Ceritasilat Novel Online

Seruling Samber Nyawa 24


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Bagian 24




   Seruling Samber Nyawa Karya dari Chin Yung

   
Hakikatnya dalam hati masih terganjel pikiran tujuh hari kemudian tibalah ia meninggalkan dunia -fana ini.

   Kim-ling-cu berseri tawa, katanya.

   "janganlah terbawa oleh perasaanmu saja,"

   Lalu ia berpaling kearah Li Hong serta katanya.

   "Serahkan kembali seruling samber nyawa "

   Li Hong mengiakan terus melangkah maju dengan muka merah malu langsung ia anggukkan seruling samber nyawa kepada Giok-liong, matanya tidak berani beradu pandang. Tatkala itu Kim-ling-cu. memutar badan menghadapi Ma Giokhou katanya.

   "Giok-hou selanjutnya tak peduli dimana saja, ku-larang kau berkelahi lagi dengan Giok-liong. Kalau tidak tanpa memberi tahu dulu kepada ayahmu, perlu aku menghajarmu sampai kedua kakimu putus, tahu "

   Nada perkataannya biasa saja namun penuh wibawa dan kekerasan, sepatah demi sekata kedengaran sangat kuat bertenaga.

   Agaknya Ma Giok-hou merasa segan takut-takut terhadap tertua dari Bu-lim-su-bi ini, berulang-ulang ia manggutss, mulutnya pula mengiakan.

   Tiba-tiba Kim ling-cu menghela napas panjang, matanya mendongak memandang ke-langit biru kelam, suaranya kedengaran berada sedih dan iba.

   "Giok-hou Giok-liong Kamu berdua seharusnya.... ai, betapapun kalian seharusnya lebih dekat, ketahuilah, memukul harimau."

   Kedua kelopak matanya kelihatan basah, ucapan selanjutnya menjadi tersendat ditenggorokan tak kuasa diucapkan lagi. sebaliknya Giok-lionglah yang meneruskan kata-katanya.

   "

   Ucapan cianpwe benar, memukul harimau masih saudara sekandung, berangkat kemedan perang masih ayah ber-anak. Kau bernama Giok hou aku bernama Giok- liong, sama-sama she Ma lagi, seumpama saudara sekandung sendiri"

   Namun agaknya Ma Giok-hou tidak tergerak atau ada minat dengan rangkaian kata-kata ini, seperti mendengarkan kisah panjang seenaknya mulutnya mengiakan saja. Giok liong lantas maju berapa langkah dan terus menjura, katanya.

   "sikapku yang kasar tadi harap suka diberi maaf "

   Ma Giok-hou tertawa dibuat-buat, iapun membalas hormat sekadarnya.

   Giok-liong lantas memasukkan seruling kedalam kantongnya Mendadak tangannya meraba sebuah benda dingin, waktu dirogohnya keluar, kelihatan itulah sebuah benda warna hitam yang mengkilap, seperti besi tapi bukan besi juga tidak menyerupai batu, begitu ia angkat tinggi terus diayun diatas kepalanya, bawa sekelilingnya terasa menjadi dingin membeku.

   Keruan seluruh hadirin terbelalak kaget- Terutama Ma Giok Hou begitu melihat benda ini berubah hebat air mukanya, tanpa berayal terus berlutut dan menyembah berulang-ulang.

   Mulutnya berseru.

   "Tecu Ma Giok-hou menyembah pada Ling-kud (medali)."

   Giok-liong tercengang, katanya gugup.

   "saudara Giok-hou, kau...."

   Sikap Kim-ling cu sendiri juga menjadi serius dan hidmat, katanya sungguh-sungguh.

   "Dari mana kauperoleh jau lian lui-siau-hwi-soat-ling ? Medali tertinggi dari Pak-hay bun?"

   Cepat-cepat Giok-liong menjelaskan.

   "Pek Congcu mengutus Ping-goan su lo menggunakan medali ini mengundang wanpwe menuju ke Pak-hay untuk suatu keperluan."

   Bersinar mata Kim-lim cu wajahnya mengunjuk rasa girang katanya tersipu-sipu.

   "oh ada kejadian begitu, kenapa kau tidak lekas pergi "

   "

   Waktu itu Wanpwe ada janji di Im-hong Pay, maka tak mungkin memenuhi undangan ini"

   "Sekarang urusan disini sudah selesai, lekas pergi Lekas pergi"

   "Perjanjian pertemuan di Gak yang lau pada hari Goan siau tahun depan sudah dekat diambang mata, menurut pikiran Wanpwe setelah akan pergi kesana"

   "Apa-apaan kau ini Kau bisa segera sampai di Pak hay adalah lebih penting dari urusan pertemuan pada hari Goan siau yang akan datang. Lekas berangkat "

   "Apa benar begitu penting?" "Siang dan malam kau harus melakukan perjalanan kilat, secepat mungkin kau harus tiba di Ping-goan di laut utara, jangan sekali-kali kau main ragu atau bimbang aku khawatir selagi tua itu bakal berubah pikirannya dan mencabut kembali undang-undangannya"

   "Maksud Cianpwe-.."

   "setelah tiba di Ping-goan kau akan tahu, sekarang aku belum bisa menebak maksud hatinya, tak perlu banyak omong "

   Disebelah sini mereka bertanya jawab seenaknya, disebelah sana Ma Giok bou masih tetap berlutut mendekam di tanah tak berani bergerak apalagi angkat kepala. Akhirnya Giok liong menjadi tidak tega, katanya.

   "Giok-hou saudara silakan kau bangun untuk bicara "

   Tanpa berani angkat kepala Ma Giok hou mengiakan perlahan.

   "Tidak berani"

   Kim ling cu merasa geli, ujarnya.

   "Kuda liar ini tiba saatnya tahu rasa takut"

   Lalu ia menunjuk medali ditangan Giok- liong lalu sambungnya.

   "Kalau kau tidak simpan pertanda kebesaran milik ayahnya itu, mana dia berani berlaku kurang ajar?"

   Baru sekarang Giok-liong paham cepat-cepat ia memasukkan medali Hwi soat-ling itu kedalam kantongnya, katanya tertawa.

   "Silakan bangun"

   Sebelum angkat kepala Ma Giok hou melirik dulu ke arah tangan Giok-liong, mendadak ia meloncat bangun serta teriaknya.

   "Toa nio Disinilan letak persoalannya."

   Semua orang menjadi heran dan tercengang, tak tahu kemana juntrungan ucapannya. Kim-ling-cu sendiri juga tidak paham maksud kata-katanya itu, tanyanya.

   "

   Engkau Persoalan apa dan dimana letaknya?"

   "Kutanggung takkan salah "

   Teriak Giok hou lagi. Giok-liong melenggong, matanya menjublek memandangi orang, tanyanya- "Tentang urusan apa, coba kau tuturkan pelan-pelan, jangan terlalu emosi."

   Memang wajah Ma Giok hou berseri-seri kegirangan sangat puas sekali, sekali tarik Giok liong kehadapan Kim ling cu lebih dekat katanya lantang.

   "Mari keluarkan jian lian lui siau hwi soat ling, nanti kuterangkan sejelasnya supaya kau tidak kawatir lagi"

   Giok liong tidak tahu kemana juntrungan maksudnya ini, dengan melongo dia awasi wajah Kim ling cu. Kim ling cu sendiri juga diliputi tanda tanya, katanya dengan nada tertekan.

   "Apa kau hendak menarik balik jian lian lui siau hwi soat ling milik ayahmu itu?"

   Segera Ma Giok hou berdiri tegak lurus penuh rasa hormat katanya sungguh-sungguh.

   "Mana keponakan mempunyai nyali sedemikian besar"

   "Kenapa kau minta dia mengeluarkan lagi?" "Akan kubuktikan sesuatu keajaiban alam yang paling aneh sekali"

   "oh"

   Giok liong berseru paham pula mengeluarkan medali pusaka itu. Tanpa melirik atau melihat kearah medali ditangan Giokliong itu Ma Giok-hou berkata penuh kepercayaan.

   "

   Kalau terkaanku tidak meleset, ditengah-tengah medali pusaka ini tentu ada setitik warna putih sebesar beras-"

   Semula Giok liong tidak pernah memperhatikan akan hal ini, setelah kejadian dirinya terserang penyakit aneh itujuga tidak memeriksanya lagi, kini setelah mendengar kata-kata Giok hou baru ia berkesempatan memperhatikan.

