Ceritasilat Novel Online

Gembong Kartasura 3


Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo Bagian 3



Gembong Kartasura Karya dari Sri Hadijojo

   

   Berkatalah ia kepada temannya.

   "Kak Punung, kau terpaksa mengalah, disini hanya ada tikar bodol sempit, tidak bisa untuk beristirahat orang dua .... maka kau harus menerima nasib duduk diluar saja, ya?"

   Sebenarnya bagus Suwarna sudah sangat ketakutan dalam hatinya untuk beristirahat bersama-sama dengan Punung didalam satu rumah atau sama ruang,.

   karena sekalipun ia berpakaian menyamar seorarg pria, nyatanya dialah seorang gadis yang cantik molek, hampir kembar dengan ratu Alit.

   Waktu melihat keadaan sanggar tersebut hanya ada tikar bodol selembar saja ....

   maka.

   segeralah ia kangkangi sendiri untuk memiasah temannya, supaya tidak ikut merebahan diri disisinya.

   Jawab Putut Punung.

   "Silahkan adik saja yang tidur didalam langgar, aku sudah biasa duduk hersamadi diluar. Tidurlah dik kalau bisa masih, ada waktu kira-kira sepenanak nasi unt.uk beristirahat. Dengan datangnya sang Surya nanti aku bangunkan kau."

   Karena tidak ada jawaban dari dalam langgar lagi, Punung mengira bahwa temannya sudah ketiduran karena sangat ldah.

   Dia seodiri la]u duduk bibawah pohon sawo dimuka lang~ar, untuk bereiamadi.

   Na mun kali ini ....

   pikirannya selalu menyeleweng kepada teman.

   barunya ini.

   Biarpun nampak wajar dalam segala-galanya, mengapa rasa- rasanya dia itu seperti mrnyimpan suatu rahasia .....

   Dia adalah seorang pernuda, mengapa ia takut bersentuhan badan dengan orang lain.

   Mungkinkah itu disebabkan karena dia mirip sekali orang wanita-mamis, hingga perangainya meniru lagak perempuan.

   Adapun yang sangat menjadi perhatiannya, ialah wajahnya .....

   karena mirip sekali wajah mendiang ratu Alit, hingga Putut Pummg sekali melihatnya merasa tertarik sekali kepadanya.

   Sudah barang tentu Punung suka sekali menjadi sahabatnya.

   Tidak hanya Putut Punung sendiri yang berpikir-pikir demikian, tetapi bagus Suwarna juga tidak luput dari pemikiran yang melantur-lantur, Makin lama bergaul dengan bekas kekasih saudara sepupunya yang malang itu, makin pula terbuka rasa hatinya, malahan lalu menyukai sekali pemuda ini.

   Tetapi untuk membicarakan pesan Alit yang berkenaan dengan soal warisan kekasih.

   itulah sulit.

   Lebih hebat perasaan suka seorang gadis terhadap seorang pria lebih rapat ia menyembunyikannya, sebelum pemuda itu menyatakan lebih dahulu perasaan harinya terhadap sigadis.

   Dernikian pula pendirian Bgus Suwarna yang sebenarnya bernama Sasanti, niken SUWARNl .....

   nama barunya yang diberikan oleh raden ayu Widasari, karena Sasanti serupa benar dengan (sawarni) dengan ajeng Alit, yang menmggal dunia.

   Malam.

   itu dia tidak dapat memejarnkan mata karena pikirannya yang melantur, juga agak kuatir, bila Punung dekat ikut tidur didekatnya.

   Beberapa kali ia mengintai dari celah-celah dinding kepada pemuda yang duduk diluar, dibawah pohon sawo itu.

   Agaknya pemuda itu benar-benar tidak akan masuk kedalam langgar, maka legalah rasa hati Suwarna, Dalam hatl ia berkata sarnbil menyengir-geli .

   "Kalau kau berani masuk kemari, segera akulah yang akan keluar duduk dibawah sawomu. Mana aku dapat duduk tenterarn terlalu dekat denganmu lagi. Aih, celakalah hatiku ini, karena sudah terpikat sama sekali oleb mu denmas .... karena gagah-perkasarnu, karena keluhuran budirnu, karena kedigdajaan dan kesaktiar mu, ya .... karena kau sebagai kau yang sekarang ini. Hingga ayam jantan berkokok bersahut-sahutan tiada berkeputusan, Putut Punung duduk melamun hingga bertele-tele tentang sahabat-barunya itu tanpa menemukan titik terang tentang keadaannya yang sebenarnja, Mungkin sekali karena pikirannya masih sangat terpengaruh oleh kesedihannya tentang ratu Alit, hingga ia tidak berpikir sarnpai kepada peraturan dalam keraton, bahwa yang diperkenankan masuk kedalam keradenajon itu hanya para putri belaka. Apabila itu terlintas dalam pikirannya .... , masakan ia tidak segera tahu, bahwa Suwam a itu tidak mungkin seorang pria ... dan, wajarlah kiranya selubung rahasia yang, merungkup pernuda pesolek yang cantik seperti gadis ini, karena dia memang seorang wanita. Tetapi agaknya malah lebih baik demikian saja hingga belum petlu ada perubahan dalam pergaulannp secara hebat-hebatan dengan mendadak. Kini berdirilah Punung dari duduknya. Nampak ia meregang tubnhnya heberapa kali hingga terder;gar otot-ototnya gemeretuk yang melenyapkan segala rasa kaku-kaku dan lain sebagainya. Belum lagi ia mendekati langgar, muncul dipintu yang tetap setengah terbuka itu, bagus Suarna yang masih mengkucak-kucak mata, biarpun hanya pura-pura!. Katanya mendahului teman.

   "Hai ... enak benar aku tidur semalam. Dapatkah kakak tidur barang sebenta semalam?"

   "Ya .... boleh juga dikatakan dapat tidur sebentar, namun cukup enak, hingga badan merasa segar kembali. Nah mumpung masih agak petang dik, mari kita pergi kesungai untuk berenang-renang sebentar."

   "Iss .... apa-apaan itu mandi .... mandi, eh ..."

   Hampir saja terbongkar rahasianya, karena ia hendak berkata "mana dapat, kita bersama-sama mandi?"

   Alangkah lucunya bila perkataan itu sampai keluar. Untung sekali masih dapat dikendali keluarnya ..... Kata Punung juga tanpa pengertian.

   "Apakah itu yang dikatakan apa- apaan tadi .... mengapa kita tidak holeh mandi bersama-sama dikali?"

   "Pasti saja boleh, asal badanku sehat seperti biasa. Tetapi baru- baru ini aku terserang penyakit demam yang agak berat, hingga mau tidak mau alm harus menjauhi air dahulu. Pergi sendirilah kak, aku menantimu disini saja!"

   "O, begitu ..... baiklah, kau tinggallah disini dulu aku akan segera datang. Tak usah berenang saja. Maka pergi sendirilah Putut Punung, diiringi pandangan wajah menyengir setan dari Suwarna, sambil mengguman "Asem . hampir celakalah aku ....!" **** BAGIAN IV Belum terlarnpau lama, malahan belum sarnpai seketurunan (segenerasi), pareg-reg Trunajaja, mengguncangkan negara Mataram sudah tersusul heboh Surapati di Ibukota barunya, Maka dapat dibayangkan, bagaimana keadaan ketenteraman negara pada waktu itu. Masa pageger selalu mernbawa akibat tidak baik bagi ke amanan umum, lebih-lebih diternpat-tempat yang jauh dari pusat kekuatan negara. Itulah masa yang menyenangkan sekali bagi para durjana, bagi para manusia rendah akhlak, yang suka berdagang tanpa modal, kecuali kekerasan tangan mereka yang kejam beserra keberanian mereka. Diwaktu semacam itu, dimana kewibawaan negara tidak meliputi keseluruhan negara ... orang yang paling kuatlah yang selalu benar, juga betul, biarpun tindakannya sekejam iblis herkumis. Dari segala tindakan yang menyeleweng dari kebenaran itu, yang dirasakau paling kejam dan paling menyusahkan, adalah soal penculikan anak dara orang. Kebanyakan gadis yang terculik itu, lalu lebih suka membunuh diri karena. nasibnya yang paling baik, adalah diperisteri oleh penculiknya, yang pasri bukan pilihannya sigadis, Lebih celaka lagi bila tindakan penculik tadi hanya iseng semata~mata, karena hendak memanyakan nafsunya belaka. Celakalah anak dara itu, karena pasti di buang setelah habis di-isap manisnya. Permainan setan ini sering dikerjakan oleh pemuda-pemuda yang kurang bertanggung jawab, hanya untuk membuktikan keberaniannya, setelah berguru sakti, hitung-hitung mencoba kemampuannya. Namun masa buruk semacam inipun ada kebaikkannya, Karena Ialu bermunculan orang-orang sakti yang membela kebenaran diseluruh negara. Banyak pemuda-pemuda yang bangkit semangat, berusaha sekuat tenaga untuk dapat menanggulangi keruwetan- keruwetan dalam lingkungannya, membentuk kekuatan-kekuatan tandingan. Maka hampir disetiap desa selalu terdapat gerombolan pemuda yang membantu para punggawa desa dalam soal menyelenggarakan keamanan dalam barisan jagabaya atau jagawesti. Lebih-lebih didesa-desa yang ternyata kurang aman seperti perdesan-pedesan yang tidak terlalu jauh letaknya dari gunung Sewu, dimana terdapat sarangnya brandal Wangsa, atau Wirawangsa atau Wiradiwangsa dengan barisannya yang memusuhi negara secara plintat-plintut terpaksa harus mendirikan barisan kekuatan kecil-kecilan, untuk bertahan darl tindakan sewenang- wenang para brandal tersebut. Anak Wiradiwangsa yang bernama Wiryadiwangsa, konon seorang gagah perkasa dan sakti mandraguna, suka sekali akan wajah wanita cantik dan suka bermain culik gadis orang untuk dibuat selir tarnbahan, maka kurang amanlah perasaan orang didaerah Selatan itu, bila mempunyai anak dara yang agak melek rupa. Kali ini yang menjadi sasaran kekurangajaran Wiryadiwangsa, adalah anak gadis ki gede Tanureja, didesa Bejiharja. Memang, putri iru cantik juga, namun sudah mempunyai tunangan, seorang perwira tamtama Kartasura bemama raden Gurnita. Bagi Wirya ... jangankan gadis baru bertunaggan atau belum bertunangan, sekalipun wanita sudah bersuami atau sudah menjadi janda . bukanlah menjadi halangan untuk menculiknya, asal saja memenuhi seleranya. Ia juga hanya mementingkan soal pengacauan tata ketenteraman hidup dalam negara Mataram. Bukankah itu berarti ia telah membantu kesibukan ayahnya beserta teman-temannya, dalam pembalasan dendam kesumat para pengikut Trunajaya terhadap Mangkurat II (Amral) . sekaligus dapat mengumbar nafsu kotornya sendiri. Waktu akhir-akhir ini, Wiryawangsa nampak sering berkeliaran tidak terlalu jauh dari rumah besar pagede Karangharja, pada waktu-waklu yang tidak wajar! Namun agaknya masih dapat menahan sabar, karena selalu menyumpai penjagaan yang kuat lagi ketat. Mungkin pula ia hendak mengambil ikannya tanpa mengeruhkan airnya, kalau masih dapat kesempatannya eruah kemudian apabila tidak ada kesernpatan lain daripada melalui jalan kekerasan. Masakan ia akan mundur karena itu, pastilah akan dicobanya juga menyerobot Sarnasti, anak dara kigede Tanuarja tersebut. Dalam hal menggunakan kekerasan itu, yang menjadi penghalang besar adalah ayah gadis tadi, Pagede itu bekas jago kawakan dalam geger Trunajaja dulu. Nama Tanuarja sering disebut-sebut ayahnya sebagai lawan tangguh dalam pertempuran perseorangan. Belum tentu orang tua itu dapat mengalahkannya, tetapi untuk mengalahkan dia pastilah juga tidak gampang. Oleh karena itu, lebih baik jangan sampai bertemu dengan dia saja dalam soal menculik gadisnya. Pertimbangan-pertimbangan sernacam itulah yang memaksa Wiryawangsa menyabarkan tindakannya. Waktu mendekati surup Surja, orang-orang Karangharja digemparkan karena bisik-bisik orang kepada ternan, yang diteruskan secara demikian kepada teman lainnya lagi terus menerus, hingga dalam waktu sebentar saja sudah merata diseluruh desa. Hebatlah kerukunan kampung disitu, demikian mendengar kabar adanya kemungkinan bahaya, kekuatan seluruh desa sudah dapat dikerahkan untuk menghadapinya. Kenyataan itulah yang terlihat oleh bagus Suwarna dan Putut Punung yang masuk kedalam desa tersebut, untuk mencari tempat berrnalam hari itu. Maka berbisiklah bagus Suwarna kepada ternannya .

   "Kak Punung ... Apakah yang nampak istirsewa didesa ini bagimu?"

   "Hmm ... aku melihat segala-galanya dik."

   "Hai, betulkah itu, Nampaknya kau tidak melihat kekanan dan kekiri... mana kamu dapat melihat segala-galanya didisini. Coba jawab, apakah yang pertama kali kau lihat itu?"

   "Ha, bagus-bagus ada ujian cerdas tangkas ini. Tidakkah itu tentang bisik-membisik kepada teman berdekatan untuk disampaikan kepada teman yang berikutnya, hingga kabar kedatangan kita ini segera didengar oleh orang orang didesa ini? .... betulkah itu? Nah, kalau demikian, boleh diharap segera akan adanya kejadian terhadap kita ini, maka sebaiknya adik harus siap sedia menghadapi segala kemungkinan."

   "Idih kak Punung, kau benar-benar pernuda luar biasa ... Masakan nampak tidak jelalatan melihat kemana-mana toh narnpak bagimu hal yang terasa aneh bagiku, setelah aku melihat beherapa kali gerak-gerik mereka .... yang mereka rahasiakan."

   "Baga'mana kita dapat menjadi pendekar yang baik dik, apabila kita tidak berlatih dengan lirikan ujung mata mencakup segala- galanya tentang gerak orang disekitarnya. Lirikan itulah yang aku lakukan maka aku juga melihat gerakan-gerakan mereka, sedang mereka sendiri mengira tengah tidak diperhatikan orang lain."

   Jawab Putut Punung tanpa menggerakkan kepalanya kearah teman.

   Segera mengertilah bagus Suwarna petunyuk temnnnya itu.

   Iapun berbicara lirih, hampir tidak menggerakkan bibir, sedang paudangan matanya tetap lurus kedepan! "Hm ...

   kau hebat kak, apakah kiranya yang akan mereka lakukan terhadap kita nanti?"

   "Siapakah yang dapat menyawab sebelum terjadi lelakonnya, lebih-lebih kita tidak tahu keadaan disini, maka pastilah tergantung kepada penilaian mereka terhadap kedatangan kita ini. Hanya saja aku kuatir ... disini itu sedang akan adanya .... atau sudah terjadinya peristiwa yang tidak menyenangkan bagi penduduknya. Oleh karenanya kita ini mungkin akan mengalamiperlakuan kurang baik dari mereka. Bila itu terjadi, aku minta kepadamu dik, jangan keburu marah karena kekesaran dan perlakuan mereka yang tidak senonoh, hitung hitung berlatih kesabaran, bukan?. Biarkanlah aku saja menanggapi mereka nanti, cukup lebarlah dadaku rasanya untuk menerima hinaan-hinaan orang."

   "Baik-baik .... seberapa dapat akan aku patuhi petuahmu itu. Hanya bila sudah keliwat batas, janganlah salahkan aku kalau tanganku bergerak tidak menurut perintah majikannya."

   "Awas dik, kiranya pertunjukan mereka itu segera akan dimulai. Lihat saja tujuh orang mendatang dari depan itu!"

   Kata Punung memperingatkan temannya.

   "Ha, orang yang depah gemuk hingga membleh-membleh itu pastilah pemirnpinnya, aih banyaklah macam orang didunia ini!"

   Bisik Suwarna tersenyum-senyum.

   "Kau ini, ... ada saja kebawelanmu. Gemuk itu pertanda kewibawaan, bukan. Semua orang bisa sekali menjadi gemuk semacam dia."

   "Tidak, aku pasti tidak mau menurunkan derajatku sendiri menjadi babi berjalan tegak demikian."

   "Iss .... bicara yang benar dik, jangan menghina orang!"

   Hingga disitulah pembicaraan kedua pernuda yang dipandang aneh sekali oleh orang-orang di Karangharja maka terpaksa mencurigainya.

   Mereka itu dihubung-hubungkan dengan tokoh Wirjadiwangsa, yang selalu diamat-amati, bila muncul disekirar desa mereka.

   Sudah wajarlah jika kedua pemuda aneh itu dianggap mernata-matai keadaan desa, hingga wajib disambut dengan hangat oleh punggawa Jagabaja, dengan tetindihnya pak Sura Gajah, orang gemuk tersebut.

   Dua kepala Jagabaja yang lain bernama Sura Kencet dan Wira- Kentus .....

   Ada pun pemuda empat orang yang serta itu masing- masing ketua regu barisan pemuda desa yang ikut dalam pertahanan desanya.

   Sura-Gajahlah yang membuka pembicaraan, sayangnya sejak perrnulaan mereka sudah bersikap permusuhan.

   Terdengar suaranya yang keras parau.

   "Ha, . berkeliaran didesa untuk keperluan orang lain, bukan? Hayo bilang terus terang .... apakah gunamu bergentayangan didesa orang ini?!"

   Jawab Punung tenang-tenang saja.

   "Apa lagi kalau bukan untuk mencari ternpat bermalam. Apakah dikira enak, tidur menatap langit, berkemul mega, beralas tanah berkersik?"

   "Kurangajar .... anak muda, aku bertanya dengan sesungguh- sungguhnya kepadamu."

   "Apakah aku tidak menjawabmu dengan sungguh-sungguh pula?"

   Jawab Punung berbalik menanya.

   "Huss ... jawabmu itu pasti bohong. Kami sudah tahu macam pemuda apakah kalian ini . begundal-begundal Wiryawangsa, paling banter kalian ini mata-mata orang gunung Sewu itu .... benarkah?"

   "Hajaaa . hebat tuduhanmu itu. Dapatkah karnu membuktikan kata-katarnu itu? Apakah alasanrnu untuk mengatakan demikian Jancang terhadap kami ini."

   "Baru dandanan kalian saja sudah sangat mencurigakan orang. yang satu bersolek seperri pangeran, sedang yang lain berpakaian seperti pengemis gelandangan. Kalian masuk kedesa orang dengan melihat kesegala arah, mungkin sudah dengan penelitian semua yang nampak kepada kalian .... apakah itu belum cukup terang, untuk menggolongkan wajah-wajah kalian dalam golongan para durjana?"

   "Go1ongan para durjana .... jadi Wiryawangsa yang. kau sebut tadi adalah durjana. Tetapi aku dan adikku ini adak kenal orang yang bernama Wiryawangsa. Memang kami tahu nama brandal Gunung Sewu. Wiradiwangsa atau Wirawangsa itu, tetapi bukan Wiryadiwangsa. Oleh sebab itu pastilah kalian salah terka."

   "Ha-ha-haak ... apa bedanya Wirawangsa dan Wiryawangsa, itulah setali tiga uang, sami-mawon ... Masakan orang kenal Wirawangsa tidak mengenal anaknya si Wiryawangsa-ha-ha-haa...! Kau mau bilang apalagi sekarang. Tidakkah kamu sudah menerangkan sendiri keadaan tampangmu itu?"

   Tidak mungkin lagi sekarang bagus Suwarna menahan panas hatinya.

   "Baiklah babi buduk ... kalau kalian tidak menerima baik alasan orang yang betul . kalian hendak berbuat apa terhadap kami. Hayo bilang ... sebelum tanganku ini nyasar kemulutmu yang menceng itu!"

   "Apa kau bilang .... hah ... be-be- berrrani."

   Keruan saja Wira gajah menjadi marah sekali, hingga hampir tidak dapat berkata wajar lagi.

   "Berani saja! mengapa tidak .... mengatakan babi busuk kepadamu, karena perangaimu tidak selisih banyak dari habis kusebut tadi . sudahlah pendeknya, kalian mau mengeroyok, majulah bersama-sama ya..... datangkan orang-orang seluruh desarnu, untuk menghadapi kami berdua ini. Siapa sih takut dikeroyok sebangsa jejadian semacam kamu ini !"

   "Sss .... se;ss .. se-setan nnnn ....kata orang gemuk itu sambil maju menyotos kearah Suwa.na,. nampaknya dengan sekuat renaganya. Karena waktu dikelit oleh pemuda pesolek tadi, hingga nampak Wira gajah menghantam angin, badannya terus saja menyelonong maju tanpa pengawasan lagi, celakanya langsung menggabrus batang pohon trernbesi, maka nyonyor seketika bibirnya yang sudah rebal itu.

   "Bbb ... bbb ... ba.ba-bbbangsattt . masih belum lancar bicaranya saking marahnya.

   "Jed-j-ja jangannn lar-lariii!"

   Sambungnya terengah-engah.

   "Siapa bilang mau lari menghadapi srudukan babi tak dapat membelok saja."

   Kata Suwarna menggoda sejadi-jadinya ....

   dengan wajah menyengir setan pula didepan orangnya.

   Benar-benar menjadi kalaplah Suragajah, ia menyerang tanpa menghiraukan keselamatan diri lagi, ingin sekali ia dapat menyandak lawannya untuk dapat dirernas remas, tidak peduli badannya sendiri terpukul remuk.

   Tidak tegalah rasa hati Putut Punung membiarkan erang menjadi kalap keliwat liwat itu.

   Maka dengan sekali meraih terpeganglah pergelangan tangan Sura-Gajah, segera pula orang depah gemuk itu mendeprok ditempat ia berdiri hendak menyerang, karena kekuatannya mendadak larut habis, kuras tanpa sisa.

   Berkatalah Punung dengan suaranya yang berwibawa.

   "Tahan dulu .... mengapa tidak sabaran hingga banyak menjadi rusak karenanya. Haruskah segala urusan diselesaikan dengan mengadu kekuatan, apabila masih dapat dirundingkan secara cermat. Sebenarnya aku ingin sekali bertemu dengan kjai gede dari desa ini ... siapakah itu?"

   Jang kini menyawab ki Sura-kencet;

   "Itulah ki-gede Tanuarja. Baiklah kita bersama-sarna menghadap kjai lurah saja, untuk mernecahkan persoa lan ini."

   "Nah, begitulah pasti lebih baik. Mari mari ... apa baiknya orang bertempur karena alasan sepele, mungkin karena salah faham saja."

   "Bagaimana dengan lurah Sura-gajah yang kau lumpuhkan itu?"

   Tanya pak Kencet.

   "Jangan cemas, segera ia sembuh kembali, serelah aku tepuk- repuk punggungnya, lihat saja."

   Dengan tiga tepukan pada punggung orang, meloncatlah Sura- gajah, karena kekuatannya sudah pulih seperri sediakala, juga dengan seketika. Tidak habislah kekaguman dan keheranan Suragajah tentang kehebatan pemuda awut-awutan itu.

   "Sssssss.. setttaan ......

   "kata orang gernuk itu sambil maju menyotos kearah Suwarna, nampaknya deugan sekuat tenaganya, Karena waktu dikelit oleh pernuda pesolek tadi, hingga ...... Kiranya ia sudah kapok tujuh turunan, hingga tidak berani lagi memandang kepada pesolek ugal-ugalan itu supaya tidak usah marah Lagi. Dibiarkan saja dia cengar-cengir mendongak kelangit. Tahulah orang bahwa dia menahan ketawanya melihat tingkah laku sigemuk sekarang berbalik kearah sopan. Biarlah dia ketawa terkial- kial, asal tidak mengejek dengan mulutnya yang tajam ini ... jadilah kiranya. T'iba-tiba narnpak dari jauh ada orang tari dengan tangan serabutan hendak menerangkan sesuatu. Setelah kira-kira dapat didengar suaranya, berkatalah orang itu sepatah-sepatah.

   "Pak Sura-gajah-kigede-hendak-dibunuh orang, lima .. Dengan datangnya itu, selesailah pula ia menyampaikan tugasnya. Terpaksa maju lagilah Sura-gajah.

   "Ada apa Kadimun ... ada kejadian apa dirumah ki Ageng."

   Jawab pemuda tanggung itu terputus-putus karena pernafasannya masih belum biasa kernbali.

   "Tarnu . Lima orang . berselisih . Ki Ageng ber ... tempur .... dengan . Wirawangsa ....."

   Segera sigendut itu lari mendahului seperti bola menggelinding, sambil berseru.

   "Teman-teman, bantu kigede semua."

   Tanpa kecuall orang-orang membentang kaki menuju kerumah kiageng Karangharja.

   untuk menolong pemimpinnya.

   Mereka itu berlari sambil berteriak-teriak memberi pertanda adanya bahaya.

   Keruan dari tiap-tiap rumah keluar pemudanya atau orang laki- laki memegang senjata, yang hendak serta mempertahankan kehormatan desanya.

   Maka dalam waktu tidak terlalu lama halaman muka rumah ki Gede sudah banyak sekali orang bersenjata macam-macam, hendak menghadapi lawan.

   Namun mereka tidak berani lancang bertindak sebelum mendapat aba-aba dari pemimpin.

   Apakah yang kini mereka lihat?....

   Pertempuran sengit antara ki Gede Tanuarja melawan pemimpin brandal Gunung Sewu ki Wirawangsa ..

   seorang melawan seorang, dengan tangan kosong.

   Dalam soal umur, mereka kira-kira seimbang .

   setanding juga soal kedigdajaan mereka.

   Jago-jago kawakan ini pasti tidak baru sekali ini saja bertempur .

   mungkin mereka itu musuh-musuh lama di beberapa medan perang, jarnan Trunajaja.

   Terdengar suara Wirawangsa mengejek lawan.

   "Nah-nah Tanu, ... lihat tuh orang-orangmu sudah semua datang. Hayo beri aba-abalah untuk mengeroyok. Dasar kamu sejak dahulu bangsa cecurut licik, hanya berani menghadapi lawan dalam kerubutan ... Mana kamu berani tangguh melawan aku seorang diri.

   "Wirawangsa genjik kau ini, masakan hanya kamu seorang, laki-laki seluruh jagad ini. Kapan aku dapat kesempatan untuk menghadapimu seorang melawan seorang, sebelum hari ini. Kami selalu bertemu dimedan perang barubuh, mana bisa kita tidak bertempur secara kerojokan orang banyak. Hai, kunyuk kuwuk sekarang inilah kita bisa bertempur perorangan. Hayo, pertontonkan segala lagumu, untuk aku timpali."

   
Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"

   Ha, ujar orang laki-laki sejati. Aku mau tahu sampai dimana ketahananmu menghadapi aku tanpa dibantu orang lain!"

   Kata Wira sengaja mengejek.

   Memang ia memancing kemarahan orang supaya dapat bertempur seorang melawan seorang.

   Sekalipun ia merasa sanggup dengan bantuan teman teman yang dibawanya, untuk melayani orang satu kampung adalah tidak terlalu menarik perasaannya.

   Oleh karena itu, ia menggunakan siasatnya ......

   dan siasat itu berlaku baik.

   Itulah yang dilihat oleh orang orang ki Gede Tanuarja.

   Terpaksa mereka tidak dapat berbuat apa apa, karena janji kiageng sendid, hendak bertempur tanpa bantuan.

   Yang masih dapat dilakukan bersama ialah, mengepung ke-empat lawan mereka.

   Karena seram dan serunya pertempuran setanding kedua jago kawakan ini ..

   orang melupakan.

   Wiryawangsa yang tidak nampak bersamasama lagi dengan brandal-berandal Gunung Sewu itu, Tidak seorangpun merasa bahwa orang muda yang justru menjadi biang-keladi kekacauan ini, tidak berada.

   ditengah-tengah mereka.

   Dilupakan sama sekali bahwa Wirya, hendak menculik gadis ki Ageng, dan pasti mencari kesempatan dimana orang sedang berlengah-lengah.

   Tetapi siapakah memikir hingga disitu, apabila orang sedang terpancang pada pemandangan lain yang mendebarkan hari menegangkan perasaan.

   Makin lama pertempuran kedua jago tua itu makin menjadi hebat.

   Kini pergulatan itu sudah memasuki babak adu senjata pamungkas.

   Nampak kedua-duanya meloncat mundur sedepa, untuk berdiri dengan kudakuda masing-masing, dalam pengerahan renaga sakti untuk pengetrapan ilmu simpanan masing-masing pula.

   Kiranya yang selesai dulu mengerahkan tenaga sakti itu si brandal Gunung Sewu.

   Maka segera menyeranglah ia dengan tangan kanan diangkat tinggi-tinggi dan tangan kiri dilonyorkan menyilang dadanya, berloncatan dengan cara menggeser, kaki kiri selalu berada dimuka.

   T angan kanan yang diangkat tinggi tadi menyambar secepat kilat kearah dada orang Bukan main hebatnya gebugan itu, lebih lebih kiageng Karangharja belum selesai melarnbari dirinya dengan ilmu andalannya.

   Untungnya, ia masih cukup gesit untuk meloncat kesamping, mengelak gebugan tersebut.

   Namun tak urung ia telah merasakan srernpetan angin pukulan rujak-beling lawan jang membinasakan itu, bila sampai terkena telak.

   Baru srempetannya saja sudah terasa seperti disajat pisau tajam kulitnya.

   Agak menjadi kacaulah pengerahan tenaga kiageng, karena kedahuluan lawannya itu ....

   , terpaksa ia masih harus berlincahan menghindar dan mengelak menjauhkan diri dari rnusuh tangguhnya.

   Wirawangsapun tahu hal itu, maka serangannya lebih dipercepat dan diperhebat, untuk mendapat kemenangan terakhir.

   Baru waktu Sumber Pustaka .

   Gunawan Aj Pdf image .

   Gunawan Aj
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ sudah sepuluh kali menghindari serangan pemimpin brandal tadi, kiageng dapat mengumpulkan tenaga saktinya yang harus dipakai dalam menggunakan ilmunya Kebo-dungkul .

   pukulan tangan kosong yang beratnya.

   sama dengan serudukan kerbau tanpa tanduk.

   Sayang, kali ini kiageng kurang yakin bahwa ilmunya pasti dapat untuk menandingi kedahsjatan lembaran lawannya itu, karena berkali-kali terkena srempetan angin pukulan Wirawangsa, hingga terpaksa menirnbang-nimbang kemampuan pukulannya sendiri.

   Narnun serangan Wira sudah keburu datang dengan derasnya ...

   Karena tidak berkesempatan lagi mengelak mau tidak mau kedua lengan dengan lambaran sakti masing-masing beradu keras sekali .....

   plak-plak .....! Tidak terlampau keras terdengar benturan kedua lengan perkasa itu, tetapi akibatnya ternyata berlebihan.

   Ki Ageng Tanuarja nampak mental selandejan kebelakang lalu jatuh terjongkok sambil memegang dadanya, memuntahkan darah sekumuran dengan mata mencereng menahan sakit.

   Wirawangsa melangkah surut lima tindak, berdiri bergoyang- goyang, seluruh badannya gemetar dengan wajah menyeringai iblis, juga menahan sakit, tetapi disembunyikan, Diapun tidak akan dapat berbuat sesuatu, karena merasa kesemutan diseluruh badannya.

   Hanya orang dapat menilai bahwasanya ilmu brandal itu mempunyai segi keunggulan seurat dari lambaran ki Ageng Karangharja.

   Maka menjadi legalah hati para pengikutnya, karena pasti pemimpinnya tidak kalah dari lawan hebat itu, suatu jaminan untuk tetap bersikap garang.

   Siapakah sekarang yang masih berani maju untuk mengganti lurahnya yang sudah kalah kini duduk numprah ditanah, guna memulihkan kekuatan itu? Lebih-lebih pemimpin brandal itu sekarang sudah dapat lagi bergerak lagi.

   Dengan tertawa menggeleges, menusuk perasaan, berkatalah dia.

   "Heh-heh-heh.., Tahu . tahu rasakah kamu sekarang. Enakkah gebugan aji Rujak-belingku itu? Ha-ha .... kau kira dapatkah aji busukmu menandingi keampuhan pukulanku .... Bagaimana sekarang, apakah yang masih hendak kau suguhkan kepadaku lagi. Hayo kuraslah pembelaanmu supaya jangan penasaran, bila aku berkenan meremas putus lehermu nanti."

   Jawab ki ageng Tanuarja yang baru setengah pulih keadaannya itu dengan gagahnya;

   "Wirawangsa, kerjakan maksudmu yang keji tuu, siapa takut mah Jelek-jelek akupun prajurit dalam barisan raja dahulu. Masakan dapat luntur keberanianku menghadapi maut ditangan musuh, Hayo .. pilihlah senjatamu untuk menyempurnakan kepergianku ini. Aku akan menyaksikan dengan mata melek kematianku sendiri .....!"

   Terdengar suara orang banyak.

   "Lurah, apakah kami belum boleh bertindak.?"

   "Jangan-jangan ...! Aku sudah berjanyi bertempur perseorangan menghadapi dia."

   Kata kigede dengan menggoyang-goyangkan tangannya.

   "Janji, adalah janji yang harus ditepati. Bila ada yang dapat mengganti aku, pastilah dapat kuijinkan bertempur dengan dia sebagai pembelaku. Tetapi kalian tidak mungkin aku ijinkan maju menghadapinya. Biarlah aku sendiri nanti menyelesaikan persoalan ini!"

   "Kjai lurah ... kata Sura-gajah ... kjai lurah sudah terluka parah, mana bisa hendak melanjutkan pertempuran lagi. Biarlah aku mati membelamu!"

   "Jangan Sura ... jangan kau mewakili aku. Tidak sudi aku melihat orang membuat permainan kepada kalian. Tunggulah sebentar, pasti aku dapat bergerak leluasa lagi!"

   Mulutnya berkata demikian, tetapi kenyataannya ki gede memang terluka parah didalam, hingga bila terjadi perternpuran sekali lagi, pastilah ia seperti mengantar jiwa belaka. Tiba-tiba terdengar suara orang berkata sangat nyaring.

   "Hei-hei .... sore-sore begini, siapa hendak memhunuh orang. Kalau toh harus ada orang yang dibunuh . bunuhlah dia ini!"

   Suaranya terhenti blug ...

   ada barang besar jatuh dimuka pemimpin brandal Wirawangsa.

   Semua orang menjadi kaget karenanya.

   Waktu diperdatangkan, apakah yang dijatuhkan tadi ...

   ternyata badan orang tinggi besar .

   Wiryawangsa.

   Keruan saja Wirawangsa berjingkrakan sambil memaki-maki keras, setelah menyadari kenyataannya.

   "Setan alas ... iblis najis dari mana berani berbuat demikian, membangkit kemarahan Wirawangsa ... hayo, keluarlah cecurut hina-dina, temuilah aku ayahnya!"

   "Akulah iblis hina itu. kau mau berbuat apa terhadap setan alas ini. tahu-tahu ada tubuh manusia gagah perkasa menyelinap masuk kalangan pertempuran. Itulah Putut Punung, pemuda berdandan awut-awutan yang tadi dicurigai orang sekampung, ternyata sekarang bahwa dia adalah pembela lurahnya, berani menghadapi berandal "Kini terjadilah hal yang aneh dimata orang banyak. Pemimpin berandal yang ganas dan garang luar biasa itu, tampak pias seketika waktu berhadapan dengan pemuda tak karuan tadi. Ludeslah segala kegarangannya, lenyaplah segala sifat berandalnya . musnahlah keberaniannya. Wirawangsa memandang dengan mata melotot dan mulut melogo, kepada pemuda yang menyebut dirinya "Najis, menirukan suara Wira tadi. Berkatalah pemuda itu.

   "Wirawangsa bukankah ini anakmu yang tersayang? Pastilah kau tahu tentang maksud jahatnya bukan? Ketahuilah bahwa anakmu ini telah melarikan seorang gadis. Pastilah itu anak ke gede desa ini. oleh karena itu, terpaksa aku rebut kembali anak dara itu, yang sudah diserahkan kepada bunya kembali, sedang anakmu kini juga aku serahkan kepada ayahnya. Kalau perlu bunuhlah dia saja. jangan gerayangan kepada orang lain yang tidak bersalah Nah, bagaimana?"

   "Sebenarnya siapakah Tuan mengapa selalu merusak reneana kerjaku adakah permusuhan antara tuan dengan aku segerombolan?"

   Kata Wira menyimpang dari jawaban langsung.

   "Bukankah kau sudah menyebutkan sendiri sebutan-sebutanku yang "bagus tadi mengapa masih menanyakannya? perlukah itu, tetapi mungkin kau masih membutuhkannya dalam pembalasan kemudian Ingatlah saja, namaku adalah PUTUT PUNUNG. Kalau aku selalu menentang rencanamu itu, karena aku ini abdi rakyat umum, tugasku membela kebenaran dan keadilan umum juga. Dengarlah pula peringatanku yang terakhir ini. Punung adalah manusia biasa, hingga ia hanya dapat mengampuni kesalahan orang sebanyak tiga kali maka, bila aku menemui sekali lagi bertemu denganmu dalam soal yang menyalahi tugasku lagi . Pastilah kau dan aku tidak dapat hidup lagi dalam satu jaman bersamaan. Kau atau akulah yang akan berjalan mendahului. Ingatlah itu, pada waktu kami berjumpa sekali lagi. Sekarang kau dengan orang-orangmu boleh pergi! Hayo segera jalamlah!"

   Semua orang agak menjadi keheranan, melihat pemimpin berandal gunung sewu itu benar-benar mematuhi perintah jalan si pemuda.

   Tanpa mengeluarkan sepatah kata, Wirawangsa memondong anaknya yang kiranya hanya dilumpuhkan saja oleh musuhnya, untuk dibawa pergi diiringi oleh ketiga orang teman setia mereka yang tak kurang herannya, karena tindakan sang pemimpin kali ini sangat berlainan dengan yang sudah-sudah.

   Tak pula berani mereka bertanya sebab musababnya sang pemimpin menjadi kawus tidak karuan itu.

   Malam itu Putut Punung dengan temannya dipaksa bermalam ditempat kiageng Karangharja dengan mendapat perhatian penuh, lebih-lebih setelah pemuda aneh itu dapat menyembuhkan Ki Ageng dengan cara istimewanya **** BAGIAN V Sekali lagi sang malamlah yang menjadi soa yang rumit dan gawat bagi bagus Suwarna, yang sebenarnya seorang gadis molek remaja bernama Sasanti niken Sawarni atau Suwarni nama yang diberikan oleh denaju Widasari, karena gadis itu hampir kernbar dengan ratu Alit ...

   selagi Suwarna masih berjalan bersarna-sama dengan Putut Punung.

   Malam dirumah pagede Karangharja itu adalah malam yang kedua, dalam perjalanan mereka.

   Dasar waktu belakangan ini bagus Suwarna sudah sangat kurang tidur ...

   mula-rnula dalam iring-iringan layon ratu Alit, kemudian ikut berjaga dimakam ...

   dan selanjutnya bertemu dengan bekas kekasih mendiang putri malang itu.

   Setelah berkawan dengan Putut Punung ...

   dimalam pertarna tidak berani memejamkan mata barang sebentar didalam pondok tua tersebut.

   Kalau malam ini dia tidak bisa tidur lagi, apakah jadinya nanti.

   Mulailah keruwedan bagus Suwarna, setelah kigede beserta keluarga hingga para punggawanya menjamu dan menghorrnati kedua tamu yang berjasa tadi.

   Karena kedua tamu itu pasti payah sekali, maka sehabis puas beromong-omong, mereka dipersilahkan beristirahat dalam karnar diserambi muka.

   Kamar itu cukup lebar, yang hanya disekat dengan dinding papan saja disudut pendapa yang sangat luas.

   Didalam kamar hanya terdapat satu amben besar, cukup untuk tidur ernpat-lima orang, malah masih agak longgar, asal mereka membujur sedjajar saja, Jadi bagi orang dua, arnhen itu boleh di katakan sangat luas.

   "Saudara-saudara pasti sangat payah, karena baru berjalan jauh lalu terpaksa ikut serta dalam urusan kami tadi, maka sebaiknya beristirahatlah sepuas-puasnya dulu, dikamar itu. Maaf'kan bila ada kekurangah-kekurangannya, karena memang hanya itulah yang dapat kami sajikan kepada para tamu-kata ki Gede Tanuarja ramah.

   "Terrma kasih ki Ageng... kami, ini biasa tidur diluar beralas tanah atau rerumputan, mana dapat tempat peraduan kebiasaan kami dipersamakan dengan yang ki Ageng relakan untuk kami ini. Nah ... marilah dik kita beristirahat dahulu, besok kita dapat melanjutkan perjalanan kita lagi."

   "Beristirahat dahululah kak Punung, aku masih hendak keluar sebentar, uutuk mendinginkan badan. Hebat panasnya udara didesa ini, jawab Suwarna kontan saja ... maka terpaksa agak keliru menilai udara Karangharja yang sama sekali tidak dapat dikatakan panas. Namun sebenarnya dia juga tidak salah, karena yang dirasakan adalah rasa-badannya sendiri ... keruan saja ia menjadi panas seketika mendengar ajakan temannya. Mana boleh ia diajak tidur dalam satu kamar dengan dia ... wah.. wah, gila benar . tetapi apakah alasannya untuk menolak permintaan temannya itu, Tidakkah wajar sekali apabila mereka tidur searnben dan sealas? karena mereka sama-sama pria, . teman seperjuangan, senasib dan seasib. Dernikianlah dalam pandangan umum. Adapun yang sebenarnya Suwarna itu seorang gadis remaja .... tidak seorangpun yang berani mengatakan, karena dandanan dan lagak-lagunya. Paling banter orang menyangka, bahwa dialah pemuda pesolek kota, yang tingkah lakunya kewanita-wanitaan, Mungkin sekali demikian itulah model dikota-kota supaya menjadi perhatian gadis- gadis cantik.

   "Namun Putut Pununglah yang terpaksa mengerutkan keningnya mendengar jawab Suwarna yang tidak terlarnpau kena itu. Mengapakah teman iru selalu menghindari berdekatan dengan dia agak rapat sedikit Agaknya pantang benar ia bersentuhan dengan dia juga dengan pria lainnya. Tidak suka berdiri berdekatan atau duduk terlalu dekat dengan orang lain. Sudah lebih dari sehari mereka bersama-sarna, maka pastilah ada sesuatu yang menjadi perhatian Putut Punung tentaug diri teman aneh ini. Kecuali bentuk raut mukanya yang terlala manis malah mirip benar wajah ayu ratu Alit ..... kulit. tangan dan kakinya nampak sangat halus bening, sekalipun keseluruhan warnanya hitam-mams. Suka pula ia akan bebauan yang wangi, harum, dan selalu berbau bedak wangi, mirip sekali perangai wanita, adakah ia memang wanita? Kalau itu benar seorang wanita siapakah dia itu? Menjadi lebih kuatlah raba-rabaannya waktu mengingat jawaban temannya itu, tidak mau diajak mandi bersama kesungai . menyuruh orang tidur diluar dengan dalih tikar bodol segala .... Sekarang malahan terbangunlah keinginan Punung untuk mengetahui dengan seksama, kebenaran pemikirannya. Maka tersenyumlah ia, berkata dalam bati.

   "Ba1klah, kau mau mengelabuhi mata orang . aku ingin tahu sampai dimana kau dapat bertahan!" Masuklah ia kedalam kamar mendahului teman, sebagai dianjurkan oleh bagus Suwarna. Sekali lagi ia tersenyum geli ... Ambennya terlalu besar apakah akalnya sekarang untuk menyempitkan tempat berbaring orang lain .... Maka direbahkan badannya yang panjang besar itu serong melintang diatas amben, hingga pasti saja mengurangi keleluasaan orang lain yang hendak tidur disitu pula. Kedua bantal yang semula direndengkan, kini yang satu dibuat alas kepalanya sedang satunya lagi sengaja dikempit dilintangkan didadanya. Mulai mendengkurlah ia, entah pura-pura entah sebenarnya, karena kepayahan. Bagus Suwarna yang terpaksa keluar karena ucapannya sendiri, setelah ada dihalaman samping pendapa, segera merasa betapa dinginnya udara diluar. Lebih lebih pada waktu daumg sang angin-malam yang lembut tetapi dingin menggigit kulit. Maka menggigillah anak dara yang berpakaian laki laki itu kedinginan, sedang matanya terasa sangat perih karenanya. Tiga kali berturutan, ia terpaksa menguap, itulah. Pertanda kantuk yang berlebih-lebihan. Tetapi ia bertahan sekuat tenaga, melawan rasa hampir tak dapat membuka mata itu, pikirnya;

   "Kau tidak boleh tidur . tidak boleh, sekali lagi tidak boleh ... hayo lawan terus rasa kantukmu ... lawan terus, masakan kalah dengan perasaanmu sendiri."

   Selesai menasehati diri sendiri .

   serrr, hampir saja ia jatuh terjerunuk, karena dilanda kantuk lagi.

   ...

   Gila ...

   apa mungkin orang tidur berdiri, atau ...

   serrr ...

   Wah-wah ..

   celaka.

   Celaka benar kalau ada orang yang melihat aku terjatuh karena kantuk..

   Apakah kata orang., kalau aku tertidur diluar begini ..Aih, apakah yang sebaiknya kulakukan ...

   Tidur dengan sikap duduk diamben besar dipendopo bersama-sama dengan para jagabaja ...

   atau, atau ...

   idiiihh ...

   sulit nih.

   Hmm ...

   sudahlah, untung-untungan, aku akan masuk dalam karnar gila itu.

   Tak a palah kiranya bersama-sama dengan dia asal aku tidur duduk saja.

   Sebelum ia bangun aku harus sudah keluar lagi ...

   mendahului,- Maka dengan jalan berhati-hati sekali tanpa menimbulkan suara sedikitpun, bagus Suwarna masuk kedalam kamar tidur tadi.

   Sebenarnya iapun harus tahu bahwa pendekar sakti tingkaran Punung itu tidak mungkin tidak tahu atau lebih tepat merasa, bahwa didekatnya ada sesuatu yang bergerak.

   Boleh gerak itu tanpa suara, namun tidak bisa tanpa iringan angin lernbur.

   Dan angin itulah yang menyentuh kepekaan rasa Putut Punung, Dengan sangat hati-hari pula ia membuka matanya, karena lekas ia tahu siapa yang masuk kedalam karnar tersebut, Penerangan untuk jarak yang tetap dinyalakan dipendopo hanya mampu memberi penerangan sangat terbatas disekitarnya, Masuknya kedalam karnar melewati celah- celah sernpit dibeberapa bagian dinding papan itu, sama sekali tidak dapat menerangi kamar tersebut ...

   tetap remang-rernanglah keadaan didalamnya.

   Meremanglah bulu roma bagus Suwarna waktu berada didalam kamar, harnpir ia segera kernbali keluar ...

   tetapi ia sudah terlanjur didalam masakan lalu keluar Jagi tanpa sebab, bukankah Itu janggal sekali? Sebenarnya apakah yang ditakutkan itu ...

   Pernahkah ternan ini berbuat yang tidak senonoh terhadapnya, Audaikata ia tahu bahwa Suwarna itu nyaranya seorang gadis, sudah pastikah Punung akan berbuat yang kurang patut terhadapnya.

   Mengapa ia selalu takut terhadap dia? Deegan memupuk pemikiran yang demikian bertekadLah ia duduk dlsarapirig badan orang yang masih mendengkur itu.

   Terdengarlah amben itu berderak lirih waktu bagus Suwarna duduk, nampak tubuh orang yang tidur tadi bergerak beralih sikap membelakangi yang baru datang.

   Mula-mula pemuda pesolek itu sangat terkejut, melihat tubuh temanya bergerak ...

   namun segera menjadi sangat lega, ketika melihat punggung orang.

   Karena tidak mendapat teguran atau diajak bicara, maka ia mengira bahwa teman itu benar-benar tidur nyenyak sekali.

   Apa salahnya kalau ia juga mencoba tidur sebentar, karena rasa kantuknya tidak dapat disabili lagi.

   Lupa pula ia bahwa rencananya hanya duduk sambil mengantuk melulu.

   la merebahkan diri diamben juga, tetapi agak jauh jaraknya dari punggung Punung.

   Dasar sudah tiga hari tiga malam tidak tidur baru saja kepala daletakkan pada ujung bantalnya kesadarannya sudah pudar dialam mimpi.

   
Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tertidurlah bagus Suwarna, lebih pulas dari biasanya.

   Pernapasannya yang mula terdengar kurang wajar.

   kini sudah lurus teratur rapi, hingga mudah diterka bahwa ia sudah jauh dari dunia kesadaran.

   Demi sedikit Putut Punung membalik arah, untuk meyakinkan keadaannya.

   Pastilah teman itu sudab tidur nyenyak sekali, lupa sgala-galanya.

   Ikat kepala yang menutup kepala pemuda itu terpaksa lepas sebagian ...

   hingga merosotlah beberapa untai rambut hitam-legam berombak disamping pipinya.

   Sekalipun penerangan lampu ublik diluar kamar hanya remang- remang samar saja didalam bilik itu, bagi Punung dengan ketajaman matanya, sudah lehih cukuplah penerangan itu, guna melihat sesuatu dengan saksama.

   Baginya sekarang ini teranglah sudah, bila temannya itu.

   pastilah seorang wanita yang menyaru dengan dandanan priJa, untuk keperluan tertentu.

   Dan yakinlah ia bahwa keperluan tadi pasti ada hubungannya dengan ratu Alit dan dirinya sendiri.

   Malahan sebagian besar pesau putri malang itu sudah disampaikan kepadanya, sebagian telah didengarnya dimuka kuburan putri kemarin dulu, Mungkinkah masih ada pesan Puteri yang belum disampaikan karena ada bahayanya bila sarnpai kedengaran orang lain, hingga harus dirahasiakan baik-baik? Dernikianlah kesan yang serasa oleh Punung, tentang pemuda gadungan ini.

   Lama sekali Putut Punung menekuni wajah Suwarna ..

   yang pasti bukan Suwarna itu, Makin lama wajah itu makin serupa dengan wajah ratu Alit, Tetapi berbeda mutlak dalam warna kulitnya, oleh karena kemolekan ratu Alit bertitik berat kepada aju- luar biasa, sedang putri ini titik-berat kecantikannya pada, manis, juga luar biasa.

   Maka repotlah hati Punung yang masih sangat merindukan kekasih yang telah meninggal; sedang didekatnya ada anak dara yang serupa benar dengan bekas kekasihnya itu.

   Hanya dengan kekuatan batin yang hebat saja ia dapat menahan hatinya.

   Kuat-kuat ia mernalingkan kepalanya, tidak hendak memandang lebih lama lagi, supaya jangan menjadi mata-gelap, Sejak bertemu dipekuburan, Sudah disangkanya bahwa yang bersuara kepadanya itu adalah roh sang kekasih, wajarlah kiranya jika ia sekarang menganggap putri ini penjelrnaan putri raja itu.

   Dengan menyadari keadaan ini, agak terhiburlah rasa pedih hatinya yang terasa hampir membeku kedinginan ...

   kini mencair demi sedikit, karena sinar harapan, ingin ia menemani putri menyarnar prija ini lebih lama lagi, untuk mengetahui lebih lanjut apakah maksudnya yang masih dirahasiakan itu.

   Supaya jangan menjadi malu atau kurang dapat bergaul bebas dengannya, ia harus menjaga agar Suwarna tetap merasa helum diketahui penyamarannya.

   Maka biarpun Punung.

   masih sangat kesengsam melihati wajah manis itu, terpaksa ia merebahkan diri.

   lagi dalam sikapnya semula, membelakangi bagus Suwarna, tetapi ia tidak tega untuk tidak menernpelkan punggungnya kepada bahu bagus Suwarna, sekalipun sangat sedikit kenanya, Demikian saja sudah menggetarkan hatinya hebat sekali, hingga terasa pernapasannya kurang lancar dengan mendadak.

   Seluruh badannya terasa kesemutan, gemetaran lirih.

   Bagus Suwarnapun seorang pendekar asuhan guru sakti Biarpun tingkatan saktinya tidak nempil pada kemarnpuan Putut Punung, retapi ia juga sudah melatih kepek.ian perasaan dan segala ~engind~raan, oleh sebab itu, getaran punggung yang menempel dibahunya sudah pula cukup, untuk membangunkan tidurnya yang nyenyak tadi.

   Mula-mula dirasakan sebagai barang hangat-hangat nyaman saja tetapi setelah pulih Sama sekali k,eciadarannya, tahulah ia bah.wa yang menyentuh bahunya itu tidak mungkin barang lain, kecuali badan temannya.

   Mendadak seperti bersentuhan dengan apilah rasa hangat sernula itu.

   Sebagai tersentak rasa kagetnya, hingga tahu' tahu terduduklah ia, dengan sikap marah sekali hendak menempeleng orang.

   Pasti saja ia mengira bahwa teman itu berlaku curang, hendak berlaku kurang-ajar setelah tahu bahwa ia adalah wamta.........

   Tetapi tangan yang sudah diangkat itu, pelan-pelan diturunkan lagi, waktu melihat sikap temannya masih saja seperti waktu dia masuk kekamar.

   Nampaknya Punung masih tidur nyaman sekali, hingga hampir setengah malam tidak mengubah sikap berbaringnya.

   "Hmm ...... hampir salah tangan, pasti dia tidak bersalah, malah belum tahu sama sekali penyamaranku' ini ......Kalau dia lebih dulu bangun, lalu melihat keadaanku demikian ini. .. ikat-kepala hampir lepas, rambut keluar setengah konde, baju beskap terlepas karnyingnya, sampai terlihat pamekak hijauku, wah-wah ...... celakalah aku. Dimana aku dapat menyembunyikan mukaku terhadap orang ini. Aih, kangmbok Alit, kau benar-benar menyiksa aku. Kau lihat, akupun orang biasa dengan segala kesalahan dan keinginan biasa. Tahukah kau roh yang sudah suci ...... bahwa aku juga langsung jatuh hati kepada bekas kekasihmu itu. Setelah aku melihatnya dan bergaul dengannya, pastilah tak ada pemuda lainnya yang kunilai lebih dari dia. Kangmbok telah mewariskannya kepadaku, tetapi kalau orangnya sendiri tidak menghiraukan akan daku apakah jadinya nanti?"

   Demikian ramailah pikiran pemuda pesolek itu sambil mengaw'asi terus punggung orang, hingga terasa panaslah oleh orangnya.

   Menggeliatlah Putut Punung, meregang badannya yang kukuh-kuat itu.

   Terdengar otot-ototnya bergemerutan, tulang-tulangnya berkerutukanuaaah..

   ia menguap lebar dengan menutup mulutnya ..

   ..

   ..

   Uaaaiih ......

   sekali lagi ia menguap, dan meregnng badannya, lalu membalikkan tubuh tanpa membuka mata kemudian menyingkrung lagi seperti udang kering.

   Yakinlah bagus Suwarna babwa orang ini belum tahu menahu tentang penyamarannya.

   "Heee ...... kak Punung, masakan masih mau tidur bgi. Hari sudah siang, malu ah..... orang semua telah sibuk, kamu masih sibuk menutup mata saja. Bungunlah!"

   "Apakah matahari sudah tinggi?"

   Punung balik bertanya kepada temannya, ' ' "Bukalah matamu itu .... masakan membuka mata sebentar saja merasa rugi, uwah-uwah . rajin benar kakak ini."

   Jawab teman itu.

   "Hayaaa, kedahuluan matahari tapi tak apalah untuk kali ini, bukansah kira ini ramu-tamu terhorrnat, yang dibenarkan berbuat lain dari pada yang lain. Mari kita mandi saja dahulu!"

   Dengan sengaja ia menguijapkan permintaannya yang terakhir itu tanpa memandang langsung kepada orangnya, namun krlasan lirikan sudut matanya justru sangat tajam.

   Maka tahulah ia bagaimana warna kulit hitam manis itu menjadi lebih merah pada kedua belah pipinya yang halus.

   Terdengar jawabannya sebagai terlontar dari mulut mungil itu.

   "Uila ... sudah siang begini mengajak mandi kesungai . pergilah sendiri kalau tidak malu dilihat orang banyak!"

   "Apa salahnya orang melihat orang . juga, masakan kilta tidak dapat mencari tempat yang aman tidak dilalui orang. Apakah kau sudah mandi dahuluan? Atau . masihkah demammu kernarin- dulu itu?"

   "Sudalah! jangan banyak bicara kak, mau mandi .. mandilah sendiri, tak usah mernusingkan orang lain! Seperti penakut saja kakak ini, tidur minta ditemani, mandi juga minta kawan . apa sih yang ditakuti itu?"

   "Hmm ... memang aku ini sebenarnya penakut ulung, ada-ada saja yang kutakuti .... Kadang kadang bayanganku sendiri, tetapi betakangan ini takut kepada pembajanganku, karena selalu masih ingat akan kangmbok Alit, sering nampak wjahnya didepanku, hingga aku berbicara sendiri, seperti orang kurang leugkap, itulah dik persoalanku sekaraug!"

   "Yaaa ... aku dapat mengerti keadaanrnu ilu, tetapi tidakkah kakak dapat memahami pula bahwa orang yang sudah mati, tidak akan dapat kembali lagi didalam pergaulan kita ini. Mau tidak mau kakak harus dapat menerima kepahitan nasibmu. Nasihat mendiang kangmbok juga menganyurkan supaya kakak mengatasi kesedihanmu, dengan mencurahkan pengabdianrnu kepada masyarakat, memuju ketingkatanyang lebih tinggi 1ebih bahagia, lebih makmur. Apabila kau sendiri tetap dalam kesedihan, mana bisa kau membajangkan kebahagian orang lain. Bahkan mungkin sekali kau membenci segala ben tuk kebahagian orang. O1eh karena itu, kangmbok menghendaki kau hidup sebagai rakyat bia1a, bergaul rapat dengan rakyat jelata, memahami segala segi tata- hidupnya, suka dan dukanya yaa, bahkan kangmbok menganjurkan kakak mengawini gadis dari kalangan mereka itu, yang cantik dan kakak sukai."

   "Aku sudah mengucapkan sumpahku didepan kubur kangmbok itu, pastilah akan kutepati janjiku hanya soal beristeri itulah yang kiranya sangat sulit bagiku, karena aku pastl tiaak akan kawin dengan wanita siapapun yang tidak seratus bagian menempati jantung-hatiku. Soalnya adakah wanita yang sama dengan mendiang kangmbok Alit, seraut dan sebentuk keseluruhan tubuhnya ...... Sulit bukan?"

   "Itulah mustahil, gadis manakah dapat direndengkan dengan putri raja yang tercantik?. Memang konyol nasib kakak ini, seumur hiduppun tak akan dapat menemukan orang yang mirip. rupa putri raja itu. Tetapi asal kamu berani hidup saja, tidak usah kawinpun sudah lebih baik dari mati cemas kemlurusen-.

   "Mungkin kau benar dik, tetapi aku masih mempunyai pengharapan benar. ltulah kareua mimpiku semalam yang bagus sekali firasatnya."

   "Apakah mimpimu itu, coba ceriterakan."

   "Aih, mana. boleh pagi-pagi berceritera tentang mimpi baik, nanti saja, dalam perjalanan aku menceriterakannya kepadamu, untuk menghilangkan rasa payah. Mari kita bertemu saja dengan Ki Ageng, untuk minta diri dan berterima kasih atas kemurahnnya."

   "Tanpa membersihkan diri dulu kesungai, bagaimana kakak ini?!"

   "Biarlah ... kita gosok kuat-kuat sajalah muka kita, pasti sudah cukupbersih nampaknya, anggap saja aku mulai dengan hidup secara rakyat jembel, sesuai dengan pakaianku ini bukan?"' "Bah .... itulah kebiasaan orang besar kota .... takut bersentuhan dengan air waktu pagi, karena agak dingin saja, Justru rakyat desa suka mandi diwaktu pagi-pagi benar. Nah, biarlah begitu dulu, kalau orang tak suka berdekatan denganmu, janganlah menyesal. Hayo lekas betulkan pakaianmu, mari kita segera keluar!"

   Setelah turun dari amben dan berdiri tegak berkatalah Putut Punung.

   "Sudah beres sejak kemarin dulu dik apanya jang mesti diluruskan lagi. Mari kita berpamitan kepada ki ageng, dia sudah duduk diamben besar pendopo."

   Ki Gede Tanuarja, memang sudah duduk diamben pendopo, sedang minum serbat kesayangannya Setelah melihat tamu tamunya keluar dari karnar, berkatalah ia dengan senyum ramahnya.

   "Sudah bangun .... Cukupkah sudah beristirahat setengah malam saja, Mari- rnari , ... duduk disini dulu, menikmati serbat Karangharja, yang hangat-pedas!"

   "Sudah lebih dari cukup ki Ageng. Malahan kami hendak, minta maaf karena bangun agak kesiangan ini. Soalnya, karena payah dan menemui ternpat yang jauh lebih baik dari yang biasa kami jumpai."

   "Heh heh-heh." ... jawab ki Ageng menggelegas.

   "Apanya yang harus dimaaf'kan angger, kalau, mau saja, boleh angger beristirahat lagi sepuas-hati, tetapi marilah kita minum-minum sebentar dan memilih hidangan yang dapat kami sediakan ini, guna melewatkan pagi berkabut itu. Silahkan-silahkan."

   "Benar-benar nikrnatlah wedang serbat istimewa Karangharja diminum bersama-sama makan juadah-bakar masih hangar pada waktu pagi demikian, lehih lebih bagi orang-orang jang sudah agak lama tidak teratur makannya seperti kedua orang .perantau itu, Gajenglah ornong-omong pagi dipendopo pagede Tanuarja, karena keramahan tuan rurnah yang sudab sembuh sarna sekali dari ijederanya kemarin. Sudah barang tentu pula pembirjaraan mereka melanrur kebarat dan ketimur. Pada pertanyaan Putut Punung tentang sebuah lukisan pedang berbentuk indah sekali, yang nampak diatas gawang pintu kerumah belakang ...... jawab ki Gede "Itulah lukisan kuno angger, mungkin sudah lima turunan dari pelukisnya. Bagi kami yang memilikinya, kami anggap bukan lukisan melulu melainkan sebagai rajah tulak- bala (malapeeaka). Lukisan pedang indah itu diturunkan dari ayah kepada anak-sulungnya sampai kepada tanganku sudah kira-kira lima turunan. Pedang itu disebut PEDANG JANUR NAGASURA, konon tajam dan ampuhnya pedang itu luar biasa sekali, dapat direndengkan dengan pusaka-pusaka ampuh dikeraton dari jaman MAJAPAHIT. Kalau angger suka mendengarkan ceriteranya, boleh saya paparkan sebentar garis garis besarnya sebagai iseng tambah- tambahan pengetahuan saja."

   "Pasti saja kami suka mendengarkan ceritera itu ki ageng, silahkan ki ageng menuturkannya!"

   Mulailah ki Gede Tanuarja berceritera tentang lukisan pedang sakti diatas pintunya.

   "Salah satu perwira tinggi Majapahit, berpangkat Manggala Rana, sederajat dengan bupati tempur jaman sekarang bernama SINGAPATI. Banyak orang sakti-mandraguna pada jaman dahulu itu, tetapi tidak seorangpun dapat disamakan dengan manggala-rana SlNGAPATI ini. Dia seoranglah yang mempunyai kemungkinan paling luas pada jamannya karena kesaktiannya dan ilmu pedangnya yang luar biasa sekali disamping pedang ampuh tiada taranya, pedang JANUR NAGASURA, yang dilukis itu. Dalam keroyokan pengepungan ratusan orang Singapati sanggup menembus kepungan, asal saja ia memegang pedang saktinya itu. Jangankan kayu penggada dan besi atau logam lain tidak taban putus terbabat pedang tersebut, sekali-un senjata dari baja murni, akan mudah terpotong dengan mudah sekali oleh pedang itu. Pada perang besar terakhir melawan laskar gabungan dari Demak, dimana laskar Majapahiit hancur tergempur, dimana pula banyak senapati dart Majapait gugur dalam medan laga ....... banyak orang melihat sendiri, senapati SINGAPATI dapat menyelamatkan diri dengan menembus pengepungan musuh yang rapat lagi ketat sekali, karena pedang dan permainan pedangnya. la dapat mempertahankan diri hingga malam hari dan mempergunakan gelap malam ia menerjang kepungan laskar musuhnya Selamatlah ia, menoblos kepungan itu, lalu menghilang entah kemana. Karena pertahanan Majapait sejak itu tidak ada yang berarti lagi maka selanjutnya orang tidak tahu lagi kemana larinya orang saktti dengan pedang istimewanya itu. Hanya dapat dipasiikan bahwa dia menuju kearah barat itulah karena pada suatu waktu diketernukan orang lukisan pedang ini, Para ahli berpikir mengarakan. Siapakah yang dapat melukis pedang sakti itu hingga mirip pedangnya sendiri, kalau bukan yang memilikinya sendiri pula. Maka dapat dipastikan bahwa orang tanpa tandingan tersebut berada disekitar gunung-gunung Kawi, Lawu atau Pandan bila orangnya belum meninggal. Kalau orang itu sudah mati, pastilah kerangkanya masih dapat diketernukan orang yang kebetulan menernukan persembunyiannya, Akan berbahagialah orang itu karena pasti juga dialah pemilik benda tak ternilai harganya, pedang Nagasura, Mungkin sekali orang itu mempunyai keropak pelajaran ilrnu pedangnya, yang masih dapat dipelajari oleh penernunya, hingga tidak usah ilmu pedang Janur Nagasura lenyap dari persada bumi Jawa. Sayang, sampai sekarang tidak seorangpun dapat menemukan gua Singapan itu. Di jarnan nenek saya, ada usaha menernukan persembunyian orang dalam ceritera ini, tetapi usaha itu gagal sernua ... mungkin karena kurang tekun, atau kurang kemampuan perseorangannya, hingga ridak dapat mengatasi kesulitan dan rintangan-rintangan yang tersulit ditengah jalan. Sekali lagi aku merasa sayang sekali, kalau pusaka itu sampai tidak dapat diketemukan kembali beserta imunya. Kini banyak orang-orang muda yang boleh disebut sakti sekali misalnya angger ini, mengapa ridak mencoba-coba mencari jejak Sang SINGAPATI untuk dapat mewarisi ilmu serta senjata ampuhnya itu, Pastilah waktu yang diperuntukkan itu, tidak terbuang sia-sia belaka. Dalam mengikuti jejak orang luar biasa tadi pastilah akan bertemu deugan segala. macam pengalaman yang berrnutu tinggi bagi kehidupannya hingga ..... bila tidak dikeiemukan orangnya, sudah bertarnbah pengetahuan dan pengalamannya. Hanya saja perjalanan itu berbahaya sekali bagi orang yang kurang modal kesaktian. Nah, angger...., itulah ceritera lukisan pedang Janur Nagasura, Semoga ceritera pendek ini bermanfaat dalam pertemuan kita, setidak-tidaknya supaya menjadi kenang-kenangan indah."

   "Kedua tamu muda itu mendengarkan dengan sungguh- sungguh ceritera ki Ageng, tanpa menyela barang sepatah katapun, untuk minta penjelasan. Mungkin karena ceritera itu disajikan dengan sederhana sekali hingga mudah sekali ditangkap intinya. Apabila bagi orang kebanyakan ceritera itu hanya bagus sekali untuk didengar saja, ... bagi Putut Punung agak berbedalah makannya. Seolah-olah jiwanya tergoncang keras untuk berbangkit dan berusaha, supaya ilmu pedang nomor satu beserta pusakanya tidak terlanjur musnah ditelan kala. Sekurang-kurangnya ia akan berusaha mencoba nasibnya, beruntung-untungan menemukan peninggalan jaman kuno itu, setelah berpisahan kemudian dengan Suwarna nanti. Bertanyalah ia kepada pembawa ceritera itu. Ki Ageng, adakah petunjuk-petunjuk perkiraan orang bahwa Singapati itu . harus berada disekitar gununggunung yang ki ageng sebut tadi?"

   "Petunjuk yang tertentu, memang tidak ada ngger . Tetapi orang berani mengatakan itu, karena lukisan ini diketemukan. dikaki gunung Lawu, maka petunjuk utama bagi orang yang hendak mencoba menemukan kerangka orang sakti itu, adalah menyelajah gunung Lawu .. dan kemudian mencoba di gunung lainnya setelah yakin hahwa orang itu tidak akan dapat diketemukan digunung lersebut. Adakah anger berminat, untuk mencarinya? Kiranya tidaklah terlalu janggal apabila anggerlah jang mendapat anugerah Tuhan sebesar itu!"

   "Akh, ki ageng terlalu tinggi menilai diriku ini. Aku hanya seperti yang kebanyakan saja. Anggaplah pertanyaanku itu sebagai iseng saja."

   "Ya yaa ...... tahulah aku angger, hanya alangkah suka juga hatiku kemudian bila ternyata ceriteraku tadi, terbukti nyataanya dan anggerlah orang yang membuktikannya itu."

   Demikianlah mereka itu masih melanjutkan beromong-omong kira-kira setengah jam lagi baru kedua tamu muda itu diperkenankan melanjutkan perjalanan mereka.

   Ki Ageng sendiri berkenan mengantarkan mereka sampai diperbatasan desa, baru mereka berpisahan sebagai keluarga yang baik.

   Kini mereka tinggal berdua, hingga dapat mempercepat jalan mereka.

   Karena masih terpengaruh oleh perpisahan dengan orang- orang Karangharja yang baik bagi mereka itu, maka mereka berjalan tanpa berkata-kata, sementara waktu masih hanyut dalam perasaan masing-masing.

   Setengah jam kemudian mereka sudah melampaui karang perdesan dan pedukuhan Karangharja, menempuh jalan yang melalui hutan lagi menuju ke Kartasura.

   Dengan lirikan yang tajam Suwarna mengerling kepada ternannya, yang masih membisu saja.

   Tegurnya .

   "Hmm, kak Punung .... kau ini masih dapat berbicara atau tidak ?"

   "Kukira lidahku belum beku sama sekali. Adik hendak menanyakan apakah kepadaku? jawab Punung sambil menyeringai lucu.

   "Apa lagi kalau bukan mengingatkan kepadarnu, yang agaknya pelupa ulung pula ini, tentang mimpirnu semalam? Bukankah kau hendak menceriterakan itu setelah kita berjalan? Apakah yang sedang kita lakukan ini ... mengapa tidak lekas berceritera untuk melunasi janji.

   "Baik-baik, aku segera bicara .... Dalam mimpi itu aku kedatangan putri Alit. Nasehat yang diberikan kepadaku dalam mimpi itu, mengapa sarna benar dengan nasehat jang adik ucapkan tadi pagi. Tidakkah itu sangat ajaib. Perbedaannya hanya pada bagian-bagian terakhir, jakni kangmbok Alit mengatakan, bahwa didunia ini ada seorang dara yang serupa benar dengan dia, dan gadis itu adalah saudara sepupunya sendiri yang harus kucari dan kuanggap sebagai ganti kangmbok Alit, bila gadis itu dapat menerima aku sebagai teman hidup. Oleh karena itulah aku mengatakan, masih ada harapan bagiku tadi pagi. Pastilah gadis iru akan kucari kernudian, setelah aku selesai dengan latihanku terakhir.

   "Apakah nama dan rumah gadis itu juga disebut oleh kangmbok Alit?"

   Tanya Suwarna dengan mata penuh selidik.

   "Tidak, tetapi kangmbok bilang, bahwa dara itu pasti tidak terlampau jauh dariku, Bagiku itulah bukan yang sulit, namun adanya putri yang mirip sekali wujud kangmbok Alit cukuplah bagiku untuk menghidupkan sernangat juangku kembali, Akan kucari dia hingga dapat kutemukan"

   Jawab Punung tanpa melihat kepada orangnya secara langsung.

   "Kau kira mudah bukan, mencari orang segelintir diantara ribuan manusia ini. Kemana hendak kau cari gadis itu?"

   "Aku sudah bilang tadi, itupun bukan soal. Apa sih sulitnya mencari barang atau orang yang sudah pasti adanya! .. Sekalipun bersembunyi dibalik bumi bila dicari sungguh-sungguh masakan tidak dapat diketemukan."

   "Hmm, betul betul aku mau tahu sampai dimana kesungguhanmu itu nanti. Mencari barang yang ada, sudah barang tentu berlainan sekali dengan mencari orang yang dapat bergeak menurut kehendak sendiri, dan yang dapat bersernbunyi secara cermat sekali . Kau bisa berbuat apakah?"

   "Ha-ha ... aku jakin bahwa gadis yang kucari itu belum tahu- menahu lentang maksudku hendak mencarinya, bagairnana dia bisa tahu sebelumnya, kalau hendak dicari orang, kecuali kalau gadis itu sudah diberi tahu oleh seseorang lebih dahulu. Karena kaulah satu- satunya orang yang mengetahui soalku ini mudah dimengerti siapa yang memberi tahukan kepada anak dara itu ... ha-ha ...

   "Hai, kau menuduh aku ya?"

   Kata Suwarna agak keras.

   "Belum dik, belum sekarang ... Kemudianpun belum tentu aku menuduhmu tanpa bukti nyata,"

   Jawab teman itu menggelegas.

   **** BAGIAN VI HARI SENEN pagi yang cerah.

   Sinar Hyang Bagaskara berlincahan, menerobos butir-butlr air cmbun yang bergelantungan di ujung-ujung daun dan rumput-rumputan ...

   mernbuamja berkilauan bagai berlian erntah berapa keret.

   Alangkah indahnya dunia, pada waktu demikian itu.

   Segala sesuatu narnpak bersinar terang kernilau, bergoyang-goyang lernbut karena hernbusan angin pagi yang masih sayup-lemah.

   Hari itu, hari kerja-pertarna dalam rangkaian hari-hari kerja setiap minggu.

   Hari itu adalah juga hari pasewakan.

   Sri Sunan Amangkurat II, sudah keluar duduk di Balairung Siti-inggil, ditengah-tengah para menteri serta hulubalangnya, dijaga oleh kelornpok kesatuan-kesatuan segala macam prajurit Jagabaja, Wiratamtama, Suragarna, Sarageni, Panyutra dan lain sebagainya, yang berdiri tegak perkasa dengan masing-masing senjata mereka ditangan.

   Nampak angker berwibawalah pasewakan itu.

   Sebagai biasanya, pada hari pasewakan itu, Sri Baginda menerima laporan-laporan terpenting dari para anggota Pancaniti dan Bale-Agung, tentang keadaan negara ...

   tentang tata tentrern, tentang ketata-raharjan praja, tentang keadaan didaerah burni Mataram.

   Kecuali menerima laporan kenegaraan, baginda berkenan pula menerima laporan-Iaporan atau pengaduan-pengaduan perorangan dari setiap kawula negara Matararn.

   Cara orang menginginkan bertemu dengan raja itu disebut "PEPE"

   Duduk diantara pohon beringin kernbar dialun-alun, dalam terik matahari, supaya terlihat oleh baginda.

   Pastilah baginda akan mengutus abdi-gandek (bentara-kanan/kiri), memanggil orang yang sedang pepe tersebut, unruk didengar perkaranya.

   Pada waktu sibuk-sibuknya baginda bertukar pikiran dengan para menteri serta para bangsawan penasehat agung, terjadilah keriburan-keributan yang hebat sekali di paseban alun-alun.

   Nampak pula para prajurit jaga sibuk melolos senjata agak tergugup-gugup, untuk segera berdiri dalam bentuk perrahanan mereka bersarna, siap untk bertempur, atau bertahan.

   Sernentara itu terdengar jeritan orang-orang yang berada di alun-alun memberi petunjuk kepada sesamanya.

   "Awaaas, gajah-meta ... gajah meta awaaasss ... gajah lepas dari wantilan ... gajah mengamuk merusak dan membunuh yang berada dimuka ... gajah gajah- gajahhhhh, awaaas!"

   Tahulah orang bahwa ada gajah yang terlepas dari rantainya atau yang dapat mernutuskan rantainya, dan kini mengamuk ...

   merusak dan membunuh orang.

   Itulah hebat sekali.

   Berapa manusiakah yang sudah menjadi korban amukannya ...

   dan apakah yang sudah rusak berantakan di injak-injaknya Dimanakah setan berkulit tebal itu sekarang.

   Semua orang yang mendengar jeritan-jeritan itu, lari terbirit- birit tanpa kecuali, jika tidak justru menjadi dengkelen (lumpuh) saja.

   Keadaan dialun-alun menjadi panik seketika.

   "Sumabrata ....!"

   Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Sabda Baginda kepada raden adipati pepatih negara .

   "Apakah yang membuat geger dipengurakan itu?"

   "Hamba berdatang sembah Baginda ... adapun yang disibukkan orang paseban itu, adalah amukan gajah yang dapat. memutuskan tali diwantilannya. Sudah banyak orang mati karena gadingnya, banyak pula warung dan rumah pinggir jalan yang dirusaknya." - Suruh merampok para tamtama saja dialun-alun, bunuh saja, jangan tanggung-tanggung lagi, karena gajah yang sudah sekali mengamuk, tak mungkin lagi dikembalikan kepada tertib biasanya.

   "Hamba tuaaku ... para tamtama sedang berbuat demikian ... namun hingga sekarang belum berhasil, karena yang mengamuk itu, kjai Puspa-Bandang, gajah laki-laki yang terbesar."

   "Hai ... pastilah itu sulit, Benar-benar tidak disangka Puspa- Bandang bisa menjadi gemblung. Kerahkan tenaga sakti, untuk menghadapi amukannya, supaya jangan melantur-lantur!"

   "Hamba sinuhun, tetapi terlalu beratlah untuk menghadapi gajah-meta laki ini, sulit mendapatkan orang yang sekiranya sanggup menandingi kekuatannya!"

   Menjadi hening sejenak disiti-inggil.

   Mau tidak mau orang ikut berpikir siapakah orang yang akan menerima tugas berat sekali ini.

   Berdebaranlah hati para gembong Kartasura ...

   ada yang berharap-harap mendapat tugas itu, narnun banyak juga yang sudah menjadi ciut keberaniannya waktu mendengar gajah yang manakah harus dihadapi itu.

   Terdengarlah celetuk pangeran dipati Anom tanpa menghiraukan tertib pasewakan, dirnana orang tidak dibenarkan bersuara, bila tidak langsung memberi jawaban kepada raja.

   Namun dialah calon pengganti raja, putra tertua dan terkasih Sri Sunan maka seenaknya sendiri menerjang ketertiban itu, katanya.

   "Hai, orang-orang Kartasura .... masakan kalian melupakan gembong terbesar negara kita . Pangeran PUGER lah, orangnya, yang pasti dapat menandingi kjai Puspa-Bandang!"

   Bahwasanya anyuran pangeran dipati Anom itu terlanjur diucapkan tanpa suba-sita (tertib pergaulan), masih mudah dimengerti orang, tetapi tentang penunjukannya secara langsung menyebut nama orangnya .....

   itulah yang sangat dirasakan sebagai tindakan yang tidak bijaksana.

   Sri Sunan sendiri mungkin masih menawarkan kepada para sukarelawan dimuka, umum demikian, supaya tidak melanggar perasaan orang banyak kecuali bila kepentingan itu sudah mendesak sekali, dan orang itulah satu- satunya yang harus melakukan kewajiban berbahaya tersebut.

   Keruan sekali suasana penangkilan menjadi tegang dengan mendadak ....

   hingga Baginda sendiri terdiam beberapa saat.

   Dermkian pula seluruh orang yang hadlir dipasewakan, semua menundukkan kepala, takut akan dilihat orang lain rasa rasa kecewanya yang membayang di wajah masing masing.

   Siapakah yang berani memperlihatkan muka kurang senang dan tidak setuju akan tindakan sang pangeran dipati Anom, caIon pengganti raja itu.

   Siapa pula berani menentang pendapat putra mahkota ini ....

   Bukankah itu sama artinya dengan mencalonkan lehernya berurusan dengan tali ditiang gantungan.

   Walaupun ketegangan itu tidak lama, namun bagi para hadirin dirasakan sebagal siksaan batin yang cukup lama mengganggu saraf mereka.

   Orang merasakan benar akan kesulitan Baginda raja .....

   pastilah Sunan tidak akan menegur putra mahkota, untuk menjaga perasaan sang putra, tetapi sangatlah janggal untuk dibenarkannya.

   Pangeran Puger adalah adik Baginda yang tertua dan paling dihormati oleh beliau, juga disegani.

   Pangeran Puger sendiri tahu tentang hal itu, maka pastilah ia mengerti akan kesulitan kakaknya.

   Berda1ang sembahlah gembong terbesar negara itu, dengan suara datar tiada berkesan.

   "Kakak Prabu .... perkenankanlah aku menghadapi kjai Puspa Bandang."

   Nampak Sri Sunan bernafas lega, tetapi segera pula terbayang kekuatiran diwajah agung itu, sabdanya. Yajimas Puger baiklah aku perkenankan kau menghadapi bahaya, bawalah kjai Pleret pusaka keraton paling ampuh itu."

   "Tidak usah kangmas, ingin adik Bagiuda ini mencoba tangannya dulu beserta pusaka keris kjai Gringsing."

   Berkatalah kini pangeran Harja MATARAM, adik yang kedua Baginda.

   "Biarlah aku yang membawa kjai Pleret kaka Pra bu, umuk mendampingi kangmas pangeran Puger dari jauh. Bila ternyata kjai Gringsing belum mencukupi dalam penundukan Puspa Bandang, perkenankanlah aku menolong kakangmas.

   "Bagus harja Mataram bawalah tombak keramat itu. Dampingilah kakakmu dari jauh dulu!"

   Setelah menyingsatkan pakaian erat-erat, kedua pangeran setengah tua itu, turun dari Sitinggil menuju kearah para tamtama mengerojok gajah meta tersebut ..

   didekat paseban sebelah kanan alun-alun.

   Menjadi legalah suasana dipasewakan.

   Kini semua orang memandang kepada kedua ksatria agung dengan rasa kagum, dan mengharapkan akan dan menghara akan kejajaan mereka.

   Adapun yang paling senang adalah pangeran dipati Anom, karena merasa menang ..

   juga karena jakin bahwa sekali inilah peman yang sangat dibenci itu akan musna dari percaturan negara Mataram.

   Apabila semua orang jakin bahwa Puspa-Bandang tak akan kuat menadahi kjai tombak Plered hanya dipati Anomlah orangnya yang tidak percaja seekor gajah yang tengah mengamuk, dapat dikalahkan dengan tombak melulu, sekalipun tombak itu pusaka yang terampuh diseluruh jagad Mataram.

   Marilah kita tinjau sebentar keadaan alun-alun Kartasura pada waktu kjai Puspa-Bandang mengamuk itu, Kecuali seorang wiratamtama bersenjata tombak dan tempuling, yang menghalang- halangi amukan gajah kemana-mana ....

   nampak bersihlah dataran alun-alun itu, tak satu orang berani menginyak tanah lagi.

   Para penderek yang membawa upacara kebesaran pangkat para menteri - hulubalang yang menunggu majikan masing masing dipaseban pangurakan, sudah lari semua atau telah memanjat pohon besar disekitar paseban.

   Sekalipun mereka itu sudah merasa agak aman duduk didahan-dahan yang cukup tinggi, namun masih saja berdebaran hatinya, melihat betapa hebat tenaga gajah-meta itu.

   Kalau lima orrang prajurit pilihan saja tidak mampu berbuat banyak terhadap Puspa-Bandang, kecuali hanya memancing-mancingnya kekiri dan kekanan melulu lalu lari serabutan, bila dihadapi oleh sang gajah, menyerahkan kepada regu yang lain untuk memancingnya kearah sebaliknya .....

   pastilah pohon-pohon yang penuh manusia tadi mendapat giliran terjangan binatang mata gelap ini.

   Dapatkah kiranya pohon yang dibuat bersernbunyi itu bertahan bila diseruduk gading raksasa yang mengerikan itu.

   Kjai Puspa-Bandang sendiri yang nampak mobat-mabit kekanan dan kekiri sambil mengempos-emposkan marahnya.

   mengejar kekiri dan kekanan penggodanya.

   Tetapi baru melangkah beberapa tindak saja sudah datang penggoda lainnya dari umping atau dari belakang, Biarpun tusukan-tusukan tombak mereka tidak berarti sama sekali bagi kulitnya yang sangat tebal, namun ia merasa sangat dihina oleh kurcaci-kurcaci tadi.

   Terpaksa ia harus melayaninya.

   Demikianlah rampogan gajah mengamuk dialun-alun, yang memakan waktu Jama itu.

   Menjadi gemparlah alun-alun karena sorak orang dipepohonan sekitar paseban, waktu terlihat pangeran Puger seorang diri dalam kesiagaan bertempur mendekati arena perampogan gajah.

   Segera tahulah bahwa gembong negara ini mendapat tugas mengatasi kesulitan hari itu.

   Akan tetapi justru karena itu, kemarahan gajahnya menjadi berlebih-lebih.

   Dengan belalai terangkat tinggi dan ekor menyentar lurus, dengan menghembuskan jeritan nyaring seperti teromper sember ia menerjang kearah kanan, tidak mau dipaneing-paneing lagi, pasti akan mengalami beneanalah penggoda terakhir tadi bila tidak ada tiba-tiba tubuh orang berdandan awut-awutan menyela ditengah antara gajahnya dan para pemaneingnya tadi.

   Kedatangan orang jembel itu tak seorangpun yang mengetahuinya.

   Baru nampak ketika dikejar gajahnya.

   Pasti pula Puspa Bandang mengejar orang tersebut, karena dialah yang paling dekat belalainya.

