Ceritasilat Novel Online

Pendekar Satu Jurus 11


Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL Bagian 11


i banyak orang yang bermunculan di situ.

   Yang lebih mengherankan lagi sebagian besar pejalan kaki itu adalah kawanan jago silat yang bersenjata lengkap, tentu saja ada pula yang membawa kuda, tapi yang mengherankan ternyata kawanan jago itu muncul secara berkelompok.

   Jangan-jangan di puncak Hong-san telah terjadi suatu peristiwa besar yang menggetarkan dunia? Tapi kalau dilihat dan sikap mereka yang berlari seenaknya hal ini tak mungkin terjadi.

   Sepanjang perjalanan mereka bergurau dan saling menyapa, perjalanan dilakukan sangat lambat.

   seakan-sekelompok manusia iseng yang bersama-sama mencari hiburan sehabis bersantap, yang lebih aneh lagi ada sekelompok penjual makanan dan- pedagang kecil yang ikut bergabung jadi sekelompok, ada yang jual makanan dan minuman, ada pula yang jualan baju sepatu dan alat kebutuhan lainnya, dagangan mereka berjalan lancar ini menunjukkan bahwa kelompok yang sangat aneh ini sudah lama bergabung, bahkan telah melakukan perjalanan yang cukup jauh sebelum sampai situ.

   Mereka berjalan amat lambai sebentar2 berhenti lalu berjalan lagi, ada kalanya muncul pula sekelompok manusia dari belakang dan bertanya kepana rombongan yang berada di depan dengan penuh ketegangan.

   "Bagaimana? Sudah ada kabarnya?"

   Demikian mereka saling bertanya.

   "Kabar? Kabar apa yang dimaksud? Kabar penting apakah yang menarik perhatian khusus dari kawanan jago persilatan itu? Berita apakah yang membuat kawanan jago itu tak segan-segan jauh-jauh dari Tionggoan datang kemari untuk bergabung dengan rombongan itu? Kurang-lebih beberapa tombak di depan rombongan itu terdapat pula sekelompok jago persilatan, hanya jumlah mereka tidak banyak, total jendral cuma enam orang, meski begitu sikap mereka jauh lebih tegang dan serius daripada rombongan yang di belakang, dan lagi mereka selalu menjaga selisih jarak tertentu dengan mereka. Sama juga dengan rombongan yang berada di belakang, mereka selalu bertanya dengan lirih "Sudah ada kabar??"

   Di antara mereka segera ada yang memburu ke depan dan menengok beberapa kejap bila mendapat pertanyaan itu, hanya mereka tak berani berjalan terlalu dekat karena dari depan mereka seringkali menggelegar bentakan bentakan yang dingin dan menyeramkan.

   "Enyah jauhjauh dari situ?"

   Jika bentakan itu terdengar, mereka lalu cepat2 berlalu dan menggeleng kepala dengan lesu gelengan itu berarti.

   "Belum ada kabamya!"

   Kabar? Lagi-lagi kabar? sebenarnya kabar apa yang sedang mereka nantikan? Di antara sekian orang, hanya seorang laki-laki yang paling menarik perhatian laki-laki itu bertubuh kekar tegap, bercambang, berotot, memakai baju merah dan ikat kepala warna merah pula.

   Ia berjalan sambil menuntun seekor kuda bagus berwarna merah juga meski lambat sekali langkahnya, namun air mukanya tampak gelisah, bahkan seringkali menyumpahi "Sialan"

   Sialan benar! Bukan orang lain yang ditunjuk, justeru aku yang ditugaskan melakukan pekerjaan berat ini"

   Pada hal dia sendirilah yang minta ditugaskan untuk pekerjaan berat ini.

   Kalau jengkel kadang-kadang dia terus kabur ke bagian belakang sana untuk minum arak dan makan enak.

   Dalam keadaan demikian, pasti banyak orang yang berebutan membayarkan rekeningnya, tujuan mereka hanya ingin bertanya.

   "Pau-lotoa. bagaimana? Sudah ada kabar?"

   Kalau pertanyaan itu sudah dilontarkan, dengan jengkel laki-laki baju merah itu akan membanting mangkuk araknya di meja sambil mencaci maki "Kabar apa? Hm, kentut pun tak ada, mungkin kita harus menunggu tiga-lima tahun, lihat saja ..sialan, sepatupun aku sudah ganti dua pasang."

   "Ya, betul!"

   Orang laki menanggapi sambil tertawa.

   "kalau sepatu Pau-lotoa berlubang, memang sukar mencarikan gantinya"

   Seorang pedagang kecil yang berada di sisinya dengan cepat berteriak "jangan kuatir, telah kusiapkan beberapa pasang sepatu merah yang besar tanggung cocok ukurannya!"

   Gelak tertawapun terdengar laki-laki baju merah memaki sambil tertawa "Sialan, pintar juga caramu mencari duit!" - Dan ia pun berlalu dari situ, sekalipun sikapnya angkuh dan rada latah, namun terhadap seorang berjubah panjang di antar keenam orang itu, sikapnya ternyata menghormat.

   Sering pula dia melirik seorang laki-laki kurus kecil dengan rada takut-takut, jika orang itu berpaling kearahnya sambil tertawa.

   maka cepat-cepat dia melengos ke arah lain.

   Dalam dunia persilatan laki-laki baju merah itu mempunyai nama yang cukup tersohor dia adalah orang kedua dari Kim keh-pang, orang menyebutnya sebagai Keh-koan (si jengger ayam) Pau Siau thian.

   Lelaki berjubah panjang ini adalah satu-satunya orang yang mengenakan jubah panjang dan tindak tanduknya ramah-tamah, tapi orang lainpun bersikap menghormat kepadanya.

   Orang ini bertubuh kurus, sedikit berjenggot usianya sekitar empat puluhan, sekilas pandang dandanannya mirip Siucay yang tidak lulus, mirip juga seorang saudagar kaya, sekalipun melakukan perjalanan di bawah terik matahari, ia tidak nampak lelah.

   Kadang-kadang ia bersenandung juga beberapa lagu, mungkin lirik lagu itu ia karang sepanjang perjalanan menuju Hong-sea.

   Kendati demikian ia jarang bercakap dengan orang di sekitar, dibalik keramah-tamahannya terselip juga sikapnya yang angkuh, hal ini disebabkan karena asal usulnya memang tidak boleh diremehkan.

   Orang ini adalah pengurus rumah tangga Hui leng-po yang tersohor di Kanglam di Hui-leng-po orang menyebutnya sebagai "Koan Ji,"

   Sedang orang lain menghormatinya, dengan sebutan "Koan jiya "

   Tidak kecuali laki-laki kurus kering di sisinya, Karena wajahnya selalu berseri dihiasi senyuman.

   Lain halnya dengan laki-laki kurus kering itu, sikapnya terhadap orang lain selalu sinis, seolah tak sudi bergaul dengan orang lain, sendirian menunggang keledai hitamnya, tapi tak berani juga terlampau cepat ke depan, sebenarnya si laki laki baju merah atau si Jengger Ayam Pau Siauthian hendak mencarikan kesulitan baginya siapa tahu orang cukup cerdik, ia dapat menghadapi keadaan dengan cekatan, maka akibatnya Pau Siau-thian sendiri yang telan pil pahit malah.

   Tampaknya ilmu meringankan tubuhnya cukup tinggi juga keledai hitam tunggangannya itupun kurus dan kecil.

   Jelek-jelek begitu dia mempunyai nama yang cukup termashur, dia adalah piauthau kenamaan dari Hui-liong piaukiok, orang menyebutnya sebagai Hek-lu-tui-hong (keledai hitam pengejar angin) Cia Pin.

   Pada hakikatnya tak ada orang yang memerintahkan dia mengikuti rombongan enam orang itu, ia berbuat demikian karena sukarela, sebab dia tertarik dan menaruh perhatian khusus terhadap berita itu.

   Wajah yang cukup dikenal lainnya adalah seorang tokoh penting dan Long-bong-san-ceng dia bernama Tiat-suipoa (suipoa baja) Yu Peng.

   Orang itu diikuti oleh seorang pemuda tampan yang berusia enam-tujuh belas tahunan, pemuda itu malas bekerja, Yu Peng menyebutnya sebagai "Mia-su".

   si kutu buku, pemuda tersebut taklain adalah kacung si Sin jiu Cian Hui.

   Masih ada seorang lagi bertubuh gemuk seperti babi, badannya selalu basah kuyup oleh peluh, napasnya tersengal dan seringkali merogoh saku mengambil sekeping dendeng dan dijejalkan ke dalam mulut.

   Orang ini kocak potongan badannya, selalu tertawa bila bertemu orang, apapun yang ditanyakan kepadanya ia selalu menjawab tak tahu.

   Sebaliknya jika dia yang bertanya, senyumnya akan membuat orang mau-tak-mau menjawab dengan sejujurnya.

   Karena gemuk dan tindak tanduknya yang dogol semua orang jadi keheranan kenapa Jit-giautui hun Na Hui-hong yang cermat itu bisa mengutus orang tolol untuk melaksanakan tugas ini.

   Ia menyebut dirinya sebagai "Ong Tek ko, sebaliknya orang lain menyebutnya sebagai Ong gendut.

   Di mana orang-orang itu tiba, sekalipun dusun yang paling miskin juga secara tiba-tiba akan menjadi ramai dan makmur, hanya saja gerak-gerik mereka sama sekali tidak leluasa sebab di belakang itu mengikut rombongan lain ke mana pun keenam orang itu pergi, sebaliknya ke enam orang yang di depan pun mengikuti rombongan lain yang berada di paling depan.

   Kurang-lebih belasan tombak di depan rombongan keenam orang itu terdapat pula rombongan lain, mereka tak lain-tak-bukan adalah Leng-kok siang-bok dan Hui Giok.

   Sepanjang perjalanan Leng-kok-siang bok jalan amat lambat, di mana ada pemandangan alam yang indah, mereka berhenti untuk menikmatinya waktu mereka meninggalkan lembah sana memang bertujuan pesiar dan menikmati pemandangan alam.

   Ada kalanya, kedua orang itupun berbisik membicarakan sesuatu, hanya orang lain tak tahu yang mereka bicarakan.

   Bagaimana, dengan Hui Giok? sebagian besar waktunya dihabiskan untuk merenung dan merenung terus, kadangkala ia mengeluarkan se

   Jilid kitab-kitab itu sudah dibacanya sejenak senyuman di atas tersungging di ujung bibirnya, dan kitab itu disimpan kembali ke dalam saku.

   Di pandang dari sikap mereka yang beqitu rileks, mereka seperti tidak sadar bahwa mereka bertiga telah menjadi berita yang menggetarkan dunia persilatan, mereka seolah-olah tak tahu bahwa di mana pun mereka tiba, dusun sepi akan berubah jadi ramai, puing yang berserakan akan berubah jadi dusun.

   Selama empat bulan terakhir, pikiran pemuda seakan-akan hanyut ke dunia lain, ia tak pernah menaruh perhatian terhadap kejadian di sekelilingnya, tak mendengarkan pembicaraan disekitar.

   ia hanya tahu belajar, belajar dan belajar, bahkan ia pun tak menyadari bahwa kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar itu benar-benar mengerikan.

   Setiap kali beristirahat di rumah penginapan Leng-kok-siang bok tentu mengajarkan beberapa macam kunci ilmu silat kepadanya, bila melanjutkan perjalanan pemuda itu disuruh membaca kitab.

   Boleh dibilang mereka tak memberi peluang kepadanya, sebaliknya pemuda itupun tak memikir bahwa dirinya membutuhkan waktu untuk beristirahat, sebab bila pikirannya mulai melayang-layang, bayangan tubuh Tham Bun-ki segera akan mengisi kekosongan tersebut.

   Ada kalanya, bila tengah malam tak bisa tidur, pemuda itu lantas memandang bintang yang bertaburan di langit sambil bertanya pada diri sendiru, haruskah aku menang? Ataukah harus kalah?"

   Seandainya dia menang, Sin-jiu Cian Hui akan menggunakan segala kemampuannya untuk mendapatkan sepasang biji mata Tham Bun-ki yang dipertaruhkan itu, kadangkala timbul niatnya untuk mengorbankan diri, sebab kendatipun gadis itu telah melukai hatinya, akan tetapi ia tak rela menyaksikan orang lain mencelakainya.

