Pendekar Laknat 4
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong Bagian 4
Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya dari S D Liong
Jubah Pendekar Laknat yang gerombyongan itu dapat digunakan untuk menampar rintangan itu.
Perkakas rahasia yang disiapkan dalam lembah oleh kedua suami isteri Iblis Penakluk dunia dan Dewi Neraka itu, sebenarnya untuk menjaring seluruh tokoh persilatan.
Lapisan yang ketiga terdiri dari air mancur yang mengandung racun.
Selain racunnya ganas, pun airnya mancur tinggi sekali.
Sekali terkena, daging dan tulang2 akan luluh menjadi cairan.
Tengah Siau-liong menimang-nimang untuk cara yang hendak dilakukan dalam melintasi rintangan ketiga itu, tibatiba ia memandang ke bawah dan dilihatnya binatang2 beracun itu bergeliatan menjulur ke atas.
Ia terkejut girang dan serentak tertawa keras, serunya.
"Budak liar, nasibmu memang belum ditakdirkan mati. Ada jalan!"
Dalam kepitan Siau-liong, Mawar Putih merasa aman. Ia heran mengapa Siau-liong berseru begitu. Iapun cepat dapat menanggapi dan berseru.
"Laknat tua, nyonyamu ini tak pernah takut pada kematian!"
Siau-liong sengaja menggunakan siasat untuk membingungkan hati anak buah lembah yang bersembunyi disekitar tempat itu.
Mereka tentu.
terkejut dan pangling mengapa kedua momok itu dapat datang ber-sama2 kelembah mereka.
Disamping itu Siau-liong mendapat akal.
Asal tak terluka, binatang2 berbisa itu tak berbahaya Maka ia memutuskan untuk menggunakan suatu cara yang amat luar biasa tetapi amat berbahaya sekali.
Tiba-tiba ia melayang turun ke bawah dan tepat menginjak di atas punggung seekor kadal besar.
Begitu menginjak iapun menyerempaki dengan sebuah hantaman ke atas.
Dengan tenaga pijakan dan pukulan itu, tubuhnya segera melambung tinggi ke udara.
Mawar Putih terkejut menyaksikan keberanian Siau-liong menempuh cara yang sedemikian berbahaya itu.
Andaikata ia tak menyaru sebagai Ki Ih, tentu ia sudah menjerit ngeri.
Pada saat tubuh Siau-liong hendak meluncur turun, tibatiba ia lontarkan tubuh si dara kemuka.
Mawar Putih pun bergeliatan menggunakan gerak Burung-walet-menerobossangkar.
Indah dan luwes sekali tubuh dara itu bergeliatan melayang di atas semburan air beracun.
Anak buah Lembah Semi yang menyaksikan dari puncak gunung, terlongong-longong seperti melihat sebuah pertunjukan akrobat yang luar biasa mendebarkan.
Mawar Putih dimuka dan Siau-liong dibelakang.
Laksana dua ekor burung walet, kedua anak muda itu meluncur di udara, melampaui semburan air beracun.
Setelah kedua pemuda itu hampir selesai melintasi rintangan itu, barulah anak buah Lembah Semi tersadar.
Buruburu mereka segera menggelundungkan balok dan batu serta menaburkan senjata rahasia.
Siau-liong terkejut Betapapun lihaynya, tetapi diserang dari atas dan bawah secara begitu ganas, tentulah akan celaka juga.
Siau-liong cepat gunakan tenaga sakti Bu-kek-sin-kang untuk menghantam serangan dari atas puncak itu.
Kemudian ia menggeliat menyusul disamping Mawar Putih.
"Sungguh berbahaya,"
Keluh si dara ketika melihat anak panah dan senjata rahasia berseliweran disampingnya.
Tetapi dibawah lindungan Siau-liong, dara itu tetap aman.
Seketika timbullah nyalinya lagi.
Pada saat hanya tinggal dua tiga tombak lagi ia akan dapat melintasi rintangan itu, dan serangan senjata rahasia dari atas pun sudah mulai reda, tiba-tiba ia tersirap kaget.
Ternyata Mawar Putih sudah mulai habis tenaganya sehingga tubuhnya mulai meluncur ke bawah.
Dalam kejutnya, Siau-liong bersuit nyaring lalu menukik ke bawah untuk menyambar si dara.
Untunglah si dara segera tersadar.
Dengan kerahkan seluruh tenaga, dara itu bergeliat meluncur kemuka lagi sampai dua tiga tombak.
Pada saat Mawar Putih hendak terhindar dari pancuran air racun, tiba-tiba sebuah batu besar melayang turun dari atas puncak.
Tepat batu itu akan jatuh di kepala si dara.
Saat itu Mawar Putih sudah kehabisan tenaga.
Sekalipun ia tahu akan ancaman bahaya itu, tetap ia tak mampu menghindar lagi.
Jika terhantam batu itu, kepalanya pasti hancur lebur jatuh ke bawah, sudah tentu Siau-liong gugup sekali.
Dalam saat-saat yang tak menyempatkan ia berpikir lagi, ia nekat meluncur dan membentur batu itu dengan kepalanya.
Pyur....
terdengar letupan dan hancurlah batu itu berhamburan jatuh ke bawah.
Berhasil menghancurkan batu, cepat sekali Siau-liong sudah menyambar tubuh Mawar Putih terus dibawa melayang.
Anak buah Lembah Semi yang menyaksikan kesaktian Pendekar Laknat, sama leletkan lidah.
Kemudian mereka segera lepaskan api pertandaan untuk memberi isyarat bahaya kepada kawan2nya dalam lembah.
Saat itu ia harus menghadapi lapisan keempat yang merupakan Lautan api.
Ilmu meringankan tubuh Naga-berputar-18-lingkaran, sudah menghabiskan tenaganya.
Jika ia tak berhenti dulu disebuah batu, tentulah ia dan si dara akan terancam bahaya tercebur dalam lautan api.
Dalam perhitungannya, ia mssih sanggup untuk melampaui rintangan keempat Lautan api itu Tetapi apabila lorong lembah itu masih jauh, dan ia tak menemukan tempat beristirahat, tentu akan habislah tenaganya.
Namun ibarat orang naik dipunggung harimau, Siau-liong sudah tak dapat mundur lagi.
Akhirnya ia berhasil melintasi rintangan keempat itu dan tiba dibagian lorong sungai yang datar.
baru saja ia meletakkan tubuh si dara ke tanah, tiba-tiba terdengar ledakan bergemuruh dahsyat, seperti sebuah cempa bumi.
Ledakan itu berasal dari bunyi sebuah genderang.
Entah darimana tempatnya.
Dung....
dung....
Bunyi genderang itu menggetarkan seluruh isi lembah.
Jantung Mawar Putih pun serasa terlepas keluar.
Buru-buru ia sandarkan diri pada tubuh Siau-liong.
Siau-liong kerahkan tenaga sakti untuk menolak serangan bunyi genderang maut itu.
Ia bersiap-siap menunggu apa saja yang hendak dilakukan orang2 Lembah Semi itu.
Genderang berhenti serentak.
Sebagai gantinya, angin menderu, batu dan pasir beterbangan dan airpun bergolakgolak ke atas udara.
Siau-liong dan Mawar Putih merasa bahwa yang diinjaknya saat itu bukanlah tanah, melainkan gumpalan ombak laut.
Siau-liong menyadari bahwa gelombang yang menggoncangkan bumi itu adalah sebuah tenaga sakti aneh Ki-bun-tun-kang yang menggunakan entah berapa puluh anak buah Lembah Semi.
Dipersatukan menjadi tenaga-sakti Thaykek- bu-wi-kang dan Thay-im-ki-bun-kang.
Hantaman dari arus tenaga sakti itulah yang membuat bumi bergoncang seolaholah ditimpa gempa.
Siau-liong memeluk Mawar Putih untuk memberi saluran tenaga sakti Bu-kek-sin-kang.
Kemudian ia kembangkan tenaga sakti lunak untuk menahan arus serangan itu.
Pertempuran adu tenaga sakti berlangsung beberapa waktu.
Pelahan-lahan kabut dan pasir terdampar ke belakang dan tanah yang dipijaknya itu pun menjadi tanah biasa lagi.
Tetapi gumpalan kabut itu berhenti pada jarak beberapa langkah.
Seperti ada suatu tenaga lain yang menghentikan buyarnya kabut itu.
Kembali terjadi pertempuran hebat adu tenaga sakti.
Kabut tak dapat mundur tetapi pun tak dapat melayang maju lagi.
Setelah berlangsung beberapa waktu.
tiba-tiba terdengar letupan keras.
Kabut itu berhamburan lenyap dan keadaan dalam sungai itupun tampak seperti biasa lagi.
Mawar Putih kagum atas kesaktian Siau-liong.
Dipandangnya anak muda itu dengan tersenyum tawa.
Kemudian keduanya bergandengan tangan melangkah maju.
Mereka merasa sebagai sepasang muda mudi yang berjalan dengan mesra.
Tetapi bagi pandangan mata berpuluh anak buah Lembah Semi yang bersembunyi di sekeliling tempat itu, kedua pemuda itu adalah seorang lelaki tua berwajah buruk dengan seorang wanita yang berkerudung muka.
Baru melangkah dua tiga tindak, tiba-tiba keduanya mendengar genderang bertalu tiga kali.
Suaranya amat dahsyat sekali.
Seketika pemandangan yang terbentang dihadapan, berobah sama sekali.
Sekeliling penjuru penuh dengan gunung es dan karang es.
Ada yang menjulang tinggi macam tiang penyangga langit.
Ada yang berkilat-kilat menyilaukan mata, atasnya datar tetapi bagian-bagian bawah runcing dan salju yang menutup gunung itu mencair dan mengalir turun seperti banjir.
Kesemuanya itu merupakan pemandangan yang ngeri.
Siau-liong tetap memeluk Mawar Putih dan membantu si dara dengan penyaluran tenaga sakti.
Ia tahu bahwa pemandangan di muka itu hanya pemandangan buatan yang diciptakan oleh Iblis Penakluk dunia dan Dewi Neraka.
Kembali ia gunakan tenaga sakti Bu-kek-sin-kang yang bersifat panas untuk menghancurkan gunung es itu.
Tak berapa lama gunung2 dan karang es itu meleleh dan mengalir menjadi air ke dalam sungai.
Pemandangan dalam lembah itu kembali pula seperti semula.
Pada saat Siau-liong dan Mawar Putih saling berpandangan dengan heran, tiba-tiba muncullah nona pemilik lembah diiring 20 orang dara cantik.
"Aku disuruh mewakili ayah dan ibu untuk menyambut kedatangan saudara berdua!"
Kata nona itu dengan memberi hormat.
Siau-liong hanya menyahut singkat.
Kemudian nona pemilik lembah itu mengibaskan tangan.
Ia dan ke 20 pengiringnya itu segera melenyapkan diri dibalik jajaran batu2 besar.
Siau-liong menimbang.
Karena nona pemilik lembah itu sudah keluar menyambut sendiri, tentulah sudah tak ada lagi rintangan alat-alat rahasia.
Segera ia ajak Mawar Putih melangkah kemuka.
Setelah keluar dari lembah, membelok kesebelah kiri dan menyusur jalan.
Membelok sekali lagi, tibalah mereka di pintu batu yang atasnya tergantung dua buah papan bertuliskan.
"Dunia persilatan tergabung satu Lembah Semi mengubur orang gagah."
Ditengah kedua papan itu terdapat sebuah papan lagi yang bertulis.
"Pesiar ke lembah sambil menghadiri pertandingan besar adu kesaktian."
Siau-liong heran.
Saat itu masih lama dengan hari pertandingan yang akan dilangsungkan pada pertengahan musim rontok.
Tetapi mengapa persiapan telah dilakukan sedemikian rupa.
Ah, tentulah Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka sudah memperhitungkan kemungkinan It Hang totiang akan menyerbu sebelum hari pertandingan itu.
Maka ia sudah mengadakan persiapan lebih dulu.
Tengah Siau-liong mencemaskan keselamatan It Hang totiang dan rombongan orang gagah, tiba-tiba pintu gerbang itu terbuka dan entah darimana datang, muncullah nona pemilik lembah beserta ke 20 dara pengiringnya tadi.
Mereka menyambut Siau-liong dan mempersilahkan masuk.
Siau-liong mendengus.
Sambil menarik tangan Mawar Putih, ia melangkah masuk.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tertawa nyaring lalu membentak keras.
"Undangan adu kepandaian, ditetapkan pada nanti hari Tiong-jiu tetapi mengapa...."
Nona pemilik lembah itu tertawa mengekeh.
"Perhitungan manusia sering meleset. Maka serempak dengan mengirim undangan, ayah dan ibu terus mempersiapkan segala sesuatu...."
Ia berhenti sejenak memandang kepada Siau-liong dan Mawar Putih lalu berkata pula.
"Seluruh orang gagah dalam dunia persilatan sudah terjaring. Kini hanya kurang kalian berdua saja!"
Habis berkata ia terus menarik sebuah kain sutera merah yang menutup sebilah papan dari batu kumala merah.
Papan batu itu setinggi satu tombak tetapi tak terdapat suatu tulisan apa.
Dengan ter-tawa2 nona itu mengambil pit atau pena lalu menulis di atas papan kumala itu.
Kesan2 Pesiar ke Lembah Semi Walaupun hanya sebuah pit, tetapi ketika dituliskan, tak ubah seperti ujung pisau yarg tajam.
Tulisan itu terukir pada batu pualam sedalam dua tiga dim.
Dan setelah diletakkan lagi, pit itu tetap lurus seperti belum dipakai.
Siau-liong mendongkol sekali.
Diambilnya pena itu lalu dicorat-coretkan di atas meja sehingga ujung pit yang terbuat daripada bulu, menjadi kacau balau.
Setelah itu pit dicelupkan ke dalam tinta bak.
Mawar Putih heran melihat tingkah laku pemuda itu.
Seperti yang dilakukan nona pemilik lembah tadi, adalah mudah.
Ia menyalurkan tenaga dalamnya keujung pit sehingga pit itu berobah sekeras pisau.
Tetapi mengapa Siauliong mencelupkan ujung pit ke dalam tinta.
Bukankah pit itu akan lemas karena basah.
Dan kalau basah, bukankah akan sukar disaluri tenaga dalam? Pada saat itu Siau-liong sudah siap menulis.
Ujung pit yang kalut tadi, saat itu lurus lagi.
Maka mulailah ia menulis.
"Pendekar Ksatrya Muncul di dunia Membasmi kejahatan Mengamankan persilatan."
Nona pemilik lembah itu terbeliak kaget.
Tulisan Pendekar Laknat Siau-liong itu menggoreskan tulisannya sampai setengah inci ke dalam papan batu.
Tulisannya berwarna hitam jelas sekali.
Habis menulis, Siau-liong tertawa gelak2.
Ia lemparkan pit itu ke arah pintu batu.