   Turunlah belalai itu seperti penggada raksasa menganeam didepannya.

   Semua orang yang melihatnya sudah menutup mata karena tidak tega melihat kehaneuran seseorang tetapi waktu mereka membuka matanya lagi, tidaklah terjadi sesuatu yang mengerikan pemandangan.

   Si jembel agaknya dapat melompat kesamping sehingga bebasla ia dari sabetan belalai itu.

   kini terjadi kejar mengejar antara si gajah dengan si gembel keluar dari kepungan para tamtama.

   Pemuda yang nampak seperti pengemis itu, ikut masuk kedalam kota dengan temannya, Bagus Suwana.

   Waktu mereka hendak berpisah di dekat batas kota tadi, mereka melihat orang banyak tergesa-gesa meninggalkan kota dengan wajah tegang sekali.

   Mereka mengabarkan keadaan dalam kota yang menjadi kacau karena ada gajah mengamuk di alun-alun pada hari pasewakan itu.

   itulah sebabmua kedua pemuda itu mempereepat jalannya untuk melihat keadaan di paseban alun-alun.

   Mereka datang di alun-alun hampir bersamaan dengan turunnya pangeran Puger kegelanggang perampogan gajah.

   Tahulah Punung apa yang segera akan terjadi didepan matanya.

   Ayahnya akan berhadapan dengan gajah meta itu.

   biarpun tidak usah orang mengkhawatirkan keselamatan pangeran sakti itu, namun bagi perasaan anak yang sudah dewasa dan berbakti kepada orang tua, tidak tegalah hatinya mernbiarkan sang ayah sendiri yang harus bertempur selagi masih ada putra-putranya yang merasa sauggup mengatasi kesulitannya.

   Maka .

   tanpa berpikir panjang lagi meloncatlah pemuda jembel itu kedalam arena, menghadang Puspa-Bandang, untuk memancingnya keluar kepungan.

   Ia berbuat seperti orang yang sangat ketakutan dikejar gajahnya, mendekati pangeran Puger yang datang dengan langkah tetap dan sikap waspada, Berbisiklah Punung dengan aji bisikannya.

   "Ayah, aku, Putut Punung sengaja memancing setan ini mendekatimu dengan cara takut sekali begini ... yah, aku akan menggemblok dipunggung ayah, untuk menyalurka tenaga sakti bergabung dengan tenaga ayah ... Jotoslah kepala gajah itu ... hendak aku melihat dapatkah ia menerima tenaga gabungan kita ... Awas yah, aku mulai."

   Jernbel itu nampak menyelinap dibeiakang Pangeran Puger, lalu memegang erat-erat lambung Pangeran tersebut.

   Hanya sang ayahlah yang mengerti dan merasa penyaluran tenaga hebat yang melewati kedua telapak tangan sipengemis muda, bergelornbang-gelombang memasuki lambungnya, bersatu deugan pengerahan tenaganya sendiri.

   Semeutara itu datanglah sudah Puspa Bandang didepan sang Pangeran dengan belalai dikebaskan menyabet orang yang berani tegak dimukanya.

   "Wuttt"

   Sebagai gunung ambruklah serangan binarang besar i tu ...

   Pangeran Puger terlihat meloncat, mernbawa orang dibelakangnya.

   Hindarilah ia dari benturan belalai gajah, dan ...

   dengan tenaga perkasa tergabung, cepat sebagai kilat Pangeran im menjotos kepala gajah sambil meloncat indah sekali.

   Sorak orang bergemuruh diangkasa, waktu terdengar suara gerneletuk keras.

   Gajah kjai Puspa Bandang mula-mula masih ter lihat tegak, namun demi sedikit badannya miring-miring, kernudian ambruk berdebug keras ditanah, tidak bangun lagi.

   Sekali lagi sorak orang memecah angkasa .

   bersambung ucap ucapan memuji kesaktian sang prawira-digdaja Pangeran Puger.

   Mau tidak mau semua yang menyaksikan kehebatan sang pangeran harus mengaguminya dengan rasa miris sekali, karena tidak lagi dapat membayangkan kekuatan orangnya.

   Sementara itu nampak dari jauh sandiwara yang diperankan oleh sang Pangeran dengan putera terkasihnya.

   Dengan menggoyang-goyangkan telunyuknya dimuka Punung, yang nampak menunduk seperti orang kena tegur, orang dapat mengira bahwa Pangeran Puger sedang memarahi seorang jembel yang sembrono memegangi terus lambung sang pangeran ..

   demikianlah layaknya.

   Tetapi yang benar-benar diucapkan oleh Pangeran tua setengah itu.

   "Anak yang baik .. hebat benar kemajuan gaya saktimu. Kekuatanku sama sekali tidak ada sepertiganya, terima kasih atas pertolonganmu ini. ayahmu tidak dapat dibuat konyol oleh setan dipati Anom yang jail itu. nah, Punung . kau segera menghilangkal dari kota ini, supaya tidak sampai ketahuan orang lain, lebih-lebih oleh di "DIA Selamat jalan anakku!"

   "Selamat tinggal Ayah, restuilah aku!"

   Menyembahlah Putut Punung, lalu lari serabutan meniru gaya orang kurang beres otak, keluar dari alun-alun Kartasura tanpa dirintangi orang.

   Siapakah yang hendak berurusan dengan orang kurang beres.

   Kalau tidak ada pertolongan dari Kanyeng Pangeran Puger, masakan orang itu masih selamat.

   Biarkan saja orang itu menempuh nasibnya yang gelap.

   Namun diantara ribuan orang itu, ada satu yang mempunyai penilaian lain sekali dari yang kebanyakan ..

   Orang itu adalah seorang gadis molek sekali yang sedang menyaru sebagai pria.

   Bagus Suwarna mengikuti arah lenyapnya pemuda jembel tadi dengan pandangan sayu menyayangkan kepergiannya.

   Kalau ia menuruti kehendaknya, pastilah ia tidak suka berpisahan lagi dengan temannya itu, tetapi kewajiban masing-masing memaksa mereka berpisah untuk waktuyang cukup lama.

   Alangkah sibuknya orang-orang di ibukota membicarakan kejadian hebat hari itu.

   ditiap-tiap rumah, dijalan-jalan, lebih-lebih di warung-warung orang berkumpul.

   Yang dibicarakan tidak lain daripada kegagahan Pangeran Puger Sakti, yang dengan sekali jotos mampu meremukkan kepala gajah.

   Yang dahulu masih menyangsikan kedudukan sang Pangeran Sebagai gembong terbesar Kartasura kini menjadi jakinlah Bahwa benar-benar Pangeran setengah tua itulah orang sakti nomor satu diseluruh ibukota atau seluruh negara Mataram ...

   kecuali sang Pangeran sendiri.

   Sekali lagi putra mendapat kecewa dalam mensiasati orang, namun karena itulah kebeneiannya bahkan bertambah-tambah.

   Demikianlah biasanya orang yang sudah terlanjur berjalan dijalan yang salah ..

   tidak mau mundur lagi sejengkal jua pun, sehingga bertumpuklah kesesatannya yang akan meletus pada suatu ketika.

   Apabila diusut secara teliti, yang menyebabkan kehebohan Gajah Meta di alun-alun, akan tahulah bahwa biang keladinya juga bukan orang lain daripada Pangeran Anom Sendiri.

   **** BAGIAN VII DENGAN LARI senggojoran, kadang-kadang serong kekiri ..

   kadang-kadang miring kekanan, Putut Punung dapat keluar dari kota Kartasura tanpa dihiraukan orang, karena semua yang berjumpa dengan dia, menganggap pemuda jembel itu tidak penuh.

   Setelah ia ljauh dari kota, sampai kepada jalan didaerah hutan, berhentilah ia sebentar, untuk berorientasi arah yang hendak ditujunya ......

   pertapaan gurunya, Cemara Tunggal, dilereng gunung Lawu.

   Kemudian, tanpa mengindahkan segala rintangan perjalanan, seperti semak, belukar, relung dan parit-parit lebar, melesatlah pemuda sakti itu mempergunakan ilmunya lari cepat.

   Mengejar Barat yang dilambari ajian Ungkal-Bener serta Blabag-Pengantol- antol aji yang dahulu dimiliki sang Bima-Sena.

   Konon, orang yang memakai ajian itu, dalam perjalanannya, pantang menyimpang kekanan, atau kekiri.

   Segala.

   yang merintangi arah lurusnya diatasinya dengan lompatanperkasa, atau diterjang tumbang dengan berani.

   Itulah jalan yang paling singkat dan cepar, Hanya rlaerah perdesan dan dukuh-dukuhlah yang menjadi hambatan kelancaran perjalanan Putut Punung, karena terpaksa berja1an biasa.

   Sumber Pustaka .

   Gunawan Aj Pdf image .

   Gunawan Aj
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Suatu pemandangan yang agak janggal minta perhatian Punung yang sedang jalan biasa dikabekelan Banyar Pejaten.

   Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Nampak seorang tua sedang marah-marah, mengumpat carji seorang pemuda gagah, menggebahnya dengan tongkat rotan keluar pendopo.

   Terdengar suaranya setengah menjerit, saking jengkenya "Kau ......

   kau ......

   cucu orang macam apakah seperti kamu ini? Sudahkah keturunan bekel Wangsadinama tidak mempunyai ketabahan hati lagi dalam pengabdian.

   Kau seorang pemuda pengecut, pemuda berhati kura-kura,jang hanya pandai bersolek dan mencari perempuan saja.

   Kau berani berbuat tidak berani bertanggung jawab .... blegg.........

   (rotan sekali lagi jatuh dipunggung pemuda itu, hingga terlihat pernudanya berjengit), Siapakah yang mau melindungi orang yang ljadi buruan negara seperti macam-mu ..

   blegg ..

   Siapa berani bermusuhan dengan negara mengapa karnu tidak menyerahkan diri saja, mengapa kau berami melepaskan gajah hingga banyak terjadi kecelakaan dikota yang ramai itu ...

   bleg Coba kau jawablah, tidakkah lebih baik kau mati saja daripada menjadi buruan negara, yang bisa merembet-rembet kepada orang tuamu, hah .

   blegg .....

   Biarpun masih agak jauh antatanya dari kerlua orang itu, segala sesuatu yang dikatakan oleh sikakek tadi terdengar jeIas sekali bagi pendengaran Putut Punung.

   Tahulah ia bahwa pemuda itulah orangnya yang sengaja melepaskan kjai Puspa-Bandang ...

   maka sangat tertariklah perhatiaannya, untuk menyelidiki lebih lanjut tentang sebab-sebabnya.

   Masuklah ia kedalam halaman rurnah bekel tua itu.

   Sudah barang tentu kedua orang itu menjadi sangat kaget kedatangan orang asing, karena mengira kedatangan pegawai negara yang mengendus perjalanan pemuda itu.

   Tetapi setelah melihat.

   dandanannya, menjadi legalah hati mereka, Pastilah orang im bukan pegawai negara tetapi apakah maksudnya datang harnpir bersamaan waktunya dengan pemuda pelarian itu.

   Bertanyalah bekel Wangsadinama.

   "Ada keperluan apakah kisanak dntang kernari?"

   Jawab Punung.

   "Ahh tak ada keperluan penting lurah aku hanya hendak menanyakan, mengapa pak lurah merangket pemuda itu ...... Bukankah ia anak panewu serati di Gajahan?"

   Pertanyaan Punuug yang terakhir itu mernang sengaja untuk meugejutkan orang..Ternyata pak lurah menjadi gugup dan gagap seketika.

   "Mak mak-mak-maksud . an-anak bagaimana? Ap-aoa di-dia ..... ad- ad-ada apa.sebenarnya?"

   "Jangan gugup pak lurah, aku ridak bermaksud jahat terhadap kalian, Akupun datang dari kota, jadi tahulah apa yang terjadi disana. Jangan dikira aku datang untuk mencari dia ..... tidak. Bukan maksudku hendak menangkap orang, malahan mungkin aku , dapat memberi pertolongan, asal sudah jelas saja persoalannya."

   Kata Punung menententramkaa hati orang.

   "Ah, baiklah .... baiklah nak aku percaja kepadamu. Sukur anak dapat menolong dia itu yang membutuhkan sekali pertolongan orang. Sebenarnya cucuku itu pemagangan dikota yang terluka hatinya, karena bakal istermja direbut pemuda yang paling berkuasa diseluruh negara."

   "Pangeran dipati Anorn, bukan?"

   "Jangan menyebut nama nak, aku tidak berani mengatakannya ...... cukuplah aku sebut pemuda berkuasa saja. Oleh karena itu hati Si Sungkana menjadi mendendam berlebih-lebihan, hingga berani melepas gajab kjai Puspa-Bandang di hari pasewakan itu. Seterusnya ia lari karena takut akibataja, dan. minta perlindungan kepada aku, kakeknya. Pastilah aku tidak berani menerimanya, malahan meneljadi marah sekali kepadanya!"

   Jadi, deikianlah persoalan cucu pak Jurah itu.

   Memang.

   pemuda yang disebut tadi suka benar melukai hati orang lain.

   Akupun salah seorang yang mendalami siasat kejinya.

   Maka senasiblah kiranya cucu pak lurah dengan aku.

   Apabila pak Lurah takut akan rembetan akibat perbuatannya, baiklah, kak Sungkana ikut aku saja menyepi dipuncak gunung, hmgga peristiwanya dilupakan orang.

   Bagaimana kak Sungkana, maukah kakak mengikuti aku menyepi di gunung Lawu sana?"

   Bagiku tidak ada jalan lain untuk ditempuh maka penderitaan di puncak gunung itu masih lebih baik dari pada dikejar-kejar orang, ditangkap dan digantung sebagai pengewan-ewan (contoh jelek), jawab pemuda yang sudah merasakan gebugan tongkat rotan beberapa kali itu.

   Kata pak bekel ikut menganyurkan.

   "

   Kau pergilah Sungkana siapa dapat menyelamatkan dirimu, kalau kau berkeliaran didataran mataram saja.

   Lenyapkan dirimu untuk sementara waktu, ikutilah pemuda ini dan anggaplah ia sebagai pemimpinmu.

   Kau bawalah pedang pusakaku sebagai sifat kandel dalam penyepianmu itu.

   tentang orang tuamu, aku akan menemuinya nanti!"

   "Berikan doa dan pangestumu Mbah!"

   "Baik jadilah orang yang baik dikemudian hari!"

   Kata orang tua itu.