   Walau begitu, ia tak dapat mengendalikan perasaan ingin tahunya yang sangat, sampai kini meskipun baru pengetahuan dasar ilmu silat yang diajarkan Leng-kok-siang-bok kepadanya, namun semua itu belum pernah dikenalnya dahulu.

   Dengan gembira seperti anak kecil yang di beri baju baru dia menerima semuanya itu, makin lama sikap dan air mukanya mengalami banyak perubahan.

   cuma perubahan itu belum begitu kentara.

   Ia sendiripun agak terkejut atas perubahan dirinya, dia belum tahu bahwa hal yang paling luar biasa di dunia ini adalah "pengetahuan"

   Meskipun tidak berbentuk nyata, tapi pengetahuan bukan saja dapat mengubah jalan pikiran seseorang, dapat pula mengubah sikap serta wajahnya.

   Sampai detik itu, Leng-kok-siang-bok masih belum tercengang oleh kemampuan Hui Giok yang dapat menyerap pelajaran yang diberikannya, kebanyakan orang memang amat cepat menerima dasar-dasar pelajaran.

   Terhadap rombongan "ekor"

   Yang selama ini membuntuti mereka, mereka pun tidak terlalu merasa muak atau sebal, sebaliknya mereka merasa gembira di samping rasa ingin tahu, bahkan secara diam-diam mereka pun mengamati gerak-gerik orang-orang itu.

   Kadangkala Leng Han-tiok sengaja bertanya kenapa tidak kita hindari saja kuntitan makhlukmakhluk yang menjemukan itu?.

   Sambil tertawa dingin Leng Ko-bok akan menjawab "Mereka tidak menghindari kita, masa kita harus menghindari mereka?"

   Maka lambat laun Hui Giok mulai dapat mengenali watak yang sebenarnya dan kedua kakek itu.

   Dia tahu, di balik wajah yang dingin kaku dari kakek itu sebetulnya tersembunyi perasaan yang hangat.

   Begitulah, dengan langkah seenaknya akhirnya sampailah mereka di bukit Hong-san yang tersohor keindahan alamnya Leng-kok-siang bok berdua akan mencari suatu tempat yang sepi untuk mengajarkan serangkaian ilmu silat yang sulit Hui Giok.

   -OO00O- 0000OSi Jengger Ayam Pau Siau-thian berdiri di atas punggung kuda sambil meneropong ke depan, ia merasa gembira dan bangga sebab di kejauhan terdengar ada orang berkeplok memuji "Tak nyana Pau-lotoa mahir benar menunggang kuda!"

   Hek-lu-tui-hong (si keledai hitam pengejar angin) Cia Pin menjengek dan menimpali "Ya. memang hebat! Bandit kuda dari perbatasan tak lebih juga cuma begitu saja."

   Diam2 Pau Siau-thian menyumpah di dalam hati, masa dirinya disamakan dengan kaum bandit. Tiba2 dilihatnya Leng-kok-siang-hok dan Hui Giok sudah mulai mendaki gunung, maka ia pun berteriak "mereka sudah naik gunung!"

   Dengan gaya Yau-cu-hoan-sin (burung belibis berjungkir balik) ia melompat turun dan kudanya jangan kira badannya tinggi besar dan kaku, ternyata ilmu meringankan tubuhnya tidak jelek.

   Koan-jiya menghela napas panjang, setelah melirik sekejap ke arah rombongan di belakangnya pelahan ia berkata, setelah begini, pegunungan yang indah ini pasti akan rusak."

   Ia tak berani membayangkan bagaimana jadinya bila orang sebanyak itu sekaligus mendaki bukit kenamaan itu, tentu akan merusak keindahan alam di sana. Tiat-suipoa Yu Peng tersenyum.

   "Kalau begitu kita tak usah naik gunung bersama-sama". katanya "asalkan ada dua-tiga orang yang ikut naik ke sana kan sudah cukup, sedang lainnya menunggu di kaki bukit kau sama saja"

   "Ya, betul! Memang harus begitu"

   Teriak Koan jiya kegirangan, pendapat Yu-heng memang tepat tapi siapakah yang ditugaskan ikut naik ke atas gunung?"

   "Kalau aku sih lebih suka minum arak di bawah bukit, hidupku akan terasa lebih tenteram "

   Seru "si Jengger Ayam Pau Siau thian dengan cepat.

   "Di antara kita hanya Pau heng dan Cia-heng yang memiliki ilmu meringankan tubuh paling sempurna,"

   Tiat-suipoa Yu Peng berseru sambil tersenyum "Kukira kalian berdualah yang pantas menrima tugas ini?"

   Cahaya kebanggaan sempat memancar dari balik mata Keh-koan Pau Siau-thian namun di mulut dia pura2 menghela napas panjang seraya berkata dengan lagak seperti apa boleh buat.

   "Walau begitu. terpaksa aku harus melanjutkan perjalanan lagi."

   "Aku tidak ikut."

   Tiba2 Cia Pin yang bertengger atas keledai hitamnya menukas dengan ketus Tiat-suipoa tertegun mendengar perkataan itu, tapi dengan cepat ia berkata pula.

   "kalau begini, biar aku saja yang membuntuti mereka !"

   "Kalian tak usah pergi semua!"

   Seru Cia Pin lagi "setelah mendaki Hong san, memangnya mereka tak akan turun lagi?"

   Pau Siau-thian sengaja menengadah dan terbahak2.

   "Hahaha... betul memang betul mereka tentu akan turun lagi."

   Tertawanya berhenti setengah jalan. kemudian tambahnya dengan dingin.

   "Tapi hehehe apakah mereka suka kita ikuti dari belakang? Tidak mungkinkah secara diam2 mereka akan kabur"

   Menirukan lagak si Jengger Ayam, Hek lu tui liong ikut menengadah dan terbahak "Hahaha betul, mereka bisa kabur secara diam-diam"

   Sesudah berhenti sebentar, lalu sambungnya dengan nada dingin.

   "Jika mereka tidak menghendaki jejaknya kita ikuti, sejak mula sudah banyak kesempatan baik bagi mereka untuk kabur siapakah yang mampu menyusul kecepatan gerak Leng-kok-siang-bok? Jika dulu mereka tak kabur-kabur, mungkin kah sekarang mereka akan kabur?"

   Dengan perawakannya yang kurus kecil, ketika menirukan gaya serta gerak gerik Pau Siau thiau maka tampaklah gayanya yang kocak dan lucu, bukan saja semua orang dibuat bergelak bahkan Koan-jiya yang alim pun ikut tertawa geli.

   Tak terkirakan gusar Pau Siau-thian, matanya merah se-akan2 menyemburkan api.

   Hek-lu-tui-hong tidak perduli kemarahan orang sambil menuntun keledai hitamnya pelahan ia menghampiri sebuah pohon yang rindang dan duduk di situ lalu memesan sayur dan arak untuk bersantap.

   "Koan-jiya"

   Serunya kemudian sambil tertawa "mari kita bergembira dengan bebas."

   Sambil membelai bulu suri keledainya, ia bergumam lagi sambil tertawa"

   "Nak, ada sementara orang ternyata lebih goblok daripadamu tahukah kau manusia manakah itu? Coba lihatlah, hawa begini panas, tapi mereka ngotot hendak naik gunung. Haha lihatlah kita, bukankah lebih nyaman duduk di sini?"

   Tampaknya keladai hitam itu dapat memahami perkataan manusia, ia meringkik pelahan sambil anggukkan kepalanya, tentu saja mereka yang menyaksikan adegan ini tak dapat mengendalikan rasa gelinya.

   Hanya Keh koan Pau Siau-than seorang yang tidak tertawa, mukanya berubah jadi pucat kehijauan, matanya yang merah hampir saja melotot keluar.

   Untuk menyatakan bahwa ia tidak lebih bodoh daripada keledai, segera teriaknya dengan nyaring.

   "Hm, siapa yang bilang aku mau naik ke atas? Sejak tadi aku memang ingin duduk di sini!"

   Dengan langkah lebar dia menghampiri penjual makanan. setelah membeli daging dan arak ia pun bersantap dengan lahapnya. Sementara itu Tiat-suipou Yu Peng juga sedang berpikir.

   "Tampaknya apa yang dikatakan Cia Pin memang betul juga."

   Orang ini cukup cerdik, banyak akal dan pandai melihat gelagat, justeru karena kelebihan tersebut jenazah Koay-sin Hoa Giok yang sudah tertanam berhasil ditemukan oleh dia.

   Karena kelebihannya itulah maka Sin-jiu Cian Hui mengutusnya untuk mencari berita, bila orang lain, mungkin sejak dulu ia sudah bentrok dengan Cia Pin yang sombong dari Hui-liong piauwkiok.

   Begitulah, setelah berpikir dia sendiripun ikut duduk di bawah pohon untuk beristirahat.

   Sementara Ong gendut dengan senyum manis selalu menghiasi wajahnya juga sudah duduk di bawah pohon untuk makan minum.

   Maka di kaki bukit Hong-san lantas berubah menjadi suatu dusun yang ramai, meski dusun yang bersifat sementara.

   Ketika malam hampir tiba, di sekitar tempat itu bermunculan lagi penjual lentera, penjual makanan dan penjual arak, mereka berdatangan dari sekitar kota Ci-bun, kawanan jago silat itu duduk berkelompok mengitari lampu lentera sambil berpesta pora, ketika angin malam berembus, terasalah hawa yang sejuk.

   Tapi sehari sudah lewat tanpa kabar, menyusul kemudian hari kedua dan hari ketiga Leng koksiang- bok maupun Hui Giok belum juga muncul di kaki bukit.

   oOo oOOo oOo Di atas Hong-san ada awan, ada pohon siong batu karang serta sumber mata air Lautan awan di Hong-san begitu indah dan sedap dipandang.

   Lautan pohong siong membentang luas, batu padas berwarna warni, entah berapa banyak penyair dan pelukis yang terpesona oleh keindahan di puncak gunung tersebut.

   Tidak banyak sumber mata air di Hong san, tapi setiap sumber mata air yang ada tentu melukiskan suatu pemandangan yang menawan apalagi telaga Kiu-hong tham yang indah laksana seekor naga, betul-betul membikin orang terpesona.

   Hong-san adalah "gadis paling cantik"

   Bagi penyair dan pelukis, dan kini "gadis cantik"

   
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Itu mempesonakan pula Leng kok siang bok dan Hui Giok.

   Sang surya mulai terbenam, senja menjelang tiba pemandangan alam pegunungan Hong san tampak lebih cantik dan menawan hati.

   Hui Giok baru pertama kali ini mendaki gunung kenamaan mi, ia betul-betul kegirangan gembira seperti menemukan dunia baru.

   Sepanjang perjalanan mendaki gunung, pemuda itu selalu mengagumi akan betapa luasnya jagat raya ini, betapa besarnya kekuasaan Thian serta betapa kecilnya diri sendiri.

   Diam-diam ia menyesali dirinya yang tidak memiliki bakat sebagai penyair, sebagai seorang seniman, sehingga perasaan yang terpendam di dalam hati tak dapat tertumpah keluar.

   Leng-kok sian,g-bok yang berwajah kaku dan selalu bersikap dingin kini pun lebih sering memperlihatkan perasaannya yang hangat.

   Berdin di puncak Si-Sin-hong, dikelilingi lautan pohon siong yang menyelimuti lereng dan tebing curam, Leng Han-tiok tersenyum, pelahan ujarnya.

   "Aneh, kenapa orang-orang yang menjemukan itu tidak ikut naik ke sini?"

   "Mungkin mereka mengira kita akan turun gunung lewat jalan yang sama, maka dengan tenang mereka menunggu kita di bawah gunung,"

   Kata Leng Ko bok dengan tertawa.

   "padahal apa salahnya kalau kita melintasi Tiat-boan to, melewati puncak Si-sin-hong dan turun melalui sebelah belakang? Hehehe biar orang-orang yang menjemukan itu menunggu dengan gelisah."

   Leng Han-tiok memandang sekeliling tempat itu, entah karena pengaruh keindahan alam di sini mendadak manusia aneh yang berwajah dingin ini tertawa terbahak-bahak "Hahaha bagus. bagus sekali.."

   Cahaya senja telah lenyap, suasana hening malam sudah mulai kelam.

   Apa yang telah diputuskan kedua bersaudara ini tak pernah berubah, maka sesuai dengan rencana semula, mereka langsung mendaki puncak Sin li-liong untuk turun ke balik gunung sana.

