Pendekar Satu Jurus 9
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL Bagian 9
elah meninggalkan tempat Tham tayhiap begitu bukan Tham tayhiap?"
Hati Hui Giok tergerak, pengalaman di masa lalu terbayang kembali dalam benaknya, teringat kembali pengalamannya waktu belajar silat di Hui liong-piaukiok, cara bagaimana orang menganggapnya goblok, dimana ia tak mampu mengalahkan seorang pesuruh sehingga dia sendiri percaya dirinya memang goblok dan tidak berbakat untuk belajar ilmu silat.
Tapi sekarang, rasa percaya pada diri sendiri yang pernah hilang itu telah bangkit kembali, baru kemarin dan kemarin duku.
selama dua hari berturut-turut dia mempelajari ilmu silat di bawah bimbingan Kim-tong-giok-li, ternyata apa yang dipelajarinya dalam dua hari itu sudah cukup untuk menggetarkan kawanan jago silat yang hadir di sini.
Dia seorang yang polos dan tidak pernah berprasangka jelek kepada siapapun, namun setelah mengalami kejadian ini, timbul juga rasa sangsinya "Apakah dahulu sebenarnya aku tidak bodoh, tapi paman Tham yang tak mau menurunkan ilmu silatnya kepadaku maka dia sengaja membohongi."
Ia berpaling ke arah pamannya itu, dilihatnya air muka Liong heng-pat-ciang berubah masam kembali dia menghela napas, Ai, sudahlah, Bagaimana pun aku berutang budi kepadanya seandainya paman Tham tidak memelihara diriku, mungkin aku sudah mati kelaparan sejak duludulu, siapa tahu kalau dia bermaksud baik kepadaku, maka kungfunya tidak diwariskan kepadaku."
Berpikir begini, dia tidak merenung lebih jauh sebagai pemuda yang berhati mulia dia kuatir bila berpikir lebih lanjut mungkin kecurigaannya terhadap paman Tham akan timbul lagi. Sementara itu Sin-jiu Cian Hui telah berkata.
"Sampai detik ini aku baru tahu bahwa Hui-taysianseng kita ini tak lain adalah puteri Jiang Kiam bu-tek Hui-si-siang-kiat yang namanya pernah menggetarkan utara sungai besar, meskipun mengenai kegagahan dan kependekaran Hui sisiang- kiat semasa hidupnya tak sempat aku melihatnya sendiri tapi sudah banyak yang kudengar dari cerita orang."
Sebetulnya Hui Giok menaruh kesan yang kurang baik terhadap Sin-jiu Cian Hui, tapi ketika tiba-tiba didengarnya orang menyinggung ayahnya almarhum, perasaannya lantas bergetar, darah panas bergolak dalam dadanya ia merasa walaupun Sin-jiu Cian Hui mempunyai banyak kejelekan namun kepadanya jelas baik sekali.
Matanya jadi merah, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia berbangkit dan menjura dalam-dalam ke arah Cian Hui, kemudian tanpa bicara ia duduk kembali.
merasa tenggorokannya seakan-akan tersumbat walaupun ada beribu patah kata yang ingin diucapkan tapi tak sepatah katapun sanggup diutarakannya.
Sin-jiu Cian Hui buru-buru bangkit dan membalas hormat, katanya dengan tegas.
"Bengcu, kalau engkau bersikap begitu sungkan-sungkan kepadaku rasanya siaute menjadi repot."
Perlu diterangkan urutan tingkat kedudukan di dunia persilatan sama sekali tidak ditentukan oleh usia, berbicara tentang usia Sin-jiu Cian Hui jelas cukup untuk menjadi paman Hui Giok, tapi sekarang pemuda ini adalah seorang Bengcu, maka walaupun Cian Hui membahasai diri sendiri sebagai "Siaute"
Juga dianggap jamak oleh orang lain Hanya Kim-keh Siang lt-ti dan begundalnya saja yang keheranan mereka tidak tahu permainan busuk apa lagi yang sedang disiapkan orang she Cian itu di balik tindak-tanduknya ini.
Cian Hui menghela napas panjang, lalu berkata lagi "Kisah hidup Hui-si-siang-hiap dahulu sudah banyak yang kudengar, sebab-sebab kematian Hui-si siang-hiap juga tak sedikit yang kudengar, sbenarnya persoalan ini sama sekali tak ada hubungannya dengan diriku, tapi sekarang Hui-tay sianseng sudah menjadi Bengcu-toako kita semua, ini berarti persoalan yang dihadapi Huitaysianseng sama pula seperti persoalan yang kita hadapi, bagaimana pun siaute harus membantu Hui-taysianseng untuk melakukan balas dendam terhadap sakit hati ayahnya itu"
Semua orang sama melengak, sebagaimana diketahui orang berkerudung hitam yang membantai belasan tokoh Piautau di masa lalu itu akhirnya mati bersama dengan Tiong-ciu it kiam Auyang Peng, peristiwa itu menggemparkan seluruh dunia dan diketahui setiap orang Kang-ouw, maka ketika mendengar Cian Hui mengungkap kembali kejadian masa lalu, semua orang merasa heran.
"Bukankah manusia aneh berbaju hitam itu sudah tewas? Masa Sin jiu Cian Hui mau menuntut balas kepada orang mati!"
Hui Giok jadi emosi setelah mendengar perkataan itu, dengan nada sedih katanya.
"Dendam kesumat mendiang ayahku tak akan kulupakan untuk selamanya, tapi musuh besarku sudah mati, dan lagi akupun tak jelas siapa nama si pembunuh itu, mana mungkin..."
Sampai disini dia duduk kembali di kursinya dengan lemas. Sin-jiu Cian Hui mengernyitkan alis, tiba-tiba dia memukul meja seraya berseru.
"Setiap orang persilatan menganggap manusia berkerudung itu sudah mati, tapi.... Hm siapakah yang menyaksikan sendiri jalannya peristiwa itu? Orang yang mati disamping Auyang lo-piautau di luar kota peking itu dalam keadaan rusak wajahnya, siapa yang berani memastikan bahwa dialah si pembunuh berkedok hitam yang sebenarnya... Hm aku yakin dibalik semua itu tentu ada hal-hal yang mencurigakan, siapa tahu kalau pembunuh keji itu bukan saja masih hidup di dunia ini, bahkan..."
Tiba-tiba ia berhenti bicara, sementara matanya seperti tidak sengaja mengerling sekejap ke samping. Ketika dilihatnya Liong-heng~pat~ciang duduk dengan wajah yang dingin masam, diamdiam ia merasa senang, katanya pula.
"Tham-tayhiap engkau adalah seorang yang terlibat langsung dalam peristiwa itu entah bagaimanakah pandanganmu terhadap soal ini?"
"Sebenarnya duduk persoalannya sederhana sekali!"
Jawab Tham Beng dengan air muka kelam, tapi karena ucapan Cian cengcu ini, urusannya jadi kacau dan rumit, bilamana Ciancengcu..."
"Hm, bagaimana duduk perkara yang sebenarnya, lama2 pasti akan terbongkar juga, sebab sesuatu rahasia akhirnya pasti akan bocor juga, di dunia ini tiada api yang dapat dibungkus, rahasia apa pun akhirnya pasti akan tersingkap!"
Seru Cian Hui. Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba ia berseru dengan lantang.
"Maka setiap orang yang merasa sudah bergabung dalam perserikatan umat persilatan wilayah Kanglam, mulai sekarang kalian harus menganggap sakit hati Bengcu-toako kita yang lebih dalam daripada lautan ini sebagai sakit hatimu sendiri, ukir kejadian ini di dalam hatimu dan berusahalah dengan sepenuh tenaga untuk ikut membongkar rahasia di balik peristiwa ini."
Selesai berkata dia lantas mengangkat cawan dan berseru lagi.
"Untuk suksesnya tujuan ini, mari kita habiskan secawan arak!"
Meskipun melengak, tapi sekalian jago yang hadir itu sama mengangkat cawan, Melihat itu berkilatlah mata Jit-giau-tongcu Go Beng-si dilihatnya Liong-heng pat-ciang masih berduduk dengan wajah kaku tanpa emosi, apa yang sedang dipikirnya tak seorang pun yang tahu
Jilid ke- 11 - Hui Giok terharu sekali oleh kejadian itu, tenggorokannya terasa tersumbat, dia ikut mengangkat cawan dan meneguk habis isinya, arak panas yang mengalir ke dalam perutnya seakan2 berubah jadi darah panas yang bergolak hebat.
Tapi ketika ia berpaling, tiba-tiba golakan darah panas dalam rongga dadanya itu se-olah2 menjadi dingin dan beku, dilihatnya dari luar muncul seorang dengan langkah perlahan.
Orang itu berambut panjang, bergaun panjang mukanya pucat bagaikan pualam, sepasang matanya yang bening seolah2 bagai mutiara yang memancarkan cahaya berkilat.
Meskipun kedatangannya tidak menimbulkan suara, tapi setiap orang yang berada di dalam ruangan itu seakan-akan terpikat oleh kehadirannya, serentak semua orang berpaling.
"Liong-li Tham Bun-ki"
Entah siapa yang mulai berbisik, maka seluruh ruangan pun ramai orang menyebut "Liong li"
Namun, Tham Bun-ki sama sekali tidak memperdulikan suara itu seperti kejadian tempo hari dalam pandangannya saat ini hanya ada Hui Giok seorang, suara yang didengarnya juga hanya suara Hui Giok saja, dia sendiri tak tahu tenaga apa yang mendorongnya berbuat begitu, tenaga tersebut seperti datang dari tempat yang amat jauh tapi juga begitu saja jatuh seperti sinar matahari yang kini menyinari rambutnya dan nyata seperti juga sinar matahari itu bahkan tanpa dirasakan dia sudah tahu akan beradanya tenaga itu seperti juga dia tahu beradanya sinar matahari sinar matahari menciptakan bayangan tubuhnya yang memanjang di lantai.
Bayangan panjang itu pelahan bergeser ke depan, Hui Giok pun pelahan meninggalkan meja perjamuan, bayangan itu bergeser dan sekarang sudah menyentuh ujung kakinya seperti juga sinar matanya yang sejak tadi sudah saling bersentuhan dengan sorot mata si dia.
Sinar mata bagaikan empat jalur sinar yang tak berwujud berpadu menjadi satu yang satu lupa tempat apakah ini yang lain pun lupa di manakah ia berada.
Dia tidak mendengar suara apa pun, si dia juga tidak mendengar apa-apa.
dia buka mulut tapi tak mengucapkan sesuatu, si dia juga tak bersuara meski mulutnya ternganga.
Melihat kedua anak muda yang lupa daratan itu, tiba2 Liong heng-pat-ciang bcrdehem, katanya.
"Anak Ki, kenapa kenapa kau juga kemarin?"
Dua kali dia mengulangi teguran itu, suaranya juga tambah keras.
"Ya, aku datang kemari"
Akhirnya Tham Bun-ki menyahut dengan lirih meski sorot matanya masih menatap wajah Hui Giok tanpa berkedip.
Be-ratus2 pasang mata kawanan jago yang hadir dalam ruangan itu sebentar memandang Tham Bun-ki, sebentar memandang pula Hui Giok, rnereka merasa laki2 dm perempuan ini yang perempuan cantik jelita bak bidadari diri kahyangan, yang laki2 tampan dan gagah perkasa, meski mereka mentertawakan sikap mereka yang linglung, tidak urung mereka sendiri juga memandang dengan kesima.
Pada waktu itulah dari luar ruangan kembali berjalan masuk seseorang, dia celingukan memandang ke sana kemari, setelah mengerling sekejap kawanan jago yang berada di situ, diam2 dia mengitari samping Liong-heng-pat-ciang dan menghampiri Sin jiu Cian Hui.
Ketika itu sebenarnya Cian Hui sedang melamun, ketika laki-laki itu berdehen Cian Huj lantas berpaling, alis matanva berkernyit, ia berbangkit dan mundur beberapa langkah? "Adakah orang she Tham menyiapkan anak buahnya di luar kampung?"
Dia tanya dengan suara tertahan.
Laki-laki ini adalah orang yang ditugaskan Cian Hui untuk mencari berita keadaan musuh di luar perkampungan, ia melirik dulu ke arah Tham Beng, lalu menggeleng.
Cian Hui berkerut kening, ia mendengus pikirnya "Orang she Tham, jangan kau sok jagoan dan tak kenal takut Hm seaidainya kau punya rencana lain, tentu kusuruh kau rasakan betapa lihaynya Long-bong-san ceng kami!"
