Ceritasilat Novel Online

Dendam Iblis Seribu Wajah 7


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Bagian 7



Dendam Iblis Seribu Wajah Karya dari Khu Lung

   

   Tampaknya dia berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan.

   Meskipun perbuatannya merupakan hal yang biasa dilakukan oleh para tokoh Bulim, tetapi mengingat gadis itu tadinya hanya seorang pelayan yang tidak pernah menginjak dunia ramai dan tidak berpengalaman sama sekali, tetap saja terlihat janggal.

   Kecuali dia mendapat petunjuk dari seorang tokoh sakti, tidak mungkin dalam waktu tiga atau lima hari, pengetahuannya bisa bertambah luas dengan sendirinya.

   Tiba-tiba terdengar suara berderak-derak yang memekakkan telinga.

   Sumbernya berasal dari bawah tanah.

   Dan dinding yang berlapis besi itu pun memperlihatkan sebuah lubang besar.

   Suara derakannya begitu keras.

   Seluruh gedung sampai bergetar dibuatnya.

   Seakan setiap waktu bisa ambruk ke bawah..

   Kira-kira sepeminum teh kemudian, suara yang membuat jantung berdebar-debar itu pun mulai mereda.

   Lubang itupun sudah terbuka seluruhnya.

   Ukurannya cukup untuk tubuh seseorang menyelinap ke dalam.

   Tan Ki melihat dinding itu memperlihatkan sebuah celah, tetapi tidak ada perkembangan apa-apa, hatinya yang tertekan jadi agak mengendur dan diapun menghembuskan nafas panjang.

   Tetapi celah yang terlihat di dalamnya gelap gulita.

   Entah seberapa dalam dan jauhnya.

   Dia mempertajam penglihatannya serta mengawasi dengan seksama.

   Namun yang dapat tertangkap oleh pandangannya hanya beberapa undakan batu yang menurun ke bawah.

   Tampaknya seperti sebuah tangga rahasia yang menuju ke bawah dan dapat menembus ke tempat lain.

   Tanpa terasa mulutnya mengeluarkan suara keluhan.

   "Tadi ketika hendak masuk ke mari, aku sudah memperhatikan pagoda bersegi delapan ini. Keseluruhannya bertingkat delapan. Tetapi cara membuat bangunan ini tampaknya sangat istimewa. Dekorasinya juga janggal. Pertama, tidak ada sebuahpun lukisan atau gambar yang tergantung pada dindingnya. Kedua, tidak ada perabotan satupun. Bahkan jendelapun tidak ada. Kecuali pintu masuk, yang lainnya merupakan dinding kokoh. Begitu rapatnya seolah angin pun tidak dapat menembusnya, juga tidak ada tangga yang dapat naik ke atas maupun turun ke bawah, kecuali ruang rahasia ini. Tapi kalau dibilang sarananya terletak di sini, undakan batu yang terlihat hanya menuju ke bawah. Bagaimana orang bisa naik ke atas?"

   Seperti bergumam seorang diri, dia mengoceh panjang lebar.

   Tetapi sebetulnya dia sedang memperingatkan Kiau Hun, bahwa tempat ini penuh dengan perangkap, alat rahasia dan dia tidak boleh bertindak ceroboh.

   Pada dasarnya Kiau Hun juga seorang gadis yang cerdas, memangnya dia tidak mengerti isi hati yang terkandung dalam ucapan Tan Ki.

   Matanya menatap pemuda itu dengan perasaan sayang.

   Bibirnya tersenyum lembut.

   "Aku juga tahu kalau bangunan ini telah dipasang berbagai perangkap dan tidak boleh dianggap ringan. Tetapi sebelum aku datang ke mari, aku telah mendapat beberapa petunjuk dari seorang Cianpwe. Meskipun penuh bahaya, tetapi aku sudah mempunyai pegangan untuk meloloskan diri di saat genting."

   "Apakah ada seseorang yang melindungimu secara diam-diam?"

   Tanya Tan Ki. Tampaknya Kiau Hun tidak bersedia mengemukakan identitas orang itu. Bibirnya hanya tersenyum sedikit dan sengaja mengalihkan pokok pembicaraan.

   "Yang penting, kau harus mengikuti di belakangku dan tidak boleh sembarangan berkeliaran. Biar menghadapi urusan yang bagaimana gawatnya, kau harus tenang. Aku jamin tidak akan terjadi apa-apa."

   Meskipun ucapannya dicetuskan dengan santai, tetapi di dalamnya terkandung rasa percaya diri dan keangkuhan yang dalam.

   Seperti menunjukkan, bahwa meskipun dunia ini luas sekali, tetapi hanya ada aku seorang yang paling hebat.

   Tepat pada saat itu, keadaan di depan pintu masuk menjadi remang- remang seperti tertutup bayangan seseorang.

   Hati Kiau Hun terkejut sekali.

   Dia sadar telah kedatangan seorang musuh.

   Oleh karena itu dia segera memperdengarkan suara tawa yang dingin.

   Lengannya bergerak dan tiga macam senjata rahasia dilontarkan sekaligus.

   Ilmu silat Kiau Hun sudah mencapai tahap di mana mendengar suara angin saja dia sudah dapat menentukan arah.

   Meskipun dia tidak menolehkan kepalanya, namun senjata rahasia yang dilontarkan mempunyai daya lempar yang tepat.

   Kelebatannya membawa kilasan cahaya yang dingin, kecepatannya bagai kilat, bahkan timbul segulungan suara suitan yang lirih.

   Tan Ki melihat lengan Kiau Hun bergerak dan melemparkan senjata rahasia.

   Kecepatan gerakannya hanya berlangsung dalam sekedi-pan mata.

   Diam-diam dia membayangkan, serangan yang mendadak ini apabila ditujukan kepadanya, mungkin dia tidak sempat lagi menghindar.

   Ketika masih merenungkan kepandaian gadis itu, tiba-tiba telinganya menangkap suara tawa yang panjang.

   Ketiga senjata rahasia tadi seakan tenggelam ke dasar lautan, tidak terdengar suara sedikitpun.

   Kiau Hun menjungkitkan sepasang alisnya ke atas.

   Mulutnya tertawa dingin.

   "Gerakan saudara yang menggunakan jurus Po Hong Cut-hun (Menambal Angin Menangkal Bayangan) ternyata boleh juga!"

   Orang itu tertawa terbahak-bahak.

   "Terima kasih, terima kasih. Sambitan ketiga jarum perak ini juga kuat sekali!"

   Kata-kata yang diucapkannya sebagai sindiran membuat hati Kiau Hun jengkel setengah mati.

   Wajahnya yang cantik sampai memutih.

   Begitu mata memandang, dia melihat usia lawannya paling banter dua puluh tahunan.

   Dia mengenakan jubah berwarna putih, alisnya bagus, hidungnya mancung.

   Penampilannya gagah.

   Ketampanan maupun gayanya tidak kalah dengan Tan Ki.

   Tanpa dapat ditahan lagi, dia jadi memandangnya dengan termangu-mangu.

   Meskipun dia tidak mengenal orang ini, tetapi Tan Ki sendiri sudah mengenalinya.

   Anak muda itu tidak lain adalah putra angkat Oey Kang yang menyebut dirinya sendiri Pendekar Baju Putih Oey Ku Kiong.

   Dia segera maju dua langkah dan bermaksud mengucapkan terima kasih atas pemberian obatnya, tiba-tiba anak muda itu telah mendahuluinya.

   "Ayah menunggu di ruangan pendopo, harap mendapat kunjungan dari Saudara berdua."

   "Bagaimana kau bisa tahu bahwa kami telah masuk ke dalam bangunan ini?"

   Tanya Tan Ki.

   "Kalau menilik dari ucapanmu, tampaknya kau menganggap Pek Hun Ceng sebagai tempat umum yang orang-orang bisa keluar masuk seenak perutnya sendiri."

   Sahut pemuda itu.

   Tanpa menunggu jawaban dari kedua orang tersebut, dia langsung membalikkan tubuhnya dan berjalan keluar.

   Tan Ki memandangi bayangan tubuh orang itu yang kekar dan menyiratkan keangkuhan.

   Tampaknya orang ini mempunyai watak yang terbuka, tetapi kemarahan dan kegembiraan cepat sekali berubah-ubah.

   Benar-benar membuat orang sulit mendekatinya Oey Ku Kiong seakan sengaja ingin menjajal kedua orang itu.

   Begitu mereka menyusul di belakangnya, setelah jarak diantara mereka kurang lebih empat lima mistar, tiba-tiba dia menghimpun hawa murninya dan melesat ke depan.

   Bagus, rupanya kau hendak menjajal ilmu ginkang kami! maki Kiau Hun dalam hati.

   Gadis itu segera menarik nafas dalam-dalam dan menambah kecepatannya.

   Tubuhnya berkelebat bagai kilat yang menyambar.

   Dia terus mengejar di belakang pemuda tersebut.

   Angin yang berhembus membuat perhiasan di seluruh tubuhnya memperdengarkan suara gemirincingan yang tidak putus-putus.

   Di bawah sorotan cahaya matahari, tampak tiga sosok bayangan yang membentuk titik hitam seakan melayang di udara.

   Kecepatannya bagai hembusan angin yang meniup kumpulan asap.

   Baru terlihat sudah membuyar.

   Diiringi dengan suara kerincingan yang timbul dari perhiasan di tubuh Kiau Hun, bak irama di pulau dewata.

   Setelah melintasi tiga buah halaman, Oey Ku Kiong juga tidak dapat menarik dirinya lebih jauh.

   Sedangkan Kiau Hun dan Tan Ki juga tidak sanggup lebih mendekat.

   Tampaknya ilmu ginkang ketiga orang itu memang hampir seimbang.

   Tiba-tiba terdengar Oey Ku Kiong mengeluarkan suara siulan yang panjang.

   Lengannya merentang, tubuhnya mencelat dan tahu-tahu sudah berada di tengah udara.

   Dengan gerakan yang indah dia mencelat ke atas tembok pekarangan kemudian menghilang dari pandangan.

   Tampaknya tanpa berpikir panjang lagi Kiau Hun juga ikut mencelat ke atas tembok.

   Kemudian terlihat dia menggapaikan tangannya ke arah Tan Ki lalu meloncat ke bawah.

   Tan Ki takut di balik tembok itu terdapat perangkap.

   Dia menghimpun hawa murninya kemudian mencelat ke atas tembok, dia mengedarkan pandangannya sejenak, baru kemudian meloncat turun.

   Dia mendarat tepat di samping Kiau Hun.

   Begitu mata memandang, Oey Ku Kiong sendiri lenyap entah ke mana.

   Halaman berhias rumput kosong melompong.

   Di sana hanya terdapat mereka berdua.

   Mata Kiau Hun yang indah mengedar ke sekeliling.

   Dia memperhatikan keadaan di sekitarnya.

   Kemudian terlihat jari telunjuknya menuding.

   "Coba lihat, apa itu?"

   Tan Ki mengalihkan pandangannya ke arah yang ditunjuk Kiau Hun. Dia melihat rumpun bambu yang tersusun rapi membentuk pagar sebuah pondok. Hatinya jadi tergerak.

   "Pemuda tadi membawa kita ke tempat ini. Mungkin itulah pendopo yang dimaksud oleh-nya."

   Tepat pada saat itu, kebetulan angin berhembus dari arah Kiau Hun ke tempat dirinya berdiri.

   Jarak diantara mereka sangat dekat.

   Ketika Tan Ki sedang berbicara, hidungnya dapat mengendus segulungan bau harum yang terpancar dari tubuh seorang gadis.

   Bau harum itu samar sekali, namun sanggup membuat perasaan Tan Ki menjadi aneh.

   Dia bagai terlena untuk beberapa saat.

   Seakan sedang menikmati suasana itu.

   Justru ketika dia sedang terbuai, tidak terdengar olehnya sahutan Kiau Hun.

   Rupanya gadis itu telah melangkah maju setindak demi setindak.

   Tan Ki melihat dia berjalan menuju pondok tersebut, dia juga tidak enak berkata apaapa lagi.

   Kakinya bergerak, tidak cepat dan tidak lambat, namun dengan tenang dan jarak yang tetap, dia mengikutinya dari belakang.

   Tampak wajah Kiau Hun memperlihatkan mimik yang aneh.

   Seperti ada suatu masalah rumit di dalam hatinya.

   Sepasang alisnya berkerut-kerut.

   Jalannya seperti merayap.

   Jarak dari tempat mereka ke pondokan itu hanya sekitar dua belas depaan.

   Dia malah memerlukan waktu yang cukup lama untuk mencapainya.

   Di dalam hati Kiau Hun ada persoalan, dia sendiri malah tidak merasa bagaimana.

   Justru Tan Ki melihat tampangnya yang termangu-mangu, tiba-tiba merasa tidak tenang.

   Diam-diam dia menghimpun tenaga dalamnya dan berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan.

   Matanya segera beralih, dia melihat pintu rumah pondok itu tertutup rapat.

   Tidak dapat diketahui keadaan di dalamnya.

   Delapan orang gadis yang cantik jelita dengan pinggang masing-masing terselip sebilah pedang pendek.

   Mereka terbagi menjadi dua kelompok yang menjaga di kiri kanan pintu pendopo tersebut.

   Penampilan mereka keren, mereka tidak bergerak sedikitpun.

   Mungkin mereka bertugas sebagai penyambut tamu Oey Kang.

   Ketika kedua orang itu sudah dekat, kedelapan orang gadis itu segera membungkukkan tubuhnya dengan penuh hormat.

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tangannya direntangkan sebagai tanda mempersilahkan.

   Gerakannya kompak tidak ada yang salah sedikitpun.

   Pada saat itu, Tan Ki baru sempat melihat, meskipun usia gadis-gadis itu baru sekitar dua puluh tiga atau dua puluh empat tahunan, tetapi mata mereka masing-masing menyorotkan sinar yang tajam menusuk.

   Sinar mata mereka begitu tajam.

   Tampaknya tenaga dalam perempuan-perempuan ini tidak lemah juga.

   Apabila kita sudah terlanjur masuk ke dalam dan mereka menutupi depan pintu, pada saat itu, apabila ingin meloloskan diri juga sulitnya bukan main.

   Lebih baik tingkatkan kewaspadaan. pikirnya dalam hati.

   Dengan membawa pikiran seperti itu, cepat-cepat dia menjawil ujung lengan Kiau Hun.

   Tiba-tiba terdengar gadis itu tertawa lepas.

   "Aku kira biasanya dia menerima tamu di bagian paling bawah pagoda bertingkat delapan itu. Mengapa waktu kita pergi, bayangan hantupun tidak kelihatan. Rupanya tempat itu kurang sesuai. Di sini lebih leluasa untuk merencanakan berbagai jebakan."

   Mendengar Kiau Hun seperti berguman seorang diri, diam-diam hati Tan Ki jadi tergetar.

   Tadinya dia curiga, Kiau Hun sudah diterima sebagai murid oleh Oey Kang dalam beberapa hari ini, kemudian dia berpura-pura memainkan sandiwara dan memancing dirinya dengan berbagai cara.

   Maksudnya ingin menyelidiki gerak-gerik yang akan dilakukan oleh golongan putih dalam menghadapi Oey Kang.

   Tetapi mendengar nada suaranya yang mengandung rasa permusuhan.

   Diam-diam dia memaki dirinya sendiri yang terlalu banyak curiga.

   Perlahan-lahan dia menepuk batok kepalanya sendiri.

   Rasa curiga dalam hatipun lenyap dalam seketika.

