Seruling Samber Nyawa 31
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Bagian 31
Seruling Samber Nyawa Karya dari Chin Yung
"cian-pwe, jangan"
Tak nyana belum lagi suaranya sirap mendadak tampak tubuh Le siang-sin meliuk kesebelah kanan mulumyapun menjerit ",.Aduh"
Lalu tubuhnya terhuyung kesebelah kiri dan hampir terjerembab kedepan, larinya juga menjadi lambat. Keruan bukan kepalang kaget Giok-liong, lekas tanyanya .
"cian-pwe kenapa kau?"
Lan-ing mo ko Le siang-san mengertak gigi menahan sakit, dengusnya .
"Aku .. aku .... pada.,.ku...."
"Kau kena senjata rahasia?"
"Aduh"
Lagi- lagi Le siang-san mengeluh, tubuhnya tampak berkelejetan dan gemetar, agaknya menahan sakit yang luar biasa, maka daya larinya menjadi semakin kendor.
Para gembong iblis yang mengejar jauh dibelakang sudah melihat, terdengar mereka bersorak riuh rendah, suara caci maki terdengar lagi semakin gempar dan mencekam.
Tanpa ajal Giok-liong menarik pergelangan tangan orang yang digenggamnya itu serta berseru.
"cian-pwe"
Lekas mendekam dipunggungnya tanpa menanti penyebutan Le siang-san ia terus bopong tubuh orang secepat terbang seperti segulung asap mengembangkan ilmu ringan tubuhnya terus berlari sekuat tenaga.
Begitu besar nafsunya berlari untuk meninggalkan para pangejarnya sehingga ia melupakan serangan senjata rahasia para gembong-gembong iblis yang jahat itu.
semula meskipun senjata rahasia memberondong seperti hujan derasnya, tapi sedikit pun tak mampu melukai mereka berdua karena Giok- liong mengerahkan hawa Ji-lo untuk berlindung, justeru kabut putih dan hawa Ji-lo itulah yang sudah menyelamatkan mereka, meski sasaran senjata rahasia sangat tepat, semua kena terpental balik oleh daya tahan hawa Ji-lo yang ampuh.
Maka pada waktu ia memburu maju ke-depan merintangi tindakan ce siang-san yang hendak menyambitkan ci-hu hong bou-cian badannya tersuruk kedepan sehingga hawa Ji-lo ikut terdorong maju, maka tanpa terlindung Le siang-san lantas kena sebuah senjata rahasia.
sekarang ia menggendong tubuh besar Le siang-san dicunggungnya dan dibawa lari secepat terbang, tapi kekuatan hawa Ji-lo tak mungkin bisa menembus badan orang melindungi punggungnya maka terasa oleh Giok-liong, kadang-kadang badan Le siang-san menggeliat, meronta dan juga saban saban kekejangan, tapi semua ini dalam prasangkanya karena kesakitan sebab lukanya itu terkoyak oleh daya luncuran larinya.
Entah sudah berada lama dan berapa jauh ia berlari, tahu tahu cuaca sudah terang benderang, karena Lwekangnya yang kuat maka para gembong-gembong iblis itu sudah jauh ketinggalan dibelakang kira-kira ratusan tombaki bukan saja desiran senjata rahasia tidak terdengar malah caci maki mereka juga tidak terdengar pula.
Menggendong seseorang walaupun sudah mengerahkan Ginkangnya sampai puncak tertinggi akhirnya Giok Liong merasa kecapaian juga.
Menurut dugaannya jalan keluar dari pegunungan ini sudah tidak jauh lagi, setelah membelok kedalam sebuah mulut lembah tak jauh disebelah depan terdapat sebuah batu gunung yang bidang rata.
Maksud Giok-liong hendak meletakan Le siang-san yang luka-luka itu diatas batu itu, sekedar untuk istirahat dan untuk memeriksa luka lukanya pula.
siapa tahu waktu ia pelan-pelan meletakkak tubuh orang diatas batu bidang itu serta memanggil.
"cian-pwe . ."
"Bluk"
Lan ing-mo ko Le siang san terjatuh rebah tertelungkup tanpa bergerak, badannya sudah kaku dan mulai dingin.
Giok-liong sampai berjingkrak kaget dan melonjak bangun kakinya membanting tanah saking gegetun tangannya terkepal memukuli kepalanya sungutnya.
"sungguh goblok dan harus mampus benar aku sungguh aku harus mampus"
Ternyata diatas tubuh Le siang-san sudah terkena puluhan macam senjata rahasia yang jumlahnya tidak kurang dua tiga puluh jumlahnya, seluruh punggungnya dedel duwel dan berlumuran darah sehingga punggungnya itu seperti duri landaki sungguh keadaan ini sangat mengenaskan.
Tadi ia menghadapi kematian Ah-liong-ong yang mengenaskan sekarang ia harus menghadapi pula pengorbanan Le siang-san yang gugur secara mengerikan ini.
Betapa sedih dan pilu hati Giok-liong ini sungguh sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Kematian Ah- liong ong memang bukan menjadi tanggung jawab dirinya secara langsung tapi orang menyelam kedasar rawa menjemput kotak mas itu justru secara langsung menguntungkan dirinya, maka betapapun ia harus ikut berduka cita akan kematian orang.
Tapi bagaimana juga lubuk hatinya yang paling dalam tidak begitu terkesan akan peristiwa ini.
Adalah kematian Lan ing-mo-ko Le siang san, walaupun tidak sengaja tapi kematian orang adalah karena dirinya, Apalagi orang tengah berusaha hendak menolong dirinya keluar dari mara bahaya kehancuran total oleh pihak Bu ih-pay yang telah menanam dinamit di berbagai jalan keluar yang penting di seluruh pelosok pegunungan.
Beliau merupakan seorang yang telah menanam budi besar, terhadap dirinya, maka betapa gemes dan gegetun Giok-liong akan kejadian ini dapatlah dibayangkan.
Tak kuasa lagi ia tergerak sedih dan menyesal sekali, kepalanya terus dipukuli dengan kepelannya, entah berapa lama ia tenggelam dalam kedudukan ini.
Tersadar olehnya orang yang telah meninggal takkan hidup kembali, apa boleh buat tak jauh dari batu bidang itu digalinya sebuah lobang besar terus mengubur jenazah Le siang san ditempat itu juga.
Lalu dicarinya sebuah batu persegi yang rata ditegakkan di depan pusara, lalu dikerahkan lwekang dengan jari tangannya ia menulis sebaris huruf-huruf yang berbunyi "Disini tempat istirahat budiman Le siang sun"
Baru saja ia selesai mengores.
"Hahahaha Hehehehe" "
Keparat akan kulihat sampai dimana kau bisa lari"
Sekonyong-konyong sekelilingnya sudah dirubung oleh orang banyak, malah ada pula yang mendesak.
"Lekas serahkan kotak mas berisi buku catatan rahasia itu"
Ternyata para gembong gembong iblis yang mengejar itu sudah meluruk tiba semua, mereka mengepung dirinya menjadi sebarisan pagar manusia, semua mengawasi dan menatap dengan pandangan gusar dan mendelik semua menatap dengan muka buas dan ganas dengan mata membunuh membayang dalam pandangan mereka.
Betapa murka hati Giok Liong boleh dikata sudah mencapai puncak tertinggi yang tak terkendali lagi, sungguh sangat kebetulan kedatangan mereka karena rasa duka dan dendam hatinya belum sempat terlampias.
Bukan gentar dan takut menghadapi situasi menegangkan urat syaraf ini sebaliknya Giok-liong malah bergelak tertawa- - "Hahaaha Haha-hahahaha siapa yang tidak takut mati silakan tampil ke depan"
Lalu dengan ringan ia meloncat keatas batu nisan yang baru saja ditegakkan itu, sikapnya garang dan gagah. segera tampak Ci-hu sin-kun tampil ke-depan, katanya lantang.
"Buka kotak mas itu, biar Lohu melihat sekali lantas kutinggal pergi"
"Untuk apa kau hendak melihat?"
