Pendekar Kembar 8
Pendekar Kembar Karya Gan KL Bagian 8
Pendekar Kembar Karya dari Gan K L
"Selama ini kita tidak kenal dan tiada permusuhan apapun, untuk apa kutangkap dirimu?"
Jawab Yu Wi. Dengan gemas si baju hitam alias Kat Hin berkata.
"Aku bermaksud menghantam dirimu, dengan sendirinya akan menimbulkan permusuhan."
Benar juga, segera ia menjotos muka Yu Wi.
Cepat Yu Wi berkelit kesamping.
Melihat orang tidak balas menyerang, Kat Hin tidak sungkan sedikitpun, kembali ia menghantam, sekali ini kedua kepalan digunakan sekaligus dan menjotos dengan cepat secara bergantian.
Namun Yu Wi tetap tidak balas menyerang, ia hanya menggunakan Ginkangnya untuk menghindari pukulan Kongcu baju hitam itu.
Karena serangannya tidak mengenai sasarannya, saking gemasnya si baju hitam alias Kat Hin berjingkrak dan berkaok-kaok.
"Berhenti, Lakte,"
Seru si baju biru dengan tertawa.
"Kedatangan kita ini bukan untuk mencari dia, buat apa buang-buang tenaga percuma."
"Bukan dia yang dicari, apakah kami yang kalian cari?"
Demikian jengek seorang, tahu-tahu dari balik tanjakan sana muncul dua orang. Cepat Kat Hin menghentikan serangannya dan melompat mundur sambil berseru.
"Goan-sihengte!"
Kedua orang yang baru muncul ini sudah dikenal Yu Wi, yaitu kedua Koksu kerajaan Iwu, kedua Goan bersaudara yang berjuluk "Mo-gan-liap-hun" (mata iblis pencabut nyawa). Si baju biru berpaling dan berkata.
"Sangat kebetulan kedatangan kalian, kami tidak perlu lagi mencari kalian."
Meski berhadapan dengan musuh, namun wajah si baju biru masih tetap tertawa. Kakek jangkung yang sebelah kiri adalah sang kakak, namanya Goan Su-cong, kakek yang sebelah kanan adalah adik, namanya Goan Su-bin. Goan Su-cong lantas mengejek.
"Beberapa tahun yang lalu Jit-ceng-mo sudah keok ditangan kami, mana sekarang kalian berani berlagak gagah didepan kami?"
Kiranya ketujuh Kongcu dengan warna baju yang berbeda-beda ini masing-masing mempunyai watak yang aneh, didunia Kangouw mereka terkenal sebagai Jit-ceng-mo (iblis tujuh perasaan), yakni girang, gusar, duka, takut, cinta, benci dan nafsu.
Sesuai urutan tersebut, iblis girang adalah sang kakak tertua, paling dihormati dan disegani keenam orang yang lain.
Segera iblis girang Un Siau berkata dengan tertawa.
"Dahulu kami kalah karena ilmu sihir kalian, kedatangan kami sekarang bukan lagi Jit-ceng-mo yang dulu, kalau mampu, ayolah kita coba-coba dengan kepandaian sejati."
"Hehe, apakah Jit-ceng-mo sekarang sudah tidak takut lagi kepada Jui-bin-sut?"
Jengek Goan Su-cong. Go Bun, si iblis gusar, tidak sabar lagi demi berhadapan dengan musuh, segera ia berteriak.
"Jui-bin-sut adalah ilmu sihir yang sesat, sedikit kepandaian yang tak berarti itu masakah perlu kami takuti?"
"Di mulut bilang tidak takut, tapi hari ini Jit-ceng-mo tetap akan keok dibawah ilmu sihir yang tidak berarti ini!"
Ejek Goan Su-cong.
"Ngaco-belo!"
Bentak Kat Hin, si iblis pembenci.
"Kalau tidak percaya, boleh saja dicoba."
Jawab Goan Su-bin.
Mendadak kedua Goan bersaudara melancarkan serangan.
Serentak Jit-ceng-mo berdiri menjadi satu baris, masing-masing memegang pundak orang didepannya dengan tangan kiri, seketika Jit-ceng-mo berubah seakan-akan cuma satu orang saja, hanya iblis girang Un Siau yang berdiri paling depan yang menyambut serangan kedua Goan bersaudara.
Baru saja gebrakan pertama, segera Goan-si-hengte merasakan kekuatan Un Siau besar luar biasa dan sukar untuk dilawan.
Mereka tahu tenaga ketujuh orang itu sebagian besar berkumpul dalam tubuh Un Siau, apabila bergebrak berhadapan, hanya beberapa jurus saja mereka pasti akan kalah.
Mereka cukup paham teori ilmu silat, mereka menyadari tak mampu melawan dari depan, segera mereka memencar dan menyerang Jit-ceng-mo dari kedua sisi.
Dengan sendirinya Un Siau tidak mampu menghadapi serangan dari kanan dan kiri, mendadak ia berteriak.
"Berputar jadi lingkaran!"
Orang yang paling belakang adalah Tio Ju, si iblis nafsu, yaitu si baju putih.
Dengan cepat ia menyambung kesebelah Un Siau, dengan demikian barisan mereka lantas berubah menjadi satu linkaran, dengan demikian, pertahanan yang paling lemah, yaitu sebelah kiri karena tangan kiri masing-masing digunakan memegang pundak kawannya, kini tidak perlu dikuatirkan lagi karena terletak disisi dalam.
Bagian luar sekarang adalah sebelah kanan dan tangan kanan Jit-ceng-mo bebas untuk menghadapi serangan musuh.
Kedua Goan bersaudara tidak lagi menyerang Un Siau, tapi selalu menyerang keenam orang lain.
Tak tersangka, meski kekuatan keenam orang itu tidak sehebat Un Siau, tapi juga tidak lemah dan sukar untuk dilawan mereka.
Setelah belasan jurus, Goan-si-hengte menyadari tenaga gabungan mereka memang sangat hebat, tak peduli siapa yang diserang, keenam orang yang lain tentu membagi tenaga masingmasing untuk membantunya.
Barisan melingkar ini sangat lihai, Goan-si-hengte tidak dapat menyelami cara bagaimana ketujuh orang itu saling menyalurkan tenaga untuk saling membantu.
Diam-diam mereka menyadari sukar untuk memperoleh kemenangan dengan kungfu sejati, bahkan kalau meleng bisa jadi akan kalah malah.
Ketika Goan Su-cong melancarkan suatu serangan dan tergetar mundur beberapa langkah, ia menghela napas dan berkata.
"Hari ini tampaknya kita harus mengaku terjungkal."
"Kalian memang sudah ditakdirkan harus kalah."
Tukas Un Siau dengan tertawa. Mendadak Goan Su-bin pura-pura menyerang, lalu melompat mundur, katanya.
"Tapi kalau satu melawan satu, tidak lebih dari sepuluh gebrakan pasti dapat kubinasakan salah seorang diantara kalain."
"Ah, juga belum tentu bisa,"
Jawab Un Siau tetap dengan tertawa. Melihat yang bicara hanya Un Siau saja, keenam lainnya hanya mendelik belaka dan cuma mengikuti gerak Un Siau. Tergerak hati Goan Su-cong, ia berusaha memancing bicara Go Bun si pemarah, katanya.
"Apabila Go bun sendirian melawan diriku, kuyakin sekali gebrak saja dapat kurobohkan dia."
Tujuannya memancing kemarahan Go Bun, siapa tahu iblis pemarah ini tidak mau terpancing, ia seperti tidak mendengar apa yang diucapkan Goan Su-cong.
Diam-diam Goan Su-cong terkejut, ia pikir kalau Go Bun yang pemarah saja tak dapat dipancing bicara, tentu saja yang lain lebih-lebih sukar terpancing.
Jadi sulit sekali jika hendak memancing mereka agar mau bertempur dengan satu lawan satu.
Setelah pura-pura menyerang lagi dua tiga kali, mendadak Goan Si-bin berucap dengan menyesal.
"Toako, mengapa mereka mengetahui akan kedatangan kita kesini?"
Goan Su-cong tahu maksud adiknya, iapun berlagak heran dan menjawab.
"Ya, memang aneh! Selama ini kita tinggal dinegeri Iwu, kedatangan kita kesini sangat dirahasiakan, entah cara bagaimana mereka mendapat tahu?"
Mendadak ia melompat kedepan Un Siau dan bertanya dengan lagak tidak habis mengerti.
"Eh, mengapa bisa terjadi begini?"
Dia bicara sambil memandang Un Siau dengan sorot mata yang tajam, Un Siau menyambut sorot mata lawan yang tajam itu, jawabnya dengan tertawa.
"Hal ini sangat sederhana untuk dijelaskan. Kami datang kenegeri Iwu dan mencari keterangan tentang kalian, katanya kalian ikut raja Iwu berkunjung kesini, maka kami lantas menyusul kemari. Biarpun gerak-gerik kalian sangat dirahasiakan, tapi raja Iwu kan sasaran yang mudah dicari, dengan sendirinya kalian pun dapat kami temukan."
"Hah, jadi jauh-jauh kalian menguntit kesini?"
Ucap Goan Si-cong dengan terkejut. Tanpa terasa Un Siau menjawab.
"Ya, penguntitan yang sangat jauh."
Jilid ke-10.
"Dan tentunya kalian sudah merasa letih, bukan?"
Ujar Goan Su-cong dengan tertawa.
"Ya, sudah letih... sudah letih, kami memang sudah letih... ."
Tanpa terasa Un Siau seperti bergumam. Melihat keadaan demikian Yu Wi tahu Goan-si-hengte sedang menggunakan lagi ilmu sihir mereka, kalau Un Siau tidak disadarkan tentu akan terperangkap. Maka cepat ia membentak.
"Awas, Jui-bin-sut!"
Suara yang keras ini menyadarkan Un Siau yang sudah rada terpengaruh oleh kekuatan gaib musuh, segera teringat olehnya akan Jui-bin-sut, cepat ia pejamkan mata.
Meski mata terpejam, namun gerak tubuh Un Siau tidak menjadi lambat, bahkan menyerang dan bertahan dengan lebih hebat.
Goan-si-hengte tidak dapat lagi menggunakan ilmu sihir mereka terhadap lawan, terlihat keenam orang yang lain tidak memejamkan mata, sebaliknya terbelalak lebih lebar.
Diam-diam kedua Goan bersaudara merasa geli, mereka pikir apa gunanya jika cuma kau sendiri yang memejamkan mata.
Segera mereka berganti sasaran, yang dipandang mereka sekarang adalah si iblis pemarah dan si iblis berduka.
Mereka pikir asalakan salah seorang dapat dipengaruhi dengan kekuatan gaib mereka, tentu barisan pertahanan musuh akan bobol dengan sendirinya.
Begitulah beruntun-runtun mereka lantas menyerang secara berantai, tapi mata Go Bun si iblis pemarah sama sekali tidak berkedip, bahkan balas menyerang dengan tidak kalah kuatnya, Goan Su-cong tidak berani menangkis hantaman lawan yang hebat, sedapatnya ia mengelak.
Goan Su-bin juga menatap si iblis berduka, katanya.
"Setiap hari kau selalu murung saja, tapi namamu justeru Bok Pi (jangan sedih), kan bertentangan nama dan kelakuanmu, sungguh menggelikan. Biarlah sekarang kuganti namamu menjadi Bok SUi (jangan tidur) saja, supaya setiap hari kau ingin tidur melulu."
Ia sengaja perkeras pada kata "ingin tidur melulu", bila orang biasa akan terpengaruh oleh ilmu gaibnya, siapa tahu Bok Pi sama sekali tidak kelihatan mengantuk, sebaliknya malah tambah bersemangat.
Begitu diserang segera ia balas menyerang dengan lebih dahsyat.
Setelah mencoba beberapa kali dan tetap tidak berhasil mempengaruhi si iblis pemarah dan iblis berduka, mau-tak-mau Goan-si-hengte menjadi gelisah.
Disebelah lain, meski mata Un Siau terpejam, tapi berdasarkan penglihatan keenam kawannya dan gerakan barisan mereka, serangan mereka malah bertambah lihai, kekuatan merekapun bertambah dahsyat.
Beberapa kali hampir saja Goan-si-hengte terkena pukulan mereka.
Cepat Goan-si-hengte menggunakan Ginkang mereka dan ikut berputar menuruti gerakan barisan melingkar musuh, mereka berusaha tidak berhadapan dengan Un Siau, sasaran mereka sekarang beralih pada si iblis berduka tadi, tapi kedua orang inipun tidak mempan disihir.
Keruan Goan-si-hengte menjadi rada kelabakan, mereka tidak percaya ilmu gaib mereka bisa gagal total.
Segera mereka ganti sasaran lagi terhadap si iblis pembenci dan iblis nafsu.
Haslnya tetap nol besar, musuh tetap tidak terpengaruh.
Sampai disini barulah mereka mengakui Jui-bin-sut mereka benar-benar tidak efektif terhadap keenam iblis perasa itu.
Hanya terhadap iblis girang Un Siau saja ilmu gaib mereka dapat bekerja, tapi Un Siau tetap memejamkan mata, sukar lagi untuk mempengaruhi dia dengan ilmu gaib.
Pada saat itulah mendadak Un Siau tertawa dan berkata.
"Haha, Jui-bin-sut memang betul ilmu permainan anak kecil yang tidak ada artinya."
Nadanya menyindir kedua lawan yang tak dapat berbuat apa-apa terhadap mereka.
"Hm, kau kira dengan barisanmu ini lantas tidak gentar lagi terhadap Jui-bin-sut?"
Jengek Goan Su-cong. Dengan tertawa Un Siau menjawab.
"Dengan menciptakan barisan ini, sebelumnya sudah kami bayangkan ilmu sihir kalian pasti akan berubah menjadi permainan yang tidak berguna. Setelah dicoba sekarang ternyata perhitungan kami tidak meleset."
Sembari menghindari angin pukulan Un Siau, Goan Su-cong berkata pula.
"Sebenarnya pertahanan barisan kalian sangat sederhana, intinya terletak pada himpunan kekuatan keenam kawanmu yang tercurah pada tubuhmu, sampai semangat merekapun hilang, sebab itulah mereka tidak terpengaruh oleh Jui-bin-sut."
"Sekalipun kau tahu teori ini juga tidak dapat mematahkannya, terpaksa kalian harus menerima nasib kekalahanmu."
Kata Un Siau, segera ia perkeras daya pukulannya dan menyerang lebih gencar. Sebisanya Goan Su-cong mengelak dan mulut tetap bicara.
"Meski keenamsaudaramu tidak takut Jui-bin-sut lagi, tapi kau sendiri masih bersemangat, kami masih dapat menggunakan kau sebagai sasaran ilmu kami."
"Haha, kalau perlu kupejamkan mata, lalu cara bagaimana akan kalian pengaruhi diriku dengan ilmu sihir kalian?"
Un Siau bergelak tertawa.
"Kau kira dengan memejamkan mata, lantas kami tidak berdaya terhadapmu?"
Tukas Goan Subin.
"Ya, kalian memang tak berdaya, kalau bisa, kan sejak tadi orang she Un sudah kalian robohkan?"
Ujar Un Siau.
"Hm, kan belum terlambat jika sekarang kami menguasai dirimu!"
Jengek Goan Su-bin.
"Haha, kembali membual, janganlah kalian membikin muak Yu-heng sehingga dia tidak betah tinggal disini, ketahuilah kami masih ada urusan penting yang yang harus dibicarakan dengan dia."
Kata Un Siau.
"Sesungguhnya urusan apakah maksudmu?"
Tanya Yu Wi.
"Jangan terburu-buru, sabar dulu."
Ujar Un Siau dengan tertawa.
"Sebentar kalau kedua tua bangka she Goan ini sudah kami tundukkan dan minta ampun barulah akan kukatakan padamu."
