Ceritasilat Novel Online

Gembong Kartasura 2


Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo Bagian 2



Gembong Kartasura Karya dari Sri Hadijojo

   

   "Nah, baiklah denmas, berhati-hatilah dalam segala tindakanmu. Nasib seseorang adalah hak Tuhan, bukanlah manusia rendah yang menentukan. Segala sesuatu adalah terjadi karena kehendak maha Agung, maka menyerahlah bagian manusia, setelah berusaha sebaik mungkin."

   "Restuilah aku, guru ... semoga aku dapat berbuat bijaksana!" **** BAGIAN V SEBAGAI PEMUDA ganteng yang sudah berilmu tinggi sekali, denmas PURBAYA meninggalkan ibu kota negara Mataram Kartasura umuk sementara waktu, guna menghindari semgketa demgan keluarga keraton, demi keselamatan dan keutuhan keluarga kepangeranan PUGER. Dua puluh bulan kurang-lebilnya, ia mendapat gemblengan lahir-batin dari ajar CEMARA-TUNGGAL yang berjulukan si KUNYUK-SAKTI, seorang tokoh terpendam luar biasa, dilereng gunung Lawu, Berbulan-bulan ia menekuni pelajaran gurumya, menyesuaikan matram dengan pengerahan tenaganya, diruntutkan dengan gerak jurus-jurus saktinya, dibangun dipelihara didasari tarak-brata .... ruaka tanpa disadArinya meningkatkan ilmunya dari taraf sare'at dan tarekat kepada hakekat. Ini berarri, bahwa ilmunya dengan Tata hidupnya lahir dan batin telah menjadi satu. Keruan saja yang kini melunrjur pesat sebagai kilat, menuruni lereng gunung angker itu, adalah denmas Purbaya, macam pemuda baru yang luar biasa yang sudah tidak terukur lagi kemampuan dan kedigdajaannya. Kadang-kadang badannya yang tinggi tegap, kokoh kekar, padat-rapat itu, nampak sebagai terbang diangkasa, bila pemuda itu meloncati tebing-tebing, jurangjur.mg atau relung relung mengerikan, untuk memperpendek perjalananya. Tambahkan kumis dan bulu dagunya yang mulai melebat .... Pasti saja orang yang melihatnya dikala itu akan mengira, bahwasannya raden Gatutkaca, tengah melajang-lajang diaugkasa raya. Demikianla, kesan yang timbul dihati seorang tua, berpakaian serba kain lurik wama kelabu, bertongkat trisula (tombak bermata tiga), yang tengah berjalan memdaki gunung seenaknya, tetapi yang sebenamya cepat sekali itu. Waktu melihat Gumam orang tua tanpa terasa "Hei hei mana bisa raden Gatutkaca masih berkeliaran diangkasa pada jaman manusia waktu sekarang. Hmm .. .. .. ...orangnya masih sangat muda. Aih, hebat benar perawakannya, demikanlah agaknya, wujud Gatutkaca jaman Purwa itu ...... Siapakah dia ini? Pemuda sakti dari mana dia dan apa perlunya pula bergentayangan di lereng gunung. Hmmm ......... aah, ......... mungkinkah dia ini murid tunggal si Kunyuk-sakti ..... hebat-hebat......... dalam asuhan guru sakti, tak ada murid yang lemah, teranglah dia ini pasti murid Kunyuk tua itu. Bagus-bagus ..... memgapa tak kucoba kemampuannya, untuk dinilai sekaligus."

   Dari jauh denmas Purbaya melihat seorang tua bertongkat jatuh tergelincir masuk ke dalam jurang yang dalamnya tidak kurang dari lima meteran.

   Sayang ...

   sekalipun ia dapat terbang benar, tidaklah ia dapat mencegah omng tua itu terperosot jaiuh, karena jaraknya masih terlalu jauh dari tempat orang itu berada.

   Celaka-teriak pemuda itu itu, saking ngeri melihat tubuh seorang kakek terjatuh dari tempal yang cukup tinggi, untuk memdapat luka parah.

   Dan dalam beberapa loncatan saja sampailah ia pada tebing curam tersebut.

   Ternyata dasar jurang luas juga, kira- kira 4-5 meter.

   Disilulah orang tua tadi tedihat terlemtang tanpa gaya lagi layaknya.

   Terjunlah demmas Purbaya demgan gaya yang entemg sekali kedalam jurang untuk segera dapat memberi pertolongan kepada si celaka.

   Tetapi siapa tahu .....

   baru ia mengulurkan tangan hendak memjamah orangnya, kakek itu sudah melenting ringgi sambil menampel tangan yang hendak menolongnya, demgan mata melotot bengis.

   Setelah kakinya menginjak tanah, segera ia mengambil sikap memusuhi si pemuda.

   Demmas Purbaya yang sekarang itu, bukanlah pemuda yang baru datang dari Kartasura dulu ......

   bagaimana cepat orang menyererangnya, dalam keadaan tak berjaga-jaga, mustahil orang dapat menyentuhnya, hanya karema kepekaan prrasaannya yang terlatih baik sekali itu.

   Maka tampelan kakek itupun lewat tanpa memyentuh tangan yaing dijulurkan walaupun hanya selisih setemgah senti saja Sudah barang tentu kakek tua itu memuji demgan perasaan kagum dalam hatinya, karema pemuda itu dapat menghindar dari tampelan tangannya yang digerakkan gesit luar biasa.

   Denmas Purbaya-pun tak luput dari perasaan kaget, tiba-tiba merasakan samberan angin keras sekali kearah lengan yang diulurkan.

   Baiknya jurus palwaranu telah menjadi darah dagingnya, dapat bekerja otomatis dan cepat hingga dapat mengikuti, arah samberan anginnya beberapa senti untuk kemudian mengelak, dengan memiringkan lengan itu maka bebaslah ia.

   Kini pemuda itu sudah berdiri berhadapan dengan orang yang menyerangnya secara aneh tadi.

   "Hai .... mengapa dia masih dapat bergerak secepat ini pikir pemuda itu setengah tidak percaja .... Menilai gerakannya, dialah seorang sakti sekali ... Mengapa bisa terjatuh dijurang? Meloncat dari keadaan celentang, hanya dengan melenggangkan badan, sambil menampel tangan orang masakan dapat dikerjakan orang biasa? Hmm .... agaknya orang ini mempunyai kehendak tertentu apakah itu?"

   Kakek itu membentak keras dengan menudingkan tongkatnya .

   "Kau mau apa .... huhhh, pemuda tak tau malu .... , Kau mau rampas barangku ...... kau kira aku sudah mampus, bukan? Wah, kok enak ya, menghendaki barang orang tanpa keluar uangpokok, alias merampok. jangan kira aku takut padamu, Ya!"

   Jawab pemuda itu sambil membelalakkan mata tidak mengerti.

   "Tidak pak, tidak ... ak-ak ... aku tidak hendak merampas barangmu, aku bukan perampok, Sebenamya .... eh, sebenamya . eh ....!"

   "Eh, eh- apa kalau tidak mau mengambil barangku, Huu-uh, memalukan anak muda jaman sekarang, pengecut tanpa guna. Jangam bersikap pura-pura ya, terhadap aku si orang tua. Masakan aku tidak tahu kehendakmu itu ?"

   "Kakek, jangan menuduh orang sembarangan saja. Yang benar aku hendak menolong bapak ini. Dari jauh aku melihat bapak terjatuh kedalam jurang. ltulah sebabnya aku juga berada disini. Tetapi temyata bapak tidak mendapat luka, maka sebaiknya aku melancutkan perjalananku saja.

   "Nah, sel ...

   "

   "Hei .... tidak - tidak bisa begitu mudah selesai urusan kita ini. Kalau kamu kulepaskan begitu saja mana kamu tidak akan menjadi momok masarakat, merampas disini, merampok disana, berbuat sewenang-wenang menuruti kehendakmu sendiri saja!"

   "Tidakkah bapak ini aneh sekali, apanya yang masih harus diselesaikan . atau, adakah kehendak bapak yang tertentu terhadap diriku!?"

   "Huh .... maksud apa-apaan .... yang benar ... saja, aku ingin memberi pelajaran kepadamu, supaya jangan sok suka bertangan- panjang, menginginkan milik orang lain!"

   "Terima kasih, pak tua ... , pelajaranmu itu pasti akan kupedomani selalu."

   "Mana bisa pemuda sepertimu dapat mengingat-ingat pelajaran orang tanpa iringan yang mengesankan bagimu!"

   "Lalu .... bagaimanakah bentuk iringan mengesankan yang pak tua maksud itu?"

   "Ha-ha-haa .... apa lagi kalau bukan tiga kali tamparan dan tiga kali gamparan keras, untuk merekatkan pelajaran itu pada tubuhmu!"

   "Ah, agaknya itulah maksnd pak tua yang tertentu kepadaku. Nah .... baiklah, silahkan kakek melalukannya. Hanya ketahuila, bahwa aku akan mempertahankan diri sedapat mungkin secara orang-laki-laki, aku merasa tidak bersalah."

   "Boleh-boleh.... kalau kau mampu saja berbuat begitu."

   Habis berkata demikian orang tua tersebut yang sebenamya Kyai Harga Dumilah atau HARGA-BELAH bemama ajar HADISUKSMA, lalu mengibaskan kedua lengan bajunya "but-but cepat sekali berturutan.

   Angin santer sekali menyambar kearah denmas Purbaya yang nampak melangkah surut selangkah lalu mengegoskan badannya kekiri dan kekanan mengikuti arah dan gaya pukulan tadi, Bebaslah ia dari inti samberan angin pukulan, sedang kedua tangannya yang melindungi dada dan lambung, sudah bergerak otomatis menghantam dan menindih serangan lawan dari samping blang berbenturanlah kedua angin pukulan sakti itu, maka gempurlah kedudukan kaki kedua pelakunya.

   "Bagus ...... seru HADI SUKSMA, ... temagamu hebat sekali, apakah kau dapat mengimbangi kecepatan ini juga?!"

   Berka ta demikian sambil melancarkan pukulan berantai yang cepatnya sebagai air bah melanda dataran berupa jotosan gebahan- sabetan tangan miring-cengkeraman-rangsangan tusukan jari kesegala arah yang sangat berbahaya.

   Jangankan hingga tersentuh jari orang sakti itu ......

   baru terserempet anginnya saja cukup memberi kesan sebagai disajat pisau tajam.

   Terapi jurus PALWA RANU pemuda gemblengan itu, bukanlah jurus yang terlatih biasa saja, melainkan sudah menjadi ilmu seurat sedaging dengan pemudanya, maka ajar Hadisuksma boleh mempercepat gerakannya bila masih dapat neningkatkan kecepatannya .

   pastilah tidak akan menjadi halangan bagi pemuda luar biasa ini.

   Semakin lama bertempur, semakin menjadi kagumlah orang tua itu.

   Sudah berkali-kali ia menggunakan jurus istimewanya.

   Srikatan menyambar walang (burung srikatan menyambar belalang), namun jurus inipun tiada berguna, karena ditimpali nya dengan jurus Prenjak tinaji oleh lawannya.

   Sudah lebih dari satu jam mereka mengadu tiasa, keras lawan keras, gesit lawan cepat tipu lawan siasat, maka pertempuran itu kian menjadi seru demgan kecepatan yang mengaburkan pandangan mata.

   Keduanya berusaha keras untuk menindih kekuatan lawan, namun hingga sekarang mereka masih berhautam seimbang.

   Perbedaannya hanya nampak pada sikap masing-masing setelah bertanding lama iiu, Denmas Purbaya kian menjadi bersemangat, mantap gagah dan garang berseri-seri, sedang dipihak lain kian nampak tenang, penuh semangat tetapi juga sangat berhati-hati dan cermat menghemat tenaga dalam pertahanan gigih.

   Hingga disitu sebenamya tahulah ajar Harga Belah, bahwa pemuda ini sekurang-kurangnya dapat mengimbangi kekuatannya sendiri, malahan masih mempunyai segi-segi keunggulan.

   Tetapi ia belum lagi mau menghentikan percobaannya...

   ingin benar ia tahu hingga manakah pumjak kemampuan pemuda asuhan sahabatnya, si Kunyuk Sakti itu, Masih ia memancing-mancing serangan atau pertahanan denmas Purbaya.

   Maka celakalah tebing-tebing jurang dimana mereka bertempur itu, terpaksa mengalami perubahan tergempur di beberapa tepinya, batu-batu gunung wadas-wadas yang terdapat di dinding relung itu, banyak yang terbongkah dan pecah berhamburan karena pukulan- pukulan istimewa.

   Lebih hebat lagi kerusakan dinding jurang waktu denmas Purbaya mulai mengunakan jurus.

   BUMl GENJOT GONJANG-GANJlNG jang tidak tanggung-tanggung kehebatannya ......

   biarpun pemuda itu hanya mengunakan dua jurus saja, yaitu jurus Bumi Genjot dan Bumi Gonjng Bagaikan hujan batu besar- besar dari mulut jurang tadi yang melurug kebawab membawa serta batang-batang pohon yang berada dijalanan.

   Repotlah Kyai Harga-belah, menyelamatkan diri dari pukulan- pukulan geledek pemuda itu, yang anginnya meajesakkan napasnya, menindih tenaganya bagaikan menahan tubuhnya tugu-baja.

   Dengan meloncat jauh-jauh, baru ia merasa agak bebas dari gangguan tenaga sakti lawanya.

   Benar benar ia menjadi sibuk sekali, karena dengan menghindar sejam demikian, pastilah segera ludas kekuatannya, dipergunakan berlehih lebihan itu.

   Hampir saja ia hendak berseru mengaku kalah saja, tetapi terdengar teriak orang mendahulumja.

   "Tahan seranganmu, denmas."

   Tahulah Purbaya, bahwa yang datang menyela itu, gurunya sendiri.

   "Ah. paman guru pasti tahu, siapa lawanku bertempur ini,"

   Demikianlah ia berpikir. Kini muncullah ki Ajar Cemara-Tunggal dari balik batu menonjol, dalam jurang itu, entah bagaimana datangnya. Dengan senyuman lebar berkatalah ia.

   "Heh-heh-heh sudab puas menjajagi kekuatan muridku, kakek pikun Harga-belah ..... Ha- h.a, untung kamu hanya diberondong dengan pukulan Bumi genjot dan bumi gonjing, saja .... heh-heh-heh, kalau disertakan pukullan gabungannya .. bumi genjot-gonjang-ganjing, dimana kamu dapat menaruhkan kepalamu yang sudah botak itu, pikun ... ?"

