Ceritasilat Novel Online

Dendam Iblis Seribu Wajah 25


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Bagian 25



Dendam Iblis Seribu Wajah Karya dari Khu Lung

   

   "Cin Ying, tindakanmu ini sama saja dengan mengkhianati perguruanmu sendiri. Apakah sampai saat ini kau masih tidak merasa takut?"

   Cin Ying hanya tertawa getir tanpa menyahut.

   Terdengar Lok Hong menarik nafas panjang-panjang.

   "Lohu mengerti apa yang terpikir dalam hatimu saat ini, tetapi aku justru tidak berdaya sejak dahulu kala sampai sekarang, kata-kata cinta kasih memang paling rumit dicernakan.

   Lilitannya begitu kencang sehingga sulit bagi manusia untuk melepaskan diri dari jeratannya.

   Lohu yang sudah begini tua pun masih tidak dapat terlepas dari perangkapnya."

   Sejak meninggalkan ruangan batu, Cin Ie tidak mengucapkan sepatah katapun.

   Bibirnya terus mengembangkan seulas senyuman.

   Dia berjalan di samping Tan Ki.

   Seakan hatinya sudah merasa cukup puas asal dapat berdampingan dengan pemuda ini.

   Sejak keluar dari ruangan batu, wajah Tan Ki bagai diselimuti es yang tipis.

   Begitu dingin dan tidak pernah tersenyum sedikitpun.

   Tampangnya bahkan sungguh tidak enak dilihat.! Kali ini dia sudah siap bertemu muka lagi dengan Toa Tocu dan mengadu jiwa dengannya.

   Hidup atau mati, dia sendiri tidak berani memastikan.

   Tidak ada orang yang dapat dimintakan bantuannya, terpaksa dia mengandalkan kepandaiannya sendiri dan sebatang pedang pendek peninggalan Kiau Hun untuk menentukan nasibnya sendiri.

   Tiba-tiba terdengar suara siulan yang panjang memecahkan keheningan yang mencekam.

   Angin berdesir, pakaian berkibar-kibar.

   Secara berturut-turut tiga sosok bayangan melayang turun.

   Kedatangan mereka begitu cepat sehingga laksana helaian bulu yang terbang tertiup angin.

   Dalam sekejap mata mereka sudah berdiri di depan mata.

   Ketiga orang ini sama sekali tidak asing.

   Mereka adalah Hua Pek Cing yang pernah terluka di bawah serangan pedang Tan Ki, Cia Tian Lun dan Tong Ku Lu yang belum pernah berhadapan dengan Tan Ki secara terang-terangan.

   Tan Ki mengeluarkan suara tawa yang dingin.

   "Gunung tidak berubah, air terus mengalir. Akhirnya kita bertemu lagi!"

   Wajah Hua Pek Cing hijau membesi.

   "Hente justru ingin membalas serangan pedangmu tempo hari!"

   Tan Ki sadar, pada saat seperti ini tidak ada gunanya banyak bicara.

   Dia hanya mengeluarkan suara dengusan yang dingin dan mencabut pedang pendek yang disembunyikan dalam lengan bajunya.

   Tiba-tiba terdengar suara tawa terbahak-bahak.

   Lok Hong berjalan keluar dengan langkah lebar.

   Matanya menatap sekilas kepada Hua Pek Cing, wajahnya mengembangkan senyuman mengejek.

   "Apakah kau ini yang disebut tocu muda dari Lam Hay?"

   "Memang benar."

   "Tahukah kau siapa diri lohu ini?"

   Hua Pek Cing gusar sekali melihat keangkuhannya.

   "Aku tidak peduli siapa adanya dirimu itu. Dasar tua bangka tidak tahu mampus!"

   Pergelangan tangannya memutar, sepasang pedangnya langsung dihunus.

   Tampak dua carik cahaya yang berkilauan sehingga orang-orang yang melihatnya terpaksa memejamkan mata sekejap.

   Lok Hong bukan tokoh sembarangan, sekali lihat saja dia sudah tahu bahwa lawannya ini tidak boleh dianggap enteng.

   Jaraknya dengan anak muda itu kurang lebih enam langkah, namun hawa pedangnya sudah terasa sampai dekatnya.

   Udara terasa dingin seketika.

   Bahkan tubuh pun menjadi agak menggigil.

   Tiba-tiba terdengar Hua Pek Cing mengeluarkan suara bentakan keras.

   Sepasang lengannya bergerak, cahaya merah seperti pelangi melintas di udara, gerakannya begitu cepat menerjang ke arah Lok Hong.

   Hua Pek Cing berpikir dalam hati, apabila si tua bangka ini rela menjadikan dirinya sebagai korban pertama, sudah barang tentu dia akan menyempurnakan keinginannya.

   Setelah itu dia baru mencari Tan Ki untuk membalaskan kekalahannya tempo hari.

   Apalagi dalam beberapa hari ini, gurunya menurunkan lagi delapan jurus ilmu pedang yang maha dahsyat.

   Kebetulan dia dapat menjadikan orangtua ini sebagai kelinci percobaan.

   Begitu pikirannya tergerak, dia langsung mengerahkan ilmu pedangnya yang cepat bagai kilat dan keji tidak terkirakan.

   Hati Lok Hong sampai tercekat melihatnya, cepat-cepat dia mengulurkan sepasang lengannya kemudian mengibas ke arah serangan yang dilancarkan oleh pihak lawan.

   Tubuh Hua Pek Cing memutar setengah lingkaran, kemudian menggeser ke kanan sejauh dua langkah.

   Dia tetap menggunakan jurus ilmu pedang yang hebat itu dan menyerang ke arah Lok Hong.

   Hua Pek Cing bukan tokoh sembarangan.

   Begitu sepasang pedangnya digerakkan, segera terasa ada segulung kekuatan dahsyat yang terpancar keluar.

   Meskipun belum dapat menandingi ilmu pedang Tan Ki yang sudah mencapai taraf tertinggi itu, tetapi dalam jarak dua meter saja, hawa dingin yang terpancar dari pedangnya masih terasa.

   Untuk sesaat, Lok Hong sampai kalang kabut dibuatnya.

   Terpaksa kakinya menghentak dan mencelat mundur ke belakang sejauh dua langkah.

   Hua Pek Cing justru menggunakan kesempatan itu untuk mengejarnya.

   Pedang di tangannya bagai seekor ular berbisa yang menerobos dalam ilalang dan meluncur ke jalan darah utama di bagian dada.

   Kecepatan maupun waktunya telah dipertimbangkan dengan matang.

   Dengan demikian lawan tidak mempunyai kesempatan untuk menghindarkan diri lagi.

   Seandainya Lok Hong dapat menghindarkan diri, dalam waktu yang bersamaan Hua Pek Cing akan menggerakkan pedangnya yang satu lagi.

   Kemungkinan besar malah jiwa orangtua ini akan melayang seketika.

   Kali ini rasa terkejut di hati Lok Hong jangan ditanyakan lagi.

   Dia tidak menyangka Tocu muda dari Lam Hay ini sudah memiliki kepandaian setinggi ini.

   Dia sendiri bukan orang sembarangan, otomatis dia dapat melihat bahayanya serangan yang satu ini.

   Tampak cahaya pedang berkelebat.

   Untung saja otak Lok Hong cepat tanggap.

   Dengan panik dia menggelindingkan tubuhnya di atas tanah.

