Ceritasilat Novel Online

Pertentangan Kaum Persilatan 5


Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT Bagian 5


baharulah muntjul ulatnja. Tjoba kau mengingat-ingat, didalam kalangan Pek Lok Sian-lim, siapa orangnja jang kerandjingan nama besar dan pengaruh, jang terpintjuk oleh uang emas ?"

   Tanpa berpikir lama lagi Tjong Beng segera mendjawab.

   "Siapa lagi kalau bukannja Pan Kee, botjah jang tersesat itu! Semasa hidupnja soehoe pun lelah mengatakan bahwa Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Pan Kee telah bergaul dengan orang2 Kaum Hitam dari Rimba Persilatan di Kwan-gwa dan aku dipesannja untuk waspada.

   Aku tidak sangka, dia djusteru berserikat dengan pemimpin kuku-garudanja Mo Ong, si Radja Iblis.

   Kalau nanti aku pulang, aku harus bikin habis binatang ilu, agar dia tidak men djadi bibit bentjana."

   Mendengar itu, Ang Seng Tong menggojangkan tangan.

   "Sabar, siauwtotjoe,"

   Kata bekas hiotjoe ini.

   "Urusan ini bukannja urusan remeh. seharusnja kita berhati2. Baiklah siauwtotjoe dengar keteranganku lebih djauh, agar siauwtotjoe ketahui sangkutpautnja. Soeteemu itu, hidupnja rojal sekali, semasa hidupnja gurumu. Pan Kee sudah gemar minum arak dan berdjudi serta perbuatan sesat lainnja, karena itu, ia telah mempunjai banjak hutang. Kegemarannja itu segera dapat dilihat oleh salah satu orangnja Soe In Teng, jang lantas berlagak beladjar kenal, dan ikat persahabatan dengan memboroskan uang untuk Pan Kee, akan achirnja soeteemu itu diperkenalkan lebih djauh kepada Soe In Teng sendiri. Tjepat sekali ia telah djatuh dibawah pengaruh Tiat Ma Sinkang, jang pandai membudjuk dan memperdajai orang. Kebiasaan dari Soe In Teng adalah, apabila dia dapatkan satu tenaga baru, orang itu dia kasi minum setjawan arak tertjampur ratjun, lantas dia antjam orang itu, katanja apabila tidak kembali pada djam jang dia telah tentukan, orang akan tewas karena ratjun itu sebaliknja, kalau orang kembali disaat jang tepat, orang itu akan diberikan obat untuk memunahkan ratjun itu. Sesudah Pan Kee terdjatuh dibawah pengaruhnja Soe In Teng, ia diberikan tugas utama, jaitu harus mentjari tahu dimana disimpannja peta dan batu kumala dari harta- Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
karunnja Tjeng Liong Hwee.

   Harta karun itu sudah menarik sangat perhatiannja banjak pihak.

   Bagaimana tjaranja Pan Kee bekerdja aku tidak ketahui, akan tetapi mungkin ia telah turun tangan selagi siauwtotjoe pergi ke Kimleng.

   Berbareng waktu itu pihak Kwan-gwa Sam Eng telah dapat endusan halnja Pan Kee berserikat kepada kukua garuda melainkan tiga saudara itu masih belum tahu, bahwa kepala kuku garuda adalah Tiat Ma Sin-kang Soe In Teng.

   Pandai sekali Kwan-gwa Sam Eng mentjari keterangan, mereka dapat tahu Pan Kee hendak djual peta dari harta karuan ja Tjeng Liong Hwee itu, maka tiga saudara ini segera datang ke Kwan-lwee untuk intai sepak-terdjangnja Pan Kee.

   "Pada suatu malam, Pan Kee muntjul dipekarangan luar Pek Lok Sian-lim bersama seorang lain, la tidak tahu bahwa Tok-kak-liong Beng Kong, Beng Kiang dan Beng Siang sedang mengintai padanja. Pekarangan luar kuil itu banjak pohon2nja. Tidak lama Pan Kee masuk pula kedalam kuil, kira2 tengah malam terlihatlah tjahaja api diatas loteng. Melihat tanda api itu, orang jang tadi lantas menghampiri padanja. Ketiga saudara Beng tampak gerakannja orang itu sangat enteng sekali, mereka duga tentunja orang itu berkepandaian liehay. Karena ini, mereka membajanginja dengan hati2".

   "Sebat sekali orang itu sudah menghilang kedalam kuil. Tiga saudara Beng naik kegenteng untuk mentjarinja. Diruang belakang ada sinar terang, kesana mereka menudju. Beng Kong minta kedua saudaranja pasang mata, ia sendiri pergi kepajon untuk mengintip. Kelihatan Pan Kee sedang berdiri didepan sebuah kamar, matanja tjelhigukan, agaknja dia ge lisah sekali. Kamar itu mirip Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
dengan kamarnja pendeta kepala, pintunja tertutup rapat.

   Beng Kong tjuriga, ia pergi kebagian belakang dari kamar itu, djusteru ia dapatkan daun djendela baharu sadja dibuka.

   Djendela Itu menghadapi suatu lataran.

   Tidak berani Beng Kong datang dekat, ia mengintai sadja dari atas tem bok.

   ia dapat melihat njata kedalam kamar itu"

   "Seorang dengan muka bertopeng menghadapi pembaringan. Itulah orang jang tadi. Orang itu ulur kedua tangannja ke arah pembaringan antara djarak satu kaki lebih, dia menggerak2kan kedua tangannja terhadap satu pendeta jang sedang rebah. Pendeta itu memandang orang itu, beberapa kali dia hendak berbangkit, tapi saban2 gagal pertjobaannja itu. Teranglah kedua orang itu sedang mengadu khie kang. Beng Kong terperandjal akan saksikan liehaynja khie-kang dari orang Itu, karena pendeta itu jang semula kedua matanja bersinar berpengaruh, lantas napasnja mendjadi sesak dan achirnja berhenti djalan. Orang itu tjabut beberapa lembar rambutnja jang ditempelkan dihidungnja sipendeta, rupanja untuk membuktikan orang sudah mati atau belum. Segera setelah dapat kepastian bah wa sipendeta sudah mati, ia perdengarkan suara perlahan. Lalu ia menggeratak didalam kamar, tjepat sekali tjaranja ia bekerdja. Ia sampai mendekam dilantal Tentu ada barang sesuatu jang ia tjari. Tidak lama baharulah ia mengetok pintu dengan perlahan, lantas Pan Kee sambut ia untuk diadjak keluar. Baharu setelah itu, Beng Kong lompat turun akan masuk kedalam kamar, hingga la lihat tegas, pendeta tadi mati dengan kedua mata mendelik. Didepan pembaringan pada lantainja, telah berbekas dua tapak kaki Beng Kong tidak sempat berdiam lama didalam kamar itu, segera ia dengar djeritan dari luar, Soehoe menutup mata"

   Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Ia kaget, ia lari keluar dan terus naik keatas genteng, untuk adjak dua saudaranja , segera meninggalkan gunung Ngo Tay San itu"

   Dadanja Tjong Beng berombak2, hatinja panas akan dengar halnja bagaimana gurunja itu, Leng Khong Tiangloo, telah terbinasa ditangon satu musuh gelap akan tetapi dilain pihak, ia bergidik untuk ketahui liehaynja musuh Itu.

   la tahu benar, walaupun sedang sakit, tidak nanti Leng Khong bisa terbinasa setjara demikian gampang.

   Mau tidak mau, ia menangis sesegukan.

   "Loo-tiang, silakan tjerita terus,"

   Ia minta kepada Seng Tong.

   "Mari minum dulu,"

   Tuan rumah mengundang, untuk legakan hatlnja kedua anak muda itu. Tjoen Beng diam sadja, tetapi hatinja berpikir keras. Engko dan adik itu minum araknja.

   "Sepulangnja ketiga saudara Beng itu lantas menduga2 siapa bajangan jang llehay itu. Siang-kiam-hong Beng Siang benar2 tjerdas, ia menduga kepada pukulan ilmu silat Tjoan-in-tjiang, Tangan Menembusi Mega. Tidak ada ilmu pukulan lainnja Jang melebihi liehaynja Tjoan-intjiang, katanja. Dan Tjoan-in-tjiang dipeladjari hanja oleh Soe In Teng seorang, tidak ada orang keduacja. Nona inipun saksikan kegesitan tubuh bajangan itu, Jang bagaikan menjambaruja kilat. Setelah bermupakatan, ketiga saudara ini ambil putusan untuk bekerdja,"

   Kata Seng Tong jang meneruskan.

   "Merekapun bekerdja tepat sekali. Ialah mereka gunai akal hingga mereka dapat pengaruhi Pan Kee, jang membuka rahasia dibawah paksaan mereka. Hanja sajang sampai waktu itu Pan Kee masih belum Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
ketahui nama madjikannja itu.

   Pan Kee djuga tidak tahu dimana tempatnja pembuangan rahasia itu, tempat siksaannja majat2 hidup.

   Ketika dia ditanja sudah tahu atau belum tempat simpannja harta karun, Pan Kee mengatakan belum berhasil dapat mentjarinja.

   Maka itu, siauwtotjoe, ketiga saudara Beng berpaling kepadamu.

   Kau jang sebagai ketua Tjeng Liong Hwee lima propinsi Utara, diduganja tentu ketahui hal harta karun itu.

   Itupun mendjadi tugasmu untuk melindunginja.

   Siang-kiam-hong Beng Siang tjerdik untuk tidak menduga demikian."

   Tjong Beng awasi orang tua itu, otaknja bekerdja.

   "Walaupun Kwan-gwa Sam Eng tjari siauwtotjoe, dapat dikatakan mereka mengandung maksud baik,"

   Seng Tong menambahkan.

   "Musuh mereka adalah Soe In Teng dan mereka hendak tjegah In Teng dapatkan harta karun itu. Tentu sadja, mereka tidak dapat menemui kau setjara berterang untuk utarakan maksudnja, karena sudah pasti siauwtotjoe akan tjurigai mereka. Mereka masih sadja pengaruhi Pan Kee, jang dipesannja apabila siauwtotjoe pulang, mereka harus segera diberitahukan. Pan Kee telah dipaksa bersumpah untuk tidak buka rahasia batu kumala itu serta tindak-tanduk siauwtotjoe kepada Soe In Teng, djikalau dia tutup mulut, dia didjandjikan hadlah besar. Pan Kee sudah berikan sumpahnja, maka seterusnja, dia selalu sampaikan kepada ketiga saudara Beng itu tentang sepak- terdjang siauwtotjoe. Begitulah didaerah ini, ketiga saudara Beng itu telah mengatur daja untuk lindungi siauwtotjoe dari tangan djahat nja Soe In Teng."

   Mendengar ini, Tjong Beng menghela napas lega, begitu djuga Tjoen Beng. Karena adanja hal jang telah dituturkan Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
itu, membuktikan ketiga saudara Beng tidak bermaksud djahat terhadap mereka berdua saudara. Sampai disitu, mereka dahar dan minum terus, kemudian.

   "Malam ini aku minta djiewie sudi berdiam bersama kami disini,"

   Kemudian Seng Tong minta.

   "Masih ada urusan jang kita harus damaikan. Bukankah djiewie tidak menampik ?"

   Sekarang kedua saudara Ong pertjaja benara pada orang tua she Ang ini, mereka tidak keberatan untuk bermalam disitu, mereka terima undangan itu. dan menghaturkan terima kasih.

   "Loo-tiang,"

   Tjong Beng tanja.

   "Pan Kee kata dia hendak pergi untuk beberapa hari, barangkali hari ini dia belum kembali ke Pek Lok Sianlim. Mungkinkah dia telah pergi kepada Kwan-gwa Sam Eng ?"

   Belum sampai Seng Tong memberi djawaban, Tjoen Beng sudah keluarkan seruan tertahan "Apa ..!"

   Lalu ia tambahkan "Benarlah ketika aku mampir di rumah makannja Lie Djie, aku dengar kata2nja tiga orang laki2 jang mengatakan bahwa Pan Kee sibotjah baharu sadja berangkat, sama kakak mereka, Liong dan Houw pesan supaja botjah itu djangan terlalu dipertjaja.

   Sekarang tidak mungkin Pan Kee masih berada sama ketiga saudara Beng itu."

   "Satu laki2 harus berlaku djudjur,"

   Seng Tong kata.

   "Aku pertjaja, walaupun ketiga saudara Beng pantjing kalian kemari, mereka tidak bekerdja sama Pan Kee untuk mentjelakai kalian, malah merekapun tidak beritahukan botjah itu tentang akal mereka ini. Aku menduganja, Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
sengadja ketiga saudara itu tahan kalian disini, supaja Pan Kee tidak sampaikan kabar pada Soe In Teng, jang akan ganggu kalian. Ketiga saudara itu menduga pasti bahwa Soe ln Teng tidak akan puas sebelum dia dapatkan batu kumala itu."

   "Aku dapat mengerti hal ini"

   Tjoen Beng berkala.

   "Honja aku tidak tahu, andai-kata ketiga saudara Beng itu ketahui kami lolos tindakan apa akan mereka lakukan lebih-landjut ?"

   Ditanja demikian, siorang tua melengak tapi sedjenak sadja, terus ia bisik2 ditelinganja pemuda itu.

   "Tentang itu, tak usah djiewie buat pikiran. Aku tahu benar mereka kini sedang berniat keras mentjari tahu tempatnja pembuangan neraka itu, sebab disana masih ada saudara ajahnja, jang telah didjadikan majat hidup. Mungkin tidak lama lagi mereka akan melakukan pertempuran mati-hidup dengan Soe In Teng. Apa jang sekarang mereka sangsikan adalah kegagahannja musuh itu, kuatir mereka nanti berkurban setjara sia-sia belaka."

   Ang Seng Tong awasi Tjong Beng, lalu ia menghela napas.

   "Aku kuatir,"

   Katanja.

   "didjaman ini, sakit hati gurumu Jang terbinasa setjara demikian hebat itu, tidak ada harilnja untuk dapat dibalaskan"

   Tjong Beng gebrak madju, ia hunus pedangnja. Wadjahnjapun merah, uratnja terlihat njata.

   "Aku Ong Tjong Beng, djikalau aku tidak bisa bunuh Soe In Teng, aku sumpah tidak sudi djadi manusia!"

   Katanja dengan njaring. Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Ang Seng Tong berbangkit untuk memberi hormat.

   "Sikap siauwtotjoe jang demikian ini pasti akan dapat tundjangan seluruh anggauta Tjeng Liong Hwee,"

   Kata dia.

   "Tak ketjewa kau mendjadi ketua kami. Aku pertjaja bahwa Poan Liong Tay-hiap dan Leng Khong Tiangloo didunia baka pasti bersenjum!"

   Tjoen Beng tertarik terhadap semangat nja adik ini.

   "Mari kita bekerdja sama, untuk mewudjudkan maksud- hati kita!"

   Iapun berkata. Sampai disitu mereka lalu merundingkan tjaranja bekerdja. Seng Tong usulkan tipu-daja "Sip bian bay hok"

   Atau "Mendjebak disepuluh pendjuru."

   Artinja jaitu dua saudara Ong harus berserikat dengan lain2 orang pandai, untuk bekerdja-sama hanja untuk itu mereka harus bersiap sedikitnja tiga bulan.

   Malam itu kakak-beradik Ong bermalam dirumahnja Ang Seng Tong, keesokan paginja, mereka pamitan.

   Diluar sudah tersedia dua ekor kuda untuk mereka pulang ke Ngo Tay San.

   Mereka sampai di Pek Lok Sian-lim setelah sore djusteru Hong thio Han Tam sedang bingung memikiri mereka, jang berlalu malam2 tanpa pamitan lagi.

   Pendeta ini djadi girang.

   Tjong Beng tidak mau menerangkan banjak2 hanja mengatakan bahwa ia dan kakaknja mengedjar musuh tak dikenal sampai musuh lenjap ditengah djoLan, karena sudah kepalang, mereka terus pesiar di Tembok Besar.

   Kemudian mereka tanjakan hal Pan Kee.

   Mereka dapat djawaban, soetee itu masih belum kembali.

   Kakak beradik ini djadi tjuriga, tapi mereka diam sadja.

   Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Untuk satu malam Tjoen Beng dan adiknja bermalam didalam kuil, lantas mereka pulang kerumahnja di Ong- kee-tjhung didalam kota.

   Mereka berikan alasan, sudah lama tidak bertemu, sekarang mereka hendak berkumpul.

   Selang beberapa hari, mereka kembali ke Pok Lok Sianlim, akan beritahukan Han Tam bahwa mereka niat pesiar ke Kang-lam sekalian mengundjungi pelbagai sahabat Rimba Persilatan, dalam tempo tiga bulan baharu mereka akan kembali.

   "Kuharap kalian ber-hati2 didjalan."

   Han Tam pesan, setelah ia mengantar sampai dipintu pekarangan Kembali kakak-beradik ini puiaug kerumahnja, baharu keesokan paginja mereka memulai perdjalanan mereka.

   Tjepat sekali djalannja sang waktu, musim dingin pergi, datang musim semi, diwaktu demikian di Kwan-gwa, luar Tionggoan, saldju belum lumer, angin masih men.ghembus2, siang dan malam terdengar terus deruannja jang berangkaPamurka, hawa udara dinginnja luar biasa.

   Djusteru itu, di Barat-Selatan Hek-liongkang, didatar rumput sepandjang sungai Hapdjie-hap, tiga penunggang kuda jang sengadja melawan angin dahsjat itu kaburkan kuda mereka kearah telaga Pweedjle (Baikai) ditapal batas Mongolia Luar.

   Ke-tiga2nja penunggang kuda itu mengenakan badju kulit jang besar, koplahnja jang dinamakan koplah angin, menutupi mukanja hingga jang kelihatan hanja kedua bidji matanja, dan sepatunja Jang hitam.

   Seorang diantaranja menuntun seekor kelodai tanpa penunggang Benar2 mereka tidak hiraukan angin Utara, kuda mereka lari berderap diatas rumput tebal jang rebah tertiup angin, Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
hingga tepatlah bunjinja sjair kuno "Angin meniup rumput rebah hingga kerbau dan kambing tampak".

   Hanja ketika itu tidak ada kerbau atau kambing.

   Barat adalah tudjuannja ketiga orang itu, djauh didepan mereka tampak daerah air jang luas.

   Itulah telaga Pweedjie diperbatasan Hekllongkang dan Mongolia Luar, jang lebih luas daripada Kioe-liong (Kowloon).

   Dlsini, setelah menghitung2 masih harus djalan lagi beberapa puluh lie, ketiganja lantas bliuk dahulu kearah pohon lebat dimana terlihat mengepulnja asap.

   Itulah sebuah kampung terdiri dari beberapa puluh rumah Jang bertembok tanah beratap tjabang gandum, rumah2nja orang Boantjioe.

   Beberapa penduduk jang melihat ada tetamu datang, mereka ber-lari2 menjambut, ada jang menjambuli kuda untuk terus diberi makanan, sedang tetamunja diundang masuk kedalam sebuah rumah, untuk duduk beristirahat.

   Demikian memang keramah-tamahan penduduk kampung itu terhadap tetamu2 mereka walaupun tetamu2nja berlainan suku.

   Ketiga tetamu itu adalah Ang Seng Tong serta Tjoen Beng dan Tjong Beng kakak-beradik, jang telah menetapi djandji untuk melakukan suatu perdjalanan djauh jang bukan tidak ada bahajanja.

   Rumah penduduk itu berbau tidak sedap asap jang mengepul mengeluarkan bau hangus dari terbakarnja kotoran kuda, hanja sjukur ampar rumput diatas pembaringan-tanah memberikan hawa hangat.

   Seng Tong segera keluarkan tiga rentjeng uang, jang ia berikan pada seorang tua, hingga dia ini dan kawan=nja djadi sangat girang lekas2 mereka menjediakan teh-susu Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
dan bahpauw hitam.

   Ruanganpun lantas penuh dengan tetangga2 jang datang untuk melihat dan menanja ini-itu.

   Nampaknja ingin sangat mereka mendengar segala kabaran dari luar.

   Seng Tong bertiga mengaku sebagai saudagar2 kulit kambing, bahwa kebetulan sadja mereka mampir disitu.

   Merekapun balas menanjakan tentang penghidupan penduduk ditempat itu, atas pertanjaan itu, penduduk itu perlihatkan air muka lesu dan masgul.

   Menurut keterangannja tadinja penduduk disitu hidup sebagai nelajan2 iang mengandalkan hasilnja dari danau Pweedjie itu, akan tetapi sedjak sepuluh tahun jang lalu, mereka terpaksa mesti ubah tjara hidupnja, dari nelajan mendjadi kuli2 gembala kambing, hingga mereka tidak dapat dahar sampai kenjang lagi.

   Sebabnja perubahan penghidupan itu katanja, karena dipulau dalam danau itu sudah terdjadi hal2 jang mudjidjad.

   Tjoen Beng lihat sebuah alat penangkap ikan jang sudah tua sekali disudut rumah, ia tanja tuan rumah berapa usianja jang sudah landjut itu, mungkin dia tinggal disitu sudah turun-temurun.

   Iapun menanjakan djuga, apa adanja kedjadian aneh didanau itu, dan apakah pernah terdjadi sebelumnja.

   "Telah turun-temurun aku tinggal disini,"

   Sahut orang tua itu.

   "Sekarang usiaku sudah tudjuh-puluh lebih. Danau Pweedjie menghasilkan banjak ikan, dalam satu tahun hanja dimusim Rontok dan Dingin jang aimja beku hingga orang tidak dapat menangkap ikan. Kira2 sepuluh tahun jang lampau, mulailah didaratan muaranja tertampak hantu, jang makin lama djadi makin menakutkan. Suatu Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
waktu ditengah malam terdengar guntur dan terlihat kilat berkelebat, lalu tertampak bajangan hantu.

   Sedjak itu, kaum nelajan tidak berani datang pula kemuara itu.

   
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Ditahun ke-dua, ada datang satu imam kekampung nelajan jang berdekatan, imam itu mengaku sebagai utusan Thio Thian Soe dari gunung Liong Houw San, jang diutus untuk menakluki siluman.

   Kaum nelajan ragu2.

   Keesokannja, benar sadja seorang diri imam itu naik perahu pergi kemuara, lalu dimalam harinja penduduk dengar suara hebat dari perkelahian atau pertempuran dahsjat, jang telah berdjalau tiga malam terus-menerus, kemudian si imam kembali sambii menerangkan bahwa semua siluman sudah dapat ditaklukkan, tapi karenanja, ia membutuhkan suatu rumah ( dalam tanah untuk pendjarakan siluman2 atau hantu2 Itu.

   Ia lantas keluarkan banjak uang, ia pakai tenaganja nelajan2 untuk bekerdja didaratan muara itu, jang merupakan sebuah pulau ketjil.

   Orang2 jang bernjali besar pada ikut imam itu, tapi sedjak itu mereka semua tidak pernah kembali, sebagaimana si imam sendiripun tidak muntjul pula.

   Pernah ada nelajan2 jang mentjoba tjari ikan pula dirauara itu.

   mereka lihat ada didirikan banjak rumah dipulau akan tetapi tidak lama kemudian, seringlah terdjadi nelajan2 itu lenjap tidak keruan paran, tinggal perahu=nja sadja jang terombang-ambing dipermukaan air.

   Mulai waktu itu baharulah tidak ada lagi nelajan jang berani pergi menangkap ikan disana."

   "Apakah selama tahun jang belakangan ini pernah ada orang jang pergi kepulau itu?"

   Tanja Tjoen Beng.

   "Bagaimana dengan si imam itu, apa dia tetap masih ada didalam pulau?"

   Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
"Ada "

   Njeletuk seorang njonja tua, jang berdiri dipinggiran.

   "Tetapi siapa jang lihat orang itu, dia mesti kaget hingga setengah mati"

   Tjoen Beng bertiga awasi njonja tua ini.

   "Pada suatu hari keponakanku angkut batang2 gandum ke Lie-kee-oeh, waduk sebelah Barat,"

   Meneruskan sinjonja tua.

   "kebetulan dia terdampar angin keras sampai dipulau itu, maka disana ia lihat dengan mata kepala sendiri sedjumlab hantu, ada jang sedang memikul batu, ada jang sedang menarik penggilingan batu, matanja semua hantu itu diam tak bergerak, mulut menganga tetapi tidak ada jang bltjara, sedang kaki mereka dirantai. Hantu jang menarik penggilingan Itu djalan berputaran tak hentisnja. Hal itu selalu terbajangkan dimatanja keponakanku sehingga ber-malam2 ia tak dapat tidur..."

   "Mungkin itulah orang belaka,"

   Mengatakan Tjoen Beng.

   "Mustahil hantu nampak dislang hari bolong?"

   "Tetapi hal itu benar2 telah terdjadi, tuan2,"

   Berkata tuan rumah kepada ketiga tetamunja.

   "Ada kalanja dlwaktu malam dimusim dingin, selagi air danau membeku, kami sering dengar bunjinja rantai2 beradu. Karena diwaktu demikian hantu2 itu djalan mondar-mandir diatas saldju. Pernah djuga hantu2 itu menjeberang kekampung dltepi telaga menebang pohon2 untuk mereka gotong pergi. Bukan me lainkan aku sendiri jang pernah saksikan kedjadian Itu. Karena itu, muara itu kami namakan Muara Hantu, sedjak itu tidak ada lagi penduduk ditempat jang berani pergi kedanau itu."

   "Djuga pernah muntjul iblis Boe-siang kwie"

   Njeletuk seorang tua lain "Setiap waktu air telaga membeku, Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
diwaktu malam setempo muntjul sematjaro iblis dengan pakaian serba putih mondar-mandir diatas es atau ditepi danau, mereka djalan tjepat sekali bagaikan terbang..."

   Seng Tong dan kedua kawannja tidak mengatakan apa2 akan tetapi dalam hati mereka perhatikan dan ingatkan kata2nja beberapa penduduk itu, kemudian mereka tanjakan lain2 soal mengenai keadaan dikampung itu.

   Dan malam itu mereka bermalam dirumah gubuk itu.

   Keesokannia Tjoen Beng minta menumpang lebih djauh untuk tiga hari lamanja, ia berikan alasan jang masuk diakal.

   Iapun memberikan sedikit perak hantjur, hingga tuan rumah djadi sangat girang dan melajaninja dengan telaten.

   Tjoen Beng merasa puas dapat menumpang dirumah Itu, karena mereka dapat kamar jang terpisah dari kamarnja tuan rumah.

   Dimalam ke-dua, setelah keadaan dalam rumah itu mendjadi sunji, mereka segera dandan mengenakan pakaian warna putih, bukan warna hitam seperti biasanja, inilah disebabkan ketika itu musim dingin, saldju turun setiap malam, hingga djagat seperti putih seluruhnja.

   Mereka pergi keluar, setelah rapatkan daun pintu, Seng Tong adjak kedua saudara Ong ber-lari2 kearah telaga.

   Tjepat sekali mereka sampai ditepi, air danau membeku dan terang bagaikan katja, dengan leluasa mereka ber lari2 dengan ilmu enteng-tubuh diatas danau itu, hingga dilain saat, sampailah mereka dilain tepi, tempat jang ditudjunja.

   Itulah sebuah pulau dengan pohon2 di sekitarnia, hingga pulau seperti ketutupan.

   sedang muaranja banjak Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
tjabang atau tikungannja.

   Sungguh suatu tempat jang tjotjok untuk didjadikan pusat rahasia.

   Sekian lama tiga orang ini berdiam diantara pohon2, mereka tidak bitjara tetapi memasang mata dan telinga kearah depan dimana tertampak tembok tinggi jang diatasnja setiap djarak kira2 sepuluh tombak, dibangun sebuah ranggon pengintai.

   Tembok itu tinggi tudjuh atau delapan tombak, dikitari selokan atau kali ketjil, seperti kota2 umumnja jang dikurung dengan kali pelindung kota, djuga dipasangkan djaring kawat.

   Melihat demikian, tiga orang im tidak berani berlaku sembrono.

   Mereka menduga dan pertjaja setiap ranggon tentu ada orang jang mendjaganja.

   Dengan Seng Tong didepan, mereka djalan merajap seperti ular, sampai disuatu djalan diluar pagar djala kawat ttu, dimanapun kedapatan dua lapis pagar kaju.

   Disitulah mereka tampak sebuah pintu jang besar, dengan didepannja ada djembatan gantung jang medang dikerek linggis.

   Sekarang terlihat, disetiap ranggon ada dua buah lampu penjorot, jang dengan tentu2 disorotkan keluar tembok.

   Kotanja sunji, ketjuali suara beradu nja rantaia dan suara menggerejotnja penggilingan kaju.

   Tiga orang ini tidak berani meugham piri pintu atau djembatan gantung, sambil berdjagas dari sorotannja api mereka tjoba tjari tembok jang lebih rendah dimana mereka dekali pagar kawat.

   Seng Tong pindj&m pedangnja Tjong Beng, untuk ditjoba menahas kawat, la peroleh hasil jang memuaskan.

   Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Tapi di sebelah dalam dia tas tanah, ada disebarkan tiat- tjielee ialah besi2 bertjagak, jang udjungnja dipendam dalam tanah, siapa jang mengmdjaknja, tjelakalah kakinja.

   tubuhnja djuga.

   Untuk membuat lobang masuk.

   Seng Tong minta kedua saudara Ong tarik pagar kawat itu, ia sendiri jang membabati nja.

   Mereka berlaku hati2, supaja tidak sampai membuat kelenengannja berbunji.

   Kawat berdurt itu memang dipasangkan kelenengan.

   Habis pagar kawat baharulah mereka menghadapi kali jang dalam.

   Selagi Seng Tong madju dan mengindjak tepi kali jang dipasangkan batu itu, mendadak dan kedua samping menjam bar keluar dua potong lempengan besi sematjam sekup, jang terus menggentjet padanja tanpa ia sempat berdaja.

   Tapi ia digentjet sebatas perut maka ia keburu kempeskan perutnja itu, hingga ia tidak terluka ketjuaii badju kulitnja.

   Tjoen Beng dan Tjong Beng segera madju menolong dengan tjoba membetot dan menarik dua lembar papan besi itu, mereka tidak berhasil.

   Kedua papan besi itu sangat kuat bagaikan tumbuh akar.

   "Jangan tarik lebih djauh dikuatirkan ada lainnja perkakas hubungannja,"

   Seng Tong mentjegah.

   Dalam bahaja itu, Tjong Beng ingat pedang mustika Liong-gin-kiam ditangannja Seng Tong, jang lantas ia ambil, dengan pedang itu ia tabas kedua sekup.

   Njata keladjamannja pedang itu, kedua sekup telah terpapas dan Sen Tong dapat dibebaskan.

   Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Karena ini, ketiganja tidak madju terus, sebaliknja mereka mundur akan umnetkan diri di-semak2.

   Sesudah mengawasi kesekitarnja, mereka tampak suatu benda sedang bergerak mendatangi.

   Mereka menahan napas sambil mengawasi.

   Setelah benda itu datang dekat.

   kelihatan njata, itulah seorang berkeredong rumput dan memakai tudung lebar dengan tangan memegang tombak pandjang seperti satu serdadu peronda.

   "Mari,"

   Seng Tong mengadjak, untuk membajangi peronda Itu, sampai disuatu tanah mundjul tinggi, jang ditumbuhi rumput lebat.

   Disitu orang itu memandang kesekeliiingnja, lantas tombaknja digodrukkan tiga kali ditanah, menjusul mana, dari bawah rumput itu terdengar suara orang, lalu peronda mendjawm dengan tegas.

   "Bulan hitam, angin tinggi."

   Lantas dengan mendadak rumput didekat kakinja bergerak, lalu terbukalah sebuah lobang guha.

   Peronda itu membungkuk turun, dia lenjap dalam sekedjap Tapi sebagai gantinja muntjul seorang lain, jang dandanannja serupa.

   Dia ini lantas mulai djalan menggantikan meronda.

   Tjoen Beng bertiga dapat melihat tegas semuanja itu, hampir berbareng mereka lompat madju menerkam peronda itu jang satu sambar lehernja, jang lain tikam perutnja, hingga tanpa bersuara peronda itu rubuh binasa.

   Tjong Beng seret orang itu kepinggiran untuk dibukakan badjunja, jang terus ia pakai, iapun djemput tombak untuk mulai berdjalan seperti siperonda tadi.

   Seng Tong dan Tjoen Beng mengikuti.

   Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Mereka bertindak balik ketanah jeng tinggi tadi Tjong Btng menggedruk lantai tiga kali, lantas dengar pertanjaan.

   "Malam ini malam apa?"

   Dengan suara di bikin dalam ia mendjawab. Bulan hitam angin tinggi"

   Segera ia lihat terbukana pintu guha seperti tadi, maka ia lantas bertindak turun diundakan tangga.

   Didalam ada menanti dua orang jang masing bersendjatakan golok jang tadjam.

   Tjong Beng sudah siap, dengan satu gerakan tangan kanan ia tikam rubuh orang jang dikanannja tangan kirinja menjambar lehernja orang jang dikiri, golok siapa ia tendang terlepas, menjusul mana, Seng Tong dan Tjoen Beng lompat masuk akan tubruk korban itu, jang lehernja terus ditikam dengan sebuah pisau belati, hingga djiwanja melajang menjusul kawannja.

   Dengan tjepat Seng Tong dan Tjoeu Beng singkirkan kedua majat, jang pakaiannja pun mereka buka dan dipakainja.

   Hingga dengan begitu, bertiga mereka mirip dengan peronda2 disitu.

   Mereka perhatikan guha itu jang merupakan sebuah terowongan, maka mereka lalu djalan mengikutinja, sampai mereka tampak sinar api, ternjata mereka sudah berada dalam kota.

   Sjukur disitu tidak ada penghuni lainnja.

   Seng Tong bertiga menudju kepodjok tembok, lalu dengan gunakan bandring ia merajap naik keranggon jang sunji, karena pendjaganja asjik ngelenggut.

   Maka dengan gampang Seng Tong tikam pondjaga itu sehingga mati.

   Ia menggape kebawah, dan dua saudara Ong lompat naik keatas ranggon itu.

   Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Diatas ranggon dengan tubuh separuh mendekam, mereka memandang kebawah, kedalam kota.

   Dibawah tjahaja api jang suram mereka tampak pemandangan jang menggiriskan hati beberapa ratus majat hidup asjik bekerdja dalam siksaan.

   Semua majat itu rambutnja pandjang dan riap2an, pandjang djuga kumis dan djenggotnja menandakan sudah banjak tahun mereka tidak kenal pisau tjukur.

   Mata mereka itu melek tetapi tidak ada sinarnja dan diam mati tidak bisa melirik kekiri-kanan.

   Tubuh mereka semua telandjang, hanja memakai kantjut setjabik kulit, jang ter-larlk bersuara selagi mereka djalan.

   Ada mereka jang sedang mendorong penggilingan, ada jang memikul batu, ada jang sedang memukul batu.

   Tetapi mereka tidak ada jang mendjaga atau meniliknja.

   Suasana itu sangat menjeramkan.

   Benar2 mereka adalah serombongan majat hidup, jang hanja tahu bekerdja berat, lain tidak.

   XI Pendjara neraka dunia ditelaga Pweedjio itu bukannja chajal belaka.

   Itu memang suatu pendjara istimewa didjaman Boan, jang diperuntukkan mengurung dan menjiksa musuh2 negara, jang dihukum dengan tempo tak berbatas.

   Sedjak permulaan bangsa Boan memasuki Tionggoan, sampai masanja kaisar Sie Tjong (Yong Tjeng), tidak sedikit pendekar bangsa Han jang dldjebluskan dalam pendjara neraka ini.

   Untuk pekerdjaan menilik, pemerintah Boan lelah pakai tenaganja banjak orang liehay jang kemaruk dengan harta dunia, hingga mereka rela mendjadi Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
kaki-tangannja pemerintah Boan sebagai kuku garuda, dan diberi nama bagus jaitu how-wie atau sie-wie, pahlawan.

   Korban-nja adalah mereka jang menjintai negara tetapi tidak hati2 dalam kata2 dan tulisan, begitupun mereka jang baharu disangka sadja.

   Dan Seng Tong bertiga telah memasuki kota iblis itu, sarangnja majat2 berdjalan.

   Dapat dimengerti hebatnja penderitaan semua majat hidup itu.

   selagi hawa udara sangat dingin dan dilarut majam mereka bertelandjang tubuh, ketjuali berkantjut kulit binatang.

   Tjoen Beng bertiga heran menjaksikan orang bekerdja tanpa mandor atau penilik, namun bekerdjanja bagaikan mesin sadja.

   Disaat Seng Tong niat adjak kedua kawannja berlalu, tiba ia tampak Tjong Beng mengawasi kearah penggilingan dengan air mukanja berubah, seperti orang kaget dan gelisah.

   Maka iapun segera mengawasi kearah penggilingan itu.

   Sama sekali ada enam-belas majat hidup jang mendorong penggilingan besar jang mengeluarkan suara gerejat-gerejot tak sedap didengarnja.

   "Lihatlah majat hidup jang tidak ada kumisnja itu,"

   Berbisik Tjong Beng sambil menarik udjung badju kakaknja.

   "Tidakkah dia mirip Pan Kee?"

   Tjoen Beng pun agaknja terperandjat.

   "Memang mirip sekali."

   Sahutnja samhil manggut. Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Pan Kee mudah dapat dikenali.

   Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dia tidak punjakan rambut pandjang dan tidak berkumis, djuga mukanja putih, beda daripada jang lain2nja.

   Seng Tong merasa heran.

   Ia pertjaja.

   kedua saudara itu tidak nanti keliru mengenali orang.

   Sesudah mengawasi sekian lama, Tjong Beng agaknja hendak lontjat turun untuk menolong-membebaskan soeteenja itu.

   Seng Tong jang dapat lihat gerakannja itu lantas menarik langannja.

   "Djangan lantjang!"

   Katanja.

   "Disekitar tempat ini banjak terdapat perkakas2 rahasia sangat berbahaja! "

   "Aku tidak dapat bersabar lagi,"

   Kata Tjong Beng sambil tjoba mengelakkan diri.

   "Aku ingin buktikan, orang itu Pan Kee atau bukan.."

   "Djangan, siauwtotjoe!"

   Seng Tong mentjegah pula.

   "Djangan terdjang bahaja dengan tiada perlunja! mungkinkah siauwtotjoe lupa bahwa kita tengah berada dalam kota iblis ?"

   Tjong Beng menghela napas, ia awasi kakaknja.

   "Tidak perduli dosanja Pan Kee, tapi sekarang dia djadi majat hldupnja Soe In Teng, dia perlu ditolongi,"

   Katanja.

   "Sabar, adikku,"

   Tjoen Beng menasihatkan. Kakak ini telah berpengalaman.

   "Untuk menolong padanja, kita harus pikirkan tjaranja jang sempurna, djangan kita lantjang memasuki mulut harimau"

   Belum lagi suaranja Tjoen Beng berhenti, didalam pendjara neraka itu segera terdengar suara lontjeng, jang disusul dengan seruan jang datangnja dari tempat tinggi Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
"Peronda diluar, awas ! Pintu guha keenam telah terbuka ! Lekas periksa !"

   Dua kali suara peringatan itu diulangkan, lantas Seng Tong tolak tubuhnja kedua saudara Ong agar segera menjingkir, tetapi baharu sadja Tjoen Beng dan Tjong Beng lompat keluar ranggon, tiba2 pintu rahasia telah turun menutup, hingga Ang Hiotjoe kena terkurung.

   Dan lantas pula berbunji suara kelenengan ber-ulang2! Kedua saudara Ong itu terkedjut.

   "Siauwtjoe lekas!"

   Seng Tong berteriak.

   "Lekas gunakan pedangmu!"

   Tjong Beng seperti baharu sadar, ia segera membabat dengan Liong-gin-kiam, putuslah beberapa djerudjinja pintu rahasia itu hingga dengan satu lompatan "Yan-tjoe tjoan lian"

   Atau "Burug walet tembusi kere".

   Seng Tong njeplos keluar dari kurungan.

   Sjukur waktu itu mereka masih belum dipergoki orang.

   Dengan menggunakan hoei-soh, tambangnja, tiga orang ini bisa merosot turun dari atas tembok untuk lari kemulut terowongan.

   Disini api pelita telah padam, tetapi gelap- gulita tak dapat menghalangi mereka kabur terus.

   Selagi mereka lari didalam terowongan itu, tiba2 Tjoen Beng dengar dua kali suara keras dibelakangnja.

   Ia kaget lapi ia segera berpaling.

   maka ia tampak Seng Tong dan Tjong Beng lelah terkurung dua buah pintu besi, jang turunnja setjara tiba2 itu.

   Ingat kepada pedang Liong-gin-kinm, Tjoen Beng segera lari balik, tanpa sangsi2 lagi ia serang pintu besi itu.

   Baharu dua tabasan, ia sudah dapat membuat lobang, Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
hingga Seng Tong dan Tjong Beng bisa molos keluar.

   Ketiganja mereka keluarkan keringat dingin.

   Kembali mereka lari.

   Hati mereka lega ketika mereka tampak mulut terowongan dihadapannja.

   Tidak berani mereka berdiam lama2 disitu, mereka terus turun dari tanah mundjul itu.

   Hanja belum sampai mereka dibawah, Tiba2 mereka tertungkrap sebuah benda jang enteng, ternjata mereka telah terkurung djala.

   Tjoen Beng membabat ber-ulang2 dengan pedangnja, tetapi didalam djala ia tidak leluasa geraki tangannja.

   Walau beberapa lembar tali djala telah dibikin putus, namun ia belum dapat membuat lobang untuk keluar.

   DiJlain pihak, djala itu seperti mendjadi tjiut dan terangkat naik, naik keatas tembok kota "TJelaka..."

   Seng Tong mengeluh.

   "Aku telah mengatakan bahwa disini banjak terdapat perkakas rahasia "

   Tjoen Beng dan saudaranja diam sadjfi, mereka hanja terus mentjoba pedang mereka.

   Entah terbuat dari bahan apa djala itu ternjata kuat sekali, putus selembar ada lembaran lainnja.

   Tapi segera ternjata pula bahwa djala itu berangkap dua.

   Djala terus terangkat naik, ketiga orang jang terkurung itu bingung sekali.

   Dalam keadaan berbaJiaja itu, sekonjong2 terlihat suatu tjahaja putih dari pohon2 lebat disamping mereka menjambar kearah djala.

   Belum sempat mereka menduga tjahaja apa itu, ketika mereka dengar suatu suara ledakan, lalu muntjul suatu sinar terang jang mengeluarkan asap Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
dan berbau belerang, kemudian menjusul djatuhnja djala itu.

   Sekarang dengan gampang mereka dapat loloskan diri dari kurungan djala.

   Tanpa berajal mereka lari pula.

   Lebih dahulu mereka lompati kali pelindung tembok jang diluarnja masih ada pagar kawatnja.

   Tidak gampang untuk tjari lowongan dari mana tadi mereka masuk, walaupun mereka sudah ber-lari2 sekian lama untuk mentjarinja.

   Achir2nja Seng Tong berseru .

   "Inilah tjade! Mesti ada perubahan pada lowongan tadi! Djlewie, baik gunakan pula pedangmu!"

   Seng Tong sudah banjak pengalamannja, ia segera dapat lihat bahwa lapisan pagar kawat telah bertambah malah jang disebelah luar ada lebih tinggi, hingga sukar untuk dilompatinja.

   Kedua saudara Ong pun telah dapat lihat perubahan itu.

   tanpa sangsi lagi keduanja menjerang dengan Liong-gin- kiam dan Thay-kek-kiam.

   Kali ini mereka tidak perdulikan lagi bahwa mereka terbitkan suara njaring dan berisik.

   Sebemitar sadja mereka telah membuat lobang, dengan saling susul bertiga mereka lontjat keluar.

   Baharu mereka merdeka, atau dari antara rumput2 tebal mereka dengar seruan pemberi-ingatan.

   "Lekas gulingkan tubuh dirumput!.... Suara peringatan itu belum habis diutjapkan, segera disamping mereka terdjadi suatu perledakan, muntjullah uap hitam, tanah dan pasir terbang berhamburan. Sjukur mereka taat pada pemberian ingat itu untuk djatuhkan diri bergulingan diatas rumput, hingga mereka terhindar dari petjahannja ledakan parit itu. Parit2 lainnja masih meledak saling-susul. Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Selang sesaat suara ledakan telah ber henti, Tjoen Beng bertiga memandang kesekelilingnja.

   Djauh dari mereka lebih djauh pula dari tempat ladi mereka meloloskan diri, tanah telah merupakan lobang2 akibat gempurannja parit2 itu.

   Mereka lantas insjaf bahwa ditanah berumput itu tidak ada bahaja bagi mereka.

   "Mari menjingkir, djusteru asap masih belum lenjap anteronja!"

   Seng Tong mengadjak. Kita Ikuti terus tanah berumput ini, sampai ditepi danau!"

   Kakak-beradik Ong menurut, bagaikan tiga ekor kutjing hutan ketiganja kabur, kadang2 mereka berlompatan akan menjingkir dari daerah berbahaja itu.

   Ketika achlrnja mereka sampai ditepi danau, disitu mereka dapatkan sorotan lentera dari arah kota, hingga air jang membeku merupakan es, memberikan tjahaja putih bergemerlapan.

   "Air masih membeku, mari kita lekas menjingkir,"

   Tjoen Beng mengadjak.

   "Mungkin sudah tidak ada antjaman bahaja lagi...."

   Mereka lompat kedanau jang airnja beku itu. Disini mereka lari sambil menjerosotkan diri.

   "Gunakan Pat-pou kan siam!"

   Tiba2 terdengar seruan disisi mereka, dari semak2 rumput ditepi telaga.

   "Ambillah djalan di es jang mengambang!"

   Segera djuga Ang Seng Tong sadar.

   "Toakongtjoe, kita harus mengandalkan ilmumu Pat-pou kan siam!"

   Ia kata.

   "Kita ambil es jang mengarabamg, pasti kita bebas dari pengedjaran!"

   Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
"Akan tetapi kita berdua tidak dapat ikuti kakakku,"

   Kata Tjong Beng.

   "Itulah gampang, kita berdua pogangi pundak toakongtjoe, biar dia lari sambil pentang kedua bahunja "

   Seng Tong berikan pikirannja.

   Selagi bitjara, mereka sudah mendekati es Jang sudah mulai lumer, tapi masih ada sepotong jang beku mengambang.

   Potongan2 es itu apabila diindjak dapat tenggelam, tetapi tidak demikian kalau jang mengindjaknja orang2 jang mengerti ilmu enteng-tubuh Pat-pou kan siam itu ("Delapan tindak mengedjar tonggeret").

   Tiba2 Tjoen Beng merandek, dari kantongnja ia keluarkan serupa barang.

   "Inilah sepatu peranti djalan diatas es, pemberiannja Soehoe Tjong Lloe,"

   Katanja.

   "Soehoe mengatakan, kalau kita pakai sepatu ini diatas es berbareng menggunakan Pat-pou kan siam, kita bisa lari lebih pesat; belum pernah aku menggunakan sepatu ini, sekarang mari kita mentjoba nja."

   Segera ia pakai sepatu itu, jang dasar nja dipasangkan sepasang beling bundar atau kristal bagaikan sepasang mata, kemudian dengan kedua tangannja ia sambar Tjong Beng dan Seng Tong, ia endjot kedua kakinja berlompat keatas potongan es jang mengambang, untuk terus lari pesat bagaikan melajangnja burung laut.

   Senter dari atas tembok masih sadja me-njorot2 menerangi muka danau, hingga terlihatlah tubuh mereka Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
bertiga bagaikan bajangan, sesudah mana terdengar kentongan ber-ulang2.

   Seng Tong berpaling kebelakang, mengawasi kearah tembok, maka ia dapat ke sempatan melihat orang mulai serang mereka dengan panah, malah ia segera dengar menganngnja banjak panah2 kedjurusunnja.

   "Panah! Lekas!"

   Seru orang tua itu. Tjoen Beng pertjepat larinja.

   "Lompat!"

   Seng Tong berseru kemudian, dan Tjoen Beng endjot tubuhnja melompat kedepan dengan begitu mereka lolos dari antjaman anak panah jang menjambar kekaki mereka.

   Baharulah setelah berada ditempai kemana anak panah tak sampai, Tjoen Beng perlahankan larinja.

   "Lootiang, siapakah orang tadi jang memberi peringatan kepada kita?"

   Kemudian toakongtjoe (putera sulung) Ong Tjoen Beng tanja Seng Tong.

   "Aku tidak dapat mengenali suara itu."

   "Akupun tidak meugenalinja,"

   Djawab Seng Tong.

   "Sekarang belum waktunja kita menduga2 siapa penolong itu, menjingkir adalah paling perlu! Kita masih belum keluar dari daerah berbahaja "

   "Ha! "

   Tjong Beng berseru sebelum habis suaranja Seng Tong.

   "Lihat!"

   Iapun menundjuk kebelakang.

   Seng Tong dan Tjoen Beng berpaling, maka mereka pun dapat lihat diatas tembok kurungan bergulung nalknja asap tipis, dan disamplng ranggon pengintai terlihat suatu benda diangkat, matjamnja seperti papan djembatan, Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
papan mana bergerak membal melontarkan satu tubuh manusia jang mengenakan pakaian serba putih kedua tangannja dipentang, mantelnja terbuka bagaikan sajap.

   Karena adanja tjahaja terang, tampak njata orang itu mengenakan sepasang sepatu pandjang.

   Ang Seng Tong rupanja segera kenali orang itu.

   "Lekas, toakongtjoe! Tiat Ma Sin-kang mengedjar kita!"

   Ia berseru, suaranja sedikit menggetar. Akan tetapi Tjong Beng tidak puas.

   "Mari kita lajani padanja!"

   
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Katanja.

   "Djangan!"

   Seng Tong mentjegah, agaknja ia gelisah.

   "Disini adalah daerah pengaruhnja! Akan sia-sialah kita melajaninja!"

   "Dia mengedjar dengan sangat tjepat dia bisa tjandak kita, relakah kita menjerah dibekuk olehnja?"

   Tjong Beng kata pula.

   "Tapi dia tjuma bisa lari diatas air jang beku semuanja,"

   Seng Tong djelaskan.

   "Thian Tie Koay-Hiap pernah beritahukan aku, Soe In Teng tidak bisa berenang, maka kalau kita tetap ambil djalan as mengambang ini, dia tak akan dapat susul kita."

   Selagi mereka bitjara, Tjoen Beng telah tari terus, dia telah kerahkan tenaganja, hingga Seng Tong dan Tjong Beng hanja dengar suara angin jang men-deru2 dikuping mereka.

   Dengan tjarn ini, toakongtjoe telah memisahkan diri dari pengedjarnja djauh dibelakangnja.

   Achlr2nja Seng Tong keluarkan helaan napas lega.

   Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
"Salahkah kataku tadi?"

   Kata ia.

   "Soe In Teng benar liehay tapi dia hanja bisa njerosot disepandjang air beku, tidak demikian dengan toakongtjoe. Sekarang perlu kita lekas tjari daratan, djikalau kita ajal2an, ada kemungkinan dia dapat tjegat kita didarat, karena dia dapat djalan memutar."

   Tjoen Beng menurut, ia ambil tudjuan ketepi.

   Tampaknja ia lelah djuga.

   Meski mereka bagaikan burung jang telah lolos dari kurungan.

   Seng Tong masih tetap berlaku teliti.

   Ia mentjabuti setjekal rumput, dengan itu ia gusak lumpur ditepi untuk melenjapkan tanda2 tapak kaki mereka.

   Selandjutnja mereka djalan diantara rumput, untuk tidak meninggalkan tapak kaki kalau mereka djalan diatas saldju.

   Selang sekian lama, sampailah ketiga orang ini didusun nelajan, ketika mereka sampai ditempat mondoknja, njata tuan rumah masih tidur.

   Mereka ber-hati2 masuk untuk segera salin pakaian, baharulah mereka rebahkan diri beristirahat.

   Ketika kemudian ajam berkokok, mereka berbangkit, kepada tuan rumah mereka njatakan hendak landjutkan perdjalanan mereka.

   Tuan rumah mengantarkan ketiga tetamunja sampai dimuka desa.

   Dengan menunggang kuda dan melawan saldju Tjoen Beng bertiga meninggalkan dusun ketjil perbatasan Boantjioe dan Mongolia itu.

   Tjoen Beng potong setjabang pohon jang ia lalu ikat pada ekor kudanja, maka ketika kudanja lari, tjabang pohon itu bisa menjapu saldju dibelakang mereka, melenjapkan tapak kaki kuda diatas saldju itu.

   Didaerah Soe In Teng ini, mereka mesti berlaku sangat hati2.

   Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Perdjalanan dilandjutkan sampai mereka menjeberangi sungai Hapdjiehap dan sampai didusun Sohloen, dari mana, menudju Selatan, mereka tiba di Liauwleng.

   Mereka lantas singgah dihotel Hoat Lay.

   Djongos sesudah sambuti kuda, antar ketiga tetamunja masuk untuk ambil kamar.

   Tengah melalui lorong, dari sebuah kamar mereka dengar suara tetabuhan jang merdu.

   Tjoen Beng pernah pergi ke Tjeng-hay (Koko-Nor), ia kenal alat tetabuhan itu, sematjam sam-hian, jang dinamakan "tungpula", jang sangat digemari penduduk Tjenghay dan barat daja.

   Tjoen Beng ketarik hatinja dan ingat sesuatu, maka ia tanja djongos, penabuh tungpula itu penduduk setempat atau bukan.

   "Dia seorang tetamu jang baharu sadja sampai,"

   Sahutnja djongos.

   "Dia berpakaian sebagai satu sasterawan dengan membawa satu kantong obat2 serta sebuah pajung"

   Luar biasa girangnja Tjoen Beng.

   "Itulah soehoel"

   Serunja.

   Seng Tong dan Tjong Beng tahu bahwa soehoe atau gurunja Tjoen Beng adalah Oey-Bin Koay Kek siorang aneh bermuka kuning dari daerah Ham-yang bernama Tjong Lioe.

   Tak berajal lagi Tjoen Beng tolak pintu kamar Itu dan bertindak masuk, hingga ia saksikan gurunja asjik tengah memetik tungpula.

   Ia lantas sadja berlutut memberi hormatnja.

   Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
"Kiranja soehoe jang telah menolong kami dikota iblis beberapa hari jang lalu itu!"

   Katanja.

   "Djangan banjak omong!"

   Kata Tjong Lioe sambil memimpin bangun dan tangannja jang lain dipakai membekap mulut muridnja.

   "Sebentar malam kalian bertiga pergi ketempat sembahjang dibelakang hotel ini"

   Tjoen Beng mengerti, maka ia lantas menanjakan kesehatan guru itu, lalu ia susul dua kawannja dikamar mereka.

   Setjara diam2 ia bisiki Seng Tong dan Tjong Beng tentang pesan gurunja.

   Pada malam itu, setelah memasang lam pu.

   Tjoen Beng bertiga keluar dari hotel, katanja untuk djalan2, tetapi setelah djalan seputaran, mereka lalu menudju kebelakang rumah penginapan disuatu tegalan, dlinana dibawahnja sebuah pohon beringin kedapatan sebuah altar, tempat sembahjang.

   Setelah tidak lihat ada orang lain disekltarnja, mereka lalu menghampiri pohon itu, lantas Tjoen Beng berikan suara pertandaan jang perlahan.

   Dalam sekedjap seorarg lompat turun dari atas pohon.

   Dialah Tjong Lioe.

   Tjoen Beng kasi hormat pada gurunja, baharu ia perkenalkan Ang Seng Tong dan adiknja.

   "Sudah lama aku dengar golok-terbang Tiauwyang Hoei- too warisan dari Thian Tie Loodjin, baharu sekarang kita berdjodoh bertemu muka,"

   Tjong Lioe memudji.

   "Itulah nama kosong belaka,"

   Seng Tong merendah. Baharu sekarang kedua saudara Ong ketahui bahwa kawannja ini muridnja Thian Tie Koay-hiap, jang Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
sebelumnja mereka hanja kenal nama tidak kenal orangnja.

   "Kenapa waktu didanau Pwee-djie malam itu soehoe tak hendak perlihatkan diri?"

   Tjoen Beng tanja.

   "Berbahaja kalian menjelidiki kota iblis itu,"

   Sahut sang guru dengan menjimpang.

   "Kau harus ketahui, Soe In Teng itu liehay dan djahat sekali. Sjukur dia belum tahu siapa kalian bertiga, kalau tidak, tidak nanti kalian bisa lolos dan sekarang berada disini."

   "Soehoe, apakah dia mempunjai ilmu dewa maka dia bisa ringkus kami?"

   Sang murid tanja. Tjong Lioe dengan perlihatkan wadjab sungguh2 berkata.

   "Tjoen Beng, kau belum tahukah Soe In Teng itu orang matjam apa?"

   Katanja.

   "Dia adalah kepala kuku garuda dari Mo Ong si Radja Iblis sekarang ini! Diwilajah Liauwleng, diaadakan lebih daripada delapanpuluh pos, orang2nja terdiri dari beberapa ratus djiwa jang semuanja telah terlatih baik. Malah sesuatu pembesar tentera setempat kalau dititahkannja, tentu mesti djalankan titahnja itu. Kesemuanja itu menandakan berapa besar pengaruh nja dia itu!"

   Kedua saudara Ong heran dan kagum.

   "Pantaslah Ang Lootiang pun mengatakan, walaupun Thian Tie Koay-Hiap sen diri tidak berani lantjang bertindak ter hadapnja"

   Tjoen Beng kata.

   "Anggapan itu sebenarnja keliru,"

   Tjong Lioe tegaskan.

   "Diantara Thian Tie Loo djin dan Soe In Teng ada satu hubungan jang erat sekali dan terahasia, maka itu, orang Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
tua itu tak sudi bentrok kepada Soe In Teng. Bahwa pada belasan tahun jang lalu Thian Tie Loodjin sudah menempuh bahaja menolongi Kim-too Soan-nie Beng Eng, itu adalah satu ketjuali."

   "Soehoe, adakah Thian Tie Koay-Hiap dan Soe In Teng sesama golongan, hingga dia dihargai pemerintah Boan seperti si orang she Soe djuga ?"

   Tjoen Beng tanja.

   "Djangan sembarang omong, Tjoen Beng "

   Sahut guru itu.

   "Sekarang djangan kau banjak tanja, kelak kau akan dapat tahu sendirinja. Sekarang mari kita bitjarakan urusan besar!"

   Melihat kakaknja "ketemu batunja"

   Tjong Beng madju untuk membeber halnja Soe In Teng bokong Leng Khong Tiangloo, gurunja. Kemudian ia beritahukan rentjana jang diatur dirumah Seng Tong.

   "Rentjana itu memang baik, tetapi tanpa bantuannja Thian Tie Koay-Hiap, masih sukar untuk berhasil,"

   Tjong Lioe njatakan.

   "Tabiat guruku aneh,"

   Seng Tong turut bitjara.

   "Selama belasan tahun, tak sudi ia bitjarakan urusan Soe In Teng. Untuk dapat membudjuk padanja, mungkin tjuma satu orang jang bisa melakukannja, hanja sajang orang Itu tidak ada disini dan sulit pula mengundangnja datang"

   "Siapakah dia itu, lootiang ?"

   Tanja Tjong Beng.

   "Dia Tjeng In Loo-nie, ketua dari Tjeng Liong Hwee"

   Sahut Seng Tong.

   "Kata2 nja lebih daripada dua-puluh tahun jang lalu, diantara soehoe dan pendeta wanita itu ada persahabatan jang kekal dan guruku sangat menghargai padanja. Kalap Tjeng In Loo-nle sudi pergi ke Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Ya Kek San, mungkin soehoe dapat diundang turun gunung."

   Bukan main girangnja Tjong Beng.

   "Ah, lootiang, mengapa kau tidak mengatakannja dari siang2?"

   Katanja.

   "Aku lantas pergi ke Klm-leng untuk undang pendeta wanita itu !"

   "Ong Sie-heng, sudah banjak tahun Tjeng In Loo-nie tidak meninggalkan kuilnja,"

   Kata Tjong Lioe.

   "apakah kau merasa pasti dia sudi memberikan bantuannja ?"

   "Serahkan tugas ini kepada siauwtit "sahut Tjong Beng. (Siauw-tit, atau sio-tit "keponakan ketjil"

   Sama dengan "aku"

   Setjara merendah terhadap orang jang lebih tua).

   Lalu mereka bitjarakan hainja kwangwa Sam Eng, tiga djago dari Kwan-gwa, jakni tiga saudara Beng, kedua kakak dan adik perempuan Seng Tong kuatir sebelum rentjana diatur rapi, ketiga saudara Beng itu telah turun tangan lebih dahulu, karena sangat kerasnja keinginan mereka untuk menuntut balas.

   "Hal ini tidak sulit"

   Berkata Tjong Lioe.

   "Aku kenal ketiga saudara itu, besok aku bisa pergi kepadanja, untuk adjak mereka berdamai"

   Tjong Lioe ingat hal pertolongannja kepada tiga saudara itu serta ajah mereka ketika mereka nampak kesukaran diwaktu membegal angkutan harta besar kepunjaan radja.

   Sampai disitu mereka bubaran akan pulang dengan berpisahan, guna menghindarkan ketjurigaan orang luar Keesokan paginjapun, mereka tidak berangkat berbareng, mereka hanja bertemu ditengah djalan, baharu mereka Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
djalan samna Tjong Lioe kenal baik wilajah Boantjioe, maka mereka bisa ambil djalan ketjil, mengikuti bukit Hin An Nia menu d u ke Selatan.

   Sesudah lintasi Tjlauw-ouw Tat-eng di Djiat-boo (Jebol), sampailah mereka dibukit Pek Tje San, perbatasan Tjat-hapdjie (Chahar).

   dekat dengan kota To-loen, jang tinggi puntjak gunungnja hutannja lebat, sedang ketika itu saldjunjapun banjak, indah dan menawan hati dipemandangan.

   Mereka djalankan binatang tunggangannja perlahan2, karena sudah beberapa hari mereka telah melakukan perdjalanan tjepat.

   Dlsini Tjoen Beng dapat ketika akan tanja gurunja, benda apa jang guru itu gunakan ketika menolong mereka dari kurungan djala.

   "Itulah lioe-seng-pauw tjiptaanku sendiri,"

   Tjong Lioe menerangkan.

   "Aku aduk obat putih dengan belerang, lalu dimasukkan kedalam satu pipa ketjil, jang tutupnja dipakaikan pesawat, asal pesawatnja disingkirkan, obat itu segera menjambar dan meledak sambil mengeluarkan tjahaja terang. Biasanja aku gunakan itu untuk menembak burung elang tapi kali ini aku pakai sampai belasan bidji maka djala itu dapat dirusakkan."

   Tjoen Beng bertiga kagum dan memudjinja.

   Tjong Lioe djuga beritahukan, djala jang ulet itu terbuat dari rotan laut jang terdapat melainkan didalam laut dari Timur dan Utara Korea, dibuatnja setelah direndam setengah tahun dalam minjak, lalu diraut dan dianjam didjadikan djala atau djaring.

   "Pantas demikian luar biasa uletnja,"

   Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Kata Seng Tong. Mereka telah memasuki mulut selat. Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Tjong Lioe keluarkan sebatang panah njaring dan dilepasnja keudara, hingga suaranja mengaung mengagetkan burung2.

   Segera, didapatkan djawaban beruntun beberapa kali dari dalam selat, lalu diatas djurang, dikiri-kanan, nampak gerakan bajangan2 dari tubuh orang.

   Tanpa menghiraukannja, Tjong Lioe adjak tiga kawannja madju terus, sampai dari arah rimba terdengar suara panah njaring balasan, baharulah muntjul dua penunggang kuda datang menghampiri Mereka bertubuh tinggi-besar, jang seorang membawa kartjis nama, ketika kartjis itu diserahkan, dia lebih dahulu lompat turun dari kudanja.

   "Ketika ketua kami ketahui lootjianpwee datang, mereka kirim kami jang rendah untuk menjambutnja,"

   Katanja. Lalu ia dekati Seng Tong dan bitjara bisik2. Kedua saudara Ong heran melihat kelakuannja mereka itu. Tjong Lioe sendiri sudah membalas hormat sambil berkata.

   "Aku telah bikin tjape kalian berdua. Kali ini aku datang bersama kedua kongtjoe dari Thay Kek Ong dari Ngo-tay, untuk mengundjungl ketiga ketuamu, maka tolong kalian pergi mewartakan lebih dahulu."

   Kedua utusan itu memberi hormat pada Tjoen Beng dan Tjong Beng, lantas mereka lontjat naik keatas kudanja untuk dikasi lari balik. Seng Tong keprak kudanja menjusul dan lewati dua penjambut itu. Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Tjoen Beng dan saudaranja segera dekati Tjong Lioe dengan maksud meminta keterangan, tetapi guru ini dului ia.

   "Aku tahu kau hendak menanjakan sesuatu padaku. Ang Seng Tong itu adalah djuru pemikir mereka, buat banjak hari kalian telah ikuti dia, kalian masih belum tahu suatu apa. Mereka itu sebenarnja hendak memohon bantuanmu kedua saudara. Semua benar apa jang Seng Tong pernah omong padamu, dia hanja belum perkenalkan dirinja."

   Sekarang kedua saudara Ong itu baharu mengerti bahwa mereka kena didjebak rentjananja Seng Tong, bahwa mereka sengadja ditolongi dari lobang perangkap untuk bikin mereka djangan pandang tidak mata pada orang she Ang itu serta kawannja.

   Mendekati pasanggrahan, dikedua sisi djalan, setiap beberapa tombak ada orang2 jang melakukan pendjagaan dengan rapi, terus sampai dimuka pintu pasanggrahan.

   Ketika pintu dipentang, muntjullah beberapa orang, diantaranja Tok-kak-Liong Beng Kong si Naga Tanduk Satu, Tjianbwee-houw Beng Kiang si Harimau Ekor Lantjip dan Siang-kiam-hong Beng Siang si Hong Sepasang Pedang.

   Ang Seng Tong berada dibelakang mereka itu.

   Tjong Lioe segera lontjat turun dari kudanja, tapi Beng- sie Sam Eng (tiga persaudaraan Beng) mendahului berlutut sambil memanggil paman.

   Tjong Lioe madju memimpin mereka bangun.

   Tjoen Beng dan Tjong Beng pun turun dari kudanja untuk memberi hormat.

   "Djiewie hengtiang, maafkan kami,"

   Kata Beng Kong sambil rangkap kedua tangannja.

   "Sebenarnja kami main2 Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
sadja memantjing hengtiang keluar, untuk saksikan kepandaianmu berdua saudara. Kami manfaatkan ini karena sampai sebegitu djauh tidak ada djodoh untuk kita membuat pertemuan."

   Kedua kakak-beradik Ong tertawa.

   "Djangan sebut2 itu, saudara2"

   Kata Tjoen Beng.

   "Kami djusteru bersjukur atas pertemuan ini."

   Beng Kong menghaturkan terima kasih, lantas la undang tetamu2nja masuk, untuk duduk ber-ijakap2 didalam pasanggrahan.

   Selama itu, kedua saudara Ong masih tak mengerti hubungan diantara Oey-bin Koay Kek dengan Soe In Teng, mereka masih men-duga2.

   Tiat-ma Sin-kang Soe In Teng Djago Kuda Besi, sebenarnja telah terima firman dari kaisar Boan untuk mengumpulkan djago2 Rimba Persilatan untuk didjadikan pahlawan2 istana, lapi berbareng dengan tugasnja itu iapun ingin dapatkan satu pembantu jang liehay untuknja, karena ia berkuasa sepenuhnja atas pendjara-rahasianja.

   Ia ketarik kepada Oey-Bin Koay Kek ketika dengan seorang diri membelai keluarga Beng ajah dan anaknja, diwaktu mereka merampas angkutan negara di Sin-tek, sehingga banjak pahlawan kena dirubuhkan, hanja ketika itu ia masih belum tahu bahwa Oey-Bin Koay Kek adalah Tjong Lioe jang untuk banjak tahun pernah tinggal dikuil Yong Hoo Kiong bersama Tiat In Slansoe.

   Ia lantas tjari Tjong Lioe setelah ia ketahui Tjong Lioe biasa berpakaian sebagal sasterawan dan membawa2 kantong obat dan pajung besi.

   Tetapi disamping itu ia sendiri tidak suka perkenalkan diri, bahkan saudara2 seperguruan serta orang2 kaumnjapun Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
ada jang tidak menjangka ia kesudian mendjadi kuku garuda atau kaki-tangannja kaisar Boan.

   Sesudah dapat hadiah dari Beng Eng, Tjong Lioe niat berhenti mendjadi begal tunggal meskipun namanja telah mendjadi terkenal, maka ia berangkat pulang ke Tjeng-hay untuk kembali kepada kaumnja.

   Akan tetapi ia dapat ditjandak Soe In Teng, ketika ia disusul sampai di Djie-lim.

   Soe In Teng tidak langsung menemui Tjong Lioe sebagaimana lajaknja, ia hanja menjamar sebagai begal muka bertopeng, untuk rampas hartanja Tjong Lioe.

   Tjong Lioe merasa dirinja liehay, njalinjapun besar, ia tidak pandang mata kepada begal ini.

   Akan tetapi setelah mereka bentrok, baharu ia insjaf, begal ini bukan sembarang begal, malah ketika ia sudah gunakan kepandaiannja Djioe-boen Sip-pat Siang-twie-tjlang, ia masih sama imbangan dengan begal itu.

   Soe In Teng telah wariskan kepandaiannja Seng Siauw Toodjin dari Ngo Bie Pay liehay djuga Iwee-kangnja, kemudian selama beberapa puluh tahun ia pahamkan ilmu silat Lo Han Kang serta menggabungkan kedua tjabang Heng Liong Pay dan Go Houw Pay, hingga ia terlatih baik dalam ilmu keras dan lembek.

   Didjamannja itu djarang orang jang paham ilmu silat Heng Liong Pay dan Go Houw Pay itu.

   Sesudah bertempur belasan djurus, insjaflah Tjong Lioe bahwa pembegal itu benar2 liehay, ia kalah setingkat.

   Ia mendjadi heran dan men-duga2 siapa begal jang liehay ini.

   Ia tidak berani memandang enteng lagi.

   Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Soe In Teng lihat lawannja mulai keteter, ia segera mendesak dengan ilmu pukulan "Tjoan-in-tjiang"

   Atau "Tangan Menembusi Mega", dengan dua gerakan "Gan tjie sbia sin" ("Burung belibis miringkan tubuh") dan "Tim kio toat tjian" ("Merusak djambatan meredakan serangan").

   Tjong Lioe insjai ia sedang terantjam bahaja, ia ingin angkat kaki untuk menjelamatkan hartanja itu, tetapi sudah kasep, ia terdesak dan tidak dapat menjingkir.

   ketika ia tjoba menjerang, lengannja kena digempur, sampai ia rasakan lengannja itu gernetar.

   Masih ia mentjoba dengan "Sio yang tjiang", atau "Tangan mengalingi matahari", namun tetap ia didesak, hingga achirnja ia terhujung rubuh! Djusteru ia rubuh, Soe In Teng lompat menjambar bungkusan dibebokongnja, lantas begal ini mentjelat mundur untuk terus angkat kaki seribu! Tjong Lioe lompat bangun hendak mengedjarnja, tetapi segera ia rasakan tangannja sangat sakit, terpaksa ia ngelojor balik kekota Djie-lim untuk tjari pondok dan mengobati lukanja.

   Ia membutuhkan perawatan dua hari, baharu ia berangkat pula.

   Ia mentjoba tjari keterangan tentang begal bertopeng itu, tetapi siasia sadja, tidak ada orang jang mengetahuinja.

   Maka achirnja, dengan merasa menjesal dan heran, ia ambil putusan akan kembali ke Kwan-gwa.

   Suatu hari diwaktu magrib, ia sampai di Ang-shia-tjoe di Tok-sek-kauw, Chahar, selagi ia hendak seberangi sungai, tiba2 ia dengar sambaran angin.

   Dengan sebat dan beruntun tangannja menjambuti dua batang hoei-kiam, pedang terbang, menjusul mana ia tampak satu bajangan berkelebat diseberang kali, masuk lenjap kedalam semak jang lebat.

   Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Ia mengerti, akan siasia belaka andaikan ia mengedjarnja penjerang tidak dikenal itu.

   Ketika ia periksa hoei-kiam itu, ia dapatkan gagangnja terbuat dari emas, indah buatannja, ditabur pula dengan dua butir mutiara sebesar katjang, sedang badan pedang terbuat dari badja asli dan luar biasa tadjamnja.

   Disitupun ada nama pembuatnja, jakni Thio Sam Tjiat dari kota-radja, jang kesohor, jang membuat pedang atau golok hanja untuk istana, tidak untuk orang biasa.

   Memeriksa lebih djauh, lagi2 untuk keheranannja, Tjong Lioe dapatkan diruntje gagang hoei-kiam ada tulisan jang berbunji.

   "Hartamu masih terbungkus rapi tidak diganggu, maka dalam tempo setengah bulan kau datanglah sendiri ke Kam Tjoe Sie, harta itu akan dikembalikan."

   Dibawah tulisan itu tidak ada tanda tangannja, ketjuali lukisan dua bilah pedang pendek.

   Tjong Lioe merasa heran dan tjuriga.

   Iapun tahu dimana letaknja kuil Kam Tjoe Sie itu, ialah didalam wilajah propinsi Hek-liong-kang, di Houloen Pwee-djie, dekat sungai Hapdjiehap.

   Untuk sampai disana, paling tjepat perdjalanan harus memakan waktu sepuluh hari.

   XII Uang adalah benda jang aneh.

   Tak dapat dipastikan, uang itu djahat atau baik, timbulnja kedua sifat itu bergantung kepada tjara menggunakannja.

   Tjong Lioe adalah satu bukti, bagaimana ia dipermainkan uang.

   Karena uang, ia dipedajai Beng Hoo hingga uangnja hilang dan orang2 bangsanja menderita pengasingan, hingga ajahnja terbinasa dan ia sendiri terpaksa mendjadi begal Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
tunggal.

   Tapi ia puas djuga karena musuhnja, Beng Hoo Tjapkampou pun telah terima kebinasaan nja.

   Biasanja Tjong Lioe gunakan hasil pembegalannja untuk di- bagi2kan kepada rakjat djelata jang melarat, baharu setelelah peroleh hadlah dari Beng Eng, ia berniat bawa pulang harta itu untuk kebahagiaan bangsanja.

   Tapi diluar dugaannja harta itu telah dirampas oleh seorang jang tak dikenal, jang kepandaiannja melebihi kepandaiannja sendiri.

   Achirnja dalam ke-ragu2annja, ia berkeputusan pergi djuga ke Kam Tjoe Sie, untuk ambil pulang uangnja itu.

   Houloen Pweedjie adalah nama-sebutan d untuk Hekliongkang diantara penduduk .

   Boantjioe dan Mongolia, sebab diutaras nja ada satu telaga Houloen, dan diselatanji nja ada satu telaga lainnja pula, jakni Pweedjie atau Pweedjie Tie.

   "Tie"

   Adalafl } empang atau pengempang, tetapi penduduk setempat ganti menjebutnja "ouw" - telaga atau danau.

   Dan Tjong Lioe, sambil menunggang seekor kuda Mongolia jang besar, menudju ke Houloen Pweedjie itu.

   Ketika itu adalah dibulan keenam, hawa udara panas sekali, terutama di Houloen Pweedjie, satu dataran dipedalaman, jang dekat dengan gurun Mongolia, badai pasir bagaikan menutupi langit, disekitarnja tanah kuning belaka.

   Bahna hausnja, sang kuda sampai letletkan lidahnja.

   Dari Liauwleng (Liaoning) Tjong Lioe sampai di Sohloen, lalu mengikuti sepandjang kali Hapdjiohap untuk mentjapai kuil Kam Tjoe Sie, jang letaknja didekat kali itu.

   Kam Tjoe Sie disebut djuga Sioe Leng Sie, didekatnja ada sebuah dusun ketjil jang dinamakan Tay-sie-tjip, keselatannja lagi adalah danau Pwee djle Tie.

   Kam Tjoe Sie sebuah kuil ketjil jang tidak terawat, jang biasanja Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
mendjadi tempat singgahnja pendeta2 pelantjongan.

   Ketika dahulu Tjong Lioe adjak Ang Seng Tong pergi menolongi Beng Eng dari pendjaranerakanja Soe In Teng, kuil itu didjadikan tempat mondok mereka.

   Hal ini belakangan diketahui In Teng, dia lantas usir semua pendeta pelantjongan jang bernawung disitu, kemudian dia rombak kuil itu mendjadi salin rupa.

   Beberapa orangnja ditempatkan dikuil itu dengan menjamar sebagai pendeta, tugasnja untuk menjerepi kabar jang dibawa oleh pelantjong2 jang tidak tahu perobahan sifat dari kuil Itu, suka mondok disitu.

   Achirnja sampailah Tjong Lioe di Kam Tjoe Sie, la tampak suatu rumah sutji jang beda sekali daripada jang pertama kali ia lihat, dari dalam pun tak hentinja terdengar suara bok-hie - teroktok kaju jang diperuntukkan upatjara.

   Setelah tambat kudanja, ia bertindak masuk kedalam.

   Dipintu kedua, satu pendeta sambut ia, jang diundang kekamar tetamu.

   Sebagai seorang jang berpengalaman, Tjong Lioe segera tjurigai pendeta itu, jang sering mentjuri mengawasi padanja.

   Kemudian muntjul tie-kek-tjeng, pendeta jang tugasnja melajani tetamu, jang menanjakan shenja Tjong Lioe, dan menanjakan djuga tetamunja hendak bersudjut atau melantjong sadja.

   Kembali Tjong Lioe tjurigai tle-kek-tjeng ini, jang sinar matanja tadjam, tindakan kakinja tetap, tidak mirip pendeta sewadjarnja jang halus gerak-geriknja.

   Ia perkenalkan diri sebagai orang she Oey jang datang untuk Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
bersudjut sekalian ingin menemui pendeta kepala, untuk mohon sesuatu.

   Ketika see-bie, jaitu katjung hweeshio, datang dengan air teh, tie-kek-tjeng segera menjambulinja untuk terus disuguhkan kepada tetamunja, tetapi dia mengangsurkannja dengan mengerahkan tenaga dikedua belah tangannja.

   Tjong Lioe merasakan dorongan jang keras, lekas2 ia pertahankan dirinja.

   "Harap sie-tjoe sudi menanti sebentar,"

   Kata pendeta itu kemudian.

   "guru kami sedang keluar untuk suatu urusan tetapi tidak lama ia akan kembali"

   Tjong Lioe haturkan terima kasih. Tidak lama, seebie muntjul bersama barang makanan, nasi dan sajur-majurnja, jang agak istimewa.

   "Silakan dahar, sie-tjoe,"

   Mengundang tiekek-tjeng, jang sangat ramah-tamah.

   Kemudian sesudah tetamunja duduk, la memohon diri, hanja sikatjung jang meneman tetamunja itu.

   Tjong Lioe sudah lapar, ia duduk dahar.

   Tiekek-tjeng muntjul pula sesudahnja Tjong Lioe habis dahar sedang siseebie kembali menjuguhkan teh bersama buah2an.

   Segala2nja Tjong Lioe dapat perlajanan manis sekali.

   Selagi mendekati magrib, satu pendeta lain muntjul untuk terus berbisik pada tiekek-tjeng, atas mana, pendeta pelajan ini kata pacia tetamunja.

   "Guruku sudah kembali, ia silakan sietjoe menemuinja. Marilah turut padaku."

   Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Tjong Lioe berbangkit dan mengikutinja.

   Sesudah melewati sebuah piutu model bulan, sampailah mereka dipekarangon dalam jang luas, lalu djaian dilorong, sampai didepan satu kamar jang sunji Tiekek-tjeng menundjuk kekamar itu dan Tjong Lioe lantas bertindak masuk.

   Dipembaringan ada bertjokol satu orang, melihat siapa, Tjong Lioe tertjengang, karena orang bukan nja satu pendeta hanja satu imam tua jang sudah putih rambut nja tapi masih segar romannja.

   la mulai tjuriga akan tetapi la tidak takut.

   Imam itu turun dari pembaringan menjambul tetamunja sambil mendjura.

   Tjong Lioe mendjura djuga, untuk membalas hormat itu.

   "Silakan duduk,"

   Mengundang si imam, jang angkat sebuah kursi.

   Dengan sikap merendah Tjong Lioe sambuti kursi itu, tetapi di waktu berbuat demikian, la kerahkan tenaganja untuk mendorong.

   Kalau orang biasa seumumnja, imam itu pasti akan terdorong rubuh, Tapi tidak demikian dengan imam ini, ia menolak demikian rupa, hingga tetamunja merasa tuan rumahnja ini lebih liehay daripadanja.

   Tjong Lioe sambuti kursi untuk diletakkan, akan tetapi tuan rumah menjekalnja dengan keras.

   "Biarlah, sietjoe, pintoo jang menaruhnja,"

   Berkata tuan rumah.

   (Pintoo bahasa panggilan imam untuk diri-sendiri Sedang sie-tjoe adalah bahasa-panggilan imam bagi tetamunja, artinja penderma).

   Segera djuga Tjong Lioe ketahui, imam ini adalah sibegal tunggal bertopeng jang merampas hartanja.

   Maka Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book

   Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
setelah ia duduk, langsung sadja ia perkenalkan diri sambil beritahukan bahwa, karena terima panggilan sepasang pedang, ia datang unj tuk minta pulang hartanja.

   lapun mengatakan akan berterima kasih kalau si imam suka berbuat baik kepadanja.

   Imam itu tampak bersenjum2 sadja.

   "Djangan kuatir, tjongsoe, hartamu itu tentu akan kukembalikan,"

   Kata dia kemudian.

   "Sekarang tjongsoe djawab dahulu beberapa pertanjaanku. Apa she mulia dan nama besarmu? Kau asal mana dan siapa gurumu? Maaf untuk segala pertanjaanku ini."

   Heran Tjong Lioe atas pertanjaan itu, akan tetapi ia bisa tetapkan hatinja, hingga la tidak mengundjukkan perobahan pada wadjahnja.

   "Malu aku menerangkannja,"

   Sahutnja.

   "Guruku adalah Dai-lama Tjiang Kek Hutuhktu dari kuil Yong Hoo Kiong, dan aku asal See-tjhong she Houho nama Hootek. Sedjak ketjll aku turut Dai-lama ke Yong Hoo Kiong, tapi oleh karena melakukan pelanggaran kepada Agama Kuning, aku buron ke Kwan-gwa. Hartaku itu adalah hasil pembegalan bersama Beng Eng terhadap angkutan negara. Dalam perdjalanan pulangku ke Seetjhong untuk membangun satu kuil lhama, ditengah djalan harta itu telah dirampasnja oleh seorang jang bertopeng."

   Tjong Lioe adalah seorang pemburon, maka itu sengadja ia pakai nama palsu dan menjebutkan Hutuhktu Tjiang Kek jang mempunjai puluhan murid lhama, pasti sulit orang mengenali padanja. Imam tua itu manggut2. Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
"Memang aku ragu2 melihat ilmu silatmu itu, jang berasal dari Tjeng Tjhong Pay,"

   Katanja.

   "kiranja kau salah satu muridnja lhama besar itu."

   Lega djuga hatinja Tjong Lioe karena orang pertjaja keterangannja itu. tap. kata2nja si imam mengundjukkan bahwa benar dialah begal bertopeng itu.

   "Tootiang terlalu memudji aku,"

   Katanja dengan merendah.

   "Kedatanganku ini ialah untuk meminta kembali hartaku itu, maka tolonglah tootiang beri petundjuk padaku."

   Si imam tidak djawab permohonan ini, hanja dia kata.

   "Tahukah kau bahwa Kim too Soan-nie Beng Eng itu musuhku? Hartamu itu "

   "Aku tidak bersahabat dengan Beng Eng!"

   Tjong Lioe memotong.

   "Itulah jang pertama kali aku bekerdja-sama dengan dia."

   "Aku ketahui itu, kalau tidak, tidak nanti aku djandjikan kau datang kemari,"

   Kata si imam.

   "Bersabarlah kau untuk berdiam beberapa hari disini, pada saatnja aku nanti kembalikan hartamu itu, dengan tidak akan kurang sepotongpun."

   Tidak tunggu lagi djawaban orang, imam itu berdehem dua kali, lantas muntjul dua pendeta jang tubuhnja kekar, jang terus manggut kepada tetamu itu sambil berkata.

   "Tuan, kamar sudah disiapkan, silakan turut kami."

   Si imam pun segera berbangkit dan berkata.

   "Houho Tam-wat, silakan! Kalau nanti ada kabar, pintoo akan menjampaikannja padamu "

   Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Tjong Lioe tahu akan pertjuma la menanjakan pula, maka setelah mengutjap terima kasih, ia ikuti kedua pendeta itu kekaraar tetamu, jang berada dibagian belakang kuil dimana ada pintu pekarangan terbuat dari besi.

   Pekarangan itu ditanami banjak pohon2 dan ada gunung2 annja.

   Disitu pun ada beberapa rumah lainnja jang terawat baik.

   Dikamar tetamu itu banjak digantungkan pigura2, diatas medja terdapat pedupaan jang mengeluarkan asap harum.

   Disini ia disambut oleh satu seebie ketjil, jang mendjadi pelajannja.

   Sebagai orang kang-ouw lainnja, Tjong Lioe pun tahu diwdlajah Boan-tjioe (Manchuria) ada satu pendjara gelap, sebuah neraka dunia, tetapi ia belum tahu bahwa pengurusnja jang ulama adalah Tiat Ma Sin-kang Soe In Teng jang liehay Djuga dengan orang she Soe ini ia belum pernah ketemu.

   Mengenai imam ini ia menjangkanja hanja sebagai pembegal hartanja, ia masih gelap siapa sebenarnja pribadi imam itu.

   Beberapa hari telah lewat.

   Berdiam di Kam Tjoe Sie, Tjong Lioe dapat pelajanan sempurna sekali, dari barang hidangan sampai kepada perabot tidur, hingga ia ragu2 dan heran kepada maksud orang, lebih2 pula ketika beberapa kali ia berniat djalan2 diluar pekarangan, sl seebie telah mentjegahnja.

   Seebie ini terangkan bahwa larangan itu adalah perintah dari tjouwsoe-ya, guru besarnja.

   "Kalau sietjoe keluar dari sini, dikuatirkan sietjoe akan nampak bahaja,"

   Si seebie mendjelaskan.

   "Karena itulah maka pintu pekarangan pun dikuntji. Tanpa perkenan tjouwsoeya. pintu itu dilarang aku membukanja."

   Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
"Njatalah aku dikurung setjara halus,"

   Pikir Tjong Lioe.

   Tapi untuk hartanja, ia menjabarkan diri.

   Lewat lagi beberapa hari, sehabisnja bersantap sore Tjong Lioe didatangi tiekek-tjeng, jang terus kata padanja "Sio tjoe, soehoe suruh aku memberitahukan, malam ini sietjoe hendak diadjak mengambil pulang hartamu itu, maka sekarang silakan kau lekas bersiap."

   "Baik,"

   Tjong Lioe djawab.

   "Aku mohon tanja gelar gurumu itu, supaja dapat aku membahasakannja."

   "Maaf sietjoe, tak dapat aku heritahukan,"

   Sahut sipendeta.

   "Kalau suka, sietjoe boleh membahasakannja sian-ong atau too-tiang."

   Lantas dia balik tubuhnja dan berlalu.

   Tjong Lioe segera dandan sambil membekal sendjata rahasianja, ia turut sipendeta keluar.

   Dilatar ia lihat seorang dengan pakaian malam serba putih, kepalanja diikat rapi, kedua matanja tadjam.

   mukanja berewokan.

   Dialah si-imam tua itu.

   "Houho Laotee, mari kita djalan2 keluar!"

   Si-imam mendahului buka suara "Malam ini aku hendak menambahkan penglihatanmu! Dan kalau kau tidak berkeberatan, panggil sadja aku toako, dengan membahasakan demikian itu kita dapat menghindarkan ketjurigaan orang luar."

   "Djikalau toako tidak mentjelanja, baiklah,"

   Tjong Lioe djawab. Oey-bin Koay Kek ikuti toako (kakak) jang baru ini keluar dari kuil. Dengan menunggang kuda mereka kabur ke Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Selatan.

   Dilangit bulan baharu mulai mengintai keluar di Timur.

   Tjepat sekali mereka sudah sampai ditepi danau Pweedjie jang luas tapi airnja tenang.

   Dimuka air, sang Puteri Malam bagaikan sedang berkatjakan diri.

   Keduanja turun dari kuda mereka.

   Toako itu mainkan tjambuknja jang dipakaikan kelenengan ketjil, hingga menerbitkan suara berisik.

   Djusteru itu, dari dalam rumput dltelaga terdengar suara air, lalu terlihat sebuah getek (rakit) kulit kambing jang ditolak dua orang.

   Itulah getek kulit jang umum terdapat di Utara, biasa dipakai dikali atau di danau, terbuatnja dari dua sampai enambelas lembar kulit kambing didjahit rapat, dalamnja terisi angin, kuat tenaga ngarabangnja dan sukar karam diair deras, sangat tjotjok untuk diair jang tjetek.

   Sitoako adjak Tjong Lioe menaiki getek itu, jang terus ditolak ketengah telaga.

   Terlihat oleh Tjong Lioe muara serta tembok kota kurungan, dari mana menjorot tjahaja api.

   Selagi Tjong Lioe mengawasi, ia rasakan getek sampai ditempat tjetek, disini kedua orang jang menolaknja menukar galah kedjen, untuk dipakai menolak getek sampai ditepi, akan tetapi mereka berdeging menolaknja.

   tidak djuga getek itu dapat madju.

   Melihat demikian, Tjong Lioe minta sebatang galah jang terus ia masukkan kedalam air, maka segera ia mengerti, bahagian telaga disitu merupakan embal pasir.

   "Semua embal pasir disini,"

   Kata satu tukang getek.

   "Kalau ada hudjan malam, embal bisa berpindah2, dalam Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
dan tjeteknja tak berketentuan. Kalau orang atau kuda kependam disini, mereka bisa melesak masuk dan tak dapat meloloskan diri..."

   "Machluk tak berguna!"

   Membentak sitoako sebelum tukang getek tutup mulutnja. Terus ia keluarkan selembar tambang jang diikatkan sebilah pedang pendek. Setelah ia putar2 tambangnja beberapa kali, pedang itu terajun djauh kedepan.

   "Disana tidak ada embalnja !"

   Katanja sambil ia tarik bandringnja jang istimewa itu, hingga getek lantas sndja bebas dari kandasnja. Kali ini segeralah mereka sampai ditepi.

   "Laotee, inilah tempat jang terpisah dari dunia,"

   Kata sitoako tiba2, sambil ia menoleh kepada kawannja.

   "Kau harus selalu berada didampingku, tidak perduli kau lihat apapun, djangan kau ambil pusing!"

   Tjong Lioe manggut2 menjatakap bahwa ia telah mengertiDari tembok lantas menjorot sinar lampu ketepi untuk sitoako dan kawannja mendarat, kemudian terdengar tiga kali suara terompet, lalu dari atas tembok diturunkan djambatan gantung, untuk mereka masuk kekota.

   Sunji suasana kota itu, tidak tertampak orang mondar- mandir.

   Selagi Tjong Lioe keheran-heranan, mereka telah sampai didepan sebuah rumah.

   Sitoako menekan tembok, lantas muntjul sebuah pintu rahasia.

   Disini mereka masuk, untuk djalan naik diundakan tangga terus sampai diatas loteng, disebuah kamar model gudang kampungan tetapi Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
mewah perabotnja. Empat pendjuru tembok memakai tirai sulam, djendelanja terbuat dari katja, sampai Tjong Lioe kesilauan.

   "Duduk,"

   Menjilakan sitoako, dan dari sebuah lemari ia keluarkan arak.

   Tjong Lioe rasakan arak itu harum sekali.

   Itulah arak jang seumurnja belum pernah ia meminumnja.

   Sekarang Tjong Lioe mulai lebih tenang hatinja, akan tetapi ketika dengan tidak disengadja ia kena singkap tirai djendela didampingnja dan melihat keluar, ia terkedjut dan ternganga.

   Diluar djendela itu, dibawah, jang mendjadi bahagian dalam dari tembok terku rung itu, disebuah lapangan kelihatan bergerak2nja beberapa ratus bajangan manusia.

   Dibawah terangnja sinar api, nampak tegas wadjahnja sesuatu bajangan itu sangat menjeramkan, rambut mereka awut2an, tubuhnja telandjang separuh, mereka mirip hantu2 tapi nampaknja tolol semua, lambat gerak-geriknja.

   Tentu Tjong Lioe masih berdiri bengong mengawasinja kalau tidak orang tepuk pundaknja, suatu tanda sang toako berada dibelnkangnja, lantas ia dengar suara toako itu, katanja.

   "Laotee, mereka semua adalah machluk2 sangat djahat, sengadja aku kurung mereka disini Benar mereka nampak masih seperti manusia, tapi sebenamja mereka sudah berada dalam kedudukan separuh marusia separuh hantu, sudah lenjap kesadaran akan dirinja mereka tidak punja semangat membangkang hanja perasaan sakitnja jang masih tertinggal pada tubuhnja "

   "Ja, ia."

   Sahut Tjong Lioe, jang tak tahu bagaimana harus mendjawabnja. Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Itulah pendjara rahasia atau neraka dunia jang dibangun oleh Soe In Teng setjara diam2, dan siapa didjebluskan disitu, dia akan mendjadi "bangkai hidup,"

   Sebab lenjaplah semangatnja sebagai manusia biasa seumumnja.

   "Mari,"

   Mengatakan sitoako kemudian, jang adjak "laotee"nja ini, adik jang tua.

   pergi kesebuah kamar rahasia dimana waktu ia menekan kepada tembok, kamar rahasia itu segera turun dengan pelahan-.

   dan pintunja pun terpentang.

   Mereka segera berada dalam sebuah ruangan didalam tanah.

   Disini terdapat banjak orang jang sedang .

   bekerdja masing2.

   Mereka adalah orang2nja sitoako ini, antaranja ada jang mengurus pelbagai pesawat rahasia.

   Pantas dilain bahagian Tjong Lioe tidak tampak orang, klranja mereka semua bekerdja didalam ruang rahasia ini.

   Sitoako menghampiri sebuah pintu, janng daunnja ia ketok dua kali, lalu melongok keluar satu kepala orang, baharu kemudian, daun pintu dipentang.

   Itulah sebuah kamar lain, dipinggirar temboknja ada sebuah pembaringan pandjang terbuat dari batu, diatasnja berbaring lima orang jang dirantai kaki tangannja, mereka sedang merintih, rupa nja mereka sedang menderita kesakitan.

   Sitoako Jang romannja bengis dan menakutkan, gulung tangan badjunja.

   Dari podjok tembok dia ambil satu peles obat tjair, dia tuang isinja kedaiam lima buah tjangkir jang terus berbusa.

   Ketika dia menoleh dan melirik kepada orang2nja, mereka segera sambut! tjangkir2 itu.

   Isinja ditjekokkan kedaiam mulut kelima orang tawanan itu, jang lantas mendjerit2 kesakitan setelah dapat telau barang tjair Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
itu, karena urat2 diseluruh tubuhnja berdenjut2 rupanja djalan darahnja mengalir keras.

   Siapa jang berontak2 mempertahankan diri dari siksaan itu.

   dia akan terluka tergosok2 rantai belengguan.

   Tjong Lioe tidak tega menjaksikannja ia ingin undurkan diri tapi djusteru itu ia saksikan sitoako menghampiri pembaringan, dengan angsurkan kedua tangan nja mengerahkan lwee-kang, dia tekan bergantian tubuh kelima orang itu.

   Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Selama mengikuti Tiat In Siansoe, Tjong Lioe telah pahamkan ilmu menotok, akan tetapi sekarang menjaksikan totokannja sitoako jang tjepat dan gapah, insjaflah ia bahwa ia masih kalah djauh.

   Maka mengertilah ia kenapa semua orang siksaan itu mirip boneka hidup manusia bukan hantu pun bukan.

   Njatalah totokan itu mempengaruhi djuga otak sang kurban, melenjapkan tenaga pikiran dari rnereka itu, urat sjaraf mereka tak saksama lagi bekerdjanja.

   Tanpa merasa Tjong Lioe djadi djeri sendirinja terhadap loako ini Ia ikut keluar sesudah sitoako selesai djnlankan "tugasnja"

   Itu.

   Disaat mereka hendak ber lalu dari situ, beberapa oiang muntjul dari lorong dengan bawa seorang tawanan kehadapan toako itu, terus tawanan itu di djorokkan hingga rubuh.

   Tawanan ini kemudian ternjata orang nja sitoako sendiri, tugasnja sebagai kamtok atau mandor, tetapi diam2 dia telah kasi minum sepotji air pada satu bangkai hidup.

   Biasanja bangkai2 hidup itu dikasi minum satu sampai dua kali satu hari.

   Kalau dikasi minum lebih banjak, asabatnja akan mendjadi sembuh dengan pelahan2 dan Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
akan pulih kesadarannja Maka kalau orangnja ada jang lantjang kasi makaa atau minum lebih banjak daripada seharusnja kepada bangkai2 hidup itu, dia akan dihukum mati.

   Setelah ketahui pelanggaran jang dilakukan mandoraja itu, sitoako sambar sebatang tjambuk kulit, dengan itu ia menghukum beberapa rangketan, kemudian ia memerintahkan .

   "Bawa dia kekamar dalam tanah, besok hukum padanja !"

   Tjong Lioe menginsafi benar2 kekedjaman toako ini.

   Itulah berarti besok akan tambah lagi satu majat hidup ! Maka hatinja mendjadi tjiut.

   Malam itu Tjong Lioe dan toakonja (kakak) itu tidur diatas pembaringan jang empuk disebuah kamar diloteng, namun ia tidak bisa lantas dapat tidur, pikiran nja tetap bekerdja, ia ingat kepada uangnja, membajangkan pengiihatannja tadi aang jang hebat itu.

   Mengenai uangnja ia tidak berani sembarangan memintanja kembali.

   Diwaktu kira2 djam lima, Tjong Lioe dengar tindakan kaki jang enteng sekali, ketika ia buka matanja mengintai, ia lihat pintu telah terpentang, satu bajangan hitam ber- indap2 masuk, sebelah tangannja menjekal pedang.

   Bagaikan hantu, bajangan itu menghampiri pembaringan sang toako.

   Dengan mendadak Tjong Lioe lompat dari pembaringannja melesat kebelakang bajangan itu sambil terus mengerdjakan sebelah kakinja.

   Tidak ampun lagi bajangan itu rubuh djatuh duduk.

   Ketika ia melihat kepembaringan, sitoako sudah tidak tertampak lagi rebah dipembaringannja entah kemana.

   tetapi selagi ia merasa Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
heran, tiba2 ia dengar suara tertawa dibelakang pembaringan, kemudian dari temboknja muntjul sebuah pembaringan lain, disitu sang toako asjik rebah.

   "Laotee, kau barulah sahabatku !*' toako Itu kata.

   "Djahanam Itu tidak dapat bokong aku "

   Ia berbangklt, tangannja menjambar ketembok dari mana ia djemput sebuah kopiah besi jang terus ia timpukkan kekepalanja penjerang gelap itu, tepat menungkrup dibatok kepala seperti orang mengenakan koplah batok.

   Hebat djeritannja pendjahat itu, dia lantas rubuh, tubuhnja bergulingan.

   Selama itu Tjong Lioe kenali penjerang itu adalah sikamtok jang telah melanggar aturan dan dihukum rangket, entah bagai mana dia bisa lolos dan sekarang hendak bokong sitoako.

   Sampai sekian lama dia bergulingan, baharu dia diam, mukanja mandi darah, terbanglah njawanja.

   Sitoako ambil kembali kopiah batok itu, lalu ia menggojang kelenengan memanggil orangnja untuk singkirkan majat dan membersihkan darah dilantai.

   "Tjoba periksa, ada perantaian jang lolos atau tidak!"

   Sitoako menitah lebih djauh. Kemudian, sesudah orang undu- kan diri, ia kata pada adiknja jang landjut usianja.

   "Djangan takut, laotee. Kopiah ini ialah jang dinamakan hiat-toktjoe, koplah rahasia. Laotee sudah saksi kan sendiri bahwa tanpa kepandaian istimewa, sudah tentu aku tidak akan bisa kendalikan orang2 kosen dan liehay pelbagai golongan!"

   Tjong Lioe letletkan lidahnja. Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
"Toako tidak hanja liehay ilmu silatnja sendjatamu ini pun hebat sekali!"

   Katanja.

   "Siapa bisa lawan kau? Dari manakah toako dapatkan sendjata rahasia ini ?"

   Sitoako puas dipudji, dia tertawa sambil meng-usap2 kumisnja.

   "Laotee, djangan kau omong pula kepada lain orang2"

   Ia berbisik dikuping orang"Koplah ini adalah Sri Baginda jang berikan dengan tangannja sendiri kepadaku.

   Inilah sendjata sangat liehay.

   Menurut apa jang aku dengar, muianja sendjata ini ditjiptakan oleh satu Lama dari istana, dia menghadlahkannja kepada radja.

   Tjong Lioe manggut2, kembali ia memudji.

   Toako Ini pertjaja dia telah berhasil membikin orang "takluk,"

   Dia lantas tarik tirai disisi pembaringannja. Terlihatlah sebatang pedang jang mengeluarkan tjahaja kuning emas berkilauan. Ia turunkan pedang itu dari tembok, untuk diserahkan pada kawannja ini.

   "Lihat, laotee,"

   Katanja pula.

   "Kakakmu pun punjakan kekuasaan besar untuk dapat menghukum mati lebih dahulu baharu kemudian melaporkannja ! Sekalipun perdana menteri, dia mesti djeri terhadap aku"."

   Dengan hati-hati Tjong Lioe tjekal pedang itu, dan ia periksa bulak-balik.

   Sarung pedang tertabur banjak mutiara, terukirkan empat huruf "Tjeng kiong tjie po", jang artinja "mustika dari istana keradjaan Tjeng".

   Gagang pedang diikatkan pita kuning lebar jang bersulamkan sembilan ekor naga2an berikut delapan huruf jang berbunji.

   "Berhak membunuh dahulu pengchianat dan pemberontak, melaporkannja belakangan."

   Ditengahnja Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
ada satu tjap besar, jaitu tjap keradjaan dari Kaisar Kong Hie sendiri. Melihat itu, Tjong Lioe berpura2 gemetar tangannja.

   "Laotee, kita baharu bertemu tetapi kita sudah djadi sebagai sahabat kekal"

   Kata si toako, jang pun ambil pulang pedang itu dari tangannja Tjong Lioe.

   "Tadi kau telah tolong aku, itu tandanja kau setia kepadaku, maka tidaklah ada halangannja untuk aku omong hal jang sebenarnja padamu. Pada mulanja akupun seorang kaum Rimba Persilatan, hidupku dltnnah pegunungan, tidak pernah aku mengitjipi kesenangan hidup sebagai manusia, baharu kemudian aku dapat pikiran, dengan punjakan kepandaian, aku harus berlaku sebagai laki2, untuk membangun suatu usaha, bahwa djikaiau aku tidak gunai saat mudaku ini untuk tjari kemuliaan, akan siasialah hidupku dihari tua, achirnja aku akan djadi lemah tak berdaja seperti rumput dan kaju ! Aku telah buktikan bagaimana guruku berikut beberapa orang tertua lainnja mereka hidup miskin sampai pada usia tuanja, mereka menderita kesengsaraan. Maka segera aku ambil ketetapan untuk guna kan kepandalanku mentjari satu djundjungan, agar tidaklah siasia sisa hidupku selandjutnja ! Ternjata maksudku kini telah berudjud. Satu lhama besar dari istana telah perkenalkan aku pada Sri Baginda, dihari itu djuga aku diberi ke dudukan penting. Sama sekali bukannja aku tidak tahu bahwa djundjunganku bangsa asing, akan tetapi kau lihat sendiri Ang Sin Tioe, Gouw Sam Koei dan lainnja, bukankah mereka telah djadi menteria perbatasan jang dihargai ? Mereka itulah jang dapat disebut oranggagah jang mengerti dan menurut kehendak Thian. Kitapun bukannja menteria keradjaan Beng, walau benar kita Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
makan gadji keradjaan Tjeng dan kedudukan kita tidak setinggi mereka itu, namun tidaklah kita ketjewa.

   Demikianlah selama belasan tahun aku peroleh kepuasanku, angan2ku telah tertjapai.

   Dimataku, melainkan kaisar jang aku djeri, jang lainnja siapapun aku tak pandang! Semua pembesar sipil dan militer, rendah dan tinggi pangkatnja, mereka takut dan ngeri kepadaku.

   Djikaiau satu laki2 tidak angkat nama untuk kelak dikemudian hari, namanja akan busuk se-lama2nja.

   Mungkin kata2ku ini berlebih2an, akan tetapi anggapku, beginilah satu laki2 harus perbuat, agar tidak siasia hidupnjau"

   Gembira sekali si toako bitjara, lantas ia menekan pula kepada tembok, sebagal kesudahan dari itu menjusullah satu suara njaring dan keras.

   Ditembok itu lantas mutjul sebuah latji besar bermuatkan penuh emas dan perak serta pelbagai batu permata, tak terhitung banjaknja Disitu, pun Tjong Lioe lihat bertjampur hartanja jang dibegal itu, tapi kalah mentereng.

   Dengan ber-pura2 dan berlagak pilon, ia berseru.

   "Hai toako!.. Demikian banjak emas-perak dan permatamu, seumur hidupmupun tak akan habis kau memakainja!"

   "Semua ini adalah hadiah dari pangeran2 dan menteri2, tapi ini semua belum dapat dikatakan banjak,"

   Sahut sang toako.

   "Kau tidak tahu bahwa, didalam istana, kepunjaannja selir2 dan dajang2 masih berlipatkali lebih banjak Djikalau kau membutuhkannja, Laotee, mintalah kepada kakakmu ini. Dibelakang hari kalau kau tetap setia mengikuti aku, djangan kualirkan lagi kepada apa jang dinamakan kesukaran!"

   Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Mendengar itu, didalam ha-tinja Tjong Lioe mengutuk.

   "Hm, dorna, kau hendak beli aku dengan uang? Kau harus ketahui, Tjong Lioe belum ludas kehormatannja sebagai kau jang akui musuh sebagai ajah! Tunggulah saatnja aku tjintjang tubuhmu!"

   Toako ini sangat litjin, walaupun ia merasa bahwa ia telah dapat takluki laoteenja itu, Houho Hootek, namun tetap ia belum mau perkenalkan siapa sebenarnja diri pribadinja.

   Selama beberapa hari kedua orang Ini dahar disatu medja, tidur dlsatu kamar, dan selama itu sang toako telah berdaja sungguh2, dengan undjukkan kelojarannja sambil perlihatkan djuga pengaruhnja, untuk mengagumkan dan menundukkan "adiknja"

   Supaja adik itu suka membela ia setjara matikan. Pada suatu hari tibaa si toako berkata kepada adiknja.

   "Laotee, aku hendak omong terus-terang, harap kau tidak djadi ketjil hati. Sedjak hari itu aku dengar kau tolongi Beng Eng ajah dan anak, aku sudah ketahui bahwa kau berkepandaian tinggi, maka itu dengan muka bertopeng aku menjaru djadi begal untuk udji padamu. Njatalah tepat dugaanku. Sekarang didalam pendjaraku ini, tidak ada orang jang melebihi kepandaianmu. Laotee, sekarang aku memikir hendak mengangkat saudara denganmu, akan dibelakang hari kita hidup senang bersama, menderita bersama djuga. Entah bagaimana pendapatmu?"

   Tjong Lioe segera ketahui bahwa ia tidak dapat menolaknja, maka dengan lantas ia djawab.

   "Inilah hal jang meminta njapun aku tidak berani! Hanja aku kuatir jang demikian itu akan merendahkan kau, toako "

   Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
"Djangan mengatakan begitu, laotee. Djikalau laotee setudju, mari hari ini djuga kita angkat sumpah, untuk terus diumumkan kepada semua orang, kemudian kita berpesta."

   Keduanja lantas saling tanja umur.

   Njata sang toako lebih tua belasan tai hun, maka tetap dia djadi toako.

   Malam itu mereka angkat saudara, sambil membakar kertas kuning dan ber! sumpah.

   Tjong Lioe, sambil berlutut dimulut mengutjapkan sumpahnja, tapi dihati, dengan kakinja ia mengatakan.

   "Tidak!"

   Pesta lalu diadakan diruang dalam tanah dimana hadir semua bawahan si toako, akan tetapi Tjong Lioe tetap ingat kepada ratusan majat hidup jang sedang menderita siksaan itu, ia tidak napsu dahar.

   Keesokannja, si toako adjak adiknja pergi kekamar rahasia.

   Disitu telah disiapkan medja, rupanja ada urusan penting jang hendak didamaikan atau diurus.

   Toako Itu lantas ambil tempat dikursi tengah dan seng adik disuruh duduk dipinggir medja Setelah itu, datang beberapa orang menggusur dua orang jang terbelunggu kaki-tangannja.

   Menghadap sang toako, dua orang itu segera berlutut.

   Mendengar pemeriksaan sang toako, Tjong Lioe dapat tahu kedua orang itu adalah orang2 kepertjajaannja sitoako malah jg paling dipertjajainja.

   Tugas mereka ialah mendjaga kamar Tahasia dalam tanah dan loteng tetapi mereka telah melalaikan kewadjibannja.

   Kamtok jang mentjoba membunuh sitoako ditahan dalam Kamar rahasia.

   Karena tidak dirantai dia bisa lolos dengan membuka pintu besi sesampainja diloteng, Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
djusteru pendjaganja sedang buang air pintu rahasia loteng inipun dapat dibuka, hingga kedjadian dia bisa datangi sitoako. Setelah dilakukan penjelidikan, sitoako mengetahui duduknja hal itu, maka sekarang mereka diperiksa.

   "Ambil Hiat-tek-tjoe!"

   Menitah sitoako sesudah pemeriksaannja.

   Rupanja ia hendak mendjatuhkan hukuman mati.

   Mendengar disebutnja koplah rahasia itu, kedua persakitan ketakutan hingga muka mereka putjat seperti leniap darahnja.

   Keduanja manggut2 memohon ampun, sampai djidat mereka terluka mengenai batu lantai.

   Tjong Lioe tidak tega menjaksikan dua orang itu.

   Romannjn Tjong Lioe memang aneh akan tetapi hatinja pemurah, hatinja inilah jang mendorong ia menolong mengobati Tjoen Beng.

   Lantas ia berbangkit dan berkata kepada toakonja itu "Mereka ini bersalah tak berampun, tapi kita angkat saudara belum tiga hari, aku anggap tidak bagus toako menggunakan sendjatamu menghukum mati orang.

   Aku mohon toako ampuni mereka, sudilah toako beri muka kepadaku."

   Toako itu berpikir, terus ia manggut.

   "Kau benar djuga, laotee. Baiklah, mereka ditahan sadja dahulu, lain hari baharu mereka mendjalani hukumannja"

   Katanja.

   "Lebih baik kalau mereka diberi ketika akan berbuat djasa untuk menebus dosanja ini,"

   Kata Tjong Lioe jang terlandjur "Kita lihat sadja, bisa atau tidak mereka membalas budi toako ini."

   Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Toako itu manggut pula, lantas la suruh orang ambil buku pendjara.

   "Sekarang ini kepalamu dikirim dulu,"

   Kata dia kemudian dengan bengis kepada kedua orang persakitan itu, jang masih terus berlutut.

   "Sekarang pergi keluar djaga terowongan nomor delapan serta pendjara air. Setiap hari tugasmu delapan djam, apabila membuat salah pula, kalian segera akan dikirim kekota iblis! "

   Dua orang itu manggut beberapa kali, merekapun mengawasi Tjong Lioe, nampaknja mereka lega hati dan berterima kasih, mereka lantas dibawa berlalu.

   Hari terus berdjalan, setengah bulan telah berlalu.

   Selama itu Tjong Lioe dapat pelajanan baik sekali, tidur dan makan senang.

   Si-toako sendiri tetap berlaku manis kepadanja walaupun ia tidak punja pekerdjaan, ketjuali, setiap hari mengikuti sitoako memeriksa sana dan menilik sini, hingga ia merasa seperti duduk diatas permadani jang berduri.

   Ia djuga selalu pikirkan hartanja, tetapi ia tidak berani menanjakannja.

   Ia menenangkan diri sedapatnja.

   Suatu hari sang toako niat pergi ke Kam Tjoe Sie.

   Pagi2 dia telah bersantap dan menitahkan orang menjiapkan getek kulit kambing.

   Dia minta Tjong Lioe menantikan diloteng dan dipesannja djangan pergi keluar.

   Seperginja toako itu, Tjong Lioe dengar suara diturunkannja djembatan gantung, tandanja toako itu sudah keluar dari kota terkurung itu.

   Rebah seorang diri, Tjong Lioe berpikir keras.

   
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Kalau terus ia mesti hidup tjara begini, entah sampai bulan dan tahun kapan dia akan tetap menanti sadja.

   Ia tidak menginginkan hidup besar dan senang andai-kata ia mesti Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
terus ikuti sang toako menguruskan neraka dunia sadja.

   Tidak sedap terus2an ia dengarkan suara rantai2 belengguan jang mengiriskan hati.

   Ia tidak senang setiap hari mengawasi kota jang suram dan seram itu.

   Tiba2 ia ingat pesawat rahasia ditembok.

   Ia telah melihatnja tadi sang toako menekan tembok itu.

   Maka ia berbangku menghampiri untuk menekan sana dan menekan sini.

   Tiba2 ia kena tekan satu bagian, atas mana terbukalah satu lobang ketjil tempat menjimpan anak kuntji.

   Dengan bantuan tjahaja sebatang lilin, Tjong Lioe lihat suatu lobang kuntjl, maka lantas ia gunai anak kuntji itu, hingga dilain saat dihadapannja terpentang sebuah latji besar dari mana menjorot tjahaja gemerlapan dari barang2 permata.

   Dengan tidak berajal lagi ia djemput kantong hartanja jang masih utuh Itu.

   "Kapan lagi aku hendak tunggu untuk angkat kaki djikalau bukan sekarang ?"

   Pikirnja.

   "Tidak mendjadi apa andai-kata toako mengetahuinja, aku toh tidak ambil permata atau uangnja "

   Ia kuntji pula latji rahasia itu, terus U dandan, tak lupa ia dengan buntalan d


Rahasia Hiolo Kumala Karya Gu Long Bakti Pendekar Binal Karya Khu Lung Api Dibukit Menoreh Karya Sh Mintardja

Cari Blog Ini