Playgirl Dari Pak King Karya Batara Bagian 8
"Ongya, kau keji kalau melakukan itu. Kalau saja kau berhasil barangkali bukan nikmat yang kau dapat melainkan malapetaka. Aku tak mau kau sentuh dan ingat bahwa aku menjaga diriku baik-baik. Jangan menodai kesucianku!"
"Eh, tapi... eh, kau tak melanggar janjimu, bukan? Kau tak menolak untuk menjadi isteri utamaku?"
"Semua belum berjalan seperti syaratku, ongya. Aku masih belum tercapai cita-citaku!"
"Besok segera terlaksana. Besok akan kumintakan kepada kaisar gelar kebangsawananmu itu!"
Tan Hong terkejut.
Ia segera mendengar dua orang ini ribut-ribut dan ikut berpindah tempat untuk mengikuti terus.
Ongya dan Kiok Eng berada di kamar pribadi,449 bukan main beraninya gadis itu! Tan Hong menahan napas.
Tapi ketika dia terlampau tegang sementara ongya meraih dan menyambar lengan gadis itu, Kiok Eng bergerak mundur maka tanpa disengaja tiba-tiba kepala pemuda ini membentur kayu melintang di depannya.
"Duk!"
Tan Hong menarik cepat kepalanya itu.
Ia mengumpat kenapa menimbulkan suara.
Dua orang di bawah mendongak ke atas tapi pangeran tak melihatnya.
Tan Hong sudah menarik kepalanya itu secepat kilat.
Tapi karena secepat-cepatnya dia bergerak Kiok Eng bukanlah gadis biasa, gadis ini memiliki mata tajam, yang menangkap bayangannya maka tiba-tiba gadis itu berkelebat dan membentak, suaranya mengejutkan Liong-ongya.
"Siapa di situ!"
Tan Hong tentu saja berjungkir balik. Tak ada jalan lain baginya kecuali lari. Ia konangan! Namun ketika ia meluncur turun dan siap menerobos pintu tengah mendadak belasan jarum hitam menyambar punggungnya dan apa boleh buat ia harus menangkis.
"Plak-plak-plak!"
Ini membunuh waktu pemuda itu.
Tan Hong tertahan sekejap namun itu sudah cukup.
Jarum-jarum berhasil ia runtuhkan namun bayangan Kiok Eng berkesiur dan tahu-tahu sudah mencegat di pintu.
Gadis itu menghadang larinya.
Dan ketika ia terkejut dan berseru keras, tegak mengibas ujung baju maka Kiok Kng sudah melihatnya dan gadis itu tampak berubah.
"Kau?!"
Tan liong tak dapat menyembunyikan diri lagi.
Kiok Eng450 memang dara lihai dan kalau sudah begini tiada harapan untuk menyembunyikan muka.
Dengan cerdik gadis itu mendahului ke pintu dan ia menghalang jalan.
Tan Hong menyeringai dan tertawa kecut.
Dan ketika pemuda itu mengangguk dan salah tingkah, Kiok Eng mendadak merah padam maka Tan Hong maju melangkah dengan mimik gugup.
"Ya, aku, Kiok Eng. Maaf, aku mencarimu dan kebetulan ketemu di sini."
"Hm, kau. Jahanam keparat! Kau mengintai pembicaraan orang, Tan Hong? Kau tak tahu malu bersikap seperti tikus busuk? Apa saja yang sudah kauketahui tentang kami?"
Tan Hong serba salah.
Dimaki dan melihat mata mencorong dari gadis itu pemuda ini tak enak.
Tentu saja ia mengerti kemarahan gadis itu.
Kiok Eng berada di kamar pribadi dan pembicaraan yang bersifat pribadi sedang terjadi pula.
Ternyata Liong-ongya hendak memperisteri gadis ini, dan Kiok Eng agaknya sudah berjanji pula untuk menerima! Maka ketika dia terkejut dan rasa terkejut itulah yang membuat kepalanya tak sengaja membentur palang kayu, ketahuan dan Tan Hong merah mukanya maka pemuda itu gugup dan ada jengah tapi juga penasaran dan kecewa kepada gadis ini.
Masa Kiok Eng hendak diperisteri pangeran Liong yang sudah banyak selirnya itu! "Hm, sekali lagi maaf.
Aku tak sengaja mencarimu di sini, Kiok Eng.
Aku datang secara kebetulan saja.
Aku...."
"Tak usah bicara yang lain! Jawab pertanyaanku, Tan Hong. Apakah kau sudah mendengar semua pembicaraan kami. Kau mengintai seperti maling!"
"Aku, hmm... pembicaraan yang mana,"
Pemuda ini pura-451 pura blo'on. Dia teringat bahwa sekarang dirinya adalah penyelidik bagi Sam-taijin.
"Aku tak mendengar banyak tentangmu, Kiok Eng, kecuali bahwa kau akan menikah dengan Liong-ongya. Sungguh tak kusangka bahwa gadis sepertimu ini sudi menjadi isteri seorang hidung belang yang sudah berselir demikian banyak. Agaknya kau...."
Tan Hong berhenti. Seseorang berlari dan masuk ke tempat itu, tergopoh-gopoh dan ketika orang ini terkejut melihat Tan Hong, sementara Kiok Eng bertolak pinggang di pintu keluar maka Liong-ongya, orang ini berseru tertahan.
"Eh, siapa dia, Eng Kiok. Siapa pemuda ini!"
"Dia, hmm... dia tikus busuk yang berani mengintai pembicaraan kita. Dia musuh lamaku. Akan kuhajar dan tangkap dia. Awas kau minggir!"
"Dia, eh....!"
Pangeran tiba-tiba teringat.
"Dia penculik ini, Eng Kiok. Benar, dia yang membawa lari anak isteri Hok- goanswe. Ah, benar. Tangkap dan hajar pemuda itu!"
Dan ketika pangeran berteriak dan memanggil pengawalnya, Kiok Eng terkejut maka Tan Hong juga terkejut dan kaget bagaimana bisa dikenal.
Ia tak tahu bahwa secepat kilat pangeran yang cerdas ini dapat menduga bahwa inilah penculik yang membawa lari anak isteri Hok-goanswe.
Dia teringat bahwa penculiknya adalah pemuda baju putih.
Dan karena Tan Hong berpakaian putih-putih dan pemuda itu dapat mendengar pembicaraan mereka pula, diam-diam pangeran ini terkesiap maka buru-buru ia berteriak memanggil pengawal sementara Kiok Eng tertegun dan mengerutkan kening mendengar seruan Liong-ongya itu.
Ia belum mendengar kisah ini karena Liong-ongya belum menceritakan.
Pangeran itu masih terlalu sibuk dengan452 gembiranya hati, datangnya Kiok Eng yang sudah dirindukan ini.
Maka begitu dia berteriak keluar dan Tan Hong terkejut melihat bayangan-bayangan pengawal maka apa boleh buat pemuda yang tak mau ditangkap ini menerjang dan menampar Kiok Eng.
"Kiok Eng, minggir. Maaf aku tak mau membuat ribut di sini!"
Namun Kiok Eng mengelak dan menendang.
Gadis yang akhirnya marah besar oleh malu dan jengah itu tak membiarkan lawan lewat.
Begitu Tan Hong menyerang ia pun menyambut, sudah siap lebih dulu.
Dan ketika kakinya melayang ke perut pemuda itu, Tan Hong berkelit, maka gantinya pemuda ini yang menangkis "Duk!"
" ;
Jilid XIII DUA anak muda itu sama-sama terlempar.
Mereka terpental oleh pukulan mereka sendiri namun Tan Hong berjungkir balik melewati pintu keluar.
Kebetulan Kiok Eng terlempar ke kiri hingga ia dapat melewati tempat itu.
Di luar sudah berdatangan para pengawal oleh teri akan pangeran.
Maka ketika ia lolos di sini dan Kiok Eng marah bukan main, be tapapun pemuda itu akhirnya keluar maka Tan Hong yang melayang turun sudah menyambut serbuan pengawal dengan kaki tangannya.
"Plak-plak!"
Dua pengawal terbanting roboh.
Mereka bukan tandingan Tan Hong dan pemuda ini sudah meneruskan larinya dengan menerjang pengawal-pengawal lain.
Mereka itu sudah berteriak dan membentak serta memanggil teman-teman yang lain.
Gedung Liong-ongya453 sudah penuh oleh pengawal.
Namun karena Tan Hong adalah putera Dewa Mata Keranjang dan kepandaiannya tentu saja amat tinggi, dengan Pek-in-kang (Dorongan Awan Putih) dan Sin-bian Gin-kang dia berkelebatan di antara pengawal maka begitu pemuda ini menerjang iapun membuat pengawal roboh ke kiri kanan dan berteriak-teriak bagai diterjang angin puyuh.
Tan Hong sudah melewati mereka dan pemuda ini tak mau berlama-lama.
Yang paling ia takuti hanyalah Kiok Eng, bukan takut karena kalah melainkan takut tak mampu keluar kalau gadis itu sempat mengejar.
Pertandingan mati-matian bakal terjadi dan inilah yang tak ia kehendaki.
Ia tak bermaksud bermusuhan sampai titik darah penghabisan, apalagi karena gadis itupun sumoinya.
Maka ketika ia terbang di antara pengawal dan mereka roboh oleh tamparan atau tendangannya, Kiok Eng di sana baru melompat bangun maka pemuda ini sudah melesat keluar dan sekali mengayunkan tubuh Tan Hong sudah melayang meninggalkan tembok istana yang tinggi.
"Kejar! Keparat jahanam, kejar!"
Kiok Eng membentak dan tentu saja marah bukan main.
Ia mendelik melihat lawan lolos dan pengawal yang dimaki-makinya bodoh diterjang pula.
Mereka itu terlempar ketika ia berkelebat dan mendorong ke kiri kanan.
Kiok Eng gusar kepada cecunguk-cecunguk bodoh ini.
Dan ketika ia melesat dan berjungkir balik melewati tembok istana pula, bayangan putih tampak di malam gelap maka gadis itu membentak dan Sin-bian Gin-kang pun dikerahkan untuk memburu pemuda itu.
"Tan Hong, jangan lari. Pengecut, hadapi aku dulu!"
Tan Hong menoleh.
Ia melihat gadis itu mengerahkan ilmu yang sama dan ilmu meringankan tubuh warisan454 Dewa Mata Keranjang ini sama-sama dipergunakan dua anak muda itu.
Tan Hong kagum karena Kiok Eng mampu mengejarnya.
Tapi karena ia lebih dulu di depan dan iapun sudah mengenal lika-liku istana, Tan Hong telah mengingat jalan-jalan penting setelah berada di tempat Sam-taijin maka mudah baginya berbelak-belok menghindar penjagaan yang ketat di tempat-tempat ramai.
Ia tak mau mencari setori dengan pasukan keamanan karena tujuannya hanya gadis ini.
Ia sedang bertugas menyelidiki gerak-gerik Liong-ongya.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kini setitik keterangan mulai didapat.
Semua ini kiranya bersumber pada gadis ini, Liong-ongya perantaranya sementara biang keributan adalah Kiok Eng, meskipun di luar tentu saja orang tak tahu apa-apa karena urusan itu amatlah rahasia, pribadi.
Maka ketika ia berbelok dan timbul keinginan untuk membawa Kiok Eng keluar kota raja, biarlah di sana mereka bertempur dan menyadarkan gadis ini maka Tan Hong mengeluarkan semua ilmu lari cepatnya dan seperti setan saja ia melesat dan melewati pintu gerbang.
"Heii, apa ini?!"
Penjaga, yang kaget dan terkejut berteriak tertahan tiba-tiba berseru melihat bayangan Tan Hong.
Pemuda ini melesat seperti iblis dan pakaiannya yang serba putih membuat ia seperti hantu berkelebat.
Penjaga tersentak.
Tapi baru ia tertegun maka bayangan hitam, Kiok Eng, lewat dan melesat pula.
"Heii, apa itu!?"
Penjaga lain, yang terbelalak dan juga bengong tiba-tiba berseru tak kalah kagetnya.
Mereka ini sedang berjaga ketika tiba-tiba saja dua bayangan hitam dan putih silih berganti.
Siapa tidak seram.
Dan karena mereka tak tahu apakah itu tadi iblis atau kuntilanak, bayangan hitam membawa bau harum Kiok Eng maka penjaga yang lain455 berlarian sementara dua penjaga pertama roboh dan pingsan, kaku menyangka iblis atau roh-roh halus gentayangan! "Celaka...
setan! Ada setan...!" ' Tan Hong tersenyum dan tancap gas.
Ia kagum bahwa Kiok Eng masih mengejarnya dengan jarak yang sama.
Ia menambah kecepatan namun gadis itupun tak mau kalah.
Kiok Eng menambah kecepatan hingga merekapun tiada ubahnya hantu hitam putih yang berkelebatan di pintu gerbang itu.
Pengawal di belakang tak mungkin mengejar mereka lagi karena mereka itu jauh tertinggal.
Kiok Eng juga maklum akan ini dan iapun tak mengharap pengawal lagi.
Percuma mencegat pemuda itu kalau Tan Hong sudah lolos.
Ia tahu benar siapa pemuda lihai ini.
Maka ketika Tan Hong mengajaknya keluar dan kemarahan yang menggelegak di dalam dada serasa mendidih, dua kali ia menimpukkan jarum-jarum hitamnya namun Tan Hong berhasil meruntuhkan maka ketika kini ia terbang diajak lari cepat iapun membentak dan memaki pemuda itu sebagai laki-laki pengecut tak jantan.
"Berhenti, atau kukutuk ayahmu yang mempunyai anak begini pengecut!"
"Hm,"
Tan Hong tertawa.
"Ayah tak akan marah mendengar kutukanmu, Kiok Eng. Kutukan anak kecil tak pernah mempan menghadapi orang tua. Justeru ayahlah yang akan mengutukmu yang telah demikian rupa merendahkan diri untuk menjadi gundik Liong-ongya!"
"Keparat, tutup mulutmu!"
Dan Kiok Eng yang berjungkir balik membentak Tan Hong tiba-tiba melepas pukulan dari belakang yang membuat Tan Hong harus berhenti, membalik dan menangkis dan pemuda ini tergetar terhuyung mundur.
Kiok Eng mengerahkan tenaganya begitu hebat hingga pemuda ini sesak napas.
Tapi456 karena Tan Hong cepat mengerahkan sinkangnya membuang napas yang sesak maka ketika gadis itu melayang turun ia pun tak lari lagi dan mereka kini berhadapan di jalanan berbatu yang sunyi tapi terang.
Bintang di atas sana memberikan cahayanya secara cukup.
"Hm, bagus. Sekarang kita di sini. agaknya tingkah laku pangeran itu karena ulahmu, Kiok Eng. Memalukan sekali. Kau menjual dirimu secara murah!"
"Jahanam keparat!"
Kiok Eng melepas dan meledakkan saputangannya.
"Kau menghina dan memakiku seenaknya, Tan Hong. Jangan harap kau lolos dan mari bertanding seribu jurus.... tar!"
