Ceritasilat Novel Online

Cindewangi Melanda Istana 3


Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo Bagian 3



Cindewangi Melanda Istana Karya dari Kirjomuljo

   

   "

   Setelah ternjata memang nampak mereka itu tidak ahu, kini berubah kegarangan tentera Keradjaan mendjadi kegusaran jang makin mendjadi sangat kalap.

   Karena mereka berpikir bahwa pasukan pasukan jang dihadapi bukan pasukan sebenarnja.

   Ini pasti tentera halus dari kesaktian Ki Ageng Tunggal.

   Makin ketakutan jang kemudian sebaliknja mulai merajapi hati mereka, ketakutan dan ketjemasan akan adanja bahaja jang lebih besar.

   Hingga sebagian berlari kembali meningalkan istana dengan meneriakkan kata kata deogan penuh ketakutan.

   "Pasukan hantu menjerang kita. Pasukan hantu sudah masuk kedalam kota.

   "

   Ketakutan sematjam ini kemudian dengan tjepatnja merajap kedalam hmpir semua tentara Keradjaan dan kepada rakjat jang waktu itu masih setia kepada Baginda. Hingga Singopati sekalipun dia sendiri dalam keadaan heran dan bingung, berteriak.

   "Siapa lari meninggalkan istana kubunuh sendiri."

   Tentara Keradjaan jang berada dalam istana terpaksa diam dan tinggal ditempat masing.masing dalam keadaan ketakutan. Salah seorang berbisik-bisik.

   "Djelas kita ini sekarang dalam bentjana. Bajangkan., pasukan jang berada di Tegalmajit hantjur sama sekali. Tiba-tiba daiam kota sudah merajap tentara Ki Ageng Tunggal. Hilang lagi tanpa bekas sama sekali. Kau lihat sendiri lewat mana, andaikan mereka itu lari karena melihat kedatangan kita? -126 Mestinja djika Singopati tidak mendjadi gusar dan langsung melaporkan kedjadian ini, dia akan tahu kemana larinja pasukan pasukan Wulungseto jang tiba tiba menghilang tanpa bekas. Tetapi kedjadian ini tidak dilaporkan, karena Singopati merasa malu dan belum putus pengharapannja akan bisa mendapatkan kemana pasukan-pasuk Wulungeeto lari. Sementara itu, pasukan-pasukan Ki Ageng Tunggal jang telah menjatukan diri dengan seluruh kota rakjat didaerah selatan, telah merajap mendekati ibukota setelah berhasil menghantjurkan pos-pos ketjil pasukan Keradjaan diluar kota. Hal itu djelas dapat dilakukan dengan mudah karena sebelumnja mereka telah dihinggapi perasaan takut dan gusar. Hingga sebelum tjahaja merah membajang dilangit sebelah timur. Seluruh pasukan Ki Ageng Tunggal telah mendekati ibukota, hanja sedjauh kira-kira tiga empat desa. Dimana penjerangan akan dimulai djika telah terdapat pertanda dari Wulungseto setelah berhasi memasuki istana. Dengan membakar salah satu manara dalam istana jang nampak mendjulang tinggi, sebagaimana telah mereka rentjanakan terlebih dahulu. Hanja satu hal Wulungseto sama sekali tidak mengetahui bahwa Tjindewangipun telah berada dalam istana. Rentjana baru muntjul setelah diketemukan djenazah Prameswari dan perkiraan bahwa Baginda akan minta bantuan kepada Keradjaan Laut selatan. Keadaan pasukan pasukan Keradjaan makin mendjadi katjau setelah pengepungan istana Galing bobol mendapatkan perlawanan jang sangat gigih tanpa terduga sama sekali, dan pasukan pasukan itu langsung menjerang keistana Honggo. Singopati jang masih dalam keadaan gusar karena hilangnja pasukan Wulungseto setjara mengherankan, mendjad bujar kepemimpinannja mendapatkan serangan mendadak dari Pasukan"

   Pasukan jang bersembunji diistana Galing.

   Sama sekali mereka terdesak mundur dan istana kembali dikuasai oleh pasukan-pasukan Panglima Galing.127 Waktu inilah Singopati baru mengirimkan utusan untuk menjampaikan kedjadian ini kepada Baginda.

   Tetapi utusan ini tidak bisa menghadap Baginda, karena pengawal-pengawal istana diperintahkan untuk tidak imenerima siapapun.

   Ketjuali Singopati atau urojudo dan beberapa Panglima lain jang terpertjaja.

   Sementara itu pasukan Wulungseto jang telah berhasil memasuki terowongan menudju istana atas petundjuk Sekarkembar, telah mentjapai pertengahan djalan.

   Tetapi disinilah kesulitan mulai karena terowongan makin sempit, hingga terasa bagi semua pasukan, betapa kesulitan mereka untuk bernafas.

   Sekarkembarpun telah mulai lemas, tergantung dibahu Wulungseto.

   Karena memang terowongan itu bukan ukurannja untuk sekian ratus orang.

   Sedangkan terowongan itu sama sekali terbuat sedemikian rupa, berlapis tjampuran batu jang keras, hingga sukar untuk membongkar membuat djalan udara keluar.

   Sekalipun dapat tembus,.

   mereka tidak tahu dimanakah tembusan akan nampak.

   Hingga Wulungseto berkali kali bertanja? "Masih djauhkah Sekar?"

   "Tifak tahu Seto. Aku tidak pernah memperhatikan dan memang tak ada tanda-tanda disini.

   "

   Untuk mengurangi sesaknja udara terpaksa semua obor jang telah dinjalakan dimatikan.

   Hingga sama sekali semua pasukan berdjalan dalam kegelapan jang sangat dan hanja bisa berdjalan menurut langkah orang jang didepannja.

   Sedangkan Wulungseto jang paling depanpun hanja bisa berdjalan menurut udjung kakinja, Perdjalanan makin lama makin sulit, karena terdapat beberapa lubang tipuan dimana Wulungseto dan Sekarkembar tak bisa mengetahui mana jang benar.

   Udara makin sesak dan sangat menekan dada mereka, hingga terasa seakan akan dada mereka tertindih batu- batu besar.

   Kemudian rasa haus mulai menjerang mereka karena banjaknja keringat jang keluar tanpa mereka mengetahui akan sampai berapa lama lagi mereka harus merangkaki kegelapan itu.128 Beberapa orang jang memang kurang kuat telah djatuh rendah dan sama sekali tak seorang mengetahui dan bisa menolongnja.

   Hingga mereka terpaksa ditinggalkan dalam kead£an menudju kepada saatnja terachir.

   Sekarkembar mulai makin lemah dan sama sekali tak berdaja untuk mengangkat kakinja, hingga Wulungseto terpaksa mendukungnja.

   "Seto. Oh Seto. Nafasku Seto. Makin tak bisa kutahankan."

   "Kuatkan Sekar, oh kuatkan. Kita hampir sampai. yakinlah kita hampir sampai. Oh Sekar tanpa kau kita akan sama sekali tidak tahu tembusan terowongan itu sampai dimana.

   "

   "Sekar kuatkan, kuatkan Sekar.

   " *** Koleksi Kolektor Ebook129 BAGIAN V "Hamba Baginda jang memghadap. Tjndewangi."

   Baginda sama sekali tidak menoleh, pikirannja berputar tanpa tahu udjung pangkalnja, karena merasa sangsi akan kedjadian jang sedang berlangsung. Apakah ini mimpi atau kenjataan, Baginda belum jakin.

   "Hamba Baginda jang menghadap, Tjindewangi jang sebenarnja."

   Baginda masih terdiam, sama sekali belum pertjaja, hingga Tjindewangi mengulangi perkataanja lebih djelas, dalamnja lebih pelahan"

   Pelahan.

   "Hamba Baginda jang menghadap. Tjindewangi. sama sekali bukan bajangan dan sama sekali bukan roh jang memburu."

   "Lalu perlunja?"

   "Hamba kembali hanja untuk melandjutkan pembitjaraan jang dulu.

   "

   "Apakah kau tidak berpikr bahwa kembali berarti kau akan ku seret ke tiang gantungan malam ini djuga?"

   "Ja mungkin demikian kejadiannja. Tetapi hendaknja Baginda ingat bahwa seluruh Keradjaan sekarang berada ditangan rakjat. Dan Baginda hanja akan bisa selamat jika Baginda bersikap baik terhadap hamba"

   Sampai perkataan ini baru Baginda berpaling menatap Tjindewangi dngan pandangan jang membajang perasaan tersinggung, gusar, terbaurkan perasaan tjemas karena memang telah didesak dari semula.

   "Apakah kau mimpi dengan mengatakan hal demikian? Kau tahu benteng batu besi telah berdiri dan kukira hanja tentara dari Keradjaan Dewa2 dapat menghantjurkan bentengku.-130

   "Ja benteng batu besi tidak akan hantjur oleh tangan manusia manapun. Hamba pertjaja. Apa lagi persendjataan pasukan-pasukan Ki Ageng Tunggal. Tetapi Baginda, tentara Keradjaan manapun bisa tergontjang hatinja, bisa tidak berdaja karena kelaparan. Dan sekarang hamba bertanja berapa lamakah tentera Keradjaan bisa bertahan tanpa pengiriman bahan makanan dari rakjat?"

   "Tiga tahun tentera dapat bertahan tanpa tambahan bahan makanan."

   "Rakjat sanggup bertahan tiga puluh tahun Baginda."

   Lalu maksudmu apakah kau mengantjam aku supaja/aku harus menjerah kepadamu?"

   "Tidak Baginda. Hamba menawarkan perdamaian djika Keradjaan bersedia."

   "Maksudmu?"

   "Untuk menghindari korban jang lebih banjak dari kedua belah pihak.

   "

   Baginda terdiam sesaat, dalam hati ia merasa kagum akan kelintjahan Tjindewangi berpikir, dan kelintjahan Tjindewangi berbuat.

   Hingga waktu itupun Baginda sukar untuk berbuat apapun karena Tjindewangi benar benar telah siap dengan sendjata ditangannja.

   Baginda dengan pelahan-pelahan sambil berpikir apakah jang harus dikerdjakan menghadapi Tjindewangi "Ja, tjoba aku ingn dengar bagaimana tawaran perdamaianmu?"

   "Baginda melepaskan kekuasaan Keradjaan dan mendapatkan kedudukon jang lebih tepat, sebagai sesepuh Keradjaan. Tjindewangi tidak akan ingkar, sebagaimana sedjak semula Tjindewangi tidak akan beralih djandji.

   "

   "Lalu, siapa jang hendak djadi Radja, kau?"

   "Bukan Baginda. Itu terserah kepada hasil permufakatan nanti."

   "Itu tidak mungkin Tjindewangi. Keradjaan Gunung Tunggal adalah keradjaanku sedjak semula. Dan akan berarti mengingkari sedjarah djika berpikir sematjam, itu. Bukankah lebih baik, sebenarnja kau menghendaki apa? Ki Ageng Tunggal menginginkan apa? Wulungseto itu131 tjalon Suamimu memimpikan apa? dan semuanja jang menaruh dendam terhadap istana mungkin karena ketjewa."

   "Apa jang diketjewakan? Bukankah itu bisa disampaikan kepadaku setjara baik baik? Nah semuanja akan mendapatkan bagiannja masing-masing. Tetapi satu hal tidak mungkin, djika mereka menghendaki kekuasaan Keradjaan.

   "

   "Baginda, tawaran itu memang bidjaksana Tetapi bukanlah jang kami kehendaki. Kami menghendaki perubahan sikap keradjaan terhadap nasib rakjat. Nasib semua penduduknja, untuk tidak mendjadi korban dari kebesaran Keradjaan."

   Baginda merasa terdesak kini, dan makin mendjadi heran.

   karena sedjauh itu sama sekali tidak nampak seorang dari pengawal istana, masuk dan mentjoba mengetahui bahwa Baginda sedang menghadapi Tjindewangi jang mendjadi buronan utama setelah Ki Ageng Tunggal.

   Baginda tidak mengetahui bahwa semua selir Baginda telah mendjaga semua pintu masuk kedaiam ruangan dimana Baginda berada.

   Tjindewangi mengetahui hal ini hingga lebih mendesak lagi untuk meruntuhkan hati Baginda.

   "Baginda tidak usah mengharapkan siapapun akan masuk kedalam ruangan ini , Baginda. Semua pintu masuk kedalam ruangan telah didjaga oleh selir selir Baginda sendiri, jang tidak menghendaki pembijaraan antara hamba dan Baginda ini terganggu.

   "Monjet semuanja, semuanja telah mendjadi monjet.

   "

   "Djangan gusar Baginda. jadi berariti sampai pasukan-pasukan Ki Ageng Tunggal masuk kedalam istana ini, tak seorangpun akan menemui Baginda, begitu kedjadiannja. Dan lebih dari itu. Baginda hendak mengetahui, bahwa pasukan Wulungseto akan segera memasuk istana ini melalui pintu rahasia dalam istana."

   "Itu tak mungkin terdjadi.

   "

   "Djelas mungkin Baginda."

   "Tidak mungkin. itu hanja tipu muslihatmu. Pintu itu hanja dua orang jang bisa tahu Selebihnja, jang djuga membangun pintu ahasia telah kubunuh semuanja.-132

   "Ada seorang jang juga tahu Baginda. Sekarkembar, selir termuda dari Panglima Honggo. Dan Sekarkembar dipihak kami. Kemudian Baginda perlu tahu djuga bahwa saat ini sebuah busur tali telah direatangkan, anak panahnja bisa lepas disaat Baginda akan berbuat jang tidak kami harapkan. Wanita jang merentangkan tali busur itupun selir Baginda jang termuda, jang paling djelita dan paling lembut pandangan matanja.. Tjempakawangi.

   "

   Baginda melirik kearah samping dan memang benar puteri Tjempakawangi telah merentangkan tali busur dan anak- panahnja sama sekali, kearah lambungnja.

   Tanpa perasaan gentar sedikitpun.

   Hanja satu hal tetap Baginda mengherankan kenapa pengawal-pengawal bisa berganti perempuan! Tjindewangi mentjoba menebak hal itu, kemudian mengatakan dengan tersenjum.

   "Baginda tidak usah mengherankan bahwa pengawal bisa berganti perempuan perempuan. Itu hal jang tidak sulit Baginda. Pengawal-pengawal tentu haus dan lapar. Dan selir selir Baginda akan dengan mudah memberikan minum jang disertai senjum. Tidak lutju bukan dalam minuman itu telah rendam sematjam ratjun jang tjukup membuat mereka tidur untuk selamanja? "

   Baginda seketika mendjadi putjat mendengar semua perkataan Tjindewangi jang memang terbukti benar.

   Sama sekali tidak lagi Baginda bisa mengharapkan akan datangnja pertolongan.

   Satu satunja Mamanda Patih jang masih berada dalam telah terlandjur dipendjarakan entah dimana ditempatkan.

   Tjindewangi mendesak lebih kesudut.

