Munculnya Seorang Pendekar 16
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id Bagian 16
Munculnya Seorang Pendekar Karya dari Tjan Id
Ah Leng Hong, kau sekali-kali tidak mempermainkan orang .."
Tapi diapun berpikir .
"Dan sekarang, apakah aku harus menemuinya atau tidak ? Bila aku bertandang untuk menjumpainya, apakah hal itu baik atau buruk ? Hanya, aku pernah menjanjikan kepadanya, bahwa aku akan menjumpainya satu kali lagi. Sesungguhnya, aku tidak boleh salah janji terhadap orang, terlebih-lebih terhadap seorang dara seperti nona Souw itu". Oleh karena itu, merekapun segera berangkatlah menuju ke Shoa Tang. Para pedagang banyak sekali terdapat dalam kota kuno itu, sedangkan took-toko terdapat berederet-deret disana- sini. Pada pagi hari itu, ketika matahari menyinari jalanan tersebut, terutama waktu sinar itu terjatuh diatas merek took-toko tersebut, menambah semaraknya suasana disana. Sayang sekali jalanan disitu kurang baik, dan karena dasarnya terdiri dari tanah merah, maka pada waktu musim kering itu bila ada kereta yang melalui jalan tersebut, lantas saja menerbitkan abu yang bergulung-gulung dan lama sekali baru buyar. Gouw Leng Hong dan Lie Siauw Hiong dengan tergesa- gesa mengejar perjalanan mereka untuk masuk kedalam kota, karena bila mereka berjalan ayal-ayalan, pasti mereka akan setengah pingsan karena menyedot terlampau banyak abu, maka begitu sampai didalam kota, lalu mereka mencari rumah makan, setelah masuk kerumah makan tersebut, barulah mereka membersihkan debu pada baju mereka, kemudian mereka duduk dan lalu memesan makanan untuk sarapan pagi. Setelah pelayan membawa sayur dan nasi, dia lalu memandang pada kedua orang tamunya ini, dan tatkala melihat Lie Siauw Hiong melototkan padanya, dia jadi terkejut dan buru-buru pura-pura tenang sambil tertawa dengan terpaksa dan berkata .
"Apakah kalian berdua datang kesini untuk memenuhi undangannya pemimpin Bu Tong, Cek Yang Tojin ?"
Lie dan Gouw jadi tercengang sekali, hingga Lie Siauw Hiong segera bertanya .
"Kau bagaimana dapat berkenalan dengan Cek Yang Tojin ? Dan dia mengundang orang untuk apakah ?"
Pelayan tersebut lalu menjawab .
"Ternyata kalian berdua masih belum mengetahui, urusan ini sangatlah menggemparkan sekali ..."
Lie Siauw Hiong dengan tidak dapat menahan sabarnya lagi lalu bertanya .
"Urusan apakah yang menggemparkan itu ?"
Pelayan tersebut lalu menjawab .
"Pada beberapa hari ini, beribu-ribu pendekar pada memburu datang kesini, saya dapat mengetahuinya oleh karena orang banyak pada mempercakapkannya disini, bahwa Cek Yang Tojin menyebar surat selebaran untuk mengundang orang-orang gagah dan pendekar-pendekar datang kegunung Kwie San, katanya ingin menyambut kedatangan dua orang asing. Aku jadi heran dan bertanya dalam hati, masakah hanya kedatangan dua orang asing saja mereka telah menggerakkan begitu banyak orang ?"
Pelayan tersebut sebenarnya sedang membanggakan dirinya sendiri yang dapat bercerita pada para tamunya, pada hal apa yang sesungguhnya diketahuinya adalah tidak benar seluruhnya.
Pada saat itu ketika dia ditanyakan oleh Lie Siauw Hiong, buru-buru dia garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal, dia tidak dapat menjawab akan pertanyaan yang diajukan tamunya ini.
Bersamaan dengan itu, sekonyong-konyong dari sebelah luar tampak berjalan masuk seorang pendekar, buru-buru dia berteriak .
"Aku mendengar kabar tersebut dari orang itu, bila kalian ingin mengetahui duduk perkara yang sejelas-jelasnya, silahkan tanyakan saja orang itu". Sedangkan dia sendiri dengan cepat lalu berjalan pergi. Dan orang itu ketika mendengar perkataan si pelayan, diapun menjadi tercengang sekali, dan tatkala melihat kedua pemuda kita bersemangat gagah sekali, maka buru- buru dia rangkapkan tangannya sambil berkata .
"Tuan-tuan mempunyai urusan apakah yang hendak ditanyakan kepadaku ?"
Gouw Leng Hong pun buru-buru bangun berdiri, dan dengan setiara menyimpang dia menyahut .
"Kami tengah memperbincangkan tentang kedua orang asing yang tidak tahu diri itu .."
Sementara orang itu yang menyangka bahwa kedua pemuda ini tentunya mendapat juga undangan Cek Yang Tojin, maka diapun berkata .
"Benar, kali ini bila kita jatuh ditangan mereka, maka pendekar-pendekar yang berada di Tiong Goan jangan harap dapat mengangkat namanya lagi kelak .."
Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong pura-pura sudah mengetahuinya, sehingga mereka tidak menunjukkan perasaan herannya, dan orang itu lalu melanjutkan perkataannya .
"Coba kau pikir, mereka menantang orang- orang gagah diseluruh Tiong Goan yang dikepalai oleh pemimpin persekutuan orang-orang gagah 'Kim-pek-sin- hud', berikut Kim-pek-sin-hud sekali, selain dari itu, merekapun sesumbar ingin menempur kelimabelas orang yang paling terkemuka dalam kalangan persilatan di Tong Goan. Dengan begitu, dimanalah kita sekalian dapat menahan sabar lebih lama pula ? Tapi karena melihat Cek Yang Tojin berlaku begitu tergesa-gesa serta tegang sekali tampaknya, maka teranglah sudah, bahwa lawan yang akan dihadapi itu pasti mempunyai kepandaian yang luar biasa sekali". Dalam hati Lie Siauw Hiong merasa sangat geram sekali, tapi mulutnya hanya menjawab .
"Kedua orang asing ini pastilah dilahirkan ditempat yang liar, sehingga setelah dewasa lalu menghina orang secara keterlaluan sekali !"
Kedua orang ini yang memangnya sangat cerdik, mereka berlaku seperti juga orang yang menerima undangannya Cek Yang Tojin, sehingga orang itu benar saja lalu berkata .
"Benar, kedua orang asing ini datang dari Thian Tiok (India). Merekapun pernah mengatakan .
"Mereka katanya mendengar kabar, bahwa sepuluh tahun yang lampau di Hoo Lok terdapat Gouw Ciauw In, dan yang satunya lagi adalah Chit-biauw-sin-kun Bwee San Bin, hanya disayangkan kedua orang ini kini sudah pada meninggal dunia, bila tidak, merekapun pasti dapat merasakan betapa enaknya makan kepalan mereka !"
Kedua orang yang mendengar keterangan begitu, dalam hati mereka sangat marah sekali, maka setelah berkata-kata tidak lama antaranya, merekapun meninggalkan rumah makan tersebut setelah terlebih dahulu membereskan rekening mereka.
Setibanya dijalanan Lie Siauw Hiong lalu berkata .
"Kedua orang asing ini sungguh temberang dan kurang ajar sekali, marilah kita pergi kegunung Kwie San untuk menyuruh mereka merasakan pedangnya Hoo-lok-it-kiam dan Chit-biauw-sin-kun !"
Gouw Leng Hongpun menyahut .
"Kita yang selama beberapa hari ini selalu berjalan dijalan kecil dan sepi, sampaikan kabar yang demikian pentingnya kita tidak pernah mendengarnya". Begitulah mereka mengambil jalan kejurusan gunung Kwie San. Diatas gunung Kwie San berdiri sebuah kuil yang besar dan megah sekali, itulah kuilnya partai Bu Tong Pay, pada ruangan tengah kuil tersebut terdapat kurang lebih beberapa ratus orang yang tengah ribut memperbincangkan tentang kedua orang asing yang menantang pemimpin mereka tersebut, diantara orang-orang yang diundang itu ada juga yang mengambil jalan darat, dan begitulah kedua pemuda kita lalu mencampurkan diri diantara orang banyak untuk sama-sama naik keatas gunung. Tapi kenyataannya adalah kedua orang asing itu tidak pernah mengatakan bahwa mereka menantang kelimabelas orang yang terpandai di Tiong Goan untuk menempur mereka, hanya mereka benar telah menantang pada lima ahli waris yang terkemuka itu, tapi Cek Yang Tojin dengan cerdiknya lalu menarik sembilan jago dari Kwan Tiong kedalam kelompoknya untuk bahu-membahu melawan kedua orang asing tersebut. Karena Cek Yang Tojin mengetahui juga bahwa jago diperbatasan Hong Pek Yang telah membentuk golongan tersendiri, dan andaikata diundangpun belum pasti dia akan datang, oleh karena itu, menurut jalan pikirannya, andaikata dia dapat menarik kesembilan jago dari Kwan Tiong, kekuatannyapun sudah bertambah lebih kokoh. Tapi dimanalah dia pernah menyangka, bahwa kesembilan jago Kwan Tiong ini sudah dihajar kucar-kacir oleh Lie Siauw Hiong. Kesembilan jago Kwan Tiong itu kini tinggal enam orang saja, maka julukan sembilan jago dari Kwan Tiong itupun sudah tidak tepat lagi, hingga baru tepat bila dipanggil enam jago dari Kwan Tiong ! Kedatangannya Lie Siauw Hiong bersama saudaranya keatas gunung tersebut, bukanlah bermaksud untuk memberi bantuan pada kelima ahliwaris partai-partai terkemuka itu, tapi karena mendongkol bahwa dua orang asing itu sudah melakukan penghinaan kepada para pendekar pada umumnya, dan pada ahli-ahli silat Tiong Goan pada khususnya, maka itulah mereka berdua telah datang juga, supaya bila ada kesempatan baik, diapun hendak menyelesaikan hutang lamanya. Tidak lama antaranya, merekapun telah sampai diruangan Bu-wie-thia, dimana Lie Siauw Hiong yang bermata awas, sudah lantas melihat pada Cek Yang Tojin, Kouw Am Siang Jin dan Cia Tiang Kheng, tapi dia belum menampak Li Gok yang telah mencuri pedang Bwee-hiang- kiamnya. Gouw dan Lie kedua pemuda kita yang bercampuran diantara pendekar-pendekar, mereka menampak orang banyak tengah sibuk mengurus kepentingan sendiri-sendiri, sehingga tidak ada orang yang memperhatikan mereka, kemudian barulah Lie Siauw Hiong berkata .
"Twako, barusan diwaktu kita naik keatas gunung, apakah tidak melihat bayangan sesosok tubuh manusia yang dengan pesatnya melesat naik keatas gunung ?"
Leng Hong menjawab .
"Benar, aku yang melihat orang itu, akupun mengetahui, bahwa orang tersebut mempunyai ilmu Keng-sin-keng yang cukup tinggi maka barusan karena tidak leluasa bercakap-cakap, aku belum sempat mengutarakan penglihatanku kepadamu". Lie Siauw Hiong dengan suara yang perlahan berkata .
"Aku lihat orang tersebut adalah 'Bu-lim-cie-siu' .."
Leng Hong yang mendengar perkataan kawannya ini, diapun segera mengingat ceritanya, ketika dia diserang oleh mereka, yaitu orang yang sedang dipercakapkan sekarang bersama sipendeta yang menyerang secara sekonyong- konyong dan aneh, hingga dalam hati dia berkata .
"Tidak heran bila orang itu dapat bertanding dengan serunya dengan Hiong Tee, karena kelihatan jelas diapun mempunyai kepandaian yang berarti juga, dan mungkinkah orang ini pun adalah orang undangannya Cek Yag Tojin juga ?"
Dia yang sesudah makan buah yang mujijat itu, ilmu Keng-sin-kangnya maju sangat pesat sekali, ditengah jalan dia telah mengadu lari dengan Lie Siauw Hiong, Lie Siauw Hiong yang menggunakan 'Am-eng-pu-hiangnya, ternyata tidak jauh terpautnya.
Sekonyong-konyong satu pendeta muda agaknya murid partai Bu Tong lalu menghampiri Cek Yang sambil berkata- kata, tidak lama antaranya muka Cek Yang Tojin tampak berubah, kemudian berdiri dan dengan suaranya yang nyaring dia berseru .
"Para hadirin diminta supaya tenang .."
Tenaga dalamnya sungguh hebat sekali, karena suara yang dikeluarkannya itu bukan main nyaring dan dapat menindih suara orang banyak, yang dengan segera berhenti bercakap-cakap sehingga suasana menjadi hening sekali.
Setelah itu, diapun melanjutkan perkataannya .
"Kedua orang asing ini akan segera sampai .."
Keadaan diruangan Bu-wie-thia segera hening, Cek Yang Tojin segera mengulapkan tanganya dan pinta besar itu segera dipentangkan oleh dua murid pendeta dari partai Bu Tong, kemudian berjalan masuk kedua orang asing tersebut, yang berjalan dimuka kurang lebih tingginya mencapai satu tombak, sedangkan yang berjalan dibelakangnya adalah pemuda tampan, lebih muda dan mukanya putih sekali karena tidak bermisai.
Orang yang berjalan masuk duluan ini memakai pakaian yang sembarangan saja, kepalanya gundul lenang, begitu dia masuk, lantas orang-orang yang berada dalam ruangan tersebut pada memasang matanya menatap kepadanya, begitupun dia sendiri masuk kesitu dengan matanya tampak jelalatan, seakan-akan ada barang yang hendak dicarinya, tapi setelah dia melihat keempat penjuru, sekonyong- konyong mukanya mengunjukkan perasaan kecewa, lantas dia balikkan kepalanya memandang pada kawannya yang berjalan dibelakangnya, yang berdandan sebagai anak sekolahan sambil berkata-kata yang tidak dimengerti oleh orang banyak.
Suaranya seperti gembreng pecah dan sangat memekakkan kuping orang banyak, hingga mereka hanya merasakan kuping mereka pedih karena suara itu mengaung-aung tidak henti-hentinya, setelah lama barulah suara itu lenyap.
Pemuda yang berdandan sebagai anak sekolahan itu lalu menunjuk kemuka, yang maksudnya mungkin menyuruh kawannya untuk mencari dahulu dengan lebih teliti.
Setelah itu, benar saja ia lalu menerobos diantara orang banyak.
Dia menubruk ketimur dan melanggar kebarat, sehingga orang yang kena diseruduknya bila tidak jatuh celentang, kebanyakan pada berteriak-teriak karena kesakitan.
