Ceritasilat Novel Online

Dendam Empu Bharada 7


Dendam Empu Bharada Karya SD Djatilaksana Bagian 7



Dendam Empu Bharada Karya dari S D Djatilaksana

   

   Kini ia baru merasakan apa arti bunga2 memekarkan keindahan, burung2 berimbau merdu dan angin berhembus silir.

   Dulu ia menganggap bahwa bunga mekar, burung berkicau dan angin berhembus, karena harus mekar, berkicau dan berhembus.

   Sesuai dengan kodrat alam hidupnya.

   Suatu hal yang wajar.

   Tetapi kini ia dapat menghayati bahwa bunga2 itu mekar bukan hanya sekedar mekar, melainkan untuk memberikan sari madunya kepada sang kumbang dan untuk memeriahkan keindahan alam dunia.

   Alam tanpa bunga2 akan terasa hambar, kurang sedap, kurang serasi.

   Burung berkicau, pun bukan karena sekedar berkicau.

   Melainkan mengimbaukan kedatangan pagi, mendambakan puji syukur akan kebesaran dan kemurahan Hyang Jagadnata pencipta alam semesta yang serba lengkap.

   Angin berhembus bukan sekedar harus berhembus.

   Tetapi mempunyai tujuan untuk menyejukkan insan dari terik surya, membawa udara yang segar dan menerbangkan uap bumi yang tercampur kotoran debu.

   Merangkaikan lamunan tentang bunga, burung dan angin dengan peris wa2 pertemuannya kepada beberapa puteri can k, melambunglah lamunan Nararya kesuatu penghayatan yang lebih lanjut.

   Seper alam kurang indah tanpa bunga, kehidupan kurang meriah tanpa wanita.

   Semerdu- merdu kicau burung, masih kalah merdu dari nada lemah lembut seorang wanita.

   Sesilir silir hembusan angin masih lebih menyejukkan hembusan napas yang mengantar ucapan seorang puteri.

   Secan k can k bunga, seharum-harum baunya, masih lebih can k puteri jelita, masih lebih harum bau yang bertebaran dari tubuhnya.

   "Ah, kiranya dapat kumaklumi mengapa, menurut cerita rama, putera prabu Batara Kresna yang bernama raden Somba itu, sampai melepaskan Wahyu agung yang telah dicapai, karena tergoda oleh puteri can k. Adakah raden Somba itu seorang pemuja dari seni keindahan anggun yang tercangkup dalam kecan kan yang sempurna dari seorang puteri?"

   Nararya berhen sejenak dan pejamkan mata "ataukah raden itu seorang yang tak kuat imannya melawan godaan? Ah, benar.

   Puteri can k itu memang sengaja hendak menggoda untuk menguji keteguhan iman raden Somba.

   Jika begitu, apakah aku juga tergoda.

   O, benar, akupun tergoda ...."

   Tanpa disadari Nararya berteriak dan membuka mata.

   "Hah ..."

   Seketika ia terpukau.

   Dihadapan, entah kapan datangnya, saat itu tegak sesosok tubuh seorang lelaki yang memiliki wajah lebar, mata bundar, hidung besar dan sepasang kumis yang lebat.

   Orang itu segera mengangakan bibir sehingga gigi2 besar yang memagari mulut, tampak merekah tawa, ke ka melihat Nararya membuka mata dan memandangnya.

   "Engkau ...."

   "Benar, raden ..."

   Belum Nararya sempat menyelesaikan kata2, orang itu sudah mendahului. Tetapi sebelum dia sempat menghabiskan kata-katanya pula, ba2 Pamot menukas "Ki Lembu Peteng ... !"serunya seraya beranjak bangun.

   "Benar, Pamot, aku memang Lembu Peteng"

   Orang itu mengangguk kepada Pamot. Kemudian beralih menghadap ke arah Nararya.

   "Kakang Lembu Peteng"

   Akhirnya Nararya mendapatkan ketenangannya kembali "mengapa engkau berada disini ?"

   "Menunggu kedatangan raden"

   Kata Lembu Peteng tertawa.

   "Eh, kakang Lembu, apakah engkau bergurau ?"

   "Tidak raden"

   Kata Lembu Peteng dengan nada bersungguh "aku dak bergurau. Bukankah raden habis bertamasya di taman Boboci?"

   Nararya makin nyalangkan mata "Eh, kakang Lembu, mengapa engkau tahu? Apakah engkau juga berada disana? Mengapa aku tak melihatmu?"

   "Aku memang berada di taman itu dan melihat raden bersama Pamot. Tetapi saat itu aku tak sempat menghadap raden. Dan memang tak dapat"

   "Mengapa?"

   Tanya Nararya.

   "Karena terpancang oleh keadaan. Apabila kulakukan hal itu, tentulah raden terancam bahaya"

   Nararya bingung memikirkan keterangan Lembu Peteng. Keadaan? Keadaan apakah yang melarang Lembu Peteng tak dapat menemuinya itu? Ah, cerita Lembu Peteng itu langsung dimulai dari tengah tanpa memberi penjelasan pangkal dan ujung ceritanya.

   "Kakang Lembu, aku benar2 tak menger kata-katamu. Apakah yang engkau maksudkan ?"

   Katanya. Lembu Peteng tertawa "Baiklah, raden. Memang kata2 itu merupakan bagian tengah dari cerita yang hendak kuhaturkan kepada raden. Maaf, apabila sampai membingungkan raden"

   "Raden, pada saat raden berada di taman Boboci, apakah yang telah terjadi disitu?"

   Berhen sejenak Lembu Peteng mulai bicara. Tetapi pembicaraannya itu bukan awal dari sebuah cerita melainkan mengajukan pertanyaan.

   "Kedua puteri baginda Kertanagara juga berkunjung ke taman itu"

   "Benar"

   Jawab Lembu Peteng "lalu apa yang terjadi selanjutnya?"

   "Tiba2 muncul empat gerombolan lelaki liar yang hendak mengganggu kedua puteri"

   "Benar"

   Seru Lembu Peteng pula "lalu apa lagi yang raden saksikan"

   Nararya menceritakan tentang pertempuran antara bekel bhayangkara dengan keempat lelaki liar itu dengan kesudahan bekel itu dapat mengalahkan mereka "Lalu dimanakah engkau saat itu, kakang Lembu"

   "Disitu juga, raden"

   Lembu Peteng tertawa.

   "Jika begitu .... jika begitu adakah kakang Lembu ikut serta dalam kawanan lelaki liar itu?"

   Ba2 Nararya berseru kejut sesaat menyadari akan hal itu. Lembu Peteng tertawa "Benar, raden. Memang salah seorang dari keempat lelaki liar itu, adalah aku sendiri"

   "Kakang Lembu, bagaimana mungkin hal itu ?"

   Teriak Nararya yang benar2 tak percaya akan keterangan Lembu Peteng.

   "Raden, memang hal itu tampaknya tak mungkin"

   Kata Lembu Peteng "tetapi manakala raden sudah mendengar ceritaku, hal itu tentu mungkin"

   Nararya meminta Lembu Peteng menuturkan ceritanya yang lengkap dan Lembu Petengpun mulai bercerita.

   "Malam itu aku menunggu di luar keraton. Tepatnya di pintu utara karena dari situ dapat menuju ke Singasari. Menjelang tengah malam, aku dan Tugul, anakbuah yang ikut aku itu, melihat sesosok tubuh keluar dari keraton dengan menuntun kuda. Segera kami mengikuti orang itu. Saat itu kami agak bingung. Dia naik kuda dan kami berjalan kaki. Sebenarnya hal itu dapat menyembunyikan gerak gerik kami, karena kalau kami-pun berkuda, tentulah dia cepat mengetahui"

   "Tetapi bagaimanapun kami payah sekali harus berlomba dengan seekor kuda. Terpaksa kuajak Tugul berlari. Untunglah malam sunyi senyap sehingga dengan mengandalkan indera pendengaran untuk menangkap derap lari kuda, aku berhasil mengikuti terus tanpa kehilangan jejak orang itu"

   "Entah sudah berapa lama kami berlari, yang jelas kudengar napas Tugul sudah menderu-deru seper ombak berkejar-kejaran dilaut. Demikian pula sayup2 kudengar kokok ayam hutan mulai menggelegar di kedinginan pagi. Ah, jika kulanjutkan terus, kemungkinan Tugul tentu pingsan karena kehabisan tenaga. Pikirku. Lalu kuajak dia berhenti dan beristirahat dulu ...."

   "Tiba2 aku terkejut karena teringat sesuatu. Derap kaki kuda itu tak kedengaran lagi. Tiba2 saja lenyap. Seketika timbullah pikiranku bahwa orang itupun tentu berhenti. Dengan bisik2 kuajak Tugul melanjutkan berjalan pelahan-lahan. Saat itu kami mencapai tanjakan sebuah bukit. Sehabis menanjak, Tugul tak kuat lagi. Ia minta berhenti dulu untuk beristirahat. Keremangan malam mulai terkuak kecerahan, menyongsong kedatangan fajar hari. Setelah sepenanak nasi beristirahat, kami berjalan lagi. Tetapi alangkah kejut kami ketika melihat sekeliling tempat itu penuh dengan lelaki2 bersenjata. Wajah merekapun dicontreng dengan kapur dan hangus"

   "Siapakah kalian ini, ki sanak"

   Tegurku setelah menenangkan diri.

   "Engkau tak berhak dan tak perlu menanyakan soal itu. Karena saat ini kalian berdua sudah menjadi tawanan kami"seru salah seorang dari orang2 bersenjata itu"

   "Aku ?"

   Teriakku terkejut "kalian hendak menawan aku? Mengapa?"

   Sahut orang itu "Jika engkau menanyakan tentang kesalahanmu, aku dapat memberi keterangan. Dengarlah, mengapa engkau berani memata-matai dan mengiku jejak kawan kami yang datang dari Daha ?"

   "Hah ?"

   Aku makin terkejut.

   "Nah, tak perlu terkejut karena terkejutpun tak berguna. Sekarang pilihlah, menyerah atau melawan"

   Seru orang itu.

   "Kalau aku melawan ?"

   Aku menegas.

   "Mayatmu akan kami lempar ke bawah jurang menjadi makanan burung gagak"

   "Kalau aku menyerah ?"

   "Engkau harus masuk menjadi warga kami"

   "Apakah, sifat tnjuahmu? Pejuang atau penyamun?"

   "Engkau tak berhak bertanya. Tugasmu hanya menurut perintah"

   Seru orang itu "Kukeliarkan pandang mata untuk memperhatikan keadaan mereka.

   Ternyata yang mengepung kami itu tak kurang dari tigapuluh orang yang masing2 membekal senjata tajam.

   Kuperhitungkan, jika aku berkeras melawan, mungkin aku masih dapat bertahan atau dalam keadaan yang buruk, aku masih mampu melarikan diri.

   Tetapi bagajmana dengan Tugul yang sudah tampak letih karena kehabisan tenaga itu ? Bukankah dia akan dibunuh orang2 itu.

   "Aku bersedia menyerah tetapi lebih dulu aku ingin mengetahui siapakah ki sanak sekalian ini dan bagaimanakah keadaan ki sanak sekalian yang sebenarnya"

   Akhirnya aku memberi keputusan.

   "Tanpa kuceritakan, kelak engkau tentu akan mengetahui sendiri"

   Kata orang itu. Ia memberi perintah kepada anakbuahnya untuk melucu senjataku dan menggiring aku serta Tugul kedalam sarang mereka. Aku terpaksa menurut. (Oo-dw.kz^ismoyo-oO)

   Jilid 6 Persembahan . Dewi KZ

   

   Tiraikasih Website
http.//kangzusi.com/ &
http.//dewi-kz.info/

   Dengan Ismoyo Gagakseta 2
http.//cersilindonesia.wordpress.com/ I ANGIN merupakan salah sebuah unsur dari keempat unsur alam yang pen ng.

   Angin, Air, Api dan Tanah.

   Bahkan tubuh manusia itupun terbentuk dari zat keempat unsur itu.

   Angin atau hawa, menghidupkan kehidupan alam dan manusia.

   Mendatangkan kehidupan, kesejukan tetapipun kehancuran.

   Karenanya, angin atau badai atau apapun hawa luar yang melanda tubuh kita akan menyibak unsur angin dalam tubuh kita itu.

   Dapat menimbulkan nafsu dan gejolak perasaan lain2.

   Hanya apabila kita sudah dapat menguasai keinginan nafsu itu maka angin itu a-kan tetapmerupakan angindalam sifat kewajarannya.

   Dan sesungguhnya angin itu memang unsur alam yang wajar.

   Tercipta dari gerak kehidupan alam, untuk kepentingan gerak kehidupan alam itu pula.

   Menurut cerita, angin pernah menggegerkan dewa2 dan menggagalkan jerih payah dan kesujutan hati seorang maharaja-diraja yang bernama prabu Mahabisa.

   Prabu Mahabisa seorang maharaja yang berkuasa besar, gagah perkasa dan taat akan kewajibannya memberi sesaji kepada para dewa2.

   Karena ketaatan dan ke-setyaannya itu maka dewa2 pun meluluskan sang prabu untukberhimpun di kahyangan.

   Pada suatu hari dewa2 hendak menghadap Sang-hyang Brahma untuk mempersembahkan sujut.

   Para dewa itu mengenakan pakaian serba pu h.

   Prabu Mahabisa dan Dewi Gangga, puteri dari dewa sungai Gangga, pun ikut dalam rombongan itu.

   Dengan kesak annya, para dewa itupun melayang ke angkasa atas.

   Dikala mereka terbang melayang-layang maka berhembuslah angin kencang sehingga pakaian dewa2 itu berkibaran keras.

   Tiba2 terjadilah suatu peristiwa yang mengejutkan.

   Pakaian Dewi Gangga yang cantik itu, terlepas dari tubuhnya ....

   Para dewa gemetar menyaksikan pemandangan yang mendeburkan darah, mendebarkan jantung.

   Buru2 mereka memejamkan mata agar terhindar dari Rupa atau perwujutan, yang akan memikat Vedana atau Perasaan, membentuk Sanna atau penyerapan, melahirkan Sainkhara atau pikiran dan menciptakan Vinnana atau Kesadaran.

   Lima Skandha atau Lima kelompok Kegemaran yang dapat mencemarkan kesucian batin mereka.

   Tetapi dak demikian dengan prabu Mahabisa.

   Ia seolah-olah terkena pesona ke ka menyaksikan keindahan tubuh tanpa busana dari Dewi Gangga yang gemilang.

   Kulit tubuh yang pu h mulus, lekuk2 yang sedemikian indah dan o, dewa batara ....

   seluruh keindahan yang lengkap dan sempurnalah kiranya tubuh sang puteri Gangga yang cantik tiada taranya itu ...

   Seke ka bergolaklah nafsu birahi prabu Mahabisa.

   Dendam Empu Bharada Karya SD Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Darah terasa panas dan denyut jantungnyapun berdetak keras.

   Tetapi serempak pada saat itu juga, ia telah menerima kutuk Sanghyang Brahma supaya kembali turun ke dunia bersama Dewi Gangga.

   Batinnya belum suci Prabu Mahabisa masih seorang manusia.

   Tetapi seorang pria.

   Dia belum dapat melepaskan ke- manusiawiannya, belum dapat melupakan ke-priaannya.

   Demikian cerita tentang peris wa Angin yang menggegerkan dewa2.

   Konon Sanghyang Brahmalah yang sengaja menciptakan angin itu untuk menguji ba n para dewa dan kedua insan manusia itu.

   Entah berapa banyak peris wa yang telah dilakukan Angin dalam tugasnya untuk menghidupkan kehidupan alam dan manusia.

   Ada yang merasa sejuk, gembira, sedih, takut, marah, terangsang dan lain2.

   Angin tetap angin, tetap dalam kekuasaan Batara Bayu sebagaimana menurut kepercayaan agama Hindu.

   Adakah angin dari Hyang Bayu itu akan menimbulkan sesuatu pada diri manusia, tergantung dari Angin atau Hawa dalam tubuh manusia itu sendiri karena apabila Angin yang merupakan salah sebuah unsur dari tubuh manusia itu, masih belum terkendalikan, maka mudahlah Angin dalam itu tersibak oleh angin luar.

   Angin memang kadang jahil karena dia berada di-mana2 dan dimanapun terdapat kehidupan.

   Entah sudah berapa banyak peris wa2 yang mbul dari kejahilan angin itu.

   Salah sebuah peris wa besar yang mbul karena kejahilan angin itu yalah peris wa di taman Boboci pada jeman Tumapel diperintah oleh seorang akuwu yang bernama Tunggul Ametung.

   Akuwu Tunggul Ametung mempunyai seorang isteri yang cantik gemilang.

   Saat itu isteri Tunggui Ametung, Ken Dedes namanya, sedang hamil.

   Entah bagaimana, pada suatu hari Ken Dedes ingin sekali bercengkerama menikmati keindahan taman Boboci.

   Tunggul Ametung menitahkan pengaiasan untuk menyediakan ratha kencana dan menitahkan pula sekelompok prajurit untuk mengiringkan isterinya ke taman Boboci.

   Bersama dengan Tunggul Ametung maka Ken Dedes naikrathakencana ke taman Boboci.

   Ikut serta pula seorang pengalasan bernama Ken Arok, seorang pemuda yang nakal kemudian dipungut anak oleh seorang brahmana sakti Lohgawe.

   Brahmana Lohgawelah yang menghadap akuwu Tunggul Ametung dan minta agar akuwu suka menerima Ken Arok sebagai abdi.

   Adakah Hyang Bayu di tahkan untuk menguji iman Ken Arok seper ke ka peris wa pada dewa2 dan prabu Mahabisa dahulu itu, atau memang hanya secara kebetulan saja.

   Tetapi yang jelas telah terjadi pula suatu peris wa yang hampir serupa dengan dewi Gangga.

   Hanya apabila ke ka melayang ke dirgantara pakaian dewi Gangga lepas semua karena dihembus angin jahil, daklah demikian dengan Ken Dedes.

   Ke ka turun dari ratha, ba2 berhembuslah angin jahil menyiak kain wanita itu hingga be s sampai ke anggauta rahasianya terbuka.

   Peris wa itu terjadi cepat sekali dan secepat itu pula Ken Dedes menyambar kainnya dan membenahi pula.

   Walaupun agak tersipu merah wajahnya namun Ken Dedes yakin bahwa hal itu tak terlihat oleh siapapun juga.

   Ia merasa kurang cermat untuk melingkupkan kainnya.

   Karena perut wanita biasa, lain dengan pinggang dari seorang wanita yang hamil.

   Namun pada saat itu pemuda Ken Arok yang tegak pada jajaran sebelah kiri jalan dari kelompok pengiring akuwu Tunggul Ametung melihat apa yang seharusnya tak boleh dilihatnya.

   Ia terlihat betapa betis Ken Dedes yang menguning padi itu.

   Ia pun terlihat sesuatu yang benar2 mengejutkan.

   Anggauta tubuh yang paling suci dari Ken Dedes yang tersembunyi pada pangkal pahanya, tampak mempesonakan.

   Bukan karena ia tak pernah melihat anggauta rahasia dari wanita sehingga terpesona.

   Bukan.

   Iapun seorang pemuda yang penuh kenakalan dan kejalangan dalam lembaran hidupnya.

   Mencuri, berjudi dan berjinah.

   Minum, main dan madon atau main wanita, semua pernah dilakukannya.

   Tetapi yang benar2 membuat Ken Arok ternganga seper kena pesona, adalah karena anggauta kesucian Ken.

   Dedes itu memancarkan sinar seperti bara.

   "Tidak mungkin"

   Bantah hati Ken Arok ketika pulang di rumah.

   Namun matanya jelas menyaksikan hal itu, penyerapan pikirannyapun membenarkan, kesadarannya mengukuhkan juga.

   Dulu Ken Arok pernah berbuat hal2 yang nakal.

   Bersama putera lurah Sagenggeng yang bernama Tita, kedua pemuda itu membuat dukuh disebelah mur desa Sagenggeng.

   Disitu Ken Arok dan Tita menghadang para pedagang yang lalu.

   Kemudian Ken Arok berani pula menggoda gadis2 penyadap di desa Kapundungan.

   Bahkan pernah pula menggumuli mereka.

   Tetapi selama itu belum pernah ia melihat anggauta rahasia dari seorang wanita yang mencarkan sinar membara seper milik Ken Dedes.

   Brahmana Lohgawe heran melihat ulah Ken Arok hari itu.

   Tidak seperti biasanya.

   Termenung- menung dan mengoceh seorang diri.

   Kemudian brahmana itu menegurnya.

   Karena tak kuat menahan dendam berahinya, Ken Arokpun menceritakan apa yang dilihatnya di taman Boboci tadi.

   "Wanita yang rahimnya memancarkan sinar, itulah wanita nariswari atau mus kaningrat. Betapapun sengsara seorang laki2, tetapi apabila menikah dengan wanita seper itu, akan menjadi raja besar"

   Kata brahmana Lohgawe.

   Dengan bekal pengetahuan itu maka bertekadlah Ken Arok untuk memperisteri Ken Dedes.

   Akhirnya ia berhasil mempersun ng wanita idamannya itu setelah membunuh akuwu Tunggul Ametung.

   Berkat angin jahil di taman Boboci, maka berobahlah sejarah kerajaan di Singasari.

   Ken Arok benar2 menjadi raja bergelar Sri Rajasa sang Amurwabhumi dan berhasil mempersatukan Tumapel- Daha menjadi sebuah kerajaan Singasari yang besar.

   Adakah peris wa akan terulang pula? Dan adakah dewata telah menentukan bahwa, taman Boboci memang ditentukan sebagai tempat pertemuan antara dua insan, pria dan wanita, yang akan merebah wajah dunia dan nasib kerajaan ? Entahlah.

   Tetapi yang jelas Nararya pun terpana pesona sebagaimana dahulu Ken Arokpun demikian.

   Pun kali ini angin kembali memerankan kejahilannya.

   Angin kembali berhembus seolah menyambut kunjungan kedua puteri agung, Tribuwana dan Gayatri.

   Pandang mata Nararya yang mencurah ke arah pintu ratha kencana, serentak terbeliak ke ka melihat puteri Tribuwana turun lebih dahulu.

   Agak membungkuk tubuh puteri itu ke ka harus melongokkan kepala keluar kemudian kakinya menjulur kebawah untuk menginjak pijakan besi.

   Entah bagaimana anginpun berhembus dan agak melongsorlah kain dada puteri itu.

   Seke ka Nararya terbeliak ke ka melihat suatu pemandangan yang menakjubkan.

   Sepasang buah dada yang menguning ranum seolah memancarkan sinar gemilang.

   Nararya terpukau.

   Walaupun tempatnya agak jauh dari ratha sang puteri tetapi ia dapat melihat jelas keanehan itu.

   Nararya tersipu-sipu malu.

   Ia merasa telah terlihat oleh sesuatu yang seharusnya tak boleh dilihat.

   Namun yang terlihat itu tetap dilihatnya.

   Kemudian karena merasa bahwa hal itu kurang senonoh, iapun buru2 tundukkan kepala.

   Tetapi pada saat itu puteri Gayatripun turun.

   Ke ka kakinya meluncur kebawah pada besi pijakan ratha, tepat pada saat itu pula pandang mata Nararya mencurah kebawah.

   Ah ....

   Hampir Nararya memekik karena dicengkam oleh suatu rasa kejut yang belum pernah dialaminya selama ini.

   Kembali angin menunjukkan kenakalan dan kejahilannya.

   Kain yang menutup betis puteri cantik itu tersiak.

   Dan betis sangputeri yang menguning padi itu tiba2 seperti memancarkan sinar kemilau.

   Untuk yang kedua kalinya, darah Nararya serasa berhenti mengalir ....

   Sampai setelah meninggalkan taman Boboci, masih dibawalah pemandangan gaib itu dalam renungannya "Dada puteri Tribuwana memancarkan cahaya gemilang dan be s puteri Gayatri mencuat cahaya kemilau yang menyilaukan pandang mata.

   Apakah ar nya itu?"

   Demikian pertanyaan yang mbul dalam hatinya. Pertanyaan yang tak pernah mendapatkan jawabannya yang sesuai.

   "Lepas dari pelengkap keindahan bentuk tubuh seorang wanita, buah dada merupakan sumber kehidupan yang menghidupkan putera puteri yang dilahirkannya"

   Ia coba merangkai suatu penilaian dan tafsiran "buah dada mencorong gemilang, dakkah hal itu lambang dari seorang wanita yang kelak akan menurunkan putera puteri yang agung? Tidakkah putera puteri itu akan menjadi seorang manusia besar yang berkuasa besar pula, seorang raja atau maharaja ?"

   "Ah, tentu, ten.u"

   Ia menjawab sendiri "karena puteri Tribuwana adalah puteri raja Kertanagara, sekar kedaton kerajaan Singasari. Sudah tentu putera puterinya kelak mempunyai harapan untuk menjadi raja besar"

   Kemudian ia melanjutkan pula penafsirannya akan diri puteri Gayatri "Mengapa be s sang putri juga mencuatkan cahaya kilau kemilau? Mengapa dibagian dari lain2 tubuhnya tak memancarkan sinar sedemikian?"

   "Be s memancarkan sinar kemilau, apakah ar nya?"

   Ia mulai menafsir dan menilai "ah, kaki adalah tempat dimana orang menumpahkan sembah hormatnya. Mentri, senopa dan seluruh narapraja kerajaan tentu akan menyembah ke kaki baginda. Jika demikian....."

   Ba2 merekahlah suatu penemuan dalam pikiran Nararya "

   Dakkah putri Gayatri itu memiliki suatu perbawa dan kekuasaan agung yang ditaa oleh para kawula? Tidakkah hal itu menunjukkan bahwa puteri Gayatri itu kelak akan menjadi puteri yang berkuasa dan berpengaruh besar?"

   Walaupun berhasil membuat tafsiran atas keanehan yang terdapat pada kedua puteri raja itu, namun Nararya tetap masih belum yakin akan kebenarannya.

   Kelak apabila bertemu -dengan gurunya, empu Sinamaya, ia akan memohon keterangan tentang hal itu.

   Ke ka ia mengajak Pamot untuk beris rahat dibawah pohon brahmastana, dalam suatu kesempatan bertanyalah ia kepada Pamot "Pamot, apa yang mengesankan engkau selama berada di taman Boboci tadi?"

   "Bertemu dengan kedua puteri baginda Kertanagara yang cantik, raden"

   "O, hanya cantik itu belaka?"tanya Nararya.

   "Lalu apa maksud raden ?"

   Pamot balas bertanya.

   "Kumaksudkan apakah dikala kita menghadap kedua gus puteri itu, adakah engkau merasakan sesuatu yang ajaib?"

   "Tidak, raden"

   Jawab Pamot "yang kurasakan hanyalah bahwa kedua gus puteri itu memang puteri keraton yang agung dan cantik"

   "Pamot"

   Ba2 Nararya bergan nada bersungguh "

   Dakkah engkau melihat sesuatu yang memukau perasaan hatimu ketika kedua puteri itu turun dari ratha kencana ?"

   Pamot diam seolah hendak mengenang dan mengingat peris wa itu "Tak ada, raden"

   Akhirnya ia menjawab.

   "Benar?"

   "Benar, raden"

   Pamot agak heran "mengapa raden bertanyakan hal itu? Adakah raden melihat sesuatu yang aneh pada diri kedua tuan puteri itu ?"

   "Yang pertama turun adalah gusti puteri Tribuwana, bukan?"

   "Apa yang engkau lihat, Pamot?"

   "Tidak ada sesuatu lagi kecuali seorang puteri yang cantik gemilang, raden"

   "Hanya itu?"

   Pamot mengiakan.

   "Aneh"

   Gumam Nararya dalam ha . Kemudian ia bertanya pula "dan yang kedua turun dari ratha, bukankah puteri Gayatri?"

   "Benar, raden"

   "Dan engkau tak melihat sesuatu yang aneh?"

   "Tidak, raden"

   "Heran"

   Kembali Nararya mendesah dalam hati.

   
Dendam Empu Bharada Karya SD Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Adakah keajaiban pada diri kedua puteri itu hanya terlihat olehnya seorang? Pikirnya.

   Ia termenung pula.

   Dalam kemenungan itu jauhlah ia mencapai suatu jangkauan dari masa yang lampau.

   Ia teringat akan cerita dari ramanya, Lembu Tal.

   Cerita itu dituturkan ramanya dalam suatu tempat yang sepi dan nada yang pelahan sekali.

   Seolah hal itu suatu rahasia yang gawat sekali.

   "Apa yang kuceritakan kepadamu, Nararya"

   Kata Lembu Tal "adalah suatu rahasia keraton yang juga menyangkut leluhur kita. Oleh karena itu, janganlah engkau menyiarkannya kepada orang. Simpanlah sendiri sebagai pengetahuan"

   "Baik, rama"

   Nararya agak berdebar.

   Rahasia apakah yang akan dituturkan ramanya sehingga ramanya tampak sedemikian tegang ? Ternyata cerita Lembu Tal itu mengenai asal usul kerajaan Singasari, termasuk riwayat dari rajakula atau pendiri dari kerajaan itu, yalah Ken Arok yang kemudian bergelar Sri Rajasa sang Amurwabhumi.

   Semua telah diceritakan oleh Lembu Tal termasuk peris wa Kea Arok melihat anggauta kesucian dari Ken Dedes di taman Boboci.

   Nararya mendengarkan dengan penuh perha an.

   Namun ia tak menger apa sebab ramanya menuturkan juga tentang bagian2 hal itu.

   Renungan Nararya ba juga kepada cerita itu.

   Dan renungannyapun segera melahirkan renungan lagi.

   "Adakah sesuatu dari bagian tubuh wanita yang memancarkan sinar ajaib itu memiliki suatu daya gaib yang memberi lambang nasib dari dirinya sendiri dan kepada pria yang mempersun ngnya?"

   Bertanya Nararya dalam ha .

   Karena hanya bertanya itulah yang mampu ia lakukan walaupun jawabannya tak pernah diperolehnya.

   Atau kalau memperoleh jawaban itu, pun masih diragukannya.

   Adalah dikala sedang terbenam dalam laut renungan yang ada bertepi itu, muncullah Lembu Peteng.

   Suatu kemunculan yang tak pernah diduga sama sekali.

   Lembu Peteng ternyata telah ditawan dan dipaksa masuk menjadi anggauta sebuah gerombolan yang belum diketahui jelas tentang tujuan dan pemimpinnya.

   Lembu Peteng terpaksa menyerah pada tuntutan gerombolan itu karena anakbuahnya, Tugul, sudah kehabisan tenaga.

   Pun jumlah gerombolan itu jauh lebih banyak.

   "Kami berdua dibawa kesebuah guha dari lembah gunung yang pelik letaknya"

   Kata Lembu Peteng melanjutkan ceritanya.

   "Gunung apakah namanya?"

   Tanya Nararya.

   "Terpaksa aku berusaha untuk menunjukkan sikap taat kepada mereka agar dapat menyelidiki lebih mendalam tentang gerombolan itu. Beberapa waktu kemudian barulah aku berhasil menemukan keterangan tentang mereka"

   Kata Lembu Peteng. Nararya dan Pamotpun segera mendengarkan dengan penuh perhatian.

   "Gunung itu ternyata gunung Butak"

   Lembu Peteng mulai menutur "dan kepala gerombolan bernama Banyak Pasiran. Menurut cerita anakbuah gerombolan, Banyak Pasiran itu sak mandraguna, suka bertapa dan meniliki sebuah senjata pusaka, tombak yang diberi nama Udanpati"

   "Menurut cerita?"

   Nararya menyela "adakah kakang belum pernah menghadapnya ?"

   "Gerombolan gunung Butak itu rupanya mempunyai susunan yang rapi dan teratur. Se ap anggauta baru, baru dapat berhadapan muka dengan kepala gerombolan setelah setahun kemudian dan membuktikan bahwa anggauta baru itu benar2 setya dan berani"

   "O, benar2 sebuah gerombolan yang hebat"

   Seru Nararya "berapakah jumlah anakbuah mereka ?"

   "Yang berada di pusat markas gunung itu tak kurang dari lima ratus orang. Juga di pura Daha maupun di pura Singasari rrierekapun mempunyai orang2 kepercayaan"

   Nararya terperangah.

   "Jika demikian bukan buatan kekuatan gerombolan itu, kakang Lembu"

   Serunya "apakah tujuan mereka, kakang? Adakah mereka juga semacam gerombolan penyamun dan perampok biasa?"

   "Kurasa dak, raden"

   Kata Lembu Peteng "menilik susunan mereka yang diatur menurut keprajuritan tentulah mereka mempunyai tujuan yang lebih jauh.

   Selama beberapa waktu disitu, belum pernah kudengar mereka mengadakan penyamunan atau perampasan harta benda.

   Daerah gunung itu telah digarap sedemikian rupa, antara lain mereka giat bercocok tanam dan menggarap tanah, sehingga hasilnya cukup untuk memberi makan kepada seluruh anakbuah"

   Nararya makin terkejut "Jika demikian jelas kepala gerombolan yang bernama Banyak Pasiran itu tentu bukan orang sembarangan. Maksudku, kemungkinan besar dia tentu bekas prajurit atau nayaka kerajaan, entah Daha entah Singasari"

   Lembu Peteng mengangguk "Ya. Akupun mempunyai dugaan begitu juga. Sayang aku belum mempunyai kesempatan untuk berhadapan muka. Pun anakbuah yang lain, jarang sekali bertemu muka dengan kepala gerombolan itu"

   Kemudian Nararya bertanya bagaimana Lembu Peteng dapat ditugaskan ke taman Boboci.

   "Se ap anggauta baru harus diuji dulu bagaimana kesetyaan dan keberaniannya. Dalam rangka itulah maka aku mendapat tugas bersama tiga orang kawan menuju ke Singasari"

   "Ke taman Boboci?"

   Sela Nararya.

   "Pada waktu berangkat hanya diperintahkan ke Singasari saja. Baru setelah tiba di Singasari, seorang lelaki menghampiri rombonganku dan memberitahu supaya ke Taman Boboci. Dia membisiki beberapa patah kata kepada Kasipu, yang mengepalai rombongan kami, Kemudian kami menuju ke taman Boboci. Setiba di taman itu, Kasipupun baru mengatakan bahwa di taman Boboci itu terdapat dua orang puteri yang cantik. Kedua puteri itu supaya direbut dan dibawa pulang ke gunung"

   "Hal itu telah kami laksanakan dengan baik. Tetapi ke ka bekel bhayangkara pengiring kedua puteri itu menyerang, Kasipu memberi tanda supaya kita mengalah dan melarikan diri"

   Kata Lembu Peteng.

   "Hm"

   Desuh Nararya "jika demikian, ya, jika demikian ...."

   Belum sempat ia menyelesaikan kata-katanya, ba2 terdengar suara orang tertawa seram dan kemudian sebuah seruan bernada cemoh "Hm, Kebo Galar, ternyata engkau mempunyai kawan2.

   Tetapi ketahuilah, sekali engkau sudah masuk kedalam lembah Songgori , jangan engkau bermimpi dapat meloloskan diri lagi kecuali hanya nyawamu ...."

   Lembu Peteng terkejut dan cepat berpaling tubuh. Nararya dan Pamotpun terkesiap melihat ga lelaki bertubuh kekar dan membekal pedang, muncul dari balik gerumbu. Sebelum Nararya sempat menegur, Lembu Petengpun sudah mendahului "Hm, engkau Kasipu"

   "Ya"

   Sahut salah seorang yang bertubuh kekar, berkumis lebat "bagaimana maksudmu Kebo Galar?"

   "Sederhana sekali"

   Sahut Lembu Peteng "aku ingin bebas dan kembali ke desaku. Aku tak mau ikut dalam gerombolanmu, Kasipu"

   Lelaki perkasa yang disebut Kasipu itu tertawa "Kutahu maksudmu tetapi sayang, Kebo Galar. Peraturan lembah Songgori menetapkan, se ap orang yang masuk sebagai anggauta, seumur hidup dia harus menjadi anggauta, kecuali sudah mati"

   "Siapa yang menetapkan peraturan itu?"

   Seru Lembu Peteng.

   "Pemimpin kita, ki Banyak Pasiran"

   "Adakah dia sedemikian kuasanya sehingga berani menentukan kebebasan seseorang? Ingat Kasipu, aku masuk kedalam gerombolanmu karena terpaksa"

   "Ya"

   Sahut lelaki perkasa itu "memang kami masih belum percaya penuh kepadamu. Tadi karena agak lengah maka engkau sempat melarikan diri"

   "Bukan melarikan diri, Kasipu"

   Seru Lembu Peteng "tetapi membebaskan diri"

   "Kebo Galar "seru Kasipu "apakah engkau tak ingat akan kawanmu itu ?"

   Kini Nararya dan Pamot baru menyadari bahwa yang dipanggil Kebo Galar itu tak lain adalah Lembu Peteng.

   Rupanya Lembu Peteng tak mau mengatakan namanya yang aseli tetapi menggunakan nama Kebo Galar.

   Lembu Peteng tertawa "Mengapa dak, Kasipu? Apabila engkau kembali ke lembah, tentulah kawanku itu sudah lolos karena sebelum ke Singasari, sudah kuberinya petunjuk bagaimana untuk meloloskan diri dari sarang gerombolanmu itu"

   Kasipu tertawa, mengejek "Engkau boleh mengatakan begitu, tetapi kenyataannya tentu lain. Karena sekalipun lalat, apabila sudah masuk ke lembah Songgori tak mungkin dapat meloloskan diri"

   "Jika demikian"

   Sahut Lembu Peteng "kami berdua harus merasa bangga karena merupakan orang pertama yang dapat membebaskan diri dari cengkeraman gerombolan gunung Butak"

   "Belum tentu"

   Sahut Kasipu "karena aku terlanjur menemukan engkau"

   "O, engkau tetap hendak memaksa aku kembali ke gunung?"

   Seru Lembu Peteng.

   "Jika engkau tak mau"

   Kata Kasipu "nyawamu kuidinkan nggal disini tetapi mayatmu tetap akan kubawa kembali ke lembah"

   "O, baiklah Kasipu"

   Seru Lembu Peteng juga dengan nada yang longgar "silahkan engkau membawa mayatku. Asal engkau dapat menghalau nyawaku"

   Kasipu membawa dua orang kawan. Kedua kawan Kasipu itu mencabut pedang sementara Kasipu berseru "Bukankah kedua kawanmu itu akan membantu engkau, Kebo Galar?"

   Lembu Peteng serentak menyahut "Kukira dak, Kasipu. Rasanya mereka segan untuk menyentuh tubuhmu. Dan lagi mereka berdua percaya penuh kepadaku tentu dapat menjaga diri"

   Kasipu melangkah maju, langsung ia menyambar bahu Lembu Peteng.

   Ia memandang rendah akan kekuatan Lembu Peteng.

   Dan memang ke ka Lembu Peteng disergap dan menyerah tempo hari, dia tak memberi perlawanan.

   Dengan begitu anakbuah gerombolan itu belum sempat mengetahui betapa kedigdayaan Lembu Peteng.

   Oleh karena jumlah anakbuah gerombolan yang nggal di gunung Butak itu mencapai limaratusan orang, maka pemimpin mereka segera mengadakan susunan dan pener ban.

   Mereka dibagi dan ditempatkan dalam sepuluh perkampungan.

   Tiap perkampungan terdiri dari limapuluh orang dan dikepalai oleh seorang lurah.

   Tiap lima lurah dikepalai oleh seorang rangga.

   Kemudian kedua rangga itu dibawahi seorang pa h.

   Setelah pa h baru pemimpin gerombolan yang mengangkat diri sebagai seorang akuwu.

   Kesepuluh perkampungan itu dibagi dua.

   Yang lima perkampungan melakukan tugas luar, misalnya menjaga keamanan, dikirim keluar daerah baik untuk menghubungi orang atau fihak yang diperlukan.

   Yang lima perkampungan, ditugaskan melakukan pekerjaan dalam.

   Bercocok tanam, mengurus hutan, perairan dan bangunan serta ransum makanan.

   Kasipu seorang lurah sebuah perkampungan yang termasuk tugas luar.

   Pemilihan lurah berdasarkan pada kedigdayaan dan kesetyaannya.

   Memang gerombolan gunung Butak itu dibentuk dan diatur menurut tata keprajuritan.

   Sebagai seorang lurah, tentulah kedigdayaan Kasipu sudah teruji.

   Dan kedudukan sebagai lurah dalam gerombolan di gunung Butak itulah yang menyebabkan dia bangga dan mengabaikan kemampuan Lembu Peteng.

   Walaupun merasa bahwa cara mencengkeram bahu lawan itu mudah dihindari ataupun ditangkis namun ia tetap melangsungkan juga.

   Ia hend ik menguji betapalah tinggi kepandaian Lembu Peteng.

   Dan ia tetap yakin akan mampu mengatasinya.

   "Uh ..."

   Ba2 Kasipu mengerang menahan kesakitan ke ka secara tak terduga-duga Lembu Peteng membuat gerakan, tangan kiri menyambar pergelangan tangan dan tangan kanan mencengkeram siku lengan orang lalu ditekuknya dengan sekuat tenaga, krek...

   seke ka patahlah tulang Kasipu.

   Dan serempak pada saat ia mengerang kesakitan, Lembu Petengpun sudah memutar lengan Kasipu kebelakang, dilekatkan pada punggung.

   Merah padam cahaya muka Kasipu karena menahan rasa sakit yang hebat.

   Keringatpun bersimbah memenuhi dahi.

   Bahkan pandang matanya terasa berku-nang-kunang Kedua anakbuah Kasipu terkejut sekali.

   Mereka tak pernah menyangka bahwa hanya dalam sebuah gerak saja, Kasipu sudah dikuasai lawan.

   Kedua anakbuah itu menyadari apa yang terjadi.

   Serempak mereka berdua menyerbu Lembu Peteng seraya ayunkan pedang.

   Tetapi Lembu Peteng bergerak cepat dan gesit sekali.

   Sambil mendorongkan lengan Kasipu hampir ke-tengkuk, ia segera mendorong tubuh lurah gerombolan itu ke muka, menyongsong kedua anakbuah yang menerjang itu.

   "Ah ..."

   Salah seorang dari kedua anakbuah gerombolan itu rupanya lebih tangkas.

   Dendam Empu Bharada Karya SD Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Cepat ia loncat menyingkir ke samping.

   Tetapi Lembu Peteng sudah siap.

   Ia menyerempaki loncat maju dan menerpa bahu orang sekuat-kuatnya.

   Orang itupun, mengaduh lalu terjerembab jatuh ke tanah.

   Sekali loncat, Lembu Peteng menginjak tangan kanan orang dan sebelah kaki yang kanan menginjak dada orang.

   Anakbuah yang seorang tadi, karena agak terlambat menghindar terbentur oleh kepala Kasipu, terjerembab jatuh, kepalanya membentur tanah, masih di ndih pula oleh tubuh Kasipu yang pingsan.

   Anakbuah itupun ikut pingsan.

   Dalam waktu hampir hanya beberapa kejab mata, Lembu Peteng telah dapat merubuhkan ke ga lawannya, anakbuah gerombolan gunung Butak.

   Nararya terkejut dan diam2 memuji kedigdayaan Lembu Peteng.

   "Kakang Lembu, engkau sungguh hebat"

   Serunya memberi pujian.

   "Ah, dak, raden"

   Kata Lembu Peteng "kemenanganku ini disebabkan kelengahan mereka. Rupanya Kasipu terlalu memandang rendah kepadaku sehingga dia harus menderita kekalahan"

   Lembu Peteng terus mengikat kaki dan tangan ke ga orang itu lalu diikat pada sebatang pohon "Jika kubunuh mereka, memang mudah tetapi akan mengundang kemarahan gerombolan gunung Butak"

   Nararya menyetujui pendapat itu "Benar, kakang Lembu.

   Jika mereka ma , kawan-kawannya tentu marah dan pimpinan gerombolan tentu akan mengerahkan seluruh anakbuahnya untuk mencari engkau.

   Jika mereka dibiarkan hidup, walaupun juga akan menimbulkan kemarahan mereka, tetapi mereka tidak akan bernafsu sekali"

   Lembu Peteng mengangguk, menyetujui. Ke ga carang itu diikat pada batang pohon. Setelah selesai, Nararya segera mengajak Lembu Peteng melanjutkan perjalanan lagi.

   "Tunggu dulu, raden"

   Kata Lembu Peteng.

   Kemudian ia berlari-lari disepanjang jalan yang menuju ke timur atau kearah Singasari.

   Tiba2 ia membiluk masuk kedalam sebuah hutan.

   Nararya tak menger apa maksud Lembu Peteng melakukan hal itu.

   Tak berapa lama, ba2 Lembu Peteng muncul dari balik gerumbul disebelah muka.

   "Apa yang engkau lakukan, kakang?"

   Tegur Nararya. Lembu Peteng tertawa "Sekedar membuat bekas telapak kaki agar mereka, kawan2 anakbuah gerombolan gunung Butak itu, mengira aku menuju ke pura Singasari dan mengejar ke sana. Sedang kita menuju ke Daha"

   Nararya memuji adakan Lembu Peteng yang teramat dan cerdik. Tiba2 ia bertanya "Kakang Lembu tidakkah lebih baik kita mencari keterangan dari mereka ?"

   Lembu Peteng gelengkan kepala "Anggauta gerombolan gunung Butak, terutama yang berkedudukan lurah perkampungan seper Kasipu itu, telah teruji ke-setyaan dan keberaniannya.

   Mereka lebih senang menyerahkan nyawa daripada memberitahu tentang rahasia mereka"

   Nararya mengangguk-angguk.

   "Raden, manurut pendapatku"

   Kata Lembu Peteng pula "lebih baik kita kembali ke Daha untuk meninjau keadaan di pura itu. Dan bagaimanakah perkembangan usaha kita memburu jejak pencuri gong Prada itu, raden? Mengapa pula raden tiba2 berada ditempat ini bersama Pamot?"

   Dengan singkat Nararya lalu menuturkan pengalamannya selama ini.

   Ia dan Pamot ke pura Singasari karena hendak mencari jejak Lembu Peteng yang menghilang dan kedua kali karena hendak menyerahkan surat pan dari pangeran Ardaraja kepada seorang bekel bhayangkara keraton Singasari.

   Setelah selesai sebenarnya dia dan Pamot hendak kembali ke Daha tetapi karena tertarik nama yang termasyhur dari taman Boboci, iapun singgah sebentar.

   Di taman itu kembali ia harus mengalami peris wa dan dapat bertemu dengan ke dua putri raja.

   Selanjutnya ke ka sedang beristirahat di bawah pohon Brahmastana, muncullah Lembu Peteng.

