Ceritasilat Novel Online

Dendam Iblis Seribu Wajah 10


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Bagian 10



Dendam Iblis Seribu Wajah Karya dari Khu Lung

   

   Cara keras melawan keras seperti ini sebetulnya merupakan pantangan bagi orang Bulim.

   Apabila pihak yang satu lebih lemah sedikit saja tenaganya, maka orang itu pasti terluka parah di bawah telapak tangan lawannya.

   Tetapi karena pukulan yang dilancarkan Im Ka Tojin dikeluarkan dalam keadaan terpaksa, maka cara keras lawan keras yang berlangsung saat ini, apabila tidak sampai mencabut nyawanya, maka paling tidak dia akan terluka parah.

   Tiba-tiba "Tan Siangkong, mohon tunggu dulu!"

   Terdengar teriakan seorang gadis.

   Serangkum tenaga yang kuat menahan datangnya serangan Tan Ki.

   Perubahan yang mendadak ini, membuat anak muda itu terkejut setengah mati.

   Cepat-cepat dia menarik kembali serangannya dan mencelat mundur sejauh lima langkah.

   Meskipun demikian, sepasang pundaknya bergetar karena dorongan tenaga lawan bahkan tubuhnya sempat sempoyongan beberapa saat.

   Dia langsung menolehkan kepalanya, entah sejak kapan di samping Cin Ie telah bertambah seorang gadis yang cantik jelita.

   Dia adalah Cin Ying.

   Pada saat ini, kemarahan Tan Ki sedang meluap.

   Tadinya dia sudah senang berhasil mendesak musuhnya sehingga paling tidak akan terluka parah, tahu-tahu datang Cin Ying yang mengacaukan segalanya.

   Tentu saja dia jadi melampiaskan kekesalannya pada gadis itu.

   Matanya mendelik lebar-lebar.

   "Apa sebetulnya maksudmu melakukan hal ini?"

   "Entah apa kesalahan kedua orang ini sehingga Siangkong sedemikian gusar?"

   Tan Ki menunjuk ke arah Lu Sam Nio dan Im Ka Tojin.

   "Tanpa hujan tanpa angin mereka menculik temanku. Sekarang setelah berhasil aku pergoki, apakah aku akan mendiamkannya begitu saja?"

   Dengan tenang Cin Ying menoleh kepada Lu Sam Nio dan Im Ka Tojin.

   "Benarkah apa yang dikatakannya?"

   Setelah mengatur pernafasannya beberapa saat, hawa murni di dalam tubuh Im Ka Tojin mulai, lancar kembali. Dia mengusap keringat yang membasahi keningnya kemudian menjura dalam-dalam kepada Cin Ying.

   "Urusan ini sebetulnya hamba hanya mendapat perintah dari Toa Ie, sama sekali bukan niat hati hamba sendiri."

   "Oh!"

   Cin Ying mengibaskan tangannya.

   "Baiklah, di sini tidak ada urusan kalian lagi, pergilah."

   Katanya kemudian. Im Ka Tojin tidak segera mengundurkan diri. Tampaknya hatinya masih bimbang. Perlahan-lahan dia memberanikan dirinya menyahut.

   "Hamba menerima surat perintah, kali ini sengaja datang untuk menemui Nona berdua."

   Tampaknya dia sangat takut kepada Cin Ying. Cara bicaranya juga tersendat-sendat. Cin Ying tertawa dingin.

   "Pasti surat yang dikirim lewat merpati pos oleh Toa Ie kalian yang isinya perintah inilah, itulah"

   Dia berhenti sejenak.

   "Baiklah, kalian pergi ke kota di depan sana dan tunggu aku di rumah penginapan Lai An."

   Im Ka Tojin dan Lu Sam Nio segera mengiakan.

   Setelah menjura satu kali, keduanya segera membalikkan tubuh dan berlari pergi.

   Sementara itu, terdengar Tan Ki mengeluarkan suara tertawa yang dingin sekali, tubuhnya melesat ke depan dan tahu-tahu dia sudah menghadang jalan pergi kedua orang itu.

   "Mau kabur? Tidak begitu mudah!"

   Terasa angin berhembus, sebuah pukulan langsung diarahkan kepada Lu Sam Nio.

   Serangannya yang tiba-tiba ini benar-benar cepat sekali.

   Terdengar suara mengaduh Lu Sam Nio.

   Dia segera menahan gerakan tubuhnya yang masih meluncur ke depan kemudian melesat ke samping untuk menghindarkan diri.

   Meskipun gerakannya tadi sudah peka sekali, namun tetap saja dia terhempas oleh sapuan angin pukulan Tan Ki.

   Dia merasa nyeri dan keringat langsung mengucur di keningnya.

   Tan Ki merasa benci bukan kepalang kepada kedua orang ini.

   Dianggapnya mereka yang menghancurkan impian indahnya karena menculik Mei Ling.

   Rasanya ingin dia sekali pukul langsung menghantam mati kedua orang itu agar keperihan hatinya dapat terlampiaskan.

   Oleh karena itu, melihat jurusnya yang pertama mendapat hasil, dia lebihlebih tidak membiarkan mereka pergi.

   Pergelangan tangan kanannya memutar, kemudian dia mendorongnya ke depan.

   Serangkum angin yang kencang terpancar dari pukulannya yang mengincar bagian dada Im Ka Tojin yang mematikan.

   Im Ka Tojin melihat Lu Sam Nio tiba-tiba diserang, memang langsung bersiap sedia.

   Begitu Tan Ki meluncurkan serangan kepadanya, dia langsung mencelat mundur sejauh lima mistar.

   Tan Ki tertawa dingin.

   Di wajahnya yang tampan mulai tersirat hawa pembunuhan.

   Baru saja dia berniat mengerahkan Tian Si Bam-sut yang hebat dan membunuh musuhnya agar kekesalannya terlampiaskan.

   Tiba-tiba Hidungnya mengendus bau yang harum lewat di depannya.

   Rupanya Cin Ying sudah melesat di hadapannya.

   Bibirnya tersenyum.

   "Harap Siangkong mengalah untuk sementara, biarkanlah mereka pergi. Nanti kalau urusan sudah terbukti, kau cari lagi mereka masih belum terlambat."

   Katanya.

   Sepasang mata Tan Ki memancarkan warna kemerahan, dia mendelik kepada Cin Ying lebar-lebar.

   "Bertemu dengan musuh, kalau tidak dibunuh tentu keenakan.

   Kalau kau suruh mereka pergi begitu saja, lain kali apabila berdiri di dunia Bulim, aku tidak berani mengangkat wajahku, lagi."

   "Jangan khawatir, mereka tidak bisa kabur kemana-mana!"

   "Kau berani menjamin?"

   Cin Ying tertawa lebar.

   "Aku berani mempertaruhkan sepasang lengan ini sebagai jaminan!"

   Dia berhenti sejenak, seolah ada ribuan kata di dalam hatinya yang tidak berani ia cetuskan. Dia menunduk-kan kepalanya beberapa saat dan merenung. Akhirnya dia menggigit bibirnya sendiri dan memberanikan dirinya untuk berkata.

   "Lagipula, aku masih ada permintaan yang ingin kuharapkan darimu, mana mungkin aku mengingkari ucapanku sendiri?"

   "Urusan apa?"

   Tanya Tan Ki.

   Cin Ying menolehkan kepalanya melihat sang adik.

   Cin Ie sedang berdiri menghadap ke arah angin, pakaiannya berkibar-kibar.

   Dia sedang menatap Tan Ki dengan termangumangu.

   Bibirnya tersenyum simpul.

   Sinar matanya bagai rembulan yang lembut atau bintang-bintang yang bertaburan di langit.

   Pokoknya ada semacam cahaya yang aneh terpancar dari sepasang bola matanya.

   Tanpa sadar Cin Ying menarik nafas panjang.

   "Ketika Siangkong keluar tadi, aku sudah berbicara panjang lebar tentang dirimu dengan paman Yibun-mu. Kekasih diculik, ayah mati dengan cara yang mengenaskan, semuanya aku sudah tahu. Mendengar nada bicara paman Yibun dan Cian Locianpwe, di depan mata para pendekar sedang berkumpul dan di Lok Yang akan diadakan pertemuan besar yang mana akan dipilih seorang Bengcu. Mereka mengharapkan agar kau berusaha sekuat tenaga merebut kedudukan Bengcu tersebut. Kecuali dendam pribadi, sekarang Tan Siangkong ditambahi sebuah beban yang lain. Semuanya belum tentu dapat terselesaikan sekaligus. Apabila merebut kedudukan Bengcu saja sudah merupakan hal yang sulit, apalagi mem-bicarakan soal balas dendam segala macam."

   Tan Ki tertawa dingin.

   "Lalu, kalau menurut pendapatmu, apa yang harus aku lakukan?"

   Cin Ying merenung sejenak.

   "Aku tahu dalam hati Siangkong sudah ada tambatan hati, yakni seorang gadis yang cantik rupawan. Sedangkan rupa adik Ie-ku ini, tentu sulit mendapat tempat di hatimu. Tetapi entah mengapa, sejak melihat Siangkong, dia langsung jatuh hati"

   "Perasaan simpati atau tertarik antara pria dan wanita harus terungkap dari kedua pihak. Kalau dia sendiri yang terpikat kepadaku, apa urusannya dengan diriku ini?"

   Nada bicaranya sungguh dingin.

   Perlahan-lahan Cin Ying menarik nafas panjang.

   Biar bagaimana dinginnya sikap Tan Ki terhadap dirinya, dia tetap tidak perduli.

   "Sekarang ini aku tidak ada keinginan apa-apa.

   Hanya berharap gadis pujaan Siangkong itu berhati lapang dan bersedia membagi rasa dengan menyisakan sedikit sudut hati Siangkong untuk ditempati adik Ie-ku ini.

   Dengan demikian aku sudah merasa berterima kasih sekali."

   "Ucapan Nona benar-benar membuat orang terkejut. Namun sayang sekali aku tidak dapat mengabulkannya."

   Cin Ying dapat mendengar nada suaranya yang tajam dan tegas. Dia menolak secara terang-terangan. Tiba-tiba hatinya terasa perih. Air matanya mengalir dengan deras. Akhirnya dia tertawa sumbang dan berusaha untuk tidak berputus asa.

   "Tan Siangkong adalah seorang pemuda yang tampan dan gagah, tidak dapat disalahkan apabila memandang rendah adikku. Tetapi apakah kau pernah membayangkan, apabila adik Ie-ku tidak mendapat perhatianmu sedikit saja, mungkin dari bodoh dia malah menjadi gila. Atau, mungkin dia bisa bunuh diri"

   Ucapannya belum selesai, dua baris air mata sudah mengalir kembali membasahi pipinya Ucapannya barusan benar-benar mengenai tepat penyakit jiwa Tan Ki.

   Dia teringat dirinya sendiri juga menjadi kalap bahkan hampir gila karena mengetahui Mei Ling diculik orang.

   Tanpa dapat ditahan lagi hatinya tercekat, tubuhnya menggigil, bulu kuduknya seakan meremang semua.

   Nada bicaranya yang dingin dan ketus langsung menyurut jauh.

   "Meskipun Nona sudah menjelaskan semuanya, namun aku juga tidak bisa mengatakan apa-apa. Lagipula pikiranku sekarang ini sedang kalut bukan main"

   "Apabila Siangkong bersedia mengabulkan permintaanku ini. Tidak perduli adik Ie-ku hanya diangkat sebagai selir, aku juga sudah merasa puas. Tetapi, pembicaraan dimulai dari awal lagi. Apabila kelak Tan Siangkong menghadiri pertemuan besar para enghiong untuk merebut kedudukan Bengcu, kami kakak beradik akan berusaha sekuat tenaga sampai kau berhasil!"

   Tan Ki menggelengkan kepalanya.

   "Pernikahan adalah persoalan yang menyangkut kebahagiaan seumur hidup. Mana boleh sembarangan disepakati. Meskipun Nona membantu aku mencari pembunuh asli ayahku, aku juga sulit mengabulkan permintaanmu."

   "Benarkah keputusanmu sudah demikian bulat?"

   "Ini toh merupakan hal yang mustahil, mana mungkin disepakati?"

   Tiba-tiba hati Tan Ki juga jadi panik.

   Setelah mengucapkan kata-katanya, dia menghentakkan kaki ke atas tanah dan menarik nafas panjang.

   Hati Cin Ying semakin perih.

   Air matanya mengalir dengan deras.

   Biar bagaimanapun, dia adalah putri mantan Bengcu dari Samudera luar.

   Coba bayangkan saja sampai di mana kewibawaannya sehari-hari.

   Perbuatannya memohon seseorang seperti sekarang ini, merupakan hal yang pertama kalinya dia lakukan.

   Kalau menurut adatnya kemarin-kemarin, tentu dia sudah menghentakkan kakinya dan pergi meninggalkan tempat itu.

   Namun, dia berpikir kembali.

   Tanpabsadar dia membayangkan kembali nasib malang adik Ie-nya.

   Mungkin karena masalah ini, dia akan menjadi gila atau bunuh diri"

   Semacam firasat yang buruk langsung memenuhi hatinya. Di benaknya terlintas berbagai masalah yang menyayat hati, tanpa terasa tubuhnya gemetar. Dia menggertakkan giginya erat-erat, berusaha menekan keperihan hatinya dalam-dalam.

   "Aku bisa membantumu menemukan kembali kekasihmu yang diculik. Malah setelah kau berhasil menjabat kedudukan Bengcu, aku akan memberikan laporan palsu pada para tokoh di Samudera luas agar mereka menjadi was-was dan bingung"

   Cin Ying adalah putri seorang tokoh dari Samudera luas.

   Dengan ucapannya barusan, dapat dibuktikan bahwa dia sudah berani mengkhianati perguruan, para sahabatnya.

   Akibat yang mengerikan tidak sulit dibayangkan.

   Lagipula, penyerbuan yang akan dilakukan oleh pi-hak Samudera luar kali ini juga sudah menyiapkan diri dengan matang rencana yang akan dilakukan sangat dirahasiakan.

   Apabila dirinya ketahuan sebagai matamata, dia sendiri pasti harus mengorbankan jiwanya.

   Mendengar ucapannya, tanpa terasa Tan Ki melirik ke arah Cin Ie sekilas.

   Dia melihat wajah gadis itu penuh dengan bintik-bintik hitam.

   Saat itu Cin Ie sedang menatap kepadanya lekat-lekat bagai orang yang terpesona.

   Tampangnya ketolol-tololan.

   Bibirnya tersenyum simpul.

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Bagi Tan Ki gadis itu benar-benar jelek sekali.

   Segulung perasaan muak segera timbul dalam hatinya.

   Tampak dia menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Nona tidak perlu membuat lidah sendiri jadi ngilu. Biar apapun yang kau katakan, Cayhe tetap tidak dapat meluluskan permintaanmu. Kalau begini terus, malah menambah penderitaan"

   Ucapannya masih belum selesai, tiba-tiba Cin Ying menjatuhkan dirinya berlutut di depan kaki Tan Ki! Gerakan yang tidak diduga-duga ini, benar-benar mengejutkan hati Tan Ki.

   Mimpi pun dia tidak pernah membayangkan bahwa seorang gadis yang demikian cantik rela berlutut di hadapannya demi keinginan hati adiknya.

   Begitu matanya memandang, terlihatlah wajahnya yang sayu dan basah oleh air mata.

   Bagai sekuntum melati yang didera hujan deras sehingga membuat perasaan orang menjadi iba.

   Hatipun tergerak Untuk sesaat, Tan Ki jadi kalang kabut tanpa tahu apa yang harus dilakukannya.

   Angin gunung bertiup sepoi-sepoi.

