Ceritasilat Novel Online

Teror Melanda Kelas 9a 3


Detektif Stop Teror Melanda Kelas 9a Bagian 3



Bettger sampai terlempar ke samping.

   Ia meraung-raung, dan memegang-megang kepalanya yang pasti terasa pusing sekali.

   Sporty menjepitkan tangannya di bawah lengan.

   Aduh, sakitnya, ia mengeluh dalam hati.

   Mudah-mudahan saja jarinya tidak ada yang patah "Awas!"

   Teriak Oskar yang masih tersengal-sengal.

   Sporty segera bergerak ke samping sambil membalikkan badan.

   Sebuah tendangan maut nyaris mengenainya.

   King mengenakan sepatu bot yang ujung depannya dilapisi logam -suatu senjata yang amat berbahaya.

   Tendangan tadi diarahkannya ke daerah ginjal Sporty.

   "Sebagai maling sepeda kau lebih cekatan,"

   Kata Sporty.

   King Seibold nampak berbahaya dengan wajahnya yang penuh darah.

   Ia menarik sebuah rantai besi dan saku jaketnya.

   Langsung ia mengambil ancang-ancang untuk menghajar Sporty dengan rantai itu.

   Tapi dengan gesit Sporty menangkap lengan King yang telah terangkat tinggi-tinggi, menggenggam pergelangan tangan musuhnya, kemudian mempraktekkan teknik sapuan kaki yang baru dipelajarinya minggu lalu.

   King tidak sempat melindungi wajahnya.

   Untuk ketiga kalinya ia mencium permukaan jalan.

   Bagian wajahnya yang telah berdarah-darah kembali mendarat di aspal.

   Ia tidak sanggup untuk kembali bertarung.

   Tanpa berusaha berdiri lagi, ia merangkak ke tepi jalan sambil mengerang-erang kesakitan.

   Di tempat itu, ia berjongkok dan menyesali nasibnya.

   Tingkahnya yang sok jago tidak terlihat lagi.

   "Berhenti!"

   Sporty menepuk bahu Fritz.

   Si Rambut Merah tersentak kaget, melompat mundur, lalu segera pasang kuda-kuda.

   Dengan terheran-heran ia melihat keadaan teman-temannya.

   Bernd baru mulai siuman kembali.

   Bettger mengerang-erang sambit meringis kesakitan.

   Drechsel juga masih terduduk di jalanan.

   Dengan sapu tangan kumal.

   King Seibold berusaha menghentikan darah yang mengalir dari luka-luka di wajahnya.

   "Rupanya kalian belum pernah tahu apa yang dimaksud dengan sikap kesatria,"

   Kata Sporty pada Fritz.

   "Seandainya aku mau memakai cara-cara kalian, maka kau juga sudah tidak bisa berdiri lagi seperti teman-temanmu itu. Tetapi kau terlalu hina. Aku tak berniat mengotori tanganku dengan menyentuhmu."

   Sporty meludahinya.

   Fritz diam saja.

   Sewaktu sibuk bertarung dengan Marcello.

   ia tidak menyadari bahwa teman-temannya tumbang satu per satu.

   Kini ia seorang diri harus berhadapan dengan Sporty, dan kenyataan itu membuatnya pucat pasi karena ketakutan.

   Sporty membalik dan meninggalkannya.

   Marcello, Luigi, dan Thomas ternyata sehat-sehat saja.

   Oskar memijit-mijit lehernya yang masih terasa sakit tapi kecuali itu ia tidak mengalami cedera yang serius.

   Sementara itu, Fabio telah bangkit kembali.

   Ketika ditanya oleh Sporty.

   pemuda itu menggeleng.

   "Tidak, aku tidak perlu dirawat dokter. Bajingan itu memang telah menendang-nendang lengan dan bahuku, juga dadaku, tapi aku rasa tidak ada yang patah. Paling-paling memar."

   Baru sekarang Sporty sempat mencari Maria, yang ternyata telah berlari ke kafetaria.

   Kini ia bersama Petra sedang berdiri di dekat pintu masuk.

   Kedua gadis itu belum berani mendekat.

   Tentu saja pertempuran di jalanan itu telah menarik perhatian.

   Sejumlah pengunjung kafetaria bergerombol di dekat jendela dan memandang ke arah bioskop.

   Tapi tak seorang pun di antara mereka mengambil tindakan.

   Sporty mengumpulkan teman-temannya.

   Ketika mereka berjalan ke arah Maria dan Petra, Sporty sekali lagi menengok ke belakang.

   King Seibold telah berdiri.

   Sapu tangan masih saja menempel di wajahnya yang babak-belur.

   Sporty menebak bahwa si King kini akan melampiaskan kekecewaannya dengan minuman keras yang telah dipersiapkan sebelumnya.

   Mereka berjalan terus.

   Kedua gadis itu menyambut mereka.

   Sebuah teriakan tertahan membuat Sporty berbalik badan.

   King Seibold membungkuk di samping sepeda motornya.

   Ia memuntahkan sesuatu, lalu terbatuk-batuk.

   Pelan-pelan ia roboh.

   Ia berusaha berpegangan pada sepeda motornya, namun tangannya telah kehilangan tenaga.

   Botol minuman keras yang telah dibuka terhempas ke jalanan.

   Seibold terjatuh.

   Ia merintih-rintih.

   Dengan kedua belah tangan ia menekan perutnya, seperti seseorang yang sedang menahan sakit yang amat sangat.

   "Ada apa lagi dengan dia?"

   Tanya Oskar terheran-heran.

   "Apa si King sudah tidak tahan minuman keras?"

   "Kita harus menolongnya."

   Sporty langsung berlari ke arah lawannya itu.

   Anak buah King juga melihat pemimpin mereka roboh, tetapi mereka sama sekali tidak bereaksi.

   Sporty berjongkok di samping Seibold, dan menanyakan apa yang terjadi, tetapi pemuda itu tidak, menjawab.

   Sebuah dugaan mengerikan timbul di benak Sporty.

   Ia meraih botol minuman keras yang tergeletak di dekat sepeda motor.

   Sporty mencium-cium mulut botol itu.

   Walaupun tidak tahu apa-apa mengenai minuman beralkohol, ia bisa memastikan bahwa isi botol minuman itu bukanlah minuman keras.

   Sisa cairan bening di dalam botol itu berbau tajam.

   Seperti obat untuk mensucihamakan sesuatu.

   King keliru! terlintas di kepala Sporty.

   Ia salah membawa botol.

   Aku berani jamin bahwa cairan ini mengandung racun.

   Aneh, kenapa ia tidak menyadarinya? Apakah karena sudah kepayahan akibat perkelahian tadi? Sporty melompat berdiri.

   Ia berkata pada teman-teman King.

   "Kalian urus si King. Usahakan agar ia muntah. Ia baru saja minum racun. Aku akan segera kembali."

   Dengan gesit ia berlari ke arah kafetaria, melewati Petra dan Maria yang berdiri termangu.

   Di pintu masuk ia dicegat oleh seorang pelayan wanita, yang rupanya sempat menyaksikan perkelahian tadi, tetapi tidak tahu siapa yang bersalah "He, mau ke mana?"

   Wanita itu bertanya "Kau tidak boleh..."

   "Saya harus menelepon. Ini masalah hidup atau mati. Cepat! Saya harus segera menghubungi rumah sakit. Ada yang minum racun. Tolong tanyakan apakah ada seorang dokter yang bisa memberikan pertolongan pertama di antara pengunjung."

   "Hah? Apa? Oh, baik, telepon umum ada di belakang sana."

   Sporty menghubungi bagian gawat darurat di rumah sakit, memberikan alamat tempat kejadian, dan menambahkan bahwa ini mungkin sebuah kasus keracunan.

   Kemudian ia menelepon polisi.

   Ketika kembali, ia masih sempat melihat Bernd dan Fritz naik ke sepeda motor masing-masing, menghidupkan mesin, lalu menghilang tanpa mempedulikan nasib kawan mereka.

   Bettger dan Drechsel dibiarkan saja di tempat itu.

   Kedua pemuda itu berdiri di belakang teman-teman Sporty yang mengelilingi Seibold.

   Seorang pria setengah baya telah memiringkan tubuhnya "Bapak seorang dokter?"

   Tanya Sporty. Pria itu mengangguk. Ia juga telah mencium isi botol tadi.

   "Cairan ini rupanya sangat beracun. Mengisikannya ke dalam botol bertulisan 'Vodka' adalah tindakan orang gila. Untung saja ia,"

   Yang dimaksud adalah Seibold.

   "segera memuntahkannya lagi. Tapi beberapa tetes..."

   Pria itu terdiam.

   Wajah King yang penuh luka-luka kini basah oleh keringat.

   Matanya berputar-putar.

   Sporty meraih lengan Drechsel dan menariknya ke tempat yang agak sepi.

   Tanpa melawan, anak itu menurut.

   Mukanya pucat seperti kapur.

   Hal itu tidak bisa dikatakan mengenai Bettger.

   Bagian wajahnya yang terkena tamparan Sporty kini membara.

   Kelihatannya Bettger sedang berusaha keras agar tidak pingsan.

   "Seharusnya isi botol itu dibagi-bagi malam ini, bukan?"

   Ujar Sporty pada Drechsel.

   "Bukannya tidak mungkin bahwa kau yang pertama-tama mereguk isinya. Bayangkan kalau kau yang bernasib seperti si King"

   Ia memperhatikan wajah Drechsel.

   Anak itu gemetar.

   Giginya gemeretuk.

   Bayangan bahwa ia nyaris minum racun telah mematahkan semangatnya.

   Kejadian yang menimpa King dan perlakuan Sporty yang keras, membuat nyalinya ciut.

   Jiwanya benar-benar terguncang Secara naluri Sporty menyadari hal itu.

   Ia sadar bahwa kinilah saat yang tepat untuk mengorek keterangan dari teman sekolahnya itu.

   "Kalian dapat tugas untuk menteror Bu Muller-Borello, bukan?"

   Drechsel mengangguk.

   "Siapa yang memberikan tugas itu, heh? Siapa yang menyuruh kalian?"

   "Si... si... Borello. suaminya."

   "Kau dan Bettger-kalian disuruh menghasut anak-anak kelas 9a? "Ya."

   "Apa imbalannya untuk kalian?"

   "Uang. Masing-masing dapat 500 Mark. Kecuali itu, kami juga dijanjikan pekerjaan di perusahaan si Borello."

   "Lalu aksi perusakan terhadap rumah dan mobil Bu Mubo?"

   "Bukan kami yang melakukannya."

   "Siapa, kalau begitu?"

   "Si King. Dan Bernd Krause."' "Dan Fritz?"

   "Dia tidak ikut campur. Si Fritz hanya... biasanya dia ikut juga."

   "Nama lengkapnya?"

   "Fritz Wagner."

   Dengan pandangan menyelidik Sporty menatap lawan bicaranya. Drechsel tidak mungkin berani bohong lagi, pikir Sporty. Aku yakin ia sudah benar-benar kapok.

   "Untung kau mau berterus terang, Drechsel."

   Kata Sporty kemudian.

   "Tingkah lakumu selama ini tidak membuahkan apa-apa. Kau hanya menambah musuh saja. Hentikanlah ulahmu. Kalau aku jadi kau, aku akan segera minta maaf pada Bu Mubo. Dan mengenai pekerjaan yang dijanjikan Borello-sebaiknya kaulupakan saja. Bekerja di tempat bandit itu hanya akan membawamu ke penjara."

   Drechsel melotot ke arah Sporty. Rupanya ia sama sekali tidak memahami arti kata-kata itu.

   "Jangan... jangan katakan pada siapa-siapa bahwa aku yang buka mulut,"

   Ia bergumam.

   Sporty tidak menanggapinya, karena mobil ambulans baru saja tiba.

   Seibold diangkat dan diletakkan di atas tandu, lalu dibawa ke mobil.

   Sambil menghidupkan sirene, mobil ambulans itu melaju ke arah rumah sakit.

   Tetapi sejak berangkat, Seibold sudah mulai dirawat oleh seorang dokter dan tenaga paramedis yang ikut serta.

   Thomas telah menceritakan semua yang diketahuinya pada Petra dan Maria.

