Pendekar Satu Jurus 10
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL Bagian 10
Pendekar Satu Jurus Karya dari Gan K L
Sambil menarik Hui Giok menuju ke perkampungan ia berkata lebih jauh.
"Mari kita berjalan sambil bercerita, mungkin setiba di kamarku nanti kisah inipun sudah selesai."
Dia memang cermat dan selalu bertindak hati-hati, hangat terhadap kawan ia berharap agar Hui Giok bisa menduduki kursi Lok-lim-cong-piaupacu wilayah Kanglam secara lancar agar semua penghinaan yang pernah dialaminya bisa terlampiaskan.
Sebaliknya bagi Hui Giok, dia hanya terdorong oleh rasa ingin tahu dia berharap rekannya dapat cepat-cepat menuturkan kisahnya itu, sedang mengenai persoalan lam boleh dibilang tak pernah dipikirnya.
Begitulah setelah berdehem Go Beng-si pun mulai berkisah "Dulu, sebelum menjadi suami istri Kim tong-giok li adalah saudara misan, mereka di besarkan dalam keluarga persilatan di daerah Kanglam, meski dunia persilatan pada waktu itu banyak terjadi peristiwa besar, tapi keluarga persilatan ini tidak bekerja sebagai pengawal barang, tidak memasuki kalangan pemerintah juga tidak berbaur dengan orang dan golongan hitam, mereka tak pernah mencampuri soal dendam kesumat atau bunuh membunuh yang sering terjadi di dunia persilatan, kehidupan mereka sangat tenang dan di kampung mereka hanya membuka suatu perguruan kecil menerima murid dan menurunkan ilmu!"
Setelah berhenti sebentar iapun melanjutkan.
"Kepala keluarga persilatan mi tak lain adalah kakeknya Kim-tong waktu mudanya ia pernah berkelana juga di dunia persilatan dengan sebilah golok emas, dengan ilmu golok warisan keluarganya kakak Kim-tong itu pernah mendapat nama yang tak kecil di dunia Kangouw tetapi selanjutnya ia mengasingkan diri dan tak pernah mencampuri urusan dunia persilatan lagi, semenjak kecil Kim tong amat cerdik dan berbakat bagus, lagi pula merupakan cucu paling muda dan kakek itu, tak heran kalau ia amat disayang dan dimanja oleh kakeknya."
Sudah banyak Go Beng-si bercerita tapi yang dikisahkan tak lebih cuma kejadian yang umum ini membuat Hui Giok tak sabar dia menyela "Eh ada baiknya kau bercerita secara ringkas saja!"
Go Beng-si tersenyum, pikirnya.
"Kukira wataknya lembut dan sabar tak tahunya dia juga orang yang terburu napsu."
Maka iapun melanjutkan ceritanya.
"Sejak kecil Kim tong sudah biasa dimanja sehingga wataknya rada tinggi hati, dia tak pernah pandang sebelah mata terhadap anak-anak lain yang sebaya dengan usianya, hanya seorang saudara misannya yang cocok dengan dia sehari tidak bertemu saja kedua orang itu merasa seakan-akan telah kehilangan sesuatu. Ketika kakeknya mengetahui akan hal ini, apalagi terdorong oleh rasa sayangnya terhadap cucu dan melihat pula kelembutan dan kepintaran si nona kecil, akhirnya iapun menjodohkan kedua bocah itu dan mengikat mereka sebagai suami isteri"
Diam-diam Hui Giok menghela napas panjang, terbayang kembali hubungannya dengan Tham Bun-ki, seandainya iapun mempunyai seorang kakek penyayang semacam itu betapa bahagianya.
Sayang orang tuanya telah meninggal, iapun hidup mondok di rumah orang-orang, ditambah lagi bodohnya tidak kepalang, ilmu silat yang paling mudah, paling sederhana saja tak mampu dikuasai, darimana mungkin bisa mendampingi Tham Bun ki putri tunggal keluarga persilatan ternama.
Rasa pahit, getir, manis dan kecut seketika berkecamuk dalam benaknya, makin dipikir makin melamun sehingga ada batu yang mengalangi jalannya juga tak tahu, ketika kakinya tersandung batu itu nyaris tubuhnya jatuh terjerembab.
Go Beng-si mengerling sekejap ke arahnya lalu menutur pula sambil menepuk bahunya.
Meskipun kedua orang itu masih anak-anak dan tidak mengerti hubungan antara laki-laki dan perempuan, tapi dari pembicaraan orang tua merekapun tahulah bahwa mereka berdua akan berkumpul selamanya sampai hari tua, berita ini segera disambutnya dengan penuh kegembiraan, otomatis hubungan merekapun tambah mesra dan semakin hangat sehingga hampir setiap hari boleh dibilang tak dapat dipisahkan lagi.
Mereka hanya berharap cepat meningkat dewasa dan kawin menjadi suami isteri"
Orang lain sering juga menggoda mereka, namun godaan tersebut tak pernah dipikirkan mereka."
Tiba-tiba Hui Giok tertawa cekikikan "Eh, dari pembicaraanmu ini seakan-akan waktu itu kaupun hadir juga di sana, masa apa yang mereka pikirkan juga kau ketahui?"
Go Beng si ikut tersenyum, tapi segera ia menghela napas panjang lalu berkata pula.
"Siapa tahu Ai. malang dan mujur memang tak dapat diramal oleh manusia, dikala keluarga yang hidup penuh kegembiraan dan kebahagian ini mencapai puncaknya, tiba-tiba suatu bencana besar yang sama sekali tak terduga telah menimpa mereka"
"Apa yang terjadi?"
Tanya Hui Giok dengan terkesiap.
Sebagaimana diketahui, pemuda ini memang berwatak aneh, dia selalu berharap setiap manusia di dunia ini bisa hidup dengan gembira, setiap kali mendengar kisah sedih yang menimpa orang lain dia selalu merasa tidak tega, padahal kisah sedih yang menimpa dirinya jauh melebihi orang lain.
Tetapi ia tak pernah menggerutu atau memikirkannya, demikian halnya sekarang, mendengar sampai di sini dia ikut menghela napas sedih.
Go Beiig-si menghela napas panjang, tuturnya lagi.
"Waktu itu musim semi telah tiba, tahun itu sepasang anak laki dan perempuan itu baru berusia sembilan tahun, mereka bermain di kebun belakang dan asyik menangkap kupu2, ketika kupu2 itu tiap kali akan tertangkap, tak tersangka setiap kali juga terlepas lagi, sebagai bocah yang keras hati, Kim-tong bersumpah menangkap sepasang kupu2 itu sampai dapat, mula2 masih dalam kebun mereka sendiri, tapi lantas mereka keluar dinding pekarangan merekapun membuka pintu dan mengejar keluar. Dalam keadaan demikian, meski anak perempuan itu lebih kecil nyalinya, tapi iapun ikutan berbuat demikian, ke mana larinya kupu2 itu selalu dikejar tak hentinya, makin jauh kupu2 itu terbang makin jauh pula mereka mengejarnya Berulang kali Giok-li menganjurkan Kim-tong pulang saja tapi kupu2 itu seakan2 sengaja memancing mereka, tiap kali mereka akan beranjak pulang, setiap kali pula sepasang kupu2 itu muncul kembali di hadapan mereka. Makin lama Hui Giok merasa makin keheranan, tak tahan akhirnya dia menyela "Darimana kau bisa mengetahui dengan begitu jelas tentang peristiwa yang menimpa kedua Bu-lim-cianpwe mi? Masa...
"
"Ai setelah kejadian itu, mereka pernah menceritakan kisah yang dialaminya itu kepada kakekku,"
Demikian Go Beng si menyambung setelah menghela napas panjang.
"dan kakekku menceritakan pula kisah itu kepadaku, karena itulah akupun mengetahui persoalan ini jauh lebih jelas daripada orang lain."