Ujung saputangan yang meledak tiba-tiba menyambar muka Tan Hong dengan amat nyaringnya, disusul oleh pukulan tangan kiri dan ini masih ditambahi lagi dengan lecutan rambut yang terurai dan menyambar leher Tan Hong.
Sekaligus tiga serangan menyambar pemuda ini dan ini menunjukkan betapa marahnya Kiok Eng.
Gadis itu marah sekali oleh kata-kata Tan Hong Ia malu dan gusar oleh tuduhan yang amat menyakitkan itu.
Tapi karena Tan Hong tak tahu duduk persoalannya dan ia maklum, hanya sikap dan kehadiran pemuda itu sungguh di luar dugaan maka ketika ia melepas pukulan beruntun iapun berniat membunuh pemuda ini dan tak perduli bahwa Dewa Mata Keranjang atau isterinya bakal, mencarinya! Namun Tan Hong bukan pemuda sembarangan.
Tan Hong terkejut bahwa tiga serangan berbahaya bergerak begitu cepatnya ke arahnya.
Saputangan dan rambut sama bahayanya, begitu pula pukulan tangan kiri yang melepas Bhi-kong-ciang itu.
Ini adalah pukulan khas nenek Lin Lin yang amat luar biasa.
Kepala gajah-pun bisa hancur terkena pukulan itu.
Maka ketika cepat ia457 berkelit ke kiri dan Bhi-kong-ciang meledak di belakang tubuhnya, menggerakkan kedua tangan untuk menyambut rambut dan saputangan maka telapak Tan Hong serasa pedas bertemu dua senjata maut itu.
"Plak-plak!"
Kalau bukan Tan Hong tentu roboh. Ujung saputangan maupun rambut meledak di telapak pemuda ini dan Tan Hong merasa betapa hebatnya "gigitan"
Itu.
Untung ia sudah mengerahkan sinkang dan tidak hanya berhenti di sini saja.
Ia waspada untuk serangan-serangan berikut.
Dan ketika benar saja Kiok Eng mengangkat sebelah kakinya dan nyaris ia memejamkan mata melihat pangkal paha yang mulus, kain di sepanjang kaki itu terkuak lebar maka Tan Hong membuang diri dan menahan napas menekan debaran dadanya yang terguncang.
"Dess!"
Kaki itu akhirnya menghantam tanah sampai berlubang.
Tan Hong bergulingan melompat bangun dan ia berdesir melihat keberanian Kiok Eng dalam hal berpakaian.
Setiap kali gadis itu mengangkat kakinya maka sebuah paha bakal tersingkap, putih mulus dan indah menggairahkan.
Ini bisa mengacau konsentrasinya dan diam-diam putera Dewa Mata Keran jang ini tergetar.
Pandangan itu terlalu hebat baginya, merangsang nafsu rendah dan ia menyayangkan mengapa gadis seperti Kiok Eng berpakaian seperti itu.
Ia tak tahu bahwa semua ini adalah disengaja guna merobohkan laki-laki.
Para subo gadis itulah yang menyuruh Kiok Eng seperti ini.
Mereka memiliki dendam terhadap laki-laki dan perbuatan Dewa Mata Keranjang yang dinilai menyakitkan membuat mereka ingin membalas.
Kiok Eng adalah alatnya dan gadis itulah yang maju.
Mereka sudah nenek-nenek semua dan tentu saja tak mungkin458 menggoda lelaki.
Murid mereka inilah yang tepat dan kepandaian serta kelihaian Kiok Eng dapat dipercaya.
Kiok Eng harus menggoda laki-laki tapi bukan terjerumus ke tangan laki-laki.
Maka ketika gadis itu memenuhi semua permintaan subonya dan jadilah Kiok Eng seperti ini, satu demi satu para lelaki dirobohkan dan dipermainkan maka Tan Hong harus selalu memejamkan matanya kalau gadis itu melakukan tendangan atau putaran kaki yang membuat darahnya berdesir setiap melihat paha mulus.
Hal ini menjadikan Tan Hong selalu pada pihak yang diserang namun hebatnya pemuda itu selalu berhasil mengelak atau menghindar secara tepat.
Kalau perlu Tan Hong melempar tubuh ke kiri atau ke kanan untuk serangan-serangan yang terlalu berbahaya.
Dan ketika mereka berdua akhirnya bertanding namun Kiok Eng menekan dengan serangan-serangan lebih ganas, kemarahan dan kegusaran gadis itu kian bertambah saja maka Tan Hong menjadi repot dan dua kali ia kena pukul.
Pemuda ini terbanting namun ia dapat bergulingan meloncat bangun lagi, menggemaskan Kiok Eng dan tiba-tiba Kiok Eng merobah pukulan Bhi-kong- ciang dengan Kiam-ciang (Tangan Pedang).
Tangan gadis ini bergerak naik turun seakan pedang tajam, mendesing dan repotlah Tan Hong ketika baju dan pakaiannya robek-robek.
Dia boleh kebal tapi baju atau pakaiannya itu tak mungkin.
Baju di pundaknya malah hancur.
Tangan Pedang yang dimainkan gadis ini memang bukan main-main.
Dan ketika Tan Hong mengeluh dan bergulingan ke sana-sini, apa boleh buat ia harus mencabut tongkat maka Silat Naga Merayu Dewi keluar dan tersenyum atau tertawa-tawalah pemuda itu menghadapi serangan Kiok Eng yang ganas.
"Ha-ha, heh-heh.... luput, Eng-moi... aduh, luput! Wah, kurang ke kanan sedikit dan rambut di kepalamu itu459 melenceng... aduh, plak!"
Tan Hong menangkis dengan tongkat dan rambut terpental oleh gerakan tongkatnya ini.
Kiam-ciang juga bertemu tongkat dan setiap terpental atau meleset Tan Hong selalu tertawa-tawa.
Ia meliuk dan bergerak sana-sini dan senyum atau tawanya itu seperti lelaki hidung belang yang merayu perempuan cantik, menggoda dan membuat Kiok Eng marah namun justeru itu semua mengacau serangan-serangannya.
Kemarahan membuat jurus-jurus tak seperti sebenarnya lagi, berkali-kali Tangan Pedang atau pukulannya luput.
Dan ketika Kiok Eng tak sadar akan ini dan serangannya malah membabi-buta, Tan Hong semakin sibuk tapi justeru semakin terkekeh-kekeh geli maka tongkat pemuda itu akhirnya menyelinap dan.....
buk, paha gadis itu kena hajar.
Matang biru! "Ha-ha, maaf.
Eh, pahamu terlalu lunak, Kiok Eng, empuk sekali.
Tapi ah, sedap sekali.
Coba kauangkat lagi dan tunjukkan kepadaku kemulusanmu itu....
wut-singg!"
Kiok Eng membentak dan menerjang kian sengit.
Ia marah besar dan tiba-tiba mendelik dengan muka bagai dibakar.
Kiok Eng terkejut tapi juga heran bagaimana tiba-tiba lawan menjadi begitu ceriwis.
Ada kesan kurang ajar dan urakan pada putera Dewa Mata Keranjang ini.
Tan Hong yang tadi sudah berubah dengan Tan Hong yang ini.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tan Hong yang ini tak malu-malu lagi melihat kaki atau pahanya yang tersingkap.
Bahkan, melotot dan tertawa-tawa! Dan ketika ia menjadi risih dan justeru tak sering mengangkat kakinya lagi, tendangan dilakukan dari belakang atau samping maka mereka sudah bertanding seratus jurus dan masing-masing sama berkeringat.
Kiok Eng berapi-api sementara lawan masih saja tertawa-tawa.
Dua kali sudah ia bertemu ilmu silat ini, silat yang aneh karena dilakukan sambil menggoda dan tiada hentinya pemuda itu menyebutnya Eng-moi460 pula, bukan sebagai artian sumoi atau adik seperguruan perempuan melainkan sebagai artian "dinda" (moi-moi).
Siapa tidak terbakar! Dan ketika Kiok Eng tiba-tiba gemas dan jengkel, watak kewanitaannya timbul maka mendadak gadis itu menangis tersedu-sedu dan Tan Hong yang berceriwis-ria mendadak terkejut dan hilang kenakalannya.
Tongkat di tangan mengendor dan berhenti bergerak.
"Eh-eh, ada apa, Kiok Eng. Apakah kau berhenti menyerah!"
Namun saat itu sebuah lubang sudah dilihat gadis ini.
Kiok Eng menangis memang karena beberapa sebab.
Pertama ka rena urusannya dengan Liong-ongya diketahui.
Lalu kenyataan betapa Tan Hong belum dapat dirobohkannya juga, meskipun pemuda itu juga tak gampang merobohkannya.
Maka ketika tiba-tiba ia menangis melepas kemarahan dan kemendongkolannya, pemuda itu berhenti dan tidak mainkan lagi ilmu tongkatnya itu maka tiba-tiba saja ia melihat kesempatan bagus berada di depan mata.
Ia tak sengaja untuk menghentikan ilmu silat itu dan kini tiba-tiba Tan Hong berhenti sendiri.
Silat ini amatlah tangguh dan para subo- nya belum pernah bercerita.
Kalau tidak tentu ia dapat mencari kelemahannya dan sekarang tiba-tiba silat itu dihentikan, siapa tidak girang.
Maka begitu tongkat berhenti bergerak dan Kiok Eng melihat ini sebagai kesempatan yang amat langka maka tiba-tiba ia berseru keras dan tangis yang tersedu-sedu berobah menjadi bentakan nyaring di mana tubuhnya tiba-tiba mencelat melakukan pukulan Kiam-ciang.
"Heyiii...!"
Tan Hong kaget tentu saja.
Ia tak menyangka bahwa gadis yang semula tersedu dan menangis mengharukan itu mendadak menyerangnya begitu tiba-tiba.
Ia sudah461 menghentikan serangan dan lawan kini mendadak memukul, bagaimana pemuda itu tidak terkejut.
Dan karena tak mungkin baginya untuk berkelit kecuali menangkis, Tangan Pedang menyambar begitu cepat maka Tan Hong yang gugup tak sempat mengerahkan semua tenaganya untuk menghadapi bacokan tangan miring yang mendesing mengerikan itu.
"Kraakk!"
Tongkatnya seketika terbabat.
Tangan Pedang meluncur dan menuju mukanya pula, pemuda ini berteriak dan melempar tubuh bergulingan.
Dan ketika ia meloncat bangun namun Kiok-Eng mengejar dan terkekeh, aneh sekali, gadis itu dapat tertawa setelah baru saja menangis maka Tan Hong memaki dan sambaran Tangan Pedang ditangkis sebisanya namun saputangan dan ujung rambut meledak mengenai pipinya.
"Duk-plak-plakk!"
Tan Hong mengeluh dan terpelanting bergulingan lagi.
Ia tak dapat memperbaiki posisi karena lawan sudah demikian cepat mengejarnya lagi, membacok dan menusuk sementara rambut dan ujung saputangan meledak-ledak.
Dan ketika ia berkelit namun posisi sudah sedemikian buruk, Kiok Eng dimaki-maki maka gadis itu tak memberi kesempatan sedikitpun juga untuk bangun berdiri.
Tan Hong menangkis dan bergulingan ke sana- sini dan beberapa pukulan menyambar lagi.
Untung, berkat sinkangnya dia mampu bertahan dan Kiok Eng kagum juga.
Empat kali Tangan Pedangnya mengenai lawan namun mental seperti bertemu benda karet.
Tan Hong memang luar biasa.
Namun ketika pemuda itu meraup pasir dan melontarkannya ke wajah Kiok Eng, gadis itu menjerit maka Tan Hong berhasil melompat bangun dan Kiok Eng mundur terhuyung-huyung dengan462 mata kelilipen.
"Keparat, manusia curang. Kau tak tahu malu, Tan Hong. Kau pemuda hina-dina!"
"Ha-ha,"
Tan Hong tertawa, merasa tak perlu lagi bertanding.
"Kaulah yang licik dan tak tahu malu, Kiok Eng. Kau menipu aku dengan tangismu yang buaya. Ah, kau merusak senjataku pula. Biar lain kali kita bertemu dan sekarang kembalilah kepada calon suamimu itu!"
Tan Hong berkelebat dan meninggalkan gadis ini.
Setelah dia tahu betapa gadis itu menerima cinta Liong- ongya tentu saja tak sudi dia jatuh hati.
Gadis ini dicarinya karena semula atas perintah ayah ibunya, betapa ayah ibunya tertarik dan iapun tergetar dan suka akan gadis cantik ini.
Tak sukar baginya untuk jatuh cinta dan mengenal lebih dekat watak dan sepak terjang gadis ini.
Mau saja ia dijodohkan karena gadis itu memang penuh daya tarik, apalagi karena Kiok Eng murid bekas isteri-isteri ayahnya dan karena itu terhitung sumoinya pula.
Tapi begitu tahu percakapan di dalam kamar, Tan Hong mengira bahwa Kiok Eng sungguh-sungguh menerima cinta Liong-ongya maka pemuda yang semula penuh harapan dan rindu ini seketika hancur total.
Tan Hong bahkan merasa muak dan marah.
Ada semacam rasa perih pula di hati.
Tak disangkanya gadis ini berwatak rendah, mau menjadi gundik! Maka begitu meloncat dan Kiok Eng memaki-maki, mata kemasukan pasir pemuda inipun berkelebat pergi tak mau bertanding lagi.
Tan Hong hendak meninggalkan kota raja ketika tiba-tiba ingat Sam-taijin.
Ia mempunyai tugas baru setelah bertemu pembesar itu.
Maka membelok dan kembali ke kota raja.
Kiok Eng membersihkan matanya sambil mencaci-maki maka pemuda ini sudah melompati tembok gerbang463 untuk masuk dan kembali ke istana.
Kiok Eng tak tahu ke mana pemuda itu pergi karena sedang kelilipan.
Gadis ini marah bukan main.
Namun begitu matanya dapat dibuka dan melihat lagi, ia mengira Tan Hong meneruskan larinya keluar hutan iapun berkelebat dan melengking- lengking memanggil pemuda itu.
Kiok Eng tak kembali ke kota raja setelah semuanya ini.
Ia malu dan gusar ke pada Tan Hong.
Maka ketika ia mengira pemuda itu menerobos hutan padahal Tan Hong menghadap Sam-taijin, melapor dan menceritakan apa yang dilihat maka gadis itu membentak dan memanggil- manggil Tan Hong dengan segala caci dan makian.
Pohon dan apa saja di depan dibabat.
Kiok Eng benar- benar marah bukan main.
Dan karena ia tak kembali ke kota raja dan tentu saja ini membuat bingung Liong- ongya, tak tahu apa yang terjadi pada dua anak muda itu maka pangeran inipun marah-marah dan menyuruh orang mencari Tan Hong.
"Cari dan tangkap pemuda itu sampai ketemu. Seret dia ke mari. Dan cari pula calon isteriku kenapa ia tak kembali!"
Gedung pangeran ini gempar.
Liong-ongya melotot dan membentak-bentak semua orang sebagai orang-orang bodoh dan tolol.
Ia khawatir sekali kenapa semalam itu gadis pujaannya tak kembali.
Ia terlanjur tergila-gila.