Tanya Giok-liong dengan nada berat.
"Lohu sudah pernah berkata, aku takkan turun tangan merebutnya."
"Merebut? Kukira kau belum mampu"
"Buyung"
Ci hu sin-kun berjingkrak gusar, "kau tidak tahu kebaikan."
"Bukan aku"
"siapa?"
"Kau sendiri"
Keruan semakin murka Ci-hu sin-kun kedua lengannya digentakan, serunya.
"Agaknya sebelum melihat la yon kau takkan menangis. Baik, biar Lohu memberi ajaran kepadamu."
Ci-hu-sin kun mengerahkan tenaga kabut ungu segera menyelubungi seluruh badannya setinggi tiga kaki di atas kepalanya.
Melihat ayahnya marah-marah dan hendak bergebrak dengan Giok Liong, ci-hu-giok li menjadi gelisah, tersipu-sipu ia memburu ke samping ayahnya terus menarik lengannya, katanya berbisik dipinggir telinga sang ayah.
"Yah saat ini musuhnya begini banyak, apa perlu kita sendiri yang turun tangan"
Demikian bujuknya supaya meredakan amarah ayahnya.
"Dia berani main tengkar dengan ayahmu."
Dengus ci-husin- kun.
"rasa dongkoi ini masa bisa kutahan"
"Kalau kau tidak mencari perkara kepada dia, belum tentu dia mau bertengkar dengan kau, kenapa kau tidak menonton saja dari samping dulu."
Demikian bujuk Ci-hu-giok-li Kiongling dengan suara lembut.
sebenarnya mana Ci-hu-sin kun sudi menjadi pelopor dalam pertempuran babak per-tama, apalagi Giok- liong merupakan lawan yang paling tangguh lagi.
Maka segera ia pinjam angin memutar haluan, dengusnya dengan kebencian.
"Baik, biar kuberi kelonggaran beberapa saat lagi."
Lalu ia membalik tubuh berseru kepada seluruh hadirin.
"Lohu tiada niat- untuk merebut kotak mas itu. Maka silakan kalian berlaku menurut keinginan kalian sendiri."
Apa yang dikatakan sebagai bergerak bebas menurut keinginannya sendiri tidak lain adalah kata-kata membakar dan memberi dorongan kepada gembong-gembong iblis itu supaya mereka yang ada minat lekas-lekas turun tangan.
sudah tentu para hadirin menjadi gempar.
"Tutup bacot kalian."
Tiba-tiba Pak-hay su lo meluncur datang, semua melayang kesamping Giok-liong kira-kira setombak jauhnya, berjajar dan bertolak pinggang dengan angkernya.
Melihat Pak-hay-su lo juga telah ikut mengejar tiba, berkerut alis Giok-liong, hatinya mulai was-was dan gelisah tidak tentram.
sebab bagaimana hubungan pribadinya dengan aliran Pakhay- bun diPinng-goan itu sampai saat ini masih belum diketahui secara jelas.
Li Hian pernah menanam budi besar akan keselamatan jiwanya dulu, demikian gagah perwira dan setia kawan lagi ke-empat orang tua dari laut utara ini, pribadi dan sepak terjang mereka merupakan teladan yang harus ditiru dan menjadi cermin bagi dirinya, sekarang aku harus bertempur mati-matian melindungi kotak mas ini atau kuserahkan secara damai saja kepada mereka ? Disaat Giok-liong gundah dan serba sulit inilah King-thian sin Lu say bersoja katanya.
"selamat siau-hiap. secara tak sengaja siau-hiap telah dapat memperoleh kotak mas yang tersimpan di mata air dasar Rawa naga beracun itu."
"
Celaka."
Demikian pikir Giok-liong, "
Kalau mereka menghadapi aku dengan kata-kata manis lebih membuat runyam diriku."
Karena pikirannya ini maka dengan tegas dan gambla langsung ia buka suara lebih dulu .
"Apakah kalian berempat mengingini kotak mas ini."
Tersipu-sipu King thian sin Lu Say goyang tangan, ujarnya.
"Siau-hiap jangan salah paham, kita berempat bersaudara jauh menyusul ke Bu ih san sini dari laut utara memang bertujuan mengambil kotak mas itu dari dasar rawa itu."
Giok- liong tertawa getir, katanya.
"Hal ini kalian sudah pernah katakan kepadaku"
"Malah sebelum berangkat,"
Demikian lambung Lu say.
"majikan ada berpesan wanti-wanti, supaya kita harus mendapatkan kotak mas ini meski harus berkorban jiwa."
Terpaksa Giok- liong tertawa getir tanpa mampu berdebat lagi, katanya terbata-bata.
"Ta... tapi ... tapi ...
"
"siau-hiap Dengarkan penjelasanku "
"o, silakan katakan "
"sekarang kotak mas itu sudah menjadi milik siau-hiap. maka kami berempat masa berani kurang ajar, terpaksa kita segera pulang ke ping goan dilaut utara untuk memberi lapor, maka sekarang juga kita minta pamit"
Kata-kata terakhir ini betul-betul diluar dugaan Giok Liong, sesaat ia melengak lalu ujarnya .
"
Kalau majikan kalian memberi hukuman, aku menjadi sungkan kepada kalian."
"Kami berempat sudah puluhan tahun menghamba dibawah perintah majikan, baru pertama kali ini kita gagal menunaikan tugas, terpaksa memang harus minta hukuman kepada Majikan Permisi."
Habis berkata King thian-sin Lu say mengulapkan tangan mengajak tiga saudaranya, lalu membentak bersama.
"Mari "
Baru saja lenyap suara mereka, tahu-tahu Pak-hay su-lo sudah meluncur sejauh lima tombak.
Empat bayangan tinggi besar dan kekar itu sebentar lenyap ditelah kabut pagi yang masih pekat itu, mereka langsung menuju kearah timur dimana terdapat jalan keluar yang paling aman.
sungguh tiada suatu kejadian seperti hal ini yang membuat hati Giok- liong kegirangan, su-lo tinggal pergi begitu saja tanpa mencari perkara dengan dirinya, ini menambah hati Giok- liong semakin besar dan tabah, bertolak pinggang berdiri diatas batu bidang itu tangan kanannya terkepal diangkat tinggi-tinggi, mulutnya berseru lantang kepada para gembonggembong iblis.
"Masih ada siapa lagi, silakin taiipil kedepan unjukkan tampangmu."
"Lohu tak percaya ada berapa tinggi kemampuanmu menghadapi kita sekian banyak ini."
Tahu-tahu Cukong istana beracun ibun Hoat menggoyangkan pundak beranjak kedepan sepasang matanya memancarkan sinar kebencian yang kebirubiruan, seringainya kejam dan sadis.
"Lohu juga raga penasaran."
Seumpama bayangan ibun Hoat saja Yu-bing-khek-cu Li Peki yang juga tampil ke depan.
Bertaut alis Giok- liong, tanpa bergerak sepasang matanya menyapu pandang kearah ibun Hoat sekonyong-konyong ia mendongak dan bergelak tertawa, katanya sambil menunjuk Yu-bing-khek-cu Li Pek-yang.
"Li-khekcu, aku ada sepatah dua kata, setelah kukatakan barulah kita mulai." "Katakan."
Gerung Yu bing-khek cu LiPek-yang beringas. Belum berkata Giok- liong tertawa geli dulu, ujarnya .
"Khekcu, sebagai seorang Congcu dengan kedudukanmu yang tinggi itu kenapa kau terima menjadi ekor ibun Hoat berjalan dituntun hidungmu ?"
"Tutup bacotmu kau berani menghina aliran Yubing kita."
"Menghina ? Haha kenyataan terpapar didepan mata "
"Kenyataan apa ?"
