Ceritasilat Novel Online

Pertarungan Mata Mata 3


Detektif Stop Pertarungan Mata Mata Bagian 3



Dengan demikian Stanislav menjadi satu-satunya calon pembeli.

   Dan itu berarti bahwa ia bisa mengatur harga.

   Bulanski dan Karsoff boleh bersyukur bahwa masih ada yang berminat.

   Stanislav percaya bahwa dokumen-dokumen itu ada di tangan mereka.

   Apakah Hilda Putz bekerjasama dengan mereka atau tidak -itu tidak terlalu penting baginya.Yang penting, contoh dokumen-dokumen itu harus diperiksa dulu.

   Dan untuk itu ia harus pergi ke Taman Kota, lalu memeriksa rumah-rumahan burung yang ada di sana.Penampilan Stanislav mirip bangsawan Itali.

   Orangnya masih muda, lumayan tinggi, dan selalu berpakaian perlente.

   Wajahnya berbentuk memanjang.

   Kulitnya putih bersih.

   Ia memiliki sepasang mata yang hitam pekat.

   Rambutnya dibelah pinggir.Ketika ia sampai di rumah-rumahan burung, kawanan burung gereja mabuk tadi sudah lenyap.Beberapa pejalan kaki sedang menikmati cuaca yang bagus.

   Stanislav terpaksa berputar putar dulu, sambil menunggu keadaan sepi.

   Kemudian ia segera menghampiri rumah-rumahan burung dan memeriksa isinya.Ternyata tidak ada apa-apa! Stanislav mulai panik.

   Apakah ini berarti bahwa Karsoff dan Bulanski telah menjual dokumen-dokumen NATO itu pada Max Wunderlich atau Franziska Hensch? Sekarang tidak ada pilihan lain.

   kedua saingannya itu harus segera dibuat tak berdaya.Mata-mata itu berlari ke mobilnya.

   Dengan kecepatan tinggi ia menerobos lalu lintas yang padat, melewati Kuburan Lama, lalu menuju ke penginapan PEMANDANGAN INDAH.

   Agak jauh dari penginapan itu, ia memarkir kendaraannya di tepi jalan.

   Selembar koran diletakkannya ke atas setir.

   Tetapi Stanislav tidak membaca.

   Dengan cermat ia memperhatikan penginapan itu.Seorang wanita gendut, yang membawa seekor anjing yang tak kalah gembrotnya, mendekati penginapan.

   Kemudian keduanya masuk.

   Stanislav melirik arlojinya.

   Pada jam-jam segini, Max Wunderlich biasanya tidak pergi.

   Menjelang sore, dia lalu mengunjungi kedai minum langganannya di tepi hutan, dan minum beberapa gelas bir.

   Stanislav tahu bahwa Wudtfrlich hanya naik mobil kalau lagi hujan deras lapi kini langit tampak cerah.

   Tak ada awan sama sekali.

   Tepat 18 menit kemudian Max Wunderlich keluar dari penginapan.

   Ia mengenakan celana corduroy dengan ikat pinggang lebar.

   Perutnya bergoyang-goyang setiap kali pria itu melangkah.

   Stanislav menunggu sampai saingannya menjauh.

   Kemudian ia mengikutinya naik mobil.

   Ketika membelok di ujung jalan, Stanislav melihat Wunderlcih sekitar 500 meter di depannya.Saingannya itu berjalan melewati lapangan rumput yang setiap sore dipakai main bola.

   Sambil jalan, dia memperhatikan para remaja yang sedang menendang-nendang bola ke arah gawang.

   Tidak sedikit di antara mereka yang bermimpi untuk mengikuti jejak Diego Maradona atau Ruud Gullit.

   Sesudah lapangan rumput, jalan itu memanjang sejauh satu kilometer, kemudian membelok dan berakhir di depan kedai minum MATADOR.

   Sejauh mata memandang tidak ada mobil lain.

   Dan Max Wunderlich adalah satu-satunya pejalan kaki yang kelihatan.

   Stanislav segera tancap gas.

   Tanpa menoleh ia menyusul saingannya, lalu berhenti setelah melewati tikungan di ujung jalan.

   Max Wunderlich tertinggal jauh di belakang.

   Pepohonan di sini amat rapat.

   Semak-semak tumbuh subur.

   Stanislav segera bersembunyi di balik pohon besar.

   Tangan kanannya menggenggam pentungan karet yang selalu tersimpan di laci mobil.

   Ia menunggu.

   Ia tahu persis apa yang harus dilakukannya.Beberapa waktu kemudian Stanislav mendengar suara langkah.

   Stanislav mengintip sambil merapatkan tubuhnya ke batang pohon.

   Itu dia, saingannya.

   Orang itu berjalan sambil menatap lurus ke depan.

   Kedua lengannya berayun seirama langkah kaki.

   Stanislav melompat keluar dari tempat persembunyiannya.

   Rupanya Max Wunderlich mendengarnya, dan hendak berbalik.

   Tapi Stanislav lebih cepat.

   Pukulan pentungan karet mendarat telak di tengkuk Max Wunderlich.

   Seketika pandangannya menjadi gelap.

   Hampir saja tubuhnya yang berat membentur tanah dengan keras.

   Untung Stanislav masih memiliki rasa perikemanusiaan.

   Ia pantang menggunakan kekerasan secara berlebihan.

   Cepat-cepat ia menangkap saingannya yang pingsan, menyeretnya ke mobil, lalu meletakkannya di bangku belakang.

   Kemudian ia memandang ke sekeliling.Ternyata semuanya aman.

   Tak ada yang menyaksikan adegan singkat itu.

   Dengan menggunakan tali nilon, Stanislav mengikat tangan dan kaki saingannya.

   Ia mengambil sepotong plester dari kotak P3K, dan menempelkannya ke mulut Max Wunderlich.

   Kemudian ia menutupi tubuh gembrot itu dengan selimut wol.

   Jalan yang tadi dilaluinya berakhir di depan kedai minum.

   Terusannya adalah sebuah jalan kecil yang menembus hutan sampai ke suatu desa.

   Antara hutan dan desa, jalan itu melewati ladang-ladang gandum.

   Tujuan Stanislav adalah sebuah gudang jerami tua yang agak terpencil.Ia berhenti di balik bangunan yang telah reyot itu.

   Sekali lagi ia memastikan bahwa tidak ada yang memperhatikannya.

   Ketika Stanislav menarik selimut, Max Wunderlich memelototinya dengan mata terbelalak.

   Ia masih agak pucat.

   Stanislav melepaskan tali yang mengikat kaki saingannya, lalu menariknya keluar dari mobil.

   Dengan susah-payah Wunderlich berusaha menjaga keseimbangan.

   "Jangan takut!"

   Ujar Stanislav sambil nyengir.

   "Bagian yang paling gawat sudah lewat, kok."

   Kemudian ia mendorong Wunderlich ke dalam gudang jerami.

   Di salah satu pojok ada tumpukan jerami.

   Mata-mata itu dipaksa duduk di sana.

   Sekali lagi kakinya diikat -kali ini malah ke tiang kayu.

   Max Wunderlich tidak bisa berbuat apa-apa.

   Namun lambat-laun pandangannya jernih kembali.

   "Takkan ada yang akan menemukanmu di sini,"

   Kata Stanislav.

   "Hanya waktu panen saja para petani mampir ke sini. Tapi kau tidak perlu menunggu selama itu. Kau hanya akan menginap semalam saja. Paling lambat besok malam aku datang lagi untuk membebaskanmu, Kawan. Sebetulnya aku tidak sampai hati untuk meninggalkanmu di sini. Tapi kita mengincar barang yang sama, dan aku tidak melihat pemecahan yang lebih baik. Jadi harap maklum saja."

   Max Wunderlich terkejut setengah mati.

   Ia mengerti maksud Stanislav.

   Seketika ia dicekam rasa panik.

   Wunderlich berusaha mengatakan sesuatu.

   Namun ucapannya tidak bisa dimengerti, karena mulutnya tertutup plester.Stanislav tidak ambil pusing.

   Dengan tenang ia keluar dari gudang jerami, menutup pintu, lalu kembali ke kota.

   Sekarang tinggal Franziska Hensch! katanya dalam hati.

   Stanislav tahu bahwa wanita itu tinggal di sebuah gedung apartemen.

   Sampai beberapa saat lalu, Franziska tinggal bersama seorang pria setengah baya yang kelihatannya berkantong tebal.

   Tapi akhirnya ia bosan juga, lalu memutuskan hubungan.

   Pria itu rupanya patah hati.

   Selama minggu pertama ia terus berusaha menghubungi bekas kekasihnya.

   Tapi Franziska sudah tidak berminat.

   Ia hanya mengintip dari jendela tapi tidak mau membuka pintu Setelah seminggu, pria itu tidak pernah nongol lagi.

   Dengan demikian, Stanislav tidak perlu khawatir bahwa Franziska akan dicari kalau menghilang selama satu-dua hari.

   Stanislav mengurangi kecepatan kendaraannya.

   Gedung apartemen tempat tinggal wanita itu sudah kelihatan.

   Sambil menggigit-gigit bibir ia menyusun rencana.

   Hari telah menjelang malam.

   Sambil terus berpikir, Stanislav menatap gedung apartemen yang berlantai delapan.

   Bangunan itu dicat warna kuning.

   Pintu masuknya ada di sisi samping, berhadapan dengan lapangan parkir.Baru saja sebuah mobil menggelinding ke jalan.Dari jauh Stanislav sudah mengenalinya.

   Ia juga melihat bahwa mobil itu dikemudikan oleh Franziska Hensch.Wanita itu menuju ke arahnya.

   Mobilnya dijalankan dengan kencang.

   Sambil mengumpat Stanislav memutar mobil.

   Ia terburu-buru sekali karena takut kehilangan jejak.

   Hampir saja ia menyerempet seorang pejalan kaki.

   Lampu lalu lintas di ujung jalan menunjukkan warna kuning.

   Franziska segera tancap gas.

   Mobilnya melesat melewati perempatan sebelum lampunya berganti merah.

   Namun Stanislav terpaksa berhenti.Dengan kesal mata-mata itu menunggu lampu hijau.

   Tapi ia menjadi lebih tenang ketika mengetahui bahwa perjalanan Franziska pun terhambat.

   Sebuah truk besar mundur dari pekarangan perusahaan angkutan dan melintang di jalan.

   Keneknya turun dan memberikan isyarat pada para pengemudi lain agar berhenti dulu, supaya truknya bisa berputar.

   Ketika truk itu akhirnya minggir, Stanislav sudah melewati perempatan.

   Hanya ada satu mobil lain antara dia dan Franziska.

   Kebetulan sekali! Wanita itu tidak boleh tahu bahwa ia sedang diikuti.Dari sini semuanya berjalan lancar.

   Tapi ketika menyadari tujuan perjalanan Franziska, Stanislav langsung senewen lagi.

   Wanita itu menuju rumah Karsoff dan Bulanski.

   Brengsek! Jangan-jangan dia sudah mencapai kesepakatan dengan mereka? Stanislav bertanya-tanya dengan cemas.

   Kalau begitu, dialah yang akan mendapatkan dokumen-dokumen NATO itu.

   Tidak mungkin! Stanislav kemudian berusaha meyakinkan diri.

   Dia takkan sanggup mengumpulkan satu juta Mark dalam waktu sesingkat ini.

   Berarti masih ada harapan! 11.

