Ceritasilat Novel Online

Mengejutkan Kawan Kawannya 1


Seymour Simon Mengejutkan Kawan Kawannya Einstein Anderson Bagian 1


BUNGA API LISTRIK BEKER berdering tepat ketika Einstein Anderson menyelimuti tubuhnya lebih rapat lagi.

   Dengan mata masih mengantuk Einstein memandang ke sekeliling kamarnya.

   Ia tak ingat mengapa ia menyetel bekernya begitu pagi.

   Apakah ia merencanakan pergi ke pantai? Apakah hari itu ada pertandingan bola? Atau ada eksperimen yang hendak ia lakukan? Barulah Einstein ingat.

   Hari itu adalah hari pertama sekolah di kota Sparta.

   Liburan musim panas telah usai.

   Hari-hari tidur nyenyak sampai puas di pagi hari (kecuali di akhir pekan) sudah merupakan sejarah.

   Hari itu adalah hari pertamanya di kelas enam, Sekolah Menengah Sparta.

   Aku harus bangun dan mematikan beker, begitu pikir Einstein.

   Tetapi bukannya bangun dari ranjang, ia malah meringkuk di dalam selimut untuk beberapa saat.

   "Matikan beker itu, Einstein,"

   Adiknya, Dennis, berteriak dari kamarnya sendiri.

   "Aku tak tahan suara berisik itu."

   Hari itu juga merupakan hari pertama sekolah bagi Dennis.

   Ia duduk di kelas tiga Sekolah Dasar Sparta.

   Tetapi ia tak memiliki beker sendiri.

   Ia tak membutuhkannya.

   Einstein selalu membangunkan Dennis pada hari-hari sekolah.

   Suatu hiburan bagi Einstein.

   "Adam, Dennis, apakah kalian sudah bangun? Makan pagi akan siap dalam sepuluh menit,"

   Bu Anderson berteriak memanggil dari bawah.

   Adam adalah nama Einstein sesungguhnya.

   Tetapi kebanyakan orang memanggilnya Einstein, seperti nama ilmuwan terkenal di abad kedua puluh ini.

   Adam sudah tertarik kepada ilmu pengetahuan sepanjang ingatannya.

   Ia telah memecahkan begitu banyak teka-teki ilmiah sehingga teman-temannya dan bahkan beberapa gurunya mulai memanggilnya dengan julukan Einstein.

   "Ya, saya bangun sekarang,"

   Sahut Einstein.

   Ia bangkit dari ranjang dan berjalan ke arah lemari untuk mematikan bekernya.

   Einstein sengaja meletakkan beker itu jauh dari tempat tidur, karena ia tahu kalau tidak begitu ia pasti akan langsung mematikannya dan kembali tidur.

   Dari pintu sebelah ia mendengar Dennis beringsut dari ranjang, masih menggerutu akibat bunyi beker yang berisik.

   Einstein pergi ke kamar mandi.

   Selesai mandi, ia kembali ke kamarnya dan menatap ke luar jendela.

   Hari itu merupakan hari yang sejuk dan kering, seperti biasanya di awal bulan September.

   Aroma musim gugur pun mulai terasa ketika ia menghirup udara segar.

   Einstein memilih untuk mengenakan kemeja lengan panjang, celana jeans, sepatu kets, dan jaket baseball dari bahan nilon.

   Celana jeans yang ia pilih merupakan kesukaannya, yaitu yang robek-robek di bagian lutut.

   Tetapi ketika baru hendak memakainya, ia ingat bahwa ibunya telah memaksa agar ia mengenakan celana baru pada hari pertama sekolah.

   Jeans yang baru masih kaku dan terasa belum cocok.

   Ia menghela napas seraya mengenakannya.

   Kenapa sih para orangtua mengharuskan anak mereka memakai pakaian baru pada hari pertama sekolah? pikirnya.

   Dr.

   Anderson, ayah Einstein, sedang menuang kopi ketika Einstein dan Dennis turun makan pagi.

   Ia menyapa kedua putranya dengan penuh kasih sayang.

   Dr.

   Anderson adalah seorang dokter hewan.

   Kadang-kadang ia telah berangkat pagi-pagi sebelum anakanaknya bangun karena mendapat panggilan darurat.

   Bu Anderson menaruh setumpuk besar kue dadar di atas piring.

   Ia menuangkan segelas penuh jus untuk masing-masing putranya.

   Kemudian ia menerima secangkir kopi dari suaminya.

   "Bu, dengan tangan sebelah mana Ibu biasanya mengaduk kopi?"

   Tanya Einstein.

   "Hmm, dengan tangan kananku,"

   Jawab Bu Anderson, merasa heran atas pertanyaan itu.

   "Wah, itu lucu,"

   Kata Einstein.

   "Kebanyakan orang mengaduk kopinya dengan sendok."

   Semuanya menggeram gemas. Einstein senang menceritakan lelucon, semakin aneh semakin baik.

   "Sudah, cepat habiskan sarapanmu,"

   Kata Bu Anderson.

   "Aku harus berangkat ke kantor, dan aku tak punya waktu untuk mendengarkan lelucon-lelucon anehmu,"

   Sambungnya dengan ramah.

   Bu Anderson bekeija sebagai seorang penulis dan editor di Tribune, salah satu dari dua surat kabar yang ada di kota Sparta.

   Ia sering menuangkan omongan dan tingkah laku anak-anaknya ke dalam cerita lucu yang ditulisnya di surat kabar.

   Einstein dan Dennis menghabiskan makan pagi mereka dan berjanji untuk mencuci piring sepulang sekolah.

   Kemudian mereka mengambil buku catatan dan alat tulis lalu pergi meninggalkan rumah.

   Dalam perjalanan ke halte bus sekolah, Einstein memamerkan sebongkah batu yang ia temukan sehari sebelumnya kepada adiknya.

   Batu itu mempunyai lapisan atas yang mengilap dan disebut mika.

   Ia juga menunjukkan seekor kumbang klik besar yang berada di tanah.

   "Mengapa ia dinamakan kumbang klik?"

   Tanya Dennis.

   "Lihat,"

   Sahut Einstein. Ia membalikkan kumbang itu hingga telentang. Si kumbang tergeletak untuk beberapa saat. Lalu dengan suara "klik"

   Yang keras ia melompat ke udara dan mendarat di atas kakinya.

   Lalu cepat-cepat kabur.

   Ketika bus berhenti di halte dekat rumah keluarga Anderson, di dalamnya baru ada beberapa anak.

