Ceritasilat Novel Online

Malaikat Dan Iblis 16


Dan Brown Malaikat Dan Iblis Angels And Demons Bagian 16



Sambil berlutut di sisi jasad Olivetti yang tertutup oleh beberapa bangku gereja, diam-diam Langdon mengambil pistol semi otomatis dan walkie-talkie sang komandan. Langdon tahu, dia seharusnya menelepon untuk minta tolong, tetapi ini bukan tempat yang tepat untuk melakukannya. Untuk saat ini, altar ilmu pengetahuan yang terakhir harus menjadi rahasia. Mobil media dan pemadam kebakaran yang berpacu sambil menyalakan sirene mereka ke arah Piazza Navona bukanlah hal yang membantu.

   Tanpa mengeluarkan kata-kata, Langdon menyelinap keluar pintu dan melewati para wartawan yang sekarang mulai memasuki gereja secara bergerombol. Langdon kemudian menyeberangi Piazza Bernini. Dalam kegelapan dia menyalakan walkie-talkie itu. Dia mencoba menghubungi Vatican City, namun tidak mendengar apa-apa kecuali nada statis. Entah dia berada di luar jangkauan atau walkie-talkie itu membutuhkan kode otorisasi tertentu. Langdon memencet-mencet sekumpulan tombol angka dan tombol lainnya, tapi tidak ada hasilnya. Tiba-tiba dia sadar keinginannya untuk meminta tolong tidak akan terpenuhi. Dia berputar untuk mencari telepon umum. Tidak ada. Lagipula, saluran di Vatican City diblokir. Dia sendirian.

   Langdon merasa kepercayaan dirinya mulai menghilang. Lelaki itu berdiri sejenak dan mengingat-ingat berbagai kejadian menyedihkan yang menimpanya hari ini. tertimbun dalam debu bersama tulang-belulang, tangannya terluka, merasa luar biasa lelah dan kelaparan.

   Langdon melihat gereja itu kembali. Asap berputar di atas kubah yang diterangi oleh lampu-lampu pers dan truk-truk pemadam kebakaran. Dia bertanya-tanya apakah dia harus kembali dan minta bantuan. Namun nalurinya mengingatkan bantuan tambahan, terutama dari seseorang yang tidak terlatih, hanya akan menyusahkannya saja. Kalau si Hassassin melihat kami datang ... Langdon ingat pada Vittoria dan tahu ini akan menjadi kesempatan terakhir untuk bertemu dengan penculik putri Leonardo Vetra itu.

   Piazza Navona, pikirnya. Dia tahu dia dapat pergi ke sana dengan cepat dan mengintainya. Langdon mengamati ke sekelilingnya untuk mencari taksi, tetapi jalan itu sangat sunyi. Bahkan pengemudi taksi pun sepertinya telah meninggalkan segalanya untuk menonton televisi. Piazza Navona hanya berjarak satu mil, tetapi Langdon tidak berniat untuk memboroskan tenaganya yang sangat berarti untuk berjalan kaki. Dia menatap gereja itu kembali sambil bertanya-tanya apakah dia dapat meminjam kendaraan dari seseorang.

   Truk pemadam kebakaran? Van milik pers? Yang benar saja.

   Dia merasa tidak punya pilihan dan waktu terus berjalan. Langdon lalu membuat keputusan. Dia menarik pistol Olivetti dari sakunya dan melakukan tindakan di luar sifat aslinya sehingga dia sendiri menduga kalau jiwanya sudah kerasukan setan. Dia lalu berlari menuju sebuah sedan Citroen yang sedang berhenti sendirian di depan lampu lalu lintas. Langdon kemudian menodongkan senjatanya ke arah jendela di sisi pengemudi yang terbuka. "Fuori!" teriak Langdon dan menyuruh lelaki itu keluar.

   Orang itu pun keluar dengan tubuh gemetar.

   Langdon segera meloncat ke depan kemudi dan memacu kendaraan itu.

   GUNTHER GLICK DUDUK di sebuah bangku di sebuah ruang tahanan yang terdapat di kantor Garda Swiss. Dia berdoa kepada semua tuhan yang dapat dia ingat. Kumohon, semoga ini BUKANLAH mimpi. Ini adalah berita utama dalam hidupnya. Berita utama bagi setiap manusia. Semua wartawan di bumi ini pasti berandai-andai kalau dirinya adalah Glick sekarang. Kamu sedang terjaga, katanya pada dirinya sendiri. Dan kamu adalah seorang bintang. Dan Rather sedang menangis karena cemburu sekarang.

   Macri duduk di sebelahnya dan tampak agak terpaku. Glick tidak menyalahkannya. Sebagai tambahan dari siaran langsung eksklusif yang berisi tentang pernyataan sang camerlegno, Macri dan Glick melengkapi berita mereka dengan foto-foto menyeramkan dari para kardinal yang tewas, mendiang Paus dengan lidah menghitam, dan tayangan langsung dari siaran video yang menyorot tabung antimateri yang sedang menghitung mundur. Luar biasa! Tentu saja semuanya itu karena permintaan sang camerlegno, jadi tidak ada alasan bagi mereka untuk dikurung di dalam ruang tahanan Garda Swiss. Keberadaan mereka di ruang tahanan itu disebabkan oleh berita tambahan dalam liputan mereka yang membuat para Garda Swiss tidak senang. Glick tahu percakapan yang dilaporkannya itu seharusnya tidak boleh didengarnya. Tetapi informasi itu adalah kesempatan bagus bagi Glick. Berita utama Glick lagi! "The 11th Hour Samaritan?" tanya Macri sinis yang kini duduk di bangku sebelah Glick. Dia jelas tidak terkesan. Glick tersenyum. "Cemerlang, bukan?"

   "Kebodohan yang cemerlang."

   Dia hanya cemburu, kata Glick dalam hati. Tidak lama setelah pernyataan sang camerlegno, Glick sekali lagi mendapat kesempatan emas karena berada di tempat yang tepat pada waktu yang tepat pula. Dia mendengar Rocher memberikan perintah baru kepada anak buahnya. Sepertinya Rocher baru saja menerima panggilan telepon dari seseorang misterius yang menurut Rocher memiliki informasi penting berkaitan dengan krisis yang mereka hadapi. Rocher berbicara seperti orang ini dapat membantu mereka dan menyuruh anak buahnya untuk mempersiapkan kedatangan sang tamu.

   Walau informasi itu jelas-jelas merupakan informasi pribadi, Glick bertindak seperti setiap wartawan berdedikasi lainnya-tanpa rasa hormat. Saat itu Glick menemukan sudut gelap, lalu memerintahkan Macri untuk menyalakan kamera jarak jauhnya, dan dia melaporkan berita itu.

   "Ada perkembangan baru yang mengejutkan di kota Tuhan, katanya melaporkan sambil menyipitkan matanya untuk menambah kesan ketegangan. Kemudian dia melanjutkan bahwa seorang tamu misterius akan segera datang untuk menyelamatkan Vatican City. The 11th Hour Samaritan, begitulah Glick menyebut tamu itu. Nama sempurna untuk seorang misterius yang datang pada saat-saat terakhir untuk melakukan perbuatan baik. Stasiun TV lainnya langsung mengutip judul yang menarik itu, dan sekali lagi, Glick tidak dapat dihentikan. Aku cem erlang, katanya senang. Peter Jennings baru saja meloncat dari jembatan karena cemburu. Tentu saja Glick tidak berhenti di situ saja. Ketika dia mendapat sorotan dari seluruh dunia, dia memberikan sedikit teori konspirasinya sendiri sebagai tambahan laporannya tersebut. Cemerlang. Sangat cemerlang.

