Dendam Orang Orang Sakti 3
Wiro Sableng Dendam Orang Orang Sakti Bagian 3
Tapi Kalingundil dengan cekatannya lompat sana lompat sini sehingga dalam waktu yang singkat dia sudah berada di dasar kawah.
Udara di dalam dasar kawah gunung ini pengap dan menyesakkan pernafasan.
Karenanya Kalingundil segera atur jalan nafasnya.
Begitu dirinya dapat menguasai kepengapan, itu maka dia segera meneliti keadaan dasar kawah di mana dia berada.
Luas dasar kawah yang merupakan pusat kerucut itu hanya beberapa kali lebih besar dari sebuah sumur.
Seluruh dasar kawah merupakan pasir campur tanah yang sudah membeku den mengeras selama berabad-abad sesudah gunung itu meletus.
Putaran bola mata Kalingundil terhenti pada sebuah lobang yang besarnya selebar bahu manusia.
Laki-laki ini segera mendekati lobang itu.
Menelitinya sesaat lalu tanpa ragu-ragu segera memasukinya.
Mula-mula dia hanya bisa merangkak.
Tapi semakin ke dalam lobang itu semakin besar sehingga dari merangkak kini dia dapat membungkuk-bungkuk dan akhirnya berjalan seperti biasa.
Kalingundil sampai ke sebuah ruang empat persegi berdindingkan batu-batu hitam yang kasar.
Dari keempat sudut ruangan ini keluar empat liukan asap tipis yang berwarna hitam.
Begitu, hidungnya mencium bau yang disebar oleh asap ini mendadak sontak kepala Kalingundil menjadi pusing.
Cepat-cepat Kalingundil kerahkan tenaga dalam dan tutup jalan nafasnya.
Kalingundil tahu bahwa ruangan batu itu bukanlah ruangan buntu.
Tapi matanya tiada melihat adanya pintu atau sebuah celahpun.
Laki-laki ini menengadah ke atas.
Maka kelihatanlah di langit-langit ruangan sebuah liang tangga batu.
Dia memandang berkeliling lalu enjot kedua kaki dan melompat ke tepi liang, terus menaiki tangga batu.
Anehnya, bagaimanapun tingginya ilmu mengentengi tubuh yang dimilikinya namun setiap iangkah yang dibuatnya di tangga batu itu berbunyi dan bergema keras! Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti Begitu sampai di anak tangga yang teratas maka sampailah Kalingundil ke satu ruangan putih yang sangat bersih.
Demikian bersih dan berkilatan putihnya dinding-dinding serta lantai dan langit-langit ruangan itu, sehingga tak ubahnya seperti berada di satu ruangan kaca.
Tepat di tengah-tengah ruangan terdapat sebuah batu besar dan di atas batu besar ini sesosok tubuh laksana patung tengah bersemedi jungkir balik, kaki ke atas kepala ke bawah di atas batu.
Sosok tubuh ini mengenakan sehelai kain putih yang dibalutkart sekujur badan mulai dari betis sampai ke dada.
Kepala dan paras orang yang bersemedi tiada kelihatan karena tertutup oleh janggut putih yang panjang, hampir menyamai panjangnya rambut yang menjulai di lantai dan juga berwarna putih! Sungguh hebat cara manusia ini bersemedi! Namun pandangan Kalingundil segera terbagi pada seekor harimau besar belang tiga yang berbaring di samping laki-laki yang tengah bersemedi.
Begitu melihat kemunculan Kalingundil, makhluk ini berdiri dan menggereng.
Mututnya membuka lebar.
Gigi dan taringnya kelihatan besar-besar serta runcing mengerikan.
Didahului dengan auman yang dahsyat dan menggetarkan ruangan putih itu maka melompatlah binatang itu.
Kedua kaki terpentang ke muka, kuku-kuku yang tajam dan panjang siap merobek tubuh Kalingundil! Kalingundil yang maklum bahwa harimau itu bukan binatang biasa tapi peliharaan seorang sakti dengan cepat segera melompat ke samping hindarkan diri.
Namun meskipun demikian cepatnya, sang harimau lebih cepat lagi! Laksana seorang jago silat kawakan, masih melayang di udara binatang itu putar tubuh, ekornya berkelebat! Ekor yang panjang laksana cambuk itu menghantam bahu Kalingundil yang buntung.
Pakaiannya robek.
Bahunya sakit tiada terkirakan.
Kalingundil kerahkan tenaga dalam dan disaat itu terpaksa segera melompat pula ke samping karena si belang sudah menyerangnya kembali! Hanya dengan berkelabat-kelabat cepat dan sigaplah maka Kalingundil berhasil mengelakkan setiap serangan.
Dia menghitung-hitung, sampai saat itu telah dua puluh jurus dia bertempur menghadapi sang harimau.
Dan selama itu Kalingundil terus-terusan bersikap mengelak, sama sekali tak mau menyerang! Kalau dia mengelak terus, di satu ketika mungkin sekali harirmau itu berhasil juga mengoyak daging tubuhnya! Kalau dia melawan, sedangkan binatang itu adalah peliharaan orang sakti dengan siapa dia ingin bertemu dan bicara! Inilah yang menyulitkan Kalingundil! Dan sementara dia bertempur demikian rupa, orang yang bersemedi masih juga terus bersemedi, seperti tiada terganggu, seperti tak mengetahui adanya pertempuran yang dahsyat itu! Satu-satunya jalan bagi Kalingundil untuk tidak mendapat celaka dan tidak mencelakai ialah meninggalkan ruangan putih itu, menghindar keluar untuk sementara, menunggu sampai orang yang bersemedi menyelesaikan semedinya.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti Maka ketika harimau itu mengaum dan menyerang, Kalingundil jatuhkan diri ke lantai lalu bergulingan ke arah tangga.
Pada saat harimau itu hendak menubruknya sekali lagi.
Kalingundil sudah lenyap ke bawah tangga...
Telah tiga hari Kalingundil menunggu di dasar kawah itu.
Telah tiga kali pula dia masuk ke dalam ruang putih dan mengintai dari balik anak tangga teratas, namun sampai saat itu orang yang bersemedi masih juga belum meninggalkan batu persemediannya.
Menunggu sampai satu minggupun bagi Kalingundil bukan suatu apa, tapi yang menyusahkannya ialah untuk mendapatkan bahan makanan selama hari-hari penungguan itu.
Empat hari kemudian, pada kali yang ke tujuh Kalingundil mengintai dari balik anak tangga, orang itu dilihatnya masih juga bersemedi.
Dengan hati kesal Kalingundil menuruni tangga kembali.
Tapi begitu dia keluar dari liang tangga dan sampai di ruang bawah maka mendadak terdengar suara menggema dari ruang putih.
"Manusia yang berani-beranian menginjakkan kaki kotor di tempatku cepat datang menghadap untuk terima hukuman!". Terkesiap Kalingundil mendengar ini.
"Ayo cepat! Tunggu apa lagi?!,"
Kata suara dari ruang putih. Kalingundil memutar langkahnya kembali. Dalam melangkah kembali ke liang tangga, terdengar lagi suara tadi.
"Hemm... seorang bertangan buntung macammu sungguh tak pantas masuk ke tempatku! Hukumanmu lipat ganda hai manusia!". Tentu saja Kalingundil terkejut mendengar ini. Bagaimana orang di dalam ruangan putih itu bisa mengetahui bahwa tubuhnya cacat? Meski dia sakti luar biasa tapi mereka belum pernah bertemu muka dan tak mungkin menurut pikiran Kalingundil orang itu mengetahui hal keadaan dirinya! Kalingundil lupa bahwa dinding dan langit-langit ruangan putih di atas sana tak ubahnya seperti kaca sehingga orang yang ada di ruangan putih akan mudah melihat siapa saja yang ada di ruang bawah! Kalingundil melompat ke atas dengan gerakan enteng lalu menaiki tangga. Ketika dia muncul di ruangan putih anehnya harimau yang berbaring tidak lagi menyerangnya. Sedang manusia berselempang kain putih masih tetap berdiri dengan kepala di atas batu kaki ke atas! Seperti hari-hari sebelumnya parasnya masih tertutup oleh julaian janggut putihnya yang panjang menjela-jela. Meski. harimau belang tiga itu tidak rnenyerangnya, namun Kalingundil berdiri dengan waspada.
"Kau siapa?!"
Membentak si kepala ke bawah kaki ke atas.
"Namaku Kalingundil. Apakah saat ini aku berhadapan dengan Begawan Sitaraga?,"
TanyaKalingundil setelah terangkan dia punya nama. Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti Yang ditanya tak menjawab melainkan ajukan pertanyaan.
"Perlu apa kau datang mengotori tempatku ini, manusia tangan buntung?!".
"Harap dimaafkan kalau kedatanganku rnengotori tempatmu. Tapi sesungguhnya aku tiada maksud demikian,"
Kata Kalingundil pula.
"Aku..."
"Sudah! Jangan berbacot juga! Melangkahlah lebih dekat untuk terima hukumanmu!". Sebaliknya justru Kalingundil hentikan langkah. Diperhatikannya manusia yang berdiri jungkir balik di atas batu itu.
"Melangkah lebih dekat!"
Bentak orang itu. Suaranya menggaung di ruangan putih sedang harimau di sampingnya menggeram tak kalah hebat.
"Begawan...". Kalingundil putuskan kalimatnya. Kaki kiri manusia dihadapannya dilihatnya bergerak. Serangkum angin yang sangat deras melanda ke arah Kalingundil. Ruangan itu bergetar. Dengan jungkir balik secepat yang bisa dilakukannya Kalingundil berhasil elakkan serangan dahsyat itu! Terdengar suara gelak mengekeh.