   "Aih, hebat, ... hebat, kau benar Kunyak-tua, muridmu itu bukan tandinganku, tetapi dalam jangka waktu setengah tahun lagi saja . , huh-huh-huh ..jangan harap, kau masih tahan akan terjangannya, jya ...."

   "Tak usah lama-lama, sekarang saja aku sudah kalah tenaga kalah luwes dan cekatan. Hmm .... sekarang kembali kepada kau, apakah perlumu berkeliaran sampai disini, pikun.... Tidakkah aku sudah berjanji akan membawa muridku kerumahmu?"

   "Yaaaah, aku ingin menyengukmu, Kunyuk .... sudah lama sekali kita tidak bertukar pikiran. Kecuali itu aku ingin juga melihat pemuda asuhanmu yang di-puji-piji oleh si Jaka Bluwo, si bisu, Sumber Pustaka . Gunawan Aj Pdf image . Gunawan Aj
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Nah, sekarang puaslah hatiku .... dan, jaaah .....mana dapat murid- muridku merendengi pemuda ini. Eh, Kunyuk-tua, coba perkenankanlah aku kepadanya!"

   "Aih, pikun .... kau, benar sudah menjadi amat tua, sampai bertempur hampir copot semua anggota badanmu, kamu belum mengenal lawan, bagaimana sih kamu ini? Murid-tunggalku itu bemama denmas Purbaya, putera Pangeran Puger, yang menjadi sahabatku. Sebelum denmas berguru kepadaku, sudah mendapat dasar kuat sekali dari ayahandnya sendiri ... asuhanku hanya bersifat tambahan dan memperkokoh dasaran saja."

   "Bagaimana kau sudah berhasil, Kunyuk-tua, baguslah!"

   Purbaya hanya tersenyum saja seraya membongkok hormat kepada bekas lawannya, yang temyata sahabat karib gurunya itu.

   Berkatalah ajar Hadisuksma.

   Terima-kasih denmas .....

   kau benar-benar hebat.

   Tidak lama lagi, denmaslah jago nomor satu diantara gembong-gembong para sakti di bawah bentangan langit ini.

   Sertakanlah kebijaksanaan dalam segala tindakanmu nanti, pastilah peri kemanusiaan mendapat manfaat besar dari tokoh sepertimu ini."

   "Terima kasih alas petunjukmu paman Hadisuksma!"

   "Heii, Kunyuk-tua .... sudahkah muridmu itu mempunyai nama julukan? Apakah gerangan yang pantas sekali, baginya. yang semuda ini, tetapi sudah memiliki kemampuan yang sudah sulit diukur lagi itu .... Bila saja sudah agak tua dikit, PANEMBAHAN lah gelarnya!"

   "Eh, jangan sekarang disebut begitu nanti bila usianya sudah 40 kesana, baru boleh. Sebaiknya sekarang memakai gelar PUTUT dulu, julukannya PUNUNG, singkatan dari EMPU (ahli / nenek-mojang kesaktian) dan GUNUNG (dari gunung dan bukit bukit) Jadi utuhnya gelar muridku sejak hari ini adalah. PUTUT PUNUNG ..... yang kemudian setelah berumur 40 tahun menjadi PANEMBAHAN-PUNUNG.."

   "Bagus-bagus julukan itu .... aku menjadi saksinya. Nah, denmas .... jaga baik-baiklah nama besarmu yang kau terima dari monyetmonyet pemunggu-gunuug seperti kita-kita, supaja jangan temoda. nama pemberian kami ini.

   "Terima kasih paman berdua, demi kehormatan paman berdua, akan kujaga nama itu baik-baik, legakanlah hatimu!"

   Kini majulah ajar Cemara Tunggal dengan wayah berkerut angker.

   "Muridku yang baik, sekali paman memesan ...... apapun yang terjadi, baik atau buruk dalam pemilaianmu itulah kehendak Maha Agung, yang pasti paling baik baik, bagi semua orang, juga baik untuk denmas. Mungkin manusia tidak segera dapat mengerti kehendak Tuhan itu. Justru tidak segera mengerti itulah maka orang t1dak boleh lekas berputus asa, atau memikir yang tidak-tidak. Hanya kesabaran dan ketahanan hatilah yang dapat mendekatkan kita kepada kebenaran sewajamya!"

   "Terima kasih paman, semoga aku tidak mengecewakan harapanmu. Sekarang, restuilah aku melanjutkan perjalanan kekota, menemui keluargaku!"

   Menyembahlah ia kepada gurunya, kemudian membongkok hormat kepada ajar Harga Belah terus melesal pergi dari depan mereka, meluncur pesat menuruni leremg gunung Masih terdengar gumam ajar Hadisuksma lirih.

   "Aih ... semuda ini, sesakti .itu ...bila sampai bertindak menyeleweng, apakah jadinya dunia ini ..... siapakah tandinganya. Kunyuk-tua, hal itu banyak sangkutpautnya dengan gemblengan serta asuhanmu."

   "Hmm .... semoga saja, muridku keluar dari kancah perjuangannya sebagai kesatria sejati, berpedoman kepada Tuhan Maha bijaksana, berpegang teguh pada azas kemanusiaan amin amin-amin "

   "Amin .!"

   Kata kyai Harga Belah juga. Berkatalah ajar Cemara Tunggal.

   "Tahukah kamu, bahwa jagad Mataram dewasa ini sedang dibayangi kabut yang membahayakan?"

   "Kunyuk tua .... tidakkah kamu sedang melihat hantu disiang hari bolong dengan ucapanmu itu?"

   "Pastilah aku tidak sedang mengigau dalam soal yang segawat ini, Tahukah kau tentaug perangai dan kebiasaan calon yang akan mengganti raja Mataram nanti? Peernhkah kau mendengar tindakan- tindakannya yang selalu menyimpang dari kebijaksanan?"

   "Biarpun tidak banyak akupun mendengar juga bisik-bisik orang menembus asrama pertapaanku. Kau ..... yang sok suka datang dikota, apakah ramalanmu mengenai soal tersebut?"

   "Selagi raja yang sekarang ini masih hidup ... masih ada pula tali-kekang yang dapat mengekang penyelewengan besar, Tetapi raja wafat nanti ..... pastilah segera terjadi hal-hal yang sangat mengerikan, karena berpangkal kepada dendam kesumat dan kebecian yang sudah lama terkandung!"

   "Apa atau siapakah yang akan menjadi sasaran utama penyelewengan itu, kunyuk?"

   "Itulah mudah sekali dimengerti .... siapakah yang sangat dipandang-pandang orang .... siapakah GEMBONG KARTASURA, yang pemah berani bertahan terhadap terjangan kraman jaman Trunajaja ... yang tak sudi minta bantuan Kumpemi dulu?"

   "Bukankah itu pangeran PUGER?"

   "Tidak usah kau sebut-sebut namanya ...... siapapun tahu orangnya."

   "Apakah kiranya yang akan terjadi kemudian ... ?"

   "Pikun.. jangan lancang mulut, mendahului kejadian .... diamlah kau, sukur suka berdoa, supaya tidak terjadilah hal-hal yang pasti membawa kerusakan negara."

   "Baik-baik . mari kita pergi kepertapaanmu saja, boleh kita melanyutkan bertukar pikiran ini, sambil menikmati singkong bakaranmu nanti!" **** BAGIAN VI Siapakah yang tidak tahu bahwasanya Kartasura dan seluruh negara MATARAM, pada waktu itu, yakni kira-kira 20 bulan dari permulaan pengembaraan denmas Purbaya .... tengah diliputi suasana gawat, karena sikap Baginda melindungl orang buruan Kump em, ialah Un tung Surapati. Musuh yang dikejar-kejar oleh Belanda itu, dibiarkan masuk ke Kartasura, malahan mengungsi untuk memulihkan kekuatau dan melegakan nafas, Apalagi pelarian dari Jawa Barat itu mendapat penghormatan dan penghargaan dari sri Sunan. Tidakkah itu berarti membanru musuh Kompeni yang menjadi sahabat Mataram? Sikap yang demikian ini pasti saja mrrenggangkan persahabatan Kartasura demgan pihak Kompeni. Karena Sri Sunan Amangkurat II (Amang Amral) tidak mau memangkap dan menyerahkan Untung Surapati kepada Kumpe.ni itu, adalah memjalahi pereljanjian persahabatan Mataram, dengan Kompeni Belanda, sejak sri Sunan didudukkan kembali sebagai raja Mataram, setelah Trunajnya dapat dikalahkan. Perjanjian saling membantu menghadapi itu sudah dilanggar oleh pihak Kartasura. Lebih nyata lagi sikap Kartasura, waktu utusan Kompeni yang dipimpin oleh kapten Tak, datang di ibu kota untuk menangkap Untung .... Karena bekas perwira Belanda itu melawan laskar utusan, maka terjadilah pertempuranan antara pemgikut Untung demgan pihak Beelanda. Pada waktu kacau itu, laskar Kartasura pura-pura ikut bertempur juga, namun kerjanya malahan menjadi penghalang kelancaran serangan-serangan Bedanda melulu. Berkali-kali regu-regu Belanda menjadi rusak berantakan, karena memghadapi musuh dari depan dan musuh dalum selimut itu, berupa terjangan orang-orang Kartasura, yang katanya salah hantam karena kacau kiblatnya. Dalam pertempuran itu, gugurlah kapten Tak, yang membawa akibat tidak baik kepada laskar utusan terpaksa gagal dalam tugasnya ..... Untung berserta pengikutnya dapat meninggalkan Kartasura dengan selamat, melanjutkan petualangan mereka kearah Timur, (Patut disebuikan disitu, bahwa kaptin TAK adalah salah seorang perwira yang pemah mendirikan jasa dalam peperangan Trunajaja.) Maka dapat dimengerti tentang kejengkelan pihak Kompeni terhadap Mataram. Dengan kejadian itu, sudah .pasti terembetlah Kartasura menjadi kian hangat buminya, kian terasa menyesaklah udara jang merungkup bumi Mataram ..... membuat perasaan kurang tenang dan bimbang. Bersikap sangat waspadalah yang paling benar bagi anggota pemerintah ... Untuk menjaga segala kemungkinan, dipanggil dan diaktifkanlah pasukan-pasukan cadangan negara. Menjadi bertambah ramailah keadaan di Ibukota karena tambahnya penduduk baru, anggota laskar, Penjagaao kota lebih diperkuat dari biasanya, Sampai ditempar- tempat yang dimasa damai tidak diperhatikan dan tidak pula dijaga, kini selalu disambangi oleh regu-regu berkeliling, dipimpin oleh punggawa berpangkat ngabehi atau kliwon. Dapat pula dibajangkan kesibukan para pembesar praja, lebih- lebih mahapatih, raden adipati KUSUMABRATA ..... jang memikul tanggung-jawab terbesar diantara para pembesar itu. Demikian pula para pembantunya. LIMA-SERANGKAI, yang biasanya disebut- Pancaniti-ialah. Pembesar bagian Keamanan dan Ketenteraman. Pembesar bagian Pembiajaan. Pembesar urusan Kedalam dan Keluar. Pembesar urusan Kebudajaan dan Agama. Pembesar urusan Keluarga Kraton dan Kepegawaian. Sebenamya orang yang paling tepat untuk menjabat Pembesar bagian Keamanan dan Ketenteraman .... adalah pangeran PUGER, tokoh terbesar di Kartasura, yang sangat disegani dan disukai orang banyak dan para ksatria yang kebanyakan, dimulai kemampuannya dalam kalangan para sakti- manraguna. Bukankah orang tahu, bahwa pangeran Puger lah satu-satu putra Sunan Amangkurat Tegal-Arum (Amangkurat I) yang berani bertahan mati-matian, melindungi gengsi keluarganya, karena terpaksa leres dari KRETA dulu? Sunan Tegal Arum lari beserta pengikut-pengikutnya, termasuk pangeran dipati Anom (sekarang Amangkurat II). Dikejar- kejar oleh. Trunajaya dan kawan-kawan ..... lari kepada Belanda untuk mmta bantuannya kemudian Sri Sunan Amangkurat I. malah wafat ditengah perjalanan lalu dimakamkan disuatu tempat yang berbau harum. Pangeran dipati Anom yang kini menjadi raja, bergelar Amangkurat II (Amral) setelah mendapat bantuan Kompeni, lalu kembali me musuh1 Trunajaja. Sebelum itu adalah Pangeran Puger seorang yang berani berdiri pada kaki sendiri menghadapi keraman. Hampir pangeran itu berhasil menghalau lawan ....... datanglah pangeran dipati Anom beserta laskar Balandanya, melanjutkan pekerjaan Puger. Musuh dapat dilenyapkan ... dipati Anom diangkat menjadi Sunan Amangkurat II (Amral) ... dari perkataan ADMIRAAL = perwira tinggi sebangsa LAKSAMANA.

   "Jadi pantaslah apabila pangeran Puger diserahi pimpinan keamanan dan keprajul'itan itu, tetapi justru karena keadaan dan kemampuannya itulah ia tidak diangkat dalam jabatan yang terlampau besar kekuasaannya. Pangeran yang gagah-perkasa itu sekarang ini menjabat Penasehat-Agung dan Pantia-Niti tersebut. Mungkin didalam peperangan yang sangat berbahaya ia baru boleh diangkat menjadi senopati laskar Mataram. Pangeran itupun tahu maksud siasat-licik orang terhadapnya, namun ia tidak berkecil-hati karenanya. Sebagai adik jang berbakti kepada kakaknya. la mencurahkan segala daya pengabdiannya. Seujung rambutpun tidak ada niatnya yang bukan-bukan. Memang pada dasamya ia tidak kemaruk akan akan kegemerlapan dunia yang toh tidak abadi ini, ia lebih mengutamakan hal-hal yang bemilai keluhuran jiwa keagungan, ambeg welas-asih-paramarta dan lain sebagainya .. yang bermutu tinggi... Demikianlah sifat tokoh yang kini sedang k1ta centerakan itu .. seorang tokoh masih setengah tua berawakan tegap kuat, berwajh angker-segar, terhias kumis tipis terpelihar~. Wajah yang berwibawa itu kini sedang diliputi awan hihatam, kaenna keadaan negara dan keadaan Baginda yang terserang penyakit lumpuh pada kaki kirinya, Baru saja pangeran itu datang dari keraton, menghadap raja untuk merundngkan soal-soal kesulitan negara dikamar Baginda, sekaligus untuk melihat keadaan geringnya. Waktu itu sudah Jewat tengah malam .... malam seram tanpa bulan, malam yang hanya diterangi oleh bintang-bintang melulu Pangeran Puger nampak dari pintu samping, terus berjalan lambat menuju kekebun bunga dibelakang dalem ka-Pugeran, yang meliputi setemgah halaman bagian belakang Kebun bunga yang cukup luas, itulah tempat kesayangan sang pangeran diwaktu menanggung duka. Bau harum bunga-bungaan selalu membuat tenang rasa hatinya, menjernihkan pikirannya. Biasanya ia lalu terhibur sebagian dari rasa beratnya itu. Terdengar guman lirihnya waktu sudah berada ditemgah kebun tersebut.