   Siasat Kabel Busi Semuanya sudah direncanakan dengan matang.

   Semuanya sudah beres.

   Sporty mendesak agar mereka segera berangkatRobert Graf dan Monika mengantar anak-anak STOP sampai ke pintu.

   Sambil melambaikan tangan, mereka menunggu sampai Sporty dan teman-temannya menghilang dari pandangan.

   Sporty bersepeda di samping Petra.

   Gadis itu telah mencuci muka, sehingga tampangnya sudah tidak begitu kusut lagi.

   Namun dari sorot matanya ketahuan bahwa ia cemas sekali.

   "Tanggung jawabmu berat sekali, Sporty,"

   Katanya.

   "Kalau rencanamu sampai gagal, maka akibatnya bisa gawat bagi ayah Monika."

   "Aku yakin, kita akan berhasil."

   "Kau sih, kau terlalu yakin."

   "Hidup ini harus dijalani dengan penuh semangat. Kalau kita ragu-ragu dan murung terus, kapan mau maju?"

   "Hei!"

   Oskar tiba-tiba berseru dari belakang "Kau mau ke mana, sih? Ke kiri, dong!"

   Sporty memang telah memberi isyarat tandan untuk membelok ke kanan.

   "Ayo tebak, kita mau ke mana?"

   Ia balik bertanya tanpa menoleh.

   "Tentu saja ke tempat si Karsoff! Semakin banyak yang kita ketahui tentang pihak lawan, semakin besar peluang bahwa rencana kita akan berhasil."

   "Hah? Sekarang juga?"

   "Bukan, minggu depan!"

   Oskar menggerutu dengan kesal. Seakan-akan hendak membalas dendam, anak itu kemudian mengumumkan bahwa ia mulai lapar.

   "Padahal sejam yang lalu dia baru menghabiskan satu kilo biskuit,"

   Sporty berkata pada Petra, tanpa memperhatikan keluhan Oskar.Thomas menambah kecepatan sampai berada sejajar dengan Sporty.

   "Jangan lupa bahwa Karsoff sudah tahu tampangmu,"

   Ia memperingatkan sahabatnya.

   Sporty mengangguk."Aku memang tidak boleh menampakkan diri.

   Tapi kalian bisa bergerak dengan bebas.

   Yang penting, kita harus mempelajari medannya dulu.

   Baru setelah itu kita bisa memutuskan kapan dan bagaimana kita bertindak."

   Beberapa saat kemudian keempat sahabat itu sampai di Jalan Breitenried.

   Jalan itu terletak di daerah perumahan kelas menengah bawah.

   Rumah-rumah tua dan baru berderet-deret bergantian.

   Gang-gang sempit yang bercabang dari jalan ini tidak tercantum pada peta mana pun.

   Jumlahnya terlalu banyak.

   Karsoff tinggal di nomor 141.

   Antara kavling nomor 135, yang berupa sebidang tanah kosong yang tak terurus -dan rumah nomor 137 -sebuah rumah reyot -terdapat sebuah gang kecil.

   Kedua sisi gang itu dibatasi oleh semak-semak.

   Dan setelah sekitar 40 meter, gang itu membelok ke kanan.

   "Aku tunggu di sini,"

   Kata Sporty.

   "Kalian dulu deh yang lewat di depan rumah Karsoff. Tapi jangan terlalu menyolok. Terutama kau, Oskar! Karsoff pasti curiga kalau kau terus-terusan menengok ke arah rumahnya."

   "Tenang saja! Aku kan pengintai kelas wahid."

   "Tapi hanya kalau mengintai makanan,"

   Thomas berkomentar sambil ketawa. Sporty menunjuk ke gang tadi.

   "Aku akan mempelajari keadaan di belakang."

   Ketiga sahabatnya kembali menggenjot sepeda.

   Sporty memperhatikan mereka.

   Apanya yang tidak menyolok? ia berkata dalam hati.

   Petra selalu menarik perhatian semua orang.

   Sedangkan Thomas dan Oskar merupakan obyek yang menarik bagi para pemotret amatir.

   Yang pertama kurus-tinggi, yang kedua pendek-gendut -persis angka 10.

   Hmm, mudah-mudahan saja Karsoff tidak ada di rumah.

   Pelan-pelan ia mulai menyusuri gang.

   Seekor kucing hitam tiba-tiba melintas di depan sepedanya, lalu menghilang di balik semak-semak.

   Matahari telah bersembunyi di balik gedung-gedung pencakar langit di pusat kota.

   Bayangan-bayangan semakin panjang.

   Sambil berusaha menghafalkan letak kavling-kavling di gang itu, Sporty menggelinding melewati tikungan.

   Tapi pada detik berikutnya ia terpaksa berhenti.

   Dengan sebelah kaki di tanah, anak itu mundur setengah meter.

   Sambil berlindung di balik semak-semak, ia mengintip dengan hati-hati.Dua mobil sedang parkir di balik tikungan.Yang pertama kosong.

   Pintu mobil kedua terbuka.

   Pengemudinya telah turun.

   Gerak-geriknya sangat mencurigakan.Orang itu berdiri di samping mobil pertama.

   Dengan obeng di tangan ia mengutak-atik pintu kendaraan.Seorang pencuri! Tapi bagaimana dengan mobilnya sendiri? Sporty berpikir.

   Dia tidak bawa teman.

   Tidak mungkin dia membawa dua mobil sekaligus.Berarti dia mengincar sesuatu di dalam mobil itu! Dalam hati Sporty sudah siap untuk bertindak.

   Namun untuk sementara anak itu diam saja.

   Terheran-heran ia memperhatikan si pencuri.

   Pria itu rupanya merasa aman.

   Meskipun sekali-sekali mengangkat kepala dan menoleh ke segala arah, tangannya terus mengutak-atik sesuatu.

   cepat dan penuh pengalaman.

   Ia memang tidak perlu khawatir bahwa tindakannya akan diketahui oleh para tetangga.

   Pekarangan-pekarangan mereka dibatasi oleh pagar tanaman yang tumbuh rapat.

   Dan sekarang? Lho? Rupanya dia tidak tertarik pada isi mobil itu.

   Dia hanya menarik tuas untuk membuka kap mesin.Langsung saja ia mengangkat tutup mesin.

   Untuk sejenak pria itu membungkuk.

   Sporty tidak melihat apa yang sedang dilakukan pencuri itu, namun ia bisa menduganya.

   Kap mobil kembali ditutup, dan pintu mobil dikunci lagi.

   Pria itu memeriksa semuanya dengan cermat, untuk meyakinkan diri bahwa ia tidak meninggalkan jejak.

   Kemudian ia mengeluarkan sepotong tisu dari kantong dan mengelap tangan.

   Pria itu berambut hitam.

   Tampangnya seperti pemuda Italia yang kebanyakan uang dan kurang kerjaan.

   Dengan santai ia menyalakan sebatang rokok, kemudian berjalan ke arah Sporty.

   Kelihatannya, ia sedang menunggu.

   Ia melepaskan kacamata dan memasukkannya ke kantong baju.

   Hanya itu yang sempat dilihat Sporty.

   Tanpa bersuara anak itu kembali ke jalan.

   Ia berhenti di mulut gang.Ketiga sahabatnya sudah hampir sampai di ujung jalan, dan masih terus menjauh.

   Rupanya mereka takut bahwa Karsoff menjadi curiga kalau mereka segera berbalik dan kembali lagi.

   Seorang wanita mendekat.

   Penampilannya menarik sekali.

   Ia berambut coklat.

   Matanya berwarna gelap.

   Ia mengenakan setelan jas hijau dan sepatu bertumit tinggi.

   Sporty berlagak tidak peduli, tetapi diam-diam menoleh ke belakang.

   Pria berambut hitam tadi semakin mendekat.

   Kini ia melihat wanita yang sampai di mulut gang.

   Langsung saja ia berbalik.

   Tanpa terburu-buru ia kembali ke arah semula.

   Sementara itu, wanita berpakaian serba hijau sejenak menatap Sporty, lalu membelok ke gang.

   Ia menghindari lubang-lubang dan melewati pria tadi.

   Sporty menunggu sampai keduanya menghilang di balik tikungan, lalu menyusul.

   Dari jauh suara starter mobil sudah kedengaran.

   Tapi mesinnya tidak mau hidup.

   Sporty nyengir lebar.

   Sori, katanya dalam hati, tapi aku terpaksa membatalkan niat busuk Anda! Wanita itu sedang duduk di mobil yang tadi sempat diutak-atik.

   Berkali-kali ia berusaha menyalakan mesin.

   Sia-sia.Pria tadi segera beraksi.

   Sambil tersenyum ramah, ia menghampiri wanita itu.

   "Wah, mogok ya?"

   Ia bertanya. Wanita itu telah membuka jendela."Saya tidak mengerti!"

   Katanya.

   "Baru kemarin mobil saya diperiksa di bengkel."

   "Oh, pantas! Mobil-mobil memang paling sering ngadat kalau baru keluar dari bengkel. Saya sendiri sudah sering mengalami kejadian seperti ini."

   Sporty berhenti pada jarak lima meter, namun tetap duduk di atas sepeda. Pria berambut hitam segera menyadari kehadiran anak itu dan mengerutkan kening. Kemudian ia kembali berpaling pada wanita di dalam mobil.

   "Coba sekali lagi!"Hasilnya sama seperti tadi.

   "Hmm."Si pria menatap ke arah Sporty. Rupanya ia merasa gelisah karena ditonton.

   "Kau mencari sesuatu, Nak?"

   "Saya tinggal di sini."

   "Kalau begitu kau lebih baik pulang saja. Ibumu pasti sudah rindu."

   Sporty tidak bereaksi. Pria itu mengangkat bahu, lalu berkata pada wanita yang masih duduk di balik kemudi,"Tolong buka kap mesinnya. Barangkali saya bisa membantu."

   Tentu saja dia bisa membantu, pikir Sporty.

   Tapi hanya sampai mesinnya hidup saja.

   Pria itu membuka kap mesin.

   Sporty melihat bahwa ia mulai mengutak-atik kabel busi.

   Nah, itu dia! anak itu berkata dalam hati.

   Kabel businya ditukar-tukar.

   Pantas saja mesinnya tidak mau hidup.

   Dan sekarang bajingan itu akan mengubah urutan kabel, sehingga mesinnya bisa dihidupkan -walaupun secara tidak sempurna.

   Dengan demikian dia bisa menawarkan bantuan lebih lanjut.

   Dasar licik! "Coba dihidupkan lagi!"

   Pria itu berseru. Wanita di dalam mobil segera memutar kunci kontak.Mesinnya memang hidup, tapi sambil terbatuk-batuk -seakan-akan menderita penyakit asma.

   "Wah, masih ada yang tidak beres, nih!"

   Pria itu kembali bekerja. Namun ketika keadaannya tidak bertambah baik, ia berlagak bingung dan menuju ke pintu mobil.

   "Ada kemungkinan mobil Anda mogok lagi nanti. Apakah saya perlu ikut sampai ke bengkel terdekat? Siapa tahu Anda memerlukan bantuan saya untuk mendorong mobil."

   Senyumnya lebar sekali.

   "Oh, terima kasih banyak,"

   Jawab wanita itu.

   "Saya tidak begitu kenal daerah ini. Apakah ada bengkel di dekat sini?"

   "Ada! Malah dekat sekali."