   Dalam waktu yang singkat itu, keduanya memikirkan persoalan masing-masing.

   Siapa pun tidak menyadari bahwa mimik wajah rekannya agak janggal.

   Sekejap mata kemudian, keduanya sudah sampai di depan pintu pendopo tersebut.

   Pintu pendopo ini juga digerakkan dengan alat mereka.

   Ada orang yang menekannya secara diam-diam.

   Ketika mereka baru menginjak di depannya, otomatis kedua belah pintu pun bergeser kedua arah.

   Di depan mata mereka tiba-tiba terlihat cahaya yang menyilaukan mata.

   Cahaya api berkibar-kibar.

   Rupanya ruangan di dalam itu agak gelap.

   Meskipun belum mencapai tengah hari namun di dalamnya terpasang lilin-lilin dalam jumlah yang banyak.

   Puluhan meja tersusun rapi.

   Semuanya hampir dipenuhi tokoh-tokoh Bulim.

   Meskipun jumlah orangnya cukup banyak, tetapi di wajah setiap orang tersirat hawa pembunuhan yang tebal.

   Semuanya membungkam seribu bahasa.

   Begitu mencekamnya suasana di dalam, mungkin sebatang jarum yang terjatuh di atas lantaipun dapat terdengar dengan jelas.

   Tan Ki dan Kiau Hun saling pandang sejenak, kemudian bibir mereka mengembangkan seulas senyuman, perlahan-lahan mereka melangkah masuk.

   Tetapi senyuman yang terlihat di bibir Tan Ki seakan dipaksakan.

   Seakan membalas senyuman yang dikembangkan oleh Kiau Hun.

   Usia mereka hampir sebaya.

   Langkah kaki mereka tidak menimbulkan suara sedikitpun.

   Yang satu tampan dan gagah, wajahnya tenang.

   Sedangkan yang satunya lagi, cantik namun mengandung kesan agak binal.

   Tanpa terasa, kehadiran kedua orang itu membangkitkan perhatian para hadirin.

   Puluhan pasang mata terpusat pada diri kedua orang itu.

   Wajah mereka memperlihatkan rasa terkejut.

   Seakan kehadiran mereka yang tiba-tiba itu benar-benar di luar dugaan mereka semua.

   Mereka juga merasa kagum melihat gerakan keduanya yang begitu ringan.

   Dalam beberapa hari yang singkat, Kiau Hun dari seorang pelayan tiba-tiba menjadi tokoh kelas tinggi dunia Bulim.

   Pengetahuannya pun menjadi luas.

   Di dalam hal ini, meskipun disebabkan oleh penemuan yang langka seperti yang diakuinya sendiri, namun tidak ada seorangpun yang tahu sampai di mana sebetulnya ketinggian ilmu silat gadis itu sekarang.

   Jangan cuma dilihat bibirnya terus mengembangkan senyuman, dan lagaknya lemah gemulai, tapi sebetulnya dia juga sedang memperhatikan orang-orang yang ada di dalam ruangan tersebut.

   Matanya tajam sekali, satu per satu orang yang hadir di dalam ruangan diperhatikannya dengan seksama.

   Dia sudah melihat bahwa sebuah meja yang terdapat di tengah-tengah ruangan duduk seorang laki-laki setengah baya.

   Usianya kurang lebih empat puluhan ke atas.

   Wajahnya putih bersih.

   Tidak memelihara kumis maupun jenggot.

   Kepalanya diikat dengan sebuah pita.

   Pada meja sampingnya, duduk Liu Seng, Kok Hua-hong, Yi Siu dan Cu Mei.

   Dia segera menunjukkan senyum yang lebar.

   Setelah mengitari tiga buah meja, dia sampai di belakang Liu Seng.

   Dengan santai dia mengulurkan tangannya dan menyentuh pundak orang itu.

   "Loya Cu, apakah kau masih mengenali aku?"

   Tanyanya sambil mengembangkan seulas senyuman. Mata Liu Seng langsung mendelik lebar-lebar.

   "Lepaskan tanganmu. Di hadapan orang banyak, tidak boleh berlaku kurang ajar."

   Kiau Hun tampaknya memang sengaja ingin mencari gara-gara. Dia memalingkan wajahnya sambil tertawa dingin.

   "Aku bukan lagi budak keluarga Lu. Loya Cu juga tidak perlu menasehati aku."

   Perlahan-lahan dia mengangkat tangannya ke atas dan mengambil sesuatu dari mahkota di kepalanya. Setelah itu dia melanjutkan lagi kata-katanya yang terhenti.

   "Tusuk konde ini terbuat dari emas murni. Meskipun harganya tidak seberapa, tapi rasanya cukup untuk menebus kebebasanku."

   Dia meletakkan tusuk konde berbentuk burung hong itu di atas meja, kemudian terdengar suara tawanya yang terkekeh-kekeh.

   Tanpa menunggu jawaban dari Liu Seng, dia segera menarik tangan Tan Ki dan mengajaknya ke tempat Oey Kang duduk.

   Karena putrinya diculik orang, hati Liu Seng sedang gelisah bukan main.

   Meskipun dia berhasil menemui Oey Kang untuk membahas masalah ini, tetapi rasanya sulit diselesaikan tanpa gerakan ujung pedang.

   Suasana dalam ruangan itu seakan dipenuhi bahan peledak.

   Hal ini membuat perasaan mereka menjadi tidak tenang.

   Siapa sangka malah muncul seorang Kiau Hun yang seakan sengaja mengolok-oloknya di hadapan orang banyak.

   Untuk sesaat dia merasa hawa amarah dalam dadanya meluap-luap.

   Tapi bagaimana pun Liu Seng adalah tokoh angkatan tua yang namanya sudah menggetarkan dunia persilatan.

   Dia merasa malu berdebat dengan seorang gadis.

   Oleh karena itu, terpaksa dia menelan dalam-dalam kejengkelan hatinya dan hanya mendengus dingin satu kali.

   Kiau Hun berjalan menghampiri Oey Kang, tampaknya di sini dia juga bermaksud mencari perkara.

   Dia tidak menyapanya sama sekali.

   Dengan tenang dia duduk di bagian bawah Oey Kang.

   Dia menghentakkan tangannya dan menarik Tan Ki dengan setengah memaksa untuk duduk di sampingnya.

   Perlu diketahui, peradatan di zaman itu sangat kolot.

   Diantara laki-laki dan perempuan mempunyai batas yang tidak boleh dilanggar.

   Kedudukan kaum pria selalu dianggap lebih tinggi, tidak seperti zaman emansipasi sekarang ini.

   Kiau Hun adalah seorang gadis yang sudah dewasa.

   Sebetulnya Oey Kang bisa menurunkan perintah secepatnya dan mempersilahkan dia duduk di tempat yang lain.

   Apalagi di sana masih ada beberapa tempat duduk yang kosong.

   Tetapi Kiau Hun sudah menghampiri dengan gaya bebas dan duduk di dekatnya.

   Sama sekali tidak memperdulikan peradatan yang kukuh di zaman itu.

   Seperti perbuatannya tadi yang menepuk pundak bekas majikannya.

   Itu saja sudah kelewatan.

   Sekarang di depan umum dia menarik seorang pemuda dengan terang-terangan dan mengajaknya duduk bersama.

   Hal ini bukan saja menimbulkan perhatian yang besar dari para hadirin.

   Perasaan mereka pun terkejut sekali melihat keberaniannya.

   Mendapat perhatian dari para hadirin, entah mengapa di dalam hati Tan Ki timbul semacam perasaan yang tidak enak.

   Perlahan-lahan dia mendongakkan wajahnya melirik sekilas ke arah Kiau Hun.

   Mata gadis itu memandang ke arah lain.

   Seakan tidak perduli pandangan orang-orang terhadap dirinya.

   Sinar matanya berbinar-binar, sebentarsebentar dia mengerling ke arah makanan serta hidangan yang tersedia di atas meja.

   Seakan dia berselera sekali.

   Tangannya segera menyambar sepasang sumpit.

   Dengan santai dia mencomot sepotong ayam panggang dan di-endus-endusnya di depan hidung.

   "Harum sekali, harum sekali!"

   Gerak-geriknya maupun tingkah lakunya terlalu dibuat-buat.

   Sehingga ada beberapa orang yang mengeluarkan suara tawa yang mengandung ejekan.

   Meskipun Oey Kang bertindak sebagai tuan rumah, namun dia menatap dengan pandangan datar.

   Wajahnya tidak menunjukkan perasaan apa-apa.

   Dia berusaha setenang mungkin.

   Terdengar suara dengusan dari hidung Kiau Hun.

   Sepasang alisnya berkerut.

   Ujung bibirnya tertawa dingin.

   "Meskipun daging ini memang harum sekali, tetapi takutnya mengandung racun. Kalau karena kerakusan sesaat, malah diracuni orang sampai mati, maka kejadian ini merupakan kejadian yang paling mengenaskan yang pernah kutemui."

   Tenaga dalamnya segera disalurkan.

   Sembari berbicara, tangannya yang menggenggam sepasang sumpit bergerak perlahan.

   Potongan ayam panggang tadipun mencelat ke tengah udara kemudian melesat keluar sampai sejarak tujuh langkah dan menancap di tubuh sebatang pohon.

   Terdengar suara desiran yang lirih.

   Batang pohon itu pasti sangat keras, tetapi potongan ayam panggang yang lembut itu dapat menancap ke dalamnya sehingga amblas! Kekuatan tenaga dalamnya sudah mencapai tingkat yang tinggi sekali.

   Hal ini membuat para hadirin yang melihatnya menjadi terpana.

   Wajah mereka berubah hebat.

   Sampai Oey Kang sendiri juga terkejut bukan kepalang.

   Dua gurat alis yang menjuntai ke bawah tampak bergerak-gerak.

   Wajahnya agak berubah, namun dalam sekejap mata sudah pulih seperti sedia kala.

   Bibirnya malah menyunggingkan seulas senyuman.

   "Entah dari pegunungan terkenal yang mana Nona ini berasal? Harap maafkan pandangan orang she Oey yang dangkal sehingga tidak mengenali dalam sesaat."

   Sapanya ramah. Kiau Hun tertawa lebar.

   "Aku datang dari asalku."

   Sahut gadis itu seenaknya. Oey Kang tersenyum lembut.

   Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Nona ini sungguh lucu. Orang she Oey ini meskipun tidak becus, juga tidak berani berlaku kurang ajar pada kelima partai besar apalagi dengan menyebarkan racun."

   Orang ini memang tidak malu disebut sebagai raja iblis nomor satu di zaman ini.

   Hatinya licik, pengalamannya luas.

   Meskipun kebencian dalam dadanya berkobar-kobar, tetapi penampilannya masih tenang, cara bicaranya pun santai dan wajar.

   Kiau Hun mencibirkan bibirnya dan tersenyum mengejek.

   Baru saja dia ingin mengucapkan sesuatu, tampak Liu Seng bangkit dari tempat duduknya dan menjura dalam-dalam.

   "Tadi Oey Cengcu telah mengabulkan untuk melepaskan putriku. Entah bagaimana kelanjutannya sekarang?"

   Tanya orang itu dengan suara lantang. Oey Kang merenung sejenak.

   "Tanpa memperdulikan perjalanan yang jauh, Liu heng datang untuk menolong putrimu. Kasih sayang yang besar ini sungguh membuat orang kagum. Kalau orang she Oey tidak menuruti permintaan yang kau ajukan, tampaknya seperti orang yang tidak punya rasa kemanusiaan sama sekali. Kalian hampir tidak pernah mengunjungi rumahku yang jelek ini, tetapi sekali datang sampai berbondong-bondong, benar-benar merupakan kebanggaan orang she Oey. Pepatah kuno me-ngatakan. Penghormatan harus dibalas dengan baik! Sebelum berpisah, sebagai tuan rumah yang baik, orang she Oey harus memberikan kenangan yang manis untuk kalian semua."

   Selesai berkata, dia segera berdiri dan menjura tiga kali berturut-turut.

   Meskipun kata-katanya sangat masuk di akal dan seakan mengandung ketulusan yang dalam, namun para tokoh yang datang hari ini merupakan orang yang rata-rata sudah mempunyai nama besar di dunia Kangouw.

   Pengalaman mereka sangat luas.

   Mana mungkin mereka tidak mengerti kalau ucapan Oey Kang tadi mengandung makna yang dalam.

   Setelah mendengar kata-katanya, wajah mereka satu per satu menjadi berubah.

   Tanpa dapat ditahan lagi, mereka segera menegakkan badannya.

   Wajah masing-masing menunjukkan semacam ketegangan yang tidak teruraikan dengan kata-kata.

   Kiau Hun malah memalingkan wajahnya dan mengerling Tan Ki berulang kali.

   Bibirnya terus mengembangkan senyuman.

   Sebelum masuk ke dalam Pek Hun Ceng ini dia sudah merencanakan apa yang akan dilakukannya.

   Tampaknya dia mempunyai keyakinan diri yang dalam.

   Biar menghadapi bahaya yang bagaimanapun, dia masih bisa meloloskan diri.

   Oleh karena itu, menghadapi suasana yang tegang seperti saat itu, dia tidak ambil perduli sama sekali.

   Wajahnya tidak menyiratkan perasaan gentar sedikitpun.

   Sebaliknya, hati Tan Ki semakin lama semakin tidak tenang.

   Dia bagai duduk di atas puluhan jarum.

   Ingin rasanya cepat-cepat meninggalkan tempat tersebut dan semakin jauh semakin baik.

   Dia takut Oey Kang akan membongkar rahasia dirinya.

   Apabila orang-orang yang hadir dalam ruangan ini tahu bahwa dialah Cian bin mo-ong yang telah menggemparkan dunia Kangouw selama setengah tahun ini, bagaimana akibatnya, dia sendiri tidak berani membayangkan.

   Untuk sesaat berbagai macam pikiran melintas di benaknya.

   Semakin dipikir semakin menakutkan.

   Dia benar-benar tidak berani berpikir lebih jauh, tetapi situasi yang dihadapinya saat ini, membuat Tan Ki mau tidak mau memikirkan dari segi buruknya dulu.

   Justru ketika hatinya semakin tidak tenang, tiba-tiba telinganya mendengar suara irama musik yang mengalun-alun.

   Hatinya jadi tergetar.

   Perasaannya menjadi tegang.

   Mendadak dia merasa irama musik itu seperti mengiringi jantungnya yang berdegup kencang.

   Seakan hari cerah sebelum badai topan melanda.

   Pendengarannya dipertajam, dia merasa irama musik itu lembut sekali.

   Seperti jauh tetapi dekat.

   Membuat orang bingung menentukan dari mana asal alunan irama tersebut.

   Dalam waktu yang singkat, udara seperti terasa pengap.

   Suasana di dalam ruangan bagai diselimuti ketegangan yang tidak terkirakan.

   Ketika irama musik itu baru terdengar, wajah para hadirin bagai diselimuti keangkeran serta keseriusan yang aneh.

   Mata mereka serentak beralih ke arah musuh tangguh yang ada di hadapan mereka.

   Mereka memandang dengan mata terbelalak dan mulut membungkam.

   Irama musik itu terus mengalun.

   Kurang lebih sepeminum teh kemudian, dua pintu sebelah dalam perlahan-lahan terbuka.

   Seorang gadis yang cantik jelita berjalan keluar.

   Begitu dia melangkah masuk, serentak pandangan mata para hadirin langsung beralih.

   Dalam waktu yang bersamaan, mata mereka terbelalak, hati mereka berdebar-debar.

   Mereka melihat wajah gadis itu begitu rupawan.

   Alisnya berbentuk indah.

