Ceritasilat Novel Online

Dara Pendekar Bijaksana 4


Dara Pendekar Bijaksana Karya OPA Bagian 4



Dara Pendekar Bijaksana Karya dari OPA

   

   Teng Hong menyambuti obat tersebut, lalu ditelannya dan kemudian dengan perlahan iapun bangkit dan ketika ia melihat kekiri dan kekanan ternyata semua mata ditujukan kepadanya, terutama Pek-hoa Nio-cu yang memandang padanya seolah mengandung penuh perhatian dan belas kasihan.

   Perempuan itu bukannya memperhatikan jiwa si orang she Teng itu, akan tetapi memikirkan pelajaran ilmu Coa-heng-ciang- hoat dan Coa-heng-pian-hoat yang masih belum selesai, kalau Teng Hong berlalu sudah tentu tidak ada orang yang akan mengajarkan- nya lagi.

   Akan tetapi karena perbuatannya itu yaitu melihat semacam itu telah mengakibatkan Teng Hong mati.

   Perbuatan Tong Cin Wie yang mengeluarkan jarumnya dari tubuh Teng Hong serta memberi obat pemunah padanya, sebetulnya bukan atas kemauannya sendiri tetapi untuk menjaga perhubungan baik dengan Thay-si Sian-su, lagi pula dibawah mata orang banyak seharusnya ia tidak boleh berbuat keterlaluan begitu juga supaya tidak mengecewakan hati orang-orang yang berada disitu.

   Setelah Teng Hong menelan obat ia melihat kawanan penjahat pada mengawasi dirinya, waktu itu timbullah perasaan yang main dan gusar hingga dengan perlahan ia memutar balik dirinya secara diam-diam ia kerahkan seluruh tenaganya lalu dengan cepat menyerang Tong Cin Wie dengan kedua tangannya.

   Gerakan yang secara mendadak ini telah dilakukan diluar dugaan semua orang, hingga membuat para penjahat pada terperanjat.

   Sampaipun Thay-si Sian-su sendiri juga menjerit karena terkejut sebab ia tahu benar kekuatan si orang she Teng itu dan ia tahu serangan yang tiba-tiba itu akan melukai dirinya Tong Cin Wie.

   Tong Cin Wie siang-siang sudah berjaga, karena ia adalah seotang yang licin hingga dalam segala hal ia selalu menjaga-jaga serangan gelap dari pihak lawannya.

   Tatkala in melihat Teng Hong melakukan serangan secara tiba-tiba dan justeru itu yang ia inginkan, maka iapun berseru.

   "Kau cari mampus?"

   Ia bertanya begitu seraya memutar tubuhnya untuk menghindarkan serangan Teng Hong.

   Selain itu ia lantas ayun tangan kanannya lalu menyerang batok kepala Teng Hong.

   Teng Hong yang belum sembuh dari lukanya itu sudah tentu gerakannya agak tidak leluasa tambahan lagi Tong Cin Wie yang sudah siap sedia, maka tatkala serangan Teng Hong belum mengenai sasarannya sudah didahului oleh serangan Tong Cin Wie.

   Semua ini telah terjadi dalam waktu sekejap mata, hingga Teng Hong tidak keburu berkelit.

   Maka batok kepalanya waktu itu remuklah, tubuhnya rubuh untuk tidak bangun lagi.

   Otaknya hancur dan berdarah.

   Thay-si Sian-su tidak menyesal sedikit juga ketika ia menampak Teng Hong binasa ditangan Tong Cin Wie.

   Ia hanya menarik napas sambil menggelengkan kepala lalu kembali keruangan tengah.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Tong Cin Wie berlagak minta maaf atas perbuatannya kepada Thay-si Sian-su sudah itu duduklah kembali diatas korsinya.

   Berhubung Teng Hong telah mati maka Tong Cin Wie lantas perintahkan Hoan Kong Hong Ceng Tan menggantikan kedudukan Teng Hong yang bertugas melakukan serangan dari sajap kanan dan kiri.

    ooOoo VII.

   Kita balik lagi kepada Pek-hoa Nio-cu.

   setelah ia kembali kekamarnya dipikirinya semua perbuatannya dan apa yang dialaminya selama berada di Ie Ciu Wan ini dan dari diri Kim Ling Siang-khoay, lalu kepada Jan San Ji-kui dan kemudian kepada Teng Hong dan Oey Ceng Tan.

   Yang paling dikasihaninya adalah Teng Hong, ia curna berdekat-dekatan, sedikitpun belum pernah menerima apa-apa dari dirinya tapi sudah mati secara mengenaskan ditangan Tong Cin Wie.

   Tentang ilmu silat Coa-heng-ciang-hoat dan Pian-hoat yang diajarkan kepadanya, sebetulnya terbit dari hati yang sejujurnya, mengingat sampai disini, tanpa terasa ia telah menghela napas.

   Ia telah mengerti maksud Tong Cin Wie membunuh Teng Hong itu.

   Bila dilihat dari luar ialah disebabkan karena sikap Teng Hong yang jumawa dan tidak mendengar perintah, tapi sebab-sebab yang sebenarnya ialah karena dirinya.

   Pek Hoa Nio-cu sebagai seorang yang banyak pengalaman dalam asmara, berhati kejam dan cerdik, kekejaman dan kecerdikan-nya tidak kalah dari Tong Cin Wie.

   Terhadap Teng Hong bukan saja ia tidak cinta, malahan merasa jemu.

   Tong Cin Wie membinasakan Teng Hong sudah tentu tidak menimbulkan rasa kasihannya.

   a hanya merasa bergidik terhadap perbuatan Tong Cin Wie yang kejam.

   Twako dari golongan rimba hijau di Utara itu, benar- benar lain daripada yang lain jadi dikemudian apabila ia membuat perhubungan dengan Toako itu sudah tentu akan merupakan seekor burung yang terkurung di-dalam sangkar yang hanya manda dijadikan barang permainan si orang she Tong itu.

   Mengingat sampai disini maka rupa-rupa pikiran telah timbul didalam hatinya, hingga ia memandang bayangannya didalam kaca itu dengan perasaan mendelu Orang didalam kaca itu memang cantik, akan tetapi wajahnya muram dan hatinya risau.

   Ia meraba-raba parasnya sendiri, hingga didalam kaca itu tambah satu bayangan tangan yang putih meletak.

   Satu perasaan yang belum pernah ada telah timbul didalam hatinya Pek Hoa Nio-cu secara mendadak pada waktu itu dan karena ia tak dapat menguasai dirinya sandiri maka air matanya keluar dari kelopak matanya.

   Berkatalah ia seorang diri.

   "Ah. Pek Hiang Lui Pek Hang Lui ... perhuatanmu yaitu mempermainkan orang selama beberapa tahun entah berapa banyak orang-orang gagah yang kau buat mainan dan jatuh dihawah kakimu, tapi yang kau cintai benar- benar ada berapa? Dan siapa itu yang benar-benar yang menyintai kau? Apakah paras yang elok yang diberikan kepadarnu oleh Tuhan kau jadikan mainan demikian mudah?"

   Tiba-tiba ia insjaf dari segala perbuatannya.

   Perbuatan- perbuatan yang tidak pastas dirnasa yang lampau, pada saat itu segala perbuatannya yang telah lalu terbayang lagi didalam ingatannya, mengingat akan semua ini tanpa dapat menguasai dirinya lagi terus iapun menangis tersedu-sedu.

   Tiba-tiba terdengar dari belakang suara orang yang taruh penuh perhatian kepada dirinya, katanya.

   "Nona Pek apa yang kau lagi tangisi? Apakah karena Toako membinasakan diri Teng Hong hingga melukai hatimu?"

   Pek Hoa Nio-cu menoleh dengan perlahan sambil mengangkat kepalanya dan dilihatnya orang itu adalah Oey Ceng Tan. Dalam hatinya lantas timbul suatu perasaan benci yang tidak terhingga, maka dijawabnya dengan suara hambar.

   "Hatiku tidak enak, sebab itu lekaslah kau keluar, jangan mengganggu aku lagi disini!"

   Oey Ceng Tan terkejut, lama ia membungkam.

   Melihat sikap Pek-hoa Nio-cu yang sangat berlainan dengan biasanya itu, hatinya merasa bercekat maka ia pun keluar dengan segera dari kamar itu.

   Setelah Oey Ceng Tan berlalu kembali lagi ia merasakan kekosongan didalam hatinya, ia berdiri melongo sejenak dan tiba- tiba terbayang diotaknya bayangannya seorang pemuda yang tegap, gagah dan tampan.

   Sejak ia bertemu dengan Ong Bun Ping maka selalu terbayang wajah anak muda itu diotaknya dan setelah ia menginsjafi segala perbuatannya yang keliru dimasa yang silam maka sifat baik yang tersembunyi didalam sanubarinya mulai memainkan peranan diatas dirinya.

   Ia merasa segala perlmatannya yang sudah lain, tidak ada sate yang paint dipuji.

   Sejak perasaan itu telah timbul maka hati cabulnya seketika itu juga telah tersapu bersih dan bayangan Ong Bun Ping yang tegap tampan telah bersarang didalam hatinya
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono hingga menimbulkan rasa cintanya yang sebenarnya beim pernah ia- rasakan dimasa yang lampau.

   Tiba-tiba ia memutar tubuhnya lalu dengan tergesa-gesa ia membereskan pakaiannya, sudah itu mengambil pedangnya dan dengan diam-diam berlaln dari Ie Ciu Wan terus kabur ke Siang Ke Cun.

   Karena jarak antara Siang Ke Cun dan Ie Ciu Wan cuma beberapa puluh lie, maka tidak sampai setengah jam ia sudah tiba di Siang Ke Cun karena ia kabur dengan ihnu lari pesatnya yang sudah sempurna.

   Tiba disana ia langsung kekamar Chie-clat-su.

   Tiba didepan pintu, berdirilah, ia disana agak lama.

   Ia tidak berani mengetok pintu.

   Entah berapa lama ia dalam keadaan demikian, tiba-tiba pintu hitam itu terbuka dan seorang tua yang agaknya seperti pelayan rumah tangga menegur padanya.

   "Nona cari siapa?"

   Pek-hoa Nio-cu sebenarnya ingin mencari Ong Bun Ping, untuk Memberitahukan padanya tentang keputusan Tong Cin Wie yang hendak melakukan serangan besar-besaran ke Siang Ke Cun pada malam itu supaya dipihak Ong Bun Ping bisa siap sedia.

   Kini setelah ditegur oleh si pelayan tua itu ia telah menjadi kemekmek,.

   lama sekali baru bisa menjawab.

   "Aku hendak ketemu dengan Chie Tayjin."

   Pelayan tua itu mengawasi diri Pek-hoa Nio-cu, lantas berkata sambil meng-anggulekan kepalanya.

   "Silahkan Nona tunggu dikamar tetamu, nanti aka beritahukan kepada tuan rurnah."

   Pelayan tua ini merasakan keadaan yang berlainan sejak ma- jikannya pulang.

   Usianya yang sudah tua kadang-kadang diwaktu malam tidak bisa tidur nyenyak sebab melihat Nona Sian yang setiap malam meronda disekitar rumah dan diatas genteng.

   Sudah beberapa kali ia pernah melihat dan meskipun merasa heran didalam hati, tapi ia tidak berani bertanya.

   Tadi pagi keluarga Chie ini didatangi lagi beberapa orang tetamu yang pada membawa golok dan pedang, sikap sang majikan demikian menghormati dan ramah tamah kepada tetamu itu dan rupanya tamu-tamu itu bukan orang sembarangan sebab itu tatkala Pek-hoa Nio-cu datang, dilihatnya saja dengan sorot mata yang mengandung heran tapi dalam hatinya tidak timbul perasaan terkejut.

   Tidak beberapa lama pelayan tua itu kembali lagi hersama seorang pemuda tegap.

   Tatkala Pek-hoa Nio-cu melihat pemuda itu hatinya seolah-olah melompat keluar, pemuda itu ternyata adalah Ong Bun Ping.

   Ketika Ong Bun Ping melihat Pek-hoa Nio-cu agak terkejut lalu dengan perasaan heran ia bertanya.

   "Perlu apa saudari datang kemari? Apakah ingin melakukan seragan secara terang-terangan?"

   Pek-hoa Nio-cu menjawab sambil gelengkan kepalanya.

   "Aku hendak beritahukan hal yang penting kepada kalian. Kiranya engkau jangan perlakukan aku begitu galak, bolehkah?"

   Ong Bun Ping ketika menampak sikap dan pembicaraan Pek- hoa Nio-cu yang sungguh-sungguh tidak seperti keadaannya waktu pertama kali ia bertemu, yaitu matanya mengerling, maka separuh dari rasa mendongkolnya lenyap lalu kembali ia bertanya.

   "Ada urusan apa? Katakanlah, aku akan mendengarkan."

   Pek-hoa Nio-cu ketika melihat sikap Ong Bun Ping yang dingin maka hatinya merasa pilu hingga mengeluarkan air mata. Sambil sesenggukkan iapun menjawab.

   "Untuk memberitahukan urusan ini kepadamu, aku telah menempuh bahaya dan tidak memperhitungkan jiwaku sendiri, aku telah keluar secara sembunyi dari Ie Ciu Wan tapi mengapa kau perlakukan aku begini sampai secawan teh pun tidak kau suguhkan, apalagi perkataan yang agak merendah."

   Ong Bun Ping seketika itu juga lantas kemekmek, lama barulah ia bisa menjawab.

   "Kau katakan dulu, sebetulnya urusan apa itu dan kalau benar- benar penting, dan ada hubungannya dengan kami, sudah tentu aku si orang she Ong akan sambut kedatanganmu ini secara hormat. Kedudukanku dengan nona berlawanan, sudah tentu sedikit banyak terpengaruli oleh rasa permusuhan, paling baik, hendaknya nona jelaskan maksud kedatangan nona ini supaya aku tidak keterlepasan omong "

   Pek-hoa Nio-cu lantas memotong.

   "Ucapanmu memang benar tapi kami tidak akan bermusuhan pula dengan engkau tapi sebaliknya yaitu mau membantu pihakmu, dan kau ini akan pandang ,aku sebagai lawan atau kawan?"

   Ong Bun Ping berpikir sejenak lalu menjawab.

   "Kalau benar-benar kau membantu pihak kami, sudah tentu aku akan perlakukan nona sebagai kawan."

   Pek-hoa Nio-cu berkata lagi sambil tersenyum.

   "Jangan memakai segala istilah "kami"

   Karena aku hanya bertanya kepada engkau."

   Ong Bun Ping berkata dengan sungguh-sungguh.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono "Didalam dunia rimba persilatan sebetulnya tidak terlalu pandang tinggi tentang segala adat istiadat duniawi, tentang pergaulan lelaki dan perempuan juga tidak dibatasi oleh segala peraturan-peraturan yang keras, apa yang kita utamakan ialah kepercayaan dan kejahatan, kalau nona benar-benar membantu pihak kami sudah tentu aku Ong Bun Ping akan perlakukan nona seperti kawan."

   Ia berkata demikian sambil menatap wajah Pek-hoa Nio-cu dengan tajam.

   Pek-hoa Nio-cu merasakan pandangan pemuda she Ong itu amat tajam, entah apa sebabnya ia tidak berani balas memandang wajah Ong Bun Ping.

   Baru-buru ia pejamkan kedua matanya.

   Mung-kin karena ia memikirkan segala perbuatannya yang cabul dirnasa yang lampau, hingga dirinya yang sudah kotor itu tidak ada harga untuk menjadi kawan pemuda yang cakap itu.

   Pek-hoa Nio-cu membuka mata sambil menghela napas perlahan sudah itu ia berkata.

   "Tong Cin Wie sudah mengambil keputusan agar malam ini menyapu bersih Siang Ke Cun dengan orang-orangnya yang banyak itu."

   Ong Bun Ping terkejut lain bertanya.

   "Benarkah omonganmu ini?"

   Pek-hoa Nio-cu menjawab sambil tertawa getir.

   "Dengan menempuh bahaya secara sembunyi aku telah lari kemari untuk menyampaikan kabar ini, perlu apa harus kubohongi engkau?"

   Ketika Ong Bun Ping menampak sikap dan kata-katanya, telah menduga bahwa berita yang dibawa oleh nona ini adalah benar adanya maka dengan sorot mata yang penuh rasa terima kasih si pemuda memandang Pek-hoa Nio-cu sekilas, lalu menyahut.

   "Atas berita mengejutkan yang nona sampaikan aku Ong Ban Ping merasa sangat berterima kasih, silahkan nona masuk sebentar untuk minum teh !"

   Belum habis kata-katanya Ong Bun Ping itu Pek-hoa Nio-cu sudah tersenyum, suatu senyuman yang mengandung entah rasa getir atau rasa manis, ia tersenyum sambari memotong ucapan Ong Bun Ping, katanya.

   "Terima kasih, aku masih perlu segera kembali untuk keadaan, mungkin mereka telah menduga aku datang kemari, karena ketiadaanku disana. Dan bila mereka ketahui aku disini otomatis rencana mereka itu akan berubah "

   Sampai saat itu didalam hati wanita itu telah timbul dua rupa perasaan yang saling bertentangan, satu adalah rasa cinta yang wajar sebagai manusia dan satu lagi adalah rasa benci yang terjadi oleh karena keadaan, ia cinta kepada pemuda yang berdiri didepan itu adalah satu perasaan yang dulu belum pernah dialaminya.

   Waktu itu ia benci segala perbuatannya sendiri yang sudah lain itu hingga ia merasa dirinya tidak ada itu harga untuk berdampingan dengan pemuda yang dikasihinya itu.

   Dua perasaan yang sating bertentangan itu, membuat ia merasa.

   duka dan rendah diri, meski sepatah kata saja yang merendah dari Ong Bun Ping namun ditelinganya seolah-olah sangat tajam seperti menusuk keulu hati, maka ia tidak mau berdiam lebih lama, berbareng dengau itu ia juga bersedia hendak korbankan segala tenaganya untuk membuat Ong Bun Ping.

   Pek-hoa Nio-cu ketika nampak Ong Bun Ping sangat pemaluan, hingga ia tidak banyak mengucapkan kata-kata yang manis ia hanya bisa mengelah napas dan berkata.

   "Kalian juga harus bersiap sedia, sekarang aku hendak pergi."

   Meskipun mulutnya berkata hendak pergi.

   namun sepasang kakinya masih belum mau bergerak, matanya masih tetap memandang wajah si pemuda agaknya ia hendak membuka mulut lagi tapi selalu tidak bisa dikeluarkan perkataan yang diinginkan karena itu ia hanya memandang, sehingga air matanya bercucuran.

   Sambil kertak gigi ia lantas menuitar tubuh untuk berlalu.

   Dara Pendekar Bijaksana Karya OPA di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Waktu Pek-hoa Nio-cu berlalu berdirilah Ong Bun Ping ditempat itu beberapa lamanya.

   Sebetulnya pada waktu pertarna kali ia bertemu dengan Pek-hoa Nio-cu dan melihat lagak yang genit hatinya agak jemu, tapi malam ini keadaannya sangat berlainan.

   Perubahan ini ia tak tahu karena apa, sampai bayangan Pek-hoa Nio-cu lenyap dari pemandangannya barulah ia ingat bahwa berita harus segera diberitahukan kepada Suhunya.

   Maka ia lantas pergi keruangan dalam, disitu sudah ada duduk Cio Bin Giam Lo Sun Tay Beng, Chie Ciat-su, Cin Tiong Liong dan Kang Sian Cian.

   Begitu Ong Bun Ping muncul maka bertanyalah Sun Tay Beng.

   "Siapa itu yang diluar?"

   Ong Bun Ping segera memberitahu maksud kedatangan Pek- hoa Nio-cu itu, Sun Tay Beng merasa keadaan gawat ketika mendengar berita itu. Maka dikerutkan alisnya lalu berkata.

   "Tidak perdnii berita yang dibawa orang tali benar atati bohong, sebaiknya kita harus bersiap sedia, sekarang ini tenaga kita masih belum cukup, sebab lawas berjumlah banyak orang tapi kita sedikit, sudah tentu sukar untuk melawan keras dengan keras. Kita
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono harus lawan dengan akal, sambil menanti bala-bantuan yang dirninta oleh Yayanya Sian-ji, lalu kita gempur sekaligus, supaya kita bisa bikin beres soal ini jangan sampai meninggalkan ekor untuk kernudian hari."

   Sun Tay Beng berpikir pula sejenak lalu menyambung lagi perkataannya.

   "Meskipun jumlah kawanan penjahat itu tidak sedikit. tapi cuma beberapa gelintir saja yang ditakuti, yang paling jahat adalah si Tua Bangka Cian-pi-sin-mo, kalau Yayanya Sian-ji tidak datang, barangkali tidak ada seorangpun yang benar-benar mampu melayaninya. Menurut keadaan pada dewasa ini, yang paling baik bagi kita adalah menyingkirkan rasa kekuatiran kita baru kita bisa menghadapi musuh dengan perasaan lega."

   Cin Tiong Liong mengerti maksud Sun Tay Beng, yaitu menghendaki supaya keluarga Chie Ciat-su menyingkir untuk sementara, agar tidak usah memikirkan cara melindunginya, tapi soalnya sekarang ialah kemana keluarga Chie itu harus diungsikannya? Di rumah berbahaya, keluar demikian pula, oleh karena sekarang ini dipihak sendiri hanya ada empat orang, tenaga kurang, sudah tentu tidak dapat membagi pula tenaganya untuk bertugas melindungi mereka.

   Orang she Cin berpikir demikian, Kang Sian Cian demikian juga, Ong Bun Ping juga memikirkan soal itu, hingga sesaat itu tidak seorang pun yang mampu memecahkan soal yang sulit itu.

   Keadaan dalam ruangan itu pada saat itu sunyi senyap.

   Tiba-tiba Chie Ciat-su memecahkan kesunyian itu.

   Ia berkata dengan suara nyaring.

   "Tuan-tuan tidak usah capaikan hati untuk keselamatan kita serumah tangga. Mati hidup seseorang, sudah ada garisnya sendiri-sendiri, kita orang yang seolah-olah baru keluar dari bahaya, terhadap hal ini sama sekali tidak pernah kita pikirkan."

   Kira-kiranya Ciat-su itu seolah-olah pedang yang tajam menusuk hati Sun Tay Beng dan kawan-kawannya, karena mereka seliagai orang-orang yang sudah ternama dirimba persilatan, masa tidak mampu melindungi jiwa keluarga Chie.

   Sun Tay Beng lantas angkat kepala dan tertawa bergelak-gelak, kemudian ia berkata.

   "Sun Tay Beng hampir seumur hidup berkelana didunia Kang- ouw juga sudah mengalami banyak kejadian hebat, aku tidak percaya dengan hanya kekuatan Tong Cin Wie saja, bisa menyulitkan aku. Sian-jie, kan masih mempunyai berapa duri "ikan terbang'? Kalau tidak cukup, suruhlah Ong Suhengmu membuatnya segera. Sekarang juga harus dikerjakan dan harus selesaikan sebelum menyelang jam dua pagi. Orang kita cuma sedikit mungkin terpaksa kita cuma menggunakan duri "ikan terbang‟ ini untuk melayani segala kurcaci dari Utara."

   Ong Bun Ping terkejut ketika mendengar perkataan sang Suhu- nya itu tapi ia mengerti hahwa Suhunya itu telah gusar karena mendengar ucapan Chie Ciat-su tadi, hingga tanpa menghiraukan perbuatan yang melanggar pantangan membunuh dan hendak menggunakan senjata rahasia 'duri ikan terbang'nya yang telah menggetarkan dunia Kang-ouw untuk menyambut musuh- musuhnya.

   Ia telah mendengar bahwa gurunya mempunyai semacam ilmu serangan senjata rahasia yang paling lihay yang bernama 'Boan- thian-hoa-ie' atau Hujan Kembang dari atas Langit dan ia mendengar Suhunya bisa menggunakan banyak senjata rahasia yang dilancarkan sekaligus, hingga orang sukar sekali untuk menjaganya.

   Ong Bug Ping sudah lama mengikuti gurunya tapi ia baru mendengar lihaynya ilmu serangan itu.

   Ia belum pernah menyaksikan dengan matanya tapi kini setelah mendengar ucapan Suhunya itu ia lantas tabu bahwa Suhunya hendak menggunakan senjatanya yang istimewa itu untuk menghadapi musuh-musuhnya, diam-diam ia menghela napas.

   Wahtupun begitu ia merasa girang juga karena dapat menyaksikan kepandaian istimewa dari Suhunya.

   Dalam hati ia me-mikir demikian, tapi matanya ditujukan kewajah Kang Sian Cian.

   Kang Sian Cian juga mengerti maksud Sun Tay Beng yang hendak menggunakan senjata rahasia istimewa untuk menghadapi musuh-musuhnya hingga lantas berkata seraja ia bersenyum.

   "Yang heracun tidak banyak, tapi yang tidak beracun masih ada sekantong, kira-kira seratus batang lebih."

   Sun Tay Beng berkata sambil gelengkan kepala.

   "Tidak cukup, lekas keluarkan sebatang dan serahkan kepada Ong Suhengniu agar ia membuat yang baru."

   Kang Sian Cian segera mengambil sebatang 'duri ikan terbang' sebagai contoh lalu diserahkannya kepada Ong Bun Ping.

   Belem lama Ong Bun Ping berlalu, pelayan tea Chie Lok telah mengantar seorang tua bersama seorang wanita muda yang herusia kira-kira dua puluh tiga tahun yang berparas cantik.

   Tamu itu adalah sahabat karib Sun Tay Beng, yang menjadi guru silat di Bu Kong San yang hernama Koo Hong dan yang mempunyai julukan Siang-ciang-tin-kang-see, atau sepasang tangan mengamankan daerah Kang-see.

   Dan itu wanita muda adalah puteri- nya sendiri yang bernama Koo Jie Lan.

   Karena Koo Hong kawan lama Sun Tay Beng maka ia telah mengajak puterinya yang cuma satu-satunya itu untuk datang
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono memberi selamat hari ulang tahun Sun lay Beng yang ke Enam Puluh tapi tidak nyana kedatangan Koo Jie Lan ini telah bertemu dengan Ong Bun Ping yang kemudian membuat riwajat hidupnya.

   Hal ini akan dilihat dalam lanjutannya cerita ini.

   Kala itu Kan.

   Sian Cian baru saja berguru kepada Sun Tay Beng, didalam hati Ong Bun Ping cuma Sumoy kecil itu yang ada hingga meski Koo Jie Lan berlaku baik padanya tapi ia tidak ambil perhatian sikapnya tetap dingin terhadap Koo Jie Lan.

   Koo Hong sebetulnya cuma ingin tinggal berapa hari saja di rumah Sun Hong Beng tapi tidak nyana Jie Lan menggerecoki ayahnya dan minta sang ayah tinggal lebih lama disitu.

   Koo Hong yang telah lanjut usianya itu dan mati oleh isterinya selagi masih muda dengan sendirinya ia seralu mernanyakan anaknya yang seorang saja itu.

   Tidak pernah ia menolak permintaan anaknya itu untuk tinggal disitu beberapa lama lagi.

   Jie Lan berdiam dirumah Sun Tay Beng hampir satu bulan lamanya, tapi sikap Ong Bun Ping tetap dingin, karena sikap yang dingin ini Koo Jie Lan telah pulang dengan perasaan duka.

   Si nona yang sudah tergila-gila kepada Ong Bun Ping ketika tiba dirumah, pikirannya kusut, parasnya layu dan tidak lama kemudian lantas jatuh sakit.

   Sakitnya Jie Lan telah mengejutkan ayahnya hingga ia menanya berulang-ulang barulah Jie Lan mengatakan sebab- sebabnya.

   Ia hanya mengatakan bahwa Ong Bun Ping tidak suka bermain dengannya.

   Sang ayah yang mendengar keterangan itu, betapapun dogolnya segera mengerti maksud anaknya lalu segera berkata sambil ter- tawa .

   "Ini bukan urusan besar hendaknya engkau menjaga diri baik- baik aku akan rnencari Suhu untuk berunding. Suhunya tak akan menolak dan kemauan Suhunya ia tak berani bantah. Jie Lan meski mengerti bahwa cara ini agak kurang namun tidak ada lain jalan baginya yang lebih baik, maka terpaksa ia tidak menjawab. Bagi anak perempuan, tidak menjawab itu berarti setuju, Koo Hong yang sangat cinta pada puterinya, tiga hari kemudian lantas meninggalkan rumah pergi mencari Sun Tay Beng. Ketika Koo Hong tiba dirumah Sun Tay Beng, dengan terus terang menyatakan maksud kedatangannya, ia mau supaya Sun Tay Beng tunjukkan kewibawaan kepada Ong Bun Ping supaya Ong Bun Ping menerima baik perkawinannya dengan Jie Lan tapi tidak nyana si orang she Bun itu menjawab.

   "Guru cuma mengajarkan ilmu silat kepada muridnya, bagaimana aku bisa memikirkan soul jodoh? Kau Si Tua Bangka perlu apa mesti merecoki soal anak, mungkin dalam hal ini mereka lebih pandai daripada kita."

   Maksud Koo Hong ingin supaya Sun Tay Beng suka memandang persahabatan mereka yang sudah berjalan berpuluh- puluh tahun lamanya itu dalam pikirannya, kalau ia buka mulut sudah tentu mendapat persetujuan Sun Tay Beng, lagi pula Jie Lan juga cukup cantik parasnya tapi tidak nyana sama sekali kalau Sun Tay Beng tidak mau mengurus persoalan itu.

   Dalam murka ia lantas menggebrak meja.

   Memaki-maki Sun Tay Beng tidak memandang mata pada sahabat karibnya.

   Si orang she Sun cuma tertawa sambil geleng kepada, hingga membuat Koo Hong bertambah murka, ia pecahkan semua perabot rumah tangga Sun Tay Beng, dan selanjutnya persahabatan mereka putus.

   Setelah Koo Hong kembali kerumahnya japan menasehati anak-nya, katanya.

   "Ong Bun Ping tidak bermaksud terhadap dirimu, perlu apa kau pikirkan dia saja? Dalam dunia ini toh masih banyak pemuda yang cakap, dengan mengandal nama dan pengaruhku serta parasmu yang seperti bunga botan, pasti jodoh itu akan datang dengan sendirinya."

   Meski Koo Hong banyak beri nasehat sampai mulutnya berbusa, tapi sedikitpun tidak masuk ditelinga Jie Lan.

   Ini disebabkan diri Ong Bun Ping sudah berakar sangat dalam didalam hatinya.

   Tapi karena ia tidak ingin ayahnya terlalu berduka, maka dengan terpaksa ia menjawab sambil bersenyum.

   "Ia telah menolak begitu getas, sudah tentu anakmu tidak akan memikirkan dirinya lagi, cuma saja seumur hidupku ini aku tidak ingin menikah, aku ingin melayani ayah untuk selamanya."

   Koo Hong terperanjat lalu bertanya.

   "Sudals begini lanjut. berapa tahun lagi aku bisa hidup? Dan hagaimana kalau aku mati?"

   Sambil tertawa getir Jie Lan menjawab.

   "Kalau ayah meninggal dunia, aku akan menjadi Nikou."

   Koo Hong menghela napas, tidak berkata apa-apa lagi.

   Ia tahu benar adat anaknya, tidak guna memberi nasehat banyak-banyak, tapi setelah kejadian itu, sifatnya Jie Lan beruhah banyak, satu nona muda yang lincah resit, telah berubah menjadi seorang yang pendian dan tidak suka bicara, sekalipun ditanya oleh ayahnya sendiri jawabannya juga pendek sekali.

   Koo Hong melihat anaknya makin hari makin kurus, hatinya merasa hancur tapi apa mau dikata sebab pada saat itu ia sendiri juga mendapat sakit.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Jie Lan melihat ayahnya telah jatuh sakit karena memikiri dirinya, diam-diam juga merasa sedih maka dengan demikian iapun tumpahkan seluruh temponya untuk belajar silat, hingga seluruh kepandaian ayahnya ia dapat pelajari dengan mahir sekali.

   Pada suatu hari, Koo Hong kembali menanyakan soal dirinya, tapi Jie Lan hanya menjawab dengan suara hambar.

   "Kalau ayah menghendaki anakmu hidup terus, terserah kepada ayah sendiri untuk memilihkan jodo untuk anakmu!"

   Ucapan ini telah membikin Koo Hong terkejut, hingga selanjutnya ia tidak berani mengungkat-ungkat lagi soal perjodoan anaknya, dengan demikian hingga si nona itu telah lewatkan masa mudanya selama dua puluh tiga tahun dengan sia-sia.

   Setengah bulan berselang tiba-tiba si kakek jenggot perak Kang It Peng mengunjungi Bu Kong San, ia mengundang Koo Hong ayah dan anaknya turun gunung untuk memberi bantuan tenaga padanya, Koo Hong dan Kang It Peng juga merupakan dua sahabat karib, apalagi Kang It Peng adalah seorang Kang-ouw yang sudah terkenal, maka begitu mendengar ajakan untuk memberi bantuan padanya anaknya merasa tidak enak bila menolak ajakan tersebut, sehingga ia menanyai Kang It Peng siapa-siapa jago tua yang telah diundang.

   Tatkala Kang It Peng memberitaturkan bahwa drantara mereka yang diundang itu terdapat nama Sun Tay Beng, Koo Hong lantas beruhah pucat wajahnya dan lama tak dapat membuka mulut.

   Kang It Peng merasa heran, lalu menanyakan sebab-sebabnya, maka Koo Hong tidak sembunyikan isi hatinya.

   Ia segera menceritakan semua hal ichwal sehingga terjadi bentrokan dengan sahabat lamanya itu.

   Kang It Peng sehabis mendengar lain berkata sambil tertawa.

   "Sifat Sun Tay Beng memang suka main-main, ucapan kita tidak boleh anggsp benar-benar. Nanti setelah kita selesaikan persoalan keluarga Chie, aku nanti akan turun Langan untuk membantu kalian membereskan soal ini. Ong Bun Ping itu anak paling dengar kata-kataku. meski aku tidak berani mengatakan seratus persen berhasil, tapi ada harapan akan berhasil."

   Koo Hong herkata sambil menghela napas.

   "Jika demikian hendaknya, soal bantu tenaga ini aku tidak bisa ambil putusan sendiri. Aku harus rundingkan dulu dengan anakku agar kutahu, bagaimana pendapat anakku. Dengan terus terang saja, Lan-jie setelah di tinggal mati oleh ibunya, telah kumanja sedemikian rupa sehingga sifatnya susah dirubah."

   Kang It Peng berkata sambil tertawa.

   "Aku akan berangkat lebih dahulu, kau tanyakan pikiran anak-mu lebih dahulu, kalau setuju harap supaya lekas berangkat."

   Sehabis berkata orang tua itu lalu pamitan.

   Sepeninggal Kang It Peng, Koo Hong lantas menghampiri karnar anaknya.

   Tatkala itu Jie Lan sedang menyulam.

   Koo Hong lalu memberitahukan maksud kedatangan Kang It Peng yang mengajak ke Siang Ke Cun untuk memberi bantuan tenaga padanya, ia katakan juga bahwa Sun Tay Beng dan Ong Bun Ping akan berada disana selama itu ia menanyakan apakah si anak bersedia untuk pergi atau tidak.

   Sungguh diluar dugaan Koo Hong, Jie Lan ternyata meneritna baik undangan tersebut dengan tanpa ragu-ragu, maka ayah dan anak itu lantas berangkat hari itu juga menuju ke Siang Ke Cun, dan kedatangan mereka di Siang Ke Cun itu tepat pada wak tunya yaitu ketika Tong Cin Wie akan melakukan penyerangan pada malam itu.

   Tatkala Sun Tay Beng menampak bahwa tetamu yang datang itu adalah Koo Hong dan anaknya, maka iapun berdiri lalu menyambut.

   Sambil tertawa iapun berkata.

   "Aku tahu kalau aku yang mengundang tentu kau tidak mau datang, maka lebih baik aku tidak mencari penyakit sendiri."

   Koo Hong mend jawab sambil tertawa hambar.

   "Sun Tay-hiap terlalu merendahkan diri, kita ayah dan anak adalah orang-orang kasar, bagaimana kau bisa pandang kita, Bu Kong San adalah sebuah dusun kecil, sudah tentu tidak pantas untuk kau kunjungi."

   Sun Tay Beng berkata sambil gelengkan kepala.

   "Tidak nyana urusan sekecil itu kau masih tetap ingat sampai behetapa tahun lamanya, aku Sun Tay Beng benar-benar merasa kagum."

   Bicara sampai disitu ia lantas menoleh dan berkata kepada Koo Jie Lan sambil tertawa.

   "Bagaimana? Apa kau juga tidak mau mengenali empe Sunmu lagi?"

   Pertanyaan ini telah membuat Koo Jie Lan merasa tidak enak, make buru-buru ia memberi hormat sambil berkata.

   "Lan-jie memberi hormat kepada Sun Supe."

   Sun Tay Beng tertawa bergelak., ia menoleh lagi pada Koo Hong dan mengawasi sejenak lalu berkata.