   "Hmmm .... keadaan negara kian menjadi ruwed-kaka- prabu entah dapat sembuh dari geringnya atau tidak-sudah lebih dari satu bulan beliau tidak dapat menghadiri pasewakan, sedang pangeran dipati-anom makin suka menuruti kehendak sendirr, yang selalu kurang bijaksana. Aih-aih, Mararam ... apakah yang akan terjadi atas dirimu diwakru dekat ini? Aku harus herusaha sekuat renaga, mencari obat yang dapat menyembuhkan kaka prabu dari lumpuh kaki kirinya .. kemana aku hendak mencarinya itu. Cukup hebatlah penderitaan dunia ini. Tambahan pula nasib buruk anak ajeng Alit yang tinggal menunggu saat kematiannya saja sayang seribu sayang mati dalam usia muda karena lebih suka mati daripada menuruti kehendak kakaknya Dipati Anom yang mengharuskan denajeng Alit bersuamikan salah satu dari dipati manca-praja dengan dalih kepentingan negara.. Hemm benar-benar sulit hidup di dunia ini. bagaimanakah sikap Purbaya nanti setelah mendengar dan mengerti keadaan yang sebenamya Iyaaa . Apa jadinya kemudian terserah padamu ya Tuhantidak sesuatu akan terjadi diluar kehendakMu. Tiba-tiba pangeran setemgah tua itu memasang telinga kearah utara, Indera pendeuguranya yang tajam itu lapat lapat memangkap bunyi derap kuda banyak memdekat lalu menyebar-berkumpul lagi, lalu menyauh pergi entah kemana. Dimasa yang gawat, hal semacam itu sering saja terjadi, mungkin peronda berkuda gerak-cepat atau regu-regu pemghubung berkuda, yang membawa perintah dari markas pusat ke penjaga penjagaan, atau sebaliknya membawa 1aporan dari pos-pos penjagaan maka kurang menjadi perhatian Puger lagi. Namun in memjadi agak gugup karena kagetnya, melihat berkelebatnya sesosok tubuh manusia meloncati pagar tembok cepuri ka Pugeran, terjun didalam taman itu. Menilai tinggi loncatan tubuh itu, dengan gaya keakhlian tiada bercacad, cara terjunnya yang enteng sekali, tanpa mengeluarkan suara sedikitpun...... pastilah tamu malam ini seorang yang berkepandaian tinggi sekali. Pikir orang- setengah tua itu.

   "Apakah kehendak orang ini, datang dirumah orang pada waktu malam pekat semacam ini...... Kawan, atau lawankah dia itu ...... Mustahillah ia seorang kawan, datang berkunjung dengan cara demikian, waktu lewat tengah-malam. Pastilah maksudnya kurang baik. Hmm, hingga manakah kemampuan tamu tak diundang ini, berani gegabah memasuki cepuri orang tanpa ijin!?"

   Kedua lengan Puger yang sejak tadi bersilang dimuka dadanya, tahu-tahu sudah dikibaska kemuka.

   Maka menderulah angin pukulan sakti menerjang sang tamu malam.

   Biar kaget sekalipun, karema baru saja kakinya menyentuh bumi angin pukulan hebat sudah menyambar datang mengancam dada, tidaklah berakibat suatu apa bagi putut PUNUNG, atau demmas Purbaya yang sekarang ini.

   Gerak naluri reflek jurus Palwa ranu sudah berreaksi otomatis, selalu mengimbangi kecepatan arah pukulan lawan dan menindih kekuatannya, hanya dengan melenggakkan badannya sedikit saja ......

   punahlah pukulan lawan bagai ditelan angkasa-raya.

   Senyum haru menghias wajah muda yang berkumis tebal itu, karema segera tahulah putut Punung siapakah yang menyerangnya ......

   ialah ayahnya sendiri.

   Sebenamya ingin sekali ia hendak berlutut menyembah dan mencium lutut orang tua itu kanena rindu- kasihnya ......

   juga karena ingin sekali lekas mendengar kabar keadaan kota yang sebenarrija, lebih-lebih tentang ia memberi gambaran kepada sang ayah, apa yang telah dicapainya dalam berpisahan kira-kira duapuluh bulan itu.

   Dibiarkan saja sang ayah belum mengenalnya lagi.

   Dan ......

   anehnya, tiada terlintas dalam gagasan orang setengah tua yang biasanya sangat cerdik ini, bahwasannya tamu malam yang mampu dengan se-enaknya saja meloncat masuk kedalam halaman, sebagai telah paham saja keadaan di situ ....

   pastilah seorang yang tidak terlalu asing.

   Juga tak terpikirkan, menghubungkan orang yang seolah-olah tahu seluk-beluk rumahnya, dengan puteranya yang telah lama tidak berada didalam kota, Maka bersikap sungguh- sunguhlah pangeran tua itu.

   Kakinya menggeser sedikit dalam kuda-kuda jurus Gineng-jalasengara, jurus Naracabala ......

   yang segera pula dapat di-ubah memjadi kuda-kuda pukulan sakti Guntur-geni, aji andalan ka-Pugeran.

   Gembong Kartasura itu agaknya tahu benar, bahwa lawannya sekarang ini tangguh sekali, melihat caranya memberi perlawanan sebagus tadi.

   Tidak sembarang orang dapat memghadapi jurus Neraca bala yang baru saja dilancarkan.

   Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Orang ini dapat memusnahkannya tanpa memggeser kedudukan kakinya, itulah hebat.

   Segera pula Puger menyerang gemcar sekali dengan jurus Gineng-dialasengara, diselingi pukulan berondongan Neraca-bala, yang cepat lagi dahsyat namun, semua pukulan sakti itu lenyap- musnah tidak berbekas.

   Seperti masuk kedalam gaib bila hampir menyentuh sasarannya.

   Malahan ajian Guntur geni yang panas membara, ampuh luar biasa itu, juga amblas tanpa guna terhadap lawan ini.

   Gerakan-sakti apakah yang dipergunakan tamu malam ini.

   Nampaknya ia hanya menggeraakan tangannya membuat lingkaran- lingkaran besar-kecil, .....

   lurus miring-condong-disebelah badannya yang akan terkena pukulan saja, kemu udian punahlah segala macam pukulan dibuatnya, Benar-benar pangeran Puger memjadi kagum sekali mengalami kenyaraan ini, mau tidak mau ia menjadi kuwatir ....

   lebih-lebih karena musuhnya hingga demikian jauh belum hendak melancarkan pukulan pembalasan, Adakah sikapnya itu berupa tantangan untuk mempergunakan pusaka Baiklah kalau demikian.

   Baru pangeran itu meraba ukiran kerisnya, kjai Gringsing, terdengarlah suara lawannya .

   "Ayah, .... aku, Purbaya menyembahmu."

   Berlututlah tokoh muda itu didepan ayahnya, memdekap lutut orang serta dicimnnya wanti-wanti Haru dan kekaguman, meliputi hati pangeran Puger, maka selintasan kilat ia tak sanggup berkata sepatah juapun.

   Bagaimana ia tidak menjadi kagum dibuatnya, karena orang dengan kemampuan tingkatannya saja tidak lagi mampu melihat bagaimana Purbaya bergerak, hingga tahu-tahu orangnya sudah memyelonong maju mendekap lutumya.

   Misalkan yang menyelonong secepat kilat itu musuh yang hendak membuat celaka orang, apakah jadinya dengan lawan orang itu? Jang dapat dilakukan oleh pangeuan tua itu baru memgelus-elus rambut putera kesyangannya, yag mengombak-ombak disekitar pundak dan leher pemuda gagah tadi, serta mendekap-dekap kepalanya.

   Setelah agak reda harunya, berkatalah Puger dengan suara masih agak memggemtar .

   "Anak Purbaya kaulah kiranya yang datang ini? Anak kau banyak berubah dari waktu kepergianmu, hampir aku tidak memgemalmu lagi. Aih ... Purbaya, badanmu menjadi padat-paseg, kuat demikian bagus bentuknya .. sudah kau biarkan tumbuh lebat kumis dan jengotmu, pastilah itu akibal dinginnya udara tempat yang kau diami. Ah, aku hanya dapat bersyukur kehadirat Tuhan, dan berterima kasih kepada gurumu atas jerih-payahnya meningkatkan kemampuanmu. Ternyata kau hebat sekali sekarang ...Aihaih, aku menjadi puas, sepuas-puasnya, nak."

   "Rama, anak menyampaikan salam dau bakti paman guru kepadamu yah,"

   "Terima kasih, nak ... Adik Cemara Tunggal agaknya baik-baik saja. Belum lama ini dia bermalam beberapa hari disiini. Dan dari gurumulah aku banyak sedikitnya mengetahui temtang keadaanmu didekat puncak sana."

   Berkata demikiau sambil mengacungkan telunjuknya ke arah gunung Lawu.

   "Ayah, bolehkah kini anak menanyakan keadaan ibukota yang sebenamya?"

   "Hmm ...... serba kurang menyenangkan, Purbaya. Renggang dengan kompemi, karena sikap kurang tegas dari Kartasura pihak Surapati juga tidak puas karenanya uwakmu baginda sedang menderita sakti lumpuh kaki kiri, yang keadaannya kian menyedihkan .. .. .. ...dipati anom hanya suka memuruti kehemdak semdiri saja, yang sering tidak bijaksana sama sekali, hinggn banyak orang memgeluh karema tindakannya itu. Kau sendiri akan langsung terkena siasat liciknya ...... Agaknya pangeran dipati-anom sudah mencium baunya, bahwa telah ada hubungan erat antara Alit dengan kau ... maka memdekat datang siasat-kejinya, memaksa Alit harus diterimakan kekepada salah seorang dipati mancapraja melewati kekuasaan uwakmu baginda. Inilah yang sebenamya sangat kukuatirkan, Bagaimana tanggapan- mu terhadap akal picik ini ...... lebih-lebih, karena anak Alit sudah menjadi putus asa, tidak berani membantah perintah ayahnya, yang terkena siasat putra sulungnya. Ketahuilah Purbaja, bahwa anak Alit sudah menderita sakit demikian payah hingga dewa suralajapun tak munzkin dapat menyembuhkannya lagi ... malah kini orang tinggal menanti saat ajalnya anak manis itu .... .. Iya -aaa ...... apa mau dibicarakan lagi, bila sudah harus demikianlah kejadiannya kuatkan dan tabahkan hatimu, jangan kau berbuat yang tidak-tidak, yang pasti hanya menambah keruwetan negara saja, Ingat anakku seorang ksatria, hanya mengutamakan pengabdiannya terhadap rakyat dalam keseluruhan negaranya, pengabdian kepada peri kemanusiaan dan kepada bentuk-bentuk keluhuran yang lain bila perlu dengan memyampingkan kehendak dan keiuginan pribadinya"

   "Yaaah ..... haruskah kangmbok Alit dikorbankan, tanpa pembalasan? Bila Alit berani membuang jiwanya karena cinta kepada aku, masakan aku tidak berani berbuat yang sepadan dengan pengorbanannya itu!"

   "Nah ...... nah, itulah nak yang aku takut-takutkan. Jangan salah talsir nak, aku tidak menakutkan kematianmu, lalu kematian kita bersama ... melainkan menyayangkan negara jang temgah menghadapi keruwetan ini. Coba pikirlah, bila terjadi sengketa keluarga dalam negara, pastilah musuh negara jang lain mendapat keuntungan yang tidak temilai harganya ..... Mereka tinggal duduk bertepuk tangan bergenderang lutut, menggosok disini menggosok disana, achimya usanglah yang digosok-gosok itu ...... dan dengan mudah saja akan putus diiinjak orang. Itulah belum yang paling cilaka coba, apakah yang akan dialami oleh orang-orang dalam negara kita? Peperangan selalu membawa korban banyak, siapakah yang akan terbunuh berserakan itu ...... ? Pasti bukan tokoh-okoh utama ...... kalau toh ada hanya satu-dua, dapat dihitung dengan jari saja ...... Tak urung yang dikorbankan adalah orang-orang kebanyakan, rakyat negara.. .... maka, bila masih dapat dicegah semgketa demikian itu harus dijauhkan dari alam pikiran kita?"

   "Ayah, bagaimanakah keadaan Alit yang pasti itu? Tidakkah kiranya aku diijinkan melihat kangmbok sekali lagi saja ...... Bukankah aku ini saudara sepupunya?!"

   "Tidak mungkin mbokayumu itu dapat ditolong lagi. Sulitlah kiranya kau hendak. melihatnya sekali lagi itu karena keradenayon kini dijaga orang banyak, istimewa tempat Alit beserta bibinya. Itulah kehendak dipati-Anom sedang para pemjaga diharuskan melaporkan siapa saja yang mengunjungi sisakit. Aku, menjadi pamannya saja ditolak ...... masakan kau yang dimata- matai dapat menerobos penjagaan mereka, tanpa mempergunakan kekerasan. Pendeknya habislah hubunganmu dengan putri itu karena dihalang halangi kakaknya."

   Sekali lagi denmas Purbaya bertanya kepada ayahnya dengan suara tandas sekali dirasa.

   "Yah, harus matikah kangmbok Alit itu?"