Habis berkata, mendadak ia gerakkan barisannya dengan lebih cepat, daya serangan mereka juga tambah dahsyat.
Dengan mata terpejam Un Siau dapat membedakan tempat lawan, kearah mana Goan-sihengte menghindar tentu disusul kesana dan barisannya selalu menutup jalan mundur mereka.
Dengan tenaga pukulan gabungan tujuh orang, maka betapa kuat serangan Un Siau itu dapatlah dibayangkan.
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hanya sebentar saja Goan-si-hengte sudah terdesak sehingga bermandi keringat.
"Berhenti!"
Mendadak Goan Su-cong membentak.
Karena itulah serangan Un Siau menjadi sedikit merandek, kesempatan itu segera digunakan Goan Su-cong untuk mendorong punggung Goan Su-bin.
Karena mendapat bantuan tenaga tolakan saudaranya, cepat Goan Su-bin melompat keluar dari tekanan pukulan lawan.
Un Siau dapat mendengar salah seorang lawan berhasil lolos dari lingkaran serangan mereka, namun ia tidak menghiraukannya, katanya dengan bergelak.
"Haha, kini tertinggal kau sendiri, tidak lebih dari sepuluh jurus pasti dapat kutangkap dirimu. Habis itu baru kami tangkap pula kawanmu yang lolos itu. Masa kalian nanti takkan berlutut dan minta ampun?"
Goan Su-cong menghela napas, katanya.
"Lima tahun yang lalu, karena terdorong oleh emosi, kami telah mengalahkan kalian bertujuh. Jika sekarang kami harus minta ampun, biarlah aku saja yang minta ampun padamu, watak saudaraku itu sangat keras kepala, hendaklah kalian sudi membebaskan dia."
Wajah Goan Su-cong kelihatan menampilkan senyuman memikat, katanya.
"Aku tidak mampu bertahan lagi, dengan sendirinya benar."
Pelahan gerak-gerik Un Siau mulai lamban, katanya dengan tertawa.
"Asal saja kau mau minta ampun, tentu kami takkan banyak urusan."
Senyuman Goan Su-cong tampak semakin aneh dan penuh daya pikat, katanya.
"Cara bagaimana aku harus minta ampun?"
Un Siau menjawab.
"Dahulu kalian berdua telah menutuk Hiat-to penting kami satu persatu, dengan susah payah akhirnya kesehatan kami dapat pulih kembali. Sekarang hanya kau sendiri saja yang akan menanggung kesalahan kalian dahulu, maka bolehlah kau patahkan jarimu yang kau gunakan menutuk kami itu."
Serangan Un Siau sekarang ternyata tidak sepenuh tenaga, karena itulah Goan Su-cong dapat menghindar dengan mudah. Karena Goan Su-cong tidak bicara lagi, Un Siau lantas bertanya.
"Bagaimana kau tidak mau terima syaratku?"
Pada saat itulah, tiba-tiba terdengar suara alat musik bergema dengan nada yang penuh duka nestapa.
Waktu Un Siau mendengarkan sekejap, seketika ia terpengaruh oleh suara alat tiup itu, gerak-geriknya semakin lamban lagi.
Kiranya setelah melompat keluar dari lingkaran kekuatan pukulan lawan, Goan Su-bin lantas mengeluarkan sebuah seruling dan mulai meniupnya dengan nada sedih.
Lagunya biasa-biasa saja, tapi daya pikatnya bagi yang mendengar justeru besar luar biasa.
Makin lama makin lambat gerak-gerik Un Siau.
Kini Goan Su-cong juga tidak lagi merasa terancam oleh daya serangan lawan, dengan mudah ia melompat keluar dari lingkaran serangan musuh, ia mendekati Goan Su-bin dan duduk disamping saudaranya itu.
Suara seruling yang ditiup oleh Goan Su-bin mesih terus berbunyi, Goan Su-cong bicara mengikuti irama seruling.
"Un Siau, silakan kau pun berduduklah!"
Benar juga, Un Siau lantas berhenti bergerak dan berduduk. Keenam iblis yang lain juga mengikuti gerak-gerik Un Siau, merekapun ikut berduduk. Lalu Goan Su-cong berkata pula.
"Suara seruling saudaraku tiada bandingannya didunia, kalian harus mendengarkan dengan baik, kesempatan ini jangan dolewatkan dengan sia-sia."
Un Siau hanya diam saja tanpa menjawab, jelas ia sedang mendengarkan dengan cermat.
Mendengar suara seruling yang berirama sedemikian seduh, tanpa terasa Yu Wi juga mendengarkan dan maikn mendengar makin terasa sedih, lambat-laun keempat anggota badan terasa lemas tak bertenaga, akhirnya iapun ikut berduduk.
Tiba-tiba Goan Su-cong bernyanyi, lagunya sendu seirama dengan suara seruling sehinga menambah rasa duka pendengarnya.
Lambat-laun Yu Wi merasa kelopak matanya menjadi berat, rasanya ingin tidur, dalam hati seolah2 berkata.
"Tidur, tidurlah! Jangan lagi mendengarkan lagu sedih demikian... ."
Keadaan ini serupa benar dengan kejadian waktu disihir dipadang rumput kemarin, teringat kepada kejadian kemarin, serentak Yu Wi terjaga, baru disadarinya bahwa Goan-si-hengte sedang melancarkan ilmu gaibnya, hanya saja caranya berbeda sehingga membikin orang terjebak tanpa terasa.
Makin lama makin letih rasanya, Yu Wi ingin menutup telinga agar tidak mendengar apa-apa, tapi sukar dilakukannya.
Cepat ia mengerahkan Thian-ih-sin-kang, ia berharap dengan kekuatan Lwekang yang hebat itu untuk menghalau rasa letihnya.
Tak terduga, meski Thian-ih-sin-kang itu sangat hebat, tapi sukar menghalau kekuatan gaib suara seruling, rasa letih itu hanya dirasakan untuk sementara tidak tambah berat, namun sama sekali tidak berkurang.
Jika bertahan dalam keadaan demikian, akhirnya pasti juga akan terpengaruh oleh ilmu gaib lawan.
Setelah Thian-ih-sin-kang tidak berhasil digunakan, Yu Wi lantas teringat kepada Ku-sit-taykang, ilmu Lwekang ajaran ayahnya yang maha sakti itu cuma tidak diketahui akan berguna atau tidak.
Tanpa terasa ia lantas mengerahkan Ku-sit-tay-kang yang telah dikuasainya itu.
Baru saja tenaga dalam itu dikerahkan, sejenak suara seruling yang didengarnya itu terasa tidak lagi membetot sukma, sedikitpun tidak terpengaruh, rasa letih tadi juga lenyap sama sekali.
Sungguh tak terpikir olehnya bahwa Ku-sit-tay-kang mempunyai daya-guna sebesar ini untuk melawan serangan ilmu dan gaib dan sama sekali berbeda daripada ilmu Lwekang lain, sampai Thian-ih-sin-kang yang terkenal sebagai Lwekang maha sakti juga tak dapat membandinginya.
Yu Wi terus mengerahkan tenaga dalam sehingga beberapa kali putaran dan terasa tiada halangan apapun, rasanya biarpun tidak mengerahkan tanaga Lwekang lagi juga takkan terpengaruh oleh kekuatan gaib lawan, maka ia lantas berhenti mengerahkan tenaga.
Tak terduga, pada saat yang sama Goan Su-bin juga berhenti meniup serulingnya.
Dengan gembira Goan Su-cong berdiri, katanya dengan tertawa.
"Un Siau, wahai Un Siau! Meski matamu terpejam, tapi telingamu tidak kau tutup, biarpun kami tidak menggunakan daya pandang, dengan daya pendengaran juga kami dapat menguasai perasaan kalian."
Mendadak Yu Wi berdiri dan berseru lantang.
"Ah, juga belum tentu benar, buktinya aku tidak terpengaruh oleh sihir kalian?"
Cepat Goan Su-cong berpaling, melihat Yu Wi berdiri dengan gagah perkasa, ia terkejut dan berseru.
"He, kau ti... .kau tidak tertidur?"
Melihat Jit-ceng-mo dalam keadaan tertidur pulas seluruhnya, diam-diam Yu Wi benci terhadap kekejian ilmu gaib lawan, dengan gusar ia mendamperat.
"Hm, menang dengan ilmu jahat, sungguh rendah dan kotor!"
Goan Su-bin mendesak maju dan menjengek.
"Kau berani lagi mencaci kami rendah dan kotor?"
"Kenapa tidak berani,"
Teriak Yu Wi sambil menatap lawan.
Dilihatnya mata orang memancarkan cahaya aneh, ia tahu lawan sedang menggunakan sihirnya lagi.
Semula Yu Wi rada takut, tapi setelah saling pandang dan tidak menimbulkan sesuatu kelainan perasaan, ia tahu khasiat Ku-sit-tay-kang masih menimbulkan daya-guna yang kuat.
Diam-diam hatinya menjadi mantap, ejeknya.
"Biarpun kau bertambah sepuluh pasang mata juga aku takkan terkena sihirmu!"
Mau-tak-mau Goan Su-bin terkejut, serunya.
"He, Toako, ken...kenapa dia tidak...tidak takut lagi kepada Jui-bin-sut kita?"
"Entah, aku pun tidak tahu!"
Jawab Goan Su-cong sambil menggeleng.
"Hm, sekarang lekas kalian menolong Jit-ceng-mo dan menyadarkan mereka,"
Jengek Yu Wi. Goan Su-cong balas mendengus.
"Hm, jangan kau berlagak, kami tidak dapat kau ancam."
"Jika mampu, boleh kalian mengalahkan mereka dengan kungfu sejati, tapi menjatuhkan mereka dengan ilmu gaib, biarpun menang juga kotor dan rendah."
Ejek Yu Wi.
"Kemenangan demkian, biarpun terjadi seribu kali juga takkan dianggap adil oleh setiap orang persilatan didunia ini."
"Peduli adil atau tidak, yang jelas, saat ini juga kami mampu mencabut nyawa ketujuh iblis perasaan ini, sebaliknya apakah mereka mampu menguasai jiwa-raga kami?"
Jawab Goan Su-cong. Meski mereka tidak mampu, tapi kalian pun tidak mampu mencabut nyawa mereka."
Jawab Yu Wi tegas dan kereng. Goan Su-bin menengadah dan bergelak tertawa, serunya.
"Hahaha! Jadi maksudmu, jika kami hendak mencabut nyawa mereka, kau akan merintangi tindakan kami, begitu?"
"Ya, memang begitulah maksudku!"
Jawab Yu Wi tegas.
"Ham, berdasarkan apa kau berani omong besar?"
Jengek Goan Su-cong. Yu Wi meloloskan pedang kayunya, diselentiknya batang pedang itu, katanya.
"Berdasarkan pedang ini."
"Hahahaha!"
Goan Su-bin bergelak tertawa.
"Hanya sebatang pedang kayu saja, apanya yang hebat?"
Tapi Goan Su-cong cukup waspada, ucapnya.
"dengan pedang kayu ini kau dapat mengetuk remuk tulang pundak Aloyato, kungfumu pada pedang kayu ini memang sangat hebat."
"Tapi dalam pandangan kami hanya kepandaian yang tidak berarti."
Sambung Goan Su-bin.
"Baik, biarlah dengan kepandaian yang tak berarti ini akan kubelajar kenal dengan kepandaian kalian."
Jawab Yu Wi dengan kepala dingin.
"Jika kau kalah, lalu bagaimana?"
Tanya Goan Su-bin.
"Terserah sesukamu untuk memperlakukan diriku,"
Jawab Yu Wi tanpa pikir. Tapi segera ia menambahkan pula.
"Dan bagaimana bila Cayhe menang?"
"Apa kehendakmu?"
Tanya Goan Su-cong.
"Cukup kalian menyadarkan Jit-ceng-mo dan tidak melukai mereka sediktpun,"
Jawab Yu Wi. Memangnya ada hubungan apa antara dirimu dengan Jit-ceng-mo?"
Tanya Goan Su-ong dengan heran.
"Tiada hubungan apapun."
Jawab Yu Wi dengan lantang dan terus terang.
"O, jadi tindakanmu ini hanya untuk membela mereka belaka?"
Jengak Goan Su-bin.
"Sungguh terlalu! Ayolah maju, biar kusendiri melayani kau!"
Goan Su-cong jauh lebih sabar dan prihatin daripada adiknya, cepat ia membisiki saydaranya.
"JIte, harus hati-hati sedikit, jangan gegabah."
Goan Su-bin tertawa mengejek, pesan kakaknya itu dianggap angin lalu saja, ia pikir bocah ini masakah punya kemampuan, andaikata dirinya mengalah sepuluh jurus padanya juga tidak berlebihan.
Melihat lawan bertangan kosong dan memandangnya dengan sikap meremehkan, diam-diam Yu Wi juga mendongkol, serunya.
"Lekas keluarkan senjatamu jika ingin bertempur."
Goan Su-bin menjengek.
"Menghadapi bocah ingusan seperti kau masakah perlu pakai senjata?"
"Anda ingin menghadapi diriku dengan bertangan kosong?"
Tanya Yu Wi. Dengan pongah Goan Su-bin menjawab.
"Jembatan yang kulintasi lebih panjang dari pada jalan yang kau lalui, apa halangannya kulayani kau dengan bertangan kosong? Tidak perlu banyak bicara, ayolah mulai, seranglah lebih dulu!"
"Jika kau layani diriku dengan bertangan kosong, cukup satu jurus saja dapat kukalahkan kau!"
Ucap Yu Wi dengan tegas dan gagah.
"Kentut!"
Bentak Goan Su-bin dengan gusar. Begitu selesai ucapan orang, kontan pedang kayu Yu Wi menabas. Yang digunakan adalah jurus "Tay-gu-kiam"
Ajaran Can-pi-so si kakek buntung tangan.
Seperti diketahui, jurus pedang ini diperolehnya ketika dia bertemu dengan kakek cacat tangan itu di Siau-ngo-tay-san, kini jurus pedang ini sudah dilatihnya hingga lancar dan cukup sempurna.
Ketika pedang ini menabas kepinggang lawan, tampaknya pelahan dan tiada sesuatu yang istimewa, tapi dalam gerakan menabas ini sebenarnya mengandung gerak perubahan yang sukar diraba.
Karuan Goan Su-bin terkejut, cepat ia melompat keatas untuk menyelamatkan diri.
Akan tetapi, sekali Tay-gu-kiam sudah dimainkan, mana bisa lagi dia mengelak, seketika tulang betisnya terasa kesakitan, waktu turun kebawah, ia tidak sanggup berdiri lagi dan terbanting jatuh sehingga sekujur badan berlepotan debu.
Bersambung jilid-10.
Jilid 10 Akan tetapi, sekali Tay-gu-kiam sudah dimainkan, mana bisa lagi dia mengelak, seketika tulang betisnya terasa kesakitan, waktu turun kebawah, ia tidak sanggup berdiri lagi dan terbanting jatuh sehingga sekujur badan berlepotan debu.
Cepat Goan Su-cong memburu maju dan membangunkan saudaranya sambil bertanya.
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"He, Jite, bagaimana kau?"
Butiran keringat tampak menghiasai jidat Goan Su-bin, katanya.
"Men... .mendingan serangannya kenal batas, tulang kakiku tidak sampai terketuk remuk....."
Sungguh tidak terpikir oleh Goan Su-cong bahwa hanya satu jurus saja Yu Wi dapat merobohkan saudaranya.
Dipandangnya Yu Wi sekejap, ia pikir dirinya pasti juga tidak sanggup menahan serangan tadi, untuk membunuh Jit-ceng-mo hari ini rasanya tidak mungkin terkabul dengan kehadiran anak muda ini, segera ia angkat tubuh saudaranya dan dibawa pergi.
"Berhenti!"