Sambil mengebaskan lengan jubahnya dia kembali ke tempat duduknya semula, tapi laki-laki itu lantas berbaik lagi "Meskipm d luar perkampungan tadi terlihat gerak-gerik mencurigakan tapi hamba telah menemukan gundukan tanah yang gembur di belakang kampung, agaknya sebuah kuburan baru."
"Kuburan baru? Mana mungkin di belakang perkampungan ada pekuburan baru?"
Cian Hui bekernyit alis pula.
"Hamba sendiri juga heran, maka berguna dua-tiga orang kami telah menggali tanah itu ?"
"Apa isinya?"
"Sesosok mayat, Meski hamba tak kenal mayat itu, tapi menurut Ho Seng yang tinggal di luar kampung, katanya mayat itu adalah mayat Koay sim Hoa Giok yang kerjanya melulu menjual berita sekalipun mayatnya sudah dikubur tapi badannya belum terlalu kaku jelas matinya belum lama. Yang lebih aneh lagi badannya tanpa luka, maka hamba membuka bajunya dan memeriksanya, ternyata di dadanya ada bekas telapak tangan berwarna hitam, rupanya dia mati kena pukulan, entah siapa yang telah mengubur mayatnya di situ? "0o...."
Sm jiu Cin Hui termangu-mangu dengan dahi berkerut.
"Masih ada sesuatu keanehan lagi!"
Laki2 itu berkata lebih jauh.
"Cepat katakan!"
Bentak Cian Hui ""Tak jauh dan kuburan baru itu terdapat bekas goresan jari di atas tanah, goresan itu berbunyi "Hanya Satu Jurus."
Tulisan yang tiada ujung pangkalnya itu entah apa maksudnya, maka hamba lantas periksa lagi mayat Koay-sim Hoa Giok dengan teliti hamba temukan noda lumpur di antara jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya, jadi jelas keempat huruf ini diukir olehnya menjelang kematiannya.
Laki-laki ini adalah seorang pembantu yang sangat diandalkan oleh Sin-jiu Cian Hui, meski kungfunya tak lihay, tapi pandai menganalisa sesuatu persoalan dan bekerja sangat teliti, sebab kemampuannya yang bagus itulah maka Cian Hui menugaskan orang ini dalam pencarian berita.
Cian Hui termenung sebentar sesudah mendengar laporan itu, tiba-tiba dia memberi beberapa tanda dengan gerakan tangannya.
Air muka laki-laki itu tampak berseri dia mundur tiga langkah sambil memberi hormat bisiknya.
"Terima kasih atas penghargaan Cengcu!"
Setelah mundur tiga langkah lagi, dia putar badan dan berlalu dari situ.
Si Tangan Sakti Cian Hui memang seorang yang buas dan kejam, tapi dia juga seorang pemimpin yang bijaksana, di dalam memimpin anak buahnya dia selalu bertindak tegas dan disiplin siapa bersalah dihukum, siapa berjasa diberi pahala, Seperti gerakan tangannya barusan, gerakan itu merupakan suatu tanda bahwa ia berhak mendapat pahala atas jasanya ini.
Tentu saja jasanya itu terletak pada ketelitiannya dalam melakukan pemeriksaan andaikata berganti seorang kasar dan tidak teliti yang melakukan tugas, jangankan tulisan di tanah dan bekas lumpur di sela jari, sekalipun kuburan baru itupun belum tentu bisa ditemukan oleh orang lain.
Sementara itu Sin-jiu Cian Hui sedang termenung sambil putar otak akhirnya ia tersenyum dingin, ia pun berguman.
"Hoa Giok Wahai Hoa Giok, sepanjang hidupmu berjualan berita, menjelang kematianmu kau memberitahukan pula suatu rahasia besar kepadaku, Sungguh sayang meski aku ada niat untuk memberi balas jasa kepadamu, namun selamanya kau tak dapat lagi mengambilnya. Ketika sorot matanya beralih kembali ke ruangan, dilihatnya Tham Bun-ki telah berdiri disamping ayahnya, hanya matanya yang sayu masih menatap wajah Hui Giok tanpa berkedip. Jit-giau-tongcu Go Beng si sebetulnya berdiri di samping Hui Giok, meski waktu itu Hui Giok sudah beranjak kembali ke tempat duduknya, tapi sinar matanya juga tak pernah beralih dari sasarannya yaitu Tham Bun-ki. Melihat itu, Go Beng-si berdehem sambil menegur.
"Bengcu-toako, inikah nona Tham yang kau maksudkan"
Hui Giok mengangguk, dalam hati terheran-heran. Hampir semua jago yang hadir di ruangan ini mengetahui nona ini adalah Tham Bun-ki, sudah tahu kenapa dia barunya lagi kepadaku?"
Kemudian dia berpikir lagi "Aneh. dia selalu akrab dengan aku, kenapa sebutan Bengcu toako yang diucapkannya kedengaran begitu dingin dan asing?"
Berpikir sampai di sini, tiba2 perasaannya jadi terkesiap, cepat ia berbalik pandang dan duduk di tempat semula, ia tahu maksud Go Beng si dengan ucapannya ini terutama menitik beratkan pada ucapan "Bengcu-toako"
Tersebut sebagai pemuda yang cerdik meski wataknya polos dan berterus terang, setelah berpikir sebentar segera ia pun paham maksudnya.
Dia tahu teguran Go Beng si itu bukan menanyakan soal Tham Bun ki, tapi sedang menperingatkan kedudukannya sekarang sebagai seorang Bengcu toako Kendatipun sinar matanya sudah dialihkan, tidak urung beberapa kali dia masih melirik ke arah nona itu.
Diam-diam Go Beng si menghela napas, ia tahu pemuda itu sudah benar-benar jatuh cinta, demikian terpikatnya pemuda itu sehingga baginya seakan-akan tiada persoalan di dunia ini yang lebih penting daripada memandang Tham Bun ki sekejap saja.
Go Beng-si mempunyai asal usul yang aneh, sejak kecil ia sudah mengembara di dunia Kangouw, gemblengan ber-tahun2 membuat wataknya sedikit berubah jadi tawar, kini menyaksikan cinta kasih yang begitu mendalam antara Hui Giok dengan Tham Bun-ki, ia jadi teringat pada kesepian sendiri seketika dia merasa pikirannya hampa tiada sesuatu perasaan cinta pun yang melekat dalam hatinya.
Sin-jiu Cian Hui telah kembali ke tempat duduknya, meja perjamuan utama sebenarnya berisi empat belas orang kecuali Pak-to-jit sat Jit giau tui-hun serta Kim-keh Siang It ti berenam masih ada lagi Tonghong heng-te, Liong-heng-pat-ciang dia sendiri dan Hui Giok, sekarang bertambah pula Go Beng-si dan Tham Bun-ki yang berdiri di samping sehingga meja perjamuan yang besar ini jadi penuh sesak tiada tempat kosong, cuma saja ke enam belas orang ini masing-masing sedang diliputi pikir a sendiri, ternyata tak seorang pun yang angkat cawan, juga tak ada yang berbicara.
Melihat tuan rumahnya yang murung, suasana perjamuan berubah jadi sepi, pertemuan besar Bengcu tay hwe yang pada mulanya meriah dan penuh gelak tertawa sekarang karena berbagai perubahan yang terjadi secara tiba-tiba telah menjadi kumpulannya orang-orang yang halus dan tenang, hanya yang tiada bersajak segala.
Sesaat kemudian, Sin-jiu Cian Hu memandang sekejap sekeliling ruangan itu, lalu bergelak tertawa katanya.
"Nona Tham, jauh-jauh kau datang kemari ternyata sebuah kursi pun tak ada, aku benar-benar bersikap kurang hormat"
"Jangan repot-repot "
Kata Tham Bun-ki dengan kepala tertunduk.
""aku hanya datang melihatnya... sebentar akan berlalu"
Tiba-tiba gadis itu merasa ada seorang pemuda bermuka pucat dan bermata licik sedang mengawasinya tanpa berkedip di dalam ruangan ini banyak orang yang memandangnya tapi ia merasa di balik tatapan mata pemuda itu mengandung maksud busuk.
Muka Bun-ki menjadi merah, diam-diam ia merasa gusar.
Tampaknya pemuda itu merasa gembira karena nona cantik itu juga melirik padanya, ia tertawa terbahak-bahak, sambil mengangkat cawan araknya la berkata.
"Nona Tham, kalau sudah datang ke mari, rasanya kurang hormat bila pergi lagi tanpa minum secawan arak pun."
Bun-ki tidak tahu orang itu adalah Jit-sat Mo Seng yang di dunia persilatan terkenal sebagai setan perempuan, meskipun dalam hati merasa dongkol karena ketidak-sopanan orang, tapi dalam keadaan seperti ini apalagi berdiri di samping ayahnya ia merasa kurang leluasa untuk mengumbar amarahnya itu.
Mo Seng makin tergelitik melihat gerak-gerik si nona yang malu-malu kucing itu.
"Nona, kenapa mesti malu-malu? "serunya pula sambil cengar cengir.
""di sini kan tak ada orang luar mari...mari..."
Sambil berkata dia lantas bangkit dan tempat duduknya dan menghampiri Bun-ki.
Sebetulnya Mo Seng anggota ketujuh dari Pak to-jit-sat ini adalah seorang yang cerdik dan cekatan, ilmu silatnya juga lihay, pada hakikatnva dia merupakan seorang jago lihay di kalangan hitam, sayang dia mempunyai satu kelemahan yaitu tak boleh melihat gadis cantik, asal bertemu dengan nona yang cantik, maka semua kecerdikan dan kecekatannya lenyap dengan begitu saja lupa daratan, malah sikapnya jauh lebih tengik daripada seorang berandalan.
Berang juga Liong-heng-pat-ciang menyaksikan tingkah laku orang itu, dengan wajah dingin katanya dengan ketus.
"Anak ini terlalu muda dan tak pandai minum arak Mo-jit-hiap, kukira janganlah kau memaksanya."
"Hihihi tak jadi soal kan kalau cuma minum sedikit!"
Dengan mata yang setengah dipicingkan Mo Seng cengar-cengir "minum satu cegukan saja sebagai adat, rasanya sudah cukup"
Sambil berkata dia lantai mengangsurkan cawan araknya ke hadapan Tham Bun-ki.
Siapa tahu, baru saja tangannya menjulur ke depan mendadak "trang", cawan aiak yang dipegangnya itu hancur berantakan arak yang ada di dalam cawan pun bermuncratan membuat wajahnya menjadi basah kuyup.
"Siapa?"
Hardik Mo Seng sambil mundur ke belakang, air mukanya berubah hebat.
"Aku!"
Seorang segera menanggapi dengan ketus. Ketika Mo Seng berpaling ternyata orang itu ialah Hui Giok. hal ini membuatnya melenggong. Katanya.
"Dengan maksud baik kusuguh secawan arak kepadanya, kenapa. ."
Kendatipun gusar, toh sedikit banyak ia merasa jeri juga terhadap Bengcu-toakonya ini.
Hui Giok polos dan berhati bajik, sekalipun orang lain menganiayanya juga ia tidak dendam tapi ketika menyaksikan sikap kurang ajar Mo Seng di hadapan Tham Bun-ki, darah panas dalam rongga dadanya bergolak, tanpa terasa disambarnya sebatang sumpit perak dari meja terus disambitkan ke arah cawan arak orang.
Padahal dia tak pernah belajar ilmu senjata rahasia timpukan yang dia lakukan barusan pun hanya terdorong oleh emosi tak tahunya cawan arak di tangan Mo Seng itu lantas hancur, ini membuat semua orang jadi melongo tidak habis mengerti.
"Orang lain tak mau minum, buat apa kau memaksanya?"
Kata Hui Giok terhadap Mo Seng yang masih termangu.
Mo Seng berpaling, kebetulan sinar mata Tham Bun-ki seakan-akan sedang mengerling ke arahnya, hal ini membuat napsu birahi orang itu berkobar kembali, dalam keadaan demikian ia tak memikirkan persoalan lain lagi.
Orang bilang napsu bisa membuat orang jadi nekat, begitu juga keadaan Mo Seng sekarang, sambil tertawa selangkah demi selangkah dia menghampiri Hui Giok.