   "Hmmm ...... Purbaya, penyakit Yayumu sudah kelewat parah, itulah yang disebut orang "kemlurusen atau rusak demi sedikit. yang rusak lebih dahulu itu hatinya, maka kacaulah semua tata-kerja keseluruhan bagian dalamnya, hanya karena hati tidak lagi beres kerjanya. Sudah lama ia tidak dapat makan apa-apa dan segala yang masuk perut demgan dipaksakan, pasti dimuntahkan lagi. Oleh karema itu habislah badan serta kekuatannya. Sudah barang tentu ia tidak akan tahan hidup lama lagi ...... Purbaya, kau harus menguatkan hatimu sendiri. jangan kau turuti bisikan setan dalam segala macam bentuknya. Tabahlah menghadapi tantangan dunia ini, berbuatlah yang lajak sebagai laki-laki sejati, yang berpedoman kepada TUHAN yang Maha Kuasa dan Maha Agung. Jangan sekali-kali kau berani merusak hidupmu sendriri, karena ituluh pemberian Tuhan. Bila harus rusak, biarlah karena kehendakNYA. Bagian manusia ini, adalah hanya membaktikan segala-galanya kepada Tuhan seru-sekalian alam beserta mahluknya ..... Kau mengerti, bukan ...... Purbaya?"

   "Hanya sedikit, Yah, Ingin anak mengetahui dimanakah ada keadilan itu."

   Katanya dengan muka muram.

   "Didunia ini sulitlah dicari keadilan yang mutlak ...... karena yang dirasakan adil bagi seseorang, belum tentu dianggap adil oleh orang lain. Itulah karema manusia sok suka mengetrapkan segala- galanya terhadap perasaannya sendiri. Yang dirasakan menyenangkan dan menguntungkan itulah adil baginya ...... dan yang tidak menyemangkan untuknya, dikatakan tidak adil. ltulah yang sering kita Iihat didunia ini, maka dimanakah keadilan itu harus dicarinya, kecuali kepada Tuhan Yang Maha ADIL."

   Baru sampai disitu pembicaraan ayah dan anak tadi, tiba-tiba terdengar bunyi genta dipukul satu ...

   satu satu, dengan nada tunggal yang sangat menyedihkan sekali dari arah keraton, Itulah pertanda ibukota, bahwa ada keluarga agung jang -berpulang-Suara genta itu segera ditimpali dan di-iring! oleh segala macam tetabuhan yang ada dalam kota Kartasura maka menggemalah lagu memilukan diaugkasa.

   Seluruh isi kota segera ikut berkabung, biarpun belum jelas siapakah keluarga keraton yang meminggal itu.

   Sudah barang tentu ramai dengan mendadak ibukota yang tengah tertidur-lelap itu karenanya.

   Siapakah mau ketinggalan untuk mengetahui, siapakah dari keluarga keraton yang meninggal itu.

   Maka orang t idak usah menunggu lama .....

   regu-regu penjagaan penghubung pos-pos penjagaan membawa kabar-duka dari kedaion ....

   yang meninggal adalah putri raja, yang disebut putri ratu ALlT .....

   sebab menderita gering sudah lama, hampir tujuh bulan.

   Kabar itu pulalah yang sampai kepada kedua orang laki-laki didalam taman ka Pugeran tadi.

   Waktu kabar itu diumumkan dijalan-jalan ......

   tak ampun lagi jatuh tersungkurlah demmas Purbaya menerimanya.

   Sampai dipuncak penderltaan jiwanyalah kabar kematian ratu ALIT itu baginya.

   Maka guguplah sang ayah, berusaha menyadarkan puteranya, baru kira-kira setengah jam komudian, setelah digosok dipijit-pijit uluhatinya, pemuda itu menjadi sadar lagi.

   Bercucuranlah airmatanya setelah ingat segalanya.

   Demikian pula pangeran setengah tua itu terpaksa meruntubkan air matanya karena sedih melihat putra yang masih semuda ini, sudah menerima pukulan batin sebesar itu..

   sulit untuk dihibur.

   "Yah, .. sejak hari ini, aku hanya memakai julukanku saja PUTUT PUNUNG, maka berikanlah namaku Purbaya kepada adikku. Relakan anakmu mengabdi kepada rakjat negara pada umumnya. Bosanlah aku hidup sebagai bangsawan itu."

   Setelah menyembah, melesatlah Punung bagai kilat lenyap dari depan ayahnya.

   **** BAGIAN VII Denajeng ratu Alit, adalah keluarga keraton, tingkat puteri raja.

   Maka jenazahnya harus dikebumlkan dimakam agung, di Imagiri, yang letaknya tidak terlalu jauh dari ibu kota Mataram lama (Jogjakarta ).

   lbu-kota itu kini telah lama dipindah kearah Timur, kira-kira 60 km .....

   Kartasura, sejak penobatan sunan Amangkurat II, yang juga sering dijuluki sunan Mangkurat AMRAL.

   Maka jarak itu pulalah yang harus dirempuh orang membawa jenazah ajeng Alit.

   Sebagian besar jarak itu masih berwujud hutan belukar terseling dengan adanya desa dan dukuh-dukuh lengnng yang masih berjauhan satu dengan yang lain.

   Bila sudah ada jalan- darurat, ....

   Yang mudah ditempuh dengan kereta atau semacam pedati- angkutan, tidak pula berarti jauhnya.

   Halangan terbesar adalah sungai dan kali yang cukup lebar, karema orang terpaksa menyeberanginya.

   Jembatan yang lebar dan cukup kuat, belumlah ada waktu itu.

   Dapat dibayangkan betapa sulitnya perjalanan iring- iringan-duka itu.

   Karena sifatnya dan keburukan jalannya, tidak mungkin lancar majunya, hingga terpaksa harus bermalam ditemgah perjalanan.

   Kecuali itu, bepergian jarak-jauh..

   orang terpaksa harus memperhitungkan pringga-baya perjalanan, lebih-lebih bagi iring- iringan, yang selalu jadi incar-incaran para durjana.

   Bila mereka cukup merasa kuat, pastilah mereka mencoba untungnya, Dasar orang-orang tidak tahu malu bila kalah dalam mengadu nasib ..

   paling-paling hanya angkat langkah seribu, apakah ruginya?.

   yang lebih berbahaya, itu, kalau bertemu dengan musuh pribadi, yang sengaja menghadang dijalan.

   Oleh karenanya, rombongan jenazah ratu Alit, dikawal oleh satuan laskar bersenjata lengkap, dipimpin oleh seorang laskar dipati yang tergolong tokoh utama ibukota malah kepercajaan raja, ialah tumenggung WIRJAPRAJA, dibantu oleh kliwon PRAJATARUNA dan dua orang panewu Harjadikara dan Jajaleksana.

   Banyak prajurir pengawal itu kira-kira seratus lima puluh orang ..

   ....

   bersenjata tombak dan pedang, yang diberi ciri duka berupa bebat putih, Karena masih belum baiknya jalan yang harus ditempuh itu, maka kemajuan iring-iringan tersebut terpaksa harus lambat-lambat pula, dengan irama jalan kaki orang menarik kereta layon menempuh jalan pegunungan.

   Itupun ada baiknya, karena banyak keluarga kraton keputrian yang mengiringkan sampai dimakam nanti.

   Diantaranya ada yang menunggang kuda tetapi yang kebanyakan berjalan kaki ......

   bersama-sama dengan para emban dan inya, dayang dan biti-biti perwara yang bekerja pada putri itu serta bibinya.

   Hari yang pertama ini mereka terpaksa berkemah didekat candi Prambanan, karena sudah lewat waktu Azar.

   Segera mereka mendirikan kemah darurat, untuk beristirahat.

   Ditengah-tengah perkemahan yang mereka dirikan, dibuat kemah terbuka beratap persegi, untuk menempatkan kereta jenazah.

   Pemempatan prajurit dalam perkemahan itu, dibagi atas tiga bagian.

   Lima puluh orang ditempatkan dibelakang kemah jenazah .....

   lima puluh disamping kanan dan yang lima puluh lagi disamping kiri.

   Kemah para pemimpin dibuat dimuka kemah yang dilindungi itu.

   Maka kini selesailah mereka mengatur penjagaannya.

   Ki Tumenggung WIRJAPRAJA menitahkan beristirahat sambil menikmati perbekalan mereka dari kota ......

   sebelum rangsum dari pemerintah selesai diselenggarakan.

   Itulah waktu yang diharap-harapkan oleh orang banyak, melepas lelah dan menangsal perut yang sudah lapar sekali.

   Tetapi benar-benar sial rombongan-duka ini kiranya......

   Baru terlengah seejenak saja, tengah menikmati bawaannya dari Kartasura, datanglah gangguan yang merusak ketentraman mereka.

   Mungkin sekali hal yang semacam itu termasuk siasat musuh, yang tepat sekali, datang waktu orang sedang tidak memikirkan bahaya sama sekali, tahu-tahu sudah datang dari gelap sangat mengejutkan hati.

   Tiga orang bertubuh kuat lagi tegap, berpakaian serba hitam nila, sudah berdiri didepan teratag ki dipati Wirjapraja.

   Berkatalah pemimpinnya dengan lagak sombong sekali .

   "Hei siapakah pemimpin rombongan ini, hayo keluar menemui aku!"

   Serentak berdirilah keempat orang bertanggung jawab iring- iringan, untuk menghadapi segala kemungkinan.

   Majulah dipati Wirja sambil menebak-nebak dalam hati rentang asal-usul ketiga orang didepannya karena tidak mungkin mereka itu berani datang sendirian, pasti membawa kekuatan yang cukup untuk menghadapi laskar bawaannya sendiri, lalu menyawab.

   "Akulah ... penanggung jawab iring-iringan duka ini."

   "Ha ....!"

   Kata pemimpin itu pula dengan mengangkat bibir atasnya mengejek.

   "Ha, jadi kaulah yang dikatakan orang dipati Wirjapraja, bupati mandung yang sakti itu. Konon Mangkurat Amral, pengecut dan begundal Belanda itu sangat percaya kepadamu hah .. Aku kira besarmu sama dengan gajah, hingga digolongkan orang istimewa di Kartasura, ha-ha-haaaak .... tidak tahunya hanya sebegini saja macam orangnya- ha-ha-ha-aak.." (Bersambung

   Jilid 2) GEMBONG KARTASURA KARYA. Pak Sri Hadijojo Gambar Luar dan & Dalam H. Wibowo BA

   Jilid (Empat

   Jilid Tamat) Dicetak dan diterbitkan oleh .

   Percetakan Penerbit SINTA RISKAN Jl.

   Judonegaraan 22 Jogja HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG NO/POL/6 Be 009/Intel/68 Jogja 10-8-1968 GEMBONG KARTASURA PRAKATA.

   Raja Salomo atau nabi Suleiman, pernah dihadapkan dengan tiga pihhan besar, yakni.

   1.

   merniliki kekuasaan yang terbesar, 2.

   merniliki kekajaan yang terbesar didunia, 3.

   memiliki kebijaksanaan yang ter besar didunia .

   Tetapi raja yang baik itu menyatuhkan pilihannya kepada nomor tiga ialah.

   KEBIOJAKSANAAN,...

   maka dengan sendirinya, kekajaan dan kekuasan dunia datang mengerurnuninya.

   Silahkan anda memilih, Hormat penulis.

   GEMBONG KARTASURA

   Jilid 2 BAGIAN I SEBENARNYA dipati Wiryapraja sangat terkejut mendengar perkataan orang itu, pastilah orang ini mempunyai mata-rnata dldalam kota, hingga nampaknya ia tahu banyak keadaan disana.

   Tetapi sekaligus ia menjadi marah, karena orang itu terlalu lancang dalam ucap-ucapannya.

   Berkatalah ki-dipati dengan maju setindak lagi.

   "Siapakah kamu ini tuan Baru kita bertemu sekali ini, sudah berani mengumbar suara yang tidak pantas didengar orang. Adakah permusuhan diantara kita ...... bilanglah, supaya jelas!"

   "Waduh-waduh lagaknya orang kota ini .. tidak suka mengalah dalam berebut bicara. Ha-ha, kau mau tahu siapa aku dengan teman-temanku ini! ..... mungkin persoalannya juga ditanyakan, bukan?. Baik-baik, akan aku jelaskan dengarlah, Aku ini bernama Wiradiwangsa, dari gunung Sewu, temanku yang depan itu bernama Wiradrana ...... satunya lagi bernama Marutala, kedua orang itu dahulu perompak laut, pengikut Montemerano dan Daeng Galesung, pemban tu perjuangan keraman Trunajaja. Dapatkah karnu menghubungkan dendam kita terhadap Mangkurat Amral itu! Nah .. tahulah kau sekarang, bahwa pekerjaanku sekarang ini mengacau kerajaan orang yang kami benci tujuh turunan Amangkurat II, si pengecut.!"

   "Celaka ..!"

   Pikir dipati Wiryapraja.

   "Sama sekali tidak kuperhitungkan brandal gunung Sewu ini. Hmm, lengah benar pemerintah Kartasura terhadap orang-orang macam Wirawangsa itu. Sudah lama mengetahui adanya pergerakan brandal di gunumg Sewu, mengapa diantap saja, malah dianggap sepi lagi inilah jadinya. Pastilah sergapan Wirawangsa ini lebih berbahaya dari gangguan sambang jalan biasa. Tetapi apa hendak dikata musuh tidak dicari, sudah datang didepan mata, pantang ditolak. Maka jawab ki dipati.

   "O, begitulah kiranya, dan kaulah kiranya pemimpin brandal Gunung-Sewu, jelaslah kiranya persoalan kita ini, tetapi sekarang ini kau melihat sendiri, aku sedang mengawal iring-iringan-duka, membawa mayit. Masakan kamu juga tidak tahu akan waril, atau kutukan sesama hidup kepada yang berani merusak dan menyusahkan iring-iringan jenazah, Maka dapatkah kamu mempertangguhkan sergapanmu ini, hingga selesai tugas suci yang aku pikul sekarang, mengubur jenazah putri raja?"

   "Heh-heh-heh pandai juga kau menggoyang lidah mas menggung, hendak mengulur waktu mendatangkan bala bantuan dengan diam-diam, o-ho-hooo Hanya orang segoblok kerbau busuk sepertimu saja dapat kau kelabui mata dan pikirannya dengan segala macam waril dan tabu segala, heheh-heh ...... Kapan aku nanii dapat kesempatan sebaik sekarang ini, untuk sekali-sekali dapat membalas menggebug keparat Sunan yang sangat terhormat itu, bah?"

   "Wirawangsa kalau kau masih mempunyai hati perwira sedikit, aku akan bersumpah untuk menghadapi kamu berserta rombonganmu tanpa minta bala-bantuan. Hanya aku minta dipertangguhkan sampai aku selesai menunaikan tugasku ini, sergaplah kami dalam perjalanan pulang kami!"