   Sporty turun dari sepeda, menyandarkannya pada pagar, lalu menghampiri kap mesin yang masih terbuka.

   "Heh, mau apa kau?"

   Pria tadi menghardiknya.

   "Cuma mau lihat-lihat saja.""Memangnya kau mengerti mesin?"

   "Saya bercita-cita jadi insinyur."Pria tadi mendekatinya dengan sikap mengancam."Sudah, jangan pegang apa-apa! Nanti mesinnya malah tambah rusak."

   "Apakah ini mobil Anda?"

   "Jangan pegang apa-apa!!!"Sporty menatap wanita di dalam mobil.

   "Apakah saya boleh membantu? Saya jamin, mobil Anda pasti bisa jalan lagi."

   Wanita itu mengangguk. Ia nampak merenung. Sambil mengerutkan kening ia menatap pria tadi, sementara Sporty menggulung lengan baju dan mulai membereskan kabel busi. Pekerjaan itu tidak terlalu sulit asal tahu caranya.

   "Nah, beres! Coba hidupkan!"

   Ternyata mesinnya langsung hidup dengan tokcer.

   "Luar biasa!"

   Wanita itu berseru lewat jendela.

   "Kau benar-benar seorang mekanik yang hebat."

   Sporty menutup kap mesin. Pria tadi menggigit-gigit bibir. Penuh dendam ia memelototi Sporty. Anak itu membersihkan tangan, kemudian menghampiri si pria,"Gagal, ya?""Lho, kenapa? Kau kan berhasil menghidupkan mesin. Saya memang bukan tukang bengkel."

   "Oh, jangan terlalu merendah. Menurut saya Anda justru berbakat sekali -berbakat dalam hal membongkar mobil tanpa meninggalkan jejak. Dan Anda juga paham bagaimana mengutak-atik kabel busi supaya mesin tidak bisa dinyalakan, bukan?"

   Untuk sesaat ketiga orang itu terdiam. Wajah pria tadi seperti patung. Tetapi sikapnya menunjukkan bahwa ia siap untuk menyerang.

   "Jadi, dia yang mengutak-atik mobil saya?"

   Wanita di balik kemudi bertanya dengan tenang.

   "Ya,"

   Jawab Sporty tanpa menoleh.

   "Saya melihat semuanya."

   Pada detik yang sama Petra, Thomas, dan Oskar, muncul di tikungan.

   Untuk sejenak perhatian Sporty beralih pada mereka.

   Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh pria tadi.Dengan licik ia melayangkan tinjunya ke arah perut Sporty.

   Namun pukulannya meleset.

   Dengan satu langkah ke samping Sporty menghindar.

   Pria tadi kehilangan keseimbangan, dan terdorong ke depan oleh tenaga pukulannya sendiri.

   Bahwa Sporty cepat-cepat mengangkat sikunya untuk itu ia tidak bisa disalahkan.

   Dalam keadaan diserang ia harus membela diri.

   Sikunya tepat mengenai sasaran.

   Si penyerang memekik kesakitan.

   Sambil terhuyung-huyung ia memegangi wajahnya dan jatuh terduduk.Darah segera mengucur dengan deras dari hidungnya.

   Dalam beberapa detik saja baju, jas, dan dasinya, sudah penuh bercak merah.

   Hidungnya kini nampak bengkok.Pria itu memegangi kepala dan berusaha untuk berdiri.

   Tapi kedua lututnya tak bertenaga sama sekali.

   "Anda bukan Max Wunderlich,"

   Ujar wanita di dalam mobil.

   "Saya sudah mengenalnya. Kalau begitu, Anda pasti Stanislav Kobold. Cara Anda memperkenalkan diri sungguh menyenangkan! Untung saja Anda kena batunya,"

   Ia menambahkan sambil ketawa. Kemudian ia memanggil Sporty.

   "Nih! Ini untuk bantuanmu. Terima kasih banyak."Ia menyelipkan selembar uang ke tangan Sporty, menghidupkan mesin mobil, lalu langsung tancap gas.Terheran-heran Sporty menatap uang di tangannya. selembar 100 Mark! "Awas, dia kabur!"

   Oskar tiba-tiba berteriak.

   Sporty juga sudah menyadari bahwa pria tadi diam-diam menuju ke mobilnya.

   Namun ia diam saja.

   Otaknya sibuk dengan urusan lain.

   Apa kata wanita tadi? Anda bukan Max Wunderlich.

   Apakah maksudnya mata-mata dari penginapan Pemandangan Indah? Stanislav kini sudah duduk di balik kemudi Ia segera menjalankan mobilnya sambil menutupi hidung dengan saputangan.

   Sporty menyangka, pria itu akan memelototinya dengan penuh dendam.

   Namun ternyata Stanislav menatap lurus ke depan sambil membungkuk di atas kemudi.

   Mobilnya segera lenyap dari pandangan.

   "Kejadiannya selalu sama,"

   Ujar Petra.

   "Begitu kau ditinggal lebih dari lima menit, kau pasti langsung terlibat dalam perkelahian."

   "Lho, dia yang mulai! Aku hanya membela diri."

   "Kenapa dia menyerangmu, heh? Pasti ada sebabnya, bukan?"

   Petra Bertanya dengan ketus.

   "Justru itu yang ingin aku ceritakan. Tapi kau keburu menuduh yang bukan-bukan."

   Petra langsung mengedip-ngedipkan mata, lalu berkata dengan manis,"Silakan!"

   Ketika Sporty selesai bercerita, Petra berkomentar,"Wah, ini seperti pertemuan mata-mata saja.

   Maksud wanita tadi pasti Max Wunderlich yang tinggal di penginapan itu.

   Soalnya dia sendiri juga baru saja menemui Karsoff Tidak secara langsung, memang.

   Tapi dia memasukkan sesuatu ke kotak suratnya.

   Kami sempat melihatnya waktu lewat di depan rumah nomor 141."

   Thomas dan Oskar mengangguk. Sporty pun ikut-ikutan.

   "Makin rumit saja,"

   Katanya.

   "Nama pria tadi harus kita ingat-ingat. Wah, betul kan... aku sudah lupa..."

   "Namanya Stanislav Kobold,"

   Thomas segera membantu sahabatnya.

   "Aku sempat menghafalkan pelat nomor kedua mobil tadi,"

   Ujar Oskar.

   "Sekadar untuk mengalihkan perhatian dari perutku yang sudah keroncongan."

   Langsung saja ia menyebutkan nomor polisi kedua kendaraan itu.

   Thomas mencatatnya.

   Oskar dipuji.

   Petra lalu mengatakan bahwa Oskar seharusnya lebih sering membiarkan perutnya kelaparan, sebab kelihatannya daya ingat anak itu malah bertambah baik.Kemudian mereka melaporkan hasil penyelidikan mereka pada Sporty.

   "Rumah nomor 141 adalah rumah beratap datar,"

   Kata Thomas.

   "Garasinya ada di pekarangan. Pintu garasi terbuka, dan di dalamnya kami melihat sebuah Mercedes berwarna hitam. Rumah itu dihuni oleh dua orang. Soalnya di bawah kotak surat ada dua papan nama. Gregor Karsoff dan Leo Bulanski. Yang kedua ini sempat kami lihat. Dia sedang berdiri di teras sambil menyemir sepatu. Rambutnya berwarna pirang nyaris putih, malah."

   "Pengemudi Mercedes itu,"

   Sporty menanggapinya.

   "Tapi aku belum pernah melihat wajahnya. Aku hanya tahu bahwa rambutnya seperti yang kaukatakan, Thomas."

   "Aku rasa, penyelidikan kita cukup berhasil,"

   Ujar Petra.

   "Ya,"

   Sporty membenarkannya.

   "Ternyata kita bukan hanya berhadapan dengan Karsoff, tetapi juga dengan si Bulanski itu. Dan wanita tadi pun tidak kebetulan saja datang ke sini. Dia takkan mengenal Max Wunderlich kalau dia sendiri bukan mata-mata juga. Sedangkan Stanislav Kobold -dia punya niat jahat terhadap wanita itu. Hmm, coba kalau kita tahu isi kotak surat di depan rumah Karsoff dan Bulanksi. Sayang sekali kita tidak bisa ke sana."

   "Barangkali semuanya terlibat dalam urusan mata-mata,"

   Oskar menduga-duga."Aku juga sependapat,"

   Thomas menimpali sambil mengangguk. Petra mempermainkan rambutnya beberapa saat, lalu berkata,"Aku mau pulang dulu. Kalian mau ikut? Kita makan malam di rumahku saja."

   "Nah, akhirnya ada usul yang masuk akal!"

   Kata Oskar penuh semangat.

   "Ajakanmu kuterima dengan senang hati." * * * Karsoff membuka pintu teras.

   "Hei, Leo! Menyemir sepatu saja, kok lama amat, sih?"

   "Habis, kalau bukan aku, siapa lagi yang akan melakukannya? Kau berminat menyemir sepatuku?"

   "Jangan banyak tingkah! Ayo, masuk!"

   Bulanski langsung mengerti bahwa ada urusan penting.

   Ketika ia masuk ke kamar duduk, Karsoff berkata,"Kau tidak melihat dia? Franziska Hensch datang ke sini.

   Dia memasukkan sesuatu ke kotak surat.

   Sembrono sekali.

   Tapi -mungkin saja urusannya mendesak."

   Karsoff keluar. Waktu kembali, ia melambai-lambaikan selembar kertas.

   "Berhasil!"

   Amplop surat itu dibuangnya ke tempat sampah. Suratnya ia perlihatkan pada rekannya.Tulisan Franziska ternyata kecil-kecil. Oke! Berani bayar 1,2. F.H.

   "Busyet!"

   Bulanski berbisik -dan membetulkan letak rambut palsunya yang mulai bergeser.

   "Satu koma dua juta! Si Bos pasti kesenangan kalau mendengar kabar ini. Hehehe, inilah sukses yang kita tunggu selama bertahun-tahun."

   "Dan mungkin kita dapat lebih banyak lagi dari Robert Graf,"

   Karsoff berkomentar sambil nyengir lebar. Bulanski nampak berseri-seri.

   "Kita tidak perlu tunggu tawaran dari Stanislav Kobold,"

   Ujar Karsoff.

   "Tawaran pada dia sebenarnya cuma formalitas saja sekadar untuk menjaga hubungan baik. Dia toh takkan sanggup menawar sebanyak ini. Tapi ada satu hal yang membuatku heran. di mana si Wunderlich?"

   Bulanski mengangguk.

   "Ya, aneh! Biasanya dia selalu paling cepat. Mestinya dia sudah lama menghubungi kita."

   "Salahnya sendiri, kalau dia terlambat kali ini,"

   Tiba-tiba pesawat telepon berdering. Karsoff segera mengangkat alis. Jangan-jangan si Wunderlich. Gila, sembrono benar! Dasar tolol! Awas saja kalau dia berani... Dengan kesal Karsoff mengangkat gagang.

   "Karsoff?"

   Tanya Pak Graf ."Ah, si Ahli Kimia! Nah, bagaimana perkembangannya?"Pak Graf mendesah panjang."Berkas-berkas Proyek V sudah siap untuk diserahkan. Besok. Kecuali kalau saya keburu disergap orang lain."

   "Apa maksudmu?"

   Karsoff segera bertanya dengan curiga."Kelihatannya, ada orang lain yang juga telah mendapat kabar mengenai hasil penelitian saya,"

   Pak Graf menjelaskan sesuai rencana.

