Ceritasilat Novel Online

Rahasia Jubah Merah 7

Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle Bagian 7



Untuk menangkis dengan menggunakan kedua tangannya pun tidak sempat, karena jarak kedua tangannya justru jauh dari pedang.

Dalam sepersekian detik kepalanya pasti terbelah dua! Dengan ketenangan yang luar biasa, Cio San menggunakan tangan kanannya yang saat itu sangat dekat dengan pinggiran perahu.

Di hajarnya pinggiran perahu itu sehingga perahu menjadi oleng.

Saat perahu oleng itu, si jago tua kehilangan kuda-kudanya dan serangan itu pun buyar seketika! Dibutuhkan ketenangan, serta pemikiran yang amat sangat cepat untuk bisa melakukan hal yang Cio693 San lakukan.

Dibutuhkan pula kemujuran yang amat sangat luar biasa.

Ketika kuda-kudanya buyar karena pergerakan perahu yang tiba-tiba seperti itu, si jago tua mampu mengendalikan gerakannya.

Ia berjumpalitan ke udara, dan melesat melancarkan sebuah tusukan yang dahsyat! Cio San yang saat itu juga tidak memiliki pijakan yang kuat karena gerakan perahu yang terombang- ambing, hanya dapat menjatuhkan punggungnya ke belakang.

Hujaman hentakan punggungnya ini amat sangat kuat sehingga perahu melesak ke dalam air sungai! Akibatnya, cipratan air yang muncul akibat gerakan ini pun menjadi dahsyat, menghambur ke udara menutupi serangan pedang si jago tua.

Adanya cipratan air yang lumayan banyak ini sedikit memperpelan gerakan pedang si jago tua, juga sedikit mengaburkan pandangannya.

Kejadian ini hanya sepersekian detik, tetapi yang sepersekian detik itu telah menolong Cio San terhindar dari tusukan pedang yang menakutkan ini.

Karena sepersekian detik itu memberi kesempatan bagi kaki Cio San untuk naik dan694 menendang pergelangan tangan si jago tua.

Pandangan mata pendekar pedang itu tertutup cipratan air yang menghujam wajahnya sehingga ia tidak tahu betapa cepatnya kaki Cio San telah menghantam pergelangan tangannya.

Pedangnya terlepas, terlempar jatuh ke dalam sungai.

Pedang itu menghilang bersama semangatnya pula.

Pendekar pedang tanpa pedang, bukanlah pendekar pedang.

Ini adalah pemahaman hampir seluruh pendekar pedang di kolong langit.

Perahu kembali ke posisi semua.

Air sungai membahasi mereka berdua.

Seisi perahu telah berisi air sungai pula.

Si jago tua berdiri membisu dan membeku.

Sepanjang hidupnya, baru kali ini pedangnya terlepas dari tangannya.

Pandangan matanya kosong selama beberapa saat.

Ia lalu menjura kepada Cio San dan berkata.

"Kau menang"

Cio San menggeleng.

"Cayhe tidak menang, cayhe hanya tidak kalah."

Tidak menang dan tidak kalah rupanya memiliki arti yang hampir serupa.695 Si jago tua terlihat bersedih sekali. Cio San berkata.

"Dalam ilmu pedang, sesungguhnya tayhiap telah memiliki tingkatan yang tinggi sekali. Mungkin setara dengan Suma Sun atau Kim Kiam Sian. Cayhe sungguh takjub."

"Karena kata-kata ini datang dari bibirmu, aku percaya,"

Ujar si jago tua.

"Lalu apa kekuranganku?"

Tanyanya.

"Kekurangan tayhiap hanyalah bahwa tayhiap terlalu yakin dengan ilmu pedang sendiri, sehingga lupa satu hal yang teramat penting."

"Apa itu?"

"Alam sekitar,"

Jawab Cio San. Si jago tua berdiri lama dan berpikir. Lalu berkata.

"Jadi kau bisa mengalahkan ilmu pedangku, bukan dengan menggunakan ilmumu sendiri, melainkan memanfaatkan alam?"

"Cayhe memanfaatkan kedua-duanya. Ilmu cayhe sendiri, dan juga alam sekitar. Saat memukul perahu, cayhe menggunakan pengerahan tenaga Thay Kek Kun agar perahu tidak pecah, dan tenaga tersalurkan sehingga gerakan perahu dapat berubah. Tanpa hal ini, perahu hanya akan pecah, dan nasib696 cayhe justru akan berakhir di ujung pedang tayhiap,"

Jelas Cio San. Si jago tua itu mengangguk, lalu menjura. Lalu berkata.

"Karena aku telah kalah, kau berhak melakukan apa yang kau inginkan kepadaku,"

Ia mengucapkan ini dengan suara yang gagah. Ia tahu Cio San dapat mengambil nyawanya kapan saja.

"Baiklah,"

Tawa Cio San.

"Sejak awal kan kita sudah sepakat bahwa tayhiap akan mengantarkan cayhe sampai ke tempat tujuan."

"Lalu?"

Tanya si jago tua heran.

"Seorang pendekar kan tidak akan menyalahi janji,"

Tukas Cio San sambil tersenyum.

Lalu dengan santai ia bersandar di pinggiran perahu dan tidur! Bahkan tak lama ia telah mendengkur pula.

Si jago tua ini tak dapat melakukan apa-apa selain menggelengkan kepala.

Perjalanan dilanjutkan, matahari pun muncul.

Saat terang tanah, mereka telah sampai di kota tujuan.

Si jago tua membangunkan Cio San.

Ia begitu heran bagaimana Cio San dapat tidur sepulas itu.

Saat terbangun Cio San menggeliat sebentar, lalu berkata.

"Ah, sudah sampai."697 Si jago tua menatapnya dalam-dalam.

"Kau benar-benar tidur."

Kalimat itu bukan pertanyaan, melainkan pernyataan.

"Ya,"

Jawab Cio San.

"Apakah suara dengkuran cayhe demikian keras? Aih, sungguh memalukan,"

Tukasnya tertawa.

"Kau terlalu percaya kepada orang lain,"

Kata si jago tua. Pendekar muda di hadapannya mengangguk dan berkata.

"Mungkin. Tetapi selama ini, cayhe tidak pernah salah mempercayai sahabat."

"Aku bukan sahabatmu,"

Tukas si jago tua.

"Sekarang tayhiap adalah sahabatku. Meski tayhiap tidak mau menganggapku sahabat, tetapi cayhe menganggap tayhiap sebagai sahabat. Jika sudah begini kan, tayhiap tidak dapat melakukan apa- apa,"

Ia tertawa dengan ringan. Si jago tua itu kembali menatapnya dengan dalam. Lalu katanya.

"Orang yang bersahabat denganmu sungguh beruntung. Orang yang bermusuhan denganmu, sungguh sial."

Cio San mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar perahu.

Si jago tua pada awalnya tidak mau698 menerima.

Tetapi Cio San mengingatkan bahwa mereka berdua sudah sepakat sejak awal.

Kemudian Cio San bangkit, lalu dengan sekali melompat ia keluar dari perahu.

"Ikutlah, aku ingin mentraktir tayhiap minum arak,"

Katanya sambil tersenyum.

"Dari kabar yang ku tahu, kau datang ke kota ini untuk bertemu dengan sahabat-sahabatmu. Apakah Suma Sun salah satunya?"

Tanya si jago tua. Cio San mengangguk.

"Jika begitu, lebih baik jangan. Asal kau tahu saja, aku pernah bertemu dengannya saat ia masih kecil. Waktu itu ia masih belum bisa apa-apa. Sampaikan saja salamku padanya."

Si kakek lalu mendayung perahunya pergi. Cio San paham, jika dua jago pedang bertemu, tentu mereka akan bertempur. Itu sudah sifat dasar para pendekar pedang. Ia lalu berkata.

"Baiklah. Jika suatu saat kita bertemu lagi, perkenankan cayhe mentraktir tayhiap, boleh tahu nama tayhiap yang terhormat?"

Si jago tua tidak menjawab, perahunya telah menjauh.699 Cio San berbalik, lalu melangkah menyusuri pangkalan perahu yang sangat ramai itu.

Dari kejauhan ia mengenal dua orang yang sedang berdiri di gerbang pangkalan perahu itu.

Suma Sun dan Kao Ceng Lun! Mereka tersenyum memandangnya.

Begitu hangat dan penuh persahabatan.

"Kau sudah datang,"

Kata Suma Sun. Meskipun ia buta, ia punya kemampuan ?memandang? pula. Memandangnya pun mungkin lebih tajam daripada orang yang tidak buta.

"Kenapa kalian repot-repot menjemput? Kalian kan bisa menanti di rumah Cukat Tong."

"Kami sudah menginap di sana 2 hari. Tetapi Sun-toako204 sudah tidak sabar menanti, sehingga akhirnya kami menjemput San-ko205 kemari,"

Kata Kao Ceng Lun sambil tertawa hangat.

"Bagaimana kabarmu Lun-te206 ? Pekerjaanmu semakin merepotkan rupanya? Aku turut berduka atas kepergian ayahandamu,"
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kata Cio San. 204 Kakak Sun 205 Kakak San 206 Adik Lun700 Mereka lalu berpelukan dengan hangat.

"Ayo kita berangkat. Cukat Tong sudah menunggu,"

Kata Suma Sun. Ada sebuah kereta mewah yang menanti mereka. Segera mereka naik kereta itu dengan penuh semangat. Di dalam kereta mereka saling bercerita membagi pengalaman. Cio San lalu bertanya kepada Suma Sun.

"Semalam aku bertempur dengan seorang jago pedang tua. Ia memakai pedang yang berkarat. Kau tahu siapa dia?"

"Setahuku, jago tua yang menggunakan pedang berkarat cuma satu orang. Namanya Hua Ko Lim. Ia adalah seorang pembunuh bayaran."

Cio San mengangguk-angguk.

"Kau membunuhnya?"

Tanya Suma Sun.

"Tidak."

"Baguslah."

"Kenapa?"

Tanya Cio San.

"Aku ingin menjajal pedangnya sebelum ia atau aku mati."701 Sebenarnya Cio San ingin menceritakan jurus- jurus pedang si jago tua itu, tetapi ia tahu Suma Sun tidak akan tertarik mendengarnya.

"Ia mengirimkan salam kepadamu. Katanya dulu pernah bertemu saat kau masih kecil."

Suma Sun mencoba mengingat-ingat, tapi ia tidak berkata apa-apa.

"Jika ia pembunuh bayaran, tentu ada seseorang yang mengutusnya,"

Kata Kao Ceng Lun.

"Tentunya,"

Tukas Cio San.

"San-ko tahu siapa yang mengutusnya?"

Tanya Kao Ceng Lun. Cio San menggeleng.

"Hmmmmm..,"

Kao Ceng Lun berpikir keras.

"Semua ini ada hubungannya dengan beberapa permasalahan yang kau tangani, ya?"

Tanya Cio San.

Kao Ceng Lun mengangguk, ia masih berpikir keras.

Cio San memang tadi tidak bertanya kepada si jago tua tentang siapa majikannya.

Ia tahu hal itu adalah hal yang sia-sia.

Si jago tua tentu tak akan membocorkannya.702 Mereka akhirnya tenggelam dalam pikiran masing-masing untuk beberapa saat.

Setelah itu mereka kembali lagi saling bercerita tentang pengalaman masing-masing.

Cio San sangat tertarik pada kisah Kao Ceng Lun terutama tentang urusan- urusan Kim Ie Wie207, pasukan khusus petugas rahasia yang amat sangat disegani.

Kao Ceng Lun bahkan menjadi perwira di dalam kesatuan itu.

"Banyak hal yang terjadi sejak San-ko menghilang. Kekaisaran sekarang mendapat ancaman dari berbagai pihak. Di daerah selatan suku Miao sudah mulai berani mengacau. Di daerah barat mendekati utara, pergerakan kerajaan Mongol mulai membahayakan kota-kota kita. Saat mereka diusir dulu, bangsa Goan208 kembali ke daerahnya dan mendirikan kekaisaran yang cukup kuat. Sedangkan di dalam kekaisaran sendiri, banyak pejabat istana yang merencanakan hal-hal buruk. Kim Ie Wie yang awalnya cuma pasukan penjaga kaisar mulai dilebarkan menjadi pasukan khusus yang rahasia. Jumlah kami sudah cukup banyak. Ini memang bertujuan untuk menjaga keutuhan kekaisaran,"

Jelas Kao Ceng Lun. 207 Pasukan Berbaju Sulam 208 Mongol703 Cio San menggut-manggut mendengar penjelasan Kao Ceng Lun.

"Apakah karena ini, banyak orang mulai memperebutkan kitab Bu Bhok? Aku heran, banyak sekali ahli silat yang mencari kitab ini. Padahal orang-orang Bu Lim209 (dunia persilatan) jarang sekali ada yang tertarik dengan kitab siasat perang."

"Kemungkinan besar memang demikian adanya, San-ko. Mereka mungkin saja adalah orang- orang suruhan dari bangsa Goan. Sejak mereka terusir, mereka selalu membikin gara-gara dan berusaha menjatuhkan kekaisaran. Tapi aku masih belum berani mengambil kesimpulan. Ada kemungkinan juga mereka merupakan suruhan pejabat-pejabat istana sendiri,"

Kata Kao Ceng Lun.

"Kemungkinan itu justru lebih masuk akal bagiku. Karena jago-jago silat ini tidak mungkin mau diperintah oleh bangsa Goan. Tidak mungkin juga bangsa Goan menggunakan cara yang sama seperti beberapa tahun yang lalu saat pemberontakan, ehm, Beng..,"

Cio San tak sanggup meneruskan perkataanya. Ia lalu mengganti arah pembicaraan, 209 Dunia persilatan704

"Aku dengar ada beberapa benda berharga yang hilang dicuri dari gudang istana?"

Kao Ceng Lun mengangguk.

"Itulah yang menjadi perhatian yang sangat besar. Kejadian ini tidak mungkin terjadi tanpa campur tangan orang ?dalam?. Sampai sekarang kami masih belum menemukan petunjuk yang benar-benar pasti. Mungkin San-ko bisa membantu kami dalam hal ini."

Saat Kao Ceng Lun berkata begitu, ingin sekali Cio San bertanya mengapa mereka tidak meminta pertolongan Cukat Tong, si raja maling.

Tapi Cio San menahan dirinya.

Jika sahabat-sahabatnya tidak mau bercerita, ia memang tidak pernah mau bertanya.

Tak lama kemudian mereka sampai di tempat tujuan.

Rumah milik Cukat Tong berada di tengah- tengah kota.

Rumah itu pun tak pantas disebut rumah, lebih pantas disebut istana! Begitu megah dan mewahnya sampai-sampai Cio San mengira mereka salah alamat.

Karena ?istana? ini adalah sebuah tempat ?hiburan?.

Orang yang sudah berpengalaman tentu tahu arti kata ?hiburan? ini.705 Istana ini adalah sebuah tempat judi, tempat minum arak, tempat makan, penginapan, dan rumah bordil! Di tempat seperti ini, ramainya sungguh tak bisa digambarkan.

Mereka yang datang kesini pun, paling tidak 3 hari baru pulang.

Bahkan banyak pula yang menginap berminggu-minggu.

Tempat ini sangat terkenal di seluruh penjuru kekaisaran.

Namanya pun indah, Istana Bunga Langit.

Saat Cio San bertiga datang di pintu gerbang, mereka sudah disambut beberapa orang gadis yang amat sangat cantik.

Cio San bahkan tak berani bernafas.

Khawatir jika wangi tubuh gadis-gadis yang maha cantik ini akan membuatnya mabuk dan gila.

"Cio-hongswe sudah ditunggu sejak tadi. Mari masuk,"

Wanita yang mengatakan hal ini adalah wanita yang paling cantik diantara rombongan.

Ia menggenggam tangan Cio San dengan lembut dan menariknya pergi.

