Ceritasilat Novel Online

Dendam Orang Orang Sakti 2


Wiro Sableng Dendam Orang Orang Sakti Bagian 2



Ketika seturuh penduduk Bojongnipah sudah meninggalkan tempat itu maka Tapak Luwing menyarungkan goloknya kembali dan berpaling pada Ki Lurah Kundrawana.

   "Kau harus berterima kasih padaku yang telah selamatkan kau punya batang leher, Ki Lurah...!"

   Ki Lurah Kundrawana berkemik. Rahang-rahangnya bertonjolan. Tapak Luwing tertawa mengekeh.

   "Selambat-lambatnya senja besok uang pungutan pajak harus sudah kau antarkan ke pondok tua dipersimpangan jalan yang menuju ke Linggajati!"

   Kundrawana masih diam.

   "Eh, apa kau sudah tuli!"

   Tanya Tapak Luwing. Dan Lurah Bojongnipah itu masih juga diam. Maka membentaklah Tapak Luwing.

   "Kamu tuli hah?!"

   "Aku tidak tuli, Tapak Luwing..."

   "Lalu mengapa ditanya diam saja? Mungkin gagu?!"

   Dua orang anak buah Tapak Luwing cengar cengir.

   "Sesenja-senjanya hari uang itu sudah harus ku terima. Kau dengar...?!" .

   "Bagaimana kalau penduduk tak mau membayamya ?"

   "Aku tak perlu pertanyaan itu! Bayar atau tidak bayar, pokoknya besok aku cuma tahu terima uang!"

   Tapak Luwing memberi isyarat pada kedua anak buahnya.

   Ketiganya menuruni langkan rumah dan melangkah menuju ke kuda masing-masing.

   Malam itu, dengan segala daya dan sedikit ilmu pengetahuan yang dimilikinya, Kratomlinggo berhasil menyembuhkan luka di dalam yang dideritanya akibat pukulan Tapak Luwing.

   Pada dasarnya bukan daya dan pengetahuan silat Kratomlinggolah yang menolong melainkan adalah karena pukulan Tapak Luwing pagi tadi tidak mempergunakan keseluruhan tenaga dalamnya.

   Dendam terhadap Tapak Luwing dan kawan-kawannya, kebencian yang tak terkendalikan terhadap Ki Lurah Kundrawana serta pajak yang tetap harus dibayar esok hari, semuanya itu bertumpuk menjadi satu sehingga malam itu, rneskipun baru saja sembuh dari luka namun tekat Kratomlinggo sudah bulat untuk berangkat ke Kotaraja! Niatnya ini diberitahukannya pada beberapa kawannya.

   Dan malam itu bersama empat orang lainnya, dengan menunggangi kuda maka berangkatlah Kratomlinggo ke Kotaraja.

   Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti Malam gelap.

   Sinar bintang dan cahaya bulan sabit tak dapat mengalahkan kegelapan itu.

   Kratomlinggo dan empat orang kawannya memacu kuda masing-masing, melewati sebuah tikungan dan sampai di sebuah jembatan yang menghubungkan kedua tepi sebuah anak sungai.

   Pada saat itu pulalah Kratomlinggo dan kawan-kawannya melihat serombangan penunggang kuda di seberang jembatan.

   Mereka berjumlah tiga orang dan ketiganya menghentikan kuda di seberang jembatan itu.

   Melihat gelagat yang tidak baik ini.

   Kratomlinggo segera hentikan kudanya.di tengah-tengah jembatan dan memberi isyarat pada keempat kawannya.

   Malam memang gelap namun mata Kratomlinggo masih sanggup, mengenali penunggang kuda yang paling depan dihadapannya.

   Manusia itu ternyata adalah prajurit Kadipaten yang siang tadi menanganinya!.

   "Celaka,"

   Bisik Kratomlinggo.

   "Bagaimana bangsat-bangsat Kadipaten ini bisa tahu keberangkatanku ke Kotaraja?!"

   Sampai saat itu baik dia mau pun kawan-kawannya sama sekali masih tidak mengetahui siapa ketiga manusia yang menghadang di ujung jembatan itu! Penunggang kuda sebelah muka yang tiada lain dari Tapak Luwing adanya tertawa mengekeh.

   "Rupanya pelajaran dan peringatanku siang tadi masih belum cukup huh!,"

   Sentak Tapak Luwing.

   Kratomlinggo -tak menjawab.

   Namun dia diam tangan kanannya menyelinap ke balik pinggang meraba hulu golok.

   Hal yang sama dilakukan juga oleh keempat kawannya.

   Dan di seberang jembatan kembali terdengar kekehan Tapak Luwing.

   Begitu kekehannya berhenti maka terdengar bentakannya.

   "Kalian kunyuk-kunyuk mau ke mana?!"

   "Kami tak ada permusuhan dengan kalian. Karena itu minggirlah, beri jalan..."

   Kata Kratomlinggo pula.

   "Minta jalan? Boleh... lewatlah!,"

   Kata Tapak Luwing pula sambil pinggirkan kudanya. Dipersilahkan begitu rupa malah membuat Kratomlinggo dan kawan-kawannya menjadi terpatung, tak bergerak di punggung kuda masing-masing.

   "Ayo, kenapa tidak mau lewat?!,"

   Tanya Tapak Luwing. Kratomlinggo bimbang. Dan Tapak Luwing buka suara lagi.

   "Kalau begttu roh busuk kalian yang akan lewat jembatan ini !"

   "Sret !"

   Tapak Luwing cabut goloknya. Terdengar lagi dua kali suara "sret"

   Yaitu dari golok-golok yang dkabut oleh anak buah Tapak Luwing.

   Melihat ini Kratomlinggo dan kawan-kawannya segera pula menghunus golok masing-masing ! Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti "Aku tahu kalian hendak ke Kotaraja...,"

   Berkata Tapak Luwing seraya larik tali kudanya.

   "Tapi ketahuilah hanya roh-roh busuk kalian yang akan menghadap Raja di istana!"

   Dalam jarak dua tombak, dengan satu sentakan keras maka kuda Tapak Luwing melompat ke muka. Dua anak buahnya menyusul. Tiga golok berkelebat di bawah cahaya redup bulan sabit. Lima golok menyambutinya ! "Trang ..... trang ..... trang....!"

   Bunga api memercik.

   Suara beradunya golok-golok itu disusul oleh seruan kesakitan.

   Dua kawan Kratomlinggo rebah dari atas punggung kuda.

   Yang satu terbabat perutnya, yang lain puntung lengan kanannya! Dalam gebrakan kedua, Tiga Hitam dari Kali Comel yang saat itu masih mengenai pakaian, prajurit-prajurit Kadipaten, kembali mengirimkan serangan hebat tanpa memberikan kesempatan pada lawan! Dua orang lagi menjerit dan roboh, tubuh salah satu dari padanya kemudian kecebur ke dalam sungai.

   Kratomlinggo sendiri dibikin terjerongkang dari atas punggung kuda, goloknya lepas.

   Masih untung sarripai saat itu dia belum cidera apa-apa.

   Dan memaklumi bahwa untuk melawan terus adalah satu kesia-siaan maka laki-laki ini segara putar tubuh ambil langkah seribu! Tapak Luwing tertawa bergelak.

   "Dasar manusia kintel! Kamu mau lari ke mana?!"

   Dari balik sabuknya kepala Komplotan Tiga Hitam dari Kali Comel ini keluarkan sebilah pisau belati.

   Senjata ini melesat dengan mengeluarkan suara berdesing! Kratomlinggo yang tak tahu dirinya tengah dikejar maut, terus juga lari.

   Hanya satu jengkal saja lagi belati yang mengandung racun itu akan menancap di punggungnya maka pada saat itu pulalah dari jurusan semak belukar gelap di tepi sungai melesat sebuah benda berbentuk bintang berwarna putih perak ! "Tring !"

   Bunga api memercik.

   Bukan saja benda berbentuk bintang ini berhasil membuat pisau beracun Tapak Luwing mental, tapi juga membuat pisau itu patah dua ! Terkejutlah Tapak Luwing.

   Lupa dia pada niatnya hendak membunuh Kratomlinggo.

   Dengan serta merta diputarnya tubuhnya.

   Matanya yang tajam telah melihat dari arah mana datangnya sambaran benda putih perak berbentuk bintang itu.

   Dan memakilah kepala Komplotan Tiga Hitam dari Kali Comel itu.

   "Setan alas yang ikut campur urusan orang ke luar dari persembunyianmu dan terima pisau-pisau ku ini !"

   Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti Habis bilang demikian Tapak Luwing lemparkan sekaligus tiga bilah pisau beracunnya ke arah semak belukar di kegelapan.

   Terdengar suara siulan yang disusul oleh suara tertawa bergelak.

   "Aku di sini bung! Kenapa serang tempat kosong?!,"

   Kata, manusia yang muncukan diri itu dengan nada mengejek.

   "Bangsat betul!,"

   Maki Tapak Luwing.

   Di lemparkannya lagi dengan tangan kiri sepasang pisau belati ke arah laki-laki yang berdiri sekira enam tombak di tepi sungai.

   --== 0O0 == --ENAM ORANG yang berdiri di tepi sungai sambuti serangan itu dengan melambaikan tangan kirinya.

   Sekali lambai saja maka kedua pisau beracun itupun mentallah.

   Kaget Tapak Luwing membuat-laki-laki ini keluarkan seruan tertahan.

   "Manusia yang sengaja cari penyakit, siapa kau!"

   Tanyanya membentak dan diam-diam memberikan isyarat pada kedua anak buahnya untuk bersiap-siap dan mengambil posisi mengurung. Yang ditanya.

   "Ada ribut-ribut apa di sini?!".

   "Ee kunyuk gondrong!,"

   Maki salah seorang, anak buah Tapak Luwing.

   "Kau berani. bicara edan sama prajurit-prajurit Kadipaten?!"

   "Oh.... jadi kalian prajurit-prajurit Kadipaten...". Laki-laki di tepi sungai, keluarkan suara mendengus.

   "Setahuku prajurit-prajurit Kadipaten tidak suka urusan kekerasan, apalagi membunuh manusia begini rupa...!". Sementara itu. Kratomlinggo yang tadi hendak larikan diri, mendengar ada keributan baru di belakangnya perlahan-lahan palingkan kepala lalu putar tubuh dan berhenti di belakang sebuah pohon. Apa yang disaksikannya kemudian sungguh tidak diduganya.