Sekarang Hui Giok baru mengerti akan duduknya perkara, dia mengangguk, tapi hatinya lantas tergerak, pikirnya- "Rupanya antara kakeknya dengan Kim-tong-giok li mempunyai hubungan yang erat.
Wah, kalau begitu dia pasti juga berasal dan keluarga persilatan ternama, anehnya kenapa ia selalu merahasiakan asal usulnya meski hubungannya dengan diriku kian hari kian bertambah akrab."
Ia menengadah dan diamatinya rekannya itu, Go Beng-si sedang memandang langit di bawah cahaya bulan wajahnya tampak sedih, ia berdiri termangu seperti lagi memikirkan sesuatu persoalan.
Sejak dia berkenalan dengan Hui Giok sikapnya selalu tulus dan terbuka se akan tak pernah ada persoalan yang menyulitkan, tapi melihat mimik wajahnya sekarang, kembali Hui Giok berpikir lagi "Mungkinkah iapun mempunyai persoalan yang menyedihkan serta segan untuk mengatakannya kepada orang lain?"
Setelah termenung sejenak, dia berpikir lebih jauh.
"Ai, semoga aku bisa menggunakan kepandaian yang kumiliki untuk bantu memecahkan persoalan yang menyedihkan hatinya."
Diam2 ia mengambil keputusan di kemudian hari entah bagaimanapun juga dia akan mencari tahu rahasia yang tersimpan di dalam hati Go Beng-si itu dan membantu memecahkannya.
Go Beng-si hanya berjalan dengan kepala tertunduk seperti lagi merenungkan sesuatu, tanpa terasa mereka tiba di depan pintu, saat itulah dia baru menengadah dengan tertegun.
"Eeh. ceritaku tadi sampai di mana?"
Tanyanya gelagapan.
"Menangkap kupu-kupu"
Sahut Hui Giok sambil tertawa.
"Oya."
Disekanya jidat yang lebar dengan tangannya kemurungan tersapu lenyap, kesegaran muncul kembali menghiasi wajahnya ia berkata lebih jauh "Karena ingin menangkap kupu-kupu, kedua anak itu terus mengejar dari siang hingga senja sementara itu matahari sudah hampir terbenam merekapun makin lama semakin lelah, anak laki-laki itu..."
Mendadak ia berhenti dan tertawa, katanya kemudian "Ah, kurang sopan rasanya bila kusebut Locianpwe itu dengan kata "anak laki-laki"
Tapi nama sebenarnya Locianpwe ini juga tidak kuketahui, apa boleh buat, biar kita gunakan sebutan itu saja."
Hui Giok tertawa sebetulnya ia hendak berkata "tidak apa-apa"
Tapi demi dipikir lagi rasanya urusan ini tak ada hubungannya dengan dia, dengan alasan apa dia bilang "tidak apa-apa"? karena itulah ia lantas bungkam.
Terdengar Go Beng-si melanjutkan ceritanya "Kupu2 tidak berhasil ditangkap, haripun mulai gelap, sekalipun anak laki2 itu keras kepala, karena usianya masih terlalu muda, ia menjadi gugup melihat sekeliling tempat itu baru disadarinya tempat itu sudah jauh dari rumahnya dan tersesat, mereka lantas duduk di sebuah batu dengan termangu, si anak perempuan lebih kecil nyalinya makin lama makin gelisah, saking cemasnya akhirnya dia menangis tersedu-sedu."
Kembali ia berhenti sejenak dan menghela napas, agaknya ia bersimpati pada keadaan mereka waktu itu, sambungnya kemudian "Ketika melihat anak perempuan itu menangis, keberanian anak laki2 itu berbangkit malah, digandeng tangannya dan berusaha menghiburnya dengan kata-kata yang manis, lagaknya se-akan-akan pelindung anak perempuan itu, meskipun tidak kenal jalan, tanpa berpaling ia membawa nona cilik itu menuju kembali ke rumah, setengah malaman mereka berjalan waktu itu mereka sangat lelah lapar dan menyesal, kelipan lampu di kejauhan sudah sama padam, angin malam berhembus makin kencang, mereka merasakan sekujur badan dingin dan kaku tapi dengan bergandengan tangan kehangatan bisa tersalur ke dalam tubuh mereka, bukan saja kehangatan itu mendatangkan rasa aman bagi anak perempuan itu menimbulkan pula keberanian bagi anak laki-laki itu"
Kembali dia berhenti sebentar sementara Hui Giok menghela napas ia memandang sekelilingnya, malam yang kelam dengan bintang bertaburan di angkasa, ia merasa melihat adegan di depan matanya, seorang anak kurus dan lemah menggandeng seorang anak perempuan berjalan di tengah kegelapan meskipun hati merasa takut, namun perasaan itu tidak diperlihatkan keluar.
"O betapa suci dan murninya cinta kasih mereka,"
Diam-diam Hui Giok menghela napas.
"mendingan mereka berduaan, masih dapat saling menghibur sedangkan aku..."
Ketika ia menengadah dilihatnya sorot mata Go Beug-si yang tulus penuh rasa setia kawan itu sedang menatapnya, maka suatu perasaan hangat pun timbul dan lubuk hatinya, sekalipun kehangatan itu berbeda dengan apa yang dirasakan si anak laki2 dalam cerita, tapi cukup menambah keberanian baginya dalam perjalanan hidupnya yang masih jauh dan penuh dengan penderitaan itu.
Tanpa sadar mereka telah berjalan masuk lewat pintu sudut halaman, mayat yang menggeletak di depan pintu masih terkapar di situ, segala suka-duka orang hidup sudah tiada sangkut paut lagi dengan mereka.
Kalau begitu, sebenarnya "kematian"
Itu suatu kemujuran bagi umat manusia ataukah suatu kemalangan? Tak seorangpun di dunia ini dapat menjawabnya dan juga tak seorangpun yang akan mencari jawabannya? Dengan suara dalam Go Beng-si berkata lagi "Begitulah, dengan mengandalkan kehangatan dan keberaniannya tersebut akhirnya mereka menemukan rumahnya.
waktu itu hari sudah terang tanah, sambil menggenggam tangan anak perempuan itu si anak laki2 tadi berteriak gembira, sejak kecil belum pernah ia rasakan kegembiraan seperti sekarang, maka diam-diam ia memberitahukan kepada dirinya sendiri "Lain kali jangan meninggalkan rumah lagi.
meski pun di luaran sangat menyenangkan tapi amat dingin, sedangkan dirumah meski tak begitu menyenangkan tapi suasananya jauh lebih hangat."
Tak tahan lagi Hui Giok menghela napas panjang pikirnya "Di dunia ini mana ada tempat lain yang lebih hangat daripada di rumah sendiri.
Seketika ia menjadi sedih, ia ingin lari ke depan kuburan orang tuanya dan menangis sepuasnya, tapi di samping itu iapun ikut merasa gembira bagi kedua anak itu karena akhirnya mereka berhasil juga menemukan kembali rumahnya.
Mereka jalan bersanding, langkah mereka yang menginjak batu kerikil menimbulkan suara gemerisik.
Lama sekali Hui Giok termenung, ketika dirasakan Go Beng-si juga tak bersuara, hatinya tergerak dia berpaling dilihatnya Go Beng-si sedang berjalan sambil memandang langkah kaki sendiri tampaknya perasaannya waktu itu sama beratnya sama sedihnya dengan perasaannya.
Ia tak ingin mengganggu pikiran orang, seperti iapun tak ingin diganggu oleh orang lain, perasaan yang berat, kesunyian yang mencekam dibiarkan terus berlanjut.
Suatu ketika Go Beng-si menghela napas panjang menengadah memandang bintang yang semakin pudar.
kemudian berkata pelahan "Ketika kedua anak yang masih suci dan bersih itu untuk pertama kalinya merasakan hangatnya rumah dan berlarilah mereka ke rumah dengan langkah lebar.