Gadis-gadis yang lain pun turut menggenggam tangan Suma Sun dan Kao Ceng Lun.

Mereka tidak masuk ke dalam, melainkan lewat samping dan menaiki sebuah tangga yang megah.

Si nona cantik menggenggam tangan Cio San dengan706 lembut namun erat.

Seolah-olah ia tak ingin lelaki itu pergi selangkah saja meninggalkan dirinya.

Tibalah mereka di depan sebuah pintu yang sangat megah.

Si gadis cantik mengetuk pintu itu 3 kali.

Terdengar suara dari dalam.

"Masuk."

Begitu pintu dibuka, tampaklah seorang laki-laki tampan yang sedang duduk di sebuah permadani indah diujung sebuah ruangan yang sangat luas.

Lelaki itu tidak begitu muda, tetapi juga tidak begitu tua.

Cio San hampir-hampir tidak mengenalnya, tetapi dari sinar matanya ia tahu, orang ini adalah Cukat Tong! Cukat Tong berdiri.

Perlu belasan langkah agar masing-masing bisa saling bertemu dan berpelukan hangat di tengah-tengah ruangan yang penuh perabotan mewah ini.

"Akhirnya kau datang juga,"

Kata Cukat Tong sambil menepuk pundak Cio San.

Kebahagiaan jelas terpancar dari wajahnya.

Tapi matanya meskipun memancarkan kebahagiaan pula, seperti me- nyembunyikan sebuah rahasia yang amat sangat dalam.

Cio San tak berani menebak rahasia ini.

Ia sungguh-sungguh tidak berani berpikir lebih jauh.

"Siapkan meja!"

Cukat Tong memberi perintah. Salah satu pelayannya dengan sigap menjawab.

"Meja707 telah disiapkan sejak tadi. Hidangan untuk menyambut tamu pun sudah siap, tuan."

"Bagus!"

Kata Cukat Tong, ia menoleh dengan senyum lebar kepada Cio San.

"Mari!"

Mereka berempat lalu duduk mengitari meja.

Arak terbaik disuguhkan.

Tawa mereka membahana.

Berbagai macam cerita dikisahkan.

Canda tawa, dan senyum ceria.

Tetapi cahaya di mata Cukat Tong tidak berubah.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ada sesuatu di sana.

Suma Sun dan Kao Ceng Lun mungkin sudah paham latar belakang cahaya mata itu, tetapi ia tidak.

Ia benar-benar tidak ingin tahu.

Oleh sebab itu ia menenggak arak banyak- banyak.

Mencoba menggunakan arak untuk mengalih kan pikirannya.

Wajahnya memerah, tawanya membahana.

Cio San masih jauh dari kata mabuk, walaupun puluhan guci arak telah ditenggaknya.

Meskipun seluruh arak yang ada di dunia ini habis ditenggaknya, ia tak akan mabuk.

Tetapi ia justru berpura-pura mabuk.

Mungkin karena inilah alasan seseorang menghabiskan banyak arak.

Agar ia dapat berpura-pura mabuk.

Agar orang mengira ia telah dapat melupakan pikiran-pikiran dan permasalahannya.

Agar ia dapat tertawa lepas melupakan segala hal yang meresahkan hatinya.708 Melihat cahaya di mata Cukat Tong, jauh lebih pedih daripada memandang mata wanita-wanita yang telah meninggalkan dirinya.

Jauh lebih menyakitkan daripada hal apapun juga.

Dan ia tak berani bertanya.

Sampai kapan pun ia tak akan bertanya.

Cukat Tong adalah orang yang berbeda sekarang.

Wajahnya boleh bersih dan rapi.

Ia sangat tampan pula.

Cahaya wajahnya pun terlihat bahagia dan penuh kesenangan.

Tetapi mata itu bersinar menyedihkan.

Sepertinya mata itu tidak pantas diletakkan di wajah itu.

Gerakan tubuhnya berbeda, tidak lagi seperti ahli silat utama yang lincah dan gagah.

Gerakannya bagaikan orang berpenyakitan dan tak memiliki semangat hidup.

Sesuatu pasti telah terjadi kepada sahabat terbaiknya ini.

Tetapi ia tidak mungkin bertanya.

Ia tidak ingin bertanya.

Jawabannya justru akan membuat hatinya lebih perih.

Ia memilih tertawa dan tertawa, menikmati segala hidangan yang ada.

Menikmati pelukan gadis-gadis maha cantik yang kini bergelayutan di pundaknya.

Hari hampir siang, dan pesta pun selesai.

Cukat Tong meminta diri untuk menyelesaikan urusan ?dagang?.

Tinggal ketiga sahabat ini duduk di709 permadani indah ditemani gadis-gadis cantik.

Cio San memandang Suma Sun, lalu bertanya "apakah Bwee Hua pergi meninggalkan dirinya?"

Suma Sun menggeleng lalu tersenyum pahit.

"Justru mereka berdua seperti tidak terpisahkan."

Cio San memejamkan matanya dan menarik nafasnya. Sahabat yang berubah bukan Cukat Tong seorang. Berbagai macam sahabat di dunia ini suatu waktu mungkin akan berubah.

"Eh, kakak-kakak sekalian, maafkan aku terlambat datang,"

Suara ini terdengar sangat halus dan menggetarkan jantung.

Laki-laki manapun akan putus urat jantungnya jika mendengarkan suara perempuan ini dibisikkan di teliangnya dengan mesra.

Pemilik suara ini pun muncul.

Langkahnya anggun, pakaian yang dipakainya sederhana tetapi sangat indah.

Menonjolkan lekuk- lekuk tubuh khas perempuan.

Wajahnya.

Jika kecantikan seluruh perempuan tercantik di istana ini dikumpulkan, lalu dikalikan 1000, masih belum mencukupi separuh dari kecantikan710 perempuan ini.

Bahkan memandangnya saja sudah merupakan sebuah dosa besar.

Bahkan berada di dalam satu ruangan bersamanya saja sudah merupakan anugrah paling indah dari Yang Maha Kuasa.

Perempuan semacam ini jika mengucapkan sepatah kata saja, kau akan rela menyerahkan jiwamu, jiwa keluargamu, jiwa sahabat-sahabatmu, dan jiwa siapapun juga ke tangannya.

Untunglah perempuan semacam ini hanya ada satu.

Satu-satunya di atas bumi di kolong langit.

Siau Bwee Hua.

Bunga Bwee yang mungil.

Tetapi pemilik nama ini tidak mungil.

Tubuhnya tinggi semampai.

Di bagian tubuh yang harus langsing, ia terlihat langsing.

Di bagian tubuh lain yang harus montok padat, maka montok padat pula bagian tubuh itu.

Semuanya tepat, pas, dan sempurna.

Siapapun yang menciptakan manusia, pasti hatinya sedang senang di kala menciptakan perempuan ini.

Cio San memberi salam kepadanya.

"Aih, San-ko mengapa begitu sungkan pakai salam-salam segala. Aku ini kan kakak iparmu,"

Ia lalu711 duduk di hadapan mereka pula. Suma Sun dan Kao Ceng Lun tersenyum memberi hormat.

"Bagaimana kabar San-ko?"

Pertanyaan sederhana diucapkan oleh bibir terindah di dunia, disuarakan oleh suara paling merdu dan menggairah kan sedunia.

"Baik. Bagaimana kabar Hua-cici (kakak Hua)?"

"Baik pula,"

Ia tersenyum sangat manis.

Lalu menuangkan arak ke cawan milik Cukat Tong yang kosong sejak tadi.

Begitu arak tertelan, wajahnya bersemu merah.

Semakin membuat wajah sempurna itu bertambah cantik.

Satu-satunya hal yang sudah sempurna, namun masih bisa disempurnakan lagi adalah wajah Bwee Hua.

Entah bagaimana setiap apa yang ia lakukan membuatnya bertambah cantik.

Minum arak bertambah cantik.

Berkata-kata bertambah cantik.

Tersenyum bertambah cantik.

Bahkan jika tubuhnya dihancurkan golok lalu diberikan kepada anjing liar, ia mungkin akan tetap bertambah cantik.

Sungguh, penulis manapun yang mencoba menuliskan kecantikannya, hanyalah melakukan kesia-siaan dan menghabiskan umur.712 Mereka bercakap-cakap sebentar.

Tak lama kemudian seorang pelayan datang dan memberitahu kan kepada Siau Bwee Hua bahwa ada sedikit urusan yang harus diselesaikannya.

Ia lalu meminta diri, dan memerintahkan para pelayan untuk memenuhi segala permintaan ketiga orang tamunya.

Cio San tidak berani memandang tubuh yang berlalu pergi itu.

Kao Ceng Lun pun hanya duduk terpekur memandang cawan kosong di hadapannya.

Sejak tadi ia pun berpura pura sibuk dengan berguci- guci arak.

Hanya Suma Sun yang tersenyum dan berkata.

"Untung saja aku ini buta."713 BAB 33 K E M A T I A N Makan malam telah berlalu. Kedua orang tuan rumah tidak bisa hadir karena harus menyelesaikan urusan dagang. Cio San berada di kamar Suma Sun. Ia sebenarnya telah diberikan kamar tersendiri. Tetapi dirasanya kamar itu terlalu besar dan terlalu luas, karenanya ia memilih ke kamar Suma Sun saja. Kamar yang ditempati sahabatnya itu pun tidak kalah besar. Penataannya sangat indah. Warna-warnanya serasi. Wangi hio210 yang ada didalam ruangan memberikan perasaan yang nyaman dan membuat tubuh terasa santai. Segala hal di dalam kamar rupanya sudah diatur sedemikian rupa sehingga penghuninya tidak ingin keluar. Arak dan hidangan makanan ringan juga telah tersedia di meja. Suma Sun duduk menghadapi meja. Ia membelakangi pintu paviliun yang terbuka lebar memperlihatkan pemandangan indah kota itu di 210 dupa714 malam hari. Mereka berada di tingkat tiga gedung megah itu. Segala keindahan tentu terlihat dari sana. Cio San tidur malas-malasan di atas ranjang Suma Sun. Kasur ini sangat empuk dan wangi. Tentu harganya sangat mahal.

"Kau tidak bertanya, apakah kau sudah tahu?"

Suma Sun buka suara.

"Tahu apa?"

Cio San bertanya balik.

"Tentang keadaan Cukat Tong"

Cio San diam sejenak. Ia tidak tahu harus berkata apa. Lalu dengan perlahan ia berkata.

"Sesungguhnya aku tidak ingin tahu. Ia terlihat begitu bahagia. Kehidupannya ini sangat nyaman."

Suma Sun menghela nafas, katanya "Getaran kesedihan dari dalam suara dan gerak-geraknya terlalu besar kurasa. Ia tidak mungkin bahagia hidup seperti ini."
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bahagia atau tidak bahagia, apakah kita berhak menilainya? Jika ia sendiri ingin hidup seperti ini, apakah kita berhak melarangnya?"

Suma Sun termenung. Persahabatan mereka terlalu dalam, sehingga apabila salah satu dari mereka ingin terjun ke jurang api, yang lain tak akan715 menghalau, melainkan turut pula lompat bersama- sama tanpa perlu bertanya sama sekali.

"Setidaknya kau harus memeriksa apa yang benar-benar sedang terjadi."

"Kau belum memeriksa?"

Tanya Cio San. Suma Sun menggeleng.

"Kau sendiri tidak tega, mengapa kau pikir aku bakalan tega pula?"

"Di dunia ini, segala pekerjaan yang tidak mungkin, hanya bisa dikerjakan oleh satu orang saja,"

Kata Suma Sun sambil tersenyum. Senyumnya adalah senyum yang menyedihkan, karena ia tahu betapa benar dan beratnya ucapan tersebut. Cio San bangkit dari tidur malasnya.

"Ia sudah bukan Cukat Tong yang dulu lagi. Semangat petualangannya telah hilang. Api membara yang membakar nyali seorang laki-laki sejati telah hilang sepenuhnya."

Seorang lelaki petualang yang rajin mengarungi bahaya, tahu-tahu berubah menjadi menjadi seorang laki-laki penurut setelah menikah.

Ini bukanlah sebuah cerita aneh.

Sebagian besar laki-laki mengalami hal ini.

Tapi Cio San tak dapat menerima bahwa sahabatnya itu berubah sedemikian cepat dan dalam.

Cahaya716 semangat telah hilang sepenuhnya dari mata dan wajah Cukat Tong.

Seolah-olah ia orang yang sama sekali berbeda.

Langkahnya tak lagi ringan dan lincah.

Gerak tubuhnya tak lagi cepat dan gesit.

"Bwee Hua,"

Kata Cio San.

"Bwee yang merubahnya,"

Suma Sun mengangguk.

"Aku tahu, tapi aku tak punya bukti, dan tak berani menyelidiki."

Kata ?tak berani? ini sebenarnya pantang diucapkan seorang pendekar.

Tetapi demi sahabat, terkadang orang bisa pula berani untuk ?tidak berani?.

Karena mereka masing-masing telah paham, jika seorang sahabat tidak ingin menceritakan sesuatu, mereka pun tak akan bertanya.

Jika seorang sahabat ingin merahasiakan isi hatinya, maka yang lain tidak punya hak untuk bertanya.

Mereka adalah orang yang suka bercanda dan saling berolok-olok.

Tetapi mereka tahu persis kapan harus berhenti, dan kapan harus menghargai perasaan orang lain.

Kapan harus diam, dan kapan pula harus bicara.

Kapan harus datang dan kapan harus pergi.

Persahabatan bukanlah tentang bertemu dan menghabiskan waktu bersama-sama.

Persahabatan adalah tentang sejauh mana kau memahami isi hati dan keinginan sahabatmu.

Tidak semua orang717 memiliki isi hati dan keinginan yang sama.

Tidak pula antar sahabat harus memiliki kesenangan dan sifat yang sama.

Sahabat-sahabat sejati, kadang memiliki sifat yang sangat bertolak belakang.

Karena yang mereka cari bukan kesamaan sifat.

Melainkan pengertian.

Oleh karena itu jika salah satu harus mengorek rahasia yang lain, maka ia telah melakukan pelanggaran berat dan kehinaan yang besar.

Mereka adalah orang-orang yang mengerti tentang pemahaman ini.

Karena itulah Suma Sun sama sekali tidak melakukan apa-apa.

Dan kenapa pula Cio San yang harus melakukannya? Karena memang, di dunia ini jika ada pekerjaan yang amat mustahil, tentu saja hanya dia yang bisa mengerjakannya.

Entah siapa yang pertama kali menciptakan kalimat ini, tetapi rasa-rasanya semua orang yang mendengarnya pasti setuju.

Yang tidak setuju pun pasti hanya satu orang.

Cio San sendiri! Ia hanya bisa termenung dan menertawakan penderitaannya sendiri.

Di luar terdengar suara ledakan kembang api yang meriah.

Cahayanya warna-warna sungguh indah.

Cio San tertarik untuk melihat keramaian.

Ia718 melangkan ke pintu besar yang sejak tadi terbuka menghadap luar.

Di atas paviliun kamar itu pemandangannya sungguh indah.

Saat ia menoleh ke kanan, ternyata Kao Ceng Lun pun keluar dari kamarnya untuk menikmati keramaian.

"Kau ketiduran?"

Tanya Cio San sambil tertawa.

"Bagaimana bisa tidur, jika perempuan- perempuan di dalam justru tidak mau tidur?"

Katanya sambil tertawa.

Cio San tertawa pula.

Ia mengerti maksudnya.

Cukat Tong memang sudah menyediakan perempuan-perempuan cantik untuk menemani mereka.

Untungnya ia sudah pindah ke kamar Suma Sun.

Dan karena Suma Sun sudah menikah, Cukat Tong sepertinya sedikit sungkan untuk menyediakan wanita kepadanya.

Cahaya ledakan indah merona di angkasa, jalanan ramai dipenuhi manusia.

Air sungai memantul kan cahaya warna-warni yang sangat indah.

