Ceritasilat Novel Online

Detektif Ilmiah 2


Seymour Simon Detektif Ilmiah Einstein Anderson Bagian 2



Keduanya berjalan mendekati tenda dan melihat harga karcis masuk. Ternyata lima puluh sen seorang. Dennis merogoh kantongnya lalu menghitung jumlah uang yang tersisa.

   "Uangku tinggal satu dolar lebih sedikit,"

   Dennis berkata.

   "Mungkin semua benda di dalam museum ini memang asli. Dan seandainya tidak, bagaimana kita dapat membuktikannya? Kupikir sebaiknya uang ini kita pakai untuk membeli es krim."

   Biasanya Einstein sangat menyukai es krim, tetapi entah mengapa kali itu ia merasa ada yang tak beres dengan perutnya.

   "Ayolah, Dennis,"

   Ia berkata.

   "kita coba saja. Kalau kita memperoleh hadiahnya, kau dapat membeli es krim sebanyak yang kaukehendaki."

   Dennis mempertimbangkan sebentar sebelum memutuskan.

   "Kita masuk ke dalam museum, Einstein, tetapi kuharap kau dapat membuktikan salah satu benda di dalam adalah palsu."

   Di dalam tenda, telah tersusun beberapa meja.

   Di atas mejameja itu terdapat beberapa lusin benda, mulai dari telur, batu-batuan, sampai sepatu.

   Di depan setiap benda terdapat sebuah label kecil bertuliskan kisah masing-masing benda.

   Einstein dan Dennis berkeliling melihat-lihat setiap benda satu per satu.

   Benda-benda yang dipamerkan di antaranya adalah "batu bulan".

   "sepatu astronaut", dan "ujung depan roket yang ditemukan kembali". Ada juga beberapa kulit telur yang menurut labelnya berasal dari "seekor elang emas".

   "burung nasar", dan "kelelawar coklat yang besar". Selain itu juga terdapat beberapa butir telur kura-kura dan kulit "ular piton berukuran panjang enam meter". Di meja lain terdapat koleksi pecahan tembikar yang ditemukan "pada sebuah perkampungan Indian yang terkubur di dalam lebatnya hutan tropis di Amerika Tengah". Meja itu juga menjadi tempat beberapa bongkah batu yang mengilap. Keterangan pada batu-batu itu mengatakan bahwa semuanya "dulu berasal dari batang pohon yang kemudian berubah menjadi batu setelah mengalami proses selama ribuan tahun". Dennis mengangkat salah satu batu itu.

   "Mungkin ini palsu,"

   Ujarnya.

   "Siapa sih yang pernah mendengar sebatang pohon berubah menjadi sebongkah batu?"

   Einstein memperhatikan batu itu dengan cermat, lalu menatap Dennis.

   "Lebih baik pohon batu daripada kepala batu,"

   Ia berkata dengan suara dibuat berwibawa.

   "Lucu sekali,"

   Kata Dennis. Tetapi ia tak tertawa. Sementara mereka tetap berjalan sekeliling ruangan, Dennis tampak mulai kesal.

   "Aku sudah lapar sekali, Einstein,"

   Katanya.

   "Kuharap kau dapat membuktikan ada benda palsu di sini. Apakah batu tadi palsu, atau semua benda di sini asli?"

   "Oh, jangan khawatir tentang hal itu,"

   Sahut Einstein.

   "Paling tidak satu dari benda-benda di sini jelas bukan seperti yang tertulis pada labelnya."

   Dapatkah kamu menemukan jawabannya. Benda mana yang palsu? "Aku masih berpendapat bahwa batu dari pohon itu adalah palsu,"

   Dennis berkata.

   "Kukira tidak,"

   Jawab Einstein.

   "Batu-batu itu disebut kayu yang membatu. Biasanya mereka ditemukan dalam bentuk kayu gelondongan, batang pohon, dan pangkal pohon yang masih tertinggal di dalam tanah setelah pohon ditebang. Selama beribu-ribu tahun setiap sel kayu digantikan oleh bahan kimia bernama silika. Silika berubah menjadi batu."

   "Yah, kalau yang palsu bukan batu, pasti kulit ular piton itu,"

   Kata Dennis.

   "Siapa sih yang pernah mendengar ada ular sepanjang enam meter?"

   "Aku pernah,"

   Sahut Einstein.

   "Piton dapat tumbuh sampai sepanjang sembilan meter lebih."

   "Kalau begitu, yang mana yang palsu?"

   Tanya Dennis.

   "Satu benda yang pasti palsu adalah kulit telur kelelawar coklat,"

   Jawab Einstein.

   "Dari mana kau bisa tahu?"

   Tanya Dennis.

   "Soalnya, kelelawar adalah mamalia terbang, bukan burung. Sayap kelelawar sebenarnya adalah tangan dengan jari-jari yang panjang. Selapis kulit tipis dan halus terentang di antara jari-jari itu, membentuk sayap. Dan tentu saja kelelawar tidak bertelur seperti burung. Kelelawar, seperti mamalia lainnya, melahirkan anaknya."

   Einstein menyeringai lebar.

   "Dapat kita katakan bahwa di museum ini terdapat telur yang teraduk-aduk."

   "Itu mengingatkanku,"

   Kata Dennis.

   "bahwa aku lapar."

   PERTANDINGAN ANGKAT BERAT HARI ini merupakan yang terpanas selama musim panas kali ini, bumi serasa terpanggang.

   Einstein bangun pagi-pagi (dengan sedikit kesal karena ia masih mengantuk), lalu memasukkan baju renangnya, handuk, dan makan siang ke dalam tas.