Akan tetapi ai, sejak itu pula mereka tak punya rumah lagi untuk selama-lamanya"
"Apa kau bilang?"
Tanya Hu Giok dengan terperanjat.
Go Beng-si mengusap matanya, seperti sedang membersihkan kotoran, seperti juga sedang menyeka air mata, tapi sekalipun dia sudah mengucurkan air mata juga tak ingin diketahui orang lain.
Dengan cepat ia melanjutkan kisahnya "Ketika mereka tiba di depan rumah.
terlihat pintu gerbang tidak terkunci si anak laki-laki itu tidak terlalu memperhatikan tetapi anak perempuan yang lebih teliti itu segera merasakan kejanggalan tersebut, maka sambil berteriak dia lari masuk ke dalam rumah, ternyata tiada suara sahutan dari dalam rumah yang terdengar hanya gema suara sendiri yang berkumandang dari empat penjuru."
Ia berhenti sebentar lalu mengulangi "Ya hanya suara sendiri yang menggema di empat penjuru"
Akhiran kata-kata tersebut ditarik sangat panjang, rendah dan berat, seberat detakan jantung sendiri. Hui Giok bergidik, firasat jelek tiba-tiba saja membayangi perasaannya, ia berdehem dan bertanya dengan suara lirih.
"Apakah orang dirumahnya sudah tidur semua?"
Tapi iapun tahu bahwa pertanyaannya ini sesungguhnya sangat menggelikan.
Go Beng-si menghela napas panjang, ia mengerling sekejap ke sisinya, lalu menggeleng pelahan.
Teriakan anak perempuan itu makin lama semakin keras, larinya juga semakin cepat, tuturnya lebih jauh "Hanya sebentar saja ia lari dan halaman depan sampai di ruang tengah, Keluarga persilatan ini sudah lama menetap di sana, bangunan rumah itu amat luas dan lebar, undakan didepan saja terdiri dari belasan tingkat, ketika anak laki-laki dan perempuan itu berteriak sampai di depan undakan suasana masih tetap hening dan tiada suara sahutan, mereka mulai cemas bercampur gelisah, dengan beberapa kali lompatan mereka tiba di ruang tengah, ketika pintu didorong dan melongok ke dalam.
Hui Giok merasa jantungnya berdetak keras, meskipun tak ingin menukas pembicaaan orang akhirnya ia menyela juga? "Apa yang mereka lihat di dalam ruangan itu?"
Ketika dia berpaling, dilihatnya Go Beng-si berdin dengan wajah penuh emosi, kedua tangan mengepal kencang2, matanya jauh memandang lurus ke depan, lalu melanjutkan dengan pelahan "Ketika itu fajar telah tiba, sekalipun cahaya sang surya masih redup tapi dari jarak sepuluh langkah sudah dapat terlihat wajah orang dengan jelas, tapi ketika mereka melongok ke dalam ruangan itu ...."
Ia berhenti dan menghela napas panjang, sesaat kemudian baru melanjutkan "Jangankan kedua orang itu hanya anak2 di bawah umur, sekalipun kau atau aku yang menyaksikan pemandangan dalam ruangan itu, mungkin juga... mungkin juga..."
Dia berkisah dengan pelahan, ditambah pula helaan napas serta seringnya dia berhenti membuat Hui Giok merasakan dadanya seakan-akan ditindih batu yang berat sekali, detak jantungnya berdebar semakin keras, ditatapnya wajah Go Beng-si tak berkedip, dia berharap pemuda itu cepat2 menyambung ceritanya.
Siapa tahu setelah menghentikan kata-katanya kali ini Go Beng-si juga menghentikan langkahnya, ia berdiri termangu, kemudian menghela napas panjang lagi dan berkata.
"Ai, lebih baik tak usah, kulukiskan pemandangan dalam ruangan waktu itu, pendek kata..."
Hui Giok jadi gelisah, dia ingin bertanya tapi ingatan lain segera melintas dalam benaknya. Kenapa aku mesti mendengarkan kisah semacam itu? Kejadian yang menyedihkan rasanya sudah terlalu banyak terjadi di dunia ini?"
Dia tahu pemandangan dalam ruangan itu pasti mengerikan dan menyedihkan kendatipun rasa ingin tahunya amat besar. ia berusaha mengendalikan perasaannya itu"
Go Beng si berkisah kembali.
"Ternyata dalam satu malaman saja, puluhan jiwa anggota keluarga kedua anak itu sudah dibantai orang secara keji, berpuluh mayat bergelimpangan di ruang lengah yang luas itu, dari pancaran cahaya remang2 yang masuk lewat pintu tertampaklah darah membasahi mayat2 itu, mereka kebanyakan mati dengan wajah kaget dan ketakutan jelas sesaat menjelang kematiannya telah mengalami rasa takut yang bukan alang kepalang sehingga matipun mereka tak tenteram"
Sekalipun tidak ia jelaskan pemandangan dalam ruang secara terperinci, tapi dari beberapa patah katanya itu dapat ditarik kesimpulan betapa mengerikannya keadaan waktu itu, tanpa terasa peluh dingin membasahi badan Hui Giok, dadanya terasa sesak dan sukar bernapas.
"Siapa yang melakukan perbuatan terkutuk itu?"
Teriaknya kemudian dengan mata terbelalak dan tangan terkepal.
"memangnya orang2 itu sudah tidak berperinkemanusiaan lagi? sekalipun dia mempunyai dendam pada keluarga itu, rasanya tidak pantas kalau kaum wanita yang lemah serta anak2 yang tidak berdosa juga ikut dibantai?"
Dalam gusarnya rasanya dia ingin menangkap orang yang telah membantai perempuan dan anak2 yang tak berdosa itu serta menghajarnva, lalu mendekati kedua anak itu dan menghiburnya dengan kata2 yang manis.
Samar2 ia membayangkan suatu adegan seperti menyaksikan kedua anak itu lari ke samping mayat2 itu sambil menangis merangkul jenazah orang tuanya dan mengucurkan air mata dengan sedih, tentu saja mereka tak mampu mengebumikan jenazah2 itu apalagi membalaskan dendam, kecuali menangis memang tak ada yang bisa mereka lakukan lagi.
Kian lama pandangan Hui Giok itu terasa bertambah kabur, ia coba meresapi perasaan mereka ketika itu, tapi makin dipikir terasa makin bersedih sehingga akhirnya iapun ingin menangis.
Go Beng-si sendiripun sama termenung dengan mulut membungkam, akhirnya dia berbisik- "Sudah sampai di kamarmu!"
Hui Giok menengadah cahaya lampu di kamarnya masih terang, pancaran sinar dari balik kertas jendela yang putih terasa menambah seramnya suasana waktu itu.
Seorang bila sedang berduka, apa yang dilihatnya seringkali akan menambah kepedihan hatinya, padahal pancaran sinar lampu yang membayangi kertas jendela adalah sesuatu yang biasa namun hal ini telah menambah murung dan kesal sianak muda itu.
Mereka masuk ke dalam kamar dengan membungkam kemudian Hui Giok menghela napas dan berkata lagi.
"Ai. tak kusangka begitu mengenaskan pengalaman hidup kedua orang cianpwe itu, mengapa Kim-tong Cianpwe menjadi..."
Dia angin tahu apa yang menyebabkan tubuh Kim-tong jadi cebol dan aneh, tapi ia menjadi ragu-ragu, sebab ia merasa pertanyaan tersebut kurang sopan, karenanya urung diucapkan.
Go Beng-si tidak bodoh, tentu saja dia tahu apa yang hendak diketahui oleh rekannya, setelah menghela napas panjang sahutnya "Ya, memang mengenaskan sekali nasib yang menimpa kedua anak itu, masih kecil sudah harus menghadapi kejadian yang memedihkan itu.
Begitulah setelah menangis seharian di sisi mayat2 tersebut barulah ada tiga orang pemburu yang berdiam lima li jauhnya dari tempat mereka datang berkunjung.