   "Kamu mencelakakan kita," kata Macri. "Kamu betul-betul telah menghancurkan laporan kita." "Apa maksudmu? Aku hebat!"

   Macri menatapnya dengan tidak percaya. "Mantan Presiden George Bush? Seorang anggota Illuminati?"

   Glick tersenyum. "Kurang jelas bagaimana? George Bush berada di urutan ke-33 dalam daftar kelompok Mason dan dia juga pernah menjabat sebagai Kepala CIA ketika badan itu menghentikan penyelidikan tentang Illuminati karena kekurangan bukti. Dan semua pidato yang disampaikannya tentang "ribuan titik cahaya" dan "Tata Dunia Baru" ... menunjukkan kalau Bush adalah anggota Illuminati."

   "Dan tentang CERN itu?" Macri mencaci. "Kamu akan menerima daftar panjang berisi nama-nama pengacara di luar pintu rumahmu besok."

   "CERN? Ayolah! Itu jelas sekali! Pikirkanlah! Kelompok Illuminati menghilang dari muka bumi pada tahun 1950-an, hampir bersamaan dengan saat CERN didirikan. CERN adalah surga bagi orang paling tercerahkan di dunia. Dana pribadi dalam jumlah besar. Mereka menciptakan senjata yang dapat menghancurkan gereja, dan waduh ... mereka sekarang kehilangan benda itu!"

   "Jadi kamu mengatakan bahwa CERN merupakan markas Illuminati yang baru?"

   "Jelas! Persaudaraan seperti itu tidak akan menghilang begitu saja. Kelompok Illuminati itu pasti pergi ke suatu tempat. CERN adalah tempat yang sempurna bagi mereka untuk besembunyi. Aku tidak mengatakan bahwa semua orang di CERN adalah anggota Illuminati. CERN mungkin seperti rumah kayu besar milik kelompok Mason di mana kebanyakan orang di sana tidak berdosa, tetapi eselon tingkat atasnya-"

   "Pernah mendengar tentang fitnah, Glick? Dan tanggung jawab?"

   "Pernah mendengar tentang jurnalisme yang sesungguhnya?"

   "Jurnalisme? Kamu menyiarkan kebohongan ke seluruh dunia! Seharusnya aku mematikan saja kameraku! Dan omong kosong apa lagi tentang logo institusi CERN? Simbologi setan? Apa kamu sudah gila?"

   Glick tersenyum. Kecemburuan Macri tampak jelas. Isu tentang logo CERN adalah spekulasi yang paling cemerlang. Sejak pernyataan sang camerlegno, semua stasiun TV membicarakan tentang CERN dan antimaterinya. Beberapa jaringan memperlihatkan logo perusahaan CERN sebagai latar belakang. Logo itu tampaknya biasa-biasa saja. dua lingkaran yang saling berpotongan yang menggambarkan dua akselerator partikel, dan lima garis singgung yang menggambarkan tabung injeksi partikel. Seluruh dunia mengamati logo tersebut, tetapi Glick-lah, yang sok-sokan menjadi ahli simbologi, yang melihat simbol Illuminati yang tersembunyi di baliknya.

   "Kamu bukan ahli simbologi," serapah Macri, "kamu hanya seorang wartawan yang beruntung. Seharusnya kamu berikan saja urusan simbologi itu kepada lelaki dari Harvard itu."

   "Lelaki Harvard itu tidak melihatnya," kata Glick. Gambaran Illuminati dalam logo itu sangat jelas! Glick merasa sangat bahagia. Walaupun CERN memiliki banyak akselerator, dalam logo mereka hanya terlihat dua saja. Dua adalah angka Illuminati untuk dualitas. Walau pada umumnya akselerator hanya memiliki satu tabung injeksi, logo itu menunjukkan lima tabung. Lima adalah angka pentagram Illuminati. Kemudian muncullah spekulasi itu dan menjadi hal yang paling cemerlang dari semuanya. Glick menunjukkan bahwa logo itu berisi nomor "6" yang besar dan tampak jelas tergambar dari gabungan garis dan lingkaran. Dan ketika logo itu diputar, angka enam itu muncul lagi ... dan juga angka enam lainnya. Logo itu mengandung tiga angka enam! 666! Angka setan! Pertanda kebuasan! Glick jenius. Macri tampak siap untuk memukulnya. Glick tahu kecemburuan itu akan berlalu dan otaknya sekarang melayang ke tempat lain. Kalau CERN adalah markas Illuminati, apakah lembaga itu menjadi tempat Illuminati untuk menyimpan berlian Illuminati yang dipenuhi skandal itu? Glick pernah membacanya di internet-"Se butir berlian tanpa cela, berasal dari elemen kuno dengan kesempurnaan yang tiada duanya sehingga semua orang yang melihatnya hanya bisa terpana."

   Glick bertanya-tanya apakah rahasia keberadaan berlian Illuminati itu akan menjadi misteri yang dapat diungkap olehnya malam ini juga.

   PIAZZA NAVONA, Fontain of Four Rivers.

   Malam di Roma, seperti halnya di gurun pasir, bisa begitu sejuk, bahkan setelah melalui satu hari yang panas. Langdon berhenti di pinggir Piazza Navona, lalu merapatkan jasnya pada tubuhnya. Dari kejauhan terdengar suara hiruk-pikuk lalu lintas bersamaan dengan suara laporan berita yang bergema ke seluruh kota. Langdon melihat jam tangannya. Lima belas menit lagi. Dia merasa senang karena dapat beristirahat selama beberapa menit.

   Piazza itu sunyi. Air mancur adikarya Bernini yang berdesis di depannya seakan memiliki kekuatan sihir yang menakutkan. Kolam air mancur yang beriak itu menimbulkan kabut ajaib yang bergerak ke atas, bersinar karena diterangi oleh lampu di bawah air. Langdon merasakan kesejukan yang mengalir di udara.

   Yang paling menarik dari air mancur ini adalah ketinggiannya. Pusatnya saja setinggi dua puluh kaki yang terbuat dari pualam travertine kasar yang menjulang tinggi dan dilengkapi dengan gua-gua dan terowongan buatan tempat di mana air mengalir. Seluruh bagian dari air mancur itu dihiasi dengan figur-figur Pagan. Di atasnya berdiri sebuah obelisk yang menjulang setinggi empat puluh kaki. Langdon menyusuri obelisk yang menjulang tinggi itu. Di ujung obelisk terlihat sebuah bayangan samar seperti menggores langit; seekor burung dara bertengger sendirian.

   Sebuah salib, pikir Langdon sambil masih merasa kagum pada pengaturan petunjuk-petunjuk di seluruh Roma itu. Fountain of Four Rivers karya Bernini adalah altar ilmu pengetahuan yang terakhir. Hanya beberapa jam yang lalu Langdon berdiri di depan Pantheon dan merasa yakin bahwa Jalan Pencerahan telah rusak dan dia tidak akan sampai sejauh ini. Itu adalah kesalahan besar yang bodoh. Kenyataannya, keseluruhan jalan itu masih utuh. Tanah, Udara, Api, Air. Dan Langdon telah mengikutinya ... dari awal hingga akhir.

   Belum betul-betul sampai akhir, dia mengingatkan dirinya sendiri. Jalan itu memiliki lima pemberhentian, bukan empat. Petunjuk keempat yang berupa air mancur ini menunjukkan ke tujuan akhir-tempat suci kelompok itu. markas Illuminati. Langdon bertanya-tanya apakah markas itu masih berdiri utuh. Dia bertanya-tanya ke tempat itukah si Hassassin membawa Vittoria.