Si pemuda itu seperti juga tidak menganggap perbuatannya itu disengajanya, maka dia terus berusaha mencari lawan yang hendak ditantangnya.
Setelah ia berjalan didekatnya Gouw Leng Hon, diam- diam Leng Hong mengeluarkan suara jengekannya, kemudian dengan kuat dia memasang besinya, maka waktu orang asing itu berjalan menghampiri dan menubruknya, dia rasakan badannya seperi juga beradu dengan kapas saja, hingga diam-diam dia merasa tercengang sekali.
Tapi ketika baru saja dia ingin menarik tenaga tubrukannya, tiba-tiba dia rasakan ada tenaga yang tidak kelihatan menolak dirinya, dan dengan mengeluarkan teriakan aneh dan suara yang memecah anak telinga, buru-buru dia bentangkan sepasang tinjunya utuk memecahkan tenaga yang tidak kelihatan itu, kemudian barulah dia dapat berdiri dengan tegak lurus.
Tapi matanya membelalak memandang kearah Gouw Leng Hong.
(Oo-dwkz-oO)
Jilid 31 Lie Siauw Hiong yang menyaksikan dari samping, diapun mengetahui bahwa Twakonya telah mengunakan jurus dari partai Thay Khek, yaitu dengan kelembekan melawan kekerasan, dalam hatinya dia tengah bergirang untuk saudaranya, sehingga tanpa terasa lagi dia lalu berteriak memuji saudaranya.
Leng Hong lalu menolehkan kepalanya memandang pada Lie Siauw Hiong sambil tersenyum, yang juga segera dibalas oleh senyuman sipemuda she Lie.
Orang asing yang berpakaian sebagai anak sekolahan tadi sambil tertawa lalu berkata .
"Tak disangka bahwa didaerah Tiong Goan terdapat seorang seperti kau". Dan bahasa Han yang diucapkannya itu sungguh sangat lancar sekali. Pada waktu pandangan matanya itu terjatuh pada mukanya Gouw Leng Hong, tidak terasa lagi dia merasa sangat tercengang, hingga diam-diam dia berkata pada dirinya sendiri .
"Tidak disangka di Tiong Goan terdapat seorang pemuda yang demikian tampannya". Karena sesungguhnya juga didaerahnya sendiri tidak ada orang yang setampan pemuda kita itu. Kemudian ia menggapaikan tangannya pada kawannya yang agak kasar itu sambil berkata dengan suara yang keras .
"Kami dua sudara sangat mengagumi kepandaian orang- orang didaerah Tiong Goan, hari ini kalian para pendekar sudah pada berkumpul disini, sungguh merupakan kesempatan yang sangat baik untuk kami membuka mata kami lebar-lebar, berbareng dengan itu kami menginginkan dua kali pertempuran, asalkan saja kami mengalami kekalahan satu kali saja, kamipun akan segera kembali kenegeriku sendiri, tapi jika misalnya kami memenangkan kedua-dua pertandingan tersebut, hahaha, omongan yang akan kami maksudkan itu sudah kami jelaskan pada Cek Yang Tojin .."
Para pendekar yang mendengar perkataan kedua orang asing itu tak ada seorangpun yang tidak merasa geram, hanya disayangkan bahwa kedua orang asing ini sesungguhnya memiliki kepandaian yang tinggi sekali, bila tidak, mana berani mereka membuka mulut besar.
Lalu Cek Yang Tojin menoleh pada rekannya Kouw Am Siangjin yang duduk disampingnya bersama Cia Tiang Kheng sambil berkata .
"Hari ini adalah kita lima ahliwaris sedang mempertaruhkan nama baik kita sekalian, bila kita kalah, .. ai, tak usah dikatakan lagi sudah !"
Cek Yang Tojin memikirkan perjalanan hidupnya yang tak terlampau gemilang, karena dia pernah membuat sesuatu yang tidak diperkenankan oleh peraturan kalangan Kang-ouw, dan diapun berpikir dengan.
sangsi, apakah nama baiknya partai Bu Tong akan terputus sampai hari ini saja ? Kouw Am dengan suara perlahan lalu menyebutkan perkataan mengenai kaum Budhis, lalu diapun berkata .
"Mungkin sekali hari ini kita harus mengorbankan tulang- tulang kita yang sudah tua ini untuk melangsungkan pertempuran yang menentukan, .."
Sedangkan ahliwaris partai Tiam Cong, yaitu Liok-eng- kiam Cia Tiang Kheng tampak bersungguh-sungguh, seakan-akan ada sesuatu yang sedang dipikirkannya, sehingga dia tidak turut campur mulut. Cek Yang Tojin lalu berkata pula .
"Li Heng mengapa belum datang juga ? Bila tidak, pasti sekali dengan pedangnya itu kita akan dapat menundukkan kedua orang bangsa asing ini". Lalu pemuda yang berpakaian sebagai anak sekolahan itu berteriak dengan suara yang keras sekali .
"Pertempuran pertama adalah suhengku Katar yang akan maju. Pendekar Tiong Goan manakah yang akan melayaninya ?"
Dia yang memang mempunyai tenaga-dalam yang hebat sekali, setiap kali mengucapkan kata-kata, genteng-genteng diatas kepala mereka sekalian dirasakan bergetar, hingga para pendekar yang menyaksikan demikian, dalam hati mereka sependapat, bahwa suteenya orang kasar ini jauh lebih tinggi kepandaiannya.
Cek Yang Tootiang yang akhirnya mendapatkan bahwa Li Giok benar saja tidak muncul, hatinya menjadi sangat gugup sekali, hingga diapun tidak enak untuk menyuruh Kouw Am keluar melayani lawanya, maka dalam kegugupannya diapun sudah hendak bersiap-siap untuk keluar sendiri saja ..
Tapi Kouw Am yang melihatnya, buru-buru menarik pakaiannya, dengan suara yang perlahan dia berkata .
"Biarlah Loo-lap saja yang menempurnya, kau bersama Cia Hian-tit boleh mengatur barisan dengan sempurna .."
Dia yang pernah bersama-sama ayahnya mendapat nama, maka dia bahasakan Cia Tiang Kheng dengan sebutan Cia Hiantit saja. Cek Yang Tootiang lalu memesannya pula .
"Pertempuran ini bukanlah kecil akibatnya, Siangjin tidak boleh menaruh belas kasihan terhadapnya". Kouw Am tidak menjawab perkataan rekanya, hanya dengan tindakan yang tenang sekali dia lalu berjalan masuk kerunangan tengah itu sambil berkata .
"Pinceng Kouw Am Siangjin ingin meminta pengajaran darimu". Sekalipun suaranya sangat perlahan tapi nyaring sekali kedengarannya, dan hal itu terang menunjukkan tenaga- dalamnya yang cukup sempurna. Orang tinggi besar itu ketika melihat Kouw Am Siangjin maju menantangnya, buru-buru dia balikkan badannya bertanya pada suteenya dalam bahasa yang hanya dimengerti oleh mereka berdua. Adik seperguruannya itupun lalu memandang pada Kouw Am sebentaran sambil goyangkan kepalanya dan menjawabnya dengan kata-kata yang sukar dimengerti oleh orang banyak. Orang asing itu menunjukkan perasaan kecewanya. Orang banyak hanya dapat mengerti dua perkataan saja, yaitu 'Go-bie', maka orang hanya dapat mengira, bahwa orang kasar ini tentunya menanyakan pada adik seperguruannya, bagaimana baiknya akan ia meladeni paderi tua itu. Para hadirin menginsyafi bahwa pertempuran sekali ini erat sekali sangkut pautnya dengan masa depan perkembangan rimba persilatan, oleh karena itu, mereka semuanya memasang mata dengan tajam sekali, dan setiap hadirin mendoakan agar pertempuran ini dapat dimenangkan oleh Kouw Am, sekalipun benar diantara mereka ada yang pernah bentrok dengan salah satu ahliwaris tersebut, tapi kini dalam saat-saat menghadapi musuh dari luar, mereka dapat menyampingkan pertentangan lama untuk menggalang persatuan yang kokoh dan kuat diantara bangsa mereka sendiri. Oleh karena itu, mereka mengharapkan dengan sangat agar Kouw Amlah yang dapat memenangkan pertempuran ini dengan segera. Setelah Kouw Am berdiri dihadapan lawanya, lalu dia memberi hormat dengan merangkapkan kedua tangannya, kemudian sepasang matanya ditujukan pada lawannya untuk memperhatikan pergerakan selanjutnya dari sang lawan ini. Katar tanpa banyak cingcong lagi lalu memukul pada Kouw Am Siangjin, hingga angin kepalannya sudah mendahului sampai sebelum kepalannya itu mampir pada tubuhnya Kouw Am. Kouw Am sekali lihat diapun mengetahui, bahwa lawannya in adalah ahli gwakee (ahli luar), tapi tenaga yang sebesar ini jarang sekali dapat dijumpainya dalam kalangan Kang-ouw. Diantara kelima ahliwaris itu, Kouw Am adalah yang paling sempurna ilmu tenaga-dalamnya, maka dalam perjalanan hidupnya ini, entah sudah berapa ratus kali dia pernah melangsungkan pertempuran besar dan kecil, tapi tenaga besar seperti yang dimiliki oleh Katar ini barulah untuk pertama kalinya dia menjumpainya, tapi meski demikian, badannya tidak bergerak untuk mengelakkan pukulan itu, selain tangannya saja diulurkan untuk menotok sambungan tangan dari lawanya, dimana letaknya jalan darah 'Kim-tay-hiat'. Sekalipun tampaknya Katar sangat kasar, tapi pergerakkannya adalah gesit sekali, dengan cepat dia menangkis serangannya Kouw Am. Dan sambil menggereng keras, ia menangkis dan Kouw Am rasakan sepasang lenganya tergetar, buru-buru dia mundur setengah langkah, untuk mengurangi daya serangan lawanya ini, sedang didalam hatinya, dia merasa terkejut sekali. Jangankan Kouw Am, sampaikan Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong yang menyaksikan dari samping, turut juga merasa terkejut, hingga diam-diam Lie Siauw Hiong berkata .
"Orang barbar ini teranglah adalah ahli luar, tapi mengapakah dalam kehebatan serangannya ini, mengandung juga tipu yang aneh sekali ? Begitu dia dapat menyatukan serangannya itu, tenaganya pasti akan menjadi sangat luar biasa sekali, maka tidaklah mengherankan bila ada orang yang mengatakan, bahwa orang asingpun mempunyai kepandaian yang berbeda jauh sekali dengan orang-orang didaerah Tiong Goan, dan hal ini ternyata ada juga kebenarannya". Gouw Leng Hong dengan suara yang perlahan lalu berkata pada Lie Siauw Hiong .
"Kepandaian orang asing ini sungguh aneh sekali, aku kuatirkan bahwa Kouw Am tidak akan dapat melayaninya sampai seratus jurus". Sedangkan diseberang sana, yaitu sipemuda kasar itu, tidak henti-hentinya melancarkan seranganya yang sangat hehat disertai angin yang menderu-deru, setiap kali dia melancarkan serangannya, selalu dia berteriak dengan suaranya yang keras dan menulikan anak telinga orang banyak. Sedangkan Kouw Am sendiri dalam hatinya berpikir .
"Untuk melayani orang ini, aku harus mengandalkan tenaga-dalamku saja, karena dengan tenaga-dalamku ini aku dapat mengambil inisiatip terlebih dahulu". Begitulah setelah mengambil ketetapan yang pasti, diapun lalu berteriak panjang, kemudian sepasang tangannya lalu dibentangkan dalam jurus 'Ceng-song-kun-hoat' untuk menyerang lawannya. Dia yang memang menang pengalaman, setelah menukar cara bersilatnya ini, kemudian kedua orang ini dapat bertempur dengan berimbang dan sulit diterka siapa yang akan menang dan siapa pula yang akan kalah. Dalam pada itu diam-diam Lie Siauw Hiong berkata didalam hatinya .
"Hanya pengalaman ini serta pandangan yang tajam untuk mengubah cara-cara bersilat yang sukar dipetik, bila kita belum sampai ketaraf seperti yang dimilikinya". Sebaliknya Katar tidak pernah menyangka, bahwa di Tiong Goan terdapat orang-orang kuat juga, semakin bertempur dia merasa semakin senang saja, dan hal itu terlihat pada senyuman dimukanya. Disamping itu, serangan-serangna yang dilancarkannyapun menjadi semakin hebat juga, sedangkan teriakan-teriakannya semakin gencar. Sedangkan Kouw Am sendiri tetap dengan tenangnya melayani lawannya, dan dengan pengalamannya yang bertahun-tahun itu dia berusaha untuk lebih mengungguli lawannya, tapi sampai saat itu dia belum juga menunjukkan tanda-tanda akan memperoleh kemenangan yang pasti, oleh karena itu, hatinyapun menjadi agak gugup juga. Sementara Cek Yang Tojin dilain pihak berkata didalam hatinya dengan perasaan heran .
"Bangsa barbar ini hebat sekali permainan pukulan, untung sekali aku belum turun kegelanggang tadi, jika tidak .. sungguh sukar diduga, karena diantara kita berlima, hanya Kouw Am sendiri yang masih ada kemungkinan dapat bertahan, .."
Tampaknya memang Cek Yang Tojin bersama Li Gok lebih unggul dalam permainan pedangnya, jika dibandingkan dengan bertempur dengan hanya menggunakan tangan kosong.
Sedangkan pemuda yang berdandan sebagai anak sekolahan itu, dengan matanya yang tajam, terus dia mengincar pada pendekar-pendekar disekelilingnya, tapi terhadap pertempuran itu sendiri dia tidak hiraukan sama sekali, karena mungkin siang-siang dia sudah yakin yang kemenangan pasti akan jatuh dipihaknya.
Dan ketika pertempuran itu tepat sampai dijurus keseratus.
Katar berseru keras dengan teriakannya yang aneh, yang mungkin juga dalam bahasa Han sama artinya dengan kata-kata 'Kena' ..
Karena sesunguhnyalah pukulannya sekali ini agak diluar dugaan orang, dan didepan pandangan orang banyak, benar saja Kouw Am tidak dapat lagi menguasai keadaan ..
Tapi dengan pengalamannya yang berpuluh-puluh tahun lamanya itu dan dengan menggunakan tipu 'Sin-heng-cong- pouw', suatu gerakan kaki yang sebat dari jurus partai Go Bie, akhirnya diapun masih dapat menghindarkan dirinya dari serangan lawannya itu.
Katar berhenti sebentar, kemudian sambil mengeluarkan suara 'ihhh' lalu diapun melancarkan serangannya lagi.
Kouw Am berulang-ualng mundur, karena siasat itu dapat dipergunakan untuk menghindarkan dirinya dari serangan aneh lawannya.