Cukup lama mereka menikmati pertunjukan itu.

Sebuah panah meluncur dari atas langit! Panah itu mengarah tepat di tengah batok kepala bagian atas Cio San.

Luncuran panah itu sangat cepat, seolah-olah bintang jatuh yang menghujam dari angkasa.

Panah itu berat namun tak bersuara.

Tinggal719 sedikit lagi panah itu menghujam batok kepala Cio San, tetapi kedua orang yang berada di paviliun lantai dua itu sama sekali tidak merasakan bahaya apa-apa.

Lalu Suma Sun terhenyak.

Ia dapat mendengarkan hal yang tidak dapat didengarkan manusia biasa.

Tangannya meraih cangkir yang berada di depannya dan langsung melemparkannya ke arah datangnya anak panah itu.

Cio San menggerakkan tubuhnya condong ke belakang.

Sebelum cangkir yang dilempar Suma Sun mengenai anak panah itu, dua jari Cio San sudah menjepit panah itu.

Dengan jari yang lain ia menangkap cangkir itu.

Sungguh tak dapat dibayangkan kecepatan dan ketepatan jemari itu! Begitu cangkir itu tertangkap, Suma Sun sudah berdiri di samping Cio San.

Kao Ceng Lun baru menyadari apa yang terjadi.

Ia melihat ke sekeliling.

Tiada sesuatu yang mencurigakan.

"Layang-layang!"

Kata Suma Sun.

Cio San menoleh ke angkasa.

Nun jauh di sana, di langit yang dipenuhi cahaya kerlap kerlip kembang api, sebuah layang-layang mengambang di angkasa.

Ia720 membutuhkan sayap agar dapat melayang kesana.

Jika Cukat Tong berada di sana, siulannya akan memanggil burung-burung peliharannya.

Tetapi Cukat Tong tidak berada di sana.

Ada sesuatu yang hilang di dalam perasaan Cio San.

"Layang-layang itu apakah ada orang yang mengendarainya?"

Tanya Cio San kepada Suma Sun.

"Ada"

"Laki-laki atau perempuan?"

"Dari jarak sejauh ini, aku tak dapat membedakan."

Kao Ceng Lun melompat.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku akan menelusuri layang-layang itu. Mungkin kita bisa menyelediki arah benangnya."

Saat suaranya masih berada di situ, bayangannya telah melesat jauh sekali.

"Senang juga melihat kepandaiannya meningkat pesat,"

Kata Cio San.

"Kau tidak mengikutinya?"

Tanya Suma Sun.

"Percuma,"

Jawab Cio San sambil terus memandang layang-layang itu. Ternyata layang- layang itu dengan cepat telah menghilang. Langit telah kembali gelap, cahaya kembang api telah berhenti.

"Petunjuk yang paling penting berada di sini."721 Ia memperhatikan panah yang dipegangnya.

"Panah ini dirancang agar tidak meninggalkan bunyi. Bagian mata panahnya terbuat dari besi yang berat. Hmmm..., di batang panahnya, ada tulisan...,"

"Kematian Berwarna Merah Darah"

Panah itu pun sendiri berwarna merah.

"Kau mengenal tulisan siapa itu?"

Tanya Suma Sun.

"Tidak."

Suma Sun meraih panah itu dan mengendusnya. Ia berpikir sebentar tapi kemudian tidak berkata apa- apa.

"Semua petunjuk mengarah ke Bwee Hua, bukan?"

Tanya Cio San. Suma Sun mengangguk.

"Panah ini mengandung wangi yang sama dengan wangi tubuh Bwee Hua. Pesta kembang api di depan istana ini pun adalah hasil prakarsanya. Malam ini bukanlah malam perayaan apa-apa, mengapa harus ada pesta kembang api? Ia menggunakan ledakan-ledakan ini untuk menutupi suara datangnya anak panah,"

Kata Cio San.722 Suma Sun hanya diam.

"Tetapi justru jika semakin jelas petunjuknya, aku malah semakin yakin jika ini adalah tipu daya untuk mengelabui,"

Tukas Cio San.

Tahu-tahu Suma Sun menoleh ke bawah.

Ia merasakan sebuah hawa pembunuh yang sangat kuat berasal dari bawah sana.

Dari tengah keramaian dan tawa canda yang membahana.

Cio San pun ikut menoleh.

Tidak ada sesuatu yang mencurigakan.

Tetapi ia sangat percaya dengan naluri Suma Sun.

"Ada apa?"

Bisiknya perlahan.

"Ada seorang pendekar sakti yang memperhatikan kita. Hawa pembunuhnya sangat tajam. Tetapi aku tidak tahu keberadaannya dengan jelas,"

Kata Suma Sun. Ia masuk ke dalam mengambil pedang. Saat keluar, tanpa berkata apa-apa ia sudah melayang dengan ringan ke bawah. Cio San menggumam dalam hati.

"Ada satu orang yang mati lagi malam ini,"

Sambil ikut melayang turun pula. Tahu-tahu Suma Sun berkata.

"Tiga."

"Eh, jadi kau bisa mendengarkan isi hati orang pula?"

Tanya Cio San tidak percaya sambil tertawa.723

"Aku bukan cacing di dalam perutmu, tentu saja tidak bisa."

Suma Sun tertawa pula tetapi gerakannya semakin halus dan lembut. Jika gerakan Suma Sun semakin halus dan lembut, itu tandanya ia sedang bersiap-siap membunuh orang.

"Lalu kenapa jawabanmu persis sama dengan ucapanku di dalam hati?"

Cio San masih tertawa heran.

"Mungkin karena aku terlalu banyak menghabiskan waktu mendengarkan ocehanmu. Sehingga aku tahu hal-hal apa saja yang tidak sempat kau ocehkan,"

Tawa Suma Sun.

Jalannya semakin lambat dan halus.

Tetapi ia masih tertawa.

Ada semacam keanehan di dalam diri mereka.

Jika semakin besar sebuah bahaya datang, semakin mereka akan sering bercanda dan tertawa.

Ini mungkin untuk melonggarkan seluruh otot dan syaraf, agar benar-benar siap menghadapi perubahan.

Hal ini juga untuk mengelabui keadaan kepada musuh.

Di tengah keramaian seperti itu, segala bahaya dapat datang kapan saja.

"Tuan... tuan, tolong... aku aku hilang"

Seorang anak gadis kecil datang di hadapannya dengan menangis.724

"Hilang? Kau kan ada di sini, kata siapa kau hilang?"

Canda Cio San.

"Hu...hu...ayah...dan ibu...tak tahu...hu...hu..."

Tangis si mungil ini malah bertambah deras.

"Oh, kau datang dengan ayah bundamu, lalu kau terpisah dari mereka?"

Tanya Cio San ramah. Anak mungil itu masih menggunakan lengannya untuk menyapu air matanya, tetapi kepalanya mengangguk. Tangisannya terdengar menyedihkan sekali.

"Jangan khawatir, ayo kita cari ayah-ibumu. Apakah rumahmu jauh dari sini?"

Saat mendengar kata ?rumah? tangisan si kecil semakin membahana. Cio San menggandeng tangan mungil itu dan berkata.

"Jangan bersedih. Yuk, kita cari ayah-ibumu."

Mereka lalu jalan bergandengan, Suma Sun mengikuti dari belakang.

"Eh adik kecil yang baik, siapa namamu?"

Tanya Cio San.725

"Aku she211 Sim, namaku Ning Ning...,"

Jawab si anak mungil.

"Oh, nama yang bagus sekali,"

Puji Cio San.

Ia senang kepada anak kecil.

Dan anak kecil ini manis dan polos.

Ia tidak lagi menangis, tapi wajahnya masih menampakkan kekhawatiran.

Dari tampilannya, Cio San bisa melihat bahwa anak ini berasal dari keluarga berada.

Baju kembang-kembang yang dipakainya terbuat dari bahan yang cukup mahal.

Tusuk rambutnya meskipun sederhana, juga terbuat dari bahan pilihan.

Langit kembali bergemuruh.

Kembang api kembali dinyalakan.

Sim Ning Ning memperhatikan langit dengan sedikit bahagia.

Kekhawatiran masih terbayang, tetapi melihat cahaya warna-warni kembang api, sedikit banyak kekhawatiran itu agak menghilang.

Cio San tersenyum memandangnya.

Mereka berkeliling-keliling sambil mencari orang tua Ning Ning.

Cio San bertanya tentang ciri-ciri orang tua Ning Ning.

211 Sim726

"Ayah tinggi besar. Lebih tinggi daripada kau, paman. Ibu lebih pendek sedikit dari engkau. Ayah memakai baju biru. Rambutnya disanggul dengan pita putih. Ibu memakai baju biru muda. Sanggulnya berawarna biru muda pula."

Cio San hanya mengangguk-angguk. Dengan seksama ia memperhatikan diantara kerumunan ratusan bahkan ribuan orang yang tumpah ruah di jalanan ini. Setelah lama mencari dan berkeliling, Cio San berkata.

"Ning-Ning, kita beristirahat dulu ya. Siapa tau saat istirahat kita akan bertemu dengan ayah ibumu."

"Baiklah,"

Jawab gadis mungil itu patuh.

"Eh, kakak, aku tahu sebuah kedai teh langganan ayah. Siapa tahu ia berada di sana,"

"Baiklah!"

Mereka lalu menuju sebuah jalanan yang agak sepi karena bukan merupakan pusat keramaian.

Di situ ada gang sempit yang agak menjorok ke dalam.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ada sebuah kedai teh di pinggiran sungai.

Secara tiba-tiba, Cio San melemparkan anak kecil itu ke udara.

Tubuhnya meluncur cepat ke arah dinding kedai.

Perbuatan yang tak disangka-sangka untunglah tidak mengakibatkan anak ini terluka,727 karena secara tidak disangka-sangka pula, anak kecil yang polos ini sudah berjumpalitan.

Kakinya menendang dinding dan melenting ke atas.

Tubuh itu lalu melayang turun perlahan.

"Paman sungguh kejam!"

Kata anak kecil itu tertawa.

"Dan kau sungguh bodoh,"

Tawa Cio San.

"Ku akui kepintaranmu dalam membongkar penyamaranku. Tapi, bagaimana kau bisa tahu?"

Tanya Ning-Ning.

"Di dalam cuaca musim gugur seperti ini, orang tua bodoh mana yang membiarkan anaknya yang masih kecil keluar tanpa mantel? Kuperhatikan semua orang di keramaian ini memakai mantel. Jika bukan karena tenaga dalam yang cukup, anak sekecil kau tidak mungkin mampu melawan dinginnya angin malam musim gugur,"

Jelas Cio San.

"Oh, jadi hanya dari baju saja kau bisa menebak semua ini? Sungguh tidak masuk akal!"

Kata Sim Ning Ning.

"Aku mengajak kau berkeliling cukup lama. Langkahku pun sedikit kupercepat. Ku lihat kau sama sekali tidak capek dan ngos-ngosan. Padahal untuk ukuran sepertimu, harusnya kau sudah lelah dari tadi,"

Ia menjelaskan masih sambil tersenyum.728 Gang sempit ini cukup gelap, karena merupakan bagian kumuh dari kota yang indah ini. Suma Sun masih berdiri di belakang Cio San, ia berkata.

"Mereka sudah datang,"

Dua orang muncul di gang sempit itu. Laki-laki dan perempuan. Ciri-cirinya persis seperti yang diungkapkan Sim Ning Ning.

"Kita rasanya tidak perlu basa basi."

Suma Sun langsung berdiri tegap menghadap kedua orang itu.

Letak tubuhnya membelakangi Cio San yang sedang berhadapan dengan Sim Ning Ning.

Keramaian masih terdengar di luar.

Herannya, keramaian itu semakin dekat dan mendekat.

Ratusan orang sudah berada di sana! Dari keramaian itu muncul ribuan anak panah! Para pengunjung keramaian ini semuanya rupanya adalah pembunuh! Ribuan panah menghujam dengan cepat.

Melesat meninggalkan bunyi yang menyeramkan.

Saat Cio San menoleh sejenak, Sim Ning Ning telah menghilang dari sana! Sepasang pendekar ?ayah-ibu? dari Ning-Ning juga sudah menghilang dari sana.729 Suma Sun dan Cio San lalu merapatkan badan saling membelakangi.

Hujan panah datang dari segala arah.

Untuk ukuran pendekar kelas wahid seperti mereka, hujan anak panah bukanlah hal yang terlalu berbahaya.

Tetapi jika para pemanahnya dapat menyembunyikan hawa pembunuh dan hawa kematian yang mereka bawa, tanpa ?tercium? oleh Suma Sun, maka mereka sama sekali tidak boleh dianggap remeh! Ribuan panah ini seperti tidak pernah habis.

Suma Sun dan Cio San seperti tidak punya kesempatan untuk maju ke depan dan menyerang para pemanah.

Cio San tak dapat menggunakan pukulan jarak jauhnya karena ia tahu, jarak para penyerangnya terlalu jauh.

Ia hanya dapat mengarahkan pukulannya untuk memunahkan panah.

Tetapi panah selalu datang dan datang, seperti tiada akhir.

Kejadian ini hanya berlangsung beberapa detik, tetapi bahaya yang mereka hadapi ini sangat sukar dilukiskan.

Sebuah panah yang datang dari tempat berbeda, dari tempat yang gelap dan tersembunyi, datang bagaikan sebuah ular berbisa yang mematuk730 dari balik bayang-bayang.

Cepat, dingin, dan mematikan.

Hanya sebuah panah.

Tetapi panah itu tersembunyi di balik ribuan panah yang datang susul menyusul bagai badai.

Siapa yang dapat mengira akan datangnya sebuah panah semenyeramkan itu, di tengah serbuan ribuan panah yang lain? Sehebat dan sesakti apapun seorang manusia, ia tak akan pernah dapat lolos dari maut, jika takdirnya telah tiba.

Cio San adalah manusia.

Suma Sun pun adalah manusia.

Panah itu datang dan menghujam jantung Cio San! Suma Sun hanya dapat mendengar suaranya, ketika panah laknat itu menembus dada sahabatnya! Ia tahu apa yang terjadi.

Ia tahu betapa dahsyatnya panah itu.

Ia pernah ?berhadapan? dengan panah itu beberapa menit yang lalu.

Dengan segala naluri yang dimilikinya, ia baru mengetahui kedatangan panah itu ketika hampir menembus batok kepala sahabatnya.

Kini, ditengah hujan badai panah731 dan keramaian kembang api, serta kesibukannya menangkis semua panah yang datang, bagaimana mungkin ia dapat mendengar sebuah panah yang memang dirancang dengan sangat hebat itu? Siapapun yang dapat menembak panah dengan demikian tepat dan cepatnya, sungguh pantas mendapatkan rasa takutnya.

Kaki Suma Sun bergetar, dalam sepersekian detik itu ia hanya bisa bergerak maju untuk menutupi tubuh kawannya dari hujaman panah lain yang datang.

Dengan marah ia hanya dapat menangkis panah-panah yang datang entah dari mana itu.

Tangkisannya banyak yang mengembalikan panah itu kepada pemanahnya.

Tapi mereka telah bersiap-siap.

Tameng baja telah tersedia bagi para pemanah itu untuk menangkis hujaman panah yang dilesatkan kembali oleh Suma Sun.

Ia dapat merasakan genggaman tangan Cio San di punggungnya.

Tangan itu belepotan darah yang hangat.

Baju putih Suma Sun yang semula bersih tanpa noda, kini memerah terkena cipratan darah sahabat terdekatnya ini.

Suma Sun tak tahu apa yang harus ia lakukan.

Jika menyerang maju, ia tentu saja berani.

Ia tidak perduli pada nyawanya.

Tetapi ia sungguh732 perduli pada nyawa sahabatnya.

Tidak ada yang lebih penting dari nyawa sahabatnya, bahkan nyawanya sendirinya pun tidak cukup penting.

"Pepergi...lah..."

