Ceritasilat Novel Online

Pedang Langit Dan Golok Naga 52


Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung Bagian 52




   Pedang Langit Dan Golok Naga Karya dari Chin Yung

   
Dilain pihak kepandaian Hoan ceng itu kalah jauh dari Ho Ciangboen.

   Beberapa kali ia menyerang dengan hebat.

   Tapi setiap serangannya dapat dipunahkan.

   Sesudah bertanding kira2 50 jurus tiba2 Ho Thay Ciong membentak.

   "Kena"

   Pedang kayu yang menyambar ke timur mendadak dan membelok ke barat dan mapir tepat di iga pendeta See hoan itu.

   Jika pedang itu pedang baja atau jika Ho Thay Ciong masih mempunyai Lweekang pendeta itu sudah pasti sudah binasa.

   Tapi sekarang bacokan itu, hanya mengakibatkan sedikit rasa sakit.

   "Mokopas, mundur kau!"

   Bentak orang yang suaranya dingin.

   "Uawei sekarang giliranmu!"

   Boe Kie mengawasi orang yang memberi perintah itu.

   Muka orang yang berjenggot putih, seolah2 tertutup oleh selapis asap hitam dan dia bukan lain daripada salah seorang dari Hian beng Jie lo.

   Ia berdiri sambil menggendong tangan dan kedua matanya dirapatkan, seolah2 dia tidak memperdulikan apa yang terjadi dalam ruangan itu.

   Tiba2 Boe Kie melihat sepasang kaki diatas sebuah meja kate yang dialaskan dengan sutra sulam.

   Kedua kaki itu memakai sepatu kuning dan diatas setiap sepatu tertera dengan sebutir mutiara yang berkeredapan.

   Jantung Boe Kie memukul keras.

   Ia mengenali, bahwa sepasang kaki itu yang bulat dan bagus sekali bentuknya adalah kaki nona Tio Beng.

   Dalam pertemuan di Boe tong san, ia menghadapi nona itu sebagai seorang musuh.

   Tapi sekarang entah mengapa hatinya berdebar2 dan paras mukanya berubah merah.

   Kaki Tio Beng bergerak.

   Ia rupanya sedang memperhatikan jalannya pertempuran.

   Berselang kira2 seminuman the, mendadak Ho Thay Ciong membentak lagi.

   "Kena!"

   Ia berhasil merobohkan jago kedua. "Uawol mundur!"

   Bentak Hian beng Loojia.

   "Helin Pohu maju"

   Ketika itu, nafas Ho Thay Ciong udah tersengal.

   Sesudah merobohkan 2 orang lawan, tenaganya mulai abis.

   Sesaat kemudian, pertempuran ke-3 dimulai.

   Helin Pohu menggunakan senjata berat, yaitu sebatang toya baja dan ia bertenaga sangat besar.

   Angin pukulan toya menyambar nyambar dengan hebatnya, sehingga semua lilin yang menerangi ruangan itu berkedip2, sebentar gelap, sebentar terang.

   Baru saja belasan jurus, pedang kayu sudah terpukul patah dan sambil menghela nafas Ho Thay Ciong melemparkan pedang buntungnya di lantai.

   "Thie Kiam Sian seng, apa sekarang kau tidak suka menakluk?"

   Tanya Hian beng Loe jin. "Tidak!"

   Jawabnya dengan angkuh.

   "Aku bukan saja tidak menakluk, tapi juga tidak menyerah kalah. Kalau aku masih memiliki tenaga dalam, Hoan ceng itu sama sekali bukan tandinganku."

   "Putuskan jari manis tangan kirinya!"

   Bentak Hian beng Loo jin.

   "Sesudah itu kirim pulang ke menara!"

   Boe Kie menengok dan mengawasi kedua kawannya.

   Yo Siauw menggeleng2kan kepala, sebagai tanda bahwa ia tidak menyetujui penyerbuan yang bakal menggagalkan seluruh rencana mereka.

   Sesaat kemudian terdengar suara dibacoknya jari tangan dan suara orang yang membalut luka, Ho Thay Ciong bener2 jago, sedikitpun ia tidak mengeluarkan suara.

   Sesudah itu sejumlah pengawal baju kuning kembali keluar dari pintu belakang dan mengantar Ho Thay Ciong balik ke menara.

   Dengan menyembunyikan diri di sudut tembok, Boe Kie bertiga melihat paras muka si kakek yang pucat bagaikan kertas dan kedua matanya yang seolah2 mengeluarkan api.

   Sekonyong2 didalam ruangan terdengar suara wanita yang nyaring.

   "Loo thung kek, sungguh lihai Kiam hoat Koen loen pay.

   Ia membacok Mokopas dengan pukulan ini, membabat seperti ini disebelah kiri dan memutar begini di sebelah kanan"

   Orang yang bicara bukan lain daripada Tio Beng.

   Sambil bicara dengan dilayani oleh Mokopas, ia bersilat menggunakan pedang kayu, menurutr pukulan2 yang tadi digunakan oleh Ho Thay Ciong.

   Orang yang dipanggil Loo Thung Kek adalah Hian beng Loo jin, si kakek muka hitam yang lantas saja memberi pujian.

   "Coe jin berotak sangat cerdas.

   Pukulan2 itu tidaj beda dengan aslinya"

   Tio Beng berlatih berulang2.

   setiap kali ia membacok iga Mokopas dengan menggunakan tenaga.

   Sehingga, biarpun pedang itu pedang kayu si pendeta soe hoa harus merasai kesakitan hebat, sebab harus menerima pukulan berulang2 ditempat yang sama.

   Tapi walaupun berjengit2.

   Mokopas sama sekali tidak memperlihatkan rasa jengkel.

   Sesudah memahami beberapa pukulan, Tio Beng lalu memanggil Unwol dan berlatih dengan pendeta itu dalam pukulan2 Ho Thay Ciong yang tadi merobohkan si pendeta.

   Melihat begitu Boe Kie segera mengerti latar belakang kejadian itu.

   Dengan suatu tipu Tio Beng telah memenjarakan tokoh2 berbagai partai di Ban Hoat Sie dan menekan Lweekang mereka dengan menggunakan obat.

   Dengan cara itu ia mencoba ahli2 silat tersebut menekluk kepada kerajaan Goan.

   Karena tujuan yang pertama tidak berhasil, maka ia memerintahkan orang2nya bertanding dengan tokoh2 itu.

   Sedang ia sendiri memperhatikan jalannya pertandingan untuk mencuri pukulan2 yang paling lihay dari berbagai partai.

   Dari sini dapatlah dilihat, bahwa nona yang cantik itu telah menjalankan tipu daya.

   Sekarang Tio Beng berlatih dengan Helin Po hu.

   Sesudah beberapa lama ia kelihatan bersangsi dalam beberapa jurus yang terakhir.

   Ia menengok dan bertanya.

   "Lok Thung kek, apa begini?"

   Si kakek muka hitam terkejut dan sambil berpaling ke sebelah kiri, ia berkata "Saudara Ho, apa kau lihat tegas pukulan2 itu?"

   Tio Beng tersenyum "Kauw soehoe"

   Katanya.

   "Aku mohon petunjukmu"

   Seorang Tauw too (pendeta ) yang berambut putih lantas saja bertindak keluar.

   Dia bongkok dan pincang, sedang mukanya penuh dengan bacokan golok, sehingga hampir tidak dapat dikenali.

   Disamping itu, ia bertubuh tinggi besar, sehingga biarpun bongkok, ia tidak lebih kate daripada Lok Thung Kek.

   Tanpa mengeluarkan sepatah kata, ia mengambil pedang kayu dari tangan Tio Beng dan segera menyerang Helin Pohu dengan pukulan2 Koen Lun Kim hoat.

   Gerak2annya adalah sedemikian lincah, sehingga ia seolah2 sudah mempelajari ilmu pedang itu selama puluhan tahun.

   Seperti Ho Thay Ciong, Kauw Tauw too tidak menggunakan tenaga dalam, sedang Helin Pohu menyerang dengan sekuat tenaga.

   Sesudah bertanding beberapa saat.

   Sambil membentak Helin Pohu menyabet dengan toyanya.

   Sebagian lilin padam karena angin pukulan itu.

   Itulah pukulan yang mematahkan pedang Ho Thay Ciong.

   Menghadapi sabetan dahsyat itu Kauw Tauw too memperlihatkan kegesitannya.

   Bagaikan walet yang terbang diatas air, pedangnya berkelebat, menempel di badan toya dan menapas ke depan, menghantam tangan Helin Pohu yang lantas kesemutan.

   "Trang!"

   Toya itu jatuh dilantai. Muka Helin Pohu berubah merah. Ia tahu bahwa jika pedang itu pedang baja, jari2 tangannya tentu sudah terbabat putus.

   "Aku menyerah kalah!"