   "Kita tak perlu sembunyikan siapa kita terhadap monyet bermuka manusia ini!'', kata Tapak Luwing.

   "Nah, terus terang lebih bagus!"

   Menimpali laki-laki di tepi sungai.

   "Katakan saja siapa kalian!". Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti "Sebelum tahu siapa kami sebaiknya lekas-lekaslah berlutut minta ampun!"

   Kata Tapak Luwing pongah.

   "Eh, kenapa begitu?''. Karena menyangka bahwa Kratomlinggo sudah larikan diri dan tak ada lagi di tempat itu, maka berkatalah Tapak Luwing;"Ketahuitah. Tiga Hitam dari Kali Comel tidak pernah membiarkan terus bernafasnya seorang biang runyam ya ng ikut campur urusan!"

   "Ooo... jadi kalian Tiga Hitam dari Kali Comel, rampok-rampok ganas tiada kernanusiaan itu? Pantas... pantas tampang-tampang kalian hitam macam arang..."

   "Haram jadah! Terima golokku!,"

   Teriak anak bu a h Tapak.

   Luwing yang di samping kanan.

   Dengan gerakan e nt e ng dia melompat dari punggung kuda, derngan sebat go lo knya berkelebat ke arah batok kepala laki-laki muda yang berdiri tetap tenang malahan dengan tertawa-tawa! Tiba-tiba dengan kecepatan yang luar biasa laki-laki muda itu melompat ke belakang.

   Serangan anak buah Tapak Luwing mengenai tempat kosong.

   Karena begitu kesusu dan sebatnya ma k a laki-laki it u jadi terhuyung-huyung sendiri.

   Sebelum dia sempat mengimbangi badan, satu tendangan menghantam pantatnya! "Manusia tidak tahu peradatan! Orang bicara dipotong seenaknya! Rasakan sendiri olehmu!"

   Melihat kawan dan anak buahnya dipermainkan begitu rupa sampai tersungkur di tanah. Tapak Luwing dan anak buahnya yang satu lagi segera loncat dari kuda.

   "Beri tahu namamu lebih dulu, kunyuk!,"

   Bentak Tapak Luwing.

   "Kalau tidak rohmu akan minggat percuma!"

   "Bicaramu terlalu tinggi! Kalau mau tahu na ma ku majulah...!". Dengan tertawa bergelak Tapak Luwing menyerbu ke muka. Sambaran goloknya deras sedang tangan kirinya laksana palu godam membabat ke arah ulu hati lawan. Inilah jurus "a ng in mengamuk pohon tumbang"

   Yang memang bukan olah-olah dahsyatnya.

   "Ah, rupanya kau punya ilmu yang diandalkan juga eh?"

   Ejek lawa n ya ng diserang.

   Dia merunduk untuk elakkan sambaran go lo k lalu lo mpat ke samping guna hindarkan sodokan tinju lawan dan dengan secepat kilat kemudian tangan kanannya yang terbuka menyeruak di antara kedua serangan lawan tadi, menderas ke arah kening Tapak Luwing.

   Kepala Tiga Hitam dari Kali Comel itu bukan orang yang berilmu rendah.

   Kalau tidak percuma saja dia menjadi kepala komplotan yang ditakuti selama bertahun-tahun disepanjang Kali Comel dan perbatasan.

   Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti Dengan sebat, dengan keluarkan bentakan dahsyat Tapak Luwing membuat satu gerakan yang luar biasa.

   Tubuhnya mencelat satu tombak ke atas dan dalam lompatan itu kaki kanannya menderu muka lawan dan disaat yang sama pula dari sebelah belakang menderu golok anak buah Tapak Luwing ke arah punggung laki-laki muda itu.

   Yang diserang bersiul.

   "Akh... kalian rupanya betul-betul maui jiwaku! Tapi kurasa saat ini belum waktunya!". Pemuda ini berkelebat. Lututnya menekuk kedua tangannya berputar seperti kitir dan.

   "bluk ....... buk"!. Anak buah Tapak Luwing terjerongkang ke belakang, muntah darah dan menggeletak,di tanah. Tapak Luwing sendiri merintih kesakitan sewaktu lengan lawan menghantam tepat tulang keringnya! Di saat itu anak buah Tapak Luwing yang tadi ditendang pantatnya sudah bangun kembali-dan dengan ganas lancarkan serangan dahsyat. Namun nasibnya juga sial. Sekali lawannya berkelebat maka goloknya kena dihantam sikut lawan! Yang satu inipun roboh pula menyusul kawannya Merasakan sakit pada kakinya, melihat kedua anak buahnya dibuat begitu rupa, benar-benar Tapak Luwing hampir-hampir merasa seperti orang mimpi. Apakah agaknya kali, ini komplotan yang dipimpinnya menemui "batunya"? Selama bertahun-tahun bertualang dan menjadi Pemimpin Komplotan Tiga Hitam dari Kali Comel baru hari itu dia melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana kedua anak buahnya dibikin menggeletak hanya dalam satu gebrakan saja! Bahkan dia sendiri merasakan pula bekas tangan lawannya. Lawan yang masih muda belia dan sama sekali tidak dikenalnya. Dengan penuh geram_Tapak Luwing salurkan tenaga dalamnya lewat lengan kanan terus kegolok sedang tangan kirinya saat itu sudah memegang tiga pisau beracun. Kedua kakinya terpentang, pinggangnya sedikit membungkuk ke muka. Tangan yang memegang pisau dinaikkan ke atas agak ke belakang sedang tangan kanan memegang golok lurus-lurus ke muka.

   "Kenalkah kau jurus ini, pemuda keparat?!".

   "Ah... hanya jurus --menyebar bunga menusuk buah --nenek-nenek keriputpun bisa mengenalnya!,"

   Sahut si pemuda. Bukan saja Tapak Luwing menjadi geram diajek demikian rupa namun dia juga kaget melihat bahwa lawannya bisa menerka jurus yang bakal dikeluarkannya itu! Untuk menutupi keterkejutannya Tapak Luwing berkata.

   "Kau sudah tahu nama jurus ini, baik sekali!. Tapi juga ketahuilah ini adalah jurus kematianmu! Bagusnya kasih tahu namamu sekarang juga agar kau mampus tidak dengan penasaran!".

   "Sudahlah.... jangan banyak bacot! Buktikanlah kehebatan jurus yang kau andalkan itu!". Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti Tapak Luwing tertawa dingin. Tubuhnya semakin membungkuk. Hampir tak kelihatan dia menggerakkan tangan kirinya maka tiga pisau yang dipegangnya tahu-tahu sudah meluncur sebat sekali ke arah si pemuda. Yang pertama menjurus batang leher, yang kedua mencuit ke dada dan yang terakhir menggebubu ke bawah perut! Bukan saja daya lesat pisau itu hebat sekali mengingat hanya di lemparkan dengan tangan kiri, namun juga tempat-tempat yang diserangnya juga adalah tempat-tempat yang berbahaya mematikan. Pada detik pisau-pisau beracun itu melesat ke muka, pada saat itu pulaTapak Luwing menerjang dan putar goloknya dengan sebat. Dorongan angin golok yang. menderu menambah kencangnya daya lesat tiga pisau itu. Maka itulah jurus "menyebar bunga rnenusuk buah". Pisau dan golok datang susul menyusul! "Akh jurusmu ini boleh juga!,"

   Kata si pemuda.

   "Tapi coba terima dulu telapak tanganku!". Si pemuda pukulkan tangan kirinya ke muka. Angin dahsyat melanda dan mementalkan ketiga pisau. Tapak Luwing berseru kaget karena dua dari pisau itu akibat dorongan angin pukulan lawan berbalik menyerang ke arahnya. Mau tak mau Tapak Luwing terpaksa pergunakan goloknya untuk meruntuhkan dua pisau itu.

   "Tring..... tring!"

   Dua pisau beracun patah-patah dan terlempar jauh.

   Gerakan untuk menangkis dua pisau ini membuat Tapak L.uwing melupakan pertahanan dirinya seketika.

   Ketika dia memasang kuda-kuda baru maka telapak tangan kanan lawan sudah berada dekat sekali ke kepalanya.

   Kepala Tiga Hitam dari Kali Comel ini pergunakan goloknya untuk membabat lengan lawan namun kurang cepat karena lengan kiri si pemuda lebih cepat menyusup membentur sambungan sikunya.

   "Krak"! "Plak"! Tapak Luwing mengeluh dan huyung kebelakang. Lengannya patah. Keningnya yang kena dihantam telapak tangan lawan sakit dan panas bukan main. Pada kulit kening itu kini kelihatan tertera angka 212! Tapak Luwing coba alirkan tenaga dalam dan atur jalan darahnya. Namun kekuatannya seperti punah. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya. Keningnya panas, sakit dan pemandangannya berkunang, lututnya gontai! "Keparat...,"

   Desis Tapak Luwing.

   "Ee... masih bisa memaki?"

   Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti "Kalau hari ini aku kena kau celakai jangan anggap kau sudah mempecundangi aku, orang muda.

   Suatu hari kelak aku akan mencarimu dan mematahkan batang lehermu!".

   Tapak Luwing ambil tiga pisau terbang dengan tangan kirinya.

   Cepat sekali senjata itu dilemparkannya ke arah si pemuda lalu secepat itu pula dia putar tubuh untuk larikan diri.

   Si pemuda melompat ke samping.

   Dua pisau lewat di kiri kanannya.

   Pisau ketiga diluruhkannya dengan lambaian tangan kiri! Kemudian sambil totokkan dua jari tangan kanannya mengirimkan totokan jarak jauh berserulah si pemuda.

   "Kenapa pergi buru-buru?! Bicaraku tadi padamu belum habis!"

   Kontan saat itu juga tubuh Tapak Luwing menjadi kaku tegang tak bisa bergerak lagi! Si pemuda tertawa dan berpaling pada pohon besar di tepi sungai.

   "Saudara yang sembunyi di belakang pohon. keluarlah. Aku mau bicara juga dengan kau!". Kratomlinggo, yang berdiri di belakang pohon itu terkejut. Namun karena tahu bahwa itu pemuda bukanlah dari golongan jahat maka tanpa ragu-ragu dia segera keluar. Lagi pula penuturan Tapak Luwing tadi yang mengaku bahwa dia.dan kawan-kawannya adalah Komplotan Tiga Hitam dari Kalkomel membuat dia merasa perlu melakukan pe-nyelidikan lebih jauh.

   "Saudara, apakah yang telah terjadi di sini sebelumnya dengan kau dan kawan-kawan...?".

