Ceritasilat Novel Online

Pendekar Satu Jurus 16


Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL Bagian 16


nya baru bisa tenang ketika ayahnya menolak pinangan Tonghonghengte, tapi ketika aku kabur dari sana kudengar lagi dia akan dijodohkan dengan Tonghonghengte Ai, entah apa yang terjadi setelah ia mengetahui kabar tersebut."

   Hui Giok berdiri bagaikan patung "Benarkah dia... dia mencintai aku?"

   Gumamnya Wan Lu tin menghela napas sedih, pelahan dia mengangguk.

   Hui Giok merasa telinganya seperti mencincang pesan Leng goat siancu Ay Cing sebelum ajalnya seakan akan berkumandang lagi ditepi telinganya.

   Mulai detik mi selama hayat masih di kandung badan, selamanya kau tak boleh membohongi perempuan manapun selamanya tak boleh membuat sedih gadis, baik engkau mencintai atau tidak kau harus baik kepadanya, kau harus melindungi dia, dalam persoalan apapun tak boleh melukai perasaannya.

   Lebih....

   lebih lagi jangan kau biarkan dia dilukai orang lain."

   Dengan termangu ditatapnya salju yang membeku, kembali ia bergumam.

   "Sekali aku sudah bersumpah mana boleh kulukai hatinya? Betapapun dia, . dia mencintaiku aku... aku...

   "

   Dengan pedih ia menggigit bibir sendiri "Tapi sakit hati orang tuaku lebih dalam dari lautan haruskah kuabaikan kewajibanku ini? sebaliknya, bila kubalas sakit hati mi, kubunuh ayahnya, berarti kulukai perasaannya, bukankah perbuatanku ini berarti pula melanggar sumpah !"

   Ya, dendam ayahnya, sumpah beratnya keduanya ternyata saling bertentangan antara cinta dan dendam sukar dipisahkan, tanpa terasa ia terbayang kembali perkataan Leng-goat-siancu yang gemetar dan penuh penyesalan itu.

   Persoalan ini meski gampang diucapkan, pada hakekatnya sukar untuk dilaksanakan sebab di dunia ini selalu akan muncul pelbagai alasan yang aneh, yang membuat kau mau tak mau harus me lukai perasaan orang yang kaucintai!"

   Pelbagai alasan yang aneh... pelbagai alasan yang aneh.... orang yang kaucintai... orang yang kaucintai."

   "Toakoko,"

   Tiba-tiba Wan Lu-tin menjerit kaget, kau... mengapa kau darahmu..."

   Dengan tangan yang halus ia bantu Hui Giok mengusap darah yang meleleh dari bibirnya, meski di tengah malam yang dingin, tapi darah Hui Giok rasanya panas bagai api yang membara.

   Dengan terharu dipegangnya tangan gadis itu, diusapnya dengan penuh kasih sayang, setelah menghela napas, berkatalah Hui Giok.

   "Bagaimanapun juga, usiamu masih terlalu kecil, banyak persoalan ai tak akan kau pahami"

   Dengan menurut Wan Lu-tin mengangguk sekalipun dia enggan dianggap anak kecil, tapi perkataan itu diucapkan oleh "Toakoko"

   Nya, betapapun dia menganggapnya pasti benar. Lama sekali ia termangu, tiba-tiba seperti teringat akan sesuatu segera ia berkata lirih "Orang yang paling akhir bersamamu tadi apakah bernama jit giau tui hun?"

   "Darimna kau tahu?"

   Hui Giok heran.

   "Dia bukan orang baik? Aku pernah melihatnya di kantor Hui-liong-piaukiok kulihat dia masuk lewat halaman belakang dengan gerak-gerik yang sangat mencurigakan entah apa yang dibicakannya dengan Tham... Tham Beng, hingga malam hari kedua dia baru pergi dengan gerakgerik yang aneh, bahkan naik kudapun tak berani."

   "Benarkah itu?"

   Hui Giok terkejut.

   "kau melihatnya dengan jelas?"

   Dengan penuh keyakinan Wan Lu-tin mengangguk Tiba-tiba dari belakang sepotong batu gunung tak jauh sana berkumandang suara helaan napas menyusul seorang menanggapi dengan nada yang berat.

   "semuanya benar!"

   Air muka Wan Lu-tin berubah hebat, dengan terkejut Hui Giok segera membentak.

   "Siapa?"

   Selagi ia hendak menerjang ke sana tak terduga sesosok bayangan orang lantas muncul, dia tak lain tak bukan adalah Jit-giau-tui hun Na Hui hong.

   "Benar.... benar, semuanya memang benar,"

   Demikian gumamnya pula. Tersembul senyuman rasa menyesal di ujung bibirnya, ia berkata lagi dengan lirih.

   "Bengcutoako, maafkanlah perbuatanku yang telah mencuri dengar pembicaraan kalian ini, sejak adik cilik ini masuk ke halaman, aku lantas mengetahuinya sebab itulah akupun keluar dan kamarku."

   Wan Lu-tin berdebar keras, dia mengira gerak-geriknya sudah cukup hati-hati, tak tahunya toh masih diketahui orang lain, sekarang dia mulai paham, ketajaman pendengaran orang-orang persilatan memang luar biasa, Yang mana tak pernah dipercayai sebelumnya sekarang ia mulai percaya di samping itu iapun mulai berduka bagi mereka.

   "Seorang yang hidup di luaran dan banyak mengikat permusuhan pasti seperti mereka keadaannya, makan tak enak tidur pun tak nyenyak, setiap waktu setiap saat selalu kuatir akan diserang orang lain."

   Sementara itu, dengan tatapan mata yang tajam dan mulut membungkam Hui Giok mengawasi orang she Na itu tanpa berkedip. Jit-giau-tui-hun yang tersohor karena kebuasan dan kelicikannya itu sekarang berdiri dengan wajah malu dan penuh penyesalan.

   "Ya, Bengcu,"

   Katanya tergegap.

   "Terus terang aku memang mengadakan persekongkolan dengan Liong-heng pat-ciang, dia bantu aku membasmi Perserikatan orang-orang Kanglam, bantu aku membunuh Kim-keh Siang It-ti dan bunuh Sin-jiu Cian Hui serta hehehe ..serta engkau Bengcu, bila pekerjaan ini berhasil maka dia akan bantu aku membentuk Perserikatan baru serta mengangkat diriku sebagai Bengcunya"

   Hui Ohok hanya mendengarkan dengan seksama tidak emosi, tidak marah ataupun merasa benci.

   Jit-giau-tui-hun berdehem pelahan, kemudian berkata lagi "Kematian Siang It ti tadi ai pada hakikatnya adalah hasil karyaku sendiri ku anjurkan dia memusuhi Bengcu dan akupun menyanggupi akan datang untuk membantunya."

   Mendengar sampai di sini, Hui Giok tak dapat menahan rasa sedihnya lagi, ia menghela napas panjang "Ai, kau.... kau memang kelewat kejam!"

   Desisnya kemudian. Dengan bungkam Na Hui-hong menundukkan kepalanya. Tiba-tiba Hui Giok berkata lagi.

   "Kalau begitu, laki-laki yang memaki Tonghong hengte dari tempat gelap juga merupakan hasil karyamu? Kalau tidak, kenapa mereka mengucapkan kata kata yang tidak menguntungkan Tham Beng"

   Semakin rendah Na Hui-hong tertunduk.

   "Ya orang-orang itu adalah suruhanku, akulah yang memerintahkan mereka berbuat demikian, sebab ku... kuatir jika Tham Beng sampai berbesanan dengan Tonghong-hengte, pengaruhnya pasti akan besar dan kemudian andaikata dia ingkar janji, bahkan membunuh aku tentu aku tak bisa berbuat apa-apa?"

   Terkesiap juga hati Hui Giok mendengar keterengan itu, dia menghela napas panjang "Ai, demikiankah keadaan dunia persilatan yang sebenarnya? Mengapa setiap orang harus tipu menipu?"

   "Ai, pada hakikatnya dunia persilatan adalah dunianya kaum kuat menindas kaum lemah"

   Kata Jit-giau-tui hun Na Hui hong sambil menghela napas "Semula kupikir orang yang berhati bajik tentu tak akan mampu hidup di dunia persilatan ini, tapi ai, sekarang aku baru tahu bahwa pikiranku itu keliru, di manapun jua orang baik selamanya tak akan kesepian."

   Sesudah berhenti sebentar dengan kepala yang tertunduk rendah sambungnya lebih jauh.

   "Kesemua ini tak lain adalah berkat watak Bengcu yang mulia dan bijaksana, tabiatmu telah mengharukan hatiku! Aku sebenarnya setelah Bengcu berhasil kupancing sampai di sini, makanan dan arak yang kuhidangkan kepadamu hendak kucampur dengan racun yang paling jahat racun itu bahkan sudah kusiapkan, racun itu adalah sejenis racun jahat yang tak berwarna maupun berbau, tapi ai aku benar-benar merasa tak tega untuk melaksanakan niat jahatku ini!"

   Hui Giok terkesiap, baru sekarang ia sadar jiwanya tadi sebenarnya telah berada di ambang pintu akhirat.

   Ia menghela napas panjang, sebetulnya dia hendik mengucapkan sesuatu, tapi sebelum niatnya terlaksanakan, tiba-tiba dari luar halaman, dan balik kegelapan berkumandang suara tertawa dingin yang menyeramkan.

   Malam sudah hampir berakhir embusan angin terasa makin dingin suara tertawa dingin itu terasa menggidikkan.

   Baik Hui Giok maupun Na Hui hong serta Wan Lu-tin serentak terperanjat "Siapa itu?"

   Bentak Na Hui-hong "Tahu kesalahan dan bersedia bertobat itu menandakan kau masih bisa dididik, bila rencana busukmu itu kau laksanakan, kau kira nyawamu masih bisa hidup sampai sekarang?"

   Suara itu muncul dari kegelapan, nyaring, tegas dan menggetar perasaan.

   Terbawa oleh embusan angin dingin, sulit bagi Hui Giok dan Na Hui hong untuk menentukan darimanakah suara itu berasal, se akan2 jauh tapi terasa dekat, padahal sepuluh tombak di sekeliling halaman itu tak nampak bayangan manusia.

   Hati Hui Giok tergerak, cepat teriaknya.

   "Suhu... Locianpwe " - Berbareng itu juga ia melayang ke udara, ujung kakinya menutul di atas ranting pohon, dengan dua-tiga kah lompatan ia sudah berada di luar halaman. Tapi suasana tetap hening, angin berembus kencang, memandang jauh ke depan, yang tertampak hanya keheningan belaka dengan tanah bersalju yang lapang, seakan2 sejak dulu sampai sekarang tak pernah ada manusia yang muncul di situ. Hui Giok celingukan memandang ke sana ke mari, kemudian teriaknya lagi suhu! Locianpwe.."

   Sekeras geledek teriakan itu sampai salju di ranting pohon pada gugur ke tanah, seekor burung bersuara kaget dan terbang dengan ketakutan, dalam sekejap mata lenyap pula di balik kegelapan.

   Hui Giok berdiri dengan termangu, setelah menghela napas ia berkelebat kembali ke dalam halaman Waktu itu Wan Lu-tin sedang menanti dengan penuh pengharapan matanya yang jeli menatap wajah pemuda itu tanpa berkedip sinar matanya adalah sinar mata penuh rasa kagum.

   Jit giau-tui-hun Na Hui-hong berdiri dengan tangan terjulai ke bawah, mukanya pucat, matanya terbelalak dan mulutnya melongo, peluh sebesar kacang kedelai membasahi jidatnya.

   Menyaksikan keadaan orang, tersenyumlah Hui Giok.

   "Melepaskan golok pembunuh, berpaling mencapai tepian, Siaute pantas mengucapkan selamat untuk saudara Na."

   Katanya menirukan sabda Budha.

   "Ya, mulai sekarang mungkin tidurmu akan bertambah nyenyak dan makan pun akan bertambah nikmat."

   Sambung Wan Lu tin tiba2 sambil tertawa manis. Dengan tangan yang gemetar Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong menyeka peluh dingin yang membasahi jidatnya, ia merasa jantungnya berdebar keras, di dalam hati ia berguman.

   "Melepaskan golok pembunuh, berpaling mencapai tepian."

   Mendadak ia menengadah dan tertawa terbahak-bahak, serunya lantang.

   "Hahaha... sungguh tak kusangka, jadi orang bajik jauh lebih menyenangkan daripada menjadi orang jahat."