   "Sudah sejak beberapa hari saya merasa diikuti terus. Mula-mula, saya pikir bahwa saya dipermainkan oleh imajinasi sendiri. Karena itu saya tidak mengatakan apa-apa. Tapi sekarang saya sudah punya bukti yang kuat."

   "Bukti apa?""Baru saja saya dapat telepon. Orang itu tidak menyebutkan namanya. Tapi dia berminat pada berkas-berkas Proyek V. Dia mengajukan tawaran yang sangat menarik."

   Karsoff langsung membelalakkan mata.

   "Dengar baik-baik!"

   Ia berseru.

   "Akulah yang akan mendapatkan berkas-berkas itu. Aku! Kalau tidak, tamatlah riwayatmu! Aku akan melaporkan kebusukanmu, mengerti?!"

   "Ya ya ya, saya tahu. Semua kartu saya ada di tanganmu, Karsoff. Besok aku akan menyerahkan berkas-berkas itu."

   "Di mana kita akan ketemu?"

   "Aku akan makan siang di Restoran Korfu. Tepat pukul setengah satu."

   "Ah, restoran Yunani yang baru itu? Oke, deh! Sekali-sekali aku juga kepingin makan di sana. Jadi besok siang, pukul setengah satu!"

   Ia meletakkan gagang.

   "Bagaimana?"

   Tanya Bulanski.

   "Semuanya beres! Tapi kelihatannya ada pihak lain yang juga mengincar berkas-berkas itu. Karena itu, lebih baik kalau berkas-berkas itu jangan dibawa ke sini. Aku tidak mau ambil risiko. Biar si Bos saja yang datang ke Restoran Korfu, supaya hasil penelitian itu bisa langsung diserahkan padanya. Lagi pula, dialah yang kenal calon-calon pembeli dari industri farmasi."

   "Helmut,"

   Yang dimaksud adalah si Bos.

   "pasti gembira sekali,"

   Ujar Bulanski sambil nyengir.

   "Besok adalah hari esar bagi kita."

   "Hari yang bersejarah! Karena itu kita akan berangkat lagi sekarang. Aku mau ke Tembok Besar dan menitipkan pesan untuk Franziska Hensch, agar dia datang sambil bawa uang besok siang. Kira-kira jam... ehm... jam setengah tiga. Uang! Uang! Uang! Satu juta! Tambah satu juta lagi! Leo, besok sore kita sudah kaya-raya."

   Ketika Karsoff meninggalkan rumah, Bulanski segera menelepon Franziska Hensch.

   Ketika wanita itu menyahut, Bulanski batuk-batuk sejenak, lalu segera meletakkan gagang.Itu tanda yang sudah mereka sepakati.

   Artinya.

   Pergi ke Tembok Besar! Ada pesan untukmu.

   12.

   Tertangkap Basah Keempat sahabat itu datang tepat pada detik-detik terakhir.

   Penjual di toko perlengkapan berburu dan memancing itu sudah bersiap-siap mengunci pintu.

   Tapi ketika melihat anak-anak STOP, ia tersenyum dan membiarkan mereka masuk.

   Sporty, yang baru saja memperoleh selembar 100 Mark, membeli tabung gas air mata.

   Setelah mereka keluar dari toko, Oskar bertanya,"Di mana kita melakukan uji coba?"

   "Di mana pun bisa,"

   Jawab Sporty Ia membaca aturan pakainya.

   "Masalahnya siapa yang mau jadi kelinci percobaan? Bagaimana kalau kau saja, Oskar?"

   "Wah, lain kali saja,"

   Ujar anak itu sambil nyengir.

   "Aku pernah dengar bahwa gas air mata membuat mata terasa pedih."

   Supermarket di sebelah masih buka.

   Anak-anak STOP membeli seikat bunga untuk Bu Glockner, dan sepotong tulang besar untuk Bello.

   Anjing spanil itu pasti sudah menunggu-nunggu di rumah.Hari telah mulai gelap ketika mereka berangkat lagi.

   Dalam perjalanan ke rumah Petra, mereka melewati Taman Kota dan menyusuri salah satu sisinya.

   Selembar kertas tergeletak di selokan di pinggir jalan.

   lembaran fotokopi dokumen NATO yang sempat dibawa kabur oleh burung gereja mabuk tadi.

   Tapi keempat sahabat STOP tidak memperhatikan kertas itu.

   Mana mungkin mereka memperhatikan setiap potong kertas yang bertebaran di jalanan.Tidak lama kemudian, Sporty dan rombongannya telah sampai di daerah rumah Petra.Toko kecil kepunyaan Bu Glockner sudah tutup.

   Hanya lampu di kaca etalase yang masih menyala.

   Anak-anak segera menuntun sepeda-sepeda mereka ke pekarangan belakang.

   Bello sudah mulai ribut.

   Mereka naik tangga ke lantai dua.

   Petra mengeluarkan kunci dari kantong celana dan membuka pintu.

   Bello langsung menghambur keluar untuk menyambut keempat sahabat itu.

   "Nah, bagaimana makan siangnya?"

   Bu Glockner bertanya sambil keluar dari dapur.Wanita itu sangat ramah, dan mirip sekali dengan anaknya.

   "Wah, menyenangkan sekali,"

   Jawab Petra.

   "Kami diperlakukan seperti tamu kehormatan."Masalah yang sedang dihadapi Pak Graf tidak disinggung sama sekali.

   "Aku mengajak Sporty, Thomas, dan Oskar, untuk makan malam di sini,"

   Gadis itu lalu menambahkan.

   "Bayangkan, mereka sampai beli bunga untuk Ibu!"

   Sporty segera menyerahkan karangan bunga.

   Dibandingkan dengan yang disusun oleh Petra untuk Pak Graf, karangan bunga ini tidak ada apa-apanya.

   Tapi Bu Glockner menerimanya dengan senang hati.

   Ia langsung mencari vas yang cocok dan mengucapkan terima kasih.

   Pak Glockner ternyata masih di kantor.

   Ia tadi sudah menelepon untuk memberitahu istrinya bahwa ia akan pulang agak malam.

   Sporty lega sekali ketika mengetahui hal ini.

   Ia merasa tak sanggup untuk duduk satu meja dengan Pak Glockner tanpa bercerita mengenai para mata-mata, serta kesulitan yang dialami Pak Graf.

   Namun di pihak lain juga tidak merugikan Pak Graf, rahasia ini untuk sementara tidak boleh bocor.

   Sebenarnya, Bu Glockner tidak menyangka bahwa Petra akan mengajak teman-temannya untuk makan malam.

   Karena itu, ia segera kembali ke dapur lalu mulai memasak kentang dan menggoreng sosis.

   Dalam sepuluh menit saja ia sudah selesai.

   Semuanya makan dengan lahap.

   Oskar seperti biasanya menambah tiga kali.

   Bu Glockner -yang sudah tahu kebiasaan anak itu -memperhatikannya sambil tersenyum.

   Seusai makan, anak-anak menawarkan diri untuk membantu cuci piring.

   Tapi Bu Glockner mengatakan bahwa tidak ada yang boleh masuk dapur.

   Keputusan itu diterima tanpa protes.Keempat sahabat STOP lalu duduk-duduk di kamar Petra.

   Bello langsung tidur di samping gadis itu.

   "Masih ada satu malam dan setengah hari sebelum kita beraksi,"

   Ujar Sporty.

   "tapi count-downnya -hitungan mundur sampai saat start -sudah mulai. Coba kita ulangi lagi setiap langkah, supaya besok semuanya bisa berjalan dengan lancar. Kita mulai dari Petra saja."

   Gadis itu membelai-belai anjingnya."Aku akan berpakaian rapi,"

   Katanya.

   "Sebelum jam setengah satu, aku sudah ada di Restoran Korfu -sebagai tamu."

   "Sebagai pengamat di garis depan,"

   Sporty melengkapi."Itu yang kumaksud.

   Aku akan memilih tempat duduk yang memungkinkan aku untuk mengawasi seluruh restoran, sehingga aku bisa memperhatikan Karsoff dan Pak Graf setelah mereka datang.

   Aku yakin, aku bisa mengerjakan tugas ini dengan baik."

   "Sekarang giliranmu, Oskar!"

   Ujar Sporty.

   "Tugasku adalah mengawasi lapangan parkir di samping restoran,"

   Anak itu menjelaskan dengan gaya sok penting.

   "terutama mengawasi Mercedes hitam yang sering berganti pelat nomor. Tugasku ini akan kulaksanakan dengan sebaik-baiknya, tanpa terpengaruh oleh bau sedap yang mungkin keluar dari jendela dapur. Kecuali itu, aku juga bertugas sebagai penghubung antara Petra dan Thomas."

   "Hebat!"

   Sporty memuji sahabatnya.

   "Sikap seperti ini yang kita butuhkan. Thomas!"

   Thomas, si Komputer, berkata,"Aku menempati kotak telepon umum di pojokan. Dari sana aku bisa melihat Oskar. Tugasku adalah mengawasi jalan dan daerah sekitar restoran. Jika ada kejadian di luar rencana, aku akan menghubungimu,"

   Yang dimaksudnya adalah Sporty.

   "lewat telepon, atau naik sepeda."

   "Wah,"

   Ujar Sporty sambil ketawa.

   "panglima angkatan bersenjata bisa bangga kalau melihat cara kerja kita."

   "Sekarang coba jelaskan apa tugasmu!"

   Petra menuntut."Aku ambil posisi di sisi belakang pekarangan rumah Karsoff dan Bulanski.

   Aku tunggu sampai salah satu atau kedua-duanya berangkat ke Restoran Korfu, kemudian memanjat lewat pagar.

   Tapi sebelumnya aku sudah menyamar sebagai orang dewasa dengan menggunakan mantel dan topi.

   Potongan kaus kaki wanita yang akan kupakai sebagai topeng disimpan dulu.

   Baru pada saat terakhir aku akan memakainya.

   Kalau Karsoff dan Bulanski pergi ke Restoran Korfu, aku akan masuk ke rumah mereka, dan menunggu telepon dari Thomas.

   Eh, aku baru ingat, Thomas! Kau sudah mencatat nomor telepon mereka?"

   "Sudah ada di sini,"

   Jawab Thomas sambil menunjuk ke dahinya.

   "Sudah masuk ke dalam program."

   "Oke! Seandainya hanya Karsoff yang pergi ke Restoran Korfu, aku harus lebih berhati-hati agar tidak kepergok oleh Bulanski. Kalau begitu, Thomas, kau harus naik sepeda untuk melaporkan perkembangan di luar rencana."

   "Pokoknya beres, deh!"

   Ujar Thomas sambil mengangguk.

   "Kalau Mercy hitam itu kembali,"

   Sporty melanjutkan.

   "aku akan bersembunyi di balik garasi. Setelah Karsoff dan Bulanski turun, aku akan menyergap mereka. Dengan gas air mata ini aku akan membuat mereka tak berdaya. Aku akan merampas berkas-berkas Pak Graf, lalu segera kabur. Habis itu semuanya beres. Kedua bajingan itu bahkan tidak bisa menelepon polisi."

   "Sebab kalau mereka menghubungi polisi,"

   Oskar menambahkan.

   "mereka terpaksa mengaku bahwa berkas-berkas itu diperoleh dengan cara pemerasan, hahaha!"