Kawanan jago sama gempar oleh peristiwa itu Bun-ki berkerut kening dan akan maju, tapi segera ditarik ayahnya, gadis itu tak berani meronta meski hatinya tak rela, ketika dia berpaling, tertampak ayahnya memberi tanda ke arah Sin-Jiu Ciau Hui dengan ujung mulut sambil berbisik.
"Tidak perlu kau turun tangan sendiri"
Waktu itu Mo Seng sambil tertawa dingin sedang menghampiri Hui Giok. Wah, Bengcu begini lebih baik tak usah saja,"
Gumam Kim-keh Siang It-ti sambil tertawa.
Maksudnya jelas, ia menyindir Mo Seng yang tak tahu diri dan berani main kasar terhadap Bengcunya.
Padahal di antara keluarga Mo.
kungfu Mo Seng paling tinggi dan paling keji, sekalipun sau darahnya yang lain tahu bahwa tindakan tersebut tak bisa dibenarkan tapi merekapun cukup memahami tabiatnya nekad.
tak seorang pun yang berusaha mengulangi perbuatan saudaranya ini.
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Baru dua langkah Mo Seng maju ke muka tiba-tiba bayangan seorang menghadang di hadapannya, tahu-tahu Sin-jiu Cian Hui sudah berdiri di depannya sambil menegur "Saudara Mo apa yang hendak kau lakukan?"
Mo Seng tertawa dingin, dia ingin mengucapkan sesuatu, tapi Sin-jiu Cian Hui yang memaklumi watak rekannya itu kuatir orang akan mengucapkan kata-kata yang tak senonoh maka segera serunya lagi.
"Saudara Mo lupakah kau bahwa Hui-taysia-nseng ini apanya kita? jangankan ia tidak menghancurkan cawan arakmu, sekalipun..."
"Apa maksud ucapanmu ini?"
Tukas Mo Seng dengan dahi berkerut.
Cian Hui tertawa, dia menggapai tangannya ke luar, seorang laki-laki berjubah panjang segera masuk ke dalam ruangan dengan langkah cepat kemudian menyerahkan sebuah benda kepada Cian Hui, ketika semua orang mengamati benda itu ternyata sebatang sumpit perak.
"Hehehe, sumpit perak indah yang telah di sambitkan Hui-taysianseng barusan,"
Kata Cian Hui sambil tertawa dingin "tapi bukan benda indah yang telah menghajar cawan arak di tangan "Moheng."
Selagi Hui Giok dan Mo Seng sama melengak, tiba-tiba Tonghong Tiat bangkit berdiri sambil tertawa.
"Hahaha, sungguh hebat ketajaman mata Cian-cengcu, ya benar, aku orang Tonghong yang menimpuk cawan arak di tangan Mo-heng itu sampai..."
Tham Beng juga tersenyum, dia menjemput lidi tusuk gigi dari lantai dan pelahan diletakkan di atas meja.
Kejadian ini membuat air muka semua orang berubah, Tonghong Tiat ternyata mampu menghancurkan cawan arak dengan sebatang tusuk gigi tanpa diketahui siapa pun, tenaga serta daya timpuknya sungguh menggetarkan hati semua orang.
Mo Seng tertawa dingin, tiba-tiba dia putar badan menghadapi Tonghong-hengte, suasana dalam ruangan seketika berubah jadi tegang, setiap saat bentrokan keras bakal terjadi.
Tapi sebelum terjadi apa-apa, Liong heng-pat tiang telah berkata sambil tersenyum, Tonghong se-heng silakan duduk dulu, cawan arak itu juga bukan kau yang memecahkannya"
Semua orang melongo, sebelum tahu apa yang terjadi, Sin jiu Cian Hui telah terbahak-bahak.
"Hahaha, hebat sekali Tham tayhiap, ternyata matamu yang paling tajam di antara sekian banyak orang yang hadir di sini?"
Katanya. Tiba-tiba dia mengambil sebuah cawan arak lalu membantingnya ke lantai.
"trang", cawan itu ternyata tidak pecah atau retak.
"Kuakui kelihayan Tonghong-saji-hiap cukup mampu untuk menghancurkan sebuah cawan dengan kekuatan sebatang tusuk gigi"
Kata Cian Hui sambil tergelak.
"tapi cawan arakku ini terbuat dari bahan keramik pilihan yang kuat sekali, jika Tonghong sam-hiap tidak percaya, silahkan untuk mencobanya sekali lagi."
Seraya berkata ia mengambil sebuah cawan lagi, sementara Tonghong Tiat masih mengerut dahi tiba-tiba Liong-heng-pat ciang mengambil sumpit peraknya terus mengaduk kuah sirip ikan yang ada di meja, waktu sumpit diangkat ke atas, dia menyumpit sebuah benda dan "tring", benda itu dibuangnya ke atas meja.
Tindakannya ini mencengangkan semua orang, tapi ketika melihat sumpit perak yang barusan dipakai untuk menyumpit benda itu sudah berubah jadi hitam pekat air muka kawanan jago itu berubah pucat.
Sambil meletakkan kembali sumpit perak itu ke atas meja, Liong-heng-pat-ciang berkata dengan tersenyum.
"Saudara Mo, cawan arak yang berada di tanganmu bukan ditumbuk oleh Tonghong-seheng, bukan pula dilakukan oleh anak Giok, apabila saudara Mo masih penasaran, silakan saja cari pelaku yang sebenarnya, kenapa kau hendak melampiaskan gusarmu kepada orang yang tidak bersangkutan?"
Habis bicara dia kebutkan lengan bajunya.
lalu dengan wajah tak senang hati dia berduduk kembali.
Pak-to-jit-sat adalah jago-jago ahli senjata rahasia, tapi sekarang bukan saja cawan arak di tangan Mo Seng disambit orang sampai hancur, ternyata di antara saudara-saudara keluarga Mo tak seorangpun yang tahu asal mula datangnya senjata rahasia itu, tentu saja peristiwa ini sangat mengurangi pamor mereka di mata orang banyak.
Untuk sesaat air muka Jit-sat Mo Seng berubah dari pucat menjadi merah, dari merah menjadi pucat kembali, karena malu dia jadi marah, segera bentaknya dengan lantang "Perbuatan siapa?,"
Pemimpin Pak-to-jit-sat, Mo Lam, yang selama ini hanya membungkam saja lantaran peristiwa itu menyangkut orang banyak, tapi setelah urusan jadi terang dan terbukti bahwa kejadian itu tiada hubungannya dengan Hui Giok maka iapun bangkit sambil membentak "Sobat, kalau kau berniat mencari perkara pada kami, kenapa main sembunyi seperti cucu kura-kura? Huuh, terhitung Enghiong (pahlawan) macam apakah kau?"
Meski kedua orang bersaudara ini membentak dengan marah, tapi lantaran mereka tak tahu senjata rahasia itu berasal dari mana tentu saja merekapun tak tahu musuhnya bersembunyi di mana, maka dengan sorot mata yang tajam mereka mulai melakukan pemeriksaan ke sekeliling ruangan.
Sayang ruangan itu penuh berjejal dengan kepala manusia apapun tidak terlihat oleh mereka kecuali kepala hitam yang memenuhi ruangan.
Sin-jiu Cian Hui sendiri berdiri sambil berpeluk tangan dengan wajah serius, matanya yang tajam mengawasi jendela di ruang sebelah kanan, laki-laki yang menemukan jenazah Hoa Giok dan menerima pahala tadi kini sudah kembali ke dalam ruangan.
Sekarang ia pun berjalan keluar sana Sin-jiu Cian Hui tersenyum, rupanya ia merasa bangga karena mempunyai seorang anak buah yang bermata tajam dan cekatan.
Dilihatnya anak buahnya itu berjalan menuju ke pintu ruangan mendadak dan luar jendela r ang sebelah kanan berkumandang suara tertawa dingin yang seram, meski lirih suaranya tapi nyaring kedengarannya.
Semua jago kaget, mereka merasa orang yang tertawa itu seakan-akan berada di sampingnya.
Belum habis gelak tertawa itu jendela di ruang sebelah kanan tiba-tiba terbuka sendiri meski tidak terembus angin.
Mo Seng yang bermuka pucat segera membentak nyaring, tangannya diayun ke depan, tujuh titik sinar berkilau secepat kilat menyambar kesana, jarum Pak-to-jit-seng-ciam andalan Pak-to jit sat itu terisi di dalam sebuah tabung baja yang berpegas kuat, demikian bagus pembuatan tabung itu sehingga setiap tabung berisi tujuh jarum dan satu tabung bisa digunakan sebanyak tiga kali hingga jumlah jarum adalah tiga kali tujuh atau dua puluh satu batang.
Tiap anggota keluarga Mo masing-masing memakai dua buah tabung senjata rahasia yang dapat dilepaskan dari tangan kiri kanan secara berbarengan maka dalam sekejap mata mereka bisa melepaskan 42 jarum berbisa.
Keistimewaan lain yang mereka miliki kecuali bisa menyerang serentak dalam waktu singkat, jarak sasaran yang bisa ditempuh mencapai lima tombak lebih, maka bila orang persilatan membicarakan soal keganasan serta kebolehan tentang senjata rahasia, meski Pak to-jit sengciam belum menempati urutan pertama, tapi selisihnya juga tak terlalu jauh.
Demikianlah, ke tujuh titik sinar itu dengan kecepatan yang luar biasa terus meluncur ke depan tapi sayang ruangan tersebut terlampau luas tatkala ketujuh titik sinar itu mencapai jendela ruangan sebelah kanan daya luncurnya sudah jauh berkurang, otomatis daya serangannya juga melemah.
Suara tertawa dingin kembali berkumandang dan luar jendela, segulung angin tajam menerobos masuk lewat jendela dan membentur ke tujuh titik cahaya itu, tanpa ampun titik2 cahaya itu segera menyebar ke empat penjuru.
Keruan orang2 yang duduk di sekitar jendela itulah yang menjadi repot, mereka lari tanggung langgang untuk menyelamatkan diri, siapapun kuatir senjata rahasia tersebut bersarang di tubuh mereka.
Begitu senjata rahasia buyar diiringi suara tertawa dingin tertampaklah dua sosok bayangan berwarna abu-abu menerobos masuk lewat jendela, di antara deru ujung baju yang tersampuk angin, dua sosok bayangan itu meluncur ke depan, ketika daya luncur itu sudah lemah, tiba-tiba kedua orang itu saling menjulurkan tangan "Plok"
Dua tangan beradu, karena daya pantulan akibat benturan tersebut, kembali mereka meluncur ke depan dan melayang turun dengan enteng di kiri kanan meja utama, bukan saja gerakannya manis, bahkan tidak menimbulkan sedikit suarapun, betul2 suatu demonstrasi ilmu meringankan tubuh yang sempurna.
Dengan kaget kawanan jago persilatan saling berpandangan, mereka mempunyai pikiran yang sama "Siapakah kedua orang ini? Hebat benar ilmu meringankan tubuh mereka!"
Baru saja senjata rahasia tadi dilepaskan Mo-si hengte, bayangan orang lantas menerobos masuk ke dalam ruangan, dalam keadaan begini, meskipun kedua bersaudara Mo itu sombong dan tinggi hati, toh merasa kaget juga oleh kelihayan musuh dengan tatapan tajam segera diamatinya kedua orang itu.
Di sebelah kanan meja berdirilah seorang laki-2 yang tinggi sekali dengan tubuh yang kurus kering tinggal kulit membungkus tulang, sanggulnya amat tinggi mukanya kaku seperti mayat.
jubah abu-abunya sangat longgar, tampang serta potongan badannya tidak jauh berbeda seperti mayat dari kuburan, Mo-si-hengte terkejut cepat mereka berpaling ke arah lain lagi, di sebelah kiri meja berdiri juga seorang laki-laki kurus kering yang jangkung, bersanggul tinggi dan bermata tajam orang ini persis seperti orang yang berada di sebelah kanan, kalau tidak mau dikatakan seperti pinang di belah dua.
Baru saja kedua orang itu menerobos masuk lewat jendela, dengan kening berkerut Sin-jiu Cian Hui segera bertenak.
"O, kiranya Leng-mo-siang-hiap."
Tham Bun-ki juga berseru nyaring, cepat dia melompat ke depan dan menghampiri Leng Kobok yang berada di sisi kanan, sekarang ke empat bersaudara dan keluarga Mo baru kaget, mereka baru tahu siapakah musuh yang sedang di hadapi.
serentak mereka bangun berdiri.
Wajah Leng-kok-siang-bok yang selalu dingin kaku seperti mayat itu segera tersungging senyuman manis ketika melihat Tham Bun ki.