Ia berhenti sejenak untuk ganti napas, kemudian menjelaskan "
Tempat mereka adalah pegunungan yang sepi dan jauh dan tetangga, andaikata pemburu-pemburu itu tidak lewat secara kebetulan dan mendengar suara tangis dari dalam gedung, mungkin sebulanpun belum tentu ada yang tahu bahwa suatu pembunuhan keji telah berlangsung di dalam gedung tersebut.
Tiba-tiba satu ingatan terlintas dalam benak Hui Giok ujarnya.
"Menurut pendapatku, permusuhan tersebut mungkin terjadi ketika pemilik gedung itu masih berkelana di dunia persilatan, karenanya dia memilih tempat yang sepi untuk mengasingkan diri. Go Beng-si manggut-manggut tanda membenarkan, sambungnya.
"Tak terkirakan rasa kaget pemburu itu demi menyaksikan peristiwa tersebut, untunglah sebagai pemburu yang biasa membunuh binatang, nyali mereka lebih besar dari pada manusia umumnya, meski kaget mereka tak sampai panik, atas bantuan mereka jenasah2 itupun di kubur di belakang rumah!" "Ai, itulah yang dinamakan jalan kebaikan selalu terdapat di manapun,"
Gumam Hui Giok sambil menghela napas panjang.
"tak kusangka pemburu2 itu berhati baik dan mulia"
Baru saja ia bersyukur karena kedua anak itu terlepis dari kesukaran, tiba2 Go Beng si mendengus.
"Hm! Apanya yang baik? Ketika pemburu2 ini melihat dalam gedung sebesar itu kecuali kedua bocah cilik itu tiada orang lain lagi, timbul niat jahat mereka, selesai mengubur jenasah2 itu, mereka lantas membopong anggota keluarga mereka dan pindah kedalam gedung itu, mendingan kalau kedua anak itu diperlakukan baik, mereka di maki dan dianiaya, Ai. begitulah bila nasib malang sedang menimpa, sudah jatuh tertimpa tangga lagi bukan saja anggota keluarga dibantai orang hidup sebatang kara, rumah dirampas, sekarang dihina dan dsiksa pula oleh orang2 jahat, ai..."
Mendengar itu, kembali Hui Giok unjuk sikap marah alisnya berkerut, tangannya dikepal dan menghantam meja keras2, Meski hatinya bajik, dia selamanya bersedia mengampuni kesalahan orang, tapi kemarahan yang berkobar sekarang benar-benar memuncak, teriaknya.
"Manusia berhati serigala macam mereka tak pantas dibiarkan hidup, mereka harus dibasmi dan muka bumi ini"
Go Beng-si melirik sekejap ke arah rekannya, dia menghela napas setelah melihat pemuda itu benar2 marah dan bahkan melontarkan kata2 yang belum pernah diucapkannya pikirnya.
"Orang ini selalu memperhatikan keadaan orang lain daripada memikirkan keadaan sendiri, apapun yang dilakukan orang lain terhadapnya, dia se-akan2 tak pernah merisaukannya tapi setiap kali mendengar ke tidak adilan yang menimpa orang lain, ia jadi marah dan penasaran. Ai aku mempunyai sahabat begini apalagi yang kuharapkan?"
Berpikir demikian, iapun melanjutkan kata-katanya "Berada dalam keadaan seperti itu, tentu saja lama kelamaan kedua anak itu tak tahan, suatu ketika diam2 mereka minggat dari gedung itu Tapi, dunia seluas ini kemanalah mereka akan berteduh?"
Ketika sinar matanya beralih kembali ke wajah Hui Giok dilihatnya rasa gusarnya telah berubah menjadi rasa sedih, rupanya ucapannya yang terakhir telah menyinggung perasaannya, Karena itu iapun menghentikan katanya tadi.
Apa yang diduganya memang benar, waktu itu Hui Giok sedang membayangkan pengalamannya sewaktu masih berkelana dulu, apa yang dialaminya cuma kegetiran, kesengsaraan dan kepedihan, padahal usia kedua anak dalam cerita, itu jauh lebih kecil dari usianya.
bisa dibayangkan penderitaan yang mereka terima dalam pejalanan hidup mereka di antara lautan manusia seluas ini.
Dia menghela napas panjang, tanyanya.
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Lalu bagaimana?"
Go Beng-si termenung sebentar, tiba2 dia tersenyum, katanya.
"Di tengah kegetiran tentu akan datang juga keadaan yang manis. setelah kepedihan akan muncul pula kegembiraan pengalaman yang dialami kedua anak yang patut dikasihani itu segera mengalami perubahan besar, dalam hidup mereka yang bergelandang, suatu ketika mereka berjumpa dengan dua orang tokoh persilatan yang amat lihay mereka dibawa pergi oleh mereka secara terpisah dan mengajarkan ilmu silat kepada mereka, kedua anak yang patut dikasihani itu berubah menjadi tokoh sakti yang tidak ada tandingannya selama puluhan tahun belakangan ini. bukan saja dendam kesumat mereka berhasil dituntut balas, pemburu2 yang jahat dan rakuspun mereka hukum secara setimpal. Hui-heng tahukah kau, kesuksesan dan kebahagiaan yang dialami seseorang di masa mudanya belum tentu adalah rejeki, sebaliknya penderitaan yang dialami semasa masih mudanya kadangkala membuat dia lebih sukses di kemudian hari seperti juga sebuah batu pualam yang indah tak akan berharga benda itu sebelum digosok, bukankah kehidupan seorang manusia di alam ini sama juga seperti sebuah batu mestika."
Melihat kepedihan Hui Giok, teringat asal-usulnya yang penuh penderitaan ia tahu hatinya tentu kesal dan sedih, maka apa yang diucapkan barusan adalah hiburan dan dorongan baginya, sebagai pemuda yang cerdas tentu saja Hui Giok mengetahui maksud rekannya, ia tertawa dengan rasa terima kasih, ujarnya kemudian "Tapi...
tapi bagaimana mereka...."
Go Beng-si tertawa, dia tahu apa yang hendak ditanyakan rekannya, maka berceritalah dia lebih lanjut.
"Meskipun mereka terpisah tapi hati mereka tetap dekat, di waktu senggang sehabis berlatih silat mereka selalu saling merindukan pihak yang lain, tapi mengingat dendam kesumat sedalam lautan yang harus dituntut, mereka berlatih terus dengan tekun. Di samping itu mereka juga tahu bahwa guru mereka merupakan tokoh persilatan yang berilmu tinggi bila mereka berhasil menguasai kungfu yang diwariskan kepadanya niscaya ada harapan bagi mereka untuk membalas dendam maka penderitaan batin bisa berkurang banyak. Setiap hari mereka berharap agar kungfu mereka cepat berhasil mencapai tingkatan yang tinggi berharap pula agar mereka cepat dewasa hingga bisa turun gunung dan membalas dendam serta berjumpa kembali dengan orang yang dicintainya, sebab itulah mereka berlatih siang dan malam tak henti-hentinya. Melihat muridnya rajin berlatih tentu saja kedua tokoh silat itu sangat gembira."
Hampir satu jam lamanya Go Beng-si mengisahkan cerita2 yang sedih itu, sampai sekarang baru disinggung hal2 gembira, keadaan ini ibaratnya sang surya yang muncul di balik awan mendung, membuat kemurungan dan kesedihan yang selama ini mengganjal hati Hui Giok jadi lega rasanya, tiba-tiba Go Beng-si tak dapat mengendalikan perasaan kembali ia menghela napas panjang.