   "Mudah-mudahan kita besok masih bisa ketawa seperti sekarang,"

   Kata Petra.

   "Kau takut rencana kita gagal?"

   Tanya Sporty.

   "Bukan, tapi semuanya harus berjalan sesuai rencana." * * * Menjelang tengah malam, bintang-bintang mulai menghilang di balik lapisan awan tebal. Bagi Bernard Wacker dan Hilda Putz, perkembangan ini malah menguntungkan sekali. Dalam keadaan gelap gulita mereka merasa lebih aman. Meskipun sedang sakit, Bernard tidak mau menyerah begitu saja. Dokumen-dokumen NATO itu harus ia peroleh kembali. Hilda terpaksa menurut saja. Sejak Karsoff berhasil merebut dokumen rahasia itu, Hilda terus terombang-ambing antara harapan dan rasa putus asa. Ia seratus persen sadar bahwa rencana Bernard merupakan kesempatan terakhir bagi mereka. Mudah-mudahan mereka belum menjual dokumen-dokumen itu, Hilda berharap-harap. Suhu badan Bernard sudah agak turun. Tapi tampangnya masih mengibakan. Ia belum benar-benar sembuh. Pada waktu berpakaian saja ia terpaksa berhenti beberapa kali Tangannya gemetar, dan tubuhnya basah karena keringat.Hilda memperhatikannya dengan cemas.

   "Mungkin lebih baik kalau kau beristirahat saja,"

   Katanya.

   "Aku takut kau tidak sanggup untuk..."

   "Tentu saja aku sanggup!"

   Bernard menghardik pacarnya.

   Hilda diam saja.

   Reaksi Bernard membuktikan bahwa ia sendiri juga ragu-ragu.

   Bernard menyelipkan pentungan karet ke dalam saku jaket.

   Di dalam sebuah tas kulit ia membawa berbagai peralatan.

   sejumlah kunci palsu, beberapa kait besi, bor, obeng, alat pemotong kaca, plester, serta senter.

   Hilda memakai kain pengikat rambut.

   Ia tidak menggunakan rambut palsu, karena Karsoff toh sudah tahu tampangnya.Mereka keluar dari rumah.

   Udara di luar terasa gerah.

   Di kejauhan, petir menyambar-nyambar.

   Mobil Bernard berada di depan garasi.

   Hilda segera duduk di belakang kemudi.

   Dengan napas tersengal-sengal Bernard duduk di sampingnya.Ketika mereka mulai menyusuri jalan-jalan yang sepi, pria itu mengeluarkan sebuah botol minuman keras, dan minum beberapa teguk.

   Kepalanya pasti masih pening.

   Apakah rasa pusing itu bisa diobati dengan alkohol? Hilda semakin cemas.

   Kota benar-benar sunyi.

   Tak ada pejalan kaki sama sekali.

   Satu-satunya mobil yang berpapasan dengan mereka adalah sebuah mobil patroli polisi -bukan pertanda yang baik.

   Sebelum mereka sampai di jalan tempat tinggal Karsoff, Bernard membuka jendela, dan membuang botol yang telah kosong.

   Botol itu langsung pecah berantakan.

   Gila! pikir Hilda.

   Dalam keadaan seperti ini dia malah menghabiskan satu botol minuman keras.

   Bagaimana rencana kita bisa berhasil? "Sebentar lagi kita sudah sampai,"

   Ujar Bernard dengan lidah kelu."Aku tahu! Karsoff tinggal di rumah nomor 141. Aku akan membelok ke gang sebelum rumahnya. Kita berhenti di belakang pekarangannya, lalu memanjat lewat pagar."

   "Betul, Sayang!"

   Semenit kemudian mereka sampai di gang itu.

   Hilda terlambat melihatnya, dan langsung membanting kemudi.

   Hampir saja ia menyerempet pagar.

   Mobil Bernard menggelinding melewati tikungan, lalu berhenti di sisi belakang pekarangan rumah nomor 141.

   Hilda segera mematikan lampu dan mesin.

   Bernard mengutak-atik sesuatu dalam gelap.

   Sebuah benda berat terlepas dari tangannya, dan jatuh ke lantai mobil.Untuk membantunya, Hilda segera menyalakan lampu baca.

   Tapi ternyata Bernard sudah menemukan benda yang ia cari.Dengan mata terbelalak Hilda menatap pistol di tangan pacarnya.

   "Matikan lampu! Kau..."

   Bernard langsung marah-marah.

   "Kau... kau bawa senjata api,"

   Ujar Hilda dengan terbata-bata.

   "Padahal kau sudah berjanji bahwa kau takkan menggunakan kekerasan."

   "Jangan takut, Sayang! Aku tidak akan menembak siapa pun. Pistol ini hanya kubawa untuk menakut-nakuti mereka. Memangnya kedua bajingan itu langsung akan menyerahkan dokumen-dokumen yang kita cari? Hah, mana mungkin?! Tapi supaya kau lebih tenang. pistolku tidak diisi peluru."

   Hilda tidak mempercayainya.

   Tapi kini tak ada lagi yang bisa ia lakukan.Mereka turun dari mobil.

   Hilda mengunci pintu.

   Sebenarnya, ia hendak menolong pacarnya pada waktu memanjat pagar.

   Tapi Bernard menolak dengan kasar.

   Sikap keras kepala itu segera membawa akibat yang tidak menyenangkan.

   Kaki kiri Bernard tersangkut, sehingga ia jatuh ke seberang pagar.

   Untuk sesaat ia diam tanpa bergerak.

   Baru kemudian ia minta bantuan Hilda.

   Tanpa bantuan, Bernard takkan sanggup berdiri.

   Kemudian mereka menyusup lewat semak-semak.

   Bagian belakang pekarangan ternyata mirip hutan belantara.

   Bernard berjalan gontai.

   Semakin lama ia semakin sempoyongan.

   Akhirnya ia berhenti dan menyandarkan diri pada sebatang pohon untuk beberapa detik.

   Sebaiknya kita kembali saja pikir Hilda.

   Tidak ada gunanya.

   Sebentar lagi dia akan ambruk.

   Tapi Bernard sudah kembali berjalan.

   Mereka sampai di sisi belakang rumah Karsoff.

   Bernard segera bersandar pada dinding.

   Kemudian ia melangkah lagi, dan naik ke teras.

   Rumah itu gelap gulita.

   Tak ada lampu yang menyala.

   Bernard berhenti.

   Hilda segera menyadari bahwa pacarnya mulai sempoyongan lagi.

   Bernard mengerang tertahan.

   Dengan badan lurus seperti papan ia jatuh ke depan, dan menyerempet kursi taman.

   Kepalanya membentur sebuah ember yang tersembunyi dalam gelap.

   Hilda tersentak kaget.

   Ia berdiri seperti patung.

   Seluruh tubuhnya terasa lumpuh.

   Ketika lampu di rumah nomor 141 tiba-tiba menyala, ia tetap belum bisa bergerak.Dua sosok berpakaian tidur menyerbu keluar.

   Karsoff menggenggam sepucuk pistol.

   "Jangan bergerak!"Kemudian ia mengenali Hilda. Lampu kamar menerangi wajah wanita itu.

   "Astaga, ini baru kejutan! Hilda Putz -kaku seperti patung. Dan pacarnya tergeletak di lantai. Hei, Bernard! Ayo, bangun! Kau tidak bisa menipu kami."

   Bulanski -yang nampak menggelikan tanpa rambut palsunya -segera membungkukkan badan.

   "Wah, dia pingsan!"

   "Dia... dia... sedang sakit,"

   Ujar Hilda tergagap-gagap.

   "Kalau Bernard lagi sakit,"

   Balas Karsoff dengan nada menyindir.

   "kenapa dia mengunjungi kami malam-malam begini, heh?"

   "Gila, dia bawa pistol dan pentungan,"

   Kata Bulanski yang sudah mulai menggeledah kantong-kantong pria yang pingsan itu.

   "Mereka tidak main-main."

   "Kalau begitu kita juga tidak boleh main-main."

   Karsoff menggenggam lengan Hilda, lalu menarik wanita itu ke dalam.

   Bulanski menyeret tubuh Bernard seperti karung beras.Kemudian Karsoff menutup pintu dan gorden.

   Bernard mulai bergerak.

   Ia membuka mata dan menatap orang-orang dengan heran.

   Pengaruh minuman keras tadi sudah lenyap.

   Kini kepalanya terasa seperti mau pecah.

   "Kami punya ruang bawah tanah yang kedap suara,"

   Ujar Karsoff dengan nada yang tak bersahabat.

   "Ruangannya lumayan nyaman. Tapi yang terpenting, kalian tidak mungkin keluar dari sana. Dengan bantuan linggis pun, kalian takkan sanggup membongkar pintu baja. Satu-satunya jendela diamankan dengan terali besi yang super kokoh. Untuk sementara kalian akan kami sekap di sana. Nasib kalian selanjutnya akan ditentukan setelah urusan kami beres. Jelas?"

   Sebelum membawa kedua tawanan ke ruang bawah tanah, Bulanski menurunkan sebuah lukisan dari dinding. Ia nyengir lebar. Di balik lukisan itu ada sebuah lemari besi.

   "Nah, Nona Putz? Coba tebak apa yang ada di dalamnya? Betul, tebakan Anda tepat sekali. dokumen-dokumen NATO yang Anda cari-cari. Tapi besok siang berkas-berkas itu sudah akan berganti pemilik. Bayarannya 1,2 juta! Sayang sekali uang itu tidak jatuh ke tangan Anda. Tapi begitulah dunia. orang yang tekun selalu keluar sebagai pemenang." 13. Thomas dan Oskar Beraksi Hari Sabtu Sporty bangun pagi-pagi benar Oskar masih tidur sambil berguling-guling di tempat tidur. Langit tertutup awan. Sampai sekarang tanah masih kering, tetapi udara sudah berbau hujan. Sporty mandi. Kemudian ia menggosok bahunya yang cedera dengan salep yang diberikan Dr. Jakob. Sebenarnya tindakan itu sudah tidak perlu, sebab bahunya tidak terasa sakit lagi. Tetapi Sporty pikir, tidak ada salahnya kalau ia mengikuti saran dokter itu. Apalagi ia kebetulan punya waktu. Setelah berpakaian, Sporty turun ke ruang makan bersama. Pada akhir pekan, suasananya jauh lebih tenang dibandingkan hari-hari biasa. Sebagian anak asrama masih tidur nyenyak. Sporty mengambil dua potong roti dan secangkir teh. Seusai sarapan, ia segera kembali ke SARANG RAJAWALI. Oskar ternyata baru bangun.

   "Gawat!"

   Anak itu langsung berkata.

   "Aku mimpi, rencana kita gagal total."

   "Aku tidak percaya bahwa mimpi bisa meramalkan masa depan,"

   Jawab Sporty acuh tak acuh. Namun Oskar sudah keburu terpengaruh. Sepanjang pagi ia bersikap kikuk. Untuk menenangkan diri, ia mulai melahap persediaan coklatnya. Sporty terpaksa memperingatkan sahabatnya itu.

   "Sudah, dong! Kita semua harus siap seratus persen. Kalau kau sampai sakit perut, maka rencana kita benar-benar terancam batal.""

   Habis, bagaimana dong?"

   Oskar mengeluh "Aku gelisah sekali. Apa jadinya kalau aku melakukan kesalahan?"