   Demikianlah Putut Punung mendapat teman baru yang nasibnya agak mirib dengan, nasibnya sendiri.

   Keruan puja ia tidak dapat lagi mempergunakan ilmunya Iari pesat, karena teman baru itu pasti tidak mampu merendenginya.

   Namun hatinya agak terhibur karena dapat menolong orang lain.

   Ia tidak mau kepalang tanggung dalam, pertolongan itu, sedikit demi sedikit Sungkana diberi pelajaran gerak tata-mernbela diri, bertangan kosong.

   Ternyata pula pemuda itu murid yang rajin sekali, hingga dalam, waktu beberapa minggu bersama-sama mengembara dilereng Lawu, Sungkana, sudah mempunyai bekal yang lumajan.

   Badan pemuda itu makin menjadi kuat, gerakannya makin gesit dan cekatan.

   Hanya tenaga yang menyertai gerakannya, masih bertingkat jasmaniah-lahirlah saja, oleh karena itu kekuatannya belum berselisih banyak dari kernampuan orang-orang kuat kebanyakan.

   Dalam bergaul rapat dua bulan dengan pemimpin mudanya itu, Sungkana merasa berbahagia sekali ..

   tidak hanya karena ia mendapat tuntunan bersilat baik sekali saja, tetapi karena ia kemudian mendapal tahu siapakah pemuda sakti yang menolonng dirinya ...

   ialah putra Pangeran Puger yang paling digjaya mandraguna, yang sudah banyak dibicarakan orang seluruh ibukota, diwaktu ia masih berada didalam kota tersebut.

   Dialah yang dahulu bernama denmas PURBAYA, tetapi yang kini menghilang didalam masyarakat, bergelar Putut Punung .....

   karena patah-hati, dipisahkan dari putri Alit oleh Pangeran dipati Anom, kakak tertua putri tadi.

   Biarpun rada berbeda persoalannya, tetapi le'lakon mereka itu mirip sekali sesamanya.

   Itulah yang mempererat hubungan mereka sekarang.

   Mula-mula bagus Sungkana agak sungkan berbahasa kakak atau adik kepada Punung ...

   tetapi karena permintaan Punung sendiri, akhirnya biasa pula ia mengadik kepada pemuda sakti itu, hanya sikapnya sangat menghormat kepadanya ..

   tak mungkin ia meninggalkannya.

   Pada suatu malam waktu mereka beristirahat disuatu gua, berkatalah Putut Punung.

   "Kak Sungkana, tidakkah lebih baik kakak sejak sekarang berganti nama saja, supaya jejakmu lebih menjadi buram? Peliharalah kumismu, biarkan tumbuh ramai jenggotmu .. pastilah sulir orang mengenal bagus Sungkana kembali dalam waktu dua tahun saja."

   "Baik den mas, eh adik, aku akan berbuat demikian, lebih- lebih karena aku tidak membutuhkan lagi kebagusan rupa, segala!"- "Hai kak Sungkana, suaramu bernada seperti kata-kata - seorang kakek yang sudah menginyakkan sebuah kakinya diliang kubur. Mudah amat kakak ini putus harapan, dalam usia muda. Nampaknya dunia ini sangat sempit bagimu. Ha-ha, karena seorang putri saja, seorang yang tidak cukup tangguh dalam janyi sehidup semati ...... kakak sudah menyerah, untuk dibuat konyol hidupmu seterusnya. Wah.. wah.. wah ...... kiranya tidak ada wajah yang lebih manis, lebih rjantik dipersada bumi Mataram ini, dari pada putrimu yang lemah janyi itu!"

   "Bukankah den ...... eh, adik mengalami sendiri kegetiran hidup muda, dalam soal demikian?"

   "Ya, memang akupun pernah merasakannya, Tetapi putri itu kukuh sekali dalam janyinya, hingga lebih baik mati daripada ingkar ubayanya. Sekalipun demikian, dia masih memberi nasihat kepadaku, unruk tidak bercupat pandangan. Justru karena anjurannyalah terbuka pengertianku, bahwasannya didunia ini masih banyak sekali bentuk-bentuk keadaan jaag bernilai tinggi dari soal wanita dan asmara melulu. Pengabdian kepada TUHAN lah bentuk yang tertinggi itu, bukan. Tetapi pada hekekatnya, Tuhan lah bentuk pengabdian janig paling sempurna, Dia-lah Maha Pengabdian. Siapakah yang memberi hidup ...... siapakah yang memeliharanya ...... siapakah yang memberi, memberi dan terus menerus memberi itu? Maka pastilah Tuhan tidak membutuhkan pengabdian secara langsung terhadap- Nya, karena Tuhan tidak berwujud tidak bertempat, berarah, berjaman dan bermakam .. tidak segala-galanya, hingga penyernbahan kepada-Nya sering saja salah kiblat. Bersambung ke

   Jilid 3 TELAH TERBIT !!! Buku yang anda tunggu-tunggu! KEBO TANDES

   Jilid Ill ( tamat) Karya . Drs Sutarno TELAH TERBIT !!! PENDEKAR MAJAPAHIT (Indra Sambada)

   Jilid III (terakhir) Cerita ini dimuat bersambung diharian K.R. edisi Jogjakarta. Agen tunggal dikota anda . Toko Buku "Karya Anda"

   Jl. Taman Jayengrono Stand A no.4 SURABAYA GEMBONG KARTASURA KARYA. Pak Sri Hadijojo Gambar Luar dan & Dalam H. Wibowo BA

   Jilid (Empat

   Jilid Tamat) Dicetak dan diterbitkan oleh .

   Pereetakan Penerbit SINTA RISKAN Jl.

   Judonegaraan 22 Jogja HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG NO/POL/6 Be 009/Intel/68 Jogja 10-8-1968 PRAKATA .

   Sedurnuk batuk, senyari bumi ..

   yang berarti, soal wanita atau soal tauah, biarpun nampak rerneh saja, dapat .meruntuhkan negara menyatuhkan derajat orang.

   Sudah banyak contoh termuat dalam sejarah .........

   namun mengapa manusia ini tidak mau menenrna ajaran ini.

   Semoga datang waktunya manusia dapat menerima baik anyuran yang sangat sederhana itu untuk diamalkan kebenarannya, terirna kasih Penulis berharap Hormat penulis.

   GEMBONG KARTASURA

   Jilid 3 BAGIAN I MAKA PENGABDIAN bagi manusia yang dapat dianggap benar adalah pengabdian terhadap sesama hidup, dalam soal kebenaran-keadilan dan kejujuran, tanpa pamrih bagi diri sendiri.

   Demikianlah manusia berbakti kepada Tuhannya, mengagungkan Narna-Nya, menyembah kepada-Nya.

   "Aih, mengertilah aku sedikit tentang tingkah-laku adik selama kita bergaul ini, demikianlah kiranya. pendirianrnu. Pastilah aku akan berusaha menirunya, dengan iramaku yang larnban, dan biarkan aku mengatasi keruwetan hatiku dahulu, yang sudah terlanyur luka parah, Dengan keasjikan bertekun ilmu gerak pelajaranmu, aku sudah mulai dapat mernbuang sebagian besar rasa dendamku, Mudah-rnudahan dengan pertolongan adik aku segera dapat menemukan hidupku yang lama lagi. Sekarang ini akupun ingin berganti nama, terserah nama apakah yang cocok bagiku dari adik saja."

   "Hm, apakah yang untuk menjadi sebutanmu itu kak, Seharusnya ada hubungannya dengan pelepasan gajah dulu ......... ah, ja, kalau Putut Parnuk, bagaimana? Narna itu mengingatkan kita kepada gajah yang mengarnuk dialun-alun."

   "Bagus bagus ...... itulah namaku seterusnya. Sebutan putut diambilkan dari pemimpinku, sedang Pamuk, akan selalu mengingatkan kepada pelepasan Puspa Bandang. Kiranya tak ada nama yang lebih mentereng bagiku dari Putut pamuk."

   "Jadi sudah setuju akan narna itu, kini tinggal usahanya menyaga nama itu sebaik mungkin, Maka sejak hari ini kakak harus mulai dengan pelajaran pengerahan tenaga sakti man usia, Ketahuilah bahwa manusla yang menjadi titah paling sempurna didunia ini, mempunyai sumber kekuatan hidup yang Iuar biasa gaja ~aktirija. Soalnya seseorang harus tahu dan mengerti (jara membangkitkan tenaga hebat itu, Lebih tepas orang dapat membangkitkannya dan dapat cara mempergunakannya, lebih pula kehebatan sakrinya. Kini pengerahan tenaga itu akan kuajarkan kepadarnu, tergantung kepada ketekunan dan keuletanmulah, dapat tidaknya kakak mencapai tingkatan yang diinginkan."

   "Mari kita mulai sajalah."

   Sejak malam itu beratihlah pelaljaran Putut Pamuk dari sifat jasmaniahnya, ke rokhaniahnya.

   Karena sikapnya yang ungguh-ungguh, dalam waktu satu minggu mengikuti petunjuk-perunyuk pemimpin mudanya.

   Pamuk sudah dapat menangkap inti pelanyarannya.

   Sifat manusia mempelajari suatu ilmu, lebih cepat merasa mendapat kemajuan, menyadi sernakin keranjinganlah ketekunannya untuk dapat terus meningkat, hingga melupakan segala-galanya, juga kesehatannya.

   Itulah yang dialami oleh Putut Parnuk, sampai di tegur oleh sang pemirnpin.

   "Caramu menekuni ilmu demikian itu, pasti malahan kurang baik jadinya. Kekuatan manusia itu kepegasannya terbatas. Jika gajanya dipakai secara berlebih-lebihan selalu, pastilah akan lumpuh gaja pegasnya. Bukan hasil yang gemilanglah yang akan kau dapat, tetapi kau akan kehilangan gaja sarna sekali alias, lumpuh iiu. Aturlah demikian seterusnya, pagi dan sore, kau berlatih silat tangan kosong dan pedang, siang kau mencari makananrnu, akar- akaran dan buah-buahan liar, atau berburu untuk mendapat persediaan daging, Malamnya kau bertekun semadi membangkit gaja sakti sampai kira-kira tengah malam, kemudian kau harus berietlrahat. Sejak besok, kau akan kuringgalkan di gua ini untuk waktu enam bulan atau lebih, guna merenungi pelajaranmu semuanya. Pesanku jangan tergesa-gesa hendak mencapai kemajuan dengan mengorbankan kesehatanrnu. llmu yang ditekuni dengan sabar pastilah lebih mendalam dari ilmu yang dipelajari secara serampangan. Kau jangan sekali-sekali mencari aku kepuncak sana, sebelum kau dapat mempergunakan gaya saktimu, dengan leluasa sekali supaya jangan mendapat kecelakaan karena kabut beracun yang disebut ampuhan."

   "Baik kyai, (demikiaulah ia menyebut Putut Punung sekarang) pasti aku dapat mematuhi pesan kyai, tegakanlah aku. Maka dengan hati lega dan gembira karena asuhannya nampak berhasil baik, pergilah Punung meoeruskan perjalanannya untuk mencari pedang Janur Naga Sura. Dengan enaknya Punung mendaki tebingtebing yang terjal Sungai-sunga1 yang curam mengerikan dilon1jatinya tanpa was- was sedikitpun. Semua itu bagi Punung merupakan suatu tamasya yang indah. Bagi orang biasa perjalanan itu pastilah merupakan suatu perjalanan yang menakutkan yang sangat ditakuti orang dilereng gunung itu ialah yang disebut-sebut-ampuhan yaitu kabut dingin mengandung racun sangat berbahaya bagi manusia. Namun pemuda awut-awutan yang sakti luar biasa itu tidaklah gentar sedikitpun menghadapi semua itu. Jangan pula mengira bahwa didekat puncak gunung tidak lagi terdapat binatang-binatang buas. Ma.lahau bila bertemu dengan binatang disitu, dapat dipastikan, bahwa binatang itulah yang paling besar dari jenisnya, mungkin juga yang paling buas dan ganas diantaranya. Tetapi rintangan apakah yang dapat menghamhat perjalanan Putut Punung didekat puncak Lawu itu, kecuali gunung itu meledak baantabn. Sudah tiga hari berturutan Punung mengitari puncak gunung tersebut tanpa menemukan sesuatu yang dapat menjadi petunjuk adanya sebuah gua atau relung yang mungkin ditempati orang. Kebanyakan puncjak gunung itu gundul dan tenggar, sering terdapat salju yang putih bersih ...... yang lumer bila sinar matahari sekali-sekali melintasinya. Waktu itu sebenarnya tepat tengah hari. Didataran pastilah sinar matahari sedang terik-teriknya, namun didekat puncak tadi hanya berkas-berkas sinar terang saja yang nampak sebagai bujur- bujur kabut putih dari celah-celah awan jatuh dibeberapa bagian puncak tersebut. Gumam Pulut Punung.

   "Hei-hei ..... setelah berkas- berkas sinar itu menghilang, datanglah serangan kabut dingin lagi. ltulah hebat. Masih dapatkah aku kiranya bertahan serangan itu sekali lagi ... Hai, kalau aku sudah makan atau minum cukup saja, tidaklah akan menjadi soal kabut dingin itu .... Tengah ia menimbang-nimbang kekuatannya, Punung dikagetkan oleh pernandangan yang memaksa ia berpikir. Aneh, berkas sinar itu seharusn]a putih, mengapa nampak sekilas kuning-marong sebentar hingga bertemu dengan tebing larnuk itu. Aku harus tahu juga makna kenataannya. Maka bergeraklah ia seperti terbang menuju tempat tersebut. Alangkah kagetnya, waktu ia sarnpai ditempat yang dituju tadi, karena kedatangannya diterima dengan terkaman seekor hariman loreng, yang besarnya harnpir lipat dua dari biasanya. Raja gunung itu menyerang dengan menganm keras sekali, bagai guntur meledak, sedang kedua kaki mukanya yang bersenjata maut itu megar-lebar mencari sasarannya. Biarpun dalam keadaan kagok Punung menghadapi Serangan tadi, namun pemuda perkasa itu tidak menjadi gugup menanggapinya. Jurus Palwa-ranu yang telah menjadi ref'leks, memungkinkan dia masih dapat lolos dari cengkeraman maut, Punung membuang diri kesamping, badannya rapat dengan tanah, maka bebaslah ia dari cakaran sang harimau hanya siliran angin berbau busuk saja yang tercium olehnya, saking dekatnya cakar dan mulut siloreng dengan badannya tadi.

   


Puteri Es Karya Wen Rui Ai Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen

Cari Blog Ini