"Coba kutanya Tempo hari waktu mengejar dan membututi aku yang rendah kenapa tidak begundal dari pihak Istana beracun yang tampil sebaliknya kau mengutus putrimu sendiri ? Ketahuilah putrimu seorang gadis remaja, masa disuruh berkelana menonjolkan diri ditonton orang di jalanan, apakah hal ini patut dipandang mata. Apa- lagi seumpama ia berhasil memperoleh seruling samber nyawakan bakal menjadi milik istana beracun, tiada manfaat bagi dirimu, sebaliknya kalau tidak berhasil, bukankah kau sendiri yang bakal mendapat malu"
"Tutup mulut."
Yu-bing-khek-cu semakin berjingkrak gusar. dengusnya.
"
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kembalikan putriku, maka diantara kita masih bisa dirundingkan secara damai, kalau tidak biar aku adu jiwa dengan kau."
Giok Liong tertawa lantang, ujarnya "Gampang Urusan ini gampang diselesaikan."
"Mana putriku ?"
"Pada hari Goan-siau tahun depan silakan kaujemput di Gak-yang lau."
"Apa benar ucapanmu ini ?" "Ma Giok-liong belum pernah membual Apalagi dihadapan sedemikian banyak orang aib sekali untuk berbohong."
"Betul ?"
"Legakanlah hatimu."
"Baik, biar Lohu menanti selama satu bulan ini, sampai saatnya pasti aku datang, seumpama sampai ke ujung langit kalau kau berbohong tentu Lohu takkan memberi ampun kepadamu."
"Baik, kita janjikan begitu saja, usiaku masih muda masa harus ingkar janji mendapat nama jelek dan dimaki orang."
Yu-bin khek-cu Li Pek-yang manggut-manggut, memutar tubuh ia berkata kepada Cukong istana beracun .
"ibun-heng Maaf siaute minta diri "
Cukong istana beracun ibun Hoat melengaki katanya tergagap.
"Li heng Kau..."
Li Pek-yang tertawa tawar, katanya .
"Demi keselamatan putriku, terpaksa aku harus mengundurkan diri, selamat bertemu"
Laksana bianglala tubuhnya meluncur tinggi terus melesat dan di belakangnya disusul oleh delapan belas Hek-i Tongcu serta beratus rasul bawahannya, tanpa bersuara mereka mengejar dan mengintil di belakang pemimpinnya.
Maka para gembong-gembong iblis yang mengepung Giok Liong kini tinggal separo dari jumlah semula mereka berpencar berkelompok di mana-mana, kekuatan mereka banyak berkurang.
Mimpi juga Giok-liong tidak sangka bahwa Yu bing khek cu begitu gampang di gebah pergi dengan beberapa patah kata saja, sudah tentu hatinya semakin girang dan lebih mantap.
Menghadapi Cukong istana beracun ibun Hoat ia berkata.
"sekarang kekuatan kalian sudan susut separo, apa kau masih menanti dewa elmaut mencabut jiwamu "
Cukong istana beracun murka sekali, makinya .
"
Keparat kau, Lohu bukan anak kecil yang berusia tiga tahun, masa gampang digertak dan dibujuk dengan kata-kata manis, jangan harap gertakanmu mempan terhadap aku "
Giok- liong menarik muka, desisnya.
"
Kalau begitu kau sengaja mencari penyakit sendiri."
"Buyung,"
Hardik Cukong istana beracun ibun Huat.
"
Kaulah yang mencari mampus"
Setelah berkata air mukanya mendadak berubah, uap biru lantas mengepul keluar dari seluruh badannya sepasang biji matanya memancarkan cahaya biru yang cemerlang seperti api setan, dimana ia menggerakkan ke dua lengannya keatas mulutnya memberi aba-aba.
"seluruh murid istana beracun dengar perintah"
Seketika terdengar tembang nyanyi yang gemuruh seperti suara kumbang yang terbang serabutan suaranya semakin keras dan lantang menusuk telinga, ibun Hoat bertembang.
"seluas-luas alam semesta, hanya akulah yang teragung."
Anak buah Istana beracun lantas menyahut dengan suara gemuruh menggeledek .
"I-bun cosu, lindungilah hambamu panjang umur."
Belum habis gerungan ramai ini sebuah suitan panjang yang mengejutkan seluruh maya pada ini laksana guntur menggelegar menggetarkan seluruh gunung.
Dalam sekejap mata saja seluruh anak buah istana beracun itu mumbul ketengah udara beterbangan semua mengambangkanjubah panjang warna hitam laksana dua sayap besar dan lebar semua berputar dan melambai-lambai seperti laba-laba besar, mulut mereka menyemburkan kabut biru yang amis memualkan beterbangan memenuhi angkasa.
"Lan-cu tok-yam"
Terdengar teriakan ketakutan dari gerombolan gembong iblis lain-nya, tersipu-sipu mereka mencelat mundurjauh lima tombak.
Waktu di puncak Go bi san dulu secara langsung Giok Liong sudah pernah berkenalan dengan Lan-cu- tok-yam ini, meski tidak merasa aneh lagi, tapi menghadapi ilmu jahat dan berbisa yang sudah menggempar kan Kangouw selama ratusan tahun ini betapapun ia harus berlaku hati-hati.
Dalam seribu kerepotannya segera ia merogoh kantongnya mengepalkan Kim-pit dan seruling samber nyawa, sinar kuning mas terpancar gemerlap laksana lembayung, demikian juga sinar perak cemerlang terang menyilaukan mata.
Dengan membekal seruling di tangan kiri dan potlot mas di tangan kanan, seluruh tubuh Giok-liong sudah diselubungi kabut putih nyata bahwa Ji-lo sudah terkerahkan seluruhnya.
Tiba-tiba dari atas batu nisan yang besar tinggi itu tubuhnya mencelat tinggi menerjang kedalam kabut Lan-cutok- yam yang berbisa itu dengan gerak tubuh yang sangat indah, yaitu Kio hwi-ih-thian (burung camar menjulang ke langit) Maka mulailah pertempuran maha dahsyat dan maha mengerikan, Terlihat diantara lautan kabut biru yang tebal bergulung-gulung itu terpancar sinar kuning dan lembayung putih yang berkelebatan selulup timbul laksana naga bermain didalam lautan.
Dimana sinar kuning menyambar tiba, kabut biru kontan sirna dan terdesak kesamping.
Akan tetapi anak buah istana beradu ini memang sudah gemblengan dalam ilmu aneh dan sesat meski setiap kali Potlot mas menghunjam mengenai sasarannya, musuh seketika melayang jatuh menggelegar di tanah tapi tak lama kemudian lantas bisa terbang lagi seperti tak terjadi sesuatu apa2 atas diri mereka.
Begitulah meski seruling dan Potlot mas Giok- liong sangat ampuhi namun musuh selalu patah tumbuh hilang berganti, seperti mereka takkan bakal dapat dimusnahkan.
Keruan lambat laun Giok- liong menjadi kewalahan dan gelisah, pikirnya cara bertempur begitu dahsyat dan seram sampai kapan baru bisa berakhir, sesaat ia menjadi kehilangan kontrol a ka n pemus ata n pikira nny a .
sementara itu anak buah istana beracun masih terus beterbangan berseliweran kian kemari menyambar-nyambar, gerak-gerik mereka semakin cepat dan penyerangan juga semakin gencar dan ganas, seluruh angkasa dipenuhi kabut biru yang bersuhu panas berbau busuk.
Kalau tidak mengandalJi-Io yang melindungi badan, seratus Giok Liong pun siang-siang sudah dilalap habis berubah genangan air darah kental.
sang surya sudah mulai menongol dari ufuk timur, sebentar lagi cuaca bakal terang benderang.
Mendadak tergerak hati Giok- liong seperti mendapat suatu ilham timbullah kecerdikan otaknya, segera Potlot mas dan seruling batu pualam digetarkan cepat sekaligus ia mainkan ilmu jan-hun-su-sek dengan dua senjata ampuh ini, seketika bertambah besar perbawa dan kekuatannya, kontan anak buah istana beracun kena terdesak mundur beberapa tombak jauhnya.
sedikit kelonggaran dan kesempatan ini digunakan baikbaik oleh Giok- liong, mendadak tubuhnya meluncur turun diatas batu nisan terus duduk bersila.