   Selama pedang di tangan Hua Pek Cing masih mengincar, dia tidak berani menghentikan gerakan tubuhnya.

   Tenaga dalamnya sangat tinggi, perubahan gerakannya pun melebihi orang lain berlipat ganda.

   Siapa nyana meskipun sudah cepat, dia masih kalah cepat dengan cahaya pedang di tangan Hua Pek Cing.

   Justru baru saja tubuhnya dijatuhkan di atas tanah dan menggelinding, tiba-tiba dia merasa paha kirinya seperti dihembus angin yang dingin.

   Serangkum rasa nyeri langsung terasa olehnya.

   Keringat di-nginpun membasahi kening.

   Diam-diam dia mengulurkan tangannya meraba, terlihat darah segar membasahi telapak tangannya.

   Tidak disangka seorang bocah yang masih ingusan sanggup melukainya hanya dalam tiga jurus saja.

   Semakin dipikir, hatinya semakin mendongkol.

   Untuk sesaat dia malah terduduk dengan termangu-mangu di atas tanah.

   Dalam tiga jurus, Hua Pek Cing berhasil melukai seorang tokoh kelas tinggi dari daerah Tionggoan.

   Rasa bangga dalam hatinya jangan ditanyakan lagi.

   Dia langsung mendongakkan wajahnya tertawa terbahak-bahak.

   Perlahan-lahan Cin Ying mengernyitkan keningnya.

   Kemudian tampak dia berjalan mendekati Lok Hong Tiba-tiba terdengar suara bentakan Tong Ku Lu "Budak cilik, berhenti!"

   Mendengar bentakannya, ternyata Cin Ying benar-benar menghentikan langkah kakinya. Dengan hormat dia membungkukkan tubuhnya sedikit.

   "Entah petunjuk apa yang hendak diberikan oleh Tong Siok-siok?"

   "Kau majulah ke depan tujuh langkah!"

   Cin Ying agak tertegun.

   Biasanya perasaan hati seorang wanita jauh lebih peka dari pada laki-laki, tetapi mungkin karena keadaan yang mendesak, walaupun sudah jelas niat Tong Ku Lu tidak baik, dia tetap menuruti perkataan orang itu.

   BAGIAN LIX Tiba-tiba, tubuh Cin Ie berkelebat dan mengejar ke depan.

   Gadis ini lugu sekali.

   Otaknya pun agak lambat.

   Meskipun dia dapat merasakan bahwa situasi di depan mata sekarang sangat gawat, tetapi dia tidak tahu bagaimana harus memperingatkan cicinya.

   Hatinya menjadi panik dan tanpa berpikir panjang dia langsung mengejar Cin Ying.

   Ternyata apa yang diduganya sama sekali tidak salah.

   Ketika Cin Ying sudah melangkah lebih lima tindak, tiba-tiba Tong Ku Lu mengeluarkan suara tawa yang seram.

   Tangannya langsung menjulur keluar dan menghantam ke depan.

   Wajah Cin Ying berubah hebat.

   Tersirat rasa terkejut yang tidak terkirakan pada mimik wajahnya itu.

   Keadaan seperti itu tentu sulit bagi siapapun untuk menghindarkan diri.

   Dia langsung merasa dirinya sudah diambang kematian.

   Rasa terkejut dan takut berbaur menjadi satu dalam hatinya.

   Wajahnya sungguh mengerikan.

   Tiba-tiba terdengar suara bentakan yang keras, Cia Tian Lun langsung melesat ke depan.

   Dia langsung menyambut serangan Tong Ku Lu tadi dengan kekerasan.

   Tampak debu-debu beterbangan, angin kencang membuat pakaian mereka berkibar-kibar.

   Tong Ku Lu jadi tertegun melihat tindakannya.

   Dengan bingung dia berkata.

   "Entah apa maksud Cia-heng turun tangan menghalangi hente?"

   "Kekuatan yang kau lancarkan dalam seranganmu begitu dahsyat. Kalau sampai mengenai sasaran, mungkin selembar jiwa Ing-ji sulit dipertahankan."

   "Menghadapi pengkhianat, untuk apa harus mempertimbangkan berat tidaknya serangan kita?"

   "Sayangnya kau bukan Tocu, jadi tidak dapat mengambil keputusan apakah dia harus dihukum mati atau tidak."

   Tong Ku Lu marah sekali mendengar perkataannya.

   "Sebetulnya apa maksud Cia-heng dengan mengeluarkan ucapan seperti ini? Kalau kau memang berniat membantunya, jangan salahkan kalau aku tidak mengingat lagi hubungan kita selama ini!"

   Cia Tian Lun tersenyum simpul.

   "Aku bukannya memantu dia, tetapi melihat keadaan di depan mata sekarang ini, kita tidak boleh mengambil tindakan dengan tergesa-gesa. Kalau Ying-ji memang berkhianat, tidak perlu takut dia akan lari. Setelah kita bekerja sama meringkus anak muda itu, baru kita bawa dia menemui Tocu untuk menanyakan hukuman apa yang harus dijatuhkan pada dirinya. Untuk apa kau tergesa-gesa sekarang juga?"

   Sepasang mata Tong Ku Lu mendelik lebar-lebar.

   "Hengte maklum kau mempunyai hubungan yang baik dengan ayahnya. Sebelum meninggal, ayahnya pernah berpesan untuk menjaga mereka kakak beradik baik-baik. Ucapan semanis apapun yang kau ucapkan, hatiku tetap tidak akan tergerak!"

   Cia Tian Lun tersenyum lembut.

   "Tong-heng terlalu mendesak orang, cayhe mengingat"

   Belum lagi ucapannya selesai, tiba-tiba terasa ada serangkum angin yang kencang melanda ke arahnya dan telinganya mendengar dentingan senjata tajam.

   Entah sejak kapan, rupanya Tan Ki dan Hua Pek Cing sudah mulai bergebrak.

   Begitu hebatnya tenaga dalam kedua orang itu sehingga angin yang terpancar dari pedang maupun pukulan mereka terasa sampai ke tempat Cia Tian Lun.

   Ilmu silat kedua orang ini memang hampir seimbang.

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Hanya dalam ilmu pedang saja, kedua orang itu masih terpaut sedikit.

   Keduanya mengerahkan jurus yang keji dan kecepatan kilat, untuk merubuhkan lawannya.

   Cahaya yang memijar dari senjata mereka semakin lama semakin berkilapan.

   Pada saat itu, Lok Hong sudah merangkak bangun dan memborehkan obat pada lukanya.

   Sepasang matanya terus memperhatikan arena pertarungan.

   Wajahnya menyiratkan kepanikan yang tidak terkirakan.

   Tiba-tiba terdengar suara bentakkan Tong Ku Lu, tubuhnya berkelebat ke depan dan melancarkan serangan yang dahsyat.

   Dalam sekejap mata dia sudah menjalankan tujuh delapan jurus yang mematikan.

   Cia Tian Lun menghadapi lawannya dengan tenang.

   Secara berturut-turut dia memecahkan serangan Tong Ku Lu yang gencar tadi.

   Wajahnya tampak berubah.

   Tangan dan kakinya bergerak serentak, dia langsung menyerang Tong Ku Lu dengan gencar pula.

   Kedua orang ini sama-sama merupakan tokoh berilmu tinggi.

