima hadiah gelar itu!"

"Hm, begitukah? Dan bagaimana sekarang aku dapat menyamai dia? Bukankah negara aman dan tak ada pemberontakan?"

"Ha-ha, kalau itu pertanyaanmu mudah bagiku, Eng Kiok. Tapi jawablah dulu bagaimana dengan keinginanku tadi. Maukah kau menjadi permaisuriku dan hidup di sampingku!"

"Aku gadis biasa..."

"Dapat kujadikan bangsawan!"

"Tapi aku tak mau menipu dan dianggap kerabatmu. Mendapat gelar begitu gampang!"

"Ha-ha, untuk ini kau memang harus sedikit bekerja, Eng Kiok. Dan kebetulan orang-orang Barat itu datang lagi. Ini dapat kuatur, mudah!"

Kiok Eng tiba-tiba teringat lagi gadis dan pemuda gagah berambut pirang itu.

Ia sudah tak mengingat-ingat lagi ketika tiba-tiba pangeran ini menyebut orang-orang kulit putili itu.

Dan ketika dia mengerutkan kening tapi Liong- ongya tertawa dan bangkit berdiri, memeluk dan mau mencium lehernya maka dia berkelit dan bangkit berdiri pula.

"Ongya, jangan begini. Aku harus selalu bersih dan menjaga diriku. Siapapun tak boleh menciumku atau menyentuhku kalau bukan suami!"377

"Hm!"

Sang pangeran terkejut, mundur, sadar bahwa gadis ini adalah seorang gadis kang-ouw berkepandaian tinggi.

"Maaf, Eng Kiok. Aku terlalu girang bahwa kau- pun memusuhi Fang Fang. Dia pembunuh saudara tuaku dan sesungguhnya aku juga menyimpan dendam tak terbalas. Kini kau ada di sini, menerima pula lamaranku. Siapa tidak girang dan gembira? Untuk pengangkatan gelar itu dapat kuatur. Kau tidak menerimanya secara mudah melainkan berkat kerja kerasmu. Duduklah, kita duduk lagi...."

Liong-ongya duduk dan menahan diri. Ia berdebar melihat sorot mata Kiok Eng namun karena sorot itu bukan ditujukan kepadanya, melainkan Fang Fang terbukti dari kata-kata gadis ini maka Kiok Eng duduk juga dan mengepal tinju, suaranya mendesis.

"Aku ingin menghancurkan nama itu. Coba sebutkan bagaimana aku dapat menerima gelar bangsawan tapi bukan begitu mudah secara cuma-cuma!"

"Gampang, Eng Kiok. Lakukan seperti apa yang dilakukan Fang Fang."

"Maksudmu?"

"Hancurkan sebuah pemberontakan...."

"Eh!"

Kiok Eng berseru.

"Tak ada pemberontak, ongya. Negara aman!"

"Ha-ha, ini dapat kubuat. Aku dapat menyuruh orangku melakukan makar, Eng Kiok, dan kaulah penumpasnya. Aku memiliki kekuasaan dan dapat mengendalikan itu dari sini!"

Kiok Eng terkejut.

Liong-ongya segera memberi tahu kepadanya bahwa dengan kekuasaannya dia dapat mengatur ini-itu, termasuk.

pemberontakan! Dan karena378 pangeran itu memiliki hubungan luas, panglima-panglima istana dan mengendalikan angkatan perang juga maka Kiok Eng tertegun mendengar kata-katanya.

"Aku orang berpengaruh, aku orang besar. Baik buruk negara dapat kubuat seperti aku membolak-balik telapak tanganku ini. Karena kau ingin mendapat gelar itu dengan hasil keringatmu maka harus kuatur adanya sebuah pemberontakan, Eng Kiok, dan kau muncul sebagai penumpasnya. Kaisar akan memberi penghargaan dan gelar itu dapat kumintakan!"

"Dan pemberontak itu? Orangmu sendiri itu?"

"Bunuh saja, Eng Kiok. Dia harus ditutup mulutnya!"



Jilid XI KIOK ENG tergetar.

Dia melihat sesuatu yang keji dari orang-orang besar.

Orang berkuasa dan berpengaruh macam pangeran ini ternyata dapat pula melakukan sesuatu yang rendah.

Membunuh dan menghabisi nyawa pembantunya setelah tak dipakai.

Betapa kejamnya, licik dan keji.

Padahal semua itu dilakukan demi keberhasilan dan kesuksesan pangeran ini! Tapi tersenyum dan mengangguk-angguk kecil, dunia pengetahuannya mulai bertambah maka gadis itu tertawa dan mengibaskan rambut, gerakan yang membuat sang pangeran terpikat berat karena betapa manis dan anggunnya gaya itu.