   Peristiwa ini benar-benar menyentuh hati orang yang melihatnya Justru ketika hati Tan Ki dilanda kebimbangan, telinganya menangkap suara Cin Ying yang lirih seolah ratapan.

   "Siangkong, setelah aku melakukan hal ini, apakah hatimu masih demikian keji dan tega?"

   "Tan Ki jadi termangu-mangu. Dia merasa suara gadis itu bagai irama setan-setan gentayangan yang menggetarkan hatinya. BAGIAN XXV Angin masih berhembus semilir, rumput melambai-lambai. Pemandangan ini merupakan pemandangan yang menyentuh hati. Suasananya begitu mencekam dan mengandung kedukaan yang dalam. Tampak Cin Ying masih berlutut tanpa bergeming sedikitpun. Biar bagaimanapun, dia adalah putri mantan Bengcu dari Samudera luar. Baik asal-usul maupun kedudukannya sangat terhormat. Tetapi demi urusan Cin Ie, dia rela menjatuhkan diri berlutut di depan kaki orang lain, tentu saja hal ini benar-benar jauh di luar dugaan anak muda itu. Melihat pemandangan ini, Tan Ki jadi tertegun beberapa saat. Sejak terjun ke dunia Kangouw hingga sekarang, namanya sudah cukup terkenal. Dia juga sudah sering menemui kejadian yang bagaimanapun bahayanya. Tetapi cara Cin Ying berlutut di hadapannya tanpa memikirkan harga diri dan derajat sendiri, benar-benar merupakan hal yang belum pernah didengar apalagi ditemuinya. Walaupun biasanya dia sangat cerdas dan penuh akal, tetapi tak urung kali ini dia jadi terpana. Hatinya berdebar- debar dan untuk sesaat dia kelabakan tanpa tahu apa yang harus dilakukannya. Tiba-tiba Cin Ie berjalan menghampirinya. Di wajahnya yang penuh bintik-bintik tersirat kedukaan yang dalam. Dia ikut menjatuhkan diri berlutut di samping Cin Ying.

   "Tan Kongcu, aku juga berlutut di samping Cici memohon padamu. Daripada susahsusah, lebih baik kan mengambil saja aku sebagai istri."

   Tan Ki mendengus dingin satu kali. Dia menghentakkan kakinya ke atas tanah saking kesalnya.

   "Masalah pernikahan menyangkut kebahagiaan seumur hidup. Walaupun laki-laki boleh saja mempunyai tiga istri empat selir, namun bukan berarti boleh asal comot secara serampangan"

   Tiba-tiba dia seperti teringat akan sesuatu hal, setelah berhenti sejenak, dia malah menutup matanya dan tidak jadi meneruskan ucapannya lagi.

   Beberapa saat kemudian, dia seakan melampiaskan kekesalan dalam hatinya.

   Dihembuskannya nafas panjang-panjang.

   "Seandainya aku jadi menikahimu, apakah kalian tetap akan melaksanakan ketiga syarat tadi?"

   "Betul."

   Sahut Cin Ying.

   "Ini"

   Tan Ki menundukkan kepalanya sambil merenung.

   Di dalam benaknya, sekejapan mata saja sudah terlintas berbagai kesulitan yang harus dihadapinya! Dendam kematian ayahnya Kekasih pujaan hatinya yang diculik orang Kedudukan Bulim Bengcu yang harus direbutnya Hanya mengandalkan kekuatan kedua kakak beradik itu, apakah mungkin bisa membantunya menemukan pembunuh ayahnya? Apakah sanggup mengembalikan Mei Ling-nya? Bahkan mereka berjanji membantunya merebut kedudukan Bulim Bengcu! Tiga masalah yang bukan kepalang besarnya, apakah benar mereka mempunyai kemampuan untuk melaksanakannya sampai berhasil? Lalu kalau dia tidak mengabulkan permintaan mereka, akibatnya tentu sudah dapat dibayangkan Pikirannya terus berputar, dia merasa otaknya seperti keruh.

   Dia tidak dapat memastikan mana yang harus dipilihnya dari dua macam persoalan yang saling bertentangan itu.

   Tiba-tiba, dia menggertakkan giginya.

   "Baiklah, kalian berdirilah. Aku akan mengabulkannya"

   Meskipun mulutnya berbicara, namun tanpa sadar otaknya membayangkan Mei Ling.

   Sejak pertama kali bertemu dengannya, penampilannya yang polos dan wajahnya yang menyiratkan kesucian terus terukir di dalam hatinya.

   Dia merasa dirinya sudah, terpikat dengan gadis itu.

   Sekarang ini karena didesak oleh keadaan, terpaksa dia melakukan hal yang bertentangan dengan kehendak hatinya.

   Dia sudah mengabulkan permintaan kedua gadis itu untuk mengambil Cin Ie sebagai selir.

   Seandainya kelak dia bertemu kembali dengan Mei Ling, apa yang akan terjadi? Pikirannya terus bergerak.

   Setelah merenung beberapa saat, tiba-tiba dia menarik napas panjang.

   Wajahnya terus berubah-ubah.

   Kadangkala tampak bimbang, kadang tampak murung.

   Tampaknya dia masih belum bisa menenangkan perasaannya.

   Sementara itu, Cin Ie langsung melonjak bangun.

   Mulutnya menyunggingkan tertawa lebar.

   "Sejak sekarang aku adalah selirmu. Aku akan memasakkan nasi untukmu, mencuci pakaian m u dan melakukan banyak hal lagi untukmu"

   Watak gadis ini masih kekanak-kanakan, namun jiwanya sangat terbuka.

   Pikirannya sederhana.

   Di saat hatinya sedang senang, dia langsung menari-nari.

   Wajahnya memang penuh dengan bintik-bintik hitam, namun penampilannya.tetap menyiratkan kewajaran seorang gadis.

   Dengan berurai air mata, Cin Ying berjalan menghampiri.

   Dia menggandeng lengan Cin Ie dan memaksakan seulas senyuman.

   "Hati Tan Kongcu sangat mulia. Dia juga seorang pemuda yang berbakat tinggi di dunia Bulim. Kau harus melayani suami baik-baik. Sejak sekarang tidak boleh tertawa sembarangan dan hanya ingat bermain saja."

   Katanya menasehati. Hati Cin Ie mendadak menjadi perih, dua titik air mata jatuh membasahi pipinya. Dengan terharu dia berkata.

   "Cici, kau benar-benar terlalu baik kepadaku. Sejak Ayah pergi menjadi dewa (meninggal), kau memperlakukan aku seperti darah dagingmu sendiri. Di saat dingin kau menyelimuti aku, kasih sayangmu semakin hari semakin bertambah. Aku tidak tahu kemuliaan apa yang aku lakukan di masa lalu, sehingga hidup yang sekarang ini bisa mendapatkan seorang Cici sepertimu."

   Cin Ying mendengar ucapannya yang puitis, dia sendiri ikut terharu.

   Hatinya pilu tanpa dapat dipertahankan lagi.

   Air matanya juga mengalir bagai curahan hujan.

   Seandainya tempo dulu dia tidak kesalahan tangan sehingga otak adiknya ini tergetar dan mengakibatkan keterlambatan mental serta pikirannya kurang cerdas, tentu seumur hidup ini dia tidak akan dilanda penyesalan yang terus menerus dan menganggap dirinya mempunyai hutang yang tidak dapat dilunasi sampai kapanpun.

   Akhirnya dia memaksakan seulas senyum yang penuh duka cita.

   "Diantara kakak beradik, sudah seharusnya tolong menolong. Mengapa bicara hal yang bodoh?"

   Matanya yang indah segera beredar, dia melihat Tan Ki sudah berjalan terlebih dahulu. Dia segera mengubah pokok pembicaraannya.

   "Kita juga sudah harus pulang. Im Ka Tojin dan Lu Sam Nio menunggu kita di penginapan Lai An. Kita harus menyelidiki jejak Mei Ling dari mulut mereka, kemudian baru mencari akal untuk menyelamatkannya."

   Cin Ie mengiakan dalam-dalam, tubuhnya berkelebat mengejar Tan Ki.

   Tadinya dia bermaksud mengutarakan sedikit isi hati kepada Tan Ki, dengan harapan akan mendapat sedikit perhatian dari anak muda itu.

   Tetapi ketika dia sudah dekat dengannya, mulutnya malah terasa kaku dan tidak tahu apa yang harus dikatakan olehnya.

   Sepasang alisnya terjungkit ke atas dan akhirnya malah membungkam seribu bahasa.

   Tiga orang berjalan perlahan-lahan.

   Dalam hati mereka digelayuti pikiran yang berbeda-beda.

   Dari awal sampai akhir tidak ada yang mengucapkan sepatah katapun.

   Bahkan sampai di penginapan Lai An, paling tidak mereka sudah menempuh perjalanan sejauh empat li.

   Namun mereka sama sekali tidak terlibat dalam pembicaraan.

   Tepat ketika melangkah masuk ke dalam penginapan itu, tiba-tiba Cin Ying memanggil Tan Ki.

   "Biar kami saja yang menyelidiki dulu jejak Liu Kouwnio, setelah itu baru bertemu kembali denganmu."

   Tan Ki menganggukkan kepalanya.

   "Baiklah."

   Sembari berkata, dia langsung berpisah dengan kakak beradik, kemudian kembali ke kamar sendiri.

   Begitu matanya memandang, dia melihat si pengemis sakti Cian Cong sedang berbaring di atas tempat tidur dan mendengkur.

   Serangkum bau arak yang tajam terendus dari hidungnya yang kembang kempis.

   Yibun Siu San dan Ceng Lam Hong entah pergi ke mana.

   keduanya tidak terlihat di dalam kamar.

   Dalam beberapa hari ini, keadaan Tan Ki selalu kacau pikirannya dan kemudian tidak sadarkan diri.

   Sampai saat sekarang ini dia tidak tahu bahwa ibunya sering mendampingi.

   Cian Cong seakan tersentak bangun oleh langkah kaki Tan Ki yang ringan.

   Matanya terbuka sedikit.

   Dia melirik Tan Ki sekilas, kemudian dengan acuh tak acuh dia membalikkan tubuhnya dan memejamkan mata kembali.

   Tan Ki sendirian termangu-mangu di dalam kamar.

   Kira-kira setengah kentungan telah berlalu.

   Lama kelamaan dia merasa hatinya kalut, juga terasa iseng karena tidak ada yang dapat dilakukan.

   Tanpa sadar tangannya membuka sebuah laci dan mengeluarkan sebuah kitab yang ada di dalamnya.

   Dia membuka satu per satu halaman dari buku tersebut.

   Buku ini sangat tipis.

   Isinya paling-paling dua belas lembar.

   Bahan kertasnya juga istimewa, mungkin inilah yang membuatnya berharga.

   Di depan sampulnya terdapat lima huruf yang ditulis dengan tinta emas.

   Rupanya sebuah kitab doa-doa agama Budha.

   Setelah melihat beberapa kali, akhirnya dia tersenyum sendiri.

   Selagi iseng begini, membaca kitab berisi doa-doa seperti ini tidak juga masuk otak, apalagi isinya mengandung makna yang dalam.

   Artinya saja tidak dapat dipahami, jadi buat apa aku membacanya? Dengan sikap enggan dia melemparkan kitab tadi ke atas meja.

   Perlu diketahui bahwa ilmu silatnya sekarang ini bila digabung dengan pengetahuan serta pengalaman yang luas, boleh dibilang sudah termasuk jago kelas satu di dunia Kangouw.

   Selama beberapa hari ini dia mendapat pengarahan pula dari Cian Cong serta Yibun Siu San.

   Mereka mengajarkan ilmu lwekang dan cara mengatur pernafasan yang benar.

   Dirinya bagai hancuran kerikil yang ditempa menjadi sebuah bukit.

   Laksana sebuah kotak berisi benda pusaka yang bara ditemukan kuncinya sehingga menemukan harta benda yang tak ternilai.

   Tadinya banyak bagian jurus dan gerakan yang tidak dimengertinya, satu per satu telah berhasil dipecahkan saat ini.

   Namun rasa bingung serta iseng seperti sekarang ini, seharusnya tidak dimiliki oleh seseorang yang berilmu tinggi.

   Diam-diam dia mengedarkan pandangan nya dan melihat dekorasi yang ada di dalam kamar.

   Gerakannya ini hanya merupakan refleksi orang yang kekurangan pekerjaan, dari pada bengong.

   Mungkin pemilik penginapan ini percaya sekali dengan agama Budha.

   Gambar serta lukisan yang tergantung sebagai hiasan ruangan merupakan gambar diri Dewi Kuan Im, Dewa Lo Han serta Dewa Kwan Kong.

   Ada lagi beberapa lukisan yang bergambar hwesio dan kebanyakan dilukis oleh orang yang terkenal.

   Tan Ki hanya memperhatikan sejenak.

   Dia merasa benda-benda ini sama sekali tidak menarik.

   Ketika dia membalikkan tubuhnya, tiba-tiba sinar matanya terpaku pada sebuah lukisan.

   Begitu dia memperhatikan dengan seksama, dia melihat bahwa lukisan ini tidak banyak bedanya dengan lukisan umum.

   Goresan gambarnya menggunakan pit namun gayanya sangat indah.

   Setiap garisnya terlihat nyata.

   Di dalam lukisan itu tampak, sebatang pohon Yang Liu yang besar.

   Di bawahnya berdiri seorang laki-laki tegap dengan wajah bersih dan gagah.

   Dia sedang menggapai tangannya, seolah memancing perhatian ikan lele emas yang ada di kolam yang terdapat di hadapannya.

   Sebetulnya lukisan itu tidak ada keistimewaan apa-apa.

   Tetapi gerakan tangan laki-laki itu, begitu terpandang olehnya serasa tidak asing.

   Dia seperti pernah melihatnya namun untuk sesaat dia lupa di mana.

   Tetapi dia yakin gerakan itu terpatri di benaknya.

   Dia berusaha merenung beberapa saat, namun otaknya hanya membentuk bayangan yang samar-samar dan ingatan itu tetap tidak datang juga.

   Pada dasarnya watak Tan Ki sangat keras kepala.

   Sesuatu hal yang semakin tidak diingatnya, malah membuat anak muda itu semakin penasaran.

   Oleh karena itu dia segera memejamkan matanya dan berusaha memusatkan pikirannya.

   Hampir setengah kentungan lamanya dia memejamkan mata merenungkan gerakan itu.

   Tiba-tiba matanya membuka dan matanya menyorotkan sinar yang berkilauan.

   Wajahnya berseri-seri.

   Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Tampangnya bersemangat sekali.

   Rupanya ketika pertama kali dia masuk ke dalam Pek Hun Ceng dan bertarung melawan ketiga puluh enam jenderal langit asuhan Oey Kang, pernah dalam keadaan terdesak di benaknya terlintas suatu ingatan.

   Saat itu ilmu Te Sa Jit-sut yang tidak dipahaminya, tiba-tiba dapat dikerahkan, meskipun akhirnya dia terkena sebuah pukulan.

   Justru di saat itulah kelima jurus yang lainnya langsung terlupa lagi.

   Namun, biar bagaimanapun Tan Ki sudah mempunyai kesan yang dalam.

   Oleh karena itu, begitu melihat gerakan tangan laki-laki di dalam lukisan tersebut, dia merasa tidak asing.

   Ilhamnya datang secara mendadak, satu demi satu gerakan Te Sa Jit-sut mengalir keluar dari pikirannya.

   Penghasilan yang tidak terduga-duga ini, melebihi segalanya.

   Bahkan tidak ternilai dengan harta benda.