"Leng toasiok, ke mana saja kalian pergi selama dua hari ini?"
Tegur nona itu dengan manja.
Senyuman yang semula menghiasi wajah Ko bok dan Han-tiok tiba-tiba lenyap, senyuman mereka cepat datangnya cepat pula perginya, air muka mereka berdua berubah dingin dan kaku, dengan tatapan seram mereka pandang sekejap ke arah Mo-si-hengte.
Waktu itu menjelang tengah hari, sinar sang surya sedang memancar dengan hangatnya, tapi oleh tatapan yang seram ini Mo-si-hengte merasa seakan-akan tersapu oleh angin dingin yang membekukan tubuh, tanpa terasa mereka sama menggigil Sin-jui Cian Hui menyengir, ucapnya.
"Leng si-siang-hiap jarang kalian berkunjung ke Kanglam, hari ini entah angin apakah yang telah berhembus sehingga membawa kalian tiba ke tempat ini? Hehe, kehadiran kalian sungguh membuat aku Cian Hui bergirang hati."
Meski dia dengan Pak to ji-sat adalah teman baik, tapi ia pun tak ingin menanam bibit permusuhan dengan musuh tangguh macam Leng-kok siang-bok, karena itulah buru-buru dia mengucapkan kata-kata itu agar diketahui apapun maksud tujuan kedatangan kalian berdua, asal tiada sangkut-pautnya dengan aku orang she Cian, maka aku Cian Hui tetap akan menyambut kehadiran kalian dengan senang hati.
Mendadak Leng-si-hengte sama mendelik, Leng ko-bok lantas mendengus, Jit sing-tok-ciam, kena darah tutup napas, beginikah cara orang-orang Long-bong-san ceng menyambut tamunya" - Berkata sampai di sini dengan matanya yang tajam ia menatap Mo Seng lekat-lekat.
Jit-sat Mo Leng balas tertawa dingin, dia mengangkat sumpit retak di hadapannya, lalu menjepit mutiara besi berwarna hitam yang diletakkan oleh Tham Beng di atas meja itu, kemudian serunya dengan ketus.
"Kami Pak-to-jit-sat ibaratnya air sumur yang tak pernah mengganggu air sungai dengan kalian Leng-kok siang-bok, lalu bagaimana penjelasan kalian dengan perbuatan kalian ini? Aku lah yang ingin minta keadilan kepada kalian berdua!"
"lngin minta keadilan... hmm"
Dengan sinar mata setajam sembilu Leng Han-tiok mengawasi Mo Seng, tiba2 dia berhenti berbicara.
Mo Seng tambah kalap dia berpikir di dalam hati "Hm, aku memang sudah dengar akan kebolehan kalian Leng-kok-siang-bok, padahal selamanya kami tak pernah terikat perselisihan apa? dengan kalian tapi kalian tak mau memberi muka kepadaku huh, memangnya kau kira kami Pak to-jit-sat benar2 jeri kepada kalian?"
Berpikir begini, tiba-tiba ia tersenyum, katanya "Kalian adalah kaum cianpwe, apalagi akupun tidak merasa dirugikan..."
Ucapannya halus disertai senyuman, sikapnya semacam ini mengejutkan hati kawanan jago.
"Rupanya Jit sat Mo Seng adalah jagoan gadungan, seorang yang takut menghadapi kekerasan, lagaknya saja tadi garang seperti harimau, tapi sekarang lebih jinak daripada seekor domba!"
Dalam pada itu Mo Lam telah menyambung "sebenarnya kami..."
Berkata sampai di sini, tiba-tiba telapak tangannya diayun ke muka, berpuluh titik cahaya secepat kilat memancar ke kiri dan kanan, tujuh titik sinar menyerang Ko-bok dan tujuh titik yang lain menyerang Han-tiok.
Sebagai mana diketahui, jarum Pak-to jit seng-ciam dari Pak-to-jit-sat sudah termasyhur karena kelihayannya, pula menyerang dari jarak sedekat itu kontan saja semua jago menjerit kaget, mereka mengira Leng si-hengte pasti tak akan terhindar dan sergapan maut itu kendatipun ilmu silat mereka sangat lihay.
Tapi apa yang kemudian terjadi? Ketika belasan titik sinar tajam itu hampir mengenai tubuh Leng-si hengte, ternyata kedua orang itu tetap berdiri tegak, sama sekali tidak menghindar, ini membuat Tham Bun-ki yang berdiri di samping Ko-bok menjerit kaget.
Baik Ko-bok maupun Han-tiok sedikitpun tidak nampak gugup, ketika serangan telah tiba, mendadak jubah abu-abu mereka yang longgar itu menggelembung besar, seakan-akan ditiup orang secara tiba-tiba, hingga bentuknya mirip sebuah layar yang menggelembung.
"Buk! Buk! Buk!"
Meski keempat belas titik cahaya tajam itu menghajar telak di atas tubuh mereka ternyata tiada satu pun yang melukai mereka.
Diam2 Hui Giok kaget, dia tahu hal ini disebabkan karena kedua orang aneh itu mempunyai tenaga Ji-khek-hian-kang yang melindungi tubuh mereka.
Sementara itu kawanan jago lainnya juga sangat kaget meskipun semua orang tahu bahwa kungfu Leng-kok siang-bok sangat tinggi, namun tak pernah mereka sangka hawa murni yang mereka miliki sudah berhasil mencapai puncak kesempurnaan.
Liong-heng pat-ciang Tham Beng juga terkesiap, sementara Mo-si-hengte berdiri dengan wajah kelam, sebab kejadian ini memang cukup menggetarkan hati mereka.
Ketika serangan sudah lewat ko-bok dan Han-tiok menarik kembali hawa murninya dengan menghempasnya jubah yang melembung itu, dengan diiringi suara dentingan nyaring keempat belas batang jarum tadi sama rontok ke tanah.
Kaget bercampur ngeri ke empat Mo bersaudara, mereka saling pandang sekejap, lalu berdiri berjajar, semua perhatian dan tenaga disiap-siagakan, tampaknya mereka sadar ancaman berikutnya segera akan datang.
Tak lama lagi suatu pertarungan sengit pasti akan terjadi demikian semua orang sama membatin.
Para tamu yang tempat duduknya berdekatan dengan tempat kejadian itu, diam-diam pada berdiri dan menyingkir jauh-jauh, mereka kuatir ikut tertimpa kemalangan.
Ternyata Ko-bok dan Han-tiok tidak berbuat demikian, mereka bukan saja tidak menghampiri musuhnya, sebaliknya memandang sekejap pun tidak orang yang kaku dan menyeramkan itu telah menghampiri Hui Giok, bahkan berkata dengan dingin.
"Tahukah kau untuk apa kami berdua datang kemari?"
Hui Giok melengak.
"Silahkan cianpwe menjelaskan!"
Leng Ko-bok tertawa dingin.
"Hehe, kedatangan kami ini adalah ingin minta petunjuk kelihayan ilmu silatmu!"
Semua orang terkesiap, semua orang saling pandang dengan bingung, jangan-jangan kedua orang ini mengidap sesuatu penyakit.
Mo-si-hengte yang menyerang mereka tapi mereda malahan mencari perkara kepada Hui Giok.
Bukankah kejadian ini sangat aneh? Mo-si-hengte juga melenggong bingung, Bun ki hanya tertegun dan segera berseru.
"He, Toasiok Ji-siok mau apa kalian? Dia kan tak ada permusuhan apapun dengan kalian ?"
"Darimana kau tahu dia tak ada permusuhan dengan kami?"
Tiba-tiba Leng Ko bok berpaling. Sekali lagi Bun-ki tertegun, sambil mengerling ia menunduk jengah "Apakah engkau masih memikirkan kejadian pada malam itu? Padahal aku tidak sungguh-sungguh menyalahkan dia."
"Hm, urusan ini tak ada sangkut pautnya dengan kau. Ayo menyingkir agak jauh"
Jengek Leng Han-tiok.
"Gurunya bermusuhan dengan kami."
Leng Ko-bok menerangkan "karena gurunya tidak kami temukan, maka kami mencari balas terhadap muridnya. Hm, setelah muridnya digebuk masa gurunya tak akan muncul?"
"Mana dia punya guru? Bagaimana pula gurunya bermusuhan dengan kalian?"
Tanya Bun-ki dengan gelisah.
"Hm. darimana kau tahu dia tak punya guru?"
Leng Han-tiok menatapnya dengan tajam-tajam Sambil tertawa Leng Ko-hok berkata pula.
"Kalau dia tak punya guru, siapa yang punya guru, Kalau gurunya tidak menyalahi kami, Siapa pula yang menyalahi kami Hm orang she Hui... Kau merasa punya Suhu tidak? Suhumu pernah menyalahi kami atau tidak? Coba terangkan kepada budak bodoh ini!"
Dengan perasaan kuatir Bun-ki berpaling ke arah Hui Giok dan menatapnya dengan cemas, dia berharap pemuda itu menggeleng kepala untuk menyangkal tapi anak muda itu malah mengaku dengan menghela napas panjang.
"Ya, aku memang punya guru.""
Dia berkata dan guruku benar-benar telah menyalahi kedua cianpwe ini, tapi..."
"Nah. betul tidak?"
Tukas Han-tiok sambil mendengus. Ko bok lantas menyambung.
"Biia gurumu memang betul-betul telah menyalahi kami jika kami membuat perhitungan dengan muridnya, coba para hadirin bicara dengan adil tindakan kami tepat atau tidak?"
Perlu diterangkan di sini, menurut adat dunia persilatan yang sudah berlaku semenjak ratusan tahun, bila ada seseorang yang menuntut balas, bukan saja dia boleh membikin perhitungan dengan muridnya, sekalipun seorang yang jauh hubungannya juga akan tersangkut.
Maka untuk sesaat Tham Bun-ki hanya berdiri melenggong dengan cemas, dia tak tahu apa yang mesti dilakukan dalam keadaan seperti ini dia tahu kungfu Hui Giok jelas bukan tandingan Leng-kok-siang bok, namun ia pun tak dapat membantu Hui Giok untuk memusuhi kedua bersaudara Leng itu, maka ia lantas mengerling ke arah Cian Hui sambil berpikir "Hui Giok adalah Bengcu toako kalian, masa kalian akan berpeluk tangan tanpa mencampuri urusan ini?"
Siapa tahu Sin-jiu Cian Hui tetap menggoyangkan kipasnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun Leng Han-tiok lantas berkata pula dengan dingin.
"Orang she Hui mengingat usiamu masih muda, bagaimana pun kami tetap mengalah beberapa bagian kepadamu, di mana dan cara bagaimana akan bertarung, terserah pada pilihanmu sendiri."
"Toa-siok, Jisiok"
Bun-ki tak tahan dan segera berteriak.
"jika kalian mengetahui usianya masih muda dibandingkan kalian, dia juga lebih muda satu tingkat kenapa..."
Bila orang she Hui ini mau mewakili gurunya untuk berlutut dan minta maaf kepada kami, tentu kami tak akan menyusahkan dia lagi."
Kata Leng Ko-bok.
"anak Ki, kecuali ini rasanya tak ada cara lain yang lebih baik lagi, biar kau banyak bicara pun tak ada gunanya."
Baru habis kata-katanya, tiba-tiba Jit-giau-tongcu Go Beng si menengadah dan terbahakbahak.
"Eh apa yang kau tertawakan?"
Tegur Leng Ko-bok dengan menarik muka.
"Hahaha, aku tertawa geli, sebab sudah lama kudengar orang bilang bahwa Leng-kok-siangbok selain berilmu tinggi juga sangat cerdik, sungguh tak nyana perbuatannya ternyata begitu bodoh."
"Kami bodoh bagaimana coba terangkan?"
Leng Han-tiok menanggapi dengan mendongkol. Go Beng-si terbahak-bahak pula, sambil menunjuk ke arah Liong-heng-pat-ciang Tham Beng dia berkata.
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tahukah kau, siapa orang itu? Dia adalah pemilik Hui-hong piaukiok Liong-heng-patciang Tham Beng, Tham tayhiap seorang jago ternama dan dikenal setiap umat persilatan baik yang berada di tujuh propinsi selatan maupun enam propinsi di utara sungai besar. Tham-tayhiap mempunyai hubungan persaudaraan yang akrab sekali dengan saudara Hui ini turun temurun, jadi hubungan mereka sangat erat...."