Gaya wanita yang demikian feminin.

"Ongya, kau bicara seolah-olah semua itu demikian gampang dilakukan. Tapi apakah benar semua itu dapat berjalan sesuai rencanamu? Aku belum membuktikan ongya, dan tentu saja tak mudah percaya. Kau memang memiliki kedudukan, kuasa dan berpengaruh. Tapi aku379 ragu dapatkah semua itu terlaksana selicin dan segampang ceritamu!"

"Ha-ha, apa yang tak dapat dilakukan olehku. Semua orang dapat kupanggil dan kusuruh mencium kakiku, Eng Kiok. Asal bukan kaisar semua dapat kutundukkan. Lihatlah!"

Sang pangeran bertepuk dan memanggil pelayan.

Seorang laki-laki muda muncul dan setelah berlutut dan bertanya apa yang hendak diperintahkan maka Liong-ongya berkata bahwa Jenderal Hok suruh ke situ.

Dan ketika pelayan mengangguk dan keluar memanggil yang dimaksud maka sepeminuman teh muncullah jenderal itu.

Sosok tubuh gagah berusia empatpuluh-limaan tahun, berjenggot dan datang dengan pakaian perangnya.

Gagah dan menyeramkan.

"Ongya, ada apa memanggil hamba. Apakah ada berita penting!"

"Ha-ha, duduklah. Tidak ada apa-apa, goanswe, melainkan sedikit permintaan tolong. Aku, hmm sepatuku kotor dan minta dilap. Tolong kaubersihkan dan ambilkan arak di sudut meja itu."

Liong-ongya langsung bicara dan Kiok Eng bersinar melihat betapa sang jenderal tampak terkejut.

Sungguh tak diduga oleh laki- laki itu bahwa kedatangannya hanya untuk membersihkan sepatu Liong-ongya.

Sedetik membersit warna merah tanda malu di wajah pria itu.

Tapi ketika dengan tersenyum dan agak likat dia merunduk dan memegang sepatu sang pangeran, Liong-ongya melonjorkan kakinya dan diterima jenderal itu maka Hok- goanswe (jenderal Hok) mengambil saputangan dan mengelap sepatu itu.

"Eh, dengan bajumu saja. Jangan dengan benda lain, goanswe. Nanti kotor. Dengan bajumu saja biar mengkilat, ha-ha!"

Liong-ongya tertawa dan menyuruh380 sang jenderal membersihkan dengan bajunya.

Baju itu baju perang dan kalau bukan Liong-ongya tentu Hok- goanswe akan naik darah.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Itu hinaan! Tapi ketika dengan meringis jenderal ini menarik bajunya sendiri dan memasukkan saputangan itu maka dengan tersipu-sipu dia membersihkan atau melap sepatu pangeran itu, menggosok sampai mengkilat.

"Terima kasih. Sekarang arak di sudut meja itu, goanswe. Setelah itu pulanglah dan urus kembali anak buahmu!"

Sang pangeran tertawa dan menarik kakinya.

Hok- goanswe bangkit berdiri dan serba salah, menyeringai dan tersenyum kaya monyet mencium terasi.

Lalu ketika dia bergerak dan mengambil minuman itu, meletakkannya di meja maka Liong-ongya menyuruhnya sekalian untuk menuangkannya secawan, minum dan....

memberikan sisanya kepada jenderal itu.

"Sebagai penghangat tubuh. Ha-ha, terimalah, goanswe. Dan pergilah!"

Wajah jenderal ini benar-benar merah padam.

Kalau saja tak ada Kiok Eng di situ mungkin ia tak semalu itu.

Gadis cantik di depannya inilah yang membuatnya malu berat.

Tapi ketika ia menerima dan menghabiskan sisa arak itu, tersedak dan tertawa gugup untuk akhirnya kemudian pergi, membungkuk dan memberi hormat setelah "tugasnya"

Selesai.

"Ha-ha, lihat!"

Kiok Eng terbelalak dan tertegun melihat besarnya kekuasaan pangeran itu.

"Siapapun dapat kusuruh dan kutunggangi, Eng Kiok. Aku kencing di atas kepalanyapun tak mungkin Hok-goanswe itu berani melawan. Ia tunduk luar dalam. Ha-ha!"

Gadis ini kagum, namun juga muak.381

"Hm, bagaimana semuanya itu dapat terjadi, ongya. Apa yang kaulakukan hingga Hok-goanswe itu seperti anjing berhadapan dengan tuannya!"

