Ceritasilat Novel Online

Pendekar Riang 9


Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id Bagian 9



Seorang nona cilik berbaju putih muda dengan senyum di kulum dan membawa dua buah poci arak masuk ke dalam, ia kelihatan seperti bidadari yang baru turun dari kahyangan.

   Sepasang mata Kwik Tay-lok agak terbelalak, ketika Yan Jit melotot ke arahnya, dia baru mendehem beberapa kali, kemudian sambil membetulkan duduknya, tak tahan dia tertawa geli, katanya.

   "Aku memang sedang murung takut kekurangan arak, tak nyana arak dihidangkan"

   "Setelah kau berada di sini, apapun yang kau minta, dengan cepat permintaanmu itu akan terwujud"

   Kata si nona baju putih itu sambil mencibirkan bibir.

   "Bagai mana ceritanya kami bisa sampai di sini"

   Tanya Yan Jit. Kembali nona berbaju putih itu tertawa.

   "Tentu saja tuan rumah tempat ini yang telah menyelamatkan kalian"

   Sahutnya.

   "Kau kah tuan rumah di sini?"

   "Menurut pandanganmu aku mirip tidak?"

   Kata si nona baju putih itu sambil mengerdipkan matanya.

   "Tidak mirip!"

   "Aku sendiripun merasa tidak mirip!"

   "Lantas siapakah tuan rumahnya? Kami kenal tidak dengannya?"

   "Aku hanya tahu dia pasti kenal dengan dirimu"

   "Kenapa?"

   Nona berbaju putih itu tertawa, sahutnya.

   "Sebab dia bilang kau seorang mampu menghabiskan hidangan untuk lima orang, sengaja dia suruh aku menyiapkan hidangan yang lebih banyak. Seandainya dia tidak kenal dengan dirimu, mana mungkin ia bisa memahami tentang dirimu dengan sejelas itu?"

   Kwik Tay-lok segera tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh kalau begitu, bukan saja dia kenal aku, mungkin dia pun seorang sahabat karibku"

   Nona berbaju putih itu mengerdipkan matanya berulang kali, lalu katanya lagi sambil tertawa.

   "Apakah semua orang yang mengundang mu minum arak adalah sahabat karibmu "

   "Sedikitpun tak salah!"

   Jawab Yan Jit dingin. Bukan saja wajahnya berubah menjadi tak sedap dilihat, bahkan sumpitpun sudah diturunkan. Kwik Tay-lok melirik sekejap ke arahnya, lalu tak berani banyak berbicara lagi. Kembali nona berbaju putih itu berkata.

   "Bila kalian sudah kenyang nanti, aku akan mengajak kalian berdua untuk menjumpai tuan rumah di sini. Dia selalu menantikan kedatangan kalian berdua"

   Mendadak Yan Jit melompat bangun sambil berseru.

   "Sekarang aku sudah kenyang!"

   "Hei, mengapa kau menjadi kenyang begitu melihat kedatanganku!"

   Seru nona berbaju putih itu sambil mengerling sekejap ke arahnya."

   "Sebab tampangmu persis seperti pantat!"

   Bunga bwe yang indah tumbuh di sepanjang kebun, salju nan putih menyelimuti permukaan tanah.

   Dengan wajah cemberut nona berbaju putih itu berjalan di muka, dia tidak berbicara apalagi tertawa.

   Sesungguhnya nona itu memang manis, cantik tapi sayang agak kegemukan sedikit.

   "Tak kusangka Yan Jit bisa membandingkan dirinya dengan pantat.... tak tahu bagaimana jalan pemikirannya, sehingga bisa nyeleweng sampai ke situ?"

   Kwik Tay-lok memandang ke arah Yan Jit dan ingin tertawa, namun ia tak berani.

   Sebab paras muka Yan Jit ketika itu lebih tak sedap dilihat lagi.

   Entah mengapa, dia seperti amat membenci kaum wanita terutama sekali gadis yang suka bergurau dengan Kwik Tay-lok.

   "Dulu ia pasti pernah menderita kerugian ditangan perempuan, atau tertipu oleh perempuan maka dia menjadi sengit kalau melihat perempuan"

   Kwik Tay-lok berjanji dalam hati kecilnya, dilain saat dia tentu berusaha untuk memberi pengertian kepadanya, memberitahu kepadanya bahwa perempuan bukan semuanya memuakkan, diantaranya juga ada beberapa orang yang jauh lebih menyenangkan dari pada lelaki yang ada di dunia ini.

   000000 Serambi itu panjang sekali.

   Di ujung sana terdapat tirai yang terurai ke bawah.

   Baru saja mereka menuju ke situ, dari balik tirai sudah ada yang menyapa sambil tertawa.

   "Oooh... rupanya kalian datang lagi? Silahkan masuk, silahkan masuk."

   Wi hujin ! Ternyata suaranya itu adalah suaranya Wi hujin.

   Ternyata tuan rumah tempat ini adalah dia.

   Selain meracuni mereka diapun menyaru menjadi setan, bahkan menggunakan meriam penggempur kota untuk menghadapi mereka, tapi sekarang dia juga yang telah menolong mereka, bahkan melayani mereka dengan hidangan yang begitu lezat.

   Kwik Tay lok dan Yan Jit segera saling berpandangan sekejap, mereka benar-benar tak bisa menduga, permainan busuk apa lagi yang sedang direncanakan perempuan itu? Senyuman Wi hujin masih kelihatan begitu anggun, begitu mempesonakan hati.

   Ia sedang mengawasi wajah Kwik Tay-lok, kemudian Yan Jit, setelah itu baru ujarnya sambil tersenyum.

   "Kalian tak usah berpikir-pikir lagi permainan busuk apa yang sedang kupersiapkan sekarang, sebab rencanaku tak akan pernah bisa ditebak oleh siapapun"

   Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, katanya.

   "Aku percaya dengan perkataanmu itu"

   "Ada satu hal lagi, kau pun harus percaya"

   "Soal apa?"

   "Sekarang kalian boleh pergi dari sini, setiap saat setiap waktu boleh pergi dari sini. Dimanapun kalian akan pergi, aku tak akan mengutus orang untuk menguntil kepergian kalian"

   Kwik Tay lok agak tertegun, serunya.

   "Kau tidak menginginkan nyawa kami? Tidak menginginkan...."

   "Juga tidak ingin mengetahui jejak Lim Tay-peng?"

   "Paling tidak sampai sekarang tidak ingin"

   "Kau sudah menggunakan banyak tenaga dan pikiran untuk menghadapi kami, apakah sekarang membiarkan kami pergi dengan begitu saja?"

   "Benar!"

   Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, serunya...

   "Aku tidak begitu percaya dengan ucapanmu itu"

   "Bahkan ucapanku pun tidak kau percaya?"

   "Kenapa aku harus percaya denganmu?"

   "Kau tahu, siapakah aku?"

   "Aku tahu kau adalah seorang yang kaya raya, punya kedudukan, punya kepandaian, tapi perkataan dari manusia semacam ini justru biasanya paling tak boleh percaya"

   Wi hujin menatapnya tajam-tajam, mendadak katanya lagi sambil tertawa lebar.

   "Kalian tentu merasa semua perbuatanku itu sangat mengherankan bukan? Akan tetapi bila kalian sudah tahu siapa aku yang sebenarnya, maka kalian tak akan merasa heran"

   "Sebenarnya siapakah kau?"

   Tak tahan Yan Jit segera berseru. Sepatah demi sepatah Wi hujin menjawab.

   "Akulah ibu kandung Lim Tay-peng!"

   Begitu ucapan tersebut diutarakan, Kwik Tay-lok serta Yan Jit menjadi amat terkejut.

   Mereka benar-benar tak berani mempercayainya, tapi mau tak mau harus mempercayainya juga.

   Sekalipun dalam sejarah hidupnya Wi hujin pernah berbohong, tapi sekarang dia sama sekali tidak mirip seseorang yang sedang berbohong.

   "Sekalipun aku percaya bahwa kau adalah ibu kandungnya Lim Tay-peng, tapi seorang ibu masa tidak tahu kabar berita tentang anaknya?"

   Kata Kwik Tay-lok kemudian. Pelan-pelan Wi hujin menghela napas panjang, katanya dengan sedih.

   "Inilah kesusahan yang dialami seorang ibu, dikala anaknya sudah menginjak dewasa, apa yang dilakukannya seringkali tidak bisa dipahami oleh ibunya sendiri"

   "Dia telah berubah menjadi seorang lelaki dewasa"

   "Sebenarnya apa yang telah dia lakukan?"

   Tak tahan Kwik Tay-lok kembali bertanya. Wi hujin segera menghela napas panjang.

   "Dia tidak melakukan apa-apa, dia cuma melarikan diri dari rumah"

   "Melarikan diri dari rumah?"

   Kembali Kwik Tay lok tertegun.

   "kenapa ia melarikan diri?"

   "Dia kabur karena menghindari perkawinan"

   "Lari karena takut kawin?"

   Wi hujin tertawa getir, katanya.

   "Ketika kulihat usianya lambat laun bertambah dewasa, maka aku toh mencarikan jodoh untuknya, siapa tahu semalam sebelum upacara perkawinan itu diselenggarakan, diam-diam dia sudah minggat dari rumah"

   Kwik Tay-lok menjadi tertegun untuk beberapa saat lamanya, kemudian tak tahan lagi dia tertawa.

   "Ah, mengerti aku sekarang"

   Serunya.

   "sudah pasti dia tidak menyukai gadis itu...!"

   "Jangan toh kenal, berjumpa dengan gadis itupun belum pernah...!"

   Kwik Tay-lok semakin keheranan lagi.

   "Kalau memang berjumpa saja belum pernah, darimana dia bisa tahu gadis itu baik atau tidak?"

   Serunya.

   "Ya, dia sama sekali tidak tahu"

   "Kalau memang tidak tahu baik atau jelek, kenapa pula dia minggat dari rumah?"

   "Aaaai... justru karena jodohnya itu aku yang pilihkan, maka ia menjadi tak suka"

   "Bini adalah miliknya sendiri, tentu saja lebih cocok kalau dia memilih untuk dirinya sendiri. Bila kau perlihatkan dulu gadis itu kepadanya, mungkin saja dia tak akan kabur"

   Mendadak wajahnya berubah menjadi amat serius, katanya lebih jauh.

   "Perbuatannya itu bukan berarti dia tidak berbakti kepadamu, sebaliknya setiap pria yang telah dewasa sedikit banyak dia pasti mempunyai idenya sendiri, kalau tidak, apakah dia masih bisa dianggap sebagai seorang lelaki"

   Pelan-pelan Wi hujin mengangguk.

   "Sebenarnya aku merasa gusar sekali"

   Katanya.

   "

   Tapi kemudian, setelah kupikir kembali dengan otak dingin, aku malahan justru merasa agak gembira"

   "Kau memang sepantasnya merasa gembira"

   Tiba-tiba Yan Jit menyela.

   "Sebab lelaki yang tegas dan gagah seperti dia tidak terlalu banyak di dunia ini"

   "Yaa, meski sekarang tidak banyak, tapi di kemudian hari lambat laun pasti akan bertambah banyak"

   Sambung Kwik Tay-lok.

   "Itulah sebabnya sekarang aku sudah berubah pikiran"

   Wi hujin dengan wajah berseri.

   "Aku bertekad tak akan memaksanya pulang untuk kawin lagi"

   Pelan-pelan sinar matanya dialihkan ke tempat kejauhan sana, kemudian lanjutnya.

   "Aku pikir, bila seorang lelaki yang sudah menginjak dewasa bila dia bisa melakukan perjalanan diluaran untuk melatih diri, baginya sifat tersebut merupakan suatu keberuntungan"

   Kwik Tay-lok menghela napas lalu tertawa getir, katanya.

   "Bila perkataan semacam ini kau utarakan sejak tadi, kan urusan akan beres dengan cepat"

   "Dulu aku tidak mengutarakannya karena aku masih merasa agak kuatir..."

   Kata Wi Hujin sambil tertawa.

   "Kuatir apa?"

   "Kuatir dengan teman-temannya"

   "Kalau begitu, apa yang kau lakukan selama ini tidak lebih hanya bermaksud untuk mencoba kami?"

   Wi hujin tertawa.

   
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Kalian kalau memang sahabat karibnya, tentu saja tak akan menyalahkan diriku bukan?"

   "Sekarang, apakah kau sudah merasa lega?"

   Dengan suara lembut Wi hujin berkata.

   "Sekarang aku sudah tahu, teman-temannya bukan saja rela menanggung lapar baginya, rela mati baginya, bahkan menolak sebuah pancingan kemewahan karena deminya, dalam pandanganku keadaan semacam ini justru lebih sulit dilakukan daripada mati" 00000)0(00000 SETELAH menghela napas, terusnya.

   "Ia bisa berkawan dengan teman semacam kalian, berarti hal itu adalah rejekinya, apa lagi yang musti ku kuatirkan"

   Kota kecil itu masih begitu sederhana dan tenang.

   Ada sesuatu tempat yang selamanya seperti tak bisa berubah, hanya hati manusia yang dapat berubah.