Itu sebuah kata terakhir yang keluar dari mulut Cio San. Sebelum akhirnya ia menutup mata di dalam kegelapan yang tak bertepi. Sayup-sayup, Cio San masih mendengar Suma Sun berkata.

"Hey, keparat. Ini bukan saat yang baik untuk mati..."

Tetapi ucapan ini semakin lama-semakin mengecil, menjadi sayup-sayup, lalu menghilang di telan kegelapan dan kesunyian.

Suma Sun masih menangkis panah.

Ia hanya punya satu tangan.

Selama hidupnya, ia menggantungkan nasib dan takdir kepada tangannya.

Dulu di tangan kanannya, beberapa waktu yang lalu di tangan kirinya.

Kini ia benar-benar menggantungkan seluruh harapan itu kepada tangan satu-satunya ini.

Ia sendiri tahu, ada beberapa panah yang telah menghujam dirinya.

Tetapi ia tidak khawatir akan ada panah yang berbahaya yang akan datang.

Karena ia tahu, untuk melepaskan panah seperti itu, seorang pemanah harus mengumpulkan nafas, ketenangan,733 tenaga dalam yang tinggi, serta pemusatan kesadaran tertinggi.

Dan hal itu butuh waktu.

Segala kejadian ini hanya berlangsung beberapa detik, tetapi seolah-olah berlangsung seumur hidupnya.

Nasib manusia, siapa pula yang tahu dan bisa menebak? Takdir adalah rahasia langit, baru diketahui saat sudah terjadi.

Kematian.734 BAB 34 LAYANG-LAYANG MERAH Jika kematian datang, mereka pasti menghadapinya dengan senyuman.

Cio San tersenyum.

Sekilas Suma Sun memandang sahabatnya ini.

Ia tersenyum pula.

Harapannya akan kehidupan telah sirna.

Jika bisa hidup bersama dengan bahagia, tentu mati bersama akan bahagia pula.

Karena inilah Suma Sun tersenyum pula.

Ia mementang tangannya lebar-lebar, menyambut panah-panah yang tak terhitung jumlahnya ini.

Tetapi begitu ia mengikhlaskan kematian, panah-panah itu justru berhenti.

Karena entah dari mana sebuah perahu kecil telah melayang jatuh di depannya.

Telinganya telah mendengar datangnya, ia berharap yang datang itu adalah sebuah senjata yang akan mengantarkan kematian, tetapi yang datang justru sebuah perahu yang berfungsi sebagai tameng.735

"Kim Ie Wei datang, semua takluk!"

Terdengar teriakan menggema.

Seseorang menarik Suma Sun dan Cio San pergi dari situ.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Di leher orang itu terdapat panah yang menancap.

Darah mengalir di sekujur tubuhnya.

Tetapi orang ini tetap bertahan.

Ia datang bersama perahu yang melayang itu.

Kao Ceng Lun! "Mari kita pergi, kakak sekalian.

Pasukanku akan menahan mereka!"

Suma Sun menggapit Cio San di ketiaknya. Kao Ceng Lun menggunakan perahu sebagai tameng. Mereka semua melompat ke belakang. Tak jauh dari sana terdapat sungai kecil. Ketiga orang ini melompat ke sana dengan menggunakan perahu sebagai tameng.

"Byurrrr!"

Di kegelapan malam, mereka menceburkan diri ke dalam sungai.

Perahu itu melindungi mereka dari hujaman panah, saat mereka menyelam dibawahnya.

Dengan semangat yang membara mereka berenang sampai jauh.

Saat tidak terdengar lagi suara panah menancap di atas perahu.736 Saat dirasa telah aman, mereka memanjat naik.

Kondisi Kao Ceng Lun sangat parah, tetapi ia masih memiliki kekuatan tersisa.

Suma Sun jauh lebih baik darinya.

Cio San sudah kaku.

Wajahnya pucat membiru.

Suma Sun menahan air matanya.

Kao Ceng Lun tak bisa berkata apa-apa.

Di tengah sungai yang sunyi ini, menatap kawan terbaik meregang nyawa, bukanlah sebuah peristiwa yang bisa diabaikan begitu saja.

"Bagaimana lukamu?"

Tanya Suma Sun kepada Kao Ceng Lun.

"Cukup parah..."

Jawab pemuda itu terbata- bata.

"Tetapi tidak mengenai urat penting..."

Suma Sun mengangguk. Ia hendak memeriksa luka itu ketika terdengar sebuah suara.

"Ah.."

Terdengar suara lenguhan.

Cio San masih hidup! Suma Sun memeriksa panah itu.

Panah itu menancap di dada Cio San.

Tetapi sebelumnya panah itu menancap pula di sebuah kitab yang lumayan737 tebal.

Kitab Bu Bhok! Dengan penuh harapan, Suma Sun menyalurkan tenaga dalam ke tubuh Cio San.

Ia pun menekan beberapa titik di tubuh Cio San.

Saat hal itu dilakukan, terlihat air sungai menyembur dari mulut dan hidungnya.

Bercampur dengan darah.

Cukup lama ia menyalurkan tenaganya sampai terlihat tubuh Cio San mulai memerah dan menghangat.

Bagitu dirasanya cukup, Suma Sun menghentikan penyaluran tenaga itu.

Ia memeriksa nadi di pergelangan tangan Cio San.

Detaknya sangat lemah dan kacau.

Tetapi setidaknya sahabatnya itu masih hidup! Alangkah luar biasanya kebahagiaan Suma Sun saat itu.

Kao Ceng Lun pun terlihat sangat lega.

Mereka tidak berani mencabut panah di dada Cio San karena khawatir justru akan melukai lebih parah.

Giliran Suma Sun memeriksa luka Kao Ceng Lun.

Setelah meneliti dengan seksama dengan sentuhan-sentuhan jarinya, Suma Sun baru yakin bahwa luka itu memang benar- benar tidak akan merenggut nyawa sahabat mudanya itu.

"Kau sangat beruntung. Jika panah ini tepat pada sasaran, urat besarmu akan putus dan kau akan738 mati seketika,"

Ia lalu menotok beberapa titik di tubuh Kao Ceng Lun.

Setelah itu dengan hati-hati ia mencabut panah itu.

Suma Sun lalu mengeluarkan sebuah botol kecil dari balik bajunya.

Botol kecil itu berisi obat yang ampuh.

Umumnya setiap orang Kang Ouw memang membawa perlengkapan seperti ini.

Obat berupa bubuk itu diteteskan di luka Kao Ceng Lun.

Tak berapa lama wajah Kao Ceng Lun yang pucat itu pun berangsur-angsur memerah.

Ia telah lolos dari maut.

Entah kemana perahu ini membawa mereka.

Tak ada dayung, tak ada layar.

Seperti juga nasib manusia yang selalu terombang-ambing gelombang takdir, ketiga orang ini benar-benar menggantungkan diri kepada suratan takdir.

Tak jauh dari sana, sebuah kapal mewah mendekat.

Kapal ini tidak begitu besar.

Tetapi terlihat sangat mewah.

Sebuah bendera penanda kapal berkibar di tiang layarnya.

Sebuah bendera polos berwarna merah! Pemilik kapal itu sedang berdiri di anjungan.

Ia memakai jubah berwarna merah pula.

Di sekelilingnya ada beberapa gadis maha cantik yang berdiri menatap739 pula.

Siapapun yang melihatnya, pasti akan mengenal siapa orang ini.

Dialah Bu-Lim bengcu212, Gan-siauya213.

Setelah Beng Liong meninggal, jabatan ketua dunia persilatan menjadi tanggung jawabnya, sebagai orang yang dikalahkan Beng Liong.

"Apakah cayhe sedang berhadapan dengan Suma-tayhiap?"

Terdengar suara Gan-siauya. Ia berkata sangat pelan, tetapi suara itu terdengar sangat jelas. Suma Sun hanya mengangguk.

"Kedua orang yang terluka itu membutuhkan pertolongan. Harap tayhiap sudi naik ke kapal kecil kami untuk menerima sedikit perawatan,"

Kata Gan- siauya sopan.

Setelah berpikir sebentar, Suma Sun akhirnya mengangguk lagi.

Perahu kecil mereka sebenarnya sudah banyak memiliki bocor kecil di mana-mana akibat panah.

Tak berapa lama seluruh perahu ini akan tenggelam sepenuhnya.

Mendapatkan pertolongan 212 Ketua dunia persilatan 213 Tuan Muda Gan740 yang tak diduga-duga ini, sungguh hati Suma Sun sangat berbahagia.

Kao Ceng Lun yang masin memiliki sedikit sisa tenaga, membopong Cio San dengan hati-hati.

Mereka lalu melompat ke atas kapal dengan sisa tenaga mereka.

Begitu mendarat, mereka disambut oleh nona-nona cantik itu.

Nona-nona itu sangat sigap dalam memberi pertolongan.

Mereka membawa Cio San ke sebuah kamar perawatan khusus.

Suma Sun dan Kao Ceng Lun menjura dan berterima kasih.

"Ji-wi enghiong214 tidak perlu sungkan. Hal ini sudah merupakan kewajiban cayhe. Harap ji-wi enghiong beristirahat. Kamar sudah disiapkan. Tetapi harap maklum, kapal ini kecil sehingga ji-wi enghiong terpaksa harus berbagi tempat dalam satu kamar,"

Kata Gan-siauya.

"Aih mana berani kami menolak. Bengcu215 mau menampung kami saja, sudah merupakan hal yang sangat membahagiakan,"

Sahut Suma Sun penuh terima kasih.

214 Dua orang kesatria 215 Ketua741 Salah seorang nona lalu mengantarkan mereka ke sebuah kamar.

Walaupun kecil, kamar ini sangat nyaman dan mewah.

Tak berapa lama, hidangan berupa makanan mewah, dan dua mangkuk obat- obatan sudah dihantarkan pula.

"Betapa teliti bengcu kita ini. Semua makanan ini sangat enak, tetapi sangat bergizi dan bukan merupakan pantangan kepada luka-luka kami. Bahkan ia pun mengantarkan ramuan obat yang sangat mujarab. Sampaikan salam hormat kami kepada majikan anda,"

Kata Suma Sun kepada si nona yang sedang membereskan piring dan mangkok bekas makan mereka. Nona itu tersenyum menggoda.

"Siauya216 kami juga memerintahkan, apa saja yang tuan-tuan butuhkan, kami nona-nona kecil ini harus menurut,"

Perempuan cantik dan bahenol, jika sudah mengaku akan menurut semua perkataanmu, hal lain apa lagi yang bisa kau bayangkan? "Terima kasih.

Untuk saat ini, kami hanya butuh istirahat.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bantuan dan perhatian nona amat sangat berarti bagi kami.

Eh, apakah saudara kami yang terluka berat ini, ada di kamar sebelah?" 216 majikan742

"Benar sekali tuan. Saat ini Cio-hongswe sedang dirawat tabib kami. Jika sudah selesai, ia akan menjelaskan semuanya kepada tuan. Harap bersabar,"

Jelas si nona sambil tersenyum ramah. Suma Sun mengangguk dan berterima kasih.

"Ji-wi enghiong217 beristirahatlah, hamba berada di depan. Jika sewaktu-waktu butuh, silahkan ketuk pintu kamar ini saja. Ini ada baju bersih yang bisa ji-wi berdua pakai,"

Ia lalu meminta diri.

"Berada di depan? Apakah mereka menawan kita?"

Bisik Kao Ceng Lun lemah. Suma Sun tidak berkata apa- apa. Di dalam suasana seperti ini, semua orang bisa menjadi musuh. Bahkan diri sendiri pun bisa menjadi musuh. Ia menggenggam pedangnya erat-erat.

"Kau beristirahatlah, Lun-te218."

"Sun-ko219 saja yang beristirahat. Lukaku tidak parah,"

"Lukaku justru jauh lebih tidak parah. Sudahlah ayo istirahat,"

Tukas Suma Sun.

Kao Ceng Lun tidak berani membantah.

Ia lalu menutup mata dan bersemedi memulihkan luka di 217 Kedua tuan pendekar 218 Adik Lun 219 Kakak Sun743 lehernya.

Makanan bergizi dan semangkuk ramuan berkhasiat yang tadi ia santap, bekerja sangat baik dalam memulihkan tenaga dalamnya.

Ia yakin dalam dua atau tiga hari, lukanya akan sembuh sepenuhnya.

Suma Sun pun bersemedi memulihkan luka- lukanya.

Ada beberapa panah yang sempat menancap di tubuhnya.

Panah-panah ini beracun.

Tetapi bukanlah racun yang amat sangat berbahaya seperti racun-racun para ahli silat umumnya.

Dengan obat- obatan yang ia bawa sendiri, serta kekuatan tenaga dalamnya, racun-racun ini dapat dipunahkan seluruhnya.

Hari beranjak pagi.

Seseorang mengetuk pintu.

"Silahkan,"

Jawab Suma Sun. Ternyata si nona yang semalam menjaga pintu depan.

"Tuan, tabib kami hendak masuk dan berbicara sebentar,"

"Oh, mari silahkan masuk,"

Tabib yang masuk adalah seorang wanita yang amat cantik pula.

Umurnya tidak begitu muda, mungkin belum sampai tiga puluh lima.

Wajahnya menggambarkan wibawa, dan pembawaan yang halus.

Mengisyaratkan bahwa ia wanita yang berpendidikan, dan cerdas.744 Suma Sun menjura memberi hormat.

Wanita itu pun membalas.

"Perkenalkan, nama cayhe Peng Lin. Cayhe yang merawat luka Cio-hongswe."

"Bagaimana keadaannya Lin-siansing?"

"Aih, sebutan siansing terlalu berat. Harap memanggil nama saja. Tayhiap220 jangan terlalu sungkan,"

Katanya sambil tersenyum. Lanjutnya.

"Keadaan Cio-hongswe sudah membaik. Ia sangat beruntung karena panah tidak sampai menembus jantungnya. Sebuah kitab tebal secara kebetulan menahan laju panah itu. Sehingga panah itu tidak menembus jantungnya."

"Aih, syukurlah,"

Kata Suma Sun penuh bahagia.

"Tetapi, walaupun penuh itu tidak menembus jantungnya, panah itu sedikit melukai jantungnya. Goresan ini tidak dalam dan hanya kecil saja. Namun karena luka itu berada di jantung, maka hasilnya sangat berbahaya. Cio-hongswe tidak boleh banyak bergerak, dan harus beristirahat total selama satu tahun. Bahkan turun dari tempat tidur saja tidak boleh. Jika tidak luka ini bisa membesar, dan akan menyebabkan kematian,"

Jelas Peng Lin. 220 pendekar745 Bagi seorang ahli silat, tidak boleh bergerak selama satu tahun adalah penderitaan yang amat sangat besar. Suma Sun amat sangat paham masalah ini.

"Apakah maksud Lin-ci221, ia sudah tak dapat bersilat lagi?"

"Untuk hal ini, cayhe tidak berani memutuskan. Harus melihat tingkat kesembuhan Cio-hongswe. Jika lukanya bisa pulih sepenuhnya, mungkin saja Cio- hongswe bisa kembali berlatih silat. Tetapi jika boleh jujur, luka seperti ini akan amat sangat membatasi seseorang. Pengerahan tenaga yang besar, bisa membuat lukanya terbuka lagi, dan justru akan mendatangkan bahaya yang lebih besar."

Suma Sun mengangguk paham.

"Bolehkah cayhe menjenguknya?"

"Tentu saja. Tetapi Cio-hongswe masih belum sadar. Dan ia tidak boleh dibuat letih dulu,"

Jelas tabib cantik ini.

"Cayhe mengerti. Terima kasih sekali atas pertolongan Lin-ci. Sampaikan pula terima kasih cayhe kepada bengcu,"

Kata Suma Sun sambil menjura. Ia 221 Kakak perempuan Lin746 lalu bergegas ke kamar Cio San. Di depan pintu kamar itu, ada dua orang nona sedang berjaga.