"Bluk", pit jatuh tepat ditengah-tengah pintu. Kembali pemilik lembah terbeliak kaget menyaksikan kepandaian Siau-liong yang dianggapnya Pendekar Laknat itu. Kemudian Siau-liong gunakan jarinya untuk menggurat dibawah tulisannya tadi. Kesan dari Pendekar Ksatria. Dengan mengganti nama dari Bu-kek-gong-ma atau Pendekar Laknat dengan Bu-kek-sin-kun atau Pendekar Ksatrya itu, jelaslah sudah maksud Siau-liong. Ia menyatakan bahwa Pendekar Laknat sekarang bukan lagi seorang momok ganas seperti dahulu melainkan seorang Ksatrya yang hendak membela kebenaran, menegakkan keadilan, membasmi kejahatan dan melenyapkan kelaliman. Pemilik lembah segera melangkah ke dalam. Siau-liong menggandeng Mawar Putih mengikuti dari belakang. Sepanjang jalan yang dilalui, alam, pemandangannya amat indah sekali. Sedikit pun tiada tanda2 bahwa lembah seindah itu merupakan suatu tempat penjagalan manusia yang ganas.... Setelah dua tiga kali membelok, tibalah mereka diruang besar yang menyerupai sebuah paseban istana. Iblis Penakluk dunia dan Dewi Neraka sudah menunggu disitu. Melihat Pendekar Laknat datang bersama Ki Ih, mereka menyeringai sinis. Didepan meja yang berada disebelah mukanya, telah disiapkan berpuluh gelas emas. Siau-liong tahu bahwa iblis itu hendak mengadakan adu minum arak. Tetapi heran, mengapa menyediakan sekian banyak cawan? Apakah gunanya? Tiba-tiba terdengar suara tertawa aneh yang menyeramkan. Dewi Neraka segera mengangkat poci arak lalu dengan gerak yang istimewa, arak itu memancur keluar ke arah berpuluh cawan. Dalam beberapa kejab saja, berpuluhpuluh cawan itu sudah penuh semua. Kemudian Dewi Neraka itu unjukkan kepandaian lebih jauh. Ia ngangakan mulutnya dan arak dalam berpuluh cawan itu meluncur keluar, masuk ke dalam mulut wanita itu lagi. Walaupun kepandaian menekan dengan tangan dan menyedot dengan mulut, bukanlah suatu kepandaian yang mengherankan tetapi karena Dewi Neraka dapat mengisi dan menyedot arak dari sekian puluh cawan besar kecil, diam-diam Siau-liong kagum juga. Siau-liong sejenak memandang ke arah Mawar, memberi senyuman lalu melangkah maju dengan tenang. Iblis Penakluk dunia dan Dewi Neraka menunggu dengan penuh perhatian. Dengan kedua tangan Siau-liong mencekal poci arak itu. Seketika dari poci itu meluncur keluar 10 buah pancuran kecil. Kesepuluh pancuran itu memancur ke atas lalu berhamburan jatuh ke dalam berpuluh-puluh cawan arak. Setetes pun tiada yang menumpah kemeja. Sudah tentu pertunjukkan itu mengejutkan Dewi Neraka dan Iblis Penakluk-dunia. Namun mereka berusaha untuk bersikap tenang2 saja. Siau-liong duduk bersila. Sekali ngangakan mulut, ia menyedot arak dari lima cawan. Sekaligus, lima cawan berisi arak itu telah disedotnya habis. Kemudian diulanginya lagi. Tiap kali ia selalu menyedot lima cawan arak. Pada waktu pertunjukan itu berlangsung hingga semua cawan telah habis disedotnya, tiada seorang pun yang berani bernapas. Setelah itu giliran Iblis Penakluk dunia. Iblis itu mengangkat sebuah poci arak yang besar. Begitu besar hingga lebih tepat kalau disebut bejana atau guci. Setelah guci besar itu dicekal, ia gunakan ilmu tenaga dalam yang paling sukar diyakinkan yakni sifat MELEKAT. Cawan2 arak besar itu segera saling melekat rapat. Sekali menunduk, berpuluh cawan arak itu segera penuh dengan arak. Dan sekali iblis itu lekatkan bibirnya pada sebuah cawan yang paling besar, arak pun segera meluncur ke dalam mulutnya.... Sepintas pandang memang cara minum itu, tiadalah yang mengherankan.... Tetapi ketika diperhatikan dengan seksama, orang tentu akan terperanjat. Kiranya arak yang diminum dari cawan besar itu, tak pernah habis. Tetapi berpuluh cawan besar kecil yang melekat pada cawan besar itu, isinya meluap ke atas dan mencurah kecawan sebelahnya dan cawan itu pun meluap menumpah kelain cawan. Dengan luapan secara berantai dari satu kelain cawan itu, akhirnya menumpah kecawan besar yang diminum Iblis Penakluk dunia itu. Itulah sebabnya mengapa arak dalam cawan besar itu tak habis-habisnya. Kemudian Iblis Penakluk-dunia membuka mulut menghadap ke atas. Sekali ia mengangkat cawan besar itu, maka meluncurlah air ke udara sampai satu tombak tingginya. Air itu meluncur turun tepat masuk ke dalam mulut Iblis Penaklukdunia! Selesai minum, iblis itu segera gunakan tenaga sakti untuk menjajar puluhan cawan di tanah. Jaraknya dengan Siau-liong lebih kurang dua meter. Cawan kecil terletak paling depan dekat Siau-liong sedang cawan besar paling belakang, kira2 setombak jauhnya dari pemuda itu. Jika Siau-liong hendak mengambil cawan besar itu, tentulah ia harus berbangkit. Suatu hal yang mengurangkan perbawanya. Siau-liong tak mau unjuk kelemahan. Iapun gunakan tenaga sakti untuk menyedot jajaran cawan itu. Bagaikan seekor ular, jajaran cawan yang masih melekat satu sama lain itu, bergerak-gerak menghampiri ketempatnya. Menyaksikan kesaktian Pendekar Laknat dalam ilmu tenaga dalam untuk menyedot itu, diam-diam Iblis Penakluk dunia cucurkan keringat dingin. Ia tak kira kalau Pendekar Laknat saat ini telah mencapai tataran ilmu tenaga dalam yang sedemikian hebatnya. Dalam pada itu, setelah menarik jajaran cawan, Siau-liong segera mengangkat naik. Serempak berpuluh cawan besar kecil itu naik mendatar ke atas tanah. Lalu ia menuangkan arak memenuhi semua cawan. Sekali ia memijat cawan yang paling muka, maka arak dan cawan besar kecil itu, satu demi satu meluncur ke dalam mulut Siau-liong. Habis minum, ia menarik jajaran cawan yang melekat itu terus ditaburkan ke arah dinding ruang yang terbuat dari batu marmar. Crek. crek.... berturut- turut cawan2 itu menyusup ke dalam dinding, tepat membentuk beberapa huruf yang berbunyi.
"Kesan Pendekar Ksatrya dalam pertandingan minum arak."
Siau-liong berbangkit, membersihkan pakaiannya lalu tertawa nyaring....
Iblis Penakluk dunia tak dapat berbuat apa2 kecuali tertawa dingin.
Ia segera berbangkit dan melangkah keluar.
Siau-liong dan Mawar Putih mengikutinya.
Setelah membelok dua tiga buah tikungan, tibalah mereka disebuah hutan aneh.
Dikata aneh karena hutan itu terdapat papan nama yang berbunyi.
Hutan Nafsu! Dalam Hutan Nafsu itu terdapat tak kurang dari 200 batang pohon yang daunnya bergemerlapan seperti kumala dan dahan2 berwarna emas.
Setiap batang pohon, tergantung 10 buah Giok-pwe seperti kepunyaan nona Tiau Bok-kun.
Baik bentuk dan ukiran kembangannya, menyerupai sekali.
Kemungkinan nona itu pernah datang kesitu, lalu lencananya Giok-pwe ditiru dan dibuat sebanyak-banyaknya.
Pada tepi hutan itu terpancang sebuah papan kayu yang bertuliskan.
"Pada setiap pohon wangi Harus membedakan tulen palsu Giok-pwe dipersembahkan Tentu takkan mengecewakan. Namun bila tak berhasil Adalah kesalahanmu sendiri. Dirimu terbakar api Tulang belulang mendjadi abu."
Didepan papan itu terdapat sebuah meja dan dimeja itu terletak sebuah Kim-ting atau Bejana-emas yang penuh dengan segenggam kayu cendana.
Siau-liong memperhitungkan.
Jika menyalakan kayu cendana itu, paling banyak hanya berlangsung sampai sepenanak nasi.
Dalam waktu sepertanak nasi itu untuk membedakan mana Giok-pwe yang tulen dan mana yang palsu, sungguh tak mungkin dapat! Dilain ujung dari hutan itu, tampak sebuah lubang sedalam satu tombak.
Lubang itu penuh dengan kayu bakar dan ranting kering serta bahan bakar lainnya.
Sedang sekeliling Hutan Nafsu itu penuh dijaga oleh anak buah Lembah Semi yang ketat sekali.
Sekali kedua suami isteri momok itu memberi isyarat, mereka tentu akan segera menyerbu.
Pada saat Siau-liong merenungkan cara yang akan diambilnya, tiba-tiba Mawar Putih menggamit lengannya dan berbisik.
"Tolol, semua itu palsu!"
Siau-liong tertegun.
Tetapi cepat ia dapat menyadari.
Giokpwe yang asli harganya sama dengan sebuah kota.
Setiap orang persilatan sama mengiler untuk mendapatkan benda itu.
Tak mungkin kedua suami-isteri momok itu mau menggantungnya pada pohon dan suruh orang mencarinya.
Merasa dirinya ditipu, marahlah Siau-liong.
Sekali ayunkan tangan, bejana di atas meja itu hancur berantakan.
Melihat itu Dewi Neraka marah sekali.
Sambil bersuit nyaring, ia loncat keluar menyerang seraya membentak.
"Iblis Laknat, engkau mencari mati sendiri!"
Gerakan tongkat itu menimbulkan deru angin dahsyat yang melanda Siau-liong.
Siau-iiong tenang-tenang menangkis dengan tangan.
Dewi Neraka makin marah.
Serangannya yang dahsyat itu dapat dihalau secara tepat oleh lawan.
Tiba-tiba ia enjot tubuhnya melayang ke atas sebatang pohon.
Sambil menginjak daun puncak pohon itu, ia menyambari Siau-liong.
"Hai, Pendekar Laknat, selama 20 tahun ini, sudah berapa tingginya kesaktianmu. Hayo, kita adu kepandiaan di puncak pohon ini!"
Siau-liong sejenak berpaling memberi senyuman kepada Mawar Putih.
Maksudnya minta nona itu jangan kuatir.
Mawar Putih mengangguk.
Sekali menjejak tanah, tubuh Siau-liong meluncur ke udara lalu hinggap di puncak pohon berdiri dengan sebelah kaki.
Dewi Neraka diam-diam terkejut menyaksikan ilmu meringankan Pendekar Laknat yang sedemikian hebatnya.
Ia tentu akan lebih kaget lagi apabila mengetahui bahwa sesungguhnya momok Pendekar laknat yang berdiri dihadapannya itu hanya seorang pemuda belasan tahun umurnya.
Dewi Neraka mulai beraksi.
Segera ia gunakan tenaga sakti Thay-im-ki-bun-kang yang diyakinkan selama berpuluh tahun untuk memutar tongkatnya.
Taburan tongkat itu menghamburkan suatu angin tenaga dalam yang merontokkan daun-daun kumala bertebaran mengelilingi tubuhnya.
Tebaran daun2 kumala itu menimbulkun suara tajam macam suitan yang nyaring.
Sapintas pandang menyerupai ribuan batang golok terbang yang ber-kilat2 menyeramkan.
Tangan kanan memainkan tongkat, tangan kiri Dewi Neraka itu bergerak naik turun.
Tiba-tiba tebaran daun2 kumala itu melekat panjang, menjadi semacam puluhan batang jwan-pian atau cambuk ruyung yang menyerang Siau-liong.
Siau-liong tertawa melengking.
Ia sudah siap menyambut dengan tenaga sakti Bu-kek-sin-kang.
Namun ia tenang2 saja menunggu serangan.
Dewi Neraka terkejut.
Serangan ruyung dari daun kumala itu seolah-olah terpancang oleh sekeping dinding baja yang tak kelihatan.
Dan bukan melainkan itu saja, pun ketika Dewi Neraka gerakkan tangan hendak menarik balik ruyung daun tu, ternyata tak mudah.
Ruyung2 daun itu seperti tersedot oleh suatu hawa yang amat kuat.
Dewi Neraka menambahi tenaga saktinya.
tampak amat tegang.
Dahinya penuh butir keringat.
Setelah mengerahkan seluruh tenaganya sampai beberapa saat, barulah ia berhasil menarik balik ruyung daunnya.
Sekonyong-konyong daun2 kumala itu mengelompok dan membentuk diri menjadi 16 bunga teratai.
Setelah berjajar menjadi sepasang barisan "Pa-kwa-tin", lalu mulai bergerak menyerang Siau-liong.
Ternyata Dewi Neraka telah gunakan ilmu tenaga dalam Thay-im-ki-bun-kang dan ilmu hitam ajaran aliran agama Peklian- kau, untuk membentuk barisan Lian-hoa-pat-kwa-tin atau barisan bunga teratai yang berbentuk pat-kwa.
Kali ini jika Siau-liong tetap gunakan tenaga-sakti Bu-keksin- kang, tentu celakalah ia, ternyata keistimewaan dari barisan bunga Teratai itu ialah kalau dilawan dengan tenaga.
Sekali terlanda oleh tenaga, betapapun kecil tenaga hantaman itu, barisan Teratai akan pecah berhamburan menyerang seluruh jalan darah pada tubuh orang.
Suatu hal yang tak mungkin Siau-liong mampu menjaga.
Sesungguhnya Siau-liong tak tahu hal itu.
Namun ia pun tak mau menggunakan tenaga sakti Bu-kek-sin-kang untuk menangkis.
Melainkan menaburkan lengan jubahnya kian kemari.
Dengan gerakan itu dapatlah ia melepaskan barisan Teratai dari kekuasaan tangan Dewi Neraka.
Dewi Neraka terkejut sekali.
Buru-buru tarikan tangannya lebih gencar.
Dengan usaha itu dapatlah ia mengambil kembali kekuasaan pada bunga Teratainya.
Tetapi hal itu hanya berlangsung tak lama, beberapa saat kemudian kembali Teratai2 itu lolos dari kekuasaannya dan ikut ber-putar2 menurut jubah lengan Siau-liong.
Dewi Neraka makin penasaran.
Ia pusatkan lagi tariannya dan berhasil menguasai bunga Teratai tetapi beberapa saat kemudian, lepas lagi.
Dengan demikian terjadilah perpindahan beberapa kali.
Setelah mencapai perpindahan sampai delapan kali, Siauliong dapat menguasai teratai2 itu agak lama.
Dewi Neraka mandi keringat berjuang untuk merebut.
Tetapi tampaknya ia sudah tak mampu lagi.
Melihat isterinya menderita kekalahan, sepasang mata Iblis Penakluk dunia ber-kilat2 memancarkan api.
Benaknya mulai menimang-nimang untuk menggunakan siasat yang sangat ganas.
Kebalikannya, Mawar Putih berseri-seri girang atas kemenagan Siau-liong.
Saat itu Siau-iioug hendak berputar tubuh dan loncat turun dan puncak pohon.
Tiba-tiba Mawar Putih melengking keras.
"Awas!"
Siau-Jiong mendengus dingin.
Cepat ia berputar lagi dan lepaskan pukulan Menjungkir-balik-gunung-sungai.
