Sengketa Cupu Naga 16
Sengketa Cupu Naga Karya Batara Bagian 16
Sengketa Cupu Naga Karya dari Batara
Dia bagai disambar petir, terputar bagai orang kena ayan.
Dan Ang-sai Mo- ong yang tiba tiba menjerit dengan suara parau itu terjerembab roboh terbanting di atas lantai.
Tapi kakek ini benar hebat.
Menggereng dengan suara mirip babi disembelih tiba dia melompat bangun, dan Ang-sai Mo-ong yang tertawa menyeramkan itu mencabut pisau di lehernya.
"Siluman betina, kau benar benar lihai. Tapi aku belum mau mampus....!"
Dan Ang-sai Mo-ong yang menubruk ke depan itu tiba menyerang Kiok Lan dengan terkaman kedua tangannya. Dia mirip singa buas yang mata gelap, tapi Kiok Lan yang melompat ke kiri tiba menggerakkan tangannya menghantam tengkuk kakek iblis itu.
"Ang-sai Mo-ong, robohlah....!"
Tapi kakek iblis ini menyeruduk seperti kerbau gila. Dia membiarkan jari Kiok Lan menampar tengkuknya, lalu begitu tubuhnya berputar ke belakang mendadak kedua tangannya ya kuat menangkap kelima jari Kiok Lan yang kecil.
"Cep!"
Kiok Lan terkejut. Dia melihat tangan tangan kanannya sudah dicengkeram kesepuluh jari Mo-ong yang besar dan kuat. Dan Ang-sai Mo-ong yang tertawa bergelak oleh hasil terkamannya ini terkekeh.
"Heh-heh, kita mampus bersama, bocah...!"
Kiok Lan memberontak kuat.
Ia melihat jakek itu telah menghunjamkan pisau ke dadanya, melepas sebelah tangan untuk menggerakkan pisau itu.
Dari marah serta kaget oleh serangan ini, Kiok Lan tiba menendang selangkangan kakek iblis itu, sementara tangan kirinya yang kosong, yang tadi menutup luka di pinggang kirinya se-konyong menangkis tikaman itu, menerima dengan telapak terbuka.
"Plak-dess!"
Ang-sai Mo-ong dan Kiok Lan sama menjerit.
Hanya bedanya, kalau Kiok Lan terhuyung dengan tangan terluka, adalah kakek iblis mencelat tiga tombak terlempar oleh tendangan Kiok Lan yang mengenai anggauta rahasianya, membuat kakek itu berteriak ngeri dengan muka kesakitan, karena anggauta rahasianya hancur! Dan Kiok Lan yang beringas oleh luka di tangannya ini tiba masih melompat maju menyusuli dengan tusukan mautnya, menggunakan dua jari mencoblos mata kakek iblis itu.
Tak ayal, kakek iblis ini menjerit panjang dan begitu dua jari Kiok Lan mencolok matannya tiba saja Ang-sai Mo-ong sudah terjerembab dan tewas dengan muka penuh darah.
Tidak ada teriakan lagi dari mulut kakek ini.
Dan Kiok Lan yang mencabut jarinya melompat mundur menjauhi darah yang menyemprot dari kedua mata yang sudah bolong itu! Sekarang semua orang bergidik.
Mereka memandang Kiok Lan yang tiba berobah seperti iblis haus darah, terbelalak dengan muka pucat.
Tapi Kiok Lan yang tenang di tempatnya itu tersenyum aneh menendang mayat Ang-sai Mo-ong.
"Bun Hwi, musuh kita telah binasa seorang. Mana itu sisanya yang satu lagi?"
Bun Hwi terbelalak.
Dia melihat gadis itu memandang liar, membentur Tung-hai Lo-mo yang berdiri di sudut, tak dapat keluar karena semua pintu terhalang musuh.
Dan Kiok Lan yang tiba tertawa dingin ini sudah melompat menghampiri rekan Ang-sai Mo-ong itu.
"Tung-hai Lo mo, kau juga iblis busuk! Kau dulu menyerang kami guru dan murid!"
Tung-hai Lo-mo menggigil.
Dia melihat betapa lihainya murid mendiang Thian-san Giok-li ini sekarang.
Jauh lebih lihai daripada gurunya yang tewas lima tahun yang lalu.
Maka melihat gadis itu melompat menghampirinya, tiba Tung-hai Lo-mo mendesis.
Dia harus melawan gadis ini, gadis yang menjadi telengas dan kejam oleh api dendam.
Dan Tung hai Lo-mo yang membelalakkan matanya itu tiba menggenggam empat pelor beracunnya, siap melempar dan kalau perlu melarikan diri! Tapi sri baginda kaisar tiba bertepuk tangan.
"Bun Hwi, cegah temanmu membuat keributan di sini. Ruang ini bukan arena balas dendam!"
Bun Hwi terkejut. Kiok Lan juga menoleh, dan melihat kaisar menampakkan roman tidak senang, tiba gadis ini menjadi gelap mukanya. Tapi sebelum ia membantah tahu Bun Hwi telah melompat memegang lengannya.
"Kiok Lan, sri baginda minta agar kau menahan diri. Membunuh Tung-hai Lo-mo bisa kita lakukan di luar!"
"Ah, tapi iblis ini licik, Bun Hwi. Mana mungkin tidak kabur kalau kita biarkan dia keluar?"
Bun Hwi mengerutkan kening.
"Tapi ini vukan tempat kita, Kiok Lan. Ini adalah rumah orang lain yang harus kita hormati keinginannya."
"Hm....."
Kiok Lan tidak puas dan Tung-hai Lo-mo yang melihat dua orang itu saling bicara sendiri tiba melempar pelor beracunnya. Dia menyambit dari belakang, dan Bun Hwi yang kaget oleh serangan ini membetot lengan Kiok Lan.
"Kiok Lan, minggir...!"
Kiok Lan terkejut.
Ia sekarang melihat sambaran pelor beracun itu, dan marah serta gusar oleh perbuatan iblis ini tiba ia mencabut jarum rahasianya.
Pelor yang menyambar dipapak oleh timpukan jarum rahasianya, dan begitu dua senjata bertemu di udara tiba terdengarlah ledakan keras di ruang sidang ini.
Asap tebal menghambur, dan Tung-hai Lo-mo yang tertawa bergelak oleh pecahan pelor beracun ini tiba sudah bergerak melarikan diri.
Dia mempergunakan kesempatan itu untuk lolos, dan Kiok Lan yang marah oleh perbuatannya ini sudah membentak sambil mengejar.
Tapi Bun Hwi tiba-tiba berteriak.
Hong Beng Lama yang ada di sebelah kanannya se-konyong mengebutkan jubah, menyerangnya dengan pukulan sinkang.
Dan Bun Hwi yang merasa angin dingin menyambar dari lengan pendeta ini segera membanting tubuh bergulingan.
"Kiok Lan, jangan kejar iblis tua itu. Tangkap dulu biang keladi segala keributan ini...!"
Kiok Lan tertegun.
Dia melihat Bun Hwi diserang Lama Tibet yang tidak dikenal, membentak pemuda itu agar menyerah.
Dan Kiok Lan yang melihat Bun Hwi jatuh bangun oleh pukulan lawan tiba mencabut jarum emasnya.
Itulah peninggalan subonya dulu, jarum emas yang membuat Thian-san Giok-Ii terkenal.
Lalu begitu dia melengking tinggi tiba tubuhnya berkelebat, menusuk Lama jubah merah itu agar meninggalkan Bun Hwi.
Tapi Hong Lam tiba-tiba melompat maju.
Pemuda yang ada di samping ayahnya itu tiba tertawa, menampar pergelangan tangannya dari samping.
Dan sambil tertawa mengejek, putera Hong Beng Lama ini berseru.
"Nona Kiok, tunggu dulu. Jangan buru menyerang ayahku ...!"
Dan Hong Lam yang sudah menggerakkan tangannya itu menangkis jarum di tangan Kiok Lan dengan muka tertawa- tawa.
"Plak!"
Kiok Lan terkejut. Lengannya terpental dan marah oleh tangkisan pemuda ini iapun menghardik.
"Bocah, kau siapa?"
Hong Lam tertawa lebar.
"Aku bukan bocah, nona. Aku pemuda dewasa yang mampu menaklukkan hatimu. Hong Lam namaku!"
Kiok Lan membanting kaki.
"Kau murid Lama jubah merah itu?"
"Bukan, nona. Melainkan putera tunggalnya. Kau mau membantu Bun Hwi yang memberontak itu, bukan?"
Kiok Lan memekik.
Dia melihat pemuda itu berslkap kurang ajar kepadanya.
maka membentak keras tiba iapun menggerakkan jarum emas menikam leher pemuda itu.
Namun aneh, Hong Lam tak mengelak.
Dan begitu jarum mengenai kulit lehernya kontan saja darah menyomprot dengan kuat.
Hong Lam terhuyung tertawa aneh sambil mengusap luka.
Lalu begitu dia tegak kembali dengan mata bersinar- sinar, maka luka di kulit lehernya itupun hilang! Kiik Lan terkejut.
Ia terbelalak, dan Hon Lam yang tertawa gembira itu berseru kepadanya.
"Nona Kiok, kau tak dapat melukai aku. Aku bisa hidup seribu kali dalam seribu kematian...!"
Kiok Lan hampir tak percaya.
Ia menyerang lagi dengan jarum emasnya, kali ini menusuk dada, menembus jantung agar pemuda itu benar roboh dan binasa.
Tapi Hong Lan yang menerima serangannya ketawa ha-ha-he-he saja.
Dia benar menerima tusukan itu, artinya membiarkan dadanya ditikam jarum emas.
Tapi begitu roboh terguling dan mengusap luka, maka diapun sudah bangkit berdiri dengan muka berseri-seri! Tentu saja ini membuat Kiok Lan tercengang dan heran serta kaget oleh ilmu pemuda itu.
Diapun menjadi marah.
Kiok Lan melengking, dan begitu kakinya berkelebat tahu jarum di tangannya itu ber-tubi menusuk dan menikam.
Dia membuat beberapa lubang di tubuh pemuda itu, dan Hing Lam kembali roboh terguling dihajarnya tak kenal ampun.
Tapi Hong Lam bangkit berdiri, dan pemuda yang sudah merasa cukup ber-main ini tiba tertawa serak.
"Nona, kau tak boleh mempermainkan tubuhku lagi. Robohlah dan lepaskan jarummu..... !"
Kiok Lan tak mau digertak.
Ia tetap mainkan jarum emasnya menyerang ber-tubi, dan Hong Lam yang menyeringai aneh mendadak menubruk ke depan.
Dia merampas jarum itu, menampar pergelangan tangan Kiok Lan Lalu begitu dia mengangkat kaki tahu Kiok Lan roboh terbanting dengan muka kaget.
"Ha-ha, kau tak dapat mengalahkan aku, nona Kiok. Kau tak dapat memainkan jarum emasmu lagi!"
Kiok Lan bergulingan menjauh. Ia pucat oleh keganjilan lawannya ini, tapi sebelum dia bergerak lagi tiba kaisar mengeluarkan bentakan penuh wibawa.
"Hong Beng Lama, Bun Hwi, cukup semuanya ini! Berhenti semua...!"
Empat orang yang bertempur itupun menghentikan semua gerakan. Mereka mengusap baju yang penuh debu akibat bergulingan di lantai. Dan Hong Beng Lama yang memberi hormat di depan kaisar menundukkan kepalanya.
"Sri baginda, maafkan kami. Hamba tak dapat membiarkan dua orang pemberontak ini keluar dengan pura menghajar Tung-hai Lo-mo."
Kaisar bangkit berdiri. Dia tidak terpengaruh oleh kata Lama itu, tapi memandang dengan penuh wibawa, dia membentak.
"Hong Be Lama, benarkah tuduhan tadi bahwa puteramu yang menyerang pangeran mahkota?"
Lama ini terswnyum.
"Sri baginda, kenapa paduka percaya omongan pengemis pemberontak itu? Bukankah dia hanya mengacau saja di tempat kita?"
"Hm, tapi dua orang pembantu Hwa-i Sin-kai ini katanya dapat membuktikan perbuatanmu, Hong Beng Lama. Bagaimana kalau itu benar?"
Hong Beng Lama mengerutkan alis. Dia melirik sekejap Sam-lokai dan Su-lokai, yang diam mendapat isyarat rahasia dari Lama jubah merah ini. Dan berkata tenang dia menggelengkan kepala.
"Sri baginda, dua orang pengemis itu anak buah Hwa-i Sin-kai sendiri. Bagaimana kalau katanya tak dapat dipercaya. Tapi kalau paduka mau tanya boleh saja, sri baginda. Hamba tidak khawatir jika mereka mengeluarkan tuduhan yang tidak. Hanya saja, harap paduka pertimbangkan sikap hamba. Kalau benar hamba melakukan perbuatan seperti yang dituduhkan pengemis memberontak, tentu hamba sudah lari meninggalkan tempat ini. Paduka tahu, bukan?"
Kaisar tertegun.
Dia melihat ada benarnya juga kalimat terakhir Lama jubah merah ini.
karena kalau benar Hong Beng Lama melakukan perbuatan seperti yang dituduhkan mendiang Hwa-i Sin kai, tentu Lama itu sudah berusaha melarikann diri seperti Ang-sai Mo-ong dan Tung-hai Lo-mo! Tapi kaisar yang sudah mulai curiga itu tetap kurang yakin.
Dia memandang pada dua orang pengemis yang roboh tertotok di lantai ruang sidang, dan membentak lantang kaisar bertanya bengis.
"Pengemis busuk, benarkah tuduhan Hwa-i Sin-kai bahwa Hong Beng Lama melakukan perbuatan menyerang putera mahkota dan berniat menduduki kedudukan putera mahkota?"
Sam-lokai dan Su-lokai terbelalak. Mereka, tampaknya bingung, tapi menjawab ketakutan tiba mereka berseru.
"Hamba tidak tahu, sri baginda... hamba tidak tahu-menahu urusan ini!". Sri baginda merah mukanya "Kalian tidak mau mengaku, Sam-lokai?"
"Hamba hamba benar tidak tahu, sri baginda. Tapi hamba kira Hong Beng Lama tidak melakukan perbuatan seperti yang dituduhkan Hwa-i Sin-kai kepadanya!"
"Hm"
Sri baginda bersinar matanya.
"Kalau begitu apa yang kalian ketahui?"
Su-lokai kali ini yang tiba-tiba menjawab.
"Pangeran Ong yang berniat merebut kedudukan putera mahkota, sri baginda. Hamba tahu ini ketika dia kasak-kusuk dengan mendiang ketua hamba!"
Semua orang kaget.
Mereka terbelalak ke arah pengemis Hwa-i Kai pang ini, pucat mendengar tuduhannya yang demikian terangan.
Dan Hong Beng Lama sendiri yang berubah mukanya tampak terkejut.
Lama itu terbelalak dan Su-lokai yang gemetar mukanya itu sudah meneruskan.
"Dan dia bermaksud membunuh putera mahkota, sri baginda. Bahkan Menteri Hu, dia itulah yang mencelakakannya!"
Seorang laki tiba melompat.
"Bohong....! Pengemis ini bohong, ayahanda kaisar. Dia melantur tidak karuan dan patut dibunuh. Bun Hwi-lah yang mencelakakan Menteri Hu Kang. Dia menyuruh pengemis ini agar menimpakannya kepadaku!"
Sekarang ruang sidang menjadi geger.
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mereka melihat Pangeran Ong maju dengan mata ber-api, dan Sam lokai serta Su lokai yang melihat melompatnya pangeran ini tertegun kaget.
Mereka rupanya tldak menyangka pangeran itu ada di situ, muncul dengan mendadak.
Tapi kaisar yang bertepuk tangan membentak tidak senang.
"0ng Lun, diam. Mereka masih akan kutanya."
