Ceritasilat Novel Online

Pendekar Satu Jurus 6


Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL Bagian 6


ngin.

   "Watak Jite agak buruk, tapi aku Leng Ko-bok adalah orang yang paling baik, paling ramah di dunia ini. aku jadi tak tega menyaksikan penderitaanmu. Padahal asalkan kau bersumpah tak akan menjadi Congpiaupacu lagi, kami akan segera antar kaupulang. Ai. tentu rasa panas seperti dibakar dengan api tidak enak rasanya "

   La menghela napas berulang kali, mukanya di buat murung dan beriba hati, se-akan2 tak tega melihat anak muda itu menderita, padahal dalam pendengaran Hui Giok kata2 itu bagaikan beribu batang anak panah yang menembus ulu hatinya.

   Keadaan begitu dia tidak merintih, dia tidak mengeluh ia mengertak gigi, diterimanya semua penderitaan itu dengan membungkam.

   bagi pemuda yang keras kepala ini, minta ampun rasanya berpuluh kali lebih susah daripada membunuhnya.

   Leng Han-tiok tiba-tiba berkata sambil tertawa dingin "Leng-lotoa takut kau kepanasan, buat apa aku Leng-loji menjadi orang busuk, akan kuberikan hawa dingin agar badanmu terasa segar!"

   Habis perkataannya, Hui Giok merasa kedua tangannya yang semula panas seperti digarang dengan api mendadak berubah jadi dingin seperti berada di dalam gudang es.

   Seketika Hui Giok menggigil hawa panas dan dingin yang bergantian ini membuat semua tulang persendiannya seperti ditancap dengan sebatang jarum salju, siksaan semacam itu dirasakan beribu kali lebih hebat daripada siksaan apapun di dunia ini, tapi pemuda itu tetap bertahan dan membungkam meski diketahuinya dia tak akan tahan terlalu lama penderitaan tersebut.

   Peluh dingin sebesar kacang menetes dan jidat-nya, kemudian tubuhnya mulai menggigil keras, gemertukan.

   kendati begitu sinar matanya tetap menantang tanpa gentar ditatapnya wajah kedua orang bersaudara itu tanpa berkedip, se-akan2 dia sedang berkata.

   "Sekalipun kau bisa menyiksa badanku, jangan harap bisa menyiksa jiwaku. Sekali pun kau dapat membunuh aku, jangan harap kau akan memaksa aku untuk minta ampun."

   Leng-kok-siang-kok kagum juga oleh kekerasan hati anak muda itu, diam2 mereka mengangguk "Sungguh lelaki sejati! Seorang berjiwa keras."

   Akan tetapi justeru karena itu, semakin besar hasrat mereka untuk melenyapkan anak muda itu. serta merta tenaga dalam yang mereka pancarkan juga semakin berat.

   "Ah, sudahlah!"

   Sesaat kemudian Hui Giok mengeluh di dalam hati dia merasa se-akanbayangan kematian sudah di depan mata, sedih dan pilu berkecamuk dalam perasaannya, sambil pejamkan mata kembali dia berpikir "Oh, Bun-ki! Lu tin! Tahukah kalian bahwa aku tak dapat melihat kalian lagi?"

   Dia menghela napas sedih, bukannya dia takut mati pemuda yang berhati keras ini tak pernah kenal takut dia cuma merasa betapa pendek kehidupannya ini, ia merasa tak pernah menjumpai suatu peristiwa yang dapat ia banggakan, tentu saja dia tak tahu bahwa kekerasan hatinya serta keangkuhannya sudah cukup membanggakan dia.

   Andaikata ia benar2 mati maka ia merasa matipun tidak tenteram, dia merasa masih banyak utang budi yang belum terbayar.

   dalam keadaan setengah sadar dia terbayang kembali akan wajah si gemuk penjual siopia yang memberi siopia padanya, kebaikan ini tak terlupakan untuk selamanya, ia malah tak teringat sama sekali akan mereka yang pernah berbuat jahat kepadanya.

   Perasaan seorang menjelang kematiannya memang suatu siksaan yang sukar dilukiskan terutama ketika ia menyesali kehidupannya yang terlalu pendek serta merasa masih banyak utang bud.

   yang belum terbayar.

   Walaupun dia mencintai kehidupannya.

   tapi ia tak sudi bertekuk lutut karena kehidupan, dia merasa lebih baik menerima kematian daripada menyerah kalah.

   Di tengah keheningan yang mencekam, tiba2 terdengar suara tertawa nyaring berkumandang dari lorong dan belakang satu merdu sekali suaranya seperti bunyi keleningan, menyusul seseorang berseru.

   "Leng-toa-siok. Leng jisiok, kalian lagi kongkou dengan siapa"

   Kalau saja tidak kuintai dan ketinggian, tentu tak kusangka kalian berdua berada di sini."

   Setelah menghela napas, suara itu berkata pula dengan manja "lndah amat pemandangan alam di sini ada sungai kecil ada hutan bambu di situ, ada jembatan kecil.

   O alangkah indahnya! Dulu aku selalu heran ada orang menulis tentang jembatan kecil air yang mengalir dan rumah orang padahal jembatan kecil, air yang mengalir dimanapun ada, kenapa dibikin syair? Ai- siapa tahu setelah tiba di Kanglam baru kuketahui bahwa air yang mengalir dan jembatan kecil yang ada di sini benar-benar indah dan sukar dilukiskan dengan kata-kata.

   Eh! Leng-toasiok, kalian memang pandai menghibur diri untuk kongkou pun jauh2 datang kemari! Suara yang lembut dan merdu.

   ya bicara ya tertawa se-akan2 mutiara jatuh di baki pualam tapi justeru suara itu merupakan obat mujarab bagi Hui Giok ketika mendengar suara itu, pemuda yang hampir pingsan itu menjadi siuman kembali sekuat tenaga dia berpaling.

   Seorang nona berbaju hijau dengan ikat kepala warna hijau, hidung yang mancung dan bibir yang mungil.

   mata yang indah dan pinggang yang ramping berdiri di sampingnya, cantik gadis itu bak bidadari dan kahyangan.

   "Hah, kau?"

   Ketika nona itu menatap wajah Hui Giok, tiba2 ia menjerit kaget.

   Tatkala bentuk tubuh yang cantik itu terlintas dalam pandangan Hui Giok, pemuda itu merasa dadanya seperti dihantam orang, kepalanya jadi pening, hampir saja ia melupakan semua penderitaan tubuhnya.

   Sesaat itu, dikala kedua pasang mata saling bertatapan, langit se akan2 berubah warna, air yang mengalir di sungai se-akan2 berhenti mengalir.

   Bintang yang bertaburan di angkasa seperti tidak berkedip lagi, bahkan rembulan yang terang itupun seperti guram mendadak.

   Sebab dalam pandangannya sekarang kecuali si dia, tak ada yang terlihat lagi, begitu pula sebaliknya si dia, kecuali dia tak ada yang diperhatikannya.

   Waktu yang panjang, perpisahan yang lama, penderitaan selama berpisah, kerinduan yang menyiksa seolah-olah sudah mendapat imbalan.

   Ai, kehidupan memang sesuatu yang aneh! Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok sama melongo.

   setelah saling berpandangan sekejap, masing-masing mengebaskan ujung baju sambil mundur tiga langkah ke belakang.

   "Bun-ki, kau kenal orang ini?"

   Tegur mereka berbareng Tapi nona itu tidak mendengar teguran mereka, biji matanya yang indah tetap menatap wajah Hui Giok tanpa berkedip.

   Hui Giok merasa tenaga tekanan mengendur ia merasa badan menjadi lemas kedua tangan terkulai, seluruh persendian tulangnya seperti terlepas, hampir saja ia tak mampu menegakkan tubuhnya dan nyaris jatuh tersungkur.

   Tapi dia tidak roboh, se-akan2 ada suatu tenaga gaib yang menunjang tubuhnya, membuat ia tak sampai roboh.

   Maklumlah, tatapan anak dara yang indah dan hening itu seperti mendatangkan suatu kekuatan yang membuat ia bertahan terus, demi mata yang indah itu dia rela menderita.

   rela mengalami macam-macam siksaan, selama setahun dia hidup bergelandangan menahan cemoohan, siksaan, kelaparan, kedinginan dan kekecewaan Kesemuanya itu dia terima demi dia.

   Dia, Tham Bun-ki, yang selalu terukir dalam hati Hoi Giok, selalu dikenang oleh pemuda itu.

   Cahaya rembulan yang cemerlang bagaikan emas dalam impian anak kecil dengan lembutnya mengusap tubuhnya, pelahan dia maju ke depan selangkah demi selangkah menghampiri Hui Giok yang masih mematung.

   Memang kau...

   benar2 kau!"

   Gumamnya suaranya selembut cahaya rembulan, dua titik air mata jatuh membasahi pipinya yang halus.

   Air mata, tidak selalu menandakan kesedihan, air mata terkadang juga menyatakan rasa gembira, kegembiraan yang meluap.

   Sinar rembulan menciptakan bayangan Tham Bun ki yang panjang di tanah dan bayangan itu bergerak mengikuti irama langkahnya menungkupi kaki paha, lalu badan Hui Giok.

   Hui Giok berdiri gemetar, meski gemetarnya akibat tekanan tenaga Leng-kok-siang-hok yang nyaris menghancurkan tubuhnya, iapun gemetar karena kegembiraan serta kebahagiaan yang datang secara tiba-tiba, begitu mendadak sehingga hampir saja dia tak percaya.

   Ia merasa bayangan Tham Bun-ki yang menutupi badannya makin lama semakin besar, makin lama gadis itu semakin dekat di depannya, ia dapat melihat raut wajah yang cantik bagaikan bunga botan dibalik kabut mengikuti hembusan angin yang lembut dan terbuai ke dalam pelukannya.

   Tapi ia tak berani mengulurkan tangannya untuk menyambut kedatangan gadis itu sebab dia takut apa yang dilihatnya hanya impian kosong belaka, asal dia bergerak ke depan maka segala impian yang indah semua kebahagiaan yang dirasakan sekarang akan lenyap.

   Suara percikan air yang mengalir ketika itu kedengaran sangat halus, begitu halus se-akan2 bunyi kecapi dari kejauhan dan mendatangkan kelembutan cinta di malam yang sepi.

   Angin sebagaimana biasa berhembus dan mengibarkan ujung baju Leng Ko-bok dan Leng Han Liok yang longgar sehingga menimbulkan suara gemersik, namun tubuh mereka tetap berdiri kaku seperti tonggak, hanya ke empat mata yang bersinar pelahan bergerak dari wajah Tham Bun-ki beralih ke wajah Hui Giok, kemudian dari wajah Hui Giok beralih kembali ke wajah Tham Bun ki.

   Wajah mereka yang kaku tanpa emosi gembong iblis yang se-akan2 tidak memiliki perasaan apapun itu tiba2 menunjukkan sikap yang lain daripada yang lain, di balik sinar mata mereka tiba2 terpancar pergolakan perasaan yang hebat.

   "Aneh, sungguh mengherankan."

   Demikian mereka berpikir dalam hati, darimana anak Ki bisa kenal dia? Kenapa ia bersikap semesra itu kepadanya? jangan2 mereka...

   Tiba-tiba Tham Bun-ki mengeluh lirih lalu lari dan menubruk ke dalam pelukan Hm Giok.

   Menyaksikan adegan tersebut kedua gembong iblis yang dingin dan kaku itu membentak pelahan, entah dengan gerakan apa, tahu2 tubuh mereka yang jangkung dan kurus itu ibaratnya anak panah yang terlepas dari busurnya meluncur dengan cepat.

   Waktu itu Bun-ki sedang menubruk ke depan ingin membenamkan kepalanya ke atas dada Hui Giok yang bidang.

   Sudah lama dia mengharapkan tibanya saat seperti ini, pelahan dia ulurkan tangannya untuk merangkul dengan matanya terpejam.

   Tapi, sebelum keinginannya tercapai tiba suara bentakan berkumandang, menyusul segulung angin menyambar tiba, ia membuka matanya, pandangannya terasa kabur entah sejak kapan Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok telah mengadang di depannya.

   Dalam kejutnya cepat dia mengegos ke samping, dalam sekejap itu gadis yang haus kehangatan cinta itu sudah mengeluarkan ilmu meringankan tubuhnya yang tinggi dengan enteng dia meluncur ke samping.

