Ceritasilat Novel Online

Pedang Langit Dan Golok Naga 63


Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung Bagian 63




   Pedang Langit Dan Golok Naga Karya dari Chin Yung

   
Sementara itu Ciang-poen Liong-tauw melanjutkan pembicaraannya.

   "Kalian tahu bahwa Soe Pangcoe biasanya hidup menyendiri di Cwee siauw San chung (Perkampungan meniup seruling) dan sudah lama tidak pernah menginjakdunia Kang ouw. Tapi dalam menghadapi urusan besar ini, ia tidak bisa tidak turun tangan sendiri. Syukur seribu syukur, Thian memayungi kita, Pat-tay Tiang-loo (Tetua delapan karung) Tan Yoe Liang telah bersahabat dengan seorang murid Boe tong dan telah mendapatkan sebuah berita yang sangat penting."

   Ia menengadah dan berteriak.

   "Tan Tiang-loo! Ajaklah Song Siauw hiap masuk ke dalam sini untuk berkenalan dengan saudara-saudara kita!"

   "Baiklah!"

   Kata seorang di belakang tembok.

   Sesaat kemudian dua orang masuk dengan berpegangan tangan.

   Yang satu ialah Tan Yoe Liang, yang lain seorang pemuda tampan yang baru berusia dua puluh tahun lebih dan di pinggangnya tergantung sebatang pedang.

   Boe Kie terkesiap, sebab pemuda itu adalah Song Ceng Soe, putra Song Wan Kiauw.

   Setibanya di tengah ruangan mereka lalu menjalankan adat kepada Soe Hwee Liong, lalu menyoja keempat ketua dan akhirnya memberi hormat kepada pengemis yang lain dan merangkap kedua tangan.

   "Tan Tiang-loo,"

   Kata Ciang-poen Liong-tauw.

   "Cobalah tuturkan apa yang diketahui olehmu."

   "Saudara-saudara,"

   Kata Tan Yoe Liang seraya memegang tangan Song Ceng Soe.

   "Kita sangat mujur bahwa kita telah mendapat bantuan Song Siauw hiap. Song Wan Kiauw, Song Tay hiap dari Boe tong pay. Dikemudian hari, Ciangboen Boe tong pay sudah pasti akan jatuh ke dalam tangannya."

   "Thio Boe Kie, Kauwcoe dari Mo kauw pada hakikatnya adalah adik seperguruan Song siauw hiap, tahu jelas seluk beluk keadaan dalam kalangan Mo kauw. Beberapa bulan yang lalu Song siauw hiap telah memberitahukan aku bahwa siluman besa Kim mo Say ong sudah datang di Leng coa to di wilayah Teng hay (Lautan Timur)."

   "Tapi bagaimana Song Siauw hiap bisa tahu hal itu?"

   Tanya Cie hoat Tiang-loo.

   "Selama beberapa puluhn tahun orang-orang rimba persilatan berusaha untuk mencari Kim mo Say ong, tapi usaha ini sia-sia."

   Sejak pertemuan di Leng coa to di dalam hati Boe Kie juga muncul satu pertanyaan yang belum terjawab.

   Kedatangan Cia Soen di Leng coa to ditutup rapat-rapat.

   Bagaimana Kay pang mengetahuinya? Maka itu pertanyaan tiba-tiba Cie hoat Tiang-loo lebih menarik perhatian Boe Kie.

   "Berkat rejeki Pangcoe, hal itu terjadi secara sangat kebetulan,"

   Jawab Tan Yoe Liang.

   "Di Tang-hay hidup seorang nenek yang dikenal sebagai Kim ho Po po dan entah bagaimana ia tahu tempat sembunyinya Cia Soen. Nenek itu yang hidup di pantai laut memiliki pengetahuan mendalam ilmu pelayaran dan akhirnya berhasil mencari Cia Soen di sebuah pulau di Kutub Utara. Ia pun berhasil membawa Kim mo Say ong ke pulau Leng coa to, memenjarakan sepasang suami-istri yaitu Wie Pek dan Boe Ceng Eng, ahli waris partai persilatan di negeri Toa lie. Waktu Kim hoa Po po pergi ke Tiong-goan, mereka mendapat kesempatan untuk membunuh penjaga-penjaga dan melarikan diri. Di Shoa tang mereka menemui bahaya dan pada saat yang tepat secara kebetulan ia ditolong oleh Song Siauw hiap. Dalam pembicaraan mereka membuka rahasia dan inilah sebabnya mengapa Song Siauw hiap tahu kedatangan Cia Soen di Leng coa to."

   Cie hoat Tiang-loo manggut-manggutkan kepalanya. Boe Kie menghela napas.

   "Manusia tak bisa melawan maunya Thian,"

   Pikirnya.

   "Wie Pek dan Boe Ceng Eng bukan manusia baik-baik.

   Dengan tipu busuk mereka mengorek rahasia dari mulutku.

   Lantaran itu, barulah Cie san Liong ong tahu tempat kediaman Giehoe.

   Pada jaman ini kepandaian Kim hoa Po po dalam ilmu pelayaran jarang ada tandingannya.

   Kalau bukan dia yang turun tangan, siapa lagi yang bisa mencari Giehoe di Peng hwee to, andaikata kedua orang tuaku masih hidup, belum tentu mereka bisa mengarungi samudra dan tiba di Peng hwee to dengan selamat.

   Dari sini dapat dilihat bahwa manusia tidak bisa menentang kemauan Thian."

   Sesudah berdiam sejenak, Tan Yoe Liang berkata lagi.

   "Aku dan Song Siauw hiap mempunyai ikatan mati hidup bersama-sama (persaudaraan).

   Sesudah mendapat berita itu, Kie Tiang-loo, The Tiang-loo dan lima murid tujuh karung, aku pergi ke Leng coa to dengan tujuan membekuk Cia Soen dan merampas To liong to untuk dipersembahkan kepada Pangcoe.

   Apa mau kata, rombongan Mo kauw yang berjumlah besar mendadak tiba di situ.

   Kami semua bertempur mati-matian tapi jumlah kami yang kecil tak b isa melawan jumlah mereka yang besar.

   Akhirnya Kie Tiang- loo dan empat murid tujuh karung gugur dalam pertempuran.

   Tentang jalannya pertempuran, aku minta The Tiang-loo yang melaporkan kepada Pangcoe."

   The Tiang-loo yang lengan kanannya buntung segera bangun berdiri dan menceritakan pertempuran di Leng coa to itu.

   Tapi cerita-ceritanya dusta.

   Ia mengatakan bahwa rombongan Beng kauw yang berjumlah besar mengepung Kay pang yang berjumlah kecil tapi terus melawan dengan nekad sehingga lima diantaranya mengorbankan jiwa.

   Akhirnya dengan bernapsu ia menceritakan tentang kesaktian Tan Yoe Liang dalam usaha menolong jiwanya sehingga Cia Soen dipengaruhi oleh kegagalan itu dan tidak berani turun tangan lagi.

   Para pengemis bersorak-sorai memuji manusia-manusia licik itu.

   "Tan Heng tee bukan saja pintar dan gagah tapi juga mempunyai gie-knie (rasa persahabatan) yang sangat tebal,"

   Kata Coan kang Tiang-loo. Tan Yoe Liang membungkuk.

   "Berkat ajaran Pangcoe dan Tiang-loo Koko, aku dapat memahami kewajiban- kewajiban partai,"

   Katanya.

   "Demi kepentingan kita, biarpun mati masuk ke dalam lautan api, aku takkan menolak. Apa yang aku perbuat tidak berarti dan tidak cukup berharga untuk mendapat pujian yang begitu tinggi dari The Tiang-loo. Pujian itu sungguh membuat aku merasa sangat malu."

   Mendengar kata-kata merendah itu, rasa kagum para pengemis jadi lebih besar.

   Makin lama Boe Kie jadi makin dongkol.

   Manusia tak mengenal malu itu yang terang-terangan mau menjual sahabat guna menolong jiwanya sekarang dianggap sebagai ksatria yang tebal rasa persahabatannya.

   Tapi dia memang telah menjalankan siasat secara pandai.

   Bahkan The Tiang- loo sendiri sudah dikelabui olehnya.

   Mengingat begitu Boe Kie berkata di dalam hati.

   "Tan Yoe Liang benar-benar seorang kan hiong (orang gagah yang jahat). Bukan saja Giehoe, malah akupun sudah kena tipu. Hanya Tio Kauwnio yang tidak dapat diakali. Hai!...Tio Kauwnio sungguh pintarsayang hatinya kejam"

   Sementara itu Cie hoat Tiang-loo bangun berdiri.

   "Banyak sekalio saudara kita telah dibinasakan oleh kawanan iblis,"

   Katanya dengan suara dingin.