Dan ketika pangeran itu marah-marah kepada Tan Hong, masih mengharap akan datangnya Kiok Eng maka di lain tempat, di gedung Sam-taijin pembesar tua ini menarik napas dalam-dalam.
"Hm, kiranya begitu. Lagi-lagi urusan pribadi. Baik, terima kasih, Tan-kongcu, jasamu besar sekali. Tapi aku tak akan membiarkan ini dan sri baginda bakal ku bujuk untuk tidak memberikan gelar bangsawan itu. Liong-464 ongya telah menimbulkan korban, caranya tidak benar. Hal ini tidak wajar dan harus kutentang!"
"Taijin hendak menentang ongya?"
"Tidak secara terang-terangan, kongcu, melainkan di balik layar saja. Terima kasih dan keteranganmu ini besar sekali artinya bagiku!"
Tan Hong tersenyum pahit.
Ia tak menduga bahwa sejak itu Kiok Eng tak kembali ke istana, setuju dan mengangguk bahwa Sam-taijin ini akan menggagalkan maksud Liong-ongya dengan gelar kebangsawanan itu.
Ia telah mendengar dan menceritakan ini kepada penasihat kaisar itu, semuanya lalu disimpulkan sendiri oIeh Sam-taijin dan orang tua itu mengangguk-angguk.
Maka ketika ia memutuskan bahwa gelar itu harus digagalkan, caranya tak benar maka malam itu juga Tan Hong minta pamit dan pergi.
"Pergi? Kau mau pergi dan meninggal kan tempat ini? Eh, jangan dulu, Tan-kongcu, jangan tergesa-gesa dulu. Gadis sumoimu itu amat berbahaya dan siapa tahu bakal membuat keributan dengan meminta ini-itu lagi kepada Pangeran Liong!"
"Itu haknya, pangeran itu akan menjadi suaminya. Sudah cukup aku membantumu sampai di sini, taijin. Selebihnya terserah kau saja dan selamat tinggal!"
"Eh-eh, nanti dulu. Tunggu!"
Dan ketika Tan Hong berhenti mendengar lelaki itu jatuh, Sam-taijin bangun dengan bibir berdarah maka pembesar ini tampak penasaran memandang Tan Hong, sementara pemuda itu kasihan dan geli.
"Tan-kongcu, tunggu. Masa kau sebagai suhengnya tidak coba menggagalkan maksud Liong-ongya ini. Maksudku,465 eh.... apakah kau tidak membujuk gadis itu agar tidak menjadi isteri Liong-ongya!"
"Hm!"
Tan Hong terkejut, tapi tiba-tiba tertawa, getir.
"Urusan itu urusan pribadi, taijin, meskipun ada hubungan suheng dan sumoi namun aku tak berhak mencegah. Biarkan saja, mereka sudah sama-sama cinta!"
"Tapi kau, hmm... sorot matamu bicara lain, anak muda. Kau menangis dan sedih mendengar ini. Salahkah kalau kukatakan bahwa kau kecewa dan terpukul oleh ini. Salahkah mata tuaku bahwa sebenarnya kau mencintai sumoimu itu!"
"Apa?"
Tan Hong tersentak, kaget.
"Apa kauhilang, taijin? Aku... aku mencinta sumoiku? Ha-ha, kau gila. Tidak benar. Tidak, tidak.... aku tidak mencinta sumoiku itu apalagi setelah dia bergaul dengan pangeran mata keranjang. Sudahlah aku tak mau bicara tentang ini dan selamat tinggal!"
Tan Hong membalik dan kali ini tidak menghiraukan panggilan pembesar itu.
Sam-taijin mengejar namun ia menghilang, Tan Hong sudah meloncat dan keluar dari tembok istana yang tinggi.
Dan ketika ia melihat betapa puluhan pengawal mencari-cari dirinya, ia geli dan mendongkol maka beberapa di antaranya ditangkap dan dilempar seperti iblis menangkap korbannya.
Mereka tak tahu siapa yang berbuat dan penjaga pintu gerbang ditotok dan digantung secara terbalik.
Tentu saja para penjaga itu berteriak- teriak.
Gerakan Tan Hong luar biasa cepat dan merekapun seperti linglung.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bayangan putih pemuda itu benar-benar seperti siluman.
Dan ketika kegegeran itu melanda tempat lain dan Tan Hong terbang meninggalkan kota raja maka pemuda ini meratap kenapa ia harus perih dan jatuh cinta kepada sumoinya,466 cinta yang belum apa-apa sudah dibanting dan dikandaskan dengan cara yang amat menyakitkan.
Kiok Eng memilih seorang empatpuluhan tahun daripada seorang pemuda gagah dan tampan seperti dia! ******* Gadis baju merah itu melenggang anggun.
Sepasang kakinya ringan melangkah sementara sepasang lengannya bergerak di kiri kanan dengan tetap, seiring sejalan dengan bunyi sepatunya yang tik-tok di tanah keras.
Tubuhnya tinggi semampai, pipinya kemerah- merahan dan matanya yang bulat jernih itu membayangkan keberanian dan kepercayaan diri.
Kulitnya putih bersih.
Cuping hidungnya kecil manis dan terkembang bila tersenyum melihat kupu-kupu bercanda.
Usianya tujuhbelasan dan sukar melihat cacad yang ada.
Gadis ini cantik jelita dan matanya itulah yang agaknya paling menawan.
Lihat, mata itu akan bergerak hidup dan lembut bila mengerling.
Bulu matanya yang lentik panjang tampak serasi dengan bola mata lebar namun jernih itu.
Sukar seorang lelaki lepas dari sepasang mata ini.
Mata itu begitu hidup seperti bintang.
Tapi ketika mata itu menyipit melihat seekor kelinci dibelit seekor ular, mencicit dan meronta namun tak dapat melepaskan diri tiba-tiba mata itu menjadi panas dan berapi.
Dan begitu orang memandang akan terkejutlah dia melihat mata indah itu menyorot penuh benci.
Terbakar! "Terkutuk kau!"
Bentakan merdu marah ini disusul oleh gerakan tangan yang berhenti melenggang.
Sebutir batu kecil tahu-tahu menyambar....
tak, tepat mengenai kepala ular dan pecahlah kepala hewan melata itu oleh timpukan batu hitam.
Ternyata gadis ini dapat menjadi ganas kejam bila tak senang hatinya.
Ular itu roboh, sang kelinci melompat dan menguik melarikan diri.
Mata yang467 semula benci dan penuh marah itu tersenyum.
Lalu ketika semua kembali seperti semula dan mata itu berseri-seri melanjutkan perjalanan maka hiduplah sudah suasana memukau penuh pesona.
Siapakah gadis ini? Orang akan sukar mencari tahu.
Kalau ditanya dia hanya akan menjawab bahwa dirinya adalah Ang-i-siocia (Nona Baju Merah).
Kalau orang mendesak mata itupun akan berkilat.
Pedang di punggung cukup memberi tahu bahwa gadis ini bisa menimbulkan bahaya.
Dan ketika orang akan diam kembali dan gadis itu melanjutkan perjalanan maka rambut yang dikepang yang bergerak-gerak di belakang pundaknya itu siap menawarkan sesuatu yang lucu bagai ular hidup meloncat-loncat.
Namun nanti dulu.
Rambut dikepang yang bergerak seperti ular kalau menoleh atau memutar kepala itu ternyata bukan sekedar hiasan.
Kemarin, sekelompok pemuda kurang ajar dihajar oleh rambut hitam lebat ini.
Dua di antaranya pipinya pecah! Maka kalau orang tahu bahwa gadis ini ternyata berbahaya juga rambutnya, bukan hanya sebatang pedang di punggungnya itu tentu orang akan berpikir seribu kali untuk mengganggu.
Tapi yang namanya laki-laki memang tak tahu diri, apalagi kalau melihat wanita cantik.
Ada-ada saja ulah mereka untuk menggoda.
Kalau sebatas menggoda tentu tak apa, tapi kalau sudah mengganggu dan berkurang ajar, nah....
inilah batunya yang akan mengenai mereka sendiri.
Gadis itu sedang melenggang santai ketika dari dalam hutan tiba-tiba bermunculan para lelaki kasar.
Jumlahnya sembilan orang, masih muda dan kuat-kuat namun dari pakaian mereka tampak bahwa mereka bukan orang baik-baik.
Sebagian besar membuka baju468 memperlihatkan dada telanjang, ada yang berkalung tengkorak segala.
Dan ketika gadis itu melangkah terus seolah tak melihat sembilan lelaki ini, mereka tertawa dan bergelak-gelak maka pemimpinnya, si muka merah dengan ikat kepala model bajak laut melompat dan langsung saja menghadang.
"Ha-ha, berhenti dulu. Kemana, nona manis. Bisakah kami antar dan apakah kau hendak melewati hutan ini!"
Gadis itu berhenti.
Matanya yang indah berkerut namun bola mata itu tetap berseri-seri.
Orang akan salah menangkap melihat ini.
Disangkanya gadis itu menyambut baik sembilan laki-laki muda itu dengan sikap bersahabat.
Maklum, mata itu tak memperlihatkan marah atau takut.
Tapi ketika dia mendengus dan suaranya yang nyaring merdu memperlihatkan ketidaksenangan, gadis itu menjadi berapi maka bentakannya menjawab pertanyaan lawan, tak gentar atau takut akan kepungan sembilan laki-laki kasar.
"Kau siapa, ada apa bertanya dan kenapa menghadang. Aku memang mau lewat dan minggir!"
"Ha-ha, nanti dulu. Aku Siauw-houw yang menjadi penguasa hutan ini, nona. Kalau lewat harus bayar upeti. Tapi kau tidak. Boleh bebas dan bahkan kami antar. Mau ke mana dan bolehkah kami berkenalan menjalin persahabatan. Mari, rumah kami ada di sana dan kau menjadi tamu!"
"Ha-ha, betul. Siauw-houw dan kami amat senang berkenalan dengan gadis-gadis sepertimu ini, nona. Bak bunga segar yang akan mengharumkan tempat tinggal kami. Ayolah, kami antar atau kau menjadi tamu!"
Satu di antara mereka bergerak dan maju tak sungkan- sungkan lagi.
Tangannya sudah langsung nyelonong dan469 pedang di balik punggung itu rupanya tak membuat takut.
Dia memegang pundak gadis ini dan tertawa-tawa dengan suara gembira.
Tapi ketika sebuah sinar hitam berkelebat dan rambut di sebelah kiri bergerak seperti ular, meledak dan mengenai pipi laki-laki ini maka pecahlah pipi itu dan laki-laki itupun kontan menjerit, terjungkal.
"Aduh!"
Gerakan ini amat cepatnya.
Rambut itu bergerak tak diduga dan siapa yang bakal menduga pula.
Teman mereka itu tahu-tahu menjerit dan roboh.
Rambut hitam tebal itu ternyata dapat dipakai sebagai senjata! Dan ketika mereka terkejut dan berteriak tertahan, si muka merah terkejut dan mundur maka mereka menolong teman mereka itu tapi pemimpinnya, Siauw-houw, justeru kagum dan tertawa bergelak.
"Ha-ha, sudah kuduga. Lihai dan luar biasa. Aihh, kau mengagumkan dan semakin menarik hatiku, nona. Tapi jangan menyakiti kami karena kami tak ingin berbuat yang tidak baik kepadamu. Kami mengundang, ingin berkenalan. Dan kami ingin menawarkan jasa untuk mengantarmu kalau ingin memasuki hutan ini!"
"Aku tak butuh diantar, dan jangan kalian pegang- pegang. Minggir dan biarkan aku lewat atau semua nanti kuhajar! Sang pemimpin tertawa bergelak. Dia sudah memberi tanda kepada empat temannya di belakang gadis baju merah ini dan mereka tiba-tiba menubruk. Satu di antaranya bahkan memeluk, ingin menikmati pinggang ramping itu sementara yang lain merampas pedang. Rupanya mereka ingin melumpuhkan gadis ini dan mengambil senjatanya dulu, selain hendak berkurang470 ajar. Tapi begitu gadis itu membalik dan dua sinar hitam kembali meledak tiba-tiba empat orang itu menjerit dan roboh terjengkang.
"Aduh.... plak-plak-plak!"
Sang pemimpin kaget. Untuk kedua kalinya ia melihat anak buahnya roboh. Kejadian begitu cepat. Maka membentak dan mencabut senjata tiba-tiba ia menyuruh yang lain menyerbu dan dia sendiri ikut menyerang.
"Serbu, tangkap gadis ini!"
Dan empat batang golok yang menyambar dan menuju gadis ini mula-mula mencoba menakut-nakuti tapi si gadis mengelak dan berkelit mudah, begitu gampang hingga empat senjata lewat di sisinya menyambar angin kosong.
Gadis itu mengejek.
Dan ketika sang pemimpin membalik dan marah membentak lagi, kali ini sungguh-sungguh menyerang maka tiga temannya yang lain juga penasaran dan golok membabat bagai hendak membunuh musuh bebuyutan.
Tapi gadis itu merunduk dan tertawa dingin.
Ia tetap tenang meskipun diserang gencar.
Dan begitu ia menggerakkan kepala menyabet maka dua rambut hitam di kiri kanan lehernya itu meledak dan golok terpental disusul teriakan keras.
"Aduh..!"
Bayangan merah segera berkelebatan empat kali.
Kaki itu bergerak-gerak cepat pula dan tiba-tiba empat tubuh terlempar mencelat.
Golok terlepas dan menjeritlah semuanya berdebuk di sana.
Lalu ketika sang pemimpin bangkit dan seakan tak percaya, hanya dalam beberapa gebrakan saja mereka semua terbanting maka lima yang lain yang tadi dihajar sudah mencabut senjata mereka dan maju menerjang.
Mereka itu marah bahwa pipi masing-masing pecah.
Gadis itu melukai mereka.
Dan karena mereka masih471 dapat bangun dan kini mencabut golok dengan teriakan buas, Siauw-houw melompat dan menyambar senjatanya lagi maka tiga temannya yang lain yang goloknya juga terlempar saling memberi semangat dan membentak menerjang maju.
Golok sudah di tangan dan sembilan orang itu mengeroyok tak sungkan-sungkan lagi.
"Bunuh! Hajar gadis ini! Bunuh dia...!"
Sang pemimpin tak dapat menguasai dirinya lagi.
Ia amat marah bahwa begitu mudah ia dan kawan-kawannya dirobohkan.
Masa menghadapi seorang gadis remaja saja mereka kalah.
Maka membentak dan lupa akan maksud semula untuk menggoda dan mempermainkan, mereka memang laki- laki kurang ajar yang suka bersikap kasar pemimpin ini bersama delapan kawannya menusuk dan membacok dengan amat cepat.
Tapi gadis baju merah itu ternyata lebih cepat lagi.
Tubuhnya tiba-tiba berputar bagai kitiran dan rambut hitam di kedua bahunya itu mem bentuk dua sinar hitam meledak di delapan penjuru, demikian cepat hingga tak satupun senjata yang tak tertangkis.
Dan karena rambut ini tiba-tiba sudah berubah kaku seperti kawat baja, atau tongkat hitam yang penuh tenaga sakti maka sembilan orang itu menjerit ketika bukan saja golok mereka mencelat terlepas melainkan telapak mereka juga pecah berdarah.