   Baru bergebrak beberapa jurus saja, tampaknya pertarungan mereka sudah sengit bukan main.

   Angin pukulan menderu-deru, bayangan tinju bergulung-gulung.

   Masing-masing tak ada yang mau mengalah.

   Dalam sekejap mata saja empat puluhan gebrakan sudah berlalu.

   Suasana semakin lama semakin panas mencekam.

   Tiba-tiba sepasang tangan Tong Ku Lu direntangkan pada kedua sisi.

   Mendadak dia melancarkan dua buah serangan kemudian mencelat mundur ke belakang.

   Telapak tangan kirinya diangkat ke atas, gayanya seakan siap-siap melancarkan serangan kembali.

   Cia Tian Lun cukup lama bergaul dengan orang ini.

   Kali ini dia sadar bahwa kegusaran hati Tong Ku Lu sudah meluap.

   Mungkin dia sudah siap mengadu jiwa dengannya.

   Cepatcepat dia mengerahkan tenaga dalamnya dan menyalurkannya pada sepasang lengan.

   Sepasang matanya sendiri memperhatikan gerak gerik Tong Ku Lu lekat-lekat dan bersiapsiap menjaga segala kemungkinan.

   Tiba-tiba lengan Tong Ku Lu menjulur ke depan.

   Serangkum tenaga dalam yang dahsyat langsung menerpa ke arah Cia Tian Lun.

   Cia Tian Lun sendiri memang sudah bersiap-siap.

   Dia segera mengambil posisi dengan menahan di depan dada kemudian sepasang lengannya mendorong ke depan dan menyambut serangan Tong Ku Lu dengan kekerasan.

   Dua rangkum kekuatan langsung membentur.

   Keduanya sama-sama tergetar dan pundak mereka bergoyang-goyang sebanyak tiga kali.

   Terdengar Tong Ku Lu mengeluarkan suara dengusan yang dingin.

   Ternyata tanpa mengatur pernafasannya lagi dia melancarkan empat buah serangan berturut-turut.

   Cia Tian Lun juga cukup keji.

   Dengan keras dia menyambut empat serangan Tong Ku Lu tersebut.

   Udara terasa pengap.

   Angin yang timbul dari pukulan keduanya menderu-deru.

   Yang seorang melancarkan empat pukulan, sedangkan yang lainnya menyambut empat pukulan.

   Wajah mereka sama-sama berubah jadi pucat pasi.

   Nafas Tong Ku Lu tersengal-sengal, sedangkan keringat sudah membasahi seluruh wajah Cia Tian Lun.

   Mereka berdiri saling menatap tanpa melakukan gerakan apa-apa.

   Kemungkinan keduanya menggunakan kesempatan itu untuk mengatur pernafasan masing-masing.

   Tiba-tiba Cin Ying menghambur datang dan mencekal lengan Cia Tian Lun.

   "Siok-siok, jangan berkelahi lagi!"

   Air matanya mengalir dengan deras dan membasahi pipinya.

   "Sebelum ajal ayahmu telah menitipkan pesan agar aku menjaga kalian baik-baik seumur hidup ini"

   "Tetapi siok-siok tidak boleh mendapat tuduhan sebagai pengkhianat hanya gara-gara Ying-ji dan Ie-moay."

   "Sudahlah, sudahlah. Toh segalanya sudah dimulai, setidaknya harus ada suatu penyelesaian. Aku sudah berjanji kepada ayahmu. Biar bagaimana aku tidak boleh melihat kalian berdua terjerumus dalam bahaya atau kembali ke lembah mendapat hukuman dari Toa Tocu."

   Tiba-tiba dia merendahkan nada suaranya dan berkata lagi.

   "Apakah kau mempunyai kesan yang baik kepada pemuda itu?"

   Pertanyaan ini membuat selembar wajah Cin Ying jadi merah padam.

   Hatinya berdebardebar dan cepat-cepat menundukkan kepalanya dalam-dalam.

   Dia menghindari pandangan mata Cia Tian Lun yang tajam.

   Pada saat itu, hujan sudah berhenti, angin-pun tidak bertiup lagi.

   Hati Cin Ying malah dilanda perasaan yang tidak menentu.

   Hampir saja dia lupa bahwa saat itu dia sedang mencegah Cia Tian Lun melanjutkan pertarungan.

   Sekonyong-konyong dia merasa ada sebuah tangan yang lembut mengelus-elus rambutnya.

   Telinganya mendengar nada suara Cia Tian Lun yang berat.

   "Cepat kau suruh anak muda itu menghentikan pertarungan."

   "Ini"

   "Cepat!"

   Mendengar bentakannya, Cin Ying malah tertegun.

   Begitu pandangan matanya dialihkan, dia melihat wajah Cia Tian Lun menyiratkan kepanikan yang tidak terkirakan.

   Sepasang matanya terus mengerling ke sana ke mari seakan menemukan suatu hal yang serius.

   Sementara itu, terdengar suara benturan senjata tajam yang memekakkan telinga.

   Baik Tan Ki maupun Hua Pek Cing sama-sama mencelat mundur ke belakang.

   Wajah mereka terlihat begitu kelam, nafas mereka memburu, dada tersengal-sengal dan keringat terus mengucur dari kening keduanya.

   Rupanya pertarungan ini telah menghamburkan banyak hawa murni di dalam tubuh mereka dan tetap masih belum ketahuan siapa yang lebih unggul.

   Tiba-tiba terdengar suara teriakan Lok Hong.

   "Celaka!"

   Tubuhnya berkelebat dan melesat ke depan sejauh enam tujuh langkah.

   Boleh dibilang dalam waktu yang hampir bersamaan, di tempatnya berdiri tadi tiba-tiba meledak dan menimbulkan suara yang menggelegar, bunga api memercik ke mana-mana.

   Asap putih langsung bergulung-gulung di udara.

   Hati Tan Ki tercekat bukan kepalang.

   Diam-diam dia berpikir.

   Celaka! Rupanya di sini terdapat banyak senjata rahasia dari mesiu yang ditanamkan di dalam tanah! Begitu pikirannya tergerak, matanya langsung menangkap sesosok bayangan yang tidak asing lagi.

   Tubuhnya bergetar hebat.

   Darahnya seakan menggelegak.

   Kemarahan dalam dadanya seakan meluap-luap serta hampir tidak dapat dibendung.

   Orang itu bukan lain dari musuh besarnya yang sempat membuat Tan Ki bersumpah dalam hati untuk membunuhnya dengan tangan sendiri, yakni Oey Kang.

   Tampak dia berjalan ke arah mereka dengan menggerak-gerakkan kipas di tangannya.

   Tampangnya santai sekali.

   Di belakang tubuhnya mengikuti puluhan laki-laki berpakaian hitam.

   Wajah mereka masing-masing terlihat kaku dan datar.

   Tangan mereka menggenggam sebuah tabung, tetapi langkah kaki mereka justru demikian ringan dan lincah.

   Tan Ki mengkertakkan giginya erat-erat.

   Tiba-tiba dia berteriak lantang kemudian menerjang ke depan.

   Pedang pendek di tangannya langsung meluncur keluar.

   Oey Kang tertawa lebar.

   "Tamu yang datang tidak boleh tidak disambut. Biar lohu membalas sebuah serangan untukmu!"

   Kipasnya langsung dibuka, tubuhnya juga bergerak dalam waktu yang bersamaan.