   Begitu Einstein naik ke dalam bus, ia melihat Pat Burns duduk di kursi belakang.

   Pat Burns bukanlah sahabat baik Einstein.

   Tepatnya, ia adalah teman sekelas yang paling tak disukai Einstein.

   Semua anak di kelas memanggilnya Pat si Jahat.

   Pat berbadan paling besar di kelas dan sekaligus paling jahat.

   Ia selalu berusaha mengusili anak lain.

   Einstein tak takut menghadapi Pat bila perlu, tetapi ia biasanya mengatasi Pat dengan menggunakan otaknya.

   Einstein baru saja membungkuk untuk duduk di kursi dekat pintu depan, ketika Pat berseru.

   "Wah, wah. Lihat siapa itu. Bukankah itu teman sekelasku yang terkenal, Einstein Anderson? Beserta adik bayinya, Dennis."

   "Siapa yang kaupanggil bayi?"

   Kata Dennis.

   "Kalau kau ingin melihat seperti apa rupa seorang bayi, lihat saja di cermin!"

   "Apa?"

   Bentak Pat.

   "Kau mau menantangku berkelahi? Cukup satu pukulan saja kau sudah pingsan."

   "Dengan napasmu yang bau itu, tak usah memukul pun semua orang sudah pingsan,"

   Balas Dennis. Einstein tertawa, tetapi langsung berhenti ketika ia melihat Pat berjalan ke depan. Pat berdiri di depan Einstein dan berbicara kepadanya.

   "Bisa kaucari satu alasan mengapa aku tak perlu meninjumu sekarang?"

   Ia bertanya.

   "Aku tak dapat menemukan satu alasan pun untuk kau meninjuku,"

   Sahut Einstein.

   "Tetapi aku tahu beberapa alasan mengapa kau sebaiknya tidak memukulku."

   "Sebutkan,"

   Tantang Pat.

   "Salah satu alasan adalah aku akan balas memukulmu,"

   Jawab Einstein.

   "Dan alasan lainnya adalah kau tak dapat menduga apa yang akan terjadi jika kau memukul seorang ilmuwan."

   "Aku berani mencoba,"

   Kata Pat.

   Einstein terlihat berpikir keras.

   Apakah ia harus berkelahi dengan Pat? Kacamatanya merosot turun sampai ke hidung, dan ia mendorongnya naik kembali dengan jari.

   Tiba-tiba ia berdiri.

   Ia menggulung lengan jaketnya.

   Kemudian dengan cepat ia menggerakgerakkan lengannya ke depan ke belakang di samping badannya seperti orang sedang berlari cepat.

   "Apa yang kaulakukan?"

   Tanya Pat.

   "Kau sudah gila?"

   "Tidak sedikit pun,"

   Jawab Einstein.

   "Aku hanya ingin menunjukkan kepadamu bahwa aku tidak menyembunyikan apa-apa di balik lengan jaketku. Sekarang aku akan memberikan kejutan yang takkan kaulupakan seumur hidup."

   Einstein menjulurkan lengannya dan menunjuk hidung Pat dengan ujung jarinya.

   Tiba-tiba terjadi loncatan bunga api dari ujung jari Einstein ke ujung hidung Pat.

   Pat berteriak dan melompat mundur.

   Secepat kilat ia telah berada kembali di bagian belakang bus, berusaha menghindar sejauh-jauhnya dari Einstein.

   "Hebat sekali,"

   Kata Dennis.

   "Kau berangkat sekolah lengkap dengan kabel-kabel di sekujur tubuhmu?"

   "Tidak,"

   Sahut Einstein.

   "Aku hanya sadar bahwa hari ini adalah hari baik untuk membuat bunga api."

   Dapatkah kamu menemukan jawabannya. Bagaimana Einstein membuat loncatan bunga api itu? Bus mulai penuh orang. Di balik ramainya percakapan orangorang di sekitar mereka, Dennis bertanya.

   "Apakah itu tadi benarbenar bunga api listrik?"

   "Ya,"

   Sahut Einstein.

   "Penjelasannya sederhana sekali. Aku dapat membuat bunga api listrik karena adanya listrik statis."

   "Kalau begitu kau benar-benar melengkapi diri dengan kabel di balik jaketmu,"

   Kata Dennis.

   "Ini tak ada hubungannya dengan kabel,"

   Einstein menjelaskan.

   "Semua benda memiliki muatan listrik, positif dan negatif. Biasanya muatan positif dan negatif sama banyaknya, sehingga saling menetralkan. Kau takkan merasa apa-apa."

   "Maksudmu di tubuhku terdapat listrik?"

   Tanya Dennis sambil menunjuk dirinya.ebukulawas.blogspot.com "Kita semua punya,"

   Sahut Einstein.

   "Demikian pula segala bahan-termasuk nilon dan wol. Tetapi kau dapat membuat muatan listrik itu bergerak dengan cara menggosok-gosok. Kau pasti pernah mengalami ketika kau menyisir rambut dengan sisir nilon, dan tibatiba kau mendengar suara gemeritik? Atau ketika kau menanggalkan sweater wolmu, dan timbul percikan bunga api listrik? Nah, hal itulah yang terjadi tadi. Ketika aku menggosok-gosok lenganku ke jaket nilonku, aku menjadi bermuatan listrik. Kuarahkan jariku ke dekat hidung Pat, dan muatan listrik itu melompat dari tanganku ke hidungnya. Aku dapat melakukan hal yang sama jika aku tadi berdiri di atas karpet nilon atau wol, dan menggosok-gosok kakiku di atas permukaannya."

   Ia menggesek-gesekkan kakinya di atas lantai bus.

   "Jadi tidak ada hubungannya dengan hari baik untuk membuat bunga api?"

   Tanya Dennis.

   "Oh, ada,"

   Einstein berkata.

   "Kalau udara lembap, muatan listrik dengan cepat akan habis dan tak akan timbul bunga api. Tetapi hari ini dingin dan kering, cocok sekali untuk listrik statis."

   "Yah, listrik statis tadi rupanya dapat mengatasi Pat,"

   Dennis berkata sambil tersenyum puas.

   "Tepat,"

   Kata Einstein.

   "Aku yakin pelajaran hari ini memberikan sedikit muatan pada otaknya."

   BINATANG ANEH "KAU pasti tahu bahwa aku tak suka memelihara binatang biasa, Einstein,"

   Stanley berkata. Ia merapikan ke belakang rambut hitamnya yang panjang, karena turun menutupi mata.