   Katanya sambil membungkuk dan lalu menjemput toyanya. Dengan kedua tangan Kauw Tauw too segera memulangkan pedang kayu kepada Tio Beng. "Kauw Soehoe"

   Kata si nona sambil tersenyum "Apakah pukulan yang terakhir juga Koen loen Kiam hoat?"

   Si pendeta manggutkan kepalanya. "Apa Ho Thay Ciong tak mampu menggunakan pukulan itu?"

   Tanya Tio Beng. Dia menggangguk lagi. "Kauw soehoe coba ajar aku lagi"

   Memohon si nona.

   Pendeta itu lantas saja melayani Tio Beng dengan tangan kosong.

   Biarpun ia Bongkok dan pincang, gerakannya gesit luar biasa, sehingga Tio Beng tidak bisa melayaninya.

   Tapi meski begitu, berkat kecerdasannya, si nona bisa juga meniru ferakan setiap pukulan.

   Sesudah beberapa gebrakan, dalam satu gerakan yang cepat dan indah, si tauw too memutar badan sambil mendorong dengan ke-2 tangannya.

   Kemudia ia berdiri tegak dan tidak bergerak lagi.

   "Sungguh lihay pukulan itu!"

   Puji Boe Kie didalam hati. Sesudah memikir sejenak, nona Tio mendusin.

   "Apa!"

   Serunya "Kauw soehoe, jika kau memegang toya, toya itu tentu sudah menghantam lenganku. Dengan cara apa pukulan itu bisa dipunahkan?"

   Kauw tauw too segera membuat suatu gerakan seperti orang merampas toya dan berbareng kaki kirinya menendang. Gerakan itu yang dibuat dalam kecepatan luar biasa, bukan pukulan Koen loen Pay. "Kauw soehoe, perlahan sedikit!"

   Kata Tio Beng sambil tertawa. "Tenaga dalammu tak cukup, tak dapat kau meniru gerakan itu"

   Kata Boe Kie didalam hati.

   Kouw Tauw too mwnggoyang2kan tangannya, sebagai tanda bahwa Tio Beng yang belum mempunyai cukup Lweekang tak akan bisa menggunakan pukulan itu.

   Sesudah itu, tanpa meladeni si nona lagi, dengan terpincang2 ia kembali ke tempatnya.

   "Kepandaian Tauw too itu mungkin tidak berada di sebelah bawah Hian beng Jie lo"

   Pikit Boe Kie.

   "Biarpun lweekangnya belum diketahui seberapa tingginya. Tapi ia bukan lawan enteng. Mengapa ia tak pernah bicara? Apa ia gagu? Tak mungkin gagu, sebab ia tak tuli. Tio kauwnio kelihatannya sangat menghormati dia. Dia pasti bukan sembarang orang."

   Melihat si bongkok tidak meladeninya. Tio Beng tidak menjadi gusar. Ia hanya tersenyum dan kemudian berkata "Panggil Tong Boen Liang!"

   Tak lama kemudiam Tong boen liang digiring masuk dan kembali Long thung kek menyuruh 3 orang untuk melayani tetua Kong Tong pay itu.

   Tong Boen Liang yang tak mau jatuh dibawah angin karena senjata yang tidak seimbang minta bertanding dengan tangan kosong.

   Ia berhasil merobohkan 2 orang lawan, tapi kalah dalam pertandingan yang ke-3.

   seperti Ho Thay Ciong salah satu jati tangannya segera dikutungkan.

   Sesudah Tong Boen Liang meninggalkan ruangan itu, dengan dibantu oleh Long Thung Kek sendiri, Tio Beng segera berlatih dalam pukulan2 Kong Tong pay.

   Didalam hati Boe Kie memuji kelihayan Tio Beng.

   Nona itu rupa2nya mengerti, bahwa tenaga dalamnya tak cukup dan untuk memiliki lweekang yang tinggi, ia harus berlatih dalam jangka waktu yang lama.

   Maka itu, ia mengambil jalan yang lebih pendek.

   Untuk menambal kekurangan dalam lweekang, ia memetik bagian2 yang paling bagus dari berbagai ilmu silat dalam dunia persilatan.

   Sesudah berlatih beberapa lama, Tio Beng berkata "Panggil Biat Coat Loo nie!"

   "Sudah 5 hari Biat Coat mogok makan"

   Jawab seorang pengawal baju kuning. "Sampai hari ini dia msih keras kepala"

   "Biar dia mati kelaparan!"

   
Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Kata si nona sambil tersenyum.

   "Kalau begitu, panggillah Cioe Ci Jiak!"

   Semenjak kembali dari Boe Tong, dari kakek gurunya, Boe Kie sudah mengerti segala kejadian semenjak ia berpisahan dengan Thay soehoe itu.

   Ia tahu, bahwa Cioe Ci (Tit) Jiak adalah si gadis yang dulu ditolong Thio Sam Hong ditengah sungai Han soei.

   Pada waktu itu, mereka berdua masih kecil.

   Tapi kecintaan, atau sedikitnya keramah tamahan, si nona tak dapat dilupakan olehnya.

   Di Kong beng teng atas perintah Biat Coat, Cie Jiak pernah menikam dia.

   Tapi ia sedikit tidak pernah merasa sakit hati.

   Sekarang mendengar perintah Tio Beng, tiba2 jantung memukul keras.

   Tak lama kemudian, sejumlah pengawal baju kuning mengawal nona Cioe untuk masuk kurungan itu.

   Boe Kie mendapat kenyataan, bahwa si nona banyak lebih kurus, tapi kecantikannya tetap tak berubah.

   Ia bertindak masuk dengan sikap tenang, seolah2 ia tidak memikiri lagi soal hidup atau mati.

   Lok Thung Kek segera menanyakan apa Cioe Ci Jiak suka menakluk, tapi si nona tak menjawab dan hanya menggelengkan kepala.

   Baru saja kakek itu mau memerintahkan orang sebawahannya turun ke gelanggang, tiba2 Tio Beng berkata.

   "Aku sungguh merasa kagum, bahwa dalam usia yang masih begitu muda kau telah menjadi salah seorang murid terpenting dari Go Bie Pay. Kudengar kau sangat disayang oleh Biat Coat Soethay dan telah mendapat ilmu yang paling tinggi dari gurumu. Apa begitu?"

   "Ilmu silat guruku sangat luas dan dalam"

   Jawabnya. "Mana bisa orang gampang2 mewarisi ilmunya yang paling tinggi?"

   Tio Beng tertawa.

   "Menurut peraturan disini asal saja orang bisa menangkan 3 orangku, ia akan segera diantar keluar tanpa diganggu selembar rambutpun"

   Katanya. "Mengapa gurumu begitu sombong dan sungkan memperlihatkan ilmu silatnya kepada kami?"

   "Dalam menghadapi kebinasaan, guruku sungkan dihina"

   Sahut nona Cioe "Mana boleh Ciangboen Go Bie pay mencari keselamatan dari orang2 sebawahanmu? Kau benar! Guruku memang tak memandang sebelah mata kepada manusia2 rendah yang jahat dan kejam.

   Memang benar soehoe tak sudi bertanding dengan manusia2 seperti kau dan anjing2mu!"

   Walaupun disemprot dengan perkataan2 tajam, Tio Beng kelihatan tidak menjadi gusar. Ia bahkan masih tertawa. "Bagaimana dengan Cioe Kauwnio sendiri?"

   Tanyanya. "Aku seorang muda, belum mempunyai pendirian sendiri"

   Jawabnya.

   "Aku hanya turut apa yang dikatakan oleh guruku"

   "Gurumu juga melarang kau bertanding dengan kami, bukan?"

   Tanya pula Tio Beng.

   "Mengapa begitu?"

   Cioe Jiak tersenyum dingin.

   "Biarpun Kiam hoat Goe bie pay tidak bisa dinamakan sebagai ilmu pedang yang sangat tinggi, sedikitnya kiam hoat kami adalah ilmu dari sebuah partai lurus bersih di wilayah Tionggoan. Maka itu, kami tentu saja menjaga supaya ilmu itu tidak sampai dicuri oleh segala manusia yang tidak mengenal malu"

   Tio Beng terkejut. Ia tidak pernah menduga bahwa maksudnya telah ditebak jitu oleh Biat Coat Soethay. Mendengar sindiran yang sangat pedas, darahnya meluap juga.

   "Sret!"

   Ia menghunus Ie Thian kiam.

   "Gurumu telah mencaci kami sebagai manusia yang tidak mengenal malu"

   Katanya.

   "Baiklah! Sekaranf aku ingin menanya pedang Ie Thian kiam ini terang2 sebuah mustika milik keluargaku. Mengapa partaimu, partai Goe Bie Pay telah mencurinya?"

   "Semenjak dahulu orang mengenal Ie Thian kiam dan To Liong To sebagai senjata2 mustika milik rimba persilatan daerah Tionggoan."