   "Ha ha-haak enak benar bicaramu tuan, sekurang-kurangnya kamu sudah tahu bakal bertempur dijalan pulang, hingga kamu dapat bersiap siap, mana lucunya dalam hal semacam itu? Pendeknya hadapilah kami sekarang juga . Atau kita atur demikian saja. Jenazah boleh kau tanam sekarang dan disini, toh sama saja masuk kedalam tanah suci. Kemudian wakililah gustimu itu bertahan terhadap sergapan brandal Wirawangsa dengan teman-temannya dari Gunung Sewu. Eh.. eh .... dipati Wirapraja, jangan kau mimpi dapat melanjutkan perjalanan lagi, lihat itu barisan orang-orangku, tidak kurang dari dua-ratus orang bersenjata lengkap, yang pasti tidak dibawah persenjataan laskarmu. Segera mereka akan menyerang bila mendengar aba- abaku,!"

   "Bagus ...!"

   Kata dipati Wiryapraja yang sudah habis sabar .

   
Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Terangnya aku berhadapan dengan orang-orang tanpa hati-nuran, pula agaknya sudah direncanakan hendak menghina dan merendahkan Baginda sejadi-jadi .

   Hai, brandal hina-dina jangan lancang mulut keterlaluan, ...

   kau kira takut matikah para prajurit Kartasura dibawah pimpmanku ini?, Hanya kalau kepala dipati Wiryapraja sudah menggelindmg ditanah saja, kalian boleh banyak bertingkah dibumi Mataram ini.!"

   "Bagus-bagus tumenggung, kiranya kau .. adalah pemberani juga. Baiklah, kita ini adalah kunci-kunci menang-kalah rombongan masing-masing. Mari-mari ...... sambutlah seranganku ini, mewakili rombonganku!"

   Dengan berkata demikian menyeranglah kepala brandal itu deugan kedua belah tangannya.

   Tangan kanan menghantam kepala, tangan kiri menyambar dada lawan dengan jambakan membinasakan ..

   Angin yang mendahului serangannya berkesiur tajam, hingga dapastikan bahwa pukulannya mengandung tenaga sakti yang berat, Kidipati Wirya cepat menggeser kesampmg sambil membungkukkan badannya sedikit, meluputkan kepalanya dari jotosan, sedang tangan kirinya menangkis jambakan orang ...

   dugg .

   Terdengar suara lengan heradu, keras lawan keras.

   Kedua orang itu meloncat dua langkah kebelakang, untuk membetulkan kedudukan kaki masing masing, karena sama-sama tergempur kuda- kuda mereka.

   Kini tahulah mereka akan kekuatan lawan melalui adu tenaga tadi.

   Segera tahulah ki dipati bahwa kekuatanya.

   kalah seurat dari musuh maka dia harus mempertinggi kelincahan dan kegesitan untuk mengimbangi lawan kuat ini.

   Sebaliknya, ki Wirawangsa ....

   dia menjadi lega sekali dalam hati karena musuh yang dikabarkan sangat sakti itu, ternyata tidak perlu dikuatirkan lagi ....

   rasa-rasanya sangguplah ia merobohkan orang Kartasura ini.

   Maka tanpa memberi kesempatan kepada lawan, ia terus mendesak dengau serangan-serangan, dengan serangan-serangan yang makin seram dan deras,.

   mengajak adu tenaga selalu.

   Tetapi dipati Wiryapraja memang prajurit pilihan lagi sudah kenyang pertempuran .

   biarpun terdesak hebat, tidaklah mudah merobohkannya.

   Malah masih berbahaya sekali serangan-serangan pembalasannya, biarpun hanya sekali-sekali saja Puluhan jurus- jurus hebat dan cepat telah lewat, dipergunakannya untuk menyerang dan bertahan.

   Hanya bila terpaksa bertangkisan, nampak selalu kerugianlah ki dipati Wiryaptaja, karena selalu mental surut heberapa tindak dengan agak menyeringai kesakitan.

   Memang ia kalah tenaga, maka akhirnya ia menjadi kuwatir untuk melanjutkan bertempur dengan tangan kosong.

   Hendak ia mempergunakan senjata ampuh ......

   baru tangannya meraba keris pusakanya, tibalah jotosan keras musuhaja, bersarang kepada bahu kanannya .....

   dugg ......

   "Hayaaaa"

   Terdengar sesambat dipati itu, sedang orangnya mental kesamping lalu jatuh miring memegang bahu-kanannya sambil meringis kesakitan.

   Sekalipun tumenggung itu berilmu kebal, tetapi jotosan Wirawangsa bukanlah jotosan biasa...

   tulang bahu ki dipati masih utuh, namun lengan tidak dapat digerakkan entah untuk berapa lama.

   Ha-ha-ha-haak hanya sebegini saja jago kota yang disohorkan sakti itu, ha-ha-ha-ha..ebbb ........

   mendadak terdiamlah ketawa seram pemimpin berandal itu, Semua orang yang ada disitu memandangnya dengan keheran- heranan, Dari mana datangnya tulang-tulang cakar ayam tiga potong, menelusup kedalam mulutnya, hingga orangnya menjadi kelabakan, seperti polong kena sembur ...

   Baru setelah pecicilan setengah mati, dengan tangan serabutan mengenyahkan tulang- tulang cakar yang memenuhi mulutnya dapatlah isi mulutnya dimuntahkan sernua.

   Tetapi berikut isi perut terkuras habis ...

   dimuntahkan semua.

   Walaupun orang menjadi geli setengah mati melihat kepala berandal tersumbat mulutnya itu tidak seorangpun berani ketawa, yang terlanjur dibalik jadi batuk keras mendadak, jang pasti saja terdengar kurang wajar.

   Habis muntah-muntah itu.

   Wirawangsa segera menarik pedang panjangnya.

   memaki-rnaki kotor menjerit-jerit tetapi tidak berani membuka mulutnya lebar- lebar lagi.

   "Babi buduk, anjing liar dari mana berani mempermainkan Wirawangsa. Hayo, unjukkan cucurmu bila bukan pengecut!"

   Dengan mata melotot membara-merah, ia memandang kesegala arah, menantikan reaksi tantangarmja.

   Siapakah berani menandingi pemimpin brandal yang sudah nyata sekali amat kuat itu sedang kalap saking marahnya.

   Lagi pula ia memegang pedangnya berkeredapan disinar obor perkemahan.

   Sekali lagi ia berseru menantang.

   "Mana tampang busuk orang yang sudah berani berbuat tetapi tiadak berani bertaaggung jawab. Mungkinkah ini perbuatan roh mayat yang dipersemaikan dikemah tengah itu ...... Baiklah supaya putri itu menjadi lebih murka lagi, akan kurusak sama sekali jenazahnya .......!"

   Itulah siasat keji Wirawangsa, untuk memaksa orang keluar kedalam gelanggang pertempuran.

   Lalu ia maju selangkah hendak mendekati kemah jenazah muncullah sesosok tubuh orang berperawakan tinggi besar, entah dari mana sangkan-parannya.

   Tahu-tahu ia sudah menyelonong maju, menempatkan dirinya di tengah-tengah mereka, membelakangi kemah majat.

   Pastilah orang ini masih muda, menilik badannya yang padat-pepat, otot-otonya yang paseg serasi penuh gaya hebat lagi ulet.

   Sayang pakaiannya acak-acakkan, dibeberapa bagian, kecuali celana hitamnya yang masih cukup kuat.

   Rambut gondrong bergulung-gulung dipundaknya, hanya diikat dengan ikat kepala terlipat saja.

   Kumis dan jenggot nya nampak bagus sekali, membuat mukanya menjadi angker sebada.

   Apabila kumis serta jenggot itu dicukur tandas, pastilah wajah pemuda ini sangat ganteng menarik.

   Pemuda itu berjalan secara ogah ogahan, seenaknya sendiri, hanya memperhatikan dua potong, tulang cakar ayam yang berada ditangan kirinya.

   Nampaknya ia tidak menghiraukan keadaan sekitarnya menggumam dengan nada menyayangkan sesuatu yang hilang "Heeii ......

   sayang- sayang tadi ada lima batang sekarang hanya tinggai dua saja ......

   yang tiga untuk menyumbat mulut setan, berwajah anjing."

   Semua yang hadir disitu mendengar gumam yang cukup keras itu.

   Maka tahulah mereka siapa yang membuat lelucon ini.

   Siapakah gerangan pendatang ini.

   Agaknya ia, adalah pembela pihak iring- iringan-duka.

   Tetapi tak seorangpun kenal akan pemuda berbadan tegap ini.

   Demikian pula bagi kepala bradalnya, pemuda itu belum dikenal ....

   tetapi baginya sekarang sudah teranglah orang yang berbuat tidak senonoh terhadapnya.

   Tanpa ampun lagi mendesinglah pedang wirawangsa menyambar tenggorokan pemuda ugal-ugalan tersebut ciungciuunng Hampir orang yang melihat gerakan Wirawangsa menyabetkan pedangnya keleher orang itu hendak menjerit menginsyafkan yang diserang, karena masih saja mengagumi tulang cakar ayamnya tadi.

   Pasti putuslah leher pemuda itu dengan sekali babat saja .

   tetapi nyatanya Wirawangsa kehilangan musuhnya .

   pedangnya menyambar angin.

   Nampaknya pemuda itu hanya kebetulan membungkuk sedikit, tahu-tahu sudah berada dibelakang yang menyerangnya ..

   malahan masih saja ia cengar-cengir membanding-bandingkan Cakar ayamnya, seolah-olah urusan jagad ini tak ada jang lebih penting dari ceriteranya tentang lima batang cakar ayam sisa paha panggang yang sudah ludea dagingnya.

   Terdengar ia melanjutkan omonpnnya tanpa lawan bicara.

   "Waaah, sudah tidak berguna lagi, karena sudah tidak leagkap, Nah, biarlah dimakan serigala-serigala dari Gunung Sewu saja, tidak kepalang tanggung."

   Secepat kilat Wirawangsa membalikkan arah serangannya.

   Sekali lagi pedangnya mendesing' seram, menyambar orang dibelakangnya sambil memutar badan seratus-delapan puluh derajat.

   Sekali lagi orang yang melihat menjadi terrjengang akan keajaiban yang terjadi didepan mata sendiri.

   Pemuda itu tiba-tiba nampak memutar badannya juga, bahkan lebih cepat dari penyerangnya ...

   kedua tangan berserta cakar ayamnya, bergerak bersamaan.

   Terlihat tangan kiri pemuda itu menyinggung lambung kanan Wirawangsa yang terbuka sama sekali karena tengah mengangkat pedang .

   sedang tangan kanan pemuda awut-awutan tadi mencengkeram tangan kiri lawan.

   Kini terjadilah peritiwa sangat mustahil itu Tangan memegang pedang pemimpin brandal itu, tidak lagi mau diturunkan, lengannya tetap melonyor condong keatas, tangan masih menggenggam pedang erat-erat, Tangan kirinya yang hendak meneljambak lambung musuh, kini mencengkeram tulang cakar kuat-kuat, karena kelima djarinya sulit dikembangkan kembali.

   yang mengerikan sekaligus menggelikan itu lelucon atas diri kepala brandal Wirawangsa.

   Ia tidak dapat mencegah berjalannya sendiri jalannya yang tidak wajar, karena ...

   mengangkat kaki-kanan tinggi-tinggi dan menempatkan kakinya agak serong kekanan juga .

   Terus berjalanlah ia, tanpa dapat dicegah sendiri, jalan "bering" (arahnya serong), tak dapat diluruskan menurut kehendaknya.

   "Bagus-bagus..!"

   Kata pemuda aneh itu.

   "Jalan bering terus selama enam jam dulu, ya! .... baru boleh beristirahat. Itulah hukuman mulut lancang terhadap Baginda raja!"

   Kini majulah dua teman brandal pengikut Wangsa itu . Dengan suara bengis bertanyalah Marutala.

   "Siapakah kamu, yang nampak seperti orang gila ini? Apakah hubunganmu dengan orang Kartasura, maka kamu membantunya, kunyuk!"

   "Pastilah aku penghuni kota pula, biarpun pakaianku tidak terlalu mewah ... tidakkah itu cukup ada hubungan mesra antara aku dengan penghuni kota keseluruhannya? Mana aku boleh membiarkan orang membuka mulut keterlaluan terhadap sesarnaku, lebih-lebih terhadap baginda."

   "Orang sinting .... siapakah namarnu?, berani mencampuri urusan karai ini!"

   Nampaknya ia tidak enghiraukan keadaan sekitarnya menggumam dengan nada menyayangkan sesuatu yang hilang.

   "Heei sekarang hanya tinggal dua saja.."

   "Namaku sebenarnya tidak ada gunanya disebut, tetapi kalau toh kalian ingin mengetahuinya, aku Putut Punung, urusanku adalah mengabdi kepada keadilan dan kebenaran umum. Nah ... , kau mau apa, Marutala? Bukankah itu namamu waktu diperkenalkan lurahmu tadi, dan yang satunya itu Wiradana .... ?"

   "Hai .. .. .. baik juga ingatanmu Punung, jadi sebenarnya kau bukanlah pemuda datnyeng (sinting), tetapi kau tahu apa tentang ke- adilan dan kebenaran yang kau ucapkan tadi?"

   "Sekurang-kurangnya sama dengan pengertian orang kebanyakan, misalnya hal orang yang sengaja hendak merusak jenazah, pastilah itu tindakan iblis yang terkutuk, bukan?"

   "Tetapi kamu merugikan pihak, kami terpaksa kami menghajarmu, hayo hadapilah kerojokan kami berdua, untuk membalas sakit hati kjai lurah."

   "Masihkah kamu bertanya-tanya, tidakkah karnu sudah lama berhadapan dengan saya. Mulailah saja dengan pembalasanmu itu, habis perkara. Hanya saja aku berpesan, jangan sekali-kali berani mencoba menghalangi perjalanan pemimpinmu itu, supaya sernbuh kernbali tanpa celaka sererusnya, karena bila ada yang mencoba menyembuhkan celakalah dia, pasti otot penggerak lengannya akan putus, lengan menjadi lumpuh selama-lamanya, dibiarkan ia berjalan bering selama enam jam, pastilah ia sembuh sendiri .... nah, silahkan sekarang bergerak."

   Kedua orang itu menerjang ganas, menggunakan senjata golok- golok besar.

   Cepat sekali kedua golok itu menyarnbar, karena digerakkan oleh tangan ahli yang kuat pula, Hanya orang belum tahu bahwa yang terancam golok maut itu, adalah Putut Punung, nenek-mojang segala kecepatan gerak manusia.