   "Sudah djelas hamba kira, apa jang terdjadi dalam istana Eaginda. Hanja tinggal tergantung Baginda sekarang, hendak memilih djalan jang mana untuk menjelamatkan Baginda sendiri rasa hina. Sebab djelas, bahwa djika rakjat berhasil merebut istana Bagnda tidak mendapatkan perlindungan dari kami. Bajangkan Baginda apa jang hendak terdjadi, djika rakjat marah dan berhasil menemukan Baginda? "

   Tetapi tita-tiba Baginda ingat bahwa masih satu rahasia dalam istana jang bisa.

   menghindarkan diri dari malapetaka djika terpaksanja harus ditempuh.

   Lampu besar jang tergantung terbuat dari sematjam kristal, berisi minjak pembakar Jang tjukup mengabiskan sebagian dari133 istana.

   Ketjuali lantai jang Baginda pidjak, bisa terbuka kebawah dan langsung masuk kedalam terowongan rahasia itu, dimana tempat Baginda berdiri, ialah tempat dimana kuntji untuk kedua hal itu berada.

   Hingga achirnja Baginda dengan tenangnja mendjawab semua antjaman Tjindewangi.

   "Kau memang tjerdik Tjindewang, tangkas, lintjah dan mempesonakan. Tetapi ingat Tjindewangi. Lampu diatas kita ini. Satu saat bisa djatuh djika kukehendaki, dan kita semuanja akan musnah. Itu djalan terachir djika aku menghendaki Tjiadewangi. Sebab aku tahu bahwa aku tidak bisa dihinakan oleh rakjat- Tidak mungkin dihinakan Ki Ageng Tunggal, tetapi djuga tidak senang djika aku mati sendirian. Djadi setidaknja kita jang berada diruangan dan sekitarnja akan mati bersama sama. Satu hal jang indah djuga bukan? "

   Tjindewangi tersentak, ia melihat kemudian bahwa sebuah kuntji dan sebuah tali entah dari bahan apa, menghubung-hubungkan lampu itu dengan tiang dimana Baginda berdiri.

   "Nah sekarangpun kau bisa memilih. Sudikah kau keluar dari ruangan atau tidak? Aku telah tua, kukira tidak begitu sajang atas meninggalku. Tetapi kau dan semua perempuan jang berhasil kau budjuk?"

   Tjindewangi terdesak kini, merasakan bahwa ada sebersit perasaan jang tidak rela mengorbankan wanita2 jang telah menolongnja, hingga Baginda mengambil kesempatan jang baik baginja. seketika membentak.

   "Bagaimana Tjindewangi. Sudikah kau keluar atau kuruntuhkan lampu ini. Hingga semuanja bersama - sama mendiadi abu? Keluar atau tidak? "

   "Disinilah Tjindewangi sama selali tersentak dari kegontjangan hatinja, ia ingat kemudian, djika istana ini terbakar dan misalkan Wulungseto sudah dalam perdjalanan disepandjang terowongan, terowongan akan tertimbun dan mati bersama sama dalam satu kubur. Semuanja Tetapi Tjempakawangi melihat suatu kesempatan jang baik, sebelum Baginda menggerakkan tangannja untulk meraih134135 kuntji dari lampu, anak panahnja telah terlepas, tepat mengenai telapak tangan Baginda. Hingga Baginda berteriak memaki-maki dengan menggeliatkan tangannja. Hanja tangan jang lain sempat meraih kuntji jang sebuah lagi, dan lantai dibawah kaki Baginda terbuka kebawah. Seketika Baginda hilang dari ruangan itu Tjindewangi mendjerit bersama-sama Tjempakawangi. Tetapi kedjadian inilah jang sebenarnja merupakan hal jang sangat besar artinja bagi Wulungseto dengan seluruh pasukannja. Waktu itu seluruh pasukan sama sekali telah tidak berdaja untuk bergerak. Karena sama sekali nafas mereka membeku. Dalam kegelapan itu sama sekali udara terasa telah habis dan djalan keluar tidak lagi terdapatkan, Sekarkembar telah pingsan didukungan Wulungseto, menggeliat menahan meledaknja paru-paru. Sekarkembar hanja bisa mendjeritkan djeritan jang hampir tidak terdengar. -Oh Seto, Seto, Seto. paru-paruku Seto terasa tak berdaja lagi. Terasa akan meledak sudah Seto."

   Wulungseto sendiri tak mengerti apa jang harus dikerdjakan.

   Tetapi waktu itulah dari arah depan, terlibat tjahaja membersit dan sesosok tubuh terdjatuh ditanah, dan udara terasa mengalir kembali.

   Wulungseto memaksakan tenaganja jang tinggal untuk mentjapai arah datangnja tjahaja dimana udara terasa mengalir.

   Seluruh pasukan merasa kini dadanja kembali reda dari perasaan akan meledak.

   Semuanja berlari menudju tjahaja dan tempat dimana udara mengalir.

   Waktu itulah Baginda melihat, dan berhasl menjembunjikan diri dalam satu ruangan jang merupakan lekukan terowongan, kemudian sekarkembar berteriak.

   "Kita telah sampai Seto. Diudjung sanalah djalan kita keluar."

   Wulungseto lari mentjapai tempat jang ditundjkkan Sekarkembar dan semua pasukannja berhasil keluar dari terowongan jang berada didekat taman keputrian. Sampai diluar mereka semuanja seakan"

   Akan ingin menghabiskan semua udara jang berada diatas bumi, lupa bahwa dalam istanapun masih ada bahaja jang mengartjam.

   Sebaliknja Baginda kinipun merasa lega, lepas terhindar dari tangkapan.

   Dan Baginda136 jakin bahwa akan bisa melarikan diri dari pintu terowongan diudjung jang lain.

   Sekarkembar memeluk Wulungseto dan sebentar kemudian dada Wulungseto telah basah oleh airmata.

   *** Waktu itulah pasukan Ki Ageng Tunggal melihat pertanda dari Wulungseto ialah terbakar sebagian dari menara istana dan mulailah penjerbuan besar2an dari segala pendjuru ibukota, dimana saat itu telah disiapkan pembakaran semua pintu gerbang perbatasan oleh Surojudo.

   Pasukan Ki Ageng Tunggal berhasil memasuki ibukota setelah mengadakan pertempuran sengit melawan tentera Keradjaan dan berhasil mendekati benteng istana Gunung Tunggal.

   Sementara pasukan Wulungseto telah segar kembali dan mulailah pertempuran dalam istana, dimana puteri2 selir2 istanapun mengambil bagian jang penting, ialah mendjebak pengawal2 istana dan memberikan djalan jang menudju kepada pengepungan jang tak berdaja.

   Panglima Galing berhasil menggempur pintu bentcng |stana sebelah selatan dan langsung memasuki pintu gerbang istana dimana tangga pualam jang megah dan jauh mendjulang tinggi mentjapai tangga istana terachir.

   Sama sekali pasukan Panglima telah berhasil merajapi tangga itu dan memaksa hampir semua pengawal2 istana bagian selatan tewas atau menjerah Pasukan Sngopati jang hendak membantu menolong menjelamatkan istana tertjegat ditengah djalan oleh pasukan Gondomino dan Wiroseno, hantjur ditengah djalan.

   Mendjelang subuh, pasukan Ki Ageng Tunggal telah berhasil merebut istana dengan kemenangan gilang-gemilang.

   Bendera Ki Ageng Tunggal telah berkibar dipuntjak istana dan menggontjangkan hati pasukan-pasukana Keradjaan jang berada dalam benteng pualam merah.

   Sorak gemuruh hampir hampir meledakkan seluruh ibukota, dan sorak ini kemudian terdengar dari benteng jang terletak disebelah timur istana.

   Hingga Sebentar kemudian diatas benteng137 pualam merah telah berkibar bendera puth, penjerahan tanpa sjarat dari mereka.

   
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Baginda dalam terowongan mendengar djelas sorak gemuryh itu dan merasa bahwa itu pasti pasukan Ki Ageng Tunggal.

   Seketika maki maki tanpa tahu siapakah jang dimaki.

   Sorak makin terdengar gemuruh, melalui lubang lubang angin jang tersembunji.

   Baginda berlari dengan penuh pengharapan bahwa istana Honggo telah kosong dan Baginda bisa meloloskan diri entah kemana asalkan selamat dari pengedjaran tentera Ki Ageng Tunggal.

   Tetapi Sampai diudjung terowongan dibawah istana Honggo, seketik Baginda mendjadi putjat, karena pintu terowongan telah tertutup rapat, Baginda tidak tahu bahwa pasukan Singopati telah menutup pintu itu setelah dapat diketemukan, untuk maksud membunuh semua pasukan Wulungseto jang lari melalui terowongan.

   Baginda menghantam-hantam pintu jang tertutup dengan teriakan teriakan jang menjajat hati.

   "Pintu pintu bukakan pintu bagi Radjamu. Bukakan bagi Radjamu hei monjet-monjet goblok.

   "

   Djeritan laginda hanja terdengar kembali sebagai gema jang mentjengkam, tetapi sama sekali tidak dapat seorangoun mendengarnja. Baginda mendjadi kalap dan gusar.

   "Pintu. Pintu. Pintu. Bukakan pintu bagi Radjamu! "

   Sekali lagi gema itu terdengar dan kembali lebih mentjengkam ditelinga Baginda, jang makin lama makin mendjadi lemah tenaganja.

   Nafasnja makn terasa sempit karena letih dan kekurangan udara.

   Tjahaja sama sekali tak nampak dari manapun.

   Baginda berteriak lebih keras, tetapi jang terdengar makin lemah, Makin tidak terdengar dan hanja merupakan rintihan-rintihan.

   "Pintu. Pintu. Bukakan pintu bagi Radjamu. Gelap, sangat gelap dan makin gelap. Bukakan pintu ! Oh, pintu dimanakah pintu jang lain. Atau memang tidak ada lagi pintu bagiku untuk meihat kehidupan kembali ? Pintu, pintu."

   Sekali lagi Baginda berteriak dengan sekuat tenaganja jang tinggal tanpa satu pengharapan.

   Dan memang pengharapan itu sama138 sekali tidak ada lagi.

   Karena pintu diudjung lainpun telah ditutup oleh pasukan Wulungseto.

   Baginda berteriak sekali lagi jang terachir, tetapi sama sekali teriakan itu kedengaran hanja sematjam bisikan.

   "Oh, pintu, Bukakan pintu bagi Radjamu. Atau tidak ada lagi pintu bagiku?" *** Koleksi Kolektor Ebook139140 BAGIAN VI TETAPI Ternjata bendera putih jang dinaikkan dibenteng batu besi kemudian turun kembali. Apa jang terdjadi ternjata bahwa bendera putih itu dinaikkan atas perintah Singopati jang hatinja telah gontjang tjenderung kepada kewibawaan Tjindewangi. Dan perintah ini achirnja mendapatkan tantangan keras dari beberapa Panglima jang masih menginginkan kekuasaan Keradjaan Gunung Tunggal dan jakin bahwa Keradjaan Gunung Tunggal akan masih bisa bertahan, bahkan akan bisa merebut kembali istana jang telah direbut oleh pasukan2 Ki Ageng Tunggal. Panglima2 jang melawan Singopati itu berkobar kembali semangatnja setelah salah seorang panglima jang selama ini tidak terkenal, bahkan nampak selalu murung. Tetapi tiba2 seakan akan mendapatkan angn baru dalam hatinja dan merasa bahwa ada satu pengharapan jang sudah lama terpendam memantjar kembali, ialah panglima Singolawu. Jang sebenarnja telah djauh sedjak lama djatuh hati kepada Sekarkembar, tetapi kalah wibawa terhadap Panglima Honggo. Singolawu merasa bahwa sudah datang waktunja untuk menundjukkan bahwa dia bisa berbuat lebih dari panglimna Honggo jang sekarang sudah tewas, maka tanpa berpikir pandjang dia berteriak tiba2 ditengah2 kesunjian ketika bendera putih telah dinaikkan.

   "Singopati. kenapa kau berpikir terlampau dangkal. Tidak jakinkah kau bahwa tentera Keradjaan Gunung Tunggal akan bisa menang? Kau pikir semua panglima jang lain ini panglima2 kere ? Kalau kau merasa141 takut menghadapi tentera Ki Ageng Tunggal menjingkir atau sama sekali bunuh diri. Tetapi tidak menaikkan bendera putih jang sangat memalukan itu, sangat menghinakan kami semua.

   "

   Singopati terkedjut, karena perintahnja tiba2 mendapatkan tantangan begitu menjinggung perasaan, seketika mendjadi gusar bertjampur marah.

   "Lalu apa jang kau kehendaki? Kau mau habis semuanja. Pikirkan tinggal berapa bulan kita akan bisa bertahan dalam benteng ini, kalau tidak ada makanan dari luar Tjoba pikir, kalau rakjat semuanja berpihak kepada Tjindewang siapakah jang kau perintah. Ribuan tentera dalam benteng ini tidak ada artinja tanpa rakjat lagi?"

   Singolawu tersenjum, ia mentjoba mulai mentjari pengaruh diantara panglima jang lain.

   "Rakjat jang mentjintai kita tidak hanja di Keradjaan Gunung Tunggal. Aku datang dari Gunung Lawu membawa pengharapan mereka Singopati. Membawa tjinta dan kesetiaan mereka. Bahkan rakjat seluruh pantai selatan disebelah barat Keradjaan Gunung Tunggal masih berpihak padaku.

   "Ingatlah Singopati, djika istana Gunung Tunggal bisa kita rebut kembali Keradjaan Gunung Tunggal akan mendjadi lebih besar dan lebih luas sampai kedaerah barat.

   "

   Tiba2 seorang panglima jang berasal dari daerah timur berteriak karena merasa pula mendapatkan pengharapan baru bagi keinginannja jang telah lama sudah terpendam.

   "Saja dari daerah timur mendjamin bahwa rakjat disana djuga masih dibelakangku.

   "

   "Nah tjoba pikir Singopati. Tjoba pikirkan dulu sebeIum menaikkan bendera putih jang sangat memalukan itu."

   Tetapi Singopati berpitir lain ketjuali merasa malu, ia berpikir bahwa dengan menjerah kepada Tjindewangi sebelum hantjur sama sekali, mungkin ia akan mendapatkan pengampunan dan kedudukan baginda.142

   "Itu semuanja omong kosong. Pokoknja kita lebih baik menjerah dan siapa jang menentang penjeraha ini. Artinja akan berhadapan dengan Singopati dan Singopati menawarkan tantangan.

   "Siapa jang hidup boleh menurunkan bendera itu. Siapa sekarang jang masih menghendaki peperangan? Dan siapa menghendaki perdamaian dibelakangku"

   Seketika keadaan mendjadi sunji. Singolawupun tidak menduga Singopati akan memerintahkan demikian. Tetapi semuanja telah terdjadi dan iapun merasa bahwa waktu telah datang ia mentjapai titik puntjak jang menentukan apakah ia akan djaja atau mati.

   "Tentu tantanganmu kuterima dengan senang.sahabat"

   Sahabatku. Siapa jang berpikir bahwa kita akan menang dan mash tetap mentjintai Keradjaan Gunung Tunggal. Jang masih merasa bawa kita masih lelaki dan kesatria, djelas datang waktunja bagi kita untuk menundjukkan semuanja itu."

