Ceritasilat Novel Online

Intan Saga Merah 2


Pendekar Rajawali Sakti Intan Saga Merah Bagian 2



Dan Rangga terpaksa harus menghentikan larinya.

   Pandangannya langsung beredar ke sekeliling.

   Tidak ada yang dapat dilihat selain pepohonan yang cukup rapat di sekitarnya.

   Sedikit kepalanya didongakkan ke atas.

   Dan sekilas Pendekar Rajawali Sakti dapat melihat Rajawali Putih masih mengikutinya dari angkasa.

   "Rajawali! Kau lihat perginya makhluk itu...?"

   Seru Rangga bertanya dengan suara keras dan lantang, disertai pengerahan tenaga dalam sempurna.

   "Khraaagkh...!"

   "Bagus! Ikuti dia terus!"

   Seru Rangga gembira.

   Ternyata, Rajawali Putih dapat melihat perginya makhluk hitam itu.

   Dan burung raksasa itu lang-sung melesat sambil memperdengarkan suaranya yang serak dan keras bagai guntur membelah angkasa.

   Sementara, Rangga sendiri tanpa membuang-buang waktu lagi langsung berlari cepat mengikuti Rajawali Putih.

   Seluruh kemampuan ilmu meringankan tubuhnya yang sudah mencapai tingkat kesempurnaan pun langsung dikemposnya.

   Sementara Rangga terus berlari mengejar makhluk hitam jelmaan dari gumpalan cahaya biru itu, malam pun terus merayap semakin larut.

   Dan angin yang menyebarkan udara dingin, sama sekali tidak dirasakan lagi.

   Rangga terus berlari kencang, mengikuti arah terbangnya Rajawali Putih di angkasa.

   Sesekali burung rajawali raksasa itu memperdengarkan suaranya, bagai memberi petunjuk arah pada Pendekar Rajawali Sakti.

   Dan setelah beberapa saat lamanya berlari, Pendekar Rajawali Sakti tiba di sebuah dataran luas dan berbatu.

   Begitu menghentikan larinya, Rangga mendongakkan kepalanya ke atas.

   Tampak Rajawali Putih juga hanya berputar-putar saja di angkasa, tepat di atas kepala pemuda ini.

   "Khraaagkh...!"

   "Turunlah ke sini, Rajawali...!"

   Seru Rangga meminta.

   Rajawali Putih langsung menukik turun dengan kecepatan tinggi.

   Dan sebentar saja, burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan itu sudah mendarat tidak jauh di depan Rangga.

   Walaupun tubuhnya sebesar bukit, tapi begitu ringan sekali mendarat.

   Rangga bergegas menghampiri burung rajawali raksasa itu.

   Dan berdiri dekat di depannya.

   "Kau kehilangan jejaknya di sini, Rajawali?"

   Tanya Rangga.

   "Khrrrr...!"

   "Hmmm...."

   Pendekar Rajawali Sakti tahu, Rajawali Putih kehilangan jejak makhluk hitam itu di tempat ini.

   Dan Rangga langsung mengedarkan pandangan ke sekeliling.

   Tidak ada yang bisa didapati di tempat ini.

   Sekitarnya hanya terdiri dari batu-batu berserakan.

   Rangga jadi teringat keadaan Desa Randu Sangit.

   Desa itu sekarang juga hampir dipenuhi batu-batu.

   Bahkan Bukit Tangkup yang berbatu juga sudah mulai terkikis.

   "Apakah makhluk itu berasal dari batu...?"

   Gumam Rangga jadi bertanya-tanya sendiri dalam hati.

   Memang sulit mencari jawabannya, karena makhluk itu kini lenyap bagai tenggelam di antara hamparan batu-batu.

   Bahkan Rajawali Putih sendiri kehilangan jejaknya di tempat yang penuh batu-batu ini.

   Rangga jadi termenung sendiri.

   Entah apa yang ada dalam kepalanya sekarang.

   *** Semalaman penuh Rangga berada di daerah hamparan batu-batu di tengah hutan ini.

   Setiap sudut tempat ini sudah diperiksa, tapi tidak juga ditemukan tanda-tanda di mana makhluk hitam yang muncul dari gumpalan cahaya biru itu berada.

   Sementara, matahari sudah menampakkan diri di ufuk timur.

   Sedangkan Rangga masih merasa penasaran, karena belum juga bisa mendapat petunjuk sedikit pun.

   Pendekar Rajawali Sakti kini duduk mencang-kung di atas sebongkah batu yang cukup besar, memandangi Rajawali Putih yang mendekam tidak jauh di depannya.

   Burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan itu juga seperti tidak tahu, apa yang harus dilakukannya.

   Dia benar-benar kehilangan jejak makhluk itu.

   Yang bisa dilakukan hanyalah membalas pandangan Rangga dengan kedua bola matanya yang besar dan memerah bagai gumpalan darah.

   "Hup!"

   Ringan sekali Rangga melompat turun dari atas batu itu.

   Kakinya lantas melangkah menghampiri Rajawali Putih yang masih tetap mendekam diam dengan kepala hampir menyentuh batu-batu di depannya.

   Rangga berhenti melangkah, setelah dekat dengan kepala burung rajawali raksasa itu.

   "Ayo, Rajawali. Kembali ke Bukit Tangkup,"

   Ajak Rangga.

   "Khrrrr...!"

   Rajawali Putih langsung bangkit berdiri dan menaikkan kepalanya ke atas. Sedangkan Rangga sudah bersiap-siap, hendak melompat naik ke punggung burung raksasa itu. Tapi belum juga melompat tiba-tiba saja...

   "Kakang...! Kakang Rangga...!"

   Terdengar sebuah suara panggilan.

   "Heh...?!"

   Rangga jadi tersentak kaget. Jelas sekali suara itu memanggil namanya. Namun terdengar begitu jauh, seperti datang dari dalam hutan yang ada di depannya. Sedikit kepalanya mendongak menatap wajah Rajawali Putih.

   "Kau mendengar suara itu, Rajawali?"

   Tanya Rangga.

   "Khraaagkh..!"

   "Benar, Rajawali. Aku juga menduga kalau yang memanggil Pandan Wangi,"

   Ujar Rangga serperti bisa mengerti suara yang dikeluarkan Rajawali Putih.

   Pendekar Rajawali Sakti terdiam.

   Saat itu terdengar suara hentakan kaki-kaki kuda yang menuju ke arahnya.

   Tapi, keningnya jadi berkerut.

   Rupanya suara hentakan itu terdiri dari dua ekor kuda.

   Dan tidak lama kemudian, terlihat dua ekor kuda keluar dari dalam hutan.

   Tapi hanya seekor saja yang ditunggangi.

   Rangga jadi tersenyum melihat penunggang kuda yang ternyata seorang gadis cantik berbaju biru muda.

   Tampak sebuah gagang pedang berbentuk kepala naga berwarna hitam menyembul dari balik punggungnya.

   Sementara di balik ikat pinggangnya yang kuning keemasan, terlihat sebuah kipas putih keperakan.

   Gadis itu menunggang kuda putih.

   Sedangkan di samping kanannya, mengikuti seekor kuda hitam yang tinggi dan gagah.

   Gadis itu memang Pandan Wangi, yang lebih dike-rial berjuluk si Kipas Maut.

   "Hooop...!"

   Pandan Wangi langsung menarik tali kekang kudanya, setelah dekat dengan Pendekar Rajawali Sakti.

   Kuda putih itu meringkik keras, sambil mengangkat kedua kaki depannya ke atas.

   Sementara gadis penunggangnya segera melompat turun, sebelum terlempar dari punggung kuda putihnya.

   Manis sekali gerakannya saat melompat.

   Bergegas, dihampirinya Rangga yang masih tetap berdiri membelakangi Rajawali Putih.

   "Dari mana kau tahu kalau aku ada di sini, Pandan?"

   Rangga langsung saja melontarkan per-tanyaan.

   "Dewa Bayu yang menunjukkan jalannya padaku,"

   Sahut Pandan Wangi, seraya melirik kuda hitam yang kini sudah di sebelah Pendekar Rajawali Sakti.

   Rangga hanya tersenyum saja, seraya menepuk lembut leher kuda hitam yang bernama Dewa Bayu.

   Kuda hitam itu hanya mendengus kecil sambil menganggukkan kepalanya sekali.

   Seakan binatang gagah ini ingin membenarkan ucapan Pandan Wangi tadi.

   "Sudah selesai urusanmu di Desa Parunggu?"

   Tanya Rangga lagi.

   "Sudah. Tapi Danupaksi masih ada di sana. Katanya, masih ada yang akan diurus, sahut Pandan Wangi memberitahu.

   "Masalah apa lagi?"

   Pandan Wangi hanya mengangkat bahunya saja sedikit.

   Rangga juga tidak ingin banyak tanya lagi.

   Tubuhnya lantas diputar menghadapi Rajawali Putih.

   Ditepuknya sayap kiri burung rajawali raksasa itu.

   Sementara, Pandan Wangi hanya memperhatikan saja dengan bibir terkatup.

   "Kau boleh pergi, Rajawali. Tapi jangan terlalu jauh dariku,"

   Ujar Rangga.

   "Khhhhr...!"

   Rajawali Putih mengkirik perlahan, kemudian mengembangkan sayapnya.

   Langsung burung itu melesat naik ke angkasa sambil memperdengarkan teriakannya yang serak dan keras bagai guntur.

   Begitu cepat Rajawali Putih membumbung naik ke angkasa, sehingga sebentar saja sudah hampir lenyap di balik awan.

   Rangga kembali memutar tubuhnya, dan langsung melompat naik ke punggung Dewa Bayu.

   Tanpa diminta lagi, Pandan Wangi segera melompat naik ke punggung kuda putihnya.

   Namun Rangga belum juga menggebah kuda nya, seakan begitu berat untuk pergi dari tempat berbatu yang panas ini.

   Sementara, Pandan Wangi hanya bisa memperhatikan dengan kening berkerut.

   Dirasakannya ada sesuatu yang membebani pikiran Pendekar Rajawali Sakti, hingga membuatnya jadi tertegun.

   "Ada apa, Kakang?"

   Tanya Pandan Wangj jadi penasaran ingin tahu.

   "Tidak ada apa-apa,"

   Sahut Rangga agak ter-gagap. Kemudian...

   "Ayo, Pandan. Hiyaaa...!"

   Rangga langsung saja menggebah kudanya.

   Seketika kuda hitam yang ditungganginya mering-kik keras dan langsung melesat cepat bagai anak panah lepas dari busur.

   Sementara Pandan Wangi masih tertegun sesaat, namun cepat menggebah kudanya menyusul Pendekar Rajawali Sakti yang sudah jauh meninggalkannya.