   Petra baru saja hendak menanyakan sesuatu pada Sporty, ketika mobil patroli polisi tiba.

   Pemeriksaan tempat kejadian berlangsung dengan cepat.

   Dalam sekejap petugas-petugas itu sudah selesai, dan mulai minta keterangan dari Sporty dan teman-temannya.

   Botol berisi cairan beracun itu diamankan dan dibawa sebagai barang bukti.

   Tak seorang pun dapat menjawab pertanyaan mengapa dan siapa yang memasukkan cairan itu ke dalam botol itu.

   Jawabannya mungkin hanya dapat diperoleh dari ayah King Seibold.

   Alamatnya sudah dicatat oleh para petugas.

   Setelah mobil patroli itu pergi, anak-anak STOP dan teman-teman mereka masih berdiri di tempat itu selama beberapa saat.

   Setiap orang mengemukakan dugaannya.

   Tetapi tidak ada yang bisa menjelaskan, bagaimana kekeliruan fatal itu sampai terjadi.

   Bettger dan Drechsel diam-diam telah menghilang.

   Petra dan Maria sangat terpukul dengan kejadian itu.

   Tetapi anak-anak yang lain juga sama sekali tidak membayangkan bahwa urusan mereka akan berakhir seperti ini.

   Permusuhan telah dilupakan.

   Semuanya berharap, agar King Seibold kembali sembuh.

   11.

   Jejak Para Pencuri Mobil AGAR tidak terlambat lagi, Sporty dan Oskar memilih jalan paling singkat ke sekolah mereka.

   Mereka menyimpan sepeda masing-masing di gudang.

   Setelah itu, keduanya berdesak-desakan di dalam GUDANG SAPU, begitu mereka menjuluki ruang kecil di lantai dasar bangunan utama yang dipakai sebagai kotak telepon umum.

   Bu Mubo harus segera mengetahui perkembangan baru ini.

   Untung ia ada di rumah.

   Suaranya terdengar lemah dan tak bersemangat.

   Sporty cepat-cepat menceritakan keterangan yang ia peroleh dari Drechsel.

   Sewaktu berbicara, ia semakin menyadari bahwa gurunya itu benar-benar terpukul mendengar kenyataan itu.

   Berkali-kali Bu Mubo berseru kaget dan memotong ucapan Sporty dengan berbagai pertanyaan.

   Memang sudah lama ia mengetahui bahwa suaminya tidak bisa dipercaya.

   Dan selama ini ia juga sudah menduga bahwa Antonio Borello akan menghalalkan segala cara untuk merampas Mario dari sisinya.

   Tapi kini ia baru memperoleh kepastiannya, dan kenyataan ini sangat menyakitkan hati.

   Untuk sesaat ia terdiam ketika Sporty menyelesaikan laporannya.

   "Terima kasih, Sporty,"

   Katanya kemudian.

   "Keterangan yang kauperoleh itu sangat berharga bagi saya. Tapi bagaimanapun juga, saya baru akan memanfaatkan informasi ini jika pengadilan memutuskan bahwa Marco harus diserahkan pada suami saya. Kalau hal itu sampai terjadi, saya membutuhkan bantuanmu sebagai saksi. Drechsel juga, barangkali. Mudah-mudahan anak itu tidak memungkiri segala keterangannya di depan sidang. Tetapi sebelum itu, saya ingin berbicara empat mata dulu dengan Antonio Borello."

   "Saya mengerti, Bu,"

   Kata Sporty.

   "Berita ini tidak akan tersebar. Hanya Petra, Thomas, dan Oskar yang sudah saya beri tahu."

   "Memang itu yang ingin saya himbau dari kalian,"

   Jawab Bu Mubo.

   "Sidangnya besok, bukan?"

   Tanya Sporty.

   "Ya, besok pagi,"

   Gurunya menegaskan.

   "Apakah kami boleh menghubungi Ibu seusai sekolah? Soalnya, kami benar-benar ingin tahu, bagaimana... penyelesaiannya."

   Sewaktu Bu Mubo menjawab, Sporty dapat merasakan bahwa wanita itu sedang tersenyum.

   "Tentu saja boleh! Kalian telepon saja setelah makan siang. Mudah-mudahan saya sudah kembali dari pengadilan. Saya sangat senang bahwa kalian mendukung saya." . Sambil menaiki tangga menuju lantai dua, Sporty dan Oskar berbincang-bincang mengenai jalannya sidang pengadilan besok pagi.

   "Aku rasa pengadilan tidak akan merampas Marco dari Bu Mubo,"

   Kata Oskar dengan yakin.

   "Aku sebagai orang awam saja tahu. bahwa masa depan Marco takkan menentu kalau ikut ayahnya."

   "Tapi bagaimanapun juga, Borello adalah ayahnya,"

   Jawab Sporty.

   "dan sebagai ayah, ia mempunyai hak yang sama dengan Bu Mubo untuk mengurus Marco. Bahwa Borello ternyata seorang bajingan kan belum diketahui oleh para hakim. Keputusan dalam perkara seperti ini selalu didasarkan atas pertimbangan apa yang terbaik bagi anak yang diperebutkan oleh kedua orang tuanya. Anak itu akan diserahkan pada pihak yang kemungkinan besar lebih dapat menjamin masa depannya. Kadang-kadang itu berarti pihak ayah, kadang-kadang pihak ibu. Keputusannya antara lain tergantung pada kemampuan ekonomi. dan pada banyaknya waktu serta perhatian yang dapat diberikan pada anak itu. Baru-baru ini aku pernah baca, bahwa para hakim kini juga memperhatikan keinginan-keinginan pihak anak. Dulu tidak ada pertimbangan semacam ini. Dan sampai sekarang pun pelaksanaannya agak sulit. Anak kecil kan dapat dirayu dengan mudah. Ia lalu memilih pihak yang lebih disukainya, padahal pilihan itu hanya akan merugikannya. Tapi mana ia tahu, namanya juga anak kecil. Pokoknya, dipandang dari segi mana pun perceraian jarang membawa berkah pada anak-anak."

   "Bagaimana dengan Marco?"

   "Setelah tahu sifat-sifat Borello, aku pun tidak sudi punya ayah seperti dia."

   "Aku juga tidak,"

   Ujar Oskar.

   "Ayahku, pemilik pabrik coklat terkenal, tidak mungkin kutukar dengan orang lain. Bukan karena coklatnya. tetapi karena kami cocok satu sama lain. Wah! Untung Borello bukan ayahku. Kalau aku jadi anaknya, maka kemungkinan besar sifat-sifatnya menurun padaku. Mudah-mudahan hal itu tidak terjadi pada Marco."

   "Marco pasti mewarisi sifat-sifat ibunya."

   Setelah masuk ke SARANG RAJAWALI.

   Sporty baru sempat memeriksa tangannya yang sejak menampar Bettger tadi terasa sakit.

   Ternyata memang agak bengkak.

   Hari telah larut.

   Sebelum tidur.

   kedua anak itu merasa perlu membersihkan keringat dan debu yang menempel pada kulit dan rambut mereka.

   Cepat-cepat mereka mandi di bawah pancuran.

   "Untung asrama ini menyediakan air panas sampai malam-malam begini,"

   Kata Oskar.

   "Bayangkan, kalau setelah bertarung mati-matian harus mandi air dingin."

   "Yang aku sampai sekarang belum mengerti,"

   Oskar kembali berkata setelah keduanya selesai menyikat gigi.

   "bagaimana cairan beracun itu bisa masuk ke dalam botol minuman keras si King?"

   "Ya. aku juga bingung memikirkan hal itu."

   Sporty mengakui.

   "Biasanya kau bisa memecahkan teka-teki macam ini."

   "Ada yang tidak beres dalam persoalan ini. Ada sesuatu yang membuat aku jadi gelisah. Rasanya seakan-akan aku lupa mengunci sepedaku. Kau mengerti?"

   "Tidak."

   "Maksudku begini, seharusnya aku tahu apa artinya semua kejadian ini. Tapi aku tidak bisa mengemukakannya. Aneh, bukan?"

   "Barangkali Borello sengaja meracuni minuman si King untuk melenyapkan saksi-saksi yang mungkin dapat memberatkannya,"

   Oskar menduga-duga.

   "Eh, tunggu dulu. Kita sudah tahu bahwa Borello memang seorang bajingan, tetapi itu kan tidak berarti bahwa kita langsung bisa mencapnya sebagai pembunuh! Lagi pula, ia tidak punya alasan yang kuat untuk melakukannya. Dan caranya juga terlalu konyol."

   Oskar menguap.

   "Aduh, leherku masih terasa sakit! Si Bernd benar-benar menyiksaku tadi. Tadinya kukira riwayatku pasti tamat malam ini. Tapi-aku sudah sempat membuat hidungnya berdarah. Ngomong-ngomong, apa aku sudah berterima kasih padamu?"

   "Ah, tidak perlu dibesar-besarkan! Wajar saja kan, kalau aku menolongmu tadi?"

   Mereka mematikan lampu.

   Tidak lama kemudian, petugas piket mengetuk kamar mereka dan menanyakan apakah semuanya sehat-sehat saja, lalu mengucapkan selamat malam dan meneruskan rondanya.

   Sporty menghadap ke jendela.

   Keadaan di luar gelap-gulita.

   Bulan bersembunyi di balik lapisan awan tebal.

   Udara hangat mengalir melalui celah jendela yang terbuka sedikit, pertanda akan ada badai dan petir.

   Meskipun hari itu sudah mengalami banyak kejadian, Sporty sama sekali tidak merasa lelah.

   Pada malam seperti itu, ia lebih senang berkeliaran di luar daripada terpaksa mendekam di kamarnya.

   Namun kali ini ia tidak menemukan alasan yang tepat untuk kabur dari asrama.

   Memang -pintu-pintu yang terkunci tidak merupakan rintangan yang berarti bagi dia dan Oskar.

   Kedua anak itu dengan mudah bisa menyelinap keluar.

   Mereka sudah punya cara-cara khusus untuk itu.

   Tetapi, kalau keadaannya tidak mendesak, mereka tidak suka menyalahi peraturan asrama.

   Risiko dikeluarkan dari sekolah terlalu besar.

   Bagaimana racun itu bisa masuk ke dalam botol? pikir Sporty.

   Pada saat yang sama ia menemukan jawabannya.

   Seperti tersengat listrik ia terduduk.

   "He, Oskar!"

   Temannya itu ternyata sudah dibuai mimpi indah. Sporty turun dari tempat tidur dan mengguncang-guncang bahu Oskar.

   "Ada apa sih?"

   Tanya Oskar antara sadar dan tidak.

   "Masa sih sudah pagi lagi? Rasanya, aku baru saja... Lho, di luar masih gelap?"

   "Jangan ribut.

   "

   Bisik Sporty cepat -cepat.

   "Eh, Oskar, aku sudah menemukan jawabannya "

   "Syukur, deh. Tapi sekarang aku benar-benar tidak tertarik pada soal-soal matematika. Aku mau tidur lagi."

   "Matematika? Aku bicara mengenai obat antihama yang diminum si King!"

   "Hah?"

   Tanya Oskar terkejut. Dalam sekejap ia sudah sadar sepenuhnya.

   "Dari mana kau tahu bahwa cairan itu adalah obat antihama?"

   "Aku membacanya di koran. Tadi sore waktu jam pelajaran tam bahan, aku sempat membaca sebuah artikel mengenai kasus pencurian mobil yang jumlahnya semakin meningkat. Dalam artikel itu tidak saja disebutkan merek-merek mobil yang hilang, tetapi juga isi masing-masing kendaraan itu. Salah satunya berisi cairan pembasmi hama tanaman. Tapi hal itu memang hanya disinggung sambil lalu saja. Sekarang coba kauingat-ingat lagi!"

   "Ingat-ingat apa?"

   "Ya, ampun! Kita kan sama-sama mengintip ke pekarangan bengkel Pak Seibold."

   "Ya, terus?" .

   "Apa yang dikerjakan Seibold?"

   "Si King?"

   "Ya, si King!"

   "Ia... ehm... ia bawa botol itu. Lalu si Fritz tanya apa botol itu isinya minuman keras, dan..."