"Pantas... pantas kau berani petatang peteteng datang ke sini untuk bikin kotor tempatku. Rupanya kau memiliki ilmu yang diandalkan juga! Aku mau lihat apakah kau juga sanggup mempertahankan diri dengan jurus kaki selaksa baja ini?!". Kepala yang di atas batu itu berputar. Kedua kaki bergerak. Tahu kalau dirinya hendak diserang lagi dengan tendangan jarak jauh yang lebih dahsyat dari tadi, Kalingundil cepat mendahului berseru.
"Begawan! Tahan! Aku datang membawa kabar untukmu!". Oleh ucapan yang lantang ini maka orang. itu hentikan maksudnya untuk kirimkan serangan.
"Aku tidak kenal padamu! Kabar apa yang kau bawa?! Cepat katakan!"
Hardiknya. Dia masih juga berdiri, dengan kepala ke bawah kaki ke atas seperti tadi.
"Kabar ini kabar buruk Begawan..."
"Sialan! Buruk atau baik cepat katakan! Jangan habiskan, kesabaranku monyet alas!"
Kalingundil pada dasarnya sangat tidak senang mendengar kata-kata makian seperti itu. Namun dia menjawab juga.
"Sobat kentalmu Mahesa Birawa menemui kematiannya di tangan seorang manusia keparat..."
Tubuh di atas batu kelihatan bergerak dan tahu-tahu manusia itu kini sudah tegak dengan kedua kakinya di atas batu.
Maka kini kelihatannya parasnya yang sejak tadi Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti tertutup oleh geraian janggut putih panjang.
Kulit mukanya sangat pucat seperti tiada berdarah.
Pipinya cekung dan rongga matanya lebih cekung lagi membuat wajahnya angker sekali untuk dipandang.
Rambutnya putih panjang sampai ke bahu sedang janggutnya menjulai sampai ke perut.
Kalingundil menjura memberi hormat.
"Jadi betul saat ini aku berhadapan dengan Begawan Sitaraga..?"
Tanyanya. Si muka pucat. tidak ambil perduli pertanyaan itu.
"Siapa yang bunuh dia dan dari mana kau bisa tahu?!"
Kalingundil segera buka mulut berikan keterangan.
"Mahesa Birawa dan beberapa orang Adipati memimpin sejumlah batatentara untuk memerangi Pajajaran. Tapi mereka kalah. Semua Adipati menemui ajalnya. Mahesa Birawa sendiri tewas di tangan seorang pemuda sakti "
Maka kelihatanlah kerutan-kerutan muncul di paras Begawan Sitaraga yang membuat parasnya menjadi tambah angker.
Kedua matanya menyipit, pandangannya setajam mata pedang! Rencana untuk memerangi Pajajaran memang dia sudah tahu lama bahkan sebagaimana perundingannya dengan Mahesa Birawa, dia sendiri telah menjanjikan akan turun tangan membantu pemberontakan Mahesa Birawa karena memang sejak lama dia mempunyai dendam kesumat dengan keluarga istana Pajajaran! Di puncak Gunung Halimun dia hanya menunggu kabar dari Mahesa Birawa kapan penyerangan dilakukan.
Tapi hari ini datang seseorang yang membawa kabar bahwa pemberontakan gagal dan Mahesa Birawa sendiri menemui kematian! Tehtu saja ini tak bisa dipercayainya.
"Aku tidak percaya pada kau punya bicara, manusia tangan buntung!"
Bentak Begawan Sitaraga.
"Demi apapun aku berani sumpah bahwa aku tidak dusta, Begawan"
Jawab Kalingundil dengan suara merendah meskipun hatinya gusar karena dipanggil dengan nama "manusia tangan buntung"
Itu.
"Namamu siapa..."
"Kalingundil".
"Punya hubungan apa kau dengan Mahesa B irawa?".
"Dia adalah pemimpin dan sobat kentalku sejak tahunan, Begawan..."
"Baik! Tapi aku tidak tahu apa itu betul atau tidak. Jawab pertanyaanku untuk membuktikan kebenaran keteranganmu! Siapa nama Mahesa Birawa sebenarnya...?". Kalingundil tertawa.
"Kau keliwat tidak percaya pada pihak sendiri, Begawan...".
"Siapa akui kau pihakku...? Tampangmu yang jelek inipun baru kali ini aku lihat!". Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti Kalingundil menggerutu dalam hati.
"Ayo jawab pertanyaanku! Siapa nama asli Mahesa Birawa?!".
"Suranyali!"
Jawab Kalingundil.
"Hem..."
Sitaraga merenung.
"Mahesa Birawa seorang berkepandaian tinggi. Tidak semudah itu untuk merenggut nyawanya..."
"Di luar langit ada langit lagi Begawan! Kesaktian pemuda tandingannya melebihi kesaktian-nya...". Begawan Sitaraga kerutkan kening. Dan Kalingundil teruskan ucapannya.
"Aku sendiri pernah menghadapinya. Masih untung cuma tanganku yang dimintanya, bukan nyawaku!"
"Ho-o... jadi maksudmu datang ke sini untuk mengadu dan merengek macam anak kecil agar aku turun tangan...?". Merah muka Kalingundil.
"Itu adalah terserah padamu Begawan. Sebagai sobat dan bekas pemimpinku, aku telah cari pemuda yang membunuh Mahesa Birawa. Namun dia lebih tinggi ilmu silatnya dan lebih tinggi...".
"Siapa nama bangsat itu?!"
Tanya Sitaraga pula.
"Wiro Sableng. Tapi dia lebih dikenal dengan julukan Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212..."
Mendengar ini maka terkejutlah Begawan Sitaraga.
"Kau bilang dia bergelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212...?".
"Ya..."
"Kalau begitu dia adalah nenek-nenek keriput si Sinto Gendeng!".
"Tidak... dia adalah seorang pemuda. Masih sangat muda, bahkan tampangnya macam anak-anak, berambut gondrong dan berotak miring sinting!"
Sitaraga merenung lagi. Kemudian desisnya.
"Kalau begitu mungkin sekali dia adalah murid nenek-nenek itu yang diam di puncak Gunung Gede. Tapi setahuku Sinto Gendeng tidak punya murid sejak puluhan tahun berselang..."
Sitaraga tarik nafas dalam.
"Kalau betul dia murid Sinto Gendeng, tidak salah Mahesa Birawa dipecundangi..."
Sitaraga memandang jauh ke muka seperti pandangannya itu mau menembus dinding putih di belakang Kalingundil. Melihat ini maka Kalingundil mulai masukkan jarum hasutannya.
"Sewaktu aku bertempur dengan dia di Rawasumpang aku beri peringatan bahwa kelak sobat-sobat Mahesa Birawa yang terdiri dari tokoh-tokoh silat utama akan turun tangan untuk menuntut balas. Dan Wiro Sableng mengumbar Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti bahwa terhadap siapapun dia tidak takut! Bahkan dia menantang untuk bikin perhitungan di puncak Gunung Tangkuban Perahu pada hari tigabelas bulan duabelas nanti!". Mata Begawan Sitaraga menyipit lagi.
"Pongah betul,"
Desisnya.
"Rupanya sudah kepingin cepat-cepat merasakan gelapnya liang kubur! Sudah cepat-cepat ingin minggat ke neraka!".
"Betul Begawan. Bukan saja kepongahannya itu yang menyakitkan hati, tapi tantangannya itu adalah juga sangat menghina dan tiada memandang sebelah matapun terhadap tokoh-tokoh silat utama macam Begawan....". Sitaraga manggut-manggut.
"Manusia-manusia macam begitu musti dilenyapkan dengan lekas. Kalau tidak akan menjadi biang runyam golongan dan aliran kita...."
Hati Kalingundil menjadi gembira karena tahu hasutannya sudah menyamaki dan mengobari dendam serta amarah Begawan itu.
"Tantangan itu...,"
Kata Kalingundil pula meneruskan hasutannya.
"sekaligus menghina terhadap guru Mahesa Birawa yang diam di Gunung Lawu... Aku bermaksud untuk menemuinya dan meminta langkah-langkah yang segera akan kita laksanakan".
"Kalau cuma untuk memecahkan batok kepala pemuda sedeng itu, aku sendiripun menyanggupinya!"
"Betul Begawan. Tapi untuk tidak mengecewa kan guru Mahesa Birawa di kemudian hari, ada baiknya kematian muridnya itu diberi tahu...'' "ltu urusanmu,"
Jawab Sitaraga. Matanya. memandang tepat-tepat ke pinggang Kalingundil. Sesungguhnya sejak tadi matanya itu memperhatikan secara diam-diam ke pinggang Kalingundil.
"Coba aku mau lihat apa yang kau simpan di balik pinggangmu,"
Katanya tiba-tiba. Kalingundil kaget sekali. Dia melirik ke pinggangnya. Dia telah menyimpan senjatanya baik-baik namun mata Sitaraga yang tajam masih sanggup mengetahuinya.
"Ah, tidak apa-apa Begawan. Cuma..."
"Cuma apa?!"
Sitaraga pelototkan mata.
"Cuma sebilah pedang buruk..."
Sahut Kalingundil.
"Keluarkan!"
"Begawan...."
"Jangan banyak bicara. Keluarkan!"
Kalau bukan berhadapan dengan Begawan Sitaraga dan kalau tidak mengingat kepada rencana besarnya, maka pastilah saat itu Kalingundil akan beset mulut manusia yang dihadapannya itu.
Dia memang mengharapkan bantuan Sitaraga tapi kalau dirinya dianggap remeh terus menerus dan dihina dimaki serta dibentak, siapa yang bisa sabarkan diri?! .
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti "Kau membangkang Kalingundil?!"