   Mata Langdon memeriksa berbagai figur di air mancur itu sambil mencari petunjuk apa saja yang dapat membawanya ke markas kelompok Illuminati. Biarkan para malaikat membimbingmu dalam pencarian muliamu. Tiba-tiba dia menjadi waspada. Air mancur itu sama sekali tidak memiliki patung malaikat. Jelas sekali tidak ada sesosok malaikat pun dan Langdon dapat melihatnya dengan pasti dari tempatnya berdiri ... dan dia juga dari dulu tidak pernah melihatnya. The Fountain of the Four Rivers adalah karya Pagan. Seluruh ukirannya terdiri atas bentuk-bentuk duniawi seperti manusia, hewan, bahkan seekor armadilo yang terlihat aneh. Kalau di sini ada malaikat, dia akan tampak menonjol.

   Apakah ini tempat yang salah? Dia memperhitungkan bentuk salib dari keempat obelisk yang membentuk Jalan Pencerahan.

   Dia mengepalkan tinjunya. Air mancur ini sempurna.

   Saat itu baru pukul 10.46 malam, ketika sebuah van hitam muncul dari sebuah gang di ujung piazza itu. Langdon tidak akan memerhatikannya kalau van itu tidak berjalan tanpa menyalakan lampu. Seperti seekor hiu berpatroli di teluk yang disinari rembulan, kendaraan itu mengelilingi pinggiran piazza.

   Langdon merunduk lebih dalam, meringkuk di dalam kegelapan di samping tangga besar yang menuju ke arah Gereja St. Agnes in Agony. Dia melihat ke arah piazza, dan denyut nadinya bertambah cepat.

   Setelah berkeliling dua kali, van tersebut membelok masuk ke arah air mancur karya Bernini itu. Van itu menepi dan bergerak di tepian air mancur dengan rapat sehingga sisi mobil itu basah oleh air dari air mancur. Kemudian van diparkir d engan pintu dorong yang berada di sisi mobil hanya berjarak beberapa inci dari semburan air.

   Kabut mengombak.

   Langdon merasakan pertanda yang meresahkan. Apakah si Hassassin datang lebih awal? Apakah dia berada di dalam van itu? Langdon membayangkan pembunuh itu mengawal korban terakhirnya menyeberangi piazza dengan berjalan kaki seperti yang dilakukannya ketika di Lapangan Santo Petrus sehingga memberi kesempatan pada Langdon untuk menembaknya dengan mudah. Tetapi kalau si Hassassin datang dengan menggunakan van, aturannya harus berubah.

   Tiba-tiba pintu samping itu bergeser terbuka.

   Di lantai van itu, terlihat seorang lelaki yang tergolek tanpa busana dan meringkuk dengan sengsara. Lelaki itu terbungkus oleh rantai berat yang panjangnya beryard-yard. Dia terikat rapat dengan rantai besi itu. Lelaki itu meronta-ronta, tetapi rantai itu terlalu berat. Salah satu mata rantainya dimasukkan ke dalam mulut lelaki itu seperti kekang kuda sehingga menyumbat teriakan minta tolongnya. Ketika itu Langdon juga melihat sosok kedua bergerak di belakang tawanan itu dari balik kegelapan, seolah sedang membuat persiapan terakhir.

   Langdon tahu, dia hanya mempunyai waktu beberapa detik untuk bertindak.

   Dia mengambil pistolnya, melepas jasnya dan menjatuhkannya di tanah. Dia tidak mau ada tambahan beban berupa jas wolnya yang tebal. Selain itu, dia juga tidak mau membawa Diagramma Galileo ke dekat air. Dokumen itu harus tetap di sini, di tempat yang aman dan kering.

   Langdon bergerak ke sebelah kanannya. Sambil mengelilingi tepian air mancur itu, Langdon menempatkan dirinya tepat di seberang van tersebut. Patung yang terdapat di tengah-tengah air mancur yang besar itu menghalangi pandangannya ke seberang kolam. Dia berharap suara air yang mengelegar dapat menelan suara langkahnya. Ketika dia sampai di dekat air mancur, Langdon melompati pinggirannya dan menceburkan dirinya ke dalam air yang berbuih itu.

   Kedalaman kolam itu hanya sampai di pinggangnya tapi airnya sedingin es. Langdon mengeraskan rahangnya untuk melawan rasa dingin dan berjalan di dalam air. Dasar kolam itu licin dan menjadi dua kali lipat berbahaya karena tumpukan uang logam yang dilemparkan para wisatawan yang mengharapkan nasib mujur. Ketika kabut itu naik di sekitar Langdon, dia bertanya-tanya apakah udara dingin atau rasa takutnya yang membuat senjata di tangannya bergetar.

   Dia tiba di bagian dalam air mancur itu dan berputar balik ke arah kiri. Dia berusaha berjalan walau terasa sulit dan berpegangan pada pahatan-pahatan pualam. Sambil bersembunyi di balik patung kuda berukuran besar, Langdon menatap tajam. Van itu hanya berjarak lima belas kaki. Si Hassassin sedang berjongkok di lantai mobilnya, tangannya menempel di tubuh kardinal yang terbungkus rantai besi dan bersiap untuk menggulingkan tubuh kardinal itu keluar melalui pintu yang terbuka agar tercebur ke air mancur.

   Sambil terendam sedalam pinggang, Robert Langdon mengangkat pistolnya dan melangkah keluar dari balik kabut sambil merasa seperti koboi yang sedang melakukan aksi terakhirnya. "Jangan bergerak." Suaranya lebih teguh daripada genggaman di pistolnya.

   Si Hassassin mendongak. Sesaat dia tampak bingung seolah dia sedang melihat hantu. Kemudian bibirnya melengkung membentuk sebuah senyuman bengis. Dia mengangkat kedua lengannya sebagai tanda menyerah. "Ternyata begini jadinya."

   "Keluar dari van."

   "Kamu tampak basah kuyup."

   "Kamu datang lebih awal."

   "Aku ingin segera kembali mengambil hadiahku."

   Langdon mengarahkan pistolnya. "Aku tidak ragu untuk menembakmu."

   "Kamu sudah ragu-ragu."

   Langdon merasa jarinya menegang di pelatuk pistol. Kardinal itu terbaring tidak bergerak sekarang. Dia tampak letih dan sedang sekarat. "Lepaskan ikatannya."

   "Lupakan dia. Kamu datang untuk mengambil perempuan itu. Jangan berpura-pura kepadaku."

   Langdon menahan diri untuk tidak segera mengakhirinya saat itu juga. "Di mana dia?"

   "Di suatu tempat. Aman. Menungguku kembali."

   Vittoria masih hidup. Langdon merasakan ada harapan. "Di Gereja Pencerahan?"

   Pembunuh itu tersenyum. "Kamu tidak akan dapat menem ukan tempat itu."

   Langdon merasa tidak percaya. Markas Illuminati masih berdiri. Dia mengarahkan senjatanya. "Di mana?"

   "Tempat itu akan tetap menjadi rahasia selama berabad-abad. Aku saja baru mengetahuinya baru-baru ini. Aku lebih baik mati daripada melanggar kepercayaan yang mereka berikan."

   "Aku dapat menemukannya tanpa bantuanmu." "Sombong sekali."

   Langdon menunjuk ke arah air mancur. "Aku sudah tiba hingga sejauh ini."

   "Banyak orang yang tiba sampai di sini. Langkah terakhirlah yang paling sulit."