"Biarkan, Suma-tayhiap masuk,"

Kata Peng Lin. Kedua penjaga ini lalu memberi jalan, dan membukakan pintu.

"Silahkan."

Suma Sun masuk. Dilihatnya sahabatnya itu sedang berbaring lemah tak berdaya. Tubuhnya sudah tidak lagi dingin. Malahan terasa hangat seperti orang sedang demam. Hampir saja Suma Sun menumpahkan air mata ketika terdengar suara lemah.

"Kau belum mampus?"

Suma Sun terperangah, namun ia segera menjawab sambil tertawa.

"Kau sendiri belum mampus, masakan aku mampus lebih dulu?"

Cio San tersenyum, tetapi matanya masih terpejam.

"Kau istirahatlah."

Dirinya sendiri terluka amat parah, tetapi masih memikirkan orang lain. Air mata Suma Sun menderai saat mendengarkan ini.

"Kata tabib, kaulah yang harus istirahat selama satu tahun tidak boleh bergerak. Ingin ku lihat tampangmu apa masih bisa menggoda orang,"

Kata Suma Sun sambil tersenyum tetapi air matanya terus mengalir.747 Si tabib masuk ke kamar, ia tidak menyangka Cio San akan sadar secepat itu, dan masih sanggup bercanda pula.

"Hongswe, mohon istirahat dan tidak banyak bicara dulu. Luka Hongswe masih harus dipulihkan,"

Kata si tabib cantik. Cio San tersenyum.

"Terima kasih siansing."

Sebenarnya si tabib cantik ingin membantah sebutan siansing ini, tetapi ia memilih diam agar Cio San dapat beristirahat. Ia lalu meramu beberapa ramuan yang berada di atas sebuah meja kecil di sebelah tempat tidur.

"Kita berada dimana?"

Tanya Cio San.

"Aih, hongswe, mohon istirahat dulu,"

Terdengar seruan tidak senang dari si tabib cantik. Mendengar ini, Suma Sun tersenyum, ia mendekatkan kepala lalu berbisik kepada Cio San.

"Ada perempuan cerewet di sini yang mengurusimu. Ku kira hidupmu ke depan tidak akan tenang."

Cio San menahan tawa sekuat mungkin, melihat ini si tabib cantik berseru pula.

"Suma-tayhiap, mohon maaf, cayhe harus meminta tayhiap untuk keluar. Perawatan masih belum selesai. Dan cayhe memohon dengan sangat agar tayhiap tidak berkata atau748 melakukan apa-apa yang bisa berbahaya bagi kepulihan, Cio-hongswe."

Suma Sun mengangguk dengan penuh hormat, lalu meminta diri.

Senyum masih menganmbang di pipinya, tetapi entah kenapa, air matanya justru mengalir lebih deras.

Ia paham betul dengan kenyataan bahwa Cio San bisa kehilangan seluruh kemampuan silatnya.

Dan ia tahu pula, Cio San mungkin akan tetap senang hidup dengan keadaan seperti itu.

Justru hal inilah yang membuatnya semakin terharu.

Ia paham betul sifat sahabatnya ini.

Betapa besar kecintaan Cio San dengan kehidupan, dengan manusia, dengan alam.

Dengan segala bahaya besar yang harus Cio San hadapi, hidup tanpa kemampuan ilmu silat hanyalah akan mengantarkan neraka kepadanya.

Tetapi Suma Sun sendiri sudah bertekad, selama hidupnya ia akan melindungi Cio San.

Persahabatan yang dalam selalu mengharukan.

Karena di dalam penderitaanlah makna sebenarnya dari persahabatan itu sungguh berarti.

Berapa banyak orang yang beruntung mengalaminya? Suma Sun kembali ke kamarnya.

Kao Ceng Lun terlihat amat segar, dan luka di lehernya terlihat sudah749 mulai mengering.

"Bengcu mengundang kita makan pagi,"

Kata Ceng Lun. Suma Sun mengangguk.

"Mari."

Hidangan sudah tersedia. Hidangan mahal namun sangat bergizi dan berkhasiat bagi pemulihan. Tidak gampang membuat makanan seperti ini, karena pada umumnya makanan enak itu tidak bergizi. Dan makanan bergizi itu tidak selezat makanan enak.

"Ah, ji-wi enghiong sudah datang. Mari...mari..!"
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kata Gan-siauya222 ramah.

Mereka duduk lalu menikmati hidangan.

Sambil mengobrol ringan tentang kehidupan sehari-hari.

Gan-siauya sama sekali tidak bertanya-tanya tentang kejadian yang baru saja mereka alami.

Seolah-olah kejadian ini tidak penah terjadi.

Setelah makan ia menjamu kedua tamunya itu dengan nyanyian dan permainan khimnya yang sangat indah.

Lelaki tampan dan halus ini memiliki bakat yang sangat besar dalam sastra pula.

Ia bercerita tentang lukisan-lukisan yang digantung di dinding kapal.

Ternyata lukisan-lukisan ini sangat mahal dan terkenal.

222 Tuan muda Gan750 Lelaki yang ?hong liu? seperti ini amat sangat sukar ditemukan.

Hong Liu berarti anggun, flamboyan, elegan.

Amat sangat banyak wanita yang akan jatuh hati terhadap lelaki ?hong liu? seperti ini.

Keanggunan Gan-siauya mungkin hanya dapat disamakan dengan Beng Liong.

Dalam urusan sastra, silat, dan seni, kedua orang ini hampir setara.

Ketampananannya pun hampir setara.

Ilmu silatnya pun hanya beda setengah tingkat.

Dilihat dari segala hal, Gan-siauya ini amat mirip dengan Beng Liong! "Melihat betapa tinggi pemahaman bengcu223 terhadap bu224, dan bun225, dan juga kesukaan bengcu terhadap warna merah, cayhe jadi teringat seorang pendekar besar di masa lalu,"

Kata Suma Sun.

"Aih, siapakah yang dimaksud Suma-tayhiap?"

"Si Jubah Merah, Li Hiang"

Jawab Suma Sun. Gan-siauya tertawa. Kao Ceng Lun bertanya.

"Siapakah sebenarnya Si Jubah Merah ini, Sun-ko? Aku pernah mendengarnya, tetapi cerita yang jelas tentang dirinya masih samar-samar." 223 ketua 224 Ilmu silat 225 Ilmu sastra751 Gan-siauya menukas.

"Li Hiang adalah seorang tokoh yang cukup terkenal puluhan tahun yang lalu. Ia mendapat julukan sebagai ?Ji Hua Sian?, dewa pemetik bunga. Banyak orang yang menuduhnya sebagai bajingan, tetapi banyak pula yang menganggapnya sebagai seorang enghiong sejati. Konon kabarnya, seluruh wanita bertekuk lutut di bawah senyumannya, dan banyak pula pendekar yang bertekuk lutut di bawah pedangnya. Suma-tayhiap membandingkan cayhe226 dengan beliau adalah seperti membanding kan langit dengan bumi."

Tawanya.

"Sungguh bukan maksud cayhe untuk membandingkan, apalagi menghina bengcu dengan membandingkan bengcu dengan seorang ?pemetik bunga?227. Tetapi cayhe pernah bertemu sendiri dengan beliau, dan beliau jauh dari sangkaan orang. Beliau sangat baik, setia kawan, tahu balas budi, dan amat sangat tinggi ilmu silatnya."

Gan-siuya hanya tertawa.

"Ah, tayhiap jangan sungkan. Sama sekali cayhe tidak tersinggung. Malahan cayhe merasa sangat tersanjung. Tetapi masih butuh ratusan tahun bagi cayhe, untuk dapat 226 Saya 227 Playboy, Pemerkosa, Penjahat Kelamin752 menyamai nama beliau, mari bersulang untuk beliau,"

Ia mengangkat cawan araknya tinggi-tinggi. Suma Sun dan Kao Ceng Lun pun melakukan hal yang sama.

"menjura."

Kao Ceng Lun lalu bertanya.

"Sun-ko ceritakanlah tentang Si Jubah Merah ini, aku sungguh tertarik,"

Kata Suma Sun.

"Aku bertemunya saat aku masih kecil. Itu kejadian lama yang pahit dan sangat ingin kulupakan. Saat itulah di mana ayah dan ibuku terbunuh. Aku benar-benar tidak ingin bercerita. Tetapi satu hal yang kujamin, Si Jubah Merah adalah seorang kuncu. Seorang laki-laki sejati,"

Kao Ceng Lun hanya bisa mengangguk-angguk dengan perasaan tidak enak karena melihat bayangan kesedihan di wajah Suma Sun.

Sejak tadi ia ingin menanyakan sebuah hal yang sangat menarik perhatiannya.

Sebuah layang-layang besar yang tergantung di dinding.

Layang-layang besar berwarna merah! "Bengcu suka bermain layang-layang?"

Tanyanya.

"Ah ya. Suka sekali. Aku mempunyai simpanan layang-layang yang amat sangat banyak di gudang kapal. Bahkan di seluruh tionggoan, orang mengenal753 ku sebagai penggemar layang-layang kelas wahid. Ha ha ha,"

Tawanya. Lanjutnya.

"eh, marilah kita bermain. Ku tunjukkan sebuah hal yang menarik."

Mereka bertiga bergegas keluar.

"Yong-ji, terbangkan layangan. Angin sedang bagus, cuaca cerah. Mari bermain,"

Perintah Gan-siauya kepada salah seorang dayang-dayangnya.

"Baik, siauya,"

Si nona menjawab dengan penuh semangat. Layangan sudah terbang. Tinggi sekali. Senyum di wajah Gan-siauya seperti senyuman anak kecil yang menemukan mainan kesenangannya.

"Nah, kita memasuki bagian yang seru,"

Sambil berkata begitu, tubuhnya melayang, kakinya menginjak benang tipis layangan itu.

Lalu menggunakan benang tipis itu, ia mendaki ke atas langit.

Jauh sekali.

Ilmu meringankan tubuh yang ia pertontonkan ini sungguh sangat sukar dibayangkan.

Bahkan benang layangan itu tidak bengkok karena berat tubuhnya.

Tetap lurus mengambang diangkasa seperti tak ada apa-apa.

Suma Sun dan Kao Ceng Lun berdecak kagum melihat pertunjukan ginkang228 yang sangat hebat itu.

228 Ilmu meringankan tubuh754

"Ji-wi tayhiap naiklah kemari,"

Gan-siauya mengirimkan suara dari atas langit.

Suara itu datang degan jelas padahal ia berada jauh di atas langit bersama layang-layangnya yang terlihat bagai sebuah titik kecil di angkasa.

Ajakan ini sebenarnya adalah ?tantangan? untuk mempertunjukkan tingkat tingginya ginkang seseorang.

Suma Sun tentu saja tidak tertarik kepada ?tantangan? ini, tetapi ia tertarik merasakan bagaimana rasanya menunggang layangan.

Tubuhnya pun sudah melesat ke atas.

Tidak kalah ringan, dan tidak kalah cepat.

Ginkang Suma Sun memang tidak pernah kalah ringan, dan tidak pernah kalah cepat oleh siapa pun.

Tak berapa lama tubuhnya pun telah berubah menjadi sebuah titik di angkasa.

Layang-layang adalah sebuah benda yang sangat tipis yang terbuat dari bambu dan kertas.

Jika layang-layang itu tetap dapat terbang dengan bebas di angkasa padahal di saat yang sama ada 2 orang lelaki dewasa berdiri di atasnya, berarti bukan layang-layang itu yang hebat, melainkan kedua orang laki-laki itulah yang hebat.755 Di atas sana, angin terdengar sepoi-sepoi.

Suara keramaian manusia pun hanya terdengar sayup- sayup.

Manusia terasa begitu kecil dan tak berarti.

"Bagaimana, Suma-tayhiap? Seru bukan?"

Kata Gan-siauya sambil tertawa senang.

"Menarik. Amat sangat menarik! Walaupun aku buta dan tak dapat melihat apa-apa, sungguh suasana di atas sini sangat menyenangkan,"

Sahut Suma Sun.

"Karena itulah, cayhe sangat sering melakukannya. Dari atas sini, banyak sekali manfaat dan juga ketenangan yang bisa kudapatkan,"

Jelas Gan-siauya. Suma Sun mengangguk mengerti.

"Siauya sedang urusan apa ke kota ini?"

Tanya Suma Sun.

"Oh, kota ini adalah tempat tinggal tetapku. Aku suka suasana gemerlapnya, tetapi tetap masih bisa membawa ketenangan."

"Oh begitu..."

Kata Suma Sun.

"Memangnya kenapa, tayhiap?"

"Semua kejadian ini serasa seperti di atur oleh sebuah tangan gaib yang kejam,"

Kata Suma Sun.756

"Cayhe mengerti. Segala kejadian semalam, cayhe sudah paham. Kalian diserang oleh sebuah pasukan panah yang amat sangat terlatih. Begitu mendengar hal ini dari seorang anak buah, cayhe langsung berangkat. Untungnya, walaupun sedikit terlambat, nyawa saudara sekalian masih bisa tertolong. Saat itu cayhe tidak tahu siapa yang diserang, dan memutuskan untuk tidak ikut campur dahulu sebelum mengetahui duduk permasalahan. Pasukan yang terlatih seperti itu, sangat menakutkan. Cayhe khawatir bahwa pasukan ini adalah pasukan khusus kerajaan,"

Jelasnya.

"Cayhe masih belum tahu pasti,"

Kata Suma Sun.

"Pasukan seperti ini bisa dilatih siapa saja, asalkan mempunyai dana dan pengetahuan yang sangat kuat,"

"Apakah mereka mencari kitab Bu Bhok?"

"Mungkin saja. Sekarang kitab ini sudah menjadi incaran siapa saja. Kitab ini sekarang berada pada bengcu, bukan?"

Tanya Suma Sun.

"Ya benar. Saat panah dicabut dari dada Cio- hongswe, buku ini berhasil diselamatkan pula. Untunglah buku ini dilapisi sejenis lilin sehingga tahan757 air. Apakah tabibku menjelaskan bahwa buku ini berada padaku?"
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidak. Cayhe hanya menebak saja. Pastinya sudah berada pada bengcu, karena cayhe tidak menemukan buku itu di kamar Cio San. Cayhe harap, bengcu menyimpan buku itu dengan baik. Urusan yang akan datang kepada bengcu akan amat sangat banyak,"

Kata Suma Sun.

"Buku itu bukan milikku, dan tidak dipercayakan kepadaku. Cayhe hanya akan menyimpan buku itu sampai Cio-hongswe pulih. Atau jika mendapat ijin langsung dari Cio-hongswe,"

Kata Gan-siauya.

"Eh, Kao-tayhiap, ayo naiklah kemari,"

Dengan Khi-kang229 nya ia memanggil Kao Ceng Lun. Ceng Lun membalas pula dengan mengirimkan suara.

"Terima kasih, cayhe takut ketinggian. Haha."

"Haha. Lucu juga Kao-enghiong. Dia apakah perwira Kim Ie Wie230 ?"

Tanya Gan-siauya. Suma Sun mengiyakan.

"Laporan dari salah satu anak buah cayhe itu, Kao-enghiong dengan gagah berani menyalakan 229 Ilmu pengaturan suara 230 Pasukan Baju Sulam, pasukan elit rahasia milik kekaisaran758 suar231 untuk memanggil anggota-anggotanya. Suar ini adalah suar khusus milik kesatuan Kim Ie Wie. Padahal saat itu katanya ia telah terluka oleh sebuah panah di lehernya. Saat pasukan itu berkumpul, ia lalu memerintahkan mereka menyerang pasukan pemanah, sedangkan ia sendiri menyelamatkan Suma- tayhiap dan Cio-hongswe,"

Kisah Gan-siauya.

"Eh, bagaimana nasib pasukan ini?"

Tanya Suma Sun.