   Sepanjang perjalanan kesempatan itu mereka gunakan untuk mengajarkan ilmu meringankan tubuh pada Hui Giok, jalan pegunungan ini terjal dan curam sehingga merupakan ujian berat bagi anak muda itu.

   Hui Giok riang gembira dan sama sekali tidak merasakan segala kesulitan itu, bahkan ia merasa gerakan tubuhnya sekarang beberapa kali lipat lebih lincah daripada hari-hari sebelumnya.

   Leng-kok-siang-bok saling pandang sekejap, keduanya sama-sama menampilkan rasa gembira dari sinar mata masing-masing.

   Setibanya di puncak Si-si hong nanti kata Leng Han-tiok dengan dingin.

   "Kau harus siap sedia belajar serangkaian ilmu pukulan Hm. Ku kira kepandaian ini belum tentu dapat kukuasai dengan cepat."

   Setiap kali ia berbicara dengan Hui Giok, suaranya tentu dingin dari kaku, namun Hui Giok sudah terbiasa dengan sikap seperti itu, bahkan menerimanya dengan senang hati.

   Dengan riang gembira ia menerima pesan itu, tiba-tiba dilihatnya Si sin-hong sudah mengadang di depan, dilihatnya pula bahwa ia semakin dekat dengan bintang yang berkedip di angkasa, cahaya bintang se-olah-olah berada di atas kepalanya.

   Cahaya bintang itu gemerdep tak hentinya.

   timbul kenangan khayalan di masa kanak-kanak.

   "Dapatkah bintang di angkasa kutangkap?"

   Mendadak suara Lang Han-tiok menyadarkan pemuda itu dari lamunannya. Di tengah kegelapan, terlihat Leng-kok-siang-bok berdiri dengan wajah terkejut.

   "Loji"

   Kata Leng Ko-bok sambil menatap tajam ke depan.

   "coba lihat sinar itu, apakah sinar lampu?"

   "Ya, betul,"

   Jawab Leng Han-tiok sambil mengangguk jelas sinar lampu.

   Bukan sembarangan urusan dapat membuat kedua bersaudara ini merasa kaget tapi dalam keadaan dan waktu seperti ini, di puncak Si-sin-hong yang terjal ini bisa muncul cahaya lampu, hal ini memang cukup membuat orang terperanjat.

   Angin gunung berembus makin kencang, Hui Giok merasakan hawa dingin yang muncul dan dasar kaki, mendadak Leng-kok-siang bok menerjang ke arah cahaya lampu itu.

   Ketika Hui Giok tenangkan diri, dirinya ternyata berdiri di atas sepotong batu yang menonjol keluar, rasanya "seperti berdiri di pusat bumi.

   Untuk mengejar gerak tubuh Leng-kok siang bok yang cepat itu tentu saja ia tak mampu, terpaksa ia duduk bersila di atas batu itu, embusan angin gunung mengibarkan bajunya, ia membenahinya dengan tak tenang.

   Tiba2 ia rasakan batu gunung yang didudukinya itu ikut bergerak, sekalipun hanya suatu goncangan yang pelahan, tapi dalam keadaan demikian cukup menggetarkan perasaannya.

   Dengan gerakan yang sangat berhati hati ia melompat turun, mendadak ditemukan di dasar batu gunung itupun ada setitik sinar.

   Ia terkejut, ia berpaling, tapi bayangan Leng kok-siang-bok sudah tertelan dalam kegelapan gunung.

   Hui Giok termenung sebentar, akhirnya ia berjongkok dan coba mendorong batu gunung itu.

   Hah, ternyata batu gunung itu dapat bergeser pelahan ke samping.

   Selarik sinar terpancar keluar dan bawah batu gunung dan terasa menyilaukan ia memejamkan mata, waktu membuka kembali matanya, dengan tangan rada gemetar ia mendorong lagi batu itu hingga muncul sebuah liang rahasia.

   Bau apek dan agak busuk berembus keluar dari liang tersebut, cepat ia berpaling ia meraba jantung sendiri berdetak keras.

   Leng-kok siang-bok belum juga kelihatan jejaknya, bintang yang bertaburan di angkasa seakan-akan jauh meninggalkannya, angin malam yang berembus lewat terasa bertambah dingin.

   Ia tidak bersuara, entah karena keberaniannya yang cukup atau hanya ingin menjaga harga diri, pemuda itu berdiri kaku di depan mulut liang itu sampai didengarnya suara rintihan dari dalam liang tadi.

   Rintihan itu sangat lemah, penuh penderitaan berduka dan rada gemetar, seakan akan sebatang jarum tajam dingin menusuk ulu hatinya.

   Hui Giok bergidik ia mengepal kencangkencang, peluh dingin membasahi telapak tangannya.

   Setelah rintihan pertama, menyusul terdengar pula rintihan kedua yang penuh menderita suara itu tersiar sayup-sayup dan terputus-putus.

   Rintihan tersebut membuat napas dan darahnya bagaikan air yang membeku di musim dingin.

   Ngeri dan seram ditambah lagi terkejut suara rintihan tersebut terasa sudah dikenalnya.

   Ya, suara itu sudah dikenalnya dengan baik tapi seketika itu ia tak ingat suara siapakah itu? Seperti juga impian buruk dimasa kanak-kanak, terasa samar-samar, tapi juga begitu jelas.

   Akhirnya ia menggigit bibir, mengaturkan mata terus melompat turun ke dalam liang rahasia itu.

   Pemuda yang aneh ini memiliki suatu keberanian yang luar biasa yang muncul secara tibatiba, ia berani menerima penderitaan yang tak sanggup dirasakan oleh orang lain, ia berani menghadapi kengerian dan keseraman yang tak berani dihadapi orang lain, justeru karena keberanian inilah ia telah banyak melakukan hal-hal yang tak berani dilakukan orang lain.

   Ini tidak berarti ia tak kenal arti keseraman bahkan kedua kakinya ketika itu terasa lemas karena ngerinya.

   Rasa takut yang muncul tatkala menghadapi bahaya adalah reaksi yang normal yang menunjukkan bahwa orang itu sehat dan berakal.

   Hanya saja pada pemuda ini ada kelebihan sedikit, ia mampu mengubah rasa ngeri menjadi keberanian dan keberanian adalah reaksi yang cerdik untuk menghadapi bahaya.

   "Blang!"

   Ia jatuh di atas batu yang keras dan dingin, cepat pemuda itu merangkak bangun dan coba meraba sekitar itu.

   Tatkala tangannya meraba, tiba2 ia merasa tangannya tidak meraba batu yang dingin lagi, tapi meraba sebuah tangan yang kaku kurus dan dingin.

   Suatu perasaan yang sukar dilukiskan segera timbul, ia melompat bangun dengan terperanjat.

   Ia memeriksa sekitar tempat tadi, di tengah remang-remang kelihatan di situ tergeletak sepotong kutungan tangan.

   Di samping kutungan tangan terdapat sebuah kotak kayu hitam yang buruk bentuknya, tiga atau lima kutungan telapak tangan yang sama terserak disisi kotak kayu itu.

   Semua kutungan tangan tadi sudah kisut, kering dan mengecil, itu berarti sudah terpotong cukup lama, terutama kuku-kuku pada kutungan tangan itu kelihatan berwarna pucat kelabu.

   Hui Giok merasa mual dan ingin muntah, cepat anak muda itu berlari ke depan sana sambil mendekap mulutnya, tapi akhirnya tertumpah juga air kecut dan perutnya.

   Ia coba menengadah, dilihatnya didepan sana adalah sebuah lorong sempit, sebuah obor yang hampir habis terbakar tertancap di dinding karang bawah obor ada sebilah kutungan pedang, gagang pedang berada di sebelah kiri, ujung pedang terlempar di sebelah kanan ada potongan secomot rambut, maju lagi ke sana terdapat secarik kain seperti ujung jubah yang terpapas oleh senjata.

   Di ujung lorong sebelah kiri tampaknya terdapat sebuah gua cahaya terang terpancar keluar dan situ, di tengah cahaya lamat2 ada sesosok bayangan hitam yang panjang tercetak di atas batu yang kelabu, Anehnya, meski Hui Giok sudah mengeluarkan suara muntah tadi, suasana dalam gua tetap hening,se-akan2 semua penghuninya sudah mampus.

   Hui Giok menyeka ujung bibirnya dengan tangan, tiba-tiba suara peletikan api memecahkan keheningan, api obor padam dan lorong itu menjadi gelap gulita, angin dingin yang berembus kencang membekukan punggung.

   Tanpa terasa ia menyurut mundar beberapa langkah.

   Tapi suara rintihan yang penuh penderitaan dan cukup dikenalnya tadi seakan-akan mendengung lagi di tepi telinganya.

   Sambil membusungkan dada ia maju selangkah demi selangkah, pikimya "Bagaimana pun kedatanganku ini tidak bermaksud jahat, masa orang lain akan memperlakukan diriku dengan jahat."

   Orang yang berhati mulia selalu mempunyai jalan pikiran yang mulia pula terhadap orang lain dan seringkali jalan pikiran yang mulia akan mengurangi rasa gugup yang mencekam perasaannya.

   Berpikir demikian, ia terus maju ke depan cahaya lampu di depan terasa makin dekat, jantung pun makin berdebar.

   Namun bayangan hitam di balik sinar tetap tak bergerak, tampaknya bayangan manusia itu duduk menghadap ke arah sinar api.

   "Mungkinkah bayangan manusia itu yang mengeluarkan suara rintihan? jangan jangan dia sudan mati."

   Mendadak ia menerjang ke sana, sesosok bayangan punggung berwarna putih segera terlintas dalam pandangannya itulah baju yang putih mulus dan rambut yang hitam.

   Kakinya terasa lemas, ia tak mampu maju lagi barang selangkah pun Tiba-tiba orang itu berpaling, itulah seraut wajah yang penuh derita.

   penuh kedukaan dan sudah dikenal olehnya, seketika ia tergetar.

   Pada detik itu beratus macam pikiran terlintas dalam benak Hui Giok dan mengalami perubahan yang kalut, akhirnya perasaan tersebut membeku dan berubah menjadi rasa kaget, heran dan girang.

   Perasaan yang bercampur aduk, sebab raut wajah yang muncul di depannya ini sedemikian pucat.

   Sedemikian berduka dan lagi dikenalnva dengan baik raut wajah tersebut seakan-akan sebuah cambuk yang tak berwujud yang mencambuk lubuk hatinya yang dalam "Ken ..kenapa bisa kau?"

   Jeritnya gemetar.

   Mimpi pun ia tak menyangka orang yang duduk bersila di dalam gua rahasia di puncak Hongsan yang sepi ini bukan lain adalah Leng-goat-siancu Ay Cing.

   Leng-goat-siancu Ay Cing berpaling, dilihatnya sesosok bayangan berdiri di balik kegelapan sana, waktu itu ia belum sempat melihat jelas wajah Hui Giok, tapi jeritan kaget pemuda itu telah menggetarkan daya ingatannya, tanpa terasa ia pun berseru kaget.

   "Ken . kenapa bisa kau!"

   Hui Giok menerjang maju, tapi mendadak langkahnya berhenti pula.

   Gua itu adalah sebuah gua yang amat dalam batu karang yang mencuat ke sana kemari memantulkan sinar berwarna warni ketika tertimpa oleh sinar lentera yang redup.

   Di bawah batu yang berwarna-warni dan menonjol keluar itu duduk bersila dua orang, yang di sebelah kiri berwajah pucat tapi bersih berkening lebar dan basah oleh butir keringat, rambut yang hitam dikundai jadi satu, tapi tak rapi, baju yang semula bersih sekarang sudah dekil dan mengenaskan cuma sinar matanya masih setajam sembilu, tatapannya yang tajam sedang mengawasi orang yang duduk di di depannya, kedua telapak tangannya terungkap di depan dada, di tengah kedua telapak tangannya terjepit sebatang ujung pedang.

   Ujung pedang itu mengkilat selisihnya cuma satu inci di depan dadanya, batu karang yang didudukinya sudah mencekung ke dalam karena tindihan badannya yang berat.

   Dia duduk tak bergerak melirik sekejap pun, tidak ke arah Hui Giok meski kemunculan pemuda itu sangat tiba-tiba.

   Di bawah sinar lampu yang redup, mereka bagaikan dua arca yang terbuat dari batu.

   Orang itu juga sudah dikenal oleh Hui Giok, dia tak lain adalah seorang tokoh persilatan yang namanya pernah menggetarkan dunia Kangouw.

   Dialah Cian jiu suseng, sastrawan bertangan seribu yang disegani setiap insan persilatan.

   Di sebelah sana duduk pula seorang lelaki, dia juga bermuka pucat, baik rambutnya yang digulung dan bajunya yang putih dan sudah menjadi dekil, sinar matanya yang tajam juga menatap musuh tanpa berkedip, ia juga merangkap kedua tangannya di depan dada, di antara telapak tangannya menjepit sebilah ujung pedang, ujung pedang itu pun hampir menyentuh dadanya.

   Orang ini juga sangat dikenal oleh Hui Giok sebab dia adalah seorang tokoh persilatan yang namanya menggetarkan dunia Kangouw.

   ia pun bukan lain daripada Cian-jiu-suseng, si sastrawan bertangan seribu yang disegani.

   Aneh bin ajaib! Ada Jian-jiu suseng kembar"

   Mereka berdua duduk berhadapan kedua ujung pedang berdempetan satu dengan yang lain dalam keadaan begini, bila salah seorang mengendurkan tekanan telapak tangannya niscaya akan binasa dengan dada berlubang.

   Jelas kedua orang itu sedang bertarung mati-matian dengan saling mengerahkan segenap tenaga dalam masing-masing, rupanya kedua pihak saling ngotot dan bertahan siapapun tak mau mengendurkan tekanan tenaganya.

   Sejak dulu pertarungan mengadu jiwa yang sering terjadi belum pernah ada pertarungan sengit yang sedemikian tegang seperti apa yang dilakukan kedua orang ini.

   Kecuali mereka berdua bersamaan waktunya menghapus tenaga dan berbareng melompat mundur kalau tidak, jika salah seorang diantaranya mengundurkan diri atau mengendurkan sedikit tenaganya niscaya pedang yang berada digenggaman musuh akan menghujam hulu hatinya dan merenggut nyawanya.

   Ditinjau dan potongan tubuhnya, raut wajahnya, kedua orang itu ibaratnva pinang dibelah dua, meski jumlah manusia tak terhitung banyaknya di dunia ini, namun kecuali saudara kembar, tak mungkin kiranya ada dua orang yang memiliki wajah maupun potongan badan yang sama.

   Tapi sungguh aneh, jika mereka saudara kembar, mengapa kedua orang ini bisa terlibat dalam permusuhan begini? Hui Giok terkesima hampir tak percaya pada apa yang terlihat, mimpi pun ia tak menyangka akan menyaksikan adegan yang mendebarkan hati ini, terasa tubuhnya seakan-akan ikan yang beku di antara timbunan salju, kaku dan tak sanggup bergerak.

   Cahaya lampu menyinari pedang yang berwarna hijau, gemerdep sinar itu seolah-olah tatapan mata sekelompok manusia yang menghina kerlipan mata yang mengejek ditambah pula pantulan cahaya yang berwarna warni dari batu gua, hampir saja ia mengira dirinya sedang bermimpi buruk.

   Akhirnya ia menggeser sorot matanya ke arah Ay Cing.

   Mendadak ia menjerit, pakaian Ay Cing yang putih itu penuh berlepotan darah, di antara gumpalan darah tertancap berpuluh jarum yang bersinar.

   Hui Giok merasa berkunang-kunang matanya, kakinya terasa lemas dan "bluk", akhirnya jatuh terduduk di tanah Ia tak habis mengerti, musibah mengerikan apakah yang telah terjadi di dalam gua ini? ia tak mengerti, dendam kesumat apakah yang melihat kan ketiga orang ini sehingga kecuali pilihan antara hidup dan mati, seakan-akan di dunia ini tiada jalan lain yang mampu menyelesaikan urusan mereka.

   Tiba-tiba ia teringat pada kejadian dulu, pada malam ketika ia baru kabur dari Hui-liongpiaukiok.

   Malam tersebut adalah malam yang paling mendebarkan baginya bila terbayang kembali.

   Tiba-tiba ia teringat pula pada waktu mereka membicarakan asal-usul Leng goat-siancu, lalu terlihat perubahan air muka Kim-tong giok-li.

   Semua itu bukan saja tak dapat menjelaskan keadaan sekarang sebaliknya malah menambah keseraman kengerian serta kemisteriusan masalah ini.

   Dengan bingung ia duduk di lantai.

   Dengan pandangan yang sedih dan hampa Leng goat siancu memandang beberapa kejap ke arahnya Dadanya yang montok bergelombang naik-turun, berpuluh batang jarum menantap disekitar situ dan bergetar mengikuti guncangan itu.

   Kemudiau ia berpaling, memandang kedua "arca"

   Yang sedang mengadu jiwa itu.

   kini di dunia ini tiada seorang atau kekuatan apa pun dapat mengalihkan kembali perhatiannya, memencarkan rasa kuatirnya, sebab dia dan salah satu di antara mereka itu mempunyai hubungan yang sangat eray, mempunyai hubungan yang terukir dan tak mungkin terhapus selamanya yakni hubungan cinta, dendam, budi dan benci.

   Kilasan cahaya yang terpantul menyinari wajah kedua orang itu, sebentar tampak berubah sepucat kertas sebentar berubah semerah darah, sebentar lagi merubah jadi hijau kelabu, cahaya keputus-asaan..

   Suasana terasa hening, sepi dan menyesakkan napas, hanya angin yang berembus pelahan, seperti ada seperti juga tak ada.

   Mendadak, pedang panjang itu bergeser ke sebelah kiri, makin lama semakin menempel di atas pakaian orang di sebelah kiri, pelahan tampak otot hijau di atas keningnya menonjol keluar nyatanya berubah jadi merah berapi.

   Leng-goat-siancu terbelalak terlihat rasa kuatir kejut dan cemas, tubuhnya gemetar.

   Dia begitu menguatirkan keselamatannya perhatian yang mendalam ini sampai Hui Giok yang berada di belakangnya juga dapat merasakannya.

   Pemuda itu terheran-heran, ia berpikir kenapa ia tidak membantunya? Cukup tangannya bergerak dan orang di sebelah kanan akan segera terancam bencana."

   Ia mengerti siapapun di antara kedua orang itu tak akan mampu membendung tenaga serangan yang datang dari pihak ketiga, sekalipun tinju seorang anak kecil sudah cukup membikin amblas nyawa mereka.

   Dia ragu juga heran, ia tak tahan dan perlahan berdiri, dia ingin memberikan suatu pukulan ringan pada orang yang berada di sebelah kanan itu.

   Cukup pukulan yang enteng akan dapat membebaskan orang di sebelah kiri itu dari ancaman bahaya.

   Walaupun ia mempunyai budi dan dendam dengan kedua orang itu tapi ia tak dapat membedakan siapakah di antara mereka yang pernah menutuk jalan darah bisu tulinya, ia bertindak hanya demi Leng-goat-siancu, sebab ia merasa utang budi dan merasa amat berterima kasih kepadanya.

   Pada saat itu pelahan pedang itu bergeser maju lagi ke arah kanan, makin lama semakin menempel baju orang di sebelah kanan itu.

   Air muka orang di sebelah kiri mulai kelihatan tenang, sebaliknya air muka orang di sebelah kanan semakin tegang oleh rasa kuatir dan ngeri.

   Diam-diam Hiu Giok mengembus napas lega ia berpaling ke arah Leng-goat-siancu tapi apa yang dilihatnya adalah perempuan itu masih juga berduduk dengan gemetar dan wajah penuh rasa kuatir.

   Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Rasa kuatirnya yang sangat dan perhatiannya yang besar ternyata juga tertuju kepada orang di sebelah kanan.

   Hal ini membuat Hui Giok terkesima, dengan kebingungan ia duduk pula di tanah Apa yang dibayangkannya, begitu rumit persoalan antara ke tiga orang itu sungguh sukar untuk dimengerti.

   Cahaya lampu masih gemerdep, pertarungan mengadu jiwa ini seakan-akan berlanjut tanpa batas, suasana yang mencekam menyesakkan napas seperti bukit yang menindih tubuh membuat Hui Giok tak dapat berbuat apa-apa.

   Leng-goat siancu Ay Cmg masih juga berduduk seakan-akan sudah lupa akan kehadiran anak muda itu.

   Sinar matanya masih berkisar antara kedua orang itu, tatapan yang hampa, sedih dan kuatir "Hui Giok! Kau berada di mana?"

   Tiba-tiba terdengar suara orang memanggil berkumandang dari kejauhan.

   Suara itu meski sayup-sayup dan berasal dari tempat jauh, tapi berkumandang tiada putusnya ke dalam lorong seperti terbawa embusan ingin.

   Sekali mendengar suara itu siapapun akan tahu orang yang bersuara itu bertenaga besar, tak perlu disangsikan lagi pasti seorang tokoh persilatan yang berilmu tinggi.

   "Siapakah dia?"

   Ay Cmg berpaling seraya membentak Hui Giok menundukkan kepalanya, ia tak berani beradu pandang lagi dengan dia, jawabnya.

   "Mereka adalah orang yang mendaki Hong-san bersamaku"

   Air muka Leng-goat-siancu berubah pucat "Apakah mereka juga menemukan gua ini?"

   Tanyanya kuatir.

   "Mungkin..."sahut Hui Giok tergagap setelah merenung sejenak. Ay Cing berbangkit dengan kaku, jarum yang penuh menancap ditubuhnya itu pun bergetar.

   "Kena... kenapa kau?"

   Tanya Hui Giok dengan air muka berubah cepat ia pun berdiri. Tapi sebelum ia memayangnya, perempuan itu telah duduk kembali dengan lemas sambil berbisik "Beritahukan kepada mereka agar tangan masuk ke sini!"

   Hui Giok menunduk memandangi wajah yang pucat itu memandang noda darah yang membasahi tubuhnya, jarum yang berkilat itu.

   Setiap orang yang berperasaan tak akan menolak permohonan perempuan yang sedang berduka dan harus dikasihani ini, apalagi dia adalah Hui Giok yang berhati mulia, berutang budi dan amat berterima kasih kepadanya? Tanpa ragu ia putar badan terus lari keluar, bahkan sama sekali tidak bertanya.

   "Mengapa?"

   Maklumlah. untuknya, apa pun pasti akan dilakukannya. Suara langkah yang enteng kian lama kian menjauh. Leng-goat-siaocu memutar badannya dan titik air mata jatuh membasahi ujung jarum yang berkilat itu.

   "Mengapa? Mengapa kalian harus begini..."

   Keluhnya penuh kedukaan.

   Padahal ia mengetahui dengan jelas kenapa ke kedua orang itu berbuat demikian.

   Tak lain tak bukan adalah karena dia.

   Karena budi dan benci yang terjalin dengan tetesan air mata dan darah, karena takdir yang tak bisa dilawan, karena watak pembawaan manusia.

   Jilid ke~ 14 Keluhan yang penuh kepiluan itu bahkan tidak berhasil menggerakkan sinar mata kedua orang di hadapannya, jarak antara mati dan hidup bagi mereka ibaratnya jarak ujung pedang di depan dada mereka.

   Akhinya, dengan putus asa Ay Cmg menghela napas, ia menunduk dan memandang ujung jarum yang memenuhi tubuhnya.

   Jarum tersebut dia yang menusuknya satu per satu ke tubuh sendiri, tapi sayang, tindakan yang mengerikan itu tetap gagal mencegah pertarungan mengadu jiwa antara kedua orang itu, sedang penderitaan badaniah juga sama sekali tak dapat mengalihkan penderitaan batinnya.

   Ia termenung putus asa, tiba2 tersembul senyuman pada wajahnya.

   Sebab dia tahu, bagaimanapun jua, hari ini nasibnya yang penuh penderitaan dan kepedihan serta pertikaiannya dengan kedua orang ini, baik soal cinta, dendam, budi dan apapun akan mengalami penyelesaian yang abadi.

   Dalam pada itu Hui Giok sedang berlari ke luar, lorong rahasia yang dirasakan amat panjang dan tiada habisnya ketika datang tadi, sekarang rasanya berubah menjadi jauh lebih pendek.

   Dalam sekejap ia sudah mencapai ujung lorong, ia lihat cahaya yang memancar masuk ke lorong rahasia.