   Maka setelah golok hampir tiba menyentuh tubuhnya, berhentilah samberannya, karena pergeiangan tangan pemegangnya lebih dulu tercengkeram oleh Punung.

   Dasar suka berbuat ugal-ugalan ...

   kedua penyerangnya diajak lari bersama kira-kira sepuluh tindak lalu satu demi satu diayun arah kelangsungan gerakannya maju tadi.

   Keruan saja mereka melesat seperti terbang mengarungi angkasa, jatuh bergelimpangan dimuka rombongan mereka sendiri ....

   tak sadarkan diri lagi.

   Biarpun kelompok besar, tetapi telah kehilangan pimpinan, yang satu djalan bering terus menerus-menerus, entah sudah sampai dimana sekarang, sedang kedua wakilnya semua pingsan mungkin terluka parah .....

   maka bagi rombongan itu yang paling benar adalah menjauhkan diri dari bahaya terjangan musuh.

   Dengan mengangkut kedua wakil-pemimpin jang terluka tadi, mundurlah para brandal Gunung Sewu, menghilang dimalam gelap, menuju kesarangnya kembali.

   **** BAGIAN II Munculnya Putut Punnng, seoagai penolong iring-iringan duka pada waktu yang genting sekali, tidaklah secara tiba-tiba saja.

   Kejadian itu karena denmas Purbaya yang sudah bosan sekali menjadi dan hidup dalam lingkungan para bangsawan, lagi salalu mendapat kecewa dari golongan itu, bertekag meninggalkan lingkunganya, hendak hidup secara orang kebanyakan, Setelah minta izin dari ayahnya, serta mewariskan nama-besarnya PUJRBAYA, kepada adiknya denrnas Sasangka ...

   , .

   menghilanglah ia dari depan ayahnya hanya dalam beberapa loncatan saja.

   Narnun ia belum hendak pergi jauh dari kota.

   Sebenarnya ia ingin sekali melihat layon ratu Alit, kekasihnya itu, tetapi takutlah berlaku nekad masuk ke keraden-ayon dalam keraton, karena mau tidak mau ia harus memperegnakan kekerasan untuk dapat menerobos masuk itu, hingga akan menimbulkan kegegeran saja.

   Terpaksa ia harus menahan sabar, menanti iring-iringan layon ratu Alit dibawa ke Imagiri.

   Tidak melihat jenazabnya, yang juga pasti sudah rusak dalam peti-mari, pun jadilah, asal dapat ikur serta dalam penguburan mayatnya, sebagai penghormarannya kepada sang kekasih, Juna tidak tegalah rasa harinya un tuk membuka peri-layon.

   yang sud ah tertutup rapat bura hingga tidak memarnyar keluar bau busuk mayat.

   rusak, yang akan memuakkan orang kebanyakan saja.

   Purbaya, yang sudah berubah menjadi Putut Punung, si-jernbel rakyat biasa itu, menantikan iringan-duka di perbatasan kota Kartasura, karena ia tahu benar tabiat para pembesar yang ikut menghormat layon, hanya sejauh perbatasan saja.

   Itupun hanya demi mengunjuk muka saja, guna membebaskan diri dari pertanyaan pembesarnya yang sok suka bertanya-tanya pula.

   Jang melanjutkan perjalanan dengan segala suka-dukanya, kini tinggal para petugas khusus beserta para waris terdekat dari yang meninggal.

   Leluasalah Putut Punung ikut serta melenggang dibelakang, dengan hati pilu-rnerindu, sebagai disajat sernbilu.

   Dengan dernikianlah ia mernuaskan dukanya yang berlebih-lebihan itu.

   Dan akhirnya ia dapat menyumbangkan tenaganya guna keselamatan romboogan tersebut, hingga terhiburlah hatinya yang penuh duka itu, Malam itu, Putut Pununglah yang menjadi perhatian semua orang pengiring layon.

   Biarpun ia berpakaian agak kurang pantas dalam lingkungan para pernbesar, tetapi tak seorangpun berani meremehkannya, atau memandang dengan mata serong kepadanya.

   demi jasanya yang sangat besar terhadap rombongan mereka.

   Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Malahan dipati Wirjapraja juga disembuhkan dari terluka pukulan sakti pemimpin brandal itu.

   Selelah beberapa kali dipije.t-pijet dan diusap-usap oleh pemuda awut-awutan tadi, lenyaplah bengkak- bengkak-bengkaknya berikut rasa sakitnya.

   Keruan pula kidipati menjadi sangat kagum dan suka kepada orangnya.

   Katanya dengan menepuknepuk pundak padat pemuda sakti itui.

   "Hei ...... saudara Punung, tadi kau mengaku pemuda dari kota dimanakah rumahmu sebenarnya anak siapakah?"

   "Aku anak seorang garnet (tukang kuda) ndara menggung Nama ayahku ki Gerpu, berumah dikampung Minggiran."

   "Tahukah kamu, bahwa kau ini sebenarnya seorang perwira sekali, pantas menjadi tamtama inti, dalam barisan pengawal Baginda? Apabila kau suka mengabdi kepada pemerintah, aku sanggup membawamu menghadap raja ..... bagaimana Punung?"

   "Hai, jangan.. jangan ndara menggung, aku mengucap terima kasih banyak atas kehendak baik ndara menggung itu, tetapi aku ini tidak berbakat untuk mengabdi. Kesukaanku sekarang ini masih berkeluyuran mencari pengalaman hidup dulu mana dapat aku mengikat diri dengan tugas yang tertentu. Maka lebih baik aku dibiarkan bebas saja, asal perbuatanku pantas. Biar keadaanku nampak melarat, narnun aku sudah biasa hidup demikian dan merasa bahagia ...... mengabdi kepada masyarakat umum!"

   "Ya, memang ada benarnya kata-katamu itu, hanya pasti tidak ditiru oleh orang banyak. Sudahlah kalau pendirianmu memang demikian, ingat saja bila kemudian kau menghendaki bantuanku, boleh kamu setiap waktu menemui aku. Sekarang aku hendak bertanya kepadamu, adakah kamu tahu tentang tata nadi seseorang.?"

   "Benar, ndara ...... aku memang tahu serba sedikit tentang nadi yang besar-besar saja, juga tak sedikit tentang pukulan-pukulan sakti misalnya pukulan yang mengenai bahu ndara menggung itu, disebut orang pukulan "Rajak beling"

   Yang tergolong pukulan ampuh, maka syukur yang terkena pukulan ndara menggung sendiri, yang mempunyai ilmu weduk, semacam ilmu kekebalan .... hingga tidak sampai patah-patah tulang."

   "Hmm ... hebat-hebat ... tahulah aku sekarang, mengapa kau dapat segera menyembuhkan rasa sakitnya ..... karena kau sendiri agaknya nenek-mojang pukulan semacam itu. Betul-betul sayang, kau tidak suka menjadi prajurit."

   Tumenggung Prajataruna kini ikut bertanya .

   "Saudara Punung, sakti apakah yang kau pergunakan untuk membuat Wiradiwangsa menjadi patung melek, berjalan bering mengerikan tadi?"

   "Itulah juga, mengapa kidipati tadi menanyakan tentang otot dan rata nadi kepadaku...... Jawab sederhana sekali. Karena ku- pelesetkan sedikit letak otot besar kakinya maka kacaulah bekerjanya, tak mau manurut perintah majikannya terpaksa menurutkan arah tertentu melulu. Namun itu hanya bersifat sementara. Setelah menjadi lemas lagi pulih dengan sendirinyalah ditempat semula, dan jalan biasa seperti sedia-kala."

   "Hai ...... itulah bagus sekali. Mudahkah ilmu itu dipela jari?"

   "Dimana ada ilmu yang sulit dicapai orang yang benar benar hendak memilikinya. Jika orang tidak mernyapai maksudnya itu, pastilah kesalahan orang itu sendiri, dalam memenuhi sarat-sarat nya yang tertentu."

   Sumber Pustaka . Gunawan Aj Pdf image . Gunawan Aj
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ "Apakah saratnya itu?"- "Sarat yang umum sekali tuan, ialah.

   l.

   temen 2.

   mantep ......

   3.

   berani menjalankan latihannya dengan tekun 4.

   tidak mudah menyeleweng karena pengaruh lain.

   Itulah sarat mutlak, tentang tata nadi dan otot-otoi, mudah dihafal.

   Tetapi untuk memiliki tenaga saktinya yang dibutuhkan dalam ilmu itulah yang menjadi agak sulit dan rumit!"

   "Ya-ya .... itulah soalnya, harus mencari guru berwenang mengajarkannya, dan setelah guru didapat, itulah yang menjadi halangan besar. Terbanglah segala maksud baik yang diinginkan orang."

   Asjik benar orang-orang bertukar pikiran tentang segala ilmu dan kesaktian dijaman itu.

   Maka banyak yang terbuka matanya tahu benar bahwa pemuda awut-awutan ini, seorang digjaya mandraguna, yang kesakiiannya tak mungkin di raba-raba lagi luas dan tinggi dalamnya.

   Dialah orang serba tahu dan mumpuni pantas disebut empu kesaktian dari jamannya jaman Kartasura awal.

   yang mengagumkan itu, karena orangnya masih semuda ini, baru lepas urnur 24 tahun.

   Calon aulikah pemuda gagah perkasa ini? Diantara waris yang ikut menyampaikan layon kemakam agung Imagiri, ada seorang pemuda yang ganteng luar biasa malahan hampir dapat dikatakan cantik, hitam-hitam manis seperti gadis.

   Nampalmja pemuda bagus itu sangat mengagumi Putut Punung.

   Dengan mata sayu jarang berkedip, pemuda pesolek, dandanannya selalu rapi dan bersih tadi terus memanndang kepada penolong sakti itu, biar pemudanya berdandan awut-awutan juga.

   Nama pemuda itu Bagus Suwarna, konon masih saudara sepupu mendiang ratu ,\lit.

   la datang dikota memang sengaja mengunjungi uwaknya, mas ayu Widasari, sekaligus disusul ayahnya melihat keadaan denajeng ratu Alit, jang tengah menderita sakit payah, hingga sekarang itu, ikut serta dalam rombongan duka kemakam lmagiri.

   Dialah diantara orang-orang dalam rombongan itu jang paling tertarik kepada penolong sakti tadi, hingga segala gerak-gerik orangnya tak ada yang luput dari matanya, segala tutur kata dan keterangan orangnya, tak ada yang tidak langsung masuk dalam pengertiannya.

   Kian lama mengikuii segala keterangan Putut Punung, mengenai ilmu pembela diri pada jarnan itu, kian menjadi kagumlah bagus Suwarna.

   Kecuali keheranannya, agaknya pemuda ganteng itu nampak memikirkan sesuatu yang meragukannya.

   Apakah yang tengah sibuk dipikirkan itu, pastilah hanya dia seorang yang dapat menerangkan, namun pasti ada hubungannya dengan pemuda awut- awutan yang sakti tersebut.

   Beberapa kali ia memandang tajam sekali wajah dan bentuk badan pemuda iiu.

   Satu malam suntuk, seluruh anggauta rombongan tidak ada yang tidur, mempertinggi kewaspadaan, meronda bergatian sampai agak jauh disekitar perkemahan.

   Paginya, berangkatlah iringan- layon itu ke Irnagiri, menyelesaikan tugas, mengubur putri-raja itu.

   Tujuh hari berturutan makam raru Alit dijaga, dituguri oleh 40 perajurit, bergiliran.

   Selarna itu pula, tak kurang dari 21 alim ulama, bergan'ian membaca sura-surat Al Kur-an, dikemah darurat yang didirikan dimuka makam tadi.

   Selesailah upacara pemakaman seluruhnya, baru para petugas kembali pulang ke Kartasura, dalam bentuk barisan yang setiap waktu bersiaga menghadapi segala kemungkinan, dan gangguan perjalanan.

   Tetapi justru dalam keadaan berwaspada penuh itu, biasanya selalu tidak ada yang mengganggu.

   Mereka datang di Ibu kota dengan selarnat, mernbawa berita yang simpang-siur tentang sergapan Wiradiwangsa disekitar Prambanan, yang jauh meleset dari yang sebenarnya.

   Lebih dari seratus orang yang menceritakan pengalaman mereka ditengah jalan ...

   walaupun berjudul satu, pastilah makin berjauhan isi beritanya, karena berbeda-beda tanggapannya dan penghayalannya dalam menyerarn-seramkan cerita masing-masing, lebih-lebih mengenai penolong sakti yang digambarkan sebagai malaikat utusan Tuhan.

   Diantara ratusan pembesar yang sibuk membirjarakan Wirawangsa sampai kepada tokoh sakti awut-awutan, yang mengaku anak ki Gerpu dari kampung Minggiran .

   hanya Pangeran Puger seoranglah yang tidak ikut meributkannya.

   Malah tersenyum-senyum gelilah dia, katanya dalam hati sendiri .

   "Hmm .... kalau kalian mau memutar balik nama Gerpu, jadi Ki Puger . tidaklah kalian terlalu jauh dari sebenarnya. Aih, anak Purbaya . eh salah salah. bukan lagi Purbaya, Putut Punung . syukur kau sudah lepas dari cemas dan bahaya putus asa, semoga Tuhan tetap melindungi kau, dalam pengabdianmu kepada rakyat seluruh negara!"

   Sepi .

   Ya, sepi-seram mengerikan malam tanpa bulan dimakam Agung Imagiri, setelah tidak ada lagi orang-orang penjaga dan para ulama yang membaca Kur-an.

   yang kini nampak samar- samar dicahaya bintangbintang dilangit dan ratusan kunang kunang yang memancarkan alat penerangannya adalah nisan.

   nisan besar-kecil, terserak lebar dipuncak bukit itu.

   Orang- orang beriman tipis dan para pengecut ..

   jangan harap berani memasuki makam wingid tersebut, tanpa ditemani kawan tiga-empat orang, sukur lebih.

   Namun nyatanya sejak lepas Isja tadi sudah ada orang yang duduk bersimpuh dimuka makam ratu Alit, dengan wajah duka, pilu-saju.

   Itu lah pemuda pesolek yang ganteng langsing, peserta iringan-layon dalam kelompok waris.

   Ia tidak ikut kembali kekota.

   Entah masih ada urusan yang bagaimana.

   Nampaknya ia tidak gentar duduk sendirian dimakam sepi itu.

   Kadang-kadang ia menoleh kebelakang sambil mempertajam pendengaran.

   Ternyata dalam sikapnya hu, bahwa ia mengharapkan sesuatu yang tnungkin.

   segera terjadi.