   "Maksudmu seperti bayi ular boa-mu?"

   Tanya Einstein.

   "Atau sarang semut kayu yang ada di ruang bawah tanahmu?"

   "Bukan. Itu semua cuma binatang piaraan biasa,"

   Sahut Stanley.

   "Yang kumaksud adalah sesuatu yang sangat luar biasa. Sesuatu yang kau takkan percaya bahwa aku bisa cukup beruntung mendapatkannya."

   "Jangan bilang apa-apa, biar kutebak,"

   Einstein berkata. Stanley Roberts ialah sahabat Einstein yang sedikit lebih tua daripadanya. Ia sama tertariknya kepada hal-hal ilmiah seperti Einstein. Mereka sedang asyik ngobrol di "laboratorium"

   Stanley-sebuah ruangan loteng yang terletak persis di bawah atap.

   Orangtua Stanley mengizinkan Stanley memakai ruangan itu untuk melakukan eksperimen-eksperimennya.

   Ruangan itu penuh barang yang kelihatannya seperti sampah...

   tapi Stanley menyebutnya "peralatan ilmiah".

   "Kau mau memelihara seekor king kobra, ular paling mematikan di dunia,"

   Kata Einstein, yang suka sekali menggoda Stanley.

   "Atau mungkin seekor hiu putih raksasa seperti dalam film Jaws. Bukan? Kalau begitu, apakah kau ingin memiliki binatang yang tak pernah rugi?"

   "Binatang apa itu?"

   Tanya Stanley sambil terus-menerus menggelengkan kepalanya setiap Einstein menyebut suatu nama hewan.

   "Binatang yang tak pernah rugi,"

   Jawab Einstein.

   "tentu saja laba-laba."

   Stanley menggeram kesal.

   "Mestinya aku tak bertanya,"

   Ia berkata.

   "Berhentilah bergurau, Einstein. Aku serius, nih. Kau ingin kuberitahu tentang binatang yang akan kupelihara, atau kau cuma ingin mendengarnya nanti di berita?"

   "Sori,"

   Kata Einstein.

   "Ceritakanlah, kini telingaku terbuka lebar-lebar."

   "Bagus,"

   Balas Stanley.

   "Sekarang dengarkan. Beberapa minggu yang lalu aku melihat iklan di majalah yang menawarkan seekor binatang unik. Binatang yang tak dimiliki siapa pun di negara ini. Tentu saja yang ini masih bayi, karena kalau sudah dewasa tak ada yang bisa memeliharanya di rumah."

   "Wah, ini sungguh menarik,"

   Einstein berkata.

   "Jangan biarkan aku menduga-duga. Apa nama binatang itu?"

   "Dalam iklan hanya disebut MLN. Dikatakan bahwa ia berasal dari di sebuah danau yang sangat dalam di bagian utara Kepulauan Inggris."

   "Seperti apa rupa hewan ini?"

   Tanya Einstein lagi.

   "Aku telah menulis kepada pemasang iklan tersebut dan mereka mengirim penjelasan tentang binatang itu. Warnanya hijau dan kulitnya bersisik. Lehernya panjang, lengannya seperti sirip, dan ia sangat pandai berenang."

   "Berapa besar ukuran tubuhnya?"

   Einstein terus menyelidik.

   "Yah, yang ini masih bayi, jadi bisa dipelihara dalam akuarium berukuran dua ratus liter yang kusimpan di ruang bawah tanah,"

   Jawab Stanley.

   "Lalu mau kauapakan dia bila sudah besar dan tak muat lagi dalam akuarium?"

   "Aku akan mengadakan perundingan khusus dengan pihak Akuarium Nasional. Mereka pasti mau menerimanya karena tak ada orang yang memiliki hewan seperti itu. Jangan heran jika nanti surat kabar dan TV membuat berita besar tentang penyerahan MLN dariku kepada Akuarium Nasional. Mungkin ibumu mau menulis artikel tentang ini untuk korannya, Einstein."

   Ia menyibakkan kembali rambutnya ke belakang dan tampak bangga.

   "Mungkin,"

   Kata Einstein. Kacamatanya merosot ke ujung hidungnya. Dapat dipastikan ia sedang, berpikir.

   "Ada apa? Kau tak kelihatan gembira,"

   Tanya Stanley.

   "Tak tahulah,"

   Sahut Einstein.

   "Tetapi aku punya perasaan bahwa aku pernah tahu mengenai binatang piaraanmu ini. Coba katakan, Stanley, apakah harganya mahal?"

   "Tentu saja,"

   Jawab Stanley.

   "Aku harus bekerja selama beberapa minggu untuk dapat membelinya. Kau tentu tahu, orang yang menjual binatang ini harus mengurus izin ekspor dari Skotlandia agar bisa mengirimnya masuk ke negara kita."

   "Dari Skotlandia! Oh, tidak!"

   Seru Einstein.

   "Kau sudah mengirim uangnya?"

   "Belum,"

   Sahut Stanley.

   "Kupikir sebaiknya aku pergi ke kantor pos dan mengirimkannya dengan pos wesel. Dengan demikian, uangku takkan hilang."

   "Aku punya cara lebih baik untuk mencegah hilangnya uangmu,"

   Einstein berkata.

   "Bagaimana?"

   Tanya Stanley.

   "Jangan kaukirim,"

   Jawab Einstein. Dapatkah kamu menemukan jawabannya. Binatang apa yang sedang mereka bicarakan? Mengapa Stanley sebaiknya tidak membelinya? "Kenapa?"

   Stanley bertanya.

   "Apakah kau menduga ada udang di balik batu?"

   "Bukan udang,"

   Sahut Einstein.

   "Lebih tepat dikatakan ada monster di balik batu."

   "Apa sih maksudmu, Einstein? Kaupikir hewan apa yang sebenarnya mereka maksud?"

   "Lihat petunjuk-petunjuknya, Stanley. Pertama, ada inisial MLN. Kedua, asalnya dari danau yang sangat dalam di Skotlandia. Ketiga, hewan ini hijau, berleher panjang, dan pandai berenang."

   "Aku masih belum mengerti,"

   Kata Stanley.

   "Kuberi kau satu petunjuk lagi,"

   Einstein berkata.

   "Bahasa Skotlandia untuk danau adalah loch. Huruf L dalam MLN adalah singkatan dari loch."

   Wajah Stanley seketika memerah.