   "Bukan itu maksudku. Coba kauingat, apa yang pertama-tama dilakukannya? King kan membawa sebuah tas dan bangunan kotak itu dan memeriksa isinya. Dari gerak-geriknya ketahuan bahwa ia tidak tahu apa isi tas itu. Tas beserta seluruh isinya akhirnya dibuang ke tong sampah, kecuali botol itu. Sudah paham sekarang?"

   "Jadi... kau... kau menduga."

   Ujar Oskar terputus-putus.

   "bahwa...bahwa tas itu... maksudmu tas itu berasal dari mobil curian?"

   "Nah, akhirnya sel otakmu bekerja juga."

   "Tapi... itu berarti bahwa mobil curian itu ada di bengkel Pak Seibold."

   "Semakin lama aku memikirkan hal ini, aku semakin yakin. Pak Seibold terlibat dalam jaringan pencuri mobil yang lagi merajalela itu. Mobil-mobil curian itu dicat kembali di bengkelnya. Barangkali mereka juga menghapus nomor mesin dan rangka mobil, lalu menggantinya dengan nomor-nomor baru. Kalau dilengkapi dengan surat-surat palsu, maka kendaraan itu dengan mudah bisa dibawa ke luar negeri untuk dijual. Calon pembelinya pasti sudah antre. Oskar, kita sudah menemukan jejak kawanan maling mobil itu! Kita malah sudah tahu ,siapa mereka. Kau masih ingat Pak Seibold mengajak Borello ke gudangnya? Waktu itu ia bilang bahwa yang lainnya jadi bagus semua. Yang dimaksud adalah mobil-mobil! Mobil-mobil curian! Pak Seibold bertugas mengubah penampilan kendaraan-kendaraan itu, lalu Borello bertindak sebagai penjual. Fritz, Bettger, dan Drechsel juga boleh masuk ke gudang itu. Berarti mereka terlibat. Mereka juga kaki-tangan Borello. Aku rasa merekalah yang bertugas mencari mobil yang cocok. Membawa sedan-sedan mewah itu ke bengkel adalah bagian King dan Fritz. Setelah selesai dirombak, Borello menangani urusan selanjutnya."

   Oskar terperangah.

   "Busyet,"

   Katanya pelan.

   "Berarti kita berhadapan dengan penjahat-penjahat kelas kakap. Wah, Sporty, rasanya aku harus ke belakang dulu."

   "Ke belakang kan bisa nanti! Coba kau pikir! King menemukan botol itu di dalam sebuah tas di salah satu mobil yang telah mereka bawa ke bengkel. Pemilik mobil itu rupanya hendak pergi ke kebunnya. untuk bekerja di sana. Karena itulah ia membawa gunting rumput, sarung tangan, dan obat pembasmi hama di dalam botol minuman keras itu! Orang itu tahu, bahwa isi botol itu tidak boleh diminum. Tapi King Seibold kan tidak! Langsung saja direguknya cairan itu."

   "Eh, sori."

   Ujar Oskar.

   "Aku sudah tidak tahan lagi. Sebentar, ya."

   Ketika ia kembali, jendela dan tirai tertutup rapat. Sporty telah berpakaian lengkap-bercelana jeans dan dengan baju dingin berwama gelap. Ia sedang mengikat tali sepatu olahraganya.

   "He, Sporty! Kau mau ke mana? Sekarang kan waktunya tidur."

   "Mana mungkin aku memejamkan mata dalam keadaan seperti sekarang?!"

   "Kau mau ke mana sih?"

   "Ke Jalan Gudang Utara."

   Oskar mengangguk.

   "Berarti kita bakal begadang lagi. Apa boleh buat, aku ikut. Kau pasti mau melihat isi gudang itu, bukan?"

   "Sebenarnya aku sudah yakin bahwa teoriku benar, tapi tak ada salahnya kalau kita cari bukti-bukti nyata."

   Oskar berpakaian dan mengeluarkan lampu senternya dari lemari.

   Dengan hati-hati Sporty membuka pintu kamar.

   Lampu-lampu di selasar telah dipadamkan Hanya penerangan darurat yang dibiarkan menyala.

   Kedua anak itu nyaris tidak dapat melihat apa-apa.

   Perlahan-lahan mereka menuju pintu selasar.

   Di balik pintu itu terdapat sebuah jendela.

   Oskar menunggu di situ.

   sementara Sporty mengendap-endap menaiki tangga ke loteng.

   Di sanalah mereka menyembunyikan sebuah tangga tali.

   di balik sebuah balok kayu besar.

   Tangga tali itu milik Oskar dan sudah agak kotor karena sering dipakai.

   Kalau Sporty meninggalkan asrama seorang diri, maka ia hanya memerlukan sebuah tali tipis.

   Tali itu digunakannya untuk keluar-masuk jendela yang terletak di lantai dua.

   Soalnya pintu depan sore-sore sudah dikunci.

   Tapi Oskar tidak mungkin mengikuti contoh Sporty.

   Karena itulah mereka terpaksa memakai tangga tali itu.

   Mereka membuka jendela.

   Pada jarak selengan.

   dinding agak maju ke depan.

   Bagian itu merupakan awal dari bangunan sebelah.

   Sudut itu dirambati tanaman anggur liar yang tumbuh sampai ke tingkat dua Di beberapa bagian ada kait-kait dari besi yang sengaja dipasang oleh Pak Mandl, pengurus rumah tangga sekolah.

   Gunanya sebagai pegangan kerangka kayu yang dirambati tanaman anggur.

   Sporty memasang tangga tali itu pada kait paling atas.

   Dengan gesit ia turun.

   Sampai di bawah ia menarik tangga tali itu kuat-kuat untuk memudahkan temannya.

   Dengan susah payah Oskar memanjat ke luar jendela.

   Ia berpegangan erat-erat, menutup jendela, dan mengganjalnya dengan sepotong karton.

   Kemudian ia turun dengan napas tersengal-sengal.

   Seperti biasa, ia lalu berjanji pada dirinya sendiri untuk mengurangi jatah coklatnya.

   Tapi niat itu biasanya hanya bertahan selama ia masih berkeringat saja.

   Mereka bergegas melewati bangunan-bangunan asrama.

   Di bangunan para guru, lampu-lampu masih menyala.

   Tetapi untuk sementara keadaannya aman.

   Tangga tali mereka tidak mungkin terlihat dalam kegelapan malam.

   Dan karena berpakaian gelap, kedua anak itu juga tidak mudah dipergoki.

   Terlindung di bawah bayang-bayang pohon.

   Sporty dan Oskar menuju ke arah pintu gerbang lalu menyelinap melalui celah sempit di sampingnya.

   "Aduh!"

   Ujar Oskar tiba-tiba. Ia berhenti.

   "Ada apa?"

   "Sepeda-sepeda kita kan ada di gudang dan gudangnya pasti sudah terkunci."

   "Sekarang sudah terlambat untuk memikirkan hal itu. Sejak semula aku sudah menyadarinya Bagaimana, kau mau kembali saja?"

   "Ah, tidak! Jalan kaki juga tidak apa-apa."

   Biasanya petualangan mereka dipersiapkan dengan matang, termasuk menyimpan sepeda mereka di balik semak-semak di luar pekarangan sekolah. Tetapi malam ini mereka terpaksa bergerak tanpa persiapan.

   "Yuk, kita berangkat,"

   Kata Sporty.

   "Lari santai saja. Biar lemakmu berkurang sedikit. Yang penting, tarik napas dengan teratur. lalu hembuskan kuat-kuat. Bilang ya, kalau kau mulai lelah."

   Bagi Oskar jalanan gelap itu seakan-akan tak berujung.

   Ladang-ladang di kedua sisi jalan diselimuti kegelapan malam.

   Lampu-lampu di kota kelihatannya jauh sekali.

   Hanya sekali saja mereka berpapasan dengan sebuah mobil.

   Kedua anak itu langsung tiarap dan berlindung di balik semak-semak.

   Perlahan-lahan mobil itu meluncur ke arah sekolah.

   "Eh, itu kan Pak Braun,"

   Ujar Oskar tersengal-sengal.

   Mereka kembali berlari.

   Dalam sekejap baju Oskar sudah basah kuyup oleh keringat.

   Tetapi ia masih tahan.

   Karena sering menemani Sporty bersepeda, ia telah memiliki daya tahan yang lumayan.

   Akhirnya mereka tiba di kota.

   Jalan-jalan telah sepi, dan mereka tidak berpapasan dengan orang lain.

   Oskar berpendapat bahwa setelah pulang nanti, ia akan menghabiskan satu ember air.

   Sekitar jam sebelas lewat dua puluh menit, mereka membelok ke Jalan Gudang Utara.

   Hanya ada satu lampu jalanan yang menyala, dan lampu itu berada di ujung jalan.

   Angin menerbangkan awan debu.

   Suara pintu berderit terdengar entah dan mana.

   Di salah satu pekarangan, dua ekor kucing membuat kegaduhan.

   "Huh, seram amat tempat ini,"

   Kata Oskar pada Sporty.

   "Bulu kudukku merinding." .

   "Tenang saja hantu merupakan barang langka di sini."

   Pekarangan bengkel Pak Seibold berada dalam kegelapan total. Semuanya hening. Sporty mendorong pintu gerbang. Pintu itu tidak bergeser sedikit pun. Ketika meraba-raba, tangannya menemukan sebuah gembok besar.

   "Kita tidak bisa masuk lewat sini,"

   Katanya.

   "Jangan-jangan ada penjaga di dalam."

   "Mustahil. Mereka pasti tidak mau repot-repot, dan hasilnya pun tidak ada. Mereka tetap aman selama tidak ada yang mencari mobil-mobil curian itu di sini."

   Oskar mengeluarkan sapu tangan dan melap keringat yang membasahi wajahnya."

   "Kita bisa masuk dari gang di samping pekarangan,"

   Katanya.

   "Di sana ada beberapa papan yang sudah nyaris copot. Tadi sore aku sempat memeriksa pagarnya."

   Mereka bergegas menuju lorong sempit itu.

   Mobil barang yang tadi sore diparkir di situ sudah tidak ada.

   Dengan hati-hati mereka meraba-raba mencari jalan.

   Tidak lama kemudian, Oskar berhasil menemukan bagian pagar yang dimaksudnya.

   Perlahan-lahan mereka melepaskan dua papan kayu.

   Sebenarnya dengan satu papan terbuka Sporty sudah bisa masuk, tetapi Oskar pasti akan nyangkut.

   Mereka memasuki pekarangan.

   Bau logam menggantung di udara juga bau cat basah.

   Sporty menuju ke bangunan kotak tak berjendela.

   Pintunya ternyata dikunci.

   Tiba-tiba tanpa sengaja Oskar menendang sebuah kaleng kosong.

   Kaleng itu bergulir di atas permukaan aspal.

   Suaranya memecahkan keheningan malam.

   Sporty menahan napas.

   Oskar nyaris pingsan karena kaget.

   Lampu senternya hampir terlepas dari tangannya.

   "Lain kali kita tekan bel saja,"

   Kata Sporty dengan kesal.

   "Atau kita pakai sirene saja sekalian, biar semua orang tahu bahwa kita datang."

   "Gelap benar sih, di sini. Mana aku bisa lihat kaleng itu?!"

   "Seharusnya kau lebih hati-hati."

   "Bagaimana kalau aku hidupkan senter saja?"

   "Jangan dulu! Cahayanya bisa terlihat dari jalanan."

   Setelah mata mereka agak terbiasa dengan kegelapan itu, Sporty dan Oskar mulai bisa melihat keadaan di sekeliling mereka secara samar-samar.

   Sporty menghindari sebuah tong sampah, lalu menuju ke gudang besar yang menurut dugaannya digunakan untuk menyimpan kendaraan-kendaraan curian itu.

   Tetapi pintu gudang yang terbuat dari kayu itu juga dikunci dengan sebuah gembok besar.

   "Bagaimana sekarang?"

   Tanya Oskar Sporty menggigit-gigit bibirnya.

   Hatinya agak tidak tenang ketika memutuskan bahwa mereka akan masuk dengan menggunakan kekerasan.