   Berbisiklah pemuda itu kepada gundukan tanah, kubnran ajeng Alit, seolah-olah berkata kepada roh orang yang telah meninggal.- Kangmbok-ayu kau menitahkan kepada bekas, kekasihmu, denmas Purbaya bawalah dia kemari, karena aku belum mengenal orangnya.

   Mungkinkah denmas Purbaya itu sedang menyamar sebagai pemuda awut-awutan yang sangat sakti, penolong iringanmu, waktu disergap berandal gunung Sewu minggu yang lalu itu.

   Itulah terkaanku belaka kangmbok .

   maka aku masib ada disini, karena ingin sekali membuktikan rabaanku itu.

   Legakan hatimu roh yang tersunyi dari segala asap didunia ini, aku pasti akan mernenuhi pesanmu, menyampaikan tiitip-titip perkataanmu itu, hanya sangat sulitlah bagiku untuk menjadi gantimu, mengarnbil alih kekasih itu darirnu.

   Bukankah Ind cinta kasih iru tergantung k epa da orang bersangkutan sendiri.

   Kedua pihak harus setuju, karena paduan hatinya seudiri-sendiri, bukan ....

   Nah, bagaimana bila dia atau aku, atau kedua-duanya tidak dapat bertemu hati? Maaf, kangmbok ...

   dalam hal pesan bagian terakhir itu, serahkan sajalah kepada kehendak Tuhan, sulit bagis u untuk mengatakannya kepada bekas kekasihmu itu, Aku hanya dapat mengucap terima kasih banyak-banyak kepadarnu yang berrnaksud baik sekali terhadapku dan terhadap orangmu.

   Nampalk pernuda bagus itu terperanjat, lekas-lekas ia menyelinap dibalik nisan besar yang terletak disebelah utara kuburan Alit, lalu mendekam disitu, karena lapat lapat ia mendengar tindakan enteng sekali tengah mendatang.

   Biarpun sarnar-samar, waktu ia mengintip mernpertandakan yang datang sekarang itu, pastilah sipemuda berpakaian tak keruan, penolong mereka dulu.

   Berdebar keraslah jantung pemuda ganteng tadi ...

   mungkin karena jitu benar terkaannya, mernastikan kedaiangan seseorang yang bersangkut-paut erat dengan makam baru iui ...

   setelah ditinggalkan semua petugas negara.

   Betul inikah denmas Purbaya, kekasih kangmbok Alii? demikian pikir penginrai tadi, Dimuka makam baru yang masih bertaburkan bunga-bunga layu itu, Putut Punung berlutut dengan hati penuh duka.

   Tak sepatah juapun keluar dart mulumja, hanya getaran-geraran pundaknya yang bidang-padat itu menandakan bahwa ia sedaug menangis- bungkam.

   Air matanya menguyur deras sekali, membasahi kumis dan jenggotnya yang masih awut-awutan ini.

   Kira-kira satu jam ia bersikap demikian, barulah puas hatinya, baru ia mau duduk bersila.

   Berkata dengan suara lirih, seperri berbisik kepado roh putri malang itu, seolah-olah didengarkan oleh rah ratu Alit.

   "Alit .... kau mernaafkan aku, bukan? Aku tidak menyangka sama sekali, bahwa kangmas dipati-anon tega memisahkan kau dariku, malah dengan kekuasaan uwak Baginda karena usulnya juga, kau akan diterimakan kepada orang lain, sekalipun orang itu pemegang wlayah kabupaten. Kau tahu, betapa penderitaanku bila hal itu terjadi, bukan? Hanya sayang mengapa kau selekas ini berputus asa . tidak memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat terjadi, yang bercorak lain sekali. Sebenarnya kangmbok harus bertemu dengan aku sekali lagi, untuk menetapkan sikap tekad kita bersama ... Aih, kangmbok ... haruskah aku mengikuti saja jejakmu ini . mati dalam usia muda tanpa perjuangan yang bernilai dimasarakat . ?"

   "Tidak, tidak boleh kau mengikuti jejak kangmbok Alit jang sudah terlanjur mati konyol, hanya karena Putri raja, yang sempit sekali tempat bergeraknya."

   Tibatiba terdengar orani berkata demikian sebagai jawaban roh Alit.

   Pasti saja Putut Punung terkejut sekali, karena tidak mengira ada orang lain kecuali ia sendiri dimakam itu.

   Waktu ia meluruska-n sikap duduknya, matanya langsung berpandangan dengan sepasang mata yang bagus sekali bentuknya.

   Orang itu ternyata sudah duduk tiiseberang gundukan kuburan baru tadi, berhadap-hadapan dengan Punung, hanya berjarak sepanjang nisantanah Alit, entah kapan datangnya.

   Mungkin waktu Punung sedang menangis dengan kepala ditundukan tadi.

   "Ah-kata pemuda awut-awutan itu mengenal orang."

   Kaulah pemuda ganteng dalam rombongan kerabat mendiaag ajeng Alit, bukan? Mengapa belum kembali kekota seperti jang lain ... apakah hubunganmu dengan mendiang ratu Alit?"

   "Saudara Punung ketahuilah, aku ini masih terhitung saudara-sepupunya, dari pihak ibu. Mas-ayu Wida1ari, adalah kakak perempuan ayahku, bekel desa Samakaton. Bila aku belum pulang kekota, itulah karena aku membawa pesan mbokayu denajeng Alit, untuk disampaikan kepada bekas kekasihnya, yang bernama Denmas Purbaya. Maka dimana aku akan mencarinya, kecuali menantikan kedatangannya di1ini, ia belum mau kembali kekota betulkah itu?"

   "Tidak salah jalan pemikiranmu saudara. Pastilah yang kau nanti-nantikan itu akan datang kemari, mengunjungi makam ini."

   "Betulkah ia datang sekaraug ini?"

   "Maksudmu ..... kawan?"

   "Bukankah aku sekarang sudah berhadap-hadapan dengan denmas Purbaya sendiri, biarpun ia mengaku bernama Putut Punung segala?"

   "Jadi saudara tidak meragukan keadaan saya yang sekarang macam begini?"

   "Hmm orang lain mungkin meragukannya, tetapi aku tidak. Sejak pertempuran anda dengan kelompok brandal gunung Sewu, sebenarnya aku sudah mulai meraba-raba kekasih kangmbok Alit, tinggal membuktikan saja. Dan kini bukti itu sudah ada, sikap dan segala pertanyaan adalah yang menjelaskan segala sesuatunya."

   "Ya .... demikianlah kiranya, saudara mengatakan sendiri dengan yakin. Baiklah, aku mengaku ... Akulah Purbaya adapun Putut Punung, adalah julukanku yang sejak sekarang kupakai sebagai pengganti namaku semula, yang sudah kurelakan dipakai adikku. Maka dengan itu, hilanglah Purbaya yang sekarang ini, Putut Punung sirakyat jembel, abdi rakyat jelata yang benar dan adil."

   "O, demikianlah ketetapanmu. Bagiku malahan lebih leluasa lagi berurusan dan bergaul dengan anda daripada dengan denmas Purbaya, sibangsawan tinggi. Kata pemuda pesolek itu dengan tersenyum-senyum manis.

   "Siapakah namamu saudara-kecil? Sejak aku melihatmu dalam rombongan-duka itu, aku sudah merasa tertarik kepadamu karena bentuk mata dan bibirmu sangat mirip ajeng Alit.-.

   "Namaku Suwarna .. sayang bukan?- "Apakah yang disayangkan adik kecil? Nama Suwarna adalah nama yang baik sekali, dan pasti tidak menjadi suatu halangan dalam pergaulan kita, kecuali adiklah yang menampik berdekatan dan bergaul dengan aku, Bila adik suka berdandan rapih, suka bersolek .... seperti wanita, itulah karena pernbawaanrnu, sesuai dengan badanmu yang langsing kial, tidak kasar seperti badanku ini."- "Bukan demikian maksudku kak Punung .... aku mengatakan sayang tadi, menghubungi pernyataanmu, bahwa ada titik-titik persamaan antara kangmbok Alit dengan aku, tetapi aku seorang prija."

   "Itulah malahan lebih baik adik Suwarna"

   "Mengapa lebih baik begitu kak ... Misalkan aku seorang wanita, yang mirip sekali mendiang kangmbok Alit... apakah salahnya? bertanya pemuda pesolek itu dengan mata berkilatkilat penuh selidik.

   "Pasti tidak ada salahnja dik mana orang dapat menyalahkan wujud dan bentuk orang lain. Hanya saja .... apabila adik itu seorang wanita yang benar-benar mirip ratu Alit .... Uwah- uwah ... akan celakalah dia itu. Pastilah dia tidak akan lepas lagi dari rangkulanku, kemana aku pergi, karena takut terulangnya kejadian yang tengah kualami ini. Wajarlah kiranya kalau aku menganggap wanita itu pasti penyelmaan putri Alit, yang ditakdirkan oleh Tuhan Maha Rachim untuk aku cintai dengan keseluruhan jiwa-ragaku."

   Syukur gelap sang malam mengubah segala tata-warna menjadi hitam-kelabu, hingga tidak nampak wajah bagus Suwarna menjadi merah bersemu dadu mendengarkan ujar Putut Fu nmg demikian itu, Terpaksa pula ia belum berani membuka mulutnya, melanjutkan pembicaraan mereka, takut terdengar getaran suaranya yang kurang wajar.

   Lebih aman membisu dulu, hingga lewatlah rasa harunya yang diiringi debaran jantung deras, lebih dari biaianya.

   Angin malam yang lunak dingin milir halus menyentuh tubuh mereka, memainkan rambut bergoyangan lirih, seperti dibelai tangan menyajang roh putri ratu Alit.

   Kedua pemuda yang duduk berhadapan, hanya terpisah sebujur kaburan baru iLu terdiam sejenak kelelap dan hanyut dalam alam pikiran masing-masing.

   Hanya yang berkepentingan sendirilah yang tahu apa isinya ...

   Yang mendahului membuka mulut lagi, adalah Putut Punung.

   "Adik Suwarna, mengapa kita terdiam begini, macam ada setan melintas jalan, maukah adik sekarang mengatakan pesan putri malang itu kepadaku?"

   "Pasti kak . Dengarlah! Sebagian dari pesan kangmbok Alit, sudah kakak dengar tadi, aku serukan kepadamu, bahwa kakak tidak boleh mengikuti jejak puteri Alit, mati konyol dalam usia muda, tanpa berjasa terhadap siapapun, tidak kepada umum, tetapi juga tidak terhadap orang tua sendiri. Dalam pesan kangmbok wanti- wanti .... supaya kakak berbuat baik terhadap sesama hidup .... mendirikan jasa, berbuat sesuatu untuk keselamatan rakyat dan negara. Tinggalkan segala kemewahan hidup sebagai bangsawan, yang sering hanya mementingkan diri sendirl Jadilah abdi rakyat yang sederhana, penegak keadilan dan kebenaran yang, tidak palsu, Ambillah wanita cantik dari kalangan rakyat biasa, sebagai ganti kangmbok Alit, Kernudian hiduplah bahagia dan tenteram sentausa."

   Pada waktu itu pula berdirilah Putut Punung, terdengar suaranya yang mantap tetapi penuh haru .

   "Dengarlah kangmbok . rohrnu, yang sudah di sucikan dari segala noda dan dosa didunia ini .... Jadilah saksi atas ucapanku ini . Putut punung menerima baik segala pesanmu tanpa kecuali, Legakan kuburmu, istirahatlah dengan tenteram abadi didalam Nikmat Tuhan. Selamat tinggal roh yang sudah disucikan .... restuilah kami jang masih hidup ini." **** BAGIAN III Baru saja Putut Punung selesai mengucapkan janji sucinya, yang dtsaksikan juga oleh bagus Suwarna ...... cepat laksana kilat pemuda awut-awutan itu memandang tajam sekali kearah Timur sambil berseru.

   "Siapa yang datang hendak menemui kami ini, tak perlu bersembunyi dibalik semak-semak!"

   Terdengarlah orang melepas ketawanya yang seram .......

   "Heh- heb-heh ...... orang muda kau sudah melihat kami, baiklah kami muncul dimukamu. Lihatlah, ini tiga orang penjaga khusus makam- agung lmagiri."

   Bagus Suwarna menjadi terkejut mendengar tegur temannya tadi, karena sebenarnya ia tidak tahu bahwa ada orang mendekati mereka, Mula-mula ia menyangka, akan segera berurusan dengan tiga orang brandal, sisa-sisa teman Wirawangsa yang kesasar datang disini ......

   atau yang sengaja menguntit Punung hendak menuntut balas.

   Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Tetapi nyatanya tidak demikian menurut pengakuan mereka, sebagai penjaga makam agung, yang berarti punggawa negara, jadi masih tergolong awak-sendiri.

   "Ada keperluan apakah kisanak datang menemui kami pada malam seperti ini?"

   Tanya Pucut Punung.

   Memang, yang datang bermunculan dari tempat gelap dibalik sernak itu, adalah tiga orang laki-laki berperawakan kuat-kuat, yang pasti berkepandaian, hanya dengan melihat loncatan mereka melampaui semak itu.

   Narnpaknya mereka menjadi kecewa sekali waktu berhadapan dengan penegurnya, karena yang mereka lihat adalah seorang pemuda yang berpakaian tak keruan, Jawab orang yang ada dirnuka.

   "Wadu-uuh mateng aku, kami berurusan dengan orang sinting, atau paling banter dengan orang pengemis-jernbel. Hei kunyuk busuk, akulah yang berhak bertanya disini. Kalau kau mernakai nama, siapakah namamu itu, Katakan juga mengapa ma]am-malam begini masih bergentajangan dipekuburan, menakuti orang?"

   Majulah bagus Suwarna, karena menjadi marah sekali, tidak kuat mendengarkan tegur pemirnpin penjaga makam, yang pasti salah tafsir, hanya melihat orangnya melulu.

   "Husss, ...... mengapa sekoror ini mulutrnu. Tanpa menyelidiki orang dahulu, suaramu sudah seperti guntur menyemberet sember, tidak keruan. Penjaga makam macam apakah kalian ini ...... mulutmu lancang sekali, asal menyeplak saja, huh-hu-u-uh."

   Terdiarnlah pemimpin itu karena kalah omong, tetapi kemarahannya makin menjadi-jadi, Maka serelah dapat berkata lagi, menjerit-jeritlah ia ......