   Perlahan-lahan dia menggetarkan kipasnya dan membalas sebuah serangan.

   Tan Ki diangkat kemudian menjulur keluar, dengan mudah dia berhasil memecahkan serangan Oey Kang.

   Oey Kang tertawa terbahak-bahak.

   "Masih ada lagi!"

   Pergelangan tangannya memutar, timbul gelombang angin yang menghempas-hempas.

   Secara berturut-turut dia melancarkan tiga buah serangan.

   Tan Ki sampai kalang kabut dibuatnya sehingga terpaksa mencelat mundur sejauh tiga langkah.

   Tampak Cia Tian Lun menghentakkan kakinya di atas tanah sambil menggerutu.

   "Sudah terlambat!"

   "Apanya yang terlambat?"

   Tanya Cin Ying bingung.

   "Kalian sudah tidak keburu kabur lagi!"

   Hati Cin Ying menjadi tergetar mendengarnya.

   Pandangan matanya mengedar, dia segera mengerti apa yang dimaksudkan oleh Cia Tian Lun.

   Rupanya saat itu berpuluh-puluh lelaki kekar yang mengiringi di belakang Oey Kang tadi sudah menudingkan tabung di tangannya ke arah mereka seakan siap menghamburkan isi tabung tersebut.

   Cin Ying sudah melihat dengan mata kepala sendiri sampai di mana kehebatan Ban Hua Hue-tong tersebut.

   Tanpa dapat ditahan lagi hatinya jadi tercekat dan keringat dingin membasahi sepasang telapak tangannya.

   Cia Tian Lun menarik nafas panjang-panjang.

   "Toa Tocu sudah mendapat berita bahwa anak muda she Tan itu akan melalui tempat ini. Oleh karena itu, sudah dipersiapkan"

   Tiba-tiba dia melihat setitik sinar yang dingin meluncur ke arahnya. Tanpa terasa mulutnya berteriak.

   "Celaka!"

   Tubuhnya berkelebat, secepat kilat dia melesat keluar.

   Tangan kanannya masih menggenggam tangan Cin Ying erat-erat.

   Oleh karena itu, ketika dia melesat pergi, otomatis tubuh Cin Ying ikut tertarik.

   Terdengar suara ledakan yang memekakkan telinga.

   Bunga api dan asap putih bertebaran ke mana-mana.

   Rerumputan maupun bunga-bungaan yang tumbuh di sekitar tempat itu semuanya membasah karena terpaan hujan tadi malam, tetapi ketika terkena ledakan tetap saja menimbulkan bau hangus yang menyengatkan indera penciuman.

   Hati Lok Hong itu tercekat.

   Wajahnya menunjukkan kegusaran yang tidak terkirakan.

   "Benarbenar senjata api yang keji."

   Senjata rahasia mengandung api yang gencar ini benar-benar tidak dapat dianggap remeh.

   Ketiga puluh enam jendral langit masing-masing menudingkan tabung di tangan mereka ke arah lawan.

   Meskipun hati Lok Hong bukan main gusarnya, tetapi tetap saja dia tidak berani sembarangan mengambil tindakan.

   Cin Ie masih berdiri di tempatnya dengan termangu-mangu.

   Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Kemunculan Oey Kang yang tidak terduga-duga itu seakan menimbulkan kesan ngeri di hatinya.

   Sepasang matanya terus mengedar ke sana ke mari menandakan hatinya yang gelisah.

   Cin Ying tersenyum lembut kepadanya.

   Dia segera menggenggam tangan gadis itu.

   "Ada siok-siok di sini, kau tidak usah merasa takut."

   "Si tua bangka yang jahat itu menakutkan. Itu hari ketika dia datang berkunjung ke lembah, matanya terus menatap diri cici lekat-lekat"

   Cin Ying melirik sekilas kepada Tan Ki, dia menggoyang-goyangkan tangannya.

   "Urusan ini tidak usah diungkit lagi. Saat ini keadaan sedang gawat. Semuanya harus dilakukan dengan hati-hati. Baik-baik kau berdiri di samping Cici, jangan sembarangan bergerak. Jangan sampai perhatian cici terpencar apabila menghadapi musuh."

   Terdengar Tong Ku Lu membentak marah.

   "Budak sudah di ambang kematian, masih belum merasa menyesal juga!"

   Tangannya mendorong ke depan dan melancarkan sebuah pukulan kepada Cin Ying.

   Sepasang alis Cin Ying langsung menjung-kit ke atas.

   Baru saja dia ingin melangkah keluar dan menangkis serangan itu, tiba-tiba tampak Cia Tian Lun berkelebat lewat di sampingnya dan langsung menyambut serangan Tong Ku Lu tadi dengan kekerasan.

   Setelah mengatur pernafasan sejenak, hawa murni mereka telah pulih kembali seperti sedia kala.

   Begitu kedua gulung tenaga dahsyat beradu, tubuh keduanya langsung tergetar hebat dengan diiringi suara yang menggelegar.

   Setelah terhuyung-huyung beberapa kali, kaki mereka sama-sama tergetar mundur setengah langkah.

   Tiba-tiba terdengar bentakan yang keras, hati Cin Ying maupun Cin Ie sama-sama tercekat.

   Serentak mereka menolehkan kepalanya dan wajah merekapun berubah hebat.

   Rupanya Tan Ki tidak dapat menahan kemarahan di hatinya lagi.

   Melihat Oey Kang melancarkan serangan yang dahsyat kepadanya, tanpa menghindarkan diri dia malah menyambut serangan itu dengan kekerasan.

   Oey Kang meraung keras, lengannya digetarkan, tenaga dalam yang terkandung di dalamnya ditambah lagi sebanyak beberapa bagian kemudian mendesak ke depan.

   Pada dasarnya tenaga dalam Tan Ki memang kalah sedikit dibandingkan dengannya.

   Mana mungkin dia sanggup menyambut pukulan yang demikian hebat.

   Oleh karena itu, segera terdengar dengusan berat dari hidungnya, tubuhnya terhuyung-huyung dan secara berturut-turut dia tergetar mundur beberapa langkah.

   Sikap Oey Kang sangat tenang, dia tidak mengejar Tan Ki.

   Bibirnya malah mengembangkan seulas senyuman.

   Tiba-tiba dia mengangkat sepasang tangannya.

   Ketiga puluh enam laki-laki berpakaian hitam langsung berpencaran keluar.

   Tabung di tangan tetap diarahkan kepada beberapa orang itu.

   Sementara itu Cia Tian Lun segera melangkah ke depan menghadang di depan Cin Ying dan Cin Ie.

   Sementara itu Lok Hong yang hanya berdiam diri sejak dikalahkan oleh Hua Pek Cing juga dapat merasakan gawatnya situasi.

   Cepat-cepat dia melesat ke depan dan berdiri berdampingan dengan pihak Tan Ki.

   Di depan mereka kelompok laki-laki berpakaian hitam tersebut terus melangkah maju setindak demi setindak.

   Posisi Oey Kang sangat menguntungkan.

   Dia berdiri di tengah-tengah barisan jendral langit tersebut.

   Wajahnya menunjukkan mimik aneh.

   Tetapi entah apa sebabnya ternyata sampai sekian lama dia masih belum mengambil tindakan apa-apa.

   Wajah Tan Ki merah padam, bibirnya bergetar.