   Walaupun Rangga tidak sepenuhnya menggebah kudanya, tapi cukup sulit bagi Pandan Wangi untuk bisa mengejar.

   Lari kudanya baru bisa disejajarkan di samping kuda hitam Dewa Bayu, setelah Rangga memperlambat larinya.

   Mereka terus memacu kudanya dengan kecepatan sedang, menembus hutan yang tidak begitu lebat ini.

   Sedikit Pandan Wangi berpaling, menatap wajah Rangga.

   Rupanya Pandan Wangi sadar kalau arah yang dituju Pendekar Rajawali Sakti adalah Desa Randu Sangit.

   "Kau tidak salah jalan, Kakang?"

   Tanya Pandan Wangi tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah tampan Pendekar Rajawali Sakti. 'Tidak,"

   Sahut Rangga, pendek.

   "Memangnya kenapa...?"

   "Bukankah jalan ini menuju Desa Randu Sangit..?"

   Rangga langsung berpaling mendengar Desa Randu Sangit disebut Pandan Wangi.

   Seketika lari kudanya dihentikan.

   Dan Pandan Wangi pun ikut menghentikan lari kuda putihnya.

   Maka untuk beberapa saat, mereka saling berpandangan dengan sinar mata begitu sulit diartikan.

   Hanya mereka sendiri saja yang bisa mengartikannya "Kau tahu Desa Randu Sangit, Pandan?"

   Tanya Rangga. Nada suaranya jelas terdengar penuh ke-heranan.

   "Ya.... Aku melewatinya,"

   Sahut Pandan Wa-ngi.

   "Tidak ada lagi yang bisa diperoleh di sana. Semuanya sudah hancur, seperti terkena gempa. Bahkan aku lihat begitu banyak penduduk yang mati tidak terurus. Sepertinya, tidak ada lagi penduduk desa itu yang masih hidup."

   Rangga hanya terdiam saja.

   "Kakang! Apa ada yang sedang kau urus di sana?"

   Tanya Pandan Wangi menebak.

   Entah kenapa, Rangga jadi tersenyum mendengar pertanyaan si Kipas Maut ini.

   Kemudian kudanya didongakkan perlahan-lahan tanpa menjawab pertanyaan Pandan Wangi barusan.

   Dan gadis itu mengikuti, mensejajarkan langkah kaki kudanya di sebelah kiri Pendekar Rajawali Sakti.

   Kini mereka berkuda perlahan-lahan.

   Dan tanpa diminta lagi, Rangga menceritakan semua peristiwa yang terjadi di Desa Randu Sangit.

   Dan pada saat itu, Pendekar Rajawali Sakti jadi teringat Ki Saragating yang ditinggalkannya di puncak Bukit Tangkup.

   "Hiyaaa...!"

   Tanpa membuang-buang waktu lagi, Rangga langsung menggebah kudanya menuju Bukit Tangkup. Pandan Wangi bergegas mengikuti, cepat menggebah kudanya. *** "Ki...!"

   Rangga berteriak memanggil Ki Saragating, begitu sampai di puncak Bukit Tangkup.

   Di tempat inilah Ki Saragating semalam ditinggalkannya.

   Bergegas Pendekar Rajawali Sakti melompat turun dari punggung kudanya, sebelum Dewa Bayu berhenti.

   Ringan sekali gerakannya.

   Dan tanpa merumbulkan suara sedikit pun kedua kakinya menjejak tanah berumput, tepat di sebelah onggokan debu bekas api unggun yang dibuatnya semalam.

   Onggokan debu itu masih mengepulkan asap tipis.

   Sementara, Pandan Wangi sudah turun dari kudanya.

   Dihampirinya Pendekar Rajawali Sakti sambil menuntun tali kekang kudanya.

   "Tidak ada, Kakang...,"

   Desis Pandan Wangi perlahan, seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling.

   "Hanya Ki Saragating satu-satunya yang masih hidup dari Desa Randu Sangit, Pandan. Semalam aku meninggalkannya di sini,"

   Kata Rangga memberitahu dengan suara terdengar pelan.

   "Lalu ke mana perginya, Kakang...?"

   Tanya Pandan Wangi seperti untuk diri sendiri.

   Rangga hanya diam saja, tidak menjawab pertanyaan si Kipas Maut itu.

   Pandangannya terus beredar ke sekeliling.

   Pendekar Rajawali Sakti tidak tahu, ke mana perginya Ki Saragating.

   Seketika ada sedikit rasa sesal di dalam hatinya, karena telah meninggalkan orang tua itu seorang diri di tempat yang sunyi dan cukup membahayakan.

   Apalagi Bukit Tangkup ini cukup dekat dari tempat makhluk bercahaya biru itu menghilang semalam, ketika Pendekar Rajawali Sakti mengejarnya.

   Namun Rangga berharap tidak terjadi sesuatu pada diri Ki Saragating.

   Di saat Pendekar Rajawali Sakti termenung memikirkan Ki Saragating, tiba-tiba saja terdengar suara serak yang begitu keras menggelegar bagai guntur di angkasa.

   Rangga langsung mendongak ke atas.

   Tampak Rajawali Puoh berputar-putar di atas kepalanya.

   Begitu kecil burung raksasa itu terlihat di angkasa.

   Pandan Wangi juga ikut mendongakkan kepalanya ke atas.

   "Khraagkh...!"

   "Oh...?!"

   Entah kenapa Rangga jadi tersedak, mendengar teriakan burung rajawali raksasa yang kelihatan kecil di angkasa itu.

   Dan tanpa bicara lagi, Pendekar Rajawali Sakti langsung saja melompat naik ke punggung kudanya.

   Pandan Wangi yang sudah begitu lama bersama-sama Pendekar Rajawali Sakti, tidak mau ketinggalan.

   Cepat dia melompat naik ke punggung kudanya.

   "Hiyaaa...!"

   "Yeaaah...!"

   Kedua pendekar muda dari Karang Setra itu langsung saja menggebah cepat kudanya.

   Debudan daun-daun kering seketika berhamburan, tersepak kaki-kaki kuda yang dipacu cepat itu.

   Tampaknya Pandan Wangi agak kewalahan juga mengendalikan kudanya, untuk mengimbangi kecepatan lari Dewa Bayu yang ditunggangi Pendekar Rajawali Sakti.

   Sementara, Rangga sempat mendongakkan kepala ke atas.

   Tampak Rajawali Putih di angkasa sudah melesat begitu cepat bagai kilat.

   "Hiya! Hiyaaa...!"

   Seperti lupa pada Pandan Wangi, Rangga menggebah kudanya semakin cepat.

   Akibatnya, Pandan Wangi benar-benar tertinggal jauh.

   Memang sulit bagi kuda biasa untuk bisa mengimbangi kecepatan lari Dewa Bayu yang memang bukan kuda biasa.

   Sehingga jarak pun semakin jauh saja dari Pendekar Rajawali Sakti.

   Dan akhirnya, Pandan Wangi benar-benar tidak melihat Rangga lagi.

   Hanya kepulan debu saja yang menjadi petunjuk bagi si Kipas Maut ini untuk terus mengikuti Rangga yang memacu kudanya bagai kesetanan.

   Sementara Rangga terus memacu kudanya menuruni lereng Bukit Tangkup yang berbatu ini.

   Dan Dewa Bayu pun berlari begitu kencang bagai angin.

   Bahkan seakan-akan keempat kakinya tidak menjejak tanah yang berbatu di lereng bukit ini.

   "Hiya! Yeaaah...!"

   Rangga semakin cepat menggebah kudanya begitu sampai di kaki bukit yang berupa sebuah hutan kecil dan tidak begitu lebat.

   Kecepatan lari Dewa Bayu tunggangannya pun semakin bertam-bah.

   Dan kini, yang terlihat hanya kelebatan ba-yangan hitam dan pulih saja.

   Begitu cepatnya, hingga dalam waktu sebentar saja Pendekar Rajawali Sakti sudah sampai di tepi hutan yang berbatasan langsung dengan Desa Randu Sangit.

   "Hooop...!"

   Rangga langsung menarik tali kekang kudanya.

   Dan sebelum kuda hitam itu berhenti, Pendekar Rajawali Sakti sudah melompat turun dengan gerakan indah sekali.

   Dua kali Rangga berputaran di udara.

   Dan tanpa terdengar suara sedikit pun kedua kaki Pendekar Rajawali Sakti menjejak tanah.

   "Hup!"

   Sepertii tengah mengejar sesuatu, Rangga langsung saja melesat cepat mempergunakan ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai tingkat kesempurnaan.

   Begitu sempurnanya, sehingga dalam sekejapan mata saja sudah jauh meninggalkan Dewa Bayu di tepi hutan.

   "Hap!"

   Manis sekali Rangga melenting, dan langsung hinggap di atas sebongkah batu yang sangat besar.

   Seketika kedua bola matanya jadi terbeliak lebar, begitu melihat Ki Saragating tengah bertarung melawan seorang wanita berbaju biru terang, yang bersenjatakan sebuah pedang di tangan kanan.

   Sementara di sekitarnya terlihat sekitar tiga puluh orang wanita berbaju serba biru, mengelilingi tempat pertarungan.

   Tampak jelas kalau Ki Saragating sudah terdesak hebat.

   Bahkan tidak mampu lagi melancarkan serangan.

   Laki-laki tua itu hanya bisa berkelit dan menghindari serangan yang dilancarkan wanita berbaju biru lawannya.

   Dan tiba-tiba saja, Ki Saragating memekik keras dengan tubuh terpental ke belakang, begitu dadanya terkena satu pukulan keras yang dilancarkan lawannya.

   Pada saat itu juga, wanita berbaju biru itu melompat cepat sambil mengibaskan pedangnya yang diarahkan lurus ke leher orang tua ini.

   Namun di saat mata pedang yang berkilatan tajam itu hampir menebas leher Ki Saragating, tiba-tiba saja berkelebat satu kilatan cahaya biru yang begitu cepat.

   Dan tahu-tahu mata pedang wanita itu terhantam kilatan cahaya biru yang diikuti berkelebatnya bayangan putih.

   Tring! "Ikh...?!"

   Wanita itu jadi terpekik kaget.

   Cepat tubuhnya melenting ke atas, dan berputaran tiga kali sebelum menjejak tanah.

   Seketika, kedua bola matanya yang bulat jadi terbeliak lebar, begitu melihat seorang pemuda tampan berbaju rompi putih sudah berdiri tegak di depan Ki Saragating yang tengah berusaha bangkit berdiri.

   Tampak sebuah pedang bercahaya biru terang tergenggam di tangan kanan pemuda berbaju rompi putih yang tidak lain memang Pendekar Rajawali Sakti.