   Langdon melangkah lebih dekat, kakinya bergerak ragu-ragu di dalam air. Anehnya, Si Hassassin tenang-tenang saja dan tetap berjongkok di dalam van dengan lengan terangkat ke atas. Langdon membidikkan pistolnya ke dadanya sambil bertanya-tanya apakah dia akan menembak begitu saja dan selesailah semuanya. Tidak. Pembunuh ini tahu di mana Vittoria. Dia tahu di mana antimateri itu. Aku membutuhkan informasi itu! Dari balik kegelapan van, si Hassassin menatap ke luar, ke arah penyerangnya dan tidak dapat menahan diri untuk tidak merasa kasihan sekaligus geli. Lelaki Amerika ini sangat berani, dan dia telah membuktikannya. Tapi, keberanian tanpa keahlian adalah bunuh diri. Ada peraturan-peraturan untuk bertahan hidup. Peraturan kuno. Dan orang Amerika ini telah melanggar semuanya.

   Kamu memiliki kesempatan itu-elemen kejutan. Tetapi kamu menyia-nyiakannya.

   Orang Amerika itu bimbang ... seperti mengharapkan datangnya bantuan ... atau mungkin kesalahan bicara yang dapat menghasilkan informasi penting.

   Jangan pernah menginterogasi sebelum kamu melumpuhkan mangsamu. Musuh yang terpojok adalah musuh yang sangat berbahaya.

   Lelaki Amerika itu berbicara lagi. Mengamati. Berjalan-jalan di air.

   Si pembunuh itu hampir saja tertawa keras. Ini bukan salah satu dari film Hollywood-mu ... tidak akan ada diskusi panjang di bawah todongan senjata sebelum melakukan tembakan terakhir. Ini adalah akhirnya. Sekarang.

   Tanpa berhenti memandang Langdon, pembunuh itu menggerakkan tangannya ke langit-langit van hingga menemukan apa yang dicarinya. Sambil terus menatap lurus ke depan, dia meraih benda itu.

   Lalu dia melakukan aksinya.

   Gerakan itu sangat tidak terduga. Untuk sesaat, Langdon berpikir hukum fisika sudah tidak berlaku lagi. Pembunuh itu tampak bergantung tanpa beban di udara ketika kedua kakinya mencuat keluar dari bawah badannya. Sepatu botnya menendang sisi tubuh sang kardinal sehingga tubuh yang terantai itu menggelinding ke luar van. Tubuh kardinal itu tercebur ke kolam sehingga air kolam memercik tinggi.

   Ketika air kolam membasahi wajahnya, Langdon tahu dia sudah terlambat untuk memahami apa yang tengah terjadi. Si pembunuh meraih pegangan di dalam van dan menggunakannya sebagai alat untuk mengayunkan tubuhnya ke depan. Sekarang si Hassassin bergerak mendekatinya, kakinya melangkah melewati percikan air.

   Langdon menarik pelatuk pistolnya, dan peredam suaranya langsung beraksi. Pelurunya meledak menembus jari kaki kiri di balik sepatu bot si Hassassin. Tapi sesaat kemudian, Langdon merasa sol sepatu bot si Hassassin menimpa dadanya dan mengirimkan tendangan yang menghancurkan.

   Kedua lelaki itu tercebur di antara hujan darah dan air.

   Ketika cairan dingin menelan tubuh Langdon, yang pertama dirasakan olehnya adalah rasa sakit. Setelah itu, yang muncul adalah insting untuk bertahan hidup. Dia sadar dia sudah tidak memegang senjatanya lagi. Senjatanya sudah ditendang jatuh. Sekarang dia menyelam dalam air dan meraba-raba dasar kolam yang licin. Tangannya meraih sesuatu dari logam. Segenggam koin. Dia lalu membuangnya. Dia kemudian membuka matanya dan mengamati kolam yang berkilauan itu. Air bergemicik di sekitarnya seperti Jacuzzi yang dingin sekali.

   Walau Langdon merasa harus bernapas, ketakutan membuatnya untuk terus berada di bawah. Terus bergerak. Dia tidak tahu serangan berikutnya akan datang dari mana. Dia harus menemukan senjata itu! Kedua tangannya meraba-raba dengan putus asa di depannya.

   Kamu beruntung, katanya pada diri sendiri. Kamu berada di dalam elemenmu. Walau kaus turtleneck-nya basah kuyup Langdon mas ih tetap menjadi perenang yang tangkas. Air adalah elemenmu.

   Ketika jemari Langdon menemukan sesuatu dari logam untuk kedua kalinya, dia yakin nasibnya berubah. Benda di dalam tangannya bukanlah segenggam uang logam. Dia kemudian meraihnya dan mencoba menarik ke arahnya. Tetapi ketika dia menariknya, benda temuannya itu membuatnya menggelinding di bawah air. Benda itu tidak dapat bergerak.

   Langdon sadar, bahkan sebelum dia meluncur mendekati tubuh sang kardinal yang sedang menggeliat-geliat itu, dia telah menarik rantai yang memberati lelaki tua itu. Langdon terpaku sejenak, tidak dapat bergerak karena melihat wajah yang dipenuhi ketakutan itu menatapnya dari dasar kolam air mancur.

   Tersentak oleh sinar kehidupan di mata lelaki tua itu, Langdon meraih kembali ke bawah dan mencengkeram rantai itu sambil mencoba mengangkat lelaki itu ke permukaan. Perlahan-lahan tubuh itu terangkat ... seperti sebuah jangkar. Langdon menarik lebih kuat. Ketika kepala sang kardinal muncul di permukaan air, lelaki tua itu berjuang untuk bernapas dengan putus asa. Tapi tiba-tiba tubuh tua itu kembali berguling dengan hebat, sehingga cengkeraman Langdon terlepas dari rantai yang licin itu. Seperti sebuah batu, Baggia tenggelam dan menghilang ke bawah air yang berbuih.

   Langdon menyelam, matanya terbelalak di dalam kegelapan air. Dia kembali menemukan sang kardinal. Kali ini, ketika Langdon meraihnya, rantai yang membungkus tubuh lelaki tua itu bergeser ... terbuka dan memperlihatkan kekejaman berikutnya ... sebuah kata telah dicapkan sehingga menimbulkan luka bakar yang parah.

   Sesaat kemudian, sepasang sepatu bot muncul. Salah satunya mengeluarkan darah.

   SEBAGAI SEORANG PEMAIN polo air, Robert Langdon telah memberikan lebih dari kemampuannya dalam pertempuran di bawah air. Kebuasan kompetitif yang terjadi di bawah air dalam sebuah pertandingan polo air, jauh dari pengamatan mata wasit, dapat dibandingkan dengan pertandingan gulat terburuk sekalipun. Langdon sudah pernah ditendang, dicakar, dipeluk dan bahkan digigit oleh pemain belakang yang putus asa. Namun Langdon selalu dapat lolos darinya.

   Sekarang, ketika terendam di dalam kolam sedingin es di air mancur karya Bernini, Langdon tahu dia berada jauh dari kolam renang Harvard. Dia berkelahi bukan dalam sebuah pertandingan, tetapi untuk mempertahankan hidup. Ini adalah kedua kalinya mereka berdua bertempur. Tidak ada wasit di sini. Tidak ada pertandingan ulang. Lengan-lengan itu dengan kuat menekan wajahnya ke dasar kolam dengan tujuan yang jelas- membunuhnya.

