Ceritasilat Novel Online

Pendekar Riang 17


Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id Bagian 17




   "Jadi kau yang telah memasang semua lampu di sini ?"

   "Tempat ini mana gelap, dinginnya setengah mati, aku benar-benar sangat takut, untung saja di atas meja kutemukan batu api...."

   Di atas meja dekat lentera, memang benar-benar terdapat batu api.

   "Oleh karena itu, kaupun menyulut semua lampu yang berada di sini?"

   Tanya Kwik Tay-lok. Nona cilik itu manggut-manggut. Akhirnya Kwik Tay-lok berhasil juga memahami akan satu hal, tapi tak tahan dia bertanya lagi.

   "Tadi, di sini kan tak ada seorang manusia pun, kenapa kau tidak menggunakan kesempatan itu untuk melarikan diri?"

   Sebenarnya aku memang ingin melarikan diri, tapi baru melangkah keluar dari pintu kulihat suasana di luar sana gelap dan dingin, aku.. aku... selangkah pun aku tak berani melangkah keluar !"

   Sampai kini, tubuhnya masih gemetar keras, namun ucapannya toh bisa juga didengar dengan jelas.

   Seorang gadis pingitan yang belum pernah keluar rumah, tiba-tiba menemukan tubuhnya berada dalam sebuah kuil bobrok setelah sadar dari tidurnya, belum menjadi gila pun karena ketakutan sudah termasuk suatu kejadian yang aneh.

   Kwik Tay-lok memperhatikan wajahnya dengan sorot mata yang penuh kasih sayang.

   Walaupun tangannya masih menutupi wajahnya, namun matanya sedang diam-diam mengintip wajah Kwik Tay-lok lewat celah-celah jari tangannya.

   Tampaknya Kwik Tay-lok tidak mirip dengan tampang seorang manusia yang jahat....

   bukan cuma tidak mirip, dia memang bukan.

   Sebenarnya dia ingin membimbing gadis itu bangun dari kolong meja, tapi baru saja tangannya dijulurkan, dengan cepat dia telah menariknya kembali.

   Sekalipun wajahnya tampak lemah lembut namun kematangan tubuhnya ternyata cukup menggiurkan hati orang.

   Pakaian yang dikenakan sebenarnya memang amat minim sekali hingga tampaknya mengenaskan.

   Apalagi tangannya digunakan untuk menutupi wajah sendiri, sudah barang tentu dia tak dapat menutupi bagian tubuh lainnya lagi.

   Cahaya lampu masih bersinar dengan amat jelas.

   Bukan saja Kwik Tay-lok tak berani mengulurkan tangannya, memandang sekejap ke arahnyapun tak berani.

   Pada saat itulah, lentera yang lain tiba-tiba menjadi padam.

   Lentera yang ketiga padam lebih cepat lagi, agaknya minyak yang ada dalam lentera tersebut sudah habis semua.

   Dalam waktu singkat, tujuh buah lentera sudah padam semua.

   Nona cilik itu menjerit kaget, kemudian menubruk ke dalam pelukan Kwik Tay-lok.

   Dalam kegelapan, tiba-tiba si nona cantik yang berbaju minim itu menubruk ke dalam pelukan Kwik Tay-lok, kejadian ini segera membuat deburan jantungnya dua kali lipat lebih cepat.

   Dengan cepat dia memperingatkan kepada diri sendiri.

   "Kau adalah manusia, bukan binatang, jangan sekali kau memancing dalam air keruh, jangan sekali-kali kau lakukan perbuatan itu...."

   "Bukan cuma tak boleh dilakukan, untuk dipikirkan saja tak boleh, kalau tidak bukan saja kau akan malu terhadap diri sendiri, juga malu terhadap Yan Jit!"

   Dalam hatinya dia berusaha keras untuk memperingatkan diri sendiri, sambil selalu pula mengendalikan diri, tapi banyak bagian tubuh seorang manusia yang tak mungkin bisa dikendalikan semua dengan sebaik-baiknya.

   Salah satu diantaranya adalah hidung.

   Bau harum gadis perawan yang aneh dan khas serta bau harum rambut yang terhembus lewat, mengikuti dengusan napasnya menerobos masuk ke dalam hatinya.

   Ini ditambah pula dengan tubuh yang lembut, halus dan hangat yang berada dalam pelukannya apa lagi di ruangan yang gelap gulita seperti itu, betul-betul mendatangkan suatu perasaan yang aneh sekali.

   Jangan manfaatkan kesempatan di kamar gelap, ucapan ini kedengarannya memang amat sederhana, namun dalam kenyataannya hanya orang yang pernah mengalami keadaan seperti itu saja yang mengetahui bahwa keadaan tersebut sebetulnya tidak mudah.

   Kwik Tay-lok bukan seorang nabi, bukan seorang dewa, kalau dibilang dia sama sekali tidak terpengaruh oleh keadaan ini boleh dibilang bohong.

   Tapi ada suatu ada kekuatan yang jauh lebih besar lagi yang membuat dia mampu untuk mengendalikan diri.

   Kekuatan tersebut bukan ajaran agama adat atau kesopanan, juga bukan lain-lainnya, melainkan rasa cintanya yang tebal dan mendalam terhadap Yan-Jit..

   Dia sama sekali tidak mendorong tubuh nona cilik itu.

   Dia tidak tega berbuat demikian.

   Nona cilik itu melingkar didalam pelukannya, seperti seekor burung dara yang baru saja mendapat kekagetan yang hebat, kemudian menemukan suatu tempat yang aman.

   Dengan halus Kwik Tay-lok merangkul bahunya, lalu berkata dengan suara lembut.

   "Kau tak usah takut, mari ku antar kau pulang ke rumah."

   "Sungguh ?"

   "Tentu saja sungguh, bahkan sekarang juga aku mau mengantar kau pulang."

   "Tapi... ditengah malam buta begini kau datang kemari sudah pasti ada urusan penting yang hendak dikerjakan, mana boleh kau kesampingkan persoalanmu dan malahan hendak mengantarku pulang!"

   Diam-diam Kwik Tay-lok menghela napas panjang.

   Bukan suatu yang gampang baginya untuk mencapai tempat tersebut, bila ia disuruh berlalu dengan begitu saja, sebetulnya dia merasa sangat tidak rela.

   Siapa tahu kalau si orang bermuka bopeng itu akan datang, setiap waktu, siapa tahu kalau setiap saat dia bakal memperoleh kabar berita dari Yan Jit.

   Tapi sekarang, tampaknya dia sudah tidak mempunyai pilihan lain lagi.

   Ditepuknya bahu nona cilik itu, kemudian ujarnya.

   "Sekarang fajar sudah hampir menyingsing bila orang tuamu mengetahui kalau kau lenyap, hati mereka sudah pasti akan sangat cemas. Bila orang lain tahu kalau semalaman kau tidak pulang, entah berapa banyak kata iseng yang bakal mereka lontarkan, sekarang usiamu masih kecil, mungkin belum kau ketahui sampai dimanakah mengerikannya kata-kata iseng tersebut, tapi aku tahu dengan jelas."

   Kata-kata iseng macam begitu selain dapat merusak nama baik seseorang, bahkan akan menghancurkan pula seluruh kehidupannya. Berpikir sampai di sini, Kwik Tay-lok semakin bulatkan tekadnya, dengan cepat dia berseru.

   "Oleh sebab itu, sekarang juga aku harus menghantarkanmu pulang ke rumah...."

   Mendadak nona cilik itu memeluknya erat-erat, sampai lewat lama kemudian, dia baru berbisik lembut.

   "Kau sungguh baik sekali, belum pernah kujumpai orang sebaik dirimu itu !"

   "Rumahku berada didalam gang kecil di depan sana, belok ke kanan rumah ketiga, di depan pintu yang tumbuh pohon liunya itu."

   Gang itu amat tenang dan sepi... Sinar terang baru saja muncul di ufuk sebelah timur dan menyinari embun yang berada di atas ubin hijau. Kwik Tay-lok berbisik lembut.

   "Mereka pasti belum tahu kalau kau telah lenyap, dapatkah kau menyusup masuk ke dalam tanpa sepengetahuan mereka ?"

   Nona cilik itu manggut-manggut.

   "Aku bisa masuk lewat pintu belakang, kamarku beradu di sebelah sana...."

   Katanya.

   "Lebih baik kau tidur di kamar lain saja, lebih baik lagi jika mencari seorang pembantu setengah umur untuk menemani kau tidur."

   Setelah berpikir sebentar, dia menambahkan.

   "Dua malam berikutnya bisa saja aku menengokmu dari sekitar tempat ini, siapa tahu akupun bisa membantumu untuk menyelidiki siapa gerangan orang yang telah melarikan dirimu itu."

   Sinar mata hari fajar yang memancar dari ufuk timur, sudah menyinari butiran keringat-keringat di atas wajahnya, butiran keringat itu berkilat seperti butiran mutiara.

   Di atas wajahnyapun seakan-akan tampak cahaya berkilauan.

   Nona cilik itu mendongakkan kepalanya memperhatikan wajahnya, tiba-tiba ia berkata.

   "Kenapa kau tidak bertanya siapa namaku? Apakah kau sudah tak akan datang lagi untuk menengok diriku?"

   Kwik Tay-lok tertawa paksa, sahutnya dengan lembut.

   "Aku hanya seorang gelandangan, lagi pula seorang yang sangat berbahaya, bila kau sampai melakukan hubungan denganku, sudah pasti banyak orang yang akan membicarakan kita berdua."

   "Aku tidak takut"

   Seru nona cilik itu cepat.

   "Tapi aku takut."

   "Apa yang ditakuti?"

   Seru si nona sambil mengedipkan matanya berulang kali. Kwik Tay-lok tidak menjawab, kembali dia menepuk bahunya sembari berkata.

   "Selanjutnya kau bakal tahu apa yang sesungguhnya kutakuti, sekarang cepat-cepatlah kembali ke kamarmu dan tidur baik-baik, paling baik lagi bila kau dapat melupakan kejadian yang kau alami pada hari ini."

   Nona cilik itu menundukkan kepalanya rendah-rendah, lewat lama kemudian dia baru berkata lembut.

   "Setelah keluar dari gang ini, paling baik kalau kau berbelok ke kanan saja."

   "Mengapa !"

   Nona cilik itu tidak menjawab pertanyaannya, mendadak ia mendongakkan kepalanya dan berkata sambil tersenyum.

   "Kau benar-benar seorang yang baik, orang baik selamanya tak pernah kesepian."

   Fajar telah menyingsing.

   Fajar dipermulaan musim panas terasa amat segar, tapi ketika angin berhembus lewat, maka terasa hawa dingin yang mencekam.

   Tapi perasaan Kwik Tay-lok terasa hangat dan nyaman.

   Sebab dia tahu bahwa dirinya sama sekali tidak merugikan orang lain, tidak merugikan sahabat-sahabat yang baik kepadanya, juga tidak merugikan diri sendiri.

   Siapapun itu orangnya, bila ia dapat berbuat demikian pula, maka hal tersebut boleh dibilang tidak gampang.

   Dia mendongakkan kepalanya sambil melemaskan pinggang, kemudian menghembuskan napas panjang.

   "Hari ini benar-benar hari yang panjang"

   Setiap kejadian yang dialaminya hari ini, hampir boleh dibilang semuanya merupakan peristiwa yang sama sekali di luar dugaan.

   Si manusia bermuka bopeng yang misterius, si kakek bungkuk yang tiba-tiba lenyap dibalik kegelapan, si hwesio berkaki tunggal yang berilmu tinggi dan mempunyai asal usul yang misterius, serta si nona kecil yang menyenangkan tapi mengenaskan itu.

   Kehadiran serta kemunculan orang-orang itu, boleh dibilang semuanya jauh di luar dugaannya.

   Diapun telah mengalami banyak mara bahaya, menerima banyak kemangkelan dan rasa mendongkol, namun tak setitik beritapun tentang Yan Jit yang berhasil diperolehnya.

   Namun dia sudah mendapatkan suatu hasil yang lumayan.

   Sekalipun dia tidak mengharapkan balas jasa dari orang lain terhadap perbuatannya yang telah dilakukannya, namun hatinya terasa begitu hangat dan gembira.

   Orang baik selamanya tak akan kesepian, orang yang berbuat kebajikan akan selalu memperoleh rejeki.

   "Setelah keluar dari gang ini, lebih baik kau belok ke kanan."

   Kwik Tay-lok tidak mengerti kenapa dia diminta untuk berbuat demikian, tapi dia toh belok juga ke sebelah kanan.

   Dengan cepat dia menemukan sebuah kejadian yang aneh sekali.

   Fajar telah menyingsing.

   Kabut pagi baru saja menguap dan menyelimuti sebuah jalanan yang berbatu.