   Keadaan makin diam, Sama sekali semuanja nampak membatu.

   Belum ada seorang pun jang bergerak untuk memutuskan apakah akan mengikuti Singopati atau Singolawu.

   Bahkan panglima jang berada dari daerah timur dan telah berteriak karena meluapnja perasaan, jang suka menjebut dirinja Panglima Gunungwetan seketika terdiam ragu2 melihat pantjaran mata Singopati jang begitu jakin dan memang telah dikenal ketangguhannja, hingga Singolawu berteriak.

   "Bagaimana kau Grnungwetan. apakah kau telah berganti nama mendjadi kulon, tiba2 mendjadi bungkam, takut?"

   Panglima Gunungwetan seketika mendjadi gusar, perasaan terbelah dua, tak tahu siapakah jang hendak diturutkan, Singopati mendapat kesempatan.

   "Pikirkan baik2 Gunungwetan. Ingatlah bahwa melawan Tjindewangi hanja akan membawa korban jang lebih banjak. Dan kita tidak ada pengharapan lain untuk hidup kembali. Tjindewangi tjukup mempunjai kebesaran, Ki Ageng Tunggal tjukup bidjaksana dan Wulungseto tjukup kesatria untuk bertindak adil. Aku hanja inginkan rakjat143 Gunung Tunggal bisa hidup lebih baik, bisa kembali damai. Dan jakinlah bahwa aku akan dapat memintakan pengampunan atas diri kita semuanja, agar tetap dapat kembai hidup sebagai tentera Gunung Tunggal dibawah kekuasaan Tjindewangi jang bidjaksana."

   "Bidjaksana bagaimana? Apapun jang terdjadi Tjindewang nanti akan membunuh kita semuanja. Radja manakah akan memberi ampun terhadap tentera musuh jang djelas direbutnja ?"

   "Tjindewangi akan bertindak demikan. Aku kenal bagaimana pribadi Tjindewangi.

   "

   "Ja mungkin itu terdjadi atas Tjindewangi. Tetapi panglima jang lain akan membunuh kita achir-nja dengan diam2. Karena masing2 mempunjai kepentingan djuga, Mungkin djuga akan berpikir mungkin satu waktu kita akan djuga kembali berontak."

   Singopati agak kisruh djuga mendengar pernjataan ini karena memang pernjataan itu ada benarnja. Tetapi segala sesuatu harus diteruskan.

   "Pokoknja siapa sekarang jang melanggar perintahku madju selangkah.

   "

   Achirnjapun hanja Singolawu jang bergerak madju selangkah bersamaan dengan merajapnja perasaan gelsah bagi semua jang melihatnja.

   Masing2 merasa bahwa kedjadian akan bertambah buruk.

   Mereka merasa bahwa kalau Singolawu menang, keadaan akan bertambah gelap.

   Hingga dalam hati mereka berharap agar Singopati jang menang dan mereka memang merasa lama-lama bahwa lebih baik menjerah.

   Sementara itu mata Sincolawu telah memitjing dan pandangan mentjari detik kesempatan jang baik untuk mulai serangannja, Singopati merasakan hal itu dan rnenanti detik itu dengan tenang, hanja memang dalam hatinja rasa adanja perasaan getar karena terdesak adanja pandangan jang luar biasa dari Singolawu.

   Ketegangan makin memuntjak waktu Singolawu undur selangkah dan Singopatipun undur dua langkah untuk mentjari jang baik dalam menghadapi segala kemungkinan.

   Lingkaran orang2 disekeliling kedua orang itu makin luas dengan sendirinja.

   Masing- masing seakan akan digerakkan oleh kekuatan jang tak144 tahu dari mana asalnja, mundur membentuk lingkaran jang tjukup lebar Karena mereka tahu kedua panglima itu mempunjai tjukup kemampuan untuk bertanding.

   Tanpa diduga pula beberapa burung hitam mulai berdatangan, seakan-akan mereka tahu bahwa akan ada makanan baginja.

   Hinggap diatas tembok beteng batu besi.

   Suaranja makin mendesak ketegangan jang mentjemaskan dan mengerikan waktu itu.

   Sementara itu Karangselo jang telah memerintahkan memberhentikan serangan - serangannja dengan melepaskan ribuan anak panah kedalam benteng, menanti utusan resmi penjerahan dari benteng batu-besi terkedjut mendapat laporan bahwa bendera putih turun kembali.

   Terkedjut bertjampur marah karena tersinggung, merasa dipermainkan, hingga seketika memanggil seorang perwira.

   "Laporkan sekarang djuga kepada Ki Ageng Tunggal atau Tjindewangi. Bahwa benteng batu besi bersikap mempermainkan. Dan mintakan persetudjuan bahwa kita akan menghantjurkan sama sekali benteng batu bes dan membunuh semua pasukan musuh. Sampaikan bahwa Karangselo telah mempunjai satu akal untuk bisa memasuki benteng malam ini djuga."

   "Ja Panglima.

   "

   "Dan sampaikan bahwa kita semuanja dalam keadaan baik,Makanan tidak sama sekali kekurangan, oleh bantuan rakjat. Dan sampaikan pula bahwa hari ini aku melamar dengan resmi Aju Miranti !"

   Perwira itu tersenjum, djuga Karangselo tersenjum.

   "Kau djangan tersenjum. Ini benar . benar dan mintakan kepada Wulungseto agar perkawinan Karangselo dan Aju Miranti agar berlangsung diatas benteng batu-besi."

   Waktu itu djuga perwira utusan telah mematju kudanja menudju keistana Gunung Tunggal.

   Karangselo kemudian memanggil Wiroseno untuk diadjak bitjara bagaimana akan dapat memasaki benteng batu-besi malam nanti djika bendera putih tidak dikibarkan kembali? "

   Tetapi Wiroseno tetap bisa menguasai perasaannja, dengan tenang ia mendiawab.145

   "Tetapi kita belum mengenal betul keadaan benteng itu Karangselo. Sama sekali kita belum memahami kekuatan dan dimana kelemahan benteng itu. Kukira benteng itu akan sangat baik. Untuk menjeberangi parit jang mengelilngi benteng itupun kita mungkin akan menghadapi kesukaran jang sangat besar, dimana didalam parit itu pasti telah ditengkapi dengan rintangan- rintangan jang tak mungkin ditembus oleh pasukan berkuda sekalipun. Kau mestl ingat bahwa benteng itu dibargun oteh ribuan tangan-tangan gaib jang tak kita kenal dari Keradjaan Laut Selatan."

   "Bisa pasti bisa, karena kita berdjalan diatas kebenaran bagi rakjat Gunung Tunggal,"

   "Apakah tjukup dengan itu? "

   "Lalu tjaramu?"

   "Kukira kita hanja bisa mengepung benteng itu selama mungkin sampai mereka kehabisan makan dan kehabisan semangat. Mungkin mereka akan hantjur dari dalam sendiri."

   Seketika Karangselo terdiam, sama sekali ia belum memperhitungkan adanja rintangan rintangan jang dipasang dalam parit, mungkin ia ribuan tombak-tombak berbisa, mungkin air itu sendiri telah berbisa dan mungkin buaja-buaja jang terpendam dalam kelaparan, Hingga achirnja Karangselo berkata dengan ragu2.

   "Ja, mungkin itu memang satu kesukaran luar biasa. Tetapi sikap mereka itu sangat menghina, dan sangat menjinggung perasaan. "Kita mungkin harus berunding dahulu mengenai hal ini kepada Ki Ageng Tunggal. Mungkin hanja Ki Ageng jang dapat menemukan djalannja untuk itu."

   Karangselo merasa bahwa hal itu benar, achirnja mengakui bahwa ia terlampau tergesa - gesa mengutus mendapatkan perintah dari Tjindewangi.

   "Ja, Memang kita hanja bisa mengepung dan menjerang dari luar. Akan kukerahkan sekarang rakjat untuk membuat panah - panah api dan segala matjam sendjata jang bisa dilemparkan djauh-djauh memasuki benteng, -146 Ketika itulah kira-kira, mulai berkilatnja pedang Singolawu jang terajun dengan tjepat dan kuatnja menebas leher Singopati. Tetapi serangan jang pertama ini masih bisa dielakkan oleh Singopati, hingga pedang itu hanja berkilat dan menimbulkan suara jang menggetarkan. Ketjuali itupun terasa adanja kekuatan lain jang menjertai kilatan pedang itu jang memantjar dari teriakan Singolawu, hingga terasa adanja getaran lain mendesak nafas mereka. Singopati merasakan hal ini, hingga nampak pula adanja kerisauan sekilatan tertjermin dipandangan matanja. Hanja kemudian kerisauan terpendam ini melenjap kembali setelah ingopati mempergunakan pula kekuatan lain jang terpendam dalam dirinja, Keduanja kini benar benar telah siap dengan kekuatan luar dan dalam dirinja. Masing - masing makin memperketat kewaspadaannja dan masing2 merasa bahwa hidup matinja tergantung pada detik-detik jang akan berlangsung sekarang. Serangan Singolawu berulang lagi lebih dahsjat saat Singopati sedang hendak menjiapkan serangannja. Jang kedua ini lebih dahsjat karena kilatan pedangnja nampak berbareng dengan nijalanja api berwarna biru dari mata pedangnja. Biru dan menjilaukan. Tetapi sekali lagi serangan ini dapat dielakkan pula. Hanja pengaruh terhadap semua jang melihat kini telah berbalik dari pihak Singopati. Mereka merasakan bahwa mungkin akan datang saatnja Singopati sekaii ini menemui adjalnja. Hanja kemudian merekapun merasakan ketjemasan lain jang merajapi, setelah ingat bahwa djika Singolawu menang, ini akan bararti bahwa peperangan akan berlangsung lebih lama lagi, peperangan akan sampai pada peperangan habis2an. Peperangan jang hanja mempunjai dua kemungkinan, mati atau menang. Hanja jang kedua Ini terasa sangat djauh bisa ditjapai. Lebih-lebih setelah mereka melihat bahwa Singopati djelas sangat nampak perasaan gentarnja, terdesak oleh sinar api berwarna biru dari kilatan pedang jang menjambarnja. Harapan akan sampainja perdamaian benar2 mulai semakin djauh bahkan sama sekali hampir hilang, ketika serangan Singolawu jang147 ketiga jang dielakkan oleh Singopati dengan tangkisan pedangnja, menimbulkan suara berdentjing begitu dahsat dan tiba-tiba nampak betapa Singopati terpelanting hampir sedjauh lima langkah disertai teriakan Singolawu .

   "Rasakan Singopati, saat mampusmu sekarang."

   Teriakan itu diikuti gerakan tangannja jang lebih dahsjat mengajunkan pedang maut, dan serangan jang keempat kalinja ini benar benar merupakan puntjak dari kekuatan Singolawu karena terdorong kejakinan akan tertjapainja kemenangan.

   Saat itulah beberapa orang jang tidak bisa menahan perasaanja, berteriak tiemas dan sebagian berteriak kegirangan karena berpihak kepada Singolawu.

   Tetapi pengharapan dan ketjemasan mereka itu lenjap seketika, ketika Singopati achirnja terhindar dari serangan, bahkan kemudian mempunjai kesempatan terbaik menjerang Singolawu dengan ajunan pcdang jang tepat mengenai lambungnja waktu Singolawu kehilangan keseimbangan dan kewaspadaan karena ajunan pedangnja ternjata dapat dielakkan setjara tiba-tiba.

   Berpuluh puluh orang telah berteriak ketika melihat pedang Singopati tepat terajun mengenai lambung Singolawu.

   Tetapi kemudian ternjata mereka hanja bisa terpukau, bahkan beberapa orang mendjadi ternganga mulutnja, ketika pedang itu menebas lambung Singolawu hanja terdengar suara dentjing jang sangat keras, sedangkan Singolawupun hanja tergojah sesaat tubuhnja, kemudian masih bisa membalik dan langsung menjerang kembali.

   Mereka itu tidak bisa menemukan pikirannja sendiri, kenapa pedang jang menebas lambung itu hanja menimbulkan suara dentjingan jang sangat keras, sedangkan sama sekali Singolawu tidak nampak memakai lapisan besi atau badja dalam badjunja.

   Bahkan kemudian digontjangkan perasaannja lebih djauh lagi, ketika pada saat berikutnja Singopati jang mulai terengah-engah karena kalah nafas djatuh terpelanting dan pedangnja terlempar djauh dari tempat dimana ia terdampar.

   Hingga Singolawu tidak menjia2-kan waktu jang terbaik ini untuk menebas lambung Singopati.148 Tetapi sekali lagi seluruh tentara Keradjaan Gunung Tunggal jang tengah terpukau itu digontjanglan lagi perasaannja, karena kejakinan bahwa Singopati pasti akan menemui adjalnja, ternjata meleset sekali lagi.

   Singopaii sempat menghunus keris pusakanja dan sebuah pantjaran tjahaja merah memantjar dari udjung keris Singopati, sangat menjilaukan mata Singolawu, hingga seketika Singolawu memedjamkan matanja untuk menghindarkan pantjaran tjahaja itu, jang terasakan sematjam tikaman seribu mata pedang.

   Hingga pedang Singolawu melesed utuk mengenai sasarannja, Bahkan Singolawu sendiri kini terhujung kehilangan keseimbangan, kemudian terasakan adanja kegontjangan dalam hatinja kareaa waktu itu setjara terdjadi dengan sendirinja, hampir seluruh tentara jang menjaksikan kemelesedan itu bersorak, Djelas terasakan kini bahwa hampir selurth tentara Keradjaan Gunung Tunggal berpihak kepada kebidjaksanaan Singopati.

   Sebaliknja Singopati merasakan mendapatkan dukungan batin dari hampir seluruh anak buah dari benteng batu besi.

   Seketika bangkit kembali semangat dan kejakinannja untuk bisa mentjapai kemenangan.

   Hingga pertarungan makin mendjadi lebih dahsjat, karena Singolawu perasaannja sangat tersinggung, sangat marah dan sangat gusar dalam hati, dljika sampai dia terkalahkan oleh Singopati berarti sama sekali tidak ada seorangpun jang akan membelanja.

   Burung-burung hitam mulai terdengar berkaok- kaok seakan"

   Akan memberi tanda bahwa salah seorang telah mendekati adjal, bahwa segera dalam waktu jang sangat singkat mereka akan mendjumpai pesta"

   Pora.

   Sebab mereka seakan-akan sudah mengerti akan kebiasaan dalam benteng dimanapun djika ada seorang majat terdampar hanja akan dilemparkan keluar benteng.

   Sorak jang kedua terdengar kembali lebih dahsjat, ketika Singolawu untuk kedua kalinja terhojong, karena sekali lagi melesed ajunan pedangnja.

   bahkan jang kedua ini Singolawu terdampar karena serangan Singopati, hingga sorak-sorai makin terdengar lebih keras, seakan akan menggontjangkan benteng besi jang besar dan sangat kokob, Pengharapan mereka kini mulai sangat tjerah dan sangat djelas bisa149 dijakinkan bahwa Singopati akan menang dan bisa mengadakan perdamaian dengan Tjindewangi.

