Ceritasilat Novel Online

Bara Naga 20


Bara Naga Karya Yin Yong Bagian 20




   Bara Naga Karya dari Yin Yong

   
Thi Tok-heng memberi tanda kepada To Wan-kang yang berdiri tak jauh di sebelahnya, bergegas To Wan-kang segera berlari pergi, ditengah Ce-ciok giam sana segera bergemalah suara trompet yang gagah dan mengalun panjang.

   "Kini kalian bisa saksikan kehebatan senjata api kita,"

   Demikian kata Thi Tok-heng.

   "Pasti mengejutkan,"

   Ujar Siang Cin dengan tertawa.

   Tersenyum Thi Tok-heng, dia tidak menanggapi pujian Siang Cin, sementara bayangan orang dan kuda tampak bergerak di tengah Ce-ciok-giam, senjata di lolos dan berdering, dalam sekejap anak murid Say-ji-bun yang berada digaris depan sudah mulai bergerak, sementara anak murid di bawah komando Cong-tong berada dibarisan belakang teratur rapi dalam formasi yang sudah ditentukan.

   Jauh di seberang sana, bayangan merah dan hitam tampak bergerak kalang kabut, satu dengan yang lain tengah berlomba berdiri dan merangkak mencari posisi dan perlindungan.

   Sekarang Siang Cin tengah memperhatikan murid-murid Bu siang pay yang ada di garis depan, semuanya memegang tiga batang bumbung hitam yang terikat jadi satu, pangkal bumbung berbentuk lebar seperti sayap, sementara ujungnya terarah ke depan mengincar musuh, murid2 yang dipimpin Cong-tong dalam waktu singkat 300 telah memasang puluhan kerangka besi berbentuk segi empat, ke empat kaki kerangka ini terbenam ke dalam tanah.

   Tepat di tengah kerangka besi terpasang satu jalur pegas dan pada ujung pegas baja ini ada dipasang sebuah mangkuk, di dalam mangkuk inilah ditaruh sebuah bola warna hitam sebesar kepala manusia.

   Kini semua pegas atau per itu sudah ditarik, bila gantolan pada per itu dilepas, pegas itu akan bekerja serta melemparkan bola di dalam mangkuk itu ke depan.

   Setiap kerangka itu dijaga empat murid Bu-siang-pay seragam putih, sekitar mereka tampak tersedia puluhan bola yang siap ditembakkan.

   Bumbung atau pipa hitam bersayap itu Siang Cin pernah melihatnya, tapi kerangka baja dengan pegas dan mainan bola itu masih asing baginya, tapi entah itu senjata ampuh atau mainan belaka, bila dikerjakan akibatnya tentu fatal, jiwa manusia dapat dihancurkan dalam beberapa detik saja.

   Thi Tok-heng tertawa lebar.

   katanya.

   "Siang-lote, bumbung hitam yang dipegang murid-murid Say-ji-bun itu dinamakan Hwe piau, daya bidiknya bisa mencapai seratusan langkah, panah yang terdapat di dalam bumbung itu panjang kecil dan runcing, dilumuri minyak dan pospor, begitu kena angin lantas menyala, bagi yang daya tarikannya kuat, malah dapat mencapai dua ratusan langkah jauhnya."

   Berhenti sebentar lalu ia melanjutkan "peralatan yang dipasang di sebelah belakang itu dinamakan Ki-nu (busur raksasa) setiap kali kerja dapat menembakkan sebutir peluru berapi (Liat-yam tan), daya ledak nya kuat dan merupakan alat penghancur yang amat ditakuti Dalam radius sepuluh tombak, rumput dan pepohonan, binatang atau manusia tiada satupun yang bisa selamat, daya tembak Ki-hu bisa mencapai enam puluh tombak, karenanya penghancurnya jaug hebat dan terlampau keji, maka jarang kita menggunakan bila tidak terpaksa dan dipandang perlu."

   Sampai di sini dia menarik napas lalu menyambung "Sekurang oiang2 Hek jiu-tong dan Jik-san-tui yang bakal menjadi sasaran utama."

   Siang Cin tertawa, tanyanya.

   "Boleh mulai?"

   "Sudah tentu,"

   Ucap Thi Tok-heng.

   Maka Tay-ciangbun Bu siang-pay ini pelahanlahan angkat tangan kanannya, lalu mendadak mengayunnya turun dengan cepat.

   Ho Siang gwat yang sejak tadi telah menunggu di jarak sepuluhan tonibak di atas batu tinggi di pinggir sana segera berteriak.

   "Tembak!"

   Sepuluh murid Bu-siang-pay yang berjaga di sekitar kerangka baja itu itu seketika bergerak serempak, gerak gerik mereka tampak lincah, rapi dan terlalih, sebat sekali kaki menyepak gantolan ujung pegas, maka suara jepretan berbunyi hampir dalam waktu yang sama."

   "Ssiiuuttt blummm"

   Suara ledakan menggetar bumi.

   Pegas terpasang pula, pelorpun ditembakkan lagi secara beruntung cuma arah sasarannya saja yang sedikit di ubah.

   301 Tapi semua di tujukan unggul atau belakangnya, di mana orang2 Hek-jiu-tong dan Jik-san-tui beruban mati-matian.

   Asap tebal tampak mengepul disertai percikan api, lebih mengenaskan lagi, manusia yang menjadi korban pemboman ini ikut hancur-lebur, tiada korban yang mati dalam keadaan utuh.

   Hampir dalam waktu yang sama dengan bombardir yang menggoncangkan bumi ini murid-murid Say-ji-bun yang berada di garis depan segera menarik pelatuk, disertai suara jepretan yang keras secara beruntun ribuan jalur api sama menyembur kencang ke depan, api segera berkobar semakin besar disertai asap tebal bergulung-gulung ke angkasa, dalam beberapa detik ini, tanggul Ce ciok giam diseberang sana sudah menjadi lautan api.

   Hawa udara terasa pengap dan berbau mesiu, diantara lelatu api dan bergulungnya asap tebal, batu pasir serta tanah sama terlempar ke tengah udara, batu-batu gunung yang berserakan di Ce ciok giam porak-poranda.

   Ternyata ledakan dahsyat ini masih terus disusul ledakan-ledakan dahsyat lainnya, satu ledakan lebih keras dan dahsyat dari ledakan yang terdahulu, ledakan-ledakan dahsyat lainnya, satu ledakan lebih keras dan dahsyat dari ledakan yang terdahulu, batu-batu besarpun terlempar ke angkasa, siapa saja bila kejatuhan batu-batu ini kalau tidak terluka, patah tulang, pasti kepala pecah dan binasa.

   Di tengah ledakan dahsyat dan hujan batu dan pasir itulah, Siang Cin, Thi Tok-heng, Sebun Tio-bu, Kin-Jin dan Jik tan-su-kiat sama merebahkan diri mencari perlindungan, demikian pula seluruh murid Bu-siang-pay sama mendekam di tanah, untung tiada seorangpun yang terluka, debu pasir masih terus berhamburan, badan semua orang sama kotor seperti baru saja menerobos keluar dari dalam liang tanah.

   Ledakan terus berlangsung, bumi bergoncang sedemikian kerasnya, sampai kuping mengiang seperti mau pecah, banyak murid Bu-siang-pay yang pucat mukanya, betapa tak ngeri bila membayangkan andaikan pasukan mereka yang terjebak oleh ledakan dahsyat bahan-bahan peledak yang dipendam musuh ini.

   Siang Cin menggeleng kepala, suaranya terdengar serak.

   "Ledakan yang hebat sekali ..."

   Tiba-tiba bayangan orang berkelebat, Ho Siang-gwat melompat tiba dengan gerakan tangkas, sambil mengusap debu dimukanya dia berteriak gelisah "Tayciangbun, Tayciangbun. .."

   Cepat Tbi Tok-heng berseru.

   "Apakah Ho houcu di sana?"

   Legalah hati Ho Siang-gwat, serunya "Syukurlah Tayciangbun dan para saudara tiada yang terluka."

