Ceritasilat Novel Online

Sepasang Taji Iblis 3


Pendekar Rajawali Sakti Sepasang Taji Iblis Bagian 3



Kepala desa itu terjajar beberapa langkah sambil memegangi dadanya.

   Tampak darah mengucur dari sela-sela jarinya.

   Rangkamaya kembali bergerak menubruk Ki Tambuk.

   Untung saja laki-laki itu sempat menjatuhkan diri dan bergulingan.

   Sehingga paruh si Cupu Manik hanya menyambar angin.

   Dan sebelum Rangkamaya sempat menyerang lagi, beberapa penduduk telah keluar sambil menghunus senjata tajam.

   "Binatang terkutuk, mampuslah kau!"

   "Mati kau!" *** Rangkamaya terkesiap, Dengan cepat tubuhnya berkelebat gesit, untuk melepaskan diri dari kerubutan penduduk. Tubuhnya mencelat agak jauh dengan ringan, Sepasang matanya berapi-api tatkala memandang para pengeroyoknya.

   "Durjana terkutuk! Kalian akan mati semua di tanganku!"

   Bentak si Cupu Manik. Saat itu juga, pemuda aneh ini melompat menerjang, Para penduduk yang telah pasrah kelihatan sedikit gentar, Namun akhirnya mereka sadar bahwa tidak melawan pun akan mati juga, Maka lebih baik melawan.

   "Kreaaakh..,!"

   "'Aaa...!"

   "Serang terus! Jangan takut!"

   Teriak Ki Tambuk memberi semangat.

   Meski suaranya serak dan tertelan jeritan para penduduk yang mulai menjadi korban keganasan Rangkamaya, namun Ki Tambuk berusaha terus mengobarkan semangat guna melawan keangkaramurkaan pemuda aneh itu.

   Rangkamaya sendiri beberapa kali berteriak nyaring, Dan agaknya hal itu bukan, tanpa alasan.

   Sebab, ayam-ayam jantan yang menjadi rakyatnya segera ikut membantu.

   Binatang-binatang yang kelihatan biasa-biasa saja ini mendadak berubah liar dan ganas.

   Mereka menerjang para penduduk dengan patukan dan sambaran sepasang tajinya.

   "Aaa...!"

   "Ayam celaka, kubunuh kau...!"

   Dengus beberapa penduduk, langsung membabatkan senjata ketika ayam-ayam itu mulai menimbulkan korban.

   Beberapa orang menjerit kesakitan ketika telah menjadi sasaran keganasan ayam-ayam itu.

   Namun sekali penduduk itu balas mengamuk, korban di pihak kawanan ayam itu pun bertambah cepat.

   Penduduk yang tengah diamuk amarah tak segan-segan menebas leher-leher mereka.

   Tapi, tentu saja semakin menimbulkan amarah Rangkamaya, raja para ayam.

   "Durjana keparat! Kalian telah membunuh saudara-saudaraku! Akan kuteb us nyawa mereka dengan nyawa busuk kalian! Yeaaa,..!"

   Wuut! Rangkamaya melompat dan jungkir balik beberapa kali, menghindari tebasan senjata para penduduk. Kemudian sepasang tajinya bergerak cepat menyambar leher dua orang penduduk yang paling dekat dengannya. Desss... ! "Aaa...!"

   Kedua penduduk itu menjerit kesakitan. Begitu ambruk mereka menggelepar tak berdaya. Dan baru saja Rangkamaya hendak mencari korban berikutnya.. ..

   "Hentikan...!"

   "Hei?!"

   Suara bentakan keras menggelegar membuat para penduduk tersentak kaget. Demikian pula Rangkamaya, Dan ketika melihat siapa yang muncul si Cupu Manik lebih kaget lagi.

   "Kau,..!"

   Desis pemuda aneh itu geram ketika melihat kemunculan pemuda berompi putih tidak jauh dari pertarungan, Pemuda yang baru muncul memang tak lain dari Rangga alias Pendekar Rajawali Sakti, Setelah mendengar cerita dan permohonan Ki Surapati, Rangga sebenarnya memang langsung menuju Desa Layang.

   Memang, kekhawatiran yang dikatakan orang tua itu terbukti dan Rangga baru saja menyaksikannya.

   Bukan hanya Rangkamaya yang geram.

   Sebaliknya, Rangga pun geram melihat sepak terjang pemuda aneh itu.

   "Kau telah betul-betul menjadi binatang, K isanak!"

   Bentak Rangga, tak kuasa menahan geram ketika melihat mayat-mayat bergelimpangan dengan keadaan menyedihkan.

   "Tutup mulutmu! Kau pun akan mendapatkan bagiannya nanti!"

   Balas si Cupu Manik.

   "Sekarang pun aku ingin mencicipinya, Kisanak!"

   Tantang Pendekar Rajawali Sakti, yang kesabarannya telah habis.

   Pendekar Rajawali Sakti memang tak bisa melihat pembantaian semena-mena di depan matanya.

   Dan itu sudah cukup beralasan untuk secepatnya melenyapkan Rangkamaya.

   Baginya, bila pemuda aneh itu dibiarkan, akan membawa bencana bagi kelangsungan hidup manusia.

   Sementara Rangkamaya sendiri walaupun agak aneh, namun tidak bodoh.

   Dia pernah dijatuhkan.

   Dan dirinya merasa tidak mampu membalas meski mengeluarkan seluruh kemampuannya.

   Tapi kalau kabur begitu saja pun, harga dirinya terlalu tinggi untuk dikatakan pengecut.

   "Pergilah dari sini, K isanak. Aku masih bisa memaafkanmu!"

   Ujar Rangga, masih mencoba memberi kesempatan.

   "Ini desaku, Dan aku penguasa di sini, Kau tidak bisa berbuat seenak perutmu!"

   Bentak si Cupu Manik "Kau membuat kesabaranku habis K isanak!"

   Balas Rangga, dingin menggetarkan.

   "Aku si Cupu Manik tidak akan pergi dari kerajaanku!"

   Dengus pemuda aneh itu mantap.

   "Kreaaakh,..!"

   Rangkamaya melompat menerjang disertai bentakan nyaring. Sementara Rangga yang sudah habis kesabarannya langsung melenting laksana seekor rajawali.

   "Hiiih!"