   Hanja panglima Gunungwetan jang kini mulai gusar karena ternjata Singolawu nampak akan bisa terkalahkan, sedangkan is merasa bahwa sedjak pertama kali ia mendukung Singolawu.

   Hatinja terpetjah dua kini, apakah akan membela Singolawu atau berbalik membela Singopati.

   Kedua-duanja sulit, karena sekalipun ia kali ini membela Singopati, belum tentu Singopati pertjaja.

   Lalu misalkan terdjadi achinja Singopati jang menang, ia pasti akan dibunuh sendiri olehnja.

   Membela Singolawu, djauh pengharapan Gunung Wetan bahwa Singolawu akan mentjapai kemenangan.

   Sebab sekalipun Singolawu menang, mungkin masih harus menghadapi entah berapa panglima jang akan berpihak kepada Singopati.

   Gunungwetan makin mendjadi gusar ketika untuk ketiga kalinja Singolawu djaiuh terdampar karena serangan Singopati jang dikuti oleh sorak sorai jang makin dahsjat dan makin gembira.

   Tak sadar Gunungweian achirnja memutuskan untuk membela Singolawu, satu2nja kesempatan jang paling baik dari segala jang djelek.

   Tetapi keika ia mengangkat busurnja untuk melepaskan anak panah pusakanja, seorang dari perwira jang tak dikenal melepaskan anak panahnja lebih dulu.

   Gunungwetan djatuh tersungkur.

   'Mati.

   *** Koleksi Kolektor Ebook150 BAGIAN VII TETAPI TERSUNGKURNJA Gunungwetan sama sekali tidak mendapatkan perhatian dari mereka jang melihatnja, sebab waktu itu meledak sekali lagi sorak jang sangat gemuruh, waktu Singolawu djatuh dan pedangnja terlempar djauh dari tempat dimana ia tersungkur dan Singopati mengambil kesempatan menjerang sekuat tenaga untuk menikamkan keris pusakanja.

   Keduanja bergumul hingga tak djeias apakah jang terdjadi atas keduanja.

   Hanja kemudian suasana mendjadi seakan-akan mati.

   Diam dan senjap, waktu pergumulan itu terhenti, jang bangkit bukanlah Singopati.

   Tetapi Singolawu dengan keris terhunus dan berdarah jang bangkit berdiri, menahan nafasnja jang masih terengah-engah, sedangkan Singopati membalikkan diri, kemudian menggeliat geliat dan kemudian diam.

   Sama sekali tidak bergerak lagi.

   Orang-orang sama sekali tidak bisa pertjaja akan apa jang sedang dilihatnja, baru setelah Singolawu achirnja berteriak keras keras sekalipun berbaur dengan suara parau.

   "Siapa lagi sekarang jang hendak menentang Singolawu? Masih ada?"

   Semuanja tetap diam, bungkam dan sama sekali belum sadar akan kedjadian jang tidak terduga sama sekali.

   "Siapa masih mau melawan Singolawu? Siapa jang masih mau menjerang kepada Tjindewangi ? Siapa jang masih ingn berbuat bodoh, dan tidak pertjaja bahwa Keradjaan Gunung Tunggal masih bisa kita pertahankan? Siapa jang masih ingin mendjadi antekja perermpuan151 dljelita itu? Tidak akan kalian bisa diterima mendjadi apapun pada perempuan itu.

   "

   Semuanja tetap diam dan Singolawu mengambil kesempatan jang terbaik bagi dirinja waktu itu.

   "Nah, kalau demikian aku pimpinan seluruh benteng ini. Sekarang aku jang memerintah. Dan siapa melawan perintahku akan kulemparkan keluar benteng. Sekarang kurasa ada baiknja aku meminta pernjataaan setiamu kepadaku. Satu persatu bagi para panglima. Aku ingin tahu siapakah jang sebenarnja masih tidak ingin mematuhi perintahku."

   Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Singolawu kemudian memerintahkan untuk mengambil sebuah kursi jang indah dan duduk dengan perasaan bangga.

   "Nah kuperintahkan semua panglima madju satu persatu dan bersedia menirukan apakah jang kukatakan. Aku tidak begitu djelas nama"

   Nama mereka djadi hendaknja masing-masing tahu apa jang harus dikerdjakan.. lalah madju satu persatu menurut urutan usiamu."

   Tetapi seorangpun belum ada jang bergerak menuruti perintah itu, karena masih dalam keadaan gelisah berbaur perasaan tersinggung dan tidak mengerti.

   Hingga Singolawu sekali berteriak .

   -Tjalon Radja mu ini ingin mendengar utjapan prasetyamu.

   Apakah kalian tidak mendengar lagi.

   Ja, ja mungkin kalian masih bingung, baiklah sekarang semua jang merasa diirinja panglima kuharap madju, berdjedjer dihadapanku."

   Semua panglima karena terdorong 'oleh perasaan gentar, sekalipun dalam hatinja merasa tak senang, terpaksa madju dan berdjedjer. Singolawu heran tidak melihat dimana panglima Gunungwetan.

   "Dimana panglima Gunungwetan?"

   Kemudian Singolawu melihat bahwa Gungwetan telah tergeletak, dipunggungnja tertantjap sebuah anak panah.

   "O sudah mati. Baiklah itubisa diurus belakangan, Sekarang jang merasa paling tua madju selangkah lagi.

   "

   Panglima Tunggulwono karena merasa dirinja paling tua madju selangkah dan menatap Singolawu. Singolawu tersenjum.152

   "Oh, sudah kukenal namamu. Tunggulwono. Hanja sebenarnja namamu itu kurang tepat. Kau mestinja bukan panglima Tunggul-wono, tetapi panglima Tunggulondo. Tetapi bagaimanapun pengetjutmu akupun akan menerimamu sebagai panglima kalau kau mau berdjandji dihadapanku."

   "Ja. hamba bersedia "

   "Nah sekarang tjoba tirukan apa jang kukatakan"

   "Ja, tuanku "

   "Nah, kau sudah makin sopan dan sangat menjenangkan. Hamba panglima Tunggulondo"

   "Hamba panglima Tunggulondo"

   "Mulai saat ini "

   "Mulai saat ini "

   "Mengakui dengan setulus-tulusnja akan kekuasaan tjalon Radja Singolawu"

   "Mengakui dengan setulus- tulusnja akan kekuasaan tjalon Radja Singolawu"

   "Nah."

   "Nah."

   "Nah ini tidak perlu kau tirukan. Apakah otakmu tak ada lagi?"

   "Masih tuanku "

   "Hamba berdjandji "

   "Hamba berdjandji "

   "Untuk taat dan setia sampai mati."

   "Untuk taat dan setia sampai mati."

   "Dan mengakui kebesaran kekuasaan tjalon Baginda Singolawu."

   "Dan mengakui kebesaran kekuasaan tjalon Baginda Singolawu."

   "Jang hamba muljakan " -Apakah tidak lebih baik jang hamba luhurkan?"

   Singolawu ingin djuga tertawa tetapi jang diutjapkan lain, dengan membentak Singolawu memerintahkan.

   "Aku katakan kau hanja boleh menirukan. Apakah kau merasa bahwa kau lebih pandai dari aku? Nah tjoba sekarang. Kau belum menirukan kataku jang terachir -153

   "Jang terachir jang mana tuanku? "

   Singoawu sendiri lupa manakah kalimat jang terachir jang harus ditirukan, hingga bagaimanapun kegelisahan mereka itu terpaksa menahan senjum. Karena melihat Singolawu sendiri kemudian menahan senjum.

   "Ja, baiklah aku sendiri lupa jang mana jang terachir. Pokokni kau berdjandji akan setia kepadaku sampai achir hajatmu? Sampai titik darahmu jang penghabisan? "

   "Ja, tuanku."

   "Nah. Tetapi sekalipun kau berchianat, kukira usiamu itu akan tidak berarti bagiku. Kau boleh mundur kembali dan kuminta jang lain."

   Jang kedua inilah nampak masing2 djadi ragu2 karena. mereka tidak tahu benar apakah dia lebih tua atau lebih muda, hingga Singolawu kembali membentak;.

   "Baiklah sekarang kalau kalian memang sudah mendjadi keledai semuanja. Kutugaskan sekarang bahwa semua jang berada dalam benteng ini, harus tunduk kepadaku, Tunduk karena hanja dengan djalan itu kita semua bisa kembali merebut Keradjaan Gunung Tunggal. Hanja dengan djalan mengakui kekuasaan dan kewibawaanku, kita akan kembali mendjadi orang2 besar. lngat, siapa jang melawan perintahku berarti hukuman mati, , akan segera djatuh saat itu juga. Nah sekarang urusan Gunungwetan. Siapa jang membunuh dia? Kuminta kalau kau masih merasa kesatrya mengakui tindakannja itu."

   Suasana mendjadi hening, tetapi tiba2 madju seorang perwira jang belum samasekali terkenal dari antara perwira2 jang lain, dengan tenangnja memandang kepada Singolawu.

   "Kenapa kau bunuh dia? Kau tidak senang melawan Tjindewangi."

   "Gunungweian tidak bersikap kesatrya. Hendak memanah dari belakang."

   "Hanja karena itu ?"

   "Ja, Panglima."

   "Tetapi tidak tahukah kau bahwa Gunungwetan satu-satunja jang menjetudjui sikapku untuk melawan Tjindewangi.-154

   "Tahu."

   "Nah, djadi ada alasan lain. Ialah bahwa kau tidak senang kepada sikapku. Besok pagi hukuman mati akan dilaksanakan untukmu.

   "

   Suara tiba-tiba mendjadi senjap, karena mereka dalam hati tidak rela sama sekali perwira muda itu, didjatuhi hukuman mati sedangkan ia berada dipihak jang benar, ialah bersikap melawan orang jang berbuat litjik.

   Tetapi tidak seorangpun berani mengatakan hal ini.

   Dan saat itu djuga Singolawu memerintahkan kepada pasukan jang kebanjakan berasal dari daerahnja untuk menangkap perwira muda itu dan menjiksanja .

   sebelum hukuman mati dilaksanakan pada esok harinja.

   Waktu itu djuga perwira muda itu diseret keluar dan dilemparkan kedalam sebuah ruangan dibawah tanah.

   Tetapi waktu itulah suasana mendjadi katjau, karena serangan Karangselo jang mendadak dengan meluntjurkan ribuan anak panah jang berbisa dan sebagian berapi kembali datang, melanda seluruh arah benteng itu dan Singolawu berteriak.

   -- Semua serangan balas dengan lipat ganda."

   Kemudian mulai saat itu, langit seakan akan mendjadi gelap oleh meluntjurnja ribuan anak panah dari kedua belah pihak, sekali sekali berkilatan karena tjahaja api dan tjahaja2 udjung-udjung anak panah jang berpapasan ditengah djalan.

   Mendjelang tengah serangan berhenti, Singolawu melihat terbakar oleh dendam jang makin menjesakkan nafasnja.

   majat - majat jang bergeletakan.

   Hatinja makin panas terasa.

   Hingga Singolawu memeras otaknja, bagaimana bisa mengadakan serangan keluar benteng untuk menghalau pasukan-pasukan pengepung jang sedemikian ketatnja itu.

   Singolawu harus bisa mengadakan serangan itu dan dengan begitu ia bisa mentjari bantuan kedaerah sekiar Gunung Lawu untuk menjelamatkan benteng itu dari malapetaka, sebab satu waktu akan datang waktunja makanan habis, semangat hantjur dan pengchianatan akan mulai merajap.

   Kelaparan, hantjurnja semangat dan merajapnja pengchianatan, hal-hal ini akan pasti terdjadi satu waktu kalau tidak ada bantuan jang bisa menghalau pasukan pengepung.155 Tetapi sampai sendja hari Singolawu belum mendapatkan djalan jang baik untuk itu, bahkan kemudan dalam benteng kembali katjau karena serangan-serangan dari luar, jang kini merupakan serangan"

   Serangan jang aneh.

   Ialah serangan kerandjang-kerandjang jang berisikan berpuluh-puluh ular berbisa.

   Dan jang sangat merepotkan ular-ular itu hanja sepandjang dua djari, sangat gesit dan djauh lontjatannja.

   Hingga dalam benteng itu medjadi simpang siur oleh kengerian jang tak ada udjung pangkalnja.

   Singolawu sendiri jang merasa dirinja kebal terhadap antjaman segala sendjata dan pusaka-pusaka dari manapun, terpaksa merasakan suatu kengerian Karena selama ini ia belum pernah menjari kekebalan terhadap antjaman ular-ular.

   Tetapi bagaimanapun kengerian ini harus disembunjikan baik2 untuk mendjaga perasaan seluruh benteng.

   Hingga berkali kali Singolawu terpaksa menahan nafasnja, ketika seekor ular melontjat djatuh didepan kakinja.

   Untung Singolawu berhasil berkai kali menebas kepala ular2 ketjil jang merajapi hampir seluruh bagian dari benteng, beberapa orang ternjata telah menggelepar menahan kesakitan karena bisa ular itu terasakan sematjam api jang membakar djantungnja dan kemudian merajap kedalam nafasnja.

   Setiap orang jang terserang ular itu, ternjata mati dengan mulut ternganga, seluruh tubuhnja hangus dan dari beberapa bagian tubuhnja jang berlubang menetes darah jang telah berwarna biru berbaur hitam dan merah jang mengerikan.

   Hingga malam itu, Singolawu mengumpulkan segala kesaktiannja, memohon kepada sumber kepertjajaannja untuk dikabulkan mendapatkan kekuatan menghalau serangan jang aneh dan sama sekali belum pernah dipikirkannja.

   Hanja untungnja bagi pasukan pasukan Karangselo dan seluruh pasukan jang telah menduduki Istana Gunung Tunggal.

   Sama sekali Singolawu tidak memikirkan bahwa dia dapat memintakan bantuan kepada Keradjaan Laut Selatan untuk mengalahkan Tjindewangi.

   Hanja satu hal ini jang tidak dikerdjakan, tetapi hal inilah jang menjebabkan peperangan akan berlangsung lebh lama.

   Dan Singolawu hanja bisa menggantungkan berhasil atau tidaknja menghubungi rakjat disekitar156 Gunung Lawu untuk bisa menghalau Karangselo jang kembali menjerang istana.

   Oleh panglima panglima jang lainpun tidak terpikirkan akan mungkinnja datangnja bantuan dari Keradjaan Laut Selatan jang sama kedjamnja, karena sibuk dengan urusan ular, dan memang telah hantjur semangatnja, karena melihat sikap Singolawu dan keadaan dalam benteng jang telah mulai katjau.

   Hingga makan malam itu terpaksa ditunda sampai lewat tengah malam karena mendapatkan laporan bahwa beberapa ular terlempar kedalam periuk2 nasi dan sajur2an jang sedang dimasak.

   Bahkan minumpun mereka terpaksa mengulangi memasak karena ditempat penampungan air terlihat beberapa ular mati terapung apung dipermukaannja, dengan mentjari air jang baru.