   "Busyet! Tugasmu kan hanya mengawasi lapangan parkir. Kalau ada perkembangan luar biasa, kau tinggal menghubungi Thomas."

   "Dari mana aku tahu bahwa ada perkembangan yang luar biasa? Apa ciri-cirinya?"

   "Perkembangan yang luar biasa adalah kalau Mercedes hitam milik Karsoff dicuri orang. Hal seperti itu akan mengubah perkembangan selanjutnya."

   Karena masih ada waktu, Oskar lalu duduk dan mengambil pensil serta kertas.

   Dengan rajin ia mencatat segala sesuatu yang dianggapnya luar biasa .Antara lain.

   kebakaran di Restoran Korfu, pesawat jatuh di lapangan parkir, serangan teroris, serta gempa bumi seperti di Yunani.

   "Habis, restoran itu menyajikan masakan Yunani,"

   Katanya.

   "Siapa tahu mereka juga menyediakan gempa bumi."

   "Biarpun semuanya itu terjadi secara bersamaan,"

   Sporty menyindir.

   "aku yakin, kau pasti sanggup mengatasinya. Betul, tidak?"

   Beberapa menit lewat pukul sebelas, Sporty dan Oskar turun, lalu mengambil sepeda.

   Sporty membawa ransel kecil yang berisi mantel, sebuah topi tua milik Thomas, potongan kaus kaki, serta tabung gas air mata.

   Di lapangan Balaikota mereka bertemu dengan Petra dan Thomas.

   Kali ini Bello juga diajak.

   Sporty segera membelai-belai anjing itu.

   Tapi seluruh perhatiannya tertuju pada Petra.

   "Wah, Petra! Kau nampak cantik sekali! Seandainya aku jadi pelayan di Restoran Korfu, kau boleh makan gratis."

   Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut Sporty. Ia baru menyadari akibatnya ketika melihat mata Petra berbinar-binar.

   "Oh, ya? Kau begitu terpesona?"

   Gadis itu bertanya dengan genit.

   "Ehm... maksudku, kau... ehm... penampilanmu betul-betul menarik sekali,"

   Sporty menjawab dengan gugup.

   Kemudian ia langsung berpaling pada Bello, sebab mukanya sudah mulai memerah.

   Sebenarnya memang pantas kalau Sporty terpesona oleh penampilan Petra.

   Gadis itu mengenakan celana panjang dan rompi berwarna putih, blus berwarna biru, serta kalung mutiara yang ia pinjam dari ibunya.

   Rambutnya yang pirang disisir ke belakang dan dijepit dengan sirkam.

   Sebagai aksesori pelengkap, ia membawa sebuah tas kecil yang serasi dengan blusnya.

   Mereka berangkat bersama-sama.

   Kebetulan saja Restoran Korfu berada di daerah yang sama dengan tempat tinggal Karsoff Jarak di antara kedua tempat itu hanya sekitar dua kilometer.Setelah sampai di Jalan Lingkar Besar, mereka berhenti sejenak.

   Oskar sudah tidak gelisah lagi.

   Petra menanyakan hal yang sama pada Sporty sebab rencananya cukup berbahaya.

   Tapi Sporty menggeleng sambil tersenyum dengan yakin.

   Mereka berpencar.

   Petra, Thomas, dan Oskar, menuju ke Restoran Korfu.

   Sedangkan Sporty membelokkan sepedanya ke arah rumah Karsoff.

   Tidak lama kemudian ia tiba.

   di gang kecil, tempat ia kemarin bertemu dengan Stanislav dan wanita dermawan itu.

   Dalam sekejap saja Sporty berhenti di sisi belakang rumah nomor 141.

   Sebuah VW putih nampak berhenti.

   Di ujung gang, seorang laki-laki tua sedang berjalan tertatih-tatih.

   Suasananya hening.

   Angin mulai, bertiup.

   Pohon-pohon terayun-ayun.

   Awan-awan melintas di angkasa.

   Sayup-sayup terdengar suara lonceng gereja.Sporty menyandarkan sepedanya pada pagar, memasang kunci pengaman, lalu menatap ke sekeliling untuk memastikan bahwa tak ada yang memperhatikannya.

   Kemudian ia mengambil kantong pakaiannya, dan melompat lewat pagar.

   Dengan hati-hati ia menerobos semak-semak.

   Ia menemukan tempat persembunyian yang baik, lalu mengintai ke arah rumah.

   Pintu teras terbuka.

   Mercedes hitam diparkir di depan garasi.Beberapa waktu berlalu tanpa terjadi apa-apa.

   Kemudian seorang pria gendut berambut pirang muncul di teras.

   Sambil mengerutkan kening ia menatap ke langit.Itu pasti si Bulanski, ujar Sporty dalam hati.

   Busyet deh, tampangnya...

   Mata-mata itu masuk lagi.

   Pintu teras ditutup.

   Tidak lama kemudian Karsoff dan rekannya keluar dari rumah, menuju ke garasi, lalu naik ke mobil.

   Setelah mereka berangkat, Sporty langsung mengendap-endap ke sisi belakang rumah mereka.Sebenarnya ia merasa tidak enak karena terpaksa membongkar jendela.

   Tapi dalam hal ini tidak ada pilihan lain.

   Pak Graf harus dibantu.

   Dan untuk itu, Sporty harus bisa dihubungi oleh teman-temannya di Restoran Korfu.Dengan hati-hati anak itu menyusuri dinding rumah.

   "...bajingan-bajingan itu tahu persis bahwa kita tidak bisa berteriak untuk minta tolong,"

   Suara seorang wanita tiba-tiba terdengar.

   Sporty langsung berhenti.

   Suara itu seakan-akan berasal dari dalam tanah.

   Mungkin dari jendela bawah tanah? Lubang itu ditutupi kisi-kisi besi.

   Sporty segera merebahkan diri, lalu merayap mendekat.

   Dari bawah terdengar suara logam.

   Seorang pria mengatakan sesuatu, tetapi Sporty tidak bisa menangkap maksudnya.

   Anak itu memberanikan diri untuk mengintip.Jendela ruang bawah tanah ternyata terbuka, tetapi dilindungi oleh terali besi.

   Wanita yang berdiri di balik terali adalah -Sporty nyaris tidak percaya pada matanya -Hilda Putz! Penuh harap wanita itu menatap ke langit."Bernard,"

   Ia berkata.

   "lama-lama aku bisa jadi gila di sini. Kita dikurung seperti binatang. Seperti penjahat. Aku mau keluar dari sini. Aku tidak tahan lagi!"

   "Kalau kau ribut terus,"

   Ujar pria yang masih belum kelihatan.

   "kita tidak dikurung untuk beberapa jam saja, melainkan untuk beberapa tahun di penjara."

   Sporty segera mundur.Ini benar-benar perkembangan tak terduga.

   Hilda Putz serta rekannya -dikurung oleh Karsoff dan Bulanski! Berarti kedua bajingan itu telah berhasil memperbaiki kesalahan yang mereka lakukan di lapangan parkir di tepi jalan bebas hambatan beberapa hari yang lalu.

   Dan kalau Hilda Putz ditahan di sini, maka sudah jelas siapa yang sekarang memegang dokumen-dokumen NATO itu.

   Kunjunganku ke sini ternyata membawa hasil sampingan yang tak terduga, pikir Sporty.

   Sekarang aku punya alasan kuat untuk masuk ke rumah ini.Dengan cekatan Sporty membongkar jendela kamar mandi.

   Ia tidak peduli bahwa suaranya terdengar oleh Hilda Putz dan rekannya di mang bawah tanah.Secara sistematis Sporty lalu menyelidiki seluruh isi rumah.

   Dan dalam waktu singkat ia sudah berhasil menemukan lemari besi yang tersembunyi di balik lukisan.

   Masalahnya cuma satu.

   lemari besi itu tidak bisa dibuka.

   * * * Di antara para pelayan Restoran Korfu, yang semuanya masih muda-muda, nyaris terjadi bentrokan fisik.

   Semuanya berebut agar bisa melayani gadis cantik berambut pirang yang baru saja masuk.

   Mereka bahkan tidak peduli bahwa gadis itu membawa seekor anjing yang mungkin saja galak, perebutan semakin seru ketika anjing itu ternyata duduk dengan sopan.

   Meja yang ditempati Petra benar-benar menguntungkan.

   Dan sini ia bisa mengawasi seluruh ruangan.

   Restoran itu didekorasi sehingga mirip rumah nelayan Yunani.

   Musik Sirtaki (tarian rakyat Yunani) mengalun lembut.

   Seorang pelayan berambut hitam menghampiri meja Petra dan menganjurkan cumi-cumi panggang.

   Gadis itu setuju saja.

   Kalau keadaannya memungkinkan, ia juga masih ingin mencicipi yoghurt Yunani dengan madu dan kacang.

   Ketika Pak Graf akhirnya muncul, Petra sudah hampir selesai makan.

   Petra sendiri merasa heran bahwa ia bisa makan dengan lahap dalam suasana genting seperti sekarang.

   Pak Graf melihat gadis itu.

   Namun ia berlagak tidak mengenalnya.

   Ia diantar ke sebuah meja yang agak jauh.

   Tas kantornya yang berwarna coklat diletakkan di samping kursi.Petra sedang menghabiskan potongan cumi-cumi yang terakhir, ketika sebuah Mercedes hitam berhenti di lapangan parkir.

   Pengemudinya yang berambut pirang tetap duduk di balik setir.

   Rekannya turun, masuk ke restoran, lalu segera menghampiri meja Pak Graf.Dengan cermat Petra memperhatikan kedua orang itu berbincang-bincang untuk beberapa saat.

   Kedua duanya pasang wajah kaku.

   Tak ada yang tersenyum.

   Karsoff duduk di seberang Pak Graf.Ayah Monika menyorongkan tas kerja, dan Karsoff langsung memeriksa isinya.

   Kelihatannya ia tahu persis apa yang ia cari.Ketika seorang pelayan mendatangi meja mereka, kedua orang itu memesan sesuatu.

   Pak Graf pesan makanan, Karsoff segelas anggur.

   Mata-mata itu masih saja sibuk membaca berkas-berkas penelitian Pak Graf.

   Petra merasa kasihan sekali pada Pak Graf.

   Wajah ayah Monika semakin pucat.

   Ia sebetulnya tidak tega melihat berkas-berkasnya diacak-acak oleh seorang bajingan seperti Karsoff.

   Tiba-tiba musik Sirtaki tenggelam dalam suara organ putar.

   Si pengamen keliling yang selalu membawa monyet kecil muncul lagi.Dia berdiri di depan restoran, di pinggir lapangan parkir.

   Apakah tempatnya menguntungkan bagi dia itu patut diragukan.

   Pada saat ini hanya ada satu orang yang mendengarkannya, yaitu Oskar.

   Tapi dalam mimpi pun anak itu takkan membuka dompet.Sementara Petra menghabiskan makanannya, Thomas masih uring-uringan.

   Kotak telepon umum tempat ia menunggu, terletak agak jauh dari restoran.

   Pertama-tama anak itu sempat heran kenapa tidak ada yang datang untuk menelepon.

   Namun kemudian ia menyadari penyebabnya.

   pesawat telepon itu telah dirusak oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab.

   Wah, kejadian seperti ini tidak diperhitungkan ketika mereka menyusun rencana.

   Percuma saja Sporty menunggu di rumah nomor 141 ia tidak bisa dihubungi lewat telepon.Mudah-mudahan saja tidak ada perkembangan luar biasa, Thomas berusaha menenangkan diri.