   Anggota keluarganya yang lain baru bangun ketika ia berangkat menemui Margaret di halte bus.

   Mereka hendak pergi ke pantai.

   Bus bergerak melintasi kota Sparta, berhenti di setiap persimpangan jalan.

   Kebanyakan penumpang yang naik ke bus adalah anak-anak yang juga ingin ke pantai.

   Dengan segera bus menjadi penuh sesak.

   Semua orang tertawa gembira membayangkan menceburkan diri ke air laut dan mendinginkan tubuh di sana.

   Einstein dan Margaret asyik mengobrol bersama teman-teman yang duduk di dekat mereka.

   Tiba-tiba Margaret menyikut rusuk Einstein.

   Einstein terenyak kaget.

   "Ada apa sih, Margaret?"

   Ia bertanya sambil mengusap-usap dadanya. Margaret menunjuk ke arah dua anak yang baru naik ke atas bus dan sekarang sedang berjalan di antara deretan kursi yang penuh orang.

   "Lihat siapa itu,"

   Kata Margaret.

   "Kesayangan semua orang, Pat si Jahat dan bayangannya, Herman."

   Einstein membungkuk di balik kursinya.

   "Kuharap mereka tak melihatku,"

   Ia berkata.

   "Terakhir kali aku bertemu Pat, aku menang lima pukulan di lengan karena aku tahu mengapa anjingnya melolong."

   Margaret menggeleng-gelengkan kepala tak mengerti.

   "Apa sih yang kaubicarakan? Apa hubungannya anjing yang melolong dengan lima pukulan di lengan dan Pat?"

   Einstein tak menjawab karena pada saat itu Pat dan Herman melihatnya dan datang mendekat. Pat berdiri di hadapannya dan menatap ke bawah.

   "Nah, ini dia si jenius Einstein. Aku tak tahu kau akan pergi ke pantai hari ini. Aku harus memikirkan suatu pertandingan untuk kita. Yang menang boleh memukul lengan yang kalah sepuluh kali. Dan kali ini akulah yang akan tampil sebagai pemenang karena takkan ada unsur otak di dalam pertandingan ini."

   "Memang itulah satu-satunya jenis pertandingan yang berpeluang untuk kaumenangkan, Pat,"

   Potong Margaret.

   Pat memelototi Margaret, tapi tak berkata apa-apa.

   Pertama dan untuk terakhir kalinya ia mengusik Margaret, Margaret memukulnya dengan telak di mata.

   Akibatnya selama seminggu ia harus berkeliaran dengan satu mata hitam lebam.

   Pat mengatakan kepada semua orang bahwa ia terbentur pegangan pintu, sampai ada yang berkata.

   "Ya, terbentur kepalan tangan Margaret."

   Setelah itu, Pat tak pernah lagi mengganggu Margaret.

   "Sampai ketemu lagi di pantai,"

   Pat berkata kepada Einstein.

   "Tentu,"

   Sahut Einstein.

   "kami akan mencarimu. ...Dan kemudian pergi ke arah lain,"

   Tambahnya pelan-pelan.

   Einstein bukannya takut kepada Pat; ia hanya tak melihat alasan mengapa ia harus berkelahi dengannya.

   Bus berhenti di pantai.

   Anak-anak berhamburan ke segala arah.

   Pantai segera menjadi ramai dengan orang-orang yang berenang, makan, bermain bola, atau berjemur.

   Semuanya merasa gembira...

   kecuali ketika mereka melihat Pat dan Herman datang mendekat.

   Pat dan Herman berjalan ke pinggir laut tempat Einstein dan Margaret sedang membuat benteng pasir.

   Pat hampir melaksanakan niatnya menginjak benteng itu ketika ia melihat Margaret memelototinya.

   Ia langsung melangkah mundur lalu berbicara kepada Einstein.

   "Einstein, inilah pertandingan yang akan kita lakukan. Siapa yang dapat mengangkat beban paling berat dapat memukul lengan yang kalah sepuluh kali. Siap?"

   Einstein menatap air laut yang memukul-mukul kakinya. Ia mendorong naik kacamatanya dan berpikir sebentar.

   "Ini adalah pertandingan yang konyol,"

   Kata Einstein.

   "Tetapi aku berniat mencobanya dengan beberapa syarat."

   "Syarat macam apa?"

   Pat bertanya.

   "Pertama, masing-masing hanya mempunyai satu kali kesempatan untuk mengangkat benda terberat yang dapat ia temukan. Kedua, ia dapat mengangkat benda itu di mana pun ia mau."

   Einstein melihat Margaret mulai tersenyum. Pat mempertimbangkan syarat itu sejenak. Apa bedanya mengangkat benda di satu tempat dengan di tempat lain? Akhirnya ia berkata.

   "Oke, Einstein, aku setuju. Benda yang akan kuangkat adalah dirimu."

   Pat mendekati Einstein dan meletakkan kedua tangannya di bawah ketiak Einstein. Dengan susah payah, pelan-pelan ia berhasil mengangkat Einstein dari permukaan pasir pantai.

   "Sekarang giliranmu,"

   Pat berkata mengejek.

   "Siapa yang akan kauangkat? Aku?"

   "Tepat, engkaulah yang akan kuangkat,"

   Sahut Einstein.

   "Sekarang melangkahlah ke sana."

   Dapatkah kamu menemukan jawabannya. Bagaimana Einstein dapat mengangkat Pat, yang jelas lebih berat daripada dirinya? Apa keuntungan yang didapatnya hingga Einstein harus mengangkat Pat di tempat lain? "Melangkah ke mana?"