   Bagaimana dia tidak jadi bersemangat dan wajahnya menyiratkan ke-gembiraan yang tidak kepalang besarnya? Tan Ki bahkan masih merasa takut kalau ilham ilmu ini datangnya cepat menghilangnya pun cepat.

   Ditekannya perasaan hatinya yang menggebu-gebu, perlahan-lahan dia memejamkan matanya dan mengingat sekali lagi.

   Dari jurus pertama sampai ketujuh direnung-kannya baik-baik.

   Akhirnya semua dapat dihapal luar kepala.

   Entah sejak kapan, tahu-tahu terdengar suara Yibun Siu San yang berat sedang tertawa kecil.

   "Anak Ki, urusan apa yang membuat kau berpikir sedemikian rupa?"

   Rupanya Tan Ki sedang dilanda puncak kegairahan dan kegembiraan karena berhasil mengingat kembali ilmu Te Sa Jit-sut.

   Dia sama sekali tidak menyadari kapan pamannya masuk ke kamar tersebut.

   Mendengar suaranya, dia baru terkejut setengah mati.

   Cepatcepat dia menolehkan kepalanya dan menjawab dengan ragu.

   "Tidak ada apa-apa."

   Tiba-tiba si pengemis sakti Cian Cong tertawa terbahak-bahak. Dia langsung melonjak turun dari tempat tidur.

   "Meskipun si pengemis tua sedang tidur, tapi mata ini tetap terang. Sepasang alis si bocah cilik ini terus berkerut, tampaknya sedang merenungi suatu masalah yang berat. Kalau bukan meresahkan kekasihnya yang sampai sekarang masih belum diketahui jejaknya, pasti ada sangkutannya dengan pelajaran ilmu silat yang tidak dipahaminya."

   Tukas orangtua itu. Yibun Siu San hanya mengeluarkan suara oh satu kali namun tidak mendesak lebih lanjut. Dia malah menganggukkan kepalanya dua kali kepada Cian Cong.

   "Urusan itu sudah diselesaikan dengan baik. Untuk sementara ini mereka tidak akan bertemu satu sama lainnya, sehingga pikirannya tidak akan terganggu yang mana akan merusakkan berbagai persoalan."

   Tan Ki tidak tahu urusan apa yang dimaksudkannya.

   Mendengar kata- kata paman ketiganya, dia menjadi termangu-mangu.

   Sebetulnya, ketika dia keluar dari kamar, Yibun Siu San dan Cian Cong yang tahu bahwa dalam hati anak muda itu terdapat kesalah pahaman yang dalam terhadap ibunya sendiri.

   Mereka bersepakat untuk mencari jalan yang baik agar Tan Ki dapat memahami duduk perkara yang sebenarnya.

   Anak muda itu tidak tahu siapa pembunuh ayahnya yang sebenarnya.

   Kehadiran Ceng Lam Hong yang tiba-tiba itu mungkin akan menimbulkan masalah yang besar dan memperdalam kesalahpahaman yang memang sudah ada.

   Oleh karena itu, Yibun Siu San dan Cian Cong berunding beberapa saat yang mana akhirnya diputuskan agar mengungsikan Ceng Lam Hong untuk sementara.

   Kemudian mereka akan mencari kesempatan menjelaskan dengan terperinci kesalahan tanggapan Tan Ki terhadap ibunya sendiri.

   Cian Cong tersenyum simpul mendengar laporan Yibun Siu San..Dia juga tidak menanyakan lebih lanjut.

   Tangannya mengelus-elus perutnya sendiri.

   "Hari sudah hampir gelap. Cepat panggil pelayan, sediakan hidangan yang lezat serta arak yang bagus."

   Katanya kemudian.

   Yibun Siu San keluar dari kamar sambil tertawa lebar.

   Dia segera memanggil pelayan dan meminta berbagai pesanan.

   Malam itu juga, Yibun Siu San dan Cian Cong secara bergantian mengajari lagi ilmu lwekang kepada Tan Ki.

   Sampai kentungan kedua berbunyi.

   Tan Ki pulang ke kamarnya sendiri dengan tubuh yang letih serta penat.

   Tanpa mengganti pakaian lagi dia langsung menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur.

   Baru saja dia merasa mengantuk, tiba-tiba telinganya mendengar suara sedikit gerakan.

   Tampaknya seperti batu kecil yang dilemparkan ke arah jendela kamarnya.

   Suara itu memang lirih sekali, hampir mirip dengan kibaran lengan baju seseorang.

   Namun pada malam sunyi seperti itu, sedikit suarapun dapat terdengar jelas, apalagi bagi seorang yang memiliki ilmu silat tinggi.

   Hati Tan Ki tercekat, tanpa berpikir panjang lagi, dia langsung melompat turun dari tempat tidurnya.

   Dia segera menghimpun tenaga dalamnya dan bersiap siaga untuk menghadapi musuh.

   Begitu matanya memandang, dia melihat di luar jendela melongok kepala seseorang.

   Di bawah cahaya rembulan tampak rambutnya yang panjang terurai, wajahnya penuh dengan bintik-bintik hitam.

   Rupanya si gadis bodoh, Cin Ie.

   Hatinya tergerak, baru saja dia ingin mengucapkan sesuatu, tiba-tiba Cin Ie memberi isyarat dengan telunjuknya yang diluruskan di depan bibir, kemudian tangannya menggapai-gapai.

   Setelah itu, tanpa menunggu jawaban dari Tan Ki, dia langsung mengge-rakkan tubuhnya dan melesat keluar kemudian menghilang dari pandangan.

   Tan Ki tahu dia tidak ingin mengejutkan Yibun Siu San dan Cian Cong yang tidur di kamar sebelah.

   Setelah merenung sejenak, akhirnya dia juga ikut melesat keluar dari kamarnya.

   Begitu matanya beredar, Cin Ie sudah berdiri di atas tembok pekarangan dan menggapaikan tangannya sekali lagi.

   Angin malam berhembus sepoi-sepoi.

   Pakaian gadis itu sampai berkibar-kibar dibuatnya.

   Di lihat dari kejauhan, meskipun tidak terlalu jelas, bentuk tubuhnya yang langsing dan lemah gemulai malah menampilkan kesan yang anggun.

   Hati Tan Ki tergerak melihatnya.

   Tiba-tiba dia merasa biar pun wajah seorang gadis ada yang cantik jelita bahkan menurut cerita dapat meruntuhkan sebuah negara, namun orang tidak mungkin muda selamanya.

   Pada hakekatnya hanya kulit luar yang membungkus tulang belulang.

   Kecantikan hanya dapat dinikmati tidak seberapa lama dan kalau sudah mati semuanya tetap kembali menjadi tanah.

   Pikiran ini melintas di benaknya.

   Karena hal ini pula maka pandangannya terhadap Cin Ie jauh berbeda.

   Dalam hatinya timbul perasaan kasihan dan dia bersumpah dalam hatinya untuk tidak memandang hina gadis itu lagi.

   Dia segera menghentakkan kakinya dan seringan kapas tubuhnya melesat lalu sampai di atas tembok.

   Cin Ie tidak menunggu sampai anak muda itu mengajukan pertanyaan.

   Dia langsung berkata.

   "Ada sebuah pertunjukkan yang hampir dimulai. Apakah kau mau pergi melihatnya?"

   Tan Ki jadi tertegun. Dengan pandangan tidak mengerti, dia bertanya.

   "Pertunjukkan "Pada kentungan ketiga malam ini, banyak orang-orang Si Yu (pada zaman dinasti Han, di perbatasan pintu gerbang Giok Bun ada gerombolan asing yang menetap di sana dan mereka menyebut wilayah mereka sebagai Si Yu berkumpul di sebuah kuil tua sebelah Utara kota. Mereka mengadakan pertemuan di sana."

   Sahut Cin Ie. Hati Tan Ki tercekat mendengarnya. Dengan perasaan terkejut dia bertanya.

   "Benar? Apakah kakakmu juga hadir di sana?"

   Cin Ie menganggukkan kepalanya berkali-kali.

   "Sejak kecil aku memang sangat bodoh, urusan apapun aku tidak mengerti. Berita ini didapatkan Cici Ying tanpa sengaja, dia menyuruh aku memberitahukan kepadamu"

   Tan Ki berpikir sejenak, kemudian kepalanya menoleh ke kiri dan kanan. Setelah yakin tidak ada orang yang melihat mereka, baru dia menganggukkan kepalanya.

   "Baiklah, mari kita pergi!"

   Tubuhnya langsung bergerak mencelat ke depan, dia mendahului Cin Ie berlari duluan.

   Ilmu silatnya sekarang ini sudah jauh berbeda dengan sebelumnya.

   Begitu dia mengerahkan ilmu ginkangnya, orangnya bagai segulungan angin yang berhembus lewat.

   Begitu mencelat ke atas dan turun kembali, tubuhnya sudah berada pada jarak kurang lebih dua depaan jauhnya.

   Cin Ie berusaha mengejar, namun biar bagaimanapun dia mengerahkan ilmu ginkangnya, tetap saja Tan Ki tidak tersusul olehnya.

   Kadang-kadang malah saking lambatnya, anak muda itu harus berhenti dulu menunggunya.

   Kurang lebih sepeminum teh kemudian, kedua orang itu sudah meninggalkan pusat kota.

   Sesampai di luar kota tersebut, tampak rembulan bercahaya terang, sinarnya berkilauan laksana perak.

   Dahan-dahan yang kering dan daun-daun berguguran di atas tanah.

   Meski berjarak sepuluh depaan pun orang tetap dapat melihat keindahan malam di musim semi ini.

   Diam-diam Tan Ki mengerutkan sepasang alisnya.

   Orang yang berjalan di malam hari, biasanya menghindari bulan mengikuti angin.

   Menghindari salju mengikuti awan.

   Kalau dengan cara terang-terangan begini, bagaimana mungkin dapat menyelidiki apa-apa tanpa diketahui jejaknya oleh orang lain? pikirnya dalam hati.

   Tanpa sadar dia jadi meringankan langkah kakinya.

   Cin Ie mendongakkan wajahnya memandang anak muda itu sekilas.

   "Kenapa kau?"

   Tanyanya heran. Tan Ki tidak ingin pikirannya diketahui oleh gadis itu. Dia sengaja mengalihkannya ke masalah yang lain.

   "Urusan Liu Kouwnio, apakah kalian sudah mendapatkan hasilnya?"

   "Jejaknya sudah diketahui, sementara ini hanya menunggu kesempatan yang baik, kemudian segera turun tangan menyelamatkannya."

   Tan Ki hanya menganggukkan kepalanya.

   Tiba-tiba langkah kakinya menarik jarak yang agak panjang dan melesat ke depan.

   Tadinya dia masih ingin mengajukan beberapa pertanyaan, umpamanya di mana tempat Mei Ling disekap oleh para penculiknya.

   Tetapi setelah direnungkan sesaat, dia merasa Cin Ie dan kakaknya toh kenal baik dengan Im Ka Tojin, lebih baik biar mereka yang urus saja masalah ini.

   Dengan demikian dirinya juga tidak perlu bersusah payah.

   Oleh karena itu, setelah mengajukan satu pertanyaan, dia juga tidak berkata apa-apa lagi.

   Cin Ie mengejar ke depan dua langkah, sekejap saja dia sudah sampai di belakang Tan Ki.

   "Menurut apa yang kudengar dari Cici, katanya Liu Kouwnio itu adalah putri dari Bu Ti Sin-kiam Liu Seng. Apabila orangnya sudah tertolong, apakah harus diantarkan ke kota Lok Yang?"

   "Apakah Cirimu bermaksud melindunginya sampai di rumah?"

   "Betul. Ciri memang bermaksud demikian."

   "Baiklah, antar saja dia pulang dulu ke rumah. Toh, nantinya aku juga harus ke sana menghadiri pertemuan besar Bulim Tay Hwe."

   Setelah berhenti sejenak, dia mengalihkan po-kok pembicaraan.

   "Lalu, apa yang akan kau lakukan sejak sekarang?"

   Cin Ie tertawa santai.

   "Aku kan sudah menjadi orangmu. Ke mana pun kau pergi, tentu saja aku juga harus ikut."

   Sembari berbicara, dari dalam lengan bajunya dia mengeluarkan seekor merpati putih.

   Dilepasnya merpati itu terbang ke udara.

   Tampak sepasang sayap burung itu berkepak-kepak lalu terbang tinggi ke angkasa dengan kecepatan yang mengagumkan.

   Laksana guratan berwarna perak yang menggantung di angkasa, semakin lama semakin jauh dan dalam sekejap mata sudah menghilang dari pandangan.

   Tan Ki memandangnya dengan curiga.

   "Untuk apa kau melakukan hal ini?"

   Cin Ie tertawa lebar.

   "Di bawah kaki binatang ini terdapat sebuah tabung kecil yang berisi surat. Aku memberitahukan kepada Ciri, apabila dia sudah berhasil menolong Liu Kouwnio, maka biar dia melindungi gadis itu sampai di rumah."

   Sementara keduanya bercakap-cakap, sebentar saja mereka sudah mencapai jarak tujuh li.

   Sinar rembulan bercahaya dengan terang, dua sosok tubuh itu bagai bintang komet jatuh yang melesat dengan cepat.

   Begitu mata memandang, tidak jauh dari hadapan mereka terdapat sebuah bukit yang cukup luas.

   Ternyata di sana memang ada sebuah kuil.

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Warna temboknya merah menyala, atapnya berwarna hijau.

   Bangunan itu sendiri terlindung di balik sebatang pohon yang besar dengan dedaunan yang rimbun.

   Suatu ingatan terlintas di benak Tan Ki, baru saja dia bermaksud mengatakannya, tibatiba telinganya menangkap suara tawa yang lirih.

   Suara tawa ini berasal dari pepohonan di sebelah kiri.

   Meskipun suaranya sangat rendah sekali namun bagai jarum yang menusuk gendang telinga dan menggetarkan hati orang yang mendengarnya jadi tidak tenang.

   Perlahan-lahan Tan Ki jadi tertegun.

   Dia segera menghentikan langkah kakinya dan pandangan matanya beredar.

   Dia melihat seorang laki-laki bertubuh tinggi besar, tangannya menggenggam sebilah golok besar dan berjalan dengan tergesa-gesa keluar dari belakang sebatang pohon.

   Tan Ki bermaksud menyelidiki keadaan orang.

   Tidak disangka-sangka belum sampai di tujuan, jejaknya sudah diketahui oleh orang lain.

   Melihat gerakan tubuh laki-laki tinggi besar itu yang gagah dan cepat, dapat dipastikan ilmu silat orang ini lumayan juga.

   Hatinya menjadi tergerak.

   Dia menoleh ke arah Cin Ie.

   "Apakah kau ingin bermain-main?"

   Watak Cin Ie memang paling suka bermain. Mendengar kata-kata Tan Ki, wajahnya jadi berseri-seri seketika.

   "Tentu saja ingin."

   Sahutnya segera.

   "Kalau begitu sebentar lagi kita menerjang masuk ke dalam kuil dan membuat keonaran di sana."

   Pada saat itu, laki-laki bertubuh tinggi besar itu sudah menghambur ke depannya. Tan Ki sengaja memamerkan seulas senyuman dan menjura dalam-dalam.

   "Silahkan."

   Katanya.

   Padahal laki-laki bertubuh tinggi besar itu bertugas mengawasi keadaan di luar kuil secara diam-diam.

   Melihat sikap Tan Ki yang lembut dan penuh sopan santun, tanpa dapat ditahan lagi dia jadi termangu-mangu.

   Dengan gugup dia juga menjura kepada Tan Ki.

   "Entah siapa Saudara yang mulia?"

   Tan Ki tersenyum simpul.