Ini masih ditambahi lagi dengan gerakan rambut ke pundak.
Dan ketika ledakan demi ledakan terdengar dan sembilan orang itu roboh maka masing-masing terjengkang dengan pundak patah-patah.
"Aduh..... plak-plak-plak!"
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siauw-houw dan delapan anak buahnya pucat.
Mereka merintih dan tak dapat bangun dan gadis itu kini berhenti bergerak.
Bayangan merah juga berhenti berputar.
Dan ketika gadis itu tertawa mengejek dan memandang lawan dengan sikap dingin maka dia memutar tubuhnya dan...472 melenggang lagi dengar santai, meneruskan perjalanan.
Sembilan laki-laki itu ngeri.
Sekarang mereka baru tahu bahwa gadis yang hendak mereka ganggu ini ternyata lihai sekali.
Sembilan lawan satu ternyata tak kuat.
Tapi Siauw-houw yang rupanya penasaran dan marah tiba- tiba mengungkit sebatang golok dan dengan kakinya ia me nendang golok itu menyambar punggung si nona.
"Hm!"
Dengus dingin terdengar di depan.
Sambaran angin golok rupanya terdengar tapi gadis itu tenang- tenang saja.
Ia tetap melangkah ke depan dan seolah tidak tahu.
Tapi ketika golok berada dekat sekali dan hampir mengenai punggungnya tiba-tiba tanpa menoleh ia menggerakkan tangan ke belakang dan kuku jarinya yang lentik menjentik dan....
golok terputar menyambar pemimpin rampok itu.
Terdengar jerit mengerikan ketika golok menancap perut.
Senjata telah memangsa tuannya sendiri.
Dan ketika Siauw-houw benar-benar roboh dan darah memancar maka gadis itu memasuki hutan dan lenyap dengan langkahnya yang amat tenang seolah tak terjadi sesuatu.
Delapan yang lain terbelalak.
Mereka tak berani macam- macam lagi setelah pemimpin mereka tewas.
Semua ngeri dan gentar.
Lalu ketika semua merintih dan coba beringsut, satu persatu terhuyung dengan pundak sengkleh maka mereka membawa mayat pemimpin mereka itu dan ngacir menyelamatkan diri.
Gadis baju merah telah lenyap namun mereka takut mendapat balasan.
Semua pucat dan ngeri.
Dan ketika hutan kembali sunyi sementara gadis itu sudah keluar di sebelah sana maka gadis ini melenggang lagi dan sikapnya yang amat tenang benar-benar penuh kepercayaan diri.
Ia melanjutkan perjalanan ke timur dan mulailah gadis ini473 memasuki desa dan kota-kota.
Setiap berhenti selalu bertanya kepada beberapa orang tertentu untuk bertanya dan mencari-cari.
Ternyata gadis ini sedang mencari atau menemukan seseorang.
Dan ketika suatu hari ia memasuki kota Nan-king, kota ramai yang padat penduduk maka dia memasuki restoran dan duduk memesan makanan, sambil beristirahat.
"Nona perlu apa. Minum dan makanan apa yang nona suka,"
Pelayan datang dan tersenyum.
Sikapnya cukup hormat karena pedang di belakang punggung menunjukkan tamunya bukan gadis biasa.
Sudah cukup banyak dia bertemu tamu-tamu seperti ini.
Maka ketika sore itu gadis ini datang dan tentu saja menarik perhatian semua orang, terutama lelaki maka pelayan yang pandai mengambil hati dan kagum tapi bersikap hormat ini tak berani sembrono.
"Hm, aku mau makan apa yang paling enak di sini. Restoranmu memiliki apa saja?"
"Ah, banyak, nona. Ada sop kaki burung atau goreng hati harimau. Juga semur hati naga atau kecap otak singa. Semua enak. Silakan pilih!"
"Sop kaki burung? Maksudmu sop burung dara?"
"Ah, bukan, nona, melainkan Hong-si-pui-cai (Sop Burung Hong). Rasanya luar biasa meskipun harganya agak mahal!"
"Kau membual,"
Gadis itu tersenyum.
"Burung Hong adalah burung kesayangan dewata tak mungkin ada di bumi ini. Baiklah, tak apa dan coba kucicipi."
"Ha-ha, dan minumnya, nona? Leci atau anggur Kang- lam? Atau kau suka arak Tong-ciu?"
"Hm, Leci saja. Aku tak suka anggur atau arak. Sediakan474 segelas untukku."
"Baik, akan kusiapkan."
Dan ketika pelayan masuk ke dalam maka di luar jendela tiba-tiba muncul dua pengemis memelas.
"Siocia, beri kami sekeping uang. Kami lapar."
"Atau makanpun juga boleh. Tolong kami, nona. Kami orang-orang kelaparan"
Gadis itu tertegun.
Satu di antara dua pengemis itu rupanya terpincang-pincang.
Jalannya agak terbongkok dan berkali-kali mengusir lalat di kaki.
Agaknya ada luka di situ.
Dan ketika ia mengerutkan kening tapi kasihan, belum menjawab mendadak pemilik rumah makan yang gendut dan botak sekonyong-konyong keluar dan membentak.
"Heii, ada apa kembali lagi. Jangan membuat onar. Kalian sudah menerima banyak uang dari para tamu dan tak mungkin kelaparan. Hayo, pergi.... pergi!"
Gadis ini tak jadi merogoh sakunya. Dia jadi ragu memandang dua pengemis itu dan mereka tiba-tiba nampak marah. Mata mereka melotot. Lalu ketika pemilik mengusir dan menggoyang-goyang tangannya mendadak yang pincang itu berseru.
"Babi gemuk, kaulah yang pergi. Kami tidak minta padamu. Enyahlah!"
Terdengar suara berdebuk dan jeritan.
Pemilik rumah makan itu terlempar dan gadis di tempat duduk itu terkejut.
Dia merasa sambaran angin kuat dan pemilik restoran tahu-tahu terjengkang.
Pengemis pincang itu mengebutkan ujung bajunya.
Dan ketika rumah makan menjadi ribut dan pelayan berlarian menolong, gadis ini memerah tiba-tiba rasa kasihan yang tadi muncul475 seketika lenyap, tahu bahwa pengemis ini rupanya bukan pengemis biasa.
"Hm, kalian kejam. Rupanya penjahat berkedok pengemis. Eh, aku tak suka kalian ganggu, pengemis- pengemis busuk. Pergilah dan jangan di depan mejaku!"
"Nona tak mau memberi sedekah?"
"Kalian memaksa?"
"Heh-heh, tidak, nona. Tapi kai-pang (perkumpulan pengemis) kami mewajibkan setiap tamu memberi upeti, apalagi pendatang. Kau harus memberi sumbangan atau nanti kami marah."
Gadis itu membentak. Tiba-tiba saja ia terhina dan sumpit di atas meja disambar, dilontar atau ditimpukkan ke pengemis pincang itu namun si pengemis tiba-tiba mengangkat tongkat. Dan ketika ter dengar bunyi "trik"
Dan sumpit terpental, gadis itu terkejut maka pengemis satunya tiba-tiba menjulurkan tongkat dan tahu-tahu kaki meja diketuk.
"Tuk!"
Meja tergetar dan segala isinya terlempar ke atas.
Gadis ini marah sekali dan membentak namun dua pengemis itu tiba-tiba menghilang.
Mereka terkekeh ngeloyor pergi.
Dan ketika gadis itu hendak mengejar namun derap dua ekor kuda terdengar di luar, berhenti dan dua muda-mudi asing memasuki rumah makan maka dia tak jadi bangkit apalagi ketika dengan buru-buru pelayan berlarian mencegahnya.
"Nona, jangan dikejar. Mereka orang-orang berbahaya. Duduklah dan ini pesananmu tadi!"
Gadis itu tertegun.
Mukanya sudah merah padam dan ia marah sekali oleh tingkah dua pengemis itu.
Mereka476 orang-orang kurung ujar yang berani memaksa tamu seperti perampok saja.
Kalau saja makanannya tidak keluar dan dua muda-mudi di depan pintu itu menghalang jalan, kebetulan buru masuk tentu ia sudah meloncat dan memberi hajaran.
Ia tak takut dua pengemis itu meskipun si pincang tadi dapat menangkis sumpitnya.
Ia tak gentar.
Tapi karena hidangan sudah diletakkan di atas meja dan dua muda-mudi asing di sana itu menghampiri mejanya, mencari tempat duduk dan rupanya tak tahu akan peristiwa yang baru saja maka gadis berambut pirang itu tersenyum dan mengangguk padanya.
Meja di tempat lain penuh.
"Maaf, bolehkah kami duduk semeja dengan nona. Kursi penuh, hanya di sini yang kosong. Bolehkah kami mengambil bagian?"
Gadis ini berdiri.
Tiba-tiba saja ia bertemu pemuda dan pemudi kulit putih yang tampan dan gagah.
Si pemuda juga berambut pirang sementara yang gadis ramah dan bersahabat.
Mereka fasih sekali berbahasa Han, Ang- siocia ini tertegun.
Tapi ketika ia mengangguk dan rasa marahnya terganti kikuk dan gugup, mata pemuda itu memandangnya lembut maka ia mempersilakan dan kejadian dengan dua pengemis itu seketika dilupakan.
"Duduklah, aku memang sendiri, meja ini kosong. Hanya maaf kalau aku menikmati hidanganku terlebih dahulu!"
"Ah-ah, tak apa. Terima kasih, nona. Kami sudah senang!"
Lalu ketika mereka duduk dan pelayan mendekati tamu baru ini, kagum dan terbelalak bahwa dua muda-mudi asing fasih berbahasa Han maka diapun bertanya apa yang hendak dipesan tamu-tamunya itu.
"Yang sederhana saja, bakmi dan air putih. Kami tak ingin yang mahal-mahal."477
"Nona tak ingin menikmati sop kaki burung atau arak harum?"
"Tidak, bung pelayan. Sediakan bakmi dan air putih saja karena itu kesukaan kami."
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pelayan tersenyum, mengangguk.
Ia mengira tamunya tak banyak uang dan minta yang murah saja.
Diam-diam ia geli.
Dan ketika gadis baju merah juga geli dan tersenyum di dalam hati, tak disangkanya dua muda- mudi asing itu berkesan tak punya banyak uang maka iapun menikmati hidangannya sementara teman semejanya itu "cas-cis-cus"
Bicara yang tak dimengertinya.
Mereka ternyata orang-orang Inggris dan bahasa asing ini dipergunakan berdua.
Gadis baju merah itu mendengarkan tapi tak mengerti.
Dan ketika hidangannya selesai sementara pesanan dua muda-mudi itu datang, gadis ini berkali-kali melirik pemuda gagah di depannya itu maka dia yang likat dan jengah semeja dengan orang asing sudah ingin cepat-cepat pergi.
Tapi alangkah kagetnya gadis ini.
Sewaktu ia merogoh saku baju ternyata tak ada sepeser pun uang di situ.
Pelayan terkejut berkerut kening.
Gerak-gerik gadis ini tiba-tiba menjadi pusat perhatian.
Dan ketika gadis itu mengeluh dan duduk kembali, mukanya berubah-ubah maka pelayan bertanya apa yang terjadi, diam-diam khawatir, mulai menduga.
"Uangku.... uangku hilang. Maafkan aku, bung pelayan. Tapi bagaimana ini!"
"Nona menyimpannya di mana?"
"Di saku baju bawah, di sini..."
"Nona benar-benar membawa uang?"
"Eh, apa maksudmu? Kau menuduh aku supaya makan478 gratis?"
"Maaf-... maaf...."
Pelayan itu jerih, mundur.
"Tidak begitu maksudku, nona. Hanya.... hanya loya tentu marah kalau perhitungan ini tak dibayar!"
"Aku kehilangan uangku, bukan bermaksud untuk tidak membayar. Kalau aku tak ada uang aku masih memiliki ini!"
Gadis itu melolos cincinnya, memberikan itu dengan muka merah padam tapi pemuda di depan tiba-tiba bangkit berdiri.
Ribut-ribut ini membuat yang lain menoleh dan tampak betapa keadaan menjadi tidak enak bagi gadis baju merah itu.
Dan ketika ia cepat berdiri dan melerai maka pemuda berambut pirang ini berkata.
"Sudahlah, sudah. Kau tak perlu mempersoalkan nona ini. Kami masih memiliki uang cukup. Biar kami yang bayar dan ini untuk makan kami sekalian!"
Pemuda itu memberikan lima keping uang perak kepada pelayan, menepuk pundaknya dan pelayan berseri karena urusan beres.
Dan ketika gadis ini tertegun sementara pelayan pergi cepat-cepat maka pemuda itu membungkuk di depan gadis ini, sikapnya hormat, penuh santun.
"Maaf, nona. Kami bukan bermaksud melepas budi. Kau rupanya benar-benar kehilangan uangmu. Biarlah cincin itu kausimpan karena jauh lebih berharga daripada harga makanan. Silakan tenang, santai saja."
"Benar,"
Gadis di sebelah juga berdiri, tertawa.
"Bagi kami urusan ini kecil, lihiap. Tak ada budi untuk urusan begini. Silakan bersama kami atau kalau buru-buru silakan selesaikan urusanmu dan nanti berjumpa lagi."
"Hm!"
Gadis baju merah merasa tertolong, geram dan mengingat-ingat bagai mana uangnya tiba-tiba hilang.
"Terima kasih, sobat-sobat. Dan, eh... aku barang kali tak dapat berlama-lama di sini. Aku teringat dua pengemis479 keparat itu. Mereka barangkali yang mencuri uangku!"
"Nona tak perlu menuduh. Siapa saja bisa kehilangan uang, nona. Pengemis manakah yang nona maksud karena kami tak melihat siapa-siapa di sini!"
Si pemuda mengingatkan bijak.
"Pengemis itu, si pincang. Mereka tadi di sini dan temannya mengetuk bawah meja. Ah, benar! Ingat aku! Tadi serasa kantung bajuku disentuh tapi aku tak tahu bahwa jahanam itu menggaet uangku. Keparat, aku akan mencari mereka!"
Dan berkelebat meninggalkan kursinya tiba-tiba gadis baju merah itu lenyap dan dua muda-mudi di depan ini tertegun.
Mereka terkejut oleh gerakan kilat itu tapi si pemuda tiba-tiba bergerak meninggalkan kursinya pula.
Bagai walet menyambar tahu-tahu iapun berkelebat dan melayang melewati jendela.
Lalu ketika ia berseru menahan maka gadis baju merah terkejut karena lawan sudah di belakangnya.
"Nona, tunggu dulu. Bolehkah kami tahu sesuatu!"
Gadis itu membalik.
Pemuda asing ini sudah di depan dan buru-buru menjura.
Ilmu meringankan tubuhnya tadi ternyata tinggi.
Hebat sekali! Dan ketika gadis itu tercekat sementara bayangan lain berkelebat dan muncul di situ maka si gadis pirang juga menyusul dan berdiri di sebelah pemuda tinggi besar ini.
"Kau mau apa, bertanya tentang apa!"
"Maaf,"
Pemuda itu membungkuk.