   Tapi, ada pula sementara orang yang hatinya tak pernah berubah.

   Ketika menyaksikan Kwik Tay lok dan Yan Jit pulang, Ong Tiong masih berbaring di atas pembaringan, bergerakpun tidak.

   "Hei, enam hari tak bersua, apakah sepatah katapun tidak kau tanyakan kepada kami?"

   Tak tahan Kwik Tay-lok berseru.

   "Apa yang musti ditanyakan?"

   Kata Ong Tiong sambil menguap dengan kemalas-malasan.

   "Paling tidak kau harus bertanya kepada kami, selama beberapa hari ini penghidupan kami baik atau tidak"

   "Aku tak perlu bertanya"

   "Kenapa tak perlu bertanya?"

   "Asal kalian bisa pulang dengan selamat, itu sudah lebih dari cukup..."

   "Tapi, paling tidak kau harus bertanya, sebenarnya kulit siapa yang telah disayati oleh Hoatliok- pi?"

   "Akupun tak perlu bertanya"

   "Kenapa?"

   Ong Tiong segera tertawa, sahutnya hambar.

   "Manusia macam dia, selain menguliti kulitnya sendiri kulit siapa pula yang hendak dikuliti olehnya..."

   Kecuali sewaktu turun tangan menghadapi Hong Si-hu tempo hari, entah sedang melakukan apa saja gerakan Lim Tay-peng selalu lebih lambat setengah langkah ketimbang orang lain.

   Entah itu sedang bersantap, sedang berbicara sedang berjalan, dia selalu pelan-pelan, tidak gugup, seakan-akan sekalipun alis matanya terbakarpun dia tak akan merasa gugup.

   Kadangkala Kwik Tay-lok merasa dia seakan-akan seorang kakek yang sudah tua bangkotan.

   Dia tidak seperti Ong Tiong, dia tidak malas.

   Tapi lamban itulah yang memusingkan.

   Ketika Kwik Tay-lok dan Yan Jit sudah pulang setengah harian lamanya, pelan-pelan dia baru berjalan keluar, bajunya sangat rapi, rambutnya juga disisir sangat rapi.

   Entah dimana saja, kapan saja, pokoknya dia selalu nampak necis, segar dan bersih.

   "Tampang orang ini seakan-akan setiap saat ada kemungkinan dia akan diundang untuk menghadap kaisar!"

   Kwik Tay-lok dan Yan Jit saling berpandangan sekejap, kemudian tertawa. Sebab mereka teringat kembali akan Wi hujin. Hanya ibu Wi hujin saja yang bisa melahirkan seorang anak yang seperti Lim Tay-peng.

   "Dari bibit yang baik, pohon yang segar, tak akan membuahkan buah tho yang jelek kwalitetnya"

   Lim Tay-peng memandang ke arah mereka, agaknya diapun tak tahu apa yang sedang mereka tertawakan, gumamnya.

   "Aku lihat selama beberapa hari ini kalian tentu senang sekali..."

   "Yaa, senang sekali!"

   Sahut Kwik Tay lok sambil tertawa.

   "Tahukah kalian Hoat liok pi sudah lenyap sedang rumah pegadaian Lip gwan sudah berganti tauke?"

   Seru Lim Tay peng lagi.

   "Tidak tahu!"

   "Kejadian besar ini saja tidak kalian ketahui, lantas selama beberapa hari ini apa kerja kalian dan pergi kemana saja?"

   Kwik Tay-lok dan Yan Jit saling bertukar pandangan sekejap, lalu tertawa, mereka sudah bertekad tak akan menceritakan semua pengalaman yang dialaminya selama ini kepada siapapun.

   Sebab mereka merasa lebih baik Lim Tay-peng tidak mengetahui kejadian ini daripada mengetahuinya, mereka tak ingin mempengaruhi keputusan Lim Tay peng, juga tak ingin mendapat perasaan baru atau terima kasih Lim Tay-peng kepada mereka.

   ( Bersambung

   Jilid 15)

   Jilid 15 MEREKA cuma berharap Lim Tay peng bisa hidup dengan bebas merdeka persis seperti ketika berada di rumah dulu, maka dalam keadaan demikian dia pasti akan berubah menjadi lebih teguh, lebih matang dam lebih pintar...

   Sebab kesemuanya itulah merupakan apa yang diharapkan Wi hujin selama ini.

   Sambil tertawa kembali Kwik Tay Lok berkata.

   "Selama beberapa hari ini kami juga tidak melakukan apa-apa, cuma kami pernah diracuni sampai mati satu kali, bertemu dengan raja akhirat satu kali, ditembak dengan meriam satu kali dan akhirnya orang itu mengundang kami makan minum sepuas-puasnya sebelum kami pulang kemari..."

   Lim Tay-peng melompat kearahnya, sampai lama, lama sekali, tiba-tiba ia tertawa terbahakbahak.

   "Haaahhh... haaahhhh..... haaahhh.... aku tahu kau pandai sekali mengibul, tapi kali ini bualanmu terlalu besar, mungkin bocah cilik yang berumur tiga tahunpun tak akan mempercayai."

   Dengan tangannya Kwik Tay-lok membaringkan diri, memejamkan mata dan menghembuskan napas panjang, lalu ujarnya sambil tersenyum manis.

   "Aku juga tahu, tak akan ada seorang manusiapun yang mau percaya dengan ceritaku ini."

   Setiap orang tentu punya rahasia.

   Ong Tiong adalah orang.

   Maka Ong Tiong juga punya rahasia.

   Manusia seperti Ong Tiongpun ternyata punya rahasia, sesungguhnya hal ini merupakan suatu yang tak bisa dipercaya.

   Dia tak pernah pergi sendirian, bahkan waktu untuk turun dari pembaringan amat jarang.

   Sebenarnya mimpipun Yan Jit tidak menyangka kalau diapun memiliki rahasia.

   Tapi orang pertama yang menemukan bahwa Ong Tiong juga ada rahasia adalah Yan Jit.

   Bagaimana ceritanya ? Ternyata suatu ketika dia menemukan suatu benda yang aneh sekali.

   Yang ditemukan olehnya adalah sebuah layang-layang.

   Layang-layang sesungguhnya bukan sesuatu yang aneh, tapi dari atas layang-layang itulah justru akan muncul banyak sekali kejadian aneh dengan manusia-manusia yang menakutkan sekali.

   Menurut perhitungan almanak, semestinya saat itu sudah tiba saatnya musim semi, tapi kemanapun kau lihat sama sekali tidak menjumpai bayangan musim semi.

   Udara masih hangat dingin, angin masih amat kencang, timbunan salju di tanah sudah mencapai tujuh delapan inci tebalnya.

   Hari ini ternyata matahari sudah terbit.

   Ong Tiong, Yan Jit, Kwik Tay-lok dan Lim Tay-peng sedang berjemur badan dalam halaman.

   Sekalipun mereka miskin dan tak beruang tak pernah disia-siakan kesempatan untuk berjemur badan.

   Di musim dingin yang menggigilkan seperti ini, berjemur badan dibawah sinar matahari boleh dibilang merupakan salah satu kenikmatan yang bisa dirasakan oleh kaum miskin secara gratis.

   Ong Tiong telah mencari sebuah kursi yang paling nyaman sedang berbaring dibawah atap rumah sambil menjemur diri.

   Lim Tay-peng duduk diatas undak-undakan batu sambil bertopang dagu dan sinar mata mendelong, entah apa yang sedang dipikirkannya ketika itu.

   Sebenarnya Kwik Tay-lok selalu merasa heran, dengan usia semuda itu, kenapa dia seperti banyak urusan dan dalam hatinya seperti tersimpan banyak sekali rahasia yang tak boleh diketahui orang.

   Sekarang dia sudah tidak merasa heran lagi, dia sudah tahu apa yang sedang dipikirkan Lim Tay-peng.

   Tapi bagaimana dengan rahasia Yan Jit ? Tak tahan lagi Kwik Tay-lok segera menarik Yan Jit sambil bisiknya merintih.

   "Sekarang, tentunya kau sudah boleh memberitahukan rahasia itu kepadaku bukan ?"

   Sejak kembali kesana, kali ini adalah untuk ketujuh puluh delapan kalinya dia mengajukan pertanyaan yang sama kepada Yan Jit. Tapi jawaban Yan jit selalu sama seperti dulu.

   "Tunggu !"

   "Kau suruh aku menunggu sampai kapan?"

   "Menunggu sampai aku ingin mengatakannya !"

   Kwik Tay-lok menjadi sangat gelisah, serunya lagi.

   "Apakah kau harus menunggu sampai aku hampir mati baru bersedia untuk mengatakannya?."

   Yan Jit mengerling sekejap ke arahnya, sinar mata itu kelihatan aneh sekali, lewat lama, kemudian baru ujarnya dengan sedih.

   "Kau benar-benar tak tahu rahasia apakah yang hendak kuberitahukan kepadamu itu?"

   "Kalau aku tahu, buat apa aku mesti bertanya kepadamu ?"

   Yan Jit memandangnya lagi beberapa saat, kemudian tertawa cekikikan, katanya sambil menggelengkan kepala.

   "Ucapan Ong lotoa memang betul, bila kau harus bodoh ternyata menjadi pintar, dikala harus pintar ternyata bodohnya bukan main..."

   "Aku toh bukan cacing pita dalam perutmu, mana aku tahu rahasiamu itu ?"

   Tiba-tiba Yan Jit menghela napas panjang! "Mungkin lebih baik buatmu jika tidak tahu !"

   "Baik dalam hal apa ?"

   "Ada satu hal yang tidak baik, bukankah hidup kita sekarang jauh lebih menyenangkan?"

   "Apakah aku bisa menjadi tak senang bila mengetahui rahasia tersebut....?"

   Kembali Yan Jit menghela napas.

   "Mungkin..... mungkin waktu itu setiap hari kita akan cekcok, setiap hari akan bertengkar."

   Kwik Tay-lok segera melotot ke arahnya, kemudian mendepakkan kakinya keras-keras ke tanah, serunya dengan gemas.

   "Aku benar-benar tidak mengerti, sesungguhnya kau adalah seorang yang suka berterus terang, kenapa kadang kala lebih sempit pikirannya daripada seorang perempuan?"

   "Yang sempit pikirannya bukan aku, tapi kau ?"

   "Kenapa pikiranku sempit ?"

   "Perbuatan yang tak ingin orang lain lakukan, kenapa kau justru memaksa orang lain untuk melakukannya ?"

   "Siapakah orang lain itu ?"

   "Orang lain itu adalah aku !"

   Kwik Tay-lok menghela napas panjang, dipegangnya kepala dengan kedua belah tangannya sendiri, kemudian bergumam.

   "Sudah jelas adalah dia, tapi dia justru mengatakan orang lain. Cara berbicara orang ini makin lama semakin mirip perempuan, coba bagaimana jadinya ?"

   Tiba-tiba Yan Jit tertawa, sengaja dia mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain, ujarnya.

   "Menurut pendapatmu apa sebabnya secara tiba-tiba Hoat-liok-pi angkat kaki dari sini?"

   Sebenarnya Kwik Tay-lok tak ingin menjawab pertanyaannya itu, tapi setelah termenung sebentar, tak tahan katanya juga.

   "Bukan dia sendiri yang ingin pergi, si nenek itulah yang memaksanya untuk pergi ?"

   "Kenapa ?"

   "Sebab nenek itu kuatir kita akan menyelidiki rahasia asal usulnya"

   "Kalau begitu, asal usulnya tentu amat rahasia, dengan Hoat-liok-pi juga pasti mempunyai hubungan yang sangat luar biasa."

   "Ehmm !"

   "Kenapa kau tidak pergi mencari kabar, sebenarnya mereka telah menyembunyikan diri dimana ?"

   "Kenapa musti di selidiki ?"

   "Tentu saja untuk mengorek rahasia mereka !"

   "Kenapa aku harus mengorek rahasia orang ? Ada sementara rahasia yang tak akan berhasil kau gali sekalipun sudah diusahakan dengan cara apapun, tapi bisa saatnya sudah tiba tanpa digalipun rahasia itu akan tersingkap dengan sendirinya.."

   Yan Jit segera tertawa.

   "Kalau kau sudah memahami akan teori tersebut, kenapa pula kau selalu memaksaku untuk mengatakannya?"

   Kwik Tay-lok melotot besar ke arahnya, kemudian menghela napas panjang.

   "Aaaai.... sebab aku tidak memperhatikan si nenek itu, yang kuperhatikan hanya kau !"

   Pelan-pelan Yan Jit berpaling ke arah lain, rupanya sengaja hendak menghindarkan diri dari sinar mata Kwik Tay-lok.

   Baru saja berpaling, dia telah menjumpai sebuah layang-layang...

   Sebuah layang-layang berbentuk kelabang buatannya sangat indah dan manis, ketika bergerak di udara, pada hakekatnya seperti hidup.

   Yan Jit segera bertepuk tangan sambil bersorak.

   "Cepat kau lihat, apakah itu ?"

   Kwik Tay-lok juga sudah melihat, meski merasa amat tertarik, tapi sengaja katanya sambil menarik muka.

   "Itu kan tak lebih cuma layang-layang, apanya yang lucu ? Apakah kau belum pernah melihat layang-layang ?"

   "Tapi dalam suasana seperti ini, mana mungkin ada orang yang bermain layang-layang?"

   "Hmm. asal lagi senang, setiap saat toh boleh saja menaikkan layang-layang ?"

   Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Padahal dia juga tahu, sekarang belum tiba saatnya untuk bermain layang-layang, sekalipun ada orang ingin menaikkan juga tak akan menaikkan setinggi itu, sebab tak mungkin layanglayang itu bisa dinaikkan setinggi itu.

   Tapi layang-layang itu dinaikkan sangat tinggi, amat lurus dan tenang, jelas orang itu adalah seseorang yang ahli.

   "Kau bisa membuat layang-layang ?"

   Tanya Yan Jit.

   "Tidak, aku hanya bisa makan !"

   Yan Jit melotot sekejap kearahnya, kemudian berkata sambil tertawa.

   "Ong lotoa tentu bisa.... Ong lotoa, bagaimana kalau kitapun membuat sebuah layang-layang?"

   Tapi ketika tiba di depan Ong Tiong, dengan cepat wajahnya berubah menjadi tertegun.

   Ong Tiong sama sekali tidak mendengarkan apa yang sedang diucapkan olehnya, dia cuma membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar sambil mengawasi layang-layang tersebut, sinar matanya aneh sekali, seakan-akan dia belum pernah menyaksikan layang-layang.

   Akan tetapi kalau dilihat dari mimik wajahnya, dia seakan-akan telah menganggap layanglayang tersebut sebagai kelabang sungguhan.

   Seekor kelabang raksasa yang bisa makan manusia.

   Yan Jit turut menjadi tertegun, sebab dia tahu Ong Tiong bukankah seorang manusia yang gampang dibikin ketakutan.

   Sekalipun dia benar-benar menyaksikan ada tujuh delapan puluh ekor kelabang sedang berjalan dihadapannya-pun, paras muka Ong Tiong tak akan berubah menjadi begini rupa.

   Apa lagi selembar wajahnya, sekarang telah berubah menjadi pucat melebihi mayat.

   Mendadak saja kelopak matanya seperti berdenyut keras, seakan-akan tertusuk oleh beriburibu batang jarum.

   Yan Jit segera mendongakkan kepalanya, sekarang dia menyaksikan diatas langit telah bertambah menjadi empat buah layang-layang.

   Sekarang telah bertambah dengan sebuah layang-layang berbentuk ular, sebuah berbentuk kala dan sebuah lagi berbentuk burung elang....

   Yang paling besar berbentuk segi empat, diatas kertas yang berwarna kuning itu tampak sebuah lukisan Hu yang berliuk entah apa artinya, seperti "hu"

   Untuk pengusir setan. Mendadak Ong Tiong bangkit berdiri lalu masuk ke dalam rumah dengan sempoyongan, dia seperti tak tahan dan setiap saat bakal jatuh tak sadarkan diri. Kwik Tay-lok segera memburu datang, dengan wajah keheranan segera tegurnya.

   "Ong lotoa, apa yang telah terjadi ?"

   Yan Jit menghela napas panjang, sahutnya.

   "Siapa tahu apa yang terjadi dengannya, ketika menyaksikan layang-layang tersebut mendadak seluruh tubuhnya seakan-akan telah mengalami perubahan". Kwik Tay-lok merasa semakin keheranan lagi.

   "Hanya melihat layang-layang, tampangnya lantas berubah menjadi begitu rupa ?"

   Serunya.

   "Ehmm !"

   "Apakah layang-layang itu mempunyai suatu keistimewaan ?"

   Seru Kwik Tay-lok dengan kening berkerut.

   Dia lantas mendongakkan kepalanya dan mencoba untuk mengamati layang-layang tersebut dengan seksama, akan tetapi tiada sesuatu hasilpun yang berhasil diperoleh.

   Siapapun tak akan menemukan apa-apa dari layang-layang tersebut....

   Layang-layang adalah layang-layang, tiada bedanya dengan layang-layang lainnya.

   "Lebih baik kita masuk dan tanyakan kepada Ong lotoa saja, tanya kepadanya apa yang sebenarnya telah terjadi !"

   Usul Kwik Tay-lok kemudian dengan lirih. Yan Jit menggelengkan kepalanya berulang kali, setelah menghela napas katanya.

   "Ditanyapun percuma, kemungkinan besar dia tak akan mengatakannya"

   "Tapi layang-layang itu...."

   "Apakah kau tak pernah berpikir, persoalannya bukan terletak pada layang-layang itu?"

   Tukas Yan Jit.

   "Lantas dimanakah letak persoalannya ?"

   "Pada orang yang melepaskan layang-layang tersebut !"

   "Betul !"

   Seru Kwik Tay-lok sambil bertepuk tangan.

   "Mungkin Ong lotoa tahu siapakah yang melepaskan layang-layang tersebut."

   "Kemungkinan besar orang itu adalah musuh besar dari Ong lotoa di masa lalu."

   Selama ini Lim Tay-peng hanya mendengarkan pembicaraan itu dari samping mendadak dia berseru.

   "Aku akan ke sana untuk melihat-lihat, kalian tunggu saja di sini, menantikan kabat beritaku."

   Belum habis perkataan itu diucapkan, tubuhnya sudah meluncur keluar dari tempat itu.

   Biasanya dia selalu kemalas-malasan dan lamban sekali cara kerjanya, tapi begitu terjadi peristiwa, maka gerak geriknya selalu jauh cepat dari pada siapapun.

   Kwik Tay-lok memandang kearah Yan Jit, kemudian katanya.

   "Kenapa kita harus menunggu kabar beritanya disini ?"

   Tidak mungkin menunggu ucapan tersebut selesai diucapkan, Yan Jit sudah mengejar ke depan.

   Demi persoalan temannya, siapa saja tak ingin tertinggal dari rekan-rekannya lainnya.

   Layang-layang, itu dilepaskan sangat tinggi dan lurus.

   Yan Jit memperhatikan sekejap arahnya, kemudian berkata.

   "Tampaknya Iayang-layang itu berasal dari tanah pekuburan sana!"

   Kwik Tay-lok mengangguk.

   "Betul, sewaktu masih kecil dulu aku sering melepaskan layanglayang dari kuburan."

   Jarak dari perkampungan kaya dan anggun mereka dengan tanah pekuburan itu tidak terlalu jauh, dengan cepatnya mereka sudah sampai di tempat tujuan. Dalam tanah pekuburan itu cuma ada satu orang, dia adalah Lim Tay-peng yang berangkat duluan.

   "Kau menjumpai sesuatu ?"

   Tegur Kwik Tay-lok.

   "Tidak, bayangan setanpun tidak nampak!"

   Lantas siapa yang menaikkan layang-layang itu? Lima buah orang-orangan.

   Kelima buah orang-orangan itu semuanya memakai pakaian berkabung, ditangan sebelahnya membawa tongkat kesedihan.

   Sedangkan benang layang-layang tersebut terikat ditangan yang lain dari orang-orangan, didepan rumah kayu kecil dibawah tebing sana.

   Dalam rumah kayu itulah mereka menemukan Swan Bwe- thong tempo hari....

   Tentu saja orang-orangan tak akan bisa menaikan layang-layang.

   Orang-orangan juga, tak akan memakai pakaian berkabung.

   Lantas siapa yang melakukan kesemuanya itu.

   Kwik Tay-lok berkata saling berpandangan tanpa berbicara, mereka merasa persoalan itu makin lama semakin tidak sederhana.

   Kata Yan Jit kemudian.

   "Layang-layang ini belum lama dinaikkan, mungkin orangnya juga belum pergi jauh."

   "Betul, mari kita lakukan pencarian keempat penjuru."

   "Aku rasa mereka pasti berlima, lebih baik, kita jangan sampai terpisah satu lama lainnya."

   Mereka mengitari tanah berkuburan itu satu kali, dan kemudian sampailah.

   "Mungkinkah orang yang melepaskan layang-layang itu bersembunyi di dalam rumah kayu tersebut ?"

   Tanpa terasa ketiga orang itu berpikir demikian. Kwik Tay-lok yang pertama-tama menyerbu ke dalam bangunan rumah tersebut.

   "Hati-hati !"

   Teriak Yan Jit.

   Baru selesai dia berteriak, Kwik Tay-lok sudah menendang pintu dan menerjang masuk ke dalam.

   Rumah kayu itu masih tetap berupa rumah kayu cuma bentuknya sama sekali telah berubah.

   Wajan dan tungku yang pernah dipakai Swan Bwe-tong untuk menanak nasi tempo hari, kini sudah lenyap tak berbekas, rumah kecil yang sebetulnya kotor dan acak-acakan sekarang telah dibersihkan dari debu, mana rajin nyaman lagi.

   Di tengah ruangan terdapat meja, di atas meja siap lima pasang sumpit, lima buah cawan arak dan lima bilah pisau kecil yang memancarkan sinar tajam.

   Pisau itu tipis tapi tajam, tubuhnya berliuk-liuk dengan bentuk yang aneh sekali.

   Kecuali itu, dalam ruangan tersebut sudah tidak ada benda yang lainya lagi.

   Baru saja Kwik Tay-lok memegang gagang pisau itu, Yan Jit telah memburu masuk, serunya sambil mendepak-depakan kakinya berulang kali.

   "Mengapa sih aku selalu gegabah didalam melakukan perbuatan apapun? Bagaimana coba seandainya dalam ruangan ada orangnya? Apakah, kau tidak kuatir dicelakai orang?"

   "Aku tidak takut !"

   Jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa.

   "Kau tidak takut, aku takut !"

   Baru saja mengucapkan kata itu, mendadak paras mukanya berubah menjadi merah padam, merah sekali. Untung saja orang lain tidak memperhatikannya. Lim Tay-peng sebetulnya sedang menyelidiki pisau diatas meja, mendadak katanya.

   "Pisau ini dipakai untuk memotong daging !"

   "Darimana kau bisa tahu !"

   Tanya Kwik Tay-lok.

   "Aku pernah melihat suku Oh diluar perbatasan seringkali memakai pisau semacam ini untuk memotong daging."

   "Masa mereka adalah suku Oh yang datang dari luar perbatasan?"

   Lim Tay- peng termenung sebentar, kemudian sahutnya.

   "Mungkin saja demikian, cuma orang suku Oh hanya memakai pisau, tidak memakai sumpit. Mendadak mencorong sinar kaget dan ngeri dari balik mata Yan Jit, serunya tiba-tiba.

   "Disini cuma ada pisau, tiada daging, mereka bermaksud hendak memotong daging siapa?"

   "Tak mungkin dipakai untuk memocong daging Ong Tiong bukan?"

   Sahut Kwik Tay-lok sambil tertawa. Sekalipun dia sedang tertawa, tapi suara tertawanya kelihatan tidak leluasa. Yan Jit bersin beberapa kali, sekujur badannya menggigil keras, katanya kemudian.

   "Lebih baik kita cepat-cepat pulang, kalau membiarkan Ong lotoa berada dirumah seorang diri, aku.... sesungguhnya aku merasa agak kurang lega."

   Paras muka Kwik Tay-lok segera berubah.

   "Betul !"

   Serunya.

   "lebih baik kita jangan sampai terkena siasat memancing harimau turun gunung."

   Teringat sampai kesitu, mereka bertiga menerjang keluar dari ruangan itu. Kemudian dengan mempergunakan gerakan yang paling cepat menyeberangi tanah pekuburan itu. Mendadak Yan Jit berhenti, kemudian serunya tertahan.

   "Aaaah! Ada yang tidak benar."

   "Apanya yang tidak benar ?"

   Dengan wajah memucat sahut Yan Jit.

   "Barusan kelima buah orang-orangan, itu masih berada di sini, tapi sekarang...."

   Mendadak Kwik Tay-lok merasakan pula hatinya bergidik, bulu kuduknya pada bangun berdiri.

   Orang-orangan yang semula berada disitu kini sudah lenyap tak berbekas.

   Awan putih melayang di udara dan biru, hari ini cuaca sangat cerah dan baik.

   Tapi layang-layang di angkasa itu kini sudah lenyap tak berbekas.

   Menggunakan gerakan tubuh ysng paling cepat mereka balik kembali ke rumah, tapi baru sampai di depan pintu, lagi-lagi mereka tertegun.

   Kelima buah orang-orangan itu sekarang telah berdiri di depan pintu, mereka masih memakai baju berkabung, membawa tongkat dan segala sesuatunya masih tetap seperti sedia kala, satusatunya yang berbeda adalah diatas dada mereka telah menempel secarik kertas, di atas kertas itu seperti bertulisan beberapa huruf.

   Tulisan itu sangat kecil dan sukar dilihat jelas.

   Ketika angin behembus lewat, kertas itu segera berkibar kencang, agaknya dijahit dengan tubuh orang-orangan itu.

   Lim Tay-peng yang sampai ditempat tujuan paling dulu, dengan cepat dia menyambar kertas tadi.

   Ternyata kertas itu dijahit kuat sekali, dia harus menariknya keras-keras sebelum berhasil membetotnya.

   Tapi pada saat itulah, mendadak tongkat ditangan orang-orangan itu melejit keudara kemudian menghantam keatas perut Lim Tay-peng keras keras! Untung saja meski pengalaman Lim Tay-peng amat cetek, reaksinya tidak lambat, dia melompat keudara dan menghindarkan diri dari bacokan benda itu.

   Siapa tahu bersamaan dengan melejitnya tongkat tersebut, setitik cahaya hitam ikut meluncur pula ke depan.

   Lim Tay-peng hanya menghindari ayunan toyanya saja tapi lupa untuk berkelit dari sambitan senjata rahasia tersebut.

   Tahu-tahu dia merasakan lutut kanannya menjadi sakit bagaikan digigit nyamuk, kemudian menjadi kaku dan kesemutan.

   Menanti tubuhnya melayang balik ke tanah, dia sudah tak mampu berdiri tegak lagi.

   Dalam waktu singkat, kaki kanannya telah menjadi kaku dan mati rasa, tubuhnya segera roboh terkapar ke atas tanah.

   "Jarum beracun !"

   
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Pekik Kwik Tay-lok dengan paras muka berubah sangat hebat.

   Baru dua patah kata dia berbicara, Yan Jit sudah turun tangan secepat sambaran kilat, secara beruntun dia menotok empat buah jalan darah penting disekitar lutut kanan Lim Tay-peng, sementara tangan yang lain mencabut keluar pisau belati dibalik sepatunya.

   Cahaya pisau berkelebat lawat, pakaian Lim Tay-peng sudah robek, kemudian ketika disambar lagi, kulit badan Lim Tay-peng yang terluka itu sudah terpapas, darah segera muncrat keluar dengan derasnya.

   Darah yang bercucuran keluar ternyata darah hitam.

   Terbelalak lebar sepasang mata Kwik Tay-lok menyaksikan ke semuanya itu.

   Mimpipun dia tidak menyangka kalau gerakan tangan Yan Jit begitu cepatnya sehingga sukar diikuti dengan pandangan mata.

   "Aku sudah pernah mati tujuh kali !"

   Hingga sekarang, Kwik Tay-lok baru percaya bahwa ucapan dari Yan Jit itu tidak bohong.

   Hanya orang yang pernah mati sebanyak tujuh kali akan memiliki kecepatan reaksi sehebat itu dan pengalaman seluas itu.

   Lim Tay-peng sudah merasa kesakitan setengah mati, peluh dinginpun telah jatuh bercucuran, tapi dia belum lupa unluk memeriksa kertas di tangannya itu.

   Sambil menggigit bibir dan napas terengah-engah, katanya.

   "Coba kau lihat tulisan apakah diatas kertas itu ?"

   Diatas kertas itu tertera beberapa huruf yang kecil dan lembut .

   "Seandainya kau bukan Ong Tiong, maka kaulah setan sial yang akan menggantikannya untuk mampus!"

   Angin masih berhembus lewat.

   Orang-orangan itu bergoyang-goyang terhembus angin, seakan-akan merupakan suatu tantangan bagi mereka.

   Mendadak Kwik Tay-lok naik pitam, tiba-tiba dia mengayunkan tinjunya menghantam orangorangan itu.

   Tentu saja orang-orangan tak bisa membalas, juga tak bisa menghindarkan diri.

   Baru saja Kwik Tay lok mengayunkan tinjunya, Yan Jit segera merangkul pinggangnya, tinjunya tak sampai telak bersarang ditubuh orang-orangan itu, tapi toh kena juga.

   Dikala bogem mentahnya mampir didada orang-orangan itu, tangannya segera merasa bagaikan digigit nyamuk pula.

   Seketika itu juga kepalanya terasa gatal sekali, bahkan rada kaku rasanya, setitik warna hitam muncul pada ruas jari tengahnya....

   Ketika Yan Jit mencukil dengan ujung pisaunya, darah berwarna hitam segera jatuh bercucuran.

   Darah yang mengandung racun, bahkan terendus bau amis yang sangat memuakkan.

   Tapi Yan Jit tidak takut bau, tidak takut kotor, dengan mulutnya dia hisap keluar semua darah beracun itu.

   Air mata Kwik Tay-lok hampir saja jatuh bercucuran membasahi pipinya....

   Mendadak dia merasakan bahwa Yan Jit terhadapnya bukan sikap seorang sahabat saja, bahkan semacam hubungan yang lebih dalam dari pada persahabatan, lebih akrab dan hangat dari pada sahabat biasa.

   Tapi dia sendiripun tak dapat menerangkan perasaan yang bagaimanakah itu.

   Hingga Yan Jit berdiri, dia masih tidak berbicara apa-apa, sepotong kata terima kasihpun tidak.

   Bukan berarti dia tidak merasa berterima kasih, rasa terima kasihnya waktu itu pada hakekatnya tak bisa dilukiskan dengan kata-kata.

   Yan Jit menghembuskan napas panjang, kemudian pelan-pelan berkata.

   "Sekarang, bagaimana rasamu?"

   Kwik Tay-lok tertawa getir.

   "Aku merasa diriku adalah seorang tolol, seratus persen seorang manusia tolol!"

   Lim Tay-peng menatap mereka terus menerus, mendadak dia menghela napas dan bergumam.

   "Yaa, kau memang tolol sekali !"

   Air mukanya jauh lebih menarik dari pada tadi, cuma kakinya sama sekali tak mampu berkutik.

   Yan Jit sama sekali tidak menghisapkan darah beracun dari mulut lukanya, tapi dia sama sekali tidak bermaksud untuk menggerutu, apa lagi tak senang hati, seakan-akan hal tersebut sudah merupakan sesuatu yang wajar.

   Apakah dia telah melihat sesuatu ? Menemukan sesuatu rahasia yang tak dapat dilihat oleh Kwik Tay-lok ? Paras muka Yan Jit tampak agak memerah, tapi dengan cepat dia melengos ke samping, kemudian menggunakan pisaunya mencongkel baju dari orang orangan itu...

   Sekarang Kwik Tay lok baru melihat bahwa seluruh badan orang-orangan itu penuh berisikan jarum-jarum tajam, dibawah teriknya matahari, ujung-ujung jarum itu kelihatan bersinar gelap dan berkilap, sekalipun orang dungu juga tahu kalau setiap batang jarum itu sangat beracun dan mematikan.

   Tadi, seandainya Yan Jit tidak menariknya, dan bila kepalan tersebut menghajar telak badan orang-orangan itu sekalipun jiwanya masih bisa diselamatkan, paling tidak tangannya juga bakal musnah....

   Sekarang, tentu saja Lim Tay-peng juga mengerti bahwa kertas surat itu merupakan kunci tombol untuk menggerakkan semua alat rahasia dari orang-orangan tersebut, bila kertasnya ditarik maka alat rahasia itupun ber jalan.

   Dari atas sampai kebawah dari orang-orangan itu ternyata tersembunyi siasat busuk seperti itu, sesungguhnya kejadian ini sama sekali diluar dugaan siapapun.

   Kwik Tay-lok menghembuskan napas panjang, katanya sambil tertawa geli.

   "Sebuah orang-orangan ternyata mampu merobohkan dua orang manusia hidup, andaikata kejadian ini tidak kualami sendiri, siapapun yang bercerita aku juga tak akan percaya."

   "Aaaai..... kalau orang-orangnya saja sudah sedemikian lihaynya, bukankah itu berarti orang yang membuat orang-orangan itu jauh lebih menakutkan lagi ?"

   "Kalau tidak amat menakutkan, masa Ong lotoa bisa begitu terperanjatnya ?"

   Paras muka Yan Jit berubah memucat, serunya kemudian.

   "Sekarang, orang-orangannya sudah muncul, entah mereka sendiri sudah datang belum?"

   "Aaaah ! Mari kita masuk menengok Ong lotoa"

   Teriak Lim Tay-peng.

   "jangan pedulikan aku, tanganku masih dapat bergerak."

   Kwik Tay-lok tidak berkata apa-apa, dia hanya memayang tubuhnya dan menyeretnya masuk. Yan Jit telah menyerbu ke dalam sambil berteriak keras.

   "Ong lotoa... Ong Tiong !"

   Tiada jawaban, tiada suara barang sedikitpun jua.

   Ong Tiong telah lenyap tak berbekas! Selimut diatas ranjangnya Ong Tiong tidak berada diatas ranjangnya, juga tak ada dalam rumah.

   Kwik Tay-lok sekalian sudah mencarinya dari depan sampai belakang, namun tak berhasil menemukan orangnya.

   Mereka semua cukup memahami watak Ong Tiong.

   Persoalan yang bisa membuat Ong Tiong bangun dari ranjangnya sudah tidak banyak, apalagi menyuruhnya pergi sendirian.

   "Jangan-jangan disini telah terjadi suatu peristiwa ? Dan Ong Tiong sudah...."

   Untuk berpikir lebih jauhpun Kwik Tay-lok tidak berani. Lima Tay-peng berbaring diatas ranjangnya Ong Tiong, muka yang pucat sudah berubah menjadi merah karena gelisah, teriaknya keras-keras.

   "Aku toh sudah bilang kepada kalian, tak usah urusi aku, cepat mencari Ong lotoa..."

   Kwik Tay lok juga amat gelisah, teriaknya segera keras keras.

   "Tentu saja harus dicari, tapi kau suruh kami pergi mencarinya ke mana...."

   Lim Tay-peng tertegun.

   Dia mencoba untuk menengok ke arah Yan Jit, tapi Yan Jit juga tertegun.

   Sekarang, dua diantara mereka sudah terluka, tapi siapakah musuhnya hingga kini masih belum diketahui.

   Malahan setitik cahaya terangpun tidak di temukan.

   Sekarang, mereka hanya mengetahui akan satu hal.

   Orang-orang itu sudah pasti punya dendam dengan Ong Tiong, bahkan dendam itu lebih dalam dari lautan.

   Tapi, sekalipun sudah tahu apalah gunanya ? Pada hahekatnya sama halnya dengan tidak tahu.

   Pada saat itulah mendadak mereka mendengar suara langkah kaki diatas beranda.

   Langkah kaki itu pelan dan sangat lambat.

   Hampir saja tersirat darah panas dalam tubuh Kwik Tay-lok, jantung mereka serasa berhenti berdetak.

   Yang datang bukan orang-orangan.

   Orang orangan tak mungkin bisa berjalan.

   Yan Jit memberi tanda kepada Kwik Tay-lok dengan kerlingan mata, kedua orang itu segera menyelinap ke samping dan bersembunyi dibelakang pintu.

   Suara langkah kaki itu kian lama kian mendekat, akhirnya berhenti didepan pintu.

   Yan Jit sudah menyiapkan pisau belatinya yang siap diayunkan setiap saat.

   Pintu pelan-pelan dibuka orang tangan seseorang pun mendorong pintu.

   Yan Jit membalikkan badannya, secepat kilat pisau belatinya diayunkan ke depan siap membabat urat nadi orang itu.

   "Tahan!"

   Tiba-tiba Lim Tay-peng membentak.

   00000000000 Bentakan begitu menggelegar, Yan Jit segera menghentikan gerakan tangannya ditengah jalan, mata pisau tinggal setengah inci saja dari urat nadi dipergelangan tangan orang itu.

   Tapi tangan itu masih tetap tenang, masih melanjutkan gerakannya pelan-pelan membuka pintu.

   Tangan itu seolah-olah berurat kawat yang terbuat dari baja murni.....

   Pintu sudah dibuka, Ong Tiong pelan-pelan berjalan masuk ke dalam, tangannya yang lain membawa sebuah guci arak.

   Mata pisau ditangan Yan Jit masih berkilauan tajam.

   Lim Tay-peng masih berbaring diatas ranjang, siapapun tahu kalau dia sedang menderita luka.

   Tapi Ong Tiong seolah-olah tidak melihat apa-apa, wajahnya masih tanpa emosi.

   Seolah-olah seluruh badan orang ini terbuat dari baja murni.

   Pelan-pelan dia berjalan masuk, pelan-pelan meletakkan araknya diatas meja.

   Orang pertama yang tak mampu mengendalikan diri adalah Kwik Tay-lok, dengan suara keras dia bertanya.

   "Kau pergi kemana ?"

   "Pergi membeli arak !"

   Jawab Ong Tiong hambar. Jawabannya amat santai dan biasa, seakan-akan apa yang dilakukan adalah sesuatu yang wajar.

   "Pergi membeli arak ?"

   Ternyata dalam keadaan beginipun dia masih sempat meluangkan waktu untuk membeli arak ? Kwik Tay lok memandangnya dengan terbelalak, hampir boleh dibilang ia dibikin tertawa tak bisa, menangispun tak dapat.

   Sekali tepuk Ong Tiong membuka penutup guci arak tersebut, diendusnya sebentar, kemudian tampaknya ia merasa puas sekali, sekulum senyuman segera menghiasi ujung bibirnya.

   "Lumayan juga arak ini, mari kita masing-masing meneguk dua cawan arak....!"

   "Sekarang aku tak ingin minum!"

   Kata Kwik Tay-fok tak tahan.

   "Tidak inginpun harus minum, pokoknya kalian harus minum arak ini barang dua cawan."

   "Mengapa?"

   "Sebab inilah arak perpisahan untuk kalian dengan diriku."

   "Perpisahan! Kenapa harus memberi salam perpisahan kepada kami?"

   Jerit Kwik Tay-lok.

   "Karena sebentar lagi kalian akan berangkat meninggalkan tempat ini....."

   Kwik Tay-lok segera melompat bangun, teriaknya keras-keras.

   "Siapa yang bilang kalau kami akan pergi ?"

   "Aku yang bilang."

   "Tapi kami toh tak ingin pergi !"

   Teriak Yan Jit. Sambil menarik muka Ong Tiong berkata dengan dingin.

   "Tidak ingin pergi juga harus pergi, apakah kalian ingin tinggal disini sepanjang hidup?"

   Yan Jit memandang ke arah Kwik Tay-lok, Kwik Tay-lok segera mengerdipkan matanya, lalu sahutnya sambil tertawa.

   "Tepat sekali jawabanmu, kami memang ingin berdiam terus disini sepanjang jaman!"

   "Selama tinggal disini, pernahkah kalian membayar uang sewa?"

   Seru Ong Tiong dengan wajah hijau membesi.

   "Belum pernah."

   "Akukah yang suruh kalian pindah kemari ?"

   "Bukan, kami yang datang sendiri."

   Ong Tiong segera tertawa dingin.

   "Heeehhh.... heeehhhh...... heeehhh...... kalau memang begitu, atas dasar apa kalian tak mau pergi dari sini?"

   "Baik, pergi yaa pergi !"

   Tiba-tiba Yan Jit berseru. Begitu bilang akan pergi dia lantas pergi, cuma sewaktu lewat dihadapan Kwik Tay-dok, dia segera mengerdipkan matanya. Kwik Tay-lok memutar biji matanya, lalu berseru pula.

   "Betul, pergi yaa pergi, apanya yang luar biasa."

   Ternyata dia bilang pergi lantas pergi, seakan-akan sedetikpun sudah tidak tahan lagi. Lim Tay-peng yang menyaksikan kejadian itu menjadi tertegun, serunya kemudian.

   Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Hei, apakah minum arakpun tidak kalian tunggu?"

   "Kalau memang sudah diusir, masa punya muka untuk minum arak lagi.....?"

   Jawab Kwik Taylok. Lim Tay-peng segera berpaling dan memandang ke arah Ong Tiong. Paras muka Ong Tiong masih sama sekali tidak berperasaan, katanya dengan dingin.

   "Tidak minum yaa tidak minum, memangnya kalau arak ini disimpan lantas bakal busuk?"

   "Bagaimana kalau aku tinggal disini saja?"

   Aku tak mampu berjalan lagi....!"

   "Tak mampu berjalan memangnya tak bisa merangkak ?"

   Tukas Ong Tiong sambil menarik muka.

   Lim Tay-peng tertegun beberapa saat lamanya, akhirnya dia menghela napas panjang kemudian dengan terpincang-pincang turut mereka keluar dari situ.

   Ong Tiong masih berdiri disitu, memandang mereka dengan pandangan dingin, tubuhnya sama sekali tak berkutik.

   Lewat beberapa saat kemudian terdengar....

   "Blaam!"

   Entah siapa yang melakukannya, tahutahu pintu gerbang dibanting keras-keras hingga tertutup. Mendadak Ong Tiong menyambar guci arak dimeja lalu meneguknya tujuh delapan tegukan baru berhenti, kemudian sambil menyeka mulut gumamnya lirih.

   "Arak bagus, arak wangi, ternyata ada juga manusia yang enggan minum arak wangi seperti ini, kalau bukan orang tolol, apa pula namanya.."

   Memandang guci arak yang berada di tangannya, sepasang mata yang dingin itu mendadak berubah menjadi merah, seolah-olah sstiap saat kemungkinan besar air matanya akan jatuh bercucuran.

   Tanpa berpaling Yan Jit berjalan keluar dari pintu gerbang, tiba-tiba ia berhenti.

   Kwik Tay-lok yang berjalan ke sisinya juga tiba-tiba berhenti.

   Lim Tay-peng turun ke luar.

   "Blaaam !"

   Ia membanting pintu itu keras-keras, lalu sambil mendelik ke arah mereka, teriaknya.

   "Sungguh tak kusangka kalian mengatakan pergi lantas pergi !"

   Kwik Tay-lok memandang ke arah Yan Jit, Yan Jit tidak mengucapkan sepatah katapun, melainkan duduk di undak-undakan di luar pintu persis saling berhadapan dengan orang-orangan itu.

   Kwik Tay-lok segera duduk pula sambil mengawasi orang-orangan itu, kemudian gumamnya.

   "Setiap tahun tentu ada kejadian aneh, tapi tahun ini paling banyak, bukan saja orang-orangan bisa main layang-layang juga pandai membunuh orang, coba katakan aneh tidak ?"

   "Aneh !"

   Jawab Lim Tay-peng.

   Dia pun telah duduk, tangannya yang sebelah masih memegangi mulut lukanya kencangkencang.

   Sekarang ia sudah memahami maksud Yan Jit dan Kwik Tay-lok, maka diapun tidak berkata apa apa lagi.

   Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya terdengar suara langkah kaki Ong Tiong pelan-pelan berjalan keluar, menyeberangi halaman dan menuju kepintu gerbang, kemudian memalang pintu itu dari dalam.

   Mendadak palang pintu itu dicabut kembali, kemudian pintu gerbangpun dibuka lebar-lebar.

   Ong Tiong berdiri didepan pintu, memandang kearah mereka dengan sepasang mata terbelalak lebar-lebar.

   Yan Jit, Kwik Tay-lok, Lim Tay-peng tiga orang rekannya itu duduk diluar pintu seorangpun tak ada yang berpaling.

   Ong Tiong tak kuasa menahan diri, segera teriaknya keras-keras.

   "Kenapa kalian belum pergi ? Mau apa kalian duduk disini ?"

   Tak seorangpun diantara mereka bertiga yang memperdulikan dirinya. Yan Jit hanya melirik sekejap kearah Kwik Tay-lok, lalu bertanya.

   "Melanggar hukumkah jika kita duduk disini ?"

   "Tidak !"

   "Yaa, orang-orangan saja boleh duduk di sini, kenapa kita tak boleh....?"

   Sambung Lim Taypeng. Dengan suara keras Ong Tiong segera berteriak kembali.

   "Tempat ini adalah pintu gerbang rumahku, kalau kalian duduk disitu, berarti telah menghalangi jalan pergiku!"

   Kembali Yan Jit melirik sekejap kearah Kwik Tay-lok, lalu katanya.

   "Orang bilang kita menghalangi jalan lewatnya !"

   "Kalau begitu mari kita duduk bergeser kesamping, sedikit !"

   Kata Kwik Tay-lok. Tiga orang itu segera bangkit berdiri lalu pindah ke seberang sana, dengan duduk berjajar, kali ini mereka duduk menghadap ke pintu gerbang rumah.

   "Boleh tidak kita duduk di sini ?"

   Tanya Yan Jit kemudian.

   "Kenapa tidak"

   Sahut Kwik Tay-lok.

   "tempat ini toh bukan tempat orang, juga tidak menghalangi jalan lewat orang."

   "Betul"

   Sambung Lim Tay-peng..

   "Siapa yang suka duduk di sini, dia boleh duduk seenaknya di sini."

   "Lagi pula suka duduk berapa lama, dia boleh duduk berapa lama pula."

   Yan Jit menambahkan. Ong Tiong semakin mendelik ke arah mereka. Tapi ketiga orang itu menengok ke sana ke mari, tak seorangpun yang memandang ke arah Ong Tiong. Dengan suara keras kembali Ong Tiong berteriak.

   "Kalian mau apa duduk disitu ?"

   "Mau apa? Apapun tidak kami lakukan, kami cuma ingin duduk-duduk saja...."

   Kata Kwik Taylok.

   "Yaa, kami senang duduk disini, kamipun duduk disini, tak ada orang yang biasa mengurusi kami."

   "Tempat ini nyaman sekali."

   Lim Tay-peng berkata.

   "Mana nyaman, segar lagi !"

   Yan Jit menimbrung.

   "Lagi pula tak bakal ada orang yang akan memungut uang sewa kepada kita"

   Mendadak Ong Tiong membalikkan badan dan masuk ke dalam.

   "Blaaam!"

   Ia membanting pintu gerbang dan menutupnya rapat-rapat.

   Yan Jit segera memandang ke arah Kwik Tay-lok, Kwik Tay-lok memandang kearah Lim Taypeng, lalu ketiga-tiganya tertawa tergelak.

   Walaupun tertawa, namun dibalik tertawa tampak wajah yang murung dan kesal.

   Matahari telah tenggelam dibalik bukit.

   Bagaimanapun juga musim semi memang belum waktunya tiba, terang hari masih terlalu pendek.

   Begitu sang surya sudah tenggelam, cuaca pun berubah menjadi gelap gulita.

   Bila cuaca mulai gelap, berarti segala sesuatu kemungkinan bakal terjadi, siapa pun tak tahu, siapa pun tak bisa menebak, peristiwa apakah yang bakal terjadi? Diam-diam Yan Jit menarik tangan Kwik Tay-lok, kemudian tanyanya.

   "Bagaimana dengan lukamu ?"

   "Tidak menjadi soal, seperti sediakala, mampu untuk menghajar orang..."

   "Dan kau ?"

   Yan Jit baru berpaling ke arah Lim Tay-peng.

   "Mulut lukaku secara lamat-lamat sudah mulai terasa sakit."

   Yan Jit segera menghembuskan napas panjang.

   "Kalau begitu sudah tidak berbahaya lagi."

   Katanya. Jika mulut luka yang terkena sambitan senjata rahasia beracun sudah mulai terasa sakit itu menandakan kalau sari racun sudah mulai bersih dari tubuh. Kwik Tay-lok masih kurang lega, maka kembali dia bertanya.

   "Hebatkah sakitnya ?"

   Lim Tay-peng tertawa.

   "Masih mendingan, meskipun belum tentu bisa dipakai untuk melompati pagar, tapi masih bisa menghantam orang."

   "Laparkah kalian ?"

   Tanya Yan Jit lagi.

   "Saking laparnya sampai ingin menelanmu hidup-hidup"

   "Tapi dikala sedang lapar, kau pun masih mampu untuk menonjok hidung orang, betul bukan ?"

   "Tepat sekali !"

   Dengan cepat cuaca telah menjadi gelap.

   Sikap dan perasaan ketiga orang itupun makin lama semakin menjadi tegang.

   Tapi sekarang mereka sudah mempunyai persiapan, siap untuk menghajar orang.

   Kwik Tay-lok mengepal sepasang tinjunya kencang-kencang, dengan mata melotot besar serunya.

   "Sekarang kita boleh dibilang siap sedia secara komplit dan menunggu datangnya angin timur !"

   "Apakah yang dimaksud angin timur itu?"

   Tak tahan Lim Tay-peng bertanya.

   "Angin timur adalah orang yang hendak kita tonjok hidungnya !"

   Pada saat itulah, dia telah menyaksikan seseorang.

   Seorang yang membopong seguci arak.

   Tiba-tiba pintu gerbang terbuka lagi, sambil membopong guci arak Ong Tiong berjalan keluar.

   Kali ini diapun memperdulikan mereka, sebaliknya duduk diatas undak-undakan pintu gerbangnya.

   Empat orang duduk saling berhadapan, siapapun tak ada yang mulai berbicara.

   Orang pertama yang tak kuasa menahan diri tentu saja masih tetap Kwik Tay-lok adanya.

   Dia menghela napas panjang, kemudian bergumam.

   "Aku masih ingat, agaknya tadi ada orang yang hendak mengundang kami minum arak."

   Ong Tiong tidak menjawab, juga tidak memandang kearahnya, tiba-tiba guci arak itu digelindingkan ke hadapannya.

   Bila kau melemparkan sesuatu benda ke arah Kwik Tay-lok, mungkin saja ia tak mampu untuk menerimanya, tapi kalau guci arak...

   Bila guci arak yang dilemparkan kepadanya, sekalipun selagi tidur, ia juga sanggup untuk menerimanya.

   Dalam waktu singkat ia sudah meneguk beberapa tegukan diberikan kepada Yan Jit, Yan Jit meneguk kemudian diserahkan kepada Lim Tay-peng.

   Mendadak Ong Tiong berkata.

   "Orang yang sudah terluka masih ingin minum arak, itu berarti dia sudah bosan hidup."

   "Siapa bilang aku terluka? Aku tidak lebih cuma terpagut oleh binatang kecil."

   "Binatang apa?"

   Tak tahan Ong Tiong kembali bertanya.

   "Seekor kelabang kecil !"

   Mendadak Ong Tiong merebut ke depan dan merampas guci arak itu kemudian dengan wajah hijau membesi serunya.

   "Sebenarnya kalian hendak duduk sampai kapan disini ?"

   Kwik Tay-lok tidak sabar, teriaknya.

   "Duduk sampai ada orang yang datang mencarimu."

   "Siapa bilang ada orang hendak mencariku ?"

   "Aku!"

   "Dari mana kau bisa tahu ?"

   "Orang-orangan itu yang memberitahukan kepadaku."

   Diliriknya Ong Tiong sekejap dengan ekor matanya, kemudian melanjutkan sambil tertawa.

   "Orang-orangan ini selain bisa main layang-layang, juga pandai berbicara, coba kau katakan lucu tidak?"

   Mendadak paras muka Ong Tiong berubah hebat, pelan-pelan ia mundur kembali ke undakundakan batu didepan pintu gerbangnya. Suasana disekeliling tempat itu amat sunyi, hanya arak dalam guci yang masih kedengaran berbunyi. Tiba-tiba Yan Jit berkata.

   
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Hei, coba dengar ! Arak didalam guci pun pandai berbicara, sudah kalian dengar belum?"

   "Apa yang dia katakan!"

   Tanya kwik Tay- lok.

   "Dia bilang ada tangan seseorang sedang gemetar, bahkan gemetar sampai kepalanya ikut pusing."

   Mendadak Ong Tiong melompat bangun lalu mendelik ke arahnya.

   Tapi ia tidak ambil perduli, menengok ke arah Ong Tiong pun tidak.

   Mereka bertiga masih celingukan kesana kemari, memandang ke semua tempat kecuali ke arah Ong Tiong.

   Mendadak meluncur datang setitik cahaya api dan tepat menghajar telak di atas tubuh orangorangan yang pertama.

   "Bluuuummm....!"

   Orang-orangan itu segera terbakar hebat. Dibalik cahaya api yang menjilat-jilat tampak warna hijau yang membawa bau aneh tersiar ke mana-mana. Paras muka Ong Tiong segera berubah hebat, teriaknya tiba-tiba.

   "Cepat mundur, mundur ke dalam rumah"

   Dia melemparkan guci arak itu ke arah Kwik Tay-lok, kemudian membalikkan badan membopong Lim Tay-peng dan menyerbu masuk ke dalam pintu gerbang.

   Ong Tiong akhirnya bergerak juga.

   Bila sedang tidak bergerak ia tampak malas, tapi begitu bergerak ternyata jauh lebih cepat dari siapapun.

   Kwik Tay-lok juga bergerak, dia letakkan dulu guci arak itu kemudian baru bergerak.

   Karena dia tidak mundur ke arah rumah, sebaliknya menerjang ke arah mana berasalnya cahaya api itu.

   Begitu dia menubruk ke sana, tentu saja Yan Jit juga mengikuti dibelakangnya.

   0ng Tiong segera berteriak keras.

   "Cepat mundur kembali, tempat itu tak boleh didatangi ?"

   Kwik Tay-lok tidak menggubris, seakan-akan secara tiba-tiba berubah menjadi orang tuli. Ia tidak mendengar, tentu saja Yan Jit juga tidak mendengar. Lim Tay-peng segera menghela napas panjang, katanya.

   "Orang ini tampaknya paling suka pergi ketempat yang tak boleh dikunjungi, sekarang apakah kau masih belum paham dengan penyakitnya itu...."

   Jika sebuah gedung, rumah bisa disebut orang sebagai ""perkampungan,"

   Paling tidak dia harus mempunyai beberapa syarat yang harus terpenuhi dulu.

   Rumah itu pasti tidak terlampau kecil.

   Sekalipun rumah itu tidak didirikan di atas bukit, paling tidak harus berada di kaki gunung.

   Di luar gedung tersebut, besar atau kecil harus terdapat sebidang hutan yang rimbun.

   Meskipun Hok-kui-san-ceng sedikitpun tidak kaya raya, paling tidak masih termasuk juga sebuah "san-ceng" (perkampungan).

   Oleh karena itu, diluar gedung juga terdapat sebuah hutan, dari hutan itulah cahaya api tadi dibidikan.

   Dengan suara dalam Kwik Tay-lok, berseru.

   "Apakah titik api itu dibidikan dari belakang pohon tersebut?"

   "Aku tidak melihat jelas"

   Jawab Yan Jit "dan kau ?"

   "Aku juga tidak terlalu jelas."

   Cuaca memang sudah gelap, hutan itu tampak lebih gelap lagi, tidak nampak bayangan manusia, juga tidak kedengaran sedikit suarapun. Kembali Yan Jit berkata.

   "Aku rasa lebih baik kita kembali dulu untuk merundingkan persoalan ini dengan Ong lotoa."

   "Orang lain enggan berunding dengan kita, mau apa kita berunding dengannya ? Berunding soal kentut ?"

   Jika ia sudah mulai mengeluarkan kata-kata kotor, itu menandakan kalau hawa amarahnya sudah mulai berkobar.

   "Bila bertemu hutan jangan masuk. Apakah peraturan dunia persilatan inipun tidak kau pahami ?"

   "Aku tidak paham. Aku memangnya bukan jago kawakan, segala macam peraturan dunia persilan tak sebuahpun yang kupahami."

   Mendadak tubuhnya menerjang kedepan, langsung menerjang masuk kedalam hutan..Dari dalam hutan itu seakan-akan ada cahaya tajam yang berkilauan.

   Sebelum mata Kwik Tay lok melihat jelas, tubuhnya sudah menerjang ke dalam.

   Kemudian diapun menyaksikan sebilah pisau.

   Sebilah pisau untuk memotong daging.

   Pisau itu menancap di atas pohon, memantek secarik kertas.

   Di atas kertas itu tentu saja ada tulisannya, tapi tulisan itu lembut sekali, sekalipun berada ditengah hari yang terang benderang juga belum tentu bisa melihatnya dengan jelas.

   Baru saja Kwik Tay-lok hendak mencabut pisau itu, Yan Jit telah menariknya.

   Dengan wajah pucat pias Yan Jit melotot sekejap ke arahnya, kemudian menegur.

   "Kau toh sudah tertipu satu kali, apakah sekarang ingin tertipu untuk kedua kalinya ?"

   Dia gelisah dan jengkel, sebaliknya Kwik Tay-lok malah tertawa tergelak.

   "Hei, apa yang kau tertawakan ?"

   Yan Jit segera menegur.

   "Aku sedang mentertawakan kau !"

   "Tertawa kentutmu!"

   Jika dia sudah turut sertakan kata kotor dalam makiannya, itu menandakan kalau ia sudah jengkelnya setengah mati. Kwik Tay-lok tidak tertawa lagi, katanya dengan bersungguh-sungguh.

   "Sekalipun mereka masih menginginkan aku tertipu, pasti cara lain yang lebih segar yang akan dipakai, kenapa musti mengulangi lagi dengan cara itu, memangnya mereka anggap aku ini seorang bego yang tololnya bukan kepalang ?"

   "Kau anggap kamu ini bukan bego ?"

   Teriak Yan Jit sambil menarik mukanya. Kwik Tay-lok menghela napas panjang lalu tertawa getir.

   "Baik!"

   Katanya.

   "kau suruh aku tidak turun tangan, akupun tak akan turun tangan, tapi maju mendekat toh tidak menjadi soal bukan ?"

   Ternyata ia benar-benar menggendong tangan sambil maju kedepan.

   Tangan tidak bergerak, kalau cuma memandang dengan mata tentunya tak menjadi soal.

   Tapi huruf diatas kertas itu benar-benar terlalu kecil, mau tak mau terpaksa dia harus maju lagi lebih mendekat.

   (Bersambung

   Jilid 16)

   Jilid 16 AKHIRNYA SECARA lamat-lamat dia dapat membaca juga tulisan yang tercantum di atas kertas itu.

   "Hati-hati kakimu..."

   Ketika membaca tulisan itu, kakinya menjadi kehilangan keseimbangan dan segera terjerumus ke bawah. Ternyata di bawah sana terpasang sebuah perangkap.

   "Hati-hati ... ."

   Teriak Yan Jit.

   Ditengah bentakan, dia sudah menerjang, ke muka dan menarik tangan Kwik Tay-lok.

   Mendapat tarikan, Kwik Tay-lok segera mementalkan tubuhnya ke udara dan melompat ke atas.

   Ilmu dalam meringankan tubuh yang dimilikinya tidak terhitung lemah, lompatannya itu sangat tinggi.

   Sayangnya sekali, semakin tinggi dia melompat, semakin ruyamlah keadaannya.

   "Kraaakkk....!"

   Tiba-tiba dari balik daun berkumandang suara keras, tiba-tiba sebuah jaring besar terjatuh dari atas.

   Sungguh sebuah jaring yang besar sekali.

   Sekalipun Kwik Tay-lok punya sayap dan bisa terbang seperti burung, juga jangan harap bisa menghindarkan diri dari sergapan tersebut.

   Apalagi tubuhnya sedang melompat ke tengah udara, seakan-akan tubuhnya sedang menyongsong datangnya jaring tersebut, mau menghindar ke arah manapun tak sempat lagi.

   Bukan dia saja yang tak bisa menghindar, Yan Jit sendiripun tak dapat menghindarkan diri.

   Tampaknya kedua orang itu segera akan terkurung oleh jaring besar itu....

   Mendadak sesosok bayangan hitam meluncur lewat seperti peluru yang ditembakkan oleh meriam, kecepatannya hampir sukar dilukiskan dengan kata-kata.

   Bayangan hitam itu menyambar lewat dari atas kepala mereka, tangannya dengan cekatan menyambar jaring tadi.

   Bayangan hitam itu bukan peluru kanon, melainkan manusia.

   Dia adalah Lim Tay-peng ! Setelah menyambar jaring itu, tubuh Lim Tay-peng masih meluncur ke depan sejauh dua tiga kaki lebih ke depan sebelum akhirnya gerakan itu melamban.

   Sementara itu Kwik Tay-lok dan Yan Jit sudah mengundurkan diri keluar dari hutan itu, tampak Lim Tay-peng masih bergelantung di atas pohon dengan tangan yang satu memegang dahan, tangan lain memegang jala, tubuhnya berayunan kesana kemari.

   Jantung Kwik Tay-lok masih berdebar keras, tak tahan lagi dia menghela napas panjang, lalu katanya sambil tertawa getir.

   "Kali ini, seandainya bukan kau, aku benar-benar sudah menghantarkan diri ke dalam jaring."

   "Kau tak usah berterima kasih kepadaku!"

   Kata Lim Tay-peng sambil tertawa.

   "Kalau tidak berterima kasih kepadamu, lantas harus berterima kasih kepada siapa?"

   "Berterima kasih saja kepada orang yang berada di belakangmu."

   Ketika Kwik Tay-lok membalikkan badannya, dia baru melihat Ong Tiong dengan wajah hijau membesi sedang berdiri di belakang. Sambil tertawa kembali Lim Tay-peng berkata.

   "Sedari tadi toh sudah kukatakan, aku sudah tak mampu untuk melompati tembok lagi"

   "Lantas tadi..."

   "Tadi, Ong lotoalah yang melemparkan tubuhku dengan kekuatan yang hebat, kalau tidak masa bisa secepat itu gerakan tubuhku?"

   Di dunia ini memang tak akan ada orang yang memiliki gerakan tubuh sedemikian cepatnya, andaikata tidak meminjam daya lemparan dari Ong Tiong, siapapun mustahil bisa memiliki gerakan tubuh sedemikian cepatnya.

   Kwik Tay-lok melirik sekejap ke arah Ong Tiong, lalu katanya sambil tertawa paksa.

   "Tampaknya tenaga lemparan yang dimiliki Ong lotoa memang hebat juga...!"

   "Tapi Ong lotoa justru mengagumimu."

   Ucap Lim Tay-peng.

   "Mengagumi aku ?"

   "Meski tenaga lemparannya besar, nyalimu jauh lebih besar."

   Kontan Kwik Tay-lok melotot sekejap ke arahnya sambil mengomel.

   "Apakah kau harus menirukan seekor monyet, berbicara sambil bergelantungan di atas pohon ?"

   "Sebetulnya sedari tadi aku sudah pingin turun,"

   Jawab Lim Tay-peng sambil tertawa.

   "sayang kakiku memang tidak penurut."

   Ong Tiong tidak berbicara apa-apa selama ini, demikian pula Yan Jit.... Kedua orang itu sedang mengawasi Kwik Tay-lok dengan mata mendelik. Kwik Tay-lok cuma bisa tertawa getir sambil berkata.

   "Tampaknya, bukan cuma tiada perbuatan yang berhasil kulakukan hari ini, bahkan berbicarapun tak ada yang benar."

   Saat itulah Yan Jit baru menghela napas.

   "Aaaai.....! Baru kali ini perkataanmu itu benar,"

   Katanya.

   Cahaya lampu menyinari dalam ruangan.

   Di atas meja, selain terdapat lampu, masih ada lagi secarik kertas, sebilah pisau dan seguci arak.

   Karena pada akhirnya Kwik Tay-lok tak tahan juga untuk mencabut keluar pisau itu dari atas pohon, tentu saja dia tak lupa untuk membawa pulang seguci arak itu.

   Meski potongan badan orang ini tidak mirip kerbau, wataknya justru watak kerbau.

   Dia malah kelihatan berbangga hati, ujarnya sambil tertawa.

   "Aku toh sudah bilang, mencabut pisau itu tidak ada pengaruhnya, aku sudah tahu bahwa permainan yang mereka persiapkan kali ini sudah pasti adalah suatu permainan baru, coba lihatlah, bukankah permainan ini termasuk suatu permainan baru?"

   "Barunya sih memang baru, tapi ikan yang masuk jaringpun lebih baru dan segar."

   Sambung Yan Jit dingin. Dia mengambil pisau di meja itu dan melanjutkan.

   "Sekarang aku baru tahu, pisau ini sebetulnya dipersiapkan untuk memotong daging apa."

   "Apakah untuk memotong daging ikan ?"

   Tanya Kwik Tay-lok kemudian dengan cepat.

   "Akhirnya betul juga jawabanmu itu."

   "Kalau begitu, lebih baik aku menjadi seekor ikan yang mabuk saja, biar kalau di potong tidak terasa sakit."

   Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dia lantas mengangkat guci arak itu siap untuk diminum, gumamnya kembali.

   "Udang mabuk konon merupakan hidangan yang terlezat dari wilayah Kanglam, aku rasa ikan mabuk pasti sedap pula rasanya."

   Tapi arak itu belum sempat diteguk olehnya, sebab secara tiba-tiba Ong Tiong merampas guci araknya itu. Kwik Tay-lok menjadi tertegun, lalu serunya.

   "Eeeh.... sejak kapan kau berubah menjadi seorang setan arak seperti aku ?"

   "Arak ini tak boleh diminum !"

   Ucap Ong Tiong.

   "Tadi saja masih bisa diminum, mengapa sekarang tak boleh diminum ?"

   "Sebab tadi adalah tadi dan sekarang adalah sekarang"

   Yan Jit memutar sepasang biji matanya, lalu berkata.

   "Tadi guci arak ini kau letakkan dimana?"

   "Di depan pintu!"

   Jawab Kwik Tay-lok.

   "Tadi kita semua berada didalam hutan, apakah di depan pintu tiada orang lain?"

   "Yaaa tak ada !"

   "Itulah sebabnya arak itu tak boleh diminum sekarang"

   "Masa baru pergi sejenak, sudah ada orang yang meracuni arak kita itu ?"

   "Jangan kau bilang kepergian kita tadi cuma sebentar, saat seperti itu sudah cukup buat orang lain untuk meracuni delapan puluh guci arak!"

   "Aaah. Kalian jangan menakut-nakuti aku, jangan kau lukiskan mereka itu menakutkan sekali, memangnya mereka benar-benar bisa menerobos masuk tanpa lubang dan tak pernah melewatkan setiap kesempatan yang bisa dipakai untuk mencelakai orang."

   Ong Tiong tidak berbicara, tiba-tiba dia melangkah keluar pintu dan membanting guci itu keraskeras. Guci itu seketika hancur berantakan, arakpun mengalir membasahi seluruh tanah. Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, gumamnya.

   "Sayang, benar-benar amat...."

   Tiba-tiba suaranya terhenti sampai separuh jalan, orangnya juga mendadak ikut tertegun.

   Seekor ular yang kecil, kecil sekali sedang merambat keluar dengan pelan sekali dari balik hancuran guci arak tersebut.

   Ular itu bukan cuma kecilnya bukan kepalang, tapi semakin kecil tubuhnya, konon semakin berbisa pula.

   Paras muka Kwik Tay-lok berubah hebat tak tahan lagi dia menghela napas panjang, gumamnya.

   "Tampaknya orang-orang itu betul-betul sudah menerobos masuk melalui setiap lubang yang ada !"

   "Yaa, itulah ular bergaris merah yang bisa masuk melalui setiap lubang yang ada!"

   Seru Yan Jit secara tiba-tiba. Dengan terkejut dia memandang ke arah Ong Tiong, kemudian ujarnya kembali.

   "Betulkah ular itu adalah ular bergaris merah yang disebut Bu-khong-put-ji ?"

   Dengan wajah hijau membesi pelan-pelan Ong Tiong membalikkan tubuhnya lalu berjalan, kembali ke ruangan dan duduk di bawah sinar lentera. Kali ini, ternyata ia tidak membaringkan diri. Kembali Yan Jit menghampirinya sambil bertanya.

   "Apakah dia. .? Sebenarnya benarkah dia?"

   Kembali Ong Tiong termenung sampai lama sekali, tapi akhirnya dia mengangguk juga.

   Yan Jit segera menghembuskan napas panjang, selangkah demi selangkah ia mundur ke belakang, tiba-tiba diapun membaringkan diri.

   Kali ini dia membaringkan diri di atas ranjang.

   Kwik Tay-lok segera menghampirinya sambil bertanya.

   "Apa sih yang dimaksudkan dengan Bu-khong-put-ji tersebut ?"

   "Dia adalah seorang manusia !"

   Bukan saja keadaan Yan Jit saat ini sudah lemas sekali, bahkan tenaga untuk berbicarapun sudah tidak dimiliki.

   "Manusia macam apakah dia ? Kau kenal dengan orang itu ?"

   Tanya Kwik Tay-lok lagi. Yan Jit tertawa getir.

   "Seandainya aku kenal dia, aneh namanya kalau aku masih bisa hidup sampai sekarang."

   Tiba-tiba dia melompat bangun dan menerjang kehadapan Ong Tiong, setelah itu serunya.

   "Tapi kau, sudah pasti kau mengenalnya!"

   Ong Tiong termenung lagi beberapa saat lamanya, kemudian ia berkata sambil tertawa.

   "Sekarang, aku toh masih hidup !"

   "Aaaai.... orang yang mengenali dirinya, ternyata masih bisa hidup dengan segar bugar, memang kejadian ini merupakan suatu kenyataan yang tidak mudah."

   Pelan-pelan senyuman di wajah Ong Tiong lenyap tak berbekas, kemudian iapun menghela napas panjang.

   "Yaa, memang tidak mudah !"

   Sahutnya. Hampir berteriak keras Kwik Tay-lok karena tak sabar, serunya dengan lantang.

   "Sebenarnya kalian sedang membicarakan soal manusia ? Atau soal ular ?"

   "Manusia !"

   Jawab Yan Jit.

   "Apakah orang itu bernama ular bergaris merah ?"

   "Yaa, lagi pula Bu-khong-put-ji, artinya. kau mempunyai setitik keteledoran saja maka dia akan segera meracunimu sampai mampus."

   "Setitik keteledoran ? Setiap orang tak akan terhindar untuk membuat sedikit keteledoran."

   "Aaai... itulah sebabnya andaikata dia hendak meracunimu, maka hanya ada satu jalan saja bagimu."

   "Jalan yang mana ?"

   "Mati diracuni olehnya !"

   Tanpa terasa Kwik Tay lok menghembuskan napas dingin, serunya.

   "Kalau begitu permainan busuk yang dipakai untuk mencelakai orang tadipun merupakan bagian dari permainan busuknya?"

   "Meskipun kepandaian meracuni orang yang dimiliki orang itu sudah mencapai tingkatan yang tak terhingga di dunia ini, tapi kepandaian yang lain masih belum seberapa hebat."

   "Kalau begitu, akupun bisa berlega hati"

   Kata Kwik Tay-lok sambil menghembuskam napas lega.

   "Sayang, kecuali dia masih ada orang lain lagi."

   "Siapa ?"

   "Jian jiu-jian-hu-kong-sin (Dewa kelabang bertangan seribu bermata seribu) !"

   "Bertangan seribu bermata seribu ?"

   "Maksudnya orang ini mampu melepaskan sambitan senjata rahasia yang bagaimana gencarpun sehingga seakan-akan dia mempunyai seribu buah tangan dan seribu buah mata, konon seluruh bagian tubuhnya penuh berisikan senjata rahasia, bahkan dari hidungnyapun dapat mengeluarkan senjata rahasia"

   Kwik Tay-lok, mengerling sekejap ke arah Ong Tiong, tiba-tiba katanya sambil tertawa.

   "Bagus sekali, asal aku bisa berjumpa dengan orang ini, maka hidungnya pasti akan kuhajar dulu sampai pesek"

   "Tapi bila kau berjumpa dengan Ciu-ku-ciu-lam-ang-nio-cu (perempuan berbaju merah yang menolong kesulitan dan menolong penderitaan orang), sudah pasti pukulanmu itu tak akan tega kau lepaskan."

   "Perempuan baju merah yang menolong kesulitan dan penderitaan orang? Kalau didengar dari namanya sih tampaknya seorang manusia baik-baik....."

   "Dia memang orang baik, tahu kalau kebanyakan orang di dunia ini hidup dalam kesulitan dan penderitaan, oleh sebab itu dia selalu berpikir bagaimana caranya untuk membantu mereka cepatcepat memperoleh pelepasan."

   "Aaaai.... kalau kudengar dari perkataanmu itu, tampaknya dia seperti orang jahat."

   "Sekalipun kau memilih di dalam delapan ratus laksa orang, belum tentu dapat kau jumpai seorang manusia baik seperti dia."

   "Apakah dia memiliki kepandaian khusus?"

   Sambil menarik muka dan bernada dingin, sahut Yan Jit.

   "Soal kepandaiannya, lebih baik kau tak usah tahu."

   "Apakah dia adalah seorang perempuan yang cantik jelita?"

   "Sekalipun benar, sekarang juga telah menjadi seorang nenek tua, seorang nenek yang cantik."

   "Ia sudah berusia enam-tujuh puluh tahunan?"

   "Belum."

   "Lima-enam puluh tahunan?"

   "Agaknya belum sampai !"

   "Kurang lima empat puluh tahunan ?"

   "Mungkin sudah mencapai!"

   Kwik Tay-lok segera tertawa.

   "Saat itu merupakan saat orang menjadi muda untuk kedua kalinya, mana bisa dianggap sebagai seorang nenek ?"

   Yan Jit melotot sekejap ke arahnya, lalu berseru.

   "Usianya sudah tidak muda, apa pula hubungannya dengan dirimu ? Apa yang kau girangkan ?"

   "Kapan sih aku merasa gembira ?"

   "Kalau tidak gembira, kenapa tertawamu macam anjing mendapat tulang ?"

   "Karena aku memang seekor anjing"

   Sekali lagi Yan Jit melotot sekejap ke arahnya, kemudian tak tahan dia tertawa gelak sendiri. Menggunakan kesempatan itu Kwik Tay-lok segera bertanya lagi.

   "Kalau kudengar dari perkataanmu tadi, kepandaian yang dia miliki itu sudah pasti khusus dipakai untuk menghadapi kaum lelaki, bukan begitu ?"

   Sekali lagi Yan Jit menarik mukanya.

   "Aku sendiripun tak tahu kepandaian apakah yang dia miliki, aku cuma tahu tidak sedikit orang lelaki yang mampus di tangannya."

   Selama ini Lim Tay-peng hanya bersandar di kursi sambil beristirahat, tiba-tiba selanya.

   "Mungkinkah orang-orangan itu hasil bikinannya?"

   "Bukan !"

   Jawab Yan Jit.

   "Kalau bukan dia, lantas siapa ?"

   "Sudah pasti It-kian-son-tiong-cui-mia-hu (Lencana pembetot sukma yang bertemu orang lantas mengantar jenasah) !"

   "Cui-mia-hu ?"

   Ulang Lim Tay-peng dengan kening berkerut.

   "Bukan saja orang ini mempunyai akal busuk yang tak terhitung jumlahnya, lagi pula dia memiliki sepasang tangan yang pandai sekali membuat kerajinan tangan, pandai menyaru, pandai membuat alat perangkap, alat jebakan dan lihay sekali dalam melepaskan senjata rahasia serta membuat senjata aneh, pokoknya orang ini hebat sekali. Berkilauan sepasang mata Kwik Tay-lok setelah mendengar perkataan itu tiba-tiba gumamnya.

   "Aku mengerti sekarang.... Aku mengerti...."

   "Apa yang kau pahami ?"

   "Seekor ular, seekor kelabang, seekor kalajengking dan sebuah lencana pembetot sukma, sekarang yang masih kurang adalah seekor burung elang...."

   Tiba-tiba Lim Tay-peng menimbrung.

   "Sewaktu aku masuk ke hutan bersama Ong lotoa tadi, aku seperti menyaksikan ada sesosok bayangan manusia sedang melayang turun dari atas jaring tersebut ke atas dahan pohon yang lain."

   "Jaring itu sudah barang tentu tak mungkin bisa melayang sendiri dari atas pohon, tentu saja di atas pohon ada orangnya."

   Seru Yan Jit.

   "Kemana perginya orang itu ?"

   Tanya Kwik Tay-lok. Lim Tay-peng segera-tertawa getir.

   "Waktu itu aku sedang dilemparkan Ong Lo-toa ke atas pohon, dalam keadaan begitu, aku mana sempat untuk menggubris orang lain lagi? Apalagi ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang itu lihay sekali, pada hakekatnya seperti seekor burung elang saja !"

   "It-hui-ciong-thian-pah-ong-heng (Raja elang sakti yang terbang menembusi angkasa)!"

   "Yaa betul, lima buah layang-layang dengan lima orang manusia, akhirnya komplit juga sekarang !"

   Seru Kwik Tay-lok sambil bertepuk tangan.

   "Diantara kelima orang ini, bukan saja ilmu meringankan tubuh dari Pah-ong-heng yang terhitung tinggi, konon ilmu silat yang dimilikinya pun termasuk paling lihay."

   "Menurut penglihatanku, diantara kelima orang itu, yang paling sukar dihadapi adalah si perempuan baju merah yang suka menolong kesulitan dan penderitaan orang itu."

   "Kenapa ?"

   "Karena kita semua adalah orang lelaki."

   "Jika seorang lelaki tidak suka bermain perempuan, sekalipun dia memiliki kepandaian sejagadpun tak akan mampu digunakan."

   Dengus Yan Jit dingin.

   "Aaai.... tapi lelaki manakah di dunia ini yang tidak suka akan kecantikan wajah seorang perempuan ?"

   
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Selama ini Ong Tiong cuma duduk di situ dengan wajah serius, dia tidak berbicara, tidak pula bergerak. Bila dapat tidak bergerak, dia tak akan sembarangan bergerak. Yan Jit mengambil sebuah bangku dan duduk tepat di hadapannya, lalu berkata.

   "Kau telah melihat layang-layang itu, kau tentu tahu bukan siapa-siapa saja yang telah datang mencari gara-gara denganmu?"

   Kwik Tay-lok memindahkan pula sebuah bangku di hadapannya, lalu berkata pula.

   "Oleh sebab itu kau mengusir kami pergi, karena kau tahu bilamana kelima orang itu sudah muncul di sesuatu tempat, maka mereka akan mengobrak-abrik tempat tersebut."

   "Kau tak ingin menarik kami tercebur di dalam air keruh ini, maka kau baru berusaha untuk mengusir kami pergi dari sini."

   "Tapi, tahukah kau bahwa kami telah bersiap-siap untuk terjun pula ke dalam air keruh itu ?"

   "Yaa, sejak kami kenal denganmu, kami telah bertekad untuk selalu berada bersamamu."

   "Karena kami adalah temanmu"

   "Maka entah kemanapun kau pergi, kami pasti ada di situ!"

   "Maka dari itu, bila kau ingin mengusir kami sekarang, keadaan sudah terlambat!"

   Ong Tiong memandang kedua orang itu secara bergantian, dia belum juga berkata apa-apa.

   Dia tahu, sekarang ia sudah tak perlu berkata apa-apa lagi.

   Dia kuatir bila sampai buka mulut maka air matanya akan jatuh bercucuran.

   Teman ! Kata-kata itu memang amat sederhana, tapi tahukah kalian bahwa dibalik kesederhanaan itu justru tersimpan sesuatu yang agung? Ong Tiong telah mengepal sepasang tangannya kencang-kencang, lalu sepatah demi sepatah katanya.

   "Kalian memang benar-benar merupakan sahabat karibku !"

   Walau cuma satu kalimat, namun itu sudah lebih dari cukup.

   Asal kau benar-benar dapat memahami makna yang sebenarnya dari ucapan tersebut, maka kau tak usah berkata apa-apa lagi.

   Yan Jit tertawa, Lim Tay-peng juga tertawa.

   Kwik Tay-lok menggenggam tangan Ong Tiong erat-erat.

   Asal mereka dapat mendengar, ucapan tersebut, hati mereka sudah merasa amat puas.

   Mereka tidak bertanya apa sebabnya Ong Tiong bisa bermusuhan dengan kelima orang itu, juga tidak menanyakan darimana datangnya kesulitan tersebut.

   Selama Ong Tiong tidak mengatakannya, merekapun tak akan bertanya...

   Sekarang, satu-satunya persoalan didalam hati mereka adalah.

   "Bagaimana caranya untuk menghilangkan kesulitan tersebut ?"

   "Begitu melihat munculnya kelima buah layang-layang tersebut, aku sudah tahu kalau kesulitan telah datang"

   Ujar Yan Jit.

   "Layang-layang itu sesungguhnya memang merupakan suatu peringatan."

   Ong Tiong menerangkan.

   "Kalau toh mereka bermaksud untuk mencari gara-gara denganmu, apa sebabnya mereka memberi peringatan lebih dulu agar kau membuat persiapan-persiapan ?"

   "Sebab, mereka tidak menghendaki kematianku yang terlampau cepat !"

   Dengan wajah membesi, pelan-pelan terusnya.

   "Karena mereka tahu betapa hebatnya penderitaan seorang dalam menantikan saat tibanya kematian, sebab penderitaan dan siksaan semacam itu beratus-ratus kali lipat lebih hebat daripada siksaan serta penderitaan macam apapun"

   Yan Jit segera menghela napas panjang.

   "Aaai.... tampaknya kesulitan yang kau hadapi sekarang benar-benar bukan suatu kesulitan yang kecil."

   "Yaa, memang tidak kecil."

   Mendadak Kwik Tay-lok tertawa, katanya.

   "Cuma sayang mereka toh masih salah menghitung sesuatu."

   "Oooooh....."

   "Meskipun mereka terdiri dari lima orang kamipun berempat, kenapa kita musti takut? Kenapa kita musti menderita ?"

   "Tapi paling tidak mereka lebih untung dalam posisi dari pada kita....."

   "Maksudmu ?"

   "Serangan yang terang-terangan mudah dihindari, serangan yang bersembunyi susah dihadapi, tentunya kau mengerti bukan apa maksudnya."

   "Aku mengerti, tapi aku tidak takut."

   "Apa yang kau takuti ?"

   Seru Yan Jit dengan mata melotot.

   "Takut padamu !"

   Tak tahan Yan Jit tertawa geli, tapi dengan cepat dia menarik muka kembali sambil melengos.

   Padahal diapun memahami perkataan dari Kwik Tay-lok, sebab dia sendiripun demikian.

   Manusia macam mereka hanya takut kalau orang lain baik kepada mereka, takut kalau di bikin terharu oleh orang lain.

   Andaikata membuat mereka terharu, sekalipun mereka disuruh memenggal batok kepalanya untuk diberikan kepadamu pun, mereka tak akan mengerutkan dahi.

   Kembali Kwik Tay-lok berkata.

   "Tentara datang kita tahan, air datang kita bendung, manusia-manusia semacam itupun bukan manusia yang luar biasa, selain mencelakai orang dengan akal busuk dan cara tersembunyi, aku lihat kepandaian sesungguhnya yang mereka miliki terbatas sekali."

   Setelah berhenti sebentar, terusnya.

   "Persoalannya sekarang hanyalah, kapan mereka baru akan benar-benar datang kemari?"

   "Entahlah !"

   Ucap Ong Tiong.

   "Masa kau sendiripun tidak tahu ?"

   "Aku hanya tahu sebelum mereka menghantar keberangkatanku ke alam baka, sudah pasti orang-orang itu tak pergi dari sini!"

   Kwik Tay-lok segera tertawa, katanya.

   "Sekarang, siapa yang akan menghantar keberangkatan siapa masih sukar ditentukan, rasanya kitapun tak perlu cepat berputus asa!"

   Disitulah terletak daya tarik Kwi Tay-lok..

   Dia selalu percaya pada diri sendiri, dia selalu periang, manusia macam ini, sekalipun menghadapi langit ambrukpun tak akan bermuram durja, sebab dia beranggapan asal seseorang memiliki keyakinan serta rasa percaya pada diri sendiri, maka kesulitan macam apapun dapat diselesaikan.

   Bukan saja dia memiliki rasa percaya pada diri sendiri, selain itu dia pun berusaha menanamkan rasa percaya pada diri sendiri itu di dalam hati orang lain.

   Pelan-pelan paras muka Ong Tiong berubah menjadi cerah kembali, tiba-tiba ujarnya.

   "Walaupun mereka agak menang posisi, tapi akupun mempunyai suatu cara yang baik untuk menghadapi mereka."

   "Apa caramu itu ?"

   Cepat-cepat Kwik Tay lok bertanya.

   "Tidur !"

   Kwik Tay-lok agak tertegun, kemudian tertawa geli.

   "Cara semacam ini mungkin hanya kau seorang yang dapat memikirkannya..."

   Dia berseru.

   "Tidak baikkah cara ini ? Itulah yang dinamakan dengan ketenangan kita menantikan perubahan."

   Kwik Tay-lok segera bersorak sambil bertepuk tangan tiada hentinya.

   "Betul, betul sekali !"

   Serunya.

   "kalau ingin tidur mari sekarang juga kita pergi tidur, dengan semangat yang segar serta kondisi badan yang lebih baik, kita hadapi cecunguk-cecunguk itu."

   "Kalau ingin tidurpun kita harus membagi waktu meronda!"

   Usul Yan Jit dengan cepat.

   "Betul, aku dan kau menjaga setengah malam pertama, kentongan ketiga nanti Ong lotoa dan Lim Tay-peng baru menggantikan kita."

   "Cara ini kurang baik,"

   Tiba-tiba Lim Tay-peng berseru.

   "lebih baik aku dan kau menjadi satu regu."

   "Kenapa?"

   Lim Tay-peng melirik sekejap ke arah Yan Jit, lalu berkata.

   "Sebab perkataan kamu berdua terlalu banyak, apalagi jika sudah berbincang dengan asyik, ada orang masuk ke rumah pun kalian tak akan tahu."

   Tiba-tiba Yan Jit berjalan keluar, sebab paras mukanya seperti agak memerah secara tiba-tiba.

   "Lebih baik aku satu regu dengan Yan Jit saja."

   Kata Kwik Tay-lok dengan cepat.

   "justru karena ada teman berbicara, rasa mengantuk baru bisa dihilangkan."

   Di mulut dia berkata demikian, dia sudah melompat keluar dari ruangan itu.

   Perduli apapun yang diucapkan orang lain pokoknya dia tetap bersikeras menjadi satu dengan Yan Jit.

   Ia merasa seakan-akan antara dia dengan Yan Jit sudah terikat oleh seutas tali yang tidak nampak.

   Memandang kedua orang itu sudah keluar dari ruangan, tiba-tiba Lim Tai-peng tertawa, lalu gumamnya.

   "Kadangkala aku betul-betul merasa heran, mengapa Siau-kwik bisa begitu tololnya."

   Ong Tiong juga tertawa, sahutnya sambil tersenyum.

   "Jangan kuatir, dia tak akan terlalu lama berada dalam keadaan bodoh seperti itu."

   "Padahal aku sangat berharap agar dia bisa lebih lama lagi berada dalam keadaan begini baru terhitung menarik sekali."

   Suasana di ruang tamu sangat gelap.

   Setelah masuk ke ruang tamu, Yan Jit segera duduk.

   Kwik Tay-lok juga masuk ke ruang tamu serta ikut duduk pula.

   Cahaya bintang memancar masuk lewat jendela dan menyinari wajah Yan Jit, menyoroti sepasang mata Yan Jit.

   Sepasang matanya itu tampak jeli dan bercahaya berkilauan.

   Kwik Tay-lok duduk disampingnya sambil menatap wajahnya lekat-lekat, tiba-tiba katanya sambil tertawa.

   "Tahukah kau, kadangkala matamu itu persis seperti mata perempuan !"

   "Bagian mana lagi dari tubuhku yang mirip perempuan?"

   Tegur Yan Jit sambil menarik muka.

   "Sewaktu tertawa pun kau juga sangat mirip !"

   "Kalau toh aku mirip perempuan, mengapa kau masih mengintil terus di belakangku ?"

   "Sebab bila kau ini perempuan, aku akan lebih getol lagi mengikutimu...."

   Jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa.

   Tiba-tiba Yan Jit melengos ke arah lain kemudian bangkit berdiri, mencari batu api dan memasang lentera.

   Tampaknya dia kurang berani untuk duduk berduaan dengan Kwik Tay-lok ditempat kegelapan.

   Setelah cahaya lentera bersinar, bayangan tubuh merekapun terbias di atas jendela.

   Mendadak Kwik Tay-lok menarik tubuhnya, seperti hendak memeluknya.

   Dengan kaget Yan Jit berseru.

   "Kau, mau apa kau ?"

   "Bila kau berdiri di situ, bukankah persis akan menjadi sasaran hidupnya Jian-jiu- jian-gan toahu- kong ?"

   Biji matanya berputar, mendadak sinar tajam dari balik matanya, dia lantas bergumam.

   "Yaaa, inilah suatu ide yang bagus sekali."

   "Huuuh, masa manusia macam kau juga mempunyai ide yang bagus ?"

   Yan Jit melotot sekejap ke arahnya.

   "Kalau memang si kelabang besar itu suka melukai orang dengan senjata rahasianya, apa salahnya kalau kita mencarikan beberapa buah sasaran hidup baginya?"

   "Siapa yang hendak kau jadikan sebagai sasaran hidup ?"

   "Orang-orangan dari rumput jerami itu!"

   Kemudian lanjutnya lagi.

   "Mari kita pindahkan orang-orang itu kemari dan dudukkan di sini, bila dilihat dari luar jendela, siapa yang akan tahu kalau mereka itu bukan orang sungguhan?"

   Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

Duel Di Butong -- Khu Lung Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen

Cari Blog Ini