Ia berhenti sebentar, kemudian sambil menuding Sin-jiu Cian Hui katanya lagi.
"Kau tahu siapa dia? Inilah tokoh ternama dunia persilatan Kanglam khususnya, Sin-jiu Cian Hui, Cian-tayhiap, pemilik perkampungan Leng hong-sam-ceng."
Lalu dia menuding ke arah Na Hui-heng.
"Dan kau tahu siapakah dia? Tujuh macam senjata rahasianya sudah termashur di dunia, Jit-giau-tui-hun Na Hui hong, Na tayhiap."
Kemudian ia menuding pula Siang It-ti.
"Pernah kau dengar si Ayam Emas dan Kanglam yang sekali berkokok (It-ti) lantas menggetarkan seluruh dunia? Berkokok dua kali mengguncangkan bumi, Nah ,inilah Kim-keh Siang It-ti, Siang-tayhiap"
Lalu ia menuding sekitar ruangan dan pelahan menuding ke arah Hui Giok, katanya lebih lanjut.
"Cian-cengcu, Na-pangcu, dan Siang-tayhiap telah angkat sumpah sehidup semati dengan saudara Hui, hahaha, tahukah kau bahwa hubungan mereka luar biasa sekang-- Mendadak ia berhenti tertawa dan berkata dengan kereng.
"Sebelum kau datang kemari untuk bikin perhitungan, apakah tidak kau selidiki keadaan di sii? Memangnya kau anggap jago2 gagah yang bernama besar di dunia persilatan ini akan mengizinkan kau mencelakai Hui-taysianseng? Hehehe... Leng-kok siang-bok memang berilmu tinggi, tapi ... hmm, betapa lihaynya kalian juga tidak lebih lihay daripada mereka!"
Kedua Leng bersaudara itu agak tergetar juga hatinya, air muka mereka berubah kedua orang itu saling pandang sekejap.
Bun-ki merasa lega melihat keraguan kedua orang aneh itu, tapi belum habis rasa leganya, Hui Giok telah busungkan dada dan berkata dengan lantang, Ayah yang utang, anak yang bayar kakak yang utang adik yang bayar.
Hubungan antara guru dan murid seperti juga hubungan antara orang tua dengan anak, maka bila guru yang utang adalah sewajarnya muridnya yang membayarkan.
Kalau benar guruku telah berbuat salah kepada Cianpwe berdua sekalipun aku tak becus, biarlah aku yang memberikan pertanggungan-jawabnya.
Cianpwe tak perlu kuatir, aku tak akan minta bantuan orang lain dalam persoalan ini."
"Kau... kau...
"
Bun-ki berseru dengan gugup, Hanya kata-kata itu saja yang bisa diucapkan meski tidak diteruskan kata-katanya, tapi siapapun tahu apa yang hendak diucapkannya. Hui Giok menghela napas panjang.
"Bun-ki, aku tahu maksudmu sekalipun tidak kau terangkan..."
Katanya dengan lugu.
"Saudara Go, akupun berterima kasih atas kebaikanmu selama hidup aku, selalu hidup sengsara dan kesepian, sampai kemarin dulu, berkat kebaikan Suhu dapatlah kubelajar ilmu, sekalipun sekarang aku harus mati, tak nanti kulakukan sesuatu yang memalukan Suhu sepanjang hidup aku selalu lemah, bukan saja tak dapat berbakti kepada orang tua, akupun tak dapat berbakti bagi muat manusia!"
Ketika mengucapkan kata-kata terakhir itu suaranya berubah menjadi sangat lirih seperti bergumam sendiri, sesaat kemudian dia melanjutkan dengan lantang.
"Tempat ini adalah ruangan perjamuan, tidak pantas kalau kita cucurkan darah di sini, kalau kalian berdua ingin berkelahi akan kulayani di luar saja."
Biasanya dia selalu bersikap baik kepada orang lain, membalas kejahatan dengan kebaikan, bila orang lain berbaik hati padanya, ia merasa berterima kasih, kalau orang lain menganiaya dia ia pun tak pernah dendam.
Tapi lantaran kebaikan hatinya ini, orang lain justeru menganggap sebagai kelemahan pemuda itu.
Baru sekarang setelah mengalami beberapa kejadian yang sama sekali tiada sangkut-paut dengan dirinya.
dia memperlihatkan sikap yang lunak di luar dan keras di dalam, sikap tegas seakan-akan kepala boleh putus, darah boleh mengalir tapi pantang menyerah dengan begitu saja.
Bun-ki termangu-mangu, hati terasa pedih tapi juga bangga dan terharu Demikian pula dengan Go Beng-si, saking terharunya sampai tak dapat mengucapkan sepatah katapun.
Sin-jiu Cian Hui pun merasa kaget dan tercengang kawanan jago lainnya juga merasa kaget, sampai Liong-heng pat-ciang yang keren juga seperti tersenyum.
Ko-bok dan Han-tiok saling pandang sekejap kemudian berkata dengan dingin "Bagus...
bagus sekali.
mari kita bertarung di luar."
Tanpa membuang waktu lagi mereka terus putar badan dan melangkah ke luar melalui samping ke empat Mo bersaudara. Hui Giok lantas berseru dengan lantang.
"Kepergianku ini, baik mati atau hidup adalah urusan pribadiku sendiri bila ada orang membantu, maka..."
Belum habis berkata, tiba2 terdengar Jit-sat Mo Seng menjerit, tubuhnya yang kurus itu mengikuti jeritanya terus mencelat ke atas dan menumbuk atap rumah, lalu jatuh ke bawah.
"brak"
Persis menimpa di atas meja perjamuan.
Seketika cawan dan mangkuk pun pecah berantakan jeritan kaget berkumandang di sana-sini, menyusul kemudian meja bundar itupun ambruk, tubuh Jit-sat Mo Seng di atas meja sudah kaku dan tak bergerak lagi.
Perubahan kejadian ini sangat tiba2 dan membuat kawanan jago menjadi kaget.
Dalam waktu singkat bayangan orang berpencaran, semua orang berusaha menyelamatkan diri suasana rada panik.
"Jit-te, kenapa kau?"
Teriak Pak to-jit-sat lainnya dengan kaget, suasana lalu tenang kembali.
Ketiga Mo bersaudara berbareng memburu maju Sin jiu Cian Hui, Jit giau tui hun Na Hui hong, Kim keh Siang It ti, Jit giau tongcu Gu Beng-si serta Tonghong-ngo-hengte dan Hui lem po, Leng hong-pat ciang Tham Beng dan puterinya, serentak juga merubung maju.
Leng kok siang bok berdiri telah menghentikan langkahnya dan memutar badan, lalu berdiri berjajar di depan pintu.
"Inilah yang dinamakan keadilan!"
Ucap mereka sepatah demi sepatah. Dari sekian banyak jago yang hadir, sembilan puluh persen tak sempat melihat jelas dengan cara apakah Jit-sat Mo Seng dikerjai orang, setelah mendengar ucapan tersebut mereka baru mengerti.
"O, rupanya hasil perbuatan Leng-kok-siang-bok!"
Di depan mata sekian banyak orang ternyata Leng-kok-siang-bok sanggup membinasakan seorang jago lihay tanpa dilihat orang lain, sungguh luar biasa.
Kawanan jago itu kaget bercampur ngeri, beratus pasang mata pun sama-sama terpusat ke wajah Hui Giok, meskipun ada yang menguatirkan nasibnya, ada pula yang ingin tahu apakah pemuda itu tidak menjadi ngeri oleh peristiwa tadi.
Bun-Ki diam-diam menghampiri Hui Giok, dia seperti ingin mengucapkan sesuatu tapi tak jadi akhirnya dia tunduk malu-malu.
Air muka Liong heng-pat ciang Tham Beng tampak prihatin, dengan dingin ditatapnya Cian Hui sekejap, sedang Tonghong-ngo-hengte sama sekali tidak menunjuk reaksi apa-apa.
"Leng-kok-siang-bok!"
Sin-jiu Cian Hui segera berseru dengan dahi berkerut.
"meskipun nama besarmu termashur di dunia persilatan, tapi..."
Ia berhenti sejenak, empat jarinya mengepal ibu jarinya menghadap ke atas lalu menuding ke tanah, lalu katanya lagi dengan keras "Hari ini kalian mengganas di Long-bong-san-ceng, tidak nanti orang she Cian membiarkan kalian pergi dengan hidup!"
Perkataannya singkat tapi berwibawa matanya melotot dan rambutnya seakan-akan menegak, jelas kemarahannya telah memuncak, bersamaan dengan selesainya perkataan itu suara terompet berkumandang dan empat penjuru dan menggema di angkasa.
Air muka Leng-kok-siaug-bok yang dingin tetap kaku tanpa perubahan mereka masih tetap berdiri berjajar, seakan-akan tak mendengar perkataan lawannya.
Sekejap mata dari luar tiba-tiba bermunculan ratusan orang berbaju ringkas warna hitam, semuanya membawa busur dan panah, kemunculan ratusan orang ini bukan saja sangat cepat bahkan sama sekali tidak menimbulkan suara.
Dan sekian banyak jago persilatan yang berada dalam ruangan, ada yang sudah berdiri ada pula yang masih duduk, tapi semua membungkam tak ada yang bersuara tak ada yang bergerak, yang kedengaran cuma dengusan napas dan debaran jantung.
Di tengah keheningan yang mencekam, pelahan ketiga Mo bersaudara bangkit berdiri, mereka berpaling ke arah Cian Hui, lalu menggeleng kepala tanpa berkata-kata, mereka sedang mengumumkan kematian Mo Seng.
Enam larik sorot mata yang dingin serentak dialihkan ke wajah Leng-kok siang-bok.
Sin-jiu Cian Hui menghampiri mayat Jit-sat Mo Seng dengan dahi berkerut ia termenung sebentar akhirnya tangannya diulapkan dan dua orang laki-laki segera tampil ke depan untuk menggotong pergi mayat itu.
Setelah mayat digotong pergi, setajam sembilu dia menatap Leng-kok siang-bok kemudian bentaknya dengan lantang "Semua umat persilatan yang tergabung dalam perserikatan Kanglam hiap ini bersumpah tak akan hidup berdampingan dengan Leng-kok-siang-bok apa kalian ingin kabur?"
Leng-kok-siang-bok sama sekali tidak nampak jeri menghadapi suasana yang gawat itu mereka tetap berdiri tenang, Bahwa mereka berdua memiliki nama yang tersohor di dunia persilatan, sudah tentu mereka bukan orang bodoh, mereka tahu sikap yang gugup hanya akan memancing sikap lebih garang dari pihak musuh maka mereka tetap renang untuk menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi.
Pelahan, dia menengadah memandang sekejap kawanan jago yang hadir itu meskipun orang2 itu menunjuk sikap tegang, ternyata tak seorang pun tampak sedih atau menyesal, seakan2 orang yang baru saja tewas tak lebih hanya seorang manusia biasa yang asing bagi mereka se-olah2 yang mati bukan saudara seperserikatan yang baru saja ber sama2 meneguk arak darah.
Sin-jiu Cian Hui berdiri sambil mengepal meskipun dia sedang menantikan reaksi Leng koksiang bok, tapi siapa pun tahu dia takkan menunggu terlalu lama, karena sekujur badannya kini sudah penuh diliputi kemarahan apalagi dengan jelas dia berada dalam posisi yang menguntungkan .
Orang yang posisinya lebih menguntungkan biasanya lebih suka melakukan serangan daripada menunggu diserang, cuma kemarahannya hanya lantaran Leng-kok-siang-bok telah menyinggung nama baiknya, jadi tiada sangkut pautnya dengan kematian Jit-sat Mo Seng.
Seandainya tempat kejadian ini bukan di Long bong san-ceng dan tidak berlangsung di hadapan orang-orang yang hendak dikuasainya, seandainya dia tidak merasa posisinya menguntungkan sekali pun seluruh anggota Pak-to-jit-sat dibantai orang juga dia tidak memperdulikan.
Diam-diam Hui Giok menghela napas panjang tiba-tiba ia memahami betapa berharganya kehidupan, ia merasa nilai dan suatu kehidupan bukan terletak pada kejayaan dan kemuliaan yang didapatkan semasa hidupnya, tapi masih banyak hal lainnya yang harus disayang.
Hal-hal ini mungkin tak akan dihargai Sin-jiu Cian Hui Pak to jit-sat, bahkan semua jago persilatan yang memenuhi ruangan tersebut tapi hal ini telah mengalir dengan halus masuk ke dalam hati Hui Giok yang penuh kelembutan, kebajikan dan kemuliaan itu.