   Di balik kecantikannya terselip kesucian dan keanggunan yang sulit diuraikan dengan kata-kata.

   Seakan seluruh syair indah yang terdapat dalam dunia ini tergabung dalam dirinya.

   Tetapi yang lebih mengejutkan, adalah tubuhnya yang tidak di-tutupi oleh selembar benangpun.

   Hanya tangannya yang mengibarkan sehelai selendang yang tipis dan pada dasarnya tidak berarti sama sekali.

   Benar-benar merupakan sebuah pemandangan erotis yang di luar dugaan semua orang.

   Pemandangan ini juga membawa daya pikat serta rangsangan yang sulit diuraikan dengan kata-kata.

   Meskipun orang-orang yang hadir dalam ruangan itu rata sudah berusia setengah baya, namun tanpa dapat ditahan lagi, mereka juga memandang dengan terpana dan hati tegang.

   Sinar mata Tan Ki bertemu pandang dengan tatapan gadis yang telanjang itu.

   Selembar wajahnya yang tampan jadi merah padam seketika.

   Cepat-cepat dia memalingkan wajahnya dan tidak berani melihat lagi.

   Rupanya gadis ini bukan orang lain.

   Dia adalah gadis yang selama ini dirindukan oleh Tan Ki.

   Liu Mei Ling.

   Juga merupakan putri kesayangan Bu Ti Sin-kiam Liu Seng.

   Sebagian besar dari orang-orang yang hadir juga mengenalnya.

   Sampai Kiau Hun juga me-ngeluarkan suara seruan terkejut.

   Kemudian terlihat bibirnya bergerak-gerak seakan sedang bergumam seorang diri.

   "Kenapa Siocia bisa berubah menjadi seperti ini? Aneh!"

   Hubungannya dengan Mei Ling sudah seperti saudara sendiri.

   Tetapi karena selama ini dia sudah terbiasa memanggilnya dengan sebutan Siocia, meskipun sekarang dia bukan lagi pelayan dalam keluarga Liu, namun kebiasaan itu sudah sulit dirubah.

   Begitu selesai mengucapkan kata-kata itu, wajahnya sendiri jadi merah jengah.

   Dia menarik nafas panjang-panjang kemudian menundukkan kepalanya.

   Tiba-tiba terdengar suara gebrakan meja yang keras.

   Sesosok tubuh berkelebat dan meraung marah Rupanya Liu Seng baru melihat bahwa anak gadis yang sedang menari dengan tubuh telanjang, dia segera sadar bahwa di balik semua ini pasti ada sesuatu yang tidak wajar.

   Tetapi hawa amarah dalam dadanya sudah terlanjur meluap.

   Tanpa berpikir panjang lagi, dia menggebrak meja sekeras-kerasnya sambil meraung murka dan menerjang ke depan.

   Justru dalam waktu yang bersamaan, tiba-tiba terdengar suara kliningan yang tidak putus-putus disusul dengan serangkum bau harum yang tebal menerpa hidung.

   Dua belas orang gadis yang juga tidak memakai selembar benangpun masuk ke dalam ruangan untuk menyanyi sambil menari.

   Tangan dan kaki mereka semuanya dipasangi kliningan yang bunyinya terus terdengar.

   Tampaknya kedua belas gadis itu sudah mendapat latihan yang profesional.

   Gerakannya amat teratur, barisan mereka terlihat rapi.

   Dalam sekejap mata mereka sudah mengelilingi Mei Ling, bagai dayang-dayang yang mengelilingi putri raja.

   Tubuh Mei Ling diangkat beramai-ramai, namun dendang lagu maupun tarian tidak terhenti sama sekali.

   Gerakan mereka semakin erotis.

   Tadinya Liu Seng ingin maju dan menghibur hati putrinya.

   Tetapi kemunculan gadisgadis lainnya terlalu mendadak.

   Dalam sekejap mata tahu-tahu mereka sudah di depan mata.

   Dengan panik dia mengempos nafasnya serta menahan dirinya yang sedang menerjang ke depan.

   Begitu perhatiannya dipusatkan, dia melihat gadis-gadis bugil itu sudah mengerumuninya dari kiri kanan.

   Tetapi dia tidak dapat melihat dengan jelas wajah mereka.

   Hatinya jadi terkejut sekali.

   Tarian mereka cepat sekali, pikirnya diam-diam.

   Rupanya, baru saja langkah kaki Liu Seng berhenti, tahu-tahu dirinya telah dikelilingi dua belas orang gadis.

   Tepat pada saat itu juga, dia mencium aroma harum yang agak aneh.

   Bau itu membuat orang terlena sedemikian rupa, seolah-olah tubuh gadis itu memancarkan bau harum yang berbeda-beda yang terpancar seiring dengan gerakan tubuh mereka sewaktu menari-nari.

   Orang yang menciumnya seperti terlena bahkan terselip sedikit rasa iba di hati.

   Pikiranpun tidak dapat dipusatkan dengan baik, seluruh hawa amarah yang tadinya berkobar-kobar di dada lenyap entah ke mana.

   Tapi, biar bagaimanapun Liu Seng adalah seorang tokoh tua yang sudah banyak pengalaman.

   Melihat gadis-gadis bugil yang mengelilinginya dari depan belakang bahkan kiri kanan, dia segera menyadari bahwa keadaan tersebut tidak wajar.

   Bau harum yang terpancar dari tubuh para gadis ini begitu tajam menusuk, sanggup membuat perasaan orang menjadi lengah dan sulit menggunakan akal sehat.

   Dengan demikian, rasa permusuhan di dalam hati pun jadi hilang.

   Apabila mereka menggunakan kesempatan ini untuk Pikiran itu bagai sambaran kilat yang melintas di benaknya.

   Tanpa terasa hawa amarahnya jadi meluap-luap.

   Dia mendongakkan wajahnya serta menarik nafas dalamdalam.

   Mulutnya mengeluarkan raungan sekeras-kerasnya.

   Dia mengangkat tangannya ke atas dan tiba-tiba dia mencengkeram ke arah gadis yang terdekat dengannya.

   Serangan itu dilancarkan dalam keadaan gusar.

   Tenaga yang terpancar demikian kuat sampai menimbulkan suara seperti suitan panjang.

   Siapa sangka, menghadapi serangannya yang begitu hebat, gadis itu seakan tidak memandang sebelah mata.

   Dia masih terus mendendangkan lagu serta menari-nari.

   Tampaknya dia tidak perduli sama sekali.

   Cengkeraman Liu Seng begitu tajam bagai sebilah pedang.

   Sejenak lagi dada gadis itu pasti tercengkeram olehnya.

   Melihat gadis itu tetap tidak perduli, hati Liu Seng jadi tidak tega.

   Aku dengan dia tidak ada permusuhan apapun, mengapa aku harus membunuhnya? Kata laki-laki itu dalam hati.

   Biar bagaimanapun Liu Seng adalah seorang pendekar yang mulia.

   Begitu pikirannya tergerak, tanpa sadar dia menarik kembali tenaga dalamnya beberapa bagian.

   Tepat pada saat itu juga, tiba-tiba langkah gadis itu bergeser, dengan perlahan-lahan tubuhnya berputar.

   Dengan demikian, cengkeraman tangan Liu Seng pun luput dari sasarannya.

   Liu Seng jadi tertegun.

   Cengkeramannya mengandung kecepatan dan gerakan yang aneh.

   Meskipun di tengah jalan dia sempat menarik kembali beberapa bagian tenaga dalamnya, namun jurus yang dilancarkan tetap hebat.

   Tubuh gadis itu berputar seakan merupakan gerakan dari tariannya, tahu-tahu dia sudah berhasil menghindarkan diri dari cengkeraman tokoh tersebut.

   Hati Liu Seng hampir tidak percaya dengan penglihatannya.

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Cengkeramannya segera ber-ubah menjadi tepukan dan diarahkannya kepada gadis yang ada di sebelah kiri.

   Tampak tubuh yang putih mulus itu berkelebat, bau harum kembali menerpa hidung Liu Seng.

   Entah bagaimana, tahu-tahu serangannya yang kali ini luput pula.

   Akhirnya hawa amarah dalam dada laki-laki itu jadi meluap.

   Mulutnya mengeluarkan suara raungan yang keras.

   Seluruh tenaga dalamnya dikerahkan dan dia langsung melancarkan dua buah pukulan.

   Angin yang timbul dari pukulannya terpancar keluar, terdengar suara yang menderuderu.

   Kehebatannya tak perlu dikatakan lagi.

   Tetapi kedua rangkum tenaga yang terpancar dari pukulannya bagai tenggelam ke dasar lautan.

   Yang dihantamnya justru tempat kosong.

   Tenaga dalam yang hebat itu tidak sempat menyentuh apapun.

   Rupanya gerak lagu dan tarian yang dilakukan para gadis itu merupakan semacam ilmu silat yang aneh.

   Di dalamnya terkandung kehebatan yang luar biasa.

   Dalam tiap gerakannya terselip perubahan yang tidak terduga-duga.

   Sekalipun Liu Seng sudah berusaha menyerang dengan gencar, justru sembari bernyanyi dan menari, tahu-tahu semua serangannya dapat dihindarkan dengan mudah.

   Liu Seng sudah terjun ke dalam dunia Kangouw sejak tiga puluhan tahun yang lalu.

   Baik barisan besar maupun keroyokan musuh atau keadaan yang bagaimana bahayapun sudah pernah ditemuinya.

   Tetapi dia justru belum pernah mengalami kejadian yang begitu aneh seperti sekarang ini.

   Untuk sesaat, hatinya menjadi terkejut juga takut.

   Di mimik wajahnya tersirat perasaannya yang penasaran.

   Tanpa sadar dia memandang para gadis itu dengan termangu-mangu.

   Tampak para gadis itu bergerak dengan lemah gemulai, mereka menerobos ke mari palu menyelinap ke sebelah sana.

   Kadang-kadang kaki mereka terangkat ke atas, kadangkadang tubuh mereka membungkuk ke permukaan lantai.

   Gayanya sungguh indah namun erotis sekali.

   Suasana di dalam ruangan itu ibarat ajang pembangkit birahi.

   Orang-orang yang hadir ada beberapa yang mema-lingkan wajahnya tidak berani melihat.

   Sedangkan sebagian diantara mereka masih tetap memandang, namun wajah mereka sudah berubah merah padam dan hati mereka terasa berdebar-debar.

   Cepat- cepat mereka mengerahkan tenaga dalam dan mempertahankan diri sekuat kemampuan.

   Suasana semakin tegang.

   Di balik nyanyian dan tarian tersebut terselip bahaya yang mengintai.

   Setiap waktu dan setiap saat dapat terjadi bencana yang mengerikan.

   Tiba-tiba terdengar Kiau Hun mendengus dingin.

   "Sungguh barisan pemikat sukma yang hebat!"

   Sejak awal hingga akhir, matanya tidak dialihkan dari wajah Mei Ling.

   Mula-mula dia juga memandang dengan terkesima, sehingga wajahnya merah padam dan hatinya berdegup dengan keras.

   Tetapi dia masih sanggup mem-pertahankan ketenangannya sehingga tidak seberapa terpengaruh.

   Setelah memperhatikan sejenak, tiba-tiba dia merasa bahwa arena yang dijadikan ajang nyanyian dan tarian para gadis itu sebetulnya cukup luas.

   Setelah Liu Seng terperangkap dalam barisan tersebut, gerakan kaki mereka menjadi agak kacau.

   Tetapi apabila laki-laki itu ingin bergerak satu langkah saja, rasanya tidak ada tempat lagi untuk berpijak.

   Setelah berhasil melihat keadaan itu, tanpa sadar dia mengeluarkan seruan terkejut, tetapi mimik wajahnya masih tetap tenang seperti sebelumnya.

   Oey Kang tertawa datar.

   "Mata Nona sungguh tajam. Ternyata keampuhan barisan ini sanggup terlihat olehmu. Benar-benar membuat orang jadi kagum!"

   "Kepandaian tidak berarti, yang diperlukan hanya keawasan mata saja."

   Sahut Kiau Hun.

   Dengan gaya santai dia mengambil sumpit giok yang ada di atas meja.

   Dikerahkannya tenaga dalam secara diam-diam dipatahkannya sumpit yang keras itu menjadi dua bagian.

   Dia menggenggamnya dalam telapak tangan kemudian mengedarkan matanya.

   Dia melihat Mei Ling sudah diturunkan kembali oleh kedua belas gadis yang sedang menari-nari tadi.

   Posisinya terkurung di tengah-tengah.

   Dia berdiri tegak seperti sebuah patung yang indah.

   Tubuhnya tidak bergerak sedikitpun.

   Kiau Hun tersenyum simpul.

   Lengannya digerakkan, tampak dua titik sinar putih yang halus sekali melesat ke depan bagai kilat.

   Rupanya dia menggunakan patahan sumpit itu sebagai pengganti senjata rahasia.

   Sasarannya dua urat nadi yang berbahaya di bagian dada dan tenggorokan Mei Ling.

   Hati Tan Ki tercekat sekali melihatnya.

   "Apa yang kau lakukan?"

   Bentaknya marah.

   Meskipun demikian, tidak ada peluang lagi baginya untuk mencegah.

   Hatinya panik sekali.

   Dia tidak perduli atau menyempatkan diri untuk bertanya kepada Kiau Hun.

   Kepalanya dipalingkan, mungkin Kiau Hun memang berniat membunuh gadis itu.

   Serangannya ini menggunakan tenaga yang sepenuhnya.

   Melesatnya pun demikian cepat.

   Dalam keadaan yang hanya sekejap mata saja, dua patahan sumpit tadi sudah sampai di hadapan Mei Ling.

   Kalau diceritakan memang rasanya panjang, kejadiannya sendiri hanya beberapa detik saja.

   Justru pada saat yang bahaya dan menegangkan itu, tiba-tiba terlihat salah seorang gadis yang sedang menari itu menggeser kakinya beberapa langkah.

   Dia menghadang di depan Mei Ling.

   Gerakannya seperti tidak sengaja, seakan memang termasuk gerakan dari tariannya itu.

   Lengan kirinya bergerak dua kali berturut-turut.

   Ternyata dia berhasil mementalkan kembali dua batang patahan sumpit yang melesat dengan kekuatan dahsyat itu.

   Kemudian tampak pinggangnya melenggok-lenggok mengikuti irama lagu, langkahnya kembali ke tempat semula.

   Wajahnya tidak menunjukkan perasaan apa-apa.

   Seakan tidak pernah terjadi sesuatupun.

   Gayanya yang luwes dan indah serta gerakan yang tidak terduga-duga, mana pernah Tan Ki melihatnya.

   Tanpa dapat ditahan lagi dia jadi termangu-mangu.

   Matanya tanpa sadar beralih pada diri gadis yang satu itu.

   Setelah memperhatikan sejenak, dia merasa gerakan tari yang dilakukan gadis itu tidak terselip perasaan malu sedikitpun.

   Malah ketika sepasang buah dadanya berayun-ayun, dalam gerakannya terselip rangsangan serta sanggup mempesona siapapun yang melihatnya.

   Tiba-tiba jantungnya jadi berdebar-debar.

   Dadanya seakan dipenuhi udara sehingga terasa sesak.

   Kalau dihembuskan, rasanya mengganjal di hati.

   Wajahnya jadi merah padam.

   Perasaannya sendiri sulit dijelaskan.

   Pikirannya terasa buntu.

   Tan Ki adalah seorang pemuda yang luar biasa cerdasnya.