   Kemudian terdengar dia berkata dengan tersendat-sendat.

   "Aku ingin mencabut nyawamu!"

   Mungkin saking marahnya, katakatanya sampai tidak jelas terdengar.

   "Bagus sekali, bagus sekali! Tentu saja aku akan mengiringi kemauanmu."

   Sahut Oey Kang sambil tertawa terbahak-bahak.

   Entah apa yang tersirat dalam hatinya, meskipun mulutnya menyahut perkataan Tan Ki, tetapi sepasang matanya terus memperhatikan Cin Ying lekat-lekat.

   Wajah Cin Ying sampai merah padam dibuatnya, dengan penuh kebencian dia meludah di atas tanah.

   "Apakah Oey Sian-sing sedang menunggu kedatangan seseorang?"

   Mendadak terdengar Hua Pek Cing mengajukan pertanyaan tersebut. Oey Kang tertawa terbahak-bahak.

   "Untuk menghadapi orang-orang seperti ini, sudah ada barisan Jendral Langitku yang hebat. Untuk apa menunggu orang lagi? Hua Sau Tocu juga terlalu memandang remeh lohu."

   "Lalu mengapa kau masih belum memerintahkan mereka untuk turun tangan?"

   "Tentu saja lohu mempunyai alasan tersendiri."

   Hua Pek Cing melihat mimik wajahnya yang aneh seakan ingin memohon sesuatu dari dirinya. Tetapi mungkin karena menjaga harga dirinya sendiri, Oey Kang tidak menyatakannya secara terus terang. Tanpa dapat ditahan lagi dia mengernyitkan keningnya.

   "Apa sebenarnya yang kau pikirkan dalam hatimu? Mengapa tidak kau cetuskan saja terus terang"

   "Tampaknya Cin Kouwnio dan Cia Tian Lun sudah mengkhianati perguruan bukan?"

   "Apa yang Oey Sian-sing katakan memang benar, Sau Tocu ini justru ingin meringkus para pengkhianat itu!"

   "Kalau lohu berhasil meringkus orang yang kau paling benci dalam hati, bolehkah aku mengucapkan sedikit perkataan?"

   Diam-diam Hua Pek Cing menggerutu di dalam hati.

   Mulutmu sungguh manis, tetapi sesungguhnya kau sedang mendesak aku! Meskipun hatinya berpikir demikian, tetapi penampilan di luarnya tidak berubah.

   Bibirnya malah menyunggingkan seulas senyuman.

   "Lohu akan membantumu membalaskan dendam dalam hati, tetapi kau harus menyerahkan nona Cin Ying kepadaku!"

   Hua Pek Cing pura-pura merenung sejenak.

   "Suhu telah menyerahkan urusan ini kepadaku, berarti aku boleh mengambil keputusan. Baiklah aku akan mengabulkan permintaanmu."

   Mendengar pembicaraan di antara kedua orang, itu, hati Tan Ki marah sekali.

   Tanpa menunda waktu dia langsung menerjang ke depan dan melancarkan serangan kepada Oey Kang.

   Si raja iblis itu mengeluarkan suara tawa yang dingin.

   Tangannya menepuk tiga kali, kemudian dia mengeluarkan sebuah bendera merah dan mengibarkannya di udara.

   Para laki-laki berpakaian hitam tadi tampaknya berada di bawah kendali bendera tersebut.

   Begitu melihat Oey Kang mengibarkannya, mereka serentak maju dan beberapa di antaranya langsung menghadang Tan Ki.

   Pertarungan yang sengit dan tidak seimbangpun terjadi dalam sekejap mata.

   Tan Ki berkelebat ke sana ke mari dengan pedang pendek di tangannya dan berusaha mencari kesempatan mengincar Oey Kang.

   Tetapi berkali-kali dia tertahan oleh kelompok laki-laki berpakaian hitam itu.

   Isi tabung mulai ditekan, bunga api memercik ke mana-mana, asappun mengepul memenuhi udara.

   Lok Hong maklum isi hati Tan Ki.

   Dia segera membentak nyaring dan berkelebat ke depan kemudian melancarkan serangan yang gencar ke arah beberapa laki-laki berpakaian hitam yang sedang mengurung Tan Ki.

   Dalam waktu yang bersamaan, terdengar mulutnya berkata.

   "Cepat urus musuhmu itu, biar lohu yang menangani mayat hidup ini!"

   Tan Ki memandangnya sekilas dengan tatapan terharu, dendam di antara mereka seakan sirna seketika.

   Tanpa membuang waktu lagi dia langsung menerjang ke arah Oey Kang.

   Oey Kang tertawa terbahak-bahak melihatnya.

   Tiba-tiba tangannya mengibas, tiga batang senjata rahasia dikibaskan keluar.

   Di samping itu secara diam-diam telapak tangannya yang satu lagi juga sudah menggenggam berbagai senjata rahasia dan siap dilontarkan.

   Keahliannya dalam bidang senjata rahasia justru yang membuat namanya terkenal di dunia Kangouw.

   Tetapi apabila tidak bertemu dengan musuh yang benar-benar tangguh, dia jarang menunjukkan keahliannya itu.

   Hati Lok Hong dan Cia Tian Lun tergetar.

   Mereka maklum sampai di mana kelihaian Oey Kang di bidang yang satu ini.

   Wajah mereka menyiratkan perasaan khawatir akan keselamatan Tan Ki, tetapi mereka saat ini justru sedang kelabakan diserang oleh laki-laki berpakaian hitam.

   Oleh karena itu, meskipun ada niat dalam hati untuk membantu, namun mereka tidak mempunyai kesempatan sama sekali.

   Tiba-tiba terlihat Tan Ki menjungkir balikkan tubuhnya, tiga batang senjata rahasia melesat lewat di samping telinganya.

   Belum lagi tubuhnya sempat turun di atas tanah, sekonyong-konyong kembali empat batang senjata rahasia melesat datang kembali.

   Tubuh Tan Ki sedang melayang di tengah udara.

   Meskipun dia berusaha mengerahkan hawa murninya dan menggeser tubuhnya ke samping, tetapi empat batang senjata rahasia itu justru mengincar bagian tubuh yang berbeda-beda.

   Keadaannya saat itu benarbenar gawat sekali.

   Cin Ie yang melihat keadaan calon suaminya, tanpa berpikir panjang lagi langsung menerjang ke depan.

   Cin Ying yang berdiri di sebelahnya terkejut sekali, tetapi tidak sempat lagi dia mencegah tindakan Cin Ie itu.

   Tubuh Tan Ki masih melayang-layang di tengah udara.

   Terdengar Oey Kang tertawa terbahak-bahak.

   Tangannya mengibas sekali lagi.

   Sembilan batang pisau terbang kembali melesat keluar.

   Tan Ki sudah pasrah menghadapi nasib yang akan diterimanya.

   Justru pada saat itu, tiba-tiba terdengar suara jeritan yang menyayat hati.

   Darah memercik ke mana-mana, sesosok tubuh terhempas jatuh di atas tanah.

   Orang itu tidak lain adalah Cin Ie.

   Di bagian dadanya sudah tertancap sebatang pisau terbang, inilah yang merenggut nyawanya.

   Di samping itu pada bagian pundak dan pinggang juga tertancap beberapa batang senjata rahasia.

   Wajahnya pucat pasi, darah mengalir dari seluruh panca inderanya.