Bentak Yu Wi dengan gusar. Goan Su-cong berpaling, air mukanya tampak masam, tanyanya.
"Kau sudah menang, mau apa lagi?"
"Kau pegang janji tidak pada ucapanmu sendiri?"
Damprat Yu Wi.
Teringat kepada apa yang telah disanggupinya, terpaksa Goan Su-cong menurunkan saudaranya, didekatinya Jit-ceng-mo.
Yu Wi ikut mendekat kesana dan mengawasinya dengan ketat, dia kuatir kalau diam-diam lawan menggunakan cara licik untuk mencelakai Jit-ceng-mo.
Goan Su-cong mendengus, Hm, hari ini kau dapat mengalahkan adikku, hal ini adalah saudaraku sendiri yang kurang tinggi belajar kungfu, tapi kau paksa kutolong Jit-ceng-mo, hal ini takkan kami lupakan selama hidup."
"Tidak perlu kau bicara mengancam, yang pasti sesuai persetujuan kedua pihak tadi, bila kumenang maka harus kau tolong Jit-ceng-mo hingga sembuh, prihal apa yang akan kau lakukan kelak, silakan kau catat saja dan perhitungkan denganku, tidak menjadi soal bagiku."
Dengan dendam Goan Su-cong berkata pula.
"Meski kami bukan tandinganmu, tapi pasti ada orang lain yang mampu mengatasi kau. Tatkala mana bila kau jatuh ditangan kami, janganlah kau menyesal bila kami bertindak keji dan tidak kenal ampun."
Tiba-tiba Goan Su-bin yang menggeletak di tanah itu menukas.
"Permusuhan kami dengan Jitceng- mo tak dapat diceritakan dengan singkat, secara kebetulan mereka jatuh ditangan kami dan dapatlah kami lampiaskan dendam masa lalu, jika kau berkeras membela mereka, kukira terlalu mahal bagimu untuk ikut campur urusan kami ini."
"Kukira ada persoalan besar apa, tak tahunya cuma urusan ingin menang saja antara kedua pihak,"
Kata Yu Wi.
"Urusannya tidak sederhana sebagaimana kau duga,"
Kata Goan Su-cong.
"Kau sendiri yang bilang, lantaran emosi seketika sehingga kalian melukai Jit-ceng-mo, sekarang mereka datang menuntut balas kepada kalian, sayang mereka tetap kalah. Apa namanya jika bukan urusan ingin menang saja?"
Kata Yu Wi.
"Tidak, Jit-ceng-mo bukanlah manusia yang mudah didekati, kalau tidak , tentu mereka takkan disebut Mo (iblis), kalau tidak ada sebab musababnya, memangnya kau kira dahulu kami sampai melukai mereka hanya karena dorongan emosi yang timbul seketika itu?"
Ujar Su-cong.
"Habis apa sebabnya jika bukan terdorong oleh rasa ingin menang?"
Tanya Yu Wi. Goan Su-cong menghela napas, jawabnya.
"Tidak dapat kukatakan padamu."
"Masa tidak dapat kau ceritakan?"
Desak Yu Wi.
"Ya, sekali tidak tetap tidak!"
Teriak Goan Su-bin dengan gusar, seperti apa yang terjadi dahulu itu memang menyakitkan dan sukar untuk diceritakan kepada orang lain.
"Baiklah jika kalian tidak mau menjelaskan."
Kata Yu Wi.
"Tapi janji tetap janji, lekas kalian menyadarkan dulu ketujuh orang itu."
"Baik, akan kusadarkan mereka."
Ucap Goan Su-cong dengan gemas.
Lalu ia berjongkok dan ber-turut2 menutuk tubuh Jit-ceng-mo.
Tertampaklah tubuh ketujuh orang itu sama ber-gerak2, seperti segera akan siuman kembali.
Goan Su-cong berdiri, ia angkat pula tubuh saudaranya dan hendak melangkah pergi.
Tapi Yu Wi lantas menghadangnya pula dan berkata.
"Tunggu sebentar, setelah mereka siuman barulah kalian boleh pergi."
Goan Su-cong menjadi gusar, teriaknya.
"kau tidak percaya padaku?"
Goan Su-bin yang terlentang dalam rangkulan kakaknya juga mengunjuk rasa gusar. Yu Wi pikir menjadi orang memang tidak boleh keterlaluan, betapapun harus juga percaya kepada orang lain. Maka katanya dengan tulus.
"Baik, kupercaya Jit-ceng-mo sudah kalian sembuhkan, bolehlah kalian pergi."
Waktu melangkah pergi, Goan Su-cong sempat bersenandung.
"Setiap urusan hanya karena sok ikut campur, akhirnya mendatangkan malapetaka bagi dirinya sendiri... ."
Ketika suaranya terputus, orangnya juga sudah tidak kelihatan lagi. Hati Yu Wi merasa tidak enak demi mendengar kalimat yang biasa digunakan orang Kangouw untuk berolok-olok kepada orang yang suka ikut campur urusan orang lain itu, pikirnya.
"Masa akibat kubantu Jit-ceng-mo ini akan mendatangkan malapetaka bagiku? Sesungguhnya ada permusuhan apa diantara mereka ini?"
Tiba-tiba terlihat Jit-ceng-mo mulai sadar satu persatu, ber-turut2 mereka melompat bangun, tampaknya penuh bersemangat, ternyata Goan Su-cong dapat memegang janji dan telah menyadarkan mereka tanpa kurang suatu apapun.
"Yu-heng, dimanakah Goan-si-hengte?"
Tanya Un Siau segera.
Yu Wi pikir Goan-si-hengte mungkin bukan orang jahat, tapi lantaran sakit hati, maka mereka mencari Jit-ceng-mo untuk menuntut balas.
Berpikir demikian, tanpa terasa timbul rasa menyesalnya terhadap kedua Goan bersaudara.
Dengan lesu ia menjawab pertanyaan Un Siau.
"Ya, mereka sudah pergi."
Tio Ju, si iblis nafsu berseru.
"Mereka benar-benar sudah pergi?"
"Ya. benar,"
Jawab Yu Wi. Si iblis duka Bok Pi, berucap dengan suara sedih.
"Tapi aku tidak percaya mereka mau melepaskan kami secara begini saja."
Si iblis penakut Ciong Han, berkata dengan suara gemetar.
"Ya, kukira tidak...tidak mungkin terjadi... ."
Ciang Ti, si iblis cinta yang berbaju putih itu menimbrung.
"Kenapa tidak mungkin? Tentunya setelah kita pingsan, lalu Yu-heng telah menyelamatkan kita dari tangan mereka."
Segera Un Siau menjura kepada Yu Wi, katanya dengan tertawa.
"Budi pertolongan Yu-heng takkan kami lupakan untuk selamanya."
Dengan mata mendelik si iblis pemarah, Go Bun berkata.
"Masa kau yang menyelamatkan kami dari tangan Goan-si-hengte?"
Kat Hin, si iblis pembenci juga menjengek.
"Hm, aku tidak percaya dia mampu menyelamatkan kita dari tangan kedua orang tadi."
Mendongkol hati Yu Wi, serunya dengan gusar.
"Tidak percaya juga tidak menjadi soal, aku kan tidak minta kalian harus percaya!"
Cepat Un Siau berkata dengan tertawa.
"Lakte kurang sopan, harap Yu-heng jangan marah. Kita sama-sama tahu didalam hati, Yu-heng adalah seorang tokoh yang mempunyai kemampuan besar, untuk itu Siaute cukup maklum."
"Ah, aku mempunyai kemampuan apa? Paling-paling hanya beberapa jurus cakar kucing saja."
Jawab Yu Wi dengan rendah hati.
"Janganlah Yu-heng sungkan... ."
Seru Un Siau dengan tertawa. Setelah suara tertawa orang lenyap, Yu Wi bertanya.
"Cara bagaimana kalian mengikat permusuhan dengan Goan-si-hengte?"
SEketika Un Siau melenggong, jawabnya.
"Tidak, tidak ada permusuhan apa-apa?!"
"Hanya soal unggul dan asor ilmu silat masing-masing dan kedua pihak sama-sama tidak mau tunduk, begitu saja,"
Tukas Ciang Ti, si iblis cinta. Yu Wi menggeleng, katanya.
"Tidak, aku tidak percaya, sesungguhnya apa sebab musababnya?"
"Sudahlah jika kau tidak percaya."
Seru Go Bun mendadak. Melihat gelagat tidak baik jika percakapan demikian dilanjutkan, cepat Un Siau berkata.
"Itteng Sin-ni memberi pesan....."
"Pesan apa?"
Yu Wi menjadi tegang.
"Lohor kemarin waktu kami bertemu dengan It-teng Sin-ni, terlihat beliau memondong seorang gadis cantik... ."
"Ya, sungguh cantik, cantik luar biasa,"
Sela Ciang Ti si iblis cnta.
"sungguh gadis cantik yang tidak pernah kulihat, cukup melihatnya satu kali saja aku lantas jatuh cinta padanya."
Si iblis nafsu, Tio Ju berucap dengan menyengir bangor.
"Waktu kulihat gadis cantik begitu, sungguh jari jemariku bergerak-gerak ingin menjamahnya... ."
Melihat caranya bicara, mungkin waktu itu dia sangat tertarik sehingga mengiler.
"Apakah... .apakah gadis itu ber... berwajah lonjong potongan daun sirih?"
Tanya Yu Wi dengan suara rada gemetar.
"Aku tidak jelas melihatnya,"
Jawab Un Siau ragu-ragu.
"tunggu sebentar, coba ku-ingat2 dulu. .."
"Tapi aku melihatnya dengan jelas, sangat jelas,"
Seru Tio Ju.
"raut wajahnya mirip... ."
Pada saat itulah, mendadak terdengar suara bentakan orang yang menggelegar.
"Bedebah! Kiranya berada disini, akhirnya dapat kutemukan juga!"
"Wah, celaka, maut datang!... ."
Kontan Tio Ju terus angkat kaki hendak kabur. Tapi Yu Wi sempat memburu maju dan mencengkeram punggungnya, dengan suara tegang ia bertanya.
"Raut wajahnya mirip apa? Apakah serupa... ."
"Lepaskan, lepas!"
Teriak Tio Ju sambil meronta-ronta.
"Kalau tidak melepaskan diriku, segera akan kumaki!"
"Sebelum kau jelaskan takkan kulepaskan kau!"
Kata Yu Wi.
"Betul, sekali-sekali jangan melepaskan dia!"
Tukas suara bentakan tadi, kini sudah mendekat. Sekujur badan Tio Ju menggigil ketakutan, serunya.
"Wah, celaka! Tamatlah riwayatku sekali ini! Toako, lekas kalian menolong diriku!"
"Jangan kuatir, Jit-te, betapapun tak nanti kami membiarkan kau disakiti orang."
Seru Un Siau dengan tertawa.
"Siapa berani menyakiti kau, biar kami mengadu jiwa dengan dia!"
Teriak Go Bun si iblis pemarah.
Habis bicara, serentak keenam orang lantas mengelilingi Tio Ju.
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yu Wi menyangka mereka hendak bertindak padanya, siapa tahu mereka berdiri membelakanginya, kiranya yang akan dihadapi adalah orang yang bersuara tadi.
Terlihatlah pendatang ini ada dua orang semuanya sudah tua, berjenggot panjang putih, usianya rata-rata sudah diatas tujuh puluhan, namun sama sekali tidak kelihatan loyo, keduanya tampak tangkas dan bersemangat.
Orang yang berada disebelah kiri lantas berseru dengan suara nyaring.
"Kalian berani membelanya?"
Dari suaranya segera Yu Wi tahu orang inilah yang membentak tadi, entah sebab apa dia mencari Tio Ju, dan entah sebab apa pula Tio Ju lantas ketakutan seperti tikus ketemu kucing demi mendengar suaranya tadi.
Orang yang berada disebelah kanan tidak bicara apa pun, dia hanya memandang kearah Yu Wi seperti lagi mengawasi Tio Ju kalau-kalau mendadak dia hendak kabur lagi dan segera akan ditubruknya untuk ditangkap kembali.
Tapi dilihatnya Tio Ju berada dalam cengkeraman Yu Wi, maka mereka tidak perlu kuatir sehingga tidak segera menerjang maju untuk menangkapnya.
Dengan tertawa Un Siau lantas menjawab.
"Dia adalah saudara kami, dengan sendirinya harus kami bela."
"Ah lo (Kakek bisu), mereka omong apa?"
Tanya si kakek sebelah kiri. Kakek sebelah kanan memberi isyarat tangan kepada kawannya, maka kakek sebelah kiri lantas membentak pula dengan gusar.
"Saudara macam begini, lebih baik dibinasakan saja, untuk apa dibela?"
Un Siau menjawab.
"Orang Kangouw menyebut kami Jit-ceng-mo, kami bertujuh selamanya sehidup semati, jika kau hendak membunuh dia, lebih dulu harus kau bunuh kami, kalau tidak, jangan harap dapat kau bunuh dia."
Kakek sebelah kiri lantas tanya lagi kakek sebelah kanan apa yang dikatakan Un Siau, setelah kakek sebelah kanan menjelaskan pula dengan isyarat tangan, lalu kakek sebelah kiri berteriak lagi.
"Kalian mengira kami tidak berani membunuh ludes kalian bertujuh?"
Sampai disini, tahulah Yu Wi bahwa kedua kakek ini adalah orang tua cacat, kakek yang sebelah kiri hanya bisa bicara dan tak dapat mendengar, ia seorang tuli.
Sedangkan kakek sebelah kanan dapat mendengar tapi tak dapat bicara, seorang bisu.
Dengan mata melotot Go Bun lantas berseru.
"Orang budek, jika mampu boleh coba kau bunuh kami!"
"Jangan-jangan tidak berhasil membunuh kami, sebaliknya sisa hidup sendiri ikut amblas malah."
Tukas Bok Pi si iblis berduka. Ciong Han si iblis penakut, ikut bicara dengan berlagak tidak gentar.
"Ya, tidak nanti kami takut kepada dua orang tua bangka cacat."
Meski dimulut bilang tidak takut, tapi buktinya kedua kakinya kelihatan gemetar. Si Kakek bisu lantas menjelaskan lagi dengan isyarat tangan, segera si kakek tuli membentak.
"Tidak takut bolehlah kita coba-coba berhantam, lihat saja sisa hidup siapa yang bakalan amblas!"
Dari cerita Tio Ju sebelum ini Un Siau tahu kelihaian si kakek tuli, diam-diam ia berpikir dengan tenaga gabungan mereka bertujuh belum tentu dapat mengalahkan lawan, maka jalan paling baik adalah berdamai saja dari pada main gebrak.
Dengan tertawa ia lantas berkata.
"Untuk apa Lo-siansing bergusar? Segala urusan kan dapat dirundingkan dengan baik-baik dan tidak perlu harus pakai kekerasan."
Setelah diberi tahu apa yang diucapkan Un Siau, si tuli lantas menjawab.
"Urusan lain boleh dirunding, hanya urusan ini tidak ada kompromi. Dosa Tio Ju terlalu besar, jauh-jauh dari Tionggoan kukejar dia kesini, tidak boleh tidak harus kubunuh dia."
Meski wajah Un Siau masih tertawa, tapi hatinya menjadi gusar, katanya.
"Benar-benar hendak kau bunuh dia."
Dengan perasaan sendiri si tuli dapat menangkap maksud ucapan Un Siau itu, segera ia membentak.
"Sudah tentu benar akan kami bunuh dia, jika kau berani membelanya, semuanya akan kami bunuh pula!"
Yu Wi tidak tahu apa kesalahan Tio Ju, ia bertanya.
"Coba katakan, sebab apa mereka sangat gusar padamu?"
"Tidak perlu kau ikut campur."
Jawab Tio Ju dengan wajah pucat.
"Aku takkan ikut campur! Lekas kau katakan bagaimana wajah gadis yang dibawa It-teng Sinni?"