   Begitu merasa keadaan dirinya tidak wajar, dia segera sadar bahwa dirinya telah terpengaruh tarian bugil gadis itu.

   Gairah birahi di dalam hatinya jadi berkobar-kobar.

   Dia terperanjat sekali.

   Tetapi dia belum pernah mempelajari ilmu Lwekang.

   Apalagi pikirannya agak terganggu.

   Untuk sesaat dia tidak bisa mengerahkan hawa murninya untuk menolak pengaruh tersebut.

   Tangannya menekan di depan dada, matanya cepat-cepat dipejamkan rapat-rapat dan tidak berani melihat lebih lama.

   Tiba-tiba terdengar suara yang keras, seakan ada suatu benda berat yang terjatuh dari atas.

   Tadinya dia tidak ingin melihat, tetapi dia tidak dapat menahan rasa ingin tahunya.

   Diam-diam dia mengintip, wajahnya langsung berubah hebat.

   Entah apa sebabnya, tahu-tahu Liu Seng sudah jatuh tidak sadarkan diri.

   Perubahan yang mendadak ini, seakan memang sudah dalam dugaan para pendekar.

   Begitu dia terjatuh, terdengar beberapa orang menarik nafas panjang.

   Saat itu, irama musik maupun bunyi gendang yang berkumandang dari luar masih tidak putus-putusnya berbunyi.

   Orang-orang yang hadir saling melirik pada waktu yang bersamaan, bibir mereka menyunggingkan tawa yang sumbang.

   Perasaan mereka sedang berada di puncak ketegangan.

   Hati mereka mengerti, irama musik itu merupakan sumber perintah para gadis yang sedang menari-nari itu.

   Kalau irama itu tidak berhenti dan tetap diteruskan, orang-orang itupun terus diancam bahaya.

   Orang-orang yang hadir dalam ruangan itu, kalau bukan pendekar setempat, pasti tokoh-tokoh yang sudah punya nama.

   Pengalaman mereka banyak sekali.

   Pengetahuan merekapun sangat luas.

   Setelah menyadari adanya bahaya yang mengancam, tanpa diperintah mereka segera menundukkan kepala merenung.

   Bagaimana caranya menghadapi situasi seperti ini? Bahkan ada beberapa orang yang memejamkan matanya rapat-rapat agar pikirannya dapat terpusat penuh.

   Tiba-tiba Terdengar lagi suara Trang! Trang! Sebanyak beberapa kali.

   Setelah didengarkan dengan seksama, rupanya suara tadi merupakan bunyi genta yang ditabuh sebanyak tiga kali.

   Tabuhan yang berjumlah tiga kali itu seakan merupakan isyarat untuk kedua belas gadis yang sedang menari dengan tubuh bugil itu.

   Gerakan mereka mendadak berubah serentak.

   Perlahan-lahan mendekat ke arah tempat duduk para pendekar.

   BAGIAN XVIII Alis Kiau Hun perlahan-lahan terjungkit ke atas, dia meningkatkan kewaspadaannya.

   Tangan kanannya secara diam-diam mengeluarkan tiga batang jarum Bwe Hua Ciam, siap dilancarkan setiap saat.

   Sambil menyanyi dan menari, kedua belas gadis itu semakin merapat ke arah para pendekar yang hadir dalam ruangan tersebut.

   Suasana yang memang sudah tegang semakin menjadi-jadi.

   Tan Ki melihat para gadis itu mulai meninggalkan Mei Ling yang masih berdiri termangu-mangu.

   Dia menganggap inilah kesempatan yang paling baik.

   Tangannya bertumpu di atas meja, sekali sentak tubuhnya melesat ke tengah udara kemudian dengan kecepatan yang bagai kilat dia meluncur ke depan.

   Ketika kakinya mendarat lagi di atas tanah, posisinya tepat di samping Mei Ling.

   Hampir tepat pada waktu yang sama, diantara para pendekar yang sedang duduk sudah ada beberapa orang yang bangkit berdiri.

   Wajah mereka yang serius menyiratkan ketegangan yang tidak terkatakan.

   Tampaknya mereka sudah siap menghadapi musuh tangguh di depan mata.

   Tetapi kedua belas gadis yang bugil itu sudah semakin mendekat, hidung mereka mengendus bau harum yang memikat.

   Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Bau harum itu semakin lama semakin menebal.

   Hati mereka terkesiap, wajah mereka pun mulai terasa panas.

   Rupanya bau harum yang terpancar dari tubuh-tubuh para gadis ini bukan sejenis minyak pengharum yang sering digunakan oleh para wanita penghibur, tetapi semacam obat dari golongan sesat yang dianggap sebagai benda pusaka.

   Obat ini diramu dari jenis rumput-rumputan yang hanya tumbuh di wilayah bercuaca dingin.

   Khasiatnya dapat membius perasaan maupun pikiran orang.

   Juga merupakan obat yang keras.

   Entah bagaimana, ternyata Oey Kang dapat memilikinya, kemudian dia menaburkannya pada tubuh-tubuh para gadis itu sehingga mengacaukan pikiran para pendekar.

   Dalam golongan sesat juga menggunakan obat ini sebagai ramuan perangsang.

   Terdengar suara raungan yang keras dari tengah ruangan.

   Seorang laki-laki bertubuh tinggi besar tidak dapat menahan gairah yang berkobar-kobar dalam dadanya.

   Dia menerjang ke depan secara tiba-tiba.

   Pikiran atau akal sehat orang ini sudah lenyap.

   Dalam sekejap mata dia sudah sampai di hadapan seorang gadis.

   Tampak matanya menyorotkan sinar yang menyeramkan.

   Sepasang lengannya terbuka lebar-lebar dan dengan tampang garang dia menubruk ke arah gadis itu dengan kalap.

   Tampaknya gadis itu masih belum melihat laki-laki bertubuh tinggi besar itu sedang menerjang ke arahnya.

   Tangannya masih bergerak dengan lemah gemulai, pinggangnya melenggok-lenggok.

   Perlahan-lahan dia mengayunkan langkahnya.

   Saat itu juga, mata para pendekar lainnya sudah terbelalak lebar- lebar.

   Mereka bahkan tidak berkedip sedikitpun.

   Rasanya mereka ingin melihat bagaimana caranya gadis itu melepaskan diri dari rangkulan laki-laki bertubuh besar itu nanti.

   Dalam pikiran mereka, meskipun terjangan laki-laki itu tidak bagaikan kilat, tetapi kecepatannya sudah termasuk luar biasa.

   Kalau ia cuma salah seorang Bu Beng Siau-cut di dunia Kangouw, jangan harap bisa berhasil.

   Waktu yang demikian singkat justru merupakan saat-saat yang paling menegangkan bagi para pendekar.

   Tampak sepasang lengan laki-laki itu begitu kokoh dan kekar.

   Lilitannya pun pasti kuat sekali seperti belitan ular.

   Sejenak lagi pinggang gadis tersebut pasti terangkul olehnya.

   Tiba-tiba, tampaknya gadis itu seperti tersentak, mulutnya mengeluarkan seruan terkejut.

   Dengan gerakan yang aneh tubuhnya berputar.

   Selendang di tangannya otomatis ikut berputar dan melambai-lambai di udara.

   Gayanya itu seakan refleksi dari rasa terkejutnya, namun dengan telak selendangnya menerpa wajah laki-laki bertubuh tinggi besar itu.

   Terdengar suara dengusan yang lirih.

   Disusul dengan suara berdebum yang keras.

   Dua hal terjadi dalam waktu yang bersamaan.

   Begitu mengeluarkan suara dengusan yang lirih, laki-laki bertubuh tinggi besar itu tahu-tahu sudah terkulai di atas tanah, jatuh tidak sadarkan diri.

   Sementara itu, Tan Ki tidak menyia-nyiakan kesempatan, dia segera memeluk tubuh Mei Ling kemudian membopongnya lari ke depan pintu.

   Tangannya segera terangkat dan dihantamkan ke arah pintu tersebut.

   Suara berdebum keras yang terdengar tadi justru hasil dobrakan yang menyebabkan pintu kayu itu hancur seketika.

   Diantara hamburan kepingan kayu-kayu tersebut, tubuh Tan Ki pun menerjang keluar.

   Dia takut Oey Kang menyuruh orang mengejarnya.

   Kalau benar, dia tentu akan mendapat tidak sedikit kesulitan.

   Oleh karena itu, begitu menerjang keluar, dia segera mengerahkan tenaga sepenuhnya dan lari terbirit-birit.

   Ingin rasanya dia mempunyai sepasang sayap di punggung agar dapat terbang sejauh mungkin.

   Dalam pikirannya dia membayangkan, seandainya bisa lebih cepat meninggalkan tempat tersebut, justru semakin baik.

   Dengan jelas Kiau Hun melihat orang yang dicintainya malah menolong gadis saingannya meninggalkan tempat tersebut.

   Dia merasa ada serangkum kebencian yang memenuhi hatinya.

   Hidungnya terasa tersumbat.

   Perasaannya menjadi pilu.

   Apabila saat itu dia langsung mengerahkan tenaga mengejar keluar, meskipun ilmu ginkang Tan Ki lebih hebat dari sekarang, dia juga tidak dapat melepaskan diri dari kejaran Kiau Hun.

   Tetapi Kiau Hun mempunyai rencana yang besar sekali.

   Bahkan lebih penting daripada urusan asmara.

   Oleh karena itu, dia mendengus dingin dan menahan kebencian yang menyelinap dalam hatinya.

   Dipaksakannya dirinya untuk duduk tenang.

   Pada saat itu, keadaan di dalam ruangan itu sudah berubah menjadi kacau balau.

   Para pen-dekar yang melihat rekannya yang bertubuh tinggi besar itu dengan mudah dilumpuhkan oleh pihak lawan, tidak ada satupun yang tidak terperanjat.

   Dalam pikiran mereka, dari pada duduk menunggu diserang, mengapa tidak mengambil tindakan terlebih dahulu.

   Kalau bisa bunuh beberapa orang dari gadis itu untuk melampiaskan kemarahan.

   Oleh karena itu, dengan perasaan gusar, beramai-ramai mereka menerjang keluar.

   Terdengar suara dentangan yang bising.

   Meja kursi pecah berantakan, mangkok maupun cawan-cawan pecah berhamburan.

   Para pendekar itu menyerang serentak.

   Hati mereka tergerak seketika, suara bentakan mereka penuh kegusaran, bagai burung berapi yang sudah lama padam tiba-tiba bergolak kembali dan bisa meletus setiap saat.

   Suaranya menggetarkan hati siapapun yang mendengarnya.

   Siapa nyana, tampaknya para gadis itu sudah menduga para pendekar akan mengambil tindakan demikian.

   Ketika mereka membalikkan kursi meja dan bangkit berdiri, tubuh para gadis itu juga bergerak serentak.

   Masing-masing mengeluarkan suara teriakan dan menyambut terjangan para pendekar itu.

   Terdengar suara tertawa cekikikan dan jerit menyeramkan.

   Keadaan semakin kalut.

   Suara itu bagai saling susul menyusul.

   Dalam sekejap mata sudah tiga orang pendekar terkapar di atas tanah dengan jiwa melayang.

   Ternyata para gadis yang menari-nari itu mendekati para pendekar, mereka tidak melancarkan pukulan maupun menyerang dengan senjata rahasia.

   Tetapi justru di saat para pendekar mengendus bau harum yang terpancar dari tubuh mereka, untuk sesaat mereka jadi termangu-mangu.

   Pikiran maupun akal sehat bagai terpengaruh.

   Dalam waktu yang bersamaan, tangan para gadis itu melambaikan selendangnya dengan lemah lembut yang mereka kibaskan ke arah para pendekar tersebut.

   Meskipun tampaknya lemah gemulai namun kecepatannya hebat tidak terkira.

   Kalau dikatakan memang aneh.

   Wajah para pendekar terkibas oleh selendang yang tipis itu, mereka segera mengeluarkan suara jeritan yang menyayat hati.

   Tubuh mereka terhuyung-huyung dan akhirnya terkulai jatuh.

   Perubahan yang mendadak ini, juga merupakan kejadian yang belum pernah didengar atau ditemui oleh para pendekar.

   Tanpa dapat ditahan lagi, mereka menghembuskan nafas panjang.

   Hati mereka terkejut sekali.

   Semacam kengerian di ambang kematian bagai menyelimuti benak mereka.

   Diantara para pendekar, ilmu Liu Seng yang paling tinggi.

   Tetapi saat ini dia sudah jatuh tidak sadarkan diri di atas tanah dan tidak tahu apa-apa lagi.

   Sisanya seperti Cu Mei, Yi Siu, Kok Hua-hong malah seperti naga yang kehilangan kepalanya.

   Usaha besarpun sulit diharapkan untuk berhasil.

   Meskipun mereka sudah mengetahui bahwa selendang yang tipis itu merupakan faktor terpenting yang menyebabkan kekalahan para pendekar, tetapi dalam situasi yang kalang kabut seperti ini, mau tidak mau mereka memikirkan keselamatan dirinya masing-masing terlebih dahulu.

   Akibatnya tidak ada satu orangpun yang menyambut para gadis itu.

   Malah begitu melihat mereka semakin mendekat, para pendekar pun meninggalkan tempat duduk masing-masing dan menyingkir sejauhjauhnya.

   Di tempat duduk para hadirin, hanya Kiau Hun seorang yang masih duduk di tempat semula dengan tenang menyaksikan apa yang berlangsung di hadapannya.

   Tubuhnya pun tidak bergerak sama sekali.

   Kalau dibandingkan dengan tampang para pendekar yang ketakutan, justru ketenangannya makin tersirat nyata.

   Bahkan pertahanan dirinya sangat mengagumkan dan menandakan nyalinya yang besar.

   Pada saat ini di tengah arena telah terjadi lagi perubahan yang besar.

   Para pendekar dikepung oleh gadis-gadis yang berjumlah dua belas orang itu sampai terdesak mundur terus.

   Akhirnya mereka tidak ada jalan mundur lagi.

   Bagian belakang mereka merupakan dinding ruangan.

   Terpaksa mereka melawan sebisanya, tetapi mimik wajah mereka menyiratkan perasaan khawatir dan tidak tenang.

   Udara kematian semakin memadat seakan memenuhi seluruh ruangan tersebut.

   Kalau para gadis itu maju lagi satu langkah, maka para pendekar terpaksa mengadu nyawa matimatian.

   Tapi kalau ditilik dari keadaan yang berlangsung sejak tadi, tampaknya mereka juga bukan tandingan para gadis tersebut.

   Yi Siu dari Ciong San Suang-siu biasanya banyak akal dan lebih berani daripada yang lain.

   Tetapi menghadapi keadaan seperti ini, dia juga menjadi kalang kabut.

   Matanya melihat rekan-rekannya didesak oleh pihak lawan sampai mengeluarkan suara raungan sekeras-kerasnya.

   Kipas di tangan kanannya direntangkan.

   Kakinya melangkah ke depan dengan menerjang, jurus Ceng Tian Tiong-ho (Sungai Panjang Di Hari Yang Cerah) langsung dikerahkan, sasarannya seorang gadis yang ada di hadapannya.

   Jurus ini dilancarkan dalam keadaan marah dan hampir putus asa, angin yang terpancar dari serangannya begitu kuat bagai himpitan gunung atau ombak yang bergulung-gulung.

   Pengaruhnya sungguh mengejutkan.

   Gadis itu seakan tidak bersiap sedia, begitu terkena serangannya, dia langsung berteriak terkejut.

   Kepalanya menunduk dan menerjang ke samping kira-kira dua mistar.

   Entah kebetulan atau bukan, pokoknya dia berhasil menghindarkan diri dari serangan kipas Yi Siu.

   Ketika melihat serangannya gagal, hati Yi Siu langsung tercekat.

   Tanpa menunggu kipasnya ditarik kembali, lengan kirinya langsung diulurkan.

   Segera dilancarkannya sebuah pukulan ke depan.

   Dalam keadaan gusar, rupanya dia mengerahkan sejenis ilmu yang hebat bukan main.

   Tidak perduli orang akan mengatakan yang tua menghina yang muda, atau mengejeknya karena menyerang seorang gadis yang tidak terkenal.

   Biar bagaimana, Yi Siu merupakan seorang tokoh yang sudah malang melintang di dunia Bulim selama puluhan tahun.

   Nama besarnya bukan didapatkan dengan begitu saja.

   Tetapi karena ilmu silatnya memang hebat.

   Begitu serangannya dilancarkan, pukulannya saling susul menyusul, kecepatannyapun tidak terkirakan.

   Meskipun gadis itu berusaha untuk menghindarkan diri, tetapi tampaknya sudah agak terlambat.

   Tentu saja hati Yi Siu diam-diam menjadi senang.

   Kali ini hendak kulihat ke mana kau akan mengelak, pikirnya dalam hati.

   Dia segera mengempos hawa murninya dan menambah tenaga serangannya sebanyak dua bagian.

   Tiba-tiba dia merasa ada serangkum bau harum yang tajam menghembus ke arahnya Telinga dan matanya sangat tajam, Yi Siu segera sadar bahwa ada seseorang yang nyerang dari sebelah kirinya, dia mendengus satu kali.

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Baru saja dia bermaksud mengibaskan kipasnya untuk menyambut, tiba-tiba dia merasa dadanya sesak.

   Seluruh tenaga dalam tubuhnya lenyap.

   Hampir saja dia terkulai jatuh.

   Hatinya terkejut bukan kepalang.

   Dengan panik dia menutup pernafasannya dan tidak berani lagi mengendus bau harum yang dapat membuat dirinya seperti terbius itu.

   Justru ketika Yi Siu masih sibuk mengendalikan dirinya, ada seorang gadis yang menggunakan kesempatan itu untuk mendekatinya.

   Pergelangan tangan gadis itu bergerak serta mengibaskan selendang ke arahnya.

   Beberapa gerakan ini, terjadinya dalam waktu yang hampir bersamaan.

   Saking cepatnya, mata Yi Siu sampai berkunang-kunang dan tidak dapat melihat dengan jelas.

   Mimpi pun dia tidak pernah membayangkan pihak lawan akan menyerangnya dengan kecepatan yang membuatnya terperanjat setengah mati.

   Ketika dia menyadarinya, sudah sulit baginya untuk menghindarkan diri.

   Diam-diam dia menarik nafas panjang.

   Hatinya berniat memejamkan mata saja untuk menunggu kematian.

   Tiba-tiba dia melihat tiga titik sinar putih berkilauan yang melayang datang bagai kilat.

   Dalam waktu yang hampir bersamaan, telinganya menangkap suara jeritan yang menyeramkan.

   Suara jeritan itu hanya satu kali kemudian sirap.

   Menyusul gadis yang barusan menyerangnya pun terkulai jatuh.

   Yi Siu berhasil terlolos dari kematian.

   Untuk sesaat dia sampai termangu-mangu.

   Namun sesaat kemudian dia sudah tersentak sadar, matanya beralih ke arah datangnya senjata rahasia tadi.

   Dia langsung tahu siapa yang memberi pertolongan kepadanya.

   Oleh karena itu dia segera menganggukkan kepalanya kepada Kiau Hun.

   Setelah itu mulutnya mengeluarkan suara raungan yang keras, telapak tangan kiri dan kipas di tangan kanan menyerang dengan berturut-turut.

   Para gadis itu terkejut sampai mundur beberapa langkah.

   Oey Kang melirik Kiau Hun sekilas.

   "Cara menimpukkan Bwe Hua-ciam Nona sungguh bagus!"

   Katanya dengan suara datar.

   Isi hati orang ini benar-benar sulit diraba, dia sanggup memendam perasaannya dalamdalam.

   Meskipun dia kesal melihat Kiau Hun melancarkan bokongan sehingga salah satu gadis tadi terluka, namun tampangnya masih tenang dan tidak menyiratkan kemarahan sedikitpun.

   Kiau Hun tersenyum simpul.

   "Kepandaian tidak berarti, hanya menjadi bahan tertawaanmu saja."

   Jarak diantara kedua orang itu sangat dekat, asal mengulurkan tanganpun mereka dapat bersentuhan sebaliknya mereka justru berbicara dengan tersenyum-senyum, seperti dua orang sahabat lama yang sudah lama tidak berjumpa.

   Penampilan merekapun sangat wajar.

   Oey Kang mendengus satu kali, namun sedikit banyaknya dia merasa kagum juga terhadap Kiau Hun.

   "Keberanian maupun kepandaian Nona, benar-benar di luar bayangan orang she Oey. Apabila barisan gadis pemikat ini dikepalai oleh Nona, paling tidak kekuatannya akan bertambah menjadi dua kali lipat. Aku pikir"

   Tiba-tiba terdengar suara benturan logam yang berkumandang memenuhi seluruh ruangan, sehingga kata-kata Oey Kang jadi terputus.

   Rupanya para pendekar yang melihat Yi Siu mulai menerjang, beramai-ramai merekapun ikut menyerbu.

   Tampak cahaya golok dan pedang berkilauan, cemeti menimbulkan bayangan yang melambai-lambai ke sana ke mari.

   Berpuluh macam senjata tajam maupun tidak berlainan jenis berkelebat kian ke mari.

   Seluruh ruangan dipenuhi suara bising benturan senjata tersebut.

   Kedua belas gadis tadi sudah berhenti menari, mereka mulai melakukan gerakan menghadapi musuh tangguh.

   Orang-orang ini sudah mendapat didikan langsung dari Oey Kang.

   Ilmu mereka sangat tinggi.

   Meskipun belum terhitung jago kelas tinggi di dunia Bulim, tetapi kalau dibandingkan dengan sekumpulan busu (guru silat) yang umum saja masih terpaut jauh.

   Tampak mereka melangkahkan kakinya sambil melancarkan pukulan, kecepatannya bagai luncuran ular berbisa, dalam sekejap mata mereka dapat melancarkan tiga empat buah serangan.

   Sejenak saja, kedua belah pihak sudah terlibat pertarungan yang sengit.

   Tenaga dalam para pendekar rata-rata sangat kuat, jurus serangannya juga termasuk ilmu kelas tinggi.

   Angin yang timbul dari pukulan mereka menderu-deru.

   Serangan dapat dilancarkan sesuka hati.

   Namun gerakan yang dilakukan oleh para gadis itu sangat aneh, mereka mempertahankan diri dalam jarak dekat, dari jauh mereka malah menyerang.

   Sungguh ilmu yang hebat.

   Biar bagaimana caranya para pendekar itu melakukan penyerangan, tetapi sedikitpun mereka tidak dapat menarik keuntungan.

   Selagi pertarungan berlangsung dengan sengit, terdengar beberapa kali suara dengusan yang berat, kemudian menyusul empat orang terkulai jatuh.

   Rupanya selendang yang digunakan oleh para gadis itu mengandung taburan sejenis obat yang lebih lihai dari Bong Hun-yok (Obat Penggetar Sukma) yang biasa digunakan oleh kaum sesat.

   Begitu tercium, mereka langsung jatuh tidak sadarkan diri.

   Lagipula reaksinya begitu cepat sehingga orang tidak sempat berjaga-jaga.

   Sisa para pendekar yang masih ada melihat rekan-rekan mereka kembali tumbang empat orang.

   Wajah mereka segera berubah hebat.

   Hati mereka terguncang melihat kenyataan ini.

   Semangat berjuang yang tadinya meluap-luap otomatis terpengaruh.

   Sementara pihak lawan dengan licik menggunakan kesempatan yang baik ini.

   Mereka menyerang dengan gerakan yang aneh.

   Saat itu juga keadaan menjadi kacau balau, kedudukan para pendekar semakin kritis.

   Tiba-tiba Sayup-sayup terdengar suara siulan panjang yang menyusup ke dalam gendang telinga.

   Suaranya tinggi melengking, seakan orang yang mengeluarkan suara siulan itu berada di tempat sejauh setengah li, tetapi juga seperti berada dalam jarak yang sangat dekat.

   Suara itu sendiri bagai raungan naga yang marah, namun suara irama yang mengiringi tarian para gadis itu jadi tertekan.

   Mungkin karena gangguan suara siulan tadi, para gadis itu mendadak menghentikan serangannya.

   Para pendekarpun mendapat kesempatan untuk mengatur nafasnya sejenak, dengan cepat mereka memperbaiki posisi masing-masing, merubah kedudukan pada posisi yang menguntungkan.

   Setiap dua orang membentuk satu kelompok, dengan bahu saling menempel dan wajah menghadap ke depan sehingga dapat bekerja sama melawan musuh.

   Sejak awal hingga akhir, Oey Kang memperhatikan keadaan yang berlangsung dengan tenang.

   Tetapi sejak berkumandangnya suara siulan barusan, wajahnya berubah menjadi serius.

   Kepalanya menoleh ke arah pintu depan.

   Dari suara siulan itu saja, dia sudah dapat menerka bahwa ilmu pihak lawan sangat tinggi.

   Kemungkinan tidak di bawah dirinya sendiri.

   Suara siulan yang sayup-sayup itu terus berkumandang.

   Begitu suara itu berhenti, irama musik kembali mengalun.

   Para gadis itu kembali bergerak melancarkan serangan.

   Namun saat ini posisi para pendekar sudah berubah.

   Dengan punggung saling menempel, mereka tidak khawatir akan dibokong oleh musuh dari belakang.

   Kalau ditilik dari keadaannya sekarang, rasanya untuk sementara mereka masih dapat mempertahankan diri.

   Tiba-tiba tampak bayangan menghalang di depan pintu.

   Seseorang melangkah masuk dengan tenang.

   Terlihat wajahnya ditutup oleh sehelai cadar yang tipis.

   Dia mengenakan jubah panjang.

   Dengan langkah setindak-setin-dak dia melangkah masuk.

   Penampilannya santai sekali.

   Gerakannya sangat lambat, bagai orang penyakitan yang tidak kuat berjalan cepatcepat.

   Kakinya seolah diganduli benda yang berat.

   Tetapi sebetulnya gerakan langkah kaki orang itu sangat cepat.

   Dalam sekejap mata dia sudah sampai di depan meja Oey Kang.

   Wajah si raja iblis Oey Kang menjadi kelam seketika.

   Perlahan-lahan dia bangkit dari tempat duduknya.

   "Saudara ini"

   Manusia bercadar ini tidak menyahut, tiba-tiba tubuhnya berputar.

   Lengan bajunya dikibaskan dan segulungan tenaga tidak berwujud segera terpancar keluar.

   Dua batang lilin yang jaraknya kurang lebih dua depa langsung padam seiring dengan gerakan tangannya.

   Begitu memandang lagi ke arahnya, orang itu sudah berdiri dengan santai sambil berpeluk tangan.

   Seakan tidak pernah terjadi apapun.

   Melihat gerakannya yang hebat itu, rasa terkejut Oey Kang semakin menjadi-jadi.

   Tetapi dia berusaha mempertahankan ketenangannya.

   Mulutnya mengeluarkan suara tertawa dingin.

   "Kehadiran Saudara ke rumah kami yang jelek ini, rupanya hanya ingin memamerkan kekuatan, meskipun orang she Oey ini tidak becus, tetapi masih ada dua bagian kepercayaan diri untuk menemani barang beberapa jurus!"

   Manusia berkerudung itu mendongakkan wajahnya sambil tertawa terbahak-bahak.

   Tangannya sekali lagi diangkat kemudian dikibaskan, kembali tiga batang lilin padam sekaligus.

   Dalam waktu sekejapan mata saja dia sudah memadamkan lima batang lilin secara berturut-turut.

   Pada saat ini, matahari sedang bersinar dengan terik di atas kepala.

   Padamnya lima batang lilin tadi tidak berpengaruh banyak bagi penerangan di dalam ruangan.

   Tetapi suatu hal yang aneh langsung terlihat seiring dengan perbuatannya tadi.

   Sisa sebelas orang gadis yang masih terus bergerak dengan lemah gemulai mengikuti alunan musik, kadang-kadang menyerang dengan mendadak ke arah para pendekar.

   Tetapi pada saat kelima batang lilin dipadamkan si manusia berkerudung, gerakan mereka yang cepat bukan kepalang lambat laun berubah jadi perlahan.

   Langkah kaki mereka seakan tiba-tiba jadi berat.

   Jauh berbeda dengan kelincahan yang mereka perlihatkan tadi.

   Ada kalanya mereka melancarkan sebuah serangan, padahal lawannya terang-terangan menghindar ke arah kiri dengan cepat, namun mereka masih menerjang terus dengan membabi buta, mereka terus melancarkan serangan ke tempat yang kosong atau menendangkan kakinya asal-asalan.

   Gerakan mereka persis seperti orang buta yang tidak tahu ke mana lawannya mengelak.

   Perubahan yang benar-benar di luar dugaan ini, juga merupakan kejadian bagi para pendekar.

   Tentu saja mereka jadi termangu-mangu dibuatnya.

   Begitu diperhatikan, tampak biji mata gadis-gadis bugil tadi masih normal seperti biasa dan tetap mengerling ke sana ke mari, tetapi sinar kehidupan seakan telah pudar dan seolah tidak bisa melihat lagi.

   Mereka menyerang dengan kalap.

   Gerakan kaki pun tidak sekompak sebelumnya lagi.

   Kiau Hun adalah seorang gadis yang luar biasa cerdasnya.

   Sekali pandang saja, dia sudah berhasil mengetahui rahasianya.

   Rupanya lilin-lilin yang tertebar di sekeliling ruangan merupakan titik pengendali gerakan para gadis tersebut.

   Juga merupakan pusat penglihatan mereka.

   Begitu lilin itu padam, mata mereka pun kehilangan daya gunanya.

   Tanpa dapat ditahan lagi, hatinya merasa menyesal sekali.

   Ketika aku masuk tadi, mengapa aku tidak merasa heran, pada siang bolong seperti ini banyak lilin yang dinyalakan? Bukankah ini merupakan hal yang aneh? Seandainya sejak semula aku menyadari hal ini, dengan sekali gerak aku dapat memadamkan lilin tersebut, tentu gadis-gadis itu dapat dikendalikan sejak awal.

   Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Tentunya aku bisa menimbulkan kesan yang baik di hati para pendekar, juga kepercayaan.

   Setelah itu tinggal mencari akal yang baik agar mereka tergugah untuk mengadakan rapat memilih Bulim Beng-cu dan mencari pemecahan untuk menghadapi Oey Kang.

   Setelah itu tambah sedikit rencana yang lain untuk merebut jabatan Beng-cu.

   Pada saat itu, apabila Toa Suheng menyertai Suhu bergerak dari Selatan dan menguasai Tionggoan, aku akan menjadi mata-mata yang baik.

   Apabila semuanya sudah terlaksana, tidak usah takut lagi urusan besar akan gagal.

   Sayang sekali, manusia bertopeng ini justru yang berhasil mendahului, sehingga rencana ini jadi rusak keluhnya dalam hati.

   Kiau Hun terus menyalahkan dirinya sendiri dalam hati, tetapi sepasang matanya terus mengedar ke sana kemari memperhatikan keadaan yang berubah-ubah.

   Sejenak kemudian dia mengeluarkan empat batang Bwe Hua-ciam dari dalam kantung kulit rusa.

   Pergelangan tangannya bergerak, empat batang Bwe Hua-ciam tadi disambitkannya ke arah empat batang lilin yang masih menyala.

   Dia sudah melihat bahwa jumlah para pendekar lebih banyak dari pihak lawan.

   Meskipun kedudukan mereka sekarang masih di bawah angin, tetapi tidak diragukan lagi manusia berkerudung itu berdiri di pihak mereka.

   Hal ini memberi dorongan semangat yang tidak kecil bagi para pendekar tersebut.

   Walaupun Oey Kang mempunyai kepandaian setinggi langit, dia juga tidak dapat mengalahkan orang banyak.

   Hal ini membuat perasaan menyesal dalam hati Kiau Hun agak berkurang, malah saking gembiranya dia hampir melonjak bangun dan bertepuk tangan.

   Tapi dia ti-dak melakukan hal itu, karena pada dasarnya dia memang seorang gadis yang cerdas sekali.

   Dia hanya mengiringi kesempatan yang ada.

   Tampak sepasang alis Oey Kang menjungkit ke atas.

   Wajahnya menyiratkan kegusaran.

   Lengan kirinya mengibas.

   Dengan jurus telapak sakti seratus langkah dia menggetar kembali Bwe Hua-ciam yang disambitkan oleh Kiau Hun sehingga terpental jatuh.

   Telapak tangan kanannya bagai seorang tukang kayu yang mengayunkan kapaknya.

   Tenaga yang terkandung di dalamnya sangat dahsyat, dia melancarkan sebuah tebasan ke arah kepala gadis itu.

   Kiau Hun tertawa terkekeh-kekeh.

   Tangannya menekan pegangan kursi.

   Dengan gaya yang mengagumkan, tubuhnya melayang dalam keadaan posisi duduk di atas kursi dan melesat mundur sejauh dua mistar.

   Tangan kirinya kemudian terangkat, kembali beberapa titik sinar berwarna keputihan meluncur ke depan.

   Terdengar suara yang memecahkan keheningan.

   Sret! Sret! Cahaya lilin berkibar-kibar, akhirnya padam.

   Rupanya secara berturut-turut, dia berhasil mematahkan tiga batang lilin dengan sambitan Bwe Hua-ciam dari tangannya.

   Dengan menggunakan kesempatan yang baik itu, para pendekar malah berbalik menyerang.

   Berbagai jurus segera dilancarkan.

   Dalam waktu yang singkat, dari pihak yang kewalahan, mereka berhasil meraih posisi yang lebih baik.

   Oey Kang melihat bahwa seluruh rencananya yang sudah dipersiapkan dengan sempurna jadi rusak akibat kehadiran manusia berkerudung itu.

   Kemungkinan besar malah pihaknya yang akan mengalami kekalahan.

   Pada dasarnya dia seorang manusia yang pandai menyembunyikan perasaan senang ataupun gusarnya, serta isi hatinya sangat licik.

   Namun demi melihat kenyataan yang terpampang di depan mata, tanpa dapat ditahan lagi, hawa amarah di dalam dadanya jadi berkobar-kobar.

   Terdengar mulutnya mengeluarkan suara tawa yang dingin.

   Nadanya begitu tajam menusuk, bagai serangkum angin yang berhembus di daerah bersalju.

   Panjang serta menyeramkan.

   Sepasang matanya mendelik lebar-lebar, di dalamnya terpancar sinar kemarahan.

   Dia menatap manusia berkerudung itu lekat-lekat.

   "Siapa kau sebenarnya? Kalau kau masih tidak bersedia melaporkan nama besarmu, jangan salahkan kalau aku bertindak kasar!"

   Bentaknya kesal. Manusia berkerudung itu menyahut dengan nada suara yang tidak kalah dinginnya.

   "Meskipun kau tidak dapat melihat dengan jelas raut wajahku, tetapi apakah bentuk tubuh Hengte maupun suara Hengte sudah kau lupakan?"

   Begitu mendengar ucapannya, Oey Kang terkejut setengah mati.

   Cukup lama dia berdiam diri merenungkan.

   Setelah mengingat-ingat hampir seluruh tokoh Bulim yang pernah dikenal ataupun bertemu dengannya, dia tetap tidak dapat menebak siapa manusia berkerudung yang ada di hadapannya.

   Biar bagaimanapun, Oey Kang merupakan seorang iblis yang sudah terkenal.

   Kedudukannya dalam dunia Kangouw juga cukup tinggi.

   Paling tidak dia merupakan seorang tokoh angkatan tua dari golongan hitam.

   Di hadapan begitu banyak musuh yang hadir di dalam ruangan itu, ternyata dia tidak sanggup mengetahui asal-usul manusia berkerudung hitam tersebut.

   Hal ini membuat dirinya malu sekali.

   Namun dia memang merupakan seorang manusia yang pandai serta berpengetahuan luas.

   Sebelum jelas siapa adanya manusia berkerudung hitam itu, dia sendiri masih berusaha untuk bersikap tenang.

   Setelah merenung sekian lama, akhirnya dia berkata dengan suara perlahan-lahan.

   "Manusia she Oey sudah lama malang melintang di dunia Kangouw. Julukan Sam Jiu San Tian-sin pasti pernah didengar setiap orang. Kalau bukan sahabat yang mempunyai kepala serta wajah, seumur hidup memang belum pernah ditemui, tetapi paling tidak namanya sudah pernah kudengar. Tetapi kalau angkatan yang tidak mempunyai nama sedikitpun, orang she Oey mengingatnya pun enggan. Hanya membuang-buang waktu saja!"

   Manusia berkerudung segera mendengarkan suara tertawa yang dingin. Meskipun dia sadar Oey Kang menggunakan akal memanaskan hati agar identitas dirinya terbuka, namun dia juga pura-pura marah sekali.

   "Ketika Hengte masih malang melintang di dunia Kangouw, julukan kecil seperti Coan Lam Taihiap juga sempat menggetarkan sampai daerah Tibet. Apakah kau belum pernah mendengarnya atau kau memang sudah melupakannya?"

   Tanyanya marah. Mendengar ucapannya, seluruh tubuh Oey Kang sampai bergetar. Tampaknya rasa terkejut orang itu tidak dibuat-buat.

   "Apa? Kau adalah Coan Lam Taihiap Yibun Siu San?"

   Setelah merandek sejenak, dia menundukkan kepalanya untuk merenung. Kemudian tampak dia menggelengkan kepalanya beberapa kali. Tanpa menunggu bantahan dari pihak lawannya, dia melanjutkan lagi dengan nada curiga.

   "Hal ini benar-benar membuat orang sulit untuk percaya, Yibun Siu San yang kukenal sepuluh tahun lalu, merupakan seorang manusia sederhana yang mencintai keterbukaan. Dia tidak seperti Saudara yang main rahasia-rahasiaan, pakai kerudung penutup muka segala macam!"

   Belum lagi kata-katanya selesai, tiba-tiba terdengar suara manusia berkerudung yang tinggi melengking Dari Pak Hay aku pindah ke Lam Hay, mengirimkan kabar dengan perantara burung elang tentu tidak mungkin, di musim semi memetik buah tho sambil menikmati secawan arak, malam-malam berhujan selama sepuluh tahun lentera menerangi dunia Kangouw.

   Berdiam di rumah yang terlihat hanya empat tembok mengelilingi, mengobati penyakit dengan tiga macam cara yang berlainan, pikiranpun!"

   Baru membaca syair tersebut setengah jalan, tahu-tahu telah terdengar suara bentakan dari mulut Oey Kang.

   "Tutup mulutmu!"

   Tampangnya terlihat tegang sekali. Tidak henti-hentinya dia mengusap keringat yang membasahi keningnya dengan ujung lengan baju, seakan bentakannya yang keras tadi telah menghambur tenaga yang banyak dan menguras seluruh kekuatannya.

   "Apakah kau sudah percaya dengan keterangan Hengte?"

   Tanya si manusia berkerudung. Oey Kang tertawa dingin satu kali. Dari bawah mejanya dia mengeluarkan sepasang cakar harimau, jenis senjata yang terbuat dari baja dan berbentuk cakar harimau.

   "Saudara dapat membaca syair tadi sebagai identitas diri, rasanya memang sahabat lama orang she Oey. Tetapi aku justru mempunyai pikiran, nama mungkin dapat dipalsukan, yang pasti ilmu silat tidak. Mungkin ada baiknya kita tunjukkan sedikit kejelekan agar asli atau palsunya dapat dibuktikan segera!"

   Sambil berbicara, sepasang lengannya direntangkan, kaitan berbentuk cakar harimaunya bagai naga sakti yang menimbulkan dua carik cahaya dingin.

   Dari kanan dan kiri dia melancarkan sebuah serangan.

   Ilmu silat orang ini sudah mencapai taraf yang tertinggi.

   Senjata yang panjang maupun pendek dapat digunakannya dengan sempurna.

   Sejak semula dia memang sudah mempersiapkan beberapa macam senjata di bawah meja yang mana dapat digunakannya dalam keadaan terdesak.

   Para pendekar yang berkumpul di dalam ruangan itu merupakan tokoh-tokoh yang sudah luas pengalamannya, namun mereka tidak menyangka Oey Kang selicik itu.

   Manusia aneh yang mengenakan kerudung dan mengaku bernama Yibun Siu San menarik nafas dalam-dalam.

   Dengan mendadak kakinya mencelat mundur tiga langkah.

   Tidak disangka di belakangnya justru terdapat sebuah meja yang justru menghalangi jalannya.

   Andai kata Oey Kang terus mendesak maju, maka tidak ada tempat lagi baginya untuk mengundurkan diri.

   Yibun Siu San paham sekali watak Oey Kang yang licik serta keji.

   Dengan adanya kesempatan baik seperti ini, mana mungkin dia membiarkannya? Begitu pikirannya tergerak, dia segera memusatkan perhatiannya.

   Matanya beredar.

   Dia melihat Kiau Hun sudah mulai bergerak.

   Tubuhnya melayang bagai seekor camar yang melintasi lautan meninggalkan kursinya dan mencelat ke tengah arena untuk memberikan bantuan kepada para pendekar yang sedang sibuk meringkus para gadis yang mulai kehilangan kendali itu Tiba-tiba dia melihat sebatang golok tergeletak di samping bawah, kakinya segera dihen-takkan.

   Dalam sekali gerak saja, golok itu sudah tergenggam dalam tangannya.

   Tepat pada saat itu, Oey Kang sudah menerjang ke arahnya.

   Kecepatannya bagai luncuran sebatang anak panah.

   Orangnya belum sampai, kaitan cakar harimaunya sudah berada di depan mata.

   Dengan jurus Ular berbisa keluar dari goa, dia melancarkan serangan ke dada Yibun Siu San.

   Coan Lam Taihiap Yibun Siu San segera membalas dengan jurus Burung Hong menembus awan.

   Dia berhasil menghindarkan diri dari serangan kaitan cakar harimau sekaligus mengembalikan serangan tersebut.

   Tampaknya cahaya golok berkilauan dan menyapu ke depan.

   Oey Kang tertawa terbahak-bahak.

   "Begini baru seru!"

   Tubuhnya tiba-tiba bergerak, kaki yang baru saja menginjak tanah dengan mendadak mencelat ke belakang sejauh empat lima mistar.

   Dia mengelakkan diri dari serangan golok Yibun Siu San, dan pada saat itu juga, perge-langan tangannya bergerak dan melancarkan sebuah serangan kembali.

   Begitu berhadapan, keduanya langsung terlibat dalam pertarungan yang sengit.

   Dalam sekejap mata, tampak cahaya golok bagai salju.

   Bayangan kaitan bergerak-gerak.

   Untuk sesaat keduanya bersaing untuk saling menyerang terlebih dahulu.

   Setelah bergebrak belasan kali, terdengar Yibun Siu San mengeluarkan suara siulan yang panjang.

   Tiba-tiba gerakan goloknya berubah, dia segera membuka serangan dan mengerahkan jurus golok Cap Pek Lohan dari Siau Lim Pai.

   Begitu jurus itu dilancarkan, ternyata tidak terlihat adanya cahaya golok yang berkilauan juga tidak tampak adanya perubahan gerak yang mengejutkan.

   Tetapi setiap serangan goloknya selalu mengandung tenaga yang dahsyat serta gencar sekali dan tidak dapat dipecahkan dengan mudah oleh lawannya.

   Keadaan di dalam ruangan perlahan-lahan mulai berubah.

   Sejak nyala lilin yang memenuhi seluruh ruangan padam, kesebelas gadis bugil itu kehilangan gaya tempurnya.

   Apalagi di pihak para pendekar telah bertambah seorang Kiau Hun.

   Gerakan gadis itu bagai kilat.

   Ilmu silatnya tinggi sekali, jurus-jurus yang dikerahkannya sangat aneh.

   Dalam waktu yang sekejap saja, keadaan telah berubah dengan drastis.

   Para gadis itu berhasil ditekan sedemikian rupa oleh para pendekar.

   Beberapa orang pendekar sibuk membopong rekan mereka yang jatuh tidak sadarkan diri akibat pengaruh obat yang tersebar di selendang para gadis itu tadi.

   Kemudian mereka lalu berdiri dari kejauhan dan menyaksikan jalannya pertarungan.

   Tiba-tiba terlihat tangan Oey Kang bergerak-gerak, tubuhnya sendiri mencelat ke belakang, tampaknya dia bermaksud membingungkan pandangan lawan kemudian dengan mendadak mengibaskan pergelangan tangannya.

   Timbul segulungan angin tajam yang langsung menerpa ke depan.

   Cara turun tangan orang ini selalu mengandung kelicikan yang tidak terduga-duga.

   Kaitan harimau di tangannya bukan diserang ke arah lawan, malah diputar sehingga terbit cahaya yang menyilaukan mata.

   Setelah mengiringi sinar golok yang berpijar-pijar, dengan tiba-tiba Oey Kang meluncurkan kaitan cakar harimau tersebut menerobos ke dalamnya.

   Yibun Siu San merupakan seorang tokoh yang sudah lama mengasingkan diri.

   Ilmu silatnya sangat tinggi.

   Pengetahuannya juga sangat luas.

   Tetapi dia juga sempat terpana melihat cara menyerang yang baru kali itu dijumpainya.

   Cepat-cepat dia menarik nafas dalam-dalam dan mencelat mundur sejauh tiga langkah.

   Terdengar suara siulan yang membuat telinga berdengung-dengung.

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Kaitan cakar harimau di tangan Oey Kang menimbulkan kuntuman bunga-bunga yang setajam golok.

   Dengan berderai-derai meluncur ke arah beberapa urat darah Yibun Siu San yang berbahaya.

   Terdengar Yibun Siu San mengeluarkan suara bentakan.

   "Sungguh jurus Pohon Besi Bunga Perak yang hebat!"

   Tangan kanannya segera mengerahkan jurus Bintang-Bintang Melintasi Sungai.

   Gulungan tenaga dalam yang dahsyat bagai disatukan ke ujung telapak tangannya dan bagai ombak yang pasang surut melanda ke arah kaitan cakar harimau Oey Kang.

   Cara menghimpun hawa murni dan tenaga dalam yang disatukan dan tersalur ke tempat tertentu, kalau bukan tokoh kelas tinggi yang sudah menguasai tenaga dalamnya sesuka hati, tentu tidak dapat melakukannya.

   Melihat serangan Yibun Siu San ini, wajah Oey Kang segera berubah hebat.