   Sambil mengembuskan napas lega ia berpikir.

   Lorong rahasia ini sangat gelap gulita, pantas Leng-si-hengte belum juga menemukan jalan masuk lorong ini.

   Berpikir demikian, kembali ia membatin "Mungkin sinar lampu yang mereka lihat tadi terpancar keluar dari celah2 gua di mana Leng goal siancu berada, tentu saja mereka tak menemukan tempatnya, sebab di situ tidak ada pintu masuknya.

   Berpikir demikian ia lantas melompat ke atas, telapak tangannya bertahan pada pinggiran gua dan melejit ke atas.

   Kungfunya sekarang telah peroleh kemajuan yang pesat, tatkala badannya mengapung ke atas tiba2 sebuah telapak tangan yang dingin mencengkeram urat nadi pergelangan tangannya, suatu kekuatannya yang amat besar menariknya ke atas"

   "Jangan tegang, aku.."

   Orang itu berbisik sesudah kaki menginjak permukaan tanah di bawah sinar bintang tertampaklah Leng-kok-siang bok yang bermuka dingin sedang memandangnya dengan penuh perasaan kuatir.

   "Ke mana kau telah pergi? Apakah menemukan sesuatu?"

   Segera Leng Han-tiok menegur.

   "Meskipun dingin suaranya tapi penuh rasa kuatir dan perhatian besar, Hui Giok merasakan betapa hangatnya sikap mereka berdua, perasaannya seperti halnya bertemu dengan sanak keluarga sendiri. Secara ringkas ia ceritakan kejadian aneh yang ditemuinya barusan kemudian dengan nada bersungguh-sungguh ia memohon kepada mereka agar jangan ikut masuk ke dalam gua rahasia, selamanya ia tak pernah menipu selamanya tak pernah berbohong untuk mencapai apa yang diinginkan. Secara jujur dan berterus terang ia memohon, cara demikian biasanya dapat membuat orang sungkan untuk menolak permintaannya. Leng-kok-Siang-bok tercengang sehabis mendengar penuturan tersebut Bahkan bagi Leng kok-siang-bok yang angkuh dan dingin, nama besar Cian jiu-suseng serta Leng goat-siancu cukup cemerlang. Dengan rasa terkejut mereka saling pandang sekejap, tiba-tiba Leng Han-tiok tertawa.

   "

   Siapa yang percaya? Siapa yang akan percaya!"

   Gumannya "Percaya apa?"

   Tanya Hui Giok bingung.

   "apa yang kukatakan adalah kejadian yang sebenarnya!"

   "Siapa tahu bahwa seorang pemuda yang mempunyai hubungan yang sangat akrab dengan Liong-heng pat-ciang, Leng-goat siancu dan Kim-tong-giok-li, sebetulnya cuma seorang yang tak mahir ilmu silat,"

   Tukas Leng Han-tiok sambil tertawa.

   "dan siapa pula yang menyangka kalau pemuda yang sama sekali tak berilmu silat itu dalam waktu setahun telah mempunyai nama besar yang menggetarkan dunia persilatan?"

   "Ya, mungkin kejadian tersebut merupakan peristiwa yang belum pernah terjadi di dunia persilatan.

   "Leng Ko bok menambahkan sambil tersenyum. Sejak kedua orang ini berkumpul dengan Hui Giok, senyuman yang menghiasi wajah mereka sudah bukan kejadian yang aneh. Kadang2 kemulian dan kebajikan serupa embusan angin di musim semi yang hangat dan dapat melumerkan salju yang dingin. Hui Giok melenggong "Kukira kalian sedang keheranan dan tidak percaya pada apa yang kukatakan "

   Gumamnya.

   Leng Han tiok tersenyum "Jian-jiu-suseng yang termasyhur dalam dunia persilatan ternyata ada dua? sekujur badan Leng-goat-siancu tertancap jarum, walaupun semuanya merupakan kejadian yang cukup bikin orang ter-heran2, tapi semua kejadian itu bila dibandingkan dengan kejadian yang menimpa dirimu, semua itu tidak terhitung apa2, hanya kau sendiri saja tidak mengetahuinya!"

   "Bila kau hendak turun ke bawah lagi, cepatlah lakukan!"

   Ujar Leng Ko-bok.

   "Kami akan menantimu di sini"

   Hui Giok termangu sejenak, seakan2 sedang meresapi makna ucapan mereka, seakan-akan merasa aneh mengapa kata-kata mereka dapat berubah selembut itu.

   Kemudian ia tertawa dengan rasa terima kasih lalu ia melompat turun lagi ke dalam liang rahasia.

   Memandang bayangan pemuda yang lenyap di dalam liang, Leng Ko-bok menghela napas panjang dan berkata.

   "Ai, bocah ini.. selamanya ia lebih memperhatikan urusan orang lain daripada urusan sendiri". Leng Han-tiok tersenyum, tiba-tiba ia berkata dengan kening berkerut "Sungguh tak nyana Jian-jiu-suseng itu ada dua orang, pantas orang persilatan sama bilang tindak tanduk Jian jiususeng kadang baik dan sering juga jahat, jejaknya sukar diikuti, hari ini berbuat kebaikan di wilayah Kanglam, besok paginya sudah berbuat kejahatan di wilayah Hopak, maklum, pemegang perannya ternyata ada dua orang kembar. Leng Ko-bok menghela napas panjang.

   "Sebetulnya dalam dunia persilatan terdapat banyak tokoh-tokoh semacam dongeng, banyak cerita yang luar biasa, tapi di balik manusia dan cerita tersebut seringkali tersimpan sesuatu yang tak akan di ketahui orang dan merupakan rahasia sepanjang jaman, seperti halnya... seperti halnya..."

   "Seperti halnya dengan kita berdua bukan?"

   Sambung Leng Han-tiok.

   Dua orang bersaudara itu saling pandang dengan tersenyum, betapapun kencangnya angin malam yang berembus di puncak Hong-san tak nanti akan membuyarkan senyuman pada wajah kedua orang itu.

   Sinar bintang semakin redup, karena kabut tebal telah menyelimuti lereng pegunungan itu.

   Di dalam lorong rahasia menggemalah suara Leng-goat-siancu yang memilukan dan menyayat hati "Sudahlah, hentikan pertarungan mengapa kau harus berbuat demikian.

   Dendam kesumat pada empat puluh tahun yang lalu apakah tak dapat diselesaikan sampai di sini saja? Apalagi dia...

   dia sudah sudah menyadari kesalahannya?"

   Tanpa sadar Hui Giok meringankan langkah kakinya, Terdengar ia berkata lagi.

   "la telah menerima penderitaan serta penghinaan yang tak dapat diterima oleh siapapun, semua ini bukankah lantaran kau? Apakah semua itu masih belum cukup untuk menebus kesalahannya pada masa kecil? Tidak seharusnya kau desak dia sehingga buntu, kau... kau ... masakah kau tega membinasakan saudara kandungmu sendiri."

   Betapa sedih dan memilukan ucapan tersebut, membuat siapapun akan iba bila mendengarnya.

   Hui Giok merasakan kepedihan yang luar biasa muncul dari hati sanubarinya langkah kakinya semakin ringan.

   Kata-kata memilukan itu terputus, lalu disambung lagi lebih jauh.

   "Tiong jim, kau sudah menerima banyak penderitaan serta percobaan, apakah kau tak dapat bersabar sedikit lagi? Bagaimanapun juga, engkaulah yang salah? Engkau yang salah lebih dulu kepadanya, bukankah demikian?"

   Kata-kata yang diselingi isak tangis kembali menggema.

   "Aku tahu semuanya ini lantaran diriku, bila tiada aku, sebetulnya kalian dapat dapat lebih sabar, tapi, kalian harus tahu aku juga manusia, dapatkah kusaksikan semua kejadian ini?? Aku bersedia mati di hadapan kalian detik ini juga, tapi... tapi aku tak tega menyaksikan salah seorang di antara kalian mati ditangan kalian sendiri, darah..."

   Perkataannya terhenti, dalam lorong yang seram hanya bergema kata "darah", kata tersebut mendengung tiada hentinya. Bagaimanapun jua darah adalah cairan yang kental"

   Katanya lagi dengan terisak kumohon kepadamu... lepaslah tangan kalian, mau bukan?"

   Hui Giok hampir saja tak berani bernapas keras-keras, selangkah demi selangkah ia maju ke muka dan akhirnya tiba di ujung sana.

   Sinar lampu masih redup, ia memandang ke depan, suatu pemandangan yang mengerikan.

   Siapa tahu, pada waktu sorot matanya bergeser air muka orang di sebelah kiri yang kaku seperti arca tiba-tiba mengalami perubahan, menyusul perubahan yang hampir sukar terlihat itu, kedua telapak tangannya yang dirangkap satu sama lain itu mendadak mengendur dan terbuka.

   Air muka Leng-goat-siancu berubah hebat "Tiong-jim .

   "

   Teriaknya.

   Belum habis teriakan tersebut, terkilas senyuman pada wajah orang di sebelah kanan, telapak tangannya yang dirangkap menjadi satu tiba-tiba juga direntangkan keluar.

   Ujung pedang yang tajam seketika menancap di dada .

   , .

   hampir bersamaan waktunya menancap di dada mereka.

   Darah kental berwarna merah bermuncratan, darah panas masing-masing muncrat ke tubuh lawan, darah mereka saling berbaur, tubuh mereka saling menempel, mereka tak dapat menyaksikan lagi kesedihan atau kegembiraan Ay Cing, hanya jeritan kaget melengking perempuan itu akan menggema untuk selamanya di telinga mereka, mengiringi mereka menuju ke alam yang baka.

   Detak jantung orang yang di sebelah kiri telah berhenti, dia adalah sang kakak ia sedetik lebih cepat meninggalkan dunia yang fana ini daripada lawannya, ia sedetik lebih cepat mengakhiri hidupnya.

   Orang di sebelah kanan mulai mengatupkan kelopak matanya, tapi tenggorokannya masih sempat meninggalkan serentetan suara.

   "Baa..bagaimana pun jua, dia, dia tetap menyayangi aku."

   Suara itu makin lama makin lirih, dan akhirnya lenyap bersama jiwanya, pertarungan telah berhenti, jiwa pun lenyap.

   Cinta, dendam, budi, benci, akhirnya ikut hanyut bersama buyarnya kehidupan mereka! Semua pertikaian yang sukar diselesaikan semua dendam kesumat yang terukir dalam hati, semua penderitaan maupun kegembiraan akhirnya dengan paruh harus tunduk di hadapan kematian.

   Hanya darah kental mereka berdua masih menetes dan menggumpal menjadi satu, hingga sukar untuk dibedakan lagi.

   Kehidupan kedua bersaudara yang penuh keanehan dan cemerlang, tapi juga penuh derita itu hampir dimulai pada saat yang sama, dan sekarang juga berakhir hampir pada waktu yang sama.

   Leng-goat-siancu bukan dewi lagi, pada saat itu, baik jiwa maupun raganya seakan-akan berubah jadi beku, jerit lengking yang memekak telinga masih mendengung dalam lorong rahasia, masih mendengung di telinga Hui Giok.

   Ia berdiri dengan kaku, hingga Ay Cing menjerit untuk kedua kalinya sambil menubruk tubuh kedua orang itu.

   Hui Giok merasa suasana sedemikian hening seakan-akan dunia telah kiamat, isak tangis yang semula masih terdengar, lambat laun pun lenyap satu ingatan tiba2 berkelebat dalam benaknya.

   "Leng-goat siancu sangat sedih mengapa tidak menangis?"

   Bagaimanapun dia memang anak yang pandai, ia tahu hanya ada dua jawaban atas pertanyaan ini.

   Kecuali rasa sedih yang kelewat batas membuatnya jadi kaku dan tak sadar atau dia tidak perlu sedih lagi karena ia telah mengambil keputusan nekat akan bunuh diri.

   Tak terkirakan rasa kuatirnya setelah berpikir demikian, cepat ia memburu maju dan berseru dengan gemetar "Ay, kau...

   kau...

   pelahan Leng-goat siancu berpaling, meski wajahnya yang pucat masih penuh air rnata, tapi kerlingan matanya yang tajam menunjukkan keteguhan hatinya.

   Ia memandang beberapa kejap ke arah Hui Giok, lalu menjawab.

   "Anak Giok, kembali kita berjumpa lagi"

   Kata-kata yang seharusnya diucapkan semenjak tadi ternyata baru sekarang dikatakan, tentu saja arti katanya sudah jauh berbeda. Diam-diam Hui Giok menghela napas, Ai selama beberapa hari belakangan ini, kau. Kau sebenarnya dia ingin bertanya.

   "Baik kah kau?"

   Tapi dalam keadaan seperti ini, tiba-tiba ia merasa pertanyaan semacam itu sebenarnya tak perlu diajukan. Maka iapun menghela napas pula dan berkata.

   "Beberapa bulan berselang aku telah bertemu dengan..."

   "Aku tahu,"

   Tukas Ay Cing sambil mengangguk "akulah yang suruh mereka ke sana, anak Giok . kau tahu aku menyukai dirimu, sebab jarang sekali orang berhati mulia yang kujumpai di dunia ini."

   Hui Giok berusaha menekan rasa sedihnya, tapi himpunan kepedihan di dalam dada terasa bagaikan batu besar yang menindihnya sehingga tak mampu berbicara.

   Di antara kilatan cahaya yang terpantul dan batuf tiba-tiba Leng-goat-siancu tersenyum, senyuman dalam kepedihan ini tampak jauh lebih mengharukan dari pada isak tangis.

   Dengan senyuman semacam itu dia amati Hui Giok beberapa kejap, kemudian ucapnya dengan lembut.

   "Aku benar-benar gembira karena dapat berjumpa lagi denganmu, kau... kau banyak berubah dan lebih besar daripada dulu, sekarang kau... tampak sebagai seorang laki-laki dewasa daripada seorang bocah. Ai dapat menyaksikan kau tumbuh dewasa, sungguh hal yang sangat baik."

   Ia memandang kegelapan di kejauhan, itulah sinar mata yang penuh kepedihan penuh kedukaan dan kehampaan. Hui Giok menunduk, katanya dengan tergagap.

   "Lain waktu, kau dapat lebih sering bertemu denganku..."

   Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba ia berbisik lagi.

   "Bo.. bolehkah kucabutkan jarum yang menancap di tubuhmu itu?"

   Pandangan Ay Cing masih terarah ke tempat jauh seakan akan tidak mendengar perkataannya. Seakan-akan tenggelam dalam kenangan masa silam yang penuh dengan suka dan duka, lama dan lama sekali, akhirnya ia menghela napas.

   "Sekarang, kau telah dewasa, entah masihkah kau menurut pada perkataanku seperti dulu?"

   "Apa yang kuperintahkan kepadaku, pasti... pasti akan ku lakukan nya,"

   
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Sahut Hui Giok cepat. Kembali senyuman tersembul di wajah Ay Cing.

   "Benarkah itu? Baiklah, kalau begitu, sekarang lekaslah kau berlututlah dan bersumpah akan memenuhi tiga permintaanku, bagaimana pun dan apa pun yang terjadi kau harus melaksanakan menurut permintaanku dan tak akan kau pungkiri."

   Seandainya orang lain yang mengucapkan kata-kata ini tentu ia akan mempertimbangkan lebih dulu, sebab ia kuatir orang akan menyuruhnya melakukan sesuatu yang tak diinginkannya.

   Tapi Ay Cing, seperti memiliki suatu kekuatan gaib, tanpa berpikir Hui Giok lantas berlutut seraya berseru dengan lantang.

   "Aku Hui Giok, apabila , . apabila .."

   Ia tak pandai bersumpah, maka tidak tahu apa yang harus diucapkannya. Terpaksa Ay Cmg membantunya.

   "Apabila tak mengikuti apa yang dikatakan Ay Cing, biarlah aku disambar geledek dan mati secara mengerikan!"

   "Ya, begitulah, aku Hui Gtok, apabila tidak mengikuti apa yang dikatakan Ay Cing, biar disambar geledek dan mati secara mengerikan!"

   Demikian Hui Giok menirukan. Kemudian sambil melompat bangun, tanyanya "Apa permintaanmu?"

   Dengan sedih Ay Cmg menghela napas.

   "Pertama, mulai sekarang sampai akhir hidupmu, selamanya tak boleh melukai hati perempuan mana pun jua, baik kau mencintainya atau tidak asal ia baik kepadamu maka kaupun harus baik-baik melindunginya, peduli alasan apa pun, tak boleh membiarkan dia dicelakai atau dirugikan orang lain, Bersediakah kau?"

   "Aku memang tak mengizinkan orang lain mencelakai atau merugikan seorang perempuan yang baik kepadaku,"

   Seru Hui Giok segera.

   Sinar kepedihan terpancar keluar dan balik mata Ay Cing, pelahan katanya lagi "Sepintas lalu, pekerjaan ini tampaknya gampang dilaksanakan padahal Ai, sulit..

   sulit sekali, sebab di dunia ini selalu akan muncul pelbagai alasan yang aneh2 yang akan membuat kau mau-tak-mau harus melakukan perbuatan jahat terhadap orang yang kau cintai itu!"

   "Tidak, selamanya aku tak kan berbuat demikian,"

   Seru Hui Giok sambil membusungkan dada, Dengan perasaan lega Ay Cing mengangguk.

   "Anak baik, ingat baik-baik perkataanmu hari ini. Kedua, aku minta kau bersedia menemani aku selama tiga hari di sini, walaupun penderitaan apa pun yang akan kau alami, kau tak boleh meninggalkan aku. Ai, tiga hari ini tentu merupakan tiga hari yang paling sengsara, karena kegelapan, lelah, dahaga dan lapar, semua ini merupakan musuh besar bagi umat manusia sejak dulu kala, semuanya akan segera berdatangan. Dapatkah kau menahan semua penderitaan itu? Bersediakah kau?"

   "Aku bersedia,"

   Hui Giok mengangguk penderitaan seperti apa pun jua, aku sanggup menerimanya."

   Tiba-tiba ia teringat pada Leng-bok-siang-bok yang menanti di luar, timbul perasaan menyesal dalam hatinya. sementara itu, Leng-goat siancu telah berkata lagi setelah menghela napas.

   "Anak baik, aku tahu kau dapat menahan semua penderitaan itu demi aku tapi akupun berjanji kepadamu, semua penderitaan yang bakal kau alami itu akan memperoleh balas jasa yang berpuluh kali lebih besar daripada apa yang kau korbankan!"

   "Aku tidak menginginkan balas jasa!"

   Teriak Hui Giok keras-keras.

   "aku... , aku.."

   Ay Cing tertawa pedih, sorot matanya memancarkan rasa lega dan kagum, ia bergumam.

   "Bila aku dapat menyumbangkan sisa kemampuanku kepada anak ini agar dia menjadi manusia baik dan membuat pahala bagi umat manusia dalam dunia persilatan, sekalipun harus mati aku akan mati dengan senyum dikulum."

   Sayang katanya itu samar2, sukar bagi Hui Giok untuk menangkap dengan jelas "Apa yang kau katakan?"

   Tanyanya.

   "Sebelum, ku utarakan permintaanku yang ke tiga, hendak kukisahkan dulu sebuah cerita kepadamu. Tapi selamanya kau tak boleh menceritakannya kembali kepada orang lain, aku hanya hanya wajib menceritakannya kisah ini kepada seorang saja, Ah Thian memang maha adil dan mengizinkan aku bertemu kembali dengan kau dalam keadaan seperti ini."

   Pelahan ia bangkit berdiri, memperkecil cahaya api lentera sehingga membuat wajahnya yang pucat semakin suram.

   "Bila api kukecilkan, dia akan tahan lebih lama,"

   Katanya lirih.

   "kehidupan bukankah tak beda jauh seperti ini?"

   Ambisi dan masa kejayaan yang terlampau besar, selamanya tidak tahan lama, kecuali...."

   Tiba2 ia melirik sekejap ke arah Hui Giok dan menambahkan "Kecuali dia memiliki hati yang mulia."

   Ia mengambil sepotong sapu tangan dan menyeka noda darah yang mengotori wajah kedua tokoh silat tadi, kemudian ia mempererat rangkulan mereka yang memang sudah erat itu.

   Setelah semua itu selesai, ia baru duduk Kembali di hadapan Hui Giok serta mulai dengan kisahnya.

   "Dulu, ada seorang perempuan yang sederhana entah suatu keuntungan atau kemalangan, ia telah melahirkan sepasang anak kembar, sepasang anak kembar yang luar biasa. Tampaknya kehidupan perempuan yang sederhana itu hanya untuk mengabdikan diri demi kehidupan kedua putranya itu sebab setelah melahirkan anak kembar itu ia pun mengembuskan napas yang terakhir.

   "Waktu berlalu dengan cepatnya, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, akhirnya kedua bocah kembar itupun meningkat besar, baik wajah maupun potongan badan mereka, bahkan suara serta gerak-geriknya ternyata mirip sekali satu sama lain, seringkali ayah mereka sendiri pun tak dapat membedakan mana yang kakak dan mana yang adik.

   "Tapi sayang, Thian justru telah menciptakan dua hati, dua perasaan yang berbeda pada kedua bocah kembar itu. Kalau sang kakak pintar, angkuh dan keras kepala, maka sang adik lemah, pendiam tapi baik hati, baik di rumah maupun di sekolahan semua kebanggaan dan pujian adalah kepunyaan sang kakak. Bahkan sampai ayah mereka sendiripun kurang begitu suka pada sang adik yang patut dikasihani ini, sebab menurut anggapan ayahnya, bila tak ada si adik ini mungkin istrinya tak akan sampai mati setelah melahirkan."

   Suaranya begitu lembut dan sedap di dengar tapi ceritanya adalah kisah yang menyedihkan hati. Hui Giok duduk bersila di tanah ia terkesima .. mendengarkan cerita itu. Sesudah menarik napas panjang Ay Cing melanjutkan kisahnya.

   "Dibesarkan dalam suasana begini, tentu saja membentuk watak si adik menjadi pemurung, terhadap segala urusan ia menerimanya dengan begitu saja, tapi dalam hati dia selalu mengingatkan dirinya sendiri, membalas dendam... membalas dendam ...suatu ketika harus membalas dendam."

   Bercerita sampai di sini, suaranya yang merdu tiba2 terdengar agak gemetar. Hui Giok terkesiap, ia merasa kata2

   "membalas dendam"

   Yang diutarakan dari mulutnya itu mengandung nada benci dan mengerikan membikin hati orang berdebar.

   se-akan2 pembalasan dendam itu bukan ditujukan kepada sang kakak yang angkuh, melainkan terhadap dia.

   Suara yang gemetar pelahan pulih kembali dalam ketenangan lanjutnya lebih jauh.

   "Suatu hari, sang kakak memecahkan jamban antik kesayangan ayahnya. ternyata tanggung jawab itu oleh sang kakak dialihkan kepada adiknya, si ayah yang pilih kasih mempercayai keterangan si kakak itu. Tentu saja si adik jadi sasaran caci-maki ayahnya karena penasaran, malamnya ia minggat meninggalkan rumah, tapi sang ayah dan kakaknya tidak jadi bingung atau gelisah, karena mereka tahu si adik yang lemah tentu akan pulang sendiri.

   "Betul juga, pada hari ketiga si adik benar2 kembali, bahkan wajahnya menunjukkan sinar kegembiraan yang aneh, terhadap segala caci maki yang dilontarkan kepadanya ia tak ambil pusing. Si kakak yang cerdik segera berusaha mendesak adiknya dan bertanya mengapa dia bergembira.

   "Mula-mula si adik tak mau menjawab, tapi akhirnya ia bertutur juga, katanya waktu ia meninggalkan rumah, di suatu tempat telah bertemu dengan dewa, dewa itu menyuruhnya agar tiga hari kemudian berkunjung lagi ke sana karena dia akan diterima menjadi murid dan diajari ilmu dewa yang maha sakti.

   "Mendengar cerita itu, si kakak jadi iri hati, sampai-sampai malamnya tak dapat tidur nyenyak. Setelah pikir punya pikir, ia menemukan suatu rencana yang amat keji.

   "Hari ketiga, si kakak pun pura-pura hendak mengantar adiknya bahkan mendesak pula kepada adiknya untuk memberitahu di manakah dewa itu berdiam. Dengan sikap yang aneh segera si adik menjelaskan letak tempat itu secara jelas, si kakak diam-diam merasa geli dan mengira adiknya terperangkap karena ia telah menyusun rencana untuk membinasakan adiknya, kemudian dengan menyaru sebagai adiknya ia akan berkunjung ke tempat sang dewa, wajah mereka berdua sama, sekalipun dewa juga belum tentu tahu akan penyaruannya.

   "Mimpipun ia tak menyangka kalau adiknya sebetulnya tidak bertemu dengan dewa segala, dia hanya bertanya kepada pemburu-pemburu di bukit tentang tempat yang sering muncul binatang buas, tempat tersebut tak berani dikunjungi oleh pemburu sendiri, ia tahu kakaknya tentu akan berebut ke sana. Cuma ia tak menyangka kalau kakaknya berniat membinasakan dia."

   Hui Giok berkeringat dingin, mimpi pun ia tak mengira antara manusia dengan manusia bisa menggunakan cara sekeji ini untuk saling mencelakai, apalagi mereka berdua adalah saudara kembar.

   Leng-goat siancu sendiripun tanpa terasa berpaling ke arah kedua mayat yang saling berpelukan itu, sekali lagi ia menghela napas sedih.

   Kedua orang itu sama-sama tidak memberitahu kepada ayahnya, diam-diam mereka naik gunung bersama, sang kakak diam-diam merasa senang, si adik pun merasa gembira.

   Ketika tiba di sebuah tebing yang curam, si kakak berkata, setelah berpisah hari ini, entah kapan kita akan bertemu lagi? - Si adik pun berkata.

   "Ya, setelah berpisah hari ini, entah sampai kapan kita bisa bertemu lagi"

   Diam-diam ia merasa heran, kenapa kakak nya tidak berebut pergi ke tempat yang diceritakannya? Siapa tahu, belum habis ingatan tersebut terlintas dalam benaknya, sang kakak dengan segenap tenaganya telah mendorong si adik ke dalam jurang di sampingnya."

   Hui Giok tak dapat menahan rasa kagetnya, ia menjerit.

   Ay Cmg menghela napas panjang, sambungnya "Si kakak yang berada di atas tebing jadi ketakutan juga setelah mendengar jeritan ngeri si adik yang terjatuh ke jurang, cepat dia berlari menuju ke tempat yang dimaksudkan adiknya.

   "Tapi di sana ia tidak menemukan dewa melainkan bertemu dengan seekor harimau kumbang yang amat buas, padahal usianya waktu itu baru dua belas tahun, tapi sudah memiliki keberanian yang luar biasa, dengan tenang dihadapinya bahaya itu. Tapi, apa yang bisa dilakukan seorang anak berusia dua belas? Mana seorang bocah cilik dapat melawan harimau ganas? Tampaknya dia segera akan mati oleh cakar harimau yang tajam"

   Hui Giok merasa napasnya semakin lama semakin berat, sementara itu Ay Cing telah meneruskan ceritanya "Untunglah di saat yang kritis, suara auman harimau telah mengejutkan seorang tokoh persilatan yang bermukim di situ, si kakak pun berhasil diselamatkan dari ujung kuku harimau ganas itu.

   Tampaknya tokoh persilatan itu amat menyukai ketenangan serta kecerdikan bocah itu ketika ia bertanya maukah dia menjadi muridnya? Si kakak yang cerdik serta merta berlutut dan mengangkat guru padanya.

   "Begitulah, karena bencana ia mendapat rejeki tak sampai sepuluh tahun, seluruh kepandaian tokoh persilatan itu telah dimilikinya, hanya saja setiap kali bila malam tiba, ketika ia memandang kegelapan di luar jendela telinganya seakan-akan mendengar suara jeritan ngeri adiknya waktu jatuh ke dalam jurang. Dan setiap kali perasaan itu terkekang ia tentu bergidik dan merasa menyesali. Gua rahasia yang tak berangin itu tiba2 terasa lebih dingin dan menggidikkan badan. Leng goat siancu Ay Cing meneruskan lagi ceritanya.

   "Sepuluh tahun kemudian, akhirnya tokoh persilatan itu wafat, ayah kedua bocah itu pun sudah mengembuskan napasnya yang penghabisan semenjak kehilangan kedua puteranya. Sang kakak yang berhasil mempelajari ilmu silat lihay tentu saja tak mau berdiam terus di atas gunung yang sepi, ia pun turun gunung dan berkelana, tak sampai tiga tahun, ia berhasil memperoleh nama besar yang menggetarkan dunia.

   "Suatu hari, ketika sedang melakukan perjalanan di jalan raya Kamliang ia berhasil menyelamatkan seorang perempuan muda dari serangan segerombol perampok, karena amat berterima kasih atas pertolongannya itu dan kagum atas ilmu silatnya. ditambah lagi karena menyesal atas dosa pada masa kecilnva, ia banyak melakukan kebajikan, semua ini telah menarik perhatian perempuan itu maka akhirnya dengan senang hati perempuan itu dipersunting menjadi istrinya.

   "Kehidupan mereka selanjutnya adalah kehidupan yang indah dan bahagia, Mereka selalu belajar membaca dan belajar silat bersama bahkan ia telah menurunkan segenap ilmu silat yang tercantum dalam kitab pusaka Hay-tinan-pi-kip milik gurunya kepada isterinya, sedang perempuan itu mengajarkan ilmu sastra, menggubah syair dan bernyanyi kepada suaminya..."

   Tiba-tiba Hui Giok merasa di balik cerita itu terselip nada yang penuh kehangatan, matanya memancarkan sinar terang, seakan-akan sedang meresapi kenangan bahagia masa lalu.

   Satu ingatan cepat terlintas dalam benak Hui Giok ia tahu siapakah yang menjadi peran utama dalam kisah tersebut, tanpa terasa ia berpaling dan memandang sekejap ke arah kedua mayat yang saling berpelukan itu.

   Tiba-tiba ia temukan sorot mata Ay Cing waktu itu juga sedang menatap ke sana.

   Ay Cing memandang beberapa kejap ke depan, kemudian dengan cepatnya berpaling kembali.

   "Suami istri itu merupakan pasangan suami istri paling bahagia dalam dunia persilatan,"

   Lanjutnya.

   "hingga pada suatu hari..."

   Diam2 Hui Giok merasakan firasat yang tidak enak. Ay Cing menghela napas, sambungnya.

   "Pada malam itu turun hujan lebat, mendengar suara air hujan di luar jendela, entah mengapa tiba-tiba dalam hatiku timbul firasat jelek. Mendadak ia merasa telah telanjur bicara, maka, sambil tertawa sedih lanjutnya "Waktu itu aku sudah tujuh tahun kawin dengan Jian-jiu-suseng Siau Tiong jim, tapi perasaan tak enak semacam itu baru timbul untuk pertama kalinya, aku berada di sisinya, aku merasa bagaikan hidup di masa kanak-kanak lagi.

   "Tengah malam. ketika seorang temannya yang jauh berdiam di wilayah Se-pak mengutus orang memberi kabar bahwa ia telah menemukan peristiwa luar biasa dan berharap dia segera berangkat ke sana sebenarnya aku ingin ikut pergi, tapi dia berkata kepadaku agar tetap tinggal di rumah, tak sampai satu bulan dia akan kembali lagi, sebab pertikaian apapun yang terjadi dalam dunia persilatan, asal Jian jiu-suseng datang, semua urusan akan beres dengan sendirinya Tapi hatiku tidak tenteram dan tetap ingin ikut pergi, ia mentertawakan aku mirip kanak2"

   Ia tarik napas panjang, kemudian melanjutkan.

   "Tidak sampai satu bulan, ia benar-benar sudah pulang, meskipun tampak lebih kurus tapi semangatnya tetap segar, betapa senangku Tapi entah mengapa, sejak kedatangannya, aku merasakan suasana yang aneh seakan akan selalu menyelimuti di sekelilingku."

   Nada ucapannya makin lama semakin berat, tiap patah kata seolah-olah harus menggunakan tenaga yang amat besar. Hui Giok merasakan juga suatu suasana yang sangat aneh di balik nada perkataannya, membuatnya bergidik.

   "Suasana semacam itupun berlalu dengan cepat,"

   Terdengar Ay Cing bercerita pula.

   "setahun telah lewat tanpa terasa aku merasa dalam segala hal telah terjadi perubahan, tapi tak dapat kuutarakan alasannya, dalam setahun aku semakin jarang bercakap dengannya, acara membaca buku dan berlatih silat juga terhenti semua, sebab kata-katanya ia menderita sedikit luka dalam tapi aku tidak melihat luka itu.

   "Musim hujan tiba lagi, malam itupun hujan turun dengan derasnya, waktu itu aku sudah tertidur. tapi ketika terbangun di tengah rnalam, ku jumpai dia duduk di tepi pembaringan sambil memandang keluar jendela dengan terkesima, aku tidak mengganggunya, hanya pelahan kualihkan pandanganku ke arah mana ia memandang!"

   Nada suaranya dari berat tiba-tiba berubah jadi kaget, gemetar bercampur sedih.

   "Apa yang kulihat , apa yang kulihat waktu itu, selamanya tak akan kulupakan lagi, katanya gemetar.

   "aku... .aku telah melihat sepasang mata Jian-jiu Cuseng Siau Tiong jin yang lain berada di luar jendela, ia sedang memandang diriku dengan terkesima, jantungku hampir melompat keluar dan rongga dada, tak tahan lagi aku menjerit kaget."

   Hui Giok mengkirik, hampir saja ia tak tega untuk mendengarkan cerita itu lebih jauh.

   Keringat dingin membasahi seluruh badannya ketika diam-diam ia menengadah dilihatnya air muka Ay Cmg telah kaku, sedikit pun tak berperasaan.

   Seperti lagi menceritakan suatu kisah lain, ia lanjutkan kata-katanya, meski dengan suara agak gemetar "Setelah aku menjerit kaget, bayangan manusia diluar jendela itu segera kabur dari situ, aku jadi tak tahan dan ikut melompat turun dan pembaringan, aku ingin mengejarnya, tapi orang yang duduk di sampingku tiba-tiba menutuk jalan darahku, membuat aku tak mampu berkutik"

   Tiba-tiba minyak lentera mengering, api padam dan suasana dalam gua pun diliputi kegelapan.

   Rasa seram semakin menyelimuti seluruh ruangan gua, seakan-akan banyak siluman iblis yang sedang menari di sana, dan setiap bayangan siluman iblis itu seolah-olah berwajah Jian Jiu suseng.

   Tanpa terasa Hui Giok melingkarkan tubuhnya, ngeri rasanya mendengarkan cerita yang seram di tempat kegelapan seperti ini, apalagi si pemegang peran cerita yang itu sekarang duduk di hadapannya dengan air mata bercucuran.

   "Sampai waktu itu aku belum lagi mengetahui masa silam mereka berdua."

   Lanjut perempuan itu dengan sedih.

   "akupun tak tahu... orang yang duduk di tepi . ...di tepi pembaringan yang telah... telah hidup bersamaku selama setahun itu sebe... sebenarnya bukan Jian-jiu-suseng Siau Tiong-jim melainkan... melainkan adiknya Siau Pek-hian."

   Hui Giok menghela napas panjang.

   Di tengah kegelapan akhirnya terdengar juga suara tangis yang memilukan.

   Entah berapa lama perempuan itu menangis, akhirnya ia melanjutkan kisahnya dengan suara gemetar "Waktu itu aku berbaring di pembaringan dengan badan kaku, kudengar Siau Pek-hian menceritakan semua kisah itu.

   Ternyata setelah jatuh ke dalam jurang, ia tidak mati, setelah mengalami banyak kesulitan, akhirnya ia berhasil mempelajari serangkaian ilmu silat yang lihai dan ia kembali ke dunia ramai untuk membalas dendam.

   Tapi...

   tapi aku..."

   Dengan pedihnya ia mengeluh "Aku tidak berbuat dosa apa2, aku pun tidak berbuat kesalahan kepadanya, tapi aku harus menanggung penderitaan dan penghinaan yang tak terkirakan beratnya ini.

   Kudengar ia memberitahukan kepadaku sambil menyeringai "Dengan tulus ikhlas ia menyerahkan kau kepadaku, karena ia merasa telah bersalah padaku.

   Dan hari ini, dia cuma datang untuk menengok dirimu sekejap, Kini kau adalah isteri Siau Pek-hian, bukan saja sudah setahun kau ikut aku, selamanya kau pun akan ikut aku."

