Ceritasilat Novel Online

Sepasang Cermin Naga 7


Sepasang Cermin Naga Karya Batara Bagian 7



Sepasang Cermin Naga Karya dari Batara

   

   "Ayah, minggir. Kalau begitu biar aku yang maju dan biar Kim twako melihat kemajuan ilmu pedang kita ... awas!"

   Dan Swal Lian yang membentak serta menusuk lawan tiba - tiba membuat Kim-mou-eng tersentak mengelak mundur, diserang lagi dan segera Ilmu Pedang Maut atau Giam lo Kiam-sut menyambar-nyambar tubuh Pendekar Rambut Enas ini.

   Swat Lian mendahului ayahnya dan sudah menyerang lawannya itu, pedang berkelebatan dan akhirnya lenyap dalam gerakan membacok dan menusuk, juga menyendok dan menebas.

   Bukan main hebatnya.

   Dan ketika Kim mou eng masih mendelong dan lambat berkelit maka ujung pedang mengenai bahunya dan seketika itu juga darah mengucur di pundak pendekar ini.

   "Crat - aih!"

   Orang orang tertegun.

   Teriakan itu bukan dari Kim - mou eng, melainkan dari Swat Liai.

   Galis ini terpekik karena lawan tergores, kecil saja tapi sudah cukup membuat Swat Lian terkejut.

   Suaranya menunjukkan isi hatinya dan segera Hu taihiap merah mukanya.

   Nyata dari sini bahwa anak gadisnya masih tak dapat melupakan pendekar itu, Hu-taihiap menggeram dan malu terhadap yang lain.

   Dan ketika Kim-mou-eng465 kembali tertegun dan lambat berkelit maka ujung pedang kembali mengenai pangkal lengannya dan Swat Lian terisak, berseru.

   "Twako, balaslah. Ayo balas dan jangan biarkan ayah yang maju!"

   Kim mou-eng membelalakkan mata.

   Setelah berkali kali Swat Lian menunjukkan kecemasannya akan ayahnya itu maka penasaran dan heranlah Pendekar Rambut Emas ini, heran akan kekhawatiran lawannya itu dan melihat pedang mulai berkelebatan semakin cepat.

   Tusukan dan tikaman mulai mendsing pula secara halus, ini berarti semakin halus semakin berbahaya Dan ketika benar saja sebuah jurus aneh dilakukan Swat Lian karena pedang menyendok"

   Dari bawah ke atas tiba-tiba pangkal lengannya terbacok dan Swat Lian menjerit.

   "Crattt.aaiih!"

   Kim mou-eng terhuyung.

   Sang pendekar tergetar karena pekik atau jerit Swat Lian itu menyentak perasaannya, mata yang terbelalak melebar itu berhenti berputar, sedetik tak berkejap memandangnya tapi Hu taihiap tertawa bergelak.

   Jago pedang itu menyatakan kegembiraannya karena puterinya dapat melukai Pendekar Rambut Emas, Kim-mou eng kaget dan marah.

   Dan ketika Swat Lian kembali menyerang namun mengeluh agar dia membalas atau mengimbangi permainannya akhirnya Pandekar Raabut Emas ini bergerak dan mengangguk.466

   "Baiklah, aku memenuhi permintaanmu, Lian moi. Tapi betapapun aku akan menghadapi ayah mu..... plak-plakl"

   Dan pedang yang ditangkis serta ditolak terpental akhirnya membuat Swat Lian bersemangat dan tidak ragu-ragu lagi, Mengetahui bahwa lawannya ini bukanlah lawan biasa.

   Sekali Kim-mou-eng mengeluarkan kepandaiannya tentu pertandingan berjalan seru dan ramai, gadis itu membentak dan menerjang lagi.

   Dan ketika Kim mou-eng menyambut dan melayani lawan nya maka penonton pn kagum melihat gerakan Pendekar Rambut Emas itu, menyampok dan mengibas dan terpentaliah pedang di tangan putri Hu Bang Kui itu.

   Swat Lian melengking dan mempercepat gerakannya, dan ketika pedang berseliweran naik turun dan melingkar serta menari-nari di udara maka mendesah dan berserulah orang orang itu melihat keindahan dan kehebatan ilmu pedang gadis ini pula.

   "Aihhh, kiam sut ( ilmu pedang ) yang lihai. Hebat sekali, indah.....!"

   "Ya, dan pinto mengakui keluar biasaannya, Bi Lung lo-suhu. Pinto mengaku bahwa pinto bukan apa- apa menghadapi ilmu pedang ini!"

   "Tapi Kim-taihiap dapat melayani. Berarti Kim taihiap pun hebat!"

   "Benar, Kim mou-eng memang hebat. Entah siapa yang akan menang dalam pertandingan ini!",467

   "Ha ha!"

   Hu taihiap tertawa bergelak.

   "Kalau puteriku bersungguh sungguh tentu ia menang, cuwi enghiong. Lihat dan perhatikan saja ilmu pedangnya!"

   Kim mou eng mendongkol.

   Ilmu pedang yang dimainkan Swat Lian memang hebat dan cepat dia harus mengakui itu.

   Tapi karena ia bertangan telanjang dan selama ini pedang gadis itu ditolak terpental maka Pendekar Rambut Emas merasa Hu-taihiap terlalu jumawa, agak bingung menghadapi lawannya ini karena Swat Lian adalah gadis yang baik.

   Juga, hm....ada "apa apa"

   Sebenarnya di antara mereka.

   Dia tak ingin merobohkan lawan tapi juga tak ingin dirobohkan.

   Dua pilihan yang bertolak belakang tiba-tiba menghadang di depannya.

   Dan ketika lawan mempercepat gerakannya dan Swat Lian mengerahkan ginkang tiba-tiba gadis itu lenyap dalam lingkaran pelangnya yang bergulung- gulung.

   "Kim-twako, awas. Aku akan mengeluarkan beberapa jurus yang berbahaya!"

   "Hm,"

   Kim -mao - ng tersenyum, hambar. Kau keluarkanlah seluruh kepandaianmu, Lian moi. Biar ayahmu puas dan lihat apakah kau dapat merobohkan aku."

   "Ayabku menyuruhku, maaf aku terpaksa..."

   Dan Swat Lian yang menusuk seria membacok di udara tiba tiba membentak menyuruh lawannya waspada, sebuah serangan kilat meluncur menuju Pendekar Rambut Emis itu.

   Tapi Kim-mou-eng yang mengelak dan468 menyamplok cepat tiba - tiba menggerakkan tangannya melakukan tamparan miring.

   *Plak!"

   Pedang melejit, tertolak dan tiba-tiba sudah membalik dengan kecepatan tinggi.

   Swat Lian yang menggerakkan kaki setengah berputar tabu-tahu mengayun pedangnya dengan posisi dibalik, mata pedang berada di luar sementara bagian yang tidak tajam di dalam.

   Dan ketika pedang mengaung dan melejit seperti tokek meloncat tiba-tiba pedang sudah menyambar leher Kim mou - eng tanpa sempat dikelit lagi.

   "Awas!"

   Kim mou eng terkejut. Dia tak menduga serangan aneh itu, merendahkan kepala tapi pedang membayangi. Dan ketika pendekar itu kaget dan berseru keras tahu-tahu senjata di tangan lawan mengenai leher.

   "Plak!"

   Kim-mou-eng terhuyung.

   Hu Beng Kui tertawa bergelak melihat keberhasilan itu, tapi juga mengomel kenapa puterinya membalik mata pedang, Swat Lian memang tak mau melukai orang yang dicinta dengan pedang yang tajam, jadi memberikan bagian yang tumpul untuk menetak leher.

   Dan ketika Kim mou - eng terhuyung dan kaget leh jurusnya yang aneh maka gadis itu berseru kembali menggerakkan pedangnya dengan posisi menggunting, tangan kiri bergerak pula469 dari bawah ke atas mencegat gerakan lawan.

   Satu satunya jalan bagi Kim-mou-eng hanya meloncat ke atas.

   Kiri kanan dan bawah sudah dihadang Tapi ketika pendekar itu meloncat ke atas dan lawan mengikuti tiba tiba pedang membayangi cepat dan......

   belikat pun disambar pedang.

   "Brett!"

   Baju di bagian punggung pendekar itu robek.

   Kim-mou eng tersentak karena dua kali ia merasa kalah, pedang bergerak lagi dan berturut-turut pangkal lengan dan pahanya menjadi korban.

   Untunglah, dia mengerahkan sinkangnya dan kebal oleh bacokan semua senjata tajam itu.

   Dan ketika Swat Lian berseru agar dia mengeluarkan pit-nya karena serangan akan semakin gencar maka apa boleh buat terpaksa pendekar ini mencabut senjatanya, sebatang pit atau pena dan dengan senjata aneh itu Pendekar Rambut Emas melayani lawan, Trang-tring trang ting muli terdengar, Pendekar Rambut Emas mengerahkan Tiat-lui - kang nya atau Tenaga Petir untuk mengisi"

   Pitnya ini.

   Dan ketika benar saja serangan serangan pedang kian gencar dan Kim-mou-eng harus mengerahkan ginkang hingga tiba- tiba keduanya lenyap dalam serangan serangan yang cepat maka orang-orang seperti Bi Lung Hwesio atau Ciu Kak Tojjn sudah tak dapat mengikuti jalannya pertandingin lagi.

   "Aih, ini benar benar hebat. Pinceng merasa kabur..!"470

   "Ya, dan pinto juga berkunang-kunang, Bi Lung lo suhu. Sukar dipercaya babwa kehebatan mereka ini masih bukan tandingan enam iblis dunia!"

   "Ha-ha, mana mungkin?"

   Hu Bng Kui kini bersero.

   "Kim-mou eng masih rendah kepandaianya, cuwi enghiong. Aku dapat melihat jelas dan bagiku gerakannya masih lmban, begitu pula puteriku!"

   Semua terkejut.

   "Tidak percaya?"

   Si jago pedang berkata lagi.

   "Dua-duanya sekarang imbang, cuwi enghiong. Tapi kalau pit di tangan Pendekar Rambut Emas itu dapat dipatahkan puteriku tentu Kim - mou eng kalah. Sayang, agaknya dalam hal tenaga memang puteriku kalah kuat. Putriku akan mengeluarkan jurus jurus berbahayanya dan Kim-mou-eng harus mengeluarkan Pek-Sian-ciang (Pukulan Dewa )!"

   Bi Lung Hwesio dan lain - lain terbelalak.

   Pek- sian-ciang, nama pukulan itu sudah mereka dengar sebagai ilmu paling dahsyat yang dipunyai Pendekar Rambut Emas, jarang dikeluarkan kalau tidak terpaksa.

   Dulu Hu Beng Kui sendiri kalah menghadapi Kim mou eng, padahal pendekar itu belum mengeluarkan Pek sian-ciang Tapi karena kekalahan si jago pedang disebabkan lengannya yang buntung dan Kim-mou eng selalu mengarahkan serangan serangannya pada bagian yang buntung ini di mana waktu itu Hu Beog Kui memang tak dapat berkutik maka sesungguhnya sukar jaga menentukan siapa sebenarnya di antara si jago471 pedang ini dan Kim mou eng yang lebih unggl, kalau si jago pedang tidak buntung.

   Dan kini Hu .

   taihiap menyatakan kepandaian Kim mou eng bukan apa-apa, gerakan pendekar itu di anggapnya lamban dan dengan pongah Hu Beg Kui menyatakan komentarnya.

   Sungguh orang tak mudah percaya dan ada di antaranya yang tertawa di dalam hati, orang orang yang dulu mengetahui kekalahan si jago pedang ini.

   Namun ketika pertandingan kian memuncak dan Swat Lian terbawa oleh semangatnya melibat pedangnya selalu tertangkis pena tiba-tiba gadis ini membentak mengeluarkan tiga jurus simpanan, percaya bahwa betapa pun Kim-mou eng adalah lawan yang hebat.

   "Kim twako, awas. Sekarang aku mengeluar kan jurus jurus inti.... wut - singgg....!"

   Pedang mengaung bagai pelangi, bergerak memanjang dan melengkung dari atas ke bawah.

   Swat Lian mengeluarkan jurus yang disebut Menyebar Siluman Mencari Naga, sebuah gerakan berbahaya menuju leher lawan.

   Dan ketika pit di tangan Kim mou eng itu menangkis namun Swat Lian menambah tenaganya maki untuk pertama kali Kim - mou-eng terkejut karena pedang tidak terpental, membesut dan secepat kilat pedang turun ke bawah, menempel di pitnya, jadi membest dan siap membabat jari jarinya.

   Kaget pendekar ini.

   Dan karena gerakan sudah sedemikian cepat dan satu satu nya jalan ia harus menggerakkan tangan kirinya untuk membantu pit di tangan kanan472 maka Pndekar Rambut Emas mengepret dan menghalau pedang itu.

   "Plak!"

   Pedang menggelincir.

   Swat Lian sudh meneruskan dengan jurus kedua, Naga Tertangkap.

   Apa yang dilakukan Kim-mou eng memang sudah diduga, itulah jebakan yang dipasang dalam jurus pertamanya tadi.

   Kim-mou-eng telah menggerakkan kedua tangannya, jadi, bagian bawah kosong.

   Dan karena bagian bawah ini adalah sepasang kaki dan pedang sudah membacok begitu dihalau tahu-tahu pedang menukik ke bawah den menyambar paha Kim mou eng, tentu saja membuat sang pendekar terkejut karena dua jurus berturut-turut ini dilakukan Swat Lian luar biasa cepatnya.

   Lawan seolah tak memberi kesempatan padanya untuk berpikir, semuanya harus dilakukan secara cepat, spontan.

   Dan ketika dia membentak dan apa boleh buat harus menggerakkan kakinya menendang pedang itu sekonyong-konyong pedang berhenti di tengah jalan dan.....

   mencuat naik menusuk matanya, dalam jurus terakhir yang disebut Pedang Siluman Memasuki Guha.

   "Hayaa.....!"

   Kim-mou eng tak mendapat kesempatan lagi.

   Menghindar atau melompat sudah tak ada waktu.

   Tiga jurus berturut-turut yang dipertunjukkan Swat Lian ini amat cepat luar biasa dan berbahaya, semuanya mengunci jalan keluar, mematikan langkah.

   Dan karena mata disambar pedang473 dan Kim mou-eng terkecoh oleh jurus kedua hingga kaki terangkat menendang angin kosong maka secara mengejutkan tapi juga mengagumkan tiba tiba pendekar ini berseru keras memutar tubuhnya, dengan satu kaki Lalu membentak melepas pitnya tiba tiba senjata itu menotok pergelangan tangan Swat Lian sementara telapak Kim-mou-eng menerima pedang dengan satu pukulan dahsyat, satu pukulan yang mengeluarkan cahaya putih dimana tiba-tiba Swat Lian menjerit, silau.

   "Plak - dess!"

   Gebrakan ini mengakhiri pertandingan.

   Swat Lian yang melakukan tusukan cepat tiba tiba mengeluh, pedangnya bertemu telapak lawan dan hancur berkeping-keping.

   Pit di tangan Kim mou eng yang tadi diluncurkan dan menyambar pergelangan tangannya tepat sekali mengenai jalan darah ku-hiat, langsung tangan gadis ini menjadi kaku dan tak dapat digerakkan.

   Dan ketika Swat Lian terhuyung dan pucat memandang ke depan maka Kim-mou-eng juga terdorong dan pipinya sedikit tergurat, kena mata pedang, masih tak dapat menyelamatkan diri sepenuhnya.

   "Ha ha, hebat, Kim mou-eng. Pek sian ciang mu tangguh dan luar biasa .... !"

