Sengketa Cupu Naga 10
Sengketa Cupu Naga Karya Batara Bagian 10
Sengketa Cupu Naga Karya dari Batara
Tiga orang pembantunya yang menyerang dari samping mendadak melompat ke belakang, dan begitu mereka melompat mundur tiba-tiba sebuah jaring besar telah berada di tangan mereka! "Kiok Lan, awas...!"
Bun Hwi berteriak memperingatkan ketika dia sempat melihat bahaya di belakang temannya itu, tapi Kiok Lan yang sibuk menghadapi senjata di tangan kepala bajak tak tahu apa yang dimaksud Bun Hwi.
Ia berkelebatan di antara sambaran-sambaran senjata, dan ketika sebuah jaring tiba-tiba menyerangnya dari atas gadis ini terpekik kecil dengan muka terkesiap kaget.
Jaring itu menangkupnya tiba-tiba, dan Kiok Lan yang menggulingkan tubuh mendadak mengayunkan kaki menendang betis Thouw Sam.
"Des...!"
Kepala bajak itu menjerit, dan Kiok Lan yang tertangkap jaring meronta-ronta dengan caci-makinya.
Ia tidak sempat menghindar karena sama sekali tidak menyangka.
Namun sebuah perahu lain yang tiba- tiba menumbuk perahu Tengkorak Hitam membuat semua orang berteriak kaget ketika perahu tiba-tiba terbalik! "Dukk...!"
Perahu kecil ditumpangi seorang gadis berbaju tambal-tambalan mendadak telah muncul di situ, menabrak mereka, dan seorang kakek pengemis yang tertawa-tawa melihat pertempuran di atas perahu itu sudah berseru lantang.
"Anak-anak, hayo kemari. Lompat tinggalkan perahu musuh...!"
Bun Hwi dan Kiok Lan terbelalak. Mereka terjungkal di atas air, karena perahu yang mereka tumpangi terbalik. Tapi begitu Bun Hwi melihat siapa yang berteriak kepadanya ini mendadak dia menjadi girang bukan main.
"Hwa-i Sin-kai...!"
Bun Hwi berseru tertahan, dan rasa girang serta luapan hatinya yang penuh kegembiraan tiba-tiba saja membuat dia berenang menuju ke perahu kakek pengemis ini.
Kiok Lan yang ada di sampingnya sejenak terlupa, dan gadis yang merah mukanya itu membalik.
Sebuah tangan tiba-tiba menarik kakinya dari bawah, tangan seorang anak bajak sungai.
Dan Kiok Lan yang marah melihat gangguan ini sekonyong-konyong mendupak.
"Bluk!"
Anak buah bajak menyeringai kesakitan. Mukanya kena hantam ujung kaki Kiok Lan, tapi Kiok Lan yang tiba-tiba dikurung dua orang lawan lainnya tahu-tahu sudah dikerubut.
"Bun Hwi, temanmu itu!"
Gadis berbaju tambal- tambalan yang bukan lain Mei Hong adanya berteriak kepada anak laki-laki ini, dan Bun Hwi yang sadar akan temannya itu tiba-tiba terkejut.
Dia sudah naik di mulut perahu, tapi melihat Kiok Lan dikeroyok tiga orang lawan membuat dia marah.
Dengan cepat dia turun lagi, lalu berenang dengan tinju terkepal dia berteriak.
"Kiok Lan, larilah. Naik ke perahu Hwa-i Sin-kai...!"
Namun Kiok Lan memandang penuh kemarahan kepadanya.
"Aku tak sudi ikut perahu gadis jembel itu, Bun Hwi. Kau naiklah sendiri dan biarkan aku...!"
Bun Hwi terkejut.
"Kenapa begitu, Kiok Lan? Bukankah mereka penolong kita?"
Tapi Kiok Lan tidak dapat menjawab.
Tiga orang bajak yang menyerangnya dari dalam air membuat ia kewalahan, dan ketika ia harus bicara sedikit dengan Bun Hwi itu mendadak tangan kirinya tertangkap.
Seorang bajak yang mukanya hitam mencengkeram lengannya itu, dan Kiok Lan yang tercekat hatinya sudah mengipatkan lengannya itu dengan sepenuh tenaga.
"Setan hitam, lepaskan...!"
Kiok Lan membentak, tapi dua orang yang menyerangnya dari depan dan belakang tiba-tiba juga sudah menangkap kedua kakinya! Tentu saja Kiok Lan terkejut, dan pucat melihat dirinya dicengkeram di dalam air ini tiba-tiba Kiok Lan menyendal.
Dia meronta sambil menjejakkan kaki tangannya, dan begitu lengan dan kakinya terlepas tiba-tiba Kiok Lan menampar.
Si muka hitam yang ada di sebelah kirinya langsung ia serang, tapi Bhong Kiat yang tahu-tahu muncul di belakang tubuhnya menghantam gadis ini dengan pukulan keras, persis di belakang tengkuk gadis ini! "Dukk!"
Kiok Lan mengeluh tertahan, dan murid Thian-san Giok-li yang terguling roboh itu sudah pingsan di dalam air. Dia tenggelam terbawa pusaran arus, dan Bun Hwi yang terbelalak melihat kejadian ini marah bukan main.
"Jahanam she Bhong, berani kau merobohkan gadis itu?"
Bhong Kiat tertawa menyeringai.
Dia mengelak ketika Bun Hwi mengejarnya, dan tiga orang yang berada di dekat dua orang anak laki-laki ini tiba-tiba sudah melindungi Bhong Kiat.
Mereka menghadang Bun Hwi yang kalap, dan ketika anak itu mendekati mereka sekonyong-konyong tiga orang ini menyerang.
Bun Hwi menangkis, dan satu lawan tiga yang tiba-tiba sudah terjadi di dalam air ini membuat Hwa-i Sin-kai tertegun.
"Mei Hong, dekatkan perahu ke tempat mereka...!"
Kakek ini berseru.
Mei Hong yang tidak banyak bicara lagi sudah menganggukkan kepalanya sambil menggerakkan dayung.
Bun Hwi yang dikeroyok tiga tiba-tiba didekati, dan begitu perahu mendekati tempat pertempuran ini mendadak saja dayung yang ada di tangannya dipukulkan ke bawah.
"Plak-plak!"
Dua orang anak buah bajak menjerit keras, dan Mei Hong yang marah terhadap orang- orang ini sudah menghantamkan pula dayungnya pada orang ketiga.
"Duk!"
Orang inipun terpekik, dan kepala yang tiba- tiba bocor terkena hantaman dayung itu sebentar saja membuat orang-orang ini terjengkang.
Mereka menyelam di dalam air, melarikan diri dari serangan di atas perahu itu, dan Bun Hwi yang melotot matanya tiba-tiba sudah ditarik Mei Hong.
"Bun Hwi, naiklah. Kita hajar orang-orang itu...!"
Bun Hwi basah kuyup. Dia beringas, dan melihat lawan melarikan diri mendadak dia menggelengkan kepala.
"Tidak, biarkan aku sendiri yang menghajar orang-orang itu, Mei Hong. Aku harus mencari Kiok Lan yang tenggelam!"
"Tapi aku dapat membantumu, Bun Hwi. Dan suhu juga akan mencari gadis itu!"
Namun Bun Hwi bersikeras. Dia rupanya marah benar, dan Hwa-i Sin-kai yang tiba-tiba sudah di samping anak laki-laki ini menekan pundaknya.
"Bun Hwi, kau tolol sekali. Bisakah kau menghadapi lawan demikian banyak dengan cara begini? Tidakkah itu perbuatan sia-sia?"
Bun Hwi mengepalkan tinju.
"Tapi aku harus menyelamatkan gadis itu, locianpwe. Aku harus bertanggung jawab terhadap gurunya!"
"Ya, tapi bukan dengan cara nekat begini, Bun Hwi. Semuanya harus memakai perhitungan."
Bun Hwi memutar tubuh.
Dia mau melepaskan dirinya dari pegangan kakek pengemis itu.
Tapi baru menoleh mendadak dia tertegun.
Nelayan she Hu yang tadi sama sekali tidak tampak tahu-tahu muncul di sebelah mereka, basah kuyup di atas perahunya sendiri yang sekarang tidak bocor.
Dan nelayan bercaping lebar yang tersenyum kepadanya itu mendadak membuat Bun Hwi terkejut.
"Hu-lopek, kau sudah memperbaiki perahumu?"
Nelayan itu mengangguk. Dia tertawa pahit, dan Hwa-i Sin-kai yang ikut terkejut melihat nelayan ini tahu-tahu berada di sebelah perahu mereka jadi mengerutkan kening.
"Ya, aku baru saja melepas batu di bawah, kongcu. Bagaimanakah tiba-tiba di sini banyak orang? Siapa temanmu itu, kongcu? Dan dimana nona Kiok?"
Bun Hwi menggigil.
"Kami diserang orang-orang jahat, lopek. Dan... dan..."
"Oh, dia ketua Hwa-i Kai-pang, bukan? Dan itu muridnya?"
Hwa-i Sin-kai tiba-tiba memandang tajam.
"Sobat, darimana kau mengenal aku? Siapa engkau?"
Nelayan ini tertawa.
"Aku orang she Hu, Lo-kai. Mengenalmu dari pakaianmu yang tambal-tambalan itu. Tapi dimana nona Kiok?"
Bun Hwi tiba-tiba melompat ke perahu nelayan ini.
"Hu-lopek, temanku itu tenggelam. Dia pingsan diserang para bajak!"
"Eh, para bajak, kongcu? Jadi kalian diserang orang- orang jahat itu?"
Bun Hwi tidak menjawab lagi. Dia menyambar dayung di perahu nelayan ini, dan berseru kepada Hwa-i Sin-kai dia berkata.
"Locianpwe, tolong kau telusuri sungai ini sebelah kanan. Aku hendak mencarinya di sebelah kiri...!"
Hwa-i Sin-kai terkejut. Dia sebenarnya curiga kepada laki-laki bercaping itu, maka melihat Bun Hwi tiba-tiba melompat ke perahu nelayan itu mendadak dia melayang keluar.
"Bun Hwi, siapakah orang she Hu ini? Kenapa aku belum pernah melihatnya?"
Bun Hwi terbelalak.
"Aku menemukannya di tepi sungai, locianpwe. Jauh dari sini ketika dia sedang menjemur jaring!"
"Dan dia baru sekali ini kau kenal?"
"Ya."
Hwa-i Sin-kai tiba-tiba membalik. Dia melompat kembali ke dalam perahunya, dan berseru kepada pemuda itu diapun berkata.
"Baiklah, Bun Hwi. Berhati-hatilah kalau begitu dan mari kita segera cari temanmu yang tenggelam itu...!"
Dan Bun Hwi yang tidak melihat betapa Hwa-i Sin-kai tiba-tiba melepaskan sebatang jarum ke arah nelayan she Hu tiba-tiba terkejut mendengar laki-laki ini berteriak kaget dan terjungkal roboh! "Hei, kenapa, Hu-lopek?"
Nelayan itu kebingungan.
"Aku tidak tahu, kongcu. Tapi lenganku tiba-tiba sakit bagaikan disengat jarum!"
Bun Hwi terperanjat. Dia tidak mengerti apa yang sesungguhnya dialami nelayan ini, dan Hwa-i Sin-kai yang sudah mengayuh perahunya berseru.
"Bun Hwi, mungkin nelayan itu disengat lebah berbisa. Kau terimalah ini dan obati dia...!"
Bun Hwi menerima lemparan Hwa-i Sin-kai.
Kakek pengemis itu melemparkan sebungkus obat kecil, dan ketika temannya itu terbelalak diapun sudah memeriksa lengan nelayan ini dan melihat apa yang terjadi.
Kiranya sebuah titik kecil berwarna kehitaman menodai lengan nelayan ini.
Dan Bun Hwi yang mengira titik kecil itu betul bekas gigitan serangga sudah menaburkan obat yang diberikan Hwa-i Sin-kai di atas lengan laki-laki ini.
Nelayan she Hu mendesis perlahan, tapi bangkit berdiri diapun sudah tertawa meringis.
"Bun-kongcu, rupanya ketua Hwa-i Kai-pang itu orang aneh. Kenapa datang-datang mencurigai orang lain dan bersikap demikian kasar?"
Bun Hwi tidak enak.
"Itu sudah menjadi watak orang-orang kang-ouw, Hu-lopek. Tapi sudahlah, jangan hiraukan dia lagi dan kita bekerja mencari temanku yang tenggelam! Nelayan ini mau mengerti. Dia menganggukkan kepalanya, dan mengambil dayung dia tiba-tiba sudah memutar perahunya. Dengan cepat laki-laki ini menelusuri tepi sungai sebelah kiri untuk mencari Kiok Lan yang tenggelam, sementara Hwa-i Sin-kai yang mendayung di sisi sebelah kanan juga menelusuri tepi sungai mencari anak perempuan yang hilang itu. Tapi sebuah gangguan lain tiba-tiba muncul. Bhong Kiat yang tadi melarikan diri bersama tiga perahu Tengkorak Hitam yang selamat mendadak muncul lagi di sungai itu. Dan anak laki-laki yang sekarang membawa dua orang kakek di atas perahunya ini mendadak menuding.
"Lo-mo, itulah mereka. Bocah yang kita cari dan ketua Hwa-i Kai-pang...!"
Bun Hwi terkejut.
Dia mengenal seorang di antara dua orang tua itu, yakni yang bukan lain Pek-bong Lo-mo adanya.
Dan seorang kakek lain yang mukanya segi empat dengan jenggot pendek tapi sama sekali tidak dikenal membuat Bun Hwi membelalakkan mata dengan muka kaget.
"Hu-lopek, musuh-musuh kita datang! Apa yang harus kita lakukan?"
Nelayan bercaping itu juga tampak terkejut.
"Wah, siapa mereka itu, Bun-kongcu? Kenapa menuding- nuding kita?"
Bun Hwi tiba-tiba menggeram. Dia marah melihat kedatangan orang-orang ini, tapi belum dia menjawab tiba-tiba nelayan she Hu itu berteriak kaget.
"Wah, perahu bocor lagi, kongcu. Sebaiknya keluar saja...!"
Bun Hwi tertegun.
"Keluar, Hu-lopek?"
"Ya, keluar saja, kongcu. Keluar karena perahu ini sudah tidak dapat diselamatkan lagi!"
Bun Hwi tiba-tiba terperangah. Perahu yang tadi tidak tampak apa-apa itu mendadak kemasukan air banyak sekali, dan nelayan she Hu yang tampak gugup memutar-mutar dayungnya.
"Kongcu, keluar. Kita lompat saja di dalam air...!"
"Tapi arus demikian deras, lopek. Mana mungkin keluar begitu saja?"
"Ah, tapi..."
"Tidak, lopek. Kita dekati saja perahu Hwa-i Sin-kai itu dan bergabung dengan mereka!"
Bun Hwi memotong.
Nelayan ini terbelalak, tapi Bun Hwi yang menyambar dayung lalu mendayung perahu sebisanya sudah membuat dia tidak banyak bicara lagi.
Air yang entah darimana memasuki perahu sebentar saja membuat perahu itu terendam separuh lebih, dan nelayan she Hu yang tiba-tiba bersinar matanya ini sudah membantu Bun Hwi mendekati perahu pengemis tua itu.
Tapi dua perahu bajak mendadak muncul di depan mereka, menghadang.
Dan lima orang anak buah Tengkorak Hitam itu mendadak tertawa menyeringai.
Bun Hwi yang mengira mereka bakal menyerang tiba-tiba terkejut ketika melihat lima orang musuhnya itu tiba-tiba melompat ke dalam air, berenang mendekati perahunya.
Dan ketika lima orang itu sudah dekat benar sekonyong-konyong kelimanya menyelam.