   Singolawu jang tak tahan lapar ini, memaki-maki dan membentak-bentak, setelah selesai bersamadi dan hendak minum.

   "Gila. Tjndewangi memang sudah gila, mengadakan peperangan jang tidak lutju. Tidak lutju. Hei, kalian tahu bahwa peperangan ini tidak lutju. Tetapi membikin malapeiaka jang tidak lutju pula. Maka ingatkan besok, djika aku berbasil merebut istana dan menangkap hidup-hidup Tjindewangi dengan antek-anteknja. Akan kulemparkan mereka kedalam sumur jang kupenuhi dengan ular-ular sematjam ini. Tentu sesudah aku puas menjiksanja dan merasakan betapa kewanitaan Tjindewangi. Kalian nanti boleh mengerdjakan hal itu."

   Baru setelah mendjelang subuh pasukan-pasukan dalam benteng kembali kepertjajaan dan ketenangannja setelah Singolawu berhasil mendapatkan kekuatan untuk menghalau serangan jang tidak lutju baginja.

   Karena tepat dengan memerahnia fadjar ditimur semua ular jang masih merajap itu tiba tiba melenting dan mendjadi kaku, hangus sama sekali.

   Dan setelah dikumpulkan kira diketemukan ular sedjumlah 800 ekor.

   Untuk membuktikan kekuatan dalam benteng itu kemudian merekapun kembali melemparkan semua ular jang terkumpul itu sama dengan tjara Karangselo melemparkannja kedalam benteng.

   Ialah dengan alat2 pelempar jang sangat kuat.157 Kini sebaliknja pasukan2 Karangselo jang terkedjut dan mendjadi gontjang kepertjajaannja, melihat hampir semua ular telah dilemparkan kembali kepada mereka dalam keadaan hangus Hingga Karangselo makin jakin bahwa melawan benteng batu besi bukan hal jang mudah.

   Saat itu djuga ia bersama-sama Wiroseno menghadapi Ki Ageng Tunggal jang kini tetap tinggal dipedukuhan Tegalmajit, menghimpun tenaga2 tjadangan bagi peperangan jang mesti akan berlangsung lama.

   Karangselo baru mengerti sekarang setelah Ki Ageng Tunggal mendjelaskan.

   "Tidak mudah Karangselo, untuk merebut benteng batu-besi Karena djelas setelah bendera putih jang telah dinaikkan itu diturunkan kembali, berarti bahwa ada kekuatan baru jang timbul dalam benteng itu. Mungkin djuga kekuatan baru itu timbul karena bantuan Keradjaan Laut Selatan dan mungkin djuga Keradjaan lain, karena aku tahu beberapa panglima memang ada jang berasal dari Keradjaan lain jang sengadja menjelundup untuk satu waktu bisa mercbut Keradjaan Gunung Tunggal. Aku tahu dua panglima, ialah Singolawu dan seorang asing lagi panglima jang sangat muda, ialah berasal dari daerah pantai utara, bernama Damarsungsang. Entah jang mana sekarang memegang kekuasaan dalam benteng itu, kita tidak tahu. Tetapi kduanja jang djelas, dapat meminta bantuan epada Keradjaan Laut Selatan kalau mau. Dan untuk ini tidak ada tjara lain, hanjalah Tjindewangi dapat merebut benteng itu. Hanja Tjindewangi dan tidak dengan kekerasan sendjata."

   "Hanja Tjindewangi." -Ja hanja Tjindewangi dan tanpa kekerasan sendjata."

   Karangselo menatap Ki Ageng Tunggal "Apakah itu sudah takdirnja bagi Tindewangi ?"

   "Bukan, hanja itu tjaranja. Karena benteag itu tidak mungkin kita masuki. Kesaktian manapun tidak mungkin menembus benteng itu. Kia hanja bisa menanti mereka berada diluar benteng dan mereka itu bisa tidak keluar untuk djangka waktu jang lama. Karena persediaan makanan mereka tjukup untuk bertahan sampai kapanpun." ***158159 BAGIAN VIII KEADAAN dalam Istana Gunung Tunggal telah kembali seperti sediakala, pegawai2 istana mulai bekerdja sebagai biasa dan hampir semuanja mendapatkan pengampunan dari Tjindewangi, bahkan hampir semua jang tinggal dalam istana kembali mendapatkan kedudukannja dan pekerdjaanja. Wulungseto mulai mempeladjari keadaan dalam istana. Mereka berdua jakin bahwa penjerahan benteng besi tentu telah diatur sebaik baiknja oleh Karangselo. Hanja satu hal tetap mendjadi rahasia jang belum terbukakan sama sekali, ialah dimana Baginda Radja Gunung Tunggal ? Sama sekali mereka tidak pernah membajangkan bahwa Baginda Radja berada dalam terowongan rahasia dalam keadaan kehabisan tenaga. Karena kedua pintu keluar terowongan itu telah dihantjurkan. Patih Keradjaanpun hilang entah dimana, djenazah Prameswari telah dimakamkan dengan baik, sekalipun sederhana. Tjindewangi merasa kini nafasnja telah bisa mendjadi longgar, dan saat itu Tjindewangi mentjari Wulungselo, untuk mengingatkan bahwa keadaan telah baik. Maka Tjindewangi akan mengatakan bahwa sudah datang waktunja, Wulungseto boleh melamarnja sebagai tjalon isteri. sedangkan Wulungseto bukan itu jang dipikirkan, malah telah berpikir bagaimana akan dapat membawa Tjindewangi pergi berkuda kepuntjak bukit tertinggi disebelah timur istana, dimana ia akan menagih djandji. Tetapi segala hal itu belum sempat dikerdjakan oleh Wulungseto dan Tjindewangi mendadak kedatangan utusan Karangselo dan bersamaan dengan utusan Ki Ageng Tunggal jang melaporkan keadaan jang terdjadi dikantjah peperangan benteng batu besi. Wiroseno hanja achirnja menegaskan.

   "Pokoknja pesan Ki Ageng Tunggal. Hanja Tjndewangi jang dapat merebut benteng batu besi dengan tanpa kekerasan. Lain djalan tidak ada.-160

   "Lain djalan tidak ada ?"

   Wulungseto menjela, memutuskan pembitjaraan Wiroseno karena terkedjut.

   "Bagaimana bisa Tjindewangi lagi harus menjelesaikan peperangan ini. Ini peperangan hanja bagi lelaki lelaki. Apakah kita semua lelaki tidak akan mampu?"

   "Begitu pesan Ki Ageng. Kalau Wulungseto tidak puas dengan sarat ini, sebaiknja datang pada Ki Ageng." -- Kenapa ? Apa alasannja ?"

   "Benteng batu besi tidak mungkin direbut dengan kekerasan sendjata. Kita tidak mungkin memasuki kedalamnja dengan kekuatan manapun. Kalau bukan Tjindewangi jang harus merebut dari dalam"

   Wulungseto dalam hati menolak saran ini, karena ia merasa sajang djika Tjindewangi kini sekali lagi meninggalkannja.

   Meninggalkan untuk memasuki benteng batu besi jang djelas bisa dibajangkan akan sukar bisa kembali keluar dalam keadaan selamat.

   Wulungseto berkeras tidak menjetudjui bahwa peperangan benteng batu besi harus diselesaikan oleh Tjindewangi tanpa kekerasan.

   "Katakan kepada Ki Ageng Tunggal, aku jang akan memimpin peperangan merebut benteng batu besi. Aku Wulungseto jang akan merebut, bukan Tjindewangi.ini, telah tjukup. Tjindewangi telah tukup menderita selama ini memperdjuangkan hidup matinja hampir sampai kepuntjaknja. Apakah Tjindewangi harus mengalami dan menerima hukuman matinja sekali lagi dengan tjara jang lebih kedjam?"

   Wiroseno menjadari Wulungseto berbitjara atas nama tjintanja terhadap Tjindewangi dan dalam keadaan jang kurang baik untuk dilawan kembali.

   "Baiklah sekarang aku mengaso dan kita berdua besok pergi menghadap Ki Ageng untuk mendapatkan persesuaian pendapat. Bukan disini Seto Kau tahu aku letih dan sudah lama tidak ketemu, Majangkembar.

   "

   Wutungseto tersenjum, dalam hati menjesal djuga kenapa tiba"

   Tiba mendjadi marah terhadap seorang sahabatnja jang datang dari djauh161 dan membawa kepastian apa jang harus dikerdjakan untuk menjelamatkan rakjat Gunung Tunggal.

   "Ja, aku lupa Seno."

   Sepergi Wiroseno Tjindewangi baru berkata kepada wulungseto.

   "Memang sebaiknja aku Seto jang merebut benteng batu-besi, untuk menghindarkan korban jang iebih besar." -- Kau bagaimana?"

   "Aku, ja aku. Sebab benteng itu tidak mungkin ditembus dengan kekuatan sendjata manapun?" -Ja, tetapi apakah mereka tidak akan mati kelaparan djika kepungan kita begitu ketat?"

   "Dalam benteng itu telah tersedia makanan untuk waktu lama."

   "Apakah semangat mereka tidak akan hantjur dengan kepungan dan gangguan dari kita setjara terus menerus." _ Makin lama memberikan kesempatan bagi mereka untuk mentjar hubungan keluar.

   "

   "Oh, Tjindewangi. Kenapa harus kau? Kenapa mesti kau dan nasibmu didalam benteng itupun akan sama dengan keadaan waktu memasuki istana Gunung Tunggal. Dan djelas hukuman bagimu akan segera dilaksanakan dan dikerdjakan dengan tjara jang lebih luar biasa."

   Tjindewangipun mengakui dan merasa apa jang dikatakan Wulungseto memang benar, tetapi ia merasa bahwa djalan lain tidak ada.

   "Tidak Seto. Lepaskan aku Seto. Tentu aku tidak akan pergi nanti malam atau besok malam. Aku hendak memenuhi djandjiku dulu kepadamu. Djandji sebagai seorang wanita jang menjntai seseorang, djandji Tjindewangi sebagai seorang jang tengah terbakar nafasnja oleh nafas seorang lelaki jang dikagumi. Atau untuk ini tidak tjukup, djika aku berangkat lusa pagi. Bergabung dengan Ki Ageng Tunggal?"

   Wulungseto hanja tersenjum. BERSAMBUNG D

   Jilid III (Tamat d

   Jilid tiga) Pulau Cemara, 14-07-19 / 10.02 WIB / Koleksi Kolektor Ebook162163164 DISCLAIMER
Kolektor E-Book

   Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
adalah sebuah wadah nirlaba bagi para pecinta Ebook untuk belajar, berdiskusi, berbagi pengetahuan dan pengalaman.

   Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya untuk melestarikan buku-buku yang sudah sulit didapatkan dipasaran dari kpunahan, dengan cara mengalih mediakan dalam bentuk digital.

   Proses pemilihan buku yang dijadikan abjek alih media diklasifikasikan berdasarkan kriteria kelangkaan, usia,maupun kondisi fisik.

   Sumber pustaka dan ketersediaan buku diperoleh dari kontribusi para donatur dalam bentuk image/citra objek buku yang bersangkutan, yang selanjutnya dikonversikan kedalam bentuk teks dan dikompilasi dalam format digital sesua kebutuhan.

   Tidak ada upaya untuk meraih keuntungan finansial dari buku-buku yang dialih mediakan dalam bentuk digital ini.

   Salam pustaka! Team Kolektor Ebook165 TJINDEWANGI MELANDA ISTANA Seri Tjindewangi

   Jilid III Karya KIRJOMULJO Gambar Luar & Dalam Drs.

   OYI SOEDOMO Penerbit SINTA RISKAN Jl Judonegaran 22 Jogja Idjin Pemeriksaan Naskah NO.

   POL.

   6/ Btj./02 /69/ Intel Jogjakarta 3-2 1969 Credit Ebook.

   Sumber Pustaka .

   Pak Gunawan AJ Sumber Image .

   Koh Awie Dermawan Editor Yons first share in
Kolektor E-Book
166 PRAKATA TERDJADI ATAU TIDAK kisah Tjindewangi-Wulung seto ini, seorang tidak bisa mengatakan dengan benar.

   Tetapi sampai sekarang didaerah pegunungan pualam, jang memandjang tidak kurang dari 30 km.

   dicaerah pantai Kediri Selatan masih sering terlihat, bajangan seekor elang putih jang melajang lajang ditengah malam.

   Disaat-saat akan terdjadi perubahan-perubahan besar, baik perubahan kearah jang baik maupun jang buruk.

   Merupakan bajangan pengharapan dari rakjat, merupakan bajangan pengharapan djaman jang kekal.

   Dan bajangan itu kata orang adalah pendjilmaan Wulung seto jang menjesal, jang mengharapkan dan mendorong hati nurani bangsa Indonesia untuk bisa kembali kepada kedjajaan dan kebesarannja, seperti djaimannja.

   Dan terus mentjari siapakah pendjilmaan Tjindewangi? Ja, sebab Tjindewangi berkata, bahwa mereka akan bisa bertemu kembali satu saat, diwaktu bangsa Indonesia kembali djaja dan besar.

   Entah kapan dan siapakah pendjilmaan Tjindewangi? Djaman akan mengatakan.

   Penulis167 BAGIAN I MATAHARI PAGI itu sangat tjerah, hingga pemandangan lembah dikaki Gunung Tunggal nampak djelas, terbentang.

   Tetapi sebaliknja, hampir seluruh isi istana merasakan sesuatu jang sebaliknja.

   Muram dan tjemas, karena tidk bisa harus melepaskan Tjindewangi untuk merebut benteng batu-besi sebagaimana telah direntjanakan.

   "Ja, rmemang hanja itu satu2nja djalan. Tidak ada djalan lain. ketjuali pertaruhan djiwa raga Tjindewangi. Bahkan bisa dibajangkan bahwa keselamatan Tjindewangi dalam soal ini terlampau sangat tipis. Terlampau sangat sulit. Sebab kenjataannja memang demikian. Hampir seluruh kekuatan istana Gunung Tunggal terpusat di sana. Hmpir seluruh panglima2 jang tangguh dan sakti. Wulungseto sendiri sama sekali tidak bisa mengutiapkan sepatah katapun ketika Tjindewangi pamit. Bahkan semuanja waktu mengantarkan Tjindewangi sampai dipintu gerbang istana, sama sekali terdiam, diam sama sekali diam. Seakan-akan mereka telah merasa kehilangan sesuatu jang tidak mungkin akan bisa lagi kembali. Tetapi Tjindewangi masih tetap tersenjum dan menatap, bahkan masih sempat mengutjapkan kata-kata dengan nada tjerah.

   "Kenapa kalian terdiam. Aku akan kembali. Pertjajalah bahwa aku akan bisa kembali, Sedjarah kita telah mulai, telah kami mulai dan tak seorangpun bisa menghalangi -168 Wulungsetopun kemudian merasa bahwa ia seharusnja tidak bersikap demikian. Langsung mengutjapkan sesuatu dengan nada gembira.