   Mendadak saja kepalan tangan kanan Pendekar Rajawali Sakti meluncur deras ke batok kepala Rangkamaya.

   Pemuda aneh itu terkesiap, Cepat tangannya dikibaskan untuk menangkis.

   Bet! Kembali Rangkamaya terkejut, sebab tahu-tahu Pendekar Rajawali Sakti telah menarik pulang pukulannya.

   Dan tiba-tiba, Rangga melenting melewati kepala si Cupu Manik Baru saja Rangkamaya berbalik, Pendekar Rajawali Sakti telah mendarat.

   Bahkan langsung melepaskan tendangan ke belakang, Begitu cepat gerakannya, sehingga....

   Desss...! "Aaakh...!"

   Rangkamaya menjerit kesakitan begitu dadanya terhajar tendangan ke belakang dari Pendekar Rajawali Sakti.

   Tubuhnya terhempas beberapa langkah ke belakang.

   Dadanya terasa mau meledak menerima tendangan yang begitu keras.

   Meski begitu, dia berusaha bangkit.

   Lalu, buru-buru kabur dari tempat itu dengan terpincang-pincang.

   "Tunggulah balasanku nanti di sini! Tak lama lagi aku akan datang bersama guruku! "

   Ancam Rangkamaya sambil terus lari terseok-seok *** Rangga hanya menarik napas lega tanpa mempedulikan ancaman, Kendati demikian, dia merasa persoalan ini belum selesai. Sebab, penduduk desa ini biar bagaimanapun masih tetap terancam.

   "K isanak.. Aku atas nama penduduk desa ini mengucapkan terima kasih atas pertolongan yang kau berikan..,,"

   Ucap seorang penduduk.

   Pendekar Rajawali Sakti menoleh.

   Sebentar ditatapnya orang itu, lalu mengangguk.

   Sementara orang-orang yang tadi berkumpul menyerang Rangkamaya memandangnya dengan penuh harap, Dia mengerti apa yang tersirat di balik tatapan mata itu.

   "Seharusnya K isanak tidak membiarkannya pergi begitu saja. Dia telah membunuh beberapa penduduk desa ini. Orang itu benar-benar binatang berwujud manusia. Dia pasti akan kembali untuk membalas dendam pada kami...,"

   Lanjut Ki Tambuk yang berjalan mendekati Rangga dengan tertatih-tatih, Beberapa penduduk desa lain telah membantu membalut luka-lukanya, ''Dia akan membunuh kami semua. Sebab, dia memang telah berjanji begitu!"

   Ujar satu suara bernada masygul.

   "Ya! Mestinya Kisanak membunuhnya, Dia pasti akan kembali. Dan selama menunggu dia datang, kami akan terus dicekam ketakutan...,"

   Timpal yang lain, lirih.

   "Apa yang akan kami lakukan? Sebentar lagi kau pergi. Dan kami hanya lega sementara waktu..,,"

   Desah penduduk lain.

   "Pemuda ini akan tinggal bersama kita, Bukankah begitu, Kisanak?!"

   Terdengar sebuah suara penuh semangat. Ketika menoleh, Rangga langsung mengenali kalau orang yang barusan bicara adalah Ki Surapati, Rupanya, laki-laki ini telah tiba pula di Desa Loyang.

   "Benarkah itu, Anak Muda?"

   Tanya Ki Tambuk.

   "Ya, tinggallah di sini untuk sementara waktu! Kami akan menyediakan segala kebutuhan!"

   Timpal yang lain, sambil berteriak-teriak penuh semangat dan harapan, Rangga terdiam sejenak "Baiklah.... Aku akan di sini sementara waktu untuk menyelesaikan persoalan ini,"

   Desah Pendekar Rajawali Sakti pelan, Kata-kata Pendekar Rajawali Sakti langsung disambut gembira oleh para penduduk.

   Semuanya menawarkan rumah masing-masing untuk didiami pemuda itu.

   Namun Rangga memilih untuk menerima tawaran K i Tambuk Bukan saja laki-laki setengah baya itu pemimpin desa ini, tapi juga karena rumahnya termasuk besar dan memiliki kamar khusus untuk tamu.

   "Tapi, aku punya satu syarat...,"

   Kata Rangga.

   "Apa itu?"

   Tanya Ki Tambuk "Dalam satu hal, aku setuju dengan pemuda aneh itu...,"

   "Kau setuju dengannya?!"

   Sentak para penduduk hampir bersamaan.

   "Dengar dulu penjelasanku.

   "

   Ujar Rangga setelah menenangkan mereka.

   "Aku setuju dengan larangannya untuk menyabung ayam. Tapi, bukan berarti pikiranku sama dengannya. Menyabung ayam itu sama dengan menyiksa hewan. Dan itu sangat kejam, Apalagi ada taruhannya...."

   "Tapi itu sudah mendarah daging di desa ini, Anak Muda. Rasanya sulit dihilangkan begitu saja,..,"

   Sahut Ki Tambuk "Aku tidak minta dalam satu hari.

   Tapi hilangkanlah secara bertahap.

   Pengalaman yang kalian peroleh dari peristiwa ini jadikan pedoman, Bisa saja ini satu kutukan.

   Sabung ayam dengan taruhan membuat malas bekerja.

   Uang hasil panen habis untuk taruhan.

   Juga, untuk membeli ayam aduan yang mahal.

   Dan kudengar pula, maaf.

   Pemuda itu sempat menyabung beberapa orang di antara penduduk desa ini, bukan? Apakah hal itu tidak menyentuh perasaan kita, bahwa ayam-ayam itu pun sebenarnya menderita karena disabung?"

   Papar Rangga, Beberapa orang mengangguk-angguk Tapi ada juga yang diam saja, Mungkin masih kurang setuju atas usul Pendekar Rajawali Sakti, Dan belum ada yang membuka suara lagi, mendadak...

   "Ada orang-orang yang ke sini mencari Rangkamaya,..!"

   Terdengar sebuah suara, membuat semua orang menoleh, *** Ki Tambuk mempersilakan seorang pemuda yang baru datang tergopoh-gopoh untuk duduk dan mengatur napasnya.

   "Ada apa? Coba ceritakan dengan tenang?"

   Tanya K i Tambuk.