   Tapi begitu mencapai tanah, dengan enteng segera ia melayang kembali ke samping Leng Kobok dan Leng Han tiok, biji matanya yang jeli menampilkan rasa kaget tercengang dan juga kurang senang.

   "Toasiok, Jisiok, apa2an kalian in!?"

   Teriaknya marah.

   Leng Ko-bok berpaling dan saling pandang sekejap dengan Leng Han-tiok mendadak mereka memutar badan, empat telapak tangan mereka terus ditempelkan pada badan Hui Giok.

   Hui Giok kaget bercampur heran, bukan lantaran kedua orang aneh itu menghadang di depannya secara tiba-tiba tapi karena serangan maut mereka yang dilancarkan secara mendadak, ia lihat ke-empat telapak tangan mengancam bahu dan lengan-nya, tapi ia tak mampu berkelit apalagi melancarkan serangan balasan.

   Hui Giok tahu bila ke empat tangan itu bersarang di badannya, kendati tubuhnya terdiri dan baja yang keras juga akan hancur, Tapi pada detik-detik terakhir itu tak terpikirkan olehnya soal mati-hidup dia hanya memikirkan Tham Bun-ki yang berada di depannya.

   Tapi sekarang ingin memandang sekejap saja tidak dapat karena antara dirinya dan si dia telah teradang oleh dua orang aneh bagaikan bukit es yang kaku, dalam putus asanya pemuda itu hanya menghela napas lalu pejamkan matanya.

   Kecepatan suatu gerak pukulan paling cepat juga cuma dalam sekejap mata, serangan yang di lancarkan Leng Ko-bok dan Leng Han-nok tentu saja berlipat kali lebih cepat daripada gerakan orang lain.

   Namun kecepatan pukulan itu toh kalah cepat daripada lintasan pikiran manusia.

   Demikianlah pada saat kedua orang aneh itu melancarkan pukulan dalam sekejap itulah pelbagai ingatan telah melintas dalam benak Hui Giok.

   Ketika telapak tangan mereka hanya menempel saja di tubuh Hui Giok dan bukan menghantamnya seperti yang di duga semula, dengan penuh kegelisahan Tham Bun-ki telah menubruk ke depan.

   "Toasiok, Jisiok!"

   Teriaknya sambil menarik ujung baju mereka.

   "sebenarnya apa yang kalian lakukan? Dia... dia adalah..."

   "Hm... anak Ki menyingkirlah dulu!"

   Jengek Leng Han-tiok seraya menatap gadis itu dengan dingin.

   "Apa yang kau cemaskan, budak cilik?"

   Sambung Leng Ko-bok dengan tersenyum.

   "bila kami menghendaki nyawanya, sekalipun dia punya cadangan sepuluh lembar jiwa iuga sudah amblas sejak tadi."

   Tham Bun ki melenggong, dilihatnya Hui Giok sedang memejamkan matanya, peluh membasahi jidatnya, dia tak tahu apa hubungan Hui Giok dengan Leng-kok-siang-bok, juga tak tahu mengapa mereka bersikap demikian kepadanya, maka setelah ragu-ragu sejenak gadis itu mengitar ke samping kedua orang aneh itu dan menghampiri Hui Giok.

   Tapi Leng Han-tiok lantas menegur lagi dengan suara dingin "Anak Ki kusuruh kau menyingkir apa tidak dengar?"

   "Orang she Hui ini terkena tekanan tenaga sakti dua unsur kami,"

   Sambung Leng Ko-bok "walaupun sepintas lalu tampaknya segar, hakikat nya tidak enteng luka yang dideritanya, sedikit sa ja mengalami getaran, kemungkinan besar jiwanya akan melayang,"

   Berubah hebat air muka Tham Bun-ki, p pinya yang semula merah berubah jadi pucat seperti mayat, teriaknya dengan gemetaran.

   "Toasiok... kau mengapa kau bersikap sekasar itu padanya? Apakah dia bukan kawanmu?"

   "Hehehe, sejak kapankah kau dengar Toasiok dau Jisiok mempunyai kawan?"

   Leng Han-tiok tertawa dingin.

   "Lalu bagai mana sekarang?"

   Saking gelisahnya Tharn Bun-ki berkerut alis rapat2.

   Dia hendak menyeka keringat yang membasahi jidat Hui Giok, tapi Leng Ko-bok segera menghardik "Budak dungu, jangan sentuh dia! Tidak kah kau lihat sendiri apa yang kami lakukan sekarang.

   Bun ki mengerling sekejap kemudian berdiri termangu dan akhirnya menghela napas sambil mundur dua langkah, sekalipun sudah terlihat olehnya bahwa kedua Leng bersaudara seakanakan sedang mengobati pemuda itu dengan tenaga dalamnya akan tetapi ia tak berani memastikan, maka dengan wajah gelisah gadis itu menyingkir ke samping sambil berharap agar Hui Giok dapat membuka matanya dan mengucapkan sepatah kata kepadanya.

   Waktu terasa merangkak dengan lambatnya, begitulah keadaannya bila seorang sedang gelisah dan cemas.

   Di bawah cahaya rembulan terlibat betapa seriusnya wajah Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok yang kaku itu, telapak tangan mereka yang menempel di dada Hui Giok tiba-tiba bergerak, tubuh Hui Giok yang kaku tiba-tiba saja ikut berputar, kemudian empat telapak tangan yang kurus kering menempel kembali di punggung anak muda itu.

   Hui Giok sendiri pada saat itu hanya merasakan hawa panas memancar keluar dari telapak tangan orang-orang itu, ketika hawa tersebut tersalur ke badannya, hawa panas itu rasanya halus, tapi kadangkala menjadi keras, mengikuti gerak napasnya yang berputar dan mengalir ke seluruh bagian tubuhnya.

   Dia memang tak paham tentang rahasia ilmu silat, tapi sebagai seorang pemuda yang cerdik, cukup berpikir sejenak dia lantas mengerti keadaan yang sedang di hadapinya.

   "Mengherankan sekali perbuatan kedua orang ini."

   Demikian Hui Giok berpikir rupanya luka yang mereka timbulkan tadi disembuhkan kembali dengan tenaga sakti mereka Mungkinkah mereka berbuat demikian lantaran Bun-ki? Tapi ada hubungan apakah antara mereka dengan Bun-ki?"

   Perlu diterangkan Hui Giok dan Bun-ki boleh dibilang dibesarkan bersama maka setiap orang yang dikenal Tham Bun-ki iapun mengenalnya, karena itu ketika dilihatnya hubungan anak dara itu dengan kedua orang aneh tersebut begitu akrab, sedang dia merasa tak pernah mengenalnya selama ini, hal inilah yang membuatnya heran.

   Tentu saja dia tak tahu selama setahun ini bukan saja dia seorang yang mengalami banyak kejadihan aneh, malahan kejadian aneh yang dialami Tham Bun-ki juga tidak berada di bawahnya.

   Tidak lama kemudian Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok tiba-tiba menggerakkan tubuhnya, seperti kupu2 yang bermain di antara bunga, mereka berputar ke depan belakang kanan dan kiri Hui Giok.

   Mengikuti gerakan tubuh mereka yang lincah, keempat telapak tangan mereka yang kurus kering menghantam pula sekeliling badan Hm Giok tanpa berhenti.

   Sesaat itu Hui Giok merasa tubuhnya berputar seperti gasingan mengikuti gerakan pukulan yang dilontarkan keempat telapak tangan itu, yang aneh bukan saja tempat di mana terkena pukulan itu tidak terasa sakit, bahkan mendatangkan perasaan segar yang sukar dilukiskan, Bun-ki pada mulanya berdiri di samping dengan perasaan gelisah, berserilah wajahnya setelah menyaksikan gerakan aneh kedua orang itu, sekulum senyuman manis diam-diam tersungging di ujung bibirnya.

   Dara cantik yang dilahirkan dalam keluarga persilatan dan sejak kecil disayang dan dimanja oleh ayahnya ini tentu saja mempunyai pengetahuan yang jauh lebih luas tentang ilmu silat daripada Hui Giok, dari gerakan tubuh yang di lakukan kedua Leng bersaudara atas Hui Giok itu dengan cepat dia mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya rupanya mereka sedang melancarkan peredaran darah tubuh Hui Giok dengan tenaga murni mereka yang sempurna.

   Maka dari itu, kendatipun Hui Giok baru menderita luka dalam, tapi setelah peredaran darah dalam tubuhnya dibantu oleh hawa sakti kedua orang itu hingga berjalan lancar kembali, boleh dibilang luka dalamnya segera sembuh kembali.

   Sudah tentu kesempatan baik semacam ini sukar sekali ditemui dalam dunia persilatan apalagi yang diterima oleh Hui Giok sekarang adalah hasil karya Leng-kok-siang bok yang tersohor bersifat dingin kaku dan kejam.

   Hui Giok sendiri tidak menyadari keuntungan yang diterimanya, akan tetapi Bun-ki hampir saja bersorak kegirangan.

   Biji matanya yang bening memancarkan cahaya berseri mengikuti gerak tubuh orang itu, di bawah sinar bulan yang menyoroti baju hijaunya di antara kibaran ujung bajunya yang terembus angin, dia kelihatan lebih cantik lebih menarik dan mempesona.

   Tiba2 terdengar lagi dua kali bentakan nyaring.

   Bayangan tubuh yang sedang menari itu mendadak berhenti.

   Tham Bun-ki berseru tertahan dia melompat ke depan lalu di rangkulnya tubuh Hui Giok yang sempoyongan itu, ia lihat senyuman menghiasi bibir pemuda itu di antara matanya yang terpejam, butiran keringat menetes membasahi pipinya.

   Dia mengambil saputangan hijau dan menyeka butiran keringat itu dengan lembut, ia tahu tak lama lagi anak muda itu akan dapat berdiri sendiri bahkan jauh lebih kuat daripada semula.

   Dengan gembira Bun-ki menghela napas lega dan berpaling, Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok yang kurus dan jangkung itu berdiri di belakang bagaikan dua tonggak salju yang menyeramkan.

   Tak seorangpun yang tahu bahwa pada saat itu di balik keseraman kedua tonggak salju yang kaku itu mengandung kehangatan sebagai manusia, hanya tidak gampang untuk menemukan kehangatan yang tersembunyi ini.

   Dalam sekejap ini terbayang kembali olehnya pengalamannya selama setahun ini dia teringat betapa pedih hatinya ketika kepergian Hui Giok, akhirnya iapun pergi meninggalkan ayahnya yang tercinta mengembara di dunia persilatan dan berharap akan dapat menemukan kembali Hui Giok yang minggat itu.

   Tapi dunia begitu luas, ke mana dia harus mencari seorang di tengah lautan manusia? Akhirnya dia kecewa ia pergi meninggalkan keramaian kota dan mengembara di antara perbukitan yang sepi dan jauh dari manusia.

   Waktu itu musim gugur telah tiba embusan angin musim gugur merontokkan dedaunan ia berkelana tanpa tujuan, sebelum ia tiba di daerah Kanglam, dijumpainya Leng-kok-siang-bok yang tersohor itu.

   "Suatu pertemuan yang aneh, benar-benar pertemuan yang aneh!"

   Begitulah dia membayangkan pertemuan itu. Ketika ia menengadah untuk kedua kalinya Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok masih berdiri tak bergerak di hadapannya, maka iapun tersenyum dengan rasa terima kasih.

   "Toasiok, Jisiok! Sungguh aku tak tahu bagai mana harus berterima kasih kepada kalian, demi diriku..."

   
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Lembut dan merdu ucapan tersebut sehingga wajah Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok yang kaku tanpa emosi terlintas pergolakan perasaan.

   "Aneh benar, darimana kau bisa kenal dengan dia?"

   Gumam Leng Han-tiok dengan dahi berkerut "kau tahu, dialah yang bakal menjadi Cong-piaupacunya kalangan hitam di wilayah Kanglam"

   Bun-ki melengak dan terbelalak hampir saja ia tak percaya pada pendengarannya sendiri.

   "Congpiaupacu yang ada di hadapannmu sekarang bukan lain adalah orang yang diangkat oleh orang yang hendak memusuhi ayahmu"

   Kata Leng Han-tiok lagi.