Pangeran Ong melangkah mundur. Dia menggigil, merah mukanya. Dan sri baginda yang memandang dua orang pengemis itu berseru.
"
Sam-lokai, benarkah Menteri Hu Kang dicelakai Bun Hwi?"
Sam-lokai dan Su-lokai mendadak gugup. Mereka kelihatannya gelisah, dan meliarkan mata tiba mereka memandang Hong Beng Lama.
"Sri baginda, hamba.... hamba tidak berani mengatakan...!"
Su- lokai se-konyong berseru, membuat sri baginda membelalakkan mata dengan sikap marah. Dan sri baginda yang gelap mukanya itu bertanya.
"Kenapa tidak berani, Su-lokai? Apakah pembunuhnya ada di sini?!"
Su-lokai menggangguk.
"Benar... benar, sri baginda. Karena itu jangan desak hamba untuk mengatakannya..."
Pengemis ini gemetar, pucat melirik sana-sini. Tapi sri baginda yang menjadi marah tiba memandang Hu Lan, yang sejak tadi tak bergerak dari tempatnya.
"Hu siocia, coba kaubawa ke mari dua orang pengemis itu. Mereka rupanya takut minta perlindungan!"
Hu Lan melompat dari kursinya.
Gadis ini sejak tadi tak pernah bicara.
mukanya tegang dan ber-kali melirik Hong Beng Lama.
Maka begitu sri baginda menyuruhnya membawa Sam-lokai dan Su-Iokai tiba iapun melayang menghampiri dua orang pengemis ini.
Tapi baru saja melompat mendekati dua orang pengemis itu, mendadak Sam-lokai dan Su-lokai menjerit.
Mereka berkelojotan, meronta dan mengaduh hebat.
Lalu begitu keduanya mendelik ke arah Hong Beng Lama tiba kepala merekapun terkulai dan tewas tanpa diketahui! Tentu saja kaisar terkejut, dan Hu Lan yang sudah membalik tubuh dua orang pengemis itu melihat sebatang jarum menembus tengkorak belakang dua orang pengemis ini.
"Ah, mereka diserang jarum rahasia, sri baginda...!"
Kaisar melotot.
"Siapa yang menyerangnya?!"
Tidak ada yang menjawab. Semua orang tak bergerak, tapi Hong Lam yang melompat maju, berseru.
"Tentu gadis ini, sri baginda. Dialah satunya orang yang memiliki senjata jarum!"
Hong Lam menuding Kiok Lan, membuat semua orang terkejut dan memandang gadis ini. Dan Kiok Lan yang tentu saja marah besar segera membanting kaki.
"Jahanam she Hong, apa yang kaukatakan ini? Berani kau menuduhku membabi-buta?!"
Hong Lam menyeringai.
"Aku tidak menuduhmu, nona Kiok. Tapi bukti menyatakan demikian. Tentu kau yang menyerangnya diam, bukan?"
Kiok Lan marah. Ia melompat mendekati Hu Lan, yang baru saja mencabut jarum di kepala belakang dua orang pengemis itu. Dan merebutnya kasar iapun membentak.
"Manusia she Hong, ini betul jarumku. Tapi tidak asli seperti semula!"
Hong Lam terkejut.
"Tidak asli bagaimana? Bukankah kau sudah mengaku itu jarum rahasiamu?"
Kiok Lan mengejek.
"Memang benar orang she Hong. Tapi jarumku ini sudah patah menjadi dua. Kaulah tadi yang menerima sambitan jarumku ini...!"
Hong Lam berobah mukanya. Dan belum dia berkata lagi, Kiok Lan pun sudah menghadap kaisar.
"Sri baginda, jelas ini permainan busuk manusia she Hong itu. Jarum memang benar kepunyaan hamba, tapi yang menyerang dan membunuh dua orang pengemis itu adalah dia! Pemuda ini curang. Rupanya benar ada sesuatu yang tidak beres padanya!"
Hong Lam terkejut. Dan kaisar yang memandangnya tajam membentak.
"Orang she Hong kenapa kau membunuh dua orang saksi itu? Apa yang kau kehendaki?"
Hong Lam tak dapat menjawab dengan segera. Tapi ayahnya yang mengebutkan jubah tiba melangkah maju.
"Sri baginda, anak ini rupanya pandai main sandiwara. Cob pinceng lihat, benarkah jarum itu patah ataukah tidak...!"
Dan Hong Beng Lama yang mengebutkan jubah tiba berkelebat ke arah Kiok Lan.
Dia merampas jarum di tangan gadis itu, tak memberi kesempatan Kiok Lan mengelak.
Dan begitu kakinya menotol mundur tahu Lama inipun telah membawa jarum rampasannya di tempat semula, utuh, dua buah banyaknya! "Hm, mana itu jarum yang patah, nona?"
Hong Beng Lama berseru.
"Mana itu jarum yang cacad?"
Lalu menunjukkannya pada kaisar, Lama Tibet ini berkata.
"Sri baginda, dapat paduka lihat sendiri bahwa jarum yang ada di tangan hamba ini utuh, sama sekali tidak patah seperti yang dikatakan pemiliknya. Bagaimana pendapat paduka tentang kebohongan gadis ini?"
Kaisar terbelalak.
Kiok Lan juga tertegun, dan gadis yang melihat jarum di tangan Lama hubah merah itu memang betul utuh jadi kaget sekali di dalam hatinya.
Dia hampir tak dapat mempercayai matanya sendiri, tapi kaisar yang bangkit berdiri memandangnya marah.
"Nona Kiok, apa yang hendak kau katakan sekarang?!"
Kiok Lan terbengong.
"Tapi... tapi jarum itu betul patah, sri baginda. Bagaimana bisa utuh kembali?"
"Hm, kalau begitu boleh kau lihat sendiri, nona. Pinceng tidak suka bicara dusta kepada anak kecil!"
Hong Beng Lama tiba berseru, melempar dua jarum di tangannya kepada Kiok Lan.
Dan Kiok Lan yang menangkap jarum itu segera tertegun dengab muka ter-heran, membuktikan sendiri bahwa jarum memang betul utuh! Tapi Kiok Lan tiba mengangkat mukanya.
"Hong Beng Lama, kau tentu telah mencuri dua jarumku untuk menggantl jarum yang patah!"
Kiok Lan membentak, menuduh cepat sambil memandang penuh curiga Lama jubah merah itu. Tapi Hong Beng Lama yang tersenyum dingin tertawa mengejek.
"Jangan men-cari alasan, bocah cerdik. Semua orang melihat sendiri pinceng terangan merampas jarum di tanganmu!"
"Ya, tapi kau tentu telah mencurinya lebih dulu, Hong Beng Lama. Lalu mengganti jarum yang patah dengan yang utuh!"
Hong Beng Lama tidak menjawab. Dia memandang sri baginda, dan berkata tenang.
"Sri baginda, bocah itu jelas men-cari alasan untuk menyelamatkan diri. Bagaimana keputusan paduka tentang hal ini?"
Kaisar langsung saja menudingkan telunjuknya.
"Tangkap dia, Hong Beng Lama. Robohkan setan cilik itu dan kita tanya apa sebabnya dia membunuh Sam-lokai dan Su-lokai!"
Hong Beng Lana mengangguk. Dia sudah memutar tubuhnya menghadapi gadis ini, dan begitu lengannya terkembang tiba Kiok Lan sudah dicengkeramnya dengan bentakan dingin.
"Nona, kau menyerahlah!"
Kiok Lan terkejut. Dia kaget mendengar kaisar menyuruhnya tangkap, tapi menjengekkan hidung tiba ia melompat mundur.
"Hong Beng Lama, jangan sombong kau! Aku tak merasa membunuh dua orang pengemis itu!"
Hong Beng Lama tak peduli. Dia menggerakkan lengannya memukul kembali, dan Kiok Lan yang marah oleh serangan ini mendadak mengegoskan ke kiri dan menangkis.
"Plak!"
Kiok Lan terkejut.
Dia dibuat terhuyung oleh pukulan Lama Tibet ini, dan murah serta gusar oleh kejadian yang membingungkan ini tiba Kiok Lan melengking dan berkelebat menghantam Lama itu.
Sekali putar tahu dia memukul dada dan leher Lama itu, lalu begitu kedua lengannya menampar dua pukulan itupun mendarat dengan telak.
"Plak-dess!"
Kiok Lan terbelalak. Dia melihat Hong Beng Lama sama sekali tak bergeming oleh kedua pukulannya yang bertubi, dan Lama jubah merah yang tiba tertawa dingin itu telah menggerakkan tangannya menangkap pundak.
"Bret!"
Kiok Lan terkejut.
Pundaknya dicengkeram dua tangan yang kokoh bagai tang baja, dan Kiok Lan yang marah oleh serangan itu se-konyong memutar pinggang melacarkan jurus Sing Sien pada gerakan ke tujuh.
Sekali tusuk ia menotok lambung Lama jubah merah itu, dan tangan kirinya yang bergerak dari samping tiba mencolok mata lawan dengan kecepatan kilat! "Ufh..!"
Hong Beng Lama ganti terkejut.
Dia terbelalak oleh dua serangan yang _ amat cepat itu, tapi Hong Beng Lama yang Iihai tiba tertawa mengejek.
Dia membiarkan totokan pada lambung, merendahkan kepala, menghindar colokan yang amat berbahaya itu.
Lalu begitu jari Kiok Lan lewat di atas ubunnya, tiba dia mengangkat gadis itu dan membantingnya di atas lantai.
"Bress!"
Kiok Lan ter-guling.
Ia terkejut melihat totokan pada lambung Lama itu mental bertemu tenaga seperti karet kenyal yang menolaknya.
Dan Kiok Lan yang mengeluh oleh cengkeranan di kedua pundaknya mendesis kesakitan merasa hebatnya jari Lama Tibet itu.
Tapi Kiok Lan sudah melompat bangun,bdan mencabut pedang pendek yang disembunyikan di balik bajunya tiba gadis ini membentak.
"Hong Beng Lama, jangan harap kau akan mampu menanfkapku. Majulah, dan lihat ketajaman pedangku!"
Hong Beng Lama terkejut. Dia tak mengira fadis itu masih menyimpan sebuah senjata, karena jarum emasnya dirampas Hong Lam. Tapi Bun Hwi yang tiba melompat maju menghalang di tengah.
"Hong Beng Lama!"
Bun Hwi membentak.
"Apa yang kau tuduhkan pada temanku tidak masuk akal. Kiok Lan sama sekali tidak membunuh dua orang pengemis itu seperti yang kau katakan. Ini semua hanya kepandaianmu yang berhasil mengelabuhi kami semua....!"
Hong Beng Lama mengerutkan alisnya.
"
Apa maksudmu, Bun Hwi?! Kau juga membela temanmu yang bersalah ini?!"
"Hm, tak perlu ber-pura, Hong Beng Lama. Aku tahu tentu ini semua adalah perbuatanmu yang curang. Aku tak dapat membuktikannya, tapi aku yakin pasti kaulah biang keladi semuanya ini!"
Hong Beng Lama tertawa dingin.
"Bun Hwi, kau bicara macam apa ini? Mana mungkin menuduh orang lain tanpa dapat memberikan buktinya?"
Bun Hwi tak mau menangkis panjang lebar.
Ia tahu Lama Tibet ini merupakan orang yang berbahaya sekali.
Tapi tak tahu mengapa jarum yang patah tiba menjadi utuh kembali membuat Kiok Lan terdesak, diapun tak mau tinggal diam.
Dia kenal baik watak Kiok Lan.
Tak mungkin menyangkal bila benar gadis itu yang membunuh Sam-lokai.
Tentu ada apa yang tidak beres, tersembunyi dan belum diketahuinya.
Maka menghadap sri baginda diapun lalu bicara lantang.
"Sri baginda, mohon kepercayaan paduka untuk sebuah pernyataan hamba. Bolehkah hamba bicara?"
Sri baginda memandang tak senang.
"Apa yang hendak kau bicarakan, Bun Hwi?"
"Hamba hendak bicara tentang tuduhan ini, sri baginda. Bahwa Kiok Lan tidak bersalah, dan bukan dia yang membunuh dua orang pengemis itu!"
"Hm, kalau begitu siapa yang melakukannya?"
"Hamba belum rahu, sri baginda. Tapi tentu Lama Tibet ini. Dia mempunyai iktikad busuk Hamba tidak percaya kepadanya!"
Hong Beng Lama tertawa mengejek.
"Bu Hwi, boleh saja kau menuduh pinceng. Tapi bukti manakah itu yang hendak kauberikan?"
"Aku belum tahu, Hong Beng Lama. Tapi tak lama kemudian tentu aku mampu membuktikannya!"
"Ha-ha, kau bicara besar, bocah. Sri baginda rupanya hendak kaupenguruhi untuk memutar balik kenyataan. Baiklah, apa sri baginda percaya omonganmu, Bun Hwi?"
Bun Hwi mendesis.
"Aku tak perduli, Hong Beng Lama. Tapi aku mempunyai dugaan kau yang berdiri di balik semuanya ini. Kalau tidak, kenapa sebelum ajal dua orang pengemis itu menandangmu dengan marah? Dan Ang-Sai Mo-ong juga marah kepadamu, Hong Beng Lama, menuduh kaulah yang membunuh Huang-ho Mo-li dengan paku tulangnya!"
Hong Beng Lama tampak terkejut. Dia membelalakkan matanya, dan kaisar yang juga tertegun tiba menjadi tertarik perhatiannya. Namun Hong Beng Lama keburu marah, dan sebelum Bun Hwi bicara kembali mendadak dia berseru, menoleh ke arah puteranya.
"Hong Lam, tangkap siluman betina itu. Biar aku yang meroohkan Bun Hwi!"
Dan Hong Beng Lama yang tiba menerjang maju telah menyerang dahsyat dengan angin pukulannya.
Tapi Bun Hwi mengerahkan tenaganya.
Dia telah siap menghadapi serangan tiba yang mungkin dilakukan Lama Tibet ini.
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maka begitu Hong Beng Lama menerjangnya hebat diapun merendahkan tubuh sambil berseru.
"Kiok Lan, minggir. Kau hadapi anaknya itu...!"
Dan Bun Hwi yang sudah mengerahkan sinkangnya menangkis cepat pukulan lawannya ini.
"Dess!"
Hong Beng Lama menggeram. Dia tergetar setengah langkah, dan Bun Hwi yang bergoyang kakinya hampir terdorong oleh pukulan lawan yang hebat ini. Tapi Bun Hwi menancapkan kakinya, dan tertawa dingin dia mengejek Lama itu.
"Hong Beng Lama, kau rupanya ketakutan melihat aku bicara tentang Huang-ho Mo-li dan Ang-sai Mo-ong. Kenapa kau harus marah oleh pembicaraan ini?"
Hong Beng Lama berkilat matanya.
"Pinceng tidak takut oleh katamu, Bun Hwi. Tapi pinceng khawatir sri baginda terhasut omonganmu yang berbisa!"
Bun Hwi tertawa mengejek.
Dia melihat Hong Beng Lama kembali mengebutkan jubah dan begitu kaki Lama ini bergerak tiba lengan Lama itu telah meluncur menghantam dadanya.
Kali ini sinar merah mengikuti seranga tangan itu, dan Bun Hwi yang tercekat oleh sInar merah ini tiba menggeser kaki dan menangkis dari samping.
"Dess!"
Serangan ke dua itu lebih dahsyat daripada yang pertama, dan Bun Hwi yang merasa kulit lengannya gatal dan panas tiba teringat ilmu beracun yang dipunyai tokoh hitam. 'Ang-tok-ciang...!"
Bun Hwi berseru kaget.
Tapi Hong Beng Lama yang tertawa dingin sudah melayangkan pukulan berat menghantam tubuhnya.
Lama ini tidak main lagi, dan serangan berat yang ditujukan kepada Bun Hwi mulai susul-menyusul bagai ombak samudera di lautan bebas.