"Ai, tapi kejadian di dunia ini memang sukar diramalkan, apa yang terjadi di alam ini kadang kala bagaikan perubahan cuaca yang sukar diramalkan, kejadian yang kemudian berlangsung sama sekali di luar dugaan mereka, Anak perempuan itu makin hari makin meningkat dewasa, kungfunya makin bertambah lihay, sepuluh tahun kemudian Ilmu silatnya berhasil mencapai tingkat tinggi dia pergilah menjumpai kekasihnya dengan penuh harapan, di sana ia temukan kekasihnya yang sudah berpisah sepuluh tahun ini bukan saja tidak tambah besar malahan ai, ternyata tubuhnya tetap cebol seperti badan seorang anak berusia tujuh delapan tahun. Sekalipun Hui Giok telah mengetahui hal tersebut akan tetapi demi mendengar cerita itu tertegun juga dia, sungguh ia tak dapat membayangkan bagaimanakah perasaan kedua orang itu ketika saling berjumpa, ia tak tahu apakah dia harus bersimpati terharu atau entah bagaimana lagi perasaannya. Sebenarnya apa yang menyebabkan Cianpwe itu menjadi pendek seperti anak kecil"
Tanyanya kemudian.
Setelah mereka melarikan diri, setahun lamanya mereka hidup bergelandangan, selama setahun itu tentu saja banyak penderitaaan yang mereka alami.
Anak laki2 itu merasa dia adalah seorang laki2, adalah menjadi kewajibannya untuk melindungi anak perempuan itu, meski usianya masih kecil namun kekuatannya tidak kecil, untuk menyambung hidup setiap hari anak laki2 itu menjadi kuli, ia bantu orang mengangkat barang di dermaga atau di rumah2 penginapan dengan upah yang kecil inilah mereka hidup.
Hui Giok menghela napas, terbayang kembali pengalamannya sendiri sewaktu mencuci kuda di depan rumah penginapan dulu, tanpa terasa timbul perasaan simpati dan senasib.
Setelah termenung sebentar iapun bertanya.
"Masakah mereka tidak menemukan satu-dua orang yang baik hati dan sedia menerima mereka.
"Ya di dunia ini memang bukannya tidak ada orang yang baik hati, tapi anak laki2 itu terlampau keras kepala, ia tak sudi mengemis kepada orang, tak sudi pula menerima budi kebaikan orang lain, bila anak perempuan itu hendak membantunya, tapi ia melarangnya, dia berprinsip bahwa laki2 yang kewajiban menghidupi kaum perempuan. Tapi... ai, berapa banyak yang berhasil dia dapatkan dengan bekerja kasar? seringkali makanan yang mereka beli tak cukup untuk dimakan berdua, bila berada dalam keadaan seperti ini anak laki2 itu lantas memberikan bagiannya kepada anak perempuan itu dengan alasan dia sudah makan, sekalipun diam2 dia harus memperkencang tali pinggangnya Ai, Hui-heng, tentu kau juga pernah..."
"Ya, aku memang pernah mengalami penghidupan seperti ini "
Sahut Hui Giok dengan kepala tertunduk.
Mereka berdua sama2 pernah mengalami kelaparan, kedinginan dan siksaan lahir batin, maka ketika mereka terbayang kembali pengalamannya di masa bergelandangan tanpa terasa mereka sama-sama termangu.
Lama sekali Go Beng-si baru berkata lagi.
"Tahun itu usianya belum mencapai sembilan tahun, tulang belulangnya belum tumbuh dengan baik, bagaimana mungkin anak itu sanggup menahan penderitaan yang tak terkirakan beratnya itu? Otomatis masa pertumbuhannya juga mengalami rintangan, apalagi ketika ia tekun berlatih silat kungfu yang dipelajarinya adalah sejenis ilmu silat dari unsur dingin, padahal perasaannya waktu itu banyak murung dan sedihnya daripada gembira, mungkin pembawaannya juga tidak normal maka pertumbuhan badannya jadi kerdil dan selamanya juga tak bisa tumbuh lebih tinggi. Setelah mengatur napasnya, ia melanjutkan.
"Ketika mereka berdua akhirnya berjumpa, kedua belah pihak sama2 tak mampu mengucapkan sepatah katapun, hal ini menyebabkan anak laki2 itu tambah malu dan kecewa, setelah termangu sejenak akhirnya dia putar badan dan meninggalkan tempat itu, si anak perempuan coba berteriak dan mengejarnya, tapi tak berhasil menyusulnya. Sejak itulah gadis itu mulai berkelana ke sana kemari mencari jejak anak laki2 itu. Dalam masa berkelananya tentu saja dia tak lupa pada dendam suku hatinya. Ya, di dunia ini memang tak ada rahasia yang dapat tersimpan se-rapat2nya, setelah melakukan penyelidikan ke sana kemari akhirnya gadis itu mengetahui siapakah musuh besarnya dalam keadaan demikian terpaksa ia harus mengesampingkan urusanya mencari anak laki2 itu untuk sementara waktu.."
"Ai, bila seorang telah jatuh cinta sekalipun samudra akan kering dan batu akan lapukpun tak akan bisa menggoyahkan cinta mereka,"
Kata Hui Giok sambil menghela napas "betapa dalam cinta cianpwe ini, sungguh patut kita hormati!"
Dia sendiri seorang laki2 yang perasa, maka ketika mendengar tentang betapa agungnya cinta kasih orang lain, segera timbul rasa kagum dalam hatinya.
Go Beng-si berkisah lagi "Ketika dia siap akan melakukan pembalasan dendam, diketahuinya ada tiga orang musuhnya yang tewas.
sisanya satu orang sedang berusaha menyelamatkan diri, sedangkan orang yang membinasakan ketiga orang itu tentunya itu bukan lain adalah kekasih yang sedang dicarinya itu, maka iapun melompat maju dan membinasakan musuhnya yang terakhir, lalu kepada anak laki2 itu dia berkata bahwa apapun yang terjadi dia masih tetap mencintainya, ia berharap agar anak laki2 itu bersedia pula hidup bersama dengannya.
Dengan mengembeng air mata dia menghela napas panjang, terusnya"
"pernyataan cinta yang suci itu benar2 menggetarkan sukma, anak laki2 itupun sangat terharu, maka pasangan yang sudah banyak mengalami pahit getirnya kehidupan itupun kawin menjadi suami-isteri sekalipun potongan badan mereka tak setimpal, tapi tiada cinta di dunia ini yang bisa menandingi teguhnya cinta mereka berdua, bentuk lahiriah dalam pandangan mereka tiada artinya, sebab mereka tahu yang paling berharga bagi kehidupan manusia adalah cinta kasih kedua belah pihak yang suci murni, kasih sayang itu mereka pupuk dengan darah dan air mata, karena itu mereka menyayangi kasih sayang itu melebihi jiwa sendiri. Hui Giok mendengarkan cerita itu dengan termangu, sekalipun Go Beng-si telah menghentikan katanya ia masih tetap memandang keluar jendela dengan termangu, kegelapan telah berakhir cahaya terang mulai muncul pelbagai pikiran berkecamuk dalam benaknya.
"Meskipun potongan badan mereka tidak serasi, tapi cinta kasih suami-isteri manakah di dunia ini yang bisa menandingi keteguhan cinta mereka. Ai, sekalipun wajah dan potongan badannya serasi, lalu apa gunanya?"
Berpikir sampai di sini tanpa terasa iapun teringat kepada diri Cian-jiu-suseng dan Leng-gwat siancu, bukankah mereka amat serasi baik potongan badan maupun wajahnya? Tapi bagaimana akhirnya? Ia sudah tahu bahwa dibalik hubungan cinta antara Kim-tong dan Giok-li pasti terdapat suatu kisah cerita yang menarik tapi ia tak pernah menyangka kalau di balik semua itu terselip liku2-nya orang hidup.
Sejak itu pula iapun tahu bahwa cinta yang tidak mengalami pelbagai percobaan adalah cinta yang lemah dan tidak kukuh, cinta harus dibina dan dipupuk dengan air mata dan pengorbanan barulah akan berbuah.
Maka iapun terbuai dalam lamunan, pikirnya.
"Apa maksud mereka datang mencari aku? Apa tujuan mereka?"
Pertemuan besar yang akan diadakan untuk memberi selamat kepada Lok-lim-bengcu baru bagi wilayah Kanglam sudah semakin dekat, tapi apa yang ia pikirkan adalah urusan yang sama sekali tak ada hubungannya dengan masalah itu.
"Benarkah Bun-ki akan datang mencari aku beberapa hari lagi sebagaimana dikatakan oleh mereka?"
Persoalan ini menyelimuti sebagian besar pikiran dan perasaannya, membuat ia tidak sempat lagi memikirkan soal lain.
Dia tak tahu bahwa pertemuan besar yang akan diselenggarakan nanti boleh dibilang merupakan persoalan yang maha penting baginya.
Begitulah, dengan pelahan Go Beng-si telah menyelesaikan ceritanya yang penuh liku2 itu, sinar matanya yang semula tajam dan bening sekarang tampak sayu, terlapis oleh kabut kesedihan akibat kisah yang baru saja diuraikannya itu.
Dia berdiri dan mengebut bajunya yang penuh debu se-akan2 hendak melepaskan semua kemurungannya.
Tapi kesedihan dan kemurungan apakah yang mengganjal hati pemuda itu? Hal ini selamanya tak seorangpun yang tahu"
Bila seorang berusaha keras merahasiakan asal usulnya, bukankah hal inipun sangat menyiksa? Ia menghela napas pula dan melangkah ke depan pintu, ia berusaha secepatnya meninggalkan ruangan itu, karena ia kuatir bila terlampau lama berada di situ, bisa jadi tanpa disadari dia akan mengungkapkan rahasia hatinya kepada Hui Giok.
Hui Giok menengadah dan memandang bayangan punggungnya, tegurnya dengan lirih.
"Engkau akan pergi?" "Ehm.."
Go Beng si menghentikan langkah.
"Ai mengapa waktu terasa berlalu dengan cepatnya? Tapi kadang2 juga terasa sangat lama."
Gumam Hui Giok sambil menghela napas.
"Aku sangat berharap malam yang gelap ini bisa cepat berlalu dan pagi lekas datang. Ai aku tak menyangka bahwa menanti adalah pekerjaan yang sangat menyiksa."
Go Beng-si mengangguk tiba2 saja putar badan dan tertawa, tanyanya "Apa yang kau tunggu"? Kembali Hui Giok menghela napas panjang sinar matanya beralih ke tempat kegelapan d luar jendela, kemudian sahutnya dengan suara berat "Aku tak tahu apa sebabnya Kim-tong-giok-li kedua Locianpwe itu datang kemari mencari aku, oleh karenanya aku berharap kentongan ketiga besok malam bisa cepat2 menjelang sehingga persoalan dalam hatiku bisa terpecahkan, selain itu..."
Go Beng-si kembali tersenyum ramah, cuma kali ini senyumannya tampak sedikit aneh. Tatkala senyuman ramah dan aneh itu berubah pula menjadi kemurungan, diapun berkata sambil tetap tertawa.
"Selain itu, bukankah engkau berharap Tham Bun-ki datang mencarimu? Kau tahu ia tak mungkin datang pada siang hari, maka kau sangat berharap agar malam hari lekas tiba!"
Agak merah wajah Hui Giok karena jengah, tapi sekulum senyuman penuh rasa kagum dan memuji segera tersungging di ujung bibirnya., seakan-akan hendak berkata "Ah, kau memang hebat, apa yang kupikirkan selalu kau ketahui."
Tapi perkataan itu tak sampai diutarakan, dia hanya mengakuinya secara diam2 Pelahan Go Beng-si menghampirinya, sambil menepuk bahunya ia berkata dengan tertawa "Menanti walaupun merupakan pekerjaan yang menjemukan dan membuat hati jadi gelisah, tapi hal ini pun sesuatu yang indah, bila tiada kegelisahan di kala menanti, darimana akan muncul kegembiraan setelah bertemu?" - Selesai berkata dia lantas berlalu dari kamar itu.
Sekali lagi Hui Giok memandang bayangan punggungnya yang makin menjauh, ia merasa betapa indah dan menawannya perkataan itu.
Maka iapun meresapi penderitaan sewaktu menanti melamunkan kegembiraan pada saat berjumpa nanti.
Cahaya keemasan mulai menyinari kertas jendelanya barulah ia tertidur oOo ^o^ oOo Sinar matahari di musim semi sebagaimana biasa terbit dari timur dan memancarkan sinar keemasannya menembus kertas jendela dan menyinari wajah Hui Giok yang tampan, juga menyinari jendela kamar Tham Bun-ki, menyinari wajah yang cantik jelita bagaikan sekuntum bunga, waktu itu dia tidak tidur, ia cuma merapatkan matanya dan menggeser tubuh, menghindari sinar yang menyilaukan itu.
Ia tidak tidur, sebab ia sedang menyesal.
Menyesali kekasih yang senantiasa dirindukan itu ditinggalkannya dengan tergesa-gesa, kemanjaan yang berlebihan mengakibatkan datangnya penyesalan itu, diam2 ia menyalahkan dirinya sendiri mengapa terlampau menuruti wataknya.
Maka nona inipun mulai menantikan tibanya kegelapan malam nanti.
"Bila malam tiba nanti, aku akan pergi mencarinya lagi, entah ia bersedia memaafkan kesalahanku kemarin malam atau tidak?"
Sambil memejamkan matanya ia mulai melamun, membayangkan pemuda itu datang ke tepi sungai kecil itu dan menantikan kedatangannya membentang tangan dan memeluknya serta berbisik kepadanya hanya dia seorang saja yang dicintainya.
Hari itu dia berharap dapat melewatkan dengan serba manis, tapi ketika orang2 persilatan mengetahui bahwa puteri kesayangan Liong heng pat-ciang, pemimpin besar Hui-liong-piau-kiok berada di sini, mereka telah merampas ketenangan si nona, kunjungan demi kunjungan berlangsung tiada putusnya, mereka datang mengunjungi si nona menyambangi Koay-be-sin-to Kiong Cing yang dan Pat-kwa-ciang Liu Hui, kedua Piautau kenamaan itu, Banyak juga pengunjung itu melirik sekejap kedua Leng bersaudara yang dingin, kaku dan melihat itu, semua orang sama merasa heran bagaimana kedua mahluk aneh itu dapat bergaul dengan orang2 Huiliong- piau-kiok, cuma tak seorangpun yang berani bertanya.
"Hari ini sudah tanggal dua, tinggal tiga hari lagi tepat tanggal lima bulan lima!"
Hampir semua jago persilatan menunggu dengan hati gelisah, menunggu tiga hari lagi untuk ber-bondong2 menyampaikan selamat kepada Bengcu mereka yang baru.
Lewat lohor dua puluh empat orang laki2 kekar berbaju ringkas warna hitam dengan menunggang kuda jempolan datang dan perkampungan Long-bong-san-ceng ke kota pegunungan itu, mereka menyebar kartu undangan merah berhuruf emas itu kepada para jago persilatan dan secara resmi mengundang jago2 itu untuk menghadiri pertemuan besar yang akan diadakan pada tengah hari tanggal lima bulan lima di Long bong-san-ceng.
Undangan merah berhuruf emas itu dilanda tangani bersama oleh si Tangan Sakti Cian Hui, Jit-giau-tui bun Na Hui hong serta pak-to jit-sat.
Ketika Koan-be-sin to Kiong Cing yang menerima surat undangan itu, terbacalah beberapa huruf emas di atas kartu itu.
"Diaturkan kepada Sin to Kiong, Sin-ciang Liu, kedua Piautau besar Hiu liong-piaukiok"
Sedang pada kartu undangan yang laju bertuliskan "Diaturkan kepada Leng ko ji lo"
Koay-be-san-to Kiong Cing-yang terhitung jago yang tinggi hati, tapi sekarang mau-tak-mau dia harus mengagumi juga atas berita lawan yang begitu cepat dan tajam, padahal baru satu hari mereka tiba di situ dan orangpun sudah mengetahui jejaknya sampai sejelas itu.
Muka setelah termenung sebentar dia mengambil sekeping uang perak untuk persen pengantar kartu undangan itu.
Tanpa mengucapkan terima kasih, juga tidak menolak pemberian itu, pengantar kartu itu dengan gesit mencemplak ke atas kudanya dan pergi dengan cepat tinggal Kiong Cing-yang masih berdiri dengan termangu dengan uang perak itu masih berada di tangannya.
Sejak lengannya tergetar patah oleh Cian-jiu suseng dengan pukulan tenaga dalam yang lihai, tabiat orang itu sudah jauh mengalami perubahan bila dibandingkan sebelum itu.
Kali ini dia mendapat perintah Liong-Ii ug pat-ciang ke situ untuk menyelidiki keadaan orang2 Lok-lim di daerah Kanglam, maka sedikit banyak hatinya diliputi rasa was2 dan tidak tenang.
Sebab ia tahu tugas ini bukan pekerjaan enteng, meskipun ia punya kedua Leng bersaudara sebagai tulang punggungnya namun sampai detik itu ia masih belum yakin apakah kedua makhluk aneh itu bersedia membantunya bila menghadapi bahaya.
padahal ia tahu jelas bahwa orangorang yang datang ke sini ini adalah jago2 Lok-lim, sedangkan orang Lok lim selamanya adalah musuh kebuyutan Hui-liong piauwkiok.
Ketika berada di dermaga penyeberangan sungai Tiangkang, dia dan Pat-kwa-ciong Liu Hui telah berjumpa dengan Tham Bun-ki yang hampir setahun lamanya minggat dan rumah, mereka tak tahu apa sebabnya Tham Bun ki melakukan perjalanan bersama Leng-kok siang-bok pada waktu itu mereka menasehati dan memohon kepada gadis yang manja tapi binal itu agar cepat2 pulang ke rumah, namun gadis itu menolak maksud baiknya, malahan sekarang ia ikut bersama mereka datang ke sini.
Dalam keadaan demikian terpaksa mereka mengirim orang ke ibu-kota untuk mengabarkan berita gembira itu.
Tapi sekarang, tiba2 saja ia merasa gadis itu mengalami perubahan.
Dulu ia lincah binal dan polos, tapi sekarang lebih banyak murung dan melamun daripada gembira, dia mulai menyesal mengapa melakukan perjalanan bersamanya sehingga tugas yang sudah teramat berat itu sekarang terasa bertambah berat.
Suara deheman menyadarkan dia dari lamunan, Pat-kwa-ciang Liu Hui pelahan menghampirinya, ketika sinar matanya terbentur dengan kartu merah di tangan rekannya, dengan kening berkerut dan suara berat ia menegur "Apakah kartu undangan dari Long-bong~san-ceng?"
Kiong Cmg-yang mengangguk, Liu Hui coba menyambut kedua lembar kartu undangan itu, setelah memandangnya sekejap, kening yang berkerut semakin berkerut, lama sekali dia termenung, akhirnya ia bertanya "Kita perlu memenuhi undangan tersebut?"
Tentu saja!"
Jawab Koay-be-sin-to Kiong Cing-yang sambil berdehem. Setelah berhenti sejenak, katanya lebih jauh.
"kalau melihat lagak Sin jiu Cian Hui dengan tindakannya ini, seakan2 ia sudah penuh keyakinan pasti berhasil, aku jadi ingin tahu siapa gerangan yang telah mereka angkat menjadi Congpiaupacu?"
"Ai kukira soal itu tidak penting!"
Ucap Liu Hui sambil menghela napas.
"yang penting kita bicarakan sekarang adalah apa maksud mereka yang sebenarnya dengan mengundang kehadiran kita, bila mereka ingin membikin malu kita dalam pertemuan besar itu, dalam keadaan jumlah musuh jauh lebih banyak. Ai... aku kuatir nama baik Hui liong-piaukiok bisa..."
Sekalipun kata2 itu tidak dilanjutkan, tapi sudah jelas apa maksudnya "Ai.
sekalipun begitu, masakah kita tak menghadiri pertemuan itu?", kata Kiong Cing yang pula sambil menghela napas panjang.
Kedua Piautau yang pernah mengarungi dunia persilatan bersama-sama, melindungi panji "Naga Sakti"
Hui-liong-piaukiok dan entah sudah mengalami berapa banyak kejadian besar itu sekarang hanya bisa saling pandang dengan perasaan cemas dan gelisah.
Beberapa tahun belakangan ini nama besar Hui-liong-piaukiok memang jauh lebih cemerlang daripada tahun-tahun sebelumnya, akan tetapi jago mereka yang benar2 berilmu tinggi pada hakekatnya tidak terlampau banyak, apalagi jika seluruh kaun Lok-lim di wilayah Kanglam bersatu padu setelah diselenggarakannya pertemuan besar ini, maka peristiwa ini jelas suatu persoalan yang pantas dimurungkan oleh pihak Hu liong-piaukiok.
Langit sudah mulai gelap, kota Keng-ho selatan cahaya lampu tampak lebih terang dari pada hari2 biasa, Koay be-sin to Kiong-cin yang dan Pat-kwa ciang Liu Hui tidak menginap di kantor cabang Hui-liong-piaukiok di kota Keng-ko yang mewah dan penuh dengan kesenangan itu, melainkan berdiam di sebuah rumah penginapan yang sederhana tapi bersih di kota gunung itu, pertama karena kedua orang Piautau dari kantor cabang Keng-ko itu sedang pergi ke Se-cuan, kedua merekapun ingin menghindari pengamatan orang2 Long-bong-san-ceng.
Tapi mereka gagal, di mana seorang jago kenamaan muncul, berita tersebut segera akan tersiar lebih cepat daripada penularan wabah penyakit, apalagi mereka adalah orang-orang dari Hui liong piau kiok.
Tatkala senja tiba, banyaklah orang2 yang berkunjung ke kota gunung ini, tentu saja sebagian besar adalah orang2 gagah dan golongan putih ke datangan mereka tidak mutlak ingin mengunjungi Piautau Hui-liong piaukiok tersebut yang lebih penting mereka ingin tahu bagaimanakah reaksi serta rencana tindakan orang-orang Hui liong-piaukiok terhadap diselenggarakannya pertemuan besar penghormatan kepada Kanglam Lok-lim-bengcu ini.
Tapi setelah lewat senja setiap orang yang berkunjung ke situ hampir tak seorangpun yang berhasil menjumpai Tham Bun ki puteri kesayangan Liong heng pat-ciang Tham Beng yang cantik jelita itu, setelah begitu hari sudah gelap, gadis itu segera menutup pintu kamarnya dan memberi alasan.
"Perjalanan yang jauh terlampau melelahkan mau tidur"
Terpaksa Koay-be~sin-to Kiong Cing-yang dan Pat-kwa-ciang LIu Hui harus minta maaf kepada orang-orang persilatan yang datang lantaran kagum akan nama besar Liong-hengpat~ ciang dan puterinya Tham Bun-ki.
Perlu diketahui, kekuasaan Liong-heng-pat-ciang Tham Beng pada waktu itu sudah hampir meliputi 4 dunia persilatan, otomatis puteri kesayangannya juga merupakan incaran setiap orang persilatan, sekalipun ia tak pernah berkelana di dunia persilatan, tapi setiap orang tahu akan kecantikannya, mereka yang gemar cari urusan diam2 memberi julukan kepadanya sebagai.
"Liong-li"
Atau puteri naga.
"Ehm Liong-li, suatu sebutan yang indah"
Kata Sin jiu Cian-hui yang berada dalam ruang tengah perkampungan Long-bong-san-ceng setengah li di sebelah barat kuil Cian-in si "akan tetapi, entah bagaimana dengan kungfunya? Sampai waktunya jika dia ikut datang, tentu akan diperhatikannya dengan seksama." - Habis berkata sambil menggoyangkan kipasnya ia tertawa terbahak-bahak.
Duduk di sampingnya adalah seorang pemuda berbaju perlente yang berwajah tampan tapi pucat dan berperawakan kurus, ia tak lain adalah Jit sat malaikat maut ke tujuh Mo Seng dari Pakto- jit~sat yang baru saja datang.
Dia berkata dengan tersenyum.
"Dulu di kuil Ciau-im-si dijadikan tempat berkumpulnya kaum seniman romantis, sekarang meski keromantisanku kalah daripada kaum seniman itu, belum tentu kegagahanmu kalah juga biarlah aku minum arak sambil berbicara soal kaum pahlawan di perkampungan Long-bong-san-ceng ini hahnha . siapa tahu kalau kejadian inipun akan menjadi kenangan pula bagi umat persilatan di masa mendatang."
Cara berbicara orang ini bukan saja halus dan lirih seperti suara perempuan, tindak-tanduknya juga tidak berbeda dengan gaya seorang perempuan, siapa yang tidak kenal dengannya tentu takkan mengira orang ini justeru adalah Jit sat Mo Seng yang paling kejam, paling ganas dan kungfunya paling tinggi di antara Pakto- jit sat.
Sambil mengelus jenggotnya Sin-jiu Cian Hui terbahak-bahak.
"Hahaha .... tepat, tepat sekali memang keromantisanmu tidak kalah dengan kaum seniman hahaha, bila Liong li Tham Bun-ki bertemu dengan Mo-heng, tentu... hahaha tentu mulai saat itu Mo-heng akan mendapat julukan sebagai Liong-say (menantu naga)!"
Semua jago yang hadir ikut tertawa tergelak nyaring sekali suaranya sehingga menggetarkan seluruh ruangan di tengah gelak tertawa itu hanya jit giau-tong-cu Go Beng-si yang duduk di sudut saja tampak wajahnya berubah, ia seperti mau berdiri, tapi setelah memandang sekejap sekelilingnya akhirnya dia menghela napas dan urung berdiri.
Sayang sekali Knn-keh (si ayam emas) tidak datang kemari."
Kata Sin-jiu Cian Hui lagi.
"kalau tidak ayam yang kuhidangkan di atas meja ini tentu akan bertambah teman dan hahaha bukankah akan berubah menjadi ayam bertarung minum arak sambil bicara orang gagah? Hahahha..."
Gelak tertawa yang nyaring kembali bergema kali ini, Jit-giau-tangcu Go Bengsi ikut tertawa.
Cuma, gelak tertawa yang nyaring itu tak terdengar oleh Hui Giok yang janji di kebun belakang.
Ia tahu kawanan jago persilatan yang merasa kedudukannya cukup terhormat telah berdatangan dari delapan penjuru untuk berkumpul di Long bong-san ceng, di antara Pak-to jit-sat, kecuali Sam-sat Mo Su yang tidak diketahui kabar beritanya, dari enam anggota lainnya ada empat orang sudah hadir di situ, Toa-sat Mo Lam dan Ngo-sat Mo Pak yang dikejar oleh Lenggwat- siancu Ay Cing tempo hari berhasil melepaskan diri dari ancaman maut ketika tiba-tiba muncul seorang yang mengalangi Ay Cing.
Sekarang mereka juga sudah datangi kecuali itu banyak pula kawanan jago yang tidak dikenal Hui Giok telah berkumpul di sana, pemuda itu tahu bahwa kedatangan semua orang itu tak lain adalah untuk dirinya.
"Tapi untuk apa aku menerima semua ini? Ai dia mengeluh sedih memandang cahaya lampu yang serupa malam sebelumnya, dia bergumam pula.
"Aku tak lebih cuma boneka belaka."
Dalam keadaan seperti ini dia hanya berharap kentongan ketiga cepat2 berbunyi, dia harap pada kentongan ketiga nanti bisa berjumpa dengan Kim tong-giok-li dan lebih2 mengharapkan akan berjumpa dengan Tham Bun-ki.
Dan sekarang dia hanya menunggu dengan gelisah melamun sambit mengeluh.
Tentu saja keluhannya itu tak akan didengar oleh Tham Bun-ki yang berada di tempat penginapannya.
Gadis itu hanya mendengar suara gelak tertawa yang menggema di luar, dia tahu di ruang tamu sedang di selenggarakan perjamuan besar untuk menghormati kawanan jago persilatan.
Di antara gelak tertawa yang nyaring dia seakan-akan mendengar isi pembicaraan orangorang itu adalah memperbincangkan orang yang mendapat kehormatan menjabat sebagai Kanglam Congpiaupacu itu semua heran dan ingin tahu manusia macam apakah Bengcu kaum Lok-lim itu.
Ada di antaranya yang berkata.
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Konon orang itu adalah murid kesayangan Thian tong-wu dari Kun-lun-pay bukan saja Kun-lun-kiam-hoatnya sudah mewarisi segenap kepandaian gurunya, terutama dalam hal Ginkang, katanya luar biasa."
Tapi orang lain segera menimpali "Apa yang kudengar malah jauh berbeda Tentunya kau tahu tentang perguruan Heng-ih-bun yang pernah menggetarkan dunia Kangouw pada puluhan tahun berselang yaitu Ji-ih-ciang Kim Put-poh yang disebut sebagai pendiri perguruan Heng-ih-bun? Meskipun kemudian harinya orang tua itu tak mencampuri urusan heng-ih-bun lagi lantaran murid2 perguruan tak becus, padahal secara diam-diam ia mempunyai seorang ahli waris yang amat tangguh, kudengar Beng cu kaum Liok-lim ini bukan lam adalah murid Ji Ih ciang itulah."
Karena ucapan ini, seruan kaget segera memenuhi seluruh ruangan, tapi seorang segera membantah.
"Keliru, keliru besar, dugaan kalian semuanya keliru besar!"
Sengaja ia berhenti sebentar dan berlagak jual mahal ketika dilihatnya perhatian semua orang tertuju kepadanya, selang sesaat ia baru meneruskan "Masih ingatkah kalian akan manusia berkerudung yang misterius yang pernah muncul pada sepuluh tahun yang lalu di dunia persilatan itu, di mana bukan saja belasan perusahaan Piaukiok telah dimusnahkan, bahkan Ouyang Peng-ci Lopiautau yang kosenpun ikut tewas? Nah, Liok-lim-bengcu itu bukan lain adalah putera manusia berkerudung itu katanya kemunculannya ini adalah untuk membalas dendam bagi kematian orang tuanya."
Maka seruan kaget dan helaan napas tambah santar menggema ruangan itu, terutama orang2 yang bekerja di perusahaan ekspedisi wajah mereka sangat murung dan kuatir.
Hanya Tham Bun-ki saja yang tertawa geli di kamarnya, tak bisa dibayangkannya bagaimanakah mimik wajah "Kiong Cing yang dan Liu Hui tatkala kedua orang itu mengetahui bahwa "Liok-lim-bengcn"
Yang disegani mi tak lain adalah Hui Giok yang dulu sering dihina oleh mereka.
Betapa inginnya gadis itu menyaksikan adegan yang lucu itu, darah panas dalam dadanya seolah2 mau bergolak.
Tapi, tak lama kemudian perasaan yang riang itu kembali diselimuti oleh kabut kemurungan yang tebal "Ketika bertemu lagi malam nanti, mungkinkah ia akan marah pada sikap ke-kanak2anku kemarin malam?"
Hong Lui Bun -- Khu Lung Merpati Pedang Purba -- Kauw Tan Seng Legenda Kelelawar -- Khu Lung