   "Oh, tidak,"

   Katanya.

   "Kalau L berarti Loch, maka N pasti Ness..."

   "Dan M di awal adalah Monster,"

   Einstein menyelesaikan.

   "Iklan itu menawarkan bayi Monster Loch Ness. Kalau memang hewan itu benar ada, tak seorang pun yang pernah dapat menangkapnya. Penulis iklan itu hanya berusaha menipu orang yang cukup tolol untuk mengirim uang."

   "Agaknya kau benar, Einstein,"

   Ujar Stanley. Ia tampak muram. Einstein berusaha menghiburnya.

   "Jangan sedih,"

   Katanya.

   "Bagaimanapun juga, rasa ingin tahu ilmiahmulah yang membuatmu ingin membeli MLN."

   "Ya, betul juga. Tetapi mungkin lebih baik menjadi skeptis (kurang percaya, ragu-ragu)."

   Einstein mengambil majalah yang tergeletak di atas meja dan membolak-balik halamannya.

   "Memang benar,"

   Ia berkata.

   "Lihatlah beberapa cerita di sini. Yang satu ini tentang seseorang melihat UFO dan berjumpa dengan makhluk angkasa luar ketika mereka keluar dari pesawatnya. Dan ini ada artikel yang dapat menentukan apakah hari ini adalah hari keberuntunganmu, dilihat dari posisi bintang-bintang dan planet. Seorang ilmuwan membutuhkan bukti sebelum ia bisa percaya tentang apa yang dibaca atau didengarnya."

   "Ya, aku jadi merasa tolol telah mengatakan kepada diriku sendiri untuk membeli seekor bayi Monster Loch Ness,"

   Kata Stanley. Einstein tak dapat menahan diri.

   "Kau tidak menjadi tolol karena berkata kepada diri sendiri,"

   Ucapnya.

   "Tapi karena mendengarkan."

   PENINGGALAN DARI BENUA YANG HILANG HARI ini hari Sabtu pertama sejak sekolah dimulai lagi.

   Ingin sekali Einstein tidur sampai siang, tapi Margaret mengundangnya datang ke rumahnya dan bermain seharian di sana.

   Pertama-tama, rencana mereka adalah mengerjakan proyek ilmiah tugas sekolah.

   Eksperimen yang akan mereka lakukan membutuhkan sebuah penghitung Geiger.

   Margaret telah meminjam alat itu dari Bibi Bess yang juga seorang profesor biologi di Universitas Nasional.

   Setelah selesai Margaret akan memamerkan penemuan barunya kepada Einstein.

   Margaret Michaels adalah teman sekelas sekaligus sahabat Einstein.

   Ia juga saingan Einstein dalam mendapat gelar siswa terbaik bidang IPA di sekolah.

   Sering kali Margaret berusaha untuk mengerjai Einstein dengan teka-teki ilmiah atau sejenisnya.

   Biasanya Einstein selalu bisa menjawab teka-teki itu, tetapi ia tahu Margaret berniat sekali mengalahkannya.

   Ketika Einstein tiba di rumah Margaret, penghitung Geiger telah disiapkan di atas meja bersama-sama dengan barang-barang lain yang dibutuhkan untuk proyek itu.

   "Kau tahu kan, penghitung Geiger mengeluarkan cahaya berkedip-kedip dan berdetak kalau ada radioaktivitas,"

   Margaret berkata.

   "Tentu, semakin cepat kedip dan detaknya, berarti semakin kuat radiasinya,"

   Sahut Einstein.

   "Betul,"

   Kata Margaret. Ia menunjuk meter pengukur yang terdapat pada penghitung itu.

   "Besarnya radiasi dapat dibaca pada skala yang ditunjukkan jarum penunjuk ini. Sekarang mari kita bahas lagi rencana proyek yang akan kita pamerkan di pameran ilmiah. Kita akan mengadakan eksperimen untuk mengetahui apakah pupuk yang ditaruh di lapisan atas permukaan tanah benar-benar dipakai oleh tanaman. Kita akan mencoba salah satu pupuk kimia bernama fosfor. Bibi Bess akan mendapat sejumlah fosfor radioaktif untuk laboratoriumnya di universitas. Ia menghendaki kita menyiapkan dua kelompok tumbuhan berdaun untuk percobaan kita. Ia akan mengambil tanaman-tanaman itu malam ini dan menaruh fosfor di permukaan tanahnya pada hari Senin."

   "Kemudian kita bisa menguji apakah ada fosfor yang mencapai daun tanaman itu,"

   Lanjut Einstein.

   "Benar,"

   Sahut Margaret.

   "Sabtu depan kita akan datang ke tempat Bibi Bess. Nanti ia akan menunjukkan kepada kita bagaimana cara memanfaatkan penghitung Geiger untuk menguji daun-daun tanaman itu secara tepat dan aman. Kita akan memeriksa apakah daun-daun itu mengandung radioaktivitas."

   "Kalau ada radioaktivitas, berarti daun-daun itu menyerap fosfor dari permukaan tanah,"

   Sambung Einstein.

   "Kedengarannya ini merupakan proyek yang bagus untuk pameran nanti."

   "Memang,"

   Kata Margaret.

   "Sekarang ayo kita mulai bekerja menyiapkan tanaman."

   Selama satu jam berikutnya Margaret dan Einstein menanam dan mengelompokkan tanam-tanaman berdasarkan besar dan kesegarannya ke dalam empat buah pot. Akhirnya selesai juga tugas itu mereka kerjakan.

   "Ayo kita makan siang dulu,"

   Margaret berkata.

   "Setelah itu aku akan memperlihatkan penemuan rahasiaku yang akan mengejutkan dunia ilmu pengetahuan. Pasti aku akan mendapat hadiah dari penemuan-penemuanku ini. Tunggu saja sampai kau melihat apa yang kutemukan."

   Einstein sebenarnya hampir tak tahan lagi menyembunyikan rasa penasarannya, tapi ia berusaha untuk tetap tenang.

   "Tentu, Margaret,"

   Katanya.

   "Kau pasti akan memenangkan hadiah... tapi aku tak berani menahan napas menunggunya. Ayo makan."

   Selesai makan siang Margaret mengajak Einstein kembali ke hadapan penghitung Geiger di atas meja. Ia menyuruh Einstein duduk menunggu sementara ia sendiri pergi meninggalkan ruangan. Ketika kembali, di tangannya terdapat sebuah kotak karton.