   Secara naluriah, Langdon memutar tubuhnya seperti sebuah torpedo. Lepaskan cengkeraman itu! Tetapi cengkeraman itu memutarnya kembali. Penyerangnya itu menikmati keuntungan yang tidak pernah dirasakan oleh para pemain belakang polo air mana pun-dua kaki menjejak dasar kolam dengan kukuh. Langdon merubah posisi tubuhnya, dan berusaha menjejakkan kakinya di dasar kolam. Si Hassassin tampaknya hanya menggunakan satu lengan saja ... walau begitu, cengkeramannya sangat kuat.

   Saat itu Langdon tahu dia tidak akan dapat muncul ke permukaan. Dia hanya dapat melakukan satu-satunya cara yang mungkin dilakukannya. Dia berhenti berusaha muncul ke permukaan. Jika kamu tidak dapat pergi ke utara, pergilah ke selatan. Sambil mengumpulkan sisa-sisa tenaganya, Langdon menendangkan kakinya seperti seekor lumba-lumba dan mengayuhkan lengannya dengan gaya kupu-kupu yang aneh. Tubuhnya terdorong ke depan.

   Perubahan perlawanan Langdon yang tiba-tiba itu tampaknya mengejutkan si Hassassin. Gerakan Langdon tadi berhasil menarik tangan si penculik itu ke samping, sehingga menggoyahkan keseimbangannya. Cengkeraman lelaki itu mengendur, dan Langdon menendang lagi. Sensasi saat itu seperti tali kendali yang dihentakkan. Tiba-tiba Langdon bebas. Sambil segera menghembuskan napas yang sudah tertahan lama di dalam paru-parunya, Langdon berusaha mengangkat tubuhnya ke permukaan. Tapi kali ini dia hanya mendapat kesempatan untuk mengambil napas satu kali saja. Dengan kekuatan yang menghancurkan, si Hassassin sudah berada di atasnya lagi. Telapak ta ngannya berada di bahu Langdon dan seluruh berat tubuhnya menekan Langdon ke bawah lagi. Langdon berusaha untuk menjejakkan kakinya di dasar kolam, tapi kaki si Hassassin menyandung kakinya sehingga membuat Langdon tercebur kembali ke dalam air.

   Langdon tenggelam lagi.

   Tubuh Langdon terasa sakit ketika berputar di bawah air. Kali ini usahanya tidak berhasil.

   Di antara gelembung air, Langdon mengamati dasar kolam, mencari senjatanya. Segalanya tampak kabur. Banyak sekali gelembung udara di dalam kolam ini. Secercah sinar menyilaukan menyinari wajah Langdon ketika si pembunuh menekannya lebih ke dalam. Ternyata itu adalah lampu sorot yang dipasang di lantai kolam air mancur. Langdon mengulurkan tangannya dan berusaha meraih tabung lampu itu. Panas. Langdon mencoba membebaskan diri dari cengkeraman si pembunuh dengan berpegangan pada lampu, tapi lampu itu terpasang di engsel yang kuat dan dengan segera terlepas dari genggaman Langdon. Alat untuk membantunya keluar dari air sudah hilang.

   Si Hassassin masih terus menekannya ke bawah.

   Saat itulah Langdon melihatnya. Muncul di antara uang-uang logam, tepat di bawah wajahnya, terlihat sebuah silinder hitam ramping. Peredam pistol Olivetti! Langdon meraihnya, tetapi ketika jemarinya menggenggam silender itu, dia tidak merasakan benda logam di tangannya. Dia merasakan sebuah benda dari plastik. Ketika dia menariknya, lubang selang karet yang lentur itu tercabut seperti seekor ular. Panjangnya kira-kira dua kaki dan mengeluarkan gelembung dari ujungnya. Langdon tidak menemukan senjata yang dicarinya sama sekali. Yang dipegangnya hanyalah spumanti yang tidak berbahaya ... sebuah alat pembuat gelembung.

   Tak jauh dari situ, Kardinal Baggia merasa jiwanya meronta untuk meninggalkan tubuhnya. Walau dia telah bersiap untuk menghadapi saat seperti itu sepanjang hidupnya, namun dia tidak pernah membayangkan akhirnya akan seperti ini. Tubuhnya kesakitan terbakar, memar, dan tertahan di bawah air oleh beban yang membuatnya tidak dapat bergerak. Dia mengingatkan dirinya sendiri bahwa penderitaan ini tidak ada artinya jika dibandingkan dengan apa yang telah dialami Yesus.

   Dia mati untuk menebus dosa-dosaku ....

   Baggia dapat mendengar suara gelepar perkelahian sengit di dekatnya. Dia tidak dapat menahan perasaannya. Penculiknya akan mengakhiri hidup orang lain lagi ... lelaki bermata ramah itu, lelaki yang tadi berusaha menolongnya.

   Ketika rasa sakitnya bertambah, Baggia berbaring terlentang dan menatap melalui air ke arah langit hitam di atasnya. Untuk sesaat dia mengira, dia melihat bintang-bintang.

   Sudah waktunya.

   Sambil membebaskan semua perasaan takut dan ragunya, Baggia membuka mulutnya dan mengeluarkan apa yang dirasanya sebagai napas terakhirnya. Dia melihat jiwanya melayang ke surga dalam bentuk gelembung tembus pandang. Lalu, secara refleks dia megap-megap. Air masuk ke dalam tubuh Baggia seperti belati dingin. Rasa sakit itu hanya berlangsung beberapa detik.

   Kemudian ... damai.

   Si Hassassin mengabaikan luka tembakan yang terasa seperti membakar kakinya dan memusatkan perhatiannya pada lelaki Amerika yang hampir mati lemas karena dibenamkan di dalam arus air yang deras. Selesaikan hingga tuntas. Dia mengeraskan cengkeramannya, dan dia tahu kali ini Robert Langdon tidak akan selamat. Seperti yang telah diduganya, perlawanan korbannya menjadi semakin lemah.

   Tiba-tiba tubuh Langdon menjadi kaku. Kemudian tubuhnya mulai bergetar dengan liar.

   Ya, si Hassassin itu merasa senang. Ototnya mulai menjadi kaku. Itulah yang terjadi begitu air memasuki paru-paru. Dia tahu keadaan itu hanya akan berlangsung dalam lima detik.

   Ternyata itu berlangsung selama enam detik.

   Kemudian, tepat seperti yang diduga si Hassassin, korbannya tiba-tiba menjadi lemah. Seperti balon besar yang kehabisan udara, Robert Langdon menjadi lumpuh. Selesai. Tapi si Hassassin masih tetap membenamkannya di bawah air selama tiga puluh detik lagi untuk membiarkan air membanjiri paru-paru korbannya. Sedikit demi sedikit, dia merasakan tubuh Langdon mulai tenggelam dengan sendirinya ke dasar kolam. Akhirny a, si Hassassin melepaskannya. Pers akan menemukan dua kejutan di Fountain of the Four Rivers.