   "Apa kita boleh menyudahi saja sakit hati itu?"

   Para pengemis segera berteriak-teriak. "Sakit hatinya Kie Tiang-loo harus dibalas."

   "Ratakan Kong beng teng!"

   "Bunuh Thio Boe Kie! Mampuskan Cia Soen!"

   Dan sebagainya. Sesudah teriakan-teriakan mereda, Cie hoat Tiang-loo berpaling kepada Soe Hwee Liong dan berkata.

   "Lapor kepada Pangcoe bahwa murid-murid partai kita merasa sangat penasaran dan kami mohon petunjuk Pangcoe dalam usaha membalas sakit hati."

   Alis Soe Hwee Liong berkerut.

   "Hmmemang soal ini soal besar dari partai kita,"

   Katanya.

   "Hmkita harus berdamai dengan otak dingin. Coba kau perintahkan supaya semua murid tujuh karung ke bawah meninggalkan ruangan ini untuk sementara waktu agar kita bisa berunding dengan tenang."

   Cie hoat Tiang-loo mengangguk dan sambil berpaling kepada para pengemis, ia membentak.

   "Dengarlah! Semua orang dari murid tujuh karung ke bawah diminta meninggalkan ruangan ini untuk sementara waktu dan menunggu diluar kelenteng."

   Para pengemis segera mengiyakan dan sesudah membungkuk ke arah Soe Hwee Liong, mereka segera berjalan keluar sehingga dalam sekejap ruangan toa tian hanya tertinggal pemimpin-pemimpin Kay pang yang penting.

   Tan Yoe Liang maju selangkah dan berkata seraya membungkuk.

   "Lapor kepada Pangcoe bahwa saudara ini Song Ceng Soe, Seng Heng tee berjasa besar terhadap partai kita. Maka itu aku mohon restu Pangcoe supaya ia diperbolehkan masuk ke dalam partai kita. Seorang yang mempunyai kepribadian dan kedudukan sebagai Song Heng tee dibelakang hari pasti akan dapat melakukan sesuatu yang sangat berharga bagi partai kita."

   "Tapitadi,"

   Kata Song Ceng Soe dengan suara terganggu.

   "Hal ini tidak"

   Baru saja ia mengucapkan perkataan "tidak", Tan Yoe Liang sudah mengawasinya dengan sorot mata tajam. Melihat sinar mata yang berabu dan kejam itu, ia menundukkan kepalanya dan tidak membuka suara lagi. "Bagus,"

   Kata Soe Hwee Liong.

   "Kami menyambut dengan girang masuknya Song Ceng Soe ke dalam partai kita. Untuk sementara waktu, ia diberi kedudukan murid enam karung dan berada dibawah pimpinan Tiang-loo delapan karung Tan Yoe Liang. Kuharap Song Heng tee suka menaati segala peraturan kita dan bekerja keras demi kepentingan partai. Peraturan kita selalu dijalankan dengan keras, siapa yang berjasa akan dihargai, siapa yang berdosa akan dihukum."

   Kedua mata Song Ceng Soe mengeluarkan sinar sengsara dan dongkol, tapi sebisanya ia menekan perasaannya itu. Ia maju beberapa langkah dan berlutut dihadapan Soe Hwee Liong.

   "Tee coe (murid) Song Ceng Soe memberi hormat kepada Pangcoe,"

   Katanya.

   "Terima kasih atas kemurahan Pangcoe yang sudah memberi kedudukan murid enam karung kepada tee coe."

   Sesudah itu iapun memberi hormat dengan berlutut kepada semua tiang-loo dan liong-tauw. "Song Heng tee!"

   Kata Cia hoat Tiang-loo dengna suara angker.

   "Sesudah menjadi anggota partai, kau terikat dengan semua peraturan. Di hari nanti, andaikata kau menjadi ciang boen dari Boe tong pay, kau tetap harus menaati segala perintah dari pimpinan Kay pang. Apakah kau sudah tahu adanya peraturan ini?"

   "Ya,"

   Jawabnya. "Song Heng tee!"

   Kata Cia hoat pula.

   "Walaupun tujuannya sama, yaitu sama-sama bertujuan untuk melakukan perbuatan-perbuatan ksatria tapi jalan yang diambil oleh Kay pang dan Boe tong pay berbeda. Mengapa kau rela masuk ke dalam partai kita? Jawablah! Kau harus menjawab dengan sejujur-jujurnya dan sejelas-jelasnya."

   Sebelum menjawab, pemuda itu melirik Tan Yoe Liang.

   "Tan Tiang-loo melepas budi yang sangat besar terhadap tee coe,"

   Sahutnya.

   "Tee coe sangat mengakuinya dan rela untuk mengabdi dibawah perintahnya."

   Tan Yoe Liang tertawa.

   "Disini tak ada orang luar,"

   Katanya.

   "Song Heng tee, kau boleh bicara secara bebas. Kalau kau merasa tak enak biarlah aku yang menjelaskan. Sesudah Biat coat Soethay meninggal dunia, Ciang boen jin yang baru dari Go bie pay adalah seorang gadis yang sangat cantik. Cioe Cie Jiak namanya. Nona itu dan Song Heng tee adalah kawan dari kecil dan mereka sudah berjanji untuk menjadi suami isteri. Diluar dugaan, Cioe Kauwnio dirampas oleh kepala siluman Thio Boe Kie yang membawanya kabur ke seberang lautan. Dalam gusarnya Song Heng tee meminta bantuanku. Aku segera menyanggupi dan aku bersumpah untuk merebut kembali nona itu."

   Boe Kie merasa dadanya seperti mau meledak, tapi sebisanya ia menahan napas amarahnya. Soe Hwee Liang tertawa terbahak-bahak.

   "Kita tidak bisa menyalahkan Song Heng tee, sejak dulu orang gagah memang sukar menolak wanita cantik,"

   Katanya.

   "Yang satu Ciang boen dari Boe tong pay yang lain Ciang boen Go bie pay. Sungguh kedudukan yang sederajat, muda sama muda!"

   "Tapi Song Heng tee dalam menghadapi kejadian itu mengapa kau tidak meminta bantuan Thio Sam Hong Cinjin atau Song Tayhiap?"

   Tanya Cia hoat Tiang-loo lagi. "Menurut keterangan Song Heng tee, sekarang Boe tong pay bergandengan tangan dengan Mo kauw,"

   Kata Tan Yoe Liang.

   "Thio Sam Hong dan ayah Song Heng tee sungkan bentrok dengan agama iblis itu. Pada waktu ini dalam seluruh rimba persilatan hanya partai kita yang bermusuhan dengan Mo kauw dan mempunyai cukup tenaga untuk menghadapi agama siluman itu."

   Cia hoat Tiang-loo manggut-manggut.

   "Dia itu benar,"

   Katanya.

   "Sesudah kita memusnahkan Mo kauw dan membinasakan si bocah Boe Kie, keinginan Song Heng tee pasti akan terkabul."

   Mendengar tanya jawab itu Boe Kie segera ingat kejadian di Kong beng teng. Ia ingat sikap Song Ceng Soe yang luar biasa terhadap Cie Jiak dan sekarang ia tahu bahwa putra pamannya telah jatuh cinta kepada tunangannya. "Tapi dia betul-betul gila!"

   Katanya didalam hati.

   "Karena seorang wanita dia rela mengkhianati rumah perguruan sendiri bahkan ayah kandungnya sendiri.

   Cinta Cie Jiak terhadapku adalah cinta yang suci.

   Biarpun dibantu Kay pang, dia pasti tak akan bisa memaksa Cie Jiak untuk menuruti kemauannya.

   Hai!...Song Toako sudah mendapat nama dan dipandang sebagai tunas harapan dari Boe tong pay.

   Bagaimana dia bisa tersesat sampai begitu jauh?"

   Ia merasa sangat menyesal dan menghela napas berulang-ulang.

   Sementara itu, Tan Yoe Liang sudah berkata lagi.

   "Lapor kepada Pangcoe bahwa didekat kota raja, teecoe telah membekuk salah seorang penting dalam kalangan Mo kauw.

   
Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Orang ini mempunyai sangkut paut dengan usaha partai kita.

   Tee coe minta keputusan Pangcoe mengenai orang itu."

   Tan Yoe Liang segera menepuk tangan tiga kali.

   "Bawa masuk kepala iblis yang ditawan itu,"

   Teriaknya.

   Jantung Boe Kie memukul keras.

   Siapa yang tertangkap? Hampir bersamaan dari belakang toa tian keluar empat pengemis bersenjata dengan seorang tangkapan yang kedua tangannya terbelenggu.

   Boe Kie merasa bahwa ia pernah bertemu dengan orang itu yang berusia kira-kira dua puluh tahun di Ouw taip kok, tapi ia lupa namanya.