   "Panjang ceritanya, saudara. Tapi sebelumnya kalau aku boleh tahu siapa namamu...?"

   "Aku Wiro...,"

   Jawab si pemuda.

   "Aku Kratomlinggo. Aku dan kawan-kawanku yang malang itu sama-sama dari desa Bojongnipah. Kami bermaksud pergi ke Kotaraja..."

   Maka Kratomlinggopun menuturkan segala sesuatunya, mulai dari soal pajak gila yang dilarik oleh Ki Lurah Kundrawana sampai dengan kematian keempat kawannya itu. Wiro atau Wiro Sableng alias Pendekar 212 geleng-gelengkan kepalanya.

   "Aku memang sudah lama dengar nama Komplotan bejat mereka. Yang satu ini kalau tak salah bernama Tapak Luwing. Pantas saja selama beberapa waktu terakhir ini tak kelihatan mereka malang melintang di sepanjang Kali Comel. Rupanya tengah bikin kejahatan di sini...".

   "Dan pastilah penjahat-penjahat ini bekerjasama atau jadi-kaki tangan Ki Lurah Kundrawana...". Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti "Boleh jadi,"

   Sahut pendekar 212.

   "Tapi mungkin juga merekalah biang runyam yang melakukan pemerasan terhadap Ki Lurah!"

   Kratomlinggo mengangguk.

   "Supaya jelas biar bangsat yang satu ini kita tanyai,"

   Kata Wiro Sableng pula.

   Dia melangkah mendekati Tapak Luwing untuk melepasakan totokan di tubuh kepala Komplotan Tiga Hitam itu.

   Namun baru saja satu tindak dia melangkah tiba-tiba sekali berkelebatlah satu sosok tubuh dari kegelapan.

   Makhluk ini langsung meraih pinggang Tapak Luwing dan membopong melarikannya! Kratomlinggo terkejut Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 berteriak.

   "Maling tengik! Berhenti!". Sebagai jawaban, terdengar suara tertawa bekakakan dari orang yang melarikan Tapak Luwing itu.

   "Wiro Sableng, pemuda gendeng! Jangan sangka cuma kau sendiri yang jago dan sakti di jagat ini! Aku tunggu kau besok siang di Rawasumpang! Kuharap kau punya nyali unhuk menerima undangan kematianmu ini! Ha... ha... ha ...!"

   "Sompret betul! Siapa kau! Berhentil".

   "Besok siang. Wiro!"

   "

   Dengan, geram pendekar 212 lepaskan pukulan "kunyuk melempar buah"! ke arah manusia tak dikenal itu! Deru angin yang tiada terkirakan dahsyatnya menyerang si orang asing.

   Pada saat itu pula terlihat selarik sinar biru.

   Dan angin pukulan Wiro Sableng terbendung laksana membentur dinding baja! Terkejutlah pendekar 212.

   Pukulan yang dilancarkannya tadi disertai hampir sepertiga dari tenaga dalamnya.

   Namun manusia yang tak dikenal itu berhasil meruntuhkan pukulan tersebut! Besarlah dugaan Wiro Sableng bahwa orang yang memboyong Tapak Luwing itu adalah guru Tapak Luwing., setidak-tidaknya kakak seperguruannya.

   Atau mungkin juga seorang sakti dari golongan hitam yang berkawan dengan Tapak Luwing.

   --= 0O0 == --TUJUH HALAMAN rumah lurah bojongnipah penuh oleh penduduk.

   Suasana malam terang benderang oleh puluhan obor.

   Agaknya penduduk Bojongnipah sudah tak dapat menahan ke-Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti sabarannya lagi untuk mencincang dengan segala senjata yang mereka bawa, kedua manusia yang saat itu terikat ke tiang langkan rumah.

   Mereka tiada lain daripada anak-anak buah Tapak Luwing yang telah dirobohkan oleh Pendekar 212.

   Keduanya telah siuman.

   Di samping terikat ke tiang, keduanya juga berada dalam pengaruh totokan Wiro Sableng.

   Kratomlinggo berdiri di samping Ki Lurah Kundrawana.

   Beberapa tombak dari mereka berdiri tenang-tenang Wiro Sableng.

   Kratomlinggo barusan saja menerangkan apa yang diketahuinya tentang kedua orang itu kepada Ki Lurah dan juga apa yang telah terjadi di tepi sungai dekat jembatan.

   Bola mata Ki Lurah Kundrawaana pulang balik memandangi Wiro Sableng dan kedua anak buah Tapak Luwing.

   Saat itu Lurah Bojongnipah ini tak dapat lagi menahan hati dan mengendalikan amarahnya.

   Untuk sesaat lupa dia bahwa anaknya masih berada di dalam tawanan Tapak Luwing dan Tapak Luwing sendiri saat itu tidak berhasil ditangkap! "Saudara-saudaraku se-Bojongnipah...,"

   Kata Kundrawana seraya maju beberapa langkah ke hadapan penduduk yang berdesak-desakan.

   "Sekarang kurasa sudah waktunya untuk menerangkan kepada kalian apa sesungguhnya latar belakang timbulnya pajak gila itu! Aku dengan hati hancur dan seribu satu kepahitan telah terpaksa menerima segala kata-kata dan cap yang kalian lemparkan padaku! Kalian mencap aku sebagai tukang peras, aku telah terima. Kalian cap aku sebagai lintah darat, sebagai tukang tindas... sebagai ini, sebagai itu, semuanya aku terima! Namun hari ini, malam ini kalian terimalah juga satu penuturan dariku, satu kenyataan yang menyebabkan terjadinya pemungutan pajak berat itu. Dulu aku pernah berkata bahwa pajak itu dipungut atas perintah Raja! Untuk pembangunan dan pemeliharaan balatentara Kerajaan. Kini kuakui itu semua hanya alasan belaka, hanya dusta besar yang aku karang-karang demi untuk menyelamatkan keluargaku dan juga menyelamatkan kalian semua dari keganasan dan kejahatan yang kalian tidak ketahui ..."

   PendudukBojongnipah saling pandang memandang satu sama lain penuh ketidak mengertian. Ki Lurah Kundrawana menyapu wajah mereka seketika lalu meneruskan bicaranya.

   "Tadi kalian sudah dengar semua keterangan Kratomlinggo. Ini satu kenyataan bagus yang dengan sendirinya telah mencuci diriku. Tapi biar aku beri penjelasan lebih lengkap. Dua manusia yang terikat itu adalah anak buah Komplotan Tiga Hitam dari Kali Comel, komplotan rampok-rampok bejat yang dikepalai oleh Tapak Luwing yang berhasil melarikan diri ditolong oleh seorang tak dikenal. Jadi ketiganya sama sekali bukanlah prajurit-prajurit Kadipaten seperti yang mereka sengaja menyamar pagi tadi! Tiga minggu yang lewat, di satu malam mereka telah datang ke rumahku dan memaksaku untuk menarik pajak sepuluh kali lebih besar dari yang sudah-sudah. Jadi berarti aku harus menarik pajak sebanyak sebelas kali terhadap kalian. Yang sepuluh bagian harus kuserahkan pada Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti mereka sedang yang satu bagian sebagaimana biasa diserahkan ke Linggajati di mana Adipati Linggajati kemudian meneruskan ke Kotaraja... Aku coba untuk melawan. Tapi di samping mereka bertiga berilrnu tinggi aku tak bisa berbuat apa-apa karena anakku satu-satunya mereka bawa! Anakku akan mereka bunuh kalau pajak itu tidak aku pungut dari penduduk di sini! Kalian bisa merasakan dan mengetahui sendiri kini. Tak ada jalan lain bagiku untuk membantah, kecuali kalau ingin putera tunggalku rnenemui kematiannya...!". Suasana malam sesepi dipekuburan kini! Penduduk sama menganga dan terlongong-longong. Tentu saja hal ini tiada diduga sama sekali oleh mereka. Dan serentak pula dengan itu maka menggelegaklah kemarahan penduduk. Ketika seseorang di antara mereka berseru.

   "Cincang dua bangsat ini!,"

   Maka menyerbulah penduduk Bojongnipah dengan senjata masing-masing. Namun disaat itu pendekar 212 maju ke muka dan berseru nyaring. Sengaja seruannya itu disertai tenaga dalam untuk mempengaruhi. penduduk yang tengah marah itu.

   "Saudara-saudara, jangan ceroboh! Kunyuk-kunyuk ini akan dapat bagiannya juga! Tapi kalian harus ingat pada nasib anak Lurah kalian! Karena itu biarkan aku bicara sebentar dengan salah satu dari mereka... !"

   Kalau saja penduduk tidak mendapat keterangan dari Kratomlinggo siapa adanya pemuda berambut gondrong itu, pastilah penduduk tak akan mau ambil perduli akan ucapan Wiro Sableng, lagi pula tenaga dalam si pemuda diam-diam sudah meresap mempengaruhi mereka! Wiro mendekati anak buah Tapak Luwing yang terikat di tiang langkan sebelah kanan.

   "Namamu siapa, sobat?,"

   Tanyanya. Laki-laki itu diam saja. Hanya kedua bola matanya berputar menyorot melontarkan pandangan sangat membenci dan mendendarn.

   "Eeeh rupanya bekas tanganku membuat kau jadi tuli, huh!".

   "Keparat! Tak usah banyak bicara... Kelak hari pembalasan dari pemimpinku Tapak Luwing akan tiba! Kalian semua di sini akan dikirim ke neraka!". Wiro Sableng menyeringai.

   "Mungkin kau dan kawanmu yang akan lebih dahulu dkincang penduduk sampai lumat!"

   Kata Wiro Sableng pula.

   "Tak usah banggakan pemimpinmu! Dia sudah kabur bersama seorang kawannya!". Keterangan ini mengejutkan kedua anak buah Tapak Luwing. Memang sejak mereka siuman tadi mereka tidak melihat pemimpin mereka dan tak tahu berada di mana. Dan Wiro berkata lagi.

   "Aku mempunyai dugaan bahwa kau ada sangkut pautnya dengan Adipati di Linggajati. Katakan saja terus terang .... Anak buah Tapak Luwing diam. Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti "Katakan!,"

   Bentak Wiro. Sebaliknya laki-laki itu meludah ke lantai.

   "Beset saja mulutnya!,"

   Teriak Kratomlinggo yang sudah tak sabaran.

   "Kau tak mau kasih keterangan?"

   Tanya pendekar 212. Anak buah Tapak Luwing itu meludah sekali lagi ke lantai langkan! Wiro tertawa. Dijangkaunya sebuah obor yang dipegang oleh seorang penduduk.

   "Pernah rasa panasnya api?,"

   Tanya pendekar ini dengan tertawa-tawa.

   "Tampang-tampang macammu ini akan lebih keren bila disundut begini rupa!". Wiro Sableng lantas menyorongkan api obor ke muka laki-laki itu. Anak buah Tapak Luwing tak sanggup gerakkan kepalanya karena tertotok. Keluhan kesakitan terdengar tiada henti. Udara malam kini berbau hangusnya bulu mata, alis dan sebagian rambut laki-laki itu. Kulit mukanya kelihatan merah terbakar.

   "Mau sekali lagi?!,"

   Tanya Wiro dengan tertawa-tawa.

   "Aku bersumpah kalau lepas akan membunuhmu dan tujuh keturunanmu!,"

   Kata anak buah Tapak Luwing penuh penasaran.

   "Jangan ngaco! Kau tak akan lepas dari sini. Kalaupun lepas mungkin cuma rohmu saja! Dan aku belum punya keturunan...!". Pendekar muda itu tertawa mengekeh. Mau tak mau orang banyak yang menyaksikan itu jadi ikut-ikutan geli.

   "Ayo, katakan apa hubunganmu dengan Adipati Linggajatit,"

   Bentak Wiro seraya mendekatkan api obor ke muka laki-laki itu.

   "Tak ada hubungan apa-apa...!,"

   Jawab anak buah Tapak Luwing.

   "Ah... ini satu kebohongan atau kedustaan?!".

   "Aku tidak dusta. Tidak bohong!".

   "Lantas apa perlumu pagi tadi menyamar bertiga-tiga menjadi prajurit-prajurit Kadipaten...?".

   "Itu bukan urusanmu!".

   "Oh begitu? Memang bukan urusanku. Tapi urusan api obor ini!". Dan sekali lagi api obor menjilati muka laki-laki itu. Dia menjerit-jerit. Wiro rnenunggu sampai beberapa detik di muka.

   "Mau kasih keterangan apa tidak?"

   Tanyanya.

   "Aku akan terangkan... !"

   Berkata juga laki-laki itu pada akhirnya. Wiro tersenyum. Dilariknya obor kembali.

   "Nah bicaralah. Biar kerasan agar semua orang dengar!". Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti Maka anak buah Tapak Luwing itupun memberikan penuturan.

   "Adipati Seta Boga dari Linggajati mengirimkan seorang utusan pada kami. Dia telah membuat rencana untuk melakukan pemerasan di sini. Kami ditawarkannya pekerjaan untuk menarik pajak itu dengan perjanjian hasilnya dibagi dua. Pemimpin kami menerimanya dan... dan...".

   "Sudah. Itu sudah cukup terang!"

   Kata Wiro Sableng pula. Ki Lurah Kundrawana maju ke muka.

   "Jadi ini semua dibiangi oleh Adipati Seta Boga ...?".

   "Ya...".

   "Kita harus tangkap Adipati itu!"

   Teriak penduduk.

   "Gantung saja bersama kunyuk-kunyuk yang dua ini!"

   Teriak yang lain. Pendekar 212 angkat tangan kirinya.

   "Soal Adipati itu serahkan padaku,"

   Katanya.

   "Yang penting kini ialah menyelamatkan anak laki-laki Ki Lurah...". Tersiraplah darah Ki Lurah Kundrawana bila dia ingat kembali akan anaknya. Dijambaknya rambut anak buah Tapak Luwing.

   "Anakku di mana kalian sekap?!"

   Tanyanya. Laki-laki itu tertawa buruk. Sangat buruk, apalagi melihat mukanya yang hangus dan merah mengelupas.

   "Jangan harap anakmu akan selamat Kundrawana!"

   Kundrawana menyentakkan kepala laki-laki itu.

   "Dimana?!".

   "Mungkin sudah mampus di tangan pemimpinku!"

   Kundrawana mengambil obor dari tangan Wiro Sableng.

   Anak buah Tapak Luwing menjerit keras ketika obor itu disodokkan ke mata kanannya, Mata itu pecah dan darah meleleh di kulit mukanya yang mengelupas hangus! "Kedua matanya akan kubikin buta keparat! Kecuali, kalau kau segera menerangkan di mana anakku kalian sekap!".

   Laki-laki itu sebenarnya menyadari bahwa kalau sudah tertangkap demikian rupa dirinya tak akan mungkin lagi bisa selamat.

   Adalah percuma saja baginya untuk memberikan keterangan.

   Namun dalam diri manusia yang berkeadaan seperti anak buah Tapak Luwing saat itu, walau bagaimanapun senantiasa selalu terdapat sekelumit harapan untuk bisa menyelamatkan diri sehingga ancaman matanya akan dibutakan kedua-duanya itu mau tak mau mengerikannya juga! Maka diapun memberikan keterangan .

   "Anak itu disekap di satu kuil tua di Parit Kulon...". Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti Lega sedikit hati Kundrawana.

   "Tapi,"

   Katanya.

   "bila aku datang ke sana anakku tidak ada atau kutemui dia dalam keadaan sudah mati jangan harap kau bisa melihat dunia ini sampai esok lusa!". Kini pendekar 212 yang buka suara .

   "Saudara-saudara apapun yang kalian lakukan terhadap dua kunyuk ini, itu bukan urusanku lagi. Tapi sedapat-dapatnya jangan diapa-apakan dulu dia sebelum anak Ki Lurah ketemu dalam keadaan selamat. Soal Adipati Seta Boga di Linggajati, serahkan padaku. Besok kalian bisa mengambil sosok tubuhnya di Kadipaten Linggajati. Cuma aku tak dapat memastikan apakah dalam keadaan masih bernafas atau tidak. Itu tergantung pada sikapnya sendiri! Sekiranya dia masih hidup, ada baiknya kalian giring saja ke Kotaraja... Nah, selamat tinggal!".

   "Saudara tunggu dulu!"

   Seru Kratomlinggo dan Kundrawana hampir berbarengan.

   Namun Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 sudah berkelebat lewat langkan, lewat kepala-kepala penduduk Bojongnipah lalu lenyap ditelan kegelapan malam.

   * * * HANYA sebentar suasana sepi menyeling.

   Bila bayangan sosok tubuh pendekar 212 sudah lenyap ditelan kegelapan malam maka lupalah penduduk Bojongnipah akan pesan pendekar itu.

   Beramai-ramai mereka menyerbu kedua anak buah Tapak Luwing yang berada dalam keadaan tak berdaya, terikat ketiang langkan dan tertotok.

   Puluhan senjata laksana hujan bertubi-tubi mampir ke kepala dan tubuh kedua orang itu.

   Tiada terdengar suara jeritan kedua orang ini, rintihanpun tidak! Mereka telah menemui nasib pembalasan atas kejahatan mereka.

   Keduanya menghembuskan nafas dengan tubuh mandi darah dan muka hancur tak bisa dikenali lagi.

   _ Ki Lurah Kundrawana tidak menyaksikan lagi apa yang diperbuat penduduk Bojongnipah itu.

   Bersama Kratomlinggo dan tiga orang lainnya, dengan menunggangi kuda, dia meninggalkan Bojongnipah menuju Parit Kulon, sebuah pesawangan yang jarang didatangi manusia, terletak kira-kira ernpat kilometer dari desa.

   Satu-satunya bangunan di Parit Kulon adalah kuil tua yang diterangkan anak buah Tapak Luwing.

   Karenanya meskipun malam tak sukar untuk mencarinya.

   Ki Lurah Kundrawana menyalakan obor yang dibawa.

   Diiringi oleh keempat orang lainnya dia masuk ke dalam kuil tua itu.

   Meski dia menemui anaknya dalam keadaan menyedihkan namun Kundrawana merasa.

   lega dan gembira karena anak satu-satunya itu ternyata masih bernafas.

   Anaknva Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti tidur di ubin kotor dengan pakaian yang juga kotor.

   Tubuhnya kurus dari parasnya pucat karena tak terurus.

   Tangan dan kakinya diikat.

   Kundrawana bertutut lalu memeluk anaknya itu.

   Kratomlinggo membuka tali yang mengikat tangan serta kaki si anak yang saat itu sudah bangun.

   Tetesan air mata mengalir di pipi Ki Lurah Kundrawana.

   Tapi air mata kali ini adalah air mata gembira.

   Sementara itu di tempat lain ....

   Tapak Luwing merasa tubuhnya yang kaku karena ditotok itu dibawa lari dalam kegelapan malam oleh seseorang.

   Bila sinar bulan yang tidak begitu terang menyeruaki pohon-pohon sepanjang jalan yang mereka lalui dan menyinari paras laki-laki itu samar-samar.

   Tapak Luwing terheran dan berpikir-pikir.

   Laki-laki yang membawanya berlari itu tidak dikenalnya sama sekali.

   Siapa dia dan ke mana manusia ini mau membawanya! Kemudian apakah dia seorang yang akan menolongnya atau bukan? Tapi melihat gelagat dan ucapannya terhadap pemuda berambut gondrong tadi Tapak Luwing bisa sedikit memastikan bahwa laki-laki ini tidak bermaksud jahat terhadapnya.

   Diam-diam hatinya merasa lega.

   Maka bertarryalah dia.

   "Sobat, kau siapakah?".

   "Jangan banyak tanya dulu!"

   Menjawab orang yang memanggulnya. Suaranya besar dan parau, larinya laksana angin.

   "Kita ini kemanakah?,"

   Tanya Tapak Luwing lagi.

   "Aku bilang jangan bertanya apa-apa dulu. Apa tidak mengerti?!"

   Tapak Luwing penasaran sekali.

   Namun dia menurut dan menutup mulutnya.

   Sepanjang perjalanan itu, satu hal saja yang diketahui oleh Tapak Luwing tentang orang yang memanggul dan membawa larinya yaitu laki-laki itu puntung tangan kanannya sampai sebatas bahu! Ketika sampai di sebuah telaga kecil akhirnya laki-laki bertangan buntung itu menghentikan larinya.

   Tapak Luwing diturunkan dan disandarkan ke sebatang pohon di tepi telaga.

   Kemudian dilepaskannya totokan di tubuh Tapak Luwing.

   "Atur nafas dan jalan darahmu. Kerahkan tenaga dalam!"

   Berkata si tangan buntung.

   Tapak Luwing segera melakukan hal itu.