   "Ho-houcu,"

   Kata Thi Tok-heng "getaran ledakan-ini memang hebat, lekas suruh beberapa orang memeriksa ke depan, apakah pasukan Say-ji-bun di depan ada yang menjadi korban?"

   "Hentikan dulu beberapa kejap, jika tiada ledakan lagi, segera perintahkan anak buahmu, membuka jalan, biar pasukan Hwi ji bun yang membuka serbuan. 302 Dalam pada itu, orang tadi diutus pergi mencari berita telah berlari balik dengan napas tersengal-sengal, dia berkata dengan terputus-putus.

   "Lapor....Tay-ciangbun...orang-orang kita ... semuanya baik saja, hanya dua puluhan saudara kita terluka oleh cipratan batu dan terbakar kulit badannya..."

   Menghela napas lega,Thi Tok-heng lantas berseru kepada Ho Siang-gwat-yang sementara itu masih menunggu.

   "Ho-houcu, perintahkan mulai maju!"

   Ho Siang-gwat segera melompat ke atas sebuah batu besar serta bersiul nyaring, cepat sekali siulan yang tidak kalah kerasnya daripada suara sempritan ini mendapat sambutan di depan, yaitu bunyi trompet yang berkumandang lagi.

   Dengan kereng Thi Tok-heng melepas pandang ke depan, tampak asap tebal masih bergulung-gulung di tiup angin, bayangan orang berbaju putih terus bergerak, dia menarik napas panjang secercah senyuman menghias wajahnya, katanya terhibur sambil menoleh ke arah Siang Cin.

   "Siang-lote, pasukan Say-ji-bun ternyata tidak kurang suatu apapun."

   "Reaksi mereka cukup cepat menghadapi perubahan, keadaan memang berbahaya juga,"

   Ucap Siang Cin tertawa.

   Tengah bicara jauh di belakang terdengar suara meringkik kuda yang ramai disertai derap langkahnya yang teratur.

   Waktu Siang Cin menoleh tampak barisan dengan gelang mas melingkar di kepala telah berjalan turun memasuki Ce-ciok-giam, sambil menuntun kuda mereka, hati-hati tapi cepat, mereka bergerak ke depan memencarkan diri dalam formasi tertentu, pada setiap punggung kuda tampak tergantung sebuah tameng warna perak mengkilat elang terbang yang gagah dan keren Ceng-Wo-kun Tiangsun Ki, berada di depan barisan-ini, tak hentinya dia memberi petunjuk dan berkaok-kaok mendesak anak buahnya supaya bergerak lebih cepat lagi.

   Menunjuk pasukan yang menuju kemedan pertempuran, dengan suara rendah Thi Tok-heng menerangkan.

   "Hwi-ji-bun dengan tameng elang khusus diciptakan sendiri oleh Tiangsun sute."

   "Siang Cin mengangguk, katanya.

   "Amat gagah dan perkasa, besar sekali kegunaan tameng itu Hwi-ji-bun pasti merupakan pasukan inti dari seluruh kekuatan yang dikerahkan ini?"

   Sebun Tio-bu bergelak tertawa, katanya.

   "Sudahlah Siang-toaya, tak usah banyak komentar lagi, sekarang kita harus lekas menyusup ke Toa-ho-tin, mumpung anak kura-kura itu sedang ribut dan kacau-balau, hayolah mau tunggu kapan lagi?"

   "Baik,"

   Sahut Siang Cin mengangguk.

   "mari berangkat."

   Lalu dia membalik ke arah Thi Tok-heng, katanya.

   "Tayciangbun. sekarang kita berpisah untuk sementara waktu kami tunggu kedatanganmu di Toa-ho tin."

   Thi Tok-heng maju selangkah memegang kedua lengan Siang Cin serta menggenggamnya kencang, katanya dengan penuh haru.

   "Siang lote, semua ku percayakan kepadamu, Semoga sukses!" 303 Dia menoleh ke arah Sebun Tio-bu dan Kin Jin, katanya.

   "Sebun-lote, Kin-lote, kuharap kalian hati-hati juga."

   Tertawa lebar dan gagah Sebun Tiobu berkata.

   "Tayciangbun tak usah kuatir, kami akan menantimu di Toa-ho tin dengan segar bugar."

   Kin Jin juga tertawa, ujarnya dengan tekad besar dengan keyakinan yang teguh.

   "pasti akan hati-hati, Tayciangbun, kami pasti dapat melaksanakan tugas dengan baik."

   Maka beberapa orang saling menjura berpisah, tak lupa Thi Tok-heng memberi pesan beberapa patah kata kepada Le Tang dan Loh hou.

   Kejap lain, lima bayangan orang segera berjalan menuju ke seberang.

   Masih terendus bau mesiu yang tebal menyesakkan napas, di antara celah-celah batu dan gundukan tanah yang turun naik, lima orang dipimpin Siang Cin berjubah kuning terus berjalan, bayangan elmaut, rasa ketakutan meliputi setiap orang.

   Suatu ketika Sebun Tio-bu berkata dengan suara tertahan.

   "Siang heng, kita lewat jalan kecil yang memutar saja."

   Siang Cin menganguk, sahutnya.

   "Betul!"

   Begitulah mereka semakin jauh meninggalkan Ce-ciok-giam, tugas mereka ini pantang diketahui oleh musuh, tak boleh terlibat dalam pertempuran sebelum berhasil memasuki Toa-ho-tin.

   Padahal di sebelah kiri sana, di Ce-ciok-giam, pihak Bu-siang-pay tengah melakukan serbuan besar-besaran, sementara pihak Jik-san-tui dnn Hek-jiu tong dengan seluruh kekuatan intinya pasti juga dikerahkan untuk menyambut serbuan musuh, jika mereka tidak jalan memutar mungkin bisa kepergok musuh.

   Kalau Siang Cin yang membuka jalan di depan diam saja, Sebun Tio-bu yang memang banyak omong terus ajak Kin Jin ngobrol apa saja meski sambil lari.

   Payah juga Le Tang dan Loh Hou yang mengintil di belakang, mereka tidak memiliki kemampuan setinggi ketiga tokoh silat di depannya, meski napas sudah ngosngosan mereka tidak berani ketinggalan jauh dan terpaksa berlari sekuat tenaga.

   Kini mereka tiba di sebuah hutan, bila mereka tiba di pinggir hutan, Toa-ho-tin, kota yang menjadi tempat tujuan merekapun akan tertampak.

   Dipandang dari atas pohon, Toa-ho-tin kelihatan sepi dan lengang, rasanya aneh bahwa kota sebesar itu dengan penduduk yang padat kini dalam keadaan sesunyi ini seperti kota mati belaka, tak terdengar suara, tidak kelihatan bayangan manusia, sampai suara anjing atau ayam juga tidak terdengar.

   Suasana sepi yang luar biasa ini membuat Sebun Tio-bu menggerutu.

   "Keparat."

   Siapapun merasakan adanya firasat yang tidak baik. Hening sejenak, akhirnya Siang Cin berkata.

   "Lebih baik kita berhenti sejenak, bila jejak kita diketahui musuh, untuk bekerja tentu amat sukar, tugas ini memerlukan kecerdikan dan kecepatan bertindak." 304 Setelah menerawang keadaan sekitarnya Kin Jin ikut berbicara."Dari hutan ini ada kira-kira berjarak dua puluh tombak dan sekitarnya tanah datar dan lapang, sekarang cara bagaimana kita akan menyusup ke sana tanpa diketahui?"

   Sesaat lamanya Siang Cin mondar-mandir sambil berpikir,katanya kemudian.

   "Biarlah aku mencobanya."

   Sebun Tio bu tidak mengerti.

   "Siang-heng, bagaimana kau-akan mencobanya?!"

   "Aku akan bergerak dengan kecepatan luar biasa, sehingga kabur pandangan musuh, disangkanya melihat setan atau melihat sesuatu yang khayal belaka, mereka tidak tahu bahwa yang di-lihatnya adalah bayangan manusia."

   Kata Sebun Tio-bu dengan penuh kepercayaan "Aku tahu kau mampu melakukannya Siang-heng, Naga Kuning menggetarkan dunia karena kecepatannya."