Air mukanya tiba-tiba berubah menjadi begitu tenang, begitu aman, dengan langkah yang tenang juga dia menghampiri Leng-kok-siang-bok, kemudian tegurnya.
"Mari kita keluar"
Tapi mendadak Sin-jiu Cian Hui membentak "Tunggu sebentar!"
"Kenapa?"
Hui Giok berpaling dengan tenang.
"Apakah tidak kau dengar apa yang kukatakan tadi?"
Teriak Cian Hui dengan berang. Hui Giok tersenyum.
"Apa yang kau ucapkan tadi telah kudengar dengan jelas."
Sin-jiu Cian Hui segera membusungkan dada jelas dia merasa gembira karena perkataannya mendapat perhatian Tapi Hui Giok segera melanjutkan kata-katanya.
"Tapi, apakah kau lupa, sampai detik ini aku masih tetap Bengcu kalian!"
Hati Sin-jiu Cian Hui bergetar keras, ucapan Hui Giok yang tenang itu seakan-akan sebuah cambuk yang tiba2 melecut mukanya dan membual dia menyurut mundur selangkah.
Hui Giok tersenyum, dia memandang sekejap pula ke arah semua orang, ujarnya lebih lanjut "Menurut apa yang kuketahui setiap orang yang tergabung dalam perserikatan Kanglam seharusnya menghormati setiap pendirian Bengcunya, bila ada yang membangkang maka kau Sin-jiu Cian Hui adalah pelindung sang Bengcu, begitu bukan?"
Biasanya dia selalu dipermainkan oleh nasib yang malang, menderita dan tersiksa oleh kesulitan hidup, hal mana membuat kecerdikannya jadi terpendam.
Tapi sekarang, seperti ujung pisau telah merobek pembungkusnya, kecerdikan yang selama ini tertutup tiba2 muncul, ucapannya yang tajam ini mengejutkan semua orang, dan kekuatan ucapannya itu seperti godam yang menghantam dada setiap orang.
Sin-jiu Cian Hui terpukul oleh ucapan itu, sinar matanya yang kelabu kehijau-hijauan tampak meredup, itulah sorot mata serigala kelaparan, ia memandang sekeliling ruangan, terlihatlah liong heng-pat-ciang duduk dengan dahi berkerut dan senyuman menghiasi bibirnya, demikian pula dengan Tonghong-ngo-hengte, mereka sepertinya sayang atas kecerdikan Hui Giok.
Kim-keh Siang It-ti terbelalak heran, tapi sinar matanya memancarkan sinar seperti orang yang gembira melihat orang lain tertimpa malang.
Sikap kawanan jago lainnya juga tidak banyak berbeda, hanya Jit-giau tui hun Na Hui liong yang sedang mengawasi Mo suhengte rupanya dia sedang memikirkan sesuatu.
Tiga Mo bersaudara sendiri bukan saja gusar, mereka pun sedih, meskipun juga tidak kurung rasa herannya.
Sinar mata Tham Bun ki kelihatan mencorong seperti merasa bangga, bahagia dan gembira tapi juga merasa kuatir.
Hanya Jit-giau tongcu Go Beng-si saja yang tak dapat mengendalikan rasa girangnya, setelah melihat teman yang semula dicemooh dan dihina sekarang ternyata dihormati, dia tahu perjalanan hidup yang tampaknya sederhana ini entah sudah berapa banyak penderitaan yang dialaminya selama ini.
Mendadak Cian Hui bergelak tertawa sambil mengelus jenggotnya, katanya "Hui taysianseng telah menjadi Bengcu toako kita, mana bisa orang she Cian melupakannya, bukan saja tidak lupa, bahkan barang siapa melupakan hal ini, aku orang she Cian yang akan mengingatkan dia.
"
Begitu gelak tertawanya berhenti secepat kilat telapak tangannya menyapu ke samping, segulung angin pukulan yang kuat menghantam sebuah kursi di sampingnya "brak"
Kursi itu hancur lebur seketika. Dengan alis menegak, Cian Hui berkata sepatah demi sepatah "Ya, akan kuperingatkan dia, agar sampai mati pun tidak melupakannya"
Hui Giok tertawa hambar.
"Kalau begitu, sebelum urusanku dengan Leng-kok-siang bok diselesaikan maka urusan lain untuk sementara harus ditunda dahulu dan persengketaanmu dengan Leng kok-siang-bok hanya boleh diselesaikan olehku dan mereka."
Sin-jiu Cian Hui memandang sekejap sekelilingnya, kawanan jago mulai ribut lagi Bun-ki berseru kuatir, sedangkan ketiga Mo bersaudara menjadi murka.
Di tengah kehebohan, mendadak terdengar suara bentakan menggelegar "Perintah Bengcu, barang siapa berani membangkang akan dihukum mati"
Ketika Sin-Jiu Cian Hui mengulapkan tangannya, tiba-tiba saja kawanan laki-laki baju hitam yang bermunculan dari empat penjuru tadi serentak rnengundurkan diri dari situ tanpa suara.
Selama itu air muka Leng-kok stang hok tetap dingin dan kaku, seakan-akan apa yang terjadi di depan matanya sama sekali tak ada hubungannva dengan mereka.
Sorot mata ketiga Mo bersaudara yang penuh diliputi kebencian dan kegusaran itu melotot dari ke arah Sin-jiu Cian Hui beralih ke wajah Hui Giok dan silih berganti, namun Cian Hui berlagak seolah-olah tak tahu.
"Hui-taysianseng!"
Dia malah berkata dengan hormat.
"kalau engkau telah memutuskan demikian aku orang she Cian akan menantikan kedatanganmu kembali di sini!"
Dari nada ucapannya itu, dia memandang Bengcunya ini seakan-akan hendak pergi bermain dengan dua orang anak nakal, hanya sebentar saja dia akan kembali lagi.
Padahal dia tahu kepergian Hui Giok ini tentu takkan kembali lagi, sebabnya dia berbuat demikian karena sekarang ia sudah ngeri menghadapi pemuda yang biasa tapi tolol ini, dia takut memelihara harimau mengundang bencana buat diri sendiri maka kalau bisa dia akan meminjam tangan Leng-kok siang-bok untuk melenyapkan bibit bencana itu.
"Silahkan Cianpwe berdua,"
Hui Giok putar badan sambil menjura kepada Leng-kok-siang-bok! Meski sinar matanya tiada rasa takut, namun ia pun tak berani beradu pandang lagi dengan kelembutan sinar mata Tham Bun-ki.
Bun ki memandangnya dengan termangu hingga pemuda itu menuruni undak-undakan batu, tiba-tiba sambil menggigit bibir ia duduk di samping ayahnya dan tidak memandang lagi ke arah pemuda itu.
Antara cinta dan bencj hanya selisih amat sedikit, makin dalam rasa cintanya makin besar pula rasa bencinya, gadis yang kasmaran ini sedang berpikir tiada hentinya.
"Kau tidak merasa berat meninggalkan aku, memangnya aku harus mencintai dirimu mati-matian?"
Liong-heng-pat-ciang melirik putrinya sekejap dan diam-diam menghela napas, kembali ia pandang bayangan punggung Hui Giok.
Sesudah Hui Giok tiba di halaman, Leng-kok-siang-bok baru mulai beranjak, selama ini tatapan mata mereka tak pernah bergeser dari ketiga Mo bersaudara, Mereka tersenyum mengejek, lalu sambi, mengebaskan lengan baju mereka menyusul ke tempat Hui Giok.
Mo-si-hengte bukan orang bodoh, tentu saja mereka memahami senyum menghina Leng-koksiang- bok, yaitu karena mereka bertiga meskipun berhadapan dengan musuh yang membunuh saudaranya tidak ada seorang pun yang berani maju untuk melakukan pembalasan.
Senyum menghina itu seketika membangkitkan rasa marah dan benci mereka demikian kuatnya dorongan tersebut sehingga Mo-si-hengte betul-betul tak tahan lagi.
Agaknya Sin jiu Cian Hui juga merasakan gelagat itu, cepat ia memburu ke hadapan mereka dan berkata dengan suara tertahan.
"Bilamana Leng kok-siang-bok tak sampai mati di tangan Huitay sianseng, aku bersumpah akan membalaskan dendam Mo-heng"
Ia berhenti dan tiba-tiba bersenyum hambar, lalu melanjutkan.
"Bila Hui-taysianseng yang menang, berarti Bengcu telah membalaskan dendam bagi kalian mi kan sama saja!"
Mo-si-hengte saling pandang sekejap lalu menghela napas dan menundukkan kepala, terhadap Hui Giok mereka telah menaruh rasa kagum dan hormat sebab mereka mulai merasakan kelemahan mereka sendiri, mereka pun tak mengira ada orang yang memandang soal mati-hidup sebagai suatu kejadian yang tak berarti.
Nama besar Pak-to jit-sat tak mungkin berkembang lagi di dunia persilatan sebab sekarang beratus-ratus pasang mata telah menyaksikan kelemahan mereka.
Dengan wajah berseri Sin-jiu Cian Hui lantas berpaling kembali, ia memerintahkan anak buahnya untuk menyiapkan perjamuan baru, tapi Mo si hengte berjalan keluar dengan lesu untuk membereskan layon saudaranya yang telah tiada.
Jit giau tui-hun Na Hui-hong tiba-tiba berlalu, hubunganku dengan Mo Jit cukup akrab, aku akan menghadiri pemakamannya!"
Tanpa menunggu jawaban Cian Hui dia terus menyusul Mo-si-hengte keluar Memang cerdik orang ini, dia telah manfaatkan kesempatan ini untuk menarik simpati Mo-si-hengte, sebab dia cukup kenal mereka bertiga, sekalipun memiliki kelemahan toh ketiga orang ini tetap merupakan suatu kekuatan yang tak boleh dianggap enteng.
Perserikatan Kanglam sudah terbentuk.
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hui Giok tentu takkan kembali dengan hidup, bukankah itu sama artinya bahwa Sin-jiu Cian Hui otomatis akan menggantikan jabatannya sebagai Kang-lam Bengcu? Maka dia hanya tertawa dingin menyaksikan gerak-genk Na Hui-hong itu dan tak dipikirnya di dalam hati.
Dengan rasa puas dia menengadah kebetulan Liong heng pat-ciang Tham Beng sedang memandangnya dengan tersenyum seperti dapat menerka isi hatinya.
Mendadak Jit-giau-tongcu Go Beng-si berlari keluar ruangan itu, cepat Sin Jiu Cian Hui berdehem, segera bayangan orang berkelebat di halaman luar, laki2 baju hitam dengan busur di tangan serentak muncul dan mengarahkan busurnya ke tubuh musuh, hal ini membuat Go Beng-si jadi kaget.
"E--h, apa2an kalian ini?"
Bentaknya sambil berpaling.
"Hehehe, masa kau tidak dengar perintah Hui taysianseng tadi? Kalau Bengcu telah memberi perintah dan melarang orang lain turut campur urusannya, maka hendaknya Go heng tetap tinggal di sini saja."
Tonghong-hengte saling berpandangan, sinar mata mereka menyala-nyala, jelas merasa tak puas atas kejadian itu, tapi Go Beng si tidak melakukan perlawanan, sambil menghela napas dia malah berkata "Aku keluar tidak untuk membantunya aku hanya ingin menyampaikan pesan agar dia jaga diri baik-baik"
"Hahaha, kau anggap Bengcu itu orang macam apa? Masa dia tak tahu menjaga diri?"
Cian Hui bergelak.
"Saudara Go, tidakkah kau saksikan betapa lihaynya kungfu Bengcu waktu demontrasi tadi? Belum tentu Leng-kok-siang bok berdua sanggup menahan sepuluh gebrakannya, mari-mari kita harus minum secawan arak untuk kesuksesan Bengcu kita!"
Meskipun ia angkat cawan dan mendahului menenggak isinya sampai habis, dalam hati diamdiam ia berpikir.
"Hoa Giok wahai Hoa Giok, bagiku seluruh berita yang pernah kau jual selama hidupmu jika digabungkan menjadi satu belum tentu lebih berharga daripada sebuah berita yang kau beri menjelang ajalmu, sebab kau telah memberi tahu kan suatu rahasia maha besar kepadaku, yaitu meski Hui Giok memiliki ilmu silat yang lihay, namun kemahirannya hanya satu jurus. Hahaha . apabila ia mahir beberapa jurus lagi, mungkin akupun tak tahu cara bagaimana harus menghadapinya?"