   Pemuda itu berjalan masuk dengan paras muka gusar dan waktu melewati Tan Yoe Liang tiba-tiba ia membuka mulut dan menyembur dengan ludahnya.

   Tan Yoe Liang berkelit dan menggampar pipi kiri orang itu yang segera menjadi bengkak.

   Salah seorang pengemis yang mengawalnya mendorong dan membentak.

   "Jangan kurang ajar! Ayo berlutut dihadapan Pangcoe!"

   Tapi sebaliknya, pemuda itu kembali menyemburkan riak ke muka Soe Hwee Liong.

   Karena jarak mereka sangat dekat dan semburan itu dilakukan dengan tenaga dalam yang cukup hebat, maka walaupun Soe Hwee Liong coba mengelak, riak itu mam pir tepat di dahinya.

   Tan Yoe Liang melompat dan menyapu dengan kakinya sehingga pemuda itu roboh di lantai.

   "Bangsat! Apa kau sudah bosan hidup?"

   Bentaknya sambil berdiri menghadang di depan Soe Hwee Liong. "Sesudah jatuh ke dalam tanganmu, tuanmu memang sudah tidak berpikir soal hidup lagi,"

   Jawabnya. Sesudah Soe Hwee Liong menyusut riak dari dahinya, Tan Yoe Liang segera mundur beberapa langkah dan berkata.

   "Lapor kepada Pangcoe bahwa bocah itu adalah salah seorang jago yang terhebat dalam kalangan Mo kauw. Ilmu silatnya berada ditempat keempat Hoat ong. Kita tak boleh memandang rendah kepadanya."

   Semula Boe Kie merasa heran tapi ia segera mengerti bahwa Tan Yoe Liang sengaja menunjukkan kepandaian pemuda itu untuk menolong muka sang Pangcoe.

   Biar bagaimanapun Soe Hwee Liong seorang pemimpin paling tinggi dari Kay pang tidak dapat mengelak dari semburan seorang tangkapan merupakan kejadian yang benar-benar aneh, benar-benar tidak masuk akal.

   Apalagi sesudah mendapat hinaan yang hebat itu, dia sama sekali tidak menunjukkan kegusaran.

   Pada paras mukanya bahkan terlihat sinar kebingungan seolah-olah ia merasa takut akan terbukanya suatu rahasia besar.

   Boe Kie jadi makin heran.

   Ia merasa bahwa dalam peristiwa ini pasti terselip suatu latar belakang yang belum diketahuinya.

   "Tan Heng tee, siapa tangkapan itu?"

   Tanya Cia hoat Tiang-loo. "Han Lim Jie, anak Han San Tong,"

   Jawabnya. Sekarang Boe Kie ingat, ia ingat bahwa dalam pertempuran di Ouw tiap kok, pemuda itu selalu mengikuti dibelakang ayahnya dan jarang berbicara dengan orang lain. Tak heran ia tak ingat lagi namanya. "Aha! Anak Han San Tong?"

   Tegas Cia hoat dengan suara girang.

   "Tan Heng tee jasamu sangat besar. Lapor kepada Pangcoe bahwa belakangan ini, Han San Tong berturut-turut telah mengalahkan tentara Goan sehingga namanya disegani orang. Panglima-panglimanya seperti Coe Goan Ciang, Cie Tat dan Siang Gie Coen adalah jago- jago Mo kauw yang paling hebat. Sekarang kita berhasil membekuk bocah itu yang bisa dijadikan semacam sandera. Han San Tong pasti akan jinak dan menuruti segala perintah kita."

   "Binatang! Jangan mimpi kau!"

   Caci Han Lim Jie.

   "Ayahku seorang gagah sejati.

   Tak akan Thia thia mau ditekan oleh manusia-manusia tak mengenal malu sepertimu.

   Thia thiaku mendengar perintahnya satu orang yaitu Thio Kauwcoe kami.

   Kay pang ingin bertanding melawan Beng kauw kami? Huh! Kamu jangan mimpi di siang bolong.

   Kamu semua sangat tak tahu diri.

   Pangcoemu yang semacam itu belum cukup sederajat untuk berendeng dengan sepatu Thio Kauwcoe kami."

   Tan Yoe Liang tak jadi gusar.

   "Han Heng tee,"

   Katanya. "Kau memuji Thio Kauwcoemu tinggi sekali. Kami semua merasa sangat kagum dan ingin sekali bertemu dengan beliau. Bolehkah kau mengajak kami untuk menemui beliau?"

   Han Lim Jie adalah seorang yang jujur dan polos. Ia tak tahu kelicikan Tan Yoe Liang.

   "Thio Kauwcoe memikul beban yang sangat berat,"

   Jawabnya.

   "Sekalipun saudara- saudara didalam Beng kauw, tidak sembarangan bertemu muka dengan beliau karena tak punya waktu untuk meladeni manusia-manusia seperti kalian."

   Tan Yoe Liang tertawa dingin.

   "Omong kosong!"

   Bentaknya mengejek.

   "Semua orang Kang ouw mengatakan bahwa Thio Boe Kie sudah dibinasakan oleh tentara Goan di kota raja. Hanya kau seorang yang masih bicara besar."

   "Bangsat! Tutup bacotmu!"

   Caci Han Lim Jie.

   "Tat coe menangkap Kauwcoe kami? Huh huh!...Andaikata dikurung beribu laksa tentara, Thio Kauwcoe kami masih bisa datang dan pergi sesuka hati. Memang benar Thio Kauwcoe pergi ke kota raja. Maksud tujuannya ialah menolong tokoh-tokoh enam partai yang tertangkap musuh. Dibinasakan Tat coe? Huh huhtutuplah bacotmu!"

   Tan Yoe Liang tetap tidak gusar. Ia terus ha ha he he. "Mungkin kau benar,"

   Katanya.

   "Tapi semua orang Kang ouw mengatakan begitu, aku tidak bisa tidak percaya. Selama setengah tahun terakhir, kita hanya mendengar nama Han San Tong, Cie Ceng Hwe, Goe Goan Ciang, Lauw Hok Thong, Pheng Eng Giok dan sebagainya, tapi nama Thio Boe Kie belum pernah disebut-sebut. Bukankah itu merupakan bukti bahwa bocah she Thio itu benar-benar sudah mampus?"

   Paras muka Han Lim Jie berubah merah padam, urat- uratnya menonjol keluar.

   "Binatang"

   Teriaknya dengan suara gemetar.

   "Jangan kau menghina Kauwcoe kami! Suatu hari Kauwcoe akan kembali dari luar lautan dan kamu semua kan mengenal kehebatannya."

   "Oh oh!...Oh begitu?"

   Kata Tan Yoe Liang sambil menyeringai.

   "Kalau begitu Thio Kauwcoemu menjelajahi lautan. Sekarang kutahu, ia tentu bermaksud untuk menjemput ayah angkatnya, Kim mo Say ong Cia Soen. Bukankah begitu?"

   Han Lim Jie terkesiap. Ia tahu bahwa ia sudah dijebak oleh musuh pintar itu. Sesudah diam sejenak, Tan Yoe Liang berkata pula dengan suara tawar.

   "Ilmu silat Thio Boe Kie memang boleh juga, Cuma mukanya muka pendek umur. Ada orang menghitung peruntungannya dan dia mengatakan bahwa bocah she Thio ini tidak akan hidup lebih lama dari tahun ini, permulaan"

   Tiba-tiba sebatang cabang pohon pek dipekarangan itu bergoyang, Boe Kie yang kupingnya sangat tajam segera mendengar suara napas manusia di cabang itu.

   Sesaat kemudian, suara napas itu hilang.

   Boe Kie tahu bahwa orang itu sudah mengatur jalan pernapasannya.

   "Dia sudah sembunyi lebih lama dari aku,"

   Pikirnya.

   "Sudah lama dia berada di situ tapi aku tidak mengetahuinya. Dia pasti memiliki kepandaian yang sangat tinggi."

   Sambil berpikir begitu ia mengawasi pohon pek itu.

   Diantara cabang dan daun yang rindang ia melihat ujung baju yang berwarna hijau.

   Orang itu bersembunyi di tempat yang sangat bagus dan warna pakaiannya sama dengna warna daun sehingga kalau Boe Kie tidak mempunyai mata yang luar biasa, ia tak akan bisa melihatnya.

   Sementara itu Han Lim Jie sudah membentak dengan penuh kegusaran.

   "Dusta! Thio Kauwcoe seorang yang berhati murah dan orang baik pasti akan dilindungi langit. Ia masih berusia muda ia pasti bisa hidup seratus tahun."

   Tan Yoe Liang menghela napas.