   Sebagai seorang yang berasal dari golongan hitam, yang biasa membunuh dan merampok, tentu saja ia tidak menyadari bahwa ucapan yang sederhana itu sebenarnya mengandung makna yang luas mengandung filsafah yang tidak sederhana.

   Diam-diam Hui Giok berpikir dalam hati "Entah berapa malam dia tidak tidur berapa besar penderitaan batinnya sebelum mengucapkan kata-kata sederhana yang sebenarnya tidak sederhana ini, semoga semua orang jahat yang ada di dunia ini dapat hadir di sini dan mendengarkan kata-kata yang timbul dan hati sanubarinya itu."

   Mereka bertiga saling pandang sekejap tiba2 taman yang sepi dan dingin itu seakan-akan berubah jadi hangat dan nyaman, sebab taman tersebut sekarang penuh dengan watak kebaikan asli kemanusiaan.

   Jalan raya di dalam kota Han-ko ketika berada dalam keheningan dengan udara yang dingin.

   Banyak laki-laki berpakaian ringkas dengan sepatu kulit mereka yang berat tiada hentinya melewat tanah bersalju itu sambil mengawasi kereta-kereta barang kawalan di tepi sungai.

   Meski masih banyak orang yang ingin tahu dan sok mencampuri urusan orang lain, demi menyelidiki awal dan suatu pertarungan sengit yang akan berlangsung, mereka harus berdiam semalam suntuk di kedai-kedai minum.

   Namun.

   keheningan serta hawa dingin yang menerkam empat penjuru masih tetap begitu berat, sedemikian beratnya sehingga terasa menekan perasaan setiap orang, menindih dada mereka hingga sukar rasanya untuk bernapas.

   Kadangkala meledak gelak tertawa yang keras memecah keheningan yang mencekam malam yang gelap itu.

   tapi berapa banyak pun gelak tertawa yang terdengar tidak akan berhasil menyingkirkan perasaan berat yang menekan hati orang-orang itu.

   Tiba2 dari ujung jalan raya sebelah sana berkumandang jerit ngeri yang menyayat hati.

   Entah berapa banyak orang yang segera berlari menuju ke tempat datangnya suara jeritan itu, tapi yang dijumpai hanya gumpalan darah kental yang mulai membeku di atas permukaan salju yang putih.

   Disamping gumpalan darah beku, seorang anak buah Hui-liong-piaukiok tergelepar dengan badan telentang, wajah sang korban diliputi rasa kaget dan ketakutan, matanya yang kaku masih memandang ke angkasa dengan pandangan yang kosong.

   Sebilah belati yang tajam menancap di atas dadanya yang bidang dan darah yang menetes keluar segera akan membeku bersama kengerian yang menyelimuti suasana di tengah malam dingin itu.

   "Cian Sin-jiu mulai beraksi!"

   Teriakan demi teriakan yang penuh kegembiraan segera tersiar ke mana2, tersebar di balik jalan raya yang sepi.

   Suara jeritan lain tiba2 berkumandang dari sudut jalan yang lain.

   Delapan ekor kuda tiba-tiba menerjang keluar dari sebuah bangunan besar di tepi jalan, dua orang yang berada paling depan membawa terompet yang segera ditiup keras-keras.

   Di tengah denging suara terompet yang susul menyusul rombongan penunggang kuda itu segera bermunculan dan setiap sudut jalan di kota itu.

   Mengikuti derap kaki kuda yang ramai seorang laki-laki dengan suara yang kuat segera berteriak keras.

   "Semua saudara yang tergabung di bawah panji Naga Terbang, hendaknya berkumpul di tempat penyeberangan sungai Tiang-kang, jangan sampai terpencar!"

   Teriakan itupun sambung menyambung tersebar ke seluruh pelosok kota yang gelap itu.

   Dalam waktu singkat suasana dalam kota jadi kalut, ketenangan segera terenggut, keamanan tersita, keadaan jadi kacau balau.

   sekalipun ada sekawanan opas bersenjata lengkap yang melakukan perondaan dengan perasaan apa boleh buat, tapi penglihatan mereka se-akan-akan tidak menghiraukan cahaya golok dan genangan darah.

   Mereka menganggap semua ini sebagai berjangkitnya penyakit menular, sebagai wabah.

   Penyakit menular memang tak bisa dilawan dengan kekuatan manusia tapi penyakit menular pada suatu ketika tentu akan berakhir.

   Tapi jeritan ngeri masih berkumandang tiada intinya kadangkala muncul di sebelah timur, lain saat timbul di sebelah barat.

   Seorang laki-laki mabuk berjalan dengan sempoyongan mencari tempat kencing, celakanya, sebilah golok tak bersarung terselip di pinggangnya, lebih celaka lagi kebetulan ada delapan penunggang kuda itu berlari lewat di sampingnya.

   Maka penunggang kuda itupun membentak nyaring dan cahaya golok pun berkilat di angkasa.

   Laki-laki pemabuk yang sempoyongan itu hanya merasakan kepalanya dingin dan sakit, lalu dengan mengenaskan roboh terkapar di atas permukaan salju dan membiarkan tubuhnya diinjakinjak oleh kaki kuda yang lalu di atas tubuhnya.

   oOo oOo oOo Angin berhembus makin kencang.

   Sebuah perahu yang berlayar hitam menyeberang dari balik kegelapan dan berlabuh di tepi sungai yang sunyi.

   Sebelum perahu mencapai tepian, beberapa sosok bayangan hitam lantas melayang turun dari perahu itu, kemudian tanpa berhenti berkelebat ke depan dan lenyap dalam kegelapan.

   Gerak gerik mereka sangat misterius ibaratnya sukma gentayangan yang datang den neraka.

   Siapakah mereka?" ~ oOo - - oOo - Lima ekor kuda jempolan mengiringi sebuah kereta besar muncul dari balik kegelapan dan berlari sepanjang jalan raya kota yang sepi, yang paling depan adalah seorang laki-laki berambut dan berjenggot putih, bermata tajam dan bertampang keren.

   Entah siapa yang mulai dulu, mendadak ditepi jalan berkumandang teriakan kaget.

   "Liong heng pat-ciang datang!"

   Baru saja suara itu berkumandang tahu-tahu sebuah telapak tangga yang kuat menutup bibirnya dan menyeret orang itu ke tempat gelap di celah emper rumah.

   Maka, tak ada orang yang berteriak lagi.

   Kereta itu berhenti di depan sebuah bangunan besar di tepi jalan, sebenarnya di depan pintu terpancang sebuah papan nama yang bertuliskan "Kantor cabang perusahaan Hui-liong piaukiok"

   Tapi entah mulai kapan papan nama itu sudah dicopot orang.

   Liong-heng-pat-ciang Tham Beng yang berada paling depan segera melompat turun dari kudanya.

   Dengan satu lompatan enteng ia menyelinap ke depan kereta lalu serunya dengan suara perlahan "Anak Ki, ayo turun!"

   Tabir tersingkap, Tham Bun-ki yang pucat dan bermata pudar pelahan turun dari kereta itu.

   Mukanya waktu itu tampak layu, tidak beremosi, bahkan matanya yang jeli kini tampak buram.

   Dengan pandangan kosong dan pikiran hampa dia melangkah di atas tanah bersalju dan masuk ke gedung megah itu, matanya tidak melirik, kepalanya tidak berpaling bahkan terhadap ayahnya juga tak memandangnya sekejap pun.

   Liong-heng pat-ciang Tham Beng menghela napas sedih tanpa bicara dia ikut masuk ke dalam rumah itu.

   Pintu gerbang yang tebal dan berat segera tertutup dengan menimbulkan suara yang keras, memotong pandangan orang banyak tapi tak dapat memotong bisikan orang banyak.

   Liong heng pat ciang datang...

   Liong heng pat-ciang telah datang..."

   Udara malam berubah semakin kelam dan berat.

   Entah berapa lama lagi waktu fajar? --o- O-fo+O -o- Bangunan yang megah tapi suram itu segera diterangi cahaya lampu.

   Namun langkah kaki yang kacau berubah menjadi ringan, enteng hampir tak menimbulkan suara Liong-heng-pat-ciang Tham Beng dengan wajah sedingin es buru-buru berjalan menuju ke ruangan sebelah barat.

   
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Baru saja dia melangkah masuk ke pintu halaman, bentakan tertahan segera berkumandang dari balik ruangan.

   "Siapa?"

   Tham Beng berdehem pelahan, cahaya lampu segera menerangi seluruh ruangan dan Tonghong ngo kiam yang berpakaian tidur menyambut kedatangan Piautau itu di depan pintu.

   "Paman Tham, mengapa engkau menyusul kemari di tengah malam buta begini"

   Sapa Tonghong Tiat sambil tersenyum. Senyuman menghiasi wajah Liong~heng~pat ciang Tham Beng yang suram, jawabnya.

   "Seharusnya sejak kemarin aku sudah sampai di sini untuk menantikan kedatangan Hiantit sekalian, tak tersangka karena keterlambatanku menyebabkan kalian mesti makan hati oleh karena kaokan manusia liar yang tak karuan itu."

   Tonghong Kang terbahak-bahak.

   "Hahaha, berita paman Tham sungguh luar biasa cepatnya."

   Diiringi gelak tertawa mereka lantas masuk keruangan, tapi benarkah gelak tertawa itu timbul dari lubuk hati yang tulus dan murni? Setelah berlangsung pembicaraan ringan, tiba2 Liong-heng-pat-ciang Tham Beng menghela napas panjang, kemudian mengalihkan pembicaraan ke pokok persoalan yang sebenarnya.

   "Aku jadi teringat kembali pada lamaran yang pernah Hiantit ajukan pada tahun yang lalu,"

   Demikian ia berkata.

   "waktu itu, berhubung usia putriku masih kecil, lagipula merasa tak berani menerima penghargaan setinggi ini maka lamaran tersebut belum kuputuskan. Tonghong Ouw tersenyum, dia seperti mau mengucapkan sesuatu tapi dijawil ujung bajunya oleh Toakonya, maka kata-kata tersebut urung diucapkan. Liong heng-pat-ciang mengalihkan pandangannya entah melihat atau tidak sikap orang, ia berkata lebih jauh.

   "Tapi sejak peristiwa di perkampungan Long bong-san ceng, dimana putriku sudah mendapat bantuan yang besar dan keponakan Ceng, sungguh tak tersangka dia.... Dia.... ai ternyata diapun menaruh hati terhadap keponakan Ceng!"

   Air muka Tonghong Ceng tetap kelihatan kaku, sedikitpun tidak emosi. Sebaliknya Tonghong Tiat lantas berseru sambil tersenyum "Wah, rupanya Samte yang punya rejeki besar!"

   "Ya, selama kumalang melintang dalam dunia persilatan, dia satu-satunya putri yang kumiliki!"

   Ujar Tham Beng lebih lanjut "Sebab itu kalau dia sendiri juga mau, maka terpaksa baru kutebalkan muka dan menyinggung kembali urusan lama dengan kalian."

   Tampaknya ia sengaja menekankan "urusan lama"

   Tersebut, seakan-akan dengan demikian persoalan itu bukan kehendaknya melainkan keluarga Tonghong yang mengemukakan lebih dulu. Tonghong-hengte saling pandang sekejap sebelum berkata, Tham Beng telah bersuara pula.

   "Cuma ai, keluargaku adalah keluarga yang rendah, entah derajat kami setimpal dengan derajat keluarga Tonghong atau tidak?"

   Air muka Tonghong Ceng masih tetap tanpa emosi, namun juga tidak bermaksud menghindarkan diri.

   Tonghong Tiat segera tersenyum "Nama besar paman Tham termashur sampai ke manamana, dalam sepuluh tahun akhir ini belum pernah ada jago persilatan yang dapat menjajarkan namanya dengan nama besar paman Tham.

   Kalau paman Tham mengatakan derajat keluarga terlalu rendah, maka hal ini malahan membuat keponakan sekalian jadi tak enak hati."

   "Ah. keponakan terlalu memuji."

   Sambil tertawa Liong heng-pat-ciang mengelus jenggotnya "Kalau memang begitu, apakah saat ini keponakan Ceng membawa sesuatu benda yang bisa digunakan sebagai tanda ikatan perjodohan ini?" -Cuma......"

   Tiba-tiba Tonghong Tiat menukas "Apa lag?"

   Tanpa terasa air muka Liong-heng pat-ciang rada berubah.