Ketika anak buahnya menuangi lagi isi cawannnya, ia rnenenggak pula hingga habis pikirnya dengan bangga.
"Hoa Giok wahai Hoa Giok tahu kah kau secawan arak ini sengaja kuperuntukkan untuk menghormati kau?"
Kehidupan Koay-sim Hoa Giqk selama ini hanya biasa dan terhina tapi sepanjang hidupnya ada satu hal yang patut dihargai, seandainya setelah mati dia tahu, tentu arwahnya akan bangga karenanya.
Sebab selama dia hidup dengan menjual berita, kendati ada berapa berita tidak tergolong penting, namun belum pernah ada satu berita yang merupakan isapan jempol, setiap beritanya adalah berita nyata seperti juga orang lain menyerahkan uang perak yang nyata kepadanya.
Dia terhitung seorang cerdik, kalau tidak mana mungkin ia pilih pekerjaan yang aneh dan unik ini.
Tapi, meski dia pintar, tak pernah tersangka bahwa empat huruf yang diukirnya menjelang kematiannva bisa dipandang begitu berharga oleh Sin jiu Cian Hui, padahal dia melakukan hal itu hanya dikarenakan kebiasaan dalam pekerjaannya itu kebiasaan membocorkan rahasia orang lain.
Suatu kebiasaan yang tak berubah sampai akhir hayatnya, hal ini membuktikan betapa setia dan cintanya terhadap profesinya itu, maka setelah mati ia pun pantas mendapat penghargaan sebagai seorang tokoh kecil seperti dia ini.
"Cuma Bisa Satu Jurus!"
Empat huruf itu memang suatu kenyataan,"
Cuma dia tak tahu cara bagaimana Hui Giok mendapat pelajaran ilmu silat yang hebat itu.
Untuk mengetahui duduk persoalannya, marilah kita mundur lebih dulu untuk mengisahkan kejadian itu.
ooOoo ooOoo Malam yang kelam, angin berembus sepoi, rembulan memancarkan sinarnya yang redup menyinari bumi raya yang sunyi ini.
- oO - Kejadian itu berlangsung pada malam kedua setelah Hui Giok berjumpa dengan Leng-kok siang-bok Tham 8un-ki serta Kim tong-giok li.
Menjelang kentongan ketiga (tengah malam), karena kemurungan dan rasa rindu Tham Bun ki maka Leng-kok-siang bok dengar gusar datang mencari Hui Giok.
Hui Giok justru selalu ingat pada pesan Kim-tong-giok li sebelum pergi, diam-diam ia ngeluyur ke taman, tentu saja terjadi pertemuan yang tidak menyenangkan, dengan kesima Hui Giok mendengarkan teguran dan makian Leng kok-siang bok tapi ia tak dapat ikut mereka pergi menengok Tham Bun-ki yang sakit, sebab janjinya dengan Kim tong giok li berlangsung lebih duluan, karena sikapnya itu semakin menggusarkan Leng-kok siang-Bok.
Leng-kok-siang bok adalah manusia yang berwatak aneh dan tinggi hati mereka tak suka pada sikap membangkang pada perintah mereka dalam gusarnya mereka segera menggunakan kekerasan.
Tapi, sebelum apa yang mereka harapkan terkabul, kungfu mereka telah ketemu batunya dengan kungfu orang lain.
Bagaimana pun kungfu Kim-tong-giok-li jauh lebih hebat daripada mereka, maka mereka telah ditawan oleh Kim tong-giok-li dalam sebuah gua yang terpencil.
Di dalam gua itu pula Kim-tong giok-li melaksanakan pesan Leng-gwat-sian-cu, yaitu menyerahkan se
Jilid kitab tipis kepada Hui Giok.
Lalu merekapun mewariskan tujuh jurus ilmu silat kepada pemuda itu.
Tetapi, oleh karena ketiga macan ilmu silat itu terlalu sulit bagi Hui Giok yang tidak memiliki dasar yang kuat, maka sebelum pertemuan Bengcu-tay hwe diselenggarakan, dia baru sempat menguasai satu jurus, sedangkan Kim-tong giok-li juga lantaran ada urusan penting harus meninggalkan Kanglam.
Meskipun mereka belum menerima Hui Giok sebagai muridnya, tapi Hui Giok yang berperasaan itu sangat berterima kasih dan menghormati mereka melebihi seorang murid umumnya terhadap sang guru.
Sebelum berpisah Hui Giok juga menanyakan tentang diri Leng-gwat-siancu, tapi jejak perempuan itu sukar diikuti, seperti kabut yang mengambang diangkasa, bahkan Kim tong-giok-li juga tidak tahu.
Ketika Hui Giok bertanya asal-usul dan suka-duka apa yang diakui perempuan itu, Giok li yang periang dan suka berterus terang itu mendadak ikut sedih dan sukar menjelaskan.
"Suatu hari kau akan mengetahui sendiri selesai mengucapkan kata-kata itu, laki-perempuan yang aneh itupun berlalu dan lenyap dalam kabut pagi yang menyelimuti udara, tertinggal di dalam gua Leng-kok-siang-bok yang tertutuk jalan darahnya serta Hui Giok yang diliputi tanda tanya. Tidak lama kemudian jalan darah Leng-kok- siang-bok yang tertutuk akan bebas dengan sendirinya, tapi macam-macam tanda tanya yang menyelimuti benak Hui Giok entah kapan baru akan terjawab? Namun hasratnya yang besar untuk belajar ilmu silat membuat pemuda ini di sepanjang jalan terus berlatih kungfu yang baru saja didapatnya itu. Akibatnya Koay-sim Hoa Giok telah menggunakan kematiannya untuk mendapatkan berita yang paling berharga yang pernah diperolehnya selama hidup, yaitu.
"Cuma bisa satu jurus"
Semua ini benar-benar rahasia, kecuali Sin-jiu Cian Hui sendiri boleh dibilang tak ada orang lain yang mengetahui hal ini.
OoO ^ o ^ OoO Begitulah suasana dalam ruangan sedang hiruk pikuk, di antara pembicaraan yang bersimpang siur ada yang sedang menduga asal-usul perguruan Beng cu mereka Huitaysianseng, ada pula yang diam2 bertaruhan untuk menjagoi siapa yang bakal menang dalam pertarungan antara Leng-kok-siang-bok melawan Hui-taysianseng.
Sin-jiu Cian Hui yang menyaksikan semuanya itu diam-diam tertawa dingin.
"Hehe Hui Giok pendekar satu jurus jangankan melawan Leng kok-sian-bok, melawan siapa pun dia juga cuma satu jurus, orang yang bertaruh menjagoi Hui Giok mungkin orang dungu atau sinting,"
Berpikir sampai di sini, dia memandang sekejap sekeliling ruangan, sambil terbahak-bahak katanya.
"saudara Na, saudara sekalian kenapa tidak minurn arak? Apakah kalian menguatirkan keselamatan Hui-taysianseng? Hahaha...keliru... keliru besar... keliru besar."
Setelah mengulangi kata itu sampai detik ini hui taysiansing mungkin tidak setenar nama Leng kok siang bok, tapi boleh kalian buktikan kungfu Hui taysianseng tadi, hahaha, Mekipun aku juga tak tahan sampai tiga gebrakan!"
Di mulut ia berkata begitu, di dalam hati dia merasa geli, pikirnya.
"Sayang dia cuma bisa satu jurus, coba kalau menguasai enam tujuh jurus, mungkin aku betul-betul tak mampu melawannya."
Dia sengaja busungkan dada dan tertawa, katanya lagi.
"Apabila ada orang yang kurang percaya akan kemampuan Hui-taysianseng, aku orang she Cian berani bertaruh dengan dia!"
Baru habis berkata, seorang laki-laki baju hitam yang berdiri di belakangnya segera lari masuk ke dalam, sejenak kemudian dia muncul kembali dengan membawa satu nampan penuh uang emas yang berkilauan, emas itu diletakkan di depan Cian Hui.
Emas yang bertumpuk di atas nampan itu sedikitnya ada dua-tiga puluh potong, padahal tiap potong sedikitnya seberat sepuluh tahil, kalau di jumlahkan keseluruhannya maka tidak sedikit nilainya, tentu saja semua orang sama melengak.
Namun tak seorang pun berani menerima tantangan Sin jiu Cian Hui tersebut sekalipun mereka tahu Hui Gtok pasti kalah, apalagi sampai sekarang belum ada yang mengetahui sampai dimanakah kungfu Hui-taysianseng yang sebenarnya.
Dengan sorot mata yang tajam, Sin-jiu Cian Hui menyapu pandang sekeliling ruangan, ia dapat menebak jalan pikiran orang-orang itu maka sambil tertawa kembali katanya.
"Hahaha, aku memang keterlaluan masa dengan jumlah taruhan yang tak berarti hendak mengganggu kegembiraan minum arak kalian?"
Kepada anak buahnya yang ada di belakang dia lantas membentak.
"Budak yang tak tahu diri ambil lagi yang banyak sebagai hadiah hiburan para pahlawan setelah minum arak"
Laki-laki baju hitam tadi mengiakan dan berlari pergi pula, sepanjang peristiwa ini berlangsung Liong-heng-pat-ciang dan Tonghong-hengte hanya menyaksikan dengan dingin, sedangkan Tham Bun-ki dan Go Beng-si juga mengikuti tingkah pola tuan rumah itu dengan tak acuh.
Sesaat kemudian.
muncul empat orang laki2 baju hitam, masing-masing membawa satu nampan uang emas yang berkilauan tertimpa cahaya lampu.
"Hahaha, jumlah yang tak seberapa, harap jangan ditertawakan!"
Sin-jiu Cian Hui lantas berseru. Liong heng-pat-ciang berdehem, tiba2 ia berkata.
"Ciong-yang, kemari !"
Koay-be-sin-to Kiong Cing-yang yang duduk semeja dengan Tonghong Kiam, Tonghong Ceng, Tonghong Kang dan Tonghong Ouw segera mengiakan dan memburu ke depan.
"Ciong-yang, apakah kau membawa uang?"
Tanya Tham Beng dengan perlahan, namun cukup menggetarkan setiap orang persilatan yang hadir.
Suasana mulai gaduh, helaan napas dan suara berbisik-bisik memenuhi ruangan.
Tapi sekejap kemudian suasana kembali jadi hening pula.
Mula-muia Sin-jiu Cian Hui agak tertegun lalu sambil terbahak-bahak serunya "Thamlopiautau, apakah engkau juga tertarik akan taruhan ini?"
"Entah Cian-cengcu mengizinkan aku ikut serta dalam permainan yang menarik ini atau tidak?"
Liong-heng-pat-ciang balas bertanya sambil tersenyum .
"O, tentu . tentu saja,"
Meski Cian Hui tetap bersenyum, dalam hati ia tak menyangka kalau Liong-heng-pat-ciang bisa ikut dalam pertaruhan ini. ia berpikir pula "Ya. sekalipun kalah juga tak mengapa"
Tanpa terasa ia melirik juga kelima nampan uang emasnya itu dengan perasaan berat.
Sementara itu Liong-heng-pat-ciang telah menyambut setumpuk uang kertas dari Koay-be-sinto Kiong Cing-yang, dia melolos dua lembar uang kertas itu, sambil memandang lagi uang emas di meja, katanya dengan tersenyum.
"Kurs uang emas dan perak sekarang kan lima banding satu bukan."
"Betul! Betul!"
Sahut Cian Hui. Liong-heng-pat-ciang Tham Beng tersenyum. Kiong Cing-yang memberi hormat dan ikut bicara.
"Menurut taksiran, setiap nampan uang emas milik Cian-cengcu itu berjumlah dua ratus empat puluh tahil, semuanya kalau ditotal jadi seribu dua ratus tahil emas, bila kita kurskan dalam uang perak sama dengan enam ribu tahil tepat bukan!"
"Hahaha, Kiong-piautau memang bermata tajam serta perhitungan yang tepat."
Kata Cian Hui sambil terkekeh-kekeh.
"Hehehe kukira untuk jabatan kasir Hui-hong-piaukiok seharusnya diangkat Kiong-heng."
Habis berkata, dengan pandangan menghina ia melirik sekejap lengan Kiong Cing-yang yang buntung, kemudian ia tertawa terbahak bahak.