Penasaran sekali Kalingundil cabut Pedang Siluman buntungnya. Maka sinar birupun memancarlah di ruangan putih itu. Begawan Sitaraga terkejut.
"Pedang Siluman Biru..,"
Desisnya. Dia di samping terkejut juga heran melihat pedang sakti itu kini hanya merupakan sebuah puntungan belaka.
"Dari mana kau dapat senjata itu? Bagaimana bisa buntung? Apakah kau muridnya Siluman Biru?!"
Kalingundil menyeringai mendengar pertanyaan-pertanyaan menyerocos itu.
"Itu semua adalah urusanku Begawan. Yang penting hari ini kita telah berjumpa dan kau telah mengetahui nasib Mahesa Birawa. Sampai bertemu di puncak Gunung Tangkuban Perahu!". Kalingundil berkelebat ke arah tangga.
"Tunggu!"
Teriak Sitaraga. Tapi Kalingundil tak mau ambil perduli. Maka marahlah Begawan Sitaraga.
"Kalau tidak memikir kau bekas anak buah Mahesa Birawa, sudah terlalu pantas aku minta nyawamu, Kalingundil! Tapi saat ini cukup kau tinggalkan saja salah satu dari daun telingamu!"
Sebuah senjata rahasia melesat ke arah telinga kanan Kalingundil.
Laki-laki ini segera lambaikan tangan kirinya.
Tapi celaka senjata rahasia itu tak sanggup dibuat mental dengan pukulan tenaga dalam! Terpaksa Kalingundil cabut pedang saktinya kembali.
Namun gerakan ini tentu saja sudah terlambat! Kalingundil mengeluh kesakitan.
Darah membasahi pipi dan bahu pakaiannya.
Daun telinganya sebelah kanan terbabat buntung oleh senjata rahasia Sitaraga! Kalau tidak mengingat-ingat akan rencana pembalasan dendamnya, maulah Kalingundil menyerang Begawan itu dengan kalap, lebih-lebih ketika didengarnya kekehandak Sitaraga yang menusuk liang telinganya! Dalam waktu yang singkat Kalingundil sudah berada di luar Kawah Gunung Halimun.
Dibersihkannya darah yang membasahi pipi kemudian dengan sehelai kain dibalutnya kepalanya tepat pada batasan telinga yang buntung.
Kemudian diambilnya sebuah pil lalu ditelan untuk menolak racun senjata rahasia Sitaraga itu.
Di dasar kawah Gunung Halimun, tak lama sesudah Kalingundil lenyap, kembali Sitaraga merenung.
Siapa Kalingundil sebenarnya masih agak samar baginya.
Tapi itu tidak begitu penting.
Yang menjadi tanda tanya besar ialah siapa itu pemuda yang bergelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212? Apa betul murid Sinto Gendeng? Kalau Kalingundil telah menghadapinya Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti dengan Pedang Siluman dan berhasil dikalahkan oleh si pemuda, maka sudah dapat dijajaki oleh Sitaraga sampai di mana ketinggian ilmu pendekar 212 itu! Ini membuat dia ingin lekas-lekas berhadapan dengan sang pendekar muda.
Namun dia musti menunggu beberapa bulan di muka sampai saat yang ditentukan yaitu hari tigabelas bulan duabelas! * * * SIAPA penduduk desa bukit tunggul yang tidak tahu dengan Asih Permani.
Tanyakan pada yang tua-tua, mereka akan tahu, tanyakan pada yang muda-muda mereka akan lebih dari tahu.
Tanyakan pada anak-anak kecil yang mengangon bebek atau menggembala kerbau, mereka juga akan tahu.
Jika.ditanyakan bagaimana paras Asih Permani maka semua mulut akan memuji.
Semua mulut akan mengatakan.
Asih Permani gadis yang tercantik se-Bukit Tunggul.
Mukanya bujur telur.
Hidungnya kecil mancung bak daun tunggal.
Bibirnya seperti delima merekah, merah dan segar.
Matanya bening bercahaya laksana bintang di angkasa raya.
Dagunya seperti lebah bergantung, leher jenjang dan suaranya halus merdu, serasa digelitik liang telinga jika kita mendengar suara Asih Permani.
Dan keseluruhan tubuhnya yang montok padat itu dibungkus oleh kulit yang halus mulus.
Asih Permani memang cantik seperti perbandingan di atas.
Kawannya sesama gadis di desa Bukit Tunggul banyak yang merasa iri dengan kecantikan yang dimiliki gadis itu.
Pemuda-pemuda banyak yang tergila.
Tapi semua mereka bertepuk sebelah tangan.
Karena pada bulan di muka, tepat di waktu bulan rembulan empat belas hari.
Asih Permani akan dinikahkan dengan Ranggasastra, anak lurah Bukit Tunggul.
Memang di samping kaya raya, banyak harta dan sawah berlimpah kerbau berkandang, maka Ranggasastra cocok dan pantas menjadi suami Asih Permani.
Pemuda ini gagah.
Badannya tegap, hatinya polos dan ramah kepada setiap orang.
Sehingga kalau bersanding dengan Asih Permani di pelaminan nanti tentulah tak ubahnya seperti pinang dibelah dua! Semakin lama, semakin dekat juga hari pernikahan itu.
Tentu sama dapat dibayangkan bagaimana perasaan kedua calon pengantin itu menjelang hari perkawinan mereka.
Hari yang bersejarah dan tak dilupakan seumur hidup mereka.
Hari di mana mereka akan sama-sama membuka suatu "rahasia kebahagiaan hidup".
Saat itu Ranggasastra tengah duduk-duduk di depan rumahnya memandangi bintang-bintang yang bertaburan.
Entah mengapa malam itu hatinya gelisah saja.
Dan dia tak tahu apa sebenarnya yang digelisahkannya itu.
Larut matam baru dia dapat tertidur.
Tapi menjelang fajar dia tersentak.
Ranggasastra adalah seorang yang pernah menuntut ilmu silat dan kesaktian pada seorang guru di pantai utara.
Nalurinya menyatakan bahwa ada seseorang lain di dalam kamarnya saat itu.
Dibukanya Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti kedua kelopak matanya.
Dia terkejut melihat sesosok tubuh manusia sangat kate berdiri dekat tempat tidur.
Manusia ini berkepala botak sudah licin berkilat ditimpa kelap-kelip sinar lampu pelita dalam kamar.
Manusia kate ini memiliki hidung yang sangat besar.
Hidungnya yang besar itu seperti mau menutupi mukanya yang kecil.
Ketika dia menyeringai dan mengeluarkan suara mendesau, maka kelihatanlah giginya yang cuma satu di sebelah atas.
Ranggasastra segera melompat dari tempat tidur.
"Manusia kate! Siapa kau?!"
Bentak si pemuda.
Matanya meneliti manusia dihadapannya dengan tajam.
Dan meskipun cahaya lampu minyak di dalam kamar tidak begitu terang, namun Ranggasastra dapat melihat bahwa manusia kate itu mempunyai telapak kaki yang lebar dan besar sekali.
Tapak kaki itu sampai sebatas mata kaki sama sekali tidak merupakan tapak kaki manusia, tapi seperti kaki seekor gajah! "He...
he...
he...".
Manusia kate berkaki besar tertawa berkemik.
"Kau manusianya yang bernama Ranggasastra, yang bakal jadi penganten minggu depan...?!". Tentu saja apa yang ditanyakan manusia itu, mengejutkan Ranggasastra.
"Itu bukan urusanmu! Jawab dulu siapa kau!"
"He... he... he...". Tamu tak diundang itu mengekeh lagi.
"Maksudmu untuk menjadi penganten, untuk menjadi suami Asih Permani tidak akan kesampaian Ranggasastra...!".
"Manusia kate, jangan ngaco pagi-pagi buta!,"
Bentak Ranggasastra dengan marah.
"Keluar dari kamarku!". Pemuda itu kepalkan tinjunya.
"Kau tak akan pernah menjamah tubuh Asih Permani, anak muda. Karena mulai detik ini ke atas, dia adalah milikku dan akan kubawa ke mana aku suka, akan kuperbuat apa aku senang!". Manusia kate ini mengekeh lagi.
"Kalau kau mau mengigau, pergilah mengigau di liang kubur!". Habis berkata demikian Ranggasastra menerjang ke muka. Tinju kanannya menderu! Tapi dia hanya memukul tempat kosong. Hampir tak terlihat oleh matanya, manusia kate itu telah berkelebat dan lenyap dari pemandangannya! Tinggal seorang diri di dalam kamar Ranggasastra merasa seperti orang yang tertidur dan tersentak oleh mimpi. Digosok-gosoknya kedua matanya dengan telapak tangan berulang kali. Tidak, dia tidak mimpi! Dia yakin betul bahwa dia tidak mimpi! Dan ketika dia memandang ke lantai kamar yang terbuat dari papan, maka pada lantai itu jelas dilihatnya bekas-bekas telapak kaki manusia kate tadi. Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti Ketika ingat akan ucapan-ucapan orang kate berkepala sulah tadi maka khawatirlah Ranggasastra. Segera dijangkaunya tongkat besi berujung runcing yang tersisip di dinding. Senjata ini adalah pemberian gurunya. Tanpa menunggu lebih lama, pemuda ini segera tinggalkan rumahnya menuju ke desa sebelah timur di mana terletak rumah orang tua Asih Permani. Sepuluh tombak akan sampai ke halaman muka rumah gadis calon isterinya, mendadak Ranggasastra melihat sesosok tubuh melompat keluar dari jendela samping rumah! Sosok tubuh ini tak lain dari manusia kate yang telah mendatanginya tadi. Dan pada bahu manusia itu kelihatan sosok tubuh seorang perempuan. Meskipun halaman samping gelap tapi Ranggasastra tahu betul, perempuan yang dipanggul itu adalah calon isterinya. Asih Permani! "Bangsat rendah! Pencuri busak! Lepaskan perempuan itu!,"
Bentak Ranggasastra. Si kate kepala sulah tertawa dingin.