   Tapi kalau sampai ada apa-apa, aku bisa pinjam telepon di Restoran Korfu.

   Sebaiknya aku ke sana saja.

   Beberapa saat kemudian, jumlah pendengar si pengamen keliling sudah bertambah satu orang.

   Thomas segera menjelaskan pada Oskar kenapa ia meninggalkan posnya.

   "Monyetnya sudah bosan,"

   Ujar Oskar.

   "Dan aku juga. Kenapa aku begitu gelisah tadi pagi? Tidak ada gempa bumi, maupun pesawat jatuh. Semuanya aman-aman saja."

   "Sst!"

   Thomas tiba-tiba mendesis.

   "Awas, itu dia!"

   Karsoff baru saja keluar dari restoran.

   Thomas dan Oskar langsung mundur ke pojok lapangan parkir.

   Karsoff menggenggam sebuah tas kantor berwarna coklat dalam tangannya.

   Wajahnya nampak berseri-seri.

   Ia melangkah dengan ringan.

   Usaha pemerasan yang berhasil ini membuat hatinya berbunga-bunga.

   Rupanya perasaan itu ingin dibaginya dengan orang lain, sebab ia segera menghampiri si pengamen.

   "Dia akan memberikan lima Mark karena merasa sudah menjadi orang kaya,"

   Oskar meramalkan.Tapi apa yang terjadi kemudian membuat Oskar, Thomas, Petra, serta Pak Graf -singkatnya, semua orang yang dengan tegang memperhatikan Karsoff -menahan napas.Mata-mata itu menghampiri si pengamen.

   Namun bukan uang yang ia serahkan, melainkan tas kantor yang ada di tangannya.

   Si pengamen langsung beraksi.

   Cepat-cepat ia memasukkan tas kantor itu ke dalam organ putarnya.

   Karsoff lalu bergegas ke Mercy yang sejak tadi menunggu dengan mesin dihidupkan, dan rekannya segera tancap gas.

   Si pengamen serta-merta berhenti bermain, kemudian mulai mendorong gerobaknya ke arah pusat kota.

   "Dia... dia...,"

   Oskar tergagap-gagap.

   "... dia bersekongkol dengan Karsoff!"Thomas segera melepaskan kacamata, menggosok-gosoknya, dan memasangnya kembali. Dengan mata terbelalak ia menatap ke arah si pengamen. Petra menyerbu keluar dari restoran. Dengan sebelah tangan ia menarik-narik Bello, yang tadi sempat ketiduran dan masih terkantuk-kantuk. Dengan tangan yang satu lagi ia berusaha memasukkan uang kembalian ke dalam dompet.

   "Kalian lihat itu?"

   Gadis itu bertanya dengan napas tersengal-sengal.

   "Tentu saja kalian melihatnya. Kejadiannya persis di depan hidung kalian. Ini benar-benar gawat! Aku yakin, pengamen itu sedang menuju ke mobilnya. Kita harus bertindak -sekarang juga. Tidak ada waktu untuk menghubungi Sporty Aku punya ide, tapi kalian yang harus melaksanakannya."

   Cepat-cepat Petra menjelaskan rencananya. Oskar mendesah. Baru saja aku masih mengeluh karena terlalu bosan, ia berkata dalam hati. Tahu-tahu rencana semula sudah terancam gagal.

   "Oke, aku akan melakukannya,"

   Ujar Thomas.

   "Kalau aku gugur, tolong letakkan seikat mawar putih di atas makamku. Dan untuk acara perpisahan aku ingin..."

   "Jangan bicara saja! Bertindaklah!"

   Ia dipotong oleh Petra.

   "Oskar, kau sudah mengerti tugasmu?"

   Oskar hanya mengangguk.

   Ia tidak bisa berkata apa-apa.

   Mulutnya terasa kering sekali.

   Justru pada saat yang mendesak seperti ini, ia lupa bawa coklat! Thomas naik ke sepedanya, memantapkan letak kacamata, lalu berangkat.

   Oskar mengikutinya dengan pelan.

   Si pengamen berada sekitar seratus meter di depan mereka.

   Monyetnya mula-mula melompat-lompat di atas gerobak dorong itu, tapi sekarang sudah duduk sambil mempermainkan topi.

   Ketiga sahabat STOP tahu bahwa monyet itu sudah terlatih dengan baik, sebab si pengamen sama sekali tidak mengikatnya.

   Inilah yang menjadi dasar rencana Petra.

   Thomas mendekati si pengamen dari belakang.

   Gerobak dorong itu sudah hampir tersusul.

   Dalam hati Thomas merasa ngeri.

   Tapi ia berusaha dengan sekuat tenaga untuk tidak memikirkannya.

   Kini ia melewati si pengamen.

   Laki-laki itu nyaris keserempet.Dan kini Thomas berada persis di samping gerobak dorong.Dengan sebelah tangan ia memegang setang sepeda.

   Dengan tangan yang satu lagi ia meraih monyet itu, menariknya, lalu langsung kabur.

   Monyet itu memberontak sambil berteriak-teriak.

   Pada kesempatan pertama ia menggigit lengan Thomas.

   Rasa nyeri menusuk-nusuk sampai ke bahu.

   Anak itu hampir saja jatuh dari sepeda.

   Tapi sambil menggertakkan gigi untuk menahan sakit Thomas mendekap monyet itu lebih erat lagi.

   Di belakangnya, si pengamen mengamuk-amuk.

   Suaranya menggelegar seperti guntur.

   Thomas tidak mengerti apa yang diteriakkan orang itu.

   Dan ia juga tidak peduli.

   Laki-laki itu benar-benar terkejut.

   Untuk sesaat, ia hanya berdiri seperti patung.

   Namun kemudian ia bertindak tepat seperti yang diramalkan Petra.

   Terdorong oleh naluri untuk menyelamatkan monyetnya, si pengamen mulai mengejar Thomas.

   Ia berlari sambil berteriak-teriak dan mengacungkan tangan.

   Organ putarnya ditinggal begitu saja.Kini giliran Oskar untuk bertindak.Secepat kilat anak itu menuju ke gerobak dorong.

   Terburu-buru ia meraih tas kantor yang disimpan di bawah organ putar.

   Setelah berhasil menariknya, Oskar segera berbalik dan menggenjot sepedanya dengan kencang.

   Ia membelok ke lapangan parkir, lalu melemparkan tas tadi ke arah Petra.

   Gadis itu menangkapnya dengan cekatan, kemudian berlari ke arah Pak Graf yang sudah menunggu di mobil.

   Mesinnya sudah dihidupkan.

   Sepeda lipat Petra ada di bagasi.

   Bello menggonggong dengan gembira, karena menyangka bahwa mereka akan jalan-jalan.

   "Berhasil!"

   Petra berseru gembira, sambil duduk di samping Pak Graf.

   Tangan Pak Graf nampak gemetar ketika ia menjalankan mobilnya.

   Tentu saja ia tidak menuju ke arah si pengamen.

   Ia membelok ke arah sebaliknya -menyusul Oskar yang bersepeda sambil membusungkan dada dengan bangga.

   Sementara itu, Thomas sudah membebaskan diri dari serangan monyet tadi.

   Ketika menoleh ke belakang, ia melihat si pengamen berlari ke arahnya.

   Oskar menjauh ke arah yang berlawanan -sambil membawa tas Pak Graf.

   Berhasil! Tanpa terlalu terburu-buru ia melanjutkan perjalanan, dan menghilang di keramaian lalu lintas.

   Dengan wajah merah padam si pengamen mengangkat monyetnya.

   Sambil mengeluarkan kata-kata yang tak pantas didengar anak kecil, ia kembali ke gerobak dorongnya.Tetapi tiba-tiba ia tersentak kaget.

   Dengan mata terbelalak ia menatap kotak musiknya.

   Baru sekarang ia menyadari apa yang sesungguhnya terjadi.

   * * * Brengsek! Melalui gorden Sporty melihat bahwa Mercedes hitam itu telah kembali, lalu langsung masuk ke garasi.

   Busyet, cepat benar! anak itu berkata dalam hati.

   Sporty terpaksa mengubah rencananya.

   Semula, ia bermaksud menyambut Karsoff dan Bulanski di garasi.

   Tetapi kini ia akan menunggu mereka di sini, di ruang duduk.Cepat-cepat ia mengenakan mantel, topeng, serta topi.

   Kerah mantel dilipatnya ke atas.

   Selama beberapa detik ia berdiri di depan kaca cermin untuk menilai penampilannya.

   Ternyata penyamarannya cukup meyakinkan.

   Ia nampak seperti bandit dewasa, bukan seperti anak remaja.Tabung gas air mata sudah siap di kantong.Karsoff dan Bulanski datang dari garasi -keduanya dengan tangan kosong.Sporty menelan ludah.

   Wah, gawat! Mana berkas-berkas Pak Graf? Barang sepenting itu kan tidak mungkin ditinggal di mobil?!Sekali lagi ia harus mengubah rencana.

   Yang dibutuhkannya sekarang adalah informasi.

   Barangkali ia bisa mengetahui sesuatu kalau menguping dulu.

   Terburu-buru Sporty bersembunyi di gudang yang tertutup gorden.

   Di dalamnya ada tangga lipat, sebuah kantong kulit berisi tongkat golf, sebuah tongkat kayu, dan berbagai barang rongsokan lain.

   Tempat yang tersisa untuk Sporty masih cukup luas.

   Mereka datang.

   "...berkas-berkas itu memang paling aman di tangan Helmut,"

   Ujar Karsoff ketika melangkah masuk.

   "Idenya benar-benar cemerlang. Siapa yang menyangka bahwa pengamen keliling dengan organ putar sebenarnya pemimpin organisasi mata-mata, hahaha! Lagi pula hanya Helmut yang sanggup menjual hasil penelitian si Graf."

   Pengamen keliling dengan organ putar? Sporty terheran-heran.

   Kalau begitu aku tidak salah lihat! Orang itu memang memelototi aku.

   Hmm, dia pasti mengenali aku berdasarkan gambaran yang diberikan kedua anak buahnya.

   Wah, betul! Waktu kejadian di lapangan parkir di tepi jalan bebas hambatan, aku mengenakan pakaian yang sama seperti kemarin, ketika pergi ke rumah Monika.

   "Ya,"

   Ujar Bulanski.

   "semuanya berjalan sesuai rencana."Ia pergi ke dapur dan mengambil sesuatu dari lemari es. Karsoff langsung menuju ke mang duduk. Untung saja tidak ada yang ke kamar mandi, sehingga tidak ada yang tahu bahwa jendelanya pecah. Biarpun berkas-berkas Pak Graf ada di tangan pengamen itu, pikir Sporty, kita masih punya kesempatan. Kita tinggal berganti sasaran, lalu menyusun rencana baru.

   "Franziska Hensch sebentar lagi datang!"

   Bulanski berseru dari dapur.

   "Sambil membawa satu koper penuh uang,"

   Balas Karsoff."Satu koma dua juta Mark cukup pantas untuk dokumen-dokumen yang akan diperolehnya "

   "Ah, aku jadi kepingin membaca dokumen-dokumen itu sekali lagi. Kapan lagi aku bisa mempelajari rahasia-rahasia NATO?"

   Sporty mendengar suara logam. Rupanya Karsoff sedang membuka lemari besinya.Dari dapur terdengar suara botol sampanye dibuka. Bulanski sudah mulai merayakan keberhasilan mereka.