"sesuatu yang kecil, nona, barangkali tak berharga. Aku, hmm.... aku ingin tahu siapa nama nona yang mulia. Kami kakak beradik Robert dan Elisa, datang dari negeri seberang mengunjungi negerimu yang indah ini. Kalau nona tak keberatan...."480
"Aku Ang-i-siocia,"
Gadis itu memotong.
"Terima kasih untuk namamu, Robert, tapi maaf bahwa aku harus pergi. Pengemis-pengemis busuk itu harus kuhajar!"
"Nona tak perlu bantuan kami?"
"Tidak, terima kasih. Sekarang jangan ganggu lagi dan maaf kita berpisah!"
Gadis itu tak mau berlama-lama dan berkelebat lenyap, sudah meninggalkan kakak beradik ini dan diam-diam pipinya bersemu dadu melihat betapa pandang mata pemuda asing itu lembut kepadanya, lembut dan mesra.
Namun karena ia punya urusan dan tak perduli lagi kepada dua muda-mudi itu maka iapun pergi dan pemuda asing itu menarik napas panjang.
"Hm, gadis yang gagah. Sayang, agaknya sembrono!"
"Kau suka?"
Gadis berambut pirang tiba-tiba tersenyum.
"Kau tampaknya jatuh hati, Robert. Tapi ingat pesan ibu bahwa gadis-gadis Han rata-rata berbahaya!"
"Hm, banyak gadis cantik, tapi yang ini rupanya lain. Ah, sudahlah. Kita makan lagi dan setelah itu mencari paman Fang Fang!"
Gadis sang adik mengangguk.
Mereka ternyata orang- orang lihai yang pandai ilmu silat orang Tiongkok, aneh juga.
Dan ketika mereka bergerak dan kembali ke dalam, berkelebat seperti tadi maka Ang-siocia, gadis itu sudah mencari dan berusaha menemukan dua pengemis yang dicurigainya sebagai pencuri uang.
Nan-king ternyata ramai namun rupanya tak sulit juga mencari atau menemukan dua pengemis itu.
Di penjuru kota bertebaran pengemis-pengemis lain dan inilah para anggauta kai-pang.
Rata-rata mereka disegani penduduk karena di kota itu muncul perkumpulan Hwa-i Kai-pang yang diketuai Hwa-i Sin-kai (Pengemis Sakti Baju481 Kembang), seorang pengemis tua namun sebenarnya merupakan tokoh utara, datang dan bercokol di situ lalu mengumpulkan anak buahnya mencari makan.
Ada semacam peraturan di perkumpulan ini bahwa mereka wajib menjaga keselamatan penduduk, dan sebagai imbalannya tentu saja mereka mencari sedekah dan meminta "upeti"
Pada mereka yang dianggap mampu.
Larangan keras bagi para anggauta untuk mencari dan memaksa yang tidak mampu.
Hwa-i Sin-kai akan turun tangan sendiri dan menghukum murid itu, bila mereka melanggar aturan.
Maka ketika gadis baju merah itu berada di restoran dan rumah makan ini juga dikenakan upeti, setiap bulan harus membayar sementara anak buah pengemis melihat-lihat apakah ada di antara pengunjung yang pantas dimintai sedekah maka ketika mereka melihat Ang-i-siocia itu maka dua anggauta Hwa- i Kai-pang ini lalu meminta dan cara mereka yang setengah paksa membuat gadis itu tak jadi memberi dan bekal uangnyapun dicuri! Memang benar bahwa satu di antara dua pengemis ini mengambil uang gadis itu, yakni ketika pengemis kedua mengetuk dan menjulurkan tongkat.
Para pengemis ini terdiri dari macam-macam orang, ada copet di samping gelandangan.
Maka ketika kebetulan satu di antara dua pengemis itu adalah bekas copet yang amat lihai, dia adalah Jing-ci alias si Seribu Jari maka ketika dilihatnya Ang-i-siocia itu enggan mengeluarkan uang si copet inipun beraksi dan tanpa banyak cakap ia mengetuk dan mengeluarkan uang dari saku bawah gadis itu.
Tanda betapa lihai dan hebat ilmu copetnya karena dengan bantuan sebatang tongkat panjang pengemis ini mampu mengambil uang tanpa di ketahui si empunya! Waktu itu mereka berdua tertawa-tawa meninggalkan rumah makan.
Anggauta Hwa-i Sin-kai ini memang482 dilarang berkelahi kalau tidak amat terpaksa.
Mereka boleh menggertak atau mengancam tapi sekali-kali tak boleh turun tangan.
Itulah sebabnya pemilik restoran berani memaki-maki dan mengusirnya kurena tahu anggauta Hwa-i Kai-pung itu tak akan berbuat kejam, terutama kepada penduduk asli kota.
Mereka paling- paling hunya main dorong dan menakut-nakuti saja, karena kewibawaan partai mereka harus dijaga.
Dan ketika gadis baju merah tak jadi memberikan uangnya dan si copet menggunakan kepandaiannya, pergi dan mendapatkan uang itu maka di sepanjang jalan mereka tertawa-tawa dan geli tak habis-habisnya.
"Ha-ha, rasakan sekarang. Sudah merogoh kantung tak jadi memberi. Rasakan, dia bakal kebingungan tak dapat membayar makanannya!"
"Ha-ha, benar. Tapi gadis itu agaknya berbahaya, Jing-ci, sorot dan pandang matanya menunjukkan keberaniannya. Dan lagi iapun berpedang. Hm, entah siapa dia tapi kalau saja pangcu (ketua) boleh membiarkan kita berkelahi tentu sudah kucoba dan kurasakan pedangnya!"
"Pangcu tak melarang kita berkelahi, asal tidak di dalam kota. Kalau kau ingin merasakan ilmu pedang gadis itu sebaiknya ditunggu di luar saja. Tentu ia akan lewat dan kita mencegat di sana!"
"Benar, dan mungkin ia akan mencari kita. Hm, sebaiknya beri tahu kawan-kawan bahwa kita berada di kuil Thian-se-bio, Jing-ci. Biarkan ia datang dan mencari kita kalau uangnya hilang!"
"Ha-ha, bagus. Mari kita coba-coba!"
Dan ketika keduanya menyimpan uang dan memberi tahu kawan- kawan, bahwa mereka di kuil Thian-se-bio maka ketika483 gadis itu mencari dan menangkap seorang pengemis untuk dikorek keterangannya gampang saja baginya untuk menemukan jejak.
Dan gadis ini marah besar ketika mendatangi tempat itu.
Thian-se-bio adalah kuil tua yang letaknya di luar kota, tak jauh dari dinding tembok pembatas.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lama tak dipakai penduduk karena sudah dijadikan markas pengemis kalau mereka beristirahat, duduk sambil menghitung- hitung hasil pekerjaan sebelum melapor dan menyerahkannya kepada atasan.
Maka ketika sore itu mereka juga masuk dan duduk di situ, menunggu dan sengaja tertawa-tawa maka berkelebatlah bayangan merah yang sudah berdiri di situ.
Kantung hitam milik gadis ini tergeletak di lantai, isinya berceceran.
"Ha-ha, Beng Li.... ah, namanya Beng Li. Lihat tulisan emas di kantung ini, twako. Gadis cantik itu namanya Beng Li. Ah, cocok dan serasi sesuai orangnya. Beng Li berarti Sukma Wanita. Wah, agak seram meskipun cantik!"
Si pincang tertawa-tawa. Mereka telah mengeluarkan isi kantung itu dan si pincang berseri-seri. Tapi ketika segulung kertas terdapat di situ, dibuka dan ternyata potret atau gambar seseorang maka keduanya tertegun dan berseru keras.
"Heii, ada gambar pemuda tampan. Wah, rupanya kekasihnya!"
"Ha-ha, benar. Coba kulihat jelas, Jing-ci. Wah, tampan sekali. Siapa pemuda ini dan bagaimana ada di kantung uangnya yang harum!"
"Siapa lagi kalau bukan kekasih. Ha-ha, rupanya gadis itu kekasih pemuda ini, twako. Dan barangkali ia sedang mencari-cari!"484
"Betul!"
Suara dingin memotong di situ.
"Kalian lancang dan berani mati, pengemis-pengemis busuk. Tapi kalau kalian dapat memberi tahu aku di mana orang itu maka kalian bebas dari hukuman!"
"Ah,"
Dua pengemis itu terkejut.
"la sudah di sini. Wah, bagus!"
Dan berlompatan menyambar uang di lantai segera dua pengemis itu bersiap dan terkejut bahwa kedatangan gadis ini tak diketahui "Kalian orang-orang berani mati, dan kau mencuri uangku pula.
Keparat, pengemis atau pencopet macam apa ini.
Hayo kembalikan uang itu dan tunjukkan di mana orang seperti potret itu!"
Gadis itu membentak, kembali bersikap galak namun dua pengemis tiba-tiba menyeringai.
Mereka mengira bahwa pemuda dalam gambar itu adalah kekasih gadis ini.
Dan karena mereka tak kenal dan juga tak tahu siapa itu maka tentu saja keduanya tertawa geli.
"Beng-siocia, kami memang mengambil uangmu, tapi terus terang tak tahu di mana kekasihmu ini. Kenapa menyuruh orang lain mencarinya? Bukankah itu urusanmu pribadi? Kau pelit, tak dermawan kepada orang-orang Hwa-i Kai-pang. Nah kami bertanggung jawab atas perbuatan kami tapi jangan tanya tentang pemuda dalam gambar itu!"
"Hm, bagus sekali, dan kalian gagah. Heran bahwa pengemis berani bersikap jantan begini. Tapi kembalikan uang itu berikut bunganya. Kalian membuat malu aku di restoran!"
"Ha-ha, ini akan kami setorkan kepada pimpinan, bagaimana dikembalikan. Kalau hendak diminta silakan datang ke markas kami, Beng-siocia, atau kau merobohkan kami dan temanku ini ingin main-main485 sebentar dengan pedangmu!"
"Begitu? Tanpa pedangpun aku sanggup merobohkan kalian.... wut!"
Dan rambut yang bergerak dan menyambar ke depan tiba-tiba menjeletar dan menghajar pipi si copet itu.
Jing-ci mengelak dan terkejut melihat ini.
Kiranya rambut itu berbahaya.
Tapi ketika ia mundur dan mengelak ternyata gadis itu maju dan tahu-tahu rambut satunya lagi menyambar dan meledak.
"Tar!"
Pengemis ini terjengkang.
Gerakan rambut demikian cepat memotong gerakannya sendiri, tak ayal mengenai pipinya dan menjeritlah pengemis itu oleh rasa sakit yang hebat.
Tapi ketika ia bergulingan meloncat bangun dan pipinya hanya bengkak biru, tak pecah maka gadis itu kagum karena ini menunjukkan bahwa pengemis itu kuat juga.
"Nah, lihat. Masihkah kalian macam-macam dan berani mempermainkan aku!"
"Keparat!"
Pengemis itu berteriak.
"Kau sombong, Beng- siocia. Aku tidak takut dan masih dapat menandingimu. Lihat tongkatku dan boleh kaurobohkan aku lagi!"
Namun ketika si pincang mencegah dan maju melerai, pengemis itu berseru biarlah dia yang maju duluan maka si copet melotot dan menahan diri.
"Tunggu, aku yang ingin coba-coba. Kau di sini dan menonton saja, Jing-ci. Ingat bahwa aku yang ingin berurusan!"
Lalu menyeringai dan menggerak-gerakkan tongkat pengemis pincang ini maju dan diam-diam terkejut oleh kehebatan rambut gadis baju merah itu.
"Aku anggauta Hwa-i Kai-pang, murid Hwa-i Sin-kai. Majulah dan kalahkan aku!"486 Gadis itu mendengus.
"Sebenarnya aku tak berurusan dengan kalian pengemis-pengemis busuk. Tapi karena kalian main-main dan minta kuhajar tentu saja aku tak menolak. Majulah, kau yang menantang!"
Pengemis itu tertawa.
Dia murid tingkat dua yang kepandaiannya sudah cukup tinggi.
Tongkat di tangan bergetar dan sudah berobah menjadi belasan batang.
Dari sini saja dapat diketahui betapa pengemis ini lihai.
Tapi ketika gadis itu menjengek dan sama sekali tak acuh akan gerakan tongkat itu, menunggu maka si pincang membentak dan maju menusuk, Ia hanya ingin tahu kelihaian gadis ini dan seranganpun tidak terlalu ganas, sedang-sedang saja.
Tapi ketika gadis itu mengelak dan tongkat mengenai angin ia pun penasaran dan mengejar maju, dikelit dan maju lagi dan tongkat akhirnya membabat dan mengemplang.
Pengemis itu sudah mulai sungguh-sungguh.
Dan ketika tongkat akhirnya berbahaya karena menyodok dan menderu maka gadis ini menggerakkan rambut dan....
plak, pengemis itu terpental.
"Haiya...!"
Pengemis itu berseru.
"Kau hebat, Beng- siocia. Rambutmu lihai. Tapi aku belum kalah meskipun tenagamu besar..... wut-wherr!"
Dan tongkat yang menyambar naik turun akhirnya menari dan menusuk atau mengemplang dengan amat cepatnya, ditangkis dan terpental dan untuk kedua kalinya si pincang kaget.
Sinkang gadis itu hebat! Dan ketika ia mendesak namun lawan tertawa dingin, berkelebat dan hilang tahu-tahu bayangan merah berada di belakangnya mencengkeram punggungnya.
"Awas!"
Itulah teriakan Jing-ci. Si copet kaget melihat temannya dan buru-buru memberi tahu. Si pincang terkejut dan487 membalik. Namun ketika ia berputar dan kalah cepat ternyata baju punggungnya robek dan tongkat itu bertemu rambut.
"Plak-brett!"
Si pincang pucat.
Dia hampir kena dan cengkeraman itu membuat dia terhuyung.
Dan belum dia memperbaiki posisi ternyata lawan menyerangnya dan membalas.
Rambut di kedua bahu meledak bertubi-tubi dan keteterlah pengemis itu.
Ia berteriak.
Dan ketika sapuan tongkat tak membawa hasil, rambut meledak dan menyelinap maka si pengemis terbanting dan mengaduh.
Selanjutnya gadis itu mengejar dan si pincang bergulingan.
Ia terkejut sekali oleh rangsekan bertubi- tubi.
Bayangan gadis itu berkelebatan di sekitar dirinya dan ia tak sempat bangun.
Dan ketika rambut kembali meledak dan mengenai pipi kirinya, berdarah, maka melompatlah si copet membantu kawannya.
Gadis baju merah dikeroyok tapi malah tertawa dingin.
Matanya berkilat.
Dan ketika si copet membentak dan memutar tongkatnya maka kaki bekerja dan....
mencelatlah tongkat itu.
Si copet berteriak dan dua pengemis ini kaget sekali.
Dalam beberapa gebrakan saja mereka ternyata tunggang-langgang.
Kini bukan hanya rambut yang bekerja melainkan juga kaki dan tangan gadis itu.
Tamparan-tamparan dilakukan dan tendangan cepat juga silih berganti membuat bingung.
Dua murid Hwa-i Sin-kai itu terdesak.