"Sekali aku bilang bahwa gadis ini jadi milikku, tak satu manusia lainpun yang bisa menghalanginya!".
"Kalau begitu terpaksa kukermus kepalamu!". Maka tongkat besi di tangan Ranggasastra menderu ke kepala si kate. Gesit sekali yang diserang melompat ke samping. Ranggasastra susul dengan satu tusukan ke dada kiri. Namun dengan kecepatan yang luar biasa orang kate itu gerakkan kaki kanannya! Tendangan yang keras menghajar tangan kanan si pemuda. Besi panjangnya lepas. Tangannya hancur dan jeritan kesakitan keluar dari mulut Ranggasastra. Pemuda ini terhuyung sebentar lalu mental sampai beberapa tombak ketika tendangan lawan terus menyerempet perutnya! Perut si pemuda robek besar. Tubuhnya menggeletak tanpa nyawa. Si kate tertawa buruk.
"Maling hina dina!! Nyawamu di ujung golokku!"
Teriak seseorang yang melompat dari dalam rumah lewat jendela. Si kate berkepala botak cepat putar badan pada saat sebuah golok berkiblat memapasi batok kepalanya! "He... he... Kau juga inginkan mampus Ki Lurah!"
Ujar si kate. Manusia yang menyerangnya itu adalah Tanuwira, ayah Asih Permani.
"Kau yang akan mampus lebih dahulu manusia laknat!". Golok Tanuwira berkelebat lagi. Tapi si kate sungguh luar biasa. Serangan itu dihadapinya dengan tertawa tawar. Sekali dia gerakkan kaki kanannya maka hancurlah dada Ki Lurah Tanuwira. Si kate tertawa mengekeh. Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti "Calon mantu dan calon mertua sama-sama bernasib sial! Kasihan...". Dihirupnya udara segar menjelang pagi itu sejurus lenyaplah dia dari tempat itu. * * * KETIKA dia sampai kepertapaannya di puncak Gunung Lawu maka terkejutlah manusia kate berkepala botak itu sewaktu melihat ada seorang bertangan buntung yang tak dikenalnya berdiri dekat pintu. Orang yang bertangan buntung agaknya juga terkejut melihat kedatangan si kepala botak yang membawa seorang gadis cantik di pundak kirinya. Tapi dia cepat-cepat menjura.
"Pastilah saat ini aku berhadapan dengan tokoh silat terkemuka yang bernama Tapak Gajah..."
Laki-laki kate yang memang bernama Tapak Gajah turunkan tubuh Asih Permani dari pundaknya. Matanya meneliti tajam orang di hadapannya lalu bertanya.
"Kau sendiri siapa? Apakah datang kesini membawa maksud baik atau buruk?". Sambil bertanya demikian Tapak Gajah memperhatikan telinga kanan tamunya yang juga buntung tiada berdaun.
"Namaku Kalingundil. Aku datang dengan maksud baik, tapi membawa berita buruk".
"Aku tidak kenal padamu sebelumnya. Berita buruk apakah yang kau bawa...?"
Tanya Tapak Gajah. Maka Kalingundil segera mulai pasang jarum penghasutnya.
"Pembunuhan atas diri seorang murid adalah satu hal yang pahit bagi gurunya! Begitu pahit sehingga menanamkan dendam kesumat...".
"Jangan bicara berbelit!,"
Potong Tapak Gajah.
"Katakan langsung berita buruk itu!"
"Muridmu dibunuh orang, Tapak Gajah..."
Berubahlah paras si tubuh kate kepala sulah. Sedang Kalingundil saat itu melirik memperhatikan Asih Permani yang berdiri tak bergerak.
"Pastilah tubuhnya ditotok'', pikir Kalingundil dan dalam hatinya dia bertanya-tanya.
"Siapa gerangan gadis cantik ini...". Sesak nafas Kalingundil melihat kejelitaan Asih Permani.
"Aku mempunyai beberapa orang murid yang telah turun ke dalam rimba persilatan. Murid yang mana yang kau maksudkan?!"
Tanya Tapak Gajah. Kalingundil memalingkan mukanya kepada laki-laki itu kembali.
"Mahesa Birawa..."
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti "Aku tak punya murid bernama Mahesa Birawa!"
Berkata Tapak Gajah. Kalingundil kaget. Dia berpikir-pikir seketika. Kemudian dia ingat.
"Maksudku muridmu Suranyali..."
Sekali lagi berubah paras Tapak Gajah. Di hatinya timbul kesyakwasangkaan.
"Apakah kau bicara, ngelantur atau bagaimana...?".
"Demi setan dan iblis aku tidak bicara dusta, Tapak Gajah!".
"Suranyali bukan manusia sembarangan. Ilmu kesaktiannya tinggi!"
"Tapi manusia yang membunuhnya lebih sakti lagi!".
"Siapa ?!"
"Pendekar 212....". Tapak Gajah merenung. Kedua tangannya terkepal.
"Kau dusta Pendekar 212 Sinto Gendeng sudah sejak puluhan tahun lenyapkan diri dari dunia persilatan!".
"Tapi...."
"Tutup mulut! Terima hukuman dariku bangsat bermulut bohong!". Tapak Gadjah hantamkan kaki tangannya ke muka.
"Wutt !"
Angin sedahsyat badai yang ke luar dari tendangan itu lebih dahulu menyerang ke arah Kalingudil sebelum tendangannya sendiri sampai ! Kalingundil tak mau ambil risiko. Dia berteriak nyaring dan lompat delapan tombak ke udara.
"Byur!"
Kaligundil palingkan kepala ke belakang.
Tersekat rasanya tenggorokannya sewaktu melihat bagaimana angin tendangan Tapak Gadjah menghancurkan batu besar di belakangnya! Sewaktu manusia kate itu hendak lancarkan serangan kedua Kalingundi cepat berseru.
"Tahan! Kita berada di pihak yang sama!"
Tapak Gadjah tarik serangannya.
"Apa maksudmu kita di pihak yang sama huh?"
"Aku adalah bekas anak buah Suranyali sewaktu kami masih sama-sama di Jatiwalu!"
"Jangan coba kelabui aku!,"
Membentak Tapak Gadjah.
"Perlu dan untung apa aku mengelabuimu!"
Baias membentak Kalingundil dengan beringas. Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti "Berikan bukti bahwa muridku yang satu itu benar-benar dibunuh orang!"
Kalingundil tertawa dingin.
"Tidak mau percaya pada orang sepihak akan merugikan diri sendiri Tapak Luwing..."
Lalu Kalingundil memberikan keterangan selengkapnya.
Kini mulai kelihatan bayangan rasa percaya di paras Tapak Gadjah.
Namun apa yang meragukannya ialah keterangan Kalingundil mengenai Pendekar 212 Wiro Sableng.
Satu-satunya kesimpulan bagi Tapak Gadjah ialah bahwa pemuda bernama Wiro Sableng itu adalah murid Sinto Gendeng.
"Golongan hitam memang sejak dulu menaruh dendam pada itu nenek-nenek sialan...,"
Ujar Tapak Gadjah pula.
"Tapi sebelum kami bersepakat untuk menghabiskan jiwanya, dia sudah lenyapkan diri! Kini muridnya muncul dan membunuh muridku! Benar-benar laknat!"
"Aku sendiri telah tantang dia di Rawasumpang demi untuk menuntut balas kematian Suranyali atau Mahesa Birawa. Tapi... itu pemuda keparat memang luar biasa tinggi ilmunya. Kalau aku kalah dalam pertempuran di Rawasumpang itu bukan suatu apa tapi ada satu hal yang benar-benar menyakiti hatiku Tapak Gadjah..."
Kalingundil menunjukkan paras yang mengandung dendam. Sepasang matanya memandang lurus-lurus jauh ke muka.."Katakan apa yang menyakiti hatimu itu!,"
Kepingin tahu Tapak Gadjah.
"Sebelum mengundurkan diri dari Rawasumpang aku bilang pada itu pemuda keparat bahwa kelak pembalasan dari guru Sunranyali akan tiba! Pemuda itu ketawa bekakakan dan berkata bahwa sekalipun ada seribu guru Suranyali, akan diterabasnya sama rata dengan tanah!"
Rahang-rahang Tapak Gadjah mengembung.
"Begitu keparat itu bilang...?"
Kalingundil manggut.
"Meski dia murid si Sinto Gendeng, tapi jangan merasa sudah setinggi langit kepandaiannya! Katakan di mana bangsat itu berada! Aku Tapak Gadjah akan pecahkan kepalanya!"
"Kau tak perlu susah-susah mencarinya Tapak Gadjah,"
Menjawab Kaligundil.
"Bukankah tadi aku sudah katakan bahwa dia sudah umbar mulut menentangmu? Katanya dia tunggu kau pada hari tigabelas bulan duabelas di puncak Gunung Tangkuban Perahu!"
"Anjing kurap betul itu manusia!". Tapak Gadjah meludah ke tanah. Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti Dan Kalingundil berkata lagi.
"Beberapa tokoh silat utama yang ditantang pendekar 212 itu juga telah kuberi tahu! Mereka sudah memastikan untuk datang ke Tangkuban Perahu guna mengkeremus si pemud !"
"Seribu tokoh utama boleh datang ke sana. Namun kematian anjing kurap itu aku yang tentukan!"
Kaligundil manggut-manggut.