Perobahan tingkah laku yang mendadak dari Giok-liong ini bukan saja membuat heran dan tak mengerti para gembonggembong iblis yang menonton di pinggiran, seluruh anak buah Istana beracun juga tidak luput menjadi kejut dan heran, untuk sesaat mereka menjadi keder dan takut untuk menerjang maju lagi.
Giok Liong mengendalikan napas menarik hawa memusatkan seluruh tenaganya di pusar, Potlot mas segera disimpan kembali ke- dalam buntaiannya, dengan rona wajah yang wajar seperti tak terjadi apa-apa ia mendongak menghadapi anak buah istana beracun yang terlongo heran itu, katanya.
"Eh kenapakah kalian ?"
Sedikit bimbang lantas Cukong Istana beracun Ibun Hoat berteriak lantang.
"Jangan masuk perangkap bocah keparat itu, kembangkan ilmumu serbu bersama."
Seluruh anak buah istana beracun mengiakan dengan suara gemuruh, sekali lagi mereka kembangkan Lan cu-tok-yam terus terbang ke atas kepala Giok-liong, serbuan kali ini kelihatan lebih ganas dan lebih kejam.
Akan tetapi sedikitpun Giok Liong tidak bergeming dari tempat duduknya, hanya Ji-lo terus dikerahkan untuk mendesak mundur serbuan Lan-cu tok-yam yang berbisa itu.
sebentuk kabut putih berkembang dan berkepulan di sekitar tubuh Giok-liong yang duduk tenang bersila.
"Tri ...
lu ...
li ..."
Irama seruling semerdu pekik burung Hong laksana keluban panjang naga terbang berkumandang ditengah udara.
"Sebelum ajal kiranya buyung ini juga ingin bersenangsenang dulu "
Saking gelisah dan kwatir ci hu-giok-li sampai mengalirkan air mata, mendongak memandang wajah ayahnya ia berkata.
"Yah Kenapakah dia ?"
Tidak menjawab Ci-hu-sin- kun berbalik tanya.
"Anak Ling Kenapakah kau ini ?"
"Aku ?"
"Kau menangis ?"
Ci-hu giok-li Kiong Ling- ling kontan merasa mukanya merah panas, dengan ujung lengan bajunya ia membasut air matanya, sahutnya dengan kemalu-maluan.
"Yah Maksudku kenapakah dia ?"
"siapa ?"
"
Giok- liong ... Kim-pit-jan hun "
Kontan ci-hu sin-kun menarik muka, dengan wajah membesi ia termenung sebentar mendengarkan dengan cermat.
Terdengar irama seruling memuncak tinggi menembus angkasa, nadanya semakin tinggi lagunya semakin kalem.
Ternyata pengalaman dan pengetahuan cihu-sin-kun cukup luas, mendadak berubah air mukanya, serunya gugup.
"Nak Mari kita pergi."
"Pergi?"
Tanya Ci-hu-giok-li Kiong tling-ling menegas dengan khawatir.
"Ya, cepat menyingkir inilah irama seruling samber nyawa yang merupakan ilmu tunggal puncak tertinggi yang sudah putus turunan, namanya jan hun-ti (irama penyedot sukma) sungguh tak duga bahwa latihannya kiranya sudah melampaui ribuan tahun "
"Ribuan tahun?"
"inilah jurus-jurus lihay dari Jan-hun ti senjata kuno yang sakti mandraguna itu, sudah ribuan tahun yang lalu menggegerkan dunia persilatan tiada seorangpun yang mampu mempelajarinya .
"
Irama seruling semakin gemuruh seperti berlaksa kuda berderap cepat menggulung tiba, seperti ombak samudera yang mengamuk setinggi rumah, begitu gemuruh dan gegap gempita menembus langit seakan-akan dunia kiamat, laut tumpah dan gunung gugur.
"Wuaaaaaaa....."
Tiba-tiba terdengar pekik dan jerit panjang yang menyayatkan hati.
Tampak salah seorang anak buah istana beracun melayang jatuh lurus dari tengah udara terus terbanting keras diatas tanah, setelah kaki tangan berkelejetan sebentar terus berhenti untuk selama-lamanya.
Irama seruling terus meruncing dan lebih keras dan cepat lagi.
"ou...."
"Haaaaah"
Satu persatu anak buah istana beracun saling berjatuhan sambil berpekik panjang mengerikan. sekonyong-konyong ci hu-giok-li Kiong Ling-ling mengerutkan kening, kedua tangannya mendekap pelipisnya, suaranya gemetar seperti sangat menderita.
"Yah Hatiku pilu benar... aduh... ai"
Berubah hebat air muka Ci-hu sin kun, dengan menarik sebuah lengan putrinya ia membentak.
"Lekas pusatkan semangat dan pikiran, kerahkan Lwekang melindungi badan, mari pergi."
Jauh puluhan tombak disekitar gelanggang terlihat sudah banyak para gembong iblis lainnya sedang terhuyung dan sempoyongan roboh seperti orang mabuk minum araki tangannya menggapai- gapai.
Sekuat tenaga Ci-hu giok-li Kiong Ling-ling mengerahkan hawa murni melindungi tubuhnya seiring dengan kelebat tubuh ayahnya ia bertahan menggigit gigi terus meluncur cepat sekali berlari kencang kearah timur...
Pertama-tama adalah Hiat-hong pangcu yang melihat tingkah perobahan ci-hu-sin-kun kurang wajar ini, cepat-cepat ia bergegas maju mulutnya tercetus berkata.
"sin-kun Dan bagaimana...."
"Irama seruling samber nyawa itu, adakah kau kuat bertahan?"
Seru Ci-hu-sin-kun.
sungguh mimti juga Hoat hong-pangcu tidak menduda bahwa lagu kuno yang sakri mandraguna dari tiupan seruling yang pernah didengarnya sudah menghilang selama ribuan tahun ternyata sekarang telah betul-betul menjadi kenyataan atas diri Giok-liong, pemuda yang baru berusia belum cukup dua puluh tahun.
Lari menyelamatkan diri adalah lebih penting, mana ada waktu baginya untuk ngobrol atau banyak pikir lagi.
Apalagi dengan latihan ci-hu-sin-kun yang sudah sempurna serta kedudukan dan jabatabannya saja harus lagi menyingkir secara porakp oranda membawa putrinya, maka betapapun dirinya tidak boleh terlambat sedikitpun, dalam seribu kesibukannya secara lantang ia berseru kepada anak buahnya.
"seluruh anak muridku, lekas tinggalkan gunung ini jauhjauh, jangan sampai kalian roboh dan tertimpa maut oleh irama seruling samber nyawa ini."
Sembari berkata ia mendahului berkelebat jauh, waktu kata katanya habis iapun sudah puluhan tombak jauhnya.
Sudah tentu semua anak buahnya menjadi ketakutan seperti arwah sudah melayang keluar badan, serentak mereka lari pontang-panting jatuh bangun, Para gembong-gembong iblis lainnya yang mendengar akan ancaman bahaya itu, tak mau ketinggalan merekapun berlomba melarikan diri keempat penjuru, entah kemana saja asal jiwa bisa selamat.
Tatkala itu, kabut biru dari hamburan Lan-cu-tok yam yang jahat dan berbisa itu sudah semakin guram dan menipis.
Diatas tanah bergelimpangan anak buah istana beracun sungsang sumbel tak teratur, keadaan kematian mereka begitu lucu dan mengerikan sekali.
Tinggal Cukong istana beracun ibun Hoat serta lima tujuh tokoh-tokoh dari istana beracun yang masih kuat bertahan, dengan tak mengenal rasa takut sedikitpun mereka masih beterbangan diatas gulungan kabut putih yang menyelubungi badan Giok-liong seperti laba-laba laksana setan gentayangan pula mereka men amber-nyamberpergi datang tapi ^ak sekuat dan secepat tadi.