   "Walaupun aku tak punya hubungan apa-apa dengan ayahmu, tapi demi kau terpaksa tengah malam buta begini kuberi hajaran padanya, apa sangka saudara yang akan menjadi Congpiau pacu ini pada hakekatnya tak berilmu..."

   Tiba-tiba ucapan tersebut berhenti sambil mendengus, sementara itu Tham Bun-ki tak mampu mengucapkan sepatah katapun saking kejutnya, dia berpikir.

   "Oh jadi dia bukan kenalan lama Leng to siok dan Leng jisiok tapi lantaran sebab musabab inilah dia membawanya kemari untuk bercakap-cakap, tapi benar-benar aneh, kenapa ia bersedia diangkat menjadi Congpiaupacu?"

   Ketika berpaling, dilihatnya Hui Giok masih duduk tenang di atas tanah mukanya jauh lebih tenang daripada tadi, napasnya jauh lebih teratur semua ini membuat ia menghela napas lega.

   "Belasan tahun aku tak pernah melangkah keluar dari lembah dingin barang setindakpun."

   Demikian Leng Han-tiok berkata.

   "tak nyana karena kau si budak ini telah banyak menimbulkan persoalan."

   Manusia aneh yang bermuka dingin itu menghela napas lalu berkata pula "Bagaimanapun juga kami berhasil menyembuhkan orang she Hui ini seperti semula, bila ada persoalan yang hendak dibicarakan, katakanlah kepadanya sesukamu"

   Merah wajah Bun-ki, pelahan ia tundukkan kepalanya.

   Ya begitulah sikap seorang anak dara bila rahasia hatinya ketahuan orang, meski malu, tapi rasa malu yang riang.

   Tatkala ia menengadah pula, suasana di hadapannya telah lengang, kecuali embusan angin yang menggoyangkan pohon bambu di kejauhan dan suara percikan air mengalir kedua orang aneh tadi sudah lenyap tak berbekas di bawah cahaya bulan hanya ia dan Hm Giok yang masih tertinggal di situ.

   Tadi tanpa terasa sekujur badan Hui Giok lelah dihajar orang, ia merasa makin cepat terhajar oleh kedua orang aneh itu semakin nyaman rasanya.

   Ketika pukulan2 itu berhenti, ia merasa tubuhnya se-olah2 me-layang2 di awang2, kakinya terasa lemas bukan lantaran tak bertenaga untuk menunjang badannya, tapi karena malas mengeluarkan tenaganya.

   Maka iapun jatuhkan diri dan duduk di tanah ia tahu Bun-ki berada di sampingnya, iapun tahu tangan si nona yang halus sedang menyeka keringat di keningnya, tapi ia enggan membuka matanya dia ingin tidur, ingin beristirahat dan mengendurkan seluruh otot2 dagingnya.

   Sebab napasnya dan peredaran darahnya saat ini seperti lagi melayang, keadaan ini tak jauh berbeda dengan perasaan waktu ia bersama Go Beng si mabuk arak tempo hari, tapi setelah dirasakan dengan seksama ternyata sama sekali tidak sama.

   Dia tak tahu pukulan yang diterimanya tadi telah membuat dia sebagai seorang yang tak pernah berlatih tenaga dalam kini berubah menjadi seorang yang mempunyai dasar Lwekang yang kuat.

   Kejadian itu tentu saja tak pernah diduga olehnya, tapi ia dapat mempertahankan terus perasaan itu, membiarkan peredaran darah dalam tubuhnya berputar sebagaimana mestinya.

   Akhirnya, semua telah tenang kembali pelahan dia membuka matanya.

   Tham Bun-ki ditemukan duduk bersandar di sampingnya dengan setengah berjongkok tangannya yang sebelah terjulur ke bawah.

   tangan yang lain menahan kain ikat kepalanya yang berwarna hijau.

   Waktu itu si nona memandang kejauhan dengan termangu, dari samping Hui Giok dapat melihat hidungnya yang mancung ibarat patung yang terbuat dari pualam, cahaya yang memancar dari samping menciptakan sebuah profil yang indah.

   Malam yang sepi, malam yang remang, pikiran yang kabur, gadis cantik yang termenung, semua itu menciptakan suatu keindahan yang tiada taranya membuat Hui Giok hampir tak berani mengusiknya tak berani mengejutkan ketenangan dan kesyahduan itu, dia hanya memandangnya dengan terpesona dan termangu.

   Berpaling juga akhirnya gadis itu, sinar matanya yang rada bingung menatap Hui Ciok bagai dalam impian, Sedang Hui Giok sendiri menggeser badannya mengubah posisi duduknya hingga semakin dekat dengan gadis itu lalu berkata lirih.

   "Bun ki... Bun ki apa yang sedang kau pikirkan"

   Dia tak tahu kata2 apa yang sebenarnya hendak diucapkan maka meluncurlah kata2 yang tanpa tujuan ini.

   Bun-ki membetulkan rambutnya yang terikat dengan kain hijau itu lalu sahutnya pelahan "Ai sedang berpikir, manusia memang makhluk yang aneh, ada sementara manusia yang sepintas lalu tampaknya hangat kenyataannya hati mereka dingin dan kaku persoalan apapun tak dapat menggerakkan hatinya.

   Misalkan saja ayahku siapakah di dunia ini yang tak tahu akan kebajikan serta kemuliaan beliau? Tapi ku tahu, beliau..."

   Tiba-tiba gadis itu menghela napas sedih, sesaat kemudian ujarnya lebih jauh.

   "Tapi ada sementara orang lagi, setiap orang mengatakan dia dingin, dia ketus bahkan kejam seperti iblis, padahal dalam hatinya terdapat kehangatan yang luar biasa. Tahukah kau? Kedua orang yang kau temui barusan adalah gembong iblis yang membuat orang persilatan pusing kepala, tapi terhadap diriku...

   "

   Ai dia begitu baik, begitu hangat dan begitu memperhatikan apa yang kupikir tanpa kuterangkan juga mereka dapat mengetahuinya!"

   Lembut suaranya, seperti igauan anak kecil dalam mimpi yang mengambang di tengah malam sunyi ini. Hui Giok tak dapat menahan pergolakan hatinya lagi, digenggamnya tangan gadis itu dengan mesra, kemudian bisiknya lembut "Bagaimana dengan diriku?"

   Tiba2 wajah Bun-ki jadi merah. dengan setengah mengomel sahutnya.

   "Kau kejam, jahat, kenapa tidak kau katakan kepadaku bahwa kau hendak minggat, tahukah kau karena persoalan itu aku jadi..."

   Kata-kata ini tidak berkelanjutan karena dengan wajah merah lengah dia lantas tundukkan kepalanya.

   Permukaan air sungai timbul riak2 kecil karena embusan angin, perasaan Hui Giok pun ikut beriak, digenggamnya tangan gadis itu erat2, lalu bisiknya pula.

   "Katakanlah, karena soal itu kau jadi kenapa?"

   Wajah Bun-ki makin merah, begitu merahnya sampai di tengah kegelapanpun dapat terlihat warna merah yang menghiasi pipinya, saat itu hampir saja dia melupakan se-gala2nya, demikian pula dengan anak muda itu.

   Keresak pelahan berbunyi di balik hutan bambu.

   Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok yang berada di hutan sana saling pandang sekejap, di tengah hutan yang sepi ini wajah mereka tampak tersenyum puas dan gembira.

   "Tak tersangka ternyata budak inipun mempunyai kekasih,"

   Bisik Leng Ko-bok sambil menarik ujung baju saudaranya. Leng Han-tiok tersenyum, dengan termangu ia masih memandang keluar hutan sana, dalam dadanya se akan2 penuh kenangan masa lampau yang manis.

   "Toako!"

   Akhirnya iapun berbisik masih ingat kah kejadian pada tiga puluh tahun yang lampau.

   Leng Ko-bok mengangguk "Ya tiga puluh tahun sudah, tiga puluh tahun lamanya, O, betapa cepatnya waktu berlalu! sekarang aku se-akan-akan melihat bagaimana kau duduk di atas tugu Giok hong di puncak Thay-san, di mana kau menggandeng tangannya dan melihat matahari terbit,"

   Sinar matanya yang dingin kini berubah jadi hangat, katanya pula "Ketika matahari terbit, tatkala sinar sang surya memancar di wajahmu ketika itu kau masih muda, wajahmu tidak sejelek sekarang, aku dan adik Ci memandang kalian dengan terkesima.

   Aku masih ingat waktu itu diamdiam adik Ci berbisik kepadaku.

   Coba lihatlah dia dan In-cu benar2 pasangan yang setimpal."

   "Toako..."

   Leng Han-tiok menimpali sambil tertawa.

   "tahukah kau waktu itu kamipun sedang memperhatikan dirimu, adik ln juga berkata demikian kepadaku Coba lihatlah, dia dan CI cu adalah dua sejoli yang serasi!"

   Di tengah pohon bambu yang terembus angin, kedua bersaudara yang merupakan gembong iblis yang ditakuti orang persilatan ini sedang bercakap-cakap sambil tertawa mengenangkan masa lalu hanya di balik senyuman mereka tersembul pula kepedihan karena waktu yang sudah lewat selamanya tak akan kembali lagi manusia yang telah tiada, selamanya tak akan hidup kembali.

   "Sungguh tak tersangka,"

   Leng Ko-bok melanjutkan sambil tersenyum sedih benar2 tak tersangka mereka akan mati begitu cepat dan meninggalkan kita berdua tua bangka"

   Helaan napas berat mengakhiri katanya itu.

   "Toako, apa yang kau murungkan? Kenapa kau menhela napas?"

   Kata Leng Han-tiok sambil tersenyum.

   "jelek-jelek begini kita pernah merasakan kehidupan yang penuh kebahagiaan, jauh lebih bahagia daripada mereka yang siang dan malam hanya memperebutkan nama kedudukan dan kekayaan. Ai kadangkala aku merasa kasihan juga melihat mereka, terkadang aku membenci pula orang-orang itu, begitu bencinya sampai aku ingin membunuh mereka satu persatu dengan telapak tanganku."

   Leng Ko-bok memandang lagi ke luar hutan dengan termangu, di bawah cahaya bulan yang ke perak-perakan, mereka saksikan tubuh Hui Giok dan Bun-ki makin lama makin rapat, akhirnya bayangan mereka melengket menjadi satu.

   Maka orang tua inipun tertawa lagi sambil menuding ke luar hutan dengan jari yang kurus ia berkata.

   "Coba lihatlah, pasangan itu se-akan2 bayangan kita berdua di masa lalu. Ai semoga anak Ciau-ku dan anak Bwe-mu bisa mendapat pasangan yang cocok pula maka matipun kita tidak perlu menyesal lagi."

   Demikianlah, di tengah keheningan malam, di tengah hutan yang sunyi, kedua kakek yang dingin dan kaku itu saling membongkar perasaan hati mereka yang sudah lama terpendam di dalam hati, membongkamya secara blak-blakan tanpa tedeng aling-aling.

   Cuma suasana di sekitar tempat itu sunyi, tak ada manusia lain, apa yang mereka bicarakanpun tak terdengar siapapun kecuali mereka sendiri, senyuman hangat mereka juga tak terlihat oleh siapa pun, cuma perasaan semacam itu tak akan bertahan terlalu lama, sebentar kemudian perasaan itu lantas pudar kembali, saat mana mereka akan berubah dingin dan kaku lagi, siapapun tak tahu bahwa mereka mempunyai kenangan lama yang mesra kenangan lama yang hangat.

   Dengan pelbagai perasaan yang bercampur aduk mereka memandang ke luar hutan, memandang Hui Giok dan Bun ki yang duduk bermesraan di tepi sungai, tiba-tiba Leng Han-tiok tersenyum ujarnya.

   "Toako, coba terka apa yang sedang mereka bicarakan?"

   "Masa berbeda dengan apa yang kau katakan kepada In-cu tempo dulu,"

   Jawab Leng Ko-bok sambil tertawa.

   Belum selesai ucapannya, tiba2 Bun-ki yang berada dalam pelukan Hui Giok itu melompat bangun, kemudian melayang ke sini secepat terbang.

   Leng Ko-hok dan Leng Han-tiok melengak, ketika mereka berpaling dilihatnya Hui Ciok juga berdiri termangu se-akan2 iapun tak tahu apa gerangan yang terjadi.

   Dalam sekejap bayangan tubuh Bun-ki telah sampai di hutan bambu ia berhenti dan tampak agak sangsi, tapi akhirnya dia melayang ke atas pohon bambu.

   Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok sama kaget dan tercengang, setelah saling pandang sekejap akhirnya merekapun mengebaskan ujung baju dan mengapung ke pucuk bambu.

   "Brak"

   Bunyi ranting bambu bergema di udara Bun-ki berpaling dengan kaget, ketika dilihatnya kedua orang aneh itu, gadis itu tampak terkejut.

   "Hei, Toasiok dan jisiok belum pergi?"

   Tegurnya.

   "Apa yang sebenarnya terjadi?", seru Leng Ko bok dengan kening berkerut "bukankah kalian lagi bicara dengan baik2 kau dan pergi tanpa pamit?"

   Selama berbicara tubuhnya yang kurus kering itu tampak turun naik mengikuti getaran bambu yang bergoyang. Bun-ki mengerling sekejap, lalu dengan muka merah serunya manja "Ah. tak mau ah kalian mengintip."

   Sekalipun ilmu meringankan tubuhnya sempurna, tapi lantaran harus berbicara maka tubuhnya se-olah2 menjadi bertambah berat, dan bambu yang lemaspun ikut melengkung ke bawah, dalam keadaan begini mau-tak-mau dia harus berganti napas, pinggangnya menggeliat dan kakinya bergeser ke sampig, ke lompatan itu digunakan pula untuk mengerling ke bawah, dilihatnya Hui Giok masih berdiri termangu di situ, bergerakpun tidak.

   Diam2 dia mendengus dan mencibir se-akan2 sedang berkata.

   "Huh, siapa sudi dengan kau?"

   "Anak Ki!"

   Leng Han-tiok berkata dengan dahi berkerut setelah mengerling sekejap sekeliling tempat itu "beritahu kepadaku, apakah anak muda she Hui itu telah menganiaya dirimu? Jika benar begitu . , Hmm! Hmm!"

   Tak terduga Bun-ki lantas tertawa selanya "Eh Jisiok kenapa menjadi berang? Memangnya siapa yang bilang dia menganiaya diriku?" - Dari ucapan ini jelaslah gara2 itu adalah lantaran dia sendiri yang lagi ngambek. Leng Han-tiok jadi melongo, pikirnya.

   "Aku berang kan lantaran kau, eeh, sekarang kau malahan menyalahkan aku? Wah, memang susah jadi orang baik."

   Orang ini luas pengalamannya dalam dunia persilatan, tapi soal pikiran kaum remaja dia kurang menguasai, setelah tertegun sebentar diapun mengomel "Kalau dia tidak menganiaya kau tentunya kau si budak ini yang gila."

   Bun-ki tertawa.

   "Aku sengaja menjengkelkan dia, siapa suruh sikapnya selalu begitu, lewat dua hari bila mangkelku sudah berkurang nanti kucari dia lagi, Toasiok, Jisiok. ayoh kita pergi, mau apa berdiam terus di sini?"

   Tanpa menanti jawaban lagi dia lantas putar badan dan berlalu lebih dulu. Memandangi bayangan tubuhnya yang ramping itu, diam2 Leng Han-tiok menghela napas panjangm bisiknya kepada Ko-bok.

   "Ai tak kusangka anak perempuan jaman sekarang jauh lebih binal dan aneh daripada tiga puluh tahun yang lalu."

   Dia tarik Leng Ko-bok dan menyusul di belakang anak dara itu, suasana dalam hutanpun kembali dalam keheningan yang tertinggal cuma Hui Giok seorang diri, ia masih berdiri di luar hutan dengan ter-mangu2.

   Bayangan orang telah lenyap, hutan kembali sepi, sinar bulan kini sudah condong ke barat.

   Ia tertunduk dengan murung dan bertanya pada diri sendiri "Mengapa dia bersikap demikian?"

   Mengapa ia pergi secara mendadak? Ai .... Tidak kuketahui di mana dia berdiam, mana mungkin kutemukan dia lagi, Sudah setahun lamanya aku merindukan dia, tapi baru berjumpa sejenak dia lantas berlalu tanpa pamit 0. Bun ki mengapa kau berbuat begini?"

   Dengan sedih dia menghela napas ia berdiri kaku di bawah cahaya rembulan, rasanya enggan beranjak dan situ menggeserkan kakipun rasanya ogah. Kata2 lembut si nona tadi se-akan2 masih mendenging di telinganya.

   "setelah kau pergi beberapa malam aku menangis terus, aku berharap kau cepat kembali. siapa tahu sehari dua hari, sebulan dan dua bulan belum juga ada kabar beritamu akhirnya aku tak tahan, diam2 aku kabur dari rumah, Tahukah kau? Betapa banyak penderitaan yang kualami demi kau? Baik di malam terang bulan maupun malam yang gelap aku selalu memandang langit sambil membisikkan namamu, dengarkah engkau akan bisikanku itu?"

   Maka hati Hui Giok cair dibuai kata-kata hangat itu. Dengan rawan Bun-ki mengulurkan tangannya, saling genggam dan sambil mengelus tangannya nona itu bertanya.

   "Selama setahun mi, pernahkah kau memikirkan diriku?"

   Dia menghela napas dan mengangguk, lalu si nona bertanya lebih jauh.

   "Eh kudengar engkau akan diangkat menjadi Congpiaupacu, sebenar nya apa yang terjadi?"

   Mendengar pertanyaan itu ia tertawa getir selagi hendak mengisahkan pengalamannya selama setahun tiba-tiba pemuda itu teringat akan Wan Lu-tin yang menyenangkan itu segera diapun bertanya "Bagaimana dengan Tin-tin? Baik2kah dia? Menangiskah dia setelah aku pergi?"

   Siapa sangka setelah mendengar pertanyaan itu, si nona lantas pergi tanpa pamit Ai hati perempuan memang sukar diraba, dia mengira setelah berpisah sekian lama, gadis itu tentu akan lebih ramah dan lebih halus daripada dulu, tapi nyatanya dia masih seperti dulu, masih binal dan manja.

   "Bun-ki, tidak sepantasnya engkau bersikap begitu kepadaku, tahukah engkau perbuatanmu itu amat melukai hatiku!"

   Kepalanya tertunduk, dirabanya pakaian yang dikenakan di mana masih tertinggal sisa bau harum badan si nona.

   Beberapa waktu berselang dia masih bersandar dalam rangkulannya, tapi sekarang hanya tinggal bayangan tubuh sendiri yang menjulur panjang di atas tanah.

   Tapi, he aneh.

   Tanah di tepi sungai cukup datar bayangan tubuhnya berdiri sendiri di situ, sinar bulan menyorot dari belakang, tapi aneh sekali, pada saat itu ada dua bayangan panjang yang tertera di permukaan tanah yang datar itu.

   bayangan siapakah yang satu lagi itu? Berdebar jantungnya sekejap itu semua perasaan yang berkecamuk dalam hatinya berubah menjadi rasa kaget dan takut, dia tak sempat berpikir yang lain dan cepat membalik badan.

   Siapa tahu baru saja badannya berputar mendadak pandangannya terasa kabur, ada dua sosok bayangan orang menyambar lewat di kedua sisinya menyusul kedua bahunya seperti ditekan orang dengan pelahan.

   Waktu ia berdiri tegak lagi, suasana di sekelilingnya kembali sunyi setengah potong bayangan pun tidak kelihatan.

   Hal ini membuat pemuda itu terkesiap, cepat dia putar badan pula ke belakang "Siapa di situ?"

   Terdengar suara tertawa dingin di belakang, bayangan manusia kembali berkelebat, dua sosok bayangan berkelebat lewat pula dan samping kanan dan kirinya.

   "Plok! Plok!"

   Dua kali bahunya di tepuk orang.

   Kendati begitu, tanah datar masih lengang seperti sedia kala, bayangan manusia yang tertera di atas tanahpun tetap dua, satu di depan dan yang lain di belakang yang depan adalah bayangan Hui Giok sendiri, tapi bayangan siapa yang ada di belakang itu? Bukankah mereka berdua? Kenapa hanya satu bayangan saja yang tampak? Ke mana lenyapnya bayangan orang kedua? Telapak tangannya terasa mulai berkeringat dingin ketika angin malam berembus ia bergidik bulu roma sama berdiri.

   Untuk sesaat perasaannya penuh diliputi rasa kaget dan ngeri serta merta iapun teringat kepada cerita yang pernah didengarnya semasa masih kecil dulu, katanya setiap manusia tentu mempunyai bayangan, hanya setanlah yang tidak mempunyai bayangan.

   Mengkirik pemuda itu karena merasa seram.

   dia berdiri ketakutan tanpa bergerak, siapa gerangan bayangan yang berada di belakangnya itu? Dalam keadaan begini ia tak berani banyak berpikir coba diliriknya, di atas tanah kedua sosok bayangan itupun tidak melakukan sesuatu gerakan, ia menelan ludah untuk menekan perasaan tegangnya, tapi mendadak orang yang ada di belakang itu lantas tertawa dingin.

   Bayangan itupun mulai bergeser maju ke depan, jarak mereka kian lama kian mendekat, ia semakin bergidik, tanpa disadari kakinya melangkah setindak ke depan, namun suara tertawa dingin tadi semakin menusuk.

   Hui Giok menengadah bintang masih bertaburan di mana-mana, masih lama tibanya fajar dia berdehem.

   pikirnya Hui Giok.

   Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   wahai Hui Giok begitu tak bergunakah kau? Kenapa nyalimu sekecil ini? sekalipun bayangan di belakangmu adalah bayangan setan, asal hatimu bersih dan tak pernah berdosa, apa yang perlu kau takuti?"

   Berpikir demikian keberaniannya segera timbul, dia sengaja tidak memperdulikan bayangan itu dengan langkah lebar dia berjalan ke perkampungan.

   "Hui Giok, berhenti kau!"

   Suara tertawa dingin tadi lenyap, lalu seseorang menegurnya dengan suara lembut. Hui Giok terkesiap, dengan tercengang dia berpikir.

   "Aneh, darimana dia mengetahui namaku?"

   Setelah menenangkan diri, iapun berseru dengan lantang "Aku memang Hui Giok, ada urusan apa mencari diriku?"

   Sekalipun dia bersikap setenangnya, tidak urung suaranya kedengaran agak gemetar.

   "Hahaha, bagus... bagus sekali. Hui Giok, aku memang lagi mencari kau"

   Gelak tertawa keras menggema dari belakang, suaranya keras penuh bertenaga seperti suara genta, jauh berbeda dengar suara lembut dan merdu tadi. Kembali Hui Giok tertegun "Ada urusan apa kau mencariku?"

   Tanyanya kemudian. Ia menjadi curiga. dia coba memeriksa bayangan sendiri. ternyata bayangan itu berbentuk satu garis lurus ke depan sehingga se-olah2 bayangan tangan dan kakinya lenyap sama sekali.

   "Masa aku tak punya kaki dan tangan?"

   Demikian pikirnya "Atau lantaran bayangan yang tertera di atas tanah kurang jelas kelihatan?"

   Berpikir sampai di situ, rasa takutnya banyak berkurang.

   "Tak perlu kau tanyakan apa maksudku mencarimu!"

   Suara yang merdu dan lembut tadi kembali kedengaran "coba terkalah lebih dulu, sebetulnya aku ini manusia atau setan? Hehehe.

   Setelah tertawa dingin dengan suara yang seram lalu iapun menambahkan "Bila kau tak mampu menjawab pertanyaanku ini, akan kumakan kau."

   "Huh. sudah tentu kau manusia!"

   Sahut Hui Giok lantang dengan dada membusung.

   "Darimana kau tahu aku ini manusia?"

   Orang yang berada di belakang itu seperti merasa kaget "Terus terang kuberitahukan kepadamu, aku bukan manusia, manusia, mana bisa memisahkan badannya menjadi dua dengan dua suara yang berbeda pula? Hehehe, tebakanmu keliru, karena itu akan kutelan kau bulat2"

   Suara ancaman ini kedengarannya mengerikan sekali tapi sekarang Hui Giok tidak takut lagi dia malahan tertawa ter-bahak2.