   Jawabnya dengan suara tawar.

   "Aku belum pernah mendengar, bahwa pedang itu mempunyai sangkut paut dengan seorang perempuan Hoan pang (orang asing dari See hoan)"

   Paras muka Tio Beng lantas saja berubah merah padam. "Ha!"

   Bentaknya.

   "Apa benar kau tidak mau bertanding?"

   Nona Cioe menggeleng2kan kepala. "Menurut peraturan disini, orang yang kalah bertanding atau yang tidak mau bertanding harus diputuskan salah satu jari tangannya"

   Kata Tio Beng "Rupa2nya kau beradat sombong karena menggangulkan mukamu yang sangat cantik. Aku sekarang tak mau memutuskan jari tanganmu"

   Ia menunjuk Kauw Tauw too dan berkata pula.

   "Aku akan membuat mukamu seperti muka suhu itu. Aku akan membuat beberapa puluh goresan pedang diatas mukamu. Kumau lihat apakah kau masih bisa mempertahankan kesombonganmu"

   Sehabis berkata begitu, ia mengibaskan tangannya. 2 pengawal baju kuning lantas saja melompat dan mencekel ke-2 lengan Cioe Jiak erat2. Tio Beng tertawa mengejek.

   "Untuk menggores muka, orang tidak perlu memiliki Kiam hoat Go bie pay"

   Katanya. "Apa kau kira aku tidak mengubah kau menjadi perempuan muka jelek karena ilmu silatku tak keruan macamnya?"

   Kedua mata nona Cioe mengembang air dan tubuhnya bergemetaran.

   Untung Ie thian kiam hanya terpisah beberapa dim dari pipinya.

   Dengan sekali mendorong tangannya si iblis bisa membuat mukanya menyerupai muka tauw too itu.

   Tio Beng tertawa "Kau takut tidak?"

   Tanyanya. Sekarang Cioe Ci Jiak tidak bisa mempertahankan keteguhannya lagi. Ia menggangguk dan menjawab dengan suara parau "Takut"

   "Bagus!"

   Kata nona Tio.

   "Apa itu berarti, bahwa kau menakluk?"

   "Tidak!"

   Jawabnya.

   "Lebih baik kau bunuh aku saja"

   Tio Beng tertawa nyaring.

   "Aku belum pernah membunuh orang."

   Katanya.

   "Aku hanya ingin menggores kulit dan sedikit dagingmu"

   Tiba2 sinar putih berkelebat. Tio Beng benar2 menyabetkan Ie thian kiam ke muka nona Cioe. Pada detik yang sangat berbahaya, sebelum ujung pedang menyentuh kulit, tiba2 terdengar suara "Trang!"

   Sebuah benda melayang dan Ie thian kiam terpukul miring.

   Hampir berbareng jendela hancur, seorang melompat masuk dan 2 pengawal yang mencekal Cioe Ci Jiak roboh dilantai.

   Semua kejadian itu terjadi dalam sekejap mata.

   Dilain detik tangan kiri orang itu melindungi nona Cioe dengan memeluk pinggang si nona, sedang tangan kanannya mengadu dengan Long Thung Kek.

   "Plak!"

   Keduanya terhuyung2 setindak.

   Ternyata orang yang menolong bukan lain Boe Kie.

   Menyerbunya Boe Kie seolah2 halilintar ditengah hari bolong.

   Dalam ruangan itu berkumpul jago2 yang sangat lihai, tapi tak urung mereka terkesiap.

   Bahkan Hian beng ji loe (2 kakek yang memiliki Hian beng sin kiang) yang memiliki kepandaian paling tinggi tak keburu menghalangi Boe Kie.

   Tapi biar bagaimanapun Long Tung Kek bertindak cepat.

   Begitu mendengar pecahan jendela, ia lantas melompat ke depan Tio Beng untuk melindungi majikannya dan berbareng menyambut pukulan Boe Kie.

   Diluar dugaannya bentrokan tangannya membuatnya terhuyung.

   Buru2 ia mengempos semangat, tapi ia kaget sebab ia merasa sekujur badannya panas, seperti orang masuk ke dalam dapur.

   Mengapa begitu? Karena pada waktu beradu tangan, Kioe yang cin keng dari Be Kie menerobos masuk kedalam badannya.

   Sebagaimana diketahui, Lweekang Long Thung Kek adalah Lweekang yang sangat dingin.

   Kioe yang Cin kie adalah "hawa"

   Yang bersifat Soen yang (panas murni).

   Maka itu, masuknya Kioe yang cin kie suda mengakibatkan bentrokan antara panas dan dingin didalam tubuhnya.

   Melihat keadaan Long Thung Kek, Hian beng Jie lo yang satunya lagi yang bernama Ho Pit Ong cepat2 menghampiri dan mencekal tangan Long Thung Kek.

   Dengan tenaga kedua orang itu barulah Kioe yang cin kie dapat ditindih.

   Pada detik itu, orang yang merasai keneruntungan yang paling besar adalah Cioe Cie Jiak.

   Dalam menghadapi bahaya besar, ia tidak pernah mimpi, bahwa ia akan mendapat pertolongan dan yang menolong adalah Boe Kie sendiri.

   Dengan jantung memukul keras ia mendapat tahu, bahwa pinggangnya dipeluk Boe Kie.

   Semenjak pertemuan di Kong beng teng, siang malam ia belum pernah melupakan pemuda itu.

   Maka itulah, biarpun menghadapi bahaya besar, biarpun ia berada ditengah2 ratusan golok, ia merasa beruntung dan tidak memperdulikan apapun juga.

   Sementara itu melihat kauwcoe mereka menyerbu, Yo Siauw dan wie It Siauw-pun segera melompat masuk dan berdiri di belakang Boe Kie.

   Orang2nya Tio Beng yang semula kaget sekarang sudah tenang kemabli lantaran mereka tahu, bahwa yang datang hanyalah 3 orang musuh.

   Dari tanda yang diberikan oleh pengawal, mereka tahu bahwa diluar ruangan itu tidak terdapat lain musuh.

   Mereka lantas saja menjaga semua pintu dan menunggu perintah sang majikan.

   Nona Tio tidak bergusar.

   Ia mengawasi Boe Kie dan kemudian mengawasi 2 benda kuning berkeredapan yang menggeletak di lantai.

   Ternyata, waktu ia mau menggores muka Cioe Cie Jiak.

   Boe Kie sudah menimpuk dengan serupa benda dan sebab Ie thian Kiam tajam luar biasa maka benda itu terbacok menjadi 2 potong.

   Sekarang ia tahu, bahwa benda itu adalah kotak emas yang ia berikan kepada Boe Kie.

   "Kau rupa2nya membenci sangat kotak itu"

   Katanya dengan suara pelan. Melihat sorot mata Tio Beng yang penuh rasa menyesal, Boe Kie kaget dan heran.

   "Aku tidak membawa senjata rahasia"

   Katanya dengan suara lemah lembut.

   "Dalam keadaan kesusu, aku sudah menggunakan kotak itu. Harap Tio kauwnio tidak menjadi gusar"

   Kedua mata si nona mendadak mengeluarkan sinar terang.

   "Apakah kau selalu membawa kotak itu?"

   Tanyanya. "Ya"

   Jawabnya. Melihat Tio Beng terus mengawasi dirinya, dengan paras muka merah cepat2 Boe Kie melepaskan pelukannya pada pinggang Cie Jiak. Nona Tio menghela nafas dan berkata.

   "Aku tak tahu bahwa Cioe Cie Jiak adalah..adalahsahabatmu. kalau kutahu tentu tidak berbuat begitu terhadapnya. Kalau begitu kalian adalah"ia tidak meneruskan perkataannya dan menengok ke jurusan lain. "Cioe Kauwnio tidak.bukan..apa2"kata Boe Kie "Hanyahanya."

   Tanpa mengeluarkan sepatah kata Tio Beng mengawasi pula 2 potong kertas itu.

   Sinar matanya menunjuk, bahwa ia ingin bicara banyak tapi mulutnya terkancing.

   Melihat begitu Cioe Ci Jiak kaget.

   Dengan jantung memukul keras ia berkata didalam hati "Ah! Tak dinytana iblis perempuan itu mencintainya"

   Tapi Boe Kie tidak memikir sampai disitu.

   Ia hanya merasa, bahwa ia sudah berbuat salah.

   Isi kotak itu sudah mengobati Jie Thay Giam dam In Lie Heng.

   Sebagai pembalasan budi, ia menggunakannya sebagai senjata rahasia, sehingga kotak itu terbagi 2.

   inilah ketelaluan, pikirnya.

   Ia segera menjemput ke-2 potong kotak itu dari atas lantai dan berkata dengan suara meminta maaf.