   Hu Beng Kui, yang melihat berakhirnya pertandingan itu berseru.

   Dia berkelebat menahan puterinya, Swat Lian jatuh terduduk dan terisak.

   Dan ketika semua orang bengong karena dua-474 duanya tampak terdorong maka Kim-mou-eng membungkuk di depan jago pedang itu.

   "Hu-taihiap, Giam-lo Kiam-sutmu sekarang maju pesat. Aku mengakui kelihaiannya dan nyaris celaka."

   "Ha-ha, tidak sepenuhnya begitu, Kim mou eng. Kau pun menotok puteriku dan membuatnya tidak berdaya. Betapapun kau masih menang seurat dan Pek - sian ciangmu cukup hebat. Hayo buktikan padaku dan kini kita main main!"

   Si jago pedang melepas puterinya, berdiri tegap dan berseri-seri memandang Pendekar Rambut Emas itu. Lalu sementara Kim mou eng terkejut dan terbelalak memandangnya jago pedang ini menyambung.

   "Aku akan merobohkanmu sepuluh jurus. Lebih dari itu anggap aku yang kalah!"

   "Ayah....!"

   Swat Lian terkejut.

   "Kau gila? Tidak, Kim twako masih lelah, ayah. Dia harus istirahat dan tak boleh bertempurl"

   "Kenapa?"

   Ayahnya tertawa bergelak.

   "Sebagai pendekar tak perlu dia takut, Lian-ji Sejenak ini saja cukup baginya untuk memulihkan tenaga. Minggirlah, aku hanya melayaninya sepuluh jurus dan setelah itu dia roboh. Aku akan mainkan ilmu silat pedang dengan ranting ini dan kau tak perlu khawatir!"

   Hu Beng Kui telah mematahkan sebatang ranting, memutar - mutarnya di tangan dan Swat Lian terbelalak.

   
Sepasang Cermin Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Ayahnya tidak mempergunakan senjata tajam, hanya sebatang475 ranting.

   Namun karena benda apa saja bisa menjadi amat berbahaya kalau berada di tangan ayahnya yang sakti tiba-tiba Swat Lian menggeleng dan melompat bangun.

   "Tidak, yah. Aku sudah kalah dan kau tak boleh memaksa Kim twako. Dia lelah dan harus beristirahat!"

   Namun Hu Beng Kui yang tertawa bergelak menggerakkan ranting itu tiba tiba telah menotok puterinya hingga roboh terpelanting.

   Jago pedang ini menggerakkan senjatanya tanpa menyentuh leher puterinya itu, angin bercuit dan robohlah anak gadisnya itu.

   Dan ketika Swat Lian memaki-maki namun sang ayah tidak menggubris maka Kim mou eng yang tertegun dan terkejut melihat semuanya itu sudah menerima pitnya lagi yang ditendang ujung kaki Hu taihiap.

   "Kim mou eng, ayo kita main main. Puteri ku masih kurang sungguh sungguh, tak puas aku. Bersiaplah sepuluh jurus dan pergunakan senjata mu itu.... wutl"

   Pit ditangkap, Kim mou eng menerima dan Pendekar Rambut Emas ini merah mukanya.

   Berkali kali Hu Beng Kui menyatakan hendak merobohkannya dalam sepuluh jurus saja, kata kata mengejek yang membuat dia marah dan direndahkan.

   Dan karena lawan sudah berdiri tegak dan menantangnya pongah maka Kim - mou eng mengangkat pitnya itu menghadapi Hu Beng Kui.476

   "Baiklah, kau berkali-kali menantang aku, Hu taihiap. Kalau aku mundur tentu kau akan semakin menghina aku, majulah!"

   "Eb, kenapa aku? Kau yang maju, Kim mou eng. Kau langsung saja keluarkan Pek-sianciangmu itu, ha ha!"

   "Hm...!"

   Kim-mou-eng merah padam.

   "Kau yang meminta, Hu-taihiap. Dan jangan kau menyalahkan aku kalau ada apa-apa...... Wt!"

   Pena menusuk, sudah bergerak dan cepat menyambar jago pedang ini.

   Hu- taihiap tertawa dan mengejek, tidak berkelit melainkan menggerakkan rantingnya itu.

   Dan ketika dia berkata bahwa sebaiknya Kim-mou-eng mempergunakan Pek- sian-ciang membantu pit-nya itu maka si jago pedang menangkis dan langsung mengerahkan tenaga.

   "Pletak!"

   Kim-mou-eng terkejut. Hanya dalam satu gebrakan itu saja tiba - tiba pitnya patah, bukan main kagetnya pendekar ini. Dan ketika dia terbelalak dan berseru keras maka Hu Beng Kui berkelebat dan membalasnya.

   "

   Plak - dess!"

   Kim-mou eng mencelat.

   Dia menangkis tapi terlempar, mengerahkan Tiat-lui kang tapi membalik.

   Dan ketika dia terlempar bergulingan dan kaget serta berseru keras maka Hu Beng Kui telah menusuk dan menyabetkan rantingnya itu, mainkan Giam-l Kiam-sut dan tertawa-tawa mengejar Pendekar Rambut Emas ini.477 Hu Beng Kui berkata bahwa sebaiknya Kim-mou eng mengerahkan Pek-sian-ciang.

   bukan Tiat lui-kang.

   Dan karena seruan itu diucapkan sambil tertawa - tawa dan sebentar saja Pendekar Rambut Emas dibuat kaget oleh tangkisan yang selalu mental maka dua pukulan kembali mendarat di pundak dan lehernya.

   "Des - dess!"

   Hu Beng Kui tertawa bergelak. Kau jangan menyepelekan nasihatku, Kim-mou eng. Lihat dan buktikan bahwa permainan pedangku jauh lebih dahsyat dari pada dimainkan Swat Lian. Awas.... wirr- wutti!"

   Ranting itu menyambar lagi, memang benar jago pedang ini mainkan Giam-lo Kiam-sut kecepatannya jauh melebihi kecepatan Swat Lian dni Kim mou eng kaget bukan main karena tubuh pendekar itu hanya merupakan bayangan cepat belaka, tak dapat diikuti dan terkenalah dia oleh sebuah "bacokan"

   Ranting, tampaknya ranting saja tapi punggungnya terobek lebar, sinkangnya tak cukup melindungi tubuhnya hingga kekebalannya tembus.

   Pendekar Rambut Emas melempar tubuh bergulingan dan luka berdarah.

   Swat Lian memekik di sana dan ayahnya tertawa gembira.

   Dan ketika pendekar itu pun mengejar dan berkelebatan mengikuti lawan tiba-tiba Kim-mou-eng dihujani serangan dan bertubi-tubi mendapat tusukan atau bacokan ranting.

   Hu Beng Kui mainkan silat pedang dengan rantingnya itu tapi tenaga yang dipakai adalah Khi bal-sin kang, kecepatan yang dipergunakan adalah478 Jing-sian - eng.

   Dan karena semuanya itu tentu saja tak dapat ditandingi Kim mou-eng dan Pendekar Rambut Emas ini mengeluh dan melempar tubuh ke sana ke mari maka pada jurus terakhir, di mana dia sudah terdesak hebat dan benar-benar tak dapat membalas maka tenggorokannya mendapat tusukan maut dan Hu Beng Kui tertawa bergelak.

   "Ayah...!"

   Kim-mou-eng pucat.

   Kini dia dibuat kaget oleh gerakan lawannya ini, dia benar-benar tak dapat mengikuti apalagi menangkis serangan lawan.

   Dan ketika ranting menyambar lurus dan menusuk tenggorokannya maka Pendekar Rambut Emas memejamkan mata dan mengeluh.

   "Tuk!"

   Ranting telah menyelesaikan pertandingan luar biasa ini.

   Kim-mou eng roboh tak berdaya, Swat Lian menjerit dan Bi Lung Hwesio serta yang lain lain bengong.

   Mereka itu tadi tak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi.

   Mereka hanya melihat bayangan Hu Beng kui lenyap dan Pendekar Rambut Emas tahu tahu roboh, entah pada hitungan ke berapa.

   Mereka itu tak dapat mengikuti.

   Jangankan mereka, Kim mou-eng sendiri yang memiliki kepandaian tinggi tak dapat mengikuti gerakan lawan.

   Dan ketika pertandingan itu selesai dan ranting menancap di leher pendekar ini maka Swat Lian memekik dan membentak ayahaya itu.

   "Ayah, kau kejam. Kau pembunuh!"479

   "Ha ha, siapa membunuh?"

   Hu Beng Kui membebaskan ttokan anaknya.

   "Lihat dan saksikan baik baik, Lian ji. Aku hanya merobohkan lawanku itu, tidak membunuh!"

   Swat Liap meloncat bangun. Dia sudah berkelebat dan berlutut di samping Pendekar Rambut Emas, melihat bahwa ranting ternyata hanya melekat"

   Saja di leher pendekar itu, tidak menusuk.

   Artinya, hanya menempel dan tidak menembus.

   Kiranya Hu Beng Kui tadi menotok dan melumpuhkan Kim mou eng dengan totokan istimewa, yang sepintas seolah membunuh lawannya.

   Dan begitu Swat Lian sadar akan perbuatan ayahnya tiba-tiba gadis ini mengeluh dan membebaskan totokan Kim mou eng.

   "Ayah, kau terlalu!"

   "Ha ha, siapa terlalu? Aku hanya hndak membuktikan bahwa Kim-mou eng sekarang bukan apa apa bagiku, anak baik. Dan agar orang-orang ini puas biarlah kau dan Kim - mou eng mengeroyok aku. Hayo..!"

   Hu Beng Kui melompat, menggetarkan tubuh dan membuang ranting di tangannya.

   Swat Lian telah membebaskan Kim mou eng dan Pendekar Rambut Emas ini melompat terhuyung, terkejut dan tertegun melihat kehebatan si jago pedang itu.

   Hu Bng Kui sekarang sungguh bukan Hu Beng Kui tiga tahun yang lalu.

   Kim mou eng tak tahu apa yang telah terjadi pada diri si jago pedang ini.

   Tapi melihat Swat Lian480 menolongnya dan mau tak mau ia tergetar oleh sikap dan kata-kata gadis itu maka Kim mou eng terbaru dan berbisik.

   "Lian - moi, terima kasih. Tapi ayahmu ini aneh sekali."

   Koleksi Kolektor Ebook "Itulah, dan dia memang hebat bukan main, twako. Nenek Naga Bumi dan Hek bong Siauw jin sendiri sekarang bukan tandingannya!"

   "Apa?' "Benar, dan Sepasang Dewi Naga juga bukan tandingan ayah, twako. Ayah sekarang sakti dan hebat. Kau dan aku bukan lawannya!"

   Kim-mou eng tertegun.

   "Apa kalian bisik - bisik?"

   Si jago pedang tertawa.

   "Hayo maju dan hadapi aku, anak-anak. Dan kau keluarkan Pek sian ciangmu agar tidak cepat roboh!"

   Hu Beng Kui berseru pada Kim-mou-eng, agak mendongkol juga karena sejak tadi Pendekar Rambut Emas ini memang belum mengeluarkan Pek sian ciang, akibatnya roboh dan percayalah sekarang Pendekar Rambut Emas itu bahwa Hu Beng Kui sekarang hebat.

   Demikian hebatnya hingga dalam beberapa jurus saja dia roboh.

   Pendekar Rambut Emas kagum dan heran.

   Dan ketika lawan sudah memandang mereka berdua dan Bi Lung Hwesio seria lain-lain trbelalak dan kaget oleh kesaktian pendekar ini maka Bi Lung Hwesio mulai berbisik-bisik dengan teman temannya.481

   "Aihh, Hu taihiap hebat bukan main. Kalau dia telah dapat merobohkan Kim mou-eng demikian mudah barangkali kita dapat mengharap bantuannya untuk menghadapi enam iblis dunia."

   "Ya, dan pinto tercengang, lo-suhu. Jago pedang ini luar biasa sekali. Tapi biarlah kita lihat dulu apakah sanggup dia menghadapi Kim-mou eng dan puterinya kalau maju berdua, apalagi kalau Kim taihiap mau mengeluarkan Pek - sian ciangnya."

   "Hm, pinto yakin,"

   Swan Hong Tojin tiba-tiba menyela, berseri-seri.

   "Sekarang pinto percaya bahwa inilah jago yang kita harapkan, Bi Lung lo - suhu. Tak perlu dibuktikan lagi pinto percaya bahwa Kim taihiap dan Hu siocia (nona Hu) bukan tandingan Hu-taihiap, meskipun mengeroyok!!"

   Tiga orang itu terbelalak ke depan.

   Mereka saling berbisik lagi dengan perlahan, tak tahu betapa Hu taihiap bergerak-gerak telinganya dan tertawa, mendengar percakapan itu.

   Dan ketika semuanya berhadapan dan si jago pedang menyuruh pterinya mencabut senjata maka pendekar ini berseru menjawab pertanyaan Bi Lung Hwesio dan teman temannya itu.

   "Bi Lung lo suhu, kalau aku tak dapat me.robohkan dua orang ini dalam limabelas jurus biarlah kuanggap diriku kalah. Nah, saksikan baik baik dan buktikan omonganku, ha-ha!"

   Kim mou eng merah mukanya.

   Dia tak menganggap lawannya sombong lagi, sudah mendapat482 pelajaran dan tahu bahwa lawan memang luar biasa Kesaktian jag pedang ini sudah di atas dirinya sendiri, bahkan, menurut Swat Lian, di atas Hek-bong Siauwjin dan nenek Naga Bumi.

   Bukan main! Dan ketika dia kecut memandang jago pedang itu dan mencabut pit nya yang baru maka Hu Beng Kui tertawa memberi tanda.

   "Bagus, ayo kalian mulai. Dan lebih bersungguh sungguh!"

   "Hm,"

   Kim mou eng melirik Swat Lian.

   "Apakah kau mau mengeroyok ayahmu sendiri, Lian moi? Maju berbareng?"

   "Ya, ayah menyuruhku, twako. Kau sebaiknya bersungguh sungguh dan keluarkan Pek sian iangmu itu, aku pun akan bersungguh sungguh!"

   "Baiklah,"

   Dan Kim mou eng yang menghentikan kata katanya mendengar lawan tertawa sudah dibentak perlahan.

   "Kim mou eng, mulailah. Atau aku akan merobohkan kalian sebelum lima jurus!"

   Dan mendongkol oleh bentakan ini tiba tiba Pendekar Rambut Emas berkelebat, berseru dan menyerang dan pit di tangannya tiba tiba bergerak.

   Srangan mulai dilakukan pendekar ini dan Hu Beng Kui menyuruh puterinya menyerang pula.

   Dan ketika Swat Lian membentak dan mengayun pedangnya tiba tiba bampir berbareng dua orang ini menyerang lawannya dan lenyap dalam gerakan tubuh yang cepat.

   "Bing-plak!"483 Hu Beng Kui menampar. Kim mou eng dan Swat Lian terkejut karena pedang dan pit di tangan mereka terpental, menyerang dan menambah tenaga lagi namun Hu Beog Kui mengelak. Dan ketika si jago pedang tertawa dan mengatakan gerakan mereka kurang cepat maka Kim mou-eng membentak dan mempercepat gerakannya, disusul Swat Lian dan gadis itu pun mengerahkan ginkang. Dua duanya kini berkelebat lenyap menyerang lawannya, Swat Lian mula-mula segan dan agak ragu Tapi ketika ayahnya membentak agar gadis itu tak usah ragu dan semua kepandaian supaya dikeluarkan sungguh-sungguh akhirnya Swat Lian melengking memutar pedangnya, naik turun dan segera bergulung-gulung mengelilingi ayahnya itu, menusuk dan membacok dan segera ayahnya mengeluarkan kepandaiannya yang luar biasa. Jago pedang ini mengikuti setiap gerakan pedang juga pit. Dan ketika dia berkata bahwa tetap saja dua orang- muda itu lamban bergerak dan serangan mereka mudah diikuti mata maka Kim-mou-eng mengeluarkan bentakan panjang dan keluarlah pukulan Pek-sian ciang lewat tangan kirinya.