Mulailah Bun Hwi berlompatan.
Dia disambar pukulan yang ber-tubi, yang mengandung hawa dingin dan antep menyesakkan napasnya.
Tapi Bun Hwi yang tidak gentar menghadapi serangan lawannya ini juga mulai membalas.
Sekarang keduanya sama merangsek.
dan Bun Hwi yang mendapat pukulan Ang-tok-ciang dari tangan Lama itu segera mengeluarkan empat jurus ilmu silatnya, Wi Tik Tong Thian.
Ilmu ini khusus.
Hanya terdiri dari empat jurus saja Dan Bun Hwi yang selama ini belum pernah mengeluarkannya secara lengkap mulai satu-persatu menjajal kepandaian lawan.
Tapi Bun Hwi dibuat kaget.
Hong Beng Lama yang memilki ilmu aneh yang dapat membuatnya hidup seribu kali dalam seribu kematian itu ternyata juga kebal.
Dia berani menerima semua serangannya, menerima begitu saja semua pukulannya yang bercuit.
Dan Hong Beng Lama yang tidak terluka oleh semua pukulannya itu mulai mendesak dengan jurus mematikan! Maka serulah pertandingan dua orang ini.
Sementara Kiok Lan yang sudah diserbu Hong Lam yang mendapat perintah sang ayah juga tidak lagi main seperti tadi.
Pemuda ini tahu bahwa keadaan ayahnya berbahaya.
Dalam arti kata omongan Bun Hwi bisa membuka kedok mereka yang selama ini dirahasiakan.
Maka Hong Lam yang menubruk Kiok Lan tiba mengembangkan lengan menyuruh gadis itu menyerah.
"Nona Kiok, kau menyerahlah!"
Demikian mula Hong Lam berkata, mengharap Kiok Lan mau memenuhi permintaannya baik.
Tapi Kiok Lan yang terlanjur marah mana mau memenuhi permintaan itu? Begitu lawan menyerang iapun sudah balas memukul.
Dan Hong Lam yang melihat Kiok Lan memutar pedang pendeknya segera terbelalak menyaksikan ilmu silatnya yang ganas.
Dua orang ini segera bertempur.
Tapi Hong Lam yang mengandalkan kekuatan ilmunya yang berbau hoat-sut sudah tertawa mengejek menerima serangan Kiok Lan.
Dia tidak bersenjata, sengaja menerima tusukan maupun bacokan pedang dengan ilmunya yang aneh.
Dan Kiok Lan yan ber-kali melihat pemuda itu menyembuhkan luka dengan usapan jari tangannya jadi naik pitam dengan penuh kemarahan.
Kiok Lan me-lengking berkelebatan menusukkan pedang ber-tubi.
Dan ketika keadaannya masih tetap tidak berobah tiba saja Bun Hwi yang melihat keadaannya ini berteriak.
"Kiok Lan, serang matanya! Tusuk bagian yang tak dapat dilindungi itu.....!"
Kiok Lan terkejut girang.
Ia seolah baru sadar oleh teriakan ini, mengangguk dan memekik tinggi.
Lalu begitu pedangnya berobah gerakan, tahu senjata di tangan gadis ini mulai me-nyambar mata Hong Lam! Kiok Lan sekarang tidak lagi menujukan pedangnya di tubuh pemuda itu, yang ternyata percuma oleh usapan lawan.
Dan Hong Lam yang melihat pedang di tangan gadis itu ber-tubi menyerang sepasang matanya jadi kaget dan marah.
Memang benar.
Dalam ilmu apapun, mata ialah anggauta badan yang tidak dapat dilindungi kekebalan.
Daerah ini lemah sekali, tak dapat ditolong.
Maka Hong Lam yang melihat Kiok Lan menujukan serangannta pada sepasang matanya jadi marah dan kaget sekali "Keparat...!"
Hong Lam mendesis.
"Bun Hwi sungguh kurang ajar!"
Maka begitu Kiok Lan menyerang ber-tubi pada sepasang matanya tiba-tiba pemuda ini berteriak dan melancarkan pukulan Ang-tok-ciang.
Dia menangkis semua tusukan pedang itu.
Dan Hong Lam yang diketahui kelemahannya segera melotot.
Sekarang serangan Kiok Lan tidak melulu diterimanya seperti tadi.
Yang masih bersifat main- main.
Karena Hong Lam yang masih dan merasa terancam jiwanya ini mulai berusaha merampas pedang! Maka ramailah sekarang pertandingan pihak ini.
Hong Lam mulai mengimbangi gerakan Kiok Lan.
Dan ketika satu kali pedang di tangan Kiok Lan berkelebat menyambar matanya tiba Hong Lam membentak dan memukul dengan telapak tangan terbuka.
"Plak!"
Pedang ganti membacok telapak pemuda itu, dan Hong Lam yang terluka tanganya tiba dengan berani mencengkeram pedang dan menarik kuat.
Hal ini mengejutkan Kiok Lan, tapi gadis yang berteriak marah ini segera membetot dan mengayunkan lengan kirinya menampar muka lawannya itu.
"Bret!"
Hong Lam mendesis.
Dia kalah cepat oleh tarikan lawan, hingga pedang kembali di tangan Kiok Lan.
Dan Hong Lam yang marah oleh gebrakan ini tiba menunduk dan menerima tamparan lawan.
Tak dapat dihindari tamparan Kiok Lan yang menyambar muka pemuda ini segera bertemu dengan tangan kiri Hong Lam, dan begitu dua tangan saling beradu tiba Hong Lam merobah tangkisan menjadi cengkeraman.."Plak-bret!"
Kiok Lan memekik.
Ia hampir saja ditangkap lengannya, tapi Kiok Lan yang melipat sikunya tiba menyodok pelipis lawan hingga Hong Lam terpaksa melepaskan cengkeramannya.
Akibatnya, Hong Lam gagal menangkap tangan gadis itu tapi Kiok Lan robek bajunya dan menjatuhkan diri bergulingan menjauh! "Keparat....!"
Kiok Lan melengking. Dia shdah melompat bangun dengan muka merah, dan Hong Lam yang menyeringai di depan ditubruknya sengit. Dia menggerakkan pedang menyerang mata pemuda itu. Namun Hong Lam yang memutar lengan kanannya tiba berteriak.
"Nona Kiok, awas .....!"
Kiok Lan tak perduli.
Dia melihat lawan mendorongkan lengannya, melempar pukulan Ang- tok-ciang.
Dan dia yang sudah menggerakkan pedang menyerang mata pemuda itu mengerahkan tenaganya menambah kekuatan.
Tapi Hong Lam rupanya kali ini sudah bersiap-siap.
Karena begitu pedang tiba, mendadak dia miringkan kepala ke belakang.
Gerakan ini cepat, sepersepuluh detik saja.
Dan begitu pedang lewat di atas kepalanya tiba Hong Lam menotok pergelangan tangan Kiok Lan! "Plak!"
Kiok Lan menjerit.
Dia melepaskan pedangnya, dan Hong Lam yang menyambar pedang gadis itu tertawa lebar sambil meneruskan pukul annya.
Tapi Kiok Lan memutar kaki.
Pedang yang hampir disentuh Hong Lam se-konyong ditendang, mencelat menyambar mata pemuda itu.
Dan Hong Lam yang jadi kaget bukan main seketika berteriak dengan mata terbelalak.
Dia sedang meneruskan serangan, tak mampu berkelit.
Dan jarak yang terlampau dekat juga tak memungkinkan baginya untuk mengelak.
Maka dua serangan yang sama menuju sasarannya itu tak dapat dielakkan lagi oleh keduanya.
Kiok Lan siap menerima pukulan Ang-tok ciang, sementara Hong Lam siap menerima sambaran ujung pedang yang akan membutakan matanya! Tapi Hong Beng Lama tiba membentak.
Pendeta Tibet yang bertempur dengan Bun Hwi itu rupanya mendengar jerit puteranya, jerit yang menandakan rasa ngeri.
Dan Hong Beng Lama yang sudah mengayun lengan kirinya itu mendadak melempar sebuah logam bergerigi membentur pedang Kiok Lan.
"Trang!"
Pedang yang hampir mengenai sasarannya ini se-konyong runtuh, patah menjadi dua dipukul sambitan logam bergerigi Hong Beng Lama.
Tapi Kiok Lan yang tak mampu menghindar dari pukulan Ang-tok-ciang tak ada yang menolong.
Gadis itu telak terpukul, dan Kiok Lan yang roboh terbanting segera menjerit dengan memuntahkan darah segar! "Bluk!"
Kiok Lan ter-guling.
Gadis ini terluka, dan Bun Hwi yang kaget oleh kejadian itu segera berteriak dengan muka pucat, ia meninggalkan lawannya, melompat menghampiri gadis ini.
Sementara Hong Lam yang selamat dari serangan berbahaya itu tampak berdiri gemetar dengan peluh bercucuran, pucat membayangkan, apa yang hampir saja terjadi menimpa dirinya.
Tapi Hu Lan tiba melompat.
Gadis ini melihat logam bergerigi yang disambitkan Hong Beng Lama, dan terbelalak pucat tiba ia memungut senjata rahasia itu, memandang pemilik senjata gelap ini dengan tubuh menggigil.
"Hong Beng Lama, kau... kau pembunuh ayah!"
Hong Beng Lama terkejut. Dia memandang kaget, dan membelalakkan mata ganti dia yang bertanya.
"Nona Hu, apa yang kau katakan pada pinceng?"
Hu Lan se-konyong beringas.
"Kau yang membunuh ayahku, Hong Beng Lama. Kau yang mencelakai ayah dengan logam bergerigimu ini!"
Hong Beng Lama berobah mukanya. Dan belum dia bicara sesuatu tiba di pintu luar sidang muncul sesosok bayangan tinggi tegap.
"Benar, kau yang berusaha membunuh Hu-taijin, Hong Beng Lama. Kau yang mencelakai pembesar itu dengan senjata logam bergerigimu!" *Oz* (Bersambung
Jilid 24) Pojokdukuh, 08-08-2019; 18.48 WIB SENGKETA CUPU NAGA Karya . Batara SENGKETA CUPU NAGA - BATARA PUSTAKA . AWIE DERMAWAN
Kolektor E-Book
REWRITERS & PDF MAKERS. TEAM
Kolektor E-Book
Jilid 24 * * * HONG BENG LAMA jadi semakin kaget. Dia marah oleh suara laki yang di luar pintu itu, seorang laki bermuka pucat. Dan nggerakkan kakinya tiba dia melontarkan pukulan jarak jauh sambil mengebutkan jubah.
"Setan pucat, kau siapakah dan mengapa mengedarkan fitnah busuk?!"
Laki di luar pintu ini tertawa dingin. Ia balas mengebutkan lengan kanannya, menangkis pukulan lawan. Lalu mengejek tak acuh menjawab.
"Aku orang yang paling tahu semua kecuranganmu, Hong Beng Lama. Tak usah main sandiwara lagi di depanku...."
"dukk!"
Pukulan itu bertemu di udara. Dan Hong Beng Lama yang bergetar tubuhnya berseru tertahan dengan muka berobah. Dia melihat laki di depannya tidak bergeming, dan Hong Beng Lama yang kaget ini membentak.
"Setan pucat, kau siapakah?!"
Laki itu tersenyum. Dia melangkah maju, memberi hormat pada kaisar. Lalu berseru perlahan dia mengusap mukanya.
"Sri baginda, maafkan hamba yang lima tahun tidak pernah memberi kabar berita lagi. Hamba sengaja berbuat begini untuk mencari bukti yang nyata membuka semua kebusukan yang dilakukan orang kita. Hamba adalah pelayan paduka!"
Dan begitu dia mengusap mukanya tiga kali tiba bergantilah si muka pucat ini dengan wajah seorang laki gagah yang bukan lain adalah Menteri Hu Kang! "Ah, Hu-taijin....!"
Hong Beng Lama berseru.
"Ayah...!"
Hu Lan juga berteriak.
Dan semua orang yang melihat peristiwa yang tak disangka sama sekali itu tiba saja menjadi gempar dan gaduh.
Mereka terkejut melihat kehadiran menteri ini.
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yang sudah dikabarkan tewas pada lima tahun yang lalu.
Dan Hong Beng Lama serta Pangeran Ong dan Yin yang kaget mukanya se-konyong saling berkedip memberi tanda.
Pangeran Ong sudah menyelinap keluar sidang, menyeret adiknya dengan sikap ter- gesa.
Sementara Hong Beng Lama yang sudah ber- siap mengikuti pangeran itu memberi isyarat pada puteranya.
Tapi Hu-taijin tiba tersenyum lebar, dan berseru pada dua orang pangeran ini dia bertanya.
"Ji-wi pangeran, ke mana kalian hendak pergi?"
Rupanya menteri ini mengetahui niat dua orang pangeran itu. Dan Pangeran Ong serta Yin yang kaget di tempat segera tertegun. Tapi Pangeran Ong sudah membalikkan tubuh, dan berkata ketus dia menjawab.
"Paman Hu, kami hendak kembali ke kaputran. Apakah kau hendak melarang kami?"
Menteri ini tertawa kecil.
"Tapi mestinya ji-wi harus pamit dahulu pada sri baginda, pangeran. Kenapa ji- wi melupakan adat-istiadat ini?"
Pangeran Ong terkejut. Dia melotot pada menteri pertahanan itu, dan sri baginda yang menjadi merah mukanya tiba membentak.
"Pangeran, kau tak boleh meninggalkan tempat ini! Siapapun dilarang keluar sebelum persoalannya selesai!"
Sidang tiba menjadi hening. Semua orang tercekam, dan Pangeran Ong yang sudah dibentak ayahnya tak lagi berani bercuit. Dia mendelik pada menteri itu, tapi tak dapat berbuat apa. Dan Sri baginda yang memandang Hu-taijin mengangkat lengannya.
"Hu-taijin, sungguh tak kukira hari ini kau muncul dengan begitu mengejutkan. Lalu apa yang terjadi selama ini? Bagaimana kau bisa dikabarkan tewas?"
Hu-taijin memberi hormat.
"Hamba hanya secara kebetulan saja selamat, sri baginda. Tapi Sesungguhnya nyawa hamba benar sudah dI ujung maut!"
"Hm, apa yang terjadi?"
Hu-taijin lalu bercerita.
Dia mundur pada lima tahun yang lalu, dimulai saat perlindungannya membawa Bun Hwi.
Dan bahwa dia dikeroyok dua orang datuk sesat Tung-hai Lo-mo dan Ang-sai Mo-ong yang menyerangnya atas suruhan Pangeran Ong, dia katakan di situ panjang lebar.
Betapa pangeran itu menghendaki jiwanya, menyuruh dua orang kakek iblis itu untuk membubuhnya.
Tapi Hu-taijin yang mampu menandingi dua orang lawannya ini malah berhasil mendesak musuh.
Sampai mereka tiba di daerah bukit Batu Pedang.
"Nah, di sinilah, paduka. Waktu hamba sibuk melayani dua orang iblis itu tiba hamba dibokong seseorang yang mempergunakan logam bergerigi. Hamba dipukul dari belakang, dihantam hingga luka parah. Dan sebatang logam yang mengenai dada kanan hamba melesak ke dalam melukai paru hamba. Hamba masih mencoba bertahan, tidak tahu siapa yang membokong hamba dengan curang. Tapi ketika pertempuran tiba di tepi sebuah jurang tiba hamba tak dapat bertahan lagi. Hamba roboh, jatuh di dalam jurang itu. Dan luka hamba yang memang gawat tak dapat dipungkiri lagi tentu membawa maut bagi hamba kalau saja paduka puteri tidak datang menolong!"
Sri baginda tertegun.
"Siapa paduka puteri yang kaumaksud, taijin?"
"Selir paduka, sri baginda. Puteri Wi Hong yang menjadi ibu kandung Bun-ongya ini!"
"Ah...!"
Sri baginda terkejut.
"Jadi dia masih hidup, taijin?! Dan... dan... Bun Hwi ini...??"
"Benar, sri baginda. Bun Hwi adalah betul putera paduka dari selir Wi Hong!"
Menteri Hu mengangguk, membenarkan tudingan kaisar. Dan sri baginda yang jadi tertegun di kursi singgasananya seketika terhenyak dengan mata nanar. Sementara Hu-taijin yang melirik ke kiri kembali melanjutkan keterangannya.
"Dan ini semua gara kedudukan putera mahkota itu, sri baginda. Betapa kedudukan itu diperebutkan putera paduka dari selir yang lain hingga menimbulkan korban jiwa. Apakah ini tidak sebaiknya diselesaikan sekarang, sri baginda?"
Sri baginda meng-angguk.
"Maksudmu bagaimana, taijin?"
"Persoalan putera mahkota adalah persoalan dalam istana, sri baginda. Karena itu sudah selayaknyalah orang luar tidak boleh mencampuri urusan ini. Bukankah pendapat ini betul, sri baginda?"
"Ya."
"Dan bagaimana jika orang luar itu paduka hukum?"
"Hm, itu sudah semestinya, taijin. Siapa orang yang kau maksudkan itu?"
"Hong Beng Lama, sri baginda. Berikut puteranya yang hamba dengar mempunyai rencana jahat. Dua orang ini hendak merebut kedudukan kaisar secara diam, menjadikan boneka dua orang Pangeran Ong dan Yin bersaudara. Bagaimana jika paduka menghukum dua orang ini?"
Hong Beng Lama tiba membentak.
"Hu-taijin, kau bohong. Tak ada bukti melepas tuduhan ini!"
Menteri Hu memutar tubuh.
"Siapa bilang tak ada bukti, Hong Beng Lama? Kau lihatlah, aku telah menangkap dua orang pembantumu yang kau ambil dari Tibet. Lam Hong Lama dan Cin Hong Lama....!"
Lalu begitu pembesar ini menepuk tangannya, tiba tiga orang muncul dari dalam.
Mereka semua adalah Lama jubah merah, yang dua masih muda sedangkan yang ke tiga adalah seorang Lama tua yang berkomat-kamit dengan tasbeh panjang di tangannya.
Dan begitu Hong Beng Lama melihat Lama tua ini tiba saja dia berseru kaget.
"Suheng!"
Lama tua itu tersenyum.
"Ah, kau masih mengenalku sute! Bagus, kalau begitu kita tak ada kesulitan untuk bicara. Apa saja yang kau lakukan di sini, sute? Kenapa kau melanggar laranganku?"
Hong Beng Lama tiba menggereng. Dia tertawa bergelak oleh teguran Lama tua itu yang bukan lain adalah suhengnya sendiri, Hong Sin Lama! Dan Hong Beng Lama yang tiba beringas mukanya itu memandang dua orang Lama yang lain.
"Lam Hong-sute, Cin Hong-sute, kenapa jalian ada di sini bersama tua bangka itu?!"
Dua orang Lama ini menarik napas panjang.
"Kami diinsyafkan Hong Sin-suheng, ji-suheng. Jangan memaki beliau dengan ucapan kasar."
"Ha-ha, kalian berkhianat kalau begitu? Kalian memberitahu Menteri Hu Kang atas semua citaku?"
Lama di sebelah kiri mengangguk.
Dia adalah Cin Hong Lama, sute Hong Beng Lama yang berhasil dibujuk, merupakan Lama ke delapan dari deretan tokoh Lama di Tibet yang memiliki kepandaian tinggi.
Dan menggelengkan kepala dia menjawab pertanyaan suhengnya itu, Hong Beng Lama yang merupakan orang ke dua terlihai di seluruh Tibet.
"Ji-suheng, jangan kau salah mengerti. Kami tidak ada yang berkhianat padamu. Justru kami berdua berhasil diinsyafkan Hong Sin-suheng melihat bahwa kaulah yang mengambil jaIan keliru. Citamu tidak sehat, ji-suheng. Kau harus melempangkan lagi jalan bengkok yang belum terlanjur parah ini. Sadarilah, bahwa apa yang kau rencanakan bersama kami itu adalah jalan sesat yang tidak seharusnya kaulakukan!"
"Keparat, kalau begitu kalian benar telah membelot, sute?!"
"Tidak ada yang membelot, ji-suheng. Tapi kami benar telah insyaf bahwa apa yang kau jalankan keliru. Hong Sin-suheng menyuruh kami untuk berbalik sikap, meluruskan jalan bengkok ke posisinya semula. Dan kalau kau mau, masih belum terlambat, suheng. Kita dapat kembali ke jalan yang benar. Sekaligus meminta maaf pada sri baginda kaisar!"
Hong Beng Lama tiba mengeluarkan pekik tinggi. Dia marah oleh kata sutenya itu, dan begitu Cin Hong Lama selesai bicara mendadak dia mengebutkan jubah.
"Cin Hong-sute, kau pengkhianat. Mampuslah!"
Cin Hong Lama terkejut. Dia mendorongkan lengannya menangkis, tapi pukulan Hong Beng Lama yang dahsyat bukan main membuat tubuhnya terpental dan mencelat membentur tembok di belakang.
"Dess!"
Cin Hong Lama terpekik.
Dia kaget.
Dan Hong Beng Lama yang marah kepada sute nomor delapan ini sudah berteriak kembali dan menyerang adiknya ini Dia melancarkan pukulan sinkang, dan Cin Hong Lama yang maklum kelihaian sang suheng sudah cepat menggulingkan diri sambil berseru.
"Suheng, insyaflah. Ini bukan penyelesaian yang baik....."
Tapi Hong Beng Lama menggereng.
Dia melompat lagi, memukul untuk yang ketiga kalinya.
Dan Cin Hong Lama yang sedang bergulingan menyelamalkan diri tak dapat mengelak pukulan suhengnya ini.
Dia terpental lima tombak, mengeluh tertahan dengan muka pucat.
Dan Lam Hong Lama yang melihat saudaranya didesak Hong Beng Lama tiba melompat memalangkan lengannya.
"Ji-suheng, insyaflah. Kami tidak bermaksud memusuhimu....!"
Tapi Hong Beng Lama menggerung. Dia tidak perduli adik seperguruannya yang satu ini maju, karena begitu Lam Hong Lama berseru memperingatkannya, diapun tiba melepas pukulan pada saudaranya ini.
"Lam Hong-sute, kaupun bukan orang baik. Kau tak dapat dipercaya seperti Cin Hong-sute!"
Lam Hong Lama terbelalak. Dia melihat suhengnya memukul dahsyat, dan terpaksa oleh kemarahan suhengnya ini diapun menangkis sambil menancapkan kakinya.
"Ji-suheng, kau terlalu. Kau tak ada belas kasihan kepada kami...!"
Dan begitu dua pukulan beradu di udara Lam Hong Lama pun berteriak tertahan dengan muka pucat.
Dia terdorong mundur, lengannya lumpuh.
Dan Hong Beng Lama yang rupanya berniat menghabisi nyawa sutenya ini sudah mengibaskan lengan dengan penuh kemarahan.
Tapi Cin Hong Lama tiba bergerak.
Orang ke delapan dari deretan Lama Tibet ini mengeluarkan puja-puji, menyebut nama Budha dengam mata meram.
Lalu begitu dia mengembangkan lengan, pukulan suhengnya ditangkis dari samping membantu Lam Hong Lama yang masih terdorong mundur.
"Ji-suheng, maaf... .!"
Demikian dia berseru. Dan begitu hawa pukulannya meluncur ke depan maka serangan suhengnya itu dia tangkis dengan cepat.
"Dess..."
Cin Hong Lama terhuyung.
Dia menyelamatkan saudaranya dari pukulan Hong Beng Lama yang tak kenal ampun, tapi Hong Beng Lama yang geram oleh perlawanan dua orang sutenya ini se-konyong berseru keras.
Dia mengibaskan lengan ke kiri-kanan, lalu begitu dua orang lawannya terbelalak tahu pukulan Ang-tok-ciang sudah menyambar dua orang Lama Tibet ini.
"Ah....!"
Cin Hong Lama terkejut.
"Kau keji, suheng....!"
Tapi Hong Beng Lama.
tidak perduli.
Dia sudah melancarkan dua pukulannya yang dahsyat itu, dan Cin Hong Lama serta Lam Hong Lama yang berteriak tinggi tiba melompat di udara menghindari serangan dahsyat itu.
Mereka tidak berani menerimanya secara berdepan, dan Cin Hong Lama yang bangkit kemarahannya oleh perbuatan sang suheng tiba mencabut tongkat menyerang ubun suhengnya itu.
"Dess!"
Cin Hong Lama berseru kaget.
Dia melepas pukulan yang telak, tapi tongkat yang tiba patah bertema kepala suhengnya membuat Lama ini tercekat dengan muka berubah.
Dan belum dia melompat mundur tahu tangan kanan Hong Beng Lama mencengkeram pundaknya.
"Cin Hong-sute, kau tak perlu diberi ampun!"
Cin Hong Lama terkesiap. Dia kaget oleh cengkeraman suhengnya itu, dan Hong Beng Lama yang membanting sutenya ini sudah mengangkat tubuhnya dan melempar kuat di atas lantai.
"Bruk!"
Cin Hong Lama mengeluh.
Lama ini menyeringai, dan Lam Hong Lama yang melihat saudaranya dibanting di atas lantai tiba berteriak dan mencabut sebuah senjata aneh.
Senjata ini mirip nenggala, atau tombak pendek bermata dua.
Dan Lam Hong Lama yang marah melihat ketelengasan suhengnya tiba melengking dan menusukkan tombaknya.
"Ji-suheng, maafkan kami. Kami hanya mempertahankan diri....!"
Hong Beng Lama mendengus.
Dia tidak perduli seruan sutenya itu.
Tapi ketika tombak menyambar dadanya se-konyong Lama ini menggerakkan tangan menangkap.
Gerakannya cepat, tak dapat dikelit.
Dan tombak Lam Hong Lama yang tiba sudah ditangkap Lama tinggi besar ini tahu dilipat dan ditekuk menjadi dua..
"Krak!"
Lam Hong Lama terkejut. Dia melihat tombaknya patah, dan Hong Beng Lama yang mencekal potongan tombak yang patah menjadi dua tiba menimpuk lawannya dengan mata tombak yang ada di tangan.
"Ah....!"
Lam Hong Lama jadi kaget bukan main.
Dia terpaksa membanting tubuh, dan timpukan suhengnya yang mempergunakan mata tombak tiba dia tangkis dengan tombak yang masih sepotong di tangannya.
Akibatnya dua senjata itu mengeluarkan suara keras di udara, dan Lam Hong Lama yang tak dapat menahan sambitan suhengnya tiba tergetar dan melepaskan potongan tombaknya dengan telapak berdarah! "Suheng, kau keji....!"
Hong Beng Lama tertawa menyeramkan.
Ia menyeringai ke arah dua orang sutenya itu, Ialu begitu keduanya melompat bangun dan menerjangnya marah, diapun menggerakkan kaki- tangan menghadapi dua orang sutenya ini.
Cin Hong Lama dan Lam Hong Lama mengeluarkan pukulan ber-tubi, tidak mempergunakan senjata lagi karena hancur di tangan suhengnya itu.
Dan Hong Beng Lama yang beringas terhadap dua orang sutenya ini sudah menampar sana-sini menolak semua serangan dua orang sutenya.
Mereka segera terlibat dalam pertarungan yang sengit.
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tapi Hong Beng Lama yang rupanya masih di atas tingkat sutenya ini enak saja melayani keduanya dengan pukulan cepat.
Dia menangkis sana-sini, lalu begitu Cin Hong Lama dan Lam Hong Lama terdesak mundur tak kuat menahan semua tangkisannya tiba Lama ini tertawa bergelak dan melempar pukulan Ang-tok-ciang.
Pukulan ini sebenarnya sudah beberapa kali dikeluarkan.
Tapi tak membawa hasil karena ber- kali dihindari dua orang lawannya yang takut beradu keras sama keras.
Maka ketika dua orang Lama Tibet itu terdesak ke belakang oleh semua tangkisannya tiba Cin Hong Lama mendapat pukulan pertama.
"Cin Hong--sute, robohlah....!"
Cin Hong Lama menggigit bibir.
Dia tak dapat menghindar lagi dari serangan suhengnya itu, yang sudah memojokkannya sedemikian rupa.
Maka Cin Hong Lama yang tak dapat melompat mundur ini akhirnya membentak dan menerima serangan itu, mengerahkan sinkang mengadu tenaga.
"Dukk!"
Cin Hong Lama mengeluh.
Dia merasa bagai diserang listrik tegangan tinggi, panas dan membakar tubuhnya.
Tapi Cin Hong Lama yang sudah mengerahkan sinkang itu mencoba bertahan.
Untuk sekejap dia mampu.
Tapi racun Ang-tok-ciang yang menjalar cepat lewat pertemuan dua lengan itu membuat Lama ini tak mampu bertahan.
Dia menjerit, dan begitu sinkang Hong Beng Lama menerobos pertahanan sinkangnya sendiri tiba Lama ini berteriak dan terlempar roboh.
"Huak!!"
Cin Hong Lama melontakkan darah segar. Dia terguling-guling, dan Lam Hong hama yang terkejut melihat saudaranya terluka tiba juga sudah menerima tangan kanan suhengnya yang penuh Ang-tok-ciang.
"Lam Hong-sute, kaupun robohlah!"
Lam Hong Lama terbelalak. Dia juga sudah terjepit suhengnya sedemikian rupa, tak mampu menghindar. Dan Lam Hong Lama yang marah oleh desakan suhengnya itu tiba mengeluarkan bentakan keras dan menerima serangan ini, keras sama keras.
"Dess!"
Sekarang Lam Hong Lama ganti berseru panjang.
Dia terpekik, tak mampu menahan serangan suhengnya.
Dan Lam Hong Lama yang juga terlempar roboh segera mencelat bergulingan dengan darah terlontak dari mulutnya.
Lama ini mengeluh, sesak dadanya Tapi Hong Beng Lama yang rupanya marah benar tak memberi ampun.
Lama ini menggerakkan jarinya, dan begitu dua sinar berkeredep tiba logam bergerigi yang meluncur dari tangannya menyambar Cin Hong Lama dan Lam Hong Lama yang terluka.
"Cret-cret....!"
Lam Hong Lama dan Cin Hong Lama terbelalak.
Mereka menjerit tertahan, kaget dan tak mentangka bahwa suhengnya benar menghendaki nyawa mereka.
Dan begitu dua Iogam menembus dada kiri mereka tiba saja dua orang Lama ini roboh dengan keluhan kecil.
Mereka tak sempat lagi menegur sang suheng, karena begitu logam bergerigi ini mengenai dada mereka maka jantung merekapun tembus dan hancur disambar senjata gelap itu! "Ah!"
Semua orang terkejut. Mereka sungguh tak mengira bahwa Hong Beng Lama mulai mengadakan pembunuhan, bahkan dua orang satenya sendiri. Dan Menteri Hu yang kaget oleh perbuatan Lama tinggi besar itu tiba saja melompat maju dan membentak.
"Hong Beng Lama, sudah sedemikian kejikah sikapmu terhadap orang lain?! Kenapa kau bunuh dua orang sutemu itu?!"
Hong Beng Lama membalikkan tubuh. Dia tertawa aneh, memandang ber-kilat menteri pertahanan yang menjadi gara kegagalannya. Dan menjawab dingin dia berseru.
"Hu-taijin, tak perlu kau mengurus sikap orang lain. Siapa yang menjadi musuhku dia harus kubunuh!"
"Hm, kau tak menghargai lagi nyawa orang lain, Hong Beng Lama? Kau tak segan melihat suhengmu sendiri ada di sini?!"
Hong Beng Lama tiba tertawa bergelak.
"Jangan me-nakuti aku dengan tua bangka itu, Hu-taijin. Sekarang katakan saja apa maumu?!"
Menteri Hu meremas tinjunya.
"Kau harus menyerahkan diri, Hong Beng Lama. Kau harus mempertanggunghawabkan segala tindak tandukmu!"
"Ha-ha, dengan kata lain kau hendak menangkap aku?!"
"Kalau suhengmu mengijinkannya, Hong Beng Lama!"
"Bagus, kalau begitu tangkaplah....!"
Hong Beng Lama berteriak, dan belum Menteri Hu menjawab pertanyaannya tiba Lama ini sudah menyerang menteri itu.
Dia langsung melempar pukulan Ang- tok-ciang, tapi Hu-taijin yang siap siaga melompat mundur tak mau menangkis.
Menteri ini malah menoleh pada Hong Sin Lama, dan berseru keras dia bertanya.
"Hong Sin Lama, bagaimana pendapatmu tentang sutemu itu? Apakah kau hendak menangkapnya sendiri?"
Hong Sin Lama tiba membuka mata. Dia tadi meramkan mata melihat terbunuhnya Cin Hong Lama dan Lam Hong Lama, mengeluh dengan hati pedih. Maka ketika Menteri Hu bertanya padanya tiba Lama tua inipun menghela napas.
"Hu-taijin, suteku rupanya sudah kemasukan iblis. Tak ada lagi yang ditakutinya. Kautangkaplah dulu kalau kau bisa."
Menteri Hu mengangguk. Dia melengkin tinggi, dan ketika Hong Beng Lama kemba menyerangnya sambil tertawa bergelak mendadak menteri ini mengayunkan lengan menangkis dari samping.
"Hong Beng Lama, suhengmu telah memberi ijin. Kau bersiap-siaplah....!"
Hong Beng Lama tertawa gemuruh. Di marah dan gusar mendengar seruan menteri itu. Maka begitu Menteri Hu mengangkat lengannya menangkis pukulan Ang-tok-ciang diapun membentak.
"Hu- taijin, bukan aku yang ber-siap, tapi kaulah!"
Dan begitu lengannya menyambar ke depan tahu pukulannya sudah bertemu dengan lengan lawannya itu.
"Plak!"
Hong Beng Lama menggereng.
Dia telah mengerahkan sinkangnya menghantam menteri itu, tapi Menteri Hu yang rupanya maklum kehebatan lawan sudah menyendal pergelangannya membuyarkan pukulan dengan totokan! Tak ayal, Hong Beng Lama yang melengking marah tiba saja berkelebat maju menampar ber-tubi.
Dan Hu-taijin yang cepat mengimbangi keganasan lawan segera mengerahkan kepandaian menandingi Lama jubah merah ini.
Maka terjadilah sekarang pertandingan yang lebih hebat dari tadi.
Hong Beng Lama dan Hu-taijin sama bergerak cepat.
Mereka saling pukul dan tangkis, tak membiarkan sekejap pun lowongan lewat begitu saja.
Dan Hu-taijn yang berkelebatan ke sana ke mari segera mengeluarkan dua ilmunya serentak, yakni Soat-kong-jiu dan Pek-in-ciang.
Dan begitu menteri ini mengeluarkan ilmunya maka keluarlah sinar putih berkeredep yang membendung sinar merah dari pukulan Ang-tok-ciang! Sekarang Hong Beng Lama benar menghadapi lawan setanding.
Menteri itu tak mudah dikecohnya dengan pukulan kembangan.
Semuanya harus benar pukulan inti.
Dan Hong Beng Lama yang mulai beringas mukanya ini segera melancarkan pukulan berat.
Dia memang hanya memiliki satu ilmu andalan itu saja, Ang-tok-ciang.
Tapi ilmu yang sudah dilatihnya puluhan tahun ini sudah mendarah daging di tubuhnya.
Dengan Ang-tok-ciang Hong Beng Lama sanggup membinasakan lawan dalam jarak lima tombak, bahkan mungkin lebih.
Tapi Menteri Hu Kang yang mampu membendung sinar merahnya dalam pukulan Ang-tok-ciang ini terasa berat dilumpuhkan! Hong Beng Lama meradang.
Dia benar marah oleh hadirnya menteri ini.
Hal yang sesungguhnya di luar dugaan.
Maka Hong Beng Lama yang berteriak tinggi itu tiba menghantam dada lawan dengan pukulan Ang-tok-ciang-nya.
Dia menambah tenaga, membuat Hu-taijin terkejut.
Tapi menteri pertahanan yang selalu siap sedia ini tak menjadi gugup.
Dia kembali menggerakkan tangan kirinya, dan begitu pukulan lawan menyambar dadanya Menteri Hu pun sudah menangkis sama kuat.
"Dess!"
Hong Beng Lama tergetar tubuhnya.
Dia hampir terhuyung, tapi tangan kanannya yang tiba bergerak tahu mendorong dari bawah, menyerang lambung kiri menteri itu.
Tapi Hu-taujin rupanya benar suap.
Kularena begitu lengan kanan Hong Beng Lama menyambar lambungnya diapun merendahkan tubuh dan menangkis sama cepat.
"Dess!"
Dua pukulan kembali sama tertolak.
Masing terdorong dan Hong Beng Lama yang penasaran oleh kekuatan lawannya ini mendadak melompat maju dan mengeluarkan bentakan menggeledek.
Lama tinggi besar ini mendorongkan kedua tangannya berbareng, menciptakan angin kuat yang menghantam tubuh Menteri Hu.
Dan Hu-taijin yang kaget oleh dorongan kedua lengan itu tiba berseru keras mengibaskan lengan ke depan.
"Plak-dess!"
Hong Beng Lama kembali memekik.
Hu-taijin berhasil menolak pukulan berbarengnya, tapi Lama tinggi besar yang tiba sudah melompat ke depan ini mendadak mencengkeram kedua pundak Hu-taijn.
Kesepuluh jarinya berkerotok, dan Menteri Hu yang terkejut melihat kedua pundaknya sudah diterkam Iawan tiba membentak nyaring mengerahkan tenaganya.
Kedua pundak dia lindungi dengan sinkang, dan persis jari Hong Beng Lama sudah menancap di pundaknya diapun mencengkeram pundak lawan dengan kedua tangannya pula.
"Cep-cep!"
Sekarang empat tangan sama saling cengkeram.
Hong Beng Lama meremas sambil memilin sementara Hu-taijin meremas sambil membanting! Tapi Hong Beng Lama temyata kuat.
Lama ini mengerahkan ilmunya Seribu Kati, memberatkan tubuh agar tak dapat diangkat.
Dan Hu-taijin yang terbelalak melihat lawannya tak dapat diangkat tiba merasa jari Hong Beng Lama ganti mengangkat dan siap membanting! Tapi Hu-taijin balas mengimbangi.
Menteri ini juga cepat mengerahkan Jing-kin-kangnya (Tenaga Seribu Kati), dan Hong Beng Lama yang ganti terbelalak mendelik pada menteri ini.
Mereka sama kecewa, dan begitu gagal menghancurkan pundak Menteri Hu se-konyong Hong Beng Lama mengangkat lututnya.
Dia menghantam bawah pusar lawan.
Tapi Menteri Hu yang juga mengangkat lututnya cepat menangkis dengan sama kuat.
"Dukk!"
Dua lutut itu bertemu. Masing-masing terhuyung, dan Hong Beng Lama yang akhirnya melepaskan cengkeraman tiba berteriak melempar logam bergeriginya "Hu-taijin, mampuslah...!"
Menteri Hu terkejut.
Dia melihat Hong Beng Lama menimpuknya dengan dua logam bergerigi, senjata rahasia yang dulu membuatnya hampir celaka.
Maka membentak oleh timpukan ini tiba menteri itu sudah menangkap yang satu sementara membiarkan yang lain menghantam dadanya.
"Plak-des!"
Menteri Hu sudah bergerak cepat.
Dia menangkap sebuah logam bergerigi itu, yang menyambar keningnya.
Dan logam ke dua yang runtuh mengenai dadanya tak dihiraukan menteri ini.
Karena begitu Hong Beng Lama terbelalak melihat senjata rahasianya runtuh tiba Menteri Hu telah melempar balik logam bergerigi itu ke arah tuannya, menghantam leher sang Lama sakti.
"Cret!"
Hong Beng Lama menggereng. Dia roboh oleh timpukan itu, yang tepat mengenai lehernya. Tapi Lama tinggi besar yang sudah mengusap leher lalu melompat bangun itu ternyata sembuh kembali dalam sekejap mata! "Hargh, kau tak dapat membunuhku, Menteri Hu!"
Menteri Hu tertegun. Dia tampak tercengang oleh kejadian ini, dan Hong Beng Lama yang tiba menubruk ke depan sudah menghantamkan kedua tangannya dengan pukulan Ang-tok-ciang.
"Dess!"
Menteri Hu mengeluh.
Dia terlempar roboh, dan kaget serta heran oleh ilmu aneh yang dimiliki lawan tiba Hu-taijin melengking dan mencabut sebatang golok.
Golok ini aneh, melengkung bagian ujungnya, mirip sabit.
Dan Menteri Hu yang sudah melenting bangun tiba menerjang dengan golok yang mirip sabit itu.
"Hong Beng Lama, kau pencampur ilmu hitam! Kau tak dapat mengalahkan aku!"
Hong Beng Lama tertawa bergelak. Dia menyambut serangan menteri ini yang mengayunkan golok sabitnya ke arah pundak. Dan pamer pada lawan bahwa dia tak takut menghadapi segala macam senjata tajam, Hong Beng Lama dengan berani menerima serangan itu.
"Crat!"
Hong Beng Lama terobek pundaknya. Ujung golok yang melengkung bagai sabit menyobek daging menancap di pundak Lama itu. Tapi Hong Beng Lama yang tertawa aneh se-konyong menampar lengan menteri itu seraya meniup luka di pundaknya.
"Plak!"
Menteri Hu tergetar.
Golok sabitnya yang ada di tangan hampir mencelat, sementara Hong Beng Lama yang sudah menyembuhkan luka dengan tiupan mulutnya mendadak mencengkeram goloknya dan meremas hancur.
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lama ini bermaksud hendak mematahkan golok seperti apa yang telah dia lakukan terhadap Cin Hong Lama dan Lam Hong Lama.
Tapi Menteri Hu yang tertawa mengejek tiba berseru.
"Hong Beng Lama, kau tak dapat mematahkan golokku!"
Hong Beng Lama terkejut.
Dia memang membuktikan omongan menteri ini.
Karena golok yang sudah diremasnya itu ternyata tak dapat dia patahkan! Dan, selagi dia tertegun oleh kejadian ini se-konyong Menteri Hu telah menggerakkan tangan kirinya mencolok mata.
"Cep!"
Hong Beng Lama meraung. Dia dicoblos telunjuk kiri menteri itu yang tepat mengenai mata kanannya hingga buta! Dan Hong Beng Lama yang tiba menggereng itu mendadak membetot golok yang sudah dicengkeram lalu dibacokkan ke menteri ini.
"Hu-taijin, mampuslah....!"
Menteri Hu terkejut.
Dia berusaha mengelak, tapi jarak yang terlampau dekat di antara mereka tak sempat menghindarkan menteri ini dari serangan goloknya.
Dia terpaksa mengerahkan sinkang, dan begitu golok menyambar perutnya tiba menteri ini mengangkat lengan menangkis.
"Bret!"
Hu-taijin terlempar roboh.
Dia lupa bahwa golok sabit yang dipegang Hong Beng Lama bukanlah golok sembarang golok.
Karena golok itu sesungguhnya terbuat dari logam batu bintang, golok yang tak mampu dipatahkan dan kerasnya melebihi baja! Maka begitu dia menangkis babatan golok itu kontan menteri ini mengeluh dengan lengan luka lebar.
Dia bergulingan menjauh, menyeringai menahan sakit.
Tapi Hong Beng Lama yang buta sebelah matanya ini tak memberi ampun.
Lama tinggi besar itu mengejar, dan begitu melompat panjang tahu diapun telah menggerakkan golok ke leher Menteri Hu! Tapi Bun Hwi tiba-tiba melompat.
Pemuda ini sejak tadi terbelalak memandang pertempuran itu, kagum dan terkejut melihat ilmu aneh yang dimiliki Hong Beng Lama.
Tapi setelah melihat Hong Beng Lama tak mampu menyembuhkan luka dl matanya dan menggereng mengejar Hu-taijin tiba Bun Hwi menotolkan kakinya menangkis bacokan golok itu.
"Hong Beng Lama, jangan bunuh Hu-taijin...!"
Hong Beng Lama terkejut.
Dia melihat lengan Bun Hwi nyelonong menerima bacakan goloknya, mengganti leher Menteri Hu yang hendak dipenggal.
Dan golok yang sudah meluncur tak dapat ditahan itu tiba menghantam lengan Bun Hwi dengan kecepatan mengerikan.
"Plak!"
Hong Beng Lama mengeluarkan pekik marah.
Dia melihat golok rampasannya mental, tak mampu membacok Bun Hwi yang memiliki kekebalan Ular Tanduk Hijau.
Dan Hu-taijin yang sudah menyelamatkan diri dari maut yang hampir menjemput tiba itu berteriak dari jauh.
"Bun-ongya, mundurlah. Biar hamba yang mengatasi Lama ini...!"
Namun Bun Hwi menggeleng. Dia tidak setuju permintaan menteri itu, karena Hu-taijin sudah terluka oleh serangan lawan. Dan Bun Hwi yang sudah menghadapi Lama tinggi besar itu berseru.
"Sebaiknya kau beristirahat dulu, paman Hu. Lama ini biarlah aku yang coba menundukkannya!"
Hong Bng Lama melotot. Dia melempar golok batu bintang, marah bukan main oleh perbuatan Bun Hwi. Dan begitu Bun Hwi bicara pada Menteri Hu tiba dia sudah menubruk ke depan menangkap pemuda ini.
"Bocah, kau bermulut besar....!"
Bun Hwi tersenyum pahit.
Dia sudah diringkus lawannya ini, dikeremas jari Hong Beng lama yang dahsyat.
Tapi Bun Hwi yang memiliki kekuatan tulang berkat ular Tanduk Hijau tak mampu dipatahkan tulangnya oleh Hong Beng Lama.
Akibatnya Hong Beng Lama berteriak dan marah serta mata gelap oleh kejadian itu mendadak Hong Beng Lama mengangkat tubuh Bun Hwi dan dibanting sekuat tenaga.
"Bress!"
Bun Hwi ter-guling. Dia merasakan hebatnya bantingan Lama tinggi besar ini. Tapi Bun Hwi yang sudah melompat bangun tertawa mengejek.
"Hong Beng Lama, kau tak mampu membunuhku....!"
Hong Beng Lama menggeram.
Dia melompat lagi, meringkus pemuda itu.
Dan Bun Hwi yang kembali sudah dibantingnya hebat ter-guling di atas lantai hingga meretakkan ubin saking kerasnya bantingan.
Tapi Bun Hwi melompat lagi, dan tertawa sinis dia berolok.
"Hong Beng Lama, aku tak dapat kau bunuh."
Hong Beng Lama terhenyak.
Dia melihat lawannya itu benar-benar tak merasakan sakit, maka meraung tinggi tiba Hong Beng Lama mengebutkan jubah menyerang dengan pukulan Ang-tok-ciangnya.
Dia mengerahkan tenaga sepenuh bagian, dan Bun Hwi yang ingin coba sampai di mana dia mampu menerima serangan lawannya ini mendadak berdiri dengan muka berseri-seri.
Dan...
"Dess!"
Bun Hwi terlempar.
Dia tak kuat nenahan pukulan Lama itu, merasa sesak dadanya dan terbanting di dekat kaisar.
Dan Bun Hwi yang kaget oleh dahsyatnya tenaga Lama ini tiba melihat Hong Beng Lama berkelebat ke arahnya dengan teriakan parau.
Bun Hwi menghindar, lupa bahwa kaisar ada di dekat situ.
Dan semua orang yang kaget oleh kejadian ini memperingatkan Bun Hwi dari jauh.
"Bun Hwi, awas sri baginda....!"
Tapi sudah terlambat. Bun Hwi keburu menghindar, dan tangan Hong Beng Lama yang menjulur ke depan tahu telah meremas hancur kursi singgasana terus mencengkeram tubuh kaisar yang duduk terbelalak! "Kres-kres!"
Hong Beng Lama dan semua orang terkejut.
Mereka melihat jelas bahwa kedua tangan Lama tinggi besar itu mencengkeram lengan sri baginda, yang pucat mukanya di atas kursi singgasana yang hancur.
Tapi sri baginda sendiri yang tidak apa malah tertegun dengan semangat hampir lolos dari tubuhnya.
Sementara di belakang, muncul dengan tiba tampaklah Hong Sin Lama yang menyentuh punggung sri baginda! "Sute, lepaskanlah cengkeramanmu pada sri baginda."
Hong Beng Lama tertegun.
Dia masih menerkam kedua lengan kaisar, yang duduk tak mengerti apa sesungguhnya yang terjadi.
Namun Hong Beng Lama yang dapat merasakan arus dingin tiba menolak sinkangnya yang bergetar di kedua lengan sri baginda mendadak berobah mukanya dengan penuh kemarahan.
"Suheng, kau pembela tak adil....!"
Hong Sin Lama menarik napas panjang. Dia mengerutkan kening mendengar bentakan sutenya itu. Tapi berkata sareh dia menjawab.
"Pinceng tidak membela siapapun, sute. Tapi pinceng harus membela kebenaran. Kau tersesat, terlampau jauh bertindak. Kalau insyaf sekarang juga lepaskanlah tanganmu itu dan ikut bersama pinceng."
Hong Beng Lama menggereng.
Dia mengerahkan sinkangnya, mendorong Ang-tok-ciang lewat tubuh sri baginda.
Dan kaisar yang tiba menjerit se- konyong tersentak dengan tubuh mengejang bagai kena strom tegangan tinggi.
Arus Sinkang yang membanjir di tubuh kaisar membuatnya tercekik, tapi Hong Sin Lama yang menyentuh punggungnya tiba mengusap tiga kali.
Dan hebat sekali akibatnya.
Hong Beng Lama berteriak karena begitu Hong Sin Lama mengusap punggung kaisar, tiba arus dingin yang kuat sekali mendorong balik sinkang panas yang dikerahkan Hong Beng Lama.
Hong Beng Lama tak tahan, dan kaisar yang tiba terlepas tangan kanannya se-konyong mencabut badik.
Pisau pendek ini dia simpan di balik baju, memang disiapkan untuk se-waktu menghadapi bahaya.
Dan begitu Hong Beng Lama berteriak oleh perlawanan suhengnya, mendadak kaisar menancapkan badik ke mata kiri Lama tinggi besar itu yang tinggal satu-satunya.
"Crep!"
Hong Beng Lama meraung.
Dia menjerit hebat oleh tikaman kaisar yang tepat mengenai matanya itu.
Dan Hong Sin Lama yang terkejut melihat peristiwa ini se-konyong menampar sutenya hingga Hong Beng Lama terbanting roboh dengan muka penuh darah.
Lama tinggi besar itu menggereng, dan marah serta sakit hati oleh butanya kedua mata tiba Hong Beng Lama menghantam tempat kaisar yang baru saja membutakan matanya.
"Brakk...!"
Kursi singgasana hancur ber-keping.
Tapi Hong Sin Lama yang telah menyambar sri baginda menyelamatkan kaisar dari hawa pukulan Hong Beng Lama.
Lama tinggi besar ini mengamuk, dan Hong Sin Lama yang melihat betapa berbahayanya amukan sang sute tiba melompat maju menotok pundak sutenya.
"Sute, robohlah....!"
Tapi Hong Beng Lama berkelit.
Dia bahkan memaki suhengnya ini, tapi Hong Sin Lama yang bergerak cepat tiba mengebutkan ujung jubahnya menghantam tengkuk Hong Beng Lama.
Kali ini Hong Beng Lama tak dapat mengelak, dan begitu dia roboh terguling maka lumpuhlah Lama tinggi besar ini dengan muka penuh darah! Sekarang Hong Sin Lama menarik napas panjang.
Dia mengeluh, prihatin menyaksikan keadaan sutenya.
Tapi Hong Lam yang kaget melihat nasib ayahnyaa se-konyong berteriak dan menerjang supeknya ini.
Dia marah dan tertegun oleh kejadian yang demikian cepat berlangsung, sama sekali tak menduga bahwa ayahnya bakal cidera seperti itu.
Maka gusar dan marah oleh nasib ayahnya ini tiba saja dia menyerang Hong Sin Lama dengan pukulan Ang-tok-ciang.
"Hong Sin Lama, kau suheng yang tak mengenal kasihan pada saudara seperguruan....!"
Hong Sin Lama terkejut. Dia mendengar kesiur hawa panas dari pukulan pemuda itu dan kaget bahwa Hong Lam menjangkaunya dengan panggilan kasar tiba Lama tua ini menarik napas semakin dalam.
"Omitohud, kau tak boleh mengikuti jejak ayahmu, HongLam...!"
Dan Hong Sin Lama yang tiba menggerakkan lengan segera menangkis serangan keponakannya ini.
"Dess!"
Hong Sin Lama tersenyum pahit.
Dia tergetar, tanda Hong Lam memukulnya sungguh.
Tapi Hong Lam yang menjerit kaget tiba tak dapat melepaskan tangannya dari telapak uwanya.
Kiranya Hong Sin Lama telah menempel lengan pemuda ini dengan kekuatan sinkangnya, dan Hong Lam yang marah serta penasaran oleh perbuatan supeknya ini tiba menggerakkan lengan satunya, menghantam muka lawan.
"Hong Sin Lama, kau pendeta tak berperasaan....!"
Hong Sin Lama kembali tersenyum pahit, Dia tidak menghindar pukulan pemuda ini, menerimanya tenang dengan mata meram. Tapi ketika tangan Hong Lam mengenai mukanya tiba terdengar suara "plak!"
Yang keras dan tangan Hong Lam tak dapat ditarik seperti tangan kanannya pula! "Ah...!"
Hong Lam berseru kaget. Sekarang dia meronta, melepaskan diri dari sedotan sinkang sang supek yang tiba menarik seluruh sinkangnya. Tapi Hong Sin Lama yang bergoyang tubuhnya memandang tak gembira.
"Hong Lam, bagaimana kalau pinceng membutakan matamu seperti yang terjdi pada ayahmu?"
Hong Lam pucat mukanya. Dia berteriak ngeri oleh ucapan supeknya itu. Dan gelisah bahwa supeknya benar akan melaksanakan ancamannya ini mendadak Hong Lam menggerakkan kaki menendang selangkangan supeknya.
"Dess!"
Hong Lam kembali terbelalak. Dia melihat supeknya itu tidak mengelak, menerima tendangannya dengan sikap tenang. Tapi kaki yang tiba "nempel"
Tak dapat ditarik se-konyong lekat di selangkangan supeknya seperti kedua tangan yang lain! "Ahh!"
Hong Lam benar terkejut. Dia kaget bukan main bahwa dengan cara yang demikian mudah supeknya telah membuatnya tidak berdaya seperti itu. Dan Hong Lam yan beringas oleh kejadian ini tiba membentak.
"Hong Sin Lama, kau bunuhlah aku. Kau butakanlah kedua mataku....!"
Hong Sin Lama membelalakkan matanya.
"Kau tidak takut, Hong Lam? Kau tidak menyesali kesalahanmu ini?"
Hong Lam me-maki.
"Tak perlu takut, Hong Sin Lama! Aku tidak takut kematian dan tidak takut menerima ancamanmu! Kau bunuhlah aku...! kau cukillah kedua mataku agar kami ayah dan anak sama tidak bisa melihat dunia....!"
Hong Sin Lama tiba mengeluh. Dan Hong Beng Lama yang kiranya belum pingsan di atas lantai tiba tertawa bergelak dengan suara gemuruh.
"Ha- ha, kau tak dapat menundukkan kami ayah dan anak, suheng. Kau tak dapat menasehati kami meskipun kami roboh olehmu.....!"
Hong Sin Lama pucat mukanya. Dia benar tertampar, dan mengeluh menyebut nama Buddha mendadak Lama tua ini berseru.
"Hong Lam, pinceng tak percaya kau tak dapat berobah. Baiklah, semoga Sang Buddha memberikan kelak pikiran terang padamu....!"
Dan jari Hong Sin Lama yang tiba bergerak menotok tengkuk pemuda ini membuat Hong Lam mengeluh kecil dan roboh terguling.
Dia tidak pingsan, hanya lumpuh saja seperti ayahnya.
Dan Hong Sin Lama yang terpukul perasaannya tiba menyamar tubuh dua orang ayah dan anak itu, dipondong di kedua pundaknya.
Lalu menghadap kaisar Lama tua ini memberi hormat.
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sri baginda, mohon maaf bahwa warga kami telah membuat kekacauan di tempat paduka. Tapi memandang muka hamba sukalah sri baginda mengampuni sute dan keponakan hamba yang membuat onar. Sekarang ijinkanlah hamba pergi, sri baginda. Semoga lain kali kita bertemu lagi dalam suasana yang lebih baik....!"
Sri baginda tertegun.
Dia melihat Hong Sin Lama membungkukkan tubuh.
Lalu begitu Lama ini menggerakkan kakinya tiba Hong Sin Lama telah lenyap dari ruangan itu.
Orang hampir tak dapat mengikuti kecepatan Lama tua ini, tapi Hu-taijin yang teringat sesuatu tiba berteriak.
"Hong Sin Lama, tunggu dulu....!"
Hong Sin Lama mendadak muncul. Dia tahu telah berada di dalam ruangan itu, muncul seperti iblis saja. Dan Lama tua yang mengerutkan keningnya ini bertanya.
"Hu taijin, ada keperluan apa lagi kau memanggilku?"
Menteri Hu Kang melompat. Dia menghampiri dua mayat Cin Hong Lama dan Lam Hong Lama. Lalu mengangkat tubuh mereka diapun berseru.
"Aku hendak membantumu membawa mayat dua orang sutemu ini, Hong Sin Lama. Harap tunggu sebentar agar aku tidak ketinggalan!"
Hong Sin Lama sadar. Agaknya dia tadi terlupa, kacau pikirannya oleh perbuatan Hong Beng Lama yang menggegerkan istana. Tapi tersenyum pahit tiba Lama ini memindahkan tubuh Hong Lam di atas tubuh ayahnya.
"Hu-taijin, banyak terima kasih bahwa kau telah memperingatkan dua mayat suteku ini. Tapi sudahlah, pinceng tak perlu kau bantu. Pinceng dapat membawa mereka kembali ke Tibet."
Hu-taijin terkejut.
"Tapi dua mayat ini berat, Hong Sin Lama."
"Ah, tak ada yang berat kalau kita jalani, taijin. Biarlah mereka mendapat kehormatan duduk di pundak pinceng!"
Dan Hong Sin Lama yang tiba menyambar mayat dua orang sutenya mendadak menumpuk mereka di pundak kirinya, karena pundak kanan telah dipakai untuk Hong Beng Lama dan puteranya.
Lalu begitu dia menganggukkan kepalanya pada Menteri Hu berkelebatlah Lama tua ini meninggalkan rungan.
"Hu-taijin, sampai ketemu....!"
Menteri Hu terbelalak.
Dia tak dapat menolak keinginan Lama Tibet itu, dan semua orang yang berdiri terbelalak tampak bengong di tempat dengan muka penuh takjub.
Mereka tak dapat membayangkan betapa Lama tua yang kelihatannya ringkih itu ternyata demikian hebat.
Mampu membawa empat orang sekaligus pulang ke Tibet.
Padahal, jarak kota raja ke Tibet ribuan kilometer! "Ah, sungguh mengagumkan !"
Mentcri Hu akhirnya berseru.
Dan semua orang yang sependapat dengan menteri ini juga menganggukkan kepala mereka dengan penuh kagum.
Mereka memang kagum dan takjub memandang Lama tua itu, tokoh paling lihai di seluruh Tibet.
Tapi ketika sebuah erangan muncul dengan tiba, mendadak semua orang menoleh.
"Kiok Lan!"
Bun Hwi yang paling duluan berseru.
Dia sudah melompat menghampiri gadis yang terluka oleh pukulan Hong Lam.
Dan semua orang yang tiba melompat mendekati Kiok Lan mendengar gadis ini mengeluh.
Kiok Lan membuka mata.
Lalu melihat Bun Hwi dia menyeringai.
"Bun Hwi, dadaku...sakit... napasku sesak...."
Bun Hwi menotok pinggang gadis ini. Dia meringankan penderitaan temannya dan bingung serta gelisah oleh rintihan Kiik Lan tiba dia mengangkat bangun gadis itu.
"Aduh, sakit, Bun Hwi....!"
Bun Hwi terkejut. Dan Menteri Hu yang mengerutkan kening tiba meraba denyut nadinya.
"Ah, lukanya cukup parah, Bun-ongya. Kita harus mengobatinya dengan segera. Tadi kita semua terlupa akan keadaan nona ini!"
Bun Hwi mengangguk.
"Gara gara Hong Beng Lama, taijin. Gara siluman raksasa itu!"
"Ya, tapi sekarang tak perlu memaki orang lain, ongya. Sebaiknya kita serahkan saja pada Yok To!"
"Hm, siapa Yok To itu, taijin?"
"Tabib istana. Dia paling lihai dalam hal pengobatan!"
Tapi Kiok Lan tiba menggeleng.
"Aku tak mau diobati orang lain, Bun Hwi. Aku ingin kau yang mengobati penyakitku atau biarkan aku sendiri dalam keadaan begini saja!"
Bun Hwi terkejut, mukanya segera memerah. Dan semua orang yang mendengar ucapan gadis itu tergetar perasaannya dengan muka berobah. Itulah pernyataan cinta yang terselubung! Tapi Menteru Hu yang tersenyum maklum tiba tiba berkata.
"Nona, Bun-ongya boleh mengobatimu. Tapi setelah Yok To memeriksa keadaanmu dulu. Kau tentu tidak keberatan, bukan?"
Kiok Lan termangu.
Dan belum gadis ini memberikan persetujuannya tiba Hu-taijin sudah berkeplok.
Seorang laki dengan jenggot terpelihara rapi muncul, menenteng kantung obat dari kulit ular.
Dan Hu-taijin yang sudah melihat laki setengah baya ini berseru.
"Yok To, nona Kiok terluka. Coba kau lihat keadaannya dan berilah obat!"
Laki itu mengangguk. Dia telah meletakkan kantung obatnya, berjongkok memeriksa Kiok Lan. Lalu meraba denyut nadi dua-tiga kali tiba dia menarik napas panjang.
"Taijin, gadis ini gawat. Keadaannya hanya dapat tertolong bila racun merah yang mengeram di tubuhnya disedot. Siapa di antara kalian yang memiliki sinkang paling tinggi?"
Semuanya tertegun. Tapi Menteri Hu yang memandang Bun Hwi tiba menunjuk.
"Bun-ongya kurasa, Yok To. Bagaimana cara menyedotnya?"
Tabib istana itu tercengang. Dia belum pernah melihat Bun Hwi, baru satu kali itu. Tapi menganggukkan kepala diapun tersenyum.
"Baiklah, kalau begitu cara penyedotannya akan kuberitahukan belakangan, kongcu. Sebaiknya sekarang telan tiga butir obat ini dan suruh dia tidur."
Bun Hwi menerima.
Dia menjejalkan tiga butir obat itu ke mulut Kiok Lan, lalu Yok To yang menariknya minggir ber-bisik.
Tabib istana ini memberitahukan Bun Hwi cara penyedotan yang dimaksud, dan Bun Hwi yang mendengar bisikannya tiba merah sampai ke telinganya.
"Wah, masa harus sampai sebegitu, Yok To?"
"Ya, kalau jiwanya ingin diselamatkan, kongcu. Tapi dalam hal pengobatan, sebenarnya tidak ada yang perlu dibuat malu. Kalian harus melakukannya dengan hati bersih. Baru semuanya akan berjalan baik."
"Hm, apa tidak ada jalan lain, Yok To?"
"Ada, kongcu. Tapi ini sukar."
"Bagaimana itu?"
"Minta obat pada yang melakukan pukulan."
"Ah....!"
Bun Hwi terkejut.
"Itu tak mungkin!"
Yok To mengangguk.
"Memang tak mungkin, kongcu. Karena itu berarti meminta obat pada musuh yang telah melukai dia!"
Bun Hwi ter-mangu.
Dia berdebar oleh keterangan Yok To tentang cara pengobatan yang harus dilakukannya dengan sinkang.
Karena itu berarti mengulangi lagi perbuatannya dulu yang menyedot mulut Kiok Lan ketika gadis itu terluka kena pelor beracun Tung hai Lo-mo.
Ah! Tapi Bun Hwi mengeraskan sikap.
Dia harus menolong jiwa temannya ini.
Dan keterangan Yok To yang merupakan satunya jalan membuat dia menindas guncangan hati yang berdebar tidak karuan.
Bun Hwi mengangkat Kiok Lan, yang kini tidak mengeluh karena meminum obat anti nyeri yang diberikan Yok To tadi.
Dan Kiok Lan yang tersenyum kepadanya berbisik.
"Bun Hwi, aku akan kau bawa ke mana?"
Bun Hwi kebingungan.
"Aku hendak mencari kelenteng tua, Kiok Lan. Yok To menyuruhku mengeluarkan racun yang mengeram secepat mungkin."
"Hm..."
Kiok Lan mendesis manja.
"Kalau begitu, kau yang akan mengobatiku, Bun Hwi?"
"Ya."
"Dan kau tidak berat menggendongku?"
Bun Hwi merah mukanya.
"Jangan bicara yang bukan, Kiok Lan. Aku harus menolongmu agar selamat dari ancaman bahaya ini!"
Kiok Lan tersenyum manis. Ia tampak gembira, tapi Bun Hwi yang sudah ber-siap membawanya mendadak mendengar pertanyaan Menteri Hu.
"Ongya, apakah paduka tidak tinggal saja di sini mengobati gadis itu?"
Bun Hwi menoleh.
"Aku kurang leluasa, paman Hu. Biarlah kucari tempat lain agar enak hatiku bekerja."
"Hm, kalau begitu kau tidak menemui ayahanda kaisar terlebih dulu, ongya?"
Bun Hwi terkejut. Dia belum menjawab dan sri baginda yang semenjak tadi memandangnya secara diam tiba berseru.
"Bun Hwi, apakah kau benar hendak pergi dari sini meninggalkan kami semua?"
Bun Hwi tergetar.
"Hamba hendak menolong teman hamba dahulu, sri baginda. Biarlah lain kali hamba datang kembali."
Kaisar melangkah lebar. Kakinya terhuyung, dan Bun Hwi yang terkejut melihat kaisar menangis tiba mendengar suaranya ter-sendat.
"Bun Hwi, kenapa kau hendak meninggalkan aku? Bukankah perjumpaan kita baru sekejap saja? Di mana ibumu itu...?"
Bun Hwi tiba menjatuhkan diri berlutut.
"Hamba tidak mengetahuinya, sri baginda. Hamba baru akan mencarinya...."
"Hush, jangan sebut sri baginda, Bun Hwi. Kau anakku, kau boleh panggil aku ayahanda kaisar!"
"Ah, tapi..."
"Tak ada tetapi, Bun Hwi. Aku yakin sekarang kau benar puteraku. Mata dan hidungmu mirip Wi Hong, kau tampan dan nengagumkan mirip ibumu itu. Kau tentu mau tinggal di istana bersamaku, bukan?"
Bun Hwi menundukkan kepala.
Kaisar tiba telah memeluknya, dan sri baginda yang dilanda rasa haru yang besar tampak gemetar merangkul pemuda ini.
Di-usapnya rambut pemuda itu, diciumnya kening dan ubun Bun Hwi.
Lalu suara kaisar yang serak parau bergetar menanyakan selirnya.
"Bun Hwi, kau mau membawa ibumu ke mari, bukan? Bawalah dia, nak... bawalah ibumu itu dan katakan bahwa aku tidak memberinya hukuman apa. Masa lalu adalah kesalahan Ma-taijin, bukan ibumu. Aku tahu. Karena itu suruh dia datang kemari dan pertemukan aku dengan ibumu!"
Bun Hwi tiba menjadi luluh. Dia sendiri tergetar oleh sentuhan sri baginda yang demikian sungguh, merasa betapa jari tua itu menggigil. Tapi menganggukkan kepala tiba diapun melepaskan diri.
"Sri baginda..."
"Sst, kenapa Sri baginda lagi? Kau harus menyebutku ayahanda kaisar, Bun Hwi!"
Bun Hwi ter-sipu.
"Ayahanda, hamba akan mencari ibu dan berusaha membawanya kemari seperti yang paduka inginkan. Tapi satu hal yang sekarang ingin hamba minta. Bolehkah hamba mendapatkan hak tanah secara resmi bagi teman hamba di dusun Ki- leng?"
Kaisar tertegun.
"Kau meminta sertifikat tanah, pangeran?"
Bun Hwi mengangguk. Dia merasa "sirr"
Dipanggil "pangeran", sebutan pertama yang kaisar sendiri mengucapkannya.
Tanda betul dia bukan orang "biasa"! Tapi Bun Hwi yang tetap sederhana dalam tingkah lakunya ini tidak merasa sombong.
Dia mengiyakan pertanyaan kaisar, dan sri baginda yang membelalakkan mata tiba bertanya kembali.
"Berapa orang temanmu itu, pangeran?"
"Tigaratus, ayahanda. Kurang lebih tigaratus orang."
"Baiklah!"
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kaisar mengangguk.
"Sekarang juga dapat kau peroleh surat itu, anakku. Kau benar mirip ibumu yang selalu tidak melupakan orang lain meskipun diri sendiri berada dalam keadaan gembira!"
Kaisar lalu memberi tanda.
Mayat Menteri Gong yang berkhianat sudah lama diambil, dan kaisar yang menunjuk Menteri Kam yang menjabat sebagai menteri sosial sudah diperintahkan untuk mengambil tigaratus sertifikat tanah.
Saat itu juga diberikan Bun Hwi, dan Bun Hwi yang gembira bukan main tiba menjatuhkan diri berlutut.
"Ayahanda, beribu terima kasih bahwa demikian mudahnya hamba mendapat bantuan ini. Semoga paduka dilimpahi kebahagiaan selamanya..."
Sri baginda tersenyum.
"Itu memang sudah hak rakyat, Bun Hwi. Mudahan kau dapat kembaii dengan cepat setelah mendapatkan ibumu..."
Bun Hwi bangkit berdiri. Dia memberi hormat sekali lagi, lalu menjura di depan Menteri Hu diapun berkata.
"Paman Hu, perkenankan aku pergi. Mudahan tak ada halang yang menghambat sisa tugasku!"
"Ah, kau hanya mencari ibumu saja kan, pangeran?!"
"Ya, tapi setelah menyelesaikan urusan di Ki-leng, paman. Aku hendak mendahulukan urusan itu setelah mengobati temanku ini."
"Baiklah. Semoga tak ada halangan, pangeran. Tapi...."
Hu-taijin tiba berbisik.
"Bawa ke mari Cupu Naga itu, pangeran. Kau harus menjadi putera mahkota karena kau mempunyai hak!"
Bun Hwi terkejut.
Dia memandang mente ini, tapi Kiok Lan yang tiba mengeluh membuat dia menoleh.
Ternyata gadis itu menggeliat dan baru ia menjerit kecil mendadak Kiok Lan terguling roboh.
Pingsan! Bun Hwi jadi terkesiap.
Dia tak memperdulikan lagi ucapan Hu-taijin itu, dan bergegas mengangkat tubuh Kiok Lan diapun berkelebat pergi.
"Paman Hu, sampai jumpa... !"
Bun Hwi sudah lenyap dari ruangan sidang. Tapi baru dia menginjak ruangan luar se-konyong Hu Lan muncul.
"Bun Hwi, kau tidak pamitan padaku?"
Bun Hwi tertegun. Dia jadi terbelalak melihat gadis ini, dan mata Hu Lan yang ber-kaca membuat dia bengong.
"Hu-siocia, maafkan aku yang ter-buru ini. Kau sudah lihat keadaan temanku ini, bukan?"
"Ya, aku tahu, Bun Hwi. Dan agaknya kalian akrab benar. Pacarmu kah dia itu?"
Bun Hwi terkejut.
"Dia teman baikku, nona. Aku berhutang budi padanya ketika lima tahun yang lalu dia menolongku dari ancaman bahaya."
"Hm"
Hu Lan hanya mengeluarkan suara dari hidung. Lalu melompat pergi iapun bersungut.
"Kau pemuda hidung belang, Bun Hwi. Setiap gadis cantikpun agaknya kau suka!"
Bun Hwi merah mukanya.
Ia tidak tahu mengapa Puteri Hu-taijin itu rupanya sengit kepadanya.
Tapi Bun Hwi yang mengangkat pundak segera tersenyum pahit.
Dia melompat lagi, menggerakkan kakinya keluar dari istana.
Tapi baru tiba di luar tembok kota raja mendadak Mei Hong muncul! "Bun Hwi, mau kau bawa ke mana kekasihmu yang cantik itu?"
Bun Hwi melenggong.
Dia kaget melihat Mei Hong yang tiba sudah berdiri di ujung jalan, berkacak pinggang seakan menantangnya.
Dan Bun Hwi yang baru teringat bahwa gadis ini juga berada di dalam istana mendadak jadi pucat mukanya.
Dia gugup, tak tahu apa yang harus dilakukannya di depan gadis ini.
Dan Mei Hong yang melangkah maju mendadak berapi matanya.
"Bun Hwi, tak dapatkah kau jawab pertanyaanku? Sudah gagukah mulutmu setelah berdekatan dengan gadis itu?"
Bun Hwi menelan ludah.
Dia benar gugup dan maklum Mei Hong sedang marah kepadanya maka diapun mencoba tersenyum.
Tapi, karena lagi bingung maka senyum ramah yang sedianya hendak diberikan malah berbalik jadi senyum kecut yang pecingas-pecingis mirip anjing tersekat tulang! "Mei Hong, aku....eh, aku hendak mengobati Kick Lan.
Kau kenapa tiba ada di sini?"
Mei Hong melangkah maju.
"Aku hendak memakimu, Bun Hwi. Karena kau tak tahu balas budi suhu yang telah mengorbankan jiwanya untukmu! Beginikah sikapmu sekarang setelah mendapat pertolongan orang lain?"
Bun Hwi tertegun. Dia terkejut bahwa Hwa-i Sin-kai benar telah tewas dalam usahanya menolong dia, membebaskan fitnah yang hampir saja membuatnya celaka! Tapi Bun Hwi yang merasa bersalah segera menarik napas panjang.
"Mei Hong, aku memang bersalah. Aku lupa tak mengucapkan terima kasih pada mendiang suhumu. Tapi di mana sekarang mayat suhum itu? Apakah telah kau bawa ke markas Hwa-i Kai-pang?"
"Hm, pertanyaan yang terlambat, Bun Hwi. Hwa-i Kai-pang telah hancur dibakar Tung-hai Lo-mo!"
"Ah...!"
Bun Hwi terkejut.
"Lalu bagaimana nasib anak buahmu, Mei Hong?!"
"Hm, tak perlu kau tahu, Bun Hwi. Tapi kalau kau benar ingat budi suhu, bayarlah sekarang satu permintaanku!"
Bun Hwi membelalakkan mata.
"Permintaan apa, Mei Hong?"
"Tinggalkan gadis itu!"
Bun Hwi terkejut.
"Kau gila, Mei Hong?"
Dia berteriak.
"Kenapa kau minta yang bukan?!"
"Hm !"
Mei Hong menjebikan mulutnya.
"Memang sudah kuduga, Bun Hwi. Kau tentu tidak bisa membalas budi suhu!"
"Ah, tapi gadis ini sakit, Mei Hong. Mana bisa kuserahkan padamu? Dan, untuk apa kau menghendaki Kiok Lan?"
Mei Hong tiba berapi mukanya.
"Dia yang menjadi gara, Bun Hwi. Dia yang membuat Hwa-i Kai-pang diobrak-abrik Tung-hai Lo-mo!"
"Ah, bagaimana bisa begitu? Bagaimana ceritanya?!"
Mei Hong tak mau bicara "Aku tak perlu menjawab pertanyaanmu, Bun Hwi. Yang jelas katakan sekarang, kau serahkan gadis itu atau tidak?!"
Bun Hwi melangkah mundur. Dia pucat menghadapi gadis ini, gadis cantik yang dulu sama terbelenggu di tempat walikota Wong, di kota Lauw-yang, di mana ayah gadis itu terbunuh. Dan Bun Hwi yang gemetar kakinya ini menggigil.
"Mei Hong, kenapa kau demikian menyudutkan aku? Tidak tahukah kau bahwa Kiok Lan harus segera diobati?"
"Hm, aku tak tanya itu, Bun Hwi. Yang kutanya adalah mau atau tidak kau menyerahkan siluman betina itu?!"
Bun Hwi mundur. Dia bingung, melihat Mei Hong melangkah maju mengikutinya. Dan Bun Hwi yang tiba mengeraskan hatinya ini berseru.
"Mei Hong, permintaanmu kukabulkan. Tapi tunggu sampai dia sembuh...!"
Mei Hong mendengus.
"Aku tak mau menunggu, Bun Hwi. Dia telah menghancurkan segala yang kupunyai!"
Bun Hwi terkejut. Dia mendengar suara yang mengandung isak pada ucapan gadis ini, dan Mei Hong yang menggigit bibir tiba menjerit.
"Bun Hwi, serahkan siluman betina itu..!"
Bun Hwi terkesiap. Dia otomatis menghindar, tapi kaki Mei Hong yang bergerak ke atas tahu menghantam lehernya.
"Dess...!"
Bun Hwi terlempar. Dia kaget oleh tendangan yang tidak disangka itu, dan Kiok Lan yang terlepas dari pondongannya tiba mencelat bergulingan disambar Mei Hong! "Hei, lepaskan, Mei Hong.!"
Tapi Mei Hong tak menggubris teriakan ini.
Ia telah memutar tubuh, dan kedua kakinya yang bergerak cepat tahu telah meninggalkan Bun Hwi berkelebat lenyap.
Tentu saja Bun Hwi kelabakan dan marah oleh perbuatan Mei Hong yang dianggapnya sinting, tiba Bun Hwi mengejar.
"Mei Hong, lepaskan dia...!"
Mei Hong masih tak perduli. Dia terus melarikan diri, dan Bun Hwi yang tiba mengerahkan tenaganya se- konyong melomat jauh. Dia melayang di atas kepala gadis ini, lalu begitu tangannya bergerak diapun menampar kepala gadis itu.
"Plak!"
Mei Hong ter-guling. Gadis itu berteriak dan Bun Hwi yang sudah menyambar Kiok Lan yang terlepas dari tangannya mendadak dibentak.
"Bun Hwi, serahkan siluman betina itu.... !"
Bun Hwi terkejut. Dia melihat Mei Hong nekat merebut Kiok Lan dari tangannya, dan marah oleh sikap gadis ini mendadak dia menangkis sambil menampar pipi gadis itu.
"Mei Hong, kau terlalu....!"
Dan Bun Hwi yang sudah mengayun lengannya tiba menampar pipi Mei Hong dengan keras.
"Plak-plak!"
Mei Hong menjerit.
Ia terjungkal, dan Bun Hwi yang melihat gadis itu terpelanting oleh pukulannya tiba tertegun.
Dia melihat Mei Hong mencabut tongkat, melompat bangun dengan mulut pecah.
Dan Mei Hong yang menggigil memandangnya gemetar seluruh tubuhnya "Bun Hwi, kau...
kau membela gadis itu sedemikian rupa?! Kau menampar mulutku...?"
Bun Hwi menarik napas penuh sesal.
"Aku tak sengaja menyakitimu, Mei Hong. Aku tak berniat menamparmu kalau kau mau mengerti keadaanku..."
"Ah...!"
Mei Hong melengking tinggi.
Lalu begitu dia melihat Bun Hwi memandangnya penuh iba mendadak ia berkelebat ke depan.
Tongkat di tangan dihantamkan ke dada Bun Hwi, dan begitu kakinya terangkat tahu perut Bun Hwi sudah ditendangnya dengan penuh kemarahan.
"Plak-dess!"
Bun Hwi tak menangkis.
Dia menerima hantaman dan tendangan itu dan begitu dua pukulan mendarat di tubuhnya tiba saja Bun Hwi ter-guling dengan mulut dikatup rapat.
Dia tak mengeluh oleh serangan Mei Hong, dan Mei Hong yang mengira Bun Hwi pura kepadanya tiba memekik panjang.
Ia kembali menghantamkan tongkat ke punggung Bun Hwi, dan begitu Bun Hwi tak mengelak untuk yang kedua kalinya tongkat itupun menggebuk punggung hingga Bun Hwi muntah darah! "Ugh!"
Sekarang Mei Hong tertegun. Dia melihat Bun Hwi terhuyung, mengusap darah yang nengalir di pinggir mulutnya. Dan Bun Hwi yang tertawa pahit bertanya gemetar.
"Mei Hong, kenapa tak kau ulangi lagi pukulanmu? Aku sanggup menerimanya, Mei Hong. Biar seratus kalipun sampai aku mati!"
Mei Hong terbelalak. Ia terisak, melempar tongkat dan menggigil memandang Bun Hwi. Lalu melihat Bun Hwi tersenyum kepadanya tiba Mei Hong menjerit dengan hati seakan disayat.
"Bun Hwi, kau keji, kau tak berperasaan..."
Bun Hwi tertawa getir.
"Aku memang bukan orang baik, Mei Hong. Barangkali benar kalau aku manusia tak berperasaan. Tapi kenapa kau membuang tongkatmu? Ambillah, Mei Hong. Aku siap menerima hajaran tongkatmu seribu kali sampai mati!"
Mei Hong merintih panjang. la memungut lagi tongkatnya yang dibuang, memandang Bun Hwi dengan air mata bercucuran. Tapi melompat jauh tiba ia meninggalkan Bun Hwi dengan isak tangisnya yang menikam kalbu.
"Bun Hwi, kau laki jahat! Kau laki yang tak dapat dipercaya...!"
Bun Hwi melenggong.
Dia memanggil gadis itu agar kembali.
Tapi Mei Hong yang semakin mempercepat larinya tiba lenyap di balik hutan.
Gadis ini menangis ter-sedu, dan Bun Hwi yang heran oleh sikap Mei Hong yang dirasa aneh jadi terbengong seperti orang sinting.
"Ah, kenapa Mei Hong jadi begitu? Kenapa dia mengatakan aku laki tak dapat dipercaya?"
Bun Hwi menarik napas berat.
Sesungguhnya dia tidak mengerti bagaimana kemauan Mei Hong yang dirasa ganjil itu.
Tapi Kiok Lan yang tiba mengerang membuat dia cepat mengangkat bangun gadis ini.
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ternyata Kiok Lan mengeluh, dan gadis yang masih pingsan dalam sakitnya itu tiba mengigau.
"Bun Hwi, jangan tinggalkan aku... Jangan tinggalkan aku sendirian di dunia ini...!"
Bun Hwi terharu.
Dia mengencangkan ikat pinggang gadis itu yang kendor, lalu menarik napas sekali lagi tiba dia melompat.
Berlari cepat dari tempat itu mencari kelenteng tua.
*Oz* Kini Bun Hwi telah benda di sebuah kelenteng.
Dia mendapatkannya di luar hutan, sebuah kelenteng yang tak terawat serta kotor, di san-sini banyak sawang (sarang laba-laba).
Dan Bun Hwi yang sudah merebahkan tubuh temannya sejenak termangu dengan jantung berdebar.
Kiok Lan luka parah.
Kalau tidak segera ditolongnya tentu bakal semakin gawat.
Tapi Bun Hwi yang mengeraskan hati sudah berhasil menindas perasaannya.
Dia tak boleh ragu, tak boleh terlambat menolong gadis ini.
Maka Bun Hwi yang sudah menarik napas panjang segera memusatkan pikirannya.
Sekali dia mengerahkan tenaganya maka sinkang di pusar bergolak, dan begitu dia menyedot napas dalam, naiklah getaran mujijat dari dalam dadanya.
Inilah kesempatan satunya.
JaIan terbaik untuk menyelamatkan Kiok Lan.
Tapi Bun Hwi yang sudah siap menunduk untuk menyedot racun merah yang mengeram di tubuh Kiok Lan tiba tertegun.
Matanya membentur hidung yang kecil mancung itu, mulut yang kecil indah dengan bibir yang setengah terbuka, pucat, tapi bagaimanapun juga mempesona untuk dipandang.
Dan Bun Hwi yang bengong oleh keindahan mulut dan hidung itu mendadak terpesona.
Dia teringat kejadian lima tahun yang lalu.
Di mana dulu dia juga mengobati gadis ini dengan cara yang sama.
Menyentuh mulut mungil itu untuk dicium! Tapi kalau dulu dia meniupkan hawa ke mulut gadis itu, adalah sekarang dia bertindak sebaliknya.
Menyedot hawa untuk mengeluarkan racun Tapi, ke- duanya dilakukan dengan cara menempelkan mulut dengan mulut! Bun Hwi mendelong.
Hatinya tiba saja berdebar keras.
Dan hawa sinkang yang sudah dikumpulkan di dadanya mendadak buyar berantakan! Semuanya tiba menjadi kacau, dan Bun Hwi yang terbelalak matanya tiba saja mendengus.
Dia terpikat benar oleh pemandangan yang indah di depan matanya ini.
Kejelitaan seorang dara yang telah dewasa.
Cantik dan menggairahkan! Bun Hwi tiba-tiba tak tahan.
Dia gemetar dan menunduk oleh rangsangan darah muda yang bergolak di dadanya tiba Bun Hwi menunduk, mencium mulut gadis itu untuk melampiaskan rasa berahinya! Tapi, baru mulut mungil itu disentuh bibirnya, se-konyong batuk seorang wanita mengejutkan Bun Hwi.
"Anak muda, begitukah caramu memberikan pengobatan?"
Bun Hwi kaget bukan main. Dia mencelat dari lantai, terkejut bukan kepalang. Dan seorang wanita berkerudung hitam tahu telah berdiri di sudut ruangan membuat Bun Hwi tertegun.
"Kouwnio, kau... kau siapakah...?"
Wanita di depan tak menjawab. Dia batuk lagi, dan belum Bun Hwi mengulang pertanyaannya tiba wanita tak dikenal ini menggerakkan kaki dan berkelebat lenyap. Gerakannya macam iblis, dan Bun Hwi yang jadi kaget sgera mengejar.
"Kouwnio, tunggu dulu...!"
Tapi wanita berkerudung itu tak meninggalkan jejak.
Ia lenyap di pintu belakang, dan Bun Hwi yang ter- mangu segera pucat dengan mata terbelalak.
Setankah wanita itu? Atau dia sedang bermimpi? Bun Hwi merinding.
Ia teringat lagi keadaan Kiok Lan yang ada di dalam, dan khawatir wanita itu menjebaknya agar ia meninggalkan Kiok Lan cepat Bun Hwi melompat masuk.
Tapi ternyata gadis itu masih ada di dalam, telentang di lantai dengan keadaannya yang masih payah.
Dan Bun Hwi yang sudah hilang nafsu berahinya tiba berlutut.
Sekarang hatinya tenang, tak bergolak lagi.
Karena api nafsu berahinya telah "diguyur"
Wanita berkerudung hitam yang menegurnya di pojok.
Dan Bun Hwi yang cepat mengerahkan sinkangnya segera mengumpulkan tenaga.
Sekarang Bun Hwi benar mampu menindas semua pikiran buruknya.
Dia telah meramkan mata, menaikkan hawa di rongga dada.
Lalu begitu tenaga sinkangnya bergetar di dada dan dia menarik napas dalam, maka mulut Bun Hwi telah menempel di mulut gadis ini.
Bu Hwi mulai melakukan pengobatan, menyedot racun merah yang mengeram di tubuh Kiok Lan.
Dan Bun Hwi yang mengisap kuat-kuat dengan tenaga saktinya mulai merasa adanya hawa panas yang berbau amis di mulut Kiok Lan.
Itulah racun Ang-tok-ciang yang mulai naik disedot pemuda ini, racun berbahaya yang dipunyai pukulan Hong Lam! Tapi Bun Hwi tak perduli.
Dia terus menyedot dan menyedot-muntahkan hawa panas yang berbau amis itu setelah mulutnya penuh.
Dan Bun Hwi yang mengulangi hal ini sampai belasan kali tiba tertegun.
Dia sendiri masih meramkan mata, memusatkan seluruh perhatian pada pengobatan ini.
Tapi hawa panas yang telah hilang terganti hawa hangat mendadak membuat Bun Hwi membuka mata.
Karena, begitu bau amis serta hawa panas hilang dari mulut Kiok Lan, tiba saja Bun Hwi merasa lidah Kiok Lan bergerak-gerak, menyambut ciumannya tanda gadis itu sadar! "Ah!"
Bun Hwi terkejut. Dia otomatis menghentikan penyedotannya, dan Kiok Lan yang merasa Bun Hwi tidak meneruskan perbuatanny tiba membuka mata dan tersenyum dengan muka merah.
"Bun Hwi, nikmat sekali...!"
Bun Hwi melepaskan mulutnya. Dia seketika mencelat, pucat memandang Kiok Lan yang telah bangkit duduk dan ter-sipu memandangnya. Dan Bun Hwi yang kaget bahwa gadis itu sudah sadar tanpa dia ketahui jadi menggigil dengan kaki gemetar.
"Kiok Lan, kau sudah siuman...??"
Kiok Lan mengangguk "Ya, cukup lama, Bun Hwi. Aku sadar setelah dadaku tidak sesak lagi dalam sedotanmu yang ke lima!"
"Ah, kalau begitu, kenapa tidak memberitahu?!"
"Hm, untuk apa memberi tahu, Bun Hwi? Bukankah semestinya kau tahu sendiri?"
Bun Hwi menggigil. Dia terbelalak memandang gadis ini, yang menundukkan kepala dengan sikap malu. Tapi Kiok Lan yang sudah mengangkat mukanya tiba bertanya.
"Bun Hwi, kenapa kau tampaknya tidak senang bahwa aku telah sadar? Salahkah aku?" *Oz* (Bersambung
Jilid 25) Pojokdukuh, 09-08-2019 ; 21.34 WIB SENGKETA CUPU NAGA Karya . Batara SENGKETA CUPU NAGA - BATARA PUSTAKA . AWIE DERMAWAN
Kolektor E-Book
REWRITERS & PDF MAKERS. TEAM
Kolektor E-Book
Jilid 25 * * * BUN HWI mengejapkan mata. Dia menekan guncangan jantungnya yang berdebar dan menjawab dengan muka merah, dia menggelengkan kepala.
"Tidak, bukan itu, Kiok Lan. Tapi aku tadi takut bahwa kau akan menamparku lagi seperti dulu. Bukankah dulu kau marah kepadaku gara kejadian yang serupa...?"
Kiok Lan tiba tertawa manis.
"Bun Hwi, aku tak mungkin menampar mukamu lagi. Kau tidak melakukan yang lebih dari itu, bukan?"
"Ya, tapi.... tapi......"
"Ah, tak ada tetapi, Bun Hwi. Kau dua kali telah menyelamatkan jiwaku. Aku tidak marah... Bahkan, aku senang kau.... kau cium seperti itu....!"
Bun Hwi terkejut.
"Kiok Lan....!"
Tapi Kiok Lan sudah memutar tubuhnya.
Gadis ini berkelebat keluar, meninggalkan Bun Hwi dengan muka merah seperti udang direbus.
Karena bagaimanapun juga ia jengah keterlepasan bicara seperti itu.
Tapi Kiok Lan yang mengharap Bun Hwi mengejarnya tiba menjadi kecewa.
Bun Hwi ternyata mendelong di dalam ruangan itu, tak bergerak setelah mendengar ucapan yang demikian polos tanpa disertai kegenitan tak wajar dari mulutnya.
Dan Kiok Lan yang melihat Bun Hwi tak mengejarnya seperti yang diharap tiba terisak.
Gadis ini menangis, dan Kiok Lan yang mengguguk di bawah pohon tiba membanting pantatnya dan menangis ter-sedu! Bun Hwi terkejut.
Dia mendengar tangis temannya yang demikian sedih.
Dan kaget serta heran mendengar tangis ini tiba saja dia berkelebat keluar.
Dan Kiok Lan dilihatnya di bawah pohon itu, mengguguk dengan kedua pundak ber-guncang.
Dan Bun Hwi yang sudah melompat mendekati, bertanya.
"Kiok Lan, ada apakah? Kenapa kau menangis demikian sedih?"
Kiok Lan menutupi kedua mukanya. Ia kelihatan marah, dan melihat Bun Hwi menyentuh pundaknya tiba saja ia menepis kedua tangan pemuda itu dengan kasar.
"Bun Hwi, jangan sentuh aku. Pergilah....!"
Bun Hwi terkejut.
"Kenapa, Kiok Lan?"
"Tak perlu kau tahu!"
Kiok Lan tiba sudah melompat bangun, lalu memutar tubuh ia lari meninggalkan Bun Hwi dengan sisa tangisnya yang masih ter-sedu. Bun Hwi tentu saja tertegun, dan penasaran oleh sikap temannya ini tiba dia mengejar.
"Kiok Lan, berhenti dulu...!"
Kiok Lan masih terus berlari.
Ia tak menghiraukan seruan ini, malah tancap gas mempercepat larinya.
Dan Bun Hwi yang gemas serta marah mendadak melompat tinggi dan menghadang di depan.
Lalu begitu Kiok Lan tersentak kaget tahu dia telah menangkap gadis ini, yang tak dapat ditahan lagi menubruk dirinya dan masuk dalam pelukannya! "Kiok Lan, jangan membuat aku bingung.
Kau katakanlah, kenapa kau jadi marah begini?!"
Kiok Lan meronta. Ia hendak melepaskan diri, namun kedua tangan Bun Hwi yang erat mencekal pinggangnya tak mampu dia lawan. Gadis ini akhirnya mengeluh, dan memukul dada Bun Hwi ber-tubi dan merintih.
"Bun Hwi, kau keji.... kau laki tak berperasaan....!"
Bun Hwi terkejut.
"Kenapa begitu?"
Dia teringat makian Mei Hong yang juga sama dengan makian gadis ini! Dan Kiok Lan yang akhirnya mengangkat dagu memandang pemuda itu dengan muka menggigil.
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Kiang Chu Gie Karya Siao Shen Sien Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long