Hatinya gembira.
Memang itulah yang diharapkannya.
Sudah terbayang bagaimana akan berhasilnya dia purrya rencana nanti.
Seorang diri dia memang tak sanggup untuk menghadapi Wiro Sableng.
Tapi kalau Tapak Gadjah, Begawan Sitaraga, Wirasokananta.
dan Tapak Luwing yang berkumpul jadi satu untuk membuat perhitungan, tiga Pendekar 212-pun tak bakal sanggup! "Aku gembira mendengar keputusanmu itu.
Tapak Gadjah.
Akupun pasti pula akan datang ke puncak Tangkuban Perahu..."
Tapak Gadjah tertawa dingin.
"Kalau kau punya nyali tapi punya sedikit ilmu untuk diandalkan sebaiknya tak usah datang ke sana!"
Merah padam paras Kalingundil.
"Sekarang aku tak ada urusan lagi dengan kau! Silakan angkat kaki dari sini!"
Bentak Tapak Gadjah. Kelingundil melirik pada Asih Permani. Kemudian katanya pada Tapak Gadjah.
"Jangan terlalu memandang rendah terhadap sesama kawan Tapak Gadjah. Aku memang tidak dikenal dalam dunia persilatan tapi untuk menghancurkan batu besar sepertimu tadi, aku masih sanggup!". Kalingundil gerakkan tangan kanannya ke pingaang. Kemudian selarik sinar biru melesat ke arah batu besar yang terletak sekira sembilan tombak dari hadapannya.
"Byur!"
Batu itu hancur berkeping-keping dan bayangan Kalingundil sendiri sesudah itu lenyap dari pemandangan! Terkejutlah Tapak Gadjah! Tiada disangkanya kalau manusia bertangan buntung bertelinga sumpung itu memiliki kehebatan demikian rupa! Tapi manusia kate ini tidak berpikir lebih lama.
Begitu matanya membentur paras dan tubuh Asih Permani maka lupalah dia pada Kalingundil.
Segera diboyongnya gadis itu ke dalam pertapaan.
Apa yang kemudian dilakukannya terhadap gadis suci itu tak seorang manusiapun yang tahu.
Namun pada hari itu satu kesucian telah lenyap dirampas oleh kebejatan! --== 0O0 == --Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti SEPULUH PUNCAK gunung tangkuban perahu.
Hari tigabelas bulan duabelas...
Angin dari utara bertiup kencang, mengalahkan tiupan angin barat yang menghembus sepoi-sepoi basah.
Puncak Gunung Tangkuban Perahu diselimuti kesunyian abadi.
Tapi hari itu agaknya kesunyian abadi itu akan sirna oleh kedatangan manusia-manusia pembuat per-hitungan.
Akan pupus di landa dendam kesumat orang sakti! Kawah gunung yang lebar mengepulkan tiada henti asap tipis berbau belerang.
Beberapa puluh kaki dari tepi kawah berderet pohpn-pohon cemara berdaun lebat subur, menjulang tinggi dan lurus! Saat itu matahari pagi sudah naik tepat antara titik tertinggi dan titik permulaan terbitnya.
Angin utara bertiup lagi dengan kencang, Daun-daun pohon cemara melambai-lambai.
Dan diantara kerisikan-kerisikan geseran daun pohon-pohon cemara itu maka terdengarlah suara siulan yang mengumandangi seluruh puncak Gunung Tangkubanperahu.
Suara siulan itu juga seperti mau menggelegaki kawah belerang dan menampar-nampar kabut belerang yang meliuk-liuk kepermukaan kawah.
Suara siulan itu tidak teratur, tidak membawakan sebuah lagu atau tembang, nadanya tak menentu.
Namun ketidakteraturan dan ketidakmenentuan itu anehnya bila didengar dengan seksama akan merupakan suatu lagu aneh bernada ajaib! Suara siulan itu membuat pendengarnya akan terkatung-katung ke dalam satu dunia khayal.
Tapi di pagi yang menjelang siang itu di puncak Gunung Tangkuban Perahu itu tak satu orang pun yang ada selain manusia yang mengeluarkan suara siulan tadi.
Dan siapakah manusia ini adanya? Suara siulan itu datang dari pohon cemara yang paling tinggi tanda bahwa manusianyapun berada di sana.
Dan manusia ini tiada lain dari pada Wiro Sableng, si Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212! Mengapa dia sampai berada di puncak gunung itu adalah sehubungan dengan tantangan musuh lamanya Kalingundil.
Namun pendekar muda itu sampai saat itu tak pernah menyangka bahwa yang bakal ditemuinya di puncak gunung itu kelak bukan hanya Kalingundil seorang tapi juga beberapa tokoh dunia persilatan yang terkenal serta sakti! Wiro terus juga bersiul-siul sambil sekali-sekali layangkan pandangannya ke seantero puncak gunung.
Sepi dan suasana tenang-tenang saja.
Dilayangkannya pandangan ke kaki dan lereng gunung.
Juga segala sesuatunya masih diselimuti kesunyian dan ketenangan.
Dua kali sepeminuman teh lewat.
Telinga pendekar 212 yang tajam dan terlatih baik itu sayup-sayup mendengar suara sesuatu.
Segera pemuda ini hentikan siulannya.
Kepalanya diputar ke arah timur puncak gunung dari mana datangnya Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti suara itu.
Masih belum kelihatan apa-apa tapi suara yang didengarnya tambah nyaring.
Beberapa ketika kemudian dari balik gundukan tanah keras tepi kawah sebelah timur kelihatan muncul kepala seseorang, menyusul dada dan badannya.
Sosok tubuh manusia ini ternyata bukanlah Kalingundil karena tangannya tidak buntung! "Lain yang ditunggu, lain yang datang !"
Desis Wiro Sableng dalam hati.
Kedua matanya terus memandang tak berkesip pada manusia yang baru datang ini.
Orang ini dilihatnya memandang berkeliling agaknya mencari-cari sesuatu, mungkin mencari seseorang.
Umurnya sudah lanjut.
Menurut taksiran Wiro paling rendah lima puluh tahun.
Meskipun tua tapi tubuhnya kekar.
Pada pinggangnya kelihatan tersisip sebilah keris emas.
Dari gerak geriknya yang enteng dan tenang Wiro tahu bahwa orang tua ini pastilah seorang yang menguasai ilmu silat dari tingkat tinggi.
"Mungkin sekali dia diam di sekitar puncak gunung Tangkuban Perahu atau mungkin pula kedatangannya ke situ hanya satu kebetulan saja dengan hari di mana aku akan membuat perhitungan dengan Kalingundil...,"
Demikianlah Pendekar 212 berpikir-pikir di dalam hatinya.
Sementara itu si orang tua tak dikenal dilihatnya berdiri di tepi kawah memandang ke bawah lalu memutar tubuh dan menjelajahi seluruh permukaan gunung dengan sepasang matanya yang kecil tetapi tajam.
Kemudian orang tua ini pada akhirnya melangkah ke arah deretan pohon-pohon cemara dan di sini duduk melepaskan lelah.
Wiro maklum kini bahwa orang tua ini datang ke situ adalah mencari seseorang dan ketika orang itu tak ditemuinya dia memutuskan untuk menunggu.
Karena merasa tak punya urusan dengan si orang tua.
Wiro tetap saja berada di tempatnya, di atas pohon cemara tinggi.
Matahari bergerak juga menuju ke puncak tertingginya.
Wiro masih terus memperhatikan si orang tua.
Mendadak diputarnya kepalanya ke arah selatan.
Sesosok tubuh kelihatan berkelebat.
Kedatangan manusia ini boleh dikatakan tidak terdengar atau tak tertangkap oleh telinga Wiro Sableng.
Nyatanya kehebatan ilmu lari dan ilmu mengentengkan tubuhnya.
Apa yang menarik pendekar 212 ialah bahwa manusia ini bukanlah Kalingundil yang tengah ditunggunya! Orang ini berbadan kate.
Kepalanya sulah licin dan berkilat-kilat ditimpa sinar matahari.
Kedua telapak kakinya bukan saja lebar tapi juga tebal seperti kaki gajah.
Tiba-tiba pendekar 212 ingat akan keterangan gurunya Eyang Sinto Gendeng.
Menurut gurunya itu di puncak Gunung Lawu berdiam seorang tokoh silat utama bernama Tapak Gadjah.
Kehebatan Tapak Gadjah ialah telapak pada sepasang kakinya yang berbentuk kaki gajah.
Jangankan manusia, batupun kalau ditendang akan hancur lebur.
Dan memang pada saat itu Wiro menyaksikan sendiri bagaimana tanah gunung yang diinjak kedua kaki laki-laki itu meninggalkan bekas amblas sampai setengah dim! "Mungkin sekali manusia ini adalah Tapak Gadjah,"
Membatin Wiro Sableng.
"Tapi kenapa pula dia jauh-jauh bisa muncul di sini...?"
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti Selagi dia membatin begitu rupa Wiro Sableng terkejut pula melihat bagaimana siorang tua? yang duduk di bawah pohon cemara tiba-tiba berdiri tegak menyambuti kedatangan simanusia kate! kedua orang itu saling pandang seketika.
Sekali melompat maka si kate sudah berada dua tombak di hadapan si orang tua berkeris emas! Kembali keduanya saling pandang dan meneliti.
Kemudian terdengar suara si kate membentak.
"Jadi kau sudah datang duluan pendekar gila Wiro sableng?! Rupanya memang kau betul-betul ingin mati lekas-lekas!"