   "Jangan memuji Tangkeh,"

   Ucap Siang Cin.

   "Kin-heng, harap kalian tunggu saja di sini bersama Loh dan Le berdua, aku akan segera kembali."

   Semua sama mengangguk, maka sebelum yang lain memberikan reaksi apa-apa, bayangan Siang Cin yang tinggi itu mendadak melambung ke udara seperti roket yang lepas dari landasan, karena cepat daya luncurnya, kelihatannya seperti bayangan kuning berkelebat, semakin lama semakin cepat sehingga bentuk aslinyapun tak kelihatan lagi.

   Sebun Tio-bun berkata dengan melongo.

   "Hebat, kecepatan Naga Kuning memang top. Bukankah itu gerakan yang dinamakan Liong-ih-toa-pat-sek."

   "Betul,"

   Sahut Kin Jin "Setelah menyaksikan gerakannya, siapapun akan merasa kagum dan merasakan dirinya kecil sekali, biasanya kita suka mengagulkan ginkang sendiri yang dianggapnya tiada bandingan lagi di Kangouw, hari ini baru sadar bahwa aku ini hanya merupakan secomot pasir di tengah gurun pasir.

   Dalam pada itu bayangan Siang Cin sudah tidak kelihatan, tanpa konangan dia berhasil menyusup ke Toa-ho tin, kini dia sedang tiarap di atas sebuah rumah, dengan tenang ia mengawasi keadaan, sekelilingnya.

   Dengan ketajaman mata Siang Cin, dilihatnya dua puluhan tombak luasnya tanah diluar batas kota Toa-ho tin ada dipasang cagak besi dengan ujung serupa tanduk menjangan, serta diberi kawat berduri dan berbagai macam rintangan lainnya.

   Lalu sepuluh tombak kemudian terdapat karung yang membukit, apa yang berada dalam gundukan karung tak diketahui tapi dibelakana gundukan karung adalah barisan bambu runcing yang ujungnya dibungkus kain, semua jebakan ini mengelilingi To hoa tin dengan rapat.

   Dengan cermat Siang Cin memeriksa sekelilingnya pula, jangankan manusia, bayangan setan pun tidak kelihatan dalam kota ini, entah itu penduduk kota atau orang Hek-jiu-tong serta Jik san tui, entah kemana mereka, tiada satupun yang menongolkan kepalanya, seolah-olah kota mati, kota kosong.

   305 Dengan hati-hati Siang Cin menggeremet maju di-atas genting, mendadak dia menemukan sepasang bola mata, bola mata yang sedang mengintip di balik celahcelah jendela yang terbuka sedikit di atas loteng sebelah depan, hanya sekilas saja bola mata itupun telah lenyap.

   Tapi penemuan ini justru membuat girang Siang Cin dan terbangun semangatnya, maka mulailah dia memeriksa setiap rumah dan setiap loteng, sampaipun rumah di pojok gang juga tidak lepas dari perhatiannya, tembok melintang juga diperiksanya dengan teliti.

   akhirnya dia tersenyum puas.

   Lalu memejamkan mata menenangkan hati dan pikiran, kejap lain dia sudah merayap ke atap rumah sebelah sana, ia memegang daun jendela, sedikit mendorongnya, tanpa mengeluarkan suara segera dia menyelinap masuk ke dalam.

   Kini dia berada di sebuah kamar tidur yang besar, entah semula dihuni siapa, pajangannya sederhana, kecuali sebuah meja empat kursi, hanya ada sebuah ranjang kayu besar, di tepi ranjang terdapat sebuah tungku yang masih menganga apinya.

   Tampak oleh Siang Cin di ranjang kayu besar itu rebah dengan berbagai gaya empat laki-laki kasar, ranjang kayu ini sebetulnya untuk tidur suami isteri pemilik rumah ini, tapi kini berdesakan empat orang itu sekaligus, terasa sesak juga sehingga cara tidur mereka tampak menggelikan.

   Siang Cin tersenyum geli mengawasi orang-orang yang mendengkur bagai babi itu, belum lagi dia mengambil sikap, tiba-tiba didengarnya seseorang menaiki loteng sambil bernyanyi-nyanyi kecil.

   Sekali berkelebat Siang Cin menyelinap ke belakang ranjang, kebetulan keempat laki-laki yang tidur di ranjang itu mengalingi dirinya.

   Kejap lain pintu kamarpun didorong dengan mengeluarkan keriut dan tampak seorang laki-laki gede gemuk menjinjing guci arak melangkah masuk dengan sempoyongan mukanya merah setengah mabuk.

   Laki-laki gemuk ini memang kekar perawakannya, pakaian biru yang dipakainya setengah terbuka sehingga dadanya telanjang, begitu masuk, kamar golok yang tergantung dipinggangnya dia tanggalkan terus dilempar ke meja dengan suara gedubrakan, guci diangkat terus ditenggaknya dengan lahap, habis minum mulutnya kembali nyanyi-nyanyi lagu yang bersifat porno, memangnya dia sudah setengah mabuk, maka lagu yang dinyanyikan pun tidak kenal batas kesopanan lagi.

   Laki-laki yang tidur paling pinggir sebelah kanan tampak membalik tubuh sambil membuka matanya yang merah ngantuk, agaknya dia terjaga dalam mimpinya karena suara gaduh yang dibuat laki-laki gemuk itu, keruan dia memaki gusar.

   "Maknya, memangnya kau sudah makan kenyang dan puas minum, lalu berkaokkaok di sini seperti di sarang pelacur? Tuan besarmu ini semalam tidak tidur, baru saja pulas lantas kau bikin ribut di sini?"

   Laki-laki gemuk tampak sempoyongan sempro(nya.

   "Ribut, ribut apa? Kau keparat ini, bapakmu hanya bernyanyi dua lagu, memangnya kau lantas iri? Kau tidak tidur semalam, memangnya bapakmu ini sudah tidur?"

   Laki-laki di atas ranjang semakin gusar, mendadak dia berduduk, teriaknya sambil melotot.

   "Kek-losam, kalau kau tidak ingin tidur, lekas menggelinding keluar, jangan 306 jual lagak di sini, memangnya berapa sih harganya lagakmu? Di sini bukan tempat untuk pamer kepalan."

   Sudah tentu tiga orang yang lain lantas terjaga bangun pula karena keributan ini, terdengar seorang berseru dan coba meredakan suasana.

   
Bara Naga Karya Yin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tak terduga, Kek-losam, si gemuk, malah tepuk dada dan semakin garang, sudah tentu laki-laki di ranjang itupun semakin naik pitam, keduanya lantas hendak saling terjang, untung ketiga teman yang lain segera m.iju memisah.

   "Blang", memukul dada sendiri Kek-losam lantas meraung gusar "Kunyuk yang tidak punya mata, berani kau menepuk lalat di kepala Kek-losam? Memangnya kau kira Kek-losam boleh dibuat main-main".

   "Anjing buduk!"

   "Babi mampus, memangnya kau kira aku takut pada congormu? pergilah mendengkur saja dalam pelukan bini mudamu,"

   Sambil berbalik pinggang laki-laki itu mencak-mencak di atas ranjang.

   Sambil berteriak aneh, Kek-losam segera menerjang maju.

   Keruan ketiga orang yang lain menjadi kelabakan, tarik sana seret sini, keadaan kamar menjadi morat marit dan kacau.

   Disaat keributan mencapai puncaknya inilah, dengan tenang Siang Cin beranjak keluar dan belakang ranjang, sambil geleng-geleng kepala dia tersenyum, katanya.

   Sudahlah, jangan ribut begini rupa, memangnya tidak malu ditertawakan orang?"

   Kelima orang itu sedang saling dorong dan tarik, ketika tiba-tiba mendengar suara orang yang tak dikenal, keruan semuanya sama terperanjat, tanpa di suruh lagi semuanya berhenti dan menoleh ke sana, kelima orang jadi melongo.

   Siang Cin mengebas lengan jubahnya yang berwarna kuning angsa itu, air mukanya yang semula tersenyum simpul mendadak menjadi kaku dingin, katanya.