Yang sangat mengherankan adalah sedikitpun mereka tidak menjadi gentar atau keder melihat para saudara mereka satu persatu roboh tak berkutik dan binasa, bukan saja lagi marah seperti tidak tahu betapa lihaynya sang musuh yang terang mereka harus menyerang sampai titik darah penghabisan.
Mungkin mereka sudah tergetar pecah telinganya pandanganpun menjadi kabur dan yang terpenting adalah semangat mereka sudah buyar dan linglung karena getara gelombang irama seruling samber nyawa, seperti patung kayu saja layaknya yang tidak punya panca indera lagi.
saat itu surya sudah naik tinggi diufuk timur sana, dunia sudah terang benderang.
Lagu yang tertiup dari seruling Giok Liong mendadak berubah dari cepat menjadi lamban, dan dari tinggi menurun menjadi suara rendah berisik.
Dari kejauhan sana mendadak terdengarlah suara dentuman yang gegap gempita begitu keras ledakan ini sehingga tanah pegunungan ini terasa bergetar.
DisusuI disebelah barat sana kelihatan asap tebal menjulang tinggi keangkasa, sungguh suatu kejadian yang mengejutkan.
Tak lama kemudian disusul terdengar lagi ledakan lebih keras dari arah selatan api berkobar dan asap tebal juga bergulung tak kalah hebatnya, ledakan kali ini jaraknya rada dekat sehingga memekakkan telinga, suaranya sampai bergema sekian lama dialam pegunungan.
Belum lagi gema ledakan ini hilang di sebelah utara lagi-lagi terdengar ledakan yang tak kalah hebat dan kerasnya, malah terdengar tiga kali ledakan yang satu sama lain lebih keras.
Bara api lebih besar dan mengangah memerah diudara pagi sebelah utara.
Begitu cepat perubahan yang tak terduga iai berlangsung, saking dahsyat dan hebatnya sehingga bumi bergetar dan gunung menjadi goyah.
Malah mayat-mayat yang bergelimpangan ditanan itu ikut mencelat dan melenting beterbangan karena getaran ledakan yang dahsyat itu, seperti terjadi gempa bumi dan ledakan gunung berapi saja layaknya.
Giok-liong sendiri juga hampir terjungkal jatuh dari tempat duduknya di atas batu nisan.
"siuuauuut"
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mendadak irama serulingnya kuncup dan tak terdengar lagi.
seiring deruan berhentinya irama seruling di mulut Giok-long, Lima tujuh orang yang masih ketinggalan beterbangan itu lantas melayang berjatuhan kebanting di tanah.
Para anak buah Istara beracun yang masih ketinggalan hidup termasuk Cukongnya Ibun Hoat terjungkir balik seperti layangan putus benangnya melayang ringan terus rebah tak berkutik lagi.
Dengan melintangkan seruling didepan dada Giok Liong menggebah jubahnya menghilangkan debu diatas pakaiannya lalu pelan pelan bangkit berdiri menyongsong datangnya surya pagi terasa seluruh badan sangat penat dan kehabisan tenaga.
Dengan langkah lambat ia menghampiri kehadapan cukong istana beracun Ibun Hoat.
Badan kurus kering seperti seonggok kayu dari Cukong istana beracun itu kini sudah tidak menyerupai bentuk manusia lagi, meringkuk di tanah sebesar orok yang baru lahir, tubuhnya menjadi kempot tinggal kulit pembungkus tulang, seluruh kulitnya berwarna kekuning-kuningan, napasnya empas empis banyak keluarnya daripada menghirup hawa, mulut megap-megap tinggal menunggu ajal saja.
Demikianjuga matanya sudah celong mendalam kehitamhitaman.
Para tokoh-tokoh lihay dari istana beracun lainnya, terang sudah melayang jiwanya sejak tadi.
Giok-liong menerawang keempat penjuru menghadapi mayat-mayat yang bergelimpangan malang melintang ini, tak terasa ia menghela napas panjang.
"Ai."
Sekonyong-konyong ia mengguman seorang diri "Celaka. peringatan suhu masih mendengus di pinggir telinga, kalau beliau orang tua tahu kejadian disini bagaimana baiknya"
Akan tetapi nasi sudah menjadi bubur, apa pula yang dapat diperbuatnya, pandangannya dialihkan ke arah barat dan selatan dan utara, dimana pada tiga tempat ini bara api kebakaran masih membumbung tinggi, asap hitam mengepul semakin tinggi.
Mungkin peledak atau dinamit dan bahan bakar lainnya yang dipendam oleh Bu- ih ciang bun Im- yang kiam GoBenghui telah meledak beruntun, Menurut perhitungan dari sang waktu tepat sekali sesaat sesudah para gembong gembong iblis itu berlari sipat kuping menyelamatkan diri dari irama gelombang seruling samber nyawa.
Pikirannya melayang sampai disini, tiba-tiba ia membanting kaki serta dengusnya.
"Kiong Ling-ling"
Pada saat ini baru terasa olehnya betapa besar rasa cinta kasih Kiong Ling-ling terhadap dirinya, tetapi...
Dia tak berani memikirkan lagi, sambil menunduk ia simpan seruling samber nyawa terus merogoh keluar kotak mas itu, baru saja ia niat membuka, waktu dipandang secara tegas, tak terasa ia mengeluh.
"Bagaimana duduk persoalan ini? ini..."
Kotak mas panjang satu kaki itu mengkilap kekuningkuningan, bentuknya panjang tapi tipis dan tingginya cuma lima senti, diatas tutupnya diukir burung Hong dan Naga, ada awan ada pohon Kwi-hwa serta gambar bunga lainnya yang dilukis begitu indah seperti hidup, Jelas sekali diantara sekian banyak ukiran kembang dan bintang itu ditengah yang sangat menyolok mata tampak ukiran delapan huruf besar yang berbunyi.
"siapa berani membuka kota ini pasti mengalami bencana kematian."
Sinar surya bertingkah diseluruh jagat, alam memancarkan cahaya kuning yang cemerlang tertimpa diatas permukaan kotak mas yang mengkilap itu, sehingga kelihatan lebih hidup dan menyolok mata.
Dengan kedua tangannya Giok-liong menjulang kotak mas itu, sesaat ia menjadi kehilangan pikiran cara bagaimana ia harus mengurus kotak di tangannya itu.
Di buka atau tidak ? Kalau tidak dibuka, pesan terakhir ibundanya sebelum berpisah dulu masih terkiang jelas sekali dipinggir telinganya, terang di katakan bahwa kotak mas ini adalah peninggalan ayahnya, didalamnya tercatat rahasia yang penting sekali mengenai riwayat hidupnya, kenapa pula aku harus gentar menghadapi kedelapan huruf ini dan mengaburkan urusan besar.
Kalau dibuka, huruf yang menyatakan bencana kematian yang menyolok dan menyedot sukma itu benar benar sangat menyulitkan dirinya.
Mungkinkah ini merupakan suatu jebakan muslihat yang sering terjadi dalam dunia persilatan.
Dilihat dari tata kehidupan di Kangouw yang serba berbahaya dan penuh liku-liku hidup yang membahayakan betapa juga peringatan ini harus diperhatikan.
Adakah ayahnya dulu pernah meninggalkan dendam kesumat kepada sementara tokoh-tokoh Kangouw, dengan menyebar luaskan akan rahasia catan dalam kotak mas ini untuk memancing sang musuh keluar dan masuk dalam jebakannya.
Terlebih dulu mengadu domba serta membiarkan mereka dua jiwa dalam memperebutkan kotak mas ini atau mati tenggelam dalam pusaran air rawa naga beracun yang dingin membeku ini.
Dan bila tokoh yang terakhir mendapatkan kotak mas inipun takkan ketinggalan hidup karena kotak mas ini berisi racun jahat atau binatang berbisa dan mungkin juga senjata rahasia yang ganas.
Bukankah tujuan terakhir inijuga akan membuat tokoh terlihay yang akhirnya mendapatkan kotak mas ini menjadi korban jebakannya pula.
semakin dipikirkan ia menjadi semakin curiga, semakin dipikir ia menjadi gentar dan ciut nyalinya untuk memberanikan diri membuka kotak mas di tangannya itu.
Menghadapi pancaran sang surya yang cemerlang itu ia menjadi bimbang dan tak berani ambil keputusan yang positip.
Mendadak ia membanting kaki, desisnya.
"Tak peduli apapun yang bakal terjadi, aku tak bisa berpeluk tangan saja, Mati atau berkorban Apa pula yang harus kutakuti manusia memang harus mati kalau memang ditakdirkan oleh Tuhan yang berkuasa, daripada hidup seperti aku yang terombang ambing tak menentu arah dan cita-cita ini."
Begitu tetap pikirannya segera jari kelingkingnya menekan sebuah tombol di muka atas kotak mas itu.
"Plak "
Dengan mengeluarkan suara nyaring kotak mas itu terbuka mental dengan keras.
Didalam kotak kelihatan terdapat setumpukan kertas minyak serta seonggok sampul surat, entah apa pula yang tersimpan di dalamnya.
Pikir Giok-liong bagaimana pula harus dijelaskan kata kata "malapetaka kematian didepan kotak ini ?"
Giok-liong tidak begitu gegabah uniuk segera mengulur tangan menjemput bunta Lan sampul-sampul kertas minyak itu, dengan kedua tangannya terulur maju kedepan dada, dipandangnya lekatlekat kotak mas tanpa berkesip menantikan perubahan apa yang bakal terjadi.
Nanti punya nanti tiada kelihatan reaksi apa-apa, Giok-liong menjadi tertawa geli sendiri, segera ia mengulur tangan mengambil buntalan kertas minyak itu terus dibalik hendak dibuka.
"Permainan apa lagi..."
Kiranya sampul sebelah yang terbalik itu tersegel dengan selarik kertas kuning, diatas tarik segel kuning ini tertulis lagi delapan huruf-huruf kecil warna, merah darah menyolok mata, berbunyi.
"Mengintip rahasia pribadi orang, setan malaikatpun tak berampun."
Giok-liong menggelengkan kepala berulang-ulang.
"malapetaka kematian tidak sampai menggertaknya takut, adalah kata-kata rahasia pribadi ini membuatnya serba runyam. Kalau yang terbuntal didalam bungkusan kertas minyak ini betul betul adalah rahasia piibadi orang lain bagaimana ? Mendadak ia menjadi nekad, gumannya membanting kaki .
"Masa peduli banyak, terang adalah peninggalan ayahku sendiri meskipun rahasia pribadi betapapun adalah rahasia pribadi keluarga kita orang she Ma kenapa aku harus ragu dan bimbang."
Tanpa ayal segera disobeknya segel kertas kuning itu pelan-pelan ia membuka sampulnya....
"Tunggu sebentar "
Tiba-tiba pandangannya terasa kabur akan berkelebatnya sesosok bayangan kuning mas. Bukan kepalang kejut Giok-liong, secara reflek kakinya mengeser gesit sekali mundur setombak lebihi "Plak "
Kontan ia menutup kota mas kembali serta serunya tak tertahan.
"siapa tuan ini ?"
Entah kapan tahu-tahu disampingnya dimana ia berdiri tadi telah berdiri seorang laki-laki pertengahan umur yang berdandan sebagai seorang persilatan.
Laki-laki pertengahan umur berdandan kaum persilatan ini beralis tebal lentik, bermuka cakap dengan kumis yang teratur rapi menaungi bibirnya yang tebal lebar, hidung mancung jenggotnya pendek teratur lurus seluruh pakaian yang dikenakan berwarna kuning mas berkilau entah terbuat dari bahan apa, dipinggangnya menyoreng sebilah pedang panjang tiga kaki sikapnya gagah dan perwira sangat angker, membuat orang merasa kagum dan segan tak berani beradu pandang kedatangannya ini seumpama malaikat dewata saja.
sekian lama ia mengawasi Giok-liong, sebelah tangan kiri memegang gagang pedang sedang tangan kanan menunjuk kotak mas ditangan Giok-liong , katanya .
"sekali-kali kau tak boleh melihat surat-surat dalam kotak mas itu "
Giok Liong menyengir dingin, tanyanya .
"
Kenapa ?"
"Tidaki... tidak kenapa ?"
"
Omong kosong Kotak mas sudah menjadi milikku, aku punya hak penuh akan kotak mas ini, ada sangkut paut apa dengan tuan?"
"sudah tentu ada sangkut paut dengan aku "
"Ada sangkut paut dengan kau ada sangkut paut dengan kau juga harus kuperiksa,"
Lalu Giok-liong melangkah kesamping menjauh beberapa tindak.
"plak "
Sekali tekan ia membuka tutup kotak mas itu lagi. (Bersambung ke
Jilid 31)
Jilid 31 Kim-i-jin atau orang berpakaian serba kuning mas itu menjadi gugup, tak kelihatan ia bergerak tahu-tahu bayangan kuning berkelebut sebat sekali ia menubruk tiba kehadapan Giok-Liong tangannya meraih seraya berteriak gelisah.
"Betapapun kau tak boleh lihat"
Giok-Liong melengak, batinnya.
"Gerak tubuh yang teramat cepat sekali sungguh belum pernah kulihat selama ini."
Di hati ia berpikir, mulutnya menggertak sedang kakinya menggeser kedudukan.
"Betapapun aku harus melihat "
Tangan kiri yang memegang gagang pedang dari Kim-ijin kelihatan gemetar, tangan kanan digoyangkan, naga-naganya ia berniat hendak melabrak dengan kekerasan.
Karena kepandaiannya yang hebat dan lihay tadi serta sikapnya yang berwibawa itu Giok-Liong menjadi tak berani gegabah, kotak mas disembunyikan dibelakang punggungnya katanya dengan nada berat.
"Apa kau nantang berkelahi ?"
Ternyata Kim-i-jin itujuga sangat prihatin katanya sungguhsungguh.
"Kalau kau tidak mau dengar nasehat, terpaksa aku harus melabrak kau "
"Hahahahaha..."
Giok-Liong terbahak-bahak.
"Terang kau sengaja hendak ikut merebut kotak ini, sayang kau terlambat setindak lantas kau mencari gara-gara, Bagus Mengingat kedatanganmu yang tak gampang dan cukup mencapaiku n ini, bolehlah kau segera pulang tanpa cidera, maka tidak tersia-sialah kedatanganmu ini,"
Setelah berkata ia simpan kotak mas kedalam bajunya terus menepuk kedua tangganya, dengan muka mengeras ia membentak.
"silahkan lolos pedangmu "
Tak nyana dengan mengunjuk muka murung dengan alis dikerutkan dalam-dalam, Kim-ijin malah menggelengkan kepala, ujarnya "Kau salah paham. Maksud kedatanganku hanya minta harap kau tidak mencuri lihat barang yang berada di dalam kotak itu..."
"Tutup mulut, justru karena ingin melihat apa isi kotak ini sehingga menimbulkan banyak korban konyol ini, sudah tentu setelah kudapat aku harus melihatnya."
"Dengan cara apa baru kau rela untuk tidak membuka dan melihatnya"
"Apapun takkan kupedulikan "
Sahut Giok-Liong dengan tegas dan kukuh dalam pendapatnya. Tiba tiba alis yang terkerut dari Kim iJin melebar, dia menjadi terang cahaya mukanya, katanya lantang.
"
Kalau ibumu yang tidak mengijinkan kau untuk melihatnya bagaimana ?"
Giok-Liong menjadi murka, hardiknya.
"
Kentut Kenapa kau timpahkan urusan ini kepada ibuku."
Sambil melangkah maju beberapa tindak tangannya terkepal hendak melancarkan pukulan. Kim i-jin mundur beberapa langkah sambil menggoyangkan tangan, ujarnya.
"Jangan gegabah, jangan gegabah Aku bicara sungguh-sungguh."
"sungguh-suugguh maksudmu ?"
"Tentu, kalau ibumu tidak suka kau melihatnya, apa kau bersikeras hendak membuka juga ?"
Otak Giok-Liong terasa bebal, sungguh ia tidak habis paham timbul rasa curiga dan ragu dalam lubuk hatinya, Kelihatan cara bicara Kim- i jin ini sangat serius dan prihatin benar, maka tidak menjawab sebaliknya ia bertanya lagi.
"
Ibuku ? Dimana ibuku berada ?"
Tanpa ragu ragu Kim-i-jin menerangkan.
"sudah tentu aku tahu dimana ibumu sekarang berada, Hanya ingin kutahu, kalau ibumu betul-betul tidak mengijinkan..."
Sontak Giok-Liong menjadi berseri girang, dengan langkah lebar ia memburu maju serta berteriak kegirangan.
"Kalau kau bisa membawa aku menemukan ibuku, jangan kata dilarang lihat, seumpama harus kuserahkan kotak ini kepadamu bolehlah."
"Apa betul ?"
"Aku berani bersumpah demi ketulusan hatiku."
"Baik Mari ikut aku"
Nada seruan Kim-i-jin terdengar riang lantang dan tegas, habis berkata sekali berkelebat bayangan kuning lantas menghilang dan meluncur cepat sekali.
sejak berpisah dengan ibunya, meski selama ini belum pernah semenit atau sedetik pun ia senggang, namun terhadap budi dan cinta ibunda belum pernah terlupakan dari lubuk hatinya.
Bahwasanya Giok-Liong belum pernah bersua dan melihat wajah ayahnya sendiri.
Walaupun besar hasratnya hendak membela tentang asalusul dirinya, ingin segera mengetahui jejak ayahnya, entah hidup atau mati namun terhadap ibundanya yang telah mengasuhnya selama sepuluh tahun lebih, besar pula rasa kangen dan selalu terbayang dalam pikirannya.
sekarang seseorang ini rela dan sudi membawa dirinya untuk menemui ibunya, betapa girang hatinya, apa yang dapat dikatakan Maka tanpa berayal segera iapun kembangkan ilmu ringan tubuhnya mengejar dengan ketat.
ingin rasanya tumbuh sayap dan dalam waktu singkat dia bisa berlutut di hadapan ibunya untuk melampiaskan rasa kangennya dengan tangis sepuas-puasnya, maka seluruh tenaga dikerahkan mengembangkan Leng-hun-toh membuntuti di belakang Kim-i-jin, teriaknya bertanya.
"Dimana ibuku?"
"Aku membawamu menghadap ibumu habis perkara."
Sahut Kim-i-jin. sedikit mengerahkan tenaga dan meliukkan pinggang Giok- Liong melesat lebih pesat lima tombak kedepan, serunya mendadak.
"Mari lebih cepat lagi,"
Kim-i-jin tersenyum ujarnya.
"Eh, kiranya Iwekangmu cukup tangguh."
Sebetulnya ilmu ringan tubuh Kim-i-jin sendiri juga sudah mencapai kesempurnaan-nya, dimana tampak sinar kuning berkelebat menembus angkasa membawa desiran lambatan ringan laksana bintang tujuh mengejar rembulan sekali layang puluhan tombak gampang sekali telah dijangkaunya.
Perjalanan ini telah dilakukan dari pagi sampai hari sudah lohor dan dari lohor sampai magrib.
Kim- i jin tetap bungkam tanpa mengeluarkan mulut, kakinya terus berlari secepat terbang selincah kijang.
Walaupun Giok-lioog sudah mendesaknya berulang kali, dia mandah manggut-manggut saja serta menjawab.
"segera akan sampai."
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sang surya terbenam di ufuk barat, kabut malam sudah menyelimuti seluruh jagad, samar-samar terlihat di depan sana banyak pohon-pohon besar menjulang tinggi ke angkasa berjajar rapi seperti raksasa yang sedang berbaris, begitu besar dan luas hutan rimba belantara ini sampai tak kelihatan ujung pangkalnya, dalam suasana sunyi lengang di kegelapan malam lagi dibawah sebuah lembah yang hampir tertutup rapat oleh rimbunnya tumbuhan pohon yang besar-besar itu keadaan sekelilingnya menjadi terasa seram dan menakutkan.
Dari puncak sebuah bukit Kim i-jin terus berlari kencang meluncur turun laksana seekor elang yang menyamber kelinci seperti air tercurahkan dari langit ke bawah lembah, mulutnya terdengar berkata.
"sebentar sudah sampai, mari ikuti aku"
Sedikitpun Giok-Liong tidak berani ayal, dengan ketat iapun ikut meluncur turun ke bawah.
"Haya"
Tiba-tiba ia berseru kejut waktu kakinya hinggap di tanah datar diluar rimba, secara reflek kakinya menjejak tanah terus melesat mundur tiga tombak dengan mendelong ia mengawasi sebuah papan besar yang tergantung diatas sebuah pohon beringin dimana tertulis beberapa huruf besar bejana merah darah.
"Daerah terlarang Hutan Kematian, siapa masuk harus mati."
Betapa jantung Giok-liong takkan ber-debur keras begitu melihat kedelapan huruf ini ? Tahu dia sekarang bahwa dirinya telah kena diapusi dan pancing kemari, lekas-lekas ia kerahkan hawa Ji-lo untuk melindungi tubuhnya, lalu dengan telunjuknya ia menuding Kim-i-jin yang sudah melesat masuk kedalam hutan, hardiknya menggeledek.
"Ternyata muslihat hendak menjebak aku Berdiri"
Sungguh sangat menakjupkan adalah gerak gerik Kim-i-jin, begitu mendengar bentakan Giok-liong tubuhnya yang sedang meluncur kedepan itu mendadak mencelat balik telus jumpalitan hinggap dihadapan Giok-liong, serunya mendelong.
"Apa muslihat?Jebakan?"
Melihat sikap orang yang tidak mengerti semakin memuncak amarah Giok-liong, menuding ke arah papan peringatan di-atas pohon beringin itu ia membentak lagi.
"Tempat apa ini?"
Tanpa ragu dan heran Kim-i-jin menyahut tegas.
"Markas besar Hutan kematian"
"Kalau begitu kau memancing aku kemari apa maksudmu?"
"Bukankah kau ingin bertemu dengan ibumu?"
"Hm Masih mau menipu orang ibuku mana bisa berada dalam hutan Kematian?"
"Bagaimana tidak mungkin berada didalam Hutan kematian?"
Balas tanya Kim-i-jin.
"Bu..."
Tanpa menanti Giokliong sempat mem-buka mulut lagi tibatiba Kimijin mendongak terbahak-bahak, Sesaat Giok-liong masih ragu dan curiga.
Sekonyong-konyong bayangan orang dan derap langkah kaki orang banyak serta sinar mata orang yang berkilat memberondong keluar terburu-buru dari dalam hutan, semua berlari keluar dengan tersipu-sipu, ternyata puluhan anak buah Hutan kematian telah muncul di kegelapan sana berjajar rapi dibela kang Kim-tjin, sikap Kim i-jin masih tetap wajar dan mengumbar gelak tawa-nya menghadapi Giok liong seperti tidak mengetahui kedatangan para anak buah Hutan kematian itu.
"Coba kau lihat"
Seru Giok - liong sambil menuding orangorang di belakangnya itu. Sedikitpun Kim-i-jin tidak merasa heran, mendadak ia berpaling ke belakang serta berseru keras.
"Tak perlu banyak peradatan"
Bayangan orang-orang hitam itu serentak mengiakan dengan suara gemuruh sekejap saja seperti angin lesus saja derap langkah mereka menghilang dibalik pohon-pohon besar terus mengundurkan diri Mendelik mata Giok-liong, bentaknya.
"Kau ini pernah apa dari Hutan kematian ini?"
"Akulah Limcu ( ketua )."
"Hah..."