Air muka Koay-be sin-to Kiong Cing-yang berubah hebat, tanpa mengucapkan sepatah kata pun dia mengundurkan diri dari situ, semenjak itu dendamnya pada Sin-jiu Cian Hui makin menghebat.
Tham Beng lantas tersenyum dan berkata pendapat Cian-heng memang bagus orang yang cacat biasanya jauh lebih baik daripada orang yang berotak bebal, Cing-yang, kau musti mengucapkan terima kasih atas pujian Cian-cengcu ini.
"Hahaha, ...tidak berani... tidak berani .
"
Si Tangan Sakti ini sebenarnya hendak menyindir lagi, tapi seketika tidak berhasil menemukan kata-kata yang cocok, maka ia pun membungkam.
"Nah, inilah uang kertas dan Hui-hong nilai nominalnya enam ribu lima ratus tahil, silakan Ciancengcu periksa!"
Kata Tharn Beng lagi sambil tertawa dan menyodorkan dua lembar cek itu ke tangan Cian Hui.
"Hahaha, kupercaya tak bakal salah lagi!"
Kata Cian Hui sambil tertawa, ia menerima kedua lembar cek itu dan ditindih di bawah tumpukan emas, lagaknya scakan-akan dalam pertaruhan tersebut dia yang pasti menang. Sambil tertawa lalu dia berkata lagi.
"Kecuali Tham-lopiautau yang tertarik akan pertaruhan ini, apakah masih ada saudara lain. ."
Jilid ke- 12 Belum habis kata-katanya tiba-tiba Tonghong Tiat menyela.
"Aku jadi gatal tangan melihat per taruhan ini."
Cian Hui tertegun, tapi segera ia tertawa.
"Tonghong-tayhiap hahaha bagus! bagus sekali!"
"Siaute tidak membawa uang kontan bagaimana kalau kugunakan benda lain untuk pertaruhan ini?-"
Sambil berkata pemuda itu melepaskan sebuah batu pualam kuno berwarna hijau tua dari ikat pinggangnya, lalu diangsurkan ke muka.
Berturut-turut Tonghong-hengte yang lain pun maju untuk ikut bertaruh.
Senyuman memang masih menghiasi bibir Cian Hui tapi senyuman itu sudah lebih mirip menyengir tak terkirakan rasa gelisahnya, tak disangkanya permainan yang semula hanya bertujuan untuk meramaikan suasana ternyata telah berubah menjadi serius.
Dia melirik sekejap kelima macam benda mestika di meja itu, lalu masuk ke ruang dalam, ketika muncul kembali, ia membawa satu nampan penuh intan permata, suasana dalam ruangan jadi sepi seperti kuburan, semua orang mengalihkan perhatiannya ke arah Cian Hui dan mengikuti langkahnya setindak demi setmdak.
Di tengah keheningan itu, tiba-tiba suara gelak tertawa nyaring memecahkan kesunyian, ternyata Kim-keh Siang It-ti yang terbahak-bahak, malahan sambil memukul meja dia berteriak "Sungguh menarik, permainan ini benar-beuar menarik sekali!"
"O, jadi Siang-heng juga berminat akan pertaruhan ini?"
Air muka Cian Hui agak berubah.
"Hahaha, akan menyesal selama hidupku bila orang she Siang tidak ikut mengambil bagian dalam pertaruhan yang luar biasa ini!"
Dia menggapai ke luar, dan sana lantas masuk sembilan orang laki-laki kekar berbaju warnawarni mereka berdiri tegak di hadapan si Ayam Emas.
Kesembilan orang itu berperawakan kekar dan berotot, bersinar mata tajam, penuh semangat dan cekatan, sekalipun bukan jagoan lihai, tapi kungfu mereka tentu tidak lemah, kepada Kim-keh Siang It-ti ke sembilan orang itu memberi hormat, sedang kepada orang lain kelihaian bersikap angkuh.
Terbahak-bahaklah Kim-keh Siang It-ti "Ha haha, seperti juga kehidupanku yang serba aneh selama ini, hari ini orang she Siang juga ingin mengadakan suatu pertaruhan aneh dengan Ciancengcu."
Ia berhenti tertawa dan berpaling ke arah ke sembilan orang itu lalu bertanya dengan suara berat.
"Eh, darimanakah datangnya jiwa-raga kalian bersembilan?"
"Tubuh milik ayan emas nyawa milik avam emas, bila ayam emas ada perintah, mati seratus kali juga tidak menyesal!"
Jawab kesembilan orang itu serentak.
Cukup satu orang saja suaranya sudah nyaring, apalagi sembilan orang buka suara bersama demikian nyaringnya suara itu hingga seluruh ruangan bergetar keras, bahkan cawan dan mangkuk juga seakan-akan ikut berdentingan karena getaran itu.
Kim keh Siang It-ti kembali terbahak-bahak katanya pula.
"Taruhan yang akan kulakukan dengan Cian-cengcu ini tidak lain adalah nyawa ke sembilan orang ini."
Sin-jiu Cian Hui kaget, kawanan jago juga kaget. Di dunia ini mana ada pertaruhan seaneh ini, sementara itu Siang It li telah melanjutkan kata-katanya.
"Cian cengcu, engkau berbudi dan setia kawan, engkau juga seorang pemuka persilatan kukira orang yang bersedia jual nyawa bagi Cian cengcu tentu tidak sedikit asal kau tampilkan sembilan orang, urusan kan menjadi beres!"
Suasana dalam ruangan kembali sunyi, beratus pasang mata sama memandang Cian Hui dan ingin tahu bagaimanakah tanggapannya atas tantangan lawan.
Dengan pandangan tajam, Cian Hui mengawasi wajah kesembilan orang itu satu demi satu, dilihatnya mereka tetap tenang, tiada rasa gelisah atau takut.
Dengan dahi berkerut mendadak Liong~heng-pat-ciang Tham Beng berdiri, pelahan dihampirinya kesembilan orang itu, katanya dengan tegas.
"Jiwa manusia pemberian Thian dan tidak boleh dibuat permainan, benarkah kalian bersembilan rela mengorbankan jiwa..."
Kesembilan orang itu memandang jauh ke depan jangankan memandang si penanya, malah sikap mereka seakan-akan tak mendengar pertanyaan itu seperti juga mereka sengaja membungkam untuk menyindir sikap Tham Beng vang suka mencampuri urusan orang.
"Eh, apa yang diucapkan Tham-congpiautau tidak kalian dengar?"
Bentak Kim keh Siang It-ti Tiba-tiba ia menutulkan ujung tongkatnya melayang ke depan dan "plak-piok", suara tamparan berkumandang susul menyusup di antara berkelebatnya telapak tangan, tahu-tahu dia sudah menghadiahkan delapan belas kali tamparan keras pada muka kesembilan orang itu.
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Para jago berseru kaget, tapi kesembilan orang yang masing-masing mendapat dua kali tamparan itu bukan saja tidak berubah wajahnya, malahan serentak memberi hormat sambil menvahut "Hamba sudah mendengar!"
"Kalau sudah mendengar, mengapa tidak kalian jawab pertanyaan Tham-lopiautau itu?"
Kesembilan orang itu serentak berpaling dan memberi hormat kepada Tham Beng, lalu menyahut berbareng.
"Raja menghadiahkan kematian bagi patihnya dan sang patih tak berani hidup, ayah memerintahkan anaknya mati, anak tak berani tidak mati, Siang toako baik budi kepada kami melebihi raja dan ayah, maka kami bersembilan dengan kerelaan hati bersedia mengorbankan jiwa bagi Siang-toako"
Sepanjang mengucapkan kata-kata itu mereka bersembilan selalu membuka mulut bersama dan tutup mulut berbareng, jelas sudah terlatih dengan baik. Liong-heng-pat ciang tersenyum, dia lantas menjura kepada Siang lt-ti sambil berkata.
"Siangpangcu, maaf bila aku banyak urusan!"
Pelahan ia kembali ke tempatnya semula, diam-diam dia menghela napas sambil berpikir.
"Tak kusangka manusia yang aneh dan licik ini juga mempunyai anak buah yang rela berkorban baginya!"
Dalam pada itu si Ayam Emas tambah bangga, ditatapnya Cian Hui yang sedang termenung itu lekat-lekat, lalu katanya seraya tertawa.
"Cian-cengcu, apakah engkau sedang memaki kesembilan saudara ekor-ayamku ini terlalu goblok sehingga tidak setimpal untuk ditandingkan dengan anak buahmu?"
"Ah, perkataan Siang-pangcu terlalu berlebih-lebihan."
Cian Hui tertawa "tapi..."
"Kalau begitu,"
Potong Siang It-ti.
"biarlah cayhe suruh kesembilan ekor-ayam ini mendemonstrasikan sedikit kejelekannya di hadapan Cengcu"
Sambil berpaling dia lantas memberi tanda "Pergi sana!"
Ke sembilan orang itu mengiakan, sekejap saja seluruh halaman telah dipenuhi oleh kain warna warni yang berkeliaran kian kemari, gerakan mereka lincah seperti kupu-kupu yang terbang di antara bunga, pada mulanya kawanan jago itu menyangka ke sembilan orang itu sedang mendemonstrasikan kegesitan mereka, tapi mendadak terdengar suara bentakan, menyusul kesembilan orang ini lantas berkumpul kembali di depan ruangan, hanya di tangan pemimpin mereka telah bertambah dengan sebatang toya besi.
Bayangan mereka kembali berpisah, kesembilan orang itu memegangi ujung tongkat besi itu.
empat orang di sebelah kiri dan empat orang di sebelah kanan, ketika orang yang ada di tengah itu membentak lagi, orang-orang itu lantas membetot dan tongkat besi itupun tertarik hingga makin panjang, gemuknya berubah seperti kawat, dari sini dapat terlihat betapa hebat tenaga betotan kedelapan orang itu.
"Putus"
Bentak orang yang berada di tengah itu tiba-tiba, telapak tangannya lantas membacok ke bawah Tongkat besi yang sudah berubah seperti kawat itu seketika juga patah jadi dua.
Tepuk tangan dan sorak-sorai memuji bergema memenuhi seluruh ruangan, ke sembilan orang itu segera memberi hormat dan berjalan kembali ke hadapan Siang It-tu air muka mereka tetap tenang.
Terkesiap juga si Tangan Sakti Cian Hui, kendatipun kungfu kesembilan orang itu tergolong ilmu kasaran dan jauh kalau dibandingkan dengar jagoan lwekang, tapi ia pun menyadari bahwa anak buahnya yang bertenaga setaraf itu tak banyak jumlahnya.
Meskipun dia tinggi hati namun tak sampai keblinger, sudah tentu dia tak mau mengorbankan sembilan anak buahnya dalam suatu pertaruhan yang belum tentu ada harapan untuk menang.
Walaupun begitu ia juga harus menjaga harga diri, gengsi dan kedudukannya apalagi ditantang di depan umum, bagaimanapun juga dia tak dapat mengabaikan tantangan Kim-keh Siang It-ti yang berbau ejekan itu.
Sementara ia masih ragu-ragu, Liong-heng-bat-eiang Tham Beng berkata pula sambil tersenyum.
"Cian-cengcu, kalau engkau yakin bahwa kemenangan pasti berada pada pihakmu, sekalipun taruhan ini luar biasa, kenapa tidak kuterima tantangannya?"
Cian Hui terpojok, terpaksa ia menjawab dengan terbahak-bahak.
"Hahaha... benar, benar!"
Sambil bertepuk tangan dia lantas berpaling Yu Peng, coba keluar dan lihatkan ada berapa orang saudara kita yang mau datang kemari?"
Yu Peng, laki-laki baju hitam yang selalu berdiri di belakangnya itu segera mengiakan dan mengundurkan diri dengan air muka yang agak berubah.
Melihat itu, Kim-keh Siang It-ti terbahak-bahak "Hahaha, orang she Siang paling gemar berjudi, baru hari ini betul-betul ketemu tandingannya!"
Cian Hui tidak berkata apa-apa.
beruntun ia tenggak tiga cawan arak.
Semua orang mulai gelisah dan tak tenang, mereka ingin tahu siapakah yang akan keluar sebagai pemenang dalam taruhan itu.
Mereka pun ikut tegang bagi Cian Hui, malahan ada yang berpikir Kungfu Hui-taysianseng pasti lihay sekali, kalau tidak, Cian Sin-jiu yang cerdik masa berani bertaruh bag
Sang Ratu Tawon -- Khulung Peristiwa Burung Kenari Karya Gu Long Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung