Pendekar Kembar 14
Pendekar Kembar Karya Gan KL Bagian 14
Pendekar Kembar Karya dari Gan K L
Tosu ini tergolong tokoh Bu-tong pay dari angkatan yang memakai nama Kui, tingkatannya cuma satu angkatan di bawah ketua Bu-tong-pay sekarang, nama agamanya Kui-cin.
Maka ilmu pedang Bu-tong-pay yang dimainkannya, baik keCepatan, ketepatan dan keuletannya, semuanya tergolong kelas tinggi.
Dengan susah payah sipetani tua berhasil memancing permainan pedang si Tosu, tentu saja ia sangat girang.
Hendaklah maklum, setiap jago pedang yang dikirim Yap su-boh semuanya telah kena disihir olehnya sehingga pikirannya linglung dan tidak tahu bertempur.
Hanya kalau badannya disakiti untuk memancing nalurinya yang secara otomatis memberi perlawanan, dengan sendirinya ilmu pedang yang pernah dikuasainya dengan baik akan dikeluarkannya.
Begitulah sipetani tua juga tidak berani meremehkan ilmu pedang lawan.
mendadak ia angkat pedang bambu dan menyayat dari kiri ke kanan, serangan ini tampaknya tiada sesuatu yang istimewa tapi sebenarnya sangat hebat, namun dimana terletak kehebatan serangan ini juga sukar diketahui oleh Yu Wi, hanya dalam hati ia tahu jurus serangan "Thi-jiu-khay-hoa"
Si Tosu tadi pasti akan dipatahkan.
Benar juga, ke-12 tusukan Kui-cin tadi, hanya ditangkis oleh sekali tabasan melintang oleh sipetani tua, kontan semua serangan itu sirna seperti batu kecemplung laut, sedikitpun tidak berguna lagi.
Tanpa menunggu lawan menarik kembali pedangnya dan menyerang lagi, mendadak pedang bambu bergetar pula dan menyambar ke muka Kui-cin.
Pedang bambu yang sempit dan tipis itu setajam pisau, seketika muka Kui-cin tersayat malang melintang sejumlah enam garis luka yang rata- rata tiga dim panjangnya.
Keruan Kui-cin berteriak kesakltan, seketika ia balas menyerang dengan ilmu pedangnya yang hebat.
Sipetani tua ternyata tidak menyerang bagian mematikan di tubuh lawan sehingga Kui-cin masih kuat melancarkan serangan balasan.
Petani tua itu melayani dengan seenaknya saja, apabila Kui-cin mengeluarkan jurus serangan Bu-tong-pay yang ampuh, lalu petani tua tidak sungkan lagi, iapun balas menyerang dengan jurus aneh, bahkan pasti mengalihkan jurus ampuh lawan dan menambahkan beberapa jalur luka lagi pada tubuhnya.
Hanya dalam waktu singkat saja ratusan jurus sudah berlangsung, kini Kui-cin telah mandi darah, sedikitnya menanggung ratusan garis luka.
Yu Wi tidak sampai hati menyaksikan kekejaman yang berlangsung di depan matanya ini.
ia merasa ilmu pedang Kui-cin Tojin selisih terlalu jauh dibandingkan sipetani tua.
Mestinya dalam dua-tiga jurus saja petani tua itu dapat membunuh Kui-cin, tapi dia justeru tidak membunuhnya melainkan menyiksanya secara pelahan, jadi Kui-cin serupa dijadikan umpan latihan pedang sipetani tua.
Beberapa kali Yu Wi bermaksud turun tangan untuk membantu Kui-cin, tapi dia harus menjaga semangat seorang ksatria pedang, ia pikir Kui-cin belum lagi kalah meski sudah terluka.
jika dirinya ikut turun tangan akan berarti dua lawan satu dan hal ini tidak dapat dibenarkan menurut etik dunia persiiatan.
Ia pikir kalau man bertempur harus bertempur secara ksatria, setelah Kui-cin kalah barulah dirinya coba-coba menandingi sipetani tua.
Namun keadaan Kui-cin tampaknya sudah kalap dan tidak jernih lagi pikirannya sehingga tidak tahu mengaku kalah segala.
Makin bertempur makin kalap.
jurus serangannya juga bertambah lihay sehingga sipetani tua malah terdesak dan lebih banyak bertahan daripada balas menyerang.
Padahal cara ini memang tipu daya sipetani tua, dia sengaja memberi kesempatan menyerang bagi Kui-cin, diam-diam ia menyelami intisari ilmu pedang lawan.
Tapi sekali dia balas menyerang, tentu luka ditubuh Kui-cin bertambah banyak.
Sejenak kemudian, tubuh dan muka Kui-cin sudah terkoyak-koyak.
sedikitnya bertambah ratusan garis luka lagi, keadaannya tidak berupa manusia lagi dan sangat mengerikan.
Pemandangan ini mengingatkan Yu Wi kepada Hoat-hai Hwesio, keadaan luka ditubuh tokoh siau-lim-pay itupun terjadi seperti sekarang ini.
Teringat pada kematian Hoat-hai yang mengenaskan itu, tanpa terasa air mata Yu Wi berlinang.
Sementara itu Kui-cin sudah terlalu banyak.
mengeluarkan darah, tangannya menjadi lemas.
"trang", pedang jatuh ketanah. Rupanya semangat tempur sipetani tua tambah menyala, meski lawan sudah tidak berdaya, pedangnya masih terus berputar dan menambahkan belasan jalur luka di tubuh Kui-cin. Yu Wi menjadi gusar, ia pikir pedang Kui-cin sudah jatuh, hal ini berarti sudah kalah, kenapa sipetani tua tega melukainya lagi. Cepat ia membentak.
"Berhenti"
Mendadak pedang kayu menyampuk kedepan.
"trak", dengan tepat pedang bambu sipetani tua terpukul, pedang bambu mendengung dan bergetar, tapi pedang kayu Yu Wi tetap tidak bergeser, bahkan Yu Wi lantas mengerahkan tenaga sakti Thian-ih-sin-kang dan membentak.
"Pergi"
Paling keras dan kebetulan merupakan lawan ilmu jahat petani tua itu, meski petani tua itu lebih ulet daripada Yu Wi, seketika iapun tergetar mundur dua-tiga tindak oleh tenaga sakti anak muda itu.
Dengan pedang terjulur kebawah, petani tua itu berdiri menatap Yu Wi dengan muka rada pucat, ia heran dari manakah anak muda ini mempelajari ilmu pedang yang merupakan lawan mematikan ilmu pedang sendiri? Yu Wi lantas tanya.
"Kau perlu istirahat dulu atau sekarang juga kita mulai bertanding?"
"Tentu saja bertanding sekarang juga,"
Jawab si petani tua dengan gusar. Melihat air muka orang belum lagi pulih kembali, Yu Wi menggeleng kepala dan berkata.
"Tidak, kukira bertanding sebentar lagi."
Habis berkata, ia tarik pedangnya dan melangkah mundur.
"Kau berani menghina orang tua, anak muda?"
Bentak si petani tua dengan gusar.
"Aku tidak menghina, tapi kita harus bertempur secara adil,"
Kata Yu Wi dengan tenang.
Hampir meledak dada si petani tua saking gusarnya, ia pikir bocah ini benar-benar tidak tahu diri, masa ingin bertempur secara adil segala dan tidak gentar sedikit terhadap dirinya.
Padahal dahulu dirinya pernah malang melintang di dunia Kangouw tanpa tandingan, siapa pun takut bila mendengar namanya.
setiap kali bertempur, sedikitnya dirinya akan mengalah tiga jurus kepada lawan.
sekarang bocah ini tidak mau diberi kelonggaran, sebaliknya juga tidak mau menarik keuntungan meski diberi keleluasan secukupnya.
sungguh menggemaskan, tapi juga mengagumkan.
Yu Wi mendekati Kui-cin dan membangunkan dia, dilihatnya luka Kui cin sangat parah dan sukar tertolong lagi Mendadak Kui-cin buka kelopak matanya yang berlumuran darah dan berkata.
"sia kiam .... sia kiam .... su-kiam yang lihai..."
Melihat Kui-cin dapat bicara, si petani tua jadi terkejut, pikirnya.
"Aneh. dia telah disihir oleh ilmu Mo sim-gan Yap su-boh, mengapa bisa bicara?"
Kiranya umumnya kalau orang terkena ilmu sihir, bila mengalami sesuatu goncangan yang mengagetkan, pengaruh ilmu sihir itu akan buyar dengan sendirinya dan pulihlah seperti biasa.
setelah terluka oleh ratusan garis pedang, sejak tadi keadaan Kui-cin sudah pulih seperti biasa, keadaannya memang kempas-kempis, namun pikiranya cukup jernih.
Setiap tokoh Bu-lim yang berusia agak lanjut tentu kenal nama sia-kiam atau pedang jahat, sebab sia- kiam ini sangat istimewa, sama sekali berbeda daripada ilmu pedang biasa.
Meski dahulu Kui-cin belum pernah merasakan lihainya sia-kiam, tapi setelah pikirannya jernih, segera ia dapat mengenali ilmu pedang si petani tua.
"Lukamu sangat parah, Cianpwe,"
Kata Yu Wi dengan suara tertahan.
"mengasolah dan jangan banyak bicara."
Kui-cin menggeleng kepala, ucapnya dengan lemah.
"Aku sudah hampir... hampir mati. ternyata sekarang... sia-kam muncul lagi... Harap kau siarkan ke dunia Kangouw agar mereka was... waspada...."
Hanya sampai di sini, napasnya lantas putus dan tutup mata untuk selamanya. Pelahan Yu Wi membaringkan Kui-cin, dalam benaknya terus mengiang pesan Kui cin tentang "sia-kiam muncul lagi"
Tadi, pesan ini sama dengan pesan Hoat-hai, suatu tanda bahwa di masa lampau orang menyangka sia kiam sudah mati, tapi kenyataannya tidak mati melainkan hidup terasing di Put-kui-kok ini. Yu Wi lantas berdiri dan bertanya kepada si petani tua.
"Mengapa sebelum ajal mereka minta kusiarkan berita tentang dirimu yang belum mati ini?"
"Dari mana kutahu apa maksudnya?"
Jawab si petani tua dengan muka masam.
"Lotiang, jangan-jangan dahulu engkau terlalu banyak membunuh, maka siapa pun takut bila kau masih hidup di dunia ini?"
"Memangnya kenapa kalau betul?"
Sahut si kakek dengan gusar.
"Lotiang,"
Kata Yu Wipula.
"Ketahuilah, di dunia ini tidak ada manusia yang mempunyai hobi membunuh orang, hanya ilmu pedangmu yang telah menjurus kejalan sesat sehingga setiap kali ada orang bertanding denganmu pasti kau bunuh."
"Hm, memangnya kau lagi bicara dengan siapa?"
Jengek si pak tani dengan mendongkol.
Yu Wi menguasai Hai-yan-kiam-hoat, maka pengetahuannya juga lebih tinggi daripada orang biasa, pandangannya memang betul, sebab si pak tani ini suka membunuh orang karena jahatnya ilmu pedangnya, maka dia bermaksud memberi nasihat padanya.
"Disini tidak ada orang lain lagi, dengan sendirinya kubicara dengan kau,"
Kata Yu Wi.
"Kuharap selanjutnya jangan kau bunuh orang lagi. Hendaklah maklum akan hukum karma, sekarang kau bunuh orang, kelak kau pun akan dibunuh orang."
"Hm, memangnya kau hendak mengajar diriku?"
Semprot si kakek dengan gusar.
"Cayhe tidak berani,"
Jawab Yu Wi.
"Seumpama kau berani, paling-paling hanya kata-kata terakhir ini saja yang dapat kau katakan,"
Seru petani itu dengan tertawa.
"Awas pedang"
Segera pedangnya menusuk. tapi sampai di tengah jalan mendadak ditarik kambali. Yu Wi menyangka tenaga orang tua itu belum pulih, maka tak berani bertanding dengan segera. Katanya.
"Pertarungan kita ini sukar terhindar dari mengadu jiwa, Cayhe tahu sedikit ilmu pedang, maka merasa tidak mampu mengalahkan Lotiang. Jika kumati di bawah pedangmu, anggaplah aku ini cekak umur, tapi tetap hendak kunasihati dirimu, setelah kau bunuh diriku, semoga untuk terakhir kalinya kau membunuh orang, selanjutnya asalkan tidak timbul hasratmu untuk bertanding pedang dengan orang tentu pula kau takkan membunuh."
Petani tua itu diam saja, mendadak ia meraung tertahan.
"Menyingkir"
Yu Wi heran oleh ucapan orang, tanpa terasa ia menuruti permintaannya dan menyingkir ke samping.
Ternyata di belakangnya tertaruh keranjang yang berisi ular berbisa tadi.
Dengan badan tampak gemetar petani tua itu melangkah maju, sampai di depan keranjang itu, mendadak ia berlutut dan membuka tutup keranjang, dengan matanya yang tinggal satu ia incar dasar keranjang, sekali meraih segera dicengkeramnya seekor ular welang yang berbisa jahat.
Cara menangkap ular si petani tua tampaknya sudah sangat biasa, gerakannya cepat dan jitu, dengan tepat leher ular tercengkeram sehingga kepala ular tak bisa berkutik.
Gigi si kakek kedengaran gemertuk.
jelas kelihatan orang tua ini mengidap semacam penyakit aneh.
Diam-diam Yu Wi berpikir, Jangan jangan dia harus makan ular berbisa itu barulah penyakit yang diidapnya itu dapat ditahan?"
Dalam keadaan demikian bila Yu Wi mau membunuh kakek itu boleh dikatakan sangat mudah sekali, namun Yu Wi tidak mau menyerang orang yang lagi susah.
Benarlah, segera dilihatnya petani tua itu menggigit kepala ular, lalu diganyang mentah-mentah setelah makan kepala ular barulah menghela napas lalu gemetar tubuhnya tadi lantas berhenti, keadaannya pulih seperti semula dan dapat berdiri Yu Wi sudah apal membaca kitab pertabiban pian sik sin Bian, kini ilmu pertabibannya sudah sangat tinggi.
ia menggeleng kepala dan berkata kepada pak tani itu.
"Caramu ini bukan cara yang tepat. Penyakitmu harus disembuhkan sampai akarnya kalau cuma mengobati akibatnya saja hanya akan menambah sengsaramu saja."
Kini rasa permusuhan petani tua itu terhadap Yu Wi sudah banyak berkurang, ia menyadari bilamana anak muda itu mau membunuhnya tadi tentu semudah merogoh barang dalam sakunya sendiri.
"Apa daya?"
Katanya kemudian dengan sedih "hanya dengan cara demikian barulah umurku dapat diperpanjang, masih untung kudapat menggunakan cara menyerang racun dengan racun, kalau tidak. sudah 20 tahun yang lalu kupergi menghadap Giam-lo-ong."
"Setiap hari kau makan ular?"
Tanya Yu Wi.
"Ya, terpaksa,"
Jawab si kakek dengan menyesal.
"Sehari tidak makan rasanya tidak tahan. Tadi karena banyak mengeluarkan tenaga, maka telah kumakan seekor ular berbuntut merah, tapi racun dalam tubuh kumat lagi, untung di dalam keranjang masih tersisa seekor ular welang, kalau tidak. ....
"
Sampai disini petani ini menghela napas denngan sangat berduka. Yu Wi pikir cara hidupnya ini sungguh harus dikasihani, segera ia tanya,"Racun apakah yang diidap Lotiang sehingga setiap hari harus makan ular berbisa?"
Petani tua itu menengadah, memandang langit lalu menjawab.
"Racun nomor satu di dunia. Kim-kiok hoa"
"Apa, Kim-kiok hoa?"
