Siluman Pemburu Perawan 2
Pendekar Rajawali Sakti Siluman Pemburu Perawan Bagian 2
"Kau hendak membalas dendam kedua orangtuamu?"
Resi Jayadwipa malah balik bertanya. 'Ya!"
Sahut gadis ini dengan mantap.
"Dia memiliki kepandaian tinggi. Dan kau akan menemui kesulitan."
"Aku tidak peduli! Katakan padaku Eyang, siapa orang itu?!"
"Orang itu bernama Bernawa."
"Terima kasih, Eyang. Akan kucari dia meski bersembunyi ke ujung langit sekali pun!"
Desis Suti.
"Kalau niatmu sudah keras, maka aku hanya bisa berpesan agar hati-hati. Gunakanlah topeng itu bila berada di keramaian. Dan bila bertemu Pendekar Rajawali Sakti, usahakan bersikap wajar-wajar saja. Satu hal lagi, jangan menarik perhatian orang seperti dulu. Nah, Cucuku. Selamat bertugas."
Setelah berkata begitu, Resi Jayadwipa berkelebat cepat bagai sapuan angin kencang.
Gadis itu sendiri tidak tahu, ke mana kakeknya berkelebat.
Untuk sesaat Suti Raswati terpaku merenungi pembicaraannya dengan kakeknya.
Terasa ada sesuatu yang menyentak-nyentak di hati.
Perasaan kesal, geram, lalu dendam, dan entah apa lagi.
Kenapa dia baru tahu sekarang setelah selama ini tersembunyi? Kenapa pada saat dia tahu justru kedua orangtuanya telah tiada? Suti Raswati memandang sayu pada topeng yang tadi diberikan kakeknya.
Kenapa kakek memberikan topeng ini? Namun kemudian otaknya cepat berpikir, bahwa kehidupannya beberapa waktu lalu begitu banyak menimbulkan kebencian sebagian orang.
Topeng kayu itu pasti sedikit banyak bisa menyembunyikan wajahnya di mata orang-orang yang ingin berurusan dengannya.
*** Seorang laki-laki bertampang kasar tengah duduk tenang menyantap hidangannya tanpa mempedulikan keadaan sekitarnya.
Padahal, suasana di dalam kedai ini cukup ramai.
Namun hal itu sama sekali tidak menarik perhatiannya.
Kumisnya yang tebal tampak bergerak-gerak ketika kedua rahangnya yang kokoh mengunyah makanan.
Sepasang alis tebal menaungi kelopak mata yang agak cekung.
Pandangannya tajam.
Tubuhnya agak besar dengan lengan berotot dan jari-jari kuat.
"Pelayan! Tolong beri aku lauk-pauk seperti tadi!"
Ujar laki-laki ini ketika seorang pelayan melintas di dekatnya.
"Baik, Tuan!"
Sahut pelayan kedai.
Tanpa disuruh, pelayan ini cepat membereskan sisa-sisa makan di piring tamunya itu.
Sebenarnya laki-laki bertampang seram itu sudah dua kali me-minta hidangan yang sama sejak mulai makan.
Berarti, tadi itu permintaan yang ketiga! Di samping itu dia juga menenggak beberapa telur ayam kampung dicampur cairan kental kekuningan yang dibawanya sendiri.
"Ada pesan yang lain, Tuan?"
Tanya pelayan tadi, ketika muncul kembali sambil membawa pe-sanan.
"Di mana penginapan terdekat?"
"Tuan hendak menginap? Hm.... Meski tidak terlalu bagus, kedai ini juga menyediakan penginapan!"
"Penginapan lengkap?"
"Tentu saja, Tuan! Sewanya juga murah."
Laki-laki bertampang seram itu tiba-tiba menarik bahu pelayan kedai. Mulutnya cepat didekatkan ke telinga. Berbisik.
"Ada...?"
Tanya laki-laki seram ini.
"Itu bisa diatur, Tuan! Mau yang bagaimana? Gemuk? Kurus, atau yang montok? Usianya muda? Tua? Atau yang sedang?"
Sahut pelayan kedai, cepat tanggap dengan bisikan tamunya.
"Tahukah kau selera yang pantas untukku?"
Laki-laki seram ini malah balik bertanya. Pelayan kedai itu memandang tamunya beberapa saat dengan dahi pura-pura berkerut.
"Ah, aku tahu! Pokoknya Tuan tahu beres. Se-lesai bersantap, maka Tuan bisa menghubungiku. Sekarang juga, aku mohon pamit sebentar pada majikanku untuk mencarikan yang sesuai keinginan Tuan!"
Kata pelayan ini.
"Baik! Carikan aku tiga, ya!"
Ujar laki-laki se-ram ini.
"Tiga?"
Tanya pelayan kedai, tak jadi melang-kah. Dipandangnya laki-laki seram ini dengan wajah heran.
"Iya, tiga. Kenapa?"
"Eh! Baik.., baik...."
Setelah berkata demikian, pelayan kedai itu beranjak pergi untuk mencari tiga sasaran bagi tamunya.
*** Telah cukup lama laki-laki bertampang seram tadi masuk ke kamar bersama tiga gadis yang di-pesan pelayan kedai.
Dan kini tinggal pelayan kedai itu sendiri yang jadi kesal, menunggui.
Masalahnya sejak tadi dia belum mendapat uang jasa dari tamunya.
Dan dia berusaha membunuh waktu dengan berjalan mondar-mandir.
Sesekali matanya memandang ke pintu dalam, tempat ruang penginapan berada.
Dari situlah laki-laki bertampang kasar tadi masuk, sebentar-sebentar dari mulut dan hidungnya keluar desahan kesal.
Rupanya tindak-tanduk pelayan kedai ini tak luput dari perhatian laki-laki setengah baya, yang agaknya adalah pemilik kedai dan penginapan ini.
"Ada apa, Sampak?"
Sapa laki-laki setengah baya itu.
"Eh?! Tidak apa-apa, Ki Rambat...!"
Sahut pelayan kedai yang dipanggil Sampak, sedikit kikuk.
"Jangan pura-pura! Aku tahu, kau tengah menunggu upeti dari laki-laki angker itu, bukan?"
Cecar pemilik kedai yang bernama Ki Rambat. Sampak hanya cengar-cengir.
"Kenapa? Dia belum memberikannya? Kulihat tadi kau membawa tiga gadis?"
"Itu dia! Sudah kubawakan tiga orang, aku tidak dapat apa-apa!"
Gemtu Sampak.
"Mungkin nanti. Tapi ngomong-ngomong, gila juga itu orang. Dia mau melahap tiga perempuan sekaligus?!"
Seru Ki Rambat dengan wajah heran.
"Aku juga bingung, Ki. Tapi melihat apa yang disantapnya, dia mungkin telah mempersiapkan diri, jelas Sampak.
"Orang itu mungkin punya keanehan. Sejak tadi, dia belum juga keluar kamar."
