Misteri Pulau Neraka 3
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long Bagian 3
Bayangan putih berkelebat lewat, dia lantas berlalu dari sana.
"Boanpwe pasti akan menyampaikan salam mu itu...."
Oh Put kui mengiakan sambil tertawa.
-oOdwOooOdwOoo0dw0oOdwOooOdwOoo- SUATU ancaman bencana besar, akhirnya dapat diatasi dalam suasana yang serba aneh Oh Put kui dengan pengemis pikun pun berangkat meninggalkan perkampungan Tang mo san ceng.
Kini, dalam saku pengemis pikun telah di penuhi oleh delapan ribu tahil emas murni, seakan-akan ditindih oleh delapan ton emas batangan saja, pengemis pikun dibuat selalu panik dan tak tenang.
Setelah melangkah keluar dari wilayah Lusan, Oh Put kui melanjutkan perjalanannya menuju ke timur.
Kemudian setelah melewati An hwei, menyeberangi bukit Hong san, menembusi Thian bok dan Thian tay....."
Akhirnya sampailah mereka di sebelah utara bukit Gan tang sun. Pada saat itulah, tak tahan pengemis pikun tersebut segera bertanya.
"Hei bocah muda, kita akan menuju ke rumahmu?"
Pengemis pikun jadi tertegun.
"Lantas mau apa kita datang ke bukit gan tang san ini Lok lo kita Cuma melewati tempat ini saja....."
"Jadi kita masih akan melanjutkan perjalanan?"
Pengemis pikun mulai menggaruk-garuk kepalanya.
"Tapi....jika perjalanan dilanjutkan, kita akan sampai di samudra bebas!"
"Yaaa, benar kita memang akan berpesiar ke tengah samudra..."
Kali ini, pengemis pikun benar-benar berdiri bodoh.
Bila ia disuruh pergi kemanapun, ia pasti berani untuk mendatanginya.
Tapi kalau dia disuruh pergi ke laut Tang hay...sampai matipun ia tak berani kesana.
Sebab.....
Jangankan disebutkan untuk membayarkan saja tak berani.
Pulau Neraka! Suatu nama yang betul-betul menggetarkan hati siapa pun.
Mendadak ia membalikkan badan, laau melarikan diri terbirit-birit.
Sayang gerakan tubuh Oh Put Kui jauh lebih cepat daripada gerakannya, sekali melompat tahu tahu dia sudah menghadang di hadapannya si pengemis pikun itu.
"Mau apa kau ?"
Pengemis pikun segera menjerit keras.
'bocah muda kau ingin merampas kembali uang emasmu? Nih, semuanya kukembalikan kepadamu, aku si pengemis tua memang sudah ditakdirkan miskin sepanjang hidup, mengantongi uang emas sebanyak ini Cuma akan membuat jantung berdebar hati kuatir melulu...."
Sambil berkata, ia benar-benar mengeluarkan ke empat lembar uang kertas emas itu dan disodorkan ke muka Oh Put Kui, kemudian katanya lagi .
"Bocah muda, leluhur mudaku, siau uaua ku kemana pun kau akan pergi, aku pasti akan menemanimu, tapi janganlah menyewa perahu untuk berpesiar ke lautan timur, aku si pingin tua masih pingin hidup masih pingin makan bakso, makan ayam panggang jangan kau suruh aku mengorbankan nyawaku......"
Tampaknya ia benar-benar merasa takut untuk pergi menghantar nyawa.....takut pergi mampus..... Oh Put Kui tak kuasa menahan rasa gelinya lagi, dia segera tertawa terbahak-bahak.
"Saudara Lok, mau mungkin juga percuma......."
Katanya.
"Ketika berada di perkampungan Tang mo san ceng. Kau toh bilang sendiri, kemanapun aku Oh put kui pergi, kau akan selalu mengikuti diriku....."
Pengemis pikun segera mencak-mencak macam kambing kebakaran jenggot, segera teriaknya keras-keras .
"Haaah, aku betul-betul pernah bilang begitu? Ooh Lok jin ki .......wahai lok in ki kau sungguh-sungguh seorang manusia goblok, kau betul-betul pikun seratus persen ......mengapa kau bersedia mengikuti seorang bocah keparat yang tak tahu asal usulnya untuk pergi......"
Sambil berteriak sambil melompat, akhirnya sampai air matapun turut jatuh bercucuran. Dari sakunya Oh Put Kui mengeluarkan secarik sapu tangan kumal untuk menyeka air matanya, lalu ujarnya sambil tertawa.
"Lok tua, bila sudah berjanji dengan seorang janganlah sekali kali ingkar janji, apa lagi kalau ucapan itu diutarakan oleh seorang pendekar besar yang sudah lama termasyhur seperti kau, setiap ucapannya mesti dituruti, kalau tidak tentu kau akan ditertawakan oleh semua orang yang ada dikolong langit."
Setelah berhenti sebentar, dia lantas sodorkan saputangan kumal itu kepadanya.
"Nah, sudahlah, jangan menangis terus kalau kau masih menangis saja, tentu orang akan menganggap kau sebagai pengemis pikun yang tidak pintar lagi!"
Ternyata pengemis pikun menurut sekali setelah mendengar perkataan itu, dia menerima saputangan kumal itu untuk menyeka air mata dan ingusnya.
Sebentar saja saputangan itu sudah berubah menjadi hitam pekat dan kotor sekali.
Oh Put kui mendongakkan kepalanya memeriksa keadaan cuaca, lalu dia mengambil selembar kertas uang yang bernilai seribu tahil emas, setelah itu ujarnya lagi .
"Lok tua, mari kita ke kota Giok huan sian sia lebih dulu untuk menukar selembar uang kertas emas ini!"
Pengemis pikun segera tertawa kembali sambil membuang saputangan kumal itu jauh-jauh serunya.
"Betul ! Kita mesti menukar dengan uang agar bisa dipakai untuk membeli sesaji guna menghormati kuil perut kita!"
Ketika selesai bersantap, Pengemis pikun sudah ada tujuh bagian dipengaruhi oleh arak.
Selesai membereskan rekening, Oh Put kui segera mengajak pengemis pikun keluar dari kota giok huan sia menuju ke dermaga kali ini ternyata pengemis pikun tidak menunjukkan ulahnya lagi.
Tapi setibanya di dermaga, penyakit lamanya kembali kambuh.
Sebab dia sudah melihat air samudra yang luas sedang menggulung-gulung di depan matanya.
"Bocah muda, dimanakah kita sekarang?"
Tanpa terasa pengemis konyol itu bertanya.
"Di pantai lautan timur!"
Oh Put Kui tertawa hambar.
"Mau apa datang kemari?"
"Membeli sebuah perahu dan kita akan berpesiar ke tengah samudra !"
"Jangan ..... jangan .....aku .....aku tak mau ikut .....aku tak mau turut ke tengah laut....."
Tanpa membuang waktu, dia segera putar badan dan mengambil langkah seribu...... Oh Put kui segera tertawa terbahak-bahak, dicengkeramnya tubuh pengemis itu sambil berseru.
"Tidak mau ikut? Sayang sudah terlambat Lok tua, kau wajib mengikuti diriku!"
Pengaruh arak dalam benaknya kontan rontok separuh bagian, pengemis tua kembali berkaok-kaok.
"Hei bocah munyuk, kau sudah bosan hidup?"
"Haaahhh.... haaahhh.... haaaahhhh... dalam lima puluh tahun mendatang, aku masih belum pingin mampus!"
Pemuda itu tergelak Dengan gemas pengemis pikun meludah ke tanah, sumpahnya.
"Tapi aku lihat, kau tak bakal bisa hidup melewati besok siang!"
Oh Put kui Cuma tertawa tanpa memperdulikan ocehan pengemis pikun, Cuma tangannya saja yang masih menggenggamnya kencang-kencang dan menyeretnya menuju ke dermaga untuk bertanya apakah ada perahu yang akan dijual .
Ketika pemilik-pemilik perahu itu mendengar kalau mereka hendak menuju ke lautan ditengah malam, hampir sebagian besar menolak menyewakan perahu mereka atau menjualnya kepada kedua orang itu.
Menghadapi keadaan seperti ini, mau tak mau Oh Put kui mesti berkerut kening.
Sebaliknya si pengemis pikun segera berjingkrak dan menari-nari karena kegirangan suara tertawanya yang keras hampir membelah keheningan malam yang mencekam.
"Ooh.....Lo thianya betul-betul punya mata....."
Gumannya.
"Hai bocah muda, tampak nasib aku si pengemis tua masih agak mujur, umurku masih diberkahi usia panjang."
Oh Put kui hampir tidak menggubris seruan-seruan dari pengemis pikun itu, dia masih saja berputar kian kemari disekitar dermaga sambil berusaha untuk menemukan pemilik perahu yang mungkin ingin mencari keuntungan besar.
Sesudah bersusah payah hampir setengah harian lamanya, pada akhirnya apa yang diharapkan Oh Put kui dapat tercapai juga.
Tapi ongkos sewa yang diajukan betul-betul mengejutkan hari siapa pun jua.
Untuk lima belas hari lamanya, ongkos sewa perahu itu mencapai seribu tahil emas murni.
Nilai tersebut betul-betul menjirat leher sebab berbicara menurut nilai uang waktu itu, seribu tahil emas murni bisa digunakan untuk membeli lima ratus buah sampan kecil tapi tanpa berpikir panjang, oh Put kui segera menerima tawaran gila itu.
Dia berjanji akan berangkat menuju ke samudra pada kentongan pertama malam nanti, bahkan minta kepada si nenek pemilik perahu agar mencarikan dua orang pendayung dengan ongkos yang diperhitungkan di luar beaya.
Sudah barang tentu, transaksi ini membuat si pengemis pikun sakit dan marah.
Buangkan saja, masa uang emas seribu tahil mesti diserahkan dengan begitu saja kepada orang lain? Bahkan dia masih bersedia membayar tukang pendayung di luar beaya tersebut, peraturan darimanakah yang menetapkan cara macam begitu? Makin memikir si pengemis pikun merasa makin tak karuan hatinya, tak tahan dia lantas berteriak.
"Hei bocah muda, rupanya kau jauh lebih pikun dari pada aku si pengemis tua...."
Begitu selesai berkata, dia lantas tertawa terbahak-bahak.
Ia tertawa sampai terpingkal-pingkal hingga air mata pun turut jatuh bercucuran entah apapun yang diucapkan Oh Put kui, dia masih tertawa saja tiada hentinya.
Agaknya dia seperti baru merasa kalau di dunia ini masih terdapat seorang lain yang jauh lebih pikun dari pada dirinya, maka saking gembiranya dia sampai tertawa tiada hentinya.
Ombak yang menggulung tiba dan memecah ketika menumbuk perahu, menerbitkan suara yang keras dan amat tak sedap di dengar Pengemis pikun sedang melingkar menjadi satu dan bersembunyi dalam ruangan perahu, sedangkan Oh Put kui dengan tenang berdiri di atas geladak perahu tanpa berkutik, sepasang matanya yang tajam sedang mengawasi tempat kejauhan sana, lautan luas yang dicekam oleh kegelapan.
Pendayungnya ada dua orang, seorang tua dan seorang muda.
Yang tua sudah berusia tujuh puluh tahun, berambut putih mukanya penuh keriput, mungkin karena tiap hari kerjanya berada di laut maka kulitnya hitam pekat seperti arang, tapi kekuatannya masih tetap sehat bugar.
Yang muda adalah seorang bocah lelaki berusia dua puluh tahunan, otot-otot badannya pada menonjol keluar semua, agaknya dia adalah seorang jago silat.
Sejak berada di atas perahu itu.
Oh put kui sudah menemukan kalau kedua orang pendayung itu adalah manusia-manusia luar biasa, namun dia tak ambil perduli.
Dia percaya dalam dunia persilatan dewasa ini, paling banter hanya ada tujuh delapan orang jago saja yang mampu mengancam keselamatan jiwanya.
Oleh sebab itu, dia selamanya tak pernah mengenal apa arti rasa takut itu.
Justru karena itu pula, dia baru bertekat untuk menyelidiki Pulau Neraka yang ditakuti setiap orang itu.
"Pulau Neraka disebut pula pulau bis pergi tak akan kembali......hmmm, benarkah bisa pergi tak akan kembali?"
Diam-diam dia tertawa sendiri karena geli.
Sekalipun orang lain bisa pergi tak akan kembali namun dia akan menciptakan bisa pergi bisa pula kembali.
Selamanya dia tak percaya dengan tahayul tentu saja diapun tidak percaya dengan segala macam dongeng yang tersiar dalam dunia persilatan.
Sampan cepat itu melesat dengan cepatnya ke depan, menembusi ombak yang menggulung dengan hebatnya.
Kentongan kedua sudah lewat, dari kejauhan sana nampak bayangan sebuah bukit muncul dari balik kegelapan.
Itulah sebuah pulau! Pulau neraka yang diliputi keanehan, keseraman dan kemisteriusan, perasaan Oh put kui mulai bergelora keras, dia merasakan jantungnya berdebar keras.
Pengemis pikun seperti melongokkan kepalanya dan menengok sekejap ke depan, kepalanya dan menengok sekejap ke depan kemudian seperti burung unta, cepat-cepat dia sembunyikan kembali kepalanya.
Melihat kejadian itu, Oh put kui jadi tertawa geli, pikirnya kemudian dalam hati .
"Heran, masa kau tak bisa dibandingkan dengan kedua orang nelayan ini.........? jelek- jelek kau toh seorang jagoan juga?"