   Tapi memang tidak ada pilihan lain.

   Kalau mundur sekarang, maka usaha mereka selama ini akan sia-sia belaka.

   "Kita kan tidak berniat mencuri,"

   Ia berkata untuk menenangkan Oskar dan dirinya sendiri.

   "Kita hanya mau menyelidiki isi gudang ini. Dan nanti, aku akan membereskan lagi semuanya. Tolong, mana sentermu?"

   Dengan sebelah tangan ia menudungi cahaya senter itu agar tidak memancar ke mana-mana.

   Sedetik saja ia menerangi gembok tadi.

   Waktu yang singkat itu sudah cukup baginya untuk memastikan bahwa ia dapat membongkar gembok itu.

   Sporty mengeluarkan pisau lipat serba-guna dari kantung celana.

   Alat itu dilengkapi sebuah obeng kecil.

   Ia terpaksa bekerja dalam kegelapan.

   Beberapa kali obengnya meleset.

   dan melukai jempolnya.

   Setelah mengutak-utik selama beberapa saat akhirnya ia berhasil.

   Gembok itu dapat dilepas.

   12.

   Penculikan ENGSEL pintu kayu itu berderit-derit ketika Sporty membukanya perlahan-lahan, lalu menyelinap masuk.

   Oskar segera mengikutinya.

   Bau bensin menyambut mereka.

   Baru setelah pintunya tertutup kembali.

   Sporty menghidupkan senter.

   "Gila benar!"

   Ujar Oskar.

   "Ini pameran mobil mewah paling lengkap yang pernah kulihat. Dan semuanya kelihatan baru."

   "Namanya juga baru dicat."

   Empat sedan mewah disimpan di gudang itu, sebuah BMW, sebuah Mercedes Benz, sebuah Porsehe model 2 pintu, dan sebuah Jaguar. Jendela, ban, dan bagian-bagian lain yang tidak boleh terkena cat, ditutupi dengan beberapa lapis kertas koran.

   "Persis seperti yang kubaca di koran,"

   Kata Sporty.

   Detak jantungnya bertambah kencang.

   Dugaannya terbukti benar.

   Mereka berhasil melakukan sesuatu yang sudah berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, gagal dikerjakan oleh dinas kepolisian.

   Mereka telah menemukan sarang para pencuri mobil itu.

   "Semuanya model terbaru.

   "

   Ujar Oskar dengan pasti.

   "Komplotan ini rupanya tidak tertarik pada kendaraan rakyat biasa, seperti yang banyak digunakan oleh guru-guru kita."

   "Seharusnya ada dua buah BMW di sini,"

   Kata Sporty.

   "Barangkali yang satunya masih berada di ruang pengecatan."

   Oskar mendekati sedan Jaguar. Ia membuka pintu sopir dan duduk di atas jok.

   "Masih seratus persen baru. Kulit joknya baunya sama persis seperti mobil ayahku waktu masih baru. Modelnya saja sama. Ayahku juga selalu membeli model terbaru. Dan aku akan mengikuti jejaknya kelak."

   "Kita harus menghubungi polisi,"

   Kata Sporty.

   "Bukan sembarang petugas, tetapi Komisaris Glockner. Kalau ayah Petra yang pegang kasus ini, maka semuanya akan berjalan dengan lancar."

   Ia memadamkan senter. Dengan sangat hati-hati, ia menutup kembali pintu kayu itu.

   "Tunggu dulu,"

   Kata Sporty pada Oskar yang langsung hendak meninggalkan pekarangan bengkel itu.

   "Gemboknya harus kupasang lagi. Sebentar juga sudah selesai."

   Tetapi ia tidak sempat menyelesaikan pekerjaan itu.

   Tiba-tiba saja terdengar suara mobil yang semakin mendekat.

   Di antara ratusan mobil pun, Sporty dapat mengenali suara itu.

   Mobil yang datang itu adalah mobil Ferrari milik Antonio Borello.

   Tapi kejutan berikutnya sudah menunggu.

   Sesaat kemudian terdengar raungan kasar yang berasal dari mesin mobil Porsehe.

   Itu pasti mobil Pak Seibold.

   Oskar juga sudah menyadari apa yang terjadi.

   "Itu... mereka... mereka datang,"

   Ia berkata tergagap-gagap. Kedua mobil itu berhenti di depan pintu gerbang.

   "Kita bersembunyi. Cepat!"

   Sporty menarik lengan temannya.

   Mereka tidak mungkin mencapai pagar.

   Lagi pula, belum tentu mereka langsung dapat menemukan celah sempit tadi.

   Mereka sudah tidak punya waktu lagi untuk mencari-cari tempat itu.

   Dan mereka juga tidak mungkin menghidupkan senter.

   Sporty mengucap syukur ketika mereka menemukan setumpukan papan kayu lapuk.

   Cepat-cepat kedua anak itu berlindung di baliknya.

   Suara-suara orang kini terdengar dari arah pintu gerbang.

   Pak Seibold berkata.

   "Sabar, aku harus buka gembok ini dulu. Jadi begini, King selamat. Jiwanya sudah tidak terancam lagi sekarang. Baru saja aku nelepon ke rumah sakit. Mereka sudah tahu bahwa ia minum obat antihama. Aku bilang, aku tidak tahu-menahu mengenai persoalan ini. Dasar sial, kenapa berita mengenai mobil curian berisi obat pembasmi hama itu sampai masuk koran? Sekarang kita tidak boleh ambil risiko. Bisa saja seorang polisi yang otaknya agak encer tiba-tiba melihat hubungannya."

   "Anakmu yang seharusnya dihajar,"

   Jawab Borello.

   "Dasar tolol! -Lihat botol setengah kosong di mobil curian -eh, bukannya dibuang, malah langsung ditenggak."

   "Kan tidak sengaja. Ia pasti takkan mengulanginya."

   Dengan susah payah ia mendorong pintu gerbang yang berat itu.

   Sporty melihat sosok tubuh Pak Seibold melangkah ke pekarangan.

   Tiga sosok lain terlihat di belakangnya.

   Wah, gawat! pikir Sporty.

   Mereka berempat, dan kami hanya berdua.

   Pak Seibold menghidupkan lampu.

   Sebuah lampu kecil pada dinding di atas pintu memancarkan cahaya redup.

   Borello, Fritz Wagner, dan Bernd Krause berjalan mendekat.

   "Lagi pula,"

   Kata Pak Seibold.

   "keterlaluan sekali orang itu! Masa dia mengisi botol minuman dengan cairan beracun!"

   "Katakan saja langsung padanya,"

   Borello membuang puntung rokok, lalu menginjaknya. Barangkali ia baru teringat bahwa mereka berada di pekarangan bengkel, dan bahwa kecelakaan bisa saja terjadi karena udara di tempat itu mengandung uap bensin.

   "Pokoknya,"

   Ia kemudian menambahkan dengan suara tertahan.

   "mobil-mobil itu harus segera dibawa ke tempatku. Kalau polisi sampai menggeledah bengkelmu, maka semuanya sudah terlambat. Di tempatku, mobil-mobil itu bisa kuselipkan di antara deretan mobil bekas yang siap untuk dijual. Takkan ada orang yang curiga.

   "

   Mereka bergerak ke arah gudang.

   Pak Seibold berjalan di depan, Pintunya tertutup.

   Baru setelah benar-benar berdiri di depannya, orang dapat mengetahui bahwa gemboknya telah diutak-atik.

   Sporty mengintip melalui sebuah celah di antara papan-papan bekas itu.

   Pak Seibold baru saja sampai di depan gudang.

   Ia memegang sebuah anak kunci dan membungkuk ke depan.

   Tiba-tiba ia tersentak.

   "Antonio!"

   Ia berkata dengan suara serak.

   "Ini... Ada orang kemari! Gemboknya dijebol. Mobil-mobilnya masih ada, tetapi orang itu sudah menemukannya di sini."

   "Hah? Apa?"

   Borello memburu ke arah Seibold, Fritz dan Bernd segera mengikutinya. Dengan mata terbelalak mereka menatap gembok itu.

   "Perbuatan kita sudah terbongkar,"

   Kata Pak Seibold datar.

   "Dan sekarang orang itu sudah menghubungi polisi. Brengsek! Aku bahkan tidak bisa kabur karena King ada di rumah sakit. Dan istriku ada di rumah. Dan aku juga tidak mungkin bawa apa-apa. Tamat, Antonio! Kita terlalu mengandalkan keberuntungan selama ini. Sekarang kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kita tinggal tunggu sampai polisi muncul. Aku mau pulang saja dan minum-minum sampai teler. Mungkin untuk terakhir kali selama beberapa tahun mendatang.

   "

   Borello melontarkan sejumlah makian dalam bahasa Itali .

   "Terserah,"

   Ia mendesis.

   "Aku mau kabur. Tak ada yang menahanku di sini. Aku toh sudah mau balik ke Itali. Arreviderci, signori! Sampai jumpa, Tuan-tuan!"

   "Dan kami? Bagaimana nasib kami?"

   Fritz bertanya dengan suara memelas.

   "Kami tidak bisa kabur. Padahal aku dan Bernd juga terlibat."

   "Kalian tenang saja,"

   Kata Pak Seibold.

   "Aku akan mengambil alih seluruh tanggung jawab. Dan King juga tidak akan kubawa-bawa. Hanya aku yang... Bangsat! Polisi takkan percaya! Bagaimana dan ke mana aku bisa menjual mobil-mobil itu? Apa yang harus kujawab kalau begitu?"

   "Dengar dulu,"

   Kata Borello dengan tenang.

   "Kejadian ini bukan suatu kebetulan. Orang yang datang kemari sudah sejak lama mengikuti jejak kita. Dia pasti sudah mengenal kita semua. Kau, anakmu, aku, Fritz, Bernd, dan juga anak-anak didik kita. Bettger dan Drechsel. Kita semua tidak bisa berdalih apa-apa. Hanya ada satu jalan untuk menyelamatkan diri sekarang. kabur!"

   Seperti diberi aba-aba, semua-kecuali Seibold -berlari ke arah pintu gerbang.

   Fritz dan Bernd saling berebut masuk ke mobil Borello.

   Orang Itali itu langsung tancap gas.

   Dengan keeepatan tinggi mobilnya menghilang di balik tikungan pertama.

   Seibold nampaknya tenang-tenang saja.

   Ia mematikan lampu, berjalan ke arah pintu gerbang, dan kembali memasang gemboknya.

   Tanpa terburu-buru, ia kemudian menjalankan mobil sportnya.

   "Uh,"

   Ujar Oskar.

   "aku hampir pingsan karena... ehm... karena kelelahan setelah lari begitu jauh tadi. Sekarang aku merasa kasihan sama si tua itu "

   "Belas kasihan tidak pada tempatnya di sini "

   Jawab Sporty.

   "Karena keserakahannya. Pak Seibold telah merombak puluhan mobil curian. Sekarang ia harus menanggung akibatnya. Coba bayangkan bagaimana perasaan korban-korban komplotan ini! Rasa kasihanmu pasti langsung lenyap. Bahwa ia merasa putus asa sekarang itu tidak mengubah kenyataan bahwa ia telah melakukan kejahatan. Seharusnya sejak semula ia sudah menyadari risikonya. Tidak ada yang memaksanya untuk menjadi pencuri."

   "Betul juga. Apalagi kalau mengingat bagaimana perlakuan anak didik komplotan ini terhadap Bu Mubo. Dan terhadap anak-anak Itali itu. Bah, rasa kasihanku sudah menguap, Sporty."

   "Cepat, kita tidak boleh membuang-buang waktu."

   Mereka keluar melalui celah di pagar, memasang papan-papan kayunya pada tempat semula, lalu menyusuri Jalan Gudang Utara menuju kantor pos terdekat.

   Di depannya terdapat sebuah bilik telepon umum.

   Tengah malam telah lewat, ketika Sporty menelepon ke rumah keluarga Glockner.

   Ia harus menunggu beberapa saat sebelum telepon diangkat.

   "Glockner di sini,"

   Terdengar suara Pak Komisaris. Sporty menarik napas lega.