Kemudian lagi-lagi Katar mengeluarkan suara 'ihhh' dan dengan cepat diapun melancarkan serangan-serangannya kembali ..
Dengan berturut-turut tiga kali dia melancarkan serangannya, seakan-akan Kouw Am mengetahui bahwa dirinya pasti akan mengalami kekalahan yang memalukan ditangannya bangsa asing ini, maka tidak terasa lagi dalam gugupnya dia menjadi marah, tapi sesungguhnya serangannya Katar keliwat aneh, jangankan untuk menyerang lawannya, sampaikan untuk membela diri saja sudah merupakan suatu soal yang sulit sekali.
Kira-kira pada jurus keseratus sepuluh, lagi-lagi Katar mengeluarkan suara 'ihhh' lagi.
Sambil melancarkan pukulannya, kini kakinyapun tidak tinggal diam, hanya dengan lekas disapukan pada lawannya dengan tiga kali tendangan berantai, hingga Kouw Am dengan mati-matian membela dirinya.
Sekalipun dia masih dapat mengelitkan dirinya, tapi tidak urung bajunya sobek sebagian besar kena pukulan lawannya itu.
Para pendekar berseru dengan kaget, tapi segera kesunyian kembali menguasai keadaan, seluruh hati para hadirin merasa berat sekali menyaksikan pertempuran itu.
Kouw Am tampak mukanya menjadi biru dan dengan suara putus asa dia berkata .
"Dalam pertempuran sekali ini, rupanya aku harus mengakui kalah .."
Katar tidak paham bahasa Han, tapi waktu mendengar para hadirin pada berteriak, dia mengira bahwa Kouw Am merasa tidak puas, maka saking marahnya dia berteriak- teriak, sambil mengumpulkan seluruh kekuatannya pada tanganya dan sudah bersiap-siap untuk memukul kembali pada hweeshio tua itu.
Dalam suasana kekalahan yang pahit sekali dirasakan bagi Kouw Am ini, semangatnya belum lagi terpusatkan, tapi setelah dia merasa lawannya menyerang kembali, diapun sudah tidak dapat berkelit lagi, didepan pandangan orang banyak dengan jurus yang hebat dilancarkan oleh Katar ini sudah hampir sampai pada tubuhnya Kouw Am ...
Para hadirin merasa geram sekali, entah mereka memaki atau mengucapkan perkataan apa ..
Justru dalam keadaan yang sangat genting ini, sekonyong-konyong terdengar suara "Dak !"
Yang sangat nyaring sekali, dan ternyata pintu ruangan tengah kena ditendang orang, dari mana tampak melayang tubuh seseorang yang lantas menyerang pada Katar.
Dengan satu kali beradunya pukulan kedua orang ini, ternyata Katar kena dibikin mundur sejauh dua langkah, sedangkan orang itu dengan menggunakan tenaga beradunya kedua kepalan itu, lalu melompat sejauh beberapa puluh tombak dan berdiri didekat tembok.
Waktu orang banyak memandang padanya, ternyata orang itu adalah seorang pemuda, yang diantara para hadirin masih banyak yang asing terhadapnya, tapi diantaranya ada juga orang-orang yang mengenalinya dan lalu mereka pada berteriak .
"Bu-lim-cie-siu !"
Orang yang mendatangi ini benarlah seorang yang baru saja tenar namanya dikalangan Kang-ouw, yaitu Bu-lim-cie- siu Sun Ie Tiong ! Orang banyak lalu pada berteriak kegirangan, sekalipun pertempuran pertama kekalahan ada dipihak mereka, tapi sekarang dibawah pembelaan Sun Ie Tiong, mereka merasa yakin bahwa kekalahan itu pasti akan tertebus.
Sedangkan orang-orang yang tidak kenal pada Sun Ie Tiong lalu pada berbisik-bisik mempercakapkan pemuda itu, karena merekapun agaknya merasa diluar dugaan mereka bahwa pemuda itu mempunyai tenaga yang begitu kuat sekali, dan ternyata pemuda yang masih sangat muda belia ini sudah berhasil memiliki kepandaian setinggi itu, tapi umurnya masih sangat muda sekali.
Gouw Leng Hong belum pernah berjumpa dengan Sun Ie Tiong, maka dengan perlahan dia berbisik pada Lie Siauw Hiong .
"Bu-lim-cie-siu ini ternyata mempunyai tenaga yang luar biasa sekali !"
Sehabis berkata begitu, entah dengan menggunakan tipu apa, tahu-tahu badannya sudah melayang sejauh tujuh tombak lebih dan tepat berada ditengah-tengah ruangan itu, waktu kakinya menginjak lantai ternyata tidak menerbitkan suara apa-apa, sehingga tampaknya seperti jatuhnya daun kering saja, tapi setelah dia mengangkat kakinya satu langkah, lantai yang diinjaknya tadi meninggalkan bekas tapak kaki sedalam dua setengah dim! Orang banyak yang menyaksikannya, tidak terasa lagi jadi pada mengeluarkan teriakan terkejut, hingga tidak ada seorangpun yang berani maju untuk melawannya.
Cek Yang Totiang dan Cia Tiang Kheng yang melihatnya, merekapun jadi menggeleng-gelengkan kepala saja.
Jangankan mereka, sampaikan Lie Siauw Hiong sendiripun belum pasti dapat melakukannya.
Umurnya Kinlungo ini kurang lebih baru tiga puluh tahun, entah dari mana dia memiliki tenaga dalam sehebat demikian? Maka sekarang tidak heranlah, bila dia berlaku begitu congkak.
Kinlungo dengan berturut-turut berteriak tiga kali, tapi pendekar-pendekar Tiong Goan belum lagi ada yang menampilkan diri untuk bertempur dengannya, maka tidak terasa lagi dia telah menjadi semakin congkak saja, seakan- akan tidak ada orang lagi yang akan dapat menundukkannya.
Lie Siauw Hiong yang melihatnya, semakin lama semakin tidak puas, baru saja dia ingin maju kemuka, ternyata sudah ada orang yang mendahuluinya sambil berteriak.
"Aku Sun Ie Tiong mohon pengajaran darimu!"
Sun Ie Tiong tadi setelah berhasil membikin mundur pada Katar, kini dia sudah maju, tapi siapa sangka Kinlungo dengan tertawa dingin lalu berkata.
"Kau bukanlah tandinganku yang setimpal !"
Lalu dilanjutkannya.
"Kau bersama Katar barulah merupakan lawan yang setimpal!"
Sun Ie Tiong sendiri merasa heran dan geram, diapun mengetahui, bahwa dirinya bukanlah lawannya yang setimpal, sekarang tanggung jawabnya berat sekali, maka setelah berpikir sampai disitu, tiba-tiba dia merasa ragu- ragu.
Darah Lie Siauw Hiong menjadi berdidih, baru saja dia hendak lompat kegelanggang pertempuran, sekonyong- konyong terdengarlah satu suara yang lemah-lembut berkata.
"Bagus, bocah, akhirnya aku berhasil menjumpaimu, lekas turut aku pergi .."
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sekalipun suara itu sangat perlahan diucapkannya, tapi tiap-tiap kata yang diucapkannya sangat jelas sekali terdengarnya, karena suaranya itu sudah berhasil menindih suara orang banyak, maka saking herannya, orang banyak lalu menolehkan kepalanya memandang pada orang itu, yang ternyata ada seorang tua yang rambutnya sudah putih berdiri dibelakangnya Lie Siauw Hiong.
Muka orang tua ini tampak sangat merah, suatu tanda bahwa kesehatannya sangat baik, mukanya menunjukkan senyuman yang manis, orang banyak merasa asing sekali terhadap orang tua ini, yang ternyata baru datang diruangan itu tanpa diketahui oleh orang banyak.
Adalah sebaliknya bagi Lie Siauw Hiong, yang sudah merasa sangat kegirangan, karena orang tua itu bukan lain daripada pemimpin dari 'Tiga Dewa Diluar Dunia', yaitu Peng Hoan Siang-jin adanya.
Peng Hoan Siangjin lalu berkata pula dengan separuh memaksa.
"Bocah, lekas turut aku pergi!"
Lie Siauw Hiong merasa aneh sekali, hingga dalam hatinya dia berkata.
"Kau mau menyuruh aku pergi kemana?"
Peng Hoan Siangjin yang melihat wajahnya Lie Siauw Hiong, sekonyong-konyong berkata.
"Jurus Tay-yan-sip-sek- ku itu baru-baru ini aku sudah berhasil menciptakan satu jurus yang baru lagi, kehebatannya luar biasa sekali, lekas kau ikut aku untuk mempelajarinya."
Lie Siauw Hiong yang gemar sekali belajar, setelah bertempur dengan sembilan jago dari Kwan Tiong, banyak sekali tipu-tipu aneh dia sudah berhasil memainkannya dengan sempurna.
Maka setelah mendengar perkataan orang tua itu, didalam hatinya menjadi gembira sekali.
Orang lain yang mendengarnyapun merasa aneh sekali, karena mereka melihat mulutnya orang tua itu bergerak- gerak tanpa mengeluarkan suara apa-apa.
Karena dengan ini ternyata, bahwa Peng Hoan Siangjin telah menggunakan ilmu yang paling hebat untuk mengeluarkan suara dengan kepandaian ilmu dalamnya, yaitu setiap kata-kata orang banyak yang berkumpul disitu tidak mengetahuinya.
Tapi Lie Siauw Hiong dengan lantas memikirkan tentang pertempuran ini yang belum lagi selesai, hingga diapun segera berkata pada Peng Hoan Siangjin.
"Boan-pwee mau menunggu sampai pertempuran disini selesai dahulu, baru .."
Dengan gugup Peng Hoan Siangjin lantas berkata.
"Urusan disini ada apakah perlunya? Kau harus segera mengikuti aku, bila tidak, maka aku situa bangka pasti akan kalah dengan Hui Tay Su .."
Agaknya dia menginsyafi, bahwa dia ketelepasan omong, maka buru-buru dia hentikan percakapannya, tapi Lie Siauw Hiong merasa sangat tercengang memandang wajah orang tua itu.
Orang banyak melihat mulutnya Peng Hoan Siangjin bergerak-gerak, tapi tidak mengeluarkan suara, hingga tidak terasa lagi mereka menjadi sangat heran dan tidak mengerti.
Peng Hoan Siangjin tampak sangat gugup sekali, hingga diapun lupa untuk menggunakan ilmu 'mengirim suara dengan tenaga dalamnya' pula dan dengan suara keras dia berteriak.
"Urusan disini ada apa sih perlunya?"
Sekarang barulah orang banyak mengerti apa yang diperkatakan orang tua itu, tapi Kinlungo yang merasa tidak sabaran terhadap pengacauan yang dilancarkan oleh Peng Hoan Siangjin, buru-buru ia berkata dengan dinginnya.
"Tua bangka yang tidak tahu diri, mengapa kau lancang mulut mengatakan yang tidak-tidak?"
Peng Hoan Siangjin entah sudah berapa tahun tidak ada orang yang berani berkata begitu terhadapnya, maka tidak terasa lagi saking herannya dia segera berkata.
"Coba kau katakan sekali lagi."
Orang banyak yang melihat muka si Hweeshio yang lucu itu, tidak terasa lagi jadi pada tertawa bergelak-gelak, hingga Kinlungo dengan marah lalu berkata.
"Aku mengatakan kau situa bangka tidak perlu mengucapkan yang tidak-tidak dan kau lekas enyah dari hadapanku!"
Peng Hoan Siangjin lalu menyahut.
"Aku situa bangka seolah-olah melihat kau seperti juga mempunyai urusan penting sesuatu agaknya. Cobalah kau terangkan kepadaku!"
Pada saat itu juga ada orang yang berteriak dengan perasaan heran.
"Kalian lihat, kalian tengok!"
Para hadirin lalu melihat, dan mereka serentak berteriak, ternyata bekas telapak kaki Kinlungo diatas jubin sudah tidak tampak lagi bekas-bekasnya! Peng Hoan Siangjin tersenyum saja, sedangkan satu patah katapun dia tidak ucapkan.
Orang banyak sekalipun tidak mengetahui kepandaian apakah itu, tapi mereka tahu, jika dibandingkan dengan ilmunya Kinlungo tadi, entah lebih sukar berapa kali lipat.
Kinlungo merasa terkejut sekali didalam hatinya, sehingga dia berpikir.
"Sekali ini habis dah, tidak disangka didaerah Tiong Goan terdapat seorang yang tinggi sekali ilmu kepandaiannya, karena dengan ini, teranglah sudah, bahwa dia mencapai tingkat yang tertinggi sekali!"
Tapi dia adalah orang yang sangat licik sekali, begitu hatinya tergerak, diam-diam dia berkata.
"Melihat umurnya, teranglah sudah lanjut sekali, baiklah aku coba memujinya."
Dalam pada itu segera dia ubah perkataannya.
"Tadi aku telah mengucapkan perkataan yang kasar sekali, mobon Cian-pwee sudi memaafkan hendaknya, aku bersama Suhengku datang kesini adalah menerima tugas Suhu yang sangat mengagumi kepandaiannya orang-orang di Tiong Goan, Suhengku dengan pendekar-pendekar disini telah menetapkan janji, yaitu .."
Orang banyak yang mendengar omongan itu merasa tercengang sekali, hingga dalam hati mereka berpikir.
"Kedua orang asing ini sudah sukar diganggu, ternyata mereka masih mempunyai guru juga!"
Peng Hoan Siangjin dengan tetap tertawa lalu menjawab.
"Ternyata kalian sedang bertempur, hal itu baik sekali, lekaslah kau lakukan untuk aku menyaksikannya!"
Kinlungo girang tidak kepalang dan lalu berkata.
"Bila demikian silahkan Loo-cian-pwee memberi petunjuk- petunjuknya .."
Tapi dalam hati dia berkata.
"Dengan begitu situa bangka terang tidak enak hati untuk turut campur tangan, asalkan saja aku menangkan pertempuran sekali ini, maka urusankupun sudah bereslah."
Dalam pada itu, lalu dia menantang kembali pada orang banyak, tapi sampaikan Cek Yang Totiang sendiri tidak berani menyambuti tantangannya.
Sedangkan Bu-lim-cie-siu kelihatan menundukkan kepalanya, tampaknya dia tengah tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Lie Siauw Hiong merasa berat untuk meninggalkan tempat itu, tapi ketika baru saja dia hendak berangkat, Gouw Leng Hong sudah bertanya dengan suara yang perlahan.
"Hiong Tee, apakah kau ingin bertempur dengannya?"
Lie Siauw Hiong dengan pasti lalu menganggukkan kepalanya, dengan suara yang perlahan Gouw Leng Hong berkata pula.