   Orangnya sendiri sudah mati, tetapi sudut bibirnya mengembangkan seulas senyuman.

   Otomatis tindakannya ini telah berhasil menyelamatkan selembar jiwa Tan Ki.

   Dia merasa bangga dapat mengorbankan diri bagi orang yang dicintainya.

   Saat itu Tan Ki sudah melayang turun di atas tanah dan berdiri di sampingnya.

   Tubuhnya menggigil, sepasang tangannya mengepal erat-erat.

   Mimik wajahnya sungguh tidak enak dilihat.

   Dia berdiri tegak tanpa mengucapkan sepatah katapun.

   Dia merasa telinga berdengung-dengung.

   Sampai-sampai tangisan Cin Ying pun tidak terdengar jelas olehnya.

   Melihat keadaannya yang seperti orang terkejut itu, diam-diam Oey Kang berpikir dalam hati.

   Meskipun tadi jiwamu sempat diselamatkan oleh Cin Ie, tetapi dalam keadaan seperti sekarang ini, apabila aku melancarkan serangan lagi, mana mungkin kau sanggup meloloskan diri dari kematian? Begitu pikirannya tergerak, tiba-tiba tubuhnya berkelebat dan melancarkan sebuah serangan.

   Tiba-tiba terdengar Lok Hong berteriak de-ngan suara keras.

   "Hati-hati!"

   Pikiran Tan Ki tersentak sadar.

   Cepat-cepat dia menghimpun hawa murninya dan mencelat ke belakang.

   Kembali terdengar Oey Kang tertawa terbahak-bahak Justru ketika dia sedang tertawa itulah, pada jarak tiga depaan di sampingnya terdapat sebatang pohon siong yang tinggi.

   Di atasnya berdiri seorang gadis berpakaian putih, sedangkan di balik batang pohon yang besar berdiri dua orang gadis cilik.

   Tampak si gadis cilik berpakaian hijau mendongakkan wajahnya sambil bertanya.

   "Siocia, apakah kau dapat melihatnya dengan jelas?"

   "Hm, untuk sementara ini dia masih sanggup bertahan."

   Gadis berpakaian hijau itu menarik nafas panjang-panjang.

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Aih mengapa hati Siocia masih belum juga dapat dipadamkan?"

   Tiba-tiba gadis yang berdiri di sampingnya menukas perkataan gadis yang pertama tadi.

   "Cici Mei Hun, kau toh bukannya tidak mengerti perasaan hati Siocia, untuk apa kau bicara yang bukan-bukan sehingga hatinya bertambah bingung?"

   Gadis berpakaian hijau yang pertama hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dan tidak mengucapkan apa-apa lagi. Tiba-tiba terdengar suara desakan dari mulut si gadis berpakaian putih.

   "Dua rombongan orang-orang ini mempunyai gerakan langkah kaki yang cepat. Entah pihak mana yang datang. Kalau digabungkan mungkin jumlahnya mencapai ratusan orang." *** ( )*** BAGIAN LX Sudut bibir Hua Pek Cing maupun Tong Ku Lu menyunggingkan seulas senyuman yang licik. Mereka memperhatikan pertarungan yang berlangsung antara Tan Ki dan Oey Kang. Tentu saja bagi mereka, siapapun yang mati tidak menjadi persoalan. Mereka tinggal mengambil hasilnya saja. Tepat pada saat itu dari bagian timur tiba-tiba muncul serombongan orang yang mendatangi dengan tergesa-gesa. Sementara itu dari arah utara juga muncul lagi serombongan orang yang jumlahnya mungkin tidak kurang dari lima puluhan orang. Tiba-tiba terdengar suara menggelegar, segulung bau hangus langsung menerpa hidung orang-orang yang ada di tempat itu, disusul dengan beberapa sosok bayangan yang berkelebat. Mereka adalah Mei Ling, Liang Fu Yong, Yan Jen Ping, Ban Jin Bu, Goan Yu Liong, Cu Cia dan Sam Po Hwesio. Tampak tangan Cu Cia dan Sam Po Hwesio menggenggam puluhan batang bambu berisi bahan peledak dan berlari di bagian depan. Goan Yu Liong memperhatikan keadaan di situ sejenak, kemudian terdengar dia menarik nafas panjang.

   "Biarpun kita sudah menguras otak membersihkan tempat ini, tetapi kedatangan kita tetap agak terlambat."

   "Tutup mulutmu!"

   Bentak Cu Cia.

   "Keadaan Tan-heng sekarang sedang gawatgawatnya. Jangan sampai perhatiannya terpencar karena mengetahui kehadiran kita."

   Tepat pada saat itu, terdengar suara bentakan Tan Ki yang lantang.

   Tubuhnya mencelat mundur dalam waktu yang bersamaan.

   Tampak Oey Kang berdiri dengan tangan mendekap dada.

   Pedang pendek milik Kiau Hun sudah tertancap di dadanya.

   Darah segar terus mengalir lewat gagang pedang itu.

   Perubahan itu terjadi secara tidak terduga-duga.

   Meskipun pihak Lam Hay terus memperhatikan jalannya pertarungan, tetapi karena gerakan tangan Tan Ki terlalu cepat, mereka sampai tidak sempat melihat bagaimana caranya membunuh Oey Kang.

   Juga tidak ada orang yang sempat melihat bahwa menjelang kematiannya, Oey Kang masih sempat melukai pundak kanan Tan Ki.

   Justru ketika tubuh Oey Kang hampir terjengkang rubuh di atas tanah, terdengar Cin Ying berteriak histeris dan menerjang ke depan sambil mengibaskan pedang di tangannya ke batang leher Oey Kang.

   Kepala orang itu langsung menggelinding di atas tanah.

   Cia Tian Lun memondong mayat Cin Ie dan berjalan menghampirinya.

   Wajahnya kelam sekali menandakan hatinya yang sedang tertekan.

   Dia berkata dengan suara lirih.

   "Mari kita tinggalkan tempat ini."

   Pikiran Cin Ying seperti melayang-layang. Dia menyahut tanpa menolehkan kepalanya sama sekali.

   "Betul, kita memang sudah harus pergi."

   Tan Ki terkejut sekali mendengar perkataannya. Dia segera melesat ke depan dan menghadang di depan Cin Ying.

   "Ke mana iujuan kalian?"

   "Dunia ini sangat luas. Ke manapun kita dapat melangkahkan kaki"

   Tan Ki masih berdiri termangu-mangu.

   Tiba-tiba bayangan tubuh berkelebat, baik Cia Tian Lun maupun Cin Ying sudah melesat pergi dengan kecepatan kilat.

   Dalam sekejap mata mereka sudah menghilang dari pandangan.

   Entah apa yang dipikirkan oleh Tan Ki.

   Bibirnya bergerak-gerak seakan ingin mengatakan sesuatu tetapi akhirnya dibatalkan.

   Tampak Mei Ling berjalan mendekatinya dan memegang lengannya.

   "Selamat atas keberhasilan Toako membalas dendam kematian ayah."

   "Hatiku tidak merasa senang karena ini. Adik Ie mengorbankan dirinya demi menyelamatkan selembar nyawaku"

   Sahut Tan Ki sambil menarik nafas panjang.

   "Benar. Toako harus mencari jalan agar arwah cici Ie dapat terhibur di alam baka."