   "Aku akan meminta seorang tukang yang pandai untuk menyambungnya lagi"

   "Apa benar?"

   Menegas si nona dengan suara girang.

   Boe Kie manggutkan kepala.

   Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Ia merasa heran mengapa nona Tio begitu girang.

   Tapi ia tak mau memikir panjang panjang.

   Ia hanya menganggap bahwa wanita muda itu sering menunjukan sikap yang aneh2.

   ia segera memasukkan kedua potongan itu kedalam sakunya.

   "Nah, sekarang kau pergilah!"

   Kata Tio Beng.

   Alis Boe Kie berkerut.

   Ia datang dengan tujuan untuk menolong para pamannya dan lain2.

   sebelum mereka tertolong ia tidak bisa pergi.

   Tapi dilain pihak, musuh mempunyai banyak sekali orang pandai dan dengan hanya bertiga, ia tidak bisa berbuat banyak.

   "Tio kauwnio, perlu apa kau menangkap Toasopeh dan yang lain2nya"

   Tanyanya. Nona Tio tertawa.

   "Maksudku sebenarnya baik sekali"

   Jawabnya.

   "Aku mengundang mereka supaya mereka suka mengeluarkan tenaga untuk kerajaan supaya kita bersama2 bisa mencicipi kesenangan dan kemewahan. Diluar dugaan mereka sangat keras kepala. Maka itu, aku tidak bisa berbuat lain daripada coba membujuk mereka dengan perlahan2". Boe Kie mengeluarkan suara dihidung dan lalu mendekati Cioe Cie Jiak. Biarpun dikurung oleh musuh2 yang berkepandaian sangat tinggi, sikapnya tenang dan wajar. Tadi ketika ia menjemput kedua potong kotak emas, ia bergerak seolah2 di ruangan itu tak ada manusianya. Sekarang, setelah menyapu seluruh ruangan dengan matanya, ia berkata "Baiklah! Kalau begitu, kami ingin berpamitan."

   Ia memegang tangan Cioe Cie Jiak, memutar badan dan lalu bertindak keluar. "Tahan!"

   Bentak Tio Beng.

   "Jika kau inin pergi sendiri, aku tak nanti menghalang-halangi. Tapi dengan mengajak Cioe kauwnio tanpa memberitahukan aku, kau sungguh tidak memandang sebelah mata kepadaku". "Benar aku melanggar adat kesopanan"

   Kata Boe Kie sambil menghentikan tindakannya lalu memutar tubuh.

   "Tio kauwnio, aku meminta kau melepaskan Cioe Kauwnio dan mempermisikannya untuk mengikut aku".

   Tio Beng tidak menjawab.

   Ia memberi isyarat kepada Hian beng Jie lo dengan lirikan mata.

   Ho Pit Ong maju beberapa tindak dan berkata "Thio kauwcoe, kau datang lantas datang, mau pergi lantas pergi.

   Mau menolong orang lantas menolong.

   Kau pikirlah! Dengan perbuatan itu, dimana kami harus menaruh muka? Apabila kau tidak memperlihatkan kepandaianmu kami semua tentu merasa sangat penasaran."

   Mendengar suara si kakek, darah Boe Kie lantas saja meluap.

   "Tua bangka kurang ajar!"

   Cacinya "dahulu, diwaktu aku masih kecil, kau sudah membekuk aku, sehingga hampir2 jiwaku melayang. Hari ini, kau masih ada muka bicara begitu dihadapanku. Sambutlah!"

   Seraya berkata begitu, ia menghantam Ho Pit Ong.

   Lok Tung Kek yang tadi sudah berkenalan dengan kelihayan Boe Kie, mengerti bahwa dengan seorang diri, kawan itu bukan tandingan pemuda itu.

   Bagaikan kilat ia melompat dan memukul.

   Boe Kie tidak membatalkan serangannya tangan kanannya terus menghantam Ho Pit Ong sedang tangan kirinya menangkis pukulan Lok Thung Kek.

   Dalam gebrakan ini "Tenaga tulen"

   Melawan "tenaga tulen".

   Berbarengan dengan bentrokan empat lengan, tubuh ketiga orang itu bergoyang2.

   Pada beberapa bulan berselang, dalam pertemuan di Boe tong san, 2 tangan Hian beng Jie lo melayani ke-2 tangan Boe Kie, sedang 2 tangan mereka yang lain menghantam tubuh pemuda itu.

   Sekarang mereka ingin mengulangi siasat itu.

   2 tangan mereka yang masih merdeka dengan berbareng menghantam Boe Kie.

   Tapi sesudah dibokong satu kali.

   Siang2 ia sudah memikiri cara bagaimana untuk memunahkannya.

   Demikianlah, selagi ke-2 tangan musuh menyambar, tiba2 ia menyikut dengan menggunakan Kian koen Tay lo ie Sin Kang.

   "Plak!"

   Tangan kiri Ho Pit Ong memukul tangan kanan Lok Thung Kek.

   Kedua kakek itu memukul dengan ciang hiat yang sama, dengan tenaga yang sama pula.

   Sambil mengeluarkan seruan tertahan, mereka merasakan kesakitan hebat.

   Tak kepalang rasa herannya.

   Mereka sama sekali tidak mengerti, mengapa mereka saling pukul dengan teman sendiri.

   Ternyata, biarpun berkepandaian tinggi, Hian beng jie lo belum mengenal Kian koen Tay lo ie.

   Dilain saat, dengan gusar mereka menyerang bagaikan hujan dan angin.

   Dalam serangan itu, mereka bekerja sama erat sekali, yang satu menyerang, yang satu membela diri.

   Tapi Boe Kie terus menggunakan Tay loe ie sin kang, sehingga beberapa kali ke-2 lawannya saling gebuk dengan kawan sendiri.

   Hian beng Jie lo saling mengawasi dengan mata membelalak dan muka pucat.

   Sementara itu, Boe Kie mengubah cara berkelahinya.

   Kini ia menyerang, dengan "hawa"

   Yang "panas murni". Diserang begitu ke-2 kakek itu yang mempunyai Lweekang "dingin"

   Jadi setengah mati.

   Boe Kie terus mendesak tanpa mengenal ampun.

   Makin lama pukulan2nya makin cepat dan erat.

   Dalam pertemuan ini, ia mengenali, bahwa diantara Hian beng Jie lo, Ho Pat Ong lah yang telah memukulnya dengan Hian Beng sin ciang pada 20 tahun berselang.

   Ia ingat cara bagaimana pukulan itu sudah mengakibatkan penderitaan hebat bagi dirinya dan hampir saja ia kehilangan jiwa.

   Ia adalah seorang yang selalu bersedia untuk mengampuni semua manusia.

   Tetapi sekarang, darahnya mendidih.

   Terhadap Lok Thung Kek, ia masih berlaku murah hati, tapi terhadap Ho Pit Ong ia tak sungkan2 lagi.

   Sesudah bertempur kira2 20 jurus muka Ho Pit Ong yang semula hijau berubah menjadi merah.

   Tiba2 Boe Kie menghantam dengan telapak tangannya.

   Buru2 ia menangkis dengan tangan kiri, sedang tangan kanan mereka itu dapat digunakan lagi untuk balas menyerang "Plak!...Plak!"

   Kedua tangan dengan saling susul mampir di pundak Long Thung Kek sedang tangan Boe Kie terus menyambar tanpa bisa ditangkis atau dikelit lagi.

   "Buk!"

   Dadanya terpukul keras.

   Untung juga pada detik terakhir Boe Kie merubah pikiran dan sungkan mengambil jiwa musuh.

   Sehingga pada saat yang memutuskan, ia mengurangi tenaganya.

   Tapi biarpun begitu, Ho Pit Ong segera memuntahkan darah, dari merah mukanya berubah menjadi ungu dan badannya bergoyang2.

   kalau Boe Kie mengirim pukulan susulan kakek itu tentu segera tamat riwayatnya.

   Sementara itu sebab kena 2 pukulan kawan sendiri.

   Lok Thung Kek berjengit dan seraya menggigit gigi ia terhuyung beberapa tindak.

   Hian Beng Jie lo adalah jago2 utama dibawah perintah Tio Beng.

   Bahwa belum cukup 30 jurus mereka sudah terluka berat, adalah kejadian yang sungguh2 mengejutkan semua orang.

   Terhitung Yo Siauw dan Wie It Siauw sendiri.

   Mengejutkan karena pada waktu bergebrak dengan Hian beng Jie lo di Boe Tong San kepandaian Boe Kie belum setinggi sekarang.

   Tak disangka dalam tempo beberapa bulan saja, ia sudah maju begitu pesat.

   Sebab musabab dari kemajuan itu ialah sambil mengobati Jie Thay Giam dan In Lie Heng selama beberapa bulan Boe Kie banyak menerima pelajaran dari Thio Sam Hong.