   "Hahaha tak perlu kau menakuti diriku lagi,"

   Serunya "bukan saja kutahu kalian adalah manusia, akupun tahu kalian terdiri dari seorang laki dan seorang perempuan, yang satu besar dan yang lain kecil bila keduanya berdiri berbaris muka dan belakang, dengan sendirinya di atas tanah hanya ada sebuah bayangan saja Hahaha, tadi hampir saja aku tertipu oleh siasat kalian"

   Perlu diterangkan Hm Giok pada dasarnya adalah pemuda yang cerdik, sekalipun semula dia agak terkecoh tapi setelah berpikir sejenak segera ia menduga akan hal tersebut ketika pendapatnya itu makin di pikir terasa makin benar, segera iapun mengutarakan pendapatnya itu, terbayang kembali betapa takut dan ngerinya tadi, ia jadi geli sendiri.

   Maka tertawalah dia makin lama semakin geli, hingga akhirnya dia ter-bungkuk2 sambil memegangi perutnya.

   "Hahaha tadi aku benar-benar bodoh serunya kemudian.

   "kenapa tidak dapat kupikirkan hal ini?"

   Hahaha, aku malah mengira satu di antara kalian adalah setan sebab kata orang hanya setan yang tak punya bayangan?"

   Belum habis gelak tertawanya bayangan orang di belakangpun ikut tertawa.

   nyaring sekali suaranya Hiu Giok mendengar suara itu bergeser dari belakang menuju ke depan, ketika ia menengadah apa yang tertampak membuat pemuda ini terkejut.

   Seorang perempuan yang bertubuh tinggi besar telah berdiri di hadapannya, perempuan itu mempunyai ukuran badan raksasa, tangan dan kakinya besar dan berotot.

   alisnya tebal dan mati besar, seandaiya rambutnya tidak disanggul tinggi dan ada tonjolan pada dadanya, mungkin tiada orang yang percaya dia sebenarnya adalah seorang perempuan tulen.

   Waktu Hui Giok memandang lagi ke sana, seketika ia menyurut mundur beberapa langkah gelak tertawanya tadipun berhenti.

   Manusia yang berada di hadapannya sekarang ternyata serba aneh, perempuan raksasa itu memakai baju warna putih, di bagian dadanya terikat menyilang dua utas tali yang berwarna kuning dan mengikat di belakang punggungnya sebuah keranjang berwarna kuning emas pula, dalam ke ranjang tersebut berduduk seorang laki-laki berbaju kuning emas yang luar biasa cebolnya sehingga mirip seorang anak kecil.

   meski demikian bajunya amat perlente jenggotnya panjang, waktu tertawa suaranya nyaring seperti genta, sepasang matanya yang jeli menatap wajah Hui Giok tanpa berkedip.

   Selama satu tahun mengembara di dunia persilatan cukup banyak pengalaman dan pengetahuan yang didapatkan Hui Giok, pelbagai corak manusiapun pernah ditemuinya, ada yang gemuk sekali, ada yang sangat kurus, ada yang jangkung sekali dan ada yang pendek, tapi mimpipun tak pernah membayangkan bahwa di dunia ini terdapat perempuan raksasa begini dan laki2 sekerdil ini.

   Sementara Hui Giok masih termangu, laki2 dan perempuan dengan ukuran badan yang istimewa itu berkata sambil tertawa "Hui Giok pantas banyak orang mengatakan kau cerdik nyatanya kau memang pintar entah berapa banyak orang yang sudah kami suami isteri takuti sehingga kabur terbirit-birit.

   Tak tersangka cara tersebut ternyata tak mempan menakuti dirimu."

   Meskipun badannya kasar dan tinggi besar namun perempuan itu mempunyai suara yang halus dan lembut perbedaan ini sungguh sangat mengherankan.

   Hui Giok yang tadinya sangat kaget bercampur heran sekarang tambah tercengang, pelahan ia alihkan pandangannya dari perempuan tinggi besar itu ke arah laki2 cebol yang berada di keranjang di gendongan perempuan itu.

   Benarkah kedua orang ini adalah suami isteri? Dia hampir tak percaya pada apa yang dilihat dan didengarnya tapi kenyataan di depan matanya kedua orang aneh tersebut tadi telah berkata dengan tegas dan sungguh-sungguh.

   "...kami suami-isteri"

   "Kenapa kau berhenti gelak tertawa?"

   Tegur lelaki cebol itu sambil menatap Hui Giok lekatlekat.

   "Apa kurang sedap menyaksikan tampang kami suami-isteri?"

   Hui Giok kaget, dia berpikir.

   "Wahai Hui Giok tidak sopan kalau kau unjuk sikap demikian suami isteri ini meski lucu tampangnya tapi di balik keistimewaan mereka ini pasti tersimpan suatu kisah cerita yang amat mengesankan, jika demikian halnya makin terbuktilah bahwa hubungan mereka harus dipuji dan dihargai. Kau sendiri pernah menjadi orang cacat, pernah merasakan pahit getirnya sebagai seorang cacat, kenapa kau bersikap tak acuh terhadap penderitaan dan kemalangan orang lain?"

   Berpikir demikian, timbul rasa menyesalnya dengan air muka yang serius ia lantas menjura kepada mereka berdua, katanya dengan hormat "Aku kurang adat, harap suka memaafkan!"

   Ia tidak melakukan pembelaan atau menutupi tingkah lakunya tadi, tapi langsung mengaku salah secara berterus terang, bahkan segera mengubah sikapnya, dari sini semakin nyatalah sampai di manakah keluhuran budi anak muda ini.

   Laki2 kerdil itu mengamat-amatinya sejenak walaupun Hui Giok merasa geli pada tampang orang yang lucu tapi dia merasakan pula wibawa yang besar di balik tatapan itu, lagipula mukanya tampan, sedikitpun tidak memberi kesan jelek.

   Perempuan berbaju putihpun bermuka cerah apalagi jika diperhatikan lebih seksama, terasalah bahwa wajahnya juga mempunyai daya tarik andaikata tubuhnya tidak terlampau tinggi besar dan yang laki2 tidak terlalu cebol.

   hakikatnya mereka adalah pasangan suami isteri yang setimpal.

   Agak lama laki-laki kerdil itu memperhatikan anak muda itu, tiba-tiba ia tertawa dan berkata.

   "Tidak menipu tidak berpura-pura, tidak angkuh dan tidak berhati palsu, ditambah lagi sangat cerdik. sungguh sukar menemukan orang semacam ini."

   Ditepuknya bahu perempuan baju putih itu dengan tangannya yang kecil seperti tangan bayi itu lalu katanya lagi "San-san, aku kan sudah bilang tak mungkin dia salah melihat orang, Coba lihatlah sekarang bukankah apa yang kukatakan memang tidak salah?"

   Ia mengelus jenggotnya se-akan2 merasa bangga sekali dengan kenyataan itu.

   Perempuan berbaju putih itupun tertawa dan mengangguk.

   Diam2 Hui Giok menghela napas gegetun pikirnya - "Semula aku mengira suara yang kasar itu pasti berasal dari seorang laki-laki kekar, sedang suara yang halus tentu berasal dan seorang gadis yang lemah lembut, siapa tahu kenyataannya ternyata terbalik."

   Lalu ia berpikir pula.

   "Dengan mereka berdua aku tak pernah berjumpa, tapi dari pembicaraan mereka tampaknya mereka sudah kenal diriku, bahkan sengaja datang kemari mencari aku, entah apa yang mereka kehendaki?"

   Makin dipikir makin tak mengerti, segera ia menjura dan berkata "Cianpwe berdua, kulihat kedatangan kalian seperti ada sesuatu yang hendak disampaikan padaku, bolehkah kutahu urusan apa yang hendak..."

   "Hahaha... watakmu ini agak mirip dengan watakku waktu masih muda dulu."

   Laki-laki cebol itu bergelak tertawa sekalipun dirinya sendiri masih banyak membutuhkan bantuan orang, tapi yang dipikirkan justeru hanya membantu orang lain. Setelah menghela napas perlahan, ia menyambung pula.

   "Seandainya di dunia ini bertambah lagi beberapa orang macam kau dan aku, tentu dunia ini akan jauh lebih aman dan tenteram."

   Perempuan baju putih yang tinggi besar itu mendadak tertawa cekikikan.

   "Hihihi Tapi kenapa beberapa tahun belakangan ini kau lebih sering berpikir bagaimana caranya membunuh orang daripada membantu orang?"

   "Karena terlalu banyak manusia yang patut di bunuh di dunia ini daripada mereka yang perlu ditolong."

   Jawab laki2 cebol itu sambil memukul tepi keranjang dengan marah "Salahkah aku jika ku bunuh orang2 yang memang pantas di bunuh?"

   Ketika itu Hui Giok sudah mempunyai kesan baik terhadap laki perempuan yang bertubuh istimewa itu, tak tahan dia lantas menyeka "Bila Cianpwe bertemu dengan orang2 yang pantas di bunuh, jika tidak kau binasakan mereka, tapi sebaliknya membantu mereka memperbaiki sifat jelek yang menyebabkan mereka pantas dibunuh itu, bukankah tindakan ini akan jauh lebih bagus?"

   Laki2 cebol itu mengernyitkan alisnya tampaknya ia naik darah setelah melototi Hui Giok sejenak, tiba-tiba ia menghela napas, katanya "Kau masih muda tentunya kau tidak tahu betapa menggemaskan orang2 yang pantas dibunuh di dunia ini.

   Nanti kalau usiamu menanjak lebih dewasa, mungkin kau akan berpikir seperti aku sekarang."

   Hui Giok menghela napas dan tidak bicara lagi.

   "Anak ini menang boleh juga, tak sia-sia kami suami-isteri menempuh perjalanan jauh ke sini untuk menengok dirimu."

   Kata perempuan baju putih itu sambil tertawa "Andaikata kau bukan manusia yang berwatak baik, mungkin tuanku ini sudah menghadiahkan suatu bacokan untuk membereskan kau!"

   Setelah berhenti sejenak, katanya lagi.

   "Tahu kah kau, ada urusan apa kami datang ke sini men cari kau?"

   Hui Giok menggeleng.

   "Tentu saja aku tidak tahu pikirnya di dalam hati "kalau tidak kenapa kutanyakan kepadamu tadi?"

   Sekalipun ia berpikir demikian tentu saja kata-kata tersebut tak sampai diutarakan.

   Pemuda itu berdiri ter-mangu2 dia merasa hanya setengah malam saja, semua orang yang di temuinya hampir boleh dibilang selalu di luar dugaannya.

   Kekakuan dan sikap dingin Leng-kok lang-bok jelas jarang ada di dunia ini sekarang bentuk tubuh kedua suami isteri yang lain daripada yang lain ini lebih tak pernah dibayangkan, meski sudah dipikir nya untuk mencari tahu bagaimana mungkin kedua orang ini bisa kawin menjadi suami isteri, tapi jawaban itu belum juga didapat, hanya satu hal diketahui dengan pasti, dibalik semua itu pasti tersimpan suatu kisah yang amat menarik hati.

   Didengarnya perempuan berbaju putih itu mengikik tawa pula, matanya yang jeli mengerling lalu berkata sambil tersenyum.

   "Sudah setengah harian kita berbicara, tapi tahukah kau siapa kami? Dan untuk urusan apa mencarimu?,"

   Hui Giok tertegun sejenak, jawabnya kemudian.

   "Aku memang ingin tahu, tapi kuatir cianpwe berdua marah, maka sampai sekarang tak berani ku tanyakan?"

   Kembali perempuan baju putih itu tersenyum tapi sebelum ia mengucapkan sesuatu, laki2 cebol itu telah menimbrung "Kulihat segala apapun kau bocah ini memang baik, cuma dalam hal berbicara dan bertindak masih belum berani berterus terang padahal apa yang kau pikirkan memangnya kau kami tidak tahu?"

   

   Jilid ke~ 8 Perempuan baju putih berpalimg sambil tertawa, digenggamnya tangan si cebol yang berpegangan tepi keranjang itu dengan mesra, lalu katanya sambil tertawa ringan.

   "Setiap manusia di dunia persilatan yang sedikit mempunyai kedudukan atau berperanan tentu mengetahui bahwa engkau adalah manusia maha pintar yang pernah muncul dalam dunia Kangouw selama seratus tahun terakhir ini selama ini memangnya ada orang yang mampu main gila dihadapanmu?"

   Ucapan tersebut penuh kelembutan dan kemesraan, tapi juga mengandung rasa bangga dan puas, seakan-akan sangat bahagia karena mempunyai seorang suami yang begitu hebat.