Kemarahan yang meluap membuat Tapak Gadjah lupa akan keterangan Kalingundil bahwa Wiro Sableng adalah seorang muda! Bukan saja siorang tua nampak terkejut dan heran, tapi Pendekar 212 di atas puncak pohon cemara jedi kernyitkan kulit kening waktu mendengar bentakan si manusia kate itu ! Sebelum si orang tua sempat bicara maka si kate sudah bertanya dengan membentak.
"Mampus cara mana yang kau kehendaki Pendekar 212! Aku Tapak Gadjah segera melaksanakannya!"
"Kalau betul aku berhadapan dengan Tapak Gadjah, tokoh silat terkenal dari Gunung Lawu saat ini...,"
Menyahuti si orang tua.
"maka dugaanmu meleset sekali!"
Tapak Gadjah pelototkan mata.
"Meleset bagaimana maksudmu?"
Dan Tapak Gadjah ingat akan keterangan Kalingundil. Lalu diajukan pertanyaan.
"Apakah kau bukannya Wiro Sableng si manusia geblek bergelar Pendekar 212 itu...?!"
Si orang tua gelengkan kepata.
"Aku adadalah Wirasokananta, Ketua Perguruan Teratai Putih di bukit Siharuharu..."
"Ah... tak disangka datang dari jauh kiranya akan berjumpa dengan tokoh silat ternama,"
Tapak Gadjah pula ramah. Mengingat Wiasokananta adalah tokoh silat dari golongan putih dating dia sendiri dari golongan hitam maka bertanyalah Tapak Gadjah.
"Gerangan apakah yang membuat Ketua Perguruan Teratai Putih sampai datang ke sini..."
"Panjang ceritanya Tapak Gadjah,"
Menyahuti si orang tua berkeris emas.
"Ringkasrrya adalah untuk mencari den memenuhi undangan seorang manusia bejat bernama Wiro Sableng bergelar Pendekar 212!"
"'Ah... ah... ah...! Kalau begitu kita sama-sama datang untuk maksud yang serupa. Dan pastilah mempunyai tujuan terakhir yang serupa-pula yaitu menamatkan riwayat manusia terkutuk itu. Bukankah demikin?"
Meskipun heran bagaimana Tapak Gadjah bias tahu hal itu namun Wirasokananta mengangguk juga.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti "Maksud sama, tujuan terakhir sama tapi latar belakang tentu lain.
Kalau aku boleh tanya, apakah sebabnya Ketua Perguruan Teratai Putih sampai turun tangan dan bukan menyuruh anak-anak murid Perguruan...?"
"Semua murid-muridku musnah di tangan manusia laknat itu! Dua diantaranya diperkosa!"
Jawab Wirasokananta.
Suaranya bergetar.
Kemudian dituturkannyalah apa yang telah menimpa Perguruan dan murid-muridnya.
Di atas pohon cemara Pendekar 212 Wiro Sableng pentang telinga buka mata tak berkesip.
Penuturan Wirasokananta tentu saja sangat mengejutkannya.
Semenjak turun gunung bukan saja dia tidak pernah mendengar nama Perguruan Teratai Putih, bahkan bertemu muka dengan Wirasokanantapun baru hari ini.
Dan hari ini pula Ketua Perguruan itu menuturkan bahwa dia --Wiro Sableng --telah melakukan pembunuhan besar-besaran atas diri murid-murid Perguruan Teratai Putih! Ini adalah satu hal yang sama sekali tidak benar! Kalau ini bukan satu kekeliruan tentu ini adalah fitnah.
Dan bila ini juga bukan fitnah, apakah yang telah menyebabkan Wirasokananta merasa yakin bahwa Pendekar 212 lah yang telah memusnahkan Perguruannya ? "Nasibmu dan nasibku rupanya tidak banyak beda Ketua Teratai Putih,"
Terdengar suara Tapak Gadjah.
"Muridku Suranyali juga kunyuk sedeng itu yang membunuh!"
Kini tahulah Wiro Sableng. Tapak Gadjah rupanya adalah guru Suranyali alias Mahesa Birawa ! "Tapi muridmu cuma seorang yang mati di tangannya sedang aku keseluruhannya,"
Menjahuti Wirasokananta.
"Yang penting bukan soal jumlah. Ketua Teratai Putih. Yang penting ialah bahwa kunyuk sedeng itu seorang manusia bejat yang musti kita lenyapkan dari muka bumi ini!"
Wirasokananta mengangguk. Tapak Gadjah hendak buka mulutnya kembali. Tapi batal karena saat itu sudut matanya melihat sesosok tubuh berkelebat dan tahu-tahu sudah berada di hadapan mereka.
"Siapa lagi yang datang ini...?"
Membatin Wiro Sableng. Sedang sesat kemudian didengarnya suara Tapak Gadjah berkata sambil menjura.
"Sungguh pertemuan yang tak terduga. Tokoh silat dari Gunung Halimun kenapa bisa muncul di sini...?"
Orang yang baru datang tertawa lebar.
Dia berpakaian kain putih.
Rambutnya panjang diriap seperti perempuan, janggutnya menjela sampai ke perut.
Rambut dan janggut itu berwarna putih dan melambai-lambai tertiup angin.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti "Kau sendiri mengapa bisa nongkrong di sini...?"
Balik menanya si janggut putih, dia melirik pada Wirasokananta.
Tapak Gadjah mula-mula perkenalkan si janggut putih pada Wirasokananta.
Ternyata si janggut putih itu adalah Begawan Sitaraga, seorang sakti dari Gunung Halimun.
Setelah mendengar penuturan Tapak Gadjah yang juga sekalian menuturkan tentang Wirasokananta maka Sitaraga tarik nafas dalam dan berkata "Betul-betul tak bisa diduga kalau kedatangan kita ke sini tiga-tiganya adalah membawa maksud yang sama! Aku kenal baik dengan Mahesa Birawa.
Aku telah berjanji untuk membantu perjuangannya menghancurkan Pajajaran karena memang aku tejak lama punya permusuhan dengan itu Kerajaan! Tapi nyatanya Mahesa mendahului aku! Ini kuketahui dari seorarg anak buahnya yang datang ke tempatku! Rupanya sebelum pecah perang Mahesa ada mengirim kurir.
Kurir itu tertangkap peronda Pajajaran!"
Kesunyian menyeling seketika.
Di atas pohon camera Wiro Sableng masih tak bergerak di tempatnya.
Dengan munculnya ketiga orang itu dan dengan penuturan masing-masing mereka Wiro kini bisa menjajaki bahwa ada sesuatu yang tak bares.
Dan ketidak beresan ini ditimpakan kepadanya.
Siapa yang menjadi dalang ketidakberesan ini tak susah untuk diterka yaitu Kalingundil ! Tapi Kalingundil sendiri ke mana mana? Yakin bahwa bukan hanya tiga orang itu saja yang bakal muncul maka Wiro memutuskan untuk menunggu.
Dugaannya rnemang betul.
Lewat sepeminum teh maka dari jurusan barat kelihatanlah dua soaok tubuh berlari cepat laksana angina! Yang satu bertangan buntung dan segera dikenali oleh Wiro Sableng sebagai Kalingundil adanya.
Yang seorang lagi pendekar 212 lupa-lupa ingat.
Tapi metihat angka 212 pada keningnya Wiro baru ingat bahwa manusia ini adalah Tapak Luwing, kepala komplotan Tiga Hitam dari Kali Comel yang tempo hari bertempur melawannya tapi kemudian dilarikan oleh Kalingundil! Begitu sampai dihadapan Tapak Gadjah, Wirasokananta dan Begawan Sitaraga keduanya segera menjura.
Kalingundil memandang berkeliling.
"Harap maafkan kalau kami datang agak terlambat". Dia memandang lagi berkeliling. Orang-orang yang diundangnya sudah lengkap.
"Pendekar gila itu masih belum muncul!"
Tapak Luwing berdehem.
"Aku me mpu nya i firasat bahwa itu manusia tak bernyali untuk datang antarkan nyawa kemari!"
"Kalau dia berani menantang, dia berani datang,"
Menyahuti Kalingundil.
"Kita tunggu saja,"
Buka suara Begawan Sitaraga. Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti "Dan kalaupun nanti ternyata silaknat itu tidak muncul, ke pintu nerakapun aku akan cari dia!"
Berkata Ketua Perguruan Teratai Putih.
Gembira sekali Kalingundil mendengar katakata Wirasokananta itu.
Nyatalah bagaimana dendam kesumat si orang tua terhadap Wiro Sableng.
Sementara itu dari atas pohon cemara pendekar 212 Wiro Sableng memperhatikan ke bawah dengan seksama.
Kini tak ada keragu-raguan lagi bahwa segala sesuatunya sampai tiga tokoh silat utama itu berada di sana adalah Kalingundil ya ng punya rencana.
Lima orang yang akan dihadapinya.
Kalingundil dan Tapak Luwing sudah bisa dijajakinya ketinggian ilmu kedua orang itu, tapi bagaimana dengan tiga orang lainnya? Sanggupkah dia menghadapi mereka berlima sekaligus? Pendekar 212 diam-diam tarik nafas dalam.
Dia memandang ke langit.
Matahari sudah sampai ke puncak tertingginya.
Apakah dia segera unjukkan diri atau menunggu sampai saat yang dirasakannya tepat? Di saat itu di bawah didengamya suara Tapak Gadjah berkata.
"Aku masih belum yakin kalau kunyuk ingusan itu benar-benar murid Sinto Gendeng. Itu nenek-nenek keriput sudah sejak lama minggat dari dunia persilatan...!"
Panaslah hati Wiro Sableng mendenger gurunya, disebut demikian rupa.
Tiada terasakan lagi, didorong oleh naluri yang telah membuat dia menjadi bisa maka keluarlah suara siulan dari sela bibirnya.
Lima manusia di bawah pohon terkejut dan.menengadah ke atas.