Kata Yu Wi. Dengan licik Tio Ju menjawab.
"Nanti setelah mereka pergi baru kukatakan, kalau tidak, sampai kapanpun takkan kukatakan."
Sementara itu keenam kawannya sudah berjajar menjadi satu baris, Un Siau berkata.
"Jit-te, lekas kau juga jaga belakang garis!"
Tio Ju meronta, tapi tak dilepaskan Yu Wi. Dia meronta sekuatnya dan tetap tak dapat membebaskan diri dari cengkeraman Yu Wi.
"Setelah kau katakan segera kulepaskan kau."
Ujar Yu Wi.
"Toako, dia tak mau melepaskan diriku!"
Seru Tio Ju kepada Un Siau. Terpaksa Un Siau berkata kepada Yu Wi.
"Yu-heng, kami menghadapi musuh tangguh, harap lekas kau lepaskan dia."
Melihat mereka bertujuh hendak menempur dua orang kakek cacat, dengan tegas Yu Wi menjawab.
"Tidak, tidak kulepaskan dia!"
Un Siau tidak berani membikin marah Yu Wi sehingga mendapat musuh baru yang kuat, ia pikir kalau pihaknya kekurangan seorang mungkin tidak menjadi soal, dengan tenaga gabungan enam orang kekuatan mereka tetap sukar dilawan, dengan tertawa lantas ia berkata.
"He, tuli, boleh coba kau bunuh dia!"
Si kakek tuli berkepandaian tinggi dan bernyali besar, ia tunggu setelah barisan lawan sudah siap barulah menjengek.
"Hm, kalian hendak menempur kami dengan Thian-ceng-tin-hoat, serangan kami tentu juga takkan sungkan-sungkan lagi."
Habis berkata, kontan kepalan menjotos dan kaki menendang. Melihat lawan kenal barisannya yang dapat bekerja sama dengan rapat itu, diam-diam Un Siau bertambah prihatin, pikirnya.
"Biarpun ilmu pukulanmu maha dahsyat, kalau tidak kulayani kau secara berlari kian kemari, tapi selalu kami sambut dengan keras lawan keras, mustahil kalian mampu menahan tenaga gabungan kami berenam. Maka ketika kepalan dan tendangan si tuli dilontarkan, tanpa memandang ia pun balas menjotos kemuka si tuli. Agaknya si tuli juga tahu kelihaian hantaman lawan, ia tidak berani menangkis secara keras lawan keras, tapi terus terus melompat mundur. Segera Un Siau mendahui menggerakkan barisannya, menyusul ia lantas menjotos pula dengan kedua tangannya secara bergantian, semuanya dengan tenaga gabungan enam orang, ia main hantam terus tanpa bertahan. Seketika si kakek tuli jadi terdesak sehingga mundur melulu dan tidak sanggup balas menyerang. Percuma dia mempunyai kungfu lihai, tapi tidak sempat dimainkan. Lama-lama si kakek tuli menjadi gemas, pikirnya.
"jika kau ingin keras lawan keras, biarlah kusambut dengan keras lawan keras, betapapun kuat tenaga habungan kalian berenam juga akan kucoba."
Maka disambutlah pukulan Un Siau satu kali, terdengarlah suara 'blang' yang keras, tubuh si tuli tidak bergeming, sebaliknya barisan Un Siau berenam tergetar rada kacau. Diam-diam si kakek tuli bergirang, pikirnya.
"Kiranya tenaga gabungan kalian berenam juga tidak lebih kuat daripada diriku yang cacat ini."
Sekarang ia tidak mau mundur lagi, tapi terus mendesak maju dan menyerang pula.
Mau-tak-mau Un Siau mengeluh, ia tahu tenaga dalam si tuli kuat luar biasa, tenaga gabungan mereka berenam ternyata masih kalah setingkat.
Sayang mereka kurang satu orang, kalau tidak tentu kekuatan mereka yang akan lebih unggul.
Tidak seberapa lama, kedua pihak sudah saling gebrak delapan kali, ketika bergebrak untuk kesembilan kalinya, mendadak si kakek tuli membentak sekerasnya disertai tenaga pukulan yang maha dahsyat.
Begitu adu pukulan segera Un Siau tahu pihaknya bisa celaka.
Benarlah, barisannya tergetar mundur beberapa langkah, menyusul keenam orang tidak sanggup berdiri tegak lagi, semuanya jatuh terduduk lemas.
Kini mereka berenam benar-benar kehabisan tenaga, lengan pegal dan linu, tidak mampu berdiri untuk bertempur lagi.
Si kakek tuli tertawa panjang, pelahan ia mendekati Yu Wi dan berkata.
"Anak bagus, serahkan Tio Ju kepadaku."
"Mengapa harus kuserahkan padamu?"
Jawab Yu Wi. Si kakek tuli melengak karena tidak tahu apa yang diucapkan Yu Wi, ia menoleh kearah si bisu, Segera si kakek bisu memberi isyarat tangan untuk menjelaskan arti ucapan Yu Wi. Si tuli menjadi gusar, teriaknya.
"Tidak kau serahkan padaku, jangan-jangan kaupun hendak membelanya?"
"Betul."
Kata Yu Wi.
"sebelum dia menjawab pertanyaanku, betapapun tidak boleh kau tangkap dia dan membawanya pergi."
Setelah diberitahu maksud perkataan Yu Wi, si tuli bertambah gusar, bentaknya.
"Jadi kaupun ingin berkelahi dulu dengan kami baru mau melepaskan dia?"
Dengan suara lantang Yu Wi menjawab.
"Jika kau hendak merampasnya secara kekerasan, bisa jadi terpaksa harus berkelahi."
"Tahukah kau apa dosa Tio Ju?"
Tanya si kakek tuli.
"Biarpun penjahat yang tak berampun juga tak dapat kuserahkan padamu."
Jawab Yu Wi.
Ia pikir watak si kakek tuli sangat keras, kalau Tio Ju diserahkan padanya bisa jadi akan segera dibunuhnya, lalu keterangan yang ingin diketahuinya tentu sukar diperoleh, sebab itulah ia berkeras tidak mau menyerahkan Tio Ju kepadanya, baru akan diserahkannya bilamana Tio Ju sudah menjelaskan bagaimana raut wajah gadis yang dibawa It-teng Sin-ni itu.
Si kakek tuli mengira Yu Wi sengaja melindungi Tio Ju, dengan murka ia lantas membentak.
"Kau lepaskan dia dan boleh coba kita berkelahi!"
"Aku tidak mau berkelahi dengan kau."
Jawab Yu Wi sambil menggeleng. Ia menarik Tio Ju kesamping, baru saja ia hendak bertanya, mendadak si kakek tuli menghantamnya sambil berseru.
"Kau berani membela Jay-hoa-cat (maling perusak bunga, maksudnya penjahat tukang merusak anak perempuan), betapapun takkan kuampuni kau!"
Serangannya ternyata sangat dahsyat, Yu Wi sudah menyaksikan kehebatan pukulannya tadi, ia menyadari sukar menahan pukulan sekuat itu, segera ia mencabut pedang kayu untuk menangkis.
Tapi si kakek tuli se-olah2 tidak melihatnya, kakinya melangkah secara aneh, pukulannya tetap menerobos kedepan dan tidak dapat ditahan oleh Yu Wi.
Tidak kepalang kejut anak muda itu, cepat ia melompat mundur.
Meski Yu Wi menghindari puklan lawan, tapi si kakek tuli pun sempat meraih si iblis nafsu Tio Ju.
Tio Ju memang sudah tercengkeram oleh Yu Wi, kini kena dicengkeram lagi oleh si kakek tuli, tentu saja tambah tak bisa berkutik, dengan suara gemetar ia berteriak.
"Tolonmg, Yu-heng!... Tolong, Yu-heng!... .akan kukatakan wajah gadis cantik itu... ."
Dengan sendirinya si kakek tuli tidak tahu apa yang diucapkan Tio Ju, tapi ia mengerti tawanannya itu sedang berteriak mina tolong, dengan tertawa ia mengejek.
"Haha, percuma kau berkaok-kaok, siapapun tak dapat menolong kau. Hari ini kau harus mengganti nyawa kaum wanita yang telah kau perkosa dan kau bunuh itu!"
Kiranya iblis nahsu Tio Ju adalah paling buruk prilakunya diantara ketujuh iblis perasaan itu.
Tidak saja gemar merusak perempuan, juga suka main bunuh tanpa kenal ampun, setiap perempuan yang diperkosa olehnya tiada satupun yang terhindar dari kematian.
Perbuatannya itu dusah tentu dibenci oleh siapapun juga.
Tapi lantaran tindak-tanduknya sangat misterius dan dirahasiakan, maka belum diketahui oleh orang persilatan daerah Tionggoan.
Satu kali dia mengganas di kota Kangleng, setelah memperkosa dan membunuh puteri Tihu (bupati) kota Kangleng, perbuatannya dipergoki si kakek tuli.
Terjadilah pertarungan sengit ditengah malam buta, walau sekuatnya Tio Ju melawan, tak urung ia kewalahan dan akhirnya ia berhasil kabur.
Si kakek tuli mendapat tahu Tio Ju adalah si buncit dari Jit-ceng-mo, maka ia terus mengubernya kemanapun perginya.
Kebetulan Jit-ceng-mo datang kedaerah perbatasan di baratlaut untuk menuntut balas kepada Goan-si-hengte, seketika si kakek tuli tidak berhasil menemukan jejaknya, baru sekarang Tio Ju dapat dipergoki dan ditangkapnya.
Tio Ju hendak berteriak pula, si tuli menjadi gusar.
"plak-plok", kontan ia persen dua kali tamparan pada muka Tio Ju sehingga membuatnya kepala pening dan mata berkunang-kunang, darahpun muncrat dari mulutnya. Kuatir Tio Ju akan dihajar hingga mampus, cepat Yu Wi menyerang dengan pedang kayu. Ia tahu si kakek tuli sangat lihai, kalau ilmu pedang biasa pasti tidak berguna, maka sekali menyerang segera menggunakan jurus "Bu-tek-kiam."
Si tuli kenal jurus serangan ini, dia tidak berani menangkis, tapi melompat mundur. Yu Wi juga tidak bermaksud melukai si kakek tuli, segera ia mencengkeram kembali Tio Ju dan ditanyai dengan tidak sabar.
"Coba katakan, lekas, bagaimana raut wajah gadis yang kau lihat itu?"
Dasar licin dan licik, Tio Ju tahu keenam saudaranya dalam keadaan tak bisa berkutik, satusatunya orang yang dapat menyelamatkan jiwanya hanya Yu Wi saja, agar orang ini mau menolongnya, terpaksa ia harus memancingnya dengan raut wajah sigadis yang dibawa It-teng Sin-ni itu.
Dengan sendirinya takkan diceritakan begitu saja, ia sengaja menjawab dengan gelagapan.
"Wajahnya... .wajahnya mirip... .mirip... ."
Pada saat itulah mendadak si kakek tuli berteriak menegur Yu Wi.
"He, Siaucu, apakah Ji Pekliong gurumu?"
Yu Wi hanya menjawabnya dengan mengangguk saja, tapi tidak memandang kearah si kakek tuli, sebaliknya ia mendesak Tio Ju agar bicara lebih jelas.
"Bagaimana wajahnya? Mirip apa?.
"Mirip...mirip..."
Tio Ju berlagak takut.
"Anak busuk,"
Mendadak si kakek tuli membentak lagi.
"Sekalipun kau ini murid Ji Pek-liong juga tidak boleh bersikap angkuh dihadapanku."
Sembari bicara, dalam sekejap ia melancarkan tiga pukulan.
Ketiga kali pukulan ini sangat hebat, Yu Wi dipaksa melepaskan Tio Ju.
Akan tetapi Yu Wi tidak mau melepaskannya, ia pikir segera jejak Bok-ya akan diketahuinya, siapapun tidak boleh merintangi.
Maka pedang kayunya lantas berputar, dengan jurus "Put-boh-kiam"
Yang tak terpatahkan itu ia berjaga sekelilingnya. Jurus "Put-boh-kiam"
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Adalah jurus bertahan yang paling lihai didunia ini, cukup dengan satu jurus ilmu pedang ini Ji Pek-liong pernah bertahan dan tak terkalahkan.
Sekarang jurus ini dimainkan Yu Wi, seketika ketiga kali serangan si kakek tuli seperti batu kecemplung kelaut, dipatahkannya tanpa suara dan tanpa bekas.
Si tuli menjadi gusar, teriaknya.
"Keparat, jurus andalan Ji Pek-liong telah kau kuasai seluruhnya, ya!"
Pada saat itu Yu Wi coba tanya Tio Ju pula.
"Bagaimana wajah gadis itu?"
"Wajahnya seperti... ."
Dengan licik Tio Ju sengaja menarik panjang suaranya. Dalam pada itu si tuli berkata lagi.
"Sekalipun kau adalah murid Ji Pek-liong, jika kau tetap membela penjahat cabul ini, tentu akupun tidak sungkan lagi padamu, janganlah kau menyesal bila cara turun tanganku tidak kenal ampun lagi."
Yu Wi mengira Tio Ju hampir memberi keterangan, tapi terputus oleh ucapan si tuli, dengan gusar ia lantas berkata kepada kakek tuli itu.
"Cayhe menghargai dirimu sebagai kaum Cianpwe, kuharap kau jangan mengganggu dulu."
Dalam hati Yu Wi sekarang sudah tahu jelas bahwa kedua kakek cacat yang dihadapinya ini adalah kakek tuli dan kakek bisu dari Jit-can-so.
Melihat Yu Wi bersikap marah padanya, si tuli mengira anak muda ini tidak mau mengalah padanya lantaran mendapat dukungan sang guru.
Panas juga hati si kakek tuli itu.
Maklumlah, watak kakek tuli ini terhitung paling keras diantara ketujuh kakek cacat itu, ia pun sangat benci kepada kejahatan, segala urusan diselesaikannya berdasarkan perasaannya sendiri.
Kini, sekali dia sudah gusar, keadaan menjadi sukar dilerai lagi.
Ia lolos pedang dari punggung salah seorang Jit-ceng-mo, lalu membentak.
"Kau berani membela dia, untuk ini harus kubunuh kau!"
Setelah mengetahui Yu Wi mahir dua jurus Hai-yan-kiam-hoat, si tuli tahu dirinya sukar melawannya dengan bertangan kosong, maka sekarang dia hendak menggunakan jurus Hai-yankiam- hoat yang lain untuk membunuh Yu Wi dan merampas Tio Ju.
Si kakek bisu juga mnendapatkan pedang salah seorang Jit-ceng-mo, kakek tuli bertanya.
"Hendak kau bantu diriku?"
Kakek bisu mengangguk. Tertawalah kakek tuli, serunya.
"Meski bocah ini mahir dua jurus, betapapun dia masih muda, tidak nanti dia mengalahkan diriku."
Berulang-ulang si kakek bisu memberi isyarat tangan.
"Huh, maksudmu tenaga dalam bocah ini sangat kuat dan lain dari pada yang lain, begitu?"
Jengek si tuli. Si bisu manggut-manggut lagi. Si tuli bergelak tertawa, ucapnya.
"Semakin kuat tenaganya, semakin tidak kutakut padanya. Ayo, Siaucu, seranglah!"
Belum lenyap suaranya, kontan pedangnya lantas menusuk. Yu Wi menusuk Hiat-to lumpuh Tio Ju dan diseret kebelakang, mendadak ia putar pedang kayu. Sekali pandang saja si kakek tuli lantas kenal jurus "put-boh-kiam"
Yang hebat itu, ia pikir kalau dirinya tidak mampu membobol jurus ini ketika dimainkan Ji Pek-liong, sekarang cuma seorang abak muda, masakah dirinya juga tidak mampu mematahkan pertahanannya.
Rupanya dia tidak percaya Yu Wi akan kuat bertahan, Tak tahunya, ketika pedangnya kontak dengan tabir sinar pedang Yu Wi, seketika ia merasa ditolak oleh suatu arus tenaga yang aneh dan maha dahsyat, tanpa kuasa pedang sendiri ikut berputar.
Keruan si tuli terkejut dan berteriak.
"Siaucu hebat, memang luar biasa!"
Cepat ia menarik sekuatnya, Untung tenaga dalamnya lebih tinggi daripada Yu Wi, kalau tidak pedangnya pasti terpuntir lepas oleh daya pusaran yang timbul dari jurus Put-boh-kiam itu.
Segera si kakek bisu melangkah maju hendak membantu.
Tapi dengan gusar si tuli berteriak.
"Jangan maju dulu saudaraku, Aku tidak percaya dia mampu menahan 'Sat-jin-kiam'(jurus pedang membunuh orang)!"
Yu Wi merasa heran, tanyanya.
"Sat-jin-kiam apa?"
Melihat perubahan air muka anak muda itu, si tuli tahu jalan pikirannya, dengan tertawa ia berkata.
"Jurus Hai-yan-kiam-hoat ini tiada tandingannya didunia, sekali kumainkan pasti membinasakan orang. Maka bernama Sat-jin-kiam. Nah, Siaucu, serahkan nyawamu!"
Terkejut juga Yu Wi, mendengar ilmu pedang lawan juga Hai-yan-kiam-hoat, ia tidak berani ayal sedikitpun, dengan penuh perhatian ia menatap si kakek. Melihat anak muda itu diam saja, segera si kakek tuli berteriak.
"Ayo, tidak putar pedangmu untuk bertahan?"
Tapi Yu Wi masih tetap tidak bergerak.
Si kakek tuli mengira anak muda itu meremehkan Sat-jin-kiamnya, dianggapnya seperti permainan pedang biasa, ingin menunggu serangannya baru akan mengeluarkan jurus Put-bohkiam untuk bertahan, Diam-diam kakek tuli merasa geli, pikirnya.
"Bocah ini tidak tahu baik buruk keadaan dan berani meremehkan diriku, kalau mati juga tak dapat menyalahkan aku."
Kini dia yakin sekali Sat-jin-kiam dilontarkan, Yu Wi pasti kena dan binasa. Padahal sama sekali Yu Wi tidak pernah lengah dan tidak meremehkan dia, ia justeru lagi berpikir.
"Kakek tuli ini jauh lebih kuat daripada diriku, Put-boh-kiam belum tentu mampu menahan serangan Hai-yan-kiam-hoatnya, apabila tidak sanggup bertahan, akibatnya pasti akan terluka atau terbunuh olehnya, tatkala mana nasib Tio Ju juga pasti akan dibinasakan oleh kakek tuli ini. Tapi...tapi apapun juga Tio Ju tidak boleh....tidak boleh mati... ."
Mendadak dilihatnya tangan si tuli sudah mulai terangkat, sinar pedang gemerlapan.
Cepat Yu Wi bertindak, ia bersiul panjang, ia tidak bertahan lagi melainkan menyerang.
Ia pikir lebih tepat menyerang untuk mengatasi serangan lawan barulah jiwa Tio Ju dapat dipertahankan.
Sama sekali si kakek tuli tidak menyangka Yu Wi tidak bertahan dengan Put-boh-kiam, sebaliknya malah mendahului menyerang.
Ia bergelak tertawa, serunya.
"Hahaha! Bu-tek-kiam, masa kutakut?!"
Habis itu, tambah dahsyat jurus Sat-jin-kiam dilontarkannya.
Ia pikir tenaga dalam sendiri lebih kuat, mustahil tak dapat mengalahkan anak muda itu.
Selagi kedua pihak hampir mengadu pedang, mendadak Yu Wi tarik kembali pedangnya dan ganti jurus serangan.
Si kakek tuli merasa heran, sebab jurus serangan Yu Wi sekarang bukan lagi Bu-tek-kiam.
Tapi si kakek tuli menjadi girang, pikirnya.
"Kau tidak menyerang dengan Bu-tek-kiam berarti kau cari mampus sendiri!"
Segera jurus Sat-jin-kiam dikeluarkan, seketika Yu Wi seperti terkurung oleh tabir pedang dan sukar meloloskan diri.
Yu Wi tidak menghindar, sebaliknya ia terus menusuk dengan jurus serangan baru.
Si kakek tuli melihat anak muda itu pasti akan terluka oleh serangannya, siapa tahu mendadak sinar pedang Yu Wi terpancar terus membabat kepinggangnya malah.
Sekilas berpikir segera diketahuinya biarpun anak muda itu dapat dilukainya, namun dirinya sendiri juga pasti akan tertabas mati sebatas pinggang oleh pedangnya.
Sama sekali tak terpikir oleh si tuli bahwa Yu Wi dapat mengeluarkan jurus serangan lain yang mempunyai kekuatan setingkat dengan jurus Sat-jin-kiam, ia tidak ingin terluka bersama, cepat ia tarik kembali pedangnya untuk menangkis.
Saat itulah mendadak Yu Wi berganti serangan pula, tertampak jurus serangan baru ini menyambar dengan dahsyat laksana gelombang ombak yang bergulung-gulung.
Sekali ini si kakek tuli kenal jurus serangan ini, serunya kaget.
"He, Hong-sui-kiam!"
Baru lenyap suaranya, tahu-tahu ujung pedang Yu Wi sudah mengamcam dadanya, dalam keadaan demikian jelas tidak mungkin baginya untuk menghindarkan serangan ini, untuk balas menyerang dengan jurus Sat-jin-kiam juga tidak keburu lagi.
Tampaknya dada si kakek tuli pasti akan tertembus oleh pedang kayu Yu Wi.
Syukur sebelumnya si kakek bisu sudah ber-jaga2 disamping, begitu melihat bahaya, cepat pedangnya juga menusuk sehingga Yu Wi tertahan.
Maklumlah, jurus Hong-sui-kiam itu belum terlatih sempurna oleh Yu Wi, sedangkan jurus serangan si kakek bisu juga salah satu jurus dari Hai-yan-kiam-hoat, namanya Tay-lok-kiam, jurus maha gembira.
Jurus serangannya ini jauh lebih lihai daripada Hong-sui-kiam, maka jiwa si kakek tuli dapat diselamatkan, bahkan daya serangnya masih terus menerobos kedada Yu Wi.
Cepat Yu Wi berganti serangan pula, dengan jurus Put-boh-kiam dapatlah ia mematahkan jurus Tay-lok-kiam si kakek bisu.
Pucat pasi muka si kakek tuli saking kagetnya, serunya.
"Hong-sui-kiam! Hong-sui-kiam!... ."
Dia bergumam sendiri, sudah jelas jurus serangan itu memang Hong-sui-kiam, tapi tetap tidak percaya dapat dikuasai oleh Yu Wi.
Ia pikir Hong-sui-kiam adalah ilmu pedang andalan Bu-bok-so, si kakek buta, tidak mungkin diajarkan kepada murid Ji Pek-liong.
Sementara itu si kakek bisu juga telah menarik kembali pedangnya, ia tahu sukar untuk mengalahkan Yu Wi, maka mundur teratur.
Si tuli lantas tanya si bisu.
"Apakah betul jurus serangannya memang Hong-sui-kiam?"
Dengan pasti si bisu mengangguk. Maka si tuli tidak sangsi lagi, segera ia membentak kepada Yu Wi dan bertanya.
"Ada hubungan apa antara Bu-bok-so dengan dirimu?"
Teringat kepada kakek buta yang malang itu, Yu Wi mencucurkan air mata, jawabnya.
"Beliau adalah guruku... ."
Terkejut si kakek bisu demi mendengar keterangan ini, ia merasa tidak habis mengerti mengapa Ji Pek-liong dan Bu Bok-so bisa sekaligus menjadi guru bocah ini, Maka dengan isyarat tangan ia memberitahukan hal ini kepada si tuli.
Tentu saja si kakek tuli juga tidak percaya, ia menegas.
"Apakah betul si buta itu gurumu?"
Yu Wi mengangguk. Dengan heran si tuli memandang si bisu, katanya dengan menyengir.
"Sungguh aku tidak mengerti mengapa Bu Bok-so bisa menjadi gurunya."
Dilihatnya si bisu memberi isyarat tangan lagi lalu si tuli terkejut dan berseru.
"Apa? Kau bilang dia juga mahir ilmu pedang Can-pi-so?"
Si bisu mengangguk pelahan.
Kakek tuli jadi teringat kepada Yu Wi waktu berubah serangan tadi memang jurus itu serupa ilmu pedang andalan Can-pi-so atau si kakek buntung tangan.
Kalau tidak tentu tidak mampu menahan jurus Sat-jin-kiamnya yang lihai itu.
Maka ia lantas tanya pula.
"Masakah Can-pi-so juga gurumu?"
Yu Wi mengangguk, katanya.
"Sehari menjadi guruku, selama hidup tetap guruku, Can-pi-so memang betul juga guruku."
Setelah jelas bahwa Can-pi-so juga mengajarkan jurus Tay-gu-kiam kepada Yu Wi, si tuli menghela napas gegetun, ucapnya.
"Bocah yang hebat, sekaligus kau ternyata menguasai empat jurus Hai-yan-kiam-hoat, Liong-so (kakek tuli) mengaku bukan tandinganmu, biarlah kuserahkan Tio Ju kepadamu. Tapi ingin kuberitahukan padamu, kejahatan yang diperbuat orang ini sudah kelewat takaran, dosanya tidak terampunkan."
Yu Wi mengucapkan terima kasih, lalu Tio Ju dicengkeramnya dan ditanyai pula.
"Ayo, sekarang tidak perlu ber-tele2 lagi bicaramu, lekas katakan bagaimana bentuk wajah gadis itu?"
Tiba-tiba Un Siau berkata.
"Tidak perlu kau tanya dia lagi, biarlah kukatakan padamu. Nama gadis itu pernah kami dengar dari It-teng Sin-ni, beliau memberi pesan bila mana kau tanya supaya kami memberitahu nona itu bernama Ko Bok-ya."
"Hah, benar Ya-ji, dia benar Ya-ji!"
Teriak Yu Wi, saking gembiranya hingga mencucurkan air mata.
"Jika dia dibawa pergi gurunya, aku tidak perlu kuatir lagi."
Tapi hatinya menjadi bimbang dan risau pula, selanjutnya entah kapan baru dapat bertemu dengan gadis itu.
Jika dalam waktu dua tahun tak dapat berjumpa, maka selama hidup inipun takkan bertemu lagi dengan dia.
Betapa sedihnya bila dirinya mati begitu saja sebelum bertemu lagi dengan Ya-ji.
Diam-diam ia mengambil keputusan, apapun juga, sebelum mati dirinya akan berusaha mencari dan bertemu dengan nona itu.
Dia lantas menyerahkan Tio Ju kepada Liong-so atau si kakek tuli.
Tio Ju berteriak-teriak minta tolong.
"Yu-heng! Tolong Yu-heng! Masih ada pesan lain It-teng Sin-ni yang perlu kuberitahukan kepadamu, lekas kau tolong diriku dan segera akan kukatakan."
"Tidak, watakmu licik dan licin, lebih baik kutanyai Toakomu saja."
Kata Yu Wi. Liong-so bergelak tertawa, katanya.
"Maling cabul, kau berkaok-kaok apa lagi? Jika bersuara pula, sekali hantam kuremukkan kepalamu, coba kau mampu bersuara atau tidak?"
Tapi Tio Ju masih terus berteriak.
"Tolong Toako! Tolong!... ."
Si kakek tuli menjadi gusar, selagi ia hendak menghajar Tio Ju,mendadak sekeliling terdengar suara gemuruh sehingga bumi serasa bergetar.
Meski tidak dapat mendengar juga kakek tuli itu dapat merasakan gelagat tidak enak, sebab dari getaran bumi dapatlah dirasakan ada beratus ribu perajurit sedang menyerbu tiba.
"Pasukan Turki!"
Teriak Yu Wi terkejut.
Dia sudah merasakan betapa celakanya terkepung oleh pasukan besar.
Ia pikir untuk melawan serbuan beratus ribu perajurit berkuda, biarpun mempunyai ilmu maha sakti juga sukar menahannya.
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dari suara gemuruh ini, jelas pasukan Turki ini ada berpuluh ribu orang banyaknya, tentu Goan-si-hengte yang mengerahkannya kesini.
Liong-so tidak tahu lihainya serbuan pasukan besar itu, ia membentak.
"Kura-kura Turki yang datang ini, hari ini biarlah kulanggar pantangan membunuh secara besar-besaran."
Mendengar yang datang adalah pasukan Turki, Tio Ju menggigil ketakutan.
"Hm, cepat atau lambat kau pasti mati, kenapa takut?"
Jengek si kakek tuli, sekali hantam ia bikin tubuh Tio Ju mencelat beberapa meter jauhnya dan menggeletak tak bisa berkutik, mungkin Hiat-to yang tertutuk tadi belum terbuka, tampaknya bila serbuan pasukan musuh tiba, dia pasti akan terinjak-injak hingga hancur lebur.
Dalam pada itu pasukan Turki yang menyerbu dari segenap penjuru sudah mendekat, yang kelihatan hanya berkelebatnya senjata dan bayangan tubuh seperti semut merayap, suasana sungguh sangat menakutkan, bagi orang yang bernyali kecil, jangankan hendak bertempur, melihat serbuan pasukan sebanyak ini saja bisa jatuh pingsan.
Ciong Han, si iblis penakut yang pada dasarnya memang bernyali kecil, ia tergeletak ditanah dengan gigi gemertuk, keluhnya.
"O, hati ini jiwa...jiwaku pasti akan...akan amblas dan meng... menghadap Giam-lo-ong!"
Dengan muka murung si iblis berduka Bok Pi berkata.
"Apakah kita sampai mati dibawah kaki kuda pasukan Turki, kan penasaran hidup kita ini?"
Go Bun, si iblis pemarah memandang Liong-so dengan mata melotot gusar, katanya.
"Setelah kumati tentu aku akan berubah menjadi setan iblis untuk merenggut jiwamu si tua bangka ini!"
Dengan sendirinya Liong-so atau si kakek tuli tidak tahu apa yang diucapkan orang, tapi dapat diduganya orang sedang mencaci maki padanya.
Mau-tak-mau timbul juga rasa menyesalnya, ia pikir sebabnya mereka tidak sanggup berbangkit untuk bertempur adalah gara-gara serangan dirinya yang dahsyat tadi dan telah melukai mereka, tapi untuk menyembuhkan mereka dengan cepat juga tidak mampu, terpaksa harus menyaksikan mereka mati terbunuh oleh pasukan musuh.
Un Siau si iblis tertawa, kini pun lenyap senyuman yang selalu menghiasi wajahnya, katanya dengan menyesal.
"Seorang lelaki harus mati secara gilang gemilang, kalau mati konyol ter-injak2 oleh pasukan Turki secara begini, matipun kami tidak dapat tenteram dialam baka."
Melihat wajah Un Siau yang tersenyum pedih itu, seketika darah panas dalam dada Yu Wi bergolak, teriaknya.
"Asalkan Yu Wi masih hidup, sekuat tenaga akan kubela kalian sehingga tidak sampai terbunuh oleh pasukan Turki!"
Tak terhingga rasa terima kasih Un Siau, serunya terharu, Yu-heng....."
Pada saat itulah pasukan pelopor Turki sudah menyerbu tiba.
Cepat Liong-so mengayun pedangnya, sekali tabas kontan kaki belasan ekor kuda musuh tertabas putus, para perajuritnya sama jatuh terjungkal.
Menyusul kakek tuli menyabat lagi beberapa kali, para perajurit yang jatuh terjungkal kebawah itu sama terpenggal kepalanya dan mati dengan mengerikan.
Namun pasukan yang menyerbu tiba itu tidak menjadi takut, bahkan terus membanjir laksana air bah yang tak tertahankan.
Kembali pedang Liong-so menabas kaki kuda, belum sempat perajurit musuh yang jatuh itu dibinasakan, pasukan yang lain sudah keburu menerjang maju lagi.
Ia menoleh dan melihat Ah-lo atau si kakek bisu berdiri melenggong dengan pedang terhunus, cepat ia membentak.
"Ayolah maju, bunuh saja! Untuk apa berlagak kasihan dalam keadaan demikian?"
Sedapatnya Ah-lo membayangkan kekejaman pasukan Turki yang membunuhi rakyat jelata yang tak berdosa, seketika timbul nafsu membunuhnya, segera pedangnya berputar, hanya beberapa kali tabas saja para perajurit yang terbanting jatuh itu telah dibinasakannya.
"Nah, begitulah baru puas! Sungguh menyenangkan! Hahahaha!...
"
Teriak Liong-so dengan tertawa.
Ditengah gelak tertawanya kembali ia menabas putus kaki belasan kuda musuh, perajurit yang jatuh belum sempat berdiri sudah lantas dibunuh oleh gerak cepat si kakek bisu.
Kedua kakek itu, yang satu menabas kaki kuda, yang lain membunuh perajuritnya yang jatuh, keduanya bekerja sama dengan rapi dan cepat.
Hanya sebentar saja ratusan perajurit musuh mati dibawah pedang mereka.
Namun begitu serbuan pasukan musuh masih terus membanjir.
Yu Wi berada dilingkaran dalam dan melindungi Lak-mo (Keenam iblis), sementara itu Tio Ju si iblis nafsu, sudah lenyap tak karuan perannya, jenazahnya sudah lenyap, mungkin sudah hancur lebur dibawah kaki kuda pasukan musuh yang tak terhitung jumlahnya itu.
Betapapun lihainya si kakek tuli dan bisu juga tak dapat membendung serbuan pasukan musuh sebanyak itu, kini pasukan musuh yang menyerbu tiba sudah semakin banyak sehingga Yu Wi dan kedua kakek itu terkepung ditengah.
Untuk menyelamatkan Lak-mo, mau-tak-mau Yu Wi harus main bunuh.
Ia terus berlari kian kemari disekeliling Lak-mo, bila ada perajurit musuh menyerbu maju, segera pedangnya bergerak dan memecahkan kepala musuh.
Dengan gesit dan cekatan, dalam sekejap saja berpuluh orang telah dibinasakan oleh Yu Wi.
Tidak terlalu lama, disekeliling Yu Wi dan kedua kakek bisu-tuli telah menggunung mayat perajurit Turki yang dibinasakan mereka.
Untuk menerjang maju lagi, pasukan Turki yang baru menyerbu tiba itu harus menyingkirkan lebih dulu gundukan mayat itu, Tapi setelah gundukan mayat disingkirkan, dalam waktu singkat mayat baru menggunung lagi.
Barisan pelopor Turki yang berjumlah ribuan orang telah terbunuh semua oleh mereka.
Menyusul yang menyerbu tiba adalah pasukan berjalan kaki, infantri, begitulah istilah jaman kini.
Pasukan infantri ini semuanya membawa tombak panjang, selapis demi selapis, sebaris demi sebaris, dibunuh baris depan, baris belakang lantas membanjir maju lagi.
Sedikit lengah malah diri sendiri yang akan tertusuk oleh tombak mereka.
Sampai akhirnya, karena terlalu banyak untuk menabas, pedang kedua kakek yang semula cukup tajam kini menjadi tumpul, tubuh mereka sendiri penuh luka tusukan tombak.
Kalau begini terus menerus, akhirnya meraka pasti akan binasa juga.
Keadaan Yu Wi lebih konyol lagi, dia harus melindungi Lak-mo, pikir sini lena sana, bela sini kena sana.
Akhirnya sekujur badan sendiripun berlumuran darah, kecuali bagian muka, hampir sekujur badan terluka tombak musuh.
Melihat cara anak muda itu membela mereka dengan mati-matian, terima kasih Lak-mo tak terhingga.
Sampai Kat Hin si iblis pembenci yang tidak pernah suka kepada orang lain juga banyak berubah pandangannya terhadap Yu Wi, berulang-ulang ia berseru.
"Yu-heng, lekas kau lari sendiri saja, jangan urus kami lagi... ."
Kedua kakek bisu-tuli juga sudah nekat, melihat pasukan musuh yang menyerbu tiba semakin banyak dan tidak habis-habis, mereka tahu bila bertempur lebih lama, setelah tenaga habis, untuk menerjang keluar lebih-lebih tidak mampu, maka si kakek tuli lantas berseru kepada Yu Wi.
"He, Siaucu, kita terjang keluar saja!"
Tapi Yu Wi menyadari tidak berguna biarpun berusaha menerjang, sebab ia sudah berpengalaman kepungan pasukan musuh sedemikian rapat, betapa terjang juga sukar menembus lapisan pasukan sebanyak ini.
Akan lebih baik bertahan saja disini, bisa bunuh satu tambah untung satu, bisa bunuh lebih banyak berarti lebih banyak mengabdi bagi negara dan bangsa.
Hakikatnya ia tidak berpikir untuk hidup lagi.
Setelah berteriak belasan kali dan tetap tidak mendapat jawaban Yu Wi, si kakek tuli coba berpaling, dilihatnya anak muda itu masih membela Lak-mo dengan mati-matian, segera ia berseru pula.
"He, Siaucu, marilah kita lari dengan membawa mereka."
Sekarang ia tahu Yu Wi sangat setia kawan, kalau Lak-mo tidak dibawa lari sekalian, tidak nanti ia kabur sendirian.
Ia tidak ingin Yu Wi mati konyol dimedan perang ini, sebab dalam pandangannya kini Yu Wi adalah satu2nya orang didunia ini yang mahir memainkan keempat jurus Hai-yan-kiam-hoat, ia pikir mungkin Ji Pek-liong dan lain-lain sudah dekat ajalnya, maka sama mengajarkan ilmu pedang andalan masing-masing kepada anak muda ini, kalau tidak, mustahil mereka mau mengajarkan ilmu pedangnya kepada bocah ini dan lebih suka ingkar janji dan tidak menghadiri pertemuan di Ma-siau-hong nanti.
Dan sekarang kalau Yu Wi mati, tentu keempat jurus ilmu pedang sakti itupun akan ikut lenyap, untuk belajar Hai-yan-kiam-hoat secara lengkap menjadi tidak mungkin lagi.
Hanya bila Yu Wi tidak mati barulah mereka ada harapan untuk belajar keempat jurus itu.
Karena pikiran tamak akan menarik keuntungan bagi diri sendiri inilah, si kakek tuli lantas mengajak kakek bisu menerjang kearah Yu Wi, Lwekang mereka sangat tinggi, meski sudah bertempur sekian lamanya masih tetap gagah perkasa, pelahan dapatlah mereka menggeser kesamping Yu Wi.
Mendadak si kakek tuli berteriak.
"Angkat Lak-mo!"
Bersama si bisu cepat mereka berjongkok, masing-masing lantas mengepit dua orang, tertinggal Un Siau dan Ciang Ti saja yang masih menggeletak disitu.
Melihat itu, Yu Wi pikir tidak ada jeleknya mereka berusaha menerjang sesuai kehendak kedua kakek itu, segera iapun angkat tubuh Un Siau dan Ciang Ti, ia susul kearah kedua kakek bisu-tuli yang sudah mulai menerjang keluar kepungan itu.
Meski dengan sebelah tangan mengangkat dua sosok tubuh dan hanya satu tangan digunakan menghalau musuh, tapi daya tempur mereka bertiga ternyata tidak berkurang.
Setiap perajurit Turki yang bermaksud menghadang mereka tentu mati dibawah pedang mereka.
Sedikit demi sedikit dapatlah mereka menerjang keluar.
Jilid 11 Girang sekali kedua kakek bisu-tuli, meraka terus berlari kedepan secepat terbang.
Sebaliknya hati Yu Wi tidak bergirang sama sekali, ia tahu tidak lama lagi mereka pasti akan terkepung pula, kecuali terjadi keajaiban, kalau tidak, tak mungkin mereka bisa menerobos keluar kepungan.
Benarlah, hanya sebentar saja, kedua sayap pasukan Turki sudah mengepung pula dari kanankiri depan sehingga berwujud suatu lingkaran, lalu pasukan musuh menyerbu tiba lagi dari segenap penjuru.
Kedua kakek tidak tahu mengapa bisa terjadi begini, mereka mengira ada pasukan Turki yang lain, segera mereka berusaha membobol kepungan pula.
Tapi tidak lama setelah lolos dari kepungan, dalam waktu singkat mereka tercegat lagi dan begitulah seterusnya.
Betapapun kuat tenaga dalam kedua kakek ini mereka sudah lanjut usia, akhirnya merekapun kehabisan tenaga.
Yu Wi lebih muda dan tangkas, pula ia berjaga dibagian belakang sehingga tidak terlalu banyak mengeluarkan tenaga, keadaannya lebih mendingan daripada kedua kakek bisu-tuli.
Ketika mereka terkepung pula, mestinya mereka bergabung disuatu tempat dan bertempur bersama, akhirnya ketiganya terpisah-pisah, Yu Wi harus bertempur sendirian, dilihatnya kedua kakek itu sudah kehabisan tenaga, dia ingin menerjang kesana untuk membantu, tapi ia sendiripun mulai lemas.
Ia menyaksikan kedua kakek itu akhirnya roboh tertusuk tombak perajurit Turki, ketika pasukan infantri itu membanjir maju, dalam sekejap tubuh mereka terinjak-injak hancur.
Dengan sendirinya keempat orang yang dibawa merekapun ikut menjadi korban.
Melihat saudara-saudaranya sama binasa, Un Siau dan Ciang Ti hanya berduka saja dan tak mampu membantu apa-apa.
Yu Wi mulai tak tahan, kaki dan tangan terasa lemas, ia seperti melihat bayangan maut sudah muncul didepan matanya.
"Un-heng dan Ciang-heng, aku tidak mampu menyelamatkan kalian lagi!"
Serunya sambil bertempur. Selama hidup Un Siau hanya tertawa melulu dan tidak pernah menangis, kini tidak urung ia mengucurkan air mata, katanya.
"Budi kebaikan Yu-heng selalu terukir dalam hati sanubari kami, dialam baka pun takkan kami lupakan."
"Lekas kau turunkan kami dan melarikan diri sendiri saja!"
Seru Ciang Ti dengan menangis. Yu Wi menggeleng, ucapnya.
"Kalau mati biarlah kita mati bersama!"
"Semalam aku sembarangan omong tentang dirimu dan Puteri Iwu, kuharap engkau suka memaafkan diriku,"
Kata Ciang Ti.
"O, tidak apa-apa, aku tidak marah padamu!"
Jawab Yu Wi sambil menyengir.
"Samte juga tidak sopan padamu, meski dia sudah mati, aku harus mewakili dia untuk minta maaf padamu."
Kata Un Siau, yang dimaksudkan adalah Bok Pi si iblis berduka, yang ber-kaok2 memanggil Yu Wi sebagai "anak"
Itu. Yu Wi tertawa dan menjawab.
"Tapi kalau dia tidak berbuat begitu, sesungguhnya memang sulit untuk mencari diriku."
"Tapi kalau tidak menemukan kau, tentu juga takkan membikin susah padamu seperti sekarang ini."
Ujar Ciang Ti.
"Sudahlah, jangan kau bicara demikian, mati atau hidup sudah takdir ilahi, mana boleh menyalahkan orang lain."
Kata Yu Wi.
Sambil bicara, berturut-turut ia merobohkan belasan orang pula, tapi pahanya juga tertusuk tombak dan terluka cukup lebar sehingga kelihatan tulang kaki.
Ia jatuh berduduk, walaupun begitu pedang kayu masih terus berputar untuk menghalau serangan musuh.
Diam-diam Un Siau sangat kagum kepada pribadi Yu Wi, meski menghadapi maut, tapi masih dapat bicara dan tertawa seperti biasa.
Ia pikir Thian kurang adil bila ksatria gagah perkasa begini sampai mati konyol dibawah senjata pasukan Turki.
Pada detik paling gawat itulah, se-konyong2 seorang penunggang kuda menerjang tiba secepat terbang, pasukan infantri musuh beramai-ramai memberi jalan lewat baginya.
Sesudah dekat, mendadak penunggang kuda itu menusuk tenggorokan Yu Wi dengan tombaknya, karena tidak dapat menangkisnya, cepat Yu Wi melepaskan Un Siau dan Ciang Ti dari rangkulannya, dengan tangan kiri ia terus meraih tombak musuh yang sedang menusuk itu.
Sekali tarik, penunggang kuda itu ternyata tidak terperosok kebawah, waktu Yu Wi menengadah kiranya orang ini ialah Li Tiau.
Nyata Li Tiau sengaja berlagak terbanting kebawah, dia jatuh tepat disamping Yu Wi, dengan suara tertahan ia berseru kepada anak muda itu.
"Lekas gunakan kudaku dan lari!"
Tanpa bicara lagi, cepat Yu Wi berbangkit, diangkatnya Un Siau dan Ciang TI, sekuatnya ia mencemplak keatas kuda, dan segera dibedal kedepan.
Kuda itu tinggi besar, jelas kuda pilihan dan sudah terlatih, hanya sekejap saja ia sudah menerjang keluar kepungan.
Mungkin juga kuda Li Tiau dikenal oleh perajurit Turki, tidak ada yang berani melukainya, maka dengan gampang dapatlah Yu Wi lolos dari kepungan.
Sekuatnya kaki Yu Wi menjepit perut kuda dan dilarikan secepat terbang, sedemikian cepat sehingga pemandangan alam disekelilingnya seakan-akan melayang lewat dikedua sisinya.
Yu Wi menunduk dan merangkul Un Siau dan Ciang Ti erat-erat, kuda itu dibiarkan membedal sekencangnya, sampai sekian lamanya, tiada terlihat pasukan Turki mengejarnya.
Mendadak kuda itu keserimpet dan jatuh terjungkal sehingga Yu Wi bertiga terbanting kebawah, terlihat mulut kuda berbuih, mungkin terlalu berat membawa muatan tiga orang dan harus berlari kencang, akhirnya kuda itu tidak tahan dan roboh.
Yu Wi coba mengamat-amati pemandangan sekelilingnya, kiranya mereka sudah berada dihulu sungai Ili.
Sedikitnya kuda ini sudah berlari beberapa ratus li jauhnya, pantas tidak tampak pasukan pengejar.
Rupanya lari kuda ini teramat cepat sehingga pasukan Turki tidak keburu mengepung pula.
Sekali lagi Li Tiau telah menyelamatkan Yu Wi, tanpa kuda tunggangannya ini, kuda biasa tidak mungkin mampu lolos dari kepungan pasukan Turki.
Kuatir pasukan musuh menyusul tiba, sekuatnya Yu Wi mengangkat tubuh Un Siau dan Ciang Ti terus dibawa lari pula kearah yang sepi.
Ketika malam tiba, Yu Wi yakin pasukan musuh tak dapat menemukannya, barulah ia turunkan Un Siau berdua, ia rebahkan diri ditanah berumput dan dengan cepat tertidur lelap.
Dia benar-benar sudah terlalu lelah.
Sekali tidur, sampai esok paginya, ketika sang surya sudah tinggi menghiasi angkasa barulah ia terjaga bangun oleh cahaya yang gilang gemilang.
Ia coba berpaling, dilihatnya Un Siau dan Ciang Ti masih tidur nyenyak, ia kuatir kedua orang tak sadar karena terik matahari, cepat ia membangunkan mereka.
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Untung tubuh mereka teraling-aling rumput, bila ditanah lapang, dijemur matahari sepanas itu tentu tubuh mereka sudah hangus dan mungkin takkan siuman untuk selamanya.
Tenaga Un Siau dan Ciang Ti sudah rada pulih, begitu mendusin mereka lantas merasa haus, mulut terasa kering seperti mau pecah, tertampak didepan sana ada sebuah sungai kecil, dengan setengah merangkak mereka menggelinding ketepi sungai, lalu minum sekenyangnya.
Yu Wi terus membenamkan kepalanya didalam air, sampai sekian lamanya, sudah cukup kenyang minum barulah ia angkat kepalanya, ia menengadah dan bergelak tertawa, teriaknya.
"Yu Wi wahai Yu Wi! Sungguh suatu keajaiban bahwa sekaang kau masih hidup didunia ini?!"
Dengan gegetun Un Siau berkata.
"Bahwa kami berdua masih dapat melihat sinar matahari barulah benar-benar suatu keajaiban. Kalau tidak ada Yu-heng, entah siksaan apa yang akan menimpa kami di akhirat sekarang?"
"Eh, Toako, pesan It-teng Sin-ni untuk Yu-heng kan belum kita sampaikan,"
Seru Ciang Ti.
"Setelah Sin-ni membawa pergi Ya-ji, pesan apa yang beliau tinggalkan untukku?"
Cepat Yu Wi bertanya.
"Kata beliau, bila kau ingin melihat Ko Bok-ya, kecuali suatu hal harus kau laksanakan, kalau tidak, selama hidup ini jangan harap akan dapat bertemu lagi dengan dia,"
Tutur Un Siau.
"Urusan apa yang harus kulaksanakan?"
Tanya Yu Wi.
"Katanya, apabila Hai-yan-kiam-hoat sudah lengkap kau pelajari, bolehlah kau cari dia di Tiamjong- san daerah Taili, di barat propinsi Hunlam. Kalau Hai-yan-kiam-hoat tak lengkap kau pelajari tidak perlu kau cari dia, sekalipun dapat kau temukan beliau juga takkan mengizinkan kau bertemu dengan Ko Bok-ya, bahkan....."
"Nikoh tua itu sungguh galak, dia bilang selain Ko Bok-ya dilarang bertemu dengan kau, bahkan kau akan dibereskan olehnya,"
Tukas Ciang Ti.
"Aku diharuskan belajar lengkap Hai-yan-kiam-hoat, hal ini tidaklah... .tidaklah mungkin terjadi!"
Seru Yu Wi.
"Sebab apa tidak mungkin?"
Tanya Un Siau dengan penuh perhatian.
"Sebab... sebab dua orang Cianpwe yang menguasai dua jurus diantara Kai-yan-kiam-hoat itu kini sudah... sudah meninggal dunia!"
Tutur Yu Wi dengan berduka.
"Sudah meninggal dunia? Memangnya siapa mereka?"
Tanya Ciang Ti terkejut. Yu Wi mendekap kepalanya dan menjawab dengan menunduk.
"Yaitu kedua kakek bisu-tuli yang membantu kita menerjang keluar dari kepungan musuh tadi."
"Wah, lantas bagaimana baiknya?"
Ucap Ciang Ti dengan cemas memikirkan kesukaran Yu Wi.
"Hendaknya jangan kau pergi mencari It-teng Sin-ni, sebab dia... ."
Mendadak Yu Wi melepaskan kedua tangannya dan menengadah, katanya dengan tegas.
"Biarpun Hai-yan kiam-hoat tak dapat kupelajari dengan lengkap, betapapun aku akan pergi ke Tiam-jong-san untuk mencari Sin-ni, didunia ini tiada seorang pun yang dapat merintangi pertemuanku dengan Ya-ji."
"Tidak, jangan!"
Seru Un Siau sambil menggoyang tangan.
"Ilmu silat It-teng terkenal sebagai nomor satu didunia ini, tabiatnya dingin dan aneh, jika Hai-yan-kiam-hoat tidak kau pelajari secara lengkap, jelas dia takkan memperbolehkan kau bertemu dengan Ko Bok-ya."
"Yu-heng janganlah pergi ke Tiam-jong-san, kau bukan tandingan Sin-ni, kau bisa dibunuh olehnya,"
Ciang Ti ikut membujuk.
"Biarpun aku terbunuh juga tidak menjadi soal."
Ujar Yu Wi sambil tersenyum getir.
"Asalkan dapat kulihat Yu-wi sekali lagi, jiwaku harus melayang seketika juga kurela."
"Sed... .sedemikian cintamu kepada Ko-siocia?"
Tanya Ciang Ti dengan tergegap.
"Akupun tidak tahu apakah kucintai dia atau tidak."
Jawab Yu Wi dengan bimbang.
"Tapi bila selama hidupku ini dilarang bertemu lagi dengan dia... ."
Sampai disini, ia menghela napas panjang, tiba-tiba teringat olehnya jiwa sendiri hanya tersisa setahun lebih sekian bulan saja, mana dapat bicara tentang selama hidup apa segala? Melihat Yu Wi sedemikian berduka, Un Siau tahu cinta anak muda ini kepada Ko Bok-ya sangat mendalam, sebab itulah malah tidak perlu menyatakan cinta atau tidak.
Berbeda dengan saudaranya yang kelima, si iblis cinta Ciang Ti, setiap hari selalu bicara tentang cinta, padahal dia tidak mencintai siapapun juga, hakikatnya tidak ada perasaan cinta dalam benaknya.
Hanya orang semacam Yu Wi inilah kalau sekali sudah mencintai seseorang, maka sampai matipun cintanya takkan luntur.
Karena itulah Un Siau yakin siapapun tak dapat mencegah anak muda itu pergi ke Tiam-jongsan, ia coba memberi saran.
"Konon Hai-yan-kiam-hoat seluruhnya meliputi delapan jurus, asal dapat kau kuasai enam jurus diantaranya, meski tidak lengkap, tapi kau sudah berusaha sepenuh tenaga, kukira bila It-teng Sin-ni tahu keteguhan hatimu, tentu takkan kukuh lagi pada pendiriannya."
Yu Wi pikir saran inipun beralasan, ia mengangguk dan berkata.
"Ya, aku sudah menguasai empat jurus, masih ada dua jurus lagi akan kupelajari sebisanya, dengan keenam jurus itulah kelak akan kukunjungi Tiam-jong-san, entah Sin-ni akan mengizinkan pertemuanku dengan Ya-ji atau tidak?"
"Kedua kakek bisu dan tuli sudah meninggal dunia, jelas Yu-heng tidak mungkin dapat belajar Hai-yan-kam-hoat secara lengkap, sepantasnya Sin-ni tak dapat menyalahkan kau,"
Kata Ciang Ti.
"Semoga Yu-heng lekas menguasai kedua jurus yang lain dan secepatnya dapat berjumpa dengan Ko-siocia."
Yu Wi sangat terharu, katanya.
"Terima kasih atas perhatian kalian, kedua jurus lagi kuyakin dapat kupelajari pada tanggal lima belas bulan delapan nanti. Kini tinggal lima bulan saja akan tiba bulan kedelapan, rasanya aku harus lekas berangkat ke Bin-tang (timur Hokkian)."
"Setiba disana Yu-heng yakin akan dapat mempelajari kedua jurus lagi?"
Tanya Un Siau. Yu Wi mengiakan dengan mengangguk.
"Jika begitu, lekaslah Yu-heng berangkat saja, dari sini ke Bin-tang diperlukan waktu beberapa bulan lamanya, hendaknya Yu-heng tidak terlambat sampai disana,"
Kata Ciang Ti.
"Keadaan kami tidak menjadi alangan, beberapa hari lagi tentu tenaga kami akan pulih kembali, maka tidak perlu kau kuatirkan diri kami, malahan sekarang juga kami sudah dapat berjalan."
Ujar Un Siau, segera mereka bangun berdiri. Melihat keadaan mereka memang sudah tidak menjadi soal lagi, Yu Wi memberi hormat dan berkata.
"Baiklah, jika demikian, biarlah kuberangkat lebih dulu!"
Baru saja ia melangkah, mendadak Un Siau berseru.
"Yu-heng, ada sesuatu perbuatan Jit-te kami yang tidak pantas kepadamu, hal ini harus kujelaskan... ."
Tanpa menoleh Yu Wi menjawab.
"Dia sudah meninggal, segala perbuatannya yang tidak pantas padaku adalah urusan yang sudah lalu, maka tidak perlu dibicarakan lagi."
Ia bicara tanpa berhenti, hanya sekejap saja sudah berpuluh tombak jauhnya ia berlari pergi. Dari jauh Un Siau berseru pula.
"Selanjutnya bila bertemu dengan Goan-si-hengte hendaklah kau berhati-hati, kedua Goan bersaudara itu berjiwa sempit, urusan kecil saja pasti menuntut balas... ."
Yu Wi tidak menaruh perhatian terhadap pesan itu, ia percepat langkahnya dan dalam sekejap saja sudah menghilang dari pandangan Un Siau.....
== oo OOO oo == Pegunungan di propinsi Hokkian (Tiongkok selatan) mencakup segala keindahan didunia ini, puncak yang ajaib, batu yang aneh, ditempat lain sukar ditemukan, di Hokkian pasti ada.
Terutama Bu-ih-san atau pegunungan Bu-ih yang terletak dibagian utara yang disebut sebagai punggung propinsi Hokkian.
Bu-ih-san tidak cuma terkenal karena keindahan alamnya, lebih terkenal lagi adalah daun tehnya yaitu Thi-koan-im, yang termashur diseluruh dunia.
Tidak kurang terkenalnya adalah sebuah benteng yang terletak dikaki gunung ini, Benteng ini sama menonjolnya didunia Kangouw seperti halnya Hek-po di propinsi Soasay, benteng kuno ini bernama Pek-po atau benteng putih.
Dari jauh kelihatan lereng pegunungan Bu-ih sebelah selatan berekor panjang bagai seekor naga putih, panjangnya meliputi beberapa ratus tombak.
Tapi kalau dipandang dari dekat barulah diketahui naga putih atu adalah sebuah benteng yang dibangun dengan ubin putih, ubin putih itu rata-rata berukuran panjang lima kaki dan lebar tiga kaki, sungguh sukar untuk dibayangkan cara bagaimana ubin putih raksasa itu dibuat.
Waktu itu jatuh hari raya Toan-yang atau terkenal juga dengan Pek-cun, yakni tanggal lima bulan lima, Lereng selatan pegunungan Bu-ih yang biasanya sunyi sepi itu kini tampak ramai berdatangan kereta berkuda, sejak pagi-pagi sudah banyak dikunjungi jago-jago persilatan.
Sebab apakah hari Toan-yang ini jago-jago silat dari berbagai daerah itu sama berkunjung ke Pek-po? Kiranya setiap tahun pada hari Toan-yang di Pek-po selalu diadakan suatu pertemuan besar para ksatria Bu-lim, disinilah Pocu atau kepala benteng Oh Ih-hoan mengadakan pertemuan dengan para pahlawan.
Acara pokok pada pertemuan besar itu adalah Pi-bu atau bertanding silat.
Namun pertandingan silat ini bukanlah pertandingan biasa, tapi Pocu benteng putih inilah selaku tuan rumah secara terbuka menantang para jago silat yang hadir itu.
Oh Ih-hoan mengumuman kepada para pahlawan diseluruh dunia bahwa barang siapa dalam pertemuan besar di Pek-po yang diadakan setiap tahun sekali ini mampu mengalahkan ilmu golok Toan-bun-to kebanggaan keluarga Oh dari benteng putih ini, akan diberi hadiah besar berupa emas murni selaksa tahil.
Sebenarnya hadiah selaksa tahil emas bukanlah daya tarik yang besar, daya tarik yang terbesar adalah barang siapa dapat mengalahkan Toan-bun-to, tentu namanya kontan akan termashur dan menggetar dunia Kangouw.
Dan siapa jago silat didunia persilatan yang tidak kemaruk kepada nama besar? Sebab itulah setiap tahun jago silat yang berkunjung ke Pek-po tidak menjadi berkurang, sebaliknya bertambah banyak, meski cuma sedikit yang yakin akan menang bertanding, yang lebih banyak adalah sebagai peninjau saja.
Sebab itulah bila hari Toan-yang tiba, Pek-po yang biasanya sepi itu seketika menjadi ramai.
Pertemuan besar para pahlawan seperti ini seluruhnya sudah sembilan kali diselenggarakan oleh Oh Ih-hoan, kini adalah kesepuluh kalinya, jadi boleh dikatakan perayaan dasa-warsa, karuan dirayakan secara besar2an dan suasana pun jauh lebih meriah daripada tahun-tahun sebelumnya.
Menjelang lohor, para ksatria yang hadir sudah lebih dari lima ratus orang.
Sehabis perjamuan siang, dilapangan didepan Pek-po upacara lantas dimulai.
Sebagai pembukaan, murid sang Pocu tampil kemuka untuk bertanding dengan para peminat.
Tapi meski jago yang hadir sangat banyak, namun yang berani turun kalangan ternyata sangat sedikit, sekalipun ada yang coba-coba maju hanya dalam waktu singkat juga lantas keok.
Maklumlah, tujuan Pocu kita adalah ingin tahu ksatria didunia ia sanggup tidak mengalahkan Toan-bun-to, maka begitu mulai bergebrak, kontan ilmu golok andalan tuan rumah lantas dikeluarkan.
Toan-bun-to seluruhnya meliputi 64 jurus, bila 64 jurus itu selesai dimainkan dan penantang tak dapat mengalahkannya, maka pertandingan itupun dianggap berakhir.
Sampai senja tiba, matahari sudah terbenam, dari ke delapan belas murid Pocu yang turun kalangan itu sudah seluruhnya bertanding ratusan kali, tapi belum ada seorangpun penantang yang mampu mengalahkan ke-64 jurus Toan-bun-to, tampaknya tahun inipun akan serupa dengan kesembilan tahun yang lalu, tiada seorang pun berhasil mendapatkan hadiah selaksa tahil emas.
Diam-diam Pocu Oh-Ih-hoan merasa senang, ia pikir meski Toan-bun-to bukan ilmu golok nomor satu didunia, namun lumayanlah jika sejauh ini tetap tidak terkalahkan.
Dilihatnya ke delapan belas muridnya semuanya tangkas dan cekatan dengan ilmu golok ajarannya, walaupun diantara hadirin itu ada juga jago silat kawakan, namun juga tidak mampu mengalahkan ilmu golok andalannya itu dalam 64 jurus, diam-diam ia membatin bila dirinya yang tampil sendiri, jangankan hendak mengalahkan dia, untuk bertahan dan tidak kalah saja mungkin tidak ada seorang pun diantara para penantang itu.
Selagi Oh Ih-hoan merasa senang, mendadak didengarnya muridnya yang tertua Ting Hu-san, menjerit kesakitan, para hadirin yang berkerumun itu segera ada yang berteriak.
"Aha, kalahkan dia! Kalahkan dia sekarang!....."
Air muka Oh Ih-hoan berubah hebat, cepat ia turun kalangan dan bertanya.
"Ksatria mana yang menang?!"
Para penonton juga ikut berkerumun lebih dekat, ada yang berseru.
"Sungguh hebat, masih muda belia sudah dapat mengalahkan Toan-bun-to!"
Ada lagi yang berkata.
"Yang lebih hebat lagi adalah kemenangannya hanya dilakukannya dalam waktu sepuluh jurus saja, sungguh lihai!"
"Huh, tampaknya Toan-bun-to tidak lebih juga cuma begini saja,"
Demikian ada pula yang mengejek.
"Hah, mungkin hanya mimpi belaka jika Toan-bun-to ingin disebut sebagai ilmu golok yang tak terkalahkan."
"Dahulu tidak pernah ada orang kosen ikut bertanding, kalau tidak, kukira Pocu tidak perlu menyelenggarakan pertandingan ini hingga sepuluh kali."
Demikian ada yang menambahkan lagi.
Sudah tentu hai Oh Ih-hoan sangat tidak enak mendengar sindiran-sindiran itu, ia menyingkirkan orang-orang yang berkerumun itu dan masuk ketengah kalangan, dilihatnya muridnya yang tertua, yaitu Ting Hu-san berdiri lesu disitu sambil memegangi pergelangan tangan kanan, melihat kemunculan sang guru, dengan malu ia berkata.
"Ampun Suhu, murid tidak becus!"
"Menyingkir kau!"
Bentak Oh Ih-hoan sambil memberi tanda.
Dengan menunduk kepala Ting Hu-san menyusup pergi ditengah kerumunan orang banyak, masih ada empat partai disamping sana yang dilakukan oleh murid Oh Ih-huan yang lain, tapi sekarang pun sudah berakhir.
Segera Oh Ih-huan berkata kepada mereka.
"Kalianpun tidak perlu bertempur lagi, para hadirin dipersilakan kembali dulu ketempat duduknya masing-masing!"
Sejenak kemudian suasana dilapangan itu baru bisa tenang kembali, para hadirin sama ingin tahu cara bagaimana sang Pocu akan menyelesaikan pertandingan ini, apakah jadi membayar hadiah selaksa tahil emas kepada pemuda yang menang itu? Terlihat Oh Ih-hoan sedang berhadapan dengan seorang berumur 21 atau 22 tahun dan berbaju merah, tanyanya.
"Mohon tanya siapa nama Kongcu yang mulia?"
"Yu Wi,"
Jawab pemuda itu.
Kiranya Yu Wi telah membeli seekor kuda bagus, tidak sampai dua bulan dia sudah sampai di Hokkian.
Karena Toan-yang sampai bulan delapan masih ada waktu luang tiga bulan, ia lantas pesiar ke-tempat2 indah di sepanjang perjalanan.
Ketika mendengar ada pertemuan besar di Pekpo ia pun ikut berkunjung kesini.
Mendengar pemuda baju merah ini mengaku she Yu, diam-diam hati Oh Ih-hoan merasa tidak enak, Apalagi melihat air muka anak muda itu jelas maksud kedatangannya tidaklah baik.
"Apakah kau yang mengalahkan muridku?"
Tanya Oh Ih-hoan dengan ketus.
"Jika tidak percaya, boleh kau suruh orang she Ting itu mengulang bertanding lagi."
Pendekar Kembar Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jawab Yu Wi tanpa sungkan.
"Ke-delapan belas muridku paling-paling baru menguasai empat bagian Toan-bun-to ajaranku, bukan sesuatu yang luar biasa jika dapat mengalahkan mereka."
Kata Oh Ih-hoan.
Seketika terdengar suara ejekan disana-sini, para hadirin sama mencemoohkan ucapan sang Pocu yang bernada tidak mengakui kemenangan Yu Wi itu, apakah karena dia merasa berat untuk membayar hadiah selaksa tahil emas? Oh Ih-hoan memberi hormat pada hadirin dan berkata.
"Atas kesudian para hadirin yang berkunjung kesini, sungguh orang she Oh merasa sangat berterima kasih. Bahwa saudara cilik she Yu ini telah mengalahkan muridku, sepantasnya kunyatakan dia sebagai pemenang, tapi lantaran Toan-bun-to yang kuajarkan ini belum lengkap dipelajari oleh beberapa muridku, apabila saudara Yu Ini mampu mengalahkan puteraku barulah benar-benar dia telah mengalahkan Toan-bun-to."
Seorang jago tua yang ikut hadir lantas berbangkit dan berseru.
"Jika demikian, jadi putera anda telah berhasil menguasai Toan-bun-to dengan sempurna?"
Oh Ih-hoan mengangguk, jawabnya.
"Betul, jika saudara cilik ini dapat mengalahkan puteraku barulah kuakui Toan-bun-to dikalahkan benar-benar oleh dia."
Tanpa pikir Yu Wi lantas berkata.
"Jika begitu, lekas suruh anakmu maju untuk bertanding."
Mendadak seorang pemuda cakap berbaju putih maju ketengah kalangan sambil memanggil ayah kepada Oh Ih-hoan.
"Anak Sing, boleh kau minta petunjuk kepada Yu-toako,"
Kata Oh Ih-hoan.
Pemuda berbaju putih itu memang putera tunggal Oh Ih-hoan, namanya Oh Thian-sing.
Dia menanggalkan jubah putihnya sehingga kelihatan pakaian dalam yang ringkas yang juga berwarna serba putih.
Dalam pada itu ada centeng buru-buru mengantarkan golok tipis mengkilat.
Setelah menerima golok itu, Oh Thian-sing lantas pasang kuda-kuda dan berseru.
"Silakan memberi petunjuk!"
Yu Wi melolos pedang kayu dan menjawab dengan prihatin.
"Silakan menyerang dulu!"
Oh Thian-sing tidak sungkan, kontan goloknya membacok.
Namun Yu Wi tidak bergerak.
Baru setengah jalan Oh Thian-sing membacok, mendadak tangannya berputar dan golok ditarik kembali.
Ia merasa heran pihak lawan dapat mengenali jurus serangannya yang pertama itu hanya serangan kosong, diam-diam ia membatin.
"Apakah orang ini paham Toan-bun-to-hoat?"
Belum lagi dia mengeluarkan jurus kedua, didengarnya Yu Wi berkata dengan tertawa.
"Dan jurus berikutnya tentunya 'Siau-li-cong-to'(di balik tertawa bersembunyi golok)!"
Keruan Oh Thian-sing terperanjat, walaupun tahu pihak lawan telah kenal jurus serangannya yang kedua, tapi ia tetap menabas dari samping. Segera pedang Yu Wi menusuk golok lawan. Jurus "Siau-li-cong-to"
Itu sebenarnya adalah serangan maut, tebasan dari samping itu hanya pancingan belaka, bila lawan tidak tahu dan meremehkan serangan tersebut, ketika menangkisnya, mendadak tebasan golok akan meluncur kebawah dan menabas tangannya.
Tapi sekarang Yu Wi tidak menangkis melainkan menggunakan pedang kayu untuk menusuk golok lawan.
Jelas dia sengaja memojokkan Oh Thian-sing agar tidak mampu mengganti serangan lain, jelas pula ia sudah tahu bagaimana jurus berikutnya setelah jurus Siau-li-cong-to.
Memang benar, segera Yu Wi berseru pula.
"Dan selanjutnya adalah jurus Ki-hwe-jian-bi, Tingnio- cap-so dan Put-ci-put-li!"
Bahwa lawan ber-turut2 menyebut lagi tiga jurus serangan berikutnya, hal ini selain membuat kejut Oh Thian-sing, diam-diam ia pun merasa ngeri.
Air muka Oh Ih-hoan yang menyaksikan disamping juga berubah kelam, sungguh ia tak habis mengerti cara bagaimana Yu Wi paham ilmu golok andalannya itu? Begitulah dengan enteng saja Yu Wi dapat mematahkan ketiga jurus serangan lawan, menyusul ia menyebutkan pula jurus seranan Oh Thian-sing berikutnya.
Keadaan demikian jadinya tidak mirip orang yang sedang bertanding, melainkan lebih mendekati orang yang sedang berlatih, seperti Yu Wi sedang mengajar permainan golok kepada Oh Thian-sing, setiap kali ia menyebut nama jurusnya dan segera Oh Thian-sing memainkannya.
Ketika dia menyebut nama jurus ke-50, Thian-sing benar-benar mati kutu, saking cemasnya hingga dahinya penuh butiran keringat.
Ia heran mengapa Yu Wi sedemikian paham terhadap Toan-bun-to-hoat bkan saja tahu urutan-urutan jurus serangannya, bahkan tahu jelas dimana letak kelemahan, setiap kali pedangnya menusuk, kontan serangan golok lantas dipatahkan.
Dalam keadaan demikian biarpun ayah sendiri yang turun tangan juga tak dapat berkutik.
Kini Oh Thian-sing tidak lagi berani berpikir akan menang, mendingan kalau berlangsung 14 jurus lagi dan dapat bertahan tanpa terkalahkan, lalu mundur teratur, maka selaksa tahil emas pun dapat diselamatkan.
Diluar dugaan, ketika jurus ke-51 mulai berjalan, Yu Wi tidak lagi menyebut nama jurusnya, tapi berseru.
"Awas, aku akan melancarkan serangan balasan!"
Thian-sing menyadari bilamana lawan melancarkan serangan balasan, maka serangannya pasti sangat lihai.
Cepat ia ganti permainan goloknya.
Legalah hati Oh Ih-hoan melihat anaknya telah ganti permainan goloknya, ia pikir bocah she Yu itu mungkin cuma mimpi belaka jika ingin mengalahkan Thian-sing.
Yu Wi tahu jurus ke-51 dari Toan-bun-to-hoat adalah "Peng-ti-lian-hoa"(bunga teratai tumbuh kembar), diam-diam ia sudah menyiapkan cara mematahkan serangan lawan, hendak dikalahkannya Oh Thian-sing pada jurus ini.
Tak terduga, jurus ke-51 yang dimainkan Oh Thian-sing ini ternyata bukan "Peng-ti-lian-hoa", pedang yang ditusukkan untuk mematahkan serangan lawan tidak berhasil.
Tergerak hati Yu Wi, cepat ia mengeluarkan Thian-sun-kiam-hoat ajaran Ji Pek-liong dan balas menyerang.
Thian-sun-kiam-hoat adalah ilmu pedang kelas tinggi, orang yang mampu menangkis serangan ilmu pedang itu dapat digolongkan tokoh kelas satu.
Tak tersangka, sampai empat jurus Yu Wi menyerang dan dapat ditangkis seluruhnya oleh Oh Thian-sing, ketika tiba jurus kelima, Thian-sing kembali memainkan jurus ke-51 dari Toan-bun-tohoat untuk menangkisnya.
Maka tahulah Yu Wi sekarang bahwa Oh Thian-sing mempunyai lima jurus pertahanan yang sangat lihai, setelah dua kali diulangi serang menyerang, dapatlah Yu Wi menyelami kelima jurus ilmu golok lawan, ia pikir untuk mematahkan kelima jurus ilmu golok Oh Thian-sing itu harus digunakan Bu-tek-kiam.
Maka ketika tiba pada jurus ke-64, belum lagi jurus itu dimainkan Oh Thian-sing, Oh Ih-hoan yakin puteranya tidak bakalan kalah karena sudah sampai jurus terakhir, maka dengan tertawa ia berseru.
"Nah, siapa lagi yang mampu mematahkan dan mengalahkan Toan-bun-to?"
Lantaran kegirangan karena ilmu goloknya tak terkalahkan oleh ilmu pedang Yu Wi yang lihai itu, maka tanpa terasa ia berteriak bangga, ia mengira sebutan ilmu golok tak terkalahkan dapat dipertahankan. Tak terduga, mendadak Yu Wi membentak.
"Orang she Yu inilah akan mematahkannya!"
Sembari bersuara, pedangnya lantas menabas kedepan.
Seketika Oh Thian-sing merasa cahaya pedang mengurung dari atas, meski ia putar goloknya untuk melindungi kepalanya, namun tetap ada setitik peluang yang dapat diterobos oleh pedang, hanya sekejap saja pedang kayu Yu Wi telah menusuk tiba.
Tusukan itu tepat mengenai pundak kirinya, ia merasa kesakitan, golok yang dipegangnya lantas terlepas.
Melihat itu, terdengarlah sorak sorai para penonton.
"Ilmu pedang hebat!"
Mendingan Yu Wi bermurah hati, tulang pundak Oh Yhian-sing tidak diketuknya hancur.
Walaupun begitu untuk waktu tertentu lengan kanan Thian-sing juga sukar untuk bergerak.
Keringat dingin membasahi tubuh Oh Thian-sing, saking malunya hampir saja ia menangis, ucapnya dengan pedih.
"Ayah, anak kalah... ."
"Kalah... .kalah! Toan-bun-to bisa kalah!... ."
Oh Ih-hoan bergumam dengan bingung, pandangannya serasa kabur, ia berdiri termangu-mangu seperti patung. Jago tua yang bicara tadi segera berdiri dan berseru pula.
"Ya, jelas sudah kalah, sekarang Oh-heng mengakui atau tidak?"
Oh Ih-hoan dapat menenangkan diri, dengan muka kelam ia menjawab.
"Orang She Oh bukanlah badak yang berkulit tebal! Mana orangnya, bawa kemari selaksa tahil emas itu!"
"Nanti dulu!"
Tukas Yu Wi mendadak dengan suara lantang. Jago tua tadi merasa heran, tanyanya.
"Eh, anak muda, apakah kau tidak menghendaki emas?"
"Betul, Cayhe tidak menginginkan emas."
Yu Wi mengangguk.
"Tidak menginginkan emas, habis apa keinginanmu?"
Teriak Oh Ih-hoan dengan gusar.
"Aku hanya ingin minta sesuatu keterangan, bila keterangan itu bisa kudapatkan, maka selaksa tahil emas kukembalikan seluruhnya."
"Keterangan apa yang ingin kau tanyakan?"
Seru Oh Ih-hoan dengan heran. Sekata demi sekata Yu Wi menjawab.
"Cara bagaimana Ciang-kiam-hui Yu Bun-hu meninggal dahulu?"
"Tidak tahu!"
Teriak Oh Ih-hoan mendadak dengan suara bengis.
"Kalau tidak tahu, silakan bawa kemari selaksa tahil emas."
Kata Yu Wi.
Di depan para ksatria, Oh Ih-hoan tidak berani menjilat kembali ludahnya sendiri, terpaksa ia memberi perintah, dalam sekejap selaksa tahil emas yang terbagi menjadi sepuluh nampan besar telah digotong keluar.
Yu Wi meraup segenggam pacahan emas itu dan berseru.
"Barang siapa dapat memberi keterangan cara bagaimana kematian Ciang-kiam-hui Yu Bun-hu dahulu, maka emas yang berada disini akan menjadi miliknya."
Sampai sekian lama tidak ada orang menjawab. Tampaknya para ksatria yang hadir ini memang tidak pernah kenal nama Ciang-kiam-hui. Meski emas sangat menarik, tapi sukar tentunya menipu orang dengan sengaja mengarang sesuatu kejadian yang tidak benar.
"Sayang, tampaknya tidak ada orang yang bisa memberi keterangan!"
Ucap Yu Wi sambil menghela napas panjang. Segera pecahan emas yang dipegangnya itu dihamburkan kesana sambil berseru.
"Ini emasnya, jika ingin memilikinya boleh memungutnya sendiri!"
Menyusul segenggam demi segenggam ia menghamburkan emas itu kesana-sini, seketika terjadilah hujan emas.
Mula-mula para ksatria itu merasa kikuk untuk memungut pecahan emas yang berjatuhan itu, entah siapa yang mendahului memungut sepotong, maka yang lain lantas ikut-ikut memungut.
Akhirnya terjadi saling rebut.
Hanya sebentar saja, emas satu nampan yang berjumlah seribu tahil telah habis dibuang oleh Yu Wi dan disikat habis oleh para hadirin.
Bahkan ada dua orang setengah umur, berhubung ber-sama2 memungut sepotong emas dan tidak mau saling mengalah, akibatnya terjadi jotos menjotos.
Selaksa tahil emas itu terbagi menjadi sepuluh nampan, habis emas satu nampan dihamburkan, selagi Yu Wi hendak membuang lagi emas nampan kedua, mendadak Oh Ih-hoan membentak.
first share di Kolektor E-Book 14-08-2019 21:32:02
Kembalinya Ilmu Ulat Sutera -- Huang Ying Lembah Nirmala -- Khu Lung Pukulan Si Kuda Binal -- Gu Long