   Cring! Dengan gerakan indah sekali, Rangga mema sukkan pedang pusakanya ke dalam warangka di punggung.

   Maka cahaya biru terang yang memancar dari pedangnya seketika lenyap dari pandangan.

   Sementara Ki Saragating sudah berdiri di sebelah kiri Pendekar Rajawali Sakti.

   "Siapa wanita ini, Ki?"

   Tanya Rangga tanpa berpaling sedikit pun, memandangi wanita berbaju biru yang ternyata masih berusia muda dan cantik.

   Rangga menilai, wanita itu pasti usianya belum mencapai tiga puluh tahun.

   Wajahnya tidak hanya cantik, tapi tubuhnya juga sangat ramping dan indah.

   Baju biru yang dikenakannya terbuat dari bahan sutera halus dan tipis.

   Sehingga, lekuk-lekuk tubuhnya terlihat jelas membayang.

   Dan ini membuat mata setiap laki-laki tidak akan berkedip memandangnya.

   Tapi bagi Rangga, pemandangan seperti itu tidak akan bisa menggoyahkan hatinya.

   Malah ditatapnya wanita itu dengan sinar mata tajam menusuk.

   "Dia Nini Tunjung Arum, yang terkenal sebagai Ratu Bukit Berdarah, Rangga,"

   Sahut Ki Saragating memberitahu.

   "Hm... Apa urusannya di sini, Ki? Dan kenapa kau bisa bertarung dengannya?"

   Tanya Rangga lagi dengan suara agak menggumam.

   "Aku tidak tahu. Mereka sudah ada di sini, dan langsung menyerang waktu aku sampai,"

   Sahut Ki Saragating, sambil menyeka darah di bibir dengan punggung tangan kiri.

   Rangga mengangguk-anggukkan kepala, kemudian melangkah beberapa tindak mendekati wanita cantik berbaju biru terang yang bernama Nini Tunjung Arum.

   Dan dia juga lebih dikenal dengan julukan Ratu Bukit Berdarah.

   Pendekar Rajawali Sakti baru berhenti melangkah, setelah jaraknya tinggal sekitar lima depa lagi di depan Ratu Bukit Berdarah.

   Sedangkan Ki Saragating tetap berada di tempatnya dengan pedang tergenggam erat di tangan kanan.

   Dlperhatikannya gadis-gadis muda yang ada di sekeliling tempat ini Mereka semua cantik, dan bersenjatakan tombak panjang *** "Nisanak! Bukannya aku hendak turut campur dalam urusanmu.

   Tapi orang yang bertarung itu adalah sahabatku.

   Maka kuharap, kau sudi men-jelaskan.

   Kenapa kau sampai menyerangnya...?"

   Terdengar sopan dan lembut sekali nada suara Rangga.

   "Dia sudah lancang berani masuk ke dalam wilayah kekuasaanku. Dan hukuman yang tepat hanya kematian. Kau juga, Kisanak! Kau sudah berani membela orang hukumanku. Jadi, kau juga harus mati,"

   Sahut Nini Tunjung Arum, ketus.

   "Maksudmu, desa ini menjadi wilayah ke-kuasaanmu...?"

   "Benar."

   "Nisanak! Orang tua ini lahir dan tinggal di Desa Randu Sangit ini. Jadi, dia berhak datang ke sini tanpa ada seorang pun yang bisa melarangnya. Dan setahuku, kau bertempat tinggal di Bukit Berdarah yang letaknya jauh dari desa ini. Lantas, kenapa tiba-tiba saja sekarang mengatakan kalau Desa Randu Sangit ini menjadi wilayah kekuasaanmu...?"

   Kembali Rangga meminta penjelasan.

   "Itu bukan urusanmu!"

   Bentak Nini Tunjung Arum sengit.

   "Maaf, Nisanak. Desa Randu Sangit masih ber-ada dalam wilayah Kerajaan Karang Setra. Jadi, masih ada yang berhak menguasainya. Maka kurasa, kau tidak bisa seenaknya datang, dan langsung menyatakan kekuasaan di sini. Maaf, bukannya aku hendak mencampuri. Tapi, apakah kau sudah mendapatkan izin dari pihak kerajaan...?"

   "Setan...! Rupanya kau lancang juga, Kisanak. Baik! Aku tidak akan banyak bicara denganmu. Bersiaplah menerima hukuman dari kelancangan-mu!"

   Bentak Nini Tunjung Arum, semakin sengit.

   Bet! Langsung saja Ratu Bukit Berdarah mengebutkan pedangnya yang berkilatan putih keperakan ke depan dada.

   Sementara, Rangga sudah merasa tidak ada gunanya memberi peringatan pada wanita pemberang ini.

   Sekilas diperhatkannya keadaan sekelilingnya.

   Tampak gadis-gadis muda bertombak itu juga sudah siap, tinggal menunggu perintah menyerang.

   "Sayang sekali... Sebenarnya, aku tidak ingin mengotori tanganku dengan darah gadis-gadis cantik seperti kalian. Tapi, tampaknya pemimpin kalian menginginkan begitu...,"

   Gumam Rangga pelan, seperti bicara pada diri sendiri. Dan baru saja Pendekar Rajawali Sakti menga-tupkan bibirnya, Nini Tunjung Arum sudah berteriak lantang memberi perintah.

   "Seraaang...!"

   "Hiyaaat..!"

   "Yeaaah...!"

   Tanpa diperintah dua kali, gadis-gadis cantik yang berbaju biru itu langsung saja berlompatan sambil berteriak keras.

   Sementara, Rangga sudah melompat ke belakang mendekati Ki Saragating.

   Namun belum juga gadis-gadis itu bisa melancarkan serangan, mendadak saja...

   "Khraaagkh...!"

   Bersama terdengarnya suara serak yang begitu keras menggelegar, terlihat satu bayangan besar meluruk deras dari angkasa.

   Dan ini membuat mereka semua yang ada di Desa Randu Sangit jadi tersentak kaget setengah mati.

   Mereka langsung mendongakkan kepala ke atas.

   Seketika, bola-bola mata mereka jadi terbeliak lebar begitu melihat seekor burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan meluruk deras dari angkasa.

   "Khraaagkh...!"

   "Rajawali...,"

   Desis Rangga perlahan, juga ter-kejut atas munculnya Rajawali Putih.

   Namun Pendekar Rajawali Sakti tidak bisa berbuat sesuatu Rajawali Putih sudah cepat mengebutkan sayapnya, membuat gadis-gadis muda berbaju biru yang hampir menyerang Rangga dan Ki Saragating jadi berpelantingan terkena sambaran sayapnya yang sangat lebar itu.

   Jeritan-jeritan melengking kesakitan pun seketika terdengar saling susul.

   "Cukup, Rajawali...!"

   Sentak Rangga tiba-tiba.

   "Khraaagkh...!"

   Rajawali Putih langsung melesat naik, mem-bumbung tinggi ke angkasa, begitu mendengar seruan Rangga yang keras.

   Dalam sekejapan mata saja, burung rajawali raksasa itu sudah jauh tinggi di atas awan.

   Dan kini yang terlihat hanya titik kecil keperakan.

   Sementara gadis-gadis cantik pengikut Ratu Bukit Berdarah yang terkena serangan Rajawali Putih masih bergelimpangan sambil merintih lirih menahan sakit.

   Sedangkan Ratu Bukit Berdarah sendiri masih terlihat tercengang, atas kemunculan burung rajawali raksasa yang begitu tiba-tiba.

   "Keparat..! Ilmu sihir macam apa yang kau gunakan, heh...?!"

   Bentak Nini Tunjung Arum ge-ram, begitu tersadar dari keterkejutannya.

   Tatapan mata wanita itu begitu tajam, langsung tertuju ke bola mata Rangga.

   Sedangkan Pendekar Rajawali Sakti sendiri kelihatan tenang.

   Tapi raut wajahnya menggambarkan kalau Rangga sebenarnya tidak suka atas kemunculan Rajawali Putih yang tidak diperintahkan tadi.

   Sungguh Rangga tidak ingin Rajawali Putih ikut campur hanya karena dirinya terancam.

   Padahal, Rangga merasa masih bisa mengatasi gadis-gadis itu.

   Tapi kemunculan Rajawali Putih tadi memang membuatnya jadi menghemat tenaga.

   "Nisanak! Sebaiknya cepatlah pergi. Kemba-lilah ke tempat asalmu, sebelum lebih banyak lagi menderita kerugian,"

   Ujar Rangga masih dengan nada suara dibuat sopan.

   "Phuih! Tidak bakalannya aku angkat kaki, se-telah kau lukai pengikutku!"

   Bentak Nini Tunjung Arum sengit.

   "Ketahuilah, Nisanak Desa Randu Sangit ini bukan tempatmu. Dan..." 'Tutup mulutmu, Setan...!"

   Bentak Nini Tunjung Arum lantang, memotong ucapan Pendekar Rajawali Sakti.

   "Rasakan ini! Hiyaaa...!"

   Tanpa membuang-buang waktu lagi, Ratu Bukit Berdarah langsung saja cepat melompat menyerang. Dan pedangnya seketika dikebutkan, tepat mengarah ke leher Pendekar Rajawali Sakti.

   "Hapts...!"

   Namun hanya sedikit saja Rangga mengegoskan kepala, tebasan pedang wanita cantik itu ber-hasil dihindari. Bahkan tanpa diduga sama sekali, Rangga melepaskan satu sodokan tangan kiri yang begitu cepat, disertai pengerahan tenaga dalam sempurna.

   "Ikh...?!"

   Ratu Bukit Berdarah jadi terkejut setengah mati. Cepat-cepat tubuhnya ditarik ke belakang lalu dia melenting dan berputaran, begitu Rangga menyusuli dengan satu pukulan tangan kanan yang keras menggeledek.

   "Hap!"

   Manis sekali Nini Tunjung Arum menjejakkan kakinya di tanah berbatu ini. Dan begitu Rangga sudah melepaskan satu kibasan tangan kiri, cepat dihadangnya dengan kibasan pedangnya.

   "Hap!"

   Namun tanpa diduga lagi, Rangga menarik tangan kirinya yang sudah menjulur dan langsung diputar ke atas.

   Tepat pada saat itu juga, tangannya dihentakkan ke depan, mengarah ke dada wanita cantik ini.

   Begitu cepat gerakannya, sehingga Ratu Bukit Berdarah tidak punya lagi kesempatan untuk menghindar.

   Dan....

   Des! "Akh...!"

   Ratu Bukit Berdarah terhuyung-huyung ke belakang, setelah dadanya terkena kibasan tangan Pendekar Rajawali Sakti.

   Seketika wajahnya jadi memerah, merasa malu.

   Karena baru beberapa gebrakan saja, sudah terkena kibasan tangan lawan.

   Terlebih lagi yang terkena tepat pada bagian gundukan lembut di dadanya Maka amarahnya pun langsung memuncak.

   "Kubunuh kau, Keparat! Hiyaaat..!"

   Sambil membentak nyaring, wanita cantik berbaju biru terang itu melompat sambil cepat mengebutkan pedangnya beberapa kali.

   "Hup!"

   Mendapat serangan yang begitu gencar dan cepat, Rangga tidak punya pilihan lain lagi.

   Cepat dikerahkannya jurus 'Sembilan Langkah Ajaib'.

   Tubuhnya berputaran, meliuk-liuk menghindari setiap tebasan pedang Ratu Bukit Berdarah.

   Sementara kedua kakinya bergerak lincah, membuat setiap serangan yang dilancarkan Ratu Bukit Berdarah tidak satu pun yang berhasil mencapai sasaran.

   "Tentu saja, mendapat kenyataan demikian amarah Nini Tunjung Arum jadi memuncak. Sambil berteriak-teriak keras, wanita itu terus menyerang dengan pedang yang berkelebat begitu cepat mengurung ruang gerak Pendekar Rajawali Sakti. Entah, berapa jurus Ratu Bukit Berdarah itu menyerang. Namun belum juga bisa mendesak lawannya. Sedangkan Rangga sendiri tetap menggunakan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib'. Malah sama sekali tidak melakukan serangan balasan. Dan memang, jurus itu hanya digunakan untuk menghindari serangan lawan. Dan herannya, jurus itu semakin lama tidak beraturan gerakannya. Seakan-akan, Rangga bertarung seperti orang kebanyakan menenggak arak. Tapi, tetap saja Nini Tunjung Arum kesulitan untuk memasukkan serangannya. Dan hingga sampai pada satu kesempatan.

   "Hup! Hiyaaa...!"

   Bagaikan kilat, tiba-tiba saja Rangga melenting ke udara.

   Dan secepat kilat, tubuhnya menukik deras dengan kedua kaki bergerak cepat seperti berputar mengarah ke kepala Ratu Bukit Berdarah ini.

   Begitu cepatnya, serangan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa', membuat Ratu Bukit Berdarah jadi kelabakan.

   "Haiiit...!"

   Cepat-cepat Nini Tunjung Arum mengebutkan pedangnya dengan gerakan berputar di atas kepala.

   Namun tanpa diduga sama sekali, Rangga memutar tubuhnya hingga kepalanya berada di bawah.

   Dan pada saat itu juga, tangan kirinya cepat mengibas mempergunakan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega', tepat mengarah ke pergelangan tangan kanan yang memegang pedang itu.

   Begitu cepatnya kibasan tangan kiri Pendekar Rajawali Sakti, sehingga membuat Nini Tunjung Arum tidak sempat lagi menghindarinya.

   Plak! "Ikh...?!"

   Nini Tunjung Arum jadi terpekik kaget, begitu merasakan pergelangannya bagai tersengat ribuan lebah. Dan belum juga rasa keterkejutannya hilang, kembali Rangga mengibaskan tangan kirinya. Hingga... Des! "Akh...!"

   Kembali Nini Tunjung Arum terpekik, begitu kibasan tangan kiri Pendekar Rajawali Sakti menghantam bahu kanannya. Dan tak pelak lagi, pedang yang tergenggam di tangan kanannya terpental jauh.

   "Yeaaah...!"

   Belum juga Nini Tunjung Arum bisa menguasai diri, kembali Rangga sudah melepaskan satu pukulan keras, disertai pengerahan tenaga dalam tinggi dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat pertama.

   Dan pukulan itu memang tepat mendarat di dada Ratu Bukit Berdarah ini.

   Seketika wanita itu terpental ke belakang sejauh dua batang tombak sambil mengeluarkan jeritan agak tertahan.

   Bruk! Keras sekali tubuh ramping wanita itu jatuh menghantam tanah berbatu ini.

   Sebentar Nini Tunjung Arum menggeliat, kemudian bangkit berdiri sambil meringis menahan sakit yang amat sangat pada seluruh tubuhnya.

   Tampak darah mengalir di sudut bibirnya yang merah.

   Sedikit tubuhnya terhuyung-huyung, begitu bisa bangkit berdiri.

   Sementara, Rangga berdiri tegak dengan kedua tangan terlipat di depan dada.

   Tidak jauh di sebelah kiri kakinya, tergeletak pedang Ratu Bukit Berdarah.

   "Sebaiknya tinggalkan tempat ini sebelum pi-kiranku berubah, Nini Tunjung Arum. Tidak ada gunanya terus bertahan di desa ini,"

   Kata Rangga terdengar agak dingin nada suaranya.

   "Akan kubalas kekalahan ini...!"

   Desis Nini Tunjung Arum sengit.

   "Sudah jangan banyak omong! Cepat pergi kau...!"

   Selak Ki Saragating, menyentak. Nini Tunjung Arum mendelikkan matanya pada laki-laki tua itu, kemudian menatap tajam pada pemuda tampan yang baru saja membuatnya takluk. Sinar matanya begitu tajam, penuh rasa dendam yang amat sangat.

   "Siapakah namamu...?!"

   Sentak Nini Tunjung Arum sengit.

   "Rangga,"

   Sahut Rangga singkat.

   "Dengar, Rangga. Suatu saat kelak kau akan menyesal."

   Setelah berkata begitu, Nini Tunjung Arum langsung berbalik. Tapi belum juga berjalan, Rangga sudah memanggilnya. Perlahan tubuhnya diputar kembali.

   "Ini pedangmu!"

   Seru Rangga seraya menye-pak pedang yang tergeletak di samping kiri kakinya.

   "Huh!"

   Sambil mendengus kesal, Nini Tunjung Arum menangkap pedangnya yang melayang tersepak kaki kiri Pendekar Rajawali Sakti.

   Sesaat ditatapnya pemuda itu tajam-tajam.

   Kemudian tubuhnya diputar, dan berjalan cepat meninggalkan desa ini.

   Gadis-gadis cantik yang menjadi pengikutnya bergegas mengikuti tanpa berkata apa pun.

   Sementara, Ki Saragating sudah menghampiri Rangga yang masih tetap berdiri tegak memandangi wanita-wanita cantik yang pergi meninggalkan Desa Randu Sangit ini.

   *** "Aku curiga padanya, Rangga...,"

   Ujar Ki Saragating setelah Ratu Bukit Berdarah dan pengikutnya yang berjumlah cukup banyak tidak terlihat lagi.

   "Maksudmu...?"

   Tanya Rangga tidak mengerti.

   "Jangan-jangan dia yang menjadi dalang dari semua keonaran ini, Rangga."

   Rangga jadi mengerutkan keningnya.

   Tapi saat mendengar keragu-raguan pada nada suara Ki Saragating, dia jadi tersenyum juga.

   Kemudian kakinya diayunkan perlahan-lahan.

   Ki Saragating mengikuti Pendekar Rajawali Sakti, dan mensejajarkan langkahnya di sebelah kanan.

   "Maaf, Rangga. Aku tadi terlalu cepat mendu-ga,"

   Ucap Ki Saragating merasa bersalah.

   Rangga hanya diam saja, seperri tidak mende-ngar ucapan Ki Saragating.

   Kakinya terus melangkah, tanpa bicara sedikit pun.

   Sementara Ki Saragating tetap mengikuti, mensejajarkan langkahnya di samping kin Pendekar Rajawali Sakti.

   "Kau marah padaku, Rangga...?"

   Tegur Ki Saragating masih dengan nada suara merasa bersalah.

   "Tidak,"

   Sahut Rangga singkat.

   "Tapi, kenapa diam saja?"

   "Aku sedang memikirkan ucapanmu tadi, Ki,"

   Sahut Rangga pelan.

   "Maksudmu...?"

   Ki Saragating bdak mengerti.

   Beberapa saat Rangga diam membisu, seakan sedang mencari kata-kata yang tepat untuk men-jelaskannya.

   Terdengar hembusan napasnya yang panjang.

   Sementara, Ki Saragating masih tetap menunggu penjelasan Pendekar Rajawali Sakti.

   "Terus terang, aku sebenarnya sudah sering mendengar sepak terjang Ratu Bukit Berdarah. Tapi baru tadi bertemu dengannya. Semua yang dilakukannya memang selalu menyulitkan orang lain...,"

   Nada suara Rangga terdengar terputus.

   "Lalu, kenapa tadi dia dibiarkan pergi begitu saja?"

   "Aku tidak punya alasan untuk bertindak lebih dari itu, Ki."

   Ki Saragating hanya bisa mengangguk saja beberapa kali.

   Disadari pemuda ini seorang pendekar beraliran putih.

   Memang tidak sembarangan bagi Rangga untuk bisa memutuskan sesuatu.

   Dan bagi seorang pendekar sejati seperti Pendekar Rajawali Sakti, membunuh lawannya hanya jika menurutnya memang terpaksa.

   Nama besar kependekarannya akan hancur seketika, kalau sedikit saja melakukan kesalahan.

   Ki Saragating cepat menyadari, betapa beratnya memikul julukan pendekar.

   "Rangga...,"

   Ujar Ki Saragating terputus. Rangga berpaling sedikit.

   "Bagaimana kalau kita tidak meninggalkan desa ini. Aku rasa, siapa pun orangnya yang menjadi makhluk bersinar biru itu, pasti belum meninggalkan desa ini,"

   Kata Ki Saragating langsung mengemukakan jalan pikirannya yang tiba-tiba itu.

   "Hm...,"

   Rangga jadi menggumam sedikit.

   "Aku yakin, malam ini dia pasti muncul lagi di sini, Rangga,"

   Sambung Ki Saragating meyakinkan pendapatnya.

   "Kau tahu, apa yang dicarinya di Desa Randu Sangit ini, Ki?"

   Tanya Rangga seperti untuk diri sendiri.

   Ki Saragating hanya menggeleng saja.

   Sampai saat ini, dia memang belum tahu apa yang sedang dicari makhluk aneh bersinar biru yang sudah menghancurkan Desa Randu Sangit sampai rata dengan tanah.

   Bahkan tidak seorang pun penduduk desanya yang dibiarkan hidup.

   Beruntung, hanya Ki Saragating yang masih tersisa hidup.

   Itu pun karena telah meninggalkan desa ini sebelum dihan-curkan makhluk aneh itu.

   "Rasanya aku juga punya pikiran yang sama denganmu, Ki. Tentu ada sesuatu yang sedang dicarinya di Desa Randu Sangit ini. Tapi...,"

   Rangga tidak melanjutkan.

   "Tapi kenapa, Rangga?"

   Ki Saragating minta diteruskan "Aku tidak bisa meninggalkan Pandan Wangi begitu saja. Sebentar lagi, dia pasti datang,"

   Sahut Rangga.

   "Siapa itu Pandan Wangi?"

   Tanya Ki Saragating.

   "Teman,"

   Sahut Rangga singkat, seraya terse-nyum.

   Dan baru saja bibir Pendekar Rajawali Sakti terkatup, terlihat kepulan debu membumbung tinggi ke angkasa dari depan.

   Tidak lama kemudian, terlihat dua ekor kuda berlari cepat menuju ke arah mereka.

   Tampak seorang gadis cantik berbaju biru muda tengah menunggang kuda putih, diikuti seekor kuda hitam yang tidak ada penunggangnya.

   "Itu Pandan Wangi datang,"

   Kata Rangga memberitahu.

   *** Kembali ke Bagian 1-3 Selanjutnya ke Bagian 7-8 (selesai) Pendekar Rajawali Sakti Notizen von Pendekar Rajawali Sakti info  .

   127.

   Intan Saga Merah Bag.

   7-8 (selesai) 28.

   September 2014 um 19.35 Malam sudah sejak tadi menyelimuti seluruh wilayah Desa Randu Sangit.

   Tidak seperti biasanya, udara malam ini terasa begitu dingin menusuk kulit.

   Bahkan angin pun terasa berhembus kencang.

   Dan langit tampak kelam menghitam.

   Dan rasanya, sebentar lagi seluruh desa ini akan tersiram hujan lebat.

   Namun keadaan alam yang seperti tidak menunjukkan keramahannya ini, sama sekali tidak mengusik Rangga, Pandan Wangi, dan Ki Saragating untuk meninggalkan Desa Randu Sangit.

   Mereka tetap berada di desa yang sudah hancur itu.

   Bahkan sengaja membuat api unggun yang besar, untuk memancing kemunculan makhluk aneh bersinar biru yang sampai saat itu masih diburu.

   Namun sampai hampir tengah malam, belum juga terlihat tanda-tanda makhluk itu bakal muncul.

   Bahkan, suasana semakin bertambah sunyi senyap tanpa terdengar nyanyian serangga malam sedikit pun.

   Hanya desir angin malam saja yang terdengar menggemuruh, mengusik daun telinga.

   Sesekali terdengar lolongan anjing hutan yang panjang dan memilukan.

   "Bulu kudukku meremang, Kakang..."

   Desis Pandan Wangi agak bergetar suaranya.

   "Kau merasakan sesuatu, Pandan?"

   Tanya Rangga yang duduk di sebelah gadis berjuluk Kipas Maut.

   "Entahlah...,"

   Sahut Pandan Wangi mendesah ragu-ragu.

   Rangga memandangi wajah cantik gadis itu.

   Sedangkan yang dipandangi malah mengarahkan pandangan lurus ke depan.

   Jelas sekali kalau ada sesuatu yang dirasakan Pandan Wangi.

   Tapi dia sendiri tidak tahu, apa yang membuat hatinya mendadak jadi gelisah.

   Dan disaat kesunyian itu terasa semakin mencekam, tiba-tiba saja dua ekor kuda pendekar muda dari Karang Setra itu me-ringkik keras dengan suara gelisah.

   "Hup!"

   Rangga langsung melompat bangkit berdiri, diikuti Ki Saragating dan Pandan Wangi.

   Ketegangan semakin menguasai diri mereka.

   Sementara kuda-kuda mereka terus gelisah, mendengus-dengus sambil menghentak-hentakkan kakinya ke tanah yang berbatu.

   Sesekali kuda-kuda itu meringkik sambil mendongakkan kepala ke atas.

   "Hati-hati...,"

   Desis Rangga memperingatkan.

   "Mungkin ini pertanda buruk buat kita."

   Belum lagi kering kata-kata Pendekar Rajawali Sakti itu, tiba-tiba saja terlihat kilatan cahaya biru di angkasa.

   Seketika langit yang begitu kelam jadi terlihat terang tersiram cahaya biru yang melesat begitu cepat.

   Namun cahaya biru itu melintas hanya sebentar saja, maka keadaan di sekitar Desa Randu Sangit itu kembali gelap gulita terselimut kesunyian mencekam.

   Dan sebelum mereka bisa berbuat sesuatu, kembali dikejutkan oleh terdengarnya suara menggorok yang begitu keras, diikuti suara tawa mengikik mengerikan.

   Ki Saragating dan dua orang pendekar muda dari Karang Setra ini jadi saling berpandangan.

   Suara-suara itu terdengar bagai berada dekat di sekeliling mereka.

   Tapi, tidak sedikit pun terlihat ada orang lain di tempat ini.

   Keadaannya masih tetap gelap, bagai berada dalam goa yang tak bercahaya sedikit pun.

   Hanya nyala api unggun saja yang menerangi sedikit di sekitar mereka.

   Dan di saat mereka semua terdiam mencari sumber arah suara tawa tadi datang, mendadak saja tanah yang dipijak jadi bergetar.

   Seketika ketiga orang itu jadi tersentak kaget setengah mati.

   Dan belum juga rasa keterkejutan itu hilang tiba-tiba saja dari dalam tanah yang berbatu di depan mereka memancar cahaya biru terang yang menggumpal menyilaukan mata.

   "Oh...?!"

   Pandan Wangi jadi terperangah melihat gumpalan cahaya biru terang yang tiba-tiba muncul dari dalam tanah.

   Begitu terangnya, hingga membuat tempat itu jadi bagai siang hari.

   Bahkan cahaya api unggun pun tidak sanggup mengalahkan terangnya gumpalan cahaya biru itu.

   Namun di balik gumpalan cahaya biru itu, terlihat samar-samar sesosok tubuh tinggi besar.

   Sulit untuk bisa memastikan, sosok tubuh apa yang ada dalam gumpalan cahaya biru terang itu.

   "Ghrooogkh...!"

   Belum juga ada yang bisa menyadari, gumpalan cahaya biru terang itu sudah melesat cepat bagai kilat menerjang ketaga orang pendekar ini. Rangga yang lebih cepat tersadar, langsung berteriak lantang sambil mencabut pedang pusakanya.

   "Awas kalian! Hiyaaa...!"

   Cring! Bet! "Ghraaagkh...!"

   Kibasan Pedang Pusaka Rajawali Sakti yang juga memancarkan cahaya biru terang menyilaukan mata, membuat gerakan makhluk bersinar biru itu jadi terhambat.

   Sambil mengerang keras, makhluk itu melesat balik ke belakang.

   Sementara, Pandan Wangi dan Ki Saragating sudah berlompatan ke belakang dengan keterkejutan yang amat sangat.

   "Hup!"

   Rangga cepat melompat ke depan sejauh lima langkah.

   Pedang pusakanya langsung disilangkan di depan dada.

   Sementara kedua kakinya dipentang lebar ke samping, dengan lutut agak tertekuk ke depan.

   Sengaja Rangga melompat ke depan, untuk melindungi Pandan Wangi dan Ki Saragating dari incaran makhluk bersinar biru ini.

   Dari sikapnya.

   sudah jelas kalau Pendekar Rajawali Sakti langsung mempersiapkan jurus 'Pedang Pemecah Sukma' yang sangat tangguh dan dahsyat.

   Belum ada seorang tokoh persilatan pun yang mampu menandingi jurus 'Pedang Pemecah Sukma' ini.

   "Siapa kau? Untuk apa menghancurkan desa ini...?"

   Terdengar begitu dingin nada suara Rangga.

   "Ghrrr...!"

   Tapi makhluk aneh bersinar biru itu hanya menggereng saja. Tampak sosok tubuh yang ber-ada dalam gumpalan cahaya biru itu bergerak-gerak perlahan Kemudian....

   "Ghraaagkh...!"

   "Hup! Yeaaah...!"

   Tepat ketika makhluk bersinar biru itu bergerak menyerang, Rangga langsung saja melenting tinggi-tinggi ke atas sambil menyabetkan pedangnya cepat bagai kilat.

   Ujung pedangnya tepat menghantam bagian tengah makhluk bercahaya biru itu.

   Namun Rangga jadi terkesiap.

   Karena dirasakannya seperti membabat gumpalan asap saja.

   Sama sekali tidak terasa pedangnya menyentuh benda apa pun.

   "Hiyaaa...!"

   Rangga cepat memutar tubuhnya di udara, dan kembali menjejakkan kakinya manis sekali di tanah. Lalu secepat kilat, Pendekar Rajawali Sakti menghunjamkan pedangnya ke bagian tengah gumpalan cahaya biru. Dan....

   "Hih!"

   Bres! "Aaaargkh...!"

   Makhluk aneh bercahaya biru terang itu kontan menggerung dahsyat, begitu ujung pedang Pendekar Rajawali Sakti menghunjam tepat di bagian tubuhnya.

   Sementara, Rangga sendiri cepat-cepat melompat ke belakang sambil berputaran beberapa kali untuk menjaga jarak.

   Tampak sosok makhluk yang berselubung cahaya biru itu menggeliat-geliat, seperti merasakan sakit akibat hunjaman Pedang Pusaka Rajawali Sakti tadi.

   Sementara, Rangga sudah menyilangkan pedangnya di depan dada.

   Dan perlahan-lahan, kakinya bergerak menggeser ke kanan.

   Tatapan matanya begitu tajam, memperhatikan lawan anehnya ini.

   "Hiyaaat...!"

   Sambil berteriak keras menggelegar, Pendekar Rajawali Sakti melompat cepat bagai kilat disertai pengerahan ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai tingkat kesempurnaan.

   Dan pada saat itu juga, pedangnya dikibaskan menggunakan jurus 'Pedang Pemecah Sukma' tingkat terakhir.

   Begitu cepat kibasannya, hingga yang terlihat hanya kilatan cahaya biru berkelebat menghantam gumpalan sinar biru.

   Tepat ketika pedang Pendekar Rajawali Sakti menghantam makhluk bersinar biru itu, seketika terdengar ledakan dahsyat menggelegar bagai guntur memecah angkasa.

   Dan keanehan pun terjadi saat itu juga.

   Tampak gumpalan cahaya biru lenyap seketika.

   Dan kini, di depan Rangga berdiri sesosok makhluk bertubuh hitam berbulu seperti kera.

   Wajahnya pun lebih mirip kera.

   Namun pada bagian atas kepalanya, terlihat sepasang tanduk seperti kerbau.

   Ekor yang panjang dan berbulu hitam kasar, menjuntai dari belakang tubuhnya.

   Rangga yang sudah kembali menjejakkan kaki nya di tanah, segera melangkah ke belakang sejauh satu batang tombak.

   Hampir tidak dipercaya, apa yang terjadi saat ini.

   Makhluk itu demikian mengerikan, dengan tinggi tiga kali lipat dari tinggi manusia biasa.

   Makhluk aneh bertubuh raksasa itu tampak gontai, bagai hendak rubuh.

   Tampak tepat di antara kedua matanya yang terbelah, mengalirkan darah segar begitu deras hingga hampir menutupi wajahnya yang semakin kelihatan menyeramkan.

   Rupanya, tebasan pedang Rangga tadi sangat tepat menghantam bagian kepalanya.

   Sehingga cahaya biru yang menyelubungi seluruh tubuhnya lenyap seketika.

   *** "Gila! Makhluk apa itu...?!"

   Desis Ki Saragating terkesiap.

   Orang tua ini benar-benar tidak menyangka kalau di balik selubung cahaya biru terang itu, tersembunyi sesosok makhluk aneh mengerikan bagai datang dari nereka.

   Begitu mengerikan dan sulit dipercaya.

   Sementara, Rangga sendiri sampai melangkah ke belakang beberapa tindak.

   Pendekar Rajawali Sakti sendiri hampir tidak percaya dengan apa yang ada di depan matanya.

   Sosok makhluk yang sangat aneh dan baru sekali ini disaksikannya.

   "Ghrrr...!"

   Makhluk aneh itu menggeram sambil melangkah menghampiri Rangga yang berdiri tegak, sejauh dua batang tombak lebih di depannya.

   Sorot matanya yang memerah, terlihat begitu tajam bagai sepasang bola api yang hendak membakar seluruh tubuh Pendekar Rajawali Sakti.

   Tampaknya, dia begitu marah karena selubung birunya bisa dilenyapkan.

   Bahkan mendapat luka di kening akibat tebasan Pedang Pusaka Rajawali Sakti.

   "Ghraaagkh...!"

   Sambil meraung keras, makhluk itu mengangkat kedua tangannya ke atas.

   Sementara, Rangga tetap berdiri tegak dengan pedang tersilang di depan dada.

   Cahaya pedangnya seakan hampir me nutupi seluruh tubuh Pendekar Rajawali Sakti.

   Sedangkan, makhluk aneh berbulu hitam itu semakin dekat saja jaraknya.

   "Ghrauuugkh...!"

   Sambil menggerung dahsyat, makhluk aneh berbulu hitam itu melompat cepat bagai kilat sambil mengibaskan kedua tangannya. Dan pada saat itu juga, Rangga melenting ke atas sambil berputar Sehingga, serangan makhluk itu hanya menyambar angin.

   "Yeaaah..!"

   Wut! Sambil berputaran di udara, Rangga mengibaskan pedangnya, tepat mengarah ke kepala yang bertanduk itu. Namun belum juga kilatan sinar biru pada pedang itu sampai, mendadak saja ... Slap! "Heh..?!"

   Cepat Rangga melenting dan berputaran ke belakang, begitu tiba-tiba kilatan cahaya emas menyambar tepat ke depan tubuhnya.

   Dan ini membuat serangannya pada makhluk aneh berbulu hitam itu terpaksa digagalkan.

   Tepat saat kedua kaki Pendekar Rajawali Sakti menjejak tanah, di depan makhluk aneh berbulu hitam itu sudah berdiri seorang wanita berwajah cantik berbaju tipis warna biru terang.

   Begitu tipisnya, sehingga bentuk tubuhnya yang ramping terlihat jelas membayang.

   Sementara Ki Saragating yang menyaksikan semua peristiwa itu jadi terbeliak kedua bola matanya.

   Dikenalinya betul wanita cantik yang tiba-tiba muncul menggagalkan serangan Pendekar Rajawali Sakti.

   Dialah yang siang tadi dicundangi Rangga.

   Dan sekarang, muncul menyelamatkan makhluk aneh berbulu hitam dari tebasan pedang Pendekar Rajawali Sakti.

   "Suiiit..!"

   Tiba-tiba saja wanita cantik berbaju biru tipis yang dikenal sebagai Nini Tunjung Arum bersiul nyaring.

   Dan belum lagi siulannya menghilang dari pendengaran, bermunculan gadis-gadis cantik yang semuanya mengenakan baju biru.

   Dan mereka langsung mengepung tempat ini, dengan tombak terhunus.

   Pandan Wangi bergegas mengajak Ki Saragating mendekati Rangga.

   Dan sebentar saja, Desa Randu Sangit yang sudah hancur ini dikepung gadis cantik bertombak panjang yang berjumlah puluhan orang.

   Dan kini sedikit pun tidak terdapat celah untuk bisa keluar dari kepungan yang sangat rapat itu.

   "Tepat dugaanku, Rangga. Di belakang semua ini pasti si Ratu Bukit Berdarah,"

   Desis Ki Saragating agak menggeram suaranya.

   "Hm... Tapi, dari mana makhluk itu bisa dida-patnya...?"

   Gumam Rangga seperti bertanya pada diri sendiri.

   "Hik hik hik hik...!"

   Nini Tunjung Arum jadi terkikik melihat para pendekar itu jadi kebingungan.

   Suara tawa Ratu Bukit Berdarah yang kering dan mengikik itu seperti suara wanita lanjut usia.

   Padahal, wajah Nini Tunjung Arum begitu cantik, bagai gadis remaja berusia sekitar tujuh belas tahun.

   Dan malam ini, Ratu Bukit Berdarah kelihatan begitu cantik bagai dewi baru turun dari kayangan.

   "Kalian tidak perlu bingung. Sudah sejak dari dulu aku selalu bersamanya. Dan baru kali ini aku keluar bersama, karena bantuannya sangat kubutuhkan,"

   Kata Nini Tunjung Arum kalem, sambil melirik sedikit pada makhluk aneh berbulu hitam yang ada di sebelah kirinya, agak sedikit ke belakang.

   "Apa yang kau cari di desa ini, Nisanak?"

   Tanya Rangga ingin tahu.

   "Keabadian hidup,"

   Sahut Nini Tunjung Arum mantap.

   "Tidak ada keabadian di dunia ini, Nini Tunjung Arum. Akan sia-sia saja usahamu. Semua yang ada di dunia ini tidak kekal,"

   Ujar Rangga seperti menggurui.

   "Kau tahu apa, heh...?! Justru kehadiranmu di sini membuat semua rencanaku jadi berantakan. Kau harus bertanggung jawab! Hanya dengan da-rah dan nyawamu saja semua kegagalanku bisa kau bayar,"

   Bentak Nini Tunjung Arum sengit.

   "Hm...."

   Kening Rangga jadi berkerut dengan suara menggumam pelan.

   Tuduhan Ratu Bukit Berdarah memang membuat hatinya jadi sakit.

   Tapi, Rangga masih bisa menahan diri.

   Sedangkan Pandan Wangi sudah mencabut senjata pusakanya berupa kipas baja putih yang ujung-ujungnya runcing seperti mata anak panah.

   Ki Saragating sendiri sudah meloloskan pedangnya.

   Tapi, mereka tidak ada yang berani bergerak, ketika melihat tangan Rangga sedikit terentang.

   Sedikit Rangga berpaling ke belakang, menatap langsung Ki Saragating dengan sudut ekor matanya.

   Laki-laki tua berjubah putih yang sudah menggenggam pedangnya itu melangkah dua tindak ke depan, hingga berada dekat dengan Pendekar Rajawali Sakti.

   Wajahnya disorongkan hingga mendekati wajah Rangga.

   "Kau tahu apa yang dimaksudkannya, Ki?"

   Ta-nya Rangga langsung dengan suara pelan setengah berbisik.

   "Intan Saga Merah,"

   Sahut Ki Saragating juga pelan suaranya.

   "Hm, apa itu..?"

   Tanya Rangga lagi setengah menggumam.

   "Batu Mustika Kehidupan, yang hanya ada satu di dunia ini. Tapi, tidak ada seorang pun yang tahu tempatnya. Tapi, memang pernah kudengar kalau batu itu akan muncul di Desa Randu Sangit. Hanya aku tidak tahu, kapan dan di mana pastinya batu Intan Saga Merah itu muncul,"

   Sahut Ki Saragating menjelaskan.

   "Hm.... Jadi, itu permasalahannya?"

   Gumam Rangga seperti bicara pada diri sendiri.

   "Ya! Aku rasa memang itu, Rangga,"

   Sahut Ki Saragating juga menggumam suaranya.

   Rangga hanya mengangguk angguk saja.

   Kini semua permasalahannya sudah bisa dimengerti.

   Nini Tunjung Arum yang lebih dikenal berjuluk Ratu Bukit Berdarah ternyata punya maksud, hingga bisa berbuat begitu keji dengan membantai seluruh penduduk Desa Randu Sangit.

   Pada hal yang diinginkan hanya sebuah batu mustika saja, sehingga sanggup melenyapkan orang-orang yang tidak berdosa dan tidak tahu permasalahan apa-apa.

   Saat itu juga darah Rangga jadi bergolak men-didih.

   Bahkan sorot matanya semakin terlihat tajam, menusuk langsung ke bola mata Nini Tunjung Arum.

   Perlahan kakinya terayun ke depan dua langkah.

   Sementara, Ki Saragating sudah berada kembali di sebelah Pandan Wangi.

   Kini, Rangga berhadapan langsung dengan Nini Tunjung Arum yang masih didampingi makhluk aneh berbulu hitam peliharaannya.

   *** "Ratu Bukit Berdarah! Kalau kau ingin membuat perhitungan denganku, sekaranglah saatnya!"

   Tantang Rangga lantang.

   "Hik! Kau akan mampus, Bocah!"

   Dengus Nini Tunjung Arum sengit, menerima tantangan Rangga yang terbuka.

   Tapi belum juga wanita ini melangkah, makhluk aneh berbulu hitam yang berada di sebelahnya sudah melompat begitu cepat bagai kilat, disertai geraman yang sangat dahsyat menggetarkan jantung.

   Begitu cepat terjangannya, hingga yang tetlihat hanya bayangan hitam saja berkelebat, meluruk ke arah Pendekar Rajawali Sakti! "Hap! Yeaaah...!"

   Namun Rangga yang memang sudah siap sejak tadi, langsung saja menghentakkan kedua tangannya ke depan, tanpa sedikit pun menggeser kakinya, Dan seketika dikerahkannya jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir.

   Hingga tepat pada saat kedua tangannya menghentak ke depan, melesat kilatan cahaya merah bagai api.

   Lalu....

   Splas! "Aaargkh...!"

   Makhluk berbulu hitam seperti kera raksasa itu kontan meraung keras, begitu pukulan yang dilepaskan Rangga tepat menghantam dadanya.

   Seketika tubuhnya terlempar ke belakang, dan keras sekali menghantam tanah berbatu.

   Belum juga makhluk mengerikan itu bisa bergerak bangkit, Pandan Wangi sudah melompat cepat bagai kilat sambil mengebutkan Kipas Mautnya ke arah leher makhluk mengerikan berbulu hitam pekat ini, sambil berteriak keras melengking tinggi.

   "Hiyaaat..!"

   Bet! Cras! Tidak ada lagi kesempatan bagi makhluk berbulu hitam seperti kera raksasa itu untuk menghindari serangan dahsyat si Kipas Maut.

   Ujung-ujung kipas baja putih yang runcing seperti mata anak panah, seketika merobek lebar tenggorokannya.

   Maka darah pun muncrat berhamburan dari lehernya.

   "Hap!"

   Sementara, Pandan Wangi sudah melenting kembali ke belakang dan berputaran beberapa kali di udara.

   Lalu, manis sekali kedua kakinya menjejak tanah lagi.

   Sedangkan makhluk aneh berbulu hitam pekat itu hanya sebentar saja menggelepar sambil mengerang, dan kini sudah bangkit kembali dengan gerakan cepat.

   Tapi belum juga bisa berbuat sesuatu, Ki Saragating sudah melompat dengan kecepatan kilat sambil mengebutkan pedangnya, tepat mengarah ke dada makhluk kera raksasa yang sangat mengerikan ini.

   "Hiyaaa...!"

   Bet! Kembali makhluk kera raksasa berbulu hitam itu tidak dapat lagi mengelak serangan yang begitu cepat ini. Dan.... Cras! "Aaaargkh...!"

   Kembali makhluk itu meraung keras, begitu pedang Ki Saragating merobek dadanya.

   Seketika darah kembali muncrat berhamburan deras.

   Serangan-serangan yang dilakukan Pandan Wangi dan Ki Saragating memang sangat cepat, hingga tidak ada seorang pun yang bisa menyadari lebih dulu.

   Sementara makhluk kera raksasa itu terus menggerung-gerung merasakan sakit yang amat sangat pada dada dan leher, akibat dirobek dua buah senjata.

   Dan darah pun terus mengucur deras, seperti air mengalir di sungai.

   Bruk! Keras sekali makhluk kera raksasa itu ambruk ke tanah, langsung menggelepar sambil menggerung-gerung.

   Dan seketika batu-batu di sekitarnya berpentalan menjauh.

   Dan tidak berapa lama kemudian, makhluk aneh itu mengejang kaku, lalu diam tidak bergerak-gerak lagi.

   Darah yang keluar memang begitu banyak, ditambah lagi lehernya sudah menganga akibat terkena sabetan senjata maut Pandan Wangi.

   Makhluk kera raksasa yang sempat menggemparkan itu akhirnya tewas dengan luka sangat parah.

   "Keparat! Kubunuh kalian semua! Hiyaaat..!"

   Nini Tunjung Arum yang lebih cepat menya-dari, jadi begitu geram melihat makhluk peliharaannya sekarat mendapat serangan yang begitu cepat dan beruntun tadi.

   Dan akhirnya, makhluk itu menggeletak tak bernyawa lagi.

   Dan tanpa menghiraukan siapa yang sedang dihadapinya, wanita cantik yang berjuluk Ratu Bukit Berdarah itu langsung melompat dengan kecepatan kilat sambil berteriak keras menggelegar.

   Namun belum juga serangannya sampai pada sasaran, Rangga sudah melenting ke udara memapak serangan Ratu Bukit Berdarah.

   Lalu dengan cepat sekali tangan kanannya dikebutkan meng-gunakan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'.

   Bet! "Ikh...?!"

   Nini Tunjung Arum jadi terpekik kaget.

   Cepat-cepat tubuhnya dilentingkan berputar ke belakang.

   Namun pada saat itu juga, Rangga sudah gencar mencecarnya dengan mengebutkan kedua tangannya bagai sepasang sayap burung rajawali.

   Begitu cepat kibasan-kibasan kedua tangan Pendekar Rajawali Sakti, membuat Nini Tunjung Arum terpaksa harus berjumpalitan di udara menghindarinya.

   Dan begitu wanita ini mendapatkan kesem-patan, cepat tubuhnya melesat ke belakang.

   Lalu, manis sekali kedua kakinya kembali menjejak tanah.

   "Serang mereka...!"

   Seru Nini Tunjung Arum lantang menggelegar memberi perintah pada pengikutnya.

   "Hiyaaa...!"

   "Yeaaah...!"

   Seketika itu juga pengikut Ratu Bukit Berdarah yang semuanya gadis-gadis muda berwajah cantik langsung berlompatan menyerang Ki Saragating dan Pandan Wangi.

   Namun, kedua orang ini memang sudah siap sejak tadi.

   Dan begitu gadis-gadis itu berlompatan menyerang, Pandan Wangi dan Ki Saragating langsung saja menyambut dengan senjata masing-masing yang terhunus.

   Pertempuran pun tak dapat dihindari lagi.

   Dan dalam waktu tidak berapa lama saja, sudah terdengar jeritan-jeritan panjang melengking tinggi, mengiringi ambruknya tubuh-tubuh ramping ber-simbah darah.

   Nyatanya, sudah lima orang bergelimpangan tidak bernyawa lagi dengan darah membasahi tanah Desa Randu Sangit ini.

   Sementara, Nini Tunjung Arum sudah kembali menyerang Pendekar Rajawali Sakti.

   Pertarungan antara kedua orang ini juga tidak kalah dahsyatnya.

   Nini Tunjung Arum sendiri sudah mengerahkan jurus-jurus tingkat tinggi, sehingga membuat Rangga juga terpaksa harus mengerahkan paduan jurus-jurus rajawali yang sangat diandalkan.

   *** Di lain tempat, Pandan Wangi dan Ki Saragating sudah bisa menguasai jalannya pertarungan.

   Walaupun dikeroyok gadis-gadis yang berjumlah cukup banyak ini, tapi memang tingkat kepandaian kedua orang itu memang belum bisa tertandingi.

   Tak heran kalau dengan mudah mereka berdua dapat mematahkan semua serangan, sehingga membuat gadis-gadis itu jadi tidak berdaya.

   Jerit dan pekikan kematian pun terus terdengar saling sambut, disusul ambruknya tubuh-tubuh molek yang berlumuran darah.

   Sedangkan Rangga sendiri sudah mulai menggunakan senjata pusakanya.

   Pedang Pusaka Rajawali Sakti itu memancarkan cahaya biru terang, membuat malam yang pekat jadi terang benderang bagaikan siang hari.

   Sementara Nini Tunjung Arum juga sudah menggunakan pedangnya.

   "Tahan jurus pamungkasku. Bocah! Hi-yaaat..!"

   Teriak Nini Tunjung Arum dengan suara keras menggelegar.

   Dan bagaikan kilat, Ratu Bukit Berdarah melesat sambil cepat memutar pedangnya.

   Kini yang terlihat hanya kilatan cahaya keperakan bergulung-gulung, meluruk deras bagai hendak membelah seluruh tubuh Pendekar Rajawali Sakti jadi beberapa bagian.

   Namun pada saat itu juga, Rangga mengerahkan jurus 'Pedang Pemecah Sukma'.

   "Hiyaaa...!"

   Bet! Cepat sekali Rangga mengebutkan pedangnya ke depan. Dan... Tring! "Ikh...?!"

   Nini Tunjung Arum jadi tersentak kaget sampai terpekik tertahan, begitu pedangnya membentur pedang Pusaka Rajawali Sakti.

   Cepat tubuhnya melenting ke belakang dengan berputaran beberapa kali di udara.

   Dan begitu kakinya menjejak tanah, kembali tubuhnya melesat menyerang pemuda berbaju rompi putih ini.

   "Hiyaaat..!"

   "Yeaaah...!"

   Namun Rangga yang masih mengerahkan jurus 'Pedang Pemecah Sukma', langsung saja berlompatan sambil mengebutkan pedangnya.

   Langsung dibalasnya setiap serangan Ratu Bukit Berdarah.

   Dan seperti sengaja, Rangga ingin mengadu pedangnya dengan pedang wanita itu.

   Tapi, tampaknya Nini Tunjung Arum tidak ingin menyambut pedang yang memancarkan cahaya biru terang itu dengan pedangnya sendiri.

   Dan keputusannya ini justru membuatnya tidak sadar akan pengaruh jurus 'Pedang Pemecah Sukma' yang berbahaya.

   Hingga dalam waktu tidak berapa lama saja, gerakan-gerakan Nini Tunjung Arum jadi tidak terkendali.

   Bahkan dalam satu kesempatan yang begitu kecil, Rangga berhasil membabatkan pedangnya, tepat ke bagian tengah pedang Nini Tunjung Arum.

   Nyatanya, Ratu Bukit Berdarah itu memang tidak sempat lagi menghindarinya.

   Hingga....

   Trang! "Akh...?!"

   Nini Tunjung Arum jadi terpekik.

   Dan seketika kedua bola matanya jadi terbeliak lebar, begitu melihat pedangnya terpenggal menjadi dua bagian tepat di tengah-tengah.

   Dan belum lagi sempat di-sadari apa yang terjadi pada pedang kebanggaan-nya, Rangga sudah melepaskan satu pukulan keras dengan tangan kiri lewat jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir.

   Begitu cepat pukulannya, hingga Nini Tunjung Arum tidak sempat lagi berkelit.

   Diegkh! "Aaaakh...!"

   Kembali Nini Tunjung Arum menjerit keras melengking tinggi, begitu dadanya telak sekali terkena pukulan Rangga.

   Dan seketika itu juga, tubuhnya jadi terpental sejauh dua batang tombak ke belakang.

   Bruk! Keras sekali tubuh ramping Ratu Bukit Berdarah itu jatuh menghantam tanah berbatu di Desa Randu Sangit ini.

   Namun wanita itu cepat bangkit kembali, walaupun agak terhuyung-huyung.

   Cepat keseimbangan tubuhnya bisa dikuasai dengan melakukan beberapa gerakan dari kembangan jurus yang dimiliki.

   Sementara, Rangga berdiri tegak dengan pedang tersilang di depan dada.

   "Phuih...!"

   Nini Tunjung Arum marah sambil membuang pedangnya yang sudah tinggal sepotong.

   Ditatap-nya Rangga yang masih menggenggam pedang pu-sakanya di depan dada.

   Begitu tajam sorot matanya yang jadi memerah itu, hingga terlihat bagaikan sepasang bola api yang hendak menghanguskan seluruh tubuh Pendekar Rajawali Sakti.

   Cring! Melihat lawannya kini tidak bersenjata lagi, Rangga cepat memasukkan pedang pusakanya ke dalam warangka di punggung.

   Maka seketika itu juga, cahaya biru terang yang memancar dari Pedang Pusaka Rajawali Sakti lenyap.

   Dan kini keadaan di sekitarnya kembali diselimuti kegelapan.

   *** "Aku akan mengadu jiwa denganmu...!"

   Desis Nini Tunjung Arum menggeram dingin.

   "Hm...."

   Rangga hanya menggumam saja sedikit.

   Sementara, Nini Tunjung Arum sudah membuat beberapa gerakan dengan kedua tangan, diikuti gerakan tubuhnya yang meliuk-liuk bagaikan ular.

   Namun, Rangga masih terlihat berdiri tegak dengan kedua tangan terlipat di depan dada.

   Kening Rangga agak berkerut juga melihat tubuh Nini Tunjung Arum perlahan-lahan menge-luarkan cahaya biru terang yang begitu mirip cahaya yang keluar dari Pedang Pusaka Rajawali Sakti.

   Dan lama-kelamaan, cahaya biru terang itu semakin banyak menggumpal menyelimuti seluruh tubuhnya.

   Dan yang terlihat kini hanya gumpalan cahaya biru saja yang berada di depan Pendekar Rajawali Sakti.

   "Ajalmu sudah tiba, Pendekar Rajawali Sakti...!"

   Desis Nini Tunjung Arum dingin mengge-tarkan.

   "Hm.... Dia mulai mengerahkan ilmu kesaktiannya. Baiklah Akan kuhadapi dia dengan aji 'Cakra Buana Sukma',"

   Gumam Rangga dalam hati.

   "Hap...!"

   Pendekar Rajawali Sakti langsung saja mengerahkan ilmu kesaktiannya yang sangat diandalkan.

   Kedua telapak tangannya dirapatkan di depan dada, begitu kedua kakinya merentang ke samping, dengan lutut tertekuk ke depan.

   Dan perlahan-lahan, tubuh pemuda berbaju rompi putih ini bergerak ke kiri sambil mengatur jalan pernapasannya.

   Lalu tidak lama kemudian tubuhnya bergerak lagi ke kanan.

   Dan begitu tubuhnya kembali tegak, tampak di antara kedua telapak tangannya yang merapat di depan dada, memancar cahaya biru yang seakan-akan hendak memberontak keluar.

   "Tahan ilmu pamungkasku! Hiyaaat...!"

   Sambil berteriak keras menggelegar, Nini Tunjung Arum langsung saja melompat cepat bagai kilat, menerjang Pendekar Rajawali Sakti.

   Namun, Rangga yang sejak tadi sudah siap seketika menghentakkan kedua tangannya ke depan sambil berteriak keras menggelegar.

   "Aji 'Cakra Buana Sukma'! Yeaaah...!"

   Begitu ceparnya serangan-serangan itu terjadi, hingga... Glaaar...! "Aaaa...!"

   Jeritan yang panjang dan melengking seketika terdengar nyaring dan menyayat, begitu cahaya biru yang memancar dari kedua telapak tangan Rangga menghantam gumpalan biru yang menyelubungi tubuh Nini Tunjung Arum.

   Tampak gumpalan cahaya biru itu terpecah menyebar ke segala arah.

   Dan bersamaan dengan itu, tubuh Nini Tunjung Arum hancur berkeping-keping disertai ledakan dahsyat menggelegar.

   Dan Rangga langsung mencabut aji 'Cakra Buana Sukma', hingga cahaya biru yang memancar dari kedua telapak tangannya lenyap seketika.

   Pendekar Rajawali Sakti jadi termangu, tidak menyangka kalau aji 'Cakra Buana Sukma' yang dikerahkannya akan berakibat seperti itu.

   Dan memang, tadi sempat dirasakan adanya penolakan ketika cahaya biru dari telapak tangan membentur selubung cahaya yang menutupi tubuh Ratu Bukit Berdarah.

   Namun justru daya penolakan itu membuat kekuatan aji 'Cakra Buana Sukma' jadi bertambah dengan sendirinya.

   Bahkan Rangga sendiri tidak dapat lagi mengendalikan.

   Dan akibatnya, sungguh sangat mengerikan! Tubuh Nini Tunjung Arum hancur bagai tergilas sebongkah batu yang sangat besar.

   Sampai-sampai tidak berbentuk lagi.

   Sementara bersamaan dengan itu, Pandan Wangi berhasil menebaskan Kipas Mautnya ke leher lawan terakhirnya.

   Dan kini, tidak ada seorang pun pengikut Ratu Bukit Berdarah yang masih tersisa.

   Mayat-mayat gadis muda bergelimpangan saling tumpang tindih, dengan darah berhamburan menyebarkan bau amis menusuk hidung.

   "Ki...?!"

   Pandan Wangi tiba-tiba terkejut, melihat Ki Saragating terhuyung-huyung dengan tubuh berlumur darah.

   Bergegas dihampiri orang tua itu dan langsung dipapahnya.

   Sementara Rangga masih berdiri terpaku di antara pecahan tubuh Nini Tunjung Arum.

   Pandan Wangi memapah Ki Saragating yang terluka menghampiri Pendekar Rajawali Sakti.

   "Kakang...,"

   Panggil Pandan Wangi.

   "Oh...?!"

   Rangga jadi tersentak kaget.

   Dan begitu berpaling, tampak Pandan Wangi tengah memapah Ki Saragating yang seluruh tubuhnya berlumuran darah.

   Bergegas dihampirinya, dan digantikannya Pandan Wangi yang tengah memapah orang tua ini.

   Rangga membawanya ke tempat yang agak jauh dari mayat-mayat gadis pengikut Ratu Bukit Berdarah.

   Mereka kemudian duduk di sana.

   Sementara, Pandan Wangi hanya berdiri saja di belakang Pendekar Rajawali Sakti.

   "Hanya luka goresan saja di bahu kiriku, Rangga. Aku tidak apa-apa,"

   Kata Ki Saragating seraya mencoba tersenyum.

   "Akan kusumbat aliran darahnya, Ki,"

   Kata Rangga.

   Ki Saragating hanya diam saja, saat Rangga memberi beberapa totokan di sekitar bahu kirinya yang terluka.

   Dan memang, darah seketika berhenti mengalir Ki Saragating menarik napas dalam-dalam, begitu merasakan tubuhnya langsung terasa lebih enak, setelah mendapat totokan Pendekar Rajawali Sakti.

   Memang cukup dalam juga luka Ki Saragating, hingga darah yang keluar cukup banyak.

   Dan Pandan Wangi langsung menghampiri.

   Dibalutnya luka di bahu kiri orang tua itu dengan kain yang disobeknya dari pakaian salah seorang pengikut Ratu Bukit Berdarah.

   Mereka kemudian sama-sama berdiri dan memandangi mayat-mayat yang bergelimpangan saling tumpang tindih.

   Untuk beberapa saat, mereka terdiam membisu.

   Namun pada saat itu, mendadak saja...

   Slap! "Heh.

   ?! Apa itu...?!"

   Sentak Rangga, ketika tiba-tiba saja terlihat seberkas cahaya merah melesat di angkasa begitu cepat bagai kilat.

   Ki Saragating dan Pandan Wangi langsung mendongak.

   Sekilas mereka masih melihat kilatan cahaya merah tadi sebelum menghilang di antara rimbunnya pepohonan.

   "ltulah yang dicari Nini Tunjung Arum. Bahkan semua orang persilatan selalu menginginkannya,"

   Jelas Ki Saragating.

   "Intan Saga Merah...?"

   Desis Pandan Wangi seperti bertanya pada diri sendiri.

   "Benar, Nini Pandan. ltulah yang dimaksud dengan Mustika Kehidupan. Tapi sampai saat ini belum pernah ada seorang pun yang bisa memilikinya. Batu itu tiba-tiba saja muncul, dan selalu menghilang kalau ada orang yang berusaha mencarinya,"

   Jelas Ki Saragating lagi.

   "Hmmm... Kau ingin memilikinya, Ki?"

   Tanya Rangga memancing.

   "Sedikit pun tidak pernah memimpikannya, Rangga,"

   Sahut Ki Saragating mantap. Tanpa berkata apa-apa lagi. Ki Saragating melangkah meninggalkan dua orang pendekar muda dari Karang Setra ini. Kakinya terus melangkah tanpa berpaling lagi. Sementara, Rangga dan Pandan Wangi hanya memandangi saja.

   "Mau ke mana kau, Ki?"

   Seru Pandan Wangi bertanya.

   "Mencari tempat yang tenang,"

   Sahut Ki Saragating tanpa menoleh lagi.-Dan orang tua itu terus saja melangkah semakin jauh menuju timur Desa Randu Sangit ini. Sementara Rangga dan Pandan Wangi terus memandangi sampai orang tua itu lenyap dan pandangan.

   "Ayo, Pandan,"

   Ajak Rangga.

   Kedua pendekar muda itu pun melangkah meninggalkan desa yang sudah hancur ini.

   Sementara, di ufuk timur semburat cahaya merah jingga mulai terlihat membias.

   Dan kicauan burung pun mulai terdengar mengisi pagi.

   Rangga dan Pandan Wangi terus berjalan meninggalkan Desa Randu Sangit.

   Tanpa disadari justru mereka berjalan ke arah jatuhnya cahaya merah dari Intan Saga Merah yang diyakini orang memiliki kekuatan untuk keabadian dalam hidup di dunia.

   "Kakang! Kau akan mencari mustika keabadian hidup itu...?"

   Tanya Pandan Wangi tiba-tiba.

   "Untuk apa? Toh aku sama sekali tidak percaya. Tidak ada yang kekal dan abadi di dunia ini. Pandan,"

   Sahut Rangga.

   "Aku hanya bertanya saja, Kakang,"

   Ujar Pandan Wangi.

   "Jangan-jangan kau tertarik?"

   Pancing Rangga.

   Pandan Wangi hanya menggeleng saja.

   Dan Rangga tersenyum lebar, melihat si Kipas Maut sama sekali tidak tertarik oleh pengaruh mustika yang dikatakan bisa membuat orang hidup abadi.

   Dan Rangga memang tidak akan percaya ada hidup yang abadi di dunia ini.

   SELESAI Scan by Clickers Kembali ke Bagian 4-6 Pendekar Rajawali Sakti Notizen von Pendekar Rajawali Sakti info

   

   

   

Pendekar Mabuk Darah Asmara Gila Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Pendekar Rajawali Sakti Iblis Lembah Tengkorak

Cari Blog Ini