   Nararya menutup ceritanya dengan sebuah helaan napas yang cukup panjang "Ah, ada kusangka sama sekali bahwa soal mencari gong Prada yang dicuri orang itu dapat menimbulkan peris wa2 yang makin lama makin melibatkan diri kita ke dalam suatu kisaran peris wa yang ruwet"

   Lembu Peteng mengangguk.

   Demikian Nararya ber ga segera melanjutkan perjalanan menuju ke Daha bersama renungan dan pemikiran tentang peristiwa2 yang telah dan bakal dihadapinya.

   Belum berapa lama mereka menempuh perjalanan ba2 Nararya mengajak berhen dan duduk ditepi jalan.

   Walaupun tak menger akan maksud raden itu tetapi Lembu Peteng dan Pamot menurut juga.

   "Kakang Lembu"

   Nararya membuka pembicaraan setelah duduk disebuah batu "menempuh perjalanan pada malam hari begini, memang kurang sedap. Lebih baik kita beris rahat saja disini sambil bercakap-cakap lebih lanjut"

   "Baik, raden"

   Kata Lembu Peteng pula.

   "Mengapa ba2 saja aku mengajak kakang berdua berhen disini"

   Kata Nararya pula "tentulah kakang Lembu dan Pamot ingin mendapat keterangan. Dalam berjalan tadi, kakang Lembu, ba2 aku mendapat pikiran"

   "O, silahkan raden memberitahu kami"

   Kata Lembu Peteng.

   "Begini kakang Lembu"

   Kata Nararya"kupikir, kita makin jauh terlibat dalam suatu lingkaran peristiwa yang makin luas.

   Dimulai dari mencari hilangnya gong pusaka Empu Bharada itu, kita telah menginjak di pintu sebuah gelanggang yang luas.

   Gelanggang dari suatu kegiatan2 yang berlangsung dalam pemerintahan Daha dan pemerintahan Singasari.

   Kulihat dalam gelanggang itu kakang Lembu, beberapa mentri2 yang berpangkat tinggi dan berkuasa, sedang mengadakan suatu kegiatan kasak kusuk, menjalin suatu mata-rantai hubungan, tukar menukar keterangan dan lain2 kegiatan yang kukuatirkan, apabila keadaan sudah makin meningkat, pada suatu saat yang tepat waktunya, tentu akan meletuskan suatu gerakan besar yang membahayakan kerajaan"

   Lembu Peteng mengangguk "Ulasan raden itu sangat mengena dalam ha ku.

   Perasaankupun demikian pula raden.

   Hanya aku masih bingung dan gelap, siapa2 yang terlibat dalam gelanggang kegiatan itu dan apa pula tujuan daripada kegiatan mereka itu.

   Raden menyinggung tentang bahaya yang akan menimpa kerajaan.

   Kerajaan manakah yang raden maksudkan?"

   Nararya tertawa dan balas bertanya Adakah Lain kerajaan pula dari kerajaan Singasari?"

   "Daha"

   "Daha bukan kerajaan yang penuh sebagai Singasari. Melainkan lebih mendekati dengan akuwu"

   "O, raden maksudkan kerajaan itu kerajaan Singasari?"

   Nararya mengiakan "Benar, kakang Lembu. Kurasa kegiatan2 mereka itu tak lepas dari arah dan tujuan kepada kerajaan Singasari"

   "Dapatkah raden memberi gambaran kepada Lembu Peteng sumber daripada kesan2 raden itu?"

   Tanya Lembu Peteng.

   "Karena pangeran Ardaraja sendiri juga terlibat dalam mereka2 yang tengah melakukan kegiatan2 itu"

   "O, raden menduga bahwa surat pangeran Ardaraja yang di pkan raden supaya diterimakan kepada seorang bekel bhayangkara keraton Singasari itu, menyangkut suaiu hubungan rahasia antara penerima surat itu dengan pangeran Ardaraja?"

   "Tepat, kakang Lembu"

   Sahut Nararya "tak mungkin pangeran itu akan memberi surat2 yang bersifat peribadi, kecuali urusan2 negara. Dengan demikian jelas bahwa pangeran Ardaraja mempunyai orang dalam pemerintahan pura Singasari"

   "Benar, raden"

   Ba2 Lembu Peteng berseru "apabila kita merenungkan tentang kegiatan Daha untuk membangun dan memperbesar pasukannya, bukan mustahil kalau kita merangkai dugaan bahwa pangeran itu akan melakukan sesuatu kepada kerajaan Singasari.

   Tetapi apabila hal itu memang benar, raden, aku pun ikut merasa bersyukur"

   Nararya terbeliak.

   "Engkau merasa bersyukur, kakang Lembu? Mengapa?"

   Tegurnya.

   "Perjalanan hidup itu tak lepas dari mata rantai Sebab dan Akibat, raden. Baginda Kertanagara telah sampai ha untuk menumpas saudaranya sendiri, pangeran Kanuruhan di Gelagah Arurn. Tidakkah dewata berlaku adil apabila Daha akan membalas dendam kepada Singasari ?"

   "Tidak, kakang Lembu"

   Nararya menolak "per kaian antara raja Kertanagara dengan pangeran Kanuruhan itu sifatnya per kaian antara saudara.

   Mungkin berebut pengaruh atau kekuasaan.

   Tetapi Singasari dan Daha itu lain sifatnya.

   Merupakan per kaian antar dua buah kerajaan yang sejak lama menjadi musuh bebuyutan"

   Lembu Peteng tertawa dengan nada yang aneh.

   "Kakang Lembu, jangan kakang menyangka bahwa aku berfihak kepada baginda Kertanagara dan tak senang terhadap pangeran Kanoruhan. Karena waktu terjadi per kaian itu mungkin aku masih seorang anak. Tetapi kini dalam kesadaranku sebagai seorang pemuda yang sudah memiliki alam pikiran dewasa, aku dapat membedakan pula antara kepen ngan perorangan dengan negara. Jika nada kata-kataku seolah berfihak kepada Singasari, bukan berar bahwa aku menyetujui ndakan baginda Kertanagara terhadap pangeran Kanuruhan. Tidak. Aku tak menyinggung persoalan itu. Itu persoalan antara dua orang kakak beradik. Tetapi letak daripada dasar pendirianku yalah pada negara Singasari ini. Terus terang, kakang Lembu, aku seorang putera yang dilahirkan di bumi Singasari. Wajiblah aku membela kepen ngan bumi Singasari itu. Soal siapakah yang menjadi raja yang dipertuan di Singasari, entah baginda Kertanagara entah pangeran Kanuruhan, yang pen ng bagiku dia harus; seorang raja yang benar2 memikirkan kepentingan kerajaan dan kawula Singasari"

   Lembu Peteng tertegun.

   "Dalam rangka kewajiban rasa dan peker sebagai seorang putera Singasari itulah maka aku akan membela bumi Singasari dari mana dan siapa pun juga yang hendak mengganggunya. Dengan demikian, apabila pangeran Ardaraja mengadakan gerak-gerik untuk membentuk gerakan yang membahayakan kerajaan Singasari, terpaksa aku harus menghadapinya"

   Kembali Lembu Peteng mengangguk. Rupanya ia dapat menyelami ha raden itu dan menghaya pendiriannya.

   "Aku menghormati kesetyaan kakang Lembur-Peteng terhadap pangeran Kamiruhan. Tetapi kuminta pula kerelaan dan kesediaan kakang Lembu untuk ber-setya kepada kerajaan Singasari"

   Kata Nararya. Lembu Peteng terbeliak.

   "Kerajaan Singasari adalah bumi dan kawula Singasari"

   Nararya melanjutkan pula "bukan baginda Kertanagara.

   Andai kakang Lembu tidak setuju dengan baginda yang sekarang, akupun tak merintangi pendirian kakang itu.

   Kita berjuang demi kejayaan dan kebesaran bumi Singasari dan kesejahteraan kawula Singasari belaka.

   Dan marilah kita menarik suatu garis pengertian antara kerajaan Singasari dengan raja Singasari.

   Maukah kakang menerima ajakanku ?"

   Ha Lembu Peteng tersentuh akan kata dan pendirian raden Nararya. Ia mengaku dan dapat menerima apa yag dikatakan raden itu. Diapun seorang putera bumi per wi telatah Singasari. Diapun merasa sebagai seorang pejuang Singasari.

   "Kakang Lembu Peteng"

   Ba2 Nararya menyusuli kata2 pula "sifat seorang ksatrya itu pemurah, pengampun dan pengayom. Tidak layak seorang ksatrya itu pendendam. Pernah kakang Lembu mendengar cerita tentang seorang ksatrya raksasa dari negara Alengka?"

   "O, maksud raden ksatrya Kumbakarna itu?"

   "Benar, kakang Lembu"

   Kata Nararya "dialah yang kumaksudkan.

   Walaupun seorang raksasa, dia seorang ksatrya yang berha luhur dan berjiwa ksatrya.

   Dalam menentukan keputusannya membantu kakandanya, raja Rahwanaraja, ia meni kkan pada pendiriannya sebagai seorang ksatrya yang wajib, membela kemerdekaan negaranya.

   Dia dak membela ndakan Rahwanaraja yang salah tetapi semata-mata memenuhi kewajiban seorang ksatrya terhadap negaranya yang sedang diserang musuh.

   Nah, pandangan hidup ksatrya Kumbakarna itulah yang hendak kuminta kepada kakang Lembu supaya menghaya dan menerimanya.

   Lepas dari segala pendirian kakang Lembu terhadap diri peribadi baginda Kertanagara"

   Lembu Peteng termangu.

   "Tugas kita yang pertama, selamatkan dahulu kerajaan Singasari dari segala gangguan dari siapa dan fihak manapun jua"

   Nararya menyusuli pula "soal diri peribadi baginda, akan kita rundingkan pula setelah segala ancaman dan gangguan itu lenyap. Dapatkah kakang Lembu menyetujui tawaranku ini?"

   Tergugah seke ka semangat Lembu Peteng.

   Bukan karena teringat akan dendamnya terhadap baginda Kertanagara, walaupun dendam itu sesungguhnya hanya mbul dari rasa kesetyaannya terhadap junjungannya yang lama yalah pangeran Kanuruhan, namun karena terpesona akan sikap dan wibawa pemuda Nararya dalam membawakan kata2 dan melantangkan pendiriannya terhadap negara "Baik, raden, Lembu Peteng akan menyerahkan diri untuk mengabdi kepada raden.

   Apapun yang raden perintahkan, tentu akan kulaksanakan"

   Nararya terkejut.

   Ia tak pernah menyangka dan mengharap akan mendengar pernyataan Lembu Peteng yang sedemikian.

   Ia hanya mengajak Lembu Peteng untuk berjuang bahu membahu didalam menanggulangi awan gelap yang akan mengancam cakrawala langit Singasari.

   Dengan nada haru, Nararya berkata "Kakang Lembu, aku seorang muda, seorang manusia pula.

   Tentu tak lepas dari kekurangan dan kehilafan.

   Apabila kakang melihat dan merasa bahwa segala ngkah ulah dan sepak terjangku, menjurus keluar dari garis2 kelurusan dan kebenaran sifat2 seorang ksatrya, sukalah kakang menegur"

   "Ah, raden"

   Lembu Peteng menghela napas dan tersenyum. Ia puas dengan sikap Nararya yang rendah hati tetapi luhur budi itu. Kemudian ia menanyakan apa .kehendak pemuda itu.

   "Begini, kakang Lembu"

   Kata Nararya "gong Prada telah merupakan suatu persoalan yang pelik dan rahasia.

   Tentu memakan waktu yang lama dalam mencarinya.

   Pada hal dalam pencaharian itu, kita telah menemukan suatu hal lain, maksudku, suatu gerakan yang kuduga keras, mempunyai kaitan dengan kepen ngan Singasari.

   
Dendam Empu Bharada Karya SD Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Jelasnya, gerak-gerik pangeran Ardaraja dan orang kepercayaannya dalam tubuh pemerintahan pura Singasari itu, wajib meminta-curahan perha an kita.

   Sedangkan disamping itu pula, kita menemukan sebuah gerombolan di gunung Butak yang gerak geriknyapun sangat mencurigakan.

   Menilik bentuk susunan dan peraturannya, kemungkinan mereka bukan suatu gerombolan biasa tetapi mempunyai tujuan lain"

   Nararya berhenti sejenak lalu melanjutkan pula "Menghadapi sekian macam persoalan, kitapun harus dapat menyesuaikan diri dengan keadaan mereka.

   Ar nya, jika kita selalu menggerombol satu untuk terus menerus mencari gong Prada itu, kemungkinan kita akan terlambat untuk mengetahui sesuatu yang menyangkut nasib negara dan nasib para kawula"

   Rupanya Lembu Peteng dapat menangkap akan tujuan Nararya "Baik, raden, aku bersedia apapun yang raden hendak perintahkan"

   "Terima kasih,kakang Lembu"

   Kata Nararya "Jelasnya begini.

   Jika kakang meloloskan diri dari gunung Butak, ada dua macam hal yang tidak menguntungkan.' Pertama, kita akan kehilangan suatu mata rantai dari usaha kita untuk memberantas gangguan2 yang mengancam negara Singasari.

   Karena siapa lagi yang dapat menyelidiki keadaan gerombolan itu? Kedua kali, seperti kata Kasipu tadi, mereka tentu takkan berhenti untuk mencari jejak kakang.

   Dan mereka mempunyai banyak kaki tangan yang tersebar di mana2.

   Tidakkah hal itu akan merupakan gangguan bagi sepak terjang kakang Lembu?"

   Lembu Peteng mengangguk "O, maksud raden, supaya aku kembali kepada gerombolan gunung Butak itu lagi ?"

   "Agar kita dapat menyelidiki keadaan mereka kemudian kita dapat menentukan langkah. Jika mereka benar2 bertujuan hendak mengacau kerajaan Singasari, kita dapat memberantas, paling tidak dapat menghalang-halangi tindakan mereka"

   Merenung beberapa jenak, akhirnya Lembu Peteng dapat menerima pandangan Nararya "Baik, raden, aku akan kembali menyusup ke dalam gerombolan gunung Butak itu.

   Akan kutolong Kasipu dan kedua anakbuahnya itu untuk kuajak kembali ke lembah mereka.

   Lalu bagaimana agar kita selalu mempunyai hubungan, antara lain se ap kali yang kuanggap perlu, aku tentu akan mengirim berita laporan tentang keadaan gerombolan itu kepada raden"

   "Benar, kakang Lembu"

   Kata Nararya "memang kita harus selalu terikat dalam hubungan itu. Lalu bagaimana menurut pendapat kakang?"

   Setelah berpikir beberapa saat, Lembu Peteng mengemukakan "Begini raden.

   Letak gunung Kelud itu tak berapa jauh disebelah barat gunung Butak.

   Supaya anakbuahku di gunung Kelud itu mendirikan sebuah tempat rahasia di daerah kaki gunung Butak.

   Setelah aku dapat menemukan tempat mereka itu, akan kuatur lebih lanjut tentang cara kerja kita selanjutnya"

   Kemudian Lembu Peteng berkata kepada Pamot "Pamot, sejak saat ini pimpinan kawan2 kita di gunung Kelud kuserahkan kepada raden Nararya.

   Sampaikan perintahku ini kepada mereka.

   Mereka harus tunduk dan melakukan semua perintah raden Nararya.

   Dan beritahukan juga tentang rencanaku tadi, supaya mereka mendirikan sebuah tempat rahasia di sekitar kaki gunung Butak"

   Pamot menyatakan akan melakukan perintah itu.

   "Raden"

   Kata Lembu Peteng pula "aku akan kembali ketempat Kasipu dan kedua anakbuahnya tadi.

   Dan silahkan raden melanjutkan perjalanan ke Daha.

   Apapun yang raden perlu dan kehendaki, perintahkan-lah kepada anak2 di gunung Kelud.

   Mereka pas akan taat kepada perintah raden"

   "Kakang Lembu"

   Kata Nararya dengan nada haru "sesungguhnya berat sekali rasa hariku untuk melepaskan kakang kembali kepada gerombolan itu.

   Tetapi keadaan membutuhkan tenaga dan perhatian kita semua.

   Semoga dewata memberkahi langkah kakang" (Oo-dwkz^ismoyo-oO) II KALINGGA terkejut ke ka ia mendapat panggilan dari pa h Aragani.

   Namun bekei bhayangkara- dalam itu terpaksa harus menghadap juga.

   Ia tahu bahwa saat itu di tubuh pemerintahan kerajaan Singasari sedang berlangsung perobahan besar.

   Suasana masih hangat.

   Pembahan itu berkisar pada keputusan baginda Kertanagara untuk menggan beberapa wredda mentri.

   Pa h sepuh empu Raganata yang setya, telah dilepas dari kedudukannya sebagai pa h amangkubhumi dan dipindah menjadi ramadhyaksa di Tumapel.

   Pa h Raganata ada bersalah apa2, kecuali sering menentang dan tak setuju tentang ndakan2 baginda.

   Pada hal keberanian pa h tua itu patut dipuji karena ia bekerja dan mengabdi pada kerajaan bukan karena kedudukan dan kehidupan nikmat melainkan demi kepentingan dan kejayaan Singasari.

   Adalah karena dianggap selalu menentang kehendak baginda maka pa h sepuh yang sudah mengabdi berpuluh tahun dengan seiya itu, dilorot dan dipindah ke Tumapel.

   Rupanya baginda tak kepalang tanggung untuk mengadakan pembersihan di kalangan pucuk pimpinan pemerintahannya.

   Setelah pa h Raganata maka rakryan Banyak Wide atau Wiraraja juga dicopot dan dipindah ke Madura.

   Rakryan Banyak Wide semula menjabat kedudukan demung, suatu jabatan di bawah pa h.

   Rakryan Banyak Wide dianggap juga terlalu banyak mulut, suka menyatakan pendapat2 yang bertentangan dengan keinginan baginda.

   Masih ada pula seorang mentri yang menerima nasib seper pa h Empu Raganata dan rakryan Banyak Wide, mentri itu adalah tumenggung Wirakre yang semula termasuk salah seorang dari lima menteri utama dalam pucuk pimpinan pemerintahan, dilorot sebagai mentri angabaya atau mentri keamanan.

   Sebagai mentri angabaya, tumenggung Wirakre dak mempunyai kekuasaan lagi untuk ikut campur dalam urusan pemerintahan.

   Tugasnya kebanyakan di luar keraton, menjaga keamanan.

   Sebagai gan pa h Raganata maka baginda mengangkat Kebo Anengah atau Kebo Arema sebagai pa h dan Apanji Aragani sebagai pembantunya.

   Sekalipun hanya pembantu, ternyata pa h Aragani lebih dapat memikat kepercayaan baginda.

   Dia seorang yang pandai bicara dan pandai mengambil muka.

   Berkat ketajaman lidah dan kelicikannya, baginda cenderung untuk mengangkat Apanji Aragani sebagai patih-dalam.

   Sedangkan Kebo Anengah sebagai patih-luar.

   Demikian kekuasaan pa h Apanji Aragani dalam pemerintahan Singasari sehingga berdebarlah hati bekel bhayangkara Kalingga ketika mendapat panggilan supaya menghadap kepada patih itu.

   Dengan membawa berbagai pertanyaan dan peneropongan atas tugasnya selama ini dimana mungkin ia telah melakukan kesalahan-kesalahan bekel Kalingga menuju ke gedung kepatihan "Tidak sari-sarinya gusti patih menitahkan aku menghadap.

   Apalagi pada malam hari begini.

   Mungkin ada sesuatu perintah penting yang harus kulakukan.

   Atau ...."

   Tiba2 ia terkejut ketika melihat sesosok bayangan hitam muncul dari sebuah lorong dan berjalan menghampiri ke arahnya.

   "O, engkau adi Rangkah"

   Serentak bekel Kalingga berseru agak terkejut ke ka orang itu ba dan segera mengenalinya, sebagai Mahesa Rangkah, bekel bhayangkara puri-dalam yang bertugas menjaga keselamatan keputrian dan seluruh keluarga baginda.

   Saat itu memang belum terlalu malam sehingga dalam puri keraton masih terdapat dayang2 atau prajurit2 bhayangkara yang berlalu lalang melakukan tugas masing-masing.

   "O, kakang bekel Kalingga"

   Seru orang itu pula "hendak kemanakah kakang? Mengapa tampak kakang bergegas langkah?"

   Bekel Kalingga memandang ke sekeliling penjuru sebelum ia menjawab.

   Setelah melihat ada orang lain, ia segera menarik tangan bekel Mahesa Rangkah kese-buah tempat yang agak gelap.

   Melihat ketegangan sikap bekel Kalingga, Mahesa Rangkah kerutkan dahi.

   Tetapi ia menurut saja.

   "Adi"

   Kata bekel Kalingga dengan suara pelahan "aku hendak menghadap gusti patih"

   Mahesa Rangkah terkejut "Mengapa kakang?"

   "Entahlah, adi. Aku hanya diperintah menghadap ke kepatihan saja"

   "Gusti patih siapa?"

   "Apanji Aragani"

   "O"

   Seru bekel Rangkah agak kejut "pada waktu malam begini, gus pa h itu memanggil kakang?"

   "Itulah, adi"

   Kata bekel Kalingga "yang membuat aku heran juga. Bukankah perintah dapat di sampaikan pada esok hari, mengapa harus malam ini juga?"

   "Mungkin ada suatu tugas yang penting sekali"

   Kata bekel Rangkah. Bekel Kalingga gelengkan kepala "Kurasa dak adi. Karena dak sari-sarinya dan baru pertama kali ini gusti patih Aragani memanggil aku menghadap ke kepatihan"

   "Lalu apa sajakah maksud gusti patih, menurut dugaan kakang?"

   "Aku lebih cenderung untuk menduga bahwa gus pa h akan memberi hukuman atau sekurang- kurangnya teguran keras atas kesalahanku"

   "Apakah kakang merasa melakukan kesalahan?"

   Bekel Kalingga gelengkan kepala, menghela nafas "Itulah adi yang menjadi pemikiranku. Aku merasa dalam menjalankan tugas sebagai bekel bhayangkara selama ini, tak pernah aku melalaikan kewajiban. Bahkan sakitpun aku paksakan diri untuk masuk"

   Tiba2 bekel Rangkah kerutkan dahi, katanya dengan nada dalam "Kakang Kalingga"

   Bekel Kalingga terkejut melihat perobahan airmuka dan nada suara bekel Rangkah "Mengapa, adi ?"

   "Cobalah engkau jawab pertanyaanku ini"

   "Ya"

   "Menurut perasaan, pengamatan dan dugaanmu, adakah pa h Aragani telah mengetahui atau sekurang-kurangnya mencium bau akan kerjasama kita selama ini?"

   Mendengar itu bekel Kalingga terbeliak "Maksudmu ...."

   "Ya, kakang, itulah yang kumaksudkan"

   Tukas bekel Rangkah "ingatlah kakang, pa h Aragani itu seorang yang cerdik, licin, banyak akal muslihat dan mempunyai kaki tangan yang menyelundup di segala tempat"

   Bekel Kalingga tak lekas menjawab melainkan merenung. Rupanya ia tengah menggali ingatannya untuk membayangkan hal2 yang cenderung kearah yang ditanyakan bekel Rangkah itu. Sampai lama ia tetap berdiam diri.

   "Bagaimana kakang Kalingga ?"

   Karena cukup menunggu lama akhirnya bekel Rangkah memecah kesunyian.

   "Kurasa tidak, adi"

   Kata bekel Kalingga "karena selama ini, aku bertindak dengan sangat hati2. Tidak kuperluas kawan2 kita melainkan kubatasi apa yang sudah ada saja. Pun mereka tetap kuawasi gerak geriknya. Tetapi selama ini tiada tanda2 mereka akan berpaling haluan"

   Bekel Rangkah mengangguk "Kupercaya penuh kepada kakang Kalingga. Tetapi masih juga kekuatiran itu menghinggapi perasaanku"

   "Apa yang engkau kuatirkan, adi?"

   "Aku kua r akan adanya hal2 dari luar yang dapat menggagalkan atau sekurang-kurangnya mengganggu rencana -kita, kakang"

   "O"

   Bekel Kalingga terkesiap "dapatkah adi menjelaskan lebih lanjut tentang hal2 semacam itu?"

   Kali ini bekel Rangkah yang mengeliarkan pandang untuk meneli keadaan disekeliling.

   Setelah tak melihat sesuatu yang mencurigakan ia segera melekatkan muka kedekat telinga bekel Kalingga dan membisikinya "Baru2 ini aku menerima berita dari fihak gunung Butak, bahwa ada seorang pemuda yang tampak menunjukkan kegiatannya untuk mencari gong pusaka empu Bharada yang hilang.

   Pemuda itu sempat berkenalan pula dengan pangeran Arjadaraja dan rupanya dia datang ke pura Singasari"

   "Bagaimana adi tahu akan hal itu ?"

   "Ke ka mengiring kedua gus puteri ke taman Boboci, aku sempat bertemu dengan pemuda itu dan seorang pengiringnya. Bahkan pemuda itupun sempat diterima menghadap gus puteri, kakang"

   "O"

   Desuh bekel Kalingga "tetapi adakah pemuda itu mempunyai hubungan erat dengan rencana kita, adi ?"

   "Sampai saat ini aku belum melihat suatu tanda kearah itu, kakang. Tetapi perasaanku mengatakan bahwa kita harus waspada dan menaruh perhatian terhadap pemuda itu"

   "Adi Rangkah"

   Kata bekel Kalingga "adi mengatakan bahwa pemuda itu datang ke pura Singasari. Dapatkah engkau memberi keterangan, apakah maksud tujuan pemuda itu ke pura ini?"

   "Soal itu kakang"

   Jawab bekel Rangkah "aku belum menerima laporan apa2. Kuduga, dia hanya sekedar melihat-lihat saja keindahan pura kerajaan Singasari ini"

   "O"

   Seru bekel Kalingga, kemudian memandang cakrawala "baiklah, adi. Kuperha kan pesanmu itu. Betapapun, berlaku hati2 jauh lebih baik daripada lengah, bukankah begitu?"

   "Terima kasih, kakang"

   Kata bekel Rangkah "kakang Kalingga"

   Seru bekel Rangkah seraya mengeluarkan sebuah kotak kecil dari dalam bajunya "entah bagaimana, tetapi kurasa ndakan gus pa h Aragani memanggil kakang pada waktu malam begini, cukup menimbulkan kecurigaan.

   Kita tahu siapa dan bagaimana gus pa h Aragani itu.

   Sesuai dengan pedoman cara kerja kita bahwa lebih baik berha -ha daripada lengah, maka akupun hendak memperlengkapi bekal kakang dalam menghadap gusti patih Aragani nanti"

   "Apakah maksudmu, adi?"

   Dendam Empu Bharada Karya SD Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Jika gus pa h Aragani hendak memberi perintah yang berhubungan dengan tugas, kita tentu merasa bersyukur"

   Kata bekel Rangkah "tetapi apabila terjadi sesuatu yang menyimpang dari hal itu, terutama apabila menyangkut hubungan kita, dalam keadaaan yang sangat mendesak dan terpaksa sekali, dalam kedudukan yang terjepit dan berbahaya, segeralah kakang membuka kotak ini.

   Kutanggung, segala keruwetan, ancaman dan bahaya yang akan menimpah diri kakang, pas akan lenyap"

   "O"

   Desuh bekel Kalingga terkejut "apakah isinya adi ?"

   "Jangan kakang tanyakan atau buka dulu apa isinya. Bukankah kakang percaya kepadaku ?"

   "Percaya penuh"

   "Terima kasih,kakang"

   Kata bekel Rangkah.

   "kotak itu hanya sebagai penjagaan bilamana kakang benar2 terancam bahaya dan tak dapat menemukan jalan untuk menyelamatkan diri. Apabila kakang masih merasa dapat mengatasi persoalan yang kakang hadapi, janganlah kakang membuka kotak itu. Begitu pula apabila kakang tak jadi menggunakannya, besok kembalikan lagi kepadaku". Demikian kedua bekel yang bersahabat karib itu saling berpisah. Sebelumnya sekali lagi, bekel Rangkah memeluk tubuh bekel Kalingga "Apapun yang terjadi kita harus tetap bersatu dan setya pada janji kita. Senang dan susah kita tetap akan "bersama"

   Bekel Kalingga segera melanjutkan perjalanan ke kepatihan.

   Ia menyimpan kotak kecil itu walaupun tak tahu apa isinya.

   Ia peicaya penuh akan bekel Rangkah.

   Dan pikirannyapun agak longgar karena sekurang-kurangnya langkahnya ke gedung kepatihan itu diketahui oleh bekel Rangkah.

   Segera ia diterima oleh prajurit penjaga gedung kepa han dan langsung dibawa masuk kedalam menghadap pa h Aragani.

   Tampak pa h yang bertubuh agak gemuk dan bermata seper orang ngantuk itu, duduk disebuah kursi beralas beludu merah.

   Disamping pa h Apanji Aragani itu tegak seorang pemuda berparas cakap.

   Busananyapun indah.

   Bekel Kalingga agak heran.

   Ia belum pernah mendengar bahwa pa h itu mempunyai putera tetapi hendak memungut putera menantu yang menurut cerita para nayaka dan hamba sahaya seorang pemuda yang cakap.

   Inilah gerangan calon menantu patih itu ? Ah, mungkin, pikir Kalingga.

   "Gusti patih, hamba bekel Kalingga menghadap dan menghaturkan sembah hormat kebawah kaki paduka"

   Kata bekel Kalingga seraya memberi sembah.

   "O, engkau bekel Kalingga"

   Pa h itu seper seorang yang gelagapan terjaga dari dur. Lapat2 hidung bekel Kalingga terbaur hembusan angin lembut yang berbau tuak.

   "Engkau tentu terkejut mengapa kupanggil engkau datang menghadap aku pada waktu malam ini"

   Kata patih Aragani pula.

   "Benar, gusti"

   "Ah, tak perlu kaget, bekel"

   Kata pa h Aragani "karena ada lain maksud yang kukandung kepadamu kecuali hendak memberi hadiah, seperangkat busana dan uang"

   Bekel Kalingga terperangah ke ka ia melihat dihadapan pemuda cakap itu memang telah tersedia sebuah penampan besar yang berisi sesusun pakaian serta sebuah pundi2 uang.

   "Tetapi gus pa h"

   Seru bekel Kalingga "atas dasar apakah maka hamba layak paduka karuniai hadiah yang sedemikian besar ?"

   "Jasa"

   "Jasa, gus ?"

   Bekel Kalingga makin terbeliak "hamba merasa tak pernah melakukan sesuatu yang layak dinilai sebagai jasa, gusti ?"

   Pa h Apanji Aragani tertawa. Nadanya kering kerontang seper suara burung gagak yang kehausan di-musim kemarau.

   "Engkau seorang bekel yang jujur, Kalingga"

   Seru pa h Apanji Aragani pula "kuminta engkau selalu melaksanakan kejujuranmu itu, maukah?"

   "Baik, gus "

   Bekel Kalingga mengiakan walaupun tak tahu kemanakah sesungguhnya arah tujuan kata-kata patih itu.

   "Engkau berjanji dengan sungguh2, bekel?"

   Masih patih itu mendesak.

   "Demi kehormatan hamba, gusti"

   Tiba2 pa h itu berpaling ke samping "Panglulut, puteraku, engkau kuminta menjadi saksi atas pernyataan bekel Kalingga ini"

   Kemudian pa h itu berpaling pula "bekel Kalingga, inilah calon putera menantuku, raden Kuda Panglulut"

   Bekel Kalingga gopoh memberi hormat dan mohon maaf karena terlambat menghaturkan sembah.

   "Dan raden menantuku inilah yang menjadi saksi dari pernyataanmu tadi, bekel"

   Seru pa h Aragani. Walaupun tak menger mengapa pa h Aragani selalu menekankan soal itu, namun bekel Kalingga terpaksa mengiakan juga.

   "Memang benar, bekel Kalingga, apabila engkau merasa tak melakukan sesuatu yang layak diberi penghargaan sebagai suatu jasa"

   Kata patih Aragani pula.

   "Tetapi jasa itu harus engkau ciptakan"

   Dalam menginjak pembicaraan itu jelas kata2 patih Aragani itu mulai menghambur laksana hujan mencurah.

   Beda sekali dengan kesan yang dirasakan bekel Kalingga pada saat melihat sikap dan pandang mata patih Aragani yang sekuyu orang mengantuk tadi.

   Kini mulailah ia mengakui bahwa apa yang disohorkan para narapraja tentang diri patih Aragani yang pandai bicara, memang benar.

   "Gus pa h"

   Bekel Kalingga menghatur sembah "hamba benar2 bodoh sekali sehingga tak menger apakah yang sesungguhnya hendak paduka tahkan kepada hamba. Mohon gus pa h sudi melimpahkan keterangan"

   "Kukatakan engkau harus menciptakan jasa itu"

   Pa h Apanji Aragani mengulang kata-katanya tadi.

   "Tetapi gusti patih, bagaimana cara hamba menciptakan jasa itu?"

   "Mudah sekali, bekel"

   Patih Aragani tertawa.

   "Mudah ?"bekel Kalingga terbeliak.

   "Ya. Mudah"

   Patih Aragani memberi penegasan "hanya tergantung dari kemauanmu sendiri"

   "Tetapi hamba benar2 tak tahu bagaimana cara untuk menciptakan jasa itu, gusti patih"

   "Benarkah engkau ingin menciptakan jasa ?"

   Ba2 pa h Apanji Aragani bertanya dengan nada bersungguh.

   "Gus pa h"

   Kata bekel Kalingga "hamba adalah seorang nayaka yang menjabat bekel bhayangkara-luar dari keraton Singasari. Sudah tentu demi kepen ngan negara, hamba ingin sekali Untuk menghaturkan jasa itu"

   "Sungguhkah itu?"

   "Sungguh, gusti patih"

   Apanji Aragani cepat berpaling pula kearah raden Kuda Panglulut "Panglulut, engkaulah yang menjadi saksi dari pernyataan bekel itu"

   "Baik, rama"

   Sahut pemuda tampan itu pula.

   "Bekel Kalingga"

   Seru pa h Apanji Aragani "dengan mudah sekali engkau akan menciptakan jasa besar apabila engkau mau memberi, keterangan yang sejujurnya atas pertanyaanku ini"

   Bekel Kalingga terkesiap pula. Namun karena ia belum tahu apa yang tersembunyi dibalik ucapan pa h itu maka iapun segera menjawab "Mohon gus pa h segera melimpahkan pertanyaan itu kepada hamba"

   "Bekel"

   Seru pa h Apanji Aragani "kenalkah engkau dengan pangeran Ardaraja, putera akuwu Jayakatwang dari Daha itu ?"

   Diam2 bekel Kalingga terkejut mendengar pertanyaan itu. Namun ia berusaha sekuat mungkin untuk menguasai perobahan cahaya pada mukanya "Hamba tahu, gusti"

   "Aku tak bertanya engkau tahu atau tidak. Pertanyaanku itu adalah, engkau kenal atau tidak"

   "Kenal, gusti patih"

   "Kenal baik sekali ?"

   Bekel Kalingga terbeliak.

   Ia tak menduga akan menerima pertanyaan semacam itu dari pa h Aragani.

   Iapun heran mengapa pa h Aragani bertanyakan hal itu sedemikian bersungguh "Perkenalan hamba dengan pangeran Ardaraja, ke ka dahulu pangeran itu berkunjung menghadap seri baginda Kertanagara untuk menghaturkan sembah bhak akuwu Jayakatwang kebawah duli baginda.

   Sejak itu hamba tiada hubungan lagi dengan pangeran"

   "Kuperingatkan kepadamu, bekel"

   Ba2 pa h Aragani berseru "bahwa disaksikan oleh putera menantuku ini, raden Kuda Panglulut, engkau tadi telah memberi pernyataan hendak bersikap jujur kepadaku"

   "Hamba merasa tak mengingkari pernyataan hamba itu, gusti patih"

   "Bekel Kalingga"

   Pa h Apanji Aragani tak menanggapi jawaban bekel itu "Berapa kalikah pangeran Ardaraja memberi surat kepadamu? Apakah isi surat itu ?"

   Jika saat itu pe r meletus disampingnya, daklah bekel Kalingga akan lebih kaget daripada mendengar serangkaian pertanyaan yang menghambur dari mulut pa h Apanji Aragani saat itu. Seketika cahaya muka bekel itu pucat.

   "Bekel Kalingga"

   Seru patih Aragani yang kali ini dimeriahkan dengan tertawa ramah "mengapa engkau perlu terkejut, pucat dan berdebar-debar? Pertanyaanku itu mudah sekali engkau jawab dan dengan mudah pula engkau akan menciptakan jasa yang layak kuberi hadiah ini.

   Bahkan kemungkinan akan kuusahakan supaya engkau naik pangkat"

   Bekel Kalingga menyadari keadaannya saat itu.

   Suatu perobahan dari se ap gejolak perasaan ha nya, akan mempersulit bahkan membahayakan jiwanya.

   Maka cepatlah ia menghapus semua lipat kerut yang menghias dahinya "Gus pa h, hamba belum pernah menerima surat apa2 dari pangeran itu"

   Patih Apanji Aragani tertawa.

   "Bekel"

   Serunya "akan hal yang semudah itu mengapa pula engkau harus berusaha untuk menutupinya ? Tidakkah lebih bahagia bagi dirimu apabila engkau memberi keterangan sejujur- jujurnya ? Bekel Kalingga, engkau tentu menyadari bahwa saat ini aku telah memiliki kekuasaan yang dapat menghitam-putihkan setiap rnentri, nayaka dan semua narapraja di keraton Singasari.

   Dan akupun sanggup untuk melindungi keselamatan jiwamu manakala engkau kuatir pengakuanmu itu akan membahayakan jiwamu.

   Janganlah engkau takut akan hal itu, bekel"

   "Benar, gus pa h"

   Seru bekel Kalingga pula "hamba memang tak pernah menerima barang sepucuk suratpun dari pangeran Ardaraja itu"

   "Bekel Kalingga"

   Seru pa h Apanji Aragani "perlukah engkau menghendaki saksi untuk membuktikan bahwa keteranganmu itu tidak benar ?"

   Karena sudah terpojok, mau tak mau bekel Kalingga menerima juga "Baik, gus pa h. Hamba mohon dipadu dengan saksi itu"

   Pa h Apanji Aragani segera berpaling dan membisiki raden Kuda Panglulut. Raden itu beranjak dari tempatnya dan melangkah keluar.. Tak berapa lama dia muncul kembali diiring oleh dua orang bekel bhayang-kara-luar, Lingga dan Pirang.

   "Bekel Lingga"

   Seru pa h Apanji Aragani "cobalah engkau terangkan tentang peris wa yang engkau alami kemarin agar bekel Kalingga puas"

   "Kemarin"

   Bekel Lingga mulai menutur "ke ka hamba sedang berada di Balai Prajurit, ba- ba ada seorang kawan yang memberi tahu hamba bahwa di luar ada seorang pemuda yang hendak mencari hamba.

   Hambapun bergegas keluar.

   Pemuda itu belum hamba kenal.

   Dia menyerahkan sepucuk surat kepada hamba setelah hamba memperkenalkan nama hamba kepadanya.

   Pemuda itu mengatakan bahwa sarat itu dari pangeran Ardaraja, supaya diserahkan kepada bekel Kalingga.

   Ke ka hamba menegaskan bahwa nama hamba bekel Lingga, diapun mengangguk dan teras menyerahkan surat itu kepada hamba.

   Kemudian hamba beritahukan hal itu kepada adi Pirang ini.

   Hamba merasa tak kenal dengan pangeran Ardaraja dan menilik keraguan sikap pemuda itu waktu mendengar nama Kalingga dengan Lingga, mbullah kesan hamba hahwa dia tentu keliru menyerahkan surat itu.

   Seharusnya yang dicari tentulah bekel Kalingga, bukan hamba bekel Lingga.

   Tetapi dia tentu menganggap bahwa Lingga itu sama dengan Kalingga.

   Demikian gus pa h, peristiwa yang hamba alami kemarin dan surat itu telah hamba haturkan ke hadapan paduka"

   
Dendam Empu Bharada Karya SD Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Bekel Kalingga"

   Seru Aragani sudah dengarkah engkau akan penuturan bekel Lingga tadi? Jelas pangeran Ardaraja hendak menyerahkan surat ini kepadamu.

   Maka sekali lagi kuperingatkan engkau, bekel agar suka memberi keterangan yang sejujur-jujurnya, sesuai dengan pernyataanmu tadi"

   "Bekel Kalingga, engkau mau mengaku atau dak"

   Seru pa h Aragani yang menyongsongkan ujung keris ke dada bekel Kalingga sehingga dada bekel itu mengucurkan darah. Tiba2 bekel itu mendapat akal.....

   "Hamba tak merasa mempunyai kewajiban untuk menerima surat dari pangeran Ardaraja, gus patih"

   Bantah bekel Kalingga.

   "Hm, ternyata engkau ingkar janji"

   Kata patih Apanji Aragani "baik, sekarang kubenmu sebuah kesempatan lagi tetapi kesempatan ini yang terakhir.

   Isi surat itu menyatakan tentang lenyapnya gong Prada di Daha.

   Maka diminta, supaya melakukan penyelidikan di pura Singasari.

   Siapakah diantara mentri, senopati kerajaan yang cenderung untuk diduga menyembunyikan gong pusaka itu.

   Demikianlah isi surat itu"

   "Siapakah yang diminta untuk menyelidiki itu, gusti patih?"

   "Mungkin engkau, bekel"

   "Sama sekali dak benar, gus pa h. Hamba tak tahu menahu soal gong pusaka itu. Dan tak merasa mempunyai kewajiban untuk menerima surat dari pangeran Daha itu"

   "Mungkin engkau hanya seorang perantara. Agar seterimanya surat ini engkau segera menghaturkan kepada orang yang harus menerima"

   "Siapa gusti patih ?"

   "Itulah yang hendak kutanyakan kepadamu. Mengapa engkau berani mengajukan pertanyaan itu kepadaku? Jika aku tahu, mengapa aku harus memanggil engkau datang kemari, bekel Kalingga"

   Kalingga benar2 terkejut.

   Diam2 ia mengakui bahwa ia memang pernah menerima surat dari pangeran Ardaraja, Tetapi pada saat sebelumnya, ia telah mendapat keterangan dari Mahesa Rangkah bahwa jika ada orang yang menyerahkan surat, supaya bekel Kalingga menerima dan menyerahkan kepada Mahesa Rangkah.

   Tetapi kali ini benar2 ada berita apa2.

   Mahesa Rangkah tak memberi suatu petunjuk apa2.

   Ia sendiri tak tahu menahu soal hubungan Mahesa Rangkah dengan Ardaraja.

   Waktu ia bertanya hal itu, Mahesa Rangkah hanya memberi penjelasan singkat, bahwa surat itu diperuntukkan pa h Kebo Arema.

   Namun betapapun ia sudah terikat janji dengan bekel Rangkah untuk tidak mengatakan peristiwa surat2 dari pangeran Ardaraja itu kepada siapapun juga.

   Bekel Rangkah memberi gambaran tentang suasana dalam pemerintahan di pura Singasari "Kakang Kalingga, keadaan pemerintahan di pura Singasari dewasa ini, bagaikan api dalam sekam.

   Diluar tampak tenang tetapi didalam membara.

   Baginda mulai dimabuk sanjung puji.

   Baginda mempunyai beberapa rencana besar untuk mencapai kekayaan kerajaan Singasari.

   Kini sedang dijajagi kemungkinan untuk mengirim pasukan Singasari.

   ke Malayu.

   Karena menentang rencana itu maka gusti patih sepuh empu Raganata telah dipecat dan dipindah ke Tumapel sebagai adhyaksa.

   Demikian pula rakryan Banyak Wide dan tumenggung Wirakretipun telah dicopot dan dipindah ke luar daerah"

   "Mengapa gus pa h Raganata tak menyetujui rencana baginda itu ?"

   Saat itu bekel Kalingga menyatakan keheranannya.

   "Gus pa h Raganata meni k beratkan pada kekuatan dalam negeri. Yang pen ng keadaan dalam negeri sudah aman dan benar2 sentausa, barulah melangkah pada pemikiran rencana mengirimkan pasukan ke Malayu. Sebaliknya baginda, setuju dengan pendapat tumenggung Apanji Aragani, bahwa saat ini keadaan dalam negeri Singasari sudah aman sentausa. Apabila Singasari hendak mencapai kekayaan, haruslah kebesaran dan pengaruhnya melipu negara2 seberang Malayu. Baginda lebih condong pada pandangan tumenggung A-panji Aragani. Pa h Raganata dan rakryan Banyak Wide serta tumenggung Wirakre , dibersihkan dari pucuk pimpinan kerajaan, diganti oleh patih Kebo Arema dan Apanji Aragani"

   Bekel Kalingga masih ingat jelas akan pembicaraan itu yang oleh bekel Rangkah kemudian di ngkatkan kearah suatu kerjasama, demi melindungi kepen ngan kerajaan Singasari, akan menentang sepak terjang pa h Aragani.

   Itulah pula sebabnya mengapa bekel Kalingga setuju untuk menerima surat2 dari pangeran Ardaraja untuk bekel Rangkah, karena ia mendapat keterangan dari bekel Rangkah bahwa baginda hendak mengambil pangeran Ardaraja sebagai putera menantu.

   "Bagaimana bekel Kalingga"

   Seru pa h Aragani pula "adakah masih ada lain keberatan bagimu untuk tak memberi keterangan sejujurnya?"

   "Benar, gus pa h"

   Kata bekel Kalingga "karena betapapun hamba hendak memberi keterangan, namun hamba tak tahu akan peris wa itu. Kemungkinan pemuda itu memang benar hendak memberikan surat dari pangeran Ardaraja kepada bekel Lingga"

   "Tidak"

   Seru pa h Aragani "karena jika benar begitu, tak mungkin bekel Lingga akan menyerahkan surat itu kepadaku.

   Dan isinya jelas mengenai hal2 yang ada sangkut pautnya dengan diriku.

   Bekel Kalingga, telah kujanjikan kepadamu, hadiah busana, uang serta kenaikan pangkat, kujanjikan pula suatu jaminan untuk melindungi keselamatan jiwamu.

   Maka bekel Kalingga, janganlah engkau takut atau ragu2 lagi.

   Gukup asal engkau memberitahu, kepada siapakah surat dari pangeran Ardaraja harus engkau berikan?"

   Bekel Kalingga sudah membenahi diri.

   Kini jelas apa maksud pa h Aragani memanggilnya malam itu.

   Dengan mudah ia dapat memberitahukan siapa yang akan menerima surat itu.

   Dan dengan pengakuan itu ia tentu akan menerima hadiah dan kenaikan pangkat serta perlindungan keselamatan jiwa.

   Ia percaya pa h Aragani tentu mampu melakukan hal itu semua karena saat ini patih Araganilah yang paling dekat dengan baginda.

   Tetapi dengan pengakuan itu jelas bekel Rangkah pas akan celaka.

   Bahwa bekel Rangkah akan ditangkap pa h Aragani bahkan kemungkinan akan dibunuh, baginya peribadi, dak menambah ataupun mengurangi kepen ngannya.

   Tetapi bagi kepen ngan perjuangan dan menjaga kepen ngan tahta kerajaan dari rongrongan pa h Aragani, ma nya bekel Rangkah akan merupakan suatu kehilangan yang besar sekali.

   Tidak.

   Ia tak mau berhianat.

   Upah bagi penghinatannya hanya seperangkat busana dan sepundi uang, setingkat pangkat.

   Tetapi akibat dari tindakannya berhianat itu akan jauh lebih besar daripada imbalan yang diperolehnya.

   "Gus pa h"

   Kata bekel Kalingga dengan nada mantap "telah hamba haturkan keterangan yang sejujurnya bahwa hamba tak tahu tentang surat itu.

   Hamba kua r, gus pa h, bahwa dalam suasana seperti saat ini, banyak sekali fitnah dan tuduhan2 yang berhamburan mencari sasaran"

   "Apa maksudmu bekel?"

   "Sejak dalam pucuk pimpinan pemerintahan di pura Singasari terjadi perobahan maka suasana dalam purapun ikut bergolak. Pergunjingan menjadi buah bibir mulut usil, fitnah menjadi pekerjaan dari mereka yang ingin merebut kedudukan lain orang"

   Sebenarnya bekel Kalingga bermaksud hendak mengatakan bahwa orang yang menuduh dia, Kalingga, yang sebenarnya akan menerima surat dari pangeran Ardaraja itu, hanyalah suatu fitnah yang bertujuan untuk menjatuhkannya dari jabatan sebagai bekel bha-yangkara.

   Tetapi justeru kata2 itu mengena sekali pada diri pa h Aragani yang dengan kepandaiannya bermulut manis merangkai fitnah, telah berhasil menjatuhkan patih Raganata dari jabatan patih.

   Barangsiapa terluka tentu perih atau barangsiapa berbuat tentu merasa.

   Ucapan itu memang tepat.

   Pa h Apanji Aragani marah sekali ke ka mendengar kata2 bekel Kalingga.

   Ia menganggap bekel itu berani menyindirnya "Tutup mulutmu, keparat! Kesabaranku ada batasnya.

   Engkau mau mengaku atau tidak?"

   Bekel Kalingga terkejut melihat perobahan sikap pa h itu.

   Walaupun ia sudah menduga bahwa pada a-khirnya pa h Aragani tentu marah, tetapi daklah disangkanya bahwa kemarahan pa h itu disebabkan karena mendengar kata-katanya tadi "Gus pa h, betapapun hamba ingin mengaku tetapi sesungguhnya hamba tak merasa ...."

   "Tangkap keparat itu!"

   Teriak patih Aragani.

   Seke ka bekel Lingga dan Pirang segera loncat menyergap bekel Kalingga.

   Dalam waktu yang amat singkat bekel Kalingga telah diikat tangannya.

   Bekel Kalingga tak mau melawan.

   Ia tahu bahwa melawanpun tiada guna.

   Masuk kedalam gedung kepatihan, ibarat masuk kedalam sarang harimau.

   Tiba2 bekel Lingga melepaskan cekalan pada bahu bekel Kalingga dan maju kehadapan patih Aragani "Gusti patih, hamba mohon idin untuk menggeledah bekel Kalingga.

   Karena hamba mendapat kesan, bekel itu tentu, masih menyimpan hal2 yang mempunyai hubungan dengan bukti2 lainnya"

   "Bagus, bekel Lingga"

   Kata pa h Aragani "jika engkau menemukan buk 2 yang lain, apabila dia tetap tak mau mengaku, potonglah lidahnya"

   Bekel Lingga segera menggeledah badan bekel Kalingga. Tiba2 ia berteriak kaget "Hai, dia menyimpan sebuah kotak kecil. Tentu berisi sesuatu yang penting..."

   Bekel Kalingga terkejut juga ke ka bekel Lingga mengambil kotak kecil pemberian dari bekel Rangkah.

   Ia tak tahu apa isinya.

   Tetapi mengingat pesan bekel Rangkah bahwa kotak itu jika dibuka, akan dapat menyelamatkan diri bekel Kalingga dari segala mara bahaya dan ancaman, ia duga isinya tentu sesuatu yang benar2, pen ng sekali.

   Kotak kecil itu jelas diperuntukkannya, apabila sampai jatuh ke tangan bekel Lingga, tentulah bekel Lingga akan mengetahui juga tentang diri bekel Rangkah.

   Hal itu berarti rahasia bekel Rangkah akan pecah.

   "Jangan, bekel Lingga"

   Cepat ia berseru gugup "kotak itu berisi sebuah cincin permata yang hendak kuberikan kepada isteriku. Jangan engkau ganggu isinya!"

   Mungkin karena gugup maka bekel Kalingga mengeluarkan kata2 itu.

   Tetapi ia lupa bahwa yang dihadapinya itu adalah pa h Aragani yang cerdik dan licin.

   Demikian pula dengan bekel Lingga.

   Kata2 bekel Kalingga itu bahkan merupakan suatu pernyataan bahwa kotak itu berisi sesuatu yang pen ng dan berharga sekali.

   Mereka percaya bahwa isinya tentu bukan cincin permata seper yang dikatakan bekel Kalingga.

   Bekel Lingga memandang kearah patin Aragani.

   "Bukalah Lingga!"

   Seru pa h Aragani "apapun isinya, ambillah. Kecuali bekel Kalingga merobah pendiriannya"

   "Kakang Kalingga"

   Kata bekel Lingga "sebagai sesama kawan yang sudah lama saling mengenal, aku ingin menawarkan suatu hal kepadamu"

   "Percuma Lingga"

   Bekel Kalingga gelengkan kepala "aku tak tahu menahu soal itu bagaimana aku harus membuat pengakuan?"

   Bekel Lingga tertawa mengejek "Rupanya engkau masih terlena dalam keasyikan durmu yang lelap, kakang Kalingga.

   Kawan2 kita yang dulu mengabdi kepada gus pa h Raganata atau rakryan Banyak Wide ataupun tumenggung Wirakreti, banyak yang sudah beralih kiblat", Bekel Kalingga tertawa "Kiblat itu hanya satu, Lingga Yang salah bukan kiblat tetapi manusia2 itu sendiri jika mereka beralih kiblat"

   "Benar"

   Sambut bekel Lingga "memang kiblat; itu hanya satu.

   Tetapi yang satu itupun tak abadi.

   Mengapa kita tak mau menyongsong matahari hari ini tetapi memburu matahari yang telah silam kemarin.

   Kiblat memang satu bagi matahari.

   Tetapi manusia tak boleh terus mengarahkan kiblatnya kearah silamnya matahari kemarin, melainkan harus beralih kiblat kearah matahari yang terbit hari ini"

   Bekel Kalingga terdiam.

   "Kakang Kalingga"

   Seru bekel Lingga pula "semua kawan2 kita, baik yang tergabung dalam kelompok bhayangkara-dalam maupun bhayangkara-luar, sekarang beralih mengabdi kepada gus pa h Aragani.

   Tindakan kami ini sesuai dengan amanat dari langkah baginda yang telah melimpahkan kepercayaan penuh kepada gus pa h.

   Cobalah engkau renungkan kakang Kalingga.

   Jika baginda junjungan kita sudah berkenan melimpahkan kepercayaan kepada gus pa h Aragani, adakan kita masih berkeras kepala tak mau mengabdi gusti patih ?"

   "Lingga"

   Seru bekel Kalingga "apa yang harus kukatakan? Cobalah engkau tunjukkan kepadaku, Aku tentu menurut"

   "Kakang Kalingga"

   Ba2 Lingga bergan nada keras "kita sudah sama2 seorang tua.

   Betapapun engkau hendak mengingkari, aku memang tak dapat mengetahui.

   Tetapi hanya ba nmu sendiri yang tak dapat engkau bohongi.

   Dendam Empu Bharada Karya SD Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Karena jelas engkau tak mau menerima anjuranku, akupun tak dapat berkata apa2 lagi.

   Sekarang ini kita bukan berhadapan sebagai bekel Lingga kawan dari bekel Kalingga, tetapi sebagai dua orang bekel yang bertentang pendirian.

   Nah, untuk membuk kan betapa isi ha mu, kotak ini akan kubuka.

   Aku tak percaya kalau isinya cincin permata tetapi pas berisi benda yang bersangkutan dengan rahasiamu"

   "Lingga ...."

   Seru bekel Kalingga "untuk yang terakhir kalinya kuminta janganlah engkau membuka kotak itu"

   "Aku bukan anak kecil"

   Seru bekel Lingga seraya terus mendekatkan kotak itu kearah mukanya dan tangannyapun mulai membuka tutupnya.

   Termasuk bekel Kalingga sendiri, semua mata yang berada di ruang itu, tertumpah ruah pada isi kotak itu.

   Sekonyong-konyong mereka melihat sepercik cahaya kuning keemasan meluncur dan melayang kemuka bekel Lingga.

   "Auhhhhh ...."

   Sekonyong-konyong pula bekel Lingga menjerit keras dan panjang.

   Nadanya penuh kejut dan ketakutan serta kesakitan yang hebat.

   Dan seke ka itu pula tubuh bekel itu terjerembab jatuh ke lantai.

   Bergeleparan seper orang yang tengah meregang jiwa dan kemudian diam tak bergerak ....

   "Ular weling"

   Seke ka menjeritlah Pirang ke ka melihat sebuah benda kecil meluncur hendak keluar dari ruang itu.

   Cepat ia loncat dan membacok dengan pedang.

   Benda itupun kutung menjadi dua.

   Sehabis membunuh ulur kecil yang sangat berbisa itu, Pirang segera memburu ketempat bekel Kalingga "Keparat, engkau membunuh kakang Lingga ...."

   "Jangan!"

   Ba2 pa h Aragani berteriak keras sehingga pedang yang sudah terangkat diatas kepala Pirang itu, terhenti seketika.

   "Mengapa gusti patih ?"

   Seru Pirang dengan mata berkilat-kilat buas.

   "Jangan dibunuh dulu"

   Seru pa h Aragani seraya turun dari tempat duduknya dan menghampiri ke tempat bekel Kalingga berdiri.

   Peris wa terbunuhnya bekel Lingga karena tergigit ular kecil yang amat berbisa dari dalam kotak itu, benar2 menggemparkan sekalian orang.

   Termasuk bekel Kalingga sendiri juga terkejut sekali sehingga ia terbelalak.

   Benar2 ia tak menyangka bahwa kotak yang diterimanya dari bekel Rangkah itu ternyata berisi ular weling, jenis ular yang kecil tetapi ganas sekali.

   Orang yang digigit ular itu, dalam beberapa kejab saja tentu sudah melayang jiwanya.

   Ular itu terkenal sekali memiliki bisa yang menyebabkan kematian secara cepat dan ganas.

   Kini bekel Kalingga menyadari apa yang dimaksud oleh bekel Rangkah.

   Bahwa bekel Rangkah mengatakan, apabila menghadapi bahaya dan ancaman maut, bukalah kotak kecil itu, tentu akan dapat mengatasi segala bahaya.

   Tak lain adalah suatu penyelesaian untuk bunuh diri.

   Benar, memang dengan ma digigit ular weling yang sangat berbisa itu, segala penderitaan, ketakutan dan bahaya, akan selesai.

   "Bekel Kalingga"

   Ba2 ia dikejutkan oleh suara pa h Apanji Aragani yang sudah ba dihadapannya "jelas sudah bahwa engkau telah mempersiapkan dirimu lebih dulu sebelum menghadap kemari.

   Dengan membawa kotak berisi ular kecil yang amat berbisa itu, engkau telah membulatkan tekadmu untuk menutup mulut"

   Pa h Aragani berhen sejenak, memandang muka bekel Kalingga dengan tajam "Perbuatan itu memang layak dilakukan untuk suatu tujuan yang pen ng dan mulia. Misalnya, demi menjaga rahasia negara agar jangan jatuh sampai ke tangan musuh"

   Sejenak berhen , berkata pula pa h Aragani "Dengan buk yang telah ada, jelas engkau tentu takkan terlepas dari hukuman.

   Namun bekel Kalingga, aku bersedia menghapuskan peris wa saat ini.

   Engkau tak perlu takut.

   Soal bekel Lingga, biarlah dia meninggal karena melakukan tugasnya.

   Aku yang akan mempertanggungkan kesemuanya ini.

   Tetapi engkaupun harus bertanggung jawab kepadaku.

   Nah, sekali lagi untuk yang terakhir kalinya, akan kuberimu kesempatan.

   Kepada siapakah surat itu hendak engkau berikan ?"

   "Hamba benar2 tak tahu tentang surat itu, gusti patih"

   Bekel Kalingga tetap pada pendiriannya.

   "Bukan yang kali ini"

   Kata pa h Aragani "karena mungkin saja bukan engkau yang harus menerima. Yang kumaksudkan yalah pada biasanya. Engkau tentu tahu dan berilah keterangan yang jujur"

   Kesempatan itu tak disia-siakan bekel Kalingga. Ia tetap akan bertahan pada pendiriannya "Gus pa h, hamba benar2 tak tahu menahu soal surat dari pangeran Ardaraja. Hamba tak pernah berhubungan dengan pangeran itu ... ."

   Bekel Kalingga tak dapat melanjutkan kata-katanya karena seke ka itu juga dadanya sudah terlekat oleh sebuah benda yang dingin "Kalingga, engkau mau mengaku atau tidak !"

   Bekel Kalingga terperangah.

   Ke ka menunduk, ia melihat dadanya telah terjamah oleh ujung keris pa h Aragani.

   Saat itu mbullah pertentangan ba n yang hebat dalam ha nya.

   Apabila ia mau mengaku dengan mudah ia akan selamat, mendapat hadiah dan kenaikan pangkat.

   Tetapi Mahesa Rangkah akan ditangkap dan dibunuh.

   Perjuangan untuk membela kerajaan Singasari pas akan gagal.

   Wajahnya merah padam diamuk oleh gelombang pertempuran dalam ba nnya.

   Keringatpun mulai bercucuran membasahi dahinya ....

   "Lekas, Kalingga"

   Bentak pa h Aragani seraya menyorongkan ujung keris kemuka "mau bilang atau tidak!".

   Seke ka darah mengucur dari dada bekel Kalingga.

   Bekel itu sudah pejamkan mata untuk menyongsong kedatangan kema annya.

   Tiba2 rasa nyeri pada-dadanya itu agak berkurang dan pada lain kejab terdengar patih Aragani bersuara pula.

   "Tiada manusia yang lebih bodoh dari dia yang tak tahu gelagat"

   Seru pa h itu "jelas saat ini engkau sudah ada harapan lagi, mengapa engkau masih mempertahankan rahasia itu kema - ma an ? Kalau engkau ma , yang menderita adalah anak isterimu.

   Orang yang engkau lindungi rahasianya itu, takkan menderita suatu apa dan belum tentu dia akan bertanggung jawab atas kehidupan anak isterimu.

   Dan orang yang engkau lindungi itu, tak mungkin dapat mengungguli kekuasaanku, pa h Aragani saat ini.

   Cobalah engkau pikir sekali lagi untuk yang terakhir kali, bekel Kalingga.

   Kalau engkau memang menganggap bahwa pengorbananmu itu layak bagi kelanjutan hidup keluargamu, akupun tak keberatan untuk mengantarkan engkau kepada batara Yamadipa .

   Tetapi sebagai seorang pa h harus melindungi orang sebawahannya, sebagai seorang manusia yang sadar akah peri-kemamusiaannya, aku masih mengharapkan kesadaranmu"

   Tiba2 terlintaslah sesuatu dalam benak bekel Kalingga. Akhirnya ia menghela napas "Baik, gus pa h. Hamba akan mengaku. Memang apa yang gus ucapkan itu benar. Jika hamba ma , keluarga hambalah yang menderita"

   Bagai awan terhembus angin, seke ka itu cerahlah wajah pa h Aragani.

   Segera ia menarik keris yang sudah dilekatkan pada dada bekel itu dan berkata "Syukurlah, bekel Kalingga, bahwa engkau telah mendapat kesadaran.

   Rupanya dewa masih memberi berkah kepadamu.

   Nah, katakanlah, jangan engkau cemas lagi"

   "Jika hamba menerima surat dari pangeran Ardaraja, maka surat ini hamba haturkan kepada gusti patih Kebo Arema ...."

   "Hai"

   Teriak pa h Aragani seper terpagut ular kejutnya "jangan engkau mencari-cari, bekel Kalingga!"

   "Gus pa h"

   Kata bekel Kalingga dengan tenang "adalah berkat tah paduka tadilah hamba memperoleh kesadaran bahwa sia2 hamba mengabdi kepada lain gus kecuali kepada paduka.

   Oleh karena itu maka hamba telah mengatakan dengan sejujurnya apa yang hamba ketahui dan lakukan selama ini, gusti"

   "Bekel Kalingga"

   Seru pa h Aragani dengan nada bengis "persoalan ini bukan soal kecil.

   Ini menyangkut soal negara, soal nasib kerajaan .Singasari dan seluruh kawula, engkau dan aku juga.

   Jangan engkau mengada-ada menciptakan nama yang dak benar.

   Apa tujuanmu mengatakan kalau patih Kebo Arema yang menerima surat dari pangeran Ardaraja itu"

   "Gusti patih"

   Kata bekel Kalingga "soal bagaimana isi surat itu, sama Sekali hamba tak tahu.

   Hamba hanya mendapat titah dari gusti patih Arema, bahwa apabila ada pengalasan dari Daha yang memberikan surat dari pangeran Ardaraja, supaya segera dihaturkan kepada gusti patih Kebo Arema.

   Jika gusti patih tak percaya, hamba diadu kesaksian ini dihadapan gusti patih Kebo Arema"

   Melihat kesungguhan wajah dan nada bekel Kalingga, tergeraklah ha pa h Aragani.

   Dia menilai jiwa bekel Kalingga itu seper yang dibayangkan.

   Seorang manusia kerdil yang takut ma takut kehilangan pangkat demi menyelamatkan jiwa dan keselamatan keluarganya.

   Memang berkali-kali dengan siasat mengingatkan seseorang akan jiwa anak isterinya, pa h Aragani berhasil memaksa orang memberi pengakuan yang sebenarnya.

   Bekel Kalingga sempat menyelimpatkan pandang untuk mencari kesan pada wajah pa h Aragani.

   Diperha kannya bahwa ketegangan wajah pa h itu sudah mulai reda, pertanda bahwa pa h itu sudah mau mempercayai keterangannya.

   Diam2 bekel Kalingga gembira.

   Ia tak mau mendesakkan keterangan tambahan yang berlebih- lebihan.

   Ia kua r se ap pembicaraan dan sikap yang terlalu menonjol, akan menimbulkan kecurigaan patih Aragani.

   Dibiarkannya patih itu membenam diri dalam renungan yang kelam.

   Pa h Aragani memang sedang merenung keras.

   Sejauh ingatannya, ia dapat bekerja sama dengan pa h Kebo Arema sehingga berhasil menggulingkan pa h Raganata, rakryan Banyak Wide dan tumenggung Wirakre .

   Juga dalam melakukan pembersihan pengikut2 mereka, ia dan pa h Kebo Arema dapat bekerja sama dengan baik.

   Mungkinkah pa h Kebo Arema akan mengadakan persekutuan rahasia dengan pangeran Ardaraja ? Pa h Aragani makin meningkatkan penyorotannya.

   Pa h Kebo Arema tampaknya jujur dan baik kepadanya.

   Tetapi ....

   ba2 ke ka ia menyorot dirinya sendiri, sikap dan ba nnya terhadap pa h Kebo Arema, pa h Aragani tak berani melanjutkan lagi.

   Ia merasa bahwa ia mengandung nafsu yang lebih besar untuk mendapat kekuasaan dalam pemerintahan Singasari.

   Iapun merasa bahwa untuk melaksanakan cita-citanya itu, ia harus mengambil ha baginda.

   Kesemuanya itu telah dilaksanakan dengan berhasil.

   Kini baginda Kertanagara lebih menumpahkan kepercayaan kepadanya daripada ke pa h Kebo Arema.

   Bahkan walaupun belum resmi, tetapi baginda seolah telah menggariskan suatu tugas untuk kedua pa h itu.

   Pa h Kebo Arema ditugaskan untuk mengurus pasukan dan lain2 hubungan dengan luar daerah.

   Sedangkan pa h Aragani diserahi tugas khusus dalam keraton.

   "Perkembangan ha orang memang sukar diduga"

   Pikir pa h Aragani "dengan menyisihkan pa h Kebo Arema kepada tugas2 luar, aku memang dapat lebih dekat dengan baginda. Tetapi pa h Kebo Aremapun tentu mendapat pengalaman2 baru selama di luar itu"

   "Kebo Arema sendiri mungkin dak mengandung pikiran apa-apa"

   Pikirnya lebih lanjut "tetapi betapapun dia juga seorang manusia.

   Manusia yang mencita-citakan kekuasaan besar karena terbuk dia setuju untuk diajak bersekutu menggulingkan pa h Raganata, Banyak Wide dan Wirakre .

   Bukan suatu hal yang mustahil Kebo Arema itu hendak melanjutkan cita-citanya lebih luas lalu bersekutu dengan pangeran Ardaraja.

   Kebo Arema juga seorang manusia yang mempunyai perasaan iri, dengki dan dendam.

   Bukan mustahil pula diam2 ia iri dan dendam kepadaku karena telah mendapat kepercayaan lebih besar dari baginda!"

   
Dendam Empu Bharada Karya SD Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Mencapai pada penyorotan atas diri dan ha pa h Kebo Arema dengan ukuran seper jiwa dan pikirannya sendiri, pa h Aragani tertumbuk akan suatu batu karang.

   Karang yang dianggap menghadang perjalanannya meniti puncak tangga kekuasaan dalam pura Singasari.

   "Tiada sesuatu yang tak mungkin dalam ha dan pikiran seorang manusia"

   Akhirnya pa h Aragani mengambil kesimpulan terhadap diri patih Kebo Arema.

   "Bekel Kalingga, engkau sanggup menyerahkan jiwa ragamu untuk mengukuhkan keteranganmu itu ?"

   Tiba2 ia mengajukan pertanyaan.

   "Hamba telah merelakan jiwa dan raga hamba kebawah kaki paduka, gus pa h"

   Kata bekel Kalingga.

   "Apa yang engkau inginkan?"

   "Hamba tak mohon apa2 kecuali perlindungan atas jiwa hamba dan keluarga hamba"

   "Hm, baik bekel"

   Kata pa h Aragani dengan nada dingin"

   Jangan takut, jiwamu akan kulindungi seaman-amannya. Tiada seorangpun, walaupun baginda, yang akan sanggup mengganggu ketenanganmu"

   "Terima kasih ...."

   Belum sempat bekel Kalingga menyelesaikan kata-katanya, sekonyong-konyong pa h Aragani ayunkan kerisnya dan cret.....

   Dada bekel Kalingga menghambur darah, mulut mengaum jeritan ngeri dan seram ke ka ujung keris patih Aragani terbenam kedada bekel itu.

   "Bekel Kalingga, tenang-tenanglah engkau beris rahat. Tiada seorang, sekalipun baginda, yang dapat mengganggumu lagi"

   Pa h Aragani mengiring kata2 ke ka mencabut keris dari dada bekel itu.

   Tubuh Kalingga terkulai rubuh bersimbah darah.

   Tiba2 ia menggelepar-gelepar dan mulutnya berseru "Apanji Aragani, kotor sekali manusia semacam engkau ....

   aku ma di tanganmu ...

   tetapi ingat ....Aragani, kelak engkaupun akan mati ditikam keris juga ...."

   "Penghianat!"

   Pa h Aragani ayunkan kaki dan tubuh bekel Kalingga terdampar beberapa langkah.

   Diam tak berkutik lagi.

   Jiwanya telah melayang.

   Kuda Panglulut ngeri juga menyaksikan pemandangan itu.

   Namun ia tak berani membuka suara kecuali memandang calon mertuanya itu dengan pandang keheranan.

   "Demikian upah bagi seorang penghianat, puteraku Panglulut"

   Serunya kepada calon menantunya itu "engkau tentu heran mengapa rama masih membunuhnya sekalipun dia sudah mengaku"

   "Ya, rama"

   "Manusia yang bertulang hianat, sukar untuk dipercaya. Dia menghiana Kebo Arema, kelak dalam keadaan tak menguntungkan, diapun sanggup pula untuk menghiana aku. Maka lebih baik manusia semacam dia kulenyapkan saja"

   Kuda Panglulut terkejut tetapi diam2 ia menyetujui tindakan mentuanya itu.

   Aragani segera menitahkan orang untuk menyingkirkan mayat bekel Kalingga dan bekel Lingga.

   Sedang ia sendiri lalu mengajak Kuda Panglulut masuk ke dalam.

   Semalam itu patih Aragani merenungkan langkah2 yang akan diambil terhadap Kebo Arema.

   (Oo-dw~kz^ismoyo-oO) III Nararya bersama Pamot telah ba di Daha.

   Mereka langsung menuju ke guha Selamangleng untuk menemui bekel Saloka dan rombongannya.

   Nararya menuturkan semua pengalamannya selama di pura Singasari.

   Ke ka Nararya menceritakan telah bertemu dengan Lembu Peteng, anakbuah dari gunung Kelud menyambut dengan gembira sekali.

   "Tetapi sayang"

   Kata Nararya "untuk sementara waktu terpaksa kakang Lembu Peteng kuminta tetap menggabungkan diri dalam gerombolan gunung Butak"

   Para anakbuah gunung Kelud agak kecewa.

   "Kawan-kawan"

   Kata Pamot "jangan kalian kecewa atau putus asa.

   Karena hal itu memang ki Lembu Peteng juga menghendaki sendiri.

   Dalam perjuangan tak kenal kecewa atau putus asa.

   Ki Lembu Peteng pesan, bahwa kalian, kita semua, harus tunduk pada perintah raden Nararya.

   Kita menghadapi tugas yang lebih berat dari mencari gong Prada"

   Nararya menyampaikan pesan Lembu Peteng supaya anakbuah gunung Kelud membuat jalur perhubungan ke gunung Butak "Kakang Lembu menghendaki, agar kalian membuat sebuah markas rahasia disekitar kaki.

   gunung Butak.

   Kakang Lembu akan mencari markas kalian itu dan selanjutnya akan mengadakan hubungan untuk memberi laporan tentang gerak gerik gerombolan gunung Butak"

   "Bukankah laporan itu harus dihaturkan kepada raden?"

   Tanya seorang anakbuah Lembu Peteng.

   "Ya"

   "Lalu dimanakah kami dapat menghadap raden?"

   "Untuk sementara, gua Selamangleng ini kita jadikan tempat persembunyian kita di Daha. Apabila mendapat laporan dari kakang Lembu, berikanlah kemari"

   Kata Nararya.

   Demikian diputuskan, keesokan harinya rombongan anakbuah gunung Kelud, kembali ke gunung untuk melaksanakan perintah Lembu Peteng.

   Dalam merencanakan bagaimana langkah yang akan -diambil selanjutnya, berkatalah Nararya "Ki bekel Saloka, kedudukan kita memang serba sulit.

   Kita hendak mencari jejak gong pusaka itu tetapi kita tak leluasa untuk menyelidiki.

   Misalnya diriku.

   Jika orang sebawahan atau para abdi pangeran Ardaraja yang pernah mengetahui aku pernah menghadap pangeran ke dalam kera-*-ton, tahu aku berada di Daha, mereka mungkin akan melaporkan pada pangeran.

   Dan pangeran tentu segera menitahkan memanggil aku ke keraton"

   Bekel Saloka terbeliak "Tidakkah hal itu suatu langkah yang baik untuk melakukan penyelidikan, raden ?"

   Nararya menghela napas.

   "Ki bekel"

   Ujarnya lamban "memang cara menyelidiki yang langsung dapat membuahkan hasil seper yang kita inginkan adalah dengan jalan masuk kedalam keraton. Tetapi ki bekel, bagiku hal itu kurang leluasa"

   Bekel Saloka terbeliak lalu berusaha mengingat-ingat dan akhirnya teringat juga akan sesuatu "O, tentulah raden merasa tak leluasa kepada pangeran Ardaraja yang selalu mendesak, raden agar mau bekerja padanya"

   Nararya mengangguk "Ya. Tetapi disamping itu masih ada beberapa persoalan lagi"

   Bekel Saloka tidak terbeliak tetapi terbelalak "Persoalan apakah yang akan raden hadapi ?"

   "Tidakkah ki bekel...."

   Ba2 Nararya tak melanjutkan kata-katanya. Ia teringat bahwa ia belum menceritakan tentang pengalamannya dengan puteri Dyah Nrang Keswari, adinda pangeran Ardaraja. Bekel Saloka makin tercengang.

   "Maaf, ki bekel"

   Kata Nararya "sebenarnya ada suatu peris wa yang belum sempat kuceritakan kepada ki bekel tatkala aku dipanggil pangeran Ardaraja ke dalam keraton"

   Dengan singkat Nararya lalu menuturkan pengalamannya bertemu dengan puteri Nrang Keswari dan perkelahiannya dengan raden Kuda Natpada. Bekel Kuda Saloka mengangguk-angguk.

   "Jika demikian"

   Katanya "memang raden akan menghadapi kesulitan apabila orang2 pangeran Ardaraja tahu raden berada di pura Daha.

   Tentulah pangeran akan memanggil raden juga.

   Mungkin raden akan mendapat tugas, paling dak pangeran tentu akan mengulang desakannya agar raden bekerja pada Daha"

   Nararya mengiakannya.

   "Begini sajalah, raden"

   Kata bekel Saloka pula "kita bergan an melakukan penyelidikan. Aku yang keluar pada siang hari dan raden melakukan penyelidikan pada malam hari"

   "Ki bekel"

   Tiba2 Nararya berseru cerah "aku teringat sesuatu. Mungkin hal itu dapat kita jadikan sebagai pembuka jalan usaha kita"

   "O"

   Bekel Saloka segera mengemasi perha annya. Dipandangnya raden itu dengan tatapan penuh gairah penantian.

   "Ki bekel tentu masih ingat akan peraturanku ke ka pada malam hari mengiku perjalanan seorang bernama Rembang ke lembah Trini Panti, bukan? "O, ya, ya"

   "Rembang hendak membunuh Seta, seorang pengalasan dari bekel Sindung yang diutus bekel itu untuk mencuri gong Prada"

   Kata Nararya pula "karena Rembang telah diberi keterangan bekel Sindung bahwa Seta telah membunuh Tugu, kakang dari Rembang"

   "Benar, raden, aku ingat"

   Kata bekel Saloka "selama ini akupun pernah menyelidiki rumah bekel Sindung itu.

   


Rahasia 180 Patung Mas Karya Gan Kl Darah Ksatria Harkat Pendekar -- Khu Lung Lembah Patah Hati Lembah Beracun -- Khu Lung

Cari Blog Ini