"Kurang ajar, rupanya kunyuk sedeng itu sudah lama mendekam di atas!,"
Maki Kalingundil.
"Pendekar gila turunlah untuk terima mampus!"
Teriak Wirasokananta. Pendekar 212 tertawa bergelak.
"Ketua Perguruan Teratai Putih, aku kasihan pada kau! Tidak tahu bahwa kau telah kena dikelabui oleh manusia tangan buntung itu!"
Kalingundil cepat membentak.
"Agaknya kau memilih kematian di atas pohon itu. Wiro Sableng?! Memang pohon itu cukup tinggi untuk mempercepat roh busukmu terbang ke neraka!"
Wiro tertawa lagi seperti tadi.
"Biar aku paksakan dia turun !"
Buka mulut Tapak Luwing.
Tangan kanannya bergerak.
Maka tiga pisau terbang beracun melesat ke puncak pohon cemara di mana pendekar 212 herada ! * * * Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti TAPAK Luwing! Kalau merasa sudah berilmu tinggi, biar kukembalikan pisaumu!"
Teriak Wiro dari atas pohon.
Sesaat sesudah dia berkata begitu maka menderulah angin deras.
Tiga pisau terbang kembali ke bawah menyerang pemiliknya sendiri! Dua buah masih sanggup dielakkan oleh Tapak Luwing tapi yang ketiga sangat cepat sekali meleset ke arah batok kepalanya.
"Awas!"
Seru Begawan Sitaraga. Sekali dia lambaikan tangan maka mentallah pisau itu dan Tapak Luwing yang diam-diam keluarkan. keringat dingin terlepaslah dari bahaya kematian! Wiro Sableng kini tertawa membahak.
"Kau terlalu bodoh untuk ikut-ikutan datang ke mari Tapak Luwing ! Seharusnya saat ini kau cuci kaki dan pergi tidur!"
Saat itu Wirasokananta tak dapat lagi menahan kesabarannya. Dengan tangan kanan dipukulnya batang pohon cemara.
"Kraaak!"
Pohon itu tumbang. Wiro melompat ke samping dan melayang ke bawah dengan gerakan enteng. Sambil melayang itu dia berkata.
"Musuh penantang cuma satu, mengapa sekarang bisa jadi lima? Apakah kau bisa beranak, Kalingundil?"
Lalu pada tiga tokoh silat utama itu Wiro berseru.
"Kalian sudah tua bangka masih saja mau derigan urusan dunia dan nafsu membunuh! Apa tidak malu kena dihasut oleh kunyuk tangan buntung itu?"
"Jangan banyak bacot manusia gelo! Ajalmu hanya tinggal sekejapan mata saja!"
Bentak Tapak Gadjah.
Dia maju ke muka dan kirimkan tendangan kaki kanan di saat Pendekar 212 masih juga belum menjejakkan kaki di tanah! Angin tendangan kerasnya bukan main.
Debu beterbangan.
Untuk menjajaki sampai kemana kehebatan tenaga dalam lawan Wiro sengaja tidak mengelak tapi memapasi serangan tersebut dengan lancarkan pukulan "kunyuk melernpar buah".
Ketika dua angin pukulan itu beradu terkejutlah Tapak Gadjah! Kedua kakinya melesak sampai tiga senti ke tanah sedang angin tendangannya yang sanggup menghancurkan batu itu buyar! Ternyata tenaga dalam Pendekar 212 tidak berada di bawahnya! Dengan membuat dua kali jungkir balik di udara, pada jungkiran yang ketiga Wiro sudah berdiri di atas kedua kakinya.
Lima manusia dihadapannya segera mengurung.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti "Kalian kunyuk-kunyuk tua bangka apa tidak malu main keroyok begini rupa?!"
Pendekar 212 masih sanggup bertanya sambil sunggingkan senyum mengejek.
"Seekor anjing kurap macam kau sudah terlalu pantas untuk dijagal bersama-sama!"
Menyahuti Wirasokananta.
"Ah, kau orang tua... Rupanya masih belum tahu kalau dikelabui orang lain! Demi kebenaran aku sama sekali tak pernah mendatangi Perguruanmu. Apa yang terjadi di Perguruanmu aku tidak tahu menahu. Itu semua adalah fitnah. Seseorang lain yang bertanggung jawab. Kurasa manusianya adalah si tangan buntung ini!,"
Wiro menuding ke arah Kalingundil.
"Ha... ha! Bukan saatnya untuk cuci tangan pendekar gila!"
Seru kalingundil seraya main-mainkan pedang buntung di tangan kirinya.
"Tak perlu kambing hitamkan orang lain! Tak perlu lempar batu sembunyi tangan....!"
"Aku memsng tak mengambinghitamkan kau orang buntung. Tapi eoba berkaca di cermin Begawan Sitaraga, kau akan melihat bagaimana tampangmu memang persis seperti kambing!". Merah padam muka Kalingundil. Wiro tertawa mengekeh. Begawan Sitaraga yang merasa dihina segera maju ke muka.
"Sobat-sobat, tak perlu bicara panjang lebar dengan orang sedeng ini! Mari kita kermus dia!". Habis berkata begitu Sitaraga gerakkan tangannya. Sinar putih yang panas dan menyilaukan menyambar ke arah muka Wiro Sableng. Begitu matanya tersambar sinar tersebut gelaplah pemandangan pendekar 212.
"Celaka!"
Kata Wiro dalam hati.
Tenaga dalamnya dialirkan ke kepala dan dia melompat cepat ke salah satu pohon cemara untuk berlindung dari serangan lawan.
Tapak Gajah juga tidak berdiam diri.
Tendangannya menggebubu.
Pohon cemara patah dah disaat itu Wiro sudah berpindah ke tempat lain.
Dengan mata masih terpejam dia putar kedua tangannya di udara.
Maka menderulah angin pukulan "benteng topan melanda samudera".
Meski pukulan ini hanya mempergunakan sebagian tenaga dalam karena yang sebagian masih tetap dialirkan ke muka tapi kehebatannya cukup membuat lima penyerang hindarkan diri ke samping.
Ketika matanya dibuka kembali maka pemandangannya sudah terang seperti semula.
Begawan Sitaraga terkejut ketika melihat kedua mata lawannya tidak menjadi buta oleh kilapan sinar cerminnya.
Di lain pihak Wiro menganggap bahwa senjata yang paling Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti berbahaya di antara penyerang-penyerangnya ialah cermin di tangan Sitaraga itu.
Maka dia memutuskan untuk menghancurkan senjata itu terlebih dahulu.
Namun dikurung lima begitu rupa tidak mudah bagi Wiro Sableng untuk melaksanakan niatnya.
Serangan lima tawan bertubi-tubi.
Setiap dia coba untuk menghancurkan senjata di tangan Sitaraga maka pedang Kalingundil atau golok Tapak Luwing atau keris emas ataupun tendangan Tapak Gajah datang pula menyerangnya, kadangkala berbarengan sekaligus! Dengan bergerak gesit, dengan lancarkan serangan-serangan balasan, dengan hanya bertangan kosong itu, pendekar 212 cuma sanggup bertahan sampai duabelas jurus.
Jurus-jurus selanjutnya dia didesak hebat Golok besar empat peregi berkali-kali membabat ke arah dada dan perutnya.
Sinar biru Pedang Siluman di tangan Kalingundil tiada henti berkiblat ke sekujur tubuhnya sedang keris emas Wirosokananta laksana hujan mengirimkan tusukan-tusukan mematikan.
Dan di antara itu tendangan-tendangan Tapak Gajah tiada terkirakan ditambah yang paling berbahaya cermin di tangan Sitaraga berkata-kali menyambar kemukanya, masih untung sanggup dialakkannya! Jurus kelima belas murid Eyang Sinto Gendeng itu terdesak ke tepi kawah.
Sinar cermin menyambar kemukanya.
Di saat itu pula tendangan Tapak Gajah menyeruak ke arah selangkangan.
Dari atas menderu Pedang Siluman Biru, keris emas menikam ke dada dan golok besar Tapak Luwing menggebubu ke perut! "Tamatlah riwayatmu pemuda gila!"
Teriak Kalingundil.
"Jangan lupa sampaikan salamku pada setan-setan neraka!"
Menimpali Wirasokananta.
"Bret"! Ujung Pedang Siluman Biru menyambar lewat dada, merobek pakaian pendekar 212! "Sialan!"
Maki Wiro Sableng.
"Memakilah sekenyangmu setan alas! Setan-setan neraka memang paling suka pada manusia-manusia tukang maki macammu!"
Teriak Kalingundil.
Wiro Sableng kertakkan geraham.
Kedua pipinya menggembung.
Sedetik kemudian meledaklah bentakan yang keras, demikian kerasnya sehingga menggema sampai ke dasar kawah Gunung Tangkuban Perahu! Tubuh pendekar 212 lenyap! Serentak dengan itu terdengarlah suara siulan yang melengking-lengking.
Dan di antara lengkingan siulan itu menderu suara laksana ratusan tawon, mendengung menyamaki liang telinga! Sinar putih bergulung-gulung! Lima penyerang tersurut mundur.
"Kapak Naga Geni!"
Seru Begawan Sitaraga ketiga melihat senjata di tangan Wiro Sableng.
Belum lagi habis gaung seruannya itu sudah menyusul suara jeritan setinggi langit.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti Satu tubuh angsrok terpelanting di tanah mandi darah, kepala terbelah dua! Korban Maut Naga Geni 212 yang pertama itu ialah Tapak Luwing! "Kurung biar rapat!"
Teriak Tapak Gajah. Dia melompat tinggi. Kedua kakinya menendang susul menyusul. Dua senjata lainnya menderu pula ke arah Wiro Sableng.