   Benar juga medali pusaka hitam mengkilap ditangannya ini memang ada setitik putih sebesar beras, tepat ditengahtengah- "Tentu ini ada penjelasan lebih lanjut bukan?"

   Kim Ling cu bertindak maju ikut memeriksa, lalu katanya.

   "Bagaimana pula dengan titik putih kecil ini?"

   Dengan kalem Ma Giok-hou menerangkan.

   "Setitik putih kecil itu merupakan wakil dari pada nyawa kamu Kim pit jan hun."

   Semua orang lebih heran dan tak mengerti. Kim liong cu menjadi tidak sabar lagi, katanya mendesak.

   "Katakan saja secara langsung dan cekak aos, kenapa mesti pakai putar-putar apa segala"

   Ma Giok-hou tersenyum serta mengiakan lalu serunya .

   "

   Titik itu, adalah hasil sedotan dari jian Cian lui- siau- hwi soat ling yang telah mengisap api beracun dari Le hwe bu ceng itu-"

   Baru sekarang semula orang sadar dari duduk persoalan mereka, melihat betapa bangga dan girang hati Ma Giok-hou, katanya lagi lebih takabur.

   "Medali ini adalah batu meteor yang terjatuh dari langit, terpendam didasar tumpukan salju selama ribuan tahun, bukan saja mengandung inti sari tekanan suhu dingin malah beribu lipat lebih dingin kalau dibanding dengan ciat ham im, ini betul-betul merupakan obat manjur dari Le hwe- bu ceng im, kalau kau simpan menempel dalam badanmu segala racun yang bersipat panas bagaimana juga takkan mungkin kuat merangsang badan ini merupakan sesuaru hal yang gampang di mengerti, kenapa harus dibuat heran?"

   "Hah, benar begitu"

   Tiba-tiba Giok liong berjingkrak, teriaknya.

   "Tak heran sewaktu aku menginap dihotel dibawah kaki Bulay- san tempo hari, malam-malam aku terserang racun panas yang tak tertahan lagi, semula aku terserang penyakit malaria?"

   Ang i mo-li Li Hong yang sejak tadi tidak bicara tak tertahan lagi menyeletuk "Ya, keadaanmu waktu itu betul betul sangat mengertikan."

   Giok liong lantas menyambung lagi.

   "Ternyata sebelum naik tidur aku keluarkan medali ini dan kusimpan dibawah bantal, maka tak heran bisa dari Le hwebun- geng itu segera kumat"

   Sesaat Kim ling cu mengamati Giok liong, lalu katanya "sekarang racun yang mengeram dalam tubuhmu sudah lenyap sama sekali kukira jiwamu tak perlu dikwatirkan lagi"

   Ma Giok hou juga manggut-manggut, katanya. "Titik putih diatas medali itu sudah terhimpun ketat sebesar beras, ini pertanda bahwa seluruh racun panas dalam tubuhmu sudah tersedot seluruhnya, kukira tak menjadi soal lagi akan kesehatanmu"

   Giok liong menjadi rikuh, katanya.

   "Terpaksa harus membuat medali, kalian dapat karena setitik putih ini- Ma Giok Wou bergelak tertawa, ujarnya .

   "untuk itu kau tak perlu kwatir, tujuh kali tujuh empat puluh sembilan hari kemudian medali ini akan kembali seperti keadaan semula, tanpa kelihatan sedikit bekas-bekas cidera."

   Ling soat Yan dan soat kian dan Li-Hong bertiga terlongong seperti kanak-kanak yang mendengarkan cerita khayal. Kim ling-cu menengadah melihat cuaca, katanya.

   "Sudah hampir jam dua, aku masih punya urusan penting ditempat lain, Giok- liong harus segera berangkat kePakhay dan jangan tertunda-tunda lagi "

   Belum lagi Giok-liong sempat menjawab Ang-i-mo-li Li Hong segera menyelak bicara dengan gelisah.

   "Cianpwe, aku..."

   Kim-ling-cu lantas mengerut kening, ujarnya.

   "Ai, ya, serba berabe juga "

   "Nona Li, kenapakah kau ?"

   Tanya Giok-liong. Kata Kim-ling cu.

   "Dia mendapet tugas dari ayahnya serta diancam oleh Ibun Hoat untuk menguntit jejakmu, sekarang seruling samber nyawa tidak berada ditangannya, bagaimanakah kau suruh dia kembali ke yu-bing-mo-khek melaporkan tugasnya ?"

   Sementara itu, Ang-i-mo li mengucek-ngucek ujung bajunya, sambil menunduk dengan malu dan gelisah. Ternyata Tan soat-kiau berwatak polos dan jujur, segera ia ikut bicara.

   "

   Kalau tiada halangan. Nona Li boleh ikut aku kembali ke Kau jiang sai, di sana menetap sementara, bagaimana selanjutnya kelak bicarakan lagi "

   Kim-ling cu manggut-manggut, ujarnya.

   "Begitupun baik, ya begitu saja Aku harus segera berangkat "

   Belum bilang suaranya bayangan putih berkelebat cepat sekali laksana hembusan angin lalu, sekejap saja bayangannya sudah melayang jauh puluhan tombak- dilain kejap sudah hilang dikeremangan malam.

   Tanpa bersuara lagi Ma Giok-hou segera menjejakkan kaki tubuhnya melenting tinggi sambil membentangkan kedua lengannya, laksana seekor burung bangau ia meluncur kearah yarg berlawanan, dikejap lain iapun sudah menghilang dari pandangan mata,- "Bocah keparat "

   Teriak Ling soat-Yan begitu melihat orang hendak tinggal pergi begitu saja, sebera ia memburu sambil berseru lagi.

   "Kematian chiu Ki harus dibereskan"

   Kuatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan segera Giokliong kembangan Ling-hun-toh terus mengejar kedepan, kedua lengannya dipentang menghadang di depan Ling soatyan, katanya.

   "Nona Ling, sudahlah urusan ini tidak perlu ditarik panjang"

   Tan soat-kiau juga memburu maju, bujuknya.

   "Adik soat-yan, sudahlah tak perlu cari perkara lagi"

   Amarah Ling soat-Yan masih belum terlampias, katanya uring-uringan.

   "sudah terlampias rasa dendamku"

   "

   Kalau begitu marilah adik juga ikut ke Kau-jiang-san untuk satu bulan lamanya, setelah lewat musim dingin dan dekat tahun baru kita bersama-sama pergi ke Gak- yang untuk menghadiri pertemuan disana itu"

   "Tepat sekali"

   Seru Giok- liong bertepuk tangan.

   "

   Kalian bertiga bersama tentu takkan kesepian"

   Sekarang sikap Li Hong sudah tidak serikuh tadi, iapun ikut maju membujuk.

   "Nona Ling, sementara ini mengalah saja, masa kelak takkan berjumpa lagi dengan kurcaci itu ? Kalau bersua kembali bertiga kita keroyok dia supaya kapok"

   Karena bujukan-bujukan ini terpaksa Ling soat-Yan membanting kaki, katanya mengertak gigi.

   "Dendam ini betapa juga aku harus membalasnya "

   Hakikatnya saat itu Ma Giok hou sudah pergijauh tak kelihatan lagi bayangannya.,. Giok,-liong berkata dengan tertawa.

   
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Kita bicarakan lagi bila bertemu pula "

   "carikan lagi apa segala."

   Sungut Ling seat-Yan sambil membanting kaki.

   "aku akan mengadu jiwa dengan dia "

   Cepat-cepat Giok,-Liong bicara lebih hati-hati.

   "Baik, ya, ya, mengadu jiwa Siapa bilang tidak mengadu jiwa "

   Tan soat-kiau dan Li Hong menjadi geli sambil menutup mulutnya.

   Melihat Giok,-liong bicara sambil angkat tangan menjura dan bertingkah laku sangat lucu, Ling soal yan menjadi geli sendiri, tak tertahan lagi ia tertawa cekikikan, sambil melengos dengan lirikan penuh arti ia tarik Tan soat-kiau serta katanya.

   "Mari kita pergi, jangan hiraukan dia lagi "

   Tan soat-kiau menggape Li Hong, katanya.