   "Aku sedang berpikir, seandainya kau dapat melahirkan beberapa putra atau putri, bagaimana kalau salah satunya mengikuti marga adik Ie agar hatinya terhibur di alam sana?"

   Wajah Mei Ling tersipu-sipu mendengarkan ucapannya.

   "Aku mana mempunyai rejeki sebesar itu tapi cici Liang mungkin bisa"

   "Apa?"

   Tan Ki terkejut sekali mendengar perkataannya.

   "Cici Liang sudah hamil"

   Wajah Tan Ki langsung berubah berseri-seri.

   Baru saja dia ingin mengatakan sesuatu kepada Liang Fu Yong, tiba-tiba telinganya mendengar suara dentingan senjata dan bentakan nyaring.

   Cepat-cepat dia menolehkan kepalanya.

   Entah sejak kapan, baik rombongan Cu Cia, si pengemis sakti Cian Cong dan bahkan Yibun Siu San dan Tian Bu Cu sudah muncul di tempat itu dan terlibat dalam pertempuran.

   Tong Ku Lu menghadapi si pengemis sakti Cian Cong.

   Kaucu Pek Kut Kau menghadapi Tian Bu Cu, sedangkan Yibun Siu San membantu yang lainnya menggebah laki-laki berpakaian hitam yang masih terus bertarung dengan kalap.

   Tan Ki cepat-cepat maju ke depan dan berteriak dengan suara lantang.

   "Paman Yibun, saudara-saudara sekalian! Para laki-laki berpakaian hitam itu terpengaruh oleh semacam obat bius buatan Oey Kang. Walaupun kalian membunuh semuanya, juga hanya menambah jatuhnya korban saja!"

   Seraya berkata, dia memungut bendera merah yang terjatuh dari tangan Oey Kang dan mencoba mengibar-ngibarkannya sebanyak tiga kali.

   Ternyata para laki-laki berpakaian hitam itu langsung menghentikan gerakannya, tetapi tetap berdiri kaku di tempat masing-masing.

   Yibun Siu San pun mengajak rombongannya menepi ke samping dan melihat perkembangan selanjutnya.

   Tan Ki sendiri langsung menghampiri Hua Pek Cing.

   "Aku hanya ingin menanyakan suatu hal kepadamu. Kau ingin meneruskan pertikaian ini atau kembali ke daerahmu dan berjanji tidak akan menginjakkan kaki lagi ke wilayah Tionggoan?"

   Hua Pek Cing tampak ragu-ragu memberikan jawaban.

   Belum sempat dia berkata apaapa, tiba-tiba terdengar suara tawa yang panjang.

   Tahu-tahu di sampingnya sudah berdiri tocu dari Lam Hay Bun yang misterius.

   Hua Pek Cing langsung menjatuhkan dirinya berlutut di depan orang itu.

   "Suhu!"

   Tocu Lam Hay Bun hanya mendengus dingin. Matanya menatap lekat-lekat pada Tan Ki.

   "Pertanyaanmu tadi salah alamat, seharusnya kau tanyakan kepadaku."

   "Kalau melihat tampangmu ini, rasanya tidak perlu kita banyak bicara. Ambisimu mungkin tidak akan sirna sebelum dirimu sendiri terkapar di atas tanah menjadi mayat!"

   Tanpa memberi kesempatan sedikitpun, tangan Tan Ki bergerak, dia langsung melancarkan sebuah serangan kepada Tocu dari Lam Hay Bun itu.

   Sementara itu, tampak si gadis berpakaian putih keluar dari balik pohon siong dan menghampiri Cu Cia.

   Dia menyodorkan sebungkus amplop putih ke hadapannya.

   "Bagikan obat ini kepada rekan-rekan yang keracunan. Sebentar saja racun tersebut akan hilang dari tubuh mereka."

   Cu Cia menyambutnya dengan termangu-mangu. Untuk sesaat dia tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Baru saja dia ingin mengucapkan terima kasih. Si gadis berpakaiari putih sudah menolehkan kepalanya kepada Mei Hun dan berkata.

   "Mei Hun, bantu pengemis itu rubuhkan manusia berpakaian hitam tangannya menunjuk kepada Kaucu Pek Kut Kau. Mei Hun segera mengiakan. Tubuhnya berkelebat ke depan dan pedang di tangannya langsung digerakkan dengan gencar. Baik si pengemis sakti Cian Cong maupun Kaucu Pek Kut Kau sama-sama terkejut karena tidak menyangka gadis cilik itu akan melancarkan serangan secara mendadak. Belum lagi sempat dia memaki, tahu-tahu lengan kanannya sudah tertebas oleh pedang Mei Hun sehingga darah memuncrat ke mana-mana. Tentu saja Cian Cong tidak ingin menggunakan kesempatan untuk menyerang orang yang sudah terluka. Dia segera mencelat ke samping dan menyaksikan bagaimana dalam sekejap mata saja Mei Hun sudah berhasil merubuhkan Kaucu Pek Kut Kau tersebut. Pertarungan antara Tan Ki dan Tocu Lam Hay Bun semakin lama semakin sengit. Jurusjurus keji dilancarkan dengan kecepatan yang tidak terkirakan. Mei Ling dan Liang Fu Yong memperhatikannya dengan wajah menyiratkan perasaan khawatir. Tian Bu Cu menarik nafas panjang melihat ilmu kepandaian Tan Ki yang sudah mencapai taraf setinggi itu. Kepalanya menoleh kepada Mei Ling.

   "Kau khawatir dia akan kalah bukan?"

   Mei Ling menggeleng-gelengkan kepalanya.

   "Aku tahu Tan Koko memang sudah berniat mengorbankan diri, tetapi mengingat bayi dalam kandungan cici Liang"

   Tian Bu Cu tersenyum lembut.

   "Ilmu kepandaiannya saat ini sudah mencapai taraf yang tidak terkirakan tingginya, asal dia tidak memencarkan perhatiannya dan berhati-hati, mungkin dia masih bisa mengalahkan Tocu dari Lam Hay Bun itu."

   "Tetapi dia sudah menelan obat beracun, walaupun dia dapat mengalahkan tocu itu, tetap saja dirinya tidak akan terlepas dari ke-matian"

   "Siapa bilang dia menelan obat beracun. Pinto hanya ingin menjajal ketulusan hatinya. Obat yang Pinto berikan kepadanya malah sejenis obat penambah tenaga agar semangatnya tetap terjaga namun, pinto masih mengkhawatirkan satu hal."

   Wajah Mei Ling dan Liang Fu Yong langsung berseri-seri mendengar keterangannya.

   "Apa itu?"

   "Tocu Lam Hay Bun itu menguasai semacam ilmu sesat yang mengandung racun keji, kalau dia sampai menggunakannya, kemungkinan anak Ki"

   Tiba-tiba terlihat gadis berpakaian putih itu berjalan ke depan dengan perlahan-lahan.

   Dia berhenti di belakang punggung Tan Ki.

   Saat itu Tan Ki sedang berdiri tegak dan menatap Tocu Lam Hay Bun lekat-lekat.

   Setelah bergebrak dengan orang itu sebanyak beberapa jurus, Tan Ki sadar tidak mudah menghadapi lawan yang satu ini.

   Tetapi karena hatinya sudah nekat untuk gugur demi menebus dosanya, dia langsung mengeluarkan suara bentakan yang keras.