   "Tapi kau tahu bahwa didalam dunia sering terjadi kejadian luar biasa dan hati manusia sukar dijajaki,"

   Katanya.

   "Kudengar diseberang lautan ia kena tipu oleh orang jahat sehingga akhirnya ia dibinasakan oleh kerajaan Goan. Tapi kau tak usah merasa heran. Orang-orang yang pernah melihat wajah Thio Boe Kie sependapat bahwa bocah itu takkan hidup lebih lama dari tiga kali delapan puluh empat tahun"

   Mendadak perkataan Tan Yoe Liang terputus, sebab hampir bersamaan dengan bergoyangnya cabang pohon pek sosok tubuh manusia melayang turun ke bawah.

   "Thio Boe Kie disini!"

   Bentak orang itu.

   "Siapa kata aku sudah mati?"

   Seraya membentak begitu ia melompat masuk dan berdiri di tengah-tengah toa tian.

   Ciang pang Tiang-loo memapakinya dengan jambretan ke arah leher.

   Dengan gerakan yang sangat indah, orang itu berkelit.

   Ia ternyata seorang pemuda yang sangat tampan dengan mengenakan ikatan kepala empat segi dan baju warna hijau.

   Boe Kie terkesiap karena ia segera mengenal orang itu tak lain adalah Tio Beng yang menyamar sebagai pria.

   Bermacam perasaan memenuhi dadanya, kaget, gusar, cinta dan girang bercampur aduk menjadi satu.

   Tanpa terasa ia mengeluarkan seruan tertahan yang untung juga tak didengar oleh para pengemis yang sedang menumpahkan perhatian mereka kepada Tio Beng.

   Dulu diluar kuil Siauw lim sie, Tan Yoe Liang pernah bertemu muka dengan Boe Kie.

   Hal ini terjadi waktu Boe Kie masih kecil.

   Dalam jangka waktu belasan tahun Boe Kie sudah berubah banyak, baik muka maupun badannya sehingga ia tidak bisa mengenali lagi.

   Belakangan di pulau Leng coa to, ia bertemu lagi tapi waktu itu Boe Kie dan Tio Beng memakai kumis palsu dan menyamar sebagai orang- orang Kie keng pang.

   Maka itu pada hakikatnya Tan Yoe Liang tak tahu bagaimana rupa Thio Boe Kie sekarang.

   Soe Hwee Liong dan yang lain-lain lebih tak mengenalnya.

   Mereka hanya pernah mengetahui bahwa Kauwcoe baru dari Beng kauw seorang pemuda yang berusia kurang lebih dua puluh tahun dan yang berkepandaian sangat tinggi.

   Melihat cara berkelitnya Tio Beng lincah dan indah mereka tak ragu lagi.

   Tapi Tan Yoe Liang merasa sangsi sebab Tio Beng terlampau cantik untuk jadi seorang pria, usianya terlalu muda dan suaranya bukan suara lelaki.

   Maka itu ia segera membentak.

   "Thio Boe Kie sudah mampus! Siapa kau? Sungguh berani kau main gila terhadap kami!"

   "Binatang!"

   Bentak Tio Beng dengan gusar.

   "Perlu apa kau mencaci Thio Boe Kie? Thio Boe Kie mempunyai rejeki yang sebesar langit dan akan berusia seratus tahun. Sesudah manusia-manusia seperti kamu dikubur, ia masih bisa hidup delapan puluh tahun."

   Mendengar suara si nona yang bernada duka, jantung Boe Kie memukul keras. Apakah nada duka itu menunjuk rasa menyesal? Tapi ia segera menekan segala pikiran lain. "Perempuan kejam itu mana punya rasa menyesal?"

   Katanya dalam hati.

   "Boe Kie! Oh, Boe Kie! Mengapa kau begitu lemah? Mengapa hatimu masih harus diikat oleh manusia kejam itu?"

   Sementara itu Tan Yoe Liang bertanya pula dengan suara lebih sabar.

   "Siapa sebenarnya kau? Kau takkan bisa mendustai aku. Kau pasti bukan Thio Boe Kie."

   "Aku Thio Boe Kie dari Beng kauw,"

   Jawabnya. "Mengapa kau tangkap saudaraku? Lekas lepaskan. Dalam segala hal, aku yang bertanggung jawab."

   Mendadak terdengar suara tawa dingin.

   "Tio Beng Kauwnio,"

   Kata seseorang.

   "Orang lain bisa tak mengenal kau tapi aku mengenal kau. Orang lain bisa tak mengenal Thio Boe Kie tapi aku mengenalnya dengan baik. Lapor kepada Pangcoe bahwa perempuan itu dalah putrinya Jie Lam Ong. Dia bergelar Beng beng Koencoe dan mempunyai banyak orang pandai. Kita harus bersiap siaga."

   Orang yang melucuti topeng Tio Beng adalah Song Ceng Soe. Cia hoat Tiang-loo segera bersiul nyaring. "Ciang pang Tiang-loo!"

   Teriaknya.

   "Bawalah sejumlah saudara kita untuk menjaga diluar kelenteng. Hajar setiap musuh yang mau coba menerobos masuk."

   Ciang pang Tiang-loo segera mengiyakan.

   Dalam sekejap diempat penjuru terdengar teriakan- teriakan para pengemis yang bersiap untuk menyambut musuh.

   Paras muka Tio Beng agak berubah.

   Ia menepuk tangan dan dari atas tembok melayang turun dua orang.

   Mereka adalah Hian beng Jie loe Lok thung kek dan Ho pit ong.

   "Bekuk mereka!"

   Bentak Cia hoat Tiang-loo.

   Empat murid tujuh karung segera menerjang.

   Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Tapi mereka bukan tandingan Hian beng Jie lok.

   Dalam tiga jurus mereka sudah luka semua.

   Melihat itu Coan kang Tiang-loo segera turun ke arena dan menghantam Ho pit ong dengan pukulan yang mengeluarkan deru angin dahsyat.

   Boe Kie tahu bahwa pukulan itu adalah Kian liong Cay tian (melihat naga di sawah) dari Han liong Sip pat ciang (Delapan belas pukulan menakluki naga).

   Dulu di Peng hwee to, ia pernah mendengar keterangan dan melihat contoh dari pukulan itu yang diberikan oleh ayah angkatnya.

   Tapi ketika itu, ia masih belum bisa menangkap intisari pukulan tersebut.

   Sekarang ia merasa sangat kagum, ia tak sangka bahwa Hang liong Sip pat ciang sedemikian hebat dan si pengemis tua ternyata sudah mengalami dasar ilmu silat Kioe cie Sin kay Ang Cit Kong yang sangat tinggi itu.

   Ho pit ong tidak berani bermain lagi.

   Cepat-cepat ia menggunakan Hian beng Sin ciang dan memapaki telapak tangan si pengemis.

   Plaak! Kedua tangan beradu.

   Hian liong Sip pat ciang mengandung tenaga soen-kang (keras yang murni) sedang tenaga Hian beng Sin ciang bersifat Im jioe (dingin dan lemas).

   Kedua lawan itu sama-sama sudah berlatih puluhan tahun dan tenaga dalam mereka sama- sama sudah mencapai tingkat yang tinggi.

   Dalam bentrokan tangan yang pertama, kedua pihak kira-kira standing.

   Coan kang Tiang-loo merasa semacam hawa yang sangat dingin menerobos masuk ke lengan dari telapak tangan dan terus naik ke atas.

   Dilain pihak Ho pit ong merasa hawa dan darah bergolak-golak di dadanya.

   Ia terkejut dan mengawasi lawannya dengan mata mendelik.

   Ia mendapati kenyataan bahwa dengan paras muka pucat dan biji mata merah, pengemis itu dengan mengerahkan seluruh tenaganya untuk melawan hawa dingin yang dikirimnya.

   Ia merasa sangat girang.

   "Kukira hari ni aku bertemu lawan yang berat,"

   Katanya dalam hati.

   "Untung juga dia masih kalah setingkat."

   Ia segera mengambil keputusan untuk menyerang pula.

   Ia maju selangkah dan menghantam lagi dengan Hian beng Sin ciang yang tenaganya menyambar dari empat penjuru sehingga tidak dapat ditambah lagi.

   Coan kang Tiang-loo tidak bisa berbuat lain daripada menyambut lagi dengan pukulan Hang liong Sip pat ciang.

   Biarpun tenaga kedua lawan kira-kira setara, sifat tenaga mereka agak berbeda.

   Ciang hoat Coan kang Tiang-loo adalah warisan Ang Cit Kong dan merupakan ilmu yang murni bersih sedang Hian beng Sin ciang Ho pit ong mengandung hawa dingin yang beracun.

   Dalam Lweekang, kedua belah pihak sama-sama kuat.

   Tapi setiap kali tangan mereka beradu, Coan kang Tiang-loo harus menggunakan sebagian tenaganya untuk mengusir hawa dingin yang beracun itu sehingga dengan demikian ia harus menggunakan lebih banyak tenaga daripada lawannya.

   Oleh karena itu, sesudah beradu tangan tiga kali si pengemis tua segera jatuh dibawah angin.

   Disudut lain toa tian, dengan menggunakan tongkat tanduk menjangan, Lok thung kek melawan Cia hoat Tiang-loo dan Ciang poen Liong-tauw.

   Meskipun dikerubuti, jagonya Tio Beng tidak jadi keteter dan terus berkelahi dengan hati mantap.

   Dengan rasa kuatir Ciang pang liong tauw memperhatikan keadaan Coan kan Tiang loo.

   Kawan itu sudah menyelami duabelas antara delapanbelas pukulan Hang liong Sip pat ciang dan dalam kalangan Kay-pang, ia memiliki lweekang yang paling kuat.

   Mengapa ia keteter? Sesudah tujuh kali beradu tangan, napasnya tersengal- sengal dan ia kelihatannya sudah payah sekali.

   Ciang pang liong tauw tahu, bahwa biasanya Coan kang Tianglo tak suka dibantu orang.

   Tapi kini ia menghadapi kekalahan.

   Dari pada kalah atau binasa, lebih baik disela orang sebagai tukang keroyok, pikir Ciang pang Liong tauw.

   Memikir begitu, ia lantas saja menyabet Ho Pit Ong dengan tongkat bambunya.

   Walaupun pukulan itu belum bisa direndengi dengan Tah kauw Pang hoat (Ilmu Tongkat memukul anjing yang hanya boleh dimililiki Pangcoe dari Kay pang), tapi di dalam kalangan Partai Pengemis terdapat serupa kebiasaan, bahwa orang yang bersenjata tongkat selalu berkepandaian tinggi.

   Di dalam Kay pang, Ciang pang Liong tauw memang salah seorang jago utama.

   Begitu ia turun tangan, Coan kang Tiangloo bisa bernafas lega dan mereka lalu mendesak Ho Pit Ong sehebat2nya.

   Sesudah Hian beng Jie loo turun, Tio Beng sendiri sebenarnya ingin melarikan diri.

   Tapi ia keburu dicegat Tan Yoe Liang yang menyerang dengan pedangnya.

   Di waktu singkat si nona segera mengeluarkan pukulan2 terhebat dari beberapa partai yang didapatinya di Ban hoat sie.

   Bagaikan kilat ia mengirim serangan berantai yang pertama pukulan dari Hwa san Kiam hoat, yang kedua dari Koen loen Kiam hoat, yang ketiga dari Kong tong Kiam Hoat.

   Tikaman keempat yang menyusul adalah Hang mo Toa koe sit dari Go bie pay.

   Tan Yoe Liang kaget tak kepalang dan dalam kagetnya, ia tak keburu menyambut sambaran pedang.

   Seperti anak panah, pedang Tio Beng meluncur ke hulu hati Tapi, pada detik ujung pedang menyentuh dada, terdengar suara "trang!"

   Dan pedang nona Tio terpukul ke samping.

   Orang yang menolong adalah Song Ceng Soe.

   Di lain saat, Tio Beng sudah dikerubuti.

   Semua kejadian itu tidak terlepas dari mata Boe Kie.

   Ia memperhatikan serangan2 Song Ceng Soe yang menggunakan Boe tong Kiam hoat dan ternyata pemuda itu telah dapat menyelami pelajaran yang diturunkan oleh ayahnya.

   Sementara itu, saban ada lowongan, Tan Yoe Liang menyerang dari samping dengan pukulan pukulan Siauw lim.

   Dengan demikian, meskipun mengenal macam2 ilmu silat, dalam pertempuran jangka panjang, perlahan tapi tentu, Tio Beng keteter.

   Boe Kie jadi bingung tercampur heran.

   "Mengapa ia menggunakan pedang biasa?"

   Tanyanya di dalam hati.

   "Kalau menggunakan Ie thian kiam, ia segera bisa meloloskan diri."

   Waktu itu nona Tio mengenakan pakaian yang tipis dan pas betul pada tubuhnya, sehingga dapat dilihat bahwa ia menyoren pedang mustika itu di pinggangnya. Sesudah kebingungan beberapa saat, Boe Kie menegur dirinya sendiri.

   "Boe Kie! Ah, Boe Kie! Kau benar gila! Perempuan siluman itu telah membinasakan Piaw moay. Aku seharusnya merasa girang kalau Song Ceng Soe berhasil membunuh dia. Mengapa aku jadi bingung? Ini membuktikan, bahwa aku masih belum bisa melepaskan dia. Ah aku bukan saja harus merasa bersalah terhadap Piauw moay, tapi juga terhadap Giehoe dan Cie Jiak." Tak lama kemudian, beberapa jago Kay pang lain turun ke gelanggang, sedang pihak Tio Beng tidak mendapat bantuan. Melihat keadaan tidak baik, Lok Thung Kek berseru.

   "Koencoe Nio nio! Ho Heng tee! Mundur ke pekarangan luar dan menyingkir!"

   "Baiklah,"

   Kata Tio Beng.

   "Manusia she Tan itu telah mencuci Thio Kongcoe. Aku merasa sangat tidak senang. Sebelum mundur kamu harus hajar padanya."

   "Nio nio mundur saja lebih dahulu,"

   Kata Lok Thung Kek.

   "Serahkan bocah itu kepada kami."

   "Han Lim Jie setia terhadap Thio Kongcoe,"

   Kata pula nona Tio.

   "Kamu harus menolong dia."

   "Baik! Sesudah Nio nio mundur, kami akan menolongnya,"

   Jawab si kakek.

   Pertempuran terus berlangsung dengan hebatnya.

   Tanpa mengeluarkan sepatah kata, Soe Hwee Liong berdiri menonton di satu pojok.

   Mendengar pembicaraan antara Tio Beng dan Hian beng Jie loo, Coan kang dan Cie hoat segera berteriak teriak, memberi perintah kepada kawanan pengemis untuk mencegat di empat penjuru.

   Mendadak Hian beng Jie loo meninggalkan lawannya dan dengan kecepatan kilat, dia menyerang Soe Hwee Liong.

   Perubahan itu tak diduga2 dan meskipun berkepandaian tinggi, Soe Hwee Liong takkan bisa menyambut serangan kedua kakek itu yang dikirim dengan sepenuh tenaga.

   Tapi, sebab belum takdirnya mati, seorang penolong sudah bersiap sedia.

   Mendengar pembicaraan Tio Beng dan kedua jagonya, Tan Yoe Liang yang sangat pintar sudah menduga bakal adanya serangan itu.

   Ia segera mendekati Soe Hwee Liong.

   Pada detik yang sangat berbahaya, ia mendorong pundak Soe Hwee Liong ke belakang patung Bie lek Hoed, sehingga pukulan Jie loo jatuh di patung itu lantas pecah, pecahnya muncrat berhamburan dan patung itu sendiri bergoyang-goyang.

   Ho Pit Ong maju setindak, menghantam dan mendorong patung yang sangat besar itu lantas saja roboh terguling.

   Keadaan jadi kalut semua orang melompat minggir supaya tak tertimpa.

   Dengan menggunakan kesempatan itu, Tio Beng segera kabur ke pekarangan depan dengan dikejar oleh Song Ceng Soe dan Ciang pang Liong tauw.

   Selagi nona mau melompati pintu tiga batang tongkat menyambar kakinya.

   Tio Beng mencelos batinnya ia digencet dari belakang dan dari depan.

   Dengan mati matian ia berhasil mengalihkan dua tongkat yang menyambar lebih dulu, tapi tongkat ketiga mampir tepat pada kakinya sehingga tanpa ampun lagi ia ambruk di lantai.

   Song Ceng Soe merangsek membalik pedangnya dan memukul kepala si nona dengan gagang pedang untuk menangkapnya hidup- hidup.

   Pada saat saat yang berbahaya, mendadak tongkat bambu Ciang pang Liong tauw berkelebat dan menangkis pedang Song Ceng Soe dan dengan berbareng satu bayangan manusia melompat keluar dari atas tembok, dengan kecepatan yang sukar dilukiskan.

   Song Ceng Soe menengok kepada Ceng pang Liong Tauw dan bertanya dengan suara mendongkol.

   "Mengapa kau lepaskan dia?"

   "Perlu apa kau pukul tongkatku?"

   Si pengemis balas tanya dengan mata melotot. "Eeh! Bukankah kau yang pukul gagang pedangku? Mengapa" "Jangan rewel! Lekas kejar!"

   Mereka segera melompati tembok. Di luar, di kaki tembok, mereka bertemu dengan seorang murid tujuh karung yang patah kakinya dan tidak bisa bediri lagi. Mereka segera menghampiri tujuh delapan pengemis yang menjaga diluar kelenteng.

   "Kemana larinya perempuan siluman itu?"

   Tanya Cia pang Liong tauw. "Perempuan yang mana? Kami tak melihat manusia lain,"

   Jawab seorang. Ciang pang Liong tauw gusar tak kepalang.

   "Apa kamu buta?"

   Bentaknya.

   "Terang terangan perempuan itu melompat keluar dari tembok sana."

   Sambil membangunkan pengemis yang patah kakinya, seorang murid enam karung berkata.

   "Barusan toako inilah yang melompat keluar. Kami tak lihat orang lain."

   Ciang pang Liong tauw menggaruk garuk kepalanya yang tidak gatal.

   "Mengapa kau melompati tembok?"

   Tanyanya. "Aku aku ditangkap dan dilemparkan,"

   Jawab si murid tujuh karung sambil menahan sakit.

   "Perempuan siluman itu mempunyai ilmu yang sangat aneh."

   Dengan paras muka gusar Ciang pang Liong tauw mengawasi Song Ceng Soe.

   "Mengapa kau pukul tongkatku? Apa maksudmu? Baru saja masuk ke dalam Kay pang, kau sudah coba-coba main gila."

   Soe Ceng Soe meluap darahnya, tapi sebisa bisa ia menahan hawa marahnya.

   "Selagi teecoe memukul kepala perempuan siluman itu, Liong tauw toako menangkis senjataku, sehingga siluman itu bisa melarikan diri,"

   Jawabnya. "Omong kosong!"

   Bentak si pengemis tua.

   "Perlu apa aku menangkis gagang pedangmu? Sudah beberapa puluh tahun aku mengabdi di dalam partai dan karena jasa jasaku aku sekarang menduduki kursi Ciang pang Liong tauw. Apa kau mau mengatakan bahwa aku sengaja membantu orang luar? Sekarang aku tanya. Sebab apa kau tidak menggunakan ujung pedang untuk menikam dia dan berlagak memukul dengan gagang pedang? Huh.. huh!.. mataku belum lamur, tak dapat kau memperdayai aku."

   Dalam Boe tong pay, biarpun kedudukan Soe Ceng Song hanyalah murid turunan ketiga tapi sebab orang orang Boe tong tahu, bahwa dia adalah calon Ciang boen jin maka mereka sangat mengindahkannya.

   Bahwa kau Jie lian Cioe, Thio Song Kee dan yang lain lain yang masih pernah paman berlaku sungkan kepadanya.

   Atas tekanan Tan Yoe Liang ia terpaksa masuk ke dalam Kay pang.

   Di luar dugaan pada hari pertama, ia sudah dicaci orang.

   Ia adalah seorang yang beradat tinggi dan meskipun ia tahu, bahwa Ciang pang Liong tauw mempunyai kedudukan tinggi, ia tidak bisa menahan sabar lagi.

   "Perkataan main gila adalah tuduhan membuta tuli,"

   Katanya dengan bernafsu.

   "Liong tauw toako mesti bisa membuktikan tuduhan itu. Terang- terang kau yang menangkis gagang pedangku. Di siang hari bolong belum tentu tak ada yang lihat."

   Dengan berkata begitu, Song Ceng Soe balas menuduh, bahwa si pengemislah yang sudah main gila dan sengaja melepaskan Tio Beng. Ciang pang Liong tauw adalah seorang berangasan. Mana bisa ia menelan hinaan itu? "Binatang!"

   Bentaknya.

   
Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Kau tidak mengindahkan orang yang lebih tua. Apakah di tempat ini kau masih mau mengandalkan pengaruh Boe tong pay?"

   Seraya berkata begitu, ia menghantam kepala Song Ceng Soe dengan tongkatnya.

   Dalam kegusarannya, ia menggunakan tenaga dalam yang dahsyat.

   Song Ceng Soe segera menangkis tanpa sungkan sungkan lagi.

   Tongkat itu meskipun terbuat daripada bambu sangat ulet dan keras dan babatan pedang tidak dapat memutuskannya.

   Begitu kedua senjata beradu, Song Ceng Soe merasa telapak tangannya terbeset.

   Ia kaget, si pengemis ternyata mempunyai Lweekang yang sangat kuat dan lebih unggul daripada tenaga dalamnya.

   Di lain pihak, si pengemis merasa lengannya kesemutan.

   Ia juga terkejut, sebab ia tak duga pemuda itu memiliki Lweekang yang sedemikian kuat.

   "Bocah she Song!"

   Bentaknya.

   "Berani sungguh kau melawan aku. Apakah kau suruhan musuh untuk menjadi mata mata di sini?"

   Sambil mencaci ia menghantam lagi. Tiba tiba seseorang melompat keluar dan menangkis pukulan itu.

   "Liong tauw toako sabar dulu,"

   Katanya. Orang itu adalah Tan Yoe Liang. "Tan Heng tee, aku minta kau menimbang urusan ini,"

   Kata Ciang pang Liong tauw. "Mana si perempuan siluman?"

   Tanya Tan Yoe Liang. "Dilepaskan oleh dia,"

   Kata Ciang pang Liong tauw sambil menuding Song Ceng Soe. "Bukan aku, dia yang melepaskannya,"

   Balas Song Ceng Soe.

   Selagi mereka bertengkar, Hian beng Jielo sudah menerobos keluar.

   Melihat Tio Beng tidak berada di luar kelenteng, mereka tahu bahwa sang majikan sudah meloloskan diri dan hati mereka jadi lega dan lebih mantep.

   Sambil tertawa nyaring, mereka menyerang pula dengan sekuat tenaga.

   Dengan sekali jurus empat murid Kay pang roboh di tanah.

   Waktu Coan kang Cie hoat dan Ciang boen memburu keluar mereka sudah kabur jauh dan hanya terdengar suara tertawa mereka yang membangunkan bulu roma.

   Ciang pang Liong tauw berjingkrak bahna gusarnya.

   "Uber!"

   Teriaknya. "Jangan!"

   Cegah Tan Yoe Liang.

   "Liong tauw Toako, musuh mungkin menyembunyikan pasukan yang kuat di sepanjang jalan."

   Si pengemis mendusin.

   "Benar,"

   Katanya.

   "Mengapa aku begitu tolol? Musuh pasti datang kemari dalam jumlah yang besar. Dua orang saja sudah sukar dilawan."

   Ia merasa berterima kasih terhadap Tan Yoe Liang dan kegusarannya terhadap Song Ceng Soe pun agak mereda.

   Sementara itu Cie hoat Tiangloo menghitung kerusakan pada pihaknya.

   Sebelas orang mati dalam tangan Hian beng Jieloo, tujuh orang terluka berat dan delapan sembilan orang luka karena tertimpa patung Bie lek hoed.

   Ia segera memerintahkan orang untuk menolong yang luka dan memerintahkan Ciang poen Liong tauw memeriksa di seputar kelenteng dengan membawa sejumlah murid.

   Sekarang marilah kita menengok Tio Beng.

   Sebagaimana diketahui, dengan rasa kuatir Boe Kie memperhatikan segala gerak geriknya.

   Waktu Seng Ceng Soe membalik pedangnya dan memukul kepala si nona dengan gagang senjata itu, hati Boe Kie mencelos.

   Pukulan itu bisa enteng, bisa berat.

   Kalau enteng, nona Tio akan pingsan.

   Jika berat, jiwanya melayang.

   Pada detik yang sangat berbahaya, tanpa memikir panjang panjang lagi ia melompat turun dan mendorong tongkat Ciang pang Liong tauw supaya menangkis gagang pedang yang menyambar.

   Dalam dorongan itu, ia menggunakan Kian koen Tay lo ie.

   Selama berdiam beberapa bulan di pulau kecil, ia mempelajari dan melatih diri dalam ilmu yang tertera pada Seng hwee leng yang diterjemahkan Siauw Ciauw.

   Ia mendapat kemajuan pesat dan sekarang kepandaiannya sepuluh kali lipat lebih tinggi daripada yang dimiliki oleh Samsoe dari Persia.

   Maka itu dorongannya tadi bahkan tak diketahui oleh tokoh tokoh yang berilmu tinggi seperti Ciang peng Liong tauw dan Tan Yoe Liang.

   Ciang pang Liong tauw menduga bahwa Song Ceng Soe sengaja memukul tongkatnya, sedang Song Ceng Soe menduga, bahwa si pengemis yang sengaja menangkis senjatanya.

   Pada saat kagetnya kedua musuh, Boe Kie menjambret seorang pengemis tujuh karung dan melemparkan keluar tembok sehingga dengan demikian, karena melihat berkelebatnya bayangan manusia, Ciang pang Liong tauw dan Tan Yoe Liang menduga bahwa Tio Beng sudah melarikan diri dengan melompati tembok.

   Sementara itu, sambil mendukung si nona bagaikan kilat Boe Kie melompat ke atas dan hinggap di atap toa tian.

   Pada waktu itu ilmu mengentengkan badan Boe Kie sudah mencapai puncak tertinggi.

   Ia melompat seperti terbangnya seekor burung.

   Ada beberapa hal yang menguntungkan Boe Kie sehingga lompatannya tak dilihat orang.

   Pertama waktu itu sudah lewat lohor dan segala apa yang berada di bawah matahari tak terlihat bayangannya lagi.

   Kedua para pengemis sedang memburu keluar, sehingga biarpun ada beberapa orang yang merasa ada sesuatu yang lewat di dalam, mereka tidak menghiraukan.

   Ketiga, di sekitar toa tian masih penuh debu yang melayang di udara sebagai akibat dari robohnya patung Bie lek hoed.

   Keempat keadaan sedang kalut dan kelima tokoh tokoh yang berkepandaian tinggi sudah memburu keluar untung mengepung Hian beng Jie loo dan membekuk Tio Beng.

   Inilah beberapa yang membikin Boe Kie bisa menolong Tio Beng tanpa diketahui oleh siapapun juga.

   Selagi badannya melayang di tengah udara dengan didukung lengan yang kuat, Tio Beng membuka matanya.

   Ia terkesiap karena penolong tadi yang alisnya tebal dan mukanya tampan, bukan lain daripada Boe Kie.

   Ia hampir tak percaya matanya sendiri.

   "Kau!"

   Serunya dengan suara parau.

   Buru buru Boe Kie mendekap muka si nona.

   Ia mengawasi ke bawah.

   Di kiri kanan di depan di belakang kelenteng penuh dengan murid2 Kay pang.

   Walaupun begitu, kalau mau, ia masih bisa meloloskan diri.

   Tapi, sesudah mengetahui adanya perundingan Kay pang untuk menjatuhkan Beng kauw dan masuknya Song Ceng Soe ke dalam partai pengemis, ia bertekad untuk menyelidiki hal itu sampai seterang terangnya! Ia tak boleh pergi dengan begitu saja.

   Di samping itu dalam pertengkaran antara Ciong pang Liong tauw dan Song Ceng Soe, kedua mata si pengemis mengeluarkan sinar yang ganas dan terdapat kemungkinan bahwa pengemis itu tak merasa segan untuk turunkan tangan jahat.

   Lain pertimbangan yang menahan perginya Boe Kie adalah Han Lim Jie yang masih tertawan.

   Pembantu yang setia itu harus ditolong.

   Memikir begitu ia mengambil keputusan untuk masuk pula dan bersembunyi di ruangan toa tian.

   Ia merangkak ke pinggir genteng menggaet payon dengan kedua kakinya dan kemudian dengan sekali melompat ia sudah berada di belakang sebuah patung Buddha some parts missing here Loe Hwee Liong, Coan kang, Cie hoat Thiang Boo dan yang lain lain sudah memburu keluar sedang ruangan toa tian hanya terdapat beberapa pengemis yang terluka karena tertimpa patung Bie lek boat.

   Han Lim Jie sendiri tidak kelihatan mata hidungnya.

   Ia mengawasi ke seputarnya, tapi untuk beberapa saat, ia masih belum mendapatkan tempat yang cocok untuk menyembunyikan diri.

   Tiba tiba T io Beng menyentuh tangannya dan menuding sebuah tambur besar.

   Tambur itu ditaruh di atas tempat menaruh tambur yang tingginya setombak lebih dan berhadap hadapan dengan sebuah lonceng besar.

   Boe Kie lantas saja mendusin.

   Dengan mepet mepet di pinggir tembok, ia pergi ke belakang tambur.

   Sambil meloncat ke atas, jari tangannya menggores kulit.

   "Pret!"

   Kulit kerbau yang tebal robek seperti gores pisau.

   Dengan berdiri di la pangan kayu, ia menggores lagi dengan jerijinya dan membuat robekan garis silang.

   Sesudah itu, sambil menduking Tio Beng ia masuk ke dalamnya.

   Tambur itu tambur tua.

   Di antara debu dan bau apak, Boe Kie mengendus wewangian yang keluar dari badan si nona.

   Tambur itu cukup besar, tapi kedua orang yang bersembunyi di dalamnya bergerakpun tak bisa lagi.

   Dengan hati berdebar debar, si nona bersandar di dada Boe Kie.

   Perasaan pemuda itu sendiri sukar dilukiskan.

   Rasa benci sakit hati, gusar duka dan rasa cinta tercampur menjadi satu.

   Ia mau mencaci, tapi dengan di kelilingi musuh ia tidak bisa membuka suara.

   Tiba tiba ia mendusin, bahwa kepala si nona bersandar pada dadanya.

   Ia kaget dan mendorong keras keras.

   Tio Beng gusar dan menyikut dadanya.

   Dengan ilmu memindahkan tenaga memukul tenaga, Boe Kie menghantam balik, sehingga si nona kesakitan, hampir hampir ia berteriak kalau mulutnya tidak keburu didekap Boe Kie.

   Beberapa saat kemudian, terdengar suara Cie hoat Tiangloo.

   "Melaporkan kepada Pangcoe ia mengatakan bahwa musuh telah meloloskan diri. Karena ketololanku, aku tak bisa menyerahkan musuh kepada Pangcoe, untuk kedosaaan itu, aku mohon Pangcoe suka memaafkan."

   "Sudahlah!"

   Kata Soe Hwee Liong. Musuh berkepandaian sangat tinggi. Hal itu disaksikan oleh semua orang. Cie hoat Tiangloo tak usah berlaku terlalu sungkan."

   "Terima kasih Pangcoe,"

   Kata Cie hoat.

   Sesudah itu Ciang pang Liong tauw segera mengadu bahwa Song Ceng Soe sudah sengaja melepaskan Tio Beng dan pemuda itu lalu membela diri serta balas menuduh.

   Mereka lantas saja bertengkar dan suasana menjadi tegang.

   "Sin Heng tee, bagaimana pendapatmu?"

   Tanya Soe Hwee Liong. "Melaporkan kepada Pangcoe, bahwa Ciang pang Liong tauw adalah tetua partai kita dan ia tentu tidak berdusta,"

   Jawabnya.

   "Tapi Song heng tee pun masuk ke dalam partai kita dengan setulus hati, lebih lagi wanita siluman itu musuhnya. Menurutku perempuan she Tio itu memiliki kepandaian luar biasa dan dengan ilmu meminjam tenaga memukul tenaga, ia mendorong tongkat Liong tauw untuk menangkis gagang pedang Song heng tee. Dalam kekalutan, kedua belah pihak jadi salah mengerti."

   Di dalam hati Boe Kie memuji Tan Yoe Liang. Dia sungguh pintar. Tanpa menyaksikan kejadiannya, dia sudah bisa menebak tanpa meleset jauh. "Benar,"

   Kata Soe Hwee Liong.

   "Saudara saudara, kalian berdua bertujuan sama yaitu mengabdi kepada partai kita. Maka itu, kalian hendaknya jangan jadi bermusuhan karena hal yang remeh ini."

   Ciang pang Liong tauw manggut manggutkan kepalanya dan berkata dengan suara mendongkol.

   "Biarpun dia" "Song heng tee,"

   Memutus Tan Yoe Liang.

   "Liong tauw Toako seorang yang berkedudukan tinggi. Biarpun ia menyalahkan kau, kau harus menerimanya dengan segala senang hati. Hayo, lekas minta maaf."

   Dengan apa boleh buat Song Ceng Soe maju setindak dan menjura. Liong tauw Toako,"

   Katanya.

   "Siauwtee bersalah dan mohon Toako suka memaafkan."

   Meskipun masih bergusar, si pengemis tak bisa lagi mengumbar napasnya. Ia mengeluarkan suara di hidung dan berkata.

   "Ya, sudahlah!"

   Biarpun menggunakan kata kata yang kedengarannya seperti menegur Song Ceng Soe, pada hakekatnya Tan Yoe Liang mempersalahkan si pengemis tua.

   Ia mengatakan bahwa Tio Beng mendorong tongkat Liong tauw Toako untuk menangkis gagang pedang Song hengtee dan bahwa Liong tauw Toako seorang yang berkedudukan tinggi.

   Biarpun ia menyalahkan kau, kau harus menerimanya dengan segala senang hati.

   Perkataan2 itu sebenarnya menyindir Ciang pang Liong tauw dan sindiran itu dimengerti oleh para Tiangloo.

   Tapi sebab Tan Yoe Liang sangat disayangi oleh Pangcoe, maka tak seorangpun berani membuka suara.

   "Tan Hengtee,"

   Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Kata Soe Hwee Liong.

   "Puterinya Jie lam ong, Mo kauw adalah musuh kerajaan Goan. Tapi mengapa Koen coe Nio nio itu berbalik membela si iblis kecil Thio Boe Kie?"

   Tan Yoe Liang berpikir, tapi sebelum ia menjawab, Ciang pang Liong tauw sudah mendahului.

   "Kulihat Koen coe Nio nio itu sangat bergusar mendengar Tan Hengtee mencaci Kiauwcoe dari Mo kauw, dia seperti juga mendengar cacian terhadap ayah atau saudara kandungnya sendiri. Hal ini sungguh sungguh membikin orang tidak mengerti."

   "Ku tahu sebabnya,"

   Kata Song Ceng Soe.

   "Biarpun Mo kauw musuh kerajaan, Beng koencoe mencintai Thio Boe Kie. Bahwa dia selalu melindungi bocah itu bukanlah hal yang heran."

   Para pengemis terkejut banyak.

   Boe Kie sendiri merasa sangat jengah dan jantungnya memukul lebih keras.

   Tio Beng memutar kepalanya dan mengawasi pemuda itu.

   Di dalam tambur sangat gelap, tapi dengan kedua matanya yang luar biasa, Boe Kie bisa melihat sinar mata si nona yang mengeluarkan sorot mencintai.

   Tanpa merasa ia memeluk lebih keras.

   Mendadak, di depan matanya terbayang In Lee yang binasa secara mengenaskan.

   Mendadak pula, rasa cintanya yang baru muncul berubah menjadi rasa benci dan ia memijit lengan Tio Beng dengan penuh kegusaran.

   Meskipun pijitan itu tidak disertai tenaga dalam yang kuat, si nona merasakan kesakitan luar biasa.

   Dengan menggigit gigi ia menahan sakit dan air matanya mengalir turun di kedua pipinya.

   Boe Kie mengeraskan hati dan tidak memperdulikannya.

   Sementara itu, Tan Yoe Liang sudah bertanya.

   "Bagaimana kau tahu? Apa benar ada hal yang sedemikian aneh?"

   "Memang benar,"

   Jawab Song Ceng Soe dengan nada membenci.

   "Bocah Thio Boe Kie bukan pemuda tampan, mukanya biasa saja, tapi ia mempunyai ilmu siluman sehingga banyak sekali wanita lupa daratan."

   Cie hoat Tiangloo manggut manggutkan kepalanya.

   "Tak salah.

   Di dalam Mo kauw memang terdapat serupa ilmu untuk memelet wanita.

   Bukankah Kie Siauw Hoe dari Go bie pay sudah celaka karena dipelet siluman Yo Siauw? Thio Coei San, ayah Thio Boe Kie, menurut pendapatku, dengan ilmu iblis, siluman kecil itu sudah merusak kehormatan Beng2 Koencoe, sehingga ibarat beras sudah menjadi nasi dan Beng beng Koencoe tidak bisa menolong dirinya lagi."

   Semua pengemis lantas saja berteriak teriak mencari Boe Kie yang dinamakan sebagai manusia keji dan kotor. "Semua orang gagah harus berusaha untuk menyingkirkan manusia itu dari dunia,"

   Kata Coan kang Tiangloo dengan suara menyeramkan.

   "Kalau dia dibiarkan hidup terus, entah berapa banyak wanita suci akan celaka dalam tangan penjahat cabul itu."

   Boe Kie merasa dadanya menyesak.

   Untuk menahan amarahnya, badannya bergemetar.

   Sampai pada detik itu ia masih jadi jejaka yang suci tapi sering sungguh ia dimaki sebagai penjahat cabul.

   Ia benar benar penasaran, tapi tak dapat ia mencaci segala tuduhan itu.

   Ia terutama bergusar sebab dikatakan sudah mencemarkan kesuciannya Tio Beng.

   Tiba tiba ia terkesiap.

   "Celaka!"

   Ia mengeluh di dalam hati.

   "Kalau orang tahu aku bersembunyi disini berdua dua, biarpun bersumpah berat, orang takkan percaya kebersihanku."

   "Sesudah jatuh ke dalam tangan penjahat cabul itu, Cioe Cie Jiak Kouwnio mungkin tak dapat mempertahankan lagi kesuciannya,"

   Kata pula Cong kang Tiangloo. "Song heng tee, kau tak usah jengkel. Kami pasti akan merebut pulang isterimu yang tercinta. Peristiwa Kie Siauw Hoe pasti tidak akan terulang."

   "Benar,"

   Menyambut Cie hoat Tiangloo.

   "Perkataan Toako benar sekali. Dahulu Boe tong pay tidak bisa membantu In Lie Heng dan sekarang partai itu juga tidak bisa membantu Song Ceng Soe. Sekarang Song heng tee sudah masuk ke dalam Kay pang. Apabila kita tidak bisa membela sakit hatinya dan tidak bisa mewujudkan angan angannya, perlu apa dia menjadi murid enam karung dari partai kita, sedang di dalam Boe tong pay ia seorang calon Ciang boen jin?"

   Sekali lagi para pengemis berteriak teriak, mencaci Boe Kie habis habisan. Tio Beng menempelkan bibirnya di kuping Boe Kie dan berbisik.

   "Ah! kau penjahat cabul!"

   Bisiknya bernada gusar, duka dan cinta, sehingga jantung Boe Kie kembali berdebar2. "Kalau dia tidak begitu kejam, aku sungguh beruntung jika bisa menikah dengannya,"

   Katanya di dalam hati. Sementara itu dengan suara perlahan Song Ceng Soe menghaturkan terima kasih kepada pengemis yang mau membela dirinya. Cie hoat Tiangloo adalah seorang yang sangat berhati hati dan ia bertanya pula.

   "Song heng tee, apakah kau tahu cara bagaimana Beng beng Koencoe dipincuk si penjahat cabul?"

   "Latar belakangnya kutak tahu,"

   Jawabnya.

   "Aku hanya tahu, Beng beng koencoe pernah menyateroni Boe tong san dengan pemimpin sejumlah jago jago untuk menangkap Thay soehoe. Tapi begitu bertemu dengan si penjahat, ia segera mengundurkan diri, sehingga bencana itu dapat dielakkan. Selama dua puluh tahun lebih Sam soesiok Jie Thay Giam bercacat. Beng beng koencoe lalu menghadiahkan serupa obat kepada si penjahat sehingga Sam soesiok menjadi sembuh."

   Itulah kata Cie hoat Boe tong pay adalah paku di mata kerajaan Goan.

   Kalau Beng beng koencoe tidak terpincuk ia tentu tak akan menyerahkan obat kepada si penjahat.

   Dilihat begini biarpun wataknya jahat, penjahat itu telah membuang budi kepada Thay soehoemu dan para pamanmu."

   "Ah!"

   Tiba tiba Tan Yoe Liang berseru.

   "Melaporkan kepada Pangcoe, bahwa sesudah mendengar pembicaraan tadi, aku sekarang mempunyai serupa tipu yang bisa menaklukan penjahat cabul itu. Dengan tipu ini, seluruh Mo kauw dari atas sampai bawah akan menuruti perintah partai kita!"

   Soe hwee Liong kegirangan.

   "Tan Heng tee, lekas beritahukan tipumu itu!"

   Katanya. "Disini terlalu banyak orang,"

   Kata Tan Yoe Liang. "Biarpun kita berada di antara saudara saudara sendiri, aku masih berkuatir, kalau kalau rahasia besar ini menjadi bocor."

   Keadaan di toa tian berubah sunyi.

   Beberapa saat kemudian terdengar tindakan kaki belasan orang yang keluar dari ruangan itu sehingga yang ketinggalan hanyalah beberapa tokoh terpenting dari Kay pang.

   "Rahasia ini harus dijaga baik baik jangan sampai bocor,"

   Kata Tan Yoe Liang. Song Heng tee kedua Liong tauw Toako, mari kita periksa di atas, di depan dan di belakang kelenteng untuk memastikan bahwa tak ada orang luar yang mencuri dengar pembicaraan kita."

   Ciang pang dan Ciang poen Liong tauw segera melompat ke atas genteng, sedang Tan Yoe Liang dan Song Ceng Soe memeriksa seluruh toa tian, di depan dan di belakang kelenteng.

   

Pengelana Rimba Persilatan -- Huang Yi Bunga Pedang Embun Hujan Kanglam -- Khu Lung Legenda Kematian -- Gu Long

Cari Blog Ini