Seru Yu Wi kaget.
"Kau pun tahu Kim-kiok hoa?"
Tanya si kakek.
Yu Wi mengangguk, teringat olehnya cerita oh Ih-hoan, pemilik Pek po, yaitu tentang kakeknya, Oh It-to, yang mati karena makan Kim- kiok hoa atau bunga seruni emas.
Ia menjadi sangsi jangan-jangan Kim-kiok hoa yang dimakan petani tua ini juga ada sangkutpautnya dengan iblis bangsat It-teng alias Thio Giok-tin? Maka dengan suara keras ia tanya.
"Siapa yang meracuni Lotiang?"
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Thio Giok-tin"
Jawab sipetani tua dengan pedih dan gemas.
"Ternyata betul dia"
Gumam Yu Wi.
"Apakah kau kenal dia?"
Tanya si kakek.
"Kenal,"
Jawab Yu Wi.
"Kudengar dia pernah meracun mati jago nomor satu di dunia yang bernama Oh It-to , ...
"
"Betul, tak tersangka anak muda seperti kau ini juga tahu peristiwa menarik di dunia persilatan masa lampau. setelah Oh It-to diracun mati oleh Thio Giok-tin, beberapa tahun kemudian akulah yang menjadi sasarannya ....
"
"O, dia juga penujui ilmu pedangmu yang terkenal sebagai sia-kiam ini?"
Tanya Yu Wi. Petani tua itu memandang Yu Wi sekejap. lalu berkata.
"Dia memancing diriku dengan kecantikannya, tapi ia tidak tahu bahwa aku Kwe siau-hong meski gemar membunuh orang. tapi terhadap perempuan, biasanya tidak tertarik, beberapa kali dia menjebak diriku dan tidak berhasil, maka timbul pikiran jahatnya untuk membunuh diriku. suatu hari, waktu dia menggoda diriku, dia berkata padaku, 'siau-hong, aku sedemikian baik padamu, maukah kau mengajarkan ilmu pedangmu padaku?' "Aku bergelak tertawa dan menjawab Nona Thio, kau pancing diriku dengan kecantikanmu, memangnya kau kira aku tidak tahu? Tapi selama ini seujung bulu romamu saja tidak kusentuh, maka pikiranmu ingin belajar ilmu pedangku lekas dihapus saja. Seketika air mukanya berubah, dengan genit dia mengancam. 'Jika tidak kau ajarkan ilmu pedangmu padaku, biarlah sekarang juga boleh kau bunuh diriku.' "Tentu saja aku sangat gusar terhadap perempuan yang tidak tahu malu itu, kesucian perempuan sama sekali tidak dihargai olehnya sendiri segera kulolos pedang dan berkata, sekalipun kubunuh perempuan hina macam kau juga tidak menjadi soal."
"Siapa tahu, dia sama sekali tidak mengelak atau menghindar sehingga dadanya tersayat duatiga garis oleh pedang ku. Padahal selama hidupku tidak pernah membunuh orang perempuan, tentu saja aku sangat menyesal."
"Dengan alasan kejadian itu, dia tambah garang, katanya, Bagus, sudah menolak permintaanku, malahan aku hendak kau bunuh pula. Tidak. pokoknya hari ini harus kau ajarkan ilmu pedangmu padaku."
"Dengan menyesal kujawab, 'soal belajar ilmu pedangku hendaklah selanjutnya jangan kau pikirkan lagi. Biarlah kuajarkan semacam kungfu lain saja."
"Dia tahu kungfuku yang paling lihai adalah ilmu pedang, kungfu lain boleh dikatakan tidak ada artinya baginya. Maka dia berlagak ngambek dan berkata, Tidak. kuingin belajar ilmu pedangmu, kalau tidak. harus kau bayar utangmu, harus kugores juga dua luka pada dadamu dan selanjutnya akupun takkan merecoki kau lagi."
"Kupikir permintaannva itu cukup adil, biarlah dadaku digores dua kali olehnya agar selanjutnya aku tak direcoki lagi. segera kubuka bajuku dan berkata, Baiklah, boleh kau gores dadaku"
"Kuyakin kungfuku jauh lebih tinggi daripada dia, maka tidak takut akan terbunuh olehnva. Dia tertawa genit dan berkata, 'Ai, kau begini cakap dan begini gagah. sungguh aku tidak tega melukai kau., Habis berkata, sret-sret dua kali, dengan pelahan saja pedangnya menyayat dadaku."
"Wah, celaka"
Seru Yu Wi tanpa terasa.
"Celaka bagaimana?"
Tanya si kakek alias Kwe-siau-hong.
"Pedangnya beracun,"
Kata Yu Wi.
"Racun Kim kiok-hoa luar biasa jahatnya, sedikit terluka saja racun segera meresap masuk dan membinasakan orang."
"Nyata kau lebih cerdik daripadaku,"
Kata Kwe siau-hong dengan gegetun.
"waktu itu tidak terpikir olehku bahwa pedangnya beracun, malah kusangka dia sayang kepada kecakapanku, maka hanya menyayat dadaku dengan pelahan saja."
"Hm, perempuan keji dan cabul seperti itu, sungguh hatinya terlebih berbisa dari pada ular,"
Ucap Yu Wi dengan gemas. Ia lantas teringat kepada kematian Ang-bau-kong dan Lam-si-khek yang mengenaskan itu, tanpa terasa air matanya bercucuran.
"Kaupun bermusuhan dengan dia?"
Tanya Kwe siau- hong. Dengan suara penuh dendam Yu Wi berteriak "Ya, permusuhanku dengan dia setinggi langit, biarpun dicuci dengan air empat samudera juga tidak bisa bersih."
"Sudah lebih 20 tahun tidak kulihat dia, kukira ilmu silatnya pasti jauh lebih tinggi daripada dahulu,"
Kata Kwe siau-hong.
"Kau harus hati-hati jika ingin menuntut balas padanya. sayang tak dapat kubantu kau, kalau dapat pasti kubantu kau "
"Masakah kau tidak ingin menuntut balas?"
Tanya Yu Wi heran- "Aku mempunyai musuh lain yang lebih hebat melulu dia seorang saja sukar kuhadapi,"
Tutur Kwe siau-hong dengan gegetun.
"Maka soal dendam kepada Thio Giok-tin terpaksa kusingkirkan dulu ke samping."
"Memangnya siapa musuh mu yang lebih hebat itu?"
Tanya Yu Wi. Kwe siau-hong menghela napas panjang, selang sejenak baru menjawab.
"Coba dengarkan lebih lanjut kisahku. setelah terjebak oleh muslihat keji Thio Giok-tin, dengan cepat racun pada lukaku lantas bekerja, sungguh rasanya sangat menderita serupa digigit oleh beribu-ribu semut. Aku terkejut dan berteriak. 'Hei, nona Thio, kau... .' "Maka tertawalah Thio Giok-tin yang keji itu sembari terkekeh ia berucap. 'Nah, boleh kaurasakan sekarang, apakah orang she Thio ini boleh sembarangan dibuat main-main? setiap apa yang tidak dapat kuperoleh harus kumusnakan, pedangku beracun Kim-kiok hoa, maka boleh kau tunggu kematianmu dengan pelahan-' "Mukaku pucat demi mendengar istilah Kim kiok hoa, kutahu racun ini sangat jahat dan tidak ada orang yang mampu menawarkannya, tapi aku tidak mau mati sia-sia, harus mati bersama dia, tidak boleh terkabulkan keinginannya. Maka kulolos pedang dan melancarkan serangan kilat. ia tidak menyangka setelah kukena racun jahat masih dapat membunuhnya, dengan gugup ia menangkis, tapi waktu itu ia mana bisa menandingi diriku, apalagi kuserang dia dengan kalap. hanya beberapa kali serangan sudah membuat dia kelabakan."
"Kutahu jiwaku akan tamat selekasnya, tapi aku malah bergelak tertawa dan berseru, 'Hahaha,Thio Giok-tin, satu jiwa dibayar satu jiwa, aku tidak rugi Yang kupikirkan waktu itu hanya membunuh dia untuk melampiaskan sakit hatiku, sama sekali tidak kurasakan kesakitan lukaku.' Tampaknya usahaku membunuhnya hampir berhasiL siapa tahu mendadak muncul seorang penolongnya...."
"Siapa dia?"
Tanya Yu Wi. Lamat-lamat ia dapat menerka siapa gerangan yang dimaksudkan.
"Siapa lagi, ialah musuh ku yang terlebih lihai itu,"
Jawab Kwe siau-hong dengan menggreget. Sebenarnya Yu Wi ingin tahu lebih jelas, tapi Kwe siau-hong tidak menjelaskan pula, ia menyambung.
"Begitu muncul orang itu lantas berseru, Berhenti, berhenti Ada urusan apa boleh dibicarakan saja dengan baik-baik, Kutahu ajalku sudah dekat, kesempatan yang singkat dan terakhir ini mana boleh kubuang percuma, seranganku tambah gencar, mendadak rambut Thio Giok-tin kutabas putus, saking kejut dan takutnya Thio Giok-tin menjerit, 'Tolong'. Jeritan minta tolong ini ternyata sangat manjur, semula orang itu hanya ingin melerai kami, sekarang dia tidak ragu lagi, mendadak aku diserangnya. Tusukan pedangnya sungguh maha lihai, juga salahku sendiri, lantaran terburu-buru ingin membalas dendam sehingga lupa menjaga diri, dalam sekejap itu kurasakan mata kiriku kesakitan luar biasa...."
"Hahh"
Tanpa terasa Yu Wi berseru kaget. ia pikir, pantas hanya sebelah matanya yang terbuka. kiranya mata kirinya buta tertusuk pedang Jelas permusuhan antara keduanya sukar dihindarkan lagi.
"Kutahu lawan terlalu lihai, kupegang mata kiri yang terluka dan berlari sekuatnya dengan menahan rasa sakit,"
Demikian Kwe siau-hong menyambung ceritanya "Lari dan lari terus. akhirnya aku kehabisan tenaga dan jatuh kelengar. Kupikir tamatlah riwayatku, sakit hati tak terbalas, dendam tak terlampias, matipun penasaran"
"Tak terduga racun Kim-kiok hoa itu ternyata tidak menewaskan diriku, tahu-tahu aku sadar kembali. begitu membuka mata segera kulihat seekor Pek poh-coa (ular seratus langkah) lagi mengisap darah lukaku. seketika timbul kegeramanku, kupikir dasar binatang, aku sudah hampir mati. tapi masih kau sakiti. Dengan gregetan kucengkeram leher ular itu, sekali gigit kuputuskan kepala ular. Kupikir sebentar toh akan mati, boleh juga sekedar melampiaskan gemasku terhadap seekor ular. Maka hanya beberapa kali kunyah saja kepala ular berbisa itu kulahap mentahmentah. sungguh aneh bin ajaib, habis mengganyang kepala ular, bukannya tambah parah lukaku, sebalknya racun Kim-kiok hoa malah terpunahkan mendadak. Hanya luka mata yang kesakitan luar biasa. Diam-diam aku sangat girang, kukira kepala ular berbisa itulah obat penawar Kim-kiok hoa yang paling mustajab. segera kumerangkak bangun dan membubuhi mataku dengan obat luka, lalu kulari kembali kesana, ingin kutuntut balas kepada orang yang menusuk buta mataku itu. sakit hatiku terhadap Thio Giok tin jadi terlupa malah, kupikir jika orang itu tidak ikut campur, tentu sakit hatiku sudah terbalas. sekarang mataku buta, sakit hati tak terbalas, semua ini garagara orang itu. Maka yang kupikir hanya dendamku kepada orang itu, kucari ke tempat semula, tapi mereka sudah menghilang, sampai hari kedua, saking lelahnya kurasakan racun Kim-kiok hoa mulai kumat lagi. Keparat. siksaan racun itu sungguh sulit ditahan, seketika aku merasa pintar, dengan menahan sakit kucari dan berhasil lagi menangkap seekor ular kobra, hanya beberapa kali gigit saja mengganyang pula kepala ular berbisa itu. Dengan demikian dapatlah kutemukan satu cara menyerang racun dengan racun, tapi seterusnya setiap hari aku tidak boleh kekurangan seekor ular berbisa. Meski setiap hari aku harus mencari ular berbisa sebagai obat, tapi hasratku mencari musuh yang menusuk buta mataku itu tidak berkurang pada suatu hari dapat kudengar bahwa orang itu bernama Lau Tiong-cu, terkenal sebagai tokoh top dunia persilatan jaman itu."
"oo"
Mendadak Yu Wi bersuara. Dalam hati pikir ternyata benar Toa suheng yang telah menyelamatkan jiwa si Nikoh bangsat itu. Kwe siau-hong menghela napas, lalu menutur pula.
"Setelah kutahu siapa dia, hatiku menjadi ngeri, kutahu sukar untuk menandingi Lau Tiong-cu, apalagi setelah keracunan, betapapun kungfuku sudah terpengaruh dan tenaga berkurang. Kupikir membalas dendam bagi seorang lelaki sejati tidak terbatas oleh waktu, biarlah sementara kukesampingkan dulu urusan balas dendam, yang penting kucari suatu tempat yang sepi dan tenang untuk meyakinkan ilmu pedangku lebih tinggi sekaligus memunahkan racun Kim-kiok hoa dalam tubuhku."
"Pada suatu hari tiba-tiba kudengar berita yang tersiar luas, katanya aku telah terbunuh oleh perempuan cabul Thio Giok-tin, kejadian ini sangat menyenangkan orang persilatan baik dari kalangan Hok-to (hitam) maupun golongan Pek-to (putih). Tentu saja hampir meledak dadaku saking gusarnya mendengar berita itu Kupikir perempuan she Thio itu sungguh tidak tahu malu, dia anggap dapat membunuh diriku adalah suatu kejadian yang gemilang dan membanggakan, maka disebarkanlah berita itu secara luas. makin kupikir makin sakit hatiku. sialnya, pada hari itu juga terjadi pula kemalangan, ketika racun Kim-kiok hoa kumat. seekor ular saja sukar kucari, saking gelisah aku jatuh tersungkur di tepi jalan dan pingsan. Untung jiwaku belum ditakdirkan tamat. waktu siuman, kebetulan kutemukan Yap su-boh yang gemar piara ular berbisa itu lalu disitu, maka kuminta diberi seekor ular kobra dan kulahap kepalanya sehingga jiwaku tertolong pula."
"Yap su boh tanya padaku sebab-musababnya kugemar makan kepala ular, sudah lama juga dia kagum kepada namaku. Hendaklah maklum, waktu itu nama Yap su-boh belum menonjol seperti sekarang dan jauh di bawahku. Maka sedapatnya dia membaiki diriku dan mengundang aku kepulaunya untuk merawat luka dan meyakinkan ilmu pedang lebih tinggi, juga berjanji akan memberi jatah ular berbisa secara gratis kepadaku. Kebetulan aku memang tidak mempunyal tempat tujuan, maka kuikut dia ke pulau ini."
"Sang waktu berlalu dengan cepat, sekejap saja sudah kutinggal di pulau ini hingga sekarang. sejak mula sudah kutetapkan suatu peraturan keras, siapapun dilarang masuk ke lembah ini kecuali pengantar ular berbisa bagiku. Beberapa tahun yang lalu, waktu Yap su-boh mengutus orang mengantar ular, sekalian dia mengantarkan pula tiga jago pedang, katanya untuk dijadikan lawan latihanku. Kau tahu hobiku adalah membunuh orang. sekarang ada orang sengaja mengantarkan jago pedang untuk kubunuh, tentu saja kuterima dengan senang hati, maka selama beberapa tahun ini sudah ada beberapa ratus orang menjadi korban pedangku,"
"Ai, jelas kau telah diperalat oleh Yap su-boh."
Ucap Yu Wi dengan gegetun.
"Memangnya kau kira aku tidak tahu?"
Sahut Kwe siau-hong dengan tertawa.
"Ambisi Yap suboh memang besar. ia ingin merajai dunia persilatan maka lebih dulu hendak dibabatnya Jit-taykiam- pay, tokoh-tokoh ketujuh aliran besar itu harus dibunuhnya dengan cara bagaimana pun, untuk itu dia sengaja mengalihkan dosanva padaku, tokoh-tokoh Jit-tay-kiam-pay yang terpancing ke pulau ini dikirimnya kesini untuk kubunuh. Hah, masa aku takut? suruh bunuh lantas kubunuh, peduli amat."
Yu Wi menggeleng, katanya.
"Dapatkah kau tidak membunuh?"
Dengan serius Kwe siau-hong bertanya.
"Aku hanya tahu kau she Yu, entah siapa namamu, bolehkah kau beritahukan padaku?"
"Cayhe bernama Wi,"
Sahut si anak muda.
"Bolehkah kupanggil adik cilik padamu?"
Yu Wi mengangguk.
"Adik cilik."
Ucap Kwe siau-hong dengan gembira.
"Antara kau dan aku ada kecocokan, pula... pula kau sangat baik padaku."
"Mana aku berbuat baik padamu?"
Ujar Yu Wi.
"Hal ini, memang sukar kujelaskan."
"Kuminta padamu. dapatkah selanjutnya kau tidak membunuh orang lagi?"
Dengan tegas Kwe siau-hong menjawab.
"Sedapatnya akan kusanggupi permintaanmu ini, tapi tusukan pedang yang membutakan mataku, sakit hati ini tidak dapat tidak harus kubalas."
Melengak Yu Wi, segera ia berkata pula.
"Racun yang mengeram dalam tubuhmu dapat kubantu memunahkannya,"
Girang sekali Kwe siau hong, serunya.
"Benar dapat kau bantu melenyapkan penderitaan yang telah membelenggu diriku selama lebih 20 tahun ini?"
"Siaute mahir mengobati berbagai luka dan racun. tidak sulit untuk menawarkan racun jahat dalam tubuhmu."
Saking kegirangan sampai Kwe siau- hong menitikkan air mata, dengan suara gemetar ia berkata.
"Terima kasih kepada Thian dan Te (langit dan bumi), tak tersangka pada suatu hari siauhong bisa terhindar dari siksa derita ...."
Diam-diam Yu Wi menghela napas, ia pikir selama 20-an tahun ini si kakek tentu sudah kenyang disiksa oleh racun, setiap hari tak dapat hidup tenang, penderitaannya dapat dibayangkan.
"Bilakah kita mulai pengobatan ini?"
Tanya siau-hong.
"Urusan jangan ditunda lagi, sekarang juga kumulai menawarkan racunmu "
"Biar kukubur dulu jenazah Kui-cin,"
Kata siau- hong.
Dengan sujud ia mengangkat jenazah Kui-cin dan dicarikan suatu tempat yang baik, ia menggali sebuah liang besar, lalu dengan hormat dibaringkannya Kui-cin di dalam liang kubur itu, setelah sibuk dua-tiga jam barulah selesai pemakaman itu Yu Wi hanya menonton saja di samping tanpa membantu, ia pikir kakek sudah membunuh orang sekian banyak dilembah ini, mungkin baru pertama kali ini dia mengubur korbannya.
Perubahan ini menandakan pada dasarnya dia toh berhati bajik, Yu Wi membiarkan orang sibuk sendirian, tujuannya supaya perasaan kakek itu bisa tenteram dan merasa telah mengerjakan sesuatu yang baik, Karena hari sudah mulai gelap.
tidak leluasa untuk mengadakan penyembuhan, maka malam itu dilewatkan tanpa terjadi apa pun.
Esok paginya Yu Wi memberi penyembuhan racun Kwe siau-hong dengan tusuk jarum emas, terapi tusuk jarum emas cara Yu Wi ini paling mujarab untuk memunahkan racun dalam tubuh.
Boleh dikatakan jarang ada tabib yang mahir ilmu penyembuhan ini.
Lalu Yu Wi memberi minum pil penawar racun yang sudah tersedia, sampai hari ketiga, racun yang mengidap dalam tubuh Kwe siau-hong telah dapat dipunahkan dan sembuhlah seluruhnya.
Hari ini semangat Kwe siau-hong tampak sangat segar, dengan berseri-seri ia berkata.
"Adik cilik. bahwa aku masih dapat sehat seperti sekarang. itu tanda Thian (Tuhan) Maha Pengasih. selanjutnya Lokoko (kakak tua) berjanji takkan sembarang membunuh orang lagi."
Senang sekali dan terhibur hati Yu Wi, ia pikir daripada menghukum seorang jahat, akan lebih baik jika dapat menyadarkannya.
selanjutnya sia-kiam yang sangat ditakuti dalam Bu-lim sudah hilang.
sebaliknya telah bertambah dengan sebatang pedanng pembela keadilan.
"Adik cilik,"
Kata siau hong pula.
"kau telah menolong diriku dari neraka, budi kebaikanmu ini cara bagaimana harus kubalas?"
"Cukup asalkan selanjutnya kau tidak membunuh orang baik, menumpas kejahatan dan menolong kaum lemah, semua ini jauh lebih baik daripada membalas budi padaku."
Habis berkata, tiba-tiba Yu Wi mengeluarkan sebilah belati dan disodorkan kepada Kwe siauhong. Tentu saja kakek itu merasa bingung, tanyanya.
"
Untuk apa pisau ini?"
"Siaute ingin mohon sesuatu padamu."
Kata Yu Wi.
"Jangankan satu. biarpun sepuluh urusan juga akan kuturut,"
Jawab siau- hong tegas.
"Tapi, urusan ini mungkin sukar dilaksanakan olehmu,"
Kata Yu Wi sambil menghela napas.
"Urusan apa? Apakah perlu membunuh orang? siapa yang harus dibunuh?"
Tanya Kwe siauhong.
"Asalkan adik cilik menganggap orang itu pantas dibunuh, kukira dosanya pasti tak terampunkan Jika aku tidak berani turun tangan, biarlah aku bunuh diri saja."
"Untuk apa bersumpah, lekas tarik kembali,"
Kata Yu Wi.
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Baik."
Jawab Kwe siau hong.
"sekarang katakan, membunuh siapa?"
"Tidak membunuh siapa-siapa,"
Kata Yu Wi sambil menuding mata kiri sendiri.
"sekarang kau gunakan pisau itu dan tusuk buta mataku ini. Cepat, takkan kusalahkan kau."
Saking kagetnya belati itu terlepas dari tangan Kwe siau-hong, air mukanya pucat, serunya dengan tergegap.
"He, ken ... kenapa ... ."
"Karena tidak tahu duduknya perkara, tanpa sengaja Toa supek telah merusak sebelah matamu sehingga kau tersiksa selama 20 tahun ini, jelas sakit hatimu ini tidak bisa tidak harus dibalas,"
Ucap Yu Wi dengan pedih.
"Tapi usia Toasupek sekarang sudah sangat lanjut, isteri kesayangannya juga sudah mati, dia tirakat didalam kuburan dan mendampingi jenazah isterinya selama ini, maka janganlah kau tuntut balas padanya. Aku masih muda dan kuat, buta sebelah tidak menjadi soal. supek ada kesusahan biarlah kutanggUng baginya. Nah, harap kau engkau memenuhi permintuanku ini."
Kwe siau-hong jadi ingat si adik cilik telah memintanya jangan membunuh orang lagi, permintaan ini sudah disanggupinya, tapi sakit hati tusukan yang membutakan matanya itu dengan tegas telah dinyatakan tetap akan dibalas, sebab itulah adik cilik ini bertindak seperti sekarang.
Padahal adik cilik seolah-olah orang yang telah membuatnya hidup kembali dari neraka, apakah dendam mata dibutakan ini masih tetap harus dituntut balas? Tapi kalau tidak menuntut balas, untuk apa dia menahan siksa derita selama 20 tahun ini, bukankah lantaran ingin muncul kembali di dunia Kangouw untuk menuntut balas? Begitulah terjadi pertentangan batin antara budi dan dendam dalam hatinya, karena merasa serba susah dan sukar dipecahkan, tak tahan lagi kakek itu menangis tergerung.
Dengan air mata bercucuran Yu Wi berkata.
"Thio Giok-tin adalah sumoay Toasupek, sebelum kejadian itu dia tidak tahu engkau keracunan, lebih-lebih tidak tahu Thio Giok-tin yang meracuni dirimu. soalnya, kebetulan dia lewat di situ dan mempergoki kau hendak membunuh sumoay, terpaksa dia ikut campur."
Yu Wi tidak menyaksikan kejadian itu, juga tidak didengar dari siapa-siapa, hanya dari penuturan Kwa siau-hong tadi ia dapat meraba apa yang terjadi waktu itu, ia pikir Toasupek adalah seorang yang berhati welas-asih, tidak mungkin dia membantu kejahatan, sebab Toasupek lebih dulu sudah tahu Thio Giok-tin bukanlah orang baik.
Kejadian yang sesungguhnya memang juga begitu, jadi perkiraan Yu wi itu tidak salah sedikitpun.
Begitulah anak muda itu berkata pula.
"Tapi kesalahan itu sudah telanjur terjadi dan sukar dikembali lagi, setelah Toasupek tahu duduknya perkara, menyesal pun sudah terlambat. Maka sekarang biarlah aku yang menanggung kesalahan, tidak perlu kau ragu, tuntutlah sakit hatimu."
Kwe siau-hong mengangkat kepalanya, ia meraung kalap.
"Tidak. Tidak. Mana boleh kutuntut terhadap adik cilik yang berbudi kepadaku? jangan kau bicara lagi, aku akan mencari Lau Tiong-cu untuk membikin perhitungan sendiri, aku tidak dapat mengalahkan dia, biarlah kumati saja dibawah pedangnya."
Yu Wi mengusap air matanya dan berkata.
"tidak dapat kau penuhi permintaanku ini?"
"Tidak. tidak boleh"
Seru Kwe siau-hong sambil menggeleng.
"siapa yang hutang, dia yang bayar..."
Mendadak Yu Wi menjemput pisau yang jatuh tadi dia melompat mundur, lalu berkata.
"Jika kau tidak tega turun tangan, biarlah kulakukan sendiri"
Habis berkata, mendadak ia angkat belati itu terus menikam mata kiri sendiri Keruan Kwe siau-hong kaget. sekuat tenaga ia berteriak.
"Berhenti"
Begitu keras suaranya sehingga menggetar lembah pegunungan itu, tanpa terasa Yu Wi menghentikan gerak tangannya. Kwe siau-hong tahu sukar mencegah tindakan nekat Yu Wi itu, segera ia bicara tegas dan pasti.
"Jika kau butakan mata sendiri, segera juga kumati di depanmu."
Yu Wi jadi melengak. untuk meredakan suasana, pelahan ia menurunkan belatinya.
"Sudahlah, boleh kau pergi saja,"
Kata Kwe siau-hong kemudian dengan gegetun.
"Kujanji menghapuskan seluruh dendamku terhadap Lau Tiong-cu."
Sungguh terima kasih Yu Wi tak terhingga, dengan emosi ia berkata.
"Atas nama Toasupek aku mengucapkan terima kasih atas kemurahan hatimu, entah apa pula yang akan kau lakukan selanjutnya?"
"Tidak lama lagi akupun akan meninggalkan lembah ini, biarlah kita bertemu lagi kelak di dunia Kangouw,"
Kata si kakek. Yu Wi sangat menguatirkan keadaan Lim Khing-kiok dan Kan Hoay-soan, ia memberi hormat dan mohon diri Dengan tulus hati Kwe siau-hong berpesan pula.
"Mo-kui-to bukanlah tempat yang baik, jika urusanmu selesai hendaklah lekas pergi saja."
"Kutahu"
Jawab Yu Wi.
"setelah sesuatu urusanku selesai segera kutinggalkan pulau ini."
Habis berkata ia terus melangkah pergi. Belum jauh, mendadak Kwe Siau-hong berteriak padanya.
"Adik cilik"
"Ada apa?"
Tanya Yu Wi sambil menoleh. Tapi Kwe siau-hong lantas menggoyang tangan dan berkata.
"o, tidak apa-apa, semoga kelak bila bertemu lagi janganlah kita melupakan hubungan hari ini"
Melengak Yu Wi, lamat-lamat ia merasa ada kata yang tidak enak, tapi mengenai urusan apa sukar untuk dikatakan.
setelah merandek sejenak.
segera ia melangkah pergi pula dengan cepat.
Ia keluar lembah mengikuti jalan semula.
Pertama kali yang dilihatnya adalah dimulut lembah sudah berdiri dua orang, keduanya sama berbaju putih dengau rambut panjang berkibar tertiup angin, keduanya sedang menatap kearah lembah dengan penuh rasa cemas.
Satu di antaranya melihat Yu Wi lebih dulu, serentak ia berteriak.
"Itu dia, sudah keluar, sudah keluar....."
Segera Yu Wi dapat mehhatnya yang berseru itu ialah Yap Jing, yang berdiri di sampingnya ialah Kan Hoay-soan.
"Toako, Toako"... ."
Kan Hoay-soan juga berteriak-teriak. Mendengar suara Kan Hoay-soan yang sehat itu, Yu Wi sangat girang, ia berlari mendekati dan menggenggam erat tangannya yang putih mulus itu, dengan gembira ia menyapa.
"Moaymoay. sudah sembuh panyakitmu?"
"Sudah,"
Jawab Kan Hoay-soan dengan menunduk malu. Melihat itu, Yu Wi melepaskan tangannya dan berkata.
"Betapapun aku ini Toako palsu dan tidak leluasa bertindak."
"Kau ...kau masih... masih tetap Toakoku ... ."
Ucap Kan Hoay-soan dengan tetap menunduk.
"Untuk apa kau berdiri disini?"
Tanya Yu Wi.
"Enci Jing yang membawaku kesini... ."
Pelahan Kan Hoay-soan mengangkat kepalanya dan memandang Yap Jing sekejap. Baru sekarang Yu Wi memandang kearah Yap Jing dan menegur dengan tertawa.
"Yap-siocia, baik-baikkah kau?"
"Baik, kau pun baik,"
Jawab Yap Jing, mendadak air matanya bercucuran-Yu Wi jadi melengak. Didengarnya Kan Hoay-soan berkata.
"Enci bilang dapat menunggu Toako disini, katanya sudah dua hari kau masuk kelembah sana dan tidak diketahui mati atau hidupmu. Karena kuatir, maka kami menunggu di sini, sudah dua hari dua malam kami menunggu ..."
Dengan senyuman yang dipaksakan Yap Jing berkata.
"Dan sekarang sudah tidak perlu tunggu akupun boleh pergi, silakan kalian bicaralah."
Habis berkata ia lantas membalik tubuh dan melangkah pergi dengan gemulai.
Yu Wi sangat terharu, ia tahu hanya Yap Jing saja yang mengetahui dirinya masuk ke Put-kuikok.
sekarang dia menunggu disini dengan penuh perhatian atas keselamatannya, tapi setelah dia keluar, menyapa saja tidak lantas bicara melulu dengan Kan Hoay-soan, pantaslah kalau nona berduka.
Tanpa terasa Yu Wi lantas mempercepat langkahnya dan menyusul kesana, serunya.
"Yapsiocia aku harus berterima kasih padamu. ..."
Dengan air mata masih meleleh dipipinya Yap Jing berkata.
"Maukah kau tidak menyebut siocia padaku?"
"Jing-ji ..."
Cepat Yu Wi ganti sebutan. Maka tertawalah Yap Jing, ucapnya.
"Toako Boleh kah kupanggil demikian padamu?"
"Boleh, tentu saja boleh, asalkan kau suka,"
Jawab Yu Wi cepat. Dengan wajah cerah Yap Jing lantas bertutur.
"Begitu kumohon kepada ayah, segera ayah menyembuhkan penyakit adik soan"
Kan Hoay-soan mendekati mereka, katanya.
"Aku seperti mengalami mimpi panjang, begitu sadar, keadaan sudah berubah sama sekali...."
"Bagaimana keadaan Thian-ti-hu sekarang?"
Tanya Yu Wi.
"Thian-ti-hu sudah bubar, ibu meninggal Jiko (kakak kedua) juga tewas ....
"
"Siapa yang membunuh mereka?"
Tanya Yu Wi dengan gemas. Dengan pedih Kan Hoay-soan menggeleng kepala, tuturnya.
"Toako yang membunuh mereka. Toako yang membunuhnya, kusaksikan dengan mataku sendiri ... ."
"Keji amat"
Desis Yu Wi dengan penuh benci.
"Meski ibu kurang baik terhadap Toako, seharusnya Toako tidak pantas sekejam itu,"
Kata Hoay-soan dengan menangis.
"Tidak. seterusnya tidak kuakui dia lagi sebagai Toako. Jiko yang tidak berdosa juga dibunuhnya."
"Dan bagaimana dengan calon isterinya?"
Tanya Yu Wi.
"Entah, aku tidak tahu,"
Jawab Hoay-soan.
"Tapi kepandaian Lau-cici sangat tinggi, tentu tidak berhalangan. Hari itu kusaksikan sendiri ibu dan Jiko dibunuh olehnya tanpa bisa melawan ...."
Diam-diam Yu Wi menghela napas gegetun, pikirnya.
"Sebelumnya mereka sudah disihir oleh Yap su-boh mana bisa melakukan perlawanan."
Didengarnya Kan Hoay-soan menyambung ceritanya.
"Waktu itu aku jadi melenggong kaget, samar-samar kulihat seorang siucai mendekati diriku, menatap padaku sambil menyapa, 'Nona Hoay-soan, dimanakah hatimu?' Tanpa terasa kujawab, 'Hatiku? Ya, dimanakah hatiku?' siucai itu berkata 'Hatimu sudah hilang ....' Mendengar ucapan ini, benakku serasa mendengung, lalu kehilangan ingatan dan baru sadar kembali dua hari yang lalu."
"Siucai itu ialah ayahku,"
Kata Yap Jing dengan menyesal.
"Sekarang dia telah menyadarkan kau lagi, maukah kau maafkan dia?"
Hoay-soan menjawab dengan sendu.
"Aku tidak tahu apakah mesti memaafkan dia atau tidak. Yang pasti enci Jing sangat baik padaku, aku sangat berterima kasih padamu."
Bagian 23 Yu Wi tidak melihat Khing-kiok ikut datang. cepat ia tanya.
"Dan di manakah Khing-kiok?"
Yap Jing menunduk dan tidak menjawab.
"Katakan padaku, di manakah dia?"
Desak Yu Wi dengan suara keras. Dengan ragu Yap Jing menjawab.
"Waktu kumohon agar ayah mau menyembuhkan adik Soan. ayah bilang satu jiwa ganti satu jiwa, Yu-kongcu telah menyelamatkan jiwamu, maka ayah juga cuma menolong adik perempuannya sebagai balas budinya. mengenai perempuan satunya lagi, tanpa alasan dia ikut torobosan ke Mo-kui-to sini, dia harus dihukum mati. Kukuatir bila kau keluar dari Put-kui-kok dan kupergok ayah, maka kutunggu di sini. Sekarang lekas ... lekas kau bawa adik Soan dan berangkat saja, sudah kusediakan kapal... ."
"Dan adik Kiok sudah mati atau tidak?"
Tanya Yu Wi dengan berduka.
"Entah, sejak kemarin dulu tidak kulihat dia lagi,"
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jawab Yap Jing. Mendadak Yu Wi berlari pergi secepat terbang.
"He, Toako hendak ke mana?"
Teriak Yap Jing kaget.
"Cari ayahmu, akan kutanyai dia,"
Sahut Yu Wi sambil menoleh. Dan hanya sekejap saja sudah menghilang dikejauhan. Saking cemasnya hampir saja Yap Jing jatuh kelengar. Yu Wi terus lari kedepan tanpa arah tujuan, dalam hati ia menierit.
"Yap Su-boh, kau berani membunuh adik Kiok. pasti akan kubeset kulitmu dan kumakan dagingmu ..."
Dia lari secepat terbang, waktu penjaga pulau melihatnya dan bermaksud menghalanginya, tapi cepat Yu Wi pukul dan tendang, siapapun tak dapat menahannya.
Tidak lama kemudian, dilihatnya di depan sana ada sederetan bangunan megah, Yu Wi pikir pasti disitulah Yap su-boh bertempat tinggal.
Tanpa peduli betul atau tidak tempat yang dituju, segera ia menerjang ke dalam.
Setelah masuk kedalam gedung megah itu, ia mencari kamar yang paling besar, terus menerjang masuk.
di dalam masih ada sebuah pintu yang tertutup rapat, sekali hantam ia bikin pintu terpentang, lalu melangkah masuk sambil berteriak.
"YapSu-boh ... Yap su-boh..Mendadak dirasakannya kamar bagian dalam ini adalah kamar orang perempuan, sebuah meja rias tepat berada diujung sana menghadap pintu. Di depan meja rias berduduk seorang gadis berbaju kembang dan sedang bercermin. Yu Wi tahu telah kesasar, segera ia hendak putar balik dan keluar. Gadis berbaju kembang itu dapat melihatnya melalui cermin, cepat ia membalik tubuh dan berteriak.
"Aha. akhirnya kau datang juga"
Gadis ini ternyata sangat cantik, bahkan lebih cantik dari pada Yap Jing, tapi tidak dikenalnya, cepat Yu Wi berkata.
"O, maaf"
Waktu ia putar tubuh hendak melangkah pergi, tahu-tahu di depan pintu sudah berdiri dua orang berjajar dan merintangi jalannya. Mendadak gadis berbaju kembang di belakangnya menangis dan menjerit.
"O, kau tega meninggalkan diriku lagi?"
Yu Wi kenal kedua orang yang mencegatnya ini, mereka adalah kedua Koksu atau imam negara kerajaan Iwu, yaitu kedua Goan bersaudara yang mahir ilmu sihir itu.
Goan su-cong menjengek "Hm, jalan menuju surga tidak kau tempuh, neraka tak berpintu justeru kau masuki.
Kita bertemu lagi di sini, anak muda"
"Lantaran sok ikut campur urusan, akhirnya mendatangkan bencana bagi diri sendiri ..."
Sambung Goan su-bin seperti bertembang.
Kata-kata ini dahulu pernah diucapkan mereka ketika Yu Wi menyelamatkan Jit-ceng-mo di negeri Turki, mendengar kata-kata ini, timbul semacam perasaan tidak enak dalam hati Yu Wi, diam-diam ia membatin antara kedua orang ini tentu ada dendam kesumat yang sangat dalam dengan Jit ceng-mo.
Didengarnya Goan su cang berkata pula.
"siau-cu. coba kau berpaling"
Yu Wi mundur ke samping, dapatlah dilihatnya si gadis berbaju kembang tadi sedang menangis dengan sedih, keadaannya seperti kurang waras. Ia menjadi heran, pikirnya.
"Aneh, sungguh aneh Hakikatnya aku tidak kenal dia, mengapa dia menangis sesedih ini karena hendak kutingggal pergi?"
Terdengar gadis baju kembang itu menangis sambil berseru.
"Kau telah menipu perasaaaku, telah tipu tubuhku, dan sumpah setia sehidup semati di masa lampau itu sudah kau lupakan begitu saja?.... sekarang kau mau pergi lagi begitu saja? Tidak. tidak boleh jadi. hari ini pasti tidak kubiarkan kau pergi...."
Tentu saja Yu Wi merasa bingung oleh kata-kata itu.
"Nah, sudah lihat jelas tidak?"
Jengek Goan su-cong. Yu Wi menggeleng kepala dan berkata.
"selama ini belum pernah kulihat nona ini, dia mengoceh tidak keruan, jangan-jangan dia tidak waras?"
"Asalkan kau tahu saja bahwa dia tidak waras,"
Ucap Goan su-cong.
"Apa artinya ini?"
Yu wi merasa bingung.
"Kau tidak kenal Kongcu (Tuan puteri) kami, begitu bukan?"
Tanya Goan su-cong.
"Oo, jadi dia inilah Kongcu, kakak Yap Jing?"
Tanya Yu Wi terkesiap.
"Kau tidak kenal Kongcu kami, tapi dahulu Jit ceng-mo yang kau selamatkan cukup kenal padanya, bahkan sangat intim."
Maka pahamlah Yu Wi akan duduknya perkara, pikirnya, Jangan-jangan orang yang bersumpah setia dengan nona ini adalah salah seorang diantara jit-ceng-mo itu.
Padahal watak Jit-ceng-mo itu masing-masing berlainan dan sangat aneh, mana bisa menyukai nona ini dengan sepenuh hati, tanpa sengaja kumasuk ke sini dan disangkanya aku ini kekasihnya di masa lalu telah kembali."
Berpikir sampai disini, ia menghela napas dan berkata.
"Jit-ceng-mo sudah mati lima orang, apabila di masa lampau ada perbuatan mereka yang tidak pantas terhadap nona ini, anggaplah sudah selesai. Ai, di dunia ini, soal cinta memang tidak dapat dipaksakan."
"Hm, dianggap selesai?"
Jengek Goan su-cong.
"Masakah ada urusan seenak itu? Memangnya puteri Tocu kami boleh dipermainkan sesuka hati orang? Biarpun Jit-ceng-mo sudah mati lima, masih tersisa dua orang, siapakah mereka?"
"Hubungan ketujuh orang itu sebaik saudara sekandung, rasa duka mereka dapat dibayangkan setelah kematian lima orang saudaranya, masakah kalian tetap tidak mau mengampuni kedua orang yang masih hidup itu."
"Kau menaruh simpati kepada mereka, tapi tidak bersimpati terhadap Kongcu kami?"
Kata Goan su-cong sambil menuding gadis berbaju kembang itu, lalu sambungnya.
"Coba lihat, anak perempuan secantik ini, sekarang dia berubah menjadi tidak waras begini. Dahulu adalah kami juga yang mengiringi Kongcu pesiar kedunia Kangouw, tak tersangka dapat bertemu dengan ciang Ti yang pintar mengoceh itu sehingga hati Kongcu tercuri...."
Yu Wi pikir pantaslah jika Ciang Ti yang membuat nona cantik ini sampai tergila-gila dan akhirnya kurang waras.
Ciang Ti berjuluk "Ai-mo", iblis cinta, wataknya memang pencinta, setiap anak perempuan yang ditemuinya pasti disukainya.
Apalagi anak perempuan secantik bidadari seperti kakak Yap Jing ini, tentu saja dikejarnya.
Begitulah dengan suara penuh emosi Goan su-cong berkata pula.
"Sejak kecil Kongcu kami jarang keluar rumah, untuk pertama kali pula dia meninggalkan Mo-kui-to dan pesiar kedunia Kangouw, tentu saja dia masih hijau dan tidak tahu betapa kejam dan jahatnya dunia ini. Bahwa Ciang Ti jatuh cinta kepada Kongcu dan mengubernya, hal ini menyangkut urusan pribadi, tentu saja kami tidak berani merintangi kehendak Kongcu. Akan tetapi Ciang Ti ternyata tega menipu cinta seorang anak perempuan yang suci bersih, setelah tubuh Kongcu yang suci tertipu, lalu ditinggal pergi, padahal betapa artinya kesucian seorang gadis, setelah cukup mempermainkannya, lalu kabur begitu saja ... ."
Diam-diam Yu Wi piklr Ciang Ti bukanlah manusia demikian, meski wataknya suka kepada gadis cantik, tapi bukanlah manusia rendah yang suka merusak kesucian gadis.
"Kongcu tidak dapat melupakan orang yang dicintainya untuk pertama kali, dia masih terus mencarinya, akhirnya dapatlah diketemukan, tapi tahukah kau apa yang diucapkan Jit-ceng-mo terhadap Kongcu?"
Yu Wi diam saja, ia pikir apa yang diucapkan Jit-ceng-mo pasti kata-kata yang tidak senonoh. Didengarnya Goan su-cong menyambung pula dengan gemas.
"Masih kuingat dengan jelas, bangsat Kat Hin itu mengejek Kongcu kami, katanya Bu-dak yang tidak tahu malu, untuk apa kau cari kami? Mau mencari laki kan tidak perlu nekat seperti ini, ditengah jalan tidak kekurangan lelaki, seretlah satu kan beres Kami sudah biasa pergi datang dengan bebas, siapa pun tidak dapat mengikat kami. Untuk apa kau budak busuk ini mengikuti kami? Lekas pergi, lekas enyah. Coba kaupikir, kata-kata begitu apakah pantas, tentu saja Kongcu sangat gusar, ia tertawa keras, sejak itu pikirannya lantas abnormal. Kasihan sampai sekarang penyakitnya belum lagi sembuh, setiap kali melihat orang asing lantas disangka kekasihnya telah kembali... ."
Diam-diam Yu Wi menggeleng kepala, ia tahu "ok-mo"
Kat Hin si iblis jahat, memang paling anti orang perempuan, hanya dia saja yang tega mengucapkan kata-kata yang menusuk perasaan begitu Ia jadi teringat kepada kejadian di Kim-san dahulu, di mana dia telah menyusup ke dalam kemah Puteri Hana dari kerajaan wu untuk menghindari pencarian musuh, kebetulan Ciang Ti menaksir kecantikan Hana dan menggodanya ke kemah sang Puteri.
Tapi Kat Hin menyusul ke situ serta mengucapkan kata-kata kotor terhadap Hana sehingga membuat hati sang Puteri tertusuk dan berduka.
"Sebenarnya waktu itu kami hanya minta Ciang Ti mau mengubah pendiriannya, lalu kamipun takkan mengusut lebih lanjut persoalannya,"
Tutur pula Goansu cong.
"Biar kami laporkan kepada Tocu agar mengawinkan Kongcu dengan ciang Ti, maka segala urusan pun akan beres. Namun kata-kata Kat Hin itu terlalu menusuk perasaan, kami harus menghajar adat padanya .Jit-ceng-mo ternyata cuma bernama kosong, harya beberepa gebrak saja mereka sudah roboh oleh ilmu tidur kami, kami patahkan tulang kaki mereka satu persatu, kemudian baru disadarkan. Kami tidak berani melukai mereka terlalu parah mengingat Kongcu, maka sesudah membikin sadar mereka, kami membujuk lagi agar Ciang Ti mau mendampingi Kongcu sebagai pertanggungan jawab terhadap apa yang telah dilakukannya. Tak terduga. mungkin juga nasib mereka memang lagi mujur, kebetulan ada angkatan tua perguruan mereka lewat di situ sehingga mereka ditolong pergi. Tiada jalan lain, terpaksa kami membawa pulang Kongcu yang sudah linglung ini. Untung Tocu tidak marah besar, kami hanya diperingatkan saja agar selanjutnya harus lebih hati-hati. Tapi meski tidak mendapat hukuman apapun, hati kami merasa tidak tenteram melihat keadaan Kongcu yang setiap hari hanya menangis dan ribut belaka. Maka kami lantas meninggalkan pulau ini dan menyingkir jauh ke negeri Iwu. Berkat maksud baik raja Iwu, kami diangat sebagai Koksu, lambat-laun urusan Kongcu pun terlupakan, siapa tahu, kami tidak menuntut balas lagi kepada Jitceng- mo yang membikin susah Kongcu, mereka berbalik mencari kami hendak membalas dendam dipatahkannya kaki mereka. Mereka mengira sudah berhasil meyakinkan semacam barisan sehingga tidak gentar lagi kepada ilmu sihir kami, tapi akhirnya mereka tetap kami tundukkan, tatkala mana kami mengira sakit hati Kongcu pasti akan terbalas ."
Hanya sedikit ucapan Goan su-cong merandek. segera Goan su-bin menyambung.
"Tapi mendadak muncul seorang bocah macam kau ini yang ingin membela ketidak adilan segala, sudah kami katakan, kau tetap tidak mau menurut dan ingin tahu ada permusuhan apa antara kami, memangnya kau kira dengan leluasa dapat kami ceritakan kejadian yang mencemarkan nama baik Kongcu itu? Makanya sebelum kita berpisah dahulu pernah kukatakan bahwa barang siapa suka ikut campur urus an, akhirnya pasti akan celaka sendiri, dan sekarang bolehlah kau terima ganjaranmu akibat tindakanmu,"
Kata Goan su-cong. Yu Wi terburu-buru ingin mencari tahu di mana beradanya lim Khing kiok. maka ia pegang gagang pedang dan bertanya.
"Habis kalian mau apa?"
Suaranya tegas dan gagah, sikapnya menantang. Kedua Goan bersaudara itu sudah merasa kan lihaynya Yu Wi, mereka merasa bukan tandingan anak muda itu, maka mereka rada gentar dan menyurut mundur.
"Lekas menyingkir"
Bentak Yu Wi segera.
"Aku ada urusan penting, bila berani merintangi jalanku, pedangku tidak kenal ampun."
Pada saat itulah mendadak nona berbaju kembang tadi berhenti menangis dan mendakati Yu Wi. katanya dengaa air mata meleleh.
"Jangan kau pergi Tidak boleh kau tinggalkan lagi diriku . ."
Bicara sampai di sini, mendadak ia mengeluarkan sepotong sapu tangan terus dilemparkan kearah Yu Wi.
Semula Yu Wi mengira si nona mengambil sapu tangan untuk mengusap air mata, sama sekali tak terduga bahwa seorang gadis linglung bisa main tipu.
Ketika ia menyadari gelagat tidak enak tiba-tiba sudah terendus bau harum aneh menyambar tiba bersama sapu tangan itu seketika kepala terasa pusing, langit seperti berputar dan bumi terbalik.
"bluk", ia jatuh terkapar. Segera nona baju kembang itu memondong Yu Wi yang sudah tidak sadar itu, katanya dengan tertawa.
"Hihi, selaanjutnya kau takkan meninggalkan diriku lagi."
Sama sekali ia tidak menghiraukan kedua Goan bersaudara yang masih berada di situ, dengan mesra ia taruh Yu Wi di tempat tidurnya, lalu dikeluarkannya seutas tali yang halus dan panjang.
Dengan cara yang trampil dan apal sekali ia ikat kaki dan tangan Yu Wi dan diberi ikatan mati di sana sini.
Dengan demikian biarpun nanti Yu Wi siuman juga sukar bergerak kalau tali yang hitam gilap itu tidak diputus lebih dulu.
Tiba-tiba Goan su-cong melangkah maju dan berkata.
"Kongcu, orang ini bukan ciang Ti, serahkan saja kepada hamba untuk diselesaikan."
"Siapa bilang dia bukan ciang Ti?"
Jawab sang Puteri.
"sekalipun dia menjadi abu juga kukenal dia. Hm, siapa kau, lekas pergi, jangan mengganggu kami."
Diam-diam Goausu-cong menghela napas, ia pikir penyakit sang Puteri sungguh sudah terlalu parah, benar-benar tidak waras lagi.
Nona baju kembang lantas membentang selimut dan ditutupkan pada badan Yu Wi, lalu ia sendiri membuka baju luar terus menyusup ke dalam selimut, tidur di samping Yu Wi.
Meski dia menyuruh enyah Goan su-cong, tapi kedua Goan bersaudara tidak pergi dan masih berdiri disitu.
Mereka lagi mencari akal cara membikin sang Kongcu mau percaya bahwa Yu Wi itu bukanlah Ciang Ti yang dirindukannya itu.
Dilihatnya sang Puteri setengah berbaring dan bertopang dagu dengan tangan kanan, dengan penuh kasih mesra ia pandang Yu Wi seolah-olah didalam kamar tiada orang lain kecuali mereka berdua saja.
Setelah dipandang sejenak.
tiba-tiba ia tertawa katanya.
"Eh, kenapa kau hanya tidur melulu, masa tidak mengajak bicara padaku?"
Karena terbius oleh bau harum sapu tangan si nona, seketika Yu Wi tidak dapat sadar.
Tapi nona itu agaknya lupa pada kejadian itu, disangkanya Yu Wi sudah tidur dan tidak mau bicara padanya.
Maka nona itu mengguncang-guncangkan pundak Yu Wi dan berseru pula.
"He, bangun, bangun, bicaralah denganku"
Sampai sekian lama ia goyang-goyangkan tubuh Yu Wi dan anak muda itu tetep diam saja kelopak matanya bergerak sedikit saja tidak. Mendadak si nona menangis pula, katanya dengan tersendat.
"o, tampaknya kau tidak cinta lagi padaku, maka tidak sudi bicara denganku. Padahal dahulu setiap hari kau bilang mencintai diriku dengan segenap jiwa raga mu, kau puji kecantikanku yang lebih molek daripada bidadari. Tapi kenapa sekarang kau tidak bicara sepatah pun."
Makin menangis makin berduka, dia masih terus menggoyangi pundak Yu Wi, katanya pula.
"Ayolah, katakanlah bahwa kau tetap cinta padaku. mau?"
Tiba-tiba Goan su-cong menyela.
"Kongcu, dia bukan ciang Ti. makanya tak dapat menyatakan cintanya padamu. Apabila dia Ciang Ti, tentu sudah dikatakannya sejak tadi."
Sang puteri berhenti menangis dan termangu-mangu memandangi Yu Wi, mendadak ia menjerit "Haya"
Yu Wi terus didorongnya kebawah tempat tidur, serunya dengan sedih.
"Betul, betul, kau bukan dia... bukan dia,..."
Lalu ia menjatuhkan diri ditempat tidur sambil mendekap mukanya, ratapnya dengan sedih.
"o, dia takkan kembali lagi, takkan kembali lagi Dia telah meninggalkan diriku."
Ia menangis terus dan akhirnya, mungkin terlalu lelah, tertidurlah dia.
Malahan dalam tidurnya air matanya masih terus bercucuran.
Melihat keadaan sang Kongcu yang sebentar tertawa dan lain saat menangis, Goan su-cong tahu peyakit gilanya tidaklah ringan.
Ia pikir apabila dulu dia membawa pulang kepala Jit-ceng mo dan diperlihatkan kepada sang puteri, mungkin sakit rindunya akan sembuh dan tidak perlu tergila-gila lagi kepada orang yang sudah mati.
Hal itu mestinya dapat dilaksanakannya apabila dahulu Yu Wi tidak ikut campur, dan sekarang sakit hati sang Kongcu tidak terbalas, sebaliknya penyakit gilanya bertambah parah.
makin dipikir makin gemas, mendadak ia depak Yu Wi satu kali.
"Untuk melampiaskan dendam kita, biarlah kita buang dia kelaut saja untuk umpan ikan,"
Kata Coan su-bin Goan su-cong pikir usul saudaranya itu cukup bagus, segera ia menjawab.
"Baik, marilah kita buang dia kelaut,"
Segera Goan su-bin mendahului menyeret tubuh Yu Wi dan dibawa pergi.
Tapi baru sampai diambang pintu, kebetulan kapergok Yap Jing yang baru menyusul tiba.
Lantaran lari nona itu lebih lambat, ditengah jalan dia harus mencari keterangan pula, maka baru sekarang dia menyusul kesini.
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sekali pandang Yap Jing lantas melihat Yu Wi dalam keadaan tak sadar, dengan kuatir ia tanya.
"Bagaimana dia?"
"Apakah Kuncu tanya orang ini?"
Jawab Goan su-bin sambil menuding Yu Wi, Dengan maka masam Yap Jing mendamperat.
"Dengan sendirinya dia, memangnya masih ada orang lain?"
Cepat Goan su-cong mendekat dan memberi hormat, katanya.
"Orang ini adalah musuh besar Kongcu, tadi Kongcu merobohkan dia dengan Bi-hun-kin (sapu tangan berobat bius) dan meringkusnya, sekarang kami disuruh membuangnya kelaut,"
"Hm, memangnya kalian anggap diriku ini anak kecil yang dapat ditipu?"
Jengek Yap Jing.
"Pikiran cici tidak jernih, mana bisa dia menyuruh kalian membuangnya kelaut? Apalagi, apakah kalian tahu siapa orang ini?"
Goan su-cong sangat licin, melihat gelagat jelek. sedapatnya ia mengelakkan tanggung jawab, sahutnya.
"Meski pikiran Kongcu tidak jernih, tapi beliau benar-benar menyuruh kami membuangnya ke laut. soal siapa dia, yang jelas kami tahu dia adalah musuh Kongcu."
"Masakah kalian tidak tahu dia adalah tamu agung ayah, penolong jiwaku?"
Kata Yap Jing. Cepat Goan Su-cong menggeleng kepala dan berkata.
"Tidak tahu, hamba tidak tahu. Kami baru pulang kemarin, keadaan disini tidak terlalu jelas."
"Kalau tidak tahu tidaklah bersalah,"
Ujar Yap Jing. Lalu ia pelototi Goan su-bin dan mengomel.
"Untuk apa lagi kau pegang dia?"
Cepat Goan su-bin menurunkan Yu Wi. Maklumlah, Yap su-boh hanya mempunyai dua anak perempuan dan dimanjakan sejak kecil, tiada seorang penghuni pulau ini berani membangkang perintah mereka. Yap Jing lantas menjengek lagi.
"Baiklah, tidak ada urusan kalian lagi, lekas pergi"
Kedua Goan bersaudara tidak berani tanya pula, cepat mereka mengundurkan diri Segera Kan Hoay-soan memburu maju dan mengangkat Yu Wi, dilihatnya anak muda itu tidak sadarkan diri, kaki dan tangannya juga terikat tali. Dengan kuatir ia berkata.
"Enci Jing, coba kau periksa dia."
"Dia tak sadar karena terbius Bi-hun-hiang, tidak berhalangan, sebentar lagi akan siuman sendiri,"
Kata Yap Jing.
"Hanya saja... ."
"Hanya apa?"
Tanya Hoay-soan dengan cemas.
"Tali yang mengikat kaki dan tangannya itulah tidak dapat dibuka,"
Kata Yap Jing. Kan Hoay-soan tidak percaya, ia mengeluarkan pisau kecil dan coba memotong tali itu. Tapi meski sudah disayat-sayat tetap tidak putus. Ia pikir tali sekecil ini mustahil tak bisa dipotong putus? Ia coba memotong dengan lebih keras.
"krek", bukannya tali itu putus, sebaliknya pisaunya yang patah. Tali kecil itu sedikitpun tidak tergurat. Kan Hoay-soan memandang kian kemari, lalu tanya.
"Adakah gunting?"
"Sudahlah, tidak perlu repot, percuma,"
Kata Yap Jing.
"Sekalipun golok pusaka atau pedang wasiat juga sukar memutusnya."
Hoay-soan membuang pisau patah dan berusaha membuka tali itu menurut ikatannya, sampai mandi keringat dia sibuk mencari jalan ikatan tali, tapi satu saja tidak mau terlepas.
"Sudahlah, ikatan tali ini hanya ayahku saja yang dapat membukanya di dunia ini, meski cici pernah belajar juga dari ayah, tapi sekarang pikirannya tidak jernih, mungkin iapun tidak sanggup membukanya,"
Kata Yap Jing dengan gegetun.
"Jika demikian, lekas kau cari dan minta tolong ayahmu"
Seru Hoay-soan cemas.
"Mana boleh kucari ayah? Ayah sudah menyatakan akan membunuhnya, jika mengantar dia ketempat ayah, sama halnya mengantarkan kematiannya."
"Habis bagaimana?"
Seru Hoay soan dengan gelisah.
"Yang paling penting sekarang adalah menyelamatkan dia dengan meningalkan pulau ini,"
Kata Yap Jing.
"Adik soan, angkatlah dia dan ikut padaku."
Tapi mendadak suara seorang menanggapi.
"Mau dibawa ke mana?"
Yap Jing berteriak kaget dengan suara rada gemetar.
"Hah, ay... ayah... untuk apa ayah datang kemari?...."
Di depan pintu kamar itu muncul seorang lelaki setengah umur dengan wajah putih dan berdandan sebagai seorang siucai (cendekia), katanya.
"
Untuk apa kau datang ke sini, untuk itu pula ayahmu datang kemari,"
Yap Jing lantas menghadang didepan Hoay-soan, ia kuatir ayahnya menyerobot Yu Wi untuk dibunuh. Dengan polos Hoay-soan menimpali ucapan mereka.
"Kami datang kesini untuk menolong Toako, apakah engkau juga hendak menolongnya?"
Siucai itu memang penguasa Mo-kui-to atau Pulau Hantu, Yap su-boh, dengan tertawa ia berkata.
"Lekas serah kan Toakomu kepadaku."
Memandangi sorot mata Yap su-boh, seketika pikiran Hoay-soan seperti kabur, rasanya mengantuk dan segera bermaksud menyodorkan Yu Wi, Cepat Yap Jing mendahului memegang tubuh Yu Wi dan menyurut mundur, pintanya dengan sangat.
"Ayah,jangan kau bunuh dia, apapun juga dia adalah tuan penolong jiwa puterimu. jika ayah mau bunuh boleh bunuh diriku saja."
Yap su-boh tampak marah.
"Memangnya dia begitu penting bagimu?"
"Utang budi harus tahu balas,"
Jawab Yap Jing "Jika ayah membunuhnya, anak yang berdosa."
"Siapa bilang hendak kubunuh dia?"
"Kata ayah sendiri,"
Jawab Yap Jing.
"Ayah menyatakan pulau ini dilarang didatangi siapa pun tanpa izin ayah. Padahal kedatangannya ini adalah atas prakarsa anak."
"Takkan kubunuh dia, lekas kau serahkan dia padaku,"
Kata Yap su-boh.
"Apakah pantas seorang gadis memondong tubuh seorang lelaki yang baru dikenal?"
Yap Jing kenal watak sang ayah yang menganggap kecil soal membunuh orang, maka dia tetap kuatir, ia menyurut mundur lagi dua tindak dan berkata.
"Tidak. tidak Ayah menipuku, tak dapat kuberikan."
Yap su-boh menjadi gusar karena anak perempuannya tidak menurut perintahnya, bentaknya "Ayo serahkan, apakah kaupun minta dihajar?"
Mendadak Yap Jing berlutut dan menangis.
"Boleh ayah bunuh saja diriku ini, sejak kecil anak tidak beribu, tidak pernah disayang orang, hidup bagiku juga tidak ada artinya... ."
Mendengar anak perempuannya menyinggung ibunya yang sudah meninggal, Yap su-boh jad. berduka, katanya.
"Ai, watakmu yang keras serupa dengan ibumu. sudahlah, nak. aku tidak akan membunuh dia. Coba kaupikir, dia dapat keluar lagi dari Put-kui-kok dengan selamat, mungkinkah kubunuh dia?"
Yap Jing berhenti menangis, katanya dengan tersenyum girang.
"Ah. memang betul, kenapa aku lupa. Dia dapat kembali dari Put-kui-kok. tentu ayah takkan membunuhnya."
Habis berkata ia lantas menyerahkan Yu Wi kepada sang ayah.
Kiranya Yap su-boh sangat gemar meyakinkan ilmu silat, boleh dikatakan keranjingan terhadap setiap macam kungfu.
Apabila dia mengetahui kungfu seseorang sangat tinggi, dia lantas berlaku sangat hormat padanya.
seperti halnya Kwe siau-hong, lantaran ilmu pedangnya sangat lihai, maka tanpa syarat ia memberi tempat tinggal di Put ku-kok dan dipenuhi segala kebutuhannya.
padahal Kwe siau-hong terkenal suka membunuh orang, tapi sekarang sudah tiga hari Yu Wi masuk ke lembah sana dan dapat keluar lagi dengan selamat, hal ini menandakan kungfu anak muda ini lebih kuat daripada Kwe siau-hong sehingga tidak sampai terbunuh.
Seorang yang berilmu silat lebih tinggi daripada Kwe siau-hong, terang akan diperlakukan sebagai tamu terhormat oleh sang ayah, mana mungkin akan dibunuhnya? Terpikir hal ini, Yap Jing lantas tidak kuatir lagi.
Setelah Yap su-boh memegang tubuh Yu Wi dan terlihat jelas wajahnya, iapun terkejut dan berguman.
"Ehm, ternyata benar sangat mirip. mirip sekali"
"Kau bilang apa, Ayah? Apa yang mirip?"
Tanya Yap Jing. Dengan terheran-heran Yap su-boh berkata.
"Kan ciau-bu bilang muka anak muda ini sangat mirip dengan dia, Liok Ban-lan juga melaporkan padaku akan kemiripan mereka. Tadinya aku tidak percaya, setelah melihatnya sekarang barulah kupercaya didunia ini memang ada manusia yang berwajah semirip ini."
Liok Ban-lan adalah si kakek gagah, kapten kapal yang membawa mereka ke pulau ini, yaitu sang Toako dari ke-12 tokoh terkemuka Mo-kui-to.
Tatkala Yap Jing meninggalkan Mo-kui-to untuk mencari pengobatan pada su Put-ku, pada waktu itulah Kan ciau-bu berkunjung ke Pulau Hantu ini, sebab itulah si nona tidak tahu di dunia ini ada seorang lain yang berwajah sama dengan Yu Wi.
maka ia lantas tanya lagi.
"Mirip siapa. ayah? siapa yang serupa dengan dia?"
"Kau tidak kenal dia,"
Tutur Yap su-boh.
"orang itu adalah majikan Thian-ti-hu, namanya Kan Ciau-bu."
Mendadak Hoay-soan berteriak.
"Tidak. dia bukan majikan Thian-ti-hu, dia bukan lagi pemilik Thian-ti-hu "
Suaranya sangat memilukan dan juga sangat gemas seperti bara membakar dadanya dan hendak meledak. Yap su-boh mendengus.
"Hm, Kan Cia u-bu adalah Toakomu, ahli-waris satu-satunya, sebagai adiknya masakah tidak kau akui?"
Dengan menangis Kan Hoay-soau menjawab.
"Dia membunuh ibuku, membunuh Jikoku, aku tidak .... tidak lagi mengakui dia ... ."
"Sungguh budak yang tidak tahu diri,"
Damperat Yap su-boh.
"Percuma Kan Ciau bu sayang padamu. Tempo hari Ciau-bu hanya membunuh ibu tirinya yang juga bermaksud membunuhnya, lalu membinasakan saudaranya yang ingin merebut harta kekayaan Thian-ti-hu, hanya kau saja dikecualikan lantaran sehari-hari dia memang sayang padamu. Masakah kau sendiri tidak tahu hal ini?"
"Siapa minta disayang olehnya?"
Teriak Hoay soan dengan gusar.
"Tidak nanti kumaafkan perbuatannya itu juga kau, ya kau. kaulah yang membantunya membunuh seluruh anggota keluargaku."
Dari malu Yap su-boh menjadi gusar, damperatnya pula.
"Budak busuk. berani kau bersikap kasar padaku, harus kuberitahu rasa padamu."
Segera ia melangkah maju dan hendak menggampar muka Kan Hoay-soan.
Tapi Yap Jing segera memburu maju sehingga tamparan Yap su-boh tidak mengenai Kan Hoaysoan.
sebaliknya mengenai pipi Yap Jing, seketika muka nona itu timbul lima jalur merah bekas jari.
"Siapa suruh kau menghadangnya, lekas menyingkir"
Bentak Yap su-boh dengan gusar.
"Tia (ayah), jangan lupa, engkau sudah menyatakan takkan membikin susah dia,"
Kata Yap Jing.
Kiranya Yap su- boh sudah berjanji akan mengendalikan kejernihan pikiran Kan Hoan-soan dan menyatakan pasti takkan mengganggu seujung rambut nona itu sebagai balas budinya kepada Yu Wi yang telah menolong Yap Jing.
Apa yang pernah dikatakannya tentu saja tak bisa lupa, maka Yap su-boh menjadi rikuh, ia tarik kembali tangannya dan bertanya.
"Anak Jing, tanpa sengaja ayah salah memukul kau, sakit tidak?"
"Tidak. tidak sakit,"
Jawab Yap Jing sambil menggeleng.
"Sekalipun terpukul sakit juga pantas seorang ayah memukul anaknya."
Yap su-boh memandangi kaki dan tangan Yu Wi yang terikat tali itu, tanyanya.
"Apakah ikatan tali ini dilakukan oleh Cicimu?"
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Poh-liong-soh (tali pengikat naga) adalah semacamm kepandaian khas di dunia ini, ayah hanya mengajarkan kungfu ini kepada Cici, kecuali dia siapa lagi yang mampu mengikatnya?"
Jawab Yap Jing.
"Ai, anak Pek tidak waras pikirannya, tapi tidak lupa pada ilmu mengikat tali ini, sungguh harus dipuji."
Ujar Yap su-boh dengan gegetun.
"Sakit Cici sudah sekian lama dan tidak kelihatan ada perbaikan, apakah ayah akan membiarkan keadaan cici seterusnya?"
Kata Yap Jing. Yap su-boh menggeleng dengan menyesal.
"Selama hidup ayahmu mempelajari ilmu pembetot sukma, akibatnya sakit gila anak perempuan sendiri toh tidak mampu menyembuhkannya.Janganjangan inilah hukuman Tuhan sebagai pembalasanku?"
"Penyakit gila Cici bukanlah karena ilmu sihir segala, sebab itulah ayah tidak dapat menyembuhkan dia,"
Kata Yap Jing.
"Penyakit ini harus diobati oleh orang yang mahir ilmu pertabiban. Anak kenal satu orang yang pasti dapat menyembuhkan penyakit Cici."
"Siapa yang kau masudkan?"
Tanya Yap Su-boh.
"Jika dia dapat menyembuhkan anak Pek. tentu aku akan memberi hadiah besar padanya."
Yap Jing menuding Yu Wi dan berkata.
"Ialah dia ini. Bahwa dia dapat menyembuhkan penyakit anak yang sudah parah, ilmu pertabibannya sungguh tiada bandingannya didunia ini. Lekas ayah menyadarkan dia dan membuka tali pengikatnya, lalu minta dia mengobati Cici."
Yap Su-boh tampak ragu, katanya kemudian.
"Dia pingsan oleh Bi-hun-hiang kakakmu sehingga tidak sulit untuk menyadarkan dia. Tapi tali ini sementara ini tidak boleh dibuka."
"Memangnya kenapa?"
Tanya Yap Jing gelisah. --------------------- = Bagaimana nasib Yu Wi? Dapatkah Yap Jing membujuk sang ayah membebaskan anak muda itu. = Kemana perginya Lim Khing-kiok, apakah dibawa lari Kan Ciau-bu? Baca lah
Jilid selanjutnya ----------------- "Kan Ciau-bu bilang ilmu silatnya sangat tinggi, wataknya juga tidak cocok dengan kaum kita, bila kulepaskan dia mungkin akan merugikan kita sendiri, maka untuk sementara ini harus dipertimbangkan tentang kebebasannya dan tidak boleh sembarangan bertindak."
"Masa ayah sedemikian percaya kepada ocehan Kan Ciau-bu?"
Tanya Yap Jing sedih.
"Aku cukup kenal Kan Ciau-bu yang pintar dan cekatan itu, keterangannya tidak boleh tidak dipercaya,"
Tutur Yap su-boh.
"Bila bocah she Yu ini kita lepaskan, kalau harimau sudah pulang kegunung, hendak menangkapnya agi tentu amat sukar."
"Ayah,"
Tanya Yap Jing tiba-tiba.
"sudahkah engkau menyelidiki siapa kah yang membocorkan rahasia letak pulau kita sehingga menimbulkan gabungan Jit-tay-kiam-pay beramai-ramai hendak menghadapi kita?"
Yap su-boh berkerut kening, katanya.
"Banyak anggota jit-tay-kiam-pay dipancing ke sini, hal ini hanya diketahui oleh ke-12 tokoh pengawal kita. Padahal mereka semua sangat setia padaku, sungguh akupun tidak habis mengerti siapakah yang telah berkhianat."
"Apakah Kan Ciau-bu tahu kejadian ini?"
Tanya Yap Jing.
"Pernah kuceritakan padanya apa yang terjadi ini,"
Tutur Yap su- boh.
"Dia mempunyai hasrat yang sama seperti diriku untuk merajai dunia persilatan. maka tidak kututupi kejadian ini. Thian-tihu masih mempunyai pengaruh cukup besar di dunia persilatan, ayah bermaksud memperalat dia, agar dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk memperluas pengaruh kita."
"Hm, ayah ingin memperalat dia, memangnya dia tak dapat memperalat ayah?"
Jengek Yap jing.
"Menurut pendapatku, yang membocorkan rahasia letak pulau kita ini pasti dia. Inilah tipu 'nongkrong di atas gunung menonton pertarungan harimau', kemudian dia yang akan menarik keuntungannya...."
"Hus, jangan sembarangan omong,"
Bentak Yap su-boh "dia bukan orang macam demikian."
Yap Jing tidak peduli peringatan sang ayah, ia menyambung pula.
"Dia juga ingin merajai dunia persilaian, mana mungkin dia memberi tempat kepada ayah. Apabila nanti antara jit-tay-kiam-pay dan pihak Mo-kui-to sudah saling gempur hingga hancur lebur bersama, lalu jadilah dunia ini miliknya ... ."
"Suruh kau jangan sembarangan omong, kenapa omong lagi?"
Bentak Yap su-boh pula dengan gusar. Walaupun demikian. dalam hati lamat-lamat iapun merasakan ucapan anak perempuannya itu cukup beralasan.
"Dari pada ayah percaya padanya, kan lebih baik percaya saja kepada Yu-toako,"
Ucap Yap Jing dengan sendu.
"Betapapun dia jauh lebih polos dan jujur dari pada Kan ciau-bu."
"Tidak."
Bela Yap su-boh.
"tidak nanti kusalah menilai orang, Kan ciau-bu pasti takkan menjual diriku. Apa lagi sudah kubantu dia mengangkangi seluruh harta milik Thian-ti-hu, selama hidupnya pasti berterima kasih padaku."
Yap Jing pikir biasanya sang ayah banyak tipu akalnya, mengapa dapat mempercayai manusia semacam Kan ciau-bu, jangan-jangan orang she Kan itu pintar putar lidah sehingga ayah dapat dikelabui dan percaya penuh padanya.
Setelah berpikir, kemudian nona itu berkata pula.
"Tapi jelas Kan ciau-bu itu manusia tak berbudi, demi mendapatkan warisan, dia tidak segan membunuh ibu dan saudara tirinya. Manusia kotor dan keji begini, segala tindakan busuk dapat diperbuatnya, maka ayah perlu hati-hati menghadapi dia."
Hati Yap su-boh semakin kacau, ia mengomel.
"Sudahlah, budak mampus, jangan banyak bicara lagi." . Mendadak Yap Jing mendapat suatu firasat, katanya pula.
"Tapi, ayah, menurut dugaan anak. kepergian Kan ciau-bu sekali ini pasti akan datang lagi dengan membawa tokoh ketujuh aliran besar untuk menggempur pulau kita ... ."
Hati Yap su-boh terkesiap. diam-diam ia membatin.
"Ya, sudah tiga hari Kan ciau-bu pergi dari sini, jangan-jangan benar dia akan mengajak ketujuh aliran besar untuk menyerbu ke sini, betapapun hal ini harus kupikirkan."
Tapi ia lantas menghibur dirinya sendiri.
"Ah, kukira tidak mungkin dia berbuat begitu, dia hutang budi padaku, tidak nanti membalas air susu dengan air tuba."
Baru bicara sampai disini, mendadak kedua Goan bersaudara berlari masuk dan memberi lapor.
"Wah, Tocu, ada tiga buah kapal cepat sedang meluncur ke tempat kita"
Air muka Yap su-boh berubah seketika, cepat ia tanya.
"Apakah kapal dagang?"
"Bukan,"
Tutur Goan su-cong.
"Badan kapal tidak banyak terbenam kedalam air, jelas bukan kapal dagang yang memuat barang."
"Bagaimana keadaan di atas kapal?"
Tanya Yap Jing.
"Pada haluan setiap kapal itu berdiri tujuh lelaki kekar dengan pakaian ringkas, terdiri dari macam-macam orang, ada yang berdandan sebagai Tosu, ada juga Hwesio ... ."
"Nah, apa kataku, ayah, sekarang sudah terbukti bukan?"
Kata Yap Jing dengan gegetun.
"Jelas Kan Ciau-bu yang mengundang datang jago ketujuh aliran besar, setiap kelompok itu terdiri dari tujuh orang, itulah Jit-sing-tin yang telah mereka latih dengan baik untuk menghadapi kita."
Saking gusar Yap su-boh lantas tertawa malah, serunya.
"Ha ha, bagus Bocah itu benar-benar telah menjual diriku."
Sembari bicara ia sodorkan Yu Wi kepada Goan su-cong, lalu berkata pula.
"Kurung dulu dia, setelah musuh kita halau baru kita tanyai dia."
"Ayah,"
Seru Yap Jing dengan kuatir.
"jit-sing-tin mereka sangat lihai, akan lebih baik jika Yutoako disadarkan dan minta bantuannya."
Yap su-boh melenggong sejenak. katanya kemudian sambil menggeleng.
"Tidak. orang ini pasti tidak mau membantuku, apalagi Jit-sing-tin juga belum pasti dapat membikin susah diriku"
Habis berkata ia terus berlari pergi secepat terbang.
Yap Jing merasa kuatir, cepat ia menyusul sang ayah.
Kedua Goan bersaudara saling memberi tanda.
mendadak mereka melompat keluar kamar, berbareng pintu yang besar dan berat itu ditutup.
Kan Hoay-soan agak terlambat, dengan gelisah ia berteriak.
"Buka pintu, buka pintu"
"Setelah musuh kami halau tentu akan kami bebaskan kau,"
Seru Goan su-cong sambil bergelak tertawa diluar.
"Kemana Toakoku akan kalian bawa?"
Teriak Hoay-soan sambil meng gedor pintu.
Namun tidak ada jawaban diluar.
kedua Goan bersaudara sudah pergi.
Beberapa jam kemudian, kekuatan obat bius buyar sendiri dan Yu Wi telah sadar, ia melihat dirinya berbaring di suatu tempat tidur dekat dinding, cepat ia meronta bangun, tapi diketahuinya tangan dan kaki sendiri terikat dengan erat.
Sekuatnya ia meronta, sekarang tenaga kedua lengan Yu Wi sudah luar biasa, akan tetapi tali warna hitam gilap yang mengikat kaki dan tangannya tidak kendur sedikitpun, waktu ia pentang sekuatnya, tali kecil sebesar sumpit itu sampai ambles kedalam kulit dagingnya dan tali itu tetap tidak mau putus.
Yu Wi tidak berani meronta lagi, kuatir otot tulang sendiri mengalami cedera.
ia heran.
"Terbuat dari bahan apakah tali kecil ini, mengapa begini ulet? Kalau aku punya pisau tentu urusan akan beres."
Tapi setelah dipikir lagi, diam-diam ia menggeleng dan membatin "Tapi percuma juga meski ada pisau, jelas tali ini tidak mempan dipotong dengan pisau."
Hendaklah diketahui bahwa tenaga kedua lengan Yu Wi jauh lebih kuat daripada cara memotong tali dengan pisau, kalau rontakkannya tidak dapat membikin tali itu putus, jelas pisau juga tiada gunanya.
Waktu ia periksa ikatan tali itu, dilihatnya tali yang diikat mati itu sangat rajin dan rapat sehingga sukar dimengerti cara bagaimana mengikatnya.
Teringat kepada keselamatan Lim Khing-kiok.
tanpa terasa Yu Wi berguman sendiri.
"Ai, bagaimana baiknya sekarang. Apabila terjadi apa-apa atas diri adik Kiok. siapa yang akan menolongnya?"
Tiba-tiba dari kamar sebelah ada suara seorang perempuan menegurnya.
"He, siapa itu yang dikamar sebelah? Rasanya sudah kukenal suaranya?"
Yu Wi sendiri juga merasakan kenal suara orang perempuan ini, segera ia balas bertanya.
"Engkau sendiri siapa?"
Agaknya perempuan itu merasa kurang senang,jawabnya.
"Tidak perlu kubicara dengan kau."
Yu Wi merasa geli, ia pikir.
"Kau sendiri yang tegur diriku lebih dulu, tidak mau bicara juga tidak menjadi soal."
Ia coba memejamkan mata untuk mengumpulkan tenaga lebih kuat serta memikirkan cara untuk membuka ikatan tali itu.
setelah direnungkan, akhirnya ia menarik kesimpulan kalau tidak menemukan senjata pusaka jelas tidak dapat memotong tali ini, dan kalau tali ini tidak putus, jelas dirinya tidak mampu meninggalkan kamar tahanan yang tidak ada benda lain kecuali sebuah tempat tidur doang.
Setelah tepekur sejenak pula, mau-tak-mau teringat lagi olehnya akan keselamatan Lim Khingkiok.
gumamnya pula.
"Apabila adik Kiok jadi dicelakai, pasti akan kubunuh Yap su-boh untuk membalas sakit hatinya ... ."
Tiba-tiba perempuan di sebelah bertanya pula.
"He, ada permusuhan apa antara kau dengan Yap su-boh?"
Yu Wi tidak mau bicara dengan penghuni Mo-kui-to, maka dia tidak menjawabnya, ia hanya duduk termenung. Selang sejenak, perempuan itu menghela napas dan bertanya lagi.
"He, jangan-jangan kau pun orang tawanan didalam penjara ini?"
"Masa tempat ini penjara?"
Tanya Yu wi.
"Jika kau tidak percaya, boleh coba kau raba dindingnya,"
Kata perempuan itu.
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Segera Yu Wi meraba dinding dan merasa keras dingin, baru sekarang diketahuinya kamar ini bukanlah kamar biasa melainkan terbuat dari dinding besi.
Ia pikir, sekalipun dinding baja juga tidak dapat mengurung diriku asalkan tali pengikat tangan dan kakiku ini dapat kubuka.
Didengarnya perempuan tadi berkata pula.
"Tadi kusangka kau ini penjaga penjara, maka tidak sudi kusebutkan namaku, tak terduga kita adalah tawanan yang senasib."
"Mengapa Yap su-boh mengurung seorang perempuan semacam kau di penjara berdinding besi seperti ini?"
Tanya Yu Wi. Perempuan itu menghela napas, katanya.
"Dia menahan diriku sebagai sandera untuk memeras uang tebusan dari ayahku."
Yu Wi merasa ragu, sebagai penguasa pulau, jelas Yap su-boh tidak terlalu memandang soal keuangan, ia coba tanya pula.
"Apakah ayahmu sangat kaya?"
"Sebagai seorang raja, sudah barang tentu ayahku kaya raya,"
Jawab perempuan itu.
"Raja?"
Seru Yu Wi terkejut. seketika teringatlah olehnya siapa perempuan ini, cepat ia berteriak.
"He, engkau adalah Hana, puteri kerajaan Iwu. Pantas rasanya sudah kukenal betul suaramu."
Selagi Yu Wi hendak memberitahukan siapa dirinya, tiba-tiba pintu kamar terbuka dan masuklah seorang siucai setengah baya, melihat sikapnya yang gagah itu secara naluri Yu Wi lantas tahu orang pasti Yap su-boh adanya.
Yap su-boh mendekatinya dan duduk ditepi pembaringan, katanya.
"Yu kongcu, tahukah kau siapa diriku?"
Yu Wi tidak menjawab, tapi lantas balas bertanya.
"Tocu, di manakah adik Kiok. Lim Khingkiok?"
"Dia sudah ikut pergi bersama Kan ciau-bu.
"jawab Yap su-boh.
"Waktu dia melihat Ciau-bu, disangkanya Ciau-bu adalah dirimu, maka tanpa sangsi dia ikut pergi bersamanya."
Seketika Yu Wi melenggong, timbul macam-macam perasaan yang sukar dilukiskan. Yap su-boh berkata pula.
"Jika sebelumnya kutahu bagaimana kepribadian Kan ciau-bu, tentu tidak kubiarkan nona itu dibawa pergi olehnya."
"O, memangnya ada apa? Dalam hal apa Kan ciau-bu kurang benar?"
Tanya Yu Wi.
"Tadi baru saja terjadi pertempuran sengit dipulau ini... ."
Belum habis Yap su-boh menutur, otak Yu Wi yang cerdik itu segera tahu apa yang terjadi, selanya.
"Yang menyerbu kemari itu apakah orang. ketujuh aliran besar?"
Yap su-boh terkejut, ia heran anak muda yang terkurung di dalam penjara ini mengapa tahu apa yang terjadi di luar, apakah mungkin sebelumnya orang sudah tahu pihak Jit-tay-kiam-pay akan menyerbu Mo-kui-to? "Dari mana kau tahu?"
Demikian ia tanya. Dengan dingin Yu Wi menjawab.
"Bukan saja kutahu, bahkan dapat kupastikan bahwa kedatangan mereka adalah atas petunjuk Kan ciau-bu."
Yap su-boh menggeleng, katanya.
"Tapi Kan ciau-bu itu tidak termasuk di antara para penyerbu itu."
"Masakah dia begitu bodoh?"
Kata Yu Wi.
"Cukup baginya memberitahukan arah berlayar kepada pihak ketujuh aliran besar itu Apabila dia ikut kemari berarti dia kurang cerdik. Dia justeru tinggal jauh disana dan menunggu berita tentang babak-belurnya kedua pihak."
Dengan gegetun Yap su-boh berkata.
"Pandanganmu ternyata sama dengan anak Jing, kalian sama tahu ambisi Kan ciau-bu yang besar itu, hanya akulah yang sudah lamur sehingga tidak menyadari permainan kotornya. Ai, sungguh tidak punya perasaan orang she Kan itu, sudah kubantu dia menguasai Thian-ti-hu, tidak pantas dia bertindak demikian padaku."
Tanpa sungkan Yu Wi mendengus.
"Hm, ini namanya senjata makan tuan. merasakan akibat perbuatannya sendiri Memangnya kau kira dengan membantu dia dengan membunuh ibu dan adik tirinya sendiri, lalu dia akan berterima kasih padamu untuk selamanya. Tak kau pikir bagaimna bila dosanya membunuh ibu dan adik sendiri itu sampai diketahui orang luar, jika sehari dia tidak membunuh kau, jelas sehari pula hatinya takkan tenteram."
Yap su-boh terbahak-bahak. katanya.
"Bagus sekali caci-makimu, senjata makan tuan, memang betul senjata makan tuan dan merasakan akibat perbuatan sendiri"
Ia merandek sejenak. lalu berkata pula.
"Tapi intriknya telah gagal total, meski pihak Jit-tay-kiam-pay telah datang tujuh kali sembilan atau 63 orang, namun semuanya musnah kalau tidak tertawan ya terbunuh, pulau ini tidak terganggu sedikitpun."
"Tapi setelah kelompok ini akan menyusul lagi kelompok yang lain, anak Jit-tay-kiam-pay tersebar disegenap pelosok dunia ini, selanjutnya Mo-kui-to pasti tidak pernah aman lagi,"jengek Yu Wi.
"Hm, kepulauan ini sangat strategis, jika pihak Jit-tay-kiam-pay berani datang lagi, muncul satu bunuh satu, datang dua bunuh sepasang"
Teriak Yap su-boh.
"Ah, kukira tidak semudah itu,"
Kata Yu Wi.
"Jit-kiam-pay sudah berhasil menciptakan Jit-singtin, tidaklah gampang hendak kau bunuh habis mereka."
Yap su-boh terbahak, katanya.
"Huh, apa artinya Jit-sing-tin bagiku? sekali ini mereka datang sembilan barisan Jit-sing-tin dan seluruhnya ada 63 orang, tapi semuanya diluncurkan dalam waktu satu-dua jam saja."
Yu Wi sendiri sudah menyaksikan Jit-sing-tin, ia tahu barisan bintang tujuh itu sangat lihay dan berbeda dari pada barisan tempur umumnya, diam-diam ia menduga sekalipun pihak Mo kui-to berhasil menghancurkan para penyerbu, tentu dipihak sendiri juga mengalami banyak kerugian."
"Dan bagaimana dengan kerugian pihak kalian dalam pertempuran tadi?"
Demikian ia tanya. Seketika Yap su-boh tidak menjawab,"Jelas tidak sedikit anak buahnya yang menjadi korban"
Kesan Yu Wi terhadap Yap su-boh sangat buruk, maka dia sengaja berkata lagi.
"Untung yang datang cuma 63 orang, jika beberapa ratus orang apakah Tocu merasa mampu menghalau mereka?"
Yap su-boh berdiri termenung dengan pikiran kacau. Bagian 25 Yu Wi lantas berkata lagi.
"Jit-sing-tin ditentukan oleh kekuatan manusia, makin lihay peserta barisan tempur itu, makin kuat daya serangnya. Kedatangan pihak Jit-kiam-pay sekali ini mungkin tergesa-gesa sehingga tidak ada persiapan yang sempurna, lain kali jika para ketua Jit-kiam-pay itu datang sendiri, tentu jit-sing-tin yang akan Tocu hadapi juga tidak sama dengan Jit-sing-tin tadi."
Yap Su-boh tampak kehilangan wibawa, ia menghela napas dan berkata.
"Ya, memang betul. apabila Jit-kiam-pay datang lagi, tentu jit-sing-tin mereka tidak sama lagi dengan barisan tadi. Bahkan tadi kalau tidak dibantu seorang, tentu kerugian pulau kami akan bertambah berat."
"Siapa orang yang membantu kalian, apakah Kwe Siau-hong?"
Tanya Yu Wi.
"Bukan,"
Jawab Yap Su-boh sambil menggeleng.
"Kwe Siau-hong jauh mengasingkan diri di Putkui- kok dan tidak pernah keluar dari lembah itu barang selangkah pun- Tabiatku gemar belajar ilmu silat, beberapa kali kuminta belajar ilmu pedang padanya, tapi dia menjawab selama saklt hatinya belum terbalas, selama hidup dia tidak akan bicara tentang ilmu pedang."
"Habis siapa yang membantu pihak kalian?"
Tanya Yu Wi pula. Ia pikir selain Kwe Siau-hong siapa lagi yang mampu membantu pihak Mo-kui-to mengalahkan barisan bintang tujuh Jit-taykiam- pay? "Orang yang membantuku itu adalah seorang perempuan aneh. ilmu silatnya bahkan di atas Kwe siau-hong?"
Tutur Yap su- boh.
"Ilmu silatnya di atas Kwe siau-hong?"
Yu Wi mengulangi perkataan itu seperti bergumam.
"Bahkan seorang perempuan?"
Sambil memandangi Yu Wi yang penuh rasa sangsi itu, Yap su- boh berkata pula dengan tertawa.
"Kukira perempuan aneh itu mungkin sudah kau kenal."
"Kukenal dia? Hah, siapa dia, lekas katakan"
Tanya Yu Wi cepat. Yap su-boh jadi melengak malah,jawabnya sambil menggeleng.
"Entah, akupun tidak tahu siapa dia?"
Yu Wi mendongkol, katanya.
"Jika kau tidak tahu siapa dia, mengapa kau bilang mungkin kukenal dia?"
"Sebab ... sebab wajahnya mirip dengan kau, maka kukira kau kenal dia,"
Ujar Yap su-boh. Yu Wi berseru kaget, teringat olebnya perempuan berbaju hitam yang pernah dilihatnya di makam keluarga Kan di Thian-ti-hu dahulu, hanya perempuan itulah yang berwajah sangat mirip dirinya.
"Dia berada dimana? Lekas kau bawa aku menemuinya,"
Seru Yu Wi cepat.
"Dia sudah pergi"
Jawab Yap Su-boh dengan gegetun. Yu Wi sangat kecewa, katanya.
"sudah pergi, apakah kau tahu kemana dia?"
"Tindak-tanduknya sangat aneh dan sukar diraba,"
Tutur Yap su- boh.
"meski dia tinggal dipulau ini, tapi setiap tahun dia pasti berkunjung satu kali ke daerah Tianggoan, pernah kutanya untuk apa dia pergi ke sana, namun dia tidak mau menjawab, padahal sehari-hari dia juga tidak pernah bicara, jadi pertanyaanku itu hanya sia-sia belaka."
Yu Wi tahu untuk apa perempuan baju hitam berkunjung ke Tionggoan setiap tahun.
Menurut cerita gurunya, katanya setiap Pek gwe cap go atau tanggal 15 bulan delapan perempuan baju hitam itu pasti berziarah ke makam keluarga Kan di Thia-ti hu, sekarang sudah masuk bulan tujuh, tentu pula dia pergi ke Thia-ti hu sana.
"Masih kuingat kejadian dahulu,"
Demikian Yap su-boh bertutur.
"itulah suatu malam bulan purnama pada 18 tahun yang lalu. untuk pertama kalinya kulihat dia karena jiwaku telah diselamatkan olehnya, sampai sekarang belum pernah kulupakan kejadian pada malam itu."
Sampai disini, Yap su-boh berhenti sejenak. ia tertawa, lalu menyambung.
"Ah, kejadian yang sudah lama lalu untuk apalagi kuceritakan. Yu-kongcu, ada suatu urusan justeru ingin kubicarakan denganmu ... ."
"Kukira akan lebih baik kau ceritakan saja kejadian pada malam itu,"
Pinta Yu Wi. Betapapun ia sangat ingin tahu seluk-beluk perempuan berbaju hitam itu di masa lampau, rasanya asal-usul perempuan baju hitam itu mempunyai hubungan yang sangat erat dengan dirinya, maka segala urusannya perlu diketahuinya dengan jelas.
"Jika kau ingin tahu, boleh saja kuceritakan pengalamanku ini tidak pernah kuceritakan kepada orang lain kecuali anak perempuanku,"
Kata Yap su boh.
"Delapan belas tahun yang lalu kupesiar ke daerah Tionggoan, maksudku ingin belajar kenal dengan jago silat daerah Tionggoan dan untuk menambah pengalamanku. Ilmu silatku kuperoleh dari ajaran leluhur. tentu saja tidak termasuk hitungan di dunia persilatan daerah Tionggoan. -Lebih dulu tentu saja ingin kubelajar kenal dengan pimpinan Jit-tay-kiam-pay untuk mengukur kekuatan dengan mereka, tak terduga, para tokoh ketujuh aliran besar itu tidak sudi melayani diriku, mereka mengatakan ilmu silatku bukan dari golongan yang baik, maka tidak digubris. Tentu saja aku mendongkol, kupikir jangan kalian menganggap pihak sendiri sebagai golongan baik, kalau sudah kuhajar kalian hingga tunggang-langgang, nah, baru kalian tahu rasa. -Hah, dasar Jit-tay-kiam-pay itu ternyata cuma nama kosong belaka, hampir boleh dikatakan tidak ada jago yang menonjol, tidak sampai setengak tahun, tokoh andalan mereka sama kukalahkan satu persatu. Malam Itu, dengan perasaan puas aku bermaksud pulang ke Mo-kui-to sini, kupikir banyak tokoh ke tujuh aliran besar itu telah kukalahkan, terbuktilah ilmu silatku sendiri tidakiah lemah. Ketika sampai di tengah jalan, ditempat yang sepi, mendadak muncul tujuh orang, aku terkepung di tengah. Mereka menyatakan ingin belajar kenal dengan kungfuku. Kupikir sangat kebetulan, kenapa tidak kuhajar mereka sekalian- -Pertempuran berlangsung sampai beberapa jam hingga menjelang subuh, tiada seorang pun di antara mereka dapat mengalahkan diriku. Kupikir sudah cukup bertempur sekian lamanya, maka kukatakan kepandaian mereka memang hebat, biarlah kita bertemu lagi kelak uutuk bertanding lagi. Siapa tahu, mendadak mereka bertujuh maju sekaligus, serentak mereka mengerubuti diriku. -Jika seorang saja tak dapat kukalahkan, apalagi sekarang mereka bertujuh maju sekaligus, tentu saja aku kelabakan. sembari bertempur akupun meneriaki mareka, 'Huh, tidak tahu malu, rupanya tujuh ketua ketujuh aliran pedang tidak berani bertanding secara terang-terangan denganku, tapi diam-diam melakukan sergapan, terhitung orang gagah macam apakah ini? Agaknya mereka tidak sudi menemul diriku, ketika kudatangi ketujuh aliran pedang itu untuk belajar kenal, sebab mereka menganggap akan menurunkan derajat jika belajar kenal dengan ilmu silat golongan liar, kalau menang tidak gemilang, jika kalah juga kehilangan pamor. Tapi kemudian lantas anak murid mereka kukalahkan satu persatu, mereka merasa penasaran maka tanpa rencana mereka sama mencegat diriku di tempat yang sepi untuk menjajal kungfuku, dengan demikian kalah atau menang takkan diketahui orang lain, seumpama kalah juga takkan tersiar. setelah mengetahui satu lawan satu tiada seorang pun mampu mengalahkan diriku, segera timbul maksud mereka untuk membunuh diriku. sedikitnya aku harus dihajar terluka parah agar selama hidup tak berani lagi main gila kedaerah Tionggoan, mereka mengira aku tidak bakal mengetahui asal-usul mereka. Tak tahunya bahwa aku sudah mengenali mereka sebagai ketujuh ketua Jit-taykiam- pay, meski belum pernah kulihat mereka, tapi sebelum mendatangi mereka sudah lebih dulu kuselidiki watak dan wajah setiap ketua Jit-kiam-pay itu dengan Jelas. setelah kubongkar asal-usul mereka, ketua Bu-tong-pay lantas berkata, 'Bagus, jika kau tahu siapa kami, maka jangan kau harap akan hidup lagi.' -Serentak mereka lantas menyerang dengan lebih gencar. seperti kata peribahasa, dua kepalan sukar menandingi empat tangan, beberapa gebrakan lagi, aku tambah kewalahan dan terdesak mundur. -Mundur sampai ditepi jalan, tiba-tiba kulihat muncul seorang perempuan berbaju hitam dengan menunggang kuda, setiba ditempat pertempuran kami, perempuan itu melompat turun dari kudanya sambil berseru, 'Jangan berkelahi..Jangan berkelahi' -Muka perempuan itu hampir tertutup seluruhnya oleh rambutnya yang panjang sehingga bentuknya wajahnya tidak terlihat jelas. sudah barang tentu ketujuh ketua jit-kiam-pay itu tidak mau menurut perkataan seorang perempuan, mereka masih terus melancarkan serangan padaku. Perempuan itu hanya mengucapkan jangan berkelahi' dan tidak mengucapkan kata lain, mendadak ia terus ikut terjun ke tengah kalangan pertempuran, dia tidak menggunakan tangan melainkan mengayunkan lengan bajunya yang panjang. -Begitu cepat dia memutar lengan bajunya sehingga menerbitkan deru angin yang keras, barang siapa tersabat oleh lengan bajunya pasti terluka. Mangkin ketujuh gembong Jit-tay-kiampay itu mengira perempuan itu adalah bala bantuanku, maka mereka membagi empat orang untuk melayaninya. Padahal dla tidak membantu pihak manapun, terkadang dia menyerang ketujuh Ciangbunjin (ketua) itu, lain saat akupun diserangnya. Kungfu lengan bajunya sungguh sangat aneh dan lihai, hanya beberapa gebrak saja, tidak ada seorang pun yang terluput dari pada sabetan lengan bajunya. Tidak kepalang rasa sakitku terkena sabatan lengan bajunya, hampir saja aku jatuh kelengar, untunglah mendadak teringat olehku ucapannya jangan berkelahi^, maka cepat aku berhenti bertempur. -Aneh juga, begitu aku berdiri diam, dia tidak lagi menyerang diriku, serangannya hanya di tujukan kepada ketujuh orang lawanku, ketujuh orang itu tampak kerepotan oleh serangan lengan baju perempuan berbaju hitam itu sehingga tiada seorangpun sempat memikirkan diriku. -Berdiri disamping, kuperhatikan kungfu perempuan berbaju hitam itu, kulihat lengan bajunya sungguh luar biasa lihainya, kagumku tidak terkatakan, kupikir inilah baru dapat dikatakan kungfu sejati, jauh sekali selisihnya kepandaiannku dibandingkan kungfunya. sedapatnya ketujuh ketua jit-kiam-pay itu bertahan hingga ratusan jurus, tapi setiap orang sedikitnya tersabat tujuh atau delapan kali oleh lengan baju perempuan berbaju hitam itu hingga babak belur dan sangat mengenaskan- Akhirnya ketujuh orang itu menyadari kelihaian lawan, satu persatu mereka melarikan diri. Perempuan itupun tidak mengejar, dia cemplak keatas kudanya dan tinggal pergi tanpa memandang diriku. Cepat kususul dia, kusampaikan perasaan kagumku dan macam-macam kata sanjung pujianku. kuharap dia suka berkunjung ke Mo-kui to. Dalam hatiku berharap dia mau menerima undanganku, setiba di sini tentu dapat kuminta belajar ilmu silatnya yang maha sakti itu. Tapi dia tidak menanggapi undanganku, bahkan tidak menggubris dan segera hendak melarikan kudanya. Melihat sukar lagi menahannya, segera kugunakan ilmu Mo-sim-gan, kataku, 'Ayolah ikut pergi bersamaku' -Semula aku rada takut kalau ilmuku tidak mempan terhadapnya, maklumlah, bila ilmu Mo-simgan kugunakan terhadap lawan yang berkekuatan Iwekang lebih tinggi dari padaku, jika dia mengerahkan tenaga dalam untuk melawan, bisa jadi aku sendiri akan terluka parah. siapa tahu perempuan itu sama sekali tidak melakukan perlawanan, maka legalah hatiku, kulihat dia tunduk kepada ucapanku dan ikut pergi bersamaku.' -Setiba di Mo-kui-to ini, dia lantas tinggal disini dengan tenteram pada kamar yang kusediakan baginya, siang hari dia makan santapan yang kukirim, tapi bila kuajak bicara padanya, tetap dia tidak menjawab sepatah kata pun. Begitulah selama 18 tahun dia tinggal di sini dan selama itu tidak pernah bicara sepatah kata pun, baru tadi untuk pertama kalinya dia bicara ..."
"Apa yang dikatakannya?"
Tanya Yu Wi.
"Memangnya kau kira apa yang akan diucapkannya?"
Ujar Yap su-boh dengan gegetun.
"yang dikatakan tetap juga kalimat itu-itu saja.
"jangan berkelahi' dan tidak lain. -Ketika tokoh ketujuh aliran besar itu menyerbu tiba, begitu hebat serangan mereka sehingga sukar ditahan, jit-sing-tin mereka memang sangat lihai. Ketika kuburu kesana juga tidak sanggup menahan serbuan mereka, terpaksa kugunakan Mo-sim-gan dan merobohkan satu orang sehingga bobol barisan mereka, habis itu baru dapat kukalahkan mereka, baik menawan lalu membunuhnya. -Tapi yang mahir Mo-sim-gan hanya aku sendiri, selain itu kedua saudara Goan juga dapat menggunakan Jui-bin-sut, kami bertiga berturut-turut berhasil membobol sembilan barisan musuh, selama satu jam pertempuran, anak buahku juga bergelimpangan terbunuh oleh barisan tujuh bintang musuh. pada saat genting itulah dia muncul, melihat kami lagi bertempur, dia berseru dan tetap dengan kalimat 'jangan berkelahi'. sembari berseru ia terus ikut terjun ketengah pertarungan sengit, asal ada orang menyerang, segera ia menghajarnya, tapi kalau berdiri diam, maka iapun tidak menyerang. Kukenal kebiasaannya ini, maka cepat kuberi perintah agar anak-buahku berhenti menyerang. Maka seorang diri dia lantas melayang kian-kemari, dalam sekejap saja sisa tiga barisan musuh telah dibobolnya. -Betapapun lihainya Jit-sing-tin, baginya tidak lebih hanya seperti permainan anak kecil saja. Cukup beberapa-kali hantam barisan lantas bobol dan dua puluh satu musuh dihantamnya roboh. setelah musuh roboh tak bisa berkutik dan tidak ada orang yang melawan lagi baru dia tinggal pergi dengan menumpang kapal. Kutahu sudah tiba waktunya dia berkunjung ke Tionggonn seperti tahun-tahun yang lalu, sekali pergi sedikitnya dua bulan baru akan kembali. -Aku sangat heran mengapa sepanjang tahun dia tidak bicara, apakah lantaran tidak pintar bicara atau ada penyakit lain, sampai saat ini belum kuketahui cirinya itu."
"Dia mahir bicara, bahkan suaranya sangat enak didengar,"
Kata Yu Wi. Yap su-boh merasa sangat tertarik, tanyanya.
"Apakah kau pernah mendengar dia bicara?"
Teringat oleh Yu Wi waktu perempuan baju hitam itu bicara sendiri terhadap makam keluarga Kan, maka ia mengangguk dan berkata.
"Ya, pernah kudengar dia bicara, cuma ya kudengar juga tidak banyak."
"Jika begitu, sesungguhnya dia pernah apamu?"
Tanya Yap su-boh dengan heran.
"Akupun tidak tahu,"
Jawab Yu Wi.
"Bisa jadi dia adalah sanak keluargaku, mungkin pula tidak ada hubungannya denganku."
"Tidak... tidak mungkin,"
Ujar Yap su-boh.
"pasti ada hubungannya antara dia dengan kau, kulihat dia mirip ibumu atau ibu Kan cian-bu"
"Ibuku?"
Yu Wi menegas dengan muka pucat.
"Tidak. tidak bisa jadi. Ayah bilang padaku bahwa ibuku sudah lama wafat, apabila benar dia ibuku mustahil tidak kukenal."
Padahal sejak kecil dia tidak pernah melihat ibunya, bagaimana bentuk ibunya hakikatnya dia tidak tahu, yang didengarnya adalah ibunya meninggal sakit, urusan lain yang menyangkut ibunya sama sekali tidak diketahuinya, sebab ayahnya juga tidak pernah bercerita apa pun kepadanya.
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan sangsi Yap su-boh menggaruk kepala katanya.
"Wah, anehlah kalau begitu, mustahil tanpa sebab kau dan Kan ciau-bu sedemikian mirip wajahnya. Kalau dia bukan ibumu, pasti juga ibu Kan ciau-bu."
Setelah memandang Yu Wi sejenak. Yap su-boh berkata pula.
"Jika dibilang ibu Kan Ciau-bu, tentu dia bukan ibumu, tapi kalau kalian bukan saudara sekandung, mengapa kalian juga sedemikian mirip satu sama lain ... ."
Yu Wi menggoyangkan tangan dan berkata.
"Jangan kau hubungkan diriku dengan Kan Ciaubu, sedikit pun tidak ada sangkut-pautnya antara dia denganku. Dia she Kan dan aku she Yu, dia tinggal di Kimleng dan aku tinggal di soasay, jika ada persamaan antara wajah kami hanya karena kebetulan saja."
Yap su-boh bergumam.
"Aneh sekali kebetulan ini?"
Setelah diam sejenak, ia menghela napas dan berkata pula.
"Sebab kubantu Kan cian bu merebut Thian-ti-hu dari tangan ibu tirinya, lalu kuajak dia ke Mo-kui-to sini, semua ini kulakukan karena kupercaya penuh padanya, yaitu lantaran dia sangat mirip si perempuan berbaju hitam, kukira perempuan itu adalah ibu kandungnya sehingga akupun berhubungan karib dengan dia, siapa tahu kebaikanku padanya telah dibalas olehnya dengan cara keji, diam-diam ia hendak mencelakai diriku, malah."
"Sudahlah, jangan kau bicara lagi mengenai urusannya,"
Ujar Yu Wi.
"hendaklah kau buka tali pengikat tanganku ini, akupun takkan mempersulit dirimu, meski tidak sedikit kau bikin celaka orang. dosamu tentu akan mendapat ganjarannya kelak. sekarang lepaskan diriku, ingin kupergi mencari satu orang."
"Mencari siapa?"
Tanya Yap su-boh. Yu Wi pikir orang telah bicara terus terang kepadanya, adalah tidak enak kalau dirinya berdusta. maka ia berkata.
"Kutahu untuk apa perempuan berbaju hitam itu berkunjung ke Tionggoan setiap tahun satu kali, maka hendak kupergi mencari dia untuk tanya beberapa persoalan padanya. selama beberapa persoalan ini tidak mendapatkan keterangan yang jelas, selama itu pula rasa sangsiku tak bisalenyap."
Yap su-boh lantas setengah berjongkok untuk membuka tali pengikat Yu Wi itu, tali itu terikat dengan sangat erat sehingga sampai sekian lamanya masih belum terbuka, meski Yu Wi coba mengikuti caranya membuka tali dengan cermat, tapi tetap sukar mengetahui caranya.
Namun Yap su-boh tidak lantas membuka seluruh ikatan pada tangan Yu Wi.
tiba-tiba ia berkata pula.
"O..ya, ada sesuatu urusan penting perlu kubicarakan denganmu,"
"Urusan apa?"
"Menurut cerita anak Jing. katanya hanya dalam dua jurus saja dapat kau bobol Jit-sing-tin, apakah betul hal ini?"
first share di Kolektor E-Book 14-08-2019 21:32:02
Ular Belang Putih -- Kauw Tan Seng Seruling Perak Sepasang Walet -- Khu Lung Kelelawar Tanpa Sayap -- Huang Ying