   Jalan itu amat sempit.

   Kwik Tay-Iok berjalan maju menuju ke lorong itu dan belok ke kanan, dengan cepat ia menemukan sebuah gedung yang terasa amat dikenal olehnya.

   Artinya dia pernah berkunjung ke gedung itu.

   Tapi dalam kota tersebut hampir boleh dibilang tidak seorang manusiapun yang dikenal, apalagi gedung rumah kediaman yang pernah dikenal olehnya..

   Tapi, dengan cepat ia menjadi teringat kembali, rupanya gedung itu tak lain adalah gedung yang diterobosinya ketika sedang mengejar si manusia muka bopeng pagi tadi.

   Sekarang, didalam gedung itu sudah tidak nampak cahaya lentera lagi.

   Sang suami yang kurus berwajah kuning itu apakah sedang melakukan pekerjaan yang membuatnya menjadi kurus dan berwajah kekuning-kuningan itu? Sebenarnya Kwik Tay-lok memang berniat untuk melakukan penggeledahan dalam gedung itu bila malam telah tiba dan mencoba untuk memeriksa apakah si bopeng akan muncul di situ.

   Tapi sekarang niat tersebut harus diurungkan.

   Dia maju lagi ke depan, kemudian berbelok kesana.

   Jalanan dalam lorong itu beralaskan batu hijau yang diatur sangat rapi, kelihatannya jauh lebih bersih dan rapi daripada gang-gang yang lainnya.

   Sekarang fajar telah menyingsing, ternyata dalam gang tersebut masih ada beberapa buah lampu yang dipasang.

   Ketika ia membaca tulisan yang berada diantara dua buah lentera, sepasang matanya segera bersinar terang.

   "Liu-hiang-wan."

   Ternyata tempat tinggal nona Bwe Lan letaknya juga berada didalam lorong tersebut.

   Cuma sayang saat ini bukan saat yang paling tepat untuk mencari kesenangan, mungkin saja lengan nona Bwe Lan yang halus masih menjadi alas kepala orang lain.

   Sekalipun Kwik Tay-lok adalah seorang lelaki yang suka bermain perempuan, tentu saja dia enggan merusak suasana kegembiraan orang lain dalam keadaan seperti ini.

   Tapi dalam hati kecilnya seakan-akan telah timbul suatu perasaan yang istimewa, seakanakan seorang penyair yang tiba-tiba tertarik oleh sepatah kata dalam syairnya.

   Dia berjalan lebih cepat lagi, lalu berbelok pula ke sebelah kanan.

   Tempat itu berada di tepi jalan raya, setelah menelusuri jalanan itu sejauh beberapa puluh langkah, dia telah tiba di toko penjual bahan makanan tersebut, juga menyaksikan papan nama Hwee-peng-to yang berada di seberang jalannya.

   Di tepi jalan terdapat beberapa buah bangku yang terbuat dari batu, Kwik Tay-lok duduk diatasnya dan termenung.

   Seandainya tempat tinggal dari nona kecil itu disebut sebagai deretan pertama.

   Kemudian tempat tinggal sepasang suami istri itu dianggap deretan yang kedua.

   Deretan rumah dari sarang pelacuran Liu-hiang-wan disebut deretan ke tiga.

   Selanjutnya warung penjual bahan makanan itu sudah pasti merupakan deretan ke empat.

   Ke empat deret rumah itu sudah pasti semuanya mempunyai hubungan yang erat dengan si manusia bermuka bopeng itu.

   Seandainya si manusia yang bermuka bopeng itu tidak menyuruhnya ke kuil Liong-ong bio, mana mungkin bisa berjumpa dengan nona cilik itu? Peristiwa ini sebetulnya hanya satu kebetulan? Ataukah memang sengaja diatur demikian? Kenapa nona cilik itu meminta kepadanya lebih baik belok ke kanan setelah keluar dari gang tersebut? Mungkin karena dia mengetahui suatu rahasia yang tidak leluasa untuk diutarakan maka dia baru memberi petunjuk kepadanya? Benarkah ia sengaja bersembunyi di bawah meja, sengaja berbuat sesuatu agar jejak di ketahui oleh Kwik Tay-lok? Apakah semua ini peristiwa ini merupakan suatu rencana yang sengaja diatur oleh si bopeng...

   Dia berbuat kesemuanya itu Sebetulnya karena apa dan apa pula tujuannya? Kwik Tay-lok segera bangkit berdiri dan sekali lagi berjalan menelusuri semua jalanan yang baru saja dilewatinya.

   Ternyata ke empat baris rumah itu tak lebih membentuk suatu posisi segi empat.

   Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Di jalanan kota manapun juga, rumah yang berada pada deretan depan pasti akan saling menempel dan bertolak belakang dengan deretan rumah yang ada di belakangnya.

   Tapi kenyataannya sekarang, deretan rumah pertama dengan rumah deretan ketiga sama sekali tidak saling bersinggungan, malahan diantara kedua deret bangunan itu terdapat suatu jarak yang cukup lebar.

   Demikian pula keadaannya dengan deretan rumah kedua dengan ke empat, diantaranya terdapat suatu jarak yang amat lebar.

   Atau dengan perkataan lain, ditengah-tengah lingkaran rumah yang dikelilingi ke empat deret rumah itu pasti terdapat sebuah tanah kosong yang cukup luas.

   Mendadak Kwik Tay-lok merasakan jantungnya berdebar amat keras.

   "Ke empat deret rumah itu sengaja dibangun macam ini, apakah dibalik kesemuanya itu tidak terdapat sesuatu alasan yang tertentu ?"

   Untuk memperoleh jawaban, hanya ada satu macam cara yang bisa dilakukan.

   Kwik Tay-lok segera melejit ke udara dan melayang naik ke atas atap rumah toko penjual bahan makanan itu..

   Bagian depan gedung penjual bahan makanan itu merupakan toko, di belakangnya terdapat sebuah halaman.

   Di kedua belah sisi halaman merupakan deretan kamar, agaknya tempat tidur pemilik toko itu, sedang dibagian belakang adalah gudang tempat menimbun barang.

   Ke belakang lagi sana, sebenarnya tidak seharusnya ada rumah lainnya, sebab menurut keadaan pada umumnya, tempat itu merupakan bagian dari bangunan rumah pendeta lain.

   Kini Kwik Tay-lok sudah berada di atas rumah bangunan terakhir dari toko penjual bahan makanan itu, benar juga, dia segera menemukan ditengah+tengah antara ke empat deret bangunan rumah yang berbentuk segi empat itu, betul-betul masih terdapat gedung lain.

   Ke empat deret bangunan rumah yang berada di empat penjurunya seakan-akan merupakan dinding pekarangan yang di empat penjuru serta mengelilingi gedung tadi, itulah sebabnya gedung itu tidak mempunyai jalan lewat juga tidak memiliki pintu gerbang.

   Dikolong langit, mana ada orang yang membangun rumahnya dalam keadaan seperti ini ? Bila gedung ditengah tersebut dilewati maka kita akan sampai ditempat tinggal sepasang suami istri itu, yakni bangunan rumah yang berada pada deretan kedua.

   Bilamana tidak diperhatikan dengan seksama, siapapun akan mengira kalau rumah tersebut berhubungan langsung dengan rumah lain, sekalipun ada orang yang berjalan malam lewat di sana, merekapun tak akan menemukan keanehan dari rumah ini.

   Tapi sekarang, Kwik Tay -lok telah menemukannya.

   Jangan-jangan pemilik rumah itu adalah si burik? Untuk membangun rumahnya ditempat semacam ini, tentu saja banyak tenaga yang di butuhkan dan banyak uang yang dihamburkan, tapi apakah tujuannya ? Jangan-jangan dia seperti juga si hwesio berkaki tunggal, mempunyai rahasia yang tak boleh diketahui orang lain? Ataukah karena dia lagi menghindarkan diri dari pengejaran musuhmusuhnya yang tangguh, maka terpaksa ia membangun sebuah rumah yang tersembunyi sekali letaknya.

   ."

   Gedung itu memang terletak paling tersembunyi, belum pernah ia jumpai bangunan yang tersembunyi seperti ini, akan tetapi...

   mengapa pula mereka biarkan Kwik Tay-lok menemukan rahasia ini tanpa sengaja? Kalau ia tidak membocorkan sendiri jejaknya, sudah pasti Kwik Tay-lok tak akan menemukan tempat ini.

   Berpikir pulang pergi, Kwik Tay-lok merasa makin dipikir persoalan ini bukan saja semakin aneh dan penuh kemisteriusan, lagi pula ruwet sekali...

   Hanya ada satu cara saja untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.

   Yakni melompat turun ke bawah.

   Diantara gudang bahan makanan dan gudang tersebut dipisahkan oleh sebuah dinding pekarangan yang tinggi, dibalik pekarangan terdapat sebuah kebun bunga yang sempit dan memanjang.

   Sekarang bunga-bunga mekar, akan tetapi di fajar itu menyiarkan bau harum yang semerbak.

   Setelah melewati kebun sempit yang memanjang, sampailah dia di sebuah serambi yang panjang, cahaya sang surya di fajar itu menyoroti lantai rumah yang bersih tanpa debu.

   Suasana di sekeliling tempat itu amat sepi, tak kedengaran sedikit suarapun.

   Bahkan angin pun tak dapat berhembus sampai ke situ.

   Semua kemurungan, budi dendam, kegembiraan, kesedihan, kemarahan dalam alam dunia seakan-akan sama sekali terpisah dari tempat itu.

   Hanya manusia yang berperasaan tenang bagaikan air saja yang dapat berdiam di sini, baru pantas untuk mendiami tempat ini.

   Manusia burik itu bukan manusia semacam itu, jangan-jangan Kwik Tay-lok salah melihat? Salah berpikir? Hampir saja dia tak tahan untuk mundur kembali dari sana.

   Tapi pada saat itulah, dia menyaksikan seseorang berjalan keluar dari ujung serambi itu.

   Dia adalah seorang gadis yang cantik jelita, mengenakan baju berwarna putih, tidak memakai bedak, kakinya hanya berkaos putih tanpa sepatu, seakan-akan kuatir kalau langkah kakinya akan mengganggu keheningan ditempat itu.

   Dia membawa sebuah bokor porselen dan berjalan menelusuri serambi panjang itu tanpa menimbulkan sedikit suarapun.

   Seandainya ia tidak-berpaling secara tiba-tiba dan mengerling sekejap ke arah Kwik Tay lok, hampir saja Kwik Tay-lok tidak mengenalinya kembali.

   Ternyata gadis yang halus, berdandan sederhana dan lemah lembut ini tak lain adalah nona Bwee Lan yang dijumpainya dengan dandanan seperti siluman beberapa waktu berselang.

   Dia hanya berpaling dan memandang sekejap ke arahnya, walaupun dengan jelas menjumpai kehadiran Kwik Tay-lok di sana, tapi seakan-akan pula tidak melihatnya, kembali kepalanya tertunduk, pula dengan tenangnya melanjutkan perjalanan ke depan.

   Hampir saja Kwik Tay-lok berteriak hendak memanggilnya.

   Tapi untung saja hal ini segera diurungkan, sebab ia tak berani berteriak-teriak di tempat ini, kuatir kalau sampai mengganggu ketenangan di sana.

   Dia hanya berdiri tertegun di situ sambil mengawasi tak berkedip.

   Bwee Lan telah mendorong sebuah pintu dan berjalan masuk, ia tidak berbicara ataupun menimbulkan suara apa-apa.

   Gedung itu masih tetap sepi, tidak kedengaran suara, tiada pula sesuatu gerakan apa-apa.

   Tempat ini sudah jelas merupakan tempat terlarang yang tidak memperkenankan orang lain untuk memasukinya, dengan jelas Kwik Tay-lok berdiri tegak di sana, tapi justru tak ada orang yang memperdulikannya, seakan-akan di tempat ia sedang berdiri itu tiada kehadiran dirinya, atau seakan-akan dirinya bukan dianggap sebagai manusia.

   Sesungguhnya siapakah yang berdiam dalam gedung itu ? Apa pula maksud dan tujuan mereka terhadap dirinya? Kwik Tay-lok termangu-mangu untuk beberapa saat lamanya, mendadak ia maju ke depan lalu menelusuri serambi tersebut dengan langkah lebar.

   Perduli manusia kek, setan kek yang menghuni dalam gedung itu, pokoknya dia harus memeriksanya sendiri.

   Tapi baru selangkah dia maju, cepat-cepat kakinya ditarik kembali.

   Ia telah melihat lumpur di atas kakinya.

   Permukaan lantai pada serambi ruangan itu bersih dan berkilat seperti cermin, bila harus diinjak dengan kaki berlumpur seperti itu bukan saja ia merasa tak tega, bahkan merasa agak rikuh.