   "Sebelum aku memperlihatkan benda-benda aneh yang ada dalam kotak ini kepadamu,"

   Margaret berkata.

   "aku akan menceritakan kisah tentang Atlantis. Kau pernah mendengar nama Atlantis, Einstein?"

   Einstein menatap kotak yang tadi dibawa Margaret. Apa hubungannya kotak itu dengan Atlantis? ia menduga-duga.

   "Maksudmu yang disebut-sebut sebagai Atlantis benua yang hilang?"

   Tanya Einstein.

   "Itu adalah sebuah benua yang dipercayai pernah ada beberapa ratus tahun lalu. Kemudian terjadi sesuatu hal, mungkin gempa bumi atau letusan gunung api, yang menyebabkan benua itu hancur total. Tapi, bukankah itu hanya mitos?"

   "Belum tentu."

   Wajah Margaret berseri-seri penuh semangat, lalu ia melanjutkan.

   "Atlantis dikabarkan tenggelam di tengah samudera. Selama beratus-ratus tahun orang berusaha mencari kota yang hilang ini. Tapi sekarang kurasa aku menemukan bukti bahwa Atlantis memang benar-benar pernah ada."

   Margaret mengeluarkan seluruh isi kotak karton itu ke atas meja.

   "Lihatlah barang-barang ini,"

   Ia berkata. Einstein mendekat ke meja dan melihat dua buah benda. Yang satu sebuah belati terbuat dari logam berwarna kekuningan. Satu lagi berupa lembaran tipis seperti kertas dengan semacam tulisan di salah satu sisinya.

   "Ini tak mempunyai banyak arti bagiku,"

   Einstein berkata.

   "Hanya sebilah pisau kuningan dan selembar benda semacam kertas dengan tulisan cakar ayam di atasnya."

   "Yang kaumaksud dengan tulisan cakar ayam itu sesungguhnya adalah pesan rahasia dari pemimpin bangsa Atlantis,"

   Margaret berkata.

   "Aku menemukan benda-benda ini di dalam peti kapal tua di ruangan bawah atap. Peti itu pasti sudah berada di sana sejak rumah ini dibangun, sebelum kami tinggal di sini."

   Ia menunjuk kertas itu.

   "Setelah mempelajari tulisan ini dengan teliti aku berhasil mengetahui bahwa benda-benda ini berasal dari Atlantis,benua yang hilang."

   "Kaupikir aku akan mempercayaimu begitu saja?"

   Tanya Einstein.

   "Memangnya aku ini Pat si Jahat? Kau pasti cuma mengarang cerita ini untuk mengelabuiku. Apa kau bisa membuktikan bahwa kedua benda ini benar-benar berusia ratusan tahun?"

   "Jelas, aku bisa membuktikan secara ilmiah dengan radioaktivitas,"

   Sahut Margaret.

   "Kau tentu tahu bahwa usia bendabenda tertentu dapat ditentukan lewat jumlah radioaktivitas yang terkandung di dalamnya."

   "Tentu saja aku tahu,"

   Sahut Einstein.

   "Misalnya teknik pengukuran usia dengan karbon radioaktif."

   "Tepat, memang cara itulah yang kugunakan,"

   Kata Margaret.

   "Karbon radioaktif disebut karbon 14. Karbon 14 ini terkandung pada setiap benda yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan. Jumlah karbon 14 yang terdapat dalam benda itu terus berkurang, dan menjadi tinggal setengahnya setiap 5570 tahun. Jadi misalnya kalau sepotong kayu didapati hanya mengandung setengah dari jumlah karbon 14 yang terdapat pada pohon yang masih hidup, berarti usia kayu itu diperkirakan 5570 tahun."

   "Dan kau menggunakan penghitung Geiger untuk menentukan usia benda-benda ini?"

   Tanya Einstein.

   "Betul sekali,"

   Kata Margaret.

   "Perkiraanku, belati dan kertas ini berusia lebih dari lima ratus tahun."

   "Ayolah, Margaret,"

   Kata Einstein.

   "Kau kan tahu bahwa teknik mengukur usia dengan karbon 14 itu sulit sekali. Pengukurannya harus dilakukan dengan alat yang teliti di laboratorium. Dan kau dapat melakukannya cukup dengan penghitung Geiger ini?"

   "Apa kau dapat membuktikan bahwa dengan cara itu aku tak bisa?"

   Tantang Margaret sambil tersenyum lebar.

   "Kalau kau tak dapat membuktikan bahwa aku salah, berarti aku mungkin benar. Dan kedua benda ini mungkin saja menjadi penemuan ilmiah terpenting yang pernah ditemukan oleh seorang siswa Sekolah Menengah Sparta. Ayo, apa lagi yang bisa kaukatakan, Einstein Anderson?"

   Einstein terdiam beberapa saat. Kemudian ia mendorong naik kacamatanya yang melorot turun, dan berkata.

   "Aku bisa mengatakan bahwa kau lupa pada satu hal yang sangat penting, Margaret. Dan fakta itu membuktikan bahwa ceritamu sama bohongnya dengan belati dan kertas ini."

   Dapatkah kamu menemukan jawabannya. Di manakah letak kesalahan Margaret? Bagaimana Einstein tahu bahwa ceritanya bohong? "Ayo teruskan, Einstein. Apa yang kulupakan?"

   Tanya Margaret.

   "Kau sendiri mengatakan bahwa pengukuran usia dengan karbon 14 hanya dapat digunakan pada benda yang tadinya berasal dari makhluk hidup, baik tumbuhan atau hewan,"

   Einstein berkata.

   "Oh, oh,"

   Kata Margaret.

   "Rasanya kini aku tahu kesalahanku. Belatinya, kan?"

   "Yep. Belati itu yang membongkar kebohonganmu. Belati terbuat dari logam, bukan dari hewan atau tumbuhan. Dan segala yang terbuat dari logam takkan dapat dihitung usianya dengan menggunakan karbon 14."

   "Lain kali kau pasti dapat kutipu,"

   Margaret berkata sambil membereskan barang-barangnya.

   "Pertama-tama kau harus meminta petunjuk pada seorang tukang bangunan,"

   Kata Einstein.

   "Kenapa dari tukang bangunan?"

   Tanya Margaret.

   "Karena ia akan mengajarkan padamu, kalau kau ingin membangun sebuah cerita..."

   "Ya?"

   "...kau perlu dasar yang kuat."

   THE HALLOWEEN HORROR HALLOWEEN adalah waktu terbaik untuk menonton film setan.