Sementara itu, nelayan tua yang telah berubah itu meletakkan alat pendayungnya secara tiba-tiba, kemudian selangkah demi selangkah berjalan menuju ke geladak perahu.
"Siangkong, apakah kau hendak menuju ke Pulau neraka?"
Tegurnya kemudian. Suara teguran dari nelayan tua itu amat nyaring, lantang dan tajam didengar. Oh put kui segera manggut-manggut "Yaa, bukankah pulau itu disebut pula pulau bisa pergi tak bisa kembali...........?"
Bisiknya. Nelayan tua itu segera tertawa.
"Aaaah, itu kan sebutan orang persilatan terhadap pulau tersebut, sedang buat kami nelayan disekitar tempat ini, pulau tersebut masih tetap bernama pulau neraka!"
"Boleh aku tahu, siapa nama margamu?"
Oh put kui menegur lagi sambil tertawa hambar "Lohan she cin!"
Berkilat sepasang mata Oh put kui, sambil tertawa dia lantas berpaling seraya ujarnya.
"Apakah Cin po tiong, cin locianpwe?"
Mendadak sekujur badan nelayan tua itu bergetar keras, dengan suara gemetar sahutnya.
"Loo...... Lohan ....... lohan ....."
Tapi, bagaimana mungkin sikapnya itu bisa mengelabuhi ketajaman mata dari Oh put kui.
Disamping itu, pertanyaan langsung dari Oh put kui yang dilontarkan secara berterus terang ini justru merupakan cara yang paling jitu untuk menghadapi para jago persilatan yang enggan memberitahukan nama aslinya.
"Cin tua!"
Kembali Oh put kui berkata "Nama besarmu sebagai Tang hau hi ang nelayan sakti dari lautan timur' sudah lama kukagumi, sungguh beruntung hari ini aku bisa berkenalan dengan istrimu, bahkan mesti merepotkan pula dirimu untuk mendayung perahu buat kami, peristiwa ini boleh di bilang benar-benar merupakan suatu peristiwa besar .........."
Karena rahasianya sudah terbongkar, terpaksa kakek berambut putih itu hanya bisa tertawa getir sambil menggelengkan kepala berulang kali.
"Saudara cilik, ketajaman matamu benar-benar lihay sekali!"
Kembali Oh Put Kui tertawa "Sebenarnya persoalan ini mudah ditebak, andaikata bukan si Nelayan sakti dari lautan timur Cin po tiong siapakah yang berani keluar lautan ditengah malam buta begini?"
Dengan cepat Nelayan sakti dari lautan timur Cin po tiong manggut-manggut.
"Betul, agaknya lohu sudah lupa memikirkan persoalan ini........."
Setelah berhenti sejenak, kembali ia bertanya.
"Saudara cilik, siapa namamu?"
"Aku Oh put kui 'Oh tidak kembali!"
Dengan kening berkerut Cin Po tiong memandang sekejap ke arahnya, kemudian tanyanya lagi .
"Kau sendirikah yang memberikan nama itu kepadamu?"
"Bukan nama itu pemberian guruku!"
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Waah, kalau begitu suhu mu pastilah seorang tokoh sakti yang luar biasa sekali kata Cin po tiong setelah tertegun sejenak Oh put kui segera tertawa.
"Aaaah, dia hanya seorang pendeta gunung, maaf namanya tak dapat kusebutkan kepadamu!"
"Sudah empat kali lohu pergi kesana menyerempet bahaya...."
Tiba-tiba dia berkata lagi sambil menuding ke arah bayangan pulau ditempat kejauhan sana. Mencorong sinar tajam dari balik mata Oh put kui setelah mendengar perkataan itu, serunya cepat.
"Kau orang tua pernah kesana?"
"Belum!"
Jawaban ini cepat membuat Oh put kui kembali termangu. Agaknya Cin po tiong bisa memahami keheranan orang, mendadak dengan wajah menunjukkan rasa kaget bercampur kuatir, bisiknya leb"
"Empat kali sebelum lohu tiba di tepi itu setiap kali aku sudah dibikin kabur oleh orang karena kaget dan ngeri...."
Cin po tiong menundukkan kepalanya dan berpikir sebentar, begitu tahu kalau tiada harapan baginya untuk mengetahui hal-hal lebih detail, diapun segera tertawa "Cin tua, siapkah yang telah membunuhmu kabur dengan perasaan kaget bercampur ngeri?"
Tanya Oh put kui sambil melototkan matanya bulat-bulat . Mendengar pertanyaan tersebut, con po tiong segera menunjukkan perasaan malu dan menyesal, sahutnya setelah menghela napas panjang .
"Aaaai.......kalau dijawab yang sesungguhnya, mungkin kau tak akan percaya, pada hakekatnya lohu tak pernah menyaksikan bayangan tubuh dari orang itu!"
Tentu saja jawaban ini membuat Oh put kui tidak percaya sebab kejadian itu sama sekali tak masuk diakal. @oodwoo@
Jilid 5 BERBICARA soal ilmu silat yang dimiliki si Nelayan sakti dari lautan Timur Cin Po-tiong dalam dunia persilatan sesungguhnya kepandaiannya tidak berada di-bawah kepandaian silat para ciangbunjin dari pelbagai partai, tapi kenyataannya dia toh kena dipukul mundur oleh seseorang yang tak pernah disaksikan bayangan tubuh-nya.
Sambil menuding pulau kecil ditempat ke jauhan sana, Cin Po-tiong tertawa getir, katanya.
"Saudara cilik, sudah empat kali loohu ke sana, arah yang kuambil pun selalu berubah-ubah, tapi kejadian yang kualami selalu sama saja. kegagalan selalu menghantui diriku ..."
"Cin tua. dengan cara apakah mereka mengundurkan dirimu?"
Tanya Oh Put Kui kemudian sambil tertawa, Terlintas perasaan takut dan ngeri dalam sorot mata Cin Po-tiong, sahutnya setelah itu dengan suara dalam.
"Oleh semacam ilmu silat yang sangat aneh!"
Oh Put Kui jadi tertegun, Kalau toh dipukul mundur oleh semacam ilmu silat yang- sangat lihay, mengapa tidak nampak bayangan tubuh musuhnya ? Dengan termangu-mangu diawasinya wajah Tang-hay-ang Cin poo-tioug tanpa berkedip.
"Cin tua, yakinkah kau kalau orang itu telah memukul mundur dirimu dengan ilmu silat?"
Cin Poo-tiong mengangguk "Lohu rasa tak bakal salah lagi, memang beberapa macam ilmu silat aneh yang dipergunakan."
Oh Put Kui termenung dan berpikir sebentar, tiba-tiba katanya lagi sambil tertawa.
"Cin-tua, dapatkah kau mengisahkan kepadaku ke empat kisah pengalamanmu itu?"
Cin Poo-tiong memperhatikan sejenak lelaki yang memegang kemudi itu, kemudian memperhatikan arah anginnya, setelah dilihatnya perahu itu melaju ke depan mengikuti hembusan angin, dia baru tertawa lega.
"Saudara cilik."
Ua berkata.
"empat kali lohu kesana, empat kali pula kujumpai empat macam ilmu silat yang jarang dijumpai di dalam dunia persilatan, kalau tidak, mana aku orang she Cin sampai dipukul mundur dengan ketakutan?"
"Benar, dengan nama besar Cin tua, kepandaian silat yang biasa sudah pasti tak akan menakutkan dirimu."
"Ucapan itu segera mengejutkan hati Cin Poo-tiong. Sekulum senyumanpun segera menghias wajahnya yang tua .
"Pertama kali datang kemari, baru saja perahu lohu mencapai jarak sejauh tiga kaki dari pantai ...,...."
"Dari jarak sejauh ini, seharusnya kau dapat melompat naik keatas pantai."
Kata Oh Put Kui sambil tertawa.
"Tidak bisa,"
Sahut kakek itu tersenyum.
"Bila lohu sampai melompat kedarat dan tiba-tiba disergap, bisa jadi aku akan tewas seketika itu juga "
Oh Put Kui segera manggut-manggut.
"Yaa, betul, kewaspadaan memang perlu ditingkatkan !"
"itulah sebabnya, lohu segera mengincar umpat pendaratan yang paling baik serta mendayung sampai menuju kesasaran, siapa tahu pada saat itulah mendadak dari pulau berkumandang suara nyanyian yang keras sekali."
"Hmmm, kalau begitu diatas pulau tersebut benar-benar ada penghuninya."
Ucap Oh Put Kui sambil manggut- manggut.
"Tentu saja ada penghuninya ! Cuma ilmu silat yang mereka miliki sudah mencapai tarap yang amat tinggi."
Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan "Baru saja lohu tertegun karena mendengar suara nyanyian itu, mendadak badanku terasa lemas dan kesadaranku menjadi hilang, lalu tergeletaklah aku diatas perahu, Ketika mendusin kembali, perahu itu sudah berapa li meninggalkan pulau !"
"0ooh..., sungguh tak kusangka ,."
Setelah berhenti sebentar pemuda itu melanjutkan.
"Cin tua, apakah kedua kalinya kau pun dipukul mundur oleh suara nyanyian itu?"
Cin Poo-tiong menggeleng.
"Sewaktu datang lagi untuk kedua kalinya, lohu telah memperhatikan keanehan dari suara nyanyian tersebut, oleh sebab itu hawa murniku selalu kuhimpun untuk melindungi pikiran dan perasaan."
Tiba-tiba ia menghela napas dan membungkam.
"Mengapa tidak kau lanjutkan ceritamu?"
Tanya Oh Put Kui kemudian sambil tertawa. Cin Poo-tiong menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Aaaai, lohu tak pernah menyangka kalau dunia persilatan terdapat seorang jago yang begitu lihay."
Setelah menghela napas dengan suara rendah, lanjutnya.
"Waktu itu lohu hanya teringat untuk melindungi jantungku dan pikiranku, tapi teledor untuk berwas-was terhadap datangnya serangan langsung.
"Kau berhasil menyaksikan pihak lawan?"
"Tidak, aku tidak berhasil menjumpainya,"
Kakek itu menggeleng.
"Tapi tenaga pukulan yang begitu dahsyatnya itu benar-benar belum pernah menjumpai sebelumnya."
"Kalau begitu kau kena dilukai."
"Terluka sih tidak, Cuma serangan lawan yang dilancarkan dari jarak sepuluh kaki itu ternyata bisa menghajar telak jalan darah pingsan di tubuh lohu, kenyataan ini bila tidak kualami sendiri, memangnya lohu bisa dibikin percaya?"
"Irama seruling itu memiliki kesanggupan untuk membetot sukma, sebab itu walaupun lohu telah melindungi jantung dan pikiranku, namun tak dapat melindungi sukma sendiri, akhirnya aku pingsanketika berada lima kaki dari pantai."
"Bagaimana dengan pengalamanmu yang keempat kalinya?"
Pemuda itu tertawa hambar. Keadaanku makin parah dalam kesempatan yang keempat kalinya itu!"
Perasaan ngeri kembali terlintas diwajahnya.
"Masa di dunia ini masih terdapat ilmu silat lain yang jauh lebih lihay dari pada ke tiga macam kepandaian tersebut?"
Kakek itu manggut-manggut.
"Yaa, ke empat kalinya datang kesana, lohu telah dihadapkan dengan ilmu pedang terbang seperti apa yang sering kita dengar."
"Sungguh?"
Tampaknya ilmu pedang terbang itu cukup menarik perhatian serta kegembiraan Oh Put Kui.
"Masa ilmu pedang terbang yang sudah lama punah dari dunia persilatan itu bisa mun cuI kembali disini?"
Katanya lebih jauh.
"Siapa bilang tidak? waktu itu perahu lohu berada dua puluh kaki jauhnya, tapi aku telah bertemu dengan..."
Sambil menggelengkan kepala pemuda itu menghela napas panjang.
"Waaah tenaga serangan ilmu pedang terbang itu sangat kuat, buktinya dapat mencapai kejauhan dua puluh kaki lebih!"
Selanya.
"Yaa, benar. Kalau dihitung dari jarak antara pantai dengan perahu yang lohu tumpangi, jaraknya memang dua puluh kaki, tapi kalau dihitung dari tempat persembunyian orang itu, sesungguhnya jarak tersebut mencapai dua puluh lima kaki lebih."
"Cin tua, apakah kau terluka?"
Pemuda itu menaruh rasa kuatirnya. Cin Poo-tiong segera menggeleng.
"Tidak, aku tak sampai terluka, sejak ketika lohu saksikan ada sekilas cahaya tajam menyambar datang dari pantai, pada mulanya kukira sebangsa senjata rahasia dalam ukuran besar, maka kuangkat dayangku untuk menangkis."
"Delapan puluh persen dayungmu lantas patah dan hancur berkeping-keping."
Entah sedari kapan, ternyata sipengemis pikun telah duduk pula disitu sambil menimbrung. Cin Poo tiong berpaling dan memandang pengemis itu sekejap, kemudian sambil tertawa ia manggut-manggut.
"Perkataan saudara Lok memang benar, dayung besi ini seketika hancur dan jadi beberapa keping."
"Hei, kau kenal dengan aku si pengemis tua?"
Tiba-tiba pengemis pikun itu berteriak.
"Haaaa... haaa... haaa... saudara Lok, salahmu sendiri mempunyai tampang sejelek ini, tampangmu itulah yang telah membocorkan asal-usulmu."
"Ooh... kalau begitu aku si pengemis tua perlu menyaru untuk merahasiakan wajahku."
Oh Put Kui turut tertwa, katanya.
"Lok tua, asal perbuatan seorang lelaki sejati tulus dan jujur, mengapa takut dikenali orang?"
Mendengar perkataan itu, pengemis pikun segera bertepuk tangan sambil bersorak sorai.
"Hei bocah keparat, kau benar-benar cacing dalam perutku, apa saja yang kupikir, kau selalu dapat menebaknya dengan jitu..."
Oh Put Kui tersenyum, tiba-tiba katanya kepada Cin Poo- tiong.
"Cin tua, setelah dayung itu patah, apakah hawa pedang itu mengundurkan diri dari situ?"
"Tenaga dalam yang dimiliki orang itu sangat lihay, setelah dayung itu patah, cahaya bianglala yang memancarkan sinar tajam itu segera berputar sebanyak sepuluh kali lingkaran diatas udara tepat diatus perahuku."
"Ooh, sungguh hebat!"
Paras muka Oh Put Kui turut berubah hebat. Tiba-tiba saja dia menjumpai kalau tenaga dalam yang dimiliki si pelepas pedang terbang itu hampir setaraf dengan tenaga dalam yang dimiliki gurunya.
"Sejak lohu tahu kalau jago lihay yang menghuni di atas pulau itu ternyata memiliki ilmu silat yang begitu lihay, lohu tak pernah lagi datang kemari untuk melakukan pengintaian!"
"Yaa, memang tidak perlu lagi!"
Oh Put Kui mengangguk sambil tersenyum pelan.
"Mengapa? Takut mati?"
Tiba-tiba sipengemis pikun menyela. Oh Put Kui ikut tertawa.
"Bukan begitu, kita sudah tahu kalau orang yang menghuni diatas pulau itu memiliki ilmu silat yang sangat lihay, umat persilatan didaratan Tionggoan pun sudah tiada yang sanggup untuk menandinginya Iagi, jika mereka berhasrat untuk mencelakai dunia persilatan, siapakah yang sanggup membendung kekuatannya?"
"Tentu tak ada yang sanggup, sekalipun kau si bocah muda juga tak mampu!"
Sembari berkata, pengemis pikun segera mendongakkan kepalanya sambil membusungkan dada, seolah-olah orang yang melepaskan serangan dengan pedang terbang itu adalah dia. Oh Put Kui kembali tertawa.
"Diantara para jago lihay dunia persilatan yang datang menyelidiki pulau ini, kecuali sampah-sampah masyarakat yang mempunyai maksud tertentu, terdapat pula manusia seperti Cin tayhiap, tapi tujuan dari manusia semacam Cin tayhiap ini bermaksud lain bukan? Tentu tujuan Cin tayhiap kemari hanya untuk mengetahui apakah penghuni pulau ini orang jahat atau orang baik."
Cin Poo-tiong cuma tertawa sambil manggut-manggut. Sebaliknya sipengemis pikun segera berseru sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Aku rasa sudah pasti mereka bukan manusia jahat atau iblis bengis, kalau tidak, mana makhluk tua ini masih bisa hidup sampai sekarang."
"ltulah dia, kalau toh penghuni pulau itu bukan manusia bengis atau iblis buas, mengapa Cin tua mesti pergi kesana untuk mengganggu ketenangan orang ini?"
Dengan cepat pengemis pikun melompat bangun, teriaknya.
"Tepat sekali! Aku sipengemis setuju sekali dengan pendapat itu, nah mari kita pulang saja."
Kalau dibilang pikun, ternyata pengemis ini hebat juga, ternyata dia hendak menggunakan alasan tersebut untuk menutupi rasa takutnya guna berkunjung ke pulau Neraka.
"Tidak! Kita masih tetap akan melanjutkan rencana kita,"
Tukas Oh Put Kui sambil tertawa. Kontan saja pengemis pikun melotot besar, bentaknya.
"Bocah keparat, apakah kau tidak kuatir kedatanganmu itu akan mengganggu ketenangan orang?"
"Haaahhh..,haaahhh... haaahhh... Lok tua, tujuanku kesitu tak lain hanya ingin mematahkan julukan pulau tersebut sebagai pulau yang bisa didatangi tak bisa ditinggalkan."
Tiba-tiba pengemis pikun naik darah, teriaknya.
"Hmm, mana mungkin kan bisa mematahkan julukan bisa pergi tak akan kembali itu? Sudah jelas hendak pergi menghantar kematian, aku kena diseret juga untuk menghantar nyawa..."
"Lok tua, bila kau tak ingin kesitu, aku-pun tak akan memaksamu."
Ujar pemuda itu kemudian sambil tertawa. Ucapan ini sangat menggirangkan hati si pengemis pikun itu, jeritnya segera.
"Benarkah itu? Bagus, sekarang juga aku si pengemis tua akan pergi..."
Tanpa banyak membuang waktu, dia segera membalikkan badan dan lari dari situ.
Tapi, berapa jauhkah dia bisa lari diatas perahu yang begini kecil bentuknya itu? Memandang lautan yang luas dan gelap gulita, pengemis tua i!u kontan saja berdiri bodoh.
Lama sekali dia tertegun, akhirnya baru meraung keras sambil membalikkan badannya.
"Bocah keparat, nampaknya mau tak mau selembar nyawaku mesti kuserahkan kepadamu."
"Aaah, jangan, aku tak berani menerima penyerahan itu,"
Kata Oh Put Kui tertawa.
"pokoknya asal kau bisa merenangi samudra seluas puluhan li ini, silahkan kau pergi sesuka hatimu sendiri, kalau tetap tinggal di-sini, berarti kaulah yang bersedia sendiri untuk ikut bersamaku."
Hampir meledak dada pengemis pikun itu setelah mendengar perkataan tersebut.
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tapi..apa lagi yang bisa dia lakukan ditengah samudra luas yang tak bertepian itu? Yaa, kecuali membelalakkan matanya lebar-lebar sambil mendepakkan kakinya ke tanah, ia bisa berbuat apa? Mampukah dia renangi samudra yang begini luasnya itu? Mungkin sampai penitisan mendatangpun dia tak akan berani mengucapkan sesumbarnya.
Oh Put Kui sama sekali tidak berpaling.
Hal ini bukan dikarenakan dia berhati dingin atau segan untuk berbicara lagi dengan pengemis itu, sebaliknya karena tahu akan watak si pengemis aneh yang angin-anginan dan pikun itu.
Bila ia memanasi hatinya terus menerus, maka akhirnya pasti akan membuat hatinya tak senang hati.
Jangan dilihat si pengemis pikun sedang mendepak depakkan kakinya dengan kheki sekarang, padahal dalam hati kecilnya dia amat mengagumi kecerdasan Oh Put Kui.
-oOdwOo0dw0oOdwOo- Kini perahu yang mereka tumpangi sudah berada setengah li dari pulau Neraka.
Dengan suara rendah Cin Poo-tiong lantas berbisik kepada Oh Put Kui.
"Saudara cilik, kita harus mulai berhati-hati "
Oh Put Kui tertawa.
"Kecuali ilmu pedang terbang tersebut yang mungkin akan memusingkan kepalaku, soal beberapa macam kepandaian yang lain tentu tak akan pengaruh mempengaruhi kesadaran, aku rasa belum mampu untuk mengapa-apakan diriku "
Tentu saja Cin Poo-tiong kurang percaya dengan pernyataan tersebut. Hanya saja hal itu tidak diutarakan secara berterus terang, hanya katanya seraya tertawa.
"Saudara cilik, kau mungkin saja tidak takut, tapi kami bertiga toh tak akan mampu untuk mempertahankan diri!"
Oh Put Kui segera tertawa hambar.
"Luas sampan ini paling cuma dua kaki, aku percaya masih mampu untuk melindungi keselamatan kalian bertiga agar tak sampai menderita kerugian apa-apa."
Berbicara sampai disitu, mendadak dia membungkam diri dan tidak berbicara lagi. Cin Poo-tiong menjadi amat terkejut setelah menyaksikan keadaan sianak muda itu, cepat tanyanya .
"Saudara cilik, kenapa kau?"
"Tiba-tiba saja aku teringat oleh kawanan jago yang berada di pulau ini bukan manusia jahat yang berhati bengis "
Kata Oh Put Kui sambil mendongakkan kepala.
"Ya betul, kalau tidak, masa kawanan jago persilatan yang berani datang kemari hanya dibikin ketakutan saja agar mundur sendiri?"
"Aku jadi berpikir-pikir, andaikata sampai terjadi pertarungan lantas apa yang mesti kulakukan?"
Diam-diam Cin Poo-tiong mengangguk setelah merenung sebentar jawabnya.
"Saudara cilik, apakah kau takut kalau sampai salah melancarkan serangan hingga melukainya?"
"Bukan dia, melainkan mereka..."
"Saudara cilik, kau menganggap diatas pulau itu berpenghuni lebih dari satu orang?"
Cin Poo-tiong ikut tertawa.
"Tentu saja bukan cuma satu orang,"
Jawab Oh Put-kui.
"kalau cuma satu orang saja, mengapa dia baru pada kesempatan yang ke empat baru menggunakan ilmu pedang terbang untuk menakut-nakuti dirimu?"
"Yaa, betul juga perkataan saudara cilik...."
Cin Poo-tiong tertawa. Setelah merenung sebentar, kembali ujarnya.
"Padahal kau juga tak usah merasa sedih, andaikata kita dapat naik ke atas darat, kalau bisa berusahalah untuk saling bersua muka dengan pihak lawan..."
"Yaa, terpaksa kita memang harus berbuat demikian."
Sementara pembicaraan masih berlangsung, perahu kecil itu sudah berada lebih kurang sepuluh kaki dari tepi pantai.
Sementara itu, pengemis pikun sudah ngeloyor pergi dari buritan perahu menuju ke-depan.
geladak dan menyembunyikan diri dibelakang Oh Put Kui, tampaknya dia hendak mempergunakan si anak muda itu sebagai tamengnya.
Sudah barang tentu Oh Put Kui mengetahui akan hal ini, tapi ia justru berlagak seakan-akan tidak tahu.
Dalam pada itu perahu yang mereka tumpangi makin lama semakin mendekat, dari jarak sembilan kaki menjadi delapan kaki....
jaraknya semakin lama semakin menjadi pendek.
Tapi suasana diatas pulau itu masih tetap hening, sepi dan tak kedengaran sedikit sua rapun, sedemikian sepinya sampai semua orang yang berada didalam perahu dapat mendengarkan debaran jantung masing-masing, sementara itu jarak dengan pulau itu sudah makin pendek lagi, enam kaki sudah dilampaui kini makin mendekati jarak lima kaki...
empat kaki...
Si nelayan sakti dari lautan timur Cin Poo tiong telah menyelinap kcburitan perahu dan menggantikan pemuda kekar tersebut untuk memegang kemudi, sementara pemuda itu sendiri mengambil sebatang gala panjang dan bersiap-siap untuk mendekati pantai.
Kini jaraknya tinggal tiga kaki...
dua kaki Makin lama pulau itu makin dekat, namun tiada sesuatu kejadian apapun yang berlangsung didepan mata.
Segala sesuatunya tetap hening, sepi tak kedengaran suara pun, selain gulungan ombak yang memecah kepantai, tiada gerakan apapun yang kerja disana.
-oOdwOo0dw0oOdwOo- Oh Put Kui nampak agak tertegun oleh kejadian tersebut, apa yang terjadi didepan mata benar-benar berada diluar dugaannya, Cin Poo-tiong paling tercengang oleh kejadian tcrsebut, dia sampai termangu-mangu dibuatnya.
Tampaknya perahu itu segera akan mendekati tepi pantai berkarang, kini jaraknya sudah tinggal satu kaki.
Mendadak...
Dalam suasana yang penuh ketegangan tersebut, dan tengah udara berkumandang suara petikan harpa yang amat keras dan memekikkan telinga.
Begitu suara harpa tersebut berkumandang, empat orang yang berada dalam perahu segera merasakan suatu getarakan keras didalam hati mereka.
Malahan pemuda yang membawa gala panjang sambil mempersiapkan pendaratan itu hampir saja terjungkal kedalam laut.
Oh Put Kui tertawa hambar, tiba-tiba sepasang tangannya dirangkapkan didepan dada, lalu sambil memejamkan matanya dia berdiri tenang.
Segulung bau harum yang menyejukkan dengan cepat menyebar keempat penjuru, demikian sedapnya bau itu membuat semangat orang serasa berkobar kembali.
Thian-Iiong-sian-kang memang terbukti merupakan suatu Kepandaian maha sakti dari dunia persilatan.
Nelayan sakti dari lautan timur Cin Poo-tiong, si pengemis pikun Lok Jin Ki dan pemuda kekar yang berada diatas perahu, sesungguhnya sudah terpengaruh oleh getaran keras itu sehingga kesadarannya hampir lenyap, tapi begitu Oh Put Kui mengerahkan tenaga murninya, seketika itu juga mereka jadi segar dan sadar kembali.
Dengan perasaan terkejut si Nelayan sakti dari lautan timur segera menghela napas panjang, katanya.
"Saudara cilik, mau tak mau lohu mesti merasa kagum sekali atas kemampuanmu..."
Sekarang perahu mereka sudah merapat dengan daratan.
Bersamaan dengan merapatnya perahu tersebut dengan pantai, tiba-tiba saja suara harpa itu terhenti sama sekali.
Tak lama kemudian, dari arah pantai sana berkumandanglah suara pekikan panjang yang amat keras.
Oh Put Kui memandang sekejap rekan-rekannya, kemudian berkata sambil tertawa.
"Mari kita bersama-sama naik ke darat!"
Nelayan sakti dari lautan timur segera meninggalkan beberapa pesan kepada pemuda kekar itu, kemudian dengan mengikuti dibelakang Oh Put-kui serta pengemis pikun Lok Jin-ki, dia melompat naik keatas daratan.
Ternyata pulau tersebut merupakan sebuah pulau karang yang penuh dengan batuan tajam, Ketiga orang itu memperhatikan sekejap suasana disekeiiling tempat itu, sekarang mereka baru tahu kalau tempat itu merupakan sebuah tanah datar yang berbentuk dari batuan karang yang datang, luasnya mencapai beberapa hektar.
Jarak antara tanah datar tersebut dengan permukaan laut kurang lebih mencapai tiga kaki.
Oh Put-kui segera memberi tanda, dan ke tiga orang itupun bersama-sama, melompat naik keatas tanah datar tadi.
Setelah berada di atas tempat itu, mereka bertiga baru merasa terkejut sekali.
Ternyata disana duduknya manusia yang berbaju aneka, bahkan bukan cuma satu orang saja.
Lebih kurang beberapa kaki dihadapan ke tiga orang itu duduklah berjajar tujuh orang kakek.
Oh Put-kui segera berkerut kening, kemudian sambil menjura dan tertawa katanya.
"Baik-baikkah kalian bertujuh, orang tua? aku dan rekan- rekanku telah datang mengganggu ditengah malam buta begini. harap kehadiran kami bisa dimaafkan."
Ke tujuh orang kakek itu saling berpandangan sekejap, kemudian bersama-sama mengangguk. Dibagian tengah duduklah seorang kakek yang tinggi besar, sambil mengerutkan keningnya yang licin dan tertawa ramah, dia menegur.
"Hei bocah, siapa namamu?"
"Aku bernama Oh Put-kui"
Sementara itu, kakek berwajah kuning berambut putih sepanjang bahu yang duduk disamping kakek tinggi besar itu sudah mengawasi terus jago muda kita dengan seksama sejak Oh Put-kui munculkan diri dihadapan mereka.
Apalagi ketika mendengar Oh Put-kui mengutarakan namanya, tampak sekujur badan nya bergetar keras.
Dengan sorot mata yang lebih tajam dia mengawasi wajah anak muda itu makin tak berkedip...
Kakek yang tinggi besar itu segera tertawa, ujarnya.
"Wahai bocah ciIik, siapakah yang telah mewariskan ilmu silat kepadamu? Mengapa kau tidak takut irama Liat-sim-kim-im (irama harpa perctak hati) dari Mi Sim-kui-to, Kim-tiong seng- jiu (."tosu setan pembingung hati, tangan sakti pemain harpa) ? Jarang sekali kujumpai manusia yang berkemampuan seperti ini."
Mendengar pertanyaan tersebut, Oh Put Kui segera tertawa hambar.
"Suhuku hanya seorang yang sudah mengasingkan diri dari keramaian dunia, sekalipun diucapkan belum tentu ada berapa orang yang mengenalnya, oleh karena itu kumohon maaf kepada kakek bertujuh bila aku tak mampu menjawab pertanyaan ini,"
Kakek tinggi besar itu segera berpaling kearah seorang hwesio gemuk yang duduk diurutan ke empat darinya, kemudian tegurnya sambil tertawa.
"Hei, hwesio ! Apakah kau sudah dapat menduga asal perguruan dari si bocah cilik ini ?"
Hwesio gemuk berjubah merah itu segera tertawa lebar.
"Menurut dugaan lolap, kemungkinan besar Siau-sicu ini adalah muridnya Thian liong!"
"Aaaah... masa Thian-liong Sang-jin juga menerima murid?"
Kata si kakek tinggi besar sambil tertawa.
"Yaaa, ilmu sakti naga langit memang tidak sepantasnya lenyap dari peredaran dunia..."
Sementara itu, seorang tojin berbaju hitam yang duduk diurutan ke enam menimbrung pula sambil tertawa.
"Saudara Ku, apa yang diucapkan Jian-gi memang betul, kepandaian yang dipergunakan bocah itu untuk melawan Liat sim kim-im dari pinto tadi tak lain adalah Thian-liong-sian- kang!"
Kakek tinggi besar she Ku itu segera tertawa terbahak- bahak.
"Haaahhh....haaahhh... haaahh... bocah cilik, kau pandai mempergunakan ilmu Thian liong sian kang, sudah pasti kau adalah muridnya Thian-Iiong Sang-jin! Entah ada urusan apa, malam-malam begini kau datang berkunjung ke pulau kami?"
Walaupun Oh Put Kui sudah mendengarkan pembicaraan dari beberapa orang kakek Itu, namua dia tidak merasakan sesuatu yang aneh, berbeda halnya dengan si pengemis pikun Lok-jin-ki serta si Nelayan sakti dari lautan timur Cin Poo- tiong.
Tiba-tiba saja paras muka mereka berdua berubah hebat sekali, perasaan ngeri dan segan segera menguasai seluruh benak...
Sekalipun mereka baru mendengar dua sebutan nama dari si tosu dan si pendeta yang hadir disana, namun dari nama Mi-sim-kui to (tosu setan pembingung hati) serta Jin-gi siansu, tanpa terasa mereka pun terbayang pula akan nama-nama dari lima orang sisanya...
Apalagi sesudah mereka mendengar panggilan "saudara Ku"
Yang diucapkan si tosu tua terhadap kakek tinggi besar itu, hal mana semakin membuktikan kalau apa yang diduga mereka berdua dalam hatinya sedikitpun tidak meleset.
Pengemis pikun segera mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap kearah Cin Poo-tiong, kemudian bisiknya dengan suara lirih.
"Bu-lim-jit-sat kah mereka?"
Cin Poo-tiong segera manggut-manggut sambil menyahut dengan suara amat lirih.
"Yaa, betuI, mereka juga disebut Bu-lim- jit-seng ( tujuh malaikat dari dunia persilatan)."
Kalau ditinjau dan orang-orang yang kebanyakan mati ditangan mereka merupakan manusia-manusia berhati busuk dan berdosa besar, ketujuh orang itu memang pantas kalau dipanggil sebagai Jit seng ( tujuh malaikat ) cuma kalau dilihat dari cara mereka melakukan pembunuhan secara kejam dan brutal .."
Belum habis ucapan tersebut diselesaikan nelayan sakti dari lautan timur telah menukas sambil berbisik.
"Hei, pengemis, tahukah kau siapa yang duduk pada urutan yang kelima itu ?"
Dengan cepat pengemis pikun memperhatikan sekejap kakek yang duduk diurutan kelima, kemudian sahutnya.
"Orang itu berwajah merah, dibawah dagu tiada jenggot sementara sorot matanya tajam bagaikan sembilu, delapan puluh persen orang itu adalah Toan-kiam-huang-seng ( si latah berpedang kutung ) Liong Siau-thian!"
"Yaa, benar, memang dia,"
Nelayan sakti dari lautan timur manggut-manggut.
"sedari tadi dia terus menerus melototi kita berdua.
"Benarkah itu ? Waaah kalau begitu aku sipengemis tak akan mengajakmu untuk bercakap-cakap lagi, aku benar- benar tak berani mengusik dirinya..."
Berbicara sampai disitu, pengemis pikun tersebut benar- benar menutup mulutnya rapat-rapat dan tidak berbicara lagi. Sementara itu, Oh Put Kui sedang berbincang bincang dengan ketujuh orang kakek tersebut.
"Umat persilatan telah menghadiahkan nama PuIau neraka atau Pulau bisa pergi tak akan kembali untuk pulau kecil yang kalian bertujuh huni ini, merekapun menganggap kalian bertujuh sebagai iblis-iblis bengis yang kerjanya raenteror serta membunuhi umat persilatan secara keji dan brutal."
Baru saja ia berbicara sampai disitu, sastrawan berkepala uban berjubah kuning yang duduk diurutan ketiga mendadak mendengus dingin. Oh Put Kui segera memandang sekejap kearahnya, namun dengan tenang kembali dia berkata lebih jauh.
"Aku kurang percaya terhadap kabar berita yang tersiar dalam dunia persilatan itu maka aku sengaja datang kemari, pikirku bila kalian bertujuh benar-benar adalah kaum iblis keji, mengapa pula kalian baru akan membunuh orang hanya bila ada di pulau ini saja?"
Kakek pendek berbaju merah berambut putih yang duduk dipaling ujung, tiba-tiba tertawa tergelak.
"Haaahhh haaahhh haaahhh bocah cilik, kau anggap kami sudah membunuh banyak orang diatas pulau ini?"
"Aku sih tidak percaya!"
Oh Put Kui tertawa.
"Haaahhh haaahhh haaahhh bocah, kalau toh kau tidak percaya maka bagaimana dengan penjelasanmu tentang.
"Bisa pergi tak akan kembali"
Tersebut ?"
"ltulah tujuan dari kedatanganku kali ini!"
Mendadak sastrawan berambut putih yang diurutan ketiga itu tertawa dingin.
"Hmmm, kau hendak menggunakan gerak-gerikmu sendiri sebagai bukti?"
"Yaa, benar! Aku memang mempunyai maksud begitu."
"Sunggah bersemangat! Tampaknya loohu sekalian bertujuh harus memenuhi keinginanmu itu..."
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mendadak kakek tinggi besar yang menjadi pemimpin mereka itu tertawa nyaring. Oh Put Kui sama sekali tidak terpengaruh oleh suara tertawa itu, katanya pelan.
"Aku tidak mengarapkan bantuan dari cianpwee sekalian untuk memenuhi keinginanku itu, setelah aku bisa datang kemari, tentu bisa pergi pula meninggalkan tempat ini, cuma julukan pulau neraka ini sebagai Bisa pergi tak akan kembali pun mesti dirubah."
Kakek tinggi besar itu menghentikan tertawanya, lalu dengan wajah serius berkata.
"Sebenarnya pulau ini mempunyai nama sendiri"
"Ooh, benarkah itu? Sayang umat persilatan tiada yang tahu akan hal ini!"
Kakek tinggi besar itu tertawa.
"Pulau kecil yang tak bernama ini, sejak delapan belas tahun berselang, yaitu semenjak lohu sekalian berdiam disini telah diberi nama, dan nama itupun telah kami abadikan diatas sebuah tugu!"
"Apa nama pulau ini?"
"Jit-hu-to"
"Pulau tujuh kesepian?"
Tiba-tiba Oh Put kui merasakan sesuatu perasaan yang sangat aneh sekali. Tanpa terasa dia memiliki kembali kearah ke tujuh orang kakek tersebut.
"Tujuh orang kakek yang hidup menyendiri kesepian, memberi nama pulau tujuh kesepian untuk pulau yang dihuni, ehmm! Nama tersebut memang sesuai sekali!"
Walaupun daIam hati kecilnya dia berpikir demikian, diluaran katanya segera.
"Pulau tujuh kesepian memang merupakan nama yang amat bagus, sekembalinya ke daratan Tionggoan nanti, pasti akan ku umumkan hal ini kepada segenap umat persilatan di dunia, agar mareka jangan menaruh perasaan salah paham lagi... Belum habis dia berkata mendadak seseorangg telah menukas sambiI tertawa.
"Sekalipun mereka salah paham kepada kami, apa pula yang bisa mereka lakukan terhadap lohu ?"
Orang yang berbicara kali ini adalah seorang kakek tanpa jenggot yang duduk di urutan kelima. Oh Put Kui memandang sekejap ke arahnya kemudian berkata lagi sambiI tertawa.
"Apakah kau amat benci terhadap Umat persilatan?"
Kakek tak berjenggot ini tak lain adalah Toan-kim huan- seng "si Latah berpedang kutung"
Liong Siau-thian yang disinggung pengemis tadi, diantara malaikat dunia persilatan dialah orang yang paling angkuh dan latah.
Ucapan dari Oh Put kui tersebut, bagaimana mungkin bisa diterima dengan begitu saja? Kontan dia tertawa dingin, sambil mengeraskan suaranya, kembali kakek itu berkata dengan Iatah? "Bocah keparat, kan anggap lohu suka dengan gentong- gentong nasi tersebut? Hmm, mencari nama, merebut kedudukan pada hakekatnya sama sekali tidak berbau kemanusiaan...."
Belum habis dia berkata, si hwesio gemuk telah menyela sambil tertawa.
"Liong sicu, sedikitlah menahan diri dalam berbicara, watak Liong-te dari dulu sampai sekarang masih saja berangasan sedikitpun tidak berubah!"
Sambung kakek tinggi besar itu.. Setelah berhenti sebentar, diapun bertanya kepada Oh Put- kui.
"Bocah cilik, apakah kedatanganmu kemari atas perintah dari orang lain?"
Oh Put kui segera tertawa keras.
"Dalam dunia persilatan masih belum ada orang yang pantas untuk memberi perintah kepadaku."
Sesudah berhenti sebentar, tiba-tiba ia berpaling dan memandang sekejap ke arah pengemis pikun, kemudian katanya lebih jauh.
"Aku amat sedikit berkenalan dengan orang-orang persilatan didaratan Tionggoan..."
Ucapnya tersebut dengan cepat membuat wajah ketujuh orang kakek itu berseri, sorot mata merekapun memancarkan sinar aneh.
Kakek kurus berwajah penyakitan yang duduk di urutan kedua dan selama ini hanya membungkam terus itu, mendadak tersenyum dan berkata.
"Nak, apakah orang tuamu juga jago kenamaan dari dunia persilatan ?"
Mendengar pertanyaan itu, tiba-tiba saja paras muka Oh Put-kui berubah menjadi amat sedih.
Dengan cepat dia menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya setelah menghela napas panjang.
Kalau dibicarakan sebenarnya memalukan sekali! Hingga tahun iai, walaupun aku telah dua puluh tahunan namun belum pernah kuketahui siapakah orang tuaku.
Untuk itu, harap cianpwe bertujuh jangan mentertawakan !"
Sekiias perubahan yang sangat aneh segera melintas diatas wajah kakek ceking tanyanya lagi.
"Apakah gurumu tak pernah memberitahukan soal ini kepadamu?"
"lnsu tak pernah mau memberitahukan hal tersebut kepadaku!"
"Apakah sejak kecil kau dibesarkan oleh gurumu?"
Kembali kakek ceking itu tertawa.
"Tampaknya memang begitu!"
"Nak, mengapa jawabanmu tidak meyakinkan?"
Tampaknya Oh Put-kui menaruh kesan yang baik terhadap kakek ceking tersebut, dengan wajah termangu dia memperhatikan kakek itu beberapa saat lamanya, kemudian sambil tertawa dia berkata.
"Aku seakan-akan teringat pernah berdiam selama beberapa waktu didalam sebuah gedung yang amat besar!"
"Ooh masih ingatkah kau nak, siapakah tuan rumah dari gedung tersebut.?"
Dengan cepat Oh Put-kui menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Waktu itu aku sedang belajar berbicara, jadi aku benar- benar tak bisa mengingatnya secara jelas."
Kakek ceking itu nampak seperti amat kecewa, dia menghela napas panjang. Untuk beberapa saat lamanya dia tidak berbicara lagi. Tiba-tiba tojin berbaju hitam itu tertawa, katanya.
"Saudara Oh, kau tak usah memikirkan lagi, jika takdir sudah menghendak demikian apakah kau dapat merubahnya secara paksa? Andaikata dia akan kembali, sedari dulu dia sudah kembali..."
Kakek ceking itu segera tertawa getir.
"Lohu cukup memahami teori tersebut, cuma..."
Tertawa getir dari si kakek itu mendadak berubah menjadi suara sesenggukan yang tertahan. Oh Put-kui menjadi tak tega menyaksikan kejadian seperti itu, tanpa terasa segera serunya.
"Locianpwe, mengapa kau bersedih hati?"
"Nak, ketika lohu menjumpai dirimu, tanpa terasa aku jadi teringat dengan putraku yang sudah lenyap amat lama."
"Kini putramu berada dimana?"
Tanya 0h-Put-kui sambil tertawa, Dangan cepat kakek ceking itu menggeleng "Seandainya lohu tahu, tak akan begini sedih hatiku!"
Kembali Oh Put-kui tertawa.
"Locianpwe! beritahukan kepadaku siapa nama putramu itu, sekembalinya kedaratan pasti akan kucari putramu itu dan menyuruhnya datang kemari untuk menjumpaimu."
"Anak baik, lohu mengucapkan banyak terima kasih dulu atas kesediaanmu itu!"
Kakek ceking itu tertawa terharu.
"Aaaah urusan kecil seperti itu mengapa mesti dipikirkan? silahkan kau sebutkan nama anakmu itu!"
"Lohu dari marga Oh, tentu saja anak itupun berasal dari marga Oh pula, sewaktu lohu meninggalkan dia, aku tak sampai memberi nama kepadanya, oleh sebab itu lohu sama sekali tidak tahu siapakah namanya."
Mendengar perkataan itu, Oh Put-kui menjadi tertegun untuk beberapa saat lamanya.
Masa seorang ayah tidak mengetahui nama putra? Hopo tumon! Disamping itu, kalau dia diharuskan mencari seorang pemuda she Oh didalam dunia persilatan yang begitu luas, mana mungkin ia dapat menemukannya? Apakah keadaan tersebut tidak ibaratnya mencari sebatang jarum didasar samudra? Melihat pemuda itu termenung tidak menjawab, kembali kakek ceking itu berkata.
"Kalau dihitung-hitung, maka tahun ini mestinya putraku itu indah berusia dua puluh satu tahun!"
"Ooh, itu berarti seusia dengan diriku?"
Pikir Oh Put-kui di dalam hati.
"tapi itupun masih sulit untuk mencarinya..."
Berpikir sampai disitu, dia lantas berkata.
"Locianpwe, sewaktu kau pergi meninggalkannya dulu, kau telah serahkan putramu itu kepada siapa agar merawatnya?"
Sambil menghela napas kakek ceking itu menggerakan kepalanya berulang kali.
"Waktu itu lohu sedang berada dalam keadaan tak sadar."
Tiba-tiba mencorong sinar tajam dari balik mata kakek itu, katanya lagi sambil tertawa.
"Aaaah sekarang lohu sudah teringat, bila kau bisa menemukan Han san-it-koay "manusia aneh dari bukit Hau- san"
Kok Cu-keng atau salah seorang diantara empat jago pedang dibawah pimpinan Ceng-thian-kui-ong "raja setan penggetar langit"
Wi Thian-yang, mungkin bisa kau temukan setitik sinar terang.
Mendengar perkataan itu, kembali Oh Put kui memutar otaknya untuk memikirkan persoalan itu dengan seksama.
Sebenarnya kakek ini seorang pendekar yang lurus? Ataukah seorang iblis sesat? Mengapa dia menyuruhnya menanyakan soal putra itu kepada beberapa orang gembong iblis tersebut? Tapi sewaktu sorot mata Oh Put-kui bertemu dengan sinar mata si kakek ceking yang penuh permohonan itu, akhirnya tak tahan dia segera mengangguk.
"Baiklah, aku akan mencari salah seorang diantara kelima gembong iblis tersebut untuk menyelidiki pesoalan ini..."
"Nak, kalau begitu aku menantikan kabar beritamu..."
Oh Put Kui tertawa hambar dan manggut-manggut..
"Aku pasti akan mengusahakan dengan sepenuh tenaga untuk menemukan kembali putra kesayangan locianpwe!"
Sorot matanya segera dialihkan kembali kewajah kakek tinggi besar itu, kemudian katanya sambil tertawa.
"Bolehkah aku tahu nama besar dari cianpwe bertujuh..."
Kakek tinggi besar itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh... haaahhh...haaahhh...bocah, nyalimu benar- benar besar! semenjak lohu sekalian menetap dipulan tujuh kesepian ini, belum pernah ada orang asing yang bisa memasuki tempat ini lagi, tapi sekarang bukan saja kau sibocah berani datang kemari, bahkan berani pula menanyakan nama kami bertujuh, selama delapan belas, baru kejadian pada hari ini merupakan suatu peristiwa besar!"
Oh Put Kui tertawa hambar.
"Kalau didengar dari pembicaraan locianpwe itu, aku seharusnya merasa bangga, cuma....."
Sorot matanya berkilat, setelah memandang sekejap sekeliling tempat itu,, katanya sambil tertawa.
"Locianpwe, tapi aku justru merasa sedi-kitpun tidak luar biasa.."
Kakek yang tinggi besar menjadi tertegun setelah mendengar perkataan itu, serunya.
"Bocah, mengapa kau merasa sedikitpun tidak luar biasa?"
Oh Put Kui tertawa.
"Dengan menumpang sebuah sampan menembusi ombak, mendarat di pulau ditengah malam buta, lalu dengan kedudukan sebagai boanpwe menyambangi jago lihay dari dunia persilatan kalau dibilang luar biasa, sesungguhnya kejadian ini hanya suatu peristiwa biasa saja."
Sastrawan berambut putih itu yang duduk pada urutan ketiga itu segera mendengus dingin.
"Hmmmm, pandai betul orang ini bersilat lidah!"
"Apakah locianpwe merasa kurang leluasa?"
Paras muka sastrawan berambut putih itu segera berubah menjadi dingin bagaikan es, katanya.
"Lohu paling benci dan muak terhadap manusia-manusia yang tak pernah mendapat pendidikan,"
"Haaahhh...haaahhh... haaahh... benar, aku memang hidup sebatang kara dan berkelana kian kemari, aku memang kekurangan pendidikan keluarga. jadi perkataan locianpwe itu tepat sekali."
Oh Put Kui tertawa tergelak.
-oOdwOo0dw0oOdwOo- Ucapan tersebut diutarakan dengan nada cukup tajam, untuk sesaat lamanya sastrawan berambut putih itu malah dibuat tertegun, melongo dan ternganga sampai tak mungkin mengucapkan sepatah katapun.
Pengemis pikun yang menyaksikan kejadian ini segera tertawa terkekeh-kekeh karena kegelian.
Sebaliknya si Nelayan sakti dari lautan timur Cin Poo-tiong berkerut kening, dia tahu begitu pengemis pikun tertawa, kemungkinan besar akan menimbulkan gara-gara di sana.
Benar juga, dengan pandangan dingin sastrawan berambut putih itu melotot sekejap kearah pengemis pikun, kemudian tegumya.
"Apa yang kau tertawakan?"
Sekalipun dalam hati kecilnya pengemis pikun merasa takut, namun dimulut ia tak mau mengalah.
"Aku merasa hidupku gatal sekali, tentu saja suara tertawa ku segera meledak."
"Kau yang bernama Lok Jin-ki ?"
Tiba-tiba mencorong sinar tajam dari balik mata sastrawan berambut putih itu.."Aaahh..
betul, dan kau, bukankah adalah Leng Tor pengemis Pikun?".
Sastrawan berambut putih itu tak lain adalah Ciat-cing kongcu kongcu Saan Leng To dari Bu-lim-jit-seng ! Lantas saja amarahnya berkobar.
"Pengemis busuk, kau berani menyebut nama lohu secara langsung , Hm "
Tiba-tiba nyali si pengemis pikun seperti menjadi bertambah besar, ia malah tertawa tergelak.
"Haaahhh.. haaahh.... haaahhh.. apa salahnya? Kau bisa memanggil namaku, apakah aku tak dapat memanggil namamu? Masa dikolong langit terdapat persoalan yang begitu tak tahu aturan seperti kejadian ini...!"
Kalau dibilang dia pikun, ternyata ucapan pengemis ini sedikitpun tidak nampak pikun Sekali lagi Ciat-cing-kongcu Leng To di buat terbungkam dan tak sanggup menjawab lagi.
Pada saat itulah sikakek pendek yang duduk diurutan paling buncit tertawa nyaring.
"Lo-sam, tak usah ribut lagi dengan si pikun itu."
Katanya cepat.
"memandang pada ketidak beraniannya bersama nelayan sakti dari lautan timur untuk menyebutkan nama sendiri setelah berjumpa dengan kita, lepaskan saja mereka!"
Begitu ucapan tersebut diutarakan kontaa saja paras muka pengemis pikun dan nelayan sakti dari lautan timur berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus. Oh Put Kui-yang menyaksikan kejadian itu menjadi tertawa geli, pikirnya.
"Ternyata mereka sudah saling mengenal satu sama lainnya!"
Berpikir sampai disini, pemuda itu lantas berkata.
"Lok tua, kau kenal dengan locianpwe..."
Dengan perasaan agak rikuh, pengemis pikun segera mengangguk, sahutnya sambil tersenyum.
"Yaaa... yaaa... cuma... cuma tak berani mengenali saja!"
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Perkataan apa itu? Dengan ucapannya itu, bukankah sama dengan mengertikan dia tak kenal dengan mereka? "Bagaimana kalau kuperkenalkan untukmu?"
Kata Oh Put Kui kemudian sambil tertawa. Dengan gelisah pengemis pikun segera menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Soal ini... soaI ini..!"
Sampai setengah harian lamanya, dia mengucapkan kata "soal ini..."
Saja, tiada kau selanjutnya yang terdengar. Sambil menggeIengkan kepalanya, Oh Put Kui segera tertawa tergelak.
"Lok tua, rupanya kau semakin pikunnya sampai lupa dengan nama mereka semua?"
"Yaa, betul! Betul. Tiba-tiba saja aku si-pengemis telah menjadi pikun kembali."
Ternyata dia telah manfaatkan kesempatan itu melepaskan diri dari belenggu. Terpaksa Oh Put Kui tertawa lagi.
"Kalau memang tidak ingat, yaa-sudahlah..."
Dia lantas berpaling kearah ketujuh orang kakek itu dan berkata.
"Locianpwe, apakah aku pantas untuk mengetahui nama dari kalian bertujuh?"
Perkataan itu diucapkan dengan nada berat dan serius. Ke tujuh orang kakek itu segera saling berpandangan sekejap, ternyata mereka mengangguk. Dengan suara lantang, kakek yang tinggi pesat itu berkata.
"Memandang pada kedudukanmu sebagai muridnya Thian- liong siancu, baiklah, untuk kali ini saja lohu sekalian akan melanggar kebiasaan..."
Setelah berhenti sebentar dan tersenyum dia melanjutkan.
"Dalam dunia persilatan lohu sekalian bertujuh disebut oleh manusia dari golongan putih sebagai Jit-seng (tujuh malaikat), tapi oleh kaum hitam dan sesat, kami di sebut pula sebagai Jit-sat (tujuh iblis), nah bocah, pernakah kau dengar nama itu?"
Diam-diam Oh Put Kui merasa amat terperanjat setelah mendengar perkataan itu, katanya kemudian.
"Sudah lama aku mendengar tentang nama besar Bu-lim- jit-seng, sungguh tak disangka kita dapat bersua muka disini!"
Kakek tinggi besar itu tertawa tergelak.
Inilah yang dinamakan.
Ditempat mana saja manusia dapat bertemu.
Nah bocah, lohu akan menyebutkan nama kami bertujuh menurut urutannya.
Pertama adalah It-oi-kit-sn (pertapa bodoh Ku Put-beng), Kedua, Lee-hun mo-kiam (pedang iblis pelepas sukma) Oh Ceng-thian.
Ketiga.
Ciat-cing Kongcu (kongcu tidak berperasaan) Leng- to, keempat, Jian-gi sian su.
Ke lima.
Toan-kiam-buang-seng (manusia telah latah berpedang kutung) Liong-siau-thian.
Ke enam, Mi sim-kui-to "tosu setan pembingung sukma", Ke tujuh, Tiang pek-cui-siu "kakek pemabuk dari bukit Tiang-pek"
Tujikhong. Nah, bocah, ingatkah kau dengan kami semua?"
"Boanpwe telah mengingatnya semua!"
Buru-buru Oh Put Kui tertawa dan menjura.
Setelah berhenti sebentar, kembali dia berkata.
Selatta berada dalam dunia persilatan cianpwe bertujuh selalu menegakan kebenaran dan bernama besar, meski hawa membunuhnya kelewat tebal namun toh cukup menggidikkan hati kaum iblis, tapi entah apa sebabnya sehingga mengasingkan diri ketempat terpencil ini dan membiarkan kaum durjana dan kaum penjahat meraja lelah dalam dunia persilatan? sekalipun aku tak becus namun persoalan ini sungguh membuat hatiku tidak habis mengerti!"
Siapapun tidak menyangka kalau pemuda itu akan berbicara dengan nada teguran. Untuk sesaat, ke tujuh orang kakek itu menjadi tertegun. Tapi akhirnya si kakek pendek, Tiang pek cui Tu Ji-khong menjawab.
"Bocah, maksudmu didalam dunia persilatan telah terjadi kekalutan dan mara bahaya, pembunuh berdarah sudah mulai berlangsung dalam dunia persilatan."
Oh Put kui mengangguk.
"Tidak sampai setahun, dunia- pasti akan kacang balau tak karuan."
Tiba-tiba Ciat-cing kongcu Leng To tertawa dingin, tegurnya.
"Hei bocah, kalau berbicara jangan mencla-mencle begitu, sungguh membuat jemu orang yang mendengar! sebenarnya apa yang telah terjadi didalam dunia persilataa? Mengapa tidak kau terangkan lebih jelas?" . Oh Put-kui segera tersenyum.
"Aku takut cianpwe bertujuh tidak sabar mendengar cerita semacam itu, maka aku sungkan untuk mengatakannya, tapi kalau toh kakek Leng ingin mengetahuinya, sudah barang tentu dengan senang hati akan kukisah kan keadaan dunia persilatan yang sebenarnya...."
Kembali dia tertawa, kemudian secara ringkas mengisahkan empat buah peristiwa berdarah yang telah terjadi didalam dunia persilatan baru-baru ini.
Benar juga, setelah mendengar cerita tersebut paras muka ketujuh orang kakek itu berubah hebat.
Dengan kemarahan yang meluap, si kakek kutung Liong Siau-thian membentak keras.
"Apakah sudah diselidiki siapa pembunuhnya?"
Oh Put-kui menggeleng.
"Andaikata pembunuhnya sudah diketahui akupun tak akan datang kemari...."
Mendadak Tiang pek-cin-siu tertawa tergelak.
"Haaaahhh... haaaahhhh.... haaaahh..... bocah, apakah kau mencurigai lohu bertujuh?"
Agak memerah paras muka Oh Put Kui setelah mendengar perkataan itu, sahutnya sambil tertawa.
"Sebelum aku berjumpa dengan cianpwee bertujuh, memang telah terlintas perasaan curigaku terhadap penghuni pulau kecil ini..."
"Dan sekarang?"
"Sekararig rasa curigaku sudah hilang, aku tahu pembunuhnya adalah orang lain."
It-ci Kit-su Ku Pu-beng yang menjadi pemimpin diantara ketujuh orang kakek itu turut tertawa tergelak, katanya.
"Bocah, apakah kau bermaksud untuk memikul tanggung jawab tersebut..."
Oh Put Kui tertawa hambar.
"Demi menegakkan keadilan dan kebenaran didalam dunia persilatan, aku bersedia untuk menyumbangkan segenap kemampuanku."
It ci Kit su segera manggut-manggut sambil memuji didalam hati kecilnya. Sedang Jian-gi siansu pun berseru cepat. @oodwoo@
Jilid 6
"OMINTOHUD, kebajikan siau-sicu sungguh mengagumkan seandainya lolap sekalian tidak terikat oleh sumpah dan tak bisa meninggalkan pulau ini, sudah pasti kami sekalian tak akan duduk sambil berpangku tangan belaka..."
Tergerak hati Oh Put Kui setelah mendengar perkataan itu, ujarnya kemudian.
"Toa-suhu, sumpah apakah yang telah mengikat kalian sehingga tak dapat meninggalkan pulau ini ?"
Jian-gi siansu memandang sekejap kearah kakek pada urutan kedua itu, kemudian sahutnya.
"Persoalan ini timbul dari Mo kiam sicu, maka bila kau ingin tahu, silahkan bertanya sendiri kepada yang bersangkutan."
Oh Put Kui segera menjura kearah Lei-hun mo-kiam Oh Ceng-thian, kemudian ujarnya.
"Locianpwe, bolehkah boanpwe minta keterangan tentang sebab musabab sehingga terjadinya peristiwa ini ?"
Selintas rasa sedih segera menghiasi wajah Lei-hun-mo- kiam yang ramah, katanya.
"Kecuali kau dapat menemukan putra tunggal lohu yang lenyap tak berbekas itu, kalau tidak lohu bertujuh terpaksa akan berada terus di pulau Jit-hu-to ini sampai mati!"
Oh Put Kui sangat terperanjat.
"Aaah kalau begitu sumpah kalian menyatakan bahwa kalian bertujuh baru dapat meninggalkan pulau ini bila putra cianpwe datang kemari dan menyambut kalian bertujuh ?"
"Benar, begitulah!"
Lei hun-mo-kiam Oh Ceng-thian manggut-manggut. Agaknya Oh Put Kui masih belum-belum mengerti kembali dia bertanya.
"Aku tahu bahwa ilmu silat yang dimiliki locianpwe bertujuh telah mencapai tingkat kesempurnaan, siapakah orang dalam dunia persilatan yang dapat memaksa kalian bertujuh untuk membuat sumpah tersebut...?"
Lei-hun-mo-kiam Oh Ceng-thian segera menghela napas panjang.
"Aaaai delapan belas tahun berselang. Ilmu silat yang kami miliki belum mencapai taraf seperti hari ini, apalagi orang yang memaksa kami untuk melakukan sumpah tersebut juga tidak bermaksud jahat."
"Tidak bermaksud jahat? Mengurung orang dalam pulau terpencil, apakah siksaan ini lebih berat daripada dibunuh?"
Mendadak pengemis pikun berteriak keras? "Hei, kalian tujuh makhluk benar-benar anehnya bukan kepalang, sampai bikin orang tidak habis mengerti..."
Belum habis dia berkata, Ciat-cing kongcu Leng-to telah membentak dengan suara dingin.
"Pengemis Lok di sini tiada tempat bagimu untuk berbicara,.,."
"Ooh, tidak berani,"
Pengemis pikun segera menjulurkan lidahnya dan tertawa.
"aku sipengemis cuma merasa tidak puas untuk ketidak adilan yang telah menimpa kalian, mengapa sih kau berlagak begitu galak."
Oh PutKui kuatir pengemis pikun banyak berbicara sehingga menimbulkan keonaran yang tak diinginkan buru- buru katanya sambil tertawa.
"Kakek Oh, bolehkah boanpwe turut mengetahui tentang jalannya peristiwa tersebut?"
Lei-hun-mo kiam Oh Ceng-thian manggut-manggut, sahutnya dengan suara lirih.
"Kalau dibicarakan dari sumbernya, maka peristiwa ini sesungguhnya terjadi karena lohu bertujuh sudah membunuh orang kelewat banyak..."
Mendengar sampai disitu, Oh Put Kui segera berpikir.
"Orang ini tersohor sebagai sipedang iblis, memang sepantasnya menjadi seorang gembong iblis yang membunuh orang tanpa berkedip, tapi anehnya, Mengapa dia berbicara dengan suara yang begitu ramah dan lemah lembut...?"
Sementara dia masih termenung, si Latah berpedang kutung Liong Siau thian telah berseru sambil tertawa dingin.
"Oh Jiko, walaupun kami banyak melakukan pembunuhan, namun belum pernah membunuh orang baik!"
Jelaslah sudah, Bu-lim-jit-seng (tujuh malaikat dari dunia persilatan) memang merupakan jago-jago silat yang kelewat banyak membunuh orang."
"Liong-ngo,"
Kata Oh Ceng-thian sambil menghela napas panjang.
"bagaimana pun juga. Thian menghendaki umatnya untuk melakukan kebajikan, bagaimanapun juga, kita toh tak bisa hanya mengandalkan membunuh orang untuk menolong dunia persilatan bukan..."
Setelah berhenti sebentar, katanya lagi ke pada Oh Put Kui.
"Nak, justru karena kami terlalu banyak membunuh orang, maka akibatnya kejadian ini menimbulkan rasa tak senang dari beberapa orang tokoh persilatan yang sudah lama mengasingkan diri, dan mereka pun munculkan diri untuk mengatasi kejadian tersebut..."
"Entah siapa saja tokoh-tokoh silat yang munculkan diri waktu itu?"
Tanya Oh Put Kui sambil tertawa. Diluaran dia berkata begitu, sementara daIam hati kecilnya berpikir lain.
"Moga-moga saja guruku jangan sampai tersangkut didalam peristiwa ini, kalau tidak, sekalipun aku berniat membantu mereka, mungkin hal inipun tak bisa kulaksanakan."
Sementara itu Lei-hun-mo-kiam Oh Ceng-thian telah berkata sambil tertawa hambar.
"Nak, kau pernah mendengar nama Thian-tok-siang sat "sepasang manusia sakti dari ujung langit"?"
"Boanpwe pernah mendengar nama itu, apakah kau maksudkan Cing-siu-huan-im-siu "kakek tanpa bayangan", Sawan To dan Pek-ih-bu-yu-khek "tama tanpa murung", It-bun Hua?"
"Benar, memang kedua orang tua itu yang dimaksudkan."
Setelah berhenti sebentar, sambil tertawa dia berkata lagi.
"Apakah kau juga tahu tentang Hong-gwa-sam-sian "tiga dewa dari luar langit"?"
"Apakah Hong-gwa-sam sian juga telah terjun kembali kedalam dunia persilatan?"
Oh Put Kui terkejut.
"Han-saa-ya-ceng (pendeta liar dari bukti Han-san), Poan- kay hwesio, Soat nia tou-to (tosu bungkuk dari tebing soat- nia), Thian- hian cinjin serta Giok-hong-sinni ( rahib suci dari puncak giok hong ) It-im taysu bertiga menerima undangan dari Thian-tok-ij siang-ciat untuk membantu pihaknya, maka pada suatu malam pada delapan belas tahun berselang, mereka telah mengundang lohus bertujuh untuk mengadakan pertemuan di puncak Thian-tay-hong...."
"Locianpwe, pertarungan yang berlangsung waktu itu sudah pasti amat seru,"
Kata 0h Put Kni sambil tertawa.
"bayangkan saja Bu-lim-jit-seng sebagai bintang pembunuh dari dunia persilatan berjumpa dengan Thian tok siang ciat dan Hong gwa-sam-sian, sudah pasti pertarungan yang berlangsung meriah sekali..."
Oh Ceng-thian menghela napas panjang.
"Aaaai.,... nak, pertarungan yang berlangsuug waktu itu memang merupakan suatu pertarungan yang amat seru, sayang nama baik Bu lim-jit-seng yang telah dipupuk selama banyak tanua akhirnya- harus porak poranda tak karuan lagi bentuknya."
Mendadak Tiang-pek-cui-siu Tu Ji-khong tertawa nyaring.
"Walaupun lohu dikalahkan oleh si hidung kerbau berpunggung bungkuk dengan ilmuKan lei-hian-kang nya, tapi seluruh jubah pendeta si Hidung kerbaupun turut berlubang oleh semburan arakku."
Serunya. Suaranya nyaring, wajahnya gagah, sungguh lah menunjukkan penampilan semangat yang luar biasa.
"Hei setan arak, kita tak lebih cuma prajurit yang kalah perangi apa gunanya mesti berbicara besar?"
Tegur Mi-sim kui-to tiba tiba sambil tertawa. Tiang-pek-cui-siu melotot sekejap kearah Mi-sim-kui-to, kemudian sambil tertawa ia memejamkan kembali matanya. Lei-hun-mo kiam Oh Ceng-thian segera tertawa getir, katanya lebih jauh.
"Nah, setelah lohu bertujuh menderita kekalahan total dalam pertempuran tersebut, terpaksa kami harus menepati janji dengan hidup mengasingkan diri di pulau terpencil ini, hingga sekarang kami sudah delapan belas tahun berdiam disini !"
"Locianpwe. selama delapan belas tahun, siapakah yang mengirimkan makanan untuk kalian?"
Tanya Oh Put Kui dengan kening berkerut. Oh Ceng-thian kembali tertawa.
"Soal itu mah soal tugas dari Thian-tok-siang ciat serta Hong-gwa sam-sian ! Setiap tahun mereka secara bergilir mendapat tugas untuk mengurusi rangsum buat kami, selama mendapat tugas mereka tinggal dalam kuil Kok-cing-si di kota Thian tay dengan setiap bulan mengirim rangsum kemari, setengahnya mereka datang untuk mengawasi gerak-gerik lohu sekalian."
"Sungguh amat sempurna jalan pemikiran kelima orang tua itu,"
Oh Put Kui tertawa.
"entah siapakah yang mendapat tugas giliran untuk tahun ini ? Salah seorang diantara Thian tok-siang ciat ataukah salah seorang diantara Hong-gwa-sam- sian?"
"Yang mendapat giliran pada tahun iniadalah Han-san-ya- seng, si pendeta liar Poan kay hwesio!"
Oh Put Kui manggut-manggut katanya sambil tertawa.
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kakek 0h. bagaimana kalau boanpwe berkunjung ke kuil Kok-cing-si, siapa tahu bisa membantu cianpwe bertujuh untuk meloloskan diri dari pulau ini?"
Belum sempat Oh Ceng-thian menjawab, Leng To telah menukas sambil berteriak.
"Tidak usah, bocah muda, kau tak usah membuat kami jit- seng mendapat malu, kami tak nanti akan memohon kepada mereka..."
Mendengar perkataan itu, Oh Put Kui cuma tertawa hambar, pikirnya.
"Kau memang pantas disebut sebagai Ciat cing kongcu, hebat benar..."
Tapi diluarnya dia berkata.
"Leng tua, aku bukan memohon kepada mereka, melainkan ingin membantu kalian untuk mencari keterangan, siapa tahu kalau dia tahu putra Oh locianpwe telah mengembara sampai disana."
Leng To memandang sekejap kearah Oh Put kui, kemudian tanpa mengucapkan sepatah kata pun,dia segera memejamkan mata untuk beristirahat.
Dengan membungkamnya kakek itu, berarti dia telah menyatakan persetujuannya, Oh Put Kui kembali tertawa, namun bukan kepada Leng To, melainkan terhadap Oh Ceng- thian.
"Locianpwe, dapatkah kau orang tua memberi keterangan lagi kepada boanpwe sekitar persoalan putramu itu?"
"Anak baik, kebaikanmu itu sungguh membuat lohu merasa amat terharu....."
Kata Oh Ceng-thian sambil tertawa sedih.
"Sudah sewajarnya bila yang mnda membantu yang tua......"
Padahal dihari-hari biasa, sikapnya tak bakal seramah dan sehangat ini.
Bahkan dia sendiripun secara diam-diam merasa heran, mengapa sikapnya terhadap Lei-hun-mo kiam Oh Ceng thian bisa begitu menghormat begitu ramah dan hangat.
Mungkinkah hal ini disebabkan mereka berasal dari satu marga yang sama..."
Terlintas sinar terang diatas wajah Oh Ceng-thian, katanya.
"Anak baik, bila anakku bisa seperti kau, lohu akan merasa puas sekali...sayang, ketika bocah itu baru dilahirkan tiga bulan, ia sudah tertimpa musibah...."
Cahaya terang yang membasahi wajahnya dengan cepat hilang lenyap tak berbekas. Bayangan hitam yang penuh diliputi kesedihan dengan cepat menyelimuti wajah kakek itu. Oh Put Kui turut merasakan kesedihan katanya dengan suara dalam.
"Kau... jangan kuatir, sudah pasti putramu akan jauh lebih hebat daripada boanpwe... orang bilasg kalau bapaknya harimau, anak nya tentu harimau pula, harap kau orang tua jangan kelewat bersedih hati..."
Oh Ceng thiau tertawa hambar dan segera manggut- manggut.
"Semoga saja demikian....nak, dalam perjalananmu kembali ke daratan Tionggoan kali ini, tak ada salahnya kalau kau selidiki tiga tempat, mungkin ditempat itu kau akan memperoleh keterangan yang bisa membantumu untuk menemukan putraku!"
"Silahkan kau katakan!"
"Tempat pertama yang harus kau kunjungi adalah perkampungan Tang-mo-sanceng.."
"Perkampungan Tang mo.san-ceng?"
Oh Put Kui agak tertegun lalu berseru tertahan.
"Benar, kau boIeh mencari keterangan dari istri Hoa cengcu yang bernama Yau-ti sian-li (dewi cantik dari nirwana) Lan Tin- go, mungkin dia dapat memberikan sedikit keterangan kepadamu... sebab dia adalah iparku!"
"Boanpwe pasti kesana!"
"Tempat kedua yang biasa kau kunjungi adalah perkampunganku Ang yap.san.ceng di bukit Gan-tang-san, kau boleh mencari Pamannya Ang-yap cengcu Lo seng-sin- kiam "pedang sakti bintang berguguran"
Liu Ceng-wan yang bernama Liu Sam Kong, mungkin dia bisa juga memberikan keterangan yang diperIukan."
Oh Put Kwi tertawa.
"Tempat ketiga adalah puncak Lian hoa-hong di bukit Kiu hoa san!"
Ujar Oh ceng-thian lebih lanjut.
"bila dua tempat yang pertama kau tidak berhasil memperoleh keterangan apa- apa, maka kalau boleh ke sana untuk menemui Pat-lo-huang Siu "kakek latah yang awet muda"
Ban Sik thong. Pertolongan darinya, orang tua itu mempunyai kemampuan yang Iuar biasa dapat memberikan segala keterangan yang diperlukan kepadamu..."
Oh Put Kui amat terkesiap sesudah mendengar perkataan itu.
Kalau ucapan semacam inipun bisa diutarakan oleh Bu iim jit-seng, dapat diketahui kalau manusia yang bernama Put-lo- huang-siu Ban Sik thong ini sudah pasti adalah seorang manusia yang luar biasa.
Sekalipun dalam hati kecilnya merasa terkejut, namun senyuman masih tetap menghiasi ujung bibirnya.
Oh Ceng-thian termenung dan berpikir sebentar, kemudian katanya kembali.
"Ban Sik-thong berwatak sangat aneh, nak, bila kau pergi mencarinya nanti harap bertindaklah dengan hati-hati, kalau, tidak lohu bisa menyesal sepanjang masa..."
Mendadak Oh Put-kui dapat menangkap maksud dari ucapan si Mo-kiam tersebut.
Tampaknya manusia yang bernama Ban Sik-thong itu sukar untuk dilayani, bahkan bila dia kesana sendiri, bilamana tidak dihadapi secara berhati-hati, kemungkinan besar akan menjumpai suatu mara bahaya....
Diam-diam ia tertawa geli sendiri, karena ia mempunyai suatu rasa keyakinan, suatu rasa percaya pada diri sendiri yang amat besar, entah kesulitan macam apapun, baginya tak ada yang sulit, karena tiada kata sukar dalam kamus hidupnya.
Maka dari itu katanya sambil tertawa.
"Kau tak usah kuatir, boanpwe tak bakal akan mengalami sesuatu kejadian yang tidak menguntungkan diriku."
Dengan wajah murung, Oh Ceng-thian tertawa.
"Nak."
Katanya.
"Manusia dalam dunia persilatan amat licik dan berakal busuk, kau harus berhati-hati menghadapi mereka..."
Oh Put-kui tertawa dengan perasaan terharu, katanya.
"Locianpwe tak usah kuatir, boanpwe sudah banyak tahun berkelana dalam dunia persilatan, pelbagai peristiwa sudah pernah kualami dalam dunia ini, Oleh karena itu boanpwe cukup mengetahui akan kekuatanku sendiri."
Mendengar sampai disitu, tertawalah kakek itu, karena asal usul dari bocah ini terasa begitu dekat dan akrab dengan dirinya. Tiba-tiba It-ci Kitau Ku Put-beng tertawa panjang pula, serunya tertahan.
"Nak, kau merupakan tamu istimewa yang pernah berkunjung ke pulau Ji -hu-to ini selama delapan belas tahun terakhir, untuk kali ini lohu mengijinkan dirimu untuk berpesiar keseluruh pulau ini, bahkan lohu pun ingin menghadiahkan sedikit hadiah untukmu."
Baru saja Ku Put-beng menyelesaikan perkataannya, Oh Ceng-thian telah berkata pula sambil tertawa.
"Nak, lohu juga mempunyai sedikit kepandaian yang hehdak kuhadiahkan kepadamu cuma terpaksa kau mesti tinggal selama beberapa hari disini, entah kau bersedia atau tidak ??"
Tiba-tiba saja Oh Put Kui merasakan hatinya bergolak keras, penuh diliputi oleh luapan rasa haru.
Dia merasa sikap ketujuh orang kakek ini kepadanya benar-benar kelewat baik.
Bagaimana mungkin dia dapat menampik permintaan mereka ? Oleh karena itu diapun tinggal disana, bahkan sekali berdiam pemuda itu telah berdiam selama lima belas hari lamanya disana.
Selama lima belas hari ini, dia semakin memahami jalan pikiran maupun perasaan dari ketujuh orang kakek itu.
Bahkan si pengemis pikun dan si nelayan sakti dari lautan timur pun berhasil meraih keuntungan pula selama itu.
Dari Jian-gi siansu dan Tiang-pek-cui siu, kedua orang itu berhasil mempelajari banyak macam kepandaian Bagaimana dengan Oh Put Kui ? Diapun berhasil mendapatkan tujuh macam kepandaian silat.
Itulah kepandaian maha sakti dari Bu-lim jit-seng "tujuh malaikat dari dunia persilatan", bahkan setiap orang tanpa ragu-ragu telah mewariskan segenap kepandaian sakti yang mereka miliki kepada pemuda yang berkunjung ke pulau neraka tanpa diundang itu...
Bayangkan saja, bagaimana mungkin pemuda itu tidak terharu menerima kebaikan yang begini besarnya.
Oleh karena itu dia hendak menolong mereka bertujuh untuk melepaskan diri dari kurungan pulau terpencil itu.
Disamping itu diapun ingin menemukan putra kakek Oh secepatnya agar ayah dan anak bisa berjumpa kembali.
Tentu saja, dia tak bakal tahu kalau segala sesuatunya justru tergantung pada dirinya sendiri.
Bagaimana dengan Oh Ceng-thian? tentu saja dia juga tidak tahu.
Ia tak tahu kalau Oh Put-kui sesungguhnya adalah putra tunggalnya yang telah hilang selama dua puluh tahun ini.
Ya, peristiwa ini benar-benar merupakan suatu peristiwa yang mengenaskan, bayangkan saja ayah dan anak telah berjumpa muka, namun ternyata mereka tidak saling mengenal antara yang satu dan lainnya...
-oOdwOo0dw0oOdwOo- Setelak menyelusuri tebing Huang-ji gay, setelah duduk sampai senja di gardu Huang-ji-teng, perasaan Oh Put Kui bertambah berat, bagaikan diberi beban yang beribu ribu ton beratnya.
Dia amat simpatik kepada ke tujuh orang kakek itu.
Tapi dia pun merasa sedih bagi asal-usul sendiri yang masih merupakan suatu tanda tanya besar.
Yaa, siapakah yang menjadi orang tuaku? Apakah aku mempunyai kakak dan adik? Ia tahu, pertanyaan tersebut masih merupakan suatu tanda tanya besar baginya.
Maka diam-diam diapun mengampil suatu keputusan didalam hatinya, setelah kembali ke daratan Tionggoan nanti, pekerjaan pertama yang akan dilakukan olehnya adalah pergi ke kuil Kok-cing-si untuk mencari Han san-ya-ceng Poan-kay hwesio, salah seorang Hong-gwa-sam-sian untuk membicarakan persoalan tentang ke tujuh malaikat tersebut.
Persoalan kedua adalah pergi ke tebing Cing-peng gay untuk mencari gurunya dan mencari tahu tentang asal-usul sendiri.
Persoalan ke tiga adalah menemukan putra kesayangan dari Mo kiam lojin tersebut.
Kemudian ia menyelidiki siapakah pembunuh dari ke empat peristiwa berdarah tersebut...
-oOdwOo0dw0oOdwOo- Selamat berpisah, ke tujuh orang kakek patut di kasihani.
Berada diatas perahu dalam perjalanan pulang, Oh Put Kui tidak mengucapkan sepatah katapun, sedangkan pengemis pikun dan nelayan sakti dari lautan timur justru bergurau tiada hentinya.
Kali ini dia dapat mengibul sambil menambah kecap disana sini, Yaa, bagaimanapun juga ia sudah pernah berkunjung ke Pulau Neraka, pulau yang lebih dikenal sebagai pulau yang bisa pergi tak bisa kembali.
Bagaimana juga, hal ini sudah cukup untuk meningkatkan kedudukan serta derajatnya dimata umat persilatan lainnya.
Bagaimana tidak? ia dapat membuktikan kepada orang lain kalau ia berani berkunjung ke Pulau neraka yang dianggap sebagai momok oleh orang lain.
Beranikah mereka ke sana? Tentu saja! Paling tidak, orang yang berani menganggap nyawa sendiri sebagai barang permainan tak banyak jumlahnya.
Ketika perahu sudah merapat kembali di dermaga, si Nelayan sakti dari lautan timur Ciu Poo-tiong segera mengembalikan ke dua lembar uang ribuan emas itu.
Tentu saja Oh Put Kui tak akan menerimanya kembali, sedang si pengemis pikun Lok Jin-ki pun tak mau menerimanya, ia malah berkata begini.
"Pulau neraka yang disebut orang sebagai pulau yang bisa pergi tak bisa kembali pun sudah ku kunjungi, siapa yang kesudian dengan beberapa tahil perak itu? Cin-loji, lebih baik gunakanlah uang itu untuk membeli sebuah perahu yang lebih besar, siapa tahu perahu itu akan kita pakai untuk menjemput Bu-lim jit-seng untuk pulang ke daratan Tionggoan dikemudian hari...?"
Oh Put Kui segera tertawa tergelak setelah mendengar perkataan itu, pikirnya.
"Benar-benar suatu idee yang bagus, tak kusangka kalau pengemis ini begitu pintar."
Cin Poo-tiong pun terpaksa harus menyimpan kembali uang emas tersebut setelah mendengar ucapan itu, katanya.
"Baiklah, lohu akan melaksanakan seperti apa yang kalian berdua katakan."
Sesudah berpamitan dengan nelayan sakti dari lautan timur Cin Poo-tiong, Oh Put Kui dengan membawa si pengemis pikun Lok Jin-ki berangkat menuju ke kuil Kok-cing-si di bukit Thian-tay.
Kuil Kok-cing si merupakan sebuah kuil kuno yang didirikan di jaman dulu kala, tempat itu merupakan salah satu tempat pesiar yang amat termashur pada jaman itu.
Oh-Put Kni sedang berdiri ditengah jembatan batu dimuka kuil tersebut sambil memandang air yang sedang mengalir dengan termangu.
Sebaliknya pengemis pikun tak sabar menunggu disampingnya, dia tidak habis mengerti apa bagusnya dengan air yang sedang mengalir tersebut, sebab kecuali beberapa ekor ikan yang berenang kian kemari, sama sekali tidak dijumpai sesuatu yang menarik hati..
Maka tak sabar lagi dia segera berteriak keras.
"Bocah muda, mengapa kau terus termangu disana? Memangnya air itu bisa diminum?"
Oh Put Kui segera berpaling dan memandang kearahnya, tak tahan dia segera tertawa geli, pikirnya.
"Sialan betul dengan orang ini..."
Namun ia tak sampai memakinya, katanya ujarnya sambil tertawa lebar.
"Lok tua, aku sedang berpikir dengan menggunakan cara apakah Han-san ya-ceng dan Hong-gwa-sam-sian itu baru bisa dipaksa untuk berbicara terus terang."
Pengemis pikun segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh...haaahh... haaahhh apa lagi yang mesti dipikirkan? Dengan mengandalkan kemampuan yang kau miliki, sudah pasti Han-san-ya-ceng-Poan-kay hweesio dapat kau paksa untuk berbicara terus terang. Mendengar perkataan itu, Oh Put Kui segera tertawa terbahak-bahak, ia merasa pengemis itu kelewat memandang tinggi tentang kemampuannya. Maka sambil tertawa ia menggelengkan kepalanya berulang kali, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia segera berlalu dari sana. Pengemis pikun nampak agak tertegun melihat dirinya ditertawakan orang, segera kejarnya.
"Hai, apa lagi yang kau tertawakan? Memangnya kau si bocah selalu hebat...!"
Sambil mengomel panjang pendek, dia segera menyusul di belakang dengan langkah cepat. Baru saja melangkah masuk dari pintu gerbang kuil Kok- cing-si, mereka telah disambut oleh seorang pendeta berusia pertengahan.
"Sicu, apakah kau naik gunung untuk bersembahyang?"
Sapanya dengan sopan. Ternyata sikap si pendeta tersebut amat halus dan menghormat sekali. Sebaliknya sikap dari Oh Put Kui justru tidak seramah dihari biasa, sambil mengulapkan tangan sahutnya.
"Aku bukan datang untuk bersembahyang, aku datang kemari untuk menjumpai seorang pendeta."
"Ooh, jadi sicu datang kemari untuk mencari orang?"
Pendeta setengah umur itu tertegun "entah toa-suhu yang manakah yang hendak kau jumpai..."
"Poan-kay taysu!"
Paras muka lelaki setengah umur itu segera berubah hebat.
"Sicu, kau dari marga mana?"
Tegurnya kemudian.
"Oh Put Kui, dari tebing Cing-peng gay di bukit Gan-tang- san!"
"Apakah Oh sicu sudah lama kenal dengan Poan-kay taysu?"
Kembali pendeta setengah umur itu bertanya dengan kening berkerut.
"Apa sangkut pautnya persoalan ini denganmu?"
Pendeta setengah umur itu termenung dan berpikir sebentar, kemudian sahutnya.
"Poan-kay taysu adalah seorang pendeta suci dari golongan Buddha dewasa ini. dia hanya menumpang dalam kuil kami, hongtiang kuil kami telah menurunkan perintah, siapapun dilarang mengganggu ketenangan taysu."
Oh Put Kui segera tertawa dingin.
"Heeehhh......heeehbh heeehhh sekalipun kalian tidak diperkenankan untuk mengganggu ketenangannya tapi aku dapat, Cukup kau katakan kepadaku, Poan-kay taysu berdiam dimana, aku dapat pergi sendiri ke sana untuk mencarinya!"
Pendeta setengah umur itu tertegun sejenak, kemudian serunya.
"Hal ini mana boleh jadi? Bila hongtiang sampai tahu, siauceng bisa menderita akibat nya !"
"Segala sesuatunya biar aku yang menanggung."
Tapi pendeta setengah umur itu masih juga menggelengkan kepalanya berulangkali.
"Tidak bisa, siauceng tidak berani."
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Senyuman yang semula menghiasi wajah Oh Put Kui seketika itu juga lenyap tak berbekas.
Kemudian dengan wajah sedingin es, dia maju setengah langkah kedepan.
Ketika tangan kanannya diayunkan kedepan, tahu-tahu pergelangan tangan kiri hwesio setengah umur itu sudah kena dicengkeram oleh Oh Put Kui.
"Hayo bawa kesana !"
Hardiknya Sementara pembicaraan berlangsung, kelima jari tangan kanannya yang melakukan cengkeraman itu segera mengcengkeram dengan lebih keras lagi.
Tentu saja pendeta setengah umur itu tak sanggup untuk menahan diri, sekalipun ilmu silat yang dimilikinya terhitung cukup tangguh, tapi setelah berjumpa dengan Oh Put-kui, ibarat batu beradu dengan batu, sudah barang tentu dia ketinggalan jauh sekali.
Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa dia harus maju kedepan menuruti permintaan lawan.
"Hei hwesio, sebelum kau mencapai tujuan, aku hendak memperingatkan kepadamu lebih dulu,"
Kata Oh Put Kui sambil tersenyum.
"seandainya kau sampai salah membawa diriku ketempat tujuan, maka jangan salahkan pula kalau kau menderita siksaan hebat..."
Sebenarnya pendeta setengah umur itu ada maksud untuk mengajak Oh Put Kui menuju kedepan kamar hongtiangnya.
Tapi Oh Put Kui yang cerdas telah menduga sampai kesitu lebih duIu, begitu rahasianya ketahuan, tentu saja dia tak berani berpikir lebih jauh.
Terpaksa dengan sejujurnya dia mengajak pemuda itu menuju ke ruangan sebelah timur dimana Poan Kay hwesio berdiam disana.
Baru saja ketiga orang itu melangkah masuk melalui pintu berbentuk rembulan di-ruang sebelah timur, mendadak dari balik aneka bunga lebih kurang tiga kaki di hadapan mereka telah muncul seorang hwesio berjenggot putih.
Bagaikan memperoleh suatu pengampunan besar, buru- buru pendeta setengah umur itu berseru.
"Sicu..dia,...dialah Poan Kay...taysu!"
"Benarkah itu?"
Oh Put Kui tertawa. Dia lantas membalikkan tangannya dan menyerahkan pendeta setengah umur itu kepada sipengemis pikun.
"Perhatikan dia, jangan sampai terlepas, bila hwesio tua itu bukan Poan Kay maka aku menggoyangkan tanganku dari tempat kejauhan, nah Lok tua, saat itulah boleh membetoti otot dibadan hwesio ini..."
"Baik."
Sahut si pengemis pikun dengan cepat.
"aku memang paling ahli untuk melaksanakan pekerjaan dibidang seperti ini..."
Tanya jawab yang sedang berlangsung antara kedua orang itu kontan saja membuat pendeta setengah umur itu menjadi ketakutan setengah mati hingga keringat dinginnya jatuh bercucuran.
Dengan langkah lebar Oh Put Kui berjalan menuju kearah kebun dan mendekati hwesio berjenggot putih itu.
Agaknya pada waktu itu sang pendeta tua itu sedang menikmati keindahan bunga, terhadap kedatangan Oh Put Kui boleh dibilang sama sekali tidak menggubris, menoleh pun tidak.
Oh Put Kui tertawa hambar, dengan suara lirih segera ujarnya.
"Toa-Suhu, terimalah salamku ini !"
Sambil berkata dia lantas menjura. Setelah mendengar teguran, pendeta tua itu baru berpaling dan memandang wajah Oh Put Koi dengan perasaan bimbang, kemudian ia baru bertanya dengan lirih.
"Siau-sicu, ada urusan apa ?"
"Tolong tanya taysu, apakah kau bernama Poan-kay !"
Pendeta tua itu tertawa ramah, sahutnya.
"Kalau ditinjau dari sikap siau-sicu sekarang, serta diketahuinya julukan Ya-san-huang-ceng tersebut, dapat kuduga kalau kedatanganmu dikarenakan sesuatu hal ! Tadi, lolap sedang duduk semedi, karena merasa hatiku tak tenang maka sengaja aku datang kemari untuk berjalan jalan sambil mencari hawa, sungguh tak nyana kalau siau-sicu memang datang kemari untuk mengunjungi-ku."
"Bila mengganggu ketenangan taysu, harap taysu suka memakluminya "
Oh Put Kui tersenyum. Poan-kay hwesio segera merangkap tangannya didepan dada sambil tertawa.
"0mintohud. tidak berani, tidak berani, silahkan siau-sicu mengikuti aku masuk ke dalam ruangan!"
Dia lantas berjalan lebih dulu memasuki sebuah ruangan.
Oh Put Kui segera memberi tanda kebela kang untuk memanggil pengemis pikun agar ikut bersamanya memasuki ruangan.
Setelah tamu mengambil tempat duduk, seorang hwesio kecil muncul sambil menghidangkan air teh.
Poan-kay hwesio mengerutkan dahinya sebentar, kemudian menegur sambil tertawa.
"Entah karena persoalan apakah siau-sicu datang mencari lolap?"
"Barusan saja aku meninggalkan pulau Jit-hu-to!"
Ujar Oh Put Kui sambil tertawa. Begitu mendengar perkataan Itu, paras muka pendeta agung ini segera berubah hebat. Kemudian sambil mencorongkan sinar matanya yang tajam ia awasi wajah pemuda itu lekat-lekat, kemudian katanya dengan suara dalam.
"Apakah siau sicu telah mengalami suatu kekagetan atau suatu kerugian yang besar?"
"Tidak !"
Oh Put Kui segera menggelengkan kepalanya berulang kali. Wajah Poan-kay hweesio, segera mengendor kembali.
"Omintohud ! tampak ketujuh orang sicu itu sudah banyak mengalami perubahan."
"Taysu, sesungguhnya dosa atau kesalahan apakah yang telah diperbuat oleh ke tujuh orang locianpwe itu sehingga mereka harus disekap didalam pulau yang terpencil di tengah lautan bebas dan merasakan siksaan hidup yang amat berat?"
Begitu ucapan tersebut diutarakan, sekali lagi mencorong sinar tajam dari balik mata Poan-kay hwesio.
"Siau-sicu, tahukah kau bahwa mereka adalah tujuh malaikat keji dari bu-lim?"
Oh Put Kui tertawa hambar. Sebaliknya si pengemis pikun segera berteriak cepat.
"Tapi orang persilatan dari kalangan putih menyebut mereka sebagai bu-lim jit-seng "tujuh malaikat suci dari dunia persilatan..."
Sekali lagi Poan-kay siansu manggut-manggut seraya tertawa.
"Ya, benar, apa yang dikatakan sicu pengemis memang benar, memang ada orang yang menyebut mereka sebagai Bu-lim-jit-seng !"
"Kalau toh mereka adalah tujuh malaikat suci, apa pula urusannya dengan kalian Sam-sian sehingga kalian mengurung orang orang itu diatas pulau terpencil? Apakah kalian tidak merasa kalau tindakan ini merupakan suatu tindakan yang kelewat keji.."
"Teguran dari sicu pengemis memang benar sekali,"
Poan- kay siansu kembali manggut-manggut dengan tertawa hambar "Tapi,tahukah kau bahwa mereka sudah membunuh orang kelewat banyak? seandainya tidak diberi sedikit pelajaran, mungkin dikemudian hari mereka tidak dapat berakhir dengan baik "
Mendadak Oh Put Kui tertawa keras.
"Haaahhh. ...haaahh haaahh kemulian hati taysu sungguh membuat orang merasa kagum."
"Siau sicu kelewat memuji, lohu tak berani menerimanya ...."
Sambil tertawa tiba-tiba Oh Put Kui berkata lagi .
"Hudcou pernah bilang begini, jika aku tidak masuk neraka, s
Duri Bunga Ju -- Gu Long Pendekar Aneh Karya Liang Ie Shen Rahasia Peti Wasiat -- Gan K L