   "Selamanya Cayhe datang dan pergi sesuka hati sendiri. Bertemu belum tentu harus saling mengenal, buat apa menanyakan nama segala?"

   Wajah laki-laki tegap itu langsung berubah kelam.

   "Tidak memberitahukan nama, jangan harap maju ke depan satu langkah!"

   Tan Ki memang sudah berniat untuk mengacau dan mencari gara-gara. Melihat orang itu mulai marah, hatinya malah bertambah senang. Dia segera mengembangkan seulas senyuman datar dan maju beberapa langkah.

   "Cayhe selamanya tidak percaya ancaman orang lain!"

   Laki-laki tegap itu memutar goloknya dengan kencang sehingga menimbulkan cahaya berwarna keperakan.

   "Mengapa kau tidak mencobanya saja?"

   Menghadapi cahaya yang memijar dari gerakan golok itu, memang ada serangkum hawa dingin yang terpancar dari dalamnya.

   Tapi Tan Ki seakan tidak merasa gentar sama sekali.

   Dia tetap maju selangkah demi selangkah mendekati orang itu.

   Watak laki-laki itu sangat berani dan juga termasuk manusia yang kasar.

   Namun melihat ada orang yang demikian tenang menghadapi lawan, mau tidak mau hatinya jadi bingung.

   Sesaat kemudian dia mengeluarkan suara siulan yang panjang seakan sedang memberitahukan kepada para rekannya yang ada di dalam kuil.

   Setelah itu dia membentak dengan suara keras.

   "Kalau kau maju lagi satu langkah, jangan salahkan kalau aku tidak ingat sopan santun lagi!"

   Wajah Tan Ki tetap tersenyum simpul.

   Dia tidak melirik laki-laki itu sedikitpun.

   Kakinya terus melangkah menuju ke arah kuil.

   Penampilannya, tidak tergesa-gesa, seakan tidak ada apapun yang terjadi.

   Hati laki-laki itu jadi panas.

   Dia tertawa dingin satu kali, diam-diam dikerahkannya tenaga dalam sebanyak tujuh bagian.

   Pergelangan tangannya digetarkan.

   Timbul percikan berwarna perak seperti hujan yang membawa hawa dingin.

   Dengan gencar dia menyerang ke arah Tan Ki.

   Serangan itu keji sekali, sinar yang terpanccar dari goloknya beterbangan di udara dalam bentuk besar kecil dan jumlahnya banyak sesali.

   Tan Ki mengeluarkan suara tawa terkekeh-kekeh.

   Ternyata dia masih tetap tenang seakan tidak terjadi apapun.

   Telapak tangan-nya terulur ke depan, segera terasa ada serangkum tenaga yang kuat mengiringi pukulannya yang mana langsung membuat lawannya terdesak sehingga goloknya tidak dapat maju lagi.

   Laki-laki itu merasa golok di tangannya bagai tertahan suatu arus yang dahsyat bahkan di dalamnya terkandung magnet yang dapat menghisap.

   Jangan kata mendorong lagi ke depan, malah untuk digerakkan saja sulit.

   Diam-diam hatinya tercekat.

   Kakinya bergeser ke samping, tangannya langsung mengerahkan jurus Kerbau Mengamuk Menerjang Gunung, langsung diluncurkan ke dada Tan Ki.

   Perlahan-lahan Tan Ki berdehem satu kali, tubuhnya miring ke samping, dengan gaya yang lemas dia sudah meloloskan diri dari serangan tersebut.

   Gerakan tubuhnya yang menerjang keluar tadi sangat aneh dan cepat.

   Ternyata sekaligus dia berhasil meloloskan diri dari serangan pukulan dan golok lawan.

   Tampak tubuhnya berputaran sebanyak dua kali.

   Orangnya sudah melesat lewat di samping lakilaki itu.

   Langkahnya bagai air yang mengalir.

   Tahu-tahu dia langsung menghambur ke arah bukit.

   Gerakannya yang bagai hembusan angin, benar-benar mempesona.

   Cin Ie tidak mau ke-tinggalan.

   Dengan gerakan yang cepat dia langsung membuntuti Tan Ki dan sekejap ke-mudian dia sudah berlari di samping anak muda itu.

   Laki-laki tegap itu sama sekali tidak menyangka gerakan tubuh Tan Ki akan meluncur terus tanpa terduga-duga.

   Untuk sesaat dia jadi tertegun, namun Tan Ki sudah berada di kejauhan, cepat-cepat dia membentak dan mengerahkan ginkangnya mengejar.

   Di bawah cahaya rembulan, tampak tiga sosok bayangan.

   Yang dua kabur dan yang satu mengejar.

   Kecepatannya bagai bintang komet yang melintas di angkasa.

   Tampak jarak mereka dengan kuil itu tinggal beberapa depa saja.

   Tiba-tiba tampak sosok bayangan mencelat ke udara dan dengan kecepatan yang mengagumkan mendarat turun di hadapan mereka.

   Gerakannya begitu indah, ringan tanpa menimbulkan suara sedikitpun.

   Tan Ki segera mengempos hawa murninya dan menghentikan gerakan tubuhnya seketika.

   Begitu matanya memandang, dia melihat usia keempat orang itu kurang lebih empat puluh tahunan.

   Mereka mengenakan jubah panjang dan bertelanjang kaki.

   Dengan ber-dampingan mereka berdiri menghadang di tengah-tengah.

   Tampaknya keempat orang ini mempunyai perasaan hati yang sama.

   Sebelum lawan mengadakan gerakan, mereka tidak akan mengambil tindakan apa-apa.

   Sejak sepasang kaki mereka mendarat di atas tanah, semuanya berdiri tegak dengan wajah kelam.

   Sepatah katapun tidak mereka ucapkan.

   Empat pasang mata memandangi Tan Ki dengan sinar tajam menusuk.

   Tan Ki tersenyum lebar sambil membungkukkan tubuhnya menjura.

   Wajahnya tenang dan penampilannya gagah.

   "Saudara berempat, silahkan."

   Melihat Tan Ki terlebih dahulu memberi penghormatan serta mempersilahkan mereka, keempat orang itu malah jadi terpana. Tiba-tiba terdengar suara teriakan yang parau.

   "Toako, cepat tahan orang itu!"

   Begitu kepala Tan Ki menoleh, dia melihat laki-laki bertubuh tinggi besar yang mengejar dari belakang itu sedang meloncat dua kali dan menerjang datang dengan kecepatan seperti kilat.

   Tampak seluruh tubuh dan wajahnya basah oleh keringat.

   Nafasnya bagai kerbau akan disembelih.

   Pengejarannya tadi seolah memakan tenaga yang banyak dan membuatnya hampir kehabisan tenaga.

   Begitu tubuhnya melayang turun, dia menuding ke arah Tan Ki dengan nafas tersengal-sengal.

   Tidak ada sepatah katapun yang terucap dari mulutnya Tan Ki menatapnya sekilas.

   Dengan tampang penuh perhatian dia berkata.

   "Tampaknya Saudara ini sudah terlalu lelah. Ada baiknya pulang dulu untuk beristirahat baru kembali lagi."

   Laki-laki tegap itu seakan merasa bahwa ilmu silatnya sendiri memang kalah jauh dibandingkan dengan lawan.

   Disindir sedemikian rupa, saking jengkelnya dia mendengus satu kali.

   Tetapi dia tidak berani maju ke depan untuk mengambil tindakan.

   Terpaksa dia menahan kemarahan hatinya dengan memalingkan wajahnya dan tidak ingin melihat Tan Ki lagi.

   Laki-laki yang berdiri di sebelah kiri mendadak menegakkan tubuhnya dan berjalan ke depan.

   Dia menjura dalam-dalam.

   "Dari mana datangnya kalian berdua dan kemana tujuannya? Lebih baik katakan secara terus terang sehingga kami juga dapat memperlakukan kalian dengan sopan."

   Sembari berkata, wajahnya mengembangkan senyuman yang aneh. Mulutnya mengeluarkan suara ter-tawa terkekeh-kekeh sebanyak dua kali. Tan Ki tertawa lebar.

   "Kedatangan Cayhe sebetulnya tidak bermaksud buruk. Hanya ingin mewakili dunia Bulim wilayah Tionggoan dengan memberanikan diri menyambut kelompok Si Yu. Entah sampai di mana kehebatannya sehingga berani mengadakan pertemuan di tempat ini!"

   Mendengar ucapannya, kelima orang itu terkejut bukan main.

   Sama sekali tak disangka anak muda yang lembut itu dapat mengetahui asal-usul mereka, padahal mereka sendiri tidak tahu siapa adanya Tan Ki.

   Wajah mereka mulai berubah.

   Untuk sesaat mereka saling pandang.

   Orang yang ada di sebelah kiri mengerlingkan matanya sekilas kemudian menjura sambil mengeluarkan suara batuk kering.

   Kemudian dia tertawa terkekeh-kekeh.

   "Bagus sekali, bagus sekali! Kami beberapa saudara sedang menikmati indahnya rembulan di tempat ini. Mungkin kehadiran kami mengejutkan Saudara, maaf!"

   Selesai berkata dia membungkukkan tubuhnya rendah-rendah.

   Tan Ki merasa ada serangkum tenaga yang kuat mendorong keluar berbarengan dengan tubuh orang itu yang membungkuk dan langsung menerjang ke arah dadanya.

   Dengan wajah tetap tersenyum dia mengencangkan kepalan tangannya dan balas menjura.

   Terdengar suara benturan tenaga dalam yang perlahan.

   Tubuh keduanya bergetar sedikit.

   Melihat serangannya tidak membawa hasil, orang itu langsung mendengus dingin.

   "Ilmu Saudara hebat sekali."

   Tan Ki tersenyum simpul.

   "Sama-sama."

   Dari malu orang itu malah menjadi marah. Wajahnya langsung berubah hebat.

   "Kalau kalian masih ada teman seperjalanan yang lain, mengapa tidak disuruh keluar sekalian? Biar kami belajar kenal dengan orang-orang gagah yang ada di Tionggoan!"

   "Jumlah kami memang hanya berdua, sama sekali tidak ada rekan perjalanan yang lain."

   Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Laki-laki setengah baya itu mengerutkan alisnya. Dia seperti bergumam seorang diri.

   "Apakah mataku sudah lamur sehingga salah lihat?"

   Mendengar kata-katanya, Tan Ki langsung menolehkan kepalanya dan mengedarkan matanya ke sekitar tempat itu. Tampak bintang-bintang berkedip-kedip. Di sekelilingnya tetap sunyi senyap tanpa orang lainnya kecuali mereka.

   "Tidak perlu curiga yang bukan-bukan. Kalau aku bilang kami hanya berdua, kalian tetap tidak percaya, apa boleh buat."

   Sembari berkata, dia mengibaskan tangan kanannya dan melangkah maju.

   "Harap minggir, aku akan lewat!"

   Tiba-tiba terdengar orang yang kedua di sebelah kiri mendengus dingin.

   Dia segera maju setengah tindak.

   Kalau ditilik dari tampangnya, tampaknya orang itu segera akan turun tangan.

   Dengan menarik nafas dalam-dalam, mendadak Tan Ki mendekat ke arah orang itu.

   Pergelangan tangannya berputar, dengan jurus Menuju Jalan Kembali, dia langsung melancarkan sebuah totokan.

   Jurus ini merupakan jurus keempat dan ilmu Te Sa Jit-sut yang baru berhasil diingatnya.

   Sepasang lengannya melakukan gaya satu di atas dan satu lagi di bawah.

   Dengan serentak dia mendorong ke depan, kecepatannya jangan ditanyakan lagi.

   Orang itu tadinya sudah menyiapkan diri melakukan serangan, tahu-tahu totokan Tan Ki yang tidak terduga-duga telah meluncur datang dan dengan telak mengena di bahunya.

   Tibatiba dia merasa tubuhnya seperti digigit semut dan seluruh kekuatannya seperti hilang.

   Perlahan-lahan dia terkulai di atas tanah.

   Pada saat yang bersamaan dengan totokan yang dilancarkan pada orang tersebut, jurus Menuju Jalan Kembali belum rampung.

   Tangan kanan Tan Ki dengan kecepatan yang dahsyat juga melancarkan sebuah totokan ke arah orang kedua yang ada di sebelah kiri.

   Pihak lawan sama sekali tidak menduga dia akan melakukan serangan itu, dalam sekali gerak telah mengincar dua orang.

   Untuk sesaat dia jadi termangu-mangu.

   Belum lagi tubuhnya sempat bergerak, tahu-tahu urat darahnya telah tertotok.

   Setelah mendengus satu kali, orangnyapun tumbang ke atas tanah, Dalam sekali gerak saja Tan Ki sudah berhasil merobohkan dua orang.

   Dirinya sendiri juga merasa hal itu diluar dugaan.

   Dia sama sekali tidak mengira kalau Te Sa Jit-sut mempunyai kekuatan yang demikian hebat.

   Tepat pada saat itu juga, orang yang ada di sebelah kanan mencelat ke atas.

   Tangannya melancarkan sebuah pukulan dan terarah ke bagian kepala Tan Ki.

   Angin yang timbul dari pukulan itu menderu-deru.

   Meskipun kekuatan serangan ini belum sanggup menembus logam, namun kehebatannya sama sekali tidak boleh dipandang ringan.

   Kekuatannya paling tidak puluhan kati.

   Laki-laki tegap yang menggenggam golok dari tadi memang sudah menunggu kesempatan.

   Melihat rekannya bergerak, dia segera mengeluarkan suara bentakan, tubuhnya melesat ke depan.

   Goloknya menimbulkan cahaya yang memijar.

   Dengan lurus dia melancarkan sebuah totokan dengan ujung golok ke arah urat darah yang membahayakan.

   Sepasang kaki Tan Ki menutul, tubuhnya langsung mencelat ke udara.

   Dia melintas di atas semak-semak dan menghindar dari sayangan golok dan pukulan kedua orang itu.

   Kedua orang itu melihat lawannya melesat ke udara, dengan cepat mereka mengejar.

   Ti-dak menunggu sampai tubuh lawan melayang turun ke atas tanah, serentak mereka melaku-kan serangan.

   Untuk sesaat tampak cahaya golok seperti salju yang turun, bayangan telapak tangan memenuhi sekitar.

   Keduanya menyerang Tan Ki dari kiri kanan.

   Tan Ki mendongakkan wajahnya dan mengeluarkan suara siulan panjang.

   Suaranya melengking tinggi sehingga berkumandang sampai kejauhan.

   Dia menarik nafas panjangpanjang dan menambah daya berat badannya yang sedang meluncur sehingga terhindar dari serangan golok si laki-laki tegap dan sekaligus meloloskan diri dari pukulan rekan orang itu.

   Tubuhnya segera bergeser dan secepat kilat dia melancarkan telapak tangannya menahan pukulan laki-laki setengah baya yang masih meluncur di tengah jalan.

   Sejak Tan Ki turun tangan menghadapi lawan, mata Cin Ie terus memperhatikan tanpa berkedip.

   Sejak semula dia sudah melihat bahwa ilmu silat calon suaminya sangat tinggi.

   Dengan demikian dia tidak perlu memberikan bantuan sama sekali.

   Seorang diri saja Tan Ki mampu menghadapi lawan.

   Oleh karena itu dia hanya berdiri di samping dan menjadi penonton dengan bibir terus tersenyum simpul.

   Watak gadis ini sebetulnya paling senang mencari keributan.

   Biasanya dia paling tidak senang kesunyian.

   Di daerah asalnya setiap hari dia selalu mencari perkara dengan orang.

   Baginya hal itu merupakan suatu permainan yang menarik.

   Entah mengapa, kali ini dia mempunyai perasaan apabila dirinya ikut maju ke tengah arena, maka kegemilangan Tan Ki akan berkurang.

   Mungkin juga karena kehilangan kesempatan mengunjukkan kepandaiannya, Tan Ki malah akan menjadi marah.

   Sikapnya tiba-tiba saja jadi lembut dan memperhatikan Tan Ki dengan hati bangga.

   Sementara itu, ada seorang lagi yang terjun ke tengah arena pertarungan.

   Tan Ki melawan tiga musuh dengan seorang diri.

   Keempat orang itu langsung terlibat perkelahian yang sengit.

   Namun tidak terdengar sedikitpun suara benturan senjata tajam, juga sulit mendengar suara pukulan yang dilancarkan.

   Tetapi setiap jurus yang mereka kerahkan semuanya mengandung kekuatan yang dahsyat, serta keji.

   Bagian tubuh yang diincar pun selalu bagian yang mematikan.

   Dalam waktu yang singkat saja, keempat orang ini sudah bertarung sebanyak puluhan jurus.

   Diam-diam Tan Ki terkesiap sekali.

   Tidak disangka ilmu ketiga orang ini benar benar sulit dilawan.

   Kalau menunggu sampai dua orang yang lainnya sadar kembali, lu mayan sulit juga bagiku untuk menghadapi mereka.

   Tampaknya kalau keadaan begini terus, aku masih memerlukan cukup banyak waktu baru dapat meraih kemenangan.

   Lebih baik aku rubuhkan dulu salah satu dari mereka sehingga gabungan mereka bertiga jadi terpecah, pikirnya dalam hati.

   Setelah merenung matang-matang, dia langsung mengambil keputusan.

   Terdengar dia mengeluarkan suara batuk-batuk beberapa kali.

   Gerakan tangannya tiba-tiba berubah.

   Tubuhnya miring dan berputar sebanyak dua kali, dihindarinya sebuah pukulan dan sebuah tendangan dari arah kiri.

   Tiba-tiba.

   pergelangan tangannya melingkar dan secepat kilat dia melancarkan delapan jurus berturut-turut.

   Delapan jurus yang dimainkannya merupakan ilmu simpanan para leluhur Ti Ciang Pang.

   Semuanya mengandung kekejian yang dahsyat.

   Kecepatannya bagai kilat yang menyambar.

   Kedua orang yang ada di sebelah kiri itu terdesak sampai hatinya tercekat sekali.

   Tanpa dapat ditahan lagi kaki mereka mundur sejauh tiga langkah.

   Begitu hawa pembunuhan mulai timbul dalam dadanya, Tan Ki sudah mengukur arah dan sasaran yang akan ditujunya.

   Ketika kedua orang laki-laki setengah baya itu terdesak mundur, tiba-tiba dia mengeluarkan suara bentakan yang nyaring "Hati-hati!"

   Dengan tidak terduga-duga, tubuhnya mencelat ke udara, kemudian meluncur ke arah laki-laki tegap yang membawa golok! Tampaknya laki-laki itu sudah menduga Tan Ki akan mengambil tindakan ini.

   Wajahnya serius sekali, sepasang matanya membuka lebar-lebar.

   Tampangnya menyiratkan kekha-watiran yang belum pernah diperlihatkan sebelumnya.

   Perlahan-lahan dia mengangkat goloknya ke atas.

   Untuk sesaat semua mata yang ada di tempat itu terpaku pada diri Tan Ki dan laki-laki tegap tersebut.

   Mereka semua dapat melihat bahwa serangan kedua orang itu, samasama menggunakan tenaga yang sepenuhnya.

   Kemungkinan apabila mereka bergebrak, dalam waktu singkat dapat dilihat siapa yang lebih unggul dan siapa yang akan jadi pecundang.

   Malah ada kemungkinan kedua-duanya akan terluka.

   Tampak Tan Ki membawa telapak tangan yang menimbulkan puluhan bayangan meluncur turun ke arah laki-laki tegap itu.

   Dia menggunakan jurus Kabut dan Awan Menimbulkan Cahaya Keemasan yang merupakan jurus paling ampuh dari ilmu Te Sa Jitsut! Serangkum kekuatan yang beratnya ribuan kati menekan dari atas ke bawah.

   Laki-laki tegap itu perlahan-lahan mengangkat goloknya ke atas, mendadak gerakannya menjadi cepat.

   Dia membuat lingkaran di bagian atas kepala sehingga timbul pijaran cahaya yang bagai bunga merekah, menyambut datangnya serangan Tan Ki.

   Saat yang menentukan Hati orang-orang yang ada di tempat itu bagai ditekan oleh beban yang berat.

   Wajah mereka tampak khawatir.

   Tiba-tiba di tengah arena bagai timbul badai yang besar.

   Angin menderu-deru, kekuatannya sampai terpancar ke sekitar.

   Tanah yang dipijak bergetar sehingga debu-debu beterbangan.

   Suasana bagai angin topan yang melanda.

   Bahkan cahaya rembulan yang bersinar menjadi samar-samar karena tertutup debu yang tebal..

   Bayangan pukulan dan sinar yang timbul dari golok dalam seketika bertemu.

   Kemudian dalam waktu yang bersamaan, bayangan pukulan dan sinar golok menjadi pudar lalu lenyap.

   Begitu mata memandang, tampak laki-laki tegap itu masih menggenggam goloknya di tangan.

   Matanya memandang Tan Ki lekat lekat, tubuhnya tidak bergerak sedikitpun.

   Kira-kira sepeminum teh kemudian, mendadak terdengar mulutnya mengeluarkan suara teriakan yang keras.

   Dengan terhuyung-huyung, dia mundur tiga langkah.

   Kemudian jatuh terduduk di atas tanah dan memuntahkan darah segar sebanyak dua kali.

   Dua orang lainnya melihat tiga saudara mereka terluka di tangan Tan Ki, hati mereka sedih bukan kepalang.

   Di dalamnya juga terselip rasa putus asa.

   Setelah mengeluarkan suara bentakan, keduanya langsung menerjang ke arah Tan Ki dengan kalap.

   Justru di saat kedua orang itu bergerak serentak, tampak sesosok bayangan bagai bintang melesat berkelebat mendatangi.

   Serangkum tenaga dalam yang kuat terdorong keluar seiring dengan merapatnya tubuh orang itu yang mendesak ke arah Tan Ki! BAGIAN XXVI Tan Ki membalikkan lengannya menyapu, timbul serangkum angin yang kuat sehingga serangan kedua orang itu tertahan.

   Kemudian tubuhnya menggeser ke samping kira-kira lima depa dan menghindar dari serangan yang menerpa dari depan.

   Orang yang menerjang dengan tiba-tiba itu mempunyai gerakan yang cepat sekali.

   Begitu serangannya gagal, jurus kedua langsung menyusul.

   Tampak bayangan tubuhnya berkelebat, kembali terasa segulung kekuatan yang tidak berwujud dengan keji dan hebat menghantam ke arah Tan Ki.

   Tan Ki mengeluarkan suara bentakan.

   Bukan saja dirinya tidak mundur, malah dia mendesak ke depan.

   Namun seiring dengan gerakan tubuhnya, kakinya juga menggeser ke samping sejauh dua depa.

   Dia berhasil menghindarkan diri dari serangan orang itu dan tanpa menunda waktu lagi dia melancarkan sebuah pukulan balasan.

   Bayangan tubuh orang yang baru datang itu bukan saja cepat sekali, ilmu silatnya juga sangat tinggi.

   Tampaknya jauh lebih tinggi daripada kelima orang tadi.

   Tatkala Tan Ki melancarkan serangannya, kecepatannya tak usah ditanyakan lagi.

   Belum lagi kekuatan yang terkandung di dalamnya.

   Bahkan seorang jago kelas satu di daerah Tionggoan saja pasti tidak berani menganggap ringan, namun orang itu malah memperdengarkan suara tertawa yang dingin sebanyak dua kali.

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tiba-tiba dia membungkukkan tubuhnya kemudian mencelat mundur sebanyak dua langkah.

   Selain berhasil menghindari serangan Tan Ki yang gencar, malah dengan menggunakan kesempatan itu dia membalas dua buah pukulan dan sebuah tendangan.

   Tan Ki tidak mau kalah pamor.

   Tubuhnya mencelat ke atas dan lewat di atas kepala orang itu, dengan demikian serangan orang itu tidak mengenai sasarannya.

   Dengan kecepatan kilat dia membalikkan tubuhnya.

   Namun Tan Ki sudah bersiap diri.

   Mendadak tangan dan kakinya bergerak serentak.

   Baru saja dia melayang turun ke atas tanah, mendadak dia melancarkan tujuh belas jurus serangan secara berturut-turut.

   Serangan yang gencar ini dikerahkan dengan begitu cepatnya sehingga orang itu terkejut setengah mati.

   Mulutnya sampai mengeluarkan suara seruan dan kakinya tergetar mundur sejauh tujuh depa.

   Tan Ki tertawa lebar.

   "Orang gagah dari Si Yu ternyata hanya begini saja!"

   Telapak tangannya terulur keluar dan kembali dia melancarkan sebuah pukulan.

   Pada saat ini, dia sudah melihat jelas orang yang menerjang ke arahnya itu.

   Orang itu juga bertubuh tinggi besar dan usianya sekitar tiga puluh tahun lebih.

   Di bawah dagunya terjuntai jenggot yang tipis.

   Dia mengenakan pakaian putih, raut wajahnya terasa asing sehingga Tan Ki yakin tidak pernah mengenal orang ini sebelumnya.

   Tampaknya dia seakan kurang terbiasa menghadapi lawan dengan tangan kosong.

   Setelah berhasil membebaskan diri dari serangan Tan Ki yang gencar, dia segera mencelat mun-dur dua langkah.

   Tangannya masuk ke dalam balik pakaian dan dikeluarkannya sejenis senjata yang bentuknya aneh.

   Begitu dia mengeluarkan senjatanya, Tan Ki terkejut sekali sehingga tanpa dapat ditahan lagi kakinya mundur tiga langkah tanpa terasa.

   Di wajahnya yang tampan tersirat ke-seriusan yang belum pernah diperlihatkan sebelumnya.

   Cin Ie yang melihat keadaan ini juga tergetar hatinya karena jenis senjata yang digunakan orang itu benar-benar senjata yang jarang terlihat di dunia Kangouw.

   Bentuknya seperti roda kereta namun terbuat dari baja.

   Jumlahnya sepasang dan pada bagian pegangannya ada semacam gigi yang melengkung, kemungkinan fungsinya untuk mengait senjata lawan.

   Di bagian depannya merupakan gerigi-gerigi yang tajam seperti gergaji.

   Sejak orang ini menerjang masuk ke tengah arena, dua orang yang tersisa dari lima orang tadi segera mengundurkan diri.

   Mereka segera membangunkan rekan-rekan mereka yang terluka dan tidak sadarkan diri.

   Kemudian berdiri di samping dengan hormat.

   Tampang mereka seakan segan sekali terhadap orang yang membawa senjata aneh ini.

   Kemungkinan memang kedudukan orang ini lebih tinggi daripada mereka berlima.

   Tan Ki merentangkan sepasang lengannya menghindarkan diri dari dua pukulan dan sebuah tendangan orang itu.

   Kemudian dia menarik nafas panjang-panjang.

   Terdengar orang yang membawa senjata aneh itu tertawa-terbahak-bahak dan menjura dalam-dalam.

   "Cayhe Kim Cian dari Si Yu. Pertama kali bertemu dengan sahabat dari ionggoan, seharusnya merasa bangga sekali. Namun mendengar nada bicara Saudara benar-benar membuat hati ini merasa tidak puas. Walaupun kami sudah mempelajari silat selama beberapa tahun, tetapi tidak berani mengagunkan diri."

   Mendapat pandangan hina dari Saudara, masih tidak apa-apa, Namun daerah Si Yu luas dan banyak orang yang berbakat tinggi.

   Sama sekali tidak seperti perkiraan Saudara yang menganggap di pihak kami tidak ada tokoh yang dapat diandalkan.

   Cayhe berniat membutakan mata menganggap tidak melihat gunung Thai San yang menjulang tinggi.

   Biar dengan sepasang Jit Goat Lun (roda bulan dari matahari ini, Cayhe menjajal beberapa jurus kepandaian Saudara."

   "Bagus sekali, bagus sekali! Kalau begitu, biar aku menggunakan sepasang senjata telapak tangan yang terdiri dari daging dan kulit ini untuk menemani sahabat dari Si Yu."

   Sahut Tan Ki tenang.

   Meskipun kedua orang ini terlibat dalam percakapan, namun hawa pembunuhan sudah J muncul di hati masing-masing.

   Suasana musim semi yang sudah mencekam seakan ditambah lagi dengan bahan peledak yang akan meletus setiap saat.

   Tampak wajah keduanya semakin kelam, langkah kaki mereka maju setindak demi setindak.

   Keduanya menuju ke titik tengah, suasana semakin menegangkan.

   Setingkat demi setingkat bertambah seiring dengan jarak keduanya yang semakin mendekat.

   Hati Cin Ie semakin mencelos melihat keadaan yang semakin genting ini.

   Pikirannya kacau.

   Telapak tangannya mulai mengucurkan keringat dingin, dadanya bagai diganduli "beban yang berat bukan main.

   Dia merasa cemas juga takut, dan untuk sesaat tidak tahu apa yang harus dilakukannya.

   Rupanya golongan sesat dari berbagai kalangan kali ini berkumpul di daerah Tionggong dengan maksud tertentu.

   Selain Bu Sin To (Pulau tanpa dewa) yang berada di Samudera luar, di dalam rombongan ini juga terdapat perkumpulan Pek Kut Kau (Perkumpulan tulang putih) yang namanya sudah sangat terkenal di daerah Si Yu.

   Bahkan namanya tidak kalah dengan Tocu dari Bu Sin To.

   Kim Cian dibesarkan di wilayah Kang Lam.

   Seharusnya dia juga termasuk orang Tionggoan, tetapi sejak dulu dia sudah bergabung dengan Pek Kut Kau.

   Dan tentu saja sudah melupakan asalnya sendiri.

   Cin Ie tahu benar watak orang ini yang jujur dan berjiwa pendekar.

   Merupakan orang pilihan dalam perkumpulan Pek Kut Kau.

   Melihat keadaan kedua orang ini akan bertarung hidup dan mati, tanpa terasa dia menjadi panik sehingga air matanya jatuh bercucuran.

   Hatinya menjadi bingung.

   Ketika kecil sedang berlatih, tanpa sengaja bagian belakang kepalanya terpukul oleh sang kakak sehingga terluka.

   Sejak itu akalnya jadi hilang sebab otaknya lemah.

   Tentu saja jauh berbeda kalau dibandingkan Cin Ying yang cerdas dan banyak akal.

   Meski menghadapi urusan seberat apapun, pasti dapat diselesaikannya dengan baik.

   Dalam belasan tahun ini, boleh dibilang dia selalu bergantung kepada kakaknya itu.

   Dia tidak perlu mengerahkan otaknya memikirkan jalan keluar untuk berbagai persoalan yang dihadapinya.

   Saat ini seorang diri dia menghadapi situasi seperti ini, tentu saja kepalanya jadi pusing tujuh keliling.

   Dia tidak tahu harus berbuat apa.

   Dia khawatir keadaan Tan Ki yang mungkin akan terluka parah atau malah menemui ajal setelah berkelahi dengan orang yang lihai itu.

   Waktu terus merayap, hatinya semakin titis tenang, air mata kekhawatiran pun mengalir semakin deras.

   Tiba-tiba serentet suara langkah kaki yang ringan berkumandang datang.

   Begitu mata memandang, tampak Kiau Hun sedang melangkah dengan lenggang-lenggok yang gemulai di atas rerumputan dan berjalan ke arah mereka.

   Di atas kepala tampak mahkotanya mengeluarkan cahaya yang berkilauan.

   Seiring dengan hembusan dingin terdengar suara gemerincing perhiasan yang memenuhi seluruh tubuhnya.

   Untuk sesaat Cin Ie jadi termangu-mangu.

   Namun sejenak kemudian dia sudah tersentak sadar.

   Mulutnya mengeluarkan seruan terkejut.

   Perlahan-lahan dia mengetuk batok kepalanya sendiri.

   Aku tahu sekarang.

   Setengah bulan yang lalu, perempuan ini ditemukan oleh Toa Tocu (Tuan besar pemilik pulau).

   Kemudian dia diterima menjadi selirnya.

   Diam-diam diajarkan ilmu sakti dari Bu Sin To.

   Dalam waktu tiga hari yang singkat, ilmu silatnya mengalami kemajuan berlipat ganda.

   Kemudian Toa Tocu mengutuskan menyelinap kembali ke daerah Tionggoan dan menjadi mata-mata.

   Dengan begitu mereka bisa mengetahui sampai di mana kekuatan para pendekar daerah Tionggoan, kemudian baru dirundingkan kembali untuk melakukan penyerangan.

   Mereka dapat menggunakan siasat mengadu domba atau menyerbu secara terang-terangan.

   Sekarang ini para tokoh dari Si Yu sudah berkumpul di sini, dia juga sudah datang.

   Mungkinkah Toa Tocu ingin bekerja sama dengan Si Yu untuk menye-rang daerah Tionggoan? Mungkin juga dia diutus sebagai wakil Toa Tocu untuk mengadakan perundingan, siapa yang kembali ke asal dan siapa yang boleh merebut daerah Tionggoan.

   Namun apabila benar demikian, pasti akan terjadi perkelahian di antara mereka.

   Yang menang terpilih sebagai raja dan yang kalah terpaksa pulang sambil menyurutkan ekornya.

   Tetapi, rasanya tidak mungkin pikirnya dalam hati.

   Dengan termenung-menung dia terus berpikir, dua persoalan terus berkecamuk di benaknya.

   Semakin dipikirkan, tampaknya keduanya sama-sama mempunyai kemungkinan yang sama.

   Tetapi dia juga merasa semuanya tidak mungkin terjadi.

   Meskipun Cin Ie mempunyai daya khayal yang tinggi, namun karena urat penting di Otaknya pernah terluka parah, akalnya jadi tidak jalan.

   Dia juga kehilangan kepercayaan terhadap diri sendiri.

   Meskipun dalam persoalan apapun dia dapat memikirkan sampai hal yang sekecil-kecilnya, tetapi selalu terdorong kembali oleh kebimbangan dalam hatinya.

   Oleh karena itu pula, setiap hal yang dikerjakannya, tidak ada satupun yang dilandasi rasa percaya diri sehingga tidak dapat diselesaikan dengan tuntas.

   Hatinya selalu bertanyatanya, apakah benar apa yang aku lakukan? Apakah hanya begini saja penyelesaiannya? Akibatnya dia selalu ragu dalam bertindak.

   Namun tentu saja dalam hal ini dirinya tidak dapat disalahkan.

   Semuanya terpengaruh oleh kelemahan otaknya yang tidak dapat berfungsi dengan baik lagi.

   Sementara itu Kiau Hun tetap bergerak ke tengah-tengah ajang pertempuran, dengan tenang.

   Tiba-tiba dia mengibaskan tangannya ke kiri dan kanan.

   Tanpa dapat ditahan lagi, tu-buh Kim Cian maupun Tan Ki yang sedang maju merapat ke arah lawannya menjadi tergetar mundur.

   Kiau Hun melirik sekilas ke arah Tan Ki.

   Kemudian dia menjura memberi hormat kepada Kim Cian serta rekan-rekannya.

   Bibirnya mengembangkan seulas senyuman yang manis.

   "Maaf karena terlambat datang, mungkin Saudara sekalian sudah lama menunggu."

   Katanya. Kim Cian mendongakkan wajahnya menatap langit. Dia menyimpan kembali senjatanya yang aneh.

   "Sekarang ini kentungan ketiga baru berlalu. Rasanya tidak berbeda jauh dengan batas waktu perjanjian yang kita sepakati."

   Sinar matanya beralih ke arah belakang punggung Kiau Hun. Kemudian dia mengalihkan pertanyaannya.

   "Hanya Kouwnio seorang diri yang datang ke mari?"

   Kiau Hun mencibirkan bibirnya tersenyum mengejek.

   "Masa satu orang masih dianggap terlalu sedikit? Toh, bukannya hendak mengadakan upacara bunuh diri massal, untuk apa banyak-banyak orang yang hadir?"

   Kim Cian hanya tersenyum simpul. Dia tidak menyahut sepatah katapun. Sementara itu, Kiau Hun membalikkan tubuhnya dan tersenyum datar kepada Tan Ki.

   "Kau pergilah, biar aku saja yang mengurus persoalan di sini!"

   Tan Ki sedang memikirkan sapuan tangan Kiau Hun yang mengandung tenaga daiam yang dahsyat.

   Kalau ditilik dari usianya yang masih begitu muda, tampaknya tidak mungkin dia bisa mencapai hasil setinggi itu.

   Hatinya digelayuti berbagai pikiran.

   Dia terus memikirkan apa sebenarnya yang dialami oleh gadis itu selama beberapa hari belakangan ini.

   Terhadap ucapan Kiau Hun, sebetulnya dia malah tidak mendengarkan.

   Kiau Hun melihat anak muda itu berdiri dengan termangu-mangu, seakan ada sesuatu yang rumit dalam pikirannya.

   Tanpa dapat ditahan lagi segulung rasa perih menyelinap dalam dadanya.

   Terhadap Tan Ki dia mempunyai perasaan yang istimewa.

   Seandainya ada orang lain yang mencintai Tan Ki, pasti dia tidak ragu.

   turun tangan membunuh saingannya itu.

   Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Sejak kecil dia sudah sebatang kara dan menjadi anak yatim piatu.

   Dalam waktu yang bersamaan, keadaan juga mendesaknya sehingga gadis ini menjadi rendah diri.

   Apalagi setelah dia diusir dari perguruan oleh Ciu Cang Po.

   Jiwanya yang sempit dan peka membuatnya merasa bahwa orang-orang di dalam dunia ini tidak ada satupun yang tidak memandang dari segi materi serta kedudukan.

   Mei Ling adalah seorang gadis keturunan orang terkenal lagi kaya.

   Di mana-mana dia mendapat perhatian serta kasih sayang dari orang lain.

   Sedangkan dirinya hanya seorang budak maka dari itu selalu dipandang hina oleh semua orang.

   Orang-orang memandangnya dengan tatapan sinis, bibir mereka selalu tersenyum mengejek..? Karena hal itu pula, melihat keadaan yang.

   terpampang di hadapannya, timbul perasaan dendam dalam hati.

   Justru pada sebuah kesempatan yang tidak terduga-duga, dia bertemu dengan Toa Tocu dari Bu Sin To.

   Dalam waktu tiga hari, dia telah mengorbankan sesuatu miliknya kesucian seorang gadis! Tiga hari kemudian juga, dari seorang budak yang melayani nona besarnya, dia berubah menjadi Tocu Hujin (Nyonya pemilik pulau).

   Kedudukannya menjadi tinggi sekali.

   Dan tidak ada seorang pun yang berani lagi memandang hina ataupun mengejeknya.

   Sedangkan bagi Kiau Hun sendiri, apa yang dikorbankannya hanya sebuah kesucian yang tidak berarti apa-apa, seolah-olah hal ini memang kejadian yang lumrah.

   Satu kejadian diganti atau diberi imbalan dengan sesuatu.

   Kedua pihak sama-sama tidak ada yang diru-gikan.

   Bagai jual beli yang telah disepakati.

   Bagi Kiau Hun, hal ini malah merupakan Suatu keberuntungan.

   Setelah bertemu dengan Toa Tocu, bukan saja ilmu silatnya maju pesat dalam jangka waktu tiga hari yang singkat.

   Bahkan harga diri dan kedudukannya juga ikut haik.

   Sekarang dia bukan lagi budak keluarga Liu.

   Akhirnya ketika dia bertemu lagi dengan Tan Ki sekarang, rasanya dia ingin melampiaskan semua yang terpendam dalam hatinya agar kepedihan dan kekecewaannya dalam hidup ini dapat diceritakan kepada anak muda itu.

   Tetapi entah mengapa, kata-kata yang sudah siap dikeluarkan seakan tercekat di tenggorokannya, akhirnya malah ditelan kembali.

   Seperti juga sebelumnya, dia tidak dapat mengatakan sepatah katapun isi hatinya.

   Apakah dia merasa malu? Atau masih juga merasa rendah diri? Dia merasa kepalanya dipenuhi kabut yang tebal.

   Dia sendiri tidak dapat memastikan.

   Namun dia merasa bahwa kedua pertanyaan di atas sama-sama ada kemungkinannya.

   Tiba-tiba dia menggertakkan giginya erat-erat.

   Justru ketika Tan Ki masih termangumangu, cepat-cepat dia mengikuti Kim Cian dari belakang dan masuk ke dalam kuil tua tersebut.

   Lama lama sekali.

   Akhirnya Tan Ki tersentak dari lamunannya.

   Tampak sepasang alisnya masih terus mengerut, seakan ada masalah berat yang tidak dapat dicernakan benaknya.

   Perlahanlahan dia membalikkan tubuhnya dan melangkahkan kakinya.

   Untuk sesaat Cin Ie jadi tertegun melihatnya.

   "Apakah kita akan pergi dari sini?"

   Tanyanya bingung. Tan Ki menganggukkan kepalanya dengan enggan.

   "Jejak kita sudah diketahui oleh pihak lawan. Pihak Si Yu pasti sudah mengambil tindakan pencegahan. Biarpun kita terus masuk ke dalam, juga tidak akan mendapatkan hasil apa-apa."

   Cin Ie menganggukkan kepalanya.

   Padahal hatinya setengah mengerti setengah tidak atas ucapan Tan Ki.

   Dia memang seorang gadis yang tidak mempunyai gagasan apapun.

   Apa-pun yang dilakukan oleh Tan Ki, dia pasti mengikutinya.

   Oleh karena itu, dia segera mengikuti Tan Ki dari belakang dan tidak mengatakan apa-apa lagi.

   Di bawah cahaya rembulan, tampak dua sosok bayangan berjalan dengan lambatlambat.

   Tidak lama kemudian kembali ada sesosok bayangan yang dengan kecepatan tinggi melayang turun di tempat Tan Ki berdiri barusan.

   Usianya kurang lebih dua puluh tahunan.

   Wajahnya putih bersih dan bibirnya merah.

   Sepasang lengannya berdekapan di depan dada.

   Pakaiannya merupakan jubah panjang berwarna putih perak.

   Saat ini berkibar-kibar karena tiupan angin.

   Watak orang ini sangat angkuh.

   Sudut bibirnya selalu mengulumkan senyuman mengejek.

   Sungguh sebuah senyuman yang dingin.

   Tetapi di antara sepasang alisnya tersirat kedukaan yang dalam.

   Matanya menunjukkan rasa kesepian yang tidak terkirakan.

   Dapat dipastikan bahwa hati orang ini sedang digelayuti masalah yang berat karena tampangnya pun menampilkan penderitaan yang dalam.

   Perlahan-lahan dia mendongakkan wajahnya.

   Tiba-tiba dia bergumam seorang diri.

   "Berdiri seorang diri di atas pegunungan, angin bertiup semilir"

   Tidak ada seorangpun yang memahami hati yang merindukan bunga tersayang.

   Dengan perasaan bingung minum sampai mabuk, berteman arak bersenandung suara hati Namun kedukaan tidak dapat sirna juga Akulah orangnya, akulah orangnya Samudera luas, langit terbentang.

   Akulah orangnya yang memikirkan kekasih dambaan sehingga tubuh layu dan wajah kusut"

   Rupanya dia sedang membaca sebuah puisi yang mengungkapkan perasaan hatinya.

   Meskipun dari luar tampaknya orang ini sangat tinggi hati dan bukan jenis manusia yang mu-dah didekati, tetapi saat ini dia seakan ingin melampiaskan keluhan hatinya dalam bentuk puisi.

   Suaranya bagai ratapan burung hantu yang membuat orang merasa hatinya tertekan.

   Di antara kedukaan hatinya terselip pula kerinduan yang dalam.

   Terdengar suara orang itu yang di tarik sedemikian panjang sehingga sampai lama sekali baru sirap.

   Rupanya kesedihan hatinya tidak tertahankan lagi sehingga air matanya jatuh bercucuran bagai curahan hujan yang deras.

   Rupanya anak muda yang dijangkiti kerinduan ini tidak lain daripada anak angkat si raja iblis, Oey Kang.

   Dia menamakan dirinya sendiri.

   Pendekar Baju Putih, sedangkan nama aslinya Oey Ku Kiong.

   Dia pula yang menghadiahkan obat kepada Tan Ki ketika terluka di dalam Pek Hun Ceng.

   Sejak bertemu dengan Kiau Hun, seluruh perasaannya bagai terjatuh kepada gadis itu.

   Entah mengapa, hatinya yang tenang bagai dilanda gelombang badai yang dahsyat.

   Senyumnya yang manis bagai mengandung asmara yang meluap-luap.

   Sehingga hati anak muda itu jadi tergetar dan tidak dapat mengendalikan perasaannya lagi.

   Dia pernah menyimpan ketiga batang jarum rahasia Kiau Hun yang kemudian ditekukkan dan dipakai setiap hari pada jari tangan.

   Dia mengira dengan berbuat demikian, meskipun tidak dapat menghilangkan keseluruhan rindu dalam hatinya, namun sedikit banyak dia jadi terhibur seakan selalu berdekatan dengan gadis itu.

   Tetapi tidak lama kemudian, Kiau Hun justru meninggalkan Pek Hun Ceng dengan membawa rombongan Liu Seng.

   Dia berdiam di dalam bangunan seperti istana itu selama dua hari dua malam.

   Namun hatinya terus merasa gelisah.

   Dia merasa seakan duduk salah, berdiripun salah.

   Hatinya laksana ikut melayang seiring dengan kepergian Kiau Hun.

   Ternyata dia tidak berhasil menahan kerinduan yang menggerogoti hatinya.

   Diam-diam dia meninggalkan Pek Hun Ceng dan mengejar rombongan Liu Seng yang beserta Kiau Hun kembali ke Lok Yang.

   Tetapi karena beberapa orang dari rombongan ini terkena racun Li Hun Tan, maka keadaan mereka kehilangan kesadaran.

   Semakin hari tubuh mereka semakin kurus dan lemah.

   Yang paling parah justru Ciu Cang Po, setiap hari dia selalu, termangu-mangu, tidak pernah tersenyum ataupun mengucapkan sepatah kata.

   Para pendekar maklum apabila bukan penawar racun milik Oey Kang sendiri, penyakit itu pasti sulit disembuhkan.

   Namun mereka juga tidak bisa berbuat apa-apa.

   Kiau Hun mengajukan diri sebagai pahlawan.

   Dia bersedia menyelinap ke dalam Pek Hun Ceng untuk mencuri obat penawar tersebut.

   Sebetulnya pada saat itu, dia sudah mene-rima perintah rahasia dari Toa Tocu Pulau Tanpa Dewa, yang mengharuskan dia segera langsung menuju tempat tersebut untuk mengadakan hubungan dengan pihak Pek Kut Kau dari Si Yu.

   Mereka akan merundingkan masalah penggabungan kedua pihak untuk menyerbu daerah Tionggoan.