   Dengan termangu Hui Giok mengawasi tangan mereka yang saling genggam itu, mengamati pula ke empat mata mereka yang saling pandang dengan mesra, meskipun ukuran lahiriah mereka tidak seimbang, namun semua itu tidak mengalangi luapan cinta antara mereka berdua.

   Lama dan lama sekali perempuan berbaju putih itu baru berpaling, ia memandang Hui Giok sambil tertawa, katanya.

   "Coba, tingkah laku kami yang sudah tua bangka ini tentunya kau anggap lucu bukan?"

   Cepat Bui Giok menggeleng kepala, tapi sebelum ia sempat mengungkapkan suara hatinya laki2 cebol itu telah berkata lebih dulu.

   "Dalam hatinya tampaknya tiada maksud mentertawakan kita, tapi dia pasti lagi keheranan bagaimana mungkin kita berdua bisa menjadi suami isteri betul tidak anak muda?"

   Hui Giok terkejut pikirnya "Ah, orang ini memang cerdik sekali, tak disangka apa yang menjadi pikiranku diketahui pula olehnya, dulu aku mengira saudara Beng-si adalah orang terpandai di kolong langit ini, tak tahunya di dunia ini masih terdapat manusia yang sepuluh kali lipat lebih cerdik daripada dia.

   Selagi pemuda itu menghela napas kagum, perempuan berbaju putih itu sudah menyambung.

   "Kutahu kau belum lama berkelana di dunia persilatan tentu saja tak tahu tentang kami berdua, tapi nanti bila usiamu bertambah lagi sedikit dengan sendirinya kau akan tahu."

   Sampai di sini dia berhenti lagi sinar matanya mengawasi wajah Hui Giok dengan lebih seksama seakan-akan dia hendak meneliti karakter Hui Giok yang sebenarnya.

   Hui Giok jadi likat sendiri karena ucapan kedua orang itu, ia tertunduk dengan tersipu-sipu, ia merasa sorot mata mereka seperti mempunyai daya tembus yang dapat menyelami segala isi hati orang.

   "Apa sebenarnya maksud tujuan mereka mencari aku? Kenapa memandang aku seperti ini?"

   Pertanyaan itu sudah dipikirnva sekian lama namun tidak ditemukan jawaban, sementara dia masih melamun, tiba-tiba perempuan baju putih itu tertawa dan berkata "Sekarang akan kukatakan padamu untuk urusan apa kami mencari dirimu."

   Hui Giok amat girang, segera ia pusatkan perhatiannya untuk mendengarkan tapi aii muka perempuan baju putih itu mendadak berubah hebat serunya dengan suara tertahan "Ssst ada orang datang!"

   Dia merogoh sakunya seperti mau mengambil sesuatu, tapi niat itu lantas dibatalkan bisiknya lagi.

   "Kentongan ketiga besok malam, keluarlah melalui pintu belakang, akan kuberitahukan maksud kedatangan kami ini."

   Laki-laki cebol itu menegur "Hm orang macam apakah yang datang pada saat seperti ini?"

   "Coba lihat,"

   Goda istrinya sambil berpaling.

   "watak jelekmu kambuh lagi"

   Sekali putar badan ia melayang pergi, Hui Giok cuma merasakan sesosok bayangan putih secepat asap melayang di angkasa, kemudian lenyap dari pandangan.

   Kembali dia menghela napas kagum, tubuh perempuan itu tinggi besar, tapi ilmu meringankan tubuhnya sungguh sangat hebat, andaikata tidak disaksikan dengan mata kepala sendiri mungkin iapun tidak percaya.

   Ia coba memandang sekeliling tempat itu, malam yang kelam tetap hening tiada nampak apa pun, ia menjadi curiga.

   "Mungkinkah dia salah lihat?"

   Demikian pikirnya.

   Dia berpaling dengan ragu2 dan maju beberapa langkah ke depan.

   sejenak kemudian suara langkah orang baru kedengaran bercampur dengan suara air mengalir dan angin berembus, kemudian di tengah kegelapan yang mencekam muncul sesosok bayangan orang/ Baru sekarang Hui Giok merasa kagum pada ketajaman pendengaran perempuan berbaju putih itu.

   Bayangan di depan sana makin lama semakin dekat, tiba2 seorang menegurnya "Apa Hui-heng yang berada di depan?"

   Cukup mendengar suaranya Hui Giok lantas tahu bahwa orang itu adalah Go Beng-si, iapun segera berseru.

   "Ya, aku di sini!"

   Dengan langkah lebar ia menyongsong ke depan. Go Beng si segera berlari. hanya beberapa langkah lompatan saja ia sudah tiba di hadapan Hui Giok, tegurnya pula.

   "Hui-heng, di tengah malam buta begini mau apa kau berdiri termangu di sini? Tahukah betapa rasa kuatirku?"

   Sekalipun bernada menegur, namun di balik semua itu jelas terdengar betapa kuatir dan perhatiannya orang itu terhadap Hui Giok.

   Hui Giok tertawa menyesal, untuk sesaat lamanya ia tak mampu mengucapkan sepatah kata pun, tapi dadanya terasa hangatnya setia kawan serta perhatian yang berlimpah dari rekannya ini terhadap dirinya.

   Go Beng si mencengkeram bahu anak muda itu dan diamatinya wajahnya, dilihatnya meski ia lelah tepi tak bisa menutupi perasaannya yang menggelora se-akan2 baru saja mengalami suatu kejadian yang menggembirakan.

   Segera ia bertanya "Apakah kau mengalami sesuatu kejadian di sini? Kalau tidak, kenapa kau berada di sini, di tengah malam buta begini?"

   
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Pemuda itu cerdik dan banyak tipu muslihatnya ini terhadap Hui Giok ia memperhatikannya secara langsung maka iapun tidak berusaha memancing rekannya dengan kata2 yang lihay, sebaliknya mengutarakan kecurigaannya secara blak-blakan.

   Hui Giok tertegun, untuk sesaat ia tak mampu bersuara.

   Melihat anak muda itu membungkam.

   Go Beng-si menghela napas panjang kemudian berkata lagi.

   "Tengah malam tadi aku merasa sukar pulas, aku ingin mencari kau untuk bercakap-cakap lagi, tak tersangka ketika aku ke kamarmu kau tak berada di sana sedang di halaman menggeletak dua sosok mayat, Hui-heng, ketahuilah bahwa keadaan kita saat ini sama seperti berada dalam cengkeraman orang, Hui-heng menurut penglihatanku kejadian yang kau alami ini tentu bukan peristiwa biasa, bila kau menganggap aku sebagai sahabat karibmu, sepantasnya kau ceritakan seluruhnya kepadaku, dengan demikian kita bisa berunding cara yang paling baik untuk mengatasi persoalan ini."

   Justeru kukuatir si Tangan Sakti Cian Hui tak mau menyudahi persoalan sampai di sini saja apalagi anak buahnya mati di halaman sana, kedua orang itu kan ditugaskan untuk melindungimu secara diam-diam."

   Kata-katanya itu diucapkan dengan tegas bersungguh-sungguh, jauh berbeda dengan sikapnya sehari-hari bila sedang berbicara dengan orang lain, Hui Giok merasa terharu bercampur terima kasih, selain itu iapun merasa agak malu dan menyesal dengan sikap ragu-ragunva tadi Kalau orang bersungguh-sungguh memperhatikannya, kenapa ia tidak membalasnya dengan bersungguh-sungguh pula? Berpikir sampai di sini ia menghela napas panjang, semua kejutan yang dialaminya tadi serta merta dikisahkan kembali secara terperinci tatkala menyinggung tentang Leng-kok-siang-bok air muka Go Beng si tampak berubah hebat.

   "Jadi kedua orang ini juga sudah muncul di sini?"

   Ia menegas dengan kurang percaya.

   Ketika Hui Giok berkisah tentang pertemuan dengan Tham Bun ki wajah Go Beng-si tambah berseri-seri dan gembira tapi ketika menyinggung soal kepergian gadis itu tanpa pamit, sambil menggeleng kepala dan tertawa pemuda she Go itu berkaca "Kukira nona itu sudah terbiasa dengan adat manjanya, tapi jangan kuatir tidak sampai tiga hari dia pasti akan datang mencari dirimu lagi".

   Tapi sejenak kemudian, dengan alis berkerut dia berkata pula "Bila si tangan sakti Cian Hui mengetahui akan hubungan kekeluargaanmu dengan keluarga Liong-heng-pat-ciang, ku kuatir akan lebih jadi banyak kesulitan bagimu.

   Lalu dengan heran ia menambahkan "Watak Leng-kok siang-bok sangat aneh, tinggi batu kaku dan dingin tak pernah berhubungan dengan orang lain, tak tersangka mereka bisa menaruh perhatian terhadap seorang anak dara."

   Setelah Hui Giok melukiskan kedua suami isteri dengan bentuk badannya yang aneh itu. tak kuasa lagi Go Beng-si menjerit kaget "Hah, mereka adalah Kim tong-giok-li (anak emas dan dewa cantik).

   "O, jadi kaupun kenal mereka?"

   Tanya Hui Giok dengan heran. Dia tak menyangka kalau suami istri aneh itu berjuluk "Kim-tong-giok-li"

   "Darimana bisa kukenal mereka?"

   Jawab Go Beng-si sambil geleng kepala.

   "dari apa yang kau lukiskan itulah aku lantas tahu siapa gerangan mereka itu karena di dunia ini kecuali Kim tong giok li tak ada orang lain yang mempunyai perawakan aneh seperti itu dan Kungfu yang luar biasa hebatnya."

   Pelahan-lahan dia tunduk kepala dan serunya kemudian.

   "Sudah lama Kim tong giok li lenyap dari dunia persilatan, sungguh suatu surprise bagimu karena malam ini kau dapat bertemu dengan mereka, tahukah kau bahwa pertemuan semacam itu sepuluh kali lipat lebih aneh daripada pertemuanmu dengan Leng-kok-siang bok? Meski selama puluhan tahun belakangan ini banyak bermunculan jago2 ternama, tapi tak seorangpun dapat menandingi nama besar ketiga pasang suami isteri bagaikan dewa kahyangan itu. Ia unjuk tiga jari tangannya, lalu terusnya salah satu diantaranya adalah pasangan yang disebut suami menyanyi isteri menyertai". mereka kan adalah Kim-tong giok li inilah?"

   "Lalu siapakah kedua pasangan yang lain?"

   Hui Giok merasa tertarik. Go Beng si menekuk sebuah jari tangannya menyahut "Masih ada sepasang suami isteri lagi yang berpredikat suami menyanyi isteri menyertai"

   Kedua orang ini adalah Cian jiu-suseng dan Leng gwat-siancu, sedang pasangan yang terakhir adalah suami isteri yang disebut suami tidak menyanyi, lsteripun tidak menyanyi", mereka adalah..."

   Belum habis kata-katanya Hui Giok telah menghela napas gegetun.

   "Ai saudara Go tahukah kan bahwa sepasang suami isteri yang berpredikat "suami menyanyi isteri menyertai"

   Itu sekarang telah hidup berpisah?"

   Mula2 Go Beng-si melengak tapi segera ia seperti memahami sesuatu katanya.

   "pantas sewaktu Leng-gwat siancu bertemu dengan kau tempo hari ia telah menunjukkan sikap begitu, kiranya kau kenal mereka."

   Namun Hui Giok sedang melamun sambil tundukkan kepalanya rendah-rendah, seperti tidak mendengar apa yang dikatakannya. Lama sekali anak muda itu termenung, mendadak tanyanya.

   "Tahukah kau dengan bentuk badan Kim-tong-giok-li yang tak seimbang begitu bagaimana mungkin meraka bisa terikat menjadi suami isteri?"

   Rembulan telah tenggelam di langit barat, malam sudah makin larut, fajar sudah hampir menyingsing Go Beng-si menengadah dan memandang bintang yang sudah guram di angkasa, lalu sambil menghela napas ia menutur dengan pelahan "Dalam dunia persilatan memang pernah tersiar cerita tentang hal ini, kurasa kisah ini memang betul-betul suatu kisah yang menawan hati!"

   Hui Giok tersenyum, pikirnya "Ehm. ternyata dugaanku memang tidak keliru!"

   Sementara itu Go Beng si telah melanjutkan kata-katanya.