   "Ini Sporty, Pak Glockner. Maaf, kalau saya mengganggu malam-malam begini. Tetapi masalahnya memang penting sekali. Kami telah menemukan komplotan pencuri mobil yang dicari-cari itu."

   Ia lalu melapor.

   Ayah Petra mendengarkan ceritanya dengan penuh perhatian.

   Sporty sudah bertahun-tahun mengenal Pak Glockner, dan mereka saling menyukai.

   Komisaris itu tidak hanya menyukai Sporty karena berteman dengan Petra, tetapi juga karena anak itu jujur, berani bertindak, dan punya rasa keadilan yang tinggi.

   Setelah Sporty selesai bercerita, Pak Glockner berkata.

   "Nama-namanya tolong kauulangi sekali lagi. Jangan cepat-cepat, saya perlu mencatat semuanya."

   Sambil bergumam, ia mengulangi apa yang dikatakan Sporty. Kemudian ia bertanya.

   "Di mana kau sekarang?"

   "Di depan kantor pos di pojok Jalan Stasiun."

   "Oskar juga di sana?"

   "Ya, ia berdiri di samping saya."

   "Berarti kalian pasti kabur lagi,"

   Ujar Pak Glockner sambil tersenyum.

   "Hal ini tidak boleh sampai ketahuan. Kalian cepat-cepat saja kembali ke asrama. Borello dan Seibold sekarang sudah menjadi tanggung jawab saya. Anak buah saya nanti juga akan mengurus anggota komplotan yang lain. Untuk sementara, saya hanya bisa mengucapkan selamat atas prestasimu ini. Selamat malam."

   "Selamat malam, Pak Glockner."

   Sporty meletakkan gagang telepon. Oskar menatapnya sambil nyengir.

   "Coba, kau yang membongkar jaringan pencuri itu, tapi perbuatanmu itu tidak boleh diketahui umum. Soalnya, kalau sampai terdengar oleh Bapak Kepala Sekolah, kita berdua pasti akan dikeluarkan dari sekolah kita yang tercinta. Pujian dan hukuman sekaligus. Aneh, bukan?"

   "Peraturan-peraturan memang sering kali bertentangan. Jika kau mentaati yang satu, maka kau terpaksa melanggar yang lain. Mengambil keputusan yang benar kadang-kadang sulit sekali. Tapi jangan sampai takut menentukan pilihan. Yang paling parah adalah memutuskan untuk tidak berbuat apa-apa."

   "Kalau pilihanku sudah pasti. kembali ke tempat tidurku! Dan sebelum tidur, aku akan menghabiskan sekeping coklat yang berukuran jumbo. Sebagai pengganti keringat yang hilang akibat berlari maraton seperti tadi."

   Sporty menanggapinya dengan ketawa.

   "Mulai sekarang kau berhenti makan coklat. Lebih baik kau latihan lari setiap hari."

   Mereka kembali ke asrama.

   Tangga tali masih tergantung di tempat semula.

   Tanpa kepergok oleh petugas piket, mereka berhasil menyelinap ke SARANG RAJAWALI.

   Oskar melepaskan pakaiannya yang basah kuyup oleh keringat, dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badannya.

   Sporty langsung masuk tempat tidur.

   Baru besok pagi ia akan mandi.

   Setelah tidur selama beberapa jam, ia bangun dengan badan pegal-pegal.

   Masih setengah mengantuk ia menuju kamar mandi.

   Selama tiga menit ia berdiri di bawah siraman air pancuran yang dingin seperti es Ketika keluar dan kamar mandi ia merasa segar-bugar kembali.

   Oskar masih mengorok sewaktu Sporty kembali.

   Usaha untuk membangunkannya dengan cara-cara sopan tidak membawa hasil.

   Baru setelah Sporty menyiramnya dengan segelas air dingin.

   anak itu bangkit dari tempat tidurnya.

   "Kurang ajar kau!"

   Ia mengumpat Namun kemudian ia menemukan sisi positif dari perlakuan kasar itu.

   "Hah, sekarang aku tidak perlu cuci muka lagi Berarti aku menghemat waktu dan masih bisa tidur lima menit lagi."

   "Kau mau sarapan?"

   "Pertanyaan macam apa itu? Ya, tentu saja aku akan sarapan! Kenapa memangnya? Kau tidak berminat?"

   "Aku mau menghubungi Pak Glockner lewat telepon. Kau tidak ingin tahu apa yang telah terjadi semalam? Apakah para bandit itu berhasil diringkus? Apakah mereka mengaku? Kecuali itu, kita juga harus menghubungi Bu Mubo."

   "Paling-paling ia sudah dihubungi. Kau mau titip apa? Roti keju? Atau kau sama sekali tidak lapar?"

   Oskar menatap Sporty penuh harap. Sporty menyadarinya.

   "Aku sedang tidak nafsu makan. Jatahku boleh kausikat."

   "Nah, ini alasan yang baik untuk meninggalkan tempat tidur yang lembab ini."

   Ia berdiri dan mengusap-usap matanya sambil menguap.

   Sporty berlari menuruni tangga.

   Beberapa anak sudah mulai menuju ke ruang makan.

   Sporty masuk ke GUDANG SAPU dan menelepon keluarga Glockner.

   Bu Glockner yang menerima telepon Wanita itu rupanya gembira mendengar suara Sporty.

   "Tunggu sebentar, Sporty. Saya akan memanggil suami saya. Ia baru saja pulang. Semalam suntuk ia berdinas dengan rekan-rekannya. Itu akibat ulahmu. Tak seorang pun aman kalau kau berada di sekitarnya termasuk para pencuri mobil itu."

   Komisaris Glockner datang ke telepon. Suaranya terdengar agak lelah.

   "Selamat pagi, Sporty. Saya sudah menebak bahwa kau pasti akan menanyakan kelanjutan kejadian semalam. Begini, Otto Seibold telah ditahan. Ia sudah mengaku. Surat perintah untuk menahannya telah dikeluarkan. Hal yang sama berlaku untuk Fritz Wagner dan Bernd Krause. Tapi keduanya dilepaskan lagi, setelah mereka mengakui semua tuduhan. Karena keduanya baru untuk pertama kali berurusan dengan Polisi, maka mereka hanya dikenai hukuman percobaan. Sekarang ini, rekan-rekan saya sedang berkunjung ke rumah orang tua Bettger dan Drechsel. Teman-teman sekolahmu itu tidak akan dihukum, tapi untuk selanjutnya mereka berada di bawah pengawasan dinas pembinaan remaja berandal. Kalau tidak dibimbing ke jalan yang benar, kemungkinan besar suatu hari nanti mereka akan masuk penjara. Kami juga akan meneliti keadaan keluarga mereka. Barangkali saja orang tua mereka kurang perhatian."

   "Bagaimana nasib King Seibold?"

   "Pada dasarnya kasusnya sama dengan Fritz Wagner dan Bernd Krause. Yang mungkin bisa meringankan hukumannya adalah kenyataan bahwa ia dipengaruhi secara negatif oleh ayahnya. Pak Seibold nampaknya berusaha sekali untuk mengambil alih seluruh tanggung jawabnya. Pengadilan akan memutuskan sejauh mana hal ini benar. Tetapi anak muda itu juga akan diberi kesempatan untuk menjalani kehidupan yang terhormat. Keracunan yang dialaminya sudah merupakan hukuman tersendiri. Menurut keterangan saya terima dari rumah sakit, jiwanya sudah tidak terancam sekarang."

   "Syukurlah.

   "

   Sporty memindahkan gagang telepon dari tangan yang kiri ke tangan kanan. Ia tidak berani menanyakan Borello. Bahwa ayah Petra belum menyinggungnya, merupakan pertanda buruk. Namun Sporty mengatakan bahwa ada yang tidak beres.

   "Sekarang mengenai Antonio Borello,"

   Kata Pak Glockner. Ia terdiam sejenak lalu berdehem.

   "Ia lolos. Pencarian sudah dilakukan secara intensif, tetapi orang itu hilang seperti ditelan bumi. Ketika kami sampai di rumahnya-yang berdampingan dengan toko mobilnya-bajingan itu ternyata sudah kabur. Kami hanya menemukan sebuah lemari besi dalam keadaan terbuka. Kelihatannya, Borello sempat membawa semua uang tunai dan barang berharga yang ada di dalamnya. Kami sudah menghubungi semua pos perbatasan, karena, seperti yang sudah kaukatakan semalam, kemungkinan besar ia akan mencoba kabur ke Itali. Tapi sampai sekarang belum ada berita baru. Mobil Ferrari-nya juga belum ditemukan. Kami menduga bahwa ia sempat melihat kedua mobil patroli polisi yang berhenti di depan rumahnya. Berarti ia sudah tahu bahwa dirinya dicari polisi. Dan ia juga menyadari bahwa ia tidak akan berhasil melintasi perbatasan. Karena itu ia bersembunyi di suatu tempat. Pasti masih dalam wilayah negara ini. Borello pasti menyadari bahwa usaha pencarian terhadapnya lambat-laun akan dihentikan. Soalnya, ia tidak terlibat dalam kejahatan pidana, ia bukan musuh negara, dan ia juga bukan seorang teroris. Begitu penjagaan di pos perbatasan sudah tidak begitu ketat, ia mempunyai kesempatan untuk menyelinap ke luar negeri. Dengan mudah ia bisa memperoleh sebuah mobil yang tidak begitu menyolok. Atau mungkin juga ia naik kereta api. Pertanyaannya sekarang, di mana tempat persembunyian mereka berdua?"

   "Mereka berdua?"

   Sporty langsung menyadari arti kalimat itu.

   "Benar, Sporty. Apa yang dilakukan Borello memang sangat, sangat keterlaluan, walaupun sebenarnya tidak melanggar hukum. Ia telah menculik Marco, anaknya sendiri. Kejadiannya semalam. Ia berhasil memasuki rumah istrinya dengan paksa. Istri dan mertuanya lalu diikat dan disekap di dalam ruangan bawah tanah. Berarti ia dengan sengaja telah merampas kebebasan orang lain. Kalau Nyonya Muller-Borello melaporkan kejadian ini pada polisi, maka suaminya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya-begitu ia tertangkap. Tapi saya rasa Nyonya Muller-Borello tidak akan melibatkan polisi dalam hal ini. Yang terpenting baginya hanyalah bahwa Marco bisa kembali dalam keadaan selamat."

   Kasihan Bu Mubo, pikir Sporty. Apa yang selama ini ditakutinya ternyata menjadi kenyataan.

   "Hari ini sebenarnya sidang perceraian mereka, Pak Glockner.

   "

   "Ya, saya juga sudah diberi tahu. Dan saya yakin, pengadilan dapat menjatuhkan keputusan tanpa keraguan sedikit pun. Marco pasti akan diserahkan pada Ibunya. Pengadilan tidak mungkin menyerahkannya pada seorang ayah yang terlibat kejahatan. Tapi keputusan itu mungkin tidak bisa dilaksanakan kalau Borello keburu kabur ke luar negeri dengan membawa Marco."

   "Tapi Marco kan bisa diambil lagi."

   "Sayang sekali kenyataannya tidak begitu, Sporty. Tindakan itu hanya bisa diambil kalau Marco diculik dengan tujuan kriminal. Misalnya untuk meminta uang tebusan. Tetapi Borello adalah ayah anak itu. Dengan demikian masalahnya menjadi lain sama sekali. Pengadilan di sini bisa saja mengeluarkan keputusan bahwa hak untuk mengurus anak itu ada di tangan ibunya. Namun pengadilan di Itali tidak akan ambil peduli. Pengalaman kami menunjukkan, pengadilan di Itali tidak mungkin menyuruh dinas kepolisian negara itu untuk merampas seorang anak dari ayahnya yang sah."

   "Saya tidak mengerti. Keadilan seharusnya berlaku secara umum, bukan? Lalu, bagaimana nasib kedua wanita itu?"

   "Kami telah membebaskan mereka. Setelah gagal meringkus Borello di rumahnya, kami langsung menuju rumah istrinya. Pintu rumah itu ternyata terbuka. Seekor anak anjing mondar-mandir di dalam. Seluruh isi rumah itu berantakan. Kursi-kursi tergeletak di tengah ruangan. Kami menduga, telah terjadi pergumulan untuk memperebutkan anak itu. Petugas-petugas memeriksa seluruh rumah, dan akhirnya menemukan kedua wanita itu di ruang bawah tanah. Mereka tidak dapat membebaskan diri, atau memanggil para tetangga. Nyonya Muller, nenek Marco, sempat mendapat perawatan dokter. Tetapi setelah memperoleh suntikan penenang, keadaannya membaik kembali."