   "Ha-ha, bagus. Ini baru serangan Kim-mou eng. Dan kau boleh menyerang lengan kiriku yang buntung!"

   Si jago pedang berseru gembira, teringat cara lawannya dulu megincar bagian yang buntung ini, bagian kosng.

   Lalu sementara lawan merah mukanya karena diejek maka Hu Beng Kui pun mengerakkan Jing sian-engnya484 dan......

   tak menginjak tanah lagi karena melayang layang mengikuti atau mendahului gerakan pedang atau pena.

   "Hayo, cepat...... lebih cepat lagi!"

   Kim-mou-eng terbelalak.

   Pek-sian ciangnya mulai menyambar dan meledak, dikelit dan luput.

   Pendekar Rambut Emas menjadi penasaran dan marah.

   Dan ketika dia mempercepat gerakannya dan Hu Beng Kui menghitung sambil mempercepat gerakannya pula maka dalam lima jurus pertama jago pedang ini tak membalas kecuali menangkis atau mengelak.

   "Satu..., dua.... lima.... tujuh ... ha-ha, awas, anak-anak. Sebelum mendekati jurus kelima belas aku akan membalas!"

   Bi Lung Hwesio dan lain-lain bengong.

   Mereka sudah tak dapat mengikuti jalannya pertandingan.

   Kim mou-eng dan Swat Lian sendiri sudah lenyap dalam serangan-serangan mereka yang cepat.

   Tapi, melihat Hu Beng Kui lebih cepat lagi dan pendekar itu mempergunakan kuku jarinya untuk menangkis seria menentalkan pedang dan pit maka Bi Lung Hwesio tak dapat mengikuti gerakan si jag pedang itu, mulai berkunang dan pening.

   Siapa yang mengikuti bayangan Hu-taihiap mendadak mengeluh.

   Dan ketika pertandingan cepat itu berjalan sepuluh jurus dan Hu- taihiap tertawa-tawa di dalam sana tib tiba Hwesio ini dan teman-temannya roboh tak dapat mengikuti, pusing!485

   "Aduh, luar biasa. Pinceng tak tahan!"

   Bnar, pinto juga tak dapat mengikuti gerakan Hu-taihiap, lo suhu. Apa yang pinto lihat seperti bayangan bantu atau siluman saja!"

   "Dan pinto rasanya ikut terputar. Ilmu siluman apa ini?"

   Swan Hong Tojin menimpali.

   "Ha-ha, pejamkan mata, cuwi enghiong. Kalian jangan melihat pertandingan!"

   Hu Beng Kui berseru, memperingatkan orang- orang itu dan akhirnya Bi Lung Hwesio dan lain lain memejamkan mata.

   Memang tapi yang dilihat ini tak dapat lagi diikuti, kepandaian mereka terlalu rendah dan pertandingan cepat itu membuat kabur.

   Siapa yang mengikuti dia akan terputar, salah-salah terbawa dan tak dapat melepaskan diri.

   Berbahaya.

   Karena itu mengangguk mengiyakan seruan Hu taihiap akhirnya Bi Lung Hwesio dan lain lain mendengarkan pertempuran itu, memang tidak memuaskan tapi itulah satu-satunya jalan bagi mereka.

   Hanya dengan begini mereka dapat mengikuti jalannya pertandingan.

   Sepasang Cermin Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dan ketika keluhan mulai terdengar dari mulut Kim mou eng maupun temannya maka saat itu hitungan sudah tiba pada jurus kedua belas, terdengar suara nyaring ketika pedang di tangan Hu-siocia terpental, disentil kuku jari ayahnya.

   Dan ketika Ho Beng Kui tertawa bergelak menyatakan jurus ketiga belas maka jago tua itu berseru bahwa tibalah dia membalas.486

   "Awas, kalian hati-hati akan kupakai untuk merobohkan kalian!"

   Tiga jurus terakhir Kim-mou-eng berkeringat.

   Dia kaget dan penasaran tapi juga kagum bukan main melihat kepandaian lawannya ini.

   Hu Beng Kui selalu dapat mengelak serangan pitnya, selalu mendahului karena tubuh pendekar itu selalu melayang layang di udara.

   Demikian cepatnya gerakan pendekar ini hingga Hu Beng Kui tak menginjak tanah Jadi seolah menyerang bayangan.

   Pitnya satu dua kali disentil dan semakin bebat dia menyerang semakin hebat pula tenaganya yang membalik.

   Pendekar Rambut Emas tak tahu bahwa Hu Beng Kui mempergunakan khi-bal-sin kangnya (Sinkang Bola Sakti), sekuat apa pun dia menyerang sekuat itu pula tenaga Bola Sakti akan memukul balik, ini mengejutkan.

   Tapi melihat Hu Beng Kui belum pernah secara langsung menangkis Pek-siun ciangnya maka Kim mou-eng gemas dan marah, menantang pendekar itu dan Hu Beng Kui tertawa.

   Dan sepuluh jurus cepat yang berlangsung seperti kilat menyambar nyambar ini memang si jago pedang belum menerima pukulan Pek sian ciang, dia selalu menghindar dan pukulan dahsyat itu mengenai apa saja di belakang Hu Beng Kui berdentam dan Bi Lung Hwesio serta yang lain lain ngeri.

   Mereka seolah mendengar suara bom yang jatuh di dekat telinga, bumi tergetar dan beberapa kali mereka terhuyung, bahkan ada di antara mereka yang mencelat.

   Itu membuktikan betapa hebatnya tenaga atau pukulan487 Pek-sian-ciang itu.

   Dan ketika pada jurus ketiga belas jago pedang ini berseru bahwa dia akan membalas dan merobohkan lawan maka pada saat itu pula Swan Lian menusuk ayahnya dan Kim mou-eng melepas dua serangan sekaligus ke arah lawannya, pit menotok kening sementara Pek-sian ciang meledak di tangan kirinya, menyambar Hu Beng Kui "Bagus, kerahkan seluruh tenagamu!"

   Si jago pedang sempat berseru, tiba-tiba menghentikan gerakannya dan kini menyambarlah tiga serangan itu kearah si jago tua.

   Hu Beng Kui mengembangkan lengan ke kiri kanan, serangan Swat Lian dibiarkan menusuk dari samping, menyambut serangan Pendekar Rambut Emas yang dinilai berbahaya, terutama Pek-sian-ciang itu.

   Dan ketika tiga serangan ini disambut pendekar itu dan Hu Beng Kui mengeluarkan seruan aneh tiba-tiba pedang yang menusuk dari samping patah menjadi dua sementara totokan pit dan pukulan Pek sian ciang bertemu lengan si jago pedang yang tiba tiba seolah menjadi dua karena begitu cepatnya dia berputar.

   "Piak - des - krakk!"

   Swat Lian menjerit.

   Gadis ini terbanting mendapat tendangan ayahnya, tak mengira.

   Memang saat itu Hu-taihiap menggerakkan kaki dari bawah menendang puterinya, di saat puterinya terkejut melihat pedangnya patah.

   Dan ketika Kim mou eng tertegun dan mendelong pula karena lengan Hu Beng Kui tiba tiba seolah menjadi dua banyaknya padahal488 pendekar itu buntung maka di saat itulah pit tergencet hancur dan Pek siang ciang bertemu lengan pendekar ini, menggelegar dan Kim-mou-eng merasa ditolak tenaga raksasa, terangkat naik dan terlempar di udara.

   Kim mou eng kaget bukan main namun berseru penasaran, berjungkir balik dan mematahkan daya tolak itu.

   Lalu ketika dia melayang turun namun Hu Beng Kui berkelebat menyerang dari bawah maka Kini mou eng tersentak mendapat pukulan dahsyat dari si jag pedng itu, menggerakkan kedua tangannya menangkis.

   "Blangg!"

   Kim mou - eng terkejut berteriak tertahan, Dia semakin terlempar tinggi ke udara, Pek sian ciangnya membalik dan membuat dadanya sesak sulit bernapas.

   Pendekar Rambut Emas hampir kehilangan keseimbangan di udara.

   Tapi membentak dan kaget oleh balasan Hu Beng Kui tiba-tiba si jago pedang tertawa bergelak dan memburunya sambil berjungkir balik pula, melepas pukulan terakhir.

   "Sekarang kau roboh, Pendekar Rambut Emas. Dan boleh kau kerahkan seluruh Pek - gian clangmu kalau masih penasaran....dss!"

   Kim mou eng tak dapat mengelak lagi, lawan mengejar dan di udara dia menangkis kedua tangannya bertemu lengan tunggal Hu Beng Kui, melekat dan dua pukulan dahsyat itu mengguncangkan tempat itu.

   Bi Lung Hwesio dan lain-lain kini mencelat oleh getaran yang ditimbulkan pukulan itu, terlempar dan terbanting489 berguling guling dengan pekik keras.

   Memang mereka terkejut bukan main oleh benturan tenaga sakti ini.

   Dan ketika mereka membuka mata dan melihat apa yang terjadi maka tampaklah Kim-mou-eng meluncur turun dan jatuh bersama lawannya di mana kaki mereka berdua tiba-tiba amblas ke tanah sementara tangan Kim mou - eng mendorong lengan Hu Beng Kui yang hanya sebuah.

   "Ha - ha, kau tak tahan. Pek-sian-ciang mu tertekan!"

   Kim-mou-eng pucat.

   Dorong - mendorong yang terjadi di antara mereka berdua memang menampakkan dirinya sebagai yang terdesak, Kim - mou - eng mengerahkan Pek - sian-ciang namun yang dihadapi adalah Khi bal sin kang.

   Semakin kuat dia mendorong semakin kuat pula daya tolak itu membalik.

   Kim-mou-eng mengeluh dan kakinya semakin melesak lagi di tanah.

   Dan ketika dia tak dapat bicara sementara lawan trtawa-tawa maka satu bentakan perlahan dari si jago pedang itu membuat kaki Kim-mou eng ambles lagi sebatas paha.

   "BIess!"

   Kim-mou-eng mengeluh.

   Orang yang melihat terbelalak, Swat Lian ngeri dan berteriak pada ayahnya.

   Dan ketika kembali Kim-mou - eng mengeluh dan Hu Beng Kui tertawa bergelak tiba tiba jago pedang itu menarik tangannya dan.......

   Kim-mou eng pun terangkat naik dan terbanting di tanah.

   Tak kuat lagi bertahan490 karena Khi-bal sin-kang menggencet Pekian ciang.

   Tenaga sakti lawan jauh lebih dahsyat daripada tenaga saktinya sendiri.

   Kim mou-eng menyadari bahwa dia kalah kelas.

   Maka begitu dadanya semakin sesak dan lawan bisa membunuhnya setiap saat tiba-tiba gencatan itu lenyap dan Hu Heng Kui menariknya dari tanah dan membuang sisa pukulan itu ke kiri.

   "Biarr!"

   Pohon di sebelah berderak roboh.

   Kim- Tou-eng tadi berkutat dan siap mati, betapapun tak mau dia memohon ampun.

   Satu kegagahan yang membuat Hu Beng Kui terbelalak, kagum.

   Tapi karena jago tua ini tak bermaksud membunuh lawannya dan janji lima belas jurus sudah ditepati maka dengan mudah Hu Beng Kui menarik lawannya itu, membuang seluruh tnaganya dan melempar tenaga itu pada pohon di samping.

   Korban jiwa tak ada dan Kim-mou-eng pun selamat.

   Dan ketika Pendekar Rambut Emas terbanting dan jatuh terduduk di sana maka Swat Lian berkelebat bersru cemas.

   "Twako, kau tak apa-apa?"

   Kim-mou eng batuk batuk.

   Dia tak dapat menjawab segera karena dadanya ampg ( sesak-editor ), Swat Lian sudah mengurut dan memijat sana sini, membuatnya jengah.

   Tapi ketika dia bangun berdiri dan mendorong gadis itu maka dengan perlahan dia berkata bahwa dirinya tak apa-apa, kecuali lelah.

   "Tidak, aku tak apa-apa, Lian-moi. Kecuali kehabisan tenaga. Ayahmu hebat, dia benar benar491 bukan tandinganku...!"

   Dan terhuyung menghadapi pendekar itu Kim mou eng menjura, betapapun lawan bermurah hati.

   "Hu taihiap, terima kasih atas kemurahanmu. Kau benar benar hebat. Kini aku mengaku bahwa dengan Pek sian ciang pun aku bukan lawanmu. Ilmu silatmu hebat dan maju luar biasa pesat. Entah apa itu dan bagaimana kau menciptakannya!"

   "Ha ha!"

   Hu Beng Ki gembira, memandang Bi Lung Hwesio dan lain-lain.

   "Sekarang kalian percaya, Bi Lung lo suhu? Dan aku manpu menghadapi enam iblis dunia itu. Tenanglah, ketua kalian akan kuambil dan akan kembali ke tempatnya masing-masing. Tunggu saja!"

   Dan Hu Beng Kui yang berkelebat menggerakkan kakinya tiba tiba menghilang dan sudah lenyap dari tempat itu, tidak banyak bicara lagi dan puterinya pun disambarnya.

   Swat Lian berteriak namun sang ayah tak perduli.

   Saat itu juga jago pedang ini lenyap seperti munculnya, orang tak tahu kemanakah dia, ke kiri ataukah ke kanan.

   Dan ketika seminggu kemudian Bi Lung Hwesio dan lain lain terkejut melihat ketua mereka sudah ada di tempatnya masing masing maka kegemparan baru muncul karena kata-kata si jago pedang ditepati.

   Bi Kong Hwesio dan Swan Cong Tojin serta ketua - ketua yang lain sudah kembali ke gunung, diselamatkan dan ditolong jago pedang itu.

   Dan ketika mereka bercerita betapa dahayatnya pertempuran atau492 perkelahian menghadapi enam iblis dunia ini maka Bi Kong Hwesio maupun yang Iain tak habis-babisnya memuji Hu-taihiap.

   "Dahsyat, dahsyat sekali. Mirip kejadian di Bukit Malaikat ktika enam iblis itu menghadapi Sian - su!"

   "Suheng melihat pertandingan itu?"

   "Pinceng melihatnya. sute. Tapi setelah itu tak dapat mengikuti karena getaran atau ledakan pukulan mereka mengguncangkan bumi. Tanah dan batu berhamburan, semua menjadi hiruk-pikuk dan kejadian di Bukit Malaikat terulang. Sungguh ini peristiwa menegangkan yang membuat jantung pinceng serasa copot!"

   Bi Lung Hwesio dan lain - lain tertegun.

   Bi Kong Hwesio, suhengnya, segera menceritakan kedahsyatan perkelahian itu, betapa langit tiba tiba menjadi gelap dan pukulan seperti petir menyambar-nyambar.

   Segala penjuru seakan diguncang perkelahian itu dan mereka terpental.pental.

   Bumi yang diduduki seolah berpegas akibat getaran suara pukulan.

   Mereka berkali-kali jatuh bangun dan pucat menenangkan diri, mau bersamadhi namun tak dapat.

   Mereka seakan berada di sebuah badai dahsyat, tenggelam dalam sebuah prahara dan tak seorang pun di antra mereka tak diguncang-guncang.

   Mereka sebagai tokoh tokoh terkenal dilanda rasa takut yang hebat, sungguh mencengangkan.

   Dan ketika cerita diakhiri dengan syukur dan rasa terima kasih yang besar493 terhadap jago pedang itu maka Bi Kong Hwesio merangkapkan kedua lengannya.

   Omitobud, Buddha masih menyelamatkan pinceng dan kawan-kawan.

   Syukur ada Hu-taihiap.

   Dia pantas menjadi penyelamat dan jago tanpa tanding."

   "Ya, dan kami telah bersepakat untuk mengangkatnya sebagai bengcu, suheng. Kami minta suheng dan ketua - ketua yang lain mendukung dan meresmikan ini!"

   Bi Lung Hwsio lalu menceritakan.

   masalahnya, bahwa dia dan wakil wakil ketua yang lain gelisah dan bingung mencari seorang jago, berjanji akan memberi imbalan dengan mengangkat jago itu sebagai bengcu, pemimpin dunia persilatan.

   Dan karena itu sudah pantas diberikan pada Hu taihiap dan Bi Kong sjenak tertegun tapi setuju tiba tiba hwesio ini mengebutkan lengan bajunya berkata berseri.

   "Omitohud, pinceng setuju. Hu taihiap memang pantas menduduki jabatan itu dan tak ada salahnya menepati janji. Pinceng akan kirim utusan pada ketua ketua yang lain untuk meresmikan Hu-taihiap sebagai bengcu!"

   Begitulah, tak lama kemudian hwesio ini mengirim utusan.

   Yang dikirim tentu saja suteny, Bi Lung Hwesio, kebetulan mendapat urusan pula dari partai partai yang lain, Hong-san, Liong San dan Kun lun serta partai-partai lain yang ketuanya telah diselamatkan Hu Beng Kui.

   Masing masing telah mendengar keterangan494 wakilnya akan keputusan mereka dulu, bahwa siapa dapat menyelamatkan ketuanya dialah bengcu yang akan menduduki tempat terhormat di dunia persilatan.

   Jabatan yang masih di atas jabatan Ketua - ketua partai sendiri.

   Dan ketika hari itu utusan saling kunjung mengunjungi maka tak lama kemudian Ce bu, tempat tinggal Hu Beng Kui dijadikan markas atau pusat kedudukan bengcu.

   Hu Beng Kui atau Hu taihiap diangkat secara resmi sebagai pemimpin dunia kang ouw, disambut ketawa bergelak oleh si jago pedang itu dan semua orang bergembira.

   Jago pedang yang sudah ternama ini menjadi kian tersohr.

   Enam iblis dunia tiba - tiba, menghilang dan tak ada kabar beritanya.

   Dan ketika dunia kang-ouw sudah resmi dipimpin jago pedang ini dan semua ketua partai tunduk di bawah perintahnya maka sesuatu yang mengejutkan dan akan terjadi bakal menggegerkan semua orang *** "Ibu, siapakah ayahku sebenarnya?"

   Pertanyaan ini diluncurkan seorang anak laki- laki kepada ibunya.

   Anak itu berusia kurang lebih lima tahun, tampan dan bersih dan sekali lihat orang tahu bahwa anak ini bukan anak sembarangan, Sikap kebangsawanan ada pada diri anak itu, pada matanya, pada gerak-geriknya.

   Dan ketika sang ibu, wanita cantik495 berusia tiga puluhan tahun menghela napas panjang dan menarik nafas itu maka ibu ini bertanya.

   "Ituchi, untuk apa kau tanyakan ini pada ibumu? Buat apa?"

   "Aku mendengar ejekan anak-anak Han, ibu. Katanya suamimu itu anakmu sendiri! "Hush, siapa bilang?"

   Sang ibu terkejut, bangkit dan melepaskan anak itu dan terbelalak dengan muka berobah.

   Dia tersentak dan kaget oleh pertanyaan puteranya ini.

   Dan ketika sang anak berdiri tegak dan tidak segera menjawab tiba-tiba sang ibu terisak dan menangis tersedu-sedu.

   "Ituchi, kau lancang. Kau kurang ajar, ku tampar nanti!"

   Anak itu menunduk. Ibunya yang menangis tersedu-sedu tiba tiba melempar diri ke kamar, tengkurap di atas pembaringan. Dan sementara dia melenggong dan terkesima memandang ibunya maka anak ini pun melangkahkan kaki dan memeluk ibunya itu.

   "Ibu, apakah aku salah? Baiklah, aku tak akan menanya hal itu lagi, tapi usir anak - anak Han it dan jangan biarkan mereka memperolok aku!"

   Cao Cun, ibu muda ini mengguguk.

   Dialah wanita yang selalu bernasib malang itu, hari itu suaminya kedatangan tamu dan anak-anak para tamu itu, putera menteri dan pejabat dari kota raja diutus kaisar untuk mengamati perkembangan bangsa liar, di496 mana Cao Cun tinggal dan kini mempunyai tiga orang putera, seorang anak laki laki dan dua lainnya perempuan.

   Dan ketika hari itu Ituchi, anaknya laki laki bertanya dan menusuk perasaannya dengan siapakah ayahnya maka wanita ini menangis dan tersedu sdu.

   Memang tak dapat disalahkan.

   Anak, melalui pergaulan dan lingkungan mulai mendapat pengalaman dan perkembangan batin.

   Apa yang didengar itulah yang diserap, apa yang dilihat itulah yang didapat.

   Dan ketika itchi bermain dengan anak pembesar pembesar itu dan kebetulan di antara mereka ada yang mendengar tentang riwayat Cao Cun maka anak-anak itu mengejek Ituchi dan menghinanya.

   Ituchi marah dan kini bertanya pada ibunya.

   Tapi melihat ibunya menangis dan tidak menjawab pertanyaannya tiba tiba anak ini menggigit bibir dan mengguncang guncang ibunya.

   "Sudahlah, aku tak akan bertanya lagi, ibu, Diamlah..."

   Cao Cun akhirnya menghentikan tangisnya.

   Sang anak dipandang, bentrok dengan mata yang bening itu dan Cao Cun seolah beradu pandang dengan mendiang suaminya pertama, raja Hu.

   Mata itu keras namun lembut.

   Cao Cun tak dapat menahan diri dan disambarnyalah anaknya itu, kembali dia menangis tersedu-sedu.

   Tapi ketika Ituchi berontak dan lepas dari pelukannya maka anak ini berkata marah.

   
Sepasang Cermin Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Ibu, aku tak mau kau menangis. Diamlah atau aku pergi!"497 Cao Cun terkejut. Ituchi berdiri berang memandangaya, wanita ini tersentak dan lagi-lagi kaget. Itulah sikap raja Hu dulu kalau kata-katanya tak mau diturut, kini anaknya mewarisi dan tertegunlah wanita cantik ini. Namun mengusap air matanya menghentikan tangis Cao Cun mengangguk dan meraih anaknya itu, gemetar. ***

   Jilid X Koleksi Kolektor EBook "ITUCHI, kau benar. Ibu sekarang diam dan jangan tinggalkan ibumu. Kau tak akan ke mana-mana bukan?"

   "Tentu saja, tapi kau jangan selalu sedih, ibu. Aku tertusuk dan ikut berduka. Diamlah dan mari kita main-main."

   Cao Cun tersenyum.

   Kalau puteranya sudah bicara seperti itu maka dia akan terhibur, Ituchi akan mengambil mainannya dan mulai mengajak dia bermain.

   Dan karena hidup di lingkungan serba cukup maka puteranya ini memiliki bermacam macam mainan menarik, mulai dari kuda batu Sampai harimau terbuat498 dari pualam.

   Dan ketika dia mulai melayani puteranya bermain-main maka Wan Hoa, sahabatnya muncul, melihat bekas tangis di pipi Cao Cun itu.

   "Eh, kau nakal kepada ibumu, Ituchi?"

   Sang anak tertegun.

   "Bibi, aku hanya bertanya pada ibu tentang siapakah sebenarnya ayahku, tiba-tiba ibu menangis. Salahkah aku?"

   Wan Hoa terkejut, mengerling Cao Cun.

   "Untuk apa bertanya itu?"

   Tanyanya kaget.

   "Ayahmu adalah Cimochu itu, Ituchi. Pemimpin dan raja bangsa ini!"

   "Tidak,"

   Anak itu menggelng.

   "Anak-anak Han mengatakan Cimochu adalah anak ibu, bibi. Katanya ibu dikawin anaknya sendiri dan mau!"

   "Tutup mulut mu!"

   Wan Hoa membentak, kaget sekali.

   "Kau tak perlu mempercayai omongan itu. Ituchi Kau bergaul dengan anak-anak liar!"

   "Kalau begitu,"

   Anak ini berani. Kenapa bibi tidak menghajar anak-anak itu? Mereka yang mengatakan, bibi, dan jangan kau marah . marah kepadaku!"

   "Sudahlah,"

   Cao Cun tiba tiba menangis lagi.

   "Ituchi harus kita awasi secara ketat, Wan Hoa. Dia bergaul dengan anak-anak buruk dan Tak sopan. Anak - anak menteri itu sungguh kurang ajar dan tak tahu diri."

   "Siapa mereka itu?"

   "Mao Ping, anak Mao taijin!"

   Wan Hoa tersentak.

   Jawaban Ituchi ini membuat dia teringat pada menteri yang jahat itu,499 menteri tamak dan sesungguhnya menteri itulah yang mencelakakan nasibnya dan Co Cun, membuang mereka dari istana dan kini hidup di tengah-tengah suku bangsa liar.

   Tapi Cao Cun yarg tersed dan menyambar lengannya berkata.

   "Wan Hoa, sudahlah. Jangan remas - remas perasaanku lagi dengan semuanya ini. Ituchi hanya ikut ikutan, jangan salahkan dia!"

   Dan mencium serta memeluk puteranya dengan air mata bercucuran Cao Cun menyuruh anaknya itu tak bicara lagi tentang itu.

   Bahwa hatinya terasa sakit sekali karena kata-kata itu amat menusuk.

   Bangsa Han memang amat memandang rendah dirinya setelah menjadi isteri Cimochu, mereka tak tahu betapa semuanya itu dilakukan atas kehendak istana.

   Bahwa dia harus mengendalikan raja liar itu dan jangan sampai Tiongkok diserang, sudah cukup banyak Tiongkok menghadapi musuh musuh bangsa liar.

   Dan ketika Wan Hoa tertegun dan mengumpat menteri dorna itu maka Cao Cun menyerahkan anaknya agar menemani Ituchi, pergi ke belakang dan di sana wanita cantik ini melampiaskan tangisnya.

   Sakit yang bertubi- tubi semakin bertambah dengan kekurangajaran anak anak Han itu, terutama Mao Ping, putera MaoTaijin.

   Tapi karena anak-anak itu dihasut orang tuanya dan tentu saja Cao Cun tak dapat berbuat apa-apa maka hari-hari berikut dilewatkan wanita ini dengan perasaan tertekan.

   Tamu - tamu dari istana sudah pulang kembali dan Ituchi tampaknya biasa-biasa lagi, tak bertanya lagi500 tentang itu dan lama-lama lenyaplah kedukaan wanita itu tentang satu hal ini.

   Tapi ketika beberapa tahun kemudian Cimochu meninggal dan kedudukan di ganti oleh Khan atau raja yang lain maka dia mulai mendengar berita tidak enak tentang putranya itu.

   "ltuchi keturunan langsung dari raja Hu. Kalau anak itu dibiarkan hidup dan tumbuh dewasa tentu dia akan merebut tahta dan meminta haknya."

   "Hm, apa yang harus kita lakukan?"

   "Bunuh anak itu, sri baginda. Lenyapkan pohon penghalang sebelum dia besar dan kuat!"

   Berita-berita begini membuat Cao Cun panik.

   Secara selentingan wanita itu mendengar kabar yang mencemaskan ini.

   Raja baru, Khan yang baru mulai sering melirik anaknya.

   Cao Cun gelisah dan tidak nyaman.

   Dan ketika Wan Hoa mendengar berita itu juga dan menyampaikannya dengan hati-hati maka Cao Cun menangis.

   "Wao Hoa, hidupku selalu dirundung duka. Kenapa Tuhan tidak mencabut nyawaku saja dan membiarkan aku begini? Apa yang harus kulakukan, Wan Hoa? Kenapa cobaan demi cobaan bertubi-tubi menimpa nasibku?"

   "Tenanglah,"

   Wan Hoa gemetar.

   "Satu-satunya jalan ituchi harus disingkirkan dari sini, Cao Cun. Biarkan dia pergi dan selamat."

   "Pergi ke mana? Selamat bagaimana?"501

   "Aku, hm.. aku akan mencari Kim mou eng. Aku akan mengantar anakmu pada bangsa Tar tar. Aku hendak menyerahkan anakmu pada Kim taihiap! Kau setuju?"

   "Kim mou eng...?"

   Cao Cun tertegun.

   "Kau .... kau mau mencari Pendekar Rambut Emas. Wan Hoa? Kau tak jera setelah bertahun-tahun dia tak pernah menemui kita lagi?"

   "Hm, aku tak pernah jera, Cao Cun. Kalau Kim- mou-eng tak pernah menjenguk kita tentu karena ada sebabnya. Mungkin masalah anaknya yang diculik itu, atau karena isterinya yang terbunuh."

   "Oh, Kim twako juga bernasib malang!"

   Dan Cao Cun yang tersedu dengan muka bingung ternyata masih menaruh kasihan dan iba terhadap Pendekar Rambut Emas itu, lupa sejenak bahwa dirinya pun menderita sepanjang hidupnya.

   Bahkan kini putera tunggalnya, karena Ituchi merupakan satu-satunya anak lelaki, siap akan disingkirkan, dibunuh.

   Dan ketika wanita itu menangis dan Wan Hoa tak sabar tiba-tiba wanita ini bertanya lagi.

   "Bagaimana, kau memperbolehkan Ituchi keluar, Cao Cun?"

   Cao Cun menghapus air matanya.

   "Bagaimana menurut pikiranmu?"

   Dia balik bertanya.

   "Apakah satu- satunya anakku lelaki harus berpisah dari ibunya?"

   "Cao Cun."

   Wan Hoa menasihati.

   "Apa yang akan terjadi justru menyangkut masa depan Ituchi.502 Raja yang sekarang tampaknya tak senang dan khawatir anakmu merebut tahta. Bukankah sebaiknya anakmu disingkirkan dan diselamatkan? Aku cemas akan sikap raja akhir-akhir ini, Cao Cun. Aku khawatir dan gelisah akan hidup anak mu!"

   "Benar, aku juga tak tenang. Ah, kau panggillah anakku itu, Wan Hoa. Suruh Ituchi kemari!"

   Wan Hoa lenyap memanggil anak laki laki itu.

   Ituchi sekarang sudah berumur sepuluh tahun, gagah dan semakin tegap.

   Matanya bersinar sinar ketika menghadap ibunya.

   Dan ketika Cao Cun menubruk dan memeluk anaknya itu maka sang ibu menangis tersedu - sedu dan tak dapat menahan kembali cucuran air matanya.

   "Eh, ada apa lagi, ibu? Kenapa kau menangis?"

   "Ah, hu-huk.....kau, ah.....ka harus keluar dari tempat ini, Ituchi. Bibimu Wan Hoa akan mmbawamu ke tempat yang jauh!"

   Ituchi terkejut.

   "Apa?"

   "Benar,"

   Wan Hoa kini memotong.

   "Kau harus berpisah sementara dengan ibumu, Ituchi. Aku akan membawamu ke tempat Kim-mou-eng."

   "Ada apa? Kenapa?"

   Wan Hoa tak dapat menjawab. Dia hendak menyerahkan jawabannya pada Cao Cun, sang ibu. Tapi Cao Cun yang juga tak dapat menjawab dan justeru semakin terguncang guncang mendadak mendekap putranya itu erat - erat.503

   "Ituchi, kau tak usah bertanya. Pokoknya, ini demi keselamatanmu!"

   "Tidak,"

   Anak itu melepaskan diri.

   "Kau tak usah berahasia kepadaku, ibu. Kalau kau tak berterus terang dan jujur kepadaku aku tak mau pergi!"

   "Hm."

   Wan Hoa terkejut, menyadari sulitnya berterus terang.

   "Kau tak usah membantah ibumu, Ituchi. Pokoknya siapkan pakaianmu dan kita pergi!". Anak itu mengedikkan kepala.

   "Apakah bibi pengecut? Mana itu pelajaran-pelajaran dari bibi bahwa orang hidup harus jujur dan berani. Mana itu nasihat bibi bahwa kita harus berterus, terang dan tak perlu sembunyi - sembunyi? Kau mengajari aku untuk tidak berbohong, bibi. Tapi sekarang kau menyembunyikan sesuatu dan tidak jujur! Kenapa bibi melakukan ini dan hendak memaksa aku pergi? Apakah takut karena mendengar berita-berita di luaran bahwa aku hendak di bunuh?"

   "Ituchi...! Cao Cun terpekik, menjerit mendengar kata-kata anaknya ini.

   "Apa...... apa yang kau omongkan ini?"

   "Hm,"

   Anak itu berdiri gagah.

   "Kalau itu yang menjadi maksudmu aku tak mau, ibu. Aku tak mu pergi dan ingin tetap tinggal disini, menemanimu. Aku tak takut dibunuh dan boleh mereka bunuh aku kalau bisa!"

   "Ituchi... ooh....!"

   Dan Cao Cun yang mengguguk dan mencengkeram puteranya itu tiba-tiba tersedu kembali dan tak dapat menahan lukanya hati,504 teriris dan tersedak sedak dan Wan hoa di situ tertegun.

   Wanita ini tersentak dan kaget oleh kata kata anak lelaki ini, kiranya Ituchi sudah tahu namun tak takut atau gentar.

   Betapa tabahnya anak ini.

   Betapa beraninya! Dan ketika Wan Hoa tertegun dan menjublak memandang anak laki-laki itu maka Ituchi memeluk ibunya berkata gemetar.

   "Ibu, tak perlu kau sembunyi-sembunyi. Aku sudah tahu dan mendengar berita ini. Tapi aku tak takut. Bukankah aku keturunan raja Hu ibu? Bukankah ayahku adalah raja yang gagah dan berani?"

   "Kau sudah tahu?"

   Cao Cun terbelalak.

   "Aku sudah tahu semuanya, ibu. Dan aku tahu bahwa mendiang Cimochu adalah kakakku. Dia bukan ayahku. Ayahku adalah raja Hu!"

   Dan Cao Cun yang tersedak dan menangis lagi akhirnya menubruk anaknya itu.

   "Ituchi, kau.. kau benar. Ahh, kau memang sudah besar ....."

   "Ibu tak perlu lagi sembunyi sembunyi, bukan? Nah, katakan pada ku kenapa aku harus meninggalkanmu, ibu. Apakah karena takut mendengar ancaman itu atau karena sebab lain."

   "Sebab lain!"

   Wan Hoa tiba - tiba berseru, mencegat atau mendahului Cao Curi "kami berdua aku dan ibumu bukan takut karena ini, Ituchi. Melainkan sebab lain di mana aku meminta ibumu agar kau belajar silat, mencari guru pandai!"505

   "Hm, begitukah?"

   Wan Hoa cepat mengedip pada Cao Cun.

   "Tentu saja,"

   Wap Hoa kembali mendahului "Kau tanya ibumu, Ituchi Dan ibumu tentu akan menjawab seperti aku. Kau memang keturunan raji Hu yang gagah, yang tak perlu takut pada kematian atau ancaman kematian!"

   "Benarkah, ibu?"

   Anak itu menoleh.

   "Atau ibu akan tidak jujur dan mendustai aku?"

   Cao Cun terpukul.

   Sebenarnya, dalam mengasuh dan membesarkan anaknya ini baik dia maupun Wan Hoa selalu berkali kali menekankan perihal kejujuran dan keterbukaan itu, Ituchi sudah mereka didik untuk menjadi anak laki-laki yang jujur dan berani.

   Maklum, bkankah Ituchi adalah keturunan raja Hu? Tapi mendengar anaknya kini "menodong"

   Dia dengan senjata yang sering dia lepaskan sendiri mendadak Cao Cun tertegun dan tak dapat segera menjawab, mendapat kerling kilat dan segera Wan Hoa memberinya tanda untuk tidak ragu.

   Anak laki laki ini sudah semakin besar, dia juga semakin cerdas dan pandai.

   Dan ketika Wan Hoa mengerlingnya lagi dan Cao Cun menelan ludah maka ibu muda ini merangkul anaknya menyembunyikan wajah.

   "Ituchi, apa yang dikata bibimu benar, Aku menyuruhmu pergi dari tempat ini bukan karena takut melainkan semata ingin mencarikan guru yang pandai untukmu. Kau sudah mendengar cerita ibu tentang Kim506 mou-eng, bukan? Nah, dia ada di utara, anakku. Pergi dan temuilah dia diantar bibimu. Bibi Wan Hoa akan memperkenalkanmu dengan Pendekar Rambut Emas!"

   Anak itu girang.

   Sepasang Cermin Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Ibu menyuruhku belajar silat?"

   "Untuk kebaikanmu, Ituchi. Demi menjaga dirimu sendiri..."

   "Tapi ibu sering berkata bahwa belajar silat adalah pekerjaan orang-orang kasar, tukang pukul dan sebangsanya!"

   "Hm, itu untuk mereka yang sombong, Ituchi. Tapi untuk orang macam Pendekar Rambut Emas atau yang lain tentu tidak berlaku. Ilmu silat dipergunakan untuk melindungi yang lemah di samping menjaga diri."

   "Baiklah, kapan aku berangkat, ibu?"

   "Kau setuju?"

   "Tentu saja. Aku selama ini hanya belajar membaca dan menulis, ibu. Aku pingin seperti paman Kim-mou-eng atau pendekar Pendekar yang lain!"

   Ini sudah cukup.

   Bujukan dan sedikit kebohongan itu menyelamatkan Ituchi, Cao Cun lega meskipun diam diam dia malu dan jengah.

   Untuk pertama kali dia berbohong, demi keselamatan puteranya.

   Dan ketika malam itu semuanya diatur dan Wan Hoa membawa Ituchi maka anak laki-laki ini meninggalkan ibunya sekaligus meninggalkan suku bangsanya yang dipimpin bukan oleh kerabat dekat sendiri507

   "Kau tak perlu pulang, kalau belum sanggup menjaga dirimu sendiri. Nah, jaga dirimu baik-baik, anakku. Doa dan restu ibu selalu menyertaimu."

   "Dan jangan lupa sembahyang!"

   Wan Hoa memperingatkan.

   "Berdoa dan mendekatkan diri kepada Tuhan Adalah pekerjaan yang tak boleh di lupakan manusia, Ituchi. Jadilah kau pendekar yang berwatak dan berahlak mulia!"

   Ituchi mengangguk.

   Ibunya melepas dengan derai air mata, btapapun Cao Cun tak sanggup menahan kepedihan itu tanpa air mata.

   Ituchi ini adalah satu-satunya anak lelaki baginya, anak yang mestinya diharap melindungi dan menjaga ibunya Anak perempuan tak dapat diandalkan seperti anak laki-laki, begitulah jaman dulu Dan ketika malam itu Wan Hoa berindap dan menyambar Ituchi maka dua orang ini lenyap keluar kemah.

   "Ituchi, tunggu dulu......!"

   Seruan itu menghentikan langkah dua orang ini.

   Wan Hoa tertegun dan mendengar sahabatnya menangis, ditahan-tahan dan tiba-tiba Cao Cun menubruk anaknya itu, menciumnya sebelum anaknya benar-benar menghilang.

   Dan ketika adegan itu membuat Wan Hoa melengos dan terpaksa membuang muka karena tak tahan maka Cao Cun membalik dan berlari ke kamarnya.

   "Pergilah .... pergilah sekarang. Aku sudah puas.... !"

   Dan Wan Hoa yang tersedak tak dapat508 menahan dirinya tiba-tiba menyambar kembali anak itu dan berseru, air mata pun berderai.

   "Ituchi, ayo berangkat!"

   Dan begitu anak ini disambar dan ditarik pergi akhirnya Wan Hoa tak membiarkan lagi suasana mengharukan itu.

   Dapat menyadari betapa beratnya sang ibu ditinggal anak.

   Wan Hoa sendiri akhirnya terisak dan tersedu-sedu sepanjang jalan.

   Dan ketika malam itu mereka berangkat tanpa pengantar maka perjalanan yang sulit, yang sudah dapat diduga, merepotkan dan menyukarkan wanita cantik ini.

   Wan Hoa, sebagaimana kita kenal adalah sahabat paling setia bagi Cao Cun.

   Begitu setianya hingga dua sahabat karib ini tak pernah berpisah.

   Di mana ada Cao Cun pasti di situlah ada Wan Hoa.

   Hanya disebabkan keadaan yang memaksa yang membuat dua bersahabat itu berpisah, seperti sekarang ini.

   Dan karena Ituchi sudah dianggap seperti anak sendiri oleh Wan Hoa dan anak itu tiada bedanya seperti anak kandung bagi Wan Hoa maka siapa yang mengancam anak itu akan dilindungi sekuat tenaga oleh wanita ini.

   Dan halangan atau ancaman itu ada di depan.

   Mula mula Wan Hoa bertemu penjaga perbatasan.

   Bibi dan keponakan ini berindap, terpaksa berhenti dan Wan Hoa mendekap mulut Ituchi kuat kuat.

   Dia khawatir anak itu berteriak Tapi ketika Ituchi melepas tangannya dan menyuruh dia tenang maka509 sang bibi tertegun melihat sikap luar biasa pada diri anak laki-laki ini.

   "Bibi tak usah takut. Kalau menghendaki aku tenang tentu aku tak akan berteriak. Lepas kan, aku tak akan menyusahkanmu."

   Wan Hoa takjub.

   Anak ini seperti orang dewasa saja, sikapnya bahkan seperti pemimpin dan teringatlah ia akan raja Hu.

   Ah, dasar keturunan raja sikap pun jadi seperti raja.

   Hebat! Dan ketika penjaga berlalu dan Wan Hoa menarik lengannya ternyata anak itu mendahului dan sudah menyeretnya keluar.

   "Mari, di sebelah kiri masih ada penjaga lagi. Kita ke kanan!"

   Wan Hoa tertegun.

   Untunglah perbatasan waktu itu bisa dibilang aman, raja yang baru tak memperketat penjagaan dan mereka lolos dengan selamat.

   Tapi ketika perjalanan mulai menjarah padang ilalang dan Wan Hoa ngeri oleh bayangan rampok atau penyamun maka anak itu menenangkannya dengan kata-kata sejuk.

   "Bibi tak usah takut. Kalau ada perampok atau orang yang mengganggu kita aku dapat menghadapi mereka-mereka itu."

   "Ah, kau anak kecil, Ituchi. Mana mungkin?"

   "Meskipun kecil tapi aku lelaki, bibi. Laki-laki harus melindungi perempuan dan bukan sebaliknya!"

   "Ahh, mana bis....."510

   "Sst, diam, bibi. Tugasmu hanya mengantar. Kau bukan melindungi atau menjaga aku, tapi mengantar!"

   Ituchi memotong, membuat Wan Hoa terbelalak dan tiba-tiba merahlah mukanya. Memang dia dan Cao Cun berkata bahwa dia akan mengantar anak ini, sekarang kata kata itu diartikan secara "cerdik"

   Oleh Ituchi.

   Dan ketika wanita itu tak dapat berkata dan sudah ditarik ke depan maka Ituchi bertanya kepadanya di mana arah menuju ke bangsa Tar-tar itu, tempat Kim mou eng, ditunjuk dan Ituchi sudah membawanya ke situ.

   Sekarang berbalik anak ini yang menuntun Wan Hoa, sang bibi benar benar hnya pengantar dan anak itulah yang berjalan di depan.

   Dan ketika ilalang demi ilalang mereka lalui dan Wan Hoa bengong serta tertegun melihat sikap anak laki-laki ini mendadak tanpa dapat dicegah lagi beberapa perampok muncul.

   "Ha-ha, siapa kalian? Mau ke mana?"

   Ituchi terkejut. Otomatis dia berhenti, Wan Hoa pucat dan anak itu maju. Lalu berhadapan tanpa sedikit pun rasa takut anak ini balik bertanya.

   "Kalian siapa? Kenapa menghadang perjalanan orang? Kami bibi dan keponakan, paman yang baik. Harap kalian minggir dan tidak mengganggu kami!"

   "Ha-ha, bibi dan keponakan? Mana pamannya? Heh, kami tak akan minggir kalau belum menerima sesuatu, bocah cilik. Aku Yagu penguasa padang ilalang ini!"

   "Kau perampok?"511

   "Busyet, tutup mulutmu. Aku penarik pajak!"

   Ituchi marah. Tiba-tiba dia tahu bahwa orang- orang ini adalah perampok, sikap kasar dan kata-kata mereka membuat dia tahu bahwa inilah bukan orang baik baik. Tapi Wan Hoa yang maju dan melindungi anak itu dengan gemetar tiba. tiba berseru.

   "Yagu, tahan. Jangan ganggu keponakanku. Kalau kalian ingin merampas barang-barang kami silahkan, tapi jangan mengganggu anak in!"

   "Ha-ha, siapa dia? Keberaniannya luar biasa, seperti anak raja!"

   "Aku Itu......"

   "Sst!"

   Wap Hoa mencegat, menutup kata-kata anak itu,"Tak perlu kau memberitahukan nama, Ituchi. Mereka tak akan memperdulikan kita dan masa bodoh. Biar kulepas gelangku dan jangan ribut!"

   Wan Hoa cepat melepas gelangnya, menyerahkan pada kepala rampok itu dan Yagu menerima.

   Laki-laki bercambang ini tertawa bergelak, gembira sekali.

   Dan ketika dia mengamat-amati bahwa gelang itu betul emas dan bukan imitasi tiba-tiba kepala rampok ini bersorak tapi sekonyong-konyong membentak.

   "Heh, hanya ini saja? Tak ada yang lain? Serahkan yang lain, nyonya manis. Kalau tidak tak boleh kalian pergi!"

   "Wutl"

   Ituchi tiba-tiba menyerang, mengayun tinju.512

   "Kau kembalikan gelang bibi ku, rampok kasar. Atau aku akan berkelahi denganmu sampai mampus!"

   Dan sang anak yang menerjang dan marah membentak rampok itu tiba-tiba sudah memukul dan menendang.

   lucu dan si kepala rampok tertawa, tentu saja mengelak sana-sini dan anak buahnya terbahak.

   Ituchi semakin marah dan menyerang kalap.

   Tapi ketika kepala rampok itu menjengek dan menangkap tangannya tiba-tiba rampok ini membentak dan membanting anak itu.

   "Jangan kurang ajar...... brukk!"

   Ituchi terbanting, menggeliat namun bangkit lagi menyerang perampok itu.

   Anak ini tak takut dan kembali lawannya menggeram.

   Yagu terbelalak melihat kebandelan anak itu.

   Dan ketika Wan Hoa menjerit dan coba mencegah Ituhi mendadak anak buah rampok menyergap dan menubruk dirinya.

   "Ha-ha, ini makanan nikmat, twako. Kau banting anak itu dan biar bibinya kami tundukkan..!"

   Wan Hoa kalang kabut, menjerit dan tiba tiba mencabut badik, pisau kecil.

   Lalu sekuat tenaga membabit pisau itu ke sana ke mari akhirnya lawan pun terkejut dan mundur, mendengar makian Wan Hoa dan kepala rampok semakin terbelalak.

   Anak buahnya mencabut senjata dan mau membunuh Wan Hoa, dibentak dan disuruh mundur dan tiba-tiba kepala rampok itu menangkis pukulan Ituchi.

   Dan ketika Ituchi terpelanting dan berteriak kesakitan maka rampok ini berkelebat menyambar Wan Hoa.513

   "Lepaskan pisau itu.....!"

   Win Hoa memekik.

   Meskipun tak bisa silat namun tentu saja ia melawan, sebisanya.

   Pisau menyambut si kepala rampok dengan tikaman ke depan.

   Tapi karena lawan adalah kepala rampok dan tentu saja wanita ini bukan lawannya maka Yagu menyelinapkan lengannya dan pisau pun di tangkisnya miring.

   "Plak!"

   Wan Hoa mengeluh, pisau terlempar dan ia pun jatuh terduduk.

   Tangkisan si kepala rampok membuat wanita ini kesakitan dan Wan Hoa hampir menangis, si kepala rampok menyambar dan tahu-tahu ia pun sudah ditelikung kedua tangannya.

   Dan ketika kepala Rampok itu tertawa dan anak buahnya bersorak gembira tiba-tiba Ituchi, yang terbanting dan roboh untuk kedua kali tiba-tiba melompat dan menyerang kepala rampok itu, rupanya tak menghiraukan rasa sakit dibanting.

   "Lepaskan bibiku.....!"

   Sang kepala rampok terbelalak.

   Ia jadi heran dan kagum akan daya tahan anak ini, menendang dan anak laki-laki itu pun mencelat.

   Memang ituchi bukan tandingan kepala rampok ini.

   Dan ketika anak itu bangkit lagi dan menerjang marah maka kepala rmpok itu mnyuruh anak buahnya bergerak dan menangkap bocah itu, keadaan jadi berbalik karena kini si kepala rampok, menawan Wan Hoa, anak itu sudah digebuk dan ditendangi macam-macam.

   Ituchi babak-belur514 namun sedikit pun anak itu tidak mengeluh.

   Wan Hoa terbelalak dan berteriak teriak, menangis, memaki dan meronta namun Yagu memperkuat cengkramannya hingga dia tak berdaya.

   Dan ketika Suar bak bak-buk menghajar anak laki-laki itu dan Ituchi terbanting serta terguling guling akhirnya anak ini mengerang dan tak dapat bergerak lagi karena keroyokan anak buah perampok itu.

   "Keparat kalian. Jahanam! Kalian tak malu mengeroyok seorang anak kecil....!"

   "Ha-ha, dia tak akan dihajar kalau tak kurang ajar, nyonya. Sekarang kau diamlah dan lihat anak ini akan kami bunuh!"

   "Tidak!"

   Wan Hoa berteriak.

   "Jangan bunuh dia, Yagu. Jangan bunuh. Kalian akan berhadapan dengan Khan kalau berani membunuh anak itu!"

   Yagu, kepala rampok terkejut.

   Dia tertegun mendengar kata-kata Wan Hoa ini, terpaksa Wan Hoa memberitahukan siapa anak laki-laki itu dan nama Khan kiranya cukup menggetarkan kepala rampok ini.

   Yagu tentu saja tak tahu adanya perubahan di suku bangsa liar itu, sebagai orang kasar dia tak tahu jalannya politik.

   Tak tahu bahwa Khan yang baru justeru menghendaki nyawa anak laki-laki ini dan Wan Hoa memang bersikap untung-untungan.

   Kalau Yagu tahu tentu celakalah dia, juga Ituchi.

   Tapi melihat Yagu tertegun dan mundur dengan kaget maka Wan Hoa melihat kesempatan bagus dengan gerak-gerik kepala rampok ini.515

   "Yagu, dia putera raja Hu. Kalau kau berani mengganggunya tentu seluruh bangsa itu akan mencari dan membunuh mul"

   "hmm, benarkah?"

   Kepala rampok ini menyeringai, takut juga.

   "Baiklah, aku percaya padamu nyonya. Dan boleh kalian pergi!"

   Yagu tiba-tiba bersuit, memberi tanda pada anak buahnya dan mereka tiba-tiba berlompatan, tak lama kemudian menghilang dan Wan Hoa berlari menghampiri Ituchi.

   Anak laki-laki ini babak-belur dan Ituchi kembali mengerang.

   Dan ketika Wan Hoa tersedu- sedu mengusap anak itu dan membersihkan mukanya dari luka atau darah akhirnya wanita ini mengangkat anak itu dan menggendongnya.

   
Sepasang Cermin Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Ituchi, kita selamat. Syukur kau tak diganggunya!"

   "Ah, tapi gelangmu diambilnya, bibi. Mereka terkutuk dan keparat!"

   "Sudahlah, aku tak apa-apa, Ituchi. Sekarang kita lanjutkan perjalanan dan kau diamlah,"

   Wan Hoa bercucuran air mata, menggendong anak itu dan dengan tertatih-tatih dia membawa pergi anak ini jauh dari tempat celaka itu.

   Dalam keadaan begitu tiba-tiba Wan Hoa menginginkan kuda, kalau ada kuda tentu mereka dapat lebih cepat dan ringan.

   Sayang, pelarian yang dilakukan malam malam itu memang tak memungkinkan mereka membawa kuda, bisa ketahuan jejak mereka nanti.

   Dan ketika hari itu516 dengan letih dan haus wanita ini membawa keponakannya maka Ituchi menahan tangisnya melihat kasih dan setia bibinya itu.

   "Bibi, turunkan aku. Aku dapat berjalan sendiri."

   Wan Hoa tertegun.

   "Kau tak bohong? Bukankah kakimu masih sakit?"

   "Aku... aku dapat berjalan, bibi Coba turunkan dan lihat!"

   Ituchi memaksa, akhirnya meloncat turun dan dengan menahan sakit dia coba menapakkan kaki.

   Anak ini hampir menjerit namun menggigit bibir kuat kuat.

   Dan ketika dengan memaksa dia menggerakkan kakinya dan tersenyum dapat berjalan juga akhirnya dia berkata, tentu saja menahan nyeri di tumit yang menggigit.

   "Lihat, aku dapat berjalan, bibi. Tak usah kau khawatir.... ayo!"

   Ituchi yang bersikap gagah melambaikan lengan pada bibinya akhirnya membuat Wan Hoa tertegun tapi girang, tak tahu Ituchi harus mengeraskan hati kuat-kuat kalau tak mau mengaduh.

   Sebenarnya kaki anak itu terkilir.

   Dan ketika Wan Hoa girang menyambar anak itu dan dengan terseok tapi pasti mereka meninggalkan tempat itu akhirnya wanita ini tak merasa kelelahan diri sendiri, berkali kali Ituchi menahan sakit dan dua tiga kali kembali mereka bertemu pengganggu di tengah jalan.

   Wan Hoa mempergunakan nama Khan untuk menggertak"?517 orang-orang itu.

   Dan ketika sminggu kemudian perjalanan yang susah payah ini berhasil mereka lewatkan dan sudah hampir mendekati tempat yang dituju mendadak aum seekor harimau mengagetkan mereka.

   "Ah, celaka....!"

   Kali ini Wan Hoa merasa lemas, melihat seekor harimau menyambar di depan mereka dan Ituchi serta bibinya hampir mati kaku.

   Sekarang pakaian mereka robek - robek dan Itucbi sendiri maupun Wan Ha tampaknya seperti dua orang jembel.

   Hanya wajah dan sinar di wajah mereka saja yang menunjukkan dua orang ini bukanlah orang biasa, prana atau cahaya yang memancar di wajah Ituchi masih tetap mengesankan anak itu sebagai anak yang agung, anak seorang raja.

   Dan ketika harimau itu berbalik dan menggeram di depan mereka maka seekor raja hutan yang buas siap menerkam, harimau yang sedang kelaparan! "Ituchi, bersembunyi di belakangku!"

   "Tidak, kau yang di belakang, bibi. Kau hanya pengantar dan akulah yang bertanggung jawab!"

   Ituchi masih gagah, tiba tiba mencabut badik bibinya dan dengan pisau ini anak laki-laki itu mengamang - amangkan di depan si raja hutan.

   Sebenarnya Ituchi ngeri juga, hanya didorong keadaan yang memaksa dan membuat dia harus bertindak sesuatu maka bocah ini timbul keberaniannya.

   Tapi ketika dia menggertak dan harimau itu malah mengaum518 tiba tiba si raja hutan menubruk dan menyerang anak itu.

   "Ituchi, awas....!"

   Ituchi berkelit.

   Dan cepat dia mengelak pengalaman di dalam perjalanan mulai membuat anak ini gagah, tangkas.

   Namun karena si raja hutan masih lebih cepat dan baru pertama itu la berhadapan dengan hewan yang begini buas tiba tiba Ituchi kesambar pundaknya dan baju yang sudah compang camping pun memberebet.

   "Brett!"

   Wan Hoa menjerit seolah hilang akal.

   Ituchi berteriak melempar tubuh bergulingan, mendorong bibinya dan Wan Hoa pun terbanting.

   Sungguh mendebarkan melihat dua manusia yang tergolong lemah ini, juga mengharukan Dan ketika Ituchi melompat bangun dan melihat harimau menyerang kembali maka anak itu menggerakkan pisaunya dan coba melawan, berkelit dan menusuk dan terjadilah perkelahian tidak seimbang di situ, Ituchi bocah sepuluh tahunan ini coba menghadapi lawannya yang jauh lebih besar, juga lebih kuat.

   Dan ketika beberapa tusukan gagal dan Ituchi mendapat cakaran atau gigitan maka Wan Hoa seolah pingsan melihat semuanya itu, menjerit-jerit dan mengambil batu atau apa saja, bahkan menerjang tapi ditampar kuku harimau yang tajam.

   Dan ketika Win Hoa terlempar dan menangis sambil menjerit jerit maka ituchi di sana bertarung mati519 hidup, sang raja hutan rupanya tahu bahwa anak ini adalah makanan empuk baginya.

   Ituchi sering terbanting bertemu cakaran lawan yang kuat, akhirnya tak tahan juga anak itu dan mulailah Ituchi mengeluh, berteriak menyuruh bibinya melarikan diri dan membiarkan dia diserang.

   Sungguh gagah anak ini, dia hendak menyelamatkan Wan Hoa sementara menerima cakaran dan gigitan.

   Dan ketika keadaan semakin berbahaya dan Wan Hoa juga baru terlempar oleh tubrukan harimau itu maka pisau di tangan Ituchi mencelat ketika mental bertemu batok kepala yang keras.

   Sang harimau mengaum dan habislah riwayat anak laki laki itu, Ituchi berdarah sekujur tubuhnya oleh gigitan atau cakaran si raja hutan, inilah maut yang mencekam jiwa anak itu.

   Tapi ketika Ituchi terbanting dan sang harimau menubruk tiba-tiba berkelebat sbuah bayangan yang mmbentak harimau itu, sebuah bayangan dan laki laki berpakaian hitam yang gagah tiba tiba muncul di situ.

   "Binatang terkutuk, robohlah.....!"

   Ituchi tak tahu apa yang terjadi.

   Harimau tiba tiba mengeluarkan aum panjang, berdebuk dan jatuh di dekatnya dengan kepala pecah.

   Semua berlangsung cepat dan Ituchi di sana mengeluh, pusing dan masih tak dapat segera bangun namun Wan Hoa yang melihat laki- laki gagah itu dan terbelalak tapi girang bukan main tiba- tiba menubruk dan menangis di kaki penolongnya ini.520

   "Oh, terima kasih, inkong (tuan penolong), terima kasih..... kau telah menyelamatkan anakku!"

   Dan bangkit lagi berlari menghampiri Ituchi Wan Hoa menubruk dan memeluk anak laki laki ini.

   "Kau tak apa-apa? Kau luka? Ah, tubuhmu penuh darah, Ituchi. Mari kubersihkan dan lihat tuan penolong kita....!"

   Wan Hoa merobek jung bajunya sendiri, membersihkan darah dan kotoran dan segera menggigil menciumi anak itu.

   Maut yang hampir menyergap Ituchi membuat Wan Hoa sendiri seakan terbang nyawanya.

   Dan ketika semuanya selesai dan Ituchi bangun terhuyung maka Wan Hoa mengajak anak itu berlutut di depan sang penolong.

   "Inkong, terima kasih. Kau telah menyelamatkan mutiara satu-satunya yang kumiliki!"

   "Bangunlah,"

   Laki laki itu, yang sejak tadi bersinar sinar memandang Ituchi mengangkat bangun wanita ini.

   "Kalian siapa dan mau ke mana? Bagaimana berjalan sendirian di tempat begini?"

   "Aku......aku Wan Hoa, inkong. Ini puteraku Ituchi.....!"

   "Mau ke mana? Kenapa tidak ada laki-laki mengawal kalian?"

   "Kami mau mencari Kim-mou-eng, ke bangsa Tar tar itu."521

   "Kim-mou eng? Astaga! Apakah kalian sahabatnya?"

   Wan Hoa mengangguk.

   Akhirnya dia berterus terang dan menceritakan pada penolongnya itu bahwa Kim-mou-eng memang sahabatnya, tak menyembunyikan diri karena Wan Hoa dapat melihat bahwa penolongnya ini orang yang dapat di percaya, lelaki baik-baik.

   Dan ketika dia menceritakan maksudnya bahwa dia hendak menyerahkan Ituchi untuk menjadi murid Pendekar Rambut Emas itu maka Wan Hoa balik bertanya siapakah tuan penolongnya ini.

   "Aku Hek-eng Taihiap (Pendekar Garuda Hitam)."

   Laki-laki itu agak terbelalak.

   "Dan kebetulan Kim mao eng adalah juga sahabatku!"

   "Ah, kalau begitu kebetulan, taihiap. Aku merasa gembira dan senang mendengar ini!"

   "Dan, hmm..... puteramu ini. Benarkah dia putera mu? Kenapa dia menyebutmu bibi?"

   Kiranya tadi dalam percakapan Ituchi memang memanggil bibi pada bibinya itu, didengar dan Hek-eng Taihiap bingung. Tapi ketika Wan Hoa mengangguk dan tersenyum memandang keponakannya wanita ini menjawab.

   "Benar, dia.... dia anak kandung dari saudaraku sendiri, taihiap. Aku memang bukan ibunya tapi aku menganggapnya sebagai anak sendiri."

   "Dan namanya berbau asing, sedang kau jelas wanita Han. Siapalah sebenarnya anak ini?"522

   "Aku Ituchi, paman. Anak ibuku bernama Cao Cun!"

   "Cao Cun? Eh, kalau begitu ... hei..!"

   Hek-eng Taihiap tiba tiba berseru. Kau anak raja Hu? Ibumu adalah calon selir kaisar yang tidak jadi itu?"

   "Benar,"

   Kini Wan Hoa menjawab, tentu saja ltuchi tak akan tahu sejauh itu.

   "Itulah ibu anak ini, taihiap. Dan kalau begitu kau tentu tahu bahwa ibu anak inilah yang sebenarnya menjadi sahabat Kim-taihiap (Pendekar R.mbut Emas) !"

   "Ah-ah..!"

   Hek ng Taihiap bengong.

   "Tentu saja aku tahu, Wan Hoa. Pantas saja kalau begitu!"

   "Pantas apa?"

   Anak ini, kegagahannya! Dia benar-benar mengagumkan dan pantas sebagai putera raja Hu!"

   Lalu bersinar sinar memandang anak itu Hek-eng Taihiap bertanya.

   "Ituchi, kenapa kau tidak dikawal pengawalmu? Mergapa harus sendirian bersama bibimu?"

   Wan Ho tiba-tiba terisak.

   "Dia.... dia diancam akan dibunuh, taihiap. Khan yang baru tak menyukai kehadiran anak ini Tapi kami mencari Kim mou-eng bukan karena takut, melainkan semata ingin memberikan bekal kepandaian kepada anak ini!"

   Wan Hoa ingat, tak boleh menyimpang dan segera Hek eng Taihiap itu tertegun.

   Wan Hoa memberi sekilas isyarat rahasia agar dia tidak banyak bertanya, tentu saja pendekar ini tertarik.

   Tapi sebelum dia bertanya lebih523 jauh tiba-tiba Wan Hoa sudah menyambar keponakannya dan mau pergi, sekali lagi mengucap terima kasih.

   "Inkong, terima kasih. Sekali lagi budimu tak dapat kubalas. Perkenankan kami pergi dan biar nanti kuceritakan pada Kim-taihiap!"

   Lalu berlutut dan bangkit berdiri Wan Hoa sudah memutar tubuhnya dan bergegas meninggalkan pendekar itu, takut ditanya lebih jauh tentang Ituchi dan tentu saja dia bisa bingung menjawabnya.

   Anak itu sejak tadi memandangnya dan mengerutkan kening Ituchi sekarang lebih cerdas dan pandai, segala apa bisa ditanyakan anak itu kalau sesuatu mencurigakannya.

   Dan begitu Wan Hoa mengajak pergi anak laki-laki ini dan Hek eng Taihiap tertegun akhirnya bibi dan keponakan it lenyap di sana.

   Wan Hoa sudah tak ingin banyak bicara lagi.

   Kemah bangsa Tar- tar sudah mulai terlihat kaki bergerak lebih cepat lagi dan kegirangan melanda wanita ini.

   Tak aneh, dia ingin segera bertemu Kim-mou- eng dan menyerahkan anak laki laki itu, tugasnya akan selesai.

   Tapi ketika Wan Hoa tiba di tempat bangsa Tar- tar itu dan bertemu penjaga mendadak perasaannya terguncang.

   "Kim-taihiap tak pernah pulang. Sejak kematian istrinya dan hilangnya Dailiong pemimpin kami belum pernah kembali. Ada apakah kau mencari Kim-taihiap?"524 Wan Hoa tiba-tiba menangis.

   "Eh, kenapa menangis?"

   "Ah,"

   Wan Hoa tersedu-sedu.

   "Siapa tak menangis kalau hati terasa kecewa? Jauh-jauh aku datang mengantar anak ini, twako. Dan ternyata Kim- taihiap tak ada! Apa yang harus kulakukan?"

   "Siapa dia?"

   Wan Hoa tak menjawab.

   Tiba tiba dia menubruk dan mendekap Ituchi, mengguguk dan, menciumi anak itu penuh sesal.

   Perjuangannya sia-sia dn Ituchi semenjak tadi hanya memandang saja.

   Tapi ketika sang bibi mengguguk dan menangis tersedu-sedu tiba-tiba anak ini melepaskan diri dan tertawa berkata, aneh sekali.

   "Bibi, untuk apa menangis? Kalau Kim taihiap belum datang biarlah kita tunggu, atau kita pulang dan cari dia."

   "Apa?"

   Wan Hoa terbelalak.

   "Pulang?"

   "Hm, kalau tak mau kita dapat mencari Kim-mo eng, bibi. Atau tinggal dulu di sini menanti kedatangannya."

   "Kau enak sekali! Kau tenang sekali! Kau kira apa tempat ini Ituchi? Ini bukan kampung halaman kita, ini rumah orang! Kalau kita di sini dan menjadi beban tentu orang-orang ini tak suka. Tidak, kita tak dapat tinggal di sini, Ituchi. Kita harus kembali dan cari Kim mou eng. Kita pergi!"

   "Hm, siapa kalian sebenarnya?"525

   "Eh!"

   Seorang pemuda tiba-tiba muncul. Bukankah kau Wan Hoa? Eh, ini orang yang dulu pernah ke sini, Kwa-ko Dia Wan Hoa sahabat Cao Cun, isteri raja Hu!"

   Wan Hoa terkejut.

   Cepat dia menoleh dan melihat seorang pemuda tegap bermata tajam muncul di situ, mengeluarkan senyum aneh dan Wan Hoa berdetak.

   Dia lupa- lupa ingat.

   Namun ketika pemuda itu tiba di situ dan memperkenalkan diri maka Wan Hoa segera berdesir.

   "Aku Daikim, yang dulu pernah mengantarmu sampai di perbatasan. Ingat?"

   "Ah, Daikim-ko kiranya. Benar, aku ingat, Daikim. Kau.... kau benar. Aku Wan Hoa!"

   "Ha-ha, ada apa kmari?"

   "Dia mencari Kim taihiap!"

   Sepasang Cermin Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Kwa-k temannya menjawab.

   "Katanya mau mengantar anak ini, Daikin. Tapi entah apa maksudnya aku tak tahu!"

   Daikim, pemuda Tar-tar itu memandang ituchi.

   Anak laki laki ini sejak tadi memandanginya juga.

   Entah kenapa Ituchi tak senang melihat mata Daikim yang sering menyambar ke arah bibinya itu, ada kesan nakal dan liar.

   Anak sekecil itu sudah dapat merasakan getaran tak baik yang memancar dari mata Daikim.

   Namun ketika Daikim tersenyum dan memegang lengan anak itu tiba-tiba dia bertanya.

   "Kau putera raja Hu?"526 Ituchi menarik lengannya.

   "Benar,"

   Anak ini berkata angkuh.

   "Ada apa kau memegang-megang aku?"

   "Ituhi,"

   Wan Hoa kaget, menegur.

   "Jangan kasar terhadap tuan rumah. Hayo minta maaf dan mundurl"

   "Ha ha,"

   Daikin tertawa.

   "Tak apa, Wan Hoa... tak apa. Tapi kini aku tahu, kalian pergi secara diam diam, bukan? Kalian menjauhi Khan yang baru?"

   "Daikim!"

   Wan Hoa kaget.

   "Apa maksudmu?"

   "Hm."

   Pemuda itu menyeringai.

   "Aku mendengar apa yang terjadi, Wan Hoa, Bahwa anak ini, ha-ha.... tak disukai Khan!"

   Lalu tak menghiraukan keterkejutan Wan Hoa pemuda itu pura pura memandang temannya.

   "Kwa-k, biar tamu Kita menginap di sini. Kalau Kim-taihiap datang kita serahkan padanya. Kau pergilah!"

   Kwa ko, laki-laki itu mengangguk. Dia pergi dan kini tinggallah Wan Hoa bersama pemuda itu, Daikim tersenyum dan mengeluarkan sinar aneh, cahaya matanya berputar dan Wan Hoa sudah tak enak. Tapi sopan membungkukkan tubuhnya pemuda ini berkata.

   "Wan Hoa, marilah. Kau boleh tinggal di tengah tengah bangsa ini dan kalau mau menginap di kemahku. Aku akan melindungimu dan jangan khawatir akan anak ini."527

   "Tidak,"

   Wan Hoa berdetak.

   "Kalau Kim taihiap tak ada biarlah kami pergi, Daikim. Kami tak enak mengganggumu dan biar kami datang lain kali saja!"

   "Aha, kau takut?"

   "Apa maksudmu?"

   Wan Hoa membentak "Jangan kau kurang ajar, Daikim. Kalau kuberitahukan Kim mou-eng nanti tentu dirimu celaka!"

   "Ha-ha, Kim-taihiap tak ada di sini, Wan Hoa. Kalau kau mau melapor lporlah, aku tidak takut. Tapi anak ini tentu celaka!"

   Dan maju dengan sikap mengancam pemuda ini berkata, perlahan.

   "

   Wan Hoa, aku tahu dan mendengar apa yang terjadi di kemah bangsamu.

   Tak usah mungkir, kau tentu menyelamatkan anak ini dari ancaman Khan yang baru dan ingin berlindung di balik Kim-taihiap.

   Kalau aku menangkap dan menyerah kan anak ini kepada Khan di sana tentu besar upahku, Wan Hoa.

   Dan kalian berdua bisa tak berkutik, ha-ha...!"

   Pemuda itu menyambar, menangkap Wan Hoa dan Wan Hoa menjerit.

   Dulu Daikim ini pernah mengganggunya di perbatasan, pemuda itu mengincar dan mau kurang ajar.

   Tapi karena Kim-mou-eng ada di situ dan pengaruh Pendekar Rambut Emas itu menggetarkan pemuda ini maka waktu itu Darkim tak berani terlalu jauh dan mundur.

   Waktu itu Wan Hoa mencari Kim-mou eng untuk urusan Cao Cun, pulang dan kejadian ini tak diingatnya lagi.

   Tak tahunya dia bertemu lagi dengan pemuda yang tampaknya menaksir528 itu, Daikim mau kurang ajar dan pemuda ini pun mengetahui tepat perihal Ituchi.

   tentu pemuda itu tahu dari berita di luaran.

   Tapi ketika si pemuda menyambar lengannya dan mau kurang ajar tiba-tiba Wan Hoa menjerit dan mengelak, ditubruk lagi dan ltuchi di sana tiba-tiba membentak.

   Anak ini menerjang menolong bibinya.

   Dan karena Daikim terpecah dan jengkel serta marah tiba-tiba dia membalik menghadapi anak laki-laki ini.

   "Jangan kurang ajar terhadap bibi....!"

   Daikim menjengek.

   Setelah berbulan-bulan Kim-mou eng tak datang di tempat sukunya lagi pemuda ini tak merasa takut, melihat Wan Hoa datang dan nafsunya bangkit.

   Memang dulu dia hampir mendapatkan wanita ini, tak jadi karena adanya Kim- mou-eng.

   Tapi begitu Pendekar Rambut Emas tak pernah pulang dan Daikim menduga barangkali pendekar itu tewas maka dia bermaksud mengganggu Wan Hoa lagi namun Ituchi menyerang, tentu saja menjengek karena anak ini bukan lawannya.

   Dan ketika anak itu menubruk dan dia terpaksa melepas Wan Hoa maka tangan bergerak dan terjangan anak itu pun disambutnya.

   "Enyah kau....plakk!"

   Ituchi terbanting, memekik dan Wan Hoa di sana ganti menjerit.

   Wanita ini mengambil potongan kayu dan menerjang lawannya.

   Ituchi bangkit dan menyerang lagi.

   Dan ketika dua orang529 itu membentak dan memaki-makinya kalang-kabut maka Daikim tertawa mencabut golok.

   "Crak - blukk..!"

   Kayu di tangan Wan Hoa terbabat, potongannya mengenai kepala Ituchi dan anak itu mengeluh.

   Ituchi terlempar dan memegangi kepalanya, tak dapat bangun.

   Dan ketika Wan Hoa berteriak dan tertegun di tempat tahu tahu dengan mudah pemuda ini sudah menyambar korbannya dan mengancam, *Wan Hoa, tak usah melawan atau kau kubunuh!"

   Namun Ituchi yang melompat bangun dan berseru keras tiba-tiba menerjang dan memaki pemuda itu.

   "Daikin, lepaskan bibiku!"

   Dan Dai kim yang terkejut dan cepat mengelak tiba - tiba menggerakkan kaki menendang anak itu.

   "Bluk!"

   Ituchi terbanting, roboh lagi dan Daikim tertawa, sedikit lengah melepas Wan Hoa dan wanita itu tiba - tiba berontak, melepas tendangan dan ganti lawannya terpekik.

   Tumit Wan Hoa telak sekali bersarang di perut pemuda ini.

   Dan ketika Daikin memekik dan terguling memegangi perutnya yang sakit tiba-tiba Wan Hoa menyambar keponakannya dan memutar tubuh.

   "Lari...!"530 Namun, ke mana mereka lari? Daikim yang kuat ternyata hanya sebentar saja mengeluh, pemuda ini meloncat bangun dan sudah membentak. Dan ketika lawan melarikan diri dan Daikim berseru keras maka pemuda ini membentak menyambar di depan keduanya, menangkap Ituchi.

   "Berhenti!"

   Ituchi kaget. Daikm menariknya lepas dari tangan sang bibi, terbtot dan Wan Hoa pun terpekik. Dan ketika dia membalik dan memaki-maki pemuda itu maka Daikim tertawa menempelkan golk di leher Ituchi.

   "Wan Hoa, diam di tempatmu. Atau anak ini kubunuh!"

   "Tidak....jangan.....!"

   Wan Hoa menangis. Lepaskan dia, Daikim. Lepaskan...!"

   Namun Ituchi yang meronta dan menendang Lawannya tiba, tiba berteriak menyuruh bibinya lari, kena selang mkangan dan Daikim mengaduh.

   Ituchi menendangnya begitu rupa hingga hampir saja Daikim "kecil"-nya kena, tentu saja pemuda itu marah.

   Dan ketika Ituchi berontak dan lepas dari cengkeramnya maka anak ini sudah menubruk dan menyerang lawan.

   "Bak bik-buk!"

   Daikim sudah dihajar, memaki dan tentu saja pemuda sekuat ini tak apa apa. Daikim menggeram dan tiba-tiba ganti menubruk. Dan ketika Wan Hoa menjerit dan memperingatkan keponakannya maka Ituchi tertangkap dan dibanting.531

   "Brukk!"

   Daikim tertawa bergelak. Ituchi mengaduh dan kelengar, bocah itu kesakitan oleh bantingan ini. Dan ketika dia tak dapat bangun karena meringkuk seperti anjing digebuk tuannya maka Daikim menyambar dan dengan kejam membacok pundak anak itu.

   "Kau anjing cilik keparat.... bret!"

   Pundak anak itu terluka, Daikim mau membacok lagi namun Wan Hoa menjerit histeris.

   Wanita ini menubruk kalap, Daikin diterjangnya dan pemuda itu pun roboh.

   Dan ketika mereka bergulingan bersama dan Wan Hoa menggigit dan mencakar maka Daikim kalang-kabut dicaci wanita ini.

   "Kau yang keparat, Daikim. Kau pemuda terkutuk!"

   "Aduh, ah....lepaskan!"

   Daikim akhirnya menampar, mengutuk dan menghantam perut lawannya hingga gigitan Wan Hoa lepas. Lalu sebelum wanita itu melompat bangun memberikan perlawanan lagi Daikim sudah menangkap dan menindihi tubuhnya.

   "Wan Hoa, sekali kau melawan anak itu ku bunuh. Sekarang menyerahlah dan dengar baik baik apa permintaanku!"

   "Apa yang kau minta?"

   Wan Ha menggigil.

   "Kau jahanam keparat, Daikim. Kau akan kulaporkan pada Kim mou-eng kalau dia datang!"

   "Ha-ha, Kim-mou eng sudah mampus, Wan Hoa. Kenapa kau berteriak teriak menyebut namanya?532 Bangsa ini sudah tak dipimpinnya lagi Pendekar Rambut Emas itu telah menyusul isterinya ke alam baka!"

   "Apa? Kau...."

   "Kau kira bohong?"

   Daikim tertawa bergerak.

   "Kau boleh tidak mempercayai keteranganku, Wan Hoa. Tapi kalau Kim-mou-eng masih hidup tentu aku tak berani bertindak begini kepadamu. Ha-ha....!"

   Dan Daikim yang menelikung dan mempererat cengkeramannya tiba tiba berbisik, melihat Ituchi terhuyung berdiri.