   Cepat-cepat sepatunya yang penuh lumpur itu dilepas, kaos kakinya masih bersih, meski agak bau, ia tidak memperdulikan persoalan-persoalan semacam itu.

   Maka diapun melanjutkan perjalanan ke depan, mendorong pintu ruangan tersebut.

   Ternyata ruangan itu kosong melompong apapun tak ada di sana, tiada pembaringan, tiada meja kursi, tiada perabotan yang lain, juga tak ada debu barang sedikitpun.

   Di atas tanah tampak rumput kering yang amat tebal, di atas rumput kering itu diberi sebuah seprai berwarna putih, seorang sedang berbaring di sana.

   Ruang itu penuh dengan bau obat, rupanya orang itu sudah mendapat penyakit yang parah..

   Kwik Tay-lok sama sekali tidak melihat paras mukanya, sebab nampak seorang gadis berbaju putih yang berambut panjang sedang berlutut di sisinya dan pelan-pelan menyeduh obat ditangan Bwee Lan dan menyuapi orang itu.

   Kwik Tay-lok juga tak berhasil melihat wajah gadis itu, sebab dia berada dalam posisi membelakanginya.

   Hanya Bwee Lan yang sedang berdiri menghadap ke arahnya, bahkan walaupun dengan jelas ia menyaksikan pemuda itu mendorong pintu dan berjalan masuk, tapi mimik wajahnya justru tidak menampilkan perubahan apa-apa, seolah-olah dia tidak menganggap dirinya sebagai manusia hidup.

   Kwik Tay-lok merasakan jantungnya berdebar keras, kalau boleh dia ingin menyerbu ke dalam, menarik rambutnya dan bertanya kepadanya apakah matanya berada di atas kepala? Tapi suasana dalam gedung itu benar-benar teramat hening, sedemikian heningnya seperti berada di kuil yang suci saja membuat orang tak berani sembarangan bertingkah di sana.

   Hampir saja Kwik Tay-lok tidak tahan untuk mengundurkan diri kembali dari sana.

   Orang yang hendak dicarinya tidak berada di sana apalagi suasana semacam itu paling mendatangkan perasaan tak enak baginya.

   Siapa tahu, pada saat itulah si nona berbaju putih yang berambut panjang itu telah berseru dengan suara dalam.

   "Cepat masuk, tutup pintu rapat-rapat, jangan biarkan angin berhembus ke dalam."

   Kalau didengar dari nada ucapan tersebut seakan-akan ia sudah tahu akan kehadiran Kwik Tay-lok sebagai keluarganya sendiri, dia pun seakan-akan telah menganggap Kwik Tay-lok sebagai keluarganya sendiri.

   Hampir saja Kwik Tay-lok merasakan jantungnya berhenti berdetak..

   Bagaimana tidak? Sudah jelas suara itu adalah suara dari Yan Jit.

   Tak ada orang yang bisa membayangkan betapa besarnya keinginan pemuda itu untuk memandang wajahnya.

   Mungkinkah gadis berbaju putih berambut panjang yang berada di hadapannya sekarang adalah Yan Jit? Pintu telah ditutup rapat-rapat.

   Tapi Kwik Tay-lok masih berdiri mematung di sana, matanya terbelalak lebar-lebar, ia sedang mengawasi gadis berbaju putih itu tanpa berkedip.

   Apa yang bisa dilihat olehnya hanya bayangan punggungnya.

   Bayangan punggungnya langsing dan kurus, rambutnya hitam pekat dan terurai di sepanjang bahunya.

   Kwik Tay-lok menggenggam tangannya kencang-kencang, mulutnya terasa mengering, jantungnya melompat-lompat seperti akan melompat keluar dari rongga dadanya.

   Dia ingin sekali menerjang ke depan, menarik bahunya agar dia memalingkan kepalanya.

   Namun ia tak dapat berbuat apa-apa, dia hanya bisa berdiri mematung di situ.

   Sebab dia tak berani, tak berani mengganggu ketenangan tempat itu, tak berani menodai kesucian tempat tersebut, lebih-lebih lagi tak berani mengusik dia.

   Akhirnya si sakit itu telah menghabiskan obat dalam mangkuk dan berbaring kembali.

   Sekarang Kwik Tay-lok sudah dapat menyaksikan rambutnya yang telah memutih itu, namun belum sempat menyaksikan raut wajahnya.

   Dia masih berlutut di sisinya, pelan-pelan meletakkan mangkuk ke tanah, menarikkan selimut dan menutupi badannya, jelas terlihat betapa kasih sayang dan hormatnya gadis tersebut terhadap si sakit.

   Seandainya Kwik Tay-lok tidak melihat kalau rambutnya telah memutih semua, sudah pasti dia akan merasa cemburu sekali.

   Siapakah kakek itu ? Mengapa gadis itu begitu sayang dan penuh perhatian kepadanya? Terdengar kakek itu terbatuk-batuk, setelah itu tiba-tiba bertanya.

   "Apakah dia telah datang ?"

   Gadis berbaju putih itu manggut-manggut.

   "Suruh dia kemari"

   Kata kakek itu lagi.

   Walaupun suaranya parau dan lemah akan tetapi membawa kewibawaan yang besar sekali, membuat orang terasa tak berani membantahnya.

   Pelan-pelan akhirnya gadis berbaju putih itu berpaling juga.

   Akhirnya Kwik Tay-lok dapat melihat raut wajahnya.

   Pada detik itu juga, dia merasa semua benda yang berada didalam jagad ini seakan-akan telah terhenti dan musnah.

   Pada detik itu juga, dia merasa di alam semesta yang lebar ini seolah-olah hanya terdapat mereka berdua, dua pasang mata.

   "Yan Jit.... Yan Jit...."

   Kwik Tay-lok berpekik dalam hatinya, sementara air matanya jatuh bercucuran dengan amat derasnya.

   Teriakan itu tanpa suara, tapi gadis itu seakan-akan dapat mendengarnya dan hanya dia pula yang dapat mendengarnya.

   Butiran air mata telah membasahi pula sepasang mata dara itu.

   Setelah melalui suatu penderitaan yang berat, akhirnya ia berhasil menemukan kembali gadis itu.

   Dalam keadaan demikian, bagaimana mungkin air matanya tidak bercucuran ? Darimana kau bisa tahu air mata kesedihan? Ataukah air mata kegembiraan ? Tapi akhirnya dia menahan lelehan air matanya.

   Kecuali gadis itu, dia tak ingin orang lain turut menyaksikan air matanya bercucuran.

   Tapi ia tak tahan untuk tidak melihat wajahnya lagi.

   Wajah gadis itu sudah bukan wajah yang tiga bagian membawa kelincahan, serta tiga bagian membawa kebinalan lagi.

   Raut wajahnya sekarang hanya tinggal pancaran rasa cinta yang sejati.

   Wajahnya sekarang sudah bukan wajah yang meski kotor namun gagah, segar dan penuh dengan kegembiraan lagi.

   Wajahnya sekarang adalah wajah yang pucat, lesu dan begitu cantiknya hingga membuat hati orang hancur luluh.

   Jelas dia sendiripun telah mengalami banyak percobaan, banyak siksaan dan penderitaan.

   Satu-satunya yang tidak berubah adalah sepasang matanya.

   Sepasang matanya masih nampak begitu jeli, begitu keras dan teguh.

   Tapi, apa sebabnya ia menundukkan kepala ? Apakah air matanya sudah tak tahan untuk meleleh keluar? Kakek itu kembali berbatuk-batuk pelan.

   Akhirnya ia menyeka air matanya secara diam-diam, mengangkat kepalanya dan menggape ke arah Kwik Tay-lok.

   "Kau kemarilah !"

   Dia berbisik.

   Sepasang mata Kwik Tay-lok masih menatap wajahnya tak berkedip, seakan-akan kena di hipnotis saja, selangkah demi selangkah dia berjalan maju ke depan.

   Untuk kesekian kalinya gadis itu menundukkan kepalanya, pipinya seakan-akan berubah menjadi merah padam, masih seperti orang yang sedang mabuk oleh arak.

   Dulu, paras mukanya seringkali berubah pula menjadi merah padam, tapi Kwik Tay-lok belum pernah menaruh perhatian ke sana.

   Ada kalanya paras muka lelaki pun dapat berubah menjadi merah padam...

   Sekarang Kwik Tay-lok baru sadar, ia membenci kepada diri sendiri, dia ingin menampar pipi sendiri sebanyak delapan- sembilan puluh kali.

   Dia benar-benar tidak habis mengerti, mengapa dirinya begitu tolol, mengapa dia tak dapat melihat kalau dirinya adalah seorang perempuan.

   Tiba-tiba kakek itu menghela napas dan berkata lagi.

   "Suruh dia lebih mendekat agar aku dapat melihat wajahnya dengan lebih jelas!"

   Kwik Tay-lok tidak mendengar apa-apa. Sekarang, kecuali memandang ke arah gadis itu dia sudah tidak mendengar apa-apa lagi. Yan Jit menggigit bibirnya kencang-kencang, kemudian berseru.

   "Sudah kau dengar belum perkataan dari ayahku?"

   Kwik Tay-lok menjadi tertegun, kemudian serunya.

   "Dia.... dia orang tua adalah ayahmu?"

   Yan Jit mengangguk.

   Kwik Tay-lok segera maju lebih mendekat, dia boleh saja tidak menghormati orang lain, boleh saja tidak menuruti perkataan orang lain, tapi ayah Yan Jit tentu saja merupakan suatu pengecualian.

   Kakek itu dapat melihatnya, diapun dapat melihat kakek itu.

   Lagi-lagi ia menjadi tertegun.

   Di dunia ini terdapat banyak macam manusia, karena itu terdapat pula banyak ragam raut wajah.

   Ada yang berwajah lonjong, ada yang berwajah bundar, ada yang berwajah tampan, ada yang berwajah jelek, ada yang berwajah cerah dan segar, ada pula yang berwajah cemberut seakanakan setiap orang di dunia ini hutang tiga laksa tahil perak kepadanya dan tidak bayar.

   Kwik Taylok sudah pernah melihat banyak orang, juga lihat banyak ragam raut wajah manusia.

   
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tapi belum pernah dia menyaksikan raut wajah semacam ini.

   Atau lebih tegasnya lagi, wajah orang ini sudah tak dapat dibilang wajah manusia lagi, tapi lebih mirip sebagai sesosok tengkorak hidup.

   Di atas wajahnya yang persegi lonjong, kini tinggal kulit pembungkus tulang belaka, seolah-olah sama sekali tak berdarah daging lagi.

   Tapi dikedua belah sisi sebuah codet golok yang memanjang, justru tumbuh daging yang merekah.

   Yang paling menakutkan justru adalah bekas bacokan goloknya itu.

   Dua buah bacokan golok tersebut membentuk tanda salib di atas wajahnya, yang di sebelah kiri mulai dari ujung mata melewati hidung sampai ke bibirnya.

   Sedangkan yang di sebelah kanan dari jidat kanan memapas tulang hidung dan mencapai ke telinga.

   Oleh karena itu, dari lembaran wajah tersebut sukar sekali untuk menemukan bekas hidungnya lagi, yang tersisa hanya sebuah matanya saja.

   Sebuah mata yang setengah terpejam.

   Bekas bacokan golok itu sudah merapat, entah bekas yang ditinggalkan berapa tahun berselang, namun daging yang merekah dikedua belah sisi bekas bacokan itu justru berwarna merah merekah.

   Codet yang berbentuk salib, menghiasi wajah yang kurus kering berwarna putih pucat hal ini membuat tanda itu semakin menyala, seperti lagi terbakar saja, bagaikan tanda dari setan iblis di neraka.

   Pada hakekatnya kakek itu seperti lagi hidup didalam neraka.

   Kwik Tay-lok merasakan napasnya seakan-akan hendak berhenti.

   Dia tak tega, dia tak berani memandang wajah itu lagi, tapi diapun tak dapat menghindarkan diri.

   Bahkan wajahnya tidak menunjukkan perasaan muak atau takut barang sedikitpun jua karena kakek ini adalah ayah kandung Yan Jit.

   Kakek itupun sedang memandang ke arahnya dengan mempergunakan matanya yang setengah terpejam itu, lewat lama kemudian dia baru menegur dengan suara lemah.

   "Kaukah yang bernama Kwik Tay-lok ?"

   "Benar."

   "Kau adalah sobat karib putriku?"

   "Benar"

   "Apakah kau merasa wajahku ini tak sedap dipandang, lagi pula sangat menakutkan?"

   Kwik Tay-lok termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, akhirnya diapun mengangguk.

   "Benar !"

   Kakek itupun termenung beberapa saat lamanya, kemudian dari tenggorokannya, berkumandang suara mirip suara orang tertawa.