"Hiong Tee, biarlah aku saja yang mencoba- coba .."
Peng Hoan Siangjin lalu menggunakan 'mengirim suara dengan tenaga-dalam' dan berkata pada Lie Siauw Hiong.
"Bocah, yakinkah kau akan memenangkan pertandingan ini? Kepandaian bocah asing itu tinggi sekali!"
Dengan suara perlahan Lie Siauw Hiong berkata.
"Boan- pwee mengakui tidak menjadi lawannya yang setimpal .."
Dengan marah Peng Hoan Siangjin berkata.
"Coba kau katakan sekali lagi!"
Lie Siauw Hiong menjawab.
"Boan-pwee merasa mungkin sekali bukan lawannya yang setimpal."
Peng Hoan Siangjin lalu bertanya.
"Aku situa bangka bukankah pernah mengajarkan kau ilmu silat?"
Lie Siauw Hiong menjawab.
"Boan-pwee sungguh merasa berhutang budi sekali dan seumurku Boan-pwee tidak dapat melupakannya."
Peng Hoan Siangjin berkata pula.
"Hal ini memang benar, kau terhitung sebagai setengah murid daripadaku, coba kau pikirkan, masakah muridnya Peng Hoan Siangjin tidak dapat melawan musuhnya?"
Lie Siauw Hiong tidak dapat menjawab pertanyaan orang tua tersebut. Peng Hoan Siangjin sekonyong-konyong terpikir akan maksud sebenarnya tentang kedatangannya itu, maka dengau tertawa dia lalu berkata lagi.
"Bocah, aku lihat semangatmu tambah bergolak-golak saja, tenaga- dalammupun jika dibandingkan dengan dipulau Siauw Ciap Too sudah mengalami banyak kemajuannya. Coba kau pukul aku dengan seluruh kekuatanmu, aku ingin mengetahui kekuatanmu itu ada berapa ribu kati. Ingat, kau harus menggunakan seluruh kekuatanmu!"
Lie Siauw Hiong tidak mengetahui apa maksudnya, tapi satu hal dia rasa pasti sekali percobaan orang tua ini erat hubungannya dengan Kinlungo, maka disaat itu juga dia salurkan seluruh kekuatannya pada kedua tangannya, yang kemudian lalu dipukulkan kepada orang tua itu.
Dengan mengeluarkan suara "Dak!"
Yang amat keras sekali, ternyata pundaknya Peng Hoan Siangjin tergoyang, hingga hampir saja dia tidak berhasil mempertahankan dirinya, maka tidak terasa lagi dia lalu berteriak dengan penuh kegirangan.
"Bocah, boleh!"
Lie Siauw Hiong mengira yang dirinya dapat bertanding dengan Kinlungo dengan sama kuatnya, maka tidak terasa lagi dia merasa sangat aneh.
Tapi yang paling merasa heran adalah para hadirin, mereka tidak dapat mendengar perkataan-perkataan yang diucapkan oleh Peng Hoan Siangjin, mereka hanya melihat wajah Lie Siauw Hiong yang merasa tercengang agaknya, dan waktu mereka lihat kedua orang ini melancarkan percobaan tadi, mereka lebih-lebih tidak mengerti.
Siberangasan Katar tampak tidak sabaran sekali dan lalu bertanya dalam bahasanya sendiri, yang maksudnya.
"Sutee, setan tua bangka ini sedang berbuat apakah?"
Peng Hoan Siangjin yang mengerti perkataan orang ini, sudah tentu menjadi marah sekali dan lalu berkata dalam bahasa Katar yang maksudnya.
"Kau berani memaki aku si orang tua, aku akan hajar padamu!"
Kinlungo buru-buru berkata dalam bahasa Han.
"Loo- cian-pwee, jangan marah, guruku pernah memesan kepadanya, agar supaya jangan membuat kesalahan terhadap para Loo-cian-pwee dari daerah Tiong Goan. Dia adalah orang yang kurang pendidikan, Cian-pwee jangan menghiraukannya."
Perkataan itu mengandung arti, bahwa Peng Hoan Siangjin sebagai orang yang lebih tua, tidak boleh menggencet terhadap yang lebih muda. Peng Hoan Siangjin lalu menjawab.
"Dia menghina aku sebagai orang dari Tiong Goan dan tidak mengerti bahasanya, maksudmu adalah aku sebagai orang tua hendak menghina orang yang lebih muda, baik, baik, bukankah tadi kau mengadakan tantangan? Aku segera akan memanggil muridku untuk melayanimu!"
Kemudian diapun menggapaikan tangannya pada Lie Siauw Hiong sambil berkata.
"Bocah, mari, aku akan memberi petunjuk kepadamu."
Lie Siauw Hiong tidak terasa lagi menjadi sangat girang sekali, dia pun lalu menghampirinya.
Peng Hoan Siangjin lalu menggunakan ilmu 'mengirim suara dengan tenaga dalamnya' memberitahukan kepada pemuda kita tentang pelajaran baru yang dikatakannya tadi.
Lie Siauw Hiong yang mendengarnya, hatinya menjadi berdebar-debar, karena sesungguhnyalah, bahwa pelajaran yang diberikan sekali ini adalah pelajaran baru yang sangat hebat sekali, malahan jika dibandingkan dengan sepuluh jurus yang dulu itu, kekuatannya jauh melebihi beberapa kali lipat.
Siapa tahu baru saja dia pelajari setengahnya, sekonyong-konyong Peng Hoan Siangjin berkata.
"Ada orang yang mencuri dengar pelajaran kita ini. Aku orang tua memberitahukan kepadanya, aku ingin lihat apakah dia mempunyai kesabaran sepertimu!"
Benar saja mukanya Kinlungo menjadi merah, karena sesungguhnyalah dia telah menggunakan tenaga-dalamnya yang paling tinggi untuk melenyapkan suara disekelilingnya dan dapat mendengar pelajaran yang diberikan orang tua itu pada Lie Siauw Hiong, tapi siapa tahu, dengan satu kali tunjuk saja rahasianya sudah dipecahkan oleh Peng Hoan Siangjin.
Kemudian Peng Hoan Siangjin dengan secara terang- terangan memberikan pelajaran yang separuhnya lagi pada Lie Siauw Hiong, sekalipun tiap-tiap orang dapat mendengarnya dengan terang, tapi mereka tidak mengerti apa faedahnya, hingga Lie Siauw Hiong yang mendengarnya menjadi girang sekali, maka dengan sangat hati-hati dia ingat seluruh pelajaran yang baru diperolehnya itu.
Setelah pelajaran itu selesai diberikan, Peng Hoan Siangjin lalu berkata.
"Bocah, baik-baiklah kau bertempur, ya."
Sekalipun Kinlungo mengetahui ilmu Peng Hoan Siangjin sangat tinggi sekali, tapi dia tidak percaya bila dia tidak berhasil mengalahkan Lie Siauw Hiong, oleh karena itu, dengan tandas dia berkata.
"Kita bertempur dengan menggunakan senjata tajam atau dengan tinju saja?"
Lie Siauw Hiong yang bertabiat sangat sabar itu, tatkala melihat tingkah laku Kinlungo yang temberang itu, dia tidak melayaninya, kemudian dia cabut pedangnya, kemudian dengan mengeluarkan suara yang nyaring sekali, dia lalu menusuk lawannya.
Kinlungo tidak pernah mendengar bahwa orang didaerah Tiong Goan ada yang tidak tahu aturan sama sekali, tidak terasa lagi dia menjadi marah sekali, maka dengan cepat diapun menarik keluar juan-so (tali lemas).
Orang banyak yang melihat Lie Siauw Hiong keluar melayani lawannya, mereka lalu pada memperbincangkan soal itu, entah dari mana merekapun segera mengetahui, bahwa pemuda kita ini adalah orang yang belum lama pernah mengalahkan Kouw-loo-it-koay, yaitu 'Bwee-hiang- sin-kiam' Lie Siauw Hiong adanya, hingga mereka lalu menyambut dengan tampik sorak yang riuh rendah.
Mula-mula Cek Yang Tojin dan kawan-kawan belum melihat pada Lie Siauw Hiong, kini waktu mereka melihat tegas siapa adanya pemuda kita, muka mereka segera berubah, mereka kuatir kalau Lie Siauw Hiong dikalahkan oleh lawannya, hingga dalam hati mereka bantu mendoakan, agar supaya pemuda kita dapat memenangkan pertempuran ini ..
merekapun mengetahui, bahwa pemuda kita adalah orang yang telah menyamar menjadi Chit- biauw-sin-kun.
Tali Kinlungo yang panjang itu entah terbikin dari bahan apa, karena tali itu dapat berubah lemas dan keras, sehingga lihaynya bukan buatan.
Begitu bergebrak Lie Siauw Hiong sudah menggunakan jurus pelajaran Tay-yan-sip-sek, yaitu jurus Hian-in-tam-eng (awan muncul dengan membuat bayangan), tampak sinar pedangnya mengelilingi seluruh jalan darah berbahaya ditubuh lawannya.
Kinlungo dengan segera menggunakan tali lemasnya sebagai pentungan panjang, dengan gerak miring dia menghajar tiga jalan darah dilengan Lie Siauw Hiong, karena dia sudah memiliki tenaga-dalam yang sempurna sekali, maka waktu tali itu digunakan, segera menerbitkan suara yang nyaring sekali.
Lie Siauw Hiong merasa terkejut juga, hingga dalam hati dia berkata.
"Aku sejak menjumpai peristiwa yang aneh dipulau Siauw Ciap Too, tenaga-dalamku sudah bertambah maju dengan pesatnya, ujung pedangku sudah dapat menerbitkan setiap suara yang kuhendaki, tapi untuk dapat berbuat seperti lawanku ini, sungguh tidak mudah!"
Karena hatinya agak jerih, maka buru-buru dia tahan serangannya, Kinlungo yang begitu licik dan luas pengalamannya, lalu talinya dibikin sebagai satu gulungan dan lantas dipakai menyerang lawannya.
Bila diantara dua cabang atas berkelahi, maka selisih sedikit saja sudah dapat dirasakan, begitupun keadaan Lie Siauw Hiong segera berada dalam serangan lawannya.
Keanehan serangannya Kinlungo ini didunia tidak ada keduanya, karena talinya itu setiap saat dapat berubah-ubah menjadi pecut, sebentar kemudian beralih sebagai pentungan, kemudian pada jurus berikutnya berubah lagi fungsinya sebagai tombak, dia dapat mainkan talinya itu keras maupun lembek menurut sesuka hatinya, hingga kepandaian semacam itu baru dapat dimainkan oleh seorang yang mempunyai tenaga dalam yang mencapai dipuncaknya.
Gouw Leng Hong yang melihat saudaranya berada dalam kurungan lawannya, dia sudah bersiap-siap dengan kepalanya, sedangkan tanpa terasa lagi keringat dingin telah mengucur keluar dari tubuhnya.
Seluruh para hadirin menyaksikan pertempuran itu dengan perasaan yang sangat tegang sekali, karena mereka maklum, bahwa pertempuran sekali ini erat hubungannya dengan masa depan atau jatuh bangunnya ilmu persilatan di Tiong Goan.
Kinlungo mengeluarkan ratusan jurus yang aneh-aneh disertai tenaganya yang sangat kuat sekali, hingga jika Lie Siauw Hiong bukannya pada beberapa bulan ini kepandaiannya mengalami kemajuan yang pesat, siang- siang dia sudah kalah agaknya.
Dalam keadaan dibawah angin bagi pemuda kita, pada saat itu Siauw Hiong telah menyambut dengan tepat jurus kelimabelas dari lawannya, dan ketika baru saja jurus itu lampau, sekonyong-konyong Peng Hoan Siangjin berteriak.
"Ai, sibarbar ini sungguh bodoh sekali, tadi bila dia ubah serangannya, siang-siang dia sudah menang!"
Orang banyak yang mendengarnya merasa terkejut sekali, karena mereka tidak sangka mengapa orang tua itu balik membantu pada orang asing? Ada antara para hadirin yang sok pintar lalu berkata.
"Tadi Lie Tay-hiap telah memukul pada Hweeshio itu, sekarang situa bantu si orang asing, agar orang asing itu mendapat kemenangan."
Hanya Lie Siauw Hiong seorang yang mendengarnya, barulah dia insyaf didalam hati dan berkata.
"Peng Hoan Siangjin seperti juga memberi petunjuk untuk si orang asing, tapi sebenarnya itu ditujukan kepadaku, yaitu aku tidak boleh terus-terusan menjaga diri saja, tetapi aku harus segera mengubah daya seranganku. Ai, benar, aku sekarang baru tahu apa yang dimaksudkannya itu!"
Begitu pikirannya itu melintas dikepalanya, diapun segera mengubah serangannya, tampak pedangnya dari kiri beralih kekanan, ujung pedangnya bergetar, dengan cepat mengeluarkan angin yang tidak putus-putusnya, dia sudah menggunakan jurus pelajaran Tay-yan-sip-sek yang disebut jurus 'Gwat-ek-seng-ge' (sinar bulan dan bintang memancar bersama), baru saja serangannya ini sampai ditengah jalan, mendadak sudah diubahnya lagi menjadi 'Ca-keng-bwee- bian' (pohon Bwee yang terkejut menusuk muka).
Jurus ini adalah yang tempo hari diinsyafkan oleh Bwee San Bin, yang setelah diolah lagi oleh pemuda kita, barulah dia ciptakan serangannya dengan jurus ini maka tidak heran, begitu serangan itu dilancarkan, tenaganya bertambah berapa kali lipat lebih kuat, hingga Kinlungo dengan mengeluarkan suara "Ihhh"
Saking herannya, buru- buru dia mundur dua langkah berturut-turut, dan dengan menggunakan tiga kali tangkisan barulah dia berhasil memunahkan serangan pemuda kita itu.
Dengan berhasilnya serangannya sekali ini, Lie Siauw Hiongpun sudah berhasil menguasai keadaannya lagi, lalu diapun mundur satu langkah untuk memusatkan seluruh kekuatannya yang baru.
Kinlungo lalu menyabetkan talinya pada muka pemuda kita, tapi Lie Siauw Hiong segera mengelitkan badan bagian atasnya kekiri dan badannya bagian bawah kemudian dikelitkan kekanan, hingga dengan menerbitkan suara "bet"
Yang nyaring sekali dia sudah berhasil mengelitkan serangan lawannya ini, sehingga serangan tersebut jatuh ditempat yang kosong.
Seluruh hadirin pada berteriak memberi pujian pada pemuda kita, karena sesungguhnya daya kelitan pemuda kita itu terlalu hebat, karena jurus itupun adalah dari bagian 'Am-hiang-pu-eng'.