   Mencorong sinar mata Tonghong Tiat, kemudian berkata dengan tersenyum "Apakah paman Tham tidak merasa bahwa keputusan yang kau ambil ini tak terlampau terburu napsu? Bagaimana pun juga persoalan ini menyangkut kebahagiaan hidup Samte kami, maka sudah sepantasnya kalau kami bersaudara harus menimbang persoalan ini dengan sedikit lebih serius."

   Liong heng pat ciang mengerling, otaknya juga berputar memikirkan persoalan ini, kemudian katanya.

   "Persoalan ini.... Meskipun betul pendapat kalian, tapi keadaan saat ini luar biasa, terpaksa kita mengambil keputusan dengan cepat. Ya, untunglah kita orang persilatan, soal adat istiadat rasanya juga tidak perlu kita hiraukan lagi... Hahaha, begitu bukan?"

   Dia berpikir sambil bicara, maka kata-kata pembukaan tadi diucapkan dengan sangat lambat, begitu keputusan diambil, kata-kata selanjutnya diutarakan dengan lancarnya.

   "Situasi sekarang tampaknya luar biasa"

   Tonghong Kang dengan berlagak tidak mengerti. Kembali Liong-heng-pat-ciang memeras otak, lalu menghela napas panjang.

   "Ai, terus terang saja kukatakan, dewasa ini Hui-liong-piaukiok kami telah bertemu dengan musuh tangguh padahal aku cuma mempunyai seorang puteri saja, maka hatiku baru bisa tenang setelah ia mendapat perlindungan yang dapat dipercaya."

   Pelahan Tonghong Tiat mengangguk "Ya, paman Than memang terlampau sayang pada puteri satu-satunya, perkataanmu memang ada benarnya."

   Sebagai seorang pemuda yang jujur, perkataan tersehut timbul dan lubuk hatinya yang murni.

   Tonghong Ouw yang selama ini membungkam tiba-tiba berkata dengan dahi berkerut "Akhirakhir ini berita dunia persilatan mengatakan bahwa paman Tham mempunyai hubungan yang erat dengan peristiwa berdarah yang berlangsung belasan tahun yang lalu, numpang tanya kabar ini benar atau tidak?"

   

   Jilid ke- 18 Dasar pemuda berdarah panas, apa yang ingin diketahui dalam hati segera pula diutarakan tanpa tedeng aling-aling. Air muka Liong-heng-pat-ciang berubah hebat, tiba-tiba ia menengadah lalu tertawa terbahak2.

   "Haha. fitnahan kaum bandit yang berjiwa kotor tak perlu kugubris, apakah keponakan sekalian percaya pada kabar tersebut?"

   Tonghong Kang dan Tonghong Ouw saling pandang sekejap, tapi sebelum mereka bicara lagi, Tonghong Tiat menjela lebih dulu sambil tertawa.

   "Selama mengembara di dunia persilatan, paman Tham memang sukar menghindarkan permusuhan dengan orang, Ngo-te mana boleh kau...

   "

   "Hahaha, keponakan Ouw masih muda dan berparah panas, memang begitulah watak seorang muda yang normal jangan salahkan dia!"

   Cepat Liong-heng-pat-ciang berseru sambil tertawa. Kemudian, sinar matanya tertuju ke arah Tong-hong Ceng tapi berkata terhadap Tonghong Tiat.

   "Keponakan Tiat, menurut adat, kakak tertua bisa mewakili ayah. Apabila keponakan Tiat dapat mengambil keputusan dan Setuju, kuyakin Tonghong loyacu"

   Belum habis ucapannya mendadak dari luar terdengar suara langkah orang yang ramai, dengan dahi berkerut Liong heng-pat-ciang segera berbangkit.

   "Ada apa?"

   Bentaknya dengan gusar. Dengan tangan yang terjulai ke bawah dan kepala tertunduk rendah, Pat kwa-ciang Liu Hui berdiri munduk-munduk di bawah undak-undakan, ketika Tham Beng muncul ia lantas berkata dengan prihatin.

   "Ada orang mengantarkan tiga kotak hadiah kemari apakah Congpiautau hendak melihatnya?"

   Air mukanya tampak diliputi rasa kaget dan ketakutan, ketenangan yang dimilikinya pada hari2 biasa kini lenyap tak berbekas, Tham Beng cukup tahu bahwa anak buahnya yang ini selalu tenang, maka perubahan sikapnya itu membuktikan ada suatu kejadian besar telah berlangsung, ia termenung sebentar baru saja akan melangkah pergi, tiba2 Tonghong Kang berseru sambil tersenyum "Bila ada sesuatu yang kurang leluasa silakan paman Tham berlalu lebih dulu."

   Ruang tengah penuh diliputi suasana yang menyeramkan Liong heng-pat-ciang Tham Beng berdiri kaku di hadapan tiga buah batok kepala dengan muka sepucat mayat dan tubuh gemetar karena embusan angin dingin di luar.

   Hui-liong-sam-kiat, tiga orang gagah dari Hui-liong-piaukiok yang namanya tersohor di dalam dunia persilatan, ternyata telah terbunuh dengan mengenaskan! ************************** Hal 5 robek sebagian ************************** kan tekanan batin yang berat, meski kedua tangan Pat-kwa-ciang Liu Hui mengepal kencang, namun masih kelihatan juga tangan itu gemetar tiada hentinya.

   Entah berapa lama sudah lewat, tiba-tiba Tong hong Kiam menjerit kaget "He, di mana Samte? Ke mana dia?"

   Dengan kaget semua orang berpaling, betul juga Tonghong Ceng yang sejak tadi hanya berdiri kaku membungkam, kini sudah lenyap tak berbekas.

   ************************** Hal 6 robek sebagian ************************** Dengan wajah yang murung dan sedih Tham Bun ki seorang diri duduk di bawah lampu, cahaya lampu yang mirip impian menyinari sepasang matanya yang sayu dan rambutnya yang hitam.

   Seluruh tubuhnya, jiwanya, perasaannya seolah-olah berada di alam mimpi, impian yang penuh penderitaan, penuh penyesalan.

   Kegembiraan dan senyuman suka dukanya di masa lalu kini sudah jauh meninggalkan dia, sebab tubuh dan jiwanya telah berubah jadi kaku, seperti orang linglung.

   Dalam hati dia sudah mengambil keputusan selama hayat masih dikandung badan, dalam hidupnya ini dia tak akan kenal lagi apa artinya "cinta kasih"

   Sebab "cinta kasih"

   Adalah sesuatu yang amat menakutkan.

   Dia buang jauh-jauh segala kenangan lama, ia buang jauh-jauh segala kerinduan, dia hanya tahu hidup bagaikan sesosok mayat hidup, terserah, masa bodoh.

   kapan ayahnya mengaturkan saat pernikahannya, kapan pula dia akan mengenakan pakaian pengantin, lalu...

   Lalu bagaimana? Diapun buang jauh-jauh segala pikiran selanjutnya, sebab dia percaya kehidupan yang serba kaku ini akan membuat dirinya cepat mati atau sebelum kekakuan membinasakan dirinya dia akan bunuh diri sendiri.

   Tiba-tiba .

   terdengar suara pelahan di luar jendela, ia tidak menggubris, tidak menegur ataupun bergerak, seakan-akan suara itu tak didengar olehnya.

   Tapi dari luar jendela segera berkumandang suara orang menegur dengan suara tertahan "Nona Tham!"

   Dengan pikiran yang kosong ia mendekati jendela, membuka dan melongok keluar.

   Meski dalam hati kecilnya waktu itu timbul juga sedikit rangsangan tapi ia segera buang jauhjauh segala pikiran, menolak segala kesedihan atau pun kegembiraan.

   Bayangan hitam berkelebat di luar jendela, seperti sedang menggapai padanya.

   Ketika bayangan di luar jendela itu menggapai lagi untuk ketiga kalinya! secara di bawah sadar gadis itupun melayang keluar jendela.

   Ilmu meringankan tubuh Tham Bun ki masih tetap indah dan mempesona, di tengah keheningan malam yang dingin ia meluncur keluar dengan entengnya.

   Namun ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang di depan sana ternyata jauh lebih hebat lagi, hal ini membuat Tham Bun-ki! rada terperanjat.

   Tapi dengan cepat dia buang jauh-jauh semua pikirannya Sekejap kemudian, secara beruntun kedua orang itu sudah melayang keluar halaman belakang, melintasi rumah yang berderet dan menuju ke pinggiran kota yang sepi, Di bawah pohon Pek-yang yang sudah layu tiba-tiba bayangan manusia di depan itu berhenti.

   Dengan enteng Tham Bun ki berkelebat ke depan dan melayang turun tepat di hadapan orang tampaklah orang itu bertubuh jangkung bermata tajam, bermuka pucat dengan alis mata yang bekernyit penuh kemurungan.

   Bun-ki cukup kenal siapa gerangan orang ini dia tahu orang-orang ini adalah pemuda yang paling tampan dan disanjung puji orang dalam dunia persilatan, Tonghong Ceng dari Tonghong ngo-kiam, dia pun tahu orang ini tak lain adalah bakal suami sendiri yang dipilihkan oleh ayahnya.

   Meski demikian mukanya tetap hambar, tetap kosong, tidak kelihatan kaget juga tidak kelihatan malu, malah dengan nada dingin ia menegur "Ada urusan apa?"

   Ketenangan dan keketusan yang luar biasa ini, seketika membuat Tonghong Ceng jadi tertegun.

   Lama sekali ia berdiri kaku, dia ingin mengubah seluruh perasaannya menjadi kekuatan yang dapat menenangkan hatinya, setelah air mukanya kembali tak beremosi, pelahan ia baru menjawab "Aku cuma ingin menanyakan satu hal kepadamu."

   "Katakan"

   "Apakah kau bersedia kawin dengan aku"

   TongHong Ceng mengepal tangannya kencang2

   "Yaa."

   Tonghong Ceng menggigit bibirnya dengan kuat, lama sekali baru bertanya lagi dengan dingin.

   "Apakah kesedianmu itu timbul dari hati sanubari mu sendiri?"

   "Tidak."

   Tonghong Ceng terkesiap, hawa dingin terasa menyusup naik dari alas kakinya hingga menembus hulu hatinya, matanya memandang ke tempat kegelapan dengan tatapan kosong, lama sekali ia baru berkata lagi.

   "Lalu persoalan apakah yang memaksa kau menerima perjodohan ini?"

   Tham Bun-ki mengalihkan pandangan dan melirik sekejap ke arahnya, tatapan yang kaku, seakan akan Tonghong Ceng hanya sepotong balok kayu belaka.

   "Bila kawin dengan kau, maka selamanya ayah tak akan mencelakai jiwa Hui Giok lagi."

   Sahutnya kemudian dengan tak acuh. Berbicara sampai di sini, tiba-tiba sekulum senyuman tersungging di ujung bibirnya, senyuman yang penuh ejekan, senyuman menghina.

   "Sudah pahamkah kau! Sudah puaskah kau! lanjutnya sejenak kemudian Tonghong Ceng berdiri kaku seperti patung, ia merasa pipinya seakan-akan baru ditampar orang keras-keras, mukanya sebentar berubah jadi pucat dan sebentar menghijau, pikirannya jadi kusut dan bergolak, tiba-tiba teriaknya.

   "Baik, baik, kau tak perlu kawin dengan aku! aku akan pergi, segera aku pergi!"

   Sekali melompat, seperti orang gila dia berlari menuju ke tempat kegelapan, yang tertinggal hanya gema suaranya yang gemetar tadi terbawa embusan angin.

   Kegelapan malam menyelimuti wajah Tham Bun-ki yang pucat, di balik kelopak matanya tampak butiran air mata dan membuat matanya berkaca-kaca, ia tahu bahwa perbuatannya telah melukai perasaan seorang pemuda, diapun sadar beberapa patah katanya yang singkat tapi dingin dan kaku itu ibaratnya berjuta-juta batang anak panah yang menghunjam hulu hati pemuda itu, mencabik-cabik perasaannya.

   Tapi, segera ia membuang jauh-jauh semua pikiran itu.

   Sejak itu dunia persilatan akan kehilangan seorang pendekar muda yang bermasa depan cemerlang, upacara pernikahan yang diidam-idamkan ayahnya juga selamanya tak akan terselenggara, hari bahagia yang telah diatur itu pun akan terus terkatung-katung.

   Tapi, apa sangkut pautnya segala sesuatu itu dengan dia? Kembali dia menolak untuk memikirkannya.

   Apapun tak dipikirkan lagi olehnya, seperti kejadian apapun seakan-akan tak pernah berlangsung.