"Ha-ha, mudah saja. Manusia lemah terhadap uang dan kedudukan, dan aku memberikan itu kepada orang- orangku. Hok-goanswe itu mendapat kedudukan karena jasaku. Tanpa aku tak mungkin dia menjadi jenderal. Nah, mudah menebak kalau sekarang tiba-tiba ia begitu penurut. Sebab kalau aku marah maka kedudukan dan semua kenikmatan yang dia punyai dapat aku cabut, ha- ha.'"

Kiok Eng mengangguk-angguk.

Berkenalan dan bicara dengan pangeran ini tiba-tiba membuat dia menjadi tambah pengalaman.

Ternyata di samping berahi, harta dan kedudukan memang membuat manusia roboh di tangan yang lebih kuat.

Kedudukan dan uang bisa membuat orang seperti Hok-goanswe itupun rela kehilangan harga dirinya.

Yang penting nikmat.

Ada harta dan kedudukan.

Dan ketika ia tertawa tak dapat menahan geli, satu masukan membuat otaknya semakin pintar maka gadis ini berseru, bangkit berdiri.

"Kalau begitu, bagaimana dengan rencana kita semula, ongya? Aku menerima usulmu dan sebutkan kapan semua itu dapat dimulai. Artinya, kapan aku menumpas pemberontak dan siapa pula bidak yang akan kaupasang sebagai pemberontak itu"

"Ha-ha, siapa lagi kalau bukan Hok-goanswe. Dia itu anjingku paling penurut. Meskipun aku masih memiliki jenderal-jenderal yang lain namun dia itulah yang boleh dipasang untuk makanan empukmu. Dan kau..., ini artinya lamaranku diterima bukan, Eng Kiok? Kapan aku boleh menikmati bulan maduku?"382

"Ihh, jangan terburu-buru, ongya. Rencana kita masih belum jalan!"

Kiok Eng tersenyum genit.

"Tapi aku boleh menciummu, bukan? Atau, ha-ha, memegang tangan halus begini juga tidak boleh? Ah, terlalu!"

Dan sang pangeran yang bangkit dan menyambar Kiok Eng lalu memegang dan memeluk lengan halus itu.

Dia mencium dan sebagai gantinya bibir dia memberikan gigitan kecil.

Liong-ongya gemas dan Kiok Eng menarik tangannya itu.

Lalu ketika keduanya tertawa dan Kiok Eng jinak-jinak merpati maka malam itu diatur bagaimana Kiok Eng memulai pekerjaannya.

Hok-goanswe kembali dipanggil dan terkejut mendapat perintah aneh, menyerbu dan menangkap rekannya Pok- ciangkun di perbatasan.

Liong-ongya memberi tahu bahwa atas keterangan para penyelidik diketahui bahwa panglima Pok itu akan membelot.

Di perbatasan panglima itu mengumpulkan pasukan besar untuk rencana serbuan ke kota raja.

Dia melatih angkatan perangnya secara diam-diam, tidak wajar.

Dan karena ini harus dicegah atau pemberontak bakal menyerbu istana maka Liong-ongya menutup bahwa sang jenderal harus menangkap dan membawa panglima itu ke-sini.

"Kumpulkan dulu pasukanmu baik-baik. Bawa saja seribu orang, lalu berangkatlah dan tangkap Pok-ciangkun itu. Kalau dia tidak mau berarti dugaanku benar, dia akan memberontak. Tapi kalau dia mau dan datang secara baik-baik aku yang akan mengadilinya di sini dan kuadu dengan saksi-saksi."

"Tapi, eh... apakah tidak diberi surat perintah, ongya? Masa hamba harus datang secara begitu saja? Biasanya sri baginda harus memberikan dulu cap dan tanda tangannya, baru hamba berangkat?"383

"Eh, memanggil sesama rekan kenapa harus pakai cap dan surat perintah segala? Kau dapat bersikap tidak resmi, goan swe, karena rencana pemberontakan ini baru dugaan saja. Kalau kita keliru tentu tak mampu membuang muka ini. Aku mempunyai hak dan kekuasaan untuk menjaga keamanan negeri. Aku yang bertanggung jawab kalau sri baginda menegur!"

"Baik, dan eh... mungkin dua tiga hari hamba baru dapat berangkat, ongya. Tak dapat hari ini atau besok. Hamba harus menyiapkan dulu pasukan dan ransum untuk perjalanan?"

"Aku tahu, dan untuk tidak mengundang perhatian berangkatlah malam hari saja. Lewatlah gerbang utara kota karena di sana komandan Cing adalah anak buah kita juga."

Hok-goanswe mengangguk.

Dia mundur dan terheran- heran serta hampir tak dapat percaya bahwa sahabatnya, Pok-ciangkun, merencanakan pemberontakan dan menyiapkan pasukan perang.