   "Ja. Kenapa kita terdiam. Seharusnja kita bergembira bahwa sedjarah kita telah mendekati achir selesai. Kita tinggal melampaui titik achirnja.. Dan benteng batu besi itu bagaimanapun kuatnja, akan runtuh karena kita mempunjai kekuatan jang lebih besar. Ialah pengharapan dan tudjuan seluruh rakjat.

   "

   Tidak terduga sama sekali, utjapan Wulungseto tiba- tiba langsung merubah suasana dipintu gerbang istana, salah seorang kerdil tukang banjol kemudian melontjat kehadapan Tjindewangi, sambil berteriak dan menarl-nari.

   "Ja, kenapa kita bersedih ? Mustinja kita bernjanji untuk hari2 jang gemilangin ini. Tetapi apakah hamba diidjinkan untuk bernjanji ? Apakah musti menangis ?"

   Tjindewangi tersenjum dan menatap dengan penuh perasaan haru.

   "Ja, mengapa tidak ku ljinkan ? "

   "Lalu hamba harus menjanikan apa ?"

   "Apa jang hendak kau njanjikan? "

   "Tidak. Hamba pikir sebaiknja hamba berdoa.

   "

   Tetapi belum sempat si kerdil melandjutkan, salah seorang telah berteriak! "Tidak, kau musti menjanji untuk tuanku Puteri. Harus."

   Si Kerdil tertawa, sebab memang itulah jang diharapkan.

   "Tetapi sahabatku, bisakah kau menerka apa jang hendak kunjanjikan?"

   Sahabatnja itupun membentak.

   "Bagaimana aku bisa menebak, djika tidak kusobek dadamu."

   "Ai, djangan... djangan sahabatku jang baik. Aku akan tetap menjanji sekalipun kau tidak menerka."

   Suasana makin mendjadi tjerah, sebab si Kerdil tidak menjanjikan sesuatu dengan wadjar.

   Si Kerdil meraung setengah menjalak169 menjerupai andjing menggonggong, sampai sahabatnja melontjat dan mentjekiknja.

   Dan meledaklah tawa dari seluruh jang melihatnja.

   Kemudian si Djangkung jang sedjak mula nampak paling muram melontjat ke tengah2 mereka berdua, dan mentjekik sahabatnja jang sedang mentjekik si Kerdil jang terachir mereka bertiga bergumul tanpa tahu mana lawan mana kawan.

   Sekembali kedalam kamarnja Wulungseto kembali merasakan sesuatu jang ditjemaskatn, terhadap kemungknan Tjindewangi dalam usahanja merebut benteng batu-besi.

   Ia masih teringat bagaimana semalam.

   Bagaimanapun Tjindewangi tetap mengatakan kejakinannja, tetapi djelas masih nampak kesangsian jang tersembunji.

   Hingga achirnja Wulungsetopun mengatakan.

   "Bagaimanapun aku tidak bisa melepaskan kau memasuki benteng batu-besi itu. Djelas apa jang akan terdjadi. Sekali lagi kau akan diseret oleh mereka sebagai tawanan jang paling dibentji. Djelas kau akan kembali didjemur di-tengah2 benteng itu. siang malam untuk dihina diludahi, disiksa dan sudah barang tentu kau harus melajani nafsu panglima2 dalam benteng itu jang sedang dalam puntjak kehausannja terhadap wanita. Tjukup kau sekali mempertaruhkan djiwa ragamu untuk merebut istana ini, dan itu sudah selesai. Sekarang ganti bagianku."

   Tjindewangi tidak bisa mendjawab, karena utjapan Wulungseto sekali ini begitu berat dan penuh perasaan jang terlampau dalam.

   Hampir tak terdengar, tersendat2 dan terputus-putus.

   Baru sekali ini Tjindewangi melihat bajangan air mata Wulungseto, baru sekali ini ia melihat bagaimana Wulungseto bergetar bibirnja, hingga hampir2 Tjindewangi menggagalkan niatnja.

   "Oh, Seto. Aku tidak ingin berpisah dengan kau. Tidak mau, tidak kuasa. Aku ingin dalam pelukanmu siang malam, malam siang, siang malam. Selamanja Seto, selamanja, selamanja. Dan aku ingin menjerahkan semua urusaa ini kepada orang lain. Djangan kau, djangan aku, djangan kita berdua."

   "Tetapi dapatkah kau jakinkan balwa orang lain akan mampu merebut benteng itu, Tidak Seto, aku harus sekali lagi.-170 Wulungseto merebahkan dirinja, terasa bahwa hatinja kemudian berangsur berkurang, waktu dilihat diluar djendela, pemandangan nampak hidjau, burung2 tengah bermain diantara dahan demi dahan. Wulungseto ingat bahwa segala itu untuk sesuatu jang oleh sedjarah kemanusiaan. Wulungseto tjepat2 memindahkan seluruh perhatiannja untuk menjelesaikan persoalan istana Gunung Tunggal, hingga kalau keadaan memaksa ia segera bisa. menjusul perdjalanan Tjindewangi, terutama dalam usahanja bagaimana bisa menemukan dimana Baginda berada. Sepasukan tentera diperintahkan untuk mendjemput Ki Ageng Tunggal dari pedepokan Gunung Anom untuk membantu menjelesaikan keadaan terachir jang sangat gawat. Seluruh istana diteliti dan bahkan seluruh wilajah sekitarnja, tetapi sama sekali tidak didapatkan djedjak Baginda. Sedangkan terowongan dibawah istana telah runtuh, dibagian udjung dan pangkalnja. Sedangkan ketemunja Baginda atau pembantu pribadinja teramat penting, ternjata Baginda tidak tjeroboh dalam keadaan jang begitu gawat. Seluruh lambang istana dan lambang Keradjaan telah lenjap, entah dimana disimpan. Begitulah kegelapan perdjuangan Wulungseto, ternjata belum djuga tersingkap sama sekali. Lebih-lebih bagi Karangselo jang masih terlampau muda dalam pengalaman pandjang ini, hampir2 patah hatinja, hampir2 putus pengharapannja untuk bisa merebut benteng batu besi. Sudah beberapa kali ditjobanja, tetapi ternjata benteng itu sama sekali ketat dan menurut penjelidikan, makanan dalam benteng bisa sanggup untuk beberapa tahun. Mereka bisa keluar menjerang tetapi Karangselo tidak bisa memasuki. Bahkan menjerang dari luarpun sama sekali tidak mungkin. Hingga kedatangan Tjindewangi benar2 merupakan tjahaja bagi mereka semuanja. Semangat mereka bangki kembali dan kegelapan tersingkap. seketika itu djuga sekalipun. mereka belum tahu apakah jang akan bisa dikerdjakan setelah Tjindewangi bersama mereka. Dan malam itu djuga Tjindewangi meminta pendjelasan selengkapnja mengenai benteng batu- besi. Karangselo menguraikan semua laporannja dengan perkataan2 jang sangat gelap.171

   "Rasanja, dengan kekuatan tentara jang bagaimanapun, kukira benteng besi tidak akan bisa dihantjurkan. Benteng itu terlampau kuat, panah berapi jang setiap kali kita lemparkan, nampaknja. tidak berpengaruh apa apa, sama sekali tidak pernah timbul kebakaran."

   "Djadi menurut pendapatmu, tidak ada djalan lain ketjuali memasuki benteng itu tidak dengan kekuatan sendjata?"

   "Mungkin hanja begitu.

   "

   "Kalau begitu aku akan memasuki, segera Karangselo."

   Seluruh jang hadir dalam pertemuan itu mendadak tertjengang dan gelisah karena hal ini, merupakan satu malapetaka. -Ja segera aku harus memasuki benteng itu."

   "Lalu bagaimana? Puteri akan menierah?.

   "

   "Tidak. Aku akan merebutnja dari dalam.

   "

   Malam itu dipusat pertahanan pasukan Karangselo benar2 sunji, sunji dalam arti sebenar-benarnja.

   Karena mereka masih diliputi perasaan heran dan kegelisahan, mengenai keputusan Tjindewangi untuk memasuki benteng batu besi.

   Hingga achirnja Karaogselo memberanikan diri untuk mengatakan apa jang terkandung dalam hatinja, ketika Tjindewangi sedang duduk sendirian.

   "Apakah keputusanmu sudah tidak bisa dirubah ?.

   "

   "Kalau ada djalan lain, pasti bisa. Tetapi dapatkah kau memberi tahu apakah ada djalan jang lain?"

   "Ja, memang belum kudapakan djalan jang lain itu. Tetapi ingat Tjindewangi, Dendam mereka telah memuntjaknja. Kukira tidak ada kemungkinan lain djika kau memasuki benteng itu, hanja akan mendjadi majat."

   Tiba2 diluar dugaan mereka berdua, Sekarkembar jang menjertai Tjindewangi, malam itu djuga bermaksud menemui Tjindewangi. langsung mengatakan isi hatinja.

   "Bagaimana kalau aku jang menjoba memasuki lebih dulu"

   Karangselo dan Tjindewangi terdiam. Sekarkembar menatap Tindewangi degan tadjam dan kemudian tersenjum.172

   "Akulah sebaiknja jang kesana. Rakjat Gunung Tunggal tidak akan merasa kehilangan lebih besar dari pada kehilangan Tjindewangi. Akupun belum tahu apakah jang akan kukerdjakan disana, tetapi aku jakin bahwa setidaknja aku akan bisa mengetahui keadaan disana dari dalam. Mungkin itu jang terbaik dari semua tindakan kita. Kalau aku gagal terserah."

   Karangselo mengangguk dan dalam hati memang lebih menjetudjui kehendak Sekarkembar.

   "Ja kukira lebih baik begitu. Merekapun belum tahu djelas bahwa kau jang membunuh Prameswari. Mereka belum tahu djelas bahwa kau telah berpihak kepada kami."

   "Ja, dan sama sekali mereka belum tahu dimana aku berada selama pertempuran ini."

   Tjindewang masih terdiam , karena sebenarnja hatinja berat melepaskan Sekarkembar jang masih muda belia, tjantik dan djernih tjahaja dimatanja.

   "Kau terlampau tjantik untuk pekerdjaan ini Sekarkembar. Kau terlampau baik. Baikah kupikir semalam ini. Besok kusampaikan keputusanku. Apakah Sekarkembar atau aku jang pergi. Sekarang istirahatlh baik2. Dan jakinkan bahwa segala sesuatu akan selesai dengan baik. Hari sudah terlampau malam."

   Tetapi sampai hari mendjelang subuh Karangselo sama sekali tidak bisa memedjamkan matanja, karena terdesak kegelisahan jang makin mendesak.

   Makin memburu dan keduanja berat dilepaskan.

   Hanja djalan lain memang belum bisa dibajangkan.

   Pagi harinja.

   suasana dipusat kedudukan Karangselo masih tetap muram, mungkin Tjindewangi tidak akan melepaskan Sekarkernbar.

   Mereka tahu dimana kebenaran Tjindewangi selama ini.

   Dan kalau Tjindewangi lepas untuk selama2nja.? Keadaan sebaliknja kini terdjadi didalam benteng batu besi, karena mereka sekarang makin jakin bahwa bentengnja tidak akan bisa ditembus oleh kekuatan manapun.

   ditambah lagi bahwa ternjata serangan2 pasukan2 Karangselo makin berkurang dan bahkan tiga hari terachir ini sama sekali sepi.

   Mereka mulai memikirkan bagaimana bisa173 menjerang kemhali dan sampai berhasil merebut kembali istana Gunung Tunggal Karena beberapa Panglima kini mulai berpikir bahwa kesempatan untuk mendjadi radja djelas terbuka, bagi siapa jang berhasil mengalahkan istana dan sanggup menguasai simpati tentera jang ada.

   Mereka telah jakin bahwa Baginda telah wafat dan mereka jakin bahwa tidak seorangpun puteranja jang masih tinggal.

   Terutama bagi Singolawu telah sangat jakin, bahwa istana Keradjaan Gunung Tunggal bisa direbut kembali dan dialah satu2nja tjalon jang tepat untuk mengganti kedudukan Radja.

   Memang hal ini djelas bisa ditjapai oleh Singolawu sebab djika pasukan dari Gunung Lawu telah tiba dan bisa memetjahkan kekuatan Karangselo, dia akan bisa memusatkan seluruh tenteranja untuk merebut istana.

   Memang bisa, tetapi Singolawu telah memulai dengan satu kesalahan, ialah dengan menangkap Damarsungsang jang sebenarnja mendjadi Panglima terkuat dan ia belum berpihak kepada Siapapun setjara bulat.

   Ia baru mengerti bahwa mendjadi Panglima harus mentaati perintah Keradjaan dan bersikap ksatrya, dalam segala hal.

   Sedangkan pengikut Damarsungsang pun tidak sedikit.

   Bahkan sebagian dari pasukan jang diperintah menangkap Damarsungsang adalah pengikutnja.

   Hingga sampai malam harinja siksaan2 terhadap Damarsungsang belum bisa dilaksanakan karena beberapa orang berusahs menghindarkan.

   Dan Damarsungsang sendiri kini mendjadi bingung dan tidak mengerti akan sikap Singolawu jang sama sekali diluar dugaannja.

   Ia membela dan bahkan menjelamatkan Singolawu dari antjaman terachir jang sangat gawat, kini ia sendiri dilemparkan kedalam tahanan.

   Kini mulai bangkit perasaan tidak senangnja dan merasa kini mulai djelas pribadi Singolawu jang kotor dan hanja memikirkaa impiannja untuk mendjadi Radia, Damarsungsang mulai berontak dalam hati dan mentjoba mentjari djalan keluar, bagaimana akan bisa meloloskan diri dari benteng itu dan kemudian merasa bahwa la lebih baik bergabung dengan pasukan2 Tindewangi, Setidak2nja ia akan mentjoba mengadakan pengatjauan dalam benteng itu setjara hati2 dan berdjandji dalam hati akan membalas sakitnja terhadap Singolawu.

   Hanja malam itu pendjagaan sangat ketat174 dan djelas pengikut2nja masih kalah banjak djauh sekali dengan pasukan2 jang menaruh setia kepada Singolawu.

   Baru setelah lewat tengah malam.

   salah seorang pengikut Damarsungsang dapat menghubungi dan sempat menjampaikan kata2nja lewat lubang kuntji pintu ruangan gelap itu.

   "Perintah Singolawu, hukuman mati bagi Tuanku akan dilaksanakan besok pagi."

   "Dimana!"

   "Ditengah2 lapangan dalam benteng.

   "

   "Tjaranja?"

   "Hamba belum tahu.

   "

   "Pagi hari?"

   "Ja.

   "

   "Kau tidak melihat djalan keluar?"

   "Belum."

   "Tidak mungkin kau membunuh kepala pasukan pendjaga?"

   "Malam ini mereka diperintahkan tidak boeh tertidur sesaatpun,"

   Damarsungsang makin kuat rasa kebentiannja terhadap Singolawu, gelisah karena djalan keluar dari malapetaka itu sama sekali tak nampak.

   Ia telah bisa membajangkan bahwa watak Singolawu jang demikian itu, akan memerintahkan hukuman mati dengan tjara jang aneh.