   "Ada beberapa orang ke sini, K i! Mereka mencari Rangkamaya, Kami sudah katakan bahwa dia sudah pergi. Tapi, mereka tidak percaya. Bahkan mereka mengancam akan membunuh kami, jika tidak memberitahu di mana Rangkamaya berada,"

   Papar pemuda ini, di antara deru napasnya.

   "Mau apa mereka dengan Rangkamaya?"

   Tanya kepala desa itu lagi.

   "Tidak tahu, Ki. Mereka tidak memberitahu alasannya."

   "Lebih baik kita temui mereka, K i. Dengan begitu, kita dapat tanyai apa keperluan mereka,"

   Usul Rangga. ''Ya, sebaiknya memang demikian, Baiklah.... Kita temui mereka sekarang,"

   Kata Ki Tambuk menyetujui.

   Bergegas kepala desa mengikuti pemuda yang melapor, Sementara, yang lain membuntuti dari belakang.

   Tak jauh mereka berjalan sudah terlihat kerumunan orang-orang desa, Sesekali terdengar suara ribut-ribut oleh bentakan.

   Kedatangan mereka agaknya tepat waktu.

   Sebab pada saat itu, keributan akan meningkat menjadi perkelahian.

   "Berhenti!"

   Teriak Ki Tambuk, lantang, Para penduduk menepi, memberi jalan kepada Ki Tambuk.

   Sehingga kini, kepala desa itu bisa melihat tujuh laki-laki bertampang seram dengan senjata beraneka macam.

   Melihat gerak-geriknya, segera saja bisa disimpulkan bahwa mereka bukanlah manusia baik-baik.

   Bahkan mirip kawanan rampok.

   "K isanak! Aku kepala desa ini. Bila ada keperluan katakanlah, Mudah-mudahan aku bisa membantu?"

   Sapa Ki Tambuk dengan suara lunak.

   "Kami perlu bertemu pemuda sinting itu!"

   Sahut salah seorang yang bertubuh besar dan berkumis tebal. Saat menyahut itu dia menyipitkan mata sambil melinting salah satu ujung kumisnya.

   "Apakah yang kalian maksudkan si Rangka",,,ya?"

   Tanya K i Tambuk, langsung.

   "Kami tidak peduli namanya, Mana dia sekarang?!"

   Desak laki-laki itu.

   "Dia tidak ada, Baru saja pergi meninggalkan tempat ini.."

   "Phuih! Ternyata sama saja. Jangan mempermainkan kesabaran kami. Katakan, di mana dia, Atau, kami akan bertindak kasar kepada kalian?!"

   Ki Tambuk merasa gentar juga mendengar ancaman orang itu. Demikian juga penduduk yang lain, Untuk sesaat dia terpaku. Tapi Rangga segera melangkah maju, seperti hendak mewakili penduduk desa ini.

   "K isanak! Kalau boleh kami tahu, ada urusan apa sehingga kalian mencarinya?"

   Tanya Pendekar Rajawali Sakti.

   "Itu bukan urusanmu, Bocah!"

   Sentak laki-laki berkumis melintang.

   "Baiklah, Kalau demikian, bukan urusan kami pula. Kalian cari sendirilah dia,"

   Sahut Rangga tenang seraya mengajak penduduk untuk kembali ke tempat masing-masing.

   "Bocah keparat! "

   Bentak laki-laki berkumis itu.

   "Berani benar kau mempermainkan si Puger?! Tidak tahukah kau tengah berhadapan dengan siapa?'"

   Rangga berbalik seraya tersenyum.

   "Berhadapan dengan setan pun, kalau caranya tak sopan akan kulayani!"

   "Setan... !"

   Lelaki bernama Puger itu memaki dengan wajah merah padam karena marah. Rasanya seumur hidup baru kali ini dia direndahkan orang. Tidak heran bila pemuda itu langsung diserang dengan menghentakkan kedua tangannya.

   "Hih! Mampus kau!"

   Wuuus! Seketika serangkum angin pukulan jarak jauh melesat kencang ke arah Rangga, Namun hanya memiringkan tubuhnya sedikit Pendekar Rajawali Sakti dapat menghindarinya.

   Dan serangan itu pun mengenai tempat kosong, Para penduduk segera menyingkir mengamankan dari pertarungan.

   Melihat serangannya gagal, Puger telah melompat menerjang dengan garang.

   Langsung dilepaskannya, satu tendangan cepat.

   Wuuut! Kelihatannya Puger menganggap enteng pemuda di depannya, sehingga serangannya tanpa perhitungan.

   Sebaliknya, Rangga tidak menyia-nyiakan kesempatan.

   Sebelah tangannya menangkis.

   Sementara sebelah lagi langsung menyodok ke perut dengan keras.

   Begkh! "Aaakh...!"

   Karuan saja, Puger terjengkang ke belakang disertai jerit kesakitan. Isi perut terasa mau pecah membuat mulutnya meringis-ringis. Dari mulutnya keluar lelehan darah segar.

   "Keparat!"

   Bentak beberapa kawan Puger melihat apa yang dilakukan pemuda itu, Dua orang segera memburu Puger untuk memeriksa lukanya. Sedangkan sisanya langsung menyergap Pendekar Rajawali Sakti.

   "Kau akan menebusnya dengan menyerahkan batok kepalamu, Bocah!"

   Bentak salah seorang yang bertubuh tinggi besar.

   "Aku hanya sekadar membela diri saja. Dan kalau kalian ingin mengeroyok dengan suka rela aku akan melayani!"

   Sahut Rangga enteng.

   "Bedebah! Bunuh saja bocah sombong ini!"

   Bentak orang itu, Dalam kawanan ini agaknya laki-laki tinggi besar itu merupakan wakil Puger.

   Kepandaiannya memang tidak berada di bawah Puger.

   Melihat kawan-kawannya dapat dijatuhkan dengan mudah, maka dia tidak mau gegabah dalam menghadapi pemuda berbaju rompi putih itu.

   Dan bersama dua orang temannya, laki-laki tinggi besar ini menyergap Pendekar Rajawali Sakti.

   "Yeaaa...!" *** Pendekar Rajawali Sakti melejit ke atas menghindari,terkaman tiga pengeroyoknya. Dan tiba-tiba tubuhnya meluruk sambil mengibaskan tangan. Begitu cepat gerakannya, sehingga.... Pak! Begkh! Des! "Aaakh...!"

   "Aaakh...!"

   "Aaakh...!"

   Diiringi jeritan berturut-turut, tiga laki-laki yang mengeroyok Rangga terjungkal Sedangkan Rangga begitu mendarat langsung tegak berdiri tanpa kurang satu apa pun, Melihat hal ini sadarlah laki-laki tinggi besar itu.

   Ternyata orang yang dikeroyok tak bisa dianggap sembarangan.

   "Siapa kau sebenarnya?!"

   Desis laki-laki tinggi besar ini sambil bangkit berdiri. Mulutnya meringis, menahan sakit "Aku bukan ,siapa-siapa,"

   Sahut Rangga, kalem.

   "Kau pasti punya nama atau julukan?"

   "Apakah itu berarti bagimu? Apakah namaku bisa membuatmu pergi dari sini?"

   "Tergantung.... Apakah namamu cukup membuat kami takut dan kapok Tapi kalau kau sebangsa tikus got, buat apa takut?"

   "Percuma.... Melihat keadaan kalian, agaknya tidak seorang pun di antara kalian yang kenal tokoh-tokoh persilatan.

   "

   Pancing Rangga.

   "Jangan menghina kami! Seantero tempat ini kenal kami, yang berjuluk Tujuh Macan Kali Ginting!"

   Dengus laki-laki tinggi besar itu.

   "Hm, kaliankah orangnya? K udengar Tujuh Macan Kali Ginting adalah tokoh gagah, Tapi kenapa berbuat pengecut terhadap rakyat tak berdaya?"

   Sindir Pendekar Rajawali Sakti.

   "Kau tahu, bahwa kami hanya mencari pemuda sinting itu, Tapi mereka berusaha menyembunyikannya. Dan kau, Kisanak! Apa pula kerjamu di sini? Kulihat kau bukan orang biasa, Kau juga pasti bukan penduduk desa ini!"

   "Betul, Aku memang bukan penduduk desa ini. Dan kehadiranku di sini karena diperlukan mereka, Aku coba berbuat semampuku untuk menahan amukan Rangkamaya yang berbuat kejam terhadap mereka,"

   Jelas Rangga sejujurnya.

   "K urasa kau pun pasti punya maksud-maksud tertentu!"

   Kata laki-laki tinggi besar, terdengar sinis. Matanya memandang penuh curiga.

   "Apa maksudmu, Kisanak?"

   Tanya Rangga, dengan kening berkerut.

   "Semua orang mulai tahu bahwa pemuda sinting itu memiliki uang emas dalam jumlah banyak!"

   Tandas laki-laki tinggi besar ini. Rangga terdiam sejenak Dipandangnya mereka satu persatu. Lalu dia tertawa.

   "Kenapa kau tertawa?!"

   Kali ini Puger yang membentak kesal.

   "Bagaimana aku tidak tertawa? Jadi karena itulah kalian mencarinya? Mengincar uang emas milik Rangkamaya? Kenapa tidak kalian kejar saja dia ke hutan? Mungkin nasib kalian mujur dan bisa bertemu dengannya. Lalu, merampas uang emasnya!"

   Urai Rangga.

   "Apa maksudmu?"

   "Carilah di hutan sana! Rangkamaya ada di sana!"

   Sambil berkata begitu Rangga menunjuk hutan yang ada di sebelah selatan desa itu. Sebab, memang ke arah itu Rangkamaya menghilang.

   "Baik! Kami akan ke sana mencarinya. Tapi kalau kau berdusta, maka kami akan buat perhitungan denganmu!"

   Dengus Puger.

   "Aku akan menunggu kalian di sini, Kisanak. Percayalah!"

   Sebentar mereka memandang sinis pada Rangga, lalu melangkah pergi dari tempat ini dengan tergopoh-gopoh.

   *** Sebenarnya Rangga sudah merasa letih dan penat.

   Rasanya dalam keadaan seperti ini, enak sekali bisa merebahkan diri ke ranjang dan tidur pulas.

   Tapi tamu-tamunya, yang juga penduduk desa ini, seperti tidak ingin beranjak dari tempatnya.

   Mereka berkumpul di ruang tengah rumah K i Tambuk yang cukup luas sambil bercerita apa saja.

   Tapi lebih banyak mereka meminta Rangga bercerita pengalamannya.

   "K urasa kau bukan orang sembarangan; Rangga. Melihat gerak-gerikmu, pastilah kau orang bangsawan!"

   Cetus seorang penduduk yang duduk di sebelah laki-laki berikat kepala hitam yang dikenal penduduk desa ini sebagai Ki Selo.

   "Ya! Aku pun sependapat dengan K i Lajeng!"

   Seru K i Selo menimpali "K i Lajeng pintar menebak orang dan selalu benar, Kali ini pun beliau pasti benar!"

   Seru K i Surapati.

   "Itu hanya dugaan dan belum tentu benar. Aku hanya rakyat biasa seperti juga Kisanak semua,"

   Sahut Rangga merendah.

   "Paling tidak keturunan bangsawan. Atau, cucu bangsawan!"

   Kejar penduduk yang pertama kali membuka suara, dan bernama Ki Lajeng, Pendekar Rajawali Sakti tersenyum.

   "Kj Lajeng pandai menyudutkan orang, Tapi aku tidak merasa tersudut. Sebab sebenarnya aku memang kalangan rakyat biasa. Sama seperti Kisanak juga,"

   Jawab Rangga tetap merendah.

   "Sudahlah.... Sekarang aku betul-betul menyerah!"

   K i Lajeng tersipu-sipu.

   "Biasanya K i Lajeng tidak mudah menyerah dan tidak kekurangan akal!"

   Celetuk seseorang.

   "Ramalanku sekarang mandul barangkali..."

   Sahut Ki Lajeng lesu.

   "Jangan begitu, Ki Lajeng,"

   Rangga yang menyahut.

   "Meramal boleh saja. Tapi merasa yakin dengan ramalan, berarti mendahului kekuasaan Yang Maha Kuasa."

   "Iya..., Aku mengerti, Rangga. Memang kadang hal sepele itu yang kurang kuperhatikan."

   "Syukurlah kalau memang K i Lajeng mengerti."

   "Kau sendiri berasal dari mana, Rangga?"

   Tanya Ki Tambuk "Dari negeri yang cukup jauh juga, Ki. Sebuah negeri bernama Karang Setra,"

   Orang-orang di dalam ruangan itu mengerutkan dahi, karena baru kali ini mendengar nama negeri itu disebutkan.

   "Di mana letak Karang Setra itu?"

   Tanya K i Selo.

   "Jauh di sebelah barat sana. Dari sini akan memakan waktu sepuluh hari perjalanan berkuda siang dan malam,"

   Jelas Rangga.

   "Wah, betul-betul negeri yang jauh! Lalu dalam rangka apa kau mengembara?"

   Tanya Ki Tambuk.

   "Mencari pengalaman saja...."

   "Seperti yang dilakukan kaum bangsawan atau putra-putra bangsawan yang berjiwa ksatria!"

   Sahut Ki Lajeng.

   Yang lain tersenyum.

   Ucapan K i Lajeng mengisyaratkan bahwa dia masih belum menyerah begitu saja atas dugaannya, meskipun di mulut sudah mengaku menyerah.

   Dan mendadak, Pendekar Rajawali Sakti menelengkan kepalanya ke kiri.

   Tiba-tiba saja pendengarannya yang tajam menangkap langkah-langkah kaki mendekati rumah ini.

   Bagi para penduduk mungkin tidak terdengar.

   Namun telinga Pendekar Rajawali Sakti telah terlatih.

   Sehingga meski langkah kaki itu masih jauh, sudah mampu didengarnya.

   "Seseorang ke sini!"

   Bisik Rangga, setelah yakin.

   "Mungkin penduduk yang juga ingin bergabung'"

   Sahut Ki Tambuk, yang sejak tadi memperhatikan Rangga. Pendekar Rajawali Sakti segera bangkit dan mengintip dari jendela. Tindakannya diikuti Ki Tambuk.

   "Bukan. Langkahnya tidak teratur seperti terhuyung-huyung,"

   Tukas Rangga.

   Kini dari kejauhan Rangga bisa melihat seseorang benar-benar ke tempat ini.

   Rangga buru-buru keluar, diikuti para penduduk.

   Udara dingin dan malam, menyambut tubuh mereka.

   Di antara rumah-rumah penduduk, kelihatannya hanya di sini yang masih terang-benderang.

   Kalau ada seseorang datang ke desa ini, maka tak salah kalau rumah ini yang lebih dulu menarik perhatian.

   "Siapa, Rangga?"

   Tanya Ki Tambuk yang mengikuti cepat di belakang Rangga.

   "Sepertinya salah seorang dari Tujuh Macan Kali Ginting,..!"

   "Ketujuh orang tadi?"

   Rangga mengangguk Dan perkiraannya memang tidak meleset, sebab dari jarak sepuluh langkah orang yang berjalan terhuyung-huyung itu berusaha menggapai-gapai dengan sebelah tangan. Sementara tangan yang satu lagi mendekap perut.

   "To... tolonglah aku...."

   Orang itu langsung ambruk. Dan Rangga menghampiri dengan waspada. Nyata terlihat sekujur tubuh orang itu penuh luka sayatan yang amat mengerikan. Seperti mengalami siksaan pedih sekali.

   "Kau... Puger,..,"

   Gumam Rangga setelah membalikkan tubuh sosok yang ternyata Puger. Sementara para penduduk melihat Puger demikian mengerikan, Darah mengucur deras bercampur debu tanah. Banyak sayatan terlihat. Bahkan sebelah telinganya telah putus.

   "Apa yang terjadi padamu, Kisanak?"

   Tanya Rangga.

   "Orang sinting itu,.. Dia... dia bersama gurunya telah......"

   Suara Puger terhenti dan kepalanya terkulai lesu. Nyawanya melayang, sebelum sempat melanjutkan kata-katanya, Ada goresan luka lebar di dadanya yang terus mengucurkan darah. Tengah mereka terpaku, mendadak..

   "Ha ha ha...! Itu akibatnya bagi mereka yang coba-coba menentang kami!"

   Tiba-tiba terdengar tawa lantang yang berkumandang ke tempat itu.

   "Hei?!" *** Para penduduk Desa Loyang kontan terkejut. Wajah mereka kelihatan pucat ketakutan mendengar tawa yang dikeluarkan lantang memekakkan telinga di tengah malam begini. Entah, dari mana datangnya. Tentu suara itu tidak dikeluarkan sembarang orang, Mereka menunggu dengan jantung berdetak lima kali lebih cepat dari biasanya. Bahkan sama-sama menoleh ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Rangga sendiri kelihatannya tenang-tenang saja. Dia tetap berdiri tegak memandang ke depan.

   "K isanak! Tidak usah bersembunyi! Keluarlah!"

   Teriak Rangga, disertai sedikit pengerahan tenaga dalam.

   "Hua ha ha...! Inilah aku! Inilah aku..,!"

   Diiringi suara tawa keras menggelegar, berkelebat sesosok tubuh yang kemudian mendarat di depan Pendekar Rajawali Sakti pada jarak lima belas langkah.

   Kini jelas, siapa yang muncul.

   Seorang lelaki berusia lanjut dengan pakaian sederhana.

   Rambutnya panjang dan telah memutih serta awut-awutan.

   Demikian pula cambang serta jenggotnya.

   Sepintas lalu, kelihatan kalau lelaki tua itu seperti gelandangan yang tidak pernah mandi selama berbulan-bulan.

   Rangga tidak terlalu mengerutkan dahi untuk menebak siapa laki-laki itu.

   Sebab tak lama kemudian berkelebat satu sosok tubuh, dan mendarat di samping laki-laki tua itu.

   Satu sosok pemuda aneh yang tak lain Rangkamaya alias si Cupu Manik.

   "Jadi kaukah yang telah memukul murid kesayanganku?!"

   Tuding orang tua itu sambil tertawa meremehkan.

   "Jadi pemuda itu muridmu?"

   Rangga malah bertanya.

   "Jawab pertanyaanku!"

   Bentak orang tua itu lantang.

   "Siapa yang bertanya padaku?"

   Sahut Rangga seenaknya, Belum apa-apa orang tua itu hendak menggertak Rangga dengan hardikan serta wajah garang. Jelas ini menunjukkan sikap tidak bersahabat Karena, lagaknya mirip seorang raja bengis yang tengah menakut-nakuti rakyat jelata.

   "K urang ajar! Berani kau bertingkah di dengan si Topo Manik! Kupecahkan batok kepalamu Bocah Pentil!"

   Dengus orang tua bernama si Top Manik, guru si Cupu Manik. Bersamaan dengan itu si Topo Manik langsung melompat menyerang sambil mengibaskan tangannya.

   "Uts!"

   Dengan mengerahkan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib' Pendekar Rajawali Sakti melompat ke samping, menghindari kepalan tangan Topo Manik yang bertenaga dalam cukup hebat.

   Dan baru saja Rangga menegakkan tubuhnya, sebelah kaki Topo Manik berbalik dan menyapu lehernya.

   "Orang tua ini benar-benar ingin membunuhku. Uts!"

   Pendekar Rajawali Sakti cepat mencondongkan tubuhnya bagai orang mabuk, sehingga serangan itu kembali menemui tempat kosong.

   "Terkutuk! Hebat juga kau, he?!"

   Dengus Topo Manik. Seketika laki-laki tua itu memutar kakinya, menyapu kaki Rangga yang belum sempat tegak kembali.

   "Hup!"

   Di luar dugaan, Rangga menghindarinya dengan melenting ke atas.

   Beberapa kali tubuhnya berputaran, Lalu melayang turun.

   Namun baru saja kaki Rangga mendarat di tanah.

   Topo Manik telah berkelebat melepaskan pukulan bertubi-tubi.

   Bet! Set! Karena serangan itu begitu cepat, Rangga terpaksa menangkis dengan kibasan tangan, Plakl Plak! "Uh...!"

   Rangga mengeluh dalam hati, ketika merasakan kalau tenaga dalam laki-laki tua itu cukup hebat. Buktinya Topo Manik sudah melanjutkan dengan serangan berikutnya, Pendekar Rajawali Sakti mencelat ke belakang untuk menghindarinya.

   "Bocah brengsek! Apa kau bisanya hanya melompat-1ompat seperti bajing?! Kata muridku kau hebat! Ayo, perlihatkan kepadaku kehebatanmu itu!"

   Bentak Topo Manik geram.

   "Orang tua, jangan terlalu memaksaku. Sebaiknya kita selesaikan persoalan ini dengan kepala dingin,"

   Tukas Rangga.

   "Kepala dingin bapakmu! Kau hina muridku! Kau celakai dia! Masihkah kau mencoba menyuruhku untuk berkepala dingin?! Huh! Kalau sudah kupecahkan batok kepalamu, baru kepalaku bisa dingin!"

   Bentak Topo Manik semakin kalap, Rangga yang masih menggunakan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib' sejauh ini mampu menghindari serangan-serangan.

   Bahkan cukup berhasil mengecohkan, Tapi belakangan hal itu ternyata tidak cukup.

   Sebab dalam keadaan mengamuk seperti sekarang, terasa betul kedahsyatan jurus-jurus yang dimainkan Topo Manik.

   "Bocah brengsek! Kau akan merasakan jurus 'Si Gila Mengamuk'! Jurus ini ciptaanku sendiri, Kau lihat? Hebat, bukan?!"

   Bentak Topo Manik.

   Sebenarnya laki-laki tua bertampang gembel ini tengah marah.

   Tapi dalam keadaan begitu, justru masih sempat menyombongkan diri dengan memamerkan jurus-jurusnya segala.

   Jurus itu sendiri memang tidak bisa dibuat main-main, Serangannya hebat dan kuat.

   Juga, sulit diduga ke mana arah gerakannya.

   Untuk beberapa saat Pendekar Rajawali Sakti dibuat bingung.

   "Hm,... Orang tua ini benar-benar menginginkan nyawaku. Aku pun tidak bisa tinggal diam!"

   Desis Rangga mulai geram. Kesabaran Rangga agaknya seperti diinjak-injak orang tua yang tidak kalah aneh dengan muridnya itu. Maka seketika tubuhnya mencelat memainkan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'.

   "Hiyaaa...!"

   Gerakan Pendekar Rajawali Sakti yang cepat, membuat Topo Manik terkejut. Dengan sebisa-bisanya, dia berusaha memapak kibasan tangan Rangga.

   "Hiiih!"

   Deb! Tapi tahu-tahu Pendekar Rajawali Sakti menarik pulang serangannya.

   Dan pada waktu yang amat singkat, jurusnya dirubah menjadi 'Pukulan Maut Paruh Rajawali', Tangannya yang membentuk paruh rajawali bergerak cepat mengibas, Dan....

   Des! "Aaakh,..!" *** Satu hantaman keras menggedor dada Topo Manik, hingga menjerit kesakitan.

   Tubuhnya terlempar beberapa langkah ke belakang sambil merasakan isi dadanya terasa remuk.

   "Hup!"

   Meski begitu, laki-laki tua itu masih mampu melenting. Dia jumpalitan beberapa kali lalu berdiri tegak di atas kedua telapak kakinya. Wajahnya merah padam penuh amarah. Matanya melotot garang kepada Rangga.

   "Guru, kau tidak apa-apa?!"

   Rangkamaya memburu gurunya dengan nada khawatir.

   "Aku tidak apa-apa!"

   Sahut Topo Manik "Kalau dia terlalu hebat, biar kita bereskan berdua saja,..,"

   Usul si Cupu Manik "Sebenarnya aku mampu membereskannya seorang diri. Tapi kalau kau hendak bantu, tentu saja mana bisa kutolak. Selama ini toh semua keinginanmu tak pernah kutolak. Lagi pula biar lebih cepat selesai kerja kita,"

   Sahut T opo Manik, dengan kata-kata penuh bunga.

   "Betul! Betul sekali, Guru!"

   Sahut Rangkamaya sambil mengangguk-angguk "Kenapa mesti lama-lama? Ayo kita bereskan secepatnya durjana keparat ini, Guru!"

   "Benar juga, Ayo kita bereskan sekarang!"

   Sambut Topo Manik.

   Saat itu juga Topo Manik mengeluarkan sepasang senjata andalannya mirip pedang, Namun bentuknya agak melengkung.

   Bagian ujungnya lebih besar dari pangkalnya dan bergerigi.

   Kedua senjata itu dipegang di masing-masing tangan.

   Sedangkan Rangkamaya tidak menggunakan senjata, kecuali kedua taji di kaki dan paruh di jidatnya.

   "Yeaaa.!!"

   "Hm.... Mereka memang sama-sama gila!"

   Umpat Rangga, Saat itu juga pertarungan sengit kembali terjadi.

   Kali ini Rangga terpaksa harus meningkatkan kekuatannya, menghadapi keroyokan.

   Gabungan murid dan guru itu memang tidak bisa dipandang enteng, Dan Rangga bisa merasakannya lewat serangan mereka yang gencar dan kompak Bila sang guru menyerang dari depan, maka muridnya menunggu di belakang atau di samping.

   Begitu juga sebaliknya.

   Sehingga untuk sesaat Pendekar Rajawali Sakti dibuat kalang kabut.

   "He he he,..! Kau benar juga, Muridku. Sebentar lagi bocah ini akan kita pilah-pilah jadi beberapa potong!"

   Leceh Topo Manik "Aku ingin kepala dan kedua cekernya, Guru!"

   Teriak Rangkamaya.

   "He he he..,! Dan aku badan serta kedua pahanya!"

   Timpal Topo Manik seperti hendak membagi potongan ayam saja.

   Dan Rangga betul-betul muak mendengar ocehan mereka.

   Meski dia terus menghindar bukan berarti tidak mampu mengatasi, saat ini dia bertangan kosong.

   Jadi tidak mungkin menahan senjata tanpa senjata pula.

   "Hei, Bocah! Percuma saja pedangmu kau bawa-bawa! Apa itu hiasan saja? Ayo cabut. Dan perlihatkan bahwa kau bisa menggunakannya. Atau barangkali kau tak becus mempergunakannya?"

   "Kalian terlalu memaksaku, Baiklah."

   Saat itu juga Rangga menggerakkan tangannya ke punggung, Lalu.... Sring! "Heh?!"

   Begitu Pedang Pusaka Rajawali Sakti tercabut, cahaya biru langsung memancar dari batang pedang, Seketika, Topo Manik dan muridnya berseru kaget.

   Dalam suasana malam yang pekat begini pedang bercahaya biru itu benar-benar mengandung berhawa.

   Bahkan bulu roma mereka berdiri.

   Wuuus..! Pendekar Rajawali Sakti agaknya tidak mau lagi berlama-lama.

   Sudah jelas bahwa mereka menginginkan nyawanya lagi.

   Maka buat apa pula mengasihani.

   Maka pedangnya langsung berkelebat secepat kilat.

   Murid dan guru itu pontang-panting menyelamatkan diri.

   Dalam keadaan begitu, Topo Manik coba menangkis dengan kedua bilah senjatanya.

   Tapi..., Tras! "Hei, celaka!"

   Desis laki-laki tua itu kaget ketika melihat sepasang senjata kebanggaannya putus ditebas pedang, Pada saat yang sama pedang Rangga terus berkelebat, mengancam "Uts..,!"

   Nyaris saja Topo Manik terluka kalau saja tidak cepat melempar tubuhnya ke samping, bergulingan. Sementara Rangkamaya, jadi ciut nyalinya melihat gurunya terdesak demikian rupa.

   "Aku akan memaafkan kalian kalau menyerah dan bersedia dihukum sesuai perbuatan! Terutama kau Rangkamaya! Kau telah membuat kesusahan di mana-mana dan membunuh banyak orang!"

   Teriak Pendekar Rajawali Sakti lantang.

   "Aku tidak bersalah! Mereka yang bersalah. Dan seharusnya mereka yang meminta maaf padaku, karena selama ini telah membunuh serta menyiksa saudara-saudaraku!"

   Bantah Rangkamaya garang.

   "Ya, muridku tidak bersalah! Mereka yang bersalah. Termasuk juga kau!"

   Timpal Topo Manik, setelah melenting bangkit.

   "Ingatlah! Kau manusia, Rangkamaya! Sama dengan mereka. Otakmu benar-benar sinting menganggap ayam-ayam itu sebagai saudara,saudaramu!"

   Tegas Rangga, menyadari kekeliruan pemuda aneh itu.

   "K urang ajar! Kau menyebut muridku sinting?! Kubunuh kau! Kubunuh kau,..!"

   Teriak Topo Manik kalap.

   "Hiaaa...!"

   Sementara Rangkamaya tidak kalah kalapnya, Bersama-sama, mereka menyerang menggunakan pukulan-pukulan jarak jauh, Sebab untuk melawan dari dekat, rasanya sulit untuk bisa menerobos permainan pedang Pendekar Rajawali Sakti.

   "Hm.... Jangan memaksaku untuk membunuh kalian!"

   Dengus Rangga geram, sambil berkelit-kelit menghindari pukulan jarak jauh kedua orang lawannya.

   "Keparat! Kau merendahkan aku, Bocah?! Kau kira aku lalat yang bisa kau bunuh seenaknya?!"

   Hardik orang tua itu geram, seraya menghentakkan tangan kirinya, Wesss...! Seketika meluruk sinar kuning ke arah Pendekar Rajawali Sakti.

   Namun dengan gerakan indah, Rangga melenting ke belakang sambil jungkir balik.

   Kesempatan itu digunakan Topo Manik untuk menerkam punggung.

   "Hiiih!"

   Tapi tanpa diduga Pendekar Rajawali Sakti mengibaskan pedangnya ke belakang tanpa menoleh lagi. Begitu cepat gerakannya, sehingga,.., Brues! "Aaa...!"

   Topo Manik memekik setinggi langit begitu pedang Pendekar Rajawali Sakti menembus dadanya, Tubuhnya terjungkal jatuh, begitu Rangga mencabut pedangnya.

   Sebentar dia menggelepar sebelum tewas dalam keadaan menghitam.

   Melihat gurunya tewas, Rangkamaya semakin kalap.

   Langsung diserangnya Pendekar Rajawali Sakti dengan membabi-buta.

   "Kau bunuh guruku! Kau bunuh guruku...! Aku akan membunuhmu! Akan kubunuh kau..,!" *** "Rangkamaya, sadarilah! Kau masih punya kesempatan untuk memperbaiki dirimu!"

   Teriak Rangga yang sudah menyarungkan pedangnya. Seketika Rangga mencelat ke atas menghindari terkaman.

   "Yeaaa...!"

   Namun Rangkamaya tak peduli lagi. Tubuhnya terus menyerang Rangga dengan kibasan tangan maupun sambaran taji pada kaki.

   "Kreaaakh.., !"

   Rangkamaya berteriak menggelegar.

   Pada satu kesempatan, kuku-kukunya yang tajam berseliweran, mengincar leher dan perut Pendekar Rajawali Sakti, Namun dengan enak sekali, Rangga memapaknya, Plak! Plak! Tubuh Rangkamaya terdorong ke belakang akibat benturan keras berisi tenaga dalam tinggi.

   Tapi pemuda aneh itu seperti tidak mempedulikan rasa sakit yang diderita.

   Dan kembali dia melompat dengan mengirimkan tendangan geledek Pendekar Rajawali Sakti berkelit ke samping, lalu berputar cepat.

   Kemudian sebelah kakinya menghantam ke perut.

   Des! "Aaakh...!"

   Rangkamaya menjerit kesakitan.

   Tubuhnya terhuyung-huyung ke belakang.

   Namun begitu, dia kembali bernafsu menyerang.

   Tubuhnya melompat menerkam dengan kedua taji di kaki mengarah leher.

   Siuuut! Namun Rangga cepat tanggap.

   Cepat dikerahkannya jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega' pada tingkat yang paling terakhir.

   Dan begitu serangan Rangkamaya luput, Pendekar Rajawali Sakti sudah merubah jurusnya menjadi 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'.

   Segitu cepat gerakannya, membuat Rangkamaya yang baru saja berbalik jadi tercekat.

   Dan tiba-tiba saja kibasan tangan Pendekar Rajawali Sakti yang membentuk paruh rajawali telah bergerak mengibas berisi tenaga dalam penuh.

   Sehingga,.., Prakk..

   ! "Aaa...!"

   Rangkamaya memekik kesakitan dengan suara parau. Tubuhnya betul-betul terjungkal ke belakang dengan kepala pecah. Darahnya langsung berhamburan bercampur cairan putih. Begitu ambruk di tanah, dia tak bangun lagi.

   "Maafkan aku, Kau tidak memberi pilihan lain padaku..,,"

   Ucap Rangga, lirih begitu mendarat di tanah lagi.

   Untuk beberapa saat Pendekar Rajawali Sakti terpaku di tempatnya memandangi mayat Rangkamaya.

   Beberapa penduduk desa mendekat dengan obor di tangan.

   Sementara yang lainnya dan sejak tadi telah terjaga dari tidurnya karena keributan itu, buru-buru keluar.

   Sepertinya mereka hendak meyakinkan bahwa biang perusuh selama ini sudah tewas, sehingga mereka bisa bernapas lega.

   "Kasihan, Dia masih muda. Seharusnya perjalanan hidupnya masih panjang..,"

   Lanjut Rangga bergumam sendiri ketika melihat beberapa penduduk berdiri di dekatnya.

   "Memang mestinya begitu. Tapi ibarat penyakit dia adalah bibit yang berbahaya, Rangga. Kecil saja sudah membunuh banyak orang. Tidak terbayang, kan bila dia merajalela. Entah berapa nyawa yang melayang di tangannya,"

   Timpal Ki Tambuk "Benar, Rangga!"

   Sambung K i Sela.

   "Tidak perlu disesali kematiannya. Rangkamaya memang tidak waras dan sulit untuk mengobatinya. Kalau, pun dia hidup, maka hanya akan menimbulkan malapetaka saja. Dia tidak akan pernah berhenti dari cita-citanya itu sejak dulu.

   "

   "Ya, Kalian benar,"

   "Jadi, tidak usah bersedih, Apalagi sampai merasa bersalah. Kalaupun kau merasa bersalah telah membunuhnya, maka ingatlah berapa orang yang telah dibunuh Rangkamaya? Juga berapa korban lagi yang akan jatuh kalau dia masih tetap berkeliaran?"

   Tandas Ki Selo. Rangga mengangguk-angguk.

   "Sebaiknya mayat mereka dibereskan sekarang saja, Ki. Menjelang subuh nanti kita kebumikan bersama-sama. Bagaimanapun, mereka adalah manusia juga seperti kita. Maka sudah selayaknya dikebunkan."

   Ki Tambuk segera memerintahkan beberapa penduduk untuk mengurusi ketiga mayat itu. Mulanya mereka enggan mengingat kebencian reka terhadap Rangkamaya, Namun kepala desa m! berusaha memberi pengertian kepada mereka. Dan syukur mereka bisa mengerti.

   "K urasa tugasku di sini telah selesai, K i, Dan selanjutnya kau bisa menata desa ini kembali,"

   Lanjut Pendekar Rajawali Sakti.

   "Sebaiknya kau tinggal di sini dan menetap barang beberapa hari, Rangga,"

   Ujar Ki Tambuk "Apakah kau akan pergi malam ini juga?"

   Tanya K i Surapati dengan hati nelangsa.

   "Tinggallah di sini beberapa hari, Rangga.

   "

   Bujuk K i Selo. Dan yang lainnya pun berusaha menahannya, sehingga Pendekar Rajawali Sakti jadi tidak enak hati.

   "Baiklah.... Aku akan tinggal semalam di sini..."

   "Kenapa mesti semalam..,?"

   Tanya Ki Tambuk "K isanak..

   Yang terpenting, urusan di sini telah selesai.

   Aku tidak bisa berada terlalu lama di satu tempat, setelah urusanku selesai.

   Masih banyak persoalan lain yang menantiku.

   Selama tenagaku masih dibutuhkan.

   Maka selama itu pula aku akan terus mengembara,"

   Papar Rangga.

   Mendengar itu, para penduduk Desa Loyang mengangguk-angguk Disadari bahwa tugas yang diemban pemuda itu benar-benar mulia.

   Meski mereka ingin menahannya lebih lama.

   namun apa yang dikatakannya benar.

   Masih banyak lagi orang-orang yang membutuhkan tenaga dan bantuannya.

   SELESAI Serial Pendekar Rajawali Sakti selanjutnya .

   MANUSIA LUMPUR

   

   

   

Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long Pendekar Rajawali Sakti Istana Ratu Sihir Pendekar Rajawali Sakti Penghuni Telaga Iblis

Cari Blog Ini