   Tanya Pat.

   "Ke dalam air,"

   Jawab Einstein.

   "Ikuti aku masuk ke air laut hingga aku mengatakan berhenti."

   Einstein berjalan ke dalam air, dan Pat mengikutinya. Einstein berhenti ketika permukaan air telah setinggi leher Pat. Lalu ia menoleh ke arah Pat dan berkata.

   "Di sinilah aku akan mengangkatmu."

   Einstein melingkarkan tangannya ke tubuh Pat dan mengangkatnya dengan mudah. Herman menyaksikan semua ini dari tepi pantai. Mulutnya menganga lebar ketika ia melihat Einstein mengangkat Pat.

   "Bagaimana kau bisa mengangkat Pat sedemikian gampangnya?"

   Ia bertanya heran.

   "Karena berat Pat di dalam air lebih ringan daripada di udara,"

   Einstein menjelaskan.

   "Air dan segala zat cair lainnya mempunyai daya dorong ke atas yang disebut daya apung. Selama sebagian besar tubuh Pat ada di bawah air, mudah sekali mengangkatnya. Hal ini membuktikan bahwa untuk melakukan sesuatu, tidak cukup hanya dengan kekuatan, tetapi perlu otak."

   "Ya sudah, Einstein, turunkan aku sekarang,"

   Kata Pat. Einstein tersenyum.

   "Sebenarnya sudah, Pat, harga dirimu sudah turun di mata semua anak yang menonton,"

   Ia berkata sambil melepaskan pegangannya. MAKHLUK ANGKASA LUAR EINSTEIN baru saja pulang dari pantai ketika ibunya menelepon dari kantor harian Tribune tempatnya bekerja.

   "Untung kau sudah pulang, Adam,"

   Kata Bu Anderson.

   "Aku mau minta tolong padamu."

   "Katakan saja, Bu,"

   Sahut Einstein.

   "Apa yang Ibu bisa saya kerjakan untuk?"

   Einstein suka memutar balik kata-katanya. Sayangnya, ia merasa tak seorang pun menyukai hal itu.

   "Adam, aku ingin mewawancarai seseorang untuk artikel di surat kabar. Ia sedang berkunjung ke Sparta. Aku berniat mengundangnya ke rumah untuk makan malam hari ini. Dan aku berharap kau bisa menemani kami selama aku melakukan wawancara."

   "Siapa sih orang itu? Dan mengapa saya harus menemani Ibu? Apa ada yang tak beres?"

   "Nama orang itu Pak Janus,"

   Jawab Bu Anderson.

   "Ia sedang menulis buku tentang pengalamannya. Atau paling tidak apa yang menurutnya dialaminya."

   "Apa yang dialaminya? Apa yang harus saya lakukan bila ia datang? Apakah Ibu mengira bahwa ia berdusta? Apakah ini menyangkut ilmu pengetahuan?"

   Einstein menanyakan semua pertanyaan itu secara bertubi-tubi.

   "Sabar sebentar, akan kuceritakan,"

   Sahut ibunya tertawa.

   "Janus mengatakan bahwa ia sedang menyusuri jalan raya di pinggir kota Sparta, ketika tiba-tiba dilihatnya sebuah piring terbang. Piring terbang itu mendarat dan beberapa makhluk mungil berkepala besar turun dan menyapanya."

   "Wow!"

   Teriak Einstein.

   "E.T. Lalu apa lagi yang terjadi?"

   "Janus mengatakan bahwa makhluk angkasa luar itu dapat berbicara dengannya dalam bahasa Inggris dengan menggunakan semacam mesin penerjemah yang mereka bawa. Mereka memintanya ikut ke dalam piring terbang dan membawanya ke pangkalan mereka di salah satu sisi bulan yang tidak terlihat. Mereka menahannya di sana selama beberapa hari, kemudian membawanya pulang dan membebaskannya."

   "Itu benar-benar terdengar aneh,"

   Einstein berkata.

   "Apakah Ibu mempercayai ceritanya?"

   "Itulah sebabnya mengapa aku menghendaki kau menemani kami,"

   Jawab Bu Anderson.

   "Ia kedengarannya jujur, tetapi mungkin ia hanya ingin mencari publisitas bagi bukunya. Aku ingin kau mendengarkan apa yang akan dikatakannya dan kemudian memberitahuku secara pribadi apakah ia membuat kesalahan ilmiah."

   Einstein langsung setuju.

   Ia gemar membaca cerita-cerita fiksi ilmiah, walaupun ia agak ragu mengenai adanya piring terbang.

   Pak Janus ternyata berperawakan tinggi kurus.

   Matanya yang hitam bersorot tajam.

   Sepanjang makan malam ia menceritakan pengalamannya bersama para makhluk angkasa luar.

   Ia berkata bahwa para makhluk itu tingginya sekitar satu meter, dan bentuk tubuhnya persis menyerupai manusia.

   Mereka mempunyai satu kepala, dua lengan, dan dua kaki.

   Kulit tubuh mereka berwarna hijau pucat, dan tampak bercahaya.

   Kedua bola mata mereka sangat bundar, tapi tidak memiliki pupil, dan telinga mereka runcing.

   Einstein mendengarkan baik-baik, tetapi ia tak dapat memutuskan apa-apa.

   Kalau kau memang percaya akan adanya piring terbang, pikirnya, maka semua yang dikatakan Pak Janus tidak ada yang salah secara ilmiah.