   "Tabban!" si Hassassin menyumpah sambil memanjat keluar dari kolam air mancur itu dan melihat jari kakinya yang terluka. Ujung sepatu botnya terkoyak dan ujung jempolnya yang besar itu terluka parah. Dia menjadi marah karena keteledorannya. Kemudian si Hassassin menyobek celananya dan menjejalkan kain itu di lubang yang terdapat di ujung sepatunya itu. Rasa sakit menyebar dari ujung kakinya. "Ibn al-kalb!" Dia mengepalkan tinjunya dan menjejalkan kain tadi lebih dalam lagi. Pendarahannya berkurang hingga akhirnya hanya menjadi tetesan darah. Dia berusaha mengalihkan rasa sakit itu ke gagasan yang lebih menyenangkan. Si Hassassin kemudian masuk ke vannya. Pekerjaannya di Roma telah selesai. Dia tahu pasti apa yang dapat menghibur perasaan tidak nyamannya itu. Vittoria Vetra terikat dan menunggunya. Walau basah dan kedinginan, si Hassassin merasa tubuhnya menegang. Sekarang aku pantas menerima hadiahku. Sementara itu, Vittoria terbangun kesakitan. Dia terbaring terlentang. Seluruh ototnya terasa seperti membatu. Lengannya sakit. Ketika dia mencoba bergerak, dia merasakan kekakuan di bahunya. Dia membutuhkan beberapa saat untuk menyadari kalau tangannya terikat di belakang punggungnya. Reaksi pertamanya adalah bingung. Apakah aku sedang bermimpi? Tetapi ketika dia mencoba mengangkat kepalanya, rasa sakit di dasar tempurung kepalanya membuktikan dirinya betul-betul tidak bermimpi. Ketika kebingungannya berubah menjadi ketakutan, Vittoria mengamati ruangan di sekelilingnya dengan cemas. Dia berada di dalam ruangan berdinding batu yang kasar. Ruangan itu besar dan dilengkapi dengan perabotan, dan diterangi oleh sinar dari obor. Seperti sejenis ruang pertemuan kuno. Bangku-bangku bergaya kuno tertata melingkar di dekatnya. Vittoria merasa ada hembusan angin dingin yang menerpa kulitnya. Di dekatnya, terlihat dari pintu ganda yang terbuka lebar, balkon menampilkan langit malam yang cerah. Melalui pintu itu, Vittoria yakin dia sedang melihat Vatican. ROBERT LANGDON TERBARING di atas hamparan uang logam di dasar kolam Fountain of the Four Rivers. Mulutnya masih mengulum selang plastik itu. Udara yang terpompa melalui tabung spumanti yang ditujukan untuk menimbulkan gelembung di kolam itu tidak bersih karena telah melalui pompa yang kotor. Kerongkongannya terasa seperti terbakar. Tapi dia tidak mengeluh. Dia masih hidup. Dia tidak yakin dengan kemampuannya meniru korban yang mati karena tenggelam, tapi Langdon sudah bergaul dengan air sejak lama. Tentu saja dia pernah mendengar kisah-kisah tentang orang tenggelam dan dia berusaha semampunya untuk menirunya dengan tepat. Ketika si Hassassin membenamkan tubuhnya, Langdon menghembuskan seluruh udara yang terkandung di paru-parunya dan berhenti bernapas sehingga membuatnya tenggelam. Untunglah, si Hassassin memercayai tipuannya dan pergi. Sekarang, sambil terus terbaring di dasar kolam air mancur, Langdon masih harus menunggu semampunya. Dia hampir saja tersedak. Dia bertanya-tanya apakah si Hassassin masih berada di luar sana. Setelah mengambil napas melalui tabung itu, Langdon lalu melepasnya dan berenang melintasi dasar air mancur hingga dia menemukan gumpalan halus di tengah kolam. Tanpa membuat suara, dia mengikuti tonjolan-tonjolan itu ke atas sampai akhirnya dia muncul di permukaan, di balik figur-figur dari batu pualam itu. Van itu telah pergi. Hanya itu yang perlu dilihat Langdon. Sambil menarik udara segar ke dalam paru-parunya, dia berenang lagi ke tempat Kardinal Baggia tadi tenggelam. Langdon tahu lelaki itu pasti sudah pingsan sekarang dan kemungkinannya untuk hidup juga sangat tipis. Tetapi Langdon harus mencoba menolongnya. Ketika Langdon menemukan tubuh itu, dia menjejakkan kakinya di dasar kolam kemudian meraih ke bawah. Langdon lalu meraih rantai yang membalut tubuh sang kardinal dan menariknya. Ketika sang kardinal muncul di permukaan, Langdon dapat melihat bahwa kedua mata lelaki itu telah bergulung ke atas. Bukan pertanda yang bagus. Selain itu, tid ak ada pernapasan dan denyut nadi. Karena tahu dia tidak akan dapat mengangkat tubuh itu hingga ke tepi kolam, Langdon membawa Kardinal Baggia melalui air dan memasuki bagian kosong di bawah gundukan batu pualam. Di sini air menjadi dangkal, dan ada permukaan yang mendaki. Langdon menarik tubuh tanpa busana itu hingga ke lereng itu sejauh mungkin. Ternyata dia tidak mampu menyeretnya hingga terlalu jauh. Kemudian dia mulai berusaha. Langdon menekan dada sang kardinal yang terbungkus rantai untuk memompa air dari paru-parunya. Kemudian dia mulai memberikan bantuan pernapasan dengan berhati-hati. Berusaha agar tidak meniup terlalu keras dan terlalu cepat. Selama tiga menit, Langdon mencoba menyadarkan lelaki tua itu. Setelah lima menit, Langdon tahu usahanya tidak berhasil. II preferito. Lelaki yang akan menjadi paus. Terbaring mati di depannya. Walau begitu, Kardinal Baggia yang terbaring lemah di balik kegelapan di atas lereng pualam dalam keadaan setengah tenggelam, mendapatkan suasana yang sangat terhormat. Air beriak dengan lembut di dadanya seperti tampak menyesal ... seolah air itu meminta maaf karena telah menjadi penyebab utama kematian lelaki ini ... seolah mencoba membersihkan luka bakar yang menuliskan namanya. Air. Dengan perlahan, Langdon mengusapkan tangannya di wajah lelaki itu dan menutupkan matanya yang menatap ke atas. Ketika dia melakukannya, Langdon merasa begitu lelah dan getaran air mata mulai mengalir dari pelupuknya. Perasaan itu membuatnya merasa tidak berdaya. Lalu, untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun tidak mengalaminya, Langdon menangis. KABUT KELETIHAN PERLAHAN mulai terangkat ketika Langdon beranjak pergi dan meninggalkan kardinal yang sudah tewas itu dengan berenang melintasi kolam. Sambil merasa letih dan sendirian di dalam kolam air mancur, Langdon setengah berharap dirinya lebih baik pingsan saja. Tetapi, dia merasakan sebuah dorongan baru yang timbul di dalam dirinya. Sesuatu yang tidak dapat ditolak sehingga membuatnya kalut. Dia merasa tubuhnya menegang dengan ketabahan yang tidak diduga-duganya. Pikirannya, seperti mengabaikan rasa sakit di hatinya, memaksanya meninggalkan masa lalu dan membimbingnya untuk berkonsentrasi pada satu tugas yang sangat mendesak. Temukan markas Illuminati. Selamatkan Vittoria. Sambil berpaling dan menatap pahatan patung yang menjulang tinggi yang terdapat di tengah-tengah air mancur karya Bernini itu, Langdon mengumpulkan harapan dan mengembalikan tekadnya untuk menemukan petunjuk terakhir Illuminati. Dia tahu figur-figur yang terpahat di bongkahan pualam di hadapannya ini pasti menunjukkan di mana markas Illuminati itu berada. Ketika Langdon memeriksa air mancur itu, harapannya dengan cepat menguap. Kata segno seperti sedang mengejeknya. Biarkan para malaikat membimbingmu dalam pencarian sucimu. Langdon memandang dengan kesal ke arah ukiran yang berada di depannya. Air mancur ini karya Pagan! Tidak ada bentuk malaikat di mana pun! Ketika Langdon menghentikan pencariannya, matanya secara alamiah menyusuri pilar baru yang menjulang tinggi. Empat petunjuk, pikirnya, tersebar di Roma seperti sebuah salib raksasa. Sambil memeriksa hieroglif yang menyelimuti obelisk, Langdon bertanya-tanya apakah petunjuk selanjutnya tersembunyi di balik simbol-simbol Mesir. Dia langsung menyingkirkan pemikiran itu. Hieroglif ini ditulis berabad-abad sebelum Bernini hidup, dan belum bisa dibaca sebelum batu Rosetta ditemukan. Tapi Langdon masih ingin berspekulasi dengan berpikir kalau Bernini mengukirkan simbol tambahan yang tidak terlihat oleh seorang pun di antara simbol hieroglif yang rumit itu. Langdon merasakan adanya secercah harapan, dan mulai mengamati air mancur itu sekali lagi dan memeriksa keempat sisi obelisk. Dalam dua menit, Langdon berhasil menyelesaikan sisi terakhir obelisk dan harapannya langsung memudar. Tidak ada simbol hieroglif yang menonjol seperti tambahan yang diberikan oleh Bernini. Jelas tidak ada malaikat di sini. Langdon melihat jam tangannya. Pukul sebelas tepat. Dia tidak dapat mengatakan apakah waktu berlalu deng an cepat atau merayap dengan lambat. Gambaran tentang Vittoria dan si Hassassin berputar menghantuinya ketika Langdon merangkak di sekitar air mancur itu. Rasa putus asa mulai merambatinya ketika dia tidak berhasil menemukan petunjuk yang dicarinya. Merasa sangat letih dan sakit, Langdon tahu dia akan pingsan sebentar lagi. Dia mendongakkan kepalanya dan berteriak pada malam. Tapi suaranya tercekat di dalam tenggorokannya. Langdon kini menatap obelisk. Benda yang bertengger di puncak obelisk itu adalah benda yang tadi diabaikannya. Sekarang, benda itu membuatnya berhenti secara tiba-tiba. Itu bukan sosok malaikat. Sama sekali bukan. Tadi dia sama sekali tidak mengira kalau benda itu adalah bagian dari air mancur Bernini. Dia mengira benda yang bertengger itu adalah makhluk hidup, pencari sisa-sisa makanan yang bertengger di menara mulia itu. Seekor burung dara. Langdon menyipitkan matanya ke atas untuk memerhatikan benda itu. Tapi pandangan matanya mengabur karena kabut yang menyelimutinya. Itu seekor burung dara, bukan? Dia dengan jelas melihat kepala dan paruhnya membayang di hamparan bintang yang menghiasi langit. Terlebih lagi, burung itu tidak bergerak sejak Langdon tiba tadi, bahkan ketika perkelahian sengit di bawahnya berlangsung sekalipun. Burung itu masih tetap duduk seperti ketika Langdon memasuki lapangan itu. Burung itu bertengger tinggi di puncak obelisk, menatap dengan tenang ke arah barat. Langdon menatapnya sesaat dan kemudian mencelupkan tangannya ke dalam air mancur dan meraup segenggam penuh uang logam. Dia melemparkan uang logam itu ke atas. Koin itu kemudian berhamburan di bagian atas obelisk itu. Burung itu sama sekali tidak bergerak. Langdon mencobanya lagi. Kali ini salah satu uang logam itu mengenai burung tersebut. Samar-samar terdengar bunyi logam yang saling beradu dan mengalir ke seluruh lapangan. Burung dara itu terbuat dari perunggu. Kamu sedang mencari sesosok malaikat, bukan seekor burung dara, suara itu mengingatkannya. Tetapi terlambat, Langdon sudah menghubung-hubungkannya. Dia sadar burung itu sama sekali bukanlah seekor burung dara. Itu burung merpati. Hampir tidak menyadari apa yang dilakukannya, Langdon kembali masuk ke air, menuju pusat air mancur dan mulai mendaki gunung batu travertine yang terdapat di sana. Sambil menginjak kepala-kepala dan lengan-lengan besar figur-figur karya Bernini, Langdon memanjat lebih tinggi lagi. Di tengah perjalanan ke dasar obelisk, dia berhasil terhindar dari kabut dan dapat melihat kepala burung itu dengan lebih jelas. Tidak diragukan lagi. Itu burung merpati. Warna gelap di tubuh burung itu terjadi akibat dari polusi udara kota Roma yang menutupi warna asli perunggunya. Lalu arti yang sesungguhnya muncul. Langdon telah melihat sepasang burung merpati di Pantheon tadi sore. Sepasang burung merpati tidak berarti apa-apa. Sedangkan burung merpati ini bertengger sendirian. Burung merpati yang sendirian adalah simbol Pagan dari Malaikat Perdamaian. Kebenaran itu hampir saja membuat Langdon memanjat lebih tinggi lagi. Bernini memilih simbol Pagan untuk malaikat sehingga dia dapat menyembunyikannya di sebuah air mancur Pagan. Biarkan para malaikat membimbingmu dalam pencarian muliamu. Merpati itulah malaikat yang dicarinya! Langdon tidak dapat memikirkan tempat yang lebih mulia sebagai petunjuk terakhir Illuminati daripada yang ada di puncak obelisk itu. Burung itu menghadap ke barat. Langdon berusaha mengikuti arah tatapannya, tetapi dia tidak dapat melihat apa-apa melalui gedung yang berada di sekitarnya. Dia memanjat lebih tinggi lagi. Sebuah kutipan yang diucapkan oleh Santo Gregorius dari Nyssa muncul dalam ingatannya secara tak terduga. Jika jiwa berhasil tercerahkan ... dia akan berbentuk seperti burung merpati yang indah. Langdon memanjat semakin tinggi, ke arah burung merpati itu. Dia merasa seperti terbang sekarang. Dia mencapai landasan tempat obelisk itu berdiri dan tidak dapat memanjat lebih tinggi lagi. Sambil memandang ke sekelilingnya, Langdon tahu dia memang tidak perlu memanjat lagi. Seluruh kota Roma terbentang di depannya. Pemandangan itu membuatnya sangat terpesona. Di sebelah kirinya, kerumunan lampu-lampu media massa dengan riuh mengelilingi Santo Petrus. Di sebelah kanannya, kubah Santa Maria della Vittoria masih terlihat berasap. Di depannya, jauh di ujung sana, terlihat Piazza del Popolo. Di bawah kakinya, titik keempat dan terakhir itu berada. Sebuah salib besar dari empat obelisk raksasa. Dengan gemetar, Langdon melihat ke arah burung merpati di atasnya. Dia menoleh dan menghadap ke arah yang benar. Lelaki itu kemudian menurunkan matanya ke arah garis langit. Dalam sekejap dia melihatnya. Begitu pasti. Begitu jelas. Begitu sederhana. Ketika menemukan apa yang dicarinya, Langdon tidak dapat memercayainya. Markas Illuminati tetap tersembunyi selama berabad-abad. Pemandangan seluruh kota itu seperti kabur ketika Langdon melihat sebuah gedung dari batu yang besar sekali di seberang sungai di depannya. Gedung itu sama terkenalnya dengan gedung-gedung lainnya di Roma. Berdiri di tepi sungai Tiber dan berhadapan secara diagonal dengan Vatican. Bentuk geometri gedung itu pun sangat mencolok- sebuah kastil berbentuk bundar, dikelilingi oleh benteng persegi, dan di sisi luar tembok benteng tersebut, mengelilingi gedung itu, terlihat sebuah taman berbentuk segilima. Benteng kuno dari batu di depannya itu dengan dramatis diterangi oleh lautan sinar yang lembut. Tinggi di puncak kastil itu, berdiri patung malaikat berukuran besar dari perunggu. Malaikat itu mengacungkan pedangnya ke bawah, tepat di tengah-tengah kastil itu. Dan seolah itu saja tidak cukup, langsung menuju ke pintu utama kastil itu, berdiri sebuah jembatan terkenal, Jembatan Malaikat-Bridge of Angels ... jalan menuju ke kastil itu dihiasi oleh dua belas patung malaikat yang dibuat tak lain oleh Bernini sendiri. Ketika akhirnya Langdon bisa bernapas dengan normal, dia menyadari kalau salib obelisk Bernini yang terbentang di kota ini menuju ke sebuah benteng yang sangat bergaya Illuminati; lengan horizontal salib itu langsung melewati bagian tengah jembatan kastil tersebut dan membaginya menjadi dua bagian yang setara. Langdon kemudian mengambil jas wolnya dan menjauhkannya dari tubuhnya yang basah kuyup. Lelaki itu kemudian meloncat masuk ke dalam sedan curiannya dan menginjakkan sepatunya yang basah ke atas pedal gas, dan melesat membelah malam. SAAT ITU PUKUL 11.07 malam. Mobil Langdon melesat dengan cepat dan menembus malam Roma. Dia memacu mobilnya di sepanjang Lungotevere Tor Di Nona yang berada di sepanjang sungai Tiber. Sekarang Langdon dapat melihat bangunan yang ditujunya tersebut muncul seperti sebuah gunung di sisi kanannya. Castel Sant' Angelo. Kastil Malaikat. Tiba-tiba, belokan yang menuju ke Jembatan Malaikat yang sempit- Ponte Sant' Angelo-muncul tak jauh di hadapannya. Langdon menginjak rem dan membelok. Dia membelok tepat waktu, tetapi jembatan itu dipasangi penghalang. Dia tergelincir sepanjang sepuluh kaki dan menabrak serangkaian pilar pendek dari semen yang menghalangi jalannya. Langdon tersentak ke depan ketika mobilnya bergetar. Dia melupakan sesuatu. Untuk menjaga keindahannya, Jembatan Malaikat sekarang hanya dijadikan zona bagi pejalan kaki. Dengan gemetar, Langdon terhuyung-huyung keluar dari mobilnya yang sudah rusak, dan berandai-andai dia memilih jalan yang lainnya. Langdon merasa kedinginan. Tubuhnya menggigil karena basah terkena air mancur tadi. Dia mengenakan jas wol Harris-nya di atas baju basahnya. Untunglah jas bermerek Harris selalu berlapis dua sehingga folio Diagramma akan tetap kering di dalam sakunya. Di depannya, di seberang jembatan, benteng batu itu menjulang seperti sebuah gunung. Walau merasa sakit dan sangat letih, Langdon harus berlari dan melompat. Di kedua sisinya, seperti sepasukan pengawal, barisan malaikat karya Bernini itu seperti melambai-lambai dan memberi selamat kepada Langdon karena berhasil menuju ke tujuan terakhir. Biarkan para malaikat membimbingmu dalam pencarian sucimu. Kastil tersebut tampak semakin menjulang ketika dia berjalan mendekat. Ternyata kastil itu bukan bangunan y ang dapat dipanjat dengan mudah karena lerengnya yang curam dan lebih menakutkan dibandingkan dengan Basilika Santo Petrus. Langdon berlari-lari kecil menuju benteng sambil mengomel. Lalu dia melihat ke depan, ke arah tengah-tengah benteng yang berbentuk bundar dan menjulang tinggi ke arah malaikat berukuran besar yang sedang menghunuskan pedangnya. Kastil itu tampak sunyi. Langdon tahu, selama berabad-abad Vatican menggunakan kastil itu sebagai makam, benteng, tempat peristirahatan paus, penjara bagi musuh gereja dan museum. Tampaknya kastil ini juga memiliki penyewa lain-kelompok Illuminati. Kenyataan itu menciptakan kesan menakutkan. Walau kastil ini adalah milik Vatican, mereka hanya menggunakannya sesekali saja. Tampaknya Bernini telah merenovasi tempat itu selama beberapa tahun. Konon, di bagian dalam gedung itu sekarang memiliki banyak jalan masuk rahasia, gang, dan ruang-ruang tersembunyi seperti sarang lebah. Langdon merasa yakin patung malaikat dan taman berbentuk segilima yang terdapat di sekitar kastil itu pasti karya Bernini juga. Ketika tiba di depan pintu ganda yang besar, Langdon mendorongnya dengan kuat. Lelaki itu tidak heran ketika kedua pintunya tidak dapat bergerak. Dua gerendel besi besar tergantung setinggi matanya. Tapi Langdon tidak peduli. Dia melangkah mundur, lalu matanya menyusuri dinding bagian luarnya yang curam. Benteng ini telah digunakan untuk menangkal serangan dari tentara-tentara Berber, Moor dan orang-orang kafir. Langdon tahu kemungkinan dia dapat masuk sangat kecil. Vittoria, pikir Langdon. Apakah kamu ada di dalam? Langdon bergegas mengelilingi dinding luar itu. Pasti ada jalan masuk yang lain. Ketika mengelilingi bangunan berbentuk bulat di sudut benteng yang terletak di sebelah barat, Langdon, dengan napas terengah-engah, sampai di lapangan parkir kecil di luar Lungotere Angelo. Di tembok ini dia menemukan jalan masuk kedua ke dalam kastil, semacam jalan masuk yang berupa jembatan yang dapat dinaik-turunkan. Jembatan itu sekarang terangkat dan terkunci. Langdon menatap ke atas lagi. Satu-satunya cahaya yang terdapat di sana adalah cahaya dari luar yang menerpa bagian depan puri itu. Semua jendela kecil di dalam tampak gelap. Mata Langdon memanjat lebih tinggi. Di puncak tertinggi dari menara utama, seratus kaki ke atas, tepat di bawah pedang patung malaikat yang berdiri gagah, terlihat ada satu balkon yang menonjol. Dinding pualamnya tampak bercahaya dengan samar, seolah bagian dalamnya diterangi oleh obor. Langdon berhenti sejenak. Tiba-tiba tubuh basah kuyupnya gemetar. Sebuah bayangan? Dia menunggu dengan tegang. Lalu dia melihatnya lagi. Punggungnya terasa seperti tertusuk. Ada orang di atas! "Vittoria!" dia berseru tapi suaranya tertelan oleh gelegak air sungai Tiber di belakangnya. Langdon berjalan berputar-putar sambil bertanya-tanya di mana para Garda Swiss itu. Apakah mereka masih mendengarkan radionya? Di lapangan parkir terlihat sebuah truk pers yang sedang diparkir. Langdon berlari ke arahnya. Seorang lelaki berperut gendut mengenakan headphone, sedang duduk di kabin sambil membetulkan pengungkit. Langdon mengetuk sisi mobil itu. Lelaki itu terkejut dan melihat baju Langdon yang basah kuyup. Dia lalu melepaskan headphone-nya...

   "Ada apa, bung?" sapa lelaki itu dengan aksen Australia.

   "Aku membutuhkan teleponmu."

   Lelaki itu mengangkat bahunya. "Tidak ada nada sambung. Aku sudah mencobanya sepanjang malam ini. Kurasa saluran telepon sedang penuh."


Pendekar Rajawali Sakti Ratu Bukit Brambang Rajawali Emas Kitab Pemanggil Mayat Pendekar Rajawali Sakti Hantu Karang Bolong

Cari Blog Ini