   Dengan langkah yang tenang ia berjalan kembali ke kamarnya.

   Belum beberapa langkah ia berjalan, tiba2 nona itu merasa ada sesosok bayangan orang mengadang di hadapannya.

   Bayangan manusia itu muncul secara mendadak, ibaratnya segumpal kabut yang tlba-tiba mengambang tiba, cepat Tham Bun-ki menghentikan gerakan tubuhnya dan memandang ke depan.

   Entah sedari kapan, tahu-tahu di depan telah berdiri seorang perempuan berbaju seputih salju, bersanggul tinggi dan mempunyai perawakan tubuh yang tinggi dan besar begitu besarnya sehingga agak mengerikan.

   Yang paling aneh, di punggung perempuan itu menggendong sebuah keranjang berwarna kuning emas, dalam keranjang berduduk seorang pria berbaju kuning emas pula.

   Laki2 itu bertubuh cebol.

   perawakannya persis seperti seorang anak kecil.

   tapi bajunya perlente seperti seorang raja muda.

   Jenggotnya panjang sekali, ketika terembus angin ber-goyang2 mengibas sanggul si perempuan yang tinggi, sementara kedua matanya yang tajam menatap wajah Tham Bun-ki tanpa berkedip.

   Terkesiaplah gadis itu, segera teringat olehnya siapa gerangan kedua orang aneh yang dihadapinya ini.

   Dengan air muka sedingin es dan tanpa emosi ia lantas menjura, lalu bertanya dengan suara hambar.

   "Ada urusan apa?"

   Kim tong menghela napas panjang.

   "Ai, rupanya kecuali anak Giok mati di hadapannya, persoalan apapun di dunia ini mungkin tak akan bisa menggerakkan hatinya lagi"

   Giok-Ii juga menunjukkan perasaan kasihan bercampur kuatir, ujarnya.

   "Anakku, usiamu masih muda, masa depannya masih panjang, kenapa pikiranmu tak bisa terbuka?"

   Tham Bun-i"

   Tertawa pedih.

   "Bila urat sutera telah menjadi kepompong, serat sutera baru bisa diambil. Lilin sudah meleleh air mata sudah mengering, segala sesuatu kejadian di dunia ini laksana bunga dalam cermin dan bulan dalam air, siapa bilang jalan pikiran Wanpwe belum terbuka?"

   "Sungguhkah itu?"

   Tanya Kimtong sambil mengelus jenggotnya dan tertawa. Giok-li berpaling sekejap ke arah suaminya lalu mengomel "perasaan orang sudah menjadi begini masa dia membohongi lagi dirimu?"

   "Hahaha. ."

   Kim-tong terbahak-bahak.

   "Nak. terus terang kuberitahukan kepadamu, ulat suteramu belum menjadi kepompong, lilinmu juga belum meleleh, selama masih ada kami suami isteri, di dunia ini tak akan ada bibit cinta yang mati sebelum bersemi."

   Mencorong sinar mata Tham Bun-ki, tak tahan lagi ia menengadah dan melirik sekejap ke arah berdua orang tokoh persilatan itu. Giok li tertawa ringan, sambil membelai rambutnya iapun berkata.

   "Nak, usaha yang bersungguh-sungguh dapat membuat batu dan emas jadi meleleh, di dunia ini tak ada persoalan yang tak bisa di tundukkan oleh cinta yang sejati, teringat kembali peristiwa masa lalu, ketika aku dan dia..."

   Dengan pandangan penuh kasih sayang diliriknya Kim-tong sekejap, tiba2 pada wajahnya yang kasar tersungging senyuman yang lembut.

   "Rintangan dan kesulitan yang kami hadapi waktu itu berpuluh kali lipat lebih hebat daripada apa yang kalian alami sekarang,"

   Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Sambungnya perlahan.

   "tapi..coba kau lihat, bukankah sampai sekarang pun kami masih tetap dua sejoli dan selalu berada bersama?"

   Dengan termangu Thani Bun-ki memandang potongan tubuh mereka yang aneh, memandang kelembutan dan kasih sayang mereka yang hangat.

   Tiba-tiba ia merasa di balik perasaannya yang kaku dan dingin timbul lagi setitik rasa kasih sayang yang lembut dan hangat.

   Di hadapan kedua orang tokoh persilatan yang aneh ini, segala sesuatu yang "tak mungkin"

   Di dunia ini seakan-akan berubah jadi "mungkin". Segala cinta kasih yang khayal seakan-akan berubah jadi keyakinan"

   Segala sesuatu "impian"

   Yang ada di dunia ini seakan-akan berubah jadi kenyataan. Dan segala "air mata"

   Bisa berubah menjadi "senyuman"

   "Tekad yang bersungguh dapat membuat batu dan emas pun meleleh, benarkah hal ini?"

   Ia mulai bergumam dengan lirih.

   Senyuman yang semula menghiasi wajah Kim tong tiba-tiba lenyap, dengan serius dia berkata "Tentu saja sungguh, asal cinta kasihmu dapat lolos dari ujian yang penuh penderitaan, maka cinta murnimu itu pada suatu ketika pasti akan mendapat imbalan yang semestinya."

   "Ya anakku,"

   Ujar Giok h dengan lembut.

   "Meskipun kau memiliki cinta sejati, namun kau tidak memiliki kepercayaan maka perasaanmu, berubah menjadi kaku dan menderita Nak, bersediakah kau mendengarkan nasehat kami?"

   Tiba-tiba Tham bun-ki merasakan hatinya bergolak keras, butiran air mata yang sudah lama mengering mendadak meleleh kembali, ia menengadah dan mengangguk. Kim-tong tertawa nyaring.

   "Hahaha!, . Bagus sekali, asal kau sudah memiliki cinta yang sejati dan rasa percaya pada diri sendiri, maka berarti akupun berhasil menggembleng sebentuk batu yang akan bersinar cemerlang."

   "Nah, anakku sayang! ikutlah kami pergi,"

   Bisik Giok-li lembut. meskipun perjalanan di depan masih amat jauh dan penuh kesulitan, tapi jangan takut! coba lihatlah, walaupun kegelapan ditengah malam itu cukup panjang, bukankah fajar pun tetap akan menyingsing?"

   Sekali lagi Tham Bun-ki mengangguk, lalu mengikuti di belakang kedua tokoh persilatan itu, berangkatlah gadis itu menuju ke arah timur di mana sinar pertama segera akan terbit.

   Oo- oO Oo - oO Betapapun malam yang gelap dan panjang, akhirnya fajar pasti juga menyingsing Angin tetap berembus kencang, salju kembali turun dengan lebatnya, musim dingin terasa makin membekukan badan.

   Namun gerombolan manusia yang berkumpul di kota Bu han sama sekali tidak menghindari cuaca yang membekukan, mereka masih berkerumun di sepanjang jalan raya yang ramai itu.

   Sekalipun semalam suntuk mereka tidak tidur, namun pagi ini mereka semua masih tampak segar bugar.

   Liong-heng-pat-ciang telah datang mungkinkah hujan badai masih jauh? Beratus-ratus pasang mata, baik yang beradu jauh ataupun yang berada dekat, terpusat dan tertuju ke arah pintu gerbang berwarna hitam pekat yang tertutup rapat itu.

   Berita sensasi, desas-desus, bisikan berbisa tiada hentinya mengalir dan tersiar dalam kota itu.

   "Engkau tahu, Cian Sin jiu juga sudah sampai di kota ini?"

   "Kemarin malam, kulihat ada orang mengantarkan tiga kotak hadiah besar untuk Liong heng pat ciang kau tahu benda apakah itu?"

   Eh, kabarnya si puteri naga Tham Bun-ki juga sudah datang mungkin kedatangannya adalah untuk dikawinkan dengan Tonghong Ceng dari Tonghong-ngo kiam.

   Wah kalau begini keadaan Liong heng-pat-ciang ibaratnya harimau bertumbuh sayap, kedudukannya jelas bertambah kuat"

   Aku berani bertaruh, sebelum tengah hari nanti, Hui taysianseng pasti juga akan sampai di sini untuk menuntut balas terhadap Tham Beng"

   Menurut taksiranmu, kepandaian siapa lebih tinggi di antara kedua orang itu? Kalau masa jelas menjagoi Tham Beng."

   Di antara kawanan jago itu, anak buah Sin jiu Cian Hui juga membaurkan diri di tengah mereka, bahkan ikut aktip menyiarkan berita dan sas-sus, baik yang sungguhan maupun hanya isapan jempol belaka.

   "Kalian tahu siapakah Kongsun Tay-liok, Siang Hui ki dan Si Beng bertiga jagoan yang disebut Hui liong sam kiat? Ternyata balok kepala mereka sudah dipotong oleh Cian Sin jiu, tiga kotak hadiah besar yang dikirimkan kepada Liong heng pat-ciang kemarin malam tak lain adalah berisikan..."

   "Kau tahu, meskipun Tham Beng sudah membawa puterinya kemari, tapi belum tentu Tonghong-hengte bersedia menikah dengan dia sehingga merusak nama baik sendiri."

   "Walaupun usia Hui Taysianseng masih muda tapi dalam silatnya benar-benar sudah mencapai tingkatan yang sukar diukur, asal dia turun tangan niscaya Liong heng~pat~ciang bukan tandingannya"

   Berita sensasi, gosip, suara burung dan masing2 memenuhi seluruh kota, membuat suasana tambah heboh.

   Waktu berlalu sangat lambat rasanya bagaikan siput yang merangkak, begitu lambat sehingga membikin orang jadi tak sabar.

   Sampai tengah hari, baik di kota Bu han maupun di kota Han-ko masih belum tampak bayangan Hui-taysianseng, Sin jiu Cian Hui, Tonghong-ngo-kiam, Lionghcng- pat cjang maupun Jit-giau-tui hun.

   -o0o~~ -X- -o0p- Walaupun dalam kota tidak turun salju, di luar kota penuh bertaburan bunga-bunga salju.

   Hui Giok berdiri di bawah emper rumah sambil memandang bunga salju yang beterbangan di udara, pikirannya waktu itu amat kalut, sekalut bunga salju yang berhamburan.

   Musuh besar pembunuh orang tuanya kini berada di kota Han-ko tapi gadis yang paling dicintai justeru berada pula di samping musuh besarnya itu.

   Mulai sekarang hingga akhir hayat, selamanya janganlah membuat sedih seorang gadis yang mencintaimu.

   Kata-kata tersebut entah sudah berapa kali dia ulangi, bunga-bunga salju yang bertaburan di hadapannya seakan-akan semuanya telah berubah menjadi raut wajah Leng-goat-siancu yang pucat sedih dan terukir dalam2 di lubuk hatinya.

   Ia tak tega untuk mengingkari janjinya kepada perempuan itu, tapi diapun tak dapat melupakan sakit hatinya yang lebih dalam dan lautan itu.

   Ia tak dapat melupakan sakit hati yang sedalam lautan, namun iapun tak dapat melupakan cinta kasih Tham Bun-ki yang sulit dijajaki itu.

   "Bagaimanapun juga aku tak dapat membiarkan arwah ayah dan paman menanggung penyesalan di alam baka!"

   Akhirnya dia mengambil keputusan! Ketika berpaling, diluarnya Wan Lu tin yang duduk di depan jendela sedang menghela napas panjang dengan sedihnya .

   "Salju turun dengan derasnya, entah bagaimanakah keadaan enci Bun-ki"

   Bisiknya lirih. Hati Hui Giok terasa bergetar keras. Tapi sebelum ia bicara apa apa, Jit-giau-tui-hun Na Hui hong telah bersuara duluan.

   "Ai sampai kini Liong heng-pat-ciang masih belum melakukan tindakan apa-apa, penantian ini sungguh terasa lebih tersiksa daripada melakukan pekerjaan apapun! Aku... bagaimanapun juga dia belum tahu kalau pikiranku telah berubah dan berkiblat kepada orang lain, bila aku yang pergi mencari berita, mungkin keadaan mereka yang sebenarnya akan dapat diketahui."

   Hui Giok menghela mpas sambil menggeleng kepala.

   "Saudara Na"

   Katanya.

   "perbuatan yang merugikan orang tak nanti bertahan lama, kalau kita tak ingin ditipu orang dengan muslihat yang licin dan keji, kenapa kita sendiri harus membodohi orang dengan akal busuk?"

   Jit-giau tui hun tertegun ia merasa kata-kata itu mengandung makna yang dalam, kata-kata semacam itu tak boleh diabaikan dengan begitu saja. Dalam pada itu, Leng kok-siang-bok yang duduk di dekat jendela sebelah sana, tiba-tiba Leng Han-tiok berseru.