   "Sekarang fajar sudah hampir menyingsing, rasanya kurang leluasa bila kita berdiri terus di sini, apalagi kalau sampai ketahuan Cian Hui."

   Sambil menarik Hui Giok menuju ke perkampungan ia berkata lebih jauh.

   "Mari kita berjalan sambil bercerita, mungkin setiba di kamarku nanti kisah inipun sudah selesai."

   Dia memang cermat dan selalu bertindak hati-hati, hangat terhadap kawan ia berharap agar Hui Giok bisa menduduki kursi Lok-lim-cong-piaupacu wilayah Kanglam secara lancar agar semua penghinaan yang pernah dialaminya bisa terlampiaskan.

   Sebaliknya bagi Hui Giok, dia hanya terdorong oleh rasa ingin tahu dia berharap rekannya dapat cepat-cepat menuturkan kisahnya itu, sedang mengenai persoalan lam boleh dibilang tak pernah dipikirnya.

   Begitulah setelah berdehem Go Beng-si pun mulai berkisah "Dulu, sebelum menjadi suami istri Kim tong-giok li adalah saudara misan, mereka di besarkan dalam keluarga persilatan di daerah Kanglam, meski dunia persilatan pada waktu itu banyak terjadi peristiwa besar, tapi keluarga persilatan ini tidak bekerja sebagai pengawal barang, tidak memasuki kalangan pemerintah juga tidak berbaur dengan orang dan golongan hitam, mereka tak pernah mencampuri soal dendam kesumat atau bunuh membunuh yang sering terjadi di dunia persilatan, kehidupan mereka sangat tenang dan di kampung mereka hanya membuka suatu perguruan kecil menerima murid dan menurunkan ilmu!"

   Setelah berhenti sebentar iapun melanjutkan.

   "Kepala keluarga persilatan mi tak lain adalah kakeknya Kim-tong waktu mudanya ia pernah berkelana juga di dunia persilatan dengan sebilah golok emas, dengan ilmu golok warisan keluarganya kakak Kim-tong itu pernah mendapat nama yang tak kecil di dunia Kangouw tetapi selanjutnya ia mengasingkan diri dan tak pernah mencampuri urusan dunia persilatan lagi, semenjak kecil Kim tong amat cerdik dan berbakat bagus, lagi pula merupakan cucu paling muda dan kakek itu, tak heran kalau ia amat disayang dan dimanja oleh kakeknya."

   Sudah banyak Go Beng-si bercerita tapi yang dikisahkan tak lebih cuma kejadian yang umum ini membuat Hui Giok tak sabar dia menyela "Eh ada baiknya kau bercerita secara ringkas saja!"

   Go Beng-si tersenyum, pikirnya.

   "Kukira wataknya lembut dan sabar tak tahunya dia juga orang yang terburu napsu."

   Maka iapun melanjutkan ceritanya.

   "Sejak kecil Kim tong sudah biasa dimanja sehingga wataknya rada tinggi hati, dia tak pernah pandang sebelah mata terhadap anak-anak lain yang sebaya dengan usianya, hanya seorang saudara misannya yang cocok dengan dia sehari tidak bertemu saja kedua orang itu merasa seakan-akan telah kehilangan sesuatu. Ketika kakeknya mengetahui akan hal ini, apalagi terdorong oleh rasa sayangnya terhadap cucu dan melihat pula kelembutan dan kepintaran si nona kecil, akhirnya iapun menjodohkan kedua bocah itu dan mengikat mereka sebagai suami isteri"

   Diam-diam Hui Giok menghela napas panjang, terbayang kembali hubungannya dengan Tham Bun-ki, seandainya iapun mempunyai seorang kakek penyayang semacam itu betapa bahagianya.

   Sayang orang tuanya telah meninggal, iapun hidup mondok di rumah orang-orang, ditambah lagi bodohnya tidak kepalang, ilmu silat yang paling mudah, paling sederhana saja tak mampu dikuasai, darimana mungkin bisa mendampingi Tham Bun ki putri tunggal keluarga persilatan ternama.

   Rasa pahit, getir, manis dan kecut seketika berkecamuk dalam benaknya, makin dipikir makin melamun sehingga ada batu yang mengalangi jalannya juga tak tahu, ketika kakinya tersandung batu itu nyaris tubuhnya jatuh terjerembab.

   Go Beng-si mengerling sekejap ke arahnya lalu menutur pula sambil menepuk bahunya.

   Meskipun kedua orang itu masih anak-anak dan tidak mengerti hubungan antara laki-laki dan perempuan, tapi dari pembicaraan orang tua merekapun tahulah bahwa mereka berdua akan berkumpul selamanya sampai hari tua, berita ini segera disambutnya dengan penuh kegembiraan, otomatis hubungan merekapun tambah mesra dan semakin hangat sehingga hampir setiap hari boleh dibilang tak dapat dipisahkan lagi.

   Mereka hanya berharap cepat meningkat dewasa dan kawin menjadi suami isteri"

   Orang lain sering juga menggoda mereka, namun godaan tersebut tak pernah dipikirkan mereka."

   Tiba-tiba Hui Giok tertawa cekikikan "Eh, dari pembicaraanmu ini seakan-akan waktu itu kaupun hadir juga di sana, masa apa yang mereka pikirkan juga kau ketahui?"

   Go Beng si ikut tersenyum, tapi segera ia menghela napas panjang lalu berkata pula.

   "Siapa tahu Ai. malang dan mujur memang tak dapat diramal oleh manusia, dikala keluarga yang hidup penuh kegembiraan dan kebahagian ini mencapai puncaknya, tiba-tiba suatu bencana besar yang sama sekali tak terduga telah menimpa mereka"

   "Apa yang terjadi?"

   Tanya Hui Giok dengan terkesiap.

   Sebagaimana diketahui, pemuda ini memang berwatak aneh, dia selalu berharap setiap manusia di dunia ini bisa hidup dengan gembira, setiap kali mendengar kisah sedih yang menimpa orang lain dia selalu merasa tidak tega, padahal kisah sedih yang menimpa dirinya jauh melebihi orang lain.

   Tetapi ia tak pernah menggerutu atau memikirkannya, demikian halnya sekarang, mendengar sampai di sini dia ikut menghela napas sedih.

   Go Beiig-si menghela napas panjang, tuturnya lagi.

   "Waktu itu musim semi telah tiba, tahun itu sepasang anak laki dan perempuan itu baru berusia sembilan tahun, mereka bermain di kebun belakang dan asyik menangkap kupu2, ketika kupu2 itu tiap kali akan tertangkap, tak tersangka setiap kali juga terlepas lagi, sebagai bocah yang keras hati, Kim-tong bersumpah menangkap sepasang kupu2 itu sampai dapat, mula2 masih dalam kebun mereka sendiri, tapi lantas mereka keluar dinding pekarangan merekapun membuka pintu dan mengejar keluar. Dalam keadaan demikian, meski anak perempuan itu lebih kecil nyalinya, tapi iapun ikutan berbuat demikian, ke mana larinya kupu2 itu selalu dikejar tak hentinya, makin jauh kupu2 itu terbang makin jauh pula mereka mengejarnya Berulang kali Giok-li menganjurkan Kim-tong pulang saja tapi kupu2 itu seakan2 sengaja memancing mereka, tiap kali mereka akan beranjak pulang, setiap kali pula sepasang kupu2 itu muncul kembali di hadapan mereka. Makin lama Hui Giok merasa makin keheranan, tak tahan akhirnya dia menyela "Darimana kau bisa mengetahui dengan begitu jelas tentang peristiwa yang menimpa kedua Bu-lim-cianpwe mi? Masa...

   "

   "Ai setelah kejadian itu, mereka pernah menceritakan kisah yang dialaminya itu kepada kakekku,"

   Demikian Go Beng si menyambung setelah menghela napas panjang.

   "dan kakekku menceritakan pula kisah itu kepadaku, karena itulah akupun mengetahui persoalan ini jauh lebih jelas daripada orang lain."

   Sekarang Hui Giok baru mengerti akan duduknya perkara, dia mengangguk, tapi hatinya lantas tergerak, pikirnya- "Rupanya antara kakeknya dengan Kim-tong-giok li mempunyai hubungan yang erat.

   Wah, kalau begitu dia pasti juga berasal dan keluarga persilatan ternama, anehnya kenapa ia selalu merahasiakan asal usulnya meski hubungannya dengan diriku kian hari kian bertambah akrab."

   Ia menengadah dan diamatinya rekannya itu, Go Beng-si sedang memandang langit di bawah cahaya bulan wajahnya tampak sedih, ia berdiri termangu seperti lagi memikirkan sesuatu persoalan.

   Sejak dia berkenalan dengan Hui Giok sikapnya selalu tulus dan terbuka se akan tak pernah ada persoalan yang menyulitkan, tapi melihat mimik wajahnya sekarang, kembali Hui Giok berpikir lagi "Mungkinkah iapun mempunyai persoalan yang menyedihkan serta segan untuk mengatakannya kepada orang lain?"

   Setelah termenung sejenak, dia berpikir lebih jauh.

   "Ai, semoga aku bisa menggunakan kepandaian yang kumiliki untuk bantu memecahkan persoalan yang menyedihkan hatinya."

   Diam2 ia mengambil keputusan di kemudian hari entah bagaimanapun juga dia akan mencari tahu rahasia yang tersimpan di dalam hati Go Beng-si itu dan membantu memecahkannya.

   Go Beng-si hanya berjalan dengan kepala tertunduk seperti lagi merenungkan sesuatu, tanpa terasa mereka tiba di depan pintu, saat itulah dia baru menengadah dengan tertegun.

   "Eeh. ceritaku tadi sampai di mana?"

   Tanyanya gelagapan.

   "Menangkap kupu-kupu"

   Sahut Hui Giok sambil tertawa.

   "Oya."

   Disekanya jidat yang lebar dengan tangannya kemurungan tersapu lenyap, kesegaran muncul kembali menghiasi wajahnya ia berkata lebih jauh "Karena ingin menangkap kupu-kupu, kedua anak itu terus mengejar dari siang hingga senja sementara itu matahari sudah hampir terbenam merekapun makin lama semakin lelah, anak laki-laki itu..."

   Mendadak ia berhenti dan tertawa, katanya kemudian "Ah, kurang sopan rasanya bila kusebut Locianpwe itu dengan kata "anak laki-laki"

   Tapi nama sebenarnya Locianpwe ini juga tidak kuketahui, apa boleh buat, biar kita gunakan sebutan itu saja."

   Hui Giok tertawa sebetulnya ia hendak berkata "tidak apa-apa"

   Tapi demi dipikir lagi rasanya urusan ini tak ada hubungannya dengan dia, dengan alasan apa dia bilang "tidak apa-apa"? karena itulah ia lantas bungkam.

   Terdengar Go Beng-si melanjutkan ceritanya "Kupu2 tidak berhasil ditangkap, haripun mulai gelap, sekalipun anak laki2 itu keras kepala, karena usianya masih terlalu muda, ia menjadi gugup melihat sekeliling tempat itu baru disadarinya tempat itu sudah jauh dari rumahnya dan tersesat, mereka lantas duduk di sebuah batu dengan termangu, si anak perempuan lebih kecil nyalinya makin lama makin gelisah, saking cemasnya akhirnya dia menangis tersedu-sedu."

   Kembali ia berhenti sejenak dan menghela napas, agaknya ia bersimpati pada keadaan mereka waktu itu, sambungnya kemudian "Ketika melihat anak perempuan itu menangis, keberanian anak laki2 itu berbangkit malah, digandeng tangannya dan berusaha menghiburnya dengan kata-kata yang manis, lagaknya se-akan-akan pelindung anak perempuan itu, meskipun tidak kenal jalan, tanpa berpaling ia membawa nona cilik itu menuju kembali ke rumah, setengah malaman mereka berjalan waktu itu mereka sangat lelah lapar dan menyesal, kelipan lampu di kejauhan sudah sama padam, angin malam berhembus makin kencang, mereka merasakan sekujur badan dingin dan kaku tapi dengan bergandengan tangan kehangatan bisa tersalur ke dalam tubuh mereka, bukan saja kehangatan itu mendatangkan rasa aman bagi anak perempuan itu menimbulkan pula keberanian bagi anak laki-laki itu"

   Kembali dia berhenti sebentar sementara Hui Giok menghela napas ia memandang sekelilingnya, malam yang kelam dengan bintang bertaburan di angkasa, ia merasa melihat adegan di depan matanya, seorang anak kurus dan lemah menggandeng seorang anak perempuan berjalan di tengah kegelapan meskipun hati merasa takut, namun perasaan itu tidak diperlihatkan keluar.

   "O betapa suci dan murninya cinta kasih mereka,"

   Diam-diam Hui Giok menghela napas.

   "mendingan mereka berduaan, masih dapat saling menghibur sedangkan aku..."

   Ketika ia menengadah dilihatnya sorot mata Go Beug-si yang tulus penuh rasa setia kawan itu sedang menatapnya, maka suatu perasaan hangat pun timbul dan lubuk hatinya, sekalipun kehangatan itu berbeda dengan apa yang dirasakan si anak laki2 dalam cerita, tapi cukup menambah keberanian baginya dalam perjalanan hidupnya yang masih jauh dan penuh dengan penderitaan itu.

   Tanpa sadar mereka telah berjalan masuk lewat pintu sudut halaman, mayat yang menggeletak di depan pintu masih terkapar di situ, segala suka-duka orang hidup sudah tiada sangkut paut lagi dengan mereka.

   Kalau begitu, sebenarnya "kematian"

   Itu suatu kemujuran bagi umat manusia ataukah suatu kemalangan? Tak seorangpun di dunia ini dapat menjawabnya dan juga tak seorangpun yang akan mencari jawabannya? Dengan suara dalam Go Beng-si berkata lagi "Begitulah, dengan mengandalkan kehangatan dan keberaniannya tersebut akhirnya mereka menemukan rumahnya.

   waktu itu hari sudah terang tanah, sambil menggenggam tangan anak perempuan itu si anak laki2 tadi berteriak gembira, sejak kecil belum pernah ia rasakan kegembiraan seperti sekarang, maka diam-diam ia memberitahukan kepada dirinya sendiri "Lain kali jangan meninggalkan rumah lagi.

   meski pun di luaran sangat menyenangkan tapi amat dingin, sedangkan dirumah meski tak begitu menyenangkan tapi suasananya jauh lebih hangat."

   Tak tahan lagi Hui Giok menghela napas panjang pikirnya "Di dunia ini mana ada tempat lain yang lebih hangat daripada di rumah sendiri.

   Seketika ia menjadi sedih, ia ingin lari ke depan kuburan orang tuanya dan menangis sepuasnya, tapi di samping itu iapun ikut merasa gembira bagi kedua anak itu karena akhirnya mereka berhasil juga menemukan kembali rumahnya.

   Mereka jalan bersanding, langkah mereka yang menginjak batu kerikil menimbulkan suara gemerisik.

   Lama sekali Hui Giok termenung, ketika dirasakan Go Beng-si juga tak bersuara, hatinya tergerak dia berpaling dilihatnya Go Beng-si sedang berjalan sambil memandang langkah kaki sendiri tampaknya perasaannya waktu itu sama beratnya sama sedihnya dengan perasaannya.

   Ia tak ingin mengganggu pikiran orang, seperti iapun tak ingin diganggu oleh orang lain, perasaan yang berat, kesunyian yang mencekam dibiarkan terus berlanjut.

   Suatu ketika Go Beng-si menghela napas panjang menengadah memandang bintang yang semakin pudar.

   kemudian berkata pelahan "Ketika kedua anak yang masih suci dan bersih itu untuk pertama kalinya merasakan hangatnya rumah dan berlarilah mereka ke rumah dengan langkah lebar.

   Akan tetapi ai, sejak itu pula mereka tak punya rumah lagi untuk selama-lamanya"

   "Apa kau bilang?"

   Tanya Hu Giok dengan terperanjat.

   Go Beng-si mengusap matanya, seperti sedang membersihkan kotoran, seperti juga sedang menyeka air mata, tapi sekalipun dia sudah mengucurkan air mata juga tak ingin diketahui orang lain.

   Dengan cepat ia melanjutkan kisahnya "Ketika mereka tiba di depan rumah.

   terlihat pintu gerbang tidak terkunci si anak laki-laki itu tidak terlalu memperhatikan tetapi anak perempuan yang lebih teliti itu segera merasakan kejanggalan tersebut, maka sambil berteriak dia lari masuk ke dalam rumah, ternyata tiada suara sahutan dari dalam rumah yang terdengar hanya gema suara sendiri yang berkumandang dari empat penjuru."

   Ia berhenti sebentar lalu mengulangi "Ya hanya suara sendiri yang menggema di empat penjuru"

   Akhiran kata-kata tersebut ditarik sangat panjang, rendah dan berat, seberat detakan jantung sendiri. Hui Giok bergidik, firasat jelek tiba-tiba saja membayangi perasaannya, ia berdehem dan bertanya dengan suara lirih.

   "Apakah orang dirumahnya sudah tidur semua?"

   Tapi iapun tahu bahwa pertanyaannya ini sesungguhnya sangat menggelikan.

   Go Beng-si menghela napas panjang, ia mengerling sekejap ke sisinya, lalu menggeleng pelahan.

   Teriakan anak perempuan itu makin lama semakin keras, larinya juga semakin cepat, tuturnya lebih jauh "Hanya sebentar saja ia lari dan halaman depan sampai di ruang tengah, Keluarga persilatan ini sudah lama menetap di sana, bangunan rumah itu amat luas dan lebar, undakan didepan saja terdiri dari belasan tingkat, ketika anak laki-laki dan perempuan itu berteriak sampai di depan undakan suasana masih tetap hening dan tiada suara sahutan, mereka mulai cemas bercampur gelisah, dengan beberapa kali lompatan mereka tiba di ruang tengah, ketika pintu didorong dan melongok ke dalam.

   Hui Giok merasa jantungnya berdetak keras, meskipun tak ingin menukas pembicaaan orang akhirnya ia menyela juga? "Apa yang mereka lihat di dalam ruangan itu?"

   Ketika dia berpaling, dilihatnya Go Beng-si berdin dengan wajah penuh emosi, kedua tangan mengepal kencang2, matanya jauh memandang lurus ke depan, lalu melanjutkan dengan pelahan "Ketika itu fajar telah tiba, sekalipun cahaya sang surya masih redup tapi dari jarak sepuluh langkah sudah dapat terlihat wajah orang dengan jelas, tapi ketika mereka melongok ke dalam ruangan itu ...."

   Ia berhenti dan menghela napas panjang, sesaat kemudian baru melanjutkan "Jangankan kedua orang itu hanya anak2 di bawah umur, sekalipun kau atau aku yang menyaksikan pemandangan dalam ruangan itu, mungkin juga... mungkin juga..."

   Dia berkisah dengan pelahan, ditambah pula helaan napas serta seringnya dia berhenti membuat Hui Giok merasakan dadanya seakan-akan ditindih batu yang berat sekali, detak jantungnya berdebar semakin keras, ditatapnya wajah Go Beng-si tak berkedip, dia berharap pemuda itu cepat2 menyambung ceritanya.

   Siapa tahu setelah menghentikan kata-katanya kali ini Go Beng-si juga menghentikan langkahnya, ia berdiri termangu, kemudian menghela napas panjang lagi dan berkata.

   "Ai, lebih baik tak usah, kulukiskan pemandangan dalam ruangan waktu itu, pendek kata..."

   Hui Giok jadi gelisah, dia ingin bertanya tapi ingatan lain segera melintas dalam benaknya. Kenapa aku mesti mendengarkan kisah semacam itu? Kejadian yang menyedihkan rasanya sudah terlalu banyak terjadi di dunia ini?"

   Dia tahu pemandangan dalam ruangan itu pasti mengerikan dan menyedihkan kendatipun rasa ingin tahunya amat besar. ia berusaha mengendalikan perasaannya itu"

   Go Beng si berkisah kembali.

   "Ternyata dalam satu malaman saja, puluhan jiwa anggota keluarga kedua anak itu sudah dibantai orang secara keji, berpuluh mayat bergelimpangan di ruang lengah yang luas itu, dari pancaran cahaya remang2 yang masuk lewat pintu tertampaklah darah membasahi mayat2 itu, mereka kebanyakan mati dengan wajah kaget dan ketakutan jelas sesaat menjelang kematiannya telah mengalami rasa takut yang bukan alang kepalang sehingga matipun mereka tak tenteram"

   Sekalipun tidak ia jelaskan pemandangan dalam ruang secara terperinci, tapi dari beberapa patah katanya itu dapat ditarik kesimpulan betapa mengerikannya keadaan waktu itu, tanpa terasa peluh dingin membasahi badan Hui Giok, dadanya terasa sesak dan sukar bernapas.

   Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Siapa yang melakukan perbuatan terkutuk itu?"

   Teriaknya kemudian dengan mata terbelalak dan tangan terkepal.

   "memangnya orang2 itu sudah tidak berperinkemanusiaan lagi? sekalipun dia mempunyai dendam pada keluarga itu, rasanya tidak pantas kalau kaum wanita yang lemah serta anak2 yang tidak berdosa juga ikut dibantai?"

   Dalam gusarnya rasanya dia ingin menangkap orang yang telah membantai perempuan dan anak2 yang tak berdosa itu serta menghajarnva, lalu mendekati kedua anak itu dan menghiburnya dengan kata2 yang manis.

   Samar2 ia membayangkan suatu adegan seperti menyaksikan kedua anak itu lari ke samping mayat2 itu sambil menangis merangkul jenazah orang tuanya dan mengucurkan air mata dengan sedih, tentu saja mereka tak mampu mengebumikan jenazah2 itu apalagi membalaskan dendam, kecuali menangis memang tak ada yang bisa mereka lakukan lagi.

   Kian lama pandangan Hui Giok itu terasa bertambah kabur, ia coba meresapi perasaan mereka ketika itu, tapi makin dipikir terasa makin bersedih sehingga akhirnya iapun ingin menangis.

   Go Beng-si sendiripun sama termenung dengan mulut membungkam, akhirnya dia berbisik- "Sudah sampai di kamarmu!"

   Hui Giok menengadah cahaya lampu di kamarnya masih terang, pancaran sinar dari balik kertas jendela yang putih terasa menambah seramnya suasana waktu itu.

   Seorang bila sedang berduka, apa yang dilihatnya seringkali akan menambah kepedihan hatinya, padahal pancaran sinar lampu yang membayangi kertas jendela adalah sesuatu yang biasa namun hal ini telah menambah murung dan kesal sianak muda itu.

   Mereka masuk ke dalam kamar dengan membungkam kemudian Hui Giok menghela napas dan berkata lagi.

   "Ai. tak kusangka begitu mengenaskan pengalaman hidup kedua orang cianpwe itu, mengapa Kim-tong Cianpwe menjadi..."

   Dia angin tahu apa yang menyebabkan tubuh Kim-tong jadi cebol dan aneh, tapi ia menjadi ragu-ragu, sebab ia merasa pertanyaan tersebut kurang sopan, karenanya urung diucapkan.

   Go Beng-si tidak bodoh, tentu saja dia tahu apa yang hendak diketahui oleh rekannya, setelah menghela napas panjang sahutnya "Ya, memang mengenaskan sekali nasib yang menimpa kedua anak itu, masih kecil sudah harus menghadapi kejadian yang memedihkan itu.

   Begitulah setelah menangis seharian di sisi mayat2 tersebut barulah ada tiga orang pemburu yang berdiam lima li jauhnya dari tempat mereka datang berkunjung.

   Ia berhenti sejenak untuk ganti napas, kemudian menjelaskan "

   Tempat mereka adalah pegunungan yang sepi dan jauh dan tetangga, andaikata pemburu-pemburu itu tidak lewat secara kebetulan dan mendengar suara tangis dari dalam gedung, mungkin sebulanpun belum tentu ada yang tahu bahwa suatu pembunuhan keji telah berlangsung di dalam gedung tersebut.

   Tiba-tiba satu ingatan terlintas dalam benak Hui Giok ujarnya.

   "Menurut pendapatku, permusuhan tersebut mungkin terjadi ketika pemilik gedung itu masih berkelana di dunia persilatan, karenanya dia memilih tempat yang sepi untuk mengasingkan diri. Go Beng-si manggut-manggut tanda membenarkan, sambung


Peristiwa Burung Kenari Karya Gu Long Rahasia Kampung Setan -- Khu Lung/Tjan Id Setan Harpa -- Khu Lung/Tjan Id

Cari Blog Ini