   Oleh karena itu, mau tidak mau Kiau Hun harus mencari alasan yang tepat agar dapat meninggalkan para pendekar itu untuk sementara waktu.

   Setelah mengikuti selama beberapa hari, Oey Ku Kiong terus mengintil di belakang Kiau Hun dan sampailah di tempat ini.

   Semua gerak-gerik Kiau Hun dia tahu jelas bagai mengenali telapak tangannya sendiri.

   Tentu saja Oey Ku Kiong sama sekali tidak mengkhawatirkan masalah yang akan terjadi dalam dunia Kangouw.

   Walaupun akan terjadi pemberontakan besar-besaran bahkan sekalipun darah akan mengalir bagai air sungai, dia tetap tidak perduli.

   Yang dicemaskannya justru kemungkinan Kiau Hun terperosok dalam bahaya atau hal yang menyangkut keselamatan jiwa gadis itu.

   Mungkin inilah yang disebut penyakit cinta.

   Angin malam berhembus ke arahnya.

   Oey Ku Kiong merasa udara mulai dingin.

   Matanya menatap lekat-lekat ke kuil tua tersebut.

   Diam-diam dia menarik nafas panjang.

   Dia tahu Kiau Hun sedang mengadakan perundingan dengan orang-orang Si Yu masalah perebutan kedudukan Bengcu.

   Tetapi dia malah rela menunggu di tempat itu.

   Karena dia tahu akhirnya Kiau Hun pasti akan keluar juga.

   Ternyata setelah menunggu tidak berapa lama, tampak sesosok bayangan yang langsing melesat bagai terbang keluar dari kuil tua itu.

   Di bawah cahaya rembulan, tampak gerakannya yang cepat dan indah sekali bagai seekor burung camar.

   Tubuhnya melesat bagai terbang di udara.

   Dengan gugup Oey Ku Kiong bergerak mundur sejauh tujuh delapan langkah, tubuhnya melesat dan bersembunyi di balik sebatang pohon.

   Tempatnya menyembunyikan diri, paling tidak berjarak ratusan depa dari kuil tua tersebut.

   Namun orang yang bergerak keluar mempunyai ginkang yang demikian hebat.

   Dalam sekejap mata saja dia sudah sampai di sebelah kiri, tidak jauh dari persembunyian anak muda itu.

   Oey Ku Kiong bersembunyi di tempat yang gelap.

   Dia dapat melihat jelas bahwa orang itu mengenakan pakaian berwarna merah jambu dan kepalanya dihiasi mahkota yang indah.

   Di pundaknya terselip sebatang pedang emas yang tentu sekali merupakan benda pusaka.

   Di bawah cahaya rembulan, dandanannya yang mewah itu malah menambah kecantikannya.

   Orang itu memang Kiau Hun yang ditunggu-tunggunya sejak tadi.

   Tanpa terasa, jantungnya mulai berdebar-debar.

   Seperti orang yang menghadapi bahaya untuk pertama kalinya.

   Sampai dia sendiri merasa tidak mengerti.

   Mengapa cinta dapat membawa pengaruh yang demikian hebat? Dia merasa tegang luar biasa.

   Kiau Hun telah mengadakan rundingan dengan pihak Si Yu.

   Tampaknya dia sudah mendapatkan jawaban yang memuaskan.

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Wajahnya yang cantik sering kali memperlihatkan senyuman yang tipis.

   Tiba-tiba tampak gadis itu menghentikan langkah kakinya dan memusatkan pendengarannya dengan seksama.

   Kemudian mulutnya mengeluarkan suara tertawa dingin.

   "Entah Cianpwe, Taihiap, Kongcu atau sahabat mana yang"

   Sambil berteriak, matanya terus mengerling ke kiri dan kanan.

   Hal ini membuktikan bahwa dia sudah mengetahui adanya orang lain di tempat itu.

   Sepasang alis Oey Ku Kiong terus mengerut.

   Diam-diam dia meraba dadanya sendiri dan mengatakan Celaka! dalam hati.

   Rupanya karena terlalu tegang, tanpa sadar nafasnya jadi agak berat sehingga jejaknya diketahui oleh Kiau Hun.

   Tampaknya dia tidak ingin membuat Kiau Hun penasaran.

   Dengan tersendat-sendat dia segera menyahut.

   "Kouwnio a ku."

   Perlahan-lahan Kiau Hun melangkahkan kakinya menghampiri. Ketika dia berhasil melihat jelas Oey Ku Kiong, tanpa dapat ditahan lagi bibirnya mengembangkan senyuman yang manis.

   "Sudah larut malam seperti ini, mengapa kau masih datang juga ke tempat ini?"

   Kiau Hun tampaknya sudah tahu kalau selama beberapa hari ini Oey Ku Kiong selalu mengintil di belakangnya.

   Oleh karena itu pula, begitu melihat Oey Ku Kiong dia tidak merasa terkejut sama sekali.

   Penampilannya tetap tenang dan bibirnya terus tersenyum simpul.

   Berada di hadapan pujaan hatinya, keberanian Oey Ku Kiong seakan kandas entah ke mana.

   Di dalam tenggorokannya seperti ada benda yang tercekat.

   Setelah tertegun sejenak, dengan susah payah dia baru dapat menyahut "Cayhe mengkhawatirkan keselamatan kouwnio"

   Kiau Hun tersenyum lembut.

   "Apakah kata-katamu ini hanya alasan yang kau kemukakan dalam keadaan terdesak?"

   "Mana berani Cayhe mendustai Kouwnio?"

   Bola mata Kiau Hun mengerling sekilas. Dia menggigit bibirnya perlahan-lahan.

   "Apakah kau takut aku akan terluka di tangan orang yang bernama Kim Cian itu?"

   Selesai berkata, kembali bibirnya tersenyum simpul.

   Langkah kakinya maju setindak demi setindak mendekati Oey Ku Kiong.

   Di bawah cahaya rembulan, tampak kulitnya begitu putih bagai hamparan salju, di antara senyumnya bagai ada ribuan bunga yang bermekaran.

   Tanpa dapat ditahan lagi Oey Ku Kiong memandangnya dengan terkesima.

   Tampak dia mengulurkan tangannya perlahan-lahan dan menggenggam tangan kanan anak muda tersebut.

   "Selama beberapa hari ini, kau terus mengikuti dari belakang. Bukannya aku tidak tahu, tapi aku selalu mengajukan pertanyaan kepada diriku sendiri, sebetulnya mengapa kau melakukan hal ini? Aih, aku tahu apa yang kau pikirkan dalam hati. Dan aku juga mengerti mengapa kau selalu mengikuti aku dari belakang dan tidak mau meninggalkan aku sedikitpun.. Tapi ada suatu hal yang perlu kau ketahui. Untuk seumur hidup ini, aku tidak mungkin jatuh cinta lagi pada siapapun. Cinta kasih dalam hatiku sudah membeku bagai es di daerah kutub dan sudah terbenam di tempat yang tidak mungkin diinjaki manusia."

   Oey Ku Kiong merasa tiba-tiba ada beban yang berat sekali mengganduli hatinya.

   Perasaannya tergetar, kesedihannya terbangkit seketika.

   Tanpa dapat dipertahankan lagi, dia menundukkan kepalanya perlahan-lahan, Kiau Hun melihat anak muda itu berdiri tegak.

   dengan kepala tertunduk, tampangnya benar-benar mengenaskan.

   Bagai orang yang kehilangan sukmanya.

   Tanpa terasa segulung rasa iba timbul dalam hatinya.

   Terdengar dia menarik nafas dalam-dalam dan seakan menyesali diri sendiri dia berkata.

   "Sayangnya pertemuan kita terlalu lambat."

   Pikiran Oey Ku Kiong tergetar, tiba-tiba dia mendongakkan kepalanya. Sepasang matanya menatap wajah Kiau Hun lekat-lekat.

   "Kouwnio masih terhitung seorang gadis remaja, Cayhe juga baru berusia dua puluh tahun. Mengapa bisa mengatakan bahwa pertemuan kita ini sudah terlambat?"

   Kiau Hun memperlihatkan sekulum senyum yang pilu.

   "Ketika kita bertemu, hatiku sudah terpaut di tempat lain. Lagipula keadaan diriku juga bukan gadis yang suci lagi."

   Perlahan-lahan dia menarik nafas panjang. Di antara sepasang, alisnya tampak kerutan yang seakan menyesali keadaan anak muda tersebut. Kemudian dia melanjutkan lagi katakatanya.

   "Setiap sepuluh langkah, kita pasti bertemu dengan sekumpulan rerumputan. Di dunia yang luas ini entah berapa banyak gadis yang jauh lebih cantik daripada diriku, Kiau Hun. Mengapa kau justru menyukai bunga yang layu dan orang yang sudah tersesat jauh seperti diriku ini? Bahkan cintamu demikian dalam! Apalagi baik hati maupun tubuhku sudah milik orang lain. Seumur hidup ini tidak mungkin aku mengalihkan lagi perasaanku ini. Biar bagaimana tulusnya hatimu padaku, kau malah hanya mencari penyakit bagi dirimu sendiri."

   Oey Ku Kiong tertawa dengan pilu. Dia menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Lautan yang luas tidak mungkin berubah menjadi sungai, gunung yang menjulang tinggi tidak mungkin berubah menjadi bukit yang rendah. Biar bagaimana kau perlakukan aku, rasanya tidak mungkin merubah hatiku untuk melupakan dirimu."

   "Untuk apa kau berbuat begini? Mungkin kehalusan kulitku dan kecantikan wajahku yang membuat kau terpesona. Kau harus ingat, waktu terus berlalu, tidak ada kecantikan yang abadi di dunia ini. Akhirnya yang tertinggal hanya segumpal tanah juga. lagipula percintaan antara dua manusia harus dilandasi saling menyukai. Sedangkan aku benci sekali terhadap ketamakan manusia di dunia ini. Mereka semua menghina yang miskin dan memuliakan yang kaya. Aku ingin menggunakan tubuh yang sudah tidak mempunyai perasaan ini dan kecantikan sekejap ini untuk meraih kebesaran nama, kedudukan dan membalas dendam kepada semua orang di dunia ini. Kalau tidak, sekarang juga aku akan merusakkan wajahku di hadapanmu agar perasaanmu menjadi mati."

   Oey Ku Kiong termenung sejenak. Tiba-tiba di wajahnya yang muram perlahan-lahan terlihat senyuman yang lebar. Dia seperti bergumam seorang diri.

   "Apabila ulat tidak mati, seratnya juga tidak akan terurai. Meskipun waktu berlalu, manusia dapat menjadi tua. Cayhe bersedia menjadi pendamping di samping kuburan!"

   Katanya tegas.

   Di bawah cahaya rembulan, tampak sepasang matanya mulai membasah.

   Sinarnya berkilauan.

   Tapi tampaknya anak muda ini berusaha menahan sekuatnya agar tidak mengalir turun.

   Kulit wajahnya tampak mengerut-ngerut.

   Kiau Hun melihat tampang Oey Ku Kiong demikian tegas.

   Dia tahu tidak mungkin lagi menasehatinya agar kembali ke jalan semula.

   Tanpa terasa dia menarik nafas panjang.

   "Aih, tampaknya kau ini sampai mati juga tidak bisa diubah lagi."

   Oey Ku Kiong tertawa lebar.

   "Tetapi, dapat melihat air mata iba menetes dari mata Kouwnio yang indah, matipun tidak perlu disayangkan."

   Kiau Hun menjadi marah.

   "Sebetulnya apa maksudmu begitu setia dan mencintai mati-matian seorang perempuan yang sudah tidak suci lagi?"

   Oey Ku Kiong tetap tersenyum lembut.

   "Demi cinta, apapun berani kukorbankan, bahkan nyawaku s endiri!"

   "Hm, hm! Manusia yang tidak berguna!"

   Sindir Kiau Hun. Oey Ku Kiong tetap tersenyum simpul.

   "Kalau memang berguna, tentu aku tidak akan meninggalkain pek Hun Ceng dan mengikuti dirimu."

   Berkata sampai bagian yang sedih, tanpa dapat dipertahankan lagi air matanya mengalir dengan deras.

   Kiau Hun menghentakkan kakinya d atas tanah dengan kesal.

   Kemudian dia menarik nafas panjang.

   "Kau hanya mencari kesulitan bagi dirimu sendiri.

   Akhirnya kau toh tidak akan mendapatkan apa-apa.

   Lebih baik kau kembali ke Pek Hun Ceng dan menjadi tuan muda di sana.

   Kalau kita berpisah, mungkin malah akan membawa kebaikan bagi dirimu."

   Wajah Oey Ku Kiong langsung berubah hebat.

   "Kouwnio, apakah kau benar-benar mengusir Cayhe?"

   "Aku tidak dapat menerima cinta kasihmu yang tulus, juga tidak tega mencelakai dirimu. Keduanya merupakan hal yang sulit kuputuskan. Sedangkan jalan yang terbaik bagi kita sekarang ini adalah jangan bertemu lagi untuk selamanya!"

   Oey Ku Kiong mendengar nada bicara Kiau Hun dari awal sejak akhir selalu bermakna sama. Tampaknya tekad gadis itu juga sulit dirubah. Tanpa terasa dia menarik nafas panjang.

   "Terima kasih untuk maksud baik Kouwnio!"

   Tanpa menunggu jawaban dari Kiau Hun, dia langsung membalikkan tubuh dan melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu.

   Dalam sekejap mata saja dia sudah menghilang dalam kegelapan malam.

   Mendadak satu ingatan terlintas di benak Kiau Hun.

   Kemungkinan Oey Ku Kiong ada membawa obat penawar racun.

   Kalau dia benar-benar pergi karena marah, kehilangan ini terlalu besar bagi dirinya.

   Malah akan berpengaruh buruk pada seluruh rencananya.

   Paling tidak, dia tidak dapat memberikan tanggung jawab kepada Liu Seng dan rombongannya dan otomatis kehilangan kesempatan untuk mengambil hati para pendekar.

   Dia ingin memanggil anak muda itu agar kembali.

   Bibirnya bergerak-gerak namun tidak sepatah katapun terucapkan olehnya.

   Dia berdiri di tempat itu dengan termangu-mangu.

   Entah berapa lama sudah berlalu.

   Tiba-tiba terdengar suara batuk-batuk yang lirih berkumandang dari belakangnya.

   Kiau Hun jadi terkesiap seketika.

   Cepat-cepat dia menolehkan wajahnya.

   Entah sejak kapan, Oey Ku Kiong yang barusan pergi ternyata sudah kembali lagi.

   Dia sedang berdiri tegak di belakangnya.

   Kiau Hun berusaha menenangkan hatinya sejenak.

   "Kapan kau kembali lagi?"

   Tanyanya. Oey Ku Kiong tertawa getir.

   "Sudah cukup lama aku kembali lagi, tidak tega rasanya mengejutkan engkau dari lamunanmu yang asyik. Itulah sebabnya aku tidak mengucapkan sepatah katapun."

   Tangannya terjulur ke dalam pakaian, dia mengeluarkan dua botol kumala dan menggenggamnya dalam telapak tangan.

   "Di dalam botol kumala putih ini berisi obat penawar racun. Sedangkan di dalam botol yang satunya lagi berisi racun yang diracik Khusus oleh ayahku. Racun ini tidak berbau maupun berwarna. Dapat dimasukkan dalam arak. maupun hidangan tanpa terasa sedikitpun. Tentu sangat bermanfaat bagi gerakan yang akan kau ambil kelak kemudian hari di dunia Bulim. Ayah sendiri memandangnya sebagai benda pusaka."