   Tidak disuruhpun memang semustinya dia sudah bermaksud demikian, sesuai dangan setiap ajaran ilmu silat dari aliran dan golongan manapun.

   Kemudian dengan tangannya yang cuma satu laki-laki itu dangan cekatan mengobati lengan Tapak Luwing yang patah dan membalutnya dangan secarik kain.

   "Aku berhutang budi dan nyawa padamu sobat,"

   Kata Tapak Luwing. Laki-laki yang menolongnya tertawa.

   "Ada hutang ada piutang...,"

   Katanya di antara tertawanya.

   "ada budi ada balas".

   "Maksudmu sobat?"

   Tanya Tapak Luwing.

   "Di satu hari kelak pertolongan yang kuberikan padamu ini akan kutagih...". Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti Tapak Luwing kerenyitkan kening.

   "Tidak kau tagihpun, jika ada kesempatan aku pasti akan membalasnya. Bahkan jika aku sudah sembuh dan kau bersedia ikut ke Kali Comel, aku akan hadiahkan kepadamu harta benda, perhiasan dan uang seberapa saja kau suka"

   Si tangan buntung menyeringai. Gigi-giginya hitam kecoklatan.

   "Aku tidak butuh semua itu,"

   Desisnya. Dipegangnya balutan di lengan Tapak Luwing. Sesaat kemudian Tapak Luwing merasakan aliran tenaga dalam yang ampuh merembas ke dalam tubuhnya. Tubuhnya menjadi segar kini dan rasa sakit pada lengannya yang patah itu berkurang.

   "Terima kasih,"

   Kata Tapak Luwing.

   "Apa sudah boleh aku kenal padamu. Aku Tapak Luwing..."

   "Aku tahu siapa kau. Aku sudah lama dengar tentang komplotanmu yang malang melintang di sepanjang Kali Comel. Dan ketika tahu bahwa kau berada di sekitar sini, timbul satu maksud untuk menemuimu".

   "Apakah maksud itu?"

   Bertanya Tapak Luwing.

   "Tadi aku sudah bilang, ada hutang ada piutang, ada budi ada balas. Satu hari kelak aku membutuhkan tenagamu...!".

   "Jangan kawatir, aku pasti bersedia. Tapi untuk keperluan apakah?".

   "Kau tak usah tahu untuk keperluan apa. Kau nanti akan tahu juga. Dengar, nanti pada hari tigabelas bulan dua belas kau harus dating ke Gunung Tangkuban Perahu..."

   "Gunung Tangkuban Perahu...?".

   "Ya. Masih kira-kira delapan bulan dari sekarang. Dan satu hal harus kau ingat. Jangan sekali-kali coba kembali ke desa Bojongnipah untuk buat perhitungan dengan Ki Lurah Kundrawana, salah-salah kau bisa ketemu dangan bangsat yang telah mencelakaimu tadi! Walau bagaimanapun untuk saat ini kau tak akan mampu menghadapinya! Ada saat untuk menyelesaikan urusan dangan dia. Karena itu kau musti datang ke Tangkuban Perahu pada hari tiga belas bulan dua belas nanti. Dengar?"

   Tapak Luwing mengangguk.

   "Kau tahu siapa bangsat itu agaknya?,"

   Dia bertanya.

   "Angka pengenalnya telah dituliskannya dikeningmu". Terkejutlah Tapak Luwing. Dirabanya keningnya. Tak ada rasa sakit tapi memang kulit kening itu agak kesat dari sebelumnya.

   "Berkacalah ke telaga itu". Tapak Luwing merangkak ke tepi telaga. Dia membungkuk dekat-dekat ke air telaga yang jernih itu dan di bawah penerangan sinar bintang-bintang serta bulan sabit samar-samar dilihatnya tertera tiga buah angka. Angka 2 1 2 ! Tapak Luwing memandang keheran-heranan pada s i tangan buntung lalu memperhatikan lagi mukanya di air telaga. Diusapnya keningnya. Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti Diusapnya lagi sampai beberapa kali tapi angka 212 itu tidak mau hilang. Dibasahinya keningnya dangan air telaga lalu diusapnya lagi berulang kali. Tetap saja angka 212 itu tidak mau hilang! "Dengan. apapun dan cara bagaimanapun angka itu tak akan bisa pupus dari keningmu Tapak Luwing! Angka itu ditera dengan telapak tangan yang mengandung tenaga dalam dan kesaktian yang luar biasa. Sekalipun kulit keningmu dikelupas sampai ke batok kepalamu maka pada tulang batok kepalamupun angka itu sudah meresap!"

   "Siapa sesungguhnya manusia muda berambut gondrong dengan angka pengenal 212 itu..."

   Tanya Tapak Luwing pula.

   "Namanya Wiro Sableng. Dia sakti sekali..."

   Jawab si tangan buntung.

   "Tapi,"

   Katanya kemudian menambahkan.

   "dihari tiga belas bulan dua belas nanti, kelak ajalnya akan sampai!". Diam-diam, meskipun si tangan buntung tidak menerangkan tapi Tapak Luwing tahu, kini bahwa antara si tangan buntung dan pemuda rambut gondrong yang telah mencelakainya itu terdapat sangkut paut dendam kesumat.

   "Selama waktu delapan bulan mendatang,"

   Berkata lagi si tangan buntung.

   "kuanjurkan kepadamu untuk berlatih ilmu silat yang telah kau miliki agar lebih hebat."

   Tapak Luwing mengangguk. Si tangan buntung berkata.

   "Sekarang kita berpisah. Jangan lupa hari tiga belas bulan dua belas itu. Dan jangan coba-coba untuk tidak memenuhi perintahku ini..."

   "Kau mau kemana sobat?"

   "Urusanku masih banyak..."

   "Tapi kau masih belum menerangkan namamu".

   "Namaku Kalingundil!" --== 0O0 == --DELAPAN LINGGARJATI sudah agak sepi ketika dia sampai ke sana karena hari sudah menje-lang larut malam dan udara dingin mencucuki kulit tubuh sampai ke tulang-tulang. Di sebuah kedai dia berhenti untuk membasahi tenggorokan dan menghangatkan tubuhnya Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti dengan segelas bandrek. Di kedai ini juga dia telah menanyakan di mana letak tempat kediaman Adipati Seta Boga. Tak sukar mencari tempat kediaman Adipati Seta Boga. Rumahnya adalah sebuah gedung yang paling bagus dan paling besar di Linggarjati. Saat itu gedung tersebut berada dalam suasana tenang tenteram. Dua orang pengawal berdiri di pintu masuk dan di ruang tamu kelihatan beberapa orang laki-laki. Rupanya Adipati Seta Boga tengah menerima beberapa orang tamu. Laki-laki itu melangkah seenaknya di depan kedua pengawal Kadipaten.

   "Di sini rumahnya Adipati Seta Boga ?"

   Tanyanya pada salah seorang pengawal.

   "Betul. Ada apa...?"

   Balik menanya si pengawal.

   "Ah tidak apa-apa. Aku cuma tanya...,"

   Jawab si pemuda. Digaruknya rambutnya yang gondrong.

   "Adipatinya ada .... ?"

   "Ada sedang merierima tamu. Kau siapa? Perlu apa tanya-tanya...?"

   "Cuma tanya,"

   Jawab si pemuda. Digaruknya lagi rambutnya lalu tanpa bilang apa-apa dia melanjutkan langkahnya.

   "Sialan ... ,"

   Maki pengawal itu. Yang dimaki jalan terus. Pengawal yang satu berkata "orang gendeng..."

   Keduanya memandang sampai pemuda tadi lenyap di tikungan jalan yang gelap.

   Setengah jam kemudian, ketika pemuda itu kembali maka tamu-tamu di Kadipaten sudah tak kelihatan lagi.

   Lampu besar di ruang depan sudah diganti dengan lampu kecil.

   Melihat kedatangan si pemuda dan yang seperti tadi berhenti di depan mereka maka membentaklah salah seorang dari pengawal.

   "Orang sinting! Ada apa kau datang lagi ke sini?!"

   "Pergi sebelum kepalamu kupentung dengan gagang tombak ini!,"

   Menghardik yang seorang lagi. Si pemuda menyeringai.

   "Dengar sobat-sobatku,"

   Katanya. Kedua tangannya diacungkan ke muka. Jari-jari telunjuk dan jari jari tengah diluruskan.

   "Kalian lihat jari-jari tanganku ini .... ?,"

   Tanyanya.

   "Kunyuk gendeng! Berlalulah atau kuremukkan kepalamu!"

   Bentak pengawal sambil acungkan tombaknya. Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti "Ah... jangan buru-buru marah tak karuan. Bicaraku masih belum habis!,"

   Menyahuti si pemuda tanpa acuhkan ancaman pengawal. Jari jari tangannya masih diluruskan.

   "Coba kalian hitung jari-jari tangan yang kuacungkan ini,"

   Katanya.

   Tentu saja kedua pengawal jadi tambah mengkal melihat tingkah dan mendengar ucapan si pemuda.

   Maka dua gagang tombakpun meluncur deras ke kepala pemuda itu.

   Namun lebih cepat lagi dari luncuran kedua tombak itu, maka kedua tangan si pemuda tahu-tahu sudah menotok urat di pangkal leher pengawal-pengawal.

   Kontan keduanya menjadi gagu dan kaku menegang.

   Si pemuda tertawa.

   Kedua pengawal itu sekaligus dipanggulnya di bahu kiri kanan kemudian dimasukinya halaman Kadipaten.

   Pengawal-pengawal yang dipanggul kemudian dilemparkannya ke kandang kuda di belakang rumah.

   Lewat pintu belakang dia masuk ke dalam gedung Kadipaten yang saat itu belum dikunci.

   Seorang perempuan separuh umur, yang bekerja sebagat pembantu rumah tangga dan yang saat itu tengah mencuci piring terkejut melihat munculnya seorang pemuda berambut gondrong yang tak dikenalnya.

   Dan pemuda itu tersenyum kepadanya.

   "Kau... kau siapa...?"

   Tanyanya.

   Si pemuda masih senyum.

   Tangan kirinya dilambaikan.

   Selarik angin tajam menyambar ke leher si perempuan.

   Perempuan ini hendak berteriak.

   Namun saat itu mulutnya sudah gagu, lidahnya sudah kelu sedang tubuhnya tak bisa lagi digerakkan akibat totokan jarak jauh yang lihay sekali.

   Si pemuda kemudian memasukkan perempuan itu ke dalam sebuah bilik kosong di bagian belakang gedung.