Iblis Penakluk-dunia yakin bahwa serangannya dari belakang itu tentu akan berhasil menghancurkan Pendekar Laknat.
Maka ia gunakan jurus Menghancurkan-gunung-Hoasan yang diLancarkan dengan kilat.
Setitikpun ia tak menduga bahwa Pendekar Laknat dapat bergerak lebih cepat.
Jika adu kekerasan, tentulah kedua-duanya akan sama2 terluka....
Tempo hari ketika dibagian lembah, ia pernah adu pukulan dengan Siau-liong dan menderita.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia tak mau menderita untuk yang kedua kalinya.
Cepat ia menarik pulang tangannya dan loncat menghindar kesamping.
Siau-liong tertawa mengejek.
"Ho, kiranya engkau juga hanya bangsa anjing buduk yang suka menyerang dari belakang...."
Belum selesai memaki, Iblis Penakluk dunia dan Dewi Neraka sudah menyerbunya.
Siau-liong songsongkan kedua tangannya dengan pukulan Tay-lo-kim-kong.
Demikian ketiga orang itu bertempur di atas pohon.
Suatu pertempuran yang hanya dilakukan oleh jago2 yang sudah tinggi ilmu meringankan tubuhnya.
Siau-liong diserang dari muka dan belakang oleh kedua suami isteri durjana itu.
Dalam suatu adegan, Siau-liong berhasil menggunakan siasat.
Ketika Iblis Penakluk-dunia menghantam dari belakang dan Dewi Neraka memukul dari muka, Siau-liong loncat melambung ke udara.
Kedua suami isteri itu terkejut.
Mereka buru-buru berusaha sekuat-kuatnya untuk menarik pulang pukulannya agar jangan saling berhantam sendiri.
Pada saat itulah, Siau-liong gunakan pukulan Siu-lo-panchia menghantam mereka.
Pemuda itu benar-benar cerdik sekali.
Kalau hanya pukulan Siau-liong itu saja, tentu kedua suamiisteri iblis itu tak sampai menderita bahaya.
Tetapi kedua suami isteri itu sedang menarik pulang pukulannya.
Pada saat itulah Siau-liong menyusuli dengan hantaman.
Kedua durjana itu terdampar ke belakang sampai belasan langkah dan terhuyung-huyung mau jatuh.
Namun kedua suami isteri itu adalah dua dari Lima Durjana yang paling ditakuti dunia persilatan.
Kepandaian mereka memang bukan olah2 hebatnya.
Pukulan Siau-liong itu tak sampai membuat mereka kalah.
Pada saat tubuh berayun-ayun mau jatuh, mereka malah enjot tubuhnya ke udara seraya lepaskan hantaman ke arah kepala Siau-liong.
Suatu gerakan yang tak terduga-duga dan luar biasa.
Melihat itu Mawar Putih kucurkan keringat dingin.
Ia terkejut dan hampir saja menjerit karena mengira Siau-liong pasti celaka.
Tetapi ternyata Siau-liong memiliki jurus istimewa dalam ilmu pukulan Thay-siang-ciang.
ilmu pukulan sakti ajaran mendiang Pengemis Tengkorak Song Thay-kun itu mempunyai sebuah jurus yang disebut Dewa-menderita-berkelana.
Justeru dalam keadaan yang berbahaya, jurus itu dapat mengembangkan kedahsyatannya.
Tampak pemuda itu bergeliatan seperti orang yang hampir tenggelam dalam air.
Tahu2 ia sudah lancarkan jurus istimewa Dewa-menderita-berkelana....
Seketika kedua suami isteri durjana itu rasakan darahnya bergolak keras.
Mereka terkejut sekali.
Buru-buru mereka meluncur setombak jauhnya dan hinggap di atas sebatang dahan.
Jelas mereka sudah kehabisan tenaga.
Tetapi kedua suami isteri iblis itu selain licik dan penuh akal muslihat, juga memiliki ilmu Hitam yang tinggi.
Iblis Penakluk dunia mendahului loncat turun kebumi seraya menantang .
"Hai, Laknat. Bertempur di atas pohon sudah kuakui kepandaianmu. Hayo, kita bertempur dibawah lagi!"
Saat itu Dewi Neraka pun menyusul turun dan berdiri disamping suaminya. Sambil menunggu Siau-liong, mereka cepat menggunakan kesempatan untuk menyalurkan darah, memulangkan tenaga. Siau-liong tertawa nyaring, serunya.
"Tetamu harus menurut kemauan tuan rumah. Terserah kalian hendak memilih acara apa sajalah."
Setelah menyalurkan darah itu, tenaga Iblis Penakluk dunia kembali segar. Ia tersenyum.
"Laknat tua...."
"Bukan, panggillah Pendekar ksatrya!"
Cepat Siau-liong menukas. Iblis Penakluk-dunia tertawa gelak2.
"Ho, tak kira engkau si tua bangka ini juga gila nama kosong."
Setelah berhenti sejenak ia melanjutkan pula.
"Masih ingatkah engkau akan peraturan lama ketika kita bertempur sampai 50 jurus dahulu?"
Sudah tentu Siau-liong tak tahu. Namun ia tak mau diketahui orang. Sambil tertawa hambar ia menyahut.
"Aku belum pikun, masakan lupa!"
"Bagus!"
Teriak Iblis Penakluk dunia.
"sekarang engkau menurut lagi peraturan lama itu. Terima dulu lima puluh jurus seranganku, baru nanti kita bicara lagi!"
Sungguh licin sekali iblis tua itu.
Dengan peraturan itu, ia bebas menyerang Siau-liong sampai 50 jurus tanpa memberi hak pada Siau-liong untuk balas menyerang.
Siau-liong terpancing.
Karena malu mengatakan tak tahu tentang peraturan lama antara Pendekar Laknat dengan Iblis Penakluk dunia, ia segera tertawa menghina.
"Silahkan, aku siap menanti serangamu!"
Iblis Penakluk-dunia tak mau banyak bicara lagi.
Cepat ia sudah lancarkan jurus Lima gunung-menindih-kepala.
Dan serempak dengan itu Dewi Neraka pun gerakkan tongkatnya, menyapu pinggang Siau-liong dalam jurus Bumi-merekahgunung- meletus....
Serangan kedua durjana itu merupakan kombinasi serangan yang serasi.
Dahsyatnya bukan alang kepalang.
Tokoh2 paling sakti dari kalangan partai yang manapun, jika menghadapi serangan kedua suami isteri durjana itu, tak boleh tidak tentu akan remuk! Kedua suami isteri durjana itu diam-diam memperhatikan bahwa kesaktian Pendekar Laknat sekarang ini, jauh melebihi dari 2o tahun yang lalu.
Kuatir kalau kalah, maka Iblis Penakluk-dunia lalu menggunakan cara licik itu.
Siau-liong terkejut.
Ia masih asing dengan jurus serangan dari kedua iblis itu.
Maka ia berlaku hati2 sekali....
Lebih banyak menjaga diri dari pada menyerang.
Demikian cepat sekali serangan itu sudah berjalan sepuluh jurus.
Tiba-tiba kedua momok itu merobah gaya serangannya.
Mereka menyerang sederas hujan mencurah dan sedahsyat badai melanda.
Melihat itu Mawar Putih gelisah sekali.
seperti semut di atas papan besi panas.
Sampai2 ia tak berani bernapas karena pikirannya amat tegang sekali.
Diam-diam ia memanjatkan doa semoga Siau-liong berhasil selamat dari ke lima puluh jurus serangan kedua iblis itu.
Seluruh perhatian dara itu tercurah akan jalannya pertempuran.
Setiap jurus dihitungnya dengan cermat sekali Setiap jurus, membuat jantungnya mendebur keras.
Ketika sudah sampai hitungan ke 40, diam-diam hatinya merekah girang.
"Sudah 40 jurus, tinggal 10 jurus lagi, ah, dia berhasil dengan selamat,"
Pikirnya.
Tetapi, ah....
pada saat ia mulai menghitung jurus yang ke 41 dan menyusul akan tiba jurus yang ke 42, diam-diam ia mengeluh.
Mulai jurus yang ke 41 itu, gerakan kedua iblis itu tiba-tiba menjadi lambat.
Hanya gerakannya yang tampak lambat tetapi kedahsyatan dan keganasannya serta perobahannya, benar benar belum pernah terjadi jurus ilmu serangan semacam itu, dalam sejarah dunia persilatan selama 20 tahun yang terakhir ini.
Pada 20 tahun yang lalu, Pendekar Laknat memang jatuh dibawah 10 jurus serangan kedua suami isteri iblis itu.
Walaupun karena mendapat rejeki luar biasa, minum darah biawak tua, makan buah Im-yang-som dan disaluri tenagadalam oleh Koay suhu atau Pendekar Laknat, Siau-liong menjadi pemuda gemblengan.
Tetapi dalam pengalaman bertempur menghadapi tokoh2 sakti semacam suami isteri iblis itu, ia masih kurang.
Oleh karenanya, saat itu ia kelabakan dan terdesak di bawah angin.
Mulai dari jurus yang ke 41 itu, baik gerakan suami isteri iblis itu menggunakan tenaga berat atau ringan, tetap membuat Siau-liong groggy atau sempoyongan.
Kepalanya pening, mata berkunang dan darah bergolak-golak.
Ia seperti seorang mabuk yang tak tahu arah penjuru lagi....
Mawar Putih benar-benar bingung sekali.
Hatinya seperti disayat sembilu dan air matanya pun berderai-derai turun....
Namun dara itu tak dapat berbuat suatu apa.
Dalam peraturan dunia persilatan, pada setiap adu kepandaian walaupun dengan cara yang bagaimana tak adilnya, orang lain tak boleh ikut campur membantu.
Itulah sebabnya ia seperti seorang gagu yang sakit ketulangan.
Tahu sakit tetapi tak dapat menyatakan dan berbuat apa-apa....
Pada jurus yang ke 45, sekonyong-konyong Siau-liong memekik kaget.
Mawar Putih pun tersentak kaget dan kucurkan keringat dingin.
Serangan jurus ke 45 itu merupakan serangan maut yang berbahaya sekali.
Siau-liong terkejut sekali dan sampai menjerit kaget.
Ia gunakan gerak-langkah Thay-siang bu-kekpoh- hwat untuk menghindar dari serangan maut itu.
Ah....
ia berhasil lolos dari lubang jarum.
Tubuhnya basah kuyup bersimbah peluh! Sejak keluar dari pusar bumi dan mendapat ilmu kesaktian dari Pendekar Tengkorak Song Thay-kun serta Pendekar Laknat, baru pertama kali itu Siau-liong menghadapi pertempuran yang membuat semangatnya serasa terbang! Suami isteri iblis itu tak memberi ampun lagi, Mereka melancarkan serangan maut lagi.
Jurus ke 46 dapat dihadapi Siau-liong dengan selamat.
Tetapi pada jurus yang ke 47, ia terdesak lagi dan pontang panting tak keruan....
---ooo0dwooo---
Jilid 05 Pertempuran Dalam Air KELEDAI-MALAS-BERGULING-GULING, demikian jurus yang digunakan Siau-liong ketika diburu serangan dari empat penjuru oleh kedua suami isteri Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka.
Dengan menjatuhkan diri berguling-guling di tanah dapatlah Siau-liong menyelamatkan diri dari serangan yang ke 47.
Jubahnya menderita robek beberapa tempat.
Waktu suami isteri ganas itu melancarkan serangan pada jurus ke 48, si dara Mawar Putih tak dapat menahan diri lagi.
Ia tak peduli lagi segala peraturan dunia persilatan.
Secepat mencabut pedang, ia terus hendak loncat maju membantu pemuda itu....
Untunglah Siau-liong ternyata dapat lolos dari serangan lawan.
Pemuda itu hanya menderita napas sesak karena tekanan angin pukulan suami isteri-iblis.
Jurus ke 49 membuat tubuh Siau-liong basah kuyup mandi keringat.
Ia segera kerahkan tenaga murni untuk menghantam dinding kepungan musuh.
Dess....
terdengar desus benturan angin yang amat keras ketika ia lancarkan pukulan Thay-siang-ciang.
Ia gunakan sisa tenaganya dalam pukulan itu.
Dahsyatnya bukan alangkepalang sehingga debu dan pasir bertebaran keempat penjuru.
Tetapi sayang.
Karena tenaga dalamnya sudah habis digunakan untuk menghadapi 48 jurus serangan maut dari suami isteri iblis, maka sekalipun pukulannya itu masih mengunjuk perbawa, tetapi tak berisi.
Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka hanya tersurut mundur dua langkah.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tetapi Siau-liong masih terkurung dalam lingkaran tenaga dalam yang dipancarkan kedua suami isteri iblis itu.
Pada jurus ke 50 atau jurus yang terakhir, Iblis Penaklukdunia dan Dewi Neraka telah gunakan seluruh tenaga sakti untuk melancarkan pukulan maut Thay-im-ki-bun-kang.
Dua macam tenaga sakti digabungkan menjadi satu dalam gerak serangan yang serempak.
Siau-liong sudah kehabisan tenaga untuk menolak serangan itu.
Ia rasakan dirinya seperti ditimpah gunung Himalaya yang rubuh! Tak boleh tidak, dia tentu hancur lebur....
Tetapi berkat bahan2 tulang Siau-liong yang bagus apalagi telah makan buah Im-yang-som dan menghisap darah binatang dalam pusar bumi, makin terjepit dalam bahaya makin ia dapat memancarkan tenaga sakti.
Semangat ingin hidup, tambah memperhebat daya kekuatan tenaganya.
Dalam jepitan dua macam aliran tenaga sakti dari suami isteri iblis itu, sekonyong-konyong anak muda itu mencelat ke udara sampai dua tiga tombak tingginya.
Sambil bergeliatan ia melayang hinggap di atas sebatang pohon, lalu duduk memejamkan mata untuk memulangkan napas.
Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka benar-benar terlongong2 melihatnya....
Serangan 50 jurus tadi, bagi kedua suami isteri itu merupakan ilmu simpanan yang paling diandalkan.
Dan yang mengherankan, Pendekar Laknat menghadapinya dengan jurus2 permainan ilmu silat yang baru.
Seharusnya, apabila Pendekar Laknat tetap mengunakan jurus seperti dalam pertempuran dahulu tak mungkin dia sampai begitu pontang panting keadaannya.
Sudah tentu kedua suami isteri itu tak tahu bahwa Pendekar Laknat yang dihadapi saat itu bukanlah Pendekar Laknat pada 20 tahun berselang, melainkan hanya seorang anak muda yang baru berumur belasan tahun.
Sudah tentu Siau-liong tak tahu cara menghadapi ke 50 serangan suami isteri itu.
Oleh karena masih kurang pengalaman bertempur, apalagi dikeroyok dua musuh yang sakti, ia menjadi kelabakan setengah mati.
Darahnya bergolak-golak keras.
Walaupun ia dapat menyelamatkan diri dari 50 serangan itu, tetapi ia memerlukan beristirahat untuk menenangkan darahnya.
Tetapi Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka itu menganggap Pendekar Laknat sebagai musuh bebuyutan yang menjadi duri mata mereka.
Cepat mereka loncat ke atas menyerang Siau-liong lagi.
Siau-liong pun sudah menjaga kemungkinan itu.