   Tubuhnya mencelat ke udara Tiba-tiba gadis berpakaian putih yang ada di belakangnya mengangkat sebuah jari tangannya dan mengirimkan sebuah totokan.

   Tan Ki merasa punggungnya tergetar.

   Pikirannya menjadi jernih seketika, bagian tubuhnya yang biasanya tidak bisa dipakai mengerahkan tenaga dalam atau pun hawa murni jadi lancar seketika.

   Sikap Toa Tocu dari Lam Hay Bun semakin lama semakin memperlihatkan ketegangannya.

   Ilmu sesat yang dipelajarinya banyak menghamburkan hawa murni, apabila menunda waktu terus, lama kelamaan Tiba-tiba dia melihat tubuh Tan Ki menerjang datang secepat kilat, tampak pedang pendek di tangannya mengeluarkan cahaya yang berkilauan.

   Hati Toa Tocu itu tercekat setengah mati.

   Untuk sesaat dia jadi kalang kabut.

   Kemudian tampak dia menghantamkan sebuah pukulan ke depan.

   Serangan Tan Ki seakan tertahan, bahkan tubuhnya sendiri sempat tergetar oleh angin kencang yang timbul dari serangan Toa Tocu tersebut.

   Tepat pada saat itu, tampak si gadis berpakaian putih kembali melancarkan beberapa buah totokan pada tubuh Tan Ki.

   Semangat Tan Ki jadi terbangkit, tubuhnya terasa nyaman.

   Tenaga dalamnya tiba-tiba saja bertambah dua kali lipat.

   Dia mengertakkan giginya erat-erat dan meneruskan serangannya yang tertunda tadi.

   Mimpipun Toa Tocu itu tidak menyangka kalau si gadis berpakaian putih bisa bertindak menempuh bahaya yang demikian besar.

   Rupanya totokan yang dilancarkan dari jarak jauh itu merupakan suatu cara menerobos jalan darah penting tingkat tinggi.

   Oleh karena itu, tubuh Tan Ki.

   yang melayang di tengah udara dalam waktu seketika langsung merasakan perubahan pada dirinya.

   Sedangkan Toa Tocu sendiri begitu terkejutnya sehingga berdiri termangu-mangu.

   Justru di saat itulah, pedang pendek Tan Ki sudah menerobos ke dalam jantungnya.

   Boleh dibilang hampir dalam waktu yang bersamaan, Tong Ku Lu rubuh di tangan Ciu Hiang, Hua Pek Cing terkapar bermandikan darah oleh pedang di tangan Mei Hun.

   Toa Tocu dari Lam Hay sendiri langsung terjengkang ke belakang dengan nyawa melayang.

   Saat itu juga tampak tubuh Tan Ki yang baru mendarat di atas tanah, berdiri dengan terhuyung-huyung kemudian jatuh tidak sadarkan diri.

   Mei Ling dan Liang Fu Yong terkejut sekali.

   Serentak mereka menghambur ke depan sambil berteriak.

   "Tan Koko! Adik Ki!"

   Wajah keduanya menyiratkan kepanikan yang tidak terkirakan, air mata Mei Ling malah sudah mengucur dengan deras. Gadis berpakaian putih maju ke depan satu langkah. Dia menatap Tan Ki sekilas kemudian berkata.

   "Jangan khawatir, dia tidak akan mati"

   Sementara itu, Yibun Siu San, Ceng Lam Hong dan Liu Seng bertiga juga menghampiri dengan tergesa-gesa.

   "Tetapi luka yang dideritanya"

   "Tidak apa-apa, hanya terkejut karena mendapat totokan pelancar jalan darah di tengah udara tadi. Aku akan memberinya sebungkus obat agar lukanya dapat sembuh seperti sediakala, tetapi kalian tidak boleh mengatakan bahwa obat ini merupakan pemberianku. Hatinya sudah kepalang membenci aku."

   Ketika mengucapkan kata-katanya yang terakhir, air matanya hampir mengalir dengan deras.

   Gadis berpakaian putih itu menahan kepedihan hatinya.

   Dia melirik Lok Hong sekilas, kemudian mengeluarkan dua pucuk surat.

   Yang satu diberikan kepada Mei Ling, yang satunya lagi disodorkan kepada Ceng Lam Hong.

   "Sekarang Lok Locianpwe akan membawanya pergi. Kalian ikutlah dengannya. Penjelasan yang terperinci bisa kalian ketahui di dalam surat ini."

   Seraya berkata, matanya menatap Tan Ki dengan perasaan yang berat.

   Sampai sekian lama baru dia membalikkan tubuhnya meninggalkan tempat itu.

   Di dalam dunia Bulim, tidak pernah ada seorangpun yang tahu siapa namanya.

   Ketika datang, dia membantu mereka menyelesaikan suatu masalah yang besar.

   Ketika pergi, dia justru membawa sekeping hatinya yang luka.

   Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dia sudah mengambil keputusan untuk tidak bertemu lagi dengan Tan Ki.

   Di dalam suratnya dia justru meminta kepada Mei Ling, apabila Mei Ling melahirkan anak lelaki ataupun perempuan, harap satu diantaranya diantarkan ke Ming San untuk diangkatnya sebagai anak ataupun murid.

   Tentu saja tidak ada seorangpun yang tahu bagaimana perasaan hati gadis ini yang sebenarnya Matahari mulai terbenam di ufuk barat.

   Tampak segurat cahaya kemerahan di batas cakrawala.

   Empat sosok bayangan berjalan perlahan-lahan di tengah pegunungan.

   Dua laki-laki dan dua wanita.

   Mereka adalah Tan Ki, Lok Hong, Mei Ling dan Liang Fu Yong.

   Mereka sedang menuju ke goa di mana terdapat ruangan batu tempat Lok Ing bersemayam.

   Diam-diam Tan Ki sudah mengambil ke-putusan dalam hati untuk tidak meninggalkan goa itu untuk selama-lamanya.

   Dia ingin menemani arwah Lok Ing sekaligus mengundurkan diri dari dunia Bulim yang ruwet.

   Di sana dia akan membentuk sebuah keluarga yang bahagia dengan seorang istri dan seorang selir *** ( )*** Ketika pertarungan sudah berakhir dan semuanya kembali ke tempat masing-masing, di atas sebuah puncak gunung yang tinggi berdiri seorang pemuda berpakaian putih.

   Dalam pelukannya bersandar sesosok mayat seorang gadis yang cantik jelita serta berpakaian merah.

   Gadis dalam pelukannya ini mati karena Tan Ki yang juga merupakan orang yang paling dicintai gadis itu di dunia ini.

   Namun hati pemuda berbaju putih itu tidak membenci Tan Ki sama sekali.

   Matanya memandang bayangan punggung Tan Ki yang semakin lama semakin menjauh.

   Terdengar mulutnya menggumam seorang diri.

   "Tan-heng, aku akan mendoakan dirimu"

   Akhirnya dia menundukkan kepalanya kembali. Di tatapnya gadis cantik dalam pelukannya dan air matapun mengalir dengan deras. TAMAT

   

   Tiraikasih WEBSITE
http.//kangzusi.com

   

   Tiraikasih WEBSITE
http.//kangzusi.com

   

   

   

   

Si Pisau Terbang Pulang -- Yang Yl Bentrok Para Pendekar Karya Gu Long Pedang Dan Kitab Suci -- Khu Lung

Cari Blog Ini