   Dengan perasaan terharu Kiau Hun menatapnya sejenak. Dia mengulurkan tangannya untuk menerima botol tersebut. Tetapi tiba-tiba dia seperti teringat sesuatu dan tangannya pun segera ditarik kembali. Dia menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

   "Aku tidak dapat menerima pernyataan cinta kasihmu!"

   Oey Ku Kiong jadi tertegun.

   "Mengapa?"

   Tanyanya heran. Perlahan-lahan Kiau Hun maju dua langkah. Dia merapat ke arah anak muda itu.

   "Maukah kau melakukan suatu hal untukku?"

   "Lautan api maupun gunung golok, Cayhe rela menerjangnya demi Kouwnio!"

   "Kalau begitu, kau antarkan obat penawar racun itu ke Lok Yang. Dengan demikian hati para pendekar akan menjadi senang."

   Kata Kiau Hun kembali. Untuk sesaat Oey Ku Kiong menjadi bimbang. Hatinya merasa serba salah.

   "Ayah angkatku merupakan musuh mereka bersama. Kedua pihak bagai api dan air yang tidak dapat disatukan. Kalau aku tiba-tiba muncul di sana, mungkin akan menimbulkan kecurigaan para pendekar"

   Kiau Hun tertawa lebar.

   "Kau bisa berpura-pura mengkhianati ayahmu dan berpihak kepada mereka. Lagipula obat ini memang asli, tentu bisa mendapatkan kepercayaan dari para pendekar."

   "Kemudian?"

   Kiau Hun berpikir sejenak. Tiba-tiba dia merendahkan suaranya.

   "Beberapa hari kemudian, mereka akan mengadakan sebuah pertemuan besar di luar kota Lok Yang. Orang-orang yang hadir merupakan tokoh-tokoh yang sudah mempunyai nama besar di dunia Kangouw. Saat itu, kau bisa menggunakan kesempatan untuk muncul di depan umum dan membantuku mengalahkan musuh. Kalau aku bisa merebut kedudukan Bulim Bengcu, maka aku akan menyiarkan secara terang-terangan bahwa kau adalah pengawal pribadiku. Sejak itu, baik siang maupun malam kau dapat menemaniku. Walaupun hubungan kita terbatas dan tidak dapat maju lebih jauh lagi, namun setidaknya dapat mengurangi rasa rindumu kepadaku"

   Mendengar ucapan Kiau Hun, sepasang mata Oey Ku Kiong langsung bersinar terang. Tampangnya pun langsung bersemangat.

   "Bagus sekali! Dapat mendengar ucapan Kouwnio yang satu ini saja, Cayhe pasti akan berusaha menepati janji, tetapi apakah kau tidak akan mendustai aku?"

   Kiau Hun tersenyum lembut.

   "Kalau sudah mengabulkan, tentu tidak ada niat untuk mengingkarinya. Sekarang kau pulanglah, kita bertemu di kota Lok Yang."

   Kata-katanya yang terakhir diucapkan dengan lembut sekali. Di dalamnya seakan terkandung perhatian yang dalam. Hati Oey Ku Kiong sampai tergugah melihatnya. Wajahnya pun tidak sekelam tadi lagi. Tampak dia menarik nafas panjang.

   "Bolehkah aku meraba tanganmu?"

   Tanyanya lirih. Kiau Hun tersenyum manis. Dia mengulurkan jari tangannya dan membiarkan Oey Ku Kiong menggenggamnya.

   "Tunggulah dengan sabar, Bulim Tay Hwe sudah di depan mata, semuanya tergantung dari tindakanmu sendiri."

   Katanya lembut.

   Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Oey Ku Kiong menganggukkan kepalanya perlahan-lahan.

   Mimik wajahnya menyiratkan kegembiraan dan juga keresahan.

   Tidak diragukan lagi bahwa dia sudah terjerumus dalam jurang cinta yang dalam.

   Hatinya sendiri tidak tahu apakah akhirnya penderitaan atau kebahagiaan yang akan didapatkannya.

   Kurang lebih sepeminum teh kemudian baru Oey Ku Kiong menarik tangannya kembali.

   Dia menyodorkan botol yang berisi racun keji kepada Kiau Hun.

   "Benda ini tidak bermanfaat apa-apa bagiku. Kau simpan saja."

   Kiau Hun tersenyum lembut. Dia juga tidak sungkan lagi. Dia segera mengulurkan tangannya menyambut kemudian memasukkan botol itu ke dalam saku pakaian.

   "Pergilah dan laksanakan semuanya dengan baik. Kita pasti masih mempunyai dua kesempatan untuk bertemu lagi."

   Oey Ku Kiong menganggukkan kepalanya.

   Namun dia tetap memandang gadis itu dengan penuh perasaan.

   Seakan berat sekali meninggalkannya.

   Akhirnya terpaksa Kiau Hun menyuruhnya sekali lagi.

   Oey Ku Kiong mengeluarkan suara siulan yang panjang kemudian tubuhnya mencelat ke udara, persis seperti seekor burung yang terbang melayang.

   Sekejap saja dia sudah melesat ke arah Tenggara.

   Di wajah Kiau Hun langsung tersirat senyuman yang penuh kebanggaan begitu Oey Ku Kiong meninggalkan dirinya.

   Dia merasa seperti meraih suatu kemenangan besar karena berhasil meluluhkan hati seorang laki-laki.

   BAGIAN XXVII Sementara itu, Oey Ku Kiong yang melesat pergi langsung menuju kota Lok Yang.

   Setelah delapan hari melakukan perjalanan, akhirnya dia melihat batas tembok kota yang sudah tua sekali.

   Dia melambatkan gerakannya dan berjalan dengan langkah lebar.

   Bersama-sama dengan para penduduk yang berhilir mudik, dia masuk ke dalam kota tersebut.

   Karena Liu Seng memang tinggal di daerah ini, apalagi namanya sudah sangat terkenal dengan menyebut nama Bu Ti Sin-kiam saja, dari anak kecil sampai kakek-kakek pasti kenal.

   Belum berapa lama Oey Ku Kiong masuk ke dalam kota Lok Yang, dia sudah berhasil menemukan tempat tinggal Liu Seng.

   Begitu matanya memandang, dia langsung tertegun! Tampak di atas gerbang pintu tergantung pita merah yang besar.

   Kerumunan manusia memenuhi sekitar gedung tersebut dan orang yang masuk maupun keluar tidak hentihentinya.

   Tidak diragukan lagi bahwa hari ini gedung keluarga Liu ini sedang mengadakan pesta.

   Oey Ku Kiong merenung sejenak.

   Begini ada baiknya juga.

   Aku bisa menyamar sebagai tamu undangan dan masuk ke dalam untuk melihat-lihat suasana yang ada. pikirnya dalam hati.

   Dia langsung membusungkan dadanya dan melangkahkan kakinya dengan lebar.

   Dengan mudah dia berhasil masuk lewat pintu gerbang dan langsung menuju ke ruangan dalam.

   Matanya segera berputar.

   Dia melihat bahwa di dalam ruangan yang besar itu sudah hadir banyak orang yang pernah dikenalnya.

   Di antaranya ada Cian Cong si pengemis sakti, Yibun Siu San, Liu Seng, Tan Ki, Ciong San Suang-siu, Kok Hua-hong dan beberapa orang lainnya yang pernah datang ke Pek Hun Ceng.

   Rupanya malam itu ketika kembali ke penginapan, Cian Cong dan Yibun Siu San langsung menyuruhnya berangkat ke Lok Yang bersama Cin Ie.

   Tadinya mereka bermaksud menuju Bu Tong San untuk menemui Tian Bu Cu, tetapi karena penyakit Tan Ki sudah sem-buh, maka rencana itu akhirnya dibatalkan.

   Yibun Siu San dan Cian Cong sudah mengungsikan Ceng Lam Hong untuk sementara.

   Mereka mencegah agar jangan sampai terjadi suatu hal yang tidak diinginkan apabila ibu dan anak itu sampai bertemu.

   Mengenai hubungan antara Tan Ki dan Mei Ling, Yibun Siu San dan Cian Cong juga sudah mengadakan perundingan.

   Akhirnya diputuskan bahwa Cian Cong yang akan menjadi perantara, sedangkan Yibun Siu San bertindak sebagai wali dari keluarga pihak laki-laki yang akan melamar Mei Ling.

   Siapa tahu setelah pengalaman yang berlangsung di Pek Hun Ceng, sekembalinya ke rumah, keadaan Liu Seng tetap tidak sadar.

   Keadaannya tampak gawat sekali.

   Seperti orang yang keracunan, tetapi tidak menunjukkan gejala apa-apa.

   Hal ini membuat kedua orang itu menjadi bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.

   Itulah sebabnya wajah kedua orang itu tampak selalu bermuram durja.

   Untung saja pada sore hari itu juga, Cm Ying tiba-tiba muncul dengan membawa Mei Ling yang berhasil diselamatkannya.

   Gadis ini memiliki bermacam-macam kepandaian.

   Dia jaga paham ilmu menawarkan racun.

   Setelah memeriksa penyakit Liu Seng, dia mengobatinya dengan tusukan jarum emas.

   Setelah dilakukan tiga kali berturut-turut, penyakit Liu Seng pun berhasil disembuhkan dan kesehatannya pulih kembali seperti sedia kala.

   Tetapi terhadap penyakit yang diidap oleh Ciu Cang Po, dia tidak berani sembarangan Mengobatinya.

   Dia sudah melihat bahwa pil Li Hun Tan milik Oey Kang bukan saja sangat aneh dan keji, tetapi terbuat dari berbagai jenis rumput yang langka.

   Semuanya dicampur jadi satu.

   Untuk menyembuhkan penyakit ini, terpaksa harus dicari pula obat penawar untuk setiap jenis rumput racun yang berbeda, kemudian diramu kembali menjadi obat baru bisa membawa hasil.

   Apabila hanya meminum sejenis obat penawarnya saja, berarti hanya satu jenis racun pula yang dapat dipunahkan.

   Sedangkan racun yang lainnya semakin mengerikan.

   Biarpun demikian, cara pengobatan Cin Ying yang sudah terlihat buktinya tetap saja mendapat pujian yang hebat dari para pendekar.

   Mereka merasa kagum bahwa gadis yang usianya masih demikian muda sudah berhasil mempelajari ilmu pengobatan yang demikian tinggi.

   Justru ketika Liu Seng mengabulkan lamaran Tan Ki, maka ditentukan bahwa hari itulah akad pernikahan akan dilangsungkan.

   Namun sampai saat itu, Liu Seng tetap belum tahu kalau bakal menantunya ini merupakan wujud asli dari Cian bin mo-ong! Ketika Oey Ku Kiong melangkah masuk, para hadirin sedang bercakap-cakap dan bercanda dengan riang gembira.

   Tidak ada seorangpun yang memperhatikan adanya seorang pemuda yang masuk ke dalam ruangan tersebut.

   Oey Ku Kiong berdiri sejenak, namun tetap saja tidak ada orang yang memperdulikannya, tiba-tiba hidungnya memperdengarkan suara dengusan yang dingin kemudian mengucap dengan suara lantang.

   "Datang dengan tiba-tiba, pergi dengan tergesa-gesa, Impian pendek tidak dapat diandalkan dan musim semi kembali hampa, sulit rasanya mengikuti jejak kuda berlari. Gunung berliku-liku, sungai berkelok-kelok, Awan yang berarak dari barat kembali ke timur, ke mana pula kabar berita harus disiarkan?"

   Begitu mendengar pembacaan syairnya berhenti, tampak bayangan tubuh berkelebat.

   Suara semilir angin menusuk di telinga.

   Tahu-tahu dari depan belakang maupun kiri kanannya ia telah terkepung oleh tujuh delapan orang.

   Suasana menjadi tegang seketika.

   Oey Ku Kiong tertawa dingin.

   Dia seakan tidak menganggap apapun yang terpampang di hadapannya.

   Kepalanya didongakkan dan dadanya dibusungkan, dia menatap awan yang berarak di atas langit biru.

   Wajahnya tenang i namun tersirat keangkuhan dirinya dan ketinggian hatinya.

   Si gemuk pendek dari Ciong San Suang-siu, yakni Cu Mei segera maju ke depan.

   Dengan wajah kelam dia berkata.

   "Apakah kau yang disebut dengan Pendekar baju putih dari Pek Hun Ceng?"

   Oey Ku Kiong mencibirkan bibirnya.

   "Tidak salah, akulah orangnya!"

   Cu Mei mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.

   "Bagus sekali, kau juga bisa cari sendiri ke dalam tempat kami!"

   Kakinya langsung melangkah ke depan, dia segera melancarkan sebuah serangan ke arah anak muda tersebut. Angin yang keras memenuhi sekitar dirinya, malah timbul suara yang menderu-deru. Oey Ku Kiong tertawa dingin.

   "Ingin berkelahi?"

   Tanyanya sambil menarik sedikit pundaknya ke belakang dan dengan gerakan yang ringan serta cepat dia langsung mencelat ke arah kiri."

   Kelebatan tubuhnya bukan saja cepat bukan main, malah gerakannya juga mengandung keanehan yang tidak terkirakan.

   Cu Mei hanya merasa matanya menjadi kabur, dia kehilangan gerak tubuh lawannya.

   Padahal dia sudah berkecimpung di dunia Kangouw sejak tiga puluh tahun yang lalu, namun mana pernah dia melihat gerakan yang sedemikian ajaib.

   Tanpa dapat ditahan lagi hatinya menjadi terkejut bukan kepalang! Sementara dia masih tertegun, tiba-tiba dari belakang tubuhnya terdengar suara tertawa yang dingin.

   Bagai segulung angin dingin yang terpancar dari dalam neraka sehingga membuat hatinya tergetar.

   Serangkum tenaga yang kuat menghembus ke arahnya seiring dengan suara dingin tadi.

   Rupanya begitu berhasil menghindarkan diri dari pukulan Cu Mei, Oey Ku Kiong langsung melancarkan sebuah serangan balasan dalam kesempatan yang sama.

   Mimpipun Cu Mei tidak menyangka kalau gerakan lawannya begitu cepat dan keji.

   Seandainya baru turun tangan saja dia sudah terjungkal di tangan anak muda ini, nama besar yang berhasil dipupuk oleh Ciong San Suang-siu pasti akan kandas seketika.

   Berpikir sampai di sini, hatinya semakin tercekat.

   Dia merasa terkejut juga marah.

   Pikirannya langsung bergerak.

   Dalam waktu sekejap mata gulungan angin yang kencang dari pukulan Oey Ku Kiong sudah mendesak ke arahnya.

   Dia segera mengeluarkan suara bentakan yang nyaring, dikerahkannya seluruh tenaga dalam yang ada pada dirinya ke sepasang lengan.

   Dengan jurus Ular Marah Mengibaskan Ekornya, sepasang tangannya langsung direntangkan dan menyerang dengan gencar ke depan.

   Begitu dua pukulan dilancarkan, kehebatan dan kekejiannya tak perlu ditanyakan lagi.

   Dia memang berniat menguji sampai di mana tingginya ilmu silat Oey Ku Kiong.

   Oleh karena itu pula, dia tidak berpikir panjang lagi dan menggunakan cara keras lawan keras menghadapi lawannya.

   Sebetulnya cara berkelahi semacam ini merupakan pantangan bagi jago kelas tinggi di.

   dunia Bulim.

   Pertama karena belum mengetahui sampai di mana kekuatan lawan.

   Kedua, apabila satu pihak tenaganya kalah sedikit saja, pihak lawannya dapat menggunakan sedikit peluang untuk melancarkan serangan berikut.

   


Peristiwa Burung Kenari Karya Gu Long Lembah Nirmala -- Khu Lung Kekaisaran Rajawali Emas Karya Khu Lung

Cari Blog Ini