   Hal itulah yang terus-menerus dikatakan Dennis Anderson kepada ibunya.

   Akhirnya Bu Anderson setuju.

   Dennis boleh pergi menonton The Halloween Horror hari Sabtu siang jika Einstein mau menemaninya.

   "Asyik, Ibu cantik, deh,"

   Kata Dennis.

   "Sekarang saya akan mengajak Einstein. Ia kan menggemari film fiksi ilmiah dan monster, pasti ia mau ikut."

   Dennis lari menaiki tangga menuju kamar Einstein dan mendorong pintu kamarnya lebar-lebar. Einstein sedang berbaring di ranjang sambil membaca buku tentang cara makhluk hidup mengetahui waktu.

   "Ibu bilang aku boleh menonton The Halloween Horror kalau kau mau menemaniku. Kamu mau, kan, Einstein? Ya?"

   Dennis memohon.

   "Apa kau tak pernah belajar mengetuk pintu sebelum masuk?"

   Kata Einstein melongok dari balik bukunya.

   "Bagaimana kalau aku sedang melakukan eskperimen dan kau menerjang masuk seperti tadi."

   "Sori,"

   Kata Dennis.

   "Maukah kamu menemaniku menonton? Kita bisa memilih pertunjukan pukul dua siang pada hari Sabtu."

   Einstein berpikir sebentar.

   "Ya, okelah, Dennis,"

   Ia berkata.

   "Paginya aku harus pergi ke rumah Margaret untuk mengerjakan proyek kami, tapi aku akan kembali untuk makan siang, dan sesudahnya kita bisa pergi menonton The Halloween Horror."

   Hari Sabtu ternyata merupakan hari yang cerah.

   Einstein bangun pagi-pagi dan pergi ke rumah Margaret.

   Dennis pergi bermain dengan seorang temannya.

   Mereka berdua kembali pada tengah hari untuk makan siang, lalu berangkat ke bioskop.

   Dalam perjalanan Einstein menunjukkan kepada Dennis bahwa bayangan sebuah benda lebih pendek pada siang hari daripada pagi atau sore hari.

   Ia menjelaskan cara kerja jam matahari dan bagaimana perputaran bumi menyebabkan matahari tampak terbit dan terbenam.

   Ia juga mulai menjelaskan bagaimana pemanasan oleh matahari menimbulkan angin, tapi tiba-tiba ia berhenti.

   "Aku baru ingat sesuatu,"

   Kata Einstein.

   "Dennis, kau tahu tidak, apakah di dekat matahari bertiup angin?"

   "Hmm, kurasa tidak. Bukankah angkasa luar adalah ruang hampa?"

   Sahut Dennis.

   "Betul. Tapi ada alasan yang lebih cocok. Kalau di sekitar matahari ada angin, tangan siapa yang cukup besar untuk melindunginya supaya tidak mati tertiup?"

   Kata Einstein sambil tersenyum lebar.

   "Huh,"

   Kata Dennis.

   "Lebih baik kaulanjutkan dengan hal-hal ilmiah, Einstein. Atau kita bicarakan film setan yang akan kita lihat."

   "Omong-omong tentang setan,"

   Einstein berkata.

   "tahukah kau bagaimana setan membangun rumahnya?"

   "Hah, bagaimana?"

   "Mulai dengan membuat kerangkanya,"

   Jawab Einstein.

   "Ah, nggak lucu,"

   Kata Dennis.

   "Yah, mungkin kafan-kafan aku harus melatih lagi lelucon setanku,"

   Kata Einstein.

   "Aku menyerah,"

   Sahut Dennis.

   Antrean di depan loket karcis sudah cukup panjang ketika keduanya tiba di bioskop.

   Einstein akhirnya dapat juga membeli karcis, lalu keduanya langsung masuk.

   Film belum dimulai, tapi di dalam bioskop sudah agak gelap.

   Einstein membeli sekotak pop-corn, baru setelah itu ia dan Dennis berjalan ke kursi mereka di dekat barisan depan.

   Begitu mereka duduk, terdengar sebuah suara memanggil mereka dari belakang bioskop.

   "Hai, Einstein, ini aku, Pat. Herman juga ada bersamaku. Boleh kami duduk di sebelahmu dan adikmu? Kami sedang menuju ke tempatmu."

   Einstein membenamkan kepalanya ke balik kursi.

   Mengapa Pat mau duduk di sampingnya? Mereka bisa dibilang saling tidak bicara sejak hari pertama sekolah, ketika Einstein mengagetkan Pat di bus.

   Dan Einstein juga tidak bersahabat dengan Herman, tangan kanan Pat.

   "Apa kabar, Einstein sobatku?"

   Kata Pat.

   "Herman dan aku baru saja datang, dan begitu melihatmu duduk di sini, aku langsung tahu bahwa kau ingin kami duduk di sampingmu. Ya nggak, Herman?"

   "Apa katamulah, Pat,"

   Ujar Herman, kelihatan bingung.

   "Tapi, bagaimana dengan bo..."

   "Sudahlah, Herman,"

   Potong Pat.

   "Tutup mulutmu, dan biarkan aku yang berpikir."

   "Itu sama saja tak mungkin. Dua-duanya,"

   Einstein berkata. Sebelum Pat sempat menjawab, seorang petugas bioskop bergegas ke tempat Pat dan Herman duduk.

   "Kalian ini yang tadi melempar bom air dari balkon,"

   Ia berkata.

   "Tahu, apa akibatnya? Sekelompok anak kelas dua menjadi basah kuyup, sehingga sekarang mereka harus pulang bertukar pakaian dan tidak jadi menonton film. Sekarang, kalian berdua kuusir dari gedung bioskop ini."

   "Kenapa kami?"

   Tanya Pat.

   "Kami tak melempar apa-apa. Kapan kejadiannya? Kami baru datang, dan melihat teman kami Einstein duduk di sini, kami langsung menghampiri dan duduk di sampingnya."

   Pat berpaling kepada Einstein.

   "Betul, kan?"

   Katanya.

   "Yah, kau memang baru saja datang ke sini,"

   Sahut Einstein. Ia terlihat sedang berpikir.

   "Kapan tepatnya anak-anak itu kena tembak?"

   Tanyanya kepada si petugas.

   "Sekitar sepuluh menit yang lalu,"

   Jawab petugas itu.

   "Tadi saya sibuk mengurusi mereka. Tapi saya sempat melihat anak yang melempar bom air itu, dan saya rasa inilah mereka."