   "Mengerikan! Sungguh mengerikan! Marco pasti telah melawan sekuat tenaga. Anak itu lengket sekali dengan ibunya. Borello memang benar-benar seorang bajingan yang tidak berperasaan dan hanya mau menang sendiri. Ia bahkan tidak memikirkan kebahagiaan anaknya sendiri."

   "Kau benar."

   "Apakah sudah ada jejak?"

   "Mengenai tempat persembunyiannya, maksudmu? Belum ada. Nyonya Muller-Borello belum dapat memberikan keterangan. Jiwanya sangat terguncang, dan menurut dokter yang merawatnya, ia tidak boleh diganggu selama beberapa hari mendatang. Saya sudah minta keterangan dari Pak Seibold, tetapi sayang sekali tidak banyak yang terungkap. Sedikit sekali yang diketahuinya mengenai kehidupan pribadi Borello. Seibold hanya menyebutkan nama dua orang Itali yang mungkin didatangi Borello. Yah, untuk sementara waktu kami masih meraba-raba dalam gelap."

   Sporty mengucapkan terima kasih, lalu meletakkan gagang telepon.

   Sudah waktunya untuk masuk ke kelas.

   Oskar dan Thomas berdiri di dekat Petra.

   Gadis itu sudah mendengar berita mengenai semua kejadian semalam.

   Sekarang ia sedang menceritakannya pada kedua temannya itu.

   Sporty menghampiri mereka dan menepuk pundak Petra dan Thomas.

   Petra baru saja selesai bercerita.

   "Kau menelepon ayahku?"

   Tanya gadis itu.

   "Ya, aku sudah tahu semuanya. Kasihan benar, Bu Mubo.

   "

   "Marco juga,"

   Kata Petra.

   "Aduh, coba kalau aku bisa bertemu langsung dengan Borello. Aku akan mencakar-cakar wajahnya sampai ia berteriak-teriak minta ampun."

   "Aku sependapat dengan kalian,"

   Ujar Thomas.

   "Orang itu benar-benar sudah melewati batas. Padahal Bu Mubo sudah menduga bahwa sesuatu seperti ini akan terjadi. Hanya, siapa yang bisa menebak bahwa Borello akao bertindak nekat seperti semalam?"

   "Kita pun ikut bersalah,"

   Kata Oskar dengan sedih.

   "Borello menjadi nekat karena harus cepat-cepat kabur. Dan itu akibat campur tangan kita. Kalau dilihat dari segi itu, kita tidak banyak membantu Bu Mubo. Memang kelas 9a sudah aman kembali. Dan kita juga sudah menemukan cukup banyak bukti yang akan mempengaruhi pengadilan untuk menyerahkan Marco pada ibunya. Tapi apa artinya semua itu kalau Bu Mubo untuk selanjutnya harus hidup tanpa anaknya?"

   Sporty mengangguk.

   "Kita memang gagal. Tapi justru karena itu kita sekarang tidak boleh berpangku tangan. Kita harus membantu Bu Mubo."

   Petra menatapnya dengan pandangan bertanya-tanya.

   "Bagaimana caranya?"

   "Dengan menemukan tempat persembunyian Borello dan mengembalikan Marco pada ibunya."

   "Bagus, bagus sekali. Tapi mana mungkin? Ayahku beserta rekan-rekannya saja tidak sanggup, apalagi kita?"

   Sporty mengerutkan kening.

   "Aku juga belum tahu pasti. Pokoknya aku tidak akan tinggal diam. Keterangan yang berguna hanya bisa kita peroleh dari Bu Mubo Setelah makan siang nanti aku akan pergl ke rumahnya. Siapa yang mau ikut?"

   "Tentu saja aku ikut."

   Ujar Petra. Thomas mengangguk.

   "Eh, barangkali kue yang kemarin masih ada sisanya,"

   Kata Oskar.

   "Siapa tahu kita boleh menghabiskannya?"

   "Oskar!"

   Seru Petra dengan ketus.

   "Kau keterlaluan! Dalam keadaan gawat seperti ini. bisa-bisanya kau hanya memikirkan makanan saja. Dasar rakus!" 13. Carlo, si Pelayan Restoran SETELAH makan siang, anak-anak asrama berbondong-bondong menuju kolam renang. Hal itu dapat dimengerti, karena sejak pagi hari suhu meningkat terus. Pada siang hari, termometer telah menunjukkan suhu yang biasanya hanya terdapat di daerah tropis. Jam pelajaran terakhir terpaksa dibatalkan, dan anak-anak boleh pulang lebih awal. Oskar mengenakan sebuah T-shirt tipis. Lengannya yang telanjang mengingatkan orang pada sosis raksasa. Supaya tidak tersengat matahari, ia memakai topi petnya yang berwarna hijau menyala.

   "Bagaimana penampilanku?"

   Ia bertanya pada Sporty.

   "Hebat! Tapi kau masih bisa menyempurnakannya dengan memasang bunga di balik kuping. Yang agak besar, barangkali, supaya lebih jelas. Bagaimana dengan bunga matahari?"

   "Mengejek saja kerjamu. Tapi biarlah. Aku menyukai penampilanku. Dan hanya penilaian Oskar Sauerlieh yang paling berpengaruh."

   Mereka mengeluarkan sepeda masing-masing dari gudang, lalu menuju ke kota.

   Menurut perjanjian, mereka akan berkumpul di rumah Petra pukul empat tepat.

   Bu Mubo sudah diberi tahu bahwa mereka akan berkunjung.

   Sebelum makan siang Sporty telah meneleponnya, tetapi tidak berbicara langsung dengan gurunya itu.

   Yang menerima telepon adalah Bu Muller, nenek Marco.

   Terik matahari membuat perjalanan ke kota menjadi siksaan bagi Oskar.

   "Aku kira persediaan keringatku sudah habis tadi malam,"

   Katanya mengeluh.

   "Tapi coba lihat saja, sekarang mulai lagi. Belum apa-apa, bajuku sudah basah kuyup."

   "Kau terlalu banyak minum. Seharusnya kau lebih banyak makan,"

   Ujar Sporty menyindirnya.

   "Terutama bahan makanan kering, seperti coklat, misalnya."

   "Ide yang baik."

   Sewaktu mereka tiba di rumah Petra, Bello menyambut mereka dengan gembira.

   Sporty mengelus-elus kepalanya.

   Petra dan Thomas berdiri di depan toko bahan makanan.

   Kedua sepeda mereka tersandar di tembok.

   Sporty bertanya pada Petra apakah ayahnya ada di rumah, tetapi gadis itu menggeleng.

   Ayahnya begitu sibuk menangani kasus Borello, ia menerangkan, sampai-sampai untuk makan siang pun tidak punya waktu.

   Mereka melintasi kota menuju rumah Bu Mubo.

   Bello boleh ikut.

   Kali ini, hanya Astro yang mereka temui sedang bermain-main di halaman depan.

   "Kasihan, Astro pun nampak sedih,"

   Kata Petra.

   "Ia pasti merasa kehilangan Marco."

   Pintu pagar tertutup rapat, dan pagarnya sendiri juga tanpa celah.

   Karena itu Astro bisa dilepaskan begitu saja.

   Ia tidak mungkin berlari ke jalanan.

   Dengan gembira ia menyambut kedatangan Bello.

   Bu Muller yang membuka pintu.

   Wajah nenek Marco itu nampak pucat, dan matanya yang sembab sudah menjadi pemandangan biasa bagi Sporty.

   Anak-anak menyatakan bahwa mereka turut merasa sedih atas peristiwa yang terjadi semalam.

   Tidak mudah untuk menemukan kata-kata yang tepat.

   Tapi Bu Muller menyalami mereka semua.

   Kemudian ia kembali mengusap matanya.

   "Silakan duduk dulu di ruang tamu.

   "

   Katanya.

   "Anak saya sebentar lagi menemani kalian."

   Keempat anak itu duduk mengelilingi meja tamu.

   Semuanya merasa kikuk.

   Bahkan Oskar pun kelihatan canggung.

   Harapannya mengenai kue coklat itu sudah dilupakannya.

   Tidak lama kemudian Bu Mubo datang.

   Wajahnya pucat pasi, lebih pucat daripada wajah ibunya.

   Untuk pertama kalinya Sporty melihat gurunya itu tanpa lipstik.

   Bu Mubo juga menyalami mereka semua.

   "Saya senang kalian menyempatkan diri untuk datang ke rumah saya,"

   Katanya.

   "Saya sangat berutang budi pada kalian. Kelas saya sudah bisa dikendalikan lagi. Para perusuh sudah diketahui. Dan kalian yang membuktikan bahwa suami saya yang sebenarnya bertanggung jawab atas semua kemalangan yang menimpa saya. Ia berharap agar saya putus asa dan menyerahkan Marco secara sukarela padanya. Hah, berani benar ia berpikiran seperti itu! Dalam keadaan apa pun saya tidak akan membiarkan Marco dibawa olehnya. Tetapi kini masalahnya sudah berubah. Kalian sudah tahu apa yang terjadi semalam, bukan? Karena terbukti terlibat dalam komplotan pencuri mobil, Antonio Borello bertindak nekat dan melarikan diri. Bersama Marco. Sampai kemarin malam, saya masih berharap agar suami saya tidak sampai hati untuk menculik anaknya sendiri. Saya keliru. Antonio bahkan tidak segan-segan untuk menggunakan kekerasan. Baru sekarang saya mengetahui sifatnya yang asli."

   Untuk sesaat keheningan menguasai ruangan itu.

   "Apakah Ibu sudah menghubungi Komisaris Glockner lagi?"

   Tanya Sporty.

   "Baru saja saya meneleponnya. Kami sempat berbicara panjang lebar."

   "Polisi membutuhkan petunjuk mengenai tempat yang mungkin digunakan oleh suami Ibu untuk bersembunyi."

   Bu Mubo mengangguk.

   "Saya benar-benar sudah memeras otak. Tapi hanya sedikit yang bisa saya kemukakan. Saya memang masih ingat puluhan nama yang pernah disebut-sebut suami saya, hanya saja saya belum pernah bertemu dengan orang-orang itu. Alamat mereka juga tidak saya ketahui. Polisi akan minta keterangan dari mereka semua. Itu akan makan waktu lama, dan harapan saya semakin menipis."

   Dengan gerakan mengejutkan, Sporty tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya.

   "Sebaiknya kami pulang dulu sekarang. Ibu jangan berputus asa. Kami akan menghubungi Ibu kalau sudah ada perkembangan baru."

   Dengan sopan ia menyalami wanita yang sedang berduka itu, lalu langsung menuju pintu. Teman-temannya hampir tidak sempat berpamitan. Ketika semuanya sampai di pekarangan, Petra menatap Sporty dengan pandangan menyalahkan.

   "Kenapa sih kau tiba-tiba tidak sabar untuk pulang?"

   Ia bertanya.

   "Aku baru saja teringat sesuatu."

   "Yaitu?"

   "Ada kemungkinan rencanaku ini akan menemui jalan buntu-karena itu aku tidak memberi tahu Bu Mubo. Tetapi mungkin juga petunjuk yang akan kuperoleh bisa membawa kita langsung ke tempat persembunyian Borello."

   "Dan di mana kau mau mencari petunjuk itu?"

   "Di Restoran Fattoria"

   Petra nampak agak kecewa.

   "Apa yang kaucari di tempat itu? Apa kau menduga Borello bersembunyi di balik meja layan? Atau di gudang penyimpanan anggur?"

   "Justru sebaliknya."

   "Kalau begitu aku semakin tidak mengerti kenapa kau ngotot mau ke sana!"

   "Apakah aku belum pernah bercerita bahwa seorang kenalanku bekerja sebagai pelayan di rumah makan Itali itu? Orang itu tidak menyukai Borello, dan bahkan mengatakan bahwa Borello terlibat dengan Mafia. Kalau kupikir-pikir lagi, tuduhan itu ternyata tidak terlalu meleset."