Giok-liong menjadi semakin bersitegang leher, kedua tangannya pelan-pelan diangkat terus menekuk dengkul memasang kuda-kuda, sebuah tangan yang lain terus bergerak lambat merogoh keluar potlot mas.
Kini ini mandah tersenyum tawar, tangannya digoyangkan ujarnya.
"sabar dan jangan gegabah, tujuanmu adalah ingin bertemu dengan ibumu, kenapa pula kau peduli Hutan kematian atau Hutan kehidupan apa segala?"
Memang cukup adil dan benar perkataannya, Demikian batin Giok-liong, ibu terjeblos dalam kurung Hutan Kematian entah penderitaan apa saja yang telah dialaminya? Bukan mustahil mereka menggunakan ibuku sebagai sandera untuk menekan aku supaya menyerahkan kotak mas ini? Karena pemikirannya ini hatinya menjadi mendelu dan rawan, segera ia bersuara lantang dan tegar "Tunjukkan jalan Tak peduli sarang naga atau gua, harimau betapapun aku harus menemui ibu,"
Di mulut ia berkata tandas namun secara diam-diam ia sudah kerahkan seluruh kekuatannya dikedua lengannya, diam-diam iapun sudah menerka-nerka dalam hati, menurut rencananya seumpama ibunya betul-betul menderita didalam Hutan kematian, meski harus mengorbankan jiwa sendiri betapapun ia harus mengobrak-abrik dan membunuh seluruh penghuninya, ayam dan anjing juga tak terampunkan lagi.
Sebaliknya seperti tiada terjadi suatu apa2, Kim-i-jin bicara acuh tak acuh.
"Mari ikut aku"
Mereka bersama angkat langkah berendeng memasuki Hutan kematian, semakinjauh didalam semakin gelap.
sepanjang jalan ini terang banyak terdapat pos-pos penjaga entah yang tersembunyi namun satupun tiada yang menunjukkan suatu reaksi.
Kira-kira perjalanan setengah jam kemudian, mendadak pandangan mata menjadi silau, alam sekelilingnya menjadi terang benderang.
Kiranya mereka sudah memasuki sebuah perkampungan yang besar dan megah dihadapan mereka tegak berdiri sebuah gapura batu pualam hijau, dimana- mana dipasang lampu lampion dan lilin besar sehingga sekitarnya terang benderang seperti disiang hati bolong.
Bangunan rumah disini semua bertembok meski tidak bertingkat tapi cukup angker dan berwibawa seperti bangunan2 gedung pembesar atau menteri.
"Tang terdengar sebuah lonceng berdentang segera pintu gerbang perkampungan pelan-pelan terbuka lebar, delapan laki-laki tegap dan gagah berjaga di kedua jamping pintu terus bersorak menyambut.
"Selamat datang majikan"
Kim- i jin mengulapkan tangan, katanya kepada Giok liong.
"Silakan masuk"
Saat mana Giok-liong tidak banyak pikir dan tak perlu dipikirkan lagi, dengan langkah lebar ia mendahului beranjak masuk, setelah menyelusuri serambi panjang dan melewati dua halaman besar beruntun mereka memasuki lima ruang besar, yang terakhir baru Kim-i-jin menghentikan langkahnya dan berkata sembari tersenyum.
"Aku tahu kau ingin segera bertemu dengan ibumu maka maafkan aku tidak menjamu kau lebih dulu"
Lalu kedua tangannya bertepuk tiga kali.
Dari belakang ruang sebelah kiri melalui sebuah pinta bundar beruntun keluar empat kacung kecil berusia tiga empat belas tahunan serempak mereka berdiri tegak terus membungkuk rendah sembari menundukkan kepala, sahutnya dengan suara tertekan nyaring.
"Menunggu perintah majikan."
Kata Kim-i-jinjuga dengan suara lirih.
"Laporkan ke Panti Wening bahwa Siau hiap Ma Giok liong telah tiba "
Keempat kacung kecil itu mundur tiga tindak sembari mengiakan terus membalik masuk keruang sebelah. Kata Kim-i-jin kepada Giok-liong.
"Mungkin ibumu saat ini sudah mapan tidur."
Tatkala itu Giok-liong berdiri menjubleki seolah-olah dialam mimpi saja sehingga ia melenggong tak tahu apa yang harus dikatakan. Kata Kim-i-jin pula.
"
Kalau beliau tahu kau sudah datang betapa girang hatinya, mari masuk "
Lalu iapun maju lebih lanjut melalui pintu dimana para kacung menghilang.
Tanpa bersuara Giok-liong mengintil terus di belakang Kimi jin, hawa Ji-lo dikerahkan setindak demi setindak ia berjalan hati-hati sekali sedikitpun ia tidak berani ketinggalan, kedua matanya berkilat tajam mengawasi situasi sekelilingnya.
Tampak olehnya setiap kamar yang di lalui semua terang benderang terpasang lilin, malah keadaannya serba bersih dan mewah dipajang sedemikian indah dan megah, setiap kembang dan rumput didalam kebun seperti dirapikan dan dikerjakan oleh seorang ahli kebon, semua serba teratur.
Siapa akan nyana bahwa Hutan kematian yang di siarkan sebagai sarang momok sebagai bibit bencana dalam dunia persilatan kiranya punya gedung megah dan tempat pesanggrahan yang aman tentram dan damai ini.
Beruntun mereka melewati lima tujuh taman bunga dan serambi panjang, kini di-hadapan mereka terbentang pula sebuah taman bunga, pemandangan disini lain pula bentuknya kembang sedang mekar dan tumbuh subur dengan baunya yang harum semerbak hawanya terasa sejuk hangat, disebelah kiri sana malah sedang tumbuh ratusan pohon Bwe yang sedang mekar, bau wangi merangsang hidung.
Ke empat kacung kecil tadi sudah berdiri jajar menanti didepan hutanpohonBwe itu, katanya sambil menjura.
"sudah hamba sampaikan kepada para cici didalam, belum terima perintah selanjutnya?."
Belum lenyap kata-kata para kacung itu dari dalam. hutan pohon Bwe itu melesat ke luar laksana kupu-kupu terbang empat orang gadis rupawan berpakaian ketat, mereka berdiri jajar dibawah pohon yang rimbun, terdengar suara mereka nyaring merdu.
"
Harap siau hiap masuk kedalam, Hu-jin sudah menunggu diruang dalam."
Kim i-jin tertawa lebar sembari mengelus jenggotnya, katanya kepada Giok-liong .
"
Ibumu sudah menanti kau, Hutan Bwe ini merupakan daerah terlarang bagi Hutan kematian, meski sebagai Limcu akupun tak terhindar dari larangan ini, Maka harap maaf aku tak mengiringi kau lebih lanjut, siauhiap silakan "
Lalu ia ulapkan tangannya membawa keempat kacung tadi putar balik melaluijalan datangnya tadi.
Giok-liong tidak tahu latar belakang apa pula yang bakal dihadapinya nanti, mendelong ia awasi bayangan kuning mas yang menghilang dibalik pintu sana, ia menjublek tanpa bergerak.
Terdengar suara cekikikan keempat gadis berpakaian ketat itu sudah membuka jalan berdiri jajar dikedua samping menyilakan Giok-liong masuk.
sedikit merenung segera Giok-liong ber-soja, ujarnya .
"Para cici silakan tunjukkan jalan "
Keempat gadis itu segera berubah hidmat dan berdiri tegak meluruskan tangan, sahutnya bersama .
"Hamba beramai terima perintah "
Ikut dibelakang keempat gadis pelayan ini Giok-liong beranjak terus melewati jalan kecil dari balok batu persegi yang berliku-liku diantara lebatnya pohon bunga Bwe yang sedang berkembang harum.
Sebelah dalam dari hutan pohon Bwe ini adalah sederetan hutan bambu kuning, suara kereyat-kereyot terdengar bersahutan karena dahan-dahan bambu terhembus angin lalu.
Golok Kumala Hijau -- Gu Long Antara Budi Dan Cinta -- Gu Long Anak Naga -- Chin Yung