   "Nona Li, mari berangkat "

   Bayangan putih, kuning dan merah laksana tiga jalur cahaya terbang melesat cepat sekali menembus semak belukar, masing-masing kembangkan ginkangnya berlari kencang saiing kejar menuju kearah barat.

   sekarang alam pegunungan yang kosong dan sepi terbenam dalam kegelapan malam, tinggal Giok, liong seorang diri merasa hampa dan kesepian seperti kehilangan sesuatu, ia menjublek dibawah penerangan sang putri malam yang memancarkan sinar redup.

   Entah mengapa ia merasa benaknya ada berapa banyak kata kata yang ingin dilimpahkan kepada seseorang, tapi, tak tahu dia omongan apa yang harus ia tuturkan, malahan sendiri menjadi bingung kepada siapa ia harus ber-tutur.

   Akhirnya ia menghela napar panjang, tiba-tiba dengan gaya Goan Hong-jip bun badannya melejit tinggi lima tombak, diempos-nya rasa ganjelan hatinya sambil menekan pusar terus menggembor keras dan panjang, suaranya mengalun tinggi seperti kaluban, sementara tubuhnya terus meluncur dengan kecepatan penuh menuju keutara.

   Giok-liong belum jelas duduk perkara sebenarnya, apa tujuannya menuju ke Pak-hay, malah rasanya lebih penting dari bencana dunia persilatan yang sudah dlamblang pintu, lebih mendesak lagi katanya.

   Tapi pesan Kim Ing-cu mau sak mau harus dipatuhi.

   Perihal nama dan asal usul Hwe-thian-khek Ma Hun dari laut utara Giok liong pernah dengar dari ibunya- Katanya beliau sudah memasuki lembah putus nyawa, bagi semua orang yang memasuki lembah putus nyawa bisa masuk takkan dapat kembali, hanya dirinyalah yang paling beruntung penemu rejeki besar satu-satunya didalam lembah putus nyawa itu.

   Menurut penuturan gurunya bahwa ternyata Hwi thian-khek Ma Hun tidak pernah memasuki lembah putus nyawa, malah seorang yang she Ma pun tiada disana- Begitulah sembari kencangkan larinya otaknya berputar mengenang pengalaman dahulu, sekarang pikirannya mulai menyelusuri juga pengalaman akhir akhir ini- Bahwa Jian - lian - lui siau hwi-soatling adalah medali khas milik Pak-hay yang tiada ternilai dan tinggi perbawanya, tentu tak mudah dan segampang begitu saja di percayakan kepada orang lain.

   Bukti nyata atas diri Ma Giok-hou yang bersifat bangor dan nakal itu begitu melihat medali pusaka ini lantas bertekuk lutut tak berani berkutik lagi.

   Maka dapatlah dibayangkan betapa besar perbawa dan keangkeran medali ini, kalau Ma Hun begitu sungguh sungguh mengundang dirinya tentu urusan yang bakal dihadapinya ini bukan sembarang urusan Apalagi pesan wanti-wanti Kim-ling-cu begitu serius tadigelombang pemikiran bergejolak dalam hati kecil Giok, liong, sang waktujuga terus berlalu ditengah pemikirannya yang tidak keruan itu.

   sang putri malam tak terasa sudah hampir terbenam di ufuk barat, saat itu kira-kira sudah tiba pada kentongan keempat, dengan berlari kencang sekian lama ini boleh dikata Giok,-liong sudah kerahkan seluruh kemampuannya untuk mengembangkan Leng hun-toh- Tak lama kemudian Giok-liong menghadapi sebuah gagasan gunung yang gundul tanpa tumbuh rumput atau pohon, selayang pandang pasir yang kuning dan batu batu cadas melulu keadaan ini seperti berada di padang pasir, Giok liong menjadi heran.

   Tanpa merasa ia menjadi terkesima akan keadaan sekeliling ini lalu menghentikan langkahnya.

   Terasakan keanehan di alam sekelilingnya yang dilalui ini, sepanjang jalan jauh ini yang dilewati selalu gunung gemunung yang penuh semak belukar dan pohon-pohon lebat, sekarang berada di tempat terbuka terbentang lebar tak kelihatan ujung pangkal, perasaan hati menjadi agak longgar dan nyaman, apalagi setelah malaman ini terlalu banyak mengeluarkan tenaga menempuh perjalanan jauh perlujuga sekedar istirahat.

   siapa tahun baru saja ia hinggap turun dilereng sebuah tanjakkan, sekonyong konyong setitik bintang laksana anak panah cepatnya mengeluarkan suara melengking tajam menerjang datang kearah dirinya.

   Karena tak menduga Giok,-liong berseru tertahan, untung Iwekang Giok, liong sekarang sudah mencapai tergerak hatinya secara reflek tanganpun ikut bekerja, begitu ada maksud dalam hati tenaga dalam lantas bekerja sendirinya.

   Dengan cara membokong dan serangan menggelap macam begitu mengeluarkan suara lagi, bagi Giok-liong bukan menjadi rlntangan atau tak perlu dikuatirkan.

   Terlihat sebelah tangannya terulur maju terus mencengkeram ke depan, telak sekali tangannya menggenggam kencang, terasa empuk dan berbau wangi, kiranya itulah sekuntum kembang serasi warna kuning.

   Belum lagi ia melihat tegas benda di-tangannya terdengar sebuah bentakan nyarlng, merdu darl samping sana.

   "Keparat Kam pit jan hun yang kejam dan telengas, lihat serangan "

   Tahu-tahu ui-hoa Kaunu Kim Eng telah berada di depannya dimana sebelah tangannya menyapu miring dengan babatan menggunakan tipu Bing-tek sian-to (Bing-tek mempersembahkan golok) langsung menusuk ke arah teng gorokan Giok- liong.

   serangan ini dilancarkan begitu cepat dan mendadak lagi, cara menyerangnya juga begitu kejam dan ganas seakan-akan sekali pukul hendak meremuk leburkan seluruh badan Giokliong.

   Giok liong tidak tahu juntrungan orang, sebat sekali kakinya menutul tanah begitu pundaknya sedikit bergoyang, enteng sekali ia melayang kesamping setombak lebih, secara gampang saja ia menyelamatkan diri darl serangan berbahaya itu.

   "Kin- kaucu Kenapa kau"

   "Lihat serangan ini lagi "

   "Aduh Celaka Kau..."

   "Sambutlah saranganku ini."

   Tanpa peduli tujuh kali tiga dua puluh satu sekaligus ui-hoa Kaucu melancarkan dua belas pukulan dan hantaman, setiap jurus serangannya dilandasi seluruh tenaga dalamnya, apalagi cara menyerangnya juga nekad dan kalap, seperti arus sangat besar yang bergulung gulung tak mengenal putus dengan ombaknya yang berderai.

   Keruan lereng gunung yang penuh bertaburan pasir kuning itu menjadi gelap oleh debu pasir yang berhamburan tersapu oleh angin pukulan yang dahsyat, batu-batu besar kecil juga ikut beterbangan terdampar oleh kekuatan pukulan Kim Eng.

   Walaupun dengan mudah Giok,-Liong selalu mengelakkan diri dari rangsakan hebat ini, tapi tak urung badannya menjadi kotor dan berlepotan debupasir keterjang batu dan krikil lagi sehingga lambat laun bajunya sedikit berlobang dan koyak.

   Dari dongkol akhirnya timbul amarah Giok,-Liong, dalam suatu kesempatan dimana dilihatnya lawan menyerang lagi sebera sebelah tangannya terulur maju sambil membentang telapak tangan, sedang sebelah tangan yang lain ditarik kesamping untuk memunahkan dorongan kekuatan tenaga lawan, sementara telapak tangan Yang terpentabg itu memapak maju menyambut.

   "Blang "

   Terdengar erangan tertahan, kontan terlihat bayangan orang terpental mundur sejauh setombak lebih.

   "Kim Kaucu, kenapa begitu sengit dan galak betul sikapmu terhadapku, menyerang secara semena-mena lagi.."

   "Hm Hm Galak dan kejam ? Tak nyana berani kau berkata demikian,"

   Belum habis kata-kata Kim Eng, lagi-lagi ia menggerakkan tangan serta melangkah maju hendak menyerang lagi- "Tunggu sebentar "

   Hardik Giok-liong sambil mengerutkan alis, setelah mencegah serbuan ui-hoa Kaucu Kim Eng, ia membentak pula.

   "Bicaralah dulu supaya jelas."

   "Apakah perlu kujelaskan lagi?"

   "Tentang urusan apa itu ?"

   "Kau kira aku tidak tahu ?"

   "Kau tahu apa ?"

   "Membunuh orang membakar rumah"

   "Siapa yang melakukan ?" "siapa lagi kalau bukan kau"

   "Aku ?"

   "Selain kau siapa lagi ?"

   "siapa yang kubunuh ? Rumah siapa pula yang kubakar ?"

   "Perkampungan awan terbang"

   "Apa katamu ?"

   "Kataku kau telah membakar habis menjadi tumpukan puing seluruh Hwi hun san-cheng, membunuh pula Thi koan im ibunda Coh Jian-kun"

   "Kim Kaucu, jangan kau sembarang omong, lebih-lebih kau menuduh aku semena-mena."

   "Hahaha..."

   Kim Eng Kaucu ui-hoa-kiau terloroh-foroh panjang sambil menengadah, setelah selesai gelak tawanya, air mukanya berubah bengis, serunya beringas.

   "Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, kau tak perlu main pungkir-"

   Keruan Giok-liong mangkel dan dongkol serunya dengan rada berat.

   "Kau sendiri melihat aku Ma Giok- liong membunuh dan membakar rumah ?"

   Tak duga Kim Eng mandah tertawa ejek lagi, katanya penuh keyakinan.

   "

   Kalau waktu kejadian itu aku berada disana seumpama harus mengorbankan jiwaku tentu aku tidak tinggal diam melihat pemuda gila macam kau melaksanakan niat jahatmu."

   "Cis, bukankah kau tadi mengatakan melihat dengan mata kepala sendiri?" "Aku melihat sendiri Hwi hun tan cheng sudah menjadi tumpukan puing, kutemui juga Thi koan im yang sudah lanjut usianya itu terluka parah dengan tujuan lobang luka berat ditahannya, keadaannya sangat menfenaskan."

   "Apa betul? Betul ada kejadian itu?"

   "Kau tak perlu main pura-pura."

   "Kaucu, kau tak boleh asal buka mulut berkata seenakmu sendiri-"

   "Berkata seenaknya? Kenapa aku tidak katakan kalau itu perbuatan orang lain?"

   "Lalu mengandal apa kau mengatakan aku Ma Giok liong yang berbuat?"

   "Mengandal batu Giok berbentuk jantung hati yang tergantung diatas lehermu itu"

   "Batu giok berbentuk jantung hati."

   Ini menimbulkan banyak pikiran dalam benak Giok- liong.

   seperti diketahui bahwa sebentuk batu giok itu kini sudah diminta pulang kembali oleh Coh Ki-sia, dan kejadian itu lantas terbayang di otaknya.

   Coh Ki sia adalah gadis rupawan pertama yang pernah terjalin suatu kisah terjadinya antara suami istri umumnya- Giok.

   Liong menjublek tak bergerak, ia tenggelam dalam renungan pengalaman lama yang penuh kasih mesra dan mikmar, namun kenangan lama itu kini menambah berat tekanan hati yang penuh penjeriihan.

   "Hahahaha Kau tak mampu berkelit lagi bukan"

   Melihat sikap ciiong yang terlongong penuh rasa sedih dan kuyu itu lebih mempertebal sikap prasangka Ui hoa Kaucu Kim Eng akan tuduhannya, oleh karena itu lagi-lagi ia terlorohloroh panjang dengan sedih dan rawan.

   sungguh pilu perasaan Giok, liong, harinya seperti ditusuk oleh ribuan ujung jarum, suaranya tawar berkata sambil goyang kepala.

   "Kaucu Kau salah sangka"

   "Aku salah Dimana letak kesalahanku Meskipan aku ada sedikit perselisihan dengan Thi koan-im."

   "Kau dan Thi koan im?"

   "Ai- baiklah kuterangkan Dia membenci aku, tapi aku tidak membencinya-"

   "Dia membencimu? Kenapa?"

   "Tidak mengapa Tapi"

   Bicara sampai disini tiba tiba Ki Eng menghentikan kata kata selanjutnya, alisnya berkerut dalam, sambungnya.

   "Sudahlah Kembalikan saja bentuk batu giok milikku itu"

   "Milikmu ?"

   "ya- milikku, kau sangka aku bohong?"

   "Kata-katamu ini semakin membingungkan aku"

   "sudah tentu kau takkan paham"

   Mendadak sikap ui houkiaucu Kim Eng berubah- Tadi bersikap garang menyerang kalap untut gugur bersama kini sudah tersapu bersih, sekarang kelihatan wajahnya membeku dingin penuh rasa duka nestapa pancaran matanya juga menjadi redup.

   Keruan Giok- liong menjadi terheran-heran, serunya.

   "

   Kaucu "

   Mata Kim Eng mengembeng air mata, sedapat mungkin ia menahan mengalirnya air mata namun akhirnya tak tertahan lagi ia menangis sesenggukan, keadaannya ini sungguh pilu dan menyedihkan, ujarnya sambil goyang tangan.

   "urusan ini kau tidak akan mengerti "

   Giok-liong menjadi ketarik, tanyanya mendesak.

   "Bolehkah kau ceritakan kepadaku ?"

   Dengan ujung bajunya Kim Eng menyeka air matanya sambil menggigit bibir, matanya mendelong memandang jauh ke angkasa. Lama dan lama kemudian baru mulutnya menggumam.

   "Ai, pengalaman dulu laksana asap mengepul..."

   Baru saja Giok liong hendak membuka mulut, Kim Eng sudah menunjuk sebuah batu besar diatas tanjakan lereng bukit tandus berpasir kuning sana, katanya.

   "Di tanjakan atas sana ada batu, mari kita duduk di-sana dengarlah kisah hidupku masa lalu "

   "Baik, marilah "

   Serentak mereka berdua menjejakkan kaki terus melambung tinggi menuju ketanjakan bukit sana.

   Di atas bukit memang ada beberapa batu besar yang rata dan licin, Giok liong dan Kim Eng lantas duduk berhadapan.

   sebelum membuka suara Kim Eng menghela napas dulu, ujarnya.

   "Ai, kau harus tahu apakah larangan pertama dan undangundang ui-hoi-tiau ?"

   Sebetulnya Giok-liong memang tidak tahu namun bagai mana baiknya ia harus menjawab hal ini membuatnya serba susah, mulutnya tergagap.

   "Undang-undang pertama...".

   "Undang-undang pertama itu berbunyi, semua murid agama kita dilarang berkenalan dan bergaul dengan kaum Adam, terlebih lagi tidak boleh membicarakan soal perkawinan selama hidup ini harus hidup sebatang kara seorang diri selamanya tidak boleh menikah "

   "lni... kenapa"

   Kim Eng lantas melanjutkan.

   "

   Undang-undang agama kita semula tidak begitu keras, undang-undang ini dibuat setelah aku menjabat sebagai ketuanya "

   "oo, kenapa begitu ?"

   "Justru karena Cek Jian-kun dari Hwi-hunsan-cheng itulah-"

   "Karena beliau ?"

   "Sebelumnya aku belum pernah kenal dengan coh jian kun soalnya karena dijalan raya yang menuju ke kotajiang-ek- la melukai salah seorang anggota agama kita- Waktu itu aku belum lama berkecimpung di Kangouw, mendapat perintah suhu untuk menagih pertanggungan jawabnya, maka aku lantas meluruk ke Kwi-hun san-cheng membuat perhitungan."

   "Begitulah cara perkenalan pertama ?"

   "Benar, kenal sih tidak menjadi soal, siapa tahu, selain merasa rikuh dan minta maaf kepadaku, iapun menyambut dan berlaku sedemikian rupa."

   Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Giok,-liong manggut-manggut, ujarnya.

   "Sebagai tuan rumah sudah jamak kalau ia berlaku ramah dan sopan santun."

   Kim Eng tertawa getir ujarnya.

   "Ibu-nya Thi koan im, sebaliknya marah-marah, berkeras menantang aku untuk berkelahi"

   "inipun tak bisa disalahkan dia,"

   Kata Giok liong sambil tersenyum. "Sudah jamak bukan ada orang meluruk datang menantang, karena besar rasa cintanya terhadap putra tak menghiraukan siapa salah atau benar, betapapun aturanaturan Kangouw harus ia patuhi-"

   "ya akupun- tidak salahkan bukan, malah aku mengalah sampai diserang tiga kali, mandah berkelit saja tak berani balas menyerang "

   "Betul-betul pambek seorang Kaucu"

   "Pambek apa segala, seorang cendekiawan bisa melihat gelagat, bicara sebenarnya kepandaian waktu itu masih bukan tandingannya "

   Giok-liong tertawa lagi ujarnya.

   "

   Kaucu berkata sungkan Bagaimana selanjutnya ?"

   "Akhirnya dengan berbagai bujukan manis Coh Jian- kim menahan ibunya, malah mengiringi aku menghadap suhuku untuk minta maaf"

   "Kejadian itu sudah mencapai penyelesaian yang paling sempurna, pertikaian ini kukira sudah selesai sampai disitu saja bukan "

   "Ai, siapa tahu... sungguh durhaka "

   "Durhaka ? Adakan kesalah pahaman lain terjadi ?"

   "siapa tahu disepanjang jalan pulang itu kita berdua"

   Sampai disini merah malu selebar muka ui-hoa-kaucu Kim Eng, sambil menunduk kepala dalam ia terpekur.

   Giok-liong sendiri sudah maklum apa yang telah terjadisebab kejadian dirinya dengan cek Ki-sia merupakan suatu rangkaian penjelasan yang paling tepat.

   Maka sambil tersenyum Giok-Liong berkata.

   "Ini merupakan suatu berita menggembirakan bagi kaum persilatan, jodoh yang cocok dan pernikahan yang penuh bahagia kiranya " "Berita gembira ? jodoh takdir apa segala?"

   Membeku air muka Kim Eng setelah berkata.

   tiba tiba ia menengadah terloroh-loroh seperti orang kesurupan, tawanya tersendatsendat bernada tinggi seperti teriakan orang hutan yang menyedihkan membuat pendengarannya pilu juga.

   Giok.-liong merasa heran, tanyanya.

   "Apakah Coh Jian-kun mengingkari hubungan.... hubungan mesra itu?"

   "Tidak"

   "Lalu kenapa...?"

   "Ibunya anggap aku merupakan musuh yang meluruk mencari perkara di rumahnya, bagaimana ia juga menolak dan tidak merestui perjodohan ini "

   "Wah, serba runyam..."

   "Bukan begitu saja, persoalannya lebih celaka lagi, ia menekan dan memaksa Coh Jian kun mempersuntingkan Tam-kiong-sian-ci Hoanji-hoa itu, pernikahan mereka merupakan perjamuan terbesar dalam kalangan Bu-lim."

   "Eh"

   Tak tertahan Giok-liong berseru tertahan, sebab urusan ini rada mengandung paksaaan yang melanggar peradatan, tidak di landasi kebenaran lagi maka maklumlah kalau Ui hoa-kiaucu sampai sedemikian merana dan duka nestapa.

   "Tak duga kejadian itu, masih terus membawa buntut yang tiada akhirnya."

   Terdengar Kim Eng menyambung lagi dengan air muka penuh duka dan rawan.

   "Lebih celaka lagi karena hubungan diperjalanan itu aku sudah mengandung..."

   "Hah urusan ini lebih rumit lagi"

   Memang coba pikirkan, sebagai ibu yang belum menikah bagaimana selanjutnya aku harus menjadi manusia muncul dimuka umum.

   "Benar, betapapun kau harus mencari penyelesaian terhadap Coh Jian-kun "

   "suhuku sendiri yang meluruk ke Hwi-hun-san-ceng menemui Thian-koan im untuk mencari titik pertemuan untuk menyelesaikan urusan melainkan ini"

   "Bagaimana katanya?"

   "Bukan saja tidak menaruh belas kasihan terhadap aku, malah ia mencaci mati suhuku lagi, katanya undang undang ui-hoa-kiau kurang keras dan melarang anak muridnya untuk memincut laki-laki apa segala "

   "

   Orang tua itu keterlaluan..."

   "saking murah- sejak hari itu juga lantas suhuku menghilang mengasingkan diri tak pernah muncul lagi, entah kemana beliau sekarang tak terdengar kabar beritanya-"

   Giok-liong gelang-gelens kepala, keluhnya.

   "Ai, mengenaskan"

   "Takkala itu dua orang suciku yang terbesar menjadi berang, berbareng mereka menantang ke Hwi-hun-sanceng..."

   "ya, terpaksa memang harus demikian"

   "siapa tahu, mereka menghadapi gabungan tenaga Thikoan- im dan Tam-kiong-sian-ci, dalam pertempuran yang seru itu kedua belah pihak sama menderita luka-luka berat, setelah kembali sampai di markas besar, beruntun mereka meninggal dunia kerena luka-lukanya itu"

   "Sungguh tak duga bakal terjadi bencana besar yang sia-sia ini" "Hari ke hari perutku semakin besar, berulang kali aku sudah berusaha hendak bunuh diri"

   "Mana boleh kau mengambil jalan senekad itu, satu pihak kau harus memanggul tugas dan warisan ui-hoa-kiau, dan yang terpenting adalah orok dalam perutmu itu harus tetap hidup dan tumbuh besar "

   Ucapan Giok-liong terakhir ini betul-betul mengenai lubuk hati ui-hoa-kiau cu Kim Eng. Maka sekilas pancaran matanya menjadi bersinar cemerlang, ujarnya penuh haru dan girang.

   "ya, karena itulah maka mencuri hidup dan sampai sekarang, aku harus hidup meskipun nista dan hina meliputi diriku"

   Giok,-liong seperti teringat apas, katanya.

   "Dalam jangka waktu selama ini seharusnya Coh Jian-kun datang menengok dan menghiburmu bukan"

   "Coh Jian-kun ?"

   "Apakah diapun berubah hatinya ?"

   "Tidak"

   "Dari mana kau tahu?"

   "Bukan saja ia tidak melupakan aku, malah sejak pernikahan itu ia tidak pernah tidur sekamar dengan isterinya"

   "Eh, kami menderita. Tam kiong-sian-cijuga harus ikut sengsara."

   "Tapi ia memang tidak mungkin datang menengokku"

   "Kenapa bisa begitu ?"

   "Thi koan-im tidak memberi ijin ia meninggalkan rumah, setiap saat selalu ia suruh Tam-kiong sian-ci mendampinginya. Kemana saja ia pergi." "

   Orang tua itu sungguh terlalu keras menjaga putranya "

   "Akhirnya tiba saatnya juga aku melahirkan seorang anak perempuan"

   "

   Anak perempuan Dimanakah putrimu itu sekarang ?"

   Air muka Kim Eng rasa terang, sinar matanya memancarkan rasa riang, tanpa berkedip ia terlongo memandang bintang-bintang dilangit, mulutnya menggumam.

   "Masih untung, ia hidup bahagia "

   "Dimanakah sekarang dia berada ?"

   "Aku tidak tahu"

   "Tidak tahu ?"

   "ya "

   "Akh, kan aneh "

   "Tidak lama setelah ia lahir, terus dibawa pergi"

   "siapa ?"

   "Tam-kiong-sian-ci Hoan ji-hoa "

   "oh, dia, kenapa ?"

   "sebab dia sendiri belum pernah melahirkan juga tiada tanda-tanda mengandung bakal melahirkan anak "

   "Bagaimana kau bisa berlega hati ?"

   Kata-kata Giok-liong menusuk perasaannya yang rindu akan cinta kasih kepada putrinya, tak tertahan lagi Kim Eng menjerit menangis sesenggukan. Giok.-liong ikut meresapi kedukaan orang, cepat-cepat ia membujuk.

   "Kalau sudah kau serahkan sejak dulu, apa untungnya kau menangis sekarang ?" "Apa kau kira aku rela menyerahkan putriku kepadanya. Tapi bagaimana kalau sudah besar nanti ia merajuk kepadaku ingin melihat bapaknya, apalagi setelah menanjak dewasa bagaimana pula ia harus mengambil namanya, bagaimana ia harus hidup ?"

   Giok.-liong menjadi kagum dan memuji.

   "ya, demi generasi muda, Kaucu sikapmu ini sungguh mengharukan dan agung serta suci "

   "setelah Tam-kiong-sian-ci membawa pulang putriku, Thikoan- im menyuruh orang mengirim surat kepadaku, katanya sejak saat itu aku dilarang menemui putriku supaya ia tidak mengetahui masa lalunya "

   "Katanya kalau sekali aku berani menengok putriku, beliau tidak mau lagi mengakui cucunya itu, malah mungkin menganiaya dan mengusirnya dari keluarga Coh mereka. Demi kebahagiaan anakku, terpaksa aku menurut saja "

   "Kaucu, kau mengorbankan dirimu sendiri demi kebahagiaan putrimu"

   "Untung Tam kiong-sian-ci Hoanji hoa tidak melahirkan, dipandang dan dirawatnya sebagai anak kandung sendiri, ini terhitung suatu keberuntungan dalam kejadian yang tidak menguntungkan"

   Melonjak hati Giok, liong, tanyanya cepat.

   "selamanya dia belum pernah melahirkan?"

   "Ah, entah karena Coh Jian-kun berkukuh tidak mau tidur sekamar atau karena apa?"

   Kini Giok, liong tidak menaruh perhatian akan persoalan lain, desaknya lebih lanjut.

   "Jadi putrinya itu adalah Coh Ki-sia yang sekarang ini"

   "siapa bilang bukan?"

   Sahut Kim Eng sambil angkat alis.

   Jantung Giok liong seperti bertambah berdegup dan darahnya semakin menggelora, hatinya menjadi was-was dan perasaannya tidak tentram.

   Hal ini memang serba runyam dan menyulitkan dirinya.

   Ada niat ia hendak membuka rahasia hubungan dirinya dengan coh Ki-sia, tapi cara bagaimana ia harus membuka mulut.

   Kalau tidak dibicarakan langsung, hati kecil merasa tidak tentram, sesaat perang batin tengah bergejolak dalam benaknya, satu sama lain saling kontras.

   Apa lagi persoalan ini sulit untuk mencari jalan tengahsaat itu terdengar Kim Eng berkata lagi.

   "Maka kali ini aku mengetahui seluruh anggota kami malam-malam menuju ke Hwi - hun san - cheng, tujuanku hendak mencuri lihat saja darah dagingku ini"

   "Berapa tahun sudah perpisahan ini?"

   "Waktu itu dia baru lahir tiga bulan, sampai sekarang sudah enam belas tahun, sejak saat itu kita ibu beranak belum pernah jumpa barang sekalipun"

   "Kalau begitu berarti ia tidak mengenal akan ibunda yang agung ini"

   "ya, dia tidak akan mengenal aku"

   Akhirnya Giok-liong mengambil keputusan untuk menutup mulut sementara waktu lagi, katanya.

   "Kenapa setelah berselang-enam belas tahun, hari ini mendadak kau teringat hendak menengok putrimu itu?"

   Berubah serius wajah Kim Eng, serunya keras.

   "Baik tak perlu main sembunyi lagi. karena bentuk batu giok jantung hati di lehermu itulah yang menimbulkan kenangan mendorong untuk aku menengok putriku Kalau tidak puluhan tahun sudah akupun sudah melupakannya.

   " "Batu giok Bagaimana mungkin....?"

   "Memang putriku dibawa pulang ke Hwi hun-san-cheng oleh Tam-kiong-sian ci, namun bentuk batu Giok, jantung hati inilah merupakan pertanda yang takkan lumer atau lenyap selamanya, ini memang sengaja kuatur demikian, malah aku mengikat janji pula dengan Tam kiong-sian-ci supaya ia berpesan wanti-wanti kepada putrinya bahwa kalung batu giok ini selamanya tidak boleh tertinggal dari tubuhnya, karena aku kwatir bila kelak bertemu muka tidak dapat mengenalnya "

   "Akh."

   Hancur luluh hati Giok-liong sekarang, kalang batu giok itu sudah dikembalikan kepada pemiliknya.

   Malah dia jelas yang sudah berhubungan sebagai suami istri layaknya itu kini semakin membenci dirinya, salah paham dalam dunia ini kiranya ada pula yang sulit dijelaskan.

   Pikirnya perkara baik selamanya harus sering menemui dirinya.

   Kejadian dua generasi yang sama ini sebenarnya bukan perbuatan tercela, kenapa justru ditakdirkan harus menemui aral datang yang menyesatkan, apakah memang yang Maha Kuasa sengaja mengatur demikian ? Kalau ini benar, Tuhan sungguh tak mengenal kasihan.

   Kenapa akibat ini diatur menjadi begitu mengenaskan ? Paling tidak beruntung, dirinya-pun ikut menjadi salah satu tokoh dalam peranan tragedi yang menyedihkan ini.

   Begitulah Giok-liong tenggelam sendiri dalam lamunannya, sebaliknya Kim Eng masih mencerocos dengan ceritanya.

   "Tak duga waktu aku sampai di Hwi hun-san cheng, yang kutemui hanyalah puing-puing yang sudah rata dengan tanah, beberapa sosok mayat yang sudah hangus, oleh karena itu lantas aku teringat untuk mencarimu."

   "Kenapa harus mencari aku?"

   "Karena itu perbuatanmu, maka aku harus mencarimu" "Dengan alasan apa kau menduga aku yang melakukannya?"

   "Kau tidak perlu mungkir dan membela diri dengan berbagai alasan. Permusuhan dendam kesumat dalam kalangan Kangouw aku sudah jera memikirkannya-"

   "Tapi ini bukan aku"

   "Waktu bertemu tadi, aku pertama berpikir hendak mengadu jiwa dengan kau, sebab kau sudah memusnahkan Hwi-hun san-cheng itu berarti kau meruntuhkan seluruh milik Coh Jian-kun, aku mencintainya, maka.."

   
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Sebenarnya memang bukan perbuatanku "

   Kim Eng tidak hiraukan pembelaan Giok liong, katanya lagi.

   "sekarang aku sudah merubah haluanku sebab dalam puing-puing itu aku tidak menemukan Coh Jian kun serta istri dan anaknya, kutaksir mereka tengah pergi waktu kau membakar kampungnya"

   "Bagaimana bisa begitu"

   "Kalung batu giok itu, mungkin karena sudah besar dan tidak suka mengenakan lagi melihat benda yang bagus kau ketarik lantas mengambilnya begitu saja dan kau bawa kemana-mana"

   "salah semua dugaanmu."

   "Tak perlu kau banyak kata, sekarang aku minta kau kembalikan kalung itu kepadaku, urusan lainnya semua tiada sangkut paut dengan diriku, sejak saat ini aku Kim Eng takkan terjun dalam segala urusan dunia persilatan lagi"

   "Kaucu, sukakah kau dengar penjelasan ku "

   "Apa kelonggaranku ini masih belum dapat kau terima?"

   "Bukan tidak kuterima..." "Kalung batu giok itu bukan merupakan benda berharga yang bila mendatangkan uang, bagi kau tidak berguna, kau miliki atau hilang dari tanganmu tidak membawa akibat apaapa. Tapi sebaliknya bagi aku gunanya sangat besar dan penting sekali "

   "Benar, aku paham akan maksud Kaucu"

   "Kalau begitu lekaslah kau serahkan kepadaku"

   "Hal ini..."

   "Adakah kau punya kesukaran?"

   "Jangan dikata benda itu sekarang tidak kubawa..."

   "Tidak kau bawa ?"

   "seumpama kubawa aku juga tak mungkin keserahkan kepada kau"

   "Kau memang sengaja..."

   "Tidak, bukan sengaja..."

   "Lalu kenapa?"

   "Aku hanya bisa memberi tahu sebuah hal saja"

   "Hal apa?"

   "Kalung batu giok itu sekarang sudah ku kembalikan kepada putrimu."

   "Apa betul"

   "Kalau aku bohong, biarlah aku disambar geledek-"

   "o, jadi sudah kau kembalikan"

   "Aku sudah bersumpah, percaya tidak terserah kau"

   "Sebetulnya cara bagaimana kau mendapatkan mainan kalung itu?" "Aku hanya bisa menjawab, itulah pemberian dari putrimu"

   "Diberikan untuk kau- Anak ini, barang penting macam ini mana boleh sembarangan diserahkan kepada orang lain"

   Nada seorang ibunda yang mencintai putrinya, kata-katanya penuh bernada menegor kecerobohan anaknya, tapi akhirnya hatinya merasa sangat girang. Sesaat ia miringkan kepala terpekur, lalu katanya.

   "Kenapa dia serahkan barang milik pribadinya?"

   Muka Giok liong menjadi panas, dengan senyum dipaksakan ia menjawab samar-samar.

   "saat ini belum tiba waktunya menjawab pertanyaanmu ini"

   "Hah? Lalu kenapa mendadak ia memintanya kembali?"

   "Ini hal ini tidak gampang dijelaskan dengan beberapa patah kata saja"

   "Coba katakan...."

   "Kancu aku ada sebuah permintaan yang tidak masuk di akal, kuharap kaucu bisa melulusi permohonanku ini,"

   "oh, persoalan apa itu? Asal ada tenaga dan mampu pasti kubantu sekuat mungkin."

   "Lebih dulu terimalah ucapan terima kasihku"

   "Nanti dulu, sebetulnya urusan apa, sampai begitu serius dan penting sekali agaknya?"

   "Aku mohon Kaucu sudi mengiringi aku sekali lagi kembali ke Hwi hun-san-cheng, entah apakah Kaucu sudi mencapaikan diri kesana"

   Air muka Kim Eng menampilkan rasa heran dan curiga, matanya berkedip-kedip, tanyanya tak mengerti.

   "

   Untuk apakah kesana ?"

   Penderitaan batin Giok-liong boleh dikata serupa dengan penderitaan Kim Eng. Akun tetapi seumpanna si bisu makan buah kembang teratai kuning yang pahit, ada mulut tak bisa bicara, sejenak ia ragu ragu baru berkata tersekat-sekat.

   "Dengan Hwi hun-san-cheng aku ada hubungan yang cukup mendalam, kiranya perlu aku menengok kesana"

   "Hubungan yang mendalam, hubungan dengan siapa ? Coh Jian kun? Atau putrinya?"

   Mata ui-hoa kaucu Kim Eng menatap tajam tak berkedip ke arah Giok-liong, agaknya sangat mendesak ingin mendapat jawaban. Melihat sikap orang yang begitu serius sikap Giok, liong semakin kikuk dan rikuh, jawabnya samar-samar.

   "semua .... semua ada hubungan baik, sebab pernah sekali aku terluku parah, waktu itu aku belum lama berkecimpung dikangouw, terpaksa aku harus merawat luka di Hwi-hun san cheng."

   "o, begitu?"

   Giok-liong mandah manggut-manggut saja sebagai jawabannya.

   sebetulnya Giok, liong seorang yang polos dan jujur, selamanya tidak berani mengucapkan kata-kata yang menipu atau bohong kepada orang lain, apa yang barusan dikatakan sebagian besar benar tapi juga ada yang tidak benar, sehingga hatinya menjadi tidak tentram.

   sejenak Kim Eng berpikir lalu katanya.

   "Baiklah, mari ku iringi kau kesana "

   Tatkala itu sang surya sudah mulai memancarkan sinarnya yang cerlang cemerlang.

   Mereka berdua mengembangkan ginkang terus berlari kencang menempuh perjalanan, perasaan mereka sama-sama berat, sebab mereka mempunyai pengalaman dan penderitaan batin yang serupa, hubungan pribadi masing-masing belum begitu kental, maka satu sama lain tiada yang mengucapkan kata-kata menghibur, siapapun tiada yang mau melimpahkan kesusahan hatinya terhadap kawan seperjalanan.

   Terutama sikap Giok liong semakin kikuk- sebab kalau diurut dari tingkatan kedudukan Ui hoa kaucu Kim Eng masih setingkat lebih tinggi dari dirinya, kalau dipandang secara peradatan merupakan mertua dirinya pula.

   Tapi sebelum duduk perkara ini dibikin jelas betapapun ia tidak berani bertindak secara semberonoitu juga sebelum hari menjelang magrib mereka sudah tiba di Hwi-hun-san-cheng, Tampak keadaan Hwi-hun-san cheng yang begitu indah megah dan banyak pemandangan yang menyejukkan kini sudah berubah sama sekali, bangunan bangunan gedung berloteng sudah ambruk menjadi tumpukan puing, kebon bunga yang teratur rapi kini menjadi acakacakan, demikian juga deretan pohon yang liu yang meliuk indah melambai itu kini sudah hangus dan kuyu.

   Tak tertahan lagi Giok liong sampai mengeluh panjang, air mata berlinang di kelopak matanya, pelan-pelan ia beranjak ke deretan pohon yang liu menghadapi aliran sungai yang mengalir halus, ia termenung dengan sedihnya, lama dan lama sekali tak kuasa membuka mulut.

   Ditempat inilah dulu ia menetapkan ikatan perkawinannya dengan coh Kisia, sungguh kenangan lama susah dikejar kembalisekarang malah Kim Eng yang membujuknya.

   "Mengapa menyiksa diri tiada manfaatnya bagi kesehatan"

   "Kaucu,"

   Giok liong menelan air liur, katanya kepada Kim Eng.

   "Harap tanya di manakah jenazah Thi koan im" "Aku sudah menguburnya dipinggir sungai sana"

   "o, masih ada siapa lagi yang ikut berkorban dalam bencana ini?"

   "Beberapa kacung dan tukang kebon, aku pun sudah mengubur mereka semua"

   "Selain mereka tiada orang lain lagi?"

   Kim Eng menggeleng kepala, tiba-tiba-seperti teringat apaapa ia berkata.

   "Entah bagaimana kalau didalam tumpukan puing sana, aku belum sempat memeriksa "

   Tergetar dan merinding seluruh tubuh Giok-liong, pikirnya.

   "Semoga tiada orang dibawah tumpukan puing itu"

   Dalam hati ia berpikir demikian, kebalikannya mulutnya berkata.

   "Mari kita coba periksa kesana, mungkin ada sesuatu yang dapat kita temukan."

   Tanpa menanti jawaban Kim Eng, ia mendahului berlari kearah depan sana, tak lupa dicabutnya sebuah pohon itu sebesar lengan orang terus dibawa lari seakar-akarnya.

   Dengan batang pohon inilah Giok, liong mulai mengorek ngorek tumpukan puing.,.

   Tak mau ketinggalan Kim Eng juga meniru cara Giok-liong sekian lama mereka mengorek-ngorek sehingga seluruh badan basah kuyup oleh keringat namun tiada sesuatu apa yang dapat ditemukan.

   sekonyong-konyong Ui hoa kiau Kim Eng menjerit kaget.

   "Ah, medali besi..."

   Kiranya ia menemukan sebuah medali besi warna hitam berkilauan sebesar tiga senti persegi. Giok-liong ikut berteriak lejut waktu melihat medali besi hitam itu, serunya.

   "Hah, kiranya perbuatan mereka yang terkutuk "

   "siapa mereka ?"

   "Lencana besi yang dari Hutan kematian, inilah lencana perintah yang dikeluarkan oleh Hutan kematian."

   "Lencana besi hutan kematian?"

   Belum lenyap suara Kim Eng ini, mendadak terdengar gelak tawa panjang yang menggiriskan kumandang menusuk telinga bergema ditengah udara, pertama jaraknya masih rada jauh, namun sekejap saja sudah seperti dipinggir telinga.

   Beruntun terdengar kesiur angin keras dari lambaian pakaian dihembus angin dalam keremangan menjelang malam ini, terlihat lima tombak disebelah sana berjajar lima orang berkedok hitam, jubah kepanjangan terseret ditanah, tubuh mereka rata-rata kurus lencir.

   Bagaimana muka kelima orang aneh ini tidak diketahui, hanya sepasang mata yang melotot dari balik lobang kedoknya itu sungguh menakutkan, Giok liong dan ui-hoakaucu sampai terdiam untuk beberapa saat.

   seiring dengan kata-kata mereka yang memekakkan telinga itu, satu diantara kelima orang berkedok yang bertubuh paling tinggi dan paling kurus seperti genter perlahan bertindak maju, sinar matanya bagai kilat penuh wibawa menatap medali besi ditangan Ui-hoa kaucu Kim Eng, setelah mendengus hidung terdengar suaranya berkata.

   "Tak duga kau telah menemukan lebih dulu, banyak mengurangi capek lelah kita, kembalikan"

   Nadanya takabur tekanan suaranya dingin

   

   Tiraikasih WEBSITE
http.//kangzusi.com

   / setelah berkata entah bagaimana ia bergerak tahu-tahu badannya melejit tiba di tengah tumpukan puing, tidak minta medali besi Hutan kematian yang berada di tangan Kim Eng sebaliknya ia menjura hormat ke arah Giok, liong, sapanya.

   "siau-hiap, kau baik-baik saja"

   Giok, liong tercengang, Giok, liong tahu bahwa orang aneh ini tentu begundal dari hutan kematian, tapi dari potongan tubuhnya yang kurus lencir bagai genter ini, selama nya belum pernah bertemu muka dengan dirinya, dari mana pula ia bisa kenal dirinya ? (Bersambung ke

   Jilid ke 24)

   Jilid 24 Belum lagi Giok liong hilang dari keheranannya, mendadak berubah air muka Kim Eng, makinya sambil menuding Giokliong.

   "oh, kiranya kau ini juga orang dari orang Hutan kematian bagus benar, dengan omongan manis dan cerita bohong kau menipu aku, kiranya kalian memang sudah berintrik satu sama lain"

   "Kaucu...."

   Cepat-cepat Giok-liong berseru hendak memberi penjelasan. Tak duga orang kurus lencir bagai gencer itu tiba-tiba menghadang maju, bentaknya bengis.

   "Kenapa dengan Hutan kematian Kau naik pitam ?"

   Kepandaian ui-hoa-kiaucu Kim Eng cukup tinggi, tapi menghadapi begundal dari hutan kematian mau tak mau gencar juga hatinya.

   Sebab menurut apa yang tersiar dikalangan Kangouw dikatakan bagaimana hebat dan menakutkan kepandaian mereka, tindak tanduknya serba misterius lagi.

   Tiada seorangpun yang mengenal asal usulnya menurut kabarnya bukan saja ketua mereka yang sukar diketahui jejak seperti naga sakti yang jarang menunjukkan diri, dua belas Tongcu bawahannya pun merupakan tokoh-tokoh hebat yang juga membekal ilmu silat yang lihay.

   Sambil menggenggam medali besi Kim Eng menekan rasa gusarnya, teriaknya lancang.

   "Buat apa kau berlaku begitu garang, aku hanya bicara dengan Ma Giok-liong "

   "Pun-tong tidak mengijinkan kau berlaku kurang ajar"

   Meskipun ni hoa-klaucu bukan merupakan aliran lurus dikalangan Kangouw, jelek-jelek merupakan sebuah perkumpulan yang ada nama dan disegani pula didunia persilatan, sebagai seorang ketua dari sebuah aliran dibentak dan dimaki begitu rupa, keruan Kim Eng betul-betul naik pitam, tak tertahan lagi berubah air mukanya, bentaknya beringas.

   "Kau anggap apa terhadap golongan kita."

   Orang aneh bertubuh lencir itu terkekeh-kekeh, ujarnya dingin.

   "Ku anggap kau sebagai pokrol bambu yang tak perlu disebut namanya"

   "Terlalu menghina "

   Teriak Kim Eng sambil sekuatnya menyambitkan lencana besi yang digenggam ditangannya, saking gusar cara menyambitkannya begitu keras dan kuat.

   Kontan meluncurlah setitik sinar berkilau kehitaman langsung mengarah mata kanan si orang aneh bertubuh kurus tinggi ini- "Bagus"

   Seenaknya saja orang aneh kurus tinggi itu mengulurkan tangannya, tahu-tahu lencana besi yang meluncur keras danpesat itu sudah digenggam dalam telapak tangannya, sejenak ia memeriksa lalu di masukkan ke dalam kantongnya, terdengar suaranya berat.

   "Kim Eng Kau mencari kematian"

   Belum lenyap suaranya bagai potongan setan tubuh kurus tinggi itu enteng sekali seperti dihembus angin melayang tiba disamping Kim Eng, dengan jurus jing ing-poh tho (rajawali menubruk kelinci) cakar panjangnya mencengkeram kepundak kanan Kim Eng.

   Dari gerak tubuhnya yang gesit aneh serta cara menyerangnya yang memandang rendah musuhnya ini, dapatlah dinilai bahwa kepandaian orang kurus tinggi serta kedudukannya tentu bukan sembarang tokoh.

   Tepat pada saat itujuga tampak sebuah bayangan lain menubruk datang, mega putih pun menerpa tiba.

   "Tahan"

   Tahu-tahu entah dengan gerakan apa Giok-liong sudah melejit tiba ditengah mereka berdua, sebelah tangannya mengarah tepat kecakar siorang kurus tinggi terus membabat turun.

   "Aduh "

   "Aih "

   Orang aneh tinggi kurus dan ui-hoa-klaucu samasama mundur dan sama-sama berteriak. Giok-liong menarik muka, serunya keras.

   "Kau punya kepandaian apa, urusan setinggi langit biarlah aku Ma Giok- liong yang menandingi."

   Berkedip-kedip mata si orang aneh tinggi kurus, katanya sambil unjuk tawa dibuat-buat.

   
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Siau hiap buat apa kau..."

   Merah membara sepasang biji mata Kim Eng, semprotnya. "Cis, kau ini terhitung barang apa, sekarang baru kulihat tampangmu sebenarnya, pura-pura kau bermain sandiwara apa disini, biar aku mengukur dulu betapa tinggi kepandaian Kim-pitrjan-hun"

   Tanpa tahu duduk perkara sebenarnya Kim Eng melampiaskan kedongkolan hati dan rasa penasarannya kepada Giok-liong.

   "Kaucu, kau "

   Mana mungkin Giok liong berani balas menyerang, keruan ia menjadi kerepotan diteter dengan serangan gencar.

   saking murka ui-hoa-kaucu betul-betul menyerang sangat bernafsu, jurus pertama luput, jurus kedua sudah menyelonong tiba pula, mulutnya juga tidak tinggal diam berteriak.

   "Biar aku mengadu jiwa dengan kau "

   Sembari berteriak ini beruntun ia sudah lancarkan delapan pukulan berantai yang cukup hebat, agaknya benar-benar ia sudah berlaku nekad untuk gugur bersama.

   Giok-liong tak berani balas menyerang atau menangkis terpaksa harus main kelit dan berloncatan, serunya.

   "Apa kau sudah gila "

   "sundel tengik hayo berhenti "

   Tahu-tahu si orang aneh tinggi kurus sudah menerjunkan diri dalam gelanggang pertempuran berat sebelah ini, dengan jurus Hay-te-lou ciam (merogoh jarum didasar lautan) kelima jarinya mendadak menyelonong tiba dari arah samping yang tak terduga.

   Tepat sekali, sekali raih ia cengkeram pergelangan tangan kiri Ui-hoa kiaucu Kim Eng, sekali sentak belum sempat ia melemparkan badan orang.

   Dalam saat yang krisis inilah terpaut sedetik saja sejajar sinar putih yang datang laksana awan mengembang.

   "Berani kau"

   Kumandang bentakan Giok-liok.

   tepat pada saat itu juga Giok-liong juga berhasil mencengkeram pergelangan tangan kiri si orang aneh tinggi kurus,.

   Inilah yang dinamakan tenggoret hendak menangkap congcorang, tidak tahu bahwa burung gereja berada dibelakang, dalam keadaan yang tidak siaga, meski si orang aneh tinggi kurus berhasil membekuk Ui-hoa-kaucu, tapi Giokliong juga menggunakan caranya ini untuk meringkusnya pula- Ternyata usaha Giok-liong berhasil gemilang.

   Maka berkelebatlah empat bayangan hitam berpencar ke empat penjuru, kiranya empat orang aneh berkedok hitam yang lain sudah berpencar menduduki posisi yang menguntungkan bersikap pula untuk bertindak bila perlu.

   Tanpa menghiraukan pergelangan tangan sendiri yang dicengkeram Giok- liong, segera orang aneh tinggi kurus itu berteriak.

   "

   Hai, jangan kalian berlaku kurang ajar "

   Katanya sambil mengunjuk senyum getir ia berkata kepada Giok liong.

   "siau-hiap, lepaskan tanganku. Tindakanku ini adalah demi keselamatanmu..."

   "Kau lepaskan dulu tangan Kim-kaucu "

   Bentak Giok-liong.

   "

   Urusanku jangan kau turut campur "

   Jengek Kim Eng dingin. Tapi si orang aneh tinggi kurus benar-benar melepaskan tangan kanannya serta berseru lantang.

   "Baik aku menurut perintah Ma siau-hiap Kuampuni jiwamu sekali ini Pergilah "

   

Ular Belang Putih -- Kauw Tan Seng Kereta Berdarah -- Khu Lung /Tjan Id Elang Pemburu -- Gu Long /Tjan Id

Cari Blog Ini