   "Tak heran kalau putriku mengatakan kalau kau ini adalah seorang yang jujur, tampaknya kau memang jujur."

   Kwik Tay-lok mengerling sekejap ke arah Yan Jit, sedangkan Yan Jit masih menundukkan kepalanya rendah-rendah. Sebaliknya di atas wajah Bwee Lan justru terlintas sekulum senyuman. Kwik Tay-lok turut menundukkan kepalanya rendah-rendah, lalu berkata.

   "Ada kalanya akupun tidak terlalu jujur!"

   Ucapan ini kembali merupakan suatu pengakuan yang jujur. Tiba-tiba dia merasa bahwa berbicara sejujurnya di hadapan kakek ini merupakan suatu cara yang paling baik. Benar juga, kakek itu segera manggut-manggut.

   "Betul orang yang tidak jujur jangan harap bisa di sini.... orang yang terlampau jujurpun jangan harap bisa menemukan tempat ini."

   Tiba-tiba dia menghela napas panjang, kemudian melanjutkan.

   "Kau bisa sampai di sini, boleh dibilang suatu perjuangan yang tidak mudah.... benar.... benar tidak mudah!"

   Ucapan tersebut terasa amat menusuk pendengaran Kwik Tay-lok, secara tiba-tiba saja dia merasakan hatinya menjadi kecut.

   Mengapa Yan Jit harus memberikan banyak siksaan dan percobaan kepadanya ? Mengapa dia menghendaki agar dia mencarinya dengan bersusah payah ? Walaupun kakek itu separuh memejamkan matanya, namun agaknya dia dapat meraba suara hatinya, tiba-tiba dia berkata.

   "Suruh mereka pun masuk kemari !"

   "Baik!"

   Jawab Bwee Lan.

   Dengan langkah yang tenang dia berjalan ke depan, lalu membuka sebuah pintu yang lain.

   Di luar pintu telah berdiri tiga orang manusia, dengan langkahnya yang tenang mereka masuk ke dalam.

   Orang pertama adalah si Burik.

   Kali ini dia sudah berganti dengan satu stel jubah berwarna putih, begitu masuk ke dalam ruangan dengan tangan terjulur ke bawah ia berdiri di sudut ruangan, sikapnya nampak amat hormat dan takut, seperti seorang budak berjumpa dengan majikannya.

   Orang yang mengikuti di belakangnya tentu saja si bungkuk itu.

   Orang ketiga barulah si hwesio berkaki tunggal itu.

   Ketiga orang itu mengenakan jubah putih yang sama, sikap mereka terhadap kakek itupun amat menaruh hormat.

   Mereka bertiga sama-sama menundukkan kepalanya, tak sekejap matapun mereka memandang ke arah Kwik Tay-lok.

   "Aku rasa kalian pasti sudah kenal bukan,"

   Kata kakek itu kemudian. (Bersambung

   Jilid ke 30)

   Jilid 30 K E T I G A orang itu bersama-sama mengangguk. Sebaliknya Kwik Tay-lok tidak tahan segera bertanya.

   "Walaupun mereka kenal aku, tapi aku tidak kenal dengan mereka, siapakah orang-orang itu ?"

   "Orang muda jaman sekarang memang sudah tidak banyak yang kenal dengan mereka, tapi kau mungkin saja pernah mendengar tentang nama mereka."

   "Oh...!"

   "Kau pernah bertarung melawan Lan Kun apakah belum dapat kau tebak sumber dari ilmu silatnya ?"

   "Lan Kun ?"

   "Lan Kun adalah nama premannya, sejak ia masuk ke dalam kuil Siaulimsi dan menjadi pendeta, orang lain hanya tahu kalau dia bernama Thi-siong..."

   Ternyata hwesio berkaki tunggal ini adalah seorang anggauta Siaulimpay, tapi memang cuma ilmu toya Hong- lui-ciang-mo-ciang (ilmu toya angin geledek penakluk iblis) dari Siaulimpay yang bisa memiliki daya kekuatan yang begitu mengejutkan.

   Dengan paras muka agak berubah Kwik Tay-lok segera berseru.

   "Jangan-jangan dia adalah Kim-lo-han Thi-song taysu yang tempo hari pernah menyapu rata partai Seng-sut-hay dengan mengandalkan ilmu toya saktinya ?"

   "Betul, memang dia."

   Sahut si kakek.

   Kwik Tay-lok tak sanggup berkata apa-apa lagi.

   Kim-lo-han ini merupakan salah seorang manusia yang paling dikagumi olehnya sewaktu masih muda dulu, sejak dia berusia tujuh atau delapan tahun, nama ini sudah pernah di dengar olehnya, tapi kemudian ia dengar pendeta itu sudah kembali ke alam baka, sungguh tak disangka ternyata dia berdiam di sini.

   "Thian-gwa-yu-siu-toucu (Naga sakti dari luar angkasa, si bungkuk sakti), bukankah pernah kau dengar nama ini disebut orang?"

   Kata si kakek kemudian.

   Untuk kesekian kalinya Kwik Tay-lok tertegun.

   Ternyata si bungkuk ini adalah jago yang paling termasyhur dalam dunia persilatan karena ilmu meringankan tubuhnya yang amat lihay, tak heran kalau dalam sekejap mata bayangan tubuhnya sudah lenyap tak berbekas dari pandangan mata.

   "Si bungkuk sakti dari luar angkasa dan Jian-pian-ban-hua-ci-tong-seng (Beribu perubahan berjuta pergantian, akal banyak bagaikan binatang) merupakan dua orang manusia yang mengangkat nama bersama."

   Ucap kakek itu lagi. Dengan wajah terkejut Kwik Tay-lok memandang ke arah si burik, lalu serunya tertahan.

   "Apakah dia adalah si akal banyak bagaikan binatang Wan-toa-sianseng ?"

   "Oh... rupanya kau juga tahu tentang dia."

   Kwik Tay-lok berdiri tertegun di sana, sampai lama sekali ia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.

   Pada dua puluh tahun berselang, ketiga orang ini semuanya merupakan jago-jago dunia persilatan kelas satu yang termasyhur dan disegani oleh setiap umat persilatan.

   Menurut berita yang tersiar dalam dunia persilatan, ketiga orang ini sudah mati semua.

   Tak nyana ternyata mereka bertiga bersembunyi di sini, bahkan tampaknya sudah menjadi pelayannya si kakek yang penyakitan itu.

   Berpikir sampai di sini, tiba-tiba saja Kwik Tay-lok merasakan hatinya amat terperanjat.

   Kalau manusia-manusia tersohor macam Kim-lo-han, Sin Toucu bersedia menjadi pelayan si kakek ini, bahkan bersikap begitu hormat, segan dan tunduk terhadapnya, lalu manusia macam apakah si kakek yang penyakitan itu sendiri ? Kwik Tay-lok benar-benar merasa tidak habis mengerti.

   Sekalipun hongtiang dari kuil Siauwlimsi yang lalu hidup kembali, belum tentu Kim lo han akan bersikap begitu hormat kepadanya, sekalipun seorang pendekar besar kenamaan di masa lalu hidup kembali, si bungkuk sakti dan si akal banyak seperti binatang belum tentu bersedia menjadi pelayannya.

   Tapi, siapakah kakek itu? Kekuatan apakah yang dimilikinya sehingga dapat membuat ke tiga orang ini begitu menaruh hormat kepadanya.

   "Hari ini mereka telah banyak memberi penderitaan dan percobaan kepadamu, apakah dalam hatimu masih merasa tidak puas terhadap mereka ?"

   Tanya kakek itu kemudian. Kwik Tay lok ingin menggeleng, tapi tak menggeleng, sambil tertawa getir katanya.

   "Ya, ada sedikit !"

   "Apakah kau merasa sangat keheranan mengapa mereka sampai berbuat demikian?"

   "Yaa, ada sedikit.... aaah, tidak, bukan cuma sedikit saja...!"

   "Dengan bersusah payah dan menempuh perjuangan yang sangat besar, ada urusan apa kau datang kemari?"

   Kwik Tay-lok agak tergagap, tapi kemudian setelah mengerling sekejap ke arah Yan Jit, sahutnya.

   "Datang mencarinya !"

   "Mengapa kau datang mencarinya?"

   Perkataan yang diucapkan olehnya seakan-akan selalu berupa pertanyaan, bahkan pertanyaan tersebut amat mendesak orang, membuat orang lain sama sekali tak mampu untuk menghindarkan diri.

   Kwik Tay-lok menundukkan kepalanya rendah-rendah, dia seperti merasa agak kuatir tapi tak tenang.

   Tapi saat itulah tiba-tiba Yan Jit mengangkat kepalanya dan menatap ke arahnya dengan menggunakan sepasang matanya yang jeli dan bening bagaikan air itu.

   Kwik Tay-lok segera merasakan timbulnya keberanian dan keteguhan dalam hati, dia segera mengangkat kepalanya dan menjawab dengan suara lantang.

   "Karena aku suka kepadanya, aku ingin selalu berada didampinginya!"

   Sesungguhnya persoalan ini adalah suatu persoalan yang terus terang, dan sekarang dia mengutarakannya keluar dengan menggunakan sikap yang berterus terang pula, hal ini memperhatikan akan kejujuran serta ketulusan hatinya.

   Suara dari kakek itu berubah menjadi makin serius, sepatah demi sepatah dia bertanya.

   "Apakah kau ingin mempersunting dirinya menjadi istrimu?"

   "Benar!"

   Jawab Kwik Tay-lok tanpa berpikir panjang lagi.

   "Tak akan menyesal untuk selamanya?"

   "Ya, tak akan menyesal untuk selamanya."

   Mata si kakek yang setengah terpejam itu tiba-tiba melotot besar, dari balik mata tunggalnya ini mencorong keluar sinar tajam yang menggidikkan hati.

   Belum pernah Kwik Tay lok menjumpai manusia semacam ini, belum pernah bertemu dengan manusia dengan mata yang begitu menakutkan, tapi dia tidak bermaksud untuk menghindarinya.

   Sebab dia tahu yang paling penting pada saat ini adalah dia berbicara dengan jujur dan sama sekali tidak mengandung maksud-maksud tertentu yang kuatir diketahui orang lain...."

   Kakek itu menatapnya lekat-lekat, lalu membentak keras.

   "Tapi, tahukah kau siapakah diriku ini?"

   Kwik Tay-lok segera menggelengkan kepalanya berulang kali, pertanyaan ini memang sudah lama berada dalam benaknya, namun dia tak berani untuk mengutarakannya keluar.

   "Coba kau lihat bekas bacokan pedang berbentuk salib di atas wajahku ini, masa kau masih belum tahu siapakah diriku ini?"

   Kata si kakek.

   Mendadak satu ingatan melintas dalam benak Kwik Tay-lok, dia merasa terkejut sekali, hampir saja seluruh badannya melompat ke udara saking kagetnya.

   Bekas bacokan pedang berbentuk salib, ilmu pedang sepuluh huruf yang menggila...

   Satu-satunya manusia yang dapat meloloskan diri dari serangan Sip-ci-kiam yang menggila itu hanya Lamkiong Cho.

   Jangan-jangan kakek yang sedang sakit parah ini tak lain adalah Lamkiong Cho yang asli ? Kwik Tay-lok hanya merasakan kepalanya pusing tujuh keliling dan tidak tahu bagaimana mesti menjawab.

   Mimpipun dia tak menyangka kalau Lamkiong Cho, seorang manusia buas yang termasyhur dalam dunia persilatan karena kebusukan namanya, ternyata tak lain adalah ayah kandung Yan Jit.

   Tak heran kalau Yan Jit dapat memastikan kalau orang berbaju hitam itu pasti bukan Lamkiong Cho.

   Rupanya Yan Jit lah yang turun tangan menusuk ulu hati orang berbaju hitam itu lewat dinding belakang.

   Dia berbuat demikian jelas, karena dia merasa benci terhadap orang-orang yang telah mencatut nama ayahnya, oleh karena itu dia tak segan untuk turun tangan membunuhnya, dia turun tangan karena ingin melindungi nama baik ayahnya.

   Tak heran pula dia enggan menyebutkan asal usul sendiri, dan sikapnya seakan-akan mempunyai banyak rahasia yang tak bisa diutarakan kepada orang lain.

   Selama diapun enggan memberi tahukan kepada Kwik Tay-lok kalau dia adalah seorang anak gadis, sebab dia merasa malu terhadap asal usulnya sendiri, dia kuatir setelah Kwik Tay-lok mengetahui asal usulnya akan berubah sikapnya.

   Oleh karena itu dia selalu menunggu sampai menjelang saat kematiannya baru bersedia untuk mengutarakan hal itu kepadanya, maka dia minggat dan selalu menghindar.

   Persoalan itu seakan-akan merupakan suatu peristiwa yang sukar untuk dijelaskan, tapi sekarang, akhirnya toh ada jawabannya juga, Tapi Kwik Tay-lok hampir saja tak dapat mempercayainya.

   Suasana dalam ruangan itu sangat hening.

   Sorot mata setiap orang telah dialihkan ke wajah Kwik Tay-lok, hanya Yan Jit seorang yang masih menundukkan kepalanya, dia seperti tak berani lagi memandang ke arah Kwik Tay-lok.

   Dia kuatir dengan jawaban dari Kwik Tay-lok, dia takut jawaban dari pemuda itu akan melukai hatinya.

   Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya pelan-pelan kakek itu berkata lagi.

   "Sekarang, tentunya sudah tahu bukan, siapakah aku?"

   "Benar."

   "Sekarang, bila kau masih ingin merubah keputusanmu, masih ada kesempatan yang cukup bagimu untuk mengutarakannya keluar."

   "Sekarang sudah tak sempat lagi"

   Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Mengapa ?"

   "Karena di dunia ini sudah tiada persoalan apapun yang dapat merubah perasaan cintaku kepadanya, bahkan aku sendiripun tak dapat."

   Jawaban tersebut diutarakan dengan begitu tegas, begitu tulus dan jujur.

   Ketika ia membalikkan badan memandang ke arah Yan Jit, kebetulan Yan Jit juga sedang mengangkat kepalanya memandang ke arah wajahnya.

   Sorot matanya berkaca-kaca, tapi itulah airmata kegirangan, air mata terharu dan terima kasih.

   Bahkan sepasang mata Bwee Lan pun ikut berkaca-kaca menyaksikan adegan tersebut.

   Kakek itu masih memandang wajah Kwik Tay-lok dengan sorot matanya yang tajam itu, kemudian menanyakan sekali lagi.

   "Kau masih bersedia untuk mempersunting dirinya untuk menjadi istrimu?"

   "Kau bersedia menjadi suaminya anak gadis Lamkiong Cho?"

   "Bersedia !"

   Tiba-tiba sorot mata kakek itu bagaikan bekunya salju yang mulai mencair di musim semi, pelan-pelan dia bergumam seorang diri.

   "Bagus, bagus sekali, ternyata kau memang seorang anak baik, Yan-ji benar-benar tidak salah memilih kau."

   Kemudian pelan-pelan dia memejamkan kembali matanya, lalu sepatah demi sepatah katanya.

   "Sekarang aku dapat menyerahkan dirinya kepadamu dengan perasaan hati yang lega, sekarang dia sudah menjadi istrimu."

   Kwik Tay-lok segera berpaling kembali ke arah Yan Jit, dan Yan Jit pun memandang ke arahnya, ketika sepasang mata mereka saling bertemu, semua pancaran rasa cinta segera dilampiaskan keluar semuanya.

   Pipi Yan Jit berubah menjadi merah, dia bahagia, dia senang dan dia merasa gembira tak terlukiskan.

   Demikian pula dengan Kwik Tay lok, dia merasa amat bahagia, dia tahu perjuangan dan pengorbanannya selama ini tidak sia-sia belaka, sebab dia berhasil menemukan gadis pujaannya bahkan berhasil mempersunting dianya menjadi istrinya.

   Kamar pengantin.

   Di dunia ini banyak terdapat kaum pemuda yang belum menikah mengkhayalkan malam pengantinnya, bagaimana suasana dalam kamar pengantin dan apa pula yang akan terjadi.

   Ada pula banyak kakek-kakek yang membayangkan kembali kenangan masa lalunya mengenang kembali dan kehangatan dan kemesraan yang dialaminya di dalam malam pengantin, malam yang penuh kebahagiaan itu.

   Khayalan dan kenangan memang selamanya indah menawan.

   Dalam kenyataan, suasana dalam kamar pengantin pada malam pertama setelah perkawinan tidaklah sehangat dan semesra apa yang seringkali dikhayalkan orang, suasanapun belum tentu selalu cerah dan indah seperti apa yang sering kali dilamunkan oleh kaum perjaka.

   Ada sementara orang yang sok pintar, seringkali suka mengibaratkan malam pengantin bagaikan sebuah kuburan, bahkan suara yang dari kamar pengantin ada kalanya dianggap bagaikan jeritan binatang yang hendak disembelih.

   Tentu saja kamar pengantin bukan kuburan, bukan pula tempat penjagalan binatang.

   Lalu, kamarnya macam apakah kamar pengantin itu? Biasanya kamar pengantin adalah sebuah kamar yang tidak terlalu hangat, di sana sini penuh dengan warna merah dan hijau, dimana-mana penuh berbau minyak, ditambah lagi bau arak yang ditinggalkan para tamu, bila dalam satu dua jam orang tidak mual bila berada dalam kamar terus, sudah pasti dia memiliki perut dan hidung yang sangat istimewa sekali...

   Tentu saja didalam kamar pengantin terdapat seorang lelaki dan seorang perempuan, kedua orang ini biasanya tidak begitu kenal, oleh karena itu tidak banyak pula yang mereka bicarakan.

   Oleh karena itu, meski suasana di luar sana hiruk pikuk dan ramai sekali, biasanya suasana didalam kamar pengantin amat sepi dan hening.

   Walaupun para tamu biasanya makan dan minum dengan sepuas-puasnya, kuatir kalau modalnya tidak kembali tapi pengantin lelaki dan pengantin perempuan biasanya justru merasa amat lapar.

   Sebenarnya malam pengantin adalah malam buat mereka berdua, tapi hari itu justru seakanakan dilewatkan orang lain dengan penuh kebahagiaan.

   Kain merah yang menutupi wajah Yan Jit sudah dilepas, dia sedang menundukkan kepalanya duduk di tepi pembaringan sambil mengawasi sepatunya yang berwarna merah pula.

   Kwik Tay-lok jauh-jauh duduk dikursi dekat sebuah meja, agaknya dia sedang termangumangu.

   Yan Jit tak berani memandang ke arahnya, dan diapun tak berani memandang ke arah Yan Jit.

   Seandainya minum sedikit arak, mungkin suasana akan lebih santai, sayangnya justru pada hari ini tak ada arak yang dihidangkan.

   Seakan-akan asal pengantin lelaki minta arak untuk minum, segera akan muncul "orang yang berbaik hati"

   Untuk menghalanginya dan merebut kembali cawan araknya.

   Sebenarnya mereka adalah sahabat yang sangat akrab, dihari-hari biasa mereka selalu berbicara tiada hentinya.

   Tapi setelah menjadi sahabat karib, mereka seakan-akan sudah bukan sahabat lagi.

   Ternyata kedua orang itu merasakan hubungan mereka berdua berubah menjadi begitu jauh, begitu asing, dan rikuh.

   Oleh karena itu masing-masing pihak merasa agak jengah untuk mulai dengan suatu pembicaraan.

   Kwik Tay-lok sendiripun semula mengira dirinya masih bisa menghadapi suasana tersebut dengan baik, tapi setelah masuk ke dalam kamar pengantin, tiba-tiba saja dia menemukan dirinya seakan-akan berubah menjadi seorang manusia bodoh.

   Suasana semacam ini benar-benar terasa sangat tidak terbiasa olehnya....

   Sebenarnya dia ingin berjalan ke depan sana, duduk disamping Yan Jit, tapi entah mengapa, sepasang kakinya justru terasa menjadi lemas, bahkan untuk berdiripun tak sanggup.

   Entah berapa lama Kwik Tay-lok hanya merasa tengkuknya sudah mulai menjadi kaku...

   Tiba tiba Yan Jit berbisik lirih.

   "Aku mau tidur!"

   Ternyata begitu menyatakan akan tidur, dia lantas pergi tidur bahkan satu katapun tak sempat dilepas lagi, ia segera menjatuhkan diri ke atas pembaringan, menarik selimut dan menutupi tubuhnya rapat-rapat.

   Dia tidur dengan muka menghadap ke dinding, badannya melengkung bagaikan seekor udang.

   Kwik Tay-lok menggigit bibirnya kencang-kencang, setelah mengawasi istrinya beberapa saat, tiba-tiba sekulum senyuman menghiasi ujung bibirnya, ia berkata.

   "Hari ini, mengapa kau tidak suruh aku keluar dari kamarmu?"

   Yan Jit tidak menggubris, dia seperti sudah tidur nyenyak. Sambil tertawa kembali Kwik Tay-lok berkata.

   "Bukankah kau mempunyai kebiasaan tak bisa tidur bila ada orang lain berada dalam kamarmu?"

   Sebenarnya Yan Jit masih tak ingin menggubrisnya, tapi sekarang justru dia tak tahan, maka serunya.

   "Kurangilah perkataanmu, aku ingin tidur"

   Kwik Tay-lok kembali mengerdipkan matanya beberapa kali, kemudian sambil tertawa dia berkata lagi.

   "Masa kau masih bisa tidur walaupun aku berada di sini ?"

   "Kau.... kau bukan orang lain."

   Bisik Yan Jit kemudian sambil menggigit bibirnya kencangkencang.

   "Kalau bukan orang lain, lantas siapa ?"

   Tiba-tiba Yan Jit tertawa cekikikan.

   "Kau adalah si setan berkepala besar !"

   Tiba-tiba Kwik Tay-lok menghela napas panjang, kembali katanya.

   "Heran, heran, kenapa kau bisa kawin dengan seorang setan kepala besar seperti aku ?"

   "Aku masih ingat, dahulu agaknya kau pernah bilang, sekalipun semua lelaki yang ada di dunia ini sudah pada mampuspun, kau tak akan kawin denganku."

   Tiba-tiba Yan Jit membalikkan badannya menyambar bantal, kemudian menimpuk ke arahnya keras-keras.

   Wajahnya telah berubah menjadi merah padam seperti buah masak yang baru saja di petik.

   Bantal itu melayang balik kembali, tapi kali ini balik disertai dengan tubuh Kwik Tay lok.

   Dengan wajah memerah Yan Jit segera berseru.

   "Kau... kau... mau apa kau ?"

   "Aku ingin menggigitmu !"

   Kain kelambu yang berwarna merah, entah sedari kapan telah diturunkan ke bawah.

   Bila ada orang bersikeras mengatakan kalau suasana dalam kamar pengantin bagaikan sebuah tempat penjagalan, maka tempat penjagalan tersebut sudah pasti tempat untuk menjagal nyamuk.

   Suara pembicaraan mereka berduapun sangat lirih seperti suara nyamuk.

   Kwik Tay-lok seperti sedang berbisik lirih.

   "Heran, heran, sungguh mengherankan."

   "Apanya yang mengherankan ?"

   "Mengapa tubuhmu sedikitpun tidak bau?"

   "Plak....!"

   Terdengar suara orang seperti memukul nyamuk, makin memukul semakin pelan, makin memukul semakin pelan....

   Fajar sudah menyingsing.

   Suasana di dalam pembaringan dibalik kelambu baru saja menjadi tenang, lewat setengah harian, kemudian terdengar suara Kwik Tay-lok sedang bertanya dengan pelan.

   "Tahukah kau, apa yang sedang kupikirkan sekarang ?"

   "Ehmm...."

   Suaranya lebih lirih dari suara burung walet, siapapun tak tahu jelas apa yang sedang ia katakan.

   "Sekarang aku teringat sudah banyak persoalan yang aneh, tapi yang paling kuinginkan adalah daging yang di masak sampai merah dan empuk"

   Yan Jit segera tertawa cekikikan.

   "Dapatkah kau mengatakan kalau kau sedang merindukan aku?"

   Katanya.

   "Tidak dapat."

   "Tidak dapat?"

   "Ya, karena aku takut kau akan menelanku bulat-bulat."

   Setelah menghela napas panjang, gumamnya.

   "Isteri macam kau berhasil kudapatkan dengan tidak mudah, bila sampai tertelan bukankah sukar untuk mencari gantinya ?"

   "Kalau sudah tak ada, bukankah kau bisa pergi mencari seorang lagi ?"

   "Mencari siapa ?"

   "Misalnya.... Swan Bwee-tong...."

   "Tidak bisa."

   Jawab Kwik Tay-lok pelan.

   "Dia terlalu kecut, lagi pula yang dia sukai adalah kau."

   Setelah tertawa, lanjutnya.

   "Sekarang aku baru tahu, hari itu kau tidak mau dengan dia, kenapa dia tidak menjadi marah. Waktu itu kau pasti memberitahukan kepadanya bahwa kaupun seperti dia, seorang perempuan."

   "Bila aku seorang lelaki, aku pasti sudah mengawini dirinya.."

   "Mengapa kau selalu tak mau memberitahukan kepadaku kalau kau adalah seorang perempuan ?"

   "Siapa suruh kau seorang yang buta ? Orang lain saja dapat melihatnya, tapi justru hanya kau seorang yang tak pernah mengerti."

   "Apakah rahasia ini yang hendak kau beritahukan kepadaku ?"

   "Ehmm...."

   "Mengapa kau harus menunggu sampai aku hampir mau mati baru bersedia untuk memberitahukan kepadaku?"

   "Karena... karena aku takut kau tidak maui aku...."

   Perkataannya itu belum habis diutarakan, mulutnya seakan-akan disumbat oleh sesuatu secara tiba-tiba. Lewat lama kemudian, Yan Jit baru berkata lagi dengan napas agak tersengal-sengal.

   "Kita kan sedang berbincang-bincang secara baik, kau tak boleh sembarangan berkutik"

   "Baik, tidak berkutik ya tidak berkutik. Tapi mengapa kau takut aku tak maui dirimu? Apakah kau tidak tahu, sekalipun menggunakan semua perempuan yang ada di dunia ini untuk ditukar dengan kau seorang, akupun tak akan menukarnya."

   "Sungguh ?"

   "Tentu saja sungguh."

   "Andaikata ditukar dengan perempuan yang bernama Sui Loan-kim ?"

   Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang.

   "Aaai.... dia memang seorang anak perempuan yang sangat baik, dan lagi patut di kasihani, cuma sayang hatiku sudah diisi oleh kau seorang, tak mungkin lagi bagiku untuk menerima kehadiran orang lain didalam hatiku"

   Yan Jit merintih lirih. Tiba-tiba suasana dibalik kelambu kembali menjadi hening, seakan-akan mulut kedua orang itu kembali tersumbat oleh sesuatu. Setelah lewat cukup lama, Kwik Tay-lok menghela napas panjang, katanya lagi.

   "Aku tahu, kau sengaja berbuat demikian karena ingin mencoba diriku, kau ingin tahu apakah aku setia kepadamu atau tidak."

   Yan Jit menggigit bibirnya kencang-kencang, kemudian berkata.

   "Bila kau bersedia untuk tinggal di sana maka selama hidup jangan harap kau dapat berjumpa lagi dengan aku."

   "Tapi, setelah aku sampai di sini, mengapa kau masih tidak membiarkan aku datang menjumpaimu ?"

   "Karena masih ada orang lain yang ingin mencoba pula dirimu, ingin mengetahui apakah kau cukup pintar, cukup bernyali, ingin mengetahui apakah hatimu cukup baik, pantaskah untuk menjadi menantunya ayahku."

   "Oleh karena itu, kalian ingin melihat apakah aku cukup pintar untuk menemukan rahasia rumah ini, apakah aku cukup bernyali untuk mendatangi kuil Liong ong-bio tersebut"

   "Sewaktu berada dalam kuil Liong-ong-bio, bila kau berani mempunyai pikiran jahat terhadap adik misanku itu, atau enggan menghantar dia pulang kemari, sekalipun kau berhasil menemukan tempat ini, juga takkan berjumpa denganku."

   Kwik Tay-lok menghela napas panjang, katanya.

   "Untung saja aku selain pintar, juga bernyali dan orang baik-baik...."

   
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Yan Jit tertawa, selanya.

   "Kalau tidak begitu, mana mungkin kau bisa memperistri seorang nona sebaik aku?"

   Kembali Kwik Tay-lok menghela napas panjang.

   "Hingga sekarang aku baru menemukan bahwa kita sesungguhnya adalah sepasang sejoli yang paling cocok."

   "Sekarang kau baru mengetahuinya ?"

   "Benar"

   Jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa.

   "sebab sekarang aku baru menemukan kulit muka kita berdua tampaknya memang cukup tebal."

   Sekarang didalam kamar itu baru benar-benar terdapat kamar pengantin, bahkan jauh lebih indah, lebih mesra dan hangat dari apa yang di bayangkan semula.

   Mereka memang berhak untuk memperoleh kebahagiaan tersebut.

   Sebab perasaan Cinta mereka sudah memperoleh pelbagai percobaan yang berat, mereka bisa mendapatkan kebahagiaan seperti hari ini, boleh dibilang hal mana diperolehnya secara tidak mudah.

   Berlian pun harus diasah lebih dulu sebelum menjadi berkilat.

   Cinta dan persahabatan yang tidak pernah mengalami percobaan, ibaratnya bunga yang terbuat dari kertas, selain tidak segar dan tidak menyiarkan bau harum, selamanya juga tak akan memberikan buah.

   Buah sudah mulai matang di atas pohon, meski musim semi sudah lewat, namun musim panen sudah hampir tiba.

   Yan Jit duduk di bawah pohon, melepaskan topi dari kepalanya dan dipakai sebagai kipas, kemudian gumamnya.

   "Panas benar udara hari ini, Ong lotoa sudah pasti semakin malas untuk bergerak."

   Kwik Tay-lok mengalihkan sorot matanya ke tempat kejauhan, kemudian berguman pula.

   "Entah bagaimana dengan Siau-lim ? Apa saja yang dilakukan?"

   "Kau tak usah kuatir, mereka pasti tak akan kesepian, terutama dengan Siau-lim."

   "Mengapa ?"

   Yan Jit segera tertawa.

   "Apakah kau lupa dengan si nona kecil penjual bunga itu ?"

   Serunya cepat. Kwik Tay-lok turut tertawa, ia segera mendengar suara nyanyian merdu berkumandang diangkasa.

   "Nona kecil bangun pagi. Membawa keranjang bunga menuju ke pekan. Melewati jalan raya, menembusi lorong sempit. Bunga, bunga, dia berseru..... Tentu saja nyanyian itu bukan berasal dari si nona kecil penjual bunga, yang membawa nyanyian itu sekarang adalah Yan Jit. Sambil menggoyangkan topinya untuk menyejukkan badan, dia mengalunkan suaranya yang merdu, membuat para pejalan kaki sama-sama berpaling dan memandang ke arahnya dengan mata melotot besar. Sambil tertawa Kwik Tay-lok segera berseru.

   "Hei, jangan lupa pakaian apa yang sekarang kau kenakan?"

   Sekarang, dia menggunakan pakaian lelaki tapi suara nyanyiannya justru merdu merayu bagaikan burung nuri yang sedang berkicau.

   "Tak menjadi soal"

   Jawab Yan Jit sambil tertawa.

   "sekalipun aku tidak menyanyi, orang lain juga dapat melihat kalau aku adalah seorang perempuan, sebab bila seorang perempuan ingin merayu seorang lelaki, hal ini bukanlah suatu pekerjaan yang terlalu gampang".

   "Bagaimana dengan kau dulu?"

   "Dulu berbeda"

   "Bagaimana bedanya?"

   "Dulu aku lebih dekil.... dekil sekali, semua orang selalu beranggapan bahwa perempuan selalu lebih bersih daripada lelaki"

   "Padahal?"

   Yan Jit segera melotot sekejap ke arahnya lalu sahutnya.

   "Padahal perempuan yang kenyataannya lebih bersih daripada orang lelaki..."

   Jalan ini adalah jalanan menuju ke perkampungan Hok-kui-san-ceng. Mereka sama sekali tidak melupakan teman-teman mereka, mereka pun ingin membagikan kebahagiaan mereka kepada teman-temannya.

   "Seandainya Ong lotoa dan Siau-lim tahu kalau kita.... kita sudah menikah menjadi suami istri, sudah pasti dia akan merasa gembira sekali, Entah Siau-lim akan merasa cemburu atau tidak?"

   Seusai mengucapkan perkataan itu, dia mulai lari sedang Yan Jit mengejar dari belakangnya.

   Mereka tidak menunggang kereta, juga tidak naik kuda, sepanjang perjalanan mereka, hanya tertawa, lari, saling mengejar dan bergurau bagaikan dua orang anak kecil saja.

   Kegembiraan memang membuat orang dapat membuat orang menjadi lebih awet muda dan segar selalu.

   Bila sudah lelah berlari, mereka duduk dia bawah pohon yang rindang dan membeli sebiji kueh untuk menangsal perut yang lapar.

   Sekalipun kueh keras itu tawar, dan tak enak, namun dalam mulut mereka akan terasa manis dan nikmat.

   Ternyata Kwik Tay-lok sudah beberapa hari tidak minum arak, kecuali sehari menjelang keberangkatan mereka, Lamkiong Co telah menyediakan perjamuan perpisahan untuk puteri menantunya, bukan saja dia sendiri minum setengah cawan, bahkan mengharuskan semua orang minum sampai puas, maka mereka semuapun mabuk hebat.

   Sambil tertawa Yan Jit berkata.

   "Walaupun sekarang ayahku sudah tak dapat minum arak lagi, akan tetapi dia paling suka melihat orang lain minum arak."

   "Dahulu takaran minum araknya pasti lumayan sekali."

   Kata Kwik Tay-lok sambil tertawa.

   "Bukan cuma lumayan lagi, sepuluh orang Kwik Tay-lok belum tentu bisa melawan dia seorang."

   "Haaaah."

   "Apa artinya hah ?"

   "Hah, artinya bukan saja aku tidak puas lagi pula akupun tidak percaya dengan perkataanmu itu."

   "Sayang saat ini dia sudah tua, lagi pula luka lamanya kambuh kembali, sudah banyak tahun dia hanya berbaring belaka tanpa bergerak, kalau tidak dia pasti akan melolohmu sampai kau bergulingan di atas tanah sambil muntah-muntah."

   Menyinggung kembali soal penyakit yang diderita ayahnya, tanpa terasa rasa sedih dan murung menyelimuti kembali wajahnya. Kwik Tay-lok juga menghela napas panjang, katanya.

   "Dia memang seorang manusia yang luar biasa, aku tidak menyangka kalau dia dapat mengijinkan kepada kita untuk pergi."

   "Mengapa ?"

   "Sebab.... sebab dia benar-benar merasa terlampau kesepian, bila berganti orang lain, dia pasti akan menyuruh kita berdua untuk menemaninya."

   "Tapi dia berbeda, dia selalu tak ingin menyaksikan orang lain menderita karena dia, bagaimanapun juga, dia lebih suka merasakan sendiri penderitaan dan siksaan tersebut daripada membiarkan orang lainpun ikut merasakan."

   Sepasang matanya memancarkan kembali cahaya berkilauan, jelas dia merasa bangga karena mempunyai seorang ayah seperti ini. Kwik Tay-lok menghela napas, katanya lagi.

   "Berbicara terus terang, aku sendiripun sama sekali tidak mengira kalau dia adalah seorang manusia seperti ini ?"

   "Dulu kau mengira dia adalah seorang manusia macam apa ?"

   Kwik Tay-lok agak sangsi, tapi ujarnya kemudian agak tergagap.

   "Kau tahu, berita yang tersiar dalam dunia persilatan selalu melukiskan dia sebagai seorang manusia yang menakutkan."

   "Dan sekarang ?"

   Untuk kesekian kalinya Kwik Tay lok menghela napas panjang.

   "Aaai...! Sekarang aku baru tahu, berita-berita yang tersiar dalam dunia persilatan itulah baru benar-benar menakutkan. Ternyata dia sanggup untuk menahan derita selama banyak tahun, hanya cukup berbicara dari hal ini saja, orang lain sudah tak mungkin bisa menandinginya lagi..."

   "Mungkin hal ini dikarenakan dia sudah tak sanggup untuk tidak bersabar dan menerima segala sesuatunya belaka,"

   Kata Yan Jit sedih.

   "Untung saja dia masih mempunyai teman, aku dapat menyaksikan kesetiaan serta persahabatan dari si Bungkuk sakti sekalian, mereka selalu berusaha untuk membuat gembira hatinya."

   Yan Jit termenung untuk beberapa saat lamanya, tiba-tiba dia berkata.

   "Kau tahu, dulu mereka ingin berbuat bagaimana untuk menghadapinya ?"

   Kwik Tay-lok menggeleng.

   "Dahulu merekapun selalu berusaha untuk membunuhnya"

   Kata Yan Jit.

   "tapi kemudian, setelah melangsungkan beberapa kali pertarungan sengit antara hidup dan mati, mereka baru menjumpai bahwa dia tidak seperti apa yang tersiar dalam dunia persilatan, akhirnya mereka dibuat terharu oleh perangainya yang gagah, itulah sebabnya dari musuh mereka menjadi bersahabat."

   Kemudian ia tertawa, tertawanya agak pedih, juga agak bangga, lanjutnya.

   "Demi dia, bahkan Kim Lo-han bersedia untuk menghianati Siau-lim-pay, bersedia menjadi seorang murid murtad yang tak mungkin bisa diampuni oleh perguruannya."

   "Bahkan manusia justru memiliki perasaan hati yang agung, maka mereka berbeda dengan hewan."

   "Perasaan semacam ini biasanya hanya akan muncul bila ada seseorang berada dalam kesulitan atau ancaman jiwa, hanya perasaan yang muncul dalam keadaan semacam inilah merupakan ungkapan perasaan yang sangat...."

   Apa yang mereka ucapan memang benar.

   Seseorang hanya bisa memperhatikan keagungan jiwanya bila berada dalam kesulitan atau ancaman jiwa.

   Lamkiong Cho memang berhasil mendapat uluran tangan persahabatan dari Sin Toucu sekalian, tapi beberapa besarkah pengorbanan yang dibayar untuk itu ? Mungkin orang lain tak pernah akan membayangkan.

   Seandainya didalam keadaan yang kritis, ia rela berkorban demi menyelamatkan jiwa orang lain, dari mana orang lain bisa tahu kalau wataknya sangat agung? Darimana pula mereka dapat bersedia untuk mengorbankan segala-galanya? Dibalik kesemuanya ini tentu saja masih terdapat cerita lain yang penuh dengan suka duka serta keadaan-keadaan yang menyedihkan.

   Dan cerita inipun tak perlu disinggung kembali.

   Senja sudah menjelang tiba.

   Walaupun matahari telah tenggelam di langit barat, namun jalanan yang beralas batu masih terasa panas dan menyengat badan.

   Di bawah pohon yang rindang di depan sana, berdiri seorang perempuan kurus yang berpakaian kumal menggandeng seorang anak di tangan kiri dan menggendong anak yang lain dipunggungnya.

   Dia berdiri di situ dengan kepala tertunduk dan tangan sebelah dijulurkan ke muka, dia sedang meminta-minta kepada setiap orang yang melewati tempat itu.

   Kwik Tay-lok segera berjalan mendekat dan memberikan beberapa potong hancuran uang perak ke tangannya.

   Selama dia punya uang, tak pernah ia menyia-nyiakan setiap pengemis yang dijumpainya, sekalipun uangnya masih sisa berapa keping uang perak saja, pemuda itu selalu memberikan kepada orang lain tanpa mempertimbangkan lagi.

   Yan Jit sedang memandang ke arahnya, dibalik sorot matanya yang lembut terpancar perasaan kagum dan memuji.

   Jelas dia merasa bangga karena memiliki seorang suami yang besar sekali jiwa sosialnya.

   Perempuan pengemis itu segera berkemak-kemik mengucapkan kata-kata terima-kasih, baru saja ia akan masukkan uangnya ke saku, tanpa sengaja dia mengangkat kepalanya dan memandang sekejap ke arah Kwik Tay-lok.

   Tiba-tiba paras mukanya yang pucat pias itu mengalami perubahan yang sangat hebat, berubah menjadi menakutkan sekali.

   Sepasang matanya yang cerah dan sama sekali tak bersinar itu telah melotot keluar bagaikan mata ikan, seakan-akan ada sebilah pisau yang secara tiba-tiba dihujamkan ke ulu hatinya.

   Sebenarnya Kwik Tay lok sedang tersenyum, tapi lambat laun senyumannya itu membeku, wajahnya juga menunjukkan perasaan terkejut bercampur terkesiap, serunya tertahan.

   "Aaah, kau?"

   Perempuan pengemis itu segera menutupi wajahnya dengan sepasang tangannya, lalu jeritnya keras-keras.

   "Kau pergi dari sini, aku tidak kenal denganmu."

   Dari perasaan kaget, wajah Kwik Tay-lok berubah menjadi iba dan penuh rasa kasihan, setelah menghela napas panjang katanya.

   "Mengapa kau dapat berubah menjadi begini rupa ?"

   "Itu urusanku, dengan kau sama sekali tak ada sangkut pautnya."

   Walaupun perempuan itu berusaha untuk mengendalikan perasaan sendiri, toh sekujur tubuhnya gemetar juga bagaikan cahaya lilin yang terhembus angin kencang.

   Pelan-pelan Kwik Tay-lok mengalihkan sorot matanya ke wajah dua orang bocah yang ingusan dan perkembangan badannya tidak baik itu, kemudian bertanya lagi dengan sedih.

   "Mereka adalah hasil hubunganmu dengannya? Dimana orangnya sekarang?"

   Sekujur badan perempuan itu gemetar keras, akhirnya dia tak kuasa menahan diri dan menangis tersedu-sedu, sambil menutupi wajahnya sambil terisak ia menjawab.

   "Dia telah membohongi aku, membohongi harta bendaku, kemudian kabur lagi dengan perempuan lain, yang dia tinggalkan kepadaku hanyalah dua orang bocah ini, mengapa nasibku begini buruk.... mengapa?"

   Tiada orang yang memberi jawaban kepadanya, sebab hanya dia sendiri yang mengetahui jawabannya.

   Penderitaan dan tragedi yang menimpa dirinya sekarang, bukankah merupakan akibat dari perbuatan yang dia lakukan sendiri? Kwik Tay-lok menghela napas panjang, dia sendiripun tak tahu apa yang mesti diutarakan.

   Pelan-pelan Yan Jit berjalan lagi ke depan, menghampirinya dan menggenggam tangannya, dia ingin memberi dukungan kepadanya, bahwa dalam menghadapi persoalan macam apapun, ia selalu berada di pihaknya dan dia tetap mempercayainya.

   Yaa, apa yang bisa diberikan oleh seorang perempuan kepada suaminya hanyalah dukungan moril, rasa percaya serta simpatiknya, sebab hanya hal-hal semacam itulah akan memberikan dukungan moril yang besar bagi si suami untuk menentukan langkah-langkah berikutnya.

   Kwik Tay-lok ragu sejenak, kemudian bertanya.

   "Kau sudah tahu siapakah dia ?"

   Yan Jit manggut-manggut.

   Terhadap lelaki yang dicintainya, kaum wanita seakan-akan memiliki indera ke enam yang amat tajam.

   Ia sudah mengetahui bahwa antara perempuan pengemis itu dengan suaminya pasti mempunyai suatu hubungan yang luar biasa, apalagi setelah mendengar pembicaraan mereka, keraguannya seketika hilang lenyap tak berbekas.

   Sudah dapat dipastikan sekarang, perempuan ini tak lain adalah perempuan yang dahulu telah menipu Kwik Tay-lok dan meninggalkan dirinya dengan begitu saja itu.

   Kwik Tay-lok menghela napas panjang, kembali ia berkata.

   "Aku benar-benar tidak menyangka akan berjumpa dengan kau di sini, lebih tak kuduga kalau dia akan berubah menjadi begini rupa."

   "Kalau toh dia adalah temanmu sudah seharusnya kau membantunya dengan sepenuh tenaga"

   Kata Yan Jit lembut. Mendadak perempuan itu berhenti menangis, mengangkat kepalanya dan melotot ke arahnya.

   "Siapakah kau ?"

   Tegurnya. Sorot mata Yan Jit masih tetap lembut dan tenang, sahutnya.

   "Aku adalah istrinya."

   Pelbagai perubahan segera berkecamuk di atas wajahnya, mendadak perempuan itu melotot ke arah Kwik Tay-lok dan berseru dengan nada tercengang.

   "Kau sudah menikah ?"

   Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Benar"

   Perempuan itu memandang ke arahnya, kemudian memandang pula ke arah Yan Jit, tiba-tiba saja sorot matanya memancarkan semacam rasa cemburu dan dengki yang amat tebal. Mendadak ia mencengkeram baju Kwik Tay-lok, kemudian teriaknya keras-keras.

   "Bukankah kau berjanji akan mengawini aku? Mengapa kau kawin dengan orang lain?"

   Kwik Tay-lok sama sekali tidak bergerak, wajahnya pucat pias seperti kertas, dalam keadaan ini dia benar-benar tak tahu bagaimana harus menghadapinya. Yan Jit mengenggam tangannya kencang-kencang, lalu sambil mengawasi perempuan itu dia berkata.

   "Engkaulah yang meninggalkan dia lebih dulu, bukan dia tidak maui dirimu, apa yang telah terjadi dimasa lalu, tentunya kau masih mengingatnya dengan jelas bukan?"

   Sorot mata perempuan itu memancarkan cahaya penuh kebencian, sama menyeringai seram katanya lagi.

   "Apa yang kuingat? Aku hanya ingat dia pernah memberi tahukan kepadaku, selama hidup dia hanya mencintaiku seorang, kecuali aku, dia tak akan mengawini perempuan lain"

   Kemudian sambil memperlihatkan wajah ingin menangis, dia berteriak semakin keras.

   "Tapi dia telah membohongi aku, membohongi aku perempuan yang bernasib malang coba, kalian berikan pertimbangan kepadaku.". Banyak orang telah berkerumun, sebagian besar diantara mereka melotot ke arah Kwik Taylok dengan pandangan menghina dan penuh rasa muak dan benci. Paras muka Kwik Tay-lok yang memucat kini berubah lagi menjadi merah padam butiran keringat sebesar kacang kedelai jatuh bercucuran dengan derasnya. Tapi paras muka Yan Jit masih tetap tenang seperti sedia kala, pelan-pelan dia berkata.

   "Dia sama sekali tidak membohongi dirimu, dia pun tak pernah membohongi dirimu, cuma sayang kau sudah bukan orang yang dahulu lagi, aku rasa kau pasti memahami perkataanku ini."

   Perempuan itu semakin menggila, sambil mencak-mencak seperti orang gila dia berteriak keras.

   "Aku tidak memahami apa-apa, aku tak ingin hidup.... sekalipun harus mati, aku akan mati bersama dengan lelaki yang berhati keji ini...."

   Seraya berkata dia lantas membenturkan kepalanya ke atas perut Kwik Tay-lok, kemudian sambil menjatuhkan diri ke tanah, dia berguling-guling ke atas tanah.

   Menghadapi perempuan yang pandai membulak-balikkan keadaan, cara apapun memang tak bisa dipergunakan lagi.

   Dalam keadaan begini, pada hakekatnya Kwik Tay-lok tidak tahu bagaimana harus bertindak, dia hanya ingin kalau bisa menerobos ke dalam tanah dan menyembunyikan diri.

   Yan Jit tenang, setelah termenung sebentar, tiba-tiba dia merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan seuntai kalung, kemudian sambil disodorkan ke hadapan perempuan itu, katanya.

   "Kau kenal, benda apakah ini?"

   Perempuan itu melototkan matanya besar-besar, setelah tertegun beberapa saat lamanya dia baru berteriak keras.

   "Tentu saja aku kenal, benda ini sebenarnya adalah milikku."

   "Oleh karena itu sekarang kukembalikan kepadamu, aku hanya berharap kau mengerti untuk menyimpan rantai emas tersebut, dia rela dimaki, diejek dan dicemooh teman, bahkan ia rela menderita dan menyiksa diri, apa sebabnya ia sampai begitu, tentunya kau bisa membayangkan sendiri bukan...?"

   Ketika melihat rantai emas itu, sorot mata si perempuan yang semula kebencian, kini berubah menjadi malu dan menyesal.

   "Bagaimana juga, dia adalah manusia."

   Sebagai seorang manusia, sedikit banyak dia tentu mempunyai sifat kemanusiaan.

   "Dengan seuntai rantai emas tersebut, kau bisa memakainya sebagai modal untuk berdagang kecil-kecilan, baik-baiklah merawat anak anakmu,"

   Kata Yan Jit.

   "di kemudian hari kau masih-bisa bertemu dengan lelaki baik, asal kau tidak lagi menipu orang lain, orang lainpun tak akan menipu dirimu lagi."

   Sekujur badan perempuan itu mulai gemetar keras, membalikkan badannya memandang anak-anaknya.

   Anak-anak itu berdiri dengan wajah kaget bercampur ketakutan, bibirnya sudah ingin menangis, tapi saking takutnya untuk menangis pun mereka tak berani.

   Dengan suara lembut kembali Yan Jit berkata.

   "Jangan kau lupakan, dirimu sudah menjadi seorang ibu, sudah sepantasnya kalau memikirkan tentang kebutuhan anak-anakmu, di kemudian hari merekapun akan tumbuh menjadi dewasa, kau seharusnya memberi kesempatan kepada mereka agar merasa bahwa mereka masih memiliki seorang ibu yang gagah dan patut dibanggakan."

   Sekujur badan perempuan itu gemetar semakin keras, mendadak ia mendekap di atas tanah sambil menangis tersedu-sedu.

   "Thian.... oh, Thian, mengapa kau membiarkan aku bertemu lagi dengannya, mengapa?"

   Pertanyaan inipun tiada orang yang bisa membantunya untuk memberi jawaban, sebab hanya dia sendirilah yang mengetahui jawabannya.

   Benih macam apakah yang kau tanam, maka buah apa pula yang bakal kau petik.

   Bila kau menanam batu, maka selama hidup jangan berharap bisa tumbuh sekuntum bunga yang indah.

   Senja telah menjelang tiba.

   Matahari sore memancarkan sinar yang lembut dan hangat.

   Pelan-pelan Kwik Tay-lok berjalan menelusuri jalan raya, jelas perasaan maupun pikirannya sama-sama tercekam dalam suasana yang amat berat.

   Yan Jit tidak berbicara, diapun tidak mengusik dirinya.

   Ia tahu, bila seseorang membutuhkan suatu ketika untuk berada dalam ketenangan inilah saat yang harus dipahami oleh seorang perempuan sebagai istri yang tahu diri.

   Entah beberapa lama sudah lewat, Kwik Tay-lok baru berkata dengan suara yang dalam.

   "Kapan sih kau menebus kembali rantai emas tersebut? Mengapa kau tidak mengatakannya kepadaku?"

   "Sebab aku sama sekali tidak menebusnya keluar"

   Jawab Yan Jit sambil tertawa.

   "Tidak kau tebus?"

   "Yaa rantai emas yang kuberikan kepadanya tadi, sesungguhnya bukan rantai milikmu itu."

   "Bukan?"

   Kwik Tay-lok semakin tertegun. Kembali Yan Jit tersenyum.

   "Yaa, rantai emas itu adalah pemberian dari enci Bwee Lan, sebagai hadiah perkawinan kita."

   "Kalau memang begitu, mengapa kau keluarkan rantai emas itu, mengapa kau harus berbuat demikian?"

   "Karena akupun seorang perempuan, bagaimanapun juga aku jauh lebih memahami watak perempuan daripada dirimu"

   "Kalau begitu, setelah ia saksikan rantai emas tersebut, maka ia baru akan teringat akan kebaikan dulu kepadanya, maka ia baru bersedia melepaskan aku?"

   "Rantai emas itu sepintas lalu memang mirip satu sama lainnya, bahkan kau sendiripun tak dapat membedakan, apalagi dia,"

   Sahut Yan Jit sambil tertawa lagi.

   Ia tertawa riang.

   Sebab rantai emas itu hanya merupakan suatu perlambang belaka, melambangkan kejadian yang sudah lampau.

   Sekarang, kalau toh mereka tak bisa membedakan lagi keaslian rantai emas tersebut, jelas semua perasaan cinta maupun benci yang pernah berlangsung dulu, kini turut dilupakan pula.

   Bagaimanapun besarnya jiwa seorang perempuan, dia pasti enggan membiarkan suaminya memikirkan kenangan masa lalunya.

   "Tapi ketika ia melihat diriku tadi, sudah seharusnya dia membayangkan bahwa dahulu...."

   "Ia berbuat demikian kepadamu bukan lantaran kejadian dulu, melainkan karena dengki dan cemburu"

   Tukas Yan Jit.

   "Dengki dan cemburu?"

   "Bukan cemburu kepadamu, melainkan kepadaku, melihat kehidupannya yang sengsara kemudian melihat pula keadaan kita berdua sekarang, ia semakin menyesal terhadap apa yang telah dilakukan dimasa lalu"

   Setelah menghela napas panjang lanjutnya.

   "Bila seorang sedang merasa menyesal, seringkali dia menaruh perasaan benci yang tak dipahaminya kepada orang lain, seakan-akan ia merasa kalau bisa setiap orang di dunia ini samasama merasakan penderitaan seperti apa yang dialaminya"

   "Oleh karena itu diapun ingin merusak hubungan kita?"

   Kata Kwik Tay-lok sambil menghela napas.

   "Tapi setelah ia melihat rantai emas tersebut, mengapa pula secara tiba-tiba berubah pikiran ?"

   "Karena rantai emas itu berbeda dengan dirimu."

   Setelah tersenyum manis, ia melanjutkan.

   "Bukan saja rantai emas jauh lebih menarik daripada dirimu, lagi pula ia tahu kalau dirinya sudah pasti akan dapat memperolehnya kembali."

   "Apakah hal ini dikarenakan rantai emas tersebut sudah berada di tangannya kembali?"

   "Tepat sekali perkataanmu itu"

   Di dunia ini memang hanya perempuan baru bisa memahami perasaan seorang perempuan.

   Perempuan selalu hanya percaya dengan benda yang telah berada di tangannya, sekalipun dia tahu dengan jelas masih ada seratus untai rantai emas lagi yang bisa diambil, diapun tak akan menukar apa yang telah diperolehnya itu dengan benda yang lain.

   Selain itu, juga tiada berapa orang perempuan yang bersedia menghadiahkan rantai emas miliknya untuk kekasih dari bekas pujaan hatinya.

   Hanya perempuan paling cerdik saja yang akan berbuat demikian.

   Dia hanya mempergunakan seuntai rantai emas untuk mendapatkan rasa percaya dan terima kasih suaminya, serta kebahagiaan hidup bagi dirinya sendiri.

   (Bersambung

   Jilid ke 31)

   Jilid 31 KWIK TAY-LOK mengawasi istrinya lekat-lekat, tanpa terasa ia menggenggam tangan istrinya erat-erat dan berkata dengan suara lembut.

   "Terima-kasih banyak atas bantuanmu."

   "Berterima kasih kepadaku?"

   Yan Jit mengerdipkan matanya dan tertawa.

   "Atau mungkin kau berterima kasih kepada rantai emasku itu ?"

   Kwik Tay-lok menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Tentunya kau tahu aku berterima-kasih kepada siapa"

   Yan Jit memang mengetahui akan hal itu..

   Tentu saja yang membuatnya berterima kasih, bukan rantai emasnya saja, melainkan pengertian serta penyesuaiannya terhadap keadaan.

   Apa yang diberikan itu, sesungguhnya jauh lebih berharga daripada rantai emas ditambah dengan benda berharga lainnya sekali pun.

   Seorang isteri yang bisa memberikan pengertian dan penyesuaian terhadap suaminya, hal itu akan merupakan kebahagiaan serta kekayaan yang paling besar bagi seorang lelaki.

   Dan hanya seorang lelaki yang paling bahagia hidupnya baru bisa mendapatkan keadaan seperti ini.

   Tapi benarkah dalam dunia yang begini luas ini benar-benar terdapat seorang yang bernasib begitu mujur? Benarkah di dunia ini terdapat lelaki yang benar-benar menemui kebahagiaan hidupnya? Mungkin saja ada, tapi paling tidak belum pernah kujumpai seseorang semacam ini.

   Tentu saja aku pernah melihat orang yang hidup bahagia, tapi kebahagiaan mereka berhasil diraih dengan kecerdasan, keuletan, keberanian serta tekad yang besar.

   Kebahagiaan ibaratnya sebiji kue, harus dicampur dengan rata, harus di panggang, harus dibumbui sebelum akhirnya menjadi hidangan yang amat lezat.

   Tak mungkin bukan, kueh itu secara tiba-tiba jatuh dari atas langit dengan begitu saja.

   Orang yang berbahagia ibaratnya seorang pengantin perempuan, entah kemanapun kau pergi, orang pasti akan memandangnya beberapa kejap.

   Entah bagaimanapun sederhana dan biasanya seseorang, bila menjadi seorang pengantin perempuan, secara tiba-tiba saja dia seperti berubah menjadi istimewa sekali.

   Ong Tiong, Lim Tay-peng dan Ang Niocu berdiri berjajar sambil mengawasi Yan Jit, dari kepala memandang sampai ke kaki, kemudian dari kaki memandang lagi sampai ke atas kepala.

   Paras muka Yan Jit telah berubah menjadi merah padam bagaikan kepiting rebus, tak tahan lagi dia menundukkan kepalanya rendah-rendah.

   "Kalian toh bukannya tidak kenal dengan aku, mau apa mengawasi diriku terus-menerus?"

   Tegurnya kemudian.

   "Sebab kau tampak tiga ratus enam puluh kali lipat lebih cantik daripada dulu."

   Jawab Ang Niocu sambil tersenyum. Paras muka Yan Jit berubah semakin merah.

   "Tapi aku masih tetap aku, sedikitpun tiada perubahan apa-apa."

   Katanya cepat.

   "Kau berubah"

   Kata Ong Tiong pula.

   "Dimana letak perubahan itu ?"

   "Dulu kau adalah sahabat kami,"

   Kata Lim Tay-peng cepat.

   "tapi sekarang kau telah menjadi ensoku, dulu kau adalah Yan Jit, sekarang kau telah berubah menjadi nyonya Kwik. Bukankah perubahan ini cukup banyak?"

   Yan Jit menggigit bibirnya kencang-kencang, kemudian katanya.

   "Aku masih tetap Yan Jit seperti dulu, aku masih tetap merupakan sahabat kalian."

   Ang Nio-cu segera tertawa cekikikan.

   "Tetapi Yan Jit yang sekarang ini paling tidak jauh lebih bersih daripada dulu."

   Seru Ang Nio-cu sambil tertawa cekikikan.

   "Jawaban yang amat tepat,"

   Tak tahan Kwik Tay-lok ikut menimbrung.

   "sekarang, tiap hari dia mesti mandi."

   Baru saja dia menyelesaikan kata-katanya, Ang Nio-cu sudah tertawa terpingkal-pingkal. Dengan gemas Yan Jit melotot sekejap ke arahnya, lalu dengan wajah memerah serunya.

   "Hei, bisakah kau kurangi beberapa patah katamu ? Toh tak ada orang yang menganggap dirimu sebagai seorang yang bisu!"

   Sambil tertawa terpingkal Ang Niocu segera menimbrung kembali.

   "Kalau bisa mengurangi kata-katanya, dia bukan Kwik Tay-lok namanya..."

   Kwik Tay-lok mendehem beberapa kali, kemudian sambil membusungkan dada katanya.

   
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Padahal sekarangpun aku turut berubah, mengapa kalian tidak memperhatikan aku ?"

   Dengan kening berkerut Ong Tiong berseru.

   "Bagian manamu sih yang berubah? Mengapa aku tak dapat melihatnya ?"

   "Masa aku tidak berubah menjadi lebih bagus dan menarik ?"

   Ong Tiong memperhatikannya dari atas hingga ke bawah, kemudian menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Aku tidak dapat menemukannya perubahan itu."

   "Paling tidak aku toh jauh lebih bersih dari pada dulu"

   Seru Kwik Tay-lok cepat. Ang Nio-cu kembali tak dapat menahan rasa gelinya, dia tertawa terpingkal-pingkal.

   "Apakah sekarang, kaupun tiap hari mandi?"

   "Tentu saja, aku....."

   Kali ini belum habis ucapan tersebut diutarakan, Ang Nio-cu sudah terbungkuk-bungkuk karena terpingkal kegelian. Buru-buru Yan Jit menukas, serunya dengan suara lantang.

   "Agaknya ditempat ini seperti kekurangan seseorang...!"

   "Siapa ?"

   Lim Tay-peng cepat berseru. Sambil mengerdipkan matanya dan tertawa, Yan Jit menjawab.

   "Tentu saja si nona kecil yang pagi-pagi bangun, membawa bunga menuju ke pekan."

   "Tentu saja orang itu tak akan ketinggalan"

   Kata Ang Nio-cu sambil tertawa.

   "Tapi mana orangnya ?"

   "Lagi ke pekan, tapi kali ini tidak membawa keranjang berisi bunga, melainkan keranjang berisi sayur.... karena Lim toa-sau kita secara tiba-tiba ingin makan tahu masak sawi hijau yang segar."

   Tak tahan Yan Jit tertawa cekikikan, kemudian sambil menghela napas katanya.

   "Sungguh tak kusangka begitu muda usianya, namun ia sudah begitu pandai bermesrahan dan menyayangi kekasihnya."

   Kemudian setelah mengerlingkan sekejap ke arah Lim Tay-peng, katanya lebih lanjut.

   "Keadaan itu bagaikan orang yang memang ditakdirkan bernasib mujur saja, benar bukan ?"

   Paras muka Lim Tay-peng turut berubah menjadi merah padam, tiba-tiba teriaknya keraskeras.

   "Bisakah kalian mengurangi, kata-kata semacam itu ? Aku kan tak akan menganggap kalian sebagai orang bisu"

   "Tidak bisa"

   Sahut Kwik Tay lok.

   "kalau mereka bisa mengurangi beberapa patah kata saja, maka bukan perempuan namanya"

   "Tepat sekali jawaban itu"

   Sahut Ong Tiong.... Senja telah menyelimuti seluruh angkasa. Diantara hembusan angin yang sepoi-sepoi, lamat-lamat terdengar suara nyanyian merdu berkumandang datang dari kejauhan sana.

Dendam Asmara -- Okt Rahasia Hiolo Kumala Karya Gu Long Pedang Inti Es Karya Okt

Cari Blog Ini