Dan karena tingkat mereka ternya ta kalah dibanding lawan, bayangan gadis baju merah ini berkelebatan tiada henti akhirnya dua pengemis itu terlempar dan roboh terguling-guling.
Pipi mereka pecah sementara tongkat juga terlepas.
Tapi ketika gadis itu hendak menghajar dan memberi hukuman terakhir, si copet menerima injakan tiba-tiba488 berkelebat banyak bayangan dan pengemis-pengemis Hwa-i Kai-pang bermunculan.
"Berhenti, jangan menyakiti saudara kami!"
Belasan tongkat menyambar dan menyerang gadis ini.
Si gadis mengelak dan di situ telah berdiri dua puluh pengemis dengan pandangan marah.
Mereka ini adalah murid-murid Hwa-i Sin-kai yang datang untuk menyaksikan pertandingan itu.
Mereka datang karena si pincang memberi tahu.
Dan ketika gadis itu terkejut tapi pandang matanya bersinar marah, si pincang dan si copet bangkit terhuyung-huyung maka uang dan kantung hitam disambar, kini telah berada di tangan gadis itu.
"Hm, kalian mau mengeroyok? Majulah, aku tidak takut!" . Semua pengemis marah. Mereka melihat keberanian gadis ini sebagai sebuah kesombongan. Tak ayal lagi mereka berseru dan menerjang. Dan ketika semua maju dan gadis itu menyambut, tubuh berkelebatan maka rambut menjeletar nyaring dan tiba-tiba terurai menjadi ribuan kawat baja yang bukan main banyaknya, tidak lagi segumpal rambut seperti ekor kuda. Dan begitu rambut meledak dan membagi-bagi serangan maka dua pu luh pengemis kocar-kacir dan mereka itu ternyata sama dengan si pincang maupun si copet, kalah tinggi dan gadis ini enak saja memberi hajaran. Tapi ketika ia membagi-bagi pukulan maka berkelebat lima bayangan di mana satu di antara mereka membentak dan mendorongkan tangan.
"Berhenti!"
Dua puluh pengemis itu terlempar.
Bagai ditiup angin puyuh mereka berpelantingan.
Dan ketika gadis baju merah terkejut dan berhadapan'dengan lima pengemis489 yang penuh wibawa, bajunya merah berkembang hitam maka pengemis itu membentak memandang tajam, lebih ditujukan kepada kawan-kawannya daripada gadis itu sendiri.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jilid XIV "APA yang terjadi. Ada apa dengan gadis ini!"
"Kami, eh.... kami membawa uangnya, dikejar dan bertempur!"
Si pincang, yang bangkit dan merintih oleh hajaran Ang-i-siocia menerangkan.
Jing-ci, temannya, mengangguk.
Dan ketika lima pengemis itu kini menghadapi gadis itu dan berkerut dengan mata bersinar maka pengemis itu, yang rupanya murid berpengaruh bertanya.
"Nona siapakah, kenapa menghajar dan menghina murid-murid Hwa-i Kai-pang. apakah kau tak tahu bahwa Hwa-i Kai-pang boleh dibunuh tapi tak boleh dihina!"
"Hm, anak buahmu itulah yang busuk,"
Gadis itu berseru.
"Kau dengar sendiri apa katanya, kai-heng (saudara pengemis). Ia mencuri dan membawa uangku, apakah aku harus diam!"
"Kami mencuri karena kau tak jadi menderma!"
Si pincang, yang tak mau dikalahkan berseru.
"Kau sudah merogoh uangmu namun tak jadi memberi, nona. Dan kami orang-orang Hwa-i Kai-pang tak dapat membiarkan ini!"
"Ah, kalau begitu kau yang salah,"
Pengeinis yang mengadili berkata, mengangguk-angguk.
"Sudah menjadi peraturan di Hwa-i Kai-pang bahwa penderma tak boleh mencabut maksudnya, nona. Apa yang hendak diberikan harus diberikan. Anak buahku benar!"490
"Kalau begitu Hwa-i Kai-pang membuat peraturannya sendiri. Aku tak sudi memberikan uangku karena si tengik ini menghina pemilik restoran!"
"Ah-ah, urusan itu tak boleh orang lain ikut campur. Setiap orang kaya di kota ini memberikan upetinya. Kau orang baru barangkali tak tahu!"
"Bagus, dan kini kalian mau apa? Mau merebut kembali uang dan kantungku ini? Majulah, aku juga mempunyai peraturan bahwa siapa yang mencuri kantungku harus dihajar dua kali, pengemis-pengemis busuk. Dan dua orang itu baru menerima sekali hajaran. Aku tak mau bicara lagi dan siapa membelanya siaplah menerima pelajaran.... wut!"
Dan gadis itu yang berkelebat dan marah tak mau bicara lagi tiba-tiba membentak ke arah si pincang dan si copet.
Mereka itu memanaskan hatinya dan biang gara-gara.
Ia tak takut akan yang lain dan biar dikeroyok seratus pengemispun ia tak gentar.
Mereka salah dan harus dihajar.
Maka ketika ia bergerak dan langsung saja melecut dua pengemis itu, rambutnya me ledak dan menyambar seperti tadi maka pengemis utama yang disegani itu tiba-tiba berseru dan bergerak menangkis rambut itu, empat temannya yang lain juga bergerak dan menerkam dari kiri kanan.
"Tak boleh lancang. Berhenti dan hadapi kami!"
Namun gadis itu rupanya sudah berjaga.
Ia menyerang dua pengemis di depan tapi waspada akan lima pengemis di belakang.
Karena begitu ia dibentak dan diserang dari belakang, pengemis utama dan empat temannya itu menyambar punggungnya mendadak tanpa menghentikan serangan terhadap si copet dan si pincang ia menggerakkan kaki ke belakang dan menendang lima pengemis itu, cepat dan berganti-ganti.491
"Plak-plak-dess!"
Lima pengemis itu terhuyung.
Mereka terbelalak oleh gaya tendangan ini sementara si pincang dan temannya menjerit.
Rambut itu menjeletar dan mengenai pundak mereka, roboh dan seketika pingsan.
Tulang pundak patah! Dan ketika gadis itu membalik dan menghadapi lawannya lagi, ia sudah melaksanakan ancamannya maka pengemis utama yang merupakan murid tertua itu mencabut tongkat dan berseru keras.
"Gadis liar, berani juga kau menghina Hwa-i Kai-pang. Bagus, kau telah merobohkan dua saudara kami, gadis sombong. Dan sekarang kami tak dapat mengampunimu. Lihat seranganku!"
Dan tongkat yang menderu dan menyambar dahsyat tiba-tiba menusuk dan menyodok empat kali, cepat dan bertenaga namun dengan lincah gadis itu mengelak.
Empat kali diserang empat kali pula ia berhasil menyelamatkan diri.
Pengemis itu penasaran.
Dan ketika ia sudah menerjang lagi dan empat yang lain disuruh mundur, pengemis ini ingin sendirian maka tongkat kemudian berkelebat dan mengemplang serta menyodok.
Geraknya kuat dan berbahaya namun yang mengagumkan adalah gadis baju merah itu.
Dengan langkah ringan dan gesit ia menghindarkan semua serangan itu.
Lalu ketika ia tertawa dan balas menyerang maka rambutnya meledak dan tongkat terpental bertemu ujung rambutnya itu.
"Plak!"
Si pengemis melotot.
Ia tergetar dan sedikit terhuyung, maju dan menyerang lagi namun kali ini lawannya berkelebatan bagai walet menyambar-nyambar.
Gadis itu berseru dan rambutnya pecah menjadi ribuan.
Lawan tak tahu bahwa inilah Sin-mauw-hoat (Silat Rambut Sakti).
Maka ketika ia terkejut menghadapi ribuan rambut, benda lemas dan panjang itu sudah bagaikan kawat-kawat baja492 yang mementalkan tongkatnya maka murid utama Hwa-i Kai-pang ini kewalahan dan beberapa jurus kemudian ia menerima sengatan yang membuat pangkal telinganya bagai terbakar.
"Tar!"
Pengemis itu berteriak.
Ia marah sekali dan empat yang lain terkejut.
Gadis itu berubah menjadi bayangan merah yang sukar diikuti mata.
Geraknya menyambar-nyambar bagai walet beterbangan.
Dan ketika tongkat akhirnya terlepas dan rambut meledak di sisi kepala, telinga yang lain maka pengemis itu roboh dan terguling-guling.
la sudah pucat dan marah namun gentar.
Ia adalah murid utama dari lima murid kelas satu.
Tingkatannya sudah tinggi.
Namun karena gadis baju merah benar-benar hebat dan tongkat tak dapat dipertahankan lagi, mencelat dan terlepas dari tangannya maka empat pengemis lain tak dapat menahan diri dan menerjang.
"Gadis liar, kau benar-benar sombong!"
"Bagus!"
Gadis itu terkekeh.
"Maju kalian semua, pengemis-pengemis busuk. Dan lihat nonamu menghajar kalian... tar-tar!"
Rambut meledak dan menyambut empat orang ini.
Mereka tertahan namun maju lagi.
Dnn ketika pengemis pertama meloncat bangun, gemetar dan menyambar tongkatnya lagi maka dengan marah ia mengeroyok dan gadis itu akhirnya mencabut pedang.
Empat yang lain sudah mencabut senjata dan menyerangnya dengan gencar.
"Ayo, maju semua. He, kalian jangan menonton saja. Ayo, pengemis-pengemis busuk. Maju dan biar sekalian aku menghajar kalian!"
Gadis itu berkelebatan dan pedangpun kini bergerak silang-menyilang menghalau lima tongkat besi.
Suaranya tang-ting-tang-ting dan493 ternyata pedang ini tak kalah hebat dengan rambut.
Bahkan karena merupakan senjata tajam ia dapat melukai orang.
Tentu saja berbahaya! Dan ketika sebentar kemudian ia dikeroyok namun bayangan tubuhnya tak dapat diikuti mata, yang tampak hanya bayangan merah naik turun bagai walet menyambar- nyambar maka pengemis pertama akhirnya menjerit terluka lengannya.
Pedang itu mendapat korban dan selanjutnya pengemis kedua juga roboh, disusul oleh pengemis ketiga dan keempat.
Dan ketika yang kelima juga mendapat giliran terakhir, tongkat terlepas disusul bacokan ke bahu maka lima pengemis itu bergulingan dan larilah yang lain oleh kehebatan gadis ini.
Yang pertama sudah ngeri sementara si pincang disambar temannya.
Si copet juga dibawa lari dan lima pengemis terakhir mengikuti jejak.
Mereka adalah pengemis terlihai sementara si pincang dan teman- temannya pengemis kelas dua dan tiga.
Maka ketika orang-orang Hwa-i Kai-pang itu berlarian namun gadis ini tak mengejar, ia tersenyum dan menghentikan gerakannya maka pedang kembali di balik punggung dan dengan ujung bajunya ia mengusap keringat, manis sekali.
Namun sesuatu tiba-tiba berkesiur di belakang tubuhnya.
Gadis ini terkejut dan membalik namun tak ada apa-apa.
Ia terbelalak, matanya yang bulat lebar itu terbuka, kaget.
Namun karena tak ada apa-apa dan ia menghela napas, agaknya ia dikejutkan oleh setan lewat maka gadis ini duduk di meja altar beristirahat.
Ia telah bertanding dan banyak mengeluarkan tenaga.
Berhadapan dengan orang-orang Hwa-i Kai-pang itu jelas berbeda dengan menghadapi pemuda-pemuda kurang ajar di hutan.
Meskipun ia dapat mengalahkan494 mereka namun harus diakui para pengemis Hwa-i Kai- pang itu cukup lihai.
Mereka memiliki ilmu silat yang baik.
Dan karena ia sudah tiba di kota ini dan Nan-king adalah tujuannya terakhir, ia hendak mencari orang di gambar itu maka gadis ini meraba saku baju belakangnya namun alangkah kagetnya dia karena gambar atau lukisan itu tak ada.
"Heii..!"
Gadis ini meloncat bangun.
"Lenyap? Ke mana? Diambil orang-orang Hwa-i Kai-pang? Ah, tak mungkin. Aku baru saja menyimpan gambarku itu dan tak pernah jatuh!"
Gadis ini pucat.
Ia mencari lagi namun gambar lukisannya itu benar-benar hilang.
Ia teringat kesiur angin dingin tadi dan tiba-tiba tengkukpun meremang oleh bayang-bayang buruk.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jangan-jangan setan lewat tadi mengambil barang miliknya! Dan ketika ia meloncat dan kembali ke tempat tadi maka kesiur angin pun terdengar lagi namun ketika ia membalik tak ada apa-apa yang dilihat.
Kuil Thian-se-bio tiba-tiba terasa menyeramkan namun ketika ia celingukan dan mencari-cari mendadak gambarnya itu, yang diikat benang hitam menggeletak di bawah pilar.
Ya, barangnya itu ada di sana! Dan ketika gadis ini meloncat dan mengambil gambarnya ini ternyata benda itu masih utuh dan mungkin tadi secara kebetulan jatuh dan ia tak mengetahui.
Tapi tak mungkin! Gadis ini merasa benar bahwa tak mungkin gambar lukisannya itu jatuh.
Ia mengikat benang hitam itu ke kancing baju! Dan ketika ia terbelalak karena merasa aneh, juga seram maka terdengar suara orang batuk-batuk dan di belakang kuil itu tercium bau ikan bakar! "Uh, lezat.
Nikmat sekali! Uh, ini ikan lele paling lezat di dunia.
Ha-ha, sekarang kau masuk, perutku, anak manis.495 Sudah lama aku tak menikmati makan seperti ini kecuali di tempat kaisar!"
Gadis itu berkelebat dan tertegun.
Di belakang kuil, dekat sumur ternyata nong krong seseorang dengan api unggun besar.
Wajahnya tak kelihatan karena memberikan punggung.
Laki-laki itu berjongkok dan tampak lele besar-besar ditusuk di atas api.
Sesekali dia tertawa dan membalik ikan.
Asap mengepul sedap namun laki-laki itu batuk-batuk, tersedak.
Seekor yang sudah matang dikunyah, gurih dan tampak nikmat.
Dan ketika gadis ini berkeruyuk dan kaget oleh bunyi perutnya, laki-laki itu menoleh maka sosok pria empatpuluhan tahun bertemu pandang dan gadis ini kagum karena pria itu masih tampan dengan jenggot pendeknya yang putih hitam, gagah dan berkacamata! "Ha, kau nona.
Agaknya lapar dan ikan bakarku ini mengundangmu.
Mari, duduklah.
Temani aku dan makan bersama!"
Entah kenapa jantung gadis ini berdetak.
Dia merasa heran dan kaget serta juga tercengang bahwa di situ tiba-tiba terdapat lelaki ini.
Manusiakah dia? Atau jin? Dan teringat dua kali kesiur angin dingin tadi tiba-tiba bulu kuduk gadis ini berdiri.
Jin atau hantu dikatakan orang ada yang tampan dan gagah pula.
Bahkan beberapa di antaranya bertampang seperti raja, agung dan penuh wibawa.
Dan karena laki-laki ini juga gagah dan berwibawa, kehadirannya juga seperti iblis maka gadis ini menggigil dan tiba-tiba dia mencabut pedangnya.
"Kau.... setankah atau manusia! Dari mana kau datang dan kapan tahu-tahu ada di sini!"
"Eh, kau mengira aku hantu? Ha-ha, duduk dan simpan496 pedangmu, anak baik. Aku manusia dan bukan setan. Percayalah, lihat dan buktikan bahwa kakiku menginjak tanah!"
Gadis itu memandang. Memang benar bahwa kaki lelaki ini menyentuh bumi. Dan ketika laki-laki itu tertawa dan bangkit berdiri, kini tampak betapa gagah dan tegap tubuhnya maka gadis itu percaya namun ia tak mau melepas pedangnya.
"Hm, kau. Bagaimana caramu datang? Bagaimana tiba- tiba ada di sini?"
"Aku, eh... aku sudah di sini sebelum kau dan para pengemis itu datang. Aku bersembunyi, takut. Mula-mula mau lari tapi tertarik melihat kegagahanmu. Dan karena akhirnya kau dapat mengalahkan mereka dan aku gembira maka kubuat ikan-ikan bakar ini dan silakan ambil kalau mau."
Gadis itu memandang tajam.
Sorot matanya tidak percaya namun akhirnya ia melangkah maju juga.
Pria tampan setengah baya ini simpatik.
Mata dan senyum bibirnya itu lembut.
Maka ketika ia maju dan berada dekat, pandang matanya tajam menyelidik maka iapun bertanya lagi dari mana laki-laki itu mendapatkan ikannya, di situ tak ada telaga atau sungai.
"Ini? Ha-ha, kucuri dari kolam Hong-ongya (pangeran Hong). Di Nan-king ini hanya dialah yang memiliki lele sebesar dan sehebat ini. Aku mencurinya dan membawanya ke sini, takut ketahuan dan tiba-tiba kau dan para pengemis itu membuat ribut!"
"Kau melihatnya?"
"Tentu saja. Aku duluan di sini, Beng-siocia, bersembunyi. Dan aku melihat-rambut dan ilmu497 pedangmu yang hebat itu. Wah, para pengawal Hong- ongyapun bukan tandingan mu!"
Gadis ini tersenyum. Ia dipuji dan tentu saja merasa suka. Dan karena orang bicara jujur dan tidak menjilat, akhirnya pedang disimpan kembali maka laki-laki itu melihat keluar seolah orang cemas.
"Kau, ah.... kau seharusnya tak masih di sini. Para pengemis itu bakal melapor kepada ketuanya. Kalau ketuanya datang dan mencari dirimu tentu celaka. Hwa-i Sin-kai orang lihai!"
"Hm, aku tak takut. Aku juga tak bermaksud meninggnlkan Nan-king, paman. Aku mencari seseorang dan ingin menemukannya sampai dapat. Dan kau, bagaimana tahu namaku?"
"Ah, aku mendengar pengemis pincang tadi menyebutmu. Bukankah namamu Beng Li? Mari duduk, aku masih lapar, nona. Nikmati ikan bakar ini kalau mau."
Lelaki itu duduk lagi, tersenyum dan membalik ikannya dan gadis ini ikut duduk. Ia merasa tenang dan lega. Dan ketika orang memberikan ikannya iapun tiba-tiba mengerutkan kening.
"Paman sudah tahu namaku, siapakah paman?"
"Aku? Ha-ha, aku orang she Yong, anak baik. Asli penduduk Nan-king dan pekerjaanku serabutan, sesekali menjadi nelayan dan sesekali disuruh orang mencari ini- itu atau pekerjaan lain."
"Hm, paman asli Nan-king? Kalau begitu paman dapat menolong aku?"
"Makan dulu ikanmu, Beng-siocia, baru bicara."
"Aku, hm... aku lebih suka dipanggil Ang-i-siocia daripada Beng-siocia. Tapi biarlah paman panggil namaku saja498 dan senang aku bertemu denganmu. Aku mengharap pertolonganmu!"
"Hm-hm, nanti saja. Makan dulu dan setelah itu baru bicara!"
Dan lelaki ini yang tertawa menyambar ikannya lalu menggigit dan mengunyah dengan nikmat, meniup api unggunnya lagi dan ikan yang lain siap matang.
Ang- i-siocia atau gadis baju merah itu bersinar-sinar.
Dari samping ia mengamati wajah yang tampan, gagah itu.
Rambut yang sudah berwarna dua tak mengganggu ketampanan pria ini, bahkan menjadi semacam daya tarik yang lebih kuat lagi.
Rambut itu bahkan menunjukkan kematangannya sebagai pria dewasa, pria cukup umur dan banyak pengalaman.
Dan ketika tanpa sengaja mereka beradu pandang, gadis ini melengos dan merah mukanya maka laki-laki itu tertawa merasa diperhatikan.
"Kau, apa yang kauperhatikan pada laki-laki tua macam aku ini. Apakah tampangku terasa ganjil bagimu. Barangkali ada yang tidak cocok."
"Hm, tidak. Tapi memang ada yang terasa aneh. Aku, ah.... aku merasa kau tak pantas menjadi nelayan. Wajahmu gagah dan tampan seperti bangsawan!"
"Ha-ha, bangsawan? Bangsa dermawan? Kalau itu memang cocok, nona. Aku sering ditipu orang dan akhirnya menderma, meskipun dengan terpaksa. Dan terakhir ini Hong-ongya menipuku hingga ikannya kemudian kucuri. Ha-ha, aku bangsawan tapi kelas bawah!"
"Hm, apa yang dilakukan orang itu?"
"Dia menyuruhku mencari seseorang"
"Untuk apa? Siapa?"499
"Dia butuh pengawal. Akhir-akhir ini Hwa-i Kai-pang juga sering mengganggunya dengan meminta derma. Pangeran itu pelit, mana dia mau memberi. Dan ketika Hwa-i Sin-kai marah dan datang merobohkan setiap penjaganya maka pangeran itu ketakutan dan minta aku mencarikan seorang lihai. Ha-ha!"
"Dan kau dapat?"
"Tentu saja. Aku punya kenalan dan kutemukan dia. Tapi begitu Hong-ongya tak memberiku upah maka kenalanku pergi lagi dan Hong-ongya gigit jari. Aku gemas dan setiap hari akhirnya kucuri ikan di kolamnya itu!"
"Hm, siapa orang atau kenalanmu itu. Apakah dia mampu menghadapi ketua Hwa-i Kai-pang!"
"Ah, tentu saja- Hwa-i Sin-kai bukan lawan kalau bertanding dengannya. Ia gadis hebat!"
"Gadis? Seorang gadis?"
Laki-laki itu mengangguk.
Ia pura-pura tak melihat betapa sepasang mata gadis ini tiba-tiba memancarkan sorot cemburu.
Aneh, Ang-i-siocia ini tiba-tiba merasa tak senang dan panas bahwa pria ini berkenalan dengan seorang gadis lihai.
Bahkan katanya dapat mengalahkan Hwa-i Sin-kai.
Dan karena ia dapat menduga bahwa Hwa-i Kai-pang dengan ketuanya Hwa-i Sin-kai itu tentu bukan orang sembarangan, anak buahnya saja cukup hebat dan dengan kesungguhan saja ia dapat mengalahkan maka gadis itu mendengus ketika bertanya.
"Siapa gadis kenalanmu itu. Barangkali aku pernah dengar!"
"Hm, dia bernama Kiok Eng. Sepak terjangnya akhir- akhir ini menggemparkan dunia persilatan dan barangkali500 kau sudah dengar."
"Kiok Eng? Aku tak tahu..."
"Kalau begitu kau baru turun gunung!"
Lelaki itu tertawa.
"Kau belum tahu betapa hebatnya temanku ini!"
"Hm, aku memang baru turun gunung, tapi bukan berarti aku tak mengetahui nama orang-orang lihai. Eh, paman Yong. Boleh kautemukan aku dengannya kelak. Coba kulihat dan kuukur kepandaiannya! Dan kau sendiri, apakah tidak pandai silat?"
"Aku? Wah, dulu belajar sedikit-sedikit, tapi hanya untuk menjaga kesehatan dan mempunyai kekuatan saja. Aku sering berlayar di sungai-sungai lebar, kadang-kadang juga ke laut. Tentu aku bisa sedikit tapi tak ada artinya dibanding denganmu, apalagi gadis kenalanku itu!"
Gadis ini menjadi tak puas. Jelas lelaki ini memuji temannya itu lebih dari dirinya sendiri. Tapi ketika ia hendak memprotes dan menyatakan ketidaksenangan hatinya mendadak lelaki itu meniup padam api unggun dan berbisik.
"Sst, ada orang. Rupanya orang-orang Hwa-i Kai-pang. Coba kau bersembunyi dulu dan biarkan aku yang menghadapi!"
Beng Li terkejut'.
Tahu-tahu ia didorong dan sudah terjengkang di balik dinding sumur.
Ia kaget karena betapa kuatnya dorongan itu.
Dan ketika ia terkejut bagaimana kalah dulu, ia tak melihat atau mendengar apa-apa maka belasan bayangan berkelebat dan seorang pengemis tua dengan pakaian kembang- kembang namun mewah muncul di situ.
Bau ikan bakar itu tercium sampai di luar.
"He, kau! Adakah melihat seorang gadis baju merah501 yang sombong dan memusuhi Hwa-i Kai-pang!"
Lelaki she Yong ini bangkit berdiri.
Ia mengebut- ngebutkan ujung bajunya dan cepat membungkuk dan merangkapkan tangan melihat siapa yang datang.
Sebagai orang Nan-king tentu saja dia tahu siapa pengemis tua itu, pengemis yang galak dan membentaknya seperti majikan terhadap kulinya.
Dan ketika ia menyeringai dan menggeleng-geleng kepala, sikapnya seperti orang ketakutan maka dia berkata bahwa gadis yang dimaksud tak ada di situ.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ah, Sin-kai kiranya, Hwa-i-kai-pang-cu. Maaf, Sin-kai, gadis yang kaumaksud tak ada di sini. Aku tak melihat siapa-siapa dan apa-apa...!"
"Hm, kau siapa. Bagaimana ada di sini dan membakar ikan. Tak tahukah kau bahwa tempat ini adalah milik Hwa-i Kai-pang!"
"Aku... aku tak tahu. Tapi baiklah ku angkat semua ikanku dan aku pergi!"
Namun ketika pengemis itu bergerak dan mencengkeram pundaknya, lelaki ini berteriak maka Hwa-i Sin-kai, kakek itu menendang pahanya.
"Buk!"
Lelaki itu terguling-guling.
Ikan bakarnya lepas dan kebetulan menyambar dua di antara lima pengemis di belakang kakek ini.
Ikan itu masih panas dan merah, tak ampun lagi dua pengemis itu menjerit karena pipi mereka terbakar! Dan ketika yang lain terkejut sementara kakek itu juga mendesis karena tanpa diketahui siapapun kakinya terasa sakit, paha lawannya itu seperti kayu maka Hwa-i Sin-kai terbelalak dan memandang dua muridnya yang mengaduh-aduh menggosok pipi.502
"Keparat, laki-laki ini keparat. Dia melempar ikannya kepadaku. Aduh...!"
Dua murid itu akhirnya mengambil air.
Mereka berlari ke arah sumur dan bermaksud membasahi pipi mereka yang terbakar.
Pipi itu gosong.
Tapi karena di situ ada Ang-i-siocia dan sejak tadi gadis ini menahan marah, ia disuruh bersembunyi namun sebenarnya ingin keluar maka begitu dua pengemis itu datang mendekat kontan saja ia meloncat dan sekali membentak ia membuat dua murid Hwa-i Kai-pang itu maicelat.
Ia merasa tak perlu sembunyi-sembunyi lagi.
"Aku di sini, siapa ingin kuhajar... des-dess!"
Dua pengemis itu berteriak dan semua yang ada terkejut.
Hwa-i Sin-kai melotot dan marahlah ia kepada lelaki she Yong itu.
Lelaki itu baru saja meloncat bangun setelah menerima tendangannya.
Orang ini juga terkejut karena Beng Li atau Ang-i-siocia itu tak menuruti nasihatnya.
Gadis itu keluar dan langsung menghajar dua murid Hwa-i Kai-pang.
Dan karena Hwa-i Sin-kai mencarinya dan tentu saja marah bukan main, gadis itu menghajar muridnya maka pengemis yang lain maju menerjang dan berteriak-teriak.
"Ia ada di sini. Hajar! Tangkap dan robohkan gadis itu!"
Namun gadis baju merah ini menyambut.
Ia menjeletarkan rambut dan seperti biasa rambut itupun berubah menjadi kawat-kawat baja yang mengerikan.
Rambut itu lepas dari sanggulnya.
Dan ketika tubuh itu juga berkelebatan dan pengemis yang maju mengeroyok roboh menjerit-jerit, lima murid utama membentak mencabut tongkat namun pedang mendesing keluar dari sarungnya maka rambut dan pedang mendahului mereka.503
"Plak-plak-tranggg...!"
Tongkat terpental dan para pengemis jatuh bangun.
Gerakan pedang itu amat cepat tapi yang lebih merepotkan adalah bayangan si gadis yang menyambar bagai walet beterbangan.
Tubuhnya demikian ringan bagai kapas sementara kecepatannya membuat kepala pening.
Itulah Sin-bian Gin-kang (Ginkang Kapas Sakti).
Dan karena gadis itu sudah mulai mengamuk dan para pengemis tunggang-langgang, Hwa-si Sin-kai marah bukan main maka kakek itu membentak dan tiba-tiba menyuruh para muridnya mundur.
Nyata bahwa muridnya tak mampu menghadapi gadis lihai ini.
"Mundur, berhenti semua. Biarkan aku bekerja!"
Para pengemis itu mundur.
Kalau tak ada guru mereka di situ sebenarnya mereka gentar.
Kini guru mereka menyuruh mundur dan kebetulan bagi yang kena hajaran.
Mereka merintih dan mengusap kaki tangan.
Pedang yang membuat senjata terlepas menjadikan telapak mereka sakit, dua di antaranya bahkan terbeset.
Dan ketika kakek itu menghadapi gadis ini sementara gadis itu sudah berdiri tegak dengan sikap menantang, pedang siap di tangan maka ketua Hwa-i Kai-pang itu menuding dan membentak, wajahnya merah padam.
"Kau, gadis liar! Dari mana dan ada apa memusuhi Hwa-i Kai-pang. Tidak tahukah kau bahwa menghina Hwa-i Kai- pang berarti mati. Sebutkan asalmu atau minta ampun sebelum aku turun tangan!"
"Hm, hi-hik! Ini kiranya Hwa-i Sin-kai yang ditakuti orang. Bagus, aku Ang-i-siocia tak kenal takut, Sin-kai. Asalku tak perlu kau tahu pokoknya aku adalah Ang-i-siocia. Anak buahmu kurang ajar, mencuri uangku. Kalau aku tidak memberi pelajaran dan diam saja nanti kalian504 semakin sombong. Kau ketuanya, tak mampu mendidik anak buah. Sekarang mau apa dan majulah kalau ingin main-main dengan aku!"
"Bagus, sudah kuduga. Kau mencampuri urusan Hwa-i Kai-pang. Aku tak dapat membiarkanmu kecuali kau berlutut dan minta ampun!"
"Minta ampun? Kaulah yang harus minta ampun atau maaf atas perbuatan anak buahmu..... wut!"
Tongkat tiba- tiba menyambar, memotong ucapan gadis itu dan Ang-i- siocia terkejut.
Lawan sudah menyerang tanpa memberi tahu dulu, gerakannya cepat dan luar biasa sekali, tahu- tahu menyambar dan sudah menusuk dadanya.
Dan ketika ia berkelit namun dikejar, tongkat membalik dan menuju pundaknya maka gadis ini berseru keras meloncat jauh.
"Brett!"
Kantong bajunya tersambar.
Sesuatu jatuh dari situ dan gadis ini berteriak.
Hwa-i Sin-kai menyambar benda itu dengan ujung tongkatnya.
Dan ketika gambar atau lukisan itu ditangkap, dibuka maka pengemis ini tertegun karena ia mengenal gambar atau lukisan itu.
"Fang Fang....!"
Namun seruan atau kata-kata ketua Hwa-i Kai-pang ini terhenti setengah jalan.
Gadis baju merah melengking dan berkelebat, rambut meledak disusul oleh pedangnya, menusuk dan membacok.
Dan ketika pengemis itu mundur namun tersabet juga, segumpal rambut mengenai lengannya maka gambar jatuh dan disambar gadis itu.
Kakek ini terhuyung kaget.
"Kau... ada hubungan apa dengan laki-laki itu? Murid atau keluarganya?"505
"Hm!"
Gadis ini berapi-api, wajahnya menunjukkan kemarahan besar.
"Fang Fang adalah musuhku, Hwa-i Sin-kai. Kau rupanya sudah kenal baik. Bagus, kaupun sahabatnya ataukah bukan!"
Kakek ini mengerutkan kening. Mendengar jawaban itu ia malah melengak. Tapi ketika tiba-tiba ia tersenyum dan tertawa, jelas gadis ini bukan murid atau keluarga Fang Fang maka ia mengetukkan tongkat dan berseru.
"Nona, kau rupanya musuh besar laki-laki itu. Bagus, akupun bukan sahabat atau teman Fang Fang, bahkan musuhnya. Kalau kau mencari dan memusuhinya maka berarti kita sama. Heh-heh, melihat ini tak perlu kita bermusuhan lagi. Kau dan aku setujuan. Akupun mencari laki-laki itu karena duapuluh tahun yang lalu diapun meninggalkan sakit hati di jiwaku. Nah, untuk ini biarlah kuhapus pertikaian ini tapi coba sebutkan siapa dan dari mana asalmu. Permusuhan apa yang menyebabkan kau memusuhi Fang Fang!"
Gadis itu berkerut kening.
Sekarang ganti dirinya yang memandang tajam kakek pengemis ini.
Orang ternyata memusuhi Fang Fang dan melihat ini sebenarnya tak perlu mereka bertikai.
Tapi ketika tiba-tiba pandang matanya bertemu paman Yong itu, teringat betapa orang ini memuji-muji gadis temannya yang katanya mampu mengalahkan Hwa-i Sin-kai mendadak ia menjadi panas dan kebetulan laki-laki itupun berseru.
"Heii, mencari musuh tak usah bergabung, Beng Li. Kau bukan pengecut yang harus mencari bantuan. Aku dapat menolongmu mencari musuhmu itu!"
Semua terkejut.
Hwa-i Sin-kai, pengemis ini tiba-tiba mendelik.
Ia teringat lagi orang itu dan marahlah betapa tadi ia kesakitan sendiri ketika menendang.
Dan karena506 gadis itu tampak mengangguk dan tak jadi menerima uluran tangannya, ia telah melihat kelihaian gadis ini dan sebenarnya amat baik dijadikan teman, berdua dengan gadis ini tentu kuat menghadapi Fang Fang maka ia menjadi marah ketika gadis itu berkata.
"Benar, mencari musuhku tak perlu membawa-bawa orang lain, Hwa-i Sin-kai. Kupikir aku sendiripun cukup. Kalau kau ada permusuhan silakan berurusan secara pribadi, aku tak suka bergabung dengan orang lain. Aku tak takut!"
"Bagus, ha-ha..!"
Paman Yong itu bertepuk tangan.
"Begitu baru gagah, Beng Li. Baru benar. Kau tak perlu mencari-cari orang lain untuk menghadapi musuh mu!"
"Keparat!"
Hwa-i Sin-kai tak dapat menahan marah.
"Kau bermulut busuk, tikus kecil. Kau tak tahu adat. Keluarlah dari sini dan jangan kira akupun merengek-rengek pada gadis liar ini... dess!"
Dan tongkat yang menyambar serta membuat laki-laki itu menjerit akhirnya disusul oleh bentakan dan gerakan tubuh Beng Li.
Gadis ini marah karena temannya dihajar.
Paman Yong itu terguling- guling, keluar dan menabrak dinding dan mengeluh di sana.
Dan karena pengemis itu memakinya sebagai gadis liar, ia tak dapat menahan diri maka rambutpun meledak dan keinginan untuk menunjukkan bahwa iapun dapat merobohkan Hwa-i Sin-kai membuat gadis ini menerjang dan berseru agar kakek itu menghadapinya.
Hwa-i Sin-kai marah dan melotot.
Suasana berbaikpun buyar.
Dan ketika ia mengelak dan menggerakkan tongkatnya, menangkis dan diserang lagi maka kakek itu membalas dan rambut meledak bertemu tongkat.
"Plak- plak!"
Hwa-i Sin-kai menggeram.
Ia telah mendapat laporan507 anak buahnya akan kelihaian gadis ini, juga telah membuktikan ketika tadi gadis itu menghajar murid- muridnya.
Dan karena ia juga sudah merasakan betapa rambut dan pedang di tangan gadis itu bertenaga kuat, sinkang-nya luar biasa dan ia merasa pedas dan tergetar telapaknya maka kakek ini gusar dan keinginan bersahabatpun lenyap, terganti oleh kemarahan dan ingin menghajar.
Playgirl Dari Pak King Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bagus, kaupun tak tahu adat, sombong. Jaga dan hati- hati tongkatku, anak liar. Dan jangan kira tanpa kaupun aku tak berani menghadapi musuhku.... plak-dess!"
Dan tongkat yang kembali terpental bertemu rambut akhirnya menangkis pedang di mana bunga api berbuncah dan kakek ini membalas den berkelebatan mengimbangi lawan.
Gadis itu melengking dan menyambar-nyambar pula dan kini bertandinglah mereka sama cepat.
Tapi ketika Sin-bian Gin-kang masih lebih unggul karena bayangan gadis itu lebih cepat, pedang dan rambutnya sering mengejutkan si kakek pengemis maka Hwa-i Sin-kai menjadi marah dan bergeraklah dia mengandalkan tenaga.
"Plak-trangg!"
Tongkat besi kembali bertemu dan kali ini gadis itu tergetar.
Si kakek rupanya penasaran dan ia mengerahkan sin-kangnya Namun karena gadis itu amat lihai dan senjatanya bukan hanya rambut atau pedang, kaki tangannya juga bergerak dan membalas serangan- serangan si kakek maka Hwa-i Sin-kai kewalahan dan tampak akhirnya bahwa meskipun dia berhasil membuat gadis itu tergetar namun rambut dan pedang di tangan gadis itu lebih lihai.
Kakek ini harus mengakui bahwa ilmu meringankan tubuhnya kalah cepat.
Sin-bian Gin-kang yang dimiliki gadis itu memang lebih tinggi.
Dan ketika ia harus mengelak sana-sini serangan-serangan yang508 berbahaya, ia mampu membalas namun gadis itu menyerangnya lebih cepat akhirnya kakek ini terdesak dan tongkat di tangannya hanya bertahan melindungi tubuh.
"Keparat, jahanam keparat! Kau sombong tapi ternyata benar lihai!"
"Hi-hik, sekarang baru tahu rasa. Aku dapat merobohkanmu dalam beberapa jurus lagi, Hwa-i Sin-kai. Menyerahlah atau pedang dan rambutku akan menghajarmu! "Keparat, aku roboh kaupun akan mampus. Jangan sombong dan mengira kau akan selamat pula..... trang- plak!"
Dan si kakek yang menangkis dan terhuyung oleh ledakan rambut akhirnya memberi suitan dan anak buahnya yang mengepung tiba-tiba maju.
"Robohkan gadis ini. Bunuh!"
Gadis baju merah terkejut.
Ia diserang dari delapan penjuru sementara kakek itu membentak dan menggerakkan tongkatnya menghalangi rambut.
Bacokan dan tusukan pedang dikelit.
Dan karena hanya kakek inilah yang paling lihai dan gadis itu marah maka bentakan dan serbuan para murid membuat dia memutar pedangnya melengking tinggi.
Belasan tongkat menusuk dan mengemplang dan ia hanya mampu mengandalkan pedangnya.
Rambut yang meledak-ledak ditahan Hwa-i Sin-kai, tongkat di tangan kakek itu menyelinap dan menggubat.
Tentu saja ia gusar.
Namun ketika ia memaki-maki dan gerak lajunya tertahan, Hwa-i Sin-kai sungguh licik maka nyelononglah paman Yong itu berteriak-teriak, menubruk dan menggigit para pengemis Hwa-i Kai-pang.
"Heii, curang! Licik! Masa belasan laki-laki mengeroyok509 satu wanita muda. He keluar kalian dan jangan berbuat memalukan!"
Para pengemis berteriak.
Tiba-tiba mereka digigit dan ditubruk laki-laki itu.
Apa saja yang terpegang itu pula yang digigit.
Ada yang kena pahanya ada pula yang digigit punggungnya.
Dan karena setiap menggigit tentu lelaki ini membuat kesakitan, tingkahnya seperti kera yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain maka bubarlah keroyokan pengemis itu dan mereka memaki-maki serta menghantam atau mengemplang laki- laki ini.
Namun aneh, semuanya selalu luput.
Kemplangan atau hantaman gemas itu selalu mengenai angin kosong karena setiap dilakukan tentu laki-laki ini kebetulan melompat ke pengemis yang lain.
Dia berteriak-teriak dan menggigit sana-sini.
Dan karena perbuatannya ini menolong gadis baju merah itu, Hwa-i Sin-kai kembali berhadapan satu lawan satu maka kakek itu mendelik dan lawan tertawa membalas, geli oleh tingkah paman Yong itu.
"Bagus, anak buahmu kocar-kacir. Kau manusia licik dan curang, Hwa-i Sin-kai. Tak malu-malu melakukan keroyokan. Cih, orang semacammu ini semakin tak pantas untuk bersahabat denganku. Robohlah, dan kau terima satu tikamanku ini sebagai tanda.... crat!"
Ujung pedang tiba-tiba mendesing melukai pundak kakek itu, menyambar dari atas ke bawah dan Hwa-i Sin-kai berteriak.
Kakek ini sedang menggubat rambut dan mengharap pedang ditahan murid-muridnya.
Namun karena para pengemis jatuh bangun digigit laki-laki she Yong itu, yang tingkahnya seperti kera maka pedang yang bebas bergerak kini menyambar dan menikam pundaknya.
Ia tak dapat mengelak karena tongkat sedang menahan rambut, bahkan ketika hendak dilepas rambut malah mencengkeram kuat, ia gagal.
Dan ketika510 tusukan itu membuat ia mengaduh sementara gadis itu masih menggerakkan pedangnya ke pergelangan tangan, apa bo leh buat ia membanting tubuh dan melepaskan tongkatnya maka kakek itu mengeluh dan meloncat bangun serta melarikan diri.
"Mundur..... mundur.... kita kembali ke markas..!"
Pengemis yang lain terkejut.
Kalau ketua mereka sudah bilang seperti itu maka tentu saja para murid tak berani melanggar.
Mereka sudah berlarian pula menyusul.
Dan ketika Hwa-i Sin-kai lenyap berkelebat dan pengemis yang lain juga hilang di luar kelenteng, gadis itu mengejar tapi ditahan paman she Yong maka laki-laki ini mengusap keringat mencegah nya.
"Jangan kejar, tak ada gunanya. Kita sebaiknya lari dan pergi dari sini!"
"Lari? Meninggalkan tempat ini? Tidak, aku ingin menghajar dan merobohkan ketua Hwa-i Kai-pang itu, paman. Lihat siapa lebih hebat aku ataukah temanmu bernama Kiok Eng itu!"
"Ah, ha-ha... kau kiranya panas juga. Eh, kau sudah menunjukkan bahwa kaupun dapat mengalahkan ketua Hwa-i Kai-pang itu, Beng Li. Ini cukup. Aku percaya dan sudahlah jangan menuruti emosi saja. Kakek itu berbahaya kalau mengerahkan semua anggautanya. Dia tentu memanggil dan akan mengeroyokmu habis- habisan."
"Aku tidak takut!"
"Bukan masalah takut. Bukankah urusanmu bukan mencari Hwa-i Sin-kai? Bukankah kau mencari orang dalam gambar itu? Nah, yang tak perlu-perlu tak usah digubris, Beng Li. Biarkan saja kakek itu dan kita pergi!"511 Gadis ini tertegun, alisnya yang hitam indah menjelirit. Namun ketika ia mengangguk dan bersinar-sinar maka iapun berkata.
"Kau tahu? Paman dapat mengajakku ke tempat orang ini?"
"Tentu! Setelah tadi Hwa-i Sin-kai menyebut nama itu maka aku tahu siapa yang kaucari, Beng Li. Tentu Fang Fang murid Dewa Mata Keranjang itu. Siapa lagi? Bukankah benar?"
"Hm, benar. Dan kau tahu di mana jahanam ini?"
"Tahu, tapi Fang Fang adalah laki-laki lihai, Beng Li, kepandaiannya tinggi. Gurunya Dewa Mata Keranjang sendiri kalah lihai!"
"Aku tak takut, justeru aku ingin bertemu. Ibu menyuruhku untuk menangkap dan membekuknya. Dan ia harus kutemukan!"
"Hm-hm, kau mendapat tugas dari ibumu rupanya. Bagus, akan kubantu, Beng Li. Tentu kau berhasil menemukan musuhmu itu. Tapi sekarang kita pergi dan lari dulu. Nanti Hwa-i Sin-kai dan semua anggautanya datang!"
Gadis ini ditarik.
Temannya itu sudah bergegas dan karena urusannya memang bukan mencari dan memusuhi Hwa-i Kai-pang maka ia menurut saja dibawa pergi.
Benar saja tak lama setelah itu terdengar ribut- ribut.
Ratusan pengemis datang dan Hwa-i Sin-kai memanggil-manggilnya.
Ketua Hwa-i Kai-pang itu penasaran.
Dan ketika hampir saja ia kembali namun jari- jari paman Yong itu mencengkeram dan menariknya maka tak lama ke mudian ia sudah dibawa menyusup di kegelapan malam dan akhirnya diajak lari meninggalkan kuil Thian-se-bio itu.512
Dewa Arak 58 Mayat Hidup Orang Ketiga Karya Sherls Astrella Pendekar Rajawali Sakti 193 Dewa Sesat
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama