Seruling Samber Nyawa 25
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Bagian 25
Seruling Samber Nyawa Karya dari Chin Yung
Tak kuasa ui-hoa kaucu terhuyung sempoyongan beberapa langkah, mukanya pucat serunya menuding Giok-liong. "Kim pit Jan-hun peristiwa hari ini selamanya takkan kulupakan"
Habis berkata segera ia menjejakkan kakinya terus meluncur jauh dan menghilang.
"Kaucu Kaucu"
Beruntun Giok liong berteriak memanggil dua kali, namun Kom Eng tak menghiraukan lagi, larinya malah dipercepat.
"Siau-hiap, tanganmu..."
Siorang aneh tinggi kurus berkata lirih sambil meringis. Giok liong berkata tertekan .
"kau sudah melepas dia, akupun tentu melepas kau. Tapi urusan kita masih belum selesai."
Orang aneh kurus tinggi tertawa tawar, ujarnya lirih .
"siauhiap, menurut hemat hamba, lekaslah kau menuju ke Hutan kematian, kalau tidak peristiwa seperti hari ini akan selalu terulang lagi, selamanya takkan berakhir"
Giok-liong kurang paham akan arti perkataan orang.
"Jadi maksudmu..."
"Maksudnya kalau kau tidak segera berkunjung ke Hutan kematian, siapapun orang yang pernah berhubungan langsung dengan kau mungkin akan menemui nasib seperti kejadian di Hwi-hun-san cheng ini"
"Kenapa bisa begitu?"
"Entah kenapa, sejak Cukong hutan kematian menemukan siauniap beliau mengharap benar kunjungan siauhiap ke sana. Tempo hari sudah mengeluarkan perintah lencana besi, siauhiap dibatasi dalam tempo tiga hari harus menghadap, tak nyana..."
Merinding tengkuk Giok liong, sempitnya. "Mengandal apa dia berani membatasi aku tiga hari?"
"Batas yang dikeluarkan dari hutan kematian adalah atas perintah dari Cukong, perintahnya ini seumpama perintah raja yang tidak boleh dilanggar atau dibangkang. Hanya terhadap kaulah siau-hiap boleh dikata merupakan suatu keajaiban yang pernah terjadi hanya satu kali."
"Hm, kalau aku tidak sudi pergi kesana, apa pula yang dapat diperbuatnya?"
"
Kalau ganti orang lain, aku berani pastikan tentu sudah hancur lebur tanpa ketinggalan utuh jenazahnya. Ketahuilah Cukong malah merubah sikapnya yang marah itu dan tersenyum simpul, katanya.
"Anak ini, kukuh dan keras kepala benar wataknya Coba kau pikir..."
"Kentut "
Giok liong berjingkrak gusar.
"jangan kau mengudal mulut dihadapanku, mengandal apa dia berani menilai diriku sedemikian rupa"
Sahut orang aneh tinggi kurus.
"Menurut pengalamanku selama menghamba di-bawah Cukong puluhan tahun, ini sudah merupakan suatu peristiwa yang menyenangkan selama belum pernah terjadi memberi muka kepada orang lain"
"Hah, sombong dan takabur"
Sambung siorang aneh tinggi kurus.
"Tak duga belakangan ini, cukong mengutus hamba sekalian untuk mencari jejak siau hiap tanpa dapat menemukan kabar beritanya."
"
Untuk apa mencari aku?"
"Belakangan ini mendadak Cukong suka marah-marah, maka beliau lantas mengutus hamba membawa anak buah meluruk ke Hwi-hun-san cheng sini, membunuh meratakan seluruh perkampungan ini tujuan utama tak lain supaya siau hiap mendengar berita ini lantas datang kemari"
Membesi hijau muka Giok-liong saking marah, bentaknya.
"Kiranya begitu kejam dan telengas betul perbuatan kalian"
Seiring dengan bentakannya ini Giok- liong lantas menerjang maju sambil mengirim sebuah jotosan, mega putih berguling-guling sekaligus menerpa ke depan memberondong ke arah si orang aneh tinggi kurus, dalam satu gebrak ini Giok-liong sudah lancarkan pukulan dan mengarah sembilan jalan besar ditubuh lawan.
Agaknya seorang aneh tinggi kurus itu sejak tadi sudah bersiaga dan menduga Giok-liong bakal melancarkan serangan dahsyat, sebat sekali tiba-tiba bayangan tubuhnya melonjak jauh setombak lebih, gerak kecepatan tubuhnya laksana kilat seperti bayangan setan saja layaknya, terdengar suaranya berkumandang.
"Menurut hemat hamba seharusnya siau-hiap segera berangkat ke Hutan kematian, kalau tidak.....Huh Huh "
"Kalau tidak bagaimana?"
"Kalau tidak dimana dan siapa saja ada hubungan erat dengan siau-hiap, tentu takkan terhindar dari bencana kematian atau di babat habis ke akar-akarnya."
Amarah Giok-liong sudah mencapai puncaknya, kedua lengannya digentakan sembari berseru.
"Selama aku Ma Giok- liong masih hidup sehari di Kangouw, tipu muslihat hutan kematian harus ku bongkar- Baiklah aku mulai turun tangan terhadap kau, akan ku bunuh dan berantas seluruh kurcaci dari hutan kematian Lihat serangan"
Angin kencang dan dorongan kepalan tangan seketika menderu keras laksana angin puyuh langsung menyerang ke seluruh jalan darah penting diseluruh tubuh orang aneh tinggi kurus.
saking marah maka cara turun tangan Giok liong ini laksana gelombang samudera mengamuk- Mendadak biji mata orang aneh tinggi kurus, sehat sekali ia berloncatan menghindar, lagi-lagi mulutnya berteriak- "Aku bermaksud baik, kenapa siau-hiap tidak membedakan baik buruk "
Saat itu mana Giok-liong mau dengar segala obrolannya, beruntung ia lancarkan serangan dahsyat lagi sembari menghardik murka.
"Kubunuh kau dulu, terhitung sebagai peringatan keras kepada hutan kematian, serahkan jiwamu"
Bersinar kedua mata orang aneh tinggi kurus, begitu menjejakkan kaki mendadak ia meloncat setinggi setombak lebih, teriaknya lagi.
"Aku mendapat perintah dan di larang oleh Cukong, maka tidak leluasa bertarung dengan siau-hiap"
Sebetulnya jurus selanjutnya sudah siap dilancarkan begitu mendengar teriakan orang. Giok-liong merandek lantas menghentikan serangan selanjutnya, garangnya.
"Selamanya aku tidak akan membunuh manusia kurcaci yang tidak berani membalas-"
Orang aneh itu bergelak tawa, ujarnya.
"Aku yang rendah menjabat Coa-tong (sektor ular) dalam hutan kematian. Kalau siauhiap betul-betul ada minat baiklah lain kali saja "
Melihat sikap orang yang main ulur dan berkata melulu tanpa ada minat hendak berkelahi, Giok-liong menjadi kewalahan dan ragu-ragu. Akhirnya ia menarik kedua tangannya, ujarnya lantang.
"Kalau begitu, setelah pulang nanti tolong sampaikan kepada Cu-kong kalian, katakan bahwa dalam waktu singkat ini aku tiada tempo, terpaksa harus menunda beberapa lama lagi, kelak kalau ada kesempatan pasti aku datang menyambangi beliau"
Coa-tong Tongcu menjura katanya.
"Tentu akan kulaparkan kepada Cukong, mohon pamit"
Tubuhnya masih membungkuk namun tiba-tiba badannya sudah melayang mundur dua tombak, sambil mengulapkan tangan memberi tanda kepada empat kawannya, sebentar saja bayangan mereka sudah - ditelan gelapnya sang malam.
"Hai Nanti dulu"
Ringan sekali tubuh Giok liongpun ikut meluncur kedepan menghadang di depan mereka, katanya.
"Perlu juga diberitahukan kepada Cukong kalian, katakan bahwa kehidupan kaum persilatan lebih baik aman sentosa, sekali menimbulkan gelombang bencana kedua belah pihak tentu akan menelan akibatnya. Cukup sskian saja kalian boleh silakan". Coa-tong Tongcu tertawa ringan, ujarnya.
"Tentu akan hamba sampaikan, tapi watak Cukong... hihihi selamat bertemu "
Belum habis suaranya bayangan tubuhnya mendadak sudah lenyap, gerak gerik tubuh Coa Tong Tongcu ini betul cepat dan gesit diluar dugaan.
sekarang diantara puing-puing Hwi-hun-san cheng yang begitu luas tinggal Giok liong seorang diri, seluruh alam semesta sudah diliputi oleh kabut malam, bulan sabit remangremang memancarkan sinarnya yang redup.
Pelan-pelan Giok-fiong berjalan kearah dimana dulu ia tiduran berkasih mesra bersama Coh Ki-sia, ditempat inilah mereka mengadakan hubungan suami istri, kembali ditempat yang penuh kenangan nikmat ini, sungguh pilu dan duka benar harinya, sejak itu menjadi berat untuk meninggalkan tempat ini.
sinar bulan sabit yang pucat dan redup dengan bertaburan sinar bintang kelap-kelip diangkasa yang memantul dari permukaan aliran sungai yang bening halus, dahan pohon meliuk melambai ringan dihembus angin sepoi-sepoi, keadaan sunyi yang penuh mengandung hawa kesedihan ini lebih mencekam perasaan Giok-liong yang sedang dirundung duka dan seorang diri memandang bayangan tubuhnya yang memanjang jauh tak terasa ia menghela napas panjang dengan lesu ia duduk di-pinggir sungai.
Hawa malam mulai dingin waktu terus berlalu, tanpa terasa hari sudah menjelang tengah malam, Giok liong sudah melimpahkan perasaan duka hatinya, lalu dikeluarkannya seruling samber nyawa diam-diam ia merenung not lagu yang dulu pernah di ajarkan oleh Li Hian, lalu pelan-pelan meniup serulingnyna.
Pembukaan lagunya ringan dan lembut seumpama mengiring sang bidadari tengah menari dengan selendang panjangnya, laksana hembusan angin musim semi yang berlalu halus membuat pendengarannya menjadi nyaman dan ngantuk- Lambat laun alunan nadanya mulai berubah nyaring merdu kumandang menyelusuri alam semesta nan sunyi ini, kembang- kembang serentak mekar seakan seluruh penghuni alam ini hanyut tenggelam dalam buaian yang merdu mengasyikan ini.
sekonyong-konyong- irama seruling berubah cepat dan meninggi, gemuruh laksana derap kuda berlari kencang seumpama angin topan bergulung menyelimuti seluruh angkasa, geledek dan kilat menyamber, gunung dan bumi terasa bergetar, ombak faut mengamuk, seakan dunia ini hampir kiamat.
Entah berapa lama Giok liong meniup serulingnya saking menggunakan perasaannya.
Giok liong tak tahan lagi meneteskan air mata, badannya menjadi lemas dan tiada tenaga untuk meniup lagi.
setelah menyedot hawa dingin ia simpan kembali seruling kedalam bajunya.
Tak duga begitu irama serulingnya berhenti dari jarak jauh lima tombak disamping sana mendadak melesat sebuah bayangan masih di tengah udara orang itu sudah berteriak beringas.
"Bocah keparat, Iwekang tidak lemah, tiga lima tahun lagi tentu seluruh Bulim bakal kau kangkangi. Apa boleh buat, Losiu si orang tua harus melenyapkan kau dulu supaya tidak menimbulkan bencana di belakang hari"
Keruan Giok liong tersentak kaget, belum lagi ia melihat tegas orang mendadak matanya menjadi silau oleh menyamber datang sinar kuning yang memancar terang laksana seekor ular emas, diantara tengah cahaya sinar kuning menyilaukan mata inilah sebuah telapak tangan besar tiba-tiba sudah menyelonong tiba menepuk keatas balok kepalanya.
Perbawa kekuatan pukulan telapak tangan ini sungguh hebat bukan olah-olah .
Dalam keadaan yang tidak siaga terpaksa Giok liong harus berusaha berkelit, badannya menggelimpang kesamping terus menubruk kedepan sebat sekali tubuhnya jumpalitan ditengah udara, maka dilain saat ia sudah tiba di seberang sungai sebelah sana yang lebarnya tiga tombak lebih, untung benar ia dapat menghindar dari serangan mematikan ini.
"Biang"
Dentuman dahsyat menggetarkan bumi, air sungai muncrat tinggi kemana-mana, tempat duduk Giok liong tadi kini sudah berlobang dalam setombak bundarannya.
Maka dapatlah dibayangkan betapa hebat dan dahsyat tenaga pukulan yang mengejutkan ini.
Jubah putih Giok liong menjadi berlepotan kotoran lumpur, hatinya menjadi berang, sambil mengebutkan lengan bajunya lincah sekali ia loncat kembali keseberang, bentaknya sambil menuding pendatang itu.
"Membokong dengan serangan ganas, apa tujuanmu?"
"Hahahaha Hahaha Hohohoooo "tidak menjawab sebaliknya orang itu terloroh-3 kegila-gilaan. Baru sekarang cilok-liong melihat tegas, pendatang uni, ternyata seorang laki-laki tua yang bermuka merah, bibir tebal, hidung besar seperti hidung singa, kedua biji matanya melotot besar seperti jengkol berwarna merah, selain ini tiada keistimewaan lainnya. Begitu menghentikan gelak tawanya si orang tua muka merah berkata dengan nada rendah sember.
"serahkan seruling samber nyawamu itu"
Giok-liong menjadi heran, dari mana dia kenal aku ? Karena pikirannya ini hatinya menjadi gusar, semprotnya.
"serahkan kepada siapa ?"
"serahkan kepada Lohu"
"serahkan kepadamu Hehehe Mengandal apa kau ?"
"Tidak mengandal apa-apa Kalau To-ji Pang Giok berada disini betapa juga ia harus memberi muka kepada Lohu"
Sesaat Giok-liong menjadi ragu-ragu, ia kwatir kalau orang tua ini punya hubungan erat dengan perguruannya, terpaksa ia tekan perasaannya. ujarnya.
"o, betulkah ? Siapa nama Cian.jwe ?"
"Tak heran, kiranya kau tidak kenal pada Lohu"
Bicara sampai d sini mendadak si orang tua mendelikkan mata, seketika terpancar sinar merah dingin dari kedua biji matanya, selebar mukanya juga semakin merah terang, begitu tajam pandangan matanya cukup membuat orang yang dipandang kuncup nyalinya.
Tak terasa Giok-liong menjadi merinding, cepat-cepat ia empos semangat dan mengheningkan cipta menyalurkan hawa murni kepusar dan diam-diam mengerah kanji lo pelindung tubuh, sedikltpun ia tidak berani berlaku takabur.
Lama dan lama sekali kedua biji matanya besar merah dari orang itu terus menatap wajah Giok-liong.
Entah berapa lama kemudian terdengar mulutnya berseru heran, agaknya ia sangat terkejut sini air mukanya berubah dan lenyaplah cahaya terang dimukanya, serunya keras.
"Sudah kenal pada Losiu belum ?"
Tersentak kaget Giok-liong mendengar pertanyaan ini, baru sekarang ia sadar, cepat ia menjura dalam serta katanya.
"Kiranya Cian-jwe adalah Bingcu dari aliran hitam, yaitu yang berjuluk Sip niat Ling Boan Bok-ki Licianpwe "
Orang tua muka merah mengunjuk rasa bangga, serunya lantang sambil tersenyum.
"Akhirnya dapat kau ingat juga "
Giok-liong tersenyum simpul, cepat-cepat ia memberi hormat serta katanya pula.
"cian-pwe sudah lama belum turun gunung, untuk keperluan apakah sekarang muncul di Tiong-goan, sudikah memberi sedikit penunjuk?"
Dengan muka berseri-seri Toan Bokki berkata.
"Tepat sekali pertanyaanmu perjalanan Lohu kali ini, ada sebagian karena kau ini"
Giok liong merasa heran, lekas-lekas ia bertanya lebih lanjut.
"Hanya karena aku yang rendah?"
"Tadi sudah kukatakan aku hendak meminjam seruling samber nyawamu itu"
"Ah, kiranya Cian-pwe main kelakar belaka ?"
"Kelakar ? selama Hidup ini Lohu belum pernah membual"
"Kalau begini Cian-pwe betul-betul pinjam serulingku ini "
Giok liong mengerahkan Ji-o lagi buat siaga dan menjaga segala kemungkinan, nadanya sudah tidak sehormat tadi.
"sudah tentu sungguh-sungguh "
Sikap sip-hiat-Ling Toan Bok ki serius, agaknya memang bukan kelakar atau omong kosong belaka.
"Ini... harus kupikir-pikir dulu, sebab seruling samber nyawa adalah milik perguruan yang dipercayakan ditanganku, Wanpwe tidak berani sembarangan ambil putusan "
"
Kau tak perlu, bersitegang leher, Lohu bukan minta milikmu itu "
Mendengar kata-kata ini Giok-liong berlega hati, batinnya.
"
Kalau begitu lekaslah pergi, orang tua kalangan hitam ini sungguh sulit dilayani sebentar marah lain saat tertawa berseri, walaupun aku tidak perlu gentar menghadapi dia, kalau sampai menunda yang ditentukan sampai di Pak-hay, segalanya bisa berabe."
Karena batinnya ini segera ia menjura serta berkata.
"
Kalau begitu, maaf wanpwe minta diri saja "
Habis ucapannya segera ia melejitjauh hendak tinggal pergi
Tiraikasih WEBSITE
http.//kangzusi.com
/ "Tunggu sebentar omongan Lohu masih belum selesai "
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"cianpwe masih ada omongan apalagi ?"
"Musim perayaan kembang pada bulan dua tahun depan, adalah tepat jatuh genap seratus tahun dari kelahiran Lohu..."
"Wah sungguh beruntung,"
Ujar Giok liong sambil unjuk hormat.
"Pada saatnya Wanpwe datang berkunjung mengucapkan selamat-"
Kata sip-hiat Ling ToanBek ki lambil mengelus jeng gotnya.
"Sejak berusia dua puluh Lohu sudah berkecimpung di Kangouw, sampai sekarang sudah delapan puluh tahun lamanya, aku merancang pada hari lahirku nanti akan kuundang para sahabat Bulim untuk berkumpul untuk merayakan, dihadapan para sahabat Bulim itulah nanti aku hendak mencuci tangan menyimpan golok mengasingkan diri selamanya takkan terjun didunia persilatan lagi"
Senada dengan ucapan orang segera Giok liong menyanjung puji.
"Sungguh bahagia dan tepat benar jalan yang cian-pwe tempuh ini "
Sip hiat-Ling Toan Bok ki meneruskan obrolannya.
"selama delapan puluh tahun uni, Lohu hidup di ujung golok, boleh dikata segala pait getir ku kenyam hanya tinggal sebuah angan-anganku yang sampai sekarang belum bisa terlaksana "
"cian-pwe bisa hidup bahagia sampai sepanjang umur ini, masih ada angan-angan apa yang terlaksana?"
"Aku hendak mengoleksi empat senjata pusaka yang terampuh dikolong langit ini sekedar sebagai hadiah hari ulang tahunku itu" "Empat senjata pusaka?"
"Benar, Pek sia-kiam, sian-lo-sian Tio-thian-hu dan seruling samber nyawa ditanganmu itu."
Tergerak hati Giok-liong, pikirnya- "Tua renta yang tamak dan membosankan, sungguh besar dan muluk-muluk angan-angannya untuk secepatnya meleloskan diri dari libatan orang, terpaksa dimulut Giok liong berlaku manis dan menyanjung pula.
"O, ini betul betul berita bahagia dan menggirangkan sepanjang umur-"
Sip-hiat-ling Toan Bok ki bergelak tawa girang, ujarnya.
"Memang betul, maka terpak sa Lohu harus turun tangan sendiri terjun pula diBulim untuk mengajar angan anganku itu, supaya dihari tua ini tidak hidup kecewa."
"Benar juga ucapan cian-pwe ini"
"Serahkanlah seruling tamber nyawa itu kepada Lohu setelak lewat musim perayaan kembang tentu kukembalikan lagi kepadamu."
Secara terang dan gamblang sip-hiat-ling Toan Bok ki menyatakan langsung hendak meminjam seruling itu, sesaat Giok liong kemekmek tak enak lantas menolaknya begini saja, sejenak ia berpikir lalu berkata.
"Wanpwe ada dua cara"
"Cara apa?"
"Pertama dalam satu bulan ini kalau Wanpwe ketemu suhu biar kusampaikan persoalan ini kepada beliau- kalau suhu suka memberi ijin, tiga hari sebelum perayaan kembang musim semi langsung kuantar sendiri ke Tiang Pek-san diatas Hiat-hong-cay kediaman cian-pwe itu, langsung kuserahkan kepada Cian-pwe" "Lalu cara kedua?"
"
Kedua sebelum hari ulang tahun tiba, Wanpwe akan datang untuk mengucapkan panjang umur kepada Cianpwe saat itujuga kuserahkan kepada Cianpwe"
Tak nyana tiba tiba muka merah sip-Uiiat-ling Toan Bok ki bersungut, bentaknya keras.
"
Kedua cara ini tidak bisa kuterima "
Cara yang diajukan oleh Giok-liong tadi boleh dikata sudah merupakan kelonggaran yang banyak memeras pemikirannya, terutama merupakan kebijaksanaan pula, sebab sip hiat-Ling Toan Bok ki walaupun gembong nomer satu yaitu Bing cu dari aliran hitam, kata-katanya merupakan perintah sekokoh gunung, boleh mana suka ia menyebutkan dan harus dipatuhi oleh siapa saja.
Tapi perguruan Giok-liong bukan dari aliran hitam, peribadinyapun bukan dari keluarga golongan sesat diBulim, maka tidak seharusnya begitu congkak dan takabur Toan Bokki membuka mulut terhadap dirinya.
Maka cara yang diajukan tadi sudah memberikan muka kepadanya, kalau toh tadi ia tidak segera menolaknya secara tegas.
sekarang mendengar bentakan yang congkak ini hatinya tidak menjadi tidak senang dan gemas, dalam keadaan yang serba repot bagi Giok-liong ini, ia selalu bersemboyan dari pada terlibat dalam suatu urusan yang mengikat dirinya lebih baik mengurangi suatu beban.
Maka dengan membawa sikap tertawa yang dibuat-buat, Giok-liong bertanya.
"Kenapa tidak bisa diterima."
Kata Toan Bok ki mengagulkan ketuaannya.
"Kalau kau tidak ketemu Pang Giok, atau sebelum hari ulang tahunku pada perayaan kembang musim semi itu kau tak sempat ke Tiang pekssan, bukankah akan menyapu bersih kesenangan Lohu, ini namanya urusan besar Lohu pula.
Tatkala itu bukankah Lohu bakal menjadi buah tertawaan para kerabat Bulim karena tidak becus bekerja."
Giok-liong menyeringai dingin.
"
Kalau menurut pendapat Cian-pwe lalu bagaimana baiknya ?"
"Sekarang juga kau serahkan seruling samber nyawa itu kepadaku"
"Jan-hun-ti adalah peninggalan perguruan, mana boleh-.."
"Kau tidak percaya pada Lohu atau memandang rendah Lohu ?"
"semua bukan"
"Kenapa cari alasan apa segala. Apakah kira ilmu sip hiatpok ciang Lohu kurang sembabat menghadapi kau"
"cian-pwe jangan marah dulu, dua cara yang kuajukan tadi anggap saja batal, aku yang rendah masih ada suatu cara lain ku-tanggung pasti dapat terlaksana "
"Lekas katakan "Cara lain yaitu harus mengandalkan kepandaian sejati masing-masing"
"Bocah, besar benar nyalimu "
"Sikapmu juga terlalu sombong, ketahuilah Kim-pitjun-hun sebetulnya tidak gampang mandah dipermainkan"
"Bocah keparat, kau mencari mampus"
"Sekarang belum tentu siapa bakal menang dan asor" "Lihat serangan"
"Hm, aku orang she Ma siap melayani"
Mega putih berkembang mengepul naik menyelubungi tubuh, dua jalur pelangi merah darah juga melesat keluar bergulung-gulung, pertempuran dahsyat yang paling seru mulai bergerak dibalas tumpukan puing bekas perkampungan awan terbang.
sebagai pemimpin golongan Hitam, kalau tidak membekal kepandaian silat luar biasa serta dengan latihan yang sempurna mana bisa menundukkan orang-orang gagah dari berbagai aliran.
Terlihat ia mulai mengembangkan ilmu sip hiat-ling yang sangat di banggakan, seketika seluruh gelanggang laksana diliputi kabut merah berdarah, dari sambaran angin yang kencang itu terendus bau amis yang memualkan, diantara taburan angin membadai itu, kedua telapak tangan sebesar mangkok ini bergerak lincah dan kuat sekokoh gunung, selincah ular sanca.
Cara permainannya ini benar-benar sudah begitu sempurna dan lihay betul mencapai puncak yang tertinggi.
Kalau diperumpamakan secara seksama, bekal kepandaian yang dimiliki Giok liong sekarang boleh dikata sudah terhitung seorang tokoh kosen yang jarang diketemukan apalagi dengan berlandaskan kepandaian sam-ji-cui-hun chiu yang merupakan ilmu sakti dari aliran lurus dan murni, walaupun jurus permainannya tidak banyak namun penuh mengandung banyak perubahan.
Cih-chiu.
Hoat-bwe dan Tian-ceng satu sama lain saling mengisi dan menambal kekosongan dan kekurangan satu sama lain, apalagi kalau dilancarkan secara berantai, tiga berubah enam, enam berubah dua belas tangan pukulan begitulah jurus demi jurus berlipat ganda lebih banyak tiada kenal putus laksana aliran sungai besar yang bergulung-g ulung sepanjang ribuan li.
Dua tokoh silat puncak tinggi sesaat berkutet dengan seru, satu sama lain dapat mengambil kemenangan, meskipun sejurus saja masing masing berusaha sekuat tenaga untuk memenangkan sejurus, atau setengah jurus, namun sukarnya bagai memetik rembulan diangkasa raya, sinar merah darah menerpa tiba, segera merah putih memapak maju maka terdengarlah ledakan dahsyat berulang kali.
satu jam kemudian lima ratus juras telah berlalu tak terasa, selama ini masih belum kuasa ditentukan siapa lebih unggul atau asor, kepandaian kedua belah pihak memang sama kuat.
"Berhenti dulu"
Mendadak terdengar gerungan keras sit hiat-ling Toan Bok ku, seiring dengan bentakannya tampak ia meloncat keluar dari arena pertempuran. Mukanya bersungut gusar, biji matanya mendelik tajam mengawasi Giok liong, katanya.
"Lohu tak sabar main berkelahi lama-lama begini, dengan bekal nama dan ketenaran selama hidup ini biarlah aku main taruhan saja."
Giok- liong tertawa tawar, sahutnya.
"Apakah itu perlu?"
"Apa kau takut?"
"Tiada sesuatu urusan yang perlu ditakuti silakan sebutkan cara permainan apa, semua- kulayani sesuka hatimu"
"Sombong benar katamu, mari Lohu akan menjajal sampai dimana latihan Iwekangmu"
Sebetulnya si orang tua ini hendak main licik dan mengandung maksud tak baik, menurut pertimbangannya, ilmu simpanan Giok-liong benar-benar hebat dan rumit sekali susah dijajaki, gerak langkahnya juga lincah dan gesit sekali, apalagi tenaga muda lagi.
Tapi mengandal latihan Iwekangnya selama ratusan tahun ini tentu ada pegangan dapat merobohkan musuh kecil ini.
Betapa Giok liong tidak tahu maksud yang terkandung dibalik ajakan adu Iwekang ini, tapi janji sudah diucapkan tak mungkin ditarik kembali, maka ujarnya sambil tersenyum sinis.
"Perhitunganmu ini cukup mengagumkan, aku terpaksa harus melayani, coba sebutkan cara pertandingan babak adu Iwekang ini ?"
Tak nyana mnndadak sip-hiat ling Toan Bok-ki mementang kedua kakinya lalu memasang kuda-kuda serentak itu pula kedua lengan dengan telapak tangan berkembang didorong lurus kedepan, kiranya ia lebih dulu lancarkan jurus serangannya, menyerang dulu baru mulutnya berteriak.
"Cara mengadu kekerasan beginilah "
Dua jalur sinar merah darah yang membawa tenaga hebat menggulung tiba laksana damparan angin puyuh, seperti pula air tercurah dari atas langit, betapa hebat kekuatannya sungguh jarang diketemukan di kalangan persilatan, ganas dan telengas lagi.
sontak Giok- liong menjadi beringas, geramnya rendah.
"Tua bangkotan yang licik telengas"
Seiring dengan geramannya ini mendadak terasakan segulung tenaga laksana gugur gunung dahsyatnya menerpa tiba menindih dada, tanpa ayal sigap sekali segera ia angkat kedua tangan sambil mengerahkan seluruh kekuatannya terus mendorong kede-pan untuk menangkis.
Untung latihan Giok-liong sudah mencapai tenaga dapat mengikuti kemauan, kalau tidak seketika ia akan terbanting mampus dengan, seluruh isi perut hancur lebur, meskipun begitu sigap ia menangkis karena dilancarkan tergesa-gesa tak urung terasa juga tekanan besar ribuan kati menggetarkan seluruh badannya sehingga jantungnya ikut tergetar seketika pandangan menjadi gelap dada sesak dan mual, jalan darah menjadi terbalik.
Untung ia membekal ilmu sakti dari aliran lurus, Hawa Ji-lo dapat mengikuti tekanan dari luar, semakin besar tekanan daya tolaknya juga jadi bertambah besar, sehingga tekanan yang menindih dadanya sebagian besar bisa dipunahkan Dengan cara menyerang secara licik hampir serupa membokong ini tujuan Toan Bok-ki adalah cukup sejurus saja pasti dapat merobohkan lawan kecil ini, apalagi ia merasa serangannya cukup menggetarkan jantung Giok-Liong, keruan girang bukan main hatinya, menurut perhitungannya dalam beberapa detik saja darah Giok liong pasti tersungsang sumbel dan tak kuat bertahan lagi.
Tak duga begitu tenaganya baru saja merembes masuk ke badan orang sebelum mencapai eiasaf pusarnya, mendadak terasa olehnya ada segulung tenaga lunak yang timbul menahan dampratan tenaga sendiri sehingga kekuatan tenaganya tidak dapat dikontrol lagi, bukan saia tak kuasa meneriang jalan darah besar musuh malah semakin lama semakin lemah dan menyurut kembali, sehingga terasa pula kedua lengan sendiri kesemutan.
Dedongkot tua licik berpengalaman luas ini tujuan semula sekali serang merobohkan lawan kini setelah melihat serangannya menemui jalan buntu dan gagal total cepat-cepat ia tarik kembali tenaganya, Tahu dia bahwa musuh muda yang dihadapi ini betul-betul merupakan tokoh kosen yang tak mudah di tundukkan latihan Iwekangnya betul-betul sudah mencapai sukses yang paling di banggakan.
Maka untuk selanjutnya tak berani ia berlaku ceroboh, diempotnya semangat tenaga dikerahkan kedua lengan, begitulah dengan bekal latihan tenaga dalamnya ia berniat bertahan mengadu kekuatan secara jangka panjang untuk mengambil kemenangan.
Di lain pihak Giok liong sendiri juga insyaf bahwa jago tua yang dihadapi ini adalah musuh paling kuat yang belum pernah diketemukan selama ini, maka sedikitpun ia tidak berani lalai, pelan-pelan dikerahkan seluruh tenaga murninya terus dilancarkan pelan-pelan.
Menurut pertimbangannya terlebih dulu ia memperkokoh kedudukannya baru selain itu melancarkan serangan balasan yang mematikan.
Kedua belah pihak mempunyai maksud yang terkandung dalam benaknya dan mulai dipraktekkan, siapapun tak berani semberono bergerak, begitulah mereka berdua menjadi berhadapan kaku dipinggir sungai berjarak lima tombak, biji mata mereka mendelik tak berkesip.
empat telapak tangan saling berhadapan diam-diam mereka tengah mengerahkan tenaga untuk bertahan.
Tenang dan sunyi mencekam seluruh penghuni alam ini, seolah-olah seluruh alam semesta ini sudah mati sehingga suasana menjadi hening lelap.
Hanya terdengar lapat-lapat hawa udara bergelombang mengeluarkan desis rendah yang semakin keras.
Kira-kira seperminuman teh kemudian, sampai diatas kepala sip-hiat-ling Toan Bok ki mengepul sinar merah darah yang lembut dan tipis terus terus membumbung tinggi setombak lebih- Demikian juga keadaan Giok-liong, tampak dua jalur kabut putih laksana tonggak batu pualam menguap dari kepalanya.
sebentar lagi mulai terdengar pernapasan yang berat, jidat mereka sudah basah oleh keringat dan memancarkan cahaya terang- Cahaya merah darah semakin susut dan menipis, demikian juga kabut putih mulai sirna menghilang.
Akhirnya kedua tangan masing-masing sudah tak kuasa lagi diangkat dan semampai lemas walau sekuatnya bertahan dengan gaya duduk bersila, tapi tenaga sudah dikuras habis, seperti pelita yang kehabisan minyak, tanaman yang mulai layu kekeringan, mati atau hidup tinggal terpaut seutas benang saja.
Keheningan alam sekelilingnya kini diramalkan dengan dengusan napas yang berat serta suara "krak keok"
Dari tenggorokan kedua orang yang kehabisan tenaga ini.
"Hooaaaa...."
Tiba-tiba terdengar loroh gelak tawa panjang aneh yang menusuk telinga dari tumpukan puing sebelah sana, belum hilang suara tawa ini, di keremangan sinar bulan tampak berjalan keluar seorang kate cebol setinggi tiga kakiorang kate cebol ini mengenakan jubah panjang yang terbuat dari kain iaci, kepalanya gundul tinggal berapa utas rambut yang sudah uban, raut mukanya Jenaka menyerupai wajah bayi, tingkah lakunya sangat lucu.
orang tua cebol bermuka seperti orok kecil ini pelan-pelan menghampiri Giok-liong saat mana Giok liong sudah kehabisan tenaga, seluruh tubuh lemas lunglai seperti kapas, sedikitpun tak kuasa mengerahkan sedikit tenagapun.
Demikianjuga keadaan Toan Bok ki duduk mematung seperti tonggak, jangan kata hendak main menang-menangan merebut seruling apa segala, dihembus angin keras saja tanggung roboh terkapar.
yang membuat mereka gegetun adalah meskipun kehabisan tenaga namun pikiran dan perasaan mereka masih peka, begitulah dengan mendelong saja mereka mandah diejek oleh orang tua cebol bermuka bocah ini tapi apa yang dapat mereka perbuat, walau hati gelisah dan was-was namun tenaga untuk membuka suara saja tak mampu.
Kira-kira dua kaki didepan Giok-liong orang tua cebol bermuka bocah berhenti lalu menjura katanya.
"Terlebih dulu aku si orang tua mengucapkan terima kasih atas pemberian seruling ini."
Lalu seenaknya saja ia mulai membuka kencing baju luar Giok liong terus mengulur tangan merogoh keluar jan-hun ti, seketika terpancar cahaya putih cemerlang menerangi alam sekelilingnya, begitu gemilang cahaya ini menyilaukan mata.
seperti bocah mendapat mainan yang disenangi orang tua cebol bermuka bocah ini meugelus-elus seruling di tangannya, lalu dengan langkah lebar mendekati sip hiat-ling Toan Bok ki katanya pula menggoda.
"saudara tua untuk mendapatkan jan-hun-ti ini mungkin dalam mimpi kaupun tak tenang, nih silakan kau lihat biar terang supaya tidaklah sia-sia puluhan tahun angan-angan itu. Ha Hahaha..."
Seruling diangkat lalu digoyang-goyang-kan didepan mata sip-hiat-ling Toan Bok ki katanya pula.
"Kesempatan sukar didapat, kalau aku siorang tua sudah kembali di Ling lam, untuk melihatnya lagi sudah tidak begitu gampang lho "
Sembari kata ini ia mundur lima tombak jauhnya terus putar tubuh tinggal pergi- Dalam hati Giok liong gugup bukan buatan, matanya saja yang mendelik mengawasi kepergian orang.
Di lain pihak sip-hiat-ling Toan Bok ki sendiri juga gelisah, hati sangat pilu seperti diiris-iris, ada hati hendak mengejar dan merebutnya kembali sayang tenaga sendiri tak berdaya.
sementara itu orang tua cebol bermuka bocah itu sudah berjalan tujuh delapan tombak mendadak ia berteriak sambil menepuk jidatnya.
"Hayooo, aku sungguh goblok, bila Iwekang mereka pulih kembali bukankah akan meluruk mencari perkara kepadaku Kalau sekarang kubunuh mereka siapa yang tahu kalau seruling sakti ini terjatuh ditanganku, inilah yang dinamakan membabat rumput tidak seakar-akarnya, dihembus angin musim semi ia akan tumbuh lagi. ya, seorang laki-laki sejati harus berani bekerja secara jantan, mereka harus dilenyapkan supaya tidak meninggalkan bencana di kemudian hari "
Begitulah sambil mengguman seorang diri ia sudah putar balik, setelah dekat kelihatan muka bocahnya yang lucu itu kini sudah berubah menyeringai iblis sangat ketakutan, sambil angkat seruling diatas kepala ia memburu kearah sip-hiat ling Toan Bok ki, katanya sambil mengertak gigi.
"sahabat tua jangan salahkan aku berlaku kejam padamu "
Jan-hun-ti sudah diangkat diatas kepalanya hampir dikeprukan.
Kebetulan saat mana teng gorokan Toan Bok ki berbunyi berkerok-kerok keras terus menyemburkan segumpal darah segar, tampak air mata meleleh diri kelopak matanya.
Karena tidak menduga, dan berjaga-jaga saking kaget orang tua cebol itu meloncat lima kaki, teriaknya tertawa.
"sahabat tua Kenapa berduka Apakah karena tidak dapat melewatkan hari ulang tahun yang keseratusanmu itu, sudahlah sidak perlu manusia hidup seratus tahun akhirnya juga mesti mati, legakan saja saatmu hari ini tahun depan adalah... aduh"
Setitik sinar putih perak melesat secepat kilat menyambar tiba, kontan si orang cebol bermuka bocah menjerit ngeri, badannya terhuyung terus tersungkur jatuh.
Tepat saat itujuga tampak sebuah bayangan hijau pupus berkelebat mendatangi secepat mengejar angin, begitu dekat terdengar teriakan.
"
Kakek Kakek"
Kiranya itulah seorang gadis rupawan bertubuh langsing sudah meluncur datang ditengah tumpukan puing itu.
Tanpa memperdulikan si orang tua cebol bermuka bocah yang bergulingan sesambatan langsung gadis rupawan itu menubruk kearah sip-hiat-ling Toan Bok ki, teriaknya menangis sambil mendekap lengannya.
"Kek Kenapa kau Kenapa tidak bicara,"
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Berteriak lalu menangis lagi sikapnya yang gelisah dan gugup itu sungguh sangat kasihan.
sip hiat-Ling Toan Bok-ki menderita luka dalam yang teramat parah, mana bisa ia bicara.
gadis baju hijau itu sudah payah memapahnya bangun, mulutnya mengomel panjang pendek.
"Aku mau ikut keluar kau tidak mengijinkan kalau aku tidak mengelabui ayah dan mengintil kemari, coba siapa yang dapat merawat mu Kek Lain kali kaiau ke luar lagi kau harus mengajak aku, marilah kita pulang ke Hiat-hong-cay, setelah lukamu sembuh kita bisa melancong lagi "
Gerak geriknya memang lincah dan bersifat kanak-kanak, tanpa hiraukan Giok-liong yang terduduk sila, lebih tidak pedulikan si orang cebol bermuka bocah yang bernapas ngosngosan, mukanya sudah menjadi kuning dan kaku.
Tatkala itu sip-hiat-ling Toan Bok ki sudah dipapahnya bangun, namun tubuhnya lemas lunglai menggelendot dipundaknya, mulutnya tidak kuasa bicara.
Kata gadis baju hijau lagi.
"Kek berpegangan kencang, kita harus cepat cepat pulang mengobati lukamu"
Karena mulut tak dapat bersuara, sip- hiat-ling Toan Bok ki menggerak-gerakkan biji matanya yang redup itu melihat kebawah tanah, ujung mulutnya juga bergerak-gerak- Giok-liong paham akan syarat ini.
Tahu dia maksud Toan Bok-ki menyuruh gadis rupawan itu menjemput seruling samber nyawa, sudah tentu hatinya kembali gelisah kalau seruling samber nyawa terjatuh ditangan pihak Tiang-pek san, untuk memintanya kembali tentu tidak mudah.
sebaliknya gadis baju hitam itu tidak mengerti akan maksud kakeknya, katanya.
"Aku menyambitnya dengan sebatang sio-hiat gin ciam (jarum perak penyedot darah), kutanggung jiwanya takkan hidup sampai terang tanah, buat apa pedulikan bocah cebol ini"
Kiranya ia menyangka kakeknya menyuruh dirinya membunuh si cebol itu.
seperti orang bisu ada mulut hendak berkata namun sia-sia belaka, demikianlah keadaan Toan Bok-ki, namun matanya tetap memandang kebawah terus, tapi lama kelamaan matanya itu juga terasa berat untuk di-bukagadis baju hijau masih tak mengerti, mulutnya dimonyongkan sungutnya.
"Kakek ada-ada saja, biarlah ia menderita lebih lama lagi biar kapok ? siapa suruh dia berani memukul kau dan orang itu menjadi demikian rupa "
Sembari berkata ia angkat tangan kanannya terus menepuk dari kejauhan kepala si orang cebol yang masih menggerung-gerung ditanah, serunya.
"Baik kuturuti kemauan kakek, supaya hatinya lekas lega "
Terdengar kesiuran angin keras menyampok kedepan "
Blang" "aduh "
Si orang tua cebol berteriak setengah jalan lantas berhenti kepalanya pecah berhamburan otaknya berceceran terang jiwanya tak dapat diselamatkan lagi.
Giok-liong berlega hati diam-diam dia berteriak girang merasa beruntung, syukur gadis baju hijau ini tidak mengetahui asal-usul jan hun ti, senjata sakti yang menjadi perebutan kaum persilatan.
Tapi sekarang pandangan mata siap-hiat ling Toan Bok-ki melirik kearah Giok liong yang masih duduk bersila.
Lagi lagi baju hijau bersungut uring-uringan, ujarnya.
"Kek kau betul-betul bawel, seorang diri mana aku bisa mengepruk-mati banyak orang-"
Memandang kearah Giok liong ia berkata lincah.
"Engkoh kecil Aku tahu kau dan kakekku dipukul luka parah oleh si orang tua cebol keparat itu, karena luka kalian berdua sama, tapi aku tak bisa menolongmu karena tenagaku kecil, tak mampu aku memaya dua orang, dendam ini sudan kebalasan, terpaksa kau kutinggalkan aku bersama kakek hendak pulang, kelak datanglah ke Tiang pek san di Hiat hong-cay, tentu kutemani bermain"
Dalam hati Giok liong merasa geli dan ingin bergelak tawa, segera sekuatnya ia manggut manggut. Kata gadis itu lagi.
"Kalau ke Hiat-hong-cay, carilah Toan Bok ki wsi, kalau orang tak tahu tanyakan Ciong ci liong li banyak orang tahu itulah aku adanya"
Giok liong mengharap dia memayang kakeknya lekas meninggalkan tempat ini, tempat ini sepi tak ada orang, ia bisa mengerahkan hawa murni memulihkan tenaganya, asal bisa menghimpun hawa murni dan memulihkan tenaga murni dan memulihkan tenaga tentu dapat bergerak dan menyimpan kembali jan-hun-ti selanjutnya gampang saja mencari tempat tersembunyi untuk menyembuhkan luka dalamnya.
Maka sekali lagi ia manggut-aianggut sambil tersenyum simpul.
Melihat Giok liong beruntun manggut dua kali Ciang ci liong-liToan Bok si menjadi lega dan menghela napas serta tersenyum manis.
Tanpa melihat sikap Toan Bok ki lagi, sekali melejit ia panggul tubuh kakeknya terus berlari kencang, terdengar ia berteriak.
"Engkoh kecil janganlah lupa datang ke Tiang pekssan untuk bermain"
Belum hilang uaranya beberapa kali loncatan saja bayangannya sudah jauh berada di puluhan tombak sana.
Mana dia tahu, kakek yang dipanggul dipunggungnya saat itu sangat gemas dan gegetun sekali, tapi apa boleh buat, karena diri sendiri tak kuasa buka suara, rasa dongkolnya ditelan bulat-bulat.
Mengantar bayangan ciang Hiong-li yang menghilang dikejauhan, hati Giok-liong seperti terlepas dari tindihan batu besar, diam-diam ia berseru dalam hati.
"Sungguh berbahaya."
Pelan-pelan ia mengheningkan cipta, lalu menghimpun hawa murni, mulai mengatur pernapasan.
Tak duga baru saja ia mulai, tiba-tiba terdengar lambatan baju yang dihembus angin maka dilain kejap meluncur lurus sesosok bayangan orang, pendatang ini adalah seorang muda yang bermuka pucat kurus.
Giok-liong tersentak bangun, luka dalam yang sudah mulai terawat dan hampir sembuh tadi kini menjadi berantakan karena gangguan dari luar ini, keadaan menjadi payah karena hawa murni yang terhimpun menjadi buyar.
"
Celaka "
Diam-diam Giok liong mengeluh dalam hati. "Apakah Jan hun ti sudah di takdirkan bukan menjadi milikku abadi ? Atau mungkin bintangku sedang guram ? Kalau tidak kenapa aku harus menghadapi berbagai bencana bergelombang yang selalu mengintai ini."
Betul juga ternyata pemuda muka pucat itu tahu akan benda antik, setelah berteriak teriak sekian lama mendadak ia meraih jan-hun-ti yang masih dipegang oleh orang cebol itu, gumamnya.
"Suhu, terang kau sudah berhasil, kenapa tidak segera tinggal pergi "
Saat itulah baru ia melihat Giok-liong yang sudah empas empis itu, maka dengusnya dengan menyeringai.
"Hm, kiranya beliau terluka parah setelah mengadu Iwekang dengan bocah keparat kau ini "
Setelah berkata giginya gemeratak menahan amarah yang tak tertahan, setindak demi setindak dengan langkah berat ia menghampiri ke arah Giok-liong, sepuluh jarinya dipentang melengkung laksana cakar garuda siap menerkam mangsanya, demikianjuga seringainya menakutkan.
Giok-liong mandah mendelong saja mengawasi orang, yang tenaga sendiri sudah hilang daya untuk bergerak saja tidak mampu lagi, terpaksa tinggal menunggu ajal saja, diam-diam ia mengeluh dalam hati sambil pejamkan kedua mata pasrah pada nasib.
Derap langkah berat si pemuda pucat terdengar sangat menusuk telinga, setiap langkah bagi Giok-liong menjadi lebih dekat nyawanya diambang elmaut.
sebetulnya hatinya berontak, pikirnya- "aku tidak boleh mati, dendam kesumat ayah bunda belum dibikin terang, budi perguruanpun belum terbalas tentang bencana dunia persilatan sebagai kaum persilatan betapa juga harus ikut prihatin akan keselamatan sesama golongan, Dan yang terpenting lagi adalah seruling samber nyawa bila terjatuh ke tangan orang jahat kelakpasti membawa bencana besar yang susah dibayangkan dan sumber dari semua kekalutan ini bukan lain adalah gara gara dirinya bukankah dosaku bertumpuk setinggi langit.
Coh Ki-sia teringat Coh Ki-sia boleh di kata merupakan penyesalan terbesar selama hidup ini- Lagipula.....untuk sesaat pikiran Giok-liong menjadi timbul tenggelam.
Derap langkah kakijuga semakin dekat.
Terdengar pemuda pucat itu menyeringai sinis, serunya.
"Kau membunuh suhuku, maka aku harus membunuh kau, ini sudah jamak danjangan kau sesalkan perbuatan aku Hunbin- ji-long terlalu kejam pulanglah menyusul nenek moyangmu"
Angin kencang menderu.
"Aooooo"
Jeritan panjang yang mengerikan melengking tinggi menembus angkasa bertepatan dengan itu darah tampak muncrat kemana-mana.
"Bluk."
Sesosok mayat terbanting keras celentang di tanah. Diam-diam Giok liong berteriak.
"Tamat.. segalanya berakhir sudah "
Tapi yang terasa olehnya adalah mukanya seperti ketetesan air hujan, meskipun tubuhnya terdampar oleh terpaan angin kencang, namun badannya tetap berduduk tanpa roboh.
Dia berpikir, apakah orang setelah mati beginikah rasanya ? kematian siapapun tiada yang tahu, sebab kalau kau betulbetul sudah merasakan saat itu jiwa jaga sudah melayang.
Karena pikirannya ini Giok liong lantas merasa kelopak matanya rada pedas bau anyir darah juga lantas merangsang hidung menyesakkan.
Coba-coba ia melirik membuka kelopak matanya, tak tertahan lagi ia berseru kejut seperti disengat kala.
Ternyata keadaan di depan mata yang dilihat ini seolah-olah dalam mimpi belaka.
Kiranya pemuda pucat yang mengaku bernama Han-binjilong, saat itu terkapar ditanah dengan batok kepalanya sudah pecah berhamburan mayatnya digenangi air darah, menggeletak hanya tiga kaki di hadapannya keadaannya sungguh mengerikan.
sekelilingnya sunyi senyap tak kelihatan bayangan seorangpunjuga.
Giok liong menjadi heran.
Apalagi yang barusan terjadi.
Apakah aku belum mati? secara tak sadar seperti diperintah oleh nurani ia menggigit lidahnya.
"Aduh "
Hampir saja ia berteriak saking kesakitan.
Ternyata aku belum mati, kenapa aku tidak mati ? Ini merupakan teka-teki, teka teki yang sulit ditebak dan dipecahkan sebagai manusia yang masih segar bugar tentu mempunyai pikiran demikianjuga keadaan Giok- liong.
Hal pertama yang ingin diketahui adalah seruling samber nyawa yang di-kempit dibawah ketiak Hun binji long tadi- 'Haya' Jan hun ti sudah lenyap tanpa bekas, Giok-liong betul-betul menderita dan sengsara kalau kehilangan seruling samber nyawa, rasanya lebih baik mati daripada hidup- Tapi apa pula yang dapat ia per buat ? Terpikir olehnya selama gunung masih menghijau tak usah kwatir tiada kayu bakar.
urusan terpenting yang dihadapi sekarang adalah menyembuhkan luka-luka dalam dulu baru nanti mengambil langkah-langkah lebih lanjut.
Maka mulai lagi ia mengheningkan cipta dan menghimpun semangat mengatur pernapasan, sang malam semakin larut, kesunyian mencekam alam sekelilingnya.
Air embun mulai membasahi seluruh badannya, waktu angin malam menghembus lalu terasa badannya menjadi dingin bergidik, mengandal hawa dingin inilah Giok-fiong melancarkan hawa murni yang sudah tersusun dan lancar mengitari seluruh tubuh.
sang waktu berjalan terus tanpa terasa, terdengar kentongan ketiga dan tak lama pula terdengar kentongan keempat.
Bulan sabit lambat laun sudah doyong kearah barat, ini pertanda bahwa pergantian cuaca sudah menjelang tiba, tak lama kemudian diufuk timur sudah terpancar sinar kuning cemerlang menerangi jagat raya.
seiring dengan terpancang sinar matahari Iwekang Giok liong juga sudah mulai pulih dan sembuh seperti sedia kala.
sebuah bola api bundar besar lambat-lambat terus merayap semakin tinggi sampai dipuncak gunung, seluruh maya pada sudah terang cemerlang, kabut pagi mulai menipis dan akhirnya hilang.
Keadaan Giok liong juga sudah pulih seluruhnya, hawa murni tengah berputar sembilan kali setelah berputar kesepuluh boleh dikata keadaannya sudah seperti manusia umumnya, kesehatannya sudah sembuh seluruhnya.
Namun ia tetap duduk terpekur tanpa berniat berdiri, matanya mendelong mengawasi tumpukan puing disekitarnya, dipandang juga mayat Hun-binji-long dan orang tua cebol bermuka bocah itu sebab sekarang ia tidak tahu lagi kemana dirinya harus mencari tujuan.
Meneruskan perjalanan ke Ping-goan.
Perjalanan ini terlalu banyak makan waktu, setelah kembali nanti beiarti sudah lewat pertemuan besar di Gak yang itu.
Kalau saat mana bersua dengan guru tanpa membekal seruling samber nyawa bagaimana dirinya harus memberikan pertanggungan jawab.
Atau ke hutan kematian saja? Tanpa seruling samber nyawa seumpama harus berkelahi disana, bagaimana kuat dirinya menghadap tokoh-tokoh silat begitu banyak dan lihay, bukan berarti mencari gebuk dan malu saja.
"Tidak, betapapun aku harus menemukan kembali seruling samber nyawa itu dulu"
Demikian akhirnya Giok liong berketetapan dalam batin.
Tapi dunia sedemikian luas manusia begitu banyak- kemana dan kepada siapa pula dirinya harus minta kembali serulingnya, tugas ini seumpama harus menggagap jarum di tengah lautan samudera.
sungguh sesal Giok liong bukan kepalang, kenapa waktu itu dirinya harus memejamkan mata, kalau dapat melihat tegas paling tidak ada sumber penyelidikan, sekarang pikirannya menjadi kosong hampa- Dalam keadaan serba sulit dan kewalahan ini terpaksa pelan-pelan ia merangkak bangun, dengan lesu ia menghela napas panjang, lalu keluar pelan-pelan keluar dari tumpukan puing Bwe-hun san cheng? Dengan patah semangat seorang diri ia melenggong menuju kejalan raya, Ditengah jalan Giok liong menemukan sebuah perigi, disini ia mencuci mukanya yang penuh berlepotan darah yang sudah kering.
Dunia selebar ini tak tahu dia kemana kakinya harus melangkah.
Mendadak empat ekor kuda tinggi besar warna kuning langsat berlari kencang mendatangi dari belakangnya, begitu cepat lari kuda ini sampai debu mengepul tinggi, sehingga tubuh Giok liong dikotori debu.
Meskipun kuda pilihan itu berlari pesat, namun dengan ketajaman mata Giok-liong dilihatnya tegas keempat penunggangnya adalah empat laki-laki kekar berseragam ungu berpakaian ketat, diatas punggungnya kelihatan terselip senjata tajam, gerak-geriknya mereka kelihatan gugup gelisah seperti memburu waktu.
Tengah ia terlonggong sambil menerawang.
Didengarnya lambaian angin kencang dari belakang, ternyata itulah seorang nenek tua berambut uban berkulit hitam yang menyolok mata adalah pakaian yang dipakainya itu adalah baju dan blus yang berkembang warna-warni.
Dan yang lebih mengherankan langkah kakinya itu ternyata begitu ringan laksana terbang, kelihatan lebih pesat dari laju keempat kuda pilihan tadi, sekejap jaraknya sudah dekat sekali.
Jilid 25 "Hai bocah cilik adakah empat ekor kuda lewat kedepan ?"
Giok-liong berlagak seperti orang kampungan yang takut kena perkara, sahutnya.
"Baru saja lewat"
Lalu bergegas tinggal pergi dengan langkah lebar.
Dilihat gelagatnya mereka para kaum persilatan ini tengah mengejar sesuatu, dirinya saat ini sedang dilibat oleh urusan besar yang harus cepat-cepat dapat diselesaikan kalau sampai ikut terlibat dalam urusan tetek bengek dengan mereka ini tentu serba berabe.
Tak duga nenek beruban itu berteriak lagi.
"Bocah cilik berapa ia tua mereka lewat"
"Baru saia belum lama "
Sahut Giok-LLong dari kejauhan. Si nenek lantas tersipu-sipu berlari ke depan sambil mulutnya mengomel panjang pendek. Tak nyana belum berapa jauh tiba-tiba ia putar balik lagi, tanyanya keras.
"Didepan keempat ekor kuda adalah kau melihat seorang gadis baju hitam lewat disini ?"
Giok-Liong menunduk dan menyahut mafas-malasan.
"Aku tidak melihat" "Tidak melihat ?"
Si nenek seperti tidak percaya, matanya berkedip-kedip, lalu desaknya lagi.
"Gadis baju hitam itu berusia enam tujuh belasan, tangannya membekaL sebatang seruling batu pualam "
"Hah."
Tak tertahan Giok-liong sampai berseru kejut, tergetar seluruh badannya. Agaknya si nenek tidak perhatikan sikap perubahan Giok- Liong ini, katanya pula tak sabar.
"Hai, apa kau tuli ? Kataku seorang gadis baju hitam yang membawa sebatang seruling batu pualam warna putih, berapa lama lewat dan sini?"
Sungguh girang Giok-liong bukan main, bangkit semangatnya secara reflek ia kembangkan kesehatan ringan tubuhnya, sekali melesat tiga tombak lebih mendahului didepan si nenek, mulutnya berseru keras.
"Benar ada kejadian ini"
Sekejap saja bayangannya sudah berlari kencang berapa jauh. Terdengar si nenek berseru tertahan, gerungnya gusar.
"Kurang ajar, aku salah mata "
Jantung Giok-liong berdegup keras sekali, ingin benar segera mengejar kedepan mendapatkan gadis baju hitam yang dikatakan si nenek itu, maka Leng-hun-toh dikembangkan sampai puncak tertinggi untung hari belum terang tanah, manusia masih jarang berlalu lalang maka secepat terbang ia kembangkan ilmunya tanpa kuatir sesuatu apapun terjadisekejap saja dilihatnya dikejauhan sana debu mengepul tinggi, terang sebentar ke-empat ekor kuda yang dicongklang cepat itu pasti dapat disusulnya.
Terlihat seratusan tombak didepaa sana adalah hutan pohon cemara yang lebat sekali, kelihatan keempat ekor kuda itu membelok masuk hutan terus lenyap dari pandangan mata.
Kuatir kegilangan jejak kuntitannya, Giok- liong kerahkan tenaganya, badannya melesat ke depan bagai terbang langsung meluncur memasuki rimba lebat itu.
"Aih, kemana mereka ?"
Tampak empat ekor kuda yang basah kuyup dengan keringat tengah kempas-kempis tersebar dalam hutan, empat orang laki-laki kekar diatas kuda tadi tak kelihatan bayangannya entah kemana- Tengah Giok-lioag terlongong bingung mendadak disebelah dalam hutan sana terdengar suara bentakan dan gemboran nyaring, angin menderu keras berseliweran didalam hutan sebelah sana.
Tanpa ayal segera ia memburu masuk ke sebelah dalam, menurut dugaannya pasti keempat laki-laki itu sudah menyusul orang yang hendak dicarinya itu, karena tiada persesuaian paham lantas berkelahi mati matian, yang bertempur dengar mereka juga bukan lain si gadis baju hitam yang dikatakan oieh nenek beruban itu.
Tanpa banyak pikir Giok-liong lantas meloncat kearah dimana terjadi pertempuran itu.
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tepat menurut dugaannya terlihat didalam hutan sana seorang gadis baju hitam tengah berkelahi sengit melawan musuhnya senjata ditangannya itu memang bukan lain adalah seruling samber nyawa miliknya yang telah hilang itu.
Naga-naganya si gadis tidak tahu cara permainan silat menggunakan seruling itu, karena tidak menyalurkan Iwekangnya, bukan saja jan-hun-ti tidak dapat memperlihatkan perbawanya, sampai cahaya terang yang terpancar dari batu pualam itupun tidak terpancar keluar.
Lawan sigadis baju hitam ternyata bukan empat laki-laki diatas kuda, ternyata adalah seorang pemuda berpakaian baju biru dan pemuda ini sudah dikenal oleh Giok-liong karena dia bukan lain adalah murid Lining mo-io Li siang-san, yaitu Lanitong- kim Hoa sip-i.
Begitu tiba cepat-cepat Giok-llong berteriak- "saudara Hoa, lekas berhenti "
Seiring dengan teriakan langsung ia melesat memasuki gelanggang terus berdiri bertolak- Maka tampaklah tangan orang terpental mundur.
Lani-longfcuo Hoa sip-i meloncat mundur tujuh kaki, menghindari sejurus seringan Giok ci-liang-jay dari si gadis baju hitam, terdengar ia berseru dengan kegirangan.
"siau-hiap Tepat benar kedatanganmu"
Kiranya napas sudah ngos-ngosan, tenaga juga hampir habis, jidatnya sudah basah oleh keringat.
si gadis baju hitam melintangkan seruling di depan dadanya, begitu melihat Giok-liong ia rada tercengang, matanya tak berkedip memandang Giok-liong, ujarnya heran.
"Aih, bukankah kau sudah mampus?"
Giok liong mandah tertawa geli, sahutnya- "Nona ini betul betul pandai main kelakar"
Gadis baju hitam mengangkat alis, serunya.
"siapa berkelakar dengan kau, waktu aku lewat bekas tempat terbakar itu, kulihat kau berduduk mematung seperti Hwesio yang sudah mati- sedang kurcaci yang membawa seruling ini tanpa menghiraukan undang-undang dalam rimba persilatan hendak menghancurkan jenazahmu- maka tanpa tanggung tanggung lagi kupersen sebuah kemplangan di belakang batok kepalanya- Apakah itu kejadian yang purapura saja?"
Giok-liong semakin tertawa lebar, katanya lembut sembari menjura.
"Terima kasih akan bantuan nona, sebetulnya aku yang rendah belum mati, memang aku terluka parah karena mengadu Iwekang dengan seorang musuh"
Sekarang berkerut alis si gadis baju hitam, dengan sikapnya yang besar-besaran berkata dengan nada penuh teguran.
Pedang Wucisan -- Chin Yung Sang Ratu Tawon -- Khulung Pedang Tanpa Perasaan -- Khu Lung