"Mereka berhasil memporak-porandakan pasukan pemanah. Kelemahan pasukan pemanah memang adalah pertarungan jarak dekat. Apalagi belasan anggota Kim Ie Wie ini memiliki ilmu silat dan daya tempur yang sangat tinggi. Tak berapa lama, pasukan ini sudah kocar-kacir."

Suma Sun mendengar penjelasan ini dengan sungguh-sungguh. Katanya.

"Ini bukti bahwa mereka bukan pasukan milik pemerintah. Anggota Kim Ie Wie pasti akan menangkap salah satu dari mereka dan akan menanyakan hal ini sejelas-jelasnya. Semoga tak berapa lagi, kita bisa mendapat kabar."

"Betul, tayhiap." 231 Tanda cahaya, biasanya dibakar dan menyala di langit. Seperti kembang api.759 Mereka menghabiskan waktu di atas ini untuk beberapa lama, lalu kemudian turun kembali ke kapal. Saat turun kembali Kao Ceng Lun dan beberapa nona masih berada di sana dan bercengkarama.

"Bagaimana keadaan di atas sana, Sun-ko"

"Gelap. Aku kan buta,"

Jawab Suma Sun sambil tertawa. Yang lain ingin tertawa namun sedikit sungkan. Kata Suma Sun.

"Jangan khawatir, justru karena kebutaanku ini, aku dapat melihat dan mengalami hal yang tidak bisa dirasakan oleh manusia yang sehat,"

Katanya tersenyum.

"Seperti apa contohnya, tayhiap?"

Tanya selah seorang dayang cantik yang ada di sana? "Seperti sebuah kapal besar yang siap menyerang kemari,"

Senyumnya masih mengambang pula. Tapi entah dari mana, pedangnya sudah berada di tangannya.760 BAB 35 KEJADIAN DI ATAS KAPAL KEKAISARAN "Lun-te232, kau masuklah ke dalam, temani Cio San,"

Kata Suma Sun kepada Kao Ceng Lun. Dengan sigap pemuda itu mengangguk dan segera beranjak masuk ke dalam kapal, ketika ia mendengar Gan-siauya berkata.

"Kapal ini adalah kapal perang kerajaan."

"Kapal kerajaan?"

Kao Ceng Lun menghentikan langkahnya.

"Jika itu benar kapal kerajaan, biarkan aku berbicara pada pemimpin kapalnya,"

Katanya. Suma Sun mengangguk setuju, katanya.

"Jika begitu, aku saja yang masuk ke dalam menjaga Cio San,"

Segera ia sudah menghilang dari situ. Gan-siauya menoleh kepada Kao Ceng Lun.

"Ide bagus. Sebagai perwira dari Kim Ie Wie233, kau tentu bisa berbicara kepada mereka." 232 Adik Lun 233 Pasukan baju Sulam761

"Yang cayhe khawatirkan adalah maksud dan tujuan mereka,"

Tukas Kao Ceng Lun.

"Aku tidak membawa barang-barang terlarang, atau berbahaya. Kemungkinan besar, satu-satunya hal yang mereka cari, adalah Kitab Bu Bhok,"

Ujar Gan- siauya. Kao Ceng Lun mengangguk.

"Sudah lama para jenderal dan perwira kerajaan mencari kitab ini. Sebenarnya tidak ada perintah khusus dari kaisar yang sekarang untuk tugas ini. Tetapi jika kitab ini jatuh ke tangan jenderal-jenderal yang merencanakan pem- berontakan...,"

Kao Ceng Lun tidak berani meneruskan kata-katanya.

"Pemberontakan?"

Tanya Gan-siauya.

"Sebenarnya cayhe tidak boleh menceritakan rahasia ini. Tetapi kepada Beng-cu, tentu saja hal ini tidak mungkin cayhe tutup-tutupi. Ada pergerakan rahasia di dalam istana. Beberapa jenderal sedang merencanakan pemberontakan terhadap kaisar, dengan cara memanfaatkan keributan dengan suku- suku luar seperti Miao, dan Goan. Sayangnya, kami masih belum mengetahui siapa-siapa saja jenderal- jenderal ini. Tapi pergerakan mereka semakin jelas,"

Ujar Kao Ceng Lun.762

"Jika kitab Bu Bhok jatuh ke tangan mereka, maka pergerakan mereka akan semakin berbahaya. Bagaikan harimau yang tumbuh sayap,"

Kata Gan- siauya lirih.

Matanya memandang jauh ke depan, kapal yang semakin kencang menghampiri mereka, terlihat semakin mendekat.

Ukuran kapal ini sangat besar, hampir 9 atau 10 kali kapalnya sendiri.

Bisa dibayangkan, pasukan tentara yang berada di kapal itu pasti sangat banyak.

Bendera kerajaan yang berwarna kuning keemasan terlihat berkibar begitu gagah.

Di anjungan depan kapal, banyak orang yang berkumpul dan berdiri dengan gagah.

Dari pakaian dan gayanya yang berwibawa, Gan-siauya dapat melihat siapa pemimpin kapal itu.

"Laksamana Bu Sien...,"

Kata Kao Ceng Lun pelan. Ia mengenal laksamana itu.

"Dia orang baik?"

Tanya Gan-siauya.

"Cayhe tidak berani memastikan..."

Jelas Kao Ceng Lun. Kapal raksasa itu datang membawa gelombang yang cukup kuat sehingga kapal Gan-siauya sedikit terombang-ambing. Kapal kerajaan itu berhenti763 disamping kapal ketua dunia persilatan yang masih sangat muda itu. Ia membuka suara.

"Perkenalkan, nama cayhe Gan Siauw Liong234. Cayhe adalah Bu Lim Beng Cu235 sah saat ini. Apakah cayhe sedang berhadapan dengan yang mulia laksamana Bu Sien yang terhormat? Mohon terima salam hormat kami,"

Ia menjura, suaranya terdengar lantang dan gagah, namun lembut dan tegas. Baru kali ini pula Kao Ceng Lun mengetahui nama asli Gan-siauya. Seorang lelaki gagah, tinggi besar dan wajah kemerahan menyahut.

"Salam. Benar aku adalah laksamana Bu Sien. Aku memiliki sedikit keperluan dengan saudara,"

Suaranya keras menggelegar.

"Laksamana yang terhormat memiliki keperluan apa, mohon titahkan,"

Kata Gan Siau Liong sambil tersenyum ramah. Beberapa dayangnya yang cantik masih berada di belakangnya, tersenyum dengan ramah pula.

"Aku mendengar bahwa kapal ini memuat sebuah benda yang sangat penting bagi kekaisaran, aku berharap saudara mau menyerahkannya kepada 234 Siauw Liong berarti Naga Kecil 235 Ketua Dunia Persilatan764 kami sebagai perwakilan kekaisaran,"

Laksamana ini memang bukan orang yang suka basa-basi.

"Benda apakah gerangan yang dimaksud laksamana yang terhormat?"

Tanya Gan Siau Liong.

"Kitab Bu Bhok!"

Gan Siau Liong terdiam beberapa saat, tapi ia segera berkata.

"Kitab itu memang berada kepada kami, tetapi benda itu kini milik kaum persilatan. Menurut undang-undang yang berlaku, kekaisaran tidak memiliki hak untuk mencampuri urusan kaum persilatan, kecuali jika yang mulia kaisar sendiri yang menurunkan titah."

Braaaak! Sang laksamana menggebrak pagar anjungan kapalnya.

Ia tahu kata-kata Gan Siau Liong memang ada benarnya.

Tiba-tiba dari kerumunan pasukan tempatnya berdiri, majulah seseorang yang berperawakan aneh.

Tubuhnya cebol, dan kepalanya jauh lebih besar daripada umumnya.

Kepalanya botak dan ditumbuhi rambut tipis-tipis di sana sini.

Kumis dan jambangnya lebat.

Sepanjang hidupnya, seluruh yang berada di kapal Gan-siauya ini memang belum pernah bertemu dengan orang seperti ini.

Karena pendek, lelaki cebol ini melompat dengan ringan dan765 berdiri di atas pagar anjungan kapal agar dapat berbicara dengan leluasa kepada kapal kecil dibawahnya.

"Menurut peraturan dunia persilatan, segala mamcam urusan antara kaum bu lim dapat diselesai kan dengan mengadakan Pi Bu236,"

Ia berhenti sejenak untuk melihat jawaban Gan Siau Liong. Pemuda ketua dunia persilatan itu mengangguk.

"Aku menantangmu untuk melakukan Pi Bu!"

Ia menjura lalu menghentakkan kakinya tiga kali. Dalam budaya persilatan di Tionggoan, gerakan ini berarti secara resmi menantang tanding.

"Baik, apa pertaruhannya?"

Tanya Gao Ceng Lun balas menjura, yang berarti menerima tantangan.

"Jika aku menang, kami boleh membawa kitab Bu Bhok tanpa diganggu. Jika kau menang, kami akan membebaskan kalian pergi tanpa diganggu."

Gao Ceng Lun mengangguk.

"Tuan telah menentukan pertaruhannya, aku berhak menentukan aturannya,"

Katanya tegas. Giliran si cebol yang mengangguk. 236 Adu Tanding Silat766

"Pertandingan ini hanya berlangsung sekali, antar 2 orang. Siapa yang jatuh ke laut dianggap kalah, siapa yang mati dianggap kalah. Boleh menggunakan senjata apa saja, kecuali racun. Tidak boleh dibantu orang lain, masing-masing petarung bertanggung jawab atas nyawanya sendiri, dan tidak ada kewajiban balas dendam kepada keluarga dan sahabat yang ditinggalkan,"
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kata Gan Siau Liong dengan lantang, lanjutnya.

"Masih ada satu lagi. Arena pertempuran berada di kapal saudara, dan bukan kapal kami."

"Baik. Aku menerima aturan,"

Kata si cebol menjura.

"Ijinkan hamba naik ke atas kapal laksamana yang mulia,"

Pinta Gan Siau Liong yang diikuti dengan anggukan kepala sang laksamana memberi ijin.

Dengan ringan, sang ketua dunia persilatan itu melayang dengan indahnya.

Jubah merahnya yang longgar menutupi pakaiannya yang berwarna putih, berkibar-kibar tertiup angin laut.

Ia mendarat di lantai kayu kapal itu dengan sangat ringan, bahkan tidak terdengar suara sedikitpun saat kakinya menginjak lantai.

Bagaikan bunga kapas yang meliuk dengan indah dan jatuh di atas rerumputan.

Begitu mendarat, hanya satu hal yang menarik perhatiannya.

Sesosok perempuan yang sejak tadi767 berada di balik kerumunan para prajurit.

Pakaian perempuan ini ringkas namun bahan-bahannya sangat mewah.

Rupanya ia adalah orang Bu Lim (kaum persilatan) pula.

Gan Siau Liong memandang sekilas padanya.

Senyumnya hanya di ujung bibir, seolah-olah tersenyum kepada dirinya sendiri.

Nona cantik itu hanya diam memandangnya.

Senyumnya pun tipis sekali.

Seperti balas tersenyum kepada dirinya sendiri pula.

Para prajurit dengan sigap membuat barisan berupa lingkaran di anjungan kapal.

Gan-siauya (tuan muda Gan) dan si cebol berada tepat di tengah- tengahnya.

"Bolehkah aku mengetahui nama tuan yang terhormat?"

"Julukanku Sin Mo Locu 237."

Gan Siau Liong mengangguk hormat.

"Kita mulai?"

"Yang lebih mudah, silahkan memulai lebih dahulu,"

Katanya jumawa.

Ia berkata begitu sambil menutup matanya dan kepala mendangak.

Gan Siau Liong, atau yang lebih dikenal dengan nama Gan-siauya itu melepas jubah merahnya.

Bajunya yang putih ringkas, akan membuat 237 Si iblis tua sakti768 gerakannya menjadi lincah dan tanpa hambatan.

Ia lalu berseru.

"Lihat serangan!"

Tubuh pemuda tampan itu melesat ke depan, si cebol hanya berdiri diam.

Di dalam hati ia kagum juga melihat kecepatan pemuda lawannya ini.

Begitu tiba di hadapannya, pemuda tampan itu melancarkan sebuah sapuan yang tiba-tiba.

Serangan ini sangat unik, karena biasanya sebuah jurus pembuka adalah berupa pukulan atau tendangan.

Tapi Gan Siau Liong malah menunduk rendah dan melakukan sebuah sapuan yang amat cepat.

Gerakan ini sebenarnya kurang menguntungkan dibandingkan pukulan atau tendangan.

Karena untuk melakukan sapuan, ia harus menunduk terlebih dahulu, dan karena ini ia kehilangan sepersekian detik yang berharga.

Karena hal inilah, si cebol tidak menghindar.

Ia justru menyerang dengan telapak tangannya, karena ia merasa menang keadaan.

Dalam perhitungannya, serangan telapaknya itu pasti sampai lebih dulu.

Tapi ia terpaksa dibuat kagum ketika Gan-siauya secara tiba-tiba merubah sapuan itu menjadi tendangan yang dahsyat.

Nama jurus tendangan yang aneh ini adalah ?Naga Mengibaskan Ekor?.

Jurus yang merupakan769 pengembangan dari 18 Tapak Naga.

Tetapi dilakukan dengan tendangan! Terdengar suara angin yang menderu-deru dari tendangan maha dahsyat itu.

Si cebol tidak sempat menghindar, dengan telapak tangannya yang kecil, ia menangkis tendangan maha hebat itu.

Semua orang yang berada di situ berseru kaget karena telapak tangan kecil itu bergerak seperti tanpa tenaga menghadapi tendangan sedahsyat itu.

Si cebol bisa terhempas tersapu kekuatan mengagumkan dari tendangan itu! Tetapi semua yang menonton pertandingan ini justru lebih kaget lagi, ketika ternyata justru Gan- siauya yang terpental saat tendangannya beradu dengan tapak mungil itu.

Seluruh kapal terasa bergetar ketika kedua serangan itu berada.

Gan-siauya terhempas ke belakang hampir menabrak kerumunan para prajurit yang membentuk lingkaran.

Dengan berjumpalitan, ia berhasil menguasai keadaan tubuhnya.

Ia justru melayang melenting ke atas melewati barisan prajurit, dan mendarat dengan ringan di atas pagar anjungan dengan satu kaki.

Kaki yang satunya terangkat tinggi di udara.

Wajahnya menampakkan senyum yang tenang.770 Meskipun hatinya berdebar-debar oleh semangat yang menggelora, wajahnya tetap menggambarkan ketenangan yang luar biasa.

Ia menguasai ilmu pecahan dari 18 Tapak Naga, yang dikenalnya dengan sebutan 10 Tapak Naga.

Ilmu itu dulunya berjumlah 28.

Ratusan tahun yang lalu, tetua Kay Pang238 yang bernama Siau Hong meringkas ilmu itu menjadi 18 jurus.

Sedangkan 10 yang tersisa melebur ke dalam yang ke 18 itu.

Tak ada seorang pun yang tahu bagaimana rupa asli dari 10 jurus yang dilebur itu.

Sampai kemudian, beberapa tahun lalu Gan-siauya menggunakannya dalam perebutan Bu Lim Beng Cu di puncak Thay-San.

Kesepuluh jurus ini adalah jurus maha dahsyat yang terbuang percuma, karena tetua Siau Hong saat itu belum benar-benar memecahkan inti rahasia kesepuluh jurus ini.

Tetapi Gan Siau Liong berhasil memecahkan nya.

Inti dari 18 Tapak Naga adalah pengerahan kekuatan maha dahsyat untuk menyerang musuh.

Inti dari 10 tapak yang tersisa adalah bagaimana menggunakan tenaga lawan untuk digabungkan dengan tenaga sendiri untuk menyerang lawan.

238 Perkumpulan pengemis771 Cio San dulu berhasil melakukan hal ini dengan menggabungkan 18 Tapak Naga dan Thay Kek Kun.

Itu pun ia hanya menguasai 3 jurus pertama dari jurus 18 Tapak Naga.