"Apa perempuan-perempuan itu digilir bergan-tian? Satu orang mendapat giliran sepuluh kali!"
Seloroh Sampak sambil tertawa lebar.
"Hush! Bisa saja kau, Sampak!"
"Laki-laki itu rakus perempuan. Mungkin saja setelah ini, dia akan minta pesanan lagi. Bisa sepuluh atau dua puluh, aku tak peduli. Yang penting bayar uang lelah padaku!"
Pada saat itu juga kata-kata Sampak terhenti ketika terdengar ribut-ribut dari arah belakang.
Serentak mereka menoleh ke arah sumber suara.
Dengan langkah lebar-lebar, mereka menuju ke belakang.
Begitu tiba di ruang penginapan, beberapa penghuni kamar yang lain tengah melongokkan kepala keluar, ke arah sumber suara ribut-ribut tadi.
Memang keributan diduga keras berasal dari kamar lelaki bertampang seram yang baru saja di-bicarakan.
Benar saja, dari pintu itu keluar laki-laki berkumis tebal dengan rahang kokoh.
Setelah menutup pintu, dia melangkah tegap.
Cepat Sampak menghampiri.
Sementara laki-laki itu kelihatan melangkah tenang, seperti tak terjadi apa-apa.
"Eh! Ada apa, Tuan? Apakah semuanya beres?"
Tegur Sampak. Laki-laki bertampang angker ini berhenti sebentar, lalu menatap Sampak.
"Hm, tidak."
Habis berkata demikian, laki-laki ini melangkah kembali meninggalkan Sampak.
"Eh, Tu..., an!"
"Apa?!"
Laki itu berhenti, dan berbalik.
Matanya memandang Sampak dengan sorot tajam.
Untuk sesaat darah Sampak berdesir.
Begitu mengerikan sorot mata laki-laki yang berdiri di depannya.
Penuh nafsu membunuh, laksana seekor harimau buas.
Namun kepentingannya belum selesai.
Maka dia memberanikan diri untuk menghampiri lagi.
"Eh, anu Tuan...,"
Kata Sampak tergagap, ketika setengah tombak di depan laki-laki itu.
"Katakan saja! Jangan berbelit-belit! Aku mesti pergi ke suatu tempat malam ini juga!"
Bentak laki-laki itu.
"Mungkin Tuan melupakan sesuatu. Maksud-ku..., upah untukku dalam mencari tiga orang gadis belum dibayarkan kepadaku,"
Jelas Sampak.
"O, kau minta persen lagi?"
"Bukan begitu Tuan. Tapi Tuan memang belum memberikan uang lelah...,"
Kilah Sampak dengan kepala tertunduk, tak kuasa menatap sorot mata laki-laki di depannya.
"Kau ingin uang lelah?"
Kata-kata laki-laki ini dikeluarkan dengan raut wajah marah. Kalimatnya ditekan sedemikian rupa menunjukkan hati yang geram.
"Eh! Ka..., kalau memang Tuan tidak kebe-ratan...,"
Sahut Sampak memberanikan diri.
"Ini, ambillah!"
Bersamaan dengan kata-katanya, laki-laki ber-teimpang seram itu menghujamkan jari-jari tangannya ke perut Sampak. Begitu cepat dan tak terduga, sehingga.... Jrosss! "Aaa...!"
Sampak kontan terpekik. Tubuhnya limbung dengan tangan memegangi ususnya yang terburai. Darah berlepotan menggenangi bumi tempatnya berpijak. Ketika ambruk, tubuhnya langsung kelojotan meregang nyawa. Lalu, dia diam tak berkutik lagi.
"Hei?!"
Orang-orang yang ada di tempat ini menjadi terkejut setengah mati.
Demikian pula Ki Rambat, pemilik kedai dan penginapan.
Namun sebelum mereka berbuat sesuatu, laki-laki bertampang seram tadi telah berkelebat keluar lewat pintu belakang, lalu menghilang di kegelapan malam.
"Sampak...!"
Desis pemilik kedai itu dengan wajah masih membayangkan keterkejutan. Laki-laki setengah baya ini memandangi Sampak bersama beberapa penghuni kamar-kamar yang berada di tempat itu. Salah seorang wanita mendekati Ki Rambat sambil berbisik lirih.
"Ketiga perempuan yang ada di kamar tadi mati, Ki...!"
"Mati? Astaga...!"
Sentak Ki Rambat, melotot kaget.
"Jidat mereka bolong dua seperti ditusuk dua batang besi!"
Lanjut wanita itu. Dan Ki Rambat semakin terkejut saja. Tidak mampu berbuat apa-apa untuk mengataa keterkejutan yang berturut-turut.
"Apa yang mesti kita lakukan, Ki?"
Tanya seseorang yang juga berada di dekatnya.
"Oh, apa?!"
"Sebaiknya kita urus mereka dulu!"
Timpal seseorang. 'Ya, kita akan urus mereka. Tapi salah seorang mesti memberitahukan kejadian ini kepada Ki Guteng,"
Sahut Ki Rambat.
"Biar aku saja, Ki!"
Sahut seorang pemuda yang juga pelayan kedai.
*** Seorang laki-laki berusia sekitar lima puluh lima tahun tiba di kedai Ki Rambat.
Tubuhnya kecil dengan kulit hitam, terbungkus pakaian kuning gading.
Dialah orang yang dimaksud Ki Rambat.
Namanya, Ki Guteng.
Dia menjabat keamanan Desa Kaligondang, yang masih terletak di Kadipaten Welirang.
Kini, Ki Guteng tengah memeriksa keempat mayat itu sambil menggeleng dan mendesah lemah.
"Bagaimana, Ki?"
Tanya Ki Rambat.
"Ini betul-betul perbuatan iblis!"
Desis keamanan Desa Kaligondang ini, geram.
"Iblis? Tapi dia mirip sekali dengan manusia. Lagi pula, mana mungkin iblis doyan perempuan?!"
Tukas Ki Rambat Ki Guteng melirik pemilik kedai ini.
"Bukan begitu maksudku, Ki! Orang yang melakukan ini sifatnya sama dengan iblis,"
Jelas Ki Guteng. Baru Ki Rambat mengangguk. Mengerti. Kemudian dijelaskannya ciri-ciri laki-laki yang telah membunuh keempat orang itu.
"Apakah kira-kira Ki Guteng pernah mengenalnya?"
Tanya Ki Rambat. Ki Guteng berpikir sebentar. Terlihat dari jidatnya yang sedikit berkerut.
"Tidak.... Aku tak pernah melihat orang itu sebelumnya,"
Kata keamanan desa itu menggeleng lemah.
"Tapi melihat ciri-ciri korban, agaknya dia yang belakangan ini dihebohkan orang."
"Siapa yang kau maksudkan, Ki?"
Cecar Ki Rambat.
"Siluman Pembum Perawan!"
"Eh?! Apakah itu berarti dia siluman betul?"
Tanya Ki Rambat dengan wajah ketar-ketir ketakutan. 'Tentu saja tidak. Itu julukan seseorang dalam dunia persilatan. Orang itu memang dikenal memiliki kesaktian hebat, jelas Ki Guteng, tersenyum hambar.
"Lalu apa yang mesti kita lakukan, Ki? Orang-tua mereka tentu tidak senang melihat kematian anaknya...,"
Lanjut Ki Rambat dengan sikap lesu.
"Jelaskan saja apa yang terjadi."
"Jelaskan apa yang terjadi? Gila! Itu sama ar-tinya membunuhku, Ki!"
Sentak Ki Rambat kaget.
"Apa maksudmu? Siapa yang akan membu-nuhmu?"
"Ya, orangtua mereka!"
Ki Guteng menggeleng lemah.
"Itu salahmu sendiri, mengapa mengajak mereka ke sini?"
"Sampak yang bawa mereka...,"
Kilah Ki Rambat.
"Telah berapa kali kuperingatkan padamu, agar jangan membuka kegiatan mesum di tempat ini. Tapi, kau tidak mau mendengarnya!"
Tandas Ki Guteng.
"Ya! Aku memang salah, Ki. Tapi, memang aku sudah tidak mengurusi soal-soal itu. Hanya Sampak dan anak buahnya suka mengambil kesempatan. Kalau ada tamu-tamu yang tanya,"
Kilah Ki Rambat lagi.
"Ketiga orangtua gadis itu tahu, apa yang mereka lakukan?"
"Yang satu tahu. Tapi dua lainnya tidak. Tahunya, anak mereka bekerja pada seseorang,"
Jelas Ki Rambat.
"Urusan ini jadi runyam!"
Desis Ki Guteng.
"Ya, karena itulah aku butuh pertolonganmu, Ki. Sekalian mencari pembunuh keji itu!"
"Biarlah nanti akan kucoba menjelaskan pada orangtua kedua gadis itu. Tapi soal mencari si pembunuh, aku angkat tangan."
"Apakah Ki Guteng tak mau membantu?"
"Bukan tidak mau. Tapi tepatnya tidak mampu!"
Jelas Ki Guteng, terus terang.
"Ki Guteng pesilat hebat yang bisa kupercaya."
"Orang ini seperti bukan manusia, Ki! Apakah kau tidak mengerti? Sepuluh orang sepertiku bakal disapu dalam sekejap!"
Ki Rambat jadi bingung sendiri mendengar jawaban itu. Ditatapnya Ki Guteng untuk beberapa saat.
"Lalu, siapa yang bisa kumintai tolong lagi?"
"Cobalah mengerti. Aku tidak mungkin menga-bulkan permintaanmu untuk mencari pembunuh itu. Nyawaku sendiri terancam, bila coba-coba mendekatinya."
"Lalu persoalan ini kita diamkan saja?"
Tanya, Ki Rambat dengan suara lemah.
"Kita tak punya pilihan, kalau ingin selamat..."
Desah Ki Guteng.
Pemilik kedai itu kembali terdiam.
Entah merenungi kata-kata yang terlontar dari mulut keamanan desa itu, entah juga memikirkan yang lain.
*** Setelah kejadian semalam, pengunjung kedai Ki Rambat jadi jauh berkurang.
Rata-rata mereka ngeri membayangkan korban-korban yang terjadi.
Mereka menganggap kedai itu kini tempat yang tak aman.
Pengunjung yang ada cuma dua orang.
Seorang laki-laki setengah baya, dan seorang pemuda berompi putih yang duduk di pojok ruangan.
Kalau laki-laki setengah baya itu kelihatan sebagai seorang pedagang, maka pemuda ini tampaknya dari persilatan.
Ini terlihat dari pakaian dan pedang bergagang kepala burung yang tersampir di balik punggung.
"Kisanak. Tolong bawakan lagi aku sayur seperti ini!"
Tunjuk pemuda berbaju rompi putih yang tak lain Rangga alias Pendekar Rajawali Sakti, pada mangkuk sayurnya yang telah ludes.
"Eh? Baik, Tuan!"
Seorang pelayan buru-buru menghampiri.
"Sebentar!"
Cegah pemuda itu ketika pelayan muda ini begitu berada di dekat Pendekar Rajawali Sakti.
"Ada apa, Tuan?"
Tanya pelayan ini.
"Kenapa kedai ini kelihatan sepi?"
Tanya Pendekar Rajawali Sakti, seraya memandang ke sekeliling.
Peiayan itu tidak langsung menjawab.
Namun matanya melirik ke arah Ki Guteng.
Tampak keamanan desa itu mengerling mata seperti melarang bicara.
Mereka memang dilarang menceritakan peristiwa semalam, karena khawatir para tamu akan takut.
Lalu, buru-buru meninggalkan kedai dan tidak akan pernah singgah lagi.
"Aku tidak tahu, Tuan..,"
Kata pelayan itu. Pendekar Rajawali Sakti memandang sekilas seperti hendak meyakini jawaban yang didengar-nya.
"O, maaf. Mungkin hanya perasaanku saja,"
Ucap Rangga, halus. 'Tidak apa, Tuan."
"Boleh aku bertanya lagi tentang satu hal?"
"Silakan, Tuan. Kalau bisa kujawab, tentu dengan senang hati kuberitahu."
"Pernahkah kau melihat seorang wanita muda, agak tinggi dan ada tahi lalat di dekat bibir atas?"
Tanya Pendekar Rajawali Sakti.
"Rasanya tidak pemah, Tuan,"
Sahut pelayan ini.
"Ya, sudah kalau begitu."
Pelayan itu segera angkat kaki untuk meme-nuhi pesanan Rangga.
Sementara dari pintu kedai, masuk seorang tamu bertubuh ramping.
Dari bentuk tubuhnya, jelas dia adalah wanita.
Pakaiannya sopan agak besar, berwarna merah muda.
Hal yang paling aneh, wanita itu ternyata memakai topeng kayu yang melukiskan wajah seorang wanita cantik jelita lengkap dengan bibir merah merekah dan hidung mancung.
Dia lantas duduk, tak jauh dari Pendekar Rajawali Sakti.
"Pesan apa, Nisanak?"
Tanya pelayan kedai yang melayani Rangga, setelah menyelesaikan tu-gasnya.
Wanita bertopeng itu menyebutkan pesanan-nya.
Suaranya keluar seperti dari perut.
Pelan, namun cukup jelas.
Duduknya saat itu membelakangi Rangga.
Sikapnya tampak tenang-tenang saja saat menunggu pesanan.
Sebentar kemudian, pelayan tadi datang membawa pesanan.
"Aku hendak bicara dengan majikanmu. Yang mana orangnya?"
Tanya wanita bertopeng ini.
"Tentang apa, Nisanak?"
Peiayan itu malah balik bertanya.
"Perlukah urusan penting kau ketahui?"
"Oh, maaf. Maaf, Nisanak. Sama sekali aku tidak bermaksud mencampuri urusan. Silakan saja. Itu pemilik kedai ini!"
Tunjuk pelayan itu kepada Ki Guteng. Memang, penunjukan itu atas perintah Ki Rambat. Bila ada orang yang mencarinya, maka akan dipertemukan dengan Ki Guteng saja. Sementara, Ki Rambat akan ikut mendengarkan.
"Hmm...."
Wanita itu bangkit sambil bergumam tak jelas. Dihampirinya laki-laki hitam bertubuh kurus itu.
"Kisanak pemilik kedai ini?"
Tanya wariita bertopeng.
"Ya. Ada keperluan apa?"
Sahut Ki Guteng.
"Aku mencari Siluman Pemburu Perawan. Apakah Kisanak pernah bertemu dengannya?"
Tanya wanita bertopeng itu tanpa basa-basi.
"Apa urusanmu dengannya?"
Balas, Ki Guteng, menyelidik.
"Hm.... Kurasa itu tidak penting kau ketahui."
"Aku yakin kau seorang wanita. Sebaiknya, hati-hati bila berurusan dengannya...,"
Cetus Ki Guteng, mengingatkan.
"Terima kasih atas nasihatmu, Kisanak. Akan kuingat itu. Tapi untuk saat ini, aku mampu menjaga diri. Kau tak usah khawatir. Nah! Kudengar desas-desus bahwa semalam tempat ini didatangi Siluman Pembum Perawan. Dapatkah kau memberitahu padaku, bagaimana ciri-ciri orang tersebut?"
Cecar wanita bertopeng ini. Mendengar itu Ki Guteng tak bisa mengelak lagi. Maka diceritakannya ciri-ciri orang yang dianggap sebagai Siluman Pemburu Perawan itu.
"Itu hanya dugaanku. Tapi, bukan merupakan jaminan kalau orang itu si Siluman Pemburu Perawan,"
Tambah Ki Guteng, setelah menyelesaikan ceritanya.
"Tidak mengapa. Terima kasih atas penjelasanmu, Ki,"
Ucap wanita bertopeng ini.
Kemudian wanita bertopeng itu berbalik.
Kakinya melangkah kembali ke mejanya untuk menyantap hidangannya dengan lahap.
Dibukanya topeng bagian bawah sedikit, agar suapannya tepat masuk ke mulut.
Semua itu dilakukannya sambil tertunduk.
Seolah takut orang-orang akan melihat bagian wajahnya.
Meskipun sedikit! *** Agaknya wanita bertopeng itu tidak punya urusan lain, sesudah menyelesaikan makannya.
Maka setelah membayar harga makanan, dia segera berlalu.
"Nisanak! Apakah kau sungguh-sungguh hendak mencari Siluman Pemburu Perawan?"
Tanya Ki Guteng penasaran, sebelum wanita itu keluar dari pintu kedai.
"Ya, kenapa?"
"Kau tahu bahwa orang itu memiliki kesaktian tinggi? Sebaiknya urungkan niatmu. Karena, kau akan celaka di tangannya,"
Ujar Ki Guteng.
"Apakah menurutmu aku akan celaka di tangannya? Apa karena kau melihatku sebagai wanita? Percayalah! Aku bisa jaga diri!"
Sahut wanita itu tandas.
Setelah berkata begitu, wanita bertopeng ini buru-buru keluar dan melompat sigap ke punggung kudanya.
Jarak tempatnya berdiri dengan kuda yang tengah ditambat, lebih kurang lima langkah.
Namun tubuhnya enak saja melayang tanpa beban laksana kapas tertiup angin.
Ki Guteng sempat terkesiap melihat ilmu meringankan tubuh wanita itu demikian hebat.
Paling tidak membuatnya sedikit percaya kalau wanita bertopeng itu bukan orang sembarangan.
"Kau memang tidak boleh meremehkan orang, Kisanak!"
"Hei?!"
Tiba-tiba terdengar suara teguran membuat Ki Guteng tersentak kaget.
Dan bukan saja sapaan itu yang membuatnya terkejut, melainkan tepukan di pundaknya.
Terasa berat luar biasa, seolah sebelah bahunya diganduli beban berat.
Dan tak terasa, terpaksa dia memiringkan pundaknya sebentar Setelah Ki Guteng berbalik, tampak si pemuda berbaju rompi di depannya tersenyum.
Lalu kaki pemuda yang memang Rangga melangkah keluar dengan tenang menghampiri kuda berbulu hitam yang ditambat di depan kedai.
"Apa maksudmu, Anak Muda?"
Tanya Ki Guteng penasaran, ketika Pendekar Rajawali Sakti hendak melompat ke punggung kudanya.
"Kau berdusta padanya. Juga berdusta padaku. Apakah kau kira aku tak tahu, bahwa kau bukan pemilik kedai ini? Kau pun melarang pelayanmu untuk menceritakan kejadian semalam. Entah, apa maksudmu. Tapi itu urusanmu. Dan aku tak berminat ikut campur,"
Sahut Rangga, kalem.
"Eh! Sebenarnya aku tidak bermaksud begitu...,"
Kilah Ki Guteng.
"Sudahlah. Tidak apa-apa. Kau lakukan hal itu untuk melindungi kedai ini, bukan?"
Tukas Rangga.
Lalu tanpa banyak bicara lagi, Pendekar Rajawali Sakti segera menggebah kudanya dan segera berlalu dari kedai itu diikuti tatapan Ki Guteng.
Entah kenapa, da merasa menyesal atas dugaannya yang salah tentang kedua orang itu.
Keduanya pasti memiliki kesaktian yang bisa diandalkan! *** Pendekar Rajawali Sakti Notizen von Pendekar Rajawali Sakti info .
177.
Siluman Pemburu Perawan Bag.
5 -8 (Selesai) 7.
MArz 2015 um 21.43 "Heaaa...!"
Pendekar Rajawali Sakti cepat menggebah Dewa Bayu, ke arah wanita bertopeng berlalu tadi.
Begitu cepat lari kuda hitamnya, hingga yang terlihat hanya kelebatan bayangan hitam dan putih saja.
Maka tak heran kalau tak lama, Pendekar Rajawali Sakti telah melihat sosok berwarna merah muda di atas punggung kuda coklat, berjarak lima puluh tombak.
Sementara sosok wanita di depan sana tampak memperlambat jalan kudanya ketika merasa ada yang mengikuti dari belakang.
Kelihatannya tidak sembunyi-sembunyi.
Kini makin lama jarak mereka semakin dekat Persis setelah beberapa saat melewati batas Desa Kaligondang.
Sengaja sosok yang ternyata seorang wanita itu menghentikan laju kudanya, seperti menunggu Pendekar Rajawali Sakti yang telah memperlambat lari kudanya.
"Kisanak! Ada urusan apa kau mengikutiku?"
Tanya wanita bertopeng itu, seraya membalikkan arah kudanya.
Dan kini dia berhadapan denganPendekar Rajawali Sakti yang telah menghentikan kudanya.
Seperti juga saat bicara dengan Ki Guteng, wanita bertopeng ini menggunakan suara perut.
Sehingga suaranya terdengar sengau dan mirip suara bocah perempuan.
"Mendengar pembicaraanmu di kedai tadi, kurasa kita memiliki tujuan sama...,"
Sahut Pendekar Rajawali Sakti.
"Apa maksudmu?"
Tanya wanita bertopeng itu.
"Bukankah kau tengah mencari Siluman Pemburu Perawan?"
Tegas Rangga.
"Apa urusanmu dengannya?" 'Tidak ada. Hanya saja aku mengemban janji kepada beberapa orang yang keluarganya menjadi korban Siluman Pemburu Perawan...."
"Apakah keluargamu yang menjadi korban-nya?"
"Bukan. Aku bahkan baru mengenal keluarga si korban."
"Hm, mulia sekali hatimu? Tahukah kau, bahwa Siluman Pemburu Perawan adalah tokoh sakti yang tidak bisa dipandang sebelah mata? Kau membahayakan dirimu sendiri untuk persoalan yang tidak ada untungnya bagimu."
"Terima kasih, Nisanak. Sayang sekali, aku bukan pedagang yang mementingkan untung rugi. Kejahatan mesti diperangi. Di mana dan dalam bentuk apa pun,"
Sahut Pendekar Rajawali Sakti mantap.
"Lalu, kenapa kau mengikutiku?"
Cecar wanita bertopeng.
"Kudengar sedikit banyak kau mengenai bu-ruanmu. Sedangkan bagiku, orang itu masih kabur,"
Sahut Rangga terus terang. Wanita itu tertawa kecil.
"Jadi kau seperti hendak mencari jarum di tumpukan jerami? Tidak bisa membedakan, mana jarum dan mana jerami?"
Rangga tersenyum.
"Sepertinya memang begitu. Tapi kurasa ada hal lain...."
"Apa maksudmu?"
"Aku seperti pernah mengenalmu!"
Mendengar itu, wanita bertopeng ini kelihatan gugup.
Dia tidak langsung menjawab.
Kalau saja topengnya tersingkap, niscaya pemuda itu akan melihat perubahan raut wajahnya.
Namun begitu, agaknya Rangga bisa merasakan sedikit lewat pancaran sinar mata yang menyorot dari lubang pada topeng.
"Hm.... Kau tentu hanya berkelakar. Mana mungkin kau mengenalku, karena baru sekali ini aku keluar rumah!"
Sahut wanita itu menghapus kegugupannya.
"Di mana rumahmu?"
Desak Rangga.
"Cukup jauh dari sini!"
"Seorang wanita berjalan seorang diri tanpa berbekal senjata untuk mengejar Siluman Pembum Perawan. Hm..., apa artinya ini?"
"Kenapa?! Apakah kau pun meremehkanku?! Aku cukup mampu menjaga diriku!"
Sentak wanita bertopeng itu.
"Maukah kau membuktikannya di depanku?"
"Apa maksudmu?"
Mendadak wanita bertopeng ini sadar kalau terkena pancingan Pendekar Rajawali Sakti.
"Aku akan menyerangmu beberapa jurus. Akan kulihat, apakah kau memang bisa menjaga diri seperti katamu,"
Jelas Rangga.
"Aku tidak biasa pamer kepandaian...,"
Kilah wanita ini.
"Ini bukan pamer kepandaian. Tapi, sekadar membuktikan kata-katamu. Apakah kau seorang pembohong atau tidak."
"Terserah apa pendapatmu. Tapi aku tidak suka memperlihatkan kepandaianku depan orang lain,"
Sahut wanita itu, menegaskan.
"Kenapa? Kau takut jurus-jurusmu dikenali, dan dengan begitu penyamaranmu terungkap?"
Sindir Rangga.
"Aku tidak mengerti maksudmu. Dan kurasa, urusan kita tidak ada sangkut-pautnya. Aku permisi dulu!"
Lanjut wanita bertopeng itu, seraya berbalik. Cepat kudanya digebah agak kencang.
"Tunggu!"
Cegah Rangga. Tapi wanita itu tak mempedulikannya. Sehingga terpaksa Rangga menggebah kudanya untuk mengejar.
"Jangan katakan bahwa di antara kita tidak ada urusan! Aku kenal siapa kau!"
Teriak Pendekar Rajawali Sakti, ketika telah menjajari kudanya di samping wanita bertopeng ini.
"Kau mengigau. Jangan ganggu aku. Uruslah persoalanmu sendiri!"
Balas wanita bertopeng.
"Persoalanku memang menyangkut seseorang...,"
Kata Rangga.
"Bagus! Kalau begitu tak ada sangkut-pautnya denganku,"
Sahut wanita ini.
"Kau salah. Justru kaulah yang menjadi persoalanku!"
Tuding Pendekar Rajawali Sakti.
"Apa maksudmu?"
Tanya wanita bertopeng itu. Nyata sekali kalau kata-kata wanita itu dikeluarkan karena perasaan tidak senang atas desakan pemuda berbaju rompi putih ini.
"Selama beberapa minggu ini, aku berkeliling tempat menghabiskan waktu untuk mencarinya...,"
Lanjut Pendekar Rajawali Sakti tak peduli sikap wanita itu.
"Siapa yang kau cari?"
Tanya wanita ini dengan suara bergetar, seraya menghentikan laju kudanya kembali.
"Orang itu bernama Suti Raswati. Namun, lebih dikenal sebagai Bidadari Penakluk!"
Jawab Rangga, juga menghentikan kudanya.
"Hm.... Aku tidak kenal orang itu...,"
Sahut wanita bertopeng itu dengan suara bergetar.
"Tidak. Kau pasti mengenalnya!"
Sergah Rangga.
"Jangan memaksaku!"
Sentak wanita ini.
Pendekar Rajawali Sakti memandang tajam ke arah wanita bertopeng ini seperti hendak mengorek jauh ke lubuk hati melalui sepasang matanya.
Dan belum ada yang berbicara....
Wesss...! Mendadak melesat sebuah bayangan laksana sapuan angin kencang.
"Heh?!" *** "Hup!"
Sejenak Pendekar Rajawali Sakti kaget, namun cepat mencelat dari punggung kudanya. Dan seketika disongsongnya sosok yang berkelebat. Plak! Plak! "Aaakh...!"
Rangga mengeluh tertahan ketika terjadi ben-turan keras. Dia kaget bukan main merasakan ada tenaga dorongan kuat yang membuatnya terhempas ke belakang dengan keras. Pemuda itu terpelanting, meski mampu menjejakkan kedua kaki ke tanah.
"Hiiih!" Wesss...! Pada saat itu juga sosok bayangan ini kembali menerkam ke arah Rangga. Kecepatannya sama seperti tadi.
"Celaka...!"
Keluh Rangga.
Sungguh Pendekar Rajawali Sakti tak habis pikir, bagaimana sosok ini mampu berbuat seperti itu? Mestinya Rangga mempersiapkan diri barang sesaat.
Namun entah kenapa dia seperti belum bisa berbuat sesuatu untuk menghadapi serangan.
Apalagi, sosok itu seperti memiliki kekuatan luar biasa.
Dan dalam keadaan demikian tentu saja, Rangga bisa celaka.
"Kisanak! Biar aku coba membantumu!"
Begitu habis kata-katanya, wanita bertopeng itu cepat mencelat dari kuda sambil mengayunkan pukulan ke arah sosok yang tengah menyerang Rangga. Wuuus! "Hei?!"
Sosok yang tengah mencelat ke arah Pendekar Rajawali Sakti terkejut melihat tenaga pukulan wanita bertopeng itu. Seketika dia menjatuhkan diri dan cepat bergulingan untuk menghindari.
"Uhh...!"
Kesempatan itu tidak disia-siakan Rangga. Secepat kilat tubuhnya berkelebat sambil menghantamkan pukulan bertenaga dalam tinggi, ketika sosok itu baru saja berdiri.
"Hiyaaa!"
"Hup!"
Namun sosok yang dihadapi sungguh hebat.
Meski dalam keadaan tak siap, namun masih mampu menjatuhkan diri kembali dan bergulingan menghindari hantaman.
Lalu tiba-tiba tubuhnya melenting laksana seekor ikan yang berada di tanah hendak mencari air.
Kemudian merasa tidak mampu menghadapi gabungan kedua lawannya, dia mencelat jauh dan cepat menghilang.
"Edan! Orang gila dari mana pamer kepandaian di sini!"
Rutuk Pendekar Rajawali Sakti kelihatan penasaran sekali, seraya hendak berkelebat.
"Jangan dikejar!"
Cegah wanita bertopeng itu.
"Apa maksudmu?"
Tanya Rangga, begitu menghentikan gerakannya.
"Tidak perlu. Tapi, terserahmu saja. Dia akan datang lagi untuk menangkapku,"
Sahut wanita itu, agak ragu.
"Ada urusan apa? Sepertinya kau begitu yakin kalau dia akan datang?"
Tanya Rangga, memandang curiga.
"Kenapa memandangku begitu rupa? Tidak ada yang aneh, bukan? Apakah kau tidak menge-nali orang itu?"
Rangga menggeleng lemah.
"Pantas! Nah! Bukalah matamu lebar-lebar. Orang itulah yang kau cari-cari!"
Ujar wanita bertopeng.
"Apa? Maksudmu dia Siluman Pemburu Perempuan?!"
Sentak Rangga. Wanita bertopeng itu mengangguk.
"Katamu kau mencari-carinya. Lalu kenapa diam saja saat dia kabur?"
"Untuk apa? Hanya buang-buang waktu. Aku cukup sekadar mengetahui kalau dia ada di wilayah ini. Dia akan datang padaku tanpa kuminta. Aku cukup berbekal kewaspadaan saja,"
Jelas wanita bertopeng itu, tenang. Untuk sesaat Rangga terdiam. Tak tahu mesti berkata apa.
"Kau sudah tahu buruanmu, bukan? Kini kita tak perlu jalan beriringan lagi. Dan kau pun tak perlu membuntutiku. Kita punya cara sendiri untuk memburunya,"
Lanjut wanita bertopeng itu.
Kembali Rangga tak tahu harus berkata apa.
Dia tak punya alasan kuat untuk terus membuntuti.
Tapi apa yang dikatakan wanita bertopeng itu rasanya masuk di akal.
Siluman Pemburu Perawan pasti akan memburunya.
Jadi, wanita itu tidak perlu repot-repot mencarinya.
Kalaupun tadi kabur, hanya karena merasa tidak mampu menghadapi mereka berdua.
Tapi begitu mereka berpisah, maka siluman itu bisa saja muncul.
Bahkan menangkap wanita bertopeng ini.
"Urusan kita belum selesai."
Akhirnya hanya itu yang bisa keluar dari mulut Pendekar Rajawali Sakti.
"Urusan apa?"
Tanya wanita bertopeng ini.
"Kau membuatku curiga."
Wanita itu tertawa kecil.
"Sudah kukatakan, kau mencari orang yang salah. Tidak ada gunanya mendesakku,"
Kilah wanita ini.
"Kalau saja kau menanggalkan topengmu, tentu saja urusan kita selesai. Karena aku bisa mengenalmu."
"Itu tidak mungkin!"
"Kenapa? Kau takut dikenali?"
"Tidak. Tapi ini soal harga diri. Aku tidak sudi menyenangkan hatimu dengan menuruti apa yang kau inginkan!"
Sergah wanita itu, tegas.
"Kalau begitu aku akan membukanya dengan paksa,"
Balas Rangga, mantap.
"Gila! Jangan memaksaku!"
Desis wanita itu agak kesal. 'Yang membuatku terpaksa adalah kau sendiri.
"
"Jangan cari gara-gara, Kisanak. Aku tidak akan memaafkanmu untuk hal itu!"
Ancam wanita bertopeng ini.
"Sekian lama aku mencarinya. Dan tidak akan kubiarkan kau pergi begitu saja, meski apa pun yang terjadi!"
Sahut Pendekar Rajawali Sakti keras kepala.
"Jangan paksa aku. Pergilah!"
"Tidak! Bersiaplah!"
Tegas Rangga. Kemudian secepat itu pula Pendekar Rajawali Sakti mencelat ke arah wanita bertopeng itu sambil mengayunkan tangan kanan untuk menyambar topeng.
"Hiiih!"
Tapi, agaknya wanita itu tidak tinggal diam.
Telapak tangan kirinya cepat menghantam ke depan.
Wuuut...! Rangga langsung berkelit, sambil berputar.
Kemudian dilepaskannya tendangan kilat ke perut.
Namun wanita itu cepat menangkis tendangan dengan kaki kanan.
Plak! Baru saja terjadi benturan kaki kiri, wanita ini meluncur ke muka Pendekar Rajawali Sakti.
Wuttt..! "Uhh...!"
Rangga cepat melompat ke belakang. Dan baru saja kakinya mendarat di tanah..... Wesss...! "Heh?!"
Mendadak saja, sebuah benda sebesar kepalan bayi melesat secepat kilat ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
Walaupun hatinya terkejut Pendekar Rajawali Sakti cepat menjatuhkan diri dan bergulingan menjauh.
Jder! Benda itu langsung meledak, menebarkan asap hitam tebal yang cepat mengembang dan menutupi pemandangan.
Rangga hanya bisa memaki kesal, ketika bangkit.
Dan tiba-tiba, kedua tangannya menghentak ke depan.
"Aji Bayu Bajra! Heaaa...!"
Wusss...! *** Angin kencang laksana topeng dari telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti yang menghentak menyapu tempat itu.
Kabut hitam seketika sirna.
Dan seperti yang telah diduga, wanita bertopeng itu telah lenyap, meninggalkan kudanya begitu saja.
"Hm.... Dia sungguh cerdik!"
Gumam Rangga.
"Kalau menggunakan kuda pasti geraknya tidak leluasa dan bisa terkejar olehku."
Pendekar Rajawali Sakti memandang ke sekeliling tempat, mengawasi dengan seksama. Bagai-manapun, dia tidak begitu yakin kalau wanita itu mampu menghilang secepat ini.
"Aku yakin dia masih berada di sekitar tempat ini. Mungkin bersembunyi di suatu tempat,"
Pikir Rangga. Berpikir begitu, Rangga melompat ke punggung kudanya. Sambil menggebah Dewa Bayu pe-lan-pelan, mulai mengerahkan aji 'Pembeda Gerak dan Suara'. Dengan menggunakan ajian itu, telinganya bisa mendengar sehelai daun jauh sekali pun.
"Hm...!"
Rangga bergumam pendek.
Telinganya mendengar perbedaan suara dan detak jantung yang amat halus tidak jauh darinya.
Pendekar Rajawali Sakti merasakan desir angin berbelok.
Padahal batang pohon yang menghalanginya tidak terlalu besar.
Namun belokan angin itu terasa bergeser jauh.
Itu berarti ada sesuatu yang membuat batang pohon itu melebar, yaitu seseorang bersembunyi di belakang batangnya.
Namun hal yang membuat Rangga takjub adalah, kemampuan orang itu dalam mengatur pernapasannya, sehingga terdengar halus sekali.
Bahkan nyaris samar.
Sehingga sedikit menyulitkan bagi pemuda itu mengenalinya.
Perbedaan napas atau halusnya napas orang yang didengar Rangga yang membuat dugaannya membingungkan.
Wanita itu, atau orang lain? Rangga menghentikan langkah kudanya.
Matanya, langsung memandang ke batang pohon yang dicurigainya.
Kali ini dikerahkannya aji 'Tatar Netra' untuk bisa melihat jelas, siapa gerangan manusia yang bersembunyi di balik batang pohon itu.
Sesaat dahinya berkerut setelah menangkap pakaian orang yang bersembunyi di balik gerumbulan cabang-cabang pohon yang berdaun lebat.
Kelihatan rapi sekali.
Dan bagi mereka yang tidak memiliki penglihatan tajam, akan sulit menemukannya.
"Kisanak! Tak ada gunanya bersembunyi. Ke-luarlah! Dan, tunjukkan dirimu di depanku!"
Teriak pemuda itu lantang.
"Ha ha ha...! Sungguh tajam pendengaran dan penglihatanmu, Bocah!"
Terdengar sahutan yang disusul berkelebatnya satu sosok dari gerumbulan semak pohon yang sejak tadi diperhatikan Pendekar Rajawali Sakti.
Sosok itu langsung melayang ringan, melewati atas kepala Rangga lalu mendarat pada jarak lima langkah dengan sikap membelakangi.
"Hm.... Kau penyerang tadi rupanya. Apa maksudmu berkeliaran di sini?"
Tanya Rangga, dingin.
"He he he...! Kudengar kau mencari-cariku. Apakah nyalimu sudah demikian hebat, sehingga berani mencari urusan denganku?"
Tanya sosok bertubuh tinggi tegap.
"Siluman Pemburu Perawan! Kau tidak perlu mempersoalkan nyaliku segala. Perbuatan yang kau lakukan selama ini amat terkutuk. Dan sudah sepantasnya orang sepertimu mati!"
Kata Rangga, mantap.
"Hua ha ha...! Bocah! Sungguh hebat bica-ramu. Tapi aku khawatir, karena orang yang selalu bicara besar biasanya yang bakal cepat mampus!"
"Akan kita lihat hari ini!"
Sahut Rangga tenang. Dengan kata-kata itu, berarti Pendekar Rajawali Sakti memang berusaha memancing kemarahan. Karena selesai bicara begitu, sosok ini berbalik. Tampak wajahnya yang ditumbuhi kumis lebat dengan sorot mata tajam.
"Hm.... Akan kulihat, sampai di mana kesom-bonganmu!"
Dengus sosok yang ternyata berjuluk Siluman Pemburu Perawan.
"Heaaa...!"
Seketika tubuh Siluman Pemburu Perawan berkelebat sambil memutar-mutar tangannya yang kokoh.
Bet! Bet! Rangga tak kalah sigap.
Cepat tubuhnya meluruk, berusaha memapak serangan.
Plak! Plak! Terjadi benturan berkali-kali, Rangga tampak terjajar beberapa langkah.
Sementara Siluman Pemburu Perawan telah kembali berkelebat sambil menyambarkan tangan kanannya.
Dengan gerakan dahsyat, Rangga menangkis menggunakan telapak tangan kiri.
Plak! Sehabis menangkis, Rangga memutar tubuhnya dengan tangan kanan menghantam ke leher.
Wuttt...! Namun Siluman Pembum Perawan telah me-runduk, seraya menyarangkan kepalan tangan ke dada.
"Hup!"
Untung Pendekar Rajawali Sakti segera mencelat ke atas, lalu membuat putaran beberapa kali di udara.
"Heaaa...!"
Baru saja Rangga mendarat, Siluman Pemburu Perawan mengejar. Di luar dugaan, Pendekar Rajawali Sakti mengegos ke kiri seraya melepaskan tendangan berputar yang cepat dan dahsyat. Wuuut! Desss...! "Aaakh...!"
Siluman Pemburu Perawan mengeluh tertahan.
Tubuhnya terjajar beberapa langkah.
Namun dengan cepat dia bisa menguasai diri dan kembali meluruk menyerang.
Rangga pun segera melayani.
Ketika Siluman Pemburu Perawan melepaskan gedoran dengan kedua tangan, cepat disambutnya dengan kedua tangannya yang berisi tenaga dalam tinggi.
Dan....
Derrr...! "Aaakh...!"
"Aaakh...!" *** Pendekar Rajawali Sakti dan Siluman Pemburu Perawan sama-sama terhuyung ke belakang. Rangga cepat belajar dari pengalaman tadi. Dan betul saja. Pada saat dia belum bersiap, laki-laki bertampang seram itu telah kembali menyerang, seolah memiliki tenaga ganda.
"Uts!"
Pendekar Rajawali Sakti cepat membuang tubuhnya dan langsung bergulingan menghindari terkaman Siluman Pemburu Perawan yang bertubi-tubi.
Serangannya silih berganti antara tendangan dan pukulan.
Pada satu kesempatan Pendekar Rajawali Sakti mencelat ke atas, hendak melewati kepalan Siluman Pemburu Perawan dengan tubuh berputaran.
Namun tanpa disangka, Siluman Pemburu Perawan melesatkan tubuhnya, tepat ketika Rangga berada di atas kepala.
Saat itu juga, dilepaskannya satu hantaman keras.
Desss...! "Aaakh...!"
Pendekar Rajawali Sakti menjerit kesakitan dengan tubuh terlempar agak jauh. Begitu jatuh di tanah, dari mulutnya terlihat darah menetes pelan. Perlahan-lahan Rangga merangkak bangkit sambil meringis menahan sakit.
"Yeaaa...!"
Baru saja menjejak tanah, Siluman Pemburu Perawan yang menyadari kalau Pendekar Rajawali Sakti terluka karena pukulannya, kembali melompat. Agaknya dia bermaksud menghabisi Rangga saat itu juga.
"Celaka...!"
Desis Rangga dalam hati.
Dalam keadaan demikian, bagi Pendekar Rajawali Sakti agaknya sulit untuk berbuat banyak.
Maka dengan cepat tangannya bergerak ke punggung.
Lalu....
Sriiing! Secepat kilat Pendekar Rajawali Sakti melolos-kan Pedang Pusaka Rajawali Sakti yang langsung memancarkan sinar biru berkilau.
Wuttt...! Siluman Pemburu Perawan terkesiap ketika Pendekar Rajawali Sakti mengebutkan pedangnya.
Saat itu juga serangannya diurungkan.
Tubuhnya langsung bergulingan di tanah, lalu kembali melenting bangkit.
Dan sebelum Pendekar Rajawali Sakti melakukan serangan, laki-laki bertampang seram ini sudah kembali meluruk dengan sambaran-sambaran tangannya yang kokoh.
"Uts!"
Rangga cepat mengegoskan tubuhnya ke kanan.
Namun di luar dugaan, pada saat itu kaki kanan Siluman Pemburu Perawan menerjang ke dada.
Dengan sebisanya, Pendekar Rajawali Sakti mengayunkan pedangnya ke kaki.
Wuttt...! Namun Siluman Pemburu Perawan tanpa sengaja malah berusaha menangkis dengan tangan kiri.
Dan....
Desss...! Crasss...! "Aaakh...!"
"Aaakh...!"
Terdengar dua pekikan saling susul.
Pedang Pendekar Rajawali Sakti tepat menebas pergelangan tangan kiri Siluman Pemburu Perawan sampai putus.
Sementara kaki laki-laki bertampang seram itu bersarang telak di dada Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti merasa isi dadanya bagai mau pecah menerima hantaman yang keras bukan main.
Sebaliknya Siluman Pemburu Perawan hanya merasakan sakit akibat tangan yang putus.
Tapi, luka itu panas menyengat, bergerak cepat menjalar ke jantung.
"Uhh...!"
Dengan langkah limbung, Siluman Pemburu Perawan buru-buru menotok pergelangan tangannya yang buntung agar darah yang mengalir terhenti.
Tuk! Tuk! Kemudian buru-buru laki-laki ini berkelebat meninggalkan tempat itu, setelah melirik sekilas pada Pendekar Rajawali Sakti.
Sementara itu, wajah Rangga kelihatan pucat.
Darah tampak meleleh terus dari mulutnya.
Namun begitu, dia berusaha bersikap tegar dengan tetap berdiri tegak berdiri.
Pedangnya masih tergenggam erat di tangan.
Kalau saja Siluman Pemburu Perawan tahu keadaannya saat itu, mungkin tidak akan buru-buru pergi.
Karena Pendekar Rajawali Sakti saat ini memang memaksakan diri bersikap tegar, agar lawannya masih memandang tinggi padanya.
Kalau keadaannya terlihat kepayahan, Siluman Pemburu Perawan tentu akan menghabisinya saat ini juga.
"Pmuufhh...! Hoaakh...!"
Sepeninggal Siluman Pemburu Perawan, Pendekar Rajawali Sakti menyemburkan darah kental yang sejak tadi ditahan di mulutnya. Isi perutnya secepat kilat naik ke atas. Dan kembali pemuda itu menyemburkan darah kental kehitam-hitaman.
"Ohh...!"
Tubuh Pendekar Rajawali Sakti limbung, lalu ambruk seperti tak bertenaga. Pandangannya ber-kunang-kunang, ketika mencoba bangkit mendekati kudanya.
"Dewa Bayu! Coba ke sini, Sobat..!"
Panggil Pendekar Rajawali Sakti lirih.
Dewa Bayu meringkik halus, lalu mendengus kasar seperti menciumi wajah majikannya.
Beberapa kali dia meringkik halus, seperti hendak menyatakan kesedihan atas penderitaan yang dialami majikannya.
Pendekar Rajawali Sakti berusaha naik ke pelana kuda.
Sementara tenaganya sudah terlalu sangat lemah sekali.
Dan dadanya terasa nyeri kalau bergerak terlalu banyak.
Namun akhirnya dia mengikat pergelangan tangan pada tali kekang kuda.
"Dewa Bayu.... Bawa aku pergi dari tempat ini. Cari tempat aman,"
Ujar Rangga lirih.
"Hieee...!'' Kuda hitam itu kembali meringkik halus, dan mulai membawa majikannya perlahan-lahan meninggalkan tempat ini. Untuk beberapa saat Pendekar Rajawali Sakti masih mampu bertahan dan berusaha mengerjap-ngerjapkan pandangannya yang kabur. Tapi semakin lama terasa semakin gelap. Dan pada akhirnya, semua kelihatan gelap. Pendengarannya pun tuli. Alam sekitamya hening! *** Entah sudah berapa lama Pendekar Rajawali Sakti tak sadarkan diri. Namun ketika matanya bergerak-gerak, yang pertama kali dilihatnya adalah sebuah ruangan yang tertata rapi. Di dindingnya terdapat banyak hiasan. Dan di dekatnya, terdapat sebuah meja yang di atasnya terdapat sebuah guci dan dua buah cangkir kecil. Dia sendiri berada di sebuah tempat tidur yang beralaskan seprai bersulam indah.
"Oh, di mana aku...? Tempat siapa ini?"
Desah Pendekar Rajawali Sakti perlahan. Wajah Rangga cepat berubah meringis, ketika mencoba bangkit. Masih terasa sakit yang hebat di dadanya. Begitu juga isi perutnya. Tak terasa dia kembali merebahkan diri di balik selimut tebal.
"Pedangku? Di mana pedangku...?!"
Sentak Rangga kaget ketika merasakan pedang pusaka tidak berada di punggungnya.
Baju yang dikena-kannya pun bukan miliknya.
Mendadak Pendekar Rajawali Sakti merasa aneh pada dirinya.
Dia coba mengingat-ingat kejadian yang menimpanya.
Tapi ingatannya masih waras.
Dia tidak sadarkan diri, setelah terluka karena bertarung melawan Siluman Pemburu Perawan.
Pendekar Slebor Lembah Kutukan Teror Elang Hitam Karya Stevanus SP Pendekar Rajawali Sakti Misteri Naga Laut