   Setelah makan malam Dr.

   Anderson berkata bahwa ia dan Dennis akan mencuci piring.

   Dennis tampaknya hendak memprotes, tetapi Dr.

   Anderson memelototinya.

   Lalu Bu Anderson mengajak Pak Janus dan Einstein ke ruang kerjanya kemudian menutup pintu.

   "Silakan Anda lanjutkan cerita Anda, Pak Janus,"

   Pinta Bu Anderson.

   "Anda sudah sampai pada bagian ketika para makhluk angkasa luar itu memberi Anda pakaian antariksa dan Anda berjalanjalan di bulan."

   "Permukaan bulan berbatu-batu dan berdebu,"

   Jelas Pak Janus.

   "Anda tahu bahwa di bulan tak ada udara maupun air. Sinar matahari membuat suhu di sana mencapai lebih dari seratus derajat Celsius. Itu cukup panas untuk mendidihkan air, kalau ada. Untungnya AC di dalam pakaian antariksa yang saya kenakan bekerja dengan baik.

   "Para makhluk itu membawa saya berjalan ke sebuah bukit. Ketika kami mendekat, saya dapat mendengar suara palu berdentangan. Untuk mendaki bukit sama sekali tidak sukar, karena gravitasi bulan yang rendah."

   "Apakah Anda melihat apa yang terjadi di balik bukit?"

   Tanya Bu Anderson.

   "Ya,"

   Sahut Pak Janus.

   "Ketika kami sampai di puncak bukit, saya dapat melihat para makhluk angkasa luar itu sedang membongkar pangkalan mereka. Mereka meminta saya untuk mengabarkan alasan kepindahan mereka kepada penduduk bumi. Mereka memutuskan bahwa penduduk bumi belum cukup maju untuk diikutsertakan dalam Federasi Makhluk Pandai Antargalaksi."

   "Sayang sekali,"

   Einstein berkata. Tetapi aku mengerti kenapa mereka berpikir demikian, pikir Einstein.

   "Bu, bolehkah saya bermain di luar sekarang?"

   "Permisi sebentar ya, Pak Janus?"

   Kata Bu Anderson.

   "Saya akan segera kembali."

   Einstein dan ibunya meninggalkan ruangan.

   "Nah, apa pendapatmu?"

   Tanya Bu Anderson.

   "Apakah Janus membuat kesalahan ilmiah?"

   "Sampai sejauh ini, hanya satu,"

   Sahut Einstein.

   "Tetapi kesalahan itu cukup fatal sehingga membuat saya yakin bahwa seluruh ceritanya hanya khayalan."

   Dapatkah kamu menemukan jawabannya. Di manakah letak kesalahan cerita tentang makhluk angkasa luar itu? "Apakah kesalahan itu terletak pada suhu bulan yang cukup panas untuk mendidihkan air?"

   Tanya Bu Anderson.

   "Bagiku hal itu kedengarannya salah. Aku selalu membayangkan permukaan bulan sangat dingin."

   "Permukaan bulan bisa dingin atau panas,"

   Einstein menjelaskan.

   "Karena bulan tidak mempunyai atmosfer, maka suhu permukaannya menjadi sangat ekstrem. Di bagian yang terlindung dari sinar matahari, suhunya lebih dingin dari tempat terdingin di bumi. Di bagian yang terkena sinar matahari, suhunya lebih panas dari tempat terpanas di sini."

   "Lalu kesalahannya apa, Adam?"

   "Kesalahan yang dibuat Pak Janus berhubungan dengan tidak adanya atmosfer di bulan,"

   Einstein menerangkan.

   "Pak Janus berkata bahwa ia mendengar suara palu dari balik bukit. Tetapi suara harus merambat melalui udara agar dapat terdengar. Bagaimana Pak Janus dapat mendengar suara palu di tempat yang tidak ada udaranya?"

   "Terima kasih, Adam. Aku tahu bahwa kau pantas diperhitungkan."

   "Yah, Ibu dapat memperhitungkan dengan pasti akan jadi apa saya dalam dua tahun ini."

   "Apa?"

   Tanya Bu Anderson.

   "Empat belas tahun,"

   Jawab Einstein.

   "Ah, kamu iseng,"

   Kata Bu Anderson.

   BANTENG YANG MENGAMUK DR.

   ANDERSON sering sekali mengajak salah satu anaknya kalau ia mendapat panggilan mengobati hewan sakit.

   Hari ini giliran Einstein untuk menemani ayahnya.

   Einstein amat suka menonton ayahnya bekerja.

   Dr.

   Anderson tampak begitu paham bagaimana cara menenangkan hewan yang akan diperiksa.

   Tangannya lembut, dan ia mampu bekerja dengan cepat menentukan letak penyakit pasiennya.

   Dr.

   Anderson memiliki reputasi sebagai dokter hewan terbaik di daerah itu.

   Hari ini Dr.

   Anderson mengunjungi peternakan Jones untuk memeriksa beberapa ekor sapi yang sakit.

   Ia memeriksa mereka dan memberikan obat.

   Ketika Dr.

   Anderson dan Einstein hendak beranjak pulang, Pak Jones memanggil mereka.

   "Dok, mungkin Anda dapat memecahkan masalah yang dihadapi Ajax, banteng nomor satu saya,"

   Kata Pak Jones.

   "Memangnya Ajax kenapa?'Tampaknya ia baik-baik saja ketika saya lihat beberapa menit yang lalu."

   "Justru itu,"

   Sahut Pak Jones.