Tetapi Cio San sebenarnya telah mampu memecahkan rahasia tersembunyi di balik 18 Tapak Naga.

Selain tenaganya yang sangat-sangat dahsyat untuk menghancurkan, ilmu ini sebenarnya bisa digabungkan dengan ilmu tenaga ?lembut? yang akan menambah kedahsyatannya.

Oleh karena itu Gan Siau Liong sama sekali tidak terluka walaupun ia terhempas lumayan jauh.

Justru keadaan si cebol yang sangat berbahaya.

Agar mempertahankan dirinya supaya tidak terlempar ke laut, si cebol mengeluarkan tenaga yang lebih dahsyat untuk menahan gerakannya.

Hal ini mengakibatkan tenaganya sendiri saling beradu, apalagi ditambah dengan tenaga serangan Gan Siau Liong.

Keadaannya sebenarnya memprihatinkan.

Tapi ia tampak tenang-tenang saja, meskipun ia terlihat sangat pucat karena menahan sakit.

Sebisa mungkin ia tidak bersuara agar tenaganya tidak terbuang percuma.

Dengan mata merah, ia memandang Gan Siau Liong penuh kebencian.

Tubuhnya bergetar menahan perihnya luka dalam yang ia hadapi.772 Ingin rasanya ia pergi dari situ karena pemenangnya sudah dapat ditentukan.

Dalam satu kali gebrakan saja si cebol ini mungkin akan menderita lebih parah.

Tetapi peraturan yang disepakati mengatakan bahwa pemenang baru akan ditentukan saat seseorang jatuh ke laut atau mati.

Bukan terluka! Maka dari itu dengan tidak ragu-ragu, pemuda itu membumbung tinggi untuk menyudahi pertarungan itu.

Ia melayang dengan indah.

Mata semua orang yang berada di sana terbelalak dalam kekaguman.

Seolah-olah sedang melihat seorang dewa maha tampan yang melayang turun dari khayangan.

Gerakan melayang ke atas ini dilakukan dengan sangat anggun, sepertinya seluruh dunia bergerak dengan sangat lambat mengikuti gerakan pemuda tampan ini.

Rambutnya tertiup angin, membuat wajahnya semakin terlihat mengagumkan.

Lalu ia melayang turun.

Sebuah hujaman tendangan yang dilakukan amat sangat cepat! Begitu berbeda dari gerakan melayang naiknya yang perlahan, anggun, dan mempesona, tendangan ini justru sebaliknya.

Cepat, ganas, dan menakutkan! Gerakannya menghujam deras! Bagaikan naga yang meluncur turun dengan kecepatan dan tenaga773 penuh.

Terlihat cahaya berkilauan dari tubuh dan matanya.

Seperti petir yang menyambar-nyambar! Belum pernah seorang pun melihat cahaya yang berkilauan yang keluar dari mata manusia.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia seperti dewa naga! Sangat menakutkan! Sangat mengagumkan! Angin menderu-deru menimbulkan gelombang yang membuat kapal bergoyang-goyang.

Angin yang keluar hanya dari gerakan melayang si pemuda tampan ini! Si cebol sudah tak dapat bergerak, ia hanya menerima serangan itu dengan pasrah.

Tendangan yang datang sudah tak mampu dihindari atau dihentikan.

Lalu si cebol ini bergerak.

Gerakannya justru lebih cepat dari gerakan Gan-siauya! Tetapi ia bergerak ke samping, dan tidak menerima serangan itu dari depan.

Tak ada seorang pun yang menyangka dibalik sikapnya yang seperti telah menerima kematian, si cebol ini rupanya menyimpan tenaga yang amat sangat besar! Rupanya ia berpura-pura terluka.774 Ia sama sekali tidak terluka.

Tenaga besar yang tadi menghujam tubuhnya, rupanya mampu dikendalikannya dan dimanfaatkannya dengan baik.

Ia sepertinya menguasai sebuah ilmu yang mampu menyerap tenaga dan mengalirkannya.

Dulu pula, Cio San berhasil melakukannya dengan menggabungkan ilmu menghisap matahari dan Thay Kek Kun.

Tetapi ilmu si cebol itu bukan gabungan kedua ilmu itu.

Ilmunya jauh lebih penuh rahasia, jauh lebih menakutkan, karena dilakukan bersamaan dengan tipu daya.

Gerakan ke sampingnya membuka peluang baginya untuk menyerang bagian paha Gan Siau Liong yang terbuka.

Dan itulah yang dilakukannya! Telapak tangannya menghujam ke paha Gan Siau Liong tanpa ampun.

Pemuda itu terlontar ke samping! Tapi ia tidak kehilangan akal.

Dengan kaki satunya, ia mengait ketiak si cebol, dan dengan menggunakan tenaga dorongan hasil dari serangan si cebol sendiri, ia melontarkan si cebol jauh ke atas! Tubuh Gan Siau Liong sendiri menghujam ke barisan prajurit lalu lanjut menghantam pagar anjungan.

Terdengar raungan beberapa prajurit yang775 tulangnya hancur dan patah-patah karena tertabrak tubuh Gan Siau Liong.

Tulang pahanya patah, dan ia terluka dalam.

Dengan tenaga yang tersisa, ia berpegangan di ujung haluan kapal.

Si cebol sendiri melayang ke atas, dan tanpa ampun terhempas ke laut! Menurut peraturan yang disepakati, Gan Siau Liong lah pemenangnya.

Sejak awal, Gan Siau Liong sudah curiga bahwa si cebol memiliki ilmu yang aneh.

Karena itu ia sengaja menggunakan ilmu-ilmu terdahsyatnya agar si cebol terpancing juga mengeluarkan ilmunya yang sebenarnya.

Ketika pertama kali ia terhempas saat tendangannya tertangkis si cebol, ia sudah curiga bahwa si cebol ini memiliki sejenis ilmu untuk mengalihkan tenaga.

Di serangannya yang kedua, ia tahu bahwa ia tidak boleh beradu tenaga dengan si cebol ini.

Sebab itu, ia memancing dengan menggunakan tendangan nya yang paling sakti.

Ia menyangka si cebol akan menerima tendangannya dengan telapak pula, sehingga dengan begitu si cebol akan mampu menyerap tenaganya.

Jika itu yang dilakukan si cebol, Gan Siau Liong sudah menyiapkan sebuah ilmu lain776 untuk menghadapi tipu daya itu.

Tetapi si cebol justru bergerak di luar dugaan.

Ia malah memilih bergerak ke samping dan menyerang paha Gan Siau Liong.

Hal ini dilakukan si cebol karena ia sendiri tidak yakin dengan kemampuannya menyerap tenaga maha dahsyat itu.

Bisa jadi Gan Siau Liong mempersiapkan serangan yang lain.

Kekhawatiran si cebol itu terbukti, karena memang Gan Siau Liong sudah menyiapkan sebuah serangan yang lain.

Pengalamannya dalam bertanding ribuan kali memberikannya naluri untuk membaca serangan tipuan.

Oleh karena itu ia bergerak ke samping untuk menyerang daerah kosong.

Satu-satunya kesalahan si cebol adalah bahwa ia tidak menyangka Gan Siau Liong akan bergerak cepat mengikuti perubahan, dan melahirkan ide untuk mengait dirinya dan melemparkannya ke laut! Adu tenaga ia tidak kalah.

Tetapi adu pintar, ia kalah setengah langkah.

Ia sama sekali tidak terluka.

Justru Gan Siau Liong lah yang terluka sangat parah.

Tulang pahanya remuk.

Tetapi sesuai peraturan, Gan Siau Liong lah pemenangnya.777

"Prajurit, bunuh Gan Siau Liong, dan serang kapal itu!"

Perintah laksamana Bu Sien. Tetapi tidak ada seorang pun yang berani bergerak. Karena tahu-tahu di situ sudah muncul sesosok laki-laki yang berpakaian putih, rambutnya kemerahan-merahan. Tangannya buntung.

"Siapa yang berani bergerak, silahkan maju lebih dulu."

Ia tidak bergerak.

Hanya diam mematung.

Tetapi hawa kematian memenuhi sekitar kapal dengan sangat pekat.

Para prajurit ini sudah sering berperang, dan dekat dengan kematian.

Oleh karena itu mereka mengenal hawa kematian dengan baik.

Mereka amat sangat mengenal kematian.

Dan laki-laki bertangan buntung di hadapan mereka ini adalah ?kematian?.

Gerakannya amat tenang, padahal ada ratusan prajurit terlatih yang sedang mengepungnya.

"Bodoh! Ayo serang!"

Bentak sang laksamana.

"Jangan bergerak!"

Terdengar suara seorang perempuan mencegah para prajurit untung bergerak. Perempuan itu sendiri malah maju ke depan ke hadapan lelaki buntung itu.778

"Lian-ji239!"

Seru sang laksamana. Nona cantik ini ternyata adalah anaknya. Si nona tidak memperdulikan ayahnya, ia justru bertanya pada si lelaki buntung.

"Apakah cayhe240 berhadapan dengan Suma-tayhiap yang namanya menggetarkan dunia?"

"Dengan siapa saya sedang berbicara?"

Tanya lelaki buntung itu tenang dan lirih.

"Nama cayhe adalah Bu Cin Lian, cayhe adalah murid perguruan Tian Kiam241,"

Jelas nona cantik itu.

Jika kejadian ini terjadi di masa lampau, lelaki buntung ini pasti akan mengajak nona itu duel pedang.

Tetapi lelaki ini telah jauh berubah.

Ia bukan lagi seorang laki- laki yang haus kemulian dan menggilai pedang.

Ia hanyalah seorang laki-laki.

Seorang laki-laki sejati.

"Maafkan ayah cayhe yang tidak mengerti peraturan dunia kang ouw242, untuk selanjutnya, harap Suma-tayhiap membawa Gan-bengcu243 pergi dengan aman. Kami berjanji untuk tidak mengganggu lagi. Mohon maaf atas kesalahpahaman ini,"

Nona itu 239 Anak Lian 240 Saya 241 Pedang Langit 242 Dunia persilatan 243 Ketua Gan779 menjura dan tersenyum dengan sopan.

Begitu ia mengangkat kepala, laki-laki buntung itu telah menghilang dan membawa Gan-siauya bersamanya.

Tak ada seorang pun yang tahu kapan ia bergerak.

Si cebol sudah kembali naik ke kapal dengan basah kuyup.

Dengan wajah memerah ia berlalu dari situ tanpa memperdulikan sang laksamana yang marah-marah kepadanya.

Kapal kekaisaran itu pun tak lama sudah menghilang dari sana.

Suma Sun kini berada di bilik Cio San, bersama Kao Ceng Lun.

Tabib wanita yang cantik sedang merawat luka Gan Siau Liong.

Cio San rupanya tidak tidur, ia membuka matanya lebar-lebar dan menatap langit-langit kapal.

"Dari ceritamu tentang pertandingan tadi, Gan- bengcu telah melakukan pengorbanan yang amat sangat besar,"

Rupanya Cio San mengikuti jalannya pertarungan dengan cara mendengar cerita Suma Sun.

"Apa yang harus kita lakukan selanjutnya?"

Tanya Suma Sun.

"Untuk sementara, carilah tempat kita bisa menyepi sementara dan memulihkan luka, dengan780 keadaan sekarang kita tak dapat bertahan lebih lama,"

Jawab Cio San.

"Ke istana Ular?"

Tanya Suma Sun lagi.

"Hua-moy244 berada di sana?"

Suma Sun mengangguk.

"Sebaiknya jangan, kita justru akan membawa bahaya yang lebih besar,"

Kata Cio San.

"Aku punya ide yang lebih baik,"

Sahut Kao Ceng Lun.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Di mana?"

Tanya Cio San dan Suma sun hampir bersamaan.

"Di istana kaisar." 244 Adik Hua, maksudnya Ang Lin Hua, istri Suma Sun781 BAB 36 DI ISTANA KAISAR Perjalanan ke kotaraja memerlukan waktu sekitar 3 hari. Selama 3 hari itu, luka dari Gan Siau Liong sudah membaik. Sebagai pesilat kelas atas, tenaga dalam sakti di dalam tubuhnya memberikan daya pulih yang amat sangat cepat. Ditambah dengan obat-obatan dari tabib khususnya, ketua dunia persilatan ini sudah hampir bisa berjalan. Keadaan Cio San justru seperti tidak ada perubahan. Ia masih tetap harus berbaring dan tidak boleh terlalu banyak bicara. Suma Sun selalu setia berada di samping tempat tidurnya. Meskipun si tabib cantik sudah berkali-kali melarang-larangnya, Suma Sun seolah-olah tidak mendengar kata-kata tabib itu. Kao Ceng Lun tidak terlalu banyak melakukan apa-apa, ia lebih banyak merenung di dalam kamarnya. Memikirkan banyaknya kejadian yang mereka lalui beberapa hari ini.782 Sesampainya di darat, perjalanan dilakukan dengan menggunakan dua buah kereta. Kedua kereta ini tidak terlalu mencolok,dan nampaknya sudah disiapkan di dermaga. Mengetahui ini, Cio San dalam hatinya mengakui juga ?kekuasaan? Gan Siau Liong. Pemuda kaya raya ini memiliki jaringan yang kuat di mana-mana. Semakin lama, ia semakin tertarik menyelidiki pemuda ini. Latar belakang kehidupannya yang penuh rahasia membuat Cio San penasaran dan ingin tahu lebih banyak. Rombongan dua kereta ini berisi Gan Siau Liong, Peng Lin si tabib cantik, dua orang dayang yang bernama Yong-ji dan Sui-ji, Cio San, Suma Sun serta Kao Ceng Lun. Dayang-dayang dan pengawal Gan Siau Liong yang tersisa, semuanya tinggal di kapal. Untuk mengelabui musuh, rombongan dua kereta ini melakukan beberapa banyak tipu muslihat agar kedatangan mereka tidak mudah dilacak. Di kotaraja ini, Kao Ceng Lun lah yang paling ?berkuasa?. Ia hafal segala sisi dan sudutnya. Ia jugalah yang mengatur perjalanan secara sembunyi-sembunyi ini sehingga mereka mampu sampai masuk ke dalam istana kaisar!783 Sebagai seorang petugas rahasia, ia memiliki banyak kemampuan untuk melakukan hal ini. Anggota rombongan yang lain hanya bisa kagum saja melihat bagaimana ia mengatur pergerakan dan perjalanan rombongan ini. Terkadang mereka harus menyelinap ke dalam penginapan, untuk kemudian keluar dengan menyamar sebagai pelayan. Terkadang mereka pun harus berbaur di dalam keramaian pasar dan bertemu di sebuah titik tertentu. Dengan keadaan Cio San yang sama sekali tidak bisa bergerak dan harus digendong Suma Sun, serta keadaan Gan Siau Liong yang pincang, adalah merupakan sebuah usaha yang sangat sulit dilakukan. Tetapi ia berhasil, dan mereka semua selamat sampai ke dalam istana. Dengan posisinya sebagai perwira pasukan rahasia, menyelundupkan rombongan ini bukan merupakan sebuah pekerjaan maha sulit, meskipun juga bukan sesuatu yang gampang. Entah bagaimana Kao Ceng Lun melakukannya, mereka akhirnya berhasil melewati penjagaan dan pemeriksaan petugas istana yang amat sangat ketat itu. Kini mereka berada di bangunan dinas milik Kao Ceng Lun. Kamar dinas seperti ini sangat banyak di dalam kompleks istana. Jumlahnya ada ribuan. Diperuntukkan khusus untuk petugas dan pejabat784 tertentu. Bangunan ini tidak begitu luas. Hanya ada ruang depan untuk tamu, ruang tengah untuk makan dan duduk-duduk, kamar tidur, serta kamar kecil. Kamar tidur diberikan Kao Ceng Lun kepada ketiga anggota rombongan yang perempuan, yaitu si tabib cantik dan dua orang dayang. Ruang tengah mereka rombak menjadi tempat bagi rombongan lelaki. Cio San diberi tempat di sudut ruangan itu, berdekatan dengan pintu kamar tidur. Gan Siao Liong berada tidak jauh di sebelahnya, agar memudahkan kerja si tabib untuk mengurusi mereka. Kao Ceng Lun memilih tempat di kursi panjang dekat meja makan, dan dekat pintu yang memisahkan ruang depan dan ruang tengah. Hal ini agar ia dapat mengawasi segala sesuatunya. Sedangkan Suma Sun berada di sisi belakang yang berdekatan dengan kamar kecil dan pintu belakang. Peletakkan posisi ini dipikirkan dengan sangat matang, karena sebenarnya posisi ini posisi bertahan yang sangat baik. Jika terjadi ?perubahan? dan kejadian yang tidak diinginkan, mereka akan dengan mudah menyesuaikan diri. Di dalam istana yag maha luas ini, makanan sudah dipersiapkan dan diantarkan setiap pagi. Tetapi para penghuninya juga sering memasak sendiri jikalau sewaktu-waktu ingin makan. Ada peralatan makan,785 minum serta memasak pula. Tungku perapian berada di bagian belakang gedung kecil itu. Kao Ceng Lun lah yang bertugas masuk keluar jika mereka memerlukan air panas, atau harus memasak. Hal ini agar tidak terlihat orang lain, dan tidak mencurigakan. Sudah 5 hari mereka tinggal di situ. Tidak ada kejadian penting yang terjadi. Kecuali Kao Ceng Lun yang terpaksa harus sering keluar untuk mencari kabar dan berita, sesuai tugasnya sebagai anggota Kim Ie Wei245. Cio San dengan senang hati mendengarkan cerita dan perkembangan yang terjadi di dunia luar. Ia tidak bisa berbicara terlalu banyak dan hanya mendengarkan sambil sesekali mengangguk-angguk. Kabar yang dibawa Kao Ceng Lun sebenarnya bukan kabar baru, karena ini terjadi sudah hampir setengah tahun yang lalu. Tetapi istana menutup rapat-rapat rahasia ini. Kao Ceng Lun bercerita bahwa gudang istana telah dibobol oleh seorang maling. Cio San sudah pernah mendengar cerita ini. Justru cerita inilah yang membuatnya berangkat bertemu sahabat- sahabatnya. Tetapi kisah yang sebenarnya dan selengkap-lengkapnya belum lagi ia dengar. Kejadian 245 Dinas Rahasia Kekaisaran786 di rumah Cukat Tong terlalu cepat, sedangkan mereka Kao Ceng Lun belum sempat bercerita.