   "Setan-alas ...... babi-babi budug, kau kira tidak tahukah kami, Redipraja dengan kedua temanku Ki Redikarja dan Ki Rediharja ...... akan maksudmu yang menjijikkan itu?"

   "Kau tahu apa, Redipraja, tentang maksud kami ini?"

   Bentak pernuda ganteng itu.

   "Apa lagi kalau bukan hendak membongkar kuburan baru, guna mengambil benak majar, untuk melatih ilmu sihirrnu ...... huh, jangan berpura-pura. Sigila inilah jang kau suruh membongkar makamnya dan mengarnbil benak mayat yang kau perlukan itu ...... ba-ah, perbuatan hina-dina mernuakkan. Minggat kalian dari sini kalau tidak hendak suka merasakan gebugan-gebugan dan belenggu besi, untuk dibawa kepada yang berwajib!"

   Kini bagus Suwarnalah yang terdiam sejenak, saking jengkel dan kagetnya mendengar fitnah orang yang keterlaluan ini ...... dalih yang dibuat mempersalahkan sudah klewat dicari cari.

   "Ihh ..... mulutmu benar-benar berbahu neraka dan mayat membusuk ......Siapa mau membongkar makam ...!"

   "Kamu dan teman setanrnu itu, siapa lagi orangnya?"

   "Gila ..... gila benar ucapanmu itu. Tidakkah kau tahu, aku salah seorang dari 'rombongan dipati Wiijapraja?"

   "Jawab Redipraja seraja membentang mulut lebar.

   "Ha-ha-ha itulah bukti yang tak mungkin disangkal lagi ..... mengapa kamu masih keluyuran disini...... mengapa justru melihat waktu sesepi ini, setelah para petugas pralenan sudah pulang semua. Ho .. hooo...... jangan harap, kalian dapat lolos dari sergapan kami ini, Hayo, jangan banyak rewel lagi, menyerah sajalah, dari pada kuperkosa. Kuncupkan kedua tanganmu, untuk dibelenggu!"

   Kini terdengarlah suara tegas-nyaring Putut Punung.

   "Adik- cilik, kau mundurlah. Tak berguna Lagi kita berdebat sampai bertele-tele ..... sudah terang sekali mereka tidak mau mendengarkan alasan kami itu, mungkin karena selalu melirik pakaianku yang agaknya tidak terlalu membangkitkan rasa seninya. Biar sekarang aku merasakan saja gebugan mereka untuk melegakan hati mereka. Eh. penjaga barang busuk ...... kalian bertiga sebenarnya hendak berbuat apa terhadap kami. Membelenggu orang katamu tadi? wah mudah amat diucapkan, tetapi mampukah kalian berbuat demikian cobalah ingin aku melihatnya."

   Tangan mereka sudah menjadi gatal-gatal, otot-ototnya sudah menegang kencang mendapat tantangan pula, keruan ketiga puoggawa pilihan itu, melurug pukulan dahsjat-jotosan-jotosan menggeledeg, cengkeraman maut beserta tendang-tendangan membinasakan, datang gencar dari segala erah seperti hujan gerirnis saja.

   Pemuda gagah berpakaian aciak-acakan itu nampak berdiri tegak laksana tugu baja.

   Nampak kedua tangannya bergerak membuat lingkaran ruwet kesegala arah, melindungi badannya ..

   Lenyaplah segala macam serangan yang tertuju kepalanya, bila pukulan-pukulan itu, menyentuh garis pertahanannya, lenyap bagai ditelan angkasa-luas sirna tanpa bekas.

   Bila musuh berani gegabah memasuki garis pertabanannya, mentallah penyerang itu seperti tertolak oleh tenaga raksasa lebih dari dua landeyan tombak, jatuh terbalik-balik kepala menjadi pujeng mata menjadi kabur karena sernuanya nampak be.rputeran, sedang napas terergah-engah serasa tertindih tenaga yang hebat sekali, seperti ombak samodra bergulung-guluug menerjang pantai tiada putusnya.

   Maka sebentar saja ketiga penjaga ganas tersebut tanpa kecuali, sudah terduduk-numprah sambil megap-rnegap hampir keputusan napas berarti .

   hilang lenyuplah semua kekuatannya.

   Jangankan bergerak untuk mengulangi serangan, tangan sendiri-pun mereka tidak mampu mengangkatnya.

   Bagus Suwarna yang menjadi jengkel-jengkel bercampur geli- mangkel ..

   mendekati mereka satu demi satu, memberi hadlah satu tamparan, yang berbunyi nyaring.

   Katanya.

   "Coba ..... dengan cara bagaimana kalian akan menghalangi tindakan kami berbuat sekehendak kami, biar tindakan itu liar dan keji, kau dapat dapat berbuat apakah? Andaikan kami ini orang djahat ..... tidaklah mudah sekali untuk memenggal kepala kalian.. Pernuda gagah berpakaian acak-acakan itu nampak berdiri tegak laksana tugu baja. Nampak kedua tangannyya bergerak membuat lingkaran ruwet kesegala arah, melindgagi badannya ....... Hmm, sayang kami bukan orang liar seperti tuduhanmu, maka kami tidak dapat berbuat yang tidak senonoh, namun lubang hidung kalian harus dikili-kili dulu, supaya kemudian dapat berhati-hati sedikit dalam segala tindakanmu."

   "Adik cilik, jangan mencelakai orang. Mari kita tinggalkan saja mereka itu, supaya menginsjafi kesalah-fahamannya dulu."

   Ujar pemuda gagah itu sarnbil meraih lengan ternan hendak diajak pergi.

   Narnpak terkejutlah kedua pernuda itu tiiggi.

   Lengan teman yang baru dipegangnya, segera dilepaskan lagi, karena Punung mengira salah mernegang orang.

   Lengan yang dipegang itu, berkulit halus lumer, kijal tetapi lunak seperti lengan wanita.

   Terpaksa ia melirik kearah ternan, unruk mejakinkan bahwa yang dipegang itu, adalah teman prija.

   Sudah benar, pernuda Suwarna-lah yang dipegang tadi ......

   maka tenteramlah hatinya, Narnun hal itu pasti saja menarnbah pikiran Punung yang masih ruwed karena duka-nya ......

   karena lapat-lapat ia melihat lirikan ratu Alit dalam kerlingan mata ternan pria ini.

   Mengapa dapat dernikian? "Ah ....

   masih saja aku dimabuk bayangan roh kangmbok Alit ..

   liai, nasibku yang belum mau baik."

   Demikian pikir pernuda itu.

   Sentuhan Putut Punung tadi, bagi hagus Suwarna dirasakan sebagai sentuhan barang yang rengah membara maka sangat mengejurkannya, sekaligus mendebarkan jantungnya lebih keras, Otomatis lengan itu digerakan sedikit, bebaslah ia, juga karena lima jari yang memegangnya megar seketika setelah bersenruhan ....

   mustahil ada orang dapat membebaskan diri dari genggaman pemuda sakti ini, tanpa dikehendakinya.

   Berkatalah bagus Suwarna dengan suara.

   agak gugup.

   "Ih, . kak Punung, kau mau apa ya?"

   "Tidak apa-apa dik .... hanya hendak mengajakmu pergi dari sini, tanpa mengganggu mereka lagi."

   "O, aku kira ada apa-apa .... sampai mengejutkan orang dengan tangan bawelan itu, sih, Nab mari kita pergi saja."

   Berdua mereka Ialu meninggalkan istana-layu Irnagiri.

   "Merasa jijikkah adik karena sentuhan tanganku yang kotor lagi kasar ini? Maafkan aku dik, sebenarnya tidak kusengaja mengejutkan kau."

   "Wah . celaka .... bukan demikian maksudku kak. Mengapa menjadi sangat perasa demikian. Salah-salah dapat bersehsih faham antara kita sendiri nanti.

   "Tidakkah aku cukup tahu, siapakah Putut Punung itu sebenarnya. Adu uuuh kak, jangan sok begitu lagi, ya. Kalau hanya mau pegang orang saja, hayo .... peganglah dengan kedua tanganmu sekali, jangan kepalang tanggung sih, Asal jangan berpikir yang tidak!"

   Mulut pemuda pesolek itu berkata demikian, tetapi hatinya kelabakan tidak keruan, takut-takut Punung benar-benar akan melakukan perintahnya itu, Masih untung sekali lagi gelap malam melindunginya, hingga wajah bsgus Suwarna yang menjadi merah padam, badan menggigil tegang, penuh kekhawatiran itu tidak nampak nyata bagi siapapun.

   "Syukurlah dik, bila dernikian. Nab ... setelah menyampaikan pesan ratu Alit kepadaku, adik lalu hendak pergi kernana?"

   "Haij ... akulah yang berhak bertanya disini, bukan kau jang harus bertanya dahulu pernuda ugal ugalan."

   Kata bagus Suwarna menirukan lagak dan nada pemimpin penjaga makam tadi, .

   dengan meringis memarnerkan giginyajang putih mengkilat.

   Pikir denmas Putut Punung ...

   Benar-benar pemuda ini mirip sekali ajeng Alit, aih ....manis sekali dia, maka agak lambat dijawabnya yang terdengar! "Baik-baik ...

   aku suka mengalah kali ini.

   Bertanyalah sesukamu asal tanpa mengancam dengan belenggu."

   Keduanya tertawa geli teringat lelakon mereka dengan ketiga penjaga gunung lmagiri iiu.

   Terus saja mereka berjalan sambil beromong-omong.

   Bertanyalah Suwarna! "Kak Punung .....

   kau sekarang ini hendak pergi kemana.

   Dari kang bok Alit aku tahu ...

   kau pasti tidak pergi kekota untuk sementara waktu, karena menghindari terjadinya sengketa keluargamu dengan pihak Keraton bukan?"

   "Sebagian besar memang demikian dik, adapun yang paling betul .. aku tidak akan kembali kelingkungan bangsawan dan kotanya untuk selama-lamanya, .. kecuali bila aku dipariggil karena soal-soal gawat, atau aku merindukan keluargaku saja. Sekarang ini aku akan kelereng gunung Lawu lagi, untuk menyeesaikan latihanku yang belum masak sama Sekali."

   "Kak Punung, kau ini sebenarnya murid guru-sakti siapakah . Maaf lho kak, bila tak suka mendjawab tidak apa-lah. Isengku ini, karena aku melihat gerakan jurus Palwaranu dari kakak, hingga aku mengira, kau juga murid Kjai Hadisuksma. - "Aku bukan murid Harga-belah dik . tetapi murid ajar Cemara Tunggal, atau ki Kunyuk sakti. Oleh karena itu jurus Palwa-ranuku agak berbeda sedikit dari ajaran asli Hargabelah. Kenalkah adik perguruan Hargabelah?... Tidak hanya kenal saja, malahan aku sendiri murid kyai ajar Hargabelah itu, tetapi aku ini murid yang paling bebal, tertinggal jauh dari yang lain lainnya, mungkin aku hanya dapat menyamai kakak jaka BLUWO, sibisu."

   "Aih .... aku pernah bertempur dengan dia, kakak se perguruanmu itu, hampir saja aku roboh ditangannya."

   "Hajaaa ... tidak mungkin, kau dengan kekuatanmu itu dapat dirobohkan oleh siapapun. Aku sebenarnya sangat kagum, mengapa kau dengan sekali meraih saja dapat menangkap tanganku, sekalipun aku bergerak dengan jurus Palwaranu juga."

   "Mengapa kau ini terus memujiku dik ... sedang menjual obat manyurkah adik ini . atau sedang membuat pengumuman tentang kakakmu yang awut-awutan ini untuk dilihat orang-orang banyak. Ha ha, adik . kita ini sudah menyeleweng dari pembicaraan kita. Aku sekarang bertanya, kemanakah adik hendak pergi? Adakah tujuan tertentu bagi adik?"

   "Akupun akan pergi kelereng Lawu, kedesa Sarnakaton, tempat ajahku ... bekel didesa itu. Tetapi aku harus kekota dulu, untuk menghibur uwakku dan memberi tahukan kepada beliau segala- galanya tentang penguburan kangmbok Alit. Kak Punung, biarpun kita nanti terpaksa berpisah, namun hingga beberapa jauh, kita bisa berjalan bersama-sama, bukan?"

   "Pasti dik ... sampai disekitar Tembayat."

   "Ada perlu disana kak?"

   "Tidak, hanya untuk mengawani adik saja."

   Berujarlah bagus Suwarna dengan suara sungguh -sungguh.

   "Sukakah kak Punung selalu berdekatan dengan adikmu ini?"

   "Mengapa tidak adik, asal adik membawaku kelingkungan bangsawan lagi saja, pastilah bukan soal aku selalu bersama dengan adik.

   "Kau lupa kak Punung, bahwa aku ini bukan bangsawan. Kalau aku kedalem keraden ajon di kraton itu karena mengunjungi uwakku den aju Widasari, ibu ratu Alit alrnarhum, Ajahku hanya seorang Bekel saja didesa Samakaton, daerah Matesih. Aku juga kurang suka bergerak didalam lingkungan para ningrar itu. Paling banter aku hanya harus melajani mereka saja. Maka pasti aku lebih suka bergaul dengan sesamaku sendiri yang pasti lebih bebas dan leluasa.

   "Lamakah adik nanti di Kartasura itu?"

   "Entahlah kak , mudah mudahan saja tidak usah terlalu lama, aku diperkenankan kembali kedesa, Maukah kemudian kakak mengunjungi aku dirumah orang tuaku didesa Samakaton iiu?"

   "Ja, aku akan mencarimu didesa orang tuamu, setelah aku dapat menyelesaikan latihanku nanti ... kira-kira satu tahun lagi.

   "Baiklah kak, waktu itu kita pedomani, Sejak kira berpisah nanti atau kapan saja, dalam jangka setahun kita barus hertemu Jagi tanpa sarat-saratan, selesai atau tidaknya berlatih ilmu segala, setuju?"

   "Boleh-boleh ..... demikianpun baik juga."

   Dengan berornong-omong dernikian datanglah mereka disuatu perdesan yang cukup besar.

   Disitutah mereka hendak beristirahat menantikan sang pagi.

   Mudah diketernukan sebuah langgar, dirnana mereka dapat leluasa merebahkan diri.

   Bagus Suwarna terus saja masuk kedalam langgar itu, lalu merebahkan diri pada alas tikar pandan seteuaah bedol.

   


Pedang Bengis Sutra Merah Karya See Yan Tjin Djin Rahasia Peti Wasiat -- Gan K L Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja

Cari Blog Ini