   "Ia tampak sehat. Tetapi kalau ia ditinggal sendiri, terjadi hal yang aneh. Ketika saya datang kembali, Ajax berkeringat dan kesakitan. Kalau ia terus seperti ini, saya tak bisa mengikutkannya dalam pameran. Dan Apollo, banteng milik Burns, mungkin akan memenangkan hadiah sebagai banteng terbaik. Padahal Apollo-nya si Burns itu sama sekali tidak lebih baik daripada Ajax."

   "Coba saya lihat,"

   Dr. Anderson berkata. Mereka kembali ke lapangan tempat Ajax dikurung. Banteng itu terlihat marah dan gelisah. Tetapi Dr. Anderson terus berbicara dengan lembut hingga ia berhasil memeriksa binatang itu. Setelah selesai, Dr. Anderson tampak bingung.

   "Ajax baik-baik saja,"

   Dr. Anderson berkata kepada Pak Jones.

   "Tetapi satu hal yang membingungkan saya, yaitu di punggung Ajax terdapat lecet-lecet. Saya harap Anda tak keberatan jika Adam tinggal dengan banteng itu pagi ini untuk mengamati apa yang terjadi. Silakan Anda melakukan tugas sehari-hari Anda seperti biasa."

   "Saya tak keberatan,"

   Kata Pak Jones.

   "Tapi apakah Adam tahu apa yang harus dicarinya?"

   "Jangan khawatir, akan saya berikan beberapa petunjuk untuknya,"

   Sahut Dr. Anderson. Dr. Anderson membawa putranya pergi menjauh.

   "Adam, aku ingin kau menunggu di dalam gudang dan mengawasi kandang banteng dari jendela. Usahakan agar jangan ada yang melihatmu. Aku akan menjemputmu sebelum makan siang, dan kau bisa melapor kepadaku kalau ada sesuatu hal."

   Einstein menganggap instruksi itu sedikit janggal, tetapi ia menyatakan akan melakukan apa yang diminta ayahnya.

   Pak Jones pergi bekerja di ladang dan Bu Jones pergi berbelanja ke kota.

   Einstein mengawasi banteng itu, tetapi Ajax tampaknya tidak berbuat banyak kecuali mengusir lalat dengan ekornya.

   Setelah sekitar satu jam berada di dalam gudang yang panas, Einstein menjadi sangat mengantuk.

   Ia memutuskan untuk naik ke loteng tempat penyimpanan jerami, berbaring di tumpukan jerami, dan mengawasi Ajax dari jendela atas.

   Ternyata tumpukan jerami itu sangat nyaman.

   Dalam beberapa menit saja Einstein telah tertidur lelap.

   Belum sempat Einstein tertidur lama, ia terbangun oleh suara Ajax yang mendengus dan menyepak-nyepak pagar.

   Einstein bergegas menuruni tangga dan keluar dari gudang.

   Ajax sedang berdiri di tengah-tengah lapangan.

   Kakinya mengais-ngais tanah, siap menyerang.

   Di luar pagar terlihat Pat Burns, putra tertua Burns Peternak.

   Pat si Jahat.

   "Pat, apa yang kaulakukan terhadap banteng itu?"

   Teriak Einstein. Pat tampak kaget melihat kehadiran Einstein.

   "Dari mana kau muncul?"

   Katanya. Ia cepat-cepat memasukkan kembali kerjkil yang digenggamnya ke dalam saku.

   "Aku tak melakukan apa-apa terhadap banteng jelek itu,"

   Ia berkata.

   "Ajax sama sekali tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Apollo. Apollo akan memenangkan hadiah banteng terbaik kali ini."

   Einstein melihat Ajax. Banteng itu berkeringat deras dan bernapas dengan berat. Lalu Einstein kembali menatap Pat. Ia berkata.

   "Kau telah melempari Ajax dengan batu-itu sebabnya mengapa dia kepanasan dan marah. Kau berusaha membuat Pak Jones mengira bantengnya sakit sehingga ia tak mengikutkannya dalam pameran."

   "Itu tak benar,"

   Kata Pat marah.

   "Aku hanya berjalan di dekat banteng itu dan ia tiba-tiba menjadi marah. Semua orang tahu sebabnya; baju merah yang kukenakan. Ketika Ajax melihat baju merah, ia langsung menyerangku. Bukan salahku kalau aku berbaju merah."

   "Tapi jelas salahmu sehingga Ajax menjadi marah,"

   Jawab Einstein. Dapatkah kamu menemukan jawabannya. Bagaimana Einstein tahu bahwa Pat melakukan sesuatu yang membuat Ajax marah dan bukan sekadar berjalan dengan baju merah? "Kau bisa membuktikannya?"

   Tanya Pat.

   "Apakah kau melihat aku melemparkan batu kepada Ajax?"

   "Tidak,"

   Sahut Einstein.

   "aku memang tidak melihat kau melempari Ajax dengan batu. Tetapi aku tahu bahwa pasti ada penjelasan lain."

   "Bagaimana kau bisa yakin?"

   Desak Pat.

   "Karena banteng buta warna,"

   Jawab Einstein.

   "Cerita-cerita yang kaudengar mengenai banteng mengamuk bila melihat warna merah, semuanya tak benar. Ajax tidak mengamuk karena melihat baju merahmu. Ia marah karena kau melemparkan batu kepadanya."

   Belakangan, ketika Einstein dalam perjalanan pulang bersama ayahnya, Dr. Anderson berterima kasih kepadanya atas kecerdikannya.

   "Ya, walaupun diucapkannya hampir sama, merah tak ada hubungannya dengan banteng yang marah,"

   Kata Einstein.