   Saat itu Adipatit Seta Boga tengah membuang hajat kecil di kamar mandi.

   Ketika dia masuk kembali ke dalam gedung maka terkejutlah Adipati Linggarjati ini.

   Betapa tidak! Di atas kursi goyang, di mana dia sering dudak bila melepaskan lelah, kini dilihatnya duduk enak-enakan sambil memejam-mejamkan mata seorang pemuda berbadan kekar dan berambut gondrong yang sama sekali tidak dikenalnya! "Setan atau manusia dari mana yang kesasar ke gedungku ini...?"

   Ujar Adipati Seta Boga di dalam hati. Dan pemuda di atas kursi terus juga menggoyang-goyangkan badannya dan kedua matanya masih dipejamkan.

   "Siapa kau?!"

   Bentak Adipati itu dengan suara menggeledek dan menggema di empat dinding ruangan.

   Kursi goyang itu bergoyang-goyang juga.

   Pemuda yang duduk di atasnya masih terus duduk enak-enakan dan memejamkan mata.

   Geram sekali Adipati Seta Boga jadinya.

   Dengan langkah besar-Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti besar dia maju mendekat kursi goyang dan orang yang mendudukinya.

   Telapak tangan kanan terkembang dan detik itu juga maka melayanglah tamparannya! Beberapa saat lagi tangan kanan itu akan mendarat di pipi si pemuda tiba-tiba si pemuda bukakan kedua matanya.

   Dan seperti alas kursi itu mempunyai per yang melesatkan si pemuda ke atas demikianlah tubuh pemuda itu melayang enteng sampai dua tombak dari kursi yang didudukinya! Dan sebagai akibatnya maka tangan kanan Adipati Seta Boga kini menghantam sandaran kursi goyang.

   Sandaran kursi itu pecah.

   Kayunya berkeping-keping berantakan.

   Dapat dibayangkan bagaimana jika seandainya tamparan itu mendarat di pipi si pemuda karena tamparan itu tidak boleh tidak tentu mengandung tenaga dalam yang luar biasa! "Ah....

   kau rupanya Seta Boga...,"

   Kata si pemuda sambil mengusap matanya.

   "Aku sedang enak-enakan tidur, kau mengganggu saja...!"

   "Anjing kurap kenapa kau bisa kesasar ke mari? Apa minta ditebas batang lehermu?!,"

   Radang Adipati Seta Boga. Geram sekali dia. Selama menjadi Adipati baru hari ini ada seseorang yang memanggilnya dengan "Seta Boga,"

   Saja ! Sipemuda tertawa dan seperti tak ada hal apa-apa dia duduk kembali seenaknya di atas kursi goyang, kembali bergoyang-goyang dan memejamkan matanya.

   "Setan alas betul!,"

   Damprat Seta Boga. Sekali kaki kanannya bergerak maka mental dan hancurlah kursi goyang itu. Tapi si pemuda sekejapan sebelum itu sudah melompat dan berdiri di sudut ruangan dekat sebuah meja kecil.

   "Kursi bagus ditendang sampai hancur. Kau sudah sinting rupanya Seta Boga?,"

   Tanya si pemuda sambil menyengir. Sementara itu karena suara ribut-ribut di ruang tengah maka istri Seta Boga ke luar dan disamping heran dia juga terkejut melihat apa yang terjadi.

   "Kakang ada apakah? Siapa manusia ini?!"

   Tanya perempuan itu.

   "Pergi, panggil pengswal!,"

   Teriak Seta Boga pada istrinya. Perempuan itu berteriak memanggil pengawal. Namun tiada pengawal yang datang. Dua pengawal Kadipaten sebelumnya sudah dibikin "mendengkur"

   Oleh si pemuda di kandang kuda! Kegeraman Seta Boga tak terkirakan lagi ketika dilihatnya pemuda berambut gondrong itu mengambil sebatang serutu miliknya dan dalam kotak serutu yang terletak di atas meja kecil di sudut ruangan lalu menyalakannya sekaligus! Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti Rahang-rahang Seta Boga bertonjolan.

   Jari-jari tangan kanannya diremas-remaskannya satu sama lain.

   Sesaat kemudian kelihatanlah jari-jari tangan itu menjadi merah.

   Warna merah terus menjalar sampai sebatas siku.

   "Anjing kurap yang kesasar, hari ini terima nasibmu harus mampus oleh pukulan wesi geniku!"

   Tangan kanan yang merah itu dipukulkan ke muka. Selarik angin yang tidak terkirakan panasnya menggebubu ke arah si pemuda. Tubuh si pemuda berkelebat.

   "Wuss!"

   "Brak!"

   Istri Seta Boga menjerit.

   Dinding di muka mana pemuda itu tadi berdiri hancur berlubang dan menjadi hitam hangus! Orang yang diserang kelihatan disudut ruangan sebelah kanan, asyik-asyikan menyedot serutu! Dada Seta Boga menjadi sesak oleh amarah yang meluap.

   "Siapa kau sebenarnya ?!"

   Bentak Adipati Linggarjati ini, Si pemuda batuk-batuk lalu cabut serutunya dari sela bibir.

   "Namaku ... ?,"

   Ujarnya.

   "Masakan kau tidak tahu ?!"

   "Setan alas .... !"

   Si pemuda tertawa menanggapi makian itu.

   "Namaku Tapak Luwing,"

   Katanya.

   "Aku datang untuk menyerahkan sebagian dari uang pungutan pajak di desa Bojongnipah. Ini terimalah...!"

   Si pemuda mengeruk saku bajunya.

   Sesuatu dalam genggamannya kemudian dilemparkannya ke arah Adipati Seta Boga.

   Laki-laki ini cepat menghindar dan lambaikan tangan kanannya.

   Benda yang dilemparkan ternyata adalah kira-kira selusin kalajengking yang saat itu sudah mati dan bertebaran di lantai.

   Istri Seta Boga memekik lalu lari ke dalam kamar.

   Si pemuda tertawa bekakakan! Adipati Seta Boga tak menunggu lebih lama menyambar sebuah tombak yang dipanjang di dinding.

   Dengan senjata ini dia kemudian menyerang si pemuda! Si pemuda tenang-tenang selipkan serutunya ke bibir, menghisapnya dengan cepat lalu menghembuskan asapnya ke arah Seta Boga.

   Adipati ini terpaksa melompat ke samping sekali lagi karena asap serutu itu mengandung tenaga dalam dan menyambar ke arah kedua matanya! Dari samping kini Seta Boga melancarkan serangan.

   Tombak di tangannya membabat kian kemari.

   Tangan kiri melakukan pukulan-pukulan tangan kosong jarak jauh beberapa kali berturut-turut! Inilah jurus "kitiran dan alu sabung menyabung"

   Jurus ini biasanya dilaksanakan dengan memakai pedang.

   Tapi dengan tombakpun kehebatannya tidak olah-olah.

   Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti Tapi betapa terkejutnya Seta Boga ketika si pemuda dengan tertawa-tawa berkata .

   "Ah, cuma jurus kitiran dan alu sabung menyabung, siapa takut? Sambuti serangan balasan ini, Seta Boga!"

   Demikianlah, meskipun diserang tapi si pemuda bukannya mengelak malahan menyambut dengan serangan pula! "Ini jurus membuka jendela memanah rembulan Seta Boga!,"

   Kata si pemuda. Lengan kirinya dipukulkari melintang dari atas ke bawah sedang tangan kanan meluncur ke atas dalam gerakan yang cepat sekali dan sukar dilihat oleh mata ! "Ngek"

   "Buk !"

   Tombak di tangan Seta Boga terlepas mental karena lengannya kena dibabat oleh lengan lawan.

   Suara ngek yang ke luar dari tenggorokannya adalah akibat urat besar di bawah dagunya telah kena ditotok oleh sipemuda.

   Di saat itu pula tubuhnya tak bergerak lagi alias kaku tegang! Karena sebelum ditotok Seta Boga telah menyeringai kesakitan akibat benturan lengan lawan maka di saat tubuhnya menjadi kaku itu, mimik parasnya sungguh tak sedap untuk dipandang! Si pemuda cabut serutu dari sela bibirnya don meniupkan asap serutu itu ke muka Seta Boga.

   "Sayang sekali,"

   Katanya.

   "Jurus kitiran dan alu sabung menyabungmu terpaksa bertekuk lutut di bawah jurus membuka jendela memanah rembulan-ku...". Ditiupkannya lagi asap serutu ke muka Seta Boga. Totokan pada urat besar di bawah dagu Seta Boga tetah melumpuhkan tubuhnya, membuat mulutnya menjadi gagu dan, perasaannya menjadi tumpul. Cuma telinganya saja saat itu yang masih sanggup mendengar. Maka berkatalah si pemuda.

   "Dengar Seta Boga... besok Ki Lurah Kundrawana dan penduduk Bojongnipah akan datang ke sini. Kalau nasibmu baik kau akan mereka seret ke hadapan Raja di Kotaraja. Tapi kalau nasibmu buruk, mereka akan mengeremusmu beramai-ramai! Dan sebelum aku pergi, terima hadiah kenang-kenangan ini dariku....". Si pemuda acungkan jari telunjuk tangan kanannya. Dengan mempergunakan ujung jari itu diguratnya tiga buah angka di kening Seta Boga, 212 ...! Ketika pada keesokan harinya Ki Lurah Kundrawana dan dua lusin penduduk Bojongnipah bersenjata lengkap datang ke gedung Kadipaten di Linggarjati, mereka heran menemui gedung itu dalam keadaan kosong. Tak satu manusiapun ada di dalamnya.

   "Pasti Adipati keparat itu sudah melarikan diri!,"

   Kata Kundrawana geram.

   Tiba-tiba terdengar seseorang berteriak dari belakang gedung.

   Ketika Kundrawana dan yang lain-lainnya pergi ke belakang gedung mereka hampir tak percaya dengan penglihatan mereka.

   Lima orang kelihatan berdiri tak bergerak-gerak di kandang kuda.

   Di Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti sebelah muka adalah Adipati Seta Boga dan istrinya.

   Di kiri kanan mereka pengawal-pengawal Kadipaten dan di sebelah belakang perempuan yang menjadi pembantu rumah tangga! Ketika diperiksa kelimanya masih dalam keadaan bernafas dan ditotok urat darah mereka.

   Ki l.urah Kundrawana memandang pada angka 212 yang tertera di kening Adipati Seta Boga.

   "Dua satu dua ....,"

   Desisnya. Dia hanya goleng-goleng kepala lalu memerintah.

   "Perempuan-perempuan dan pelayan lepaskan totokannya. SetaBoga kita seret ke Kotaraja!" * * * Pendekar kapak maut naga geni 212 Wiro Sableng melangkah pelahan menuju ke tepi sungai. Di tempat yang agak kelindungan dia membuka pakaian dan mandi membersihkan diri Sambil mandi itu kadang-kadang dia tertawa sendiri bila mengingat kejadian malam tadi di Kadipaten Linggarjati. Mungkin pagi itu Kundrawana sudah sampai di Linggajati, mungkin masih dalam perjalanan. Satu manusia jahat, satu kejahatan telah berakhir. Tapi pendekar 212 tahu bahwa selama dunia terbentang, selama itu pula kejahatan tak pernah akan berakhir ! Selesai mandi badannya terasa segar. Matahari sudah mulai tinggi. Suara siulan ke luar dari sela bibirnya sedang pikirannya mengingat-ingat pertempurannya dengan Tapak Luwing dan laki-laki yang telah melarikan Tapak Luwing serta menantangnya itu. Tantangan ini mengingatkannya pada pertempurannya di Gua Sanggreng dengan Bergola Wungu tempo hari. Kali ini untuk kedua kalinya dia ditantang. Siapa pula gerangan kali ini yang menantangnya ? "Hidup ini memang penuh tantangan? Tantangan yang timbul dari diri kita sendiri dan dari diri manusia-manusia lain... Sungguh gila kehidupan ini! Tapi kegilaan inilah yang mendatangkan kenikmatan...". Maka siulan pendekar 212 itu semakin meninggi dan melengking membawakan lagu tak menentu. Tentang diri manusia yang telah melarikan Tapak Luwing itu hanya dua hal yang diketahui oleh Wiro Sableng. Pertama, dalam kegelapan malam dia melihat bahwa manusia itu buntung tangan kanannya. Kedua, ketika dia melancarkan pukulan kunyuk melempar buah dengan mempergunakan sepertiga bagian dari tenaga dalamnya, manusia bertangan buntung itu telah menyambuti pukulan tersebut dengan selarik sinar biru! Dan pukulan Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti kunyuk melempar buah telah terbendung oleh selarik sinar biru itu! Ini membawa pertanda bahwa si tangan buntung itu siapapun adanya pastilah memiliki ilmu yang tinggi. Pendekar 212 menduga manusia ini mungkin sekali guru atau kakak seperguruan Tapak Luwing. Dikenakannya pakaiannya kembali dan diteruskannya perjalanannya. Rawasumpang satu daerah tandus penuh rawa-rawa maut yang menghisap setiap benda apa saja yang masuk ke dalamnya. Daerah ini terletak empat kilo di sebelah timur Linggajati. Kesinilah Wiro Sableng menuju. Angin dari utara bertiup kencang membuat pakaian dan rambutnya yang gondrong berkibar-kibar. Dia memandang ke bawah. Pedataran luas penuh rawa-rawa maut itu sunyi sepi. Tak satu manusiapun yang dilihatnya. Wiro memandang ke langit. Matahari tengah bergerak dalam gerakan yang tidak kelihatan menuju ke titik tertingginya. Tiba-tiba dari arah timur terdengar suara bergelak yang santar sekali! Pendekar kita berpaling ke arah itu. Sesosok tubuh laksana anak panah berlari kencang sekali di pedataran luas di sela-sela tebaran rawa-rawa. Begitu suara gelaknya hilang maka tubuhnya sudah berada di bawah bukit di mana pendekar 212 berada. Bukit itu tidak berapa tinggi dan dalam jarak sejauh itu Wiro Sableng segera dapat mengenali siapa adanya manusia yang bertangan buntung itu.

   "Kalau dia yang menjadi penantangku malam tadi, pastilah dia telah memiliki ilmu yang tinggi dan sangat diandalkan...,"

   Kata Wiro Sableng dalam hati.

   "Tapi...,"

   Ujarnya lagi.

   "bagaimana mungkin dalam tempo beberapa bulan saja kepandaiannya sudah seluar biasa ini...?".

   "Manusia yang merasa bernama Wiro Sableng, merasa bergelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212, turunlah! Atau aku yang musti naik ke atas bukit itu?!". Terdengar suara laki-laki di bawah bukit. Pendekar kita keluarkan suara bersiul.

   "Tikus buduk cacingan kalau sudah jadi kucing dapur memang berabe!,"

   Katanya.

   "Ada kabar apa kau mengundang aku ke sini kucing dapur...?". Paras Kalingundil kelam membesi. Dengan suara keras dia menyahuti.

   "Tadinya aku kira kau tak punya nyali untuk datang ke sini pendekar edan! Hitungan kita tempo hari masih belum selesai..."

   "Oho, jadi untuk maksud itukah kau kehendaki pertemuan ini? Bagus sekali Kalingundil. Memang urusan yang belum selesai harus diselesaikan. Benang kusut harus diurai baik-baik kembali!". Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti "Tepat sekali,"

   Jawab Kalingundil.

   "Cuma satu hal pendekar gila. Kalingundil yang dulu tidak sama dengan yang kau lihat hari ini!". Wiro Sableng tertawa bergelak.

   "Tentu saja. Tadipun aku sudah bilang bahwa dari tikus buduk cacingan kau sudah berubah menjadi kucing dapur. Tapi kau tak banyak berbeda Kalingundil! Tanganmu yang dulu buntung sekarang masih tetap buntung! Seharusnya kau cari tukang kayu yang pandai untuk membuat tangan palsu...!". Mendidih darah di kepala Kalingundil. Tangan kirinya bergerak, memukul ke atas. Setiup angin biru deras menyambar ke arah Wiro Sableng. Pendekar itu lompat ke samping dengan sebat dan menyaksikan bagaimana tanah bukit tempatnya berdiri tadi terpupus berhamburan laksana longsor dihantam angin pukulan Kalingundil! Diam-diam Wiro Sableng menjadi kagum juga terhadap lawannya itu. Kepada siapakah Kalingundil telah menuntut ilmu selama beberapa bulan ini? "Pendekar gila, jangan petatang peteteng juga! Turunlah ke pedataran rawa-rawa ini!,"

   Teriak Kalingundil.

   "Turun untuk terima kematianmu!".

   "Setiap undangan baik dan buruk pantang kuelakkan, Kalingundil,"

   Sahut Wiro Sableng.

   Laksana seekor burung garuda dia melompat ke bawah.

   Dalam keadaan tubuh melayang di udara itu, Kalingundil kirimkan tiga pukulan tangan kosong sekaligus, beruntun hebat sekali.

   Pendekar 212 sambut pukulan ini dengan pukulan "benteng topan melanda samudera"! Maka beradulah pukulan-pukulan dahsyat yang mengandung tenaga dalam yang tinggi itu sehingga menimbulkan suara meletus hebat.

   Untuk sesaat pendekar 212 merasakan tubuhnya yang melayang di udara laksana tertahan oleh sebuah dinding yang tak kelihatan sedang di bawah sana Kalingundil melesak kedua kakinya sampai dua dim ke dalam tanah! Sungguh pendekar 212 tidak menyangka kehebatan tenaga dalam Kalingundil berlipat ganda banyak sekali dari beberapa bulan yang lalu! Di lain pihak Kalingundil sendiri mengeluh dalam hati.

   Waktu melancarkan tiga pukulan beruntun tadi dia telah mengerahkan tiga perempat bagian tenaga dalamnya.

   Meski dia telah memiliki ilmu silat, yang aneh dan tinggi mutunya namun nyatanya lawan itu masih lebih tangguh! Kalingundil kertakkan geraham.

   "Pemuda gila, terima pukulan jotos siluman biru ini!,"

   Bentak Kalingundil.

   Tangan kanannya dipukulkan ke muka.

   Sinar biru berkiblat menyambar ke arah pendekar 212 yang saat itu baru saja injakkan kaki kanannya di tanah dekat tepian rawa! Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti Pendekar kita lompat setinggi empat tombak dan dari atas ganti mengirimkan pukulan balasan yang tak kalah hebatnya.

   Pukulan angin menimbulkan suara seperti ratusan seruling yang ditiup secara bersamaan.

   Debu berputar-putar ke udara, lumpur rawa-rawa seperti mendidih.

   Kalingundil kerahkan tenaga dalamnya ke kaki untuk mempertahankan diri.

   Tubuhnya bergetar dilanda angin pukulan lawan namun sepasang kakinya laksana baja tetap bertahan ditempatnya.

   Penasaran sekali, dengan membentak.

   Pendekar 212 lipat gandakan tenaga dalamnya dalam pukulan itu! Kini Kalingundil tak dapat lagi bertahan dengan segala kehebatan yang dimilikinya itu.

   Kedua kakinya laksana akar pohon berserabutan dari dalam tanah, terlepas dari pertahanannya.

   Tubuhnya terhuyung keras ke belakang ke arah rawa-rawa maut.

   Dihantamkannya tangannya ke muka untuk membendung angjn pukulan lawan dan serentak dengan itu dia jungkir balik di udara melompati sebuah rawa kecil dan berdiri di bagian lain dari pedataran! Dengan demikian kedua manusia itu berhadapan satu sama lain.

   terpisah oleh sebuah rawa-rawa! Laki-laki bertangan buntung itu tertawa dingin.

   Tangan kirinya bergerak ke balik pakaian..

   Sesaat kemudian di tangan kiri itu tergenggam sebuah pedang buntung yang berwarna biru.

   Meskipun buntung, melihat kepada kilauan sinar biru dari senjata itu Wiro Sableng maklum bahwa pedang di tangan lawannya adalah sebuah pedang mustika.

   "Kau lihat pedang ini, pemuda edan?!"

   Bentak Kalingundil.

   "Nyawamu ada diujung senjata ini!". Pendekar 212 tertawa mengekeh.

   "Orang dan. senjatanya sama saja! Sama-saama buntung!"

   Mengejek murid Eyang Sinto Gendang itu, Merah padam muka Kalingundil.

   "Mengejek memang mudah. Tapi ketahuilah, membunuhmu dengan senjata ini jauh lebih mudah lagi!,"

   Kata Kalingundil pula.