   Kioe yang sin kang, Kian koen thay lo ie dan Thay kek koen telah bergabung menjadi satu sehingga dapat dikatakan, Boe Kie telah mencapai tingkat tertinggi dalam ilmu silat.

   Sesudah memikir sejenak, Yo Siauw mengerti sebab musabab itu.

   Mereka kagum terhadap guru besar itu dan mengagumi juga kauwcoe mereka.

   Sesudah menderita kekalahan dalam pertandingan tangan kosong sambil membentak keras, dengan berbareng hian beng jie lo mengeluarkan senjata mereka.

   Lok Thung Kek memegang sebatang tongkat pendek bercagak menyerupai tanduk menjangan, warna hitam, entah dibuat dari logam apa.

   Ho Pit Ong mencekal sepasang pit(senjata seperti pena Tionggoan) warna putih terang, seperti krystal, yang ujungnya lancip seperti patuk burung Ho.

   Mereka sudah lama mengikuti Tio Beng tapi malah nona itu sendiri tidak pernah melihat mereka menggunakan senjata.

   Dimana saat satu sinar hitam dan 2 sinar putih segera mengepung Boe Kie.

   Pemuda itu tak bersenjata, tapi sedikitpun ia tak merasa keder.

   Ia justru ingin menjajal kepandaiannya.

   Ia ingin mengetahui apakah dengan tangan kosong ia bisa melayani ke-2 musuh yang lihay itu.

   Dalam kegusarannya, Hian beng jie lo menggunakan senjata yang jarang sekali mereka gunakan.

   Selama hidup mereka sangat mengandalkan senjata itu yang dapat digunakan untuk menyerang musuh dengan pukulan2 aneh.

   Nama mereka atau lebih tepat nama julukan mereka telah didapatkan dari senjata itu.

   Lok kak Toan thung dan Ho swee Siang pit (Tongkat pendek yang menyerupai tanduk menjangan dan sepasang pit yang menyerupai patuk burung ho) dan sebagai ringkas mereka menggunakan nama Lok Thung Kek (si pit burung ho).

   Dengan memusatkan seluruh perhatian dan semangatnya, Boe Kie melayani ke-2 musuh itu.

   Untuk menyelamatkan diri dari serangan2 musuh luar biasa ia menggunakan ilmu ringan badan yang paling tinggi.

   Tapi untuk sementara waktu, ia belum benar2 memahami pukulan2 kedua kakek itu yang benar2 aneh.

   Dengan demikian biarpun ia berkepandaian cukup untuk membela diri, ia tak bisa mendapat kemenangan dalam waktu cepat.

   Sementara itu, begitu Boe Kie bertempur melawan hian beng jie lo, Tio Beng menepuk tangan 3 kali dan 3 orang lantas saja menerjang Yo Siauw, 4 orang meyerang Wie It Siauw, sedang 2 orang membekuk Cioe Cie Jiak.

   Dalam sekejap Yo Siauw mwlukai lawan dengan pedangnya.

   Wie It Siauw merubuhkan 2 orang dengan pukulan Bian Ciang.

   Tapi jumlah musuh terlalu banyak.

   Roboh satu maju 2.

   Boe Kie yang sedang dikepung tak bisa memberikan pertolongan.

   Andaikata mereka bertiga ingin melarikan diri, mereka masih bisa berbuat begitu.

   Tapi kalau mau mengajak Cioe Cie Jiak mereka takkan bisa melakukan itu.

   Makin lama keadaan pihak Boe Kie jadi makin jelek.

   Mereka bingung dan makin bingung, mereka makin terdesak.

   Sekonyong2 Tio Beng membentak.

   "Semua berhenti!"

   Hampir berbareng, semua jagonya nona Tio melompat keluar dari gelanggang.

   Yo Siauw segera memasukkan pedangnya kedalam sarung, sedang Wie It Siauw memulangkan golok yg dirampasnya kepada pemiliknya.

   Sesudah itu sambil tertawa terbahak2 mereka berdiri dibelakang Boe Kie.

   Orang2 sebawahan Tio Beng yg berkepandaian tinggi Kouw Tauw Too dan yang lain2 banyak yg belum turun ke gelangang.

   Apabila mereka menyerbu, Boe Kie bertiga pasti takkan bisa mempertahankan diri.

   Bahwa dalam menghadapi bahaya kedua pemimpin Bengkauw itu masih bisa tertawa sudah membangkitkan rasa kagum dalam hatinya semua orang.

   Sementara itu dengan rasa kuatir Boe Kie melihat seorang pria yg menudingkan sebatang pisau ke punggung Cioe cie Jiak.

   "Thio kongcu, sam wie (ketiga tuan) pergilah", kata nona Cioe.

   "Aku merasa sangat berterima kasih akan maksud sam wie yg mulia." "Thio Kongcu,"

   Kata Tio Beng sambil tersenyum.

   "Aku sungguh merasa kasihan terhadap nona yg begitu cantik. Apakah Cioe Kouwnio gadis idam2an mu?"

   Paras muka Boe Kie lantas saja berubah merah.

   "Cioe Kouwnie dan aku sudah saling mengenal sejak kecil"

   
Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Katanya.

   "Diwaktu kecial aku telah dipukul oleh manusia itu"

   Ia menuding Hi Pin Ong.

   "Dengan Hian beng Sin ciang. Racun dingin masuk kedalam tubuhku dan aku hampir tak bisa bergerak. Pada waktu itu Cioe Kouwnio telah merawat aku menyuapi makan kemulutku dan memberi minum kepadaku. Budi yang besar itu sukar sekali bisa dilupakan olehku."

   "Kalau begitu, kalian adalah kawan sedari kecil,"

   Kata Tio Beng.

   "Bukankah kau ingin mengangkat dia sebagai kauwcoe Hoejim (Nyonya kauwcoe) dari Beng Kauw?"

   Muka Boe Kie jadi terlebih merah.

   "Sebelum musuh dapat diusir, tak bisa aku menikah!"

   Katanya. Tio Beng lantas saja gusar.

   "Apa benar2 kau mau menumpas aku?"

   Tanyanya. Boe Kie menggelengkan kepalanya.

   "Sampai sekarang aku masih belum tahu asal usul kauw Nio,"

   Katanya.

   "Meskipun kita telah kebentrok berapa kali bukan aku, tapi kauwnio yg cari urusan.

   Apabila kouwnio sudi melepaskan para pamanku dan tokoh2 berbagai partai, aku akan merasa sangat berterima kasih dan sedikitpun tidak berani bermusuhan lagi dengan kouwnio.

   Apapula kouwnio boleh memerintahkan aku melakukan tiga rupa pekerjaan.

   Kouwnio boleh menyebutkannya dan aku pasti akan melakukannya sedapat mungkin."

   Tio Beng tertawa.

   "Ah! Kau belum lupa?"

   Katanya. Ia berpaling kepada Cioe Cie Jiak dan berkata pula.

   "Jika benar Cioe kouwnio bukan gadis idamanmu, bukan saudari seperguruanmu bukan tunangamyu, maka di goresnya muka yg cantik itu sama sekali tiada sangkut pautnya dengan kau."

   Sehabis berkata begitu, ia melirik. Hampir berbareng Lok Thung Kek dan Ho Pit Ong melompat kedepat Cioe Cie Jiak dengan masing2 mencekal senjata, sedang salah seorang pengawal menudingkan pisau pada muka Coe. "Thio kong coe,"

   Kata pula Tio Beng.

   "Lebih baik kau berterus terang kepadaku."

   Selagi Tio Beng bicara, Wie It Siauw membuka telapak tangannya dan meludahinya beberapa kali, akan kemudian menggosok gosok telapak tangan yg penuh ludah itu di sela sepatunya.

   Semua orang merasa heran.

   Mereka tak bisa menebak apa maksud Wie Hok Ong.

   Sekonyong2 Ceng Ek Hong Ong tertawa terbahak bahak dan belum habis ia tertawa tubuhnya berkelebat bagaikan kilat.

   Hampir berbareng Tio Beng kedua pipi nya di usap orang dan dilain detik Wie It Siauw sudah berdiri lagi di tempat semula dengan tangan memegang dua batang golok pendek.

   Tak seorangpun melihat, dari pinggang siapa ia mencabut kedua senjata itu.

   Nona Tio terkesiap, ia tak berani meraba pipinya dan lalu mengeluarkan sehelai sapu tangan untuk menyusutnya.

   Sapu tangan itu bergelepotan suatu cairan2 lendir yg tercampur tanah.

   Ludah Wie Hok Ong! Bahwa gusar, paras muka si nona berubah menjadi meah padam.

   Mengingat mukanya dilabur ludah hampir2 ia muntah.

   "Tio Kouwnio!"

   Bentak Wit It Siang dengan suara lantang.