   "Ah, itu dia. beritanya sudah datang!"

   Belum habis perkataannya, seorang laki-laki, berbaju ringkas telah berlari masuk dengan tergesa-gesa, mimik.

   wajahnya yang aneh menunjukkan seakan-akan orang yang menemukan harta karun mendadak, Ketika dibentak Na Hui-hong, buru-buru orang itu berkata.

   "Suasana dalam kota pada saat ini amat kalut berita sensasi tersebar dimana-mana menurut berita yang tersiar dari mulut para jago Hui-liong piaukiok katanya Hui-liong-sam kiat benar-benar sudah tewas."

   Na Hui liong hanya menyahut pelahan dengan berlagak tak acuh. Maka orang itu berkata lebih lanjut.

   "Yang paling penting adalah pada kemarin malam ternyata Tonghong Ceng dan si puteri naga Tham Bun-ki telah menghilang bersama, dan karena itulah Tham Beng masih berada dalam keadaan gelisah, maka hingga kini ia tidak melakukan gerakan apa-apa,"

   Mendengar berita itu Wan Lu-tin menjerit kaget, sementara Hui Giok berubah air mukanya Jitgiau- tui-hunNa Hui-hong juga melenggong entah kaget, entah girang oleh kabar itu.

   Sampaisampai Leng-kok-siang-hok pun ikut bangkit berdiri saking kagetnya setelah mendengar berita itu.

   "Apakah kabar itu bisa dipercaya"

   Na Hui hong bertanya dengan nada berat.

   Dengan napas terengah laki-laki berpakaian ringkas itu mengangguk.

   Siapa tahu belum lenyap rasa kaget mereka selagi mereka masih bingung mendadak dari luar halaman kembali berlari masuk seorang sambil berteriak keras-keras "Di luar pintu ada kedatangan seorang pembawa bendera dari Hui-liong piau kiok, katanya ingin berjumpa dengan Hui-taysianseng,"

   Lapor orang itu "ilmu silatnya sangat lihay, Tio Peng-hui dan Ong Tek ki yang bermaksud menangkap orang itu untuk digusur ke hadapan Bengcu telah dirobohkan dalam sekali gebrakan saja."

   "Apakah kau lihat jelas bagaimana tampang orang itu?"

   Tanya Jit-giau-tui hun Na Hui-bong dengan wajah masam.

   Laki-laki itu berpikir sebentar, lalu menjawab "Orang itu berwajah kuning pucat, seperti baru saja sembuh dari sakit parah, pakaian yang dikenakan adalah seragam pembawa panji Hui liong piaukiok, sebuah topi lebar yang terbuat dan anyaman bambu hampir menutupi sebagian wajahnya, sukar bagi orang lain untuk meneliti sorot matanya, tentang sepatu apa yang dia pakai, hamba tidak melihat jelas!"

   "Hmm, Apakah ia membawa senjata?"

   Tanya Jit-giau tui-hun sambil mendengus.

   "Perawakannya hampir sama dengan potongan badanku, ia tidak membawa senjata, tapi dibalik pinggangnya terselip sebuah senjata sejenis Lian-ci tong (tombak) atau senjata sebangsa ruyung Juan-pian."

   "Dalam perusahaan Hui liong piaukiok mana ada manusia macam begitu?"

   Kata Jit~giau-tuihun dengan kening berkerut.

   "Bengcu, biar Siaute periksa dulu!"

   "Tak usah!"

   Jawab Hui Giok dengan wajah dingin.

   "kalau kedatangannya jelas untuk mencari aku, biarlah aku sendiri saja yang menghadapinya."

   Belum habis perkataannya ia lantas berlari ke luar dan menerobos dengan cepat, setelah melewati ruang tengah tertampaklah di luar pintu gerbang belasan orang laki-laki kekar berkerumun di depan pintu sambil mengadang seorang pria di depannya.

   Hui Giok merentangkan tangannya menyingkirkan orang banyak dan menerobos ke tengah, tertampaklah seorang laki-laki persis seperti apa yang dilukiskan tadi berdiri tenang di depan pintu gerbang, dilihat dan sikapnya yang seenaknya itu seolah-olah dia tak pandang sebelah mata terhadap belasan orang laki-laki yang merintanginya itu.

   Dengan dahi berkerut, Hui Giok segera menegur.

   "Sobat, siapa kau? Ada urusan apa mencari aku orang she Hui?"

   Laki-laki itu masih tetap menunduk, melirik Hui Giok sekejap pun tidak.

   "Apakah semua perkataanku tidak kau dengar?"

   Tegur Hui Giok pula dengan dahi berkerut. Laki-laki itu berdehem lalu dengan suaranya yang parau menjawab.

   "Tham congpiautau memerintahkan aku datang kemari untuk menasehati dirimu agar segera menyerah kepada Huiliong piau-kiok, kalau tidak... Hmm Hmm!"

   Air muka Hui Giok berubah tertawa dingin lalu katanya.

   "Lebih baik segera kau pulang."

   Tapi sebelum ucapan itu berlanjut, tiba-tiba laki-laki itu menengadah sambil terbahak-bahak menyusut topi nya yang lebar itu dilepas sehingga tertampaklah matanya yang besar.

   Tiba-tiba Hui Giok berteriak "Hah, kiranya kau!" - Sekali lompat dia menubruk maju dan menggenggam erat-erat bahu orang itu, di bawah hujan salju yang lebat mereka menegadah dan bergelak tertawa.

   Leng-kok-siangbok.

   Jit-giau tui-hun dan Wan Lu-tin yang baru saja melangkah keluar dari pintu gerbang sama tertegun menyaksikan adegan tersebut.

   Di tengah gelak tertawanya yang nyaring, terdengar Hui Giok berkata.

   "Hai selama ini kau pergi ke mana saja? Mengapa tidak mengirim berita kepadaku?"

   "Hahaha! gerak-gerikku selama ini boleh dibilang misterius sekali, sudah tentu rahasianya ini boleh sampai terbocor."

   Sahut laki2 tadi sambil tergelak.

   "Lalu ia membimbing Hui Giok dan bersama2 naik ke atas tangga batu. Tiba2 Wan Lu-un merasa kenal dengan orang ini, dia berseru tertahan.

   "Hai Li Yau-bin"

   Kenapa kau sampai di sini?"

   "Li Yau-bin?"

   Hui Giok tertegun dan menghentikan langkahnya "Siapakah Li Yau-bin?"

   Sementara itu Jit-giau-tui hun yang juga ikut mengawasi orang itu dengan teliti tiba2 merasakan bahwa mata orang sudah sangat dikenalnya, setelah merenung sekian lama, akhirnya ia teringat kembali.

   "Wahai Jit-giau-tongcu, kenapa kaupun muncul di sini?"

   Sapanya.

   "Hei. siapakah Jit-giau-tongcu?"

   Wan Lu-tm berseru keheranan.

   "Jelas dia adalah Li Yau-bin seorang pegawai pembawa bendera Hui-liong piau kiok, mana bisa jadi Jit-giau-tongcu segala? Hati hati kalian jangan sampai tertipu oleh muslihatnya."

   Hui Giok berpikir sebentar, kemudian tertawa terbahak-bahak.

   "Hahaha"

   Tentunya selama ini kau telah bermain gila, betul tidak? Tapi, bagaimana ceritanya sehingga Jit giau-tongcu Go Bengsi bisa berubah menjadi Li Yau-bin?"

   Jit-giau tongcu Go Beng si tertawa tuturnya.

   "Hahaha! Yang dimaksudkan "Li-yau-bin"

   Adalah "minta nyawamu", artinya minta nyawa Tham Beng"

   Hahaha ..ceritanya panjang sekali, tak mungkin kujelaskan dalam sekejap saja. Ayo hidangkan arak dulu, sambil minum kita bercerita lagi."

   Maka sambil bergelak tertawa kedua orang ini lantas menuju ke halaman belakang sambil bergandengan tangan, sekalipun kedua sahabat senasib dan sependeritaan serta sehidup semati ini sudah lama tak berjumpa, namun dalam soal hubungan batin ternyata sama sekali tidak menjadi renggang.

   Sejah masuk ke dalam ruangan, Na Hui hong segera menghidangkan arak, pada kesempatan itulah Jit giau tongcu Go Beng si berkata sambil tertawa.

   "Saudara Na, selamat atas keputusanmu untuk kembali ke jalan yang benar! Untuk memeriahkan hari besar ini, Siaute ingin menghormati cawan arak khusus kepada saudara Na."

   Mendengar perkataan itu, baik Hui Giok maupun Na Hiu-hong jadi tertegun, tanpa terasa mereka berseru berbareng.

   "Hei, darimana kau tahu?"

   Tersenyumlah Go Beng-si, Saudara Na"

   Demikian katanya terus terang kuberitahukan kepadamu, pada hakekatnya Ong Tek ki dan Tio Peng-hui yang barusan kurobohkan itu tak lain adalah mata-mata yang sengaja kuatur untuk menyusup ke dalam tubuh perkumpulanmu sejak setahun yang lalu, sebab itu segala gerak-gerik saudara Na dapat kuketahui dengan amat gamblang sekali."

   Mula-mula Jit-giau tui-hun masih tertegun, kemudian dengan perasaan ngeri ia berdiri termangu peluh dingin terasa membasahi telapak tangannya.

   Dulu ia selalu menganggap kecerdikannya luar biasa dan tiada tandingannya di dunia ini, tapi sekarang ia baru tahu bahwa pikirannya itu keliru patas saja dia merasa kaget, ngeri dan juga malu.

   
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Setelah perjamuan dimulai, Jit-giau-tongcu Go Beng si mulai mengisahkan semua pengalamannya yang berliku liku selama beberapa waktu ini.

   Lebih dulu ia berkata.

   "Sejak kudengar saudara Hui mengisahkan asal-usulnya, tahulah aku bahwa Liong-heng-pat-ciang pasti menyimpan suatu intrik besar terhadap dia, sebab barang siapa mengatakan manusia berbakat bagus seperti dia ini sebagai seorang goblok, maka orang itu sendiri kalau bukan sinting pastilah maha tolol, padahal kita semua tahu Tham Beng bukanlah orang sinting atau orang tolol, maka kuyakin dia pasti mempunyai maksud-maksud tertentu."

   "Sebab itulah, sejak mula aku sudah mengubah wajahku dengan obat rias aku berusaha menyusup ke tubuh Hui liong piaukiok untuk memperhatikan secara diam-diam apakah Tham Beng ada sesuatu rahasia yang dapat kubongkar, kemudian tanpa sengaja akupun berhasil menemukan si kusir yang bernama Ko-put-ki itu, kudengar juga igauannya dalam mimpi, maka kugunakan pelbagai cara dan akal untuk memancing orang itu agar secara sukarela dan tanpa paksa mau mengungkapkan rahasia tersebut!"

   Kisah ini diucapkan dengan singkat dan terburu-buru, seolah-olah dia masih ada urusan maha penting lainnya yang harus segera dilaksanakan.

   Sekalipun singkat dan terburu-buru, namun keterangan ini sudah cukup membuat semua orang merasa terkejut bercampur heran.

   Begitulah, sambil tersenyum ia bertutur lebih lanjut.

   "Dari saudara Hui sering kudengar ceritanya tentang nona Wan ini, maka secara diam-diam akupun sering memperhatikannya, atau mencari kesempatan untuk bercakap-cakap dengannya, lalu dalam percakapan itu seperti sengaja dan tak sengaja kuberitahukan pula banyak urusan kepadanya?"

   Mata Wan Lu-tin terbelalak lebar-lebar, serunya kemudian "He, pantasan! . Sungguh tak kusangka kau... kau begini cerdik!"

   Go Beng-si tersenyum, ia berkata pula kepada Hui Giok.

   "Ketika saudara Na berkunjung ke Hui-liong-piaukiok tempo hari, akulah yang memancing nona Wan agar sengaja atau tak sengaja berjumpa muka dengannya, kemudian akupun memberitahukan hubungan antara Tham Beng dengan peristiwa berdarah pada belasan tahun yang lalu kepada nona Wan, setelah itu kupancing pula dia untuk ke luar mencari dirimu."

   Hui Giok segera menepuk jidat sendiri sambil menghela napas.

   "Waktu itu aku sendiripun merasa heran, kenapa seorang anak perempuan yang selalu terkurung dalam rumah bisa mengetahui begini banyak rahasia? jadi kau rupanya Jit-giau tongcu! "Namamu sepantasnya diubah menjadi Sip-giau tongcu (si anak serba pandai)"

   Tiba-tiba Wan Lu tin membelalakkan matanya yang jeli sambil bertanya.

   "Ketika aku melarikan diri dan rumah, hampir saja diriku tertangkap kembali oleh mereka, apakah engkau pula yang secara diam-diam membantuku dengan memancing pergi mereka?"

   Sambil tersenyum Go Beng-si mengangguk "Ya waktu itu keadaanku sendiri juga berbahaya, hampir saja kedokku ketahuan, untung orang-orang itu goblok semuanya"

   "Ai, bukan orang2 itu yang terlalu goblok, tapi saudara Go yang cerdik. Ai, kecerdasanmu memang tiada tandingannya di dunia ini,"

   Kata Jit-giau tui-hun Na Hui-hong sambil menghela napas.

   "Ah. saudara Na terlalu memuji, rasa bangga terlintas pada wajahnya dan berkatalah lebih jauh "semua itu masih belum apa-apa, dewasa ini Siaute telah meninggalkan tulisan yang patut dibanggakan dalam kota Han-ko, sebelum senja nanti, bila kita semua tiba di kota tersebut dan hahaha..."

   Ia tertawa ter-bahak2 dengan bangganya, lalu mengangkat cawan di depannya dan pelan tenggak menghabiskan isinya. Dengan rawan Wan Lu tin menghela napas, ujarnya.

   "Aku benar2 merasa tidak mengerti bagaimana caramu melakukan semua itu, tapi kau bilang hal itu belum apa2, Toako, tak kusangka engkau mempunyai seorang sahabat sepintar ini, agaknya ia jauh lebih pintar daripada dirimu"

   "Sejak dulu dia memang lebih pintar daripada aku,"

   Jawab Hui Giok sambil tersenyum.

   sekalipun ucapan yang bernada kagum dan sekadar melengkapi sopan santun, tapi nadanya dengar betapa tulus dan jujurnya perkataan terdengar.

   Go Beng-si menggeleng kepala berulang kali "Keliru, keliru! sekalipun aku lebih cerdik juga tak lebih hanya daun-daun hijau belaka, aku hanya cocok menjadi pembantu, tak dapat jadi pemimpin."

   Senyuman yang menghiasi bibirnya mendadak lenyap, lalu dengan wajah serius lanjutnya.

   "Saudara Hui, kau harus tahu, bunga Bo-tan yang sebenarnya adalah kau. Meskipun dunia persilatan telah kalut, engkaulah yang berkewajiban menyelesaikan semua ini, Thian menciptakan engkau untuk "umum"

   Janganlah disebabkan soal cinta dan dendam mengakibatkan kau patah semangat, ketika kulihat semangatmu amat menurun tadi, hatiku benar2 sedih ketahuilah, dewasa ini beribu bahkan berjuta pasang mata umat persilatan sama tertuju kepadamu, seluruh harapan mereka telah ditumpukan di atas bahumu, bila kau patah semangat dikarenakan urusan pribadi semua sahabat persilatan tentu akan bersedih hati."

   Terkesiap hati Hui Giok setelah mendengar perkataan itu, ia merasa kepalanya seakan-akan diguyur dengan sebaskom air dingin, seketika itu juga pikirannya jadi terang, semua cinta "pribadi", dendam "pribadi"

   Segera tersapu lenyap dari benaknya.

   "Hui Giok, wahai Hui Giok!"

   Jeritnya dalam hati.

   "kau memang pantas mampus, apakah masa depan sahabat persilatan di dunia tidak lebih penting daripada cinta dan dendam pribadimu?"

   Berpikir sampai di sini, dengan perasaan menyesal dan terima kasih ia bangkit berdiri dan menjura kepada Go Beng si, untuk sesaat dia tidak tahu apa yang mesti dkatakan! Leng-kok-siang-bok saling pandang sekejap, ujar Leng Han tiok kemudian.

   "Dia adalah seorang sahabat yang baik."

   "Ya, seorang sahabat yang sangat baik!"

   Sambung Leng Ko-bok sambil menghela napas.

   "Ai, barang siapa dapat bersahabat dengan kedua orang seperti mereka, nasib orang itu sungguh mujur sekali,"

   Kata Jit-giau tui-hun Na Hui hong pula.

   "OXO -0 + 0- Lewat tengah hari, awan yang gelap mulai buyar dan sinar matahari pun memancarkan cahayanya menyinari jalan raya di kota Han-ko. Manusia yang berlalu lalang di jalanan itu hampir saja meluap, kecuali rumah makan dan rumah penginapan hampir seluruh warung dan toko telah tutup pintu, semua pertemuan perayaan perkawinan, kematian, hubungan dagang, hubungan uang ..semua macet. Kereta2 berpanji Hui-liong-piaukiok yang berada di tepi sungai masih tetap diparkir di tempat semula, namun air muka para piausu yang berjaga di sekeliling kereta mereka tampak murung bercampur sedih. Semua kabar yang tersiar, semua berita yang terdengar, nadanya serupa, nadanya tidak menguntungkan bagi Liong heng-pat-ciang, hal ini membuat semua jago persilatan merasa kaget bercampur heran. Bukankah posisi Hui-liong-piaukiok sebenarnya berada di atas angin? Mengapa keadaannya sekarang bisa berubah seburuk ini? Sepanjang jalan raya penuh dengan suara pembicaraan orang, mereka yang sebenarnya ketakutan sekarang berani berbicara dengan suara lantang seluruh kota Han-ko bergolak seakan2 sekuali air yang mendidih. Hingga kini, pintu gerbang berwarna hitam itu masih tertutup rapat, tapi manusia yang berkumpul di depan pintu rumah itu makin lama semakin banyak, seakan-akan penonton yang sedang menunggu mainnya wayang. Tiba2, terdengar suara gembreng dibunyikan bertalu-talu. Beratus pasang mata segera beralih ke arah suara itu, tertampaklah beratus orang laki2 berbaju hitam berbaris datang dengan tertibnya, paling depan adalah empat orang yang menabuh gembreng kemudian puluhan orang di belakangnya bersenjatakan golok, lalu puluhan orang lagi yang membawa busur dan anak panah, paling belakang adalah seorang pemuda berpakaian berkabung dengan wajah yang sedih. Kemunculan orang2 itu mengejutkan semua orang, sementara mereka masih memandang dengan terheran-heran, kelihatan kawanan laki-laki berbaju hitam itu menaikkan pemuda tadi ke atas sebuah meja di bawah emper rumah, lalu para laki2 yang bersenjata golok mengelilingi di sekitarnya, kemudian para laki2 yang membawa busur dan anak panah itu mengelilingi seputar para jago yang bersenjata golok. Gembreng sekali lagi di bunyikan bertalu-talu, maka pemuda berbaju berkabung itupun mengisahkan kembali pengalamannya dan penderitaan selama hidup diiringi lelehan air mata dan luapan emosi. Tentu saja pemuda itu bukan lain adalah keturunan Piausu yang terbunuh dalam peristiwa berdarah belasan tahun yang lalu. Penuturannya yang mengibakan hati seketika juga mendapatkan simpatik dan luapan emosi dari beratus-ratus orang. Akhirnya, pemuda berbaju berkabung itu berlutut di tanah, lalu dengan suara keras berteriak.

   "Sejak kecil penghidupanku sengsara, aku harus menanggung dendam dan lagi disiksa pula oleh bajingan itu, sampai sekarang aku tak lebih hanya seorang lemah yang tak punya tenaga untuk membunuh seekor ayam pun, dendam berdarahku ini terpaksa harus kugantungkan kepada para paman dan saudara2 sekalian untuk memberi keadilan demi tegaknya kebenaran dalam dunia persilatan! Seruan itu segera mendapat sambutan yang ramai dari kawanan jago silat yang berkumpul di situ. Entah siapa yang mulai dulu, tiba-tiba di tengah kerumunan orang banyak terdengar seorang berteriak.

   "Bajingan munafik, bunuh saja Tham Beng-si anjing munafik yang terkutuk itu."

   Teriakan itu ibaratnya percikan api di tumpukan jerami, seketika itu juga membakar dan mengakibatkan suasana menjadi panas.

   Seketika itu suara makian dan kutukan berkumandang memenuhi udara jalan raya.

   Pada waktu yang hampir bersamaan dari empat penjuru kota Han-ko bermunculan pemudapemuda berkabung yang sama-sama menuturkan kisah sedih mereka yang memancing kemarahan dan luapan emosi khalayak ramai.

   Seperti diketahui kawanan jago persilatan itu pada umumnya adalah manusia berangasan yang berdarah panas, setelah melewati masa penantian yang penuh kejenuhan, mereka hampir saja sukar mengendalikan perasaan sendiri, tentu saja sedikit pancingan akan segera merangsang emosi mereka yang meluap.

   Bukan begitu saja, bahkan mereka yang semula hanya bermaksud ikut menonton keramaian, kini telah melepaskan posisi mereka yang cuma berpeluk tangan belaka itu, dengan marah dan penuh emosi mereka ikut berteriak-teriak.

   Yang lebih hebat lagi ternyata piausu dari Hui liong-piaukiok yang semula bersitegang kini ikut tergerak juga hatinya oleh kisah cerita itu sehingga dari sikap aktif kini mereka berubah pasif.

   Tentu saja ada pula yang masih setia kepada Tham Beng, tapi melihat umum yang sedang meluap amarahnya, sudah barang tentu mereka tak berani sembarangan turun tangan.

   Hanya satu harapan mereka, yakni pintu gerbang hitam itu cepat-cepat terbuka! Tiba-tiba ada puluhan orang menyerbu ke tepi sungai, menerjang kawanan Piausu yang sedang murung itu dan mendorong kereta-kereta kawalan tersebut ke dalam sungai yang deras arusnya.

   Tindakan yang mengejutkan itu segera memancing ratusan orang lainnya untuk menirukan cara yang sama, beratus orang menyerbu dan mendorong beratus buah kereta yang lain ke dalam sungai.

   Air yang muncrat membasahi pakaian kawan manusia yang sedang kalap itu, namun air yang dingin itu bukannya tak mampu memadamkan kobaran api amarah mereka, sebaliknya ibarat api di siram minyak, kemarahan mereka tambah membara.

   Berbondong-bondong mereka menyerbu ke depan pintu gerbang hitam yang tertutup rapat itu lalu mencaci maki dengan marahnya.

   Tham Beng keluar kau"

   Beri keadilan untuk kami semua"

   Diiringi caci maki yang ramai, batu ikut di sambitkan pula ke pintu.

   Maka batu, buah-buah busuk, bahkan cawan teh dan mangkok ikut disambitkan ke arah pintu gerbang yang hitam dan dinding pekarangan yang kelabu itu.

   Tentu saja semua rencana yang masak itu adalah hasil pekerjaan Jii giau-tongcu Go Beng-si yang amat cerdik itu, ia mengadakan kontak dengan semua ahli waris Piausu yang terbunuh itu serta mengirim mereka ke kota Bu-han, kemudian berusaha pula mengadakan kontak rahasia dengan Sin-jiu Cian Hui untuk mengerahkan segenap jago dari perserikatan orang-orang Kanglam agar melakukan demonstrasi serta mengobarkan luapan amarah umum yang tak terpadamkan.

   Akibatnya, semuanya berlangsung menurut rencana serta pengaturan yang seksama, dan semua rencananya yang bagus mendatangkan hasil yang luar biasa.

   Oo - oO Oo - oO Secara teratur Jit-giau-tongcu Go Beng si masuk ke kota, sepanjang jalan ia membeberkan semua rencananya yang matang, kemudian sambil tersenyum-senyum, katanya.

   "lnilah ilmu jiwa memperalat emosi umum."

   "Sungguh hebat!"

   Puji Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong sambil menghela napas. Hui Giok yang sejak tadi membungkam dengan wajah dingin ikut berbicara setelah lama termenung.

   "Apakah kau tidak merasa tindakanmu ini sedikit kebangetan?"

   "Ya, aku juga merasakan kelewat batas!"

   Bisik Wan Lu-tin sambil menghela napas sedih. Jit-giau-tongcu Go Beng si menghela napas katanya.