   Hatinya terperanjat sekali, dengan cepat dia mengempos tenaga dalamnya dan menarik kembali luncuran serangan kaitan cakar harimaunya.

   Kemudian diapun mencelat mundur sejauh lima langkah.

   Terdengar suara meja dan kursi yang terbalik kemudian pecah berantakan.

   Rupanya tubuh Oey Kang yang bergerak mundur secara tidak sengaja membentur meja kursi yang ada di belakangnya.

   Melihat serangannya berhasil, Yibun Siu San segera memperbaiki posisinya dan kembali melancarkan sebuah serangan yang lain.

   Tangan kirinya segera bergerak ke depan dan dia mengerahkan jurus Angin Gelap Menggoyangkan Pohon Liu.

   Ketika pergelangan tangannya memutar, secara mendadak diluncurkan ke depan dan secara keras meluncur menerobos ke dalam kaitan cakar harimau di tangan Oey Kang.

   Serangannya ini sungguh aneh.

   Memang merupakan gerakan yang hanya dapat dilakukan oleh tokoh kelas tinggi.

   Orang-orang yang menyaksikan jalannya pertarungan merasa terpana.

   Diam-diam hati mereka kagum bukan main.

   Meskipun Oey Kang sendiri terkejut sekali, namun dia tidak menjadi kalang kabut.

   Secara diam-diam dia menambah tenaga yang ada dalam pergelangan tangannya, tibatiba kaitan cakar harimau berganti arah dan meluncur ke arah pundak Yibun Siu San.

   Hati Yibun Siu San tercekat bukan kepalang.

   Sepuluh tahun tidak bertemu, ternyata ilmu silat Jiko sudah maju sedemikian pesat.

   Tidak heran dia sampai mendapat julukan Raja iblis nomor satu di dunia Kangouw, pikirnya diam-diam.

   Begitu pikirannya tergerak, tangan kirinya bergerak ke samping menghindar dari serangan kaitan cakar harimau Oey Kang.

   Tubuhnya pun melesat dengan cepat dan menerjang ke depan.

   Setelah berhasil menghindarkan diri dari bahaya dengan kaitan cakar harimaunya, tubuh orang itu membungkuk sedikit, tangan kiri yang menggenggam kaitan cakar harimau segera terulur dan perlahan-lahan dia mengerahkan jurus Elang Sakti Mengibaskan Sayap.

   Kehebatan jurus ini tak perlu dikatakan lagi.

   Serangannya ini benar-benar di luar dugaan Yibun Siu San.

   Kalau tidak cepat-cepat menarik kembali serangannya, pasti dirinya akan terluka oleh kaitan cakar harimau lawan.

   Kebetulan tempatnya berdiri penuh dengan meja serta kursi yang terbalik, jadi jalannya menjadi terhalang.

   Hatinya terkejut setengah mati.

   Mulutnya mengeluarkan suara raungan yang keras, tangan kirinya segera dirubah menjadi totokan.

   Dengan kecepatan kilat dan totokan bagai pisau tajamnya, dia menyambut datangnya kaitan cakar harimau yang dilancarkan oleh Oey Kang.

   Beberapa jurus serangan yang berlangsung terus menerus ini, tidak ada satupun yang tidak mengandung kekejian.

   Serangan Oey Kang hebat bukan main, sedangkan perubahan gerakan yang dilakukan oleh Yibun Siu San sangat serasi dan indah.

   Apabila sampai terjadi kesalahan sedikit saja, pasti nyawa keduanya terancam bahaya.

   Ketika menggerakkan pergelangan tangannya untuk menarik kembali jurus serangan yang sudah dilancarkan, tiba-tiba dia melempar kaitan cakar harimaunya.

   Tangan kirinya secepat kilat meluncur dan menjepit ujung golok Yibun Siu San.

   Wajahnya tampak serius, diam-diam dia mengerahkan tenaga dalamnya dan menyalurkannya lewat ujung golok tersebut.

   Cara menyalurkan tenaga dalam ke ujung senjata lawan dengan maksud menggetarkan pergelangan tangan lawan sehingga terluka, merupakan ilmu tingkat tinggi.

   Kalau bukan orang yang memiliki tenaga dalam sampai mencapai taraf tertinggi, tentu sulit melakukannya.

   Diam-diam hati Yibun Siu San jadi tergetar.

   Keadaan yang mendesak membuat dia tidak sempat berpikir lama-lama.

   Dia menarik nafas dalam-dalam kemudian menghimpun tenaga dalamnya untuk mendorong tekanan tenaga yang tersalur lewat goloknya itu.

   Dua rangkum tenaga yang sanggup melukai lawannya segera bertemu, tanpa dapat ditahan lagi.

   Hati Yibun Siu San berdebar-debar, namun Oey Kang justru terdorong oleh pantulan tenaganya sehingga sempoyongan kemudian langkah kakinya pun terpaksa mundur ke belakang.

   Sifat orang ini memang jahat sekali.

   Meskipun dirinya tergetar mundur, namun kekejiannya belum padam.

   Mulutnya mengeluarkan suara dengusan, tangan kirinya yang menjepit ujung pedang bergetar.

   Dia menambah beberapa bagian tenaga dalam.

   Sebilah golok yang terbuat dari baja ternyata patah menjadi dua bagian karena getaran tenaga dalamnya.

   Meskipun wajah Yibun Siu San ditutupi cadar hitam, tetapi matanya tetap tajam sekali.

   Dia melihat Oey Kang tidak memperdulikan pantulan tenaga dalamnya yang dapat menimbulkan bahaya, dan dengan nekat mengerahkan tenaga yang lebih besar agar goloknya terpatah menjadi dua bagian.

   Orang ini benar-benar menempuh jalan apa saja asal dirinya terlepas dari kesulitan.

   Para pendekar yang melihat dari samping malah dikelabui oleh gerakan yang indah.

   Mereka mengira orang itu tergetar mundur karena golok yang menjadi perantara diantara mereka tergetar putus, bukan karena tenaga dalamnya yang kalah kuat.

   Setelah tergetar mundur, hati Oey Kang diliputi kebencian yang dalam.

   Namun dia sengaja memperlihatkan kewajaran, malah mendongakkan wajahnya sambil tertawa terbahak-bahak.

   Potongan golok di tangannya dilemparkan ke atas tanah.

   "Saudara yang ada di hadapanku ini, tidak diragukan lagi pasti Samte. Sepuluh tahun lamanya tidak dengar kabar berita sama sekali, benar-benar membuat Giheng rindu setengah mati."

   Katanya tenang.

   Dengan nada sedingin es Yibun Siu San menyahut "Tutup mulut! Siapa yang sudi menjadi Samte-mu, kalau kau dapat membuat Toako hidup kembali, tali persaudaraan kita yang sudah terjalin sekian lama tentu akan tersambung kembali.

   Sayangnya Toako sudah mati selama sepuluh tahun.

   Dalam waktu yang sedemikian panjang, Toaso setiap hari bermuram durja.

   Dengan tekun dia melatih ilmu silat, tetapi tidak ada satu haripun yang tidak dilaluinya dengan berurai air mata.

   Hidupnya penuh dengan penderitaan"

   Berkata sampai di sini, hatinya seakan dilanda keharuan yang dalam. Tetapi dia melanjutkan juga kata-katanya.

   "Kalau bukan Toaso memesankan sampai berulang kali, bahwa bagaimanapun harus menunggu sampai anaknya kembali untuk membalas dendam dengan tangannya sendiri, hari ini aku pasti akan membuatmu sulit melepaskan diri dari keadilan!"

   Oey Kang merasa ada serangkum perasaan pilu yang memenuhi hatinya. Tubuhnya bergetar dengan hebat.

   "Maksudmu Cen Lam Hong tinggal di tempatmu?"

   Tanyanya marah.

   "Sepuluh tahun lamanya, aku terus mengikuti Toaso. Aku tidak meninggalkannya selangkahpun. Apalagi lusa merupakan peringatan kematian Toako, Toaso sudah mempersiapkan"

   Tiba-tiba dia merasa mulutnya telah kelepasan bicara. Sepasang mulutnya membungkam rapat-rapat dan dia tidak melanjutkan kata-katanya lagi. Sepasang mata Oey Kang mengedar ke kiri dan kanan. Kemudian dia mendengus dingin.

   "Toaso sudah terhitung seorang janda. Sedangkan kau adalah seorang bujang lapuk. Seorang laki-laki yang kesepian dengan seorang wanita yang ditinggal mati, hidup dalam satu atap. Pasti akan terjadi hal-hal yang melanggar tata susial!"

   Kata-katanya ini merupakan sindiran yang tajam sekali. Yibun Siu San menjadi gusar bukan kepalang.

   "Siapa diri Toaso, kau dan aku sama-sama mengerti! Kalau kau ingin mengucapkan kata-kata seperti ini, mengapa tidak dinyatakan di depan Toaso sendiri? Membusukkan nama baik orang di belakang punggungnya, mana pantas disebut sebagai laki-laki sejati. Hari ini aku enggan bersilat lidah denganmu. Aku hanya ingin membawa pergi orangorang ini. Apakah aku keberatan?"

   Wajahnya tertutup oleh sehelai cadar, hal ini membuat orang tidak dapat melihat mimik wajahnya, apakah sedang bergembira atau bersedih. Namun dari nada suaranya dapat diketahui bahwa tokoh ini sedang gusar sekali.

   "Kata-kata yang bagus. Bagaimana caranya mengurusi orang-orang ini, giheng tidak mem-punyai gagasan sama sekali. Tetapi tolong sampaikan kepada Toaso bahwa dua hari lagi giheng pasti akan hadir di depan perabuan Toako dan memasang hio sebagai tanda duka cita."

   Yibun Siu San mendengus dingin. Dia membalikkan tubuhnya dan menatap ke arah Kok Hua-hong.

   "Tinggalkan tempat ini!"

   Katanya.

   Tanpa menunggu jawaban dari para pendekar, dia menyingsingkan lengan bajunya dan dengan perlahan-lahan berjalan keluar.

   Para pendekar saling lirik sekilas, lambat laun merekapun menggerakkan kakinya dan berbondong-bondong meninggalkan ruangan tersebut.

   Meskipun pertarungan yang sempat menentukan mati hidup sudah berlalu, namun di wajah mereka masing-masing masih tersisa ketegangan dan rasa takut yang tidak terkatakan.

   Setelah para pendekar meninggalkan pen-dopo tersebut, dari belakang berkumandang suara tawa yang panjang yang melengking.

   Suara itu begitu menusuk pendengaran dan di dalamnya terkandung rasa gembira serta semangat yang meluap-luap.

   Seakan ada sesuatu hal yang membuat perasaan Oey Kang demikian senang.

   Si gemuk pendek Cu Mei membopong Liu Seng yang tidak sadarkan diri.

   Langkah kakinya dipercepat dan mengejar sampai belakang Yi Siu.

   "Lotoa, kalau menurut pandanganmu, ilmu Coan Lam Taihiap ini lebih tinggi atau si raja iblis itu yang lebih unggul?"

   Tanyanya dengan nada lirih. Yi Siu terpekur sejenak.

   "Hal ini sulit dipastikan"

   Cu Mei tertawa kecil.

   "Untung saja orang yang muncul ini merupakan pendekar yang menjunjung tinggi keadilan. Apabila dia satu komplotan dengan Oey Kang, rasanya kau dan aku sulit keluar lagi dari pintu gerbang Pek Hun Ceng, kita pasti mati"

   Mengingat hal itu hatinya jadi tergetar cepat-cepat dia menutup mulutnya dan tidak berani melanjutkan kata-katanya.

   Suara pembicaraan kedua orang itu begitu lirihnya sampai tidak bisa dikecilkan lagi, entah bagaimana Yibun Siu San seakan dapat mendengarnya.

   Tiba-tiba dia membalikkan tubuhnya dan melirik sekilas kepada kedua orang itu, kemudian seakan tidak ada apa-apa, dia meneruskan langkah kakinya.

   Rombongan itu berjumlah sepuluh orang, setelah memutari taman bunga dan melewati dua.halaman terbuka, akhirnya mereka sudah bisa melihat pintu gerbang Pek Hun Sanceng.

   Tiba-tiba Yibun Siu San menghentikan langkah kakinya, dia menjura kepada para pendekar.

   "Cayhe masih ada urusan lainnya sehingga hanya bisa menemani sampai di sini. Apabila Cuwi sudah melewati pintu gerbang tersebut, tentu tidak akan terjadi apa-apa lagi. Tapi harap Cuwi ingat baik-baik, lain kali kalau melakukan apapun harus ukur dulu kekuatan sendiri, jangan bertindak mengikuti kata hati saja."

   Kok Hua-hong segera membalas penghormatan Yibun Siu San.

   "Apa yang Tuan katakan memang tepat sekali. Nasehat yang baik ibarat emas beratnya, kami tentu akan perhatikan baik-baik."

   Yibun Siu San seperti mempunyai ganjalan dalam hati. Tampak dia menarik nafas panjang.

   "Menurut pertimbanganku setelah meninjau selama beberapa hari ada kemungkinan, komplotan kaum sesat dari luar samudera, iblis-iblis dari daerah barat akan melakukan gerakan. Sejak sekarang dunia Bulim tidak dapat tenang lagi, bisa jadi gelombang badai yang akan melanda kali ini besar sekali aih! Aku tidak akan mengatakan lebih lanjut, harap Cuwi jaga diri baik-baik!"

   Sembari berkata, dia menghentakkan kakinya.

   Tiba-tiba sudah melesat di udara dengan ketinggian kurang lebih satu depa.

   Gerakannya ringan dan lemah gemulai.

   Begitu kakinya mendarat lagi di atas tanah, tahu-tahu orangnya sudah mencelat sampai sejauh dua depaan jauhnya.

   Bukan main hebatnya ginkang orang ini.

   *** ( )*** Kembali kepada Tan Ki yang membopong Mei Ling.

   Menerjang keluar dari pendopo dengan mendobrak pintu, dia berlari terbirit-birit.

   Kecepatannya bagai sambaran kilat.

   Telinganya sampai mendengar jelas desiran angin.

   Benda-benda maupun pepohonan yang ada di kedua sisinya seperti berjalan mundur dengan cepat.

   Setelah berlari kurang lebih setengah kentungan, tenyata tidak terjadi hal apapun yang di luar dugaan, hati Tan Ki menjadi agak lega.

   Kembali berlari sejauh beberapa depa, baru dia menghentikan langkah kakinya.

   Dia melepaskan jubah luarnya dan menggunakannya untuk menutupi tubuh Mei Ling yang bugil.

   Dia takut dirinya sendiri tidak tahan untuk terus melihat, sehingga pikirannya melayang ke hal yang bukan-bukan.

   Matahari bersinar dengan terik, pepohonan berdiri tegar dengan daunnya yang melambai-lambai.

   Angin berhembus dengan lembut, tetapi di dalam hatinya ada bara api yang sedang berkobar-kobar.

   Dia merasa gugup.

   Ingin rasanya ada sepasang sayap yang tumbuh di punggungnya agar dapat meninggalkan Pek Hun San-ceng secepat mungkin.

   Setelah itu dia akan mencari seorang tabib sakti supaya gadis yang dicintainya dapat disembuhkan seperti sedia kala.

   Tiba-tiba dia melihat seorang pemuda berpakaian putih memutar keluar dari balik sebatang pohon.

   Orang itu menghadang di tengah jalan.

   Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dia adalah si pendekar baju putih Oey Ku Kiong.

   Tan Ki diam-diam jadi tertegun.