   "Kalau kau mau merusak muka Cioe Kouwnio, aku tentu tudak bisa mencegah. Nama Thio Kauwcoe kami dikenal ditengah lautan dan sebagai pemuda berkepandaian tinggi dan tampat, tak sukar untuk mencari gadis2 cantik untuk dijadikan istri dan empat gundik. Pada hakekatnya, ia tak memikir Cioe Kounio. Tapi kau manusia kejam luar biasa dan aku, si orang she Wie, tidak bisa membiarkan dengan begitu saja. Tio Kouwnio, kau dengarlah! Jika hari ini kau menggores muka Cioe Kouwnio satu kali, aku akan membalas budi dengan dua kali lipat, aku akan menggores mukamu dua kali, aku akan membayar dengan empat goresan. Apabila kau memutuskan satu jari tangannya, aku akan memutuskan satu dua jari tangan2mu. Si orang she Wie tidak pernah berdusta. Apa yg dikatannya pasti akan dilakukannya. Ceng Ek Hok Ong belum pernah menjilat lagi ludah yg sudah dibuangi. Mungkin kau bisa menjaga diri selama setengah atau satu tahun, tapi kau pasti tak akan mampu berwaspada terus menerus dalam delapan sembilan tahun atau sepuluh tahun. Mungkin untuk menyelamatkan diri kau akan menyuruh anjing2mu untuk membinasakan aku. Tapi aku percaya tak seorangpun didalam dunia ini yg bisa mengubar dirinya Ceng Ek Hong Ong. Nah selamat tinggal!."

   Berbareng dengan terdengarnya "perkataan tinggal"

   Badan Wie It Siauw menghilang dari ruangan itu.

   Kecepatan bergeraknya Wie Hok Ong sungguh2 menakjubkan, semua orang yakin bahwa ancaman yg dikeluarkan dengan suara tenang bukan gertak sambal.

   Muka Tio Beng sebentar pucat, sebentar merah.

   Ia mengerti, bahwa kalau tadi Wie It Siauw mengusap mukanya menyeluruh dengan sebatang pisau, muka yg cantik itu sudah mulai cacat iapun yakin bahwa sesuai dengan ancaman itu, ia tak akan bisa menjaga diri terus menerus.

   Dalam ruangan itu, orang yg berilmu silat paling tinggi adalah Boe Kie.

   Tapi Boe Kie pun tidak ungkulan melawan Wie It Siauw dalam ilmu ringan badan.

   Dalam perlombaan jarak jauh berkat Lweekangnya ia akan memperoleh kemenangan.

   Tapi dalam jarak dekat ia tak usah berharap bisa menyandek Wie Hok Ong.

   Pada jaman itu, dalam seluruh rimba persilatan, Wie It Siauw lah yg memiliki ilmu mengentengkan badan yg paling tinggi.

   Sesaat kemudian, sambil membungkuk Boe Kie berkata.

   "Tio Kauwnio, kalau begitu sekarang saja kami minta diri."

   Dengan menuntun tangan Yo Siauw, ia meninggalkan ruangan itu.

   Ia tahu bahwa sesudah mendapat ancaman, Tio Beng pasti tidak berani main gila terhadap Cioe Cie Jiak.

   Dengan rasa malu dan gusar nona Tio mengawasi mereka, tapi ita tidak berani memerintahkan orang2nya untuk mencegat kedua pimpinan Beng Kauw itu.

   Setibanya dirumah penginapan, Wie It Siauw sudah menunggu.

   "Wie Hok Ong,"

   Kata Boe Kie sambil tertawa.

   "hari ini kau memberi pelajaran lepat kepat kepada mereka. Mereka sekarang mengerti, bahwa Beng Kauw tidak boleh dibuat gegabah."

   Wie It Siauw tertawa nyaring.

   "Aku tanggung tiga hari tiga malam nona cantik itu tidak enak tidur,"

   Katanya. "Makin dia tidak enak tidur, makin sukar kita menolong orang,"

   Kata Yo Siauw. "Yo Co Soe bagaimana pikiranmu?"

   Tanya Boe Kie. "Apakah kau mempunyai daya yang baik untuk menolong mereka?"

   Alis Yo Siauw berkerut.

   "Memang sukar,"

   Jawabnya. "Kita hanya bertiga, apapula kedatangan kita sudah diketahui oleh musuh."

   Boe Kie merasa jangah.

   "Akulah yang bersalah,"

   Katanya dengan suara meminta maat.

   "Sebab melihat Cioe Kauwnio menghadap bahaya aku tidak bisa untuk melakukan dan menahan hati, sehingga akhirnya aku merusak urusan besar." "Kauw coe tidak bersalah,"

   Bantah Yo Siauw.

   "Dalam keadaan begitu, kamipun tidak bisa tidak turun tangan. Bahwa dengan seorang diri, Kauw coe sudah mengalahkan Hian Beng Jie Lo, adalah kejadian yg sangat baik untuk pihak kita."

   Sesudah beromong2 beberapa lama lagi, mereka segera pergi mengaso di masing2 kamarnya.

   Pada esok harinya Boe Kie tersadar dari tidurnya.

   Begitu membuka mata ia melihat jendela terpentang lebar dan seorang berdiri didepan jendela sedang mengawasinya.

   Dengan kaget ia melompat bangun.

   Orang itu mukanya penuh tanda bacokan golok, bukan lain daripada Kouw Tauw Too.

   Boe Kie makin kaget, Kouw Tauw Too terus mengawasinya, tapi ia kelihatan tidak mengandung maksud jelek.

   Boe Kie merasa seolah2 kepalanya diguyur air dingin.

   "Bagaimana aku bisa pulas begitu nyenyak?", katanya didalam hati.

   Musuh sudah berada diluar jendela dan aku masih belum tahu.

   Dilain saat ia berteriak.

   "Yo ce soe! Wie Hok ong!"

   Mereka yg tidur dikamar sebelah, lantas saja menyahut.

   Hati Boe Kie agak lega sedikitnya ia tahu, bahwa kedua kawannya tidak dicelakai musuh.

   Sementara itu, Kauw Tauw Too sudah menyingkir.

   Bagaikan kilat Boe Kie melompat keluar jendela dan terus mengubar.

   Yo Siauw dan Wie It Siauw menyusul dari belakang.

   Setibanya diluar mereka tidak melihat musuh lain, sedang si pendeta kabur ke arah utara.

   Seraya memberi isyarat dengan ulapan tangan, mereka mengejar.

   Meskipun pincang, pendeta itu bisa lari cepat sekali.

   Waktu itu fajar baru menyingsing dan jalanan masih sepi.

   Tapi lama kemudian, mereka sudah keluar dari pintu utara dan Kouw Tauw too membelok kejalanan kecil.

   Sesudah lari tujuh delapan li lagi, mereka tiba disebuah bukit batu dan si pendeta menghentikan tindakannya.

   Sesudah mengibas2kan tangannya sebagai tanda supaya Yo Siauw and Wie It Siauw mundur, ia memberi hormat.

   "Apa maksudnya?"

   Tanyanya didalam hati.

   "Tempat ini tiada manusianya dan kalau sampai bertempur, dengan seorang diri, dia pasti kalah. Kelihatannya dia tidak mengandung maksud jahat."

   Selagi Boe Kie memikir begitu, seraya mengeluarkan suara "ah ah uh uh"

   Si gagu sudah menerjang.

   Dia menyerang dengan memandang sepuluh jeriji tangan kiri merupakan Houw Jiauw (kuku harimau), tangan kannya berbentuk Liong Jiauw (cakar naga) sepuluh jari tangannya bengkok seperti gretan baja dan serangannya hebat luar biasa.

   Dengan mengibaskan tangan kiri, Boe Kie memunahkan serangan lawan.

   "Bagaiman maksud Siang jin?"

   Tanyanya. "Sesudah bicara, kita masih mempunyai banyak waktu untuk bertempur."

   Tapi si pendeta tidak meladeni dan terus menyerang. Tangan kirinya semula merupakan Hauw Jiauw berubah menjadi Eng Jiauw (cakar elang) sedang tangan kanannya berubah menjadi Hauw Jiauw. "Apa benar2 Sian jin mau bertanding juga?"

   Tanya Boe Kie seraya berkelit.

   Si gagu tetap tidak menjawab.

   Kedua tangannya berubah lagi Eng Jiauw menjadi Say ciang (telapak tangan singa), Houw Jiauw menjadi Ho uwee (patuk burung Ho), sedang pukulannyapun turut berubah.

   Demikianlah, dalam tiga gebrakan ia sudah menyerang dengan enam rupa pukulan.

   Boe Kie tidak berani berayal lagi dan segara melayani dengan Thay kek koen.

   Ia bergerak bagaikan mengalirnya air dan setiap pukulannya, baik membela diri maupun menyerang, merupakan lingkaran Thay kek.

   Dalam pihak, Kauw tauw too menyerang dengan tipu2 yg beraneka ragam.