Sudah belasan tahun ini negeri aman dan tenteram, yakni sejak ditumpasnya Lauw-taijin dan Thai-taijin yang dulu berbuat makar, tewas oleh murid Dewa Mata Keranjang yang sakti, Fang Fang.

Tapi karena perintah sudah dijatuhkan dan ia harus melaksanakan perintah itu, Liong-ongya adalah orang yang berjasa besar dalam hidupnya maka jenderal ini menyiapkan pasukannya untuk menuju perbatasan.

Dan begitu dia mundur begitu pula Liong-ongya memberikan sebuah surat penting untuk Pok-ciangkun bahwa Hok-goanswe kabur dari istana dengan seribu pasukan untuk menyerbu dan menyerang dirinya! "Hati-hati,"

Begitu Liong-ongya memberi tahu.

"Calon pemberontak lari dari kota raja, ciangkun. Hok-goanswe384 akan menundukkanmu dan dia akan menyusun angkatan perangnya di utara. Tahan dan tangkap dia. Aku akan menyuruh seseorang membantumu!"

Dengan surat ini tentu saja panglima itu berubah.

Dia komandan perbatasan dan bertanggung jawab atas keamanan negeri, terutama musuh yang datang dari luar dan berniat jahat.

Maka ketika mendengar bahwa Hok- goanswe membawa seribu pasukan dan melarikan diri dari istana, pergi dan akan menyerangnya maka panglima ini berkerot gigi dan seakan tak percaya.

Utusan Liong-ongya datang secara tergesa dan cap atau tanda tangan pangeran itu dikenalnya.

Konon tiga hari lagi Hok-goanswe akan tiba.

Dan ketika panglima itu tertegun tapi cepat menyiapkan bala tentaranya, serbuan Hok-goanswe akan dihadapi dengan muka merah maka dua orang itu sama-sama tak tahu bahwa mereka telah menjadi korban kelicikan Liong-ongya.

Siapa menduga bahwa orang sebesar Liong-ongya bertipu daya keji.

Siapa menyangka bahwa orang seperti pangeran itu yang menduduki tempat terhormat di masyarakat mampu mengeluarkan akal licik.

Tapi karena kesenangan membuat orang melupakan segala-galanya, sang pangeran sedang terbius dan tergila-gila oleh kecantikan Kiok Eng maka kesenangan dalam ujud memperoleh gadis itu menghalalkan segala cara bagi Liong-ongya untuk mencapai cita-citanya.

Sama sekali tak ada yang mengira bahwa kekejian pangeran ini dilakukan demi pemuas kepentingan pribadinya.

Kiok Eng hanyalah alat.

Rasa puas diri demi si ego itulah yang berperanan penting.

Maka ketika pangeran itu menjalankan siasatnya karena Kiok Eng tak mau sebagai selir, ingin dihargai dan menjadi isteri utama maka "syarat"

Bahwa gadis itu harus terlebih dahulu385 menjadi gadis bangsawan menimbulkan akal dan tipu muslihat seperti yang sekarang dilakukan pangeran itu.

Tak sadar bahwa Kiok Engpun sesungguhnya mempermainkannya.

Mana gadis itu sudi menjadi isteri pangeran ini, apalagi setelah mengetahui kekejian dan watak culas pangeran itu.

Kiok Eng bahkan menjadi muak! Tapi karena gadis itu memang hendak memikat dan menggoda laki-laki, sasarannya kali ini adalah jenis kakap maka Kiok Eng tertawa saja ketika pangeran itu menjadi arsitek dari rencana pemberontakan yang mengorbankan Hok-goanswe.

Bagi Kiok Eng jenderal she Hok itu-pun manusia memuakkan.

Bahwa jenderal itu mau melakukan apa yang tak seharusnya dilakukan, melap sepatu Liong- ongya tiada ubahnya seorang budak maka gadis itu melihat bahwa orang-orang besar tidak semuanya berjiwa besar dan mulia.

Hok-goanswe itu adalah contoh yang jelas.

Tidak malu-malu dan hina demi mempertahankan kedudukan dan harta, sanggup membuang harga diri dan kehormatan.

Dan ketika Kiok Eng masuk ke kamarnya dengan geli dan muak, hanya dialah satu-satunya yang tahu akal busuk Liong-ongya maka utusan Liong-ongya diperintahkan ke perbatasan menemui Pok-ciangkun, datang dan membawa berita mengejutkan di mana Pok-ciangkun tentu saja berjaga- jaga.

Jaka Sembung 4 Raja Rampok Dari Lereng Naked Karya Raine Miller Pendekar Naga Putih 11 Memburu Harta

Cari Blog Ini