   Dr.

   Anderson tertawa.

   KUE-KUE YANG HILANG SEMINGGU lagi sekolah akan dimulai kembali.

   Tinggal satu minggu waktu untuk berenang, bermain bola, dan bersenang-senang di musim panas.

   Satu minggu untuk dapat tidur sampai siang.

   Satu minggu tanpa PR, belajar, ulangan, serta tugas, sekolah.

   Guna merayakan minggu terakhir kebebasan ini, Einstein dan teman-temannya sepakat untuk pergi berpiknik.

   Piknik itu rencananya akan diadakan di Taman Nasional Danau Besar.

   Danau di tengahtengah taman itu panjangnya beberapa kilometer dan lebarnya sekitar satu setengah kilometer.

   Setiap orang harus membawa makanan yang akan dinikmati bersama-sama.

   Einstein dan Margaret menyatakan bersedia membuat kue.

   Einstein datang ke rumah Margaret pada malam sebelum piknik.

   Margaret membukakan pintu dan mengajak Einstein ke dapur.

   Meja dapur penuh dengan tepung, gula, susu, potongan-potongan coklat-segala bahan kue yang akan mereka buat.

   "Apakah kau akan membuat meja ini menghilang seperti yang kaulakukan di rumah Bibi Bess?"

   Tanya Einstein dengan tampang lugu. Margaret tertawa.

   "Aku bukan hendak membuat meja ini menghilang,"

   Ia berkata.

   "tetapi kalau kau tidak mulai membantuku, aku akan membuatmu menghilang."

   "Ayo, kita mulai,"

   Kata Einstein.

   "Sebaiknya kita menghidupkan oven sekarang, sebelum kita mengaduk adonan kue. Oven itu kan butuh waktu untuk menjadi panas."

   Einstein dan Margaret memanggang satu loyang penuh kue coklat kecil-kecil, lalu satu loyang lagi, dan satu lagi.

   Ketika mereka selesai memanggang, mereka telah mendapatkan 257 kue-cukup untuk sekelas anak yang rakus-rakus.

   Ketika fajar menyingsing keesokan harinya, langit berawan dan tampaknya hujan akan turun.

   Namun mereka semua sepakat untuk tetap melangsungkan rencana piknik mereka.

   Semua anak di kelas ikut, termasuk Pat si Jahat dan sobatnya, Herman.

   Sebelum makan, sebagian besar anak berenang di danau.

   Einstein, Margaret, dan teman-teman mereka berciprat-cipratan air serta bermain Frisbee.

   Semuanya sangat bergembira.

   Pat dan Herman tidak begitu gembira.

   Mereka berusaha membenamkan Einstein, tetapi tidak begitu berhasil.

   Einstein jauh lebih pandai berenang daripada mereka dan ia dapat meninggalkan mereka dengan mudah jika mereka terlalu dekat.

   Setelah berenang, Einstein dan Margaret duduk untuk makan.

   Santapan nikmat telah disusun di atas meja piknik yang besar.

   ayam goreng, keju dan daging yang diiris tipis-tipis, salad, semangka, dan roti yang lezat.

   Bahkan tersedia pula roti selai kacang dan roti jelly bagi mereka yang tidak suka yang lain.

   Mereka baru saja akan memulai makan kue-kue sebagai pencuci mulut ketika hujan turun.

   Anak-anak berlarian ke segala arah, mencari tempat berteduh di mana saja.

   Einstein dan Margaret menutupi kue-kue mereka dengan selembar plastik agar tidak basah.

   Lalu mereka berlari ke sebuah bangunan yang dipakai sebagai tempat ganti pakaian.

   Sebagian besar anak kelas itu ada di dalam bangunan.

   Semuanya, laki-laki dan perempuan, saling bercerita dan tertawa.

   Tak lama kemudian mereka mulai bermain tebak-tebakan.

   Margaret beraksi menirukan makhluk aneh dalam film Alien.

   Ia berpura-pura menjadi monster, tetapi tak seorang pun berhasil menebaknya.

   Einstein mengira ia adalah monster Frankenstein.

   Anak lain mengatakan bahwa ia lebih mirip Pat ketika sedang mengejar Einstein di danau.

   Semakin lama keadaan di luar semakin gelap.

   Sukar sekali melihat menembus hujan yang deras.

   Ketika tampaknya hujan akan terus turun sepanjang hari, tiba-tiba saja awan hitam menyingkir dan hujan berhenti.

   Matahari bersinar terang dan anak-anak yang bermain tebaktebakan keluar.

   Tanah menjadi lembek dan lapangan bola tampak berlumpur.

   "Jangan pergi sebelum kalian memakan kue-kue kami,"

   Kata Margaret.

   "Dijamin enak, kok."

   "Betul,"

   Tambah Einstein.

   "Kue-kue itu adalah yang terenak yang pernah kubuat."

   "Yang pernah siapa buat?"

   Tanya Margaret dengan mata melotot.

   "Yang pernah kami buat,"

   Kata Einstein tertawa. Mereka berjalan menuju meja besar, tetapi kue-kue itu telah lenyap. Di bawah lembaran plastik tidak terdapat apa-apa kecuali sedikit remah-remah.

   "Siapa yang mengambil kue-kue kami?"

   Kata Einstein. Ia menengok ke arah Pat dan Herman, yang sedang berdiri di dekat meja dan berusaha menahan tawa.

   "Apakah kau mengambilnya, Pat?"

   Tanya Einstein.

   "Siapa-aku?"