   Terdengar pemuda itu tertawa bebas.

   "Aku mendapat perintah dari Ayah untuk menunggu di sini dan menghadang setiap orang yang akan keluar dari Pek Hun Ceng ini."

   Selesai berkata, orangnya maju perlahanlahan menghampiri Tan Ki.

   Pakaiannya berkibar-kibar, langkah kakinya tidak menimbulkan suara sedikitpun.

   Mendengar ucapannya, diam-diam Tan Ki menjadi terperanjat.

   Pantas saja sepanjang perjalanan aku berlari keluar, tidak menjumpai seorangpun, rupanya Oey Kang sudah mengutus anak angkatnya menunggu di sini, pikirnya dalam hati.

   Diam-diam dia mengerahkan tenaga dalamnya ke bagian telapak tangan dan bersiapsiap menjaga segala kemungkinan.

   Tiba-tiba terdengar Oey Ku Kiong menarik nafas satu kali.

   Dia menghentikan langkahnya tidak jauh dari Tan Ki.

   "Gadis yang ada dalam gendonganmu itu, mengapa bukan gadis she Cen yang datang bersama-sama denganmu ke Pek Hun Ceng ini?"

   Tan Ki tertegun sejenak.

   "Buat apa Saudara menanyakan hal ini?"

   Oey Ku Kiong agak marah mendengar ucapannya.

   "Aku suruh kau menjawab bukan malah bertanya"

   Dalam hatinya bagai ada ribuan kata-kata yang tercekat di tenggorokan dan tidak dapat tercetus keluar. Dia berhenti sejenak seolah sedang mempertimbangkan sesuatu, kemudian dengan cepat dia melanjutkan lagi.

   "Aku menyukainya. Sejak pertama kali melihatnya, di dalam hatiku telah timbul kesan yang dalam terhadapnya."

   Tan Ki melihat tampang wajahnya seperti orang yang terharu.

   Diam- diam dia berpikir di dalam hati.

   Apakah di dunia ini benar-benar ada kejadian jatuh cinta pada pandangan pertama? Tiba-tiba dia teringat ketika dirinya pertama kali bertemu dengan Mei Ling, bukankah dia juga mempunyai perasaan yang sama? Berpikir sampai di sini, tanpa dapat ditahan lagi, dia jadi tersenyum simpul.

   Begitu matanya memandang, tiba-tiba dia melihat jari kelingking sebelah kiri Oey Ku Kiong tampak berkilauan.

   Rupanya dia melengkungkan tiga jarum Bwe Hua-ciam milik Kiau Hun dan memakainya sebagai cincin.

   Benda ini memang halus sekali, tetapi bagi pemuda itu tentu mengandung makna yang besar.

   Seandainya sulit bertemu dengan orangnya sendiri, apa salahnya menumpahkan kerinduan di hati dengan memandangi benda yang ditinggalkannya.

   Hal ini membuk-tikan sampai di mana dalamnya cinta kasih pemuda itu terhadap Kiau Hun.

   Juga merupakan hal yang mengibakan hati.

   "Tan Heng, tentunya kau mengenal baik Cen Kouwnio itu bukan? Di sini aku mempunyai sebuah akal yang menguntungkan kedua pihak, harap kau sudi mengabulkannya."

   "Coba kau uraikan saja, biar aku mempertimbangkannya baik-baik."

   "Gadis yang ada dalam gendongan Tan Heng itu telah dicekoki obat Li Hun Tan alias pil pelenyap sukma oleh Ayah. Kesadarannya sudah hilang, Tan Heng dapat menggendongnya secara terang-terangan, tentu kau sudah menganggapnya sebagai orang yang dekat sekali hubungannya. Mungkin kau juga berharap agar gadis itu dapat segera pulih kembali seperti sedia kala?"

   "Hal ini tidak perlu dikatakan lagi."

   Oey Ku Kiong tersenyum simpul.

   "Aku bisa mencuri obat penawarnya untukmu. Tetapi kau harus melakukan suatu tugas untukku sebagai imbalannya."

   "Urusan apa?"

   Tanya Tan Ki.

   "Kau harus katakan kepada Cen Kouwnio bahwa aku akan menikahinya. Tidak perduli syarat apapun yang dia ajukan, aku pasti akan menerimanya. Kau hanya perlu mengatur pertemuan di antara kami dan bertindak sebagai mak comblang."

   Mendengar ucapannya, Tan Ki jadi terpana.

   BAGIAN XIX Untuk sesaat, mata Tan Ki jadi terbelalak dan mulutnya terbuka lebar.

   Dia sama sekali tak mengira permintaan Oey Kang merupakan hal yang sedimikian rupa Cukup lama dia tidak sanggup memberikan jawaban.

   Dengan identitas Cian bin mo-ong Tan Ki muncul di dunia Kangouw, dalam setengah tahun dia sudah menimbulkan kegemparan yang hebat.

   Entah sudah berapa banyak marabahaya yang dihadapinya, belum lagi memecahkan berbagai kesulitan yang pelik.

   Tetapi, urusan di depan matanya sekarang, merupakan persoalan yang paling rumit dalam seumur hidupnya! Mungkin, dia tidak sanggup menyelesaikan masalah pelik kali ini Karena kalau menurut makna kata-kata Oey Ku Kiong, dia memang sudah jatuh cinta kepada Kiau Hun.

   Sekarang Tan Ki diminta menjadi perantara dan mengenalkan gadis itu kepadanya? Tidak mungkin, tidak mungkin Hatinya terus berpikir keras, kepalanya pun terus menggeleng.

   Matanya beralih memandang ke arah Mei Ling yang ada dalam bopongannya.

   Tanpa dapat mempertahankan diri lagi, bibirnya tertawa sumbang.

   Kalau dia tidak mengabulkan permintaan Oey Ku Kiong, tentu dia juga tidak bisa mendapatkan obat penawarnya.

   Kesadaran Mei Ling juga sulit dipulihkan untuk selamanya Bukankah hal ini merupakan kejadian yang mengenaskan serta menakutkan? Berpikir sampai di sini, tanpa sadar tubuhnya bergetar.

   Seluruh bulu kuduk dirinya meremang.

   Hatinya kalut bukan main, hal ini malah membuat keringatnya terus menetes membasahi keningnya! Oey Ku Kiong sudah menunggu sekian lama, namun dia masih belum memperoleh jawaban dari Tan Ki.

   Anak muda itu malah berdiri termangu-mangu dan mata menerawang.

   Hatinya mulai kehabisan sabar, dia mengembangkan seulas senyuman yang licik.

   "Urusan ini ada dalam genggaman Tan Heng sendiri. Kau hanya perlu menyampaikan beberapa patah kata, bukan urusan yang sulit sekali. Tetapi kalau, Tan Heng tidak bersedia, aku juga tidak berani memaksa."

   "Ini"

   Tan Ki tampaknya masih bimbang, suaranya tersendat-sendat seakan tidak tahu apa yang harus diucapkannya. Oey Ku Kiong tertawa dingin.

   "Dalam hal ini Tan Heng tidak mempunyai pilihan lain. Oleh karena itu tidak perlu mengulur waktu. Bersedia atau tidak tergantung dirimu sendiri. Kau hanya perlu menganggukkan kepala atau menggeleng saja."

   "Urusan ini menyangkut diri Cen Kouwnio secara langsung, bukan aku yang dapat menen-tukan. Kau suruh aku harus bagaimana?"

   "Jadi kau sudah setuju?"

   Suara Oey Ku Kiong seakan mengandung kegembiraan yang besar sekali. Tan Ki menggelengkan kepalanya.

   "Kata-kata yang aku ucapkan tadi hanya ungkapan kesulitan dalam hati. Mana pernah aku mengatakan setuju?"

   Begitu kata-katanya itu terucapkan, tampang Oey Ku Kiong benar-benar di luar dugaan. Wajahnya yang tampan dan kurus langsung berubah hebat.

   "Kalau begitu, Tan Heng benar-benar tidak sudi membantu sama sekali?"

   Bentaknya marah. Tan Ki tersenyum simpul.

   "Oey Heng salah paham terhadap maksud Cayhe, hal ini sulit dilaksanakan meskipun niat untuk membantu ada. Aku lihat"

   Tiba-tiba mulut Oey Ku Kiong mengeluarkan suara raungan yang keras.

   Tangannya mencengkeram, saat itu juga timbul bayangan jari yang banyak dan mengancam dada Tan Ki.

   Kecepatan gerakannya seakan tidak memberi kesempatan bagi lawan untuk mengatur nafas sedetik pun.

   Serangan yang tidak terduga ini, benar-benar tidak boleh dianggap ringan.

   Hati Tan Ki langsung tercekat.

   Dia menarik nafas panjang- panjang kemudian mencelat ke belakang sejauh tiga langkah.

   Tan Ki sedang menggendong Mei Ling.

   Dengan demikian beban tubuhnya menjadi semakin berat, tetapi ketika dia mencelat ke belakang, gerakannya demikian ringan dan cepat.

   Terdengar Oey Ku Kiong mendengus dingin.

   "Sambut lagi sejurus seranganku ini!"

   Dua buah pukulan yang mengeluarkan suara menderu-deru secara berturut-turut dilancarkan.

   Angin yang ditimbulkannya sangat dahsyat, bahkan debu dan pasir yang terhampar di atas tanah jadi beterbangan sehingga menimbulkan kumpulan yang menyamarkan pandangan mata.

   Meskipun sebutir pasir yang halus, namun terhempas angin pukulannya dapat menjadi benda tajam yang beterbangan.

   Setiap butirnya bagaikan anak panah yang menyakitkan apabila terkena pada kulit.

   Tan Ki menduga usia lawannya hampir sebaya dengan dirinya sendiri, namun tenaga dalamnya sudah begitu hebat.

   Tanpa sadar hatinya jadi tercekat.

   "Bagus!"

   Teriaknya memuji.

   Pundaknya dimiringkan sedikit dan kakinya melancarkan sebuah tendangan, kemudian secara mendadak dia mencelat ke belakang sejauh tujuh delapan langkah.

   Rangkuman tenaga pukulan yang dahsyat menggetarkan pakaiannya sampai berkibar-kibar.

   Dua orang ahli silat apabila bergebrak, kecepatannya bagai kilat yang menyambar.

   Kedua orang itu sudah bertarung dalam dua jurus, gerakan mereka selalu maju kemudian mundur kembali.

   Dalam waktu sekejap saja mereka sudah sadar bahwa kali ini mereka telah bertemu dengan lawan yang seimbang.

   Wajah Oey Ku Kiong tampak kelam.

   Dia menunggu sampai kaki lawannya baru menginjak tanah, tiba-tiba dia maju ke depan dan merapat ke arah lawannya.

   Dengan jurus Jubah Indah Menutupi Daya Im, dia melancarkan sebuah pukulan yang mengancam arah pinggang lawannya.

   Tenaga dalamnya sangat kuat, dengan berturut-turut dia melancarkan tiga jurus.

   Gerakannya semakin lama semakin cepat.

   Jurusnya belum dikerahkan sampai selesai, angin yang timbul dari pukulannya sudah menghempas dengan kuat ke arah wajah Tan Ki sampai terasa agak perih.

   Tan Ki sedang membopong Mei Ling, tentu saja dia tidak bisa melepaskan serangan balasan.

   Terpaksa tubuhnya melesat lagi ke samping untuk menghindarkan diri.

   Kedua orang itu terus bergebrak, yang satu menyerang, yang lain menghindar.

   Lambat laun dapat dipastikan bahwa Tan Ki yang akan berada di pihak pecundang.

   Tiba-tiba terdengar suara tawa panjang yang memecahkan keheningan dan berkumandang menggetarkan gendang telinga kedua orang itu.

   Tanpa dapat ditahan lagi, keduanya jadi tertegun.

   Pada waktu yang bersamaan, keduanya memalingkan wajahnya serentak Masih lumayan kalau tidak melihat, sekali pandang wajah Tan Ki yang tampan segera berubah hebat.

   Hatinya menjadi gentar, keringat dingin pun langsung mengucur membasahi keningnya.

   Tanpa terasa dia berseru "Celaka! Kali ini belum tentu aku dapat meloloskan diri!"

   Rupanya Tan Ki melihat orang yang paling ditakutinya.

   Dalam jarak berapa depa di depannya, berdiri seorang tua yang mengenakan jubah hijau.

   Di sampingnya berdiri seorang gadis berpakaian hitam dengan bahu menyandang pedang.

   Siapa lagi kalau bukan kakek serta cucunya, Lok Hong dan Lok Ing.

   Tampaknya dari kejauhan mereka sudah melihat Tan Ki.

   Sepasang alis Lok Ing perlahan-lahan terjungkit ke atas.

   Lambat laun dia melangkah mendekati Tan Ki.

   Dia berhenti kurang lebih setengah depa di hadapan anak muda itu.

   "Siapa yang kau gendong itu?"

   Tanyanya dengan suara membentak.

   "Seorang teman."

   Tampaknya Tan Ki juga tidak berani membohongi gadis itu. Jawabannya wajar sekali. Lok Ing langsung tertawa dingin.

   "Masa cuma teman biasa?"

   Mendengar sindirannya, Tan Ki jadi tertegun.

   Kalau ditilik dari ucapannya, tampaknya ada sedikit nada cemburu di dalamnya, jangan-jangan gadis ini juga Begitu pikirannya tergerak, saking terkejutnya seluruh tubuh Tan Ki sampai mengeluarkan keringat dingin, jantungnya berdebar-debar! Tiba-tiba terlihat Lok Ing mengulurkan tangannya dan dengan cepat meluncur ke arahnya.

   Dalam waktu yang bersamaan terdengar mulutnya berkata.

   "Biar aku lihat siapa gadis itu, berani-beraninya"

   Kata-kata berikutnya seolah sulit diteruskan, Dia merasa jengah.

   Baru mengucapkan setengahnya saja, mulutnya langsung membungkam.

   Gerakan tangannya justru bertambah cepat.

   Tan Ki paham sekali watak gadis ini yang ugal-ugalan dan tidak pernah pakai aturan.

   Melihat gerakannya yang begitu hebat, dia jadi terkejut setengah mati.

   Kedua pundaknya segera dimiringkan dan kakinya mencelat mundur sejauh tiga langkah.

   Melihat niatnya tidak tercapai, hawa amarah dalam dada Lok Ing meluap seketika.

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Wajahnya sungguh tidak enak dilihat.

   "Kau berani menghindar?"

   Bentaknya keras.

   Pergelangan tangannya memutar.

   Kakinya mendesak ke depan dua langkah.

   Sekali lagi dia menyerang lagi ke arah dada Tan Ki.

   Tenaganya sangat dahsyat, timbul gulungan angin yang mengeluarkan suara menderu-deru! Perlahan-lahan Tan Ki menggeser tubuhnya dan melesat ke samping.

   Meskipun dia seorang manusia yang angkuh dan tinggi hati.

   Tetapi karena hatinya ada ganjalan, dia tidak berani membalas menyerang setengah jurus pun.

   Menghadapi sikap Lok Ing yang ugal-ugalan, tampaknya dia kehabisan akal dan terpaksa menahan kekesalan yang berkecamuk dalam hatinya.

   Bahkan Oey Ku Kiong yang berdiri di samping menyaksikan kejadian yang berlangsung di depan matanya, meskipun ia sendiri barusan berhadapan dengan Tan Ki sebagai musuh, juga benci dengan tindakannya yang semena-mena.

   


Rumah Judi Pancing Perak -- Khu Lung Pendekar Setia Karya Gan KL Anak Rajawali -- Chin Yung

Cari Blog Ini