   "Tolong bawa satu gelas untuk aku, dong!' Karsoff berseru. Rekannya muncul sambil membawa botol dan dua gelas. Dalam sekejap saja minuman mahal itu telah habis direguk. Sementara itu Sporty memeras otak. Apakah ia harus bertindak sekarang, atau menunggu sampai wanita bernama Franziska Hensch itu tiba? Apakah dia wanita yang kemarin memberikan selembar uang seratus Mark? Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depan garasi. Sedetik kemudian bel pintu berdering-dering.

   "Wah!"' ujar Karsoff setelah mengintip lewat jendela.

   "Itu si Helmut! Brengsek! Pasti ada yang tidak beres."

   Ia membuka pintu."Helmut, ada apa??? Kenapa kau datang ke sini?"

   Sporty segera mengintip. Si pengamen telah melepaskan topinya. Wajahnya merah padam. Saking marahnya, ia hampir tidak bisa bicara.

   "Mereka... mereka..."

   Ia berkata sambil tergagap-gagap.

   "... mereka merampas tas si Graf. Aku ditipu mentah-mentah. Dasar bajingan mata duitan!"

   "Hah?"

   Karsoff langsung berteriak.

   "Siapa yang menipumu?"

   Bulanski melolong.

   "Siapa lagi kalau bukan saingan kita! Entah siapa yang mengaturnya. Tapi tunggu saja! Aku takkan tinggal diam. Rupanya si Graf tidak mengada-ada waktu mengatakan bahwa ada yang mengawasi semua gerak-geriknya. Ada pihak lain yang juga berminat pada hasil penelitiannya. Dan bajingan-bajingan itu bahkan tidak keberatan untuk memperalat anak-anak ingusan."

   "Anak ingusan?"

   Tanya Bulanski."Ya, pemuda-pemuda tanggung! Sebenarnya sih, cuma seorang.

   Anaknya kurus-tinggi.

   Dia naik sepeda.

   Aku hanya sempat melihatnya dari belakang.

   Kalau tidak salah, dia pakai kacamata.

   Sebelumnya, aku sudah melihat dia di dekat Restoran Korfu.

   Tapi waktu itu aku tidak memperhatikannya.

   Habis, siapa yang menyangka bahwa dia bekerja sama dengan saingan kita?! Bocah brengsek itu merebut Fridolin waktu menyusul aku.

   Tentu saja aku langsung mengejarnya.

   Tapi ketika aku kembali, tas berisi berkas-berkas itu sudah lenyap."

   Helmut menarik napas dalam-dalam, lalu mengulangi ceritanya sekali lagi.

   Sporty langsung lega.

   Mula-mula ia menyangka bahwa rencana mereka pun gagal karena campur tangan mata-mata lain.

   Tetapi ternyata Thomas-lah yang dimaksud Helmut.

   Sporty nyengir lebar.

   Namun pada detik berikutnya ia serta-merta berhenti tersenyum, sebab tangga lipat di belakangnya tiba-tiba jatuh dengan suara berdentam.

   Hanya beberapa detik berlalu.

   Kemudian gorden penutup gudang dibuka secara mendadak.Helmut, si pengamen keliling berdiri di hadapan Sporty! Sporty langsung menyemprotkan gas air mata ke wajah orang itu.

   Helmut meraung-raung, lalu melangkah mundur sambil menggosok-gosok mata.

   Sporty mendorongnya ke samping.

   Kini giliran Karsoff untuk dibuat tak berdaya dengan cara yang sama.

   Serangan mendadak itu benar-benar mengejutkan Bulanski.

   Untuk sesaat ia terbengong-bengong di tengah ruangan.

   Kemudian tangannya meraih ke balik jaket.

   Wah, kalau dia punya pistol maka tamatlah riwayatku, pikir Sporty.

   Sekali lagi anak itu menyemprotkan gas air mata.

   Secara bersamaan ia menendang tulang kering lawannya.

   Mata-mata berbadan gendut itu langsung jatuh sambil meringis kesakitan.

   Kemudian Sporty terpaksa kabur, sebab gas air mata telah memenuhi seluruh ruangan.

   Ketiga bajingan itu tidak bisa berbuat apa-apa.

   Setengah buta dan nyaris pingsan, mereka mondar-mandir tanpa arah.

   Sporty langsung menelepon Komisaris Glockner.

   "Halo, Pak Glockner? Ini Sporty!"

   Katanya.

   "Bapak harus segera datang ke Jalan Breitenried nomor 141. Di sini ada tiga mata-mata yang berbahaya. Kecuali itu masih ada Hilda Putz -ya, wanita yang terlibat skandal mata-mata di Markas Besar NATO. Dia disekap di ruang bawah tanah berikut seorang rekannya. Baik, saya tunggu. Sampai nanti!"

   Ia meletakkan gagang, lalu kembali ke ruang duduk.

   Awan gas air mata sudah menipis.

   Langsung saja ia mengambil tongkat kayu dari gudang.

   Sambil mengancam Karsoff, Bulanski, serta Helmut, dengan tongkat itu, Sporty menggiring ketiga bajingan itu ke ruang bawah tanah.

   Pintu baja yang menutupi mangan tempat Hilda Putz serta rekannya disekap ternyata dikunci.

   Tapi kuncinya tergantung di samping pintu.

   Sporty segera membukanya, dan mendorong trio mata-mata itu ke dalam.

   Hilda Putz dan rekannya berdiri di dinding seberang, tanpa sanggup berkata apa-apa.

   Baru ketika Sporty membuka topeng, wanita itu mengenalinya.

   "Maaf, tapi maksud kedatangan saya bukan untuk membebaskan Anda,"

   Ujar Sporty dengan serius.

   "Anda harus mempertanggungjawabkan perbuatan Anda."

   Tanpa menunggu jawaban, Sporty menutup pintu dan menguncinya kembali.Di ruang duduk ia lalu menemukan setumpuk blue-print (cetak-biru).

   dokumen-dokumen NATO yang dicuri Hilda Putz.

   Tiba-tiba bel pintu berdering.

   Sporty membuka.

   Wanita di hadapannya terbengong-bengong.

   Wanita inilah yang kemarin memberikan 100 Mark padanya.

   "Silakan masuk, Nona Hensch,"

   Kata Sporty.

   "Sebentar lagi polisi akan datang. Yang lainnya sudah saya tahan di ruang bawah tanah. Saya minta dengan hormat agar Anda bersedia menemani mereka. Tapi koper ini ditinggal saja. Jangan coba-coba melawan. Saya tidak sampai hati untuk menggunakan kekerasan terhadap seorang wanita yang ramah dan dermawan -biarpun wanita ini sebenarnya seorang mata-mata."

   Franziska Hensch tidak mengerti apa yang telah terjadi.

   Tapi ia membiarkan dirinya digiring ke ruang bawah tanah.

   Kemudian Komisaris Glockner tiba.

   Ia membawa tiga anak buah.

   Sambil menggeleng-geleng mereka mendengarkan laporan Sporty.

   Soal Pak Graf sedapat mungkin tidak disinggung.

   Tiba-tiba sebuah bayangan muncul di jendela yang menghadap teras.

   Terheran-heran semuanya menatap pria yang berdiri di sana, sambil mengarahkan pistolnya pada mereka Dengan suara raungan ia memerintahkan untuk membuka pintu teras.

   Orang itu adalah Stanislav Kobold.

   Hidungnya nampak seperti hasil persilangan antara tomat dan kentang."Dia belum menyadari perkembangan terakhir,"

   Sporty berbisik pada Komisaris Glockner.

   "Mungkin saja dia menduga bahwa kita semua juga mata-mata."

   Pak Glockner membuka pintu teras. Stanislav segera melangkah masuk.

   "Wah, ternyata peminat dokumen-dokumen NATO lebih banyak dari yang kuduga. Tapi kali ini kalian terpaksa gigit jari. Akulah yang akan memperoleh dokumen-dokumen itu. Gratis, lagi!"

   Sambil mengerutkan kening, ia lalu bertanya.

   "Mana Karsoff dan Bulanski?"

   "Mereka dalam perjalanan menuju tahanan,"

   Ujar Pak Glockner. Dengan suatu gerakan secepat kilat ia menepis pistol di tangan Stanislav.Mata-mata itu berusaha melawan, namun segera berhasil diringkus.Telepon kembali berdering. Sporty, yang berdiri persis di sebelahnya, mengangkat gagang.

   "Halo?"

   "Kedengarannya seperti suaramu,"

   Kata Petra.

   "Pendengaranmu cukup bagus."

   "Kami sudah di rumah Pak Graf. Berkas-berkas penelitiannya sudah disimpan di tempat yang aman. Bagaimana keadaan di sana? Karsoff dan Bulanski belum kembali, ya?"

   "Mereka sudah pulang. Tapi mereka sedang kurang sehat. Oh, ya -ayahmu ada di samping aku. Kau mau bicara dengannya?" * * * Untuk beberapa hari berikutnya, koran-koran terus memberitakan keberhasilan anak-anak STOP. Para mata-mata segera mengaku ketika dimintai keterangan. Dalam waktu singkat polisi telah berhasil membongkar jaringan mereka. Belasan orang ikut ditangkap. Stanislav Kobold menunjukkan sedikit rasa perikemanusiaan, ketika memberitahu Komisaris Glockner bahwa Max Wunderlich masih diikat sebuah gudang tua di luar kota Mata-mata itu langsung dijemput, kemudian dimasukkan dalam tahanan bersama yang lainnya. Semua, kecuali Hilda Putz, dijatuhi hukuman penjara selama beberapa tahun. Wanita itu diberi keringanan karena ia sebenarnya dihasut dan diperalat oleh Bernard Wacker. Nasib Pak Graf jauh lebih baik. Setelah mengakui kesalahannya, ia hanya diharuskan membayar denda. Ia tetap bekerja di tempat semula. Ia bahkan kuliah lagi, sehingga akhirnya berhasil meraih gelar sarjana kimia yang telah lama ia dambakan. Ketika memeriksa buku catatan milik Karsoff, Polisi menemukan alamat Freddy Kroll dan Thomas Prassel. Karena tidak ada bukti nyata, mereka hanya diberi peringatan keras kali ini. Namun untuk selanjutnya mereka tidak berani lagi tampil sebagai tukang pukul bayaran. Anak-anak STOP tentu saja mendapat pujian dari mana-mana -termasuk dari para pejabat NATO yang menemui mereka untuk menyerahkan hadiah uang. Untuk merayakan keberhasilan ini, Pak Graf dan Monika sekali lagi mengadakan pesta kecil. Pada kesempatan itulah Oskar berkomentar,"Ini semua hanya karena bahu Sporty cedera. Entah bagaimana jadinya kalau bahu aku yang terkilir "

   "Memangnya kau akan menekuni bidang olahraga?"

   Tanya Petra heran. Oskar mengangguk bangga."Aku baru saja mendaftarkan diri untuk ikut lomba makan coklat. Kemungkinan besar lidahku akan tergigit. Tapi aku yakin,"

   Ia mendesah.

   "pada saat itu pasti tidak ada mata-mata yang berani mendekat."

   Selesai.

   

   

   

Pendekar Naga Putih Dedemit Bukit Iblis Rajawali Emas Geger Batu Bintang Shugyosa Samurai Pengembara II

Cari Blog Ini