   "Keadaan sudah mendesak mau apa lagi kita, sekalipun perbuatanku ini kuning bijaksana tapi terhadap manusia seperti Tham Beng, kukira cara inilah yang paling cocok "

   "Dalam pertarungan ini, bila Tham Beng menang. maka nama kebesarannya akan semakin cemerlang, sementara kesampingkan dulu soal dendam berdarah itu dan bicara menurut keadaan dunia persilatan, kejadian inipun merupakan suatu kejadian yang menyedihkan, selama hidup dia selalu menghadapi orang lain dengan kelicikan dan kebusukan hatinya, maka bila kugunakan pula cara yang licik untuk menghadapi dia, jelas hal ini suatu tindakan yang adil Hui heng, hidup sebagai seorang Enghiong (pahlawan) di dunia ini janganlah memiliki sifat orang perempuan sehingga karena urusan kecil mengakibatkan kalutnya rencana besar!"

   Lama sekali Hui Giok termenung, akhirnya ia menghela napas panjang "Ai, Enghiong, Enghiong..."

   Oo - oO Oo - oO "Enghiong, Enghiong .."

   Tham Beng yang duduk di kursi besar dalam ruang tengah juga sedang bergumam seorang diri Enghiong? Enghiong, siapakah Enghiong? Kalau Enghiong, lantas bagaimana?"

   Tokoh persilatan yang gagah dan menjagoi dunia persilatan selama berpuluh tahun itu merasa betapa sedih, dan hampanya hati.

   Kejayaan yang dimulai dari remang-remang lalu bersinar, dari bersinar jadi cemerlang, tapi sekarang ia mulai merasakan suramnya kejayaan.

   Kepergian Tham Bun-ki yang secara tiba-tiba mendatangkan penderitaan batin bagi orang tua ini, ia merasa kegagahannya punah, ambisinya lenyap.

   Tonghong Tiat, Tonghong Kiam, Tonghong Kang dan Tonghoog Ouw, keempat orang jago muda itu duduk di ruang tengah dengan wajah hijau, caci maki yang mendengung dari luar pintu membuat mereka sukar menahan dir, sambitan batu, pecahan cawan yang berhamburan di luar halaman semakin membuat perasaan mereka bergolak namun sebagai seorang pendekar, sebagai keturunan dan keluarga kaum orang gagah, mereka tak tega berlalu dengan begitu saja dalam keadaan seperti ini.

   Siapa pun di antara mereka tak ada yang bisa menebak ke mana perginya Tonghong Ceng! Merekapun tak tahu mengapa secara tiba-tiba ia pergi tanpa pamit? Mengapa ia menghilang bersama dengau lenyapnya Tham Bun-ki? Dalam sebuah ruang samping di sisi ruang tengah, Paf-kwa-ciang Liu Hui, Koay-be-sin-to Kiong Cing yang serta Pian Sau-yan dan Lo Gi sekalian sedang duduk berkerumun sambil membicarakan sesuatu dengan suara bisik-bisik.

   Apa yang sedang mereka bicarakan? Perundingan rahasia apa yang sedang berlangsung? -ooO x 0oo- - oo O x 0oo- Jejak Sin-jiu Cian Hui paling sukar dilacaki orang.

   Waktu itu ia sedang mengeram di rumah hiburan Pek-lin-wan, dalam sebuah kamar yang mungil milik Siau-pek-lan seorang pelacur terkenal di kota Buhan.

   Kaitan emas menyantol kelambu di sisi pembaringan, dengan alas seprei yang penuh sulaman indah, Sin-jiu Cian Hui rebah di pembaringan yang empuk itu.

   Siau pek-lan yang duduk termenung di hadapannya sedang memandang tercengang tamunya yang banyak emosi itu.

   Belum pernah ia ketemui tamu seperti ini, dalam hati kecilnya yang telah penuh bernoda menghadapi tamu yang tampak kasar tapi murung dan acuh tak-acuh ini, mendatangkan daya pikat yang tak bisa dilawan.

   Tapi sejak tengah malam kemarin hingga kini, sang tamu cuma duduk termangu sambil merenung dengan dahi berkerut, kadangkala ia keluar pintu memberikan suatu perintah singkat sebentar pula menceguk secawan arak yang disodorkan oleh tangan Siau-pek-lan yang halus.

   Akhirnya Siau pek-lan tak tahan, sambit menghela napas tegurnya "Hei, apa yang sedang kau pikirkan?"

   Sin-jiu Cian Hui hanya bergumam tak jelas, maklum, banyak urusan yang sedang ia pikirkan sekarang.

   Menurut keadaan di depan mata sekarang, pihak perserikatan orang2 Kanglam telah berhasil menguasai keadaan dan berada di pihak yang menang, tapi kemenangan semacam ini baginya boleh dibilang sama sekali tak bermanfaat.

   Tiba-tiba ia merasa bahwa "boneka"

   Yang di pelihara menurut rencananya, kini sudah menjadi seorang "Enghiong"

   Yang termashur dan cemerlang.

   Enghiong ini tak mungkin bisa dikendalikan oleh siapapun, sedang semua kekuasaan, semua kejayaan yang telah disusun menurut rencananya boleh dibilang telah jatuh semua ke tangan orang itu.

   Dengan teliti dikupasnya semua itu, ya, bagaimanapun juga dia memang seorang jago yang tangguh, ternyata kupasannya terhadap keadaan sedemikian cermat dan pintarnya, dengan jelas pula ia sudah menghitung hasil yang dapat diperoleh dari kemenangannya itu telah berselisih jauh sekali dengan apa yang diperhitungkannya menurut rencana semula.

   Walaupun Siau-pek lan sudah lama terjun di dalam profesinya sebagai pelacur, tapi, mana bisa ia menebak isi hati tokoh dari golongan "rimba hijau"

   Pelahan dia angkat kakinya yang telanjang dan menyentuh paha Sin-Jiu Cian Hui lalu serunya dengan manja.

   "Hei, kau..."

   Si Tangan Sakti Cian Hui berkerut dahi, lalu dengan mata melotot membentak.

   "Mau apa kau..."

   Siau-pek-lan teekesiap, ia merasa sinar mata orang setajam sembilu dan membuat dia tak berani menatapnya lebih lama, tapi pengalamannya sebagai wanita penghibur untuk memberi reaksi memang berbeda dengan orang biasa.

   Ia mendesis lirih kemudian menubruk ke dalam pelukan Sin-jiu Cian-hui sambil mengeluh malu "Kenapa galak-galak? Aku jadi kuatir melihat kemurunganmu, aku ingin menghilangkan kemurunganmu, aku cinta kepadamu !"

   Bisikan yang lembut, rayuan yang manis penuh daya pikat itu segera menimbulkan pergolakan di dalam hati Sin-jiu Cian Hui.

   Alis matanya yang semula bekernyit kini mengendur, wajahnya juga mulai ramah Pemimpin kaum perampok yang selama hidupnya berjuang demi nama, demi pekerjaan, bahkan sering melakukan penipuan dan perampasan ini sekarang sudah terjatuh ke dalam kelembutan dan kehangatan seorang perempuan.

   Kelembutan dan kehangatan yang diterimanya sekarang memang suatu hiburan dalam menghadapi kekecewaan, kesepian serta kemerosotan ambisinya.

   Siau-pek-lan ikut merasakan perubahan dan pergolakan hati sang tamu, pelahan dia menjulurkan tangannya yang halus dan lembut dan merapikan jenggot orang yang terurai kusut itu, kemudian berkata dengan lirih.

   "Kau . kau sedang memikirkan apa? persoalan apa yang mengganjal hatimu? Katakanlah kepadaku, mau bukan?"

   "Ai, kau tidak akan mengerti sahut"

   Sin-jiu Cian Hui sambil menghela napas panjang. Dengan biji matanya yang jeli dan genit Siau pek-lan mengerling sekejap, lalu berkata lagi dengan lembut "Kalau begitu..akan kunyanyikan suatu lagu untuk menghilangkan segala kemurunganmu, mau bukan?"

   Dengan lemah gemulai ia bangkit berdiri, kakinya yang telanjang menginjak permadani yang lebar, diambilnya sebuah pipeh (sejenis alat petik) yang tergantung di sudut dinding sana.

   Sete!ah menyetel senar, mendehem pelahan, kemudian iapun menyanyi, suaranya terasa merdu lembut dan menawan hati.

   Di tengah buaian lagu yang merdu itu tiba-tiba Sm-jiu Cian Hui merasakan kelembutan serta kehangatan yang ditemuinya disini, mungkin akan melupakan penghiburnya yang terbesar di kemudian hari.

   Ditatapnya perempuan cantik di hadapannya itu, mendadak perasaannya terjadi pergolakan, suatu pergolakan yang belum pernah dirasakan sebelumnya.

   Bukankah kelembutan seperti kehangatan paling mudah menghilangkan ambisi orang.

   Tapi sekarang dia harus pergi, harus melakukan perjuangan yang terakhir demi kekuasaannya.

   Ia membetulkan pakaiannya, lalu berbangkit, teriakan marah dan luapan emosi yang menggema di luar lapat-lapat berkumandang sampai di dalam kamar yang indah dan harum ini.

   -o0o -ooo Suasana di jalan raya bertambah kacau.

   Lautan manusia yang berkerumun di depan pintu gerbang bercat hitam itu bertambah kalap, walau begitu kewibawaan Liong heng-pat-ciang Tham Beng masih kelihatan besar dan disegani, hal ini terbukti tak seorangpun yang berani menerjang naik ke atas undak undakan batu.

   Para anggota Hui-liong-piaukiok ada yang secara diam-diam melepaskan seragam mereka untuk mencampur-baurkan diri dengan kelompok orang ramai yang marah, bahkan ada pula yang diam-diam melarikan diri.

   Beribu pasang kaki menginjak-injak tanah lumpur yang becek.

   Pantulan sinar sang surya yang telah condong ke barat menyinari pintu gerbang yang bercat hitam itu.

   Mendadak Pintu gerbang itu pelahan terbentang lebar ..Ljong heng pat-ciang Tham Beng, tokoh persilatan yang selama ini memimpin dunia persilatan dan disegani orang itu muncul dengan wajah sedingin salju, ia melangkah keluar dengan tindakan yang lebar dan penuh bertenaga.

   Sorot matanya yang tajam menatap sekejap sekeliling tempat itu, hiruk pikuk yang semula melanda seluruh jalan raya seketika jadi hening.

   Ya, tokoh persilatan ini memang memiliki wibawa yang luar biasa, wibawanya sudah tertanam dalam-dalam di sanubari setiap orang persilatan ketika sorot matanya yang tajam menyapu pandang untuk ketiga kalinya, lautan manusia yang bergolak di tengah jalan seketika jadi tenang.

   Dari kekalutan berubah jadi tenang, saat itu jalan raya jadi sedemikian heningnya seperti sebuah kota mati, orang-orang yang kebetulan sedang berlari mendekatpun tanpa sadar segera meringankan langkah kakinya.

   Pelahan Liong-heng pat-ciang Tham Beng memandang sekejap orang-orang yang dibikin keder oleh wibawanya itu, kemurungan yang menyelimui wajahnya tidak jadi berkurang, sambil menuding ke depan ia menegur dengan suara lantang "Apa yang hendak kalian lakukan?"

   Meskipun wajahnya sedemikian tenang, tapi dalam hatinya tersembunyi kegelisahan kemurungan dan perasaan tak tenang.

   Kendatipun begitu, ucapannya tetap bertenaga tegas dan nyaring ibarat genta raksasa yang di bunyikan bertalu-talu, ibarat guntur yang menggelegar di udara, membuat matahari yang berada di barat seakan-akan suram oleh getaran suaranya yang keras itu.

   Tanpa terasa barisan manusia yang berada paling dekat menyurut mundur selangkah dengan perasaan kaget.

   Tonghong-hengte yang sedang muncul dari balik pintu dan menyaksikan keadaan tersebutpun menghela napas panjang, pikir mereka.

   "Ulat berkaki seribu, matipun tak kaku sungguh tak nyana meski Liong-heng pat-ciang sedang menghadapi pelbagai kesulitan, namun suara bentakannya masih begini nyaring dan berwibawa!"

   Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Sementara itu, Liong-heng-pat ciang telah membentak lagi dengan alis mata menegak.

   "Kalau tak ada urusan, mau apa kalian ber kaok2 di sini"

   Ayo cepat pergi dan tempat ini!"

   Barisan manusia yang berada paling depan mundur lagi beberapa langkah tanpa terasa, tapi berhubung orang2 di bagian belakang tidak ikut bergeser, maka suasana di sana lantas terjadi kegaduhan.

   Di antara suara luruk-pikuk dan suasana yang makin kalut, tiba-tiba terdengar ada orang berseru.

   "Utang darah bayar darah! Orang she Tham utang darah yang telah kau buat pada belasan tahun, bila tidak kau bayar kontan sekarang, jangan harap kau bisa pergi dan sini dengan selamat!"

   Teriakan itu segera mendapat tanggapan yang riuh, suasana bertambah kalut.

   "Tutup mulut!"

   Bentak Liong-heng-pat cianlg dengan mata melotot dan dahi berkerut.

   Bentakan itu ibaratnya guntur membelah bumi di siang hari bolong, seketika juga memekakkan telinga beribu orang yang hadir di situ, sekaligus menghapuskan suara kacau yang berkumandang di sana.

   Sambil mengepal tinjunya kencang-kencang Liong heng pat-ciang Tham Beng membentak lagi "Siapa yang berbicara? Ayo tampil ke muka!"

   Kawanan manusia itu hanya saling pandang tak seorang pun yang berani tampil ke depan.

   Suasana kembali diliputi keheningan.

   Kata Tham Beng dengan suara lantang.

   Peristiwa berdarah yang terjadi pada belasan tahun yang lalu memang benar-benar merupakan suatu peristiwa besar, kalian belum lupa, aku orang she Tham, juga belum lupa, bahkan setiap waktu, setiap saat selalu berusaha menyelidiki keadaan yang sebenarnya, tapi duduk persoalan yang benar hingga kini masih terselubung oleh kabut tebal.

   Kalian semua sudah lama mengenal aku Tham Beng, apakah hanya dikarenakan ada sekawanan manusia rendah yang sengaja melontarkan fitnahan keji padaku, lalu kalian ikut menuduh Tham Beng sebagai seorang pembunuh?"

   Direntangkan kedua tangannya, lalu bentaknya lantang.

   "Apakah aku Tham Beng mirip seorang pembunuh?"

   Semua orang memandang ke depan, menyaksikan potongan badannya yang kekar mukanya yang berwibawa, ada sementara orang mulai ber-pikir2

   "Ya, apakah dia mirip seorang pembunuh?"

   Mereka yang berdiri agak jauh diam-diam mulai berbisik-bisik pula membicarakan persoalan itu. Beberapa orang di antaranya lantas mulai beranjak, tapi dari delapan penjuru segera menggema lagi teriakan-teriakan gusar.

   "Fakta sudah jelas, apa kah kau masih ingin mungkir."

   "Seorang laki-laki sejati berani berbuat berani pula bertanggung jawab, Tham Beng wahai Tham Beng, tak nyana kau adalah seorang pengecutl"

   Demikian suara teriakan dan tengah lautan manusia sana.

   Bergetar seluruh rambut dan jenggot Liong heng pat ciang Tham Beng saking gusarnya, ia membentak "Faka apa? Mana buktinya? Siapa yang dapat menunjukkan satu saja dari bukti itu? Hayo kalau ada orang yang bisa menunjukkannya, aku Tham Beng segera akan gorok leher sendiri di hadapan kalian, aku akan bunuh diri tanpa merepotkan orang lain untuk melakukannya apa gunanya omong kosong tanpa bukti sambil menfitnah orang? Cara-cara seperti ini mana bisa menundukkan orang banyak."

   Ia berhenti sebentar, kemudian tambahnya "Jika benar ada orang bisa menunjukkan faktanya, silakan tampil ke depan. aku Tham Beng menjamin takkan mengganggu seujung rambutnya."

   Bersama selesainya perkataan itu tiba-tiba Tonghong Tiat maju ke muka dengan langkah lebar, kemudian serunya dengan lantang.

   "Aku Tonghong Tiat, demi nama baik serta kehormatan Hui-leng-po dalam dunia persilatan selama puluhan tahun ini kujamin kebenaran dan janji Liongheng- pat-ciang Tham Beng, apabila hari ini Tham Beng mengganggu seujung rambut pembawa bukti tersebut, maka kami dari Hui-In-poo yang pertama-tama akan menutut keadilan baginya, sebaliknya kalau tak ada pang yang bisa menunjukkan fakta, melainkan cuma omong kosong dan memfitnah orang seenaknya maka kami dari Hui-im-po juga akan mewakili Tham Beng untuk menuntut keadilan pada kalian semua!"

   Perkataan ini diucapkan dengan nada yang jelas, tandas, dan berwibawa. Tanpa terasa Tham Beng melirik sekejap ke arah pemuda yang berjiwa pendekar itu dengan pandangan rasa terima kasih. Pemuda itu berkata lagi setelah berhenti sebentar.

   "Sahabatsahabat persilatan, siapakah yang tidak percaya pada Hui im-po kami?"

   Keluarga Tonghong dari Hui-in-po yang terletak di Hau-khu dalam propinsi Kang-soh mempunyai kedudukan yang luar biasa dalam dunia persilatan ucapan Tonghong-siaupoocu itu segera menggetarkan perasaan kawanan jago yang hadir ini.

   Di antara kerumunan manusia seperti ada yang berbisik.

   "Ya, kalian kan berbesanan, tentu saja kau bantu dia!"

   Tapi baru saja selesai berucap ia kembali di getarkan oleh pandangan Tonghong Tiat yang tajam.

   Sekali lagi keheningan mencekam seluruh jalan raya itu.

   Di tengah keheningan, tiba- terdengar gelak tertawa yang keras berkumandang dari ujung jalan depan sana.

   Semua kekacauan jeritan kaget, bentakan gusar serta ketenangan dan keheningan yang terjadi dapat disaksikan dan didengar Hui Giok dengan jelas, ia berdiri di depan jendela sebuah loteng rumah makan dan menyaksikan semua peristiwa itu dengan membungkam, perasaannya waktu itu entah sedang marah kasian atau sedih! Jit-giau tongcu Go Beng-si diam2 sedang mengawasi perubahan mimik wajahnya, kadangkali senyum kebanggaan tersungging diujung bibirnya, jelas ia merasa puas dengan hasil yang direncanakannya itu.

   Ketika Tonghong Tiat selesai berkata tadi, dia cuma tertawa dingin saja.

   "Hei, dalam keadaan begini, apa yang kau tertawakan?"

   Tegur Hui Giok sambil berpaling. Jit giau tongcu Go Beng si masih tertawa, lalu ia menghela napas dan berkata.

   "Aku sedang menertawakan semangat pemuda itu, dengan mengandalkan nama orang tua serta perguruannya yang tersohor, ternyata sama sekali tak tahu akan kelicikan orang persilatan. Dewasa ini Liongheng- pat-ciang sudah terdesak, bukan saja teman lari dan anak buah pun berkhianat tapi Tonghong Tiat masih membantu dia berbicara... ai!"

   Helaan napas panjang mengakhiri perkataannya, tampaknya ia gegetun akan sikap Tonghong Tiat itu. Lama sekali Hui Giok termenung, akhirnya iapun ikut menghela napas panjang.

   "Ai justeru itulah aku merasa Tonghong hengte tak malu jadi keturunan orang kenamaan, mereka baru pantas disebut seorang laki2 berdarah panas, kau tak boleh memandang hina mereka !"

   Sepasang mata Jit-giau-tongcu berkilat ia seperti hendak mengucapkan sesuatu.

   tapi niat itu segera diurungkan sebab pada saat itulah Sin jiu Ciau Hui secara tiba-tiba muncul di jalan raya.

   Ibaratnya sepotong batu besar yang tiba-tiba tercebur ke dalam telaga, deburan ombak segera melanda empat penjuru.

   Kerumunan orang banyak yang sudah panas kian mendidih dengan munculnya jagoan itu, air muka Tonghong-hengte berubah hebat, sedang Liong-heng-pat-ciang dengan wajah yang serius mengamati Cian Hui yang selangkah demi selangkah sedang menghampiri ke arahnya.

   Setiap satu tindak dia melangkah, suara manusia yang hiruk pikuk tertahan sedikit, ketika ia sudah tiba di hadapan Liong-heng-pat-ciang Tham Beng, keheningan lantas terjadi.

   Tonggong Tiat menjura, tegurnya "

   Apakah Cian-cengcu mempunyai bukti yang nyata?"

   Sin-jiu Cian Hui tertawa dingin, dengan matanya yang tajam ia menatap sekejap wajah Liongheng pat-ciang Tham Beng, kemudian berkata dengan lantang.

   "Benarkah kau menginginkan bukti?"

   Liong heng pat ciang tertawa, dahi berkerut tiba-tiba hardiknya "Bawa kemari buktimu?"

   Sin Jiu Cian Hui segera memberi tanda, dua orang dengan mengempit seorang laki-laki yang ketakutan muncul dan kerumunan orang banyak.

   "Ko-put ki, kenalkah siapa orang ini?"

   Bentak Sin jiu Cian Hui. Dengan ketakutan Ko put-ki melirik sekejap ke arah Liong heng-pat ciang, lalu jawabnya dengan gemetar "Dia Liong heng-pat-ciang Tham toaya!"

   "Berdiri di sini dan kisahkan kembali semua kejadian yang pernah kausaksikan dengan mata kepala sendiri itu kepada semua orang gagah yang hadir ini"

   Seru Cian Hui lagi.

   "Ham... hamba ti... tidak berani."

   Keluh Ko put-ki dengan badan gemetar.

   Dia merasakan sorot mata Liong-heng-pat-ciang yang tertuju ke arahnya itu lebih tajam daripada pisau, ia merasa hatinya bagaikan ditusuk membuat dia keder.

   Sin jiu Cian Hui menjengek dia berpaling ke arah Tonghong Tiat dan serunya kemudian dengan nyaring "Tonghong-siaupocu, apakah engkau dapat menjamin keselamatan orang ini?"

   "Demi nama baik keluarga kami kujamin keselamatannya, bila orang ini sampai terluka seujung rambut saja, langsung tanyakan kepada aku, Tonghong Tiat."

   Sin-jiu Cian Hui lantas berpaling sambil berseru.

   "Setelah ada jaminan dan Tonghongsiaupocu , masa kau masih kuatir?"

   Akhirnya Ko-put-ki memberanikan diri untuk mengisahkan kembali apa yang dilihatnya itu sepatah demi sepatah, meskipun suaranya tidak terlampau keras, tapi seluruh jalan raya hening bagaikan kuburan, setiap orang pasang telinga dan mendengarkan dengan seksama.

   Sejaik awal sampai akhir air muka Liong-heng pat-ciang tetap sedingin salju, ia tidak mengucapkan sepatah katapun, dan orang lainpun tak dapat meraba bagaimana pikiran serta perasaannya ketika itu.

   sedangkan Tonghong-hengte saling pandang dengan wajah pucat.

   Bahkan Hui Giok yang berada di loteng rumah makan itu ikut pucat pula wajahnya lantaran emosi.

   "Saudara Hui!"

   Bisik Go Beng si.

   "sebentar lagi kau boleh turun ke bawah dan balaskan dendam bagi kematian orang tuamu!"

   Hui Giok tertunduk dengan mulut membungkam, lama dan sama sekali dia baru berkata "Ku harap tak ada orang yang membantu diriku!"

   Mata Jit-giau-tongcu Go Beng-si memancarkan sinar tajam, tapi tidak bersuara lagi. Wan Lu-tin yang berada di belakang mereka tiba-tiba menghela napas sedih sambil berkata.

   "Ai... akupun tidak ingin menyaksikan orang banyak mengerubuti seorang kakek yang sudah lanjut usia."

   Sekalipun dia... sekalipun dia adalah pembunuh ayahku."

   Hui Giok berpaling dan memandangnya sekejap, ia merasa hanya pada anak perempuan inilah dapat memperoleh pengertian dan simpati. Sementara itu Sin-jiu Cian Hui telah membentak pula.

   "Sahabat-sahabat sekalian, sudah kalian dengar perkataannya bukan?"

   Caci maki bernada marah segera berkumandang kembali dari kerumunan orang banyak.

   "Tham Beng, apalagi yang hendak kau ucapkan?"

   Demikian bentak Cian Hui seraya berpaling "Di tengah malam bersalju pada belasan tahun berselang, apakah kau berada di kota Po-teng?"

   Air muka Liong-heng-pat-ciang kaku seperti mayat, jawabnya dingin.

   "Benar!"

   Caci maki orang banyak seketika meledak.

   sedemikian kerasnya suara itu hampir-hampir menggetar bangunan loteng yang berada di sekeliling tempat it


Raja Naga 7 Bintang -- Khu Lung Peristiwa Merah Salju -- Gu Long Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung

Cari Blog Ini