Begitu serangan tinju dan tongkat tiba, mendadak ia menghilang.
Tahu2 ia sudah berdiri dimuka Mawar Putih.
Kedua suami isteri itu makin panas.
Mereka malayang turun dan sambil menggerung terus menghampiri Siau-liong.
Siau-liong siap sedia.
Tiba-tiba Mawar Putih menyelinap kemuka pemuda itu.
Ia kira Siau-liong tentu menderita luka.
Tanpa menghiraukan suatu apa, dara itu terus melindunginya.
Siau-liong terkejut.
Ia tahu Mawar Putih tak mungkin mampu menerima serangan kedua momok itu.
Kepandaian dara itu masih belum memadai.
Pada saat itu Iblis Penakluk dunia dan Dewi Neraka sudah mulai lancarkan pukulan dengan sepenuh tenaga.
Celaka....! Siau-liong gugup.
Untuk maju melindungi dimuka dara itu, jelas sudah tak keburu lagi.
Satu-satunya jalan, ia menarik pinggang dara itu terus diseret lari! Kedua iblis itu meraung-ruang dan mengejarnya.
Saat itu hari sudah terang tanah.
Keadaan dalam lembah makin jelas.
Tiba-tiba Siau-liong tak jauh disebelah muka terdapat sebuah kolam besar seluas seratusan tombak bahu.
Hingga menyerupai sebuah telaga besar.
Pikir Siau-liong, kedua momok itu tinggal di daerah pegunungan, mereka tentu kurang mahir berenang dalam air.
Maka cepat2 pemuda itu menyempal dua batang dahan pohon.
Setelah dilempar ke dalam telaga, mereka apungkan diri hinggap di atas dahan itu, meluncur ketengah telaga.
Begitu tiba, kedua iblis itupun mencontoh tindakan Siauliong, menggunakan dahan pohon untuk meluncur dipermukaan air.
Siau-liong tenang saja.
Sambil bergandengan tangan dengan Mawar Putih mereka meluncur dengan bebas, berlenggang lenggok ke kanan kiri.
Memang perhitungannya tepat.
Ilmu air kedua momok tak selihay di atas daratan.
Setelah beberapa putaran mengejar, mereka berteriak-teriak seperti kalap yang kehabisan napas.
Akhirnya kedua iblis itu mencari akal.
Tak mau mereka bersama mengejar melainkan memencar diri.
Iblis Penakluk dunia tetap mengejar diair sedang Dewi Neraka naik ke darat dan berlarian mengelilingi telaga.
Begitu kedua anak muda itu lari ke arah mana saja, cepat Dewi Neraka loncat ke dalam telaga untuk menghadang.
Dengan cara itu dapat kedua iblis itu menarik keuntungan dari cara pengejaran itu.
Keadaan Siau-liong makin lama makin berbahaya.
Kedua iblis itu makin lama makin dapat mempersempit lingkaran gerak Siau-liong berdua.
Beberapa saat kemudian, tiba-tiba Siau-liong rasakan suatu sambaran angin melanda belakangnya.
Ternyata kedua suami isteri yang ganas itu tak sabar lagi.
Dari jarak jauh mereka sudah lantas mengirim pukulan.
Pada saat keadan makin bahaya dimana kedua suami isteri itu makin mendekat, cepat Siau-liong membuka jubah luarnya sehingga dalam pakaian dalam yang ringkas, tubuhnya tampak tegap kekar.
Iblis Penakluk dunia dan Dewi Neraka terbeliak heran melihat tingkah laku Pendekar Laknat itu.
Apa perlunya dia membuka jubah? Kuatir kalau musuh akan melarikan diri, kedua suami isteri iblis itu segera pesatkan serangannya.
Setiap kesempatan pukulannya dapat mencapai, mereka segera lontarkan hantaman! Sambil mengandeng Mawar Putih, Siau-liong tamparkan jubahnya untuk menangkis.
Jubah itu mempunyai dwi-fungsi atau dua macam daya kegunaan.
Pertama, untuk menangkis.
Dan kedua, dengan meminjam tenaga tamparan itu, Siau-liong dapat bergerak dengan pesat.
Kembali kedua suami isteri iblis itu terbeliak.
Sesaat mereka kehilangan faham.
Cara memutar jubah untuk meminjam tenaga mempercepat gerakan tubuh, sungguh suatu cara yang cerdik sekali.
Kedua iblis itu bingung.
Mereka tak berani mendesak maju tetapi pun tak mau melepaskan kurungannya.
Karena sekali lepas, sukarlah untuk memperoleh kesempatan sebagus itu lagi.
Mengapa kedua iblis itu juga tak mau meniru perbuatan Siau-liong saja? Ah, kiranya memang berlainan tujuan kedua fihak itu.
Siau-liong hanya ingin menghindarkan diri dengan ber-putar2 dipermukaan telaga.
Sedangkan Kedua iblis itu bertujuan untuk membunuh.
Jika mereka menggunakan cara seperti Siau-liong, tentu tenaga pukulan mereka akan berkurang.
Kejar mengejar itu berlangsung cukup lama.
Tiba-tiba diluar kesadaran, Siau-liong berdua telah menempatkan diri dalam lingkaran kemampuan pukulan lawan mengenainya.
Seketika kedua iblis itu meluncur sambil tertawa lepas.
Pada lain saat mereka menghantam dengan tiba-tiba.
Dipermukaan telaga seketika melambung dua gunduk gelombang dahsyat yang muncrat ke atas dengan amat tingginya Kemudian jatuh berhamburan menimpah Siau liong dan Mawar Putih.
Sesosok jubah hitam terdampar ke atas dan pada lain saat Siau-liong dan Mawar Putih lenyap.
"Kurang ajar, dia menghilang ke dalam telaga!"
Gerutu Iblis Penakluk-dunia, Ia bersama isterinya menyurut mundur.
Tetapi disekeliling penjuru tak tampak bayangan Siau-liong dan Mawar Putih.
Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka hampir tak percaya apa yang dilihatnya.
Mereka heran mengapa Pendekar Laknat dan Dewi Ular Ki Ih secepat itu dapat meloloskan diri.
Mereka tentu menyelam ke dalam air atau bersembunyi dibalik batu.
Cepat mereka menyelam ke dalam air dan memeriksa gundukan batu di dasar telaga.
Walau pun mereka mempunyai indera penglihatan yang tajam sekali tetapi karena berada di dalam air, mereka tak dapat melihat dengan jelas.
Tiba-tiba Iblis Penakluk-dunia melihat di balik sebuah batu besar, dua sosok tubuh mendekam.
Cepat ia menyerbunya.
Pyah, pyah.
pyah....
terdengar air beriak keras dan gelombang muncrat ke atas.
Siau-liong dan Mawar Putih unggul dalam air.
Mereka cepat menyongsong iblis itu dengan pukulan.
Iblis Penakluk dunia terpaksa berhenti dan menangkis dengan kedua tangannya.
Tetapi iblis itu kalah unggul dalam air.
Gelombang air yang selaju kuda lari mendamparnya sehingga ia terpaksa gunakan ilmu Cian-kin-tui atau Kaki-seribu-kati dan meramkan mata untuk bertahan diri.
Pada saat ia membuka mata, Pendekar Laknat dan Ki Ih sudah lenyap lagi.
Tetapi ia mendengar air disebelah muka beriak keras.
Tentulah Pendekar Laknat dan Ki Ih sedang dikejar Dewi Neraka.
Cepat iapun meluncur kemuka.
Baru tiga empat tombak berenang, tampak isterinya sedang bertempur dengan Pendekar Laknat dan Ki Ih.
Secepat kilat ia segera menyambar pergelangan tangan Pendekar Laknat.
Pertempuran itu telah menyebabkan air beriak seperti diaduk-aduk sehingga sukar untuk melukai lawan.
Satusatunya jalan ialah mencengkeram tangan Pendekar Laknat.
Tetapi Siau-liong diam saja.
Baru ketika tangan iblis itu hampir menyentuh pergelangan tangannya, ia segera menjejak lawan.
Tetapi Iblis Penakluk-dunia itu juga sakti.
Cepat ia mengendap ke bawah dan gunakan jarinya untuk menutuk telapak kaki Siau-liong.
Untuk menghindari ancaman itu, Siau-liong melambung ke atas, berjumpalitan dan menghantam dengan kedua tangannya.
Setelah dapat mengundurkan kedua lawan.
cepat ia menarik Mawar Putih dan laksana anak panah, mereka meluncur kemuka.
Kedua suami isteri itu bergegas mengejar.
Tetapi baru lima enam tombak, mereka sudah kehilangan jejak Siau-liong dan Mawar Putih.
Terpaksa kedua iblis itu meluncur ke atas permukaan air lagi.
Mereka memutuskan menggunakan siasat "menjaga kelinci keluar dari gerumbul'.
Memang benar perhitungan mereka itu.
Betapapun pandainya berenang, namun Siau-liong dan Mawar Putih tentu tak mungkin terus menerus menyelam dalam air.
Dengan perhitungan itu, Iblis Penakluk dunia menunggu dalam air, Dewi Neraka didaratan.
Cara itu membuat Siau-liong dan Mawar Putih mati kutu.
Keduanya berusaha diam-diam mendekati tepi pantai.
Pikirnya, sewaktu kedua iblis lengah, mereka terus hendak loncat ke daratan dan meloloskan diri.
Tetapi pada saat menyembul ke permukaan air Iblis Penakluk-dunia cepat melihatnya.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Buru-buru kedua pemuda itu menyelam lagi ke dalam air.
Marah karena dipermainkan Siau-liong dan Mawar Putih, kedua suami isteri iblis itu segera terjun mengejar ke dasar telaga.
Siau-liong terkejut ketika melihat kedua iblis itu menggunakan siasat Barisan-dua-muka untuk mencegat.
Karena sukar untuk menembus, Siau-liong menarik Mawar Putih kesisinya dan siap menghadapi musuh.
Mawar Putih heran mengapa Siau-liong diam saja.
Ia salah duga kalau pemuda itu hendak menyerah.
Pada saat itu, Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka makin mendekat.
Sekonyong-konyong Siau-liong lancarkan tenagasakti Bu-kek-sin-kang.
Hawa panas yang memancar dari tenaga-sakti itu mampu memanaskan air dan menimbulkan gelombang besar.
Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka terkejut.
Buru-buru mereka berhenti dan melancarkan menyalurkan tenaga dalam.
Tenaga dalam Thay-im-ki-bun-kang dari Iblis Penaklukdunia dan tenaga dalam Thay-im-bu wi-kang dari Dewi Neraka serentak memancar ber-sama2.
Air telaga yang panas itu segera dingin lagi.
Dengan begitu kedua belah fihak sama2 tak menarik keuntungan apa2.
Tetapi bagi Siau-liong hal itu tidak menguntungkan.
Ia harus lekas-lekas mencari kesempatan lolos.
Tak berapa lama, kedua iblis itu tak tahan lagi berendam dalam dasar air.
Iblis Penakluk-dunia segera melambung ke permukaan air.
Dengan begitu serangannya pun buyar.
Menggunakan kesempatan itu, Siau-liong cepat menarik Mawar Putih diajak meluncur kelain tempat.
Dalam sekejab saja keduanya sudah mencapai 7-8 tombak jauhnya.
Merekapun memerlukan bernapas....
Tetapi begitu keduanya muncul di permukan telaga, suami isteri iblis yang sudah lebih dahulu berada di permukaan air cepat mengejarnya.
Siau-liong lepaskan Mawar Putih dan siap melontarkan pukulan Bu-kek-sin-kang.
Sekalipun tak mati tetapi sekurangkurangnya kedua iblis itu pasti akan menderita.
Dengan menggembor keras, tiba-tiba Siau-liong melambung ke udara dan lepaskan pukulan Dewa menderitadalam- berkelana.
Iblis Penakluk dunia dan Dewi Neraka menyurut mundur satu tombak lalu loncat ke atas potongan dahan kayu dan maju menyerang lagi dengan tongkat dan pukulan.
Mereka mencegah agar Siau-liong jangan sampai mendekati Mawar Putih lagi.
Memang Mawar Putih tak menang melawan Dewi Neraka.
Tetapi berkat ilmunya berenang yang tinggi, ia dapat melampaui kedua iblis itu.
Bahkan menang dibanding dengan Siau-liong.
Begitu melihat Dewi Neraka maju menerjang, mendadak dara itu lenyap.
Pada saat Siau-liong meluncur turun ke air lagi, ia terkejut karena tak melihat Mawar Putih.
Tetapi ia tak sempat mencarinya lagi karena saat itu Iblis Penakluk-dunia sudah menyerangnya.
Dalam kemurkaannya, Siau-liong balas menghantam lawan.
Beberapa saat kemudian tiba-tiba Siau-liong mendengar bunyi senjata beradu.
Ia duga Mawar Putih tentu benempur di atas daratan dengan Dewi Neraka.
Ia cemas.
Sekalipun takkan kalah tetapi Mawar Putih tentu tak kuat bertempur lama.
Dengan gugup, Siau-liong bersuit nyaring lagi loncat ke udara lagi.
Kuatir lawan akan melontarkan pukulan sakti lagi, buruburu Iblis Penakluk-dunia menyelam ke dalam air.
Kesempatan itu digunakan Siau-liong untuk melayang dua tiga tombak jauhnya.
Selekas tiba di air, ia cepat berenang ke daratan.
Tetapi belum Siau-liong mencapai daratan, Mawar Putih sudah meluncur ke dalam air lagi dengan potongan dahan kayu.
Ternyata dara itu juga menguatirkan keselamatan Siauliong.
Setelah berhasil melepaskan diri dari serangan Dewi Neraka, cepat ia loncat ke dalam telaga lagi.
Siau-liong meneriakinya dan dara itupun segera lemparkan dua batang dahan kayu.
Siau-liong loncat ke atas dahan kayu lalu meluncur bersama dara itu.
Suami isteri iblis mengkal sekali.
Mereka gunakan siasat untuk menyerang dari muka dan belakang.
Siau-liong terpaksa menghadapi mereka.
Dalam beberapa kejab saja, mereka sudah bertempur sampai berpuluh-puluh jurus.
Tetapi tetap belum ada yang menang atau kalah.
Rupanya Siau-liong tak sabar lagi.
Tiba-tiba ia memekik keras.
"Berhenti "
Kedua suami isteri iblis itu tertegun dan hentikan serangannya.
Siau-liong tertawa keras.
Pada saat Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka tertegun, Siau-liong cepat menarik tangan Mawar Putih meluncur kedaratan.
Dalam beberapa loncatan saja, keduanya sudah mencapai 20-an tombak jauhnya.
Dewi Neraka bersuit nyaring.
Sambil bolang-balingkan tongkat, ia hendak mengejar.
Tetapi dicegah suaminya.
"Sudahlah. biarkan mereka lolos!"
"Tolol! Apa engkau gila? Terang mereka sudah hampir kalah mengapa engkau lepaskan lagi?"
Iblis Penakluk dunia tertawa.
"Isteriku, apakah engkau melihat arah mereka lari?"
Tanyanya. Sepasang mata wanita iblis itu mengeliar, serunya.
"Apa hubungannya dengan orang itu?"
Sambil mengurut jenggotnya yang hampir mencapai lutut. iblis pendek itu berkata dengan gembira.
"Mereka menuju ke arah selat Tujuh maut yang menembus keujung buntu. Sebelumnya sudah kusuruh murid2 dan puteri kita supaya bersiap disana. Sekalipun dewa turun kesitu, tak mungkin mampu lolos dari bencana kebinasaan!"
Dewi Neraka menghunjamkan tongkat dan tertawa mengekeh.
"Heh, heh, aku memang seorang nenek linglung. Tetapi si tua Laknat itu masih membawa separoh Giok-pwe, jika...."
"Jangan kuatir, isteriku,"
Iblis Penakluk-dunia menukas.
"dalam waktu tiga jam kemudian kutanggung benda itu tentu akan jatuh ditangan kita dalam keadaan utuh!"
Kedua suami isteri itu saling berpandang. Serempak mereka tertawa keras. Kemudian berkatalah Dewi Neraka dengan berseri gembira.
"Asal benda itu jatuh ketangan kita, dunia persilatan pasti kita kuasai!"
Kembali kedua suami isteri iblis itu tertawa nyaring.
"Tetapi sebelum benda itu jatuh ketangan kita, aku kuatir kedua manusia itu akan muncul menghalangi urusan ini!"
Tibatiba Iblis Penakluk-dunia berseru.
"Apakah engkau maksudkan si Naga-laknat dan Harimau...."
"Si Naga dan si Harimau kedua iblis itu hanya mengandalkan keberanian. Tak perlu kita cemaskan!"
Cepat Iblis Penakluk dunia menukas. Dewi Neraka deliki mata dan membentak suaminya.
"Jangan jual lagak! Lekas katakan siapakah manusia itu!"
Dengan wajah bersungguh, Iblis Penakluk dunia berkata.
"Yang kukuatirkan bukan lain adalah si Tabib sakti jenggot naga Kongsun Sin Tho dari gunung Hongsan dan puncak Sinli- hong gunung Busan...."
"Tolol!"
Dewi Neraka menukas tertawa.
"mengapa makin tua engkau makin bernyali kecil? Engkau takut kepada tabib yang jual resep jamu dan janda yang tak berani ketemu orang itu? Ha, ha...."
Iblis Penakluk-dunia menyingkirkan hidungnya yang melengkung seperti kait, ujarnya.
"Benar, si tabib tua Kongsun Sin Tho memang hanya termasyhur dalam ilmu pengobatan dan selama itu orang tak pernah melihat kepandaian silatnya. Orang menganggapnya dia tak mempunyai ilmu kepandaian silat yang berarti. Tetapi sesungguhnya hanya aku seorang yang tahu. Dua puluh tahun yang lalu ketika di gunung Tongpik- san, aku pernah menderita kekalahan dari orang itu. Kepandaian tabib itu...." ia berhenti menghela napas.
"Jauh di atas kita berdua."
Katanya kemudian.
"dan tentang janda yang tinggal di puncak Sin-li-hong itu, bahkan lebih sukar lagi dihadapi."
Wajah Dewi Neraka berobah seketika, katanya.
"Kalau begitu, kita terpaksa harus melepaskan si tua Jong Ling untuk menghadapi mereka!"
Iblis Penakluk-dunia merenung. Beberapa jenak kemudian ia berkata.
"Melepas si Jong Ling memang menguntungkan tetapi juga akan berbahaya.... ah, tetapi mungkin akulah yang berbanyak kecemasan. Selama ini kedua orang itu tak pernah mencampuri urusan orang lain. Kemungkinan dalam urusan kita ini, mereka pun takkan menyimpang dari adat kebiasaannya itu."
Dewi Neraka deliki mata.
"Tolol...."
Tiba-tiba ia tertawa mengekeh, Nadanya macam burung hantu mengukuk ditengah malam.
Iblis Penakluk dunia memandang isterinya, lalu ikut tertawa nyaring.
Isteriku paling lama hanya sehari semalam, kita bakal memperoleh pusaka yang dibuat incaran oleh be-ribu2 manusia dari dahulu sampai sekarang.
Pada saat itu, ho, pada saat itu tak ada manusia di dunia yang mampu melawan aku dan engkau!"
Pada saat kedua suami isteri iblis itu sedang ber-cakap2, Soh-beng Ki-su dan nona pemilik lembah bersama anak buahnya muncul. Dengan sikap manja, nona itu jatuhkan diri kedada Dewi Neraka, tanyanya.
"Ma, apakah engkau bersama ayah sudah menenggelamkan mereka ke dalam air?"
Sambil mem-belai2 rambut puterinya, wanita iblis itu berkata.
"Anak tolol...."
Kemudian ia tertawa mengekeh....
Tangan kanan mencekal tongkat, tangan kiri memegang bahu si nona, ia berjalan terhenyak-henyak menuju ke dalam lembah.
Setelah memandang ke arah Siau-liong dan Mawar Putih lari tadi.
Iblis Penakluk dunia segera memanggil muridnya, Soh-beng Ki-su.
"Cepat putuskan semua jalan yang menghubungi selat Tujuh-maut. Lalu suruh anak buah dalam lembah berkumpul untuk menunggu perintah!"
Soh-beng Ki-su mengiakan dan terus pergi.
Iblis Penakluk dunia masih tertegun di tempat itu, Wajahnya sebentar gelisah sebentar berobah girang.
Setelah Soh-beng Ki-su lenyap, barulah bergegas menyusul isterinya.
Dilain pihak, setelah lari satu li jauhnya dan tak melihat kedua iblis itu mengejar barulah Siau-liong dan Mawar Putih berhenti.
Napas Mawar Putih ter-engah2.
Ia duduk disebuah batu besar dan menghela napas panjang-pendek.
Siau-liong sejenak memandang kesekeliling penjuru.
Diam-diam ia kerutkan dahi.
Empat penjuru merupakan karang tinggi yang landai, penuh ditumbuhi pakis (lumut) sehingga tak mungkin dipanjat.
Disebelah muka tampak jalan kecil yang menyerupai pematang sawah, berkelak-keluk melingkar-lingkar.
Dan memandang ke atas hanya langit biru.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tampaknya sepanjang hari lembah itu tak terkena sinar matahari, pula tak pernah didatangi orang....
Ujung mulut selat lembah itu, menembus ke telaga.
Hanya itu, tak ada lain-lain jalanan lagi.
Diam-diam Siau liong menimang dalam hati.
"Tampaknya selat ini masih dalam lingkungan Lembah Semi. Anak murid kedua suami isteri iblis itu kemungkinan tentu bersembunyi disekitar situ. Ah, aku harus hati2. Kecuali alat-alat rahasia yang hebat, pun kedua suami isteri itu amat ganas dan banyak tipu muslihat...."
Ilmu kepandaian Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka yang tergolong pada aliran Hitam itu telah mencapai peyakinan yang tinggi.
Mau tak mau Siau liong harus mengakui bahwa baru pertama kali itu ia bertemu dengan musuh yang tangguh.
Apalagi kedua suami isteri itu menyerang dengan serempak untuk saling mengisi.
Apabila bertempur lama, tentu bahaya.
Diam-diam hati Siau-liong tergetar.
Masuknya ke dalam lembah Semi, walaupun bertujuan hendak melenyapkan Iblis Penakluk dunia dan Dewi Neraka, tetapi yang penting ialah membunuh Toh Hun-ki dan keempat Su-lo.
Dengan begitu dapatlah ia meminta Mawar Putih untuk membawanya menemui ibunya diluar lautan.
Tetapi ternyata Toh Hun-ki dan rombongannya tak kelihatan.
Yang ada adalah kedua suami isteri ganas.
Diamdiam Siau-liong menghela napas.
"Bagaimana sekarang kita ini?"
Mawar Putih bangkit dari duduk dan menghampiri Siau-liong. Siau-liong merenung. Katanya sesaat kemudian.
"Turut pendapatku, Toh Hun-ki dan keempat Sulo itu tentu sudah ikut rombongan It Hang to-tiang untuk menggempur Lembah Semi. Ah, bagaimana nasib mereka, sukar diramalkan...."
Kemudian ia berpaling memandang ke arah telaga, katanya lebih lanjut.
"Lebih dulu kita harus mencari tempat beristirahat yang tersembunyi. Biarlah aku kembali menyelidiki lembah. Apabila Toh Hun-ki dan rombongannya sudah blnasa ditangan kedua suami isteri iblis itu, tetap akan kupotong batang kepalanya dan kubawa kemari! "
Mawar Putih merenung sampai beberapa saat.
"Siau.... liong,"
Dara itu berseru pelahan. Siau-liong terkejut.
"Ada sesuatu?"
Mawar Putih tersenyum.
"Bukalah kedokmu itu, ah, memuakkan.... sekali!"
Tiba-tiba Siau-liong mendapat pikiran.
Jika ia dan Mawar Putih berganti rupa dan tidak lagi sebagai Pendekar Laknat - Ki Ih, kedua suami isteri iblis itu tentu akan bingung.
Segera ia menarik tangan dara itu ke balik gerumbul pohon alang-alang.
Alang2 itu setinggi orang, menjaluri disepanjang jalan yang berkelak-kelok sampai beberapa tombak jauhnya.
Suatu tempat persembunyian yang bagus.
Setelah sejenak memandang kesekeliling dan yakin tiada orang, barulah kedua anak muda itu melepas kedok dan pakaian penyamaran mereka.
Setelah itu mereka berjalan menyusur ujung jalan kecil itu.
Kira2 sepeminum teh lamanya, barulah mereka keluar.
Kini mereka tiba disebuah selat yang dikelilingi karang dan batu raksasa.
Setelah mengamati sekeliling, barulah Siau-liong mengajak Mawar Putih berjalan menurut jalan pematang ditengah selat itu.
Karang dikedua samping jalan amat berbahaya sekali.
Menjulang tinggi dengan lempang dan penuh pakis.
Tak mungkin dapat dikaki orang.
"Makin berjalan makin tak tampak jalanan. Hendak kemanakah engkau ini?"
Akhirnya karena tak tahan, Mawar Putih bertanya.
"Harap bicara pelahan2 saja. Lembah karang ini dapat memantul gema suara sejauh dua li,"
Kata Siau-liong.
Sesungguhnya ia sedang mencurahkan seluruh perhatiannya untuk mengamati keadaan disekeliling dan jalan kecil yang dilewati itu.
Maka ia tak jelas yang dikatakan Mawar Putih.
Mawar Putih mendengus dan terpaksa diam.
Karena kuatir selat itu mengandung alat rahasia lagi, terpaksa Siau-liong berjalan dengan pelahan-lahan.
Maka hampir sepenanak nasi lamanya, mereka baru mencapai satu li jauhnya.
Jalanan selat lembah itu lurus menuju kemuka.
Tampak pada ujung jalan disebelah muka, menjulang sebuah puncak gunung.
Sebenarnya apabila sudah tiba di ujung jalan, akan terdapat sebuah jalan tembusan lagi.
Tetapi karena tak tahu, Siau-liong berhenti di tengah jalan.
Tengah ia menimang-nimang baik melanjutkan perjalanan lagi atau tidak, tiba-tiba Mawar Putih menjerit kaget.
Cepat ia berpaling.
Ah, ternyata dara itu tengah ayunkan pedangnya menabas seekor ular besar sepanjang 6-7 meter.
Betapapun Mawar Putih itu seorang anak perempuan yang mempunyai sifat pembawaan bernyali kecil.
Sekalipun sudah menabas kutung ular, tetapi wajahnya masih tampak ketakutan.
Ular itu tubuhnya berwarna hijau tetapi ekornya merah.
Kepalanya mempunyai sebuah tengger warna hitam.
Tubuhnya yang terkutung itu masih bergeliatan tak hentihentinya.
Jelas binatang itu tentu seekor ular yang amat berbisa.
Siau liong tak menghiraukan.
Ia anggap ular itu binatang yang biasa terdapat dipegunungan.
Segera ia menarik tangan si dara lagi untuk diajak berjalan menuju keujung jalan.
Tiba disitu, disebelah kiri terbentur sebuah selat gunung yang agak lebar.
Merupakan sebuah tanah Iapang seluas beberapa bahu, dikelilingi oleh deretan puncak gunung yang berjajar rapi.
Pohon2 layu, mengesankan pemandangan musim rontok yang sayu.
Jauh sekali bedanya dengan alam kesegaran dalam Lembah Semi.
Siau-liong berjalan dimuka.
Ia berjalan dengan hati2.
Tibatiba Mawar Putih yang berada dibelakangnya menjerit kaget lagi.
Jeritan itu menimbulkan gema suara yang berkumandang sampai beberapa li jauhnya.
Ketika berpaling.
Siau-liong melihat berpuluh ekor ular besar tengah merayap mendatangi.
Mawar Putih siapkan tenjata rahasia Hwe-hun-tun terus ditaburkan ke arah kawanan ular itu.
Binatang itu bergeliatan susul menyusul mati.
Kini barulah Siau-liong menyadari bahwa kawanan ular itu bukanlah suatu hal yang kebetunan melainkan tentu suatu perangkap musuh yang sengaja dipersiapkan.
Ia memandang lebih jauh.
Dilihat pada celah2 batu dalam gerumbul rumput, penuh dengan benda2 yang bergelitan.
Selain ular berbisa, pun terdapat juga binatang kadal, kelabang dan lain-lain serangga berbisa.
Siau-liong cepat suruh Mawar Putih berjalan dimuka dan ia melindungi dibelakangnya.
Ia menimang.
Jika menggunakan tenaga sakti Bu-kek-sin-kang atau Thay-siang-ciang, tentulah dirinya akan ketahuan.
Akhirnya terpaksa ia gunakan akal.
Memukul dengan diamdiam menyaluri tenaga sakti Bu-kek-sin-kang secara perlahan.
Walaupun cara memukul itu terpaksa hanya menggunakan tiga bagian tenaga sehingga tak dapat menghancurkan binatang2 itu seluruhnya.
Tetapi hawa panas yang memancar dari tenaga sakti Bu-kek-sin-kang itu memaksa kawanan binatang itu tak berani maju lagi.
Begitulah dengan jalan bersama si dara, Siau-liong tetap siap siaga menjaga kawanan binatang beracun.
Kemudian ia meminta si dara supaya menyimpan pedang dan senjata rahasia Hwe-hun-tui.
Mawar Putih salah paham dan deliki mata.
"Mengapa? Apakah karena kepandaianku tak menyamai engkau?"
Siau-liong tertawa hambar.
"Saat ini dirimu bukan sebagai Ki Ih, jangan sampai menimbulkan kecurigaan orang."
"Uh, aku memang tolol!"
Si dara tertawa lalu melakukan perintah Siau-liong.
Tiba di tanah lapang, tampak empat penjuru dikelilingi batu karang yang tinggi sekali sehingga tempat itu menyerupai dasar sebuah sumur.
Tempat itu seluas 10 an bahu.
Ditengah terdapat segerumbul rimba yang ditumbuhi betasan pohon cemara.
Benar-benar merupakan sebuah tempat bersembunyi yang bagus sekali.
Siau-liong mengajak Mawar Putih cepat2 menuju ke rimba cemara itu.
Mereka terkejut ketika menemukan dua orang lelaki dalam rimba itu.
Seorang lelaki berumur 50-an tahun, memelihara rambut panjang sampai ke bahu.
Mengenakan pakaian pertapaan, bukan sebagai imam pun bukan sebagai orang biasa.
Dia duduk bersila sambil memegang sebatang kebut pertapaan.
Mulutnya kemak-kemit seperti tengah menghapal.
Sedang yang seorang lagi, seorang tua bertubuh kurus tinggi.
Mata ber-kilat2 tajam.
Begitu melihat Siau-liong dan Mawar Putih muncul dia terkejut lalu tebarkan kipas Kim-kutsan atau kipas berkerangka emas.
Selagi Siau-liong belum berdiri tegak, cepat orang tua itu menyerang dadanya dengan jurus Mengusir-angin-memburu-awan.
Siau-liong ingat2 lupa orangtua itu.
Dia seperti pernah bertemu tetapi entah dimana.
Ia marah karena orang tua itu amat kasar.
Cepat ia kerahkan tenaga-sakti Bu-kek-sin-kang kelengannya.
Begitu kipas Kim-kut-san melayang, ia segera menyongsongnya.
Rupanya orangtua itu menyadari bahaya.
Secepat kedua tenaga beradu, ia terus menyurut mundur.
Siau-Kong tak mau memburu melainkan membentaknya.
"Apakah kalian berdua ini kaki tangan suami isteri iblis itu?"
Lelaki yang duduk bersila di tanah itu sejenak berpaling samping memandang ke arah Siau-liong dan Mawar Putih, lalu melanjutkan menghapal lagi.
Sedangkan orang tua yang mencekal kipas Kim-kut-san tadi mengeliarkan matanya beberapa jenak lalu bertanya kepada Siau-liong.
"Apakah saudara bukan cousu dari partay Kaypang?"
Siau-liong mengamati kedua orang tua itu lagi dan teringatlah ia bahwa mereka itu tokoh2 yang ikut hadir dalam pertemuan di puncak Ngo-siong-ngai dipimpin It Hang totiang.
"Saudara dengan Iblis Penakluk dunia dan Dewi Neraka...."
Belum orang tua itu selesai bertanya Siau-liong tertawa menukas.
"Aku dan paman berdua, satu kubu ialah tak mau hidup dalam dunia persilatan bersama kedua suami isteri iblis itu...."
Serentak Siau-liong teringat akan sikap It Hang, Ti Gong taysu, Lam Leng lojin dan lain-lain orang terhadap dirinya tempo hari. Seketika meluaplah kemarahannya.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tetapi karena It Hang totiang dan lain-lain orang mencurigai diriku maka terpaksa aku bersama nona ini masuk sendiri ke dalam Lembah Semi...."
Orangtua yang memegang kipas buru-buru menjurah memberi hormat.
"Lebih dulu kuwakili It Hang totiang dan beberapa saudara, menghaturkan maaf kepadamu. Sukalah saudara berlapang dada...." - sejenak berhenti, ia berkata pula.
"Aku Cu Kong-leng yang oleh dunia persilatan digelari sebagai Im-yang-san (si Kipas tenaga Positip dan Negatip), berkat kepercayaan dari para sahabat himpunan Tong-thingpang, telah diangkat sebagai ketua dari perhimpunan itu...."
Kemudian ia menunjuk kepada lelaki yang duduk bersemedhi di tanah, berkata lagi.
"Dan saudara itu adalah Tan Ih-hong, ketua perkumpulan Ji-tok-kau.... dia tengah mengobati lukanya dari gigitan binatang beracun!"
Lelaki yang duduk bersila itu atau Tan Ih-hong tetap berkomat-kamit mulutnya. Ia tak menghiraukan orang. Siau-liongpun tak mempedulikannya. Ia bertanya lagi kepada Cu Kong-leng.
"Apakah saudara ikut dalam rombongan It Hang totiang menyerbu ke Lembah Semi? Apakah saudara tahu dimana Toh-Hun-ki dan keempat Su-lo dari Kong-tongpay itu?"
Ketua Tong-thing-pang itu menghela napas panjang, ujarnya.
"Kemarin setelah saudara dan Dewi Ular Ki Ih tinggalkan puncak Ngo-siong-nia. Harimau Iblis muncul kembali dan bertempur sengit lawan It Hang totiang dan kawan2. Kesudahannya ketua Go bi-pay Ki Ceng siansu dan Lam Leng lojin menderita luka parah. Karena terpaksa, kami be-ramai2 mengeroyoknya barulah pertempuran berimbang. Tetapi kalau perempuran itu berlangsung lama, kedua pihak pasti akan sama2 remuk. Untunglah si Naga Haram muncul...."
"Engkau maksudkan Naga Haram dan gunung Kengsan itu?"
Mawar Putih menyeletuk. Cu Kong-leng mengiakan. Mawar Putih menyeringai.
"Kabarnya Harimau Iblis dan Naga Haram itu sebenarnya dua orang bersaudara. Kalau dia muncul, kalian tentu celaka karena masakan dia takkan msmbantu saudaranya si Harimau Iblis itu?"
Cu Kong-leng tak kenal siapa Mawar Putih itu. Ia tak senang karena dara itu kasar nada bicaranya. Tetapi mengingat dara itu kawan Kong-sun Liong (Siau-liong), terpaksa ia mengangguk.
"Benar, tetapi kemunculan Naga Haram saat itu ternyata tak menyusahkan rombongan orang gagah. Bahkan dia malah menganjurkan supaya jangan memusuhi rombongan orang gagah. Setelah tukar bicara dengan gunakan ilmu Menyusup suara, mereka segera tinggalkan puncak gunung...."
Cu Kong-leng berhenti sejenak. Memandang kesekeliling penjuru lalu berkata pula.
"Setelah terjadi kehebohan dari saudara dan Ki ih lalu Harimau Iblis, para orang gagah yang hadir dipuncak Ngo-siong-nia itu hampir saja bubar. Untunglah It Hang teguh pendirian. Ia tetap berkeras hendak melakukan penyerbuan ke Lembah Semi,akhirnya para orang gagah 'menunjang keputusan ketua Bu-tong pay itu dan pada tengah malam mereka telah tiba diluar Lembah Semi...."
Cu Kong-leng berhenti untuk menghela napas. Sesaat kemudian ia berkala pe-lahan2.
"Rombongan orang gagah dipecah menjadi dua kelompok yang akan masuk dari muka dan belakang lembah. Karena aku dan ketua Tiam-jong-pay yakni saudara Shin Bu-seng agak mengerti tentang ilmu Ngoheng, maka kami berdua ditempatkan secara terpisah dalam kedua kelompok itu. Aku termasuk dalam kelompok Ti Gong taysu, Kun-lun Sam-cu dan Tan Ih-hong yang masuk dari belakang lembah. Sedang ketua Tiam-jong-pay Shin Bu-seng ditempatkan pada kelompok kedua yang terdiri dari ketua Kaypang To Kiu-kong ketua Kong-tong-pay Toh Hun-ki dan It Hang totiang yang masuk dari sebelah muka...."
Cu Kong-leng berhenti untuk menyelidiki kesan Siau-liong dan Mawar Putih.
"Diputuskan pula bahwa pada kurang lebih pada pukul satu malam supaya kedua kelompok itu bertemu di dalam lembah. Jika sampai terjadi pencegatan oleh suami isteri iblis dan anak buahnya, supaya melepaskan anak panah yang berbunyi untuk memberi berita. Agar bisa cepat memberi bantuan...."
Kembali ketua Tong-thing-pang itu berhenti sejenak lagi untuk menghela napas. Rupanya Mawar Putih tak sabar, tegurnya.
"Ih, mengapa engkau begitu loyo? Apakah engkau dapat menutur dengan lancar?"
Cu Kong-leng kerutkan dahi, ber-batuk2 lalu melanjutkan pula.
"setelah masuk dari belakang lembah, disepanjang jalan kami tak menemui suatu rintangan apa2. Karena aku agak faham tentang segala jenis alat perangkap. kelompok kami dapat melewati beberapa persiapan musuh. Tetapi dikala hampir mencapai tengah lembah, ketua Siau-lim-si Ti Gong taysu karena tak hati2 secara tak sengaja telah menyentuh tombol sebuah perkakas rahasia.... '"
Mawar Putih mendengus.
"Uh, lagi2 paderi tua itu!"
Cu Kong-leng tertawa menyeringai, katanya.
"Untunglah saat itu Ti Gong taysu dan aku cepat2 dapat menghadapi perobahan. Sebelum terjerumus ke dalam perangkap, kami dapat menghindar Tetapi celakanya Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka segera mengetahui tentang kedatangan kami Segera terjadilah pertempuran seru...."
Sesaat merenung, Cu Kong leng menyambung penuturannya lagi.
"
Walaupun saat itu Iblis Penakluk dunia dan Dewi Neraka tak muncul, tetapi Soh-beng Ki-su dan nona pemilik lembah memimpin anak buahnya untuk menyerang. Karena faham akan keadaan tempat dan berjumlah lebih banyak pula karena...."
Kembali Cu Kong-leng menghela napas lagi, lalu katanya.
"Kepandaian kami tak memadai untuk menghadapi ilmu setan mereka, maka tak berapa lama bertempur, kami telah tercerai berai. Aku dan saudara Tan Ih-hong terdesak mundur sampai ke dalam selat lembah sini. Sebelumnya kami telah melepaskan anak panah suitan, tetapi dari kelompok It Hang totiang, tak muncul barang seorang bala bantuanpun juga...."
"Toh Hun-ki dan keempat Su-lo itu sudah mati atau masih hidup!"
Teriak Mawar Putih tak sabar lagi. Cu Kong-leng memandang si dara dengan pandang tak mengerti, katanya.
"Sejak terdesak ke dalam selat ini, kami telah kehilangan hubungan dengan kawan2. Kami tak jelas lagi bagaimana keadaan mereka. Tetapi menurut hematku...."
Untuk kesekian kali, Cu Kong-leng menghela napas lagi.
"Termasuk It Hang totiang, To Kiu kong, Shin Bu seng dan beberapa tokoh lain kemungkinan besar tentu mengalami nasib jelek!"
Dalam pada itu diam-diam Cu Kong-leng heran mengapa Kongsun Liong dan dara yang dianggap liar itu, begitu memperhatikan sekali akan diri Toh Hun-ki dan keempat Su-lo dari partai Kong-tong-pay. Mawar Putih banting2 kaki lalu menegur Siau-liong.
"Bagaimana tindakan kita? Pergi atau mengobrak-abrik Lembah Semi?"
Siau-liong juga kehilangan faham. Sesaat ia termangumangu. Cu Kong-leng batuk2, kemudian berkata.
"Bermula kami heran mengapa orang Lembah Semi tak mengejar kesitu. Tetapi setelah memeriksa keadaan tempat ini, barulah aku tersadar...."
"Bagaimana?"
Tukas Mawar Putih pula. Cu Kong-leng tertawa masam, jawabnya.
"Tempat ini merupakan tempat buntu. Meskipun aku faham akan ilmu perkakas rahasia dan ilmu barisan, tetapi sungguh aku tak mengerti barisan mereka ini!"
Siau-liong memandang kesekeliling penjuru.
Memang benarlah.
Karang2 yang memagari sekeliling tempat itu menjulang tinggi dengan landai sekali atau tegak lurus.
Sukar untuk dipanjat.
Pun andaikata dapat memanjat ke atas, dikuatirkan di atas karang itu sudah disiapkan alat atau barisan anak buah Lembah Semi.
Hutan pohon siong itu berada ditengah2 tanah buntu.
Rupanya memang dibuat oleh orang2 Lembah Semi.
Karang2 tinggi itupun juga disempurnakan dangan lubang2 gua yang dilengkapi dengan perkakas rahasia dan barisan pendam.
Tengah Siau-liong merenungkan keadaan tempat itu, tibatiba Mawar Putih menjerit kaget dan cepat bersembunyi di belakangnya seraya menunjuk ke arah Tan Ih-hong ketua perkumpulan Ji-tok-kau.
"Lihatlah, dia...."
Ketika Siau-liong berpaling, tampak ketua Ji-tok-kau itu itu sedang menampar-namparkan kebud hud-tim.
Dari kebud hud-tim itu menghambur bubuk putih yang halus.
Sedang tangan kirinya mencekal seekor ular berbisa dan dimasukkan ke dalam mulutnya, kresss.
Kepala ular itu remuk dikunyahnya terus ditelan ke dalam perut.
Darah bercucuran dari mulut membaurkan bau anyir yang memuakkan sekali....
Tetapi ketua Ji-tok-kau atau perkumpulan Pemakan Racun, makan dengan lahapnya.
Dikunyah ular beracun sepanjang setengah meter itu seperti orang makan kuweh untir2 atau baling2.
Siau-liong, Mawar Putih dan Cu Kong-leng serasa diiris-iris hatinya karena ngeri....
"Tan kaucu itu memang biasa makan ular beracun. Dia mendirikan perkumpulan Pemakan racun. Pengaruhnya besar sekali didaerah Selam."
Cu Kong-leng menerangkan. Dalam beberapa saat Tan Ih-hong sudah memakan habis ular itu. Setelah mendehak dua kali sambil mengusap mulut ia berbangkit.
"Kawanan ular berbisa itu sudah kutindak dengan jimat (tumbal). Tak mungkin mereka berani datang lagi. Tetapi kalau orang Lembah Semi yang mahir menguasai ular itu menyuruh binatang beracun itu menyerang lagi, akupun tak dapat berbuat apa2!"
Kata ketua perkumpulan Pemakan Ular itu.
Ketua Pemakan-ular itu memelihara rambut panjang sampai kebahu.
Wajahnya berwarna hijau kehitam-hitaman.
Tentulah hal itu disebabkan karena gemar makan ular beracun.
Pakaiannya betapa compang camping, kaki telanjang dan kotor.
Pertapa bukan.
pengemispun tidak.
Ketua Pemakan Ular itu tak menghiraukan Siau-liong dan Mawar Putih.
Tetapi agaknya ia jeri juga terhadap kedua anak muda itu.
Ia berjalan mengitar dan menuju ketempat Cu Kong-leng, serunya.
"Bagaimana? Apakah engkau sudah dapat menemukan jalan keluar dari lembah ini?"
Karena ngeri melihat demonstrasi Tan Ih-hong makan ular beracun tadi, Mawar Putih masih gemetar dan bersembunyi di belakang Siau-liong.
Saat itu sekali pun dalam gerumbul semak yang sedang diluar hutan pohon siong itu masih terdengar suara gemersik dari kawanan ular berbisa, tetapi mereka tak berani bergerak.
Rupanya apa yang dikatakan katua Pemakan Ular itu memang benar.
"Barisan ini memang amat aneh sekali. Sampai saat ini aku belum dapat mengetahui namanya,"
Sahut Cu Kong-leng ketua himpunan Tong-thing-pang itu. Mendengar itu marahlah Tan Ih-hong, bentaknya.
"Ho, engkau menipu aku! Aku sudah makan dan menundukkan kawanan ular beracun itu tetapi engkau tak mampu mengetahui barisan yang begitu sederhana! Uh, sampai dimanakah pengetahuanmu tentang ilmu barisan itu...."
Ia berhenti sejenak lalu berkata lebih lanjut.
"Ketahuilah, sekalipun terkurung disini sampai 28 tahun pun takkan kelaparan mati."
Aku dapat makan ular. Tetapi bagaimana dengan kalian? Bukankah kalau tak makan setengah bulan saja kalian tentu sudah tak kuat? Apalagi kawanan ular berbisa itu...."
Ia melirik ke arah Siau-liong dengan pandang yang jeri lalu tak melanjutkan kata2nya. Cu Kong-leng tertawa dingin.
"Sama sekali aku tak menipu saudara supaya mengusir ular beracun itu. Harap tahu bahwa meskipun untuk saat ini aku belum dapat mengetahui barisan mereka tetapi sedikit telah kuselami gerak perobahannya. Mungkin tak lama lagi tentu sudah kuketahui rahasia barisan mereka itu. Sekalipun saudara dapat hidup dengan makan ular beracun tetapi tempat ini penuh dengan alat rahasia pembawa maut. Benar memang kedua suami isteri iblis itu tak mengejar kesini tetapi jika tak kutunjukkan jalaninya, sekali salah langkah tentu akan tertimpah bahaya maut!"
Agaknya ketua perkumpulan Pemakan Ular itu memang singkat sekali pikirannya. Mendengar bantahan Cu Kong-leng, ia menjadi bungkam. Kemudian Cu Kong-leng menunjuk kesekeliling penjuru dan berkata kepada Siau-liong.
"Sekalipun pengetahuanku picik, tetapi aku pernah meyakinkan sampai berpuluh tahun tentang ilmu perkakas rahasia dan barisan. Dalam 200 macam barisan yang pernah kupelajari, tak ada satupun yang sama dengan barisan itu!"
Menurut arah yang ditunjuk Cu Kong-leng, Siau-liong melihat deretan karang tinggi itu seperti menyerupai bentuk delapan tanduk runcing. Berkata Cu Kong-leng pula.
"Jika menurutkan keadaan alam, jelas barisan mereka mengandung unsur perobahan Patkwa- kiu-kong. Tetapi...."
Ia menunjuk ke arah gua2 yang besar kecil dan tinggi rendah pada kaki karang itu, lalu berkata pula.
"Yang tak kumengerti ialah tentang ke 7 buah gua yang tersebar diempat penjuru itu. Yang 6 buah, jelas gua alam. Tetapi yang satu tentu dibuat orang...." ia berhenti dan merenung.
"Kabarnya suami isteri iblis itu mahir menggunakan tipu siasat untuk menjebak orang. Mungkin tempat ini tiada terdapat perkakas rahasianya. Mereka memang sengaja membuat lubang gua untuk menimbulkan kecurigaan orang!"
Kata Siau-liong yang tak sabar menunggu. Tetapi ketua Tong-thing-pang itu gelengkan kepala.
"Tempat itu amat berbahaya dan merupakan ciptaan alam yang menyerupai bentuk barisan Pat-kwa-tin. Sudah tentu kedua iblis itu takkan menyia-nyiakannya. Kalau tak percaya, cobalah saudara cari jalan yang saudara lalui ketika datang kesini tadi. Apakah saudara mampu menemukannya lagi atau tidak!"
Siau-liong terkejut.
Cepat ia melakukan perintah itu.
Ah, memang keadaan empat penjuru hampir sama.
Dan belasan batang pohon siong yang tumbuh ditengah hutan itupun hampir sama semua sehingga sukar menemukan dari jalan mana tadi ia masuk kesitu.
Bukan kepalang kejut Siau-liong.
Kedatangannya kehutan situ adalah untuk mencari tempat bersembunyi.
Setelah memulangkan tenaga, ia hendak keluar untuk menempur kedua suami isteri iblis itu lagi.
Lalu mencari Toh Hun-ki dan keempat Su-lo.
Maka bermula ia tak menghiraukan Cu Kongleng yang sedang mempelajari keadaan tempat situ.
Tetapi setelah melakukan apa yang dikatakan Cu Kong-leng tadi, gelisahlah ia.
Benar-benar ia tak mampu menemukan jalan yang ia masuki tadi.
"Jika barisan Pat-kwa digabung dengan robahan barisan Bintang-tujuh, benar-benar sebuah barisan yang luar biasa hebatnya. Sejak dahulu belum pernah orang melakukan hal itu. Mengingat Iblis Penakluk dunia dan Dewi Neraka itu memiliki kecerdasan yang hebat, tidak mustahil kalau mereka dapat menyatukan kedua bentuk barisan itu. Kecuali...."
Plak, tiba-tiba ketua Tong-thing-pang itu menampar pipinya sendiri.
"Benar! Ah, tentu bukan ciptaan kedua iblis itu sendiri. Orang yang menciptakan barisan itu, karena berani memaksa nyalahi perhitungan alam, tentulah sudah mati dalam barisan!"
Siau-liong dan Mawar Putih setengah mengerti setengah tidak.
Tetapi melihat sikap ketua Tong Thing-pang itu, terang kalau dia benar-benar memeras otak.
Saat itu agaknya Cu Kong-leng sudah menemukan titik2 terang.
Segera ia melangkah maju kehadapan Siau-liong.
"Jika orang yang meciptakan barisan itu tidak dibunuh kedua suami isteri iblis, dia adalah seorang ahli pikir yang cemerlang sekali. Tetapi kemungkinan besar, orang itu tentu sudah mati dalam barisan yang diciptakannya itu sendiri...."
Ia menghela napas, katanya pula.
"Karena ia menciptakan barisan ini terlampau ganas, dalam ke 7 lubang barisan itu sama sekali tidak diberi pintu hidup. Oleh karenanya, sekalipun ia mampu balik keluar dari barisan, tentu juga akan mendapat kutukan...."
Siau-liong hanya menganggukkan kepala.
"Penilaian saudara memang tepat,"
Kata Siau-liong.
"tetapi tentulah ada sebab lain mengapa orang itu mau menciptakan barisan semacam ini!"
"Maksudmu?...."
Siau-liong tertawa.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Orang itu tentu sudah linglung atau memang sudah gila!"
Tiba-tiba ketua Tong-thing-pang itu bertepuk tangan.
"Bagus, Pendapat saudara memang hebat. Memang orang linglung atau gila sering menonjolkan kepandaiannya. Menilik ciptaan yang begitu ganasnya, memang hanya seorang gila yang dapat melakukannya. Tetapi...."
Ia menunduk berpikir lagi. Beberapa saat kemudian ia berkata.
"Tokoh2 yang ahli dalam ilmu barisan dan alat-alat rahasia, sebagian besar aku tahu. Tetapi aneh, mengapa aku tak dapat menemukan siapakah pencipta barisan itu?"
Tan Ih-hong mondar-mandir mendukung tangan. Tiba-tiba ia menarik tubuh Cu Kong-leng, serunya.
"Kawanan ular berbisa itu dalam waktu sejam lagi tentu akan liar kembali. Lekaslah cari jalan keluar!"
Cu Kong-leng geleng2 kepala.
"Tempat ini merupakan tanah mati. Sama sekali tiada jalan keluar...."
Namun ketua Tong-thing-pang itu tetap membuat penilaian. Tiba-tiba ia menunjuk sebuah gua yang paling besar, serunya.
"Jika terpaksa, kita hanya dapat menggunakan jalan ini untuk keluar. Tetapi adakah gua itu menembus keluar atau masih dalam bagian lembah, aku tak berani memastikan. Pula mungkin di dalam gua terdapat banyak ular dan serangga berbisa...."
"Jangan kuatir, serahkan kawanan binatang beracun itu padaku!"
Seru ketua Pemakan Ular. Cu Kong-leng tertawa.
"Kecuali binatang beracun, mungkin masih terdapat bahaya air dan api serta lubang2 jebakan yang tak dapat kita duga-duga. Jika hanya seorang saja, kemungkinan tentu binasa...."
"Semua ancaman alat rahasia dan lain-lain perangkap, menjadi tanggunganmu!"
Teriak Tan Ih-hong. Kemudian Cu Kong-leng menanyakan pendapat Siau-liong. Pemuda itu memandang sejenak kepada Mawar Putih lalu menjawab.
"Dari pada disini menunggu kematian, lebih baik kita coba2 menempuh bahaya!"
Baru Siau-liong berkata begitu, tiba-tiba terdengar suara orang bersuit pelahan.
Sudah tentu sekalian orang terperanjat.
Suitan itu seperti bunyi seruling tetapi pun mirip dengan batang pohon yang berderak-derak tertiup angin.
Menyusul dengan itu, karang yang mengelilingi empat penjuru, menghambur kabut tipis.
Dibawa kesiur angin, kabut itu makin lama makin tebal dan pelahan-lahan mengumpul ditengah.
Saat itu alam disekeliling penjuru tampak meremang tak jelas lagi.
Suara suitan itupun kedengaranya makin rendah nadanya sehingga sukar diketahui berasal dari benda apa.
Suaranya mirip dengan kawanan setan yang merintih-rintih ditengah malam.
Suasana dalam hutan ditengah tanah lapang buntu itu makin terasa seram.
Seketika berobahlah wajah Cu Kong-leng ujarnya.
"Rapanya barisan mereka sudah mulai bergerak. Harap saudara sekalian mengikuti aku, jangan bergerak sendiri!"
Tiba-tiba Tan Ih-hong berteriak.
"Awas! Kawanan ular berbisa itu mulai menyerang lagi!"
Memang benar.
Dari sekeliling penjuru hutan, ribuan ular dan binatang berbisa serempak merayap datang.
Sambil gerakkan kebut hudtimnya kekanan kiri, Tan Ih-hong membaca doa.
Tetapi rupanya kawanan binatang beracun itu telah mendapat tekanan dari ilmu sihir yang lebih kuat.
Mereka tak mengacuhkan Tan Ih-hong dan terus menyerbu.
Karena kebudnya tak memberi hasil, Tan Ih hong bingung juga.
Tiba-tiba ia menyambar seekor ular besar terus digigit kepalanya.
Setelah meminum darah ular itu, ia segera menyemburkan kesekeliling penjuru.
Serangan istimewa itu memaksa kawanan binatang beracun tak berani maju lagi.
Tetapi mereka tetap bergeliatan disekeliling hutan.
Dalam pada itu kabutpun makin tebal sehingga mata sukar memandang kemuka.
Dan yang lebih mengejutkan.
Tiba-tiba belasan batang pohon siong bergetaran! Makin lama makin keras seperti terjadi gempa bumi.
Keempat orang itu seperti berada dalam perahu yang tengah diamuk badai.
Kepala mereka pening, mata berkunang2....
Cu Kong-leng berseru gugup.
"Tempat ini merupakan poros tengah barisan. Jika terjadi suatu perobahan, semua benda disini tenju hancur ludas. Lekas ikut aku!"
Kembali Tan Ih-hong mencengkeram seekor ular besar lalu digigit kepalanya.
Setelah itu ia semburkan darah ular tadi ke arah yang ditunjukkan Cu Kong-leng.
Kawanan binatang berbisa yang berada ditempat itu segera menyingkir memberi jalan.
Cu Kong-leng berjalan lebih dulu, ketiga orang lainnya mengikut dibelakangnya.
Beberapa kali Cu Kong-leng berhenti untuk membuat penyelidikan.
Dengan begitu jalannya amat pelahan sekali.
Untunglah selama itu Tan Ih-hong dapat menggigit mati 7-8 ekor ular besar dan setiap kali tentu menyemburkan darah ular itu untuk membuka jalan.
Dengan demikian amanlah perjalanan mereka.
Kira2 sepenanak nasi lamanya.
tiba-tiba Cu Kong-leng berseru.
"Sudah sampai!"
"Sampai dimana?"
Tan Ih-hong bertanya penuh ketegangan. Cu Kong-leng tertawa hambar.
"Tiada nama yang lebih tepat untuk tempat itu kecuali kita sebut sebagai Pintu Akhirat,"
Ketika Siau-liong mengawasi kemuka, ternyata yang disebut Pintu Akhirat oleh ketua Tong-thing-pang itu adalah gua paling besar yang tadi ditunjuk oleh Tan Ih-hong.
Gua itu setinggi satu tombak, lebar empat-lima meter.
Disebelah dalam hitam pekat tak tampak suatu apa.
Sepintas pandang gua itu seperti buatan alam.
Gerumbul rumput alang2 yang tumbuh di pintu gua, hampir setinggi orang.
Sarang labah2 dan galagasi memenuhi lubang pintu.
Memberi kesan bahwa gua itu tak pernah dikunjungi manusia.
Siau-liong memandang lekat kepada Cu Kong-leng.
Diamdiam pemuda itu muiai meragukan keterangan Cu Kong-leng.
Sedang Tan Ih-hong pun melongok ke dalam gua lalu melengking.
"Hm, jelas sebuah gua yang tak pernah diinjak manusia mengapa engkau katakan sebagai jalan keluar?"
"Mataku belum rabun. Kuyakin takkan salah lihat!"
Jawab Cu Kong-leng. Tan Ih-hong tak membantah tetapi pun tak berani gegabah masuk. Saat itu kabut tebal sudah merata menyelimuti hutan siong. Hanya suara bergetaran tadi sudah berhenti. Setelah memasang pendengaran, berkatalah Cu Kong-leng.
"Jika penilaianku tak salah. Gua ini setengahnya memang ciptaan alam tapi setengahnya juga dibuat manusia. Kupercaya gerak-gerik kita ini tentu sudah diawasi musuh."
"Bagaimana engkau tahu?"
Seru Tan Ih-hong kurang puas.
"Tadi barisan itu jelas sudah bergerak. Jika kita masih berada dalam hutan, tentu sudah mati ditangan mereka...."
Kata Cu Kong-leng.
"bahwa kemudian barisan itu berhenti, menandakan kalau mereka mengetahui bahwa kita sudah tinggalkan hutan itu!"
Kemudian sambil menunjuk ke dalam gua, ketua Tongthing- pang itu berkata pula.
"Walaupun kuyakin gua itu merupakan satu-satunya jalan keluar. Tetapi aku tak berani memastikan adakah kita nanti mampu keluar dengan selamat atau tidak. Karena dalam gua itu tentu penuh bahaya maut!"
Karena tak mengerti ilmu barisan dan ilmu segala macam alat rahasia, Siau-liong diam saja....
Demikian pun dengan Mawar Putih.
Cu Kong-leng melangkah masuk ke dalam gua.
Beberapa langkah kemudian, ia berseru memanggil ketiga orang itu supaya lekas masuk juga.
Keiika Siau-liong bertiga masuk, ternyata gua itu merupakan sebuah terowongan alam.
Tetapi bagian lantai dan langit2 serta dinding gua terdapat bekas2 dibuat manusia.
Kembali Cu Kong-leng menyatakan keyakinannya bahwa gua itu pasti merupakan satu2nya jalan keluar.
Tetapi ia masih belum mengetahui alat rahasia apa saja yang dipasang dalam gua itu.
Mereka melanjutkan langkah.
Makin ke dalam lorong gua itu makin sempit.
Juga sinar penerangannya, makin gelap.
Jika mereka berempat tak memiliki ilmu silat tinggi, pasti tak mampu melihat keadaan disekeliling.
Kira2 sepuluh tombak jauhnya, tibalah mereka di ujung gua.
Setelah menyelidiki kian kemari, akhirnya Cu Kong-leng menunjuk pada sebuah batu hijau yang menonjol di sebelah kiri.
"Itulah alat penggerak pesawat rahasia...."
Tampak ketua Tong-thing-pang itu yakin akan penemuannya. Setelah memandang bergantian pada Siauliong, Mawar Putih dan Tan Ih-hong, ia berkata pula.
"jika memutar aiat itu, akan terjadi dua kemungkinan. Kesatu, akan terbuka sebuah jalan hidup. Dan yang kedua akan terjadi suatu perobahan yang tak terduga-duga...."
"Serangan ular dan binatang berbisa?"
Tanya Tan Ih-hong. Cu Kong-leng gelengkan kepala.
"Sukar dipastikan. Semburan api mungkin bencana air atau mungkin pula letusan gunung dan mungkin kita akan terperosok ke dalam lubang penjara tanah!"
Tan Ih-hong terkejut.
"Apakah tak ada lain pesawat penggerak lagi?"
Pun Mawar Putih mendesak juga supaya Cu Kong-leng memeriksa lagi lebih cermat. Ketua Tong-thing-pang itu menurut. Ia menyelidiki sekitar tempat itu dengan seksama. Tapi tetap tak menemukan suatu apa.
"Ah tak ada lain kecuali yang itu!"
Katanya. Siau liong tak dapat berkata apa2. Demikian pun Mawar Putih dan Tan Ih-hong.
"Kita akan menurut saja apa yang dikatakan saudara Kongsun Liong,"
Kata Cu Kong-leng seraya memandang Siauliong.
Karena hal itu menyangkut keselamatan jiwa mereka berempat, Siau-liong tak berani gegabah mengambil keputusan.
Sesaat ia memandang wajah Mawar Putih tetapi dara itupun tak punya pendapat apa2.
Ia tertegun diam.
"Saat ini musuh sudah mengamati gerak-gerik kita. Sekalipun kita diam saja disini, mereka tetap menyerang. Daripada mati konyol, lebih baik kita putar alat itu. Untunguntunganlah, mungkin bencana mungkin kebebasan!"
Akhirnya Cu Kong-leng menyetujui.
Karena Mawar Putih diam saja dan ketua Pemakan Ular itu juga hanya celingak-celinguk, akhirnya Siau-liong menyetujui.
Cu Kong-leng mulai mengangkat tangan kanannya.
Tangannya agak gemetar, butir2 keringat mengucur dari dahinya.
Hatinya tegang sekali.
Tiba-tiba ketua Pemakan Ular Tan Ih-hong mendesah pelahan lalu menarik jubahnya yang penuh tambalan itu ke atas untuk menutup mukanya.
Dalam pada itu tangan Cu Kong-leng makin menggigil keras.
Setelah berhenti sejenak, akhirnya ia menjamah batu hijau dan menekannya.
Batu marmar hijau itu hanya sebesar mangkuk, Sekali ditekan terus menyurut masuk.
Keempat orang itu menahan napas untuk menunggu apa yang akan terjadi.
Tiba-tiba terdengar suara bergetar dahsyat sehingga tanah dalam gua itu bergoncangan.
Mawar Putih menjerit terus memeluk dada Siau-liong.
Dalam keadaan yang sedemikian tegangnya, dara itu lupa akan segala susila dan rasa malu.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tetapi sampai beberapa saat, belum terjadi sesuatu.
Goncangan itupun makin reda.
Rupanya berasal dari luar gua.
Setelah itu terdengar suara berderak-derak.
Ah, dinding gua sebelah muka tiba-tiba merekah dan terbuka sebuah jalan lebar.
Cu Kong-leng menghela napas longgar dan berseru gembira.
"Hola, bahaya telah lalu. Hayo kita keluar "
Mawar Putih lepaskan pelukannya....
Dengan wajah tersipusipu merah ia memandang Siau-liong lalu berputar tubuh.
Tan Ih-hong pun membuka tutup mukanya lalu cepat2 mengikuti langkah Cu Kong-leng.
Cu Kong-leng melangkah dengan hati2 sekali.
Siau-liong cepat menarik Mawar Putih diajak mengikuti orang she Cu itu.
Lorong jalan itu makin lama makin lebar dan terang.
Kira2 tiga tombak jauhnya, merupakan sebuah gua besar menyerupai sebuah ruangan di bawah tanah.
Setelah memandang kesekeliling Cu Kong-leng berkata.
"Penilaianku tadi banyak yang meleset. Pencipta barisan itu ternyata bukan orang ganas karena masih memberi jalan hidup...."
Tampaknya Cu Kong-leng amat gembira. Kipas disusupkan kepunggung lagi lalu me-ngurut2 jenggot. katanya pula.
"Kini aku pun sudah jelas akan bentuk barisan ini. Tak lain hanya gabungan antara barisan Pat-kwa dan Thay-kek. Sama sekali bukan seperti yang kukatakan tadi ialah barisan Tujuhmaut...."
Sambil menunjuk pada kedua samping dinding gua, ia menerangkan bahwa asal tidak menyentuh dinding itu, barisan tentu takkan bergerak. Lalu ia menghampiri kemuka dinding gua dan menunjuk sebuah batu menonjol sebear telur, serunya.
"Inilah alat pembuka dari jalan ke luar!"
Dengan wajah berseri tawa, ia segera menekan batu itu.
Siau-liong dan Tan Ih-hong sudah mulai menaruh kepercayaan kepada Cu Kong-leng Mereka merasa lega.
Setelah batu ditekan, dari bawah tanah terdengar suara macam kerbau menguak.
Sambil tersenyum simpul, Cu Kongleng berpaling"
"Suara itu berasal dari pergantian antara Patkwa dengan Thay-kek. Begitu peralihan tempat itu selesai, pintu keluar tentu akan terbuka...."
Baru ia berkata begitu, se-konyong2 terjadi ledakan dahsyat. Kedua dinding gua ber-derak2 merekah. Batu2 berguguran seperti hujan mencurah sehingga keempat orang itu tak dapat berdiri tegak.
"Barisan Tujuh Maut...."
Serentak Cu Kong-leng menjerit keras.
Tetapi ia tak dapat melanjutkan kata2nya karena saat itu dari kedua samping dinding gua yang pecah itu, gelombang air bah melanda dahsyat, Siau-liong berempat pontangpanting tak dapat berdiri tegak.
Beberapa kali Siau-liong berusaha untuk mempertahankan keseimbangan tubuh tetapi selalu gagal.
Air bah yang membawa pecahan batu melandanya hebat sekali sehingga ia hampir pingsan.
Samar2 ia masih mendengar Mawar Putih menjerit memanggilnya.
"Siau.... liong.... Siau.... liong...."
Tetapi jeritan dara itu lenyap ditelan gelombang air bah yang mengamuk dahsyat. Tak mungkin Siau-liong dapat mendekati Mawar Putih. Yang terdengar tak lain suara teriakan Cu Kong-leng yang masih me-mekik2 seperti orang gila.
"Barisan Tujuh Maut.... pintu celaka.... air bah...."
Jeritan ketua Tong-thing-pang itu terputus oleh sebuah ledakan yang dahsyat lagi.
Tanah ruang gua itu segera amblong ke bawah.
Keempat orang itu laksana orang yang terlempar ke bawah jurang.
Siau-liong yang memiliki tenaga sakti hebat, tetap tak mampu berbuat apa2.
Siau-liong merasa bahwa dirinya pasti mati dalam barisan Tujuhy Maut itu.
Dari ketinggian 20-an tombak, ia dihempaskan oleh gelombang air terjun.
Ia rasakan sendi tulangnya seperti remuk dan pada lain saat ia tak ingat apa2 lagi....
Entah selang berapa lama ia dalam keadaan pingsan itu.
Hanya ketika ia membuka mata ia sasakan tulang belulangnya seperti pecah dan tenaganya lenyap sehingga tak kuat untuk mengangkat tangannya.
Otaknya masih ber-binar2 sehingga tak dapat mengingat apa yang telah terjadi pada dirinya.
Ia pun tak tahu dimanakah saat itu ia berada.
Beberapa saat kemudian, tiba-tiba ia mendengar langkah kaki orang berjalan mendatangi.
Ia terkejut.
Cepat ia loncat bangun.
Uh....
kaki dan tangannya serasa tak bertulang lagi.
Ia meronta dan berusaha untuk menggeliat bangun namun tetap sia2.
Pada lain saat ia merasa dahinya telah di-elus2 oleh sebuah tangan yang halus.
Sebuah helaan napas ringan terdengar dan hidung Siau-liong serentak terbaur oleh bau yang harum semerbak.
Dengan sekuat tenaga ia berusaha untuk merentang sepasang mata memandang kemuka.
Tetapi pandang matanya masih ber-kunang2, tak dapat melihat jelas kecuali hanya sesosok bayangan beraneka bunga.
Tak berapa lama, derap langkah kaki orang tadi kedengaran pula.
Jelas yang datang itu tentu bukan seorang saja.
Tangan halus itu kembali menjamah keningnya dan terdengarlah suara yang lemah-lembut.
"Hatilah engkau mengangkatnya bangun!"
Siau-liong rasakan punggungnya diangkat oleh dua lengan yang halus untuk didudukkan.
Karena masih lemah tenaga dan pikirannya.
Siau-liong membiarkan saja dirinya diangkat itu.
Kemudian mulutnya seperti dingangakan tangan orang lalu dimasuki sebutir pil.
Mau tak mau Siau-liong menelan pil itu juga.
"Hati2lah merawatnya! Jika sudah sadar, panggillah aku,"
Kata orang yang berkata tadi.
Siau-liong dibaringkan lagi di atas ranjang.
Terdengar langkah orang meninggalkan ruang itu.
Beberapa kali orang itu berhenti.
Agaknya seperti tak tega meninggalkan Siauliong.
Pil itu memancarkan aliran tenaga keseluruh tubuh Siauliong sehingga ia merasa semangat dan tenaganya pulih kembali.
Cepat ia mengambil napas dan menyalurkan tenaga murni.
Berkat memiliki dasar tenaga dalam yang kokoh, tak berapa lama tenaga dalamnya sudah pulang kembali.
Segera ia hentikan penyaluran tenaga dalam lalu membuka mata.
Ah....
kiranya dirinya saat itu berada dalam sebuah ruang tidur yang indah dan berbaring di atas sebuah ranjang yang harum baunya.
Kamar tidur itu tentu milik seorang gadis.
Ia terkejut sekali.
Ia heran mengapa diriny, tiba-tiba berada disitu.
Buru-buru ia tenangkan perasaannya untuk mengenang kembali apa yang telah dialaminya.
Akhirnya berhasillah ia mengingat semua peristiwa.
Diam-diam ia menggigit lidahnya sendiri sehingg| kesadaran pikirannya bertambab terang.
Ah, ternyata ia belum mati.
Tetapi serempak itu, pikirannya kacau tak karuan, hatinya amat cemas sekali.
Dimanakah gerangan dua orang itu? Kegelisahan Siau-liong itu selain karena hubungannya dengan Mawar Putih yang makin erat, pun juga karena ia memerlukan sekali tenaga dara itu.
Jika Mawar Putih sampai mati, bukankah selamanya ia bakal tak bertemu dengan ibu kandungnya Dewi Ular Ki Ih? Cepat2 ia memeriksa pakaiannya.
Ah, ternyata perlengkapan untuk menyaru menjadi Pendekar Laknat masih berada di dalam baju.
Demikianpun separoh Giok-pwe yang diberikan Toh Hun-ki itu, juga masih ada.
Setelah menenangkan diri, Siau-liong lalu loncat bangun.
Ruangan itu sunyi senyap.
Dibawah ranjang terdapat dua orang pelayan perempuan duduk bersila.
Begitu melihat Siau liong loncat turun dari ranjang, kedua bujang gadis itu terkejut.
Mereka tersipu-sipu menyongsong.
Siau-liong tetap tak tahu dimanakah tempat beradanya saat itu.
Tetapi ia duga tentulah dirinya ditolong oleh pemilik ruang tidur itu.
Melihat.
kedua bujang itu menghampiri, Siau-liong segera memberi hormat.
"Entah siapakah yang telah menolong diriku?"
Kedua bujang dara itu baru berumur 1516 tahun. Rambutnya dikuncir, mengenakan baju dan celana hijau daun. Pinggangnya bersabuk sutera hijau gelap. Kedua bujang dara itu tertawa dan serempak berseru.
"Sudah tentu nona majikan kami!"
Siau-liong terbeliak.
"Apakah nonamu itu...."
"Nanti engkau tentu tahu sendiri!"
Tukas salah seorang gadis pelayan. Siau-liong tak mau bertanya lebih jauh. Ia lebih memikirkan keselamatan Mawar Putih dan kedua orang itu. Maka ditanyakanlah hal itu kepada kedua gadis pelayan.
"Tolol! Perlu apa nona kami menolong lain orang? Yang penting hanya menolong engkau!"
Kedua gadis pelayan itu tertawa mengikik.
Diam-diam Siau-liong terkejut.
Tentulah Mawar Putih dan kedua orang itu mengalami bahaya.
Salah seorang gadis pelayan itu segera mengajak kawannya keluar.
Tak berapa lama mereka mengiring seorang nona yang mengenakan pakaian merah menyala.
Dandanannya amat mewah, tak ubah seperti puteri istana.
Ketika Siau-liong mengawasi dengan seksama, ia terbeliak kaget.
Nona baju merah itu bukan lain adalah gadis pemilik Lembah Semi atau puteri tunggal dari suami isteri Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka.
Waktu melihat Siau-liong sudah berdiri didepan ranjang, nona itu tertawa gembira, serunya.
"Eh, engkau masih harus beristirahat dulu, mengapa turun dari tempat tidur?"
Diam-diam Siau-liong kerahkan tenaga dalam siap akan dihantamkan. Nona itu terkejut. Tetapi pada lain saat ia tertawa.
"Eh, engkau ini bagaimana? Dengan maksud baik kuselamatkan jiwamu, mengapa engkau memandangku begitu menyeramkan? Apakah.... ah, aku memang tolol,"
Nona itu menepuk-nepuk dahinya sendiri.
"mungkin pikiranmu masih goncang akibat barisan Tujuh Maut itu. Tetapi jangan kuatir. Engkau sekarang sudah selamat dan tak ada orang yang berani menganggumu disini...."
Nona itu maju selangkah dan bertanyakan nama Siau-liong.
Siau-liong hendak meledak kemarahannya.
Untunglah saat itu ia menyadari bahwa dirinya bukan lagi sebagai Pendekar Laknat.
Seharusnya ia bersikap seperti tak kenal dengan nona itu.
Begitu pula ia harus menyadari kedudukannya saat itu.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mawar Putih belum ketahuan nasibnya.
Kalau andaikata masih hidup tentulah menjadi tawanan orang Lembah Semi.
Demikian pula dengan rombongan orang gagah yang dipimpin It Hang to-tiang.
Mereka belum diketahui nasibnya! Mengingat akan nasib mereka, seketika Siau-liong merasa beban yang dipikulnya makin berat.
Bukan saja melaksanakan dendam terhadap Toh Hun-ki dan keempat Su-lo, merehabilitir nama baik mendiang Pendekar Laknat, mencari ibunya.
Pun sekarang tambah lagi dengan tugas untuk membasmi Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka demi menyelamatkan dunia persilatan.
Dendam Asmara -- Okt Pendekar Bloon Karya SD Liong Pedang Inti Es Karya Okt