   "Buka matamu lebar-lebar orang gila dan lihat ini!". Kalingundil menyapukan pedang buntungnya ke arah rawa-rawa di hadapannya. Lumpur rawa itu muncrat ke atas sampai tujuh tombak. Sebagian besar menyibak laksana terbelah sehingga dasar rawa yang hitam legam terlihat jelas beberapa detik lamanya ! "Senjata hebat,"

   Ujar Wiro Sableng dalam hati.

   "Dalam keadaan buntung demikian luar biasanya. Apalagi kalau dalarn keadaan. Sempurna. Bagaimana ini kucing dapur dapatkan senjata itu...?"

   "Kau sudah lihat pendekar gila?!,"

   Terdengar bentakan Kalingundil.

   "Senjatamu boleh juga, Kalingundil. Tapi dari pada dipakai buat kejahatan lebih baik ditempa untuk membikin sambungan tangan palsumu!". Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti Marahlah Kalingundil. Disapukannya senjata itu ke arah pendekar 212. Maka berkiblatlah sinar biru yang menyilaukan! Pendekar 212 tidak bodoh. Dengan cepat dialirkannya tenaga dalamnya ke kedua telapak tangan. Dia melompat ke udara.

   "Ciat!"

   Didahului oleh bentakan yang menggeledek itu maka Wiro Sableng lepaskan pukulan dinding angin berhembus tindih menindih.

   Begitu pukulan ini melesat memapasi serangan lawan maka Wiro susul dengan pukulan kunyuk melempar buah yang perbawanya disertai aliran tenaga dalam sampai setengah bagian dari yang dimilikinya! Pukukan yang pertama membuat serangan Kalingundil tertahan laksana menumbuk dinding karang yang atos.

   Pukulan yang kedua bukan saja membuat buyar sinar biru dari pukulan Kalingundil, tapi sekaligus melabrak pukulan tersebut sehingga kini Kalingundil yang berada dalam keadaan diserang! Ini memaksa Kalingundil menyingkir dua tombak ke samping.

   Kemudian tanpa membuang waktu lebih lama laki-laki ini menerjang ke muka.

   Pedangnya membabat deras, sinar biru yang menghamburkan hawa dingin serta tajam menyambar ke arah pendekar 212! Wiro Sableng membentak nyaring! Suara bentakannya ini membuat gendang-gendang telinga Kalingundil tergetar.

   Pedangnya melabrak ke arah perut lawan tapi dalam kejapan itu pula lawannya berkelabat dan lenyap dari pemandangan! Penasaran sekali Kalingundil putar pedang buntungnya demikian rupa.

   Maka sinar birupun bergulung-gulung mengurung Wiro Sableng!.

   Sebagaimana kebiasaan pendekar 212, dalam setiap pertempuran yang mulai menghebat maka disaat itu pula mulai terdengar suara siulannya melengking-lengking membawakan lagu tak menentu! Tubuhnya hanya merupakan bayang-bayang kini.

   Karena sukar untuk menentukan mana tubuh yang sebenarnya dan mana yang hanya baying-bayang, maka hampir keseluruhan serangan-serangan Kalingundil menghantam tempat kosong.

   Namun demikian memang permainan silat siluman yang didapat Kalingundil di Gua Siluman tempo hari meskipun cuma sepertiganya saja yang dikuasainya, benar-benar patut dikagumi.

   Pendekar 212 tahu bahwa lawannya sampai dua puluh jurus dimukapun tak akan dapat mendesaknya, apalagi melukainya.

   Tapi di samping itu, pihaknya sendiri sukar pula melakukan serangan balasan karena setiap serangan yang dilancarkan Kalingundil merupakan jurus pertahanan! Demikianlah kehebatan ilmu silat siluman yang dimiliki oleh manusia bertangan buntung itu! Tapi adalah percuma saja Wiro Sableng menjadi murid dan digembleng selama tujuh belas tahun oleh nenek-nenek sakti Eyang Sinto Gendeng kalau dia tak bisa menghadapi lawan begitu rupa satu lawan satu! Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti Maka Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 segera robah permainan silatnya.

   Jurus-jurus yang tak terduga dari Kalingundil dihadapinya dengan jurus-jurus tak teratur yang gerabak gerubuk kian kemari.

   Kedua tangannya terkembang di kedua sisi laksana sayap burung garuda sedang dari mulutnya senantiasa terdengar suara siulan melengking yang menyamaki liang telinga Kalingundil! Saat itu kedua orang ini sudah bertempur sampai tiga puluh jurus! Sungguh hebat! Tiga puluh jurus seperti tidak terasa! Dan kini kentara sekali bagaimana Kalingundil terdesak hebat.

   Bagaimanapun Kalingundil mempercepat jurus-jurus permainan silatnya, bagaimanapun dia merobah gerakan-gerakannya dan mengamuk laksana banteng terluka, namun tetap saja dia berada dibawah angin, malahan kini terdesak ke arah rawa-rawa maut! "Ha...

   ha....

   rupanya jalan ke nerakamu harus melalui rawa-rawa maut ini, Kalingundil!".

   "Budak hina dina jangan ngaco! Sambut bintang silumanku ini!". Sambil melompat jauh, dengan masih memegang pedang buntung, Kalingundil gunakan tangan kirinya untuk mengirimkan selusin benda berbentuk bintang yang berwarna biru ke arah lawannya.

   "Akh... mainan anak-anak ini kenapa musti dipertontonkan?!"

   Ejek pendekar 212.

   Tangan kanannya diputar ke udara.

   Serangkum angin puyuh menggebubu dan bintang-bintang siluman itupun berhamburanlah kian ke mari tiada mengenai sasarannya.

   Pada detik Wiro Sableng gunakan tangannya untuk menyambuti senjata rahasia lawan maka kesempatan ini dipergunakan oleh Kalingundil untuk melompat ke seberang rawa-rawa kecil.

   "Kucing dapur! Kau mau lari ke mana....?!"

   Teriak Wiro Sableng.

   Sebagai jawaban Kalingundil lemparkan segulung benda putih ke arah pendekar 212.

   Mulanya Wiro menyangka benda itu sebuah senjata rahasia, tapi ketika diketahuinya hanya secarik kertas putih yang digulung maka segera ditangkapnya dan di saat itu pula Kalingundil pergunakan kesempatan sekali lagi untuk melompat jauh lalu dengan ilmu larinya yang lihay ditinggalkannya tempat itu.

   Wiro tidak punya maksud untuk mengejar laki-laki bertangan buntung itu.

   Dengan penuh tanda tanya dibukanya gulungan kertas di tangannya.

   Ternyata selembar surat yang ditujukan oleh Kalingundil kepadanya.

   Cacat di tubuhku tak akan terlupa seumur hidup.

   Kematian kawan-kawanku dan kematian Mahesa Birawa tak akan terlupa selama hayat.

   Semua itu kau yang menjadi biang sebab.

   Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti Hari pembalasan akan tiba! Berani berbuat berani tanggung jawab! Hari tiga belas bulan dua belas kutunggu kau di puncak Gunung Tangkuban Perahu.

   Kalau kau tak punya nyali untuk datang lebih baik bunuh diri sekarang juga! Pendekar 212 penasaran sekali.

   Diremasnya surat itu.

   "Sialan betul kucing dapur itu!,"

   Gerendang Wiro Sableng.

   Dia lari ke bukit.

   Namun bayangan Kalingundil sudah tak kelihatan lagi.

   Tantangan yang dibuat Kalingundil di Rawasumpang itu hanyalah sekedar untuk menjajaki sampai di mana kehebatan ilmu silat silumannya bisa menghadapi musuh besarnya itu.

   Nyatanya Wiro Sableng masih tetap jauh lebih digjaya dari dia.

   Namun dia tidak kecewa.

   Pada hari yang telah direncanakannya itu, kelak dendam kesumatnya akan kesampaian.

   Dan sekaligus di Rawasumpang itu dia te!ah menyampaikan surat undangan kematian bagi musuh besamya itu.

   Dia yakin pendekar 212 akan datang ke puncak Gunung Tangkuban Perahu! --== 0O0 == --SEMBILAN PUNCAK Gunung Halimun....

   Puncak gunung ini kelihatan diselimuti awan putih.

   Bila angin barat bertiup maka beraraklah awan itu kejurusan timur dan Puncak Gunang Halimun kembali kelihatan dengan jelas dan megah.

   Selewatnya tengahari, sesosok tubuh berlari laksana angin, menuju ke puncak gunung.

   Semakin ke puncak udara semakin sejuk serta segar.

   Laki-laki itu mempercepat larinya seakan-akan tak sabar untuk lekas-lekas sampai ke tempat yang ditujunya.

   Maka lewat sepeminuman teh sarnpailah dia ke puncak tertinggi dari gunung itu.

   Dia memandang berkeliling.

   Kernana mata memandang hanya bebatuan saja yang kelihatan.

   Mulai dari kerikil-kerikil kecil sampai kepada unggukan-unggukan batu besar sebesar-besar rumah! Di kaki-kaki batu-batu besar yang rata-rata licin berlumut itu tumbuh rumput-rumput liar.

   Laki-laki itu bertangan bunting.

   Dia tak lain adalah Kalingundil.

   Mengapa dia berada di puncak gunung ini ialah dalam meneruskan rencana besarnya yaitu membalaskan dendam kesumat terhadap pendekar 212 Wiro Sableng.

   Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti Kalingundil dengan gerakan yang enteng melompat ke salah satu batu besar.

   Seseorang yang tidak memiliki ilmu meringani tubuh yang ampuh pasti tak akan sanggup mernbuat lompatan lihay itu, kalaupun dapat mungkin begitu menginjak batu, kakinya akan terpeleset karena lincinnya lumut! Kalingundil memandang keseantero puncak gunung yang telah mati itu.

   Di antara unggukan-unggukan batu-batu rnaka di tengah-tengah kelihatanlah kawah yang besar yang sudah padam.

   Kawah ini berbentuk kerucut dan dalarn sekali.

   Kalingundil melompat lagi ke batu besar yang lebih tinggi.

   Sekali lagi dilayangkannya pandangannya ke seantero puncak gunung.

   Bila dia sudah yakin betul bahwa tempat kediaman orang yang hendak ditemuinya itu bukalah di permukaan puncak gunung maka segeralah dia melompat ke tepi kawah.

   Dari sini dia terus turun ke dalam kawah.

   Selain dalam, kawah Gunung Halimun sukar sekali untuk dituruni.


Pendekar Rajawali Sakti Bidadari Penakluk Pendekar Rajawali Sakti Kembang Karang Hawu Pendekar Romantis Hancurnya Samurai Cabul

Cari Blog Ini