   "Bagaimana mungkin kami melempar bom air?"

   Tanya Pat.

   "Sudah saya katakan, kami baru saja masuk ke dalam bioskop."

   Einstein mendorong naik kacamatanya ke atas hidung.

   "Melempar bom air kepada anak-anak kecil itu sama sekali tidak lucu,"

   Ia berkata.

   "Sekarang mereka tak bisa menonton film, dan kurasa orang yang melempar bom air itu juga tak boleh menonton."

   "Tapi kami baru masuk,"

   Debat Pat.

   "Jadi tak mungkin kami pelakunya."

   "Kau bohong, Pat,"

   Jawab Einstein tenang.

   "Kau tidak baru masuk. Kau telah berada di sini cukup lama."

   Dapatkah kamu menemukan jawabannya. Dari mana Einstein tahu bahwa Pat dan Herman tidak baru saja masuk ke dalam gedung bioskop? "O, yeah?"

   Tantang Pat.

   "Dari mana kau bisa tahu sejak kapan kami ada di sini? Kau sendiri baru masuk."

   "Justru itu,"

   Jawab Einstein.

   "Aku baru masuk ke sini dan masih belum bisa melihat dengan baik. Di luar matahari bersinar terang dan di dalam sini gelap sekali. Mata kita butuh waktu paling tidak sepuluh atau lima belas menit untuk menyesuaikan dengan keadaan gelap, baru setelah itu dapat melihat dengan jelas."

   "Terus?"

   Tanya Pat.

   "Jadi bagaimana kau bisa mengenaliku dari belakang bioskop? Kalau kau baru datang, aku duduk di barisan belakang pun takkan bisa kaulihat, apalagi di depan."

   "Ayo,"

   Kata petugas bioskop kepada Pat dan Herman.

   "Keluar, keluar! Aku tahu memang kalian berdua yang melempar bom air."

   Einstein menoleh kepada Dennis sementara Pat dan Herman digiring keluar.

   "Kau tahu,"

   Katanya.

   "mungkin Pat bisa langsung melihat begitu masuk. Dia kan memang biasanya berada dalam kegelapan."

   JENDELA PECAH EINSTEIN ingin sekali sampai di sekolah sebelum bel masuk berbunyi agar ia dapat bertemu Margaret untuk membahas proyek ilmiah yang sedang mereka kerjakan.

   Ia menelepon Margaret tadi malam untuk menyusun rencana.

   Mereka sepakat untuk bertemu di halaman sekolah pukul delapan keesokan paginya.

   Einstein bangun pagi-pagi.

   Ia segera mandi, berpakaian, dan turun membuat sarapannya sendiri.

   Ayahnya tengah menikmati secangkir kopi di dapur sambil duduk membaca koran pagi.

   "Ada apa kamu bangun sepagi ini, Adam?"

   Tanya Dr. Anderson. Ayah dan ibu Einstein masih memanggil anak mereka dengan nama aslinya.

   "Saya hendak berangkat ke sekolah pagi-pagi hari ini untuk bertemu Margaret dan membahas proyek kami,"

   Jawab Einstein.

   "Itu bagus,"

   Kata Dr. Anderson.

   "Bangun pagi-pagi adalah salah satu cara agar kau selalu berjalan di muka yang lain."

   "Tidak, terima kasih, Yah,"

   Kata Einstein.

   "Saya lebih suka berjalan di atas tanah."

   Dr. Anderson menggeram.

   "Cukup, Adam,"

   Ia berkata.

   "Ini masih terlalu pagi untuk bergurau."

   Einstein tak setuju dengan pendapat ayahnya.

   Tak pernah terlalu pagi-atau terlalu malam-untuk sebuah lelucon yang bagus, pikirnya.

   Tetapi melihat air muka ayahnya, ia tahu persis bahwa itu bukanlah saat yang tepat untuk berdebat.

   Oleh karena itu ia buru-buru menghabiskan sarapannya, mengambil jaket, dan pergi menunggu bus sekolah yang lebih awal.

   Menurut jadwal, seharusnya bus datang pukul setengah delapan.

   Tapi pukul setengah delapan lewat, bus belum juga muncul.

   Sudah terlambat baginya untuk beijalan kaki jika ia ingin sampai di sekolah pukul delapan.

   Einstein baru saja akan kembali ke rumah dan meminta ayahnya mengantar ke sekolah ketika tiba-tiba ia melihat bus akhirnya datang.

   Ketika bus berhenti di halte, Einstein segera dapat melihat ada sesuatu yang tak beres.

   Kaca jendela belakang bus pecah dan pecahannya berserakan di dalam bus.

   Einstein naik ke dalam bus dan melihat bahwa selain dirinya hanya ada dua penumpang lain.

   Keduanya adalah siswa SMA, duduk di deretan tengah.

   Mereka bercakap-cakap dan tertawa keras-keras.

   Salah seorang berteriak ketika melihat Einstein.

   "Hei, ada anak bermata empat dari sekolah bayi. Mau apa dia naik bus ini? Bus sekolah bayi baru datang nanti."

   Einstein mulai marah, tapi ia tak berkata apa-apa.

   Keberanian yang paling tinggi adalah menahan diri, ayahnya selalu berkata.

   Lebih baik diam daripada kena pukul, demikian Einstein mengartikannya.

   Einstein duduk di kursi tepat di belakang sopir.

   Ketika bus mulai bergerak, ia mencondongkan badannya ke depan dan bertanya.

   "Apa yang terjadi dengan jendela belakang, Pak? Apakah tadi ada kecelakaan?"

   "Mungkin memang terjadi kecelakaan,"

   Sahut si sopir. Ia tampak risau. Ia mendorong sedikit topinya ke belakang, lalu melanjutkan.

   "Tapi mungkin juga tidak."

   "Apa maksud Bapak?"

   Tanya Einstein heran.

   "Apakah Bapak tak melihat kejadiannya? Bukankah jendela yang pecah itu adalah alasan mengapa bus terlambat?"

   "Yah, sebenarnya aku benar-benar tidak melihat bagaimana kaca jendela itu pecah. Kedua anak SMA itu tengah bermain di dekat kursi belakang. Tiba-tiba aku mendengar suara keras dan langsung kuinjak rem kuat-kuat. Kupikir bus menabrak sesuatu. Ketika aku menoleh ke belakang jendela telah pecah."

   "Apakah anak-anak yang di belakang tak melihat apa yang teijadi?"