   Ia menggunakan ilmu silat yg aneh2 menggabung silat "sesat"

   Dengan silat dari partai lurus bersih.

   Tapi Boe Kie sendiri tetap melayani dengan Thay Kek Koen.

   Sesudah bertempur kurang lebih tujuh puluh jurus, sambil membentak keras.

   Kouw Tauw Too, meninju dari jurusan Tiong Kiong.

   Bagaikan kilat, dengan gerakan Jie hong Sie pit, Boe Kie memuji tinju yang menyambar dan berbareng dengan pukulan Tan Pian, telapak tangan kanannya meneput punggung si pendeta yg bongkok.

   Tepukan itu mampir tepat pada sasarannya, tapi Boe Kie tidak menggunakan Lwee Kang dan begitu telapak tangannya menyentuh punggung ia segera menarik pulang.

   Si pendeta melompat kebelakang dan mengawasi Boe Kie dengan sorot mata berterima kasih.

   Ia mengerti bahwa dalam tepukan tadi, pemuda itu telah menaruh belas kasihan.

   Sesaat kemudian, ia menggapai Yo Siauw dan dengan gerakan tangan mengutarakan keinginannya untuk meminjam pedang.

   Yo Siauw membuka ikatan tali pedang dan bersama sama sarungnya, ia menyerahkan senjata itu kepada si pendeta.

   Boe Kie heran.

   "Mengapa Co Soe meminjam senjata kepada musuh?"

   Tanyanya dalam hati.

   Sementara itu, sesudah menghunus pedang Kouw Tauw too memberi isyarat supaya Boe Kie meminjam pedang Wie It Siauw.

   Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Tapi pemuda itu menggelengkan kepala dan lalu menggambil sarung pedang dari tangan si pendeta.

   Sesudah itu, sambil melintangkan sarung pedang di depan dada ia membuat gerakan Ceng chioe (mengundang).

   Kouw Tauw too tidak berlaku sungkan2 lagi dan lalu membuka serangan.

   Setelah menyaksikan cara bagimana pendeta itu mengajar ilmu pedang kepada Tio Beng, Boe Kie tahu, bahwa dia memiliki K iam hoat yg sangat tinggi.

   Maka itu, ia segera melayani dengan Thay kek Kiam hoat.

   Seperti juga dalam pertandingan tangan kosong, Kouw tauw too menyerang dengan rupa2 pukulan yg dikirim secara berantai yg satu belum habis yg lain sudah menyusul.

   Sesudah bertanding beberapa lama, Boe Kie merasa kagum sekali.

   "Kalau aku ketemu dia pada setengah tahun berselang, di dalam kiam hoat belum tentu aku dapat menandinginya,"

   Katanya didalam hati.

   "Di bandingkan dengan Giok Bin Sin Kiam Tong Hong Peng ilmu pedang yg masih lebih tinggi setingkat."

   Memikir begitu, didalam hatinya lantas muncul rasa sayang kepada pendeta itu.

   Sesudah lewat beberapa jurus lagi, Kauw Tauw Too menyerang dengan ilmu Loan Pie Hong (angin puyuh) dan pedangnya menyambar nyambar bagaikan berlaksa ular.

   Boe Kie menyambut setiap serangan dengan memusatkan seluruh semangat dan perhatiannya.

   Mendadak, mendadak saja dengan kecepatan yg tak mungkin dilukiskan ia membalik sarung pedang sehingga mulutnya menghadap keluar dan memapaki pedang si pendeta yg menyambar! Srok! Pedang itu masuk kesarungnya.

   Hampir berbareng, kedua menyambar dan menyentuk pergelangan tangan si pendeta dan kemudian, sambil tersenyum melompat mundur.

   Kalau mau, dengan menggunakan sedikit tenaga, ia sudah dapat merampas pedang si pendeta.

   Cara yg digunakannya itu berbahaya dan indah luar biasa.

   Diluar dugaan, selagi ia melompat mundur, sebelum kakinya menginjak tanah, Kouw Tauw too sudah melemparkan pedangnya dan menghantam dengan telapak tangan.

   Dari sambaran angin, ia tahu bahwa pukulan itu disertai lweekang yg dahsyat.

   Karena ingin menjajal kekuatan tenaga dalam pendeta itu, ia segera menyambut dengan tangan kanannya dan kemudian barulah kedua kakinya hinggap ditanah.

   Kouw Tauw Too tidak berhenti sampai disitu dan terus mengirim pukulan2 hebat.

   Boe Kie segera mengeluarkan ilmu Kian Koen Tay Lo Ie yg paling tingig dna dengan ilmu tersebut, ia mengumpulkan tenaga pukulan2 itu.

   Kemudian sambil membentak keras, ia balas memukul.

   Pukulan itu seolah2 air banjir yg memecahkan bendungan.

   Tenaga kira2 dua puluh pukulan Kouw Tauw too yg terkumpul menjadi satu, dilepaskan secara mendadak.

   Di dalam dunia belum pernah ada tenaga pukulan sehebat itu.

   Jika pukulan itu menimpa tubuh manusia, maka daging dan tulang pasti bisa hancur luluh.

   Sesaat itu kedua telapak tangan menempel dan Kouw Tauw too tidak bisa meloloskan diri lagi.

   Tiba2 tangan kiri Boe Kie menjambret dada si pendeta dan melemparkannya keatas, sehingga tubuh yg tinggi besar itu terbang ke angkasa.

   Hampir berbareng terdengar suara keras dan batu2 terbang berhamburan.

   Pukulan yg sangat dahsyat itu menimpa batu.

   Yo Siauw dan Wie It Siauw mengeluarkan teriakan kaget.

   Semula mereka menduga, bahwa dalam pertandingan Lwee Kang antara Kauw Coe dan Kouw Tauw Too, keputusan siapa menang siapa kalah baru bisa didapat sedikitinya dalam waktu seminuman teh.

   Diluar taksiran, detik yg menentukan tercapai dalam waktu yg begitu cepat.

   Sesaat kemudian, dengan keringat membasahi telapak tangannya, Kouw Tauw too sudah hinggap pula di tanah dengan selamat.

   Begitu lekas kedua kakinya menyentuh tanah, dengan kedua tangannya ia membuat gerakan seperti api yg berkobar2 dan sesudah itu, sambil menaruh tangannya diatas dada dan berlulut ia berkata "Siauwjin (aku yg rendah)."

   "Kong Beng Yo soe Hoan Yauw, menghadap Kauwcoe.

   Siauwjin menghaturkan banyak terima kasih kepada Kauwcoe yg sudah menaruh belas kasihan, dan meminta maaf untuk segala kekurang ajaranku."

   Bukan main kagetnya Boe Kie. Mimpipun ia tak pernah mimpi, bahwa si gagu Kouw Tauw too bukan saja bisa bicara, tap i juga Kong beng Yoe Soe dari Beng Kauw yg sudah menghilang selama banyak tahun. Buru2 ia membangunkannya dan berkata.

   "Hoan Yoe Soe, antara orang sendiri janganlah menggunakan terlalu banyak peradatan."

   Waktu tiba di bukit batu itu, Yo Siauw dan Wie It Siauw sebenarnya sudah menduga duga.

   Hanya karena tubuh dan muka Hoan Yauw berubah terlalu banyak, maka mereka belum berani memastikan.

   Sesudah Hoan Yauw memperlihatkan ilmu silatnya, dugaan mereka jadi makin keras.

   Sekarang dengan serentak mereka mendekat dan mencekal tangan kawan itu erat2.

   sambil mengawasi Hoan Yauw dengan air mata berlinang2, Yo Siauw berkata.

   "Saudara Hoa, siang malam kakakmu memikiri kau."

   Hoan Yauw memeluknya. Ia menangis segak2 dan berkata.

   "Taoko kita harus berterima kasih kepada Tuhan yg sudha mengirim seorang kauwcoe yg berkepandaian tinggi dan bijaksana kepada kita. Kitapun harus berterima kasih, bahwa hari ini kita bisa bertemu muka lagi."

   "Saudara, mengapa kau jadi begini?"

   Tanya Yo Siauw. "Jika aku tidak merusak muka dan tubuh sendiri, cara bagimana kudapat mengabuli Seng Koen?"

   Jawabnya. Mendenger keterangan itu, Boe Kie bertiga kaget bercampur duka. Mereka sekarang tahu, bahwa Hoan Yauw sudah mencaci diri sendiri untuk bisa masuk kedalam kalangan musuh. "Saudara, kau sangat menderita,"

   Kata Yo Siauw dengan suara parau.

   Dahulu, dalam kalangan Kang Ouw, Yo Siauw dan Hoan Yauw dikenal sebagai Siauw Yauw Jie Sian (Siauw dan Yauw dua dewa) dan julukan itu didapat karena mereka berdua memiliki muka yg sangat tampan.