Perahu yang sudah miring mendadak menerima benturan sesuatu, dan begitu Bun Hwi sadar tiba-tiba perahu sudah diguncang kuat dari bawah, hendak digulingkan agar dua orang penumpangnya roboh terbalik! "Aih, mereka menyerang dari bawah, Hu-lopek!"
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bun Hwi berteriak.
"Ya, dan tampakny hendak menggulingkan perahu, kongcu. Bagaimana kalau sekarang saja kita melompat?"
Bun Hwi tidak bisa banyak pikir lagi. Perahu yang diguncang-guncang lima orang kawanan bajak itu sekonyong-konyong tak mampu dipertahankan lagi. Dan begitu mereka terkejut tahu-tahu perahu sudah terguling! "Hei...!"
"Awas...!"
Bun Hwi dan pemilik perahu hampir berbareng berteriak memperingatkan.
Dan begitu perahu terbalik sekonyong-konyong mereka sudah diserang oleh lima orang musuh di dalam air ini.
Bun Hwi mendapat serangan tiga orang bajak, karena anak itu dianggap lebih berbahaya daripada nelayan she Hu.
Dan anak laki-laki yang tidak dapat menahan kemarahan ini langsung membagikan pukulan dan tendangan.
"Duk-duk-plak...!"
Tiga orang itu terdorong di atas air, dan Bun Hwi yang naik pitam sudah mencengkeram tengkuk seorang di antaranya.
Dengan penuh rasa gemas dia membanting kepala orang ini, tapi begitu laki-laki ini menjerit dua orang temannya yang lainpun sudah maju menolong.
Mereka mengeroyok Bun Hwi dengan pisau panjang di tangan kanan dan begitu mereka mengerubut segeralah Bun Hwi menghadapi orang-orang ini di dalam air! Pertarungan satu lawan tiga itu berat sebelah.
Karena bagaimanapun juga Bun Hwi bukanlah jago renang yang biasa hidup di dalam air, seperti tiga orang musuhnya itu.
Maka ketika beberapa gebrak mereka saling baku hantam di dalam air ini tiba-tiba saja tangan Bun Hwi ditangkap seorang anak buah bajak.
Laki-laki itu menarik Bun Hwi ke dalam air, membuat Bun Hwi kelabakan.
Dan ketika anak laki- laki ini berapa kali celegukan minum air sungai tiba- tiba saja dia sudah ditangkap beramai-ramai! Bun Hwi meronta, tapi tiga orang lawan yang pandai bermain di air itu tak mampu dilawannya.
Maka ketika Bun Hwi diseret mendekati perahu lawan Bun Hwi pun tak dapat menyelamatkan diri lagi.
Tapi pada saat itulah terjadi sesuatu yang mengejutkan.
Nelayan she Hu yang tadi dikerubut dua orang lawan itu mendadak mengejar Bun Hwi, meninggalkan lawannya yang entah dimana berada.
Dan begitu dia meluncur di belakang orang-orang ini mendadak nelayan itu berteriak.
"Hei orang-orang jahat, lepaskan Bun-kongcu itu...!"
Dan tangan kirinya yang bergerak ke depan sekonyong-konyong menyentuh telapak kaki tiga orang bajak sungai ini.
Orang tidak tahu apa yang dilakukan nelayan itu.
Tapi tiga orang anak buah bajak yang tiba-tiba menjerit mendadak terlempar di dalam air dan melepaskan Bun Hwi! Inilah satu hal yang aneh sekali.
Dan Bun Hwi yang heran oleh teriakan anak buah bajak itu cepat menoleh ke belakang.
Dia melihat laki-laki yang aneh itu, nelayan she Hu yang tersenyum kepadanya.
Dan belum dia sempat bicara apa-apa tiba-tiba nelayan itupun sudah berkata kepadanya.
"Kongcu, cepat naik kemari. Pergunakan punggungku sebagai perahu!"
Bun Hwi tertegun.
Dia terbelalak mendengar ucapan orang.
Tapi nelayan she Hu yang sudah menyelam di bawahnya mendadak menyembul dengan tubuh tengkurap di bawahnya.
Itulah hal yang membuat Bun Hwi tercengang, dan belum dia berbuat sesuatu tiba-tiba saja dia telah "menumpang"
Di punggung laki-laki ini seperti orang duduk di atas perahu! "Hu-lopek...!"
Bun Hwi terkejut. Tapi nelayan she Hu yang tertawa kepadanya itu tersenyum.
"Sudahlah, kongcu. Tenanglah, aku akan menyelamatkan dirimu dahulu dari orang-orang jahat ini...!"
Dan nelayan yang tiba-tiba sudah meluncur di dalam air itu membawa Bun Hwi seperti ikan besar menggendong seorang manusia.
Bun Hwi mau menolak, tapi orang yang sudah berenang cepat membawanya itu tak sempat ditegur lagi.
Pemilik perahu ini meluncur seperti ikan hiu, dan Bun Hwi yang duduk di atas punggung orang jadi terbengong dengan mata terbelalak lebar.
Dia gugup dan tidak tenang, dan para bajak yang melihat pemuda itu "berjalan"
Di atas air tiba-tiba saja menjadi gaduh tidak karuan.
Bhong Kiat yang melihat musuhnya itu lari dengan cara yang aneh sudah berteriak kaget.
Tapi begitu dia sadar tiba-tiba saja anak ini marah.
Dia sekarang melihat keadaan Bun Hwi yang sebenarnya, betapa pemuda itu duduk di punggung seseorang yang meluncur maju.
Dan mengetahui betapa musuhnya itu dibawa seseorang murid Ang-sai Mo-ong inipun sudah melompat ke perahu lain mengejar tawanannya itu.
"Lo-mo, buruan kita lari...!"
Pek-bong Lo-mo tertegun. Dia melihat Bun Hwi dibawa seseorang yang tidak dikenal, dan marah oleh perbuatan orang itu tiba-tiba iblis botak ini berkata kepada teman di sebelahnya.
"Suheng, biarkan aku yang menangkap bocah itu. Kau hadapilah si pengemis bangkotan...!"
Dan Pek-bong Lo-mo yang sudah melompat di perahu Bhong Kiat menggerakkan tangan mengibas ke kiri kanan.
Dia tidak mempergunakan dayung seperti orang- orang lain, tapi kibasan lengannya yang menderu di kiri kanan perahu tiba-tiba membuat sungai bergolak dan meniupkan angin kencang.
Akibatnya perahu itu meluncur seperti didorong seekor gajah, dan Bun Hwi yang terkejut melihat kesaktian iblis botak ini jadi tertegun.
"Hu-lopek, dua orang mengejar kita...!"
Tapi nelayan itu tak mendengarnya. Dia sibuk menggerakkan kaki tangannya meluncur di dalam air, dan Bun Hwi yang melihat betapa sebentar saja perahu Pek-bong Lo-mo sudah mendekati dirinya tiba-tiba menjadi gusar.
"Pek-bong Lo-mo, apakah kau hendak menangkap aku?"
Iblis botak itu terkekeh.
"Hamba hanya menjalankan perintah, pangeran. Maafkan jika hamba sedikit bersikap kasar!"
Bun Hwi mengepal tinju.
"Dan kau juga mau menggangguku, Bhong Kiat?"
"Ha-ha, siapa mengganggumu, Bun Hwi? Bukankah aku ingin kau ikut baik-baik denganku?"
Bun Hwi benar-benar marah. Dia tidak melihat kesempatan lagi untuk melarikan diri dan maklum nelayan she Hu tidak akan banyak dapat menolongnya tiba-tiba dia melompat masuk meninggalkan nelayan itu.
"Hu-lopek, pergilah. Musuh hanya mencari aku, jangan bahayakan dirimu dalam persoalan ini...!"
Dan Bun Hwi yang sudah meninggalkan punggung orang tiba-tiba mencebur di air dan mendekati perahu Bhong Kiat! Dia hendak mengamuk di perahu orang-orang itu, dan Bhong Kiat yang melihat pemuda itu justeru mendekati perahu mereka tiba-tiba tertawa.
"Ha-ha, dia seperti ular mencari gebuk, Lo-mo. Biarkan dia naik dan menyerang kita!"
Pek-bong Lo-mo juga menyeringai.
"Ya, dan anak itu benar-benar memiliki nyali besar, Bhong siauwya. Rupanya tidak kenal takut dan jerih menghadapi setan!"
Bun Hwi sudah mendekati perahu musuh. Dia tidak mendapat gangguan ketika berenang mendekati perahu ini, dan begitu sampai di pinggir perahu diapun memaki dengan penuh kemarahan.
"Bhong Kiat, kau benar-benar bocah siluman. Tidak tahu aturan dan curang...!"
Bhong Kiat tertawa.
"Ya, kau boleh memakiku sepuas hatimu, Bun Hwi. Tapi sekali ini kau tidak dapat meloloskan diri lagi."
Bun Hwi siap melompat naik.
Dia sudah menyentuh bibir perahu anak laki-laki itu, sementara dua orang lawan yang menantinya di atas perahu tampak menyeringaikan mulut dengan muka mengejek.
Mereka benar-benar ingin menangkap Bun Hwi di dalam perahu, karena melihat anak laki-laki itu ternyata dengan berani mendatangi tempat mereka.
Tapi baru Bun Hwi memegang ujung perahu mendadak dari bawah terjadi sesuatu yang mengejutkan semua orang.
Bun Hwi yang siap naik mendadak terguling, karena perahu tiba-tiba terangkat seperti disundul ikan raksasa.
Dan begitu pemuda ini terheran tahu-tahu perahu Bhong Kiat sudah miring dan tengkurap roboh! "Hei...!"
"Wah...!"
Bhong Kiat dan Pek-bong Lo-mo berteriak sama- sama kaget.
Mereka tidak mengira bahwa perahu tiba-tiba saja terbalik, dan begitu mereka berjumpalitan di udara tahu-tahu kaki mereka telah berdiri di atas perahu yang terbalik.
Mereka melihat sebuah wajah muncul, wajah nelayan she Hu yang bersinar-sinar kepada mereka.
Dan begitu nelayan ini muncul dari dalam air mendadak saja tangannya menampar kaki Bhong Kiat.
"Bocah, kembalilah ke perahumu. Aku ingin meminjam perahu ini sebentar!"
Bhong Kiat terkejut. Dia tidak dapat mengelak dari tamparan itu, karena mengelak berarti menceburkan diri di dalam sungai. Maka begitu laki-laki ini menampar kakinya diapun tiba-tiba menendang marah.
"Manusia kurang ajar, siapa kau?"
Tapi Bhong Kiat terpekik kecil. Kaki yang menyambut tamparan itu mendadak ditotok perlahan, dan begitu dia terbelalak tahu-tahu tubunya sudah terguling dari perahu yang terbalik dan mencebur ke air.
"Byur!"
Bhong Kiat terkesiap hatinya dan Pek-bong Lo-mo yang melihat laki-laki itu menyerang Bhong Kiat sekonyong-konyong merunduk. Dia menghantam muka nelayan ini, tapi baru dia merendahkan tubuh tiba-tiba laki-laki itu membentaknya lirih.
"Pek-bong Lo-mo, kau tidak mengenal orang?"
Dan tangan nelayan she Hu yang tiba-tiba sudah mencengkeram kaki Pek-bong Lo-mo sekonyong-konyong disentakkan ke belakang.
Pek-bong Lo-mo masih tercengang oleh bentakan ini, maka begitu dia dicengkeram mendadak saja dia berteriak tertahan.
Pek-bong Lo-mo sekarang mengenal suara laki-laki itu, dan sekali dia disendal tiba-tiba saja iblis botak ini mengeluh dan melempar diri bergulingan di atas air.
Dia pucat bukan main, dan menyambar lengan Bhong Kiat iblis botak itupun berseru.
"Siauwya, lari. Kita menghadapi Hu-taijin...!"
Dan iblis hitam yang gemetar mukanya ini tahu-tahu melarikan diri sambil menyeret lengan Bhong Kiat. Dia tidak perduli lagi akan Bun Hwi, dan Bun Hwi yang terheran-heran oleh kejadian ini membelalakkan mata dengan sikap tidak mengerti.
"Hu-lopek, apa yang kaulakukan terhadap orang- orang itu?"
Nelayan ini tersenyum.
"Aku menggertak mereka, kongcu. Agar pergi dan tidak mengganggumu lagi!"
"Ah, tapi dia itu..."
"Sudahlah, kongcu. Yang penting mereka sudah pergi, bukan? Nah, masuklah, perahu akan kubetulkan lagi..."
Dan nelayan she Hu yang mengguncang kedua lengannya tiba-tiba membalikkan perahu yang tengkurap. Dengan enak dan gampang saja dia membalikkan perahu ini, dan perahu yang sudah berdiri dengan posisi semula kini dapat ditumpangi.
"Masuklah, kongcu,"
Nelayan itu tersenyum.
Bun Hwi masih terbengong.
Tapi melompat naik diapun sudah memasuki perahu ini dengan muka terheran-heran.
Dia tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi pada diri Pek-bong Lo-mo itu, maka memandang nelayan ini diapun bertanya dengan alis dikerutkan.
"Hu-lopek, setan itu bicara apakah kepadamu? Kenapa dia tampaknya ketakutan sekali?"
"Ah, itu hanya akal gertak sambalku, kongcu. Aku bilang bahwa sungai ini banyak ikan beracunnya."
"Dan dia percaya kepadamu?"
"Buktinya memang begitu, kongcu. Dan tadi dari dalam air memang kutusuk dia dengan gigi ikan kerucut. Lihat, taring ikan ini masih kubawa..."
Dan nelayan yang tertawa itu mengeluarkan sebuah rahang ikan kerucut yang giginya runcing-runcing.
Dia mempertunjukkan benda ini kepada Bun Hwi, dan Bun Hwi yang membelalakkan matanya jadi tertegun.
Dia kurang percaya, tapi Bun Hwi yang tidak mengajukan pertanyaan lagi sudah menarik napas panjang.
"Hu-lopek, kau rupanya bukan nelayan sembarang nelayan. Sinar matamu terlampau menarik untuk menjadi kau seorang nelayan. Siapakah dirimu ini sebenarnya?"
Nelayan itu tersenyum lebar.
"Jangan mengeluarkan kecurigaan, kongcu. Yang penting aku tidak mengganggumu, bukan?"
Bun Hwi mengangguk.
Dia menengok ke kanan untuk melihat keadaan Hwa-i Sin-kai yang tadi juga didatangi rombongan anak buah Bhong Kiat itu.
Tapi melihat perahu-perahu Tengkorak Hitam tiba-tiba sudah tidak ada lagi di perairan itu mendadak saja Bun Hwi tertegun.
"Eh, mereka ternyata telah meninggalkan tempat ini, Hu-lopek!"
"Ya, tentu saja, kongcu. Bukankah Pek-bong Lo-mo telah kuberitahukan bahayanya sungai ini? Dia melihat beberapa orang pembantunya roboh digigit ikan kerucut, dan kalau mereka tidak mau ambil resiko sudah sewajarnya mereka pergi."
Bun Hwi merasa heran dan curiga. Dia tidak percaya kepada omongan ini, dan perahu Hwa-i Sin-kai yang tiba-tiba menghampiri perahunya mendadak disusul teriakan nyaring.
"Bun Hwi, apakah Mei Hong ada di situ?"
Bun Hwi terkejut. Dia sekarang melihat perahu Hwa- i Sin-kai yang kosong melompong, hanya diisi kakek pengemis itu seorang diri. Maka mendengar seruan ini diapun tertegun dengan muka berubah.
"Tidak, locianpwe. Apakah muridmu itu meninggalkan perahu?"
"Keparat...!"
Hwa-i Sin-kai memaki-maki.
"Kalau begitu muridku juga hanyut dibawa arus sungai ini, Bun Hwi. Ia tadi terlempar ketika Tung-hai Lo-mo menyambitkan pelor-pelor beracunnya!"