   "Kau belum pernah menyinggungnya,"

   Jawab Petra dengan kesal."

   "Ya kau mulai tidak terus terang pada kami,"

   Ujar Thomas.

   "Atau kau hanya lupa?"

   "Keduanya bukan,"

   Sporty membela diri.

   "Sampai tadi hal ini belum berarti apa-apa. Tapi tiba-tiba saja aku ingat bahwa pelayan itu mungkin mengetahui sesuatu mengenai Borello. Kalau ia tahu sesuatu, maka ia pasti akan mengatakannya. Ia membenci bajingan itu."

   "Pelayan itu berkata begitu?"

   Oskar ingin tahu.

   "Tidak secara langsung. Tapi dari gerak-geriknya ketahuan bahwa mereka bukan kawan akrab. Jadi, untuk apa kita buang-buang waktu lagi di sini? Ayo, kita berangkat! Petra, jangan lupa bawa Bello."

   "Bagiku lebih mudah untuk melupakan ulang tahunmu yang berikut,"

   Jawab Petra dengan sebal.

   Dengan kecepatan penuh, keempat sahabat itu kembali melintasi kota Lidah Bello terjulur ke luar.

   Wajah Petra membara, Oskar bercucuran keringat.

   Bahkan Thomas pun berhasil memeras keringat dan tubuhnya yang kurus kering.

   Hanya Sporty yang nampaknya tidak terganggu oleh terik matahari Sebagai olahragawan yang terlatih baik, ia menyambut setiap tantangan dengan gembira.

   Ketika mereka tiba di depan Restoran Fattoria, Sporty meminta teman-temannya untuk menunggu di seberang jalan.

   "Supaya si pelayan bisa bicara dengan bebas. Soalnya aku akan minta keterangan mengenai seseorang yang ditakuti oleh kenalanku itu, yaitu Borello. Mudah-mudahan ia bersedia buka mulut kalau aku mengajaknya bicara empat mata. Tapi kalau kita berempat menemuinya, jangan-jangan ia akan langsung ketakutan."

   "Dan berlagak tidak tahu apa-apa,"

   Thomas menambahkan.

   Mereka menunggu di depan toko sepeda tempat Sporty membeli sebuah rantai baru untuk sepeda balapnya.

   Dari jauh, orang tidak dapat melihat dengan jelas bahwa restoran itu memang buka, soalnya jarang sekali ada pengunjung yang keluar -masuk.

   Sporty melangkah masuk dan langsung menemukan pelayan yang dicarinya.

   Ia mengenakan seragam kerjanya, baju adat Itali celana gelap, baju putih, rompi merah, dan selendang berwarna hijau.

   Kedua belah tangan terlipat di depan perutnya yang buncit.

   Jenggotnya tidak dicukur serapi pada kunjungan Sporty yang pertama.

   Dan kumisnya yang berukuran luar biasa nampak agak lebih terang dari sebelumnya.

   Orang itu tersenyum ke arah Sporty.

   Ia masih mengenali anak itu.

   Pelayan yang satu lagi rupanya sedang berada di dapur.

   Sporty langsung menghampiri dan menyapanya dengan ramah, lalu bertanya pada meja mana ia bertugas.

   "Ah, Anda mau duduk di meja saya? Terima kasih, terima kasih! Bagaimana dengan meja ini, Tuan Muda ?"

   Meja itu cukup jauh dari orang-orang yang duduk di bar. Sporty menarik sebuah kursi dan duduk.

   "Ada Coca-Cola? Uang saku saya sayangnya tidak cukup untuk memesan yang lainnya. Sebenarnya saya datang untuk mencari keterangan."

   "Dengan senang hati saya akan membantumu. Nama saya Carlo. Kadang-kadang saya juga dipanggil Charlie."

   "Nama saya Peter, tapi biasanya dipanggil Sporty."

   "Oh, jadi kaulah orangnya. Nama itu memang cocok denganmu."

   "Maksudmu?"

   "Kita kan sudah bertemu. Tapi kau pasti tidak tahu bahwa restoran ini merupakan tempat pertemuan Borello dengan para anak buahnya. Sekali-sekali salah satu dari mereka pasti muncul di sini. Kalau bukan Seibold, yah Wagner, Krause. Bettger, atau Drechsel. Dan dalam sekejap semuanya sudah berkumpul di sini. Sebagai pelayan, saya terpaksa berada di dekat mereka. Mau tidak mau saya sering mendengar apa yang mereka bicarakan. Sejak kau datang ke sini, nama Sporty sering disebut-sebut oleh mereka. Terus terang saja, mereka tidak terlalu menyukaimu."

   "Saya sudah tahu."

   "Apakah berita mengenai penangkapan mereka juga sudah sampai di telingamu? Mereka terbukti mencuri mobil-mobil mewah."

   Sporty hanya mengangguk. Wajah Carlo berseri-seri.

   "Sebenarnya saya tidak boleh mengatakannya keras-keras, tetapi saya gembira mendengar mereka sudah diringkus. Tamu-tamu seperti mereka tidak kami butuhkan di sini. Sayang sekali Borello berhasil lolos. Dialah yang paling brengsek. Luar biasa bagaimana desas-desus seperti itu tersebar, bukan? Menurut kabar burung, bukan polisi yang berhasil melacak jejak mereka, tetapi seseorang yang tidak dikenal. Orang itulah yang semalam menemukan mobil-mobil curian itu di sebuah gudang. Ia lalu menghubungi polisi, dan mereka tinggal menjemput bajingan-bajingan itu di rumah masing-masing. Kalau desas-desus itu benar, maka orang itu seharusnya diarak keliling kota. Ah... seandainya saya bisa berjabatan tangan dengannya..."

   "Itu bisa diatur,"

   Ujar Sporty sambil mengulurkan tangan.

   "Lho, sudah mau bayar? Pesananmu kan belum diantar?"

   "Anda bisa berjabatan tangan dengan saya, Carlo."

   Carlo membelalakkan mata Kumisnya bergerak naik-turun.

   "Jadi... jadi...?"

   "Ya, sayalah orangnya,"

   Jawab Sporty sambil nyengir.

   "Sebenarnya saya bersama teman-teman hanya bermaksud membuktikan bahwa Borello yang bertanggung jawab atas semua kejadian tidak menyenangkan yang menimpa istrinya belakangan ini. Pasangan itu sudah hidup terpisah. Istri Borello mengajar di sekolah kami. Ia salah seorang guru yang paling baik hati. Hanya secara kebetulan saja kami mengetahui bahwa Borello terlibat dalam komplotan pencuri mobil. Bahwa bajingan itu bisa lolos-itu saja sudah parah. Lebih parah lagi adalah tindakannya yang tidak manusiawi. Saya tidak tahu apakah Anda sudah mendengarnya. Borello telah menculik anaknya sendiri."

   Carlo belum mendengar berita itu. Secara singkat Sporty menceritakan seluruh kejadiannya. Pelayan itu hanya menggeleng dengan geram.

   "Tindakan seperti itu memang cocok dengan kelakuannya sehari-hari. Borello memang tak punya perasaan. Ia selalu memperlakukan saya seperti sampah. Hanya terhadap Sofia, Carlo melirik ke arah pelayan wanita yang berdiri di balik bar.

   "ia bersikap ramah."

   "Calo, mungkin Anda dapat membantu kami."

   "Dengan senang hati, kalau memang ada yang bisa saya lakukan."

   "Anda tadi bilang bahwa restoran ini merupakan tempat pertemuan Borello dengan konco-konconya."

   "Benar, tanpa kunjungan Borello, penghasilan kami akan berkurang dengan drastis. Bos saya juga menyadari hal itu. karena itu...! Eh. pesananmu belum juga diantar?"

   Carlo nampak malu.

   "Aduh, setelah bekerja selama dua puluh tahun, kini saya terpaksa mengaku bahwa saya tidak berbakat sebagai pelayan restoran."

   Sporty ketawa.

   "Lupakan saja Coca-Cola-nya. Saya ingin tahu apakah Borello hanya menemui orang-orang yang telah disebutkan tadi atau apakah ia juga berjumpa dengan orang-orang lain di sini."

   "Kadang-kadang ada juga temannya yang datang ke sini."

   "Anda mengenal orang-orang itu?"

   "Tidak semuanya. Banyak yang hanya sekali-sekali datang ke sini."

   "Yang sering berkunjung juga ada?"

   "Seberapa orang."

   "Siapa yang paling sering menjumpai Borello?"

   "Castellani, maksudmu?"

   Sporty mengangkat bahu.

   "Saya tidak tahu,"

   Katanya.

   "Andalah yang seharusnya mengetahuinya. Siapa Castellani itu?"

   "Ia sama bejatnya dengan Borello. Dan malah lebih sombong lagi. Ia seorang bandit! Seorang mafioso! Mereka berdua sering bertukar rahasia di sini. Kalau sudah mulai berbisik-bisik, tak seorang pun boleh mendekat. Para pelayan saja harus memutari mejanya dalam jarak lima meter."

   Sporty mulai tertarik pada pembicaraan Carlo.

   "Siapa nama lengkap Castellani?"

   "Salvatore Castellani."

   "Tempat tinggalnya di kota?"

   "Bukan, tapi aku tahu di mana rumahnya. Ia tinggal di tepi Danau Perlham. Di tepi danau sebelah utara hanya ada satu rumah. Rumah itu yang disewanya, atau mungkin juga sudah ia beli-mana saya tahu. Pokoknya sekarang ia tinggal di sana."

   "Apa pekerjaannya?"

   "Dulu ia pernah bekerja di percetakan, tetapi sudah lama berhenti. Baru-baru ini saya dengar ia mencari uang sebagai pelukis."

   Semangat Sporty kini berkobar-kobar.

   "Carlo, keterangan Anda mungkin sangat bermanfaat. Terima kasih banyak."

   "Saya yang harus berterima kasih,"

   Kata pelayan itu sambil menyalami Sporty.

   "Coea-Cola-mu masuk rekening saya. Karena... ya. ampun! Kau belum minum apa-apa!"

   Sporty tak dapat menahan tawa.

   "Bagaimanapun juga, terima kasih banyak." 14. Perhitungan di Tepi Danau PENUH rasa ingin tahu teman-teman Sporty menunggunya di seberang jalan. Bello menyambutnya sambil mengibaskan ekornya dengan gembira.

   "Kelihatannya kau puas sekali,"

   Kata Petra.

   "Kau berhasil memperoleh petunjuk yang kaucari-cari itu?"

   "Dugaanku masih bisa meleset, tapi seandainya aku jadi Borello, maka aku akan bersembunyi di rumah Salvatore Castellani. Aku berani bertaruh bahwa mereka berdua juga berkomplot. Dan rumah Castellani merupakan tempat persembunyian yang ideal. Terutama kalau membawa anak kecil yang tidak boleh terlihat orang lain."

   Sporty bercerita.

   "Ya, Tuhan,"

   Oskar mendesah ketika Sporty selesai.

   "Danau itu letaknya kan sekitar dua puluh kilometer di luar kota. Dan kau pasti sudah tidak sabar untuk menuju ke sana. Padahal panasnya bukan main! Sebelum sampai di sana, aku keburu mati kekeringan."

   Petra mengamati wajah Sporty dengan saksama.

   "Bagaimana kalau kita hubungi polisi-ayahku, misalnya-untuk menyampaikan keterangan yang baru saja kauperoleh? Kau tidak setuju? Aku sudah menduganya."

   "Aku yang menemukan jejak baru ini.

   "

   Jawab Sporty.

   "dan aku yang akan membuktikan kebenarannya. Kalian tidak perlu ikut. Dan untuk Bello jaraknya memang terlalu jauh. Sayang ia tidak bisa naik sepeda."

   "Besok-besok aku akan mengajarinya,"

   Kata Petra.

   "Tapi oke, deh! Kalau begitu kita mampir di rumahku dulu, supaya Bello bisa ditinggal."

   Baru kali ini Bello merasa gembira bahwa ia boleh tinggal di rumah, sementara anak-anak dipanggang di bawah terik matahari.