"Ketua Perguruan Teratai Putih!"
Berseru pendekar 212.
"Antara kau dan aku tak ada permusuhan. Sebaiknya undurkan diri saja!"
"Jangan bicara melangit pemuda sedeng! Delapan arwah muridku minta roh busukmu!". Wirasokananta percepat tusukan kerisnya. Maka keris emas, Pedang Siluman Biru dan Kapak Naga Geni 212 beradu dengan mengeluarkan suara nyaring. Wirasokananta berseru kaget. Tangannya tergetar hebat dan pedas panas. Keris saktinya terlepas mental. Cepat-cepat Ketua Perguruan Teratai Putih ini melompat mundur. Kalingundil sendiri tak kalah kagetnya. Bagian yang tajam dari pedang buntungnya gompal sedang tangannya menjadi seperti kaku. Kalau tidak sinar cermin Sitaraga menyambar ke arah lawan pastilah Kapak Maut Naga Geni 212 membabat perutnya. Kalingundil keluarkan keringat dingin! Suara siulan Pendekar 212 kini sekali-sekali diselingi oleh suara tawa mengekeh! Tubuhnya hampir tak kelihatan lagi. Kapak Naga Geni mengaung mencari maut. Keempat lawan menjadi sibuk. Merasa mulai terdesak, Tapak Gadjah segera keruk saku pakaiannya. Tanpa memberi peringatan lagi tokoh silat ini segera lepaskan seratus senjata rahasia yang berupa jarum-jarum hitam ke arah Wiro Sableng. Tapi angin putaran Kapak Naga Geni yang ampuh sekaligus meluruhkan jarum-jarum beracun itu. Malahan Tapak Gajah dan kawan-kawan menjadi sibuk karena harus mengelakkan jarum-jarum hitam yang terdorong berbalik menyerang mereka sendiri! "He.. he.. he..,"
Pendekar 212 tertawa mengekeh.
"Wirasokananta, untuk penghabisan kali aku kasih peringatan padamu. Mundur atau mampus dengan percuma!". Ketua Perguruan Teratai Putih menjadi bimbang. Dia membatin "Adakah seorang musuh yang sehebat ini sampai memberi dua kali peringatan kepadaku?".
"Wirasokananta jangan bodoh!"
Teriak Kalingundil.
"Manusia yang telah membunuh delapan muridmu, ape hendak kau lepaskan begitu sa... akh....."
Kata-kata Kalingundil tak sampai pada ujungnya.
Salah satu dari mata kapak di tangan Wiro Sableng membabat putus lengan kirinya.
Tangan dan pedang buntung mental masuk kawah.
Darah muncrat.
Laki-laki ini terhuyung ke belakang kesakitan.
Akhirnya Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti ketika dia kehabisan darah nafasnya megap-megap dan dia jatuh menelentang di tanah tapi belum mati! Tapak Gajah dan Begawan Sitaraga tertegun seketika.
Namun sesaat kemudian serentak pula keduanya menyerang sebat.
Serangan ini disambut dengan siutan dan tawa mengejek oleh Wiro Sabteng.
"Kalian berdua adalah tokoh-tokoh silat dari golongan hitam! Manusia-manusia macam kalian pantas menjadi umpan cacing di liang neraka!". Pendekar 212 putar kapaknya.
"Buyar!"
Cermin di tangan Sitaraga pecah berhamburan. Begawan itu keluarkan seruan tertahan dan memandang senjatanya yang hancur dengan rasa tak percaya.
"Begawan awas!"
Teriak Tapak Gajah. Tapi terlambat! Kapak Maut Naga Geni 212 datangnya tiada sanggup lagi untuk dielakkan.
"Crras"! Putuslah leher Begawan Sitaraga. Darah seperti air mancur muncrat ke udara. Kepala yang buntung mengelinding seperti bola terus masuk ke dalam kawah Gunung Tangkuban Perahu! Melihat kematian sobatnya ini, si kate kepala sulah Tapak Gajah menciut nyalinya! Tanpa buang waktu dia segera putar tubuh.
"Eit orang kate, mau minggat ke mana?!"
Wiro Sableng berseru.
"Ayo berhenti!". Tapi mana Tapak Gajah mau berhenti. Malahan ini manusia tancap gas dan lari lintang pukang. Wiro menyeringai. Tangan kanannya bergerak menekan bagian dekat hulu kapak yang berbentuk kepala naga-nagaan. Maka mengaunglah 212 batang jarum putih beracun ke arah Tapak Gajah. Tapak Gajah coba melompat ke samping namun dia kurang cepat. Hampir keseluruhan jarum-jarum putih itu menembus daging tubuhnya. Tapak Gajah meraung setinggi langit! Begitu racun jarum merembas jantungnya maka tubuhnya kelojotan seketika lalu menggeletak di tanah tanpa bergerak lagi! Wirasokananta leletkan lidah melihat kehebatan pendekar; tapi diam-diam bulu tengkuknya merinding karena ngeri! Sedang ketika dia berpaling pada pendekar itu, dilihatnya Wiro Sableng berdiri sambil garuk-garuk rambutnya yang gondrong! Wiro tarik nafas dalam lalu putar tubuh dan memandang pada Wirasokananta.
"Ketua Perguruan Teratai Putih,"
Katanya.
"Kenyataan yang kita tidak saksikan dengan mata kepala sendiri adalah terlalu sukar untuk dipercaya. Demikian juga dengan peristiwa di perguruanmu. Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti Sama sekali tak ada sangkut pautnya denganku! Aku yakin manusia inilah yang jadi biang racun!". Wiro mendekati Kalingundil yang tengah megap-megap. Dari dalam sakunya dikeluarkannya sebuah pil. Dia senyum-senyum dan menimang-nimang obat itu.
"Kau masih inginkan hidup Kalingundil?"
Tanyanya. Kalingundil diam saja.
"Obat ini bisa menyembuhkan lukamu dan memunahkan racun Kapak Naga Geni yang mengalir di darahmu. Aku akan berikan kepadamu jika kau menerangkan dan mengaku bahwa kaulah yang telah membunuh delapan anak murid Perguruan Teratai Putih...". Kalingundil masih diam.
"Kau tak mau hidup..... ?". Kalingundil memandang dengan matanya yang berbinar-binar pada pil di tangan Wiro. Dalam diri setiap manusia yang tengah meregang nyawa akan selalu datang harapan untuk dapat terus hidup. Demikian juga dengan Kalingundil.
"Masukkan dulu pil itu ke dalam mulutku,"
Katanya. Wiro memasukkan obat itu ke dalam mulut Kalingundil dan Kalingundil cepat-cepat menelannya.
"Sekarang terangkan cepat!". Kalingundil buka mulut mengakui apa-apa yang telah diperbuatnya terhadap Perguruan Teratai Putih. Akan Wirasokananta begitu mendengar penuturan tersebut, tak dapat lagi menahan luapan amarahnya. Tanpa banyak cerita dengan kaki kanan ditendangnya Kalingundil. Demikian kerasnya sehingga tak ampun lagi tubuh Kalingundil mencelat beberapa tombak ke udara dan malang baginya tubuhnya terlempar tepat ke kawah. Masih terdengar jeritan laki-laki itu menggaung ketika tubuhnya melayang ke bawah sebelum amblas di dalam kawah belerang! Sekali lagi pendekar 212 hela nafas dalam dan berpaling pada Wirasokananta. Satu senyum terlukis di bibir pendekar muda itu. Ketua Teratai Putih belas tersenyum.
"Orang muda, apakah kau betul-betul muridnya Sinto Gendeng?".
"Ah.... murid siapapun aku butan menjadi soal, Ketua Perguruan Teratai Purih"
Menyahuti Pendekar 212.
"Orang-orang mencap aku pemuda edan, sinting, gila, geblek... Kurasa memang suatu ketika kegilaan itu ada perlunya. Hanya manusia-rnanusia gila semacam kita inilah yang sanggup membunuh manusia-manusia bejat dan menghancurkan kebejatan. Coba saja kau pikir mana ada manusia waras mau membunuh sesama manusia...?". Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti Wirasokananta tertawa.
"Ucapanmu benar juga, pendekar,"
Katanya. Wiro mendongak ke langit.
"Ah, matahari sudah tinggi. Banyak urusan baru yang menunggu kita. Ketua Perguruan Teratai Putih, pertemuan kita hanya sampai di sini. Aku senang bisa berkenalan dengan kau. Semoga kita bisa jumpa lagi....".
"Pendekar 212, tunggu dulu...!"
Seru Wirasokananta. Tapi percuma saja. Sang pendekar saat itu sudah berkelebat dan lenyap! Wirasokananta goleng-goleng kepala.
"Pemuda hebat sikapnya seperti betul-betul gila tapi hatinya polos, ilmunya....... ah, aku yang sudah tua ini mungkin tak pernah bisa mencapai ilmu setinggi yang dimilikinya. Belum lagi sempat mengucapkan terima kasih, dia sudah lenyap..."
Wirasokananta memandang ke dasar kawah lalu mengikuti jejak Wiro Sableng meninggalkan tempat itu.
T A M A T Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Dendam Orang-orang Sakti Salam 212 SEMUA HAK KARYA CIPTA CERITA INI ADALAH MILIK ALMARHUM BASTIAN TITO Diketik ulang oleh Kailani Sekali Hanya untuk para pendekar semua pecinta Wiro Sableng Saran dan kritik kirim ke.
kucinglistrik@gmail.com
Pendekar Pedang Matahari Neraka Lembah Tengkorak Pendekar Pulau Neraka Lambang Kematian Wiro Sableng Empat Berewok Dari Goa Sanggreng