Bun Hwi terkesiap. Dia kaget mendengar keterangan kakek itu dan Hwa-i Sin-kai yang tiba-tiba memutar perahu sudah berteriak.
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bun Hwi, aku tak dapat mencari temanmu. Biarlah kita masing-masing mencari siapa yang lebih dulu ditemukan...!"
Dan pengemis Hwa-i Sin-kai yang memukulkan dayungnya itu mendadak melesat ke depan dengan kekuatan luar biasa.
Bun Hwi hanya melihat perahu kakek itu meluncur menerjang arus sungai, dan Hwa-i Sin-kai yang sebentar saja jauh di depan mata sudah tidak tampak bayangannya lagi karena lenyap di tikungan paling ujung! Bun Hwi melenggong.
Dia khawatir oleh kejadian yang menimpa dua orang gadis itu.
Pertama Kiok Lan dan sekarang Mei Hong.
Maka mendesah cemas diapun sudah menyambar dayungnya dan berkata kepada laki-laki di sebelahnya.
"Hu-lopek, mari kita ikut arus. Kita cari dua orang gadis itu....!"
Dan Bun Hwi yang sudah menggerakkan dayungnya ini mengayuh perahu dengan muka gelap.
Dia tidak lagi perduli akan urusannya sendiri, dan nelayan she Hu yang menganggukkan kepalanya sudah menggerakkan dayung pula dengan mata bersinar- sinar.
Bun Hwi tidak melihat apa yang tersungging dalam senyuman tipis nelayan yang misterius ini, dan laki- laki she Hu yang diam-diam mengawasi gerak-gerik Bun Hwi juga tampaknya tenang-tenang saja.
Nelayan itu tidak tampak gelisah, dia juga tidak kelihatan khawatir.
Hanya punggung Bun Hwi yang diam-diam diawasinya dengan tatapan halus dipandangnya cemas dengan sinar mata redup.
Kini perahu mengikuti aliran sungai, dan dua orang laki- laki yang berada di atas perahu ini sebentar saja terlena dalam pekerjaan mereka, mengayuh perahu mencari dua orang gadis yang hilang.
*S*F* Sebenarnya, apakah yang menimpa diri Bun Hwi ini? Dan siapa sesungguhnya nelayan she Hu itu? Hal ini barangkali perlu diterangkan, karena apa yang bakal dialami Bun Hwi akhirnya akan melibatkan pula nelayan yang mengaku bershe Hu itu.
Dia bukan lain adalah menteri pertahanan Kerajaan Tang, Menteri Hu Kang yang mengepalai seluruh angkatan perang kerajaan.
Dan Menteri Hu yang kali ini bertemu Bun Hwi itu sesungguhnya bukan satu kebetulan saja melainkan sudah diatur sejak awal mula! Sore itu, ketika Menteri Hu suatu hari sedang beristirahat di rumahnya tiba-tiba seorang utusan kaisar datang memanggilnya.
Kaisar meminta menteri ini datang pada saat itu juga, sekarang bersama utusan kaisar.
Dan Menteri Hu yang buru- buru datang menghadap sudah melihat sri baginda kaisar duduk di atas kursi kebesarannya.
Dengan cepat menteri ini memberi hormat, dan kaisar yang duduk di atas singgasananya langsung menegur.
"Hu-taijin, apakah seseorang telah mengabarimu tentang sebuah berita penting?"
Menteri ini mengerutkan kening.
"Hamba tak tahu apa yang paduka maksudkan, sri baginda. Berita apakah itu dan tentang apa?"
Sri baginda lalu bangkit berdiri.
"Tentang peristiwa lima belas tahun yang lalu, taijin. Peristiwa yang selama ini membuat hatiku selalu penasaran!"
Menteri ini terkejut. Dia langsung menangkap apa yang dimaksudkan junjungannya itu, dan menjawab dengan muka sedikit berubah dia bertanya.
"Tentang Cupu Naga, sri baginda, tentang lenyapnya Gubernur Ma?"
Sri baginda mengangguk.
"Ya, tentang keduanya itu, taijin. Tapi juga tentang menghilangnya selirku tersayang Wi Hong!"
Menteri Hu semakin terkejut. Dia terbelalak, dan sri baginda kaisar yang murung wajahnya itu sudah melanjutkan pula dengan suara hampa.
"Dan aku ingin bertemu kembali dengan selirku itu, taijin, mengharap kedatangannya sekaligus bersama puteraku yang hilang. Aku ingin ketiga-tiganya datang pada saat menjelang musim semi bulan depan!"
Menteri Hu mengerutkan alis.
"Tapi hamba belum mendengar jejak mereka, sri baginda. Bagaimana menentukan pertemuan ini dengan permulaan musim semi? Padahal musim semi tinggal tiga empat minggu lagi...!"
"Ya, itu benar. Tapi kau dapat menghubungi Menteri Urusan Tanah, taijin. Karena dari dialah aku mendapat kabar ini!"
Menteri Hu tercengang.
Dia heran mendengar Menteri Urusan Tanah yang dijabat Gong-taijin atau Gong Li Kiat itu dapat membawa berita semacam ini, padahal itu bukan bidangnya.
Sementara kaisar yang tampak bersemangat untuk membicarakan pertemuannya kembali dengan selir yang hilang itu tiba-tiba melanjutkan.
"Dan ini kumintakan kesanggupanmu, taijin. Karena hanya kaulah yang biasanya bisa menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang tidak dapat dikerjakan orang lain...!"
Menteri Hu terpaksa menganggukkan kepalanya.
"Hamba akan mengerjakannya, sri baginda, tapi tentang waktu hamba mohon kebijaksanaan paduka. Tiga atau empat minggu bukanlah waktu yang panjang, apalagi ini menyangkut urusan bekas Gubernur Ma. Dan kalau paduka setuju hamba mohon waktu yang lebih lama."
Tapi sri baginda kaisar menggeleng.
"Tidak, aku sudah cukup lama menunggu belasan tahun, taijin. Kalau kau sanggup bilang saja sanggup dan kalau tidak bilang saja tidak. Aku menginginkan semuanya itu terjadi pada saat menjelang musim semi!"
Menteri ini menekan guncangan hatinya. Dia melihat kaisar itu tak dapat ditawar lagi, dan Hu-taijin yang terpaksa menganggukkan kepalanya ini menarik napas panjang dengan suara berat.
"Baiklah, sri baginda. Kalau paduka menghendaki begitu hamba akan memperjuangkannya sekuat tenaga. Hamba hanya mohon doa restu paduka...!"
Dan Menteri Hu yang akhirnya meninggalkan ruangan itu segera menghubungi Gong-taijin, Menteri Urusan Tanah yang dikatakan pembawa berita bagi istana itu.
Dan di dalam gedung inilah Menteri Hu mendapatkan keterangan lebih jauh, keterangan yang membuat dia diam-diam terbelalak lebar.
Karena Gong-taijin, menteri urusan tanah yang tidak ada hubungannya dengan urusan istana itu tiba-tiba saja dapat memberi keterangan demikian jelas tentang apa yang selama ini dicari-cari kaisar, terutama tentang putera kaisar dari selir tersayang itu yang lenyap pada lima belas tahun yang lalu.
Dan dari sinilah Hu- taijin lalu melacak jejak yang ditugaskan kaisar kepadanya itu, mencari Cupu Naga di samping selir Wi Hong dan puteranya, Bun Hwi! Dan sore itu juga, setelah secukupnya dia mengumpulkan bahan-bahan yang diberikan pembesar she Gong menteri pertahanan ini lalu mulai bekerja.
Dia sendiri melihat hal-hal yang aneh di sekitar menteri urusan tanah itu, betapa diam- diam matanya yang tajam melihat berkelebatnya bayangan jago-jago kang-ouw yang selama ini tidak pernah ada di sekitar istana.
Dan bahwa menteri urusan tanah itu tampaknya menyimpan gerak-gerik yang amat ganjil.
Hu-taijin ini lalu memanggil dua orang pembantunya terpercaya.
**SF** BERSAMBUNG
Jilid 15 Bantargebang, 29-05-2019, 20.41 SENGKETA CUPU NAGA Karya . Batara SENGKETA CUPU NAGA - BATARA PUSTAKA . AWIE DERMAWAN
Kolektor E-Book
REWRITERS & PDF MAKERS. TEAM
Kolektor E-Book
Jilid 15 * * * "WEN TAO,"
Demikian dia berkata kepada seorang pembantunya yang bermata sipit, jago tombak yang ahli mainkan senjata panjang.
"karena hari ini aku mendapat tugas berat dari sri baginda kaisar kuminta hari ini juga kau menyertaiku dalam urusan penting. Kita hendak melacak peristiwa yang sudah hilang pada lima belas tahun yang lalu, dan kau bersama Wen Ti adik seperguruanmu itu harap ikut pada malam nanti bersamaku. Kita hendak bekerja secara diam-diam, dan waktu yang sempit yang diberikan kaisar harus dapat kita laksanakan tepat sebelum waktunya!"
Wen Tao membuka matanya yang sipit.
"Tugas tentang apa, taijin? Kenapa taijin tampaknya terburu-buru?"
"Hm, tugas tentang pelacakan Gubernur Ma, Wen Tao. Dan juga tentang pencarian terhadap selir baginda yang hilang pada lima belas tahun yang lalu!"
"Ah, selir Wi Hong, taijin?"
"Ya."
Dan Wen Tao yang terkejut sejenak ini akhirnya manggutkan kepala dengan kening dikernyitkan.
Dia tahu ini bukan pekerjaan gampang, karena bekas Gubernur Ma yang lenyap pada lima belas tahun yang lalu itu ternyata sampai kini belum ditemukan orang.
Dan kalau sekarang tiba-tiba junjungannya itu mendapat perintah kaisar untuk melacak jejak bekas gubernur ini tentu itu bukan pekerjaan yang mudah.
Tapi Wen Tao adalah bawahan yang tahu diri.
Dia tidak banyak bertanya kepada junjungannya itu, dan Menteri Hu sendiri yang tidak menyebut- nyebut masalah Cupu Naga sengaja berdiam diri tidak menyinggung-nyinggung benda pusaka itu.
Malam itu juga mereka bertiga telah siap.
Wen Tao telah memanggil adiknya, Wen Ti, yang juga ahli bermain tombak panjang.
Dan Hu-taijin yang telah mengumpulkan dua orang kakak beradik ini langsung saja memberitahukan rencananya.
Pertama, dia akan bergerak seorang diri, menuju ke arah timur untuk menyelidiki jejak Gubernur Ma.
Sedang dua orang kakak beradik itu dimintanya untuk menuju ke arah selatan menyelidiki jejak putera kaisar (Bun Hwi).
Mereka bertiga akhirnya akan bertemu di Sungai Huang-ho, dekat kota kecil Bin-ki yang berada di sebelah barat Lauw-yang.
Maka Menteri Hu yang telah menyusun beberapa rencananya itu akhirnya berangkat malam itu juga sesuai dengan tugas yang telah diatur.
Menteri ini pergi seorang diri, tidak ada pengawal yang membantunya.
Tapi kalau orang mengira akan dapat mengganggu menteri ini maka dia bakal bertemu batunya karena menteri itu adalah seorang sakti yang memiliki kepandaian amat tinggi! Dia dahulunya adalah bekas sute (adik seperguruan) Pek-mauw Sin-jin, tokoh terkenal dalam jamannya Empat Pendekar itu.
Dan Menteri Hu yang diangkat kaisar sebagai menteri pertahanan itu akhirnya hidup di istana mengabdikan diri pada junjungannya itu, tidak seperti suhengnya (kakak seperguruan) yang selalu berpindah-pindah tempat, tidak dapat tinggal dalam satu kota dengan adik seperguruannya itu.
dan Hu-taijin sendiri yang sibuk dalam urusan sehari-hari akhirnya tgdk mendengar berita tentang suhengnya lagi.
Tidak tahu, betapa Pek-mauw Sin- jin telah wafat di telaga bawah tanah seperti yang telah ditemukan Bun Hwi dan Kiok Lan.
Dan sekarang, setelah menteri ini pergi dari mana untuk melaksanakan tugasnya diapun telah menanggalkan seluruh seragamnya untuk memudahkan bergerak.
Menteri Hu tak suka segala basa-basi, tak suka menerima penghormatan kosong dari pejabat-pejabat yang mungkin menemuinya di tengah jalan.
Dan menteri yang selalu bergerak seorang diri dalam menjalankan tugas-tugas pentingnya itu kini tampak sebagai seorang biasa dalam perjalanannya kali ini.
Dia gampang keluar masuk ke kota-kota kecil, tanpa seorang pun mengenalnya.
Dan ketika dia mulai jauh dari kota raja Menteri Hu ini mulai terbelalak.
Dia melihat beberapa hal yang biasanya tidak tampak di kota raja mendadak muncul di desa-desa, yang jauh dari pusat pemerintahan sri baginda.
Dan masalah yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan orang ialah tentang dua keputusan sri baginda yang dicanangkan bagi seluruh rakyat jelata.
Yakni, pertama tentang pembagian tanah bagi rakyat kecil dan yang kedua pemberian potongan pajak yang termasuk luar biasa.
Dikatakan luar biasa karena kaisar "hanya"
Memberikan pajak sebesar lebih kurang 15% saja bagi rakyatnya dalam setahun.
Satu hal yang jarang terjadi pada masa itu! Dan rakyat yang tentu saja gembira dengan kebijaksanaan kaisarnya ini sudah bersorak memuji junjungannya.
Tapi Menteri Hu mengerutkan kening.
Dia melihat beberapa hal yang "tidak beres"
Dalam masalah ini, terutama masalah pembagian tanah.
Dan para tuan tanah yang menentang kebijaksanaan kaisar tampak di sana-sini di banyak desa! Adalah hal yang baru bagi menteri pertahanan ini, tapi karena merasa bahwa itu bukan bidangnya maka menteri inipun hanya mencatatnya di dalam hati atas segala pengalaman yang dijumpainya dalam perjalanan itu.
Dia tidak banyak bereaksi, tidak mau campur tangan.
dan urusannya sendiri yang kembali pada persoalan bekas Gubernur Ma membuat dia meneruskan langkah menelusuri perjalanannya.
Sampai akhirnya, ketika menteri ini tiba di kota Bin- ki, belum berhasil menemukan jejak bekas Gubernur Ma tiba-tiba dia dibuat tertegun oleh berita pembunuhan Wong-taijin di kota Lauw-yang.
Dia terkejut mendengar bahwa walikota itu dibunuh seorang bocah, anak yang bernama Bun Hwi.
Dan bahwa tiba-tiba kota Lauw-yang menjadi geger oleh peristiwa itu membuat menteri ini termangu di tepi sungai.
Dia harus menunggu dua orang pembantunya, Wen Tao dan Wen Ti itu.
Dan ketika orang yang ditunggu ini datang akhirnya Menteri Hu mengambil keputusan kilat.
Dia segera menuju Lauw-yang, sementara dua orang pembantunya disuruh menyusul belakangan.
Dan menteri yang diam-diam sudah menyelinap di kota Lauw-yang itu akhirnya mencari berita dengan lebih teliti.
Satu-persatu dia selidiki semuanya, dan ketika mendapat berita bahwa anak laki-laki yang membunuh walikota itu adalah Bun Hwi dia terkejut di samping heran.
Itulah anak yang dicari-cari, putera sri baginda dari selir Wi Hong! Tapi, kenapa membunuh seorang walikota? Apa yang terjadi? Menteri ini lalu mendahului bergerak.
Secara diam-diam dia mengikuti semua peristiwa itu dan ketika dia mulai bertemu dengan beberapa orang kang-ouw menteri ini mulai tertegun.
Tak disangkanya bocah yang membuat onar di kota Lauw-yang itu adalah anak yang demikian luar biasa.
Konon katanya kebal senjata tapi tidak mahir mainkan silat! Wah, model apa ini? Kenapa bisa begitu? Menteri Hu mulai tertarik.
Dia mengikuti jejak Bun Hwi sampai di dalam hutan, di mana waktu itu Thian-san Giok-li dan Hwa-i Lo-kai muncul.
Tapi karena anak itu berada di antara dua orang tokoh persilatan menteri ini sengaja membayangi saja dari jauh.
Dia sekarang melihat bagaimana macamnya anak laki-laki yang ditemukan itu.
Dan bahwa anak ini tampak sederhana dan berwatak jujur diam-diam Menteri Hu mulai merasa suka.
Tapi gangguan lain tiba-tiba muncul.
Bun Hwi dibawa orang-orang lain, tampaknya diperebutkan bagai layaknya barang berharga saja.
Dan ketika terakhir anak itu dibawa Pangeran Ong menteri ini mulai gelisah.
Dia tidak dapat melaksanakan niatnya dengan terang-terangan, karena bagaimanapun juga dia harus berhati-hati menghadapi pangeran itu.
Dan bahwa Bun Hwi tampaknya selamat di bawah lindungan kereta ini membuat Menteri Hu menunda maksudnya untuk membawa bocah itu.
Dia harus memperhitungkan semua tindakannya.
Karena Pangeran Ong ternyata dibantu orang-orang dunia kang-ouw macam Ang-sai Mo-ong yang baru pertama itu dilihatnya.
Dan Bun Hwi yang terakhir kali dilihatnya dalam hutan bersama pangeran itu tapi yang akhirnya lenyap diculik seseorang membuat menteri ini akhirnya geleng-geleng kepala dengan sikap gemas.
Dia tidak melihat bahaya yang serius bagi anak laki-laki itu.
Tapi pembicaraan di sepanjang jalan yang mulai menyebut-nyebut Cupu Naga menjadikan menteri ini khawatir di dalam hati.
Menurut gelagatnya keributan besar bakal pecah di muara.
Karena semua orang kini sedang menuju ke tempat itu.
Dan Menteri Hu yang banyak pengalamannya ini lalu mengatur siasat.
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia memanggil kembali dua orang pembantunya yang muncul belakangan itu, dan Wen Tao serta Wen Ti yang dipanggil majikannya ini cepat memperhatikan apa yang direncanakan junjungannya itu.
Dan bergeraklah mereka.
Menteri Hu menyambar sebagai nelayan di tepi sungai menunggu kedatangan Bun Hwi seperti apa yang telah diceritakan di depan sedangkan Wen Tao dan adiknya menyelinap di balik pepohonan membayangi dari jauh untuk melihat segala gerak-gerik yang dilakukan Menteri Hu Kang! *S*F* Kini Bun Hwi benar-benar telah ditemani menteri ini.
Perahu yang meluncur mengikuti aliran sungai telah membawa mereka jauh dari tempat pertempuran dengan para bajak.
Dan Bun Hwi yang gelisah belum menemukan jejak Kiok Lan mulai tidak tenang di atas perahunya.
"Hu-lopek, kemanakah akhirnya aliran sungai ini?"
"Hm, tentu saja ke muara, kongcu. Berpangkal di Laut Po-hai."
"Dan jarak itu masih jauh?"
"Tidak, kongcu, paling-paling tinggal beberapa li lagi."
Bun Hwi mengerutkan alis.
Dia tidak bertanya, dan perahu yang meluncur ke depan membuat dia memandang kosong dengan tatapan hampa.
Bagaimanapun dia merasa cemas oleh nasib temannya yang terjungkal di sungai yang demikian lebar dan deras arusnya.
Dan bahwa ini semua gara- gara perbuatan anak buah Bhong Kiat itu membuat Bun Hwi mengepal tinju.
Tapi tiba-tiba Bun Hwi terbelalak.
Sebuah benda kuning keputihan mendadak muncul dari dalam air, panjang sekitar tiga kaki.
Dan di belakang benda ini tiba-tiba muncul banyak sekali ikan besar kecil yang membuntuti benda itu.
"Eh, apa itu, Hu-lopek?"
Bun Hwi terheran. Menteri Hu juga melihat.
"Agaknya ikan besar, Bun- kongcu. Atau sejenis belut raksasa."
Bun Hwi menggelengkan kepala.
"Bukan belut, lopek. Aku serasa pernah melihatnya. Dia... ah, Naga Lilin....!"
Teriakan Bun Hwi ini membuat Menteri Hu terkejut bukan main. Dia terbelalak, dan Bun Hwi yang tahu- tahu berubah mukanya sudah berseru.
"Lopek, dayung perahu cepat-cepat. Kita kejar ikan itu...!"
Dan Bun Hwi yang sudah menggerakkan dayungnya mengayuh perahu dengan sikap seperti orang dikejar setan.
Dia tampak gugup dan gembira sekali, tapi Menteri Hu yang menjadi tegang tiba-tiba mengeruh mukanya.
Dia melihat berkelebatnya bayangan banyak orang di tepi sungai, sementara Bun Hwi yang tertuju perhatiannya pada ikan yang aneh itu terus menggerakkan dayung.
Tidak sadar, betapa bersamaan dengan munculnya ikan itu muncul pula bayangan orang-orang asing di sekitar mereka! Maka Menteri Hu yang sudah menjadi cemas ini tiba- tiba menahan dayung.
"Kongcu, kita diikuti banyak orang!"
Bun Hwi terkejut.
Dia menoleh, dan begitu memandang sekeliling tiba-tiba dia tertegun melihat banyaknya orang di sekitar mereka.
Ada dua puluh lebih, tapi wajah yang ditutup kedok hitam dari kain sutera itu membuat Bun Hwi tak mengenal orang- orang ini.
"Hu-lopek, siapakah mereka?"
Menteri Hu menyeringai masam.
"Mana kutahu, kongcu, bukankah mereka menyembunyikan diri di balik kedok-kedok hitam itu? Tapi yang jelas tentu bukan manusia baik-baik. Mereka agaknya mengejar pula ikan yang kau sebut Naga Lilin itu!"
Bun Hwi memukulkan dayung.
Dia melihat ikan yang muncul di perairan sungai kini menjadi ribuan banyakny, menghalang permukaan jalan dengan mengikuti ikan yang mirip belut raksasa itu, Naga Lilin.
Dan ikan yang berada di depan dengan sikap bagai raja di seluruh perairan itu berenang tenang dengan sikap angkuh dan melebarkan kedua siripnya di kiri kanan tubuhnya.
Itulah tanda lewatnya seekor ikan sakti, dan dua puluh orang berkedok yang muncul di tepi sungai tiba-tiba berteriak ke arah Bun Hwi.
"Hei, bocah di atas perahu, menyingkirlah kalian berdua dari tengah sungai ini...!"
Bun Hwi memandang mereka.
"Kalian siapakah, orang-orang hina? Kenapa menyuruh orang menyingkir dari tempat ini?"
Seorang tinggi besar melotot marah.
"Kami tidak perlu memberitahumu, bocah. Tapi menyingkirlah sebelum perahumu kubalikkan!"
Bun Hwi tersenyum dingin. Dia menoleh kepada temannya, dan bertanya perlahan dia meminta pendapat temannya itu.
"Hu-lopek, bagaimana pendapatmu? Apakah kita menyingkir seperti yang mereka minta?"
Menteri Hu tertawa ringan.
"Terserah kau saja, kongcu. Apakah Naga Lilin benar-benar kau inginkan? Kalau ya tentu saja terus. Tapi kalau tidak tentu saja menyingkir."
"Hm, aku menghendaki ikan itu, lopek. Tapi kalau mereka menyerang sebaiknya kau menyingkir dulu. Baiklah, kita tepikan perahu dan kau turun di sebrerang!"
Menteri ini membelalakkan mata.
"Kau hendak menurunkan aku, kongcu?"
"Ya, demi keselamatanmu, lopek. Aku tidak bisa menanggung kalau orang-orang di tepi sungai itu menyerang!"
Menteri ini tiba-tiba saja hampir tertawa. Dia tak dapat menahan geli hatinya mendengar omongan itu, tapi teringat bahwa dia sedang menyamar maka diapun tiba-tiba tersenyum lebar.
"Kongcu, jangan pikirkan keselamatan diriku. Bukankah menghadapi Pek-bong Lo-mo dan kawan- kawannya saja aku dapat menyelamatkan diri? Nah, kalau begitu bilang saja kau menolak kehendak orang-orang itu, kongcu. Dan kalau mereka mau menyerang biarlah menyerang!"
Bun Hwi sekarang tertegun. Dia terkejut, tapi melihat nelayan ini tiba-tiba bangkit berdiri dan menepuk pundaknya tiba-tiba saja dia menjadi girang.
"Kongcu, jangan khawatirkan diriku. Kalau kau mau menangkap ikan itu sebaiknya memang kita lakukan saja. Hayo...!"
Dan Menteri Hu yang sudah mendongakkan mukanya itu berseru kepada orang-orang di tepi sungai.
"Tikus-tikus busuk, kami paman dan keponakan terpaksa tidak dapat meluluskan permintaan kalian. Kami ingin menjaring ikan di depan itu. Dan kalau kalian sabar tunggulah barang sebentar sebelum kami pergi!"
Orang-orang berkedok ribut-ribut. Si tinggi besar tiba-tiba mencabut busur dan anak panah, dan berteriak kepada laki-laki ini diapun membentak.
"Nelayan busuk, jangan membantah omongan kami. Ikan itu kami yang punya, berani kau hendak menangkapnya? Hayo pergi... pergi sebelum tubuhmu kujadikan sate dengan anak panah ini!"
Tapi Menteri Hu tersenyum.
"Eh, sungai ini bukan milik nenek moyangmu, orang-orang hina. Kenapa hendak mengaku segala isinya milik kalian? Tidakkah itu memalukan telinga?"
Si tinggi besar semakin melotot.
"Kau jangan banyak cakap lagi, nelayan busuk. Pergilah dan tinggalkan sungai ini sebelum dirimu menjadi mayat!"
"Tapi kami ingin menangkap ikan itu, mata jengkol. Mana bisa diusir mentah-mentah...?"
"Tidak, itu bukan bagianmu, nelayan busuk. Kami sudah mengikuti jejaknya selama beberapa hari. Hayo, cepat menyingkir sebelum kalian kuserang!"
Tapi menteri ini tertawa mengejek. Dia tentu saja tidak takuti orang-orang kasar macam itu, tapi Bun Hwi yang sudah mengangkat dayung menyenggol lengannya.
"Hu-lopek, rupanya orang-orang ini golongan penjahat macam anak buah Tengkorak Hitam itu. Bagaimana kalau kita mendahului mereka?"
"Hm, kau hendak menyerang mereka, kongcu?"
"Bukan, tapi justeru menangkap ikan ini sebelum mereka bergerak. Kau dapat melindungiku, lopek?"
"Tentu saja. Tapi bagaimana caranya, kongcu?"
"Begini, aku hendak berlindung di sisi perahu sebelah kiri, sementara kau menjagaku dari serangan mereka. Kau dapat mempergunakan dayung ini, lopek, permukaannya lebar, juga pipih. Dan kalau mereka meluncurkan anak panah kau dapat menangkis semua serangan itu yang ditujukan ke perahu kita. Kau dapat melakukannya, lopek?"
"Tentu saja, kongcu,"
Menteri Hu tertawa.
"Tapi bagaimana kalau orang-orang itu datang mendekati kita? Mereka tentu juga akan berperahu, dan sekali kita terkepung tentu ikan itupun bakal ditangkap beramai-ramai."
"Ah, tapi...."
"Hm, jangan tetapi, kongcu. Lihat saja di depan itu!"
Dan Menteri Hu yang sudah menudingkan jarinya ini tiba-tiba menunjuk ke depan dengan muka berubah.
Dia tampak terbelalak, dan Bun Hwi yang sudah menoleh ke tempat ini tiba-tiba terkejut melihat tujuh perahu hijau mendadak muncul menghadang rombongan Naga Lilin! "Ih...!"
Bun Hwi berseru tertahan.
"Siapa mereka itu, lopek?"
Laki-laki ini tak menjawab. Dia sudah mendengar suara ribut-ribut di tepi sungai, dan Bun Hwi yang memandang ke arah orang-orang berkedok itu tiba- tiba tertegun melihat orang-orang ini berlarian ke tujuh perahu hijau yang baru muncul.
"Cheng-liong-pang, jangan kalian kurang ajar. Itu buruan kami yang sudah kami giring selama tiga hari...!"
Demikian si tinggi besar yang tadi melotot ke arah Bun Hwi membentak pada orang-orang di perahu hijau.
Dan begitu si tinggi besar ini berteriak maka dua puluh orang di belakangnya itupun bersuara gaduh dengan pekik kotor mereka yang saling mencaci.
Rupanya orang-orang berkedok ini mengenal orang-orang di perahu hijau, yang disebut orang-orang dari Cheng-liong-pang (Perkumpulan Naga Hijau) itu.
Dan begitu mereka mendekati perahu rombongan Cheng-liong-pang ini tiba-tiba seorang laki-laki berkumis tipis muncul di atas kepala perahu paling depan.
"Orang-orang hina, kalian darimanakah dan mengapa memaki kami? Tidak tahukah bahwa Cheng-liong-pang tidak dapat dihina orang lain seenak mulutnya sendiri?"
Si tinggi besar melompat ke depan.
"Lu Yin, jangan pentang bacot. Kau menyingkirlah dan hindari rombongan ikan-ikan itu!"
Si kumis tipis terbelalak.
"Sobat, kau siapakah dan bagaimana mengenal namaku? Kenapa kalian bersikap pengecut dengan jalan menyembunyikan muka?"
Si tinggi besar tiba-tiba merendahkan tubuh.
Dia tidak banyak omong, dan begitu lawan yang bernama Lu Yin itu selesai mengucapkan kata- katanya mendadak dia sudah mementang busur dan menjepretkan anak panahnya.
Sebuah panah berekor hitam tahu-tahu mendesing di tali busurnya, dan begitu anak panah ini menyambar di perahu hijau tiba-tiba si kumis tipis berteriak kaget.
"Kerbau Hitam...!"
Dia terpekik, dan begitu panah meluncur sekonyong-konyong dia sudah mencabut golok menangkis sambaran anak panah itu.
"Trang!"
Panah meluncur runtuh, dan orang-orang berkedok yang melihat panah pemimpin mereka dipukul runtuh tiba-tiba berteriak marah. Mereka rupanya sudah dikenal musuh, dan si tinggi besar yang tertawa bergelak itu tiba-tiba merenggot kedoknya.
"Ha-ha, kau sudah mengenal aku, orang she Lu. Karena itu cepat tinggalkan perairan ini karena kami ingin menguasai sungai...!"
Si kumis tipis terbelalak.
"Tapi kau biasanya menguasai hutan, Kerbau Hitam. Bagaimana tiba- tiba berubah hendak merajai sungai?"
"Hm, kaupun biasanya juga malang-melintang di lautan, orang she Lu. Lalu kenapa mendadak sontak ada di sini?"
"Kami hendak mencari ikan itu, Kerbau Hitam. Karena raja lautan kami Tung-hai Lo-mo memerintahkan kami untuk memblokir wilayah ini!"
"Tidak bisa. Akupun juga mendapat perintah junjungan kami, orang she Lu. Kalau kau tahu diri sebaiknya sekarang juga kau menyingkir!"
"Keparat, kau hendak mengusirku, Kerbau Hitam?"
"Kalau kau tidak memutar perahumu itu!"
"Ah...!"
Dan si kumis tipis yang mengepalai rombongan perahu hijau ini tiba-tiba melengking marah.
"Kerbau Hitam, kau terlalu sombong. Kalau begitu cobalah kau buktikan omonganmu yang tidak tahu aturan itu...!"
Dan Lu Yin yang sudah memberi aba-aba tiba-tiba memecah tujuh perahunya menjadi tiga bagian.
Dia sendiri tetap di tengah, menghadang rombongan Naga Lilin yang kian dekat menghampiri perahunya.
Sementara Kerbau Hitam yang ternyata raja rimba alias perampok daratan itu tiba-tiba memekik tinggi.
Dua puluh orang anak buahnya yang berdiri di belakang sekonyong-konyong menjepret busur, dan begitu dua puluh orang ini melepas anak panah mereka maka berhamburanlah panah-panah berekor hitam ke arah perahu kaum Cheng-liong-pang.
Mereka menyerang dari tepi sungai, tapi rombongan si kumis tipis yang sudah mencabut golok itu selekasnya menangkis.
"Tring-tring trang!"
Anak panah berhamburan meluncur dari busurnya, dan kaum perampok yang melawan kaum bajak laut itu tiba-tiba sama berteriak kaget ketika masing- masing melihat senjata mereka harus terpental kesana kemari oleh serangan musuh.
Dan Lu Yin yang melihat anak buahnya berhasil menangkis semua serangan panah dari anak buah si Kerbau Hitam tertawa mengejek.
"Kerbau Hitam, kau rupanya benar-benar kerbau dungu yang tidak berotak. Masih berani kau menghambur-hamburkan panahmu yang sia-sia itu?"
Laki-laki tinggi besar ini melotot. Dia menyuruh lagi semua anak buahnya menyerang tujuh perahu hijau di atas sungai itu. Tapi ketika mendapat kenyataan omongan si kumis tipis benar tiba-tiba dia berteriak.
"Kawan-kawan, pergunakan anak panah berapi!"
Lu Yin terkejut.
Dia melihat anak buah lawannya itu sudah menyulut api di ujung anak panah masing- masing, dan begitu si Kerbau Hitam memberi aba- aba tiba-tiba meluncurlah puluhan anak panah ini menyambar dirinya dan para anggota Cheng-liong- pang.
Khusus si Kerbau Hitam sendiri menyerang dia seorang, melepaskan berkali-kali anak panah berapi ke arahnya.
Dan melihat betapa belum satu anak panahpun mengenai musuhnya karena ditangkis golok mendadak laki-laki tinggi besar ini berseru.
"Kawan-kawan, arahkan panah pada layar mereka. Bakar perahu itu agar mereka menyerah...!"
Dan Kerbau Hitam yang tertawa bergelak itu tiba-tiba melepaskan panah berapinya ke arah layar di tengah perahu! Tentu saja hal ini membuat para anggota Cheng- liong-pang panik, dan Lu Yin yang terbelalak marah mendadak berteriak nyaring.
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kawan-kawan, lindungi perahu. Aku akan mengerjakan tugas yang diberikan pemimpin kita...!"
Dan si kumis tipis yang sudah melompat ke belakang itu mendadak menceburkan diri ke sungai.
Dia langsung meninggalkan serangan Kerbau Hitam, dan Kerbau Hitam yang heran oleh perbuatan lawannya itu tertegun sejenak.
Tapi laki-laki tinggi besar ini tiba-tiba terkejut.
Dia melihat Lu Yin tahu-tahu muncul di tengah-tengah rombongan ikan yang jumlahnya ribuan itu, berenang cepat ke arah Naga Lilin yang sedang berlenggang naik turun dengan ekornya itu.
Dan melihat betapa Lu Yin sudah mendekati benar ke arah Naga Lilin sekonyong-konyong laki-laki tinggi besar ini menjepretkan anak panahnya.
"Prat!"
Panah meluncur ke punggung Lu Yin, tapi Lu Yin yang menggerakkan tangannya menyampok miring.
Akibatnya anak panah Kerbau Hitam runtuh, dan Lu Yin yang sudah mendekati sasarannya tiba-tiba menangkap ekor Naga Lilin yang tepat berada di belakangnya! Sekali sambar si kumis tipis ini telah berhasil menyentuh buruannya, tapi Naga Lilin yang tiba-tiba berontak mendadak membalik dan mengibaskan ekornya, menghantam pergelangan kiri laki-laki dari Cheng-liong-pang ini.
Inilah hal yang tidak disangka oleh Lu Yin, tapi si kumis tipis yang sudah menangkap badan ikan ini tertawa girang dengan mulut menyeringai.
Ia tidak menghiraukan sabetan ekor ikan, dan Naga Lilin yang berusaha meloloskan diri itu tahu-tahu sudah digelutnya dan dibawa berenang ke perahu terdekat! Orang-orang terbelalak.
Mereka melihat laki-laki dari Cheng-liong-pang itu telah berhasil menangkap Naga Lilin, dan Kerbau Hitam yang marah oleh perbuatan lawannya ini mendadak meluncurkan dua anak panah sekaligus ke punggung lawannya dari belakang.
Lu Yin tidak mengira, maka begitu dia mendengar dua desir angin di belakang tubuhnya tiba-tiba laki-laki ini berteriak.
Tangan kirinya berhasil menyampok sebatang anak panah, tapi tangan kanan yang dipakai mendekap Naga Lilin tak mampu dia pergunakan.
Akibatnya sebatang anak panah menancap di belakang leher laki-laki ini, dan Lu Yin yang berteriak marah memaki lawannya itu.
"Kerbau Hitam, kau siluman terkutuk...!"
Tapi Kerbau Hitam tertawa mengejek. Lu Yin sudah sampai di pinggir perahunya, dan melihat laki-laki itu mau melompat naik tiba-tiba dia kembali menjepretkan dua batang anak panahnya.
"Orang she Lu, jangan kau bicara kotor. Lepaskanlah ikan itu dan robohlah...!"
Dua anak panah sudah mendesing tiba.
Lu Yin bergegas naik, tapi karena kalah cepat maka tiba- tiba dua anak panah itupun menyambar tubuhnya.
Lu Yin terpekik ketika punggung dan pangkal lengannya tertancap anak panah dan begitu dia mendelik tiba-tiba ikan yang ditangkap terlepas.
Naga Lilin kembali tercebur di air, dan seorang laki- laki bertubuh pendek yang berada di dekat si kumis tipis ini sudah diteriaki.
"Kin Hauw, kejar ikan itu...!"
Laki-laki pendek ini melompat.
Dia langsung mencebur di sungai, dan Naga Lilin yang baru menyentuh air mendadak sudah dia tangkap.
Ikan ini kembali meronta-ronta, tapi Kerbau Hitam yang marah di tepian sana tiba-tiba sudah menjepretkan dua batang anak panahnya.
"Kin Hauw, lepaskan ikan itu...!"
Laki-laki pendek ini terkejut.
Dia melihat dua batang anak panah menyambar dirinya, dan melihat jiwa lebih penting daripada Naga Lilin tiba-tiba dia sudah melemparkan ikan itu dan menangkis anak panah Kerbau Hitam! Akibatnya Lu Yin di atas perahu mencak-mencak.
Dan marah oleh perbuatan pembantunya itu mendadak laki-laki berkumis tipis ini mencabut sebuah pisau kecil.
"Kin Hauw, kau pengecut tak tahu malu. Kenapa kau lepaskan kembali ikan itu?"
Kin Hauw kebingungan di atas air.
"Kerbau Hitam menyerangku, twako. Bagaimana harus menyelamatkan diri?"
"Keparat, kau mengkhianati perkumpulan, Kin Hauw. Tidak tahukah kau bahwa nyawaku sendiri kupertaruhkan untuk mendapatkan ikan itu? Hayo kejar dia, jangan hiraukan serangan Kerbau Hitam!"
Laki-laki ini menjadi gugup. Naga Lilin yang tadi ditangkapnya untuk kedua kali sudah berenang menjauhinya, dipandang terbelalak oleh pemimpinnya di atas perahu. Dan Lu Yin yang melihat pembantunya masih ragu-ragu tiba-tiba menghardik.
"Kin Hauw cepat kejar, tangkap ikan itu...!"
Kin Hauw akhirnya menceburkan diri.
Dia melihat sinar yang penuh ancaman pada mata pimpinannya itu, dan takut serta bingung oleh semuanya ini diapun sudah mengejar Naga Lilin.
Tapi seorang lain telah mendahuluinya.
Seorang anak buah Kerbau Hitam telah berenang mengejar ikan itu, dan Kin Hauw yang terlambat oleh keraguannya tadi tiba- tiba melihat anak buah lawannya itu telah menangkap Naga Lilin! "Hei, lepaskan itu...!"
Kin Hauw berteriak.
Tapi orang yang telah menyambar ikan ini tertawa mengejek.
Dia tidak menghiraukan seruannya, dan berenang menjauhkan diri anak buah Kerbau Hitam itu telah menyingkir dari perahu musuh yang masih terus diserang anak-anak panah berapi.
Keadaan memang kacau, dan Lu Yin yang terkejut melihat seorang anggota Kerbau Hitam tahu-tahu muncul di situ dan mendahului merampas Naga Lilin tiba-tiba menjadi marah sekali.
"Keparat...!"
Pemimpin anak buah bajak ini mengumpat.
"Kenapa dia sudah muncul di situ?"
Dan geram oleh perbuatan lawannya itu mendadak pisau yang sedianya hendak disambitkan ke arah Kin Hauw tahu-tahu meluncur ke arah anak buah Kerbau Hitam ini.
"Kin Hauw, lekas rampas ikan yang dibawanya itu!"
Dan anak buah Kerbau Hitam yang sudah diserang pisau oleh pemimpin Cheng-liong-pang ini tiba-tiba menjerit ketika batok kepalanya bagian belakang disambar pisau yang dilontarkan Lu Yin itu.
Dengan tepat dia dipukul dari belakang, dan laki-laki yang segera roboh terjungkal ini memekik sambil melepaskan Naga Lilin.
Tak ayal, Kin Hauw segera berenang mendekati laki- laki ini.
Dan Naga Lilin yang baru saja terlepas tiba- tiba telah ditangkapnya kembali.
Tapi Kerbau Hitam di tepian sana melotot.
Melihat seorang anak buahnya gagal mendapatkan Naga Lilin tiba-tiba pemimpin begal ini menjepretkan anak panahnya.
Sekaligus tiba batang anak panah dia lepaskan, dua mengarah Kin Hauw di tengah sungai sedang yang terakhir menyambar Lu Yin yang berseri-seri di atas perahu.
Dan begitu laki-laki tinggi besar ini meluncurkan anak panahnya maka terdengarlah pekik ngeri yang hampir berbareng.
Lu Yin roboh dengan sebatang panah menancap di dahi sedangkan Kin Hauw terjungkal karena panah menyambar lehernya! Itulah serangan anak panah yang amat mahir sekali dimainkan, dan Kerbau Hitam yang melihat dua orang musuhnya roboh binasa tiba-tiba tertawa bergelak dan melempar busur, menceburkan diri ke sungai dan menghampiri Naga Lilin.
Dia tampaknya merasa tenang sekarang karena tidak ada lagi musuh yang mengganggu, karena anak buah Cheng-liong-pang yang di atas perahu masih diserang bertubi-tubi oleh dua puluh orang anak buahnya.
Dan Kerbau Hitam yang sebentar saja telah mengejar buruannya ini sudah menggerakkan tangannya menyambar Naga Lilin.
Tapi sebuah perahu tiba-tiba muncul di dekat laki- laki tinggi besar ini.
Kerbau Hitam tidak melihat darimana datangnya perahu itu, tapi sebatang dayung yang tiba-tiba memukul tangannya membuat Kerbau Hitam terbelalak kaget.
"Hei, siapa kau?"
Kerbau Hitam berteriak kaget dan mengelakkan tangannya, menghindar dari pukulan itu. Dan ketika dia mengangkat mukanya tiba-tiba dua orang laki-laki telah mengejeknya sambil tertawa.
"Kerbau Dungu, jangan biarkan tanganmu menyentuh ikan keramat itu. Biarlah kami yang menangkapnya!"
Dan laki-laki kekar yang bicara sambil tertawa ini tahu-tahu mengemplang kepala Kerbau Hita dengan dayung di tangan kanannya. Dia jelas mengejek si tinggi besar itu, dan Kerbau Hitam yang marah oleh hinaan lawannya ini menangkis.
"Orang she Hui, kenapa kau tiba-tiba memusuhiku?"
Kerbau Hitam membentak, heran dan kaget melihat orang yang sudah dikenal ini menyerangnya di atas perahu. Karena orang itu bukan lain adalah si pemimpin Tengkorak Hitam, Hui Tu! Tapi Hui Tu yang tertawa mengejek ini terkekeh.
"Jangan banyak cingcong, Kerbau Dungu. Kami sekarang tidak memerlukan bantuanmu lagi. Enyahlah...!"
Dan dayung Hui Tu yang tiba-tiba kembali sudah menyambar kepala lawannya itu mengemplang ubun-ubun Kerbau Hitam dengan kekuatan penuh.
Kerbau Hitam terbelalak, dan marah oleh perbuatan lawannya ini mendadak dia membalikkan tubuh berenang menjauh dengan maksud melarikan diri.
Namun Hui Tu yang terkekeh di atas perahunya itu tiba-tiba melempar dayung.
"Kerbau Hitam, jangan tergesa-gesa. Mo-ong ingin kau membawa dayung ini ke akhirat. Terimalah.... dan dayung yang tahu- tahu meluncur di belakang kepala si tinggi besar itu mendadak mengenai sasarannya. Kerbau Hitam menjerit, dan terjungkal di dalam air tiba-tiba kepala begal itu memegangi kepalanya yang berdarah. Dia mengerang dan mendelik ke arah lawannya itu, tapi teman Tengkorak Hitam yang menyeringai keji tahu- tahu melempar sebuah belati ke dada laki-laki ini.
"Kerbau Hitam, jangan salahkan kami. Kamipun hanya mendapatkan tugas untuk mengantarmu ke tempat yang layak... crep!"
Dan belati yang tahu- tahu sudah menancap di dada kepala begal itu membuat Kerbau Hitam mengeluh dan terguling roboh.
Ia berkelojotan di dalam air, dan tenggelam di dalam sungai itupula.
Kerbau Hitam akhirnya tewas dengan mata melotot.
Dia tidak sempat bertanya kepada lawannya itu mengapa dia sampai dibunuh, padahal sebelumnya mereka adalah sekawan.
Tapi si Tengkorak Hitam yang sudah tertawa ini membalikkan tubuh dan berseru pada temannya.
"Thouw Sam, cepat lempar jaring dan kita tangkap ikan itu!"
Laki-laki yang tadi melempar belati ini tersenyum.
Dia mengangguk, dan melepas jaring tiba-tiba dia sudah menjerat Naga Lilin yang berada di sebelah kanan perahunya.
Sekali tarik ikan yang diperebutkan banyak orang itu sudah berada di dalam jaringnya, dan Tengkorak Hitam yang bersinar-sinar matanya itu melompat.
"Mari kita pergi, Thouw Sam. Cepat sebelum Mo-ong mengetahuinya...!"
Dua orang laki-laki itu bergegas.
Mereka mendayung perahu cepat-cepat meninggalkan tempat itu, dan Bun Hwi yang sejak tadi memandang semuanya ini jadi terbelalak kaget dengan mata tak berkedip.
Dia menyaksikan keributan itu semenjak Kerbau Hitam tak jadi menyerangnya, karena bertemu dengan orang-orang dari rombongan Cheng-liong-pang.
Dan bahwa akhirnya Kerbau Hitam dan pemimpin Cheng- liong-pang Lu Yin tewas dalam baku hantam itu membuat Bun Hwi melenggong di atas perahunya sendiri.
Sementara Hu-taijin, yang tak beranjak di atas perahunya juga tertegun memandang pertempuran ini.
"Apakah mereka masih terus akan saling serang, Bun-kongcu?"
Bun Hwi masih terbengong.
"Aku tak tahu, lopek. Tapi yang jelas keduanya sama-sama tak mengetahui bahwa kedua orang pemimpinnya telah binasa!"
"Ya, dan sekarang dua orang pendatang baru itu mengambil alih ikan yang diperebutkan kongcu. Siapakah mereka itu dan mengapa membunuh Kerbau Hitam?"
Bun Hwi tiba-tiba menyambar dayung.
"Kita ikuti keduanya, lopek. Mereka itu adalah pimpinan Tengkorak Hitam dan temannya, si Naga Air, Thouw Sam!"
Menteri Hu mengerutkan kening.
"Jadi yang pendek kekar itu adalah Tengkorak Hitam kongcu?"
"Ya, dan kita harus cepat-cepat mengikuti jejaknya, lopek. Mumpung belum jauh dari sini!"
Dan Bun Hwi yang sudah memutar perahunya itu tiba-tiba menggerakkan dayung mengejar perahu Hui Tu.
Dia mengenal pimpinan Tengkorak Hitam itu ketika dulu dia ditawan Ang-sai Mo-ong datuk iblis yang diam-diam amat dibencinya itu.
Dan bahwa kini pimpinan Tengkorak Hitam itu menyebut-nyebut nama Ang-sai Mo-ong mudah diduga tentu dia disuruh datuk sesat ini untuk mencari Naga Lilin.
Maka Bun Hwi yang sudah buru-buru mendayung perahunya itu segera mengejar Hui Tu yang meluncur di depan.
Dia tidak menghiraukan lagi pertempuran di sekitar.
Tidak menghiraukan betapa tujuh perahu Cheng-liong-pang terbakar di tengah sungai.
Dan bahwa dua kelompok kaum bajak dan rampok itu bertempur tanpa menyadari hilangnya sang pemimpin membuat Bun Hwi tak menghiraukan apa-apa lagi.
Yang penting baginya saat itu adalah mengejar pimpinan Tengkorak Hitam.
Dan ketika mereka berjalan tiga empat li lagi dari tempat pertempuran kaum bajak dan rampok tiba-tiba mereka telah tiba di muara! Debur laut Po-hai yang terdengar dari kejauhan membuat Bun Hwi membelalakkan matanya.
Dan ketika dia hampir menyusul perahu Hui Tu tiba-tiba pimpinan Tengkorak Hitam itu berseru kaget.
Seseorang menghadang di depan, berdiri tegak di atas sebuah batu karang.
Dan Hui Tu yang melihat orang yang menghadang jalan perahunya itu tiba- tiba berteriak.
"Sahabat, kau siapakah dan mengapa berdiri di situ?"
Laki-laki ini melayang turun. Dia menutup mukanya dengan kedok hijau, dan menjawab pertanyaan Hui Tu dia mendengus.
"Tengkorak Hitam, siapa yang membunuh pembantuku Lu Yin?"
Tengkorak Hitam terkesiap kaget. Dia tidak tahu siapa orang yang berada di batu karang di depan itu, dan baru menoleh kepada temannya tiba-tiba si Naga Air Thouw Sam menyeringai.
"Hui-twako, dia adalah pelindung kaum bajak di lautan. Masa kau tidak mengenal Tung-hai Lo-mo locianpwe?"
Tengkorak Hitam tercekat. Dia terbelalak, dan laki- laki berkedok yang mengeluarkan suara dari hidung itu tiba-tiba merenggut kedoknya.
"Tengkorak Hitam, di pihak siapa sekarang kau berdiri? Di pihak singa tua itukah?"
Pimpinan Tengkorak Hitam terkejut.
Dia melihat sekarang wajah laki-laki yang sudah membuka kedoknya ini, dan Bun Hwi yang juga melihat wajah orang di kejauhan itu mengenal laki-laki ini yang bukan lain adalah orang yang dulu berdiri di samping Pek-bong Lo-mo, laki-laki setengah tua yang wajahnya segi empat itu.
Dan bahwa si Naga Air Thouw Sam menyebutnya sebagai Tung-hai Lo-mo Bun Hwi jadi terkejut sekali.
Jadi inikah iblis lautan timur itu? Dia yang dulu menyerang Thian-san Giok- li?"
Bun Hwi berdebar. Dia melihat pimpinan Tengkorak Hitam itu pucat mukanya, sementara teman si bajak sungai yang berdiri di sebelah Hui Tu sudah menjatuhkan dirinya.
"Tung-hai Lo-mo locianpwe, maafkan temanku si Tengkorak Hitam ini tak mampu menjawab. Dia mendapat ancaman kakek raksasa itu, bagaimana kami harus mengambil sikap?"
Tung-hai Lo-mo tiba-tiba melangkah ke depan.
"Tapi kalian sudah berhasil membawa ikan keramat itu, tikus-tikus busuk? Kenapa tidak cepat menyerahkannya kepadaku?"
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Si Naga Air membenturkan jidatnya.
"Tengkorak Hitam hendak menyerahkannya kepada Ang-sai Mo- ong, Lo-mo. Aku tak dapat membantah keinginannya sebelum kami berdua memperoleh kesepakatan."
Iblis Laut Timur itu mendengus.
Dia tiba-tiba menggerakkan kakinya, dan begitu berkelebat tahu- tahu dia sudah melayang naik di atas perahu Tengkorak Hitam, sama sekali tak mengguncangkan lantai perahu.
Dan Tengkorak Hitam yang tertegun melihat kakek itu menginjak perahunya buru-buru menjatuhkan diri berlutut.
"Lo-mo, ampunkan aku. Ikan ini sudah dipesan Ang- sai Mo-ong...!"
"Hm, kau masih hendak membawa nama itu untuk melawanku, Tengkorak Hitam?"
Laki-laki ini gemetaran.
"Tidak... tidak begitu, Lo- mo... tapi... tapi..."
"Tapi kau mau menyerahkannya kepadaku, bukan?"
Tengkorak Hitam seret suaranya. Dia tidak mampu menjawab, dan temannya yang berlutut di sebelahnya berseru.
"Tentu saja, Lo-mo. Bukankah siapa yang lebih dulu dialah yang berhak mengambil?"
Tengkorak Hitam terkejut. Dia menoleh kepada temannya ini, dan terbelalak kaget dia hendak menegur. Tapi Thouw Sam memberi kedipan mata, dan melompat mendekati jaring tiba-tiba si kumis panjang ini mengeluarkan Naga Lilin.
"Lo-mo, kami dengan senang hati rela menyerahkan buruan kami. Tapi satu yang kami mohon, sukalah kau melindungi kami dari hukuman Ang-sai Mo-ong...!"
Dan si Naga Air Thouw Sam yang sudah menyerahkan Naga Lilin itu menyeringai ketawa dengan muka ketakutan. Dia tampaknya jerih, tapi begitu ikan diserahkan mendadak dari bawah kakinya menendang selangkangan lawan, menyerang secara curang! "Dess!"
Kaki si Naga Air dengan tepat menghantam anggota rahasia kakek iblis itu, tapi laki-laki yang menyerang secara gelap ini mendadak berteriak kaget ketika kakinya "melekat"
Di selangkangan kakek itu, tak dapat ditarik. Dan sementara dia terkejut bukan main tahu-tahu Tung-hai Lo-mo mendengus kepadanya.
"Naga Air, berani secara curang kau menyerangku?"
Thouw Sam gemetaran dengan muka pucat. Dia tidak mampu menjawab, karena kaki yang masih "menempel"
Di selangkangan kakek itu menjadi bukti perbuatannya. Dan sebelum dia menggerakkan kakinya itu tahu-tahu Tung-hai Lo-mo menampar kepalanya.
"Pergilah, tikus busuk. Jadilah kau Naga Sial di dalam air... plak!"
Dan kepala Thouw Sam yang ditampar kakek ini tiba-tiba pecah dengan sekali pukul.
Thouw Sam menjerit ngeri, dan persis dia terlempar tahu-tahu kaki Tung-hai Lo-mo sudah menendang tubuhnya hingga tercebur di air sungai! Tak ayal, Tengkorak Hitam menggigil melihat peristiwa di depan matanya itu.
Dan Tung-hai Lo-mo yang marah ditahan memandang laki-laki pendek ini.
"Kau juga ingin menyusul temanmu, Tengkorak Hitam?"
Hui Tu pucat ketakutan.
"Aku... aku tidak mencurangimu, Lo-mo. Kenapa akan dibunuh juga?"
Tapi kakek ini memandang bengis.
"Kau dan temanmu setali tiga uang, Tengkorak Hitam. Kalau tidak dibunuh sekarang tentu kelakpun kau hanya menjadi orang menyebalkan saja!"
Tengkorak Hitam semakin ketakutan. Dia tiba-tiba mencabut goloknya, dan Tung-hai Lo-mo yang terbelalak melihat perbuatan laki-laki ini tiba-tiba tertawa dingin.
"Kau hendak melawanku, Tengkorak Hitam?"
Laki-laki ini gemetaran tubuhnya.
Dia memandang Tung-hai Lo-mo, dan melihat kakek itu mengejek kepadanya tiba-tiba Tengkorak Hitam berteriak keras.
Sekali tubruk dia membacokkan goloknya tiga kali bertubi-tubi, tapi Tung-hai Lo-mo yang menggerakkan tangannya tahu-tahu menangkis golok ini sambil tersenyum dingin.
Dia membuat golok di tangan Tengkorak Hitam terpental, dan ketika kakek itu menampar pergelangan Hui Tu tahu-tahu golok di tangan laki-laki ini telah mencelat dan terlepas dari tangannya! Tapi Hui Tu rupanya menyadari kesaktian lawannya itu.
Dia sengaja menyerang untuk mencari kesempatan.
Karena begitu Tung-hai Lo-mo mementalkan goloknya dan tertawa dingin tiba-tiba Tengkorak Hitam sudah menggulingkan tubuh dan...
menyambar Naga Lilin yang ada di dalam jaring.
Sekali renggut dia menarik ikan di dalam jaring itu.
Lalu sekali dia berteriak tinggi tahu-tahu laki-laki ini sudah berjumpalitan di udara dan mencebur ke dalam sungai! "Byurr....!"
Tung-hai Lo-mo terbelalak.
Dia melihat lawannya itu berenang dengan cepat, dan baru dia mengepal tinju tiba-tiba sebuah perahu muncul memapak larinya Tengkorak Hitam ini dengan cepat.
Dialah perahu yang ditumpangi Bun Hwi dan Hu-taijin.
Dan Hui Tu yang mengenal anak laki-laki ini sudah berteriak.
"Bun-kongcu, tolong...!"
Bun Hwi mengayuh perahunya kuat-kuat.
Dia diminta nelayan she Hu itu untuk segera menghampiri si Tengkorak Hitam ini.
Maka begitu Tengkorak Hitam berseru kepadanya diapun menganggukkan kepala dengan wajah gelisah.
Dan ketika mereka sudah dekat tiba-tiba laki-laki kekar itu menggapaikan tangannya.
"Bun-kongcu, cepat. Aku hampir kepayahan...!"
Bun Hwi mendayung perahunya.
Dia melihat muka Tengkorak Hitam itu pucat bukan main, karena jelas ketakutan oleh si kakek iblis Tung-hai Lo-mo.
Tapi baru orang she Hui ini menyentuh bibir perahu tiba- tiba terdengar Tung-hai Lo-mo tertawa bergelak.
Bun Hwi tidak tahu apa yang dilakukan iblis lautan timur itu.
Tapi ketika Tengkorak Hitam melompat ke atas perahunya mendadak sebuah sinar hitam menyambar kepala bajak ini.
"Darr!"
Kepala bajak itu menjerit.
Dia diserang sebuah pelor beracun, dan Bun Hwi yang terkejut oleh ledakan itu tiba-tiba melihat kepala bajak ini terlepas pegangannya dan terguling roboh.
Laki-laki itu langsung terjungkal, dan asap hitam yang memenuhi udara sekitar membuat Bun Hwi terbelalak dengan muka kaget.
Dia tidak tahu kalau Hui Tu bakal diserang senjata rahasia yang dimiliki iblis lautan timur itu, dan perahu yang tiba-tiba terguncang oleh tumbukan sesuatu membuat Bun Hwi hampir saja terpelanting roboh! "Hu lopek...!"
Bun Hwi berteriak. Tapi asap hitam yang masih bergulung-gulung di atas perahu membuat Bun Hwi tak dapat melihat sesuatu. Dan setelah asap itu buyar tertiup angin barulah Bun Hwi dapat melihat "nelayan"
Itu berdiri di haluan perahu, dikelilingi dua orang yang tiba-tiba saja telah muncul di situ dengan sikap mengancam dan mata bersinar- sinar. Mata Tung-hai Lo-mo dan Ang-sai Mo-ong! "Ah...!"
Bun Hwi tertegun, dan terkejut melihat kehadiran Mo-ong yang tiba-tiba saja telah muncul di dekat perahunya mendadak Bun Hwi melompat marah.
"Ang-sai Mo-ong, apa yang hendak kau lakukan di sini?"
Kakek tinggi besar itu tertawa melotot.
"Kau ingin kuganyang dagingmu, Bun Hwi. Tapi temanmu yang gagah perkasa ini melindungimu!"
Bun Hwi menyambar ke depan.
"Hu-lopek, orang- orang ini iblis-iblis yang tidak berperikemanusiaan lagi. Kau mundurlah dan biarkan aku yang menghadapi mereka...!"
Dan Bun Hwi yang sudah melindungi laki-laki bercaping itu membentak kepada Ang-sai Mo-ong.
"Mo-ong, kau iblis terkutu. Kenapa kau bunuh pamanku itu?"
Ang-sai Mo-ong menyeringai.
"Dia sepantasnya memang dibunuh, Bun Hwi. Kenapa kau marah- marah? Dan kaupun sebentar lagi ingin kubunuh. Kalau tidak tentu bibit-bibit beracun ini bakal menggangguku seumur hidup!"
Bun Hwi menggigil kakinya.
Dia hendak menerjang kakek tinggi besar itu, karena bicara apapun juga tidak akan meredakan kemarahannya.
Dan Hu-lopek yang dianggapnya tidak perlu terlibat itu tiba-tiba didorongnya minggir.
Tapi tangan Bun Hwi tiba-tiba dicekal sebuah jari yang kuat, dan "Hu-lopek"
Yang tadi mau disingkirkannya itu mendadak bersikap keren.
"Ang-sai Mo-ong, Tung-hai Lo-mo... kalian berdua benar-benar iblis tidak berperasaan. Kenapa kalian hendak membunuh anak ini?"
Bun Hwi tertegun. Dia mendengar suara yang lain dalam nada bicara temannya itu, dan Tung-hai Lo- mo serta Ang-sai Mo-ong yang terbelalak marah tiba-tiba tertawa dingin.
"Hu-taijin, kau benar-benar pembesar yang suka usil urusan orang lain. Kenapa kau selalu melindungi anak ini?"
Bun Hwi terkejut. Dia terbelalak mendengar Mo-ong menyebut temannya itu taijin, yang berarti seorang "pembesar". Dan laki-laki bercaping yang tadi tersenyum hambar itu mendadak mengeraskan pandangannya.
"Mo-ong, Lo-mo... kalian berdua hampir saja menghilangkan nyawa seorang bocah yang tidak berdosa. Kenapa sekarang membalik aku dengan pertanyaan itu? Bukankah sepantasnya bagi orang lain untuk menyelamatkan jiwa anak ini dari keganasan kalian? Lihat, pelor beracun Tung-hai Lo- mo hampir saja meledakkan kepala anak itu, dan Bun Hwi yang tidak tahu apa-apa telah diserang paku tulang Ang-sai Mo-ong. Apa maksud kalian dengan mengincar nyawa anak itu?"
Bun Hwi semakin terkejut.
Dia melihat sebuah pelor beracun di telapak laki-laki yang dikenal sebagai nelayan she Hu itu, sementara jari telunjuk yang menjepit sepotong paku tulang yang katanya disambitkan Ang-sai Mo-ong membuat Bun Hwi terbelalak.
Dia tidak tahu, bahwa tadi kiranya dua orang kakek iblis itu telah menyerangnya secara curang.
Dan bahwa tiba-tiba temannya ini menyelamatkan dia dari kecurangan dua orang kakek iblis itu membuat Bun Hwi menjadi marah sekali.
"Hu-lopek, jadi dua orang iblis ini telah menyerangku secara gelap?"
"Ya, mempergunakan kesempatan asap Hitam itu, kongcu. Mereka hendak membunuhmu dari belakang sekaligus membokong aku pula dengan cara yang licik!"
Hu-lopek atau yang sebenarnya Hu-taijin itu menjawab. Dan Bun Hwi yang merah mukanya ini geram bukan main. Dia terbelalak, tapi Ang-sai Mo-ong yang tertawa bergelak itu tiba-tiba membanting kaki.
"Menteri Hu, kau benar-benar manusia yang awas sekali. Kalau begitu, bagaimana jika kita main-main sebentar? Aku ingin melihat kesaktian yang diam- diam digemborkan orang selama ini. Dan kalau kau menang bolehlah kau teruskan perjalananmu!"
Tung-hai Lo-mo juga mendengus.
"Dan kalau kau dapat melayani kesaktianku berarti kau akan selamat, Hu-taijin. Tapi kalau kau mampus di tangan kami itulah kesalahanmu sendiri. Kau telah menggertak suteku, dan sekarang aku yang ingin meminta pertanggungan jawabmu mengharap kau menebus dosa...!"
Menteri ini tiba-tiba memandang tajam. Dia menusuk lawan dengan sinar matanya yang berkilat bagai naga sakti, dan Bun Hwi yang semakin kaget mendengar temannya itu dipanggil "Menteri Hu"
Jadi terhenyak di atas perahunya.
Dia jadi teringat cerita Ma-lopek ketika dulu masih ada di dusun Ki-leng.
Betapa pamannya itu pernah bercerita sedikit tentang seorang menteri pertahanan Kerajaan Tang yang amat lihai.
Hu Kang namanya.
Dan bahwa Ang- sai Mo-ong dan Tung-hai Lo-mo kini tiba-tiba menyebut "nelayan"
Itu Hu-taijin atau Menteri Hu mendadak saja dia melangkah mundur.
"Hu-lopek, eh... paman Hu, kau seorang menteri...?"
Bun Hwi terbelalak. Hu Kang menganggukkan kepalanya.
"Kebetulan saja jabatan itu kuterima, Bun-kongcu. Tapi simpanlah dahulu segala pertanyaanmu itu. Aku hendak menghadapi dua orang iblis ini, dan kalau aku menang sebaiknya mereka kubunuh!"
Bun Hwi tertegun. Sementara Ang-sai Mo-ong dan Tung-hai Lo-mo yang mendengar kata-kata lawannya itu tertawa menyeringai.
"Hu-taijin, jangan sombong kau. Jelek-jelek kami berdua bukanlah kerupuk udang!"
"Aku tahu, Mo-ong. Tapi menghadapi dua orang tua bangka macam kalian akupun mempunyai cara!"
Dan Menteri Hu yang tiba-tiba meluruskan punggungnya itu mendadak memutar tubuh.
"Bun-kongcu, jalankan perahu dan pergilah. Aku siap melindungimu dari kejaran dua orang kakek ini...!"
Bun Hwi terbengong.
Dia tidak mengerti apa maksud pembesar itu dengan kata-katanya.
Karena menjalankan perahu berarti menteri itu harus berpindah tempat.
Tapi baru dia terheran tahu-tahu menteri ini telah menggerakkan kakinya dan...
berpindah ke perahu lawan! "Hu-lopek, eh...
paman Hu...!"
Menteri itu tersenyum.
"Pergilah, Bun-kongcu. Aku tidak apa-apa di perahu ini. Percayalah...!"
Dan menteri yang sudah menuding ke depan itu menunjukkan jarinya.
"Dan itu bawalah baik-baik kongcu. Kau harus menjaganya dari incaran banyak orang!"
Bun Hwi tertegun.
Dia melihat Naga Lilin yang masih menggelepar di dalam jaring, satu hal yang sama sekali di luar dugaannya.
Karena tadi dia mengira ikan itu telah lepas bersama Tengkorak Hitam yang tercebur di sungai.
Dan bahwa tiba-tiba ikan itu masih ada di dalam perahu tentu ini semuanya berkat kelihaian menteri itu.
Maka Bun Hwi yang mendelong di tempatnya ini jadi terkesima.
Dia tidak menyangka, tapi Tung-hai Lo-mo yang tiba-tiba membentak mengejutkan Bun Hwi dari lamunannya.
"Hu-taijin, jangan kau harap bocah itu mampu pergi dari tempat ini. Kau lihatlah...!"
Dan tubuh kakek iblis yang tiba-tiba sudah berkelebat itu mendadak melayang ke dalam perahu Bun Hwi. Dia melempar seutas tali, menotok Bun Hwi di kedua matanya. Tapi Hu-taijin yang sudah siap sedia di samping kirinya tiba-tiba melepaskan pukulan.
"Tung-hai Lo-mo, jangan kurang ajar...!"
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dan tangan kiri menteri Hu yang memukul ke depan itu menyambar lengan lawan.
Dia menangkis totokan itu, sekaligus menyerang tali agar terpental miring.
Tapi Tung-hai Lo-mo yang tiba-tiba tertawa bergelak itu mendadak merendahkan tubuh.
Pukulan Menteri Hu yang menyambar dirinya dikelit, lalu tali yang terpukul dari samping itu mendadak diledakkan ke bawah.
Sekali sambar tahu-tahu dia telah membelit Naga Lilin di dalam jaring, dan Tung-hai Lo-mo yang ngakak gembira itu tiba-tiba telah merampas ikan ini, menyendal keluar dari perahu Bun Hwi! "Ha-ha, kau tertipu, Menteri Hu...!"
Tapi Menteri Hu menggerakkan tanganny. Paku tulang yang tadi didapatny dari Ang-sai Mo-ong mendadak disambitkan ke jaring di tangan kakek iblis itu, dan sekali dia melemparkan senjata rahasianya ini tiba-tiba tali di tangan Tung-hai Lo- mo dipapas.
"Tas,"
Tali itu putus dan Tung-hai Lo-mo yang berteriak kaget tahu-tahu melihat ikannya terlepas dan jatuh di sungai! Naga Lilin tercebur, dan Tung- hai Lo-mo yang marah-marah tiba-tiba menyerang lawannya ini.
"Hu-taijin, kau manusia keparat...!"
Dan sisa tali yang masih sepotong di tangan kakek iblis itu tahu- tahu meluncur ke dada Menteri Hu, lurus bagai pedang karena telah menjadi kaku dialiri tenaga sinkang! "Plak!"
Menteri Hu menangkis dan Bun Hwi yang tertegun di atas perahunya tiba-tiba mendengar seruan menteri ini.
"Bun-kongcu, kau jalankanlah perahu. Kejar ikan itu dan tangkaplah...!"
Tapi Ang-sai Mo-ong tiba-tiba tertawa dingin.
"Jangan bicara sombong, Hu-taijin. Aku masih di sini dan siap menangkap bocah yang kau lindungi itu!"
Dan Ang-sai Mo-ong yang tiba-tiba menyambar ke depan sudah menubruk Bun Hwi dengan kedua cengkeramannya. Bun Hwi menjadi pucat, tapi Menteri Hu yang tiba-tiba mendorongkan lengan kanannya membentak bengis.
"Ang-sai Mo-ong, biarkan bocah itu pergi...!"
Kakek ini menyeringai. Dia sudah melompat di perahu Bun Hwi, tapi pukulan sinkang yang meluncur dari tangan kanan menteri itu mendadak menghantamnya dari samping.
"Dess!"
Ang-sai Mo-ong terkejut. Dia menangkis pukulan lawannya itu, tapi tubuh yang tergetar miring membuat kakek ini terkejut bukan main. Dia hampir terhuyung roboh, dan marah oleh serangan itu kakek ini memaki.
"Hu-taijin, kau tidak tahu diuntung! Berani kau menyerangku secara curang?"
"Hm, siapa yang curang, Mo-ong? Bukankah sudah kuperingatkan agar bocah itu jangan kau ganggu?"
Menteri Hu mendengus.
Dia masih melayani Tung- hai Lo-mo yang menyerangnya ganas, dan Ang-sai Mo-ong yang berang oleh perbuatan menteri itu mencoba sekali lagi menubruk Bun Hwi.
Dia masih penasaran, tapi lawan yang tiba-tiba kembali melepaskan pukulannya tiba-tiba membentak lebih keren.
"Ang-sai Mo-ong, jangan ganggu anak itu...!"
Dan pukulan dingin Menteri Hu yang bersinar putih tahu- tahu menghantam punggung kakek ini. Tak ayal, Ang-sai Mo-ong membalik dan begitu hawa pukulan itu menyambar dirinya tiba-tiba diapun mendorongkan lengan kirinya.
"Plak!"
Ang-sai Mo-ong berteriak tertahan. Dia tergetar oleh pukulan itu, dan menjerit kaget tiba-tiba diapun berseru.
"Soat-kong-jiu (Pukulan Sinar Salju)...!"
Dan muka kakek iblis yang tampak pucat ini mendadak gemeta.
Dia terhuyung tiga langkah, dan Menteri Hu yang dipandang terbelalak tampak diawasi dengan kemarahan meluap.
Dia tidak lagi menyerang Bun Hwi, dan membalikkan tubuh tiba- tiba iblis tinggi besar ini menubruk Hu-taijin! "Pembesar she Hu, kau benar-benar keparat jahanam.
Kalau begitu mampuslah...!"
Dan lengan kanan Ang-sai Mo-ong yang menyambar dada menteri ini sekonyong-konyong berubah kemerahan.
Itulah pukulan Ang-mo-kang, pukulan katak berbisa yang menjadi andalan kakek ini.
Dan Hu-taijin yang diserang kakek iblis itu mendadak berkelebat mengembangkan lengannya.
"Ang-sai Mo-ong, kalian berdua memang manusia- manusia tak tahu malu. Beginikah cara kalian menghadapi lawan?"
Ang-sai Mo-ong tidak perduli.
Dia sudah melepaskan pukulannya itu, sementara Tung-hai Lo-mo sendiri juga menyerang menteri ini, mempergunakan pukulannya yang disebut Hek-hai-ciang (Pukulan Laut Hitam).
Dan menteri pertahanan yang mengembangkan kedua lengannya di kiri kanan tubuh itu tahu-tahu menangkis.
"Plak-dess!"
Tiga pasang lengan bertemu hampir berbareng.
Menteri Hu mengeluarkan bentakan nyaring, dan begitu kedua lengannya bertemu lengan sepasang kakek iblis itu tiba-tiba sinar putih meledak di atas tiga pasang lengan ini.
Tung-hai Lo-mo merasa seperti bertemu petir yang bergelegar di ruang angkasa, membuat kakek itu terdorong dua tindak.
Sedangkan Ang-sai Mo-ong yang mengandalkan pukulan Ang-mo-kangnya itu tiba-tiba tersentak ketika menerima benturan hawa dingin yang membekukan pukulannya.
"Aih...!"
Dua orang kakek itu berteriak lirih, dan Menteri Hu sendiri yang tergetar kedua lututnya berguncang di atas perahu. Menteri ini membelalakkan mata, dan melihat dua orang lawannya terhuyung mundur tiba-tiba dia berteriak.
"Bun-kongcu, cepat pergi. Tempat ini berbahaya...!"
Tapi Bun Hwi masih terkesima.
Dia tertegun melihat menteri itu dapat melayani dua orang datuk iblis, tenang dengan cara yang demikian mengagumkan.
Dan bahwa dua orang lawannya itu terdorong sementara Menteri Hu sendiri hanya tergetar sedikit tubuhnya tiba-tiba membuat Bun Hwi malah jadi tertarik! Dia kagum dan tidak mengira akan kepandaian menteri ini, maka mendengar menteri itu berseru kepadanya agar dia melarikan diri tiba- tiba Bun Hwi menyeringai.
"Aku ingin melihat kau menghajar dua kakek iblis itu, paman Hu. Aku ingin tinggal di sini melihat mereka tunggang-langgang...!"
"Ah, tapi ini bukan waktunya, kongcu. Kau perlu mengejar Naga Lilin itu dulu!"
"Ya, tapi..."
Bun Hwi tiba-tiba memutus omongannya. Dia melihat Menteri Hu membentak dan mengayunkan lengan ke arah perahunya, dan persis dia terbelalak tiba-tiba perahunya disambar pukulan menteri itu hingga pecah ditengahnya.
"Brakk...!"
Bun Hwi terjungkal miring dan perahu yang hancur dipukul dorongan telapak tangan menteri ini membuat pemuda itu berteriak kaget dan roboh ke sungai! "Bun-kongcu, lari. Cari dan tangkap ikan itu...!"
Bun Hwi berenang dengan mata meloto.
Dia tidak mengerti kenapa menteri itu bahkan memukul pecah perahunya, tapi Tung-hai Lo-mo yang melempar pelor beracun ke perahunya segera dipahami apa kiranya yang menjadi maksud menteri yang memiliki kesaktian mengagumkan itu.
Kiranya Tung-hai Lo- mo telah meledakkan perahunya, dan Menteri Hu yang menyelamatkan dirinya dari pecahan pelor beracun itu telah membuat Bun Hwi berubah mukanya.
Dia terkejut, tapi Ang-sai Mo-ong yang tertawa bergelak tiba-tiba telah melepaskan paku tulangnya menyambit anak laki-laki ini.
"Bocah, jangan kau lari. Terimalah paku tulangku ini...!"
Dan Bun Hwi yang terbelalak di tengah sungai tiba-tiba melihat sinar yang putih kekuningan itu menyambar matanya.
Ang-sai Mo-ong rupanya menyadari kekebalan aneh yang dimiliki Bun Hwi, maka mencari bagian tubuh yang tidak dapat dilindungi kekebalan diapun sudah melepaskan paku tulangnya itu.
Mengarah mata dan sia p menembus otak! Tapi Menteri Hu yang selalu menjaga Bun Hwi tiba-tiba mengebutkan lengan bajunya.
"Bun-kongcu, lari. Aku tak dapat melindungimu terus-terusan kalau begini... plak!"
Dan paku tulang yang tiba-tiba runtuh dikebut lengan baju menteri itu membuat Ang-sai Mo-ong berteriak marah.
Dia melepaskan sebuah paku tulangnya lagi, tapi Menteri Hu yang mendorongkan lengan kirinya tahu- tahu menghantam dada kakek itu dengan pukulan Soat-kong-jiu.
"Ang-sai Mo-ong, jangan bersikap keji. Tahan kekejamanmu itu...!"
Dan pukulan Menteri Hu yang tiba-tiba sudah menyambar dada kakek ini membuat Ang-sai Mo-ong tak sempat melepaskan paku tulangnya.
Dia harus menangkis, dan dua benturan tenaga sakti yang sama-sama dikerahkan dua orang sakti itu membuat perahu terguncang dahsyat di atas air.
"Dess!"
Bun Hwi melihat Ang-sai Mo-ong menjerit marah dan tubuh kakek itu yang terpental dua tindak membuat Bun Hwi terbelalak.
Dia tidak mengerti tentang kekuatan tenaga sinkang, tapi bahwa kakek itu dapat didorong mundur sedangkan Menteri Hu masih tegak di atas perahunya membuat Bun Hwi mengerti siapa yang lebih lihai.
Kiranya Menteri Hu benar- benar seorang tokoh yang mengagumkan, tapi Tung-hai Lo-mo yang menggeram di samping rekannya tiba-tiba mendelik ke arahnya.
"Bocah, kau terimalah ini...!"
Tung-hai Lo-mo melempar sebuah pelor beracun. Dan Bun Hwi yang melihat ancaman ini tiba-tiba terkejut. Dia di atas air, sukar menghindar. Tapi Menteri Hu yang lagi- lagi menolongnya sudah mengebutkan lengan bajunya.
"Kongcu, cepat menyingkir. Jangan biarkan aku kebingungan!"
Dan ujung baju Menteri Hu yang sudah dikebutkan itu tiba-tiba menyambar pelor Tung-hai Lo-mo.
Bun Hwi tidak tahu bagaimana cara menteri itu menangkis pelor yang dapat meledak ini, tapi pelor yang tiba-tiba sudah terguling di lengan baju itu tahu-tahu sudah dilempar ke arah Tung-hai Lo-mo! "Lo-mo, terimalah...!"
Dan Tung-hai Lo-mo yang terkejut bukan main itu tiba-tiba berteriak keras dan berjumpalitan di udara.
Dia menghindar serangan pelor beracunnya itu, dan pelor yang menghantam lantai perahu itu tiba-tiba meledak dan mengeluarkan asap bergulung-gulung! "Darr....!"
Semua orang melompat tinggi, dan Menteri Hu yang tiba-tiba meluruskan tangannya itu mendorong air di depan Bun Hwi.
Sekali pukul dia membuat air muncrat tinggi, dan Bun Hwi yang terkejut oleh pukulan menteri ini tahu-tahu mendapatkan tubuhnya terlempar jauh di pusat pertempuran, sepuluh tombak lebih! Dan Bun Hwi yang maklum keadaan menteri itu tidak boleh diganggu oleh dirinya tiba-tiba berteriak.
"Paman Hu, aku pergi...!"
Dan Bun Hwi yang sudah berenang itu menjauhi pertempuran dengan muka berubah pucat. Dia melihat kelihaian menteri yang amat mengagumkan itu, dan Menteri Hu yang gembira melihat kepergian Bun Hwi membalas dengan seruan tinggi.
"Pergilah, kongcu... pergilah yang jauh dan cari ikan itu...!"
Lalu Menteri Hu yang sudah berkelebatan di antara kedua orang musuhnya itu tak memberi kesempatan lagi pada Ang-sai Mo-ong dan Tung-hai Lo-mo untuk mengejar Bun Hwi.
Mereka diserang bertubi-tubi oleh pukulan hawa dinginnya, dan Ang-sai Mo-ong serta Tung-hai Lo-mo yang tentu saja marah bukan main segera membalas serangan menteri ini.
Tapi Menteri Hu benar-benar hebat.
Pukulan Soat- kong-jiunya yang bertubi-tubi menyerang lawan membuat dua orang kakek iblis itu terdesak.
Dan Ang-sai Mo-ong yang marah oleh desakan lawannya ini membentak parau.
Dia mengerahkan pukulan Ang-mo-kangnya sepenuh bagian, membalas pukulan-pukulan lawannya itu.
Dan Menteri Hu yang tertahan desakannya segera menghadapi balasan Ang-sai Mo-ong yang bertubi-tubi.
Tapi menteri ini benar-benar hebat.
Meskipun diserang Ang-mo-kang dia masih dapat membalas, dan ketika sekali dua pukulannya mengenai tubuh lawan Ang-sai Mo-ong mulai menggereng bagai singa.
Sebenarnya, kakek iblis ini masih mempunyai sebuah ilmu pukulan lain, yang disebut Sai-mo Ciang-hoat (Pukulan Iblis Singa).
Tapi karena malu mengerubut bersama Tung-hai Lo-mo dia belum mampu merobohkan menteri itu maka kakek iblis ini agak segan.
Dia masih mencoba untuk menundukkan menteri pertahanan itu dengan pukulan-pukulan Ang-mo-kangnya, sementara Tung- hai Lo-mo yang menerjang dengan Hek-kui-ciangnya juga masih menyerang gencar dengan pukulan- pukulannya yang beracun.
Tapi setelah puluhan jurus mereka juga masih tetap setali tiga uang tiba-tiba iblis ini membentak.
Dia menggerakkan tangan kirinya, mencengkeram leher lawan yang sedang menangkis serangan Tung-hai Lo-mo.
Dan ketika menteri itu menundukkan kepalanya untuk mengelak tiba-tiba jari Ang-sai Mo- ong berubah kehitaman dan menyambar tengkuk menteri itu.
"Hu-taijin, mampuslah kau ke neraka...!"
Menteri Hu terkejut.
Dia terbelalak melihat jari lawan yang tiba-tiba berubah hitam, tapi melihat jari Ang- sai Mo-ong sudah menyambar tengkuknya tiba-tiba menteri ini memutar pinggang.
Secepat kilat dia menendang tubrukan Tung-hai Lo-mo yang menyerang pahanya, menangkis pukulan iblis itu dengan ujung kakinya yang mencuat ke atas.
Lalu begitu kelima jari Mo-ong menyambar tengkuknya tahu-tahu tangan kanan menteri ini sudah menghantam pergelangan tangan Ang-sai Mo-ong.
"Plak-dess...!"
Dua tangkisan itu hampir bersamaan datangnya, dan Tung-hai Lo-mo yang menerima tendangan Menteri Hu tiba-tiba menjerit marah dengan mata melotot lebar.
Lengannya terpental, tapi Ang-sai Mo-ong yang mendapat pukulan menteri ini tiba-tiba mendesis kaget karena dua lengan mereka tiba-tiba beradu dan saling tempel! "Ih...!"
Ang-sai Mo-ong menggereng.
Lalu merasa hawa dingin menusuk lengannya tiba-tiba kakek iblis itu menghantam siku lawan dengan tangan kirinya.
Dia harus bertindak cepat, melepaskan dirinya dari tempelan lengan lawan.
Dan Menteri Hu yang tersenyum mengejek tahu-tahu menggelincirkan jarinya, mendahului kakek itu menangkap tangan kiri Ang-sai Mo-ong.
Lalu sebelum iblis itu menyadari apa yang terjadi tiba-tiba menteri ini telah mengangkat tubuh lawannya dan dibanting ke atas perahu! "Brukk...!"
Ang-sai Mo-ong terkejut. Dia memekik marah mendapat bantingan itu. Tapi Menteri Hu yang tidak memberinya kesempatan tiba-tiba melepaskan pukulan Soat-kong-jiunya menghantam tubuh kakek ini yang masih bergulingan di perahu.
"Dess!"
Sekarang Ang-sai Mo-ong mengeluh pendek.
Dada yang dihantam pukulan lawan membuat dia mendelik, sesak napas.
Tapi iblis yang tidak terluka ini sudah bangkit berdiri dan menyerang penuh kemarahan.
Dia berteriak keras, dan Menteri Hu yang sudah kembali dikeroyok dua orang kakek iblis itu menghadapi lawannya dengan kening berkerut.
Dia melihat Ang-sai Mo-ong memiliki kekebalan yang cukup, sementara Tung-hai Lo-mo yang juga tidak terluka membuktikan kepadanya bahwa dua orang iblis ini benar-benar hebat kesaktiannya.
Maka gemas oleh kebandelan lawan tiba-tiba menteri ini melengking tinggi dan melakukan tamparan bertubi- tubi.
Dia sekarang mengerahkan ilmunya yang lain, yang disebut Silat Mega Putih (Pek-in-ciang).
Dan bersama pukulan-pukulan Soat kong-jiunya yang berhawa dingin menteri ini lalu mendesak lawan dengan jurus-jurus pilihannya.
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tung-hai Lo-mo dan Ang-sai Mo-ong mulai merasakan tekanan yang lebih berat.
Dan karena ini Menteri Hu mulai melancarkan pukulan-pukulan berat akhirnya perahu yang mereka tumpangi tak dapat lagi diatur.
Perahu ini miring ke kanan dan ke kiri dengan amat cepatnya, dan ketika Menteri Hu mengeluarkan bentakan keras lalu menghantam keduanya dengan dorongan kedua lengan tiba-tiba perahu pecah dihantam pukulan sinkang menteri yang amat lihai itu.
"Brakk...!"
Perahu pecah menjadi dua bagian, dan Tung-hai Lo-mo serta Ang-sai Mo-ong yang sudah berjungkir balik tinggi di udara tiba-tiba melayang turun di atas pecahan papan yang merupakan kepingan perahu.
Mereka mendarat di situ dengan ringan, tapi Menteri Hu yang juga sudah melayang turun di kepingan yang diinjak Ang-sai Mo-ong tiba- tiba menampar kepala kakek itu dengan bentakannya yang nyaring.
"Mo-ong, pergilah!"
Dan Ang-sai Mo-ong yang merah mukanya ini menerima pukulan lawan dengan tenaga Ang-mo-kangnya.
"Dess...!"
Ang-sai Mo-ong menggereng penasaran.
Dia lagi-lagi kalah tenaga dengan lawannya ini dan tubuhnya yang terlempar dari kepingan perahu membuat kakek itu menjerit marah dan hinggap di kepingan perahu yang lain.
Dia melotot, tapi ketika hendak menyerang lawannya itu tiba-tiba sebatang tombak menusuk pipinya.
"Ang-sai Mo-ong, jangan berlagak di sini...!"
Dan seorang laki-laki tinggi kurus yang bermata sipit tahu-tahu telah menyerangnya dari samping.
"Wen Tao...!"
Ang-sai Mo-ong terbelalak.
Dia mengenal pembantu paling setia dari Hu-taijin itu, dan melihat Tung-hai Lo-mo juga tahu-tahu sudah diserang oleh seorang laki-laki lain yang mirip Wen Tao ini maklumlah iblis itu bahwa mereka menghadapi tiga orang lawan berat.
Hu-taijin sendiri belum dapat dia menangkan, apalagi kalau dua orang pembantunya ini muncul.
Maka Ang-sai Mo- ong yang tiba-tiba meraung tinggi itu mendadak menangkis tombak lawan.
"Plak!"
Tusukan tombak Wen Tao terpental, lalu sementara laki-laki itu terhuyung kakek ini sudah melepaskan paku tulangnya.
"Lo-mo, musuh-musuh kita ini licik. Mari pergi saja...!"
Dan paku tulang yang sudah menyambar Wen Tao tiba-tiba mencuit ke arah leher laki-laki itu. Wen Tao menggerakkan tombaknya, dan sekali tangkis dia membuat paku tulang itu runtuh.
"Ang-sai Mo-ong, jangan kau lari. Hadapi kami dan menyerahlah...!"
Tapi Ang-sai Mo-ong tertawa bergelak.
Dia sudah melepas dua paku tulang berturut-turut ke arah Menteri Hu dan adik Wen Tao, yang menyerang Tung-hai Lo-mo.
Lalu mengerahkan ginkangnya tiba- tiba dia telah meluncur di atas air mempergunakan kepingan perahu yang dipergunakannya sebagai "sepatu".
Dan begitu iblis tua ini meluncurkan kakinya tahu-tahu dia sudah menepi dan meloncat di daratan! "Ha-ha, lain kali saja kita lanjutkan main-main ini, Hu-taijin.
Aku masih malas melayani dua orang pembantumu itu!"
Wen Tao mau mengejar. Tapi ledakan keras yang terdengar di sebelah kirinya membuat dia merandek. Adiknya diserang pelor beracun Tung-hai Lo-mo, dan Tung-hai Lo-mo yang terkekeh di balik asap hitam juga tahu-tahu melarikan diri.
"Ah, aku juga malas menghadapi dua orang pembantumu ini, Hu-taijin. Biarlah lain kali saja kita lanjutkan...!"
Dan Tung-hai Lo-mo yang juga meniru sikap rekannya telah mempergunakan kepingan perahu meluncur di atas air.
Dia menepi dengan cepat, lalu begitu mendarat iblis lautan timur inipun sudah kabur dengan ketawanya yang serak bagai kuda.
Dua orang iblis itu sebentar saja lenyap dari perairan ini, dan Wen Tao serta Wen Ti yang terbelalak marah mengejar dua orang lawannya itu.
Tapi Menteri Hu memanggil mereka, dan menteri pertahanan yang juga sudah mendaratkan kakinya di atas tanah itu menggapai tergesa-gesa.
"Jangan kejar mereka, Wen Tao. Biarkan saja dan kita cari Bun-kongcu...!"
Dua orang itu terpaksa menurut.
Mereka diajak majikannya untuk mencari Bun Hwi, dan Menteri Hu yang sudah tergesa-gesa melangkah ini segera menyusuri sungai menuju ke Laut Po-hai.
Mereka bertiga segera meninggalkan tempat itu, dan Menteri Hu yang mendadak menjadi murung tampak selalu mengerutkan alis.
*S*F* Sekarang kita ikuti Bun Hwi.
Seperti kita ketahui, bocah ini meninggalkan Menteri Hu karena melihat keadaan menteri itu memang tidak baik kalau dia tetap di sana.
Dan Bun Hwi yang sudah mengejar Naga Lilin berenang cepat mengikuti aliran sungai.
Beberapa li lagi dia sudah akan tiba di mulut Laut Po-hai, yang merupakan sebuah teluk di tebing- tebing yang tinggi menjulang.
Dan Bun Hwi yang sudah berenang mencari ikan ini tiba-tiba terbelalak.
Dia melihat ikan yang putih kekuning-kuningan itu.
Ikan yang kini diikuti oleh ribuan ikan lain yang membuntuti di belakang.
Dan Naga Lilin yang hampir memasuki Laut Po-hai itu mendadak berhenti.
Dengan aneh ikan ini memutar tubuh, lalu Bun Hwi yang melihat ikan ini sudah berhadap- hadapan dengan dirinya mendadak menyaksikan sepasang mata yang bulat merah mencorong tajam! Bun Hwi terkejut.
Dia melihat mata Naga Lilin tiba- tiba berubah menakutkan, karena pantulan matahari yang masuk di manik mata ikan itu tampak seolah- olah api yang hendak membakar dirinya.
Dan sebelum dia mengerti kenapa ikan itu berhenti memandangnya sekonyong-konyong ribuan ikan yang lain membalik.
Mereka ini mula-mula hanya memandangnya saja, tapi begitu Naga Lilin mengibaskan ekor tiba-tiba saja ribuan ikan itu berenang menghampiri Bun Hwi! **SF** BERSAMBUNG
Jilid 16 Bantargebang, 31-05-2019, 14.16 SENGKETA CUPU NAGA Karya . Batara SENGKETA CUPU NAGA - BATARA PUSTAKA . AWIE DERMAWAN
Kolektor E-Book
REWRITERS & PDF MAKERS. TEAM
Kolektor E-Book
Jilid 16 * * * BUN HWI tercekat.
Dia tidak mengerti kenapa tiba- tiba ikan-ikan di muara itu menuju ke arahnya.
Dan belum dia memahami apa yang menjadi maksud ikan-ikan ini tahu-tahu dirinya sudah terkepung.
Ribuan ekor ikan mengelilingi dirinya, dan Naga Lilin yang memandangnya dengan mata seperti api tiba- tiba menghilang.
Ikan itu menyelam, dan Bun Hwi yang terkejut mengira ikan itu melarikan diri sudah siap untuk mengejar.
Tapi air tiba-tiba bergelombang.
Bun Hwi melihat sesuatu muncul di depan hidungnya, dan persis dia memandang ke depan tahu-tahu Naga Lilin telah muncul! Ikan itu membuka mulut, dan Bun Hwi yang melihat sederetan gigi kecil-kecil di dalam mulut ikan ini jadi terkejut sekali ketika mendengar Naga Lilin mendesis! Bun Hwi tercekat.
Dia teringat kejadian di telaga bawah jurang ketika diserang ular-ular Khong-sim-coa.
Dan belum dia mengerti sesuatu mendadak ikan itu meluncur ke arahnya dan menggigit! "Ah....!"
Pendekar Gelandangan Karya Khu Lung Pendekar Cacad Karya Gu Long Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long