   Perjalanan yang jauh menuju Danau Perlham membawa mereka melewati ladang-ladang gandum yang siap dipanen, melalui hutan, dan mendaki sebuah bukit yang lumayan terjal.

   Perjalanan itu memang melelahkan.

   Mereka bersepeda dengan santai, dan baru satu setengah jam kemudian tiba di Perlham, sebuah desa kecil di tepi selatan danau yang bernama sama.

   Dari sini mereka dapat melihat seluruh danau itu.

   Di sebelah utara, tepi danau itu berbatasan langsung dengan hutan.

   Sebuah jalan setapak berpasir yang cukup lebar untuk dilewati mobil menuju ke rumah kecil yang nampak di kejauhan.

   Pemiliknya rupanya telah merombak sebuah pondok nelayan menjadi tempat tinggal yang nyaman.

   Di bagian samping rumah itu terdapat sebuah gudang dan sebuah garasi yang terbuat dari seng gelombang.

   Sporty melihat dua pria sedang duduk santai di dermaga kecil di depan rumah itu.

   Kaki mereka terendam dalam air.

   "Mungkin itu mereka,"

   Kata Petra.

   "Sayang sekali kita tidak bawa teropong."

   "Aku akan mengamati mereka dari dekat,"

   Sporty berkata.

   "Kau tidak bisa mendekati kedua orang itu tanpa mereka melihatmu,"

   Thomas memperingatkannya.

   "Aku akan mengelilingi danau. Di sana memang tidak ada jalan, tetapi aku bisa melewati semak-semak yang tumbuh di pinggir danau. Kemudian aku akan mendekati rumah itu dari bagian belakang untuk melihat apakah Marco disekap di dalamnya. Sepedaku kutinggal di sini saja. Kalian melihat pos polisi yang tadi kita lewati? Kemungkinan besar memang hanya seorang polisi desa yang telah jompo yang berdinas di sana, tetapi itu juga masih lebih baik daripada tidak punya bantuan sama sekali. Seandainya aku belum kembali dalam satu jam, maka kalian harus segera menghubungi polisi itu. Soalnya, itu berarti bahwa para mafioso itu telah memergokiku."

   Petra berusaha sekuat tenaga untuk membatalkan rencana Sporty. namun kawannya itu memang keras kepala.

   "Jangan khawatir,"

   Katanya sambil tersenyum dan menepuk-nepuk pundak Petra.

   "Semuanya pasti beres."

   Ia menyerahkan sepedanya pada Oskar, kemudian berangkat tanpa berkata apa-apa lagi.

   Pertama-tama ia melewati hamparan rumput.

   Kemudian menembus semak belukar.

   Tak seorang pun dapat melihatnya dari seberang danau.

   Perjalanan Sporty mulai terasa berat ketika jalannya terhalang dan ia terpaksa masuk air.

   Pada setiap langkah kakinya tenggelam sampai ke lutut dalam lumpur berwarna kecoklat-coklatan.

   Suatu kali sepatu olahraganya copot dari kaki kirinya.

   Setelah meraba-raba beberapa saat.

   ia berhasil menemukannya kembali.

   Celana jeansnya sudah digulung sampai ke lutut.

   Walaupun demikian celananya kotor seakan-akan ia baru saja keluar dari kubangan kerbau Baru setelah hampir sampai di hutan, ia bisa naik ke darat lagi.

   Sekarang Sporty kembali bisa bergerak dengan cepat.

   setelah tadi setiap melangkah harus berjuang sekuat tenaga untuk membebaskan kakinya dari cengkeraman lumpur danau.

   Dalam waktu tiga puluh menit.

   Sporty sampai di tempat tujuannya.

   Dari balik sebatang pohon besar ia memeriksa keadaan di depannya.

   Rumah itu nampak sederhana.

   Pintu masuk berada pada sisi pendeknya.

   Jalan setapak berpasir tadi berakhir tepat di depan pintu itu.

   Di antara rumah dengan tepi hutan terdapat pekarangan selebar kurang lebih sepuluh meter.

   Di bagian belakangnya, Sporty melihat sebuah mobil Ford berwarna biru tua.

   Gudang di seberang rumah tadi tidak berpintu.

   Isinya segala macam barang rongsokan.

   Sporty merasa lebih tertarik pada garasi yang terbuat dari seng gelombang.

   Apakah mobil Ferrari milik Borello disembunyikan di dalamnya? Pintu garasi ternyata tertutup.

   Sebelum Sporty memeriksanya, Sporty ingin melihat siapa yang mereka lihat sedang duduk-duduk di dermaga kecil tadi.

   Pada waktu datang, ia tidak dapat melihat ke arah itu.

   Dan sekarang pandangannya terhalang oleh rumah itu.

   Dengan sangat hati-hati, Sporty berdiri dan menengok ke sekitarnya.

   Semuanya nampak aman-aman saja.

   Dengan beberapa langkah panjang ia telah sampai di dinding belakang rumah itu.

   Ia berhenti di samping sebuah jendela yang terbuka.

   Pelan-pelan ia mengangkat kepala dan mengintip ke dalam.

   Ruangan itu nyaris tak berperabot.

   Sofa kecil yang ada di dalamnya dipakai sebagai tempat tidur.

   Jantung Sporty berdegup kencang ketika melihat bahwa dugaannya ternyata benar.

   Marco berbaring di bawah sebuah selimut tipis.

   Wajah anak itu pucat pasi.

   Matanya yang sembab menunjukkan bahwa ia habis menangis.

   Kini ia tertidur.

   Tapi tidurnya pun dipaksakan.

   Di atas meja kecil di samping sofa, Sporty melihat segelas air, dan sebuah botol coklat yang berisi obat penenang-seperti yang tertera pada labelnya .

   Berarti Borello telah membius si kecil itu-mungkin karena anak itu melawan dan menangis terus.

   Sporty bergegas ke sudut bangunan itu, lalu menyusuri sisi pendeknya ke arah danau Ketika mengintip, matanya langsung tertuju pada sebuah senapan berburu.

   Senjata itu disandarkan pada kursi taman, yang bersama sebuah meja dan dua buah kursi lain berada di depan rumah.

   Dua buah gelas dan dua buah botol anggur menunjukkan bahwa kedua orang itu sudah sempat bersenang-senang.

   Kini mereka duduk di ujung dermaga yang menjorok beberapa meter ke dalam danau.

   Borello serta seorang pria berpotongan kasar dan berdahi lebar.

   Salvatore Castellani, rupanya.

   Mereka menggulung lengan baju.

   Kaki-kaki mereka yang telanjang terendam dalam air.

   Baru saja Castellani berkata.

   "Kalau ada yang berani dekat-dekat ke sini, aku akan menembaknya dengan senapan berburu milikku. Kalau polisi hendak mengusut kejadian itu aku bisa saja mengatakan bahwa aku hanya membela diri. Itulah untungnya punya rumah yang terpencil. Senapanku selalu terisi dan siap pakai."

   Kebetulan sekali.

   pikir Sporty.

   Ia mundur selangkah dan meraih senapan itu.

   Dengan sekali pandang ia mempelajari senjata itu.

   Kedua orang itu baru menyadari kedatangan Sporty ketika anak itu telah berdiri di belakang mereka.

   Borello membelalakkan mata dan wajahnya menjadi merah padam.

   Castellani hanya terbengong-bengong.

   "Supaya tidak terjadi salah sangka."

   Kata Sporty.

   "saya bisa menggunakan senapan ini. Dan saya anjurkan agar jangan ada yang memaksa saya untuk membela diri. Sekarang, silakan berdiri. Kita akan jalan-jalan dulu. Kita akan menuju ke desa. Jangan ragu-ragu. silakan jalan di depan saya. Marco biar tinggal di sini dulu untuk sementara. Ia akan kami jemput belakangan. Pak Castellani, Bapak tentu tahu jalan menuju pos polisi desa. Itulah tujuan kita sekarang."

   Kedua bajingan itu tidak langsung menurut. Ketika Sporty mengokang senapan itu, mereka baru menyadari bahwa ia tidak main-main. Borello mencoba menyuap Sporty. Ia menawarkan uang "sebanyak kau mau!"

   Pada anak itu.

   Tetapi Sporty tidak menanggapinya dengan sepatah kata pun.

   Dengan senapan berburu di tangan, ia menggiring kedua pria itu menyusuri jalan setapak berpasir.

   Dengan kaki telanjang mereka melangkah seperti dua ekor sapi yang siap dibawa ke rumah potong.

   Keduanya pasrah pada nasib.

   Tak seorang pun mencoba melarikan diri, padahal Sporty tentu tidak akan sungguh-sungguh menembak mereka.

   Yang terpenting bagi anak itu hanyalah Marco bisa kembali pada ibunya dengan selamat.

   Petra, Thomas, dan Oskar telah melihat iring-iringan aneh itu dari kejauhan Mereka berlari menyambut Sporty.

   Sporty berseru pada Thomas untuk memanggil polisi desa sekaligus menerangkan apa yang sedang terjadi.

   Segera saja Thomas bergegas ke arah pos polisi.

   Petra dan Oskar bergabung dengan Sporty.

   "Di mana Marco?"

   Tanya Petra.

   "Ia masih di rumah itu?"

   "Marco tidur. Ia dibius oleh ayahnya. Sekarang ia sendirian di sana. Kalian ke sana dulu, dan menunggu sampai anak itu bangun. Ia kan sudah kenal kalian, dan tidak akan merasa takut."

   Petra dan Oskar tidak membuang-buang waktu lagi.

   Oskar menyandarkan sepeda Sporty ke dinding rumah, kemudian segera menyusul Petra yang telah mendahuluinya.

   Pada bagian terakhir dari perjalanan mereka, penduduk-penduduk desa memperhatikan Sporty dan kedua tawanannya dengan terheran-heran.

   Sambil berlari kecil, Thomas dan dua polisi desa menuju ke arah mereka.

   Keduanya telah menggenggam pistol masing-masing dan menyiapkan borgol.

   Dalam sekejap kedua penjahat tadi sudah diamankan.

   "Nak, tindakanmu gagah sekali,"

   Ujar polisi yang lebih tua.

   "Tapi sekarang, tolong serahkan senapan itu.

   "Gila!"

   Ia baru saja memeriksa senjata Itu "Senapan ini tidak ada pelurunya!"

   "Tadinya sih ada,"

   Kata Sporty sambil ketawa. Ia mengeluarkan dua buah peluru dari saku celananya.

   "Sambil jalan tadi saya mengeluarkan peluru-peluru ini. Supaya tidak terjadi kecelakaan. Mereka sama sekali tidak tahu."

   Polisi itu menggeleng-gelengkan kepalanya.

   "Kau benar-benar jagoan. Apa kau sering terlibat dalam petualangan seperti ini?"

   Semuanya berakhir dengan adil.

   Bu Mubo bercerai dengan suaminya, dan Marco diserahkan pada ibunya.

   Antonio Borello dan Pak Seibold dijatuhi hukuman yang berat.

   Nasib para pemuda berandal tepat seperti yang dikatakan Komisaris Glockner Mereka tidak luput dari hukuman, tetapi semuanya diberi kesempatan untuk memperbaiki watak dan kelakuan masing-masing.

   Setelah semuanya berlalu, Bu Mubo menyelenggarakan pesta kecil untuk merayakan kejadian itu.

   Ia mengundang rekan-rekan guru, dan sebagai tamu kehormatan adalah anak-anak yang tergabung dalam kelompok STOP.

   Beberapa orang memberikan sambutan.

   Sporty agak malu mendengar pujian-pujian yang diarahkan padanya.

   Seandainya mungkin, ia sudah bersembunyi di bawah meja makan.

   Tetapi tempat itu sudah dipakai oleh Oskar dan Bello, untuk menunggu makanan yang secara diam-diam diulurkan oleh Petra.

   Tetapi dasar si Oskar.

   Seluruh makanan itu dihabiskannya sendiri.

   Bello tidak kebagian sepotong pun.

   Selesai

   

   

   

Shugyosa Samurai Pengembara II Wiro Sableng Dendam Manusia Paku Wiro Sableng Maut Bernyanyi di Pajajaran

Cari Blog Ini