"Hampir setengah tahun yang lalu, gudang istana dibobol oleh seseorang. Tidak ada yang tahu siapa dia, dan tidak ada yang tahu bagaimana caranya ia bisa masuk dan keluar tanpa ketahuan sama sekali,"

Kisah Kao Ceng Lun.

"Benda apa yang hilang?"

Tanya Gan Siau Liong.

"Selembar baju."

"Baju?"

Hampir semua orang yang berada di sana mengerutkan kening.

"Tapi baju ini bukanlah baju biasa. Baju ini adalah Mustika Kim Hoa Ie246."

"Ahhh...,"

Hampir serentak mereka berseru.

Mustika Baju Ular Emas adalah sebuah legenda di dalam dunia persilatan.

Baju ini dapat membuat pemakainya kebal dari segala macam senjata tajam maupun tumpul.

Bahkan dapat menahan serangan tenaga dalam.

Padahal baju ini setipis sutra dan sangat ringan, bagaikan pakaian dalam perempuan.

Baju ini terbuat dari kulit sejenis ular langka.

Ular emas! 246 Baju Ular Emas787 Cio San pernah hidup bersama ular seperti itu di dalam sebuah goa.

Ia pun pernah mendengar kegunaan kulit itu.

Ia hanya tidak percaya bahwa baju itu memang benar-benar ada.

Ia pun tidak tahu bahwa kekaisaran memiliki baju ini.

"Jumlah baju ini cuma ada sepasang di dunia ini. Satu yang dicuri itu, dan yang satu lagi dipakai kaisar setiap hari dibalik pakaian kebesarannya,"

Jelas Kao Ceng Lun.

"Sepasang?"

Sela Cio San. Lanjutnya.

"Maksud mu baju yang hilang itu adalah baju perempuan?"

"Benar sekali, San-ko247,"

Jawab Kao Ceng Lun.

Begitu mendengar kata ?perempuan?, semua yang ada di sana hanya memikirkan sebuah nama.

Bwee Hua.

Ya.

Hanya Bwee Hua lah yang mampu melakukan semua ini.

Kao Ceng Lun bukannya tidak memahami isi pikiran yang lain.

Ia lalu berkata.

"Dinas rahasia kami telah mengirimkan mata-mata untuk bekeja di rumah bordil Istana Bunga Langit. Tapi kami sama sekali tidak 247 Kakak San788 menemukan bukti apa-apa. Tidak ada satupun hal yang dapat menunjukkan bukti keterlibatan Bwee Hua, atau suaminya, Cukat Tong."

Semua orang diam membisu. Tahu-tahu Gan Siau Liong bertanya kepada Cio San.

"Apa pendapat Hong Swee? Apakah Cukat Tong terlibat?"

Yang paling terhenyak dengan pertanyaan ini sebenarnya adalah Suma Sun.

Jika seseorang menanyakan pertanyaan semacam ini beberapa tahun yang lalu, pedang Suma Sun pasti sudah menancap di dahinya.

Tetapi saat ini Cukat Tong sudah sangat berubah.

Ia bukan lagi lelaki gagah yang dikenal Suma Sun.

Sungguh, Suma Sun sendiri memiliki pertanyaan yang sama dengan pertanyaan Gan Siau Liong.

Tetapi ia ?tidak berani? menanyakannya kepada Cio San.

Karena ia tahu, justru Cio San jauh lebih terluka hatinya mendapatkan pertanyaan seperti itu.

Tetapi Cio San hanya tersenyum sedih.

Sepanjang hidupnya ia sudah sangat terlatih untuk tersenyum seperti ini.

Mungkin pula di akhir hayatnya, ia pun akan tersenyum seperti ini.

Senyum yang menyedihkan itu sebenarnya jauh lebih menyakitkan ketimbang tangisan yang memilukan.789 Semua masih terdiam, tak mampu mengartikan senyum pedih itu.

Cio San tidak berbicara apa-apa dan hanya menutup matanya berpura-pura istirahat.

Jika orang lain tidak bisa tidur karena memikirkan permasalahan yang berat, Cio San justru sangat bisa tidur pulas.

Karena itu sekarang terdengar suaranya mendengkur.

Mereka yang menyaksikan ini hanya mampu menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum simpul.

"Berbicara mengenai pencurian, cayhe sebenarnya punya sebuah cerita,"

Tukas Gan Siau Liong.

"Lebih dari setengah tahun yang lalu pula, ada seseorang yang menyelinap ke kapalku dan mencoba mencuri beberapa kitab silat penting. Untunglah ia tidak berhasil menemukannya. Karena kitab-kitab itu berada di tempat penyimpanan rahasia."

"Hmmm, kejadian pencurian-pencurian ini terjadi dalam waktu yang berdekatan, apakah semuanya saling berhubungan? Kitab silat apakah yang dimaksud, jika cayhe boleh tau?"

Tanya Kao Ceng Lun.

"Kitab-kitab warisan Bu Lim Beng Cu248. Kitab- kitab yang merupakan hak Bu Lim Beng Cu seorang, 248 Ketua dunia persilatan790 yang diwariskan dari Bengcu ke Bengcu penggantinya turun temurun,"

Jelas Gan Siau Liong.

"Kitab ini bukankah dulu berada pada Beng Liong?"

Tanya Suma Sun.

"Ya benar. Tetapi saat kami menyerang dan menggeledah markasnya, kami berhasil menemukan kitab-kitab itu. Bahkan aku sendiri yang menemukan buku itu, Sun-ko249. Aku lalu menyerahkan nya kepada panglima, dan sang panglima menyerahkannya kepada kaisar. Saat itu kaisar memerintahkan kami untuk menyerahkannya kepada Beng Cu terbaru, yaitu Gan-siauya250 sendiri,"

Kata Kao Ceng Lun menjelas kan. Suma Sun mengangguk-angguk tanda mengerti.

"Ada lagi yang penting,"

Sambung Kao Ceng Lun.

"Pencurian-pencurian ini pun waktunya berdekatan dengan beberapa pemberontakan yang muncul akhir- akhir ini. Suku-suku kecil seperti suku Miao dan suku Khitan mulai melakukan penyerangan terhadap pos- pos kekaisaran di garis perbatasan. Selain itu, banyak juga dari kaum Bu Lim yang mengincar kitab bu Bhok, yang dipegang San-ko251." 249 Kakak Sun 250 Tuan muda Gan 251 Kakak San, maksudnya Cio San791 Semua orang yang disana mengangguk-angguk. Masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri- sendiri.

"Jangan lupa, penyerangan terhadap kita beberapa waktu yang lalu,"

Kata Suma Sun pelan.

"Jika boleh ku simpulkan, beberapa pencurian ini terjadi, serta pemberontakan-pemberontakan kecil yang terjadi di perbatasan, dan juga penyerangan beberapa waktu yang lalu, semuanya menuju kepada satu tujuan, penggulingan kekaisaran,"

Ujar Kao Ceng Lun. Lanjutnya.

"Ada beberapa kecurigaan bahwa beberapa pejabat dalam istana sedang merencanakan pemberontakan terhadap kaisar. Barang-barang yang hilang ini semua bertujuan untuk menambah kekuatan mereka. Kitab Bu Bhok, adalah kitab siasat perang. Berguna dalam peperangan. Baju Ular Emas, untuk kekebalan, berguna bagi pemimpin pemberontakan untuk melindungi dirinya. Kitab sakti Bu Lim Beng Cu, berguna untuk menambah kekuatan pendekar-pendekar mereka."

"Penjelasan yang masuk akal,"

Angguk Gan Siau Liong.

"Tetapi kita harus mengadakan penyelidikan yang lebih mendalam."792

"Apakah kita harus kembali menyelidiki Bwee Hua di Istana Bunga Langit?"

Tanya Kao Ceng Lun.

"Tidak,"

Tahu-tahu Cio San menyahut. Rupanya sejak tadi ia mendengarkan pembicaraan mereka.

"Penyelidikan harus dimulai dari sini. Di gudang kekaisaran."

Semua orang saling menatap. Mereka setuju dengan pendapat itu. Tapi siapakah orang yang mampu melakukannya? Selain Cukat Tong, tak ada lagi orang yang mampu melakukannya.

"Kaulah yang harus melakukannya, Lun-te (adik Lun)"

Kata Cio San. Kao Ceng Lun mengangguk-angguk. Pekerjaan ini hampir mustahil, tetapi ia akan berusaha sebisa mungkin. Semua orang memandangnya dengan kagum.

"Tetapi sebelum kita mulai pekerjaan apapun, aku ingin tahu asal usul Bwee Hua yang sebenarnya,"

Tukas Cio San.

"Lo Bwee Hua252 atau Siau Bwee Hua253 ?"tanya Kao Ceng Lun.

"Kedua-duanya...,"

Kata Cio San.

252 Bwee Hua tua 253 Bwee Hua kecil / muda793 Kao Ceng Lun menunduk sebentar.

Ia memejam kan mata dan mencoba mengingat-ingat seluruh cerita dan rahasia mengenai Bwee Hua.

Setelah cukup lama, akhirnya ia mengangkat kepala dan mulai bercerita.
Rahasia Jubah Merah Karya Norman Duarte Tolle di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bwee Hua tua, sebenarnya berasal dari negeri Korea. Asal usul yang sebenarnya, dia adalah salah satu putri kerajaan Korea, bernama asli Gi Ja O. Perebutan kekuasaan yang terjadi di Korea, membuat ia dan keluarganya menjadi pelarian. Suatu ketika di dalam pelariannya, ia terpisah dari keluarga dan menjadi tangkapan perampok. Para perampok itu kemudian dimusnahkan oleh tentara Goan254 yang saat itu sedang menguasai tanah air kita. Dari tawanan perampok, Gi Ja O berubah menjadi tawanan kerajaan. Karena kecantikannya, ia mendapat posisi sebagai pelayan di istana. Suatu hari ia menyuguhkan teh untuk kaisar Goan, karena terpana akan kecantikannya, kaisar mengangkatnya menjadi selir utama. Kaisar bahkan lebih sayang kepadanya ketimbang permaisuri. Gi Ja O lalu mendapat nama kebangsawanan Goan, yaitu Oljhei Khutugu." 254 Mongol794 Lanjut Kao Ceng Lun.

"Permaisuri melahirkan seorang putra mahkota, tetapi putra mahkota itu meninggal saat masih bayi. Akhirnya anak dari Oljhei Khutugu inilah yang menjadi kaisar setelah melewati berbagai macam tantangan dan kejadian. Anak itu bernama Ayushiridara. Kejadian ini berlangsung setelah bangsa Goan terusir dari tanah air kita, dan mereka kembali ke daerah mereka sendiri lalu mendirikan kerajaan Goan Utara."

"Tak berapa lama setelah itu, Oljhei Khutugu, sang permaisuri dari negeri Korea ini menghilang. Tak ada satu orang pun yang mengetahui rimbanya. Rupanya ia kembali kepada kebiasaan lamanya, yaitu bertualang di dunia Kang Ouw. Harap diketahui, saat dahulu Goan masih berkuasa di tanah air kita, permaisuri ini secara diam-diam sering bergerak di dunia Kang Ouw. Ia mengumpulkan banyak pengikut dan membangun kekuasaannya,"

Jelas Kao Ceng Lun. Suma Sun mendengar di dalam diam. Kenangannya membawanya pada peristiwa yang sangat menyakitkan. Tetapi ia diam saja.

"Ternyata saat turun ke dunia Kang Ouw, ia menggunakan nama Bwee Hua itu. Pengikut dan anak buahnya sangat banyak, tetapi mereka bergerak795 secara rahasia. Hampir tidak ada orang di kalangan Bu Lim255 yang mengetahui sepak terjangnya. Sampai kejadian pemberontakan Beng Liong terjadi,"

Ujar Kao Ceng Lun.

"Jadi Beng Liong ini adalah benar-benar cucu dari Bwee Hua itu?"

Tanya Gan Siau Liong.

"Benar, beng cu256. Ia adalah cucu dari Bwee Hua, dan anak dari Ayushiridara,"

Kata Kao Ceng Lun membenarkan.

"Lalu bagaimana dengan Bwee Hua muda?"

Tanya Gan Siau Liong lagi.

"Ia adalah murid terbaik dari Bwee Hua tua. Hampir seluruh ilmu dan kemampuan Bwee Hua tua diturunkan kepadanya. Mengenai asal usulnya, kami belum mendapatkan keterangan yang pasti. Masih sedang dalam penyelidikan,"

Tukas Kao Ceng Lun.

Semua yang mendengar sejarah pendek tentang dua wanita tercantik di dunia itu menjadi termenung.

Betapa dunia persilatan dapat dibuat berantakan oleh mereka.

Bahkan hampir menumbangkan kekaisaran pula.

255 Kalangan persilatan 256 ketua796 Kao Ceng Lun melanjutkan.

"Ada kecurigaan bahwa Bwee Hua muda ini masih berupaya meneruskan cita-cita gurunya. Tetapi kami sama sekali belum menemukan buktinya. Tidak mungkin kami dapat menangkap seseorang tanpa bukti."

"Bukankah Kim Ie Wie257 dapat menangkap dan menyingkirkan siapa saja secara diam-diam? Kenapa tidak dilakukan?"


Ilmu Pedang Pengejar Roh Karya Mong Long Wiro Sableng 125 Senandung Kematian Keris Pusaka Nogopasung Karya Kho Ping

Cari Blog Ini