   Kata Pat dengan tampang tak bersalah.

   "Enak saja kau menuduh. Apakah kau tahu siapa yang mengambilnya, Herman?"

   "Tentu,"

   Sahut Herman.

   "Aku melihat siapa yang mengambil kue-kue itu. Seekor beruang yang muncul dari hutan. Pat dan aku berteduh di bawah pohon ketika hujan. Kami tak dapat melihat apaapa, suasana sangat gelap dan hujan turun dengan deras. Aku mendengar suara guntur yang sangat keras, lalu ketika menoleh aku melihat kilat menyambar sebuah pohon di seberang danau. Aku melihat beruang itu mengambil kue ketika kilat menyambar. Setelah itu gelap lagi dan aku tak melihat ke mana ia pergi."

   "Aku tak mempercayaimu,"

   Kata Margaret.

   "Kau mengambil kue-kue itu dan menyembunyikannya di suatu tempat."

   "Aku tak peduli kau percaya atau tidak,"

   Kata Pat.

   "Aku melihat kejadian yang sama seperti Herman. Dan kau maupun Einstein tak dapat membuktikan bahwa aku tak melihat kejadian itu."

   "Oh, tentu aku dapat,"

   Einstein berkata.

   "Kau dan Herman berbohong."

   Ebukulawas.blogspot.com Dapatkah kamu menemukan jawabannya. Bagaimana Einstein dapat membuktikan bahwa Herman dan Pat berbohong? EBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM "Jangan bilang bahwa kau melihat kami mengambil kue-kue tersebut,"

   Kata Pat.

   "Aku tak melihat kalian mengambil kue itu,"

   Kata Einstein.

   "tetapi aku tahu bahwa kalian tidak berkata benar tentang melihat seekor beruang mengambil kue-kue itu."

   "Bagaimana kau bisa tahu?"

   Tanya Pat ngotot.

   "Aku harus menjelaskan sedikit ilmu pengetahuan agar kalian bisa mengerti,"

   Kata Einstein.

   "Begini, kilat yang menyambar bergerak dengan kecepatan cahaya, 300.000 kilometer per detik. Dengan kecepatan seperti itu, jarak satu setengah kilometer menyeberangi danau dapat ditempuh hanya dalam sepersekian detik."

   "Jadi?"

   Kata Herman.

   "Dengarkan baik-baik, nanti kau akan mengerti,"

   Jawab Einstein.

   "Cahaya bergerak dengan cepat, tetapi suara bergerak jauh lebih lambat, hanya sekitar 330 meter setiap detik. Itu berarti suara guntur perlu waktu sekitar lima detik untuk menyeberangi danau."

   Margaret mengangguk.

   "Kau benar, Einstein. Sekarang aku paham,"

   Ia berkata. Pat menggelengkan kepala.

   "Aku tak melihat hubungan antara kilat dan guntur dengan kue-kue,"

   Ia memprotes.

   "Begini,"

   Einstein berkata.

   "Herman mengatakan bahwa ia mendengar suara guntur menggelegar dan kemudian menengok persis ketika kilat menyambar sebuah pohon di seberang danau selebar satu setengah kilometer. Tetapi itu suatu hal yang tak mungkin. Herman tak akan mendengar suara guntur hingga lima detik setelah ia melihat cahaya kilat. Ia pasti berbohong mengatakan melihat beruang mengambil kue-kue di bawah cahaya kilat. Mungkin fakta nyata ini dapat membuatnya terang."

   PERTANDINGAN MELEMPAR BOLA SETELAH Pat mengembalikan kue-kue yang ia sembunyikan (lihat bab yang lalu), ia berkata bahwa ia hanya bercanda. Sebenarnya sejak awal ia mmang berniat mengembalikan kue-kue itu.

   "Aku hanya ingin menguji apakah Einstein dapat menebak tekateki itu,"

   Kata Pat. Tetapi dapat terlihat dari air muka Pat ketika ia berbicara bahwa ia agak kesal terhadap Einstein.

   "Ya, Pat, mari kita lupakan soal kue-kue ini,"

   Kata Einstein dengan ramah.

   "Mengapa kita tidak meneruskan acara piknik kita? Mungkin kita dapat bermain bola."

   "Lapangan bola terlalu becek untuk bermain softball,"

   Kata Margaret.

   "Tetapi kita dapat bermain lempar-lemparan."

   "Bagus, mari kita main lempar-tangkap bola,"

   Pat berkata.

   "Ayo, Einstein, untuk menunjukkan bahwa aku tak ada rasa dendam kepadamu, aku akan bermain denganmu."

   Pat dan Einstein mengambil sarung tangan softball mereka dan berjalan ke bagian lapangan yang sedikit lebih kering daripada lainnya. Margaret dan beberapa anak lain ikut bersama mereka.

   "Aku melempar dan kau menangkap,"

   Kata Pat.

   "Di sini home plate."

   Ia menunjuk sebidang rumput.

   "Kau tetap di sini dan aku akan melakukan pemanasan sebelum melempar."

   Einstein setuju, tetapi ia punya firasat buruk tentang apa yang akan terjadi.

   Ternyata ia benar, Pat mulai melempar bola dengan cepat.

   Makin lama ia melempar makin keras.

   Einstein dapat menangkap hampir setiap lemparan Pat, tetapi tangannya mulai sakit akibat bola-bola yang cepat itu.

   Akhirnya Einstein berkata.

   "Pat, kurasa kita sekarang sebaiknya tukar tempat. Kini giliranku melempar dan kau menangkap."