   "Orang sudah tua semacam kau masih begitu keras kepala, apakah tidak malu dengan anakmu sendiri?"

   Paras Koo Hong berubah merah, sebaliknya Koo Jie Lan cuma sambut perkataan sang Supe itu dengan bersenyum getir.

   Disaat itu, Sun Tay Beng bars melihat bahwa Koo Jie Lan sedang murung, hingga hatinya bercekat, lalu ia menarik Koo Hong dan mengajaknya keluar, diluar ia bertanya.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka . Aditya Indra Jaya Sean/foto image . Awie Dermawan Distribusi & arsip . Yon Setiyono "Apakah Jie Lan sudah menikah?"

   Koo Hong diperlakukan demikian hangat oleh Sun Tay Beng hingga sekalipun dalam hati merasa mendongkol tapi ia tidak berani mengutarakannya.

   Ketika mendapat pertanyaan dari Sun Tay Beng itu.

   kembali ia ingat nasib anaknya dan ia sendiri, maka lantas menjawab seraja tertawa dingin.

   "Kau masih berlaga baik hati, kematian Jie Lan ada hubung-apa dengan kau orang she Sun?"

   Sun Tay Beng menjawab dengan sungguh-sungguh.

   "Orang-orang dari golongan muda ada mempunyai pikiran sendiri, mereka dapat berbuat menurut kehendaknya sendiri, dalam hal ini sebetulnya tidak perlu kita turut campur tangan. Memang urusan didalam dunia ini sebagian besar tidak mencocoki keinginan kita, tentang kesulitan anakmu dan penderitaan yang dideritanya selama itu, meski aku tidak merasakan, tapi apakah kau tahu nasib apa yang telah dialanda oleh muridmu? Aku sendiri sebagai gurunya juga merasa tidak pantas untuk menanyakan urusan pribadi muridnya sendiri, apalagi terhadap anakmu, kalau kau masih ingat dan menaruh dendam soal ini untuk selamanya, itu terserah kepadamu sendiri."

   Koo Hong ketika mendengar perkataan si orang she Sun itu ia merasa terkejut, lalu bertanya.

   "Kau berkata setengah harian, tapi aku belum mengerti apakah maksudmu, berkatalah terus terang!"

   Sun Tay Beng pun menjawab seraya tertawa.

   
Dara Pendekar Bijaksana Karya OPA di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Urusan ini dikemudian hari kau tentu akan mengerti sendiri, aku sekarang hanya mau bertanya kepada engkau. apakah Jie Lan sudah menikah atau belum?"

   Koo Hong geleng kepala sambil menghela napas. Sun Tay Beng kembali berkata.

   "Kau jangan menghela napas dulu, malam ini kawanan, penjahat dari Utara segera akan turun tangan dan sangat tepat kedatangan kalian berdua. Kang It Peng dengan tergesa-gesa telah mengundang kita, tapi ia sendiri entah ber- sembunyi dimana.'' Setelah berkata demikian iapun mengajak Koo Hong untuk kembali keruangan dalam. Dilain pihak Kang Sian Cian sudah menarik tagan Koo Jie Lan, kedua anak dara ini nampaknya mempunyai hubungan erat sekali. Sun Tay Beng perkenalkan Koo Hong kepada Chie Ciat-su dan Cin Tiong Liong dan tidak lama kemudian lantas Chie Ciat-su orang-orangnya menyediakan barang-barang hidangan untuk tamu- tamunya. Karena Koo Hong telah datang maka mereka mengambil keputusan bahwa keluarga Chie tidak perlu diungsikan tapi memutuskan agar Kang Sian Cian dan Koo Jie Lan melindungi mereka. Cin Tiong Liong dan Ong Bun Ping ditugaskan untuk memberi bantuan kepada mereka, Sun Tay Beng dan Koo Hong ditugaskan menyambut kedatangan kawanan penjahat, tapi tidak perlu bertempur mati-matian. Selama empat tahun belakangan ini Koo Jie Lan belum pernah melupakan Ong Bun Ping, maka setelah tiba dirumah keluarga Chie ia selalu memperhatikan diri anak muda itu, tapi sehingga saat itu ia belum melihat diri anak muda itu. ia merasa tidak enak untuk menanyakannya, Kang Sian Cianlah yang memberitahukan kepadanya bahwa Ong Bun Ping pada saat itu sedang membuat senjata rahasia duri ikan terbang. Kira-kira jam satu tengah malam, Ong Bun Ping telah muncul dengan membawa banyak duri ikan terbang yang dibuatnya dan pada saat itu diruangan besar rumah keluarga Chie telah dipasang dua buah lilin besar yang memberi penerangan terang benderang Kang Sian Cian, Cin Tiong Liong dan lain-lainnya sudah pada siap sedia dengan senjata masing-masing dan Sun Tay Beng meski masih berpakaian panjangnya, tapi tangannya memegang satu tongkat besi yang berkepala naga. Tatkala Ong Bun Ping melihat Koo Hong juga berada di situ, lalu menghampiri memberi hormat dan berkata.

   "Koo Siok ada baik? Koo Hong hanya perdengarkan suara jawaban dihidung, tidak menjawab pertanyaannya, hingga membuat Ong Bun Ping merasa tidak enak, tatkala ia melihat kesekitarnya dan nampak Koo Jie Lan juga ada bersama Kang Sian Cian, Ong Bun Ping agaknya masih belum insjaf kalau dirinya sedang dibuat pikiran oleh si anak dara, saat itu lantas angkat tangan dan berkata.

   "Lan Sumoy baik?"

   Koo Jie Lan membalas hormat, sambil bersenyum getir iapun menjawab.

   "Terima kasih, apakah Ong Suheng juga apa baik?"

   Jawaban dan bersenyumnya itu seolah-olah ada mengandung rasa cinta dan benci, hingga Ong Bun Ping bercekat, ia hanya balas dengan senyuman dan kemudian menyerahkan senjata-senjata yang ia bikin itu kepada Sun Tay Beng.

   Sun Tay Beng menyambuti senjata tersebut seraja berkata.

   "Jumlahnya kawanan penjahat ada hanyak, kalau malam ini betul-betul hendak menyerang, sudah tentu dengan tekad yang bulat supaya usaha mereka itu berhasi!, pihak kita yang sedikit, orang tidak baik bertempur mati-matian dengan mereka, kalau saudara ada mempunyai kepandaian istimewa, keluarkan saja jangan ragu- ragu!"

   
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Ucapan ini sebetulnya mengandung maksud supaya kawan- kawannya boleh mengeluarkan seluruh kepandaiannya untuk melakukan pembunhan berapa hanyak yang mereka dapat lakukan.

   Setelah mengucapkan perkataan tersebut.

   Sun Tay Beng lantas tarik tangan Koo Hong lalu ajak dia herlalu seraja berkata.

   "Jalan! Mari kita yang nyambut mereka lebih dahulu."

   Keduanya segera melompat keluar ruangan rumah.

   Cin Tiong Liong perintahkan orangnya supaya padamkan Jilin dan kemudian berpesan kepada Kang Sian Cian supaya memberitahukan kepada orang-orang keluarga Chie agar jangan bergerak semharangan.

   Setelah selesai mengatur lalu ia bersama-sama Ong Bun Ping melakukan penjagaan.

   Kang Sian Cian memhawa pedang dan kantong piauwnya, sedang Koo Jie Lan juga siap dengan sepasang pedangnya, kedna nona itu setelah melakukan pemeriksaan diatas genteng sebentar lantas hersembunyi ditempat yang gelap.

   Kala itu adalah akhir musim dingin hingga baik sekali bagi orang-orang jahat melikukan kejahatannya.

   Ketika lewat jam dua malam, para penjahat dari Ie Cin Wan mulai bergerak.

   Tong Cin Wie diapit oleh Thay-si Sian-su dan Tian-pi-sin-mo berjalan lebih dahulu, sedang Oey Ceng Tan dan loan Kong Hong serta sepuluh pembantunya dibagi menjadi dua romboongan nutuk melakukan penyerangan dari sebelah kin dan kanan Pek-hoa Nio-cu, Yan-san-ji-kui dan Kim Ling Siang-kho, merupakan orang-orang yang terpilih dan mereka ini berada dalam rumbongan Oey Ceng Tan dan Hoan Kong Hung.

   Tong Cin Wie, Thay-si Sian-su dan Cian Pi Sin Mo dapat berlari dengan kepesatan yang luar biasa, hingga dengan sekejap saja sudah berada diluar Siang Ke Cun.

   Pada saat itu terdengar suara dingin dan tiba dari tempat gelap melompatlah dua bayangan orang menghadang perja!anan ketiga orang tersebut.

   Thay-si Sian-su melihat bahwa orang-orang membawa tongkat yang berkepala naga dan berpakaian panjang.

   Mereka itu adalah Sun Tay Beng sendiri.

   Dan orang yang disebelah kanannya adalah seorang tua yang berjenggot panjang, badannya tinggi besar.

   Di belakang gegernya ada, menggemblok sebilah golok besar, tapi ia tidak mengenal siapa orang tua itu.

   Ketika Thay-si Sian-su menampak Sun Tay Beng rnaka ingatlah ia hinaan yang ia terima pada malam kemarin sehingga saat itu darahnya naik.

   Selagi ia hendak turun tangan Tong Cin Wie sudah rnengangkat tangan memberi hormat kepada dua orang tersebut seraja berkata.

   "Kiranya Jie-wie adalah orang-orang terkenal didaerah Kang- lam ini karena Tong Cin Wie baru kali ini mengunjungi tempat ini, hingga tidak kenal siapa Jie-wie. Numpang tanya bagaimana sebutan Jie-wie."

   Sehabis berkata demikian itupun mengawasi Sun Tay Beng dengan mata yang tajam. Sun Tay Beng tertawa bergelak-gelak lalu menyahut.

   "Tong Toako terlalu merendahkan diri, kau tidak kenal aku, tapi aku kenal kau adalah Sin-ciu-tui-hun Tong Cin Wie. Kau yang sudah baik-baik berada di Utara dengan kedudukan yang tinggi, seta sudah menjadi pernimpin kalangan rimba hijau., mungkin bagi orang-orang dunia Kang-ouw semua tahu tentang ini. Kenapa Tong Toako tidak mau senang-senang, berdiam di Utara tapi pada malam yang begini dingin, kau telah kelujuran kemari. Apa sebetulnya maksudmu kesini? Tempat ini rasanya bukan tempat dibawah kekuasaanmu!"

   Tong Cin Wie tertawa dingin lalu menjawab.

   "Kalau mendengar dari omonganmu, ternyata kau alalah seorang jumawa, bukankah kau ini Chio-bin-giam-lo Sun Tay Beng?"

   Sun Tay Beng menjawab dengan suara dingin lagi.

   "Kau toch sudah tahu, mengapa tadi berlaga bertanya pula?"

   Tong Cin Wie mengamat-amati Sun Tay Beng sejenak, lalu berkata kepada Koo Hong sambil menyoja.

   "Saudara ini berjalan bersama' dengan Sun Tay-hiap, tentu dia ini seorang yang terkenal pula dikalangan Kang-ouw, aku Tong Cin Wie ingin belajar kenal."

   Koo Hong menjawab dengan suara dingin.

   "Dalam rimba persilatan didaerah Kang-lam, memang benar ada banyak orang yang terkenal, tapi aku Koo Hong belum mendapat itu kehormatan sebagai orang yang terkenal, kau orang she Tong dengan membawa kawan-kawan rimba dari Utara, menuju keselatan dengan jumlah yang banyak, sudah tentu tidak pandang mata kepada kawan-kawan kita yang berada didaerah Kang-lam. Sobat, kalau mau belajar kenal maka kita juga harus melayani walau akan bagaimana sekalipun."

   Tong Cin Wie menoleh lalu mengawasi Thay-si Sian-su dan Orang tua aneh itu masih tetap memejamkan matanya setelah tidak mendengar pembicaraan mereka.

   Rupanya Thay-si Sian-su belum mendengar tentang dirinya Koo Hong hingga ia hanya berdiri dengan tidak berkata apa-apa.

   Ketika Tong Cin Wie melihat kedua ora itu tidak berkata apa- apa maka ia tertawa bergelak-gelak seraya berkata.

   "Tuan mungkin adalah seorang yang mempunyai kepandaian tulen, tapi tidak luau tunjukkan diri, hingga jarang muncul di dunia
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Kang-ouw, nama Koo Hong ini belum pernah kudengar dari mulut orang.

   Tapi kau telah berada bersama Chio-bin-giam-lo, maka sudah tentu kau ini bukan orang dari golongan sembarangan, aku hanya kuminta jangan sesalkan pengetahuanku yang cetek ini.

   Cuma aku Tong Cin Wie, ada beberapa patah kata-kata yang perlu kujelaskan dahulu yaitu aku sekali-kali tidak mempunyai maksud untuk melanggar kehormatan kawan-kawan didaerah Kang-lam.

   Maksud kedatanganku ke Siang Ke Cun ini, semata' hanya untuk membereskan soal dendam pribadi.

   Chie Kong Hiap dahulu pernah menjabat pangkat tinggi, selalu bersikap bermusuhan dengan kawan-kawan rimba hijau, entah berapa banyak jiwa kawan-kawan kita yang terbinasa ditangannya, asal aku bisa menyingkirkannya bersama seluruh keluarganya maka aku Tong Cin Wie akan segera pulang ke Utara bersama orang-orangku."

   Belum sempat Koo Hong menjawab sudah didahului oleh Sun Tay Beng.

   "Enak benar kata-katamu ini, kenyataannya tidak demikian mudah, kalau kau Tong Cin Wie tidak bermaksud hendak jual lagak di daerah Kang-lam, mengapa tidak menurut peraturan didunia Kang-onw yaitu terlebih dahulu harus mengunjungi kawan-kawan rimba persilatan didaerah Kang-lam? Ini adalah suatu tanda hahwa kau tidak memandang mata kepada kami. Mungkin kau mengira kawan-kawan dari rimba persilatan di daerah Kang-lam, tidak ada yang berani mengganggu dirimu."

   Ketika Tong Cin Wie mendengar Sun Tay Beng menimpakan segala kesalahan diatas pundaknya iapun perdengarkan suara dingin dan berkata.

   "Satu yang mengaku diri sebagai seorang pendekar budiman, telah ajukan diri sebagai pelindung seorang bekas pegawai negeri, hal ini apa bedanya dengan itu orang-orang yang menampakkan dirinya kepada lain bangsa?"

   Sun Tay Beng berkata dengan suara bengis.

   "Kita orang-orang Kang-now yang selalu berbicara dengan pedangnya, menyingkirkan kejahatan itu berarti melakukan kebajikan, ada beberapa orang yang mengambil kepandaian ilmu silatnya untuk melakukan perbuatan dan sewenang-wenang, memeras, membegal, merampok dan lain-lain perbuatan kawanan berandal, bangsa kurcaci dari rimba persilatan ini bila mati satu maka itu berarti satu kejahatan telah berkurang. Kalau mati semua berarti semua kejahatan hilang. Kau Tong Toako, dengan Chie Ciat- su ada mempunyai dendaman sakit hati apa, hanya kau sendiri yang mengerti, kau putar balik duduk berdirinya perkata sangkaanmu itu berguna?"

   Perkataan Sun Tay Beng ini membuat Tong Cin Wie marah seketika, maka iapun segera berkata dengan suara gusar.

   "Sun Tay Beng, kau jangan terlalu terkebur karena maksud baik maka itu aku nasehati kau. Sangkamu aku si orang she Tong takut ke-padamu?"

   Baru saja habis ucapannya itu Thay-si Sian-su sudah melompat maju dan berkata.

   "Dengan seorang jumawa seperti orang ini, apa perlunya masih bicara menurut aturan!"

   Sian-su itu berkata sambil gerakkan tongkatnya, dengan suatu gerakan mendadak tongkatnya itu inenyerang Chio-bin-giam-lo.

   Hweeshio tua ini masih ingat hinaan yang diperoleh tadi malam hingga dipakainya tenaga dalam yang penuh untuk menyerang.

   Chio-bin-giam-lo telah menyambut serangan tersebut dengan tongkatnya, setelah itu ujung tongkatnya yang berkepala naga telab meluncur menotok dada Thay-si Sian-su.

   Sian-su menangkis serangan si orang she Sun tapi siapa tahu Sun Tay Beng lantas rubah serangannya.

   Karena perubahan tersebut amat cepat hingga Thay-si Sian-su terpaksa mundur dua langkah.

   Baru bergebrak Thay-si Sian-su sudah dipaksa mundur dua langkah hingga bukan main murkanya.

   Setelah menggereng hebat, tongkatnya menyerang lagi dengan hebat.

   Saar ito curna terdengar hunyi deru dua tongkat tang berputaran dan bayangan yang berseliweran hebat.

   Pertempuran itu telah berjalan empat puluh jurus tapi nampaknya keduanya sama-sama kuat hingga sukar dibayangkan siapa yang Iebih kuat dan siapa yang lemah.

   Pada saat itu kawanan penjahat sudah tiba semuanya disitu mereka telah menyaksikan pertempuran tersebut dan berdiri berbaris dibelakang Tong Cin Wie.

   Tong Cin Wie menyaksikan kekuatan Thay-si Sian-su berimbang dengan Sun Tay Beng, nampaknya sebeuim ratasan jurus pertempuran itu tidak akan berubah hingga dalam hatinya merasa sedikit gelisah, kemudian ia menoleh lain memerintahkan oran-orangnya supaja menerjang.

   Koo Hong yang sudah siap ketika menampak kawanan penjahat bergerak, ia lantas membentak hebat dan golok ditangannya diputarnya untuk menyerang kawanan penjahat tersebut.

   Jago tua tinggi sekali ihmu silatnya apalagi sedang berada dalam keadaan gusar, maka setelah goloknya dikerjakan, sebentar saja kawanan penjahat kocar-kacir.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Ketika Tong Cin Wie menampak Koo Hong sangat gesit gerakannya lantas turun tangan sendiri.

   Dengan senjata tumbaknya ia menikam dada si jago tua itu tapi Koo Hong dengan cepat berkelit dan kemudian babas menyerang dengan goloknya, dengan demikian dua orang itu telah bertempur dengan seru.

   Tong Cin Wie sambil bertempur ia serukan kepada oran- orangnya.

   "Kalian lekas menerjang, binasakan dahulu jiwa keluarga Chie!"

   Setelah kawanan penjahat itu mendengar perintah tersebut tanpa ayal lagi mereka terus menerjang ke Siang Ke Cun.

   Ketika Chio Bin Gian Lo dan Koo Hong melihat perbuatan kawanan penjahat tersebut mereka pun merasa mendongkol dan gelisah tapi karena Thay-si Sian-su dan Tong Cin Wie merupakan lawan-lawan mereka seimbang, hingga mereka tidak dapat kesempatan untuk menghalangi majunya kawanan penjahat tersebat.

    ooOoo VIII.

   Kita balik lagi kepada Oey Ceng Tan dan Hoan Kong Hong yang memimpin oran-orangnya menyerang Siang Ke Cun.

   Baru saja mereka tiba dimuka perkampungan Siang Ke Cun tiba-tiba dari tempat gelap lantas menyamber sinar putih menuju dada Oey Ceng Tan dengan kecepatan seperti kilat.

   Sebentar kemudian dimulut perkampungan tersebut, telah muncul dua orang berpakaian ringkas yang merintangi perjalanan mereka.

   Oey Ceng Tan mengawasi seorang lelaki yang berdiri disebelah kanan, ternyata orang itu hanya dengan dua tangan kosong menjatuhkan Yan-san Ji-kui.

   Orang itu adalah Cin Tiong Liong, seorang lagi adalah seorang muds yang membawa sepasang senjata Poan-koan-pit dan sikapnya amat gagah.

   Oey Ceng Tan dan Hoan Kong Hong perintahkan orang- orangnya melakukan serangan dengan kekerasan tapi Cin Tiong Liong sambil membentak hebat ia segera mencabut sepasang senjatanya yang berupa sepasang pit lalu bersama Ong Bun Ping melancarkan serangan hebat, untuk merintangi majunya kawanan penjahat itu.

   Akan tetapi karena jumlah kawanan penjahat itu banyak maka meski pun Cin Tiong Liong dan Ong Bun Ping berdaya sekuat tenaga tapi tidak mampu membendung majunya orang-orang tersebut, hingga Oey Ceng Tan dan Hoan Kong Hong beserta beberapa orang lagi telah berhasil menerjang kekampung Siang Ke Cun.

   Baru saja kawanan penjahat itu bisa mendekati keluarga Chie, tiba-tiba terdengar suara bentakan nyaring, kemudian disusul dengan berkelebatnya bayangan putih.

   Muncullah dari tempat gelap Kang Sian Cian.

   Nona itu dengan pedang lemasnya ditangan kirinya dan senjata duri ikan terbangnya ditangan kanannya, berdiri sambil menghadangkawanan penjahat iapun membentak.

   "Siapa.diantara kalian yang berani maju lagi setindak kiranya jangan menyesal kilau aku terpaksa berbuat kejam. Aku akan suruh dia rasakan dulu betapa lihaynya senjata-senjata duri "ikan terbang‟ ini baru boleh maju."

   Kata-kata Kang Sian Cian ini, ternyata besar sekali pengaruhnya, karena pada seketika itu juga beberapa puluh kawanan penjahat itu terus dibikin jinak atau tidak berani maju setindakpun.

   Oleh karena kawanan penjahat tersebut sebagian besar sudah pernah melihat betapa gagahnya nona itu yaitu ketika bertempur de- ngan pemimpinnya.

   Oey Ceng Tan mengerti bahwa nona itu bukan tandingannyn, maka diam-diam perintahkan kawannya, supaya menerjang dari berbagai penyuru.

   Ketika Kang Sian Cian menampak perbuatan penjahat itu maka karena gusamya ia pun menyerang dengan senjata rahasianya, sehingga sebentar saja terdengar disana-sini jeritan dan beberapa orang telah jatuh karena menjadi korban duri ikan terbangnya.

   Kemudian ia menyusul dengan serangan pedangnya, beberapa penjahat coba-coba merintangi majunya si nona, tapi mereka tidak tahu bahwa pedang nona itu tajam luar biasa hingga setelah senjata mereka itu beradu, sebentar saja senjata mereka ter-papas kutung.

   Setelah Kang Sian Cian berhasil memapas kutung senjata lawannya iapun meneruskan serangarmja hingga penjahat-penjahat yang hendak merintanginya itu lantas pada rubuh karena terbabat pinggangnya.

   Baru saja Kang Sian Cian berhasil membinasakan lawannya tiba-tiba pecut Oey Ceng Tan sudah menuju kepalanya.

   Sambil re- bahkan diri untuk berkelit maka Langan kanan nona itu lantas bergerak untuk melakukan serangan pembalasan.

   Kini Oey Ceng Tan yang didesak sehingga mundur tujuh atau delapan kaki jauhnya.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Tapi pada saat itu senjata kawanan penjahat telah meluncur menyerang kearah Kang Sian Cian.

   Meski nona itu sudah dikurung, tapi ia tetap tenang hinga tidak kalut gerakannya.

   Setelah ia menyampok semua senjata yang menyerangnya maka ia kembali melakukan serangan dengan hebat.

   Kali ini para penjahat bertempur dengan hati-hati sekali, mereka berusaha agar senjata mereka tidak beradu dengan pedang si nona.

   Kawanan penjahat itu tanpa menghiraukan tata-tertib dunia Kang ouw, mereka telah mengepung seorang gadis, maka meski kepandaian Sian Cian tinggi tapi oleh karena jumlah lawan banyak maka tidak mudah baginya untuk lolos dari kepungan tersebut.

   Oey Ceng Tan dan lima kawanan penjahat telah mengurung rapat diri anak dara ini, empat penjahat lainnya lantas meloloskan diri dan menerjang masuk kerumahnya keluarga Chie.

   Ketika mereka itu memasuki pekarangan rumah mereka menampak gedung tersebut gelap sekali hingga mereka tidak mengetahui tempat Chie Ciat-su.

   Maka mereka memilih jalan yang paling pendek yaitu mereka melakukan serangan dengan api.

   Dara Pendekar Bijaksana Karya OPA di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Tempat yang pertama-tama dimakan api adalah kamar tidur Chie Kong-cu.

   Saat itu ia belum tidur hingga ketika ia melihat terbit kebakaran dikarnarnya maka ia segera melompat turun lalu keluar dari kamarnya.

   Empat kawanan penjahat yang sedang berusaha hendak mendobrak pintu kamar ketika menampak Chie Sie Kist muncul segera bertanya.

   "Kau pernah apa dengan keluarga Chie?"

   Chie Sie Kiat sebetulnya sedang ketakutan, tapi setelah dibentak oleh kawanan penjahat lantas berbalik menjadi tenang kembali dan tatkala ia mengangkat kepala dan menampak api sedang berkobar hebat serta lapat-lapat terdengar suara beradunya senjata, ia lantas berpikir.

   "Mungkin nona Sian kini sedang bertempur hebat hingga tidak ada kesempatan menolong diriku, dalam keada-an begini mungkin aku tidak terhindar dari kematian. Kalau benar aku toch mesti mati, biarlah aku mati secara laki-laki supaya dikemudian hari adik Sian tidak Pandang rendah diriku."

   Mengingat sampai disini maka nyali pemuda itu lantas menjadi besar, hingga seketika itu juaa ia menjawab sambil ter-tawa besar.

   "Aku adalah Tuan muda dari keluarga Chie, kalian hendak herbuat apa atas diriku? Kalau kalian mau bunuh, bunuhlah dengan segera, meski aku tidak mengerti ilmu silat, tapi aku tidak takut mati."

   Ketika ke empat penjahat itu mendengar ucapan Chie Kong-cu yang gagah itu, seorang diantara mereka yang berdiri di sebelah kanan lantas melornpat maju seraja menenteng goloknya.

   Ia mengangkat golok untuk memotong tapi baru saja hendak membacok, tiba-tiba ia mendengar orang berteriak "tahan".

   Orang itu tarik lagi serangannya.

   Ketika ia melihat dibelakangnya seorang tua yang berusia lima puluh tahun lebih telah menghampirinya dengan tindakan perlahan sedang dibelakang orang tua itu berjalan seorang wanita cantik.

    ooOoo DARA PENDEKAR BIDJAKSANA

   Jilid III Pada saat itu api sedang berkobar-kobar, kamar yang didiami oleh Chie Sie Kiat, sebagian benar sudah hangus.

   Orang tua itu mengawasi empat penjahat tersebut, kemudian melihat sikap Chie Sie Kiat, hatinya merasa pilu, ia lantas menghadapi empat penjahat, seraja menyoja lalu berkata.

   "Aku adalah Chie Kong Hiap, dimasa yang lampau memang benar aku pernah berdosa terhadap beberapa kawan dari rimba hijau, cuma kala itu aku hanya menjalankan tugas, dengan tuan-tuan tidak ada mempunyai hubungan permusuhan secara pribadi. Kalau toch tuan-tuan mau menuntut balas, dengan membunuh aku Chie Kong Hiap seorang rasanya sudah cukup, aku mohon supaya tuan- tuan lepaskan jiwa anakku ini, karena pada masa itu ia cuma merupakan kanak-kanak yang belum mengerti apa-apa."

   
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Empat penjahat itu yang memang sedang mencari Chie Ciat-su ketika menampak bekas pejabat tinggi itu telah serahkan dirinya, maka setelah tertawa girang lantas berkata.

   "Baik orang tuanya maupun anaknya semuanya harus dibunuh, seluruh rumah tangga ini akan dibasmi habis, tidak boleh ada satupun yang ketinggalan."

   Sehabis berkata, empat penjahat itu turun tangan berbareng menerjang Chie Kong Hiap.

   Pada saat yang berbahaya itu, tiba-tiba terdengar suara bentakan nyaring, diantara terangnya sinar api telah berkelehat beberapa sinar perak, hingga tiga diantara empat pen- jahat tersebut telah rubuh terkena serangan senjata rahasia.

   Yang seorang lagi tatkala mendengar suara jeritan ketiga kawannya lantas kesima, tapi sebelum ia sadar benar, badannya sudah dibikin kutung menjadi dua potong.

   Koo Jie Lan dan Kang Sian Cian telah muncul dengan berbareng didepan mereka itu.

   Kang Sian Cian menampak sikap Chie Sie Kiat, hatinya merasa cemas, dengan tidak menghiraukan beradanya disitu Chie Ciat-su suami-isteri dan Koo Jie Lan, segera melompat maju kedepan Chie Sie Kiat lalu menarik tangannya pemuda itu, kemudian melompat kedepan suami-isteri Chie Ciat-su seraja berkata kepada Koo Jie Lan.

   "Enci Koo harap lindungi mereka ..!"

   Belum habis ucapannya itu Oey Ceng Tan hersama kawan-kawannya telah datang memburu, hingga Kang Sian Cian tidak keburu mengucapkan kata-kata selanjutnya.

   Ia lantas melepaskan tangan Chie Kong-cu lalu buruburu menyambuti kedatangan musuh itu.

   Koo Jie Lan dengan sepasang pedangnya, dipakai untuk menyampok senjata rahasia yang dilancarkan oleh kawanan penjahat, kemudian berkata dengan suara perlahan kepada tiga orang tersebut.

   "Sam-wie silahkan mundur dulu keruangan belakang, nanti Siauw-lie yang melindungi."

   Chie Ciat-su juga tidak sungkan-sungkan lagi, bersama-sama anak isterinya lalu mundur keruangan belakang.

   Pada saat itu pula para penjahat lainnya juga sudah datang memburu, Kong Sian Cian dalam murkanya, segera mengeluarkan ilmu serangan Boan-thian hoa-ie, hingga sebentar kemudian.

   dari berbagai penjuru telah beterbangan senjata rahasia duri ikan terbang.

   Ketika itu enam penjahat rubuh kena serangan jarum-jarum itu.

   Oey Ceng Tan yang membawa sepuluh orang lebih, sebagian besar telah terluka atau binasa, sekarang hanya tinggal empat orang yang masih utuh.

   Kang Sian Cian yang berhasil dengan serangannya lantas putar pedangnya untuk menyerang Oey Ceng Tan dan tiga kawannya meski tahu anak dara itu amat lihay tapi jika ia saat itu harus melarikan diri lalu bertemu dengan Tong Cin Wie juga tidak akan bisa tinggal hidup, dalam keadaan terpaksa ia cuma bisa melawan dengan sekuat tenaga.

   Kang Sian Cian yang bertempur dengan empat kawanan penjahat dalam sekejap mata saja sudah berhisil membinasakan dua orang diantaranya, hingga sekarang tinggal Oey Ceng Tan dan seorang yang bersenjata dua gembolan.

   Mereka itu ternyata bukan tandingan Kong Sian Cian.

    ooOoo Mari kita balik pula kepada Chie-bin-giam-lo yang sedang bertemptr hebat dengan Thay-si Sian-su, senjata mereka sama-sama merupakan senjata berat, kekuatan mereka juga berimbang, dilain pihak Tong Cin Wie yang melayani Koo Hong, juga merupakan tandingan yang berimbang, meskipun Tong Cin Wie melakukan serangan dengan segala kepandaiannya, tapi Koo Hong yang juga merupakan tandingannya yang berimbang dan merupakan seorang tinggi kepandaiannya dikalangan rimba persilatan tidak nanti dapat ditelan mentah-mentah oleh Toako dari rimba hijau daerah Utara itu.

   Empat orang itu kembali bertempur sampai limapuluh jurus lebih tapi belum juga menampak siapa yang akan menang dan siapa yang kalah.

   Cian-pi-sin-mo yang menonton dengan sikapnya yang dingin, telah mendapat kenyataan bahwa Sun Tay Beng semakin lama semakin gagah, tongkatnya yang berkepala naga, telah dimainkan makin lama makin gesit, dan Thay-si Sian-su perlahan-lahan cuma mampu membela diri saja tidak mampu balas menyerang.

   Dipihak Tong Cin Wie meski tombaknya dimainkan bogus sekali, tapi golok Koo Hong masih tetap gesit, nampaknya sekalipun orang tua itu nanti bisa dikalahkan, tapi sedikitpun masih harus memakan tempo ratusan jurus lerbih.

   Sebaliknya bagi Thay-si Sian-su dan Sun Tay Beng, oleh karena dua-dua sama-sama melawan dengan kekerasan, sama-sama menggunakan tenaga penuh, jika sama-sama diantaranya kehabisan tenaga sudah tentu lantas rubuh.

   Dalam keadaan demikian, sekarang si orang tua kukuay ini mau tidak mau barus turun tangan, tapi orang tua ini pandang diri sendiri terlalu tinggi hingga ia tidak mau turun tangan seecara tiba-tiba.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka . Aditya Indra Jaya Sean/foto image . Awie Dermawan Distribusi & arsip . Yon Setiyono Dengan tindakan perlahan ia menghampiri medan pertempuran, pertama-tama ia perdengarkan tertawa dingin kemudian berkata.

   "Kalan semua berhenti!"

   Meskipun suara itu tidak keras, tapi Thay-si Sian-su bisa mendengar dengan jelas, Tong Cin Wie juga lantas mengerti bahwa Cian-pi-sin-mo akan turun tangan sendiri, maka ia lantas melompat dari kalangan, dengan demikian pertempman itu lantas berhenti.

   Si kakek aneh sambil mengawasi keatas lalu dengan perlahan menghampiri Sun Tay Beng, dengan suara dingin bertanya.

   "Apakah kau ini Sun Tay Beng yang sudah terkenal didaerah Kang-lam?"

   Pertanyaannya itu diucapkan dengan sikapnya yang jumawa dan dingin laksana es. Sun Tay Beng yang beradat tinggi, sudah tentu merasa jemu dengan sikap orang tua itu, maka ia lamas menjawab dengan ter- tawa dingin pula.

   "Mendengar perkataanmu ini, tentunya kau adalah itu orang yang bernama Thio Pak Tao dengan julukanmu Cian-pi-sin-mo, bukan? Memang benar aku adalah Sun Tay Beng dan kau ini mau apa dari aku?"

   Thio Pak Tao tertawa bergelak-gelak, lalu menjawab.

   "Memang benar aku situa bangka adalah Cian-pi-sin-mo, apakah kau Sun Tay Beng sudah yakin bgtsar bahwa kekuatanmu dapat menandingi Siauw-lim Ngo-lo dari bukit Siong-son?"

   Ia berhenti sejenak lalu teruskan lagi perkataannya.

   "Adalah soal yang telah terjadi pada beberapa puluh tahun berselang, aku juga merasa segan untuk menyebut-nyebutnya lagi, kabarnya kau ada bersahabat baik dengan Kang It Peng yang namanya terkenal sejak duapuluh tahun yang lalu didaerah Kang-lam dan Kang-pak, benarkah itu?"

   Sun Tay Beng tadi dengar suara tertawanya saja, sudah tahu bahwa tenaga dalam orang tua itu sangat sempurna.

   la juga tahu bahwa orang tua itu bukan tandingannya tapi sebagai seorang kuat yang belum pernah menemui tandingan yang setimpal, tidak mau menyerah mentah-mentah, maka setelah mengertak gigi hatinya berpikir.

   "Hari ini, aku Chio-bin-giam-lo kalau benar harus melakukan tugasku diakherat, walau bagaimana aku juga harus melayani Cian- pi-sin-mo."

   Setelah mengambil keputusan hendak mengadu jiwa dengan lawannya, ia lantas menjawab dengan suara dingin.

   "Tidak salah, Kang It Peng adalah sahabat karibku, kau menghendaki apa maka aku bersedia melayani."

   Thin Pak Tao lantas membentak.

   "Itu orang yang menggunakan serangan tangan berat ialah ilmu silat Siauw-thian-seng untuk melukai Teng Tay Kouw apakah dia itu bukan Kang It Peng?"

   Sun Tay Beng lantas menjawab dengan suara bengis.

   "Jangankan aku tidak tahu, sekalipun aku tahu juga aku tidak mau memberikan padamu, kau mau apa?"

   Thio Pak Tao berkata dengan suara gusar.

   "Dengan kepandaianmu cuma itu saja, berani sekali berlaku jumawa terhadapku?"

   Sehabis bertanya begitu sepasang matanya yang seperti tikus memandang Sun Tay Beng dengan tajam, kemudian ulur tangan kirinya menyambret diri Chio-bin-giam lo.

   Gerakan itu nampaknya seenaknya saja, tapi sebetulnya sangat hebat.

   Sun Tay Beng merasakan benar betapa hebat kekuatan yang tergenggam dalam lima jari orang tua itu, maka ia tidak berani berlaku ayal, dengan senjata tongkatnya ia menyampok tangan Thio Pak Tao.

   Thio Pak Tao tertawa dingin lalu tangan kirinya tiba-tiba memutar balik menjambret tongkat Sun Tay Beng.

   Gerakan itu dilakukan-nya dengan cepat sekali.

   Jangan kata Sun Tay Beng sedang Tong Cin Wie, Thay-si Sian-su dan Koo Hong yang menyaksikan juga tidak dapat rnengetahui cara bagaimana orang tua itu merebut sen-jata Sun Tay Beng.

   Thio Pak Tao setela berhasil menjambret tongkat Sun Tay Beng maka sambil menekan ia bertanya pula.

   "Lekas jawab yang melukai Teng Tay Kouw itu sebetulnya Kang It Peng atau bukan?"

   Tapi Sun Tay.

   Beng tetap tidak menjawab, ia menggunakan kesempatan selagi Cian-pi-sin-mo lengah yaitu sedang berkata dengan-nya, untuk kerahkan seluruh kekuatan tenaganya.

   Dengan sekali gentakan ia telah melepaskan dini dari cekalan Thio Pak Tao.

   Setelah Chio-bin-giam-lo membebaskan dirinya dari cekalan Thio Pak Tao kembali menyerang dengan hebat.

   Karena menampak Sun Tay Beng tidak menjawab pertanyaan- nya tapi sebaliknya melakukan serangan kepadanya, bukan main gusamya Thio Pak Tao.

   Setelah ia egoskan serangan Sun Tay Beng lalu balas menyerang dengan sepasang tangannya, karena serangan
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono yang hebat itu Sun Tay Beng terpaksa harus mundur sampai delapan kaki jauhnya.

   Si kakek itu setelah melancarkan serangannya itu lalu berhenti lagi dan bertanya pula sambil tertawa.

   "Sebelum Teng Tay Kouw meninggal dunia, aku sudah berjanji kepadanya untuk menuntut balas, kalau kau masih tidak mau berbicara terus terang kiranya jangan sesalkan kalau aku nanti akan membinasakan kau lebih dahulu."

   Sun Tay Beng yang berulang-ulang kedesak dalam hati merasa mendongkol kali inilah yang pertama ia menemui lawan yang kuat sejak ia muncul didunia Kang-ouw.

   Karena gusamya ia ingin melakukan serangan nekat tapi selagi hendak menyerang, tiba-tiba ter-dengar suara orang berkata.

   "Hei iblis tua si orang she Thio, kau jangan terlalu jumawa, kalau dibandingkan dengan Teng Tay Kouw toch tidak beda berapa banyak, bukankah kau tadi sudah keluarkan omongan besok hendak mencari aku untuk bertanding? Aku Kang It Peng mungkin karena ditakdirkan untuk memenuhi hasratmu hingga sekarang aku masih belum mati. Cara bagaimana Teng Tay Kouw dilukai memang aku pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri, tapi bukan aku yang melukai. Engkau hendak menuntut balas? Nah kini kami semua sudah kesini."

   Sehabis ucapannya itu ia lantas muncul.

   Dalam mendesirnya angin telah muncul dua orang tua didepan mata Thio Pak Tao.

   Orang yang berada didepan itu adalah seorang tua yang berjenggot putih dan berbadan tegap, pada wajahnya yang tirus terdapat beberapa garis kisut.

   Diwaktu malam yang sedingin itu ia hanya mengenakan baju panjang yang terbikin dari kain kasar, orang tua itu berdiri sambil bersenyum.

   Orang tua yang berdiri dibelakangnya lagi berdandan seperti seorang tosu, dibelakangnya ada menggemblok sebilah pedang mustika, mukanya lebar dan keren alisnya, hingga membuat orang yang memandang lantas timbal rasa hormatnya.

   Cian-pi-sin-mo mengamat-amati kedua orang yang baru datang itu.

   lantas mengenali bahwa orang yang berada paling depan adalah orang yang pada duapuluh tahun berselang namanya pernah menggetarkan Kang-lam dan Kang-pak yang bernama Kang It Peng.

   Karena itu sambil tertawa dingin iapun berkata.

   "Tuan ini tentunya ada Kang Lo Kiam-kek. Tapi siapa ito yang berdiri dibelakangmu? Maafkan aku Thio Pak Tao karena tidak mengenalinya!"

   Orang tua yang berjenggot panjang itu lalu menyalmt seraja tertawa.

   "Bukankah kau hendak menuntut bales untuk Tong Tay Kouw? Pinto adalah itu orang yang melukai Teng Tay Kouw, kalau kau mampu mengalahkan aku, dengan cara apa saja kau boleh perlakukan diriku, terserah kepadamu sendiri. Kita toch tidak ingin bersahabat, perlu apa harus meninggalkan nama untuk kau?!"

   Dengan gusar Thio Pak Tao berkata.

   "Kau mampu melukai Teng Tay Kouw sudah tentu bukan orang sembarangan. Dengan kata-katamu ini apakah kau anggap aku si orang she Thio tidak ada harganya untuk menanyakan namamu?"

   Orang tua itu menjawab sambil tertawa.

   "Thin Lo-eng-hiong pada tiga puluh tahun berselang pernah bikin ribut dikuil Siauw-lim-sie dibukit Siong-san, dengan seorang diri kau menempur Siauw-lim-sie Ngo-lo, hingga namamu tersiar dikolong langit, bagaimana tidak ada harga untuk menanyakan nama Pinto? Cuma saja Pin-to anggap kita turun tangan segebrakan saja sudah habis perlu apa harus menyebut-nyebut tentang nama."

   Kang It Peng lantas menyelak.

   "Percuma kau Cian-pi-sin-mo yang sudah hidup sampai begini tua sekalipun kau belum pernah melihat Ci Yang To-tiang, apakah kau pun belom pernah mendengar namanya?"

   Keterangan Kang It Peng ini menyebabkan semua orang yang berada disekitar itu telah pada terperanjat, karena nama Ci Yang Tojin ini sudah terkenal diseluruh jagat, ia sebagai Ciang bu-jin dari partai Bu-tong-pay, sebenarnya tidak gampang-gampang la me- ninggalkan bukitnya tapi entah bagaimana Kang It Peng sudah dapat mengundangnya.

   Cian-pi-sin-mo mengawasi Ci Yang Totiang dengan tajam, kemudian berkata.

   "Oh, kiranya Cian-bun-jin dari Bu-tong-pay kini nampakkan diri, aku Thin Pak Tao sungguh beruntung, sebelum aku meninggalkan dunia yang fana ini, telah mendapat kesempatan untuk bertemu dengan seorang yang berilmu tinggi dan terkenal diseluruh jagat."

   Ci Yang Tojin berkata.

   "Teng Tay Kouw ada mempunyai hubungan dalam dengan partay kita, untuk mentaati Ciang-bun-jin kita yang terdahulu, Pinto tidak boleh tidak horus mencarinya, dalam hal ini sedikitpun tidak terselip permusuhan pribadi, Lo-eng- hiong telah sesumbar hendak menuntut balas untuknya, maka Pinto tidak boleh tidak terpaksa datang menemui Lo-eng-hiong."

   Thio Pak Tao bertanya dengan suara keras.

   "Teng Tay Kouw dengan kalian Bu-tong-pay ada mempunyai hubungan apa? Coba kau terangkan. Aku Thio Pak Tao yang sudah hidup sampai begini tua belum pernah dengar soal ini. Kau Ci Yang Totiang adalah
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka . Aditya Indra Jaya Sean/foto image . Awie Dermawan Distribusi & arsip . Yon Setiyono Ciang Bun Jin dari Bu-tong-pay, tidak boleh kau berkata sembarangan, apalagi menista orang."

   Ci Yang Totiang berubah wajahnya, tetapi segera tampak tenang kembali, lain dengan senyum iapun menjawab.

   "Sebenarnya hal ini mengenai urusan dalam partay kita Bu- tong-pay, tidak sebarusnya aku memberitahukan kepada orang lain, tapi sekarang kau bertanya dan terpaksa Pinto memberi penjelasan."

   Bicara sampai disitu, wajahnya tiba-tiba berubah keren, lalu berkata pula.

   
Dara Pendekar Bijaksana Karya OPA di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Kau tahu Teng Tay Kouw adalah murid murtad dari partay kita, kalau Pinto melukai Teng Tay Kouw, itu adalah karena mentaati pesan Ciang-bun-jin kita yang terdahulu, yang maksudnya untuk membersihkan partay kita. Pinto tidak tahu urusan ini ada hubungan apa dengan kau Thio Lo-eng-hiong, yang selalu sesumbar untuk menuntut balas untuknya?"

   Cian-pi-sin-mo berkata.

   "Soal ini? Susah kukatakan, sebelum Teng Tay Kouw menarik napasnya yang penghabisan, aku sudah berjanji padanya untuk menuntut balas, tidak perduli dia adalah murid dari golongan mana, aku hanya tahu siapa yang membunuh mati Teng Tay Kouw, aku harus membunuh mati pembunuhnya."

   Ci Yang Totiang kerutkan alisnya dan menjawab.

   "Kalau begitu apa kau sudah anggap pasti dapat menuntut balas?"

   Cian-pi-sin-mo melancarkan serangannya keudara mengarah Ci Yang Totiang seraja berkata.

   "Kau coba saja! Aku mampu me- nuntut balas apa tidak?"

   Selagi Ci Yang Totiang hendak menangkis, tapi sudah didahului oeh Kang It Peng, sambil mengelakkan serangan Thio Pak Tao iapun berkata sambil tertawa.

   "Perlu apa kau tergesa-gesa? Cepat atau lambat toch kita akan membikin perhitungan, anal kau mempunyai kepandaian, aku bersama Ci Yang Totiang bersedia menggantikan jiwa si orang she Teng itu. Seorang telah mendapat ganti dua jiwa, itu tidak terhitung rugi. Cuma saja malam ini cuaca ada buruk, lebih baik kita tetapkan suatu hari dan suatu tempat yang sunyi supaya kita bertanding secara tenang untuk mein bereskan segala dendam kesumat."

   Thio Pak Tao delikan matanya lalu berkata "Itu yang paling baik! Kau sebutkan saja tempat dan harinya."

   "Kira-kira sepuluh lie dari sini,"

   Jawab Kang It Peng.

   "Di situ ada terdapat sebuah tepi telaga yang sepi, yang dinamakan orang Ho-louw-wan, tiga hari kemudian kita nanti mengadakan pertandingan mati hidup ditempat itu, kau pikir bagaimana?"

   Sahut Cian-pi-sin-mo.

   "Baik,"

   Sahut Cian-pi-sin-mo.

   "Demikian kita telah tetapkan."

   Kemudian ia menoleh dan berkata kepada Tong Cin Wie.

   "Orang yang membunuh Suhumu sudah datang sendiri, tiga hari kemudian kalian boleh membuat perhitungan dengannya."

   Tong Cin Wie menampak sikap Thio Pak Tao yang dengan lancang menerima janji, meskipun dalam hati merasa tidak senang tapi tidak berani utarakan, ia cuma meng-angguk-anggukkan kepala sebagai jawaban.

   Kang It Peng menoleh lalu berkata kepada Sun Tay Beng dan Koo Hong.

   "Jie-wie sudah terlalu capai, mari kita pulang."

   Thay-si Sian-su ketika menampak empat orang itu sudah berlalu maka ia berkata kepada Thio Pak Tao.

   "Thio Locian-pwee telah menerima baik janji mereka untuk mengadakan pertemuan di Ho-louw-wan, tapi orang-orangnya Tong-heng sudah pada masuk ke Siang Ke Cun ini bagaimana baiknya?"

   Sebelum Cian-pi-sin-mo menjawab Tong Cin Wie sudah mendahului seraja tertawa getir .

   "Sudah cukup lama mereka pergi, kalau mereka berhasil dalam usahanya seharusnya sudah membereskan urusannya, kalau dirubuhkan oleh lawannya seharusnya sudah lari pulang."

   Cian-pi-sin-mo ketika mendengar kata Tong Cin Wie yang seperti kurang puas atas penerimaan baik janji Kang It Peng untuk mengadakan pertempuran di Ho-lousy-wan, maka ia lantas tertawa dan kemudian berkata.

   "Gin-si-siu Kang It Peng namanya sudah terkenal sejak dua- puluh tahun berselang sudah tentu dia itu bukan orang sambarangan, dan Ci Yang Tojin adalah seorang Ciang-bun-jin dari patray Bu-tong-pay, sudah pasti mempunyai kepandaian silat tinggi. Aku yakin dapat melayani satu diantara mereka berdua itu, tapi jika mereka berdua turun tangan berbareng, aku tidak sanggup melawan. Aku janjikan tiga hari kemudian untuk bertemu di Ho-louw-wan sebenarnya ada mengandung lain maksud, aku hendak menggunakan kesempatan selama tiga hari ini untuk mengupdang seseorang supaya memberikan bantuan. Aku dengan Suhumu tidak banyak mempunyai sahabat yang karib, orang yang aku akan undang itu bukan saja dikenal betul dengan aku, tapi juga kenal baik dengan Suhumu."

   "Siapa orang itu?"

   Tanya Tong Cin Wie.

   "Orang itu, empatpuluh tahun berselang,"

   Jawah Thio Pak Tao.

   "Sudah mengasingkan diri dipegunungan, selama beberapa puluh tahun ini belum pernah menunjukkan muka didunia Kang-ouw. hidupku aku cuma mengalasni kekalahan dua kali, yang pertama aku kalah ditangan It Kwan Sian-jin, Ciang-bun-jin dari kuil Siauw-lim-sie di Siong-san, kedua kalinya aku kalah ditangan orang itu. Meski Suhumu juga pernah bertanding dengan aku situ hari satu malam lamanya, tapi kalau pertandingan itu diteruskan ia pasti kalah. Orang yang aku maksudkan kepandaiannya lebih tinggi dari aku itu sudah tentu lebih kuat daripada Suhumu. Dula aku kira Suhumu
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono mati ditangan Kang It Peng, tapi tidak nyana bahwa ia terluka ditangan Ci Yang Totiang.

   Cuma saja orang itu sifatnya ada lebih kukuay daripadaku sendiri, maka dapat atau tidaknya aku mengundang dia masih sukar diduga.

   Kalian sekarang boleh pulang dulu ke Ie Ciu Wan untuk menanti aku, aku hendak coba.

   berusaha mengundangnya."

   Sehabis ia mengucapkhan kata-katanya itu tanpa menantikan jawaban Tong Cin Wie lagi iapun segera bertindak lalu lenyap dari pandangan.

   Thio Pak Tao sejak menerima undangan Tong Cin Wie, jarang sekali ia membuka mulut, wajahnya yang demikian dingin, membuat orang yang melihat menimbulkan kesan yang tidak baik tapi malam ini ia telah berbicara banyak sekali, ini adalah suatu kenyataan bahwa Thio Pak Tao menganggap persoalan ini sangat gawat.

   Tong Cin Wie dan Thay-si Sian-su saling berpandangan lalu dalam hati masing-masing timbal suatu perasaan yang aneh, mereka tidak nyana bahwa menuntut balas terhadap bekas pegawai negeri telah menimbulkan persengketaan yang berekor hebat, sekarang sudah keterlanjur, sudah tentu mereka tidak dapat mundur lagi.

    ooOoo IX.

   Tatkala menampak di Siang Ke Cun sedang berkobar api, Tong Cin Wie selagi hendak menghampiri dan menarik mundur orang- orangnya tiba-tiba dari jauh telah kelihatan beberapa bayangan orang yang lari mendatangi.

   Oey Ceng Tan dan Hoan Kong Hong yang dalam keadaan luka membawa kawan-kawannya pulang kembali.

   Sebetulnya bagi mereka juga tidak mudah dapat meloloskan diri, tapi saat itu Kang Sian Cian sedan repot menolong api hing-ga tidak sempat mengejar mereka.

   Cin Tiong Liong dan Ong Bun Ping, tatkala menampak kawan- an penjahat menerjang masuk, dalam hati juga sangat cemas, maka lantas putar senjatanya dan menyerang secara hebat, hingga beberapa kawanan penjahat telah terluka atau binasa ditangan mereka.

   Begitulah.

   keadaan Yan-san Ji Kui, Kim-ling Siang-khoay serta Pek-hoa Nio-cu sudah tidak mendapat kesempatan untuk masuk kegedungnya Chie Ciat-su.

   Terutama Pek-hoa Nio-cu yang sudah tertarik oleh diri Ong Bun Ping, tatkala ia menampak kawanan penjahat mengurung Cin Tiong Liong dan Ong Bun Ping, yang sudah kena dihatinya maka ia segera mengangkat senjatanya lalu memburu kepiliak Ong Bun Ping.

   Nampaknya ia hendak menyerang Ong Bun Ping tapi sebenarnya memberi bantuan tenaga sebab bacokannya diarahkan ke-temannya sendiri.

   Siang-ling dan Yan-san Ji-kui yang melihat perbuatannya Peek- hoa Nio-cu tersebut, meski tahu yang Pek-hoa Nio-cu berbuat hianat terhadap pihaknya tapi tidak berani membuka mulut.

   Demikianlah, kalau orang-orang yang dipimpin oleh Oey Ceng Tan hampir habis seluruhnya, maka orang-orang yang berada dibawah pimpinan Hoan Kong Hong juga sudah tinggal sedikit.

   Setelah kawanan penjahat itu menyingkir dari Siang Ke Cun, Cin Tiong Liong dan Ow Bun Ping lantas menampak kedatangan Kang It Peng, Sun Tay Beng, Koo Hong dan seorang Tosu yang mereka tidak kenal maka mereka memburu menemui mereka dan memberi hormat.

   Kang It Peng sambil menunjuk sang Imam (Ci Yang To-tiang) lalu berkata kepada mereka.

   "Kalian lekas memberi hormat, dia adalah Ci Yang To-tiang, Ciang bun-jin dari Bu-tong-pay yang namanya terkenal diseluruh jagat."

   Ong Bun Ping dan Cin Tiong Liong lantas pada memberi hor- mat, kemudian bersama mereka kembali kegedung keluarga Chie.

   Pada saat itu api yang menyala sudah dipadamkan oleh Kang Sian Cian dan Koo Jie Lan.

   Tatkala Si Cian menampak kedatangan Yayanya, buru-buru ia memberi hormat, begitu juga Koo Jie Lan, kemudian Kang It Peng memimpin bangun dua anak dara itu lalu perkenalkan kepada Ci Yang To-tiang.

   Kang Sian Cian ajak mereka memasuki ruangan tetamu, kemudian mengundang Chie Ciat-su untuk menemui Yayanya.

   Sambil menyoja berkatalah Kang It Peng kepada Chie Ciat-su.

   "Apakah Tay-jin masih ingat bahwa pada tigapuluh tahun berselang pernah menolong seorang yang bernama Kang It Peng?"

   Chie Ciat-su berpikir lama, tapi tidak bisa ingat lagi. Kemudian Kang It Peng tertawa bergelak-gelak.

   "Itu ada kejadian pada tigapuluh tahun berselang ..

   "

   Katanya Kang It Peng.

    ooOoo Ternyata pada tigapuluh tahun berselang, Chie Kong Hiap baru saja menjabat pangkat sebagai bupati dikota Hong-thay, pada suatu hari dikota terstbut telah terjadi perkara pembunuhan, polisi telah menangkap seorang tua yang sedang sakit keras, mereka menyatakan bahwa orang itu ada pembunuhnya Chie Kong Hiap.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com

   groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Sean/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Karena usia orang tua itu kira-kira limapuluh tahun, jenggotnya putih, wajahnya simpathik, tidak mirip dengan seorang yang melakukan pembunuhan.

   Orang itu adalah Kang It Peng.

   Cuma saja saat itu ia sedang sakit keras, segala pertanyaan ia tidak dapat menjawab, hingga timbul rasa kasihan didalam hati si bupati itu lantas berpesan kepada orang-orang bawahannya agar mengobati penyakitnya baru diperiksa.

   Chie Kong Hiap ini tegas menjalankan undang-undangnya, sesuatu perbuatan yang dianggapnya kurang jelas tentu ia selidiki sendiri sampai keakar-akarnya.

   Kang It Peng yang berada didalam tahanan kota Hong-thay, oleh Chie Kong Hiap telah dicarikan tabib yang pandai untuk meng- obati penyakitnya, berkat kepandaian ilmu silat yang dipunyai oleh Kang It Peng, maka tidak lama setelah ia berobat iapun sembuh-lah.

   Setengah bulan Chie Kong Hiap menanti saja dan setelah melihat Kang It Peng sembuh sama sekali baru dilakukan pemerik- saan atas dirinya.

   Dalam pemeriksaan itu Chie Kong Hiap telah mendapat kenyataan bahwa Kang It Peng bukan pembunuhnya.

   Menurut laporan yang telah diterima, ada mengatakan bahwa Kang It Peng tiap malam tiada berada dikamarnya, pelayan rumahnya mengatakan ada berapa malam pulang diwaktu malam mengambil jalan dari atas rumah.

   Pada saat itu Kang It Peng sedang berada di Hong-thay untuk mencari musuhnya, tidak nyana ia telah difitnah oleh musuh-nya yaitu selagi ia tidak berada dikamar musuhnya itu telah mengasihkan racun dicangkirnya.

   Kang It Peng yang tidak menduga samasekali lantas minum saja teh dalam cangkir yang ditaruh-kan racun itu, untung ia berkepandaian sangat tinggi, maka tatkala mengetahui dirinya terkena racun, lantas duduk bersemadi untuk menghilangkan racun.

   Ia pikir hendak menggunakan tenaga dalamnya supaya dapat memaksa racun keluar.

   Oleh karena cepat mengetahui lagi pula ilmu tenaga dalam Kang It Peng sudah sangat sempurna, maka setelah bersemadi tidak lama racun itu dapat dipaksa keluar.

   Siapa nyana baru saja selesai usahanya, sang musuh itu datang dengan mendadak.

   dengan kecepatan seperti kilat musuh itu telah menyerang Kang It Peng lalu kemudian melarikan diri.

   Kang It Peng kala itu habit menyelesaikan semadinya, sehingga tidak berdaya menghadapi musuhnya.

   Serangan itu telah mengenai dengan telak, sehingga seketika itu juga si orang she Kong menyemburkan darah segar karena lukanya tapi kemudian ia ditangkap oleh polisi yang mengira ia sebagai penjahat yang melakukkan perampokan dan pembunuhan.

   Untung Chie Kong Hiap bertindak bijaksana, setelah melihat ia berada dalam keadaan sakit lantas diobati sehingga sembuh dan kemudian setelah mengetahui duduknya perkara yang sebenarnya lantas ia dibebaskan.

   Semua kejadian tersebut diatas Chie Kong Hiap sudah lupa, tapi Kang It Peng selalu mengingat budi itu, sick karena sebagai orang rimba persilatan yang selalu mengutamakan kebajikan apa lagi Kang It Peng yang berkepandaian sangat tinggi dan jarang menemui tandingan juga belum pernah menemui bantuan orang lain.

   Ia ingat betul budi Chie Ciat-su itu, tetapi selalu tidak mendapat kesempatan untuk membalas.

   Kali ini Chie Ciat-su telah terfitnah hingga hampir saja hilang jiwanya dan tatkala ia mengetahui Chie Ciat-su dilepaskan dari jabatannya dan dipulangkan kekampungnya maka ia lantas menyurnh cucunya mengikuti Chie Ciat-su dan melindunginya dari ancaman musuh- musuhnya.

   Setelah Chie Kong Hiap mendengar penjelasan Kang It Peng lalu menjura dengan dalam dan berkata samba menarik napas.

   "Tigapuluh tahun yang lampau, apa yang aku lakukan hanya sekedar untuk memenuhi kebajikan sehagai manusia, aku tidak nyana bahwa Lo-eng-hiong masih tetap ingat didalam hati, hingga hari ini tigapuluh tahun kemudian setelah terjadi hal tersebut, Lo- enghiong telah korbankan waktu dan tenaga serta tanpa menghiraukan keselamatan diri sendiri telah menolong diri kami sekeruaraga, hal ini membuat aku Chie Kong Hiap sekeluarga mengucapkan banyak-banyak terima kasih."

   "Kalau bukan karena pertolongan Tay-jin pada tigapulun tahun berselang,"

   Sahut Kang It Peng.

   "Mungkin Kang It Peng sudah menjadi setan gentajangan yang mengandung penasaran dan aku bisa hidup selama tigapuluh tahun itu adalah pemberean Tay-jin, maka untuk sekedar memberi bantuan ini ada suatu hal yang seharusnya, tapi kini ternyata karena kedatanganku sedikit terlambat membikin gedungmu telah terbakar sebagian. Hal ini telah membikin hatiku merasa tidak enak."

   Kedua orang itu lalu saling merendah.

   Chie Keng Hiap lalu memerintahkan orangnya untuk menyediakan kamar-kamar untuk tamu-tamunya.

    ooOoo Kita tinggalkan dulu tentang Kang It Peng dan Ci Tang To- tiang yang menginap di rumah keluarga Chie dan kita balik pula kepada Tong Cin Wie serta Thay-si Sian-su yang menampak Oey Ceng Tan dan kawan-kawannya telah kembali dalam keadaan luka- luka.

   


Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id Iblis Sungai Telaga -- Khu Lung Peristiwa Bulu Merak -- Gu Long

Cari Blog Ini