   Ia menghela napas putus asa, suara keluhan ibaratnya jarum yang bengkok menusuk urat syaraf, Hui Giok, membuat sekujur tubuh pemuda itu gemetar keras, sampai gigi pun gemerutukan.

   Dalam kegelapan yang penuh diliputi kepedihan kisah tersebut kembali dilanjutkan "Bayangkanlah, aku...

   aku telah menemani tidur bersama seorang sebagai suami isteri selama setahun, aku...

   aku selalu menganggapnya sebagai suamiku."

   "Betapa sakit hatiku setelah kudengar pengakuannya, rasa sakit hati yang menimbulkan dendam... dendam kepada mereka berdua, diam2 aku bersumpah. akan kupelajari ilmu silat yang lebih tinggi dan lebih hebat untuk membinasakan kedua orang bersaudara itu."

   "Membaranya dendam kesumat itulah mempertahankan hidupku ini, karena kobaran api bencilah yang menghindarkan diriku dan perbuatan nekat bunuh diri di hadapan mereka.

   "Sejak peristiwa itu Siau Pek-hian tidak pernah membuka jalan darahku, tiga tempat Hiat-to penting yang menghubungi aliran darah dalam tubuhku ditutuknya sehingga meski aku bisa bergerak namun tak mampu melepaskan diri dari cengkeramannya.

   "Begitulah, dalam keadaan seperti ini aku... aku hidup lagi selama satu tahun, dalam setahun ini aku... aku harus menahan segala penderitaan segala hinaan dan siksaan, penderitaan yang tak bisa dibayangkan oleh siapapun."

   Siau Pek-hian tiada hentinya menghina dan mempermainkan diriku, kadang kadang iapun melakukan perbuatan-perbuatan keji dalam dunia persilatan sehingga membuat nama Jian jiu suseng dianggap sebagai makhluk setengah baik setengah keji oleh umat persilatan.

   "Dalam setahun itu kembali kutemukan rahasia-rahasianya di masa lalu ternyata sudah sangat lama sekali ia menguntit jejak kami, hingga tiba kesempatan baik baginya, yakni sewaktu Siau Tiong-jim pergi karena ada urusan, lalu dengan siasatnya yang keji itu ia mengangkang diriku.

   "Ketika Siau Tiong jim pulang ke rumah dan menyaksikan keadaan tersebut, ia tak tega melukai hatiku, maka diam-diam iapun menyingkir ia amat menyesal terhadap adiknya, maka aku pun dikorbankan, aku... aku telah dijadikan korban untuk kebusukan mereka berdua, aku.... aku jadi lebih benci kepada mereka."

   Diam-diam Hui Giok menghela napas panjang sekarang ia baru paham, ternyata di balik permohonan pertamanya itu terselip sebab musabab yang begitu ruwet dan penuh penderitaan.

   Ketika menggerakkan tubuhnya, barulah dirasakan bajunya telah basah oleh air keringat pelahan ia meraba pula pipinya, nyata sejak tadi ia pun meneteskan air mata simpatik.

   Sekarang, bahkan ia merasa berterima kasih atas suasana gelap yang menyelimuti sekelilingnya sebab ia tak tega untuk menyaksikan lagi raut wajah perempuan yang kenyang penderitaan ini.

   Dt tengah keheningan yang mencekam, akhirnya terdengar Ay Cing meneruskan lagi ceritanya.

   Kemudian pengawasan Siau Pek-hian terhadap diriku semakin mengendor, akupun berusaha dengan segala daya upaya untuk membebaskan jalan darahku yang tertutuk, kucuri kitab pusaka Hay-thian pi-kip dan kukabur dari cengkeramannya.

   "Aku tak berani kabur ke pegunungan yang sunyi atau hutan yang lebat, sebab aku takut ia berhasil menemukan jejakku. terpaksa aku menyaru sebagai lelaki dan bersembunyi di antara manusia2 lain, karena itu juga aku telah bertemu dengan kau.

   "Kulit muka kitab pusaka Hay-thian-pi lok kurobek, kemudian kubuat pula dua

   Jilid kitab tiruan yang kusimpan dalam rangsel siang dan malam dengan sekuatnya kulatih terus ilmu silatku.

   Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Tapi akhirnya aku berhasil ditemukannya kembali, malam itu setelah kubunuh Mo Se dari Pak to jit-sat, aku tertangkap, ia mengejek diriku dengan segala kata2 kotor, dia mengira...

   mengira...

   ai, kukira dia akan membinasakan diriku waktu itu, siapa tahu setelah mencemoohkan diriku dan mencaci maki aku- kemudian ia berlutut dan memohon padaku, memohon agar aku tidak meninggalkan dia lagi."

   "Dia... dia seperti orang gila, sebentar membelenggu tubuhku erat-erat, sebentar membebaskan pula diriku, siang dan malam ia menjaga di sisiku tanpa hentinya, sepuluh hari sepuluh malam ia bertahan terus tanpa memejamkan matanya barang sekejappun.

   "Tapi akhirnya ia lelah juga, akupun segera kabur lagi. Tapi dia bagaikan iblis yang kemanapun aku pergi dia selalu berhasil menemukan diriku, ke mana pun aku sembunyi dia selalu berhasil melacaki jejakku."

   Di tengah kegelapan, kembali terdengar suara helaan napas yang tak terkirakan beratnya.

   Setelah menghela napas, ia melanjutkan "Akhirnya aku jadi jemu, lagi pula tiba-tiba kuketahui kendatipun kulatih ilmu silatku sepuluh atau seratus tahun lagi, tetap tak dapat mengalahkan mereka berdua."

   "Suatu hari, aku bertemu dengan Kim tong-giok-li, mereka memberitahukan suatu kabar yang maha penting kepadaku, katanya jejak Jian jiu-su seng telah mereka temukan bersembunyi di suatu gua rahasia di puncak Si-sin-hong, di Hong-san itu, kutahu waktu itu bahwa Siau Tiong jim telah bersembunyi di sini sejak meninggalkan diriku.

   "Suami isteri kosen itu adalah sahabat karibku mereka sangat memperhatikan diriku, tapi mereka pun tak dapat membebaskan diriku dari penderitaan."

   "Setelah memperhatikan urusan ini beberapa waktu lamanya, akhirnya kuputuskan untuk datang ke Hong-san ini untuk mencari Siau Tiong Jin, maka kitab Hay thian-pi lok yang aslipun kuserahkan kepada mereka agar diberikan kepadamu."

   Hui Giok mengembuskan napas lega, baru sekarang dia tahu bahwa kedua

   Jilid kitab Hay thian-pi-lok yang dirampas ayah dan anak she Sun itu adalah kitab palsu, iapun tahu bahwa kitab yang selalu berada dalam sakunya sekarang tidak lain adalah kitab pusaka ilmu silat yang meggetarkan seluruh tolong langit itu.

   Kembali Lens-goat-siancu berkata "Selesai meninggalkan pesan, aku berangkat ke Hong san dan temukan gua rahasia ini waktu itu Siau Tiong-jim belum pulang, maka aku pun menunggu sehari di sini.

   "Ketika Siau Tiong jim pulang dan melihat aku berdiri kaku di hadapannya ia berseru kaget, sampai-sampai kotak kayu yang dipegangnya terjatuh ke tanah.

   "Kupegang dia, kupandang wajahnya dan kurasakan meski aku benci kepadanya, akupun mencintainya, sambil menangis aku bertanya kepadanya mengapa ia bersikap demikian kepadaku? "Siapa tahu, tiba-tiba ia bergelak tertawa, Ternyata, ternyata aku salah kenal lagi, dia... dia bukan Siau Tiong-jim melainkan Siau Pek-hian. Aku menjerit sekerasnya, aku seperti orang kalap waktu itu, untunglah Siau Tiong-jim muncul pada waktunya, sekarang mereka berdua muncul bersama di hadapanku, mereka saling bertatapan tanpa berkedip, pertikaian dan perselisihan selama puluhan tahun membuat sorot mata mereka berdua se-akan-akan memancarkan sinar berapi.

   "Kemudian, mereka bersama memandang diriku, tanpa sadar aku menyurut mundur dengan ketakutan hingga punggungku menempel dinding batu yang dingin.

   "Tiba-tiba Siau Pek hian berkata, Dunia ini sudah terlampau penuh, salah satu di antara kita berdua harus mengundurkan diri dan keramaian dunia?"

   "Siau Tiong jim termenung sebentar, lalu ia pun berkata.

   "Ya. dunia ku memang kelewat sempit untuk menampung kita berdua? "Maka kedua orang itupun bersama-sama melolos pedang, Ai takdir menentukan kehidupan manusia, terkadang juga terlampau kejam. Raut wajah mereka, tindak tanduk dan suara mereka begitu mirip, sama ibarat pinang dibelah dua, tapi mereka harus bertarung mau-matian sejak pertarungan berkobar, aku merasa bahwa perhatianku terhadap mereka berdua ternyata sama dan tidak berat sebelah.

   "Aku berteriak sambil menangis aku mohon kepada mereka agar jangan berkelahi, tapi mereka seolah-olah tidak mendengar teriakanku ini, dalam lorong yang sempit inilah mereka melangsungkan pertarungan sengit selama semalam suntuk, sekujur badan mereka telah terluka dan mengucurkan darah."

   Ai... ternyata Thian telah memberikan kungfu yang sama ampuhnya kepada mereka berdua."

   Hui Giok menggerakkan tangannya untuk menyeka peluh yang membasahi jidatnya, seandainya, ia tidak menyaksikan sendiri, mungkin dia tak akan percaya bahwa kisah yang mengerikan dan memilukan hati itu memang suatu kenyataan.

   Di luar lorong, tampaknya fajar telah menyingsing, cahaya terang memancar masuk lewat celah-celah gua dan samar-samar tubuh Ay Cing dapat dilihatnya.

   Tapi ia tak berani memandang wajahnya, pemuda itu tundukkan kepala sambil mendengarkan perempuan itu melanjutkan ceritanya.

   Kemudian, mereka tinggalkan sistem pertarungan dengan senjata dan memilih cara mengadu jiwa seperti ini, aku semakin kuatir bercampur cemas, meskipun ku tahu bila mereka tetap hidup bersama di dunia ini, maka tragedi mereka selamanya juga tak akan berakhir sebab ...

   sebab aku aku mencintai mereka berdua, mereka berdua pun mencintai diriku."

   "Kendatipun begitu, aku tetap tak tega menyaksikan kematian mereka, dengan jarum baja ini kutusuk sekujur badanku, aku berharap mereka mau menghentikan pertarungan demi menyaksikan penderitaanku. Tapi mereka tetap tak menggubris, mereka bersikap seakan-akan tidak tahu perbuatan ku ini."

   Suaranya makin lama makin lemah dan makin lamal akhirnya suasana di sekeliling tempat itu tercekam pula oleh keheningan.

   Hui Giok duduk kaku seperti patung, pikirannya berputar membayangkan kembali apa yang barusan di dengarnya.

   Lama dan lama sekali akhirnya Ay Cing menghela napas sedih, bisiknya "Tragedi itu pun berakhir, cerita pun ikut berakhir Kedua bersaudara itu telah menyelesaikan pertikaian di antara mereka, tapi aku?"

   Tiba-tiba ia tertawa ringan, suara tertawanya penuh mengandung cemoohan dan kedukaan terhadap kehidupannya membuat suara tertawanya itu kedengaran memilukan.

   "Aku... aku ingin bertanya kepadamu, pantaskah aku melanjutkan kehidupanku ini?"

   Bisiknya lagi Sekujur badan Hui Giok bergemetar ia tergegap.

   "Kau, kau.."

   "Permintaan ketiga yang hendak kuajukan kepadamu adalah bila kumati. kuburlah jenazah kami bertiga dalam satu liang!"

   Tukas Ay Cing sambil menghela napas. Rasa sedih yang sudah menimbun di dada Hui Giok, sekarang tak terbendung lagi, semua perasaannya serta merta meluap keluar.

   "Kau tak boleh mati"

   Teriaknya dengan sedih. Ay Cing tertawa pedih "Sudah lupakah kau akan kesanggupanmu tadi? Lagi pula.. dengan kekuatanmu apakah kau dapat mencegah keinginanku?"

   Hui Giok tertegu


Harimau Kemala Putih -- Khu Lung Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long Si Pedang Kilat -- Gan K L

Cari Blog Ini