   "Wan Hoa, suruh anak itu mundur. Atau dia kuback dan kau akan melihat mayatnya !"

   "Tidak....jangan...."

   Wan Hoa menggigil, ngeri.

   "Jangan kau ganggu dia, Daikin. Bebaskan dan lepaskan anak itu .....!"

   "Tapi dia kemari,"

   Daikin melotot.

   "Apa kah kau tak mau menyuruhnya berhenti? Cepat suruh dia berhenti, Wan Hoa. Atau kubacok mampus dan jangan kau salahkan aku!"

   Daikim kiranya ngeri, melihat anak ini seperti hantu dari balik kubur dan Ituchi mendelik, padanya.

   Anak itu terhuyung-huyung maju menghampiri, tak kenal takut dan rupanya tahan banting.

   Daikim ngeri menghadapi anak macam begini.

   Ituchi seperti bocah tak takut mati saja.

   Atau, barangkali, anak itu sudah mati dan kini sukmanya yang menghampiri.

   Tiga kali dibanting tiga kali pula bangkit berdiri.

   Sungguh seperti bukan anak manusia! Tapi Wan Hoa yang terbelalak dan mengeluh melihat anak itu tiba tiba mengusir.533

   "Ituchi, pergi. Selamatkan dirimu ..!"

   "Nguk!"

   Suara ini seperti kera marah. Aku tak mau pergi, bibi. Aku akan menolongmu dan mencekik musuhku ini!"

   "Tidak.... tidak...! Wan Hoa gelisah.

   "Daikim tak akan membunuhku, Ituchi. Pergi dan percayalah bibimu ...!"

   "Tapi dia menangkapmu. Dia menindihmu!"

   Wan Hoa hampir kehilangan akal.

   Saat itu Daikin di atas tubuhnya sudah siap mloncat ke depan, laki-laki itu menggigil dan marah, juga ngeri.

   Dalam keadaan seperti itu Ituchi seperti iblis cilik, dia akan menerkam mangsanya dan menghisap darah laki laki ini.

   Namun Wan Hoa yang cepat menggoyang lengan dan membentak sekuat Tenaga tiba tiba berteriak.

   
Sepasang Cermin Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Ituchi, kalau kau maju biar bibimu mati di hadapanmu. Apakah kau ingin bibimu mati? Sebelum kau dibunuhnya bibimu akan dibunuh dulu, Ituchi. Lihat golok itu dan berhenti!", Ituchi berhenti, tertegun.

   "Ha ha,"

   Kini Daikim gembira.

   "Kau mundur, anak baik. Atau bibimu ini benar benar kubunuh dan kau menyusul!"

   "Pergilah.... mundurlah...!"

   Wan Hoa serak suaranya.

   "Kau biarkan bibimu di sini, ituchi. Dengar dan ikuti baik baik perintah bibimu. Kau jangan maju dan mundur!"534 Ituchi akhirnya mundur. Daikim tertawa bergelak dan lga, dia memerintahkan Wan Hoa agar anak itu berbalik, semakin menjauh lagi. Dan ketika anak itu menurut namun ragu tiba-tiba Daikim melompat dan membawa wanita ini ke semak semak "Wan Hoa, kalau kau tak ingin keponakanmu kuserahkan pada Khan turutilah permintaan ku. Aku.... aku ingin kau layani!"

   Wan Hoa terbelalak.

   "Ha-ha,"

   Daikin tertawa aneh, mencium. Kau tentu tak menolak, bukan? Lepas pakaianmu, Wan Hoa. Dan berikan apa yang kuminta!"

   Wan Hoa merasa bumi berputar.

   Di sana Ituchi mengeluh aneh, anak itu membalik namun disuruh berputar lagi.

   Daikim mendengus-dengus menggerayangi tubuh korbannya, Wan Hoa bingung dan takut, juga marah.

   Tapi ketika Daikim mengancam bahwa dia akan menangkap dan membawa anak itu ke Khan yang baru kalau dia tidak mau menurut maka apa boleh buat terpaksa Wan Hoa menuruti, membiarkan muka diciumi dan tiba tiba Daikim telah melepas semua pakaiannya.

   Dengan buas dan kasar pemuda Tar tar ini mencopot bajunya sendiri.

   Tapi ketika setengah jalan dan siap "main"

   Tiba tiba Ituchi berlari dan menubruk semak-semak belukar itu.

   "Daikim, kau anjing hina!"

   Daikim, pemuda Tar-tar ini kaget. Saat itu tubuhnya setengah telanjang, dia kedodoran dan anak535 lali - laki itu menerjang. Tapi membentak dan meloncat marah tiba tiba dia membalik dan menyambut anak itu, dengan gagang golok di den.

   "Bocah anjing, kaulah yang hina... dakk!"

   Gagang golok menghantam tengkuk anak laki laki ini, Ituchi menjerit dan roboh pingsan.

   Seketika dia ambruk.

   Dan ketika Wan Hoa menjerit dan melompat setengah telanjang pula maka Dai kim yang marah dan geram menempelkan mata goloknya ke leher anak itu.

   "Wan Hoa, kalau kau tak menyerah anak ini kubunuh. Sialan keponakanmu itu!"

   Wan Hoa menggigil, tak dapat bicara.

   "Ayo, lepas pakaianmu. Ke semak smak itu!"

   Akhirnya Wan Hoa dapat bicara juga.

   "Dai kim, kau... kau berjanji tak akan membunuh anak ini? Kau berjanji membebaskannya?"

   "Tentu, asal kau menyambut cintaku, Wan Hoa. Lepas dan copot pakaian mu itu!"

   Wan Hoa tak berkutik.

   Demi keselamatan Ituchi terpaksa dia melakukan perintah Daikim ini, satu demi satu pakaian itu dilepas.

   Tapi ketika pakaian terakhir hampir dilolos dan Daikim terbelalak dengan mata menggilar melihat tubuh yang aduhai itu mendadak sebuah bayangan berkelebat dan membentak pemuda Tar-tar itu.

   "Daikim, kau pemuda hina.....!"

   Daikim mencelat. Sebuah tendangan mengenai dirinya, pemuda ini menjerit dan terguling guling. Dan536 ketika dia bangun berdiri dan meringis kesakitan maka seorang laki-laki gagah berdiri disitu.

   "Hek-eng Taihiap...!"

   Daikim kaget. Wan Hoa memanggil pendekar itu dan lari menubruk, sisa pakaiannya dikenakan lagi dan mengguguklah wanita malang itu. Tapi Hek-eng Taihiap yang mendorong dan memandang Daikin membentak berseru marah.

   "Daikim, kau pemuda tak tahu malu. Kalau Kim- taihiap ada di sini tentu hancur tulang-tulangmu. Hm, aku mewakilinya, pemuda tak tahu malu. Mintalah ampun dan bertobat... wut plakplak!"

   Hek-eng Taihiap berkelebat, menampar dan menendang dan segera pemuda Tar-tar itu memekik.

   Dia jatuh bangun dihajar Pendekar Garuda Hitam ini, Daikim mengenal dan segera mukanya pucat.

   Dan ketika dia menjadi bulan bulanan pukulan Hek-eng Taihiap dan pemuda itu menjerit-jerit minta ampun tiba-tiba Wan Ha menyambar golok yang terjatuh dan menusuk lawannya ini.

   "Augh!"

   Jerit itu mengejutkan Hek eng Taihiap.

   Wan Hoa menusuk lawannya dengan beringas, Daikim terjungkal dan darah memuncrat.

   Dan begitu pemuda itu roboh dan darah memuncrat dari luka di perut tiba- tiba Wan Hoa semakin haus darah dan menusuk serta menikami lagi, tujuh delapan kali dan tak ayal Daikim mengeluh panjang pendek.

   Hajaran Hek-eng Taihiap537 telah membuatnya tak berdaya lagi, tusukan atau tikaman Wan Hoa tak dapat dikelitnya.

   Dan ketika Wan Hoa beringas dan menusuk dadanya maka robohlah pemuda ini dengan erangan pendek.

   "Crep!"

   Golk itu bergoyang sejenak di dada pemuda ini. Daikim terkapar, seketika tewas dan terbang nyawanya. Dan ketika Wan Hoa terhuyung melepaskan golok itu tiba-tiba Kwa-ko, laki-laki penjaga muncul di situ, melihat kejadiannya.

   "Heii....!"

   Laki-laki ini terkejut.

   "Kau membunuh Daikim? Celaka, kita diserang iblis perempuan, kawan- kawan. Keluar dan lihatlah. Tolong...!"

   Pekik atau seruan Kwa-ko menggemparkan bangsa Tar tar Semuanya berlarian dan ributlah tempat itu, Kwa - ko menubruk dan menyerang Wan Hoa.

   Tapi karena Hek eng Taihiap ada di situ dan tentu saja pendekar ini tak membiarkan Wan Hoa dicelakai maka Hek eng Taihiap sudah mendorong laki-laki Tar-tar ini, menendang dan seketika Kwa-ko mencelat.

   Laki-laki itu menjerit dan roboh berdebuk, kawan kawannya datang dengan teriakan marah Dan karena keadaan lebih gawat dan bukan maksud Hek eng Taihiap untuk memusuhi bangsa itu maka Pendekar Garuda Hitam ini menyambar Wan Hoa dan imItuchi ditangkapnya.

   "Kita pergi...!"

   Dan begitu pendekar itu mengerahkan kepandaian berkelebat lenyap tiba-tiba tubuhnya sudah meluncur memasuki hutan, mendengar538 teriakan teriakan di belakang tapi tentu saja bangsa Tar tar itu bukan lawannya.

   Pendekar ini telah menyelamatkan Wan Ha dan Ituchi.

   Dan ketika mereka tiba di tempat aman dan Hek Eng Taihiap meletakkan Ituchi maka pendekar ini melepas Wan Hoa yang sejak tadi menangis di atas pundaknya.

   "Diamlah, tenanglah. Aku akan menolong anak ini."

   "Tidak..... tidak matikah dia? Masih hidupkah?"

   "Tenang, kau tak usah gelisah, Wan Hoa. Itchi rupanya hanya pingsan saja dan tidak apa-apa. Mundurlah."

   Wan Hoa mundur.

   Dia terisak dan memandang pendekar itu, melihat Hek eng Taihiap mengurut dan memijat sana sini, menotok.

   Dan ketika tak lama kemudian terdengar keluhan Ituchi dan Wan Hoa girang maka anak itu membuka mata dan yang ditanya terutama adalah bibinya itu.

   "Bibi, di mana kau .....?"

   "Ooh!"

   Wan Hoa menubruk, tersedu sedu.

   "Aku di sini, Ituchi. Lihatlah, ini bibimu!"

   Anak itu bangun.

   "Dan mana Daikim? Mana jahanam itu?"

   Matanya meliar, tertegun bertemu Hek- eng Taihiap dan pendekar ini tersenyum. Ituchi tampaknya terkejut juga melihat pendekar itu. Namun Wan Hoa yang memeluk serta menangis di depannya memberi tahu,539

   "Daikim kubunuh, Ituchi. Jahanam itu tewas. Hek-eng Taihiap inilah yang menolong kita!"

   "Ooh...!"

   Dan Ituchi yang bangkit serta berlutut di depan pendekar itu tiba-tiba berseru.

   "Paman, terima kasih. Kau telah menyelamatkan bibi !"

   "Tidak, aku yang berterima kasih karena Hek eng Taihiap menyelamatkanmu, Ituchi. Bukan kau yang berterima kasih karena aku selamat. Ayo, ucapkan terima kasih bahwa Hek-eng Taihiap telah menyelamatkanmu!"

   Hek-eng Taihiap tertawa.

   Kalau dua orang, ini saling berterima kasih untuk yang lain maka dapat dilihat betapa masing masing amat mencinta kawannya, tak memperdulikan diri sendiri dan tentu saja pendekar ini tiba-tiba terharu.

   Cinta Wan Hoa kepada Ituchi maupun cinta anak itu terhadap bibinya sama besar, tak tahan pendekar ini untuk menyambar anak itu.

   Dan ketika Ituchi di peluk dan diciumnya maka pendekar ini berkata terharu, agak serak.

   "Ituchi, kau anak baik. Sudahlah, tak perlu berterima kasih karena apa yang kulakukan adalah sudah merupakan kewajibanku. Kalian bibi dan anak sama - sama baik, aku akan melindungi kalian dan sejak ini biarlah aku mengawal kalian!"

   Wan Hoa terkejt.

   "Ada apakah?"

   "Ti... tidak. Tapi, ah.....apakah taihiap tak punya urusan?"

   Wan Hoa bingung, tak tahan beradu pandang dengan pendekar ini dan tatapan Hek eng Taihiap membuat dia tergetar.

   Dua540 kali pendekar itu menolongnya, dua kali mereka selamat.

   Dan ketika Wan Hoa menunduk dan Hek eng Taihiap tersenyum maka pendekar ini berkata dengan lembut.

   "Aku tak mempunyai urusan, Wan Hoa. Kalau kalian tak keberatan tentu saja aku bersama kalian, menemani Tapi kalau kau atau Ituchi tak suka tentu saja aku tak memaksa dan akan pergi."

   "Ah, tidak!"

   Wan Hoa menggeleng.

   "Aku, eh....kami tentu senang kalau kau mau menemani, taihiap. Hanya kami khawatir akan merepotkanmu saja!"

   "Benar, aku suka kutemani, paman. Dan kalau boleh sekalian belajar ilmu silatmu itu! "Ituch..."

   "Ha ha!"

   Hek eng Teih'ap tertawa bergelak, memotong seruan Wan Hoa.

   "Kalau kau mau belajar sedikit-sedikit ilmku tentu saja boleh, ituchi. Hanya kau ketahui saja bahwa kepandaianku masih kalah dengan Kim mou eng. Bukankah kau mau mencari Pendekar Rambut Emas itu?"

   Ituchi tertegun, memandang bibinya. Tapi melibat bibinya terbelalak dan tampaknya bingung tiba- tiba anak ini berseri-seri.

   "Paman,"

   Katanya.

   "kalau Kim-mou-eng tak dapat kami temukan biarlah kau saja penggantinya. Bukankah kau pendekar baik-baik? Aku suka padamu,541 paman. Dua kali kau menyelamatkan aku dan bibi. Kalau kau suka biarlah aku belajar padamu dan ikut!"

   "Hm, bagaimana bibimu?"

   "Aku.... aku...."

   Wan Hoa gagap.

   "Terserah kau, taihiap. Kalau Ituchi dan kau sama - sama suka biarlah kau pengganti Kim-mou eng. Aku dapat menceritakan pada ibu anak ini tentang kalian !!"

   "Tidak,"

   Hek-eng Taihiap tersenyum.

   Karena kalian ingin mencari Kim-mou eng biarlah kuantar, Wan Hoa.

   Kalau sebulan tak ketemu biarlah kuterima maksud itu.

   Terus terang, hm..

   aku suka anak ini.

   Dia penuh keberanian dan gagah, sayang barangkali agaknya aku kurang berharga sebagai gurunya!"

   "Kenapa paman bilang begitu?"

   Ituchi girang.

   "Kepandaianmu tinggi, paman. Justeru barangkali aku yang kurang berharga menjadi muridmu!"

   "Ha - ha, tidak, Ituchi. Justeru sebaliknya, Kau yang harus mendapatkan guru yang pandai dan biarlah sementara ini aku mengajari mu dasar dasar ilmu silat"

   


Romantika Sebilah Pedang -- Gu Long/Tjan Id Raja Naga 7 Bintang -- Khu Lung Senopati Pamungkas (1) Karya Arswendo Atmowiloto

Cari Blog Ini