   "Beginikah orang-orang Toa-to-kau kalian bertingkah di Toa-ho-tin? Keterlaluan, tidak tahu tata tertib, sekarang satu persatu perkenalkan nama anjing kalian."

   Sudah tentu kelima orang ini semakin kaget, sebagian mereka memang utusan pihak Toa-to-kau yang diperbantukan di Toa- ho-tin, sudah enam hari mereka tiba di sini, sebelum berangkat Kaucu mereka sudah berpesan bahwa di Toa-ho tin bakal berkumpul orang dari berbagai kalangan dan aliran, sekali-kali dilarang membuat malu dan melakukan kesalahan, apalagi menurunkan derajat Toa-to-kau.

   Setiba di sini keadaan yang campur aduk di sini memang agak membingungkan mereka, kini belum apa-apa mereka sudah ribut antar kawan sendiri, betapapun mereka merasa malu? Sesaat kemudian barulah Kek-losam menyeringai, sapanya.

   "Numpang tanya, Toako ini dari dermaga mana? Supaya kami..."

   Belum habis dia bicara, Siang Cin sudah mendamprat.

   "Tutup mulut, terhadapku, berani kau membahasakan Toako segala? Berani kau angkat dirimu sejajar dengan aku?" 307 Keruan berdetak jantung Kek-losam, tersipu dia menjura serta mohon maaf.

   "Tidak berani, hamba tidak berani, maksudku hanya ingin mohon tanya siapakah she dan nama besarmu."

   Siang Cin mendengus.

   "Hm, mau selidik asal usulku? Tanya nama segala. Setiap kaum keroco ini belum setimpal, Han-nio-siang-kui saja akan munduk-munduk dihadapanku, memangnya kalian sudah setingkat dengan kedua orang itu?"

   Sudah tentu kelima orang dalam kamar tak berani bercuit lagi, mereka percaya apa yang dikatakan Siang Cin.

   Maklumlah sikap tindak tanduk, tutur kata Siang Cin yang berwibawa telah membikin ciut nyali mereka, apalagi mereka tahu bahwa Toa-ho-tin sudah menjadi kota terlarang, luar-dalam kota sudah diatur banyak jebakan dan perangkap, setiap jengkal tanah dalam kota boleh dikatakan ada perangkap.

   Seluruh tenaga pihak sendiri juga sudah diatur dengan kilat, penduduk kotapun telah dimasukkan ke karantina serta diawasi, jangankan mata-mata musuh, umpama seekor burungpun jangan harap bisa terbang masuk, kini orang ini berlenggang dengan sikapnya yang kereng, tahu-tahu naik loteng dan masuk kamar, tutur katanyapun amat berwibawa, kecuali orang punya jabatan tinggi setingkat Cuncu, memangnya siapa berani bertingkah begini? Sudah tentu kelima orang itu semakin gelisah, Kek-losam yang setengah mabukpun sadar dan mandi keringat dingin, sambil menunduk dia hanya mengiakan saja dengan muka merah padam, kedua tangan lurus ke bawah.

   Mengebas lengan bajunya, Siang Cin berkata pula.

   "Barusan aku dari bawah, kenapa tidak kelihatan bayangan seorangpun."

   Kek-losan menyeka keringat, lahutnya tersipu-sipu "Ada, ada, cuma sekarang mereka tidak di tempat karena semuanya dikerahkan untuk menggali lorong bawah tanah."

   "Gali lorong apa?"

   Tanya Siang Cin. Kek-losan juga melenggong, katanya tergagap.

   "Masa Toako tidak tahu? Bukankah setiap barisan menugaskan beberapa orang secara giliran untuk menggali lorong? Loteng ini ditempati tiga puluh orang, kecuali kami berlima yang masih ketinggalan, yang lain dikerahkan di bawah pimpinan Tamhay- bak "

   Otak bekerja cepat, segera sikap Siang Cin tampak kereng pula.

   "Kemarin malam bukankah orang Jit-ho-hwe sudah selesai menggali lorong yang terletak di depan kota itu? Menggali lorong apa lagi? jangan kau membual."

   "Toako memang tidak salah,"

   Lekas Kek-losan menerangkan "Lorong itu memang sejak lama sudah digali, sekarang yang digali adalah lorong yang terletak di bawah jalan raya di depan kota, baru dua hari ini mulai kerja, kira-kira sampai nanti tengah malam baru akan selesai, Betapapun aku yang kecil ini tak berani bohong pada Toako, kalau tidak percaya boleh Toako pergi memeriksanya."

   Siang Cin berkata pula.

   "Kapan mereka akan kembali?"

   Kek-losan menghitung-hitung lalu menjawab.

   "Baru setengah jam mereka pergi, mungkin setelah magrib baru akan kembali." 308 Siang Cin manggut-manggut katanya.

   "Baik, biar aku istirahat di sini dulu, sebentar aku masih harus memeriksa tempat lain."

   Tanpa disuruh Kek-losam, empat orang yang lain segera berebut memindah kursi dan membetulkan meja.

   Tanpa terima kasih Siang Cin terus duduk sambil angkat kedua kakinya ke atas meja, ia memeriksa keadaan kamar besar ini, katanya kemudian dengan suara kereng.

   "Barisan Te-ji-heng dari Toa-to-kau sudah lama datang, kalian dari barisan yang mana?"

   Kek-losam menjura, sahutnya.

   "Kami dari "Pui-ji-heng", hanya terpaut beberapa waktu saja kedatangan kami dengan Te ji-heng, sementara para saudara dari Ui-ji heng sudah lama berada di sini."

   "jadi tinggal barisan Thian-ji-heng saja yang tetap bercokol di sarang sendiri. apakah tenaga mereka tidak terlalu lemah?"

   Kek-losam yang bermuka tambun tampak mengunjuk tawa lucu, katanya.

   "Tiada yang perlu dikuatirkan, situasi dalam Kati kami cukup aman, sementara kalangan persilatan di sekitar markas kami selalu memberi muka kepada kami, jadi yakin takkan terjadi apa-apa di sana, Apalagi Kaucu sendiri tetap berada dalam tampuk pimpinannya, jumlah barisan Tlnan-ji-heng juga lebih banyak, kepandaian merekapun serba pilihan, kalau dibanding kami yang diutus kemari, terlampau jauh bedanya."

   "Berapa banyak orang kalian yang dikerahkan kemari?"

   Tanya Siang Cin pula.

   "Ai, terlalu banyak kerja, sampai otakku terasa bebal, kalau tidak salah ada seribu lebih atau tujuh ratusan orang, betul tidak?"

   Terkekeh Kek-losam, jawibnya.

   "Toako salah ingat, jumlah seluruhnya ada seribu dua ratusan, setiap barisan terdiri dari empat ratus orang, dibawah pimpinan sepuluh Thaybak, sementara keenam Kauthau ketiga barisanpun datang."

   Siang Cin tertawa tawar, katanya.

   "Kek-losam, apa kau tahu cara untuk keluarmasuk Toa-ho-tin?"

   Kek-losam melenggong ditanya begitu, katanya.

   "Hamba tidak tahu, Apakah Toako sendiri juga tidak tahu?"

   Siang Cin tergelak-gelak, katanya.

   "O, bagus sekali, dari sini dapat kusimpulkan bahwa mereka memang amat ketat merahasiakan hal ini, kalau sampai kaupun tahu, terhitung rahasia macam apa."

   Lalu dia berbangkit terus menggeliat serta menghela napas seperti orang keletihan sehabis bekerja berat. Kek losam bersikap seperti memperhatikan, katanya.

   "Toako mau pergi? Silakan istirahat lagi sebentar, cuaca sedingin ini, kau orang tua harus menunaikan tugas sepayah ini, sungguh terlalu berat ..."

   Berkelebat sinar mata Siang Cin. katanya tenang.

   "Betul, aku mau pergi, malah sekarang juga."

   Lekas Kek-losam berkata.

   "Kalau begitu hamba ...." 309 Siang Cin berseru "Ambilkan jubah luar milik mereka semua."

   "Mengambil jubah luar?"

   Seru Kek-losam kebingungan.

   "Toako, kau ..."

   "Lekas, jangan cerewet,"

   Bentak Siang Cin.

   Tak berani tanya lagi, lekas Kek-losam mengerjakan apa yang diminta, dengan sikap hati-hati dia taruh empat jubah di atas meja.

   Empat laki-laki pemilik jubah itu hanya berdiri melenggong dengan muka pucat dan tak berani bertindak apa-apa.

   Baru saja Kek-losam hendak buka suara pula, seketika dia mengkeret karena ditatap Siang Cin, kata Siang Cin.

   "Jubahmu juga lekas kau copot."

   Kek-losam melenggong serunya.

   "Aku? Jubahku ini?"

   "Ya, kenapa? Tidak boleh?"

   Ancam Siang Cin.

   Keruan Kek-losam ketakutan, lekas dia copot jubahnya.

   Baru sekarang dia menyadari meski dirinya gemuk, badannya penuh gumpalan daging, tapi setelah telanjang badan, hawa sedingin ini, mau-tidakmau menggigil juga.

   Meraih kelima jubah itu.

   Siang Cin mendengus.

   "Sekarang, kalian berbaris menghadap dinding."

   Tanpa berani membangkang lelima orang membalik tubuh serta berdiri sejajar, semuanya gemetar ketakutan juga kedinginan.

   "Bukankah kalian kurang tidur dan masih ngantuk? Biarlah kubuat kalian tidur lagi lebih nyenyak,"

   Belum sempat mereka tahu apa yang akan terjadi, semuanya merasa tubuh menjadi kejang, pelahan empat dari kelima orang ini roboh terus mendengkur nyenyak, Tinggal seorang lagi yang tidak roboh, ialah Kek-losam.

   Keruan Kek-losam menjadi panik, kedua tangannya menggenggam kencang baju dalam sendiri, saking ketakutan lutut terasa lemas, tanpa kuasa dia terjengkang dan menumbuk meja, golok-besarnya jatuh dan menemukan suara berkelontangan.

   Pelahan Siang Cin menghampiri, katanya.

   "Jangan panik dan tegang, kawan."

   Mendengar orang menggunakan istilah "kawan", baru Kek-losam sadar, ia bciteriak.

   "Kau... kau orang mereka..."

   Siang Cin mengangguk, katanya.

   "Betul, aku orang mereka, orang yang berdiri di pihak Bu siang-pay."

   Lunglai tubuh Kek-losam, dia tahu nasib apa yang bakal menimpa dirinya setelah terjatuh di tangan musuh, dengan lemah dia berkata.

   "Kau... apa kehendakmu?"

   "Asal kau tunduk pada perintahku, kau akan tetap hidup, kalau sebaliknya, kau akan mampus seketika."

   Kek-losam melirik ke arah empat kawannya sahutnya.

   "Baik, aku aku menurut."

   "Bagus, sekarang jawab pertanyaanku. Untuk keluar-masuk kota, adakah menggunakan kode rahasia? Atau ada jalan khusus yang lain?" 310 "Aku tidak tahu, agaknya tiada, kami baru enam hari di sini, selama ini dilarang keluyuran diluar, dimana-mana terdapat larangan, ada pula tempat-tempat yang terlarang bagi siapapun."

   Siang Cin perhatikan mimik dan nada bicara Kek-losam, dia yakin bahwa orang tidak berdusta, setelah merenung sejenak, Siang Cin tidak membuang-buang waktu lagi, tanyanya.

   "Kek-losam, pada tanah seratusan tombak di sebelah kiri Toa-ho-tin, tegalan yang dekat hutan itu, rombongan siapa yang bertugas di sana."

   Tanpa pikir Kek-sam segera menjawab.

   "Mereka adalah barisan Hian- ji heng dan Toa-to kau kami."

   "Kau kenal mereka semuanya?"

   Tanya Siang Cin. Sambil menyengir, Kek-losam menyahut.

   "Kebanyakan kukenal."

   "Untuk keluar-masuk Toa ho tin kalian tidak perlu menggunakan kode rahasia apaapa, tapi di dalam kota, untuk lewat dari satu daerah ke daerah lain tentunya menggunakan kode rahasia?"

   Bimbang sejenak, akhirnya Kek-losam menjawab.

   "Ya, ada..."

   "Apa kodenya?"

   Tanya Siang Cin.

   "Kalau siang memakai selempang merah mengikat golok, kalau malam sebaliknya, golok memutus selempang merah."

   Tersenyum geli Siang Cin, katanya.

   "Amat lucu dan menarik, sampai di mana kegunaan dari tanda-tanda ini?"

   Kek-losam menelan ludah, pelan-pelan dia menerangkan.

   "Pada setiap daerah yang dikuasai orang-orang Toa to-kau kita boleh mondar mandir sesuka hati dengan menggunakan tanda tadi, kalau daerah lain entahlah."

   Sampai di mana daerah yang dikuasai Toa to-kau kalian?"

   Melengos dari tatapan orang yang tajam, Kek-losam menerangkan dengan kebat kebit.

   "Separo dari daerah jalan raya Toa-ho to."

   "Orang-orang dari golongan lain, mereka berkuasa di mana saja?"

   "Entahlah, biasanya kami dilarang keluar, kalau mau keluar harus minta izin dan diantar orang Ji gi-hu. Kauthau kami sudah memperingatkan siapapun dilarang main sembarangan, salah-salah kepala bisa dipenggal, maka tiada yang berani lengah di sini."

   Siang Cin lantas menghampiri serta menepuk pundaknya, lalu dia membisiki apaapa sekian lama, agaknya Siang Cin harus mengulangi beberapa kali pesannya baru kemudian laki-laki tambun itu mengangguk tanda mengerti.

   Maka Siang Cin meninggalkan jubah biru milik Kek-losam dan mengambil empat jubah yang lain, seperti datangnya tadi, bagai segulung angin lesus tahu-tahu ia melayang pergi.

   311 Dengan cepat tanpa menemui rintangan ia telah kembali ke tempat menunggu Sebun Tio-bu dan Kin Jin tadi.

   Sebun Tio-bu lantai menggerutu pnnjang pendek, Siang Cin minta maaf bahwa mereka harus menunggu sekian lama, lalu dia ceritakan pengalamannya terakhir dia menjelaskan rencananya untuk menyerbu ke Toa-ho-tin menurut apa yang telah dia selidiki tadi.

   Kin Jin bertanya.

   "Laki-laki gemuk bernama Kek-losam itu apakah takkan mengingkar janji?"

   Siang Cin tertawa, katanya.

   Bara Naga Karya Yin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Kukira dia tidak berani, bila dia berani bertingkah akibatnya akan fatal bagi dirinya sendiri."

   "Hayolah lekas berangkat,"

   Seru Sebuo Tio-bu tak sabaran, maka Siang Cin bagikan keempat jubah tadi. Empat orang segera meringkaskan pakaian mereka terus mengenakan jubah biru tua itu di bagian luar. Mengawasi empat orang itu, Siang Cin berkata.

   "Perhatikan, Tangkeh dan Kin-heng harus lompat sekeras mungkin, demikian pula Le heng dan Loh-heng diharap mengikuti sepenuh tenaga, cuacu sudah mulai gelap, ini menguntungkan kita, semoga kita bisa menyelundup masuk tanpa konangan."

   Lalu dia memberi tanda, segera ia mendahului melayang pergi.

   Terpaksa juga Le Tang dan Loh Hou mengerahkan sepenuh tenaganya.

   Dalam keremangan senja tampak lima bayangan berkelebat, begitu pesat gerakan mereka, ditambah cuaca memang sudah mulai gelap, dipandang dari kejauhan orang akan menyangka adanya bayangan burung atau gumpalan mega yang lagi bergerak.

   Hanya sekejap Siang Cin sudah tiba di tempat tujuan, kini jubah kuningnya dipakainya secara terbalik, jadi warna ungu bagian dalam kini berada di luar dengan ikat pinggang warna kuning, tempat di mana sekarang dia berdiri adalah bawah loteng di mana Kek-losan berada.

   Kek losan telah berdiri di sebelahnya, dengan suara tegang dia berkata.

   "Agaknya mereka telah melihat adanya tanda mencurigakan sebentar pasti ada orang akan memeriksa kemari."

   Sementara itu tampak bayangan orang berkelebat pula, tahu-tahu Sebun Tio-bu dan Kin Jin sudah melayang turun di kedua sisi mereka.

   Siang Cm segera memberi kedipan mata kepada mereka, kedua orang maklum dan lekas menyingkir ke sana, di samping pintu tampak menggeletak empat golok tebal bcsar, mereka masing-masing memungut sebatang serta mengatur pernapasan.

   Dalam pada itu Le Tang dan Loh Hou baru mencapai dua puluhan tombak, agaknya mereka telah menemukan perangkap yang berlapis-lapis itu, maka dengan gerakan gesit dan hati-hati mereka berlompatan kian kemari terus maju ke arah sini.

   312 "Kuk, kuk", dua suara keras seperti dengkur burung tiba-tiba berkumandang di tengah kegelapan, suaranya seperti datang dari sebuah loteng kecil tak jauh di sebelah sana, begitu lenyap suara "kuk, kuk"

   Ini, mendadak muncul belasan laki-laki. Siang Cin tertawa, katanya.

   "Kek-losam, tibalah saatmu untuk naik pentas."

   Dengan nekat terpaksa Kek-losam memburu maju, baru saja beberapa langkah, orang-orang Toa-to-kau yang berlari tiba itu sudah melihatnya, seorang yang berhidung pesek sebagai pimpinan rombongan segera berteriak.

   "Kukira siapa, kiranya kau Kek-losam, kenapa tidak lekas kau panggil teman-temanmu, untuk apa berdiri melenggong disitu?"

   Kek losam bergelak tertawa, segera dia tarik suaranya yang serak.

   "Jangan gembargembor, mungkin kalian sudah pusing tujuh keliling, masa orang sendiri juga dicurigai."

   Si hidung pesek melenggong, dia tidak menghiraukan Kek-losam. tapi dia menoleh ke arah Le Tang dan Loh Hou yang lagi lari mendatangi, hardiknya.

   "Berdiri, selempang merah mengikat golok."

   Le Tang dan Loh Hou terpaksa berhenti dan berdiri sambil bertolak pinggang, tanpa sangsi mereka berseru juga.

   "Golok niemutus selempang merah. Hari sudah gelap, saudara-saudara masih giat bekerja juga?"

   Keruan si hidung pesek kebingungan, serunya menoleh ke arah Kek-losam.

   "Keklosam, apakah mereka juga orang kita sendiri?"

   Kek- losam mendengus, segera dia maju mendekat serta berkata dengan lagak misterius "Bukan saja orang sendiri, malah mereka adalah orang-orang Ji-gi-hu yang pegang peranan di sini."

   Kembali melenggong si hidung pesek berkata dengan nada curiga.

   "Ada orang Ji-hi hu yang pegang peranan? Kenapa tidak lewat jalan rahasia malah keluyuran di daerah perangkap, Herannya, kami tidak diberi tahu sebelumnya."

   Serentetan pertanyaan ini membikin Kek-losam gelagapan, baru saja dia hendak bicara, Sebun Tio-bu telah maju ke depan, dia singkirkan Kek-losam ke samping, lalu melirik hina pada si hidung pesek, katanya.

   "Ada apa, kawan? Melihat sikapmu, agaknya kau tidak pandang sebelah mata kepada kami." -------------------------------- Cara bagaimana rombongan Siang Cin akan mengerjai pihak musuh? Adakah perangkap licik dan lihay yang teratur di Toa ho tin? Dapatkah pihak Busiang- pay membobolnya? Bara Naga

   Jilid 16 Sambil mendengus si hidung pesek menghardik bengis.

   "Siapa kau?" 313 Melotot mata Sebun Tio bu, serunya gusar.

   "Memangnya kau keparat ini boleh bertanya seenak udelmu? Aku berdiri di sini, berjajar dengan anak buah Toa to kau kalian, mengenakan pakaian pinjaman kalian lagi. Keparat, coba katakan siapa sebetulnya aku ini?"

   Seperti disiram air dingin si hidung pesek tersentak mundur, sikapnya yang garang tadi seketika kuncup, dengan kebingungan dia menoleh ke arah Kek losam. Lekas Kek losam menghampiri, katanya dengan prihatin.

   "Bi thaubak, kau harus hati2 menjaga batok kepalamu, saudara ini adalah pentolan Ji ih hu jagoan yang paling di sayang oleh Jan kong, bahwa mereka mengenakan pakaian kita hanya untuk mengelabui orang, tujuannya adalah mencari berita tentang keadaan pihak Bu siang pay. Baru saja mereka kembali dari menunaikan tugas, mereka sama mengumpat, soalnya lima orang yang diutus ke sana kini tinggal dua orang saja yang kembali. Nah itulah mereka, kalian sudah melihatnya, tiga orang temannya sudah menghadap Giam lo ong. dan kau masih bertingkah di depan orang, apa kau sengaja mencari penyakit?"

   Kek losam ditariknya ke pinggir, lalu si hidung pesek berkata dengan suara tertahan.

   "Ucapannya memang masuk diakal, Kek losam, herannya kenapa mereka tidak menggunakan jalan rahasia itu tapi malah main2 disini mencari kesulitan?"

   Kek losam menarik muka, katanya.

   "Bi thaubak, bicara soal kedudukan di dalam Kau kita memang kau lebih tinggi, tapi soal pengalaman, kau Bi An bukan apa2 bagiku, usiaku juga lebih tua. Coba kau pikir, dengan mengenakan pakaian kita, kalau tidak pulang lewat daerah kekuasaan kita sendiri, lalu mereka akan lewat mana? Meski mereka tahu kode rahasia yang digunakan di mana2, namun seragam mereka jelas berbeda, memangnya orang tidak menaruh curiga terhadap mereka? Apalagi Toa-ho tin boleh dikatakan sudah terjaga ketat, setiap langkah berbahaya, apa betul ada jalan rahasia khusus seperti apa yang kau maksudkan, itupun urusan pihak atas, memangnya kau juga harus diberi penjelasan? Lalu jalan rahasia macam apa lagi? Kan bisa bocor, bukan mustahil pihak Bu siang pay pun akan tahu rahasia ini .....

   "

   Si hidung pesek yang bernama Bi An menggosok telapak tangan, dia memang sudah percaya akan uraian Kek losam, tapi dia masih belum terima, katanya.

   "Kek losam, masih ada yang belum kumengerti, bahwa mereka adalah orang dari Ji ih hu, kenapa kau yang dicari mereka?"

   Kek losam mendengus gusar, semprotnya.

   "Apa? Memangnya aku Kek Sam ini keroco, tidak setimpal mengikat hubungan dengan mereka? Hanya Thaubak macam kau ini yang berbobot bersahabat dengan mereka?"

   "E eh, memangnya kenapa kau ini?"

   Lekas Bi An menariknya.

   "aku hanya tanya sambil lalu saja, kenapa harus naik pitam? Sedikitnya kau juga harus pikirkan kepentinganku, kan aku harus memberi laporan pada atasan, suara sempritan tadi juga sudah kau dengar, pihak atas sudah tahu adanya kejadian, bila aku tidak bisa memberi laporan lengkap dan jelas, coba hukuman apa yang akan menimpa diriku?"

   Melihat mereka bisik2 tak habis2. Kin Jin yang berada di belakang segera menghampiri, katanya dengan sikap gelisah.

   "Losam, Toa ah ko dari Ji ih hu marah2, dia suruh kutanyakan kalian apa maksud kalian sebenarnya, apakah sengaja hendak mempersulit kerja mereka?" 314 Belum Kek Sam menjawab, Bi An cepat berkata.

   "Lote, sukalah kau memberitahukan, katakan kami hanya tanya2 sambil lalu, tiada maksud apa2, sekarang kalian boleh pergi, kami tidak ada maksud menahan"

   Lalu dia angkat golok tiga kali serta diputar satu lingkaran, maka orang2 Toa to kau yang siaga sejak tadi segera mengundurkan diri.

   Di atas loteng, di sekeliling tempat itu serempak terdengar suara daun jendela ditutup, tidak ada suara menggerutu, pedang golok diletakkan, busur yang sudah terpasang panah juga diturunkan.

   Dengan sikap kereng Sebun Tio bu lantas menghampiri, katanya.

   "Kek Sam, dia sudah tanya belum? Apa kami hendak di tahan dan diadukan ke Ji ih-hu? Atau digusur ke hadapan Han mo siang kiu?"

   Sudah tentu semakin mengkeret nyali Bi An mendengar omongan ini, kini dia lebih yakin bahwa beberapa orang ini memang jago2 lihay dari Ji-ih hu, kalau tidak masa berani bersikap garang seperti ini.

   Siang Cin yang sejak tadi diam saja kini ikut bicara juga, malah sikapnya lebih meyakinkan lagi.

   "Kalian masih cerewet apa dengan dia, sampai sekarang orang kita belum juga masuk kemari, kalau terlambat siapa yang akan di marahi Jan kong nanti? Kiau Hiong dan lain2 juga sedang menunggu"

   Lekas Sebun Tio bu berlagak gelisah, katanya.

   "Ya Toako, urusan sudah selesai, hanya keparat2 di sini yang bikin ribut ... ..."

   Ter sipu2 Bi An menjura, katanya.

   "Harap Toa-ah ko maafkan kepicikan hamba, maklumlah menjalankan tugas tidak boleh lalai, tentunya Toa ah-ko juga maklum, sukalah memberi kelonggaran untuk kali ini."

   Sebun Tio bu melirik hina, bentaknya.

   "Lekas suruh orangmu menyambut kawan kami itu"

   Bi An seperti tersadar, lekas dia mengulap ke belakang seraya memaki.

   "Gui poan cu, Siau Ian bik, lekas kalian sambut kedua Toako itu, kenapa melongo saja melihat tontonan apa?"

   Dua orang yang disebut namanya segera tampil dari barisan, tanpa diperintah lagi mereka lari ke sana memberi petunjuk kepada Le Tang dan Loh Hou yang sedang kelabakan mencari jalan ke sini.

   "Bi taubak"

   Ucap Sebun Tio bu tidak sabar.

   "tanah lapang di depan ini adalah daerah kekuasaan kalian, perangkap di sini juga kalian yang mengaturnya, kau sendiri apal tidak akan seluk beluk di sini? Maksudku dari arah mana boleh lewat dan disebelah mana yang terlarang?"

   Bi An unjuk tawa, katanya.

   "Toa ah ko, bicara terus terang, tempat ini dikerjakan bersama dengan orang2 Hek jiu tong, keadaan seluruhnya aku sendiri kurang jelas, tapi bagian yang tidak berbahaya dapat kutunjukkan. Tentunya engkau juga tahu, kecuali gantolan baja, jala sutera dan tanduk menjangan yang dapat melukai orang atau merintangi serbuan musuh, yang lain2 adalah benda2 mati, asal sedikit hati2, pasti takkan terjadi apa2."

   Sekilas dia melirik Sebun Tio bu, lalu menyambung dengan lagak sok tahu.

   "Tapi bila semua perangkap itu digerakkan, ditambah tenaga manusia kita yang bersembunyi diberbagai tempat, bila musuh berani terjang kemari, haha, itu berarti mereka 315 menerjang ke neraka, maklumlah, karena kekuatan perangkap yang akan digerakkan itu terlampau dahsyat."

   Sebun Tio bu berkata dengan tidak sabar.

   "Bi-thaubak, se akan2 kau ini tahu betapa besar kekuatan perangkap2 itu?"

   Bi An menyengir kikuk, katanya.

   "Ah, hamba memang tidak tahu persis, tapi ....tapi apa yang hamba uraikan rasanya takkan selisih jauh dengan keadaan sebenarnya."

   Dalam pada itu Loh Hou dan Le Tang sudah berhasil menyusuri lapangan yang berbahaya itu meski dengan hati kebat kebit dan mandi keringat.

   Melihat kedua orang ini berambut panjang terurai di pundak, Bi An bersuara heran dan menyatakan rasa sangsinya.

   Cepat Sebun Tio bu pura2 mendamperat.

   "Tolol, kalau mereka tidak menyamar begini, cara bagaimana mereka dapat menyusup ke Bu siang pay untuk mencari berita? Hayolah, sekarang lekas kita berangkat, jangan buang2 waktu untuk mengobrol tugas lebih penting."

   Lalu ia mengangkat tangan sebagai tanda memberi salam kepada Bi An, segera ia membawa Le Tang dan Loh Huo serta Ke Sam melangkah ke arah Siang Cin sana.

   Diam2 Kin Jin tertawa geli, dengan membusungkan dada ia lantas ikut di belakang mereka.

   Ber turut2 mereka masuk ke ruangan loteng, baru saja Kin Jin menutup pintu, serentak Ke Sam berlutut sambil rneratap.

   "Mohon betas kasihan tuan2, janganlah kalian meninggalkan hamba, betapapun hamba harus diikutkan bersama kalian, kalau tidak, jiwa hamba pasti akan melayang di sini ...."

   Siang Cin membangunkannya dengan tertawa katanya.

   "Jangan kuatir, jasamu tidak kecil, apalagi sudah kujanjikan akan mencarikan jalan hidup bagimu, apa yang dikatakan Naga Kuning tak pernah dijilat kembali."

   "Hah, jadi engkau si Naga Kuning Siang . .... Siang toaya?"

   Seru Ke Sam dengan terkesiap.

   "Wah, jika demikian, hamba lebih2 harus ikut serta bersama kalian."

   "Sekarang kau tidak dapat ikut kami,"

   Sela Kin Jin.

   "Kami masih harus menerjang ke Ji ih hu."

   Ke Sam tampak putus asa, keluhnya.

   "Wah, jika demikian, jelas jiwa hamba tak ....tak tertolong lagi."

   "Tidak, kau takkan mati,"

   Kata Siang Cin.

   "Loteng ini kan ada lagi langit2nya, boleh kau sembunyi di situ, besok pagi keselamatanmu tidak perlu disangsikan lagi."

   "Mak ....maksud Siang toaya ...

   "

   Dengan bingung Ke Sam memandang Siang Cin dan mohon penjelasan.

   "Besok pagi2 pasukan berkuda Bu Siang pay akan menyerbu ke Toa ho tin sini,"

   Tutur Siang Cin.

   "Tapi ....tapi anak buah yang tinggal di loteng ini sebentar lagi akan pulang, bila mereka mengetahui kejadian di luar sana ...." 316 Belum habis ucapan Ke Sam, mendadak Bebun Tio bu mendesis pelahan, segera Siang Cin juga mendengar suara langkah orang di luar, dari suaranya yang riuh mungkin ada berpuluh orang banyaknya.

   "Me ....mereka sudah pulang,"

   Ke Sam menjadi kelabakan dan tampak tegang.

   "Kenapa mesti takut, kan sudah dalam dugaan?"

   Ujar Siang Cin dengan tertawa.

   Dalam pada itu suara berisik orang bicara kedengaran sudah mendekat, segera pintu didorong orang, serombongan lelaki berbaju biru terus membanjir masuk.

   Begitu masuk, serentak mereka menerjang ke atas loteng, ada sebagian menuju ke kamar samping semuanya tampak lelah dan kotor sambil mengomel dan menggerutu be ramai2 mereka mencari air minum sehingga tiada yang memperhatikan malaikat elmaut sedang menantikan mereka di belakang pintu.

   Sudah barang tentu, dengan mudah dan singkat rombongan orang yang naik ke atas itu disikat habis oleh Siang Cin.

   Sisanya di serambi bawah juga di bereskan oleh Loh Hou dan Le Tang.

   Sebun Tio bu mengebut baju sambil menggerutu katanya.

   "Keparat, bikin kotor tangan melulu."

   Habis berkata ia memberi tanda, mereka terus menyelinap keluar, dengan gesit seperti kucing mereka berlima terus menyusur ke depan dalam kegelapan.

   Setiba di suatu pengkolan jalan, dengan cepat mereka mendekam ke bawah, dengan pandangan tajam mereka menyelidiki keadaan sekitarnya.

   Dengan suara tertahan Sehun Tio bu bertanya.

   "Siang heng, apakah kautahu jelas arah letak Ji ih hu?"

   "Tidak jelas,"

   Siang Cin menggeleng.

   "Ji ih hu pasti sangat mentereng bangunannya, asalkan kita menemukan gedung yang paling megah di situ, pasti tidak keliru lagi,"

   Bisik Kin Jin. Setelah berpikir sejenak, Siang Cin berkata.

   "Betul juga. Sekarang kita membagi diri menjadi tiga kelompok dan maju ke depan secara ber turut2 aku sendiri membuka jalan, Sebun tangkeh dan Le Tang satu kelompok, Kin heng dan Loh Hong satu kelompok. Dengan cara begini jejak kita takkan terlalu menyolok, bila perlu juga mudah saling membantu."

   Keempat orang mengangguk setuju, segera Siang Cin melayang ke depan, hanya sekali berkelebat saja ia sudah berada beberapa tombak jauhnya.

   
Bara Naga Karya Yin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Sebun Tio bu menepuk pundak Le Tang, segera mereka menyusul ke sana.

   Habis itu Kin Jin dan Loh Hou juga ikut melayang maju.

   Siang Cin sudah melintasi sebuah jalan melintang, di sebelah sana ada sederetan barak pendek, di seberang barak sana adalah pepohonan yang lebat.

   Di balik rumpun pohon yang rindang sana tampak bayangan sebuah gedung yang megah dengan kerlipan cahaya lampu yang tak terhitung banyaknya.

   Selagi Siang Cin hendak berpaling untuk memberi tanda kepada kawan2nya, tiba2 didengarnya suara langkah orang di balik deretan barak sana, cepat ia menempelkan tubuhnya ke dinding.

   317 Benar juga, segera muncul dua regu lelaki berbaju merah dengan senjata terhunus, barisan ronda ini kelihatan bertugas dengan tegang, dengan cepat barisan ronda inipun berlalu ke sana.

   Baru saja Siang Cin merasa lega, tiba2 dilihatnya dari arah jalan melintang sana berlari datang pula satu barisan orang, sayup2 terdengar pula suara pernapasan binatang yang ter engah2.

   Cukup cepat reaksi Siang Cin, begitu mendengar suara itu segera ia tahu gelagat jelek, suara napas itu jelas suara binatang buas sebangsa anjing pelacak yang ganas.

   Karena waktunya sudah mendesak, Siang Cin tidak sempat berpikir panjang lagi, cepat ia bertepuk tangan dua kali, lalu menyongsong barisan ronda musuh yang datang itu.

   Barisan ini berseragam ungu coklat, baik baju maupun celana terbuat dari kulit, berjumlah 20an orang.

   Delapan orang di depan masing2 menuntun seekor anjing belang yang kekar sebesar anak sapi.

   Kawanan anjing ini cukup menakutkan, kepala besar hidung pesek, mulut lebar dengan taringnya yang menyeringai, warna bulunya yang kuning hitam dan ber tutul2 dengan suaranya yang galak, tampaknya menjadi seperti harimau total.

   Dari jauh kawanan anjing itu sudah mencium bau Siang Cin, seketika kawanan anjing itu meronta, delapan pasang mata terus mengincar ke arah Siang Cin, sambil menyalak buas.

   Tampaknya orang2 berseragam baju kulit itupun sudah terlatih baik dan berpengalaman, begitu melihat tanda2 mencurigakan, serentak mereka memencarkan diri.

   Tapi Siang Cin tidak memberi kesempatan pada mereka untuk bertindak, secepat kilat ia telah melayang tiba.

   Salah seorang lelaki yang bermuka bengis dengan golok terhunus segera memapak maju sambil membacok, berbareng iapun berseru.

   "Kepung dia!"

   Kedelapan ekor anjing buas itupun segera dilepaskan, serentak kawanan anjing itu menggonggong dan menubruk maju.

   Pada saat itu juga Siang Cin sudah berhasil mengerjai lelaki tadi, sedikit mengegos ia dapat menghindarkan bacokan musuh, berbareng telapak tangannya menabas, kontan lelaki itu mencelat dan tak bangun lagi.

   Dengan gerak cepat Siang Cin merobohkan beberapa orang pula sebelum kawanan anjing itu menerjang tiba, Malahan seorang kena dipegangnya terus digunakan untuk menyerampang kawanan anjing buas itu, anjing pertama mengaing kesakitan dan terguling, menyusul Siang Cin terus menubruk maju, sekali tangannya menabas, dua ekor anjing menggeletak pula dengan perut pecah dan usus kedodoran.

   Keruan orang2 berseragam baju kulit itu menjadi panik, seorang di antaranya berteriak.

   "Lekas siarkan tanda bahaya, ada mata2 ......"

   Belum habis ucapannya, orang inipun terguling didepak oleh Siang Cin.

   Pada saat lain, seorang yang bermaksud menyergap Siang Cin dari belakang, tak terduga 318 mendadak Siang Cin berputar dan sekali sodok, kontan orang inipun mencelat jauh dan sekarat.

   Seketika terdengar jeritan orang dan gonggongan anjing yang ramai, tanpa ampun Siang Cin masih terus main babat, hanya dalam waktu singkat baik orang2 itu maupun kawanan anjing itu telah dibereskan seluruhnya.

   Pada saat itu jnga baru terdengar di kejauhan ada suara langkah orang sedang berlari ke arah sini, agaknya peronda di sana telah merasakan sesuatu yang mencurigakan yang terjadi di sini.

   Sekilas Siang Cin memandang kawanan anjing yang sudah menggeletak itu, cakar anjing2 itu tampak mengkilap.

   Ia mendengus, cepat ia melayang kembali ke tempatnya tadi.

   "Bagaimana, Siang heng?"

   Terdengar suara Sebun Tio bu bertanya.

   "Beres,"

   Jawab Siang Cin.

   "Di balik hutan sana pasti Ji ih hu."

   Tetap terbagi menjadi tiga kelompok, segera mereka melintasi deretan barak tadi, hanya sekejap saja suara bentakan dari bayangan orang di tempat kekacauan tadi sudah ditinggalkan jauh.

   Kini mereka sedang mendaki tebing yang menuju ke hutan sana.

   Pada ketinggian tebing itu ada beberapa bagian yang mendekuk ke bawah, jelas di situlah pos penjagaan tersembunyi.

   Siang Cin memberi tanda ke belakang, habis itu secepat terbang ia terus melayang ke atas, sekali melejit lagi di udara ia terus lenyap ke dalam hutan.

   Tentu saja penjaga di tanah yang mendekuk itu terkesiap dan sama mendongak, mereka sama ragu2 barang apakah yang melayang lewat barusan.

   Pada saat itu juga Sebun Tio bu dan Le Tang sudah menggeremet tiba, mendadak mereka menubruk para penjaga itu.

   Ada tiga orang penjaga di sini, karena sedang melongo kesima oleh bayangan Siang Cin tadi, tahu2 mereka disergap sehingga sama sekali tidak sempat bersuara dan berkutik.

   Pada saat yang sama Kin Jin dan Loh Hou juga telah membereskan pos penjaga yang lain.

   Tempat di tepi hutan di bagian lebih atas sana juga ada sebuah pos jaga.

   Agaknya ketiga orang disitu mendengar sesuatu yang tidak beres, satu di antaranya berteriak menegur.

   "Siau loji, ada apa di sana?"

   Sudah tentu tiada orang menyahut, keruan orang yang bertanya itu merinding sendiri. Belum lagi ia buka suara pula, tiba2 terdengar orang menjawab dengan suara tertahan.

   

Laron Pengisap Darah -- Huang Yin /Tjan Id Legenda Kematian -- Gu Long Kaki Tiga Menjangan -- Chin Yung

Cari Blog Ini