Kemudian Kinlungo sendiri setelah melihat serangannya jatuh ditempat kosong, segera dia majukan badannya kemuka, dengan menggentak talinya itu menjadi tegak dan lurus, lagi-lagi dia menyerang tenggorokkan pemuda kita dengan menotok pada jalan darah yang berbahaya.
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jurusnya ini sungguh aneh sekali.
Sedangkan dia merasa kesenangan, diam-diam dia berkata pada dirinya sendiri.
"Sekalipun tadi dia berhasil mengelitkan seranganku itu, tapi sekali ini tidak dapat lagi dia meloloskan dirinya pula."
Sekarang dia tidak berani lagi memandang ringan pada pemuda kita. Tali itu menerbitkan suara yang aneh, dengan pesatnya menjurus ketenggorokannya Lie Siauw Hiong, siapa tahu akhirnya dengan mengeluarkan suara "sret"
Yang nyaring sekali, lagi-lagi serangan itu jatuh ditempat yang kosong.
Seluruh para hadirin tidak mengetahui dengan jalan bagaimana Lie Siauw Hiong telah mengelitkan dirinya, karena mereka tampak sangat kabur mata mereka, sedang Lie Siauw Hiong dengan cepat sudah beralih tempatnya, sampaikan Peng Hoan Siangjin sendiri tidak terasa lagi mengeluarkan suara "ihhhh"
Saking herannya, karena yang dipakai mengelitkan tadi adalah pelajaran Kit Mo Sin Pouw dari Hui Tay Su.
Hweeshio tua itu tidak mengetahui, bahwa Lie Siauw Hiong telah mewariskan jurus yang luar biasa itu! Lie Siauw Hiong dengan mmeperoleh kesempatan yang sangat baik ini, buru-buru dia menambah kekuatannya pada tangannya, kemudian lantas menyabetkan pedangnya pada tali lemas lawannya dengan jurus 'leng-bwee-hut-bian' (bunga bwee menyapu muka).
Pada umumnya bila diantara dua jago yang paling tinggi kepandaiannya saling bertempur, jarang sekali mereka mau menyerang lawannya dengan seluruh kemampuan terakhirnya, karena bila mereka sampai berbuat demikian dan lawannya dapat memecahkan serangannya itu, maka dirinya sendiri bila tidak kejadian kalah pasti akan menderita luka-luka.
Begitupun kepandaian yang dikeluarkan masing-masing hanya kira-kira enam bagian saja, sedangkan empat bagian lagi mereka simpan sampai saat-saat terakhir saja, bila lawannya sudah tidak berdaya lagi.
Tapi Kinlungo karena terlampau percaya pada dirinya sendiri, maka dia telah lancarkan serangan-serangannya yang sehebat-hebatnya.
Kemudian ia berusaha sedapatnya untuk menahan tubuhnya yang sudah terlampau maju itu, karena pedangnya Lie Siauw Hiong dengan cepat sekali telah menjurus kearahnya, maka tidak terasa lagi dia merasa terkejut sekali, buru-buru dia gentak tali lemasnya menjadi keras seperti besi, untuk menotok pergelangan tangan lawannya, dengan demikian, dari menyerang dia berbalik jadi menjaga diri.
Lie Siauw Hiong mana mau sia-siakan kesempatan sebaik ini, begitu pergelangan tangannya diputarkan, dia sudah berhasil membebaskan totokan lawannya, dan berbareng dengan itu, pedangnya lalu sedikit dibengkokkan yang langsung menotok jalan darah 'Ciang-bun-hiat' pada badan lawannya.
Hal ini sungguh hebat sekali, karena sampaikan Lie Siauw Hiong sendiri hampir tak menyangka, bahwa pergerakannya itu begitu hebat dan jitu, hingga hatinya menjadi giraug sekali, karena mengetahui bahwa tenaga-dalamnya sudah maju sedemikian pesatnya, sehingga kepercayaan terhadap dirinya telah pulih kembali.
Kinlungo yang melihat serangan pemuda kita ini, dia tidak menghiraukan terhadap ancaman pedang lawannya, hanya buru-buru dia gentak tali lemasnya untuk melilit pergelangan tangannya pemuda kita.
Lie Siauw Hiong bermimpi pun tidak bakal diserang dengan cara demikian, maka dengan terpaksa lagi-lagi dia gunakan pergerakan kaki Kit Mo Sin Pouw yang sempurna itu.
Badannya dengan pesat mundur dua langkah.
Dengan mengeluarkan suara "pak"
Yang cukup nyaring, tali itu sudah tiba untuk menggulung lengannya.
Syukur juga Lie Siauw Hiong berlaku cukup gesit, sehingga dia tidak sampai kena serangan lawannya, tapi tidak urung lengan bajunya tersobek sebagian besar karena tergulung oleh tali lemas lawannya itu.
Kinlungo dengan menggereng tanda gusar, segera mengubah pula serangannya, yang kali ini jauh lebih aneh daripada serangan-serangan sebelumnya, karena tali lemasnya sudah mengandung sifat-sifat pembunuhan.
Begitupun Lie Siauw Hiong sendiri kini tidak merasa jerih lagi.
Kemudian dia menggunakan jurus-jurus dari 'Tay-yan-sip-sek' dicampur dengan 'Kiu-cie-kiam-sek', sedangkan pergerakan kakinya memakai jurus-jurus Kit Mo Sin Pouw yang sangat lihay, hingga dengan digabungkannya ketiga ilmu yang langka dan hebat ini, telah membuat Kinlungo yang sudah memiliki ilmu tenaga- dalam sangat hebat tidak berdaya untuk dapat berada diatas angin.
Pada lima puluh jurus pertama Lie Siauw Hiong masih merasa tidak begitu leluasa, tapi setelah melampaui lima puluh jurus pertama tadi, serangan maupun penjagaan dirinya semakin lancar dan hebat serta jitu dilaksanakannya, cepatnyapun bukan buatan, setiap serangan pedangnya disertai tenaga-dalam yang hebat sekali, sehingga angin menderu-deru keluar dari pedangnya, sedangkan pergerakan badannyapun luar biasa lincahnya.
Tapi Kinlungo semakin bertempur merasa semakin terperanjat, maka sambil menggigit giginya dia sudah bersedia untuk melancarkan serangan sepenuh tenaga untuk memperoleh kemenangan terakhir.
Para hadirin didalam ruangan itu tidak mengetahui bahwa Lie Siauw Hiong sudah mencapai puncak kehebatannya, dan mereka hanya merasakan teriakan- teriakan Kinlungo semakin kerap dan nyaring, hingga diam- diam mereka turut kuatir atas keselamatannya diri Lie Siauw Hiong.
Cek Yang Totiang bersama Kouw Am Taysu jadi saling berpandangan saking herannya, mereka tidak sangka bahwa sejak berpisahan beberapa bulan saja lamanya, tenaga- dalam pemuda kita sudah maju sedemikian pesat dan hebatnya, hingga mereka berbalik mengharapkan agar dia memperoleh kemenangan, tapi mereka sama kuatirnya terhadap buntut dari kemenangannya itu maka diam-diam hati mereka dirasakan berkebat-kebit.
Dengan cepatnya ratusan jurus sudah berlalu, dalam mana permainan pedangnya Lie Siauw Hiong sudah dapat mengendalikan tali lemas Kinlungo.
Untuk memperoleh kemenangan dengan cepat memang tidak mudah, tapi ia yakin bahwa akhirnya toh kemenangan pasti diperoleh olehnya, hingga diam-diam dia berpikir dengan penuh kegembiraan dan berkata pada dirinya sendiri.
"Bila bukannya pertempuran yang dahsyat ini, mana dapat aku menciptakan dan menggabungkan tiga ilmu itu secara berhasil dengan gemilang?"
Tidak perduli sudah ratusan tipu-tipu yang aneh yang dilancarkan oleh Kinlungo, tapi tetap saja pemuda kita tidak menjadi jatuh dibawah angin, hal mana barulah diinsyafi oleh para hadirin disitu bahwa kepandaian Lie Siauw Hiong sesungguhnya sangat lihay sekali.
Perlahan- lahan bersamaan dengan lewatnya waktu pertempuran dahsyat itu, Lie Siauw Hiong pun dapat memecahkan rahasia kelemahan lawannya, karena dia melihat bahwa serangan-serangan yang dilancarkan oleh lawannya itu kebanyakan melalui tubuh bagian atasnya saja, sedangkan bagian bawahnya jarang digunakan, hingga hatinya tergerak dan lalu berpikir.
"Benar, seluruh kepandaian yang dimiliki oleh Kinlungo ini, kelemahannya terletak dibagian sebelah bawahnya, sedangkan pergerakan Kit Mo Sin Pouw-ku sudah terhebat dan sempurna, hingga ini tepat sekali untuk melayani dan memecahkan kelemahannya ini."
Pada saat itu dia menyerang dengan jurus 'Hong-seng- put-sip' (gerak tidak putus-putusnya), jurus mana adalah jurus terhebat dari pelajaran 'Tay-yan-sip-sek', tapi disamping itu, Lie Siauw Hiong lalu menekuk kakinya, dan dengan badanan separuh dibungkukkan, dia menyerang bagian bawah Kinlungo, dan dengan serangan yang diubah ini, tenaganya telah bertambah hebat, sehingga ia dapat memaksa Kinlungo mundur sampai tiga langkah jauhnya.
Lie Siauw Hiong baru saja ingin mengubah serangannya yang berjurus 'Hong-seng-put-sip' ini, ketika dengan sekonyong-konyong dia teringat akan pelajaran yang baru saja dia pelajari tadi dari Peng Hoan Siangjin, hingga hatinya menjadi sangat gembira sekali, dan diam-diam dia berkata.
"Sungguh jitu dan hebat sekali, karena dengan lantas Peng Hoan Siangjin sudah dapat memecahkan kelemahannya Kinlungo ini, dan berbareng dengan itu, barulah dia ajarkan ilmunya itu kepadaku, maka seranganku sekali ini pasti ia sukar sekali untuk dapat menghindarkannyal"
Begitulah dengan hati gembira Siauw Hiong tiba-tiba memperlambat serangannya, sehingga memberi kesempatan untuk Kinlungo menyerang dengan ganasnya, dengan mana lagi-lagi dia berhasil menggulung sebagian besar bajunya Lie Siauw Hiong, tapi pemuda kita buru-buru bentangkan Kit Mo Sin Pouw untuk mengelitkan serangan lawannya.
Para hadirin yang melihat Lie Siauw Hiong menderita kerugian ini, muka mereka menunjukkan perasaan takut dan cemas atas diri pemuda kita, tapi mereka tidak habis berpikir, mengapa orang tua itu malahan tinggal tersenyum- senyum saja dengan tenangnya sambil menggendong kedua tangannya, padahal mereka tidak mengetahui, bahwa Peng Hoan Siangjin diam-diam dia memuji pada muridnya yang sudah berhasil menerima pelajarannya dengan sempurna.
Dengan tangan kiri Lie Siauw Hiong lalu melancarkan serangannya, sedang tusukan pedangnya sekali ini mengancam jalan darah 'Kie-bun-hiat' atas diri lawannya.
Beruang-ulang sehingga tiga kali, Lie Siauw Hiong menggunakan seluruh kepandaian yang beraneka macam dan sangat hebat itu, sehingga lawannya tidak terasa lagi menjadi terkejut bukan buatan.
(Oo-dwkz-oO)
Jilid 32 Lie Siauw Hiong dengan beruntun sebanyak sepuluh kali telah melancarkan serangannya dengan menggunakan jurus-jurus 'Tay-yan-sip-sek'nya, yang telah berhasil diciptakannya serta diperluas setelah dia mengalami pertempuran hebat dengan sembilan jago dari Kwan Tiong, dan sekarang dia pakai menyerang Kinlungo, dengan tenaga yang ternyata telah bertambah hebat dan kuat, sehingga saking gugupnya Kinlungo buru-buru berkata didalam hatinya.
"Tipu permainan pedangnya ini cukup hebat, sebenarnya aku bisa bertahan, tapi mengapa dalam waktu yang pendek dia dapat mengeluarkan banyak sekali tipu-tipu aneh lainnya serta perubahan-perubahan yang tidak habis-habisnya?"
Beruntun tiga kali dengan memperdengarkan suara sret sret sret dari sabetan pedangnya, Lie Siauw Hiong menyerang bagian bawah tubuh Kinkungo, maka dalam keadaan yang semakin gugup dia mengekuh pada dirinya sendiri.
"Habislah! Ternyata dia telah dapat memecahkan kekemahanku .."
Sambil berpikir begitu, buru-buru dia melompat mundur sejauh dua langkah.
Dengan pedangnya Lie Siauw Hioug lalu menyerang secara menyamping kearah tubuh bagian bawah lawannya, sedang jurus yang dipakainya ini adalah yang tadi dia terima dari Peng Hoan Siangjin! Kinlungo buru-buru menyabetkan tali lemasnya kebawah dengan sepenuh tenaganya, kemudian dengan sekonyong-konyong saja terdengar suara bentakannya Lie Siauw Hiong.
"Kena!"
Baru saja pedang Lie Siauw Hiong ditarik, Kinkungo merasakan pundaknya sudah tertusuk oleh pedang lawannya, sedangkan orang banyak hanya melihat sinar pedang berkelebat, badan kedua orang itu berpencaran dengan cepatnya, kemudian disusul pula dengan seruan pemuda kita.
"Kena!"
Setelah itu, lagi-lagi mereka saling berpencaran, kesudahannya pemuda kita lalu melintangkan pedangnya didadanya, memandang pada Kinkungo yang baju dipundaknya sudah tersobek dan darah tampak mengucur dengan derasnya dari lukanya itu.
Setelah berselang sejurus kemudian, diruangan itu lalu terbit suara yang amat bergemuruh dari teriakan-teriakan para hadirin untuk menyambut kemenangan yang diperoleh oleh jago muda kita ini.
Kinlungo sendiri dengan muka biru buru-buru mencekal tangannya Katar, mereka dengan tidak menolehkan kepalanya lagi lalu keluar dari ruangan Bu-wie- thia itu dibawah tampik sorak orang banyak yang mengejek mereka.
Lie Siauw Hiong setelah mengalahkan Kinlungo, dia masih berdiri disitu sambil melihat pada wajah orang banyak yang bergembira atas kemenangannya ..
Peng Hoan Siangjin sambil tertawa berseri-seri laku berkata.
"Bocah, sekali ini benar-benar kau sudah berhasil dapat membikin namamu harum dalam rimba persilatan! Ah, hampir-hampir aku melupakan urusan yang penting, mari, lekas jalan .."
Dengan tidak menunggu persetujuannya Lie Siauw Hiong lagi, dia sudah menarik lengannya si pemuda, dan seperti juga seekor burung elang yang menyamber anak ayam, seketika itu juga tampak bayangan kedua orang ini melampaui kepala orang banyak melayang keluar dari ruangan besar itu, hingga dengan tergesa-gesa Gouw Leng Hong berseru.
"Hiong Tee .. Loo-cian-pwee, tunggu sebentar!"
Buru-buru dia keluar dari pintu itu, dan pada saat berada diluar, dia lihat bayangannya Peng Hoan Siangjin dengan Lie Siauw Hiong sudah tampak kecil bagaikan semut karena amat jauhnya.
Gouw Leng Hong sangat mencintai pemuda kita bagaikan adik kandungnya sendiri, dan sekalipun dia dapat menerka bahwa orang tua itu mungkin sekaki Peng Hoan Siangjin yang Lie Siauw Hiong sering sebut-sebut namanya, maka dalam hatinya tidak pernah merasa khawatir apa-apa.
Maka tanpa berpikir panjang lagi dia kalu bentangkan Keng-sin-kangnya untuk coba menyusul kedua orang itu.
Dia tidak pernah berpikir, bahwa Keng-sin-kangnya sendiri mana mungkin dapat menandingi Keng-sin-kangnya Peng Hoan Siangjin, sehingga diapun sudah melupakan orang yang berada dalam ruangan itu dan merupakan pembunuh ayahnya sendiri, ialah Kouw Am dan Cek Yang.
Pada saat itu hatinya hanya bertekad bulat atas suatu tujuan saja, yaitu mengejar pada adiknya, tapi andaikata dia sudah berhasil dapat mengejarnya, diapun tak tahu untuk maksud apa dia melakukan pengejaran itu.
Leng Hong lihat orang tua yang mencekal lengannya Lie Siauw Hiong hanya dengan berapa kali lompatan saja sudah mencapai jarak puluhan tombak jauhnya, hingga dengan sekeras-keras kemampuannya dia berusaha untuk mengejarnya, dan diwaktu mengetahui bahwa dirinya tidak mungkin dapat menyandaknya lagi, sekonyong-konyong dari belakangnya meniup angin yang agak keras, dan bersamaan dengan itu, sesosok bayangan dari belakangnya mekesat melewati tubuhnya, hingga kecepatannya bagaikan bintang beralih saja.
Orang ini justeru adakah pemuda yang bertempur tadi dengan Katar, yaitu Bu-lim-cie-siu, maka dalam hatinya diam-diam dia berkata.
"Aku yang telah makan buah mujijat, tenaga-dalam maupun Keng-sin- kangku sudah maju pesat sekali, aku kira kecuali Hiong Tee, jarang sekali ada orang yang dapat menandingiku, tapi tidak disangka pemuda ini, yang usianya juga tidak melebihi berapa tahun daripadaku, bukan saja tenaga- dakamnya, tapi Keng-sin-kang-nya pun hampir bersamaan denganku."
Dalam hati dia merasa sangat tidak puas, maka sambil menghempos semangatnya iapun telah melesat untku mengejarnya, tapi Bu-kim-cie-siu yang tadi lari melewatinya, sebentar kemudian tampak sudah balik kembali.
Pemuda itu ketika melihat bahwa Leng Hongpun mengejarnya, juga tidak berhasil mengejar oraug tua itu, maka hatinya yang sedang merasa tidak puas, sambil menekuk mukanya dia berkata pada Leng Hong.
"Kau mengejarku mau apa?"
Leng Hong melihat wajah orang itu masih muda sekali, tapi disitu menunjukkan bahwa dia itu bertabiat sangat licik sekali.
Pada saat itu sekalipun dia sedang mengumbar amarahnya, sedikitpun dia tidak menunjukkan keangkarannya, hingga tidak terasa lagi diapun berkesan baik juga terhadapnya.
Maka walaupun dia bertabiat panas dan mendongkol, tapi dengan berbaik dan tidak ingin menunjukkan kelemahannya diapun lantas berkata.
"Aku kira bahwa kau sudah berhasil dapat mengejar Loo-ho-siang dan Hiong Teeku."
Si pemuda itu yang merasa dirinya disindir, dengan marah lalu berkata.
"Bagaimana, kau mau apa sekarang?"
Leng Hong yang mendengar omongan pemuda itu tidak beraturan, diapun dengan berpura-pura marah lalu berkata.
"Kaupun mau apa?"
Dengan marah pemuda itu berkata.
"Bocah liar, aku sedang menantikan pengajaranmu!"
Leng Hong lalu tertawa dan berkata.
"Pengajaran?"
Pemuda itu lalu mengepalkan kedua tinjunya, yang kemudian dipukulkan kearah Leng Hong hingga si pemuda she Gouw yang segera kenali bahwa dia itu seorang murid dari partai Siauw Lim, dengan tidak berayal lagi segera membentangkan jurus Liok-teng-kay-san, atau Malaikat Liok Teng membuka gunung, untuk balas menyerang kepadanya.
Kedua orang ini memang tidak bermaksud untuk mencelakai lawannya masing-masing, tapi dengan beradunya kedua kepalan ini, mereka masing-masing jadi terdesak raundur hingga sejauh dua langkah.
Dengan memuji Leng Hong berkata.
"Sungguh suatu kepandaian yang bagus sekali!"
Pemuda itupun memuji atas kekuatan Leng Hong, maka setelah mendengar Leng Hong memuji, rasa permusuhannyapun jadi banyak berkurang, hingga dalam pada itu diapun lalu berkata.
"Kali ini aku mempunyai urusan yang penting, maka tidak bisa tinggal lama-lama disini. Jika dibelakang hari memang kita berjodoh satu sama lain, akan kuminta pengajaran pula darimu!"
Sehabis berkata begitu, dengan tidak menunggu jawaban Leng Hong lagi, dia sudah meninggalkannya pergi bagaikan angin cepatnya.
Leng Hong yang memang tidak bermaksud jahat kepadanya, sudah tentu saja diapun tidak menghalanginya, tapi sekonyong-konyong dia teringat pada orang yang merupakan musuh yang membunuh ayahnya, maka buru- buru dia balik keruangan Bu-wie-thia tadi.
Waktu dia masuk kedalam ruangan itu, dia lihat ruangan itu sudah sepi hingga yang ketinggalan disitu hanya berapa orang yang tidak ternama sama sekali.
Ternyata bahwa kepergiannya tadi, telah menyebabkan banyak sekali pendekar-pendekar ternama di Tiong-goan sudah pada meninggalkan tempat itu menuju kedaerah masing-masing, dan diwaktu dia sapukan matanya pada sekeliling tempat itu, dia tidak melihat lagi musuhnya itu, maka dalam hati dia berpikir.
"Musuhku adalah orang-orang yang sudah ternama, jika aku menantangnya, merekapun tidak mungkin dapat menyembunyikan diri begitu saja, maka apakah pula yang perlu kutakuti?"
Tapi satu pikiran lalu melintas dikepalanya.
"Tadi orang tua itu mempunyai Keng-sin-kang yang sukar diduga betapa tingginya, dia kenal baik kepada Hiong Tee. Maka dengan menilik pada kecintaannya terhadap saudaraku itu, rasanya sudah pastilah bahwa dia itu pemimpin dari 'Tiga Dewa Diluar Dunia', yaitu Peng Hoan Siangjin, belum tahu orang tua itu hendak mewariskan pelajaran hebat apa lagi kepada Hiong Tee! Aku pernah menyanggupinya untuk menjenguk Souw Kho-nio, oleh sebab itu, akupun tidak boleh menghilangkan kepercayaannya. Setelah mengambil keputusan yang pasti diapun pergilah untuk menepati janjinya. Waktu dia berangkat kearah perbatasan propinsi Shoa Tang, dia lihat disepanjang jalan banyak sekali orang tua maupun muda yang menggendong barang-barang yang berat diatas bebokong mereka, tampaknya mereka sangat lelah karena tengah melarikan diri dari kejaran serdadu- serdadu, hingga dalam hati dia merasa heran sekali. Waktu orang tua itu ditanyakan dan mengetahui, bahwa Leng Hongpun mempunyai dialek bahasa yang sama sepertinya, diapun mengetahui, bahwa Leng Hong adalah penduduk sekampung halaman yang baru pulang dari perantauannya, maka sambil menghela napas dia berkata.
"Sebulan yang lampau pernah turun hujan lebat beberapa kali, air sungai Hong Hoo pada meluap membobolkan tanggu-ltanggulnya sehingga seluruh kampung mengalami kebanjiran hebat sekali, kampungku terpisah dengan kampung Phui-kee-cun hanya seratus lie lebih, maka masih keburu menyingkir bersama keluargaku .."
Leng Hong dengan tidak menunggu sampai orang tua itu selesai berbicara, ia sudah memotong sambil bertanya.
"Loo-pek, kampung Lim-cun bagaimana?"
Orang tua itu menjawab.
"Apakah yang dimaksudkan olehmu bukan Lim-cun sebelah barat yang terpisah lima puluh lie dari Kho-kee-cun? Disanapun dikuatirkan sudah menjadi lautan besar pula!"
Setelah mengucapkan terima kasihnya, diapun berpamitanlah dari orang tua itu.
Waktu dia memikirkan Toa Nio bersama anak daranya yang cantik tertimpah bencana alam yang kejam ini, dia pikir bagi mereka lebih banyak celakanya daripada selamat, hingga hatinya gugup cemas bukan buatan.
Mula-mula dia berniat hendak membentangkan Keng-sin-kangnya untuk pergi melihat kedaerah itu, tapi, karena kuatir terlampau menarik perhatian orang, terpaksa ia urungkan niatannya itu.
Begitulah sejak pagi dia berjalan sampai senja, tanpa makan tengah hari.
Disepanjang jalan benar saja terlihat banyak sekali penduduk yang mengalami bencana alam ini melarikan diri dengan berbondong-bondong, hingga hatinya merasa tertusuk sekali menyaksikan kesengsaraan penduduk itu.
Dan setelah terpisah dengan kampung Lim- cun kurang lebih seratus lie lagi, dia tanyakan pada salah seorang penduduk tentang keadaan dalam kampung itu, dari siapa ia diberitahukan bahwa kampung yang dimaksudkan itu dan sekitarnya sejauh sepuluh lie, baru kemarin malam saja digenangi air.
Mendengar keterangan begitu, Leng Hong jadi terkejut seperti orang disamber geledek saja, hingga untuk sesaat dia berdiri terpaku, merasa pilu sekali berpikir, cara bagaimana dia harus menolongi Ah Lan ibu dan anak? "Rumah gubuknya itu dibangun menyender dengan gunung,"
Pikirnya.
"daerah disekelilingnya memang juga cukup tinggi, bila mereka naik diatas puncak gentingnya, untuk setengah hari mungkin air belum dapat melandanya. Sekarang kampung Lim-cun sudah habis digenangi air, perjalanan sukar dijalani, lebih baik aku pergi kesana dengan menyewa perahu saja."
Dengan mengeluarkan ongkos yang cukup besar, lalu dia menyewa sebuah perahu, dan dengan berlawanan dengan arah banjir, mereka menuju ketempat yang dimaksudnya itu.
Pada saat itu air yang mengalir sangat deras sekali, tukang perahu itu dengan mengeluarkan seluruh kekuatannya mendayung perahunya, tapi lajunya perahu itu tetap perlahan sekali, hingga hati Leng Hong bertambah gugup saja.
Lalu dia minta satu pengayuh lagi, dan sambil mengeluarkan tenaga-dalamnya, diapun bantu mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mendayung perahu itu, hingga dengan mendayung berduaan dapat juga mereka membuat lajunya perahu itu menjadi pesat juga.
Setelah berlayar tiga jam lamanya, pada saat itu sudah tengah hari, tukang perahu sudah kehabisan tenaga, maka diapun tidak dapat melanjutkan mendayung lagi, dia sudah hendak mengasoh untuk memelihara semangatnya, tapi Leng Hong tidak menghiraukannya dan dengan seorang diri saja kini dia mendayung pearhu tersebut.
Sebentar kemudian banjir itu semakin bertambah tinggi dan hebat, sedangkan jalanan tidak dapat dikenali lagi, dan sejauh mata memandang, yang tampak hanyalah air belaka, hingga dalam hati Leng Hong mengetahui, bahwa daerah ini terpisah dengan Lim-cun sudah tidak berapa jauh lagi, maka sambil menghempos semangatnya dia mendayung terlebih giat lagi.
Dia lihat disepanjang jalan yang dilewatinya, seluruh rumah sudah digenangi air bah, hingga banyak penduduk yang naik diatas pohon atau atap rumah yang tinggi, dengan ditangan mereka memegang obor yang menyala.
Orang banyak ketika melihat Leng Hong mendatangi kearah mereka, obor mereka lalu dibolang-balingkan sambil berteriak-teriak minta pertolongan.
Leng Hong yang memikirkan keselamatannya Ah Lan ibu dan anak, dia berpura-pura tidak mendengar teriakan- teriakan orang banyak, hanya berlayar terus saja dengan hati yang penuh kekuatiran.
Kini terpisah dengan kampung Lim-cun sudah semakin mendekat, hingga hatinyapun bertambah tegang, tangannya sudah berkeringat, sedangkan didalam hati dia berpikiri.
"Asalkan .. asalkan mereka naik diatas genting saja, maka mereka masih mungkin dapat ditolong."
Perahu kecil itu lalu masuk kedalam kampung Lim-cun.
Pada saat itu dengan hati berdebar-debar Leng Hong memandang keempat penjuru, dia hanya melihat air melulu, seluruh bangunan dikampung itu sudah digenangi air bah, hingga hanya ada berapa batang pohon Gouw Tong saja yang masih terlihat cabangnya diatas permukaan air banjir itu.
Hatinya menjadi tawar sekali, dia yang sudah mendayung sehari semalam, seluruh tenaganya sudah habis, kini melihat pengharapan satu-satunya hilang pula, maka seluruh badannya dirasakan lemas sekali, maka dengan tidak disadarinya lagi dayungnya jatuh kegeladak perahu, sedangkan orangnyapun turut jatuh semaput.
Leng Hong yang sejak kecil sudah ditinggal oleh kedua orang tuanya, dia terus dipelihara dengan kasih sayang oleh Toa Nio.
Terhadap Ah Lan dia paling baik sekali, karena sekalipun mereka tidak terang-terangan menyatakan kesayangan mereka masing-masing, tapi dengan tindak- tanduknya terang sekali lebih menang daripada perkataan yang diucapkan itu.
Dia hanya berharap dapat membalaskan sakit hati kedua orang tuanya, sebelum itu dia ingin mencari buah Hiat-ko untuk menyembuhkan pandangan Ah Lan, kemudian ..
membawa Ah Lan serta ibunya kesatu tempat yang indah seperti dalam lukisan ..
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tapi, sekarang? Mimpi indah yang dibayangkannya itu kini telah buyar seluruhnya ..
Leng Hong rasakan dadanya panas, kemudian dingin, seakan-akan dia dapat mendengar darah yang mengalir ditubuhnya, darah yang mengalir dijantungnya, jantung itu seakan-akan pecah dan hatinyapun turut pecah pula ..
Kemudian dia menarik napas, sambil membantah.
"Dunia ini ternyata tidak kekal, hingga apa saja selalu berubah-ubah, sehingga hanya barang logam seperti tembaga saja yang tak mudah berubah."
Benar, penghidupan didunia ini memang penuh dengan kesengsaraan.
berpisah hidup, berpisah mati, putus harapan, kepedihan, dan masih ada apa lagi yang perlu diharapkan? Dalam saat itu juga, dia rasakan antara dunia dengannya seolah-olah tidak ada hubungannya lagi, sedangkan pikirannya seakan-akan sedang memasuki satu dunia yang lainnya pula ..
Leng Hong lalu berkata pada dirinya sendiri.
"Ah Lan, Ah Lan, kau jangan menangis. Twako akan datang menemanimu!"
Tengah dia mabuk kepayang ini, sekonyong-konyong belakangnya didorong orang, hingga dengan terkejut dia bangun berdiri, dan waktu dia balikkan kepalanya memandang, dia lihat orang itu adakah si tukang perahu.
Ternyata waktu dia jatuh semaput tadi, tukang perahu sudah siuman dari tidurnya, dan setelah dia nyalakan api, dia lihat Leng Hong dengan muka pucat terbaring digeladak perahunya, mukanya tidak tampak warna darah.
Dan tatkala melihat muka pemuda kita yang sedang terlongong- longong dan seakan-akan sedang memikirkan sesuatu, sekonyong-konyong dia lihat pemuda kita tertawa dan lalu berkata pada dirinya sendiri, hingga dengan tidak sabaran lagi dia telah mendorong tubuh pemuda kita.
Sesudah terbangun dari melamunnya dan menyadari apa yang telah terjadi atas dirinya, hatinya merasa pilu dan cemas, sehingga diapun tidak berani memikirkan masa depannya.
Pada saat itu haripun sudah pagi lagi, lalu dia perintahkan tukang perahu berlayar balik.
Mengikuti aliran air laju perahu sangat pesat sekali, hingga tidak sampai dua jam lamanya merekapun sudah sampailah dipantai pula.
Leng Hong setelah turun dari perahu dan mencampurkan diri diantara korban bencana banjir itu, dia perhatikan satu-persatu orang yang mengalami bencana itu, tapi diantara mereka dia tidak menemui orang yang dicarinya.
Maka dengan putus harapan diapun tidak mau lagi bercampuran dengan penduduk yang mengalami bencana itu, sedangkan pikirannya hanya ditujukan pada satu jurusan saja, yaitu pulang.
Jalan yang diambilnya kini tidak lagi jalan besar, melainkan jalan kampung yang kecil dan memotong jalan, agar supaya lebih cepat sampainya, dari situ dia mengambil jalan gunung yang sepi dan lengang.
Kalau lapar dia makan buah-buahan yang terdapat dijalanan, sedangkan minumnya dia minum air sungai yang jernih.
Jalan gunung itu yang tidak putus-putusnya, seakan-akan tidak ada ujungnya, maka dalam hati Leng Hong berpikir.
"Biarlah bila ujung jalan ini dijumpai, itulah berarti bahwa nyawakupun sudah sampai."
Begitulah dia berjalan tanpa tujuan, dan tatkala berjalan sudah berapa hari lamanya, kini dia melihat disebelah depan terdapat satu jalan yang menuju ke Cee Leng, hingga hatinya terkejut dan berkata.
"Souw Kho-nio tinggal di Cee Leng, baiklah aku menjenguknya sekali saja, setelah itu, aku akan mencari pembunuh orang tuaku, kemudian .."
Diapun tidak mengetahui lagi apa yang hendak dikerjakannya selanjutnya.
Leng Hong setelah masuk kedalam kota, otaknya terasa kosong melompong, tujuannya hanya satu, yaitu berjalan terus ..
Setelah dia lewati lagi gang, kemudian didepannya dia melihat pintu besar berwarna hitam dan diatas pintu itu tergantung besi pengetuk pintu yang tampak kuning seperti mas, didepan pintu itu terdapat dua orang serdadu penjaga, hingga diapun segera mengetahui, bahwa itulah tempat tinggal Tie-hu (kurang lebih sama dengan bupati).
Lalu dia jalan menghampiri sambil bertanya.
"Saudara, apakah rumah ini rumah Kong Koan dari Tie-hu? Aku Gouw Leng Hong ingin mencari dan bertemu dengan nona Souw Hui Cie."
Penjaga pintu tersebut ketika melihat wajah pemuda kita yang kini berpakaian sangat kotor dan tidak keruan, tapi wajahnya tampak tampan sekali, lagi pula waktu mendengar bahwa dia menanyakan anak angkat Tie-hu itu, diapun segera mengetahui, bahwa pemuda kita tentulah orang yang mempunyai asal-usul yang terang, oleh karena itu, tanpa berani berlaku ayal-ayalan lagi dia lalu masuk kedalam untuk melaporkannya.
Berselang sejurus antaranya, lalu keluar seorang yang tampaknya seperti orang pesuruh dari orang berpangkat itu, yang dengan laku sangat hormat sekali lalu berkata.
"Gouw Kong-cu silahkan masuk, Sio-cia sedang menantikan diruangan tamu."
Baru saja dia jalan setengahnya, Souw Hui Cie sudah datang menyambutnya, Leng Hong melihat dia tersenyum manis sekali bagaikan bunga yang sedang mekar, wajahnya tampak sangat gembira.
Selama beberapa bulan tidak berjumpa ia tampak agak lebih kurus, tapi mukanya tampak bertambah cantik.
Leng Hong sambil memberi hormat lalu berkata.
"Souw Khonio, apakah kau baik-baik saja selama ini? Aku bersama Hiong Tee sebenarnya ingin datang bersama-sama, tapi ditengah jalan dia dipanggil pergi oleh seorang Loo-cian- pwee, maka untuk itu dia mengirim salam kepadamu dan menanyakan tentang kesehatanmu."
Souw Hui Cie dengan segera menjawab dengan lemah- lembut.
"Gouw Kong-cu silahkan masuk kedalam, tempo hari begitu kita saling berpisah, hatiku sangat memikirkan tentang kau saja, setiap hari aku senantiasa menantikan kedatanganmu untuk menjenguk .."
Waktu dia berkata sampai disitu, seakan-akan dia dapatkan yang perkataannya itu agak tidak sesuai, hingga dengan muka merah dia lalu berhenti berkata-kata.
Leng Hong yang melihat sepasang matanya yang indah, tidak terasa lagi dia terpikir akan diri Ah Lan, sedangkan didalam hatinya dia berkata.
"Ai, sungguh banyak miripnya! Hanya yang satu begitu beruntung sekali, sedangkan yang lainnya mengalami bencana yang sangat menyedihkan. Oh, Tuhan, mengapakah kau tidak adil sekali?"
Hwie Cie yang melihat pemuda dihadapannya tiba-tiba tinggal terpekur saja, hatinya jadi merasa heran, dan bersamaan dengan itu, tidak terasa lagi perasaan sayang dan kasihannya semakin jadi mendalam. Dengan suara yang lemah-lembut dia berkata.
"Gouw Kong-cu, apakah kau datang dari daerah kebanjiran?"
Leng Hong menganggukkan kepalanya, kemudian Hwie Cie melanjutkan perkataannya.
"Sungai Hong Hoo (sungai kuning) setiap tahun selalu menimbulkan bahaya banjir, para pembesar yang diharuskan bertugas membetulkan tanggul-tanggul sungai itu, biasanya hanya pandai memeras rakyat saja dengan jalan memungut pajak dari rakyat jelata yang katanya untuk dipakai membetulkan tanggul-tanggul itu, tapi kenyataannya uang yang didapatkan itu masuk kantongnya sendiri, sehingga waktu bahaya banjir datang, siang-siang mereka sudah melarikan diri meninggalkan rakyat yang pernah diperasnya, hingga ayah angkatkupun sangat geram menyaksikan tingkah laku pembesar- pembesar itu, dan diapun sudah ingin melaporkan kekejadian ini kepada gubernur."
Leng Hong menjadi tergerak hatinya mendengar perkataan nona ini, semulanya dia ingin membuka mulut untuk menanyakan lebih lanjut, tapi karena Hwie Cie kelihatannya sangat girang sekali, maka dia tidak sempat mengajukan pertanyaannya, lebih-lebih ketika sinona berbicara terus dan tidak henti-hentinya, menceritakan tentang kisahnya sendiri.
Ternyata tempat nona Hwie Cie menyenderkan dirinya pada sahabat ayahnya adalah seorang Tie-hu (bupati) she Kim, begitu dia lihat nona Souw ini, orang tua ini jadi sangat girang, dan atas penuturan nona ini, dia merasa terharu sekali, hingga dengan segala senang hati dia suka menerima anak dara kawannya untuk tinggal bersama-sama dengannya.
Orang tua itu sudah berumur lima puluh tahun lebih, dan dia sangat menyayangi sekali terhadapnya, dan dia sering- sering menghela napas karena dia tidak mempunyai anak laki-laki maupun anak perempuan, oleh karena itu, dia lalu angkat orang tua itu sebagai ayah angkatnya, hal mana telah menyebabkan orang tua itu merasa sangat girang sekali.
Sebenarnya Leng Hong ingin pamitan, tapi melihat nona itu menceritakan kisahnya dengan gembira, tidak tega rasanya untuk meninggalkan dia dengan segera.
Hwie Cie setelah berkata-kata demikian, dia lihat pemuda kita sangat memperhatikan kisahnya, hingga diapun menjadi sangat girang didalam hatinya.
Sekonyong-konyong dia berkata.
"Gouw Siang-kong, kau lihatlah, karena saking girangnya, sehingga aku berlaku sangat tolol sekali. Kau yang telah datang dari tempat yang jauh, tentu sekali sangat lelah, aku malah mengoceh tidak keruan, baiklah kau mandi dan tukar pakaian dahulu, kemudian kau boleh beristirahat."
Sesudah itu dia perintah babu untuk menyediakan air panas, untuk Leng Hong mandi.
Leng Hong setelah mandi dan bertukar pakaian, dia rasakan badannya amat segar sekali, tapi perasaan itu hanya hinggap sebentaran saja, sebab pikirannya kemudian menjadi ruwet demi memikirkan sesuatu yang dialaminya.
Hwie Cie menunggu Leng Hong, setelah pemuda itu selesai mandi, lalu diantarkan kekamar tidur sambil berkata.
"Kau baiklah beristirahat sebentar, setelah kau bangun, lalu kita boleh makan malam, baru sesudah itu kita boleh melanjutkan cerita kita yang belum selesai."
Setelah waktu makan tiba, Leng Hong lalu mengikuti babu untuk bertandang kekamar siocianya, yang setelah melewati dua lorong, dihadapannya terlihat sebuah pintu bundar, dan babu itu lalu berkata.
"Inilah tempat tinggal Sio-cia kita."
Leng Hong setelah masuki kamar bundar itu, hidungnya lantas dapat menangkap hawa yang harum semerbak, ternyata dalam taman disitu ditanami pohon-pohon bunga melati, dibelakang gunung-gunungan buatan terdapat air mancur, yang diwaktu sinar puteri malam jatuh diatas air terjun itu, tampak memancarkan warna-warni yang gilang- gemilang, hingga pemandangan itu sungguh luar biasa sekali indahnya.
Leng Hong melihat Hwie Cie sedang menantikannya dengan duduk dipinggir sebuah meja, diatas mana sudah diatur hidangan dan sayur-mayur, kemudian dia dipersilahkannya duduk disisinya.
Dengan lemah-lembut ia berkata.
"Apakah Kho-nio sudah lama menantikan aku?"
Dengan tertawa Hwie Cie menjawab.
"Gouw Siang- kong, ternyata kau terlampau sopan-santun. Mari, kita minum arak dahulu."
Waktu dia mengucapkan perkataan 'kita', tidak terasa lagi dia merasa sedikit malu.
Leng Hong tanpa tujuan tertentu lalu mengangkat cangkir araknya untuk minum isinya, dengan mana Hwie Cie pun menelad sedikit malu.
Dengan perkataan yang lemah-lembut Hwie Cie coba menghibur pemuda kita, Leng Hong yang hatinya penuh diliputi kesedihan, dia berpikir untuk menghilangkan kesedihannya itu dengan jalan minum arak, begitulah secangkir demi secangkir dia hirup araknya.
Si nona sendiripun minum secangkir pula, hingga mukanya menjadi agak merah.
Dibawah sorotan sinar lampu minyak, pipinya yang berwarna putih kini tampak bersemu dadu, hingga tampaknya begitu indah bagaikan sekuntum bunga yang baru mekar saja.
Sekonyong-konyong dia berkata.
"Hari itu aku berjumpa dengan tuan Lie .. Lie Siang-kong panggil kau Twako, bukan? Dia sungguh mengagumimu, aku .. akupun mengharapkan, bahwa pada suatu hari akupun dapat memanggilmu dengan sebutan Twako juga, bukankah hal itu sangat baik sekali?"
Leng Hong sudah agak dipengaruhi oleh susu macan, melihat sinona sungguh indah dan cantik sekali, diapun berkata.
"Akupun sangat mengharapkan sekali akan mempunyai seorang moay-moay (adik perempuan) sepertimu."
Dengan penuh rasa girang yang memuncak Hwie Cie berkata.
"Twako, benarkah hal itu? Kau tak usah panggil aku dengan sebutan Souw Kho-nio lagi, ibuku panggil aku Siauw Hwie, kaupun boleh panggil begitu juga terhadapku."
Kemudian diapun melanjutkan.
"Twako, sejak kepergianmu, aku sungguh memikirkan dirimu saja, setiap hari aku menghitung-hitung hari lalu, aku ketahui bahwa kau pasti akan datang kepadaku. Pagi hari ini aku dengar burung gereja berkicau didahan pohon, hingga akupun mengetahui, bahwa kau pasti akan datang."
Leng Hong berkata.
"Siauw Hwie Moay-cu, aku .. aku."
Siauw Hwie lalu melanjutkan perkataannya.
"Tak usah kau katakan Twako, akupun mengetahui yang kaupun senantiasa memikirkan tentang diriku, bukankah begitu?"
"Ayah angkatku yang melihat aku senantiasa tidak bergembira, mengira bahwa aku jatuh sakit. Twako, hatiku senantiasa merasa risau sekali. Twako, kau tidak akan meninggalkan aku lagi ya? Aku tahu bahwa kau tidak suka tinggal disini, bila kau ingin mengembara dikalangan Kang- ouw, masakah aku tidak ingin turut bersamamu?"
Leng Hong yang mendengar perkataan si nona yang penuh rasa kasih sayang, hatinya merasa tergerak dan terharu sekali.
Hwie Cie duduk dekat sekali dengannya, hingga hawa wangi yang memancar dari tubuhnya dapat dirasakan oleh Leng Hong.
Dia sendiri memangnya tidak begitu gemar minum arak, pada saat itu dia bermaksud untuk menghilangkan kesedihannya dengan jalan menenggak arak, dan kini waktu dia angkat kepalanya memandang pada nona Souw, ternyata si nona tengah memandang padanya dengan perasaan cinta yang mendalam sekali.
Leng Hong rasakan matanya itu begitu lembut dan mesra, dia kini yang sudah kena dipengaruhi susu macan darahnya agak naik, setelah memandang pula, diapun tidak dapat lagi mengendalikan gelora hatinya, maka dengan serta-merta lalu dia ulurkan tangannya memegang tangan si nona sambil berkata.
"Moay-cu (adik, dinda) kau sungguh cantik sekali."
Hwie Cie yang dicekal tangannya, tidak berusaha untuk melepaskannya, dia biarkan saja diusap-usap oleh pemuda kita, dia rasakan tangan Leng Hong yang hangat terus menjalar keseluruh tubuhnya, hatinya merasa lemas dan mesra sekali.
Dia yang sejak kecil sudah ditinggal mati oleh ibunya, sekalipun ayahnya sangat mencintainya, tapi selama berapa tahun berselang, dia yang sudah sebatang kara, bila dimalam terang bulan hanya duduk sendirian menggadangi bulan, sungguh hatinya merasa kosong dan kesepian sekali, tapi kini hatinya sudah terisi, sehingga dunia kini sudah berubah begitu indah, dengan segala-galanya yang ada dimuka bumi ini menjadi serba indah pula seluruhnya! Demikianlah khasiatnya ..
cinta! Leng Hong dengan penuh kemesraan memanggil.
"Moay-cu!"
Hwie Cie dengan lembutnya menyahut.
"Twako, ada apa?"
Leng Hong dengan terputus-putus berkata.
"Aku .. aku .. ingin sekali mencium matamu .."
Hwie Cie merasa sangat malu sekali, dia yang memang bertabiat sopan dan lemah-lembut, melihat mata Leng Hong tengah memandangnya seakan-akan menantikan jawahannya, diapun tidak tega untuk menolaknya, begitu juga dalam sanubarinya memang dia tidak ingin menolaknya.
Lalu, dia meramkan matanya begitulah dia menantikan ciuman pemuda kita, dalam detik-detik itu dia tidak inginkan segala apapun didunia ini ..
semuanya dirasakannya bagaikan awan putih yang tengah berarak- arak diatas langit tidak ada gunanya.
Setelah itu, dia merasakan pemuda kita menciumi matanya berulang-ulang, dalam hati dia berkata.
"Dia sungguh seorang jantan sejati, cuma dia terlampau kuno sekali dan kering."
Waktu kemudian dia meleki matanya kembali, dia lihat pemuda kita seakan-akan seorang yang sedang mabuk kepayang, dalam hati dia berpikir.
"Twako, dikuatirkan kau mabuk karena terlampau gembira agaknya, bukankah?"
Sekonyong-konyong, dari luar jendela terdengar suara helaan napas seseorang yang amat sedihnya.
Leng Hong yang sedang merasakan puncak kenikmatannya dalam lembah asmara, sekalipun dia mempunyai kepandaian yang sangat tinggi, dia tidak mendengar suara helaan napas orang diluar jendela, berhubung pikirannya sedang tenggelam dilautan asmara, sedangkan Hwie Cie sendiri juga tidak mendengar suara itu karena diapun sedang merasakan kemesraan bercinta kasih, pada saat itu harapannya adalah bila mungkin dunia ini tidak berjalan ataupun berkisar, sedangkan detik-detik tidak berjalan agar dia dapat menikmati kemesraan cinta itu lebih lama pula, dari itu, dimanalah dia mendengar suara helaan napas diluar jendela tersebut? Kejadian didunia ini memang seperti juga sudah diatur oleh yang berkuasa, andaikata suara helaan napas itu terdengar oleh Leng Hong dan dia buru-buru mengejarnya, maka pasti sekali penghidupannya akan mengalami perubahan yang besar sekali.
Ternyata dibalik gunung-gunungan palsu, duduk seorang wanita yang lemah-lembut, dia ini tidak henti-hentinya menangis, waktu angin malam meniup pipinya, dia bergemetaran karena dinginnya tapi rasa dingin itu jauh lebih ringan bila dibandingkan dengan perasaan hatinya yang merasa putus asa dan pilu sekali.
Setelah dia menangis puas, perasaan marahnya mulai hilang, dan suatu perasaan yang seumurnya belum pernah dirasakannya, telah bersarang didalam dadanya.
"Orang lain adalah anaknya orang besar, aku hanya seorang .. aku hanyalah seorang gadis desa yang buta, bagaimana dapat dibandingkan dengan orang lain?"
Dan hatinya berpikir lebih jauh.
"Twako, akupun tidak menyalahkanmu, aku sesungguhnya tidak pantas menjadi pasanganmu! Twako, kau tidak usah memikirkan pula tentang gadis desa yang bodoh, baiklah kau kawin dengan nona Souw saja."
Dia yang dari kecil sampai besar dibesarkan dalam lingkungan desa, seumurnya belum pernah mengalami perbuatan dusta dan palsu, diapun belum pernah merasakan dirinya tertipu oleh orang lain, dan sekarang barulah dia rasakan perasaan itu, karena dia rasakan orang yang seumurnya menjadi idam-idamannya, dia mengira bahwa pemuda kita adalah seorang laki-laki yang sempurna, tapi ternyata akhirnya dapat menipunya juga, dengan jalan memindahkan kasih sayangnya pada lain gadis, segala impiannya yang muluk dan indah kini sudah buyar laksana asap tertiup angin, hingga yang ketinggalan sekarang hanyalah perasaan sedih dan pilu saja, maka saking pilunya, dia merasa seakan-akan hatinya sedang dimakan oleh seekor ular yang berbisa.
Cinta akhirnya memenangkan segala-galanya, diapun tidak merasa dendam kesumat pada kekasihnya karena dia berpikir.
"Aku masih tetap mencintai Twako, aku ingin Twako senantiasa sehat-sehat saja, asal saja dia selalu segar bugar, apa lagi yang aku inginkan? Twako dengan nona Souw adalah pasangan yang setimpal dan cocok sekali, aku mengapa harus menyelak diantara mereka, untuk menyusahkan Twako saja? Pergi! Pergi! Biarlah aku pergi sejauh-jauhnya untuk membiarkan melaksanakan cinta kasih mereka!"
Lalu dia bangkit dan berjalan perlahan-lahan waktu sinar puteri malam menyinari tubuhnya, maka terbentuklah bayangan panjang yang berpeta dibumi. Sekalipun dia tidak melihat bayangannya sendiri, tapi dalam hati dia berpikir.
"Mulai hari ini, aku adalah seorang yang sebatang kara, bayangan, oh bayangan, hanya engkau saja yang senantiasa menemaniku !"
Perlahan-lahan diapun sudah pergi jauh sekali, seorang yang berbudi luhur mengalami nasib yang demikian memilukan hati, perlahan-lahan bayangannya ditelan oleh kegelapan malam yang tidak berbatas ..
Keesokan harinya Leng Hong lalu minta diri dari nona Souw.
Hwie Cie yang mengetahui bahwa pemuda kita ingin menuntut balas sakit hati orang tuanya, diapun tidak berusaha untuk menghalang-halanginya, baru saja Leng Hong ingin berangkat, sekonyong-konyong hatinya tergerak dan diapun berpikir.
"Ayah angkatnya Souw Kho-nio adalah pejabat Tie-hu dari daerah delapan kewedanaan di Shoa-tang barat, aku mengapa tidak coba menyelidiki jejaknya Ah Lan ibu dan anak?"
Dalam pada itu diapun berkata pada Hwie Cie, waktu Hwie Cie mendengar pemuda kita dalam menyebutkan nama An Lan, perasaannya begitu penuh kasih dan sayang, hingga tidak terasa lagi hatinya merasa sedikit tidak enak.
Diapun berdiam diri sebentar, dan satu pikiran melintas diotaknya, sudah beberapa kali dia berusaha untuk mengatakannya, tapi perasaannya yang lebih mementingkan diri sendiri melarangnya akan berbuat demikian.
Didunia ini, bagi wanita kebanyakan, perasaan mementingkan diri sendiri dan cemburu adalah paling menonjol, maka dengan berperasaan demikian, hal ini akhirnya dapat membuat seorang wanita yang tadinya lemah-lembut dan berbudi luhur berubah menjadi seorang wanita yang kejam dan jahat.
Begitulah perasaan tersebut berperang dalam hatinya Hwie Cie, dia yang memangnya anak seorang pembesar pula, sejak kecil sudah dibiasakan dimanja oleh ayahnya, dia yang memang sangat cerdik, kemarin malam waktu Leng Hong datang dan bercakap-cakap, dia telah lihat mukanya sedikit berubah, waktu itu dia kira karena pemuda kita tengah diganggu oleh banyak pikiran, tapi nyatanya dia hanya dapat menebak separuh.
Pada saat ini setelah dia mendengar kata-kata pemuda kita, maka seluruhnya telah menjadi terang benderang.
Dia tahu, andaikata dia menjelaskan hal yang sebenarnya, maka kebahagiaannya akan lenyap pada saat itu juga, tapi ajaran ayahnya sendiri yang bengis, seakan-akan masih mengiang-ngiang ditelinganya.
Pada saat ini, dia rasakan jika dibandingkan dengan keadaan sepuluh tahun yang lampau, perasaannya kini jauh lebih sedih dan goncang.
Akhirnya dia dapat mengambil keputusan yang pasti, karena satu tindakan yang didorong oleh pertimbangan yang luhur akhirnya telah memenangi perasaannya yang bersifat terlampau mementingkan diri sendiri itu.
Maka dengan suara yang agak gemetar dia bertanya.
"Nona Ah Lan yang kau maksudkan itu, apakah bukannya wanita yang bertubuh kecil langsing?"
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Leng Hong yang lama sekali tidak mendengar dia menjawab, seakan-akan sedang memikirkan satu soal yang sulit, kini waktu secara sekonyong-konyong dia ditanyakan olehnya, dia masih mengira bahwa nona itu menanyakan soal Ah Lan dengan jelas dan bermaksud untuk membantu untuk mencarinya, maka tidak terasa lagi diapun merasa sangat berterima kasih sekali dan berkata.
"Siauw Hwie Moay-cu, Ah Lan memang benar seperti apa yang kau katakan itu, aku harap kau perhatikan sungguh-sungguh, kedua matanya adalah buta."
Hwie Cie kemudian memanggil pada budaknya sambil diperintahkan.
"Lekas kau panggil Ah Lan Kho-nio datang untuk menjumpai Gouw Siang-kong!"
Begitu perkataan ini diucapkan, Leng Hong merasa diluar dugaan sama sekali, dia seakan-akan tidak dapat mempercayai atas pendengarannya sendiri, buru-buru dia bertanya.
"Moay-cu, kau .. kau mengatakan apa?"
Budaknya itupun tidak mengerti jelas maksud majikannya, maka sambil membelalakan matanya ia memandang pada nona majikannya sambil berdiri terpekur disitu. Hwie Cie berkata pula.
"Aku menyuruhmu untuk memanggil nona Ah Lan datang kemari."
Budak itu kini barulah mengerti jelas perintah majikannya, sambil mengeluarkan suara 'ahhhh' buru-buru dia berlari-lari melaksanakan tugasnya, Leng Hong yang tidak dapat mengendalikan lagi perasaannya, buru-buru berlari juga sambil mengikuti budak itu.
Hwie Cie yang menampak sinar pandangannya pemuda kita luar biasa girangnya, dan hal itu teranglah menunjukkan perasaan cinta yang sangat mendalam terhadap Ah Lan, hingga tidak terasa lagi hatinya menjadi hancur dan diapun berputus harapan, dan sambil menutupi mukanya, buru-buru diapun lari kedalam kamarnya, dari mana dengan sekonyong-konyong dia mendengar suara Leng Hong yang bergemetar sedang menanyakan budaknya.
"Dia .. bagaimana .. jam berapa .. meninggalkan tempat ini?"
Budak itu menjawah.
"Kemarin malam."
Leng Hong lalu bertanya pula.
"Dia mengapa secara sekonyong-konyong ingin meninggalkan rumah ini?"
Kedengaran suara budak itu menyahut.
"Aku tidak tahu, waktu dia ingin meninggalkan tempat ini, dia telah menitipkan sepucuk surat yang dipesannya untuk disampaikan pada Gouw Siang-kong, kepala rumah tangga yang mengurus budak-budak karena melihat dia bukanlah seorang budak biasa, melainkan adalah orang yang telah ditolong oleh majikan kita, maka waktu dia memaksa hendak meninggalkan tempat ini, diapun tidak berani menghalanginya maupun melarangnya."
Dengan perasaan yang gugup Leng Hong berkata.
"Lekas kau berikan suratnya itu kepadaku."
Dia yang mengengtahui bahwa Ah Lan masih hidup didunia maya ini, hatinya girang tidak kepalang, dia tidak mengerti mengapa dia ingin meninggalkannya ..
dia telah melupakan perbuatannya semalam akibat terlampau banyak minum susu macan.
Setelah dia sambuti surat itu, dan baru saja bermaksud untuk membukanya, tiba-tiba dari belakangnya terdengar suara yang lemah-lembut mengatakan.
"Twako, kau sendiripun harus baik-baik menjaga dirimu sendiri."
Waktu dia menolehkan kepalanya memandang, ternyata orang itu adalah Hwie Cie yang kini mukanya penuh tanda bekas-bekas airmata, hingga tidak terasa lagi dia merasa terharu sekali, tapi dia yang pikirannya sedang kacau karena ingin sekali segera mengejar pada Ah Lan, saat itu tidak dapat mencari daya untuk menghiburnya.
Dia hanya dapat berkata.
Iblis Sungai Telaga -- Khu Lung Neraka Hitam -- Khu Lung Pendekar Cacad Karya Gu Long