   Dari sini dapatlah dibayangkan bahwa dengan mencacati muka sendiri, Hoan Yauw telah membuat suatu pengorbanan yg sangat besar.

   Wie It Siauw yg beradat aneh sebenarnya tidak begitu akur dengan Hoan Youw.

   Tapi sekarang ia turut berduka dan sambil berlutut ia berkata.

   "Hoan Yoe soe, hari ini Wie It Siauw benar2 takluk kepadamu."

   Hoan Yauw segera balas berlutut.

   "Ilmu ringan badan Wie Hog ong tiada bandingannya dalam dunia,"

   Katanya. "Makin tua kau kian lihai. Semalam Kauw Touw too bertambah pengalaman."

   Yo Siauw menengok kesekitarnya dan berkata.

   "Tempat ini tidak jauh dari kota dan musuh banyak mempunyai mata. Lebih baik kita pergi kelembah sebelah depan."

   Semua menyetujui dan mereka lantas saja berangkat.

   Sesudah berlari2 belasan li, mereka tiba dibelakang sebuah bukit kecil, darimana mereka bisa memandang beberapa li jauhnya, sehingga mereka tak usah kuatir pembicaraan mereka di dengar orang.

   Mereka lalu duduk ditanah dan mendengari cerita Hoan Yauw.

   Sebagaimana diketahui, sesudah Yo Po Thian menghilang dengan mendadak Peng Kauw terpecah belah sebab para pemimpinnya berebut kedudukan Kauwcoe.

   Hoan Yauw sendiri percaya Yo Po Thian belum meninggal dunia, maka seorang diri ia menjelajah dunia Kang ouw untuk mencari pemimpin itu.

   Dalam beberapa tahun ia masih jg belum berhasil.

   Belakangan ia menduga mungkin sekali Yo Po Thian dicelakai orang2 Kay pang.

   Diam2 dia membekuk beberapa tokoh partai si pengemis dan menyiksanya untuk mengorek keterangan.

   Tapi tindakan inipun tidak berhasil.

   Ia bukan saja gagal, tapi tanpa sebab juga sudah mempersakiti banyak anggot Kaypang.

   Ketika itu, permusuhan kalangan Beng Kauw makin menghebat.

   Dalam agama tersebut, ia mempunyai kedudukan yg sangat tinggi.

   Apabila ia mau tampil kemuka dan turut serta dalam perebutan kedudukan Kauwcoe, ia pasti akan mendapat banyak pengikut.

   Akhirnya dia mengundurkan diri dari dunia pergaulan dan menjadi pendeta yg memelihara rambut (tauw too).

   Tapi manusia tidak bisa melawan maunya nasib.

   Suatu kejadian yg sangat kebetulan telah terjadi.

   Pada suatu hari, selagi lewat dikaki gunung Thay heng san, ia ditimpa hujan dan lalu meneduh di sebuah kelenteng rusak.

   Tanpa di sengaja ia mendengar pembicaraan dua orang yg satu Seng Koen, yg lain seorang pendeta.

   Belakangan baru itu tahu, bahwa pendeta itu adalah Kong kian Tay soe, kepala dari empat pendeta suci dari kuil Siauw Lim sie.

   Di Kong beng teng, Hoan Yauw pernah bertemu dengan Seng Koen dan ia tahu, bahwa orang itu adalah adik seperguruan Yo Kauwcoe.

   Sesudah mereka selesai bicara, ia sebenarnya ingin segera menemuinya.

   Diluar dugaan, baru saja mendengar beberapa patah perkataan, dia sudah kaget tak kepalang.

   Dengan berlutut di lantai, Seng Koen meminta belas kasihan Kong kian Tay soe.

   Dia menceritakan, cara bagaimana waktu mabuk arak, dia telah memperkosa anak dari muridnya sendiri, yaitu Cia Soen, dan cara bagimana dia belakangan membunuh rumah tangga murid itu.

   Diapun menuturkan bahwa untuk membalas sakit hati, Cia Soen telah mencarinya diberbagai tempat, tapi dia tak berani muncul untuk menemui murid itu.

   Akhirnya, dengan menggunakan namanya, Cia Soen membunuh banyak jago Rimba Persilatan guna memaksa dia keluar.

   Kejadian itu telah diketahui Boe Kie.

   Tapi mendengar berita Hoan Yauw, ia kembali gusar tercampur duka.

   Selanjutnya Hoan Yauw menuturkan, bahwa sambil menangis Seng Koen memohon supaya Kong kia Tay soe suka menerima sebagai murid.

   Dia juga memohon, supaya dengan belas kasihan sang Budha, pendeta itu suka mendamaikan permusuhannya dengan Cia Soen.

   "Siancay, siancay!"

   Kata Kong kian Tay soe.

   "Lautan kesengsaraan tiada batasnya,"

   Memalingkan kepala, melihat daratan, menaruh golok, menjadi Budha. Manakala kau sungguh2 merasa menyesal, pintu Sang Budha. Manakala kau sungguh2 merasa menyesal, pintu sang Budha terbuka lebar dan kau takkan dibiarkan berdiri diluar pintu."

   Sehabis berkata begitu, ia mencukur rambut Seng Koen dan menerima sebagai murid.

   Disamping itu, ia pun berjanji akan berusaha mendamaikan permusuhan hebat antara Seng Koen dan Cia Soen.

   Mendengar sampai disitu, Boe Kie segera memutar cara bagaimana Cia Soen membinasakan Kong kian Tay soe dengan pukulan hebat.

   Kong kian sudah rela menerima pukulan dengan harapan bisa membereskan sakit hati itu.

   Diluar dugaan, Seng Koen sudah memperdayai gurunya.

   Pada waktu itu Kong kian mau melepaskan napas yg penghabisan, ia tidak muncul untuk menemui Cia Soen.

   Yo Siauw menyambung dengan menceritakan cara bagaimana Seng Koen menyerang Kong bent teng dan cara bagaimana dalam pertempuran melawau In Thian Ceng dan In Yan Ong, ia akhirnya binasa.

   Hoan Yauw merangkap kedua tangannya dan berkata berulang2.

   "Omitohud! Siancay, siancay!" Dengan hati duka, Yo Siauw mengawasi kawan itu yg dahulu terkenal sebagai seorang pria yg berparas tampan. "Dengan Kim mo Say ong, perhitunganku sangat baik,"

   Kata pula Hoan Youw.

   "Akupun mendengar, bahwa seluruh keluarganya telah dibinasakan orang.

   Aku hanya tak pernah menduga bahwa pembunuh itu adalah gurunya sendiri.

   Sesudah hujan berhenti mereka keluar dari kelenteng itu dan aku mengikuti dari belakang.

   Kutahu mereka berkepandaian tinggi dan hanya berani menguntit dari kejauhan.

   Tapi kong kian tidak bisa diakali.

   Ia tahu bahwa dirinya dikuntit orang.

   Sambil berjalan ia berkata2 seorang diri, ia mengatakan bahwa seorang murid Budha harus mempunyai hati kasihan.

   Mendengar begitu, aku tidak berani mengikuti lagi."

   "Berselang kira2 setahun kudengar Kong kian Tay soe meninggal dunia.

   Aku merasa curiga dan menduga, bahwa wafatnya pendeta itu tentu mempunyai sangkut paut dengan Seng Koen.

   Diam2 kupergi ke Siauw Lim Sie untuk menyelidiki.

   Tapi aku tidak berani masuk kedalam kuil dan hanya bergerak disekitar gunung Siong San, benar saja.

   Langit tidak menyianyiakan usaha manusia yg sungguh2.

   secara kebetulan aku mendengar pembicaraan antara Seng Koen dan seorang utusan kaisar.

   Utusan kaisar itu bukan lain daripada Lok Thian Kek.

   Mereka berdua berkepandaian terlalu tinggi dan aku merasa tidak unggulan.

   Aku tidak berani datang telalu dekat.

   Dari kejauhan, aku hanya dapat menangkap sepatah dua patah.

   Perkataan yg didengar jelas olehku hanyalah.

   
Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Kong Beng teng harus dimusnahkan"

   Sekarang kutahu bahwa agama kita tengah menghadai bencana dan aku tidak bisa berpeluk tangan lagi.

   Aku lantas saja menguntit Lok tong kek sampai di kota raja.

   Manusia itu aku tak berani ganggu.

   Dia berkepandaian terlalu tinggi.

   Yg lainnya kupandang remeh akhirnya sesudah menyelidiki lama juga, aku mendapat tahu bahwa jagao2 Rimba persilatan itu adalah orang2 sebawahannya Jie Lam Ong Khakan Temur."

   

Kait Perpisahan -- Gu Long Kembalinya Sang Pendekar Rajawali -- Chin Yung Si Pisau Terbang Pulang -- Yang Yl

Cari Blog Ini