   Dan mungkin siksaan2 jang mengerikan akan dilakukan sebelumnja dan beberapa pengikutnja bisa dihitung dengan djari.

   Mungkin ia akan diseret dengan kuda mengelilingi lapangan itu untuk mentjapai tonggak pemantjungan.

   Mungkin akan dikelilingkan keseuruh benteng itu dengan merangkak.

   Entah dengan tjara apa lagi mereka akan lakukan.

   Damarsungsang tidak bisa bajangkan lagi.

   Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   la hanja tersandar dibawah dinding batu jang setengab basah dan dingin.

   Dan waktu terlampau singkat.

   Hal ini jang mendjadi soal.

   Kalau misalkan ada waktu dua tiga hari akan mungkin ditjari djalan olos.

   Tetapi hanja semalam, semalam itu tidak Iebih lagi.

   Tidak mungkin dalam semalam itu pendjaga2 akan lengah.175 Damarsungsang jakin sekali bahwa dia belurn pernab berchianat, selama mendjadi pimpinan pasukan, dimanapun ia selalu berhasil baik dan pembelaannja terhadap Singolawupun djelas hanja dengan satu maksud la muak melihat pengetjut jang headak membunuh orang lain.

   Siapapun orangnja ia muak.

   Tetapi ternjata sikap demikian bisa menjadi korban ketamakan orang ain.

   Inilah jang ia sakitkan, kalau terdjadi misalnja besok pagi ia mati sebagai seorang jang hina.

   Mati dalam benteng oleh pasukannja sendiri.

   Selama hidup ia selalu menginginkan, kalau mat hendak ditengah peperangan.

   Tetapi besok? Besok? Besok tjoba pikir.

   mati ditengah2 lapangan dikelilingi penonton jang djidjik terbadap dirinja.

   Mati dihadapan seorang jang dibentjinja.

   Mati dihadapan seorang jang berwatak kotor dan nafsu besar akan segala2nja.

   Waktu demi waktu berdjalan dihadapan matanja, kegelisahan Daimarsungsang makin mendesak dan terkumpul mendjadi satu kekuatan dan kehendak bahwa apapun jang terdjadi, ia akan melawan tindakan ini.

   Melawan, melawan, ia akan melawan bagaimana pun tjaranja.

   Asalkan tidak mati ditangan orang lain dengan begitu sadja.

   Sebaliknja Singolawu malam itu, merasakan sesuatu jang sangat lega dan lapang.

   Telah terbajang apa jang terdjadi setelah Singopati meninggal, Damarsungsang tertangkap.

   Gunungwetan lenjap.

   Sama sekali telah djelas djalannja, bahwa dia akan pasti mendjadi Radja.

   Radja besar jang tidak akan terkalahkan oleh siapapun.

   Maka itu ia mulai dengan perintahnja jang mulai gila, ialah menjuruh beberapa orang pengawalnja untuk keluar benteng mentjari gadis2 untuk kesenangannja.

   Malam itu Singolawu mulai memerintahkan untuk merampok penduduk, untuk mentjari tambahan makanan.

   Malam itu mulai diperintahkan untuk menjelidiki siapakah Jang sebenarnja masih setia kepada Tjindewangi dan siapa jang menaruh keperjajaan kepada Singolawu.

   Lewat tengah malam itu, waktu mana Damarsungsang gusar oleh hukuman matinja besok pagi, Singolawu gusar karena pengawal2 jang diperintahkan mentjulik gadis2 tidak kundjung datang, Singolawu mulai membentak siapapun jang terdekat dan sempat dibentaknja.176

   "Pengawal2 bodoh. Masak gadis2 disekitar benteng inikan masih banjak. Masak semuanja meningga l?"

   Makin malam, kegusaran Singolawu makin bertambah Hingga dia keluar dari ruangan tidurnja, pergi berdjalan sepandjang benteng itu uniuk melampiaskan kegusaran. Sempat memukul beberapa pengawal jang sedang tertidur.

   "lni djuga ikut mendjadi tolol. Apa kalian tidak tahu bahwa pasukan Wulungseto adalah pasukan2 sematjam pasukan demit? Sesaat kau tidur, saat itu kau ditikam oleh demit2 itu. Tahu- Waktu Singolawu pergi ketempat pengawal menggerutu.

   "Lho, kan aku tidak gilir djaga? Masak harus djuga mentjitjil ikut melek?"

   Jang lain tahu dan bisa meraba sebab jang menjebabkan Singolawu djadi gusar. pelahan2 membentak.

   "Djangan. Gusar ini bukan soal gilir atau tidak. Panglima kita ini sekarang sudah gusar. Pengawal jang disuruh tjari perempuan belum datang "

   "Oh begitu." -- Tetapi kenapa aku jang ditempeeng?"

   "Habis jang didjumpai kau."

   "Ja, mudah2an dapatkan sisa2nja nanti."

   "Sisa jang mana? Apa kau pernah lihat panglima satu ini pernah memberi apapun kepada orang lain? Puluhan isterinja dulu. Mana aku pernah dilempari seorang pun. *** Koleksi Kolektor Ebook177 BAGIAN II UNTUNGLAH bagi Damarsungsang karena pagi harinja ternjata Singolawu terlambat bangun karena pengawal2 jang pergi mentjulik gadis baru kembali setelah hampir fadjar. Dan sekalipun semuanja sudah siap, ketika Singolawu bangun dan ditanjakan apakah sudah bisa dilaksanakan hukuman mati bagi Damarsungsang. Dengan enaknja Singolawu berkata "Oh besuk sadja. Aku masih tjapai. Apakah tidak tahu? Gadis"

   Gadis rampokan semalam datangnja baru setelah hampir pagi. Dan kau tahu apa jang sangat mendjengkelkan? Hanja dapat dua orang lagi kurang tjantik.

   "

   Sambil mengatakan itu Singolawu menguap dan pergi kembali masuk kedalam kamarnja dan menguntji pintunja. Hingga kepala pengawal tidak sadar menggerutu "Hanja dua orang. Enak sadja bilang hanja dua orang."

   Hingga temannja jang tidak begitu mendengar kata Singolawu bertanja.

   "Apa jang hanja dua orang? " -Rampokan tadi malam hanja dapat dua orang, budeg.

   "

   "Djadi maunja berapa?"

   Sedjak saat itulah, sebenarnja telah mulai timbul ketidak enakan dalam hati beberapa orang panglima jang lain, melihat tingkah laku Singolawu jang merasa menang sendiri.178 Tetapi sebegitu djauh belum ada seorang berani mengutjapkan hal ini.

   Karena jang lain lebih banjak lagi jang menjeudjui sikap Singolawu, karena dia sendiri mempunjai sifat2 demikian.

   Terutama Panglima Tunggulwono jang tidak menduga akan dibentak dan dihina waktu diadakan pertanjaan2 jang lalu.

   Hatinja terlampau sakit dan sedjak itu ia menaruh perasaan senasib terhadap Damarsungsang.

   Hingga pagi itu djuga Tunggulwono pergi mendapatkan Damarsungsang, ketjuali untuk mengabarkan bahwa hari itu hukuman mati ditunda, iapun hendak mentjoba mentjari djalan, bagaimana bisa meloloskan diri Damarsungsang dari hukuman jang tidak sewadjarnja itu.

   Dengan mengelabuhi dan menjogok pengawal2 Tunggulwono bisa langsung masuk kedalam ruangant tahanan dan sempat berbitjara dengan benar2.

   "Aku dipihakmu Damarsungsang, alasannja tentu kau sudah tahu. Kurasa kau masih mempunjai perasaan jang baik." ,- Ja, aku telah merasa.

   "

   "Maka itu aku kemari."

   "Djadi kapan ditunda?"

   "Tidak tahu, itu tergantung Singolawu. Kau berasal dari mana!"

   "Pantai utara.

   "

   "Tidak dapat kau mentjari tentera disana untuk melawan Singolawu! "

   "Mestinja ada. Tetapi aku tidak ingin mempergunakan. Aku disini sekedar mentjari pengetahuan. Kudengar Keradjaan Gunung Tunggal kerajaan jang besar. Tetapi begini kenjataannja."

   "Ja begini dibawah Singolawu atau dibawah Baginda jang dulu. Kukira tidak demikian kalau Singolawu lenjap."

   "Apa rentjanamu? "

   "Kau harus lolos dan kumpulkan pengikutmu. Kita bergabung kepada Tjindewangi.

   "

   Damarsungsang terkedjut dan sangat heran, kemudian ada menaruh tjuriga "Tetapi apakah kata2mu bukan lelutjon? -179

   "Atas nama Tuhan Jang Maha Esa aku berkata. jujur, karena kau belum tahu apa jang terdjadi kemarin. Akupun dihina sematjam kau dilemparkan kemari kedalam ruangan lembab begini. Aku memang bukan pemberani jang baik, tetapi perasaan jang tjukup dewasa masi punja.

   "

   "Ja tetapi apakah sudah ada djalan meloloskan diri."

   "Nanti malam aku kembali kemari.

   "

   "Kau jakin?"

   "Aku akan mentjoba,"

   Tunggulwono kembali keluar dan berpikir keras.

   Tetapi malang baginja sebelum akal itu didapatkan.

   Salah seorang jang setia mati2an kepada Singolawu, mulai menaruh tjuriga terhadap Tunggulwono dan melaporkan semua prasangka ini kepada Singolawu.

   Singolawu jang sedang gusar karena gadis2 rampokan itu sangat mengetjewakan hatinja, tiba2 membentak.

   "Mudah sadja. Djadikan satu dengan Damarsungsang habis perkara. Besok dua2nja pantjung sekalian."

   Dan sebentar kemudian perintah itu telah dijalankan.

   Ja memang benar Tunggulwono kembali ke kamar tahanan, tetapi tidak untuk meloloskan diri Damarsugsang, iapun dilemparkan sebagaimana orang melemparkan andjing kurapan, setelah tjukup dipukuli oleh pengawal2 jang gila kekerasan.

   Tunggulwono terlempar djauh kesudut dan tersenjum, matanja ber-kedjap.

   "Nah aku sudah kembali Damar."

   "Damarsungsang tersenjum dalam kegelisahan masih merasakan sesuatu jang lutju dan iapun masih bisa melutju. -Ja, memang kau seorang jang selalu menetapi djandji."

   "Dan kau tahu."

   "Waktu aku disorong kemari, ditengah lapangan sudah didirikan dua tiang gantungan.

   "

   "Mungkin nanti sore akan bertambah djadi tiga.

   " -Mudah mudahan begitu."

   "Djadi sekarang bagaimana? -180

   "Begitulah kita akan ddjadikan tontonan besok pagi. Itu kalau tidak ada keadjaiban datang. Sebab rasanja tidak ada waktu lagi untuk berpikir bisa lolos dari benteng ini."

   Kenjataannja memang demikian, setelah mereka mendorong masuk Tunggulwono, pengawalan diperkuat dan sama sekali orang orang jang disangsikan menaruh setia kepada Singolawu digeser.

   Bahkan ada seorang jang langsung dilemparkan keluar benteng untuk dibiarkan kemana perginja.

   Tanpa bekal sedikitpun.

   Orang2 jang telah haus akan darah itupun mulai mempersiapkan diri dengan angan2.

   bagaimana besok pagi ia akan menjobek muka2 manusia di tengah2 orang banjak.

   Bahkan salah seorang berteriak dengan bangga.

   "Ja lihatlah besok pagi. Bagaimana aku akan menjobek bibir Tunggulwono dan bagaimana aku akan minum darahnja. Tjuma satu jang masih kudjengkelkan. Gadis2 rampokan itu satupun belum tersisa untuk kita."

   "Lagakmu. Kau pikir gadis itu akan mau dengan kau Sekalipun mereka itu gadis rampokan dan hanja sisa dari panglima2?"

   "Oh, kau pikir aku tidak mampu menjobek mulutmn. Hati2 sedikit ngomongmu."

   Dan terajunlah sebuah pukulan sebelum pembitjaraan itu berlangsung lebih ramai, menjebabkan salah seorang terdampar dan mengaduh.

   Tetapi kemudian pukulan telah kembali terajun lebih keras.pada salah seorang jang lain.

   Keadaan mendjadi katjau karena orang2 jang telah haus kekerasan, saling membela temannja, hingga pergulatan jang tidak menentu terdjadi.

   Pokoknja memukul dan mengajun tjambuk.

   Dan mendjelang makan siang hari, pergumulan itu baru reda, setelah beberapa orang ternjata tidak bangun lagi.

   Mati.

   Keputusan Tjindewangi telah bulat, bahwa Tjindewangi akan memasuki sendiri benteng besi.

   Hanja tjaranja belum diketemukan.

   Barulah waktu Tjindewangi mendengar berita akan adanja pentjulikan2 gadis dari desa untuk Singolawu, timbul akalnja, dan djelas dapat diketemukan djalan jang baik.

   Ialah bagaimana Tjindewangi akan bisa ikut dirampok dan dipersembahkan kepada Singolawu.181 Hari itulah kesempatan ini terbuka karena seorang tentara jang dilemparkan keluar benteng dan diusir mentah-mentah, achirnja bertemu dengan pasukan Karangselo dan bisa rnemberikan kabar bahwa nanii malam mereka akan merampok ke daerah barat.

   ditep danau rojagumelar jang terkenal dengan penghuninja jang tjantik2.

   Sore itu djuga Tjindewangi pergi bersama Sekarkembar untuk menjamar mendjadi penduduk sekitar danau Tojagumelar, dikawal oleh beberapa orang setjara menjamar pula sebagai pemuda kampung.

   Tjara ini mendjadi tjara jang lebih baik lagi, karena setiba dipedukuhan ditepian danau Tojagumelar, Sekarkermbar mendapatkan akal, merubah pengawanja mendjadi serombongan tukang gamelan, dimana ia sendiri akan mendjadi pesindennja.

   Djelas bahwa orang2 akan berkumpul disatu tempat dan para perampok akan mempergunakan kesempatan berkumpulnja wanita2 itu untuk didjadikan mangsanja jang paling enak dan tepat.

   Tidak usah pajah2 mentjari dimana pilihannja itu jang ternjata beberapa kali salah.

   Hingga ber kali2 para pentjulik itu tidak mendapatkan pudjian dari Singolawu.

   Tetapi dampratan jang kotor, bahkan salah seorang pernah dihukum mandi semalam suntuk.

   Pedukuhan ditepian danau Tojagumelar memang indah, dan hari itu purnama memantjar.

   Gunung Tunggal nampak dari tepian itu dengan djelas tjahaja lampu2nja diibukota.

   Tjahaja diair danau itu gemerlapan oleh riak jang tertiup angin dan pepohonan jang berbunga2 itu dapat djelas oleh Sinar purnama.

   Didekat danau itu rombongan Sekarkembar mulai mengadakan atjaranja.

   Kebetulan mereka hampir semua pengawal2 bisa menabuh gamelan, jang hanja terdiri dari seruling, kendang dan beberapa alat dari logam.

   Sekarkembar memang bisa dan bahkan memang mempunjai kemampuan jang luar biasa dalam menembang, ketjuali itu memang dia seorang jang mempunjai daja tarik luar biasa bagi semua orang.

   Hingga tidak lama sedjak kedatangan mereka, orang2 telah berkerumun disekitar rombongan penghibur itu, makin malam makin banjak.

   Ja memang luar182 biasa untuk daerah itu, tontonan sematjam itu djarang ada dan tiba2 ada.

   Sangat menarik, sangat mengikat.

   Hanja Tjindewangi lain apa jang dipikirkan.

   Dia mengharapkan rombongan pentjulik akan segera datang dan mereka akan bisa memasuki benteng, sebelum rahasianja terbuka.

   
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Djelas bahwa tentu ada salah seorang diantara penghuni pedukuhan Tojagumelar itu, mengenalnja.

   Atau paling tidak mengenal Sekarkembar.

   Bagaimanapun pakaianja telah begitu tersamar rapi.

   Tetapi sampai hampir tengah malam pasukan pentjulik itu belum djuga datang.

   Tjindewangi makin tjemas karena penonton makin banjak, karena berita itu begitu tjepat tersiar dan begitu tjepat orang2 berdatangan.

   Sekarkembar sampai kehabsan njanjian.

   Hingga terpaksa mengambil akal lain, ialah dergan menarik orang? itu sendiri ikut dalam tata tjaranja.

   Sekarkembar berdiri dan dengan gaja jang menggairahkan sekalipun setjara sembunji.

   "Bagaimana sekarang? Saja sudah kehabisan tembang. Tentu dari kalian sendiri jang hendak mentjoba menjanjikan sesuatu. Pasti ada. Mungkin ada jang lebih pandai."

   Tetapi orang2 itu terdiam, masing2 merasa malu atau segan, hingga Sekarkembar mengulangi.

   "Bagaimana, apa saja harus menarik kalian madju kegelanggang ini dengan paksa? Beberapa orang achirnja berteriak.

   "Ja, tarik sadja. Disahut lagi oleh jang lain. -- Ja, tarik sadja kerbau2 ini. Kalau jang menarik tjantik seperti kau akan masuk djuga kegelanggang."

   Jang lain berteriak lebih keras.

   "Ja, tarik sadja hidungnja, asal djangan sadja saja...!"

   Tertawa langsung meledak, karena perkataan djangan saja, tetapi bahkan orang2 menundjuk dia sendiri.

   "Ah, itu dia. Tarik sadja. Dia pandai melawak, dimana-mana. Tarik sadja. -183 Belum selesai utjapan ini, orang jang berteriak jangan saja tadi sudah didorongnja masuk ketengah gelanggang. Sekarkembar langsung menarik tangan lelaki itu jang nampak makin putjat.

   "Djangan malu.

   "

   Lelaki itu makin putjat, karena memang dia tidak pernah bisa apa2. Olok-olok jang lain makin terdengar dari mana2 .

   "Ja, memang dia pandai. tjuma tidak mau, Tarik sadja. Atau tjium dulu barangkali akan tjepat dia bisa tarik suara "

   Suasana makin riuh, karena mereka sama sekali tidak mempunjai bajangan sedikitpun bahwa daerah itu telah mendjadi sasaran pentjulikan malam ini. Sekarkembar mengerti dan ia sengadja ingin menggoda lelaki.

   "Betul begitu, kalau kutjium kau akan segera tarik suara?."

   Lelaki itu makin kebingungan dan hanja bisa menggelengkan kepala. Tetapi jang lain berteriak lagi.

   "Bisa dia bisa, dia biasa main lawak dimana mana. Suaranja baik sekali."

   Sekarkembar makin menggoda;

   "Nah kalau begitu harus kutjium dulu kau agar tjepat tarik suara.."

   Suara2 teriakan dan tertawa riuh karena lelaki itu makin putjat dan tidak bisa mengutjapkan sepatah katapun.

   Sekarkembarpun nampak bahwa akan melakukan apa jang ia katakan.

   Tetapi tiba2 lelaki itu melontjat keluar dan hendak menerobos lingkaran.

   Hanja malang baginja, beberapa lelaki menghalangi, mendorong dia kembali ketempat Sekarkembar, bahkan dua orang kemudian memeganginja.

   Tetapi waktu itulah, kemudian suara riuh itu terhenti, karena kemudian terdengar suara telapak kuda2 jang dipatju dari kedjauhan dan makin dekat makin dekat.

   Kemudian beberapa orang jang pernah mendengar tentang pentjulkan gadis2 itu lari.

   Tetapi sebagian besar berpikir demikian, mereka berpi-mkir bahwa itu sepasukan peronda jang kesasar sampai kedaerah.

   Baru setelah184 mereka mengepung dan menendang beberapa lelaki agar keluar dari lingkaran jang penuh gadis2 itu.

   Beberapa orang gadis mendjerit karena merasa terkedjut disekap orang dari belakang dan teruama jang mendjadi sasaran ialah Sekarkembar dan Tjindewangi.

   Tindewangi pura2 hendak lari tetapi langsung disekap oleh pimpinan pasukan itu sendiri jang ingin mendapatkan pudjian Serta kedudukan.

   Sekarkembarpun hendak lari, tetapi langsung pula disekap oleh dua tentara jang ganas.

   Seketika itu tudjuh orang gadis telah dilemparkan keatas kuda, dimana pengendara2 kuda telah siap menerima, Seketika itu pula mereka kabur menudju kebenteng batu-besi.

   Hanja tinggal suara2 djeritan dari gadis itu, berbaur dengan langkah kuda jang makin kentjang meninggalkan pedukuhan Tojagumelar.

   Beberapa orang ibu rmenangis sedjadi-djadinja dan beberapa lelaki menggerutu tetapi sarna sekali mereka tak berdaja.

   Bahkan para pengawal jang menjamar itupun pura2 memaki-maki.

   Ada memang maksud memaki maki itu agar perasaan membentji kepada benteng batu besi makin berkobar dan satu waktu tinggal menjalakan perasaan itu untuk maksud jang baik.

   Seorang pengawal berteriak;

   "Awas, biar aku tidak punja apa-apa. Satu waktu akan kulawan mereka itu perampok2 perempuan. Tjoba kalau demikian terdjadi dalam waktu sebulan. Akan bagaimana nasib keadaan kita? Kalian bisa bajangan bila Tjindewangi kalah dalam peperangan ini , apakah jang akan terdjadi kemudian dengan gadis2 kita?."

   Teriakan ini ternjata memang mendjadi permulaan jang baik, lelaki2 langsung terbakar kebentjian dan kehendaknja untuk satu ketika mengadakan perlawanan habis2an.

   Salah seorang berteriak "Ja memang harus demikian.

   Aku akan kerahkan seluruh lelaki disini jang sanggup, untuk bergabung dengan Tjindewangi.

   Tetapi kau tahu dimana untuk bisa bergabung."

   "Aku akan memberi kabar kemari djika keadaan memungkinkan,"

   "Kau akan bisa menghubungi."

   "Aku akan usahakan.-185

   "Mereka dimana?"

   "Tahu sekarang.

   "

   "Kau berdjandji akan kembali kemari?."

   "Ja."

   "Kau benar2 akan ikut merebut benteng laknat itu.

   "

   "Aku berdjandji. Sebab kau tahu ketjuali aku tidak senang akan perbuatan ini kekasihku jang dari ketjil kusajang, kini telah lenjap digondol perampok itu. Kau tahu bahwa hal ini tentu tidak aku sendiri? Banjak dan makin banjak lagi setiap hari bertambah dan tidak akan ada hentinja.

   "

   Wulungseto telah mendapat kabar mengenai telah ditjuliknja Tjindewangi oleh pengawal2 Singolawu, daiam hati bangga tetapi djuga tjemas.

   Tjemas bertjampur haru, haru bertiampur perasaan gairah tjinta jang makin menggelora, karena desakan hati nurani lelakinja.

   Bahwa dialah jang sanggup dan mampu mentjinta dan ditjintai sescorang jang bernama Tjindewangi.

   Seorang wanita jang mempunjat kehidupan dan pergulatan tersendiri, ialah api hidup dan api tjta2 jang tak kundjung padam.

   Dan ketika terpandanglah lembah lembah jang terbentang dikaki gunung Tunggal, terbentang djau sampai kebatas pandang mata diarah selatan, arah timur dan barat dimana dibalik batas adalah laut, laut dan laut.

   Terbajang di-angan Wulungseto betapa djaman jang akan datang.

   Djaman dimana ia akan mempunjai kesempatan memimpin rakjat gunung Tunggal kearah kehidupan jang lebih baik.

   Mempunjai kesempatan dimana ia akan mampu memadukan kekuasaan, tjinta dan api hidup dari djaman kedjaman.

   Ja,memang djelas tergambar bagaimana djaman itu akan mendatang.

   Tetapi apakah saat terachir ini akan bisa dilampaui Wulungseto belum tahu dan apakah Tindewangi akan bisa kembali berdampngan ? Ataukah ia akan menemui majat Tjindewangi jang hantjur dilemparkan keluar benteng batu besi.

   Semuanja ia belum tahu.

   Wulungseto hanja tahu bahwa apa jang dikerdjakan tidak sia2.

   Artinja kekuasaan keradjaan Gunung Tunggal jang buruk itu telah bisa ditenggelamkan.186 Memang belum djelas kehantjuran keradjaan Gunung Tunggal sebab radja sendiri belum dibetemukan apakah mati atau hidup, Benteng batu-besi belum direbut dan jang terachir ia harus menghadapi Keradjaan Laut Selatan jang belum tentu bersedia hidup berdampingan sebagimana sekarang berlangsung.

   Sebab dia akan merubah sernuanja dan Keradjaan Laut Selatan belum tentu menerima atau menjenangi perubahan ini.

   Kebetulanlah pada waktu kesangsian ini mulai merajap, Ki Ageng l'unggal jang telah didjemput dari padepokan Gunung Anom setelah meninggalkan padukuhan Tegalmajit, untuk menghimpun rakjat Gunung Anom sebagai tjadangan perlawanan terachir, djika peperangan tingkat sekarang ini menemui kegagalan.

   Wulungseto tidak bisa lagi menguasai perasaannja, dan diluar kebiasaan Wulungseto langsung memeluk Ki Ageng Tunggal dan keduanja tanpa disadari telah menitikkan air mata.

   Air mata keharuan paling dalam antara dua orang pedjuang jang telah ber sama2 sampai dititik achir pergulatan, tinggal melampaui titik itu jang menentukan apakah mereka bisa berachir baik atau sama sekali buruk.

   Apa jeng diucapkan pertama kali Ki Ageng Tunggal sangat sederhana tetapi begitu menjentuh perasaan Wulungseto.

   "Bagaimana? Kau sehat2 ?"

   Sama sekali Ki Ageng Tunggal tidak mempersoalkan Tjindewangi jang sudah dalam pergulatan terachir bagi hidup matinja. Sama sekali tidak, se- akan2 semuanja itu telah sewadjarnja terdjadi. Kemudian ditambahkan lagi keterangannja.

   "Rakjat Gunung Anom telah siap. Tinggal menanti perintah kapan mulai peperangan kembali. Kukira tidak ada perubahan dalam rentjana kita, ialah tingkat terachir ini, ialah menunggu bagaimana kabar Tjindewangi dalam benteng batu besi itu."

   Walungseto terpaksa tidak dapat menguasai kegelisahannja.

   "Bapak jakin bahwa Tjindewangi akan selamat ?"

   "Tidak."

   "Oh."

   "Tetapi masih ada djalan lain, djika dia terpaksa mendjadi korban. Memang berat bagimu. Ja, memang begitu kenjataanja, aku tidak bisa mengenakkan hatimu dengan berkata lain.-187

   "Ja. Saja merasa, seharusnja begitu."

   "Tetapi aoakah hendak kita sesalkan, bila sedjarah menghendaki begitu."

   Wulungseto sesaat mendiadi gusar dalam hati, tetapi kemudian ia mengetahui bahwa Ki Ageng Tungga memang lebih bak berkata begitu dari pada mendjauhi kenjataan, hanja untuk menghibur diri.

   kemudian terasa bahwa utjapan lebih menguatkan hatinja, lebih menguatkan dan kemudian perlahan2 kesangsian itu lenjap.

   "Sekarang soalnja hanja bagaimana memenangkan peperangan. Tjindewangi kembali atau tidak. Dan perasaan ini terlontar kepada Ki Ageng Tunggal tanpa sedikit kesangsian."

   "Ja, menang begitu, Mangkin memang tidak harus kembali Tjindewangi.

   "

   "Soalnja benteng batu besi, bukan benteng kemanusiaan lagi. Melainkan benteng dimana hidup sisa2 dari Keradjaan lama jang mungkin akan lebh parah lagi, karena terdesak masalah2 lain. Itu djelas. Dan apakah jang kita khawatirkan?"

   Perasaan sangsi ini, begitu terasa pada Wuungseto dengan hampir tidak hanja penghuni istana Gunung Tungal, tapi lebih2 bagi Karangselo, Wiroseno dan jang lain2, sedjak kabar bshwa Tjindewangi telah berhasil menjamar scmebagai penduduk pedukuhan Tojagumelar, dan ikut serta ditjulik oleh pengawal2 Singolawu.

   Karangselo dan Wiroseno sama sekali gelisah, apa lagi setelah Karangselo sempat berbitjara pandjang lebar dengan tentara buangan dari benteng batu besi jang mentjeriterakan dengan nada kebentjian dan kemuakan.

   "Pokoknja begini Panglima. Dalam benteng itu seluruhnja setan"

   Setan jang memuakkan.

   Tjoba? Damarsungsang.

   Seorang jang masih muda.

   Tjakap dan djudjur bahkan Damarsungsang telah menjelamatkan Singalawu dari maut masih djuga dilemparkan kedalam kolong benteng, dan hukuman mati mestinja sudah didjalankan.

   Kemudian panglima Tunggulwono, diedjeknja dengan tjara dia harus bersumpah, belum lagi sakit hatinja itu sembuh barang kali, sekarang dia meringkuk dalam kolong.

   Tiap malam entah berapa gadis ditjulik, Panglima bisa bajangkan sendiri untuk apakah gadis2 itu ditjulik dan dikumpulkan dalam benteng itu.-188189 Tentara buangan itu merasa longgar hatinja setelah mengutjapkan semua kedjengkelannja, tetapi djuga diachiri dengan kata2 kesangsian berbaur ketakutan.

   "Tetapi memang berat mengalahkan Singalawu Panglima. Djika mereka itu tidak keluar dari benteng, apa lagi? Apa jang bisa kita kerdjakan dari luar untuk membunuh Singalawu?"

   Hingga achirnja Karangselo berunding dengan Wiroseno "Bagaiana pendapatmu Seno? Apakah jang harus kita kerdjakan untuk mendjaga kemungkinan kegagalan Tjindewangi?"

   


Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung Pendekar Kembar Karya Gan KL Pertarungan Dikota Chang An Karya Wen Rui Ai

Cari Blog Ini