   "Einstein,"

   Kata Pat dengan nada mengejek.

   "kau tidak dapat melempar dengan keras. Lemparan terbaikmu takkan mampu merobohkan rumput di lapangan."

   Pat dan Einstein saling bertukar tempat.

   Einstein mulai melempar ke arah Pat.

   Tetapi sekeras apa pun Einstein melempar, lengannya memang tak sekuat lengan Pat.

   Kecepatan bolanya tak mampu menyaingi Pat.

   Setelah beberapa lama Einstein berhenti melempar dan berjalan ke arah Pat.

   "Wah, aku senang kita dapat bermain bola bersama,"

   Kata Einstein.

   "Bagaimanapun juga, sekolah akan dimulai lagi minggu depan dan kita harus kembali berkutat dengan buku-buku,"

   Tambahnya.

   "Oh, tentu,"

   Kata Pat tertawa.

   "Kau dapat mengalahkanku kalau sudah sampai ke soal buku-buku dan pelajaran ilmiah, tetapi itu hanya pekerjaan sekolah. Aku ingin melihatmu mengalahkanku dalam hal melempar atau semacamnya. Kalau tidak, apa gunanya ilmu pengetahuan?"

   "Kau dapat menggunakan ilmu pengetahuan di mana saja,"

   Sahut Einstein.

   "bahkan di dalam olahraga. Coba kupikir sebentar."

   Einstein mendorong naik kacamatanya ke atas hidung. Setelah satu menit, ia berkata.

   "Aku sudah dapat."

   "Apa yang kaupunyai, Einstein,"

   Tanya Pat.

   "selain lengan yang lemah?"

   "Mari kita buktikan, Pat,"

   Sahut Einstein.

   "Bagaimana kalau kita mengadakan pertandingan? Pertandingan melempar bola?"

   "Apakah kau bercanda?"

   Mulut Pat ternganga lebar saking terkejut.

   "Kau ingin adu melempar? Kau melawan diriku? Apa yang harus kulakukan, melempar dengan tangan kiri?"

   "Tidak, kau boleh melempar dengan tangan kanan. Tetapi ada satu syarat,"

   Kata Einstein.

   "Apa itu?"

   Tanya Pat.

   "Dalam pertandingan ini kita akan melihat siapa yang mampu melempar lebih jauh. Supaya adil, kau harus melempar bola lurus ke depan, bukan ke atas."

   "Dan bagaimana kau mau melemparnya, Einstein? Dengan meriam?"

   "Oh, tidak,"

   Kata Einstein.

   "Aku hanya menggunakan lenganku, itu saja. Aku akan melempar bola dari tempat yang sama denganmu. Kita masing-masing mempunyai satu kesempatan, dan aku berani bertaruh, lemparanku pasti lebih jauh."

   Dapatkah kamu menemukan jawabannya.

   Apa yang diketahui Einstein tentang melempar bola sehingga dapat membuatnya menang atas Pat? Pertandingan melempar bola berlangsung tak seimbang.

   Tak peduli berapa keras Pat melempar bola lurus ke depan, Einstein mampu melempar lebih jauh.

   Akhirnya Pat menatap Einstein dan berkata.

   "Aku tak mengerti apa hubungan antara caramu melempar bola dan jauh lemparan."

   "Itu semua berhubungan dengan gravitasi,"

   Sahut Einstein.

   "Maksudmu segala yang naik pasti turun?"

   Pat bertanya.

   "Ya,"

   Jawab Einstein.

   "tetapi satu-satunya yang bisa naik dan tak bisa turun adalah umurmu."

   Ia menertawakan leluconnya sendiri. Margaret tidak tertawa.

   "Roket antariksa kadang-kadang tidak turun kembali,"

   Ia berkata.

   "Tetapi bola baseball pasti,"

   Ujar Einstein.

   "Gravitasi akan menarik turun setiap bola yang kaulempar atau kaupukul. Kalau kau melempar bola lurus ke depan seperti yang dilakukan Pat, gravitasi akan membawanya turun ke tanah sebelum bola itu bergerak jauh."

   "Tetapi kalau kau melempar bola lurus ke atas,"

   Margaret berkata.

   "ia akan jatuh di dekatmu."

   "Benar,"

   Kata Einstein.

   "Jadi jawabannya adalah melempar bola tepat di tengah-tengah antara lurus ke depan dan lurus ke atas. Kau harus melemparnya dengan sudut empat puluh lima derajat."

   "Apa itu?"

   Tanya Pat.

   "Sudut sebuah buku adalah sembilan puluh derajat,"

   Jawab Einstein.

   "Garis yang ditarik tepat di tengah-tengah sudut itu akan membaginya menjadi dua sama besar, yaitu masing-masing empat puluh lima derajat."

   "Jadi?"

   Tanya Pat lagi.

   "Itu adalah sudut terbaik untuk melempar bola, kalau kita ingin mencapai jarak lempar sejauh-jauhnya,"

   Kata Einstein.

   "Maksudmu seperti dari lapangan luar ke home plate?"

   Tanya Margaret. Einstein mengangguk.

   "Hmm, aku biasanya berjaga di base pertama,"

   Gumam Pat sambil berjalan menjauh.

   "Heran,"

   Kata Einstein kepada Margaret.

   "Sepertinya ia tak pernah terjaga dari kedunguannya."END

   

   

   

Putri Bong Mini Rahasia Pengkhianatan Baladewa Pendekar Rajawali Sakti Perempuan Siluman Pendekar Rajawali Sakti Dendam Gadis Pertapa

Cari Blog Ini