   Tanya Einstein.

   "Justru itu. Mereka mengatakan bahwa suara keras yang kudengar berasal dari luar bus. Mereka berkata ketika aku menginjak rem mereka terlempar ke belakang. Salah seorang sedang memegang buku-buku pelajarannya. Buku-buku itu menghantam jendela demikian kerasnya hingga kacanya pecah."

   "Apakah Bapak percaya terhadap mereka?"

   Einstein bertanya lagi.

   "Tak tahulah,"

   Sahut si sopir.

   "Aku membersihkan pecahanpecahan kaca dan menyuruh mereka menjauh dari jendela. Itulah sebabnya bus jadi terlambat. Kukira anak-anak itu memang iseng dan memecahkan kaca dengan sengaja. Tapi aku tak dapat membuktikannya, jadi agaknya aku hanya bisa mengawasi mereka lebih ketat lain kali. Mereka selalu membuat kekacauan dan keributan di dalam bus."

   Einstein mendorong naik kacamatanya dan diam sejenak.

   "Apa yang akan teijadi bila Bapak dapat membuktikan bahwa mereka memecahkan jendela dan cerita mereka hanya tipuan?"

   Tanyanya.

   "Kalau itu memang perbuatan mereka, kaca yang pecah harus mereka bayar dengan bekerja bakti seusai sekolah. Dan mereka akan diperingatkan bahwa jika mereka bermain yang berbahaya seperti itu lagi, mereka harus berjalan ke sekolah dan dilarang naik bus. Tapi bagaimana caranya aku dapat membuktikan bahwa mereka memecahkan jendela?"

   "Saya pikir ada satu cara,"

   Jawab Einstein.

   "Mintalah mereka datang ke sini untuk mengulang cerita mereka."

   Dapatkah kamu menemukan jawabannya. Bagaimana Einstein dapat membuktikan bahwa kedua anak itu berbohong? Sopir bus menghentikan kendaraannya dan memanggil kedua anak SMA itu ke depan.

   "Aku ingin kalian menceritakan padaku bagaimana jendela bisa pecah,"

   Perintahnya.

   "Tadi kami telah menjelaskannya,"

   Salah seorang berkata.

   "Ceritakan lagi,"

   Kata si sopir.

   "Biar kujelaskan padanya,"

   Kata anak lainnya.

   "Begini kira-kira kejadiannya. Dari luar bus ada suara keras. Agaknya bus melindas sebuah botol atau sejenisnya hingga pecah. Kemudian Bapak menginjak rem. Saya sedang memegang buku, dan ketika bus berhenti mendadak saya tersentak ke belakang. Buku-buku di tangan saya terlempar mengenai jendela sehingga kacanya pecah. Itu semua adalah kecelakaan."

   "Tak mungkin,"

   Einstein berkata.

   "Apa maksudmu, tak mungkin?"

   Kata anak yang bercerita.

   "Tahu apa kau? Satu-satunya hal yang tak mungkin adalah kau dapat membuktikan bahwa aku berbohong."

   "Yah, seperti motto para ilmuwan antariksa, yang sukar dapat langsung kami kerjakan, yang tak mungkin butuh waktu sedikit. Dalam kasusmu, yang tak mungkin dapat langsung kukerjakan."

   "Buktikan. Dari tadi kerjamu ngomong terus."

   "Buktinya sederhana saja. Cukup dengan memahami inersia."

   "Apa itu?"

   Tanya salah seorang anak SMA tadi.

   "Hukum inersia mengatakan bahwa sebuah benda yang sedang bergerak akan selalu berusaha mempertahankan geraknya ke arah yang sama. Newton-lah orang yang pertama kali menyatakan hal itu, sehingga hukum tadi juga dikenal sebagai Hukum Newton Pertama,"

   Einstein menjelaskan.

   "Ketika bus berhenti mendadak, kalian dan semua benda terlempar ke depan bus, bukan ke belakang. Jadi kalian tak mungkin memecahkan kaca karena terdorong ke belakang menabrak jendela. Kalian memecahkan jendela dengan cara lain, bukan karena bus berhenti mendadak."

   Kedua anak itu saling memandang dengan tampang bersalah.

   "Jadi memang kami memecahkan jendela,"

   Seorang berkata.

   "Kau mau apa? Ayahku akan membayar kerusakannya."

   "Kalian tak bisa lolos sebegitu mudah,"

   Kata sopir bus.

   "Aku yakin Kepala Sekolah, Bu Kaplan, akan tertarik mendengar cerita tentang kalian, pembuat onar."

   Ebukulawas.blogspot.com "Memakai orangtua untuk mengeluarkan kalian dari masalah adalah kelakuan anak kecil,"

   Einstein berkata.

   "Dan aku tahu mainan apa yang cocok untuk anak seperti kalian,"

   Kata sopir bus seraya menggiring mereka.

   "Kerincingan."

   KERTAS ULANGAN IPA Bu TAYLOR, guru IPA Einstein, sedang membagikan hasil ulangan IPA kemarin.

   Tiap anak satu per satu menerima hasil kerjanya, dan yang lain berusaha mengintip berapa nilai yang diperolehnya.

   Biasanya hal itu tak perlu.

   Kita bisa mengetahui apakah nilainya bagus atau jelek dari ekspresi yang tampak pada wajah seseorang.

   Tentu saja, tak seorang pun berminat mengintip nilai Einstein.

   Ia pasti menjawab semua soal dengan benar.

   Tetapi kali ini terjadi suatu keanehan.

   Bu Taylor tiba-tiba berhenti membagikan kertas ulangan.

   "Anak-anak,"

   Ia berkata.

   "saya ingin mengucapkan selamat kepada Pat karena mendapat nilai tertinggi di kelas ini. Malah dialah satu-satunya yang berhasil menjawab semua soal dengan benar."

   Bu Taylor mengembalikan kertas ulangan Pat.

   Kelas mendadak menjadi gaduh.

   Sebagian anak menoleh kepada Pat, yang tengah tertawa dan mengacung-acungkan kedua lengannya seperti baru saja menjadi juara pertandingan besar.

   Yang lain melihat ke arah Einstein, yang sedang menggeleng-geleng kaget.

   Einstein tak ingat ada soal ulangan yang dirasanya sukar.


Shugyosa Samurai Pengembara III Roro Centil Dendam Dan Cinta Gila Seorang Pendekar Rajawali Emas Geger Batu Bintang

Cari Blog Ini